rangkuman modul 2 blok 21 -thanty
DESCRIPTION
modul 2TRANSCRIPT
MUTU PELAYANAN KESEHATAN
Definisi
Mutu adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai suatu tingkat kepuasan. Layanan
kesehatan yang bermutu berkaitan dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol dalam setiap
layanan (Pohan, 2007).
Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang
sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen
(1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan
standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat
dikatakan sebagai kondisi dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang
berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan barang tetapi
juga untuk produk yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan kesehatan.
Secara defenisi, pengertian mutu barang atau jasa adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang
dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.
Selain defenisi mutu di atas, masih ada beberapa pengertian mutu yang berbeda menurut para ahli.
1. Philip B. Crosby
Mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan atau spesifikasi.
2. W. Edwards Deming
Mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus.
3. Joseph M. Juran
Mutu adalah kecocokan pengguna produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan terhadap pelanggan.
4. K. Ishikawa
Mutu adalah kepuasan pelanggan. Dengan demikian, setiap bagian proses dalam organisasi memiliki
pelanggan. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal.
5. JCAHO
Mutu adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasien ditingkatkan mendekati hasil yang diharapkan
dan mengurangi faktor – faktor yang tidak diinginkan.
Pengertian "Mutu" Dalam Pelayanan Kesehatan
Mutu adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasen ditingkatkan mendekati hasil yang diharapkan
dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan (JCAHO 1993). Definisi tersebut semula melahirkan 12
faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan, belakangan dikonversi menjadi dimensi 'mutu
kinerja' (performance) yang dituangkan dengan spesifikasi seperti dibawah ini :
1. Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang dilakukan relevan terhadap
kebutuhan klinis pasen dan memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.
2. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang layak dapat memenuhi
Modul 2 Blok 21 Thanty 1
kebutuhan pasen sesuai keperluannya.
3. Kesinambungan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi pasen terkoordinasi dengan
baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi .
4. Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasen dilakukan dengan
benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka
memenuhi harapan pasen.
5. Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima pasen dapat
diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan pasen.
6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasen terhadap sumber-sumber yang
dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen..
7. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasen dilibatkan dalam pengambilan
keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan pasen serta harapan-harapannya dihargai.
8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi untuk melindungi
pasen dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan kepada pasen tepat
waktu sangat penting dan bermanfaat.
Upaya pencarian terhadap hal-hal penting yang dicakup dalam definisi tentang "MUTU” telah banyak
dibahas dalam literatur. Donabedian menyatakan bahwa, tidak satupun definisi dapat memenuhi persyaratan
dengan tepat tentang arti "mutu", dan untuk mengatasi hal tersebut ada tiga pengertian yang diberikan yaitu:
(1) Definisi absolutis mutu adalah pertimbangan atas kemungkinan adanya keuntungan dan
kerugian terhadap kesehatan sebagai dasar tata nilai praktisi kesehatan tanpa memperhatikan biaya.
(2) Definisi individualistis berfokus pada keuntungan dan kerugian dari harapan pasen dan
konsekwensi lain yang tidak diharapkan.
(3) Definisi sosial mutu meliputi beaya pelayanan, kontinum dari keuntungan atau kerugian, serta
distribusi pelayanan sebagai rata nilai masyarakat secara umum.
(4) Tantangan yang dihadapi oleh praktisi adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara nilai-nilai
kemanusiaan, sumber-sumber teknologi, kualitas hidup, inovasi dan kenyataan ekonomi, yang
memungkinkan untuk memberikan pelayanan terbaik. Hal tersebut tidak berarti menghilangkan
pengertian universal dari mutu untuk memperoleh pengakuan. Ketiadaan definisi formal tentang
mutu, bukan berarti pasen atau provider tidak akan dapat mengidentifikasi ketiadaan mutu itu
sendiri, atau mutu yang berada dibawah standar, misalnya: makanan disajikan dingin, penusukan
vena dalam kondisi normal 3-4 kali, terjadi decubitus atau infeksi post operatif, pasen jatuh, salah
pemberian obat semua itu menunjukkan mutu yang rendah. Pengertian mutu kinerja diukur melalui
dimensi pengukuran yang tegas yaitu standar tertulis yang jelas. Standar menentukan mutu atau
kinerja dan diberikan secara langsung serta hasilnya dapat dilihat dari pelayanan tersebut. Standar
adalah patokan untuk menentukan tingkat mutu. Standar merupakan pernyataan tertulis dari tata
Modul 2 Blok 21 Thanty 2
nilai peraturan-peraturan, kondisi dan tindakan pada pasen, staf, atau sistem yang disahkan oleh
pihak berwenang
Dimensi Mutu dan Indikatornya
Seperti yang tertera di atas suatu kepuasan berhubungan dengan mutu yang menjadi kriterianya.
Mutu memiliki dimensi dan indikator dalam penilaiannya. Dimensi mutu terdiri atas (Pohan, 2007) :
a. Kompetensi teknis. Berhubungan dengan cara pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan
Kesehatan yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran, dan konsistensi.
b. Keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan kesehatan. Sebuah pusat pelayanan kesehatan tidak
terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis terdiri
atas jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi dan hambatan fisik lainnya. Akses
ekonomi sesuai dengan kemampuan membayar jasa pelayanan kesehatan. Akses sosial-budaya
berdasarkan hal yang dapat diterima oleh masyarakat secara sosial atau nilai budaya kepercayaan
dan perilaku. Akses organisasi adalah sistem yang mengatur kerja puskesmas sehingga akan
diberikan kemudahan. Akses bahasa jika pasien hanya memahami dialek tertentu.
c. Efektivitas pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang efektif akan mampu mengurangi keluhan, dan mencegah penyakit.
Efektivitas terkait dengan penggunaan standar pelayanan kesehatan yang konsisten dan digunakan
sesuai dengan situasi dan kondisi.
d. Efisiensi pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tidak memenuhi standar (mahal, dan kurang nyaman bagi pasien serta
waktunya lama).
e. Kesinambungan pelayanan kesehatan
Pasien dapat dilayani sesuai kebutuhan termasuk rujuan termasuk dalam pemberian rujukan. Pasien
harus memiliki akses untuk datang ke puskesmas sehingga riwayat penyakit yang tercantum lengkap,
akurat dan terkini.
f. Keamanan
Pelayanan yang diberikan obat aman terhadap resiko cedera, infeksi, efek samping atau bahaya lain
yang ditimbulkan oleh pelayanan kesehatan tersebut.
g. Kenyamanan
Kenyamanan tidak berhubungan dengan efektivitas pelayanan tetapi berhubungan dengan kepuasan
pasien. Kenyamanan dapat terkait dengan beberapa hal antara lain biaya, penampilan fisik, petugas
yang memberikan pelayanan, dan peralatan medik dan non medik.
h. Informasi
Pelayanan yang bermutu dan memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana,
dan bagaimana pelayanan kesehatan itu dilaksanakan.
i. Ketepatan waktu
Modul 2 Blok 21 Thanty 3
Untuk memcapai suatu kebersihan komunikasi dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat,
pemberian pelayanan yang tepat, dan biaya yang efisien.
j. Hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia terdiri atas antar petugas kesehatan, atasan dan bawahan, Dinas Kesehatan,
rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat. Hubungan tersebut diharapkan
menimbulkan kepercayaan, kredibilitas, dengan saling menghargai, menghormati dan responsif.
Dimensi mutu layanan kesehatan dan indikatornya
Dimensi mutu Indikator
1 Kompetensi teknis
Dilayani oleh dokter, bidan, peralatan, standar layanan kesehatan,
gedung, ruang periksa, penyuluhan kesehatan optimal, pemeriksaan
laboratorium optimal
2Akses atau
keterjangkauan
Biaya transportasi, jarak geografis, bahasa, budaya, kemampuan
membayar biaya layanan
3 EfektivitasKesembuhan, kesakitan, kecacatan, kematian, kepatuhan terhadap
standar layanan kesehatan
4 EfisiensiKunjungan berulang-ulang, antrian panjang, waktu tunggu lama,
ketersediaan obat
5 KesinambunganRujukan tepat waktu dan tempat, rekam medik akurat dan lengkap,
laboratorium akurat dan tepat waktu, dilayani oleh petugas yang sama
6 KeamananSterilitas terjamin, tidak terjadi kecelakaan, layanan sesuai standar,
tingkat infeksi nasokomial
7 Kenyamanan
Ruang tunggu, kursi, tidak berdesakan, tidak pengap, privasi, toilet
bersih, puskesmas bersih, tong sampah ada, ada musik, kamar periksa
ada sekat gorden
8 InformasiProsedur layanan jelas, ada poster penyuluhan kesehatan, petunjuk arah,
nama setiap ruangan, informasi biaya, waktu buka dan tutup
9 Ketepatan waktu Buka dan tutup, layanan, kedatangan petugas, perjanjian
10Hubungan antar
manusia
Tanggap keluhan, memberi kesempatan bertanya, informasi jelas dan
mudah dimengerti, mau mendengar keluhan, suka membantu, peduli,
ramah, menghargai pasien, mendahulukan pasien yang sakit parah
Sumber : (Pohan, 2007)
Irawan (2006) merumuskan lima dimensi mutu yang menjadi dasar untuk mengukur kepuasan, yaitu:
a. Tangible (bukti langsung), yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi
yang dapat dirasakan langsung oleh pelanggan. Dan untuk mengukur dimensi mutu ini perlu
menggunakan indera penglihatan. Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh
pasien yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf. Sehingga dalam pelayanan
Modul 2 Blok 21 Thanty 4
kesehatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang
perawatan; penataaan ruang perawatan; kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan kesehatan
yang digunakan; dan kerapian serta kebersihan penampilan.
b. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat dan terpercaya.
Pelayanan yang terpercaya artinya adalah konsisten. Sehingga reliability mempunyai dua aspek
penting yaitu kemampuan memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dan seberapa jauh mampu
memberikan pelayanan yang tepat atau akurat. Keandalan dalam pelayanan kesehatan merupakan
kemampuan untuk memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana
‘dapat dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang ‘konsisten’. Oleh
karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah : prosedur penerimaan pasien
yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat; jadwal pelayanan perawatan
dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur
perawatan tidak berbelat belit.
c. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kesediaan/kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepat. Dengan kata lain bahwa pemberi pelayanan harus responsif
terhadap kebutuhan pelanggan. Responsiveness juga didasarkan pada persepsi pelanggan sehingga
faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pelanggan merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan
memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi pasien
sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai
berikut : dokter memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kemampuan
dokter untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan dokter cepat pada saat
pasien membutuhkan.
d. Assurance (jaminan kepastian), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuannya
untuk memberikan rasa percaya dan keyakinan atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
Dan komponen dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, dan keamanan. Jaminan kepastian
dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Untuk mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan kesehatan ditentukan oleh komponen :
‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dokter dalam memberikan
pelayanan; ‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan dokter sebagai aspek dari sikap dan
‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan
dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.
e. Emphaty (empati), yaitu membina hubungan dan memberikan pelayanan serta perhatian secara
individual pada pelanggannya. Empati lebih merupakan ’perhatian dari dokter yang diberikan
kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat
diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien;
Modul 2 Blok 21 Thanty 5
perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya; perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa
memandang status sosial dan lain-lain.
Pendapat lain mengenai dimensi mutu juga dijelaskan oleh Oki (2000) dalam tujuh dimensi diantaranya
yaitu sebagai berikut : 1) Time, yaitu seberapa lama customer anda harus menunggu layanan pelayanan
Anda; 2) Timeliness yaitu apakah layanan pelayanan anda dapat diberikan sesuai janji ?; 3) Completeness ,
yaitu apakah semua bagian atau item dari pelayanan anda, dapat diberikan pada customer anda ?; 4) Courtes,
yaitu apakah karyawan yang berada di "garis depan" menyapa dan melayani customer anda dengan ramah
dan menyenangkan ?; 5) Consistency, yaitu apakah layanan pelayanan anda selalu dilakukan dengan cara
yang sama untuk semua customer ?; 6) Accessbility and convenience, yaitu apakah layanan pelayanan anda
mudah dijangkau dan dinikmati ?; dan 7) Responsiveness,: yaitu apakah karyawan anda selalu tanggap dan
dapat memecahkan masalah yang tidak terduga ? Selain pendapat-pendapat di atas mengenai dimensi mutu,
Tjong (2004) juga menjelaskan dimensi dari mutu pelayanan dalam lima dimensi, diantaranya yaitu sebagai
berikut :
a. Dapat Dipercaya (Reliability)
Dapat dipercaya artinya konsisten, dan pelayanan akan dapat diberikan jika dapat dipercaya oleh
pelanggan.
b. Responsif (Responsiveness)
Responsif secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kecepatan dan ketanggapan.
c. Buat Pelanggan Merasa Dihargai (Makes Customer Feel Valued)
Pelanggan mempunyai pikiran bahwa merekalah yang orang yang sangat penting saat itu, sehingga
perlu diperhatikan bagaimana menghargai pelanggan.
d. Empati (Empaty)
Empati merupakan keahlian yang sangat bermanfaat, karena melalui empati dapat menjembatani
pembicaraan kepada solusi. Dan melalui empati, pemberi pelayanan akan berada di sisi yang sama
dengan pelanggan sehingga dapat lebih memahami kebutuhan pelanggan.
e. Kompetensi (Competency)
Kompetensi dalam hal ini lebih difokuskan pada staf yang langsung berhubungan dengan pelanggan.
Pelanggan cenderung tidak mau berhubungan dengan manajer, tetapi mereka lebih menginginkan
orang pertama yang bertemu merekalah yang harus dapat menyelesaikan masalah mereka.
Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk menentukan mutu pelayanan
keperawatan. Mutu pelayanan kesehatan jika dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses
dan outcome, maka mutu pelayanan kesehatan merupakan interaksi dan ketergantungan antara berbagai
aspek, komponen atau unsur pelayanan kesehatan. Dan untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan perlu
dilakukan penilaian sebagai evaluasi dari mutu pelayanan tersebut. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai
penilaian mutu yang akan dibahas pada sub bab berikut ini.
Modul 2 Blok 21 Thanty 6
Mutu Pelayanan Kesehatan & Service Recovery
Dalam menilai kualitas jasa/pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
1) Tangible (nyata/berwujud)
2) Reliability (keandalan)
3) Responsiveness (Cepat tanggap)
4) Competence (kompetensi)
5) Access (kemudahan)
6) Courtesy (keramahan)
7) Communication (komunikasi)
8) Credibility (kepercayaan)
9) Security (keamanan)
10) Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
Parasuraman et. al (dalam Tjiptono,2002:195) mengemukakan faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan adalah :
1. Enduring Service Intensifiers ( Stabilitas pelayanan yang diberikan) Faktor ini merupakan faktor yang
bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitas terhadap jasa. Faktor ini
meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa.
2. Personel need (Kebutuhan pribadi) Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasarkan kesejahteraannya
juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.
3. Transitory service intensifiers (Intensitas Tranfer Pelayanan) Faktor ini merupakan faktor individual
yang bersifat sementara yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa.
4. Perceived Service Alternatives (Persepsi terhadap pelayanan alternatif) Merupakan persepsi pelanggan
terhadap tingkat atau derajad pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa
alternatif, maka harapannya terhadap jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self perceived role (Persepsi diri Pelanggan) Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau
derajad keterlibatannya mempengaruhi jasa yang diterimanya.
6. Situational factore (Faktor situasi) Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa
mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa.
7. ExpIisit service promisesI (Pernyataan Pelayanan) Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal
atau non personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan,
personal selling, perjanjian atau komunikasi dengan karyawan organisasi.
8. Implicit service promises (Aturan-aturan dalam pelayanan) Faktor ini menyangkut petunjuk yang
berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang
seharusnya dan yang akan diberikan.
9. Rekomendasi/saran dan orang lain Merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang
disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 7
10. Pat experience (Pengalaman terhadap pengalaman) Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang
telah dipelajari atau diketahui pelanggan dan yang pernah diterimanya di masa lampau
Cara Pengukuran Mutu
Hal yang perlu untuk menilai tingkatan mutu (Pohan, 2007) :
a. Informasi tertentu dari kriteria struktur, proses, atau hasil akan menunjukkan aspek tertentu dari mutu
layanan kesehatan
b. Informasi dari kriteria struktur, proses atau hasil yang membantu mengindentifikasi lokasi masalah dan
penyebab masalah mutu layanan yang selanjutnya akan memberi petunjuk terhadap tindakan yang tepat
Kerangka lain yang dapat dinilai terkait mutu adalah (Pohan, 2007) :
a. Ketepatan waktu dalam menunggu dan tindakan
b. Informasi dan penjelasan yang diberikan petugas
c. Kompetensi teknis terkait pengetahuan petugas sesuai dengan bidangnya masing-masing
d. Hubungan antar manusia termasuk di dalamnya rasa hormat, sopan santun, perilaku dan empati
e. Lingkungan secara fisik, misalnya : gedung, kebersihan, kenyamanan dan keamanan
Standar Layanan Kesehatan
Standar layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yang
menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem layanan kesehatan. (Pohan, Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan, 2007)
Menurut Donabedian, standar dan kriteria layanan kesehatan diklasifikasikan dalam 3 kelompok
(Pohan, 2007) :
a. Standar struktur
Adalah tingkat sumber daya yang diperlukan agar standar yang ditetapkan dapat tercapai. Misalnya
petugas kesehatan, pasien, peralatan, bahan, gedung, pencatatan, dan keuangan.
b. Standar proses
Adalah kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai standar yang diinginkan. Misalnya pemeriksaan
yang perlu dilakukan baik anamnesis, fisik maupun penunjang. Dimana semuanya tercatat dalam rekam
medik.
c. Standar keluaran
Terdiri atas : kepuasan pasien; pengetahuan pasien; fungsi pasien; dan indikator kesembuhan, kematian,
komplikasi dan lain-lain
Prinsip “AMOUR” yaitu : achievable; measurable; observable; understandable; dan reasonable.
