prosiding_kolokium_pertambangan_2009

228

Upload: antonsadewo

Post on 23-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ISBN 978-979-8461-63-3

PROSIDINGKOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANTEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

“Konstribusi Litbang Mineral dan BatubaraDalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”

Bandung, 15 Juli 2009

Editor :Binarko Santoso

PramusantoI.G. Ngurah Ardha

HusainiDatin Fatia UmarDarsa PermanaSlamet SupraptoTatang Wahyudi

Retno DamayantiFauzan

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIABADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

2009

EN

ERGI DAN SUMBERDAYA M

INER

AL

Hak Cipta / Penerbit

MIRA

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJl. Jend. Sudirman No. 623, Bandung 40211

Telepon : 022 - 6030483, Fax : 022 - 6003373

PenasihatKepala Badan Litbang ESDM

Penanggung JawabKepala Puslitbang tekMIRA

Panitia PengarahKuswandani, Suganal, Edwin Daranin

R.M. Nendaryono, Siti Rochani

Dewan RedaksiBinarko Santoso

Staf RedaksiDoeto Poespojoedo, Umar AntanaBachtiar Efendi, Arie Aryansyah,

Hatif Hidayat

ModeratorDatin Fatia Umar, Miftahul Huda, Edwin DaraninYenny Sofaety, R.M. Nendaryono, Stefano Munir

NotulisKuswandani, Wiroto, Isyatun Rodliyah

Sri Sugiarti, Dedi Yaskuri, Hasniati ArtikaNuryadi Saleh

ISBN 978-979-8461-63-3

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau

seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

iPROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

KATA PENGANTAR

Dalam rangka mensosialisasikan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineraldan Batubara, yang menggantikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuanPokok Pertambangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA)telah menyelenggarakan Kolokium Pertambangan 2009 pada tanggal 15 Juli 2009, Kolokium yangbertemakan “Konstribusi Litbang Mineral dan Batubara Dalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undangNomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”, dihadiri oleh para pejabat pemerintahdi tingkat pusat dan daerah, pelaku usaha, para peneliti dan pejabat fungsional lainnya, mahasiswa sertamasyarakat luas yang terkait dengan pengembangan pertambangan mineral dan batubara.

Sebagai lembaga litbang di bidang teknologi mineral dan batubara, Puslitbang tekMIRA diharapkan dapatberperan secara aktif dalam meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana amanat yangterkandung dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Di samping itu, melalui kegiatan inidiharapkan pula dapat diperoleh masukan dari pelaku industri dan masyarakat pertambangan tentangposisi, peran, dan kontribusi litbang mineral dan batubara dalam menunjang pelaksanaan Undang-undangNomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Prosiding ini merupakan rangkuman dari seluruh makalah yang dipresentasikan dalam Kolokium, sertadiharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan mengenai perkembangan pertambangan, penelitian, dankajian yang berhubungan dengan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Melalui prosiding ini,siapapun dapat melihat sampai sejauhmana para peneliti Indonesia telah berkiprah dalam memajukansektor pertambangan mineral dan batubara nasional.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, baik perorangan,perusahan, instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun seluruh pembicara dan peserta, atas pemikiranatau karya-karya terbaiknya, sehingga Prosiding ini memiliki nilai keilmiahan yang baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan dan penerbitan Prosiding ini. Untuk itu kamimengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan dan penerbitan Prosiding di masa yangakan datang.

Bandung, 15 Juli 2009

Tim Penyunting

iiPROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

SAMBUTANKEPALA BADAN LITBANG

ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALPADA ACARA KOLOKIUM PUSLITBANG TEKNOLOGI

MINERAL DAN BATUBARABANDUNG, 15 JULI 2009

Yang kami hormati,

Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen ESDM atau yang mewakilinya,

Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Departemen ESDM atau yang mewakilinya,

Para Profesor Riset dan Pejabat Fungsional di Lingkungan Badan Litbang ESDM,

Undangan dan Hadirin yang Berbahagia

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

Salam Sejahtera bagi Kita Semua,

Selamat Pagi,

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’alla, Tuhan Yang MahaKuasa, karena berkat perkenan-Nya kita dapat menghadiri acara Kolokium yang diselenggarakan olehPuslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA). Penyelenggaraan kolokium di Puslitbang tekMIRA– dan juga Puslitbang lain di lingkungan Badan Litbang ESDM, memang sudah menjadi agenda tahunanyang diharapkan dapat menampilkan karya yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan, yaitupemerintah, industri, dan masyarakat luas. Perlu dicatat pula, kolokium di lembaga litbang akan menjaditolok ukur sampai sejauhmana para peneliti dan pejabat fungsional kita lainnya mampu mengembangkandiri dalam upaya berkontribusi bagi kemajuan sektor ESDM di tanah air.

Saudara-saudara Sekalian,

Kolokium Puslitbang tekMIRA kali ini bertemakan “Kontribusi Litbang Mineral dan Batubara DalamMendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral danBatubara”. Saya menilai tema kolokium 2009 ini sebagai bentuk tanggung jawab Puslitbang tekMIRAuntuk berperanserta dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, khususnya yangmenyangkut isi pasal 95 huruf c tentang kewajiban perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah mineraldan/atau batubara di dalam negeri, serta pasal 146 tentang kewajiban pemerintah dan pemerintah daerahuntuk mendorong, melaksanakan, dan/atau memfasilitasi pelaksanaan litbang mineral dan batubara. Keduapasal tersebut merupakan spirit dan juga momentum yang akan lebih memacu kegiatan litbang mineraldan batubara di tanah air, sekaligus menjadi stimulus bagi Puslitbang tekMIRA agar menghasilkan karyalitbang yang lebih baik dan berbobot serta mampu bersaing dengan lembaga litbang sejenis.

Peserta Kolokium yang Saya Hormati,

Terkait dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, khususnya yang berhubungan denganpasal 95 huruf c dan pasal 146, saya minta kepada seluruh jajaran di Puslitbang tekMIRA untuk

iii PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

melaksanakan beberapa hal berikut ini:

Pertama, tingkatkan kualitas sumber daya manusia.

Sebagai lembaga litbang, saya yakin Puslitbang tekMIRA memiliki sumber daya manusia (SDM) yangtelah mampu melaksanakan penelitian secara profesional, dan dapat bersaing dengan para pakar di dalamnegeri maupun di forum internasional. Namun, sebagaimana dialami oleh hampir seluruh instansi pemerintah,Puslitbang tekMIRA juga pasti merasakan kebijakan “zero growth” yang ditetapkan beberapa tahun yanglalu. Kesenjangan antara senior dengan yunior yang semakin melebar, memerlukan percepatan regenerasidan “transfer of knowledge”. Untuk itu, solusi yang dapat ditempuh adalah dengan membuka kesempatankepada karyawan yunior untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti berbagai kursusatau pertemuan ilmiah, magang pada perusahaan besar, dan hal-hal lain yang pada intinya dapat saranauntuk meningkatkan kemampuan mereka. Bagaimanapun keberadaan karyawan yunior ini merupakanmodal dasar bagi eksistensi Puslitbang tekMIRA ke depan.

Kedua, fokus kepada pemecahan permasalahan yang sedang dan kemungkinan akan dihadapioleh industri pertambangan mineral dan batubara.

Dalam berbagai kesempatan, saya selalu mengatakan bahwa lembaga litbang harus menjadi bagian takterpisahkan dari dunia yang digelutinya, bukan menara gading yang tidak tersentuh dengan melakukanpenelitian sesuai keinginannya sendiri. Persoalannya adalah, apakah Puslitbang tekMIRA akan menjadileader atau follower dalam industri mineral dan batubara di tanah air? Saya katakan bahwa PuslitbangtekMIRA mesti fokus pada keduanya. Ini berarti, di satu sisi, Puslitbang tekMIRA harus dapat mengatasipermasalahan sebagai langkah penanggulangan, tetapi, di sisi lain, juga harus dapat memprediksi arahkecenderungan yang terjadi sebagai langkah antisipasi agar tidak berada pada kondisi status quo danmelaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin atau business as usual.

Ketiga, fokus kepada litbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah sekaligusmemperhitungkan keekonomiannya.

Dalam beberapa hal, nilai tambah dan keekonomian selalu berjalan beriringan, artinya peningkatan nilaitambah akan mengakibatkan suatu material bernilai lebih tinggi dan menguntungkan. Tetapi tidak selamanyapeningkatan nilai tambah akan memberi keuntungan jika dijual ke pasaran. Hal ini disebabkan antara lainoleh adanya kompetitor yang berharga lebih murah, atau daya serap pasar masih kecil dan tidak sebandingdengan biaya produksi. Oleh karena itu, ke depan, Puslitbang tekMIRA harus berani memulai kegiatanlitbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah, tetapi sekaligus menguntungkan jika dilemparke pasaran.

Keempat, tingkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders).

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang bernuansa desentralisasi – artinya pengelolaan pertambanganmineral dan batubara berada di pemerintah daerah, mengharuskan kita untuk secara lebih intens menjalinkerja sama dengan mereka. Saya tahu Puslitbang tekMIRA telah lama melakukan hal itu, sehingga tidakterlalu sulit untuk meningkatkannya. Namun perlu saya garis bawahi, kerja sama tersebut harus dapatmenghasilkan sesuatu yang tidak saja “menguntungkan” Puslitbang tekMIRA, tetapi juga bermanfaatbagi pemerintah dan Daerah serta masyarakat pertambangan; tidak saja memberikan kontribusi terhadapkemajuan bidang pertambangan mineral dan batubara, tetapi juga kemakmuran bagi masyarakat.Selain dengan pemerintah daerah, peningkatan kerja sama dengan lembaga litbang lain, baik di dalammaupun di luar negeri, perlu mendapat prioritas utama. Hal ini penting dilakukan sebagai bagian dariupaya untuk meningkatkan kemampuan Puslitbang tekMIRA menghadapi tantangan masa kini dan masadepan, serta untuk mengukur di mana posisi Puslitbang tekMIRA berada. Seluruh kerja sama antaraPuslitbang tekMIRA dengan pemangku kepentingan sudah seharusnya bersifat saling bermanfaat bagikedua belah pihak.

ivPROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Kelima, optimalkan peralatan yang ada, serta tingkatkan kemampuan rancang bangun danrekayasa.

Saya telah menyinggung masalah ini pada acara “Sinkronisasi Kegiatan Litbang di Lingkungan BadanLitbang ESDM” pada 14-15 April 2009 yang lalu. Saya tidak perlu mengulas lebih dalam, namun satu halpatut diingat bahwa jika keinginan untuk melengkapi dan memutakhirkan dengan sarana dan prasaranapenelitian mutakhir tidak terpenuhi bukan berarti kita harus berdiam diri, lalu stagnan. Kita harus berbuatsesuatu, yaitu dengan berupaya meningkatkan kemampuan rancang bangun dan rekayasa pada peralatanteknologi tinggi. Oleh karena itu saya mengajak peneliti Puslitbang tekMIRA dan juga peneliti Puslitbanglain di lingkungan Badan Litbang ESDM, untuk membuktikan sampai sejauhmana inovasi dan kreativitasSaudara-saudara andaikata sarana peralatan baru tersebut tidak terpenuhi.

Keenam, jaga soliditas di lingkungan Puslitbang tekMIRA.

Ada ungkapan sederhana yang sudah lama kita kenal dan tahu artinya, yaitu “bersatu kita teguh, berceraikita runtuh” dan “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”. Untuk itu, siapapun Saudara, apapun latarbelakang pendidikan Saudara, dan di manapun Saudara ditempatkan, jangan pernah merasa yang satulebih superior daripada yang lain. Berjalanlah dalam koridor Rencana Stratejik yang telah dibuat olehSaudara-saudara sendiri, lalu bicara dan berbuatlah dengan bahasa yang sama dalam ikatan kesatuanyang kuat. Insya Allah, permasalahan seberat apapun akan menjadi jauh lebih ringan dan tidak sulit untukdipecahkan.

Undangan dan Hadirin Sekalian,

Demikian sambutan dan arahan yang dapat saya sampaikan. Harapan saya kepada seluruh jajaranPuslitbang tekMIRA, bahkan seluruh keluarga besar Badan Litbang ESDM, semoga dapat memaknai danmengimplementasikannya demi tercapainya tujuan kita memajukan sektor ESDM pada khususnya danmasyarakat pada umumnya. Saya berharap Saudara-saudara dapat menyongsong era desentralisasi dibidang pertambangan mineral dan batubara ini dengan optimisme tinggi dan penuh rasa tanggung jawab.Akhirnya dengan tetap memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Kolokium yang bertemakan “KontribusiLitbang Mineral dan Batubara Dalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009tentang Pertambangan Mineral dan Batubara” secara resmi saya buka.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Kepala,

Bambang Dwiyanto

vPROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009BANDUNG, 15 JULI 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ iSAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ...................... iiDAFTAR ISI .................................................................................................................................... v

MAKALAH YANG DIPRESENTASIKAN

Presentasi Makalah Paralel I

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ............................. 1Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa TimurBambang Yunianto

Pengembangan Metode Analisis Ter dan Partikulat dalam .............................................. 16Producer Gas dari BatubaraSlamet Suprapto dan Nurhadi

Implementasi Pengelolaan Lingkungan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral ....... 23pada Era GlobalisasiDjoko Sunarjanto dan Bambang Wicaksono

Peluang Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara ...................................... 30pada Era Otonomi DaerahUmar Dhani

Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari, Propinsi Kalimantan ................... 39Selatan dengan Menggunakan Klasifayer dan Pemisah MagnetikPramusanto, Nuryadi Saleh dan Apriandi

Pengolahan Pasir Kuarsa Berlempung Asal Rantaubujur, Kabupaten Tapin, ................ 48Provinsi Kalimantan Selatan, untuk Bahan Baku KeramikSubari, Enymia dan Sumarsih

Presentasi Makalah Paralel II

Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia ................................................................ 55Ijang Suherman

Pengembangan Sistem dan Alat Pemantauan Sederhana untuk Mendeteksi ................ 70Keruntuhan Batuan Atap (Roof Failure) pada Tambang Bawah TanahZulfahmi, Hasniati Astika dan Supriatna Mujahidin

Pemanfaatan Karbon Aktif dari Batubara pada Pengolahan ............................................ 78Limbah Cair Industri GulaIka Monika dan Nining Sudini Ningrum

Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol untuk Pencegahan ................................. 83Air Asam TambangSiti Rafiah Untung dan Nia Rosnia H.

Pengaruh Titik Leleh Abu terhadap Pengendapannya pada Pembakaran ..................... 90Batubara dengan Pembakar Siklon di Beberapa Fasilitas IndustriSumaryono

vi PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Pengolahan dan Pemanfaatan Bauksit ............................................................................... 97Husaini

Presentasi Makalah Paralel III

Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan Tailing ....................... 105Amalgamasi di Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat Secara Sianidasi(Studi Kasus KUD Perintis, Daerah Tonayan Selatan)M. Lutfi dan Retno Damayanti

Pengaruh Penggunaan Ultrasonik terhadap Hasil Pemisahan Pasir Zirkon .................... 115Kalimantan Tengah dengan Electrostatic SeparatorPramusanto, Nuryadi Saleh, Yuhelda dan Firiza Yuliana

Penggunaan Pasir Sungai sebagai Bed Material pada Gasifikasi Batubara ................... 122Sistem Fluidized BedNurhadi dan Slamet Suprapto

Metode Pengurangan Emisi Merkuri pada Pembakaran Batubara .................................. 128Roza Adriany

Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data Seismik Refleksi ...................... 134(Studi Kasus Perairan Bangka Utara)Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah .................................. 147Rochman Saefudin, Ijang Suherman, Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay

MAKALAH DIPOSTERKAN

Analisis Potensi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri Kecil dan .............. 161Menengah di Pulau JawaTriswan Suseno dan Tuti Hernawati

Pengaruh Proses Upgraded Brown Coal (UBC) terhadap Peringkat Batubara ................. 168Slamet Suprapto

Uji Sulfidasi Bijih Besi Kalimantan Selatan dan Tailing PT. Freeport Indonesia ........... 175sebagai Katalis Pencairan BatubaraNining Sudini Ningrum dan Hermanu Prijono

Karakteristik dan Optimalisasi Pembriketan Batubara Hasil Proses ................................ 181Upgraded Brown Coal Skala PilotIkin Sodikin dan Datin Fatia Umar

Analisis Dampak Ekonomi Teknologi Peningkatan Kualitas Batubara ............................ 189Peringkat Rendah di IndonesiaGandhi Kurnia Hudaya

Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi di Kabupaten Merangin, ............... 194Propinsi JambiEndang Suryati dan M. Lutfi

Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara dan Peningkatan Mutunya .............................. 204sebagai Bahan BakarMuh Kurniawan, Leni Herlina, Novie Ardhyarini dan Nining Sudini Ningrum

Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara .................................................... 209A.S. nasution, Miftahul Huda, Abdul Haris, Leni herlina dan Nining Sudini Ningrum

PRESENTASI MAKALAHPARALEL I

1Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

PERMASALAHAN PENGELOLAAN POTENSIEMAS DI GUNUNG TUMPANG PITU KECAMATAN

PESANGGARAN, KABUPATEN BANYUWANGI,JAWA TIMUR

Bambang YuniantoPeneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373e-mail : [email protected]

SARI

Isu pertambangan terkait pengelolaan potensi dan kegiatan pertambangan emas di Gunung TumpangPitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi meliputi isu potensi emas, lingkungan pertambangan,tumpang tindih dengan sector lain, dan isu sosekbud. Berdasarkan penelaahan terhadap ke-empatisu tersebut diperlukan kesiapan daerah (Pemerintah Kabupaten Banyuwangi) dalam mengelola potensiemas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.

Kesiapan daerah tersebut meliputi beberapa kegiatan, yaitu: 1) melakukan kajian kegiatanpertambangan terkait pemanfaatan lahan sektor lain; 2) mengkaji kembali kegiatan pertambanganemas oleh PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN); 3) untuk menampung partisipasi masyarakat dalampertambangan, perlu dialokasikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang berasal dari wilayahkonsesi PT. IMN yang memiliki potensi emas sekunder (alluvial). Kemudian perlu dilakukan pembinaandan pengawasan, baik dalam hal teknis penambangan, lingkungan maupun dalam manajemen berusahaterhadap para penambang rakyat tersebut; 4) dalam menangani persoalan Pertambangan Tanpa Izin(PETI) atau gurandil seyogyanya tidak menggunakan cara-cara represif, tetapi harus dengan persua-sive, agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar dan kompleks; dan 5) sesuai kebijakanotonomi daerah yang tertuang dalam UU No. 32 tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 38Tahun 2007, maka perlu dibentuk kantor/ dinas pertambangan dan energi yang tugasnya mengelolakegiatan pertambangan di daerah.

Kata Kunci: isu pertambangan, tambang emas, kesiapan daerah, pengelolaan potensi emas

ABSTRACT

The mining issues related to manage the potential and the activity of gold mining in Gunung TumpangPitu, District of Pesanggaran, Regency of Banyuwangi include the gold mining, mining environment,interest conflict and the socio-economic-culture. Based on the review toward these issues, it requiresthe regional readiness to manage the gold potential in the region.

The regional readiness includes several activities, namely: 1) to assess the mining activity related tothe land use; 2) to reassess the mining activity conducted by PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN); 3) toallocate the mining area for the local community in the concession area of the company that containsgold placer. Then, to conduct guidance and monitoring, the mining techniques, environment or the

2 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Kegiatan survai lapangan pemantauan isupertambangan di Kabupaten Banyuwangi, ProvinsiJawa Timur dilakukan untuk menginventarisasi danmengidentifikasi permasalahan mengenai isulingkungan pertambangan tanpa izin (PETI) emasdan isu tumpang-tindih kegiatan PT. Indo MultiNiaga (PT. IMN) di Pegunungan Tumpang Pitu,Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.Kegiatan survai lapangan isu lingkungan dantumpang-tindih pertambangan dengan sektorkehutanan di Pegunungan Tumpang Pitu di atasdidasarkan pemberitaan dan informasi di mediamass berikut:1) “Emas vs Potensi Agraris Banyuwangi,

Sebentuk Kanibalisasi antar -Potensi”, BeritaFajar FM, Sabtu, 19 April 2008.

2) “Masyarakat Banyuwangi Tolak TambangEmas di Hutan Lindung Tumpang Pitu”, HarianKompas, Senin, 16 Juni 2008

3) “Ribuan Penambang Emas BanyuwangiDiusir”, Harian Kompas, Jumat 27 Februari2009.

4) “Penambang Emas Dadakan di BanyuwangiCapai 3 Ribu Orang”, Detik Surabaya, Selasa,28 April, 2009

5) “Berebut Emas di Tumpang Pitu”, HarianKompas, Rabu, 17 Mei 2009.

Isu pertambangan di Kabupaten Banyuwangitersebut memiliki bobot penting karena adabeberapa masalah, antara lain; isu lingkungan, isutumpang-tindih sektor pertambangan dengansektor lain (kehutanan, pertanian dan perkebunan),serta isu sosial ekonomi kemasyarakatan. Olehkarena itu, Tim Isu Puslitbang tekMIRA menurunkantim yang terdiri atas berbagai disiplin ilmu(tambang/ geologi, sosial ekonomi, dan surveyor).

Berdasarkan informasi secara informal, sekembalinyaTim Isu Pertambangan Puslitbang tekMIRA darilapangan, isu pertambangan tersebut kembalimencuat setelah terjadi penangkapan terhadappara PETI yang dilakukan Polres KabupatenBanyuwangi. Penangkapan ini telah menyulutkonflik antara aparat dan para PETI, dan masalah

ini mendapat sorotan dari berbagai pihak diKabupaten Banyuwangi.

Berdasarkan hasil survai lapangan, akarpermasalahan dari mencuatnya isu pertambanganterkait potensi emas di Gunung Tumpang Pitu,Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi,Provinsi Jawa Timur sebetulnya terletak kepadakesiapan daerah di dalam pengelolaan pertam-bangan, sebagaimana dipilih sesuai judul tulisan ini.

Maksud penulisan ini adalah mengidentifikasi danmenganalisis permasalahan pengelolaan potensiemas di Gunung Tumpang Pitu, KecamatanPesanggaran, Banyuwangi sesuai peraturanterkait, sebagai bahan masukan bagi daerah dalammengelola sumber daya tambang yang ada didaerahnya.

2. METODOLOGI

Secara umum metodologi yang digunakan adalahpendekatan mult idisipl in i lmu, denganmenggunakan berbagai parameter keilmuan dalammembahas permasalahan utama yang dikaji.Inventarisasi data melalui teknik observasi,wawancara berpanduan, dokumentasi, dandiskusi. Pengolahan data menggunakan teknikkategorisasi, kompilasi, dan tabelisasi. Analisisdata dilakukan secara deskriptif analitis.Sedangkan dalam merekonstruksikan pemecahanpermasalahan dan masukan bagi daerahdidasarkan kepada pertimbangan-pertimbanganrasional dan berlandaskan kepada arah kebijakanpertambangan dan kebijakan lain yang terkait padaera otonomi daerah.

Data yang mendukung penulisan ini berupa dataprimer maupun sekunder hasil survai lapangan.Data primer berupa hasil wawancara langsungdengan berbagai pihak yang terkait denganpermasalahan pengelolaan potensi emas diGunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran,Banyuwangi, seperti Pemda PerekonomianKabupaten Banyuwangi, Bappeda KabupatenBanyuwangi, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten

management of the business for the miners; 4) not to apply repressive actions towards illegal mining,but to persuade not to create a bigger problem and complex; and 5) in accordance with the regionalautonomy policy, UU 32/2004, UU 33/2004 and PP 38/2007, it is required to set an office of miningand energy in managing mining operation in the region.

Keywords: mining issues, gold mine, regional readiness, management of gold potential

3Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

Banyuwangi, Camat dan staf KecamatanPesanggaran, PT. IMN, aparat keamanan yangbertugas di Gunung Tumpang Pitu, para gurandil,dan masyarakat setempat. Sedangkan datasekunder berasal dari instansi terkait, baik ditingkat Kabupaten Banyuwangi, KecamatanPesanggaran serta informasi dari LembagaSwadaya Masyarakat (LSM) dan mass media.

Mengenai pelaksanaan kegiatan survai lapangandari tanggal 20 – 25 April 2009 adalah:1) Melakukan kegiatan koordinasi dengan Kepala

Bagian Perekonomian (Pak Bambang EdiSunaryo) dan Sekertaris (Bu Tri) tentang isulingkungan PETI emas di pegununganTumpang Pitu di Kantor Pemda Kab.Banyuwangi (Distamben belum ada).

2) Koordinasi dan pendataan di Bappeda Kab.Banyuwangi dengan Pak Mujiono, Pak WahyuDiyono, Pak Rudianto tentang isu Lingkungan

PETI emas, PT. IMN dan tata ruang (hutanlindung).

3) Koordinasi dan pendataan dengan Kepala TUKantor Lingkungan Hidup Kab. Banyuwangi(Pak Gatot Sudjadi).

4) Pendataan di BPS Kabupaten Banyuwangidengan Pak Ruslan

5) Survai lapangan ke lokasi di KecamatanPesanggaran, dan berkoordinasi dan diskusidengan staf Kecamatan Pak Sujono dan PakSunoto.

6) Koordinasi dan diskusi denga PT. IMN yangdiwakili Pak Hilman dan Pak Yuswardi.

7) Survai ke lokasi PETI emas di sekitarpegunungan Tumpang Pitu, dokumentasi danwawancara dengan gurandil.

Mengenai route survai lapangan lihat Gambar 1,sedangkan dokumentasi survai lapangan dapatdilihat pada Lampiran Foto-Foto Survai Lapangan.

Gambar 1. Route survai lapangan tim isu pertambangan Puslitbang tekMIRA di KabupatenBanyuwangi

4 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

3. POTENSI TAMBANG DAN SEKTORLAIN DI GUNUNG TUMPANG PITU

3.1. Potensi Tambang

Cebakan emas di daerah Pesanggaran ditemukanberdasarkan pada pemboran eksplorasi sebanyak14 lubang bor dengan kedalaman total 4.100 meterpada KP Eksplorasi PT. IMN seluas 11.621, 45ha atau 116,21 km2. Cebakan emas ditemukandalam bentuk urat-urat kuarsa pada batuanvolkanik yang diterobos oleh batuan intrusif berupadiorite, andesit, granodiorit dan dasit. Fenomenaseperti ini sangat umum ditemukan di Pulau Jawa,seperti di Cikotok, Pongkor, Banyumas, Wonogiri,Pacitan, Malang, Lumajang. Berdasarkan studikelayakan PT. IMN, cadangan bijih yangdieksplorasi mencapai 9.600.000 ton; kadar emasrata-rata 2,3 gram/ton; cadangan emas 320,8 ton.Biasanya emas ditemukan bersama logam lainnyaseperti perak, tembaga. Kadar emas di daerah iniadalah 2,3 gr/ton, dan kadar logam-logam lainnyatidak ada datanya. padahal logam-logam tersebutmemiliki nilai ekonomis bila sejak dini sudahdiketahui nilai potensinya. Selain cebakan emasprimer yang ditemukan, ada juga emas plaser/sekunder di sekitar lokasi emas primer tersebut.Keberadaan emas sekunder ini sebagian besarberada pada lahan Perhutani, yang penyebarannyamengikuti sungai-sungai tua pada jaman dahulu.Berdasarkan hasil tracking Tim Isu PertambanganPuslitbang tekMIRA sewaktu survai, pada lokasi56 gurandil/ PETI (Pertambangan Tanpa Izin)beroperasi pada wilayah Perhutani diperkirakanmeliputi luas sekitar 203,3 ha (Gambar 2).

3.2. Potensi Sektor Lainnya

Kabupten Banyuwangi dikelilingi 3 Taman Nasional(TN), yakni TN Alas Purwo, TN Meru Betiri, danTN Baluran. Di samping itu, kabupaten ini memiliki3 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) sepertiBanyuwangi (KPH Banyuwangi Selatan, KPHBanyuwangi Barat, dan KPH Banyuwangi Utara).Keberadaan 3 KPH dan 3 TN ini berhubungan eratsumber mata air dan sungai-sungai yang menjadisumber irigasi bagi sektor pertanian danperkebunan yang saat ini diunggulkan sebagaisektor penting bagi Kabupaten Banyuwangi, danmenjadikan kabupaten ini sebagai lumbung padinasional, memiliki andil dalam menopangketahanan pangan nasional.

Kontribusi sektor pertanian terhadap PendapatanAsli Daerah (PAD) Banyuwangi (lebih dari 60%).

Selain itu, keberadaan 3 KPH dan 3 TN tersebutsecaraa riil telah memberikan kontribusi yang nyatabagi PAD kabupaten ini. Data hasil kekayaan hutannon-kayu Banyuwangi pada tahun 2006 meliputi;a. Kontribusi komiditi kopi yang berada di dalam

kawasan hutan produksi sebesar 10.643 ton(BPS: 2007) atau setara dengan Rp.247.230.000.

b. Kontribusi komoditi getah damar sebesar 49ton senilai Rp. 68.600.000, dan

c. Kontribusi komiditi getah pinus sebanyak2.672,70 ton senilai Rp.2.6 miliar.

4. KONDISI KEGIATAN PERTAMBANGAN

4.1. PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN)

PT. IMN merupakan perusahaan tambang emasyang modalnya swasta nasional. Luas konsesiyang diberikan pemerintah sekitar 11.621,45 ha.Konsesi PT. IMN meliputi kawasan GunungTumpang Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng,Gunung Sumber Salak, Gunung Macan dan kawasanlindung setempat. Menurut RTRW Jatim 2020kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai kawasanresapan air katagori tinggi, 30 liter per/ detik.

Menteri Kehutanan melalui surat S.406/MENHUT-VII/PW/2007 mengijinkan perusahaan melakukaneksplorasi selama 2 tahun, hingga Juli 2009, danakan ditingkatkan statusnya menjadi KP eksploitasi.Eksplorasi itu meliputi kawasan hutan produksiseluas 736,3 ha dan hutan lindung seluas 1.251,5ha dipetak 75, 76, 77, 78, RPH Kesilir Baru, BKPHSukamade, KPH Banyuwangi Selatan. Sementaraitu, Pemkab Banyuwangi telah menyetujui rencanamengajukan permohonan alih fungsi kawasanhutan lindung dalam KPH Banyuwangi Selatan.Tepatnya pada Petak 75, 76, 77 dan 78 kawasanhutan tersebut. Dokumen Amdal PT IMN telahdisahkan oleh Tim Amdal Propinsi Jawa Timur,setelah disidangkan oleh Bapedalda Jawa Timurpada 26 Mei lalu. Saat ini perusahaan menampung125 warga menjadi buruh kasar.

4.2. PETI/ Gurandil

PETI/ gurandil beroperasi di Gunung Tumpang Pitu,pada aliran Sungai Gonggo, Lembah GunungTumpang Pitu, Kampung 56, Dusun Ringinagung,Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran,Banyuwangi, saat ini diperkirakan mencapai3.000.000 orang (Gambar 3). Jumlah ini, setelahpada akhir bulan April 2009 sekitar 6.000 dipulangkan

5Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

Gambar 2. Konsesi PT. IMN dan lokasi aktivitas PETI/ Gurandil di Petak 56,lembah Gunung Tumpang Pitu, Kampung 56, Dusun Ringinagung,Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi

Gambar 3. Lokasi PETI/ Gurandil di Petak 56 (Luas Perkiraan 203,3 Ha), LembahGunung Tumpang Pitu, Kampung 56, Dusun Ringinagung, DesaPesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi

6 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

secara paksa oleh sekitar 190 personil aparatkeamanan. Pemulangan itu dilakukan setelahPemerintah Kabupaten Banyuwangi melakukanrapat koordinasi dengan muspida, Perhutani danpemilik izin ekplorasi emas PT. IMN. Rapat yangdipimpin langsung Bupati Banyuwangi Ratna AniLestari itu menyimpulkan PETI yang dilakukanribuan gurandil tersebut telah merusak lingkungan,yang akan berpotensi menimbulkan banjir danlongsor serta kerusakan hutan jati, maupuntanaman pertanian/ perkebunan masyarakat(petani magersari) sehingga harus dihentikan.

Maraknya PETI telah menimbulkan kerusakan diSungai Gonggo dan hutan jati, tepatnya di petak79. Sungai Gonggo mengalami pelebaran hinggatujuh meter dari lebar awalnya satu meter, selainitu kedalaman Sungai Gonggo turut mengalamiperubahan drastis, awalnya hanya setengah meterkini berubah menjadi 1,5 meter. Beberapa pohonjati juga turut tumbang akibat akti f i taspenambangan PETI secara tradisional tersebut.

Dari pantauan sementara Tim Isu PuslitbangtekMIRA, lokasi-lokasi PETI di Gunung TumpangPitu memang mengandung emas (perlu ujilaboratorium), terutama pada petak 56 maupun 79sebagai sampel wilayah-wilayah sekitarnya. Isukalau butiran seperti emas itu adalah logam jenispirit (FeS2) perlu dicarikan kepastiannya, karenapada lokasi tersebut telah banyak gurandil yangbetul-betul mendapatkan emas, seperti pendulangemas asal Kalimantan, Sulawesi, Nabire danBandung. Dalam rangka memberi kepastian,Pemkab Banyuwangi sudah mengambil beberapasampel untuk diuji, namun untuk memberikesahihan data telah ditunjuk tim independen untukmelakukan uji laboratorium.

5. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Potensi Bahan Tambang

Fenomena geologis di daerah eksplorasi tersebuttidak hanya tersebar di daerah Pesanggaran,namun juga tersebar di daerah sekitarnya sepertiGlenmore dan Bangorejo. Dengan demikian tidaktertutup kemungkinan bahwa potensi penyebarannyajuga terdapat di daerah-daerah tersebut. BerdasarkanUndang-Undang Nomor 4/2009, setiap daerahharus mencadangkan wilayahnya untuk menggalipotensi bahan galiannya. Untuk itu, PemerintahKabupaten Banyuwangi harus mempersiapkanlokasi peruntukan lahan bagi sektor pertambangan.Sampai saat ini, di kabupaten ini belum dialokasikan

lahan usaha tambang dalam peta tata ruangnya.Permasalahan ini harus segera diselesaikan,mengingat potensi usaha pertambangan di daerahini memperlihatkan prospek bila dikelola dengan baik.

Status cadangan untuk kategori perhitungan potensicebakan emasnya belum tepat, karena jumlahlubang bor yang dilakukan oleh PT. IMN relatifsedikit, yakni hanya 14 buah untuk mengeksplorasidaerah seluas 116,21 km2, dengan jarak antarlubangbor sepanjang 2 km. Jadi, jarak antarlubang borini terlalu panjang. Pada umumnya, jarak lubangbor ini adalah 500 m. Untuk meningkatkan statuspotensinya, masih diperlukan pemboran eksplorasiyang lebih banyak lagi, agar tingkat keyakinangeologisnya menjadi tinggi. Dengan demikian, sta-tus ‘cadangan’nya perlu direvisi, agar perhitunganoperasi penambangannya dapat dilakukan dengantepat.

Secara umum, emas ditemukan bersama logamlainnya seperti perak, tembaga. Kadar emas didaerah ini adalah 2,3 gr/ton; namun, kadar logam-logam lainnya tidak ada datanya. Ini berarti bahwakelak saat operasi penambangan emas iniberlangsung, asosiasi logam-logam tersebut akanterbuang dengan percuma. Tidak tertutupkemungkinannya, logam-logam tersebut akanmenjadi perolehan yang menguntungkan, apabilasejak dini sudah diketahui nilai potensinya. Jadi,hal ini menjadi tugas tersendiri bagi perusahaantambang tersebut untuk melakukan uji laboratoriumterhadap logam-logam tersebut.

Selain cebakan emas primer yang ditemukan, adajuga emas plaser/sekunder di sekitar lokasi emasprimer tersebut. Keberadaan emas sekunder iniperlu dicermati untuk dieksplorasi lebih lanjut, agardapat dimanfaatkan sebagai lahan usaha bagimasyarakat setempat dalam bentuk WilayahPertambangan Rakyat (WPR).

5.2. Lingkungan

Isu lingkungan terkait kegiatan pertambangan diGunung Tumpang Pitu tidak hanya diakibatkanoleh kegiatan PETI/ gurandil saja, tetapi juga akibatisu Lingkungan pertambangan PT. IMN karenakurangnya transparansi dalam Publikasi berbagaikemajuan kegiatan, terutama dalam pengelolaanLingkungan. PETI yang dilakukan ribuan gurandiltelah merusak lingkungan, dan berpotensimenimbulkan banjir dan longsor serta kerusakanhutan jati, maupun tanaman pertanian/ perkebunanmasyarakat (petani magersari). Sedangkan,

7Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

berbagai isu Lingkungan yang diakibatkan PT. IMNdapat ditunjukkan berdasakan surat penolakanAMDAL oleh Masyarakat Banyuwangi yangtergabung dalam Komunitas Pecinta AlamPemerhati Lingkungan (Kappala Indonesia) regionBanyuwangi, Kurva Hijau, dan Dewan RakyatJalanan untuk Demokrasi (Derajad). Beberapa butiryang dijadikan dasar penolakan AMDAL PT. IMNtersebut, antara lain:

a. Sidang Amdal tersebut di atas merupakansidang yang tidak adil, karena tidak ada satupun dokumen Amdal yang dibagikan kepadawarga Dusun Pancer, sehingga warga tidakmemiliki informasi mengenai Amdal. Padahalketerbukaan informasi ini penting sebagai tolokukur tinggi-rendahnya itikad baik dari pemrakarsarencana pertambangan maupun pemkab danpemrop. Keterbukaan informasi menjadisesuatu yang logis untuk dimiliki oleh wargaPancer karena dampak apapun dari pertam-bangan tersebut jelas-jelas akan berpengaruhlangsung kepada mereka, dan merekalahpihak pertama yang akan merasakannya.

b. Warga Pancer tidak diberi kecukupan waktuuntuk mempelajari Amdal tersebut. Hal inimenunjukkan minimnya kemauan PempropJatim dan Pemkab Banyuwangi untukmelakukan penguatan terhadap rakyatnya,sehingga warga tidak memiliki kesiapan untukberdialog dengan pihak yang terkait, terutamapakar. Warga pun tidak punya kecukupanwaktu untuk memilih pihak yang menurutwarga memiliki kompetensi untuk mendam-pinginya dalam mengikuti Sidang Amdal.

c. Semenjak awal bergulirnya rencana penam-bangan emas di HLGTP oleh PT IMN, WargaPancer telah menolak rencana tersebut.Dimana penolakan tersebut telah merekasampaikan dalam acara Sosialisasi Penam-bangan Emas HLGTP yang diselenggarakanpada 12 Maret 2008 lalu di Balai Dusun (dihadirioleh perwakilan Pemkab Banyuwangi,perwakilan Makoramil Pesanggaran, perwakilanTNI AL, perwakilan Mapolsek Pesanggaran,dan Camat Pesanggaran). Penolakan tersebutjuga telah disuarakan oleh 5 (lima) orangutusan Warga Pancer yang menghadiri SidangAmdal tanggal 26 Mei 2008 di Surabaya.

d. Dalam Dokumen Andal yang dibuat oleh PTIMN, pada gambar 2.4 tentang “Peta RencanaTata Letak Kegiatan” dapat dilihat dengan jelas

bahwa tailing (limbah tambang) akan dibuangke laut. Pembuangan tailing ke laut ini, dalamLampiran Peraturan Menteri NegaraLingkungan Hidup nomor 11 tahun 2006tentang Jenis Rencana Usaha dan/atauKegiatan yang Wajib Dilengkapi denganAnalisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidupdisebut sebagai Submarine Tailing Disposal(STD). Berdasarkan Peraturan Meneg LH no.11 tahun 2006 tersebut, Komisi AmdalPropinsi/Bapedalprop Jatim tidak berwenangmenilai Amdal PT IMN. Berdasarkan PeraturanMeneg LH no. 11 tahun 2006, penilaian Amdaldari sebuah rencana pertambangan yangmenggunakan STD seperti halnya PT IMNtersebut, kewenangannya berada di tanganDeputi Bidang Amdal Kementerian NegaraLingkungan Hidup, bukan di tangan KomisiAmdal Propinsi/Bapedalprop Jatim. Dengandemikian, sejatinya Sidang Amdal yangdiselenggarakan dan dipimpin oleh KomisiAmdal Propinsi/Bapedalprop Jatim tidak sah,karena tidak sesuai dengan Peraturan MenegLH no. 11 tahun 2006.

e. Amdal yang dibuat oleh PT IMN sebagaipemrakarsa adalah dokumen Amdal yangtidak layak dan harus ditolak, karena dalamPresentasi Kerangka Acuan Analisis DampakLingkungan (KA-Andal) yang bertempat diruang Minakjingga Pemkab Banyuwangi padatanggal 30 Januari 2008, PT IMN telah melakukankebohongan publik dengan menyatakan kepadaseluruh hadirin bahwa merkuri berbahayasementara sianida aman. Dalam acara tersebuttidak ada itikad baik dari pemrakarsa untukmenjelaskan apa itu sianida? Apa sajadampaknya? Dan apa yang membuatpemrakarsa yakin bahwa sianida aman?

f. Amdal yang dibuat oleh PT IMN sebagaipemrakarsa adalah dokumen Amdal yang tidaklayak dan harus ditolak, karena pihakpemrakarsa tidak membuat pengumumantentang rencana Sidang Amdal yang layak danmencukupi. Bahkan hingga kini pun belumterl ihat kemauan pemrakarsa untukmengumumkan secara terbuka tentang SidangRevisi Amdal.

g. Amdal yang dibuat oleh PT IMN sebagaipemrakarsa adalah dokumen Amdal yangtidak layak dan harus ditolak, karena tidak adasatu pun dari peta yang termuat di dalamnyayang menampakkan keberaradaan Pulau

8 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Merah. Tidak adanya Pulau Merah di semua petayang terdapat dalam dokumen Andal tersebutmencerminkan keteledoran PT IMN, sertamenggambarkan rendahnya kepedulian PTIMN terhadap area penting seperti Pulau Merah.

Sementara itu, koordinator Koalisi Tolak Tambangdi Tumpang Pitu (KT3P), tambang emas yangdibangun oleh PT IMN di Tumpang Pitu memakanareal seluas 11.621 hektar yang meliputi kawasanGunung Tumpang Pitu, Gunung Jatian, GunungWedi Ireng, Gunung Sumber Salak, GunungMacan, dan kawasan hutan lindung setempat.Sebagai kawasan penyangga, Gunung TumpangPitu memiliki kaitan erat dengan aktivitaspenduduk di sekitarnya, seperti pertanian,perkebunan dan nelayan.

Menurut Tim Isu Puslitbang tekMIRA, berbagaiinformasi mengenai penolakan terhadap kegiatanpertambangan di kawasan Gunung Tumpang Pitudi atas, dan isu utama beberapa unjuk rasamengenai lingkungan hidup perlu dijadikan barom-eter dalam memahami berbagai persoalanlingkungan pertambangan di Gunung Tumpang Pitudan sekitarnya. Berbagai persoalan tersebut tidakperlu langsung ditanggapi apreori, tetapi perludidudukan secara proporsional pada sumber akarpersoalannya.

5.3. Tumpang-tindih antar Sektor

Konsesi PT IMN di Tumpang Pitu meliputi arealseluas 11.621 ha yang meliputi kawasan GunungTumpang Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng,Gunung Sumber Salak, Gunung Macan, dankawasan hutan lindung setempat. KawasanEksplorasi itu meliputi kawasan hutan produksiseluas 736,3 ha dan hutan lindung seluas 1.251,5ha dipetak 75, 76, 77, 78, RPH Kesilir Baru, BKPHSukamade, KPH Banyuwangi Selatan. Sementaraitu, Pemkab Banyuwangi telah menyetujui rencanamengajukan permohonan alih fungsi kawasanhutan lindung dalam KPH Banyuwangi Selatan,yaitu Petak 75, 76, 77 dan 78 kawasan hutantersebut. Dokumen Amdal PT IMN telah disahkanoleh Tim Amdal Propinsi Jawa Timur, setelahdisidangkan oleh Bapedalda Jawa Timur pada 26Mei lalu. Sedangkan wilayah yang ditambang olehPETI, Petak 56 dan Petak 79 masuk dalam wilayahkonsesi PT. IMN.

Menteri Kehutanan melalui surat S.406/MENHUT-VII/PW/2007 mengijinkan perusahaan melakukaneksplorasi selama 2 tahun, hingga Juli 2009.

Sebelumnya, PT IMN mendapat izin kuasaeksplorasi emas dikawasan hutan dari MenteriKehutanan MS Kaban nomor .406/MENHUT_vii/PW/2007 tertanggal 27 Juli 2007. Eksplorasi itumeliputi kawasan hutan produksi seluas 736,3 hadan hutan lindung seluas 1.251,5 ha dipetak 75,76, 77, 78, RPH Kesilir Baru, BKPH Sukamade,KPH Banyuwangi Selatan. Pengesahan DokumenAmdal PT IMN oleh Tim Amdal Propinsi JawaTimur dan kedatangan Mentri Kehutanan MSKaban di Banyuwangi, terkesan memberi sinyalditingkatkannya status PT IMN dari eksplorasimenjadi eksploitasi, semakin meresahkan warga.Kawasan Gunung Tumpang Pitu merupakankawasan hutan lindung dan hutan produksi, bagianyang tidak terpisahkan dari 3 KPH dan 3 TH, yangberfungsi sebagai daerah penyangga,berhubungan erat sebagai sumber mata air dansungai-sungai yang menjadi sumber irigasi bagisektor pertanian dan perkebunan yang saat inidiunggulkan sebagai sektor penting bagiKabupaten Banyuwangi, termasuk sektorperikanan bila pembuangan tailing dilakukan didasar laut. Konflik kepentingan antara sektorpertambangan dengan sektor kehutanan,pertanian, perkebunan, dan perikanan tersebutperlu dipertimbangkan positif dan negatifnya.

5.4. Sosial Ekonomi Masyarakat

Isu social terbagi dua, yaitu isu dampak sosekbudPT. IMN maupun PETI/ Gurandil dan isu kesamaanhak atas sumber daya bahan tambang (PT. IMNvs Rakyat). Isu dampak sosekbud PT. IMN terkaitdengan dampak kegiatan PT. IMN terhadapberbagai aktivitas mata pencaharian masyarakatdi sekitar proyek. Berapa aktivitas ekonomimasyarakat yang akan terganggu (misal pertanian,perkebunan, perikanan) dan bagaimana prosespengelolaannya. Dampak sosekbud PETI/Gurandil terutama akibat rusaknya lingkungan,sungai yang dimanfaatkan untuk irigasi, pertaniandan perkebunan rusak akibat terinjak-injak ataupunrusak karena ditambang, dan kekhawatiranpenggunaan air raksa yang akan mencemarilingkungan (darat dan perairan) bila tidak ditanganidengan serius.

Unjuk rasa beberapa komponen masyarakatterhadap kegiatan pertambangan dapat dijadikanbarometer bagi pengembangan kegiatanpertambangan di daerah ini, yaitu:

1) Sejumlah Petani dan Nelayan BanyuwangiJawa Timur ke Jakarta mendesak agar

9Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

dihentikan kegiatan PT. IMN.

2) Puluhan ribu warga yang tinggal sepanjangRajekwesi sampai Muncar - Banyuwangi akanterancam hidupnya, termasuk perikananmendesak dihentikannya rencana pengerukanemas di hutan lindung Tumpang Pitu. Merekamendesak pemerintah mencabut i j inpetambangan dan AMDAL tambang emas PTIndo Multi Niaga (IMN) yang cacat danmenolak ijin pinjam pakai penggunaan hutan.

3) Kunjungan Rombongan Dirjen PlanologiDepartemen Kehutanan ke lokasi penam-bangan emas tradisional di lereng GunungTumpang Pitu Kampung 56 Dusun WringinAgung Desa/Kecamatan Pesanggaran,Banyuwangi, diwarnai aksi penghadangan olehratusan massa anti tambang.

4) Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat PeduliLingkungan (AMMPeL), mengecam pertemuanantara Dirjen Planologi Departemen Kehutanandan PT Indo Multi Niaga (IMN) serta pihak terkaitlainnya di Pendopo Banyuwangi, yang dianggaptelah telah melakukan ketidakadilan informasiterhadap masyarakat terkait aktifitas PT IMN diGunung Tumpang Pitu karena tidak transparan.

Mengenai isu kesamaan hak dalam pemanfaatanbahan tambang (PT. IMN vs PETI/ Gurandil)merupakan isu penting, karena kalau tidakditempatkan pada koridor yang semestinya, sesuaipasal 33 UUD 45 dapat menjadi pemicu isu-isulainnya di kawasan tersebut. Masalah tersebutterkait dengan pertanyaan mendasar, kalau PT.IMN diperbolehkan melakukan aktivitas dikawasan hutan lindung, kenapa rakyat dilarang dikawasan hutan produksi, yang secara tingkatanfungsi hutan lebih rendah. Pertanyaan ini berlanjutdengan masalah, kalau pelarangan PETI/ Gurandilkarena merusak Lingkungan dan tidak berizinsehingga tidak ada pemasukan bagi pemda,bagaimana seharusnya.

Berbagai persoalan yang mendasar tersebuttimbul, karena Pemda Kabupaten Banyuwangikurang cepat dalam menanganinya sebagai akibatbelum adanya kantor/ dinas pertambangan yangseharusnya bertanggung jawab terhadappersoalan pertambangan di daerah. Perludipahami, saat ini dengan persoalan pertambanganyang komplek ditangani oleh Pemda BagianPerekonomian, Bappeda dan Kantor LingkunganHidup menyebabkan persoalan pertambangan

tidak tertangani secara optimal, setiap adapersoalan masing-masing saling menunggu danbagi-bagi tanggung jawab/ peran. Di samping itu,ada kesan dalam menangani setiap persoalanPETI/ Gurandil dilakukan dengan cara-cararepresif. Padahal, berdasarkan kasus-kasus dibeberapa daerah, cara-cara represif justru akanmenimbulkan persoalan baru yang lebih besar.

Untuk memberi rasa keadilan, kesamaan hak atassumber daya alam antara PT. IMN dan masyarakatpenambang, maka Pemda Kabupaten Banyuwangiseharusnya menyiapkan WPR sebagai wadahmenampung aspirasi rakyat dalam kegiatanpertambangan dengan beberapa tahap berikut:1) Secepatnya meminimalkan daerah operasi

PETI/ gurandil untuk mengurangi dampakLingkungan, dengan persuasif menjaga wilayahoperasi PETI/ gurandil tersebut.

2) Menyiapkan Wilayah Pertambangan Rakyat(WPR) pada daerah-daerah di lembah GunungTumpang Pitu yang memiliki kandungan emasalluvial.

3) Melakukan kajian eksplorasi terhadap daerahyang disiapkan untuk WPR dan menyiapkanperizinannya dengan wadah badan usahaKoperasi.

4) Menyiapkan bimbingan, pembinaan danpengawasan teknis penambangan, lingkungandan manajemen usaha bagi penambang rakyat.

6. KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT

Berdasarkan pembahasan terhadap ke-empat isupotensi dan kegiatan pertambangan emas diGunung Tumpang Pitu di atas (isu potensi emas,Lingkungan pertambangan, tumpang tindih dengansektor lain, dan isu sosekbud), diperlukankesiapan daerah (Pemerintah KabupatenBanyuwangi) dalam mengelola potensi emas diGunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran,Kabupaten Banyuwangi. Kesiapan daerah dalammengelola potensi emas di Gunung Pitu tersebutmeliputi beberapa tahap kegiatan berikut:

1) Perlu ada kajian mengenai keuntungan dankerugian (cost benefit analysis) antarakegiatan pertambangan dengan sektorkehutan, dan sektor lain terkait fungsi hutansebagai penyimpan sumber daya air sektor-sektor pertanian dan perkebunan.

2) Bila kegiatan pertambangan lebihmenguntungkan, dengan dampak yang dapat

10 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

diminimalkan dibanding kerugian yang akanterjadi terhadap sektor-sektor non-pertambangan, maka perlu dilakukanpembatasan kembali wilayah PT. IMN (relin-quish) dari tahap eksplorasi ke tahapeksploitasi, dan wilayah yang berpotensi emassekunder/ alluvial dialokasikan sebagaiWilayah Pertambangan Rakyat (WPR) untukmewadahi aspirasi rakyat/ masyarakat dalamkegiatan pertambangan. Mengenai tahapeksplorasi diatur dalam pasal 42-45 UU No.4/2009, sedangkan pengalokasian WPRdiatur pasal 20-26 UU No. 4/2009.

3) Berdasarkan kajian terhadap AMDAL PT. IMN,ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi:

wilayah konsesi, perlu di lakukanpembatasan wilayah konsesi untukmeminimalkan dampak lingkungan,terutama terkait fungsi hutan lindungsebagai sumber mata air, dan sungai-sungai bagi sektor pertanian danperkebunan.wilayah konsesi, batas wilayah yangterdapat pada tabel titik koordinat terdapatkesalahan pada titik 14 dan 15 (koordinaty garis l intang/ LS untuk t i t ik 14seharusnya 36’.00" dan titik 15 seharusnya36’.00") yang bisa fatal karena sebagai

batas wilayah konsesi (Tabel 1).kajian terhadap kegiatan di sekitar proyekperlu diperluas dan diperdalam sehinggadapat memberi gambaran yang validmengenai keadaan yang sebenarnya, danperlu dilakukan secara transparan.dalam kajian AMDAL perlu diperjelasmengenai rencana pembuangan limbah,dan rencana pengelolaannya.

4) PT. IMN perlu memberi penjelasan yang ilmiahmengenai potensi emas primer maupun emassekunder/ alluvial di dalam wilayah konsesinyadi Gunung Tumpang Pitu, serta kandunganmineral ikutan emas berdasarkan hasillaboratorium yang terakreditasi.

5) Dalam menangani persoalan PETI/ Gurandilseyogyanya tidak menggunakan cara-cararepresif, tetapi harus dengan persuasive,karena kasus-kasus semacam ini (PETI EmasPongkor, Kapur di Padalarang Jawa Barat,PETI Batubara di Kalimantan Selatan, PETIEmas di Sulawesi Utara, dan lainnya) kalauditangani secara represif akan menimbulkanpersoalan baru yang lebih besar.

6) Dalam pengalokasian WPR perlu dilakukankegiatan inventarisasi potensi bahan galian

Tabel 1. Koordinat Wilayah Kuasa Pertambangan PT. IMN

1 113 56 45,4 8 37 16,82 113 56 45,4 8 35 53,63 113 57 58,4 8 35 53,64 113 57 58,4 8 34 15,95 113 57 36,2 8 34 15,96 113 57 36,2 8 33 3,27 113 59 19,9 8 33 3,28 113 59 19,9 8 32 30,89 114 1 57 8 32 30,810 114 1 57 8 32 58,711 114 2 37,2 8 32 58,712 114 2 37,2 8 35 8,613 114 4 17,4 8 35 8,614 114 4 17,4 8 38 hrs-nya 36 12,8 hrsnya 0015 114 4 51,4 8 38 hrs-nya 36 12,8 hrsnya 0016 114 4 51,4 8 38 11,717 114 3 29,4 8 38 11,718 114 3 29,4 8 39 2,819 114 0 20,6 8 39 2,820 114 0 20,6 8 37 16,8

Sumber: ANDAL Pertambangan PT. Indah Multi Niaga

11Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

emas sekunder pada wilayah-wilayah yangpotensial dan dampaknya dapat diminimalkan.

7) Setelah Pemda Kabupaten Banyuwangimengalokasikan WPR, maka perizinan perludisiapkan dan perlu dilakukan pembinaan danpengawasan, baik dalam hal teknispenambangan, lingkungan maupun dalammanajemen berusaha.

8) Untuk menangani berbagai permasalahanpertambangan di Kabupaten Banyuwangi,sesuai kebijakan otonomi daerah yangtertuang dalam UU No. 32 tahun 2004, UU No.33 Tahun 2004, dan PP No. 38 Tahun 2007,maka perlu dibentuk kantor/ dinaspertambangan dan energi yang tugasnyamengelola kegiatan pertambangan di daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2005, RencanaTata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenBanyuwangi 2005-2015 (Laporan Rencana).

Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2007, TataRuang Wilayah (RTRW) KabupatenBanyuwangi 2007-2027 (Album Peta/Gambar).

Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2005, RencanaUmum Tata Ruang Kota dengan KedalamanRencana Detai l Tata Ruang KotaPesanggaran.

Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2009, Potensipertambangan di Gunung Tumpang Pitu danPulau Batu Merah, Bahan Presentasi KabidFisik dan Prasarana Wilayah.

Berita Fajar, 2008, “Emas vs Potensi AgrarisBanyuwangi, Sebentuk Kanibalisasi antar -Potensi”, Berita Fajar FM, Sabtu, 19 April2008.

BPS Kabupaten Banyuwangi, 2009, KabupatenBanyuwang Dalam Angka Tahun 2008.

BPS Kabupaten Banyuwangi, 2009, PDRBKabupaten Banyuwangi Tahun 2008.

BPS Kabupaten Banyuwangi, 2008, KecamatanPesanggaran Dalam Angka Tahun 2007.

Detik Surabaya, 2009, “Penambang EmasDadakan di Banyuwangi Capai 3 Ribu Orang”,Detik Surabaya, Selasa, 28 April, 2009.

Harian Kompas, 2009, “Berebut Emas di TumpangPitu”, Harian Kompas, Rabo, 17 Mei 2009.

Harian Kompas, 2008, “Masyarakat BanyuwangiTolak Tambang Emas di Hutan LindungTumpang Pitu”, Harian Kompas, Senin, 16 Juni2008

Harian Kompas, 2008, “Ribuan Penambang EmasBanyuwangi Diusir”, Harian Kompas, Jumat27 Februari 2009.

PT. Indo Multi Niaga, 2008, ANDAL PT. Indo MultiNiaga, Rencana Penambangan Emas DMP diDesa Sumber Agung, KecamatanPesanggaran, Kabupaten Banyuwangi,Provinsi Jawa Timur, Jakarta 2008 (LaporanAkhir).

PT. Indo Multi Niaga, 2008, Lampiran ANDAL PT.Indo Multi Niaga Rencana PenambanganEmas DMP di Desa Sumber Agung,Kecamatan Pesanggaran, KabupatenBanyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta2008.

PT. Indo Multi Niaga, 2008, Rencana PengelolaanLingkungan (RKL) Rencana PenambanganEmas DMP di Desa Sumber Agung,Kecamatan Pesanggaran, KabupatenBanyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta2008.

PT. Indo Multi Niaga, 2008, Rencana PemantauanLingkungan (RPL) Rencana PenambanganEmas DMP di Desa Sumber Agung,Kecamatan Pesanggaran, KabupatenBanyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta2008.

Tim Isu Puslitbang tekMIRA, 2009, Foto-fotodokumentasi survai di perkantoran dandokumentasi PETI di Gunung Tumpang Pitu,Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

12 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

LAMPIRANFOTO-FOTO SURVAI LAPANGAN

13Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

14 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

15Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

16 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TER DANPARTIKULAT DALAM PRODUCER GAS

DARI BATUBARA

Slamet Suprapto dan NurhadiPuslitbang tekMIRA, Jln. Jend. Sudirman no. 623 Bandung,

Telp. (022)6030483, Fax: (022) 6003373email: [email protected], [email protected]

SARI

Dalam rangka meningkatkan dan mendiversifikasikan pemanfaatan batubara, Puslitbang TeknologiMineral dan Batubara sedang mengembangkan pemanfaatan producer gas hasil gasifikasi batubarauntuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sistem dual fuel di Sentra Teknologi PemanfaatanBatubara, Palimanan Cirebon. Salah satu parameter kualitas producer gas untuk digunakan padasistem pembakaran internal seperti mesin diesel adalah kadar ter dan partikulat. Penelitian inidimaksudkan untuk mengembangkan metoda sampling dan analisis kadar ter dan partikulat dalamproducer gas dari batubara. Metoda ini menggunakan peralatan yang terdiri atas nozzle isokinetikyang dilengkapi heater untuk mengambil contoh producer gas, penyaring keramik untuk memisahkanpartikulat, heat exchanger dan botol kondensasi untuk mengasorbsi lengas dan botol impinger untukmengadsorbsi ter dalam contoh producer gas. Peralatan yang telah terangkai kemudian diujicobauntuk menentukan kadar ter dan partikulat dalam producer gas produk gasifikasi. Batubara yangdigunakan berasal dari Kalimantan Selatan yang mempunyai nilai kalor 5.500 dan 4.500 kal/g. Pengujianmetoda sampling dan analisis terhadap producer gas hasil gasifikasi batubara tersebut menunjukkankadar ter dan partikulat yang cukup rendah yaitu <100 mg ter/Nm3 dan <50 mg partikulat/Nm3 dansudah memenuhi persyaratan untuk bahan bakar mesin diesel. Percobaan pengoperasian mesin die-sel menggunakan sistem dual fuel menunjukkan kinerja yang baik dan tidak terdapat endapan ter danpartikulat dalam ruang bakar mesin diesel. Metoda ini belum distandarisasi karena tidak tersedianyagas standar. Pengembangan lebih lanjut diharapkan difokuskan pada standarisasi dan uji pembandingRound Robin test dan analisis sistem on-line langsung ke komputer untuk mengetahui secara langsungkomposisi producer gas.

Kata kunci: gasifikasi batubara, producer gas, ter, partikulat, metoda analisis

ABSTRACT

In relation to increase and diversify the utilization of coal, Research and Development Center forMineral and Coal Technology is developing utilization of producer gas resulted from coal gasificationfor diesel powered electric generation using dual fuel system at Coal Technology Center, Palimanan,Cirebon. One of quality parameter of producer gas to be used for internal combustion like dieselengine is the content of tar and particulate. The purpose of this research is to develop sampling andanalysis method for determination tar and particulate contents in producer gas from coal. This methodused apparatus which consists of iso-kinetic nozzle equipped with heater to take sample of producergas, ceramic filter to separate particulate, heat exchanger and condense bottle to absorb moistureand impinge bottle to absorb tar in the producer gas sample. The installed apparatus is tested fordetermining the content of tar and particulate of producer gas resulted from coal gasification. The coal

17Pengembangan Metode Analisis Ter dan Partikulat dalam Producer ... Slamet Suprapto dan Nurhadi

1. PENDAHULUAN

Proses konversi batubara menjadi gas yangdikenal dengan istilah gasifikasi batubara sudahberkembang dengan maju. Batubara dari berbagaijenis dan peringkat dapat dikonversikan menjadigas secara komersial. Kalau pada awalnyagasifikasi batubara hanya menghasilkan producergas (gas bakar) dan gas kota, tetapi sekarang bisaberupa gas sintesis, gas alam sintetik (syntheticnatural gas, SNG) dan bahan baku industri kimia.Sementara itu, producer gas dari biomassa telahdigunakan untuk mesin pembakaran internal (in-ternal combustion engine) seperti mesin gas (gasengine) dan mesin diesel dual fuel secarakomersial di banyak negara. Di Indonesia,penggunaan gas alam untuk mesin diesel dual fuelgas sudah dilakukan di Tarakan, Kalimantan Timur.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas,Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubarabekerjasama dengan PT PLN (Persero) dan PTCoal Gas Indonesia sedang mengembangkanpemanfaatan producer gas dari batubara untukpembangkit l istrik tenaga diesel denganmembangun pilot plant di Sentra TeknologiPemanfaatan Batubara tekMIRA, Palimanan,Cirebon. Peresmian pengoperasian pilot planttersebut telah dilakukan pada tanggal 19 Maret 2008.

Untuk mendukung kegiatan pilot plant tersebutdiperlukan perlatan dan metoda analisis producergas yang dapat menentukan komposisi dan kadarkadar ter dan partikulat. Metode analisis komposisigas hasil gasifikasi biomassa maupun batubaraumumnya menggunakan kromatografi gas.Sedangkan metode analisis kadar ter danpartikulat dalam producer gas hasil gasifikasibiomassa juga baru dikembangkan di beberapanegara Eropa. Oleh karena itu, perlu dikembangkanmetoda analisis ter dan partikulat dalam producergas dari batubara.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Proses gasifikasi batubara yang saat iniberkembang dengan maju adalah proses konversibatubara dalam sebuah reaktor denganmenggunakan pereaksi. Produk gas yangdihasilkan proses gasifikasi batubara tergantungpereaksi yang digunakan. Proses gasifikasimenggunakan pereaksi udara dan uap airmenghasilkan gas yang disebut producer gasdengan komposisi terdiri atas gas mampu bakar(combustible gas) CO dan H2 dan dan sedikit gashidrokarbon seperti CH4, serta pengotor N2mencapai sekitar 50%. Gas ini termasuk gas kalorirendah (low calorie gas) dengan nilai kalor <200Btu/ft3 (<1780 kkal/m3).

Proses gasifikasi menggunakan pereaksicampuran oksigen/uap air menghasilkan produkgas yang disebut gas Lurgi dengan komponenutama berupa CO dan H2 dan sedikit gas-gashidrokarbon, serta pengotor. Gas Lurgi merupakangas kalori menengah (medium calorie gas) dengannilai kalor antara 200-400 Btu/ft3. Apabila gas Lurgitersebut dimurnikan maka dihasilkan gas sintesis(synthesis gas, syngas) dengan komponen utamaCO dan H2. Gas sintesis dapat diproses lebihlanjut melalui proses metanasi untuk mendapatkangas SNG (Synthetic Natural Gas, Substitute Natu-ral Gas) dengan komponen utama CH4. Prosesgasifikasi menggunakan pereaksi hidrogen jugadapat menghasilkan gas alam sintetik yangmempunyai nilai kalor sekitar 1000 Btu/ft3 dantermasuk gas kalori tinggi (high calorie gas) (Elliot,1981; Francis, 1965; Nowacki, 1981; Ward, 1984).

Producer gas juga dapat dihasilkan dari prosesgasifikasi bahan karbonan (carbonaceous matter)lainnya seperti biomassa (Anonymous, 1986) dandengan pereaksi campuran udara/uap air.Perbedaan proses gasifikasi biomassa yangmenghasilkan producer gas untuk mesin

used comes from South Kalimantan which have calorific values of 5,500 and 4,500 cal/g. The resultsshow that the content of tar and particulate are <100 mg of tar/m3 and <50 mg of particulate/m3

respectively which correspond with the requirement of producer gas as fuel for dual fuel diesel engine.The operation of diesel engine using dual fuel system shows good performance and there were no tarand particulate deposit in the combustion chamber. This method has not been standardized yetbecause standard reference gas is not available yet. Further development needs to be focused onstandardization and on-line system connected to computer which can show the composition of pro-ducer gas directly.

Keywords : coal gasification, producer gas, tar, particulate, analysis method

18 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

pembakaran internal dan proses gasifikasibatubara yang digunakan di pilot plant pemanfaatangasifikasi batubara untuk PLTD adalah padareaktor dan sistem pemurnian gas. Reaktorgasifikasi biomassa adalah sistem downdraft,yakni batubara dimasukkan dari atas dan gasdikeluarkan dari bawah reaktor sehingga terbiomassa mengalami perekahan (cracking)menjadi molekul gas. Oleh karena itu, kadar terdalam relatif rendah dan unit pemurniaan gas yangdigunakan untuk gasifikasi biomassa cukup hanyaterdiri atas siklon, scrubber dan pendingin.Sedangkan gasifikasi batubara menggunakanreaktor sistem updraft sehingga produk gasmengandung lebih banyak ter. Namun pada unitgasifikasi batubara mempunyai sistem pemurniangas yang juga dilengkapi penangkap ter khusus,yakni tar electrostatic precipitator. Unit penangkapter tersebut cukup efektif sehingga kadar ter dalamproducer gas memenuhi syarat untuk penggunaanmesin diesel.

Penggunaan producer gas hasil gasifikasibiomassa untuk mesin diesel pembangkit listrikmaupun kendaraan telah dimulai sejak awal abad20. Penggunaan tersebut mencapai puncaknyaselama masa Perang Dunia II terutama dilakukanoleh Jerman untuk menjalankan kendaraan-kendaraan perangnya. Sampai sekarang, didaerah-daerah terpencil di banyak negara misalnyaPilipina, Selandia Baru, Afrika, Eropa maupunAmerika Serikat masih ditemukan bus atau traktorbermesin diesel sistem dual fuel dengan bahanbakar solar dan producer gas (Anonymous, 1986;Turare).

Mesin-mesin pembakaran internal normalnyadirancang untuk menggunakan bahan bakar bensinatau solar yang relatif bersih dibanding producergas. Oleh karena itu, agar mesin diesel dapatberoperasi dengan normal, maka producer gasharus mengandung ter dan partikulat serendahmungkin. Secara umum, kadar ter dan partikulatyang masih dapat ditoleransi untuk bahan bakarmesin pembakaran internal adalah adalah sebagaiberikut (Anonymous, 1986; Anonymous, 2006):

ter : <500 mg ter /m3 gaspartikulat : 50 mg partikulat/m3 gas.

Sampai saat ini, belum ada prosedur standar untukmenentukan kadar ter dan partikulat dalam pro-ducer gas. Tetapi metode analisis ter dan partikulatdalam producer gas dari biomassa telahdikembangkan di Swiss dan Belanda (Nusbanmer,

1998; van de Kamp, 2005). Bahkan Energy re-search Center of the Netherlands (ECN) Belandamengembangkan prosedur tersebut menjadistandar untuk kawasan Eropa denganmengadakan Round Robin test. Prinsip dasarmetode tersebut adalah sampling dan analisisaliran producer gas yang mengandung ter danpartikulat secera on-line dengan menggunakanperalatan yang terdiri atas nozzle isokinetik danpenangkap ter dan partikulat. Selanjutnya, kadarter dan partikulat ditentukan berdasarkangravimetri.

3. METODOLOGI

3.1. Pembuatan Peralatan

Tahap awal dari pengembangan metoda adalahpembuatan peralatan sampling dan analisis sesuaidengan peralatan yang digunakan untuk samplingdan analisis producer gas yang dikembangkan diEropa. Alat sampling tersebut berupa nozzleisokinetik yang dipasang pada pipa aliran gas dandilengkapi pitot tube dengan dimensi tertentu.Disamping itu, pada pipa aliran contoh gasdipasang pemanas suhu 200ºC agar ter tidakmengembun dan menempel pada nozzle dan pipasirkulasi. Skema pemasangan nozzle pada pipaaliran produk gas hasil gasifikasi batubara dapatdilihat pada Gambar 1.

Alat penangkap partikulat berupa penyaringkeramik (ceramic filter) dipasang pada alirancontoh gas sebelum masuk ke rangkaianpenangkap ter. Penyaring keramik tersebutmemiliki rongga-rongga 3 mikron. Penangkap terterdiri atas botol pengembun uap air (moisture con-densation bottle) dan 3 (tiga) botol tar impingerseperti terlihat pada Gambar 2.

3.2. Prosedur Analisis Ter dan Partikulat

Setelah peralatan sampling dan analisis terpasangkemudian contoh gas dialirkan melalui nozzle danpenyaring keramik. Contoh gas didinginkan dalamchiller yang terbuat dari gelas dan menggunakanair pendingin suhu 10OC. Air dan tar yangmengembun kemudian dilewatkan pada pipa teflonuntuk dialirkan ke dalam botol kondensasi. Botolkondensasi berisi 800 mL air suling (aquadest)yang didinginkan pada suhu 0OC. Pipa teflondicelupkan dalam air suling sedalam 15 mm. Ujungteflon berbentuk lobang-lobang dengan diameter1 mm sebanyak 20 buah. Uap air dan sebagian

19Pengembangan Metode Analisis Ter dan Partikulat dalam Producer ... Slamet Suprapto dan Nurhadi

Gambar 1. Skema alat sampling producer gas (Nussbanmer, 1998; vande Kamp, 2005)

Gambar 2. Skema penangkap partikulat dan ter ((Nussbanmer, 1998; vande Kamp, 2005)

20 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

ter dalam contoh gas akan mengembun dalambotol kondensasi yang berisi air suling.

Langkah selanjutnya adalah mengalirkan gas kedalam 3 buah botol impinger yang masing-masingberisi 50 mL anisol dan satu buah botol impingerkosong sebagai drop separator. Ketiga buah botolimpinger tersebut didinginkan dalam chiller padasuhu -3 sampai dengan -4 OC. Ter yangterkandung dalam contoh gas akan mengembundan terabsorbsi dalam anisol. Contoh gaskemudian disedot oleh pompa vakum pada lajualir antara 1,7 – 3,3 m/detik. Sisa contoh gasdibakar dengan pembakar (burner).

Sampling gas dilakukan selama 0,5 - 1 jam,tergantung kandungan ter dan partikulat. Semakinkecil kandungan partikulat dan ter, waktu yangdibutuhkan akan semakin lama. Setelah dilakukanlangkah-langkah sampling gas dan pemisahanpartikulat dan ter seperti seperti tersebut di atas,kemudian kadar partikulat dan ter dapat ditentukandengan membagi berat ter dengan volume contohgas sebagai berikut:

mc1 – mc2Kadar partikulat, mg/m3 =

vg

Di mana:mc1 = berat penyaring keramik sebelum

percobaan, mgmc2 = berat penyaring sesudah percobaan, mg

= volume contoh gas, m3

Sedangkan untuk menentukan kadar ter, ter yangsudah teradsorbsi dalam botol kondensasi danbotol impinger dipisahkan melalui destilasi vakumpada suhu 85 OC dan tekanan 10 – 20 mBar. Teryang diperoleh kemudian ditimbang. Kadar tardapat dihitung dengan membagi berat ter yangdiperoleh dari destilasi vakum dengan volumecontoh gas, sebagai berikut:

mtKadar partikulat, mg/m3 =

vg

Di mana:mt = berat ter hasil destilasi, mgvg = volume contoh gas, m3

3.3. Pengujian Metoda

Pengujian metoda dilakukan terhadap producergas hasil gasifikasi contoh batubara Kalimantanyang mempunyai nilai kalor 5.500 kal/g dan 4.500kal/g. Pengujian diawali dengan proses gasifikasibatubara yakni dengan mengumpankan batubara± 150 kg/jam. Setelah operasi gasifikasi berjalanlancar (steady) kemudian dilakukan sampling gasdengan membuka aliran nozzle. Selanjutnyadilakukan langkah-langkah sesuai denganprosedur analisis ter dan partikulat. Apabila kadarter dan partikulat dalam producer gas sudahmemenuhi syarat, yakni <500 mg ter/m3 dan 50mg partikulat/m3, maka gas digunakan untukmengoperasikan mesin diesel sistem dual fuel.Pengoperasian mesin diesel diawali denganmenggunakan bahan bakar 100 % solar padaberbagai beban (daya) 30 kW, kemudian gasbatubara dimasukkan sampai beban mencapaimaksimum 150 kW.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian metoda untuk analisis kadar ter danpartikulat contoh producer gas hasil gasifikasidapat dilihat pada Tabel 1. Pengujian tersebutdapat menghasilkan data kadar ter dan partikulatyang masing-masing antara 7–62 mg ter/m3 dan31-50 mg partikulat/m3. Producer gas dengankadar ter dan partikulat yang demikian sudahmemenuhi syarat untuk digunakan pada mesindiesel. Kadar ter dan partikulat producer gas daricontoh batubara dengan nilai kalor 5.500 kal/g (A)menunjukkan hasil yang berbeda antarapercobaan gasifikasi ke 1 dan percobaan gasifikasike 2. Hal ini disebabkan bervariasnya kondisioperasi gasifikasi batubara. Walaupun batubarayang digunakan sama tetapi komposisi producergas yang dihasilkan oleh percobaan ke 1 dan ke2 belum tentu sama. Kualitas dan kuantitas produkgas hasil gasifikasi tergantung kondisi operasisebagai berikut (Elliot, 1981, Nowacki, 1981, vanDyk):

kualitas batubara (analisis proksimat,reaktivitas, distribusi ukuran, fragmentasitermal dan sifat caking);suhurasio pereaksi/batubara;rasio udara/uap air).

21Pengembangan Metode Analisis Ter dan Partikulat dalam Producer ... Slamet Suprapto dan Nurhadi

Analisis proksimat, reaktivitas dan sifat cakingbatubara yang sama akan menghasilkan kondisioperasi yang sama. Ukuran batubara yangdigunakan dalam percobaan gasifikasi adalah – 5+ 1 cm, tetapi kemungkinan distribusi ukurannyatidak merata sehingga menyebabkan kondisipercobaan ke 1 dan ke 2 tidak sama. Hal ini jugadapat membuat penyebaran panas dalam unggunbatubara t idak merata dan selanjutnyamenyebabkan fragmentasi ukuran tidak samasehingga kondisi proses berbeda. Perbedaankondisi proses tersebut menyebabkan terjadinyaperbedaan kualitas produk berbeda.

Pengembangan standar analisis producer gas daribiomassa yang dilakukan oleh van de Kamp (2005)adalah dengan memvariasikan kondisi operasigasifikasi yang terdiri atas, pereaksi (udara/uapair, oksigen/uap air), jenis reaktor (fixed bed, flu-idized bed, updraft, down draft), suhu dan tekanan.Dalam program standarisasi tersebut dilakukan ujiRound Robin, yakni mengirimkan contoh-contohgas yang sama ke beberapa laboratorium kemudianmembandingkan hasilnya.

Hasil pengujian penggunaan gas untukmengoperasikan mesin diesel sistem dual fuelsecara kontinyu dan beban maksimalmenunjukkan kinerja yang cukup baik. Hasilpengamatan terhadap ruang bakar mesin dieselsetelah operasi kontinyu tidak menunjukkanperbedaan dengan menggunakan bahan bakar100% solar dan tidak ditemukan adanya endapankerak atau ter batubara dalam ruang bakar mesindiesel. Hal ini menunjukkan bahwa kadar ter danpartikulat cukup rendah dan memenuhi syarat,seperti yang dihasilkan oleh uji metoda analisis.

Walaupun metoda ini sudah bisa digunakan, tetapiyang masih menjadi masalah adalah belumdikembangkannya standar. Hal ini mengingatbelum adanya standard reference gas yang sudahmempunyai kandungan ter dan partikulat tertentu.

Disamping itu, belum ada laboraorium lain yangmengembangkan metoda analisis ter dan partikulatyang dapat bekerjasama dalam melakukan ujiRound Robin guna membandingkan hasil analisis.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Peralatan sampling dan analisis ter danpartikulat dalam producer gas dari batubaratelah dapat dirancang bangun dan dipasangpada pilot plant gasifikasi batubara untuk PLTDdi Palimanan Cirebon.

Metoda sampling dan analisis ter dan producergas telah dikembangkan dan diujicobakandengan baik terhadap producer gas hasilgasifikasi batubara dari Kalimantan Selatanyang menghasilkan kadar ter dan partikulatmasing-masing antara 7 – 62 mg ter/Nm3 dan31 – 50 mg partikulat/Nm3 yang telahmemenuhi persyaratan untuk pengoperasianmesin diesel.

Pengoperasian mesin diesel menggunakanproducer gas dari batubara menunjukkankinerja yang cukup baik, tidak terdapat endapanter dan partikulat dalan ruang bakar mesin.

5.2. Saran

Hasil ini agar dapat ditindaklanjuti denganpengembangan metoda standar melaluikerjasama dengan laboratorium lain untukmelakukan uji pembanding (Round Robin test).

Pengembangan metoda sampling dan analisisproducer gas juga perlu dikembangkan agarkomposisi gas dapat langsung diketahuisehingga pemanfaatan untuk mesin dieseldapat terjamin.

Tabel 1. Hasil analisis ter dan partikulat

No. Contoh Batubara Nilai Kalorkal/gKadar Ter dan Partikulat, mg/m3

Ter Partikulat

1.A 5.500

38 50

2. 7 31

3. B 4.500 62 43

22 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepadaPuslitbang tekMIRA, PT PLN Jasa Produksi danPT Coal Gas Indonesia (PT CGI) ataskerjasamanya dalam penyelenggaraan kegiatanini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1986. Wood Gas as Engine Fuel.FAO, Rome.

Anonymous, 2006. Biomass downdraft gasifierengine system. http:/devafdc.nrel.gov/pdfs.

Elliot, M.A. (ed.), 1981. Chemistry of coal utiliza-tion. Second Suppl. Vol., John Wiley & Sons,New York.

Francis, W., 1965. Fuels and Fuel Technology.Vol II, Section C: Gaseous Fuels. PergamonPress, Oxford.

Nowacki, P. (Ed.), 1981. Coal Gasification Pro-cess. Noyes Data Corporation Jersey.

Nussbanmer, T., 1998. Guide line for Samplingand analisis of Tars Condensates and Par-ticulates From Biomass Gasifier, Swiss Fed-eral Institute of Zurich, Zurich.

Turare, C. Biomass Gasification – Technology andUtilization. ARTES Institute Glucksburg, Ger-many.

van de Kamp, W., de Wild, P., Zielke, U.,Suomalainen, M., Knoef, H., Good, J, Liliedahl,T., Unger, C., Whitehouse, M., Neeft, J., vande Hoek, H. & Kiel, J., 2005. Tar measure-ment standard for sampling and analysis oftars and particles in biomass gasification prod-uct gas. 14th European Biomass Conference& Exhibition, Paris, 17-21 October.

Van Dyk, J.C., Keyser, M.J. & Coertzen, M.Sasol’s Unique Position in Production fromSouth African Coal Source Using Sasol–LurgiFixed Bed Dry Bottom Gasifier. Sasol Tech-nology. R&D Division, Syngas and Coal Tech-nologies, Sasolburg, South Afrika.

Ward, C.R., 1984. Coal Geology and Coal Tech-nology, Blackwell Scientific Publications,Melbourne.

23Implementasi Pengelolaan Lingkungan Sektor Energi ... Djoko Sunarjo dan Bambang Wicaksono

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN LINGKUNGANSEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PADA ERA GLOBALISASI

Djoko Sunarjanto dan Bambang WicaksonoPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS)

Jl. Ciledug Raya Kav 109, Cipulir-Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230Telp.021 7222583 Fac.021 7226011

e-mail : [email protected], [email protected]

SARI

Paradigma baru pengelolaan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus bergulir, setelahpenyerahan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas kemudian UU Nomor 4 Tahun 2009 tentangPertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dari implementasi UU Migas dan UU Minerba yangbaru, terdapat persamaan antara lain tentang kepedulian lingkungan. Perlu upaya khusus untukimplementasi pengelolaan lingkungan dan penanganan dinamika kegiatan pertambangan mineral danenergi pada era globalisasi. Analisis pada studi kasus kegiatan pertambangan apabila berpatokanpada nuansa desentralisasi dan meninggalkan sentralisasi akan menimbulkan dampak baru. Dampaklingkungan yang timbul dapat berkembang menjadi permasalahan global, tidak terkotak-kotak wewenangdaerah/pusat, namun menjadi urusan internasional. Demikian juga pengelolaan ekspor mineral,pengembangan teknologi termasuk impor peralatan masih dalam konteks sentralisasi. Permasalahanbertambah kompleks dengan berfluktuasinya produksi dan harga komoditas mineral. Diperlukanantisipasi pengelolaan sebaik-baiknya yang meliputi 3 faktor utama pengelolaan lingkungan SektorESDM di Indonesia, yakni jenis mineral, luas wilayah dan perkembangan perekonomian. Adanyaberbagai input dan proses kegiatan pertambangan, menjadi masukan informasi untuk kembali kekonsep pengelolaan lingkungan yang sudah ada. Salah satunya adalah konsep Green Mining andEnergy, akan menghasilkan output yang bermanfaat secara berkelanjutan utamanya selalumempertimbangkan faktor lingkungan dan masyarakat sekitar kegiatan pertambangan.

Kata kunci : lingkungan, Sektor ESDM, globalisasi

24 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

ABSTRACT

New paradigm on management Energy and Mineral Resources Sector, after Oil and Gas Law (Law No.22 year 2001) and Mining and Coal Law (Law No. 4 year 2009) is going on. The implementations ofthose laws pay the same attention on environment management. Special effort is needed for environmentmanagement to cope with the dynamics of mineral and energy activities in globalization era. Analysisfrom case study in mining activity if decentralism spirit is used and leaving from centralization spiritwill create new impact. Environmental effect could generate the global problems, not only local butalso international. Export activities of minerals, development of technologies and import of equipmentwhich is still centralized and the complexity of the problems with fluctuations of product and mineralprice need anticipation to manage it, these involve five factors: minerals item, mining area, economicsdevelopment. With the inputs from mining activities there be sufficient information to come back toavailable environment management since Green Mining and Energy concept will cause a sustainablebenefit output, in primary environment factors and community of the surrounding mining activities.

Keywords: environment, energy and mineral resources sector, globalization

1. LATAR BELAKANG

Dengan terbitnya perundang-undangan yangmendasari pelaksanaan pengelolaan energi dansumber daya mineral, terdapat persamaan dalampermasalahan lingkungan yang tertuang dalam UUNomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumidan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang PertambanganMineral dan Batubara. Sebagai negara kepulauan,jumlah dan penyebaran penduduk yang timpangserta adanya perbedaan ekologi di berbagaikawasan Indonesia, tidaklah mengherankanapabila pada masing-masing wilayah terdapatperbedaan dalam upaya penanganan lingkungandan peningkatan perekonomian atau PendapatanAsli Daerah dari kegiatan pertambangan.

