public health edu
DESCRIPTION
educationTRANSCRIPT
1. satu kelompok mahasiswa blok 25 membuat selfie challange dengan hashtag #carpoolingchallenge, menurut anda apakah tujuan mereka menggunakan platform instagram? Apakah metode yang mereka lakukan efektif? Apakah hal positif dan negatif dari metode yang mereka gunakan?
Jawab: Media sosial saat ini sudah menjadi salah satu ‘kebutuhan pokok’ para dewasa muda, hampir 90% remaja-dewasa muda di Indonesia menggunakan media sosial, seperti contohnya, facebook, twitter, instagram, path, tumblr, line, WA, dsb. Media sosial banyak digunakan untuk kegiatan berbagi, baik berbagi informasi pribadi ataupun informasi yang dapat dibagikan untuk orang lain, karena dalam waktu singkat apa yang ingin kita ‘tunjukan’ akan dapat dibaca/dilihat oleh banyak orang. Dari semua media sosial, menggunakan instagram adalah pilihan yang tepat dikarenakan gamabr yang ditampilkan akan terlihat lebih bagus, bisa mentautkan seseorang didalam foto tsb dan keuntungan lainnya adalah # yang dapat dilihat oleh banyak orang. Dan ini jelas akan efektif dibandingkan media sosial yg lain.
Efektif karena saat ini pegguna instagram di Indonesia saat ini sudah mencapai 400 juta orang, semakin banyak # yang diberikan akan semakin booming apa yang mereka lakukan, sehingga akan semakin memotivasi yang lain untuk ikut berpartisipasi.
Positif: relative efektif, murah, mudah, bida dilakukan siapa saja
Negative: ada kalangan yang belum memiliki instagram yg tidak bisa terjangkau oleh iklan ini
2. Saat melakukan anamnesis dengan pasien anda pada kepaniteraan di RSMH, apakah hal yang paling sering dan paling jarang anda lakukan jika merujuk pada ceklis Komunikasi Dokter-Pasien Calgary-Cambridge? Jelaskan.
Yg paling sering:
- memulai sesi konsultasi : memberi salam, mengenalkan diri, menunjukan perhatian- identifikasi : menanyakan alasan pasien datang berobat
- megumpulkan informasi dari masalah pasien
paling jarang:
- mengkonfirmasi ulang semua gejala yang dikeluhkan oleh pasien karena keterbatasan waktu
- menilai pengetahuan awal pasien kebanyakan pasien langsung ingin tahu penyakitnya dari dokter
- menyanyakan pada pasien informasi yang berguna menurut pasien
- Beri kesempatan dan dorong pasien untuk berkontribusi
-
3. 3. Jelaskan kondisi dimana anda perlu melakukan breaking bad news pada pasien di RSMH? Poin apa yang paling sering anda gunakan?
BBN ada 2 model:
Buckman model : siapkan informasi, lokasi dan pengaturan. Cari tahu apa yang mereka sudah tahu. Tanyakan berapa banyak yang mereka ingin tahu. Berbagi informasi. Menanggapi emosi pasien. Siapkan informs, lokasi dan pengaturan.
Kaye model: persiapan wawancara. Menilai pengertian pasien. Menanyakan sejauh mana yang pasien ingin ketahui. Mengungkapkan berita. Membiarkan proses denial. Memberikan penjelasan lebih lanjut. Mendengarkan kekhawatiran pasien. Merespon emosi pasien. Membuat ringkasan hasil diskusi. Merencanakan waktu diskusi selanjutnya.
4. Jelaskan perbedaan fungsi penggunaan FGD dan observasi dalam suatu penelitian kualitatif.
Jawab:
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kalompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan ketika ingin melakukan FGD. Pertama, jumlah FGD berkisar antara 5-10 orang. Kedua, Peserta FGD harus bersifat FGD. Ketiga, perlunya dinamika kelompok.
Kapan FGD dilakukan? Ada beberapa kepentingan mengapa peneliti melakukan FGD, antara lain:
Jika peneliti membutuhkan pemahaman lebih dari satu sudut pandang, Jika terjadi gap komunikasi antar kelompok,
Untuk menyingkap suatu fakta secara lebih detail dan lebih kaya,
Untuk keperluan verifikasi
Observasi
Dalam menggunakan observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen pertimbangan kemudian format yang
disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan. Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian kepada skala bertingkat. Misalanya memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat rekasi tersebut, tetapi juga menilai reaksi tersebut apakah sangat kurang, atau tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki (Arikunto, 2006: 229).
5. Mengapa pada penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel yang besar? Bagaimana cara pemilihan sampel pada penelitian kualitatif?
Jawab: cara pengambilan sampel pada penelitian kualitatif:
- Convenience sampling dalam memilih sampel peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja.
- Purposive sampling sampel yang diambil dengan maksud dan tujuan tertentu
- Snowball sampling dipakai ketika peneliti tidak banyak tagu tentang popilasi penelitiannya
Kenapa sampelnya sedikit? Krn pada penelitian kualitatif data yang dikumpulkan dalam kondisi yang asli/alamiah. Data yang ada diusahakan pengumpulan data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan berupa kata-kata atau gambar. Lebih mengutamakan proses daripada hasil.
6. Salah satu kelompok mahasiswa blok 25 membuat video promosi kesehatan dengan topik ASI Eksklusif, berikan review anda mengenai video ini. Jelaskan kelebihan dan kekurangannya, dan apa yang sebaiknya diperbaiki dari video ini.
Review:
Video ini berisikan tentang pentingnya ASI Ekslusif dan kelebihan ASI Ekslusif dibandingkan susu formula biasa. PAda video ini ditanyakan pengetahuan masyarakat umum tentang apa itu asi ekslusif, kemudian dijelaskan secara singkat mengenai asi ekslusif. Dan kemudian merubah pemikiran masyarakat ttng asi ekslusif
Kekurangan:
1. Orang bandung yang pertama diacara kawinan tapi ada papan Bungan tulisannya Palembang.
2. Kurang penting membuang kamera ke kolam
Kelebihan: lumayan menarik
7. Jika anda ingin menjelaskan fenomena mahasiswa kedokteran yang kebanyakan ingin menjadi spesialis, metode penelitian seperti apa yang sebaiknya anda lakukan? Kualitatif. Dengan cara menanyakan ingin jadi spesialis apa dan alasannya, kemudian faktor2 apa saja yang mendorong seseorang ingin menjadi spesialis, bisa dengan kuisioner atau FGD
8. Jelaskan mengenai Healthy People 2020.9. Jelaskan mengenai program promosi kesehatan yang dijalankan pemerintah Tiongkok
dalam usaha membatasi jumlah penduduk di negaranya.
10. Jelaskan mengenai maximum variation sample pada penelitian kualitatif.11. Maximal variation sampling adalah strategi pengambilan sampel bertujuan di mana si
peneliti memilih kasus-kasus atau individu-individu tertentu yang berbeda dalam
berbagai karakteristik atau ciri (misalnya umur). Tentu saja sebelum menentukan sampel,
kita harus mengidentifikasi karakteristik sampel dan kemudian menemukan stus-situs
atau individu-individu yang memperlihatkan dimensi yang berbeda dari karakteritik
tersebut. Misalnya, si peneliti boleh jadi menemukan karakteristik komposisi etnik dari
berbagai SMA di suatu daerah tertentu.Dan kemudian dengan sengaja si peneliti memilih
tiga buah SMA yang memiliki karakteristik yang berbeda: satu SMA dengan siswa yang
didominasi oleh etnik Melayu, satu SMA yang didominasi oleh etnik Minangkabau, dan
satu SMA dengan berbagai etnik (Melayu, Minang, Jawa, batak, Cina dll).
BAB 8
PENGUMPULAN DATA KUALITATIF
Pengumpulan data kualitatif tidak semata-mata berkaitan dengan penentuan apakah kita
akan mengobservasi atau mewawancarai orang. Ada lima langkah dalam proses pengumpulan
data kualitatif. Kita harus mengidentifikasi partisipan dan situs, mendapatkan akses,
menentukan tipe data yang akan dikumpulkan, mengembangkan bentuk-bentuk pengumpulan
data, dan melaksanakan proses tersebut sesuai dengan cara-cara yang etis.
Pada akhir bab ini, anda diharapkan akan mampu:
Mengidentifikasi pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam memilih partisipan dan situs;
Mengetahui beberapa tingkat perizinan yang dipersyaratkan untuk bisa mengakses partisipan dan situs;
Mengidentifikasi dan menimbang-nimbang berbagai alternatif data kualitatif yang akan dikumpulkan;
Mengidentifikasi prosedur merekam data kualitatif; Mengenal beberapa pertimbangan administratif dan etis yang diperlukan dalam
pengumpulan data kualitatif;
Maria merasa senang berbicara dengan para siswa dan para guru SMA. Ia tidak keberatan menanyai mereka dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bersifat terbuka sepert “Apa-apa saja pengalaman anda (siswa dan guru) ketika membawa senjata ke sekolah?” Ia juga mengetahui tantangan-tantangan yang dihadapi untuk memperoleh pendapat mereka. Ia perlu mendengarkan mereka tanpa mencampurinya dengan pendapat dia sendiri dan ia perlu membuat catatan atau merekam apa-apa saja yang dikatakan mereka. Pase ini memerlukan waktu, akan tetapi Maria senang bercengkerama dengan mereka dan mendengarkan ide-ide mereka. Maria adalah contoh dari seorang peneliti kualitatif tipe natural.
Apa Saja Proses Pengumpulan Data Kualitatif?
Dari Bab 2 kita telah mengetahui bahwa pengumpulan data kualitatif terdiri dari
pengumpulan data dengan menggunakan bentuk-bentuk pertanyaan yang umum, emerging
questions (pertanyaan-pertanyaan yang mencuat begitu saja) dalam rangka memancing respon-
respon dari para partisipan; mengumpulkan data-data berbentuk kata-kata (teks), atau data-data
berbentuk gambar; dan mengumpulkan informasi dari sejumlah kecil individu atau situs. Secara
khusus proses tersebut adalah:
Dalam penelitian kuantitatif kita secara sistematis mengidentifikasi partsipan dan situs
penelitian kita melalui pemilihan sampel secara acak (random); dalam penelitian
kualitatif, kita mengidentifikasi partisipan dan situs penelitian kita berdasarkan
pertimbangan apakah tempat-tempat atau individu- individu yang kita pilih itu secara
optimal membantu kita memahami fenomena sentral.
Baik dalam penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif, kita perlu mendapatkan
izin untuk memulai penelitian kita; akan tetapi dalam penelitian kualitatif kita
memerlukan akses yang besar terhadap situs karena kita perlu mendatangi dan berada
di situs tersebut untuk mewawancarai orang dan mengobservasinya. Proses ini
memerlukan partisipasi yang lebih besar terhadap situs tersebut dibandingkan dengan
penelitian kuantitatif
Dalam kedua pendekatan, kita juga mengumpulkan data seperti data-data wawancara,
data-data observasi dan dokumen. Dalam penelitian kualitatif, wawancara atau
observasi diupayakan tidak membatasi pandangan masing-masing partisipan. Kita
tidak akan menggunakan instrumen buatan orang lain sebagaimana halnya yang terjadi
dalam penelitian kuantatif dan mengumpulkan informasi yang bersifat tertutup
(closed-ended information). Sebaliknya dalam penelitian kualitatif, kita
mengumpulkan data-data dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka (open-
ended questions).
Dalam kedua pendekatan, kita perlu merekam informasi yang diberikan oleh
partisipan. Ketimbang menggunakan instrumen yang sudah dirancang sebelumnya
oleh seseorang atau rancangan kita sendiri, dalam penelitian kualitatif, kita merekam
informasi atas dasar protokol yang kita rancang sendiri yang akan membantu kita
mengorganisasikan informasi tersebut sebagaimana diungkapkan oleh para partisipan
untuk setiap butir pertanyaan yang kita ajukan.
Akhirnya, kita harus melaksanakan prosedur pengumpulan data yang sensitif terhadap
tantangan-tantangan dan isu-isu etis dalam mengumpulkan informasi langsung
bersimuka dengan partisipan yang sering terjadi di rumah atau di tempat kerja para
partisipan. Dalam melakukan penelitian terhadap orang dalam lingkungan mereka
sendiri kita selaku peneliti kualitatif akan diperhadapkan dengan tantangan-tantangan
yang tidak akan ditemui dalam penelitian kuantitatif.
Siapa Partisipan dan Apa Situs yang akan Diteliti?
Dalam penelitian kualitatif, tujuan kita bukan untuk mengambil generalisasi dari sampel ke
populasi, akan tetapi mengembangkan eksplorasi yang mendalam tentang suatu fenomena sentral
(lihat Bab 2 bahagian :”Identifikasi Masalah Penelitian”. Justru itu, untuk bisa memahami
fenomena tersebut secara labih baik, si peneliti kualitatif dengan sengaja memilih individu-
individu atau situs-situs tertentu. Pembedaan antara “ pemilihan sampel secara randon”(random
sampling) dengan sampel bertujuan (purposeful sampling) bisa dilihat pada Diagram 8.1. Dalam
penelitian kuantitatif, fokusnya adalah sampel acak, memilih individu-individu yang
representatif, dan kemudian membuat generalisasi dari individu-individu ini ke populasi. Sering
proses ini berakhir dengan “menguji teori” dengan menjelaskan populasi. Walaupun demikian,
dalam penelitian kualitatif, kita memilih orang atau situs didasarkan pada sejauh mana orang atau
situs tersebut membantu kita memahami fenomena sentral. Pemahaman seperti ini muncul
melalui pemahaman yang rinci tentang orang-orang dan situs-situs yang kita teliti. Proses ini
menghasilkan informasi yang memungkinkan individu “memahami” fenomena, atau
menghasilkan pemahaman yang membantu menyuarakan suara-suara individu-indvidu yang
selama ini mungkin ‘bisu”.