Penilaian Mutu
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan
dalam tiga komponen, yaitu :
Modul 2 Blok 21 Thanty 8
a. Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input)
yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input
dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan
kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup
pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan
dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek
dalam komponen struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan
mencapai pelayanan dan keamanan; 2) peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan
peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-perawat;
dan 4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan pada hal-hal yang
menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang
meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta penataan ruang perawatan yang
indah; 2) peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik; 3) staf
sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas; 4) dan keuangan, yang
meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi masukan ini
memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun
logistik.
b. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang
dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap dokter dalam merawat pasien. Dan
baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas,
mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak
kurang dan tidak berlebihan).
Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata
yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan kesehatan.
Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan konseling, dan
aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan
kesehatan oleh dokter terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap kesehatan. Dan dalam
penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi kesehatan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 9
Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional
prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan terhadap pasien. Dapat berarti adanya
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil
dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang
telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan
bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil
ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan kesehatan yang ditentukan dengan tingkat
kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada
hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu
pelayanan kesehatan.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian
terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur
dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil
penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian
negatif dari mutu pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu
mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana yang tepat dalam
melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan.
Pengukuran Mutu
Kegiatan pengukuran mutu pelayanan kesehatan berhubungan dengan kegiatan pembentukan
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, penyusunan standar layanan kesehatan dan pengukuran apa yang
telah tercapai.
Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan
Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan merupakan sekelompok orang yang secara berkala
melakukan rapat untuk membahas kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
1. Besar kelompok
Bergantung pada luas dan lingkup masalah mutu layanan kesehatan yang akan ditangani.
2. Keanggotaan kelompok
Dalam mengisi keanggotaan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang harus menjadi
pertimbangan, antara lain : memiliki informasi tentang masalah, mudah bekerjasama, pengetahuan
dan keterampilan, dll.
3. Keefektifan kelompok
Ciri-ciri kelompok yang berhasil antara lain :
- Bertemu secara teratur
Modul 2 Blok 21 Thanty 10
- Pertemuan dapat dilakukan secara resmi atau tidak
- Memiliki sikap dan nilai yang sama
- Menyetujui tujuan kelompok, dll
4. Pertemuan atau rapat kelompok
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Setiap rapat tidak lebih dari 90 menit
- Agenda rapat harus dipersiapkan terlebih dahulu
- Frekuensi rapat disetujui bersama
- Pencatatan harus akurat dan lengkap, dll
Penyusunan standar layanan kesehatan
Langkah- langkah yang harus dilakukan :
1. Pilih satu fungsi atau sistem yang memerlukan standar layanan kesehatan
2. Bentuk tim atau kelompok pakar
3. Tentukan masukan, proses dan keluaran
4. Tentukan karakteristik mutu
5. Tentukan/sesuaikan standar layanan kesehatan
6. Nilai ketepatan standar layanan kesehatan
Pemilihan teknik pengukuran mutu
Mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui tiga cara :
1. Prospektif, adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan
kesehatan diselenggarakan.
2. Retrospektif, adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan setelah
penyelenggaraan layanan kesehatan selesai dilaksanakan
3. Konkuren, adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang dilakukan selama layanan
kesehatan diselenggarakan.
Membandingkan layanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai
Langkah-langkah yang harus dilakukan :
1. Menentukan waktu pengukuran
2. Menentukan siapa yang melakukan pengukuran
3. Membandingkan hasil pengamatan dengan standar layanan kesehatan
Pemantauan Indikator Klinis
1. Direktur membentuk Unit Penilai Indikator Pelayanan Rumah Sakit (yang diantaranya akan menilai
indicator pelayanan medic)
2. Unit Penilai melakukan pemantauan terhadap indicator-indikator sebagai berikut:
Modul 2 Blok 21 Thanty 11
a. Keefektifan klinis yang meliputi:
i. Tingkat pasien yang pernah dirawat masuk kembali setelah x hari
ii. Angka kematian
iii. Angka komplikasi
iv. Kesesuaian
v. Length of stay penyakit tertentu
vi. Kemajuan perbaikan kualitas
vii. Proses berbasis bukti
viii. SF 36
b. Berpusat pada pasien
i. Waktu tunggu (operasi elektif)
ii. Kesetaraan akses
iii. Hak-hak pasien
iv. Persepsi pasien
c. Keamanan pasien
i. Infeksi nosokomial
ii. Jatuh
iii. Dekubitus
d. Orientasi staf
i. Pergantian pegawai
ii. Tingkat ketidakhadiran
3. Hasil pemantauan indikator klinis disusun dalam bentuk laporan.
4. Laporan hasil pemantauan indicator klinis disampaikan kepada seluruh stakeholder rumah sakit
5. Membuat notulen dan surat tindak lanjut dari hasil evaluasi
Indikator pengukuran mutu system kesehatan kabupaten/kota bersumber daya layanan kesehatan
primer
Indikator yang diperlukan untuk pengukuran mutu system kesehatan kabupaten/kota antara lain:
Indikator mutu struktur atau mutu sumber daya
Indikator mutu proses
Indikator mutu keluaran
Indikator mutu struktur atau mutu sumber daya
Indikator mutu struktur atau mutu sumber daya dapat pula dipilah-pilah menjadi:
Indiaktor struktur dan/atau sumber daya manusia
Indikator fasilitas fisik dan perbekalan kesehatan, termasuk obat dan peralatan
Indikator informasi dan sumber daya teknologi
Indikator sumber daya keuangan
Modul 2 Blok 21 Thanty 12
Indiaktor struktur dan/atau sumber daya manusia
Mutu layanan kesehatan sangat ditentukan oleh mutu profesi layanan kesehatan yang bekerja pada
fasilitas layanan kesehatan dalam lingkungan system kesehatan kabupaten/kota. Mutu profesi layanan
kesehatan ditentykan pula oleh pendidikan institusi pendidikan yang menghasilkan profesi layanan
kesehatan. Pendidikan sebaiknya berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab setiap profesi layanan
kesehatan. Sealin itu, mereka harus mempunyai kompetensi teknik dan kemampuan manajerial sesuai uraian
tugas masing-masing.
Pendidikan harus dapat membantu membentuk dan mengembangkan etika profesi dan sifat
kemanusiaan yang menjadi landasan utama dan dorongan bagi mereka untuk dapat membaktikan hidupnya
kepada kepentingan pasien dan kemanusiaan. Beberapa factor relevan lain yang harus diperhitungkan dalam
mengukur mutu pendidikan dan pelatihan, antara lain program yang bersumberdaya masyarakat, kelayakan
terhadap situasi local, ketanggapan terhadap kebutuhan dan tugas, kesesuaian terhadap keadaan social-
ekonomi. Adanya orientasi, pendidikan berkelanjutan, pengembangan tenaga pada rumah sakit dan
puskesmas dapat dijadikan indikasi kegiatan peningkatan mutu kinerja petugas kesehatan.
Indikator fasilitas fisik dan perbekalan kesehatan, termasuk obat dan peralatan
Beberapa indicator yang mungkin digunakan untuk menilai kecukupan fasilitas fisik, peralatan dan
perbekalan dalam peringatan dalam pengertian jumlah, mutu, biaya, dan ketetapan, antara lain:
Akses terhadap fasilitas
Angka tingkat penggunaan fasilitas
Angka tingkat penggunaan peralatan
Pengangguran atau tidak digunakannya peralatan
Kelayakan biaya fasilitas fisik
Kebersihan fasilitas fisik dan peralatan
Alokasi anggaran pemeliharaan fasilitas fisik
Alokasi anggaran pembelian dan pemeliharaan peralatan yang dibutuhkan
Alokasi anggaran pembelian perbekalan, terutama obat, sesuai kebutuhan
Akses kepada fasilitas pemeliharaan peralatan
Indikator informasi dan sumber daya teknologi
Indikator untuk menilai kecukupan informasi dan sumber daya teknologi, system informasi dan
infrastruyktur riset untuk mendapatkan informasi guna membuat keputusan yang tepat waktu, sahih dan
relevan, antara lain:
Adanya perpustakaan yang layak dan cukup dan tersedianya system informasi yang dapat diakses
oleh rumah sakit dan puskesmas
Terlaksanya laporan berkala, teratur, dan lengkap dari rumah sakit dan puskesmas
Tersedianya suatu system rekam medic yang layak di rumah sakit, yang memuat informasi pasien
rawat inap dan pasien rawat jalan, informasi pasien yang dirujuk dari puskesmas, dan informasi
umpan balik dari pasien yang dirujuk dari puskesmas
Tersedianya rujukan informasi layanan medic antara rumah sakit dan puskesmas
Modul 2 Blok 21 Thanty 13
Indikator sumber daya keuangan
Sumber daya keuangan yang terdapat dalam rumah sakit dan system kesehatan kabupaten/kota dapat
ditingkatkan dengan cara berikut:
Penghematan dan pemanfaatan tepat guna sumber daya keuangan yang ada. Rumah sakit dapat
menggunakan system akunting rumah sakit atau melakukan audit keuangan secara berkala dengan
bantuan akuntan swastrta. Rencana keuangan puskesmas harus dipantau atau dievaluasi
Terdapatnya alokasi yang rasional antara kegiatan upaya pencegahan dan promosi dengan kegiatan
upaya penyembuhan dan rehabilitasi
Mengupayakan cost-sharing biaya obat dan layanan kesehatan tertentu
Indikator mutu proses
Indikator mutu proses dapat dibagi ke dalam berbagai kegiatan, misalnya, manajemen sumber daya,
pengorganisasian program layanan kesehatan dan penyelenggaraan program layanan kesehatan
Manajemen sumber daya
Manajemen sumber daya terdiri dari berbagai kegiatan, yaitu:
Perencanaan, pengorganoisasian, pemantauan, dan evaluasi
Kemampuan manajerial petugas kesehatan rumah sakit dan puskesmas dalam perencanaan,
pengorganisasian, pemantauan, dan evaluasi program layanan kesehatan dapat ditingkatkan, melalui:
Integrasi materi pengelolaan sumber daya ke dalam kurikulum program pelatihan dasar
petugas kesehatan
Program pendidikan berkelanjutan
Seminar dan lokakarya
Learning by doing, misalnya dengan melakukan ulas balik terhadap program yang sedang
berjalan
Manajemen sumber daya manusia kesehatan
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki manajemen sumberdaya manusia, baik di
rumah sakit ataupun di puskesmas, antara lain:
Pelatihan petugas kesehatan kabupaten/kota dan rumah sakit dalam manajemen sumber daya
manusia
Membuat uraian tugas petugas kesehatan
Membuat prosedur penempatan dan perpindahan petugas kesehatan
Membuat prosedur pemberian penghargaan, promosi jabatan, dan pemberian insentif
Membuat prosedur pengembangan petugas kesehatan dan prosedur pendidikan/pelatihan
berkelanjutan
Meningkatkan motivasi kerja dengan memberikan keteladanan yang baik
Manajemen fasilitas fisik, perbekalan kesehatan termasuk obat dan peralatan
Kemampuan manajemen fasilitas, pemeliharaan, dan perbaikan peralatan dan logistic perbekalan
puskesmas dan rumah sakit dapat ditingkatkan melalui:
Modul 2 Blok 21 Thanty 14
Peningkatan kompetensi petugas kesehatan dalam penggunaan peralatan melalui program
pelatihan spesifik dan penyusunan prosedur penggunaan, prosedur kalibrasi, dan prosedur
pemeliharaan pasien
Pelembagaan kegiatan pemeliharaan pada rumah sakit dan puskesmas
Upaya menyediakan petugas pemeliharaan pada rumah sakit dan puskesmas
Upaya menyediakan petugas pemeliharaan anggaran untuk pemeliharaan rumah sakit dan
puskesmas
Perbaikan dan penyederhanaan ketentuan cara pembelian peralatan
Manajemen keuangan dan pengendalian anggaran
Kemampuan manajemen keuangan dan pengendalian anggaran dari petugas kesehatan dapat
ditingkatkan melalui:
Pelatihan
Learning by doing tepat guna dana setelah desentralisasi kewenangan keuangan
Pengorganisasian program layanan kesehatan
Pengorganisasian program layanan kesehatan yang ada perlu mendapat dukungan dari dan dimanfaatkan
oleh masyarakat. Beberapa indicator yang digunakan untuk menilai keterlibatan masyarakat dalam rumah
sakit dan puskesmas, antara lain:
Indikator kegiatan partisipasi masyarakat
Beberapa indicator kegiatan partisipasi masyarakat antara lain:
Adanya anggota masyarakat yang menjadi anggota kepengurusan rumah sakit/puskesmas
Adanya akses masyarakat kepada manajemer, rumah sakit/puskesmas
Tersedianya penampungan keluhan masyarakat, kotak saran, pertemuan berekala wakil
masyarakat dengan rumah sakit/puskesmas
Sumbangan dana masyarakat kepada rumah sakit/puskesmas
Tenaga sukarela masyarakat bekerja di rumah sakit/puskesmas
Indikator kegiatan koordinasi lintas-sektor
Beberapa indicator yang dapat digunakan un tuk menilai koordinasi lintas-sektor dalam system
kesehatan kabupaten/kota, antara lain:
Berapa banyak program layanan kesehatan primer yang menjadi komponen integral dari
rencana pembangunan local dan kegiatan pembangunan masyarakat
Adanya wakil-wakil sector terkait kesehatan yang menjadi anggota kepengurusan rumah
sakit/puskesmas
Dibakukannya tatacara koordinasi lintas-sektor
Jumlah kegiatan koordinasi ad-hok dalam system kesehatan kabupaten/kota
Modul 2 Blok 21 Thanty 15
Indikator mutu keluaran
Penyelenggaraan Program Layanan Kesehatan
Setiap penyelenggaraan programlayanan kesehatan harus menggunakan pendekatan layanan kesehatan
primer. Indicator bahwa layanan kesehatan primer diterapkan pada rumah sakit dan system kabupaten/kota.
- Terdapatnya program untuk risiko tinggi dan kelompok penduduk yang kurang mampu
- Terdapatnya akses layanan rumah sakit/puskesmas bagi semua lapisan masyarakat
- Adanya system rujukan yang memberi umpan balik ke periferi
- Keterlibatan rumah sakit dalam pelatihan, program pendidikan berkelanjutan, supervisi, dan
pemberian dukungan kepada petugas puskesmas
- Keterlibatan rumah sakit dalam kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan pada puskesmas
- Kerja sama yang erat antara system kesehatan kabupaten/kota dengan rumah sakit kabupaten/kota
Indikator Mutu Keluaran
Ada beberapa indicator mutu keluaran, di antaranya indicator mutu keluaran rumah sakit dan
puskesmas serta indicator mutu keluaran rumah sakit kabupaten/kota.
Indikator Mutu Keluaran Rumah Sakit Kabupaten/Kota Dan Puskesmas
Diperlukan suatu kecermatan dalam penyusunan indicator mutu keluaran rumah sakit dan puskesmas.
Suatu kerangka umum memang dapat disusun pada tingkat nasional, tetapi indicator hanya akan dibuat untuk
tingkat local karena variasi antardaerah begitu banyak. Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan apabila
akan menyusun indicator, antara lain:
- Jumlah cakupan geografis
- Situasi geografis rumah sakit dan puskesmas
- Jumlah penduduk
- System rujukan
- Dukungan dari tingkat atas
Indikator Mutu Keluaran Rumah Sakit Kabupaten/Kota
Dalam menentukan karakteristik yang dapat digunakan untuk menilai mutu keluaran dari aspek-aspek
fungsi rumah sakit kabupaten/kota, dilakukan suatu pendekatan bertahap, yaitu:
- Penetapan suatu aspek fungsi
- Penetapan keluarannya
- Penentuan karakteristik yang akan digunakan untuk mengukur keluaran tesebut
Sebagai contoh salah satu aspek fungsi rumah sakit kabupaten/kota adalah diagnosis dan pengobatan
pasien termasuk rujukan yang tepat dari puskesmas, dan pemberian umpan balik ke puskesmas.
Keluaran layanan kesehatan dapat diartikan sebagai sesuatu yang menguntungkan atau memberi
manfaat, baik kepada pasien, layanan kesehatan, ataupun kepada pemberi layanan kesehatan. Hasil layanan
kesehatan dapat juga berarti berkurangnya kematian, penyit, kecacatan, kecemasan/kegelisahan, dan
ketidakpuasan. Suatu keluaran yang tidak dikehendaki adalah penyakit, yang didapat saat dirawat di rumah
sakit (hospital-acquired infection). Infeksi yang demikian memang tidak diinginkan dan jika pun terjadi, hal
Modul 2 Blok 21 Thanty 16
itu akan menjadi pemicu untuk melakukan investigasi terhadap prevalensi dan penyebab infeksi. Indicator
layanan rumah sakit yang baik ialah tidak pernah terjadi hospital acquired infection.