Penyusunan makalah ini diharapkan dapatdijadikan sebagai masukan dalam rangkamempersiapkan peraturan dan keputusan sebagaiturunan dan pendukung Undang Undang Minerbayang baru. Pemutakhiran dan upaya khususimplementasi pengelolaan lingkungan di tengahdinamika kegiatan pertambangan mineral danenergi sangat diperlukan guna menciptakanpertambangan berwawasan lingkungan.

2. PENDEKATAN TEORI DAN ANALISIS

Pendekatan kegiatan menggunakan teorikebijakan dan geologi lingkungan dikomparasidengan data sekunder pengusahaan mineral danbatubara. Analisis komparatif dilakukan dengansubsektor lainnya dikompilasi dengan kekhususanpengembangan subsektor minyak dan gas bumi,produksi mineral, dan pemanfaatan batubara untuk

kelistrikan serta beberapa studi kasus.

Pendekatan kegiatan berbasis masyarakat (com-munity based activit ies), lebih mungkinmenghasilkan tindakan yang merespon kebutuhanriil penduduk ataupun masyarakat lingkarpertambangan. Perlu kesadaran manfaat dan resikobahaya yang dihadapi dan kemampuan masyarakatuntuk melindungi diri dari dampak negatif yang timbul.Dalam UU Minerba yang baru telah dilengkapi tatacara pengembangan terkait masyarakat, reklamasisampai pascatambang, yaitu;

Penanganan lingkungan hidupRencana pengembangan dan pemberdayaanmasyarakat di sekitar wilayah pertambangan(beberapa pasal, antara lain pasal 78)Kegiatan Reklamasi dan Pascatambang(pasal 39)

3. POTENSI DAN PEMANFAATANBATUBARA INDONESIA

Sejak tahun 2006 Pemerintah menggulirkanbeberapa kebijakan untuk mendukung pembangunanpembangkit listrik 10.000 MW menggunakanbukan Bahan Bakar Minyak atau non-BBM. Salahsatunya adalah dengan memberikan insentif kepadaperusahaan batubara pemasok pembangkit listrikPLTU. Insentif yang diberikan berupa pemotongandana pengembangan batubara yang merupakanbagian dari Dana Hasil Produsen Batubara (DHPB)yang disetor perusahaan tambang ke kas negara.Insentif tersebut diberikan hanya untuk kebutuhanpembangunan pembangkit listrik dan tidak bolehdigunakan untuk keperluan ekspor.

25Implementasi Pengelolaan Lingkungan Sektor Energi ... Djoko Sunarjo dan Bambang Wicaksono

Meningkatnya pemakaian BBM untuk pembangkitlistrik tenaga diesel (PLTD) dan listrik tenaga uap(PLTU) memberatkan PLN dari segi biaya, disamping berdampak timbul masalah gangguankualitas lingkungan. Salah satu solusi jangka panjanguntuk menekan beban PLN dengan menggunakanbatubara untuk pembangkit listrik yang akandibangun maupun yang telah beroperasi. Batubarasebagai bahan bakar PLTU pengganti BBMdilandasi alasan karena batubara lebih murah dancadangannya cukup besar, sehingga menjaminpasokan. Kebijakan Energi Nasional 2003-2009menyebutkan bahwa penggunaan batubara dapatmendorong pengembangan batubara kalori rendahdi dalam negeri, selaras hasil penelitian yangmenyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensibatubara kalori rendah cukup besar yang selamaini belum dieksplorasi.

Ibrahim (2008) dalam bukunya General Check-UpKELISTRIKAN NASIONAL; Produksi batubaradalam negeri sekitar 203 juta ton per tahun, untukmemenuhi kebutuhan bahan bakar sejumlah PLTUdiperlukan sebanyak 21,28 juta ton per tahun, dalamProgram 10.000 MW sebagian besar menggunakanbatubara. Akan dibangun PLTU Suralaya, PLTULabuhan dan Tangerang (Provinsi Banten). Di JawaBarat akan dibangun PLTU Indramayu dan PelabuhanRatu. Jawa Tengah akan dibangun PLTU Rembangdan Tanjung Jati. Sedangkan di Jawa Timur akandibangun PLTU Pacitan, Paiton dan Tuban.

4. ANALISIS KOMPARATIF

Upaya mengatasi permasalahan yang timbul dapatdiantisipasi dengan pengelolaan sebaik-baiknya,meliputi 3 faktor utama yang berperan pentingdalam pengelolaan lingkungan Sektor ESDM diIndonesia, yaitu ;1. Jenis Mineral2. Wilayah Pertambangan3. Perkembangan Perekonomian

1. Jenis Mineral

Klasifikasi mineral ataupun pembagian bahan galiansesuai Undang-Undang atau PP No 27 Tahun 1980dibedakan menjadi 3 jenis atau kategori, yaitukategori A (Bahan Galian Strategis), kategori B(Bahan Galian Vital atau Logam) dan Golongan C(Industri atau bahan bangunan), sampai saat inimasih relevan. Namun dalam pengelolaan danpekembangannya diperlukan inovasi dan keluwesanmengaplikasikan dalam peraturan perundangan baru.

Terkait dengan jenis mineral dan pertambangan,dalam UU Minerba yang baru diuraikan pada BABVI pasal 34; Usaha Pertambangan dikelompokkanmenjadi pertambangan mineral dan pertambanganbatubara. Pertambangan mineral masih digolongkanlagi menjadi; pertambangan mineral radioaktif,pertambangan mineral logam, pertambangan min-eral nonlogam dan pertambangan batuan (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang PertambanganMineral dan Batubara)

Sesuai klasifikasi untuk pengelolaannya tergantungjenis dan kategori mineral, seperti dalam pengusa-haan migas dibedakan institusi pemerintahsebagai regulator (Ditjen Migas) dan badan yangmelakukan pengawasan kegiatan baik hulu danhilir migas oleh BP Migas dan BPH Migas,demikian juga nantinya untuk mineral strategislainnya termasuk batubara. Saat ini pertambanganmineral dan batubara di Indonesia cenderungmenggunakan sistem tambang terbuka (open pitmining) yang menggunakan lahan luas. Contohpertambangan mineral logam PT Newmont NusaTenggara memerlukan wilayah yang luas Gambar1. Sebaliknya beberapa tambang dalam memerlukanlahan yang relatif tidak luas, seperti tambang yangsudah lama dikembangkan tambang emasPongkor, Jayawijaya, batubara di Sawahlunto.Peningkatan pertambangan batuan sesuai kegiatanpembangunan fisik sarana-prasarana, tetapmemerlukan kewaspadaan dalam pengelo-laannyaterkait lingkungan, misal penambangan di daerahresapan air tanah, dekat kawasan budi daya ataupada kawasan hutan dan kawasan lainnya.

Gambar 1. Kegiatan operasi di tambangterbuka Batu Hijau (Foto :Newmont Nusa Tenggara, 2006)

26 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Kasus terjadinya ledakan tambang batubaraSawahlunto yang menelan korban meninggal lebihdari 30 orang pada pertengahan Juni 2009, salahsatu penyebabnya diduga pengelolaan danpengusahaannya mengabaikan prosedur danpengawasan lingkungan dan keselamatan kerjaseperti yang seharusnya berlaku pada kegiatantambang bawah tanah/tambang batubara.

2. Wilayah Pertambangan

Keberadaan wilayah pertambangan sangatmempengaruhi pelaksanaan dan permasalahan yangtimbul di lapangan, masalah tumpang-tindih dengansektor atau subsektor lain, penyerobotan wilayaholeh pertambangan tanpa ijin termasuk permasa-lahan lingkungan yang tidak mudah diselesaikan.Wilayah Indonesia yang memiliki tidak kurang dari13.667 pulau mempengaruhi implementasiorganisasi, efektivitas dan efisiensi terkaitkewilayahan. Sebagai contoh, kasus penangananpengawasan Usaha Hulu Migas yang selama inidilakukan BP MIGAS sesuai UU No 22 Tahun 2001tentang Minyak dan Gas Bumi, salah satuimplementasinya BP MIGAS membuka kantorperwakilan dan penghubung di daerah. Hal inikarena kompleksnya permasalahan pengawasankegiatan hulu migas dan lokasi wilayah yangtersebar dan sulit dijangkau.

Keterkaitan wilayah dan kepadatan pendudukterlihat perbedaan antara Wilayah Jawa dan luarJawa, khusus Pulau Jawa menampung hampir 60% penduduk Indonesia, demikian juga antaraSumatera Jawa dengan pulau lain di Indonesia Timur.Dari berbagai pulau; Jawa, Sumatera, Kalimantandan Sulawesi merupakan tempat pemukiman yangutama. Pengembangan pertambangan akanmempertimbangkan lebih banyak faktor padadaerah padat penduduk. Tantangan ke depanmenjadi bertambah karena peningkatan jumlah

penduduk dan pertambangan mengarah ke wilayahpadat penduduk, sehingga diperlukan pendekatansosio kemasyarakatan dan teknologi dalampengelolaan mineral dan energi. Keberhasilankegiatan community development atau social re-sponsibility dan program kemasyarakatan yangsejenis menjadi indikator keberhasilan kegiatanpertambangan suatu wilayah (Sunarjanto dan Adji,2005). Tingkat kepadatan penduduk tempatkegiatan pertambangan berada, dan temehadappada satu sisi akan menjadi potensi sumber dayayang tidak boleh diabaikan.

3. Perkembangan Perekonomian

Akhir-akhir ini permasalahan lingkungan menjadibagian penting dalam perekonomian, sesuai UUMinerba baru daerah pertambangan berpotensi untukdikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi(pasal 28). Sisi lain pengelolaan pertambanganmineral dan energi tergantung pada modal besardan beresiko tinggi, mengakibatkan ketergantunganpada perekonomian global, termasuk di dalamnyainvestasi dan nilai tukar mata uang, pajak, ketenaga-kerjaan sampai ekspor-impor. Impor peralatan, mesindan teknologi dari beberapa negara luar, sebaliknyahasil kegiatan pertambangan diekspor ke luarnegeri. Tercatat produksi nasional tembaga, emas,perak dan timah lebih besar untuk kebutuhan luarnegeri, bahkan tahun 2007 produksi bauksit(1,536,542 MT) dan bijih nikel (4,309,134 Ton) untukmemenuhi kebutuhan luar negeri (Tabel 1). Dari sisimikro-ekonomi fluktuasi harga komoditas, akuisisiperusahaan, penggabungan beberapa perusahaanbahkan pengalihan bidang usahapun perlu diper-hitungkan untuk keamanan berusaha dan memper-tahankan stabilitas investasi. Untuk itu pelaksanaanrangkaian kegiatan pertambangan di Indonesia masihdikontrol langsung pemerintah, sejak perencanaan,eksplorasi-eksploitasi sampai pengawasan danaudit pascakegiatan pertambangan.

Tabel 1. Produksi hasil tambang terpilih, kebutuhan dalam negeri dan ekspor

Produksi Ekspor Domestik Produksi Ekspor Domestik Produksi Ekspor DomestikTembaga (Ton) 817,796 816,181 159,783 797,604.75 497,704.48 287,127.43 330,267 272,186 42,884Emas (KG) 85,411 85,176 1,882 117,726.64 83,249.67 36,774.24 33,923 32,222 5,318Perak (KG) 261,398 244,144 12,967 269,376.48 188,665.07 80,248.42 122,470 97,671 97,515Timah (Ton) 65,357 61,422 1,927 91,284.31 90,555.61 1,862 25,407 22,048 747Bauksit (MT) 1,501,937 1,536,542 - 15,406,044.73 17,031,809.46 25,762.49 6,706,483 7,702,308 102,326Bijih Nikel (Ton) 4,353,832 4,309,134 - 6,623,024 5,989,105 56,775 3,619,183 3,037,442 -

*) Termasuk Kuasa PertambanganStatus Data, Juli 2008Sumber : Directorate General of Mineral Coal and Geothermal (2008)

2006 2007*) 2008*)

27Implementasi Pengelolaan Lingkungan Sektor Energi ... Djoko Sunarjo dan Bambang Wicaksono

5. ALTERNATIF SOLUSI

Alternatif solusi merupakan bagian dari strategi yangdiperlukan guna mempercepat dan akurasi suatuproses untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Menurut Soelistijo (2000) secara makronasional,dengan disesuaikan terhadap terdapatnya sumberdaya mineral dan energi, pengembangan wilayahSektor ESDM terdiri dari 3 alternatif, yaitu ;

Pusat pertumbuhan (growth center).Agregatif: yang potensinya menunjangkonsepsi pengembangan wilayah sektor lain.Regional Integratif: yang potensinya bersifatmerangsang pengembangan wilayah sektor lain.

Dalam perkembangannya selama ini banyak kajianilmiah, analisis dan alternatif yang sudah disusunahli maupun institusi. Berdasarkan analisiskomparatif, sebagai suatu alternatif solusi terdapatinput dan proses kegiatan pertambangan dapatdiarahkan mencapai output yang bermanfaat banyakpihak. Dapat ditinjau kembali konsep pengelolaanlingkungan yang sudah ada, salah satunya adalahkonsep Green Mining and Energy akan menghasilkanoutput yang bermanfaat secara berkelanjutan.Apabila dikaitkan dengan lingkungan danpengembangan wilayah selalu mempertimbangkanfaktor lingkungan dan masyarakat sekitar kegiatanpertambangan atau diistilahkan masyarakatlingkar luar, baik lingkar 1, lingkar 2 dan seterusnya.

6. PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Sampai saat ini sumber energi fosil merupakansumber utama dan penggunaan bahan bakarbatubara pada PLTU dapat berdampak merugikanlingkungan. Secara fisik tampak mata adalahperubahan bentang alam, sebagai ilustrasidigambarkan dalam Gambar 1. Dampak negatif yangtidak tampak secara langsung sebagai sumberutama emisi berbahaya seperti SO2, CO, CO2, danabu. Salah satu emisi yang harus mendapatkanperhatian dari pembakaran batubara padapembangkit listrik adalah SO2, yang merupakangas tidak berwarna, berbau menyengat dan sangatberbahaya bagi tumbuhan dan hewan. SO2 menye-babkan gangguan pernafasan, dapat menyebabkankebutaan dan kematian pada manusia. Dampaklainnya mengakibatkan terjadinya hujan asamyang dapat merusak tanaman serta mempercepatkepunahan keanekaragaman hayati yang sangatmerugikan kehidupan, karena banyak di antaraspesies yang punah tersebut merupakan spesiesyang berguna bagi manusia (Christensen, 1991).

Peningkatan emisi gas CO2 di atmosfer akandapat mempengaruhi terjadinya perubahan curahhujan dan pemanasan global. Selain mendorongterjadinya kepunahan keanekaragaman hayati,pemanasan global juga dapat menimbulkanterjadinya kerusakan ekosistem terumbu karang,penurunan produktivitas perikanan laut, terjadinyaperubahan musim, meledaknya hama dan wabahpenyakit, hujan badai, banjir bandang dan sebagainya.Penggunaan energi batubara dalam penyediaantenaga listrik ataupun industri mineral dan energilainnya diupayakan agar lebih ramah lingkungandan dilakukan dengan melengkapi peralatan yangdapat mengatasi polutan. Dengan melengkapiperalatan sejenis penyaring, maka gas buang dariPLTU ataupun industri menjadi aman bagi lingkungan(Brodjonegoro, Bambang dan Sunarjanto, 2000).

Penanganan lingkungan hidup termasuk reklamasidan pengelolaan pascatambang (BAB VII pasal39 UU Minerba) menjadi upaya penting memperbesardampak positif menciptakan pertambangan secaraberkelanjutan sejak eksplorasi sampai denganesok menjadi suatu kawasan pusat pertumbuhanekonomi. Sebagai contoh nyata adanya kegiatanpertambangan mineral logam di Maluk Sumbawayang termasuk Wilayah PT. Newmont NusaTenggara dalam jangka waktu kurang dari 10 tahunmampu membangun Pusat Pertumbuhan Ekonomibaru di Wilayah Indonesia Timur Gambar 2.

7. DISKUSI

Kegiatan ESDM khususnya pertambangan min-eral masih terkonsentrasi di darat, di mana daratanhanya menempati sepertiga Wilayah Indonesia.Menjadi peluang dan tantangan untuk lebih intensifmengembangkan pertambangan mineral di lepaspantai. Bila dibandingkan masih lebih banyakkegiatan migas yang mengeksplorasi danmengeksploitasi cadangan migas lepas pantai.Penambangan timah dan pasir laut di daerah RiauKepulauan dan sekitarnya menjadi contohpertambangan mineral lepas pantai yang dapatdilakukan pada wilayah lain.

Perubahan pada era globalisasi yang kadangberubah secara cepat dari segenap pihakpemangku kepentingan, shareholder sampai pihakluar/internasional, membentuk rantai semacamsiklus. Diperlukan pemutakhiran dan diskusi yangberkelanjutan mengantisipasi perubahan yangdinamis. Sebagai bahan pengambilan keputusanataupun masukan dalam penyusunan peraturan,

28 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

diperlukan perhatian khusus pada permasalahan,antara lain :

Produksi dan harga komoditas mineral yangterus berfluktuasi.Dampak lingkungan (dampak negatif) yangtimbul dapat berkembang secara cepatmenjadi permasalahan global.Bencana lingkungan dan kebumian yang tidakterkait pertambangan ataupun ESDM,dijadikan alasan untuk menyalahkan duniapertambangan dan pemangku kepentingan.Pengelolaan lingkungan pertambangan lepaspantai yang baik sebagai upaya optimalisasipemanfaatan wilayah dan ikut melindungipelestarian alam.Pengelolaan lingkungan Sektor ESDMmenjadikan lingkungan bumi yang berkualitassekaligus sebagai warisan generasi yang akandatang.

8. PENUTUP

Penanganan lingkungan hidup sampai kegiatanpertambangan selesai/ pascatambang menjadiupaya penting memperbesar dampak positif danmemperkecil dampak negatif. Suatu kawasanpertambangan mengubah lokasi terpencil menjadipusat pertumbuhan ekonomi sudah banyakterbukti berhasil pada beberapa wilayah, namunmasih diperlukan usaha lain agar terciptapertambangan bermanfaat bagi masyarakat danlingkungan sekitarnya secara berkelanjutan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tersusunnya makalah ini penulis mengucapkanterima kasih kepada Bapak Prof. Dr. SuprajitnoMunadi, yang telah bersedia mengoreksi danmemberi masukan. Terima kasih kepada KepalaPPPTMGB LEMIGAS, Bapak Dr. Ir. HadiPurnomo, M.Sc DIC yang memberi kesempatanpenulis menyampaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brodjonegoro, Bambang and Sunarjanto, 2000, TheSustainable Economic Growth Pole in TheMining Area Using AHP Method: Case Studyof PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PongkorGold Mine-West Java Indonesia, Proceedingsof INSAHP, Jakarta.

Christensen, J.W., 1991, Global Science, Energy,Resources, Environment, Kendall/Hunt Pub-lishing Company, Dubuqe Iowa, third edition,699 p., ISBN 0-8403-4657-3.

Directorate General of Mineral Coal and Geother-mal, Ministry of Energy and Mineral ResourcesThe Republic of Indonesia, 2008, Indonesia’sMineral and Coal Development, Country Pa-per, Bali-Indonesia.

Ibrahim, A. H., 2008. General Check-UpKelistrikan Nasional, MediapIus Network,

MALUK 2005MALUK 1995

Gambar 2. Perbandingan maluk, Sumbawa pada tahun 1995 dan 2005, sebagai pusatpertumbuhan ekonomi (Sumber : PT Newmont Nusa Tenggara)

29Implementasi Pengelolaan Lingkungan Sektor Energi ... Djoko Sunarjo dan Bambang Wicaksono

Cetakan Pertama November 2008, ISBN 978-979-18898-0-3.

Newmont Nusa Tenggara ,PT., 2006, Batu Hijau,Dulu, Kini dan Esok, Cetakan Kedua.

Soelistijo, U. W., 2000, Pengembangan WilayahSektor Pertambangan dan Energi, DPE,Ditjend Pertambangan Umum, PPTP,Bandung.

Sunarjanto,D. and Adji G.T, 2005, Corporate So-cial Responsibility One of Methods To ExpandThe Benefit for Oil and Gas Bearing Area, Pro-ceedings 30th Annual Meeting IPA, Jakarta,ISBN 979-98000-7-2.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentangMinyak dan Gas Bumi

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentangPertambangan Mineral dan Batubara

30 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PELUANG PENGEMBANGAN PERTAMBANGANMINERAL DAN BATUBARA PADA ERA

OTONOMI DAERAH

Umar DhaniPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudriman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022- 6003373

e-mail : [email protected]

SARI

Digulirkannya kebijakan Otonomi Daerah pada awal tahun 2000, merupakan babak baru dalampemerintahan daerah. dengan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus daerahnyasecara luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan adanya kebijakan tersebut, Pemerintah Daerahberpacu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada dan menciptakan kebijakan untukmeningkatkan pendapatan daerah (PAD) dengan legitimasi berupa Perda.

Dalam waktu yang sangat singkat, perda-perda tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya daerahmenyusun perda menimbulkan masalah baru, berupa timbulnya pungutan pajak dan retribusi ataupungutan lainnya yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi.

Hingga pertengahan bulan Juni tahun 2009, Departemen Keuangan telah mengumpulkan 12.031 Perdadan berdasarkan hasil evaluasi telah merekomendasikan sebanyak 2.894 perda dibatalkan dan 144perda direvisi. Hal ini menunjukkan bahwa produk Perda yang telah disusun cukup banyak yangbermasalah, sehingga akan menimbulkan kondisi yang tidak kondusif dan dapat menghambatpertumbuhan ekonomi maupun peluang investasi di daerah.

Selain itu, dengan adanya kebijakan otonomi memberi peluang pengembangan pertambangan di daerah,antara lain : kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan potensi bahan galian, peningkatan penerimaan,kesempatan kerja dan berusaha serta terciptanya pengembangan wilayah.

Kata kunci: peluang, pengembangan pertambangan, otonomi daerah

ABSTRACT

The release of the regional autonomy policy in the early 2000 is a new era of the regional government,in which the region has an authority to manage its region professionally. Consequently, the regionalgovernment is pushed to optimized potential of the resources and to create a policy of improvingregional revenue by legitimating regional regulations.

In a relatively short time, these regulations grow widely, and this causes collection of taxes, retributionand other taxes, which are no relation with the public interest and the higher regulations. This isagainst the investment promotion in the country.

31Peluang Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara pada Era ... Umar Dhani

1. PENDAHULUAN

Selama lebih dari dua dasawarsa, kebijakanotonomi daerah di Indonesia mengacu kepadaUndang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentangPokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pada eraini peran Pemerintah Pusat sangat menonjol,sehingga menimbulkan ketergantungan daerahterhadap pusat. Pemerintah daerah tidakmempunyai keleluasaan dalam menetapkan pro-gram-program pembangunan di daerahnya sertasumber keuangan penyelenggaraan pemerintahandiatur oleh pusat. Pada awal tahun 2000diberlakukannya kebijakan otonomi, yaitudesentralisasi pemerintahan dari pusat ke daerahyang diimplementasikan pada UU Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah dandisempurnakan menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004.

Otonomi daerah diartikan kewenangan daerahotonom untuk mengatur dan mengurus daerahnyasecara luas, nyata, dan bertanggung jawab.Kewenangan daerah mencakup kewenangansemua bidang pemerintahan, kecuali kewenangandi bidang politik luar negeri, pertahanankeamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,dan bidang lainnya yang ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun2000, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kotatelah melakukan pembenahan dan penyesuaianadministratif dan struktur organisasi, kelembagaan.Salah satu upaya yang menonjol yang dilakukanoleh pemerintah daerah pada era ini adalahmenerbitkan Peraturan Daerah (Perda).

Maraknya meenerbitkan Perda tersebut, masihbanyak yang tidak selaras dengan kebijakan yanglebih tinggi, bahkan cenderung tumpang tindih danterkesan hanya berorientasi meningkatkanPendapatan Asli Daerah (PAD) semata. Selain itu,masih banyak terjadi perbedaan penjabaran

mengenai otonomi daerah yang dituangkan dalamperda pada masing-masing daerah. Hal ini akanmenimbulkan iklim yang tidak kondusif karenaketidak-konsistenan kebijakan dan bahkan dapatmenghambat pertumbuhan ekonomi maupunpeluang investasi di daerah. Permasalahantersebut terjadi pada seluruh sektor usaha,termasuk sektor pertambangan.

Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997,terjadi penurunan investasi pada seluruh sektorusaha, termasuk pada sektor pertambangan min-eral dan batubara. Penurunan tersebut bukan hanyadipicu oleh diberlakukannya kebijakan otonomidaerah, tetapi juga kebijakan pertambangan yangmengacu pada UU Nomor 11 Tahun 1967 sudahtidak selaras dengan semangat otonomi daerahyang sedang digiatkan. Selain itu masih terjadiperbedaan persepsi dalam menterjemahkankebijakan otonomi daerah, khususnya pada sektorpertambangan, sehingga menimbulkan ketidak-selarasan dengan kebijakan di atasnya ataukebijakan sektor lain. Permasalahan-permasalahantersebut pada akhirnya dapat berakibatterganggunya perekonomian daerah maupunnasional.

2. KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

Pada hakekatnya otonomi daerah merupakan hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untukmengatur dan mengurus sendir i urusanpemerintahan dan kepentingan masyarakatsetempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan pemberian kewenangan dalampenyelenggaraan otonomi daerah adalahmeningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataandan keadilan, demokratisasi, menghormati budayabudaya lokal, serta memperhatikan potensi dankeanekaragaman daerah. Pemerintah Daerahdiberi kewenangan untuk mengelola sumber dayaalam, sumber daya buatan, dan sumber daya

Until the mid of June 2009, the Ministry of Finance has collected 12,031 regional regulations. Accord-ing to the evaluation results, 2,984 regulations are deleted and 114 are revised. This indicates thatthose regulations have problems, so they must be eliminated or revised, because they will create anunconducive condition and can hamper the economic growth and the opportunity of investing in themining sector in the region. Moreover, the autonomous policy has provided an opportunity to developthe mining sector in a region in terms of management authority of utilizing mineral potential, revenueincrease, job creation and regional development.

Keywords: opportunity, mining development, regional autonomy

32 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

manusia yang ada di wilayahnya masing-masing(UU Nomor 32 Tahun 2004). Prinsip otonomi daerahadalah desentralisasi, penyerahan semuakewenangan kecuali bidang politik luar negeri,pertahanan keamanan, peradilan/yustisi, moneterdan fiskal, serta agama. Dalam penyerahandisertai pembiayaan, sumber daya manusia,sarana dan prasarana. Pelaksanaan kewenangandidasarkan pada norma, standar, dan prosedur.

Penyelenggaraan urusan pemerintah dibagiberdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas,dan efisiensi dengan memperhatikan keserasianhubungan antarsusunan pemerintahan. Yangdimaksud dengan “kriteria eksternalitas” dalamketentuan ini adalah penyelenggara suatu urusanpemerintahan ditentukan berdasarkan luas,besaran, dan jangkauan dampak yang timbulakibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan;kriteria akuntabilitas” adalah penanggung jawabpenyelenggaraan suatu urusan pemerintahanditentukan berdasarkan kedekatannya denganluas, besaran, dan jangkauan dampak yangditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusanpemerintahan; “kriteria efisiensi” adalahpenyelenggara suatu urusan pemerintahanditentukan berdasarkan perbandingan tingkat dayaguna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.

Setelah diberlakukan kebijakan desentralisasi danotonomi daerah, keinginan pembentukan daerahotonom baru berkembang sangat pesat. Hal inidapat terlihat dengan meningkatnya jumlah daerahotonom baru sejak tahun 1999 hingga Desember2008 sebanyak 215 daerah otonom baru, yangterdiri atas : 7 provinsi, 173 kabupaten, dan 35kota. Selain itu, masih terdapat usulan baru yangsiap dibahas maupun yang belum diproses tentangpembentukan daerah otonom baru.

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangannya,kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU Nomor32 Tahun 2004 ditentukan menjadi urusanpemerintah. Dalam menyelenggarakan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan daerah,pemerintahan daerah menjalankan otonomiseluas-luasnya untuk mengatur dan mengurussendiri urusan pemerintahan berdasarkan asasotonomi dan tugas pembantuan.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan,pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapatmelimpahkan sebagian urusan pemerintahankepada perangkat pemerintah atau wakil

pemerintah di daerah atau dapat menugaskankepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahandesa. Urusan pemerintahan yang dibagi bersamaantartingkatan dan/atau susunan pemerintahanadalah semua urusan pemerintahan di luar urusanyang menjadi kewenangan pemerintah, yaitu terdiriatas 31 (tiga puluh satu) bidang urusanpemerintahan (PP Nomor 38 Tahun 2007). Urusanpemerintahan yang diserahkan kepada daerahdisertai dengan sumber pendanaan, pengalihansarana dan prasarana, serta kepegawaian.

Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah NonDepartemen menetapkan norma, standar,prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusanwajib dan urusan pilihan. Di dalam menetapkannorma, standar, prosedur, dan kriteria perludiperhatikan keserasian hubungan pemerintahdengan pemerintah daerah dan antarpemerintahdaerah sebagai satu kesatuan sistem dalamkerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerahkabupaten/kota dalam melaksanakan urusanpemerintahan wajib, dan pilihan berpedomankepada norma, standar, prosedur, dan kriteria.Urusan pemerintahan wajib dan pilihan menjadidasar penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber dayaalam dan sumber daya lainnya antarpemerintahdan pemerintah daerah sebagaimana dimaksuddalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 2 ayat (4)dan ayat (5) meliputi :

kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,pemeliharaan pengendalian dampaklingkungan, dan pelestarian;bagi hasil atas pemanfaatan sumber dayaalam dan sumber daya lainnya; danpenyerasian lingkungan dan tata ruang sertarehabilitasi lahan.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber dayaalam dan sumber daya lainnya antarpemerintahdaerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat(4) dan ayat (5) meliputi :

pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alamdan sumber daya lainnya yang menjadikewenangan daerah;kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatansumber daya alam dan sumber daya lainnyaantarpemerintahan daerah; danpengelolaan perizinan bersama dalampemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya

33Peluang Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara pada Era ... Umar Dhani

Pemerintahan daerah merupakan satuan pemerin-tahan teritorial tingkat lebih rendah dalam negarakesatuan RI, yang berhak mengatur dan mengurussendiri urusan pemerintahannya (Bagir Manan,2001). Satuan pemerintahan teritorial tersebutdisebut daerah otonom, sedangkan hak mengaturdan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidangadministrasi negara yang merupakan urusanrumah tangga daerah disebut otonomi. Dengandemikian, agar wewenang pemerintah daerahdapat dijalankan, maka diperlukan dasar hukumpelaksanaan, yaitu sesuai pasal 136 ayat 1 UUNomor 32 Tahun 2004, Kepala Daerah sebagaikepala eksekutif menetapkan Perda ataspersetujuan bersama DPRD. Perda yang disusuntersebut merupakan penjabaran lebih lanjut dariperaturan perundang-undangan yang lebih tinggidengan memperhatikan ciri khas masing-masingdaerah.

Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undanganpasal 7 Ayat (1) mengatur hirarki peraturanperundang-undangan yang berlaku di NegaraKesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian,perda merupakan salah satu produk hukum yangada di Indonesia. Perda yang disusun olehpemerintah daerah tidak boleh bertentangandengan peraturan yang lebih tinggi dan dapatdibatalkan sesuai ketentuan yang berlaku. Perdayang terbit sebelum Oktober 2004, pembatalannyamelalui Keputusan Menteri Dalam Negeri,sedangkan setelahnya pembatalan melaluiPeraturan Presiden.

Perda dan ketentuan daerah lainnya bersifatmengatur dan diundangkan melalui LembaranDaerah. Untuk perda yang mengatur mengenaipajak daerah, retribusi daerah, AnggaranPenerimaan dan Belanja Daerah (APBD),perubahan APBD, dan tata ruang sebelumditetapkan dan diberlakukan terlebih dahuludilakukan evaluasi oleh pemerintah. Hal inidimaksudkan untuk melindungi kepentinganumum, menyelaraskan dan menyesuaikan denganperaturan perundang-undangan yang lebih tinggidan/atau peraturan daerah lainnya. Perdamerupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi denganmemperhatikan ciri khas masing-masing daerah.Pemerintah daerah menyusun perda dalam rangkamerumuskan berbagai kebijakan pembangunanatau dalam rangka memacu pertumbuhanperekonomian di daerah.

Perda bermasalah pada prinsipnya adalah perda-perda yang karena keberadaannya akan menye-babkan terhambatnya efektifitas perekonomian (P.Agus Pambudhi, 2006). Atau bertentangan denganperaturan yang lebih t inggi. Perda yangdikategorikan bermasalah adalah berdasarkanprinsipil, substansi dan yuridis. Bermasalah secaraprinsipil adalah perda yang memberikan hambatandalam konteks ekonomi makro, yaitu :

Berpotensi bertentangan dengan prinsipkeutuhan wilayah ekonomi nasional.Berpotensi menyebabkan munculnyapersaingan yang tidak sehat (monopoli,oligopoli, kemitraan wajib, dll).Berdampak negatif terhadap perekonomian(ekonomi biaya tinggi atau pajak ganda).Berpotensi menghalangi atau mengurangiakses masyarakat (bertentangan denganprinsip keadilan).Merupakan suatu bentuk pelanggarankewenangan pemerintah.

Pemerintah daerah dalam meningkatkanperekonomian dapat memberikan insentif dan/ataukemudahan kepada masyarakat dan/atau inves-tor yang diatur dalam perda dengan berpedomanpada peraturan perundang-undangan yang berlaku.Implikasi dari kebijakan desentralisasi ini adalahbanyaknya produk perda yang berkaitan denganpajak dan retribusi daerah bertentangan dengankebijakan yang lebih tinggi atau kepentinganumum. Hal ini, dapat berakibat terganggunya ikliminvestasi yang ada di daerah dan berdampak padaperekonomian daerah maupun nasional.

Maraknya daerah menyusun perda menimbulkanmasalah baru, berupa timbulnya pungutan pajakdan retribusi yang bertentangan dengankepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini bertolakbelakang dengan gencarnya pemerintahmenggalakkan investasi untuk pembangunan diIndonesia. Berdasarkan permasalahan ini, makaperlu dilakukan evaluasi terhadap perda yangberkaitan dengan pajak dan retribusi daerah.

Hingga pertengahan tahun 2009, DepartemenKeuangan telah mengumpulkan 12.031 perdauntuk dievaluasi. Dari jumlah tersebut sebagianbesar telah dilakukan evaluasi. Berdasarkan hasilevaluasi Tim Pajak Daerah dan Retribusi DaerahDepartemen Keuangan hingga Juni tahun 2009telah merekomendasikan untuk membatalkan2.894 perda dan 144 perda direvisi. Hal ini

34 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

menunjukkan bahwa produk Perda yang telahdisusun cukup banyak yang bermasalah, sehinggaharus dibatalkan atau direvisi. Banyaknya perdayang bermasalah tersebut dapat berakibatterganggunya aktivitas pemerintahan maupunperekonomian wilayah.

Pelaksanaan otonomi daerah dimulai pada awaltahun 2000 telah menimbulkan interpretasi yang,khususnya berkaitan dengan kewenangan antarapemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutamapasal 7 dan pasal 10 UU Nomor 32 Tahun 2004.Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa,pendayagunaan sumber daya alam serta teknologitinggi yang strategis merupakan kewenanganpusat. Pada sisi lain pasal 10 ayat 1 dinyatakanbahwa “daerah berwenang mengelola sumber dayanasional yang tersedia di wilayahnya danbertanggung jawab memelihara lingkungan sesuaidengan peraturan perundang-undangan”, sehinggadiinterpretasikan bahwa kegiatan sektorpertambangan umum merupakan kewenangandaerah. Sebenarnya dari kedua pasal, tersebutmenimbulkan adanya ketidakjelasan kewenanganpengelolaan sumber daya alam (minerba) antarapusat dan daerah.

Dengan diterbitkannya PP Nomor 38 Tahun 2007yang merupakan turunan dari UU Nomor 32 Tahun2004 telah secara jelas mengatur pembagianurusan antara pemerintah dan pemerintah daerah.Dalam kebijakan tersebut telah terjadi perubahanyang mendasar tentang pengawasan perda.Khusus perda yang berkaitan dengan pajak,retribusi, APBD dan tata ruang setelah Oktober2004 dilakukan evaluasi oleh pusat sebelumditetapkan oleh daerah.

Dasar pembatalan perda tentang pertambanganumum adalah berkaitan dengan pajak dan retribusiizin usaha pertambangan dan birokrasi prosesperizinan. Pada umumnya pembatalan perdatentang pajak dan retribusi pertambangan adalahbertentangan dengan UU Nomor 34 tahun 2000dan PP 65 Nomor 2001. Kegiatan usaha di sektorpertambangan umum (KP, KK dan PKP2B) telahdikenakan iuran tetap (landrent) dan iuraneksplorasi dan eksploitasi (royalty). Dengandemikian, apabila dikenakan pungutan lain akanmenimbulkan pungutan ganda dan dapatmemberatkan pelaku usaha di bidangpertambangan.

Berdasarkan hasil kompilasi perda yang berkaitandengan kegiatan pertambangan pada 8 provinsi,

terkumpul 242 perda pada 147 kabupaten. Darijumlah perda tersebut, sebagian besar (183 perdaatau 75%) mengatur tentang pungutan (pajak,retribusi dan sumbangan pihak ketiga). Sedangkan,perda yang mengatur tentang pengelolaanpertambangan sebagian besar wilayah kabupatenbelum menyusun, yaitu hanya terdapat 39 perda.Hal ini menunjukkan bahwa, pemerintah daerahlebih mendahulukan kebijakan yang berkaitandengan pungutan dibandingkan kebijakan tentangpengelolaan kegiatan pertambangan. Hal ini sangatrentan terhadap aktivitas pertambangan maupunlingkungan.

3. KEBIJAKAN PERTAMBANGANMINERAL DAN BATUBARA

Setiap usaha pertambangan bahan galian yangtermasuk dalam golongan bahan galian strategisdan golongan bahan galian vital, baru dapatdilaksanakan, apabila terlebih dahulu telahmendapatkan izin, yaitu berupa KuasaPertambangan (Peraturan Pemerintah Nomor 75Tahun 2001). Pemberian izin usaha pertambanganuntuk melaksanakan kegiatan penyelidikan umum,eksplorasi, eksploitasi, pengolahan danpemurnian, pengangkutan dan penjualan.

Pemerintah daerah sesuai dengan lingkupusahanya menugaskan pemegang izinpertambangan sesuai dengan tahapan dan skalausahanya untuk membantu program pengembanganmasyarakat dan pengembangan wilayah padamasyarakat setempat, yaitu berupa pengembangansumber daya manusia, kesehatan dan mendorongpertumbuhan ekonomi. Diharapkan dengan adanyakegiatan ini masyarakat sekitar merasakandampak positif aktivitas pertambangan didaerahnya.

Sebagai pedoman teknis penyelenggaraankewenangan tersebut Pemerintah telahmengeluarkan PP Nomor 38 Tahun 2007. DalamPP tersebut diuraikan secara jelas mengenaijenjang kewenangan antara pemerintah, provinsi,dan kabupaten/kota. Dalam rangka mendukungdan memfasilitasi daerah dalam penyelenggaraantugas pemerintahan di bidang pertambanganumum, Departemen ESDM telah menerbitkanKeputusan Menteri mengenai pedoman teknis(Kepmen No. 1453.K/29/NEM/2000). Dalampedoman teknis tersebut telah diatur mengenaitata cara permohonan perizinan, pengelolaanlingkungan, pengawasan lingkungan, eksplorasi,

35Peluang Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara pada Era ... Umar Dhani

konservasi, dan produksi. Selanjutnya, untukmelaksanakan kewenangan tersebut, PemerintahDaerah (provinsi dan kabupaten/kota) menindak-lanjuti dengan menerbitkan perda, baik yangberkaitan dengan pengelolaan pertambanganumum maupun pungutan (pajak, retribusi dansumbangan pihak ketiga). Namun demikian, perdayang telah diterbitkan oleh pemerintah daerahtentang pengelolaan pertambangan umum masihbanyak yang belum sesuai acuan di atas, bahkanmasih ditemukan perda yang bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Dalam pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahaharus mengacu pada kebijakan tata ruang yangada. Hal ini dimaksudkan adanya kesesuaianfungsi kawasan maupun menghindari tumpangtindih pemanfaatan ruang atau benturankepentingan antarsektor. Pada umumnyasebagian besar daerah Rencana Tata RuangWilayah (RTRW) yang telah disusun belumpengalokasikan kawasan untuk pengembangankegiatan pertambangan. Dengan demikian,pengembangan potensi bahan galian yang adamenjadi sulit dilakukan karena keberadaanyabukan merupakan fungsi kawasan pertambangan.Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambanganharus berada pada kawasan yang ditetapkansebagai kawasan pertambangan pada RTRW.Dengan demikian, Pemerintah Daerah segeramenyiapkan kawasan untuk kegiatan pertambanganyang ditetapkan dalam kebijakan RTRW.

Krisis ekonomi pada tahun 1997 yang diikuti olehtuntutan reformasi, a.l. demokratisasi; HAM,lingkungan hidup dan ekonomi telah mendorongatas kebutuhan mendasar ke arah perubahansistem yang desentralistik . Maka peraturan yangberkaitan dengan pertambangan harusmenyesuaikan dengan perubahan tersebut. Padaintinya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentangPertambangan Mineral dan Batubara sebagaipengganti UU Nomor 11 Tahun 1967 disusundengan mempertimbangkan seluruh aspekperubahan saat ini, seperti otonomi daerah, HAM,lingkungan hidup, kebutuhan sosial, politik danekonomi. Butir-butir penting dalam UU Nomor 4Tahun 2009, antara lain :

Sistem perizinan, eksplorasi dan eksploitasilebih sederhana.Klarifikasi wewenang dan ruang lingkupPemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.Aspek nilai tambah, yaitu pemrosesan danpemurnian logam harus dilakukan di dalamnegeri.

Tidak ada lagi sistem kontrak langsung antaraperusahaan dengan Pemerintah, melainkandiberlakukannya sistem izin usahapertambangan (IUP).Pengembangan masyarakat difokuskan padakesejahteraan rakyat.

4. PELUANG PENGEMBANGANPERTAMBANGAN MINERAL DANBATUBARA

a. Perda

Semenjak digulirkanya kebijakan otonomi daerah,pemerintah daerah berlomba-lomba menyusunkebijakan untuk mengelola dan memanfaatkanpotensi wilayah dalam rangka pengelolaanpertambangan dan meningkatkan pendapatan aslidaerah melalui pajak dan retribusi daerah maupunpungutan lainnya (sumbangan pihak ketiga).Optimalisasi pemanfaatan potensi ini bertujuanuntuk meningkatkan pendapatan daerah danpembiayaan pembangunan. Untuk melegalisasimeningkatkan pendapatan dan pembangunandaerah tersebut pemerintah daerah menyusunperda. Kemampuan daerah dalam melaksanakanpembangunan sangat dipengaruhi oleh keter-sediaan sumber daya maupun kemampuan dalampengelolaannya.

Pedoman maupun acuan dalam menyusun Perdapengelolaan pertambangan telah diatur danpenerapan penyusunannya disesuaikan dengankarakteristik wilayah. Diharapkan, dengan adanyatersedianya acuan pengelolaan pertambanganyang baik dapat merangsang investasipengusahaan pertambangan di daerah.

b. Optimalisasi Pemanfaatan PotensiBahan Galian

Pada umumnya potensi bahan galian belumdiusahakan secara maksimal dan belummemberikan dampak yang signifikan terhadapperekonomian daerah. Hal ini karena potensi bahangalian yang dikembangkan adalah bahan galiangolongan C dan dilakukan secara tadisional atautambang rakyat. Untuk wilayah yang memanfaat-kan bahan galian golongan A dan B yangmempunyai nilai ekonomi lebih tinggi, telahmemberikan kontribusi yang cukup berarti bagiperekonomian dan penerimaan daerah sertamenyumbangkan terhadap penerimaan negara.

36 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Kebijakan otonomi daerah telah memberikankewenangan untuk mengelola dan memanfaatkanpotensi sumber daya yang ada di wilayahnya. Saatini sebagian besar Pemerintah Daerah gencarmelakukan identifikasi dan inventarisasi potensibahan galian yang ada dalam rangka menarik in-vestor menanamkan modalnya di bidangpertambangan. Dengan adanya kebijakan inimemberikan peluang termanfaatkannya potensiyang ada. Secara umum upaya yang dilakukanini telah menunjukkan tingkat keberhasilan yangcukup baik, yaitu semakin bertambahnya investasidi bidang pertambangan di daerah, yaitu yangditunjukkan dengan meningkatnya jumlah izinusaha pertambangan yang diterbitkan pemerintahdaerah.

c. Perizinan Pertambangan

Sebelum adanya otonomi daerah perizinan dibidang pertambangan umum dikeluarkan olehpemerintah pusat dalam bentuk KK, PKP2B danKP, sedangkan perizinan pengusahaan bahangalian golongan C diterbitkan oleh pemerintahdaerah dalam bentuk SIPD. Pada saat ini perizinanusaha pertambangan umum diterbitkan olehpemerintah dan pemerintah daerah sesuaikewenangannya. Untuk melakukan perpanjanganizin yang dikeluarkan dari pusat (KK dan PKP2B)selebihnya menjadi kewenangan daerah sesuaikewenangannya.

Salah satunya faktor maraknya izin pertambanganyang dikeluarkan daerah adalah adanya kebijakanotonomi daerah. Melalui UU tersebut membukapeluang bagi pemerintah daerah untuk mengeloladan memanfaatkan sumber kekayaan alam yangada di wilayahnya, jika dibandingkan dengan sistempemerintahan sebelumnya.

Berdasarkan rekapitulasi dari Departemen ESDM,izin usaha pertambangan dalam bentuk KK danPKP2B jumlahnya cenderung menurun, namununtuk izin yang berupa KP yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah terjadi peningkatan yang cukupsignifikan (Tabel 1).

Meningkatnya jumlah izin usaha bidangpertambangan (KP) tersebut menunjukkan adanyapeningkatkan investasi bidang pertambangan danmeningkatnya PAD melalui sektor pertambangan.Sebagai contoh, telah terbit ratusan KP batubarayang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten(Bupati) salah satu provinsi di Kalimantan, yaituterdapat 354 izin yang telah dikeluarkan, 260 buahdiantaranya berupa KP yang dikeluarkan olehpemerintah daerah.

d. Penerimaan Daerah

Distribusi pajak-pajak pertambangan yang menjadihak daerah belum dilakukan secara lebih adil dantepat waktu ke daerah penghasil yang berhak. Halini sangat mempengaruhi dalam pelaksananrencana pembangunan yang telah ditetapkan olehdaerah, karena penerimaan yang diperoleh tidaktepat waktu.

Dari sisi perundang-undangan tersebut di ataspajak dan royalti dari perusahaan pertambanganmerupakan penerimaan pusat. Dalam rangkadesentralisasi ada sebagian dari penerimaan iniyang dibagihasilkan. Masalah utama dari bagi hasilini dipandang dari sisi daerah adalah tidak pastinyawaktu pencairan dari pusat, sehingga mengganggupenganggaran di daerah. Dalam ketidakberdayaanini ada sebagian daerah yang mengusulkan agardana dari perusahaan pertambangan langsungditransfer ke rekening pemerintah daerah tanpamelalui rekning pemerintah pusat. Sementarapusat berpegang pada kebijakan yang berlaku,bahwa royalty merupakan penerimaan pusat yangdibagihasilkan dan bukan merupakan pajak daerah.Salah satu pengaruh adanya kegiatanpertambangan adalah peningkatan penerimaandaerah baik secara langsung maupun tidaklangsung. Penerimaan daerah secara langsungberupa pajak dan retribusi daerah, sedangkan

Tabel 1. Rekapitulasi Izin Pertambangan

Jenis kontrak 2001 2002 2003 2004 2005 2006

KP 600 597 597 825 848 965KK 55 62 61 54 46 41PKP2B 119 101 101 87 82 81

Sumber : Dirjen Minerbapabum, 2008

37Peluang Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara pada Era ... Umar Dhani

penerimaan tidak langsung adalah penerimaan daripajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak(PNBP). Komponen PNBP terdiri atas iuran tetap,royalti dan penjualan hasil tambang. Penerimaanpajak dan PNBP pertambangan merupakanpenerimaan Negara dan dibagi-hasilkan ke daerah.Hasil pertambangan mineral dan batubara telahmemberikan kontribusi bagi penerimaan Negarayang cukup besar, yaitu pada tahun 2006 sebesar29,69 trilyun. Komponen terbesar penerimaanjustru berasal dari penerimaan pajak dibandingkanPNBP (Tabel 2).

f. Kewilayahan

Pemanfaatan ruang untuk kegiatan usaha harusmengacu pada kebijakan tata ruang yang ada,yaitu yang dikelompokkan menjadi kawasanlindung dan budidaya. Kebijakan tata ruang inimenghindari tumpang tindih pemanfaatan ruangatau benturan kepentingan antarsektor.Pengembangan dan pemanfaatan potensi bahangalian yang berada di kawasan lindung tidak dapatdimanfaatkan, sehingga potensinya tidakmemberikan nilai ekonomi. Dengan terbitnya UU

Tabel 2. Penerimaan Pajak dan PNBP dari Pertambangan Mineral dan BatubaraTahun 2004-2006 (Milyar Rupiah)

No. Sumber Penerimaan 2004 2005 2006 2007

1 Pajak 6.419,62 12.827,41 23.026,31 17.200,00

2 PNBP 2.573,66 4.788,72 6.664,81 8.697,07

Iuran Tetap 50,13 57,10 58,25 76,24

Royalti 1.642,17 3.138,94 4.163,99 5.771,82

Penjualan Hasil Tambang 881,36 1.592,68 2.442,57 2.849,01

Total 8.993,28 17.519,66 29.691,12 25.897,07

Sumber : Dirjen Minerbapabum, 2008

Penerimaan pajak ini menyumbang sekitar 67%dari total penerimaan negara yang berasal darisektor mineral, batubara dan panas bumi atausetara dengan Rp 17,20 trlyun pada tahun 2007.Secara umum, realisasi penerimaan negara yangberasal dari mineral, batubara dan panas bumidalam empat tahun terakhir menunjukkanpeningkatan yang cukup signifikan, meskipenerimaan negara pada tahun 2007 mengalamipenurunan sebesar 17% dibandingkan denganperiode sebelumnya.

e. Kesempatan Kerja dan Berusaha

Maraknya kegiatan pertambangan di daerah akansemakin membuka peluang kerja berusaha bagimasyarakat sekitar. Masyarakat tidak hanyamenjadi penontan seperti yang terjadi selama ini,tapi dapat lebih memberikan kontribusi terlibatlangsung pada aktivitas pertambangan sebagaipekerja. Selain itu, dengan berkembangnyakegiatan di suatu wilayah secara tidak langsungakan memberi peluang berusaha dan menciptakanpengembangan wilayah.

Nomor 41 Tahun 1999 jo PP Nomor 2 Tahun 2008telah memberikan peluang pengusahaanpertambangan di kawasan hutan produksi danhutan lindung. Meskipun banyak kalangan yangmenolak PP tersebut karena dinilai melegitimasiperusakan hutan lindung selama ada bayarannyadan murahnya tarif yang dikenakan .

5. KESIMPULAN

Semenjak digulirkan otonomi daerah pada tahunawal tahun 2000, telah terbit ribuan perda sebagaiacuan dalam pelaksanaan pembangunan didaerah. Perda-perda yang telah terbit tersebut,masih banyak yang tidak selaras dengan peraturanyang lebih tinggi atau mengakibatkan biaya tinggi,sehingga menghambat investasi di daerah. Dengandemikian, banyak perda-perda yang harusdibatalkan atau direvisi.

Berdasarkan dari hasil identifikasi terdapatbeberapa izin pertambangan yang telahdikeluarkan oleh pemerintah daerah tidak selaras

38 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

dengan peraturan yang lebih tinggi atau tumpangtindih dengan sektor lain. Hal ini menunjukkanbahwa izin pertambangan yang telah diterbitkantidak melalui koordinasi dengan dinas/instansiterkait. Untuk mengantisipasi tumpang izin usahapertambangan yaitu dengan penyusunan basisdata pertambangan dengan format yang sama danmenyusun ulang izin-izin yang bermasalah. Padasaat ini dalam kebijakan tata ruang, kawasan untukkegiatan pertambangan, tidak atau belumdialokasikan secara tegas. Dengan demikian,keberadaan sumber daya mineral yang padaumumnya tersebar di bawah permukaan, menjaditerkalahkan oleh pengembangan ruang sektor lain,sehingga pada saat ruang tersebut akandikembangkan untuk kegiatan pertambanganmenjadi tumpang tindih dengan kegiatan sektor lain.

Pelaksanaan otonomi daerah yang berjalan hampir9 tahun telah menimbulkan pengaruh yang cukupbesar terhadap kegiatan pertambangan di daerah.Pengaruh tersebut, antara lain :

kewenangan dalam pengelolaan pertambangan.meningkatnya pemanfaatan sumber daya min-eral dan batubara,meningkatnya penerimaan daerah,membuka kesempatan bekerja dan berusaha,terciptanya pengembangan wilayah.

Berdasarkan peluang-peluang tersebut, perludiperhatikan tantangan dalam pengembangannya,antara tersebut antara lain : ketidaksonsistenanperaturan yang ada, terbatasnya jumlah maupunkemampuan aparat, tingkat kerusakan lingkunganyang cenderung meningkat, masih banyak wilayahbelum ada alokasi kawasan pertambangan, danminimnya data/informasi potensi wilayah.

Jika dilihat dari permasalahan yang timbul denganadanya kegiatan pertambangan serta faktorpenyebab permasalahan tersebut, makapembahasan pelaksanaan pertambangan didaerah perlu dilakukan evaluasi yang bertujuanuntuk pengembangan pertambangan di daerah.Berdasarkan dari peluang dan tantangan tersebut,arahan pengembangan pertambangan dikemudianhari, antara lain :

1. Diperlukan kebijakan/ peraturan daerah yangmengatur tentang pengelolaan pertambanganmulai dari segi perizinan pengusahaan, hinggapemantauan lingkungan pasca tambang.Adanya kepastian hokum dan kepastianberusaha.

2. Diperlukan peningkatan jumlah dan

kemampuan apatur dinas seiring denganmaraknya pengusahaan pertambangan.

3. Tuntutan pemenuhan standar lingkungan hidupyang makin ketat, upaya yang dilakukanadalah menerapkan metode penambangansecara tepat dan berawasan lingkungan,sehingga tercipta pertambangan yangberkelanjutan (good mining practice).

4. Penyiapkan zonasi kawasan untuk pengembanganpertambangan yang ditetapkan dalamkebijakan RTRW. Penyusunan RTRW Nasional,Provinsi dan Kabupaten yang saling sinergis.

5. Tersedianya data informasi potensi sumberdaya mineral dan batubara, sebagai mediapromosi investasi pengusahaan pertambangan

DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriady Bratakusumah, PerencanaanPembangunan Daerah, Gramedia 2005

Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganDepartemen Keuangan Republik Indonesia,Laporan Tim Pajak Daerah dan RetribusiDaerah Periode Januari – Desember 2008.

Direktorat Mineral, Batubara dan Pas Bumi,Departemen Energi Sumber Daya Mineral,Mineral, Coal and Geothermal, Tahun 2007

Makro Ekonomi, Kamis 25 Januari 2006, OtonomiDaerah Turunkan Investasi Pertambangan

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007tentang Pembagian Urusan PemerintahanAntara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsidan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota.

Pipin Syarifin, Pemerintahan Daerah di Indonesia,Pustaka Setia, Bandung, 2005

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11Tahun 1967 tentang Pokok-PokokPertambangan

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineraldan Batubara

39Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari ... Pramusanto, dkk.

PENINGKATAN KADAR BIJIH BESI DARI DAERAHPELAIHARI, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

MENGGUNAKAN KLASIFAYERDAN PEMISAH MAGNETIK

Pramusanto, Nuryadi Saleh dan ApriandiPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl Jenderal Sudirman No. 623 Bandung, 40211Telp (022) 6030843, Fax. (022) 6003373

SARI

Karakteristik bahan baku bijih besi Pelaihari dicirikan oleh kadar besinya rendah (sekitar 30% Fetotal).Mineralnya terdiri dari hematit dan magnetit. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkankadar besinya adalah dengan melakukan percobaan klasifayer dan pemisah magnetik. Penelitian inimembahas tentang percobaan klasifayer yang dilanjutkan dengan percobaan pemisah magnetik.Percobaan pemisah magnetik dilakukan dengan memvariasikan intensitas magnet, ukuran butir danwaktu pengadukan umpan. Percobaan klasifayer dilakukan untuk mengurangi mineral pengotor denganmemanfaatkan perbedaan ukuran butir dan berat jenis, sedangkan pemisah magnetik dilakukan untukmeningkatkan mineral berharga berupa hematit dan magnetit melalui pemanfaatan perbedaankerentanan terhadap magnet antara mineral pengotor dengan mineral berharga.

Hasil percobaan klasifayer dapat meningkatkan kadar Fetotal menjadi 34,6%, sedangkan pada pemisahmagnetik, variabel yang dapat meningkatkan kadar tertinggi adalah waktu pengadukan umpan dengankadar Fetotal tertinggi yang diperoleh 55,9%. Waktu pengadukan umpan 10 dan 20 menit. Perolehantertinggi besi sebesar 33,26% terjadi pada waktu pengadukan umpan selama 20 menit.

Kata kunci : bijih besi, Pelaihari, klasifayer, pemisah magnetik

ABSTRACT

Raw iron ore of Pelaihari is known by its low iron content. The ore consists of hematite and magnetiteas the main iron minerals. In order to increase the iron content, some efforts can be conducted bysequence of laboratory tests, namely classifier and magnetic separator. The experiment using mag-netic separator is conducted at various magnetic intensity, grain size and agitation time. The purposeof classifying tests is lessening the impurity mineral by exploiting difference of grain size and specificgravity, while magnetic separator will increase the valuable mineral in the form of hematite and magne-tite by exploiting difference of magnetic susceptibility between the impurities and valuable minerals.

The experiment results of classifying increase the total iron grade up to 34.6%, followed by magneticseparator. The later increases the highest grade of total iron up to 55.9% at agitation time of 10 and 20minutes. The highest iron recovery of 33.26% was conducted at 20 minutes of feed agitation time.

Keywords : iron ore, Pelaihari, classifier, magnetic separator

40 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Kebutuhan baja nasional terus mengalamipeningkatan seiring dengan perkembangan sektorindustri dan semakin maraknya pembangunaninfrastruktur di Indonesia. Pada saat ini konsumsibaja diperkirakan telah mencapai 6,3 juta ton,sedangkan produksinya hanya 3,8 juta ton.Kekurangan penyediaan baja sebesar 2,5 juta tonmasih dipasok dari impor, sehingga PT KrakatauSteel untuk memproduksi baja di Indonesiamemerlukan bahan baku dan penunjang yangsebagian besar masih diimpor. Bahan-bahan yangpengadaannya masih bergantung pada imporadalah pelet bijih besi, sedangkan skrep, bijih besibongkah (lump ore) dan bijih besi halus kasar(coarse fine) sebagian masih dapat dipasok daridalam negeri, misalnya untuk bijih besi bongkahberkadar Fe 57% dan bijih besi halus kasarberkadar Fe 56% telah dapat dipasok dari endapanbesi laterit oleh PT Sebuku Iron Lateritic Ore,Kalimantan Selatan [sebukuiron.co.id].

Untuk menunjang keperluan industri besi baja yangterus meningkat di masa mendatang, Indonesiamemiliki potensi sumber daya bijih besi yang cukupbesar, berupa bijih besi primer dengan estimasicadangan 320 juta MT dan kadar 25 – 62% Fe,bijih besi laterit dengan estimasi cadangan 1.391juta MT dan kadar 40 – 56% Fe serta pasir besidengan estimasi cadangan 600 juta MT dan kadar25 – 40% Fe [Koesnohadi dan Sobandi, 2008].Namun sumber daya tersebut belum dapatdimanfaatkan secara optimal karena kadar Feyang terkandung relatif rendah. Pada umumnyaindustri baja membutuhkan besi dengan kadar Fe60-69%, sedangkan P.T. Krakatau Steelmembutuhkan pelet bijih besi dengan kandunganFe minimum 65%. Untuk menjawab tantangantersebut, perlu adanya kajian intensif agar kadarFe yang dikandung besi dapat ditingkatkan,sehingga dapat dimanfaatkan oleh industri dalamnegeri seperti oleh PT Krakatau Steel.

Proses peningkatan kadar Fe pada bijih besi biasadilakukan dengan cara kominusi (crushing dangrinding), konsentrasi secara gravitasi, pemisahanmagnetik, pemisahan elektrostatik maupun flotasi.Flotasi biasanya dilakukan sebagai lanjutan dariproses pemisahan magnetik, pemisahanelektrostatik, konsentrasi secara gravitasi maupunkominusi [Habashi, 1997].

Pemisahan secara magnetik terhadap bijih besisudah lazim dikerjakan [Pramusanto, dkk, 1999].

Pemisah magnetik merupakan alat yang digunakandalam proses pemisahan secara magnetik. Prinsipkerja alat ini adalah memisahkan mineral berhargadari pengotornya berdasarkan derajat kemagnetanatau mudah tidaknya mineral mengalami pengaruhdalam medan magnet (magnetic sussceptibility)[Kelly, and Spottiswood, 1982].

Bijih besi merupakan mineral-mineral yangmengandung besi seperti magnetit, hematit,goethit, limonit atau campuran dari mineral-min-eral tersebut dengan mineral pengotornya, sepertisilika, alumina, dan krom [Perkins, 2002].Berdasarkan pada magnetic susceptibility mineraltersebut dapat diklasifikasikan dalam dua grup,yaitu paramagnetik dan diamagnetik. Mineraldiamagnetik merupakan mineral yang tidakmengalami ketertarikan dalam medan magnet,seperti silika, dan alumina. Sedangkan mineralparamagnetik yang dapat ditarik oleh magnet,seperti hematit dan limonit. Dari mineralparamagnetik ini terdapat mineral-mineral yangmemiliki sifat magnet yang sangat kuat disebutferromagnetik, seperti magnetit [Wills, 1988].

Berdasarkan hasil pengujian mineragrafi, bijih yangdigunakan untuk percobaan ini mengandungmagnetit-hematit. Magnetit dan hematit memilikiderajat kemagnitan signifikan, yang berbedadengan mineral pengotor berupa silika, aluminadan lain-lain; sehingga sebagai studi awal, prosespemisahan berdasarkan sifat kemagnetan mineralmenggunakan pemisah magnet dapat dimanfaatkan.

2. METODOLOGI

Metodologi peningkatan kadar bijih besi inidilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu;preparasi percontoh (pengeringan, pengayakan danpemercontoh), studi bahan baku (analisa kimia,ayak dan mineralogi), pencucian dengan spiralclassifier untuk menghilangkan pengotor, danpercobaan menggunakan pemisah magnet untukmeningkatkan hematit dan magnetit. *****

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Studi Bahan Baku

Studi bahan baku ini bertujuan untuk mengetahuidan menentukan komposisi dan kadar dari min-eral-mineral yang terdapat di dalam percontoh bijihbesi tersebut.

41Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari ... Pramusanto, dkk.

3.1.1 Analisis Komposisi Kimia

Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia, makadiperoleh komposisi kimia bijih besi sebagai berikut;Fetotal 31,3%, Fe2O3 37,94%, Fe3O4 6,55%, SiO228%, CaO 15,67%, Al2O3 5,61%, MgO 1,01 %,TiO2 1,63%, Cr2O3 0,111% dan LOI 1,93%.

3.1.2 Analisis Ayak

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat terjadiperubahan distribusi ukuran butir akibat pencuciandengan spiral classifier, sehingga underflow spi-ral classifier menyebabkan kenaikan nilai persenberat tertahan fraksi ukuran -250+150 µm (-60+100mesh) sampai fraksi +1,7 mm (+10 mesh) danmenyebabkan penurunan nilai persen berattertahan dari fraksi ukuran -150+106 µm (-100+140mesh) sampai fraksi -75 µm (-200 mesh) terhadappercontoh asal bijih besi. Hal ini menjelaskanbahwa proses spiral classifier menyebabkanterjadinya pemisahan antara partikel halus dengankasar, sehingga dapat dilihat adanya perbedaanpersentase berat tertahan antara percontoh asaldengan underflow spiral classifier. Menurut perhitungan derajat liberasi total fraksi

kasar dan halus untuk percontoh asal, dapatdijelaskan bahwa persentase derajat liberasi totalpada fraksi kasar (+1700 µm) atau +10 meshsampai -425+250 µm (-40+60 mesh) masih sangatrendah; magnetit sebesar 0,45%, hematit sebesar1,08% dan gangue sebesar 13,70%. Persentasederajat liberasi total pada fraksi halus (-250+150µm) atau (-60+100 mesh) sampai -75 µm (-200mesh) sudah cukup tinggi; magnetit sebesar37,62%, hematit sebesar 58,95% dan ganguesebesar 77,56%.

 

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

-75

(-200)

-106+75

(-140+200)

-150+106

(-100+140)

-250+150

(-60+100)

-425+250 (-

40+60)

-850+425 (-

20+40)

-1700+850 (-

10+20)

+1700 (+10)

Fraksi Ukuran µm (mesh)

Pers

en B

erat

Ter

taha

n (%

)

Percontoh AsalPercontoh Spiral Classif ier

Gambar 1. Hubungan fraksi ukurandengan komposisi mineralpercontoh asal dan underflowspiral classifier

3.1.2.1 Derajat Liberasi

Berdasarkan Gambar 2, untuk derajat liberasipercontoh asal terlihat bahwa semakin kecil ukuranayak, maka tingkat kebebasan suatu butiran min-eral dalam suatu fraksi ukuran semakin tinggi.Derajat liberasi tertinggi pada percontoh asalterdapat pada fraksi -75 µm (-200 mesh) denganderajat liberasi untuk mineral magnetit sebesar

70,00%, hematit derajat sebesar 94,55%, dangangue sebesar 98,41%.

 

0

10

20

30

40

5060

70

80

90

100

-75 (-200)

-106+75 (-140+200)

-150+106 (-100+140)

-250+150 (-60+100)

-425+250 (-40+60)

-850+425 (-20+40)

-1700+850 (-10+20)

+1700 (+10)

Fraksi Ukuran µm (mesh)

Der

ajat

Lib

eras

i [D

L] (%

)

0

5

10

15

20

25

30

35

Dis

trib

usi D

L [D

DL]

(%)

DL Magnetit DL Hematit DL GangueDDL Magnetit DDL Hematit DDL Gangue

Gambar 2. Hubungan fraksi ukuranterhadap derajat liberasi dandistribusi derajat liberasipercontoh asal

 

0

1020

3040

50

6070

8090

100

-75 (-200)

-106+75 (-140+200)

-150+106 (-100+140)

-250+150 (-60+100)

-425+250 (-40+60)

-850+425 (-20+40)

-1700+850 (-10+20)

+1700 (+10)

Fraksi Ukuan µm (mesh)

Der

ajat

Lib

eras

i [D

L] (%

)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Dis

trib

usi D

L [D

DL]

(%)

DL Magnetit DL Hematit DL GangueDDL Magnetit DDL Hematit DDL Gangue

Gambar 3. Hubungan fraksi ukuranterhadap derajat liberasi dandistribusi derajat liberasipercontoh underflow spiralclassifier

42 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Berdasarkan Gambar 3, derajat liberasi tertinggiuntuk percontoh underflow spiral classifier terdapatpada fraksi -75 µm (-200 mesh) dengan derajatliberasi mineral magnetit sebesar 69,61%, hematitsebesar 93,42%, dan gangue sebesar 97,96%.

Menurut perhitungan distribusi derajat liberasiuntuk fraksi kasar dan halus untuk percontoh bijihbesi underflow spiral classifier, terlihat bahwapersentase distribusi derajat liberasi total padafraksi kasar (+1700 µm) atau +10 mesh sampai -425+250 µm (-40+60 mesh) masih sangat rendah;magnetit sebesar 0,60%, hematit sebesar 1,50%dan gangue sebesar 23,54%. Persentase distribusiderajat liberasi total pada fraksi halus (-250+150µm) atau -60+100 mesh sampai -75 µm (-200mesh) masih cukup tinggi; magnetit sebesar28,21%, hematit sebesar 46,41% dan ganguesebesar 64,11%.

3.2. Percobaan Spiral Classifier

Berdasarkan Gambar 6, dapat dijelaskan bahwapada percobaan ini telah terjadi pemisahan antarapartikel halus dengan kasar. Hal ini terlihat dariadanya kenaikan kadar Fe total. Kadar Fe totalpada percontoh asal sebagai umpan sebesar31,3%, setelah dilakukan proses klasifikasimenggunakan spiral classifier meningkat menjadi34,6% untuk produk underflow (sebagai produkpemisahan yang memiliki partikel kasar) dan terjadipenurunan kadar Fe total menjadi 24,6% untukproduk overflow (sebagai produk pemisahanpartikel yang berukuran halus).

3.3. Peningkatan Kadar dengan PemisahMagnetik

Di dalam percobaan pemisah magnetik inidilakukan analisis mineralogi untuk meninjauperubahan komposisi mineral dan derajat liberasipada konsentrat dan tailing akibat pengaruh darivariabel percobaan terhadap peningkatkan kadardan perolehan. Analisis kimia hanya dilakukanpada konsentrat untuk menetukan kadar Fe total.

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa padafraksi ukuran -106+75 µm (-140+200 mesh), bahwaantara magnetit dan hematit terjadi keterikatan danantara hematit dan gangue juga terjadi keterikatan.Antara magnetit dan gangue tidak tampak adanyaketerikatan. Menurut perhitungan komposisi mineralpada ukuran tersebut, komposisi hematit 41,80%dengan derajat liberasi 88,68% dan magnetit 7,80%dengan derajat liberasi 58,97% serta gangue50,40% dengan derajat liberasi 96,23%.

3.1.2.2 Komposisi Mineral

Berdasarkan Gambar 4, mineral berharga yangterdapat pada percontoh bijih besi ini adalah magnetit

Gambar 4. Fotomikrograf sayatan polesbijih besi (H = hematit, M =magnetit, G = mineral gangue,HM = hematit + magnetit HG =hematit + gangue)

dan hematit dengan komposisi hampir homogenpada setiap fraksi ukuran yang terdapat padakedua percontoh analisis ayak. Komposisi min-eral rata-rata seluruh fraksi ukuran untuk percontohasal adalah 6,22% magnetit, 37,53% hematit dan56,25% gangue, sedangkan untuk percontoh hasilpercobaan spiral classifier adalah 6,98% magnetit,39,87% hematit dan 53,15% gangue.

 

0

10

20

30

40

50

60

70

-75 (-200)

-106+75 (-140+200)

-150+106 (-100+140)

-250+150 (-60+100)

-425+250 (-40+60)

-850+425 (-20+40)

-1700+850 (-10+20)

+1700 (+10)

Fraksi Ukuran µm (mesh)K

ompo

sisi

Min

eral

(%)

Magnetit Percontoh Asal Magnetit Limp, Bawah Klasif ay er SpiralHematit Percontoh Asal Hematit Limp. Bawah Klasif ay er SpiralGangue Percontoh Asal Gangue Limp. Bawah Klasif ay er Spiral

Gambar 5. Hubungan fraksi ukurandengan komposisi mineralpercontoh asal dan percontohunderflow spiral classifier

43Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari ... Pramusanto, dkk.

3.3.1 Pengaruh Intensitas Magnet terhadapKomposisi Mineral dan DerajatLiberasi pada Konsentrat

Berdasarkan grafik pengaruh intensitas magnetyang divariasikan dari 2000-10000 gauss terhadapkomposisi mineral dan derajat liberasi konsentratpada Gambar 7, menunjukan penurunan hematitseiring dengan peningkatan intensitas magnet,sedangkan derajat liberasinya juga mengalamipenurunan. Magnetit cenderung stabil namunderajat liberasinya juga turun. Gangue meningkat,sedangkan derajat liberasinya turun.

konsentrat, sehingga meningkatkan komposisihematit dan gangue yang berikatan. Terjadinyapeningkatan komposisi hematit yang berikatandengan gangue menyebabkan terjadinyapenurunan derajat liberasi dan komposisi hematit,namun hal tersebut menaikan komposisi gangue.

Komposisi hematit yang terbesar diperoleh padaintensitas magnet 2000 gauss sebesar 70,07%,dengan magnetit sebesar 7,73% dan gangue yangterkecil (22,20%). Komposisi hematit terkecildiperoleh pada intensitas magnet 10000 gauss(47,94%), dengan magnetit (8,28%) dan gangueterbesar (43,80%).

3.3.2 Pengaruh Ukuran Butir terhadapKomposisi Mineral dan DerajatLiberasi pada Konsentrat

Berdasarkan grafik pengaruh ukuran butiran yangdivariasikan dari ukuran <75 sampai <250 µmterhadap komposisi mineral dan derajat liberasikonsentrat seperti pada Gambar 8, dapat ditarikkesimpulan bahwa semakin besar ukuran butiransemakin turun komposisi mineral, tetapi padaukuran <250 µm mengalami kenaikan kembali.Namun pada gangue, semakin besar ukuranbutiran mengakibatkan kenaikan komposisi min-eral, tapi mengalami penurunan kembali padaukuran <250 µm.

 

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Fe total SiO2 CaO Al2O3 MgO TiO2 Cr2O3 LOI

Nama Mineral

Kom

posi

si K

imia

(%)

Percontoh AsalUnderf lowOverf low

Gambar 6. Hubungan percobaan spiralclassifier terhadap komposisikimia

 

0

20

40

60

80

100

2000 4000 6000 8000 10000

Intensitas Magnet (Gauss)

Kom

posi

si M

iner

al (%

)

0

20

40

60

80

100

Der

ajat

Lib

eras

i {D

L) (%

)

Magnetit Hematit GangueDL Hematit DL Magnetit DL Gangue

Gambar 7. Pengaruh intensitas magnetterhadap komposisi mineraldan derajat liberasi konsentrat

Hal ini berarti pengaruh intensitas magnetmenyebabkan peningkatan penarikan hematit yangmasih berikatan dengan gangue ke dalam

 

0

20

40

60

80

100

<75 <106 <150 <180 <250Ukuran Butir (µm)

Kom

posi

si M

iner

al (%

)

0

20

40

60

80

100

Der

ajat

Lib

eras

i {D

L} (%

)

Magnetit Hematit GangueDL Hematit DL Magnetit DL Gangue

Gambar 8. Pengaruh ukuran butirterhadap komposisi mineraldan derajat liberasi konsentrat

Perubahan komposisi mineral dan derajat liberasipada mineral magnetik maupun ganguedisebabkan oleh adanya pengaruh gaya gravitasidan hidrodinamis yang bekerja pada butiran serta

44 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

derajat liberasi butiran. Hal ini mempengaruhi dayatarik magnet ke dalam konsentrat. Komposisihematit terbesar diperoleh pada ukuran butir <75µm (70,40%), magnetit sebesar 7,93% dangangue sebesar 21,67%. Komposisi hematitterkecil diperoleh pada ukuran butir <180 µm(68,33%), magnetit sebesar 6,27% dan ganguesebesar 25,40%.

3.3.3 Pengaruh Waktu Pengadukan Umpanterhadap Komposisi Mineral danDerajat Liberasi pada Konsentrat

Berdasarkan Gambar 9 dapat ditarik kesimpulanbahwa untuk derajat liberasi, waktu pengadukanumpan memiliki sedikit pengaruh terhadappeningkatkan derajat liberasi antara hematit dangangue. Hal ini disebabkan oleh lepasnya ikatanmineral-mineral besi dengan gangue yangberikatan tidak begitu kuat. Penyebab lain,pengaruh waktu pengadukan ini menyebabkanAl2O3 ataupun CaO yang ada dalam umpantercampur dengan baik. Penyebab-penyebabtersebut dapat mengakibatkan peningkatkanpenarikan mineral magnetik oleh magnetmenjadikan konsentrat.

3.3.4 Pengaruh Intensitas Magnet terhadapPerolehan dan Kadar Fe Total padaKonsentrat

Dari grafik pengaruh intensitas magnetik terhadapperolehan dan kadar Fe total (Gambar 10),disimpulkan bahwa pengaruh intensitas magnetterhadap perolehan menunjukan semakin besarintensitas magnet semakin meningkat perolehan,sebaliknya dengan kadar Fe total cenderung turunseiring dengan peningkatan kadar. Kadar Fe totaltertinggi diperoleh pada intensitas magnet 2000gauss (54,7%) dengan perolehan terendah28,84%. Kadar Fe total terendah diperoleh padaintensitas magnet 10000 gauss (38,8%) denganperolehan tertinggi 54,17%. Perolehan yangsemakin besar seiring dengan besarnya intensitasmagnet. Hal ini terjadi karena gangue yangberikatan dengan mineral magnetik ikut tertarikmenjadi konsentrat.

 

0

20

40

60

80

100

1 10 20Waktu Pengadukan Umpan (Menit)

Kom

posi

si M

iner

al (%

)

0

20

40

60

80

100

Der

ajat

Lib

eras

i {D

L} (%

)

Magnetit Hematit GangueDL Hematit DL Magnetit DL Gangue

Gambar 9. Pengaruh waktu pengadukanumpan terhadap komposisimineral dan derajat liberasikonsentrat

Komposisi hematit terbesar diperoleh pada waktupengadukan umpan 10 menit (71,93%), magnetitsebesar 8,07% dan gangue sebesar 20,00%. Padawaktu pengadukan umpan 20 menit, didapatkankomposisi mineral hematit sebesar 72,27%,magnetit sebesar 8,13% dan sisanya gangue.

 

10

20

30

40

50

60

2000 4000 6000 8000 10000

Intensitas Magnet (Gauss)

Pero

leha

n Fe

(%)

10

20

30

40

50

60

Kad

ar F

e (%

)

Recov ery Fe Kadar Fe

Gambar 10. Pengaruh intensitas magnetterhadap perolehan dan kadarFetotal konsentrat

3.3.5 Pengaruh Ukuran Butir terhadapPerolehan dan Kadar Fetotal padaKonsentrat

Berdasarkan grafik pengaruh ukuran butir terhadapperolehan dan kadar Fe Total Gambar 11,disimpulkan bahwa perolehan dan kadardipengaruhi oleh pengaruh ukuran butir akibatadanya perubahan komposisi mineral dan derajatliberasi. Kadar Fe tertinggi didapatkan pada ukuran<250, <106 dan <75 µm sebesar 54,7%. Perolehantertinggi didapatkan pada ukuran butir <75 µmsebesar 31,50%.

45Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari ... Pramusanto, dkk.

3.3.6 Pengaruh Waktu Pengadukan Umpanterhadap Perolehan dan Kadar Fetotalpada Konsentrat

Dari Gambar 12 diperoleh kesimpulan bahwawaktu pengadukan juga memberikan pengaruhterhadap perolehan dan kadar akibat adanyaperubahan komposisi mineral dan derajat liberasi.Kadar Fetotal tertinggi diperoleh pada waktupengadukan umpan sebesar 55,9%. Perolehantertinggi terjadi pada pengadukan umpan selama20 menit dengan perolehan sebesar 33,26%.

3.3.7 Analisis Komposisi Mineral padaTailing Variabel Intensitas Magnet

Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwamineral magnetit pada tailing hasil percobaanpemisah magnetik sudah tidak ada; seluruhmagnetit tertarik semua ke dalam konsentrat padasetiap variabel intensitas magnet. Hematitberkurang seiring dengan bertambahnya intensitasmagnet, sedangkan gangue mengalamipeningkatan. Hematit terbesar terjadi padaintensitas 2000 gauss (28,47%) dan gangue-nyasebesar 71,53%. Komposisi hematit terkecilterdapat pada intensitas magnet 10000 gauss(27,33%), sedangkan gangue-nya sebesar 72,67%.

 

20

25

30

35

40

<75 <106 <150 <180 <250

Ukuran Butiran (µm)

Pero

leha

n Fe

(%)

20

30

40

50

60

70

Kad

ar F

e (%

)

Recov ery Fe Kadar Fe

Gambar 11. Pengaruh ukuran butirterhadap perolehan dan kadarFetotal konsentrat

 

10

20

30

40

50

1 10 20Waktu Pengadukan Umpan (Menit)

Pero

leha

n Fe

(%)

30

40

50

60

70

Kad

ar F

e (%

)

Recov ery Fe Kadar Fe

Gambar 12. Pengaruh waktu pengadukanumpan terhadap perolehan dankadar Fetotal konsentrat

 

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2000 4000 6000 8000 10000

Intensitas Magnet (gauss)

Kom

posi

si M

iner

al (%

)

Magnetit

Hematit

Gangue

Gambar 13. Pengaruh intensitas magnetterhadap komposisi mineraltailing

3.3.8 Analisis Komposisi Mineral padaTailing Variabel Ukuran Butir

Dari Gambar 14 terlihat bahwa semakin besarukuran butir semakin besar pula kecenderungankomposisi hematit, sedangkan gangue cenderungsemakin kecil. Magnetit pada tailing masing-masing variabel ini sudah tidak ada; artinya min-eral magnetit tertarik semua ke dalam konsentrat.Hematit terbesar terdapat pada ukuran butir <180µm (29,20%) dan gangue sebesar 70,80%.

46 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

3.3.9 Analisis Komposisi Mineral padaTailing Variabel Waktu PengadukanUmpan

Gambar 15 menunjukan bahwa pada tailing variabelwaktu pengadukan umpan, magnetit tidak ada.Komposisi hematit semakin kecil seiring denganbertambahnya waktu pengadukan, sedangkangangue semakin besar. Komposisi hematitterbesar terdapat pada waktu pengadukan satumenit sebesar 26,74%, sedangkan mineral ganguesebesar 73,26%.

4. KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah :1. Bijih besi Pelaihari mempunyai mempunyai

kadar Fe total 31,3% dengan mineral gangueterdiri atas SiO2 28,00%, Al2O3 15,67%, CaO5,61%.

2. Pencucian mengunakan spiral classifiermeningkatkan kadar besi total menjadi 34,6%.

3. Pada percobaan pengaruh intensitas magnet,kadar Fe total tertinggi 54,7% denganperolehan 28,84% pada intensitas magnet2000 gauss.

4. Pada percobaan pengaruh ukuran butir, kadarFe total tertinggi 54,7% pada ukuran butir <25,<106 dan <75 µm. Perolehan tertinggi 31,50%ada pada ukuran butir <75 µm.

5. Pada percobaan pengaruh waktu pengadukanumpan, kadar Fe total tertinggi adalah 55,9%untuk waktu pengadukan umpan 10 dan 20menit. Perolehan tertinggi 33,26% terjadi padawaktu pengadukan umpan 20 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Habashi, Fathi (editor), 1997 “Handbook of Ex-tractive Metallurgy Volume I: The MetalsIndustry Ferrous”, Wiley-VCH, Weinhem,Federal Republic of Germany.

Kelly Erol G., Spottiswood David J., 1982 “Intro-duction to Mineral Processing”, John Willey& Sons, New York

Koesnohadi dan Ahmad Sobandi, 2008 “PotensiSumber Daya Lokal Untuk Membangunkemandirian dan Daya Saing Industri BajaNasional”, Prosiding KolokiumPertambangan, Bandung.

Perkins, Dexter, 2002 “Mineralogy 2nd Edition”,Prentice-Hall Inc, New Jersey, United Statedof America.

 

0

10

20

30

40

50

60

70

80

<75 <106 <150 <180 <250

Ukuran Butir (µm)

Kom

posi

si M

iner

al (%

)

Magnetit

Hematit

Gangue

Gambar 14. Pengaruh ukuran butirterhadap komposisi mineraltailing

 

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 10 20

Waktu Pengadukan Umpan (Menit)

Kom

posi

si M

iner

al (%

)

Magnetit

Hematit

Gangue

Gambar 15. Pengaruh waktu pengadukanumpan terhadap komposisimineral tailing

47Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari ... Pramusanto, dkk.

Pramusanto, dkk., 1999 “Pengerjaan Awal BijihBesi Laterit Melalui Pemisahan SecaraMagnetis dalam Drum Magnetic Separa-tor pada Pembentukan Campuran BijihBesi Laterit dan Kokas”, Pusat PenelitianPengembangan Teknologi dan Mineral,Bandung.

Wills. B. A., 1988, “Mineral Processing Tech-nology 5Th Edition”, Pergamon Press. Ox-ford, New York.

www.sebukuiron.co.id/silo_products.htm. PTSILO, diunduh pada jam 10:57, tanggal 20 Mei2009.

