ralat drise edisi 56 april 2016
TRANSCRIPT
jika telah dewasa (17 tahun). Tapi bila
pemahaman politik ini diluruskan sesuai
tatanan Islam, maka remaja sudah mampu
untuk terlibat dalam kegiatan politik. Sebab,
politik itu adalah kepedulian dan
keterlibatan dalam urusan kemasyarakatan.
Seperti menyampaikan kritik pada
penguasa yang enggan menerapkan syariat
Islam, berkampanye tentang keharusan
remaja terikat dengan tata pergaulan Islam,
dsb.
Remaja bicara politik, apa tidak “terlalu
berat” ya ustadzah?
Sama sekali tidak berat. Sekarang itu kan
remaja diidentifikasi sebagai kalangan yang
menjalani umur peralihan antara kanak-
kanak dan dewasa. Sehingga tidak
dibiasakan untuk bepikir serius tentang
masalah yang dihadapi masyarakat. Apalagi
sistem kapitalis liberal memang
membentuk remaja dan mentolerir mereka
untuk hanya berpikir tentang diri mereka
sendiri dan hal lain yang bersifat remeh
temeh seperti musik, fashion, dan gaya
hidup industrialis yang berkiblat ke Barat.
Padahal banyak di antara mereka yang
melalui usia dini dan anak-anaknya di TPA
atau sekolah Islam. Seharusnya modal ini
menjadi sarana untuk mendekatkan
mereka dengan khasanah Islami, termasuk
Ustadzah, sebenarnya sejauh mana ruang
lingkup politik? remaja kan belum boleh
ikut pemilu sebagai wadah politik praktis.
Memang sudah saatnya masyarakat masa
kini memahami makna politik sesuai praktek
yang dijalankan pada masa Rasulullah
Muhammad SAW. Hal ini sangat penting agar
ketika disebutkan 'politik' tidak hanya
terbayang praktek politik praktis yang
diterapkan dalam demokrasi, yang hanya
membahas mengenai parlemen, elektoral
(pemilihan, baik kepala pemerintahan atau
anggota parlemen), atau mekanisme sistem
pemerintahan. Kalau demikian yang
dipahami, maka remaja hanya boleh terlibat
emaja ngompol? Aiih...malu donk! Eits,
Rngompol yang satu ini justru bikin
kamu bangga karena lebih intelek dan
peduli dengan kondisi umat. Yup, ngompol
yang satu ini artinya ngomong politik. Emang
pantes remaja 'ngompol'? Bukannya politik
itu urusannya orang dewasa. Terutama yang
duduk di kursi parlemen? Jangan salah.
Ternyata, remaja pantas dan wajib ngomong
politik. Biar lebih jelas, simak obrolan redaksi
dengan Ustadzah Pratma Julia yang sudah
malang melintang di dunia politik bersama
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Cekidot!
“...Remaja HendaknyaMulai Peka Dengan Masalah
Yang Dihadapi Umat...”(Pratma Julia Sunjandari, Kordinator Divisi Politik
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
08 d’rise #56 april 2016
'rasa' Islam tapi hakekatnya demokratis
kufur. Kalau muslim sudah berkesadaran
politik mereka akan berjuang mati-matian
untuk menegakkan Khilafah. Ini berbahaya
bagi Barat, karena bila Khilafah tegak, itu
menjadi tanda kehancuran peradaban
mereka. Sehingga mereka perlu
memalingkan kaum muslimin dari politik
dengan jargon di atas, termasuk
menanamkan pemikian bahwa politik itu
kotor dan hanya untuk memperebutkan
kursi.
Sejauh mana peran dan apresiasi remaja
dalam kehidupan politik terutama di
Indonesia?
Indonesia ini kan sudah pernah mencicipi
sistem pemerintahan bercorak sosialis dan
kapitalis. Hasilnya apa? Semua
permasalahan ada : aqidah minim,
kemiskinan, wawasan kurang,
kepekaan sosial rendah, kasus-
kasus asusila yang mengerikan dan
banyak lagi. Sebagai calon
pemimpin masa depan, remaja
adalah agen perubahan untuk
menjadikan Indonesia lebih baik.
Karena itu remaja hendaknya mulai
peka dengan masalah yang
dihadapi umat. Caranya dengan
memahami dulu syariat Islam agar
tahu persis mana yang pantas
dilakukan dan mana yang tidak agar
tidak salah langkah dan selalu dekat
praktek masa Rasulullah yang kental
suasana politiknya.
Apa hubungan aspek politik dengan
aspek lainnya seperti pendidikan,
kesehatan, sosial dan lainnya?
