refarat se.doc

21
BAB I PENDAHULUAN Status Epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui meningkat akhir-akhir ini terutama di Negara Amerika Serikat. Ini berhubungan dengan mortalitas yang tinggi dimana pada 152.000 kasus yang terjadi tiap tahunnya di USA menghasilkan kematian. Begitu pula dalam praktek sehari-hari Status Epileptikus merupakan masalah yang tidak dapat secara cepat dan tepat tertangani untuk mencegah kematian ataupun akibat yang terjadi kemudian. 1 Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. 1 Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. 1 1 1

Upload: dwihasanahuuiiewbdr

Post on 21-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: refarat SE.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Status Epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui

meningkat akhir-akhir ini terutama di Negara Amerika Serikat. Ini berhubungan

dengan mortalitas yang tinggi dimana pada 152.000 kasus yang terjadi tiap tahunnya

di USA menghasilkan kematian. Begitu pula dalam praktek sehari-hari Status

Epileptikus merupakan masalah yang tidak dapat secara cepat dan tepat tertangani

untuk mencegah kematian ataupun akibat yang terjadi kemudian.1

Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat

berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala

awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.1 Status

epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang berulang lebih

dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.1

1

1

Page 2: refarat SE.doc

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Definisi

Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status

epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian

kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang

berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika

seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali

selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.2

B. Epidemiologi

Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka

kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum

yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.3 Pada sepertiga kasus, status

epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi

berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya

karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang

berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi mortalitas yang

berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus kira-kira 10

persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan puncak

pada neonatus, anak-anak dan usia tua.2

Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat

dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus

kebanyakan sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung,

dementia. Pada Negara miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani dan

merupakan angka kejadian yang paling tinggi.

2

2

Page 3: refarat SE.doc

C. Etiologi

Penyebab status epileptikus sangat bervariasi tiap individu. Pada orang dewasa,

penyebab utama adalah antiepileptikus potensi rendah (34 %) dan penyakit

serebrovaskular (22%), termasuk akut atau remote stroke dan perdarahan. Penyebab

lain status epileptikus adalah hipoglikemia, hipoksemia, trauma, infeksi (meningitis,

ensefalitis, dan abses otak), alkohol, penyakit metabolik, toksisitas obat, dan tumor.2

D. Klasifikasi

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena

penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya

status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan – area tertentu

dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)-

kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi

atau non-konvulsi.

Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:4

1. Overt generalized convulsive status epilepticus

Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran penuh.

a. Tonik klonik

b. Tonik

c. Klonik

d. Mioklonik

2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized

convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.

3. Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)

a. Simple motor status epilepticus

b. Sensory status epilepticus

c. Aphasic status epilepticus

3

Page 4: refarat SE.doc

4. Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)

a. Petit mal status epilepticus

b. Complex partial status epilepticus.

E. Patofisiologi

Patofisiologi status epileptikus terdiri dari banyak mekanisme dan masih sangat

sedikit diketahui. Beberapa mekanisme tersebut adalah adanya kelebihan proses

eksitasi atau inhibisi yang inefektif pada neurotransmiter, dan adanya ketidak

seimbangan aktivitas reseptor eksitasi atau inhibisi di otak. Neurotransmiter

eksitatorik utama yang berperan dalam kejang adalah glutamat. Faktor – faktor

apapun yang dapat meningkatkan aktivitas glutamat akan menyebabkan terjadinya

kejang.

Neurotransmiter inhibitorik yang berperan dalam kejang adalah GABA.

Antagonis GABA seperti penisilin dan antibiotik dapat menyebabkan terjadinya

kejang. Selain itu, kejang yang berkelanjutan akan menyebabkan desensitisasi

reseptor GABA sehingga mudah menyebabkan kejang.5

Kerusakan CNS dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan hormon dimana

terdapat glutamat yang berlebihan yang akan menyebabkan masuknya kalsium dalam

sel neuron dan akhirnya menyebabkan apoptosis (eksitotoksik). Selain itu, juga dapat

disebabkan oleh GABA dikeluarkan sebagai mekanisme kompensasi terhadap kejang

tetapi GABA itu sendiri menyebabkan terjadinya desensitisasi reseptor, dan efek ini

diperparah jika terdapat hipertermi, hipoksia, atau hipotensi.5

Terdapat dua fase dalam status epileptikus yaitu fase pertama ( 0 – 30 menit) dan

fase kedua (> 30 menit). Pada fase pertama, mekanisme kompensasi masih baik dan

menimbulkan pelepasan adrenalin dan noradrenalin, meningkatnya aliran darah ke

otak, meningkatnya metabolisme, hipertensi, hiperpireksia, hiperventilasi, takikardi,

dan asidosis laktat. Pada fase kedua, mekanisme kompensasi telah gagal

mempertahankan sehingga autoregulasi cerebral gagal dan menimbulkan odem otak,

4

Page 5: refarat SE.doc

depresi pernafasan, aritmia jantung, hipotensi, hipoglikemia, hiponatremia, gagal

ginjal, rhabdomiolisis, hipertermia, dan DIC.