48 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PENGOLAHAN PASIR KUARSA BERLEMPUNGASAL RANTAUBUJUR, KABUPATEN TAPIN,

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,UNTUK BAHAN BAKU KERAMIK

Subari, Enymia dan SumarsihBalai Besar Keramik

Jl. Jend. Achmad Yani 392 BandungTelp. 022 - 7206221 / 7207115)

SARI

Jumlah cadangan endapan pasir kuarsa di daerah Rantaubujur Kecamatan Tapin Selatan, KabupatenTapin sebanyak 186378000 m3, yang merupakan lapisan tanah penutup (over burden) pada endapanbatu bara. Pasir kuarsa ini masih bercampur dengan material lempung berwarna krem kekuningan.Oleh karena itu, sampel pasir kuarsa yang berlempung tersebut perlu dilakukan proses pengolahandengan cara pencucian dan pengayakan dengan menggunakan ayakan ukuran 1,0 mm; 0,5 mm;0,063 mm. Dari hasil percobaan pencucian yang dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali diperoleh 658,30gram pasir kuarsa terolah dari sebanyak 900 gram pasir kuarsa asli. Hasil analisis kimia pasir kuarsaasli (masih bercampur lempung) dan yang terolah, mengalami kenaikan kadar silika (SiO2) yangcukup signifikan, yakni dari 80,27 % SiO2 menjadi 94,85 % SiO2 . Pasir kuarsa terolah ini telahmemenuhi syarat sebagai bahan baku keramik untuk dibuat bodi keramik putih yang fungsinya sebagaibahan pengisi.

Kata kunci: pasir kuarsa berlempung, pengolahan/pencucian, silika, bodi keramik putih

ABSTACT

There are a lot of the quartz sand deposit in Rantaubujur area, South Tapin District - Tapin Regencyabaout 186,378,000 m3, which to appear of overburden on the coal deposit. This quartz sand still mixedwith yellowish cream clay materials. Because of that, the clayed quartz sand sample need to beneficiatby washing and sieving on several size of 1.0 mm; 0.063 mm.

Based on the beneficiation experiments as much as 3 (three) time be found the pure quartz sand of 658.30grams from the natural quartz sand of 900 grams. The chemical analysis result of natural quartz sand andpure quartz sand that has increased of silica (SiO2) significant enough namely from 80.27 % SiO2 become94.85 % SiO2. This pure quartz sand has to fulfill as ceramic raw material for made the whiteware ceramicas the filler material.

Keywords : clayed quartz sand, silica grade, beneficiation

49Pengolahan Pasir Kuarsa Berlempung Asal Rantaubujur, Kabupaten Tapin ... Subari, dkk.

1. PENDAHULUAN

Di daerah Rantau Bujur Kecamatan Tapin SelatanKabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatanterdapat endapan pasir kuarsa/silika yangmerupakan lapisan tanah penutup (overburden)pada endapan batubara, dengan jumlah cadangansebesar 186.378.000 m3 (Widyajasa, 2003). Pasirkuarsa di sini nampaknya masih bercampurdengan material lempung, kerikil, akar tetumbuhandan lain sebagainya, yang merupakan bahanpengotor sehingga warna pasirnya bervariasi darikrem sampai kuning kecoklat-coklatan. Kondisiendapan pasir kuarsa semacam ini juga di jumpaidi desa Rajpardi “Bharuch district”, India, yangmerupakan lapisan overburden pada tambangbatubara jenis lignit. Bahan pengotor yangterkandung didalam pasir kuarsa Rajpardi yaituoksida besi seperti ilmenit atau limonit, mineralhorblende dan biotit (Chakraborty, et.al, 2000).

Dengan adanya kandungan bahan pengotor (im-purities) tersebut maka pasir kuarsa ini perludilakukan proses pengolahan (benefisiasi) yangtujuannya untuk meningkatkan kualitas kuarsa/silika agar dapat digunakan sebagai bahan bakukeramik terutama untuk bodi keramik putih(whiteware ceramic) seperti stoneware danporselen. Metode pengolahan yang digunakandalam proses pengolahan pasir kuarsa dari Kec.Tapin Selatan tergantung pada karakteristik bahan,seperti misalnya penelitian Vyas et al., (2000)setelah melakukan proses pengolahan pasirkuarsa yang berwarna kuning hingga kuningkecoklat-coklatan dengan menggunakan metodepengayakan cara kering, pengayakan cara basahdan cara magnetik.

Berdasarkan pada karakteristik pasir kuarsa yangmasih mengandung bahan pengotor dan mengacupada penelitian Vyas, et al., (2000) maka metodepengolahan yang dilakukan adalah proses peng-ayakan cara basah. Dari hasil percobaanpengolahan ini diharapkan kualitas pasir kuarsameningkat serta dapat dimanfaatkan untuk industrikeramik bahkan bisa juga digunakan untuk industrigelas. Sedangkan penggunaan kuarsa atau silikapada industri keramik berkisar antara 10 – 25%berat dari kompo-sisi bodi keramik stoneware atauperselen, hal ini tergantung pada tingkat kemurnianbahan baku yang digunakan( Achuthan et al, 2000;Carty, 2001).

Dalam industri manufaktur, penggunaan pasirkuarsa sudah berkembang ke berbagai industri

baik sebagai bahan baku utama maupun untukbahan campuran atau aditif. Sebagai bahan bakuutama, pasir kuarsa dapat digunakan dalamindustri gelas, ubin teraso, ferosilikon, silikonkarbida dan bahan abrasif. Sedangkan pasirkuarsa sebagai bahan baku campuran, misalnyapada industri pengecoran logam, industriperminyakan dan industri keramik termasukrefraktori. Sehubungan hal tersebut di atas, pasirkuarsa yang diteliti akan digunakan sebagai bahanbaku campuran dalam pembuatan ubin keramikselain menggunakan felspar dan kaolin.

2. METODE PENELITIAN

Pasir kuarsa alam atau kuarsa asli yangdigunakan dalam percobaan pengolahan(benefisiasi) berasal dari daerah Rantau BujurKecamatan Tapin Selatan. Pasir kuarsa ini masihbercampur dengan material lempung berwarnakrem kekuningan. Pasir kuarsa dicuci dankemudian diayak/disaring dengan menggunakanayakan ukuran 1,0 mm; 0,5 mm dan 0,063 mm.Bagan alir proses benefisiasi terhadap pasir kuarsatercantum pada Gambar 1.

Adapun komposisi bodi keramik yang dicoba terdiridari bahan baku kuarsa terolah 20 %, kaolin 50 %dan lempung 30 %. Kemudian komposisi boditersebut dicampur sampai homogen denganmenambahkan air sekitar 5 % dari total beratbahan baku. Setelah itu komposisi bodi ini dicetakubin keramik berukuran (7,5 x 7,5 x 0,8) cm.Benda uji ubin selanjutnya dikeringkan dalam ovenpengering pada suhu 100 0C, dan akhirnya dibakardalam tungku listrik pada suhu 1150,1200 dan1250 °C.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Perolehan (recovery) kuarsa terolah

Teknologi pengolahan pasir kuarsa dari TapinSelatan ini dilakukan dengan pengayakan ataupenyaringan secara basah yang menggunakanbeberapa ukuran ayakan. Proses pengolahannyadi lakukan sebanyak 3 (tiga) kali percobaan yanghasil percobaannya dapat di lihat pada Tabel 1.

Untuk mengetahui perolehan silika atau kuarsayang dihasilkan dari proses pengolahan(benefisiasi) pasir kuarsa alam dapat digunakanrumus (Wills, 2006):

50 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Diayak basahukuran 0,063 mm

Dia0,5 mm

yak basah ukuran

Diayak basah1,0 mm

Lempung k- 0,063 mm

otor Kuarsa terolah+ 0,063 mm

Kuarsa t+ 0,5 mm

erolahKuarsa & 0,5 mm - 0,5 mm

lempung

Kotoran kerikil+ 1,0 mm

Kuarsa & l-1,0 mm

empung

Kuarsa alam dibuat massa lumpur

Gambar 1.Bagan alir proses benefisiasi pasir kuarsa

Tabel 1. Material balance pada proses benefisiasi pasir kuarsa

Percobaan Kuarsa asli Kuarsa terolah Kotoran 1 Kotoran 2 Kehilangan( gram ) ( gram ) ( gram ) ( gram ) ( gram )

1 900 740 32 107 212 900 675 27 170 283 900 560 28 276 36

Rata-rata 900 658,3 29 184,33 28,33

51Pengolahan Pasir Kuarsa Berlempung Asal Rantaubujur, Kabupaten Tapin ... Subari, dkk.

Dimana : R = Recovery, %F = Umpan (feed) pasir kuarsa asli,

gramf = Kadar SiO2 didalam umpan, %C = Kuarsa terolah (konsentrat), gramc = Kadar SiO2 didalam konsentrat,%

Menurut Tabel 1 bahwa banyaknya kuarsa terolahrata-rata sekitar 658,30 gram dari sebanyak kuarsaasli sebesar 900 gram.

Kadar SiO2 didalam kuarsa asli (umpan) = 80,27% dan yang didalam konsentrat (kuarsa terolah)=94,85 %.

Dengan demikian perolehan pasir kuarsa terolahadalah :

658,30 x 94,85R = x 100 % = 86,57 %

900 x 80,27

Jumlah cadangan pasir kuarsa alam (kuarsa asli)sebesar 186.378.000 m3, apabila pasir kuarsadiolah semuanya maka yang diperoleh sebanyak161.347.435 m3.

Dibandingkan dengan pasir kuarsa dari pulauBangka dan pulau Belitung yang kadar silikanyamasing-masing sebesar 95-99 % SiO2 dan 96-99,5% SiO2 ( Hartono dan Subari, 1986), maka pasirkuarsa terolah dari Kecamatan Tapin Selatandengan kadar silika sebesar 94,85% SiO2kualitasnya hampir sama dengan yang pasir kuarsaBangka. Sehingga pasir kuarsa terolah tersebutmasih bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakukeramik untuk body keramik stoneware atauporselen dan juga barang tahan api (refractory).

3.2. Data komposisi Kimia dan Mineral

Data komposisi kimia terhadap pasir kuarsa asliatau belum diolah terutama kadar silika (SiO2),Fe2O3, dan TiO2 masing-masing sebesar 80,27%, 1,20%, dan 0,23 %. Kemudian pasir kuarsasetelah diolah dengan cara pencucian danpengayakan ternyata kadar SiO2 nya mengalamikenaikan menjadi 94,85 % serta kadar Fe2O3 danTiO2 mengalami penurunan masing-masing yaitu0,34 % dan 0,04 %. Dengan demikian prosespengolahan pasir kuarsa dari Kabupaten Tapin

dengan cara pencucian dan pengayakan tersebutmemberikan hasil yang baik. Dilihat dari kadarFe2O3 dan TiO2 bahwa menurut SNI 15-1026-1989mengenai kuarsa untuk pembuatan porselen danstoneware batas kadar yang disyaratkan untukFe2O3 = 0,4 % dan yang TiO2 = 0,3 %. Menurutketentuan tersebut diatas nampaknya pasir kuarsadari Kabupaten Tapin telah memenuhi syaratsebagai bahan baku untuk body keramik porselenatau stoneware.

Kemudian dari data analisis X Ray diffraktometerterhadap pasir kuarsa asli (belum diolah) kode KCTdan kuarsa yang sudah diolah kode KMT sepertitercantum dalam Gambar 2, menunjukkan bahwauntuk kuarsa asli terdapat kandungan mineralkaolinite selain alfa kuarsa sedangkan yang kuarsaterolah hanya mengandung alfa kuarsa serta tidakada lagi kandungan mineral kaolinitnya. Denganberdasarkan ketentuan tersebut maka prosespengolahan pasir kuarsa dengan cara pencuciandan pengayakan cukup berhasil dan bisadikembangkan dalam skala produksi.

Gambar 2.Grafik difraktogram pasir kuarsaasli dan kuarsa terolah

52 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

3.3. Pembuatan Keramik dari KuarsaTerolah

Bahan baku yang biasanya digunakan dalampembuatan keramik konvensional atau tradisionaladalah kuarsa, lempung dan felspar. Untukpercobaan pembuatan bodi keramik disinimenggunakan kuarsa dari hasil pengolahan pasirkuarsa berlempung dan sedikit mengandungkerikil. Dari hasil analisis kimia terhadap kuarsaterolah ternyata mengandung kadar silika (SiO2)yang cukup tinggi yaitu 94,85 %. Kandungan silikabebas tersebut juga terdapat di dalam lempung(clay), kaolin, dan felspar. Misalnya lempungberwarna kuning kecoklatan dari daerah Zorkamengandung kadar SiO2 69,13 %. Sedangkanbahan lempung yang merupakan pengotor (impu-rity) dari pasir kuarsa mengandung kadar SiO2 nyasebesar 70,15%. Lempung ini masih bisadimanfaatkan sebagai bahan baku keramik untukdibuat bodi merah atau terakota.

Adapun komposisi bodi keramik yang dicoba terdiridari bahan baku kuarsa terolah 20 %, kaolin 50 %dan lempung 30 %. Kemudian komposisi boditersebut dicampur sampai homogen denganmenambahkan air sekitar 5 % dari total beratbahan baku. Setelah itu komposisi bodi ini dicetakubin keramik berukuran (7,5 x 7,5 x 0,8) cm.Benda uji ubin selanjutnya dikeringkan dalam ovenpengering pada suhu 100 0C, dan akhirnya dibakardalam tungku listrik pada suhu 1150,1200 dan1250 0C. Ubin setelah dibakar ternyata makintinggi suhu pembakaran penyerapan airnyasemakin kecil masing- masing sebesar 17,98 %,16,87 % dan 15,24 %. Nilai penyerapan ubinkeramik ini masih di atas 15% karena di dalamkomposisi bodi ubin tidak menggunakan felsparyang fungsinya sebagai bahan pelebur gunamembantu dalam proses sintering, agar pada suhupembakaran 1250 0C bodinya sudah bersifat padat(vitrified) sehingga penyerapan airnya bisamencapai di bawah 10 % (Chakraborty et al, 2000).Demikian pula sebaliknya, makin tinggi suhupembakaran nilai kuat lenturnya semakin besaryaitu masing- masing 135,92 kg/cm2, 137,65 kg/cm2 dan 143,57 kg/cm2. Hal ini disebabkan lubangpori-pori dalam bodi ubin semakin mengecil danikatan paertikel-partikel bahan yang satu denganlainnya menjadi semakin kuat akibat semakintingginya suhu pembakaran. Di samping itu warnabodi ubin keramik setelah dibakar pada suhu 11500C sampai 1250 0C berwarna putih susu sampaikrem, sehingga bodi keramik tersebut dapatdikatagorikan keramik putih (whiteware ceramic).

Selain untuk ubin keramik pasir kuarsa terolah inibisa juga digunakan sebagai bahan baku utamabata tahan api silika karena menurut Goswami,et.al, (2000) bahwa untuk membuat bahan tahanapi tersebut digunakan silika dengan kadar SiO2minimum 93 % pada suhu pembakaran 1430-14500C. Dengan demikian kuarsa terolah yangmengandung SiO2 = 94,85 % telah memenuhisyarat untuk dibuat bata tahan api silika (silicabrick refractory).

4. KESIMPULAN

1. Proses pengolahan pasir kuarsa berlempungasal Kabupaten Tapin dengan cara dicuci dandiayak menggunakan ukuran ayakan 1,0 mm;0,5 mm dan 0,063 mm dapat meningkatkankadar silika (SiO2) dari 80,77% menjadisebesar 94,85 %.

2. Perolehan (recovery) pasir kuarsa terolahsebanyak 161.347.435 m3 cukup potensialuntuk dimanfaatkan sebagai bahan bakuindustri keramik dalam pembuatan ubinkeramik dan bata tahan api silika.

3. Pemakaian pasir kuarsa terolah untuk dibuatubin keramik sebesar 20% dicampur denganlempung 30% dan kaolin 50% dari KabupatenTapin, yang dibakar pada suhu 1150-1250 0Cbodinya berwarna putih susu sertadigolongkan ke dalam bodi putih (whitewareceramic).

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan terpublikasinya makalah ini penulismenyampaikan banyak terima kasih kepadaKepala Dinas Pertambangan Kabupaten Tapinbeserta stafnya, yang telah membantu untukmendapatkan sampel bahan galian golongan Cjenis pasir kuarsa berlempung dari KecamatanTapin Selatan serta data potensi cadangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Achuthan, A.T., Peer, M, A. Maiti, K.N., 2008,Effect of Precipitated Silica Additions to theComposition of Ceramic Glazes, Interceram,Volume 57.No.1.

Carty, W.M., 2001, Ceramic engineering and Sci-

53Pengolahan Pasir Kuarsa Berlempung Asal Rantaubujur, Kabupaten Tapin ... Subari, dkk.

ence, Proceedings, Material and Equipmentand Whitewares, Volume 22, Issue 2.

Chakraborty, A.K, Sojitra, B.G, Vyas, D.R., Maiti,K.N., 2000, Effects of Substitution of Quartzby Rajpardi Si l ica Sand on theThermomechanical Properties of ConventionalCeramics, Interceram, Volume 49 No.3.

Goswami, G, Panda, J.D., 2000, X RayDiffractometric Determination of Tridymite inSilica Refractories, Interceram, Vol. 49 No.5.

Hartono, Y.M.V dan Subari, 1986, Teori BenefisiasiBahan Mentah Keramik Halus, Balai BesarIndustri Keramik Bandung.

Vyas, D.R, Sojitra, B.G, Chakraborty, A.K, Maiti,K.N., 2000, Beneficiation of Rajpardi SilicaSand For Use in the Ceramics and Glass In-dustry, Interceram, Volume 49 No. 2.

Widyajasa, A.P.T., 2003, Studi KomprehenshipInventarisasi dan Evaluasi Bahan GalianTambang di Kabupaten Tapin, BapedaPemerintah Kabupaten Tapin.

Wills, B.A, 2006, Mineral Processing Technology,Seventh Edition-ELSEVIER, Oxford-UK.

PRESENTASI MAKALAHPARALEL II

55Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

MASA KINI DAN MASA DEPANBATUBARA INDONESIA

Ijang SuhermanPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

e-mail : [email protected]

S A R I

Peran batubara sebagai pemasok energi, baik di Indonesia maupun belahan dunia lainnya, di masamendatang akan terus meningkat meskipun harga batubara sedikit terkoreksi sebagai dampak dariharga minyak yang baru saja terkoreksi tajam. Adanya Kebijaksanaan Energi Nasional mengenaidiversifikasi energi, melalui PP No.5 Tahun 2006, pemanfaatan batubara di wilayah Indonesia terusberkembang di berbagai segmen pasar yang meliputi PLTU, industri semen, tekstil, kertas, metalurgi,briket batubara dan industri lainnya. Di samping itu, dengan berlakunya UU No 4 Tahun 2009 tentangPertambangan Mineral Batubara, akan mendukung upaya optimalisasi permintaan dan pemasokanbatubara Indonesia dimasa depan.

Kata kunci: masa kini, masa depan, batubara, pemanfaatan

ABSTRACT

The role of coal as an energy supply, either in Indonesia or other countries, in the future time willincrease, although its price is slightly corrected as the impact of the oil price that was just sharplycorrected. Due to the presence of the National Energy Policy about energy diversification through PPNo. 5 Year 2006, the utilization of coal in Indonesia keeps developing in various market segmentsincluding: coal-fired power, cement industry, textile, paper, metallurgy, coal briquette and so forth.Besides, the implementation of UU No. 4 Year 2009 about mineral and coal mining, will support theeffort of optimizing supply and demand of the coal in Indonesia in the future time.

Keyword: nowadays, future, coal, utilization

56 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Harga dunia minyak yang demikian tinggi baru sajaterkoreksi tajam, tetapi sampai sekarang hargabatubara masih tetap tinggi walau agak terkoreksi.Di samping kondisi global tersebut, menimbangcadangan minyak bumi Indonesia yang semakinmenipis, pemanfaatan batubara di dalam negerimenjadi semakin penting sejalan denganditemukannya cadangan batubara yang besar,hingga kini sumber daya mencapai 104,75 milyarton dan cadangan 22,25 milyar ton. Selain itu,adanya kebijaksanaan energi nasional mengenaidiversifikasi energi, telah memacu pemanfaatanbatubara di berbagai segmen pasar (industri) diwilayah Indonesia. Pemberlakuan UU No 4 Tahun2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara,akan mendukung untuk menciptakan keamananpasokan energi nasional secara berkelanjutan danpemanfaatan energi secara efisien, sertaterwujudnya bauran energi (energy mix) yang op-timal pada tahun 2025.

Segmen pasar yang menggunakan batubarasebagai bahan bakar meliputi PLTU, industri se-men, industri kertas, industri tekstil, industripeleburan (metalurgi), dan industri lainnya, sertapemanfaatan batubara untuk briket batubara.Sedangkan Upgrading Brown Coal (UBC),Gasifikasi Batubara dan Pencairan batubara adalaharah pemanfaatan batubara untuk masamendatang.

2. METODOLOGI

Kegiatan penelitian ini dilakukan di 11 lokasi diIndonesia, yaitu Propinsi Sumatera Utara, SumateraBarat, Sumatera Selatan, Kalimanatan Timur,Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, SulawesiSelatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan JawaTengah. Seluruh daerah (propinsi) ini dianggap dapatmewakili produsen maupun konsumen batubaradi Indonesia. Metoda dalam kajian ini, adalah meng-hubungkan hasil-hasil penelitian survei samplingsecara langsung seperti ke PLTU, industri semen,tekstil, kertas, dan lainnya untuk mendapatkandata primer dengan hasil-hasil publikasi dari instansiterkait sebagai data skunder. Sedangkan modelpengolahan dan teknik analisis yang digunakanadalah statistka deskriptif dan trend analysis.

3. POTENSI SUMBER DAYA DANCADANGAN

Jumlah sumber daya dan cadangan batubara In-donesia setiap tahun terus bertambah,berdasarkan perhitungan Pusat Sumber DayaGeologi, Departemen Energi dan Sumber DayaMineral. Kondisi saat ini, tahun 2008, jumlahsumber daya adalah sebesar 104,75 miliar ton,dengan jumlah cadangan sebesar 22,25 miliar ton(Gambar 1). Sumber daya batubara tersebuttersebar di 19 propinsi, 6 pulau, namun terbesarterutama di Pulau Sumatera dan Kalimantansebanyak masing – masing 50,15% dan 49,56%.

4. PENGUSAHAAN BATUBARA

4.1. Pola Pengusahaan Batubara

Ijin pengusahaan batubara di Indonesia secaragaris besar dibedakan dalam tiga pola, BadanUsaha Milik Negara (BUMN), Perjanjian KerjasamaPengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B),dan Kuasa Pertambangan (KP). Namun dengandi telah disyahkannya Undang-Undang No 4 Tahun2009 tentang Pertambangan Mineral danBatubara, maka ke depan sistim perijinan hanyaada satu jenis, yaitu Ijin Usaha Pertambangan(IUP) untuk satu wilayah tertentu.

4.2. Tingkat Produksi Batubara

Sejalan dengan upaya penganekaragaman energidan peningkatan kebutuhan batubara, baik untukpemakaian domestik maupun pasar ekspor,produksi batubara selama 16 tahun terakhir telahmenunjukkan peningkatan yang cukup pesat,dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun secaranasional adalah 17,04%. Pada tahun 2008 produksibatubara nasional telah mencapai 233,62 juta ton.Dalam kurun waktu tersebut (1992 – 2008) telahterjadi perubahan distribusi produksi yang signifikan.PKP2B memegang peranan yang cukup menonjolsekitar 75,76% dengan pertumbuhan 16,93%pertahun. Sedangkan peran KP awalnya relatifmasih kecil di bawah BUMN (PTBA), namunsetelah digulirkannya otda ada peningkatan yangcukup berarti dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 21,02% pertahun (Tabel 1).

57Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

Gam

bar

1.D

istr

ibus

i Sum

ber D

aya

Bat

ubar

a In

done

sia

58 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

4.3. Tingkat Penjualan Batubara

4.3.1 Penjualan batubara dalam negeri

Jumlah penjualan batubara di dalam negeri tahun1992 sebesar 7,288 juta ton, sedangkan pada tahun2008 mencapai 73,925 juta ton (Tabel 2), yangberarti setiap tahun penjualannya rata-ratameningkat sebesar 17,17%. Tahun 2008,perusahaan pemegang PKP2B merupakanpemasok batubara dalam negeri yang terbesar,yaitu sebesar 54,85% dari jumlah seluruhkebutuhan, diikuti oleh pemegang KP sebesar34,35 %, dan BUMN PTBA serbesar 10,80%.

4.3.2 Penjualan batubara ekspor

Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyatameningkat sangat cepat, antara lain dipicu olehbooming harga dan semakin banyaknyapembangunan PLTU di luar negeri yangmenggunakan bahan bakar batubara, serta kranekspor China ditutup. Hal ini yang mengantarkanIndonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesarmenyaingi Australia dan Afrika Selatan. Eksporbatubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar

16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2008tercatat sebesar 158.921.318 juta ton (Tabel 3).Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar15,71%. Perusahaan pemegang PKP2Bmerupakan eksportir batubara terbesar, yaitusekitar 89,87% dari jumlah ekspor batubara Indo-nesia, diikuti oleh pemegang KP sebesar 7,56%,dan BUMN sebesar 2,57%. Dengan adanyakecenderungan tersebut, maka kedepan perlumencermatinya untuk melakukan pembatasanekspor. Hal ini diperlukan untuk mengutamakanjaminan pasokan dalam negeri serta kegiatanpeningkatan produksi yang mengacu pada konsepkonservasi.

5. PENGGUNAAN BATUBARADI INDONESIA

Harga dunia minyak yang demikian tinggi baru sajaterkoreksi tajam, tetapi sampai sekarang hargabatubara masih tetap tinggi walau agak terkoreksi.Ada yang berpendapat mungkin semakinmeningkat karena permintaan yang jauh melebihipenawaran. Di samping kondisi global tersebut,menimbang cadangan minyak bumi Indonesia

Tabel 1. Jumlah produksi batubara Indonesiamenurut kelompok perusahaan, tahun1992 – 2008

TahunProduksi (x000Ton)

JumlahPTBA PKP2B KP

1992 7.103 14.281 1.654 15.9351993 7.374 18.874 1.597 20.4701994 6.707 23.477 2.408 25.8851995 7.979 29.576 4.286 33.8621996 9.230 37.815 3.926 41.7411997 9.965 40.602 4.467 45.0691998 9.859 47.057 5.123 52.1801999 11.207 57.604 4.966 62.5702000 10.746 61.707 4.682 66.3892001 10.212 76.532 5.796 82.3282002 9.482 87.078 6.812 93.8902003 10.027 96.300 7.951 104.2512004 8.707 113.171 10.474 123.6452005 8.607 145.992 10.994 156.9862006 9.292 164.713 22.533 187.2462007 8.555 171.570 36.805 208.3752008 10.138 176.993 46.489 233.620

(%) 2,07 16,93 21,02 17,04

Sumber : DPPMB dan APBI, 2009 (diolah Kembali)

59Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

Tabel 2. Jumlah penjualan dalam negeri batubara Indonesiamenurut kelompok perusahaan, tahun 1992 – 2008

TahunPenjualan Batubara (Ton)

JumlahBUMN PKP2B KP

1992 6.255.865 356.105 363.750 6.975.7201993 6.256.240 1.095.157 710.178 8.061.5751994 6.260.995 1.395.364 918.536 8.574.8951995 6.276.124 2.114.212 815.971 9.206.3071996 7.116.181 3.307.966 830.397 11.254.5441997 8.758.713 3.697.541 949.323 13.405.5771998 9.041.424 5.621.428 938.265 15.601.1171999 9.606.984 8.892.304 813.262 19.312.5502000 9.064.646 12.830.377 454.764 22.349.7872001 8.276.895 18.356.321 756.773 27.389.9892002 7.621.538 20.549.044 1.086.421 29.257.0032003 7.662.014 22.047.443 948.482 30.657.9392004 7.210.000 26.620.000 3.294.000 37.124.0002005 7.192.766 32.856.354 1.256.933 41.306.0532006 6.754.874 34.132.185 10.623.920 51.510.9792007 6.735.775 36.194.420 21.209.915 64.140.1102008 7.980.228 40.550.480 25.394.119 73.924.826

Sumber : DPPMB, 2009 (diolahKembali)

Tabel 3. Jumlah Ekspor Batubara Indonesia MenurutKelompok Perusahaan, Tahun 1992 – 2008

TahunEkspor Batubara (Ton)

JumlahBUMN PKP2B KP

1992 1.005.713 14.024.212 1.268.581 16.298.5061993 1.153.366 16.083.168 1.454.827 18.691.3611994 1.565.829 21.834.777 1.975.097 25.375.7031995 2.160.221 25.895.977 3.262.585 31.318.7831996 2.011.714 31.584.755 2.835.131 36.431.6001997 1.816.145 36.715.815 3.195.381 41.727.3411998 1.539.985 41.435.969 4.230.247 47.206.2011999 2.239.875 48.979.616 4.548.195 55.767.6862000 2.142.138 52.225.381 4.152.973 58.520.4922001 1.894.973 53.886.444 3.852.104 59.633.5212002 1.854.957 66.501.537 5.822.364 74.178.8582003 2.239.363 76.387.034 7.053.875 85.680.2722004 2.712.000 85.913.000 4.085.000 92.710.0002005 2.492.201 99.495.994 4.799.233 106.787.4282006 2.848.534 127.734.782 13.386.233 143.969.5502007 3.955.077 142.597.966 12.022.001 158.575.0442008 4.079.475 142.819.842 12.022.001 158.921.318

Sumber : DPPMB, 2009 (diolah Kembali)

60 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

yang semakin menipis, pemanfaatan batubara didalam negeri menjadi semakin penting sejalandengan ditemukannya cadangan batubara yangbesar yang terus meningkat, yang hingga kinisumber daya mencapai 104,75 miliar ton dancadangan 22,25 miliar ton. Selain itu, adanyakebijaksanaan energi nasional mengenaidiversifikasi energi, telah memacu pemanfaatanbatubara di berbagai segmen pasar di wilayah In-donesia. Segmen pasar yang menggunakanbatubara sebagai bahan bakar meliputi PLTU,industri semen, industri kertas, industri tekstil,industri peleburan (metalurgi), dan industri lainnya,serta pemanfaatan batubara untuk briket batubara.Penggunaan batubara dalam negeri masihdidominasi oleh PLTU, yaitu 69,61% darikebutuhan batubara nasional, kemudian diikuti olehindustr i semen sebesar 14,48%. Trendpenggunaan batubara pada industri kertas dantekstil, serta industri lainnya terus meningkat,kecuali pada industri metalurgi dan briket batubaraperkembangan penggunaan batubara berfluktuatifdan cenderung tetap. (Tabel 4).

5.1. PLTU

PLTU merupakan industri yang paling banyakmenggunakan batubara sebagai bahan bakar padaboiler untuk mendidihkan air menjadi uap air.Kemudian uap air tersebut digunakan untukmenggerakan turbin pembangkit listrik. Tercatatdari seluruh konsumsi batubara dalam negeri padatahun 2008 sebesar 36,575 juta ton, 69,61% diantaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini,PLTU berbahan bakar batubara, baik milk PLNmaupun yang dikelola swasta, ada 13 PLTU, duadi antaranya paling banyak menggunakanbatubara sebagai bahan bakar utamanya adalahPLTU Suralaya dan PLTU Paiton.

PLTU Suralaya dikelola PT. Indonesia Powermemiliki 7 unit pembangkit dengan total kapasitasterpasang 3.400 MW menggunakan batubarasebesar 13,454 juta ton per tahun. Pemasokutama batubara untuk PLTU Suralaya, sedangkansisanya dipasok dari beberapa perusahaan diKalimantan, antara lain dari PT. Kideco JayaAgung, PT. Arutmin, PT. Adaro dan PT. Berau Coal.

Sedangkan di kawasan PLTU Paiton ada tiga op-erator pembangkit, yakni unit 1 dan 2 kapasitas800 MW yang dikelola oleh PT Pembangkitan JawaBali (PJB), unit 5 dan 6 kapasitas 1.230 MW yangdikelola perusahaan swasta PT Java Power danunit 7 dan 8 yang dikelola PT Paiton Energy

dengan kapasitas 1.230 MW. Total batubara yangdibutuhkan sekitar 12,144 juta ton per tahun.Batubara yang digunakan sebagian besar dipasokdari Pulau Kalimantan, seperti PT Adaro Indone-sia, PT Jorong Barutama, PT Daya Citra Mulia,dan lain-lain.

Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2008,penggunaan batubara di PLTU untuk setiap tahunnyameningkat rata-rata 13,37% (Tabel 5). Hal tersebutsejalan dengan penambahan PLTU baru sebagaidampak permintaan listrik yang terus meningkat.Peranan PLTU pada pembangkit tenaga listriknasional adalah yang terbesar, yaitu 54,0%.

Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrikdan untuk meningkatkan efisiensi pemakaianBBM secara nasional, pemerintah telah membuatrencana pembangunan sebanyak 40 PLTU dengandaya terpasang sebesar 10.000 MW, 10 PLTU diantaranya akan dibangun di Pulau Jawa dengankapasitas 7.460 MW dan 30 sisanya dibangun diberbagai daerah di Indonesia dengan kapasitas2.540 MW (lihat Tabel 6). Total kapasitas PLTUbatubara yang dimiliki PLN dan Swasta saat inisebesar 9.470 MW dengan mengkonsumsibatubara sekitar 36,575 juta ton per tahun.

Untuk merealisasikan rencana tersebut,pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 71Tahun 2006 telah menunjuk PLN untuk melakukanPercepatan Pembangunan PLTU batubar 10.000MW yang diharapkan siap beroperasi tahun 2010.Langkah ini merupakan upaya strategis untukmeningkatkan rasio elektrifikasi serta menyehatkanbauran energi nasional dari ketergantungan padaBBM. Batubara yang dibutuhkan untuk 10 PLTUSistem Kelistrikan Jawa sedikitnya 25,5 juta tonper tahun, sedangkan batubara yang dibutuhkanuntuk 30 PLTU Sistem Kelistrikan Luar Jawasedikitnya 7,0 juta ton per tahun.

Proyek percepatan 10.000 MW mengalamikemajuan signifikan. Laporan yang disampaikankepada Menteri ESDM per tanggal 8 Mei 2009menyebutkan bahwa untuk 10 proyek yangberlokasi di Jawa, sebanyak 7.460 MW telahmemasuki tahap kontrak dan tahap kontruksi,dengan total kontrak mencapai Rp17.279.783.223.885,40 dan USD 4.967.674.659,33.Sedangkan dari 30 proyek pembangunan PLTU diluar Jawa, sebanyak 22 proyek dengan totalkapasitas 1.960 MW dan total kontrak mencapaiRp 7.928.031.007.168,64 dan USD1.161.131.981,64.

61Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

(Ton

)P

LTU

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Om

bilin

102,

607

125,

101

119,

408

374,

894

665,

363

663,

967

824,

855

547,

905

631,

000

631,

000

Buk

it A

sam

1,20

0,03

41,

231,

174

1,19

2,45

21,

153,

974

1,05

7,56

41,

142,

646

1,09

0,77

41,

080,

000

1,06

8,00

092

9,00

092

9,00

0Ta

raha

n70

6,00

01,

000,

800

Sur

alay

a (P

TIP

)7,

456,

766

8,25

1,56

19,

671,

230

9,81

9,92

09,

774,

871

11,2

25,2

1810

,636

,155

12,4

40,5

0113

,092

,252

12,6

48,7

8213

,454

,763

Cila

cap

2,00

0,00

02,

000,

000

Tanj

ung

Jati

B4,

000,

000

4,00

0,00

0P

aito

n2,

151,

933

3,36

8,91

62,

457,

345

6,27

6,10

48,

300,

753

9,06

0,88

99,

310,

009

10,1

80,7

3111

,503

,072

11,8

19,3

3712

,144

,298

Asa

m-A

sam

127,

083

488,

147

568,

436

568,

000

554,

307

600,

000

664,

666

638,

000

650,

000

PT.

New

mon

t Sum

baw

a70

,965

376,

095

406,

132

477,

610

480,

000

482,

578

506,

637

505,

839

506,

399

506,

399

PT.

Fre

epor

t64

6,08

51,

057,

564

669,

334

593,

650

623,

333

635,

709

720,

000

720,

000

PT.

Ton

asa

300,

000

300,

000

300,

000

300,

000

Mpa

nau

180,

000

180,

000

Lati

- Ber

au58

,800

58,8

0058

,800

58,8

00Ju

mla

h10

,911

,341

13,0

47,7

1713

,943

,613

19,1

65,2

5621

,902

,161

23,8

10,0

5423

,492

,328

26,3

37,9

0627

,828

,338

35,1

37,3

1836

,575

,060

(Ton

)Je

nis

Indu

stri

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

PLTU

10.9

11.3

4113

.047

.717

13.9

43.6

1319

.165

.256

21.9

02.1

6123

.810

.054

23.4

92.3

2826

.337

.906

27.8

28.3

3835

.137

.318

36.5

75.0

60Se

men

1.26

5.12

32.

308.

691

3.36

6.82

45.

541.

088

4.88

3.00

34.

692.

819

5.65

3.99

26.

023.

248

5.43

0.74

96.

487.

245

7.60

9.01

2In

dust

ri Te

kstil

--

--

--

-1.

307.

610

3.06

8.11

53.

956.

540

4.19

3.93

2In

dust

i Ker

tas

692.

737

805.

397

766.

549

804.

202

471.

751

1.68

0.30

41.

106.

227

2.27

2.44

32.

206.

866

2.41

1.42

82.

518.

887

Met

alur

gi14

4.90

712

3.22

613

4.39

322

0.66

623

6.80

222

5.90

712

2.82

716

0.49

029

9.99

028

2.73

282.

730

Brik

et29

.963

38.3

0236

.799

31.2

6524

.708

24.9

7623

.506

28.2

6736

.018

25.1

2025

.643

Lain

-lain

2.60

0.55

02.

573.

355

5.54

5.60

92.

407.

667

3.79

2.48

14.

990.

000

5.61

9.07

941

7.58

397

9.79

71.

263.

514

1.33

9.32

5Ju

mla

h15

.644

.621

18.8

96.6

8823

.793

.787

28.1

70.1

4431

.310

.907

35.4

24.0

6136

.017

.958

36.5

47.5

4839

.849

.874

49.5

63.8

9552

.544

.589

Seu

mbe

r :D

PP

MB

dan

has

il su

rvei

tekM

IRA,

200

6,20

08 (d

iola

h ke

mba

li)

Tabe

l 4.

Kon

sum

si b

atub

ara

men

urut

jeni

s in

dust

ri di

Indo

nesi

a Ta

hun

1998

- 20

08

Tabe

l 5.

Peng

guna

an b

atub

ara

pada

pltu

di i

ndon

esia

, 199

8 –

2008

(Ton

)

62 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tabel 6. Rencana pembangunan PLTU 10.000 MW Tahap I

Nama Proyek / Lokasi PropinsiKapasitas Kebutuhan Batubara

(MW) (Ton)

Pulau Jawa

1 PLTU Labuan Banten 1 300 1.079.5452 PLTU Suralaya Baru Banten 2 660 4.750.0003 PLTU Teluk Naga Banten 2 300 2.159.0914 PLTU Jabar Selatan Jawa Barat 2 300 2.159.0915 PLTU Jabar Utara Jawa Barat 2 300 2.159.0916 PLTU Tanjung Jati Baru Jawa Tengah 1 660 2.375.0007 PLTU Rembang Jawa Tengah 2 300 2.159.0918 PLTU Jatim Selatan, Pacitan Jawa Timur 2 300 2.159.0919 PLTU Tanjung Awar-Awar Jawa Timur 1 600 2.159.09110 PLTU Paiton Baru Jawa Timur 2 600 4.318.182

Jumlah 17 25.477.273

Di luar Pulau Jawa

1 PLTU Meulaboh NAD 2 65 467.8032 PLTU Sibolga Baru Sumatera Utara 2 100 719.6973 PLTU Medan Baru Sumatera Utara 2 100 719.6974 PLTU Sumbar Pesisir Selatan Sumatera Barat 2 100 719.6975 PLTU Mantung Bangka Belitung 2 10 71.9706 PLTU Air Anyer Bangka Belitung 2 10 71.9707 PLTU Bangka Baru Bangka Belitung 2 25 179.9248 PLTU Belitung Baru Bangka Belitung 2 15 107.9559 PLTU Bengkalis Riau 2 7 50.37910 PLTU Selat Panjang Riau 2 5 35.98511 PLTU Tj. Balai Kerimun Baru Kepulauan Riau 2 7 50.37912 PLTU Tarahan Baru Lampung 2 100 719.69713 PLTU Pontianak Baru kalimantan Barat 2 25 179.92414 PLTU Singkawang Baru kalimantan Barat 2 50 359.84815 PLTU Asam-Asam Kalimantan Selatan 2 65 467.80316 PLTU Palangkaraya Kalimantan Selatan 2 65 467.80317 PLTU Sampit Baru Kalimantan Tengah 2 7 50.37918 PLTU Amurang Baru Sulawesi Utara 2 25 179.92419 PLTU Sulut Baru Sulawesi Utara 2 25 179.92420 PLTU Gorontalo Baru Gorontalo 2 25 179.92421 PLTU Bone Sulawesi Selatan 2 50 359.84822 PLTU Kendari Sulawesi Tenggara 2 10 71.97023 PLTU Bima Nusa Tenggara Barat 2 7 50.37924 PLTU Lombok Batu Nusa Tenggara Barat 2 25 179.92425 PLTU Ende Nusa Tenggara Timur 2 7 50.37926 PLTU Kupang Baru Nusa Tenggara Timur 2 15 107.95527 PLTU Ambon Baru Maluku 2 7 50.37928 PLTU Ternate Maluku Utara 2 7 50.37929 PLTU Timika Papua 2 7 50.37930 PLTU Jayapura Papua 2 10 71.970

Jumlah 7.024.242

Jumlah seluruh 32.501.515

Sumber : Peraturan Presiden Republik Indonesia No 71 Tahun 2006

63Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

5.2. Industri Semen

Industri semen merupakan konsumen batubarakedua terbesar setelah PLTU. Saat ini terdapat 9perusahaan semen yang terletak di beberapawilayah di Indonesia. Pemanfaatan batubara padaindustri semen, digunakan sebagai bahan bakarpada tanur putar untuk proses pembuatan klinkersebelum menjadi semen.

Tahun 2008, tercatat sekitar 14,48% kebutuhanbatubara dalam negeri digunakan oleh industrisemen atau 7,609 juta ton. Perusahaan semenyang paling banyak menggunakan batubara adalahPT. Indocement Tunggal Perkasa, yaitu sebesar2,763 juta ton. Perusahaan ini memiliki tiga pabrikdi lokasi yang berbeda, yaitu di Cibinong, Cirebon(Propinsi Jawa Barat), dan Tarjun KabupatenKotabaru (Propinsi Kalimantan Selatan).Berikutnya adalah PT. Semen Gresik dengankebutuhan 1,395 juta ton, PT. Semen Holcim 1,102juta ton, PT Semen Padang 1,005 juta ton PT.Semen Tonasa 0,828 juta ton, dan yang lainnyadi bawah 0,5 juta ton, sementar PT SemenKupang produksinya tersendat serta dalam prosesakuisisi oleh Perusahaan India, sedangkan PTSemen Andalas dalam proses akhir rekontruksisetelah terkena gelombang tsunami.

Selama sepuluh tahun terakhir ini, perkembanganpenggunaan batubara pada industri semenberfluktuasi. Antara tahun 1998-2001, pemakaianbatubara rata-rata naik sangat signifikan, yaitu64,03%, namun pada tahun 2002 dan 2003 sempatmengalami penurunan hingga 9,81% dan 5,36%.Penurunan ini sangat dipengaruhi oleh adanyapenurunan produksi di beberapa perusahaan se-men, PT. Indocement Tunggal Prakarsa dan PT.Semen Gresik. Memasuki tahun 2004 hingga tahun2008 cenderung meningkat hanya sempatmenurun pada tahun 2006, kebutuhan batubarapada industri semen mengalami perubahan yangpositif, yaitu 7,03%, seiring perkembangan ekonomiyang mulai membaik di dalam negeri (Tabel 7).

5.3. Industri Tekstil

Industri tekstil memiliki tingkat ketergantunganyang tinggi terhadap bahan bakar minyak (BBM),karena biaya bahan bakar merupakan komponenterbesar di dalam biaya produksi. Menurut parapengusaha, perubahan pola penggunaan bahanbakar ke batubara merupakan salah satu alternatifyang sangat tepat karena mampu menekan biayapengeluaran bahan bakar walaupun harus

melakukan modifikasi terhadap boiler atau menggantiboiler yang baru yang berbahan bakar batubara.

Batubara dalam industri tekstil digunakan padaboiler untuk memasak air menjadi uap. Uap yangdihasilkan digunakan untuk proses pencelupan.Beberapa industri tekstil dilengkapi olehpowerplant berbahan bakar batubara untukmemasak air menjadi uap. Uap yang dihasilkandigunakan untuk menggerakan turbin pembangkitlistrik. Listrik yang dihasilkan dimanfaatkanberbagai keperluan seperti menggerakan mesinproduksi, penerangan, dan sebagainya.

Sepert i diperl ihatkan pada Gambar 2,menunjukkan bahwa perkembangan jumlahperusahaan tekstil yang menggunakan batubaratampaknya akan terus meningkat. Hal ini dapatdilihat dari jumlah perusahaan tekstil pada tahun2003 hanya 18 perusahaan saja, namun pada tahun2008 sudah bertambah menjadi 328 perusahaan.Kebutuhan batubaranya pun meningkat sangatsignifikan, yaitu dari 274.150 ton pada tahun 2003naik menjadi 4,194 juta ton pada tahun 2008.

Dari sisi keberadaannya, industri tekstil di Indo-nesia terpusat di Pulau Jawa, yang sebagian besarterletak di Propinsi Jawa Barat, yaitu sekitar 240perusahaan (73,14%) dengan mengkonsumsibatubara sebesar 3,430 juta ton (81,79%).Kemudian disusul oleh Propinsi Jawa Tengah,Banten, dan Jawa Timur (lihat Tabel 8).

5.4. Industri Kertas

Seperti halnya pada perusahaan tekstil, batubaradalam industri kertas digunakan sebagai bahanbakar dimana energi panas yang dihasilkandigunakan untuk memasak air pada mesin uap.Uap yang dihasilkan dipergunakan untukmemasak/membuat pulp (bubur kertas).

Terdapat 36 perusahaan kertas yang telahmenggunakan batubara, 5 perusahaan masing-masing terdapat di Propinsi Banten, Jawa Barat danJawa Tengah, 19 perusahaan di Propinsi Jawa Timur,dan 2 perusahaan di Propinsi Riau. Pada tahun2008, jumlah kebutuhan batubara untuk industriini mencapai sekitar 2,519 juta ton. (Tabel 9).

5.5. Industri Metalurgi

Dari sisi jumlah industri metalurgi (pengecoranlogam) yang telah menggunakan batubara sebagaibahan bakar pada proses produksinya dapat

64 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

(Ton

)In

dust

ri Se

men

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

PT. S

emen

And

alas

59.2

1519

.523

33.6

1835

.643

47.0

5016

8.00

018

5.34

0tp

tptp

tpPT

. Sem

en P

adan

g26

2.72

146

9.75

448

3.26

247

4.43

068

0.63

769

2.39

245

4.21

467

8.12

478

2.27

785

0.00

01.

004.

847

PT. S

emen

Bat

uraj

a68

.700

62.3

7026

.311

75.4

4810

3.35

711

0.93

912

9.08

114

3.97

313

3.51

515

3.41

518

7.43

6PT

. Sem

en H

olci

m C

ilaca

p14

.850

454.

140

397.

060

397.

085

472.

457

375.

375

416.

833

409.

420

PT. S

emen

Hol

cim

Nar

ogon

g57

7.60

737

9.37

639

7.77

245

1.01

346

4.40

744

8.80

154

5.84

955

4.58

386

2.76

51.

026.

441

1.10

2.39

6PT

. Ind

ocem

ent T

P (C

ibin

ong)

42.9

0852

8.65

554

7.97

31.

509.

569

1.01

9.86

880

0.92

31.

184.

564

1.17

0.43

1PT

. Ind

ocem

ent T

P (C

irebo

n)67

.189

80.7

7523

1.30

525

4.18

127

6.31

531

1.84

134

9.71

035

9.37

21.

776.

412

2.20

2.00

02.

762.

674

PT. I

ndoc

emen

t (Ta

njun

g)7.

679

88.3

5216

6.82

668

3.01

815

5.30

126

9.56

436

8.41

336

4.01

8PT

. Sem

en G

resi

k75

.829

99.9

7579

3.46

591

2.02

986

2.60

671

5.17

21.

063.

638

1.14

1.52

91.

065.

157

116.

529

131.

147

PT. S

emen

Ton

asa

88.4

2595

.499

130.

283

546.

233

593.

923

556.

495

659.

473

697.

440

481.

763

760.

000

827.

793

PT. B

osow

a C

emen

t30

.271

151.

324

202.

439

207.

082

243.

317

296.

876

252.

180

328.

860

328.

860

328.

860

PT. S

emen

Kup

ang

151.

323

202.

438

207.

082

243.

317

296.

876

252.

179

Jum

lah

1.26

5.12

32.

308.

691

3.51

0.52

16.

743.

526

5.09

0.08

54.

950.

868

5.95

0.86

86.

023.

248

5.43

0.74

95.

437.

245

6.34

5.15

3C

atat

an :

tp =

tida

k be

rpro

duks

iS

umbe

r :

- Aso

sias

i Sem

en In

done

sia,

200

6

- DPP

MB

, 200

8

- PT.

Sem

en G

resi

k, P

T, In

doce

men

t-Cire

bon,

PT.

Hol

cim

-Cila

cap,

PT.

Sem

en T

onas

a, P

T. S

emen

Bos

owa,

dan

PT

Sem

en K

upan

g (S

urve

i tek

MIR

A 20

06)

Tabe

l 7.

Kon

sum

si b

atub

ara

pada

indu

stri

sem

en 1

998

– 20

08 (t

on)

65Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

Gambar 2. perkembangan perusahaan tekstil pemakai batubara di indonesia tahun 2003 – 2008

Tabel 8. Industri tekstil berbahan bakar batubara di Indonesia,menurut Provinsi, Tahun 2008

No. Lokasi Jumlah Perusahaan Kebutuhan Batubara(Buah) (Ton/Tahun)

1 Banten 15 423.4062 Jawa Barat 240 3.430.3933 Jawa Tengah 68 292.4334 Jawa Timur 5 47.7005 Luar Jawa 0 0

Jumlah 328 4.193.932

Tabel 9. Industri kertas berbahan bakar batubara di Indonesia

No. Lokasi Jumlah Perusahaan Kebutuhan Batubara(Buah) (Ton/Tahun)

1 Banten 5 620.4402 Jawa Barat 5 145.6613 Jawa Tengah 5 46.4794 Jawa Timur 19 1.100.9165 Riau 2 605.391

Jumlah 36 2.518.887

66 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

dikatakan relatif tidak bertambah, padahal dari sisipotensi masih banyak perusahaan yang belummenggunakan batubara sebagai bahan bakarnya.Perkembangan kebutuhan batubara oleh industrimetalurgi berfluktuasi, namun ada trendperkembangan yang meningkat sejalan dengantingkat produksi perusahaan (Tabel 10).

industri rumahan tertentu sebagai bahan bakar,seperti industri pengeringan gerabah, pembakaranbata, tahu/tempe, katering/restoran, tepung ikan,pemindangan ikan, kerupuk, pengeringan bawang,pengeringan tembakau, pembakaran kapur, danobat nyamuk. Namun yang paling dominan danmemasyarakat penggunaan briket batubara adalahpada peternakan ayam, yaitu sebagai penghangatanak ayam.

Tabel 10. Perkembangan penggunaanbatubara pada industri metalurgi,Tahun 1998 - 2008

Tahun Pemakaian Batubara (Ton)

1998 144.9071999 123.2262000 134.3932001 220.6662002 236.8022003 225.9072004 122.8272005 183.5302006 299.9902007 282.730

2008 *) 321.213Sumber : DPPMB, 2008 (diolah kembali)*) perkiraan

Di samping industri metalurgi, masih banyakindustri lainnya yang menggunakan batubarasebagai bahan bakar dalam mendukung prosesproduksinya, antara lain industri makanan, kimia,pengecoran logam, karet ban, pembakaran kapur,dan lainnya, termasuk beberapa jenis industrikecil. Berdasarkan survai sampling tahun 2008,di Propinsi Banten ada 33 perusahaan yang telahmenggunakan batubara dengan total kebutuhandiperkirakan mencapai 342.850 ton.

5.6. Briket Batubara

Briket batubara merupakan energi alternatif ataupengganti minyak tanah dan kayu bakar yangpaling murah dan dimungkinkan untukdikembangkan secara masal, mengingat teknologidan peralatan yang digunakan relatif sederhana.Di Indonesia, pengembangan briket batubaradiperkenalkan sejak tahun 1993, namun hinggakini tidak dapat berkembang dengan baik. Haltersebut dapat dilihat perkembangan briketbatubara selama kurun waktu 2001 – 2008 yangfluktuatif (lihat Tabel 11). Di masyarakat, pemanfaatanbriket batubara digunakan pada industri kecil atau

Tabel 11. Perkembangan penggunaanbatubara pada Industri briketbatubara, Tahun 2001 – 2008

Tahun Pemakaian Batubara (Ton)

2001 31.2652002 24.7082003 24.9762004 17.9632005 32.0102006 36.0182007 25.120

2008 *) 25.643Sumber : DPPMB, 2008 (diolah kembali)*) perkiraan

5.7. Industri Lainnya

Di samping industri yang disebutkan di atas, masihbanyak industri lainnya yang menggunakanbatubara sebagai bahan bakar dalam mendukungproses produksinya, antara lain industri makanan,kimia, pengecoran logam, karet ban, pembakarankapur, dan lainnya, termasuk beberapa jenisindustri kecil. Berdasarkan survai sampling tahun2008, di Propinsi Banten ada 33 perusahaan yangtelah menggunakan batubara dengan totalkebutuhan diperkirakan mencapai 342.850 ton.Sedangkan kebutuhan batubara untuk industrilainnya secara menyeluruh (nasional) diperkirakantidak kurang dari 1,339 juta ton.

Sedangkan potensi pemanfaatan ke depan adalahpada pengusahaan Upgraded Brown Coal (UBC),yang merupakan suatu proses untuk meningkatkannilai kalori batubara melalui penurunan kadar air.Kelitbangan UBC telah sampai pada skala demoplant 1.000 ton/hari. Selain itu potensi gasifikasibatubara untuk industri kecil menengah, sepertihalnya yang telah berhasil pada industri pengeringanteh. Potensi lainnya adalah pencairan batubara.

67Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

Sebelumnya telah melakukan upayapengembangan teknologi BCL, karena belumterbukti (unprovent) terjadi kemandegan. Saat inialternatif yang sedang dijajagi adalah menerapkanteknologi Sasol, namun belum ada kesepakatanyang mengikat, dan perlu bernegosiasi lanjutan.

6. MASA DEPAN BATUBARA INDONESIA

Menyimak berbagai keberhasilan kinerjapertambangan batubara di Indonesia dimasa laluhingga masa kini, potensi sumberdaya dancadangan yang besar, adanya peluang sekaligustantang, dan adanya kebijakan-kebijakan yangterkait, maka batubara Indonesia mempunyaiprospek dimasa depan.

Pelaku Usaha Pertambangan

Sampai dengan tahun 2008 perusahaanpenambangan batubara di Indonesia dengan sta-tus PKP2B aktif berjumlah 76 perusahaan, yangterdiri dari 40 perusahaan PKP2B sudah produksi(9 dari Generasi I, 10 dari Generasi II dan 21dariGenerasi III), 15 status konstruksi, 16 status studikelayakan, dan 5 status eksplorasi. Sedangkanjumlah Kuasa Pertambangan (KP) yangdikeluarkan di daerah yang terinventarisasi diDirektorat Jenderal Mineral, Batubara dan PanasBumi sudah melebihi angka 500 KP, sedangkanyang telah berproduksi 129 KP. BerkembangnyaKP tersebut terjadi pada era otonomidaerah, khususnya sejak tahun 2001 ketikadikeluarkannya PP 75 tahun 2001, yaitu ketikapenegasan tentang pemberian Kuasa Pertambangan (KP) dilakukan oleh PemerintahDaerah, yang berdasarkan aturan tersebutdiberikan oleh bupati, gubernur atau menteri sesuaidengan kewenangannya. Dalam prakteknyasebagian besar dari KP yang dikeluarkan selamaotonomi daerah tersebut diterbitkan olehkabupaten. Hal ini dapat dimengerti karena untukperizinan KP yang dikeluarkan oleh propinsi harusyang berbatasan antara sedikitnya 2 kabupaten,sedangkan yang dikeluarkan menteri harus yangberbataskan sedikitnya 2 propinsi. Kriteria inisangat jarang ditemui di lapangan, baik sengajaatau tidak sengaja.

Peningkatan jumlah konsumsi yang sangat tajamyang disebabkan meningkat tajamnya permintaanbatubara sebagai sumber energi terutama untukpembangkit listrik, baik di dalam negeri maupundi negara-negara importir. Tidak mengherankan

apabila sejalan dengan itu jumlah perusahaanpertambangan batubara di Indonesia pun tumbuhpesat khususnya dalam beberapa tahun terakhir.

Perkembangan Produksi

Selama 16 tahun terakhir (1992-2008) produksibatubara Indonesia telah meningkat hampir 15 kalilipat, dari 15,935 juta juta ton menjadi 233,620juta ton, atau meningkat rata-rata per tahun17,04%, jauh di atas rata-rata dunia, 3,8%.Peningkatan produksi yang pesat didorong olehmeningkat tajamnya permintaan ekspor danpermintaan dalam negeri. Jika diasumsikanpertumbuhan produksi tetap tinggi, maka padatahun 2025 dapat mencapai 742 juta ton, namunAPBI sejalan dengan kebijakan pemerintah telahmemproyesikan yang cukup wajar sebesar 471juta ton.

Perkembangan Ekspor

Saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia adalahJepang, Korea Selatan dan Taiwan, di sampingChina dan India yang merupakan buyer baru bagiIndonesia. Meningkatnya permintaan China danIndia di masa datang akan menambah tingginyakecenderungan permintaan ekspor. Belum adanyakeseimbangan antara permintaan dan pemasokanbatubara pada tataran dunia, terlihat dari tingginyatingkat pertumbuhan ekspor Indonesia yangmencapai 15,51%. Pada satu sisi, hal tersebutmerupakan peluang Indonesia untuk meningkatkanpangsa pasar ekspor. Tetapi dengan adanyakecenderungan tersebut, ke depan perlumencermatinya untuk melakukan pengendalianatau pembatasan ekspor. Hal ini diperlukan untukmengutamakan jaminan pasokan dalam negeriserta perkembangan tingkat produksi yangmengacu pada konsep konservasi. Lagi-lagi,proyeksi ekspor batubara tanpa adanyapembatasan, pada tahun 2025 akan mencapai509,3 juta ton, padahal kebijakan ekspormemproyeksikan sekitar 150 – 236 jua ton.

Perkembangan Penggunaandi Dalam Negeri

Peran batubara sebagai energi akan semakinbesar pada berbagai industri, khususnyapembangkit listrik di Indonesia maupun industrilain di berbagai belahan dunia. Diperkirakan dimasa-masa mendatang peran minyak akansemakin berkurang, sebaliknya peran batubara dangas akan semakin besar.

68 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Ketika semua proyek Percepatan pembangunanPLTU 10.000 MW telah beroperasi yang ditargetkanpada tahun 2010, diperkirakan konsumsi batubaraIndonesia akan mencapai 90 juta ton ataumeningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun2006. Jumlah tersebut terdistribusi pada PLTUsebesar 69,1 juta ton, industri semen 8,9 juta ton,industri tekstil 4,5 juta ton, industri kertas 3,0 jutadan industri lainnya sekitar 4,5 juta ton. Diperkirakanpada tahun 2025 konsumsi batubara dalam negerimencapai 236 juta ton. Hal ini telah diproyeksikansebagaimana termuat pada Blueprint PengelolaanEnergi Nasional 2010-2025, yang menargetkanperanan batubara pada bauran energi nasionalsebesar 34,4%, di luar peranan Bahan BakarBatubara Cair (BBBC) sebesar 3,1% dan Coal BedMethane (CBM) 3,3%.

Kebijakan

Pemerintah baru saja menerbitkan “Blueprint”Pengelolaan Energi Nasional (BP PEN) 2010-2025merupakan re-evaluasi BP PEN 2005-2025, yangakan menjadi dasar penyusunan pola pengem-bangan dan pemanfaatan energi secara nasionalhingga 2025, dengan visi berupa terjaminnya energidengan harga wajar untuk kepentingan nasional.Penyusunan “blueprint” merupakan tindak lanjutPeraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2006tentang Kebijakan Energi Nasional yang meng-amanatkan Menteri ESDM menetapkan cetak birutersebut.

Di sisi lain dengan telah disyahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang PertambanganMineral dan Batubara, mengisyaratkan pemerintahdapat mengoptimalkan pengelolaan batubaraantara lain pengendalian produksi dan ekspor sertajaminan pasokan dalam negeri melalui DomesticObligation Market (DMO) dan Penetapan HargaBatubara Nasional. Di samping itu mengenaiperijinan pertambangan batubara hanya satu pola,yaitu dalam bentuk Ijin Usaha Pertambangan (IUP).Adapun PKP2B termasuk KP yang ada tetapdihormati sampai ijinnya berakhir, dan kemudiandiberikan prioritas untuk mendapatkan IUP.

Dengan adanya kebikan-kebijakan tersebuttentunya diharapkan akan dihasilkan pelakupertambangan yang andal di bagian hulu(pertambangan batubara) dengan melakukan goodmining practices, pengelolaan lingkungan, danpengembangan masyarakat (community develop-ment). Sedangkan di bagian hilirnya merupakanbagian yang tidak terpisahkan dari KEN, yaitu

untuk menjamin pengadaan energi nasional yangdapat diandalkan tanpa mengabaikan prinsippembangunan yang berkelanjutan dan berwawasanlingkungan.

6. PENUTUP

Sektor pertambangan batubara sampai saat initelah berhasil dalam menunjang Kebijakan EnergiNasional. Keadaan ini terlihat dengan meningkatnyapemanfaatan batubara di berbagai pusat pembangkitlistrik, pabrik semen, pabrik kertas, industri kimia,dan industri kecil. Pasar global telah dapat puladiterobos dan menempatkan Indonesia sebagaisalah satu negara pengekspor batubara uapterbesar di dunia. Semua ini merupakan modaldasar bagi industri batubara Indonesia untuk terusberkembang dalam menunjang keberhasilanpengembangan energi nasional maupun global.

Di samping peranan batubara yang cukup besar,maka tetap juga harus dijaga dan dijaminketersediaannya dalam memenuhi kebutuhan akanenergi di dalam negeri selama dan seekonomismungkin. Oleh karena itu, pengelolaannya perludilaksanakan melalui kebijakan yang terpadu dansinergi dengan sektor-sektor pembangunanlainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jawa Barat, JawaTengah, 2008, Data Pemakaian Batubara DanBoiler Tahun 2007.

Asosiasi Semen Indonesia (ASI), 2006, Indone-sia Cement Statistic 2005.

Balai Pengelolaan Pertambangan dan EnergiWilayah, Distamben Provinsi Jawa Tengah,2008, Data Pemakaian Batubara SebagaiSumber Energi.

Dinas Tenaga Kerja Propinsi Banten, Jawa Baratdan Jawa Tengah, 2006, Daftar Industri yangMenggunakan Boiler Berbahan BakarBatubara.

Direktorat Pengusahaan Pertambangan Mineral,Batubara, dan Panas Bumi, 2008, IndonesiaMineral, Coal, and Geothermal Statistics 2008,Jakarta.

69Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Ijang Suherman

Presiden Republik Indonesia, Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

____________, Peraturan Presiden Republik In-donesia No. 5. Tahun 2006 Tentang KebijakanEnergi Nasional.

____________, Peraturan Presiden Republik In-donesia No. 71. Tahun 2006 TentangPenugasan kepada PT. PLN untukMelakukan Percepatan Pembangunan PLTUyang menggunakan batubara.

Menteri ESDM, 2009, Blueprint PengelolaanEnergi Nasional 2010-2025.

Suherman I., dkk., 2006, Kajian Batubara Nasional2006, Puslitbang Teknologi dan Batubara(tekMIRA).

Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya, 2008,Perkembangan Produksi Listr ik danKebutuhan Bahan Bakar Batubara.

70 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PENGEMBANGAN SISTEM DAN ALAT PEMANTAUANSEDERHANA UNTUK MENDETEKSI KERUNTUHANBATUAN ATAP (ROOF FAILURE) PADA TAMBANG

BAWAH TANAHZulfahmi 1), Hasniati Astika 2), Supriatna Mujahidin 3)

1) Peneliti Madya2) Peneliti Pertama

3) Teknisi Litkayasa PenyeliaPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected], [email protected], [email protected]

SARI

Keruntuhan batuan atap (Roof Failure) merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaanpada tambang bawah tanah. Terdapat dua macam alat pemantauan yang dirancang, yaitupengembangan alat pemantauan menggunakan Potensiometer transducer yang dapat mendeteksipergerakan pada beberapa lapisan batuan atap dan pengembangan alat pemantauan menggunakanLinear Variable Differential Transducer (LVDT) yang hanya dapat mendeteksi pergerakan padapermukaan batuan atap saja. Sistem pemantauan yang digunakan terdiri dari alat pemantauan,datalogger sebagai perekam dan penyimpan data serta CPU komputer untuk pengolahan data. Darihasil kalibrasi di studio dan ujicoba di salah satu tambang batubara bawah tanah, alat dan systemyang diterapkan terbukti dapat digunakan sebagai sistem pemantauan terpusat dengan hasil yangsignifikan, dimana semua alat pemantauan dan proses perekaman data dapat dioperasikan dari satutempat sebagai sentral.

Kata kunci : keruntuhan atap, lvdt, potensio, tambang bawah tanah

ABSTRACT

Roof failure is one of the main causes injuries that happened in the underground mine. Two type ofmonitoring tools have been designed, there was a development of monitoring tools using Potentiom-eter Transducer that can detect movement in some rock layers of the roof and Linear Variable Differ-ential Transducer (LVDT) that can detect movement on the surface rock of the roof only. Monitoringsystem that developed consists of monitoring tools, data logger for record and storage tool and acomputer for data processing. The result of a calibration in a studio and running test in one of theunderground coal mine could be known that the monitoring tools and the system which applied can beused as a centralized monitoring system with a significant result, where all of the monitoring equip-ment and data recording process can operated from one place as a central.

Keywords: roof failure, lvdt, potentiometer, underground mine

71Pengembangan Sistem dan Alat Pemantau Sederhana untuk Mendeteksi ... Zulfahmi, dkk.

1. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data yang diperoleh dariwww.msha.gov dari tahun 2003 sampai dengan2007, 82% dari total kecelakaan pada tambangbawah tanah terjadi pada tambang batubara,24,50% diantaranya diakibatkan oleh keruntuhanatap selain yang disebabkan oleh ledakan gas dandebu tambang dan juga kecelakaan padapengangkutan (mine haulage). Dari data tersebut,keruntuhan batuan atap merupakan salah satupenyebab terbesar terjadinya kecelakaan padatambang bawah tanah.

Teknologi pengawasan secara dini sangatdiperlukan, dengan tujuan utama untuk melakukanpengawasan dan mengetahui sedini mungkinkondisi tidak aman pada suatu lokasi tambangagar dapat ditanggulangi sebelumnya. Salahsatunya

dengan merancang alat pemantauan sederhanadengan menggunakan peralatan yang mudahdidapatkan di Indonesia.

2. METODA PENELITIAN

Metode penelitian yang diterapkan dalam kegiatanini lebih mengarah kepada kajian terhadap perkem-bangan peralatan pemantauan keruntuhan batuanatap pada tambang bawah tanah. Diperoleh baikdari hasil studi pustaka maupun hasil penelusuranpada cybernet untuk mendapatkan metoda dandasar yang akan digunakan dalam perancangansistem dan peralatan pemantauan. Selanjutnyadilakukan perancangan sampai didapatkan sistemdan peralatan yang layak digunakan denganmelakukan kalibrasi dan juga ujicoba.

STUDI PUSTAKA/ CYBERNET

Kajian teoritis tentang perkembangan sistem pemantauan & konsep sistem peringatan dini Dasar-dasar teori mengenai keruntuhan atap (roof failure) Konsep & Aplikasi peralatan

PENENTUAN SISTEM & ALAT PEMANTAUAN

PERANCANGAN & MODIFIKASI ALAT

UJICOBA ALAT & RUNNING TEST

PERBAIKAN ALAT/PERUBAHAN

SISTEM

EVALUASI HASIL UJICOBA

KALIBRASI

SESUAI STANDARD

Tidak

ALAT PEMANTAUAN KERUNTUHAN ATAP

Ya

Gambar 1. Metodologi penelitian pengembangan alat pemantauan sederhana untukmendeteksi pergerakan batuan atap pada tambang bawah tanah

72 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan Sistem PemantauanKeruntuhan Atap

Sistem Pemantauan keruntuhan atap yangdirancang terdiri dari alat pemantauan, dataloggerdan CPU komputer. Alat pemantauan yang telahterpasang pada batuan atap terhubung dengandatalogger sebagai pembaca dan penyimpan data.Data yang tersimpan dalam datalogger masihmerupakan data mentah untuk selanjutnya diolahpada perangkat komputer, pengolahan datadilakukan dengan menggunakan aplikasi microsoftexcel untuk selanjutnya dibuat grafik pergerakanbatuan yang terjadi. Untuk menghubungkan setiapunit dari sistem tersebut digunakan sistem kabel.Skema monitoring dapat dilihat pada gambar 2.

Linear Variable Differential Transformer (LVDT)merupakan salah satu jenis sensor yang digunakanuntuk mengukur perubahan jarak. Kelebihan dariLVDT sebagai sensor jarak adalah tidak adanyakontak fisik pada unsur sensor sehingga lebih kuatdan tahan lama dibandingkan dengan sensor-sen-sor lain. LVDT terdiri dari satu kumparan magnetikprimer dan dua kumparan magnetik sekunder dansatu inti magnetik (Gambar 3(a)). Pada saat posisinol berarti tidak ada medan magnet dalam keduakumparan sekunder oleh karena tidak adapergerakan pada probe. Ketika kumparan magnettidak dalam posisi nol (terjadi pergerakan padaprobe) akan ada ketidakseimbangan medan mag-net dari kedua kumparan sekunder. Ketidakseim-bangan pada medan magnet menyebabkanperubahan keluaran voltase yang sebanding denganperubahan jarak dan arah dari pergerakan tersebut.Selain merupakan instrumen yang kuat, LVDTmempunyai resolusi yang tinggi (Cheekiralla, 2004).

Gambar 2. Skema pemantauankeruntuhan atap

Sebagai pembaca dan penyimpan data yangdigunakan pada sistem pemantauan keruntuhanatap ini digunakan Datataker DT800. DatatakerDT800 merupakan instrumen penerima danpenyimpan data yang dapat mengukur danmerekam data dengan beragam dan dalam jumlahyang banyak serta dapat diprogram denganmenggunakan perintah kerja yang sangat mudah(Anonym, 2001-2004).

Perancangan Alat Pemantauan Keruntuhan AtapPeralatan pemantauan keruntuhan batuan atapyang dirancang merupakan pengembangan dariperalatan pemantauan sebelumnya. Alatpemantauan yang dirancang terdiri dari 2 macam,yaitu LVDT dan Potensiometer.

(a)

(b)

Gambar 3. (a) Prinsip kerja LVDT(b) LVDT RDP DCTH400AG

73Pengembangan Sistem dan Alat Pemantau Sederhana untuk Mendeteksi ... Zulfahmi, dkk.

LVDT yang digunakan pada kegiatan ini adalahkeluaran RDP dengan type DCTH400AG (Gambar3 (b)). Kisaran jarak pergerakan yang bisa terukuroleh alat ini sebesar 22 mm. Sensor LVDT dilapisidengan pipa PVC agar aman dan terlindungi(Gambar 4.(a)). Untuk mengukur pergerakan atap,alat pemantauan ditempatkan tepat di bawah atapbatuan, pergerakan pada batuan atap meng-gerakan probe pada LVDT dan menyebabkanperubahan tegangan (voltase) pada alat monitoring.Perubahan voltase tersebut dapat dikonversikanterhadap perubahan jarak yang terjadi.

Sedangkan untuk alat pemantauan potensiodigunakan 4 buah potensiometer, dimana masing-masing potensiometer tersebut terhubung denganpulley. komponen-komponen tersebut ditempatkanpada suatu box yang aman dan terlindungi(Gambar 4(b)). Pulley terhubung dengan jangkarmenggunakan kawat baja, dimana jangkarnantinya akan ditempatkan pada lapisan batuanyang diamati pergerakannya.

sama dengan telltale. Pada telltale pembacaanpergerakan yang terjadi dilakukan secara manual,yaitu dengan melihat pergeseran pada padaindikator yang terdapat pada alat pemantauan(Mark and Iannacchione, 2001), sedangkan padaalat monitoring ini pergerakan dapat dibaca denganmenghubungkan alat pemantauan dengandatalogger.

Kalibrasi Sistem dan Alat PemantauanKeruntuhan Atap

Kalibrasi dilakukan untuk mendapatkan hubunganantara perubahan tegangan (Volt) pada alat LVDTdan perubahan tahanan (Ohm) padaPotensiometer terhadap perubahan jarak yangdikondisikan pada masing-masing alatpemantauan. Kecenderungan dari titik-titikpergerakan hasil kalibrasi dari masing-masing alatpemantauan menunjukkan garis yang linier,dengan persamaan garis linier yang digunakansebagai rumus untuk memperoleh data pergerakan

(a) (b)

Gambar 4. Alat pemantauan keruntuhan atap (a) LVDT (b) Potensio

Prinsip kerja alat ini sebagai alat pemantauanpergerakan batuan adalah dengan menempatkan4 buah jangkar yang masing-masing terhubungdengan Potensiometer pada berbagai ketinggianlapisan batuan atap yang akan diamati pergerakan-nya. Pergerakan pada batuan atap memutar pulleyyang terhubung dengan Potensiometer, sehinggaterjadi perubahan tegangan yang dapat terukur.Perubahan tegangan tersebut dikalibrasikandengan perubahan jarak (pergerakan) yang terjadi.Alat yang dirancang mempunyai prinsip kerja yang

atap hasil pemantauan dalam satuan mm. Selainitu kalibrasi juga bertujuan untuk melakukan ujicobaalat dan sistem pemantauan, serta untukmengetahui performa sistem dan alat yang telahdirancang. Dari hasil kalibrasi diperoleh grafikhubungan antara pergerakan (mm) terhadapperubahan tegangan (Volt) pada alat pemantauanLVDT (Gambar 5) sedangkan grafik hubunganantara pergerakan (mm) terhadap perubahantahanan (Ohm) pada alat pemantauan Potensiodapat dilihat pada (Gambar 6).

74 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

LVDT

y = -0.0076x + 24.019R2 = 0.9797

-30369

12151821242730

-400 0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600

Tegangan (Volt)

Per

gera

kan

(mm

)

Gambar 5. Grafik hasil kalibrasi LVDT

Gambar 6. Grafik hasil kalibrasi potensio

Tabel 1. Persamaan regresi linier untuk masing-masing alatpemantauan keruntuhan atap hasil kalibrasi

No Alat Monitoring Persamaan Regresi Linier R2

1. LVDT Y = - 0.0076x + 24.019 0.97972. Potensiometer 1 Y = 1.102x + 0.406 0.99993. Potensiometer 2 Y = 1.101x + 0.437 0.99804. Potensiometer 3 Y = 1.100x + 0.064 0.99805. Potensiometer 4 Y = 1.103x + 0.073 0.9980

75Pengembangan Sistem dan Alat Pemantau Sederhana untuk Mendeteksi ... Zulfahmi, dkk.

Dari grafik diperoleh persamaan garis linier danjuga ni lai R2 untuk masing-masing alatPemantauan (Tabel 1).

Nilai R2 hasil kalibrasi masing-masing alatmenunjukkan nilai yang mendekati 1, yaitu 0.9797untuk LVDT dan 0.9980 sampai dengan 0.9999untuk Potensiometer. Nilai tersebut menunjukkannilai variabel bebas pada persamaan regresi linieryang diperoleh telah dapat menjelaskan hampir100% dari nilai hasil pengukuran oleh setiap alatpemantauan, yang berarti bahwa hasil pembacaanpada kedua alat tersebut mendekati besarnyapergerakan yang mungkin terjadi.

Ujicoba Sistem dan Alat PemantauanKeruntuhan Atap

Selain kalibrasi, ujicoba sistem dan alatpemantauan juga dilakukan pada tambang bawahtanah yang merupakan kegiatan penerapan danrunning test di lapangan. Untuk mengetahuiperforma dari peralatan dan sistem yang telah dirancang, ujicoba dilakukan pada salah satutambang bawah tanah yang ada di Sumatera Barat.Masing-masing alat pemantauan ditempatkan padalokasi yang berbeda. Alat pemantauan LVDTditempatkan tepat dibawah permukaan batuanatap (Gambar 7 (a)), sedangkan alat pemantauanPotensio ditanamkan pada batuan atap. Untukpemasangan alat pemantauan Potensio, terlebihdahulu dibuat lubang bor dengan kedalaman yangsesuai dengan kedalaman lapisan batuan atap yangakan diukur pergerakannya (Gambar 7(b)).

Setelah semua alat pemantauan terpasang denganbaik, alat dihubungkan dengan sistem yang telahdirancang sebelumnya. Sistem pemantauan terdiridari datalogger sebagai pembaca dan penyimpandata, setiap data yang direkam disimpan padamemori yang terdapat pada datalogger. Semuaperangkat tersebut ditempatkan dalam pannel boxyang tertutup dan aman. Pannel box ditempatkandekat dengan lokasi penempatan alat pemantauan(Gambar 8 (b)).

(a) (b)

Gambar 7. Penempatan alat pemantauankeruntuhan atap(a). LVDT (b) Potensio

(a) (b)

Gambar 8. (a) Pemasangan alat pemantauan (b) Komponen peralatan dalam pannel box

76 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Evaluasi Hasil Ujicoba

Running test alat di tambang bawah tanahdilakukan secara terus menerus selama 18 haridengan proses perekaman data setiap 110 detikyang disesuaikan dengan kapasitas memori dari

datalogger. Data yang terekam di konversikandengan mengunakan rumus regresi linier darimasing-masing alat pemantauan, kemudian dibuatgrafik pergerakan batuan (mm) terhadap waktu.Grafik hasil pemantauan dapat dilihat padaGambar 9 dan Gambar 10.

LVDT

-1.6

-1.4

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000

Waktu, detik

Perg

eraka

n, 0.

001 m

m

LVDT 1

LVDT 2

Gambar 9. Hasil pemantauan keruntuhan atap menggunakan LVDT

Gambar 10. Hasil pemantauan keruntuhan atap menggunakan potensio

77Pengembangan Sistem dan Alat Pemantau Sederhana untuk Mendeteksi ... Zulfahmi, dkk.

Semua alat pemantauan telah diujicoba dan dapatbekerja dengan baik. Semua alat tersebutterhubung dalam satu sistem sebagai sistempemantauan terpusat. Alat pemantauan dioperasikandari satu tempat begitu pula data yang diperolehdari setiap alat pemantauan dapat terbaca dantersimpan dalam satu tempat sebagai sentral.

Dari grafik pergerakan batuan pada setiap alatpemantauan, dapat dilihat bahwa kurva yangdiperoleh bergerigi, terutama pada kurva hasilmonitoring dengan menggunakan Potensiometer.Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan(noise) yang dapat dipengaruhi oleh kondisi sekitardan sensitifitas dari alat pemantauan. Setiap alatyang diujicoba dapat mendeteksi adanyapergerakan lapisan batuan atap pada tempatditerapkannya alat. Hal tersebut juga menunjukkansistem yang diterapkan terbukti dapat digunakansebagai sistem pemantauan keruntuhan batuanatap secara terpusat, pemantauan dapat dilakukanpada beberapa tempat dengan berbagai macamalat pemantauan dalam satu sistem.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Teknologi pemantauan keruntuhan atap batuanpada tambang bawah tanah dengan meng-gunakan LVDT Tranduser dan Potensiometerdapat digunakan untuk mendeteksi pergerakanyang terjadi pada atap terowongan sebagaiperalatan pemantauan keruntuhan atap batuan(roof failure) tambang bawah tanah.

Sistem yang dirancang merupakan sistempemantauan terpusat, semua alat pemantauandioperasikan dari satu tempat begitu pula datayang diperoleh dari setiap alat dapat terbacadan tersimpan dalam satu tempat sebagai

sentral.

Secara umum kajian yang telah dilakukanmenujukkan nilai yang signifikan. Dengan katalain alat yang telah diujicoba layak dimanfaatkanuntuk memantau pergerakan batuan atappada tambang bawah tanah.

4.2. Saran

Perlu dilakukan pengembangan terhadap cas-ing dari alat yang digunakan, sehingga amanuntuk digunakan di tambang bawah tanah.

Diperlukan kajian lebih lanjut sehinggadiperoleh sistem monitoring yang dapatdigunakan sebagai sistem peringatan dini dandata pergerakan secara real time.

DAFTAR PUSTAKA

h t t p : / / w w w . m s h a . g o v / s t a t s / c h a r t s /chartshome.htm, 2008.

Anonym, 2001-2004. dataTaker DT800 User’sManual, UM-0068-A2, Datataker Pty Ltd, Aus-tralia.

Cheekiralla, S., 2004. Development of WirelessSensor Unit for Tunnel Monitoring, Massachu-setts Institute of Technology, web.mit.edu/sivaram/www/Sivaram-MS-thesis.pdf.

Mark C., Iannacchione A.T., 2001. Best Practiceto Mitigate,Injuries and Fatalities from RockFalls, Paper in the Proceedings of the 20th

International Conference on Ground Controlin Mining 2001, NIOSH, Pittsburgh, PA,www.cdc.gov/niosh/mining/pubs/pdfs/bptmi.pdf.

78 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PEMANFAATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARAPADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

Ika Monika dan Nining Sudini NingrumPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jalan Jenderal Sudirman No.623 Bandung 40211Tlp. 022-6030483, Faks. 022-6003373

e-mail : [email protected]

SARI

Karbon aktif pada industri gula umumnya digunakan sebagai bahan pemudar warna. Namun sebenarnyakarbon aktif juga dapat digunakan dalam proses pengolahan limbah cair yang dikeluarkan dari pabrikgula dan laboratorium analisis kimia di pabrik gula. Selama ini, karbon aktif yang digunakan dalamproses tersebut adalah karbon aktif yang dibuat dari tempurung kelapa. Namun pada dasarnya,mengingat sifat karbon aktif batubara yang menyerupai sifat karbon aktif tempurung kelapa, makakarbon aktif dari batubara juga dapat digunakan. dalam pengolahan limbah cair dari pabrik gula. Limbahcair yang dihasilkan dari pabrik gula memiliki kandungan COD (Chemical Oxygen Demand) yangcukup tinggi. Untuk menurunkan kandungan COD dalam limbah tersebut, telah dicoba denganmenggunakan karbon aktif yang dibuat dari batubara. Percobaan dilakukan dengan variabel jumlahkarbon aktif dan waktu proses. Karbon aktif yang digunakan dibuat dari batubara Air Laya SumateraSelatan yang berukuran 12 mm dengan bilangan yodium berkisar antara 600 dan 700 mg/g. Variabeljumlah karbon aktif yang digunakan adalah 2,5, 5,0, 7,5 dan 10,0 gram, sedangkan waktu prosesadalah 30, 60, dan 90 menit. Hasil percobaan menunjukkan, dengan jumlah karbon aktif 2,5 gram danwaktu proses selama 90 menit, konsentrasi COD yang semula sebesar 2355 mg/l turun menjadi 609mg/l. Dengan tingkat penurunan sebesar 74%, konsentrasi COD tersebut belum memenuhi persyaratankualitas limbah cair yang memiliki ambang batas maksimal 300 mg/l.

