refarat sindrom rett.docx
DESCRIPTION
psikologiTRANSCRIPT
BAHAGIAN PSIKIATRI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAAN JULI 2012
UNIVERSITAS HASANUDDIN
SINDROM RETT
DISUSUN OLEH:
NEERMALADEVI PARAMSIVAM
C 111 08 755
PEMBIMBING
dr. JANUARSARI TRIWATY
SUPERVISOR
dr. ERLYN LIMOA, SpKJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
SINDROM RETT
I. PENDAHULUAN
Sindrom Rett adalah gangguan neurologist yang ditemukan oleh Dr.
Andreas Rett dari Austria tahun 1966. Sering terjadi salah diagnosa sebagai
bentuk dari autisme atau penundaan perkembangan. Ahli sains setuju bahwa
Sindrom Rett adalah gangguan perkembangan, bukan autisme, kelumpuhan otak,
ataupun penundaan perkembangan. Anak dengan Sindrom Rett biasanya
menunjukkan sebuah periode awal dari perkembangan yang mendekati normal
atau tipikal sampai 6-18 bulan kehidupan.(1,2)
Namun secara universal penyakit itu baru diakui 1983 ketika Dr Bengt
Hagberg bersama koleganya menulis artikel mengenai RS di Annals of Neurology.
Sindrom Rett menjadi satu kategori dengan Autistic Disorder, Childhood
Disintegrtive Disorder, Asperger’s Disorder, dan Pervasive Developmental
Disorder Not Otherwise Specified dalam Pervasive Developmental Disorder
(Gangguan Perkembangan yang Menetap). Pervasive Developmental Disorder
dikarakteristikkan dengan kerusakan yang berat dan menetap pada beberapa area
perkembangan : kemampuan interaksi social timbal-balik, kemampuan
komunikasi, aktifitas, perhatian/minat, dan munculnya perilaku stereotype.Di
Indonesia jarang dilakukan pembahasan mengenai Sindrom Rett, sehingga
informasi yang tersedia masih sulit didapatkan oleh masyarakat.(2)
II. DEFINISI
Sindrom Rett adalah sebuah gangguan perkembangan pervasive yang
mengenai subtansia gricea cerebri, hanya terjadi pada wanita dan timbul sejak
lahir; sindrom ini bersifat progresif dan ditandai dengan tingkah laku autistic,
ataxia, dementia, kejang, dan kehilangan kegunaan tangan dengan funsi tertentu,
dengan atrofi cerebral, hyperamonemia ringan, dan penurunan kadar amin
biogenic. Disebut juga cerebroatrophic hyperammonemia. (1,3)
Sindrom Rett adalah gangguan perkembangan neural anak-anak yang
karakteristiknya adalah perkembangan awal yang normal diikuti oleh hilangnya
fungsi tangan tertentu, hilangnya pergerakan tangan, lambatnya pertumbuhan otak
dan kepala.(3)
III. ETIOLOGI
Penyebab Sindrom Rett tidak diketahui, walaupun
memburuk secara progersif setelah periode normal kompatibel
dengan gangguan metabolisme. Pada beberapa pasien dengan
Sindrom Rett, kehadiran hiperamonemia telah menyebabkan
postulasasi bahwa kekurangan enzim metabolisme amonia, tapi
hiperamonemia belum ditemukan di kebanyakan penderita
Sindrom Rett. Mungkin Sindrom Rett memiliki dasar genetik. Hal
ini terlihat terutama pada anak perempuan, dan laporan kasus
sejauh ini menunjukkan konkordansi lengkap di monozigotik
kembar. (1)
IV. PATOFISIOLOGI
Sindrom Rett disebabkan oleh mutasi pada gen MECP2 (meck-pea-two),
yang ditemukan pada kromosom X. Yang menemukan MECP2 pertama kali
adalah Adrian Bird, Ph. D pada tahun 1990, dan yang menemukan bahwa mutasi
MECP2 menyebabkan Sindrom Rett adalah Huda Zoghbi pada tahun1999. Bila
berfungsi dengan normal, gen MECP2 mengandung instruksi untuk sintesis
protein yang disebut methyl cytosine binding protein 2, yang memerintahkan gen
lain kapan harus berhenti memproduksi protein (menghentikan produksi gen pada
waktu tepat). Pada penderita Sindroma Reet, gen MECP2 tidak bekerja
sebagaimana mestinya. Protein MECP2 terbentuk dalam jumlah yang kurang
memadai. Kurangnya protein ini menyebabkan gen lain berfungsi abnormal,
membentuk sejumlah protein yang tidak diperlukan. Hal ini mampu
menyebabkan masalah perkembangan neural yang merupakan karakteristik dari
gangguan ini. Meskipun menghambat pematangan otak, mutasi MECP2 tidak
menyebabkan kerusakan otak permanen. Wanita dengan kerusakan gen MeCP2
hanya separuh yang terpengaruh, separuh lagi masih dapat berfungsi normal. Hal
yang berbeda terjadi pada anak laki-laki yang memiliki mutasi MECP2. karena
anak laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, mereka tidak mempunyai
sokongan yang akan mengganti/menyeimbangkan kerusakan pada kromosom X,
dan mereka tidak mempunyai perlindungan dari efek membahayakan dari
kelainan ini. Anak laki-laki dengan kerusakan kromosom X meninggal sebelum
atau sesaat setelah dilahirkan. (4)
V. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala atau karekteristik yang dapat dilihat pada seorang penderita
Sindrom Rett adalah: (3,4)
1. Hambatan berkomunikasi dan artikulasi bahasa mengakibatkan
penarikan diri secara social.
