pusat kajian aknberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...pusat kajian akn | i kata...

24
Pusat Kajian AKN | 1

Upload: others

Post on 03-Jan-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 1

Page 2: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Page 3: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | i

KATA SAMBUTAN

Sekretaris Jenderal DPR RI

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita

semua.

BPK RI telah menyampaikan surat No.

54/S/I/3/2018 tertanggal 29 Maret 2019 kepada

DPR RI Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)

II Tahun 2018. Dari 496 Laporan Hasil Pemeriksaan

(LHP) BPK pada pemerintah pusat, pemerintah

daerah, BUMN, dan badan lainnya, yang meliputi

hasil pemeriksaan atas 2 laporan keuangan, 244 hasil pemeriksaan kinerja,

dan 250 hasil pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (DTT).

Sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 23E ayat (3), hasil pemeriksaan

BPK ditindaklanjuti oleh DPR RI dengan melakukan penelahaan dalam

mendorong akuntabilitas dan perbaikan pengelolaan keuangan negara. Hal

ini dilakukan DPR RI sebagai bentuk menjalankan fungsi pengawasan atas

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Untuk menjalankan amanat konstitusi tersebut sekaligus untuk

memperkuat referensi serta memudahkan pemahaman terhadap IHPS II

Tahun 2018, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara telah melakukan

penelaahan terhadap temuan dan permasalahan hasil pemeriksaan BPK RI

atas Laporan Keuangan Project Ditjen Pengelolaan Ruang Laut

Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Instansi terkait lainnya dan

Project IBRD Loan Nomor 8336-ID Tahun 2017 pada Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia di Jakarta; serta hasil pemeriksaan BPK RI atas

Kinerja dan DTT pada Kementerian/Lembaga menurut tema dan fokus

pemeriksaan BPK, yang dikelompokkan sesuai mitra kerja Komisi mulai dari

Komisi I DPR RI sampai dengan Komisi XI DPR RI.

Demikianlah hal-hal yang dapat kami sajikan. Kami berharap hasil

telaahan ini dapat memberikan informasi bermanfaat kepada Pimpinan DPR

Page 4: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

ii | Pusat Kajian AKN

RI, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI serta Pimpinan

dan Anggota Komisi DPR RI, sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan negara,

khususnya terhadap pelaksanaan program-program nasional di

Kementerian/Lembaga.

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Pimpinan dan Anggota

DPR RI yang terhormat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Page 5: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | iii

Kata Pengantar

Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara

Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

Puji dan syukur marilah kita panjatkan

kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmat

dan rahmat-Nya Pusat Kajian Akuntabilitas

Keuangan Negara (PKAKN) Sekretariat

Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI dapat

menyelesaikan buku “Telaahan atas Hasil

Pemeriksaan BPK RI terhadap Mitra Kerja

Komisi VI Berdasarkan Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun

2018”.

Buku telaahan ini disusun dalam rangka pelaksanaan dukungan

substansi kepada Anggota Dewan, khususnya Pimpinan dan Anggota

Komisi VI DPR RI untuk memperkuat fungsi pengawasan DPR RI

terhadap pengelolaan keuangan negara.

Telaahan terhadap Mitra Kerja Komisi VI meliputi:

1) Penelaahan terhadap 1 (satu) Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian

Perdagangan; dan

2) 1 (satu) Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian Perindustrian.

Pada Kementerian Perdagangan, temuan/permasalahan yang ditelaah

yaitu mengenai hasil pemeriksaan BPK terkait pengelolaan ketersediaan dan

stabilitas harga beras, gula, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras

tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

menilai efektivitas pengelolaan ketersediaan dan stabilitas harga beras, gula,

daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras tahun 2015 s.d Semester I

Tahun 2018.

Sedangkan pada Kementerian Perindustrian, penelaahan dilakukan

terhadap temuan/permasalahan terkait program penumbuhan dan

pengembangan industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar

berbasis migas dan batu bara tahun 2015 s.d semester I tahun 2018.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai efektivitas program penumbuhan

dan pengembangan industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia

dasar berbasis migas dan batubara tahun 2015 s.d semester I Tahun 2018.

Page 6: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

iv | Pusat Kajian AKN

Pada akhirnya kami berharap telaahan yang dihasilkan oleh PKAKN

Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ini dapat bermanfaat dan

menjadi sumber informasi serta acuan bagi Pimpinan dan Anggota Komisi

VI DPR RI dalam mengawal dan memastikan pengelolaan keuangan negara

berjalan secara akuntabel dan transparan, melalui Rapat Kerja, Rapat Dengar

Pendapat dan kunjungan kerja komisi dan perorangan. Atas kesalahan dan

kekurangan dalam buku ini, kami mengharapkan kritik dan masukan yang

membangun guna perbaikan produk PKAKN kedepannya.