Pengambilan Sampel Bertujuan (Sampling purposif)
Istilah penelitian yang digunakan dalam sampling kualitatif adalah purposive sampling
(pengambilan sampel secara purposif). Dalam purposive sampling, para peneliti dengan sengaja
memilih individu-individu dan situs-situs guna mempelajari atau memahami fenomena sentral.
Standar yang digunakan untuk memilih partisipan dan situs adalah apakah partisipan atau situs
tersebut information rich (sarat dengan informasi)(Patton, 1990, halaman 169). Pada setiap
penelitian kualitatif, anda bisa menetapkan untuk diteliti sebuah situs (misalnya kampus
perguruan tinggi), beberapa buah situs (tiga buah kampus fakultas sastra yang tergolong kecil),
individu-individu atau kelompok (mahasiswa baru perguruan tinggi), atau kombinasi (dua buah
kampus fakultas sastra dan beberapa orang mahasiswa baru pada kampus tersebut). Pemilihan
sampel purposif berlaku untuk keduanya, individu-individu dan situs.
Apabila anda melakukan penelitian dengan menggunakan sampel purposif (sampel
bertujuan), anda perlu mengidentifikasi strategi pemilihan sampel dan harus mampu
mempertahankan penggunaannya. Kepustakaan (literatur) mengidentifikasi beberapa strategi
pengambilan sampel purposif (lihat misalnya Miles & Huberman, 1994; Patton, 1990). Seperti
terlihat dalam Diagram 8.2, anda memiliki opsi untuk memilih satu dari sembilan strategi yang
biasanya digunakan oleh para peneliti bidang pendidikan. Strategi-strategi ini dibedakan atas
dasar apakah ia dipilih sebelum pengumpulan data dimulai atau setelah pengumpulan data
berlangsung (suatu pendekatan yang sejalan dengan konsep emerging design). Selanjutnya,
masing-masing strategi tersebut memiliki tujuan yang berbeda, tergantung pada masalah dan
pertanyaan penelitian yang ingin anda cari jawabnya dalam penelitian anda. Semua strategi
berlaku apakah untuk single time (satu kali memilih sampel) atau multiple time (sampel dipilih
beberapa kali) selama penelitian. Anda bisa menggunakannya untuk memilih individu, atau
kelompok, atau keseluruhan organisasi dan situs (lihat Patton, 1990, untuk pembicaraan
lanjutan).
Maximal Variation Sampling
Salah satu karakteristik dari penelitian kualitatif adalah untuk menampilkan perspektif
yang multi ragam dari para individu dalam melihat kompleksitas dunia ini (lihat bab 2 bahagian
“mengidentifikasi masalah penelitian”). Dengan demikian, salah satu strategi pemilihan sampel
adalah membangun kompleksitas itu ke dalam penelitian kita melalui pemilihan partisipan dan
situs . Maximal variation sampling adalah strategi pengambilan sampel bertujuan di mana si
peneliti memilih kasus-kasus atau individu-individu tertentu yang berbeda dalam berbagai
karakteristik atau ciri (misalnya umur). Tentu saja sebelum menentukan sampel, kita harus
mengidentifikasi karakteristik sampel dan kemudian menemukan stus-situs atau individu-
individu yang memperlihatkan dimensi yang berbeda dari karakteritik tersebut. Misalnya, si
peneliti boleh jadi menemukan karakteristik komposisi etnik dari berbagai SMA di suatu daerah
tertentu.Dan kemudian dengan sengaja si peneliti memilih tiga buah SMA yang memiliki
karakteristik yang berbeda: satu SMA dengan siswa yang didominasi oleh etnik Melayu, satu
SMA yang didominasi oleh etnik Minangkabau, dan satu SMA dengan berbagai etnik (Melayu,
Minang, Jawa, batak, Cina dll).
Extreme Case Sampling
Kadang-kadang seseorang tertarik untuk meneliti sesuatu kasus yang luar biasa
mengganggu atau bermasalah ataupun sebaliknya sangat baik, atau kasus yang istimewa baik
karena suksesnya ataupun karena kegagalannya (Patton, 190). Extreme case sampling adalah
salah satu bentuk pemilihan sampel di mana anda meneliti sebuah outlier case atau kasus yang
memperlihatkan karakteristik istimewa. Si peneliti mengidentifikasi kasus-kasus seperti ini dan
mencari orang-orang atau organisasi yang dirujuk orang-orang lain karena prestasinya atau
karena karakteristiknya yang berbeda (misalnya pendidikan dasar tertentu bagi anak marginal,
program-program pendidikan untuk anak-anak austis dsb-nya yang akan mendapat bantuan dari
pemerintah).
Typical Sampling
Beberapa pertanyaan penelitian berkaitan dengan, “Apa yang normal?” atau “Apa yang
tipikal (khusus?)”. Typical sampling adalah strategi pemilihan sampel purposif yang
memungkinkan seseorang peneliti meneliti seseorang individu atau situs yang tipikal. Apa yang
dimaksudkan dengan tipikal , tentu saja, terbuka untuk interpretasi yang berbeda. Anda misalnya
meneliti seorang dosen pada sesuatu fakultas ilmu sastra karena individu tersebut telah bekerja di
fakultas tersebut lebih dari 29 tahun dan telah merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari
fakultas tersebut yang tidak ada duanya orang seperti itu di fakultas ini.
Theory or concept sampling
Anda mungkin memilih situs-situs atau orang-orang tertentu karena situs atau orang itu
membantu anda memahami sesuatu konsep atau teori. Theory or concept sampling adalah
strategi pemilihan sampel purposif dengan sengaja memilih individu-individu atau situs-situs
tertentu karena individu-individu atau situs-situs tersebut diperkirakan akan sangat membantu
anda melahirkan atau menemukan sesuatu teory atau konsep-konsep spesifik tertentu dalam
ruang lingkup sesuatu theori. Untuk bisa menggunakan sampel seperti ini, anda harus
memiliki pemahaman yang jelas tentang konsep tersebut atau teori yang lebih luas diharapkan
akan lahir atau muncul selama penelitian. Dalam penelitian berkenaan dengan lima situs yang
telah mengalami pembelajaran jarak jauh, misalnya, kita memilih situs-situs ini karena
dijadikannya situs tersebut sebagai sampel akan membantu kita melahirkan teori tentang sikap
mahasiswa terhadap pembelajaran jarak jauh.
Homogeneous sampling
Anda berkemungkinan memilih situs-situs atau orang-orang tertentu karena situs atau
orang itu memiliki ciri atau karakteristik yang sama. Homogenous sampling adalah strategi
pemilihan sample purposif dengan jalan memilih situs-situs atau individu-individu tertentu atas
dasar keanggotaan dalam subkelompok yang memiliki karakteritik atau ciri-ciri yang sama.
Untuk dapat menggunakan strategi ini, kita perlu mengidentifikasi karakteristik atau ciri tertentu
dan kemudian menemukan individu-individu atau situs-situs yang memiliki karaketristik atau ciri
dimaksud. Contohnya, dalam masyarakat pedesaan, semua orang tua yang memiliki anak-anak
di sebuah sekolah berpartisipasi dalam kegiatan orang tua murid yang dikoordinir oleh Komite
Sekolah. Pemilihan mereka yang terlibat dalam kegiatan/program ini merupakan salah satu
perwujudan dari homgenous sampling karena masing-masingnya merupakan anggota sub-
kelompok dalam masyarakat yang memiliki kesamaan tertentu.
Critical sampling
Kadang-kadang individu atau situs penelitian mewakili fenomena sentral secara dramatis
(Patton, 1990). Strategi pemilihan sampelnya di sini adalah meneliti sample kritis. Critical
sampling adalah strategi pemilihan sampel purposif dengan jalan memilih individu-indvidu atau
situs-situs khusus karena adanya kasus istimewa sehingga memungkinkan si peneliti memiliki
pemahaman yang lebih dalam tentang fenomena yang diteliti. Misalnya, tindak kekerasan yang
dilakukan remaja di sekolah di mana seorang siswa dengan menggunakan senjata api
mengancam seorang guru.Hal ini merupakan insiden yang dramatis yang memperlihatkan sejauh
mana remaja-remaja tertentu terlibat dalam tindak kekerasan di sekolah.
Opportunistic sampling
Setelah data-data terkumpul, si penelit boleh jadi memerlukan informasi baru untuk
menjawab pertanyaan penelitian secara lebih baik lagi. Opportunistic sampling adalah strategi
pemilihan sampel purposif dengan jalan memilih situs atau individu tertentu dalam rangka
mendapatkan informasi tambahan sebagai akibat dari terungkapnya hal-hal baru setelah
dilakukan pengumpuan dan analisis data. Strategi ini muncul pada saat penelitian sudah berjalan.
Si peneliti harus hati-hati karena bisa menyimpang dari tujuan awal penelitian. Contohnya, anda
mungkin mulai penelitian anda dengan menggunakan maximal variation sampling dari sejumlah
remaja hamil di sekolah. Dalam proses selanjutnya, anda menemukan remaja hamil yang
berencana akan membawa bayinya kelak kemudian hari ke sekolah setiap hari. Karena data dan
infromasi tentang remaja ini akan memberikan pemahaman baru tentang penyeimbangan antara
anak-anak dan sekolah, mengkaji kegiatan remaja tersebut sehari-hari selama masa
kehamilannya di sekolah dan pada bulan-bulan setelah melahirkan diperlukan. Kasus seperti
inilah yang disebut opportunistic sampling.
Snowball sampling
Pada situasi-situasi penelitian tertentu, si peneliti tidak tahu siapa orang-orang terbaik yang
harus diteliti karena belum dikenalnya dengan baik topik atau kompleksitas peristiwa yang
diteliti. Snowball sampling adalah strategi pemilihan sampel purposif yang dilakukan setelah
penelitian berjalan dan ini dilakukan ketika si peneliti mendapatkan rekomendasi dari para
partisipan siapa-siapa saja individu lain yang perlu diteliti. Peneliti mungkin mengajukan
permintaan itu selama wawancara atau melalui percakapan informal dengan individu-individu
saat sedang berada di situs penelitian. Contoh, pada studi kasus “gunman incident” (Asmussen &
Creswell, 1995), si peneliti menanyakan kepada mereka-mereka yang diwawancarai kalau ada
mereka memiliki nama-nama orang lain yang direkomendasikan untuk diwawancarai lagi yang
mungkin bisa memberikan reaksi terhadap insisden tersebut. Prosedur seperti ini menjadi
pemilihan sampel purposisf atas individu-individu yang pada awalnya tidak diantisipasi sebagai
partisipan. Mewawancarai “pakar” psikologi yang dibawa ke kampus untuk membantu individu-
indvidu yang mengalami krisis merupakan contoh lain dari snowball sampling ini.
Conforming atau disconforming sampling
Bentuk terakhir dari purposif sampling ini, juga digunakan setelah penelitian berlangsung,
adalah untuk memilih individu-individu atau situs-situs tertentu untuk mengkonfirmasi atau
mendiskonfirmasikan temuan-temuan awal. Conforming and disconfirming sampling adalah
strategi pemilihan sampel purposif selama penelitian berlangsung untuk menindaklanjuti sesuatu
kasus khusus tertentu guna mengetes, mengecek atau menelusuri selanjutnya temuan-temuan
khusus. Walaupun pemilihan sampel seperti ini berfungsi untuk memverifikasi keakuratan
temuan selama penelitian berlangsung, ia juga merupakan prosedur pemilihan sampel yang
digunakan selama penelitian. Contoh, anda menemukan bahwa pembantu dekan bidang
akademis di sebuah fakultas memberikan dukungan bagi para dosen dalam rangka
pengembangan mereka untuk menjadi guru atau mentor di sekolah menengah. Setelah
melakukan wawancara awal dengan dekan, anda selanjutnya perlu mngkonfirmasi peranan
mentor melalui sampel dan meneliti para dosen yang mungkin kebetulan mendapatkan
penghargaan dari fakultas sebagai mentor yang berprestasi.
Besar Sampel atau Jumlah Situs Penelitian
Jumlah orang dan situs yang disampel bervariasi dari satu penelitian kualitatif ke penelitian
kualitatif lainnya. Anda bisa rujuk beberapa penelitian kualitatif yang sudah dipublikasikan dan
lihat berapa jumlah situs atau partisipan yang digunakan para penelitinya. Beberapa petunjuk
dapat diungkapkan disini:
Umum dalam penelitian kualitatif untuk meneliti sejumlah kecil individu atau kasus.
Ini disebabkan karena kemampuan menyeluruh dari si peneliti untuk memberikan
gambaran yang mendalam akan terkuras oleh setiap kali penambahan indivdu-individu
atau situs-situs baru. Salah satu tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk
menyajikan kerumitan dari suatu situs atau informasi yang diberikan oleh para
individu.
Dalam beberapa kasus, anda bisa meneliti seorang individu atau sebuah situs. Dalam
kasus-kasus yang lain, jumlahnya bisa beberapa orang atau situs, bervariasi antara 1
atau 2 sampai 30 atau 40. Karena keharusan untuk melaporkan secara rinci masing-
masing individu atau kasus, maka jumlah kasus yang makin besar akan makin sulit
dan bisa menghasilkan perspektif yang dangkal. Disamping itu, pengumpulan data-
data kualitatif dan kemudian menganalisisnya memakan waktu yang cukup lama, dan
setiap tambahan individu atau kasus hanya akan memperpanjang waktu.
Pada bahagian 3, akan dibicarakan lagi beberapa rancangan khusus (seperti etnografi,
studi kasus, teori alas/grounded, dan penelitian naratif) dalam rangka penelitian
kualitatif. Sekali kita menetapkan prosedur atau rancangan penelitian kita,
pendekatannya akan menjurus pada pemilihan jumlah individu yang diperlukan dalam
penelitian tersebut. Ini bisa bervariasi dari satu orang individu saja sampai pada
keseluruhan kelompok orang.
