ransum komplit berbasis jerami padi sebagai pakan

16
TINJAUAN PUSTAKA Ternak Sapi Peranakan Ongole Bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Pylum: Chordata; Subphylum: Vertebrata; Class: Mamalia; Sub Class : Theria; Infra class: Eutheria; Ordo: Artiodactyla; Sub ordo : Ruminantia; Infra ordo: Pecora; Famili: Bovidae; Genus: Bos (cattle); Group : Taurinae; Spesies: Bos Taurus (sapi eropa), Bos indicus (sapi india/ sapi ongole), Bos sondaicus (banteng) (Williamson dan Payne, 1993). Ciri-ciri sapi Peranakan Ongole adalah sebagai berikut: warna putih; pada bagian kepala dan gumba sapi jantan berwarna keabu-abuan; mempunyai gelambir dari rahang hingga bagian ujung tulang dada; persentase karkas 44%; tinggi sapi jantan maupun betina mencapai + 135 – 150 cm; termasuk tipe sapi potong dan pekerja; terdapat lipatan kulit dibawah leher dan perut; telingga panjang menggantung; berat badan mendekati sapi Ongole (sapi jantan 615 kg, betina 425 kg). Sapi peranakan Ongole hasil persilangan dari sapi Ongole Sumba dengan sapi Brahman diperoleh sifat ekonomisnya sebagai berikut: berat lahir 24 kg; berat sapih (umur 6 – 7 bulan) rata-rata 143 kg; berat pada umur 18 – 24 bulan rata-rata 260 kg; pertambahan bobot badan mencapai 0,8 kg/ekor/hari (Santoso, 2008). Disamping itu juga sapi peranakan Ongole memiliki sifat-sifat khas seperti sapi Brahman, yaitu tahan gigitan serangga dan dapat hidup pada padang penggembalaan yang jelek sekalipun. Adapun pertambahan berat badan sapi Peranakan Ongole adalah 0,204 kg/ekor/ hari; 0,302 kg/ekor/ hari; 0,450 kg/ekor/ hari pada masing-masing umur 6 – 9 bulan, 10 – 13 bulan, 14 – 17 bulan (Sijabat, 1979). Pertumbuhan Ternak Sapi Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan pembangunan seperti urat daging, tulang, otak, jantung, dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut Universitas Sumatera Utara

Upload: truonghanh

Post on 12-Jan-2017

249 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Sapi Peranakan Ongole

Bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Pylum:

Chordata; Subphylum : Vertebrata; Class: Mamalia; Sub Class : Theria; Infra

class: Eutheria; Ordo: Artiodactyla; Sub ordo : Ruminantia; Infra ordo: Pecora;

Famili: Bovidae; Genus: Bos (cattle); Group : Taurinae; Spesies: Bos Taurus (sapi

eropa), Bos indicus (sapi india/ sapi ongole), Bos sondaicus (banteng)

(Williamson dan Payne, 1993).

Ciri-ciri sapi Peranakan Ongole adalah sebagai berikut: warna putih; pada

bagian kepala dan gumba sapi jantan berwarna keabu-abuan; mempunyai

gelambir dari rahang hingga bagian ujung tulang dada; persentase karkas 44%;

tinggi sapi jantan maupun betina mencapai + 135 – 150 cm; termasuk tipe sapi

potong dan pekerja; terdapat lipatan kulit dibawah leher dan perut; telingga

panjang menggantung; berat badan mendekati sapi Ongole (sapi jantan 615 kg,

betina 425 kg). Sapi peranakan Ongole hasil persilangan dari sapi Ongole Sumba

dengan sapi Brahman diperoleh sifat ekonomisnya sebagai berikut: berat lahir 24

kg; berat sapih (umur 6 – 7 bulan) rata-rata 143 kg; berat pada umur 18 – 24 bulan

rata-rata 260 kg; pertambahan bobot badan mencapai 0,8 kg/ekor/hari (Santoso,

2008).