Jakarta, Mei 2019

Helmizar

NIP. 196407191991031001

Page 7: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | v

DAFTAR ISI

Kata Sambutan Sekretaris Jenderal DPR RI............................................... i

Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara. iii

Daftar Isi........................................................................................................... v

Kementerian Perdagangan............................................................ 1

Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Ketersediaan

Dan Stabilitas Harga Beras, Gula, Daging Sapi, Daging Ayam Ras,

Dan Telur Ayam Ras Tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018 (LHP

Kinerja No.51/LHP/XV/01/2019)…………………………....... 1

Kementerian Perindustrian ........................................................... 10

Pemeriksaan Kinerja terkait Program Penumbuhan dan

Pengembangan Industri Pangan, Industri Farmasi, dan Industri

Kimia Dasar berbasis Migas dan Batubara Tahun 2015 s.d Semester

I Tahun 2018 (LHP Kinerja No.50/LHP/XV/01/2019)……….... 10

Page 8: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

vi | Pusat Kajian AKN

Page 9: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 1

TELAAHAN

ATAS HASIL PEMERIKSAAN SEMESTER II 2018 (IHPS II 2018)

PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA

MITRA KERJA KOMISI VI

Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam IHPS II 2018, BPK RI melakukan

Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian/Lembaga Mitra Kerja Komisi VI

yaitu pada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

Pada Kementerian Perdagangan, BPK RI melakukan Pemeriksaan

Kinerja terkait pengelolaan ketersediaan dan stabilitas harga beras, gula,

daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras tahun 2015 s.d Semester I

Tahun 2018. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai efektivitas

pengelolaan ketersediaan dan stabilitas harga beras, gula, daging sapi, daging

ayam ras, dan telur ayam ras tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018.

Sedangkan pada Kementerian Perindustrian, BPK RI melakukan

Pemeriksaan Kinerja terkait program penumbuhan dan pengembangan

industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar berbasis migas dan

batu bara tahun 2015 s.d semester I tahun 2018. Pemeriksaan ini bertujuan

untuk menilai efektivitas program penumbuhan dan pengembangan industri

pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar berbasis migas dan

batubara tahun 2015 s.d semester I Tahun 2018.

Berikut merupakan permasalahan yang diungkap oleh BPK RI terhadap

Mitra Kerja Komisi VI dalam IHPS II 2018:

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

Pada pemeriksaan ini BPK RI melakukan penilaian atas peran

Kementerian Perdagangan dalam menjaga ketersediaan dan harga,

pengelolaan sarana distribusi dan logistik, serta pengelolaan data dan

informasi yang dimiliki Kementerian Perdagangan dalam mendukung

Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja

berdasarkan IHPS II 2018

Pemeriksaan Kinerja terkait Efektivitas Pengelolaan Ketersediaan Dan Stabilitas

Harga Beras, Gula, Daging Sapi, Daging Ayam Ras, Dan Telur Ayam Ras Tahun

2015 s.d Semester I Tahun 2018 (LHP Kinerja No.51/LHP/XV/01/2019)

Page 10: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

2 | Pusat Kajian AKN

efektivitas ketersediaan dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok. Secara

umum, terdapat tiga permasalahan pada efektivitas pengelolaan ketersediaan

dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok adalah Menteri Perdagangan

belum efektif dalam melakukan perencanaan kebijakan ketersediaan dan

harga; Pengelolaan sarana distribusi dan logistik belum optimal; dan

Pengelolaan data serta informasi yang dimiliki Kementerian Perdagangan

belum dimanfaatkan dalam mendukung perumusan kebijakan dan

pengendalian perdagangan serta belum disajikan secara akurat, tepat guna,

dan mudah diakses oleh masyarakat.

Penjelasan terkait permasalahan pada efektivitas pengelolaan

ketersediaan dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Menteri Perdagangan belum efektif dalam melakukan

perencanaan kebijakan ketersediaan dan harga (Temuan No. 3.1

Hal.47)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap perencanaan kebijakan

stabilisasi harga yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan

mengungkap adanya permasalahan sebagai berikut:

1) Tim ketersediaan dan stabilisasi harga (Tim Bapok) belum optimal dalam

memberikan arahan, pertimbangan dan rekomendasi kepada Menteri

Perdagangan terkait kebijakan harga dan pengelolaan stok serta logistik

diantaranya:

a. Belum ada pembahasan ketersediaan stok dan logistik serta belum ada

koordinasi secara berkala (tiap tiga bulan sekali) untuk mencegah

gejolak harga pada komoditas selain telur dan daging ayam.

b. Data pendukung perencanaan kebijakan ketersediaan stok/pasokan

dan harga barang kebutuhan pokok belum cukup dan valid

diantaranya:

Struktur harga komoditas barang kebutuhan pokok sebagai

dasar perumusan kebijakan harga acuan belum jelas

perhitungannya: belum seragamnya penetapan keuntungan

untuk masing-masing komoditas dan terdapat biaya lain-lain yang

tidak dijelaskan peruntukkannya.