Mari kita ambil beberapa contoh khusus untuk melihat berapa banyak individu atau situs
yang digunakan. Para peneliti kualitatif bisa jadi mengumpulkan data-data dari seorang individu.
Contoh, dalam penelitian studi kasus tentang Basil McGee, seorang guru mata pelajaran IPA,
Brickhouse dan Bodner (1992) menelusuri keyakinan guru tersebut tentang IPA dan pengajaran
IPA dan bagaimana keyakinannya itu membentuk cara-cara dia mengajarkan IPA. Pada tempat
lain, beberapa orang individu berpartisipasi dalam penelitian kualitatif tipe teori alas/grounded.
Para penelitinya meneliti 20 orang tua dari anak-anak yang terkategori sebagai jenius (ADHD)
(Reid, Hertzog, & Snyder, 1996). Pengumpulan data yang lebih ekstensif digunakan dalam
penelitian kualitatif etnografis budaya tentang kehidupan fraternity (kehidupan sekelompok
orang di asrama) yang terkait dengan ekploitasi dan menjadikan wanita sebagai korban. Rhoads
(1995) melakukan 12 kali wawancara formal dan 18 kali wawancara informal, disamping
melakukan observasi dan mengumpulkan sejumlah dokumen.
Seandainya anda Maria, dan anda mencoba mencari jawaban atas pertanyaan “Apa-apa saja
pengalaman para siswa ketika mereka membawa senjata ke sekolah?”, strategi purposif sampling apa
yang akan anda gunakan? Sebelum anda menjawab, tuliskanlah sekurang-kurangnya di ats kertas dua
kemungkinan. Coba ciptakan pilihan-pilihan didasarkan pada para siswa yang ada yang bisa dipilih oleh
Maria.
Salah satu pilihan adalah menggunakan maximal variation sampling dan mewawancarai
beberapa orang siswa yang berbeda sesuai dengan jenis pelanggaraan tentang senjata yang
dilanggarnya di sekolah. Contoh, seorang siswa boleh jadi telah menakut-nakuti seorang siswa
lainnya. Siswa yang lain boleh jadi memang telah menggunakan pisau dalam sebuah
perkelahian. Siswa yang lain lagi boleh jadi telah tertangkap tangan oleh guru menyimpan
sebilah pisau dalam locker-nya. Ketiga siswa yang berbeda ini mewakili tiga jenis kepemilikan
senjata di sekolah, dan masing-masingnya boleh jadi memiliki pandangan yang berbeda
tentang siswa yang membawa pisau ke sekolah.
Pilihan lainnya adalah menggunakan critical sampling. Anda mungkin mewawancarai seorang
siswa yang menggunakan pisau dalam berkelahi. Ini merupakan contoh dari penggunaan
senjata secara publik, dan mewakili sebuah tindakan yang dramatis yang perlu diteliti
Bisakah anda pikirkan pendekatan-pendekatan lain dalam pemilihan sampel yang mungkin
dapat anda gunakan? Dan juga betapa banyak siswa yang harus anda teliti dan apa alasan
pilihan anda tersebut?
Bagaimana Cara Mendapatkan Akses terhadap Orang dan Situs?
Sama halnya dengan penelitian kuantitatif, mendapatkan akses pada orang dan situs dalam
penelitian kualitatif memerlukan izin pada tataran yang berbeda seperti organisasi/lembaga, situs,
para individu, dan badan pemberi izin. Yang paling penting adalah negosiasi dengan para pejabat
terkait dan menetapkan individu-individu pada situs yang bisa memfasilitasi pengumpulan data
kualitatif.
Mendapat Izin dari Pejabat Kelembagaan Kampus
Para peneliti yang minta izin untuk meneliti individu-individu dalam sebuah penelitian
kualitatif harus mengikuti keseluruhan proses permintaan izin dari kelembagaan kampus
sebagamana digambarkan pada salah satu bab terdahulu. Ke dalam langkah-lagkah ini termasuk
permintaan izin Yayasan, membuat deskripsi tentang kegiatan proyek penelitian, merancang
formulir izin, dan mendapatkan izin. Karena pengumpulan data kualitatif terdiri dari
pengumpulan informasi yang memerlukan waktu lama yang langsung melibatkan orang-orang
dan merekam pandangan-pandangan pribadi orang-orang itu secara mendetil, anda perlu
memberikan deskripsi yang rinci tentang prosedur yang akan dilalui kepada pejabat yang akan
memberi izin. Deskripsi yang rinci itu diperlukan karena pejabat pemberi izin boleh jadi belum
terbiasa dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian pendidikan dan karena anda akan banyak
menyita waktu orang-orang tersebut di rumah, di tempat kerja, atau di situs penelitian dalam
pengumpulan data.
Informasi Apa yang Ingin Dikumpulkan?
Aspek lain dari pengumpulan data kualitatif adalah mengidentifikasi jenis-jenis data yang
akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, kita
mengajukan pertanyaan-pertanyan yang bersifat umum kepada partisipan yang akan
memungkinkan mereka mengungkapkan pandangan mereka secara relatif tanpa terhambat oleh
perspektif kita sebagai peneliti. Tambahan lagi, kita akan mengumpulkan bermacam ragam tipe
informasi dan berkemungkinan pula kita bisa menambahkan bentuk-bentuk data baru selama
penelitian berlangsung dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Singkatnya,
kita akan terlibat dalam pengumpulan data secara ekstensif, menghabiskan banyak sekali waktu
di situs penelitian di mana orang-orang beraktivitas, bermain, atau terlibat dalam fenomena yang
ingin kita teliti. Di situs tersebut, kita akan mengumpulkan infromasi secara rinci untuk bisa
mengungkapkan kerumitan dari fenomena sentral yang kita teliti itu.
Kita bisa melihat keanekaragaman hakekat bentuk-bentuk data kualitatif ketika data-data
tersebut dikaitkan dengan kategori-kategori berikut:
Observasi
Wawancara dan angket
Dokumen
Bahan-bahan audiovisual
Contoh-contoh spesifik dari tipe data dalam keempat kategori ini terlihat dalam Diagram
8.3. Variasi dalam pengumpulan data dalam keempat kategori ini akan muncul secara terus
menerus selama proses penelitian. Videotapes, portofolio siswa dalam situasi pembelajaran, dan
penggunaan e-mail menarik perhatian, pada masa-masa terakhir, sebagai bentuk data.Tabel 8.1
memperlihatkan maasing-masing kategori pengumpulan data, jenis data yang dihasilkannya, dan
definisi tipe datanya. Coba perhatikan dengan seksama keempat kategori pengumpulan data
tersebut beserta kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Observasi
Ketika pendidik berpikir tentang penelitian kualitatif, dalam benak mereka selalu
tergambar proses pengumpulan data obervasi dalam setting sekolah tertentu. Tanpa diragukan
lagi observasi mewakili bentuk pengumpulan data yang sering digunakan, dimana si peneliti
mampu memainkan peranan yang berbeda dalam proses tersebut (Spradley, 1980a).
Observasi adalah proses pengumpulan informasi dari tangan pertama dan terbuka melalui
pengamatan terhadap orang dan tempat di sebuah situs penelitian. Sebagai sebuah bentuk
pengumpulan data, observasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain
mencakup kesempatan untuk merekam informasi pada suatu peristiwa syang sedang terjadi
dalam sebuah setting, meneliti tingkah laku aktual, dan meneliti individu-individu yang memiliki
kesukaran mengungkapkan gagasannya (seperti anak-anak pra-sekolah). Diantara kelemahannya
adalah kita akan dibatasi oleh situs-situs dan situasi dimana kita bisa mendapat akses, dan pada
situs-situs di mana kita berkemungkinan mendapat kesukaran membangun hubungan dengan
individu-individu. Ini bisa terjadi apabila individu-individu tidak terbiasa dengan penelitian
formal (seperti setting yang bukan di universitas). Mengamati dalam sebuah setting
mengharuskan dimilikinya keterampilan-keterampilan mendengarkan yang baik dan perhatian
yang cermat terhadap data-data visual yang rinci. Ia juga mempersyaratkan kemampuan
mengelola isu-isu seperti berkemungkinan tipu daya dari orang yang diamati dan sikap risih
orang yang diamati itu untuk pertama kali tanpa dibangunnya hubungan personal dalam sebuah
setting (Hemmersley & Atkinson, 1995).
Peranan Observasi
Walaupun adanya kesulitan-kesulitan potensial ini, observasi tetap merupakan salah satu
bentuk pengumpulan data kualitatif yang diterima. Untuk bisa menggunakannya kita perlu
mengadopsi peranan tertentu sebagai seorang pengamat. Tak satu peranan pun cocok untuk
semua situasi; peranan-peranan obervasi bervariasi tergantung pada kenyamanan kita pada situs
tertentu, hubungan personal dengan partisipan, dan bagaimana caranya terbaik bagi kita untuk
mengumpulkan data untuk bisa memahami fenomena sentral. Walaupun terdapat banyak peranan
(lihat Spradley, 1980-an), kita bisa menggunakan salah satu dari tiga peranan penting.
Peranan sebagai Participant Observer. Untuk bisa secara benar mempelajari sesuatu
situasi kita bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan pada situs penelitian. Hal ini memberikan
peluang yang sangat bagus sekali untuk melihat pengalaman-pengalaman dari sudut pandang
partisipan. A Participant Observer adalah sebuah peranan observasi yang diadopsi oleh para
peneliti apabila mereka ikut serta dalam kegiatan-kegiatan pada setting yang mereka amati.
Sebagai seorang partisipan, kita memainkan peranan sebagai “inside” observer yang terlibat
langsung dalam kegiatan-kegiatan pada situs penelitian. Pada waktu yang bersamaan kita juga
merekam informasi. Peranan ini mengharuskan kita minta izin untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan dan untuk memainkan peranan yang menyenangkan sebagai observer di
setting tersebut. Agak sukar memang membuat catatan-catatan sementara kita terlibat dalam
kegiatan, dan kita perlu berhenti sebentar untuk mencatat kegiatan tersebut sebelum kita
meninggalkan situs penelitian.
Peranan sebagai Non-Participant Observer. Dalam beberapa situasi kita mungkin tidak
familiar dengan situs dan orang untuk bisa berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan. A non-
participant observer adalah seorang pengamat yang mengunjungi sebuah situs dan membuat
catatan-catatan tanpa terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh partisipan. Pengamat
yang non-partisipan adalah seseorang “outsider” yang mengunjungi suatu tempat yang periperal
guna mengamati dan merekam fenomena-fenomena yang diteliti (seperti ruang kelas bagian
belakang). Peranan seperti ini kurang memerlukan akses ketimbang peranan sebagai partisipan,
penjaga pintu (sekolah) dan individu-individu pada situs penelitian bisa jadi akan lebih merasa
nyaman dengan peranan pengamat sebagai non-partisipan. Walaupun demikian dengan
berpartisipasi secara tidak aktif, kita terhindar dari pengalaman yang sesungguhnya dan
pengamatan yang kita lakukan tidaklah sekongkrit apabila kita langsung berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut.
Peranan Pengamat Yang Berubah. Dalam banyak situasi, akan jauh lebih baik
mengubah-ngubah peranan, menjadikannya sukar mengklasifikasikan peranan kita sebagai
partisipatori atau non-partisipatori. Peranan pengamat yang berubah adalah suatu peranan
dimana para peneliti mengadaptasikan peranan mereka sesuai situasi yang ditemukan. Contoh,
kita pertama kali mungkin masuk ke sebuah situs dan melakukan observasi sebagai non-
partisipan, melihat-lihat ke sekeliling situs pada fase-fase awal penelitian. Kemudian secara
berangsur-angsur kita terlibat sebagai partisipan. Kadang-kadang sebaliknya yang terjadi, yakni
partisipan menjadi non-partisipan. Walaupun demikian memasuki sebuah situs sebagai non-
partisipan merupakan sebuah pendekatan yang sering digunakan. Setelah beberapa saat, ketika
hubungan personal sudah berkembang dengan partisipan kita mengubah peranan kita menjadi
partisipan dalam seting tersebut. Keterlibatan kita dalam kedua peranan tersebut akan
menyebabkan kita secara subjektif terlibat dalam seting dan pada waktu yang sama melihat
seting secara lebih objektif.
Berikut adalah sebuah ilustrasi dimana si peneliti mulai sebagai non-participan kemudian
mengubahnya sebagai partisipan selama proses pengamatan :
Seorang peneliti yang meneliti penggunaan laptop yang berfasilitas wireless dalam metoda pembelajaran multikultural menghabiskan tiga kali kunjungan pertama ke kelas mengobservasi dari bangku belakang. Ia mencoba mempelajari proses yang terjadi selama pembelajaran, interaksi instruktur dan siswa, dan pendekatan instruktur secara menyeluruh dalam pembelajaran. Kemudian pada kunjungan yang keempat, siswa mulai menggunakan laptop dan si pengamat menjadi sebagai partisipan melalui pembentukan tim belajar bersama dengan siswa yang menggunakan laptop dari mejanya untuk berinteraksi dengan websitenya insruktur.
Proses Observasi
Sebagaimana kita lihat dalam pembicaraan tentang berbagai peranan observasi si peneliti
kualitatif terlibat dalam suatu proses pengamatan apapun peranannya. Proses ini secara umum
digambarkan dalam langkah-langkah berikut :
1. Pilih situs yang akan diobservasi yang akan membantu anda memahami lebih baik
fenomena sentral. Dapatkan izin yang diperlukan untuk bisa mengakses situs tersebut.
