psgposyandu lansia

39
LAPORAN PRAKTIKUM PENILIAN STATUS GIZI (GZW 444) PENILAIAN STATUS GIZI LANJUT USIA Disusun oleh: Esa Karimatuz Zahara G1H013037 POSYANDU ARJUNA KELOMPOK 3

Upload: esa-karimatuz-zahara

Post on 17-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Penilaian StatusGizi Lansia

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMPENILIAN STATUS GIZI (GZW 444)

PENILAIAN STATUS GIZI LANJUT USIA

Disusun oleh:

Esa Karimatuz Zahara

G1H013037

POSYANDU ARJUNA

KELOMPOK 3

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

PURWOKERTO

2014BAB IPENDAHULUANA. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum Penilaian Status Gizi pada lanjut usia yang dilaksanakan di Posyandu Arjuna adalah,1. Menguasai serta terampil dalam melakukan penilaian status gizi dan menginterpretasikan secara individu di masyarakat.2. Mampu menganalisis etiologi hasil penilaian status gizi individu di masyarakat.B. LATAR BELAKANG

Usia lanjut adalah tahap akhir dalam siklus hidup masnusia yang pasti dialami setiap individu. Menurut UU RI No. 13 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun keatas. Seseorang yang telah mencapai tahap lanjut usia ditandai dengan adanya penurunan dan perubahan di berbagai aspek. Indonesia menempati urutan keempat yang memiliki penduduk lanjut usia terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Jepang pada tahun 2009. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia terus mengalami peningkatan. WHO memperkirakan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 28,8 jiwa.

Jumlah tersebut sangat besar untuk ukuran negara berkembang seperti Indonesia. Pastilah hal tersebut menciptakan keresahan tersendiri di kalangan masyarakat yang bekerja di bidang kesehatan karena didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik bahwa angka kesakitan lanjut usia dari tahun ke tahun juga meningkat. Melihat keadaan di atas, sangat dibutuhkan perhatian khusus dari pihak kesehatan agar dapat meminimalkan angka kematian usia lanjut dan meningkatkan kesejahteraan usia lanjut. Sebagai calon tenaga kesehatan yang bergerak di bidang gizi sudah semestinya khawatir akan keadaan tersebut dan sudah semestinya pula untuk berfikir bagaimana mencegah angka kesakitan lanjut usia atau bahkan angka kematian agar tidak terus meningkat terutama yang disebabkan oleh pola makan yang salah pada usia lanjut. Biasanya pada usia lanjut terjadi berbagai masalah asupan makan. Hal tersebut yang akan menyebabkan penurunan status gizi dan menjadi pendorong tingkat kekurangan gizi pada lanjut usia yang kemudian akan meningkatkan angka kesakitan dan atau angka kematian lanjut usia. Menurut Arisman (2010), kekurangan asupan gizi pada lanjut usia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) berkurangnya indera pengecap mengakibatkan penurunan terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit, (2) berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi, (3) esofagus mengalami mengalami pelebaran, (4) gerakan peristaltik dan penyerapan makanan di usus menurun sehingga biasanya menyebabkan konstipasi. Untuk menanggulangi hal tersebut perlu dilaksanakan penilaian status gizi pada lanjut usia agar apa yang dicita-citakan yakni menurunkan angka kesakitan dan atau angka kematian usia lanjut tercapai. Penilaian status gizi pada lanjut usia dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis, recall konsumsi makan, dan pengisian form MNA. BAB II