Disamping itu juga sapi peranakan Ongole memiliki sifat-sifat khas seperti

sapi Brahman, yaitu tahan gigitan serangga dan dapat hidup pada padang

penggembalaan yang jelek sekalipun. Adapun pertambahan berat badan sapi

Peranakan Ongole adalah 0,204 kg/ekor/ hari; 0,302 kg/ekor/ hari; 0,450 kg/ekor/

hari pada masing-masing umur 6 – 9 bulan, 10 – 13 bulan, 14 – 17 bulan

(Sijabat, 1979).

Pertumbuhan Ternak Sapi

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-

jaringan pembangunan seperti urat daging, tulang, otak, jantung, dan semua

jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut

Universitas Sumatera Utara

Page 2: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat-

zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak dan penimbunan

air bukanlah pertumbuhan murni. Dalam pertumbuhan seekor hewan, ada dua hal

yang terjadi: bobot badan meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa yang

disebut pertumbuhan dan terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta

terjadinya berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melalukan sesuatu menjadi

wujud penuh yang disebut perkembangan (Anggrodi, 1984).

Penggemukan bertujuan untuk memperbaiki kualitas karkas dengan jalan

mendeposit lemak seperlunya. Bila hewan belum dewasa yang digunakan untuk

penggemukan ini sifatnya membesarkan sambil memperbaiki kualitas karkas.

Ternak yang mempunyai potensi genetik yang tinggi akan memiliki respon yang

baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki efisiensi pakan yang tinggi dan

adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering rumput yang

disebabkan oleh beda kualitas, daya cerna dan spesies tanaman (Parakkasi, 1995).

Hidanah (2007), mengatakan pemanfaatan jerami padi tanpa difermentasi

sebagai pakan ternak berkisar antara 31-39%, Hal ini disebabkan tingginya

kandungan serat kasar dan selain itu kadar proteinnya rendah, sehingga sulit

diharapkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak ruminansia sehingga

tujuan penggemukan ternak tidak akan tercapai. Oleh sebab itu diperlukan

teknologi dalam pengolahannya.

Pertambahan Bobot Badan

Tingkat pertambahan bobot badan yang tinggi dapat dicapai jika ternak

tersebut memiliki potensi genetik yang baik dan ditunjang oleh kondisi

lingkungan dan pakan yang menunjang munculnya potensi genetik tersebut.

Perbedaan spesies akan mempengaruhi strategi pemanfaatan hijauan terutama

ketika ketersediaan dan sebaran sumberdaya pakan yang melimpah. Sebagai

contoh pada kambing dan camelids akan mempertahankan kecernaan pakan

dengan mengorbankan asupan pakan, sedangkan pada rusa merah akan

mempertahankan asupan pakan.

Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi pakan,

makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 3: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

pakan. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan

(Kartadisastra, 1997).

Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi

pakan dan terutama energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada

produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai

pada ternak akan digambarkan pada laju pertumbuhan (McDonald et al., 1995).

Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan maksimal maka sangat

perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas pakan. Pakan tersebut harus mengandung

zat makanan dalam keadaan cukup dan seimbang sehingga dapat menunjang

pertumbuhan maksimal (Yamin, 2002).

Kurva hubungan antara bobot badan dengan umur adalah seperti bentuk S

(sigmoid). Ada dua fase awal yang pendek dimana bobot badan sedikit meningkat

dengan meningkatnya umur, hal ini diikuti oleh pertumbuhan eksplosif, kemudian

akhirnya ada satu fase dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah

(Lawrie, 1995).

Bobot badan (kg)

40

30

20

10

10 20 30 40 Umur (minggu)