2. Masuki situs itu perlahan-lahan dengan melihat sekeliling; dapatkan pandangan
umum tentang situs tersebut; dan buat beberapa catatan terbatas, setidak-tidaknya
pada tahap awal ini. Lakukan observasi singkat pada tahap awal ini, karena perhatian
dan pikiran anda akan terkuras oleh semua kegiatan yang sedang berlangsung.
Memasuki situs secara pelan-pelan akan membantu anda membangun hubungan
dengan para individu yang ada di situs penelitian tersebut dan juga akan membantu
anda menyerap sebegitu banyaknya informasi.
3. Di situs tersebut, identifikasi siapa atau apa yang akan diobservasi, kapan
mengobservasinya, dan berapa lama mengobservasinya. Penjaga sekolah akan bisa
membantu memberikan arahan ketika anda membuat keputusan. Persyaratan-
persyaratan praktis mengenai situasi seperti lamanya waktu belajar atau durasi
kegiatan, akan membatasi partisipasi anda.
4. Tentukan, pada tahap awal ini, peranan anda sebagai pengamat. Pilih di antara
peranan-peranan sebagai partisipan atau non partisipan selama observasi anda pada
tahap-tahap awal ini. Pikirkan apakah akan lebih menguntungkan mengubah peranan
itu selama proses untuk bisa lebih banyak belajar tentang individu-individu atau
situs.Tak peduli apakah anda akan mengubah peranan, tapi pikirkan baik-baik peranan
apa yang akan anda mainkan dan apa alasannya.
5. Lakukan observasi berkali-kali untuk mendapatkan pemahaman yang paling baik
tentang situs dan individu-individu.Lakukan observasi secara umum dulu, perhatikan
landskap di mana peristiwa dan kegiatan berlangsung. Setelah anda makin terbiasa
dengan seting, anda bisa memulai mempersempit observasi anda pada aspek-aspek
yang lebih khusus (misalnya interaksi anak-anak dalam kelompok-kelompok kecil
selama pelajaran membaca). Perspektif luas-sempit merupakan strategi yang
bermanfaat tergantung pada banyaknya informasi yang ada yang igin diobservasi.
6. Rancang cara-cara catatan akan direkan selama observasi. Data-data yang direkam
selama observasi disebut fieldnotes (catatan lapangan). Fieldnotes adalah teks (kata-
kata) yang direkam oleh si peneliti selama observasi dalam penelitian kualitatif.
Perhatikan contoh catatan lapangan seperti yang diperlihatkan oleh Diagram 8.4.
Dalam contoh ini, Siswa-pengamat terlibat dalam participant observatioan ketika guru
minta agar para siswa menggunakan waktu selama 20 menit mengobservasi sebuah
objek seni yang sengaja dibawa oleh guru ke dalam kelas. Objek ini tidaklah objek
yang biasa dilihat para siswa. Objek itu berasal dari Indonesia dan memiliki alas
persegi empat terbuat dari bambu dan di atasnya ditutup dengan bulu (rambut) kuda.
Barangkali objek itu digunakan untuk sesuatu kegiatan ritual keagamaan. Ini
merupakan objek yang bagus untuk digunakan sebagai wadah bagi kegiatan observasi
karena susah mengenali dan mendeskripsikannya. Si guru menyuruh para siswa
mengobservasi objek tersebut dan merekam atau membuat catatan lapangan,
mendskripsikannya dan memberikan repfleksi terhadapnya (menyangkut pemahaman,
dugaan, tema) yang muncul selama mengobservasi.
Seperti terlihat pada Figur 8.4, satu orang siswa merekam apa yang dia amati
melalui inderanya--menyentuh, melihat, mendengar bunyi, dan mencium bau--objek
tersebut, merekam apa-apa yang terpikirkan olehnya kira-kira setiap 5 menit.
Perhatikanlah bahwa catatan lapangan yang dibuat para siswa terlihat dalam kalimat-
kalimat dan notasi-notasi yang komlit berkenaan dengan kutipan (apa-apa yang dikatakan
oleh) siswa-siswa lainnya. Catatan-catatan yang terlihat pada kolom sebelah kanan
memperlihatkan bahwa si siswa ini mulai melakukan refleksi untuk mendapatkan
gagasan-gagasan yang lebih luas dari pengalaman dan catatan tentang bagaimana siswa-
siswa lainnya memberikan reaksi terhadap objek dimaksud. Judul yang ada di atas catatan
lapangan tersebut merekam informasi yang esensial tentang waktu, tempat, dan kegiatan
yang diamati.
7. Pikirkan informasi tentang apa yang akan anda rekam selama observasi. Contoh,
informasi tersebut boleh jadi mencakup potret partisipan, seting fisik, peristiwa-
peristiwa dan kegiatan-kegiatan tertentu, dan reaksi-reaksi pribadi (Bogdan & Biklen,
1998). Pada saat mengobservasi kelas, misalnya, kita boleh merekam kegiatan-
kegiatan guru, para siswa, interaksi antara siswa dan guru, percakapan antara siswa
8. Rekam catatan-catatan deskriptf dan reflektif. Descriptive fieldnotes (catatan-catatan
deskriptif) merekam deskripsi suatu peristiwa, kegiatan, dan orang-orang (apa yang
terjadi). Reflective fieldnotes (catatan-catatan reflektif) merekam pemikiran pribadi
yang dimiliki oleh si peneliti yang terkait dengan pemahamannya, dugaan, atau
gagasan-gagasan atau tema-tema yang lebih luas yang muncul ketika observasi
dilakukan (misalnya apa kesan anda tentang situs, orang-orang, dan situasi).
9. Buat keberadaan anda diketaui, tapi tetap unobtrusive (tidak mengganggu). Selama
observasi berlangsung, sebaiknya anda diperkenalkan oleh seseorang bila anda
seorang outsider atau baru pada seting atau orang-orang yang ada. Bersikap pasif saja,
ramah, dan hormat kepada orang-orang yang ada di situs.
10. Setelah selesai mengobservasi, secara berangsur-angsur mundur dari situs. Ucapkan
terima kasih kepada partisipan dan beri tahu mereka tentang penggunaan data yang
anda kumpulkan dan tentang bisanya mereka mengakses ringkasan hasil penelitian
nantinya ketika penelitian ini sudah selesai.
Figur 8.5 membuat ringkasan lankah-langkah yang diutarakan di atas dalam bentuk
check list yang dapat anda gunakan untuk mengakses apakah anda siap untuk melakukan
observasi. Pertanyaan-pertanyaan dalam check list tersebut memperlihatkan urutan yang
sebaiknya anda pertimbangkan sebelum, selama, dan sesudah observasi.
Wawancara
Sama populernya dengan observasi dalam penelitian kualitatif adalah wawancara.
Wawancara kualitatif terjadi ketika si peniliti mengajukan kepada satu atau lebih partisipan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum dan terbuka dan kemudian merekam jawaban mereka
tersebut. Setelah itu si peneliti mentranskripsikannya serta mengetikkan data-data tersebut ke
dalam file-file komputer untuk dianalisis.
Dalam penelitian kualitatif, anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka sehingga
para partisipan bisa menyuarakan pengalaman-pengalaman mereka lebih baik tanpa ada
hambatan dan pembatasan atas dasar perspektif si peneliti atau oleh temuan-temuan penelitian
terdahulu. Jawaban yang terbuka atas sebuah pertanyaan memungkinkan si partisipan memilih
opsi untuk menjawab. Contoh, dalam sebuah wawancara kualitatif terhadap para atlit di SMA,
anda mungkin mengajukan pertanyaan:”Bagaimana anda menyeimbangkan partisipasi dalam
atletik dengan tugas-tugas sekolah?”si atlit memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini tanpa
dipaksa untuk menjawab dengan alternatif-alternatif yang sudah ada. Si peneliti selalu merekam
secara audio percakapan itu dan kemudian mentraskripsikan informasi tersebut ke dalam kata-
kata untuk keperluan analisis.
Wawancara dalam penelitian kualitatif memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa
kelebihannya adalah bahwa wawancara memberikan informasi yang bermanfaat ketika anda
tidak secara langsung mengamati si partisipan, dan wawancara juga memungkinkan si partisipan
untuk mendeskripsikan informasi pribadinya secara rinci. Dibandingkan dengan pengamat, si
pewawancara bisa mengajukan pertanyaan-pertanyan spesifik untuk memancing informasi ini.
Beberapa kelemahannya adalah bahwa wawancara hanya memberikan informasi yang
sudah disaring melalui pandangan si pewawancara (misalnya si peneliti menyarikan pandangan
si partisipan di dalam laoran penelitian). Disamping itu, sama halnya dengan observasi, data-data
wawancara boleh jadi menipu dan oleh si pewawancara mungkin, disengaja atau tidak, diberikan
perspektif yang ingin didengar oleh si peneliti. Kelemahn yang lain adalah bahwa kehadiran si
peneliti boleh jadi berpengaruh terhadap bagaimana orang yang diwawancarai memberikan
jawabannya. Jawaban orang yang diwawancarai boleh jadi juga tidak mengena, tidak mudah
difahami, atau tidak jelas. Disamping itu, masalah-masalah terkait dengan peralatan mungkin
juga bermasalah, dan karenanya anda sebaiknya mengatur peralatan yang digunakan untuk
merekam dan mentranskripsikan (bila ada) sebelum wawancara dilakukan. Selama masa
wawancara, anda harus memberikan perhatian terhadap percakapan anda dengan si partisipan.
Perhatian ini bisa jadi berupa sedikit bicara, mengontrol emosi, dan menggunakan pemecah
kebekuan untuk mendorong individu-individu berbicara. Atas dasar kesemuanya ini, masuk
akallah apabila para peneliti yang kurang berpengalaman menunjukkan keterkejutannya akan
kesulitan yang dihadapi
Tipe-tipe Wawancara dan Pertanyaan-pertanyaan Terbuka dalam Angket
Sekali anda telah menetapkan wawancara sebagai alat pengumpul data, anda perlu
memikirkan apa bentuk wawancara yang paling baik untuk bisa memahami fenomena sentral dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian anda.Ada sejumlah pendekatan terhadap
wawancara dan penggunaan pertanyaan-pertanyaan terbuka pada angket. Pendekatan wawancara
mana yang akhirnya akan anda gunakan tergantung pada keterjangkaun para individu, uang,
waktu yang tersedia.
Wawancara satu lawan satu: Pendekatan yang paling banyak memakan waktu dan mahal
adalah melakukan wawancara secara individual. Pendekatan yang paling populer dalam
penelitian pendidikan, wawancara satu lawan satu, adalah proses pengumpulan data di mana si
peneliti mengajukan pertanyaan kepada dan merekam jawaban dari satu orang partisipan pada
suatu waktu tertentu. Dalam sebuah penelitian kualitatif, anda bisa saja menggunakan
wawancara satu lawan satu berkali-kali, seperti bertanya kepada para administrator, konselor
kesehatan para siswa untuk mengungkapkan kesannya atas insiden bersenjata (gunman incident)
(Asmussen & Creswell, 1995). Wawancara satu-lawan-satu memang ideal untuk mewawancarai
para partisipan yang tidak segan-segan berbicara, bicaranya mengena, dan yang mau berbagi
gagasan secara menyenangkan.
Wawancara kelompok terfokus: Kelompok terfokus bisa digunakan untuk mengumpulkan data
tentang pemahaman bersama dari sekolompok individu ataupun untuk memperoleh pendapat
dari orang-orang tertentu. Wawancara kelompok terfokus adalah proses pengumpulan data
melalui wawancara dengan sekelompok orang, biasanya antara empat sampai enam orang. Si
peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan yang bersifat umum dan memancing tanggapan dari
individu-individu di dalam kelompok. Wawancara kelompok terfokus akan bermanfaat apabila
interaksi antara para individu yang diwawancarai menghasilkan informasi yang paling baik dan
apabila orang-orang yang diwawancarai itu terdiri dari orang yang sama dan kooperatif satu
sama lain. Wawancara seperti ini juga bermanfaat apabila waktu yang tersedia untuk
mengumpulkan data terbatas dan para individu sungkan-sungkan memberikan informasi
(walaupun beberapa orang diantaranya boleh jadi enggan memberikan informasi pada
wawancara jenis apapun).
Ketika mengadakan wawancara kelompok terfokus, dorong pra partisipan untuk
berbicara dan bergiliran. Kelompok terfokus bisa jadi menantang bagi pewawancara yang kurang
menguasai wawancara berbentuk diskusi. Disamping itu, apabila wawancara kelompok terfokus
ini direkam dengan audiotape, si transkricptionist (orang yang mentranskrpsikan) boleh jadi
akan menemui kesulitan membedakan suara masing-masing individu di dalam kelompok.
Masalah lainnya adalah bahwa si peneliti sering memiliki kesulitas membuat catatan karena
sedemikian banyaknya hal yang terjadi. Perhatikan contoh prosedur wawancara kelompok
terfokus berikut:
Siswa sekolah menengah atas, yang disponsori oleh tim peneliti universitas, melaksanakan wawancara kelompok terfokus terhadap para siswa lainnya tentang penggunaan tembakau di beberapa sekolah (Plano Clark, dkk, 2001). Pada beberapa wawancara, dua orang siswa pewawancara – satu mengajukan pertanyaan dan satu lagi merekam jawaban – memilih enam orang siswa untuk diwawancarai dalam sebuah kelompok terfokus. Wawancara klompok terfokus ini berlangsung selama satu setengah jam dan pewawancara merekam wawancara tersebut dengan tape rekorder sambil juga membuat catatan selama wawancara. Karena kelompoknya kecil, transcriptionist tidak menemui kesulitan mentranskripsikan wawancara tersebut dan mengidentifikasi suara masing-masing individu. Masing-masing siswa pada awal wawancara itu menyebutkan nama mereka.