Kata kunci : karbon aktif, adsorpsi, pengolahan limbah, COD

ABSTRACT

Commonly, activated carbon is used as fader in sugar industries. However, it can be used as ab-sorber of waste sugar industry. Nowadays, activated carbon used in waste processing is made fromcoconut shell. Liquid waste produced from sugar industry consists of many Chemical Oxygen Demand(COD). In order to decrease COD, it has been tried to use activated carbon from coal as absorber.The research is carried out using the variables of activated carbon weight and the length of processtime. Coal from Air Laya, South Sumatra which is 12 mm in particle size was used as raw material ofactivated carbon. The iodine number of activated carbon is in the range of 600 to 700 mg/g. Thevariables of weights activated carbon are 2.5; 5.0; 7.5 and 10.0, with the 30, 60 and 90 minutes. Theresult showed that the concentration COD was decrease 74% at time condition 90 minutes and 2.5gram of activated carbon.

Keywords : activated carbon, adsorption, waste processing

79Pemanfaatan Karbon Aktif dari Batubara pada Pengolahan ... Ika Monika dan Nining Sudini Ningrum

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan dan permasalahanlingkungan, berbagai teknologi pengolahan limbahbaik limbah cair, padat dan gas terus dikembangkan.Saat ini teknologi yang kian berkembang pesatadalah pengolahan air, baik air baku maupun airlimbah. Terdapat dua cara utama pengolahan yaitusecara kimia dan fisik. Pengolahan air secarakimia, dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan kimia tertentu antara lain menggunakanPAC (Poly Alumunium Chloride), tawas, kapurataupun bahan-bahan kimia lainnya, yang dapatberfungsi sebagai koagulan, penetralisir ataupunsebagai desinfektan. Pengolahan air secara fisikbertujuan untuk mengurangi atau menghilangkankotoran-kotoran yang kasar, pemisahan lumpurdan pasir serta mengurangi zat-zat organik dalamair yang akan diolah. Salah satu bahan yangdigunakan dalam proses pengolahan air adalahkarbon aktif. Karbon aktif umumnya digunakanselain sebagai penjernih, juga sebagai bahan untukpemurnian, penghilang bau, warna dan rasa. DiIndonesia, karbon aktif yang digunakan padapengolahan air umumnya karbon aktif yang dibuatdari tempurung kelapa. Namun sebenarnya karbonaktif dari batubara juga dapat digunakan dalamproses tersebut.

Di Indonesia, fenomena pemanfaatan karbon aktifdari batubara masih menjadi sesuatu yang tidaklazim, meskipun di negara lain seperti di China jeniskarbon aktif ini sudah banyak digunakan olehmasyarakat. Berdasarkan kondisi tersebut,dilakukan penelitian pemanfaatan karbon aktif daribatubara. Salah satu yang menjadi objek penelitianadalah penurunan kadar COD (Chemical OxygenDemand) dalam limbah cair yang dihasilkan darisalah satu pabrik gula yang ada di wilayah provinsiBanten. Tujuan penelitian adalah untuk mening-katkan kualitas air yang dikeluarkan dari limbahpabrik gula dan mengurangi ketergantungan karbonaktif yang dibuat dari tempurung kelapa. Hasilpenelitian merupakan acuan untuk pemanfaatankarbon aktif batubara pada industri gula.

2. TINJAUAN PUSTAKA

COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yangdibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organikdan anorganik yang ada dalam 1 liter air (Nazir,2000). COD merupakan salah satu parameterindikator pencemar di dalam air, yang disebabkanoleh limbah organik. Dalam proses pembuatan

gula, bahan baku tebu merupakan bahan yangterdiri atas komposisi kimia organik. Limbah yangdihasilkan adalah limbah cair yang berasal dariproses pengolahan gula dan laboratorium pabrik(Santoso, 2008). Dampak konsentrasi COD tinggimenyebabkan kandungan oksigen yang terlarutdi dalam air menjadi rendah, bahkan habis samasekali. Akibatnya oksigen yang menjadi sumberkehidupan mahluk air (hewan dan tumbuhan) tidakdapat terpenuhi, sehingga mahluk air menjadi mati.Limbah cair yang dikeluarkan Instalasi PenjernihanAir (IPA) di daerah Karangpilang, mempunyaikonsentrasi COD 1000 mg/gr dapat meningkatkanjumlah bakteri E-coli empat kali lipat (PERSI,2001). Hal ini menimbulkan berbagai penyakit bagikehidupan manusia.

2.1. Teknologi Pengolahan Air

Salah satu cara pengolahan air yang saat inisedang berkembang adalah melalui mekanismeadsorpsi. Adsorpsi adalah suatu prosespengumpulan zat terlarut pada suatu permukaanmedia akibat adanya perbedaan muatan diantarakedua zat, baik cairan dengan cairan, cairandengan gas, atau cairan dengan padatan, dalamwaktu tertentu (Cahyana, 2009). Proses adsorpsiterbagi dalam tiga jenis. Pertama, adsorpsi kimiayaitu terjadi karena ikatan kimia antara molekulzat terlarut (adsorbat) dengan molekul adsorban.Adsorpsi jenis ini eksoterm (mengeluarkan panas)dan tidak dapat berbalik kembali (irreversible).Kedua, adsorpsi fisika, terjadi karena gaya tarikmolekul oleh gaya Van Der Waals dan yang ketigapertukaran ion, terjadi karena gaya elektrostatis.Ketiga mekanisme adsorpsi tersebut terdiri atastiga tahap yaitu ; (1) makrotransport ; perpindahanzat pencemar (adsorbat) di dalam air menujupermukaan adsorban, (2) mikrotransport; perpin-dahan adsorbat menuju pori-pori di dalam adsorban,(3) sorpsi ; pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan pembuluh kapiler mikroskopis.

2.2. Karbon Aktif dari Batubara

Salah satu adsorban yang biasa digunakan dalampengolahan air (termasuk limbah) adalah karbonaktif. Karbon aktif dengan luas permukaan yangsemakin luas menunjukkan semakin tinggi dayaadsorpsinya. Proses untuk memperoleh dayaadsorpsi tinggi dilakukan melalui proses aktivasiterhadap arang. Umumnya proses aktivasidilakukan dengan menggunakan uap air, karenaselain murah juga relatif mudah. Proses aktivasiakan memperbesar luas permukaan dan volume

80 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

pori-pori bagian dalam karbon aktif. Karbon aktifdari tempurung kelapa umumnya memiliki luaspermukaan seluas 500-1500 m2/gr, sehinggaefektif menyerap partikel-partikel yang sangathalus (O-Fish, 2007).

Luas permukaan karbon aktif dari batubara dapatmencapai 500-1400 m2/gr. Penentuan luaspermukaan menggunakan metode BET (Brunauer-Emmnett-Teller). Teknik ini meliputi pengukuranvolume gas nitrogen yang terserap. Denganperhitungan persamaan BET, struktur dandistribusi pori-pori karbon aktif dapat diketahui.Struktur dan distribusi pori-pori merupakan faktorutama dalam menentukan daya serap karbon aktifdibandingkan dengan luas permukaan (Harald,1975). Struktur pori dari suatu adsorbandiklasifikasikan menjadi transportpori yangmemiliki diameter sekitar 500 A°, mesopori dengandiameter antara 20 dan 500 A°, mikropori dengandiameter antara 8 dan 20 A°, dan pori-pori dengandiameter kurang dari 8 A° yang disebutsubmikropori (Pruss, 1972). Struktur, distribusidan ukuran pori-pori karbon aktif menjadi faktoryang menentukan kemampuan adsorban dalammengadsorpsi berbagai jenis adsobat. Sedangkan,efektifitas adsorpsi sangat tergantung pada jenisbahan baku adsorban, jenis zat adsorbat dantemperatur pada saat proses berlangsung.

Bentuk karbon aktif dapat diklasifikasikan menjadidua golongan yaitu bentuk granular dan powder(Activated Carbon, 2007). Kedua bentuk ini dapatdigunakan dalam proses pemurnian, pengolahandan penjernihan air. Karbon aktif granular memilikipersentase makropori dan transportpori yang lebihbesar sehingga memungkinkan molekul-molekulbesar terserap. Karbon aktif granular dibuat dalamukuran yang berbeda tergantung pada aplikasinya.Karbon aktif granular biasa digunakan untukmenghilangkan senyawa organik yang menimbulkan

bau, rasa, atau warna yang tidak diinginkan padafasa cair. Sedangkan penggunaan karbon aktifpowder pada fasa cair harus selalu diaduk agarhomogenitas tetap terjaga dan tidak terjadisedimentasi suspensi, atau bisa juga dilakukandengan penyaringan. Karbon aktif bentuk powderlebih tepat digunakan untuk fasa gas karenamemiliki mikropori yang lebih besar sehinggamampu menyerap molekul-molekul kecil.

3. METODOLOGI

AlatPeralatan laboratorium seperti ; gelas piala,corong, pengaduk gelas, botol plastik, dantimbangan analitik

BahanConto limbah gula (cair)Karbon aktif berukuran 12 mesh denganbilangan yodium berkisar antara 600 dan 700mg/gr

Cara kerja

Karbon aktif berukuran 12 mm ditimbang masing-masing 2,5, 5,0, 7,5 dan 10 gram. Selanjutnya,karbon aktif ditambahkan ke dalam 200 ml contolimbah, Campuran tersebut kemudian diaduksetiap 10 menit selama masing-masing 30, 60 dan90 menit. Setelah selesai proses pencampuran,kemudian dilakukan penyaringan, filtrat ditampungdi dalam botol untuk selanjutnya dilakukananalsisis COD. Metoda analisis COD mengacupada SNI 06-6989.15-2004.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan pengolahan limbah cair yang dike-luarkan dari pabrik gula tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis COD limbah cair pabrik gula

Konsentrasi COD 2355sebelum proses (mg/l)

Konsentrasi COD

Waktu proses Berat karbon aktif

setelah proses (mg/l)

(menit)

2,5 gr 5,0 gr 7,5 gr 10,0 gr

30 667 715 925 94960 661 799 719 82390 609 975 888 766

81Pemanfaatan Karbon Aktif dari Batubara pada Pengolahan ... Ika Monika dan Nining Sudini Ningrum

Konsentrasi COD di dalam limbah gula semulasebesar 2355 mg/gr. Setelah ditambah karbonaktif, nilai COD menjadi turun. Konsentrasi CODyang terendah adalah 609 mg/gr, diperoleh denganpenambahan berat karbon aktif 2,5 gram selama90 menit. Bila dihitung berdasarkan persentasepenurunan tingkat adsorpsi, dapat digambarkanseperti pada Gambar 1.

1.000 mg/gr. Teknik pengolahan adalah dengancara mengalirkan debit limbah melalui suatu kolomyang berisi karbon aktif. Waktu kontak relatif cepat,namun karena kualitas karbon aktif tinggi, makapenurunan COD sangat signifikan. Selain kualitaskarbon aktif, faktor yang mempengaruhi efektifitasadsorpsi adalah jenis bahan baku karbon aktif,jenis adsorbat dan cara pengolahan. Faktor-faktorini dapat mempengaruhi persentase penurunanadsorpsi karbon aktif..

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan, diperolehkesimpulan sebagai berikut:

Karbon aktif yang berukuran 12 mm denganbilangan yodium antara 600 dan 700 mg/grdapat menurunkan konsentrasi COD limbahgula dari 2355 mg/gr menjadi 609 mg/gr. Hasiltersebut diperoleh dengan penambahan karbonaktif sebesar 2,5 gram selama 90 menit.

Konsentrasi COD 609 mg/gr belum memenuhipersyaratan kualitas limbah cair yangmempunyai nilai ambang batas 300 mg/gr.

6. SARAN

Untuk memperoleh hasil yang maksimal, perlumeningkatkan kualitas karbon aktif dari bilanganyodium 600 dan 700 mg/gr menjadi 1000 mg/gr.Selain itu, perlu pengaturan ukuran butir dan carapengolahan limbah sehingga diperoleh hasil yangmemenuhi standar kualitas limbah cair.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyana, Gede, H., 2009, http:/ /Gedehace.blogspot.com/2009/03/adsorpsi-karbon-aktif.html, Majalah Air Minum,Februari 2009

Harald, 1975, Conversion of Coal and Gas Pro-duced from Coal Into Fuels, Chemicals, andOther Products, Chapter 30, 30.4.6.3.

Nazir, Ernawita, 2000. Teknik Sampling danAnalisis Air Permukaan.

O-Fish, 2007, Filter Kimia, Media Informasi IkanHias dan Tanaman, http://o-fish.com.

Gambar 1. Persentase penurunan adsorpsi

Dari Gambar 1 terlihat bahwa persentasepenurunan adsorpsi terendah terjadi padapenambahan karbon aktif sebesar 5,0 gramselama 90 menit, dengan tingkat penurunanmencapai 59%. Begitu pula dengan penambahankarbon aktif 10 gram, tingkat penurunan mencapai60% selama 30 menit. Persentase penurunanadsorpsi terbesar, diperoleh dengan penambahankarbon aktif 2,5 gram selama waktu 30, 60 dan 90menit. Penambahan berat karbon aktif lebih besardari 2,5 gram, tingkat penurunan adsorpsi relatifrendah. Berdasarkan data pada Tabel 1, semakinbesar jumlah karbon aktif yang ditambahkan, tidakmenunjukkan semakin turunnya konsentrasi COD.Tetapi, dengan jumlah karbon aktif rendah,menunjukkan penurunan konsentrasi COD yangrelatif stabil.

Mengacu pada baku mutu limbah cair yangmempunyai nilai ambang batas COD 300 mg/gr,konsentrasi COD sebesar 609 mg/l belummemenuhi persyaratan mutu limbah cair. Salahsatu faktor yang menyebabkan rendahnyaefektifitas adsorpsi adalah kualitas karbon aktif.Pada pengolahan limbah cair di salah satu pabrikgula, karbon aktif yang digunakan terbuat daritempurung kelapa mempunyai bilangan yodium

82 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PERSI, 2001, Pusat Data dan Informasi, http://www.pdpersi.co.id, Rabu 22 Agustus

Pruss, W., 1972, Determination of Pore Size andPore Distr ibution in Coal and Coke,Brennestoff-Chemical, 42, 157-160

Santoso, Eddy, B., 2009, Limbah Pabrik Gula:Penanganan, Pencegahan DanPemanfaatannya, Penelitian Perkebunan GulaIndonesia, Pasuruan, Indonesia

83Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol untuk ... Siti Rafiah Untung dan Nia Rosnia H.

KEMUNGKINAN PEMANFAATAN BAKTERISIDAFENOL UNTUK PENCEGAHAN AIR ASAM TAMBANG

Siti Rafiah Untung dan Nia Rosnia HPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected], [email protected]

SARI

Peningkatan pertambangan batubara, bijih emas dan tembaga seperti di Kalimantan, Sumatera danPapua menyebabkan munculnya fenomena air asam tambang (AAT). AAT dapat terjadi apabila min-eral sulfida seperti pirit terpapar ke udara dan bereaksi dengan udara dan air membentuk asam sulfat.Kehadiran jasad renik Thiobacillus ferroksidans juga dapat mempercepat terjadinya AAT. Asam sulfatini akan melarutkan logam sehingga dapat mencemari badan perairan sekitarnya. Secara umum,pengelolaan lingkungan yang umum diterapkan untuk penanggulangan AAT antara lain adalahnetralisasi,pembentukan lahan basah dan pengkapsulan. Proses netralisasi dapat membentuk logamhidroksida yang dapat mengendap berupa lumpur sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut. Salahsatu cara yang cukup efektif untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan pencegahan danpengontrolan pembentukkan AAT dengan mengurangi aktivitas bakteri.

Sehubungan dengan hal tersebut telah dilakukan penelitian penggunaan bakterisida untuk menangananiAAT. Bakterisida yang digunakan adalah fenol dengan dosis 5 mg/g dan sebagai pembanding digunakangamping dengan dosis 10 mg/g. Pada penelitian ini digunakan 2 jenis batuan penutup yang berwarnaabu-abu dan coklat berasal dari KUD Tambang Harapan, Kecamatan Kedongdong, Lampung Selatan.Kedua jenis batuan tersebut dipreparasi menjadi ukuran 100 mesh, -10+35 mm dan -1+1/2 cm.Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 faktor, yaitu jenis batuan,ukuran dan jenis bakterisida selama 12 minggu. Hasil percobaan menunjukkan, penambahan fenoldan gamping (CaCO3) dapat meningkatkan pH lindian berturut-turut menjadi 6,1 dan 10,6. Fenol mampumereduksi asam 6,67% -51,67% dan kemampuan kapur mereduksi asam mencapai 48-15,% - 73,15%.Dari hasil tersebut, terlihat kemampuan fenol dalam mereduksi asam dari batuan penutup lebih kecildari gamping.

Kata kunci: lingkungan tambang, air asam tambang, polusi, lindian, bakterisida, fenol, netralisasi,pengaruh bakteri

84 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Pembentukkan air asam tambang (AAT)merupakan masalah utama dalam pertambanganbatubara dan mineral. AAT dapat terbentuk apabilaada mineral pirit yang terpapar sehingga teroksidasidan selanjutnya air membentuk asam sulat yangdapat menurunkan pH air dan melarutkan logam.Hal ini berdampak terhadap penurunan kualitasbadan perairan karena sungai terkontaminasi olehkeasaman dan logam-logam terlarut dan jugamenyebabkan reklamasi daerah tambang menjadilebih mahal. Oleh karena itu kehadiran AAT dilingkungan sangat tidak diharapkan.

Beberapa perusahaan pertambangan mineralseperti PT. Kelian Equatorial Mining, PT. FreeportIndonesia dan PT. Newmont Minahasa mengalamimasalah AAT ini. Hal yang sama juga dialami olehperusahaan pertambangan batubara di KalimantanTimur seperti PT. Berau Coal dan PT. Kaltim PrimaCoal. Pada umumnya perusahan-perusahantersebut telah menangani masalah tersebutdengan berbagai cara antara lain netralisasidengan CaCO3 (kapur), kapur padam (Ca(OH)2) dankapur tohor (CaO), penutupan dengan air, peng-kapsulan/penghalang fisik dan pemanfaatan rawa/rawa buatan (wetland). Biaya penanggulangan AATpada umumnya mahal, namun apabila pembentuk-kan asam dapat dicegah akan sangat menguntung-

kan karena dapat menghemat biaya pengelolaan.

Salah satu pencegahan yang dapat diterapkanadalah penggunaan fenol. Fenol atau asamkarbolik dengan rumus kimia C5H6OH adalahbakterisida. Fenol, salah satu baktersida umumdigunakan di rumah sakit sebagai antiseptik. Fenolini ini dapat menghambat pertumbuhan jasad reniksampai mematikannya. Sehubungan dengan haltersebut, Puslitbang Teknologi Mineral danBatubara telah mengadakan penelitian laboratoriumpencegahan AAT dengan menggunakan fenol dangamping (CaCO3). Dalam penelitian, contohbatuan yang digunakan adalah batuan penutup,berasal dari KUD Tambang Harapan, KecamatanKedongdong, Kabupaten Lampung Selatan. Fenoldibeli dari toko kimia dan gamping diperoleh daritambang rakyat di daerah Citatah.

2. BAHAN DAN METODE

2.1. Bahan dan Peralatan

Contoh dalam penelitian ini adalah batuan penutup,berasal dari KUD Tambang Emas Harapan,Kecamatan Kedongdong, Kabupaten LampungSelatan. Berdasarkan warnanya, batuan penutupdapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu berwarnaabu ( BP abu) dan coklat (BP coklat). Kedua contoh

ABSTRACT

The increases of coal, gold and copper ore from mine activities in Kalimantan, Sumatera and Papualead to the occurrence of acid mine drainage (AMD). Acid mine drainage can occur if sulphide mineralsuch pyrite was exposed to the air and it will react with oxygen water to form sulphuric acid. Thepresence of Thiobacillus ferroksidans can also accelerate the formation of AMD. The acid can dis-solve metals and pollute the water body surrounding the area. Generally, environmental managementsuch as neutralization, in capsulation and wetland are common to handle the AMD in Indonesia.Neutralization process can form metal hydroxide and it will precipitate as sludge which need to beoptimally managed.

Regarding to the problem, a laboratory research on the use of bactericide to handle the AMD wascarried out. Phenol as bactericide with dose 50mg/g was used while limestone with dose 100mg/g alsoused as a comparison. Two types of overburden which colour were gray and chocolate from KUDTambang Harapan, Kedongdong Subdistric, South Lampung were used in this experiment. The over-burden was prepared to be 100 mesh, -10+35 mm dan -1+1/2 cm. Design of Group Random was usedwith 3 factors, namely type of overburden, size and bactericide. The result showed that the phenol andlime stone can increase the pH of leached respectively 6,1 and 10,6. Phenol and limestone respec-tively could reduce acid 6,67% -51,67% and limestone 48-15,% - 73,15%. Based on the result, thecapacity of phenol to reduce acidity of overburden is much less than limestone.

Keywords : mine environment , acid mine drainage, pollution, leached, bactericide, phenol, limestone,neutralization, microbial influence

85Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol untuk ... Siti Rafiah Untung dan Nia Rosnia H.

batuan penutup tersebut dipreparasi menjadibeberapa ukuran, yaitu 100 #, (-10 + 35 mm) dan(-1 + ½ cm).

Kolom yang digunakan dalam pelindian adalahbotol plastik + 250 ml. Bagian bawah botol tersebutdiberi lubang kapiler untuk mengeluarkan airpelindian.

Bakterisida yang digunakan adalah fenol yangdibeli dari toko bahan kimia dan sebagaipembanding adalah kapur gamping (CaCO3) yangberasal dari tambang rakyat Desa Citatah. Airsuling berfungsi sebagai media pelindi.

2.1.2 Peralatan

Kolom pelindian adalah botol plastik + 250 ml yangbagian bawahnya diberi lubang kapiler untukmengeluarkan lindian. Lindiannya ditampung dalamgelas plastik Setiap kolom pelindian diisi dengancontoh batuan yang disusun secara berlapis denganfenol dan gamping. Untuk menjaga kelembaban,botol-botol tersebut disimpan dalam akuariumtertutup dan dijaga kelembapannya sekitar 90%.

Peralatan lain yang digunakan adalah pH meterdan alat gelas.

2.2. Metode

Uji karakterisasi contoh batuan dilakukan untukmengetahui kandungan logamnya (Cu, Fe, Zn, Pb,Mg, Mn dan Ca) dalam bentuk oksida dan S(belerang) terhadap kedua jenis batuan, yaitu:batuan penutup berwarna abu (BP abu) dan coklat(BP coklat).

Selanjutnya, terhadap kedua contoh batuantersebut juga dilakukan pengujian air asamtambang dengan metode Sobek (Sobek, 1978).

Seluruh pengujian dilakukan di laboratoriumLingkungan Puslitbang tekMIRA.

Percobaan untuk mengetahui interaksi dari jenisbatuan dan ukurannya, fenol dan kapur yangdiujikan sebagai bahan pencegahan pembentukkanasam digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)dengan 3 faktor. Faktor pertama (A) adalah ukuranbatuan dengan taraf, 100 mesh (a1), -10+35mm(a2) dan -1+1/2cm (a3). Faktor kedua (B) adalahjenis batuan dengan dua taraf, yaitu BP abu (b1)dan BP coklat (b2). Faktor ketiga (c) adalah jenisbahan kimia dengan dua taraf, yaitu kontrol (c0),fenol (c1) dan gamping (c2). Dari faktor perlakuantersebut diperoleh 24 kombinasi perlakuan dansetiap kombinasi perlakuan diulang dua kali.Analisis dilanjutkan dengan uji jarak bergandaDuncan pada taraf nyata 5% jika terdapatperbedaan antar perlakuan.

Ke dalam setiap kolom pelindian dimasukkansecara berturut-turut 100 gr contoh batuan,kemudian dimasukkan ke dalam masing masingkolom secara berlapis fenol dan kapur dengandosis masing-masing 5 mg/g dan 10 mg/g kecualikontrol. Setiap hari masing masing kolom pelindianditambahkan 10 ml air suling sebagai mediapelindian. Pengukuran pH lindian dilakukan setiapminggu. Proses tersebut dilakukan dalamakuarium tertutup pada suhu kamar selama 12minggu dengan kelembaban berkisar 90 %.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisa kadar logam dari contohdengan AAS

Hasil analisa/penentuan kadar logam dan S dalamcontoh BP abu dan BP coklat adalah sebagaiberikut :

Tabel 1. Hasil analisis kandungan logam dan sulfur dalam contoh batuan

Contoh Batuan Parameter (%)

Cu Fe Zn Pb Mn Mg Ca S

BP coklat 0.01 8.39 0.04 0.06 0.05 0.19 0.12 1,90BP abu 0.10 31.82 0.03 0.22 0.01 0.04 0.11 2,29

Sumber : Data Primer Hasil Uji Puslitbang tekMira BandungKeterangan :P. coklat = batuan berwarna cokalt dari tambang emas rakyat di Kecamatan Kedongdong, Lampung SelatanP. abu = lapisan batu berwarna cokalt dari tambang emas rakyat di Kecamatan Kedongdong, lampung Selatan

86 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Hasil analisis menunjukkan, logam yang dominandalam kedua jenis batuan penutup tersebut adalahbesi dalam bentuk Fe2O3 dengan kisaran antara8,39 - 31,82%, sedangkan kandungan logamlainnya rendah. Kedua jenis batuan jugamengandung sulfur dengan kisaran 1,90% -2,29%. Mengacu kepada hasil analisis dari UjiIdentifikasi Pembentukan Air Asam Tambang padaTabel 2, diduga bahwa kedua jenis batuan tersebutberpotensi menghasilkan air asam tambang.

bakteri. Buck (2001), menyatakan senyawa fenoldapat masuk ke dalam sel bakteri dengan caramerusak dinding selnya dan juga dapatmengendapkan proteinnya.

Proses penetralan dengan gamping terlihat bahwanilai pH lindian tidak ditentukan baik oleh ukurancontoh maupun oleh perhitungan asam basa. Halini dapat dilihat dari kisaran pHnya, yaitu 10,1 -10,8 atau rata-rata 10,6. Dari uraian tersebut dapat

Tabel 2. Hasil analisis uji pembentukan air asam tambang

Kode Total MPA ANC NAPP NAG NAG pHkg kg kg 4,5kg 7kg pH 1:2

Sampel Sulfur (%S) H2SO4/ton H2SO4/ton H2SO4/ton H2SO4/ton H2SO4/ton NAG

BP abu 2,29 70,13 0 84,56 104,65 194,39 2,88 2,37BP coklat 1,90 58,19 0 63,59 52,69 74,09 3,42 3,15

Sumber : Data Primer Hasil Uji Puslitbang tekMira BandungKeterangan :BP abu = batuan penutup berwarna abuBP coklat = batuan penutup berwarna coklat

Dari Tabel 2, terlihat derajat keasaman pH (1:2)contoh yang dianalisis berkisar dari 2,37-3,15berarti bahwa contoh-contoh tersebut bersifatasam. Kadar belerang (S) total kedua contohberkisar dari 1,90% sampai dengan 2,29% dannilai tersebut berhubungan langsung dengan nilaiMPA. Hasil perhitungan menunjukkan nilai MPAkedua contoh berkisar antara 58,19-70,13 kgH2SO4/ton. Kedua contoh batuan menunjukkannilai ANC = 0 berarti contoh tersebut tidak mampuuntuk menetralisasi asam. Hal ini mungkindisebabkan oleh kandungan kalsium (Ca) kecil,yaitu berkisar 0,11-0,12 %. Kedua contoh nilaiNAPP-nya positif, yaitu 63,59-84,56 kg H2SO4/ton. Hal ini menunjukkan bahwa kedua contohtersebut dapat membentuk asam yang reaksipembentukannya secara umum sebagai berikut:

MeS2 +7/2O2 + H2O Me2+ 2SO42- +2H+

(logam sulfida)

Dalam proses pembentukan AAT tersebut, peranbakteri adalah mempercepat reaksi.

Dharmawan, P, 1996 mengklasifikasikan batuanpembentuk asam menjadi 4 jenis seperti terterapada Tabel 3. Berdasarkan pengklasifikasiantersebut, kedua contoh batuan tersebut dapat

digolongkan tipe 4 atau potensi pembentuk asamkapasitas tinggi sehingga diperlukan penangananagar tidak mencemari lingkungan sekitar. Salahsatu penanganan adalah penggunaan fenol yangmerupakan bakterisida dan sebagai pembandingdigunakan gamping (CaCO3).

Hasil pengukuran pH lindian selama 12 minggudapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 1.

Dari Tabel 3 dan Gambar 1 terlihat pada bahwablanko (kontrol) air lindian bersifat asam pH denganberkisar 2,90-5,6 atau rata-rata 3,7. pH tertinggi5,6 hanya ditemukan pada batuan BP coklatdengan ukuran 100 mesh. Nilai pH lindian tertinggiditunjukkan oleh penambahan gamping, yaitu rata-rata 10,6.

Penggunaan fenol dalam percobaan ini ternyatamampu meningkatkan air lindian 4,5 - 7,2 ataurata-rata 6,1. Nilai pH lindian tersebut lebihditentukan oleh kemampuan contoh dalampembentukan asam maksimum dan potensibatuan dalam menetralkan dan bukan ukurancontoh. Dengan demikian pH lindian BP abu lebihrendah (4,5- 6,0) dari BP coklat (5,2-7,2).Peningkatan pH lindian pada percobaanpenambahan fenol mungkin disebabkan olehkemampuan fenol menghambat pertumbuhan

87Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol untuk ... Siti Rafiah Untung dan Nia Rosnia H.

dilihat bahwa dosis gamping berpengaruh terhadappH lindian. Pada penetralan ini terjadi reaksisebagai berikut:

CaCO3+ H2SO4 CaSO4+ H2CO33 CaCO3 + Fe2(SO4)3 + 6 H2O 2 CaSO4+2Fe(OH)2 + 3 H2CO3

Kapasitas reduksi asam untuk masing-masingperlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan nilai pH lindian rata-rata daripenggunaan fenol berkisar antara 4,5 –7,2 dangamping antara 10,1 – 10,8. Nilai pH lindian dari

Tabel 3. Penggolongan jenis batuan pembentuk asam

No. Golongan Jenis Batuan Keterangan

1. Tipe 1 Bukan pembentuk asam Nilai pH uji NAG lebih besar atau sama dengan 4atau nilai NAPP negatif

2. Tipe 2 Potensi pembentuk asam Nilai pH uji NAG lebih kecil dari 4 ,nilai NAG pada pHkapasitas rendah 4,5 lebih kecil dari 5 kg H2SO4 per ton

NAPP 0 – 10 kg H2SO4 per ton

3. Tipe 3 Potensi pembentuk asam Nilai pH uji NAG lebih kecil dari 4,nilai NAG pada pHkapasitas tinggi 4,5 lebih besar atau sama dengan 5 kg H2SO4

per tonNAPP lebih besar atau sama dengan 10 kg H2SO4per ton

4. Tipe 4 Pembentuk asam Nilai pH uji NAG lebih kecil dari 4 , pH batuan (1 : 2)lebih kecil dari 4 nilai NAG pada pH 4,5 lebih besaratau sama dengan 5 kg H2SO4 per tonNAPP lebih besar atau sama dengan 10 kg H2SO4per ton

Sumber: Dharmawan, Parliyanto , 1996

Tabel 4. Rata-rata perubahan pH lindian dengan penambahan fenol dan kapur

No Perlakuan pH No Perlakuan pH

1 a1b1c0 2.9 10 a2b2c0 3.62 a1b1c1 5.2 11 a2b2c1 7,23 a1b1c2 10,8 12 a2b2c2 10,74 a1b2c0 5.6 13 a3b1c0 2.95 a1b2c1 7 14 a3b1c1 66 a1b2c2 10,8 15 a3b1c2 10,67 a2b1c0 4.2 16 a3b2c0 3.48 a2b1c1 4,5 17 a3b2c1 6.99 a2b1c2 10,1 18 a3b2c2 10,8

Keterangan:C0=control; C1 = fenol; C2 = gampingb = jenis batu; b1 = BP abu; b-2 = BPcoklata1, a2, a3 = ukuran batu

Gambar 1. Perubahan pH lindian daribatuan dengan penambahankapur dan fenol

88 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tabel 5. Kapasitas reduksi asam dari fenol dan gamping terhadap blanko

Jenis Perlakuan Rata-rata Selisih thd Reduksi asam Kapasitas reduksiPenanganan pH blanko (%) (per mg)

Blanko a1b1c0 2,9 0 - -a1b2c0 5,6 0 - -a2b1c0 4,2 0 - -a2b2c0 3,6 0 - -a3b1c0 2,9 0 - -a3b2c0 3,4 0 - -a1b1c1 5,2 2.3 44.23 2.3a1b2c1 7,0 1.4 20.00 1.4

Fenol a2b1c1 7,2 3.6 50.00 3.6a2b2c1 4,5 0.3 6.67 0.3a3b1c1 6,9 3.5 50.72 3.5a3b2c1 6,0 3.1 51.67 3.1a1b1c2 10,8 7.9 73.15 7.9a1b2c2 10,8 5.2 48.15 5.2

Gamping a2b1c2 10,7 7.1 66.36 7.1a2b2c2 10,1 5.9 58.42 5.9a3b1c2 10,6 7.7 72.64 7.7a3b2c2 10,8 7.4 68.52 7.4

fenol sudah memenuhi syarat sebagai air limbahdari kegiatan penambangan bijh emas berdasarkanKepmen LH No. 202/2004 (pH 6-9) dan dapatmenetralkan asam berkisar antara 6,67% -51,67%.Penetralan dengan gamping dapat mereduksiasam 48-15,% - 73,15%, jadi lebih tinggi dari fenol.Namun apabila dilihat nilai pH lindian daripenggunaan gamping telah melampau nilai yangditentukan oleh Kepmen tersebut, sehingga perludilakukan penurunan dosis gamping agar hasillindian dapat memenuhi syarat. Penurunan dosisdilakukan dengan berbagai cara antara lain denganmenurunkan dosis gamping dan menggunakanasam seperti H2SO4 atau HCl sehingga diperolehnilai pH air limbah yang sesuai dengan KepmenLH No. 202/2004 (pH 6-9). Penurunan dosisgamping lebih dianjurkan karena dapatmenghindari adanya biaya tambahan pengelolaanair limbah. Penelitian Siwik (1989) menunjukkanpenambahan Ca(OH)2 (kapur padam) dengandosis 5000 mg/kg selama 50 minggu dapatmereduksi asam sampai 80%.

Ukuran bijih berpengaruh terhadap nilai pH danreduksi asam baik untuk penggunaan fenolmaupun gamping. Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwaukuran batuan berpengaruh terhadap perlakuan.Nilai pH dan reduksi asam tertinggi terjadi padabatuan ukuran -1+1/2cm dan terkecil pada ukuran

batuan 100 mesh baik untuk perlakuan denganfenol maupun batuan. Batuan dengan potensipembentuk kapasitas asam tinggi (BP abu)kemampuannya dalam mereduksi asam lebihrendah dari BP coklat. Hasil lindian (pH) danreduksi asam dari BP abu lebih rendah dari BPcoklat untuk semua jenis ukuran batu. Dari hasilpercobaan terlihat kemampuan fenol dalmmereduksi asam lebih kecil dari gamping.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menujukkan berbagai hal sebagaiberikut:

Fenol dapat digunakan dalam pencegahan airasam tambang dan dapat meningkatkan nilaipH lindian dengan kisaran 4,5 –7,2. Nilaitersebut memenuhi syarat sebagai air limbahdari kegiatan penambangan bijh emasberdasarkan Kepmen LH No. 202/2004

Kapasitas reduksi asam untuk fenol dengandosis 5 mg/g berkisar antara 6,67% -51,67%.

Kapasitas reduksi asam untuk gampingdengan dosis 10 mg/g berkisar 48-15,% -

89Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol untuk ... Siti Rafiah Untung dan Nia Rosnia H.

73,15%, dan pH berkisar 10,1 – 10,8. Karenanilai ini sudah melampaui baku mutu air limbahdari kegiatan penambangan bijh emasberdasarkan Kepmen LH No. 202/2004sehingga diperlukan penurunan dosis gamping.

Ukuran batuan dan jenis batuan berpengaruhterhadap hasil lindian.

Kapasitas fenol dalam mereduksi asam lebihkecil dari gamping.

5.2. Saran

Penelitian perlu dilanjutkan dengan pemberianbakterisida yang lain seperti surfaktan sehinggadapat ditentukan bakterisida yang lebih beperandalam pencegahan air asam tambang. Untuk melihatpengaruh ukuran dan jenis batuan terhadap kelarutanlogam-logam maka perlu dilakukan pengukurankonsentrasi logam-logam yang terekstrasi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada BapakSahroji, Kepala KUD Tambang Harapan,Kecamatan Kedongdong, Kabupaten LampungSelatan yang telah mengirim contoh batuansehinnga penelitian ini dapat berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Buck, M. Kirsten, 2001, The effects of Germicideson Microorganism, http://www.infectioncontroltoday.com/articles/191clean.html diakses tanggal 15 Juni 2009

Dharmawan Parliyanto, 1996, Identifikasi PotensiAir Asam Tambang di Daerah TambangBatubara PT. Arutmin Indonesia, Paperdisajikan pada Seminar Air Asam Tambangdi Indonesia, Aula Barat ITB 1-2 Juli 1996

Siwik R, S. Payant and K. Wheeland, 1989, ‘Con-trol of acid generation from reactive waste rockwith the use of chemicals’, Tailings and Efflu-ent Management. Chalkey, M. E, et al (eds.),Pergamon Press, New York.

Sobek, A.A., Schuller, W.A., Freeman, J.R., andSmith, R.M. 1978. Field and Laboratory Meth-ods Applicable to Overburdens and Minesoils.U.S. Environmental Protection Agency, Cin-cinnati, Ohio, 45268. EPA-600/2-78-054, 47-50.

90 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PENGARUH TITIK LELEH ABU TERHADAPPENGENDAPANNYA PADA PEMBAKARAN

BATUBARA DENGAN PEMBAKARSIKLON DI BEBERAPA FASILITAS INDUSTRI

SumaryonoPuslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA)

Jl. Jend. Sudirman 623 BandungTelp./Fax : 022 – 6038027, 081321237913e-mail : [email protected]

S A R I

Batubara dapat dikatakan sebagai bahan bakar yang kotor karena sulit untuk mendapatkan batubarayang murni, bersih dari kotoran. Khususnya pengotor-pengotor yang dapat mempengaruhi prosespembakaran seperti kandungan abu dengan berbagai karakteristiknya yang selain mempengaruhiproses pembakaran juga dapat mengganggu produk dan fasilitas industri yang dilayani. Untukpengoperasian pembakar siklon, kadar abu yang tinggi dengan titik leleh yang bervariasi dapatmempengaruhi kinerja alat. Berdasarkan titik lelehnya abu dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongana bertitik leleh tinggi, golongan b bertitik leleh sedang atau mendekati suhu operasional pembakarsiklon 1200°C dan golongan c bertitik leleh rendah, jauh dibawah 1200°C.

Tulisan ini menguraikan proses penanganan abu untuk ketiga jenis abu tersebut, dalam pengoperasianpembakar siklon untuk ketel uap, pemanas oli dan pengering berputar. Diuraikan juga prosespengendapan partikel abu dari ketiga jenis abu dalam fasilitas industri tersebut dan lokasipengendapannya. Dari pengamatan tersebut, didapat abu golongan a lebih dari 90% tertiup keluarsiklon, abu golongan b lebih dari 50% menempel sebagai kerak di dalam siklon dan abu golongan clebih dari 90% meleleh di dalam siklon kemudian mengalir ke dalam kotak abu.

Kata kunci : pembakar siklon, titik leleh abu, pengendapan

ABSTRACT

Coal may be viewed as a dirty fuel, since it is difficult to obtain pure coal, free from impurities.Particularly the impurities which may affect the combustion process such as the ash content with itsvarious characteristics, which either affecting the combustion process or may affect the product andthe industrial facilities served. For cyclone combustor operation, high ash content with various meltingpoints may affect the combustor performance.

Based on its melting point, ash may be divided into three groups, (a) group has high melting point, (b)group has medium melting point or close to the operational temperature of the cyclone combustor at1200°C, and (c) group has low melting point, far below 1200°C.

This paper describes the handling process of those ash groups, in the operation of the cyclonecombustor in steam boiler, oil heater and rotary dryer. The deposition processes of the ash particlesin those industrial facilities and their deposition locations are also described. From this observation,

91Pengaruh Titik Leleh Abu terhadap Pengendapannya pada Pembakaran ... Sumaryono

it was found that (a) group ash, more than 90% was blown out of the cyclone, (b) group ash more than50% adhered as slag in the cyclone and (c) group ash more than 90% melted in the cyclone and thenflowed into the ash box.

Keywords: cyclone combustor, ash melting point, deposition

1. LATAR BELAKANG

Pembakar siklon dengan bahan bakar batubarahalus berukuran -30 mesh telah digunakan diindustri untuk berbagai jenis fasilitas seperti keteluap, pemanas oli, pengering berputar, dll sejaktahun 2005. Pembakar siklon digunakan untukmenggantikan pembakar BBM di berbagai fasilitasindustri tersebut (Sumaryono, 2009). Tetapi sejaktahun 2008 mulai terjadi kelangkaan batubarastandar karena naiknya harga ekspor batubarasehingga pasokan batubara standar untuk dalamnegeri terganggu dan di pasaran dalam negerihanya tersedia batubara dengan spesifikasi yangberubah-ubah dalam jumlah-jumlah kecil. Keadaanini mengakibatkan operasional pembakar siklonsering terganggu karena mutu batubara yangberubah-ubah dan cenderung semakin turunmutunya.

Parameter titik leleh abu akan dibahas dalamtulisan ini karena merupakan salah satu faktor yangberpengaruh dalam operasional pembakar siklon.Masalah titik leleh abu juga berpengaruh padaoperasional teknik pembakaran batubara lainnya.Pada teknik pembakaran dengan unggunterfluidakan (Basuki, 2003), jika digunakanbatubara dengan titik leleh mendekati suhupembakaran atau dibawahnya mengakibatkanunggun mengeras setelah dingin sehingga harusdihancurkan dengan linggis.

Pada teknik pembakaran kisi berjalan(Changzhou, 2003), titik leleh abu yang rendahmengakibatkan tertutupnya kisi oleh lelehan abusehingga mengganggu aliran udara pembakar.Jelas pula pengaruhnya pada teknik pembakaranbatubara bubuk (pulverized coal combustion) (Singer,1991), pengelolaan abunya tergantung pada titikleleh abu, bisa berupa abu terbang atau abu dasar.

Tulisan ini menguraikan beberapa prosespembakaran batubara dengan titik leleh abu yangberbeda-beda pada beberapa fasilitas industri danakibat-akibat yang ditimbulkan oleh abu batubaratersebut pada operasional pembakar siklon.Pembakar siklon perlu terus dikembangkan

sehingga semakin handal untuk dapat menghadapiberbagai parameter karakteristik batubara yangberbeda-beda. Dengan kinerja yang semakin baikmaka hal ini merupakan dukungan pada programpemerintah untuk terus meningkatkan kontribusibatubara dalam konsumsi energi nasional yangditargetkan sebesar 33% pada tahun 2025(Yusgiantoro, 2007).

2. LATAR BELAKANG TEORI

Komponen-komponen abu dalam batubaraterutama terdiri atas unsur-unsur Si, Al, Fe, Cadan sedikit Ti, Mn, Mg, Na, K yang terikat dengansilikat, oksida, belerang, sulfat atau fosfat.Karakteristik abu dipengaruhi oleh unsur-unsuryang dikandungnya, khususnya titik leleh abu yangmerupakan parameter penting dalam prosespembakaran batubara (Rance, 1975).

Pembakaran batubara dengan pembakar siklondilakukan dengan batubara tepung (-30 mesh).Untuk pembakaran terus menerus, karakteristikabu sangat penting selain berpengaruh padaefisiensi pembakaran, sifat titik leleh dapatmengganggu operasional pembakar siklon karenaabu dapat berupa padatan yang tertiup keluarsiklon, atau berupa kerak yang menempel didinding siklon sehingga jika semakin tebal,operasional pembakar siklon dapat terganggu. Jikamenempel di moncong keluarnya api, dapatmenyumbat aliran api karena jika kerak semakintebal, diameter moncong siklon semakin kecil.Sifat-sifat abu khususnya menyangkut sifatmelelehnya yang dapat mengganggu operasionalsiklon tersebut dipengaruhi oleh kandungan unsur-unsur tertentu di dalam abu. Sebagai contoh,pengaruh Al2O3 dan SiO2.

Jika perbandingan Al2O3 : SiO2 mendekati 1 : 1,18maka abu bersifat refraktori dengan titik lelehtinggi. Sebaliknya, dengan banyaknya senyawaCaO, MgO dan Fe2O3 mengakibatkan turunnyatitik leleh abu, terutama jika kandungan SiO2-nyatinggi. Unsur lain yang dapat menurunkan titik lelehabu adalah Na2O dan K2O. Tergantung nilai titik

92 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

leleh abu, jika titik lelehnya tinggi maka abu tetapberupa debu padat. Jika titik lelehnya hampir samadengan suhu siklon, maka viskositas tinggisehingga lengket dan tidak bisa mengalir. Jika titikleleh abu jauh di bawah suhu siklon, makaviskositas lelehan abu menjadi rendah sehinggadengan mudah mengalir ke bawah. Pembakarsiklon dapat beroperasi dengan lancar jika titikleleh abu jauh di atas atau di bawah suhuoperasional siklon, yaitu sekitar 1200°C.

3. SEBARAN ABU DANKARAKTERISTIKNYA

3.1. Beberapa Golongan Titik Leleh Abu

Dalam kaitannya dengan operasional pembakarsiklon, titik leleh abu dibagi menjadi tiga golonganyaitu :a. Abu dengan titik leleh oksidasi lebih tinggi dari

suhu operasional pembakar siklon.b. Abu dengan titik leleh oksidasi sama atau

mendekati suhu operasional pembakar siklon.c. Abu dengan titik leleh oksidasi lebih rendah

dari suhu operasional pembakar siklon.

Titik leleh oksidasi adalah titik leleh abu dalamatmosfer pembakaran oksidasi, jadi dalamsuasana pembakaran dengan jumlah oksigen lebihdari oksigen stoikiometrinya.

Abu bertitik leleh tinggi (a), akan tetap berupa debupadat pada saat operasional pembakaran siklon.Sedang yang bertitik leleh mendekati operasionalpembakar siklon akan bersifat melunak tetapibelum mudah mencair sehingga lengket danmenempel di dinding siklon. Sedangkan abu yangbertitik leleh rendah akan mudah mencair danmengalir ke tempat yang lebih rendah. Semakinrendah titik leleh abu, akan semakin rendahviskositas abu tersebut sehingga cairannya mudahmengalir ke bagian bawah pembakar siklon.

Tabel 1 adalah beberapa contoh abu yangtermasuk dalam abu golongan a, b dan c,tergantung pada titik lelehnya.

3.2. Sebaran Abu Dalam Fasilitas Industri

3.2.1 Ketel uap

Gambar 1 adalah skema ketel uap jenis pipa api(fire tube) yang telah dipasang pembakar siklonsebagai ganti pembakar solar dan daerah-daerahpengendapan abunya.

Pengoperasian ketel uap ini dengan batubaraberkandungan abu gol. a, yang bertitik leleh jauhlebih tinggi dari suhu pengoperasian siklon (1180– 1230°C) dengan kadar abu kurang dari 2%,menghasilkan abu padat dengan sebaran :

Lokasi a, dalam siklon : 5%Lokasi b, dalam ruang api : 15%Lokasi c, dalam pipa api : 0%Lokasi d, dalam penampung debu : 30%Lokasi e, bagian bawah cerobong : 30%Keluar dari sistem lewat cerobong : 20%

Sedangkan pegoperasian dengan batubaramengandung abu gol. b yang titik lelehnya hampirsama dengan suhu operasional pembakar siklon,menghasilkan abu yang lunak dan lengketmenempel pada dinding bagian dalam pembakarsiklon. Setelah dingin abu yang lengket inimengeras berupa kerak. Kerak ini dengan mudahdapat dikorek dari dinding siklon. Padapembakaran batubara yang berkadar abu 5,5%,dalam waktu 1 hari kerak sudah terlalu tebalsehingga siklon semakin mengecil volumenya danlingkaran dalam leher siklon semakin menyempitsehingga mengganggu aliran api dari siklon kedalam ketel uap. Pembakaran dihentikan, siklondibiarkan dingin untuk dilakukan pembersihandindingnya dari kerak. Sebaran kerak dan kotoranpadat lain adalah :

Tabel 1. Beberapa contoh abu golongan a, b, c dan titik lelehnya

Golongan Reduksi, °C Oksidasi, °C

Abu Deformasi Sperikal Hemisfer Alir Deformasi Sperikal Hemisfer Alir

A 1305 1435 1460 >1500 1470 >1500 >1500 >1500B 1140 1150 1160 1225 1235 1255 1260 1325C 1075 1080 1090 1155 1125 1135 1160 1180

93Pengaruh Titik Leleh Abu terhadap Pengendapannya pada Pembakaran ... Sumaryono

Lokasi a, dalam siklon : 60%Lokasi b, dalam ruang api : 20%Lokasi c, dalam pipa api : 0%Lokasi d, dalam penampung debu : 10%Lokasi e, bagian bawah cerobong : 5%Keluar dari sistem lewat cerobong : 5%

Pengoperasian dengan batubara mengandung abugol. c yang titik lelehnya dibawah suhu operasionalpembakar siklon, menghasilkan abu yang sudahmencair dan mengalir ke lantai siklon, masuk kedalam kotak abu. Dinding bagian dalam siklonterlihat mengkilap karena terlapisi oleh cairan dariabu yang mencair dengan viskositas yang rendah.Pada pembakaran batubara jenis ini yang berkadarabu 7,6%, lelehan abu yang mengalir ke dalamkotak abu segera membeku membentuk padatanyang sangat keras berwarna coklat kehitaman.Bongkahan-bongkahan lelehan abu yang menjadipadat diambil dari kotak abu 2 jam sekali. Sebaranabu dalam siklon dan ketel uap adalah :

Lokasi a, dalam siklon : 95%Lokasi b, dalam ruang api : 0%Lokasi c, dalam pipa api : 0%Lokasi d, dalam penampung debu : 0%Lokasi e, bagian bawah cerobong : 0%Keluar dari sistem lewat cerobong : 5%

3.2.2 Pemanas oli

Pemanas oli (oil heater) di pabrik tekstil, makanandan industri kimia digunakan untuk memproduksipanas yang disalurkan dengan menyalurkan olipanas (220 – 250°) ke unit-unit proses yangmemerlukan sepert i untuk pengeringan,pemasakan dll. Gambar 2 adalah skema pemanasoli jenis vertikal yang telah dipasang pembakarsiklon di bagian atasnya sebagai pengganti

pembakar solar dan daerah-daerah lokasipengendapan abunya.

Gambar 1. Skema ketel uap denganpembakar siklon

Gambar 2. Skema pemanas oli denganpembakar siklon

Api dari pembakar siklon turun ke dalam ruangapi (b), naik dan turun lagi memanaskan pipa-pipaoli (d), kemudian asapnya keluar melalui cerobong.

Pengoperasian dengan batubara mengandung abugolongan a yang titik lelehnya diatas suhuoperasional pembakar siklon, menghasilkan abuyang padat dengan sebaran :

Lokasi a, dalam siklon : 5%Lokasi b, dalam ruang api : 0%Lokasi c, dalam penampung abu : 55%Lokasi d, dalam rangkaian pipa oli : 2%Lokasi e, bagian bawah cerobong : 25%Keluar dari sistem lewat cerobong : 13%

Pengoperasian dengan batubara mengandung abugolongan b yang titik lelehnya hampir samadengan suhu operasional pembakar siklonmenghasilkan abu yang lengket. Karena viskositasabu sangat tinggi maka abu yang lunak danlengket ini menempel di permukaan dinding bagiandalam siklon. Abu yang datang selanjutnyamelekat di permukaan lelehan sebelumnyasehingga membentuk kerak yang semakin tebal.Akibat fatal dari kejadian ini terutama diameterdalam L-bow dari siklon menuju ruang api dari

94 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

pemanas oli semakin mengecil sehingga tekanandidalam ruang siklon membesar dan aliran api kedalam pemanas oli terhambat. Pembakaran harusdihentikan dan kerak dibersihkan. Sebaran abuberupa kerak dan padatan lain adalah :

Lokasi a, dalam siklon : 60%Lokasi b, dalam ruang api : 0%Lokasi c, dalam penampung abu : 20%Lokasi d, dalam rangkaian pipa oli : 3%Lokasi e, bagian bawah cerobong : 5%Keluar dari sistem lewat cerobong : 12%

Percobaan menggunakan batubara dengan abugolongan c belum dilakukan untuk siklon denganpemanas oli ini, karena batubara dengan abudemikian jarang didapat dipasaran.

3.2.3 Pengering berputar

Gambar 3 adalah skema pengering berputar (ro-tary dryer) dengan pembakar siklon yangmenggantikan posisi pembakar solar. Padapenggunaannya untuk pengeringan pupuk atausemen pozolan yang berputar dalam pengering,sampah padat yang keluar dari pembakar siklonakan masuk kedalam pengering berputar danbercampur dengan produk pengeringan.

4,5 kg atau 0,3% dari berat pupuk.

Sedangkan penggunaan batubara dengan abugolongan b, identik penggunaannya pada pemanasoli dan ketel uap. Jumlah abu berupa kerak yangmenempel di dalam dinding siklon sekitar 60%dan sisanya tertiup dan tercampur dengan produkyang dikeringkan. Demikian pula untuk abugolongan c, sebagian besar abu meleleh keluardari dalam siklon masuk ke dalam kotak abu.Semakin rendah titik leleh abu, semakin banyakabu yang meleleh keluar siklon, karena lebih cepatmengalirnya, disebabkan viskositas yang rendah.

4. PEMBAHASAN

Pengendapan abu bertitik leleh tinggi(abu golongan a)

Abu dengan titik leleh tinggi, abu akan berbentuktepung padat yang akan tertiup bersama asap,keluar silinder siklon. Hanya kurang dari 10% yangtertinggal didalam silinder siklon, selebihnyamengendap dalam bagian-bagian tertentu darifasilitas industri. Mekanisme pengendapanpartikel-partikel abu sebagian karena perlambatanaliran asap, sebagian lagi karena menabraknyapartikel-partikel abu ke suatu dinding kemudianterjatuh oleh gaya gravitasi.

Sebagai contoh, untuk fasilitas industri berupaketel uap jenis pipa api. Pembakar siklonberdiameter bagian dalam 130 cm menyalurkanapi kedalam lorong api utama dari ketel uap yangberdiemeter bagian dalam 80 cm melalui moncongsiklon yang berdiameter bagian dalam 60 cm.Perubahan kecepatan aliran dari dalam silindersiklon ke dalam lorong api utama dipengaruhi olehluas penampang dan suhu dari kedua lokasitersebut. Perbandingan luas penampang adalahsebanding dengan kuadrat radius atau 652 : 402 =2,64 : 1. Sedangkan perubahan suhunya darisekitar 1470°K didalam siklon menjadi sekitar770°K didalam lorong api utama atau 1,9 : 1. Makaperbandingan kecepatan aliran asap didalamsiklon/kecepatan asap dalam lorong api adalah2,64 : 1,9 = 1,39 atau hanya berbeda sedikit,sehingga pengendapan partikel abu karenaperbedaan kecepatan asap kecil pengaruhnya.Tetapi karena perjalanan dari silinder siklon kelorong api utama melewati moncong siklon yangdiameternya 60 cm, maka terjadi turbulensi didalam lorong api utama sehingga kesempatanpartikel abu untuk mengendap dalam lorong ini

Gambar 3. Pengering berputar

Pengamatan sebaran pengendapan abu hanyadapat dilakukan didalam pembakar siklon,sedangkan sampah padat yang tertiup kedalampengering berputar tidak diukur karena jumlahnyarelatif kecil setelah bercampur dengan komoditasyang dikeringkan.

Sebagai contoh, proses pengeringan pupuk fosfatyang produksinya 1500 kg/jam, konsumsi batubaradengan pembakar siklon 90 kg/jam dengan kadarabu batubara = 5% atau jumlah abu yangdihasilkan = 4,5 kg/jam, maka jumlah abu yangbercampur dengan 1.500 kg pupuk fosfat adalah

95Pengaruh Titik Leleh Abu terhadap Pengendapannya pada Pembakaran ... Sumaryono

juga tidak besar. Selanjutnya asap bergerakmenuju ruang penampung abu dengan penampungyang lebih luas, sehingga partikel abu banyak yangjatuh selain karena perlambatan kecepatan, jugakarena menabrak dinding. Asap kemudianmengalir melalui pipa api yang berdiameter 7,5cm. Karena diameter yang kecil ini makakecepatan asap dilokasi ini tinggi sehinggadidaerah ini pertikel abu yang mengendap hanyasedikit. Asap berbalik, kembali menuju ruangpengendapan abu, selanjutnya menuju cerobong.Banyak partikel abu yang mengendap di bagianbawah cerobong selain karena kecepatan asapmelambat atau diameter cerobong yangmembesar, juga disebabkan partikel-partikel abumenabrak dinding cerobong. Keadaan inimengakibatkan energi kinetik partikel abu menurunsehingga terkalahkan oleh gaya gravitasi danterjadi pengendapan.

Sisa partikel abu lainnya, khususnya yang berupadebu halus keluar bersama asap cerobong.Penyebaran endapan abu diberbagai lokasipengendapan dalam ketel uap telah dikemukakandi sub-bab 3.2.1 dan uraian ini menjelaskan prosesyang terjadi.

Sebaran abu dalam penggunaan abu bertitik lelehabu tinggi untuk pemanas oli identik denganpenggunaannya untuk ketel uap, pengendapan abudengan mekanisme perlambatan kecepatan asapdan tabrakan partikel abu dengan dinding yangmembentuk sudut mendekati 90°C dengan arahjalannya asap. Seperti terlihat pada Gambar 2,pengendapan di penampung abu dominan sebabdisini berlangsung 2 mekanisme yaitu mekanismeperlambatan kecepatan asap dan tabrakan partikelasap dengan dasar dari ruang api. Dengandemikian, maka pengendapan abu dominan beradadi penampung abu dan dibagian bawah cerobong,dengan jumlah total di dua lokasi itu sekitar 60 -70%. Sedangkan penggunaannya untuk pengeringberputar, sebagian besar abu tertiup keluarpembakar siklon bercampur dengan komoditasyang diproses.

Pengendapan abu bertitik leleh sedang(abu golongan b)

Abu bertititk leleh mendekati suhu operasionalsiklon ternyata terkumpul di lokasi tidak jauh daripembakar siklon itu sendiri. Abu jenis ini mulaimeleleh pada suhu operasional pembakar siklon,tetapi viskositasnya belum cukup untukmembuatnya mengalir mengikuti gaya gravitasi,

melainkan bersifat lengket sehingga menempeldipermukaan dalam pembakar siklon. Partikel abuyang datang kemudian juga meleleh, lengketterpapar oleh panas sehingga segera menempelpada permukaan abu sebelumnya sehinggamenambah tebal tumpukan lelehan abu tersebut.Sebagian lagi yang tidak sempat menempel dipermukaan siklon, terlempar keluar tetapi denganukuran yang lebih besar karena proses aglomerasidan jatuh tidak jauh dari lokasi pembakar siklon.Hanya sebagian kecil yang lolos sampai cerobong,yaitu partikel-partikel abu yang tidak sempatmengalami aglomerasi. Dengan demikian makasebagian besar abu menempel didinding siklonsampai 60 – 75% kemudian di ruang api 10 – 20%,sisanya 5 – 10% tersebar sampai dibawahcerobong.

Sebaran abu jenis ini dipengaruhi oleh banyakfaktor sepert i karakterist ik pembakaranbatubaranya sendiri, sifat-sifat lelehan abu,sebaran ukuran butir batubara, kecepatanpembakaran, atmosfer pembakaran dll (Rance,1975).

Pengendapan abu bertitik leleh rendah(abu golongan c)

Abu jenis ini segera meleleh terpapar oleh suhupembakaran dalam siklon. Jika viskositasnyarendah, lelehan abu mengalir masuk kedalamkotak abu, sehingga permukaan dalam siklonhanya tertutup oleh lapisan tipis lelehan abu. Abuyang datang kemudian terus meleleh, mengalir kebawah. Hanya sedikit sekali yang tertiup ke luar,masuk kedalam ruang api, dan yang terbawasampai cerobong hanya sejumlah kecil saja. Halini disebabkan hanya sedikit partikel-partikel abuyang dapat bertahan dalam keadaan padat padasuhu jauh diatas titik lelehnya.

5. KESIMPULAN

1. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwapembakaran batubara dengan pembakarsiklon, untuk batubara dengan 3 golongan titikleleh abu menunjukkan :a. Abu bertitik leleh tinggi (golongan a)

sebagian besar atau lebih dari 90%, tertiupkeluar siklon.

b. Abu bertitik leleh sedang (golongan b) lebihdari 50% tertahan di dalam siklon berupakerak.

c. Abu bertitik leleh rendah (golongan c)

96 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

sebagian besar atau lebih dari 90%,meleleh didalam siklon dan kemudianmengalir kedalam kotak abu.

2. Abu yang mempunyai titik leleh tinggi, tertiupkeluar siklon dan mengendap dalamperangkap-perangkap abu seperti ruangpenampung abu dan bagian bawah cerobong.Sebagian kecil tertinggal di saluran-saluranasap dan yang berukuran halus keluar melaluicerobong.

3. Mekanisme pengendapan abu terutamadisebabkan oleh :a. Perlambatan kecepatan asap secara

mendadak dan tabrakan partikel abudengan dinding.

b. Abu menjadi lunak tetapi viskositasnyamasih tinggi sehingga bahan ini menjadilunak, lengket melekat di dinding siklon.

c. Abu mencair karena suhu siklon jauh diatastitik leleh abu ini sehingga viskositaslelehan abu rendah, mudah mencair danmengalir kedalam kotak abu danmembeku.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, 2003, Coal Fired Fluidized Boiler, B.P.E,Jakarta

Changzhou Boiler Co., LTD., 2003, Boiler, Bro-chure, Xishan.

Rance, H.C., 1975, Coal Quality Parameters andTheir Influence in Coal Utilization, Shell Int.Petroleum Co., LTD.

Singer, J.G., 1991, Combustion Fossil Power,ABB, Connecticut.

Sumaryono, 2009, Development of Cyclone CoalBurner For Fuel Oil Burner Substitution in In-dustries, Indonesian Mining Journal, Bandung,Vol. 12 No. 13 (29-33).

Yusgiantoro, P., 2007, Sustainabilitas Energi diIndonesia Dalam 30 Tahun Mendatang, Semi-nar Nasional Sustainable Alternatif Energi,Semarang.

97Pengolahan dan Pemanfaatan Bauksit, Husaini

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BAUKSIT

HusainiPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected]

SARI

Bauksit merupakan bijih aluminium yang mengandung 45-60% Al2O3, 12-30% H2O, dengan kandunganbeberapa mineral pengotor seperti magnetit, hematit, gotit, siderit, kaolinit, ilmenit, anatas, rutil, danbrookit. Total cadangan bauksit dunia adalah sebesar 24 milyar ton. Indonesia sendiri memiliki cadanganbauksit terukur lebih dari 900 juta ton yang tersebar di kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Sistemtambang terbuka yang dilanjutkan dengan proses peningkatan kadar mendahului ekstraksi bauksitmenjadi alumina. Peningkatan mutu (uggrading) bauksit dapat dilakukan dengan cara washing &scrubbing, pengayakan/klasifikasi, pemisahan dengan magnetik dan media berat serta flotasi, yangdipilih berdasarkan karakteristik bijih bauksit yang akan diolah. Proses Bayer adalah cara yang palingefektif dan menguntungkan untuk memproduksi alumina dari bauksit. Alumina yang dihasilkan tersebutdibuat menjadi logam aluminium melalui proses elektrolisis Hall-Heroult. Untuk memproduksi sebanyak2 ton alumina atau 1 ton logam aluminium dibutuhkan bauksit rata-rata 4-5 ton. Lebih dari 90% cadanganbauksit diolah menjadi alumina atau logam alumunium, sisanya dimanfaatkan untuk pembuatan bahankimia, antara lain koagulan (alum, PAC, dan AlCl3).

Kata kunci : peningkatan kadar, bauksit, alumina, aluminium, elektrolisis, proses Bayer danHall-Heroult

ABSTRACT

Bauxite is aluminum ore containing 45-60% Al2O3, 12-30% H2O, with several impurities mineralssuch as magnetite, hematite, goethite, siderite, kaolinite, ilmenite, anatase, rutile, and brookite.Totalreserves of bauxite in the world were 24 billion metric tons. Indonesia itself has bauxite reservedeposits more than 900 million metric tons scattered in Riau islands and West Kalimantan. Open pitmining followed by upgrading preceded bauxite extraction to be alumina. Bauxite upgrading can becarried out by washing and scrubbing, screening/classification, magnetic separation, heavy mediaseparation, and flotation, chosen based on the bauxite character to be upgraded. Bayer process isthe most effective and feasible method for alumina production from bauxite. The alumina produced isprocessed into aluminum metal through electrolysis process called Hall-Heroult. To produce 2 tons ofalumina or 1 ton of aluminum metal need about 4-5 tons of bauxite in average. More than 90% ofbauxite deposits have been treated into alumina or aluminum metal, the rest is utilized for producingchemicals such as coagulants (alum, PAC, and AlCl3).

Keywords : upgrading, bauxite, alumina, aluminum metal, electrolysis, Bayer andHall-Heroult processes

98 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Bauksit merupakan bijih aluminium yang terdapatpada mineral gibbsite [Al(OH)3], boehmite ataudiaspore (AlOOH). Bauksit umumnya mengandung45-60% Al2O3, 12-30% H2O, dan berbagai macampengotor antara lain adalah magnetit (Fe3O4),hematit (Fe2O3), gotit (FeO(OH)), siderit (FeCO3),kaolinit (H4Al2Si2O9), ilmenit (FeTiO3), anatas,rutil, dan brookit (TiO2) (Anonim, 2009a). Istilahbauksit diambil dari nama daerah pedesaan LesBaux-de-Provence dibagian selatan Perancis,tempat pertama kali ditemukannya mineral ini olehseorang ahli geologi bernama Pierre Berthier padatahun 1821 (Wikipedia, 2007b). Penghasil bauksitutama dunia adalah Australia (lebih dari 40 jutaton/tahun), Amerika Tengah dan Selatan (Jamaika,Brazil, Surinam, Venezuela, Guyana), Afrika(Guinea), Asia (Indonesia, India, China), Rusia,Kazakhstan dan Eropa (Yunani). Jumlah cadanganbauksit di beberapa Negara tersebut pada tahun2001 diperkirakan sebesar 3,8 milyar ton (Austra-lia), 3,9 milyar ton (Brazil), 720 juta ton (China),7,4 milyar ton (Guinea), 700 juta ton (Guyana),770 juta ton (India), 2 milyar ton (Jamaika), 200juta ton (Rusia), 680 juta ton (Suriname), 20 jutaton (USA), 320 juta ton (Venezuela), Negara lainnya4,1 milyar ton, sehingga total cadangan duniasebesar 24 milyar ton (Wikipedia, 2007b).Sedangkan jumlah cadangan bauksit di Indone-sia sendiri sebesar 907.843.757 ton (terukur) yangtersebar di kepulauan Riau dan Kalimantan Barat,cadangan tereka.sebesar 3.100.000 ton (Bangka),dan cadangan hipotetik sebesar 13.500.000 ton(Bangka). (Husaini dan Wijayanti, 2002). Carapenambangan yang diterapkan di berbagai belahandunia umumnya dengan sistem tambang terbuka(80%) dengan kapasitas produksi >100 juta tonbauksit tiap tahun, sisanya yang 20% dengantambang bawah tanah sampai kedalaman 70 mdibawah permukaan tanah. Hasil tambang tersebutselanjutnya diproses menjadi alumina berdekatandengan lokasi penambangan, atau dikapalkan kepabrik peleburan ke berbagai negara di dunia.Sebelum diekstraksi menjadi alumina, bauksit daritambang terlebih dahulu ditingkatkan kadarnya.Peningkatan mutu (uggrading) bauksit yang dapatdilakukan tergantung dari karakteristik bauksitnya,beberapa di antaranya adalah cara washing &scrubbing, pengayakan/klasifikasi, pemisahandengan magnetik dan media berat serta flotasi.Alumina yang diperoleh dari proses Bayer, kemudiandibuat menjadi logam aluminium melalui proseselektrolisis Hall-Heroult. Berdasarkan data rata-rata di dunia, sekitar 4-5 ton bauksit dibutuhkan

untuk memproduksi 2 ton alumina atau 1 ton sebagailogam aluminium. Di Eropa sendiri biasanyamenkonsumsi bauksit rata-rata 4,1 ton untukmemghasilkan 1 ton logam aluminium (Anonim,2009d). Sekitar 95% bauksit dunia diolah menjadialumina atau logam alumunium (Anonim, 2009c),sisanya dimanfaatkan untuk pembuatan bahankimia, antara lain koagulan (alum, PAC, dan AlCl3).

2. METODOLOGI

Untuk menyusun makalah ini, metodologi yangdigunakan adalah dengan cara melakukan surveiliteratur dari berbagai sumber antara lain hasilpenelitian yang terkait dengan tema makalah baikdi perpustakaan, internet, maupun hasil penelitianyang dilakukan sendiri. Kemudian dari data yangterkumpul dilakukan evaluasi dan pembahasanyang akhirnya sampai kepada kesimpulan.

3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN DANPEMANFAATAN BAUKSIT

3.1. Proses Peningkatan Mutu

Ada beberapa cara yang sudah umum diterapkandalam peningkatan kadar bauksit, beberapa diantaranya yang akan dibahas disini adalah scrub-bing dan screening, pemisahan dengan magnetik,pemisahan dengan media berat, dan flotasi.

3.1.1 Scrubbing dan screening

Proses scrubbing yang dikombinasikan denganpencucian dan pengayakan untuk meningkatkankadar alumina dalam bauksit merupakan carayang sederhana dan cukup efektif yang sudahditerapkan secara komersial. Cara ini relatif baikuntuk meningkatkan kadar alumina, mengingatbauksit dari tambang memiliki ukuran butir yangbervariasi dan tiap fraksi ukuran memilikikomposisi kimia yang berbeda-beda. Berdasarkandata hasil karakterisasi, bijih bauksit berukuranmakin halus mutunya semakin rendah (kandunganpengotor semakin tinggi). Umumnya bauksitberukuran di bawah 2 mm, kadar aluminanya relatifrendah dan kandungan pengotornya relative tinggi,oleh karena itu produk hasil scrubbing danpencucian yang diambil adalah fraksi ukuran diatas 2 mm. Dari percobaan yang telah dilakukan,diperoleh data bahwa bijih bauksit asal Kijang yangsemula memiliki kandungan Al2O3 antara 40,50-48,36 %, setelah melalui scrubbing –screening

99Pengolahan dan Pemanfaatan Bauksit, Husaini

yang didahului peremukan diperoleh produkdengan kadar Al2O3 antara 50,53-53,67%(persayatan bahan baku untuk proses Bayeradalah di atas 51% Al2O3, maksimum 3% silicareaktif dan maksimum 7% Fe2O3). Perolehan alu-mina yang didapat dari proses scrubbing tersebutberkisar 82,78-89,66% dan rasio konsentrasi78,42-84,8% (Husaini dkk., 2007). Di India, prosesbenefisiasi untuk peningkatan kadar alumina dalambauksit juga dilakukan dengan cara peremukanyang dilanjutkan dengan pengayakan cara keringuntuk menurunkan kandungan silikanya (Nandi,2004). Cara lain untuk mendapatkan kadar bauksityang memenuhi syarat dan konsisten adalahdengan mencampurkan (blending) bauksit kadarrendah yang sudah diolah dengan yang kadarnyalebih tinggi (Anonim, 2007a).

3.1.2 Pemisahan dengan magnetik

Mineral-mineral bersifat magnetik seperti besioksida yang terkandung dalam bijih bauksitataupun tailing hasil ekstraksi bijih bauksit dapatdipisahkan dengan pemisah magnetik (magneticseparator). Salah satu mineral yang memilikikomponen oksida besi adalah tailing hasil pencucianbauksit Pulau Kijang yang besarnya berkisarantara 9,93 - 16,05%. Dari uji coba yang telahdilakukan terhadap tailing bijih bauksit (komposisikimia 48,98 % Al2O3 dan 11,49 % Fe2O3), yangsebelumnya dipanaskan pada suhu 450oC,setelah dilewatkan pemisah magnetik pada kondisi5 Am-1, telah dihasilkan produk non magnetik (70%berat) dengan kadar Al2O3 53,8 % dan Fe2O3 9,14%; ini berarti terjadi peningkatan kadar Al2O3sebesar 4,82% dan penurunan kadar Fe2O3 sebesar2,35%. Sedangkan untuk tailing bauksit berkadarAl2O3 42,25 % dan Fe2O315 %, dengan kondisipemisahan yang sama dihasilkan produk nonmagnetik (58 % berat) dengan kadar Al2O3 57,7 %.dan Fe2O3 9,41 % (Husaini dan Wijayanti, 2002).

Teknik pemisahan dengan magnetik ini telahdilakukan juga oleh Jamieson dkk. (2006) terhadapmineral red mud yang dihasilkan dari ekstraksibijih bauksit dengan soda kostik pada kondisiintensitas rendah dan intensitas tinggi cara basah.Salah satu produknya berupa material magnetik(besi oksida) yang memiliki kadar Fe 40%,sementara produk kedua berupa material nonmagnetik yang mengandung silika yang tiggi (93%SiO2) yang pemanfaatannya sangat sesuai untukkonstruksi beton. Produk yang ketiga terdiri daricampuran besi dan silika yang umumnya cocokuntuk material pengisi. Penerapan teknologi

pemisahan secara magnetik tersebut memilikipotensi untuk dikembangkan dalam mengatasipermasalahan penumpukan red mud yang dihasilkanyang besarnya berkisar antara 40-50%) dari beratbijih bauksit yang diolah melalui proses Bayer.

3.1.3 Pemisahan dengan media berat

Prinsip pemisahan dengan media berat adalahdengan memanfaatkan perbedaan berat jenis min-eral-mineral yang akan dipisahkan. Mineral yanglebih rendah berat jenisnya daripada berat jenismedia berat (heavy liquid) akan terapung,sebaliknya mineral yang lebih besar berat jenisnyaakan tenggelam. Dalam hal ini mineral besi(hematit) memiliki berat jenis sekitar 7, bauksit2,65 dan media berat (bromoform 2,89 danpengencer karbon tetra klorida 1,59). Dengandemikian hematit akan tenggelam karena beratjenisnya lebih tinggi dari berat jenis bromoform,sedangkan bauksit yang berat jenisnya lebihrendah dari berat jenis bromoform akan mengapung,sehingga kadar alumina dalam bauksit yangmengapung meningkat. Dari data hasil poercobaandengan menggunakan bauksit berukuran -100+200mkesh dan waktu pengendapan 20 menitmenunjukkan adanya peningkatan kadar Al2O3 danpenurunan kadar Fe2O3 dibandingkan dengankeadaan kadar awalnya. Sebagai contoh, denganmenggunakan bromoform dengan berat jenis 2,59,produk terapung memiliki kadar Al2O3 sebesar55,18 % dan kadar Fe2O3 7.97 %, sedangkanbagian yang tenggelam memiliki kadar Al2O3sebesar 12.34 % dan kadar Fe2O3 30.12 %. Jadikualitas (bauksit) setelah dipisahkan lebih baikdibandingkan sebelum dipisahkan yangmempunyai komposisi kimia awal Al2O3 48 % danFe2O3 15 % (Husaini dan Soenara, 2003).

3.1.4 Flotasi

Flotasi merupakan salah satu cara pemisahanyang memanfaatkan perbedaan sifat kimia-fisikapermukaan dari berbagai macam partikel mineral.Perbedaan sifat permukaan suatu mineral denganmineral lainnya dapat terbentuk denganmenambahkan zat aktif permukaan (kolektor).Bahan kimia lainnya yang digunakan adalahpembusa (frother), dan regulator (activator, de-pressant, pengatur pH). Mineral yang terlapisikolektor akan bersifat hidrofobik (suka udara)sehingga mudah menempel pada gelembung udaradan dapat diapungkan. Penggunaan pembusaadalah untuk menstabilkan gelembung udarasupaya tidak mudah pecah. Sedangkan depres-

100 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

sant berfungsi untuk menekan agar mineral yangtidak diinginkan tidak ikut mengapung. Kalau yangdiapungkan mineral yang tidak dikehendakiprosesnya disebut flotasi balik (reverse flotation).

Massola dkk. (2008) telah melakukan penelitianyang inovatif mengenai peningkatan kadar gibsitdengan cara flotasi balik yang menghasilkkanbauksit jenis metalurgi. Bahan yang diflotasiberupa tailing hasil proses scrubbing dandesliming yang kandungan kuarsanya relatif tinggi.Kanji (starch) digunakan sebagai depressant danether-amine sebagai kolektor kationik. Hasilpercobaan skala pilot pada kondisi pH optimumsekitar 10 menghasilkan konsentrat mutumetalurgi dengan kadar alumina 42,3% dan ratioalumina/silika sebesar 11,1. Konsentrat bauksityang mengandung mineral gibsit, besi, dan titan,selanjutnya ditingkatkan lagi kadarnya melaluipemisahan secara magnetik menghasilkan kadaralumina 54%, ratio alumina/silika 12,6 dan totalperolehan alumina dalam konsentrat akhir (produknon-magnetik) sebesar 69,3%. Hasil penelitianlainnya (Liuyin Xia, dkk., 2009) menunjukkanbahwa penggunaan kolektor kationik (zat aktifpermukaan) jenis butane-á,ù-bis (dimethyldodeculammonium bromide) dalam flotasi baliktelah berhasil memisahkan mineral mineral kaolinit,piropilit dan ilit dari bauksit jenis diaspore. Kolektorjenis dimer tersebut menunjukkan daya pengumpulyang lebih baik dibandingkan kolektor jenismonomernya. Lebih dari itu, daya apung terhadapkaolin lebih baik daripada ilit dan piropilit dalamselang pH tertentu. Bila ditambahkan depressantkanji (corn starch), pemisahan cara flotasi terhadapbeberapa mineral pengotor yang terkandung dalambauksit (diaspore) yang dilakukan pada pH antara9-10 menghasilkan seletifitas yang signifikanterhadap ilit, piropilit dan kaolinit. Konsentrat yangdihasilkan dari percobaan skala bench scalememiliki ratio Al/Si sebesar 9,72 dan perolehanAl sebesar 81,25%.

Pengaruh gugus kationik dari kolektor rantai karbon12 (12-carbon chain collectors) telah diteliti olehHong Zhong, dkk. (2008) untuk memisahkan mine-ral kaolinit, piropilit dan ilit dari diaspore. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pemisahan di-aspore dari mineral-mineral alumino silikat denganmenggunakan kolektor kation dodecylamine chlo-ride (DDAC), dodecyl trimethyl ammonium chlo-ride (DTAC) atau dodecylguanidine sulfate (DDGS)adalah layak pada kondisi alkalin kuat. Ketiga jeniskolektor tersebut menunjukkan selektifitas yangtinggi terhadap diaspore, dan DDGS merupakan

kolektor terbaik dibandingkan dengan DDAC danDTAC dalam memisahkan mineral alumino silikat.Flotasi balik juga berhasil dilakukan untukmemisahkan kaolinit dari diaspore denganmenggunakan kolektor dodecylamine (DDA) dandepressant cationic polyacrylamide (CPAM) padapH 5.5–8.5 (Guangyi Liu, 2007). Penyerapan CPAMpada seluruh permukaan kristal diaspore mencegahspesi kation DDA untuk terserap pada permukaandiaspore, sehingga diaspore dapat ditekan (tidakikut mengapung). Kemampuan adsorpsi grup kationCPAM pada permukaan kaolinit yang bermuatannegatif diperlemah oleh induksi dan efek steriksenyawa metil dalam gugus CH2N+(CH3)3 yangmembuat CPAM memiliki pengaruh yang kurangsignifikan pada adsorpsi DDA pada permukaankaolinit. Penelitian sejenis mengenai peningkatankandungan diaspore dengan flotasi balik untukmemisahkan mineral pengotor juga dilakukan olehZhenghe Xu (2004). Penelitian mengenai penggunaankolektor-kolektor yang efektif untuk pemisahanmineral pengotor (lempung) dan depressant untukmenekan diaspore asal China juga telah dilakukan.Hal ini dilakukan agar bauksit yang sebelumnyamengandung alumina yang rendah dapatditingkatkan kadarnya sampai memenuhi syaratsebagai bahan baku untuk proses Bayer. Hasilpenelitian yang didapat menunjukkan peningkatanratio alumina/silika dari <6 menjadi >10.

3.2. Pembuatan Alumina Hidrat/Alumina

Alumina (Al2O3) adalah material halus berwarnaputih mirip dengan garam (Anonim, 2007). Aluminadapat diperoleh dari ekstraksi bauksit dengan sodakostik. Ekstraksi bauksit secara komersialpertama kali dilakukan oleh Sainte-Claire Devilledi Perancis tahun 1865, tetapi cara ini tidakdigunakan lagi setelah ditemukan proses baru(Bayer) oleh ahli kimia Austria tahun 1887. Totalproduksi alumina dunia sebesar 40 juta ton padatahun 1995, seluruhnya dihasilkan denganmemproses bauksit melalui proses Bayer. ProsesBayer merupakan cara yang paling ekonomis yangmemanfaatkan reaksi antara alumuniumtrihidroksida dan aluminium oksida dengan sodakostik membentuk sodium aluminat. Reaksikesetimbangan mengarah ke kanan denganmeningkatnya konsentrasi soda kostik dan suhu.Operasi berikut dilakukan secara berurutan yaitu(1) pelarutan alumina pada suhu tinggi, (2)pemisahan dan pencucian pengotor yang tidaklarut (red mud) untuk mendapatkan alumina terlarutdan soda kostik, (3) hidrolisis parsial larutan sodiumaluminat pada suhu rendah untuk mengendapkan

101Pengolahan dan Pemanfaatan Bauksit, Husaini

alumunium trihidrat, (4) regenerasi larutan untukdidaur ulang ke tahap (1) dengan penguapan air yangdimasukkan saat pencucian, dan (5) mengubahtrihidroksida menjadi alumina anhidrat melaluikalsinasi pada suhu 1450 oK (Anonim, 2009a).

3.3. Pembuatan Logam Aluminium

Bila alumina (Al2O3) yang diperoleh dari prosesBayer tersebut dipanaskan lebih lanjut sampaisuhu 1000 °C dengan bantuan bahan pelebur (cryo-lite - Na3AlF6), maka alumina akan meleleh dantereduksi menjadi logam aluminium yang dikenalsebagai proses Hall-Héroult. Cryolite sintetikumumnya dibuat dari asam florida dan sodiumaluminat (hasil proses Bayer) dengan persamaanreaksi sbb (Anonim, 2009a) :

6 HF + 3 NaAlO2 Na3AlF6 + 3 H2O, atau denganmereaksikan asam florida dengan soda kostik danalumina dengan reaksi sbb :

12 HF + 6 NaOH + Al2O3 2 Na3AlF6 + 9 H2O

Gas asam florida umumnya dibuat dari acid-gradfluorspar dan asam sulfat dengan reaksi sbb :

CaF2 + H2SO4 2 HF + CaSO4

Pada proses elektrolisis ini oksigen yang terikatpada alumina bereaksi dengan elektroda karbonmenghasilkan gas karbon dioksida dan logam alu-minium. Setiap ton aluminium membutuhkan 0,4-0,5 ton anoda karbon. Proses ini mengkonsumsienergi sangat tinggi. Secara umum sekitar 1 tonalumina dapat dihasilkan dari 2 ton bauksit.Lelehan aluminium selanjutnya dicetak menjadiingots, bars, rolled into sheets, plates, foil, ataurod. Produk antara ini kemudian dibentuk di pabrikpemrosesan yang mengubah aluminum menjadiproduk akhir (consumer products).

3.4. Pembuatan Koagulan

3.4.1 Dari bauksit (asli/bauksit tercuci/tailing)

Semua mineral yang mengandung unsur aluminiumtermasuk bauksit dapat digunakan untukpembuatan koagulan (alum, PAC dll). Dalampembuatan koagulan ini ada beberapa parameteryang berpengaruh di antaranya adalah konsentrasiasam, waktu pelarutan, nisbah padatan denganlarutan, suhu pelarutan, dan ukuran butir bauksit.Penelitian yang telah dilakukan oleh Acquah, dkk.

(1999) menghasilkan kondisi optimum sebagaiberikut: ukuran partikel 7+14 mesh, waktu 6 jam,nisbah asam 1:4, suhu 100°C, nisbah padatandengan larutan 1:12. Pada kondisi optimum ini ratioalumina yang didapat sebesar 34,8 (untuk alumkomersial rationya 34-35) dan bauksit dengankadar A12O3 62.3% dan Fe2O3 3% adalah cocokuntuk pembuatan alaum. (Acquah, dkk, 1999).