Page 11: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 3

Harga acuan barang kebutuhan pokok pada komoditas beras,

gula, dan daging sapi yang diterbitkan dalam Permendag Nomor

63 Tahun 2016 tidak sesuai dengan nota kesepahaman yang

disepakati dan tidak ada dokumen pendukungnya.

Belum adanya kajian mengenai permasalahan kelangkaan

ketersediaan stok atas lima barang kebutuhan pokok dikarenakan

Kementerian Perdagangan belum memiliki data yang valid terkait

ketersediaan stok.

Permasalahan tersebut mengakibatkan penetapan kebijakan HET dan

harga acuan tidak didukung dengan dokumen yang cukup serta data

ketersediaan stok dalam pengambilan keputusan tidak valid.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perdagangan agar:

a. Memerintahkan Tim Bapok untuk melakukan evaluasi ketersediaan dan

harga secara periodik;

b. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya memperoleh

data ketersediaan stok;

c. Memerintahkan Direktur Bapokting untuk:

1) Melakukan pemetaan permasalahan terkait ketersediaan stok;

2) Menyusun pedoman struktur harga barang kebutuhan pokok.

2. Implementasi sosialisasi dan bimbingan teknis kebijakan harga ke

masyarakat dan pelaku usaha dalam rangka penerapan kebijakan

HET beras dan harga acuan barang kebutuhan pokok belum

efektif (Temuan No.3.2 Hal.52)

Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik BPK RI pada pasar tradisional di

wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah serta analisis Sistem Pemantauan Pasar

Kebutuhan Pokok diketahui bahwa Bimtek Kementerian Perdagangan

mengenai harga acuan dan HET belum optimal dilaksanakan dan

diimplementasikan oleh Pelaku Usaha dengan uraian permasalahan

sebagai berikut:

a. Harga beras medium atau premium dijual diatas HET.

b. Harga gula, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras diatas harga

acuan.

Page 12: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

4 | Pusat Kajian AKN

c. Sosialisasi kebijakan harga dan stok melalui media massa tidak terlalu

sering dilakukan karena keterbatasan anggaran.

Permasalahan tersebut mengakibatkan konsumen belum memperoleh

harga barang dan informasi harga barang kebutuhan pokok sesuai ketentuan.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada

Direktur Bapokting agar lebih optimal dalam mensosialisasikan kebijakan

harga kepada masyarakat/konsumen dan pelaku usaha.

3. Perdagangan antar pulau belum dikelola secara optimal (Temuan

No.4.1 Hal.60)

Hasil pemeriksaan atas dokumen pendukung perdagangan antarpulau

diketahui permasalahan sebagai berikut:

a. Belum semua data dari PT Pelindo terintegrasi pada Sistem Aplikasi

Perdagangan Antar Provinsi (SIPAP) dan belum semua pelabuhan dapat

menginput data secara online.

b. Masih terjadi kesenjangan harga rata-rata di beberapa daerah seperti

Belitung, Biak, Nabire, dan Kaimana selama 2015-2018 lebih dari 13,8%.

c. Belum ada pemetaan produk unggulan oleh Subdirektorat Antarpulau

dan Perbatasan – Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik Kemendag

untuk setiap daerah dalam rangka mengembangkan pemasaran produk

unggulan setiap daerah.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Data bongkar muat barang kebutuhan pokok di pelabuhan belum valid;

b. Tujuan meminimalisir disparitas harga barang kebutuhan pokok pada

daerah terpencil belum tercapai;

c. Data barang kebutuhan pokok yang dikirimkan dalam perdagangan antar

pulau tidak valid; dan

d. Data produk unggulan masing-masing daerah tidak ada.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada

Direktur Sarana Distribusi dan Logistik agar berkoordinasi dengan Kepala

Pusat Data dan Sistem Informasi (PDSI) untuk mengoptimalkan sistem

informasi yang terintegrasi dalam rangka memantau pengelolaan

perdagangan antarpulau.