2. Gerak tangan yang berulang-ulang seperti memeras, menepuk,
mengetuk, mengecap, dan gerakan seperti orang sedang mencuci
baju, hanya berhenti jika anak tidur. Hal ini terjadi antara umur 6-
30 bulan.
3. Jalan yang tidak stabil, kaku pada kaki, dan berjalan dengan ujung
jari kaki.
4. Lingkar kepala yang normal pada saat lahir dan semakin menurun
pertumbuhannya seiring dengan bertambahnya usia (mulai umur 5
bulan sampai 4 tahun).
5. Otot kaku, geraknya semakin tidak terkoordinasi, gigi gemeretuk
(bruxisme).
6. Sulit menelan dan menghisap, atau sensitivitas pada mulut.
7. Pola tidur yang tidak normal, mudah tersinggung dan terganggu.
8. Retardasi pertumbuhan
9. Scoliosis (bungkuk) dan epilepsy (50 % dari penderita sindrom rett
mengalami serangan ini).
10. Kaki makin mengecil (hipothropik).
11. Sirkulasi darah yang buruk pada kaki dan tungkai (gangguan
vasomotor).
12. Konstipasi.
13. Nafas tidak teratur ( apnea periodic, hyperventilation)
VI. DIAGNOSIS
Tidak semua mutasi MECP2 memenuhi criteria sehingga bisa disebut
Sindrom Rett. Ada tiga criteria klinis untuk dapat memberikan diagnosis : essensial,
supportive, dan exclusion. (1,2)
Criteria diagnosis essensial : perkembangan yang tampak normal hingga
berusia 6-18 bulan dan mempunyai lingkar kepala normal saat lahir diikuti dengan
penurunan pertumbuhan kepala (antara 3 bulan -4 tahun), ketidakmampuan dalam
berbahasa (berkomunikasi), gerakan tangan yang repetitive, menggoyang-
goyangkan batang tubuh, toe walking (berjinjit), wide-based, dan kaki menjadi kaku.(1,2)
Kriteria suportif tidak harus ada dalam diagnosis RS tapi dapat terjadi pada
beberapa pasien. Kriteria suportif : kesulitan bernafas, ketidaknormalan
electroencephalogram (EEG), serangan, kekakuan otot, kejang, scoliosis, teeth-
grinding, kaki yang kecil bila dihubungkan dengan tinggi badan, retardasi,
berkurangnya lemak tubuh dan berat otot, pola tidur yangtidak normal, lekas marah,
mengunyah, kesulitan menelan, berkurangnya mobilitas seiring dengan usia, dan
sembelit. (2,5)
Ada juga criteria exclusion. Anak dengan salah satu criteria berikut tidak
mempunyai Sindrom Rett : pelebaran organ tubuh, kehilangan penglihatan yang
termasuk gangguan retina (optic atrophy), microcephaly sejak lahir, gangguan
metabolisme yang dapat diidentifikasi, gangguan degeneratif bawaan lainnya,
gangguan syaraf akibat infeksi berat atau head trauma, bukti bahwa sudah mulai
retardasi sejak dalam rahim, atau bukti adanya kerusakan otak yang terjadi setelah
lahir.(2,5)
Diagnosis Criteria for Rett’s Disorder (5)
A. Semua hal berikut :
(1) Normal pada saat perkembangan prenatal dan perkembangan
perinatal
(2) Perkembangan psikomotor yang normal selama 5 bulan pertama
setelah kelahiran
(3) Mempunyai lingkar kepala yang normal saat lahir
B. Onset (semua hal setelah periode perkembangan normal, yaitu)
(1) Penurunan pertumbuhan kepala antara usia 5 sampai 48 bulan
(2) Kehilangan kemampuan tangan tertentu yang telah dikuasai
sebelumnya antara usia 5 sampai 30 bulan dengan diikuti oleh