Salah satu metode analisis dan investigasi ialah strategi ABCD yang dijelaskan oleh Williamson.
Dalam diagram empat persegi, efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan (keduanya adalah aspek mutu)
dibandingkan terhadap keluaran struktur dan proses. Jika efektivitas keluaran buruk, struktur dan proses
harus dianalisis untuk mengetahui penyebabnya. Jika efisiensi keluaran buruk, untuk mengetahui
penyebabnya, proses lebih diutamakan daripada struktur di dalam analisis.
Salah satu contoh analisis jaminan mutu layanan kesehatan terhadap salah satu fungsi rumah sakit
adalah studi rekam medic yang dilakukan De Wever Hospitaal di Heerlen, Holland.
Indicator/criteria rekam medic harus memenuhi 6 kriteria. Dengan demikian, rekam medic harus berisi
data tentang:
- Riwayat umum dan spesifik
- Pemeriksaan umum dan spesifik
- Tindak lanjut atau follow up
- Laporan operasi (jika berlaku)
- Surat pulang
- Laporan pulang dalam waktu 6 hari
Studi dilakukan dalam bulan September 1991. Dari 302 pasien yang pulang dari rumah sakit selama
bulan tersebut, ternyata 23 rekam medic tidak ditemukan. Sisanya 279 rekam medic kemudian diulas balik
dan hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 15.4.
Jika hasil pengumpulan data tahun 1990 dibandingkan dengan hasil pengumpulan data tahun 1991,
jelas tampak adanya perbaikan. Dengan kata lain, petugas kesehatan semakin menunjukkan perhatian dan
termotivasi untuk melengkapi pengisian rekam medic.
Analisis rekam medik tahun 1991 sesuai kriteria dan dibandingkan dengan tahun 1990
Kriteria Kekurangan yang Ditemukan Jumlah
Riwayat Tidak ada riwayat sama sekali
Tidak ada riwayat spesifik
Jumlah kekurangan
Jumlah kekurangan tahun 1990
6
14
20
27
Pemeriksaan Tidak ada data pemeriksaan sama sekali
Tidak ada data pemeriksaan spesifik
Jumlah kekurangan
Jumlah kekurangan tahun 1990
26
11
37
80
Tindak Lanjut Tidak ada tindak lanjut
Jumlah kekurangan
Jumlah kekurangan tahun 1990
45
45
278
Modul 2 Blok 21 Thanty 17
Catatan Operasi Tidak ada catatan operasi
Jumlah kekurangan
Jumlah kekurangan tahun 1990
2
2
30
Surat Pulang Tidak ada surat pulang
Jumlah kekurangan
Jumlah kekurangan tahun 1990
5
5
9
Laporan Pulang < 6 hari Tidak dalam waktu 6 hari
Rata-rata 31 hari (11-980 hari)
Jumlah kekurangan tahun 1990
52
52
90
Indikator Keluaran Puskesmas
Sebagai contoh analisis, digunakan program kesehatan ibu dan anak (MCH) seperti pada table 15.5. indicator
mutu struktur, mutu proses, dan mutu keluaran disusun untuk menunjang pelaksanaan jaminan mutu layanan
kesehatan.
Pendapat tentang defenisi mutu bermacam-macam, tiga orang pakar terkenal dalam bidang bisnis
mengemukakan pendapatnya tentang mutu. W. Edward Deming adalah seorang genius yang terkenal karena
telah merevitalisasi industri bisnis Jepang, dengan berfokus pada "Total Quality Management (TQM) " dan
“Continous Quality Improvement (CQI). Konsep mutu dalam “Deming Chain Reaction" menekankan bahwa
untuk tercapainya sukses organisasi atau bisnis, telah dibuat formulasi sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu berkesinambungan,
2. Menekan beaya dengan cara; menekan kesalahan dalam pekerjaan, mencegah terjadinya
pengulangan, menekan terjadinya kelambatan dan penggunaan waktu dan sumber sumber yang
lebih baik;
3. Tingkatkan produktifitas,
4. Menangkap pangsa pasar dengan mutu bagus dan harga lebih rendah.
5. Tetap dalam koridor bisnis,
6. Tingkatkan cara kerja. Bila semua orang mau meningkatkan dan mengembangkan sistem yang
efisien akan dapat menghasilkan mutu yang lebih tinggi dengan beaya yang rendah.
Philip. B. Crosby berpendapat bahwa :
1. Mutu adalah derajat dipenuhinya persyaratan yang ditentukan.
2. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu rendah merupakan hasil dari ketidak
sesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan. Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan
segala spesifikasinya akan dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Diakui bahwa ada
korelasi erat antara beaya dan mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi
keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu sistem yang berorientasi pada
peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan dalam penilaian. Crosby
mengidentifikasi 14 langkah peningkatan mutu. Kata kunci mutu: kerjakan sesuatu dengan benar
sejak awal dan kerjakan tugas yang benar dengan baik.
Modul 2 Blok 21 Thanty 18
Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan:
1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan produk sesuai
kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi
2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara kinerja
aktual dan tujuan.
3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan peningkatan mutu.
Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang semuanya mengacu pada upaya
peningkatan mutu.
Edwin Scheter menyatakan bahwa untuk mencapai mutu kinerja diperlukan pengertian yang jelas tentang
apa yang dimaksud dengan "mutu". Pengertian mutu dihubungkan dengan karakteristik-karakteristik sbb:
1. Kesesuaian memenuhi atau melebihi standar minimum.
2. Kecocokan untuk dipakai, pelaksanaanya semestinya seperti yang dipromosikan.
3. Dapat dipercaya mewujudkan fungsi yang diharapkan dalam suasana spesifik, pada waktu
tertentu.
4. Hasil persentase dari produk pelayanan sesuai dengan spesifikasi pada tiap point evaluasi.
5. Kepuasan pelanggan memenuhi persepsi nilai-nilai (values) pelanggan.
Slogan tentang mutu saat ini adalah" Return to Quality" untuk peningkatan pelayanan, artinya apapun yang
kita lakukan seharusnya mengacu pada standar, mengevaluasi tindakan-tindakan yang telah dilakukan
apakah telah memenuhi kriteria atau spesifikasi-spesifikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kepuasan
pelanggan.
Strategi Mutu
a. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi pertama yaitu
audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar pelayanan keperawatan
dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono
(2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena
Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan
sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-
teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan
yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk
menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan kesehatan adalah kegiatan menjamin mutu
yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar.
Dimana metode yang digunakan adalah : audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah
proses pengerjaannya (pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan
standar operating procedure (SOP); evaluasi proses; mengelola mutu; dan penyelesaian masalah.
Sehingga sebagai suatu sistem (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan keperawatan
Modul 2 Blok 21 Thanty 19
difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga
mutu pelayanan kesehatan.
b. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari Quality
Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Continuous Quality Improvement (Peningkatan mutu
berkelanjutan) sering diartikan sama dengan Total Quality Management pada kepuasan pasien dan
perbaikan mutu menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000)
bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industri
sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijono (2000) mengatakan
bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara terus
menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang
tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan
aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement
merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality
Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan
dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan
(Shortell, Bennett & Byck, 1998, Pengkajian Dampak Continuous Quality Improvement dalam
Praktek Klinik, hlm.59, 4 ¶ 2, http//www.shortell/sm/qi.com, diperoleh tanggal 30 September 2006)
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam pelayanan keperawatan
adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang
memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu
perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome
yang ditandai dengan kepuasan pasien.
c. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan
performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional
dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia
dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh.
Masalah mutu dan pelayanan kesehatan
Menetapkan Penyebab Masalah Mutu Pelayanan Kesehatan
Setelah masalah mutu pelayanan kesehatan berhasil ditetapkan, kegiatan kedua yang dilakukan
dalam Program Menjaga Mutu adalah menetapkan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan (Causes of
Problem). Adapun yang dimaksudkan dengan penyebab masalah mutu disini ialah faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya kesenjangan antara penampilan pelayanan kesehatan dengan standar yang telah
ditetapkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut banyak macamnya, yang secara umum dapat
dibedakan atas tiga macam yakni faktor masukan, proses serta lingkungan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 20
Cara menetapkan penyebab mutu banyak macamnya. Seperti juga yang diterapkan pada waktu
menetapkan masalah mutu, untuk kesederhanaan serta keberhasilan Program Menjaga Mutu, cara
menetapkan penyebab masalah mutu
dianjurkan ialah mempergunakan teknik-teknik kesepakatan kelompok (group decision making), untuk
kemudian diikuti dengan teknik kajian data (survey).
Jika ditinjau dari tujuan Program Menjaga Mutu, upaya menetapkan penyebab masalah mutu,
dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Dengan diketahuinya penyebab masalah tersebut
dapatlah disusun upaya penanggulangan dengan tepat, yang apabila berhasil dilaksanakan pasti akan
berperanan besar dalam mengatasi masalah mutu. Dengan perkataan lain, tujuan dari dilaksanakannya
Program Menjaga Mutu tidaklah semata-mata untuk mengatasi maslah mutu saja, melainkan berupaya
mengatasi penyebab dari timbulnya masalah mutu. Apabila tujuan ini dapat dicapai, dapatlah diharapkan
tertanggulanginya pada gilirannya pasti akan beperanan besar dalam meningkatkan mutu pelayanan.
Pemahaman tentang perlunya pengatasi penyebab masalah. Bukan hanya sekedar mengatasi
masalah, perlulah ditanamkan kepada semua pihak. Karena sesungguhnya dalam banyak praktek kedokteran
yang dilaksanakan saat ini sering ditemukan tindakan yang dilakukan bertujuan hanya untuk mengatasi
maslah saja. Misalnya tidak pernah memikirkan kenapa setiap penderita. Setelah dilakukan tindakan
pembedahan. selalu mengalami infeksi pasca bedah. Tindakan yang sering dilakukan hanya memberikan
obat antibiotika saja. Bukan mencari penyebab serta mengatasi penyebab munculnya infeksi pasca bedah
tersebut..
Daftar Penyebab Masalah
Langkah pertama yang harus dlakukan menetapkan penyebab masalah mutu ialah mengidentifikasi
berbagai penyebab yang diperkirakan ada. Tentu mudah dipahami bahwa upaya identifikasi penyebab
masalah tersebut harus ditujukan pada sumber masalah (Source of Problem) yang sebelumnya telah
ditetapkan. Untuk dapat menetapkan penyebab masalah ada dua langakah yang perlu dilakukan yakni :
1. Menetapkan daftar penyebab masalah secara teoritis.
Untuk ini undanglah semua anggota Tim Penjaga Mutu untuk hadir dalam rapat yang membahas
tentang penyebab masalah mutu secara teoritis tersebut. Kajilah semua kemungkinan penyebab masalah
yang ada. Gunakanlah teknik curah pendapat dan atau teknik kelompok nominal. Upayakan agar setiap
anggota Tim dapat mengemukakan pendapatnya secara bebas. Pakailah hukum “sebab akibat”. Penyebab
masalah disini ialah setiap “sebab” yang behasil di identifikasi.
Pada waktu membahas penyebab masalah secara teoritis ini sering dapat disusun daftar
penyebab maslah. Adalah kewajiban anggota Tim untuk melihat hubungan antar berbagai masalah yang
tecantum dalam daftar penyebab masalah. Sehingga diperoleh pemahaman yang lengkap tentang
berbagai penyebab masalah tersebut. Diagram tulang ikan (fish effect diagram) atau disebut pula sebagai
diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) untuk dapat membuat diagram tulang ikan ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas dengan menuliskannya di dalam kotak paling kanan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 21
2. Menetapkan Katagori penyebab masalah yang akan dipergunakan. Katagori yang dimaksud adalah :
a. Masukkan yang dibedakan atas unsur tenaga, dana dan sarana.
b. Proses yang dibedakan atas tindakan medis dan tindakan non medis.
c. Lingkungan yang dibedakan atas unsur kebijakan, manajemen serta organisasi.
3. Gambarkan diagram tulang ikan, dengan menempatkan setiap Katagori penyebab masalah dalam
kotak yang disusun sejajar kearah kiri, sehingga mirip susunan sirip tulang ikan. [Gambar yang
berbentuk untuk contoh masalah operasi sering tertunda adalah sebagai berikut :
4. Melangsungkan pembahasan (dapat dengan menggunakan teknik curah pendapat atau teknik
kelompok nominal) dengan mengajukan pertanyaan tentang apa peranan setiap katagori dan unsur
penyebab masalah seringnya terjadi penundaan operasi dengan memusatkan perhatian hanya pada
tindakan yang menyebabkan seringnya terjadi penundaan operasi sebagai sumber masalah.
Katagori penyebab masalah masukan adalah sebagai berikut :
a. Unsur tenaga
Apakah yang diperkirakan sebagai penyebab timbulnya penundaan operasi pada waktu
melakukan persiapan operasi, jka ditinjau dari unsur tenaga?Unsur dana
Apakah yang diperkirakan berperan sebagai penyebab timbulnya masalah sering terjadinya
penundaan operasi jika ditinjau dari unsur dana?
b. Unsur sarana
Apakah yang diperkirakan berperan sebagai penyebab sering terjadinya penundaan operasi pada
waktu melakukan persiapan operasi, jika ditinjau dari unsur sarana?
5. Menulis setiap jawaban yang dikemukakan oleh angota Tim menurut katagori dari setiap masalah
yang sesuai. Jawaban digambarkan sebagai ranting pada bagan tulang ikan.
Bentuk diagram tulang ikan ditentukan oleh anggota Tim menurut katagori penyebab dari setiap
penyebab masalah. Makin komplek katagori serta uraian katagori tersebut, makin komplek pula diagram
tulang ikan yang dihasilkan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 22
Organisasi
manajemen
Kebijakan
Tindakan
medisTindakan
Non Medis
Sarana
Dana
Tenaga
OPERASI SERING
TERTUNDA
LINGKUNGAN
MASUKANPROSES
Untuk contoh sering terjadinya penundaan operasi sebagai yang telah diuraikan di atas dan
dengan memusatkan pembahasan hanya pada kegiatan mempersiapkan dan melaksanakan operasi
sebagai sumber masalah Tim, berhasil diidentifikasi penyebab masalah sebagai berikut :
1. Katagori masukan
a. Unsur tenaga
a1. Jumlah tenaga pelaksana yang tersedia tidak memadai, sehingga apabila jumlah klien yang
dilayani terlalu banyak, masalah operasi yang tertunda sulit dihindari.
a2. Pengetahuan tenaga pelaksana tentang prinsip-prinsip persiapan dan pelasanaan operasi
kurang memadai.
a3. Jumlah tenaga pelaksana yang bertanggung jawab melakukan persiapan operasi tidak
memadai.
b. Unsur sarana
b1. Jumlah bahan-bahan habis pakai yang diperlukan tidak memadai.
b2. Jumlah alat-alat operasi yang tersedia tidak memadai, apalagi jika kebetulan jumlah klien
yang dilayani terlalu banyak.
b3. Jumlah ruangan atau kamar operasi tidak memadai.
c. Unsur dana
c1. Terbatasnya dana yang tersedia untuk pembelian bahan habis pakai.
c2. Terbatasnya dana yang tersedia untuk pemeliharaan alat-alat operasi.
2. Katagori lingkungan
Belum ada kebijakan (standard baku) / prosedur kerja tetap (protap) tentang persiapan dan
pelaksanaan operasi.
3. Katagori proses
a. Tindakan medis
a1. Teknik penegakan diagnose preoperasi, pemeriksaan lab. dan pemeriksaan penunjang
sebagai persiapan operasi tidak benar.
a2. Tata cara perbaikan keadaan umum penderita preoperasi belum memadai.
b. Tindakan non medis
b1. Sistem pengadaan darah donor belum baik.
b2. Persetujuan operasi dari pihak keluarga pasien sering lambat.
Dengan hasil pembahasan ini, dapatlah dibuat diagram tulang ikan yang secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut :
Modul 2 Blok 21 Thanty 23
Menetapkan daftar penyebab masalah yang diperkirakan ada di institusi pelayanan
Setelah pembahasan dipandang cukup, akhirnya akan diperoleh daftar penyebab masalah secara
teoritis yang tersusun dalam bentuk diagram tulang ikan. Langkah selanjutnya ialah menetapkan daftar
penyebab masalah yang diperkirakan ada di institusi pelayanan. Artinya mencocokkan daftar penyebab
masalah tersebut dengan situasi dan kondisi institusi pelayanan. Untuk ini lanjutkanlah curah pendapat antar
anggota Tim. Bahaslah tiap-tiap penyebab masalah secara objektif. Anda pasti dapat menetapkan penyebab
masalah yang diperkirakan ada dari daftar penyebab masalah yang telah disusun. Karena anda adalah yang
paling mengetahui tentang keadan di institusi pelayanan anda.
Pada waktu pembahasan, disarankan perhatian utama hendaknya dapat lebih ditujukan pada
penyebab masalah yang termasuk dalam unsur proses. Bukan penyebab masalah yang termasuk dalam unsur
masukan atau lingkungan. Menyelesaikan penyebab masalah yang termasuk dalam unsur masukan seperti
misalnya kurangnya tenaga, kurangnya sarana atau kurangnya dana yang tersedia, relatif lebih sulit, dan
karena itu tidak ada gunanya untuk diprioritaskan.