Wawancara melalui telefon. Bisa jadi tidak ada kemungkinan bagi anda untuk mengumpulkan
sekelompok orang untuk diwawancarai atau untuk mengunjungi individu-individu satu demi
satu. Para partisipan dalam sebuah penelitian boleh jadi secara geografis tersebar dan tidak bisa
datang ke sebuah lokasi untuk diwawancarai. Dalam situasi seperti ini, anda bisa melakukan
wawancara melalui telefon. Melakukan wawancara melalui telefon adalah suatu proses
pengumpulan data menggunakan telefon dan mengajukan sejumlah pertanyaan yang bersifat
umum. Wawancara melalui telefon mempersyaratkan agar si pewawancara menggunakan
telephone adaptor dan menyambungnya ke telefon dan ke tape rekorder guna mendapatkan
rekaman wwancara yang jelas. Salah satu kelemahan dari wawancara jenis ini adalah bahwa si
peneliti tidak memiliki kontak langsung dengan partisipan. Ini menyebabkan komunikasi yang
terbatas yang bisa jadi berpengaruh terhadap kemampuan si peneliti memahami persepsi si
partisipan tentang fenomena sentral. Disamping itu, biaya telefon mungkin juga tinggi. Coba
perhatikan contoh berikut tentang prosedur wawancara melalui telefon:
Dalam sebuah penelitian berkenaan dengan pembantu dekan bidang akademik di lemabag-lemaga perguruan tinggi, Creswell dkk (1990) melakukan wawancara telefon terbuka yang berlangsung selama 45 menit masing-masing terhadap 200 orang pembantu dekan bidang akademik di kampus-kampus perguruan tinggi di AS. Si peneliti mula-mula mendapat izin dari para pembantu dekan bidang akademik ini untuk berpartisipasi dalam sebuah wawancara dengan mengontak mereka melalui surat. Si peneliti juga menjadwalkan waktu yang nyaman bagi mereka untuk berpartisipasi dalam wawancara melalui telefon. Kemudian si peneliti membeli tape rekorder dan telephone
adaptor untuk dapat melakukan wawancara melalui telefon. Si peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka seperti “Bagaimana anda mempersiapkan diri anda untuk jabatan ini?” Wawancara menghasilkan transkrip sepanjang kira-kira 3.000 halaman. Analisis terhadap halaman-halaman ini menghasilkan laporan berkenaan dengan bagaimana para pembantu dekan bidang akademis ini mengembangkan program peningkatan profesional para dosen mereka pada masing-masing jurusan atau fakultas.
Wawancara melalui e-mail elektronik: Tipe wawancara lain yang bermanfaat dalam
pengumpulan data kualitatif yang cepat dari sekelompok orang yang secara geografis tersebar
adalah wawancara melalui e-mail. Wawancara tipe ini terdiri dari pengumpulan data yang
bersifat terbuka melalui wawancara dengan individu-individu dengan menggunakan komputer
dan internet. Apabila anda bisa mengumpulkan daftar alamat e-mail, bentuk wawancara seperti
ini akan memberikan akses yang cepat terhadap sejumlah besar orang dan database yang kaya
berbentuk teks untuk analisis kualitatif. Wawancara seperti ini juga akan memungkinkan terjadi
percakapan antara anda sebagai peneliti dan para partisipan sehingga melalui percakapan
selanjutnya anda bisa mengembangkan pemahaman anda tentang topik atau fenomena sentral
yang sedang anda teliti.
Walaupun demikian, wawancara melalui e-mail akan menimbulkan isu-isu etika yang
rumit, seperti apakah anda mendapat izin bagi para individu itu untuk berpartisipasi dalam
wawancara anda, dan apakah anda akan memproteksi kerahsiaan jawaban-jawaban mereka.
Disamping itu, hal tersebut mungkin akan sulit, dalam situasi atau kondisi tertentu, mendapatkan
daftar alamat e-mail yang terkini atau daftar nama orang-orang yang tepat untuk menjawab
pertanyaan anda. Contoh, bagaimana anda mencari alamat e-mail orang-orang tertentu (mialnya
anak-anak di bawah 10 tahun), yang barangkali tidak memiliki alamat e-mail? Walaupun
memiliki kelemahan seperti ini, wawancara melalui e-mail sebagai salah satu bentuk
pengumpulan data barangkali akan meningkat sejalan dengan makin berkembangnya teknlogi
informasi. Perhatikan contoh survai melalui e-mail terbuka berikut:
Empat orang peneliti mengkombinasikan sumberdaya untuk mengembangkan daftar e-mail para dosen yang mengajarkan mata kuliah mixed method of research (metoda penelitian kuantitatif dan kualitatif terpadu)(Creswell, Tashakkori, Jensen, & Shapely, 2003). Mereka mulai dengan daftar e-mail 31 orang dosen dan mengirimkan wawancara terbuka kepada para dosen tersebut minta informasi berkenaan dengan praktek-praktek perkualiahan mereka. Misalnya, mereka mengajukan pertanyaan, “Pernahkan anda mengajarkan mata kuliah yang materinya menggabungkan metoda kuantitatif dan kualitatif?” “Kenapa, menurut pendapat anda, para mahasiswa mengikuti kuliah tentang
metoda terpadu ini?” dan “Bagaimana penilaian anda terhadap metoda penelitian terpadu ini?”. Setelah menerima survai melalui e-mail ini, para partisipan menjawab masing-masing pertanyaan dengan jalan menuliskan apa-apa yang mereka alami dan mengirimkannya kembali dengan menggunakan fasilitas “reply” dari program e-mail. Prosedur ini menghasilkan database kualitatif berbentuk teks terbuka berkenaan dengan tanggapan dari banyak sekali individu yang telah mengikuti perkuliahan metoda penelitian terpadu (mixed reserach method).
Pertanyaan-pertanyaan terbuka dalam Angket
Dalam sebuah angket, anda bsa mengajukan beberapa buah pertanyaan terbuka dan
beberapa buah pertanyaan tertutup. Keuntungn dari pertanyaan-pertanyaan seperti ini adalah
bahwa pertayaan-pertanyaan tertutup yang sudah dipersiapkan sebelumnya bisa menjaring
informasi yang bermanfaat guna mendukung teori atau konsep yang terdapat di dalam literatur.
Walaupun demikian, jawaban-jawaban yang bersifat terbuka bisa memungkinkan kita
menelusuri alasan-alasan yang diberikan pada pertanyaan-pertanyaan tertutup dan
mengidentifikasi setiap komentar yang mungin diberikan orang diluar jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan angket tertutup. Kelemahan dari pendekatan ini adalah bahwa anda akan
memiliki banyak jawaban--ada yang panjang ada yang pendek--untuk dianalisis. Biasanya, para
peneliti kualitatif, akan mencari tema-tema yang tumpang tindih di dalam data yang terbuka dan
beberapa peneliti menghitung jumlah tema atau frekuensi tema itu yang disebut-sebut oleh
partisipan. Contoh, seorang peneliti boleh jadi mengajukan pertanyaan tertutup yang diikuti oleh
pertanyaan terbuka:
Bisakah anda mengatakan sejauh mana anda setuju atau tidak setuju terhadap
pernyataan ini: “Kebijakan yang mengatur pesta minum minuman keras di kampus
terhadap mahasiswa seharusnya lebih diperketat:
_____ Setuju sekali?
_____ Setuju?
_____ Abstain (tidak berpendapat)?
_____ Tidak setuju?
_____ Sangat tidak setuju?
Mohon jelaskan jawaban anda secara lebih rinci!
Dalam contoh ini, si peneliti mulai dengan pertanyaan tertutup dengan lima kategori
pilihan jawaban yang diikuti oleh sebuah pertanyaan terbuka di mana partisipan diminta
menjelaskan alasan terhadap jawabannya itu.
Pelaksanaan wawancara
Dari semua bentuk wawancara yang bermacam ragam itu, ada beberapa langkah umum
yang diikuti dalam melakukan wawancara atau dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan yang
bersfat terbuka:
1. Identifikasi orang yang akan diwawancarai. Gunakan salah satu strategi
pemilihan sampel purposif yang telah dibicarakan pada bab terdahulu.
2. Tentukan jenis wawancara yang akan digunakan. Pilih salah satu yang
diperkirakan akan paling membantu dalam memahami pandangan partisipan
dalam menjawab setiap pertanyaan penelitian. Pertimbangkan apakah anda akan
menggunakan wawancara melalui telefon, wawancara kelompok terfokus,
wawancara satu-lawan satu, wawancara dengan e-mail, angket, atau kombinasi
dari semua: satu atau lebih bentuk ini.
3. Selama wawancara berlangsung, rekam pertanyaan dan jawabannya dengan
menggunakan tape rekorder. Ini akan memberikan kepada anda rekaman yang
akurat dari percakapan tersebut. Gunakan prosedur perekaman yang baik, seperti
penggunaan mikrofon yang kecil yang dicantolkan di kemeja atau di kerahnya
untuk wawancara satu-lawan satu, dan mikrofon dengan arah yang cocok untuk
wawancara kelompok terfokus. Siapkan tape rekorder dan telephone adaptor
untuk wawancara melalui telefon, dan anda harus memahami secara menyeluruh
tentang program-program terkait e-mail untuk keperluan wawancara dengan e-
mail.
4. Buat catatan-catatan singkat selama wawancara. Walaupun bunyinya praktis
untuk merekam sebuah wawancara dengan tape rekorder, tapi wanti-wantilah
untuk tetap membuat catatan kalau-kalau tape rekorder tidak berfungsi. Anda
simpan catatan-catatan ini dalam apa yang disebut protokol wawancara, yang
akan dibicarakan selanjutnya pada bahagian lain dalam bab ini. Ingat bahwa
catatan-catatan yang dibuat selama wawancara itu boleh jadi belum lengkap
karena tentu anda akan mengalamai kesulitan mengajukan pertanyaan dan
menuliskan jawaban yang dilakukan pada waktu yang bersamaan. Tulisan
dengan bentuk singkatan-singkatan (misalnya ungkapan-ungkapan pendek
diikuti oleh garis) bisa mempercepat proses pencatatan ini.
5. Cari lokasi yang sunyi, tempat yang cocok untuk melakukan wawancara. Bila
mungkin, wawancara di lokasi yang bebas dari gangguan dan pilih seting yang
memudahkan melakukan rekaman audio. Ini berarti, misalnya, bahwa lounge
(ruang tunggu) guru/dosen yang sibuk bisa jadi bukan tempat yang paling baik
untuk wawancara karena suara-suara dan gangguan-gangguan lain yang
mungkin ada.
6. Mintakan izin atau restu terlebih dahulu dari para partisipan untuk
berparisipasi dalam penelitian ini. Dapatkan restu dari orang yang akan
diwawancarai dengan minta dia mengisi formulir pada saat anda sampai.
Sebelum memulai wawancara, beritahukan kepadanya tujuan penelitian, waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara, rencana penggunaan hasil
wawancara, dan bisanya dia memiliki atau membaca ringkasan penelitian
nantinya.
7. Buat rencana tapi yang fleksibel. Selama wawancara, berpeganglah kepada
pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi tetap fleksibel sambil bercakap-cakap dengan
orang yang diwawancarai. Selesaikan pertanyaan-pertanyaan itu selama jangka
waktu yang sudah ditentukan ((jika mungkin), hormati dan sopan santunlah
terhadapnya. Ingat bahwa kunci bagi wawancara yang baik adalah menjadi
pendengar yang baik.
8. Gunakan probes untuk mendapatkan informasi tambahan. Probes adalah sub-
pertanyaan yang termasuk pada pertanyaan induk yang ingin dicarikan informasi
tambahannya. Gunakan probe tersebut untuk mengklarifikasi hal-hal tertentu
atau minta orang yang diwawancarai menjelaskan gagasannya. Probe ini
bervariasi mulai dari mengekplorasi, menginformasi secara lebih mendalam
(elaborasi) sampai pada mengajukan pertanyaan kepada orang yang
diwawancarai untuk menjelaskan jawabannya secara lebih rinci (klarifikasi).
Tabel 8.2 memperlihatkan kedua tipe probe ini yang menggunakan ilustrasi
yang diambil dari studi kasus “gunmen incident” untuk memperlihatkan contoh
memberikan klarifikasi dan mengelaborasi.
9. Bersopan santun dan profesional ketika wawancara telah selesai. Akhiri
wawancara dengan mengucapkan terima kasih kepada partisipan, dan yakinkan
mereka akan kerahasiaan jawaban mereka dan tanyakan pada mereka apakah
mereka mau mendapatkan ringkasan dari hasil penelitian ini nanti.
Diagram 8.6 meringkaskan prosedur wawancara yang baik dalam sebuah cheklist yang
disadur dari Gay dan Airasian (2003). Pertanyaan-pertanyaan dalam cheklist itu memperlihatkan
urutan yang mungkin dapat anda ikuti sebelum, selama atau sesudah wawancara.
Coba kita kembali ke pada Maria, yang perlu menentukan prosedur pengumpulan data
yang bagaimana yang akan dia gunakan. Karena ia sudah berpengalaman berbicara dengan para
siswa dan sejawatnya sesama guru, ia memutuskan bahwa wawancaralah yang terbaik. Ia lantas
melaksanakan wawancara kepada para siswa dan lima orang guru di sekolah tersebut. Setelah
mendapatkan restu dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/kota, dan kepala sekolah yang
bersangkutan, ia juga harus mendapakan restu dari para siswa (dan dari orang tua atau wali
mereka) serta para guru. Untuk memilih orang-orang ini, ia dengan sengaja memilih indvidu-
ndividu yang akan dijadikan sample yang akan berbicara dari perspektif yang berbeda-beda
(maximal variation sampling). Ia menyadari bahwa di sekolah tersebut terdapat kelompok-
kelompok yang berbeda, seperti “atlit”, penyanyi, pengurus organisasi kesiswaan (OSIS), siswa-
siswa biasa, dan “cheerleaders.” Ia mengidentifikasi seorang siswa dari masing-masing
kelompok tersebut, dengan harapan bahwa ia akan mendapatkan perspektif yang beragam yang
mewakili pendapat yang komplek tentang topik berkenaan dengan kepemilikan senjata di
sekolah.