perkembangan gerakan tangan stereotyped (seperti meremas-remas atu
mencuci)
(3) Kehilangan keterikatan social pada perkembangan awal (meskipun
interaksi social sering berkembang kemudian)
(4) Menunjukkan kelemahan terkait dengan koordinasi atau pergerakan
tubuh
(5) Mengalami gangguan berat pada perkembangan penerimaan bahasa
maupun pengekspresian bahasa dengan retardasi psikomotorik berat
Tahap Perkembangan Syndrome Rett (7,8)
Tahap 1
Orang dengan sindrom rett umumnya berkembang secara normal kira-
kira 6-18 bulan pertama setelah kelahiran. Banyak yang dapat mencapai harapan
seperti menggunakan kata pendek, tersenyum secara spontan dan makan dengan
jari. Dari bulan kelima sampai umur 3 tahun, pertumbuhan otak mulai lamban
(microchepaly), dan setelah 18 bulan, beberapa keabnormalan yang lain mulai
nampak. Anak mungkin lebih lambat dalam memperoleh keahlian baru, bahkan
mungkin berhenti untuk memperoleh keahlian baru secara lengkap.
Abnormalitas yang lain meliputi berkurangnya jumlah kontak mata, gerak otot
yang tidak terkoordinasi dan perilaku yang tidak terkendali. Tahap ini sering
tidak diperhatikan karena symptom kurang jelas, pada awalnya orang tua dan
dokter mungkin juga kurang memperhatikan lambannya perkembangan anak.
Tahap ini terjadi selama beberapa bulan tapi dapat berlanjut selama kurang lebih
satu tahun.
Tahap 2
Antara umur 1-4 tahun atau tahap kerusakan yang cepat, Tahap ini
adalah permulaan hilangnya fungsi tangan dan hilangya kemampuan bicara baik
secara cepat maupun bertahap. Karakteristik gerakan tangan yang menonjol pada
tahap ini adalah memijat, mencuci, menepuk-nepuk, mengetuk, juga
menggerakkan tangan ke mulut berkali-kali. Ada yang tiba-tiba, secara
bertingkat, bahkan meningkat. Ini disebut penurunan perkembangan. Seringkali
pada umur 3 tahun, control gerak tangan dan spontanitas gerakan menghilang,
seiring dengan keahlian berbicara yang bersifat elementer. Bruxisme (gerak tak
sadar menggeretukkan gigi) adalah biasa seiring dengan gerak menghisap yang
tidak efektif. Gerakan-gerakan tersebut berlanjut saat anak terjaga namun hilang
selama tidur. Bernafas secara tidak teratur seperti episode apnea atau
hyperventilation mungkin terjadi, meski biasanya kembali bernafas secara
normal selama tidur. Beberapa anak menunjukkan autistic, seperti symptom
hilangnya interaksi social dan komunikasi. Sifat lekas marah dan
ketidakteraturan tidur mungkin terlihat. Lambatnya pertumbuhan kepala mulai
diperhatikan pada tahap ini.
Tahap 3
Tahap III, disebut juga tahap plateu, penurunan perkembangan berhenti
dan gejala cenderung stabil. Biasanya dimulai pada usia antara dua sampai
sepuluh tahun. Apraxia, masalah motorik, dan serangan merupakan karakteristik
khas tahap ini. Meskipun begitu dimungkinkan ada peningkatan dalam perilaku,
dengan penurunan rasa mudah marah, mengangis, dan autistic. Individu pada
tahap III mungkin menunjukkan ketertarikkan pada lingkungannya dan
peningkatan kewaspadaannya, rentang perhatian, dan kemampuan komunikasi.