Politik itu bisa dimaknai sebagai
strategi untuk mengatur urusan
masyarakat secara menyeluruh. Dan
yang mampu menjalankan peran
strategis tersebut secara paripurna
hanya Negara. Negara dalam
pandangan Isam, memang
menjalankan fungsi sebagai pelayan
kebutuhan rakyatnya, terutama
yang berkaitan dengan kebutuhan
mendasar dan bersifat komunal
seperti pendidikan, kesehatan dan
jaminan keamanan dalam relasi
social. Nah yang mengawasi tugas
Negara dalam pemenuhan kebutuhan itu
ya seluruh rakyat, apakah ada pengabaian,
mana yang tidak sesuai standar kelayakan,
perilaku koruptif aparat dan lain-lain. Inilah
aktiftas politik mereka secara riil yang
dibingkai dalam kewajiban 'amar ma'ruf
nahi munkar.
Bagaimana jika ada yang berpendapat
:”islam yes, politik no” ?
Itu adalah tadhlil, penyesatan yang sengaja
diciptakan oleh musuh Islam, Barat
Kapitalis. Karena mereka mengerti betul
bila kaum muslimin mulai berpolitik sesuai
kewajiban syariat, maka mereka akan
menuntut penegakan syariat , mereka tak
akan mau 'dibeli' dengan boleh bikin parpol
09d’rise #56 april 2016
dengan petunjuk Islam. Karena pada
hakekatnya petunjuk Allah SWT yang
terdapat dalam Al Qur'an dan As Sunnah
yang pasti benar dan solutif terhadap
masalah masyarakat.
Bisakah dijelaskan sedikit sepak terjang
Rasulullah Saw dalam kancah politik?
Rasulullah Muhammad SAW itu adalah
negarawan yang luar biasa, pemimpin
Negara, politikus yang sekaligus peletak
dasar Negara adikuasa yang bertahan
selam 14 abad. Posisi dan peran ini sering
dilupakan oleh kaum muslimin. Padahal
sejak di Mekkah yang dilakukan semuanya
politis, seperti setiap menerima wahyu
selalu menyampaikannya pada para
Shahabat. Itu bukan sekedar
menyampaikan wahyu, namun demikianlah
Rasulullah melakukan pola pembentukan
kepribadian Islam para Shahabat. Sehingga
mereka kuat aqidahnya, teguh dalam
berjuang, tidak goyah karena kesulitan dan
siksaan. Sehingga ketika Islam terwujud
dalam Negara di Madinah, mereka semua
siap menjalankan peran sebagai
negarawan.
Apa yang diharapkan terhadap remaja
islam untuk membangun politik sehat,
bersih dan sesuai tuntunan Rasulullah?
Remaja Islam harus menyadari betul bahwa
posisi mereka sungguh strategis untuk
Nama : Pratma Julia Sunjandari
Domisili : Ciomas, Bogor
Jenjang pendidikan : Sarjana Agronomi IPB
Keorganisasian : Koordinator Lajnah
Siyasi (Divisi Pitik) DPP MHTI
Aktivitas : Ibu rumah tangga dan dakwah
Motto hidup : Hidup adalah proses
belajar untuk menghamba dengan benar
pada Allah SWT
melakukan perubahan karena
sejarah menorehkan banyak
peristiwa tentang peran pemuda.
Termasuk saat ini ketika hanya
Khilafah yang mampu menjadi
solusi atas kerusakan yang melanda
dunia, termasuk Indonesia.
Sayangnya, banyak pihak yang
belum memahami dan meyakini
konsep itu. Karena itulah kita masih
memiliki tugas besar untuk
menyadarkan umat untuk mau
menerima bahkan memperjuangkan
Khilafah. Di sinilah remaja memiliki
peran penting. Energi mereka,
kemudaannya, menjadi harapan
untuk membawa umat menjelang
fajar Khilafah. Libatkan diri dalam
dakwah karena inilah jalan mulia
untuk mengejar kebahagiaan dunia
akhirat. Jangan mudah menyerah ,
jangan tergoda untuk menengok atau
mencicipi ideologi kufur Kapitalis dan
Sosialis karena cipratannya akan mengotori
kebersihan politik Islam.
Apa pesan Ustadzah untuk pembaca Drise
seluruh Indonesia?
Perkuat keimanan karena tantangan dan
ancaman yang Antum hadapi sungguh kian
berat, karena musuh-musuh Islam kian jitu
merancang rencana untuk menjerumuskan
remaja Islam. Dekatlah dengan Al Quran,
pelajari cara hidup Rasulullah SAW agar
Antum mendapatkan tauladan yang
sempurna. Hormati dan hargai Ibu, ayah,
guru, ustadz/ustadzah dan siapapun yang
memberi petunjuk tentang Islam.