Kemudian, ia memilih lima orang guru, masing-masing mewakili bidang (mata
pelajaran) yang berbeda-beda, seperti IPS, IPA, olah raga, musik/kesenian, dan drama (bahasa).
Setelah itu, ia merancang pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, seperti “ Bagaimana
ceritanya kok senjata bisa ada di sekolah kita ini?” dan “Apa-apa saja jenis senjata yang ada di
sekolah kita ini?”. Ia perlu menjadwalkan wawancara, melaksanakannya, merekam infomasi
dengan tape rekorder, membuat beberapa catatan, menghormati pendapat dan hak-hak para
siswa, para guru yang berpartisipasi dalam wawancara dimaksud.
Sewaktu anda membaca prosedur tersebut, menurut anda apa kelebihan dan kelemahan/
keterbatasannya? Catatlah masing-masing kelebihan dan kekurangnya.
Dokumen
Satu sumber informasi yang bermanfaat dalam penelitian kualitatif bisa jadi dokumen.
Dokumen terdiri dari arsif-arsif yang bersifat publik atau pribadi yang boleh jadi diperoleh oleh
para peneliti kualitatif tentang situs atau partisipan pada suatu penelitian, dan ini mencakup
koran, catatan-catatan rapat, buku harian (journal) pribadi dan surat-surat. Kesemua sumber ini
memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam rangka membantu para peneliti memhami
fenomena sentral dalam penelitian kualitatif. Sumber-sumber ini mewakili dokumen-dokumen
publik dan pribadi. Contoh dari dokumen publik adalah catatan-catatan rapat, memo-memo
resmi, arsif-arsif yang tergolong domainnya publik, dan bahan-bahan arsif di perpustakaan.
Dokumen-dokumen pribadi terdiri dari jurnal pribadi, diary, surat-surat, catatan-catatan pribadi,
dan peringatan-peringantan yang ditulis untuk diri sendiri. Bahan-bahan seperti komentar-
komentar e-mail dan data-data dari web site serta dokumen-dokumen pribadi kesemuanya ini
merupakan contoh dari sumber data yang makin banyak digunakan oleh para peneliti kualitatif.
Dokumen merupakan sumber yang baik untuk data berbentuk teks (kata-kata) bagi
sebuah penelitian kualitatif. Sumber tersebut memiliki kelebihan tersendiri karena ia merupakan
bahasa dan kata-kata dari para partisipan itu sendiri, yang biasanya mendapat pertimbangan yang
matang sebelum diungkapkan. Ia juga siap untuk dianalisis tanpa perlu ditranskripsikan seperti
halnya data-data yang diperoleh dari observasi dan wawancara.
Pada sisi negatifnya, dokumen kadang-kadang susah dicari dan diperoleh. Informasi
dari sumber dokumen ini boleh jadi tidak bisa diperoleh secara publik. Informasi boleh jadi
disimpan pada suatu tempat yang jauh sehingga si peneliti harus melakukan perjalanan yang
tentu saja memakan waktu dan mungkin juga biayanya mahal. Selanjutnya, dokumen-dokumen
itu boleh jadi juga tidak lengkap, tidak autentik, atau tidak akurat. Contoh, tidak semua catatan
rapat lembaga pengelola sekolah itu akurat karena para pengurusnya boleh jadi tidak mengecek
atau meninjau ulang keakuratannya. Pada dokumen-dokumen pribadi, seperti diary, atau surat-
surat, tulisan tangannya bisa jadi susah dibaca, yang membuat informasi yang terkandung di
dalamnya susah untuk dimaknai.
Pengumpulan dokumen
Karena sedemikian banyaknya variasi dalam dokumn ini, ada beberapa prosedur yang
harus diikuti dalam mengumpulkannya. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam pengumpulan
dokumen bagi kepentingan penelitian kualitatif:
a) Identifikasi tipe dokumen yang berisikan informasi yang bermanfaat dalam rangka
menjawab pertanyaan penelitian kualitatif
b) Pertimbangkanlah dokumen-dokumen publik (seperti catatan-catatan rapat lembaga
pengelola sekolah) dan dokumen-dokumen pribadi (seperti diary) sebagai sumber
informasi bagi penelitian anda
c) Sekali dokumen tersebut sudah ditemukan, mintakan izin untuk menggunakannya dari
individu-individu yang bertanggung atas bahan-bahan tersebut
d) Apabila anda minta para partisipan membuat jurnal (catatan harian), berikan petunjuk
yang jelas berkenaan dengan prosedurnya. Petunjuk ini boleh jadi mencakup tentang
topik dan format yang digunakan, panjangnya catatan-catatan tersebut per butir
informasi, pentingnya pemikiran mereka dituliskan dari sisi legalitasnya
e) Apabila izin sudah didapatkan untuk menggunakan dokumen-dokumen tersebut, cek
akurasi, kesempurnaan, dan manfaatnya dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam penelitian anda.
f) Rekam informasi yang ada dalam dokumen. Proses ini bisa mengambil beberapa bentuk,
termasuk membuat catatan tentang dokumen atau, bila memungkinkan, men-scannya
secara optik sehingga fie-fie berbentuk teks (atau kata-kata) bisa dibuat dari masing-
masing dokumen tersebut. Anda bisa dengan mudah men-scan berita-berita yang terdapat
di koran-koran (pidato calon-calon presiden) dalam rangka membangun data base
berbentuk teks secara kualitatif.
Dari pengumpulan dokumen-dokumen pribadi si peneliti bisa mendapatkan sumber
informasi yang kaya. Contoh, dalam sebuah penelitian yang memanfaatkan jurnal yang dibuat
oleh para wanita:
Sumber penting untuk mempelajari wanita pada jabatan pengawas adalah jurnal atau diary yang mereka buat berkenaan dengan pengalaman-pengalaman mereka. Si peneliti meminta kepada tiga orang pengawas wanita untuk membuat diary selama enam bulan dan mencatat reaksi-reaksi mereka sebagai seorang wanita terhadap kapasitas mereka melaksanakan rapat-rapat resmi yang pada umumnya dihadiri oleh pria.
Jurnal-jurnal sepert ini berguna sekali untuk mempelajari kehidupan para wanita di
dunia kerja pada seting-seting kependidikan.
Bahan-bahan audio visual
Tipe terakhir dari data kualitatif yang perlu dikumpulkan adalah bahan-bahan audio
visual. Bahan-bahan audio visual terdiri dari gambar-gambar, bunyi-bunyian yang dikumulkan
oleh si peneliti dalam rangka membantu mereka memahami fenomena sentral yang diteliti. Yang
makin sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah gambar-gambar, atau bahan-bahan
audio-visual seperti foto, pita rekaman, gambar-gambar digital, lukisan-lukisan dan gambar,
unobtrusive measures, (yakni bukti yang disimpulkan dari seting, seperti jejak-jejak fisik kayak
jejak telapak kaki di salju; lihat pembicaraan Webb (1966) tentang uobtrosive measures).Semua
ini merupakan sumber informasi bagi penelitian kualitatif. Salah satu pendekatan dengan
menggunakan fotografi adalah teknik photo elicitation. Dalam pendekatan ini, kepada para
partisipan diperlihatkan gambar-gambar (gambar-gambar mereka sendiri atau gambara-gambar
yang diambil oleh si peneliti) dan minta mereka berbicara tentang isi atau yang ditampilkan oleh
gambar-gambar tersebut. Gambar-gambar ini bisa jadi foto-foto pribadi atau album fofo-foto
bersejarah (lihat Ziller, 1990).
Keuntungan dari menggunakan bahan-bahan audio-visual ini adalah bahwa orang
dengan mudah tertarik pada gambar-gambar karena dalam budaya kita gambar dapat menyentuh
perasaan seseorang. Gambar memberikan peluang bagi para partisipan untuk dapat berbagi
persepsi tentang realitas secara langsung dengan orang-orang lainnya. Gambar-gambar seperti
ditanyangkan oleh video-tapes dan filem, umpamanya, memberikan data yang sangat ekstensif
tentang kehidupan nyata sebagaimana divisualisasikan orang. Kelemahan dari penggunaan
gambar adalah bahwa gambar sukar dianalisis karena informasinya yang sangat kaya (misalnya
bagaimana anda menarik makna dari semua aspek yang ada dalam 50 buah gambar tentang para
calon guru yang memberikan kesan kayak apa sih guru-guru IPA itu). Disamping itu, anda
sebagai seorang peneliti bisa juga berpengaruh terhadap data yang dikumpulkan, Dalam memilih
album foto untuk dikaji atau dalam menyuruh partispan agar tipe gambar tertentu dibuat
sketsanya, anda berkemungkinan memaksakan makna anda sendiri tentang sesuatu fenomena
kepada para partisipan, ketimbang mendapatkan pandangan mereka sendiri. Ketika melakukan
perekaman dengan videotape, anda akan berhadapan dengan isu apa yang akan direkam, di mana
kamera akan ditempatkan, dan perlunya anda sensitif terhadap individu-individu yang malu
dengan kamera.
Mengumpulkan bahan-bahan audio-visual
Walaupun adanya masalah-masalah potensial, bahan-bahan audio-visual menjadi lebih
populer dalam penelitian kualitatif, terutama dengan berkembang pesatnya teknologi. Langkah-
langkah yang diikuti dalam pengumpulan bahan-bahan audio-visual sama dengan pengumpulan
dokumen:
1) Tentukan bahan-bahan visual apa yang bisa memberikan berisi infomasi daa rangka
menjawab pertanyaan penelitian dan bagaimana bahan-bahan tersebut bisa memberi
nilai tambah terhadap bentuk-bentuk data yang ada seperti wawancara dan observasi.
2) Identifikasi bahan-bahan visual yang ada dan dapatkan izin untuk menggunakannya.
Izin ini boleh jadi mempersyaratkan izin dari semua siswa di dalam kelas, misalnya,
menanda tangani formulir persetujuan dan minta agar orang tua mereka juga mengisi
formulir tersebut,
3) Cek akurasi dan otentisitas dari bahan-bahan visual tersebut apabila bukan anda sendiri
yang melakukan perekaman/pencatatan. Salah satu cara mengecek akurasi tersebut
adalah dengan mengontak dan mewawancarai fotografernya atau individu-individu yang
ada dalam gambar tersebut.
4) Kumpulkan data-datanya dan susun. Anda bisa juga menscan data-data secara optik
demi kemudahan memasukkan dan memanggilnya kembali (di komputer).
Untuk memberikan ilustrsi tentang penggunaan bahan-bahan visual ini, perhatikanlah
contoh di mana si peneliti mendistribusikan kamera guna mmendapatkan foto:
Peneliti memberikan kamera Polaroid kepada 40 orang siswa perempuan dan 40 siswa pria masing-masing kelas 4 SD untuk mata pelajaran IPA guna merekam pemahaman mereka tentang lingkungan. Para partisipan itu diminta mengambil foto-foto atau gambar-gambar yang memperlihatkan usaha-usaha pelestarian lingkungan di dalam masyarakat. Hasilnya, si peneliti mendapatkan 24 buah gambar dari msing-masing anak yang dapat digunakan untuk memahami bagaimana anak-anak muda ini
melihat/menyikapi lingkungan. Bisa difahami bahwa fofo-foto tupai dan binatang-binatang piaraan (di luar rumah) mendominasi kumpulan gambar dalam data base ini.
Salah satu proses yang esensial dalam penelitian kualitatif adalah merekam data
(Lofland & Lofland, 1995). Proses ini mencakup mencatat informasi melalui research protocol
dalam pelaksanaan pengumpulan data sehingga kita mampu mengantisipasi masalah-masalah
yang mungkin timbul dan membuat kita sensitif terhadap isu-isu etika yang akan berpengaruh
terhadap kualitas data yang akan kita peroleh.
Penggunaan prototokol
Seperti sudah diungkapkan terdahulu, untuk dokumen-dokumen dan bahan-bahan
visual, proses perekaman informasi itu boleh jadi berlangsung secara informal (membuat catatan)
atau formal (secara optis melakukan scan terhadap bahan-bahan guna mendapatkan file-file
komputer berbentuk teks yang lengkap). Untuk wawancara dan observasi, para peneliti kualitatif
menggunakan protokol yang secara khusus dirancang. Protokol perekaman data adalah
formulir-formulir yang secara khusus dirancang dan digunakan oleh para peneliti kualitatif untuk
merekam/mencatat informasi selama observasi dan wawancara.
Protokol untuk wawancara
Selama wawancara berlangsung, penting kiranya dimiliki cara atau alat yang digunakan
untuk memberikan struktur pada wawancara serta untuk melakukan pencatatan secara cermat.
Seperti telah disebutkan, perekaman wawancara secara audio akan memberikan rekaman
wawancara yang rinci. Sebagai back-up, kita perlu membuat catatan selama wawancara dan
memiliki pertanyaan-pertanyaan yang sudah siap untuk diajukan. Fungsi protokollah untuk
mengingatkan kita terhadap pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dan menunjukkan cara
merekam catatan-catatan tersebut. Protokol wawancara adalah sebuah formulir yang dirancang
oleh si peneliti yang berisikan catatan atau petunjuk tentang proses wawancara, pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan, dan ruang (bahagian yang kosong tak berisi tulisan) untuk
melakukan pencatatan atas respon-respon yang diberikan oleh mereka-mereka yang
diwawancarai.