Namun, umumnya skoliosis mulai terjadi sebelum umur 8 tahun.
Tahap 4
Tahap IV, disebut tahap kemunduran motorik lanjut, dapat terjadi selama
empat tahun atau sepuluh tahun. Karakteristiknya adalah berkurangnya
mobilitas, melemahnya otot, kekakuan, kejang, dystonia(meningkatnya sifat otot
dengan postur abnormal yang ektrim atau berbatang), dan scoliosis. Anak yang
sebelumnya mampu berjalan mungkin akan berhenti berjalan. Secara umum,
tidak ada penurunan lagi pada kognisi, komunikasi, atau keterampilan tangan
pada tahap IV. Gerakan tangan berulang-ulang mungkin berkurang dan tatapan
mata mungkin meningkat.
Diagnosis Banding (6,7,8)
Sindrom Rett dapat dibedakan dengan Autisme, Asperger Disorder,
Childhood Disintergrative Disorder. Table dibawah menunjukkan
perbandingannya:
Penyakit Prevelensi Gejala Klinis
Sindrom Rett 0,44 – 2,1 per 10000
pada perempuan
(jarang terdapat pada
laki-laki)
Normal pada saat lahir,
tetapi mulai dari 2 tahun
Keterlambatan
pertumbuhan kepala
Hilangnya keterampilan
motorik yaitu gerakan
tangan seperti meremas-
remas; gangguan gait
Kehilangan keterlibatan
sosial
Autisme 2-15 per 10000
laki-laki
4:1 laki-laki
berbanding
perempuan
Lebih parah pada
perempuan
Penurunan interaksi dan sosial
yang parah
Perilaku, minat dan aktivitas
dibatasi, berulang dan pola
stereotypic
Onset sebelum umur 3 tahun
Umumnya terjadi retardasi mental
Childhood
Disintergrative
Disorder
11 per 10000
8:1 laki-laki
berbanding
perempuan
Pertumbuhan normal sehingga
umur 2 tahun
Hilang terampilan perkembangan
yang parah sebelum umur 10
tahun
Asperger
Disorder
10 – 36 per
10000
5:1 laki-laki
berbanding
perempuan
Penurunan interaksi sosial
Tidak ada keterlambatan bahasa
atau perkembangan kognitif
Preokupasi pada 1 atau lebih pola
minat yang terbatas
PENGOBATAN/ INTERVENSI
Tidak ada obat untuk Sindrom Rett. Treatment untuk gangguan ini
terfokus pada manajemen symptom yang ada dan membutuhkan pedekatan dari
multidisiplin ilmu. Terapi memfokuskan pada tujuan untuk memperlambat
kerusakan motorik dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. (1,2)
Penggunaan Obat (7,9)
Obat dibutuhkan untuk kesulitan bernafas, kesulitan motorik, dan antiepilepsi.
1 L-Dopa adalah bentuk sintetis dari dopamine. Ini ditemukan untuk mengurangi
kekakuan selama tahap kemunduran motorik (tahap 4), tetapi sebaliknya gagal
untuk menyediakan peningkatan pada basis yang konsisten.
2 Naltrexone (Revia) adalah lawan dari opium, biasanya untuk mengurangi
kecanduan obat. Penggunaan neltraxone dalam dosis rendah atau tinggi mungkin
bermanfaat dalam control nafas yang tidak teratur dan kejang, dan mengurangi
teriakan-teriakan. Ini mungkin ada kaitannya dengan efek obat penenang.
Namun terdapat efek lain yaitu kehilangan nafsu makan.
3 Bromokriptin (Parlodel) adalah obat yang meningkatkan fungsi system
dopamine di otak. Satu obat yang diuji coba menunjukkan peningkatan awal
dalam komunikasi, berkurangnya kegelisahan dan berkurangnya gerak tangan di
tahap pertama, namun ketika obat berhenti, gejala akan muncul lagi, dan
pengenalan kemali pada obat tidak membawa kembali pada peningkatan awal.
4 Tirosin (dopamine dan noradrenalin) dan triptophan (serotonin) adalah asam
amino yang biasanya mendorong level transmitter. Studi menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam penampilan klinis ataun polla EEG. L-Carnitin adalah turunan
dari asam amino esensial lisin.