Gambar 1. Kurva sigmoid pertumbuhan pada ruminansia

Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan

genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat

dewasa. Pengurangan pakan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan bila

pengurangan pakan yang signifikan akan menyebabkan ternak kehilangan berat

badannya (Tillman et al, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

Hasil Penelitian Soepranianondo et al (2007) menyebutkan pertambahan

berat badan, disebabkan karena kebutuhan bahan kering dalam pakan sudah

terpenuhi, dan juga disebabkan hasil produk fermentasi protein dan karbohidrat

yang lebih tinggi disbanding kelompok kontrol tanpa fermentasi sehingga

pertumbuhan yang dihasilkan juga lebih baik. Hal ini sesuai dengan yang

dikatakan oleh Soepranianondo (2005), bahwa kalau proses metabolisme pada

ternak ruminansia baik, maka produk fermentasi yang berupa asam amino,

ammonia-N maupun asam lemak volatil didalam rumen akan tinggi. Sebagaimana

diketahui bahwa untuk pertumbuhan ternak dibutuhkan asam amino untuk

pembentukan protein jaringan sedangkan asam lemak volatile digunakan sebagai

sumber energi yang sisanya akan dimanfaatkan sebagai timbunan lemak atau

cadangan energi. Budiono (1997) mengatakan peningkatan laju pertumbuhan

berat badan dapat diperoleh dengan meningkatnya jumlah komposisi pakan,

seperti diketahui bahwa pakan yang mengandung zat pakan dalam jumlah cukup

memungkinkan ternak untuk tumbuh .

Hasil penelitian Dradjat et al (2013) mengenai pertambahan berat badaan

pada ternak yaitu pada ternak sapi bali betina menunjukkan pertambahan bobot

badan yang signifikan dengan menggunakan pakan jerami fermentasi dimana

PBB nya sebesar 4,17 kg/minggu atau 0,59 kg/ hari.

Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan

Tingkat konsumsi (Voluntary feed Intake) adalah jumlah makanan yang

dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum.

Dalam mengkonsumsi pakan ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu tingkat

energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan pakan, aktivitas ternak,

bobot badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat perbedaan

konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot

badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Makanan

yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan

makanan yang berkualitas rendah sehingga bila kualitas pakan relatif sama

maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

Selanjutnya, Tomazweska et al. (1993) menyatakan bahwa kualitas pakan

berpengaruh terhadap konsumsi akhirnya bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan.

Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada

waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan)

dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah inidikator teknis yang

dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan. Semakin rendah angka

konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi,1979).

Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh

kualitas pakan, besarnya pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan

memberikan kualitas pakan yang baik, ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih

baik konversi pakannya (Martawidjaja et al., 1999).

Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu,

penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi dan tingkat energi

pakan. Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi

dengan unit pertambahan bobot badan persatuan waktu. Konversi pakan

khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan

bobot badan dan nilai kecernaan (Martawidjaya et al., 1999).

Hasil penelitian Kostaman et al (1999) menunjukkan performans ternak

sapi yang menggunakan pakan jerami fermentasi dan non fermentasi pada ternak

sapi Ongole dimana PBBH sebesar 0.75 kg/ekor dengan total konsumsi pakan 13

kg/hari. Penelitian Mahendri et al (2006) menyebutkan bahwa konversi pakan

dengan menggunakan jerami padi fermentasi sebesar 12,12.

Pakan Sapi

Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak

serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang

diberikan harus berkualitas tinggi, yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh

tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral

(Parakkasi, 1995).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar

atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 6: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, menggantikan sel yang rusak dan

untuk berproduksi. Kebutuhan ternak ruminansia dicerminkan oleh kebutuhannya

terhadap nutrisi. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) setiap ekornya adalah

2,5% dari bobot badannya (Anggrodi, 1984).

Jumlah nturisi setiap harinya sangat tergantung kepada jenis ternak,

umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal,

sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta berat badannya. Jadi untuk setiap

ekor ternak yang berbeda kondisinya pakan yang berbeda (Anggrodi, 1990).

Jerami Padi

Jerami merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang

tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Jika jerami padi lansung diberikan

kepada ternak tanpa melalui proses pengolahan, maka jerami padi ini akan

tergolong sebagai makanan ternak yang berkualitas rendah. Jerami padi memiliki

kandungan gizi yang minim, kandungan protein yang sedikit dan daya cerna yang

rendah. Meskipun demikian teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi

pakan ternak yang potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya

cerna dan kandungan proteinnya (Sulistyono, 1976).