Penelitian pembuatan alum dari bauksit berukuran-100 mesh dengan menggunakan asam sulfatkonsentrasi (30-40 %) di dalam reaktorberpengaduk pada suhu 100oC dan lamapengadukan sekitar 60 menit juga telah dilakukanoleh Husaini (2007). Dua jenis bauksit Kijangdengan komposisi Al2O3 42,25 %, Fe2O3 15,00% dan Al2O3 48,98 %, Fe2O3 11,49 % digunakanuntuk uji coba tersebut. Reaksi kimia yang terjadiadalah sebagai berikut:

Al2O3 + 3H2SO4 Al2 (SO4) 3 + 3H2OFe2O3 + 3H2SO4 Fe2 (SO4) 3 + 3H2O

Hasil ekstraksi ini berupa lumpur yangmengandung larutan aluminium sulfat yang masihbercampur dengan senyawa besi dan residu yangtidak larut. Larutan yang sudah dipisahkan dariresidunya, kemudian direduksi dengan logam Alsambil dipanaskan sampai terjadi perubahanwarna dari coklat menjadi hijau muda dengandensitas tertentu (1.5 g/ml). Larutan hasil reduksiselanjutnya ditambah amonia (kadar 21 %)menghasilkan kristal berupa garam rangkap[Al2(SO4)3 (NH4)2SO4xH2O] dengan kadar Al2O3antara 11-14 %. Kristal yang terbentuk dipisahkandari filtrat yang masih tersisa. Selain itu telahdibuat juga tawas butek [Al2(SO4)3. x H2O]setelah besi dalam larutan diturunkan terlebihdahulu dengan penambahan larutan Na2S. Hasilpelarutan bauksit dengan asam sulfat mencapaipersen ekstraksi Al2O3 dan Fe2O3 tertinggimasing-masing sekitar 99 % dan 65 % pada ukuranbutiran 87,04% lolos100 mesh, konsentrasi asam40 %, lama pelarutan 1 jam, dan suhu 100oC.Produk tawas butek yang dihasilkan mempunyaikadar Al2O3 9,49-12,55 % dan Fe2O3 2-2,4 %.Sedangan tawas bening yang dihasilkanmempunyai kadar Al2O3 9,92-11,53 % dan Fe2O30,5-2,71 %.

3.4.2 Dari alumina hidrat

Alumina hidrat [Al (OH)3] dapat dibuat menjaditawas [Al2(SO4)3] maupun poly aluminium chlo-ride (PAC). Pembuatan tawas dari alumina hidrat

102 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

ini prosesnya sederhana yaitu dengan melarutkanalumina hidrat dengan asam sulfat pada suhu 100°Csampai larut sempurna, tanpa proses penyaringan,karena tidak dihasilkan residu sebagaimana yangdiperlihatkan dalam pelarutan bauksit. Persamaanreaksi kimia yang terjadi adalah sbb :

2Al (OH)3 + 3H2SO4 Al2 (SO4) 3 + 6H2O

Proses pemanasan larutan dilanjutkan untukmenguapkan air sampai berat jenis tertentu,kemudian didinginkan sampai mengkristal. Kadaralumina dalam tawas tergantung pada kadar airyang terkandung, semakin rendah kadar airkristalnya, maka semakin tinggi kandunganaluminanya. Sedangkan dalam pembuatan PAC,alumina hidrat direaksikan dengan asam kloridadan asam sulfat sampai alumina hidrat larutsempurna. Kemudian ke dalam campuranditambahkan kapur untuk menurunkan pH sampai4, dilanjutkan dengan penyaringan. Larutan jernihhasil penyaringan ini merupakan PAC cair yangspesifikasinya adalah sbb: 12% Al2O3, 9% Cl,1,35% SO4. Bila diinginkan produk berupa bubuk,maka PAC cair dikeringkan dengan menggunakanspray drier pada suhu tertentu.

4. PENGGUNAAN BAHAN BERBASISALUMINA

4.1. Bauksit Asli/Bauksit Tercuci

Secara tradisional, bauksit digunakan untukpembuatan Blast Furnaces, Iron/Steel Ladles,Torpedo Cars, Electric Arc furnaces, Tundishes,Soaking Pits, Reheat/Soaking Pits, Open Hearth,Cement, dan Aluminum. Bauksit dapat digunakanuntuk pembuatan berbagai jenis bahan kimiaantara lain alumina hidrat, alumina, tawas, ferosulfat, besi klorida, semen, dan refraktori.

4.2. Alumina Hidrat

Alumina hidrat dapat digunakan untuk pembuatanberbagai jenis bahan kimia antara lain tawas, polialuminium klorida (PAC), dan poli aluminium silikatsulfat (PASS), AlCl3, zeolit sintetik, bahan abrasif,semen, refraktori.

4.3. Alumina

Alumina merupakan produk komoditas yang dapatdigunakan antara lain untuk (Steven dkk., 1998,Anonim 2007a):

Bahan baku proses elektrolisis Hall-Heroultuntuk memproduksi logam AlPembuatan bahan kimia tertentu seperti :busi(spark plugs), penghambat kebakaran (fireretardant), marmer sintetik, katalis, pasta gigi,alum, aluminium fllorida, keramik, ampelas(abrasive) dan refraktori.

Penemuan produk khusus yaitu alumina aktif yangdigunakan untuk menghilangkan kontaminan dariproses pengilangan minyak, pabrik petro kimia,dan proses pengolahan gas alam. Alcoamelaporkan penemuan bubuk alumina spesialuntuk sistem pembuangan otomatis (auto exhaustsystem) dan ampelas halus (fine abrasives). Alu-mina dapat juga dijadikan bahan kimia (aluminiumsulfat, aluminium klorida), dan logam aluminium(Patricia, 2009).

Komposisi tipikal alumina (Steven dkk., 1998)adalah 99.3-99.7% Al2O3 (by diff.), 0.30-0.50%Na2O, 0.005-0.025% SiO2, <0.005-0.040% CaO,0.005-0.020% Fe2O3, 0.001-0.008% TiO2, <0.001-0.010% ZnO, <0.0001-0.0015% P2O5, <0.005-0.015% Ga2O3, <0.001-0.003% V2O5, < 0.05-0.20% SO3.

4.4. Logam Aluminium

Aluminium merupakan salah satu logam yangsangat penting dan digunakan secara luas di sektortransportasi, konstruksi, pengepakan, dan listrik(Anonim, 2009b):

Di sektor transport, aluminium digunakandalam kendaraan bermotor (blok mesin,kepala silinder, rumah tranmisi, dan panelbodi), truk dan bus (lembaran dan plat untukbodi), rel kereta api, dan pesawat terbang.

Di sektor konstruksi, aluminium digunakandalam bentuk produk lembaran untuk atap dandinding, jendela dan pintu dan dicetak menjadiperalatan keras (builders’ hardware).

Di sektor pengepakan, aluminium digunakandalam bentuk lembaran paduan untuk kalengminuman, lembaran untuk keperluan rumahtangga dan pembungkus komersial, untukmembuat produk pengepak seperti kartonuntuk jus buah-buahan dan obat-obatan.

Di sektor listrik, aluminium digunakan dalambentuk kawat yang diperkuat dengan bajamembentuk kabel listrik.

103Pengolahan dan Pemanfaatan Bauksit, Husaini

5. KESIMPULAN

Potensi cadangan bauksit di Indonesia relatifbesar, tersebar di Kijang (Riau), dan Tayan(Kalimantan Barat) yang jumlahnya tidak kurangdari 900 juta ton. Proses peningkatan kadar yangdapat digunakan ada beberapa macam antara lainscrubbing, pemisahan dengan magnetik dan me-dia berat serta flotasi. Pemilihan cara pengolahantersebut tergantung pada karakteristik (diantaranya kandungan mineral pengotor) bijihbauksit yang diolah, namun yang sudahditerapkan di Indonesia sampai saat ini hanyadengan cara pencucian dan scrubbing diikutipengayakan dengan ukuran produk + 2 mm.Bauksit tercuci dapat dikonversi menjadi aluminamelalui proses Bayer dan bila diolah lebih lanjutdengan cara elektrolisis menghasilkan logam alu-minium yang dapat dimanfaatkan untuk berbagaikeperluan di antaranya di sektor transportasi,konstruksi, pengepakan, dan listrik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007a, Alumina Process, http://www.qal.com.au/, diakses 30 April 2007

Anonim, 2007b, Bauxite – Wikipedia, the freeencyclopedia, htm, diakses 30 April 2007

Anonim, 2009a, Aluminium, http:/ /www.mtm.kuleuven.ac.be/Educat ion/N o n M a t I r C o u r s e s / M a t / 5 -c%20aluminium.doc., diakses 17 Juni 2009

Anonim, 2009b, Alumina, aluminium and bauxite,diakses 17 Juni 2009

Anonim, 2009c, Bauxite Mineral, Bauxite Informa-tion, Uses of bauxite, bauxite Supplier, htm,diakses 17 Juni 2009

Anonim, 2009d,The European Aluminium Asso-ciation, http://www.azon.com/suppliers asp?,diakses 17 Juni 2009

Acquah F., Mensah B., Obeng Y., 2008, Produc-tion of Alum From Awaso Bauxite, Institute ofIndustrial Research,CSIR,Accra, Ghana, http://home.att.net/africantech/GhIE/Awaso 1.htm,published in the Ghana Engineer, May 1999.

Guangyi Liu, Hong Zhong, Yuehua Hu, ShengguiZhao and Liuyin Xia, 2007, The role of cat-

ionic polyacrylamide in the reverse flotation ofdiasporic bauxite, School of Chemistry andChemical Engineering, Central South Univer-sity, Changsha 410083, PR China, School ofMinerals Processing and Bioengineering, Cen-tral South University, Changsha 410083, PRChina.

Husaini dan Trisna Soenara, 2003, PenguranganKadar Besi Dalam Bauksit P. Kijang DenganCara Pemisahan Menggunakan Media Berat(Heavy Media Separation), PuslitbangTeknologi Mineral dan Batubara, Balitbangenergi dan sumberdaya mineral.

Husaini dan Wijayanti, R., 2002, PeningkatanKualitas Bauksit dari Pulau Kijang denganMagnetik Separator Cara Basah, PusatPenelitian dan Pengembangan Teknologi Min-eral dan Batubara.

Husaini, 2007, Penelitian Pendahuluan PembuatanTawas dari Bauksit Kijang, Bahan GalianIndustri, Pusat Penelitian dan PengembanganTeknologi Mineral.

Husaini dkk., 2007, Peningkatan Kadar BijihBauksit Kijang Dan Tayan Dengan MetodeScrubbing , Laporan Kegiatan ProyekKelompok Program Teknologi PengolahanMineral, Pusltbang tekMIRA Jl. Jend. SudirmanNo. 623 Bandung.

Hong Zhong, Guangyi Liu, Liuyin Xia, Yiping Lu,Yuehua Hu, Shenggui Zhao and Xinyang Yu,2008, Flotation separation of diaspore fromkaolinite, pyrophyllite and illite using three cat-ionic collectors, Institute of Chemistry andChemical Engineering, Central South Univer-sity, Changsha 410083, China, Institute ofMinerals Processing and Bioengineering, Cen-tral South University, Changsha 410083,China.

Jamieson, E. A. Jones, D. Cooling and N. Stock-ton, 2006, Magnetic separation of Red Sandto produce value, Alcoa World Alumina, Tech-nology Delivery Group, P.O. Box 161,Kwinana, WA 6966, Australia, Curtin Univer-sity of Technology, Perth, WA, Australia.

Liuyin Xia, Hong Zhong, Guangyi Liu, ZhiqiangHuang and Qingwei Chang, 2009, Flotationseparation of the aluminosilicates from di-aspore by a Gemini cationic collector, School

104 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

of Chemistry and Chemical Engineering, Cen-tral South University, Changsha, 410083, PRChina, bSchool of Chemical Engineering andTechnology, Tianjin University, Tianjin 300072,PR China.

Massola, C.P., Chaves, A.P., Lima, J.R.B. andAndrade, C.F., 2008, Separation of silica frombauxite via froth flotation, aDepartment of Min-ing and Petroleum Engineering–EscolaPolitécnica, USP, 2373, Prof. Mello MoraesAv. 05508-900 SP, Brazil, Companhia Brasileirade Alumínio, Miraí Department, FazendaChorona, Miraí 36790-000, MG, Brazil.

Nandi, A. K., 2004, Present Status Of Bauxite-Alumina Industry Of India, Minerals and Met-als Division, MFC Commodities India 104-B,Suraksha Apartments, 16, Hindustan Colony,

Amravati Road Nagpur-440033; INDIA.

Patricia A. Plunkert, 2009, Bauxite And Alumina,http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/com-modity/bauxite/090495.pdf.

Steven F. McGrath and Lawrence C. Farrar, 1998,Sonochemical Technology for ProcessingBauxite, http://doc.tms.org/ezMerchant/prodtms.nsf/ProductLookupItemID/JOM-9805-34/$FILE/JOM-9805-34F.pdf?OpenElement,diakses Juni 2009.

Zhenghe Xu, Verne Plitt and Qi Liu, 2004, Recentadvances in reverse flotation of diasporic ores––A Chinese experience, Department of Chemi-cal and Materials Engineering, University ofAlberta, 536 Chemical-Mineral EngineeringBuilding, Edmonton, Alta., Canada T6G 2G6.

PRESENTASI MAKALAHPARALEL III

105Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan ... M. Lutfi dan Retno Damayanti

KARAKTERISASI MERKURI DALAM SEDIMEN DANAIR PADA PENGOLAHAN TAILING AMALGAMASI DI

KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS RAKYATSECARA SIANIDASI

(STUDI KASUS KUD PERINTIS, DAERAH TANOYAN SELATAN)

M. Lutfi dan Retno DamayantiPsat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. (022) 6030843 Faks. (022) 6003373

e-mail : [email protected], [email protected]

SARI

Pengolahan bijih emas pada pertambangan emas rakyat umumnya dilakukan dengan prosesamalgamasi menggunakan merkuri (Hg). Kurangnya pengetahuan dan keterampilan para penambangemas rakyat menyebabkan limbah tailing dari bijih emas berbentuk halus yang masih mengandungemas dan bulir Hg langsung dibuang ke perairan, sehingga produk yang dihasilkan sangat rendah dandapat menimbulkan pencemaran yang tinggi.

Di Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara, tambang emasskala kecil yang dikelola KUD Perintis mengalihkan proses pengolahan emas dari secara amalgamasicara sianidasi untuk meningkatkan perolehan bijihnya. Pada saat ini, proses yang berlangsungmerupakan gabungan dari proses amalgamasi dan sianidasi, yakni mengolah tailing yang berasal dariproses amalgamasi dengan cara sianidasi.

Dampak negatif kegiatan pengolahan tailing amalgamasi dengan cara sianidasi diamati melalui kondisikualitas perairan dan sedimen disekitar lokasi pengolahannya. Konsentrasi Hg di air berkisar antara(0,01 - 0,034 mg/L) pada semua lokasi penelitian yakni di daerah hulu, outlet pengolahan, dan hilir.Kondisi ini telah melewati baku mutu yang diperbolehkan dalam (Peraturan Pemerintah Nomor 82Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II dan KEP-202/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kegiatan Pengolahan Bijih Emas dan/atau Tembaga.Konsentrasi Hg pada sedimen yang berkisar pada 0,17 - 0,20 ppm di semua lokasi penelitian belummelewati ambang batas aman terhadap racun yang ada (sesuai Washington state Sediment, WAC172 – 204 – 320). Tetapi kadar merkuri di sedimen itu dapat meningkat seiring turunnya merkuri di airke dasar sungai.

Kata kunci : pertambangan rakyat, amalgamasi, merkuri, tailing, pertambangan emas rakyat

106 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pembangunan nasional yangberwawasan lingkungan adalah terciptanyakeserasian hubungan antara manusia denganlingkungan alam sekitarnya dengan carapembangunan yang berkelanjutan. Dalam laporanKomisi Sedunia tentang Lingkungan danPembangunan (WCED, 1987) pembangunanberkelanjutan didefinisikan sebagai “pembangunanyang mengusahakan dipenuhinya kebutuhansekarang tanpa mengurangi kemampuan generasiyang akan datang untuk memenuhi kebutuhanmereka” (www.fathom.com). Oleh karenanyapengelolaan bahan galian harus diupayakansecara optimal sesuai denganazas konservasi danberwawasan lingkungan dengan menekan dampaknegatif yang ditimbulkan seminimal mungkin.

Usaha pertambangan oleh sebagian masyarakatsering dianggap sebagai penyebab kerusakan danpencemaran lingkungan. Sebagai contoh, padakegiatan usaha pertambangan emas skala kecil,pengolahan bijih emas dilakukan melalui prosesamalgamasi dengan merkuri (Hg) sebagai mediauntuk mengikat emas. Merkuri (Hg) yang dipakaidalam pengolahan ini termasuk dalam kategori B3(Rachmat Yusuf, 2004).

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan parapenambang, menyebabkan limbah yang berupaampas pengolahan (tailing) yang dihasilkan masihmengandung emas dan butir-butir Hg yangbiasanya langsung dibuang ke perairan. Sebagaiakibatnya, perolehan hasil akhir (produk) yangdidapat sangat rendah. Berdasarkan kenyataantersebut, tambang rakyat di Sulawesi Utaramengubah sistem pengolahannya denganmenggunakan proses sianidasi baik untukmengolah bijihnya ataupun ampas pengolahannyayang masih mengandung emas. Proses sianidasiuntuk tai l ing pengolahan dipakai untukmeningkatkan perolehan produknya. Namunproses sianidasi ini, menimbulkan juga dampaknegatif karena tail ing amalgamasi masihmengandung merkuri dan logan ikutan lainnya,seperti Cu, Pb, Zn. Adanya interaksi ion Hg denganCN akan mempermudah kelarutan, penyebarandan termetilasi (pembentukan metil-Hg), sehinggadiperkirakan bahaya yang ditimbulkan akan lebihtinggi. Secara umum proses sianidasi padapengolahan bijih emas pada pertambangan emasrakyat dilakukan pada kondisi basa. Meskipunsebagian besar sianida dalam proses pengolahanini dapat dimanfaatkan kembali, air larian daripenyaringan kompleks emas sianida masih tetapmengandung senyawa beracun ini meski dalam

ABSTRACT

Artisanal gold mine generally proceeds in amalgamation process. Due to the lack of skill and knowladge,miners usually dispose tailing that contains gold and mercury directly to the water. Of course it willproduce low gold recovery and cause high risk in environmental pollution.

At Lolayan in the Bolaang Mongondow district, North Sulawesi, the small scale goldmining whichman-aged by KUD Perintis change gold processing from amalgamation to cyanidation methode to improvegold ore receipt. But sometimes they were combined both of the two methodes by processing theamalgamation tailing with cyanidation methode.

The negative impacts of cyanidation process to the amalgamation tailing was conducted by observethe water quality and its sediment surrounding the processing area. Mercury concentration in waterwas found in the range of 0,01 - 0,034 mg/L. Those happened in almost entire waters from upstreamto downstream. Unfortunately, the mercury concentration has exceeded the standard mentioned inGovernment Regulation No. 82/2001 about Water Quality Assessment and Water Pollution HandlingClass II and in the Decree of Environment Ministry KEP-202/MENLH/2004 about Waste water stan-dard for Gold/Copper Processing. Mercury concentration in the sediment found in the range of 0,17 -0,20 ppm in all sampling location. These are still in the permitted concentration range (based onWashington state Sediment, WAC 172-204-320). But mercury concentration could become increasedas the mercury

Keywords : amalgamation, cyanidation, tailing, gold artisanal mining

107Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan ... M. Lutfi dan Retno Damayanti

jumlah yang relatif sedikit. Pada kegiatan tambangrakyat yang dilakukan di KUD ini, biasanya hasiltailing proses amalgamasi diproses lagi gunameningkatkan perolehan bijih. Tahapan-tahapanproses pengolahan dengan sistem sianidasi dapatdilihat pada Gambar 1.

Setelah proses pelindian selesai, dilakukan denganproses penyaringan (screening) untuk memisahkankarbon aktif yang telah menyerap komplekssianida - emas dan membuang tailingnya. Karbonaktif hasil penyaringan tersebut digarang (roasted)sampai menjadi abu untuk menghilangkansenyawa sianidanya, abu hasil penggaranganditambah boraks dan digarang lagi untukmenghasilkan bulion emas dan perak. Buliontersebut selanjutnya direaksikan dengan aqua re-gia untuk memisahkan emas dan peraknya.

Dampak pemakaian sianida pada kegiatanpengolahan emas di tambang-tambang rakyatdiperkirakan akan lebih serius mengingat senyawa

sianida tersebut mampu melarutkan logam-logamlain yang terdapat di dalam batuannya. Di sampingitu apabila kreativitas rakyat dalam mengkom-binasikan proses amalgamasi dan sianidasi tidakdapat terkontrol diperkirakan akan terjadi pulapeningkatan dalam jumlah merkuri yang ikutterlarutkan.

Penelitian ini hendak melihat karakteristik merkuriyang berasal dari tailing amalgamasi yang diolahdengan cara sianidasi. Disamping itu akan diamatipula kandungan logam-logam berat lain yangterdapat dalam batuan pembawa bijihnya sertakarakteristik sedimen pada kolam pengendapanpada proses sianidasi. Berbeda dengankontaminasi yang umumnya terjadi di lingkungan,penurunan kuali tas air permukaan yangdisebabkan oleh adanya logam-logam beratterlarut akibat proses sianidasi merupakan param-eter yang akan dominan diamati. Parameter CNtotal yang berasal dari perairan dan kolampengendapan akan ditentukan pula.

 Settling Pond

(kolam pengendap)

Roasting

(penggarangan)

Roasting(penggarangan)

Tailing Amalgamasi

Tanki Penampungancrusher,stamp mill,  ball mill

Tanki Reaktor Sianidasi

Screen(penyaring)

Tailing

Reaksi yang terjadi:2 Au + 4 NaCN + 1/2 O + H O 2 NaAu(CN) + 2 NaOH

Bullion Emas dan Perak

Larutan NaCN

Karbon Aktif

Kapur

Karbon aktif yang 

menyerap kompleks emas dan sianida

Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan bijih emas sistem sianidasi

108 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

2. METODOLOGI

Lokasi Penelitianterletak di daerah Tanoyan,Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwadaerah ini merupakan salah satu daerah tambangrakyat yang dikelola oleh KUD Perintis yangmengolah bijih emas dan tailing amalgamasidengan proses sianidasi. Lokasi penelitian terletak+ 240 km dari Kota Manado atau 30 km dari KotaKotamobagu (gambar 2).

kan peralatan pH meter (water quality checker),conductivity meter. Parameter kimia lain sepertimerkuri dan logam-logam terlarut ditentukan denganAtomic Absorption Spectrometer.

Metode Pengambilan Conto yang dilakukan,meliputi; conto bijih, ampas, sedimen, air,sedangkan analisis yang digunakan untuk logamberat dengan metode AAS.

Gambar 2. Peta kesampaian daerah

Metodologi yang digunakan dalam penelitian iniadalah dengan survey langsung (Grounded check-ing), yang meliputi pengambilan contoh air dansedimen. Lokasi pengambilan conto air ada di 3tempat, yaitu di hulu pengolahan, lokasi pengolahan,dan hilir pengolahan. Titik-titik lokasi tersebutditampilkan pada gambar 2. Pada lokasi pengolahandilakukan pengambilan contoh di 4 kolampengendapan.

Parameter tertentu seperti pH dan Daya Hantar Listrikditentukan langsung di lapangan dengan mengguna-

Untuk parameter logam, penyimpanan contohdilakukan dalam wadah contoh bervolume 500mLyang terbuat dari plastik. Untuk keperluananalisis laboratorium, volume conto yangdiperlukan adalah sebanyak 100 mL untuk merkuri.Untuk merkuri diberikan penambahan pengawetHNO3 dengan pH <2 yang dapat bertahan hingga6 bulan. dapat membuat contoh bertahan hingga7 hari. Conto yang akan dianalisis disaring terlebihdahulu untuk menghindari suspensi yang terlarut.Penyaringan dibantu dengan pompa vacuum untukmempercepat proses.

109Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan ... M. Lutfi dan Retno Damayanti

Pengambilan conto sedimen dilakukan secaragrab sampling dengan menggunakan sekop padalokasi pengambilan air dan di salah satu muluttambang. Conto yang diambil masing-masing ± 1kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantungplastik berlabel.

Adapun parameter-parameter yang dianalisis dilaboratorium adalah merkuri (Hg) dan logam-logamberat lain seperti Pb, Cu dan Zn.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kualitas Air (Air Sungai)

Kualitas air merupakan hal yang paling pokokdalam kegiatan ini karena air (sungai) merupakantempat bercampurnya faktor-faktor alami denganunsur-unsur pencemar dan air juga merupakanunsur esensial yang dibutuhkan oleh makhlukhidup dalam kehidupan kesehariannya (UNEP,

Gambar 3. Peta lokasi pengambilan contoh

Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan contoh

No. LokasiTitik

LU BT

1 Hulu 124° 15’ 40,22" 0° 36’ 28,47"

2 Pengolahan 124° 15’ 05,27" 0° 36’ 27,83"

3 Hilir 124° 16’ 23,34" 0° 36’ 2,81"

110 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1991). Sehingga dapat dikatakan badan airmerupakan tempat interaksi langsung antara unsurhayati dengan unsur pencemar. Secara alamiahsungai mempunyai kemampuan dalampembersihan diri (self purification) sepanjangbuangan yang diterima sungai tidak melebihikapasitas asimilasi sungai (assimilative capacity).Sementara, dalam kurun waktu cukup lama, unsurmerkuri yang terbuang ke sungai kemungkinandapat menjadi senyawa metil merkuri yangberbahaya melalui proses yang terjadi secaraalamiah.Hasil pengukuran parameter fisik air dilapangan (pH, temperatur, DHL, TDS, dan TSS)dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah.

Analisis laboratorium conto air untuk logam beratditentukan dengan metode spektrofotometri.Kegiatan tersebut digunakan untuk mengetahuiperubahan-perubahan yang telah terjadi di daerahsekitar penambangan khususnya dan daerahTanoyan Selatan, Kecamatan Lolayan sebagaiakibat adanya pertambangan bijih emas dengansebagian besar hasil pengolahan limbahnyadibuang ke anak sungai Onggak. Hasil analisislaboratorium conto air dapat dilihat pada tabeldibawah ini.

Menurut data kualitas air yang diperoleh, diketahuikadar merkuri (Hg) di semua lokasi percontoan

Tabel 2. Parameter fisik contoh air di lokasi pengolahan dan sungai di sekitarnya

No. Lokasi pH TDSSuhu DHL TSS[°C] [µmhos] [mg/L]

1. Air bor dapur 8,34 160 - - 4.82. Kolam pengolahan 1 8,37 500 30,2 852 883. Kolam pengolahan 2 6,35 390 29,3 648 2084. Kolam pengolahan 3 8,56 250 31,4 391,4 7435. Kolam pengolahan 4 2,85 670 31,1 989 108.86. Outlet pengolahan bijih 8,2 210 27,2 312 187. Hulu Sungai Tanoyan 8,34 160 24,8 245,7 -8. Outlet pengolahan keseluruhan 8,12 190 27,3 337 429. Hilir 8,37 180 28,3 267,8 4.8

Tabel 3. Hasil analisis sianida dan logam-logam berat dalam contoh air di lokasi pengolahandan sungai di sekitarnya

No. Lokasi CN Total Hg Pb Cu Zn[mg/L] [mg/L] [mg/L] [mg/L] [mg/L]

1 Air bor dapur* 0,058 0,055 0,110 0,002 0,0732 Kolam pengolahan 1 86,400 0,17 0,068 8,110 0,5503 Kolam pengolahan 2 3,920 0,16 0,073 26,200 0,0554 Kolam pengolahan 3 21,700 0,17 0,110 4,790 0,0335 Kolam pengolahan 4 2,170 0,15 0,170 1,490 0,0806 Outlet pengolahan bijih 16,700 0,20 0,097 3,230 0,0687 Hulu S. Tanoyan** 0,066 0,024 0,089 0,150 0,0488 Outlet pengolahan keseluruhan*** 7,960 0,010 0,083 0,042 0,0309 Hilir S. Tanoyan (Hulu S. Onggak)** 0,019 0,034 0,110 0,0160 0,023

Baku Mutu* 0,1 0,001 0,05 1 5Baku Mutu** 0,02 0,002 0,03 0,02 0,05Baku Mutu *** 0,5 0,005 1 2 5

Catatan:* Peraturan Menteri Kesehatan RI No.: 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Daftar Persyaratan Kualitas Air Minum** Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II*** KEP-202/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Limbah Bagi Kegiatan Pengolahan Bijih Emas dan/atau Tembaga

111Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan ... M. Lutfi dan Retno Damayanti

(hulu dan hilir sungai Tanoyan serta outlet pengolahankeseluruhan) sudah melebihi baku mutu yangditentukan. Bahkan pada daerah hulu, dimanabadan air belum mendapatkan masukan dariproses pengolahan maupun proses penambangan,kadar merkuri pun sudah diatas baku mutu.

Hal ini dapat terjadi karena adanya prosesamalgamasi oleh penambang-penambang lain diluar KUD yang menggunakan merkuri di daerahsungai yang lebih tinggi dan/atau adanya susunanbatuan yang mengandung merkuri (Tabel 4 hasilanalisis batuan asal) di daerah penelitian.

sebelum masuk kolam pengolahan (outletpengolahan bijih) adalah 0,2 mg/L, dan setelahmelewati 4 kolam pengolahan turun hingga 0,01mg/L atau turun sebanyak 0,19 mg/L. Kadarmerkuri di daerah hilir lebih tinggi dibandingkandengan daerah outlet pengolahan menandakanadanya penambahan merkuri yang mungkinberasal dari kegiatan di sekitar sungai tersebutmeskipun pemerintah daerah sudah melakukanberbagai pembatasan.

Kadar sianida yang berada diatas baku mututerdapat di daerah/area pengolahan, hal ini

Tabel 4. Hasil analisis sedimen pada kedalaman 0 – 10 cm dan batuan

No. Lokasi Hg Pb Cu Zn As Cr Ni[ppm] [ppm] [ppm] [ppm] [ppm] [ppm] [ppm]

1 Kolam pengolahan 1 0,70 tt 17,86 54,3 74,70 45,6 8,312 Kolam pengolahan 2 0,37 14,14 47,10 136,0 51,00 56,5 4,273 Kolam pengolahan 3 0,36 65,40 162,00 367,0 39,00 86,0 8,984 Kolam pengolahan 4 3,01 33,90 60,7 136,0 105,00 79,3 0,885 5 meter dari pengolahan bijih 2,66 17,27 130,00 74,9 74,20 158,4 2,356 Hulu S. Tanoyan* 0,17 tt 56,70 100,0 0,97 42,0 3,877 Hilir S. Tanoyan (Hulu S. Onggak)* 0,20 tt 87,90 97,8 1,29 47,5 4,068 Lubang tambang (batuan asal) 0,16 6,88 34,70 428,0 1,74 38,5 10,47

Baku Mutu* 0,41 450 390 410 57 250 -Catatan:* Washington state Sediment, WAC 172 – 204 – 320

Hasil penelitian terdahulu (Selinawati dan NgurahArdha, 2003) pada pertambangan emas di KUDPerintis data kualitas air yang mengandung kadarmerkuri di kolam pengolahan 1 adalah 0.0814 ppm,kolam pengolahan 2 adalah 0.0539 ppm, sedangkanpada S. Onggak (hilir S. Tanoyan) mencapai0.0011. Pada saat itu, KUD Perintis melakukanpengolahan dengan proses amalgamasi saja daribijih emas dan menggunakan hanya 2 kolampengolahan. Data menunjukkan bahwa konsentrasiHg dalam air sangat kecil, hal ini kemungkinandisebabkan karena kelarutan Hg dalam air sangatkecil. Pada penelitian ini (2008) nilai konsentrasiHg di daerah pengolahan berkisar antara 0,15 –0,20 ppm. Peningkatan ini dimungkinakn olehadanya ion CN dalam pengolahan tailingamalgamasi yang dapat melarutkan Hg.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan logam,kolam pengolahan efektif dalam menurunkan kadarmerkuri pada air buangan, dimana kadar merkuri

dikarenakan proses pengolahan tai l ingamalgamasi menggunakan proses sianidasi. Padaproses sianidasi ini ditambahkan unsur Zn untukmengendapkan logam emas dan peraknya. Tetapirendahnya konsentrasi Zn di dalam air (tabel 2)dibandingkan konsentrasi awal/alami Zn padabatuan bijih (tabel 3) disebabkan terjadinyapengendapan unsur Zn selama aliran pengolahan.Proses yang biasanya terjadi adalah:

2Zn + 2NaAu(CN)2 + 4NaCN + 2H2O = 2Au +2NaOH + 2Na2Zn(CN)4 + H2

3.2. Kualitas Sedimen

Sedimen merupakan tempat logam beratmengendap secara gravitasi di badan perairan.Kualitas sedimen badan perairan harus lebih seriusdiperhatikan karena sifatnya sebagai tempat akhirlogam berat di alam. Dan pada akhirnya logamberat yang ada di sedimen dapat kembali ke badan

112 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

air karena berbagai hal, misalnya karena arussungai, hujan, atau jalur transportasi (DPE.Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL untukkegiatan Pertambangan dan Energi, 1996).

Kontaminasi merkuri (Hg) dalam sedimen sungaiterjadi karena proses alamiah (pelapukan batuantermineralisasi), proses pengolahan emas secaratradisional (amalgamasi), maupun proses industriyang menggunakan bahan baku yang mengandungmerkuri. Untuk mengetahui sumber kontaminasiHg ini perlu diperhatikan dengan cermat.

Untuk mengetahui adanya kontaminasi logamberat dalam sedimen maka dilakukan pemeriksaansedimen di lokasi yang diperkirakan terkenadampak proses pengolahan tailing. Pengambilanconto sedimen dilakukan pada kolam pengendap,hulu sungai, hilir sungai. Selanjutnya contosedimen, batuan bijih, dan tanah dianalisis dilaboratorium menggunakan metode AAS.

Dari hasil analisis conto tersebut di atas, kemudiandilakukan perbandingan dengan peraturan danstandar yang dapat dianggap sebagai tolok ukur

kualitas konsentrasi unsur di alam. Oleh karenaitu sumber acuan yang dijadikan sebagaipembanding pada laporan ini adalah Washingtonstate Sediment, WAC 172 – 204 – 320. Datakualitas sedimen dapat dilihat pada tabel 4.

Adapun hasil penelitian kandungan merkuri dalamsedimen apabila dibandingkan dengan data tahun2003 menunjukkan penurunan. Namun demikiannilai tersebut masih dibawah ambang batas aman.Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenaikualitas air dan sedimen pada tahun 2003 sebagaipembanding dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan hasil diatas, terlihat bahwakandungan merkuri pada sedimen di daerah yangmemiliki dampak terhadap kehidupan masyarakatsekitar (daerah hulu dan hilir sungai Tanoyan)berada dibawah ambang batas aman yangdikeluarkan Washington state Sediment, WAC172 – 204 – 320. Tetapi tetap perlu diperhatikanadanya keterkaitan antara kadar merkuri di air dansedimen dengan beberapa faktor lingkungan, yaituhujan, arus sungai, dan jalur transportasimasyarakat.

Tabel 5. Conto data kualitas air dan sedimen di KUD Perintis tahun 2003

No LokasiKonsentrasi Hg [ppm]

A i r Sedimen

1 Kolam Pengolahan 1 0,0814 0,672 Kolam Pengolahan 2 0,0539 3,123 S. Tanoyan 1 (Hulu S. Tanoyan) 0,001 0,424 S. Tanoyan 2 0,0739 1,495 S. Tanoyan 3 0,0179 5,976 S. Onggak 0,0011 0,92

Sumber : Selinawati dan Ngurah Ardha, 2003

Gambar 4. Hubungan keterkaitan antara konsentrasi merkuri di sedimen dan air

113Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan ... M. Lutfi dan Retno Damayanti

Pada Gambar 4 ditunjukkan hubungan antarakonsentrasimerkuri di sedimen dan air, di manasemakin ke hilir badan air. Sedangkan jumlahmerkuri di air dan sedimen sangat berkaitan,dimana keberadaan merkuri di air merupakantempat singgah sementara sebelum sampai didasar (berkaitan dengan berat jenisnya) dan jugamerupakan pelepasan merkuri dari sedimen yangdiakibatkan beberapa faktor, antara lain arussungai (karena merupakan sungai dangkal), hujan,ataupun lintasan transportasi dari masyarakatsekitar. Kadar merkuri di air pada daerahpengolahan relatif rendah dibandingkan padasedimen, hal ini disebabkan oleh adanya ikatankompleks sebagai senyawa merkuri-sianid (HgCN)yang mengendap.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian pengolahan tailingdengan proses sianidasi dapat ditarik kesimpulansebagai berikut:

Berdasarkan informasi dari penambangkarakterisasi pada kegiatan pengolahan tail-ing amalgamasi dengan proses sianidasidipertambangan emas rakyat dapatmeningkatkan efisiensi perolehan bulion emasdari bijihnya, dari +40% secara amalgamasisendiri menjadi +90% secara kombinasiamalgamasi dan sianidasi, sehinggameningkatkan pendapatan para penambang.Proses kombinasi ini diterapkan karenakeberadaan bijih emas dengan bentuk kasarsemakin sedikit.

Kegiatan pengolahan tailing amalgamasidengan proses sianidasi memberikan dampaknegatif terhadap kualitas air dan sedimendisekitar lokasi pengolahannya. KonsentrasiHg di air (0,01 - 0,034 mg/L) pada semualokasi penelitian (hulu, outlet pengolahan, danhilir) melewati baku mutu yang diperbolehkan(sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Airdan Pengendalian Pencemaran Air Kelas IIdan KEP-202/MENLH/2004 tentang BakuMutu Limbah Bagi Kegiatan Pengolahan BijihEmas dan/atau Tembaga). Konsentrasi Hgpada sedimen (0,17 - 0,20 ppm) pada semualokasi penelitian belum melewati ambangbatas aman terhadap racun yang ada (sesuai

Washington state Sediment, WAC 172 – 204– 320) yaitu sebesar 1 ppm. Tetapi kadarmerkuri di sedimen itu dapat meningkat seiringmengendapnya merkuri ke dasar sungai.

4.2. Saran

Dari kegiatan penelitian merkuri dalam sedimendan air pada pengolhan tailing amalgamasi dipertambangan emas rakyat secara sianidasi,maka diperlukan:

Pembinaan terhadap para penambang danpengusaha pengolahan tailing agar lebihmemeperhatikan aspek lingkungan dalamsetiap kegiatannya.

Diperlukan adanya pengawasan yang lebihketat dari pemerintah baik pusat maupundaerah berkaitan dengan kegiatan penam-bangan dan pengolahan emas yang memilikidampak besar terhadap lingkungan.

Perlu dibentuk wilayah pertambangan rakyat(WPR) untuk lebih memudahkan pemerintahdalam hal koordinasi dan pengawasankegiatan penambangan dan pengolahan emasrakyat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada IbuSelinawati TD dan Bapak Harry Tetra Antono atassaran serta sumbang wawasan terhadap tulisanini.Ucapan terima kasih juga ditujukan kepadaBapak Marsen Alimano dan Ibu Wulandari Suronoyang telah membantu selama percobaan danpenelitian ini berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Sediment Quality Standards (WAC 172-204-320). Washington NEL.

Draft. Global Mercury Project, 2004, Protocol forEnvironment and Health Assessment.

Departemen Pertambangan dan Energi., 1996,Pedoman Teknis Penyusunan AnalisisMengenai Dampak Lingkungan UntukKegiatan Pertambangan dan Energi.

http://www.fathom.com/course/seasion2

114 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tim Terpadu Pusat Penanggulangan MasalahPertambangan Tanpa Ijin (PETI, 2000,Penanggulangan Masalah PertambanganTanpa Izin (PETI) (Implementasi Inpres No.3 Tahun 2000). Departemen Energi danSumber Daya Mineral.

Selinawati.T.D. and Ngurah Ardha, 2003, StudyOn Mercury Lost and Its Concentration fromArtisanal Gold Minings in Indonesia. Research

and Development Center for Mineral and CoalTechnology.

Yusuf, Rachmat, 2004, Amalgamasi .Penambangan dan Pengolahan Emas di In-donesia. Puslitbang Teknologi Mineral danBatubara.

World Commision on Enviroment & Development(WCED), 1987

115Pengaruh Penggunaan Ultrasonik terhadap Hasil Pemisahan Pasir Zirkon ... Pramusanto, dkk.

PENGARUH PENGGUNAAN ULTRASONIKTERHADAP HASIL PEMISAHAN PASIR ZIRKON

KALIMANTAN TENGAH DENGAN ELECTROSTATICSEPARATOR

Pramusanto1, Nuryadi Saleh1, Yuhelda1 dan Fitriza Yuliana21 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected], [email protected], [email protected] Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Islam Bandung (UNISBA)

Jl. Taman Sari No. 1, 20, 22, 24, 26 Bandung 40116

SARIZirkon sebagai hasil tailing dari pengolahan emas aluvial di Kalimantan Tengah memiliki kadar yangrendah yaitu 36,38 % ZrO2 sehingga belum memenuhi persyaratan untuk dijual ataupun diekspor.Peningkatan kadar zirkon dilakukan dengan beberapa metoda pengolahan. Zirkon yang dilakukanpemisahan merupakan konsentrat dari magnetik separator basah. Pemisahan dilakukan berdasarkanperbedaan sifat konduktifitas listrik menggunakan electrostatic separator dimana mineral zirkon (ZrSiO4)sebagai mineral non konduktor akan terpisah dari mineral pengotornya sebagai mineral konduktorseperti ilmenit (FeTiO3) dan rutil (TiO2). Sebelum umpan dipisahkan menggunakan variabel – variabeloptimum pada electrostatic separator terlebih dahulu umpan mendapat perlakuan ultrasonik(sonikfikasi).

Variabel – variabel optimum pada electrostatic separator :Variabel tegangan listrik 30 KVVariabel posisi splitter 30°Variabel skala kecepatan umpan 7,5

Variabel optimum pada ultrasonik yaitu selama 30 menit dimana umpan yang mendapat perlakuanultrasonik dapat membersihkan pasir zirkon dari unsur –unsur minor yang tidak diinginkan.

Kata kunci: zirkon, ultrasonic, electrostatic separator

ABSTRACT

Zircon as tailing product of alluvial gold processing in Central Kalimantan has low grade that is 36,38% ZrO2 so that has not fulfilled clauses to be sold and or is exported. Upgrading of zircon grade isdone with a few processing method. Zircon done by concentration is concentrate from wet magneticseparator. Concentration is done based on different of electrical conductivity property applies electro-static separator where zircon mineral (ZrSiO4) as non conductor mineral will separated from its thegangue mineral as conductor mineral for example ilmenite (FeTiO3) and rutile (TiO2). Before feederconcentration using optimum variables at electrostatic separator beforehand feed got treatment ofultrasonic (sonicfication).

116 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Optimum variables at electrostatic separator :Voltage variable 30 KVVariable position of splitter 30°Feed speed scale variable 7,5

Optimum variable at ultrasonic that is during 30 minutes where feeder getting treatment of ultrasoniccan clean zircon sand from minor elements undesirable.

Keyword: zircon, ultrasonic, electrostatic separator

1. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai salah satu negara penghasilzirkon memiliki penyebaran zirkon di Sumatera(Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Pulau Bangka,Pulau Belitung) dan di Kalimantan (KalimantanTengah, Kalimantan Timur) [Suhala dan Arifin,1997]. Zirkon yang terdapat di Pulau Bangka adalahmineral ikutan bijih timah (kasiterit) yangmerupakan tailing dari pengolahan timahsedangkan zirkon yang terdapat di KalimantanTengah adalah mineral ikutan bijih emas aluvialyang merupakan tailing dari pengolahan bijih emasdengan alat sederhana sluice box. Karakteristikmineral - mineral pengotor pada zirkon sangattergantung dari ganesa mineral sehingga setiaptempat memiliki karakteristik mineral yangberbeda (Pramusanto, Dahlan dan Saleh, 2007).

Zirkon yang ditemukan di Kalimantan Tengahkemungkinan berasosiasi dengan mineral – min-eral pengotor seperti ilmenit (FeTiO3), monasit((Ce, La, Y, Th)PO4), rutil (TiO2), xenotim (YPO4)dan kuarsa (SiO2) [www.bgl.esdm.go.id]. Sebagianbesar mineral – mineral pengotor di atasmerupakan mineral berat sehingga perlu dilakukanpengolahan dan peningkatan nilai tambahnya.Pendekatan proses pengolahan mineral zirkon,proses mana yang lebih baik itu umumnyatergantung pada karakteristik zirkon yang akandiolah maupun pemanfaatan dari produk yang akandihasilkan (Pramusanto dkk, 1997).

Pemisahan secara kering yang dilakukan padamineral - mineral berat yang terdapat dalamkonsentrat menggunakan berbagai macampemisahan berdasarkan sifat - sifat fisik mineralseperti konduktifitas listrik, kemagnetan dan gayaberat (Woodcock, 1980). Perlakuan ultrasonik(sonikasi) dilaporkan dapat membersihkan lebihlanjut terhadap produk pasir zirkon dari unsur –unsur minor yang tidak diinginkan (Farmer, 2007).

Hasil penelitian pengolahan terdahulu yang telahdilakukan (Saleh dan Pramusanto, 2007) yaitupemisahan berdasarkan berat jenis menggunakanmeja goyang dan berdasarkan sifat kemagnetanmenggunakan magnetik separator keringdilanjutkan dengan magnetik separator basah.Berdasarkan hasil analisis kimia terhadapkonsentrat magnetik separator basah ternyatamasih terdapat unsur-unsur mineral pengotorseperti rutil (TiO2) dan ilmenit (FeTiO3). Mineralrutil dan zirkon bersifat non magnet sehinggaproses pengolahan yang dilakukan sebataspemisahan berdasarkan sifat kemagnetan masihbelum memadai.

Untuk membersihkan partikel – partikel halus yangmenempel pada permukaan zirkon, sehinggaumpan perlu mendapat perlakuan ultrasoniksebelum dipisahkan menggunakan variabel –variabel optimum pada electrostatic separator.

2. METODOLOGI

Metodologi peningkatan kadar pasir zirkonKalimantan Tengah yang telah dilakukan studibahan baku oleh pihak laboratorium pengolahantekMIRA, yaitu dengan melakukan percobaanmenggunakan ultrasonik sebelum umpandipisahkan menggunakan variabel – variabel opti-mum pada electrostatic separator. Analisisterhadap nisbah konsentrasi (NK) bertujuan untukmengetahui perbandingan antara berat umpanyang akan dipisahkan dengan berat konsentratyang diperoleh pada proses pemisahan yangdilakukan dan kemudian akan korelasikan dengankadar zirkon (ZrO2).

2.1. Persiapan dan Analisis Umpan

Preparasi umpan yang akan dipisahkanberdasarkan perbedaan sifat konduktifitas listrik

117Pengaruh Penggunaan Ultrasonik terhadap Hasil Pemisahan Pasir Zirkon ... Pramusanto, dkk.

yang berasal dari konsentrat magnetik separatorbasah dilakukan bertujuan untuk mendapatkancontoh yang representatif.

2.2. Peningkatan Kadar Pasir Zirkondengan Electrostatic Separator

Peningkatan kadar pasir zirkon dalam penelitianini bertujuan untuk mengetahui kemampuan elec-trostatic separator yang digunakan dalampeningkatan kadar. Peningkatan kadar dapatdilakukan dengan cara memisahkan mineral nonkonduktor sebagai mineral berharga yaitu ZrSiO4dengan mineral - mineral konduktor sebagai min-eral pengotor seperti; TiO2, FeTiO3 dan lain-lainmenggunakan electrostatic separator. Alat elec-trostatic separator yang digunakan dalampercobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Percobaan dilakukan dengan variabel waktu getarselama 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit.Pertama sampel dimasukkan ke dalam gelas ukuryang berukuran 250 ml dan ditambahkan airsebanyak 150 ml atau 60 % dari kapasitas tempatpenampungannya. Kemudian gelas ukur tersebutdiletakkan di atas jaring atau kawat yang beradadi dalam alat ultrasonik. Getaran yang terjadi padaalat ultrasonik membawa mineral ringan terangkatke atas sehingga berdasarkan masing–masingwaktu yang di variabelkan, terdapat perbedaanwarna mineral yang berada di dalam gelas ukuryang telah bercampur dengan air. Setelahdigetarkan menggunakan alat ini, mineral yangberada pada posisi atas dipisahkan dan terlihatlebih berwarna hitam sedangkan pada posisibawah sebagai konsentrat berwarna coklatkemerah – merahan.

Setelah perlakuan ultrasonik dilakukan, kemudiandilakukan pemisahan basah secara manual antarapartikel mineral berat yang berada pada bagianbawah gelas ukur dengan partikel mineral ringanyang berada pada bagian atas. Partikel yangberada pada bagian atas diambil menggunakansendok tipis secara perlahan, sedangkan sisanyayang melayang diambil dengan cara disaringmenggunakan kertas penyaring. Ukuran partikelmineral sebagai hasil saringan terlihat sangat halusdibandingkan dengan ukuran butiran partikel yangmengendap. Selama percobaan ini juga terlihatair yang sebelumnya jernih berubah menjadi keruh.

Sampel hasil pemisahan setelah perlakuanultrasonik kemudian dijadikan umpan padapemisahan dengan electrostatic separator setelahdikeringkan terlebih dahulu dalam oven pengeringselama satu hari. Kemudian pemisahan dilakukan

Gambar 1. Electrostatic Separator dariReichert Equipment tipe MK IIIBench seri 063

2.3. Percobaan Menggunakan Ultrasonik

Percobaan menggunakan alat ultrasonik yangbiasa digunakan untuk membersihkan ayakanberukuran halus, seperti pada Gambar 2; dalampenelitian ini dilakukan untuk membersihkanpartikel–partikel halus yang mungkin masihmenempel pada permukaan butiran umpansebelum dipisahkan dengan electrostatic separator.

Gambar 2. Alat ultrasonik

118 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

pada kondisi variabel optimum dengan electro-static separator yang telah dilakukan padapercobaan sebelumnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Umpan

Hasil analisis kimia secara XRF (Fluoresen SinarX) terhadap umpan sebelum dipisahkanmenggunakan electrostatic separator dapat dilihatpada Gambar 3, menjabarkan grafik persentasesemua unsur yang terdeteksi dalam skala logaritma.

terhadap nisbah konsentrasi dan kadar ZrO2 padaGambar 4 yaitu semakin besar tegangan listrikyang digunakan maka nisbah konsentrasinyasemakin kecil dan kadar ZrO2 yang dihasilkanpunsemakin besar. Pemisahan yang baik seharusnyamenghasilkan nisbah konsentrasi yang besar dankadar ZrO2 yang besar pula. Hal ini berbedadengan hasil percobaan yang dilakukan yangkemungkinan disebabkan oleh pengaruhperbedaan sifat kelistrikan atau konduktifitas min-eral-mineral yang terdapat dalam umpan sepertimineral zirkon (ZrSiO4), ilmenit (FeTiO3), hematit(Fe2O3), rutil (TiO2) dan lain-lain. Kemungkinanlain dapat disebabkan oleh jarak elektroda yangtidak sesuai, tetapi jarak elektroda tidakdivariasikan di dalam percobaan ini. Dimanadengan jarak elektroda yang terlalu dekat dantegangan yang besar akan menyebabkantertariknya semua mineral, baik yang bersifatkonduktor kuat maupun konduktor lemah.

0.01

0.1

1

10

100

SiO

2

Al2

O3

Fe2O

3

MnO

CaO

MgO

Na2

O

K2O

P2O

5

TiO

2 S

ZrO

2

Nb2

O5

HfO

2

Y2O

3

Cr2

O3

CeO

2

ThO

2

Unsur

Kad

ar (%

)

Hasil Analisis Umpan

 

Gambar 3. Hasil analisis umpan

3.2. Peningkatan Kadar Pasir Zirkondengan Electrostatic Separator

Di dalam percobaan electrostatic separator inidilakukan analisis kimia secara XRF (FluoresenSinar X) untuk meninjau perubahan unsur-unsurterhadap konsentrat akibat pengaruh dari variabel-variabel percobaan terhadap nisbah konsentrasidan peningkatkan kadar.

3.2.1 Pengaruh tegangan listrik terhadapnisbah konsentrasi dan kadar ZrO2

Percobaan dilakukan dengan variabel berubah yaitutegangan listrik sedangkan variabel tetapnya padaposisi splitter 40° dan pada skala kecepatan umpan5. Hasil percobaan dengan memvariabelkantegangan listrik 15 KV, 20 KV, 25 KV dan 30 KVmenghasilkan nisbah konsentrasi secara berturut-turut sebesar 6,81, 4,39, 3,11, 1,68 dengan kadarZrO2 yang diperoleh sebesar 56,51 %, 57,46 %,59,67 % dan 61,96 %. Pengaruh tegangan listrik

Gambar 4. Pengaruh tegangan listrikterhadap nisbah konsentrasidan kadar ZrO2 pada posisisplitter 40° dan skala kecepatanumpan 5

3.2.2 Pengaruh skala kecepatan umpanterhadap nisbah konsentrasi dan kadarZrO2

Percobaan dilakukan dengan variabel berubah yaituskala kecepatan umpan sedangkan variabeltetapnya pada tegangan listrik 30 KV dan posisisplitter 300. Kecepatan umpan yang digunakanpada masing – masing skala kecepatan umpan2,5, 5, 7,5, 10 secara berurutan sebesar 0,47gram/menit, 2,38 gram/menit, 3,4 gram/menit dan5 gram/menit. Nisbah konsentrasi yang diperolehpada skala kecepatan umpan 2,5, (0,47 gram/menit), 5 (2,38 gram/menit), 7,5 (3,4 gram/menit)dan 10 (5 gram/menit) secara berturut – turut

119Pengaruh Penggunaan Ultrasonik terhadap Hasil Pemisahan Pasir Zirkon ... Pramusanto, dkk.

sebesar 1,19, 1,15, 1,18, 1,14 dengan kadar ZrO2yang diperoleh sebesar 61,45 %, 62,70 %, 63,42% dan 62,52 %.

kecepatan umpan 7,5.

Nisbah konsentrasi yang diperoleh setelahdipisahkan menggunakan electrostatic separatordengan variabel waktu 15, 30, 45, 60 menit padaultrasonik secara berturut – turut sebesar 1,10,1,09, 1,14 dan 1,12 dengan kadar ZrO2 yangdiperoleh sebesar 60,58 %, 60,92 %, 60,68 % dan60,69 %. Pengaruh penggunaan ultrasonik denganvariabel waktu terhadap nisbah konsentrasi dankadar ZrO2 berdasarkan Gambar 6 di atas adalahsemakin lama waktu getar yang diberikan olehultrasonik terhadap umpan, maka nisbahkonsentrasi dan kadar ZrO2 yang dihasilkan akansemakin besar. Hal ini disebabkan karena lamanyawaktu getar akan mempengaruhi hasil kerjagelombang ultrasonik sehingga juga akanberpengaruh terhadap hasil umpan yang akandipisahkan menggunakan electrostatic separator.

1.13

1.14

1.15

1.16

1.17

1.18

1.19

1.2

0.47 2.38 3.40 5.00Kecepatan (gram/menit)

Nis

bah

Kon

sent

rasi

61

61.5

62

62.5

63

63.5

Kad

ar Z

rO2

(%)

NK Kadar

 

Gambar 5. Pengaruh skala kecepatanumpan terhadap nisbahkonsentrasi dan kadar ZrO2pada tegangan listrik 30 KV danposisi splitter 30°

Berdasarkan grafik pada Gambar 5, pengaruhkecepatan umpan terhadap nisbah konsentrasidan kadar ZrO2 yaitu semakin cepat umpan yangdiberikan maka nisbah konsentrasinya semakinkecil dan kadar ZrO2 yang dihasilkanpun semakinbesar. Dengan kecepatan yang tinggi, umpan yangberukuran kasar cenderung mengalami lifting ef-fect meskipun tidak bersifat sebagai konduktor danumpan yang berukuran halus cenderungmengalami pinning effect. Kecepatan umpan(gram/menit) pada percobaan ini tergantung skalakecepatan umpan yang dipakai dan berat masing– masing umpan yang digunakan dalampercobaan. Kecepatan yang t inggi akanmengakibatkan mineral – mineral non konduktorkasar akan terlempar ke konduktor sehingga kadarzirkon akan rendah.

3.2.3 Pengaruh penggunaan ultrasonikterhadap nisbah konsentrasi dan kadarZrO2

Ultrasonik bekerja dengan getarannya untukmelepaskan ikatan – ikatan mineral pengotorlainnya pada mineral zirkon sebagai mineralutama. Percobaan pada alat ultrasonik dilakukandengan memvariabelkan waktu getar selama 15,30, 45 dan 60 menit. Konsentrat kering dariultrasonik kemudian dipisahkan menggunakanelectrostatic separator dengan variabel optimumpada percobaan sebelumnya yaitu pada teganganlistrik 30 KV, posisi splitter 300 dan skala

1.08

1.09

1.1

1.11

1.12

1.13

1.14

1.15

15 30 45 60Waktu (Menit)

Nis

bah

Kon

sent

rasi

60.5

60.6

60.7

60.8

60.9

61

Kad

ar Z

rO2

(%)

NK Kadar

 

Gambar 6. Pengaruh penggunaanultrasonik terhadap nisbahkonsentrasi dan kadar ZrO2pada tegangan listrik 30 KV,posisi splitter 300 dan skalakecepatan umpan 7,5

3.2.4 Pengaruh penggunaan ultrasonikterhadap perolehan dan kadar ZrO2

Berdasarkan grafik yang terdapat pada Gambar 7dapat ditarik garis rata – rata sehingga diperolehgrafik yang menunjukkan kecenderunganperubahan perolehan dan kadar ZrO2 terhadappenggunaan ultrasonik. Berdasarkan waktu getarselama 15 menit pada alat ultrasonik perolehanyang didapatkan lebih dari 90 % dan kadar 60,58% ZrO2. Pada waktu getar selama 30 menitperolehan yang didapatkan lebih dari 90 % dankadar 60,92 % ZrO2. Pada waktu getar selama 45menit perolehan yang didapatkan hampir 90 % dankadar 60,68 % ZrO2 sedangkan pada waktu getar

120 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

selama 60 menit perolehan yang didapatkan 90% dan kadar 60,69 % ZrO2. Perbedaan perolehandan kadar ZrO2 yang didapatkan pada percobaantidak begitu jauh dimana perolehan rata – ratazirkon hampir 90 % dengan kadar 60 % ZrO2.Kondisi optimum penggunaan ultrasonik yaitupada waktu getar selama 30 menit.

unsur - unsur yang kadarnya naik dan turunbahkan ada beberapa unsur yang hilang. Unsur -unsur yang kadarnya naik antara lain Al2O3, CaO,MgO, Na2O, K2O, P2O5, TiO2 dan S. Sedangkanunsur - unsur yang kadarnya turun antara lain SiO2,Fe2O3, ZrO2, HfO2 dan Y2O3. Selain itu, beberapaunsur yang hilang setelah mendapat perlakuanultrasonik antara lain MnO, Nb2O5, Cr2O3 danThO2. Dari hasil percobaan yang dilakukan bahwaada beberapa unsur yang tidak diinginkan hilangsetelah mendapatkan perlakuan ultrasonik.

Hal ini terjadi karena adanya pengaruh getaranyang diberikan pada umpan dengan waktu getartertentu sehingga dapat melepaskan partikel halusdari mineral pengotor yang melekat padapermukaaan umpan yang akan dipisahkan.Pengaruh gelombang ultrasonik ini cukup kuat danefektif untuk melepaskan partikel halus berupamirel pengotor yang melekat pada permukaansampel bijih zirkon. Selain itu, frekuensi yang adapada ultrasonik kemungkinan akan mempengaruhiterjadinya efek mekanik seperti gerakan – gerakanpartikel pada umpan yang berada di dalam gelasukur sehingga dapat menimbulkan gaya gesek,tekanan dan getaran pada butiran umpan.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan terhadap pengaruhpenggunaan ultrasonik terhadap pasir zirkonKalimantan Tengah hasil pemisahan dengan elec-trostatic separator, didapat beberapa kesimpulan :

1. Pada percobaan pengaruh tegangan listrik,kadar ZrO2 optimum sebesar 61,96 % yaitupada tegangan listrik 30 KV dengan nisbahkonsentrasi 1,68.

2. Pada percobaan pengaruh skala kecepatanumpan, kadar ZrO2 optimum sebesar 63,42% yaitu pada skala 7,5 (3,4 gram/menit)dengan nisbah konsentrasi 1,18.

3. Pada percobaan umpan yang mendapatperlakuan ultrasonik, kadar ZrO2 optimumsebesar 60,92 % yaitu pada waktu getar 30menit dengan nisbah konsentrasi 1,09 danperolehan lebih dari 90 %.

4. Adanya beberapa unsur yang hilang setelahmendapat perlakuan ultrasonik (sonikasi)diantaranya MnO, Nb2O5, Cr2O3 dan ThO2.

87

88

89

90

91

92

93

15 30 45 60

Waktu (Menit)

Pero

leha

n (%

)

60

60.2

60.4

60.6

60.8

61

Kada

r (%

)

Perolehan ZrO2 Kadar ZrO2

 

Gambar 7. Pengaruh penggunaanultrasonik terhadap perolehandan kadar ZrO2 pada teganganlistrik 30KV, posisi splitter 40°dan skala kecepatan umpan 7,5

Selain itu, hasil analisis pada percobaan denganvariabel optimum yaitu pada tegangan listrik 30KV, posisi splitter 300 dan skala kecepatan umpan7,5 diperbandingkan antara umpan yang tidak danyang mendapat perlakuan ultrasonik. Hasilperbandingan dapat dilihat pada Gambar 8.

0.01

0.1

1

10

100

SiO

2

Al2O

3

Fe2O

3

MnO

CaO

MgO

Na2

O

K2O

P2O

5

TiO

2 S

ZrO

2

Nb2

O5

HfO

2

Y2O

3

Cr2

O3

ThO

2

Unsur

Kad

ar (%

)

Sebelum M endapat Perlakuan Ultrasonik Setelah M endapat Perlakuan Ultrasonik

 

Gambar 8. Perbandingan kandungan unsur-unsur sebelum dan setelahmendapatkan perlakuanultrasonik

Berdasarkan Gambar 8, setelah umpan mendapatperlakuan ultrasonik terlihat adanya beberapa

121Pengaruh Penggunaan Ultrasonik terhadap Hasil Pemisahan Pasir Zirkon ... Pramusanto, dkk.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Yuhelda., 2008, “Peningkatan NilaiTambah Pasir Zirkon Kalimantan Tengah”,Puslitbang tekMIRA.

Farmer, A. D, 2007, Agricola Consulting ServicesPty Ltd, Chatswood NSW 2067, Australia,Komunikasi Langsung.

Kelly, Errol G., David J. Spottiswood, 1982 “Intro-duction to Mineral Processing”, John Willey &Sons, New York

Mular, Andrew L., 2000, “Elements Of MineralProcess Engineering”, Department of Miningand Mineral Process Engineering Universityof British Columbia Vancouver, B.C. Canada.

Pramusanto., Ardha. N., Rochani. S., Muta’alim.,1997, “Pengembangan Produk danPeningkatan Mutu Bahan Galian”, Puslitbang

Teknologi Mineral Bidang Litbang TeknologiPengolahan Mineral.

Pramusanto., Dahlan. Y., Saleh. N., dkk, 2007,“Pembuatan Zirconia dari Pasir ZirconKalimantan dan Bangka”, Puslitbang tekMIRA.

Saleh, Nuryadi dan Pramusanto., 2007, “HeavyMineral Sands Separation of Waringin, Cen-tral Kalimantan”, Kolokium Pertambangan2007, Puslitbang Teknologi Mineral danBatubara-tekMIRA.

Suhala, Supriatna., dan Arifin M., 1997, “BahanGalian Industri”, Pusat PengembanganTeknologi Mineral, Bandung.

Woodcock. J. T., 1980, “Mining and MetallurgicalPractices in Australia”, The Australian Insti-tute of Mining and Metallurgy, Victoria, Aus-tralia.

122 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PENGGUNAAN PASIR SUNGAI SEBAGAIBED MATERIAL PADA GASIFIKASI BATUBARA

SISTEM FLUIDIZED BED

Nurhadi dan Slamet SupraptoPussat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman no. 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail: [email protected]

SARI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pasir sungai sebagai bed materialterhadap konversi karbon, komposisi gas produk, efisiensi gasifikasi dan rasio gas hidrogen terhadapgas karbon monoksida pada proses gasifikasi batubara tipe fluidized bed. Variabel yang digunakanadalah jumlah bed material dan jenis bed material. Percobaan dilakukan dengan memanaskan bedmaterial dalam gasifier menggunakan media fluidisasi gas nitrogen. Setelah suhu gasifier mencapai900°C, percontoh batubara dan oksigen di-input-kan ke dalam reaktor, sehingga terjadi reaksi gasifikasi.Gas produk dimurnikan dan didinginkan melalui siklon, heat exchanger dan scrubber untuk selanjutnyadianalisa komposisinya menggunakan gas kromatografi. Hasil percobaan menunjukkan bahwapenggunaan pasir sungai sebagai bed material dapat berfungsi baik sebagai dalam proses pembuatangas sintesis dari batubara dilihat dari komposisi syngas, konversi karbon dan efisiensi gasifikasi.

Kata kunci: gasifikasi, batubara, bed material , pasir sungai

ABSTRACT

This research was conducted to know the influence of river sand use as bed material to carbonconversion, product gas composition, gasification efficiency and ratio of hydrogen to carbon monox-ide in fluidized bed coal gasification. Experiment was conducted by heated bed material in gasifierused nitrogen gas as fluidization media. After gasifier temperature reaching 900°C, coal sample andoxygen were inputted into reactor, and gasifying reaction happened. Gas product (syngas) was puri-fied and cooled through cyclone, heat exchanger, and scrubber. Finally, syngas composition wasanalyzed by gas chromatography. Result was shown river sand use as bed material functioned wellbased on syngas composition, carbon conversion and gasification efficiency.

Keywords: gasification, coal, bed material, river sand

123Penggunaan Pasir Sungai sebagai Bed Material pada Gasifikasi Batubara ... Nurhadi dan Slamet Suprapto

1. PENDAHULUAN

Sumber daya batubara Indonesia yang berjumlah107,4 milyar ton merupakan aset ekonomi dan asetenergi yang sampai saat ini belum dapatdimanfaatkan secara optimal (Setiawan, 2008).Pemanfaatan batubara peringkat rendah denganteknologi gasifikasi menghasilkan produk yangmudah dikonversi menjadi beberapa macamsumber energi dan bahan baku industri kimia.

Gasifikasi batubara adalah reaksi antara batubaradengan pereaksi udara, uap air, karbon dioksidaatau campuran dari zat tersebut dan menghasilkancampuran gas yang dapat dibakar. Gas produkgasifikasi berupa campuran gas hidrogen, karbonmonoksida, karbon dioksida, nitrogen danhidrokarbon rantai ringan (Kubota, 2006). Gasproduk ini dapat langsung dimanfaatkan sebagaibahan bakar gas atau dikonversi menjadi berbagaimacam sumber energi dan bahan baku industrikimia (Penner, 1987).

Fluidized bed merupakan sistem yang efisienuntuk kontak fase gas-padat. Gasifikasi batubaratipe fluidized bed menggunakan bed materialberupa pasir. Bed material digunakan sebagaitransfer panas, sehingga suhu dalam gasifiermenjadi homogen. Gas pereaksi masuk daribagian bawah gasifier melalui plat distributor untukmengangkat bed material, sehingga menjadiunggun terfluidisasi. Batubara dimasukkan kedalam gasifier dari bagian samping gasifier

menggunakan screw feeder (Kunii dan Levenspiel,1991).

Pasir sungai cukup melimpah keberadaannya diIndonesia dan harganya cukup murah, sehinggasangat cocok dikembangkan sebagai bed mate-rial untuk gasifikasi batubara menggunakan gas-ifier tipe fluidized bed. Penelitian ini dilakukanuntuk mengetahui pengaruh penggunaan pasirsungai sebagai bed material terhadap konversikarbon, komposisi gas produk dan efesiensigasifikasi pada proses gasifikasi batubara tipe flu-idized bed.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian pembuatan gas sintesis dilakukanterhadap percontoh batubara Indonesia, sehinggadiperoleh karakteristik proses pembuatan gassintesis menggunakan batubara Indonesia.Batubara yang digunakan adalah batubara peringkatlignit dengan variabel jenis bed material, yaitumenggunakan pasir silika dan pasir sungai.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan ini terdiriatas 1 unit peralatan pembuatan gas sintesis skalalaboratorium. Bahan-bahan yang digunakan untukpercobaan ini adalah batubara, oksigen dan nitro-gen sebagai bahan baku. Sebagai bed materialdigunakan pasir silika dan pasir sungai. Baganalir proses penelitian pembutan gas sintesis dapatdilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir penelitian pembuatan gas sintesis (Nurhadi, dkk., 2006)

124 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Percontoh batubara yang digunakan untukpercobaan adalah batubara lignit yang berasal dariSumatera Selatan. Hasil analisis percontohbatubara dapat dilihat pada Tabel 1. Untukpercobaan gasifikasi percontoh batubaradipreparasi, sehingga diperoleh ukuran partikel –48 + 60 mesh.

Bed material berupa pasir silika dan pasir sungaijuga sudah dianalisis seperti terlihat pada Tabel 2dan Tabel 3. Untuk percobaan masing-masing bedmaterial dipreparasi sehingga diperoleh ukuranpartikel – 48 + 60 mesh.

Hasil percobaan penelitian skala laboratoriumpembuatan gas sintesis dari batubara berupa

Tabel 1. Hasil analisis percontoh batubara

Parameter Nilai

Analisis ProksimatAir Total, %. a.r. 53,37Air Lembab, % adb. 21,58Abu, % adb. 1,83Zat Terbang, % adb. 39,36Karbon Padat, % adb. 37,23

Nilai Kalor, kal/g adb. 4,975

Analisis UltimatAbu, % adb. 1,83Belerang, % adb. 0,16Karbon, % adb. 54,03Hidrogen, % adb 6,14Nitrogen, % adb. 0,48Oksigen, % adb. 31,24

Tabel 2. Sifat kimia pasir silika

Parameter Nilai

SiO2, % 97,20Al2O3, % 0,55CaO, % 0,26MgO, % TTFe2O3, % TT

TT = tidak terdeteksi

Tabel 3. Sifat kimia pasir sungai

Parameter Nilai

SiO2, % 46,90Al2O3, % 19,24CaO, % 8,83MgO, % 5,01Fe2O3, % TT

TT = tidak terdeteksi

komposisi produk syngas, nilai kalor, neracamassa, konversi karbon dan efisiensi gasifikasipada berbagai variabel dapat dilihat pada Tabel 4sampai dengan Tabel 6. Penelitian dilakukanterhadap dua jenis bed material, yaitu pasir silikadan pasir sungai. Setiap bed material kemudiandigunakan dalam percobaan dengan variasi 15gram (P Silika 15 dan P Sungai 15), 20 gram (PSilika 20 dan P Sungai 20) dan 25 gram (P Silika25 dan P Sungai 25).

Hasil percobaan yang dibahas dalam makalah inimeliputi pengaruh jenis bed material pasir silikadan pasir sungai terhadap komposisi gas terutamakadar CO dan H2, nilai kalor, neraca massa,konversi karbon dan efisiensi gasifikasi.

Tabel 4. Komposisi produk syngas

Kode Komposisi Rata-rata Tanpa Nitrogen (% mol)

Percontoh H2 O2 CO CH4 CO2 C2H4 total H2/CO BM

P Silika 15 30,32 5,57 42,36 3,36 15,03 3,31 100 0,716 22,3932P Silika 20 30,23 3,52 44,01 2,32 16,66 2,95 100 0,687 22,6278P Silika 25 30,02 3,55 43,85 2,52 17,19 2,54 100 0,685 22,7437P Sungai 15 32,80 2,89 42,91 2,83 15,90 2,48 100 0,764 21,7938P Sungai 20 32,86 2,94 43,34 2,36 15,26 3,51 100 0,758 21,8542P Sungai 25 32,05 2,18 44,58 1,56 16,73 3,05 100 0,719 22,3170

125Penggunaan Pasir Sungai sebagai Bed Material pada Gasifikasi Batubara ... Nurhadi dan Slamet Suprapto

3.1. Penggunaan Pasir Silika sebagai BedMaterial

Pengaruh jumlah pasir silika sebagai bed materialterhadap komposisi gas, nilai kalor, neraca massa,konversi karbon dan efisiensi gasifikasi dapat dilihatpada Tabel 7 sampai dengan Tabel 9.

Tabel 5. Neraca massa bahan baku dan produk

Kode PercontohBahan Baku (mg/s) Produk Syngas By Produk Ter By Produk Char

Batubara O2 (mg/s) (mL/s) (mg/s) (mg/s)

P Silika 15 1,067 0,982 1,287 1,287 0,577 0,185P Silika 20 1,067 0,982 1,449 1,434 0,465 0,135P Silika 25 1,067 0,982 1,433 1,411 0,499 0,117P Sungai 15 1,067 0,982 1,340 1,377 0,587 0,122P Sungai 20 1,067 0,982 1,354 1,388 0,586 0,108P Sungai 25 1,067 0,982 1,384 1,389 0,579 0,086

Tabel 6. Nilai kalor, konversi karbon dan efisiensigasifikasi

Kode Konversi C Efisiensi Nilai KalorPercontoh (%) Gasifikasi (%) (kkal/Nm3)

P Silika 15 67 74 3,070P Silika 20 77 80 2,959P Silika 25 75 77 2,899P Sungai 15 71 77 2,976P Sungai 20 73 81 3,115P Sungai 25 74 78 2,975

Komposisi gas cenderung sedikit berpengaruhterhadap perubahan jumlah pasir silika sebagaibed material dalam reaktor. Semakin banyakjumlah pasir silika sebagai bed material dalamreaktor, maka rasio gas hidrogen terhadap karbonmonoksida berkurang, sehingga menyebabkannilai kalor gas juga berkurang. Sebaliknya,

Tabel 7. Pengaruh jumlah pasir silika terhadap komposisi produk syngas

Kode Komposisi Rata-rata Tanpa Nitrogen (% mol)

Percontoh H2 O2 CO CH4 CO2 C2H4 total H2/CO BM

P Silika 15 30,32 5,57 42,36 3,36 15,03 3,31 100 0,716 22,3932P Silika 20 30,23 3,52 44,01 2,32 16,66 2,95 100 0,687 22,6278P Silika 25 30,02 3,55 43,85 2,52 17,19 2,54 100 0,685 22,7437

Tabel 8. Pengaruh jumlah pasir silika terhadap neraca massa bahan baku dan produk

Kode PercontohBahan Baku (mg/s) Produk Syngas By Produk Ter By Produk Char

Batubara O2 (mg/s) (mL/s) (mg/s) (mg/s)

P Silika 15 1,067 0,982 1,287 1,287 0,577 0,185P Silika 20 1,067 0,982 1,449 1,434 0,465 0,135P Silika 25 1,067 0,982 1,433 1,411 0,499 0,117

126 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

semakin bertambah jumlah pasir silika sebagaibed material dalam reaktor maka jumlah produksisyngas secara kuantitatif meningkat, sehinggameningkatkan konversi karbon.

Dalam reaktor fluidized bed, bed material berfungsisebagai media transfer panas (Kunii danLevenspiel, 1991). Semakin banyak jumlah bedmaterial dalam reaktor menyebabkan lebih banyakbatubara yang bereaksi menjadi syngas sehinggameningkatkan konversi karbon. Sebaliknya, jikajumlah bed material sedikit menyebabkan reaksikurang sempurna, sehingga masih banyak charyang tidak bereaksi. Hal ini menyebabkan syngasmemiliki rasio gas hidrogen terhadap gas karbonmonoksida lebih tinggi, karena sebagian besarsyngas berasal zat terbang yang lebih banyakmengandung unsur hidrogen dibandingkan char.Sedangkan nilai kalor syngas dan efisiensigasifikasi akan naik pada penambahan pasir silikasebagai bed material sebanyak 15 gram dan 20gram, kemudian akan menurun kembali jika pasir

silika sebagai bed material ditambahkan lagimenjadi 25 gram. Hal ini disebabkan karena padapenambahan bed material sebanyak 15 gram dan20 gram akan terjadi peningkatan konversibatubara, char dan ter menjadi syngas terutamagas hidrogen dan karbon monoksida, sehinggameningkatkan nilai kalor syngas dan efisiensigasifikasi. Jika bed material ditambahkan lagimenjadi 25 gram, maka selain terjadi konversibatubara, char dan ter juga akan terjadi konversigas CO menjadi gas CO2. Dengan bertambahnyagas CO2 yang sudah tidak memiliki nilai kalor,maka nilai kalor syngas dan efisiensi gasifikasiakan menurun.

3.2. Penggunaan Pasir Sungai sebagaiBed Material

Pengaruh jumlah pasir sungai sebagai bed materialterhadap komposisi gas, nilai kalor, neraca massa,konversi karbon dan efisiensi gasifikasi dapat dilihatpada Tabel 10 sampai dengan Tabel 12.

Tabel 9. Pengaruh jumlah pasir silika terhadap nilaikalor, konversi karbon dan efisiensi gasifikasi

Kode Konversi C Efisiensi Nilai KalorPercontoh (%) Gasifikasi (%) (kkal/Nm3)

P Silika 15 67 74 3,070P Silika 20 77 80 2,959P Silika 25 75 77 2,899

Tabel 10. Pengaruh jumlah pasir sungai terhadap komposisi produk syngas

Kode Komposisi Rata-rata Tanpa Nitrogen (% mol)

Percontoh H2 O2 CO CH4 CO2 C2H4 total H2/CO BM

P Sungai 15 32,80 2,89 42,91 2,83 15,90 2,48 100 0,764 21,7938P Sungai 20 32,86 2,94 43,34 2,36 15,26 3,51 100 0,758 21,8542P Sungai 25 32,05 2,18 44,58 1,56 16,73 3,05 100 0,719 22,3170

Tabel 11. Pengaruh jumlah pasir sungai terhadap neraca massa bahan baku dan produk

Kode PercontohBahan Baku (mg/s) Produk Syngas By Produk Ter By Produk Char

Batubara O2 (mg/s) (mL/s) (mg/s) (mg/s)

P Sungai 15 1,067 0,982 1,340 1,377 0,587 0,122P Sungai 20 1,067 0,982 1,354 1,388 0,586 0,108P Sungai 25 1,067 0,982 1,384 1,389 0,579 0,086

127Penggunaan Pasir Sungai sebagai Bed Material pada Gasifikasi Batubara ... Nurhadi dan Slamet Suprapto

Komposisi gas cenderung sedikit berpengaruhterhadap perubahan jumlah pasir sungai sebagaibed material dalam reaktor. Semakin banyak jumlahpasir sungai sebagai bed material dalam reaktormaka rasio gas hidrogen terhadap karbon monoksidaberkurang sehingga menyebabkan nilai kalor gasjuga berkurang. Sebaliknya semakin bertambahjumlah pasir sungai sebagai bed material dalamreaktor maka jumlah produksi syngas secarakuantitatif meningkat, sehingga meningkatkankonversi karbon.

Nilai kalor syngas dan efisiensi gasifikasimenunjukkan kenaikan pada penambahan pasirsungai sebagai bed material sebanyak 15 gramdan 20 gram, kemudian akan menurun kembalij ika pasir sungai sebagai bed materialditambahkan lagi menjadi 25 gram. Fenomena inisama seperti pada penggunaan pasir silikasebagai bed material. Hal ini menunjukkan bahwapasir sungai yang digunakan dalam percobaan inidapat berfungsi dengan baik. Hasil ini jugamenunjukkan jumlah pasir sungai sebagai bedmaterial yang optimum untuk laju alir batubara1,067 adalah 15 gram.

4. KESIMPULAN

Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahuiunjuk kerja penggunaan pasir sungai sebagai bedmaterial pada gasifikasi batubara sistem fluidizedbed. Sebagai pembanding, dilakukan jugapercobaan penggunaan pasir silika sebagai bedmaterial. Percobaan dimulai dengan pemanasanbed material dalam gasifier menggunakan pemanaslistrik. Sebagai media fluidisasi digunakan gasnitrogen. Setelah suhu gasifier mencapai 900°C,percontoh batubara dan gas oksigen dimasukkan

ke dalam gasifier. Batubara kemudian berreaksidengan gas oksigen menjadi syngas. Syngaskemudian dimurnikan dan didinginkan melaluisiklon, heat exchanger dan scrubber. Syngaskemudian dianalisis menggunakan gas kromatografi.

Hasil percobaan menunjukkan pasir sungai dapatberfungsi baik sebagai bed material dalam prosespembuatan gas sintesis dari batubara dilihat darikomposisi syngas, konversi karbon dan efisiensigasifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Kubota, N., 2006. Development of Novel Low RankCoal Gasifier “TIGAR”, dipresentasikan padaSeminar on Low Rank Coal Gasification,Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Min-eral, Jakarta, 16 Mei 2006.

Kunii, D., dan Levenspiel, O., 1991. EngeneeringFluidization, second edition, Butterworth-Heinemann Publishing, Stoneham, M.A.

Nurhadi, dkk., 2006. Pembuatan Gas Sintesis dariBatubara dengan Teknologi Gasifikasi UnggunTerfluidakan, Puslitbang tekMIRA.

Setiawan, B., 2008. Indonesia Coal Policy, APECClean Fossil Energy Technical and PolicySeminar in conjunction with 7th Coaltech,Jakarta 17 November 2008.

Penner, S.S., 1987. Coal Gasification: Direct Ap-plication and Syntheses of Chemicals andFuels, U.S. Department of Energy, Office ofEnergy Research, Washington.

Tabel 12. Pengaruh jumlah pasir sungai terhadap nilaikalor, konversi karbon dan efisiensi gasifikasi

Kode Konversi C Efisiensi Nilai KalorPercontoh (%) Gasifikasi (%) (kkal/Nm3)

P Sungai 15 71 77 2,976P Sungai 20 73 81 3,115P Sungai 25 74 78 2,975

128 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

METODE PENGURANGAN EMISI MERKURI PADAPEMBAKARAN BATUBARA

Dra. Roza Adriany M.SiPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Jl. Ciledug Raya Cipulir Kebayoran Lama Jakarta SelatanTelp. 021 - 7394422 ext 1552

SARI

Pengurangan emisi Merkuri yang maksimal pada pembakaran batubara seperti pada boiler bergantungpada beberapa faktor yaitu jenis batubara, konfigurasi alat pengontrol emisi dan proses tambahan lainseperti penambahan senyawa Halogen, pencampuran 2 jenis batubara, serta penggunaan teknologiACI (Activated Carbon Injection). Dalam tulisan ini akan ditinjau masing-masing faktor yangmempengaruhi jumlah emisi Merkuri, dan jenis senyawa Merkuri yang diemisikan (Merkuri dalamwujud uap logam, oksida Hg dan Partikulat) serta pengaruh lain seperti UBC (Unburn Carbon) danSO2.

Kata kunci : emisi merkuri, batubara, pengontrol emisi, senyawa halogen

1. PENDAHULUAN

Emisi Merkuri yang dihasilkan dari pembakaranbatubara seperti pada unit Boiler mendapatperhatian yang besar dari pemerhati lingkungankarena berpotensi merusak lingkungan danmenjadi ancaman bagi kesehatan makhluk hidup.Menurut data EPA (Environmental ProtectionAgency), di Amerika Serikat diperkirakan sekitar51 ton Merkuri pertahun telah diemisikan ke udaraoleh Pabrik yang menggunakan batubara sebagaisumber energi pembakaran. Jenis Merkuri yangdiemisikan ke udara pun bervariasi yaitu dalambentuk uap Merkuri (Hg°), Oksida Merkuri danPartikulat. Uap Merkuri (Hg°) mempunyai waktutinggal yang lama di udara yaitu bisa mencapaisatu tahun, sehingga dapat menyebar pada jarakyang sangat jauh dari sumbernya. Ketika Hg°terdeposit di tanah atau air , maka dia dapatmengalami transformasi menjadi merkuri organikyaitu metil merkuri yang dapat memasuki rantaimakanan seperti ikan. Merkuri yang berbentukoksida (Hg2+), mempunyai waktu tinggal di udarahanya beberapa hari saja, disebabkan karenatingkat kelarutan yang tinggi dari Hg2+ di dalamuap air yang ada di udara (Senior 2001).