Terapi (2,3,4,7,10)
Terapi fisik dimaksudkan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan
berjalan dan keseimbangan, mempertahankan jauhnya jangkauan gerak paling
tidak mempertahankan fungsi gerak dan mencegah kecacatan.
Tujuan dari terapi fisik adalah untuk menjaga atau meningkatkan
keterampilan motorik, mengembangkan keahlian transisional, mencegah atau
mengurangi kecacatan, mengurangi ketidaknyamanan dan kegelisahan serta
meningkatkan kemandirian. Terapi fisik dapat memperbaiki dan meningkatkan
pola duduk dan berjalan serta memonitor perubahan sepanjang waktu.
Terapi fisik digunakan untuk: mengurangi apraxia, menstimulasi
penggunaan tangan untuk mendukung mobilitas, mencapai keseimbangan yang
lebih baik, meningkatkan koordinasi, mengurangi ataxia, meningkatkan body
awareness, memberikan jangkauan gerakan yang lebih baik, mengurangi sakit
pada otot, menjaga dan meningkatkan mobilitas, melawan kejang-kejang,dan
meningkatkan respon protektif. Contoh terapi fisik yaitu menggunakan kolam
bola, tempat tidur air, atau trampoline.
Terapi Occupational dapat digunakan untuk meningkatkan kegunaan
tangan. Dari penelitian diketahui bahwa terdapat penurunan gerakan tangan yang
diulang-ulang dapat mengarahkan pada kewaspadaan dan fokus yang lebih baik,
sama baiknya dengan membantu mengurangi kecemasan dan perilaku menyakiti
diri sendiri. Penggunaan tangan yang tidak teratur atau mengikat siku mungkin
berguna dalam mengurangi gerak tangan dan mungkin mendorong penggunaan
tangan yang lebih berguna. Contoh terapi Occupational adalah membantu
memakai baju sendiri, membantu melukis, membuat kerajinan tangan, dan
belajar makan sendiri.
Terapi musik digunakan sebagai pelengkap terapi lain dan berguna untuk
meningkatkan komunikasi dan membuat pilihan. Penelitian menunjukkan bahwa
mendengar dan menciptakan musik berpengaruh positif pada otak,
meningkatkan sirkulasi darah, glukosa dan oksigen. Perubahan ini menstimulasi
untuk belajar.
Terapi musik adalah penggunaan musik yang terstruktur atau kegiatan
musical di bawah bimbingan seorang terapis musik. Kegiatan ini mempengaruhi
perubahan pola perilaku yang mengarah pada tujuan individual yang telah
disusun untuk anak. Terapi musik berfokus pada komunikasi, sosialisasi,
membuat pilihan dan keahlian motorik. Musik memberikan ritme gerak dan
kepekaan persepsi. Mereka belajar untuk merasakan dan memahami ruang dan
waktu, kualitas dan kuantitas, serta sebab akibat. Terapi musik memberikan
kepercayaan dan suasana aman.
Hydrotherapi (bergerak di air hangat) sangat penting untuk penderita RS.
Karena mengidap apraxia juga, dia tidak dapat merencanakan dan melakukan
gerakan yang dia inginkan dan kesulitan untuk berjalan
Berenang adalah bagian utama dalam proses belajar fisik anak. Arti dari
berenang adalah bertahan, kebugaran, dan kesenangan. Nilai-nilai ini sama untuk
mereka yang mempunyai keterbatasan, mengintegrasikan mereka ke dalam
kehidupan yang normal adalah salah satu tujuan dari hydrotherapy. Aktifitas dalam
air dirasakan oleh anak, keluarga, dan lingkungan sebagai aktifitas anak yang
normal, hal ini memperkuat penghargaan untuk kemampuan mereka berpartisipasi
senormal mungkin. Perasaan ini menumbuhkan self-esteem dan percaya diri. Tujuan
dari terapi ini adalah mendorong untuk mencapai tingkat kemandirian tertinggi,
terlibat dalam masyarakat, menjaga kesehatan fisik, dan meningkatkan kualitas
hidupnya.
Air memberikan pengalaman baru dan menyenangkan. Memungkinkan
untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan di luar air. Ini juga
memungkinkan untuk menunjukkan kemampuan motoriknya yang hilang atau
hanya tersembunyi.