Menurut Sutardi (1980), jerami padi sebagai makanan ternak masih

terbatas pemanfaatannya karena hanya berperan sebagai bulk serta menggantikan

tidak lebih dari 25% kebutuhan ternak akan rumput, selain itu jerami padi

mempunyai nilai nutrisi yang rendah karena kecernaannya hanya sekitar 35-40%

dengan nilai kecernaan bahan kering (KCBK) 20.97% dan kecernaan bahan

organik (KCBO) 20,10% (Selly, 1994). Sutardi (1980) menyatakan rendahnya

kecernaan jerami padi disebabkan oleh tanaman padi yang dipanen pada umur tua

mempunyai kandungan lignin yang tinggi sehinggga sulit dirombak oleh mikroba

rumen. Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghambat gerak laju digesta di

dalam saluran pencernaan (Winugroho et al., 1983). Menurut Doyle et al (1986),

jerami padi mengandung silika yang terikat ke dalam gugus organk. Bersama-

sama dengan mineral lain, silikat membentuk suatu lapisan tipis yang

menyelimuti bagian luar dinding sel sehingga dapat menghalangi kerja enzim

pencernaan bahan organik. Adanya faktor pembatas tersebut menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak perlu dilengkapi dengan pemberian

pakan penguat (Sofyan dan Sriharini, 1986).

Teknologi saat ini limbah jerami padi bila diolah sebagai pakan ternak

akan meningkatkan nilai ekonomi dan ramah lingkungan walaupun limbah jerami

padi memiliki kandungan serat kasar (crudefiber) yang tinggi seperti lignin,

selulosa dan hemiselulosa, serat-serat ini merupakan senyawa yang sulit dicerna.

Tingginya kandungan serat kasar menunjukan mutu pakan tersebut rendah. Hasil

proximate analysis ada perubahan nilai kadar nutirisi yang nyata dalam bahan

yang telah difermentasi, perubahan kadar nutrisi tersebut ditandai dengan

peningkatan kandungan protein dan penurunan kandungan serat kasar. Limbah

jerami padi yang telah difermentasi mudah dicerna daripada limbah jerami

mentah, dibawah ini dapat dilihat kandungan gizi jerami padi segar dan jerami

fermentasi (Arifin, 2003).

Tabel 1. Kandungan gizi jerami padi segar dan jerami fermentasi

No Zat makanan Jerami Segar (%) Jerami Fermentasi (%) 1 Kadar air 6,750 9,975 2 Abu 19,758 1,950 3 Serat Kasar 27,300 9,700 4 Lemak 1,120 2,480 5 BETN 40,190 66,652

Sumber: BPTP Jawa Barat (2008)

Jerami padi sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah. Mutu

rendah jerami padi bila dibandingkan dengan hijauan, disebabkan antara lain:

1. Mempunyai kadar silika yang tinggi

2. Jerami padi limbah tanaman tua, sehingga sudah mengalami lignifikasi tingkat

lanjut, maka sebagian besar karbohidratnya telah membentuk ikatan lignin

dalam bentuk lignosesulosa dan lignohemisesulosa yang sukar dicerna,

3. Kandungan protein kasar rendah.

Nilai manfaat jerami padi sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan dengan

dua cara yaitu dengan dengan mengoptimumkan lingkungan saluran pencernaan

atau dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami. Optimasi lingkungan saluran

pencernaan terutama rumen, dapat dilakukan dengan pemberian bahan pakan

suplemen yang mampu memicu pertumbuhan mikroba rumen pencerna serat

seperti bahan pakan sumber protein. Sementara nilai nutrisi dan tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 8: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

pemanfaatan dapat diperbaiki dengan memberikan perlakuan yang dapat

meningkatkan kandungan protein dan perenggangan ikatan lignoselulosa

(Sutrisno, 1988).

Salah satu teknologi untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi dengan

cara: amoniasi. Jerami padi kurang bermanfaat dibandingkan dengan hijauan

berkualitas rendah lainnya karena kurang palatabel dan daya cernanya rendah.