Berbagai teknologi untuk mengurangi emisi merkurimaupun polutan lain yang berasal dari pembakaranBatubara seperti pada unit Boiler telah banyakdikembangkan dan sampai saat ini penelitian-penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan.Walaupun konfigurasi metode atau alat pengontrolemisi telah digunakan, pada kenyataannya jumlahmerkuri yang diemisikan masih cukup tinggi danakan berbeda-beda dari satu Pabrik dengan Pabriklainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhijumlah emisi Merkuri antara lain adalah jenisbatubara, konfigurasi alat pengontrol emisi danproses tambahan lain seperti penambahansenyawa Halogen, pencampuran 2 jenis batubara,penggunaan teknologi ACI (Activated Carbon In-jection) serta pengaruh lain seperti UBC (UnburnCarbon) dan SO2 (Institute of Clean Air Compa-nies, 2006 dan Durham, 2005).

Dalam tulisan ini akan ditinjau masing-masingfaktor yang mempengaruhi jumlah emisi Merkuri,serta jenis senyawa Merkuri yang diemisikan(Merkuri dalam wujud uap logam, oksida Hg danPartikulat).

129Metode Pengurangan Emisi Merkuri pada Pembakaran Batubara ... Rosa Adriany

2. METODOLOGI

Tulisan ini dibuat berdasarkan data atau informasiyang diperoleh dari penelitian-penelitian yang telahdilakukan terutama oleh EPA (Environmental Pro-tection Agency)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlahemisi merkuri

Seperti telah dijelaskan bahwa ada beberapa faktoryang mempengaruhi jumlah emisi Merkuri padapembakaran Batubara yaitu jenis Batubara, konfi-gurasi alat pengontrol emisi dan proses tambahanlain seperti penambahan senyawa Halogen, pencam-puran 2 jenis batubara, penggunaan teknologi ACI(Activated Carbon Injection) serta pengaruh lainseperti UBC (Unburn Carbon) dan SO2.

3.1. Jenis Batubara dan Konfigurasi AlatPengontrol Merkuri

Teknologi pengontrol Merkuri pada dasarnya dibagidalam 2 bagian: Pertama adalah teknologi yangdi sebut “Co Benefits” yaitu teknologi yangsebenarnya didesain untuk mengontrol polutan lainselain Merkuri , seperti NOx , SOx dan bahanpartikulat (PM) tetapi dalam hal ini dapat jugadigunakan sebagai alat pengontrol Merkuri(Praven, 2003).

NOx dapat dikontrol menggunakan SCR (Selec-tive Catalytic Reduction). Selain berfungsi sebagaipengontrol NOx , SCR dapat juga digunakansebagai pengontrol emisi Merkuri dengan caramengoksidasi uap Merkuri menggunakan katalisSCR. SOx adalah polutan yang dikontrolmenggunakan FGD (Flue Gas Desulfurization).Selain berfungsi sebagai pengontrol SOx, FGDdapat juga digunakan sebagai pengontrol emisiMerkuri dengan cara melarutkan oksida Merkuridi dalam air (U.S Environmental Protection 2003dan Praveen, 2003).

Bahan Partikulat (PM), baik yang berasal dariPartikulat Merkuri atau Partikulat lainnya dapatdikontrol dengan alat seperti CS-ESP, HS-ESP,FF dan PM Scrubber (U.S Environmental Protec-tion Agency, 2000).

Teknologi kedua adalah teknologi yang spesifikuntuk Merkuri seperti ACI (Activated Carbon In-

jection) yaitu penginjeksian karbon aktif keringberbentuk bubuk ke dalam flue gas. ACI biasanyaditempatkan antara pemanas udara (air preheater)dan ESP (Electrostatic Precipitator) atau FF (Fab-ric Filter).

3.1.1 Teknologi “Co Benefits”

Hasil penelitian pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3berikut menunjukkan bagaimana pengaruhkonfigurasi alat pengontrol polutan terhadap jumlahMerkuri yang dibuang ke udara, untuk jenisbatubara yang sama. Data diperoleh dari ICR (In-formation Collection Request) EPA (U.S Environ-mental Protection Agency, 2000).

Dari Tabel 1 terlihat bahwa konfigurasi alatpengontrol polutan yang paling efisien untukBatubara Bituminous adalah SDA/FF denganjumlah Merkuri yang dibuang 1,78 %.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa konfigurasi alatpengontrol polutan yang paling efisien untukBatubara Sub-Bituminous adalah CS/FF denganjumlah Merkuri yang dibuang 27,57 %.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa konfigurasi alatpengontrol polutan yang paling efisien untukBatubara Lignit adalah CS-ESP dan wet FGDScrubber dengan jumlah Merkuri yang dibuang62,52 %. Untuk jenis alat pengontrol polutan yangsama misalnya menggunakan CS-ESP, terlihatbahwa % jumlah emisi dari Batubara Lignit adalahyang paling tinggi yaitu 98,53% diikuti oleh Sub-Bituminous 85,52% dan yang terendah adalahBituminous yaitu 53,52%.

3.1.2 Teknologi ACI(Activated Carbon Injection)

ACI (Activated Carbon Injection) adalahpenginjeksian karbon aktif kering berbentuk bubukke dalam flue gas. ACI biasanya ditempatkanantara pemanas udara dan ESP atau FF (Durham,2005 dan Praven, 2003). Hasil penelitian dari:Durham,M. “Tools for Planning and ImplementingMercury Control Technology”, menunjukkanbagaimana pengaruh kecepatan injeksi karbon aktifterhadap % Merkuri yang dapat dikontrol(distabilkan) dengan menggunakan 2 alatpengontrol polutan yaitu ESP dan FF untukBatubara Bituminous dan Sub Bituminous, sepertitampak pada Gambar 1.

130 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tabel 1. Pengaruh konfigurasi alat pengontrol polutan terhadap jumlah merkuri yangdibuang ke udara untuk batubara bituminous.

Jenis Batubara Jenis Boiler Alat Pengontrol Polutan % Merkuri yang Dibuang ke Udara

Bituminous PC Boiler SDA/FF 1,78SCR dan SDA/FF 2,44CS-FF dan wet FGD Scrubber 3,59SNCR dan CS-ESP 9,1FF 16,90Wet FGD Scrubber 18,77HS-ESP-Wet FGD Scrubber 44,95CS-ESP 53,52DSI dan CS-ESP 55,11HS-ESP 87,98

Tabel 2. Pengaruh konfigurasi alat pengontrol polutan terhadap jumlah merkuri yangdibuang ke udara untuk batubara sub bituminous

Jenis Batubara Jenis Boiler Alat Pengontrol Polutan % Merkuri yang Dibuang ke Udara

Sub Bituminous PC Boiler CS-FF 27,57CS-ESP / SDA 62,06CS-ESP dan Wet FGD Scrubber 64,88HS-ESP dan Wet FGD Scrubber 67,38SDA/FF 74,60CS/ESP 85,52HS-ESP 86,54PM/Scrubber 85,57

Tabel 3. Pengaruh konfigurasi alat pengontrol polutan terhadap jumlah merkuri yangdibuang ke udara untuk batubara lignit

Jenis Batubara Jenis Boiler Alat Pengontrol Polutan % Merkuri yang Dibuang ke Udara

Lignit PC Boiler CS-ESP dan wet FGD Scrubber 62,52PM-Scrubber 67,23SDA-FF 82,62CS-ESP dan FF 95,07CS-ESP 98,53

PC : Pulverized CoalFBC : Fluidized Bed CombustorCS-ESP : Cold-Side Electrostatic PrecipitatorHS-ESP : Hot-Side Electrostatic PrecipitatorFF : Fabric FilterPM : Particulate MatterFF (COHPAC) : Fabric Filter pilot unit (Compact Hybrid

Particulate Collector)SDA : Spray Dryer Absorber (Dry Scrubber)DSI : Duct Sorbent InjectionSCR : Selective Catalytic ReductionFGD : Flue Gas DesulfurizationSNCR : Selective Non-Catalytic Reduction

131Metode Pengurangan Emisi Merkuri pada Pembakaran Batubara ... Rosa Adriany

Pada Gambar 1 terlihat bahwa untuk alatpengontrol ESP pada Batubara Bituminous,pengurangan merkuri sampai dengan 90% dapattercapai pada kecepatan injeksi karbon aktif sekitar20 lb/Macf (million actual cubic feet) sedangkanuntuk alat pengontrol baghouse (FF) untukBatubara yang sama , pemisahan merkuri sampaidengan 90% dapat tercapai pada kecepatan injeksi4 lb/Macf (Praven, 2003). Dengan kata lain untukmencapai 90% pengurangan Merkuri, diperlukan5 kali lebih banyak penyerap karbon aktif bilamenggunakan ESP dari pada FF.

FF mempunyai tingkat penangkapan Merkuri yanglebih t inggi dibandingkan ESP. Hal inikemungkinan disebabkan karena terbentuknyalapisan Karbon pada bagfi l ter sehinggapenyerapan lebih maksimal (Praven, 2003). Padapenggunaan alat pengontrol polutan ESP untukjenis Batubara Sub Bituminous diperoleh hasilbahwa pengurangan emisi maksimum adalahsekitar 60% dan terjadi mulai dari kecepataninjeksi sekitar 7 lb/Macf. Kenaikan kecepataninjeksi karbon aktif selanjutnya ternyata tidak dapatmenaikkan persentase pengurangan Merkuri.

3.2. Pengaruh Penambahan Halogen

Adanya senyawa Halogen seperti Klorin baik yangberasal dari Batubara maupun yang ditambahkansebagai aditif dapat mempengaruhi oksidasiMerkuri (perubahan dari Hgº menjadi Hg+2 ) dan

juga mempengaruhi perubahan Merkuri dari Hgºke bentuk partikulat Merkuri (Hgp). KandunganKlorin yang tinggi di dalam Batubara, umumnyamenghasilkan Hg+2 dan Hgp yang lebih banyak didalam flue gas dibandingkan dengan merkuri dalambentuk Hgº (Zhuang, 2006).

Reaksi klorinasi ini dapat terjadi pada fasa yangsama (Homogen) maupun pada fasa yang berbeda(Heterogen). Reaksi Heterogen adalah reaksi yangterjadi antara Klorin, UBC (Unburn Carbon) yangada dalam abu terbang dengan Merkuri yang adadalam flue gas. Klorin di dalam flue gas, dapatberada dalam bentuk 3 senyawa yaitu sebagaiatom Cl, molekul Cl2 dan sebagai HCl. Diantaraberbagai jenis Klorin tersebut, atom Cl diperkirakansebagai jenis Klorin yang paling dominan berperandalam mengoksidasi merkuri secara Homogen(Zhuang, 2006).

Pada studi lainnya ditemukan bahwa pada suhudi bawah 500 ºC reaksi oksidasi merkuri yangutama dilakukan oleh Cl2 bukan oleh atom Cl,kemungkinan hal ini disebabkan karena sensitifitasCl2 yang lebih rendah dibanding Cl pada suhutersebut. HCl tidak dapat mengoksidasi Hgº secaralangsung melalui reaksi fasa gas yang Homogen, tetapi HCl merupakan jenis klorin yang utama didalam flue gas yang dapat melakukan reaksioksidasi melalui reaksi Heterogen dengan caramempromosikan oksidasi Merkuri padapermukaan padatan (Zhuang, 2006).

Gambar 1. Pengaruh kecepatan injeksi karbon aktif terhadap % pengurangan merkuri

132 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Penelitian lain menunjukkan bahwa UBC dapatmemfasilitasi perubahan HCl di dalam flue gasuntuk membentuk pusat karbon terklorinasi.Dengan demikian, klorinasi merkuri pada flue gasdapat berlangsung melalui tiga cara yaitu pertama,melalui reaksi fasa gas yang Homogen, kedua,melalui reaksi Heterogen dan yang ketiga melaluipembentukan pusat Heterogen yang dapat berupapermukaan padatan dengan kondisi yang sesuaiseperti partikel UBC, katalis SCR atau partikelyang diinjeksikan (Zhuang, 2006).

3.3. Pengaruh Pencampuran 2 JenisBatubara

Salah satu metode alternatif dalam meningkatkankemampuan penangkapan Merkuri adalah denganmencampurkan 2 jenis Batubara yaitu Batubarayang mengandung Klorin atau Bromin yang tinggidengan Batubara yang mengandung Klorin atauBromin rendah. Hasil penelitian Durham (2005)seperti tampak pada Gambar 2 berikut memper-lihatkan pengaruh pencampuran batubara bitumi-nous berkadar klorin tinggi (106 µg/g) denganbatubara sub bituminous berkadar klorin rendah(9 µg/g). Alat pengontrol merkuri yang digunakanadalah SDA-FF.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin bertambahnyakomposisi batubara bituminous dalam campuranmaka semakin besar persentase Hg yang dapatdipindahkan. Pada penelitian selanjutnya, untukkomposisi pencampuran yang sama dari Batubara

yang sama, tetapi dengan konfigurasi alatpengontrol Merkuri diganti menjadi SDA-ESPmaka diperoleh hasil dimana efek pencampurankedua Batubara t idak signif ikan dalammeningkatkan efisiensi penangkapan Merkuri. Halini memperlihatkan bahwa konfigurasi SDA FF lebihbaik dibanding SDA-ESF (Durham, 2005).

3.4. Pengaruh dari UBC (Unburn Carbon)

Pada umumnya kandungan karbon di dalam abuterbang berkisar antara 2-12%. Jumlah UBC yangada di dalam abu terbang dipengaruhi olehpenggunaan alat pengontrol polutan NOx yangdigunakan. Pengurangan emisi NOx umumnyadilakukan dengan berbagai strategi misalnyadengan memasang low-NOx burners, denganpenambahan SCR atau dengan melakukanpemanasan bertingkat. Dampak dari penggunaanteknologi ini adalah meningkatnya kandungan UBCyang ada di dalam abu terbang. Dalam beberapakasus dapat mencapai kenaikan hingga 20 %berat. Peningkatan kandungan UBC inidikarenakan kondisi pembakaran yang kekuranganoksigen dan atau rendahnya suhu pembakaran(Zhuang, 2006).

Penelitian dari Hasset dan Eylands membuktikanbahwa kenaikan kandungan UBC (Unburned Car-bon) dan adanya penurunan suhu pembakaranakan menaikkan efisiensi penangkapan Merkuridi dalam abu terbang. Bagaimanapun, pengetahuanmengenai interaksi Fisika dan Kimia antara partikel

Gambar 2. Pengaruh pencampuran bituminous dengan sub bituminous terhadap persentasepengurangan emisi Hg

133Metode Pengurangan Emisi Merkuri pada Pembakaran Batubara ... Rosa Adriany

UBC dengan Merkuri, masih kurang memadai(Zhuang, 2006).

3.5. Pengaruh SO2 terhadap Karbon Aktif

Karbon aktif dapat mengkatalisis SO2 menjadiH2SO4 di dalam Flue gas. Asam Sulfat ini akanterakumulasi pada permukaan Karbon dankemungkinan dapat menghambat adsorpsiMerkuri. Dikarenakan konsentrasi SO2 di dalamFlue gas jauh lebih besar dibanding Merkuri makakapasitas adsorpsi Karbon aktif bergantung padakonsentrasi SO2 yang dapat membentuk H2SO4pada permukaan Karbon. Dengan demikiankapasitas Karbon aktif dalam mengadsorpsiMerkuri akan lebih tinggi pada saat kadar SO2 didalam Flue gas lebih rendah. Dalam hal ini adanyasenyawa Halogen dalam jumlah yang cukup akansangat membantu meningkatkan efisiensipenangkapan Merkuri (Zhuang, 2006).

4. KESIMPULAN

Metode pengurangan emisi Merkuri yangmaksimal pada pembakaran batubara seperti padaboiler bergantung pada beberapa faktor antara lain:

1. Jenis Batubara dan Konfigurasi Alat PengontrolMerkuri

Jenis batubara yang berbeda dankonfigurasi alat pengontrol Polutan yangberbeda dapat menghasilkan efisiensipenangkapan Merkuri yang berbeda. Hasilstudi EPA seperti pada Tabel 1, Tabel 2dan Tabel 3 memperlihatkan bahwa padaBituminous diperoleh konfigurasi alatpengontrol Polutan yang paling efisienadalah SDA/FF, pada Sub Bituminousadalah CS-FF dan pada Lignit adalah CS-ESP dan wet FGD Scrubber.Efisiensi penangkapan merkuri padateknologi ACI bergantung pada kecepataninjeksi karbon aktif dan konfigurasi alatpengontrol polutan yang digunakan. Hasilstudi Durham menunjukkan bahwa untukalat pengontrol ESP pada Batubara Bitu-minous, pengurangan merkuri sampaidengan 90% dapat tercapai pada kecepataninjeksi karbon aktif sekitar 20 lb/Macf (mil-lion actual cubic feet) sedangkan untuk alatpengontrol baghouse (FF) untuk Batubarayang sama , pemisahan merkuri sampaidengan 90% dapat tercapai padakecepatan injeksi 4 lb/Macf.

2. Penambahan HalogenAdanya senyawa Halogen seperti Klorin baikyang berasal dari Batubara maupun yangditambahkan sebagai aditif dapat meningkatkanoksidasi Merkuri (perubahan dari Hgº menjadiHg+2 ) dan juga mempengaruhi perubahanMerkuri dari Hgº ke bentuk partikulat Merkuri(Hgp)

3. Pencampuran dua jenis Batubara.Pencampuran 2 jenis Batubara yangmengandung Klorin atau Bromin tinggi denganBatubara yang mengandung Klorin atau Brominrendah dapat meningkatkan efisiensi penang-kapan Merkuri.

4. SO2 terhadap Karbon AktifKapasitas Karbon aktif dalam mengadsorpsiMerkuri akan lebih tinggi pada saat kadar SO2di dalam Flue gas lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Durham, M.D., 2005. “Mercury Control for PRB andPRB/Bituminous Blends” www.icac.com.

Institute of Clean Air Companies, 2006, “Enhanc-ing Mercury Control on Coal-Fired Boilers withSCR, Oxidation Catalyst, and FGD” ,www.icac.com.

Praveen, A., 2003, “Mercury Emissions From Coal– Fired Power Plants”, www.nescaum.org.

Senior, C.L., 2001.”Behaviour of Mercury in AirPollution Control Devices on Coal-Fired UtilityBoilers”, Century: Impacts of Fuel Quality andOperations Engineering Foundation Confer-ence, Snowbird, UT, www.reaction_eng.com.

Zhuang, Y., 2006, Mercury Transformations in CoalCombustion Flue Gas”, www.undeerc.org.

U.S Environmental Protection Agency, 2003, “Per-formance and Cost of Mercury andMultipollutant Emission Control TechnologyAplication on Electric Utility Boilers”, EPA/600/R-03/110, www.epa.gov.

U.S Environmental Protection Agency, 2000, “Elec-tric Utility Steam Generating Units HazardousAir Pollutant Emission Study (Mercury ICR),www.epa.gov.

134 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

EKSPLORASI POTENSI KONSENTRAT TIMAHBERDASARKAN DATA SEISMIK REFLEKSI

(STUDI KASUS PERAIRAN BANGKA UTARA)

Ediar Usman1) dan Andri S. Subandrio2)1) Pusat Eksplorasi dan Pengembangan Geologi Kelautan, Balitbang ESDM.

Jl. Dr. Junjunan No. 236 Bandung 40174e-mail: [email protected]

2) Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi BandungJl. Ganesa No. 10 Bandung.

SARI

Pada kegiatan eksplorasi konsentrat timah di laut, data penting yang diperlukan untuk mengetahuikeberadaan dan perhitungan volume sedimen mengandung potensi konsentrat timah adalah data seismikrefleksi. Prinsip kerja metode seismik refleksi ini adalah pantulan gelombang suara yang dapatmembedakan antara granit, jenis dan ketebalan sedimen, dan konsentrat timah. Daerah pengendapansedimen dan timah yang dapat diidentifikasi melalui data seismik adalah lembah-lembah purba(paleovalleys) yang terisi sedimen (channel fill) berbutir kuarsa berukuran sedang-kasar. Padapenampang seismik, lembah-lembah purba ditunjukkan oleh bentuk morfologi cekungan padapermukaan granit yang terisi oleh sedimen dan konsentrat timah. Sedimen dan timah tersebut berasaldari darat dan dari tubuh granit di laut melalui sungai-sungai purba (paleochannels).

Hasil interpretasi penampang seismik refleksi di perairan Bangka Utara menunjukkan ketebalan sedimenmengandung timah antara 2 - 30 meter. Ketebalan terbesar terdapat di bagian tengah daerah eksplorasiberkisar antara 16 - 30 meter dan kedalaman batuan dasar adalah 65 meter sebagai pusat lembah. Dibagian selatan, ketebalan kurang dari 4 meter, bahkan di beberapa tempat membentuk bidang yangtipis dengan ketebalan kurang dari 2 meter. Sejalan dengan bertambahnya kedalaman laut,memperlihatkan makin menebalnya sedimen ke arah utara (offshore) dengan ketebalan antara 10 - 24meter. Hasil perhitungan ketebalan rata-rata adalah 7 meter, dan luas daerah eksplorasi sekitar 5.000ha, sehingga diperoleh volume sedimen seluruhnya adalah 350.000.000 m3. Jika dalam volume 1 m3

sedimen, mengandung rata-rata 3 kg konsentrat timah, maka diperkirakan kandungan timah di daeraheksplorasi sekitar 1.050.000.000 kg (1.050.000 ton). Jumlah kandungan konsentrat timah tersebutmerupakan potensi ekonomis untuk ekploitasi konsentrat timah di daerah eksplorasi.

Hasil eksplorasi konsentrat timah menggunakan data seismik refleksi ini dapat menjadi acuan dalamkegiatan studi kelayakan, eksplorasi lebih rinci dan peningkatan investasi pertambangan di perairanBangka Utara.

Kata kunci: data seismik, lembah purba, potensi konsentrat timah, perairan utara Bangka

135Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data ... Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

ABSTRACT

At activity of tin concentrate exploration in the sea, the important data that are needed to knowexistence and calculation of sediment volume of tin concentrate reserve is reflection seismic data.The principal of this reflection seismic method is sound wave reflection can differentiate betweengranite, type and sediment thickness, and tin concentrate. The area of depositional of sediments andtin concentrate identified through seismic data is paleovalleys which filled by sediment, medium sand– very fine sand of quartz grain. On seismic profile, the paleovalleys is shown by basin morphologyform at surface of granite that are loaded by sediment and tin concentrate. The tranportation ofsediment and tin from land and granite body in sea through paleochannel.

Result of interpretation on reflection seismic profiles in the territorial waters of North Bangka showsthat the sediment thickness with ranges from 2 to 30 meters. The thickest area lies in the center ofsurvey area with depth ranges from 16 to 30 meters and depth of bedrock is 65 meters as central ofpaleovalley. In southern part of area, the thickness is less than 4 meters, and in some places it evenforms thin layer of less than 2 meters. On the contrary, the deeper sea tends to northwards and alsocorrelated with thicker sediment. The sediment thickness in this area is estimated between 10 to 24meters. Result of seismic profile calculation, the average of thickness approximately is 7 meters,wide of exploration area around 5.000 ha, so that the sediment volume entirely is 350.000.000 m3. If on1 m3 volume of sediment with content 3 kg of tin concentrate, the content estimation of tin concen-trate in the exploration area around 1.050.000.000 kg (1.050.000 ton). Amount of the tin concentratecontent represent the economic potency for the exploitation of tin concentrate in exploration area andits surrounding.

Result of tin concentrate exploration by using the reflection seismic data can become reference onthe activities of feasibility study, more detail tin exploration and also increasing the mines investmentin the territorial waters of North Bangka.

Keywords: seismic data, paleovalleys, tin concentrate potency, territorial waters of North Bangka

Prinsip dasar seismik pantul beresolusi tinggitersebut merupakan satu keterpaduan untukmengetahui ketebalan, penyebaran sedimen danmorfologi granit, melalui penjalaran gelombangsuara dalam media air dan batuan, sehingga dapatdiketahui ketebalan dan lembah-lembah purbayang mengandung konsentrat timah. Eksplorasiseismik dalam pelaksanaannya menggunakanseperangkat peralatan dengan menggunakanprinsip-prinsip gelombang suara yang dilepaskanke dasar laut, dipantulkan oleh bidang batas batuandan selanjutnya diterima oleh seperangkatperalatan seismik (receiver).

Berdasarkan metode seismik, dapat ditetapkantarget kegiatan eksplorasi dalam mengidentifikasisedimen mengandung konsentrat timah, yaitu:

1. Daerah sungai purba (paleochannel) danlembah purba (paleovalley) bawah laut, yangmerupakan tempat akumulasi mineral berat,termasuk konsentrat timah.

2. Sedimen berbutir kasar (coarse fluvial depos-

1. PENDAHULUAN

Perairan Kepulauan Bangka Utara, secara regionalmerupakan daerah jalur timah (tin belt) yang kayadengan konsentrat timah. Sebagai daerah jalurtimah, diperkirakan di daerah ini terdapat lembah(paleo-channel) sebagai daerah sedimentasi pasirasal darat dan laut yang mengandung konsentrattimah. Keberadaan dan keterdapan konsentrattimah di laut memerlukan alat bantu yangmemberikan keyakinan tentang volume danpotensinya. Sebagai langkah awal untukmengetahui keberadaan sedimen mengandungtimah tersebut; perlu dilakukan eksplorasi geologidan geofisika kelautan dengan menggunakanmetode seismik pantul beresolusi tinggi (high reso-lution) (Usman. dan Subandrio, 2008).

Survei seismik akan dapat memberikan gambarantentang daerah akumulasi sedimen, ketebalan danjenis sedimen. Melalui pemahaman karakterpantulan seismik pada penampang seismik akandapat diinterpretasi ketebalan sedimen danmorfologi granit.

136 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

its), yaitu sedimen yang prospek mengandungtimah.

3. Morfologi batuan alas (bedrock) sebagaibatuan sumber mineral timah. Akumulasi min-eral timah tidak jauh dari batuan sumber. Diperairan Bangka Utara dan sekitarnya, batuanalas adalah granit yang kaya dengan butirankuarsa dan mineral timah (Sn).

4. Sebagai dasar dalam penentuan titik pemboraninti untuk mengetahui kualitas dan kuantitastimah secara vertikal dan horizontal.

Daerah survei terletak di lepas pantai bagian utaraPulau Bangka, termasuk dalam wilayah perairanProvinsi Kepulauan Bangka Belitung atau sekitar7 km ke lepas pantai pada kedalaman laut 10 –15 meter. Secara umum lokasi survei termasukdalam perairan Provinsi Kepulauan BangkaBelitung kerana letaknya di luar perairankabupaten/kota yang berjarak di luar daerah 4 millaut.

2. GEOLOGI REGIONAL

Kerangka geologi regional Kepulauan Bangka danpulau-pulau di sekitarnya termasuk dalamPunggungan Bangka Belitung (Bangka-BilitonRidge). Daerah ini merupakan tinggian batuandasar berada di sebelah timur Cekungan SumateraSelatan dan di sebelah utara Cekungan Sunda(Katili, 1980). Punggungan ini merupakan bagiandari jalur timah batuan granit (Tin Belt Granite)dari Kraton Sunda yang memanjang dari daratanThailand, Semenanjung Malaysia, KepulauanRiau, Bangka-Belitung hingga Kalimantan Barat(Katili, 1980; Batchelor, 1983). Batuan dasar granitini muncul di sepanjang jalur timah yangmempunyai jenis berbeda-beda, Pulau Bangkayang dimasukkan pada Main Tin Belt Granite dandi Pulau Belitung termasuk pada Western Tin BeltGranite (Gambar 2).

Perkembangan zona vulkanik Sumateramemperlihatkan bahwa granit Belitung berumurlebih tua (berumur Perem hingga Jura) (Lehmann

Gambar 1. Peta lokasi eksplorasi

137Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data ... Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

and Harmanto, 1990), dibandingkan granit diBangka dan di daratan pulau Sumatera yangberumur Trias. Hal ini memberi informasi bahwaproses erosi pada tinggian-tinggian granit didaerah Bangka Belitung juga telah berjalan cukuplama, sehingga hasilnya berupa endapan aluvialdalam bentuk endapan pantai dan laut telahberjalan lebih intensif.

Secara fisiografis, perairan Bangka Utara terletakdi Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang secaratektonik telah stabil sejak awal Miosen.Berdasarkan kerangka tektonik, Paparan Sundadapat dibedakan menjadi tiga bagian (Tjia, 1970),yaitu: Paparan Sunda Bagian Utara, PlatformSingapura dan Paparan Sunda Bagian Selatan(Laut Jawa). Platform Singapura merupakanpemisah antara Paparan Sunda bagian utara danPaparan Sunda bagian selatan.

Berdasarkan peta struktur pada top dari morfologibatuan dasar, daerah survei termasuk bagian dari

Platform Singapura. Basement dari platform inisebagian besar terdiri atas batuan beku (gabro,diabas, andesit dan granit) berumur mesozoikhingga akhir Kapur yang kemudian pada awalMiosen diintrusi oleh granit dari berbagai jenis(Ishihara, 1977). Sedimen Kenozoik di platform inihanya sampai ketebalan 500 meter.

Platform tersebut dicirikan oleh morfologi batuandasar yang dangkal dan ditutupi oleh sedimen yangtipis, juga dicirikan oleh tubuh-tubuh batuan dasarkecil yang memiliki kecepatan seismik tinggi,dicirikan oleh grafik anomali magnetik yang tajamdan oleh grafik gravitasi yang agak halus (smooth).Cakupan platform ini mulai dari Laut Natuna dibagian Utara dan batas bagian selatan dari plat-form ini adalah Punggungan Bangka-Belitung(Bangka-Biliton Ridge). Pada platform ini terdapatdua depresi cekungan sedimen yang memilikiketebalan sedimen lebih dari 800 meter, yaituDepresi Bangka yang memanjang dengan arahbarat laut – tenggara (sejajar dengan pantai

Gambar 2. Peta jalur granit regional Asia Tenggara (Batchelor, 1983)

138 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Sumatera) dan Depresi Belitung yang memanjangberarah utara-selatan (sejajar dengan pantai baratKalimantan).

Di daerah survei, Punggungan Bangka-Belitungterdapat di bagian barat daya dan Depresi Bangkamemotong bagian tengah daerah eksplorasidengan arah barat laut - tenggara. Pulau Bangkamerupakan bagian ujung selatan dari PlatformSingapura dan terletak paling dekat dengan daeraheksplorasi. Pulau ini umumnya merupakan daerahyang hampir rata dan secara geologis dapatmewakili tataan geologi Platform Singapura,khususnya geologi Punggungan Bangka-Balitungdan umumnya untuk tataan geologi daeraheksplorasi.

Secara geologis, Pulau Bangka berbeda denganPulau Sumatera, karena batuan tertua yangtersingkap di Pulau Bangka adalah KompleksPemali dari batuan metamorfik yang berumurPermo-Karbon. Kompleks ini diterobos oleh diabasPenyabung berumur Permo – Triasik.

Geologi lepas pantai sekitar perairan Bangka Utaramerupakan kelanjutan dari kondisi geologisKepulauan Bangka Belitung. Batuan dasar berupabatuan magmatis granit maupun batuan bekulainnya, terbentang di atasnya sedimen Pra-Tersier, dan tertutup oleh endapan marin yangmerupakan sedimen permukaan dasar laut.

Geologi lepas pantai dari hasil rekaman seismikpantul dangkal dan pemboran di Selat Gaspar diTanjung Beriga, menunjukkan empat kelompokbatuan sedimen yang diendapkan sampai umurMiosen (Batchelor, 1983), yaitu:a. Aluvium muda teridiri dari, sedimen penutup

muda berumur Holosen dan Kompleks Aluviumberumur Plistosen Akhir.

b. Unit Transisi terdiri atas sedimen laut, berumurPlistosen Akhir dan Unit Transisi berumurPlistosen Tengah.

c. Sedimen penutup purba, berumur PlistosenAwal sampai Akhir terdiri atas fasies dataranaluvium purba dan menjemari dengan fasieskipas (sedimen bongkah granit).

d. Regolit Daratan Sunda terdiri atas endapankoluvial dan materi kipas, berumur Pliosen danlatosol, laterit serta bauksit berasal daripelapukan batuan dasar (granit dan batuansedimen), berumur Miosen Akhir.

Kepulauan Singkep Tujuh hingga Belitungberpotensi akan endapan kasiterit letakan. Secara

geologis, genesisnya merupakan sistem letakanlembah (placer valley systems). Sistem ini eratkaitannya dengan perubahan muka air laut (sealevel changes) yang terjadi selama Plio-Plistosen(Yoo and Park, 2000), dan memengaruhi kondisigeologis saat ini, baik yang berada di daerah daratanmaupun di daerah lepas pantai, khususnya daerahgranit Sengkeli, Pering dan Lenggang. Perubahan-perubahan muka air laut di masa lampau yangmencapai ± 100 meter ini setidaknyamenyebabkan terjadinya tiga kali proses erosional(erosional events), yakni proses erosi, akumulasisedimen rombakan dan tertutup oleh lapisansedimen Resen.

Perubahan muka air laut ini juga memengaruhiPaparan Sunda, khususnya Laut Jawa dan SelatKarimata saat ini, yakni membentuk alur-alursungai purba, seperti yang teridentifikasi olehEmery dan Aubrey (1972) (Gambar 3). Pada alur-alur sungai purba ini dipercayai mengandungpotensi sumber daya mineral yang merupakanendapan plaser.

Berdasarkan kondisi regional, potensi konsentrattimah di perairan Bangka Utara sampai saat inibelum diketahui secara pasti karena keterbatasandata eksplorasi secara rinci dan publikasiterdahulu. Data yang ada masih bersifat regional,dan masih memerlukan kajian-kajian yang lebihterpadu dari berbagai publikasi dan eksplorasitimah terdahulu. Kajian potensi saat ini mengacupada data geologi dan sungai-sungai purba re-gional di daerah eksplorasi, khususnya di utaraPulau Bangka (Gambar 3).

Kegiatan eksplorasi dan penambangan timah saatini mengacu pada sistem penyebaran sungai danlembah purba. Kegiatan survei seismik dilakukanuntuk mengidentifikasi keberadaan lembah dansungai purba serta cabang-cabangnya yangberukuran lebih kecil, tetapi diyakini sebagaipembawa konsentrat timah.

Berdasarkan geologi regional dan distribusi sungai-sungai purba tersebut dapat diperikirakanpenyebaran sedimen mengandung timah diperairan Bangka Utara. Secara umum, sedimenakan mengalami proses transportasi dari darat kelaut melalui sungai-sungai purba dan menyebardalam bentuk limpahan secara lateral dan vertikal(progradation) ke morfologi cekungan di laut. Padaumumnya, sungai-sungai purba tersebut tertutupoleh sedimen Resen yang lebih muda. Untuk itu,eksplorasi timah berdasarkan metode seismik di

139Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data ... Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

perairan Bangka Utara diharapkan dapatmenemukan lembah dan sungai purba sebagaiindikasi awal keberadaan timah.

3. METODE EKSPLORASI

Geologi bawah permukaan dasar laut (struktur danbatuan) disusun berdasarkan penafsiran dataseismik pantul dengan menggunakan prinsip-prinsip Seismik Stratigrafi, yaitu pengenalanterhadap ciri-ciri reflektor batas atas, batas bawahdan bagian dalam (internal reflector) setiap unitseismik (Sangree & Wiedmier, 1979; Sherif, 1980).Interpretasi lapisan sedimen mengandungkonsentrat timah adalah daerah yang dekat denganbatuan sumber (bedrock), membentuk lembahsebagai akumulasi daerah dengan berat jenistinggi dan litologinya adalah coarse fluvial depos-its (sedimen fluvial berbutir kasar) atau disebutsedimen Kuarter. Selanjutnya, guna memastikansedimen mengandung konsentrat timah, dataseismik dikorelasi dengan data pemboran sehingga

diperoleh gambaran menyeluruh tentang potensikonsentrat timah di daerah eksplorasi. Data tersebutkemudian diolah secara digital untuk mendapatkanvolume endapan dan selanjutnya dapat diperhitung-kan potensi konsentrat timah. Pengambilan dataseismik di perairan Bangka Utara gunanya untukmengetahui ketebalan lapisan sedimen Kuarter,lembah dan saluran (channels) pada batuan dasar.Lembah dan saluran di bawah dasar laut atau padabatuan dasar akan terlihat dari pola konturkedalaman batuan dasar tersebut.

Perhitungan ketebalan sedimen dan kedalamangranit berdasarkan atas perhitungan denganpersamaan: S = V x t, di mana S adalah jarak, Vkecepatan gelombang dalam sedimen V.sed) dant adalah waktu. Kecepatan gelombang dalamsedimen dengan V.sed = 1600 meter/Sec. (Hubrolet al., 1980; Khesin et al., 1995). Pada eksplorasiini dipergunakan sapuan (sweep) adalah 0,25 Sec.dan firing rate adalah 1 Sec. Total sapuan seismikadalah 250 milli Sec. dalam Two Way Traveltime(TWT) atau 125 milli Sec. dalam One Way

Gambar 3. Peta distribusi sungai-sungai purba (paleo-channel) di perairan Bangka sebagaidaerah aliran sedimen mengandung konsentra timah (disederhanakan dariEmery, 1972)

140 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Traveltime (OWT). Selanjutnya setelah diperolehketebalan sedimen, dan luas daerah eksplorasi5000 ha dapat dihitung volumen sedimenberdasarkan metode Trapezoidal dan Simpson’sRole dengan rumus luas kali tebal secara digital.Volume juga dapat dihitung berdasarkan luas dantebal rata-rata.

4. HASIL EKSPLORASI

Ketebalan Sedimen dan KedalamanLembah Purba

Ketebalan sedimen diperoleh dari hasil interpretasirekaman seismik yang dilakukan berdasarkanpengenalan terhadap ciri-ciri reflektor. Pengenalanlainnya adalah kenampakan batas antara sedimendan batuan dasar yang ditandai oleh penguatanreflektor sebagai bidang batas (Sukmono, 1999;Priyono, 2000). Batuan sedimen umumnyaberukuran lempung, lanau, pasir dan kerikil denganciri-ciri reflektor adalah selaras (concordance),laminasi sejajar, bergelombang terputus-putus(wavy), perlapisan terpotong-potong (hummocky),longsoran (slump) dan pengisian (channel fill).

Batas antara granit dengan sedimen Kuartermembentuk bidang ketidakselarasan atau pepat erosi(erosional truncation) atau kontak onlap (Sangreeand Wiedmier, 1979; Sherif, 1980). Sedangkan ciri-ciri reflektor granit sebagai batuan alas/dasar padapenampang seismik adalah berbukit-bukit(mounded), berbintik-bintik kacau tidak beraturan(chaotic), kadang-kadang muncul perulanganbidang pantulan (multiple) dan makin ke bawahbebas pantulan (free reflektor) (Ringis, 1993).

Adanya pola choatic dan multiple menunjukkangelombang melalui medium yang keras dan padatberupa batuan tanpa bidang perlapisan. Ciri-ciriseperti ini dapat diinterpretasikan sebagai batuanalas dan antara keduanya dipisahkan oleh bidangketidakselarasan (erosional truncation). Bagianpaling bawah sering disebut sebagai AcousticBasement dan sekaligus juga merupakan batuandasar. Di perairan Bangka-Belitung, batuan alasadalah granit (Batchelor, 1983); sedangkanhilangnya pantulan gelombang (free reflektor) dapatjuga disebabkan oleh adanya medium yang halus(ada organik), porous dan berongga. Pada batuanbeku tidak memberikan respon seismik, karenabatuan tidak berlapis dan bersifat homogen(Boggs, 2006).

Hasil interpretasi rekaman seismik di daerah surveidiperoleh pola reflektor yang menunjukkan batuansedimen dengan ciri-ciri di bagian atas adalahselaras (concordance), laminasi sejajar, bergelom-bang terputus-putus, perlapisan terpotong-potong.Bagian bawah membentuk pengisian, longsoran,dan bidang ketidakselarasan.

Pada penampang seismik Lintasan 36 (LINE 36)berarah barat – timur menunjukkan batas yangtegas antara batuan sedimen di bagian atas dangranit di bagian bawah. Pada penampang tersebutjuga menunjukkan adanya daerah lembah purbayang berbentuk cekungan pada permukaan granitdan terisi oleh sedimen. Pada cekungan tersebutpengisian oleh sedimen hasil transportasi daridarat dan dari tubuh granit di laut. Padapenampang Lintasan 36 (LINE 36) (Gambar 4)dengan arah lintasan barat – timur dan hasilinterpretasinya (Gambar 5) memperlihatkankeberadaan lembah berada di bagian timur daerahsurvei makin dalam ke arah utara.

Di bagian barat tersebut, keberadaan lembah lebihdangkal dan tipis, tetapi berdasarkan bentukreflektor yang masih menunjukkan ciri-ciribergelombang terputus-putus, perlapisanterpotong-potong, longsoran dan pengisiandiperkirakan di bagian barat lebih kasardibandingkan dengan bagian timur. Di bagian timurditandai oleh hilangnya pantulan di bagian lembah,sebagai akibat gelombang seismik melaluimadium yang halus (kaolin) atau medium yangkasar (kerikil) yang berongga dengan kandunganair yang tinggi. Antara batuan dasar sebagai batuanalas dengan sedimen Kuarter di bagian atasdipisahkan oleh suatu bidang pepat erosi. Bidangtersebut mengalasi sedimen yang dibedakan dariperbedaan ciri-ciri reflektor.

Secara umum ciri-ciri reflektor pada penampangbarat – timur seperti contoh pada L-36 mempunyaikesamaan dengan ciri-ciri pada penampang lainnyayang menggambarkan batuan alas di bagian bawahdan sedimen Kuarter di bagian atas sebagaimanayang dikemukakan oleh Ringis (1993). Bila dikaitkandengan kondisi geologis dasar laut regional,sumber sedimen-sedimen tersebut adalah granitterdekat yang mengalami erosi yang intensif.

Setelah seluruh lintasan seismik diinterpretasi,dan dilakukan perhitungan ketebalan berdasarkankecepatan gelombang dalam sedimen (V.sed =1600 m/det) dan waktu penjalaran gelombang to-

141Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data ... Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

Gambar 4. Penampang seismik pantul Lintasan 36 (LINE 36) dengan arah Timur - Barat

Gambar 5. Hasil interpretasi rekaman seismik pantul Lintasan 36 (LINE 36) denganarah Timur – Barat

tal pada total penampang seismik adalah 0,125Sec, diperoleh ketebalan sedimen. Selanjutnya,setelah seluruh lintasan diinterpretasi dan dihitungketebalannya, dan data ketebalan tersebut diplot

pada peta kerja dengan menarik kontur yangmempunyai angka ketebalan yang sama, makaakan menghasilkan peta ketebalan sedimen (iso-pach) (Gambar 6).

142 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Pada bagian kontur yang rapat menunjukkanketebalan sedimen lebih besar. Selanjutnya, petaketebalan sedimen tersebut ditumpangtindihkandengan peta morfologi batuan dasar. Bila ketebalantersebut tepat pada morfologi lembah pada batuandasar, maka kondisi ini menujukkan bahwasedimen tersebut menebal ke arah bawah. Tetapibila ketebalan sedimen dengan kontur yang rapattidak berhimpitan dengan morfologi lembah, berartipenebalan ke bagian atas membentuk gosongpasir. Penebalan ke bagian atas, menunjukkanadanya sedimen Resen dengan proses sedimentasike bagian atas dan tidak berhimpitan denganlembah atau sungai purba. Pada daerah morfologilembah pada batuan dasar tersebut merupakandaerah yang mempunyai volume sedimen yangbesar dan prospektif konsentrat timah yang besar,sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut untukeksplorasi lebih rinci.

Hasil pengukuran ketebalan sedimen diperolehketebalan berkisar antara 2 - 30 meter. Bagianpaling tebal terdapat di bagian tengah daeraheksplorasi berkisar antara 16 - 30 meter. Sejalandengan bertambahnya kedalaman laut,memperlihatkan makin menebalnya sedimen kearah utara dengan ketebalan antara 10 - 25 meter.Di bagian selatan, ketebalan kurang dari 4 meter,bahkan di beberapa tempat membentuk bidangyang tipis dengan ketebalan kurang dari 2 meter.Makin menipisnya sedimen di bagian selatandisebabkan makin mendekat ke arah pantaidengan batuan dasar yang lebih dangkal.

Selanjutnya, morfologi granit dan kedalamanlembah purba digambarkan oleh garis konturkedalaman batuan dasar. Secara genesis, lembahpurba pada penampang seismik dikenal sebagaipengisian lembah. Pada penampang seismik,

Gambar 6. Peta ketebalan sedimen (isopach) perairan utara Bangka

143Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data ... Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

kedalaman batuan dasar merupakan bagianpermukaan dari dasar akustik gelombang seismik(basement accoustic), disebut sebagai basementtop. Berdasarkan pemahaman geologi regional,dasar akustik tersebut diinterpretasikan sebagaibatuan dasar (bedrock), yaitu granit (Gambar 7).

Lembah-lembah purba ditunjukkan oleh konturyang rapat dan bulat mamanjang relatif barat –timur. Bagian terdalam lembah purba tersebutterletak di bagian tengah, berkisar antara 60 - 65

meter. Di bagian barat laut, terdapat kedalamanlembah purba antara 50 - 60 meter. Di bagian utarakedalaman batuan dasar bervariasi dan bersifatsetempat-setempat; pada umumnya kedalamanlembah purba antara 20 - 40 meter. Sedangkan dibagian selatan, morfologi batuan dasar relatif datardengan kedalaman antara 20 - 35 meter.

Secara umum, kedalaman batuan dasar di bagianselatan makin dangkal dibandingkan bagian utara.Kondisi ini disebabkan karena di bagian selatanmakin menuju ke arah perairan pantai PulauBangka sebagai pusat granit.

Estimasi Volume Sedimen dan PotensiKonsentrat Timah

Selanjutnya, untuk mendapatkan kandungansedimen di daerah eksplorasi adalah Vol = luas x

tebal. Metode yang dipergunakan dalam peng-hitungan volume/potensi adalah Trapezoidal danSimpson’s Role diperoleh volume sedimen perairanutara Bangka adalah antara 353.412.982,24723 –354.688.795,79397 m3.

Metode lainnya sebagai koreksi dilakukan secara

Gambar 7. Peta morfologi batuan dasar (granit) di perairan Bangka Utara

144 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

sederhana dengan menghitung ketebalan rata-ratapada penampang seismik dan luas daeraheksplorasi. Jika luas daerah eksplorasi adalah5000 ha (dihitung pada program MapInfo) danketebalan rata-rata berdasarkan hasil perhitunganpada penampang seismik sekitar 7 meter, makadiperoleh volume sedimen 350.000.000 m3. Jikasetiap 1 m3 mengandung rata-rata 3 kg timah(Usman and Subandrio, 2008), maka totalkandungan timah adalah 1.050.000.000 kg(1.050.000 ton). Hasil perhitungan secara digitaldan manual tersebut t idak menunjukkanperbedaan yang terlalu besar.

5. PEMBAHASAN

Hasil interpretasi seismik dan kedalaman batuandasar dapat dilakukan proses rekonstruksi lokasidan penyebaran sungai-sungai purba di daerah

survei. Sungai-sungai purba tersebut melewatibeberapa lembah-lembah purba, dan dua diantaranya merupakan lembah purba terdalam danterbesar di daerah survei. Dua lembah purbatersebut terletak di bagian tengah dan bagian baratlaut, dan diperkirakan keduanya sebagai pusat ataumuara dari aliran sungai purba yang juga merupakanpusat pengendapan sedimen mengandungkonsentrat timah. Di bagian tengah kedalamanlembah berkisar antara 60 - 65 meter, dan di bagianbarat laut berkisar antara 50 - 60 meter. Alur sungaipurba di bagian tengah tersebut berarah dari baratke timur, dan di bagian barat laut dari arah timurke barat. Sedangkan alur-alur yang berukuran lebihkecil di bagian tengah, selatan dan timurmempunyai arah yang bervariasi (Gambar 8).

Berdasarkan posisinya terhadap sungai purba re-gional, alur sungai purba di daerah survei tersebutmerupakan cabang dari sistem alur purba regional

Gambar 8. Alur sungai purba hasil interpretasi seismik sebagai daerah aliran dan

pengendapan sedimen mengandung konsentrat timah di daerah survei

145Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data ... Ediar Usman dan Andri S. Subandrio

yang bermuara di Laut China Selatan. Sistem inierat kaitannya dengan penurunan permukaan lautyang terjadi di Paparan Sunda selama periode Plio-Plistosen atau sekitar 2 - 1,8 juta tahun lalu (Yooand Park, 2000). Periode ini merupakan masa iklimdingin global yang ditandai terjadinya peningkatanpembentukan es di kutub. Akibatnya, suluruhwilayah laut di Paparan Sunda termasuk di SelatMalaka dan Laut Jawa mengalami proseskekeringan, dan batuan di daratan Paparan Sundamengalami proses pelapukan dan erosi (Zaim,1996). Pada saat penurunan permukaan laut,diikuti oleh pembentukan alur-alur purba yangmengerosi batuan dasar berupa granit membentuksedimen yang kaya mineral kuarsa dankonsentrat timah (Batchelor, 1983). Alur purbaterbesar di Paparan Sunda, terdapat di perairanLaut Jawa, dan di utara perairan Bangka Belitungyang bermuara ke Laut China Selatan (Emery andAubrey, 1972). Sejak dimulainya pencairan es dikutub pada awal Plistosen tersebut, merupakanperiode awal proses sedimentasi di PaparanSunda (Yoo and Park, 2000) dan Laut Jawa,sehingga sungai-sungai purba tertutup olehsedimen (Zaim, 1996).

Sedimen yang menutupi sungai-sungai purba, danadanya jejak lembah-lembah purba yang terbentuksejak awal Plistosen di daerah survei dapat diamatisecara langsung melalui rekaman seismik pantul.Proses pengendapan sedimen tersebut telahberlangsung cukup lama, sejak sekitar 1,8 jutatahun, sehingga memungkinkan prosespengendapan terjadi yang membentuk lapisansedimen yang cukup tebal mencapai 30 meter.Pada eksplorasi yang menggunakan metodeseismik pantul, identifikasi sungai dan lembahpurba akan mempermudah dalam perencanaankegiatan eksplorasi rinci dan studi kelayakan. Dataini juga akan menjadi arahan dalam menentukandaerah akumulasi sedimen mengandungkonsentrat timah, sehingga akan menambahakurasi keberhasilan dalam survei-surveiberikutnya. Kondisi ini juga akan mempermudah,mempercepat waktu dan menghemat biaya dalamsurvei-survei berikutnya.

6. KESIMPULAN

Ketebalan sedimen berkisar antara 2 - 30 meter;bagian paling tebal terdapat di bagian tengahdaerah antara 16 - 30 meter. Di bagian selatan,ketebalan kurang dari 4 meter; di beberapa tempatkurang dari 2 meter. Makin menipisnya sedimen

di bagian selatan disebabkan makin mendekat kearah pantai dengan batuan dasar yang lebih dangkal.Sejalan dengan bertambahnya kedalaman laut,memperlihatkan makin menebalnya sedimen kearah utara dengan ketebalan antara 10 - 24 meter.

Kedalaman lembah purba menunjukkan bagianterdalam terletak di bagian tengah, berkisar antara60 - 65 meter dan di bagian barat lautkedalamannya antara 50 - 60 meter.

Di bagian utara kedalaman batuan dasar bervariasiantara 20 - 40 meter, dan di bagian selatan,kedalaman antara 20 - 35 meter. Secara umum,kedalaman batuan dasar di bagian selatan makinrendah dibandingkan bagian utara karena di bagianselatan makin menuju ke arah daratan PulauBangka sebagai pusat granit.

Volume sedimen berdasarkan perhitungan GridVolume Computations adalah antara353.412.982,24723 – 354.688.795,79397 m3.Sedangkan berdasarkan perhitungan manualdiperoleh sebesar 350.000.000 m3. Hasilperhitungan antara Computations dan manualmenunjukkan volume yang hampir sama danperbedaan yang tidak terlalu besar.

Ketebalan sedimen dan lembah purba merupakanbagian terpenting dari kegiatan eksplorasikonsentrat timah. Data ini akan menjadi dasardalam eksplorasi yang lebih rinci, sepertieksplorasi lanjut, studi kelayakan, estimasi vol-ume sedimen dan potensi konsentrat timah. Hasileksplorasi ini telah dapat menggambarkan kondisiyang dimaksud dan menjadi dasar dalameksplorasi berikutnya. Di samping itu, hasil dataseismik dapat menggambarkan kondisi vertikaldan lateral granit sebagai batuan sumber sedimendan konsentrat timah.

DAFTAR PUSTAKA

Boggs, S, Jr., 2006. Principles of Sedimentologyand Stratigraphy, Pearson Prentice Hall, NewJersey: 618 pp.

Batchelor, B.C., 1983. Late Cenozoic Coastal andOffshore Stratigraphy in Western Malaysia andIndonesia, Thesis Ph.D., Dept. Of Geology,University Malaya, Kuala Lumpur.

Emery, K.O. and Aubrey, D.G., 1972. Sea Lev-els, Land Levels, and Tide Gauges. Springer-

146 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Verlag Pub.: 237pp.

Hubrol, P. and Krey, T., 1980. Interval Velocitiesfrom Seismic Reflection Time Measurements,Western Geophysical Company, Texas USA:203 pp.

Ishihara, S., 1977. The Magnetite Series and Il-menite Series Granitic Rocks, Jour. of MiningGeol., 27: 293-305.

Katili, J.A., 1980. Geotectonics of Indonesia, AModern View, Directorate General of Mines,Jakarta: 271 pp.

Khesin, B.E., Alexeyen, V.V., Eppelbaum, 1995.Interpretation of Geophysical Fields in Com-plicated Environments. Kluwer Academic Pub-lishers, London: 352 pp.

Lehmann, B. and Harmanto, 1990. Large ScaleTin Depletion in the Tanjung Pandan Tin Gran-ite, Belitung Island, Indonesia, Econ. Geol.,85: 99-111.

Priyono, A., 2000. Interpretasi Geologi Seismik,Diktat Kuliah Program Pasca Sarjana Geologidan Geofisika Institut Teknologi Bandung,Jurusan Geofisika Institut Teknologi Bandung,255 hal.

Ringis, J., 1993. Deposit Models for Detrital HeavyMinerals on East Asian Shelf Areas and theUse of High Resolution Seismic Profiling Tech-niques in Their Exploration, CCOP Publica-tion.

Sangree, J.B. and Wiedmier, J.M., 1979. Inter-pretation Facies from Seismic Data,Geophysic 44(2): 131 pp.

Sherif, R.E., 1980. Seismic Stratigraphy, Interna-tional Human Resources Development Corpo-ration, Boston: 222 pp.

Sukmono, S., 1999. Interpretasi Seismik Refleksi,Penerbit ITB, Bandung: 269 hal.

Tjia, H.D., 1970. Quaternary Shorelines of theSunda Land, South East Asia, Geol.Mijnbouw, 49(2): p.35-144.

Usman, E. and Subandrio, A.S., 2008. ShallowSeismic Imaging for Paleo-Channel MappingRelated To Tin Prospecting On TanjungPenyusuk Offshore, Northern Bangka. JointExploration of MGI – APMR/APRI, Intern Re-port: 90 pp.

Yoo, D.G. and Park, S.C., 2000. High ResolutionSeismic Study as a Tool for Sequence Strati-graphic Evidence of High Frequency Sea LevelChanges: Latest Pleistocene-Holocene Ex-ample from Korea Strait, Journal of Sedimen-tary Research, 70(2): 296-309.

Zaim, Y., 1996. Stratigrafi Kuarter di Indonesia:Pengaruh Perubahan Muka Laut Global KalaPlistosen Terhadap Penyebaran danLingkungan Hidup Manusia Purba di Jawa,Makalah PIT Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia(PIT IAAI) ke-VII, Cipanas.

147Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

PENETAPAN NILAI BAGI HASILATAS PRODUKSI BATUBARA MUTU RENDAH

Rochman Saefudin, Ijang Suherman, Datin F.Umar, Bukin DaulayPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jenderal Sudirman No.623, Bandung. 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6038027

e-mail : [email protected], [email protected], [email protected],[email protected]

SARI

Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan,terutama untuk mendukung proses industrialisasi. Batubara sebagai salah satu sumber energi dapatberfungsi sebagai bahan bakar dan bahan baku.

Batubara sebagai salah satu sumber energi jumlahnya sangat besar, yaitu 104,8 miliar ton denganmutu yang sangat bervariasi, baik dilihat dari jenis (komposisi kimia, maseral dan sifat fisik) maupunperingkatnya yaitu rendah (lignit), menengah (subbituminus) dan tinggi (bituminus-antrasit), namundari jumlah batubara tersebut sebagian besar merupakan batubara bermutu menengah dan bermuturendah yang kurang ekonomis bila diusahakan.

Batubara mutu rendah adalah batubara yang memiliki nilai kalor < 5.100 kkal/kg, kandungan abu>17%, dan kandungan sulfur >2% dalam air dried basis (adb).

Agar pengusahaan batubara mutu rendah bisa ekonomis, baik di dalam usaha penambangan, maupunpemanfaatannya sebagai bahan bakar atau bahan baku, perlu ditetapkan nilai bagian pemerintah atasproduksi batubara mutu rendah dari pengusahaan(PKP2B) supaya bisa bersaing dengan batubaramutu baik. Dari hasil kajian yang telah dilakukan melalui model simulasi dengan menggunakan 4(empat) parameter, yaitu nilai kalor, abu, sulfur, dan natrium, maka diusulkan 3 (tiga) alternatif nilaibagi hasil untuk batubara mutu rendah sebagai berikut :a) Alternatif I :

Dua atau tiga parameter : 10,0 %Empat parameter atau lebih : 8,5 %Parameter Lignit : 7,5 %

b) Alternatif II :Dua atau tiga parameter : 10,0 %Empat parameter atau lebih : 8,0 %

c) Alternatif III :Dua, tiga atau empat parameter : 9,0 %Parameter Lignit : 7,5 %

d) Alternatif IV :Membagi nilai bagi hasil batubara mutu rendah berdasarkan nilai kalornya (NK), yaitu :

5.100 kkal/kg < NK > 4.600 kkal/kg : 9,0%NK d” 4.600 kkal/kg : 7,5%

Kata kunci : batubara mutu rendah, nilai bagi hasil

148 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

ABSTRACT

Energy has a main role in the sustainable national development to particularly support the industrial-ization process. Coal, one of the energy sources, can function as fuel and raw material.

Coal has a huge potential in Indonesia, which is 104.8 billion tons. Its quality is various according tothe type (chemical composition, maceral and physical property) and the rank (lignite, subbituminous,bituminous and anthracite). However, most of the coals is low-rank coal (LRC) and is not economicalfor the utilization.

The LRC has a calorific value of <5.100 kcal/kg, ash content of >17% and sulphur content of >2% inair-dried basis (adb).

In order to improve the business of the LRC economically, either the mining operation or the utilizationas fuel or raw material, it needs to determine a value of the government side for the LRC productionfrom Coal Contract of Work, so that it can compete with high-rank coals. According to the assess-ment that has been carried out through a simulation model by applying 4 parameters that are calorificvalue, ash, sulphur and sodium, it is suggested 3 alternatives of the production sharing for the LRC asfollows:a) Alternative I

2 or 3 parameters : 10.0 %4 parameters or more : 8.5 %Lignite parameter : 7.5 %

b) Alternative II2 or 3 parameters : 10.0 %4 parameters or more : 8.0 %

c) Alternative III2, 3 or 4 parameters : 9.0 %Lignite parameter : 7.5 %

e) Alternative IVDividing the value of production sharing of LRC based on its calorific value (CV):

5,100 kcal/kg < CV > 4,600 kcal/kg : 9.0%CV d” 4,600 kcal/kg : 7.5%

Keywords: low-rank coal (LRC), value of production sharing

1. PENDAHULUAN

Meningkatnya peran batubara sebagai pemasokenergi di masa mendatang membuat industri inimemiliki daya tarik yang sangat besar bagi parainvestor tak terkecuali di Indonesia.

Indonesia sendiri mengalami pertumbuhankonsumsi batubara yang cukup pesat dalambeberapa tahun terakhir, yakni dari 13,2 juta tonpada 1997 menjadi 52,545 juta ton pada 2008,atau meningkat 4 kali lipat (392%). Peningkatanjumlah konsumsi yang sangat tajam tersebutdisebabkan meningkat tajamnya permintaanbatubara sebagai sumber energi terutama untukpembangkit listrik, baik di dalam negeri maupundi negara-negara importir. Tidak mengherankan

apabila sejalan dengan itu jumlah perusahaanpertambangan batubara di Indonesia pun tumbuhpesat khususnya dalam beberapa tahun terakhir.

Di sisi lain, dari jumlah cadangan batubara Indo-nesia sebesar 104,8 miliar ton sebagian besartermasuk ke dalam katagori batubara peringkatrendah (Low Rank Coal) (Pusat Sumber dayaGeologi, 2008).

Untuk mencapai sasaran bauran energi nasional2025, yakni pemakaian batubara diharapkanmencapai 34,4%, maka salah satu langkah yangperlu dilakukan untuk menunjang ketahanan energinasional tersebut adalah menetapkan tarif nilaibagi hasil untuk pengusahaan batubara muturendah yang akan menjadi pemasok batubara

149Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

untuk PLTU sehingga harganya bisa kompetitifdengan batubara mutu baik. Hal tersebut perludilakukan karena sampai saat ini belum adaketetapan tarif yang dikeluarkan oleh pemerintahuntuk pengusahaan batubara mutu rendah,khususnya untuk PKP2B. Yang ada adalahketentuan bagian pemerintah untuk batubara mutubaik sebesar 13,5% dari produksi batubara yangterjual, dan ketentuan tambahan yang tertuang didalam Keppres No.75 Tahun 1996 tentangKetentuan Pokok Perjanjian Kontrak KaryaPengusahaan Pertambangan Batubara Pasal 3ayat 2 yang berbunyi : “Dalam hal pengusahaanpertambangan dilakukan dengan cara bawahtanah dan atau batubara yang diproduksi ternyatabermutu rendah, besarnya hasil produksi batubarayang harus diserahkan kepada Pemerintahsebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapatdipertimbangkan kembali berdasarkan hasil kajianyang diajukan oleh perusahaan Kontraktor Swasta”

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi dan Cadangan

Wilayah Indonesia diketahui memiliki potensiendapan batubara sangat luas, namun batubarayang bernilai ekonomis untuk dikembangkanhanya terkonsentrasi pada cekungan-cekunganTersier di Indonesia bagian barat yaitu di pulauSumatera dan pulau Kalimantan.

Endapan batubara di Indonesia terbentuk padalingkungan pengendapan yang bervariasi mulailingkungan rawa-rawa, danau, darat, laguna, dandelta yang kadang-kadang dipengaruhi olehpasang surut air laut. Keadaan lingkunganpengendapan yang berbeda-beda tersebut

menghasilkan jenis batubara yang bervariasi dalambentuk dan ketebalan (kuantitas) maupun kualitasbatubara.

Kriteria kualitas batubara dapat dibedakan atasbeberapa macam, pada umumnya didasarkanpada:

Peringkat Batubara (Coal Rank)Nilai Kalori (Calorivic Value)Kandungan bahan/unsur dalam batubara(kadar air, abu, belerang, zat terbang, karbontertambat, dll)Sifat fisik batubara (kekerasan, muai bebas,titik leleh abu).

Penggolongan kualitas batubara mutu rendah,batubara mutu sedang, dan batubara mutu tinggiseringkali dikaitkan dengan tujuan pemanfaatanbatubara itu sendiri yang tergambarkan denganpermintaan pada spesifikasi batubara yangdiinginkan. Berdasarkan tingkat kalorinya batubaraIndonesia dibagi menjadi 4 (empat) bagian , yaitu :1) Batubara Kalori Rendah < 5.100 kal/gr.2) Batubara Kalori Sedang 5.100 - 6.100 kal/gr.3) Batubara Kalori Tinggi 6.100 - 7.100 kal/gr.4) Batubara Kalori Sangat Tinggi > 7.100 kal/gr.

Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun2008 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber DayaGeologi, Departemen Energi dan Sumber DayaMineral adalah sebesar 104,8 miliar ton, denganjumlah cadangan batubara Indonesia dihitungterhadap endapan bahan batubara yang telahdiketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas,kualitas, dan secara ekonomi memenuhi kriterialayak tambang, yang dihimpun oleh Pusat SumberDaya Geologi tahun 2008 dari laporan perusahaan-perusahaam PKP2B di Indonesia adalah sebesar22,2 miliar ton (Tabel 1).

Tabel 1. Kualitas, sumberdaya, cadangan dan produksi batubara Indonesia, 2008

KualitasSumberdaya (Juta Ton) Jumlah

Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Total %

Kalori Rendah 5,057.68 6,588.24 3,721.16 5,815.96 21,183.05 20.22Kalori Sedang 27,764.43 18,888.21 10,941.82 11,956.19 69,550.65 66.39Kalori Tinggi 1,708.18 6,187.41 1,069.29 4,056.61 13,021.50 12.43Kalori Sangat Tinggi 90.11 482.93 5.80 422.81 1,001.64 0.96

Total 34,620.40 32,146.79 25,738.08 22,251.57 104,756.83 100.00

Sumber : Pusat Sumbe Daya geologi, 2008

150 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

2.2. Batubara Mutu Rendah

Secara umum ada tiga jenis analisis dan pengujianyang dilakukan untuk menenetukan mutubatubara, yaitu :

1) Analisis ProksimatAnalisis proksimat merupakan analisismendasar dalam penentuan mutu batubara,yaitu untuk mengetahui kandungan airlembab, zat terbang (volatile matter), abu dankarbon tertambat (fixed carbon).

2) Analisis UltimatAnalisis ultimat merupakan analisis kimiauntuk mengetahui persentase dari senyawakimia yang terbentuk dari hasil ikatan antarakarbon, nitrogen (N), oksigen (O) dan sulfur/belerang (S). Kecuali nitrogen, senyawa-senyawa tersebut juga terdapat padakomponen mineral seperti karbonat, sulfida,sulfat dan mineral lempung. Hidrogen danoksigen juga merupakan komponen yangpenting dalam analisis penentuan kandunganair total batubara. Dari hasil analisis tersebut,pengguna batubara khususnya pembangkitlistrik dan pabrik semen sudah dapat mempre-diksi perilaku unsur-unsur tersebut baik padasaat berlangsungnya proses pembakaranmaupun setelah pembakaran, sehingga perlutidaknya migitasi gas-gas NOx dan SOx dapatdiketahui sebelumnya.

3) Analisis Sifat-Sifat LainAnalisis sifat-sifat lainnya termasuk penentuannilai kalor (calorific value), analisis komposisiabu, titik leleh abu (ash fusion temperature), nilai

muai bebas (free swelling index), nilai keter-gerusan (hardgrove grindability index), beratjenis, komposisi maseral (maceral composition)dan reflektansi vitrinit (vitrinite reflectance).

Berdasarkan gabungan maseralnya, microlithotypedapat dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu mono-maseral (1-maseral), bi-maseral (2-maseral) dantrimaseral (3-maseral) seperti terlihat pada Table 2.

Vitrinit juga merupakan maseral utama padabatubara, tidak terpengaruh oleh pelapukan dannilai yang diperoleh dapat dikorelasikan denganstandar peringkat batubara yang ada, termasukASTM (1977) seperti pada Tabel 3.

2.3. Terminologi Batubara Mutu Rendah

Mutu (grade) adalah nilai keadaan sesuatuberdasarkan sifat fisik, kimia, dan mekanik.Khusus untuk batubara, mutu atau kualitasditentukan dari dua faktor utama, yaitu jenis (type)dan peringkat (rank) batubara tersebut. Jenisbatubara ditentukan dari komponen/komposisibatubara yang terdiri dari maseral (vitrinit, inertinitdan liptinit) dan mineral pembentuk sepertilempung, sulfida, silikat dan karbonat. Sedangkanperingkat batubara berhubungan erat dengantingkat pematangan batubara (pembatubaraan/coalification), yang dimulai dari gambut, lignit,subbituminus, bituminus, semiantrasit sampaiantrasit seperti diilustrasikan pada Gambar 1.

Jenis atau tipe batubara sangat dipengaruhi olehjenis tumbuhan pembentuk dan lingkunganpengendapan dimana batubara tersebut terdapat.Dalam perkembangannya, berlangsung proses

Tabel 2. Klasifikasi microlithotype batubara

Grup Microlithotype Komposisi Maseral

Mono-Maseral* Vitrit Vitrinit >95%Inertit Inertinit >95%Liptit Liptinit >95%

Bi-Maseral* KlaritVitrinertitDurit Vitrinit + Liptinit >95%Vitrinit + inertinit >95%Liptinit + inertinit >95%

Tri-Maseral* Duroklarit Vitrinit > Liptinit > InertinitKlarodurit Inertinit > Vitrinit > Liptinit

Vitrinertoliptit Liptinit > Vitrinit > Inertinit

* Setiap maseral >5%

151Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

sodium, nitrogen, faktor slagging dan faktor foul-ing. Besaran nilai setiap parameter tersebut di atasyang dipergunakan oleh konsumen tidaklah samakarena sangat tergantung kepada teknisoperasional (rancangan peralatan), regulasi yangada setempat dan keekonomian masing-masingpenggunaaan batubara.

Dengan demikian besaran nilai setiap parameteryang disajikan disini adalah nilai yang sangatmenonjol (significant), seperti pada Tabel 4, Tabel5, dan Tabel 6 yang berdampak negatif terhadapnilai jual dan pemanfaatan dari batubara tersebut.

Dari uraian di atas, maka dalam menilai mutubatubara harus ditinjau dari peringkat (nilai kalor),dan jenisnya (umumnya pengotor). Namundemikian, khusus untuk kajian ini faktor pengotoryang digunakan baru dua, yaitu abu, dan sulfur,sehingga definisi Batubara Mutu Rendah adalah

Tabel 3. Hubungan antara reflektansivitrinit dan peringkat batubaramenurut klasifikasi ASTM (1977)

Reflektansi PeringkatVitrinit, %

< 0,37 Lignite0,37 – 0,47 Subbituminous0,48 – 0,57 High Volatile Bituminous C0,58 – 0,71 High Volatile Bituminous B0,72 – 1,10 High Volatile Bituminous A1,11 – 1,50 Medium Volatile Bituminous1,51 – 2,05 Low Volatile Bituminous2,06 – 3,00 Semi Anthracite

>3,00 Anthracite

Gambar 1. Pengertian mutu batubara

Tabel 4. Parameter dan batasan nilaiuntuk penentuan batubara muturendah

No. Parameter Batasan Nilai

1 Nilai Kalor, kkal/kg (adb) < 5.1002 Abu, % (adb) >173 Sulfur, % (adb) >24 HGI <355 Titik Leleh Abu, ºC <11506 Sodium (Na2O), % >4dalam Abu7 Nitrogen, % >1,58 Faktor Slagging Sangat Tinggi9 Faktor Fouling Sangat Tinggi

kimia dan biokimia. Sedangakan peringkatbatubara dipengaruhi oleh salah satu ataugabungan dari temperatur, tekanan dan waktu.Selama perkembangannya, hanya terjadi prosesfisika berupa pemadatan. Parameter yang umumdipergunakan untuk menentukan peringkatbatubara antara lain adalah nilai kalor, kandunganair, karbon total dan reflektansi vitrinit.

Secara umum parameter yang sering dipergunakanuntuk menentukan mutu batubara adalah peringkatdan pengotor. Dalam tulisan ini parameterperingkat yang dipergunakan adalah nilai kalor.Sedangkan parameter pengotor antara lain adalahkandungan abu, sulfur, HGI, titik leleh abu (AFT),

Tabel 5. Faktor slagging dan fouling abubatubara bituminus (Wall, 1990)

Faktor Tipe Faktor TipeSlagging, Slagging Fouling, FoulingRs Rf

< 0,6 Rendah < 0,2 Rendah0,6 – 2,0 Sedang 0,2 – 0,5 Sedang2,0 – 2,6 Tinggi 0,5 – 1,0 Tinggi

> 2,6 Sangat > 1,0 SangatTinggi Tinggi

152 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

batubara yang memiliki nilai kalor < 5.100 kkal/kg, abu > 17%, dan sulfur >2% dalam air driedbasis (adb).

2.4. Penanganan Batubara PeringkatRendah

Batubara peringkat rendah (lignit dan Sub-bituminus B dan C) mempunyai kecenderunganterhadap terjadinya swabakar (self combustion).Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya swabakar adalah sebagai berikut:

Peringkat batubaraKadar air dalam batubaraKomposisi petrografi batubaraUkuran butirTemperatur timbunanKonsentrasi oksigen yang kontak denganbatubaraKelembaban udaraPeredaran/kecepatan aliran udara

3. MODEL PENENTUAN TARIF BAGIHASIL UNTUK BATUBARA MUTURENDAH

3.1. Penyusunan Model Bagi Hasil

Faktor substansial yang perlu dicermati dalammenetapkan besaran persentasi bagi hasil adalahmenentukan atau menghitung bagi hasil bagianpemerintah dari produksi batubara mutu rendahdengan mengacu kepada pembagian hasilkeuntungan yang wajar (reasonable) antarapengusaha batubara (kontraktor) dan pemerintah,dan menjadikan batubara mutu rendah mempunyainilai kompetitif dengan batubara mutu tinggi.

Oleh karena itu model pemecahannya akanmengacu pada konsep ekonomi pemanfaatansumber daya batubara yang telah diuraikan di atas.Disamping itu, sebagai sandaran perumusanadalah bagian pemerintah dari hasil pengusahaan

batubara oleh kontraktor yang berlaku saat ini,yaitu sebesar 13,5% dari jumlah produksi, yangmasih diberlakukan secara umum.

a. Model Bagi Hasil

Sesuai dengan isi perjanjian kontrak kerja antaraPemerintah dengan perusahaan kontraktor denganmenggunakan pola Perjanjian Karya PengusahaanPertambangan Batubara (PKP2B), besarnyapersentase bagian Pemerintah telah ditetapkansebagai berikut :

G (h) = 13,5 %

Besar pendapatan bagian Pemerintah (N)merupakan hasil perkalian persentasi bagianpemerintah (G(h)) dengan jumlah produksi (Q) danharga batubara (P), seperti yang ditunjukkan padapersamaan berikut :

N = G (h) x Q x P

Selanjutnya untuk menentukan atau menghitungbagi hasil bagian pemerintah dari produksibatubara mutu rendah dengan mengacu kepadapersentase bagi hasil dari pengusahaan batubarayang berlaku saat ini. Dengan perkataan lainpersentase bagi hasil bagian pemerintah daripengusahaan batubara mutu rendah sebagaifungsi dari faktor koreksi atau faktor bobot dikalikandengan konstanta persentase bagi hasil daribatubara mutu tinggi (13,5%), yang secaramatematis dirumuskan cukup sederhana, yaitu :

G (l) = 13,5 % x F

dengan :G(l) = Persentase bagi hasi l bagian

pemerintah dari pengusahaanbatubara mutu rendah

13,5% = Persentase bagi hasi l bagianpemerintah dari pengusahaanbatubara (PKP2B) yang berlaku saat

Tabel 6. Faktor slagging dan fouling abu batubara lignitik (Wall, 1990)

Faktor Slagging, Rs Tipe Slagging Faktor Fouling, Rf Tipe Fouling

> 1340°C Rendah < 2,0 Rendah1340 - 1250°C Sedang 2,0 – 3,0 Sedang1250 - 1150°C Tinggi 3,0 – 6,0 Tinggi

< 1150°C Sangat Tinggi > 6,0 Sangat Tinggi

153Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

ini.F = Faktor bobot atau faktor koreksi atau

faktor insentif

Oleh karena itu, langkah selanjutnya di dalampenghitungan untuk penetapan nilai bagi hasilbagian pemerintah dari PKP2B untuk batubaramutu rendah adalah merumuskan faktor bobottersebut.

b. Model Faktor Bobot

Faktor bobot merupakan faktor/ variabel koreksiterhadap persentase bagi hasil bagian pemerintahyang berlaku saat ini (13,5%) untuk menghitungpersentasi bagi hasil bagian pemerintah daripengusahaan batubara mutu rendah. Dalam kajianini, perumusan faktor bobot didefinisikan sebagaifungsi dari perbandingan (proporsi) relatif hargabatubara mutu rendah dan batubara mutu tinggi.Secara matematik, faktor bobot diformulasikansebagai berikut :

P(h)Pcor(l)kF =

dengan :Pcor (l) = Harga batubara mutu rendah

berdasarkan harga batubara mututinggi yang terkoreksi

P(h) = Harga batubara mutu tinggik = konstanta

Yang menjadi permasalahan dari model faktorbobot tersebut adalah belum diketahuinya hargabatubara mutu rendah yang sesuaikeekonomiannya, karena pangsa pasarnya yangbelum ada. Oleh karena itu, untuk penyusunanmodel harga batubara mutu rendah akanditentukan melalui simulasi pemodelanberdasarkan konsep ekonomi pemanfaatan sumberdaya batubara. Pemanfaatan sumber dayabatubara sebagai komoditas energi dipengaruhioleh mutunya dan pada proses pengalihannyamenjadi komoditas, sebagaimana komoditas lain,akan dipengaruhi oleh biaya produksi dan harga.Penyederhanaan penilaian pada prosespemanfaatan sumber daya dilakukan dari faktor-faktor alam dan parameter ekonomi yang sangatkompleks.

Faktor-faktor alam dimaksudkan adalah parameterkarakteristik (mutu) batubara, yaitu parameterperingkat dan parameter pengotor. Sedangkan

parameter ekonomi terdiri dari biaya penanganan(handling cost).

c. Model Koreksi Pengaruh Peringkat danPengotor

Pada prinsipnya tingkat harga batubara di pasaranditentukan oleh karakteristik atau mutu batubara,baik dari nilai kalor maupun tingkat pengotornya,yang meliputi abu, sulfur, natrium, HGI, titik lelehabu, sodium (Na2O), faktor slagging, dan faktorfouling. Adapun kandungan air dan reflektansivitrinit sudah terwakili oleh nilai kalor, karena adakorelasi kuat diantara kedua parameter tersebut.Dengan demikian, harga akan terkoreksi olehperbedaan nilai kalor (peringkat) dan olehperbedaan tingkat pengotor.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka modelpersamaan koreksi harga dari unsur peringkat danpengotor adalah sebagai berikut :

Pengaruh Peringkat :CCV = c x [{CV(h) - CV(l)} / CV(l)] x P(h)

Pengaruh Pengotor :Cli = Ki x {li(l) - li(h)} x P(h)

dengan :CCV = Koreksi harga dari penurunan nilai kalorCIi = Koreksi harga dari perubahan kenaikan

tingkat pengotor unsur iP = Harga batubara mutu tinggiCV(h) = Nilai kalor batubara mutu tinggiCV(l) = Nilai kalor batubara mutu rendahIi(h) = Nilai unsur pengotor i pada batubara

mutu tinggiIi(l) = Nilai unsur pengotor i pada batubara

mutu rendahc, ki = konstanta

Pada model persamaan koreksi harga daripengaruh peringkat, perumusan dalam tandakurung besar merupakan koefisien elastisitas,yaitu proporsi relatif dari perbedaaan nilai kalor,yang menunjukkan perbedaan efisiensi energiantara batubara mutu tinggi dan batubara muturendah. Sedangkan pada persamaan koreksiharga dari pengaruh pengotor, perumusan dalamtanda kurung kurawal merupakan koefisienelastisitas, yakni selisih nilai pengotor (abu, sul-fur, dan sodium) dari kedua jenis batubara tersebut.Dalam permodelan koreksi tersebut, simulasikoefisien elastisitas dari pengaruh perubahan nilaikalor dan perubahan tingkat pengotor merupakan

154 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

dua dari empat parameter yang dipertimbangkandalam optimalisasi perberbedaan atau “delta” hargabatubara mutu tinggi dan mutu rendah.

d. Model Handling Cost

Pekerjaan eksploitasi pada pengusahaan batubaradapat dikelompokkan menjadi pekerjaan penam-bangan/penggalian dan pekerjaan penanganan(handling cost).

Biaya pekerjaan penambangan (mining cost) padapengusahaan batubara mutu tinggi dan muturendah akan sama, karena menggunakan jenisperalatan yang sama. Sedangkan biaya penanganan(handling cost) untuk mutu rendah relatif lebihbesar dari pada batubara mutu tinggi, antara lainkarena perbedaan densitas dan perbedaan nilai kalor.

HC(h)CV(l)CV(h)

d(l)d(h)HC(l) ×

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

×=

Hubungan fungsional antara biaya penanganbatubara mutu rendah dengan mutu tinggidihubungkan dengan koefisien elastisitas darisimulasi perbandingan densitas dan nilai kalor,sebagai kovensasi dari adanya perbedaan volumeuntuk energi yang sama. Secara matematis,model persamaannya adalah:

dengan :)(lHC = Biaya penanganan (handling cost)

batubara mutu rendah)(hHC = Biaya penanganan (handling cost)

batubara mutu tinggi)(ld = Densitas batubara mutu rendah

)(hd = Densitas batubara mutu tinggi

)(lCV = Nilai kalor batubara mutu rendah

)(hCV = Nilai kalor batubara mutu tinggi

Semakin besar perbedaan densitas demikian pulaperbedaan nilai kalor, maka akan semakinsignifikan kenaikan biaya handling cost batubaramutu rendah dibanding handling cost batubara tinggi.

e. Model Harga

Tingkat harga batubara secara ekonomi ditentukandengan mempertimbangkan kriteria dari sisiprodusen dan konsumen atau ditentukan denganmempertimbangkan manfaat yang diterima

produsen dan konsumen. Ada dua pendekatandalam menentukan atau menghitung tingkat harga.Pertama, harga batubara mutu rendah dihitungberdasarkan penurunan harga mutu tinggi karenaterkoreksi atau disesuaikan karena adanyapenurunan peringkat dan gangguan tingkatpengotor termasuk handling cost relatif.

Sebagai pembanding dihitung pula harga minimumsebagai fungsi dari biaya produksi (mining costdan handling cost), bagi hasil, dan marginal profit.Secara matematis model persamaan hargabatubara mutu rendah tersebut adalah :

Harga Koreksi/Penyesuaian :

Pcor(l) = P(h) - {HC(l) - HC(h)} - ΣiCCli

dengan :Pcor (l) = Harga batubara mutu rendah

berdasarkan harga batubara mututinggi yang terkoreksi

P(h) = Harga batubara mutu tinggiHC(l) = Biaya penanganan batubara mutu

rendahHC(h) = Biaya penanganan batubara mutu

tinggiCCIi = Koreksi harga dari peringkat atau

pengotor

Harga Minimum :

Pmin(l) = (1+η)[{1 + B(l)} x {MC(l) + HC(h)}]

dengan :Pmin (l) = Harga minimum batubara mutu rendahB(l) = Persentase bagi hasil bagian pemerintah

dari batubara mutu rendah.P(h) = Harga batubara mutu tinggiMC(l) = Biaya penanganan batubara mutu

rendahMC(h) = Biaya penanganan batubara mutu tinggiη = Persentase profit margin

3.2. Aplikasi Model untuk Penetapan BagiHasil

Permodelan bagi hasil bagian pemerintah daripengusahaan batubara mutu rendah dalam polaPerjanjian Karya Pengusahaan PertambanganBatubara (PKP2B) yang telah dirumuskan di atas,dimaksudkan untuk menentukan besaranpersentase bagi hasil bagian pemerintahberdasarkan pengaruh perbedaan peringkat (nilaikalor), dan pengotor (sulfur, abu, natrium dan

155Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

sebagainya) serta biaya produksi (handling cost)antara batubara mutu rendah dan mutu tinggi.

Untuk mengaplikasikan model dalam rangkamenentukan besaran bagi hasil bagian pemerintahdari pengusahaan batubara mutu rendahdiperlukan batasan-batasan (asumsi) dan simulasivariasi parameter peringkat (nilai kalor) dan pa-rameter pengotor (abu, sulpur, natrium, danlainnya) sebagai berikut :

a) Batasan :a. Batubara mutu rendah sebagai obyek yang

akan ditimbang, sedangkan batubara mututinggi sebagai obyek penimbangnya.

b. Setiap penurunan nilai kalor dari CV(h) keCV(l) diasumsikan harga terkoreksisebesar [{CV(h)-CV(l)}/CV(h)] x P(h).

c. Setiap kenaikan satu satuan (1%) nilai ash(abu) diasumsikan harga terkoreksisebesar 0,005 x P(t).

d. Setiap kenaikan satu satuan (1%) nilaisulfur diasumsikan harga terkoreksisebesar 0,05 x P(t).

e. Setiap kenaikan satu satuan (1%) nilainatrium diasumsikan harga terkoreksisebesar 0,025 x P(t).

f. Perbandingan densitas batubara mututingggi dan mutu rendah 1,3 : 1,15.

g. Persentase profit margin dari pengusahaanbatubara mutu rendah diasumsikan 10%.

h. Perhitungan bagi hasil batubara muturendah dibatasi oleh harga batubara muturendah yang minimum.

b) Simulasi Variasi :a. Simulasi dengan menggunakan dua variasi

parameter, yaitu nilai kalor dan salah satuparamater pengotor,

b. Simulasi dengan menggunakan tiga variasiparameter, yaitu nilai kalor dan dua param-eter pengotor,

c. Simulasi dengan menggunakan empatvariasi parameter, yaitu nilai kalor dan tigaparameter pengotor,

d. Simulasi dengan menggunakan parameterbatubara lignit.