Barakallahu alaikum..
biodata singkat
10 d’rise #56 april 2016
Sejak muncul Teori Generasi, kita
dikenalkan istilah Generasi X, Y dan Z.
Lengkapnya, menurut Generation
Theory ini, ada 5 generasi yang lahir setelah
perang dunia kedua dengan ciri masing-
masing. Pertama, Baby Boomer (lahir
1946–1964). Generasi yang lahir setelah
Perang Dunia II ini memiliki banyak saudara,
banyak keturunan. Tipenya adaptif, mudah
menerima dan menyesuaikan diri. Ini
generasi yang cenderung menunjung tinggi
nilai-nilai kebaikan dan etika.
Kedua, Generasi X (lahir 1965-
1980). Waktu itu baru mulai adanya
personal computer (PC), video games, tv
kabel, dan internet. MTV dan video games
sangat digemari. Mulailah muncul tingkah
negatif seperti tidak hormat pada orang tua,
maniak musik punk, dan kenal ganja.
Ketiga, Generasi Y (lahir 1981-
1994). Disebut juga
generasi millenium. Mulai
pakai teknologi komunikasi
instan seperti email, SMS,
instant messaging dan
media sosial seperti
Facebook dan Twitter.
Mereka juga suka main
game online.
Keempat,
Generasi Z (lahir 1995-
2010). Disebut juga
iGeneration, generasi net
atau generasi internet. Yup,
inilah generasi kalian.
34 d’rise #56 april 2016
Generasi yang nggak bisa lepas dari internet.
Maunya selalu connect. Sejak kecil udah kenal
teknologi dan akrab dengan gadget canggih.
Generasi digital yang mahir dan keranjingan
ama teknologi informasi dan berbagai aplikasi.
Sangat hobi dan eksis di dunia maya.
Facebook, Twitter, Instagram atau chatroom.
Melalui media ini mereka bebas berekspresi
dengan apa yang dirasa dan dipikir secara
spontan. Cenderung terbiasa melakukan
aktivitas dalam satu waktu secara bersamaan.
Sambil chatting pake ponsel, browsing dengan
laptop, dan denger musik pakai headset.
Pokoknya penginnya serba cepat dan instan.
Pastinya ini secara nggak langsung
berpengaruh pada kepribadian. Cenderung
kurang dalam berkomunikasi secara verbal,
egosentris dan individualis, nggak sabaran,
dan nggak menghargai proses. Kalian begitu,
nggak?
Kamu lahir antara 1995
sampai 2010? Pasti
hobi internetan,
chatting, dan eksis di
media sosial.
Cenderung menyukai
hal-hal berbau
multimedia, gambar,
foto dan video. Suka
yang serba instan dan
kurang menghargai
proses. Kalianlah
generasi Z. Apaan tuh?
Masa Depan
Hai Z,
di Tanganmu!
Rubrik MelekMedia diasuh oleh Mbak
Asri Supatmiati,S.Si, Penulis buku,
trainer, sekaligus wartawan
Ingat Dunia Nyata
Nah, udah pasti karakter Generasi
Z seperti di atas, beda banget sama
orangtua kamu yang merupakan Generasi X
atau Y. Makanya, kamu musti pinter-pinter
menyamakan persepsi sama orangtua.
Jangan segan komunikasi sama mereka.
Kalau ortu ngajak bicara, jangan dianggap
nggak penting. Bagaimanapun, ortu kamu
beda karakter dan sangat mengkhawatirkan
perkembangan dirimu. Sebab, tantangan
mengasuh, menjaga dan membesarkanmu
saat ini lebih berat. Jauh lebih berat
dibanding saat mereka seusia kamu.
Sebagai generasi Z, kamu kudu
tetep eksis di dunia nyata. Jangan terlampau
menurutkan nafsu internetanmu yang selalu
menggebu. Soalnya internetan itu emang
bikin lupa waktu. Ada foto, film, video dan
segala keasyikan dan hiburan di sana. Jadi,
kalo lagi asyik chatting, tetap kudu pasang
telinga kalau-kalau ortu membutuhkanmu.
Kamu juga musti punya etika.
Sekarang banyak orang dipenjara gara-gara
nggak ngerti cara bijak memanfaatkan
media sosial. Atau karena saking bablasnya,
malah menjadi fitnah dan membawa nama
buruk orangtua. Misal, ada ABG yang
posting foto-foto seksi dan bahkan porno.
