pterigium.docx

29
STATUS PASIEN Identitas Pasien Nama : Ny. S Jenis kelamin : Perempuan Usia : 30 tahun Agama : Islam Status Pernikahan : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SLTA Alamat : Jakarta Tanggal Masuk Rumah Sakit : 27 Mei 2011 Anamnesis Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2011, pukul 12.00 WIB Keluhan Utama Perih pada mata kanan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) Keluhan Tambahan Terdapat selaput lendir berwarna kekuningan sejak 3 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli Mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan mata kanan perih sejak 1 minggu SMRS. Terdapat 1

Upload: stdessert-eagle

Post on 03-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: pterigium.docx

STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 30 tahun

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SLTA

Alamat : Jakarta

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 27 Mei 2011

Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2011, pukul 12.00 WIB

Keluhan Utama

Perih pada mata kanan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan

Terdapat selaput lendir berwarna kekuningan sejak 3 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan mata kanan perih sejak 1

minggu SMRS. Terdapat selaput disudut mata kanan dan mata kiri bagian dalam berwarna

kekuningan sejak 3 bulan SMRS. Mata kanan juga terasa silau jika terkena cahaya

dibandingkan mata kiri. Perasaan mengganjal membuat pasien sering menggosok-gosok

matanya hingga merah. Pasien sudah menggunakan obat mata tetes yang dijual bebas selama

3 bulan ini, tetapi tidak mengurangi selaput tersebut. Selama ini pasien tidak mengeluhkan

pandangan yang kabur pada mata kanan ataupun mata kiri. Tidak ada keluhan keluar kotoran

mata yang banyak ataupun berair. Bengkak pada mata di sangkal oleh pasien.

Sehari-hari pasien sering terpajan sinar matahari dan debu. Pasien setiap harinya

mengantar anak-anaknya ke sekolah dengan menggunakan motor, tanpa helm dan kacamata

1

Page 2: pterigium.docx

karena sekolahnya tidak begitu jauh dari rumah. Tidak ada orang terdekat pasien yang sedang

sakit mata. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Ini adalah penyakit mata yang pertama

kali di rasakan pasien. Pasien belum pernah mengobati sakitnya ini ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit kencing manis dan darah tinggi disangkal pasien. Pasien tidak pernah sakit

mata sebelumnya. Riwayat asma dan alergi juga disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi dan kencing manis tidak diketahui. Riwayat penyakit yang same

dengan yang pasien alami sekarang disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 27 Mei 2011

Status Generalis

Keadaan Umum : sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Kooperasi : kooperatif

Tanda vital :

Tek. Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 68 kali/menit

Laju Napas : 16 kali/ menit

Suhu : 36,8ºC

Kepala : normosefali, distribusi rambut merata

Mata : lihat status oftalmologis

Leher : pulsasi a.carotis reguler, tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks

Jantung : Bunyi jantung I normal, Bunyi jantung II normal,

reguler, tidak terdengar murmur dan gallop

Paru : suara napas vesikuler, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar

wheezing.

2

Page 3: pterigium.docx

Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba massa, tidak

teraba pembesaran hepar dan lien

Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)

Ekstremitas : tidak ada deformitas, akral hangat, oedem (-)

Status Oftalmologis

Pterigium

PEMERIKSAAN KAMAR TERANG

Pemeriksaan OD OS

1 Kedudukan bolamata

Posisi ortoforia ortoforia

Eksoftalmus (-) (-)

Enoftalmus (-) (-)

2 Supersilia

Alopesia (-) (-)

Sikatriks (-) (-)

3 Palpebrae superior

Hematom (-) (-)

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Fistel (-) (-)

Hordeolum (-) (-)

Kalazion (-) (-)

3

Page 4: pterigium.docx

Ptosis (-) (-)

4 Palpebrae inferior

Hematom (-) (-)

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Fistel (-) (-)

Hordeolum (-) (-)

Kalazion (-) (-)

5 Margo palpebrae superior et silia

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Ektropion (-) (-)

Entropion (-) (-)

Sekret (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Trikiasis (-) (-)

Madarosis (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Fistel (-) (-)

Kalazion (-) (-)

Hordeolum (-) (-)

6 Margo palpebrae inferior et silia

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Ektropion (-) (-)

Entropion (-) (-)

Sekret (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Trikiasis (-) (-)

4

Page 5: pterigium.docx

Madarosis (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Fistel (-) (-)

Kalazion (-) (-)

Hordeolum (-) (-)

7 Punctum lakrimalis

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Fistel (-) (-)

8 Konjungtiva tarsal superior

Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Sekret (-) (-)

