refarat psikiatri.docx
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter. Komunikasi menentukan keberhasilan dalam
membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga
hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang
cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut.
Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter
(superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai
pertanyaan dokter saja.
Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan
pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan
terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan
lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik
dan memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi
kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Keterampilan komunikasi dan
penyampaian berita buruk merupakan kelanjutan dari keterampilan komunikasi dasar .
Setelah mempelajari dan mampu melakukan anamnesis untuk menggali informasi
dengan benar tentang identitas pasien, keluhan utama dan keluhan sistim organ, (yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan)
akhirnya sampailah pada kesimpulan yang merupakan penegakan diagnosis. Kurtz (1998)
menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi
efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan
pasien (tidak hanya ingin sembuh). Atas dasar kebutuhan pasien, dokter melakukan
manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien.
Penyampaian diagnosis kepada pasien tidaklah sulit jika diagnosisnya hanya penyakit
yang ringan. Tetapi masalah menjadi lain ketika diagnosis yang harus disampaikan oleh
dokter kepada pasien adalah penyakit yang berat, seperti kanker stadium akhir, gangguan
pertumbuhan seorang anak, atau penyakit infeksi menular seperti HIV-AIDS. Keterampilan
komunikasi dalam memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang berat ini
dipelajari dalam penyampaian kabar buruk (breaking bad news).
Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdus Salam dkk, di Universitas
Kebangsaan Malaysia, penyampaian berita buruk adalah keterampilan yang paling sedikit
diakui untuk bisa dilakukan oleh dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di
rumah sakit. Sedangkan menurut Kembali T, dari Universitas Washington menyampaikan
berita buruk termasuk keterampilan komunikasi yang kurang diminati oleh dokter, hal ini
dapat dimengerti karena beban psikologis yang dihadapi saat seorang dokter harus
menyampaikan berita buruk kepada pasiennya. Keterampilan yang kurang dari seorang
dokter dalam menyampaikan berita buruk dapat menimbulkan kerugian yang cukup parah
bagi pasien, karena saat ini pasien berada dalam masa kritis yang mungkin pemberitaan ini
akan mengubah kehidupan pasien esok hari, sehingga kemampuan dalam penyampaian
berita buruk seharusnya dapat dikuasai oleh setiap dokter.
Keterampilan ini tidak bisa diperoleh begitu saja tetapi dengan kerja keras belajar dan
berlatih. Keterampilan penyampaian berita buruk ini bertujuan untuk dapat mengurangi syok
yang dialami oleh pasien saat menerima kabar buruk, membangun kepercayaan dalam
menghadapinya serta memberi informasi yang jelas dan realisitis terkait dengan dignosis
penyakitnya (kabar buruk yang diterimanya). Pencapaian hasil dari keterampilan komunikasi
dasar ini mencakup dua aspek, yaitu aspek medis dan aspek keterampilan komunikasi. Aspek
medis adalah kemampuan memberikan informasi yang realistis tentang diagnosis (bad news
yang diterima) pasien. Sedang aspek keterampilan komunikasi adalah keterampilan menggali
informasi yang diperlukan untuk penegakan diagnosis dan keterampilan yang harus dikuasai
dalam penyampaian berita buruk (breaking bad news).
Komunikasi efektif dokter-pasien adalah kondisi yang diharapkan dalam pemberian
pelayanan medis namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan
untuk melakukannya. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk
dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui
pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien
diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.