Hasil dari proses aplikasi model dapat dilihat padaTabel 7. Dari hasil simulasi tersebut dapat diulassebagai berikut :

a. Parameter batubara mutu tinggi yang dijadikansebagai standar penimbang adalah :

nilai kalor (caloric value) = 6.100 kkal/kg

abu (ash) = 4 %sulfur = 1 %sodium (Na2O) = 1,2 %Mining Cost = 25 USD /tonHandling Cost = 2,00 USD /tonHarga = 40 USD /ton.

b. Untuk variasi dua parameter batubara muturendah, yaitu parameter nilai kalor = 5.100kkal/kg dan salah satu parameter pengotoryang diwakili oleh abu = 17 %, sulfur = 2 %,atau sodium = 4 %, diperoleh handling cost2,7 USD, dan rata-rata harga batubara muturendah yang masih kompetitif 26,4 USD ataudelta harga dengan batubara mutu tinggi mini-mum 8,6 USD. Adapun besaran bagi hasilbagian pemerintah berkisar antara 10,07 % –10,34 % atau rata-rata 10,18 %. Adapun untukvariasi tiga dan empat parameter batubaramutu rendah serta untuk batubara lignit,masing masing rata-rata besaran bagi hasilbagian pemerintah adalah 9,35 %; 8,52 %;dan 7,33 %.

c. Semakin besar (tinggi) harga batubara mututinggi maka semakin besar pula hargabatubara mutu rendah, namun perbedaannya(delta) semakin besar secara proporsional(agar dapat kompetitif). Hal ini dapat dilihatpada gambar 2.

Adapun dari variasi naik-turunnya harga batubaratersebut berdampak tidak signifikan terhadapbesaran perhitungan bagi hasil bagian pemerintah.Hal ini dapat dilihat dari grafik sensitifitas hargaseperti contoh untuk batubara lignit pada Gambar 3.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh besarannilai bagi hasil yang diperoleh terhadap kelayakanusaha penambangan batubara mutu rendah, makaakan dicoba digunakan di dalam perhitungankelayakan pengusahaan batubara mutu rendah,dengan memasukkan terhadap aliran kas (cah flow)dari laporan studi kelayakan penambangan batubara.

Perusahaan yang akan dijadikan contoh di dalamproses simulasi ada 2 perusahaan yang berlokasidi Kalimantan yang berencana mengembangkanke penambangan batubara mutu rendah. Karenadata yang akan digunakan di dalam perhitunganini merupakan data keuangan perusahaan yangakan dijadikan contoh di dalam proses penghitungan,maka untuk menjaga kerahasiaan, nama perusahaantidak dicantumkan atau diganti dengan namaperusahaan A, dan perusahaan B.

156 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Gambar 3. Grafik sensitivitas harga terhadap persentase bagi hasil untuk batubara lignit

7.15

7.20

7.25

7.30

7.35

7.40

7.45

7.50

12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 HARGA (USD)

BA

GIH

SIL

(%)

(%)

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

20 25 30 35 40 45 50 55 HARGA BATUBARA MUTU TINGGI (USD)

Dua Parameter Tiga Parameter Empat Parameter Lignit

HAR

GA

BATU

BAR

A M

UTU

REN

DAH

(USD

)

Gambar 2. Hubungan harga batubara mutu rendah dan mutu tinggi

157Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

Empa

t Par

amet

erLi

gnit

CV+

Ash

CV+

SC

V+N

a2O

CV+

Ash+

SC

V+As

h+N

a2O

CV+

S+N

a2O

CV+

Ash+

S+N

a2O

Mut

u Ti

nggi

(Pen

imba

ng)

Nila

i Kal

or (

Kkal

/kg)

6100

.00

Abu

(%)

4.00

Sulfu

r (%

)1.

00So

dium

(Na2

O) (

%)

1.20

Min

ing

Cos

t (U

S$)

12.5

8H

andl

ing

Cos

t (U

S$)

2.00

Har

ga (A

) (U

S$)

35.0

0

Mut

u R

enda

h (D

itim

bang

)N

ilai K

alor

(Kka

l/kg)

5100

.00

5100

.00

5100

.00

5100

.00

5100

.00

5100

.00

5100

.00

4612

.00

Ash

(%)

17.0

04.

004.

0017

.00

17.0

04.

0017

.00

17.0

0Su

lfur (

%)

1.00

2.00

1.00

2.00

1.00

2.00

2.00

2.00

Sodi

um (N

a2O

) (%

)1.

201.

204.

001.

204.

004.

004.

004.

00M

inin

g C

ost (

US$

)12

.58

12.5

812

.58

12.5

812

.58

12.5

812

.58

12.5

8H

andl

ing

Cos

t (U

S$)

2.70

2.70

2.70

2.70

2.70

2.70

2.70

2.99

Kore

ksi H

arga

(US$

)8.

017.

498.

199.

7610

.46

9.94

12.2

115

.01

Har

ga T

erko

reks

i (U

S$)

26.2

826

.81

26.1

124

.53

23.8

324

.36

22.0

819

.00

Selis

ih (d

elta

) har

ga (U

S$)

8.72

8.19

8.89

10.4

711

.17

10.6

412

.92

16.0

0

Har

ga M

inim

um (B

) (U

S$)

18.5

218

.55

18.5

118

.40

18.3

618

.39

18.2

418

.38

Fakt

or In

sent

if (B

obot

)0.

750.

770.

750.

700.

680.

700.

630.

54Ba

gian

Pem

erin

tah

(%)

10.1

410

.34

10.0

79.

469.

199.

408.

527.

338.

527.

338.

527.

33

7.33

Ket

eran

gan

: C

V =

Nila

i Kal

or (C

alor

ic V

alue

), A

sh =

Abu

, S =

Sul

fur,

Na2

O =

Sod

ium

9,14

Ura

ian

Varia

si P

erin

gkat

dan

Pen

goto

rD

ua P

aram

eter

Tiga

Par

amet

er

RAT

A-R

ATA

10.1

89.

359.

779.

777.

92

Gam

bar

7.Si

mul

asi b

agi h

asil

bagi

an p

emer

inta

h da

ri ba

tuba

ra m

utu

rend

ah

158 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Bagi hasil untuk Pemerintah dalam penghitunganini sesuai dengan perjanjian kontrak antaraPemerintah dan perusahaan untuk batubarasecara umum, yang termasuk di dalam biayaoperasi/produksi yang ditetapkan sebagai patokandasar, yaitu sebesar 13,5% dan nilai bagi hasilberdasarkan perhitungan yang baru. Untukselanjutnya akan dihitung nilai indikatorkeuntungan dari kelayakan finansial penambanganbatubara mutu rendah masing-masing perusahaanIndikator keuntungan yang dihitung di dalamproses simulasi ini adalah :a. Net Present Value (NPV).b. Internal Rate of Return (IRR).

Dengan nilai MARR (Minimal Atractive Rate ofReturn) yang digunakan 10%, maka diperoleh nilaiindikator keuntungan untuk perusahaan A dan Bsebagai berikut :

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Batubara Mutu Rendah adalah batubara yangmemiliki peringkat menengah dan tinggidengan kandungan pengotor tinggi, termasukbatubara peringkat rendah (lignit).

2. Model bagi hasil bagian pemerintah daripengusahaan batubara (PKP2B) mutu rendah, dirumuskan sebagai fungsi dari faktor bobot

dikalikan persentase bagi hasil yang secaramatematis ditulis G (l) = 13,5 % x F. Faktorbobot (F) didefinisikan sebagai fungsi dariperbandingan (proporsi) harga batubara muturendah dan batubara mutu tinggi. Karena hargabatubara mutu rendah belum ada, makadirumuskan melalui simulasi pemodelanberdasarkan konsep ekonomi pemanfaatansumber daya batubara, yaitu sebagai fungsidari parameter batubara (peringkat danpengotor) dan parameter ekonomi termasukbiaya penanganan (handling cost).

3. Dari hasil simulasi model yang dibuatberdasarkan kombinasi nilai kalor danpengotor (abu, sulfur, Na2O) diperoleh nilaibagi hasil untuk batubara mutu rendah sebagaiberikut :

a) Untuk dua parameter :kalori – abu : 10,14%kalori – sulfur : 10,34%kalori – natrium : 10,07%

b) Untuk tiga parameter :kalori – abu – sulfur : 9,46%kalori – abu – natrium : 9,19%Kalori – sulfur – natrium : 9,40%

c) Untuk empat parameter (kalori – abu – sul-fur – natrium) : 8,52%

d) Untuk Lignit nilai bagi hasil : 7,33%.

Tabel 8. Data perusahaan dan nilai indikator keuntungan penambangan batubara muturendah

No. Uraian SatuanPerusahaan

A B C

1 Nilai Kalori Kkal/kg 5.000 4.838 4.8002 Jumlah Cadangan Juta ton 42,2 48,0 51,73 Jarak Tambang ke Terminal Km 100,0 1004 Kapasitas Produksi Juta ton/thn 2,5 2,5 1.05 Stripping Ratio 1 : 2,4 1 : 7,2 1 : 56 Umur Tambang tahun 18 17 177 Biaya Investasi Juta US$ 48,66 4,87 44.78 Biaya Produksi US$/ton 13,47 16,30 24.829 Harga Jual US$/ton 21,58 20,00 26.0

10 Nilai Bagi Hasil % 13,5 9,14 13,5 9,14 13.5 9.1411 Net Present Value (NPV) Juta US$ 15,61 29,02 - 8,47 6,31 (647.9) 15.712 Internal Rate of Return (IRR) % 10,66 18,83 < 0 47,86 10.84 39.62

159Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah, Rochman Saefudin, dkk.

4.2. Saran

1. Karena nilai bagi hasil untuk memproduksibatubara mutu rendah belum ada ketetapannya,sedangkan potensi cadangan batubarasebagian besar bermutu menengah ke bawah,maka untuk mengoptimalkan pengusahaandan pemanfaatan batubara mutu rendahsebagai sumber energi, khususnya untukmemasok PLTU yang akan dibangun, makaperlu ditetapkan tarif nilai bagi hasil untukpengusahaan (PKP2B) batubara mutu rendahagar harganya bisa kompetitif dengan batubaramutu baik.

2. Untuk mempermudah penerapan nilai bagihasil untuk produksi batubara mutu rendah,maka berdasarkan nilai kalor dan jumlahpengotornya disarankan untuk membaginyamenjadi :a) Tiga nilai bagi hasil, yaitu :

d” 3 parameter nilai bagi hasil : 10,0%4 parameter nilai bagi hasil : 8,5%Lignit : 7,5%

b) Dua nilai bagi hasil, yaitu :d” 3 parameter nilai bagi hasil : 9,5%4 parameter dan lignit : 7,5%

DAFTAR PUSTAKA

American Society For Testing and Material(ASTM), 1993. Standard classification of coalsby rank D 388 – 92a. American Society ForTesting and Material.

Dasgupta, P.S. dan Heal, G.M, 1979, EconomicTheory and Exhaustible Resources. JamesNisbet & Co. Ltd. And Cambridge UniversityPress.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,2009, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional2010 - 2025, Jakarta, 2009.

Direktorat Pengusahaan Mineral, Batubara danPanas Bumi, 2008, Indonesia Mineral andCoal Statistic, Jakarta, 2008.

Directorate of Mineral Resources Inventory, 2008.Indonesia Coal : Resources, reserves andcalorific value. Directorate of Mineral Re-sources Inventory, Directorate General of Ge-ology and Mineral Resources, Bandung.

Du Mairy, 2004, Matematika Terapan untuk Bisnisdan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2004.

MAKALAHDIPOSTERKAN

161Analisis Potensi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri ... Triswan Suseno dan Tuti Hernawati

ANALISIS POTENSI LIMBAH HASIL PEMBAKARANBATUBARA PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

DI PULAU JAWA

Triswan Suseno dan Tuti HernawatiPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected]

S A R I

Jumlah industri kecil dan menengah di Pulau Jawa yang menggunakan batubara pada tahun 2007tercatat sudah mencapai 417 perusahaan. Industri tekstil merupakan industri yang paling banyakmenggunakan batubara, yaitu 75,78%, disusul kemudian industri kertas sebesar 8,63%, dan industrilainnya 15,59%. Terdapat sekitar 226 perusahaan di Provinsi Jawa Barat yang telah menggunakanbatubara, diikuti Jawa Tengah 115 perusahaan, Banten 52 perusahaan, dan Jawa Timur 24 perusahaan.

Proses pembakaran batubara pada industri ternyata menghasilkan limbah yang disebut dengan abudasar dan abu terbang. Besarnya limbah yang dihasilkan dari pembakaran ini sangat dipengaruhi olehjumlah batubara yang digunakan oleh setiap perusahaan. Untuk mengetahui jumlah limbah yangdihasilkan oleh perusahaan-perusahaan di Pulau Jawa ini, diambil contoh untuk diamati sebanyak 94perusahaan pemakai batubara di Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan untuk memperkirakanjumlah limbah yang dihasilkan adalah metode analisis regresi.

Selama tahun 2007, ke 417 perusahaan tersebut telah menggunakan batubara sebanyak 5,99 jutaton, masing-masing digunakan oleh Jawa Barat 3,07 juta ton, Banten 1,36 juta ton, Jawa Timur 1,09juta ton, dan Jawa Tengah sebesar 0,47 juta ton. Dari pembakaran batubara sebanyak 5,99 juta tonselama satu tahun, ternyata telah dihasilkan limbah abu dasar sebanyak 251.336 ton dan abu terbang82.877 ton. Semakin banyak batubara yang dibakar, semakin banyak pula limbah yang akan dihasilkan.

Kata kunci : limbah, abu dasar, abu terbang

ABSTRACT

Amount middle and small industry in Java have to use coal year 2007 is 417 company, textile industryis the most used coal is 75.78%, paper industry is 8.63% and others is 15.59%. There are about 226companies at West Java Province is used coal, 115 companies at Central Java, 52 companie atBanten and 24 companies at East Java.

Coal burning processing at industry to produced wasted there are bottom ash and fly ash. Amount ofwasted produced by companies influenced by amount of coal to used. To be found out amount ofproduced wasted by companies in Java, have to sampling as much as 94 companies are coal user inRegency of Bandung. To estimated of wasted is regression analysis method. In 2007, 417 companiesconsumption of coal amount 5,99 million ton, each consumpted by West Java amount 3.07 million

162 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Imbauan pemerintah agar masyarakat industrimenggunakan energi alternatif seperti batubaraternyata berdampak posistif terhadap kelangsunganaktifitas industri dalam negeri apalagi denganberkurangnya subsidi bahan bakar minyak untukindustri, sehingga banyak industri yang beralihpenggunaan bahan bakar minyaknya ke batubara.

Seiring dengan sudah semakin banyaknya industritekstil yang menggunakan batubara sebagaibahan bakar dalam kegiatan produksinya,mengakibatkan produk limbah batubara dari setiapperusahaan pun semakin meningkat. Selainmenyediakan lokasi tempat penyimpananbatubara untuk beberapa hari ke depan, perusahaanjuga harus mencari tempat pembuangan limbahbatubara. Sebagian perusahaan yang masihmemiliki lahan, untuk sementara waktu mungkinhal ini dapat diatasi, namun bagi perusahaan yangmemiliki lahan terbatas masalah tempatpembuangan limbah batubara menjadi salah satukendala. Dalam jangka panjang, jelas masalah inisangat mengkhawatirkan mengingat limbah batubaraini akan terus mengalami peningkatan sehingga harusada penanganan khusus terhadap masalah ini. Salahsatu kemungkinan yang timbul adalah masalahsosial akibat adanya isu lingkungan yang mengklasi-fikasikan batubara sebagai limbah bahan berbau,berbahaya, dan beracun (B3) sehingga masyarakatakan memprotes keberadaan industri penggunabatubara yang akhirnya dapat mengganggukegiatan produksi dan perekonomian nasional.

Dalam situasi seperti ini, maka memahamiperubahan pola konsumsi energi yang dilakukanoleh masyarakat industri adalah suatu keharusandan menjadi hal penting bagi pemerintah sebagaipembuat dan pengendali kebijakan dalammendukung kelancaran roda perekonomian,khususnya dalam bidang energi. Akibat adanyapola perubahan konsumsi energi tersebut, akanterjadi peningkatan penggunaan batubara padaindustri kecil dan menengah (IKM) sekaligus akanmenimbulkan permasalahan baru, yaitu limbahbatubara yang disebut sebagai abu terbang (fly

ash) dan abu dasar (bottom ash). Peningkatankonsumsi batubara ini cenderung akanmempengaruhi peningkatan jumlah limbahbatubara. Untuk mengetahui sejauhmanapemakaian batubara tersebut mempengaruhibesarnya limbah yang dihasilkan tersebutdigunakan metode analisis regresi.

2. METODOLOGI

2.1. Data

Data yang digunakan untuk mendukung analisisini terdiri atas data primer dan data sekunder. Datasekunder adalah data yang diperoleh dari berbagaiinstansi terkait, antara lain Dinas Tenaga Kerja,Asosiasi Pertekstilan Indonesia, dan DinasLingkungan Hidup. Sedangkan data primer adalahdata yang diperoleh dari hasil wawancara langsungke beberapa perusahaan IKM secara acak.

2.2. Model Analisis

Tingkat produksi limbah hasil pembakaranbatubara sangat dipengaruhi oleh pemakaianbatubara yang digunakan oleh IKM, sehinggahubungan ini dapat dinyatakan dalam bentukmodel regresi sederhana (Gaspersz, 1990) sebagaiberikut:

................................................. (1)

................................................. (2)

............................... (3)

Dalam hal ini,a = koefisien perpotonganb = koefisien regresiy = variabel limbah hasil pembakaran batubarax = variabel jumlah pemakaian batubara setiap IKM

Tampak jelas bahwa perkembangan kebutuhanbatubara tidak terlepas dari perkembangan industridi suatu daerah, sehingga ada korelasi yang sangat

ton, Banten 1.36 million ton, East Java 1.09 million ton and Cenral Java 0.47 million ton.From coalburning amount 5.99 million ton in a year, produced of bottom ash and fly ash each are 251,366 tonand 82,877 ton. More and more coal is burned is more and more produce wasted.

Keywords : wasted, bottom ash, fly ash

1. PENDAHULUAN

163Analisis Potensi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri ... Triswan Suseno dan Tuti Hernawati

erat antara tren perkembangan industri denganperubahan kebutuhan batubara dan limbahnya.

3. KONSUMSI BATUBARA DAN POTENSILIMBAH BATUBARA DI PULAU JAWA

Rencana pemerintah mengurangi pasokan danpenghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM)yang selama ini menjadi beban yang sangat beratditanggung oleh pemerintah memaksa pelakuindustri untuk mengubah pola penggunaan bahanbakar. Target pemerintah sampai dengan tahun2025 mengurangi penggunaan BBM hingga duapuluh persen, memaksa pemerintah untukmemacu penggunaan batubara oleh industrisehingga kontribusinya mencapai 32,7% terhadappemanfaatan bauran energi nasional mengingatcadangan batubara di Indonesia cukup besar.

Himbauan pemerintah kepada masyarakat industriuntuk mengalihkan penggunaan bahan bakarminyak ke batubara dan adanya laranganpemerintah agar industri baru menggunakanbatubara ternyata berdampak sangat signifikanterhadap kenaikan konsumsi batubara di Indone-sia, khususnya di Pulau Jawa.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan olehtim dari Pusat Penelitian dan PengembanganTeknologi Mineral dan Batubara Bandung tahun2008, penggunaan batubara oleh IKM di beberapawilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,dan Jawa Timur ternyata pesat sekali. Di ProvinsiBanten saja jumlah IKM yang sudah mengunakanbahan bakar batubara sudah mencapai 52perusahaan. Padahal pada tahun 2005 barutercatat sebanyak 15 perusahaan saja, berartidalam kurun waktu tersebut sudah mengalamikenaikan sekitar 250%. Industri pemakai batubaratersebut tersebar di Kota Cilegon (9 perusahaan),Kabupaten Serang (11 perusahaan), KabupatenTangerang (29 perusahaan), dan Kota Tangerang(3 perusahaan). Jumlah pemakaian batubarasampai tahun 2008 diperkirakan sudah mencapai1.362.730 ton, Kabupaten Serang merupakanpemakai batubara batubara terbanyak yaitu639.250 ton, disusul oleh Kabupaten Tangerang(416.980 ton), Kota Tangerang (191.000 ton), dankota Cilegon (115.500 ton).

Jumlah IKM pemakai batubara di Provinsi JawaBarat selalu mengalami kenaikan, dari 193perusahaan pada tahun 2006 (Ijang Suherman,2007. Kajian Batubara Nasional, Puslitbang

Tekmira, Bandung) menjadi 226 pada tahun 2007perusahaan (API, Disnaker, BPLH Jawa Barat,2008), berarti naik sebesar 9,71%. Jenis tekstildan produk tekstil merupakan perusahaan yangpaling banyak menggunakan batubara (85,84%),lainnya adalah perusahaan sepatu, minyak sawit,percetakan, ban, karet, makanan, stereofoam,briket batubara, dan bijih plastik.

Di Provinsi Jawa Barat, berdasarkan hasilpenelitian ternyata bahwa IKM yang telah beralihmenggunakan batubara sudah mencapai 226perusahaan. Informasi ini diperoleh dari berbagaisumber, seperti Dinas Tenaga Kerja danTransmigrasi, Dinas Lingkungan Hidup, BadanPengelola Lingkungan Hidup Daerah, AsosiasiPertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, dan lain-lain. Sebanyak 118 perusahaan (atau 52,21%) diantaranya berada di Kabupaten Bandung, disusulKota Cimahi sebanyak 47 perusahaan (20,80%),sedangkan sisanya tersebar di berbagai lokasi diJawa Barat.

Konsumsi batubara di daerah ini pada tahun 2007diperkirakan mencapai 3.069.040 ton, KabupatenBandung merupakan konsumen batubara terbesardengan jumlah pemakaian mencapai 44,06%,disusul kemudian oleh Kota Cimahi, Purwakartadan Karawang masing-masing 16,23%, 14,21%dan 12,50%, sisanya digunakan oleh IKM di daerahlainnya.

Perusahaan yang paling banyak menggunakanbatubara adalah industri tekstil, jumlahnyamencapai 2,57 juta ton untuk 199 perusahaantekstil.

Di Provinsi Jawa Tengah, tercatat ada 115perusahaan, 98 di antaranya adalah perusahaantekstil, sisanya adalah industri kertas, pengecoranlogam, kapur, briket, makanan, minuman, danobat-obatan. Di antara jumlah IKM pemakaibatubara, industri tekstil ini pulalah yang palingbanyak menggunakan batubara sebagai bahanbakar. Pada tahun 2007 saja penggunaannyamencapai 325.008 ton, berarti hampir 69,83% darijumlah keseluruhan penggunaan batubara di JawaTengah (465.396 ton). Konsentrasi perusahaanpemakai batubara paling banyak terletak diKabupaten Pekalongan (21 perusahaan) danKaranganyar (16 perusahaan), sedangkan sisanyatersebar di Batang, Kendal, Klaten, Kudus, Pati,Semarang, Sragen, Sukoharjo, Surakarta,Ungaran, dan Grobogan.

164 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Berdasarkan hasil survei di Jawa Timur, diperolehinformasi bahwa tercatat sebanyak 24 perusahaanyang telah menggunakan bahan bakar batubara.Perusahaan kertas (18 perusahaan) adalahpemakai batubara terbesar di wilayah ini, disusulkemudian oleh perusahaan tekstil (5 perusahaan)dan briket(1 perusahaan). Jumlah pemakaianbatubara pada tahun 2007 tercatat 1.088.100 ton,95,45% di antaranya digunakan oleh perusahaankertas, perusahaan tekstil sebesar 4,14%, dansisanya oleh perusahaan briket. Perusahaankertas yang paling banyak menggunakan batubaraadalah PT. Tjiwi Kimia yang berlokasi di pinggirjalan raya Mojokerto, dengan pemakaian pertahunmencapai 720.000 ton.

4. POTENSI LIMBAH HASILPEMBAKARAN BATUBARA OLEH IKMDI PULAU JAWA

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwajumlah limbah hasil pembakaran batubara sangatdipengaruhi oleh variabel pemakaian batubara disetiap IKM, sehingga variabel ini merupakan pa-rameter potensial yang sangat mempengaruhiproduksi abu dasar dan abu terbang. Dari jumlahIKM sebanyak 417 perusahaan, 94 perusahaan diantaranya menjadi contoh (sample) untuk dicatatjumlah abu dasar dan abu terbang yang dihasilkandari pembakaran batubara di setiap perusahaantersebut. Diketahui bahwa setiap hari ke 94perusahaan tersebut menggunakan batubara tidakkurang dari 2.419 ton, limbah yang dihasilkan daripembakaran batubara tersebut sekitar 103.297 kgabu dasar dan 53.430 kg abu terbang (DinasLingkungan Hidup Kabupaten Bandung, 2006 dan2007).

Berdasarkan data jumlah pamakaian batubara,limbah abu dasar dan abu terbang dari 94perusahaan tersebut, ternyata menghasilkanmodel regresi sebagai berikut :1) Model regresi abu dasar : y = 23,75 + 41,98 x2) Model regresi abu terbang : y = 173,39 + 13,72 x

Kedua model di atas digunakan untukmengestimasi potensi limbah yang dihasilkan dariproses pembakaran batubara oleh IKM di PulauJawa, hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 2.

Jumlah batubara yang digunakan IKM di PulauJawa sebesar 5.985.266 ton (2007), ternyatamenghasilkan limbah hasil pembakaran batubarasebanyak 334.213 ton atau 5,58% dari jumlah

konsumsi. 75,20% dari limbah tersebut adalah abudasar sedangkan sisanya berupa abu terbang.Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yangmemberikan kontribusi limbah terbesar, yaitu51,21%, disusul kemudian oleh Banten (22,77%),Jawa Timur (18,20%), dan Jawa Tengah (7,82%).Dari sisi jenis industri, perusahaan tekstil menjadipenyumbang terbesar limbah hasil pembakaranbatubara, jumlahnya mencapai 186.100 ton (atau55,68%) disusul oleh industri kertas 35,13% danindustri lainnya 9,19%.

Di tengah harga BBM yang semakin melambung,penggunaan batubara merupakan salah satualternatif yang sangat membantu dalam menekanbiaya penggunaan bahan bakar yang memang jauhlebih efisien dan ekonomis. Di sisi lain, semakinmaraknya penggunaan batubara pada IKMmemunculkan persoalan baru, yaitu limbah hasilpembakaran batubara. Selain kesulitan dalammenyediakan tempat penyimpanan batubara,mereka mengalami kesulitan pula dalammembuang limbah batubara sehingga merekamembuangnya di sembarang tempat dengan tidakmemperhatikan dampak dari pembuangantersebut. Pembuangan dilakukan secara diam-diam tanpa melakukan koordinasi dengan pihakpemerintah daerah, sehingga pemerintah daerahpun mengalami kesulitan dalam mengawasinya.Apabila hal ini terjadi terus menerus dikhawatirkanakan menimbulkan masalah baru khususnya yangberkaitan dengan masalah pencemaran lingkungansehingga dapat menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat.

Kualitas limbah batubara pasca pembakaransangat dipengaruhi oleh jenis batubara dan sistempembakarannya. Biasanya parameter yangdigunakan dalam memilih batubara adalah kalori,kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadarabu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dantingkat ketergerusan, di samping parameter lainseperti analisis unsur yang terdapat dalam abu(SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dan lain lain), analisiskomposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, or-ganic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion tem-perature) (Raharjo, 2006). Hal ini sangat penting,karena karakteristik mesin atau peralatan yangdigunakan dalam kegiatan produksi berbeda satudengan yang lainnya. Sehingga pemilihan kualitasbatubara yang sesuai akhirnya akan sangatberpengaruh terhadap daya tahan mesin agarmesin berfungsi secara optimal. Banyak produklimbah batubara dari beberapa perusahaan tidakbisa digunakan sebagai bahan batako, di

165Analisis Potensi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri ... Triswan Suseno dan Tuti Hernawati

Tabe

l 1.

Jum

lah

peru

saha

an p

emak

ai d

an k

onsu

msi

bat

ubar

a ol

eh ik

m d

i Pul

au J

awa

tahu

n 20

07

J um

lah

Per

usah

aan

(Bua

h) D

an K

onsu

msi

Bat

ubar

a (T

on)

Prov

insi

Teks

tilKe

rtas

Lain

nya

Jum

lah

Ban

yakn

yaKo

nsum

siB

anya

knya

Kons

umsi

Ban

yakn

yaKo

nsum

siB

anya

knya

Kons

umsi

Peru

saha

anBa

tuba

raPe

rusa

haan

Batu

bara

Peru

saha

anBa

tuba

raPe

rusa

haan

Batu

bara

Bant

en14

399.

440

562

0.44

033

342.

850

521.

362.

768

Jaw

a Ba

rat

199

2.56

6.80

08

370.

080

1913

2.16

022

63.

069.

067

Jaw

a Te

ngah

9832

5.00

85

73.6

8012

66.7

0811

546

5.41

3Ja

wa

Tim

ur5

45.0

0018

1.03

8.60

01

4.50

024

1.08

8.11

9

Jum

lah

316

3.33

6.24

836

2.10

2.80

065

546.

218

417

5.98

5.36

7S

umbe

r :-

Din

as T

enag

a K

erja

Pro

vins

i Ban

ten,

Jaw

a B

arat

, Jaw

a Te

ngah

, Jaw

a Ti

mur

(20

08)

- D

inas

Lin

gkun

gan

Hid

up K

abup

aten

Ban

dung

( 20

07)

- A

sosi

asi P

erte

kstil

an In

done

sia

Jaw

a B

arat

(2

007)

- H

asil

surv

ei T

im P

ola

Dis

tribu

si B

atub

ara

Tahu

n 20

08, P

uslit

bang

Tek

mira

Ban

dung

Tabe

l 2.

Estim

asi j

umla

h ab

u da

sar (

ad) d

an a

bu te

rban

g (a

t)has

il pe

mba

kara

n ba

tuba

ra d

i Pul

au J

awa

men

urut

jeni

s ik

m (t

on)

Prov

insi

Teks

tilKe

rtas

Lain

nya

Jum

lah

Abu

Das

arAb

u Te

rban

gA

bu D

asar

Abu

Terb

ang

Abu

Das

arAb

u Te

rban

gA

bu D

asar

Abu

Terb

ang

Bant

en16

.775

5.54

426

.052

8.57

614

.400

4.76

757

.227

18.8

87Ja

bar

107.

750

35.2

8015

.543

5.14

15.

556

1.87

712

8.84

942

.297

Jate

ng13

.651

4.52

23.

101

1.07

42.

809

979

19.5

616.

575

Jatim

1.89

868

143

.604

14.3

1319

812

545

.699

15.1

19

Jum

lah

140.

074

46.0

2688

.300

29.1

0422

.962

7.74

725

1.33

682

.877

Ber

dasa

rkan

mod

el r

egre

si :

y(ad

) =2

3,74

77+4

1,97

X ,

koef

isie

n ko

rela

si (

r) =

93,

0%.

y(at

) =

173,

39+1

3,72

X, k

oefis

ien

kore

lasi

(r)

= 4

8,4%

.

166 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

antaranya banyak ditemukan pada mesin boilerpembakar batubara di sejumlah perusahaan tekstildi wi layah Kabupaten Bandung. Faktorpenyebabnya antara lain karena pembakaran yangtidak sempurna, kualitas batubara yang selaluberubah dan tidak sesuai dengan spesifikasiboiler. Oleh karena itu, harus ada suatu bimbinganteknis yang dilakukan oleh para aparat kepadapara pekerja di pabrik yang menggunakan batubara.

Dalam menangani limbah hasil pembakaranbatubara setiap perusahaan melakukannya dengancara yang berbeda, tergantung pada kondisi dankemampuan masing-masing perusahaan. Bagisebagian perusahaan yang masih memiliki lahanluas, untuk sementara limbahnya ditimbun ditempat pembuangan sementara (TPS) di sekitarlahan milik perusahaan tersebut. Namun tidaksemua perusahaan memiliki lahan yang luas,perusahaan kecil biasanya menggunakan jasapemasok batubara atau pihak ketiga untukmengangkut limbah tersebut, sehingga tidakdiketahui kemana limbah tersebut dibuang.Berdasarkan informasi yang diperoleh, dari 94perusahaan pemakai batubara hanya 26,04% sajatelah memiliki TPS yang berizin, 26,04% memilikiTPS tapi tak berizin dan 40,81% tidak/belummemiliki TPS sama sekali (Dinas LingkunganHidup, 2007).

Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaanbatubara terus mengalami peningkatan sehinggaberkorelasi erat dengan bertambahnya limbah,sementara TPS yang ada sudah tidak mampuuntuk menampungnya. Oleh karena itu, harus adasolusi untuk menangani limbah tersebut. Sudahbanyak lembaga/instansi yang peduli terhadaplimbah ini dan telah mencoba berbagai teknik untukmengolah limbah ini menjadi bermanfaat.

Padahal berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan oleh berbagai instansi termasuk PusatPenelitian dan Pengembangan Teknologi Mineraldi Bandung, ternyata limbah hasil pembakaranbatubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakupembuatan paving blok atau batubata. Namunpemanfaatan produk dari limbah tersebut ternyatamasih terkendala oleh Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun 1999 yangmenyatakan limbah tersebut termasuk kategorilimbah bahan berbahaya dan beracun (B3),sehingga produknya tidak dapat digunakan secarabebas sebelum produk tersebut benar-benardinyatakan bebas dari limbah B3 atas izinKementerian Lingkungan Hidup (KLH). Pihak KLH

sendiri dalam mengeluarkan izin pengolahan danpenggunaan produk limbah batubara sangatselektif dan berhati-hati sekali mengingat tidaksemua perusahaan mampu mengelola limbahbatubara dengan baik dan benar karena adadugaan yang menyatakan bahwa sebagian besarperusahaan dalam melakukan pembakaranbatubara dilakukan tidak secara sempurna.Sehingga di dalam limbah hasil pembakaranbatubara masih banyak mengandung batubarawalaupun kalorinya rendah.

Perusahaan lain yang telah melakukan pemanfaatandan pengelolaan limbah dengan baik sesuaidengan prosedur yang berlaku adalah perusahaantekstil PT. Daliatex di Kabupaten Bandung yangtelah mengolah limbah batubara menjadi batako.Namun produknya hanya boleh digunakan untukmemenuhi kebutuhan intern, tidak atau belumboleh dijual ke masyarakat umum.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian di atas dapat disimpulkanbahwa:

1) Selama batubara masih menjadi pilihan utamasebagai pengganti BBM, maka diprediksiakan semakin banyak IKM yang akanmenggunakan batubara sebagai bahan bakaruntuk kegiatan produksinya.

2) Terdapat korelasi yang sangat signifikanantara penggunaan batubara denganlimbahnya. Dengan kata lain, semakin banyakbatubara yang digunakan akan semakinbanyak pula abu dasar dan abu terbang yangdihasilkan dari pembakaran batubara setiapIKM.

3) Hanya 26,04% saja IKM yang memiliki TPSberizin, akibat keterbatasan lahan untukmenyimpan sementara hasil pembakaranbatubara, mereka memanfaatkan pihak ketigaatau pemasok batubara untuk mengangkutnya.Timbul kekhawatiran limbah tersebut dibuangdi sembarang tempat.

4) Kualitas batubara dari pemasok dan teknikpembakaran batubara yang tidak sempurnamenjadikan limbah ini dinyatakan sebagailimbah B3.

167Analisis Potensi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri ... Triswan Suseno dan Tuti Hernawati

5.2. Saran

Solusi permasalahan limbah batubara :Mencari dan menentukan lokasi tempat pem-buangan limbah batubara yang benar-benarmemenuhi persyaratan teknis dan nonteknis,seperti luas, letak, keamanan, dan lain-lain.

Pemerintah dapat memberikan izin kepadaperusahaan yang benar-benar mampu mengelola(mengumpulkan dan mengolah, danmemanfaatkan) limbah batubara secara baikdan benar.

Memberikan izin memasarkan/menggunakanbarang yang dibuat dari hasil pengolahan danpemanfaatan limbah batubara.

Setiap perusahaan pengguna batubara harusmampu melakukan pembakaran batubarasecara benar (sempurna) sehingga tidak adabatubara ke dalam limbahnya.

Melakukan pengawasan yang ketat danberkesinambungan kepada perusahaan yangdiberi kewenangan mengelola dan meman-faatkan limbah batubara.

Harus ada satu atau dua perusahaan yangdiberi kewenangan khusus menangani limbahbatubara, mulai dari menampung, mengolah(dengan rekomendasi KLH), memanfaatkandalam bentuk barang (rekomendasi KLH), danmemasarkannya.

Membentuk lembaga/perusahaan yang khususmengawasi dan mengelola limbah batubarasecara profesional serta harus bertanggungjawab kepada pemerintah (Daerah/Pusat/KLH).

Pengawas harus memberikan laporan secarabenar tentang perusahaan pengguna batubarayang diawasinya kepada (Daerah/Pusat/KLH).

Pemerintah harus mampu meyakinkanmasyarakat bahwa limbah dan produk limbahbatubara tidak berbahaya karena sudahmelalui prosedur pengolahan yang benar.

Setiap perusahaan diwajibkan memiliki instalasipengolahan limbah batubara (IPLB) seperti halnya

mereka diwajibkan memiliki instalasi pengolahanlimbah (IPAL) dan memanfaatkannya secara opti-mal. Untuk memudahkan pemantauan sebaiknyapemerintah atau swasta dapat membuat IPLBsecara terpadu yang dapat menampung semualimbah batubara dari setiap industri penggunabatubara untuk memudahkan pengawasan.

Izin pengolahan limbah batubara ini diharapkanharus benar-benar digunakan agar tidak terjadiseperti IPAL yang saat ini mereka miliki ternyatatidak berfungsi sepenuhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat, 2007,Konsumsi Batubara Oleh PerusahaanAnggota API Jawa Barat, Bandung.

Dinas Lingkungan Hidup, 2006 dan 2007, LaporanKegiatan Seksi Pengendalian PencemaranLimbah Padat dan B3, Soreang.

Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten, 2008. DaftarPerusahaan Yang Menggunakan Batubara diProvinsi Banten, Serang.

Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, 2008.Daftar Perusahaan Yang MenggunakanBatubara, Bandung.

Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, 2008.Daftar Perusahaan Yang MenggunakanBatubara, Semarang.

Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, 2008.Daftar Perusahaan Yang MenggunakanBatubara, Surabaya.

Gaspersz, Vincent, 1990, Analisis KuantitatifUntuk Perencanaan, Penerbit “Tarsito”,Bandung.

Raharjo, Imam Budi, 2006, Mengenal Batubara (2),Artikel Iptek - Bidang Energi dan Sumber DayaAlam, www.beritaiptek.com, Rabu, 08:40:21,2009.

Suherman, Ijang, 2007. Kajian Batubara Nasional,Puslitbang Tekmira, Bandung.

168 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PENGARUH PROSES UPGRADED BROWN COAL(UBC) TERHADAP PERINGKAT BATUBARA

Slamet SupraptoPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung 40211Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

e-mail:

SARI

Untuk mengatasi salah pengertian tentang peringkat batubara hasil proses Upgraded Brown Coal(UBC), perlu dilakukan kajian tentang pengaruh proses UBC terhadap peringkat batubara. Kajiandilakukan dengan membandingkan kondisi proses UBC terhadap kondisi pembatubaraan danmengumpulkan serta mengolah data analisis kimia dan analisis petrografi batubara raw dan produkUBC. Hasil kajian menunjukkan bahwa proses UBC tidak menyebabkan kenaikan peringkat batubara.Terdapat kenaikan reflektan vitrinit, tetapi tidak signifikan dan mirip dengan kenaikan yang dialamioleh batubara raw yang dikeringkan dalam oven.

Kata kunci: proses UBC, peringkat batubara, reflektan vitrinit, klasifikasi batubara

ABSTRACT

To overcome misunderstanding about the rank of coal produced by Upgraded Brown Coal (UBC)process, study on the effect of UBC process on coal rank needs to be carried out. The study is carriedout by comparing the condition of UBC process with the condition of coalification and collecting andcalculating chemical and petrographical analysis of raw coal and UBC product. The result shows thatthere UBC process does not increase the rank of coal. There is an increase of vitrinite reflectance,but not so significant and still similar with oven dried of raw coal.

Keywords: UBC process, coal rank, vitrinite reflectance, coal classification

169Pengaruh Proses Upgraded Brown Coal (UBC) terhadap Peringkat Batubara, Slamet Suprapto

1. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki sumber daya batubara yangcukup besar, mencapai 104,6 miliar ton tersebarterutama di Sumatera dan Kalimantan. Namunsebagian besar batubara Indonesia termasukperingkat rendah (lignit – sub bituminus), yaknidengan kadar air tinggi dan nilai kalor rendah. Padasaat ini sebagian besar batubara yang ditambangadalah peringat bituminous dan sub bituminous.Mengingat kebutuhan semakin meningkat,ekspoitasi terhadap batubara lignit juga mulaidikembangkan. Tetapi tingginya kadar air padabatubara peringkat rendah terutama lignitmenyebabkan tingginya biaya pengangkutan.Disamping i tu, t ingginya kadar air jugamenyebabkan rendahnya nilai kalor. Kedua haltersebut menyebabkan lignit lebih sulit dipasarkandibanding batubara bituminous dan sub bitumi-nous. Padahal batubara peringkat rendah di Indo-nesia umumnya termasuk bersih, yakni dengankadar abu dan kadar belerang rendah. Namundemikian, batubara peringkat rendah disebut jugabatubara kualitas rendah (low grade coal) karenatingginya kadar air dan rendahnya nilai kalor.

Untuk mengatasi permasalahan batubara lignit,teknologi-teknologi peningkatan kualitas batubaratelah banyak berkembang. Teknologi yang saatini berkembang umumnya didasarkan atas prosespengurangan kadar air atau pengeringan. Denganmengurangi kadar air, maka nilai kalor batubaradapat meningkat. Salah satu teknologipeningkatan kualitas batubara lignit yang saat inidikembangkan oleh Puslitbang Teknologi Mineraldan Batubara bekerjasama dengan JCOAL, Jepangadalah proses Upgraded Brown Coal. Pilot plantkapasitas 5 ton/jam telah dibangun di Palimanandan hasil ujicobanya membuktikan bahwa kadarair batubara peringkat rendah dapat dikurangi dannilai kalornya meningkat. Keberhasilan tersebutkemudian ditindaklanjuti dengan pembangunandemonstration plant kapasitas 1000 ton/jam diKalimantan Selatan.

Namun, sampai saat ini banyak yang menganggapbahwa teknologi UBC juga meningkatkanperingkat batubara. Hal ini didasarkan kenyataanbahwa produk UBC mempunyai nilai kalor yangmirip dengan nilai kalor batubara peringkat bitu-minous. Padahal, penentuan peringkat batubaratidak bisa ditentukan dari nilai kalor batubara keringudara. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untukmempelajari pengaruh proses UBC terhadapperingkat batubara.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses UBC

Teknologi UBC adalah salah proses coal upgrad-ing yang meningkatkan nilai kalor melalui prosespengeringan (evaporative drying) yang pertama kalidikembangkan oleh Kobe Steel, Jepang.Penelitian skala laboratorium dan skala benchdilakukan di Jepang, kemudian untuk pilot plantdan demonstration plant dikembangkan di Indo-nesia. Prinsip proses UBC adalah denganmencampurkan batubara, minyak residu danminyak tanah. Campuran tersebut kemudiandipanaskan pada temperatur 150-160ºC dengantekanan 250-350 kPa. Dengan temperatur dantekanan tersebut, air bebas (surface moisture) danjuga air lembab (inherent moisture) yang terdapatdalam pori-pori batubara akan diuapkan.Penambahan minyak residu diperlukan untukmenutup pori-pori batubara sehingga kestabilankadar air bawaan pasca proses dapat terjaga(Gambar 1). Sedangkan minyak tanah diperlukansebagai media dalam proses. Produk UBC bisaberupa serbuk apabila langsung dimanfaatkan atauberbentuk briket apabila akan ditransportasi padajarak jauh (Umar, 2005).

Gambar 1. Proses pengering padaUpgraded Brown Coal

Ujicoba pilot plant dengan menggunakan batubaraperingkat rendah yang berasal dari beberapadaerah di Indonesia telah beberapa kali dilakukandan berhasil dengan baik. Produk UBC yangdihasilkan mempunyai nilai kalor >6.300 kal/g(adb) dan kadar air ± 7%. Dengan nilai kalor yangtinggi dan kadar abu serta belerang rendah, produkUBC lebih baik dibanding batubara bituminousyang mempunyai kadar abu dan belerang tinggi

170 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

sehingga sangat cocok untuk keperluan dalamnegeri maupun ekspor. Kualitas tersebut miripdengan kualitas batubara peringkat menengah.

2.2. Proses Pembatubaraan

Batubara terbentuk dari pembusukan sisa tanamanpurba yang terpadatkan setelah tertimbun olehlapisan penutup di atasnya. Proses pembentukanbatubara pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2tahap, yakni tahap penggambutan (peatification)dan tahap pembatubaraan (coalification). Padatahap penggambutan terjadi proses biokimiasehingga sisa-sisa tanaman mengalami prosespembusukan. Pada tahap ini sisa tanaman masihdalam keadaan terbuka dan belum tertutup olehtanah penutup. Pada tahap pembatubaraan, sisatanaman sudah tertutup oleh lapisan tanahpenutup sehingga terjadi proses geokimia. Padatahap ini sebetulnya terjadi proses pematangan,yakni perubahan dari gambut menjadi batubaralignit dan seterusnya menjadi batubara-batubarasub bituminous, bituminous dan antrasit. Tingkatpembatubaraan atau posisi batubara dalam serilignit – antrasit ini disebut peringkat (rank) (Stach,1982; Falcon, 1986).

Proses pembatubaan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaknitekanan, temperatur dan waktu. Tekanan berfungsimemadatkan sisa tanaman dan mengurangi kadarair. Besarnya tekanan tergantung dalamnya endapanbatubara atau tebalnya lapisan tanah penutup,yakni berkisar antara beberapa kilogram sampairatusan kilogram. Temperatur berfungsi memper-cepat pematangan bahan organik, makin dalamendapannya makin lanjut proses pematangan.Oleh karena itu, makin dalam endapannya, makintinggi peringkat batubara karena makin dekatdengan sumber panas dalam bumi. Prosespematangan juga dapat dipercepat oleh pengaruhdari luar seperti intrusi batuan beku, sirkulasihidrotermal, panas gesekan dan kompilasitektonik. Temperatur pada proses pembatubaraannormal tidak lebih dari 300ºC. Untuk membentukantrasit diperlukan temperatur 300ºC, sedangkanuntuk batubara bituminous diperlukan temperatur100 - 150ºC (Francis, 1965; Stach, 1982).

Waktu juga berpengaruh terhadap pematanganbahan organik. Pemanasan yang lebih lama akanmenghasilkan pematangan yang lebih tinggisehingga endapan batubara yang berumur lebihtua mempunyai tingkat pembatubaraan yang lebihtinggi. Normalnya, waktu yang dibutuhkan dalam

proses pembatubaraan berkisar antara puluhansampai ratusan juta tahun.

Kenaikan peringkat batubara juga diikuti olehperubahan kimia dan sifat fisik batubara sebagaiberikut (Francis, 1965; Stach, 1982):

turunnya kadar air (bed moisture);turunnya kadar H, O, N dan S dan naiknyakadar C;turunnya kadar zat terbang; dannaiknya nilai kalor; dannaiknya reflektan vitrinit.

2.3. Penentuan Peringkat Batubara

Peringkat batubara dapat ditentukan melalui dataanalisis kimia atau analisis petrografi. Data analisiskimia yang digunakan diantaranya analisisproksimat (kadar karbon padat, kadar zat terbang),analisis ultimat (kadar karbon) dan nilai kalor.Sedangkan untuk analisis petrografi digunakandata reflektan vitrinit (Rv).

Menurut H.C. Rance (1975), terdapat hubunganantara rasio bahan bakar (fuel ratio) denganperingkat batubara. Rasio bahan bakar adalahperbandingan antara karbon padat dengan kadarzat terbang. Makin tinggi tinggi peringkat batubara,makin tinggi rasio bahan bakar. Hubungan tipikalantara peringkat batubara dengan rasio bahanbakar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan tipikal antara peringkatbatubara dengan rasio bahanbakar

Peringkat Batubara RasioBahan Bakar

Lignit 0,9High volatile bituminous 1,3Medium volatile bituminous 1,9Low volatile bituminous 2,8Semi antrasit 8,6Antrasit 24

Menurut Francis (1965) terdapat hubungan antaraperingkat dengan kadar karbon pada batubaramurni (dry mineral matter free, dmmf), yakni makintinggi peringkat batubara, makin tinggi kadarkarbon (dmmf). Hubungan antara peringkat dengankadar karbon dapat dilihat pada Tabel 2.

171Pengaruh Proses Upgraded Brown Coal (UBC) terhadap Peringkat Batubara, Slamet Suprapto

American Society for Testing Materials (Anony-mous, 2005) membuat klasifikasi batubaraberdasarkan peringkat dengan menggunakan dataanalisisi kimia, yakni kadar karbon padat, zatterbang dan nilai kalor dari batubara murni, yaknikering bebas bahan mineral (dmmf) atau basahdan bebas bahan mineral (moist mineral matterfree - mmf). Untuk batubara yang mempunyai kadarkarbon padat (dmmf) e”69% atau kadar zat terbang(dmmf) <31%, peringkat batubara ditentukanberdasarkan kadar karbon padat dan zat terbang.Sedangkan untuk batubara yang mempunyai kadarkarbon padat (dmmf) <31% atau kadar zat terbang(dmmf) >69%, peringkat batubara ditentukanberdasarkan nilai kalor (mmf) batubara yang masihmengandung air lapisan (bed moisture). Apabilapenentuan peringkat menggunakan nilai kalor(mmf), diperlukan contoh batubara yang masihsegar (fresh) dan langsung diambil dari tambang.Klasifikasi batubara berdasarkan peringkatmenurut ASTM dapat dilihat pada Lampiran 1.

Teichmuller dan Barntenstein (Falcon, 1986)membuat hubungan antara refelektan vitrinitdengan gambut dan peringkat batubara menurutASTM (Tabel 3). Batubara peringkat paling rendah(lignit) mempunyai Rv 0,3 - 0,4%, sedangkan batubaraperingkat tertinggi (meta antrasit) mempunyai Rv2,0 – 6,0%. International Standard (Anonymous,2005) kemudian membuat klasifikasi batubaraberdasarkan peringkat dengan menggunakan datareflektan vitrinit (Rv), tetapi dengan memasukkandata kadar air lapisan. Peringkat batubara dibagimenjadi tiga, yakni peringkat rendah, peringkatmenengah dan peringkat tinggi. Peringkat rendah(lignit dan sub bituminous) dengan Rv <0,5,peringkat menengah (bituminous D - A) denganRv 0,5 – 2,0% dan peringkat tinggi (antrasit C - A)dengan Rv 2,0 – 6,0%. Klasifikasi batubaraberdasarkan peringkat menurut International Stan-dard (ISO) dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2. Hubungan antara peringkatdengan kadar karbon (dmmf)

Peringkat Kadar karbon,% dmmf

Antrasit 93 – 95Carbonaceous 91 – 93Bituminous 80 – 91Sub bituminous 75 – 80Lignit 60 – 75

3. METODOLOGI

3.1. Pengumpulan Data

Data sekunder berupa hasil analisis kmia danpetrografi batubara raw dan produk UBC diperolehdari laporan kegiatan pilot plant UBC di PalimananCirebon yang beroperasi menggunakan batubaraBinungan, Taban dan Samaranggau.

3.2. Pengolahan Data

Data hasil analisis batubara raw dan produk UBCpada kondisi kering udara diolah menjadi kondisikering dan bebas bahan mineral (dmmf)menggunakan rumus Par (Anonymus, 2005)sebagai berikut:

KP – 0,15 SKarbon padat = x 100(dmmf), % 100 – (M + 1,08 A + 0,55 S)

Zat terbang = 100 – kadar karbon padat (dmmf)(dmmf), %

CKarbon = x 100(dmmf), % 100 – (M + 1,08 A + 0,55 S)

dimana,KP = kadar karbon padat (adb), %M = kadar air bawaan (adb), %A = kadar abu (adb), %S = kadar belerang (adb), %C = kadar karbon (adb), %

Tabel 3. Hubungan antara peringkatbatubara dengan reflektan vitrinit

Peringkat batubara (ASTM) Reflektan vitrinit

Meta antrasit 3,5 – 6,0Antrasit 2,5 – 3,5Semi antrasit 2,0 – 2,5Low volatile bituminous 1,6 – 2,0Medium volatile bitumious 1,1 – 1,6High volatile bituminous 0,5 – 1,1Sub bituminous 0,4 – 0,5Lignit 0,3 – 0,4Gambut <0,3

172 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data analisis batubara raw dan produk UBC padakondisi kering udara dapat dilihat pada Tabel 4.Produk UBC mempunyai kadar air lembab 5,08 –8,48% dan nilai kalor 6.310 – 6.805 kal/g, zat terbang46,78 – 48,34% dan karbon padat 42,54 – 45,07%.Hasil analisis tersebut mirip dengan kualitasbatubara peringkat high volatile bituminous.

Sebagai pembanding, Tabel 5 menyatakankomposisi kimia contoh-contoh batubara peringkatrendah – menengah pada kondisi as received (ar -contoh asal) (Singer, 1981). Batubara lignitmempunyai kadar air 34,80% dan nilai kalor 4.006kal/g, mirip dengan kualitas batubara umpan (rawcoal) untuk proses UBC. Sedangkan batubaraperingkat bituminous mempunyai kadar air 5,50– 12,40% dan nilai kalor 6.278 – 7.894 kal/g, miripdengan kualitas produk UBC.

Rasio bahan bakar batubara produk UBC (Tabel6) yang berkisar antara 0,96-0,98 menyatakanbahwa peringkat batubara produk masih tetap

Tabel 4. Hasil analisis batubara raw dan produk UBC

Paramater Binungan Taban Samaranggau

Raw, Produk, Raw, Produk, Raw Produk,

Air total, % ar 17,56 - 33,75 32,11Air lembab, % adb 16,13 1.52 15,35 5,19 22,33 4,65Abu, % adb 6,36 6,81 4,42 3,93 2,15 2,61Zat terbang, % adb 37,20 46,78 40,68 48,34 38,05 47,67Karbon Padat, % adb 40,31 44,89 39,55 42,54 37,47 45,07Nilai kalor, kal/g adb 5.324 6.805 5.431 6.625 5.048 6.310Karbon, % adb 57,01 65,19 57,55 66,88 53,59 64,43

Sumber: Umar, 2004

rendah, yakni l ignit . Bahkan terdapatkecenderungan penurunan rasio bahan bakarproduk UBC dibanding batubara raw. Penurunanrasio bahan bakar tersebut dikarenakan olehnaiknya kadar zat terbang yang kemungkinanakibat penambahan atau sisa residu (LSWR) yangditambahkan selama proses UBC (lihat Gambar1). Hal ini terbukti bahwa kadar zat terbang (dmmf)batubara produk UBC lebih tinggi dari yangterdapat pada batubara raw (Tabel 7).

Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terdapatperubahan kadar karbon (dmmf) yang siginifikandari produk UBC dibanding batubara raw. Kadarkarbon (dmmf) batubara raw berkisar antara71,74%, sedangkan kadar karbon (dmmf) produkUBC berkisar antara 69,70 – 71,76%. Hal ini berartitidak terjadi kenaikan peringkat batubara akibatproses UBC. Peringkat batubara raw dan produkUBC masih tetap termasuk lignit.

Dari Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa seluruhbatubara raw maupun produk UBC mempunyaikadar karbon padat (dmmf) <69% dan kadar zat

Tabel 5. Data analisis contoh batubara peringkat rendah – menengah

ParameterPeringkat Rendah Peringkat Menengah

Lignit Sub High volatile High volatile High volatilebituminous C bituminous B bituminous A bituminous

Air, % ar 34.80 19,60 10,5 12,40 5,50Abu, % ar 6,20 4,00 12,90 5,60 2,80Zat terbang, % ar 28,20 30,50 32,00 35,00 30,80Karbon padat, % ar 30,80 45,90 44,60 47,00 60,90Nilai kalor, kal/g ar 4.006 5.628 6.278 6.589 7.894

Sumber: Singer, 1981

173Pengaruh Proses Upgraded Brown Coal (UBC) terhadap Peringkat Batubara, Slamet Suprapto

terbang (dmmf) >31%. Dengan demikian makaperingkat batubara harus ditentukan dari nilai kalor(mmf). Mengingat nilai kalor (mmf) harusditentukan dari batubara yang masih mengandungair lapisan, maka peringkat batubara produk UBCtidak bisa ditentukan menurut kalsifikasi ASTM.

Tabel 9 menunjukkan terjadinya kenaikan reflektanvitrinit akibat proses UBC. Reflektan vitrinitbatubara raw berkisar antara 0,29-0,44% atau rata-rata 0,38% menjadi 0,35-0,60% atau rata-rata 0,45.Tetapi, peringkat batubara produk UBC tidakmengalami kenaikan yang berarti. Apalagi

refelektan vitrinit batubara kering oven yang jugamengalami kenaikan dibandingkan batubara raw.

Pembahasan tersebut di atas menyatakan bahwaperingkat batubara produk UBC cenderung samadengan peringkat batubara raw. Temperatur yangdigunakan untuk proses UBC memang miripdengan temperatur proses pembatubaraan, namunwaktu (durasi) proses sangat berbeda. Waktu tinggalbatubara pada proses UBC tidak lebih dari 1 hari,sedangkan proses pembatubaraan yang merubahbatubara lignit menjadi batubara high votaltile bi-tuminous terjadi dalam waktu puluhan juta tahun.

Tabel 6. Rasio bahan bakar batubara rawdan produk UBC

Contoh Batubara Rasio Bahan Bakar

Binungan Raw 1,08Produk 0,96

Taban Raw 0,97Produk 0,88

Samaranggau Raw 0,98Produk 0,95

Tabel 7. Kadar karbon padat dan zat terbang batubara raw dan produk UBC

Contoh Batubara Karbon padat,% dmmf Zat terbang%, dmmf

Binungan Raw 51,10 48,50Produk 48,50 51,50

Taban Raw 49,02 50,98Produk 46,57 53,43

Samaranggau Raw 49,46 50,54Produk 48,43 51,57

Tabel 8. Kadar karbon batubara raw danproduk UBC

Contoh Batubara Kadar Karbon% dmmf

Binungan Raw 74,34Produk 71,76

Taban Raw 72,12Produk 73.60

Samaranggau Raw 71,18Produk 69,70

Tabel 9. Reflektan vitrinit batubara raw, produk UBC danbatubara kering oven

Contoh Reflektan Vitrinit, %

Kisaran Rata-rata Deviasi

Batubara raw 0,29 – 0,44 0,38 0,039Produk UBC 0,35 – 0,60 0,45 0,053Batubara kering oven 0,32 – 0,51 0,43 0,038

Sumber: Daulay, 2008

174 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

5. KESIMPULAN

Kualitas batubara produk UBC mirip denganbatubara peringkat high volatile bituminous,tetapi peringkatnya relatifsama denganbatubara raw.

Proses UBC tidak berpengaruh terhadapperingkat batubara, rasio bahan bakar, kadarkarbon dmmf tetap dan tidak mengalamiperubahan yang berarti.

Terdapat sedikit kenaikan reflektan vitrinit,tetapi mirip dengan kenaikan pada batubarakering oven.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2005. Classification of Coal by Rank.Annual Book of ASTM Standard, D 388 –99(2004).

Anonymous, 2005. Classification of coal. Interna-tional Standard, ISO 11760:2005(E).

Daulay, B., 2008. Petrografphy of Raw Coal andits UBC Product. R & D Centre for Mineraland Coal Technology, Bandung.

Falcon, R.M.S. and Snyman, C.P., 1986. An In-troduction to Coal Petrography: Atlas of Pet-

rographic Constituents in the BituminousCoals of South Africa. The Geological Societyof South Africa, Review Paper No. 2.

Francis, W., 1965. Fuels and Fuel Technology.Pergamon Press, Oxford.

Singer, J.G. (Ed.), 1991. Combustion, FossilPower. Combustion Engineering, Inc.,Windsor, Connecticut.

Stach, E., Mackowsky, M. TH., Teichmuller, M.,Taylor, G.H., Chandra, D., & Teichmuller, R.,1982. Stach’s Textbook of Coal Petrology.Gebruder Borntraeger, Berlin.

Rance, H.C., 1975. Coal Quality Parameters andtheir Influence in Coal Utilization. Shell Inter-national Petroleum Co., Ltd.

Umar, D.F., Daulay, B. Suganal & Rijwan, I., 2004.Pengujian Peningkatan Kualitas BatubaraPeringkat Rendah dengan Proses UBC (Up-graded Brown Coal) Skala Pilot. PuslitbangTeknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

Umar, D.F., Daulay, B., Usui, H., Deguchi, T.and Sugita, S., 2005. Characterization of up-graded brown coal (UBC). Coal preparation,vol. 25, no.1, pp. 31-45.

175Uji Sulfidasi Bijih Besi Kalimantan Selatan dan Tailing ... Nining Sudini Ningrum dan Hermanu Prijono

UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATANDAN TAILING PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI

KATALIS PENCAIRAN BATUBARA

Nining Sudini Ningrum dan Hermanu PrijonoPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jln. Sudirman No. 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Katalis dalam pencairan batubara berperan sangat penting untuk dapat meningkatkan konversi batubaramenjadi minyak. Katalis yang banyak digunakan dalam pencairan batubara adalah katalis yang berbasisbesi. Dalam rangka menambah sumber katalis pencairan batubara yang ada di Indonesia, maka telahdicoba bijih besi dari Kalimantan Selatan untuk digunakan sebagai katalis. Tujuannya adalah untukmengetahui reaktifitas/aktifitas/efektifitas penggunaan bahan katalis berbasis besi dari bijih besiKalimantan Selatan. Metoda yang digunakan adalah dengan melakukan uji sulfidasi untuk mengamatipertumbuhan kristal pirhotit dan mengetahui persentasi produk dan konversi pencairan batubara. Hasilpercobaan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan katalis tailing dari PT.Freeport Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap terbentuknyaukuran kristal pirhotit dari katalis bijih besi Kalsel, semakin tinggi suhu maka kristal pirhotit yangterbentuk semakin besar; perubahan suhu dari 350-450°C cenderung tidak berpengaruh terhadapukuran kristal pirhotit yang terbentuk dari katalis tailing PT. Freeport Indonesia (PT.FI); mineral yangterkandung dalam bahan katalis bijih besi berpengaruh terhadap terbentuknya kristal pirhotit; ukurankristal pirhotit yang terbentuk dari katalis bijih besi Kalsel lebih kecil daripada katalis tailing PT.Freeport,hal ini dibuktikan dari kereaktifannya yakni perolehan produk minyak serta hasil konversi pencairanbatubara yang lebih besar pada kondisi proses yang sama.

Kunci: bijih besi, tailing, sulfidasi, ukuran kristal pirhotit

ABSTRACT

Catalyst in coal liquefaction is very important to increase percentage of coal conversion. It is generallyrecognized that the iron based catalyst is an active phase in coal liquefaction. In order to developIndonesian catalyst sources for coal liquefaction, the research of iron ore from South Kalimantan ascoal liquefaction catalyst has been carried out. The aim of this research is to identify of reactivity andactivity of iron ore as catalyst on coal liquefaction. The methodology of the research is sulfidation toobserve the crystal growth of pyrrhotite and percentage of coal yield and coal conversion. The result ofthe research will be compared to that of the research using tailing from PT,.Freeport Indonesia. Theresult show that the temperature and mineral mater in iron ore is influential to the size of crystalpyrrhotite but temperature and mineral mater in tailing is not influential to the size of crystal pyrrhotite.The size of crystal pyrrhotite formed from iron ore catalyst is smaller than that from tailing catalyst.The oil yield and percentage of coal conversion increased as compare to that of tailing catalyst.

Keywords: iron ore, tailing, sulfidation, crystal pyrrhotite size

176 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Suatu reaksi dapat berlangsung bila terjadi kontakyang efektif antar molekul reaktan, dan terpenuhienergi aktivasinya. Kedua syarat di atas dapatterakomodasi dengan baik apabila ada katalis.Katalis dapat mengantarkan reaktan melalui jalanbaru yang lebih mudah untuk berubah menjadiproduk. Jalan baru yang dimaksud yaitu jalan yangmempunyai energi aktivasi yang lebih rendah.Keberadaan katalis juga dapat meningkatkanjumlah tumbukan antar molekul reaktan. Katalismemiliki sifat tertentu, yakni katalis tidakmengubah kesetimbangan dan katalis hanyaberpengaruh pada sifat kinetik seperti mekanismereaksi. Dengan demikian konversi yang dihasilkantidak akan melebihi konversi kesetimbangan.Katalis juga bersifat spesifik, satu katalis hanyasesuai untuk satu jenis reaksi saja.

Dalam proses pencairan batubara, katalismempunyai peran yang sangat penting yaknidapat meningkatkan konversi batubara menjadiminyak. Disamping itu katalis juga dapat membuatkondisi reaksi menjadi lebih moderat sepertimenurunkan suhu, tekanan dan waktu reaksi.Beberapa jenis katalis telah dicoba untukpencairan batubara tetapi sampai saat ini. besisulfida seperti Pyrite, Pyrrhotite dan Troilitedianggap sesuai sebagai katalis pencairanbatubara karena cukup aktif dan berharga murah(Yokoyama, dkk., 1986).

Pada penelitian ini telah dilakukan pengujiankatalis berbasis besi berupa bijih besi, dariKalimantan Selatan. Penggunaan bijih besi yangrelatif murah diharapkan dapat menekan ongkosyang diperlukan untuk pembelian katalis. Bijih Besidari Kalimantan Selatan mudah diperoleh dancadangannya banyak mempunyai kandunganoksida besi yang tinggi. Mineral-mineral yangmengandung oksida besi antara lain laterit dariPulau Sebuku dan limonit dari Soroako berasaldari PT. International Nikel Indonesia.

Tujuan penelitian untuk mengetahui (reaktifitas/aktifitas/efektifitas) penggunaan bahan katalisberbasis besi dari bijih besi Kalimantan Selatandan tailing dari PT. Freeport Indonesia (PT. FI),terhadap:

pertumbuhan pembentukan kristal pirhotitdengan melakukan proses sulfidasi pada suhu350-425°C;persentasi produk dan konversi pencairanbatubara secara langsung.

2. KAJIAN PUSTAKA

Aktifitas katalis sangat dipengaruhi oleh dispersikatalis yang tergantung pada luas permukaan,ukuran partikel dan ukuran kristal katalis. Padapencairan batubara, katalis berbasis besiditambahkan sulfur, karena pada kondisi reaksipencairan berlangsung unsur besi dalam katalisbereaksi dengan sulfur membentuk senyawapirhotit, Fe(1-x)S yang merupakan fasa aktif yangsangat berperan dalam proses pencairan batubara.

Pengujian sulfidasi hampir mirip dengan pengujianpencairan batubara, tapi dilakukan tanpa batubara.Hasil dari uji sulfidasi dicuci dengan tetrahidrofuransehingga kristal pirhotit bersih dari pengotor yangkemudian dipisahkan dari pelarut dengan pompavacuum untuk selanjutnya diuji dengan XRD gunamengetahui kristal pirhotit yang terbentuk.Pengujian ini dilakukan untuk melihat kinerjapirhotit yang terbentuk dari katalis. Sepertidisebutkan sebelumnya bahwa semakin besarukuran kristal pirhoti t semakin rendahkereaktifannya yang berakibat rendahnya jumlahbatubara yang dapat dicairkan.

Suatu bahan katalis memiliki kinerja yang baikuntuk pencairan batubara bila ukuran kristal fasaaktif pirhotit tidak lebih dari 40 nm (Kaneko, dkk.,1998). Semakin besar ukuran kristal pirhotitsemakin rendah kereaktifannya yang berakibatrendahnya jumlah batubara yang dapat dicairkan.Ukuran kristal dapat membesar karena adanyaaglomerasi antar partikel pirhotit.

Untuk mengetahui kinerja dari pirhotit ini salahsatunya dengan melihat ukuran kristal yangterbentuk. Ukuran kristal pirhotit dapat dihitungdengan formula dari Scherer yang datanya diambildari uji XRD hasil uji sulfidasi.

3. PERCOBAAN

3.1. Uji Sulfidasi Katalis

Percobaan uji sulfidasi katalis dilakukan denganmenggunakan beberapa variabel:i) Pelarut + Bijih Besi Kalsel (ukuran -325#) +

Sulfur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 350°Cii) Pelarut + Bijih Besi Kalsel (ukuran -325#) +

Sulfur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 375°Ciii) Pelarut + Bijih Besi Kalsel (ukuran -325#) +

Sulfur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 400°Civ) Pelarut + Bijih Besi Kalsel (ukuran -325#) +

177Uji Sulfidasi Bijih Besi Kalimantan Selatan dan Tailing ... Nining Sudini Ningrum dan Hermanu Prijono

Sulfur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 425°Cv) Pelarut + Tailing PT.FI (ukuran -325#) + Sul-

fur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 350°Cvi) Pelarut + Tailing PT.FI (ukuran -325#) + Sul-

fur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 375°Cvii) Pelarut + Tailing PT.FI (ukuran -325#) + Sul-

fur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 400°Cviii) Pelarut + Tailing PT.FI (ukuran -325#) + Sul-

fur, ratio atom S/Fe 2 pada suhu 425°C

3.2. Uji Katalis untuk Pencairan Batubara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kimia dan XRD bahan baku katalis

4.1. Uji Sulfidasi

Variasi percobaan adalah sebagai berikut:i) Katalis Bijih Besi Kalimantan Selatan (suhu

350°C, 375°C, 400°C, dan 425°C)ii) Katalis Tailing PT. Freeport Indonesia, PT.FI

(suhu 350°C, 375°C, 400°C, dan 425°C).

Bahan baku katalis berbasis besi

filtrat Kristalpirhotit

% Produk dan % konversi

Kondisis pencairan :T = 400 °C, t = 60 menit, , PH2 = 10 MPa, soltv = 15 g,  Kat sbg Fe 3% dari BB1. Penambahan Sulfurdg rasio

Penggerusan

Analisis Ayak

1. -325 #

Uji Sulfidasi pada t = 0 menit, PH2 = 10 MPa, soltv = 15 g,  S/F = 2, Kat sbg Fe = 3%,ukuran ‐325, mesh Variasi suhu= 350, 375, 400, 425 OC

Uji :

1. XRD2. Analisis Kimia

Peremukan

Ektraksi dengan a. Toluenab. Heksanac. Tetrahidrofuran

Cuci dengan tetrahidrofuran,  saring dengan pompa vacum

Uji XRD

178 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

4.1.1 Sulfidisasi katalis bijih besiKalimantan Selatan

Kondisi operasi sulfidasi katalis dilakukan tanpabatubara pada tekanan 100 MPa dan waktu tinggaloperasi mendekati 0 menit (t = 0 menit), merupakanacuan kondisi operasi yang diambil dari Kaneko,dkk., (1998) dan Ningrum dan Prijono (2009)dengan ukuran partikel katalis adalah -325 #.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan olehNingrum dan Prijono (2009) menunjukkan bahwapenambahan katalis berbasis besi berpengaruhterhadap perolehan produk dan persen konversipencairan batubara. Suatu bahan katalis memilikikinerja yang baik untuk pencairan batubara bilaukuran kristal fasa aktif pirhotit kecil. Percobaansulfidasi ini dilakukan untuk mengetahui kinerjakatalis bijih besi, Kalsel dengan melihat ukurankristal yang terbentuk. Percobaan sulfidasi inidilakukan menggunakan autoclave dengan lajupemanasan 5°C/menit pada tekanan awal dari H210 MPa dengan penambahan sulfur, rasio atomS/Fe – katalis = 2, ukuran partikel katalis -325#,dan proses sulfidasi dilakukan mendekati kondisiproses pencairan. Pengamatan dilakukan untukmengetahui pengaruh suhu terhadap ukuran kristalfasa aktif pirhotit, sehingga diperoleh suhu opti-mal dan memiliki aktifitas maksimal. Pengamatandilakukan pada suhu 3500C, 3750C, 4000C, dan4250C. Hasil analisis XRD untuk hasil uji sulfidasi.

Pada Tabel 1 di atas terlihat bahwa perubahansuhu berpengaruh pada ukuran kristal pirhotit yangterbentuk. Kristal pirhotit terkecil yang terbentukdari katalis bijih besi, Kalsel terjadi pada suhusulfidasi 375ºC, dan ukurannya meningkat dengansemakin tingginya suhu. Hal ini disebabkanterjadinya aglomerisasi antar partikel pirihotit padasuhu yang semakin tinggi. Pada suhu sulfidasi350ºC, ukuran kristal pirhotit katalis bijih besiKalsel lebih besar dibanding ukuran kristal yangterbentuk pada suhu 375ºC. Hal ini diperkirakankarena struktur kristal yang masih amorf sehinggabidang kristal pirhotit belum terbentuk dengan

sempurna. Secara umum ukuran kristal pirhotitbertambah dengan meningkatnya suhu. Dari datayang didapat maka suhu 375ºC merupakan suhudimana kristal pirhotit memiliki ukuran terkecilsehingga katalis memiliki kereaktifan yang terbaikdalam meningkatkan jumlah batubara yangdicairkan seperti terlihat pula pada Gambar 1.

Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap ukuran pirhotit katalis bijih besi, Kalsel

Suhu Sulfidasi (°C) λ (A) Pos. [°2Th.] Bid.hkl 200 FWHM [°2Th.] Ukuran Kristal (nm)

350 1.5406 29.90 0.33 25.19375 1.5406 29.88 0.49 16.79400 1.5406 29.90 0.41 20.15425 1.5406 29.87 0.33 25.19

4.1.2 Sulfidisasi katalis tailing PT. FI

Pada penelitian Ningrum dan Prijono (2009) telahdibahas bahwa penambahan katalis dari tailingPT.FI berpengaruh terhadap perolehan produk danpersen konversi pencairan batubara. Katalis daritailing PT.FI mengandung sulfur yang berasosiasidengan besi dalam bentuk pirit. Pada percobaansulfidasi ini, konversi komponen besi dari katalistailing PT. FI dilakukan pada autoclave dengankondisi operasi sama dengan katalis bijih besi,Kalsel. Pengamatan dilakukan untuk mengetahuipengaruh suhu terhadap ukuran kristal fasa aktifpirhotit, sehingga didapat suhu optimal dimanakatalis memiliki aktifitas maksimal. Pengamatanpada percobaan ini dilakukan pada suhu 3500C,3750C, 4000C, dan 4250C. Hasil analisis XRDuntuk hasil uji sulfida katalis Tailing PT. FI.

Gambar 1. Grafik hubungan ukuran kristalpirhotit katalis bijih besiterhadap suhu

179Uji Sulfidasi Bijih Besi Kalimantan Selatan dan Tailing ... Nining Sudini Ningrum dan Hermanu Prijono

Pada Tabel 2 di atas terlihat bahwa perubahansuhu pada katalis tailing PT.FI cenderung tidakterlalu berpengaruh pada ukuran kristal pirhotityang terbentuk. Ukuran kristal pirhotit katalis yangterbentuk cenderung sama dengan ukuran terkecilkristal pirhotit pada suhu sulfidasi 3750C,sedangkan ukuran kristal pirhotit terbesar padasuhu 4000C. Hal ini diperkirakan karena adanyaunsur Si yang menghambat kereaktifan katalissehingga ukuran katalis cenderung sama. Kristalpirhotit yang terbentuk dari pirit lebih besar darikristal pirhotit yang terbentuk dari katalis besioksida. Penelitian yang dilakukan oleh Kaneko,et.al (1998) juga menunjukkan bahwa kristalpirhotit yang terbentuk dari pirit lebih besar daripadalimonit dan goetit. Data pada Tabel 2 menunjukkanbahwa suhu 3750C merupakan suhu dimana kristalpirhotit yang terbentuk memiliki ukuran terkecil

sehingga memiliki kereaktifan terbaik dan dapatmeningkatkan jumlah batubara yang dicairkan.

4.2. Pengaruh Ukuran Kristal PirhotitKatalis Bijih Besi Kalsel dan TailingPT. FI pada Produk dan Konversi

Pengaruh jenis bahan katalis berbasis besi danukuran kristal pirhotit yang terbentuk terhadapproduk pencairan batubara dapat dilihat pada Tabel3. Dalam Tabel 3 ini diperlihatkan perbandinganproduk dan persen konversi hasil pencairanbatubara menggunakan katalis bij ih besiKalimantan Selatan dan katalis tailing PT.FI. yangdilakukan pada kondisi tekanan awal H210 Mpaperbandingan atom S/Fe = 2, ukuran partikelkatalis -325#, dan suhu 4000C.

Tabel 2. Pengaruh suhu terhadap ukuran kristal pirhotit katalis tailing PT.FI

Suhu Sulfidasi (0C) λ (A) Pos. [°2Th.] Bid.hkl 200 FWHM [°2Th.] Ukuran Kristal (nm)

350 1.5406 29.99 0.33 25.20375 1.5406 29.86 0.33 25.19400 1.5406 29.86 0.29 28.79425 1.5406 29.87 0.33 25.19

Tabel 3. Pengaruh jenis katalis dan ukuran kristal pihotit terhadap jumlah produk dan persenkonversi pencairan batubara

Jenis Katalis Ukuran KristalProduk (%) % Konversi

Pirhotit (nm) Minyak Berat Aspalten Ekstraksi Ekstraksin. heksan toluen

Bijih Besi Kalsel 20.15 65.06 19.14 65.06 84.20Tailing PT. Freeport 28.79 44.72 26.30 44.72 71.02

Gambar 2. Grafik hubungan ukuran kristalpirhotit katalis tailing PT.Freeport terhadap suhu

Dari Tabel 3 terlihat bahwa pencairan batubarayang menggunakan katalis bijih besi, Kalseldengan ukuran kristal pirhotit yang lebih kecilmenghasilkan produk minyak berat yang lebihbesar daripada yang menggunakan katalis tailingPT.FI yang memiliki kristal pirhotit yang besar.Produk aspalten pencairan batubara yangmenggunakan katalis tailing PT.FI lebih banyakdaripada pencairan dengan katalis bijih besi.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa konversidengan n. hexan maupun toluen pada pencairanbatubara dengan katalis bijih besi, Kalsel yangmemiliki ukuran kristal pirhotit kecil hasilnya lebih

180 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

baik dibanding katalis dari tailing PT.FI yangmemiliki kristal pirhotit lebih besar. Hal inidisebabkan semakin kecil ukuran kristal pirhotityang terbentuk, luas permukaan kontak kristalpirhotit semakin besar, sehingga peran katalis lebihefektif. Dilihat dari jumlah hasil produk dan persenkonversi secara keseluruhan, maka bijih besi Kalsellebih baik sebagai katalis pencairan batubaradaripada tailing PT. FI (Gambar 3 dan 4).

Gambar 3. Grafik hubungan ukuran kristalpirhotit dan jenis bahan katalisberbasis besi terhadap jumlahproduk hasil pencairanbatubara

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapatditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

suhu berpengaruh terhadap terbentuknyaukuran kristal pirhotit dari katalis berbasis besiyang merupakan fasa aktif pencairan batubara.Semakin tinggi suhu maka kristal pirhotit yangterbentuk semakin besar, selama prosespencairan ukuran kristal pirhotit akanmembesar seiring dengan meningkatnya suhuoperasi;

perubahan suhu dari 350-450°C cenderungtidak berpengaruh terhadap ukuran kristalpirhotit yang terbentuk dari katalis tailing PT.Freeport Indonesia (PT.FI);

mineral yang terkandung dalam bahan katalisberpengaruh terhadap terbentuknya kristalpirhotit, katalis dari bijih besi Kalsel yang terdiriatas hematit ukuran kristal pirhotit yangterbentuk lebih kecil dibandingkan yangberasal dari tailing PT. FI yang mengandungunsur sulfur dalam bentuk pirit;

ukuran kristal pirhotit yang terbentuk darikatalis bijih besi Kalsel lebih kecil daripadakatalis tailing PT.Freeport hal ini dibuktikandari kereaktifannya, perolehan produk minyakserta hasil konversi pencairan batubara yanglebih besar pada kondisi proses yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Kaneko, T, K. Tazawa, T. Koyama, K. Satou, K.Shimasaki, and Y. Kageyama, 1998, Trans-formation of Iron Catalyst to the Active Phasein Coal Liquefaction, Energy & Fuels, 12, pp.897-904.

Ningrum, N,S dan Prijono, H., 2009, PengaruhFraksi Ukuran Katalis Tailing PT. Freeport In-donesia dan Waktu Tinggal Reaksi padaPencairan Batubara, Prosiding Seminar EnergiBaru Terbarukan: Peranan Energi BaruTerbarukan Dalam Mengatasi Krisis Energidan Menghambat Laju Pemanasan Global,FMIPA UNS Surakarta, Indonesia, pp. 82-96.

Yokoyama, S., R. Yoshida, H. Narita, K. Kodairaand Y. Maekawa, 1986, Catalytic Activity ofVarious Iron Sulphides in Coal Liquefaction,Fuel, Vol. 65, pp. 164-170.

Gambar 4. Grafik hubungan ukuran kristalpirhotit dan jenis bahan katalisbesi terhadap persen konversiN Heksan dan Toluen

181Karakterisasi dan Optimalisasi Pembriketan pada Batubara ... Ikin Sodikin dan Datin Fatia Umar

KARAKTERISASI DAN OPTIMALISASI PEMBRIKETANPADA BATUBARA HASIL PROSES UPGRADED

BROWN COAL SKALA PILOT

Ikin Sodikin dan Datin Fatia UmarPusat Penelitian dan Pegembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung – 40211Telp. : (022) 6030483, ext. 227; Fax. : (022) 6038027;

e-mail : [email protected] dan [email protected]

SARI

Penelitian peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan teknologi Upgraded Brown Coal(UBC) telah dilakukan sejak tahun 2002, dimulai dengan pembangunan UBC skala pilot kapasitas 5ton/hari di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. Dari 7 contoh batubara peringkat rendah yang berasal daribeberapa daerah di Indonesia, batubara dengan nilai kalori <5. 000 kal/g dapat ditingkatkan menjadi>6.200 kal/g. Bahkan batubara yang berasal dari Banko dengan nilai kalori <5.200 kal/g, dapatditingkatkan menjadi >7.000 kal/g.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan karakteristik batubara Mulia yang berasaldari daerah Satui, Kalimantan Selatan, setelah dilakukan proses dan mengetahui kondisi optimumpembriketan pada batubara hasil proses pada UBC skala pilot di Palimanan, Cirebon.

Hasil proses UBC yang dilakukan dapat menurunkan kadar air bawaan (inherent moisture) batubaraMulia sebesar 71,6%, sehingga nilai kalor naik sebesar 26,5%. Sementara kadar abu, zat terbang,karbon padat, belerang, karbon dan nitrogen mengalami kenaikan, sedangkan kadar hidrogen danoksigen turun. Kondisi optimum pembriketan didapat pada kondisi putaran roll 8 rpm dan temperatur80 - 110°C. Pada kondisi ini briket UBC yang dihasilkan mempunyai kuat tekan 73 - 77 kg/cm2,densitas 1.015 – 1,04 g/cm3 dan kecepatan produk briket UBC yang dihasilkan sebanyak 1.104 kg/jam.

Kata kunci : karakterisasi, pembriketan, proses UBC, skala pilot

ABSTRACT

Research on low rank coal upgrading with Upgraded Brown Coal (UBC) technology has been devel-oped since 2002, started with UBC pilot plant construction with a capacity of 5 ton/day in Palimanan,Cirebon, West Java. From 7 Indonesian low rank coal samples, the coal with calorific value of <5,000cal/gr can be increased to be >6,200 cal/gr, meanwhile low rank coal from Banko with calorific valueof <5,200 cal/gr increased to be >7,000 cal/gr.

The aim of this research is to know the changes of Mulia coal characteristics from Satui, SouthKalimantan after process and the optimum conditions of briquetting to coal after process in UBC pilotplant Palimanan, Cirebon.