Epikantus (-) (-)

9 Konjungtiva tarsalis inferior

Kemosis (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Anemis (-) (-)

Folikel (-) (-)

Papil (-) (-)

Lithiasis (-) (-)

Simblefaron (-) (-)

10 Konjungtiva forniks superior et

inferior

Kemosis (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Anemis (-) (-)

Folikel (-) (-)

Simblefaron (-) (-)

11 Konjungtiva bulbi

Kemosis (-) (-)

Pterigium (+) (+)

5

Page 6: pterigium.docx

Pinguekula (-) (-)

Flikten (-) (-)

Simblefaron (-) (-)

Injeksi konjungtiva (-) (-)

Injeksi siliar (-) (-)

Injeksi episklera (-) (-)

Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)

12 Kornea

Kejernihan Jernih Jernih

Edema (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Flikten (-) (-)

Macula (-) (-)

Leukoma (-) (-)

Leukoma adherens (-) (-)

Stafiloma (-) (-)

Neovaskularisasi (-) (-)

Pigmen iris (-) (-)

Bekas jahitan (-) (-)

Tes sensibilitas (-) (-)

13 Limbus kornea

Arkus senilis (-) (-)

Bekas jahitan (-) (-)

14 Sklera

Sklera biru (-) (-)

Episkleritis (-) (-)

Skleritis (-) (-)

15 Pergerakan bola mata

Atas baik baik

Bawah baik baik

Temporal baik baik

Temporal atas baik baik

6

Page 7: pterigium.docx

Temporal bawah baik baik

Nasal baik baik

Nasal atas baik baik

Nasal bawah baik baik

Nistagmus (-) (-)

16 Kornea

Kejernihan Jernih Jernih

Nebula (-) (-)

Keratik presipitat (-) (-)

Imbibisio (-) (-)

Infiltrat (-) (-)

17 Kamera Okuli Anterior

Kedalaman normal normal

Kejernihan Jernih Jernih

Flare (-) (-)

Sel (-) (-)

Hipopion (-) (-)

Hifema (-) (-)

18 Iris

Warna coklat tua coklat tua

Gambaran radier jelas Jelas

Eksudat (-) (-)

Atrofi (-) (-)

Sinekia posterior (-) (-)

Sinekia anterior (-) (-)

Sinekia anterior perifer (-) (-)

Iris bombe (-) (-)

Iris tremulans (-) (-)

19 Pupil

Bentuk bulat Bulat

Besar 3 mm 3 mm

Regularitas reguler reguler

7

Page 8: pterigium.docx

Isokoria isokor

Letak sentral sentral

Refleks cahaya langsung (+) (+)

Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)

Seklusio pupil (-) (-)

Oklusi pupil (-) (-)

Leukokoria (-) (-)

21 Lensa

Kejernihan keruh keruh

Shadow test - -

Refleks kaca (+) (+)

Pigmen iris (-) (-)

Luksasi (-) (-)

Subluksasi (-) (-)

Lensa IOL (-) (-)

22 Corpus vitreous

Flare (-) (-)

Sel radang (-) (-)

23 Funduskopi

Refleks fundus (+) (+)

Papil

- warna papil orange orange

- bentuk bulat bulat

- batas tegas tegas

C/D ratio 0,3 0,3

A/V ratio 2/3 2/3

Retina

- warna orange orange

- perdarahan (-) (-)

- eksudat (-) (-)

Makula lutea normal normal

Resume

8

Page 9: pterigium.docx

Telah diperiksa pasien perempuan usia 30 tahun yang datang dengan keluhan perih pada

okular dekstra sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh terdapat selaput pada bagian

putih mata sejak 3 bulan yang lalu. Terdapat perasaan mengganjal pada mata kanan dan silau

ketika melihat cahaya, dan kebiasaan menggosok-gosok mata dibenarkan pasien. Tidak ada

keluhan pandangan yang kabur pada kedua mata pasien. Riwayat sering terpajan sinar

matahari dan debu di benarkan pasien. Tidak ada riwayat penyakit sistemik.

Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 68 kali/menit, Laju Napas 16 kali/ menit dan Suhu

36,8ºC. Pemeriksaan generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi, Visus

ODS 6/6. Ditemukan pterigium grade 2 pada okular dekstra dan pterigium regresif pada

okular sinistra.