Lebih lanjut, sesungguhnya pulalah dalam banyak hal. Penyebab utama munculnya masalah mutu
pada pelayanan kesehatan lebih banyak karena ketidakpatuhan pada unsur proses saja, yang apabila berhasil
diatasi, meskipun tenaga, sarana dan dana kurang, dalam batas-batas tertentu akan dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Sebaliknya, sering pula ditemukan. Sekalipun penyebab masalah
yang bersumber dari masukan atau lingkungan berhasil diatasi, belum tentu dapat menjamin baiknya mutu
pelayanan kesehatan.
Misalnya dari daftar penyebab masalah pelayanan keluarga berencana diatas. Setelah didiskusikan,
yang terutama ditujukan pada penyebab masalah yang termasuk dalam unsur proses, diperoleh kesepakatan
sebagai berikut :
Modul 2 Blok 21 Thanty 24
b
a
b 3
b 2b 1
a 2
a 4a 3
a 1
c 2
c 1
b 2
b 1
a 2
a 1
Organisasi
manajemen
Kebijakan
Tindakan
medis Tindakan
Non MedisSarana
Dana
Tenaga
OPERASI SERING TERTUNDA
LINGKUNGAN
MASUKANPROSES
1. Teknik pemeriksaan dan penegakan diagnose preoperasi yang kurang memadai, berkaitan dengan
pengetahuan petugas yang belum memuaskan.
2. Tata cara perbaikan keadaan umum pasien yang kurang memadai berkaitan dengan pengetahuan
petugas yang belum memuaskan.
Visualisaikanlah kesepakatan ini pada bagan tulang ikan yang telah dibuat. Biasanya dengan memberikan
lingkaran pada penyebab maslah yang terpilih. Contoh visualisasi yang dimaksud adalah :
Konfirmasi Daftar Penyebab Masalah
Apakah daftar penyebab masalah hasil kesepakatan Tim Penjaga Mutu diatas, telah mencerminkan
penyebab masalah yang sebenarnya? Mestinya memang begitu. Kesepakatan yang dilakukan oleh para
anggota Tim adalah kesepakatan dari mereka-meraka yang paling terlibat dengan masalah yang sedang
dibicarakan, dan karena itu seyogiyanya mereka yang paling tahu.
Hanya saja, sekalipun kesepakatan tentang penyebab masalah tersebut memang dapat dipercaya,
namun untuk lebih memastikannya masih dipandang perlu untuk dikonfirmasikan. Sebagaimana yang
berlaku pada daftar masalah, konfirmasi daftar penyebab masalah ini dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, apabila kemampuan yang dimiliki terbatas, dapat dilakukan konfirmasi dengan cara
pendekatan tidak langsung (indirect approch) yakni dengan mengajukan pertanyaan kepada para petugas lain
yang terkait tentang kebenaran daftar penyebab masalah yang telah disepakati oleh Tim. Apabila mayoritas
dari petugas lain yang terkait tersebut membenarkannya, maka berarti daftar penyebab masalah tersebut
memang mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Tetapi jika mayoritas dari para petugas lain yang terkait
tidak sependapat dengan salah satu atau beberapa masalah yang tercantum dalam daftar, maka penyebab
(penyebab) masalah tersebut perlu dikeluarkan.
Kedua, apabila kemampuan yang dimiliki memadai, dapat dilakukan konfirmasi dengan pendekatan
langsung (direct approach) yakni melakukan survey sederhana untuk tiap penyebab masalah yang telah
Modul 2 Blok 21 Thanty 25
b 4
b
a
b 3
b 2b 1
a 2
a 4a 3
a 1
c 2
c 1
b 2
b 1
a 2
a 1
Organisasi
manajemen
Kebijakan
Tindakan
medis Tindakan
Non MedisSarana
Dana
Tenaga
OPERASI SERING TERTUNDA
LINGKUNGAN
MASUKANPROSES
disepakati oleh Tim. Untuk beberapa dari penyebab masalah, sumber data yang dipergunakan dapat beasal
dari laporan bulanan, registrasi klinik atau rekam medis. Yang perlu dilakukan hanya mengolah data yang
telah ada. Data yang seperti ini disebut dengan nama data retrospektif, dan biasanya mudah didapatkan dan
cepat.
Untuk penyebab masalah yang sumber datanya tidak tersedia, perlu dilakukan pengumpulan data
secara khusus. Data prospektif ini dapat dikumpulkan dengan melakukan suatu survey khusus. Perbedaan
hanya terletak pada jenis data yang dikumpulkan saja, yang dalam hal ini data tentang penyebab masalah.
Misalkan dari hasil kajian data untuk ketiga penyebab masalah mutu pelayanan dibidang operasi
sebagaimana telah dikemukakan diatas (pegamatan dengan menggunakan check list). Diperoleh hasil sebagai
berikut :
1. 40% operasi tertunda karena persiapan properasi yang tidak benar
2. 50% operasi tertunda karena sistem pengadaan darah donor yang tidak lancar.
3. 10% operasi tertunda karena keterlambatan tanda tangan persetujuan operasi dari pihak keluarga.
Dengan mempergunakan pedoman interpretasi sebagaimana diuraikan dapatlah disimpulkan
bahwa ketiga penyebab masalah ini dikonfirmasi, karena memang penyimpangannya lebih besar dari
angka patokan yakni 5%.
Prioritas penyebab masalah
Apakah ketiga penyebab masalah yang telah dikonfirmasi ini perlu secara bersamaan diselesaikan?
Kalau memang mampu apa salahnya. Hanya saja dalam praktek sehari-hari, kehendak yang seperti ini sulit
dilakukan. Penyebab utamanya ialah karena terbatasnya sumber daya yang tersedia. Disamping kadang kala
terdapat pula hubungan yang saling mempengaruhi antar penyebab masalah, sehingga apabila penyebab
masalah pokok behasil diatasi, maka pelbagai penyebab masalah lainnya secara otomatis akan teratasi pula.
Untuk mengatasi masalah ini perlulah menetapkan prioritas penyebab masalah. Untuk ini lanjutkan
pembahasan antar anggota Tim Penjaga Mutu dapat dengan menggunakan teknik curah pendapat atau teknik
kelompok nominal. Usahakan adanya konsensus, bila tidak tercapai lakukanlah pemilihan. Sebaiknya dengan
mempergunakan teknik kriteria matrik tempuhlah langkah-langkah sebagai berikut :
1. Buat tabel dengan mencantumkan daftar penyebab masalah pada kolom yang paling kiri.
Utamakanlah penyebab masalah yang berbentuk proses.
2. Tetapkan kriteria yang akan dipergunakan. Dapat mempergunakan kriteria yang sama yakni kriteria
yang dipergunakan pada waktu menetapkan prioritas masalah.
3. Tetapkan tata cara pemilihan yang akan dipergunakan. Misalnya pemilihan dilakukan secara tertutup
(menuliskan pada secarik kertas) serta nilai yang diberikan adalah 1 sampai 5. Nilai 1 diberikan
apabila penyebab masalah paling tidak penting, sedangkan nilai 5 diberikan apabila penyebab
masalah paling penting. Lakukanlah pemilihan ini kriteria demi kriteria.
4. Pastikan setiap anggota Tim Penjaga Mutu memiliki pengertian yang sama tentang daftar penyebab
masalah kriteria yang dipergunakan serta tata cara pemilihan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 26
5. Lakukan pemilihan dengan mempergunakan kriteria serta tata cara yang telah ditetapkan secara
bebas.
6. Hitung nilai untuk penyebab masalah dengan mengalihkan nilai tiap kriteria. Penyebab masalah yang
memperoleh nilai terbanyak adalah prioritas penyebab masalah yang dicari.
Bentuk tabel yang dipergunakan tergantung dari jumlah penyebab masalah serta penilaian yang
dilakukan. Contoh tabel dengan 3 penyebab masalah adalah sebagai berikut :
No PILIHAN
NILAIJUMLAH
( I x T x R )I
T RP S RI PC DU PC
1.
2.
3.
Kesatu
Kedua
Ketiga
Keterangan :
I = Importancy PC = Public Concern
P = Prevalence T = Technical Feasibility
S = Saverity R = Resources Avallibility
RI = Rate of Increase
Penyajian prioritas penyebab masalah
Prioritas penyebab masalah yang telah dipilih serta disajikan sedemkian rupa sehingga dapat
menyakinkan semua pihak, dengan adanya keyakinan ini dapatlah diharapkan adanya dukungan. Terutama
pada waktu menari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Cara penyajian penyebab masalah banyak
macamnya. Pilihlah cara penayjian yang jelas serta mudah dimengerti. Sesungguhnyalah penyajian
penyebab masalah secara jelas dan benar sama pentingnya dengan peneybab masalah secara tekstuler
masalah itu sendiri. Misalnya, penyajian penyebab masalah secara tekstuler dan atau tabuler pada umumnya
lebih sulit dimengerti dan karena itu dinilai kurang informatif.
Cara penyajian yang dianjurkan adalah dalam bentuk grafik. Tergantung dari jenis data yang
dikandung oleh penyebab masalah maka jenis grafik yang dipergunakan dapat berbeda. Jika data tersebut
menggambarkan berbagai penyebab masalah yang mengcu pada satu pokok bahasan yang sama. Sangat baik
disajikan dalam bentuk diagram pareto. Contoh penyebab masalah yang mengacu pada satu pokok bahasan
yang sama adalah :
1. 40% operasi tertunda karena persiapan pasien-pasien preperasi yang tidak benar
2. 50% operasi tertunda karena sistem pengadaan darah donor yang tidak baik.
3. 10% operasi tertunda karena keterlambatan persetujuan operasi dari pihak keluarga pasien.
Pada contoh ini, karena semua penyebab masalah mengacu pada satu pokok bahasan yang sama
yakni terjadinya penundaan operasi maka penyajian data daat dilakukan dalam bentuk diagram Pareto.
Modul 2 Blok 21 Thanty 27
Tetapi jika berbagai penyebab masalah tersebut tidak mengacu pada satu pokok bahasan yang sama,
penyajian dalam bentuk diagram Pareto tidak mungkin dilakukan. Dalam keadaan yang seperti ini, disajikan
menurut diagram balok biasa saja. (bar diagram).
Contoh penyebab masalah yang tidak mengacu pada satu pokok bahasan yang sama adalah :
1. 40% petugas tidak tahu mempersiapkan properasi yang benar
2. 50% operasi tertunda karena sistem pengadaan darah donor yang tidak baik.
3. 10% keluarga pasien tidak memahami arti pentingnya tanda tangan persetujuan operasi.
Pada contoh ini, karena acuan setiap penyebab masalah tidak sama, yakni petugas kesehatan untuk
mempersiapkan pasien preoperasi, operasi yang tertunda untuk sistem pengadaan darah donor dan keluarga
pasien untuk keterlambatan persetujuan operasi. Maka penyajian data dalam bentuk diagram Pareto tidak
dilakukan, dan di sarankan hanya dengan diagram balok saja.
Apakah yang dimaksud dengan diagram pareto tersebut? Pengertian yang dianut banyak macamnya.
Secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu diagram yang menyajikan berbagai penyebab masalah yang
saling berhubungan serta disusun menurut prioritasnya. Pada dasarnya diagram pareto ini berbentuk susunan
balok-balok yang diletakkan secara vertikal dan yang disusun menurut urutannya, biasaya dari yang tertinggi
ke terendah.
Menggunakan diagram ini didadasarkan atas prinsip yang menyatakan bahwa ada banyak faktor
yang mempengaruhi sesuatu tetapi hanya beberapa faktor penting saja yang diperhitungkan yakni faktor-
faktor yang menimbulkan dampak yang paling berarti. Dengan menempatkan faktor-faktor yang sedang
dikaji menurut urutannya, segera dapat dikenal faktor yang pailng penting. Dengan demikian, diagram pareto
dapat emmbantu dalam memusatkan upaya pada sesuatu yang paling penting saja.
Diagram pareto digunakan apabila ingin menonjolkan suatu priortas dari sejumlah penyebab masalah
yang ditemukan. Dengan membandingkan diagram pareto pada dua keadaan yang berbeda dapat diukur
kemajuan, efektivitas serta efesiensi cara penyelesaian penyebab masalah yang dilakukan. Kecuali itu,
diagram pareto digunakan pula untuk melepaskan diri dari tekanan berbagai pihak. Dengan menggunakan
diagram pareto dapat diyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk membatasi upaya yang akan
dilakukan pada hal-hal yang penting saja. Diagram pareto juga dapat membantu memberikan informasi
secara visual tentang sesuatu yang sedang dibicarakan, sehingga memudahkan interpretasinya.
Untuk dapat membuat diagram pareto, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Buat daftar penyebab masalah yang ingin diperbandingkan.
2. Tetapkan ukuran yang akan dipakai sebagai bahan perbandingkan, misalnya jumlah atau persentase
3. Kumpulkan data tentang penyebab masalah yang ingin diperbandingkan menurut jangka waktu
yanhg telah ditetapkan.
4. Susun daftar penyebab masalah yang diperbandignkan dari yang terbesar ke terkecil. Hitung jumlah
serta persentase kumulatifnya. Hasil perhitungan untuk ketiga penyebab masalah sebagaimana
contoh diatas adalah sebagai berikut :
Modul 2 Blok 21 Thanty 28
No. PENYEBAB MASALAH JML % JML KUM % KUM
1.
2.
3.
Cara persiapan operasi tidak
benar
Sistem pengadaan darah tidak
baik
Keterlambatan persetujuan
operasi
10
8
2
50
40
10
10
18
20
50
90
100
Jumlah 20 100 - -
5. Gambarkan daftar penyebab maslah yang akan diperbandingkan secara horinzontal pada grafik
menurut urutan frekuensinya. Gambarkan balok secara vertikal untuk tiap daftar penyebab masalah
tersebut dengan sisi yang berdekatan saling berimpit.
A = Cara persiapan operasi
B = Sistem pengadaan darah untuk donor
C = Keterlambatan persetujuan Operasi
6. Gambarkan grafk lurus untuk presentase kumulatif (titik pertama grafik harus dimulai dari sudut
kanan puncak balok pertama)
Modul 2 Blok 21 Thanty 29
Persentase Jumlah
-10
- 40- 50
CBA
2 -
8 -10 -
Persentase Jumlah
-10
- 40
- 50
CBA
2 -
8 -
10 -
A = Cara persiapan operasi
B = Sistem pengadaan darah untuk donor
C = Keterlambatan persetujuan Operasi
7. Analisa dan interpretasi diagram dengan mengidentifikasi faktor penyebab yang paling penting.
Lakukan hal ini dengan mencari “breakpoint” yakni titik patah yang tajam. Bila tidak
ditemukan “breakpoint” identifikasi semua faktor yang menyokong yakni yang dampaknya lebih
besar dari 50%. Bila tidak ada polanya (misal balok sama tinggi), cobalah membuat sub katagori dan
setelah itu buatlah diagram Pareto yang muncul.
Pada contoh diatas faktor penyebab yang penting ada dua yakni tingkat pengetahuan petugas
terhadap tata cara persiapan operasi yang kurang, serta sistem pengadaan darah untuk donor yang
belum berjalan lancar.
Teknis dan langkah peningkatan mutu pelayanan
Persyaratan Pelaksanaan Manajemen Mutu
Sebelum memulai langkah perlu diketahui dulu beberapa persyaratan untuk melaksanakan
manajemen mutu yaitu :
1. Komitmen dari manajemen puncak
Keterlibatan langsung dari manajemen puncak bertujuan untuk memimpin dan menunjukkan bahwa
manajemen mutu sangat penting bagi organisasi. Selain itu perubahan ke arah manajemen mutu
merupakan suatu pengalaman belajar sehingga melalui keterlibatan langsung dalam pelaksanaan
sehari-hari, manajemen puncak dapat mengambil keputusan rasional yang berkaitan dengan
perubahan yang dilakukan.
2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
Walaupun implementasi manajemen mutu tidak harus mahal, tetapi segala sesuatunya membutuhkan
biaya yang sebagian besar digunakan untuk pelatihan.
3. Steering Committee pada level puncak
Steering Committee berfungsi untuk menentukan cara implementasi dan memantau pelaksanaan
manajemen mutu. Steering Committee secara operasional bekerja sebagai suatu tim yang
menetapkan visi dan sasaran organisasi, membuat upaya, memantau kemajuan dan memberikan
penghargaan atas prestasi tim tersebut.
4. Perencanaan dan publikasi
Perencanaan dan publikasi atas visi, misi, tujuan, sasaran dan penghargaan prestasi yang merupakan
infrastruktur pendukung untuk penyebarluasan dan perbaikan berkesinambungan.
Langkah-langkah Penerapan Manajemen Mutu
Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penerapan manajemen mutu adalah sebagai berikut :
1. Melatih Steering Committee
2. Team yang terbentuk mengidentifikasi dan memperhitungkan kekuatan dan kelemahan organisasi.
Modul 2 Blok 21 Thanty 30
3. Mengidentifikasi pendukung dan ancaman yang nyata.
4. Tetapkan pelanggan organisasi dan kenali karakteristiknya, susun indicator masing-masing
pelanggan dan tetapkan cara untuk mengetahui kadar kepuasan masing-masing pelanggan.
