refarat psikiatri.docx

4
BAB I PENDAHULUAN Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang- bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior- inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Keterampilan komunikasi dan penyampaian berita buruk merupakan kelanjutan dari keterampilan komunikasi dasar . Setelah mempelajari dan mampu melakukan anamnesis untuk menggali informasi dengan benar tentang identitas pasien, keluhan utama dan keluhan sistim organ, (yang dilanjutkan

Upload: juita-auglina

Post on 10-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: refarat psikiatri.docx

BAB IPENDAHULUAN

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu

kompetensi yang harus dikuasai dokter. Komunikasi menentukan keberhasilan dalam

membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa

tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga

hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang

cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut.

Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter

(superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai

pertanyaan dokter saja.

Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan

pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan

terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan

lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik

dan memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi

kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Keterampilan komunikasi dan

penyampaian berita buruk merupakan kelanjutan dari keterampilan komunikasi dasar .

Setelah mempelajari dan mampu melakukan anamnesis untuk menggali informasi

dengan benar tentang identitas pasien, keluhan utama dan keluhan sistim organ, (yang

dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan)

akhirnya sampailah pada kesimpulan yang merupakan penegakan diagnosis. Kurtz (1998)

menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi

efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan

pasien (tidak hanya ingin sembuh). Atas dasar kebutuhan pasien, dokter melakukan

manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien.

Penyampaian diagnosis kepada pasien tidaklah sulit jika diagnosisnya hanya penyakit

yang ringan. Tetapi masalah menjadi lain ketika diagnosis yang harus disampaikan oleh

dokter kepada pasien adalah penyakit yang berat, seperti kanker stadium akhir, gangguan

pertumbuhan seorang anak, atau penyakit infeksi menular seperti HIV-AIDS. Keterampilan

komunikasi dalam memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang berat ini

dipelajari dalam penyampaian kabar buruk (breaking bad news).

Page 2: refarat psikiatri.docx

Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdus Salam dkk, di Universitas

Kebangsaan Malaysia, penyampaian berita buruk adalah keterampilan yang paling sedikit

diakui untuk bisa dilakukan oleh dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di

rumah sakit. Sedangkan menurut Kembali T, dari Universitas Washington menyampaikan

berita buruk termasuk keterampilan komunikasi yang kurang diminati oleh dokter, hal ini

dapat dimengerti karena beban psikologis yang dihadapi saat seorang dokter harus

menyampaikan berita buruk kepada pasiennya. Keterampilan yang kurang dari seorang

dokter dalam menyampaikan berita buruk dapat menimbulkan kerugian yang cukup parah

bagi pasien, karena saat ini pasien berada dalam masa kritis yang mungkin pemberitaan ini

akan mengubah kehidupan pasien esok hari, sehingga kemampuan dalam penyampaian

berita buruk seharusnya dapat dikuasai oleh setiap dokter.

Keterampilan ini tidak bisa diperoleh begitu saja tetapi dengan kerja keras belajar dan

berlatih. Keterampilan penyampaian berita buruk ini bertujuan untuk dapat mengurangi syok

yang dialami oleh pasien saat menerima kabar buruk, membangun kepercayaan dalam

menghadapinya serta memberi informasi yang jelas dan realisitis terkait dengan dignosis

penyakitnya (kabar buruk yang diterimanya). Pencapaian hasil dari keterampilan komunikasi

dasar ini mencakup dua aspek, yaitu aspek medis dan aspek keterampilan komunikasi. Aspek

medis adalah kemampuan memberikan informasi yang realistis tentang diagnosis (bad news

yang diterima) pasien. Sedang aspek keterampilan komunikasi adalah keterampilan menggali

informasi yang diperlukan untuk penegakan diagnosis dan keterampilan yang harus dikuasai

dalam penyampaian berita buruk (breaking bad news).

Komunikasi efektif dokter-pasien adalah kondisi yang diharapkan dalam pemberian

pelayanan medis namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan

untuk melakukannya. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk

dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui

pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien

diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.