Pengembangan dan rancangan protokol wawancara
Untuk bisa memahami secara lebih baik rancangan dan penampilan dari formulir ini,
perhatikanlah protokol wawancara kualitatif yang digunakan selama studi kasus “gunman
incident” (Asmussen & Crewell, 1995) sebagaimana diperlihatkan oleh Diagram 8.7. Diagram
ini memperlihatkan protokol bentuk ukuran kecil (kecil dari ukuran yang sebenarnya); dalam
protokol aslinya, ruang (bahagian yang kosong tak dituliskan) yang lebih besar disediakan di
antara masing-masing pertanyaaan untuk mencatat jawaban. Diagram 8.7 memberikan ilustrasi
tentang komponen-komponen yang bisa dimasukkan ke dalam rancangan protokol wawancara.
Protokol wawancara ini berisikan heading (judul) guna mencatat informasi yang esensial
tentang wawancara, pernyataan tentang tujuan penelitian, pemberitahuan agar para
partisipan menanda tangani formulir persetujuan wawancara, dan saran agar tape rekorder
sebelum digunakan, dicek terlebih dahulu. Informasi lain yang bisa dimasukkan dalam
judul ini antara lain organisasi (lembaga) di mana mereka yang diwawancarai itu bekerja,
latar belakang pendidikan dan jabatan mereka, lamanya sudah mereka menempati jabatan
itu, tanggal, waktu, dan lokasi di mana wawancara dilakukan.
Setelah judul tersebut ada lima buah pertanyaan esensial yang singkat dan bersifat
terbuka untuk memberikan fleksibilitas dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan dimaksud. Pertanyaan pertama berfungsi sebagai “ice breaker”
(kadang-kadang disebut “grand tour questions”, untuk membuat mereka relaks dan
termotivasi untuk berbicara. Pertanyaan ini seharusnya mudah difahami dan membuat
para partisipan mengungkapkan semua hal berkaiatan dengan pengalaman yang mereka
seperti “Mohon dideskripsikan apa peranan anda dalam insiden ini!”. Pertanyaan terakhir
dalam instrumen ini membantu si peneliti mencari orang-orang lainnya untuk
diwawancarai.
Pertanyaan-pertanyaan inti, yakni pertanyaan 2 sampai 4, berkaitan dengan pertanyaan
utama penelitian. Bagi anda yang baru dalam penelitian kualitatif, anda boleh
mengajukan lebih dari empat pertanyaan guna membantu memancing pembicaraan
partisipan lebih banyak lagi dan sampai akhirnya berlanjut pada momen di mana tidak
seorangpun yang berbicara. Walaupun demikian, makin banyak pertanyaan yang anda
ajukan, makin banyak yang bisa anda gali dalam rangka memahami fenomena yang
diteliti ketimbang sebatas apa yang disampaikan oleh partisipan. Sering ada garis yang
jelas antara pertanyaan-pertanyaan yang rinci dengan pertanyaan-pertanyan yang bersifat
umum. Justru itu akan jauh lebih baik apabila butir-butir pertanyaan tersebut terlebih
dahulu diuji cobakan untuk bisa memilih mana yang terbaik diantaranya.
Disamping lima pertanyaan tersebut, anda mungkin menggunakan pertanyaan pemancing
(probe) untuk mendorong para partisipan memberikan klarifikasi dari apa yang mereka
katakan dan untuk mendorong mereka mengelaborasikan gagasan atau pendapat mereka.
Beri jarak (ruang kosong) antara masing-masing pertanyaan sehingga si peneliti bisa
membuat catatan singkat tentang komentar yang diberikan oleh mereka yang
diwawancarai. Catatan-catatan yang anda buat harus singkat dan anda bisa
mengembangkan sendiri kesingkatan-kesingkatan yang dapat digunaan untuk membuat
catatan-catatan tersebut. Gaya merekam/membuat catatan-catatan ini bervariasi antara
sorang peneliti dengan peneliti lainnya.
Ada baiknya anda menghafal kata-kata dan urutan dari pertanyaan-pertanyaan yang akan
anda ajukan untuk meminimalisir kurangnya kesempatan untuk melakukan eye contact.
Siapkan transisi verbal dari satu pertanyaan ke pertanyaan lainnya. Ingat bahwa para
partisipan tidak selamanya memberikan respon secara langsung terhadap sebuah
pertanyaan yang anda ajukan. Ketika anda mengajukan pertanyaan 2, misalnya, mereka
bisa saja melompat ke jawaban untuk pertanyaan 4.
Komentar-komentar penutup mengingatkan anda untuk tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada para partisipan dan meyakinkan mereka akan kerahsaiaan jawaban-jawaban
mereka. Bahagian ini bisa mencakup catatan atau peringatan agar anda menanyakan
kepada mereka yang diwawancarai kalau-kalau mereka memiliki pertanyaan tentang
apapun, dan peringatan agar anda membicarakan dengan mereka tentang pemanfaatan
data dan penyebaran informasi berkenaan dengan penelitian itu.
Protokol Observasi
Sama halnya dengan wawancara, dalam observasipun kita perlu membuat protokol
obsevasi yang kita gunakan selama melakukan observasi. Protokol tersebut berlaku untuk semua
peranan observasi sebagaimana disebutkan terdahulu. Protokol observasi adalah sebuah
formulir yang dirancang oleh si peneliti sebelum pengumpulan data dilakukan yang digunakan
untuk membuat catatan-catatan lapangan selama observasi berlangsung. Pada formulir ini si
peneliti merekam/mencatat secara kronologis peristiwa-peristiwa yang terjadi, gambaran rinci
tentang individu atau para individu, sebuah, gambar atau peta dari seting, kutipan-kutipan yang
diucapkan oleh individu-individu. Sama halnya dengan wawancara, rancangan dan
pengembangan protokol observasi akan menjamin bahwa anda memiliki cara yang terorganisir
untuk merekam/mencatat dan memelihara catatan-catatan observasi.
Pengembangan dan rancangan protokol observasi
Anda telah melihat sampel dari protokol observasi yang diperlihatkan oleh Diagram 8.4.,
di mana para siswa membuat catatan tentang objek seni yang ditajakan kepada mereka di dalam
kelas. Protokol observasi sebagaimana yang diperihatkan oleh Diagram 8.4 ini akan
memungkinkan si peneliti kualitatif untuk merekam/mencatat informasi yang ia lihat di situs di
mana observasi berlangsung. Informasi itu berkaitan dengan deskripsi kegiatan di seting dan
refleksi tentang tema dan pandangan-pandangan pribadi si penliti yang muncul ketika melakukan
observasi. Contoh, perhatikan sekali lagi sampel protokol observasi pada Diagram 8.4. Sample
ini mengilustrasikan komponen-komponen secara khusus ditemukan pada formulir perekaman
sebuah observasi:
Protokol berisikan judul di mana anda mencatat informasi tentang waktu, tempat,
seting, dan peranan anda dalam observasi.
Anda tuliskan semuanya dalam dua kolom setelah judul. Kolom ini membagi
halaman untuk mencatat dua jenis data: deskripsi kegiatan dan refleksi tentang
tema, kutipan-kutpan, dan apa-apa yang dialami oleh si peneliti.
Hakekat dari apa yang dideskripsikan bisa bervariasi. Diagram 8.4
mengilustrasikan beberapa topik untuk dideskripsikan, Contoh, anda bisa
memasukkan deskripsi tentang urutan kronologis dari peristiwa. Deskripsi ini
terutama sekali bermanfaat apabila si pengamat mau meneliti sebuah proses atau
peristiwa. Anda juga bisa mendeskripsikan individu-individu, seting secara fisik,
peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan (Bogdan & Biklen, 1998). Anda juga
bisa membuat sketsa/gambar tentang situs guna memfasilitasi ingatan terhadap
rincian seting dalam rangka menulis laporan akhir.
Catatan-catatan reflektif merekam pengalaman anda sendiri sebagai seorang
peneliti, seperti dugaan anda sendiri tentang hasil-hasil dan pendapat-pendapat
penting atau tema-tema yang muncul yang bermanfaat sewaktu melakukan
analisis nantinya.
Beberapa catatan penting tentang observasi
Saya biasanya minta mahasiswa pasca sarjana mempraktekkan pengumpulan data
kualitatif dengan jalan melakukan observasi terhadap sebuah seting. Salah satu seting favorit
saya adalah pusat rekreasi di kampus, di mana mereka bisa mengamati para mahasiswa belajar
memanjat “dinding”. “Dinding” ini adalah dinding buatan yang dibangun sedemikian rupa
sehingga para mahasiswa bisa belajar cara memanjat dinding (tebing) batu. Di situs ini, kita
biasanya menemukan para mahasiswa yang belajar bagaimana memanjat dinding dan didampingi
oleh seorang instruktur yang memberikan pelatihan memanjat. Dinding itu sendiri tingginya
sekitar 50 kaki dan memiliki tempat-tempat bergantung strategis untuk membantu para
pemanjat. Ia ditandai oleh spanduk warna warni yang diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan oleh si pemanjat menapaki dinding tersebut.Tujuannya adalah agar para mahasiswa
dapat memanjat sampai ke puncak dinding dan kemudian bergelayutan ke bawah.
Sebelum observasi, para mahasiswa saya selalu bertanya apa-apa saja yang harus
mereka amati. Berikut beberapa petunjuk yang saya berikan kepada mereka:
Rancang sebuah protokol observasi dengan menggunakan Diagram 8.4 sebagai
pedoman.
Pergi ke pusat rekreasi dan ke kaki dinding. Cari tempat yang nyaman untuk
duduk pada salah satu bangku di depan dinding tersebut, dan kemudian lakukan
pengamatan sekitar 10 menit tanpa merekam informasi apapun. Pada awalnya,
semata-mata mengamati dan menyesuaikan diri dengan iklim seting.
Setelah 10 menit ini selesai, mulai memfokuskan perhatian pada satu kegiatan
di situs tersebut. Bisa jadi mahasiswa yang sedang menapaki dinding, atau
mahasiswa-mahasiswa lainnya menunggu giliran mereka untuk memanjat.
Mulai melakukan pembuatan catatan lapangan deskriptif. Ingat kronologi
peristiwa, gambaran rinci tentang individu-individu, atau sketsa situs. Untuk
dapat memberikan simpul kreatif dari pelatihan ini, saya minta mereka
mendeskripsikan informasi yang mereka peroleh berkenaan dengan dua dari
empat hal: penglihatan, pendengaran, rabaan, atau penciuman.
Juga rekam catatan-catatan reflektif selama observasi berlangsung.
Setelah 30 menit berlalu, masa observasi berakhir, dan saya minta mereka
menuliskan laporan kualitatif tentang apa yang mereka amati, dengan
memadukan catatan-catatan deskriptif dan catatan-catatan reflektif. Permintaan
terakhir ini mengkombinasikan pengumpulan data (observasi), analisis data
(memberi makna terhadap catatan-catatan mereka), dan penulisan laporan
(mencoba mengarang narasi penelitian kualitatif).
Bagaimana Melaksanakan Kegiatan Pengumpulan Data?
Ketika mengumpulkan data, para peneliti yang melakukan penelitian kualitatif biasanya
berhadapan dengan isu-isu yang harus dituntaskan. Disamping itu, karena peneliti kualitatif
biasanya memasuki sebuah situs penelitian di mana para partisipan berada, berada di sana untuk
jangka waktu tertentu, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang detail, isu-isu berkaitan
dengan etika biasanya muncul yang harus diantisipasi sebelumnya.
Isu-isu lapangan
Sebelum penelitian, anda harus mengantisipasi isu-isu yang bakal timbul selama pengumpulan
data. Figue 8.8 memperlihatkan isu-isu dan kategori-kategorinya sesuai dengan tipe data yang
akan dikumpulkan. Isu-isu ini mencakup akses terhadap masalah-masalah situs, observasi,
wawancara, dokumen, jurnal dan penggunaan bahan-bahan audio-visual.
Akses: Antisipasilah banyaknya waktu yang diperlukan untuk merekruit partisipan bagi
penelitian anda dan kesulitan yang akan ditemui dalam merekrut mereka. Beberapa
strategi yang bermanfaat mencakup memberikan insentif berbentuk uang bagi individu-
individu yang berpartisipasi. Disamping tu, ingatkan para partisipan satu atau dua hari
sebelum pengumpulan data tentang waktu dan hari yang persis ketika anda akan
mengobservasi atau mewawancarai mereka. Buat tahapan pengumpulan data sedemikian
rupa sehingga mereka merasa nyaman memberikan jawaban, dan jadwalkan itu semua
sesuai dengan jadwal kegiatan mereka yang lainnya. Realistiklah dalam hal jumlah waktu
yang akan tersita oleh pengumpulan data, dan beritahukan tentang waktu ini kepada
masing-masing partisipan.
Observasi: Anda perlu tahu peranan yang anda mainkan dalam observasi (misalnya
sebagai partisipan atau non partisipan) dan jelaskan hal ini pada mereka. Usahakan untuk
tidak memberi perhatian tentang segala hal pada tahap awal pengamatan; bentuk kesan
umum pertama dan kemudian baru persempit ruang lingkup pengamatan (pendekatan
funnel = cerobong). Gunakan waktu untuk merekam catatan-catatan anda secepatnya
setelah anda melakukan pengamatan sehingga anda tidak sampai lupa butir-butir penting
dari informasi yang diperoleh (misalnya kutipan/ucapan) partisipan.
Wawancara: Persiapkan peralatan yang diperlukan secara baik. Cek berfungsi atau tak
berfungsinya peralatan sebelum wawancara. Selama wawancara berlangsung, gunakan
“icebreaker” untuk membuka pembicaraan, jangan memaksakan pendapat, jaga agar
wawancara tidak melenceng ke mana-mana. Orang yang diwawancarai boleh jadi tidak
menjawab masing-masing pertanyaan secara berurutan, akan tetapi jaga agar mereka
menjawab masing-masing pertanyaan. Jadwalkan waktu anda sedemikian rupa sehingga
semua pertanyaan yang tercakup di dalam protokol terlaksana. Ingat bahwa
mentranskripsikan rekaman melalui tape rekorder sangat banyak makan waktu, dan ini
harus dijadwalkan dalam rencana kegiatan penelitian anda secara keseluruhan.