Gerakan spontan lebih mudah dilakukan dalam air dan hydrotherapi
meningkatkan jangkauan gerak dan mengurangi kejang-kejang. Kesulitan sensori
dan persepsi yang ia rasakan saat berada di luar air tidak muncul ketika berada di
air, sehingga ia dapat meraih keseimbangan yang lebih baik tanpa ragu-ragu dan
takut. Hangatnya air membantu menenangkan gerak involunter, gerakan stereotype
dan kesulitan bernafas. Fleksibilitas air memungkinkan ia untuk bergerak ke segala
arah dan memungkinkan gerakan simetris. Hydrotherapi membantu menjaga
kesehatan otot dan saraf. Hal ini meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
juga akan menambah kemampuan belajarnya. Kegiatan menunggang kuda dan
hydrotherapy meningkatkan keseimbangan dan membantu mengembangkan respon
yang protektif, juga untuk relaksasi dan kesenangan.
Terapi cinta adalah dasar dari semua terapi : penerimaan, perlindungan,
kesabaran, toleransi dan pengertian. Semua terapi yang rumit dan mahal tidak akan
berhasil tanpanya. Dimulai dengan menerimanya sebagai bagian penting dalam
keluarga, masyarakat, dunianya dan dunia kita. Menyelimutinya dengan pelukan
yang hangat dari kepercayaan bahwa ia berharga dan dicintai, apapun yang pernah
ia alami. Cinta tidak akan menyerah apabila dihadapkan dengan kesulitan. Cinta
akan tumbuh lebih kuat.
VII. KESIMPULAN (1,2,10)
Sindrom Rett adalah gangguan kelemahan syaraf yang penderitanya
sebagian besar adalah wanita. Anak dengan Sindrom Rett terlihat bekembang
secara normal sampai usia enam hingga delapan belas bulan ketika mereka mulai
memasuki periode regresi, kehilangan kemampuan motorik dan bicaranya.
Kebanyakan memiliki gerakan tangan repetitive, pola bernafas yang tidak teratur,
kejang, dan masalah koordinasi motorik yang ekstrim. Permulaan Sindrom Rett
terjadi pada usia yang bervariasi dengan gejala yang bervariasi pula. Tidak ada
obat untuk Sindroma Rett. Sindrom Rett disebabkan oleh mutasi gen MECP2
yang letaknya di kromosom X. Sindrom Rett tidak mengenal batas geografis,
rasial, maupun social. Kemungkinan Sindrom Rett terjadi lagi dalam sebuah
keluarga kurang dari satu persen. Meskipun beberapa penderita Sindrom Rett
meninggal di usia muda, sebagian besar bertahan hingá usia dewasa.
Sindrom Rett dapat dideteksi dini melalui tes genetik. Sindrom Rett bila
tidak dicermati dengan seksama maka akan sulit dibedakan dengan Autisme,
Asperger, Ataxia, Apraxia, dan gangguan pervasive lainnya.
Sindrom Rett hanya diderita oleh wanita karena laki-laki hanya memiliki
satu kromosom X sehingga anak laki-laki penderita Sindrom Rett meninggal
sebelum atau sesaat setelah dilahirkan.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Kaplan and Sadock; Prevasive Development Disorder, Rett’s Disorder.
SYNOPSIS OF PSYCHIATRY. Tenth Ed. 2007. Lippincott Williams and
Wilkins. Ch.42
2. International Rett’s Syndrome Foundation (IRSF) www.rettsyndrome.org. Cited
July 2010.
3. Michael H. Ebert,Peter T. Loosen, Barry Nurcombe; Lange Current Diagnosis
and Treatment in Psychiatry. 2000. McGraw Hill.
4. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition; DSM-
IV-TR. 2005. American Psychiatric Association.
5. National Institute of Neurologic Disorders and Stroke. www.ninds.nih.gov.
Cited July 2010
6. Alan S. Kaufman, Nadeen L. Kaufman. Essentials of Child Psychopathology.
2005. John Wiley & Sons. Ch. 11
7. American Psychiatry Association 2000. Diagnostic and Statistic Manual of
Mental Disorder. Washington D.C
8. Michael B. First, Allan Tasman; Clinical guide to the Diagnosis and Treatment
of Mental Disorders. 2006. John wiley & Sons, Ltd.
9. Rett’s Syndrome. www.mayoclinic.com. Cited July 2010
10. Arthur Beisang, Raymond Tervo, Robert Wagner. Rett Syndrome: Infancy to
Adulthood. Vol.17, Num.1, 2008.