Na'udzubillahi min zalik.
Generasi Islam
Jangan lupa, kamu-kamu adalah
generasi Islam. Generasi masa depan umat.
Ciri-cirinya, rata-rata kamu punya nama-
nama islami. Betul, kan? Coba cek daftar
absen di kelasmu. Pasti kau temukan nama-
nama dengan minimal tiga kata islami di
sana (ini identik dengan nama orang-orang
Arab yang umumnya tiga kata).
� Nah, kenapa kamu diberi nama
islami? Karena masa depan Islam di
pundak kalian. Sepuluh, 20 atau 30
tahun mendatang, kamu-kamulah yang
akan duduk sebagai pemimpin di segala
bidang. Jadi dosen, kepala sekolah,
pemimpin perusahaan, ahli IT, desainer,
chef, sastrawan, penulis, produser,
kepala proyek, kontraktor, pejabat
pemerintahan, hakim dan sebagainya.
� So, di tangan generasi kalianlah
masa depan Islam. Kelahiran kalian ke dunia
ini bukan untuk mengabdi pada peradaban
Barat atau Timur yang tidak Islami. Kalian
disiapkan Allah SWT melalui tangan orangtua
dan para pendidik, bukan untuk
melanggengkan sistem sekuler kapitalisme
yang ada saat ini. Bukan pula untuk
menghambakan diri pada budaya China,
Korea, Jepang, dll.
� Maka, persiapkanlah diri kalian
supaya menjadi pribadi Islam kafah. So,
nggak usah merasa minder jika kalian
memupuk diri dengan segala hal-hal yang
berbau Islam saat ini. Ngaji, baca kitab-kitab
fikih, hafalan Alquran, belajar Bahasa Arab,
bahkan berdakwah sesuai kemampuan.
Kelihatannya nggak keren di masa sekarang,
dibanding remaja-remaja umumnya yang
hidupnya santai dan menggilai budaya pop
seperti musik, film dan konten-konten Barat
atau Timur. Tapi, justru itulah kelebihan
kalian. Itu berarti kalian punya visi jauh ke
depan. Karena kalianlah perubah peradaban.
� Iya, dong! Kan malu menyandang
nama islami, tapi kelakuan jauh dari nilai-nilai
islam. Sebab, nama itu adalah doa. Ortu
kalian mendoakan agar kalian menjadi
pribadi-pribadi yang saleh dan salehah.
Generasi yang kelak menjadi pengabdi dan
pengendali peradaban Islam. Kalau tidak
menyiapkan diri dari sekarang, kapan lagi?(*)
35d’rise #56 april 2016
d’rise #56 april 201636
D'Riser, jika kamu sudah dapet info
dari penerbit bahwa naskah
tulisanmu lulus seleksi sekaligus
mereka siap nerbitin karya kreatifmu jadi
buku, siap-siaplah jika editornya
menghubungi kamu, minta ketemu secara
langsung. Jika gak bisa kopdar, mungkin
pake teknologi informasi via sosmed aja
juga bisa mewakili. Biasanya, editor (yang
diwakili managing editor and senior editor)
ngajak kamu brainstorming soal proses
kreatifmu nulis naskah buku yang akan
diterbitin itu.
Selain itu, Si Editor juga bakalan
ngajak diskusi, apa yang penulis inginkan
dengan buku yang bakal diterbitin itu. Soal
editingnya, kemasannya sampe urusan
promo marketing dan yang pasti soal itung-
itungan kontraprestasi atas buku yang bakal
terbit itu. Apakah mau plat fee, royalty atau
semi-royalty?
Kalo sudah deal, baru deh, pihak
penerbit mengeluarkan SAN (surat akad
naskah) jika plat fee atau SPP (surat
perjanjian penerbitan) jika disepakati
dengan sistem royalty atau semi royalty.
Dalam perjanjian itu, biasanya juga
dicantumkan soal hak dan kewajiban yang
mengikat kedua belah pihak antara penulis
dengan penerbit.
FYI bagi para penulis pemula,
khususnya bagi yang baru pertamakali
nerbitin buku, bagusnya ga usah
ngeributin soal kontrapretasi itu. ikutin
saja apa maunya penerbit. Kalo kamu
sudah ribet soal ginian, alamat editor
males ketemu lagi sama kamu. Tapi kalo
kamu sudah punya passion yang bagus
(dengan buku-bukumu yang bestseller),
kamu tentu punya bargain yang bagus
pula, daya tawar kamu untuk minta “lebih”
dan diistimewakan pun, pasti difasilitasi
oleh penerbit.