Page 13: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 5

4. Pendaftaran pelaku usaha distribusi sebagai salah satu upaya

pengendalian distribusi barang kebutuhan pokok belum efektif

(Temuan No.4.2 Hal.64)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas dokumen serta wawancara

dan uji petik terkait Tanda Daftar Pelaku Usaha Distribusi Barang

Kebutuhan Pokok (TDPUD) diketahui permasalahan sebagai berikut:

a. Data ketersediaan stok yang diinput oleh pelaku usaha distribusi melalui

SIPT tidak dilampiri dokumen pendukung dan tidak dilakukan verifikasi

atas kebenaran data ketersediaan stok yang telah diinput tersebut.

b. Belum ada mekanisme yang dapat menjaring data seluruh pelaku usaha

distribusi barang kebutuhan pokok di Indonesia.

c. Tidak ada mekanisme verifikasi data stok yang diinput oleh pelaku usaha

pada pelaporan TDPUD Bapok.

d. Sanksi bagi pelaku usaha distribusi barang kebutuhan pokok belum

diterapkan antara lain sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan

usaha perdagangan namun tidak memiliki perizinan di bidang

perdagangan dan sanksi bagi pelaku usaha distribusi yang memiliki

TDPUD namun belum memberikan laporan ketersediaan stok.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Tujuan pengendalian dan distribusi barang kebutuhan pokok melalui

pendaftaran TDPUD Bapok belum optimal;

b. Data ketersediaan stok dari TDPUD sebagai salah satu kendali harga

barang kebutuhan pokok tidak dapat diandalkan;

c. Belum ada efek jera oleh pemilik gudang, pengelola gudang, dan pelaku

usaha distribusi Bapok yang melanggar ketentuan.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perdagangan agar memerintahkan Direktur Bapokting untuk:

a. Berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam mengumpulkan data

dan meminta stok serta melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha

distribusi barang kebutuhan pokok;

b. Melakukan verifikasi dan pengujian data stok barang kebutuhan pokok;

c. Memberlakukan sanksi sesuai Permendag Nomor 20/M-

DAG/PER/3/2017 kepada pelaku usaha distribusi yang belum

mendaftar TDPUD dan menyampaikan laporan ketersediaan stok.

Page 14: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

6 | Pusat Kajian AKN

5. Penataan dan pembinaan gudang sebagai salah satu upaya

pengendalian distribusi barang kebutuhan pokok belum efektif

(Temuan No.4.3 Hal.69)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas dokumen pendukung

koordinasi pengelolaan ketersediaan stok/pasokan dengan menteri/kepala

lembaga pemerintah non kementerian terkait dan/atau pemerintah daerah

dan hasil penjelasan dari Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik diketahui

hal-hal sebagai berikut:

a. Sebanyak 7.942 dari 16.773 gudang di 34 provinsi belum memiliki Tanda

Daftar Gudang (TDG).

b. Tidak ada mekanisme verifikasi data stok dalam Laporan Administrasi

Gudang yang dikirimkan oleh pengelola gudang.

c. Pemantauan dan/atau pengawasan ketersediaan stok di gudang dan/atau

di pelabuhan belum optimal.

d. Sanksi bagi setiap pemilik gudang yang tidak melakukan pendaftaran

gudang dan sanksi bagi setiap pemilik, pengelola, atau penyewa gudang

yang tidak menyelenggarakan pencatatan administrasi belum

diberlakukan.

Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan pemantauan atau

pengawasan stok di gudang belum tercapai dan data ketersediaan

stok/pasokan tidak valid.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Ditjen

PDN agar menginstruksikan kepada Direktur Sarana Distribusi dan Logistik

untuk:

a. Melakukan pemantauan dan/atau pengawasan ketersediaan stok di

gudang sesuai ketentuan; dan

b. Memberlakukan sanksi kepada pemilik/pengelola/penyewa gudang

sesuai ketentuan yang belum melakukan pendaftaran gudang dan

menyelenggarakan pencatatan administrasi.

Page 15: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 7

6. Sistem Informasi Perdagangan belum optimal dalam mendukung

perumusan kebijakan dan pengendalian perdagangan (Temuan

No.5.2 Hal.81)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI diketahui permasalahan sebagai

berikut:

a. Aplikasi Shipping Instruction (SI) Online sejak selesai dibuat tidak

dimanfaatkan.

b. Data stok gudang dari aplikasi Manajemen Gudang tidak dimanfaatkan

sebagai salah satu dasar dalam pelaporan stok ketersediaan barang

kebutuhan pokok oleh Direktorat Bapokting.

c. Terdapat kemiripan data stok dari modul TDPUD dengan aplikasi

Pelaporan Manajemen Gudang: pada modul TDPUD pelaku usaha

wajib menyampaikan laporan stok awal, pengadaan beserta asal barang,

dan penyaluran beserta tujuan dan stok akhir sedangkan pada aplikasi

Pelaporan Manajemen Gudang, pengelola gudang wajib menyampaikan

laporan stok masuk, stok keluar dan stok akhir.