5. Susun tahap perbaikan (jangan berambisi terlalu cepat selesai dan cepat puas).
Antisipasi Penolakan
Untuk antisipasi ketidaksesuaian dan penolakan yang dihadapi dapat dipilih berbagai macam strategi
sesuai dengan situasi dan jenis penolakan tersebut, antara lain :
1. Pendidikan dan komunikasi
Pendidikan dan komunikasi digunakan manakala infonnasi yang tersedia sangat kurang dan tidak
akurat.
2. Partisipasi dan keterlibatan
Strategi ini digunakan bila manajemen puncak tidak atau kurang mempunyai informasi, dilain pihak
kemungkinan besar untuk ditolak.
3. Fasilitas dan dukungan
Strategi ini diterapkan apabila orang menolak perubahan karena masalah-masalah penyesuaian
terhadap hal barn yang diperkenalkan.
4. Negosiasi dan kesepakatan
Strategi ini diterapkan apabila ada yang merasa terancam.
5. Paksaan
Strategi ini akan menimbulkan hasil yang cepat tetapi dalam jangka menengah akan menuai resiko
perlawanan terhadap manajemen. Berbagai strategi ini dapat diterapkan tetapi yang perlu disadari
setiap perubahan memerlukan waktu dan tidak bisa sekaligus.
BIAYA MUTU
Dalam lingkungan industri, dapat dibedakan dua macam biaya mutu, yaitu:
Biaya yang ditimbulkan oleh barang/jasa yang rendah mutunya
Biaya yang diperlukan untuk memantau mutu dan memproduksi atau menghasilkan barang/jasa yang
bermutu.
Dengan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu dengan membedakan kedua jenis biaya mutu
tersebut, maka di dalam lingkungan layanan kesehatan akan dapat diidentifikasi berbagai jenis biaya mutu.
Biaya layanan kesehatan bermutu rendah
Biaya layanan kesehatan yang rendah mutunya pasti mahal dan tidak efisien. Pemborosan biaya
layanan kesehatan yang kurang bermutu tersebut antara lain disebabkan oleh :
1. Biaya kegagalan
Biaya kegagalan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak dapat dilaksanakannya tindakan yang
tepat, pada waktu yang tepat, dan pada tempat yang tepat. Biaya ini berhubungan dengan :
Modul 2 Blok 21 Thanty 31
- Tidak dipatuhinya standar layanan kesehatan yang disepakati
- Penyusunan standar layanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
- Standar layanan kesehatan yang disusun masih memungkinkan pasien mendapatkan layanan
kesehatan yang tidak sesuai dari profesi layanan kesehatan lain
- Kondisi pasien yang seharusnya mampu mendeteksi tahap yang lebih dini dari tingkat
perkembangan penyakit, yaitu pada saat biaya pengobatan dan/atau biaya perawatan pasien lebih
murah
- Penggunaan bahan, obat atau peralatan yang kurang tepat sehingga lama waktu perawatan akan
menjadi berlarut-larut
- Kesalahan komunikasi antaranggota tim layanan kesehatan akan menimbulkan penambahan
biaya kepada pasien, yaitu biaya untuk meralat kesalahan tindakan dan ketidaknyamanan pasien
- Layanan kesehatan yang tidak tepat atau tidak kompeten cenderung menimbulkan penambahan
biaya
2. Biaya penggunaan atau pemanfaatan
Biaya pemanfaatan ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif, yang
penyebabnya antara lain :
- Penggunaan keterampilan yang tidak tepat, seperti personel yang tidak diberi tugas secara taat-
asas sesuai dengan kemampuan, pelatihan dan/atau pengalamannya
- Tidak/kurang digunakannya personel dan peralatan sehingga tingkat mutu pelayanan kesehatan
tidak mungkin tercapai
- Penggunaan obat dan bahan yang berlebihan sehingga biaya layanan kesehatan meningkat
- Penggunaan personel yang berlebihan, seperti adanya konsultasi, pemeriksaan, atau pengobatan
yang tidak perlu, akan menimbulkan biaya yang tidak perlu dan selanjutnya menyebabkan waktu
tunggu pasien lain menjadi lebih lama.
- Penggunaan peralatan yang berlebihan sehingga pemeliharaan dan/atau kalibrasi peralatan
menjadi terhambat, dan akhirnya menyebabkan semakin mahalnya biaya layanan kesehatan.
Biaya sistem mutu
Dengan diterapkannya jaminan mutu layanan kesehatan,akan terdapat penambahan biaya organisasi
sebagai berikut.
1. Biaya pengukuran mutu
Terjadi karena diadakannya suatu sistem pemantauan mutu untuk mengukur mutu layanan
kesehatan.
2. Biaya pencegahan
Timbul karena adanya kegiatan untuk mencegah terjadinya kegagalan dan/atau membuat biaya
kegagalan dan pengukuran mutu menjadi seminimal mungkin. Kegiatan pencegahan ini meliputi
pembangunan sistem mutu, penyusunan standar layanan kesehatan, pelatihan mutu, jaminan mutu
layanan kesehatan, dan pelatihan personel yang berkesinambungan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 32
JAMINAN MUTU LAYANAN KESEHATAN
Definisi
Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan adalah suatu proses upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan berdasarkan standar yang telah ditetapkan serta menentukan dan
melaksanakan cara pemecahan masalah mutu sesuai dengan kemampuan yang ada dan menilai hasil yang
dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Beberapa
istilah tentang program jaminan mutu yang sudah diperkenalkan oleh banyak pakar adalah sebagai berikut:
a) Program penawasan mutu
b) Program peningkatan mutu
c) Maanjemen mutu terpadu
d) Peningkatan mutu berkesinambungan
Pada umunya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara:
1. Meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan dan material
yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan kata lain meningkatkan input atau
sruktur, namun cara ini mahal.
2. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunaka dalam kegiatan pelayanan (QA
termasuk cara ini), hal ini berate memperbaiki proses pelayanan organisasi pelayanan.
Prinsip Jaminan Mutu
a. Bekerja dalam tim;
b. Memberikan fokus perubahan pada proses;
c. Mempunyai orientasi kinerja pada pelanggan;
d. Pengambilan keputusan berdasarkan data;
e. Adanya komitmen pimpinan dan keterlibatan bawahan dalam perbaikan proses pelayanan.
Batasan Manajemen Mutu
Program jaminan mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
sistematis, objektif dan terpadu untuk:
a. Menetapkan masalah mutu dan penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan
b. Menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia
c. Menilai hasil yang dicapai
d. Menyusun rencana tinak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu
Modul 2 Blok 21 Thanty 33
Bentuk Jaminan Mutu
Bertitik tolak dari waktu penyelenggaraannya, maka Jaminan mutu dapat dibedakan dalam 3 bentuk,
yaitu:
a. Jaminan Mutu Prospektif, dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan, upayanya
terutama ditujukan pada unsur masukan dan lingkungan. Contoh:
a) Standarisasi, untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu perlu ditetapkan standarisasi
fasilitas pelayanan kesehatan.
b) Perizinan, setelah terpenuhi standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang akan ditinjau secara
berkala.
c) Sertifikasi, tindaklanjut dari perizinan, memberikan sertifikat kepada fasilitas dan atau profesi
kesehatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu.
d) Akreditasi, berntuk lain dari sertifikasi, diberikan kepada fasilitas atau profesi kesehatan setelah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
b. Jaminan Mutu Konkuren, dillaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Perhatian utama ditujukan kepada proses, dimana proses itu diukur dengan standar yang telah ditetapkan,
jika pelayanan kesehatan tidalk sesuai dengan standar maka pelayanan kesehatan tersebut kurang
bermutu.
Jaminan mutu konkuren ini paling baik, tetapi sukar dilaksanakan, sering terjadi bias, untuk
menghindarkan bias dilakukan oleh”’Peer”atau tim.
c. Jaminan Mutu Retrospektif, dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan.
Contoh:
a) Telaah rekam medik (medical record review)
b) Ulas balik Jaringan (tissue review)
c) Survei pelanggan (costumer survey)
d) Ulas balik penggunaan (obat, darah, tempat tidur).
Model Jaminan Mutu
Menggunakan pendekatan evolusi yang didasari oleh pandangan bahwa upaya peningkatan mutu
harus dilakukan secara bertahap. Mulai dari pemecahan masalah sederhana sampai dengan masalah yang
kompleks.
a. Tahap Analisis Sistem
Pada tahap ini yang pertama akan diperbaiki adalah mutu pelayanan medik dasar, kemudian mutu
pelayanan non medic. Yang dimaksud dengan pelayanan medik ialah pelayanan ”best practices”, yaitu
segala kegiatan yang menyangkut: anamnesis, pemeriksaan fiosik, pengobatan/rujukan dan konseling.
Berdasarkan etika profesi, kemanusiaan, administratif dan yuridis setiap profesi kesehatan tanpa kecuali
dalam setiap menyelenggarakan pelayanann kepada pasien harus menerapkan semua ketentuan ”best
practices” tersebut. Kenyataan di lapangan ”best practices” sering diiabaikan, sehingga pasien/klien
memperoleh pelayanan kesehatan yang kurang bermutu dan hak pasien menjadi kurang dipenuhi. Oleh
Modul 2 Blok 21 Thanty 34
sebab itu yang menjadi prioritas ditingkatkan terlebih dahulu ialah mutu pelayanan medik. Pada tahap ini
digunakan daftar tilik untuk mengukur tingkat kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
b. Tahap Pendekatan Tim
Upaya pemecahan masalah mutu melalui pendekatan siklus pemecahan masalah.
Tahapan Kegiatan Program Jaminan mutu
Pada dasarnya, pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1) Sadar mutu
2) Menyusun standar
3) Mengukur apa yang tercapai
4) Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan
5) Melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan
Untuk menyederhanakan dan memudahkan pemahamannya, langkah-langkah dasar pelaksanaan jaminan
mutu layanan kesehatan iabgi menjadi dua langkah utama, yaitu pengukuran dan peningkatan mutu.
Langkah-langkah itu dimodifikasi dari siklus jaminan mutu.
Siklus jaminan mutu sendiri terdiri atas sepuluh langkah antara lain:
1. Pembuatan rencana
2. Penyusunan standar
3. Penyebarluasan standar
4. Pemantauan mutu
5. Penetapan masalah dan prioritas
6. Perumusan masalah
7. Penyusunan kelompok pemecah masalah
8. Analisis penyebab masalah
9. Penyusunan pemecahan masalah
10. Pemecahan masalah dan evaluasi
Manfaat Program Jaminan Mutu
Penerapan the best practices (memberikan pelayanan kesehatan terbaik) yang
diselenggarakan sesuai dengan standar profesi dan etika profesi) menghindarkan efek samping,
komplikasi, malpraktek, tuntutan yuridis masyarakat serta dapat mewujudkan pelayanan kesehatan
Modul 2 Blok 21 Thanty 35
Mengukur mutu
Menyusun standar
Melaksanakan rencana
Menyusun rencana
yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat yang selalu berubah dan meningkat
(kepuasan pelanggan).
Ruang Lingkup Kegiatan
1. Membangun Kesadaran Mutu
Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan fungsi organisasi pelayanan kesehatan dari
”memberii obat” ke ”melayani pasien”, dari ”pemeriksaan cepat” ke ”pemeriksaan sesuai standar”,
dari ”pekerjaan saya” ke ” pekerjaan kita” dan dari *pelayanan yang tidak ramah” menjadi
pelayanan yang ramah dan penuh senyum”. Petugas organisasi pelayanan kesehatan harus mendapat
keyakinan bahwa pendekatan Jaminan Mutu akan memberikan perubahan yang bermakna bagi
kualitas pelayanan yang diberikan dan bersama-sama dalam satu tim mampu mengidentifikasi
masalah di l;ingkungan pelayanan dan kemudian mencarikan jalan terbaik bagi pemecahan masalah
tersebut.
2. Pembentukan Tim Jaminan Mutu
Berdasarkan Surat Keputusan kepala organisasi pelayanan kesehatan dan mendapat dukunghan dari
kepala organisasi tersebut dan petugas lainnya. Tim Jaminan Mutu dapat terdiri dari sub-tim yang
mempunyai fungsi tertentu: sub-tim pembuatan standar, sub-tim pelaksanaan dan sub-tim penilaian
kepatuhan terhadap standar dan evaluasi.Tim Jaminan Mutu harus mendapatkan pelatihan tentang
jaminan mutu. Jumlah anggota tim atau sub-tim dapat berkisar 4-5 orang.
3. Pembuatan Alur Kerja dan Standar Pelayanan
Alur pelayanan ditempel di dinding agar mudah diketahui dan sebagai penunjuk jalan bagi pasien
maupun pengunjung unit pelayanan kesehatan. Alur kerja: loket, alur keja pelayanan, laborsatorium,
apotik, dan lain sebagainya yang dibuat dalam bentuk skema, dibingkai dan ditempel di masing-
masing ruang pelayanan terkait serta terlihat oleh petugas. Pembuatan alur kerja ini sekaligus dapat
diikuti dengan identifikasi berbagai hambatan/kendala yang membuat alur kerja ini tidak jalan atau
membutuhkan waktu yang lama.
Standar pelayanan medik yang penting dibuat dalam bentuk algoritme medik, misalnya styandar
penatalaksanaan diare, penatalaksanaan demam pada anak, penatalaksanaan anak dengan batuk dan
kesulitan bernafas, penatalaksanaan pasien TB paru, dan lain-lain.
4. Penilaian Kepatuhan Terhadap Standar
Untuk menilai tingkat kepatuhan, digunakan daftar tilik penilaian yang telah disiapkan terlebih
dahulu. Penilaian tingkat kepatuhan dilakukan oleh rekan kerja dari unit pelayanan kesehatan lain
(peer review) atau sejawat dari unit pelayanan yang sama tetapi harus dijaga kerahasiaan rekan yang
ditunjuk sebagai penilai ataupun supervisor dari Dinas Kesehatan Kabupaten.
Sesuai dengan kegunaannya daftar tilik dipakai untuk mengukur kelengkapan sarana dan prasarana,
pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi teknis petugas dan persepsi penerima
pelayanan.
5. Penyampaian Hasil Kegiatan
Modul 2 Blok 21 Thanty 36
Data temuan yang terkumpul diolah dan dianalisa untuk kemudian disajikan dalam Lokakarya Mini
oraganisasi/unit pelayanan. Jika nilai tingkat lkepatuhan di bawah 80% maka keadaan ini perlu
diperbaiki dengan melakukan intervensi terhadap penyebab rendahnya tingkat kepatuhan terhadap
standar.
6. Survei Pelanggan
Dilakukan secara sederhana dengan membuat kuesioner kemudian dibagikan kepada pasien/klien
sambil diminta untuk diisi dan segera mengembalikannya pada kotak yang tersedia di Puskesmas.
Jika ditemukan lebih dari 5% pasien/klien tidak puas, perlu dilakukan tindakan segera untuk
mengetahui sebab-seba kertidakpuasan pasien, misalnya melalui studi kualitatif (disklusio kelompok
atau wawancara mendalam) atau menggunakan kuesioner terstruktur melalui wawancara langsung
kepada pasien/klien
7. Penyusunan Rencana Kegiatan
Sebelumnya tim jaminan mutu secara bersama-sama melakukan analisis permasalahan melalui siklus
pemecahan masalah yanmg terdiri dari:
i. Identifikasi masalah
ii. Penentuan prioritas masalah
iii. Mencari penyebab masalah
iv. Mencari alternatif pemecahan masalah
v. Menetapkan pemecahan masalah
vi. Menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah.
PoA antara lain berisi:
Penanggungjawab pelaksana kegiatan: membuat alat bantu kerja.
Pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan: kalakarya
Melengkapi sarana yang kurang: realokasi atau pengaturan
Cara pemantauan kemajuan pelaksanaan kegiatan
Untuk mempermudah proses pemecahan masalah, beberapa instrumen mutu sederhana dapat
digunakan, misalnya:
Curah pendapat (brain storming), untuk menggali berbagai alternatif pemecahan masalah dan
solusinya;
Muliple Criteria Utility Assessment (MCUA), untuk pengambilan keputusan bersama;
Check List
Diagram alur (flowchart) untuk menjelaskan komponen yang terlibat dalam proses;
Diagram Ishikawa (diagram tulang ikan) untuk menggali kemingkinan penyebab.
Data matrik.
8. Pemantauan dan Supervisi
Kunjungan penyelia (supervisor) kabupaten/kota untuk berkunjung secara berkala (1-3 bulan sekali)
ke Puskesmas untuk memantau status kegiatan jaminan mutu di suatu Puskesmas.
Modul 2 Blok 21 Thanty 37
Keberhasilan kegiatan pemantauan dan supervisi sangat tergantung pada konsistensi kegiatan
(teratur, taat azas serta berkesinambungan), kapasitas (pengetahuan dan ketrampilan) penyelia untuk
memberikan bantuan teknis, daftar tilik pemantauan, data status kegiatan dan adanya dukungan
kepala unit organisasi dan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk mengatasi
masalah/hambatan yang muncul.
9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada akhir siklus kerja tim jaminan mutu (3-6 bulan).
Pada akhir tahun, Tim Jaminan Mutu Puskesmas melakukan Penilaian Kinerja Jaminan Mutu yang
telah dilakukan bertempat di aula Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Bahan presentasi mencakup
pencapaian program terhadap indikator keberhasilan yang telah ditetapkan dan penyampaian
identifikasi proses pembelajaran atas pelaksanaan kegiatan selama ini serta rekomendasi/saran
tindaklanjut. Keberhasilan suatu organisasi pelayanan menjalankan suatu kegiatan dapat
menumbuhkan inspirasi dan bahkan menjadi tolok banding (benchmarking) oleh organisasi
pelayanan lainnya untuk meniru/mencontoh dengan melakukan kunjungan lapangan ke organisasi
pelayananyang telah berhasil tersebut.