Selanjutnya jika soal perjanjian ini
sudah disepakati, maka Si Editor itu akan
segera menggarap naskahmu itu sesuai
hasil brainstorming denganmu sebagai
penulisnya. Hal ini penting bagi seorang
editor untuk mengetahui latar belakang
kamu menulis naskah buku yang
dimaksud. Istilah redaksinya adalah review
book story!
Sebelum mulai
mengedit naskahmu itu,
seorang editor harus
memahami terlebih dahulu
content dan context dari
naskah buku yang akan
dieksekusinya itu. Meminjam
istilah pakar perbukuan
nasional, Pak Bambang
Trimansyah, “seorang editor
yang baik itu dia harus bisa
bersetubuh dengan buku
yang dieditnya…”
Kalo Si Editor sudah
memahami isi naskah
sekaligus pesan yang hendak
penulis sampaikan dalam
Mengenal Dunia Penerbitan #3
Melek Kerja Editor
bukunya itu, maka dia
akan merasa nyaman dan
asyik saat mengedit
naskahmu itu karena dia
telah konek dengan
karakter tulisanmu dan
apa yang kamu mau. Perlu
kamu-kamu ketahui juga,
dalam mengedit naskah
buku, sedikitnya ada dua
orang editor yang terlibat
dalam proses editingnya,
yaitu senior editor dan
junior editor. Bahkan, dalam beberapa
kasus, chief editor dan managing editor
juga bisa turun tangan. Hal ini disesuaikan
dengan kebutuhan di meja redaksi.
Saat proses editing, para editor
berpanduan pada teknik editologi yang
lazim di dunia penerbitan, plus dengan
bahasa selingkung yang ada di masing-
masing penerbit. Mereka berbagi tugas
sebagaimana job desk and skill masing-
masing editor. Senior editor melakukan
substantive editing (penyuntingan isi) dan
mechanical editing (penyesuaian tata
bahasa dan EYD), sedangkan junior editor
biasanya mengerjakan mechanical editing
sekaligus proofreading ato menyelaraskan
kembali teks, khawatir ada yang terlewat
saat proses editing di tangan senior editor.
Selain mengandalkan keterampilan
dalam mengedit naskah buku, para editor
juga dilengkapi dengan “arsenal tempur”
yang wajib bin kudu selalu ada di meja
redaksi, yaitu kamus; baik kamus bahasa
Indonesia, kamus bahasa asing ataupun
kamus bahasa daerah. Begitupun saat
teknologi telah maju berkembang, kamus
digital juga harus siap sedia sebagai
amunisi bagi para editor.
Nah kini, mungkin gak, ya, seorang
penulis juga bisa berprofesi ganda jadi
seorang editor? “Sangat mungkin!” itu
jawaban lugas master editor di Penerbit
Mizan Pustaka, Pak Hernowo Hasim. Guru
editor saya ini bilang, seorang editor itu
sebaiknya terampil menulis dan cakap
bicara, karena dia juga punya tanggung
jawab untuk ikut menyuarakan dan
mempromosikan buku hasil editannya ke
khalayak luas. Tuh, kan? Catat! []
37d’rise #56 april 2016
Kini, saya mo berbagi tips bagi D'Riser
semua agar terampil menulis sekaligus taktis
menyunting buku:
Kamu pastiin dulu naskah yang kamu 1tulis sudah kelar, kalo baru bab niat mah
payah dah, segera beresin dulu tulisanmu?!;
Kalo sudah kelar nulisnya, print out deh 2naskahnya, terus dicek dan periksa lagi
naskah tulisanmu dengan baik, baca dengan
sungguh-sungguh, siapin pula alat tulis jika
kamu mau ngoreksi atau nambahin ini-itu;
Kalo sudah ngerasa puas, silahkan input 3hasil baca and koreksiannya tadi ke
dalam tulisanmu di layar PC, atau gadget
yang biasa kamu pake nulis;
Baca lagi, periksa lagi, koreksi lagi. Kalo 4sudah ngerasa nyaman sama tulisanmu,
ajak orang-orang terdekatmu atau orang
kepercayaanmu jadi first reader tulisanmu,
jangan lupa minta masukannya;
Kalo dapet masukan konstruktif, segera 5difollow-up, tapi kalo dapet kritik, jangan
menyerah… revisi lagi, nulis lagi, edit lagi…
Selamat…kamu sudah belajar jadi seorang
editor![]
Belajar Jadi Penulis sekaligus Editor
Rubrik WriterPreneur
diasuh oleh Pak Salman Iskandar,
Predator Buku dan Pembina API Islam