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase.

Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak

dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah,

peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang

diakibatkan asidosis laktat. Perubahan saraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30

menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang

dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf

irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada

terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan

kerusakan syaraf yang irreversibel. Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh

mioklonus selama tahap keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk

memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh

klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan

otak berlanjut.5

Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi

maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks

serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus

mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf

maksimal dalam zona Summer. Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau

kehilangan syaraf begitu kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf

melalui reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang

reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang

diperantarai kalsium.5

5

Page 6: refarat SE.doc

F. Manifestasi Klinis

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk

mencegah keterlambatan penanganan.

A. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk

status epileptikus yang paling sering dijumpai. Kejang didahului dengan

tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik

klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial

kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan

peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang

melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.

Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.

Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin

berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang

mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.

6

Page 7: refarat SE.doc

Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak

tertangani.

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status

Epileptikus) Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik

umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode

kedua.

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus) Status epilepsi tonik

terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti

fase klonik.Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran

dari Lenox-Gestaut Syndrome.

7

Page 8: refarat SE.doc

D. Status Epileptikus Mioklonik Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami

enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan

semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak

biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi

dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi

degeneratif.

E. Status Epileptikus Absen Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya

dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat

kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state)

dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow motion movie” dan

mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat

kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG

terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada

semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena

didapati.

F. Status Epileptikus Non Konvulsif Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis

dengan status absens atau parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama.

Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau

biasanya koma.

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional,

cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi

psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG

menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike

wave discharges dari status absens.

8

Page 9: refarat SE.doc

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-

tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang

menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap

secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak

selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada

hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan

proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik

ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa

(status afasik).

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala

sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi

yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi

otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan.

Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi,

tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.Kondisi ini dapat dibedakan dari

status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus

parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.

G. Penatalaksanaan

Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang

membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan

penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol

penatalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus

9

Page 10: refarat SE.doc

Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status

epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering

digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam

(Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric

acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-

Barbiturat.

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan

Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut

dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah

dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi

maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar

10 %) dari Lorazepam adalah sama.

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan

Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan

tidak lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika

kejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%).

Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan

penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 %

untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan

dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi

presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal

10

Page 11: refarat SE.doc

Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus

Pada : awal menit

1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu

intubasi)

a. Periksa tekanan darah

b. Mulai pemberian Oksigen

c. Monitoring EKG dan pernafasan

d. Periksa secara teratur suhu tubu

e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar

glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan

darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri).

3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat.

4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100

mg IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s

encephalophaty

5. Lakukan rekaman EEG (bila ada).

6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena

dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg).

Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena

dengan kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang

berlanjut. Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau

intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau

NGT jika pasien sadar dan dapat menelan.

11

Page 12: refarat SE.doc

Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperature.

2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan

100 mg per menit

Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian

bolus intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus

Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam

untuk menetukan apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.

-atau-

Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75

sampai 10 mg per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

-atau-

Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis

pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG.

12

Page 13: refarat SE.doc

BAB III

Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang

berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. Ini merupakan suatu

kegawatdaruratan medis yang harus segera ditangani segera dan secepat mungkin.

Status epileptikus juga merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan

anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan

segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Penanganannya tidak

hanya menghentikan kejang yang sedang berlangsung, tetapi juga harus

mengidentifikasi penyebab terjadinya kejang, durasi, dan lamanya dari onset sampai

penanganan merupakan factor penting.

13

13

Page 14: refarat SE.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Nia Kania, dr., SpA., MKes,Kejang pada Anak, Disampaikan pada acara

Siang Klinik Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung, 12

Februari 2007.

2. Penatalaksanaan status epileptikus, Available at : http://owthey.blogspot.com/

diakses 1 April 2011.

3. Darto Saharso,Status Epileptikus. Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu

Kesehatan Anak – FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

4. Huff, Steven. Status Epilepticus. Available from:

http://emedicine.medscape.com/ diakses 3 April 2011.

5. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W. The

treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child 2000;

83:415-19.

6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin North

Am 2001;48:683-94.

14

14