Palalatabilitas jerami padi rendah karena kandungan proteinnya jauh dibawah

standar. Kecernaan jerami padi hanya mencapai 35 – 37%, dan kandungan protein

3,5 – 4,5%, Lemak 1,4 – 1,7 %, Serat Kasar 31,5 – 46,5%, Abu 19,9 – 22,9%,

Kalsium 0,19%, Fosfor 0,1% dan BETN 27,8 – 39,9% (Widayati et al., 1996).

Teknologi Pengolahan Limbah Jerami Padi

Secara umum teknologi pengolahan limbah jerami dilakukan dengan

tujuan untuk: 1. memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta meningkatkan

fermentasi ruminal dengan menambahkan elemen yang kurang, 2. mengoreksi

defisiensi jerami dengan menambahkan nitrogen atau mineral, 3. meningkatkan

konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas, 3. meningkatkan ketersediaan

energi dan mengurangi sifat amba dari jerami padi (Sutrisno, 1988)..

Teknik – teknik pengolahan limbah jerami padi yakni sebagai berikut:

1. Pengolahan jerami secara fisik seperti dipotong-potong, digiling, direndam,

direbus, dibuat pelet , perlakuan ini akan memecahkan lapisan kulit seperti

lignin dan memperluas permukaan partikel makanan sehingga mikroorganisme

rumen dapat langsung memecah selulosa . Dengan demikian kecepatan

fermentasi akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan

konsumsi pakan meningkat.

2. Pengolahan jerami secara kimia menggunakan bahan kimia antara lain NaOH,

Ca(OH)2, Amonium Hidroksida, Urea Amonia, Sodium Klorida, Sulfur

Dioksida. Larutan basa dapat mengurangi ikatan hidrogen antar molekul

selulosa dalam serat jerami padi.

3. Pengolahan jerani secara fisik – kimia; melakukan gabungan kedua cara diatas

seperti pemotongan dengan NaOH, dibuat pelet dan NaOH.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

4. pengolahan jerami secara biologi: dilakukan dengan penambahan enzim,

menumbuhkan jamur dan bakteri, fermentasi anaerob

(Widayati, et al., 1996).

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari

mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi

kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan

menghasilkan produk tertentu (Saono, 1974).

Proses fermentasi bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan

perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu bahan pangan

baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya.

Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada

bahan aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat

katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat

yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna tetapi jangan karena adanya

enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno dan Fardias, 1980).

Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam media fermentasi dapat

menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan

yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi adalah

urea, urea yang ditambahkan kedalam medium fermentasi akan diuraikan untuk

enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida selanjutnya aman digunakan

untuk pembentukan asam amino (Mc. Donald, 1995).

Aspergillus niger

Menurut (Hardjo et al, 1989) klasifikasi Aspergillus niger adalah sebagai

berikut: genus: Aspergillus; family: Euratiaceae; ordo: Eutiales; kelas:

Asomycotina; divisio: Asmatgmycota; spesies: Aspergillus niger.

Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk

pertumbuhannya. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya antara 350 C sampai

370 C. Kisaran pH antara 2,0 – 8,5 dengan pH optimum antara 5,0 – 7,0 dan

membutuhkan kadar air media antara 65% - 70%. Aspergillus niger mempunyai

Universitas Sumatera Utara

Page 10: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

ciri yaitu benang-benang tunggal yang disebut hifa berupa kumpulan benang-

benang padat yang menjadi suatu bahan yang disebut miselium, tidak mempunyai

klorofil dan hidupnya heterotrof serta berkembangbiak secara vegetatif dan

generatif (Fardiaz, 1989).

Aspergillus niger menghasilkan enzim urease yang memecahkan urea

asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam

amino (Lenhininger, 1991)

Aspergillus niger didalam pertumbuhannya berhubungan lansung

dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Aspergillus niger

menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amylase, aminoglukosidase,

pepktinase, selulase, katalase dan glukosidae (Hardjo et al., 1989).

Amoniasi

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah

perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda, sodium

hidroksi atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini

sebagai bahan kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya.