Diagnosis Kerja

Pterigium grade 2 okular dekstra + Pterigium Regresif okular sinistra

Diagnosis Banding

Pseudopterigium okular dekstra

Pinguekula okular sinistra

Tatalaksana

Nonmedikamentosa :

- Kurangi pajanan debu dan sinar matahari dengan menggunakan helm atau kacamata

anti ultraviolet

- Kontrol ke rumah sakit

Medikamentosa :

- Cendo lyteers 4 dd gtt OD

- Cendo xytrol 4 dd gtt OD

Prognosis

Ad Vitam : ad Bonam

Ad Functionam : ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

ANALISA KASUS

9

Page 10: pterigium.docx

Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari

arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalbera. Pada pasien ini ditemukan selaput

dikedua mata di bagian nasal. Ini mendukung untuk dipikirkannya pterigium sebagai masalah

pada pasien ini.

Pterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan kering.

Prevalensi pterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan.

Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun. Hal ini sesuai dengan identitas pasien,

pasien berada di daerah dengan iklim panas dan kering, dan pasien berusia 30 tahun yang

merupakan prealensi tertinggi untuk menderita penyakit ini.

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet

sinar matahari , iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter. Pada pasien ini

terdapat factor pajanan ultraviolet dan iritasi kronik terutama akibat debu ataupun asap

kendaraan. Hal ini terjadi karena kegiatan sehari-hari pasien yang berhubungan langsung

dengan sinar matahari dan jalanan tanpa pelindung.

Gejala-gejala pterigium adalah mata merah, penglihatan kabur, perasaan mengganjal karna

terasa ada benda asing, pada pasien ini didapatkan informasi dari anamnesis diantaranya

mata kanan yang terasa seperti ada yang mengganjal, sering menggosok-gosok matanya

hingga merah. Pandangan kabur dan ketajaman penglihatan yang menurun disangkal pasien..

Keluhan photofobia dan mata merah dari pterigium ringan sering di tangani dengan

menghindari asap dan debu. Beberapa obat topical seperti lubrikans, vasokonsriktor dan

kortikoseroid digunakan. Penatalakaksaan yang diberikan pada pasien ini sudah sesuai.

Diberikan cendo lyteers sebagai air mata buatan untuk mencegah kekeringan mata dan cendo

cytrol yang mengandung kortikosteroid dan antibiotik yang bertujuan untuk mengurangi

peradangan dan infeksi. Terapi bedah dan terapi tambahan tidak dilakukan pada pasien ini,

karena belum memenuhi indikasi untuk dilakukan pembedahan dan terapi tambahan.

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: pterigium.docx

PTERIGIUM

Definisi

Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari

arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalbera. Pterigium pertumbuhan berbentuk

sayap pada conjungtiva bulbi. Asal kata pterigium adalah dari bahasa Yunani , yaitu pteron

yang artinya wing atau sayap . Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di

daerah equator , yaitu 13,1 %. 1,2

Epidemiologi 1

Pterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan kering.

Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya.

Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah

elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.

Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat

dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20

dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur muda dari pada umur tua. Laki laki 4 kali lebih

resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat

exposure lingkungan diluar rumah.

Faktor Resiko 1

11

Page 12: pterigium.docx

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet

sinar matahari , iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter .

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure sinar matahari.

Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan

proliferasi sel. Letak lintang, waktu diluar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga

merupakan faktor penting

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan

berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium,

kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3 . Faktor lain.

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi , dan saat ini

merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium. Yang juga menunjukkan adanya

“pterigium angiogenesis factor“ dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai

terapi. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye

dan virus papilloma juga penyebab dari pterigium.

Patofisiologi

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,

debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi

yang menjalar ke kornea 3

Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama

untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva

akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi

inferior. 3

Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak

dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung,

bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat

pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan

pterigium dibandingkan dengan bagian temporal. 3

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi

fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal

12

Page 13: pterigium.docx

pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan

eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan

elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.4

Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang

basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau

degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang

degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel

diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik

dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.4

Gambaran Klinis

Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan

sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

- mata sering berair dan tampak merah

- merasa seperti ada benda asing

- timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,

biasanya astigmatisme with the ruleataupun astigmatisme irreguler sehingga

mengganggu penglihatan

- pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual

sehingga tajam penglihatan menurun.1,2

Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal . Nasal dan temporal pterigium dapat

terjadi sama pada mata , temporal pterigium jarang ditemukan . Kedua mata sering

13

Page 14: pterigium.docx

terlibat ,tetapi jarang asimetris .Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus

sehingga menutupi visual axis , menyebabkan penglihatan kabur . 1

Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : “body , apex ( head ) dan cap “. Bagian

segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut

“body”,sedangkan bagian atasnya disebut “apex“,dan kebelakang disebut “cap“. A

subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.

Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan regresif

pterigium : 1

- Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan

kepala pterigium ( disebut cap dari pterigium )

- Regresif pterigium : tipis , atrofi , sedikit vascular .Akhirnya menjadi membentuk

membran tetapi tidak pernah hilang .

Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi keluhan kosmetik . Gangguan penglihatan

terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan kornea astigmatisma

menyebabkan pertumbuhan fibrosis pada tahap regresif . Kadang terjadi diplopia sehingga

menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

Pterigium juga dibagi dalam 4 derajat yaitu : 1

1. Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

2. Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati Kornea

3. Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata ,dalam keadaan cahaya normal ( pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4

mm)

4. Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.

Diagnosa

14

Page 15: pterigium.docx

Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua

mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada selama

bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya menyebabkan

penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing

dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat

melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.3

Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh. Dengan

menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut. Dengan

menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti

pada pseudopterigium.2

Diagnosa Banding

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguecula

dan pseudopterigium . Bentuknya kecil, meninggi, massa kekuningan berbatasan dengan

limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang kadang terinflamasi.

Tindakan eksisi tidak diindikasikan . Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya

umur . Pingecuela sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada

laki laki dan perempuan . Exposure sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguecula

Pertumbuhan yang mirip dengan pterigium, pertumbuhannya membentuk sudut miring

seperti pseudopterigium atau Terriens marginal degeneration. Pseudopterigium mirip dengan

pterigium , dimana fibrovascular scar yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea.

Berbeda dengan pterigium, pseudopterigium adalah akibat inflamasi permukaan okular

sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, conjungtivitis sikatrik, trauma bedah atau ulcus

perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterigium, cirinya tidak melekat pada limbus

kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah

pseudopterigium pada limbus , dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterigium . Pada

pseudopterigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterigium cenderung

keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan “true pterigium “

Penatalaksanaan

15

Page 16: pterigium.docx

1. Konservatif

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang

mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan

steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan

kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau

mengalami kelainan pada kornea.2

2. Bedah

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.

Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium

tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian

superior untuk menurunkan angka kekambuhan.  Tujuan utama pengangkatan

pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan

komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan

Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat

komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.3

Indikasi Operasi

- Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

- Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

- Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena

astigmatismus

- Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.3

Teknik Pembedahan

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan,

dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik

bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena

tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi

pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih

memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang

mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut

yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1

1. Teknik Bare Sclera

16

Page 17: pterigium.docx

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan

sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89

persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.1

2. Teknik Autograft Konjungtiva

Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi

40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan

pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan

dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang

terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan

secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima,

manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut. Lawrence

W. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan

besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat

rendah dengan teknik ini.1

  

3. Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah

kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran

amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan

bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat

peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.Sayangnya, tingkat kekambuhan

sangat beragam pada studi yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk

pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah

keuntungan dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah

pelestarian bulbar konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di

atas sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap

ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin

untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral

dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.1

3. Terapi Tambahan

17

Page 18: pterigium.docx

Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah,

dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan

pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan

penambahan terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.5

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya untuk

menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis minimal

yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan:

aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan

penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian

sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi

toksisitas.1 

Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena

menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada

data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi

termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah

mendorong dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.1

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan

pemberian:

- Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,

bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian

tappering off sampai 6 minggu.

- Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan

bersamaan dengan salep mata dexamethasone.

Komplikasi

Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:

- Gangguan penglihatan

- Mata kemerahan

- Iritasi

- Gangguan pergerakan bola mata.

- Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

- Dry Eye sindrom 3

Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:

18

Page 19: pterigium.docx

- Infeksi

- Ulkus kornea

- Graft konjungtiva yang terbuka

- Diplopia

- Adanya jaringan parut di kornea 3

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah

memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 5-

15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada

saat eksisi 3

Pencegahan

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani

yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata

pelindung sinar matahari.6

Prognosis 1

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. rasa tidak nyaman pada hari

pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam postop dapat

beraktivitas kembali . Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft

dengan conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion .

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau karena

terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi

terpapar sinar matahari.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: pterigium.docx

1. Laszuarni, Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat. Medan. Universitas sumatera

Utara. 2010

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6,

116 – 117

3. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag.SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III penerbit

Airlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104

4. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009. Tersedia di http://emedicine.medscape.

com/article/ 1192527-overview. diakses pada tanggal 3 Juni 2011

5. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of

Pterygium. Tersedia di http://www.aao.org/aao/ publications/eyenet/201011/

pearls.cfm?. Di akses pada tanggal 3 Juni 2011.

20

Page 21: pterigium.docx

21