TINJAUAN PUSTAKAConstantinides dalam buku In General Pathobiology tahun 1994, menua (=menjadi tua) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses dan pola menua yang terjadi hampir sama antara lanjut usia yang satu dengan lanjut usia lainnya tetapi laju perubahannya dapat bervariasi. Menurut Fatmah (2010), menurunnya fungsi tubuh akibat proses menua menyebabkan perubahan-perubahan pada lanjut usia. Perubahan-perubahan tersebut meliputi aspek anatomi dan fisiologis, sosial, lingkungan dan sebagainya. Secara umum perubahan anatomi dan fisiologis tubuh meliputi penglihatan menurun, pendengaran menurun, kulit kehilangan kelembaban dan berkerut, berkurangnya massa otot dan tulang, menurunnya hormon, berkurangnya kemampuan memompa darah, menurunnya nafsu makan, membesarnya prostat pada laki-laki dan menurunnya otot perinium pada wanita.Status gizi lanjut usia adalah keadaan lanjut usia yang ditentuin oleh derajat kebutuhan fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur. Perbandingan perhitungan rata-rata kebutuhan gizi dengan jumlah asupan zat gizi dapat memberikan indikasi ada tidaknya masalah gizi. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan status gizi lanjut usia, antara lain: perubahan fisiologis, kondisi sosial, status ekonomi, psikologis, dan status kesehatan (Suhardjo, 1996).Menurut Muis (2009), dalam menentukan status gizi lanjut usia terlebih dahulu dilakukan evaluasi faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi dan merencanakan usaha perbaikan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut. Perbaikan gizi lanjut usia dapat menggunakan analisis yang bersifat individual maupun kelompok dengan mengacu kepada Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG ini dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, berat badan dan keadaan fisiologis.Supariasa (2002) mengungkapkan bahwa secara umum penilaian status gizi dapat dilakukan secara lansung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat metode, yaitu: antropometri, biokimia, biofisik dan klinis. Sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga metode, yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi secara langsung untuk menilai ketidakseimbangan antara energi dan protein. Antropometri lebih sering digunakan karena sederhana, praktis dan pelaksanaannya relatif murah serta dapat dilakukan pada banyak orang dengan waktu relatif singkat. Penggunaan antropometri dapat dilakukan oleh masyarakat umum yang mendapat pelatihan sebelumnya.

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu Indeks antropometri sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berumur di atas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Cara menghitung IMT menggunakan rumus (Supariasa, 2002):

Tabel 1. Klasifikasi status gizi lanjut usia berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Klasifikasi IMT (kg/m2) Kategori IMT

Underweight1x/ hari yang berarti sangan sering. Total skor makanan pokok adalah 150. Responden mengkonsumsi makanan sumber protein yang berasal dari hewani hanya ikan asin. Itupun tidak sering, frekensinya hanya 3x/ minggu dengan skor 15. Makanan sumber protein yang berasal dari nabati yang dikonsumsi responden hanya tahu dan tempe dengan frekuensi 1x/ hari atau 4-6x/ minggu dengan masing-masing skor 25. Dari seluruh data FFQ, yang paling banyak macamnya yang dikonsumsi responden adalah sayur-sayuran. Responden mengkonsumsi bayam 1x/ hari dengan skor 50, Kol 1x/ hari (4-6x/ minggu) dengan skor 25, Daun Pepaya 1x/ hari dengan skor 50, dan mangga 1x/hari (4-6x/ minggu) dengn skor 25. Responden jarang sekali konsumsi susu dan jajanan seperti bakso, frekuensinya 70 tahun adalah 15g/hari. Kebutuhan vitamin C untuk usia < 50 tahun adalah 100 mg/hari sedangkan untuk usia > 50 tahun adalah 120 mg/hari. Asupan serat pada lanjut usia sebaiknya tidak kurang dari 30 gram sehari (Nasoetion dan Briawan, 1993).

Terdapat alat skrining untuk menentukan malnutrisi atau tidaknya seseorang, dalam hal ini adalah usia lanjut selain menggunakan recall dan FFQ yaitu menggunakan Mini Nutritional Assessment. MNA dipakai untuk memeriksa status gizi sebagai bagian dari pemeriksaan standar untuk lanjut usia di klinik, panti wreda, dan rumah sakit. MNA terdiri dari 2 bagian (Anthony, 2014):

Short form (MNA-SF)

MNA-SF dikembangkan agar proses skrining dapat dilakukan dengan mudah pada populasi masyarakat dengan risiko malnutrisinya rendah. MNA-SF merupakan bentuk sederhana dari MNA yang form lengkap agar dapat dilakukan dalam waktu singkat. Walau begitu, MNA-SF tetap memiliki validitas dan akurasi yang sama dengan Full MNA. MNA-SF terdiri dari enam pertanyaan dari Full MNA yang paling erat berkaitan. MNA-SF memiliki skor maksimum 14, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

12 = gizi baik

11 = malnutrisi Full MNA

Full MNA terdiri dari delapan belas pertanyaan, yang terbagi dalam empat bagian yaitu: Antropometri (IMT, penurunan berat badan, lingkar lengan dan betis), General Assessment (gaya hidup, pengobatan, mobilitas, dementia dan depresi), Dietary Assessment (jumlah makan, asupan makanan dan minuman, cara pemberian makan), dan Subjective Assessment (persepsi diri sendiri terhadap gizi dan kesehatan). Full MNA memiliki skor maksimal 30, dengan kriteria penilaian sebagai berikut.

24 = gizi baik

17-23,5 = berisiko untuk malnutrisi