d. Database gudang berdasarkan TDG yang terdapat pada aplikasi SIPO

tidak dimanfaatkan oleh Direktorat Logistik.

e. Email developer yang tercantum pada aplikasi android informasi harga dan

pasokan komoditi barang kebutuhan pokok tidak menggunakan domain

resmi Kementerian Perdagangan (kemendag.go.id) dan platform iOS

belum diupload di Appstore.

f. Tujuan pembuatan replikasi Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan

Pokok (SP2KP) untuk memperluas jangkauan Sistem Informasi

Perdagangan belum tercapai karena pasar pantauan pada web replikasi

sama dengan pasar pantauan pada SP2KP dan data tidak tersedia pada

pasar pantauan yang ditambahkan pada web replikasi.

g. Masterplan Teknologi Informasi 2015-2019 belum diterapkan karena

pada proses penyusunan belum terdapat payung hukum.

h. Pembuatan dan pengembangan aplikasi pada unit kerja belum

mempedomani Permendag Nomor 46/M-DAG/PER/7/2017 tentang

Penyelanggaraan TIK di Lingkungan Kementerian Perdagangan dimana

pengembangan aplikasi belum seluruhnya melibatkan Pusat Data Sistem

dan Informasi (PDSI).

Page 16: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

8 | Pusat Kajian AKN

Permasalahan tersebut mengakibatkan aplikasi yang sudah dibangun

tidak optimal dalam memberikan data dan informasi untuk perumusan

kebijakan.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perdagangan agar:

a. Menyusun masterplan teknologi informasi yang memadai; dan

b. Menginstruksikan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi, Direktur

Bapokting, Direktur Sardislog, serta Sekretaris Ditjen PDN untuk

melakukan koordinasi dalam pembuatan dan pengembangan teknologi

informasi dan komunikasi.

7. Data dan informasi harga dan stok lima barang kebutuhan pokok

belum disajikan secara akurat, cepat, dan tepat guna serta mudah

diakses oleh masyarakat (Temuan No.5.3 Hal.87)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI secara ujipetik diketahui

permasalahan sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan harga yang dibuat pada SP2KP dengan dokumen

sumber dikarenakan masih terdapat surveyor yang belum menyampaikan

kertas kerja sebagai backup data untuk keperluan verifikasi data.

b. Variabel yang di setting di SP2KP tidak sesuai dengan Permendag

No.54/M-DAG/PER/8/2017 dimana dalam Permendag disebutkan

bahwa jika terjadi kenaikan/penurunan harga dari hari sebelumnya

sebesar ≥5% maka Dinas Provinsi atau Kab/Kota yang membidangi

perdagangan harus menyampaikan sebab terjadi kenaikan/penurunan

harga. Sedangkan, semua variabel yang di-setting pada SP2KP melebihi

dari 5% sehingga sistem merespon perubahan harga sebagai tren normal

yang tidak perlu ada penjelasan dari Dinas Provinsi dan/atau Kab/Kota.

c. Mekanisme dan Sistem Pemantauan Barang Kebutuhan Pokok tidak

konsisten: kesesuaian jenis/kualitas beras pantauan dengan kriteria beras

dalam Permendag 57/2017 (medium dan premium); konsistensi

jenis/varian komoditas pantauan antar wilayah; konsistensi satuan

komoditi; dan kesalahan input pada angka.

d. Penginputan harga pada SP2KP oleh Dinas Provinsi tidak dilakukan

pada hari pemantauan sehingga harga yang disajikan di SP2KP masih

menggunakan harga pada hari sebelumnya.

Page 17: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 9

e. Terdapat perbedaan harga antara harga hasil pantauan pasar pada

kegiatan penetrasi pasar dengan harga pantauan pada SP2KP.

f. Tidak ada mekanisme pengujian atas data stok yang di input pada SP2KP.

g. Tidak terdapat prosedur pengujian validasi stok pada laporan harian.

h. Perbaikan teknik dan metode pemantauan harga beras belum optimal

dikarenakan masih menunggu hasil uji kualitas beras (medium atau

premium) pada jenis dan/atau merek beras atas koordinasi yang telah

dilakukan Kementerian Perdagangan bersama dengan Bank Indonesia,

Kementan, dan Perum BULOG dalam menentukan klasifikasi/kualitas

beras (medium/premium) sesuai Permendag 57/2017.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Data harga harian yang disajikan pada SP2KP belum mencerminkan

harga harian pada daerah yang dipantau;

b. Data ketersediaan stok barang kebutuhan pokok tidak valid;

c. Masyarakat tidak memperoleh informasi harga barang kebutuhan pokok

melalui SP2KP.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada

Direktur Bapokting agar:

a. Menyajikan data ketersediaan stok barang kebutuhan pokok yang valid;

b. Mengoptimalkan pengawasan terhadap surveyor untuk mengirimkan

kertas kerja pemantauan harga di pedagang;

c. Menyusun mekanisme (SOP) verifikasi dan pengujian data stok barang

kebutuhan pokok; dan

d. Menetapkan target dalam perbaikan SP2KP atas kesesuaian klasifikasi

jenis beras yang dipantau dengan klasifikasi/kualitas beras

(medium/premium) pada Permendag 57/2017.