Tahap-Tahap Pelaksanaan Jaminan Mutu
1. Tahap Pelaksanaan Analisis Sistem dan Supervisi
a. Cara pelaksanaan analisis sistem/supervisi dengan cara Peer Review (ulasbalik
kesejawatan).dengamn mengikuti cara perputaran Robin.
Pengamatan tingkat kepatuhan dilakukan oleh sejawat yang sama dari Puskesmas lain
menggunakan instrumen berupa Daftar Tilik (checklist).
Daftar Tilik berisi item-item yang harus dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Analisis Sistem merupakan suatu audit atau penilaian terhadap mutu
pelayanan kesehatan, adapun penilaian meliputi beberapa aspek:
i. Kepatuhan terhadap standar. Pengamatan dilakukan untuk menilai kepatuhan petugas
terhadap standar yang ada dalam memberikan pelayanan kesehatan.
ii. Pengetahuan Petugas Puskesmas
iii. Selain pengamatan, juga akanm dilakukan wawancara oleh pengamat tentang pengetahuan
petugas yang diamati, menggunakan alat bantu berupa Daftar Tilik.
iv. Pengetahuan Pasien
v. Wawancara juga dilakukan terhadap pasien/pengantar untuk mengetahui pengetahuan mereka
tentang penyakit atau pelayanan yang diberikan berhubungan dengan kunjungannya ke
Puskesmas. Wawancara dilakukan setelah pasien selesai mendapatkan pelayanan sewaktu
akan meninggalkan Puskesmas (exit interview) menggunakan instrumen Daftar Tilik.
vi. Ketersediaan Sarana (Obat dan Alat)
vii. Dilakukan pengamatan ketersediaan alat dan obat yangg mendukung pelayanan kesehatan
yang bersangkutan, menggunakan instrumen berupa Daftar Tilik.
Modul 2 Blok 21 Thanty 38
b. Area Pelayanan yang dilakukan pengamatan
Area Pelayanann Kesehatan Dasar penting adalah: Pelayanan Antenatal, Batuk dan Kesulitan
Bernafas, Imunisasi. Untuk selanjutnya Puskesmas akan melakukan pengamatan untuk area
lainnya sesuai dengan prioritas (kondisi) setempat.
c. Pelaksana
Empat atau lima petugas kesehatan dalam satu organisasi, biasanya terdiri dari seorang dokter,
bidan, perawat, tenaga gizi dan atau Jurim yang telah mendapat Pelatihan Analisis Sistem,
sehingga mereka terampil dalam menggunakan Daftar Tilik untuk melakukan pengamatan
langsung terhadap petugas. Pelayanan kesehatan yang sedang dilakukan harus telah berdasarkan
suatu Standar Pelayanan yang telah disepakati.
d. Jumlah sampel
Untuk setiap area akan dikumpulkan sejumlah 25 kasus. Ada kalanya setelah melakukan
pengamatan selama 5-6 hari dalam kutrun waktu dua minggu, tetapi tidak terkumpul 25 kasus,
maka pengamatannya dihentikan, dan data yang akan digunakan cukup dengan jumlah yang sudah
terkumpul saja.
e. Cara melakukan pengumpulan data
a)Pengamatan Langsung
b) Wawancara terhadap petugas Puskesmas yang diamati
c)Wawancara dengan pasien/klien
d) Ketersediaan Peralatan Essensial
e)Jumlah petugas yang diamati
Tujuan pengamatan ialah menentukan Tingkat Kepatuhan Puskesmas, maka pengamatan dilakukan
terhadap sebanyak mungkin petugas Puskesmas (jika Petugas Puskesmas lebih dari seorang),
kecuali dokter, kalau dokter hanya seorang saja. Diupayakan melakukan pengamatan seproposional
mungkin dengan jumlah pasien yang diperiksa oleh petugas kesehatan yang diamati.
f. Pengolahan dan analisa
Data yang terkumpul dibuat tabulasi, kemudian dihitung tingkat kepatuhan/tingkat
pengetahuan/tingkat kelengkapan sarana dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat kepatuhan = Jumlah Ya Jumlah (Ya + Tidak)
g. Penyusunan Rencana Kegiatan atau Plan of Action
Organisasi pelayanan kesehatan tetangga yang melakukan pengamatan, setelah mengolah data akan
memberikan umpan balik kepada unit pelayanan yang diamati. Umpan balik tersebut diberikan
pada Lokakarya di tingkat kabupaten. Setelah menerima umpan balik tersebut, maka Puskesmas
segera membuat suatu Rencana Kegiatan atau Plan of Action (PoA) untuk meningkatkan Tingkat
Kepatuhan Petugas terhadap Standar, tingkat pengetahuan serta tingkat kelengkapan sarana,
sehingga menjadi sekurang-kurangnya 80%. PoA tersebut antara lain berisi: penanggungjawab
untuk melaksanakan kegiatan, pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan dan cara
pemantauan kemajuan pelaksanaan kegiatan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 39
h. Pemantauan dan Supervisi
Selama organisasi pelayanan melaksanakan rencana kegiatan (PoA) maka diharapkan Supervisor
kabupaten/kota akan sering berkunjung ke organisasi pelayanan untuk membantu petugas kesehatan
meningkatkan Tingkat Kepatuhan terhadap Standar. Selain oleh Supervisor kabupaten/kota, maka
kepala organisasi pelayanan juga harus memantau petugas Puskesmas.
2. Tahap Pelaksanaan Pendekatan Tim dalam Pemecahan Masalah
Pendekatan Tim sudah dimulai sejak saat Jaminan Mutu mulai dilaksanakan. Pendekatan Tim dalam
Pemecahan Masalah adalah suatu pendekatan untuk memecahkan masalah, dalam hal ini adalah masalah
mutu pelayanan (masalah kompleks), yang terjadi di dalam organisasi pelayanan secara tim dengan
mengikuti langkah-langkah dalam siklus pemecahan masalah (Problem Solving Cycle) dan
mempergunakan alat-alat pemecahan masdalah (Quality Improvement Tool) serta berdasarkan data.
Istilah masalah kompleks yang ditujukan terhadap masalah Keluaran yaitu outcome dan output
pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah keluaran, maka masalah tentang kepuasan pasien akan
dilihat sebagai mutu pelayanan. Kompleksitas masalah itu dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara
lain sebagai berikut:
a. Besaran atau magnitude suatu masalah yang kompleks lebih sulit ditentukan;
b. Penyebab masalah yang kompleks lebih sulit diketahui atau dimengerti;
c. Pengumpulan data harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebabn suatu masalah yang
kompleks;
d. Suatu intervensi khusus diperlukan untuk menghilangkan penyebab masalahnya;
e. Diperlukan suatu pemantauan khusus terhadap kemajuan pelaksanaan pemecahan masalah
untukm menentukan apakah masalah kompleks tersebut telah dapat dipecahkan.
Diharapkan organisasi pelayanan dapat memecahkan masalah mutu dua atau tiga dalam
setahun. Proses pemecahan masalah dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Dimana
pemecahan masalah tersebut, apabila menurut hasil evaluasi dinilai berhasil, akan menjadi SOP
organisasi pelayanan untuk kegiatan yang bersangkutan. Sehingga dengan ini diharapkan organisasi
dapat memberikan pelayanan berdasarkan SOP dengan mutu yang terjamin serta hasil sesuai dengan
yang diharapkan, baik oleh pengguna, pelaksana maupun pimpinan. Yang penting adalah nahwa
Puskesmas selalu bekerja dalam menemukan dan memecahkan masalah yang kompleks tanpa henti-
hentinya.
Cara menjaga kelansungan Jaminan Mutu di Puskesmas adalah:
a. Mempertahankan tingkat kepatuhan terhadap standar, dalam arti profesionalisme petugas dalam
memberikan pelayanan tetap memegang ‘best practice’, antara lain dengan upaya:
b. Mengintegrasikan Jaminan mutu ke dalam sistem manajemen Puskesmas yang telah ada yaitu
Perencanaan Tingkat Puskesmas, Lokakarya Mini Puskesmas dan Penilaian Kinerja Puskesmas.
Modul 2 Blok 21 Thanty 40
Manajemen Mutu (Quality Assurance)
Menjaga mutu dalam arti yaitu adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang bertujuan
memberikan pelayanan dan asuhan denga mutu yang sebaik-baiknya.
Pendekatan
Dalam menjaga mutu (dalam arti luas) ada dua pendekatan yang saling mengisi :
1. Pendekatan struktur yaitu:
a. Pendekatan tenaga profesi :
Pendidikan diarahakan untuk menghasilkan tenaga profesi yang pengetahuan, perilaku dan
keterampilannya pelayanan kesehatan yang bermutu.
b. Perizinan (licence) :
Mekanisme menjaga mutu yang paling tua setelah pendidikan adalah melaui perizinan , hal
ini di Indonesia telah lama ditetapkan oleh Depkes.
SID dan SIP yang dikeluarkan adalah pengakuan bahwa dokter yang mendapatkanya
memenuhi syaraat-syarat pendidikan yang ditentukan menjalankan profesi medis yang baik.
Namun sebenarnya mekanisme perizinan hal ini sendiri belum menjamin sepenuhnya
kemampuan professional seorang dokter atau perawat , atau baik tidak pelayanan oleh suatu
fasilitas.
Ada beberapa kelemahan, lazimnya izin itu bersifat sangat umum. Secara teori seorang
dokter diizinkan melakukan apa saja dalam batas wewenang formal profesinya, juga dalam hal-hal
yang ia tidak cukup terlatih atau berpengalaman.
c. Sertifikat (certificate)
Sertifikat keprofesian adalah selangkah lebih jauh daripada perizinan. Untuk dokter
sertifikat ini adalah pengakuan sebagi spesialis oleh organisasi keprofesian atau “specialty board”,
setelah yang bersangkutan memenuhi syarat pendidikan spesialisasi yang ditentukan. Di Indonesia
dapat dikatakan bahwa perizinan adalah wewenang eksekutif (Depkes, Dinas Kesehatan),
sedangkan sertifikasi adalah urusan badan-badan yang ada hubungannya dengan pendidikan
keprofesian (Depdikbud, CHS, Universitas, organisasi keprofesian.
d. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institute seperti rumah sakit sudah memenuhi
standar-standar yang ditentukan oleh badan yang diberi wewenang untuk itu.
Dapat disimpulkan bahwa upaya menjaga mutu dengan pendekatan struktur (perizinan,
sertifikatrk dan akreditasi) adalah kegiatan pihak-pihak dari luar rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta.
Kegiatankegiatan itu terutama dipusatkan pada penilaian fisik terhadap jasanya sendiri atau
terhadap pasien sebagai penerima pelayanan jasa itu. Juga tidak dinilai bagaimana “performance:
pemberi jasa, apakah baik atau tidak. Inilah kekurangannya.
Modul 2 Blok 21 Thanty 41
Pendekatan proses dan outcome
Karena kekurangan –kekurangan pendekatan struktur seperti yang diungkapkan diatas tadi, di
Amerika dan beberapa Negara lain dikembangkan upaya menjaga mutu yang didasarkan pada pendekatan
penampilan . Yang dinilai adalah jasa yang diberikan pada pasien, atau dengan kata lain proses dan outcome
pelayanan. Kegiatan pelayanan ini dibedakan dalam:
Utilation review
Penilaian review ini pada dasarnya adalah upaya untuk menjaga agar pelayanan tertentu
yang diberikan kepada pasien memeng sesungguhnya dibutuhkan olehnya, dan nilai uang yang
harusnya dibayarnya dalah wajar. Dengan tujuan menekannya biaya pengobatan, terutama oleh
badan usaha asuransi kesehatan.
Memang“utilation review “ semula dilakukan atas desakan pihak ketiga yang harus
membayar biaya pengobatan.Namun upaya ini juga ada kaitannya dengan menjaga mutu.”Utilization
review” dapat menvcegahproses dan outcome yang kurang baik, dengan ancaman jasa yng tidak
wajar tidak akan dibayar oleh asuransi kesehatan.
Peer review
Quality assessment
Quality assurance
Definisi QA
Joint commission on Accreditation of Hospitals (JCAH), badan yang menyelenggarakan
akreditasi rumah sakit di Amerika, mendefinisikan QA sebagai:
Suatu program berlanjut yang disusun untuk secara obyektif dan sistematik memantau dan
menilai mutu dan kewajaran (appropriateness) asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk
meningkatkan asuhan pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan. Tentang mutu
telah didiskusikan di atas.
Kewajaran asuhan adalah apabila suatu prosedur, tindakan, pemeriksaan atau pelaksanaan
terhadap pasien adalah:
- Effektif
- Jelas ada indikasinya
- Tidak berlebih-lebihan atau kurang
- Diberikan dalam situasi yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhannya.
Definisi tadi menggunakan unsur-unsur yang membedakan quality assurance (dalam arti
khusus ini) dengan utilization review dan peer review. Quality assurance ini adalah program atau
kegiatan yang:
- Berlanjut artinya bukan hanya sewaktu dan insidental
- Sistematik, artinya mencakup seluruh kegiatan rumah sakit sebagai suatu sistem (hospitel wide),
bukan hanya sektoral. Cara kerjanya pun sistemik.
Modul 2 Blok 21 Thanty 42
Dari definisi ini terlihat pula adanya tiga komponen utama dalam program rumah sakit yang
sistemik dan berlanjut ini:
1. Pemantauan (monitoring) yang obyektif
2. Penilaian (evaluation) yang obyektif
3. Tindakan (action) untuk koreksi yang kurang baik, serta meningkatkan mutu dan kewajaran
pelayanan terhadap pasien.
Jika sekarang orang berbicara tentang QA di Amerika, Canada dan Australia, yang dimaksud
adalah menjaga mutu dalam arti rangkaian kegiatan seperti di atas tadi. Kita tinjau lebih lanjut
masing-masing kegiatan itu.
Pemantauan
Memantau adalah:
- Kegiatan sistematik dan rutin mengumpulkan data dan informasi tentang proses dan outcome dan
pelayanan
- Memberikan informasi tentang efektif atau tidaknya, baik atau tidaknya, serta wajar atau tidaknya
proses dan outcome
- Cara yang terorganisasi untuk mengidentifikasi masalah
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk pemantauan yang obyektif diperlukan
adanya sistem informasi yang baik. Sistem informasi ini secara rutin dan sistemik mengumpulkan
dan mengolah data tentang seluruh proses dan outcome dalam masing-masing unit pemberi jasa
asuhan pasien. Dicatat dan dilaporkan pula tentang kejadian yang tidak wajar dan tidak diharapkan
di suatu unit.
Sumber-sumber informasi adalah antara lain:
1. Catatan medik pasien, yang mencakup:
‐ anamnesis
‐ catatan kemajuan pengobatan
‐ hasil pemeriksaan lab, radiologi, dll
‐ instruksi dokter
‐ catatan konsulen
‐ catatan pemakaian obat
2. Laporan operasi, laporan pembiusan dan sebagainya
3 Laporan kecelakaan
4. Laporan pengendalian infeksi
5. Laporan dinas perawat
6. Protokol atau prosedur standar di suatu unit
7. Keluhan pasien atau keluarganya
8. Keluhan karyawan sendiri
9. Kwesioner penelitian yang diisi oleh pasien
10. Hasil wawancara
Modul 2 Blok 21 Thanty 43
11. Hasil utilization review
12. Hasil peer review
13. Hasil observasi langsung
Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Manajemen Mutu
Apabila suatu organisasi menerapkan MMT (Manajemen Mutu Terpadu) dengan cara sebagaimana
mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap MMT sebagai
"obat ajaib" atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak awal. MMT
merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma
manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan dan pelatihan-pelatihan khusus.
Selain dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak realistis,
ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan
kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan antara lain :
a. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.
Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak
manajemen di mana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung
jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang
terjadinya kegagalan sangat besar.
b. Team mania
Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk
menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik
terhadap perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif,
sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus
melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal
tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya
pemecahan masalah.
c. Proses penyebarluasan (deployment)
Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan
mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya
operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para
manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi pemikiran
mengenai struktur, penghargaan, pengembangan ketrampilan, pendidikan dan kesadaran.
d. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis
Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau
pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan disitu.Padahal tidak ada
satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas lainnya
yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi.Bahkan para pakar kualitas
Modul 2 Blok 21 Thanty 44
mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka
masing-masing.
e. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari,
bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik,
mengilhami dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan
waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan
sering kali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya
terhadap peningkatan kualitas dan daya saing organisasi.
f. Pemberdayaan (empowerment) yang bersifat prematur
Banyak organisasi yang kurang memahami makna dari pemberdayaan atau empowerment
kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa bila karyawan telah dilatih dan diberi wewenang
baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-
directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang
harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu, sebenarnya mereka
membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.
Masih banyak kesalahan lain yang sering dilakukan berkaitan dengan program MMT dalam
suatu organisasi. Apabila organisasi benar-benar memahami konsep MMT sebelum mencoba
menerapkannya.maka kesalahan-kesalahan tersebut dapat dihindari.