Dibanding cara pengolahan kimia yang lain (NaOH), amoniasi

mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : 1). Sederhana cara pengerjaannya

dan tidak berbahaya; 2). Lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan

NaOH; 3). Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin khususnya pada jerami;

4). Meningkatkan kandungan protein kasar; 5). Tidak menimbulkan polusi dalam

tanah. (Sugeng, 1995).

Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum

ternak ruminansia karena mudah di peroleh, harganya murah dan sedikit resiko

keracunan yang diakibatkan dibanding biuret (Ernawati, 1995).

Urea yang ditambahkan dalam ransum ruminansia dengan kadar yang

berbeda-beda ternyata dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen.

Sejumlah protein dan urea dalam ransum nampaknya mempertinggi daya cerna

sellulosa dalam hijauan (Anggorodi, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

Bungkil Inti Sawit

Menurut Devendra (1997) protein bungkil inti sawit lebih rendah dari pada

bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber

protein. Kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap, imbangan kalsium

fosfor cukup lengkap.

Tabel 2. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit Uraian Kandungan (%)

Berat Kering 92.60 Protein Kasar 15.40

Lemak Kasar 2.40

Serat Kasar 16.90 TDN 72.00

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2008)

Semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam pakan, maka kenaikan

bobot badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian optimal dari

bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan

ternak.

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah

menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan

bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya serat

kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat digantikan

serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992)

Tabel 3. Kandungan nilai gizi dedak padi Uraian Kandungan (%)

Berat Kering 91.86 Protein Kasar 10.54 Lemak Kasar 12.44 Serat Kasar 14.97

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)

Dedak mempunyai harga yang absolut yang relatif rendah tetapi

kandungan gizinya tidak mengecewakan. Dedak cukup mengandung energi dan

protein, juga kaya akan vitamin. Hal tersebutlah yang menyebabkan dedak dapat

diggunakan sebagai campuran formula ransum atau sebagai makanan tambahan

(Rasyaf, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

Onggok

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang

disebut onggok. Onggok sebebagai hasil samping peternakan dapat dimanfaat

sebagai bahan pakan ternak sebagai sumber karbohidrat. Nilai kandungan gizi

onggok dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi onggok Uraian Kandungan (%)

Berat Kering 81.70 Protein Kasar 0.60 Lemak Kasar 0.40 Serat Kasar 12.00 TDN 76.00

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)

Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu

ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka Moertinah (1984)

melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan 15-20 % dan 5-20

% onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %.

Molases

Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula.

Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan

karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan

ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molasses terletak

pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa

memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).

Tabel 5. Kandungan nilai gizi molases

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)

Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar

karbohidrat tinggi (46-60% sebagai gula), kadar mineral cukup disukai ternak.

Uraian Kandungan (%) Berat Kering 67.50 Protein Kasar 3-4 Lemak Kasar 0.08 Serat Kasar 0.38 TDN 81.00

Universitas Sumatera Utara

Page 13: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

Molases atau tetes tebu juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur

mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, mangan

dan seng. Sedangkan kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat

menyebabkan diare bila dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).

Urea

Murtidjo (1990) menyatakan bahwa pemberian Nitrogen Non Protein

(NPN) pada makanan domba dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup

membantu ternak untuk mudah mnegadakan pembentukan asam amino esensial.

Urea CO(NH2)2 bila diberikan kepada ruminansia melengkapi sebagian

dari protein oleh mikroorganisme dalam rumen. Untuk itu diperlukan sumber

energi seperti jagung dan molasses (Anggorodi, 1990). Basri (1990) menyatakan

bahwa selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat sebagai pengganti

protein butir-butiran. Urea dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein

dan pertumbuhan produksi ternak ruminansia.

Ultra Mineral

Mineral adalah zat organik, yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil,

namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan

darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim

yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam

pakan ternak dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan

(Setiadi dan Inouno, 1991).

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral,

mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi

hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang

mineral (terutama di musim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis

cenderung defisiensi mineral.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

Garam

Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.

Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan

udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora dari pada

hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam.

Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah,

keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan

(Anggorodi, 1990).

Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam

bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempet mineral. Oleh karena

itu biasanya garam digunakan sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan

senyawa lainnya seperti obat parasit (Tillman et al.,1981).

Kecernaan

Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang

tidak dieksresikan dalam feses, biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering

dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna”. Daya cerna

tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi suatu pakan tetapi juga dipengaruhi

komposisi suatu makanan lain yang ikut dikonsumsi bersama pakan tersebut. Hal

ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang lebih baik adalah dengan penambahan

secara bertingkat dari bahan makanan yang diteliti untuk menentukan pengaruh

pakan basal terhadap daya cerna bahan yang sedang diteliti. Serat kasar

mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Selulosa dan hemiselulosa

yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin (Tillman, et al., 1981).

Menurut Tillman et al (1981), nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk

setiap makanan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu:

1. Komposisi Kimiawi. Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi

kimiawinya. Serat kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan

hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatik.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

2. Pengolahan makanan. Beberapa perlakuan terhadap bahan makanan seperti

pemotongan, penggilingan dan pelayuan mempengaruhi daya cerna.

Penggilingan yang halus dari hijauan menambah kecepatan jalannya bahan

makanan melalui usus sehingga menyebabkan pengurangan daya cerna 5-15%.

3. Jumlah makanan yang diberikan. Penambahan jumlah makanan yang dimakan

mempercepat arus makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna.

Penambahan jumlah makanan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan

hidup pokok mengurangi daya cerna 1-2%. Penambahan yang lebih besar akan

menyebabkan daya cerna akan menjadi turun.

4. Jenis Ternak. Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang tinggi karena

N Metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein ruminansia lebih

rendah dibanding non ruminansia, disamping adanya peran mikroorganisme

yang terdapat pada rumen.

Salah satu faktor yang harus dipenuhi dalam bahan pakan adalah tingginya

daya cerna bahan pakan tersebut, dalam arti bahwa pakan itu harus mengandung

zat pakan yang dapat diserap dalam saluran pencernaan dan zat pakan yang

terkandung tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian besar

dikeluarkan lagi melalui feses karena tidak tercerna

(Ranjhan dan Pathak, 1979).

Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat

makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan

tersebut telah diserap oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering

dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Selisih antara nutrient yang

dikandung dalam bahan pakan dengan nutiren yang ada dalam feses merupakan

bagian nutrient yang dicerna (Mcdonald et al., 1995).

Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrisi

menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman

et al., 2001). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai

cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu

bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna

merupakan persentse nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 16: RANSUM KOMPLIT BERBASIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN

hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang

dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses.

Jerami padi tanpa fermentasi mengandung protein sebesar 3-5% (Sutardi et

al., 1982). Kandungan phospor dan kalsium yang tersedia dari jerami padi juga

rendah. nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang rendah, yakni antara

34–52% dan 42–59% (Winugroho et al., 1983). Rendahnya kecernaan ini

menyebabkan rendahnya kemampuan konsumsi bahan kering, yaitu hanya 2%

dari bobot badan (Jackson, 1977; Utomo et al., 1998). Sebagai akibatnya,

konsumsi energi juga rendah. Dibanding dengan jerami lain (misal jerami

gandum), jerami padi mempunyai kandungan lignin yang rendah yaitu 6–7%

sedangkan jerami barley dan oat antara 8–12% (Mcdonald et al., 1988). Namun

dilain pihak, jerami padi mempunyai kandungan silica (13.3%) yang lebih tinggi

(Doyle et al., 1986). Kandungan silika ini menjadi faktor pembatas dari

pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ruminansia. Sedangkan menurut Sutardi

(1980) menyatakan bahwa jerami padi sebagai makanan ternak masih terbatas

pemanfaatannya karena hanya berperan sebagai bulk serta menggantikan tidak

lebih dari 25% kebutuhan ternak akan rumput, selain itu jerami padi mempunyai

nilai nutrisi yang rendah karena kecernaannya hanya sekitar 35-40% dengan nilai

kecernaan bahan kering (KCBK) 20,9% dan kecernaan bahan organik (KCBO)

20,1% (Selly, 1994).

Universitas Sumatera Utara