Page 18: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

10 | Pusat Kajian AKN

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Pada pemeriksaan ini BPK RI melakukan penilaian atas efektivitas

program penumbuhan dan pengembangan industri pangan, industri farmasi

dan industri kimia dasar berbasis migas dan batubara yang meliputi

ketersediaan pedoman umum atau regulasi dan kebijakan yang lengkap dan

selaras; database dan sistem informasi industri yang memadai; program dan

kegiatan yang dapat diterapkan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan

kegiatan yang memadai.

Secara umum, terdapat lima permasalahan yang mempengaruhi dan

menentukan keberhasilan efektivitas program penumbuhan dan

pengembangan industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar

berbasis migas dan batubara tahun 2015 s.d semester I tahun 2018 yaitu:

Pertama, pembangunan industri nasional tahun 2015 s.d 2018 belum

didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai;

Kedua, pemilihan kebijakan program penumbuhan dan pengembangan

industri pangan, industri kimia berbasis migas dan batubara serta industri

farmasi pada rencana kerja Ditjen IA dan Ditjen IKTA belum berpedoman

pada RIPIN dan KIN;

Ketiga, pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional pada

Kementerian Perindustrian belum memadai;

Keempat, koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam menetapkan

kebijakan penerapan Fortifikasi Vitamin A pada Industri Minyak Nabati dan

pendampingan cara pembuatan obat tradisional yang baik pada industri

farmasi tidak memadai; serta

Kelima, pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi atas program

penumbuhan dan pengembangan industri prioritas belum memadai.

Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja

berdasarkan IHPS II 2018

Pemeriksaan Kinerja terkait Program Penumbuhan dan Pengembangan

Industri Pangan, Industri Farmasi, dan Industri Kimia Dasar berbasis Migas dan

Batubara Tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018 (LHP Kinerja

No.50/LHP/XV/01/2019)

Page 19: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 11

Penjelasan terkait permasalahan pada atas efektivitas program

penumbuhan dan pengembangan industri pangan, industri farmasi dan

industri kimia dasar berbasis migas dan batubara akan diuraikan sebagai

berikut:

1. Pembangunan Industri Nasional tahun 2015 s.d 2018 belum

didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai

(Temuan No. 3.1 Hal.31)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian menjadi

pedoman untuk mengatur hal-hal yang penting dan strategis dalam rangka

pengembangan dan pembangunan industri nasional. UU Nomor 3 Tahun

2014 mengamanatkan Kementerian Perindustrian untuk menyusun 33

peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan

Presiden (Perpres), dan Peraturan Menteri (Permen) yang ditargetkan akan

selesai pada Desember 2015. Namun, hingga saat ini hanya 8 (delapan)

peraturan dari 33 peraturan yang telah selesai dan diundangkan, sedangkan

25 peraturan pelaksanaan belum diselesaikan dengan rincian 4 (empat)

peraturan dihentikan pembahasannya dan 21 peraturan masih dalam

pembahasan internal. Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan

pembinaan dan pengembangan industri sesuai UU No. 3 Tahun 2014 belum

tercapai.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perindustrian agar segera menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksanaan

UU Nomor 3 Tahun 2014.

2. Pemilihan kebijakan program penumbuhan dan pengembangan

industri pangan, industri kimia berbasis migas dan batubara serta

industri farmasi pada Rencana Kerja Ditjen IA dan Ditjen IKTA

belum berpedoman pada RIPIN dan KIN (Temuan No. 3.2

Hal.38)