Hambatan Dalam Pencapaian Mutu Pelayanan Kesehatan
Parasuraman, Zeithmal dan Berry (Walker et.al, 1992: 308–311) mengemukakan bahwa perbedaan
(kesenjangan) antara jasa pelayanan yang dirasakan dengan yang diharapkan terjadi karena adanya :
1) Kesenjangan antara harapan konsumen dengan pandangan manajemen (Gap between the customer’s
expectations and the manajemen perceptions)
Pihak manajemen tidak selalu memiliki pemahaman yang tepat tentang apa yang diinginkan
oleh para pelanggan atau bagaimana penilaian pelanggan terhadap usaha pelayanan yang diberikan
oleh perusahaan. Sebagai contoh : manajemen menganggap bahwa pelanggan menilai mutu
pelayanan rumah sakit dari kualitas (mutu) makanan yang diberikan, tetapi sebenarnya yang
diharapkan oleh pelanggan adalah cepat tanggap dan keramahan dari tenaga medis. Oleh karena itu
manajemen perlu mengumpulkan informasi untuk menentukan atribut-atribut pelayanan apa yang
dianggap penting oleh pelanggan. Parasuraman et al (1990) dalam penelitiannya menyatakan ada
tiga faktor yang dapat mempengaruhi gap satu ini, yaitu:
A. Manajer sebagai pengambil keputusan kurang mempergunakan atau bahkan tidak menggunakan
hasil penelitian pasar terhadap produk yang ditawarkannya.
B. Tidak adanya komunikasi yang efektif antara karyawan yang langsung berhadapan dengan
konsumen dengan pihak manajer sebagai penentu kebijaksanaan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 45
C. Terlalu banyak tingkatan birokrasi yang ada antara karyawan yang langsung berhadapan dengan
konsumen dengan manajer sebagai penentu kebijaksanaan.
2) Kesenjangan antara pandangan manajemen dengan spesifikasi kualitas Pelayanan (Gap between
management perceptions and service quality specification)
Manajemen mungkin tidak membuat standar kualitas yang jelas, atau standar kualitas sudah jelas
tetapi tidak realistik, atau standar kualitas sudah jelas dan realistik namun manjemen tidak berusaha
untuk melaksanakan standar kualitas tersebut. Hal ini akan mengakibatkan karyawan tidak
memahami tentang kebijakan perusahaan dan ketidak percayaan terhadap sikap manajemen, yang
selanjutnya menurunkan prestasi kerja karyawan. Contoh : Adanya keinginan manajemen untuk
memberikan jawaban yang cepat terhadap telepon yang masuk, namun tidak mempersiapkan
operator telepon dalam jumlah yang cukup; adanya kebijakan – kebijakan yang tidak jelas,
dikomunikasikan dengan buruk kepada karyawan. Gap ini dapat terjadi karena:
a. Tidak adanya atau kurangnya komitmen dari manajer bahwa kualitas pelayanan merupakan kunci
dari strategi mencapai tujuan.
b. Ketidakyakinan manajer bahwa harapan pelanggan tersebut dapat dipenuhi
c. Kekurangan sumberdaya, baik peralatan maupun manusianya Perusahaan dalam menetapkan standar
tidak memperkirakan apa yang sekiranya menjadi standar konsumen terhadap jasa tersebut.
3) Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komunikasi eksternal (Gap between service quality
specifications and service delivery)
Standar-standar yang tinggi harus didukung oleh sumber-sumber daya, program-program
dan imbalan yang diperlukan untuk mendorong karyawaan dalam memberikan pelayanan yang baik
kepada pelanggan. Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian pelayanan, seperti ketrampilan dan
kompetensi karyawan, moral karyawan, peralataan yang digunakan, pemberian penghargaan. Gap ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Karyawan tidak mengerti apa yang diharapkan oleh manajer atau atasan mereka dari pelayanan yang
mereka berikan serta bagaimana cara memenuhi harapan tersebut.
b. Adanya standar yang saling bertentangan satu dengan lainnya.
c. Ketidakcocokan antara ketrampilan atau keahlian karyawan dengan pekerjaan/tugas yang
diembannya.
d. Ketidaksesuaian antara peralatan yang disediakan dengan pekerjaan.
e. Ketidakjelasan dari sistem penilaian pekerjaan serta sistem bonus.
f. Ketidakmampuan karyawan untuk fleksibel terhadap situasi yang ada (rule by the book) Manajer dan
karyawan tidak mampu bekerja sebagai suatu tim yang solid.
4) Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komuniksi eksternal (Gap between service delivery and
external communications)
Harapan pelanggan dipengaruhi oleh janji-janji yang disampaikan penyedia jasa melalui
komunikasi eksternal seperti para wiraniaga, brosur- brosur, iklan, dan lain-lain. Hasil pelayanan
yang baik dapat mengecewakan pelanggan jika komunikasi pemasaran perusahaan menyebabkan
Modul 2 Blok 21 Thanty 46
mereka memiliki harapan yang terlalu tinggi sehingga tidak tidak realistis lagi. Contoh brosur hotel
memperlihatkan ruangan yang indah dan kenyataannya pada saat tamu datang ke hotel tersebut,
mereka menemukan ruangan yang sederhana. Gap ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
a. Tidak jalannya hubungan antar departemen, yakni antara bagian periklanan dengan bagian
pelayanan, antara sales dengan pelayanan, antara bagian SDM, pemasaran dan pelayanan.
b. Memberikan janji yang terlalu berlebihan.
5) Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dengan pelayanan yang diharapkan (Gap between
perceived service and expected service)
Perbedaan ini terjadi jika pihak manajemen gagal menutup salah satu atau lebih dari empat
kesenjangan tersebut di atas. Perbedaan inilah yang menimbulkan rasa ketidak puasan pelanggan.
Dari Jaminan Mutu (Quality Assurance) Menuju Peningkatan Mutu (Quality Improvement)
Pengertian :
1. Jaminan mutu (QA) adalah suatu proses untuk mengevaluasi perawatan pada suasana khusus, dengan
mengembangkan standar pelayanan dan menerapkan mekanisme untuk menjamin bahwa standar dapat
terpenuhi (Coyne and Killien).
2. Jaminan mutu (QA) adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam memonitor dan
mengevaluasi mutu dan kesiapan dalam pelayanan terhadap pasen dalam meningkatkan pelayanan, dan
memecahkan masalah yang telah diidentifikasi (JCAHO). Kesiapan merujuk pada pengertian lebih luas
dimana prosedur khusus, kesesuaian dalam suasana khusus dan pelayanan yang efisien,
mengindikasikan kelebihan maupun kekurangannya.
Dalam kaitan diatas belakangan Lexiton (JCAHO), mendefinisikan QA dalam tiga kegiatan
yang tidak terpisahkan;
a. Merencanakan suatu produk atau pelayanan dan pengendalian produknya yang tidak dapat
dilepaskan dari mutu. Dalam pelayanan kesehatan, aktifitas dan program dimaksudkan
menjamin atau memberi garansi terhadap mutu.
b. Pengendalian mutu: adalah suatu proses dimana kinerja aktual dinilai atau diukur, dan
dibandingkan dengan tujuan, serta perbedaan atau penyimpangan ditindak lanjuti dengan
menggunakan metoda statistik.
c. Peningkatan mutu: proses pencapaian snatu tingkat kinerja atau mutu barn yang lebih tinggi dari
sebelunmya. Pencapaian tingkat mutu bam. adalah yang terbaik dari pads tingkat mutu
sebelumnya.
3. Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis,
obyektif dan terpadu untuk; Menetapkan masalah dan penyebabnya berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, menetapkan upaya penyelesaian masalah dan melaksanakan sesuai kemampuan menilai
pencapaian hasil dengan menggunakan indikator yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak
lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Walaupun mutu tidak selalu dapat dijamin tetapi dapat diukur. Jika bisa diukur, berarti bisa
Modul 2 Blok 21 Thanty 47
ditingkatkan dan dapat disempurnakan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi indikator
kunci mutu dalam pelayanan, memonitor indikator tersebut dan mengukur mutu hasilnya. Salah satu
faktor yang perlu diperhatikan adalah mengidentifikasi proses - proses kunci yang mengarah pada
hasil tersebut (outcome). Dengan berfokus pada upaya peningkatan proses, tingkat mutu dari hasil
yang dicapai akan meningkat. Jadi, upaya pendekatan yang dilakukan diawali dari jaminan mutu
(QA), mengarah pada peningkatan mutu yang proaktif (QI). Bila ada yang berpikir "mutu dibawah
standar, jangan ikut terlibar“, mentalitas seperti itu seharusnya dirubah menjadi "walaupun mutu
dibawah standar, tapi masih dapat ditingkatkan". Bila mutu diartikan seberapa baik suatu organisasi
ditampilkan, usaha untuk meningkatkan mutu akan dapat diperbaiki melalui peningkatan kinerja.
Tujuan dan Manfaat QA
1. Pemahaman staf terhadap tingkat mutu pelayanan yang ingin dicapai
2. Meningkatkan efektifitas pelayanan yang diberikan.
3. Mendorong serta meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan.
4. Melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari gugatan hukum.
5. Tujuan akhir adalah semakin meningkatnya mutu pelayanan
Kerangka Konseptual
Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan pendekatan yang lazim dipakai yaitu: pendekatan
struktur, proses dan hasil. (1) Pendekatan struktur adalah berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam
organisasi & manajemen termasuk komitmen pimpinan dan stakeholder lainnya, prosedur & kebijakan,
sarana & prasarana, fasilitas dimana pelayanan diberikan, (2) Pendekatan proses: adalah semua kegiatan dan
interaksi profesional (bertumpu pada kemampuan, sikap dan ketrampilan) serta metoda dengan cara
bagaimana pelayanan dilaksanakan. (3) Hasil (Output): hasil pelaksanaan kegiatan. Perlu diperjelas
perbedaan istilah output dan outcome seperti yang sering didengar. Output adalah hasil yang dicapai dalam
jangka pendek misalnya: tidak terjadi pleibitis setelah 3 x 24 jam pemasangan infus, sedangkan outcome
adalah hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan jangka panjang seperti perubahan status kesehatan
pasen/masyarakat. Komponen hasil sangat tergantung dari kedua komponen struktur dan proses. Para pakar
menekankan fokus pada komponen "proses" adalah yang paling kritikal, karena menyangkut manusianya,
seberapa besar tingkat komitment dan akontabilitasseseorang untuk melakukankegiatannya agar dapat
menghasilkan pelayanan yang bermutu tinggi.
Langkah - Langkah Penerapan QA
1. Menentukan aspek pelayanan yang akan dimonitor.
2. Mengembangkan indikator yang sesuai untuk mengukur mutu pada aspek pelayanan yang telah
ditentukan
3. Mengumpulkan data untuk indikator yang terpilih dengan interval dan waktu tertentu
4. Menetapkan standar hasil yang dapat dicapai untuk setiap indikator
Modul 2 Blok 21 Thanty 48
5. Mengenali area yang tidak dapat mencapai standar
6. Meneliti faktor yang mempunyai kontribusi terhadap berkurangnya mutu tersebut.
7. Mengembangkan dan melaksanakan perbaikan mutu dengan tepat.
8. Setelah jangka waktu tertentu, melakukan pemeriksaan ulang terhadap data pada suatu area, apakah
pada area tersebut telah terjadi perbaikan.
Total Quality Management
Total quality management atau TQM adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk
menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sedangkan pengertian dalam
ISO, TQM adalah suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas,
berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui
kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta
masyarakat.
Filosofi dasar dari Total Quality Management (TQM) adalah efek dari kepuasaan konsumen
dapat memberikan efek kesuksesan bagi organisasi tersebut. Dengan tujuan utama sebagai perbaikan
mutu pelayanan yang terus menerus, TQM memperbaiki manajemen pelayanan baik dari sumber
daya manusia maupun fasilitas fisik. Prosesnya pun meliputi tiga aspek penting, yaitu input yang
spesifik berupa keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan, mentransformasi input dalam
organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada glirannya memberikan kepuasan kepada
pelanggan yang dimaksud sebagai output.
Penerapan TQM dipermudah oleh beberapa langkah yang membantu menganalisis dan
mengerti masalah-masalah serta membantu membuat perencanaan.
1. Curah pendapat (brainstorming)
Curah pendapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas kelompok untuk menentukan
sebab-sebab yang mungkin dari suatu masalah atau merencanakan langkah-langkah suatu
program.
2. Diagram alur
Diagram alur merupakan perencanaan dan analisis yang digunakan, antara lain untuk menyusun
gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan analisis, diskusi, atau komunikasi dan menemukan
wilayah-wilayah perbaikan dalam proses.
3. Analisis SWOT
Merupakan suatu tindakan menganalisis masalah dengan kerangka strengths (kekuatan),
weakness (kelemahan), opportunies (peluang), dan threats (ancaman).
4. Ranking preferensi
Tindakan menginterpretasi yang dapat digunakan untuk memilih gagasan dan pemecahan
masalah di antara beberapa alternative.
5. Analisis tulang ikan
Analisis tulang ikan jua dikenal dengan diagram sebab-akibat merupakan tindakan analisis
dengan mengkatagorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah dan menganalisisapa yang
Modul 2 Blok 21 Thanty 49
sesungguhnya terjadi dalam suatu proses.
6. Penilaian kritis
Mepakan alat bantu analisis yang dapat digunakan untuk memriksa setiap proses manufaktur,
perakita, atau jasa. Penilaian membantu memikirkan kepentingan suatu proses dan keperluan
alternative terhadap proses tersebut.
7. Benchmarking
Adalah proses pengumpulan dan analisis data dari organisasi kita dan dibandingkan dengan
keadaan di dalam organisasi lain. Hasil dari proses ini akan menjadi patokan untuk memperbaiki
organisasi secara terus menerus. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaiman organisasi bisa
dikembangkan sehingga menjadi yang terbaik.
8. Diagram analisis medan daya
Diagram medan gaya adalah suatu tindakan analisis yang dapat digunakan antara lain untuk
mengidentifikasi berbagai sebab yang mungkin serta pemecahan dari suatu masalah atau
peluang.
Syarat-syarat pelaksanaan Total Quality Management dalam suatu organisasi atau kelompok adalah
sebagai berikut.
1. Setiap organisasi harus secara terus menerus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan
sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
2. Memberikan kepuasan kepada anggota, petugas, dan pelanggan.
3. Memiliki wawasan jauh ke depan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.
4. Focus utama ditujukan pada proses dan hasil.
5. Menciptakan kondisi dimana para petugas aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan
mutu.
6. Ciptakan orientasi aktif memotivasi anggota demi terciptanya ide-ide baru.
7. Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, dengan pengalaman dan pendapat setelahnya.
8. Setiap langkah kegiatan harus terukur jelas sehingga pengawasan lebih mudah.
9. Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama salam upaya peningkatan
mutu.
Menjelaskan indicator klinis dalam program manajemen mutu
Dalam hal pelayanan kesehatan, imdikator-indikator adalah fenomena atau keterjadian yang
dipantau, yang menunjuk kepada kewajaran dan derajat mutu pelayanan yang diberikan. Indicator yang
mengacu pada mutu pelayanan rumah sakit dapat relevan dengan aspek struktur , proses dan autcome.
Indicator klinis sebagai petunjuk derajat mutu asuhan medik oleh rumah sakit antara lain adalah :
1. Angka infeksi nosokomial
2. Angka kematiana rumah sakit
3. Kasus kelaianan neurologis yang timbul selama pasien di rawat
4. Kecelakaan
Modul 2 Blok 21 Thanty 50
5. Timbulnya dekubitus selama perawatan.
Indicator dispesifikasikan dalam berbagai criteria :
Mengambil lagi contoh keadaan gizi sebagai indicator status kesehatan anak tadi, indicator keadaan
gizi dapat di spesifikasikan lebih lanjut dalam misalnya kriteria tinggi dan berat badan serta kepandaian rata-
rata anak sesuai umur.
Untuk pelayanan rumah sakit kriteria adalah fenomena yang dapat di ukur dan dihitung untuk
menspesifikan menjadi kriteria 3 persen> artinya angka 3% ini adalah batas yang memisahkan antara mutu
yang masih dianggap baik.
Kriteria yang mengacu kepada aspek sesuatu yang baik dalam mutu pelayanan rumah sakit dapat
dispesifikan lebih lanjut dalam standar-standar yang eksak dan kuantitaif. Standar mutu adalah tingkat jasa
atau penampilan yang kita inginkan dan tentukan sendiri secara kuantutatif sebagai pedoman untuk dicapai.
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi
tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi.
Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja
klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata
dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap
pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara
pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, digunakan "indikator kinerja
klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan
individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu
mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan
secara terus menerus. Model pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat
dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager",
karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.
Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam
menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu
organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung
faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas
seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang
ditentukan.
Pengertian Kinerja
Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar
banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa
diantaranya:
Modul 2 Blok 21 Thanty 51
1. Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan
tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993).
2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991)
3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian
seseorang (Kurb, 1986)
4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu :
1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat
kinerjanya.
2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan
yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang
dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih
lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-
put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu,
bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar
yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas
hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara
lain :
Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi
seseorang.
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward
system)
Tujuan
1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya.
Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.
2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi
pribadi.
3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga
terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf
Modul 2 Blok 21 Thanty 52
Kinerja Klinis
Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen
sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan penetapan
tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan
berada pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:
1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan dan disepakati
oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk memberikan kontribusi berupa hasil
kerja (outcome).
2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu, termasuk
penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.
3. Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk perbaikan.
4. Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual dengan standar yang
telah ditetapkan.
5. Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan seluruh hasil penilaian.
Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan kelemahan dan cara perbaikannya untuk
meningkatkan prestasi berikutnya.
Pengertian Indikator
Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
1. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh: berat badan bayi dan
umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut ( Wilson & Sapanuchart, 1993).
2. Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat
dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992).
3. Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung (WHO,
1981)
Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran dan
perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan "indikator" sebagai alat atau
petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil
asuhan kepada pasen dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis
adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasen
dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur
kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu
masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak
relevan mengukurnya dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh
dalam komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara perawat - pasen, maka
pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui bagaimana kualitas
interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan
Modul 2 Blok 21 Thanty 53
atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya
sendiri (self assesment).
Indikator Memiliki Karakteristik sebagai berikut :
1. Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai.
2. Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk
waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5. Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh: pada unit bedah indikator
yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan post-operasi.
Klasifikasi Indikator
Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum
masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).
Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas al: personel,
alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku
yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indicator effect.
Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program,
perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat/penduduk.
Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi peralatannya, vaksin dan
alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi,
output meliputi cakupan pemberian meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek
output antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit melalui
immunisasi (outcome)
Indikator Kinerja Klinis
Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang memerlukan pertimbangan yang
selektif dan membangun konsesus diantara manager lini pertama (First Line Manager) dan staf, sehingga apa
yang akan dimonitor dan dievaluasi akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak.
Pengukuran Indikator Kinerja Klinis
Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan keperawatan/kebidanan dipergunakan
indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya pengukuran kuantitatif
meliputi numerator dan denominator. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa
(events) yang yang sudah diukur. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau
jumlah seluruh pasen yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data denominator
Modul 2 Blok 21 Thanty 54
di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti: jumlah balita, bumil, bayi baru lahir.
Indikator yang meliputi denominator sangat berguna untuk memonitor perubahan dan
membandingkan tingkat keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah.
Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi tertentu indikator tanpa denominator
(hanya data pembilang) sangat berarti untuk kejadian jarang atau langka tetapi penting misalnya kematian
ibu. Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang diukur. Bila peristiwa tersebut dinilai sangat
berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau
monitoring yang lebih intens untuk perbaikan yang lebih cepat Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau
suatu kondisi. Untuk mengukur suatu peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan
sejumlah peristiwa yang universal.
Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu peristiwa
(numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan pada sejumlah pasen yang
memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa yang universal (denominator). Indikator
klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah tidak terjadi pleibitis setelah 3x24 jam sejak
pemasangan contoh dibawah ini dapat dihitung dalam proporsi sebagai berikut:
Jumlah pasen dengan Intra Vena terapi terkena plebitis
_____________________________________________ X100 %
Jumlah semua pasen dengan IV terapi
Waktu yang dipergunakan dalam pengukuran indikator bisa harian, mingguan, bulanan,
besarnya masalah atau situasi. Indikator yang baik diperoleh dari standar tertulis, tanpa standar yang
tertulis, akan sangat sulit menyusun indikator yang relevan. Oleh karena itu sebaiknya perangkat
berupa standar tertulis perlu dipersiapkan organisasasi.
Pengumpulan data indikator kinerja
Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program pengukuran kinerja. Hal tersebut
hanya dapat dikembangkan melalui sistem manajemen informasi yang t.epat; dimana pengumpulan data,
pengorganisasian serta reaksi terhadap data kinerja direncanakan dan diorganisir secara sistematik, sehingga
dapat memberikan makna terhadap perubahan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam suatu
organisasi.
Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:
(1) menata sistem informasi yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,
(2) menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang dikumpulkan,
(3) menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk melakukan tindakan,
(4) menumbuhkan motivasi staf dan merencanakan peningkatan kinerja itu sendiri,
(5) mengumpukan data interval secara reguler terhadap proses-proses kritis, dalam upaya mempertahankan
kinerja yang sudah meningkat,
Modul 2 Blok 21 Thanty 55
(6) mengumpulkan data obyektif dan subyektif.
Rancangan sistem pengumpulan data kinerja untuk mencapai sasaran harus
mempertimbangkan masalah atau isue yang ada. Siapa yang harus mengumpulkan data? Apa tujuan
pengumpulan data? Apa sumber datanya? Berapa banyak data harus dikumpulkan? Apa alat yang
akan digunakan? Penyimpangan apa yang terjadi?
Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu bagian penting dari dalam
peningkatan kinerja. Ada dua jenis penyimpangan; pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat
kaitannya dengan penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa
memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena,
sistem atau prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-sumber
untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih dapat ditoleransi. Kedua penyebab
khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang pengetahuan
dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan peralatan. Target suatu indikator adalah
menggunakan deviasi standar untuk mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya
penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh: keharusan mencuci tangan
secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan
penting untuk meningkatkan mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi.
Indikator diarahkan sebanyak mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi, informasi yang diperoleh dari
indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi: seperti kunjungan supervisi untuk
mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey khusus sebelum mengarah pada suatu pengambilan
keputusan.
Kesimpulan
Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis
merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan
kesempatan bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat
mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya. Peningkatan kemampuan
dan produktifitas individu-individu akan memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada
organisasinya yang bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan
indikator kunci akan memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan
komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan
perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 56
ISO 9001
DEFINISI DAN SEJARAH ISO 9001
ISO berasal dari kata Yunani ISOS yang berarti sama, kata ISO bukan diambil dari
singkatan nama sebuah organisasi walau banyak orang awam mengira ISO berasal dari International
Standard of Organization, sama sekali BUKAN. ISO 9001 merupakan standard international yang
mengatur tentang sistem management Mutu (Quality Management System), oleh karena itu
seringkali disebut sebagai “ISO 9001, QMS” adapun tulisan 2008 menunjukkan tahun revisi,
maka ISO 9001:2008 adalah system manajemen mutu ISO 9001 hasil revisi tahun 2008. Pertanyaan
berikut yang muncul, apakah ISO sering mengalami revisi ? jawabnya : YA. Seiring perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi, terutama semakin luasnya dunia usaha, maka kebutuhan akan
pengelolaan system manajemen mutu semakin dirasa perlu dan mendesak untuk diterapkan pada
berbagai scope industry yang semakin hari semakin beragam. Versi 2008 ini adalah versi terbaru
yang diterbitkan pada Desember 2008 lalu.
Organisasi pengelola standard international ini adalah International Organization for
Standardization yang bermarkas di Geneva – Swiss, didirikan pada 23 February 1947, kini
beranggotakan lebih dari 147 negara yang mana setiap negara diwakili oleh badan
standardisasi nasional (Indonesia diwakili oleh KAN).
Marilah kita setback sebentar pada bagaimana sejarah ISO 9001 ada hingga revisi
terakhir tahun 2008. Sejarah ISO dimulai dari dunia militer sejak masa perang dunia II. Pada tahun
1943, pasukan inggris membutuhkan sekali banyak amunisi untuk perang sehingga untuk
kebutuhan ini dibutuhkan banyak sekali supplier. Sebagai konsekuensinya, maka demi kebutuhan
standarisasi kualitas, mereka merasa perlu untuk menetapkan standar seleksi supplier.
Selanjutnya, 20 tahun kemudian perkembangan standarisasi ini menjadi semakin dibutuhkan hingga
pada tahun 1963, departemen pertahanan Amerika mengeluarkan standar untuk kebutuhan militer
yaitu MIL-Q-9858A sebagai bagian dari MIL-STD series. Kemudian standar ini diadopsi oleh
NATO menjadi AQAP-1 (Allied Quality Assurance Publication-1) dan diadopsi oleh militer
Inggris sebagai DEF/STAN 05. Seiring dengan kebutuhan implementasi yang semakin kompleks,
maka DEF/STAN 05-8 dikembangkan menjadi BS-5750 pada tahun 1979. Atas usulan American
National Standard Institute kepada Inggris, maka pada tahun 1987 melalui International
Modul 2 Blok 21 Thanty 57
Organization for Standardization, standard BS-5750 diadopsi sebagai sebuah international standard
yang kemudian dinamai ISO 9000:1987. Ada 3 versi pilihan implementasi pada versi 1987 ini
yaitu yang menekankan pada aspek Quality Assurance, aspek QA and Production dan Quality
Assurance for Testing. Concern utamanya adalah inspection product di akhir sebuah proses
(dikenal dengan final inspection) dan kepatuhan pada aturan system procedure yang harus dipenuhi
secara menyeluruh.
Pada perkembangan berikutnya, ditahun 1994, karena kebutuhan guaranty quality
bukan hanya pada aspek final inspection, tetapi lebih jauh ditekankan perlunya proses preventive
action untuk menghindari kesalahan pada proses yang menyebabkan ketidak sesuaian pada
produk. Namun demikian versi 1994 ini masih menganut system procedure yang kaku dan
cenderung document centre dibanding kebutuhan organisasi yang disesuaikan dengan proses
internal organisasi. Pada ISO 9000:1994 dikenal 3 versi, yaitu 9001 tentang design, 9002
tentang proses produksi, dan 9003 tentang services.
Versi 1994 lebih fokus pada proses manufacturing dan sangat sulit diaplikasikan pada
organisasi bisnis kecil karena banyaknya procedure yang harus dipenuhi (sedikitnya ada 20
klausa yang semuanya wajib di dokumentasikan menjadi procedure organisasi). Karena ketebatasan
inilah, maka technical committee melakukan review atas standard yang ada hingga akhirnya
lahirlah revisi ISO 9001:2000 yang merupakan penggabungan dari ISO 9001, 9002, dan 9003 versi
1994.
Pada versi tahun 2000, tidak lagi dikenal 20 klausa wajib, tetapi lebih pada proses
business yang terjadi dalam organisasi. Sehingga organisasi sekecil apapun bisa mengimplementasi
system ISO 9001:2000 dengan berbagai pengecualian pada proses bisnisnya. Maka dikenallah istilah
BPM atau Business Process Mapping, setiap organisasi harus memertakan proses bisnisnya dan
menjadikannya bagian utama dalam quality manual perusahaan, walau demikian ISO 9001:2000
masih mewajibkan 6 procedure yang harus terdokumentasi, yaitu procedure control of document,
control of record,action, yang semuanya bisa dipenuhi oleh organisasi bisnis manapun.
Pada perkembangan berikutnya, versi 2008 lahir sebagai bentuk penyempurnaan atas revisi
tahun 2000. Adapun perbedaan antara versi 2000 dengan 2008 secara significant lebih menekankan
pada effectivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Jika pada versi 2000
mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive action, maka versi 2008 menetapkan bahwa
proses corrective dan preventive action yang dilakukan harus secara effective berdampak positif
pada perubahan proses yang terjadi dalam organisasi. Selain itu, penekanan pada control proses
outsourcing menjadi bagian yang disoroti dalam versi terbaru ISO 9001 ini.
PRINSIP MANAJEMEN
Seperti dijelaskan diatas bahwa ISO 9001 versi 2000 dan versi 2008 lebih
mengedepankan pada pola proses bisnis yang terjadi dalam organisasi perusahaan sehingga hamper
semua jenis usaha bisa mengimplementasi system management mutu ISO 9001 ini.
Modul 2 Blok 21 Thanty 58
System ISO 9001:2008 focus pada effectifitas proses continual improvement dengan
pilar utama pola berpikir PDCA, dimana dalam setiap process senantiasa melakukan perencanaan
yang matang, implementasi yang terukur dengan jelas, dilakukan evaluasi dan analisis data
yang akurat serta tindakan perbaikan yang sesuai dan monitoring pelaksanaannya agar benar-benar
bisa menuntaskan masalah yang terjadi di organisasi.
Pilar berikutnya yang digunakan demi menyukseskan proses implementasi ISO 9001 ini,
maka ditetapkanlah Delapan prinsip manajemen mutu yang bertujuan untuk mengimprovisasi
kinerja system agar proses yang berlangsung sesuai dengan focus utama yaitu effectivitas
continual improvement, 8 prinsip manajemen yang dimaksud adalah :
1) Customer Focus : Semua aktifitas perencanaan dan implementasi system semata- mata untuk memuaskan
customer.
2) Leadership : Top Management berfungsi sebagai Leader dalam mengawal implementasi System bahwa
semua gerak organisasi selalu terkontrol dalam satu komando dengan commitment yang sama dan gerak
yang synergy pada setiap elemen organisasi
3) Keterlibatan semua orang : Semua element dalam organisasi terlibat dan concern
dalam implementasi system management mutu sesuai fungsi kerjanya masing- masing, bahkan hingga office
boy sekalipun hendaknya senantiasa melakukan yang terbaik dan membuktikan kinerjanya layak serta
berqualitas, pada fungsinya sebagai office boy.
4) Pendekatan Proses : Aktifitas implementasi system selalu mengikuti alur proses
yang terjadi dalam organisasi. Pendekatan pengelolaan proses dipetakan melalui business process. Dengan
demikian, pemborosan karena proses yang tidak perlu bisa dihindari atau sebaliknya, ada proses yang tidak
terlaksana karena pelaksanaan yang tidak sesuai dengan flow process itu sendiri yang berdampak pada
hilangnya kepercayaan pelanggan
5) Pendekatan System ke Management : Implementasi system mengedepankan pendekatan pada cara
pengelolaan (management) proses bukan sekedar menghilangkan masalah yang terjadi. Karena itu konsep
kaizen, continual improvement sangat ditekankan. Pola pengelolaannya bertujuan memperbaiki cara
dalam menghilangkan akar (penyebab) masalah dan melakukan improvement untuk menghilangkan potensi
masalah.
6) Perbaikan berkelanjutan : Improvement, adalah roh implementasi ISO 9001:2008
7) Pendekatan Fakta sebagai Dasar Pengambilan Keputusan : Setiap keputusan dalam implementasi
system selalu didasarkan pada fakta dan data. Tidak ada data (bukti implementasi) sama dengan tidak
dilaksanakannya system ISO
9001:2008
8) Kerjasama yang saling menguntungkan dengan pemasok : Supplier bukanlah Pembantu, tetapi mitra
usaha, business partner karena itu harus terjadi pola hubungan saling menguntungkan.
Dengan 8 pilar ini diharapkan pelaksanaan ISO 9001:2008 benar-benar menjadi sangat
productive dan effective untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai target-target
yang telah ditetapkan.
Modul 2 Blok 21 Thanty 59
ISO 9001 adalah standar internasional yang diakui untuk sertifikasi Sistem Manajemen
Mutu (SMM). SMM menyediakan kerangka kerja bagi perusahaan anda dan seperangkat prinsip-
prinsip dasar dengan pendekatan manajemen secara nyata dalam aktifitas rutin perusahaan untuk
terciptanya konsistensi mencapai kepuasan pelanggan.
Siapakah yang dapat menggunakan ISO 9001?
Setiap jenis organisasi dapat mengambil manfaat dari penerapan atas persyaratan-persyaratan ISO 9001
berdasarkan delapan prinsip-prinsip manajemen :
o organisasi yang berfokus pada pelanggan
o kepemimpinan
o keterlibatan orang
o pendekatan terhadap proses pendekatan yang sistematik pada manajemen
o pembuatan keputusan berdasarkan
o pendekatan nyata
o hubungan dengan pemasok yang saling menguntungkan
o peningkatan berkesinambungan
Apa sajakah manfaat-manfaat yang diperoleh dari pendaftaran ISO 9001?
o Kepuasan pelanggan – dengan penyampaian produk secara konsisten dalam memenuhi
persyaratanpersyaratan pelanggan
o Mengurangi biaya operasional – dengan peningkatan berkesinambungan pada proses-proses dan
hasil dari efisiensi operasional
o Peningkatan hubungan pada pemegang kepentingan – termasuk para staf, pelanggan dan pemasok
o Persyaratan kepatuhan hukum – dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu peraturan dan
perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu pada suatu organisasi dan para
pelanggan anda
o Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko – dengan konsistensi secara terus-menerus
dan adanya mampu telusur suatu produk dan pelayanan
o Tercapainya kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang dijalankan – dibuktikan dengan adanya
verifikasi pihak ketiga yang independen pada standar yang diakui
o Kemampuan untuk mendapatkan lebih banyak bisnis – khususnya pemenuhan spesifikasi-spesifikasi
pengadaan yang membutuhkan sertifikasi sebagai suatu persyaratan untuk melakukan suplai barang
dan jasa
Bagaimanakah melakukan pendaftaran sertifikasi ISO 9001?
o Proses registrasi berikut dengan tiga langkah sederhana:
o Aplikasi permohonan pendaftaran dilakukan dengan melengkapi kuestioner SMM
Modul 2 Blok 21 Thanty 60
o Asesmen terhadap ISO 9001 yang dilakukan oleh NQA – dimana suatu organisasi haruslah dapat
menunjukkan bahwa manajemen mutu yang dilakukannya telah benar-benar berjalan secara minimal
dalam jangka waktu tiga bulan sesuai seluruh urutan (siklus) dari audit internal
o Permohonan pendaftaran disetujui oleh NQA, berikut tahapan selanjutnya harus dilakukan oleh
klien. Program tahunan kunjungan audit pengawasan (surveilans) haruslah benar-benar dilaksanakan
serta proses sertifikasi ulang setelah tiga tahun masa berlakunya sertifikasi ISO 9001 tersebut.
Modul 2 Blok 21 Thanty 61