Dokumen: Antisipasi banyaknya waktu yang diperlukan untuk menentukan,
mendapatkan izin guna memperoleh dan menggunakan dokumen-dokumen publik dan
pribadi bagi penelitian anda. Selalulah memiliki penglihatan yang kritis terhadap
dokumen-dokumen yang anda peroleh. Sejauh mungkin, cek dokumen-dokumen tersebut
apakah kredibel dan akurat. Apabila anda minta para partisipan membuat jurnal, berikan
petunjuk yang jelas tentang topik yang akan dimasukkan di dalam jurnal mereka. Ingat
bahwa anak-anak yang lebih muda`memerlukan petunjuk yang lebih khusus ketimbang
anak-anak yang sudah lebih agak besar. Minta agar para partisipan menulis jurnal mereka
itu dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca.
Bahan-bahan audio-visual : Apabila anda melakukan perekaman dengan video rekorder,
rencanakan jauh sebelumnya sehingga ruangan yang digunakan nantinya benar-benar
sunyi, tempatkan kamera di mana tidak terdapat gangguan, dan diskusikan secara terbuka
dengan para partisipan apakah mereka merasa nyaman bila direkam dengan video
rekorder. Apabila anda merencanakan mengumpulkan foto para partisipan, berikan
penjelasan yang jelas tentang apa perlunya mereka mengumpulkan foto mereka atau foto
seperti apa yang harus mereka kumpulkan. Sama halnya dengan dokumen, apabila anda
mengumpulkan artifak, lukisan, atau relik, cek otentisitasnya sebagai sumber dari data
penelitian anda.
Isu-isu Berkaitan dengan Etika dalam Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data untuk penelitian kualitatif, si peneliti berupaya mendapatkan
deskripsi mendalam tentang sebuah fenomena. Partsipan boleh jadi diminta untuk mendiskusikan
secara rinci pengalaman-pengalaman pribadi mereka untuk sesuatu jangka waktu tertentu. Proses
ini memerlukan tingkat kepercayaan tertentu atas dasar adanya keterbukaan yang tinggi dari si
partisipan. Karena hekekat dari penelitian kualitatif ini, isu-isu menyangkut etika boleh jadi
muncul. Pembicaraan ini memperlihatkan beberapa isu etika dan petunjuknya untuk itu yang
harus diantisipasi apabila melakukan penelitian kualitatif. Ini mulai dari mengidentifikasi
beberapa petunjuk berkenaan dengan masalah-masalah etika dari sisi praktek , dan kemudian
meninjau isu-isu penting yang mungkin muncul, seperti meginformasikan kepada para partisipan
tujuan dari penelitian, menjauhkan diri dari praktek-praktek kebohongan, berbagi informasi
dengan para partisipan (termasuk peran anda sebagai peneliti), menghormati situs penelitian,
menggunakan praktek-praktek wawancara yang etis, menjaga kerahsiaan dan bekerjasama
dengan para partisipan.
Para pakar penelitian dan asosiasi-asosiasi profesional menawarkan daftar yang
komrehensif tapi tidak lengkap berkenaan dengan prinsip-prinsip etika yang boleh jadi bisa
menuntun para peneliti melaksanakan penelitian-penelitian tentang etika. Patton (2002)
menawarkan sebuah checklist tentang isu-isu etika secara umum yang harus dipertimbangkan,
seperti reciprocity (hubungan timbal balik), penilaian akan resiko, kerahsiaan, permintaan izin,
dan akses serta kepemilikan akan data. Kriteria yang diajukan oleh AAA (lhat Glesne & Peshkin,
1992) membuat refleksi tentang standar yang tepat. Contoh, para peneliti perlu memproteksi
kerahsiaan para partisipan dengan jalan memberikan nomer atau alias kepada masing-masing
mereka dalam proses penganalisisan dan pelaporan data. Dalam beberapa penelitian kualitatif,
untuk melindungi kerahsiaan para partisipan, anda cukup memberikan gambaran/pendapat
kelompok secara bersama ketimbang difokuskan pada sesorang individu.
Selanjutnya, untuk mendapatkan dukungan dari partisipan, anda perlu memberitahukan
kepada mereka bahwa mereka berpartisipasi dalam sesuatu penelitian dan menyebutkan apa
tujuan penelitian tersebut. Para peneliti tidak perlu berbohong tentang penelitian tersebut.
Bagaimana kalau penelitian itu berkaitan dengan topik yang sensitif, dan para partisipan tidak
mau berpartisipasi seandainya mereka sadar akan topik penelitiannya? Isu seperti ini,
penginformasian tentang tujuan penelitian, dibicarakan secara luas dalam antropologi budaya,
dan anda cukup mengacu kepadanya dengan jalan mengutarakan secara umum informasi tentang
penelitan anda dan bukan secara rinci atau detail. Pembohongan juga merupakan isu dalam
penelitian observasi. Para pakar dan peneliti mengajukan berbagai pendapat, mulai dari oposisi
keras sampai dengan penerimaan secara penuh, berkenaan dengan apakah itu etis melakukan
observasi secara terselubung (Patton, 2002). Asosiasi-asosiasi profesional dan lembaga-
lemabaga pemberi izin berhati-hati dan skeptis sekali tentang pemberian izin terhadap observasi
yang terselubung ini. Contoh-contoh yang mencolok mata tentang praktek-praktek terselubung
seperti ini pada masa-masa lalu mengingatkan kita tentang pentingnya petunjuk-petunjuk etika
ini. Contoh, Stanley Milgram melakukan eksperimen di mana dia minta para partisipannya
menerapkan shock treatment (yang sebenarnya fiktif) kepada individu-individu untuk menilai
kepatuhan kepada atasan. Para peneliti meneliti anak-anak sekolah di Massachusetts yang
diberikan sarapan pagi dengan cereal yang diperkaya oleh isotop radioaktif, dan para peneliti
mengetes pemberian obat-obatan baru kepada narapidana di Philadelphia (Patton, 2002). Ini
hanya sekedar contoh di mana praktek-praktek terselubung digunakan, dan dewasa ini praktek-
praktek semacam ini tidak diizinkan lagi dalam penelitian. Disamping itu, terutama populasi
yang rentan (anak-anak, individu-individu yang dipenjarakan, orang-orang berkulit berwarna,
mereka-mereka yang berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah, dan mereka-mereka yang
tingkat pendidikannnya terbatas) merupakan populasi yang beresiko tinggi dan secara cermat
dikaji untuk bisa diizinkan sebagai partisipan oleh institutional review boards (badan pengkajian
dan pemberi izin). Permintaan para peneliti untuk mendapatkan informasi akan ditentukan oleh
pembatasan-pembatasan yang tepat dari sisi etika dengan tujuan untuk memberikan proteksi
kepada para partisipan.
Isu lain yang cenderung berkembang adalah apakah anda sebaiknya berbagi
pengalaman dengan para partisipan pada suatu seting wawancara, seperti misalnya ketika,
selama berlangsung penelitian tentang tingkah laku merokok para remaja siswa SMA, si peneliti
mengaku sulitnya perjuangan untuk berhenti merokok. Apakah si peneliti bersifat “naif” dan
melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan partisipan yang sedang ia teliti? Hal ini
menjadi masalah besar apabila partisipan yang kita teliti terlibat dalam tingkah laku yang
berbahaya dan salah. Sejalan dengan ini, maka perlu rasanya didefenisikan secara jelas peranan
kita sebagai peneliti (bukan sebagai seorang terapist yang memberikan nasehat atau seorang
hakim yang sedang menilai sebuah perkara) karena hubungan pribadi yang mendalam bisa jadi
terbina melalui proses penelitian kualitatif (Patton, 2002). Pembatas barangkali harus dibangun
dengan jalan mendefenisikan hubungan kepenelitian bagi si peneliti dan bagi si partisipan dan
menentukan hubungan itu akan berakhir ketika proyek penelitian berakhir.(Hatch, 2002).
Informasi yang saling bertentangan juga mnimbulkan masalah.Seharusnya, setelah sekian lama,
wawancara atau observasi yang dilakukan berulang kali, akan menghasilkan pandangan tentang
pola dan akhirnya melahirkan temuan yang kurang kontradiktif. Tentu saja, melaporkan temuan
yang kontradiktif bisa jadi merefleksikan situasi seakurat mungkin seperti yang ditemui pada
beberapa penelitian kualitatif.
Isu lain yang cenderung timbul berkaitan dengan situs penelitian adalah apakah anda
akan mengganggu individu-individu atau kelompok pada situs penelitian (misalnya
menyebabkan jadwal pendidikan jasmani dipadatkan karena adanya observasi). Anda mungkin
saja menyebabkan perubahan yang tak diharapkan dan permanen karena kehadiran anda, seperti
berpihak pada saat ada wawancara kelompok terfokus atau membuka nama-nama orang selama
pada saat wawancara melalui e-mail. Anda mungkin saja berbuat kurang pantas yang
menyebabkan timbulnya kesan yang buruk terhadap semua peneliti (misalnya berprilaku kasar
kepada penjaga gedung (sekuriti) atau gagal memainkan peranan sebagai tamu pada situs
penelitian.
Para partisipan sebenarnya “memberi” banyak ketika mereka memutuskan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penelitian kualitatif, sering membuka pengalaman hidup dan
kehidupan pribadinya. Bagaimana sebaiknya para peneliti menghargai para partisipan atas
pandangan dan waktu yang telah mereka berikan? Apakah insentif ini berpengaruh terhadap
respon dan partisipasi dalam penelitian kualitatif? Para peneliti boleh jadi telah berupaya
memberikan penghargaan, walaupun kecil, atas partisipasi mereka. Pembayaran boleh jadi
dilakukan secara tunai atau boleh jadi dalam bentuk-bentuk lain seperti sertifikat atau kupon atau
hal-hal yang berkaitan dengan penelitian seperti transkrip, publikasi, kopian pita-pita rekaman
audio atau video.
Proses wawancara boleh jadi juga menimbulkan masalah dari sisi etika. Para partisipan,
pada saat wawancara, boleh jadi memberikan informasi yang sensitif dan secara potensial bisa
menyusahkan mereka. Para peneliti kualitatif hendaklah menyadari akan potensi adanya
kegoncangan emosi mereka pada saat memberikan informasi seperti ini. Sesi-sesi debriefing (di
mana para peneliti berdiskusi tentang apa-apa yang dirasakan dan dialami) dan kelompok-
kelompok pembantu bisa jadi akan bermanfaat membuat para peneliti menyesuaikan dengan
informasi yang diperoleh dari wawancara.
Kerahsiaan para partisipan merupakan hal yang paling penting. Tradisi penelitian
dewasa ini mewajibkan kita akan perlunya kehidupan dan pengalaman para partisipan
diungkapkan, akan tetapi data-data indivdu (pribadi) harus dirahsiakan. Atau apakah identitas
mereka harus juga dirahsiakan? Gelombang baru dalam praketk penelitian muncul di mana para
partisipan berkolaborasi dengan para peneliti unuk mengisahkan cerita mereka sendiri (Patton,
2002). Dalam penelitian ini, para partisipan bisa bertindak sebagai co-researcher (pembantu
peneliti) yang membantu membangun dan mengesahkan keakuratan penelitian. Dalam kasus-
kasus seperti ini, para partisipan bisa juga mencantumkan nama mereka sendiri ketimbang nama
samaran. Apabila para partisipan memilih untuk menggunakan nama mereka sendiri dan setelah
mempertimbangkan secara matang konsekuensinya, bisa si peneliti (atau pemberi izin penelitian)
mewajibkan pembantu peneliti merahsiakan identitas mereka? Dengan demikian, ada beberapa
dilema tentang etika ini yang muncul yang boleh jadi bertentangan dengan petunjuk etika yang
dewasa ini berlaku. Para peneliti hendaklah pandai-pandai memelihara standar etika sementara
mengakomodasi secara tepat perkembangan dalam praktek-praktek penelitian dewasa ini.
TINJAUAN ULANG ATAS STUDI KASUS “GUNMAN”
Mari kita gunakan studi kasus “gunman incident” untuk mengilustrasikan
langkah-langkah yang digunakan dalam proses pengumpulan data kualitatif (Asmussen &
Creswell, 1995). Pada bahagian “Reserach Study” (paragraf 11), para peneliti mengutarakan
langkah-langkah yang digunakan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dari pengelola
universitas dan badan pemberi izin. Berbeda dari penelitian tentang kekerasan dalam televisi,
para peneliti mengumpulkan informasi dari sejumlah kecil sumber dan tidak menggunakan
instrumen yang mengukur variabel. Mereka mengembangkan petunjuk wawancara sendiri untuk
menghimpun reaksi. Mengajukan lima buah pertanyaan saja dalam wawancara, para peneliti
memberi kesempatan kepada para partisipan untuk berbagi pendapat atau pandangan. Mereka
merekam data pada protokol wawancara, instrumen perekam data yang dirancang sendiri oleh
para peneliti (paragaf 11).
Mereka juga mengungkapkan bahwa mereka menjamin bahwa mereka tidak akan
terlibat dalam melakukan investigasi terhadap insiden bersenjata tersebut atau dalam pemberian
terapi terhadap para mahasiswa (paragraf 11). Singkatnya, prosedur pengumplan data mereka—
mengumpulkan data dari sedikit orang, dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat umum, merekam data-data pada protokol mereka sendiri, dan mengumpulkan data secara
etis—memperlihatkan langkah-langkah yang diikuti dalam proses pengumpulan data kualitatif.