Hasil pemeriksaan atas perencanaan kegiatan penumbuhan dan

pengembangan industri prioritas menunjukkan bahwa Kementerian

Perindustrian telah menggunakan Rencana Induk Pembangunan Industri

Nasional (RIPIN) dan Kebijakan Industri Nasional (KIN) sebagai acuan

dalam penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Kerja Anggaran

(RKA). Namun, perencanaan program penumbuhan dan pengembangan

Page 20: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

12 | Pusat Kajian AKN

industri prioritas belum sepenuhnya selaras dengan RIPIN dan KIN dengan

penjelasan sebagai berikut:

a. Kementerian Perindustrian belum menyusun dan menetapkan

Rencana Kerja Pembangunan Industri dalam Peraturan Menteri

sebagai penjabaran dari KIN. Rencana Kerja Kementerian

Perindustrian berpedoman pada Program Prioritas Nasional yang

terdapat Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

b. Belum semua kebijakan/Program Pengembangan Industri

Pangan pada KIN tahun 2017-2018 dijabarkan dan dilaksanakan

dalam Renja Ditjen Industri Agro. Hasil pemeriksaan menunjukkan

dari 78 kegiatan tahun 2017-2018 dalam KIN yang seharusnya

dilaksanakan, terdapat 23 kegiatan yang belum dijabarkan dan

dilaksanakan pada Renja Ditjen Industri Agro.

c. Belum semua kebijakan/Program Pengembangan Industri

Pangan pada KIN tahun 2017-2018 dijabarkan dan dilaksanakan

dalam Renja Direktorat Industri Kimia Hulu. Hasil pemeriksaan

menunjukkan dari 154 kegiatan tahun 2017-2018 dalam KIN yang

seharusnya dilaksanakan, terdapat 132 kegiatan yang belum dijabarkan

dan dilaksanakan pada Renja Ditjen Industri Kimia Hulu.

d. Belum semua kebijakan/Program Pengembangan Industri

Pangan pada KIN tahun 2017-2018 dijabarkan dan dilaksanakan

dalam Renja Direktorat Industri Kimia Hilir. Hasil pemeriksaan

menunjukkan dari 172 kegiatan tahun 2017-2018 dalam KIN yang

seharusnya dilaksanakan, terdapat 160 kegiatan yang belum dijabarkan

dan dilaksanakan pada Renja Ditjen Industri Kimia Hilir.

Permasalahan tersebut mengakibatkan program penumbuhan dan

pengembangan industri pangan, industri kimia berbasis migas dan batubara

serta industri farmasi belum tepat sasaran.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perindustrian agar menyusun RKA dan program kerja sesuai dengan RIPIN

dan KIN sehingga pelaksanaan program penumbuhan dan pengembangan

prioritas tepat sasaran.

Page 21: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 13

3. Pengembangan sistem informasi industri nasional pada

Kementerian Perindustrian belum memadai (Temuan No. 3.3

Hal.45)

Dalam rangka mendukung pembangunan industri nasional melalui

penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap dan tepat waktu,

diperlukan infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal

sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan industri. Untuk

mewujudkan hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah merencanakan

kegiatan penyelenggaraan SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional)

pada dokumen perencanaan lima tahunan dan perencanaan tahunan Pusat

Data dan Informasi Industri yang Terintegrasi dan Andal dengan empat

output kegiatan yaitu basis data di bidang industri, aplikasi, sarana dan

prasarana teknologi informasi, serta informasi di bidang industri.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas realisasi Kegiatan Pembangunan

Sistem Informasi Industri yang Terintegrasi dan Andal, Kementerian

Perindustrian telah melaksanakan beberapa tahapan pengembangan

SIINAS namun capaian tersebut tidak diikuti dengan tahapan

pengembangan SIINAS yang mendukung pencapaian tujuan

penyelenggaraan SIINAS sebagai berikut.

a. Beberapa ketentuan penyelenggaraan SIINAS seperti tata kelola SIINAS

dan pengawasan SIINAS belum diatur lebih lanjut dalam Peraturan

Menteri Perindustrian;

b. Penyediaan hardware dan software belum memadai dan dimanfaatkan

sepenuhnya;

c. Ketersediaan basis data dan informasi pada SIINAS belum lengkap; data

dan informasi yang tersedia berupa data sekunder yang diperoleh instansi

lain; serta pengolahan data dan informasi belum didukung model

publikasi analisis industri dan pengembangan model perhitungan yang

ditetapkan dalam peraturan perundangan;

d. Pelaksanaan sosialisasi SIINAS belum dilaksanakan kepada seluruh

stakeholder di Indonesia karena keterbatasan anggaran;

e. Sumber Daya Manusia (SDM) Pengelola SIINAS belum mencukupi;

f. Pelaksanaan tahap pengembangan interkoneksi dengan instansi lainnya

belum didukung dengan penandatanganan nota kesepahaman yang

memadai.

Page 22: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

14 | Pusat Kajian AKN

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perindustrian agar:

a. Segera menetapkan Peraturan Menteri tentang tata kelola dan

pengawasan SIINAS sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2014;

b. Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk memastikan agar

SIINAS dapat segera digunakan.

4. Koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam menetapkan

kebijakan fortifikasi vitamin A pada industri minyak nabati dan

pendampingan cara pembuatan obat tradisional yang baik pada

industri farmasi tidak memadai (Temuan No. 4.1 Hal.57)

Hasil pemeriksaan BPK RI atas koordinasi lintas Kementerian masih

menemui beberapa permasalahan diantaranya:

a. Penerapan fortifikasi vitamin A pada Industri Minyak Nabati

tertunda. Pada tahun 2012, Badan Standardisasi Nasional (BSN)

menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7709:2012

Minyak Goreng Sawit (MGS) yang diantaranya mengatur tentang

peningkatan gizi masyarakat melalui fortifikasi vitamin. Berdasarkan SNI

tersebut, Menteri Kesehatan menyurati Menteri Perindustrian untuk

menetapkan Pemberlakuan SNI MGS wajib bagi seluruh industri MGS.

Peraturan Menteri tersebut telah beberapa kali ditunda dan diubah dan

sampai saat ini pemberlakuan wajib SNI tersebut khususnya fortifikasi

vitamin pada MGS belum diterapkan. Kementerian Perindustrian perlu

meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait serta

melakukan kajian lebih lanjut terkait pemberlakuan wajib fortifikasi

vitamin pada MGS.

b. Kegiatan pendampingan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

Baik (CPOTB) belum dilakukan secara menyeluruh oleh

Kementerian Perindustrian kepada pelaku industri obat

tradisional sehingga masih banyak pelaku industri yang belum

mendapatkan sertifikasi CPOTB dari BPOM.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Tujuan penerapan fortivikasi vitamin pada produk minyak goreng sawit

tidak tercapai;

Page 23: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pusat Kajian AKN | 15

b. Pertumbuhan Industri Obat Tradisional tidak dapat berkembang sesuai

target yang ditetapkan.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perindustrian agar:

a. Direktur Jenderal Industri Agro berkoordinasi dengan Kementerian

Kesehatan, BPOM dan pihak-pihak terkait lainnya untuk memutuskan

kepastian penerapan fortifikasi vitamin pada produk minyak goreng

sawit;

b. Direktur Jenderal IKTA agar melakukan pendampingan kepada semua

pelaku industri obat tradisional agar dapat memenuhi standar CPOTB

yang dikeluarkan BPOM.

5. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi atas program

penumbuhan dan pengembangan industri prioritas belum

memadai (Temuan No. 5.1 Hal.68)

Hasil pemeriksaan BPK atas kegiatan monitoring dan evaluasi atas

program penumbuhan dan pengembangan pada industri pangan, industri

farmasi, dan industri kimia hulu berbasis migas dan batubara menunjukkan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tidak fokus pada program

penumbuhan dan pengembangan industri prioritas. Hasil

pemeriksaan atas Laporan Monitoring dan Evaluasi atas pelaksanaan

kegiatan di tiga industri selama tahun 2015 s.d semester I tahun 2018

menunjukkan terdapat 10 kegiatan yang pelaksanaannya tidak dilakukan

monitoring dan evaluasi lebih lanjut dikarenakan keterbatasan anggaran.

b. Penyusunan Laporan Monitoring dan Evaluasi atas Program

Penumbuhan dan Pengembangan Industri Prioritas tidak

memiliki pedoman yang baku. Hasil pemeriksaan terhadap 10 laporan

pelaksanaan monitoring dan evaluasi, terdapat 6 (enam) laporan dengan

kerangka susunan pelaporan yang tidak seragam.

c. Hasil monitoring dan evaluasi belum ditindaklanjuti dan tidak

dilakukan pemantauan diantaranya pada pelaksanaan kegiatan

revitalisasi industri pupuk organik, program restrukturisasi

mesin/peralatan di IKM, kegiatan di Politeknik dan Akademi Komunitas

Tekstil Solo, program revitalisasi UPT IKM, dan pengembangan SDM

Page 24: Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA SAMBUTAN Sekretaris Jenderal DPR RI Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

16 | Pusat Kajian AKN

industri pada Balai Diklat Industri di Lingkungan Kementerian

Perindustrian.

Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Laporan atas hasil monitoring dan evaluasi terhadap program kegiatan

penumbuhan dan pengembangan industri prioritas tidak dapat

memberikan informasi yang lengkap sebagai dasar pengambilan

keputusan;

b. Tidak dapat dilakukan perbaikan atas program penumbuhan dan

pengembangan industri prioritas.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri

Perindustrian agar memerintahkan Inspektur Jenderal untuk:

a. Menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan

monitoring dan evaluasi yang bersifat khusus untuk program

penumbuhan dan pengembangan industri prioritas;

b. Merancang pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang bersifat khusus

terhadap program penumbuhan dan pengembangan industri prioritas.