182 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. LATAR BELAKANG

Kualitas batubara Indonesia pada umumnyadidominasi oleh batubara peringkat rendah (lignitdan subbituminus), yaitu sekitar 60% dari totalsumber daya yang jumlahnya 104,7 milyar ton(Sukhyar, 2009). Batubara peringkat rendah ini belumbanyak dieksploitasi karena masih mengalamikendala dalam masalah transportasi danpemanfaatannya. Seperti diketahui, batubaraperingkat rendah mempunyai kandungan air totalcukup tinggi yang menyebabkan nilai kalor menjadirendah. Dengan demikian diperlukan teknologikhusus untuk menurunkan kadar air, sehingga nilaikalori batubara tersebut menjadi lebih tinggi.

Beberapa penelitian dengan maksud tersebut telahbanyak dilakukan sejak tahun 1920-an di AmerikaSerikat, Australia, Jepang dan lain-lain (Suwono,2000). Salah satu di antaranya adalah teknologiUpgraded Brown Coal (UBC) yang merupakanteknologi peningkatan nilai kalor (upgrading)batubara peringkat rendah melalui penurunan kadarair total yang dikembangkan oleh Kobe Steel Ltd.,Jepang (Shigehisa et al, 2000). Keuntunganteknologi ini, di antaranya adalah karena prosesberlangsung pada temperatur dan tekanan rendah.Untuk mencegah masuknya kembali air ke dalambatubara, maka dalam proses ditambahkanminyak residu untuk melapisi pori-pori pada partikelbatubara.

Kegiatan penelitian peningkatan kualitas batubaraperingkat rendah dengan teknologi UBC ini telahdimulai sejak tahun 2002 oleh Puslitbang tekMIRAbekerjasama dengan Kobe Steel Ltd., Jepang,dengan dimulainya pembangunan UBC skala pi-lot dengan kapasitas 5 ton/hari di Palimanan, JawaBarat. Pilot plant tersebut telah berhasildioperasikan dengan baik. Dari 7 contoh batubaraperingkat rendah yang berasal dari beberapadaerah di Indonesia, batubara dengan nilai kalori<5.000 kal/g dapat ditingkatkan menjadi >6.200kal/g. Bahkan batubara yang berasal dari Bankodengan nilai kalori <5.200 kal/g dapat ditingkatkan

menjadi >7.000 kal/g. Hasil kegiatan proses UBCini digunakan sebagai acuan dalam pembangunanUBC demonstration plant (Umar, dkk., 2007).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiperubahan karakteristik batubara Mulia yangberasal dari daerah Satui, Kalimantan Selatan,setelah dilakukan proses UBC dan mengetahuikondisi optimum pembriketan pada batubara hasilproses UBC skala pilot yang berlokasi diPalimanan, Cirebon, Jawa Barat, yang akandipakai sebagai acuan untuk pengoperasianproses UBC demonstration plant di Satui,Kalimantan Selatan.

2. KAJIAN TEORITIS

2.1. Kandungan Air Dalam batubara

Air yang terkandung dalam batubara terdiri atasair bebas (free moisture) dan air lembab (inherentmoisture). Air bebas adalah air yang terikat secaramekanik dengan batubara pada permukaan dalamrekahan atau kapiler yang mempunyai tekananuap normal. Air lembab adalah air yang terikatsecara fisik pada struktur pori-pori bagian dalambatubara dan mempunyai tekanan uap yang lebihrendah daripada tekanan uap normal. Kandunganair dalam batubara baik air bebas maupun airlembab merupakan faktor yang merugikan, karenamemberikan pengaruh yang negatif terhadap biayatransportasi dan proses pembakarannya.

2.2. Proses UBC

Penurunan kadar air dalam batubara dapatdilakukan dengan cara mekanik atau perlakuanpanas. Kadar air bebas dapat dikurangi secaraefektif dengan cara mekanik, sedangkanpenurunan kadar air lembab harus dilakukandengan cara pemanasan. Salah satu teknologiuntuk menurunkan kadar air lembab adalah prosesUBC yang merupakan teknologi peningkatankualitas (upgrading) batubara peringkat rendah

The result of UBC process, inherent moisture of Mulia coal can be decreased about 71.6%; therefore,the calorific value increased about 26.5%. Whilst ash, volatile matter, fixed carbon, sulfur, carbonand nitrogen contents were increased, hydrogen, and oxygen were deacreased. The optimum condi-tion of briquetting was reached at roll rotation of 8 rpm and temperature of 80-110 °C. In this condition,UBC briquettes resulted have a pressure strength of 73-77 kg cm2, density 1.015 –1.04 g/cm3 andbriquet production capacity of about 1,104 kg/hour.

Keywords : Characteristics, briquetting, UBC process, pilot plant

183Karakterisasi dan Optimalisasi Pembriketan pada Batubara ... Ikin Sodikin dan Datin Fatia Umar

melalui penurunan kadar air total. Dibandingkandengan proses upgrading lainnya, proses UBCmempunyai keuntungan, karena prosesnyadilakukan pada temperatur dan tekanan relatifrendah. Perbandingan beberapa teknologi upgrad-ing terhadap UBC dapat dilihat pada Tabel 1.

Dalam proses UBC, batubara dibuat slurry denganmenggunakan minyak tanah yang dicampurdengan minyak residu kemudian dipanaskan padatemperatur 150°C dan tekanan sekitar 3,5 atm.Batubara hasil proses dipisahkan, dikeringkan dandibuat briket, sedangkan campuran minyak tanahdan residu digunakan kembali untuk prosesselanjutnya. Penambahan minyak residudiperlukan untuk menutup pori-pori batubara yangterbuka, sehingga air yang telah keluar tidak akanterserap kembali.

2.3. Pemanasan

Proses pemanasan batubara sampai temperaturtertentu menyebabkan terjadinya perubahankomposisi struktur batubara. Dengan memanaskanbatubara, terjadi perubahan kimia karenamenguapnya air bawaan, dekomposisi guguskarboksil, penyusutan gas-gas hidrogen danoksigen kompleks serta aromatisasi. Komposisidan sifat produk akhir akan bermacam-macamtergantung pada temperatur pemanasan.

Karena proses pemanasan, maka terjadi reaksikimia yang menghasilkan produk gas atau cairanyang banyak berhubungan dengan sistem pori-poribatubara. Kehilangan sejumlah massa bahan-bahan penyusun batubara melalui pori-pori,menyebabkan terjadi kekosongan pori-pori tersebut.Oleh sebab itu, sifat fisik yang memegang perananpenting pada proses pemanasan adalah sifatporositas. Porositas batubara tersebutmenyangkut sistem pori-pori yang dimiliki.Porositas batubara dapat menyebabkan terjadinyadifusi keluar uap air, metana dan zat lain yangmudah menguap dari batubara selama terjadipemanasan. Dalam proses UBC, batubaradicampur dengan minyak residu kemudiandipanaskan pada tekanan dan temperatur yangrelatif rendah. Dengan minyak residu tersebut,maka pori-pori batubara yang terbuka akan diisioleh residu dan menutup permukaan batubarasehingga air yang telah keluar tidak akan terserapkembali (Deguchi et al, 2002).

Menurut Tsai (1982), pada temperatur 100 - 120°Cterjadi reaksi endotermis. Pada reaksi ini terjadi

penguapan air; air yang menguap berupa air bebas,air terikat secara fisik dan air yang terjebak dalamstruktur pori-pori batubara. Penguapan air bebasakan berperilaku sama dengan pengeringan secaraumum, sedangkan penguapan air bawaandianalogikan dengan air kristal atau hidroksidadengan reaksi sebagai berikut :

M(OH)2 MOn + nH2O

Secara termodinamika, reaksi antara batubaradengan oksigen adalah:

C + O2 CO2 G = -394100 - 0,8T J/mol2C + O2 2CO G = -223400 - 175,3T J/mol

Adanya reaksi seperti di atas pada prosespengeringan batubara tidak dikehendaki, olehkarena itu diperlukan suatu kondisi pemanasan yanginert. Secara termodinamika, reaksi ini berlangsungpada berbagai temperatur, tetapi perlu aktivasiyang cukup besar, maka reaksi berlangsung haruspada temperatur di atas 120°C.

2.4. Pengaruh Penambahan Aditif

Dalam melakukan pemanasan pada batubara ada3 daerah pemanasan yang berpengaruh terhadapterjadinya dekomposisi, yaitu pemanasan di bawahtemperatur dekomposisi, daerah dekomposisi aktifdan pemanasan di atas temperatur dekomposisi.Dekomposisi aktif adalah terdekomposisinya min-eral organik penyusun batubara menjadi tar danpenguapan air.

Pemanasan batubara pada temperatur dekomposisiaktif, yaitu >200°C, menyebabkan terjadinyapenguapan air bebas, air bawaan/terikat secarakimia, tar, hidrogen, CO2, CO dan hidrokarbon.Proses UBC, dengan temperatur sekitar 150°C,pengeluaran tar dari batubara belum sempurna.Oleh karena itu perlu ditambahkan zat aditifsebagai penutup permukaan batubara sepertikanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil)dan minyak residu. Untuk proses UBC sebagaiaditif digunakan minyak residu yang merupakansuatu senyawa organik yang beberapa sifatkimianya mempunyai kesamaan dengan batubara.Dengan kesamaan sifat kimia tersebut, minyakresidu yang masuk ke dalam pori-pori batubaraakan kering kemudian bersatu dengan batubara.Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempelpada waktu yang cukup lama, sehingga batubaradapat disimpan di tempat terbuka untuk jangkawaktu yang cukup lama (Shigehisa et al, 2000).

184 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Nila

i Kal

orN

ilai K

alor

Batu

bara

Asa

lBa

tuba

ra P

rodu

kKo

be S

teel

, JA

PAN

&te

kMIR

A IN

DO

NE

SIA

Wyo

min

g U

SA

AUST

RIA

YUG

OS

LAV

IAG

rand

For

ks

(USA

),M

elbo

urne

(A

ustra

lia)

SYN

CO

ALM

onta

na (U

SA)

Ros

ebud

Sy

nCoa

l P

artn

ersh

ip

5.50

0 -8

.000

Bt

u/lb

12.0

00 B

tu/lb

350-

450°

C2-

3 M

PaD

emon

stra

tion

plan

t1.

000

ton/

hari

Pada

tan

Men

gura

ngi

mas

alah

sl

aggi

ng d

an

foul

ing

Sum

ber:

http

// w

ww

. wik

iped

ia. c

om (2

008)

-

--

Palim

anan

IN

DO

NES

IA

Men

urun

kan

Na

ENC

OAL

Wyo

min

g (U

SA)

SM

C m

inin

g S

GI I

nt. o

f La

8.20

0 -9

.200

Bt

u/lb

475-

550°

C2-

3 M

PaD

emon

stra

tion

plan

t1.

000

ton/

hari

Slu

rry

Men

urun

kan

Na,

S d

an C

l

HW

D/S

DTh

e U

nive

rsity

of

Nor

th D

akot

a8.

000

- 9.0

00

Btu/

lb12

.000

Btu

/lb27

0-30

0°C

8-12

MPa

Dal

am ta

hap

renc

ana

ke

kom

ersi

al7.

7 to

n/ha

riPa

data

n

Pada

tan

Men

gura

ngi

Hg,

em

isi S

O2

FLEI

SSN

ERVo

est-A

lpni

e A

G8.

600

Btu/

lb12

.000

Btu

/lb23

0-28

0°C

3-6

MPa

Kom

ersi

al

seja

k 1

927

di

Pada

tan

Pada

tan

Men

urun

kan

kand

unga

n ai

r

K-FU

ELK

Fx In

c., U

SA

8.00

0 -8

.800

Bt

u/lb

10.5

00-1

1.50

0 Bt

u/lb

450-

550°

C4-

6 M

PaKo

mer

sial

se

jak

2005

3-8

juta

ton/

th

Kapa

sita

sPr

oduk

Kete

rang

an

UBC

5.00

0 -9

.000

Bt

u/lb

11.0

00-1

2.50

0 Bt

u/lb

150-

160°

C0.

2-0.

3 M

PaD

emon

stra

tion

plan

t1.

000

ton/

hari

Tekn

olog

iLo

kasi

Peng

emba

ngTe

mpe

ratu

rTe

kana

nSt

atus

Tabe

l 1.

Perk

emba

ngan

Tek

nolo

gi U

pgra

ding

Bat

ubar

a di

Dun

ia

185Karakterisasi dan Optimalisasi Pembriketan pada Batubara ... Ikin Sodikin dan Datin Fatia Umar

3. KEGIATAN PERCOBAAN

Kegiatan proses UBC pada skala pi lotdimaksudkan untuk mendapatkan data sebagaipendukung operasional UBC demonstration plant.Pengoperasian pilot plant UBC dilakukan denganmenggunakan batubara dari Satui, KalimantanSelatan yang akan dipakai umpan pada UBCdemontration plant. Percobaan dilaksanakan 2 kalidengan tujuan untuk mengetahui :

Perubahan karakteristik batubara hasil prosespada kondisi optimum,Optimasi proses pembriketan terhadapbatubara hasil proses UBC.

3.1. Percobaan proses UBC

Proses slurry dewatering merupakan salah satuproses utama dari rangkaian proses UBC, di manabatubara dicampur dengan minyak tanah dan residudipanaskan pada temperatur tertentu dan tekanantertentu, sehingga air yang terkandung di dalampori-pori batubara teruapkan dan diganti denganresidu melapisi pori-pori tersebut, sehingga air yangtelah keluar dari batubara tidak dapat masukkembali. Dengan terlapisinya pori-pori batubaratersebut, maka akan membuat batubara tersebutlebih stabil dan kecenderungan untuk terbakardengan sendirinya (self combustion) akan berkurang.

Pelaksanaan proses UBC :

1. Kondisi proses UBC yang dianggap optimumpada pilot plant Palimanan Cirebon, adalah :

Ukuran batubara umpan < 3mm dengankecepatan pengumpanan 100 kg/jam,Konsentrasi batubara dalam slurry 30% (30% batubara, 70% minyak tanah yangmengandung 0,5% residu),Kecepatan pengumapan slurry ke dalamdecanter 350 l/jam,Kecepatan pengumpanan cake ke dalamrotary tube dryer 15 Hz.

2. Pada kondisi tersebut di atas, proses UBCmenurunkan kadar air bawaan (inherent mois-ture) batubara Satui sebesar 71,6%, sehingganilai kalor naik sebesar 26,5%. Sementarakadar abu, zat terbang, karbon padat, karbon,belerang dan nitrogen mengalami sedikitkenaikan, sedangkan kadar hidrogen danoksigen turun karena turunnya kadar air (H2O).Briket UBC mempunyai kuat tekan 98 kg/cm2,densitas 1,05 g/cm3 dan kecepatan produkbriket UBC sebanyak 840 kg/jam.

3.2. Optimalisasi Pembriketan

Setelah dilakukan modifikasi di seksi 500 denganjalan mengganti roll pada mesin briket denganukuran cetakan yang lebih kecil (ukuran ini sesuaidengan ukuran cetakan pada mesin briket yangakan digunakan pada UBC demontration plant).Proses pembriketan pada percobaan ini mempunyaiunjuk kerja yang sangat baik dibandingkan denganpembriketan pada percobaan sebelumnya.

Variabel percobaan terdiri atas :Kecepatan roll: 8, 10, 13, 15,17 dan 20Temperatur pembriketan: antara 70ºC dan 115°C

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Optimalisasi Proses UBC Skala Pilot

Dengan kondisi proses UBC yang dianggap optimumpada pilot plant Palimanan Cirebon, adalah :

Ukuran batubara umpan < 3mm dengankecepatan pengumpanan 100 kg/jamKonsentrasi batubara dalam slurry 30% (30% batubara, 70% minyak tanah yangmengandung 0,5% residu)Kecepatan pengumapan slurry ke dalam de-canter 350 l/jamKecepatan pengumpanan cake ke dalam ro-tary tube dryer 15 Hz.

4.2. Karakteristik Batubara

Karakteristik batubara sebelum dan setelah prosesUBC skala pilot untuk run 1 dan 2 dapat dilihatpada Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air totaldan air bawaan batubara asal cukup tinggi, yaitumasing-masing 32,28% dengan kadar abu yangsangat rendah, yaitu 0,98%. Dengan kadar airbawaan yang tinggi dapat mengakibatkanrendahnya nilai kalor. Selanjutnya, efisiensipembakaran akan menjadi kecil sehingga untukmendapatkan jumlah kalor tertentu, jumlahbatubara yang harus dibakar akan menjadi lebihbesar, sehingga gas CO2 yang dihasilkannya punakan menjadi besar.

Setelah proses UBC, air bawaan pada run 1 turunmenjadi 8,32% dan pada run 2 turun menjadi8,42%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa prosesUBC efektif menurunkan kadar air total denganpersen penurunan antara 71,4 dan 71,8%.

186 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa denganturunnya air bawaan, nilai kalor naik dari 4.873kal/g menjadi 6.196 kal/gr pada run 1 dan menjadi6.135kal/g pada run 2 atau terjadi kenaikan yangcukup signifikan antara 25,9 dan 27,2%.

Analisis proksimat dan ultimat batubara hasilproses UBC dilakukan setelah disimpan sekianlama sampai mencapai kesetimbangan. Hal inidilakukan agar mendekati keadaan sebenarnya,karena pada umumnya batubara hasil proses UBCtidak langsung digunakan konsumen tapi disimpanterlebih dahulu sebagai persediaan.

Dari hasil analisis proksimat seperti pada Gambar2 memperlihatkan bahwa kenaikan kadar abukemungkinan besar terjadi karena adanya sisa-sisa minyak residu yang menempel pada batubara,menjadi abu sisa pembakaran batubara. Namundemikian, kenaikan kadar abu ini tidak akanmenjadi masalah, karena masih <5%. Kandungan

zat terbang naik secara signifikan dari 37,80%menjadi 47,44% pada run 1 dan menjadi 46,83%pada run 2. Kenaikan zat terbang ini disebabkankarena masih adanya minyak pada batubara hasilproses UBC yang ikut teruapkan saat pemanasandan terdeteksi sebagai zat terbang. Sementarakandungan karbon padat naik karena turunnyakandungan air lembab, yaitu dari 31,75% menjadi40,55% pada run 1 dan menjadi 41,17% pada run 2.

Hasil analisis ultimat seperti pada Gambar 3memperlihatkan bahwa kadar karbon naik dari50,69% menjadi 62,48% pada run 1 dan menjadi63,51% pada run 2. Kandungan hidrogen danoksigen turun sebagai akibat turunnya kadar air(H2O). Penurunan oksigen lebih signifikandibandingkan dengan penurunan kandunganhidrogen. Kadar nitrogen dan sulfur batubarasetelah proses UBC tidak mengalami perubahanyang cukup berarti.

Tabel 2. Karakteristik Batubara Mulia Sebelum dan Setelah Proses UBC

ANALISIS SATUAN BATUBARAASAL RUN1 RUN2

AIR TOTAL % ar 32,28 - -

PROKSIMAT :AIR BAWAAN % adb 29,47 8,32 8,42ABU % adb 0,98 3,69 3,58ZAT TERBANG % adb 37,80 47,44 46,83KARBON PADAT % adb 31,75 40,55 41,17

NILAI KALOR Kal/gr 4.873 6.196 6.135

ULTIMAT :KARBON % adb 50,69 62,48 63,51HIDROGEN % adb 6,60 6,36 5,73NITROGEN % adb 0,49 0,58 0,59OKSIGEN % adb 41,07 26,73 26,44SULFUR % adb 0,17 0,16 0,15

 

4,873

6,196 6,135

0

2,000

4,000

6,000

8,000

kal/g

r

BATUBARA ASAL RUN 1 RUN 2

Gambar 1. Pengaruh Proses TerhadapKenaikan Nilai Kalori

 

05

101520253035404550

AIR BAWAAN ABU ZAT TERBANG KARBON PADAT

%, a

db

BATUBARA ASAL RUN 1 RUN 2

Gambar 2. Hasil analisis proksimat sebelumdan sesudah proses UBC

187Karakterisasi dan Optimalisasi Pembriketan pada Batubara ... Ikin Sodikin dan Datin Fatia Umar

4.3. Optimalisasi Pembriketan

Setelah dilakukan modifikasi di seksi 500 denganjalan mengganti roll pada mesin briket denganukuran cetakan yang lebih kecil (ukuran ini sesuaidengan ukuran cetakan pada mesin briket yangakan digunakan pada UBC demontration plant).Proses pembriketan pada percobaan inimempunyai unjuk kerja yang sangat baikdibandingkan dengan pembriketan padapercobaan sebelumnya.

Variabel percobaan terdiri atas:Kecepatan roll: 8, 10, 13, 15,17 dan 20Temperatur pembriketan: antara 70°C dan 115°C

Hasil percobaan pengaruh kecepatan roll terhadapkuat tekan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar4 menunjukkan bahwa kecepatan roll padatemperatur yang sama sangat berpengaruhterhadap kuat tekan briket UBC yang dihasilkan.Makin tinggi kecepatan roll, makin rendah kuat

tekan briket yang dihasilkan. Sedangkan densitasberfluktuasi tapi tidak cukup berarti. Pada run 1,kecepatan roll optimum adalah pada 10 rpmdengan kuat tekan 73 kg/cm2, sedangkan padarun 2 dicapai pada kecepatan roll 8 dengan kuattekan 98 kg/cm2.

Pengaruh temperatur pembriketan terhadap kuattekan dan densitas briket UBC pda kecepatan rollyang sama dapat dilihat pada Gambar 5.

 

0

10

20

30

40

50

60

70

KARBON HIDROGEN NITROGEN OKSIGEN SULFUR

%, a

db

BATUBARA ASAL RUN 1 RUN 2

Gambar 3. Hasil analisis ultimat sebelumdan sesudah proses UBC

Gambar 4. Pengaruh kecepatan rollterhadap kuat tekan dandensitas briket

Gambar 5. Pengaruh temperatur terhadapkuat tekan dan densitas briket

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa temperaturberpengaruh terhadap kuat tekan dan densitasbriket UBC yang dihasilkan pada kecepatan rollyang sama. Temperatur optimum dicapai padatemperatur 80ºC dengan kuat tekan 73 kg/cm2

pada run 1 dengan kuat tekan 98 kg/cm2 pada run2 pada temperatur yang sama. Ketika temperaturdinaikkan, kuat tekan briket mengalami penurunanbaik pada run 1 maupun pada run 2.

Proses pembriketan yang paling baik padapercobaan ini adalah pembriketan dengan kondisikecepatan roll 8 rpm dan temperatur 80 - 1100C.Pada kondisi ini briket UBC yang dihasilkanmempunyai kuat tekan 73 - 77 kg/cm2, densitas1,015 – 1,04 g/cm3 dan kecepatan produk briketUBC yang dihasilkan sebanyak 1.104 kg/jam. Hasilini hampir sama dengan hasil pembriketan dengankondisi yang sama pada percobaan sebelumnyayang dapat menghasilkan briket dengan kuat tekanrata-rata 70 - 80 kg/cm2. Hal ini dapat terjadikarena ukuran cetakan briket batubara lebih kecildibandingkan dengan ukuran cetakan briket padapercobaan sebelumnya, sehingga kuat tekan briketyang dihasilkan lebih tinggi. Hasil unjuk kerjapembriketan pada percobaan ini sangatmemuaskan, sehingga data yang dihasilkan akan

188 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

sangat mendukung untuk kepentingan uji cobapada UBC demontration plant di Kecamatan Satui,Kalimantan Selatan.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kondisi proses UBC yang dianggap optimum padapilot plant Palimanan Cirebon, adalah pada kondisi :

Ukuran batubara umpan < 3mm dengankecepatan pengumpanan 100 kg/jamKonsentrasi batubara dalam slurry 30% (30%batubara, 70% minyak tanah yangmengandung 0,5% residu)Kecepatan pengumapan slurry ke dalam de-canter 350 l/jamKecepatan pengumpanan cake ke dalam ro-tary tube dryer 15 Hz.

Pada kondisi tersebut di atas, proses UBCmenurunkan kadar air bawaan (inherent moisture)batubara Mulia sebesar 71,6%, sehingga nilai kalornaik sebesar 26,5%. Sementara kadar abu, zatterbang, karbon padat, karbon, belerang dan ni-trogen mengalami sedikit kenaikan, sedangkankadar hidrogen dan oksigen turun karena turunnyakadar air (H2O).

Sedangkan untuk proses pembriketan yang pal-ing baik pada percobaan ini adalah pembriketandengan kondisi, kecepatan roll 8 rpm, temperatur80 - 1100C, kuat tekan 73 - 77 kg/cm2, densitas1,015 – 1,04 g/cm3 dan kecepatan produk briketUBC yang dihasilkan sebanyak 1.104 kg/jam.

6.2. Saran

Kondisi proses yang dianggap optimum pada pi-lot plant UBC, Palimanan, Cirebon yang dilakukanpada kajian ini, berlaku untuk batubara Mulia yangberasal dari daerah Satui, Kalimantan Selatan.Sedangkan untuk batubara dari daerah lainkondisinya akan berbeda. Karena itu, pilot plant

UBC, Palimanan, Cirebon hendaknya tetapdigunakan sebagai sarana penelitian untukpengembangan proses UBC terhadap batubaralainnya di Indonesia guna mendapatkan teknologiproses yang secara teknis dan ekonomis lebihmenguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Deguchi, T., Shigehisa, T., Makino, E. and Otaka,Y., 2002. Study on Upgraded Brown Coal Pro-cess for Indonesian Low Rank Coals, Proc.International Conference and Exhibition onClean and Efficient Coal Technology in PowerGeneration, Coal-Tech 2002, Indonesia.

Shigehisa, T., Deguchi, T., Shimasaki, K. andMakino, E., 2000. Development of UBC Pro-cess Paper presented at the International Con-ference on Fluid and Thermal Energy Conver-sion, Indonesia.

Suwono, A. dan Hamdani, 2000. Upgrading TheIndonesian’s Low Rank Coal by SuperheatedSteam Drying with Tar Coating Process andits Application for Preparation of CWM, CoalPreparation, Vol 21, pp. 149-159.

Sukhiyar, R., 2009. Sumberdaya dan CadanganBatubara Indonesia, Seminar dan Workshop“Indonesian Coal Conference” Jakarta.

Tsai, S.C., 1982. Fundamental of CoalBeneficiation and Utilization, Coal Scienceand Technology 2, Elsevier Publishing Com-pany.

Umar D. F., Kunrat S. K., Rijwan, I., Hudaya, G.K., Setiawan L. dan Sodikin, I., 2007.Persiapan Pembangunan UBC DemonstrationPlant, Laporan Intern Puslitbang TeknologiMineral dan Batubara.

www. wikipedia. com (2008).

189Analisis Dampak Ekonomi Teknologi Peningkatan Kualitas Batubara ... Gandhi Kurnia Hudaya

ANALISIS DAMPAK EKONOMI TEKNOLOGIPENINGKATAN KUALITAS BATUBARA PERINGKAT

RENDAH DI INDONESIA

Gandhi Kurnia HudayaPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483, Fax. 022 - 6003373 - e-mail : [email protected]

SARI

Kebutuhan batubara di dunia semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar pembangkit listrik.Indonesia adalah salah satu negara pengekspor terbesar di dunia. Cadangan batubara Indonesiadidominasi oleh batubara peringkat rendah sebesar 59%. Teknologi yang dikembangkan olehperusahaan Jepang dan Australia adalah teknologi peningkatan kualitas batubara peringkat rendahmelalui upaya menghilangkan kandungan air di dalam batubara tersebut untuk meningkatkan nilaikalorinya sehingga pemasarannya akan mudah dan harga jualnya meningkat. Teknologi itu adalahUBC (Upgraded Brown Coal) dan BCB (Binderless Coal Briquetting).

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak ekonomi dari pengembangan teknologi UBCdan BCB serta penerapan teknologi tersebut dengan membangun pabrik komersialnya di Indonesia.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak ekonominya adalah : pemanfaatan batubara peringkatrendah yang meningkat, menambah devisa negara sebesar US$ 140-210 juta pertahun, menambahpendapatan pajak pemerintah sebesar Rp 130-200 milyar pertahun, menciptakan lapangan kerja 1.000orang, menciptakan multiplier effect bagi perekonomian daerah dan menciptakan iklim investasi yangbaik bagi industri pertambangan dan pengolahannya.

Kata kunci : batubara peringkat rendah, UBC, BCB, dampak ekonomi

ABSTRACT

The needs of coal in the world has been increasing mainly as a fuel of power. Indonesia is one of thelargest exporter country in the world. Indonesia coal reserve is dominated by low-rank coal as much as59%. The technology developed by companies in Japan and Australia is technology to improve thequality of low rank coal through the reducing of water contained in coal so that the caloriefic value ofcoal increased then the marketing will be easier and selling price will also increase. The technologiesare UBC (Upgraded Brown Coal) and BCB (Binder less Coal Briquetting).

This study is aimed to understand the economic impact of developing UBC and BCB technologies andthe implementation of these technologies includes building commercial plant in Indonesia. Resultsindicate that the economic impact are: increase the utilization of low rank coal, increase the stateincome of US$ 140-210 million per year, increase government tax revenue of Rp 130-200 billion peryear, creat 1,000 jobs, creating a multiplier effect for regional economic and create a better invest-ment climate for mining and processing industries.

Keywords : low rank coal, UBC, BCB, economic impact

190 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Batubara adalah salah satu sumber energi yangsaat ini menjadi primadona di dunia. Harganyayang relatif rendah serta ketersediaannya yangmasih melimpah merupakan daya tarik bagiindustri-industri di dunia yang saat ini banyaksekali dibutuhkan untuk menghasilkan listrik.Batubara lebih disukai karena untuk menghasilkanlistrik sebesar 1 MGW/h dibutuhkan biaya US$12,98 (asumsi harga batubara US$ 90/ton) lebihkecil bila dibandingkan dengan minyak yangsebesar US$ 30 (asumsi harga minyak US$ 54/barrel) dan LNG yang sebesar US$ 20,47 (asumsiharga LNG $6/Mmbtu) (Ermina Miranti, 2008).

Indonesia adalah salah satu negara pengeksporbatubara terbesar di dunia dan memiliki cadanganyang cukup besar. Pada akhir tahun 2008, potensibatubara Indonesia mencapai ±105 milyar tondimana ±22 milyar ton diantaranya berupacadangan (www.esdm.go.id). Namun, sekitar 59%dari cadangan tersebut termasuk batubaraperingkat rendah (Ermina Miranti, 2008). Batubaraperingkat rendah Indonesia pada umumnyamengandung kadar air yang tinggi (20-40%). Kadarair yang tinggi menyebabkan tingginya biayapenanganan dan transportasi yang tinggi serta nilaikalori yang rendah sehingga hingga saat inipenggunaan batubara kalori rendah masih terbatas,umumnya hanya digunakan untuk pencampuranatau digunakan pada pembangkit listrik muluttambang.

Teknologi peningkatan kualitas batubara kalorirendah merupakan teknologi yang diharapkandapat menjaga kesinambungan pasokan batubaraserta untuk meningkatkan pemanfaatan batubara

kalori rendah dengan maksimal. Batubara kalorirendah Indonesia memil iki keunggulandibandingkan dengan batubara dari negara lain,yaitu memiliki kadar abu dan sulfur yang rendahsehingga di jadikan target utama untukpengembangan teknologi tersebut. Hingga saatini, telah berdiri dua pabrik teknologi peningkatankualitas batubara kalori rendah di Indonesia yaitupabrik percontohan UBC (Upgraded Brown Coal)dan pabrik komersial BCB (Binderless CoalBriquetting). Kedua pabrik tersebut berlokasi diKalimantan.

Penelitian ini bermaksud menganalisis dampakekonomi bagi pengembangan teknologi UBC danBCB serta penerapannya melalui pembangunanpabriknya di Indonesia. Diharapkan hasil analisisini dapat menjadi salah satu bahan, baik untukcalon investor maupun untuk pemerintah dalammengambil kebijakan terhadap teknologi yangtergolong teknologi baru.

2. TEKNOLOGI UBC DAN BCB

A. Teknologi UBC

Teknologi UBC dikembangkan oleh Kobe SteelLtd, sebuah perusahaan baja di Jepang. TeknologiUBC merupakan proses penurunan kadar airbawaan batubara peringkat rendah menjadimenyerupai batubara peringkat tinggi (bituminus)sehingga nilai kalori batubara tersebut meningkat.Proses ini dilakukan dengan mencampurkanbatubara, minyak residu dan minyak tanah,kemudian dipanaskan pada temperatur 1500C –1600C dengan tekanan 250 kPa – 350 kPa. ProdukUBC berupa serbuk dan briket (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram proses teknologi UBC (sumber : brosur UBC)

191Analisis Dampak Ekonomi Teknologi Peningkatan Kualitas Batubara ... Gandhi Kurnia Hudaya

Pabrik UBC skala percontohan dengan kapasitas1.000 ton/hari umpan atau ± 600 ton/hari produkdibangun di Satui, Kalimantan Selatan di lokasitambang batubara PT Arutmin berdasarkanperjanjian kerjasama antara Japan Coal EnergyCenter (JCOAL), Jepang dan Departemen Energidan Sumber Daya Mineral, Indonesia (Gambar 2).Pabrik UBC skala pilot di Palimanan, Jawa Baratdengan kapasitas 5 ton/hari, telah berhasildikembangkan dan dioperasikan. Nilai kaloribatubara dari < 5.000 kal/g dapat ditingkatkanmenjadi 6.200-6.800 kal/g. Biaya konstruksi danpengoperasian pabrik UBC skala percontohan daritahun 2007-2010 diperkirakan memakan biayasebesar US$ 70 juta (Kobelco, 2006). Pabrik UBCkomersial direncanakan berkapasitas sebesarminimal 5000 ton produk per hari atau 1,7 juta tonpertahun.

PT Bayan Resources Tbk (BAYAN) menggandengWhite Energy Company membentuk perusahaanpatungan PT Kaltim Supacoal (KSC) untukmembangun pabrik modular peningkatan mutubatubara bersih berkapasitas satu juta ton/tahundi tambang Tabang, Kalimantan Timur (Gambar4). Pabrik ini telah diresmikan pada bulan April2009 dan direncanakan akan mulai berproduksipada akhir semester kedua 2009. Nilai investasipabrik ini mencapai US$ 68 juta (Koran InvestorDaily, 27 April 2009).

Gambar 2. Pabrik percontohan UBC(sumber : brosur UBC)

B. Teknologi BCB

Teknologi BCB dikembangkan oleh White EnergyCompany, sebuah perusahaan teknologi coal up-grading yang berpusat di Australia. Teknologi BCBmerupakan proses peningkatan mutu batubaradengan cara menghilangkan kadar air dalambatubara sehingga nilai kalorinya akan meningkat.Proses utamanya adalah menggerus batubara dankemudian memanaskannya untuk menghilangkankadar air dalam batubara. Setelah dipanaskan,batubara dimampatkan melalui proses pembriketan(Gambar 3). Teknologi BCB mampu membuatbatubara dari kalori rendah 4,200 kcal/kg grossas received (GAR) menjadi 6,100 kcal/kg GAR.

Gambar 3. Diagram proses teknologi BCB(sumber : ww.whiteenergyco.com)

Gambar 4. Pabrik modular peningkatanmutu batubara bersih(sumber : www.bayan.com.sg)

192 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

3. METODE PENELITIAN

Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka,yaitu mencari referensi dan literatur untuk memper-oleh data sekunder mengenai teknologi peningkatankualitas batubara kalori rendah di Indonesia.

Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan analisisdeskripsi dan analisa kuantitatif.

Analisis deskripsi dilakukan terhadap data-datayang telah dikumpulkan yang berhubungan denganteknologi peningkatan kualitas batubara kalori rendahdi Indonesia serta data-data lain yang berhubungan.

Analisa kuantitatif dilakukan terhadap data-dataekonomi yang telah dikumpulkan untukmemberikan gambaran dampak ekonomi dariaplikasi teknologi peningkatan kualitas batubarakalori rendah di Indonesia.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tren pemanfaatan batubara terutama untuk sektorlistrik di dunia mendorong banyak pihak untuk dapatterlibat di dalamnya. Perusahaan Kobe Steel danWhite Energy berinvestasi dalam riset teknologipeningkatan kualitas batubara kalori rendah agardapat memiliki patent teknologi yang menguntungkanperusahaan. Indonesia adalah negara sasaranutama untuk ujicoba dan pengembangan teknologitersebut karena keunggulan kualitas dan jumlahbatubara peringkat rendahnya. Untuk mengetahuidampaknya bagi Indonesia maka salah satudampak yang mudah dihitung atau dianalisissecara kuantitatif adalah dampak ekonomi.

Dampak ekonomi penerapan teknologipeningkatan kualitas batubara kalori rendah di In-donesia antara lain adalah sebagai berikut :

1. Pemanfaatan sumber daya alamPotensi batubara kalori rendah Indonesiasebesar 60 milyar ton (60% dari cadangan total104 milyar ton) termasuk besar dan dapat lebihditingkatkan pemanfaatannya. Sebelumnya,batubara kalori rendah kurang dimanfaatkanatau bila diekspor hanya sebagai pencampur(blending) batubara kalori tinggi. Dengan adanya

teknologi ini maka keluaran pabrik yang berupabatubara berkalori tinggi akan mudah untukdijual baik di dalam negeri maupun di luarnegeri sehingga memberikan nilai tambahyang lebih besar.

2. Menambah devisa negaraIndonesia adalah salah satu eksportir batubaraterbesar di dunia. Pada tahun 2009, dari produksibatubara sebanyak 190 juta ton, akan dieksporsebanyak 160 juta ton dan sisanya digunakanuntuk kebutuhan dalam negeri. Setiap pendirian1 buah pabrik komersial UBC dan BCB, dapatmenambah produksi batubara sebesar 2-3 jutaton per tahun. Dengan asumsi harga batubaratahun 2009 sebesar US$ 70 per ton, maka devisanegara yang dapat dihasilkan adalah US$ 140-210 juta.

3. Meningkatkan penghasilan negara dari pajakperusahaanPendapatan negara Indonesia didominasi olehsektor pajak, dimana salah satunya adalah pajakperusahaan. Untuk perusahaan tambang,selain pajak juga ada royalti untuk setiap tonbatubara yang diproduksi. Setiap pembangunanpabrik UBC dan BCB membutuhkan pasokanbatubara wantah diluar produksi batubara saatini. Untuk setiap pabrik UBC dan BCB yangdibangun, akan dihasilkan produk upgraded coalsebanyak 2-3 juta ton pertahun. Sebagaiperbandingan, perusahaan tambang batubaraPT Bukit Asam (PTBA), pada tahun 2008menjual batubara sebanyak 12,8 juta ton danmemberikan kontribusi kepada pemerintahdalam bentuk pajak sebesar Rp 844 milyar(Rania Rahmundita, 2009). Dari perbandinganjumlah penjualan maka dapat diperkirakanbahwa setiap pabrik UBC dan BCB yangdibangun dapat menambah penghasilannegara melalui pajak sekitar Rp 130-Rp 200milyar per tahun.

4. Menciptakan lapangan pekerjaanPembangunan pabrik peningkatan kualitasbatubara baik teknologi UBC maupun BCB,akan memberikan lowongan pekerjaan yangcukup besar bagi masyarakat Indonesiaumumnya dan bagi masyarakat sekitar pabrikpada khususnya. Lowongan pekerjaan ini akanterbuka sejak pekerjaan konstruksi pabrikdimulai hingga kemudian beroperasinya pabrik-pabrik tersebut. Selain untuk karyawan pabrik,lowongan kerja juga akan terbuka bagi

193Analisis Dampak Ekonomi Teknologi Peningkatan Kualitas Batubara ... Gandhi Kurnia Hudaya

peningkatan kapasitas produksi ataupunpembangunan infrastruktur tambang yang baruuntuk memasok kebutuhan pabrik tersebut.Sebagai perbandingan, PTBA saat inimempekerjakan sekitar 3.346 pegawai. Jikadibandingkan berdasarkan jumlah penjualanbatubara pertahun, maka dapat diperkirakanbahwa lowongan kerja baru yang akan tersediaadalah sekitar 1.000 orang. Hal ini akanmembantu program pemerintah dalammengurangi kemiskinan dan mengurangipengangguran.

5. Menciptakan multiplier effect dari proyekSeandainya pabrik peningkatan kualitasbatubara beroperasi dengan kapasitas 2-3 jutaton, maka pabrik itu akan membutuhkan 4-5juta ton batubara per tahun. Perusahaantambang yang selama ini belum menggarapcadangan batubara peringkat rendah di wilayahkerjanya, akan mulai memproduksinya untukmemenuhi kebutuhan pabrik peningkatankualitas batubara tersebut. Selain ituperekonomian di daerah tersebut akan tumbuhuntuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik yangbaru seperti perusahaan katering, transportasidan perusahaan pendukung lainnya.

6. Menciptakan iklim investasi yang baik bagiinvestorKeberhasilan proyek peningkatan kualitasbatubara dimana proyek ini termasuk proyekbesar, akan memberikan kesan baik kepadainvestor lokal maupun luar negeri akan amandan ramahnya iklim investasi di Indonesia.Diharapkan para investor tersebut akan ikutjuga berinvestasi di indonesia.

5. KESIMPULAN

Dampak ekonomi dari pembangunan pabrikteknologi peningkatan kualitas batubara peringkatrendah dengan teknologi UBC dan BCB adalah :

a) Pemanfaatan batubara peringkat rendahsebagai sumber daya alam.

b) Menambah devisa negara sebesar US$ 140-210 juta per tahun.

c) Menambah pendapatan dari pajak sebesar Rp130-200 milyar per tahun.

d) Menciptakan lapangan kerja sebanyak 1.000orang.

e) Menciptakan multiplier effect yang bermanfaat,terutama bagi perekonomian daerah.

f) Menciptakan iklim investasi yang baik bagiinvestor, terutama di sektor pertambangan danpengolahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brosur UBC, Peresmian Pabrik Percontohan UBCdi Satui, 2008.

Ermina Miranti, Prospek Industri Batubara di In-donesia , Economic Review No. 214,Desember 2008.

Investor Daily, 27 Apri l 2009. http:/ /Investorindonesia.com

Kobelco Online, 5 July 2006. http:/ /www.kobelco.co.jp.

Rania Rahmundita, Coal Mining, CIMB-GK Re-search, Juni 2009.

Website Departemen Energi dan SumberdayaMineral, Januari 2009. http://www.esdm.go.id

Website PT Bayan Resources (Tbk).www.bayan.com.sg.

Website PT Tambang Batubara Bukit Asam (Tbk).www.ptba.co.id.

Website White Energy Company.www.whiteenergyco.com.

194 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

KAJIAN MANFAAT DAN BIAYA PENAMBANGANBIJIH BESI DI KABUPATEN MERANGIN,

PROPINSI JAMBI

Endang Suryati dan M. LutfiPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373

e-mail : [email protected], [email protected]

SARI

Produksi penambangan bijih besi di Kabupaten Merangin, direncanakan antara 60.000 sampai dengan400.000 ton per tahun. Kegiatan penambangan bijih besi, menimbulkan dampak positif bagipertumbuhan ekonomi daerah. Untuk menghitung manfaat dan biaya dipergunakan Metode ValuasiKontingensi (Contingent Valuation Method). Manfaat dari kegiatan penambangan, yaitu adanyapeluang kerja untuk masyarakat lokal, hal ini dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja lokal sebesar35,08% dapat terserap di kegiatan penambangan bijih besi, dengan penghasilan rata-rata Rp 1.500.000,-per bulan/orang, maka jumlah penghasilan seluruh tenaga kerja lokal per bulan Rp 60.000.000,-..Disamping itu manfaat yang diperoleh daerah, dari kegiatan penambangan tersebut, berasal dari pajakdan retribusi sebesar Rp jadi total manfaat sebesar Rp 420.000.000,—. Apabila dibandingkan denganbiaya eksternalitas sebesar Rp 403.290.000,-, maka perbandingan manfaat dan biaya eksternalitasadalah 1,04. Yang berarti manfaat lebih besar dari pada biaya eksternalitas.

Kata kunci : manfaat dan biaya, kegiatan penambangan bijih besi, metode valuasi kontingesi

ABSTRACT

Iron ore production is mine at Merangin regency to plan 60.0000 until 400.000 ton per year. Iron oremine activity is positive impact to arouse for region economic growth. Contingent Valuation Methoduse for calculation of benefit and cost. Mine activities for benefit are local labor 35,08%, incomeperson Rp. 1.500.000,-/month. Local labor are total income Rp 60.000.000,- per month, tax and retri-bution are Rp 420.000.000,-.Externalities cost are Rp 403.290.000,-. So benefit and externalities costcomparative are 1:2.

Keywords: benefit and cost, iron ore mine activity, contingent valuation method

195Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

1. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi baik di negara industrimaupun di negara berkembang berdasarkan padasumber daya alam dan produktivitas sistem alami.Pembangunan ekonomi mengandung artipeningkatan yang berkelanjutan bagi kesejahteraanmasyarakat yang diperoleh dari barang-barang danjasa-jasa konvensional, yang produksinya seringmemerlukan sumber daya alam dan sistem alamiyang produktif. Lagi pula, lingkungan wilayahsecara langsung menyediakan jasa yangmenyumbang pada peningkatan kesejahteraanseperti tersirat pada pembangunan ekonomi.

Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomisering diikuti dengan tekanan yang makin beratpada sistem alami dan dampak negatif kualitaslingkungan. Oleh karena itu, masalah yang pentingadalah melaksanakan kegiatan pembangunansedemikian rupa agar dapat melestarikanproduktivitas jangka panjang sistem alami agarpembangunan berkelanjutan dan dapatminimumkan kerusakan kualitas lingkungan.(JohnA. Dixon & Maynard M. Hufschmidt, 1986)

Rencana Kegiatan penambangan pasir besi diKabupaten Merangin, Propinsi Jambi, tidakterlepas dari tingginya permintaan akan komuditasbijih besi, di pasar internasional.

Kegiatan eksplorasi bijih besi mendapat dukungandari pemerintah dalam upaya melakukan diversifikasiproduk ekspor guna meningkatkan devisa baginegara.

Salah satu lokasi cadangan bijih besi di Indonesiaterdapat di desa Pulau Layang, Kecamatan BatangMesumai, Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi.

Berdasarkan studi kelayakan, produksi bijih besidirencanakan mencapai 60.0000 – 400.000 ton pertahun. Berdasarkan perhitungan cadangan, opera-sional tambang diperkirakan akan berlangsungsampai 2,3 tahun.

Mengingat dampak positif dan negatif yangditimbulkan cukup penting, maka diperlukananalisis manfaat dan biaya yang diakibatkan olehkegiatan penambangan bijih besi.

Dampak positif yang timbul biasanya berhubungandengan pertumbuhan perekonomian daerah,sedang dampak negatifnya adalah biaya kerusakan

lingkungan akibat penambangan bijih besi.

2. METODOLOGI

Untuk menghitung kajian manfaat dan biaya,dipergunakan Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method). Metode iniimerupakan metode valuasi Sumber Daya Alam(SDA) dan lingkungan dengan cara menanyakanlangsung kepada masyarakat sekitar, tentang nilaimanfaat SDA dan lingkungan yang merekarasakan.( Kumpulan Materi Ekonomi LingkunganPSLH UGM Yogyakarta).

3. PEMBAHASAN

Lokasi Rencana Kegiatan

Secara administrasi pemerintah daerah, kegiatanpertambangan bijih besi termasuk dalam wilayahKecamatan Bengalon dan Kecamatan SangkulirangBangko, Kabupaten Merangin. Berdasarkanpengamatan lapangan, lokasi rencana kegiatanjuga termasuk dalam Kecamatan Karangan danKaubun yang merupakan wilayah pemekaranKecamatan Sangkulirag.

Lokasi studi berada di 3 (tiga) desa yaitu desaPulau Layang dan desa Rantau Alai di wilayahkecamatan Batang Mesumai, serta desa MentawakKecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin.Desa Pulau Layang dan Kecamatan BatangMesumai merupakan desa dan kecamatan yangrelative baru sebagai kecamatan definitif, merupakanpemekaran dan Kecamatan.Batang Mesumai.

Kependudukan

Jumlah penduduk di lokasi studi pada tahun 2007adalah 3.690 jiwa (Badan Pusat StatistikKabupaten Merangin, Propinsi Jambi). Jumlahpenduduk desa Pulau Layang relatif lebih tinggiyaitu 1.714 jiwa yang terdiri atas 874 jiwa laki-lakidan 840 jiwa perempuan sedangkan yang terkecilterdapat di desa Rantau Alay yaitu sebesar 621jiwa yang terdiri atas 300 jiwa laki-laki dan 321jiwa perempuan (Gambar 2).

Jumlah angkatan kerja produktif di desa-desalokasi studi relatif seimbang, secara kuantitatifyang mempunyai angkatan kerja produktif terbesaradalah di desa Pulau Layang yaitu 1.090 jiwa

196 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Gambar 1. Peta lokasi

Gambar 2. Jumlah penduduk di desa-desasekitar kegiatan penambanganbijih besi

(63,6%) dari total penduduk, sedangkan di desaRantau Alai 53,41% dan desa Mentawak 57,21%.

Tingkat Pendidikan

Kualitas sumberdaya manusia masyarakat disekitar lokasi rencana kegiatan relatif rendah,seperti terlihat pada Gambar 3. Pada umumnyapenduduk di lokasi studi memiliki tingkatpendidikan tertinggi setingkat SD, yaitu DesaPulau Layang (79,3%), Desa Mentawak (63,7%)dan Rantau Alay (46,2%). Persentase terbanyakdiantara desa-desa lokasi studi yang penduduknyamenamatkan pendidikan tertinggi sampai SLTAadalah di Desa Rantau Alai sebesar 19,2% danDesa Mentawak sebanyak 12,3%.. Dari uraianterl ihat bahwa motivasi orang tua untukmenyekolahkan anak-anaknya ketingkat yang lebihtinggi di wilayah penelitian cukup tinggi. Hal initerlihat dari banyaknya anak-anak responden yangmempunyai pendidikan setingkat SLTP dan SLTA,walaupun jarak dari desa-desa ke lokasi sekolahcukup jauh dan angkutan umum terbatas.Gambaran ini menunjukan bahwa penduduk diwilayah penelitian terdorong untuk membekali

197Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

pendidikan tinggi kepada anak-anaknya agardapat memasuki peluang kerja yang lebih baikdibandingkan orang tua mereka.

pedagang (7,2%) dan buruh tani (5,5%). Di desa-desa lokasi studi, hanya sebagian kecil KepalaKeluarga yang memiliki pekerjaan tambahan.Pekerjaan tambahan mereka, terutama masih disektor pertanian seperti buruh tani dan menggaraplahan orang lain yang terdapat di desa mereka,serta berdagang. Selain itu juga ada yang menjadiburuh bangunan musiman di kota.

Pendapat Masyarakat

Untuk mengetahui pendapat masyarakat,mengenai rencana pembangunan pertambanganbijih besi, masyarakat diberi pertanyaan/kuesionermengenai manfaat dan resiko dari kegiatanpertambangan ini. Hasil wawancara denganresponden di lokasi studi memperlihatkan bahwaseluruh responden di Desa Pulau Layang danRantau Alai sebanyak 100% sudah mengetahuirencana dari pembanguna pertambangan bijihbesi. Sedangkan penduduk Mentawak relatif lebihkecil yang sudah mengetahui rencana tersebut,yaitu sebanyak 10% saja. Untuk lebih jelasnyadapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Pada tabel 3 memperlihatkan sebagian besarresponden di lokasi studi (80,10%) menyatakantidak keberatan terhadap rencana pembangunanpertambangan bijih besi yang akan melewati rumahpemukiman mereka. Pada umumnya alasan tidakkeberatan adalah karena pertambangan tersebutmerupakan program pemerintahan dan untukkepentingan umum, serta proyek tersebut tidakakan merugikan masyarakat. Sedangkanresponden yang menyatakan keberatan terhadaprencana pertambangan hanya 5%.

Berdasarkan kriteria responden di atas, pem-bangunan pertambangan bijih besi dianggap olehpenduduk akan memberikan keuntungan kepadamereka. Dan yang menyatakan memberikankeuntungan dengan adanya penambangan bijihbesi ini sebanyak 78,7% pada umumnya pendudukmenghubungkan keuntungan tersebut dengan akanbertambahnya peluang kesempatan kerja, desajadi lebih ramai serta dapat dinikmati oleh seluruhmasyarakat di desa tersebut. Untuk lebih jelasnyadapat dilihat pada tabel 4.

Hadirnya kegiatan pertambangan bijih besi, padasatu sisi dianggap akan memberikan keuntungankepada masyarakat sekitarnya. Namun, disisi lainpembangunan ini juga menimbulkan kekhawatirandi kalangan penduduk. Berdasarkan tiga kriteriaresponden yang telah disebutkan diatas,

Gambar 4. Mata pencaharian di desa-desasekitar kegiatan penambanganbijih besi

Gambar 3. Mata pencaharian di desa-desasekitar kegiatan penambanganbijih besi

Selain itu dengan semakin ramainya kawasanKota Bangka dan sekitarnya, mendorongpenduduk untuk mendapatkan pendidikan formalyang lebih baik agar dapat memasuki lapanganpekerjaan tersebut.

Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian utama kepala keluarga di desa-desa lokasi studi adalah di sektor pertanian bidangperkebunan karet dan kelapa sawit. Di desa-desasekitar lokasi penambangan sebagian besarmengandalkan kehidupannya dari pertanian(petani) yang digeluti oleh 80% penduduk,

198 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tabel 1. pengetahuan responden terhadap rencana pembangunan pertambangan bijih besi

Pengetahuan tentang rencana pembangunan

Tahu Tidak tahu Tidak menjawab Jumlah

Jml % Jml % Jml % Jml %

Pulau Layang 50 100 0 0 0 0 50 100Rantai Alai 20 100 0 0 0 0 20 100Mentawak 1 10 8 80 1 10 10 100

Sumber : Data Primer, diolah

Tabel 2. Sumber informasi tentang rencana pembangunan pertambangan bijih besi

Sumber Informasi tentang rencana pembangunan

Desa Pemilik lahan Aparat Desa Tim survey Tidak menjawab Total

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

Pulau Layang 50 4 4 8 6 12 38 76 98 100Rantai Alai 0 0 0 0 2 10 18 90 20 100Mentawak 0 0 0 0 1 10 9 10 10 100

Sumber : Data Primer, diolah

Tabel 3. Sikap responden terhadap rencana pertambangan bijih besi

Sikap terhadap rencana pembangunan

Desa

Pulau Rantau Alai MentawakJumlah

Layang

Jml % Jml % Jml % Jml %

Ya, tidak keberatan 36 72 16 80 3 30 55 68,5Ya, tdk keberatan,krn unt kepentingan umum. 4 8 0 0 0 0 4 5Terserah warga lain 0 0 0 0 2 20 2 2,5Tidak keberatan,desa jadi rencana penambangan 2 4 0 0 0 0 2 2,5Tidak keberatan, asal perhatikan warga 0 0 1 5 0 0 1 1,3Tidak keberatan, ada peluang usaha 2 4 0 0 0 0 2 2,5Terserah/tidak peduli, rencana penambangan 0 0 0 0 1 10 1 1,3Keberatan/tidak setuju 2 4 1 5 1 10 4 5Tidak menjawab 8 4 2 10 3 30 9 11,3

Total 50 100 20 100 10 100 80 100

Sumber ; Data Primer, diolah

199Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

Tabel 5. Kekhawatiran responden terhadap rencana penambangan bijih besi

Keterangan

Desa

Pulau Rantau Alai MentawakJumlah

Layang

Jml % Jml % Jml % Jml %

Lahan tani berkurang 17 34 4 20 1 10 22 27,5% Polusi udara Jml kebisingan 1 2 4 20 5 50 10 12,5Sedikit terima tenaga ocal 3 6 1 5 0 0 4 5Air sungai terganggu 10 20 6 30 1 10 17 21,5% Pembayaran ganti Jml rugi lambat 1 2 2 10 0 0 3 3,8Jalan jadi rusak 6 12 1 5 0 0 7 8,8Tidak ada kerugian 1 2 0 0 0 0 1 1,3Tidak tahu 11 22 2 10 3 30 16 20

Total 50 100 20 100 10 100 80 100Sumber : Data Primer, diolah

pembangunan pertambangan bijih besi dianggapoleh penduduk akan menimbulkan kekhawatirankepada mereka. Sebanyak 78,7% respondenmemberikan rasa kekhawatiran dengan adanyarencana penambangan ini. (Tabel 5).

Dengan adanya pembangunan penanbangan bijihbesi di daerah inidiharapkan tidak menimbulkankerugian bagi penduduk. Pada umumnya masyarakatmenginginkan bahwa pembangunan dan pengope-rasian penambangan bijih besi dapat memberikanpeluang usaha baru bagi mereka, seperti ditunjuka

pada Tabel 6 dibawah ini.

Sarana dan Prasarana

Fasilitas yang diperlukan dalam pengangkutan bijihbesi dari lokasi penambangan ke lokasi stockpilesementara dan selanjutnya ke lokasi pengolahandi pelabuhan antara lain ;

Fasilitas jalan dan jembatanFasilitas pelabuhan untuk pemuatan bijih besidalam tongkangFasilitas pembangkit tenaga listrik

Tabel 4. Keuntungan dari rencana penambangan bijih besi

Keterangan

Desa

Pulau Rantau Alai MentawakJumlah

Layang

Jml % Jml % Jml % Jml %

Memberi sumbangan Jml pada kegiatan desa 6 12 1 5 1 10 8 10Peluang kerja proyek Jml 20 40 6 30 6 60 32 40Desa jadi ramai 0 0 1 5 0 0 1 1,3Peluang kerja & desa jadi ramai 1 2 0 0 1 10 2 2,5Harga tanah & desa jadi ramai 0 0 1 5 0 0 1 1,3Desa jadi ramai transport lancar 1 2 1 5 0 0 2 2,5Ekonomi meningkat 7 14 4 20 0 0 11 13,8Peluang kerja transport lancar 8 4 1 5 0 0 5 6,3Ganti rugi tinggi 0 0 1 5 0 0 1 1,3Tidak tahu 11 22 4 20 2 20 17 21,3

Total 50 100 20 100 10 100 80 100Sumber : Data Primer, diolah

200 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Fasilitas pasokan air bersihBangunan pendukung operasi tambangBangunan khusus bahan peledakFasilitas penanganan dan penyimpanan bahanbakarFasilitas penanganan limbah

Bijih besi hasil penambangan (ROM) diangkutdengan dump truck menuju lokasi mesin pemecahbijih besi (crushing plant) di stockpile tambangyang lokasinya berjarak 37 km, merupakan tempatpenimbunan (stockpile) sementara yang dibuatberdampingan dengan tempat penambangan. Luaslokasi penimbunan bijih besi di dekat arealpenambangan lebih kurang 12 ha, agar dapatmenampung sampai dengan 100.000 ton bijih besihasil penambangan (ROM).

Bijih besi dari stockpile tambang diangkut dengandump truck menuju ke tempat pengolahan (coalprocessing plant/CPP) di lokasi pelabuhan Jambimelewati jalan yang sudah diperkeras berjarak +15. km dari blok penambangan Area 1 dan Area2. Kapasitas tampung stockpile di pelabuhanadalah 100 ton bijih besi ROM, dengan tinggipenimbunan maksimal 5 (lima) meter sehinggadibutuhkan areal penimbunan seluas + 104 Ha.

Jalur jalan pengangkutan darat dari lokasi tambangke pelabuhan menggunakan jalan desa, jalankabupaten dan jalan provinsi yang juga diman-faatkan oleh penduduk setempat sebagai akses

transportasi darat, selain dipakai oleh beberapaperusahaan perkebunan yang saat ini beroperasi didaerah sekitar rencana kegiatan. Jalan dari tambangke desa ini masih merupakan jalan tanah yangsebagian kecil sudah dilakukan perkerasan dengankemiringan maksimum 15°. Lebar jalan adalah 12m, dengan saluran air akan dibuat di kedua sisinya.Jalan kabupaten dan provinsi sudah dilapisi aspal.

Jenis Sumber Energi/Bahan Bakar

Sumber energi berasal dari pembangkit listrikutama dengan daya 2 x 65 MW/jam ditambahdengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)dan genset prime mover berbahan bakar solarsebesar 2 x 250 KVA.

Debit dan Sumber Air

Kebutuhan air dalam kegiatan penambanganterutama digunakan untuk penyemprotan daerahberdebu, pencucian peralatan angkut dan muatbijih besi, bengkel dan MCK bagi perumahan/mess, dan coal preparation plant. Air yangdiperlukan dapat dicukupi dari S. Rapak dan anakS. Rapak yang mengalir di daerah penambangandengan debit 600 lt/detik pada saat peralihanmusim kemarau ke musim hujan. Pada saatkemarau panjang debit aliran agak menyusutsampai 200 liter/detik dan bisa mencapai 2000liter/detik di musim penghujan. Air sungai tersebutcocok dipakai untuk kegiatan konstruksi dan

Tabel 6. Harapan responden berdasarkan posisi rumah/lahan terhadap rencanapenambangan bijih besi

Keterangan

Desa

Pulau Rantau Alai MentawakJumlah

Layang

Jml % Jml % Jml % Jml %

Kampung TK lokal Jml lebih banyak 24 48 6 30 5 50 35 43,8Bantuan fas. Listrik 4 8 2 10 0 0 6 7,5Ekonomi meningkat 2 4 4 20 0 0 6 7,5Lebih perhatikan Jml lingkungan 2 4 1 5 3 30 6 7,5Ganti rugi lancar 2 4 5 25 0 0 7 8,8Sungai tidak tercemar 8 16 1 5 0 0 9 11,3Jalan desa diperbaiki 0 0 1 5 0 0 1 1,3Setelah ditambang Jml dijadikan pertanian 3 6 0 0 1 10 4 5Tidak tahu 5 10 0 0 1 10 6 7,5

Total 50 100 20 100 10 100 80 100Sumber : Data Primer, diolah

201Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

industri, bahkan bila disaring, diendapkan dandisterilisasi dapat dipakai sebagai bahan air minum.

Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana KegiatanDaerah rencana tambang semula merupakan ar-eal HPH dari beberapa perusahaan kayu yaitu PT.Georgia Pacific, PT. Sangkulirang, PT. SegaraTimber, PT. Gempu dan PT. Rashua Indochem.Di lokasi rencana kegiatan pertambangan bijih besitidak terdapat kegiatan sejenis yang berbatasanlangsung dengan daerah rencana penambanganbijih besi. Kegiatan lain di sekitar daerah rencanapenambangan bijih besi adalah :

a. Permukiman pendudukDi sebelah timur terdapat permukiman SP IBumi Etam, SP II Bumi Rapak, SP VI MataAir dan SP VII Bukit Permata.

b. Perkebunan kelapa sawitDi sebelah timur terdapat perkebunan kelapasawit PT. Telen dan PT. Sawit PrimaNusantara dan PT. Bunta Samba, di sebelahutara juga terdapat lahan perkebunan kelapasawit milik PT. Telen.

c. Lahan Hutan Tanaman IndustriDi sebelah selatan rencana kegiatanpenambangan bijih besi terdapat hutanproduksi kayu milik perusahaan pemegangHPH PT. Meranti Mitra Persada, sedangkandi sebelah timur HPH milik PT. Gawi Mulya.

Manfaat yang diperoleh bagi Daerah dan MasyarakatKesempatan KerjaPendapatan DaerahPeluang Usaha

Kerusakan/kerugian :Gangguan kesehatan karena debu daritransportasi pengangkut bijih besiMenurunnya sumber air

Manfaat kegiatan pertambangan bijih besi

1. Peluang Kerja

Pada tahap operasi klasifikasi tenaga kerja yangdibutuhkan, dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi dan jumlah tenaga kerja

Pekerjaan Pendidikan Pengalaman Jumlah

General Manager Sarjana Tambang >15 th 1Manajer Tambang Sarjana Tambang >10 th 1Sekretaris D-3 Sekretaris >3 th 1Sub-Total 3Kadiv. Perencanaan S1 Tambang >8 th 1Supervisor Perencanaan Tambang Lanjutan S1 Tambang >5 th 1Supervisor pengembangan S1 Geologi >8th 1Staff ( Mining eng ) S1 Tambang > 3 th 1Staf ( Geologist ) S1 Geologi >3 th 1Staff ( surveyor) D3 Geodesi >3 th 1Staff ( operator komputer) SLTA + Kursus >3 th 1Staf ( juru gambar) STM + Training >2 th 2Helper 8

Sub-Total 17

Kadiv. Operasional Tambang S1 Tambang >8 th 1Supervisor penambangan S1 Tambang >3 th 1Supervisor pengangkutan S1 Tambang >8 th 1Supervisor Pemetaan D3 Geodesi >3 th 1Supervisor Perawatan STM /D3 dan Training >3 th 1Staf (Pengawasan Tambang) S1 Tambang >3 th 1Staf Pengawas Transportasi STM Tambang /teknik >3 th 1Staff (Surveyor) STM Tambang/ geodesi >3 th 1Staff perawatan STM /SLTA dan Training >3 th 1

202 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tabel 7. Lanjutan ...

Pekerjaan Pendidikan Pengalaman Jumlah

Staff ( pengawas O/B) STM /SLTA >3 th 1Operator Pompa SLTA + Training >3 th 2Helper 9

Sub-Total 21

Kadiv. CPP S1 Mesin >8 th 1Supervisor processing S1/D3 teknik >5 th 1Supervisor quality control S1/D3 kimia >5 th 1Staf CPP STM /SLTA/D3 >5 th 2Operator genset STM Listrik + Training >3 th 2Opertor cpp STM Mesin + Training >3 th 2Helper 5

Sub-Total 14

Kadiv Admini. & Keuangan S1 Ekonomi/Manajemen >5 th 1Kepala Personalia dan Umum S1 Hukum >3 th 1Kepala Keuangan D3 Akuntansi >3 th 1Kepala pemasaran S1 Ekonomi/Manajemen >3 th 1Kepala Keamanan D-3 Purnawirawan TNI >3 th 1Kepala Logistik/Gudang D-3 Ekonomi/Manajemen >3 th 1Pengawas Camp SLTA >5 th 1Kepala Humas D3 >3th 1Staf/Pembantu Umum SLTA >3 th 1Staf/Pembantu LogistikLanjutan SLTA +Training >3 th 1Staf Pembantu Keuangan SLTA >3 th 1Operator Komputer/Juru tik SLTA >3 th 2Petugas Satpam SLTP Keatas >3 th 4Juru Masak SD Keatas >3 th 3Supir SLTA >3 th 4Helper 9

Sub-Total 33

Kadiv. Lingkungan – K3 S1 >5th 1Kepala Lingkungan S1 >3th 1Kepala K3 S1 >3th 1Staff lingkungan SLTA/D3 >3th 2Staff K-3 SLTA/D3 >3th 3Staff Comdev SLTA/D3 >3th 2Helper 5

Sub-Total 15

Total 103

Jika dilihat dari tabel diatas, dan jumlah pendudukmenurut pendidikannya, maka penduduk sekitaryang dapat direkrut adalah lulusan sekolahmenengah atas atau sekolah kejuruan. Jumlah ygdiperlukan 40 orang, dan semuanya dapat diambildari penduduk setempat.

Dengan gaji sebesar Rp 1.500.000,- , maka totalpendapatan yang diterima masyarakat sekitarsebesar 40 orang x Rp 1.500.000,- juta = Rp60.000.000,-

203Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

Manfaat kegiatan pertambangan bijih besi

no Komponen penerimaan Jumlah (Rp)

1 Peluang kerja 40 org a Rp 1.500.000,- 60.000.000,-2 Retribusi 240 hr x Rp 5.000 x 50 60.000.000,-3. Pajak dll 300.000.000,-

Total manfaat 420.000.000,-

Biaya eksternalitas

no Komponen Biaya Jumlah (Rp)

1 Kesehatan 12 x Rp 5.000 x 185 11.070.000,-2 Persediaan air bersih 300 hr x 738 x Rp 800,- 177.120.000,-3 Hilangnya pohon 1434 ph x Rp 150.000,- 215.100.000,-

Total 403.290.000,-

Dari hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan manfaat lebih besar dari biaya eksternalitas, denganselisih Rp 16.710.000,-

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkansebagai berikut :1. Jumlah penduduk usia produktif setempat

yang dapat direkrut di kegiatan penambanganbijih besi sekitar 35,08 %, dengan demikiankegiatan penambangan bijih besi sangatberperan dalam meningkatkan pendapatanpenduduk sekitar.

2. Adanya peningkatan pendapatan masyarakatdan peningkatan pendapatan daerah yangberasal dari pajak-pajak, maka dampak darikegiatan penambangan batubara untukpertumbuhan perekonomian daerah bersifatpositif.

3. Manfaat dari kegiatan penambangan bijih besibagi penduduk sekitar lebih besar, biladibandingkan dengan biaya eksternalitas.

4.2. Saran

Untuk memaksimalkan dampak positif, perlu dilakukan upaya pengelolaan, terutama dalampeningkatan pendapatan masyarakat dan daerah.Sedangkan untuk meminimalkan dampak negatif,perlu dilakukan upaya pengelolaan, terutama yangmenyangkut masalah hajat masyarakat padaumumnya seperti keperluan air bersih.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2007, Kabupaten MeranginDalam Angka 2007

Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas GajahMada, Kumpulan Materi Ekonomi Lingkungan.2008

John A. Dixon. Penterjemah, Prof. Dr. SukantoReksohadiprojo, M.Com. Teknik PenilaianEkonomi Terhadap Lingkungan. Gajah MadaUniversity Press.1993.

204 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

MINYAK SINTETIK DARI PENCAIRAN BATUBARADAN PENINGKATAN MUTUNYA

SEBAGAI BAHAN BAKAR

Muh Kurniawan1, Leni Herlina1, Novie Ardhyarini1, Nining Sudini Ningrum21) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS)

Jl. Ciledug Raya Kav 109, Cipulir-Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230Telp. 021 - 7222583 Fax. 021 - 7226011

2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211

Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373e-mail : [email protected]

SARI

Teknologi pencairan batubara telah dikembangkan oleh Puslitbang Tekmira. Batubara cair (syntheticcrude) yang dihasilkan tersebut mirip dengan minyak bumi yang masih perlu diolah dan ditingkatkanmutunya agar memenuhi syarat sebagai bahan bakar minyak. Tujuan penelitian ini adalah adalahmengkarakterisasi minyak hasil pencairan batubara, serta meningkatkan mutunya agar dapat memenuhikriteria sebagai bahan bakar setara dengan bahan bakar dari minyak bumi.

Minyak sintetik merupakan minyak yang berat dan termasuk klasifikasi aromatik menurut kriteriaUOP (Nelson, Watson dan Murphy), serta tergolong sebagai naftenik-naftenik menurut klasifikasi USBureau of Mines. Perolehan distilasi menunjukkan minyak sintetik ini lebih tepat diarahkan untukmenjadi solar berkadar sekitar 65 % berat. Dalam penelitian ini telah dipreparasi katalis monofungsionalNi-Mo/Al2O3 dengan konsentrasi Ni dan Mo masing-masing 3 dan 12%, luas permukaan 109,35 m2/g, volume pori 0,2675mL/g, dan kadar sulfur setelah presulfiding 6 %-wt. Hidrotreating dilakukan terhadapfraksi solar ringan 180-300°C dengan katalis NiMo/Al2O3 tersebut pada alat autoclave pada tiga kondisiperbandingan hidrogen dan umpan. Kondisi HDT-3 yang perbandingan hidrogen terhadap umpan pal-ing besar memberikan hasil yang paling baik yaitu penurunan spesific gravity dari 0.9664 menjadi0,9247, kadar karbon dari 87,3 % menjadi 80,82 %, kadar nitrogen dari 0,58 % menjadi 0,17 %, sulfur(S) dari 0,079 % menjadi 0,016 %, serta kenaikan rasio molar hidrogen/karbon (H/C) dari 1,30 menjadi1,42.

Produk hidrotreating fraksi solar minyak sintetik tersebut mempunyai rasio hidrogen/karbon yangdiperoleh tersebut masih belum mendekati rasio hidrogen/karbon solar dari minyak bumi yaitu sebesar1,75. Untuk itu penelitian ini akan dilanjutkan dengan mengoptimalkan kondisi operasi hidrotreatingdan komposisi katalisnya.

Kata kunci : minyak sintetik, peningkatan mutu, hidrotreating

205Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara dan Peningkatan Mutunya ... Muh Kurniawan, dkk.

ABSTRACT

Coal liquefaction technology have been developed by Puslitbang Tekmira, resulting a liquefied coal orsynthetic crude oil. The synthetic crude is similar to petroleum crude oil, that is necessary to berefined and upgraded to meet fuel specification. The purpose of this work is charaterizing syntheticcrude and upgrading its quality to meet fuel criteria equivalent to conventional petroleum fuel.

The synthetic crude is a heavy oil, classified as aromatic oil according to UOP ((Nelson, Watson danMurphy), and classified as naphthenic-naphthenic according to US Bureau of Mines (Lane-Garton).Having 65%wt of distillation yield at 180-350°C, this synthetic crude is suitable to produce gasoil.Hydro-treating experiment is conducted on light gasoil fraction (180-300°C) by using autoclave reactorand Ni-Mo/Al2O3 catalyst. The catalyst is a mono-functional Ni-Mo/Al2O3 catalyst having Ni and Moconcentration of 3 and 12%wt respectively, surface area of 109,35 m2/g, pore volume of 0,2675mL/g,and sulfur content of 6 %-wt (after presulfiding).The experiment is conducted in three different condi-tions of hydrogen to feed ratio. HDT-3 condition with largest H2/feed ratio gave the best result. It isobserved from the decreasing of spesific gravity from 0.9664 to 0,9247, carbon content from 87,3 %to 80,82 %, nitrogen content from 0,58 % to 0,17 %, sulphur content from 0,079 % to 0,016 %, andincreasing of hidrogen/karbon (H/C) molar ratio from 1,30 to 1,42.

The hydrogen/carbon (H/C) ratio of this hydro-treated gasoil is still lower than that of petroleum gasoil,which is 1.75. For this reason, this experiment will be followed up by optimizing the operating condi-tions of hydro-treating and the catalyst composition.

Keywords: synthetic crude oil, quality upgraded, hydro-treating

1. PENDAHULUAN

Keterbatasan cadangan minyak bumi mendorongberbagai upaya untuk menemukan energi alternatif.Sehubungan dengan cadangan batubara nasionalcukup besar maka pencairan batubara secaralangsung merupakan salah satu peluang yangdapat menggantikan peranan minyak bumi sebagaibahan bakar cair untuk mesin transportasi danindustri. Proses pencairan dinilai sesuai untukmeningkatkan nilai tambah batubara Indonesiayang sebagian besar bermutu rendah.

Penelitian pencairan batubara telah dikembangkanoleh PPP-Tekmira Bandung. Batubara cair (syn-thetic crude) yang dihasilkan identik denganminyak bumi sehingga masih perlu diolah danditingkatkan mutunya agar memenuhi persyaratansebagai bahan bakar minyak. Peningkatan mutubatubara cair tersebut dengan proses hidrotreatingditeliti oleh PPPTMGB ”Lemigas”.

Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasicairan hasi l pencairan batubara, sertameningkatkan mutunya agar dapat memenuhikriteria sebagai bahan bakar setara dengan bahanbakar cair dari minyak bumi. Untuk itu, dalampenelitian ini dilakukan karakterisasi batubara cair,

proses fraksinasi, preparasi katalis Ni-Mo/Al2O3dan penelitian hidrotreating terhadap fraksi solardari batubara cair tersebut. Karakterisasi fraksibatubara cair, preparasi katalis Ni-Mo/Al2O3 danpenelitian hidrotreating fraksi batubara cair akandisajikan pada makalah ini.

2. PERCOBAAN

Karakterisasi sifat-sifat fisika batubara cair (syn-thetic crude) dilakukan menurut metode yanglazim dilakukan untuk minyak bumi. Untukpengujian spesific gravity dilakukan denganmetode IP 189-190, untuk viskositas kinematisdigunakan metode ASTM D-445, untuk pengujiantitik nyala digunakan metode PMCC ASTM D-93,dan pengujian Reid Vapor Pressure (RVP) denganASTM D-323(ASTM,2005).

Proses fraksinasi dilakukan dengan distilasi TrueBoiling Point (TBP) menurut metode ASTM D-2892. Pada distilasi ini juga dilakukan pemotonganfraksi pada rentang temperatur 250-275°C dan 391-419°C. Temperatur ini setara dengan rentangtemperatur pada distilasi hempel yang digunakanuntuk pengklasifikasian hidrokarbon menurut Lane-Garton(Riazi, 2005).

206 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Katalis hidrotreating monofungsional Ni-Mo/Al2O3dipreparasi dengan mengimpregnasi support alu-mina (Al2O3) dengan inti logam nikel dari garamnitrat dan logam molibdenum dari amoniummolibdat. Setelah impregnasi dilanjutkan dengankalsinasi pada suhu 400°C selama 4 jam.Komposisi katalis hidrotreating adalah kadar nikeldan molibdenum masing-masing sebesar 3 dan12 % berat, serta kadar sulfur 6 % berat daripresulfiding(Kokayeff, 2004).

Sebanyak 40 gram katalis disulfurisasi dengan 18,5gram dimetil disulfida dengan pelarut solarkomersial sebanyak 200mL. Reaktor yangdigunakan adalah autoclave bervolume 500mLyang juga akan dipakai untuk penelit ianhidrotreating. Suhu operasi presulfiding adalah300°C selama 200 menit dengan tekanan awal gashidrogen 40 bar.

Proses hidrotreating dilakukan terhadap fraksi 180-300°C dari minyak sintetik dengan katalismonofungsional Ni-Mo/Al2O3 yang telahdipresulfiding. Reaktor yang digunakan adalahautoclave dengan kapasitas 500 mL. Sistempengadukan adalah horizontal shaking dengankecepatan 37-150 rpm dan jarak pengadukan100mm. (Gambar 1).

disajikan pada Tabel 1.

Produk reaksi hidrotreating fraksi (180-3000C)minyak sintetik kemudian dikarakterisasi sifatfisikanya antara lain spesific gravity dan viskositaskinematik. Komposisi kimia ditentukan dengan alatCHNS-O Analyzer (Carbon, Hydrogen, Nitrogen,Sulfur-Oxygen Analyzer) (Bhattacharryya, 2005).

Gambar 1. Autoclave

Tabel 1. Kondisi operasi hidrotreating

Parameter Satuan HDT-1 HDT-2 HDT-3

Umpan mL 250 100 50Katalis gr 25 10 5Tekanan Bar 40 40 40Suhu oC 390 390 390Waktu Menit 80 80 80Vol. H2 mL 250 400 450

Pada penelitian ini dilakukan tiga kondisi operasihidrotreating dengan memvariasikan perbandinganjumlah umpan dengan gas hidrogen. Adapunperbandingan katalis terhadap umpan dibuat tetapsebesar 10% berat. Suhu, waktu reaksi, dantekanan awal juga tetap untuk ketiga kondisi.Secara keseluruhan, ketiga kondisi operasi

3. HASIL DAN DISKUSI

3.1. Karakteristik Batubara cair

Hasil karakterisasi batubara cair dapat dilihat padaTabel 2.

Minyak sintetik ini mempunyai spesific gravity (SG)1.04 dan °API 4.6, termasuk kategori minyak beratdalam klasifikasi yang lazim diterapkan dalamminyak bumi konvensional. Viskositas kinematikminyak sintetik ini berkisar pada 5 cSt dan pourpoint-nya di bawah nol celsius sehingga tidakmemerlukan perlakuan khusus pada suhu ruang.

Nilai K-UOP sebasar 9.4 menempatkan minyaksintetik ke dalam klasifikasi aromatik menurutkriteria UOP (Nelson, Watson dan Murphy).Sementara itu, hasil pengukuran °API pada fraksidistilat 250-275°C dan 391-419C menggolongkankarakteristik minyak sintetik ini sebagai Naftenik-Naftenik menurut Lane-Garton. Dengan demikiandapat dikatakan bahwa minyak hasil pencairanbatubara ini mengandung banyak senyawaaromatik (Riazi, 2005).

Dua sifat penguapan yaitu Reid Vapor Pressure(RVP) sebesar 0 psi dan flash point di atas 100°Cmenunjukkan bahwa kadar fraksi ringan dalambatubara cair ini sedikit. Hasil ini terlihat juga padakurva distilasi TBP dalam Gambar 2.

207Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara dan Peningkatan Mutunya ... Muh Kurniawan, dkk.

Tabel 3. Karakteristik Katalis Hidrotreating

Parameter Satuan Nilai

Konsentrasi : - Ni %-wt 3.0- Mo %-wt 12.0

Luas Permukaan m2/g 109,3

Volume Pori mL/g 0,268

Kadar Sulfur %-wt 5,796

Umpan HDT-1 HDT-2 HDT-3

Gambar 3. Umpan dan produk percobaanhidrtrotreating dengan kondisiHDT-1, HDT-2, dan HDT-3

Kurva ini memberikan gambaran titik didih awal(IBP) yang relatif tinggi yaitu di atas 150°C. Sampaidengan suhu 180°C, fraksi yang diperoleh hanyasekitar 0.5% berat. Kurva kemudian terlihatmendatar pada rentang 250 sampai 350°C, yangmenunjukkan perolehan fraksi solar yang palingbesar yaitu sekitar 65% berat. Fraksi berat di atas350°C hingga titik didih akhir pada 520°C diperolehsekitar 30% berat, dengan menyisakan residusekitar 4% berat.

Berdasarkan kurva distilasi TBP, minyak sintetiktersebut cukup baik diarahkan untuk pembuatangasoil, dengan perolehan sekitar 65% dari totalminyak sintetik. Sehubungan dengan fraksi solar(180-300°C) yang diperoleh ini berkadar aromatikt inggi, maka di lakukan peneli t ian untukpeningkatan mutunyadengan proses hidrotreating.

Karakteristik katalis hidrotreating yang telahdipreparasi secara laboratorium, yaitu konsentrasiNi-Mo, luas permukaan, volume pori, dan kadarsulfur katalis mendekati karakteristik katalishidrotreating komersial (Tabel 3) (Bhattacharryya,2005).

Tabel 2. Karakteristik batubara cair

Parameter Satuan Nilai

Spesific Gravity 60/60°F — 1.040

°API — 4.6

Viskositas Kinematik@ 100°F cSt 5.513@ 140°F 4.354

Titik Tuang °C -20

Flash Point PMCC °C 105

Reid Vapor Pressure Psi 0.0

K-UOP — 9.4

Karakteristik Lane-Garton — Naftenik-Naftenik

Gambar 2. Kurva distilasi TBPbatubara Cair

3.2. Proses Hidrotreating

Proses hidrotreating dilakukan pada tiga kondisisebagaimana ditampilkan pada Tabel 1. Dari ketigakondisi tersebut, yaitu HDT-1, HDT-2 dan HDT-3berturut-turut memiliki rasio H2 terhadap umpansemakin besar. Secara visual, hasil percobaanhidrotreating dengan ketiga kondisi dapat dilihatpada Gambar 3.

Ketiga produk hidrotreating tersebut menunjukkanperubahan warna dibandingkan dengan umpannya,yaitu warna produk menjadi lebih terang, di manakondisi HDT-3 memberikan hasil yang paling baik(Tabel 4) (Armstrong,1982).

208 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

%, kadar nitrogen dari 0,58 % menjadi 0,17 %,sulfur (S) dari 0,079 % menjadi 0,016 %, sertakenaikan rasio hidrogen/karbon (H/C) dari 1,30menjadi 1,42.

Untuk memperoleh rasio hidrogen/karbon setarasolar dari minyak bumi yaitu sebesar 1,75, makaproses hidrotreating fraksi 180-300°C tersebutmasih perlu ditingkatkan kondisi operasinyadengan pengoptimalan komposisi katalis.

DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM Standards, Vol 05.02, 2005

Armstrong P., Hydro-treating coal-derived liquiddistillation fractions. 1, Study of single-stagetreated products for transport fuel use, Fuel,vol. 61, 1982, 1051-1057.

Bhattacharryya K.G., Anup K. Talukdar, Cataly-sis in Petroleum and Petrochemical Industries,Narosa Publishing House, India, 2005.

Jankowski A., Werner Doehler and Ulrich Graeser.,Upgrading of syncrude from coal, Fuel, vol 61,1982, 1032-1037

Kokayeff, P., (2004), “ Chapter 8.3 UOP UniofiningTechnology”, Handbook Of Petroleum Refin-ing Processes 3rd Ed, 8.31-8.41

Riazi, M. R., Characterzation and Properties ofPetroleum Fractions, ASTM, 2005

Whitehurst D. Duayne, Sidney E. Butrill Jr, FrancisJ. Derbyshire, Malvina Farcasiu, George A.Odoerfer and Leslie R. Rudnick, New charac-terization techniques for coal-derived liquids,Fuel, vol. 61, 1982.

Hasil penelitian proses penghidromurnian fraksi180 – 300oC dari minyak sintetik dengan bantuankatalis Ni-Mo/Al2O3 dengan kadar sulfur 6,0 %berat pada tiga jenis kondisi operasi menunjukkanpeningkatan mutu fraksi 180-300oC tersebutdengan diamatinya penurunan karakteristik produkhidrotreating yaitu antara lain:

spesific gravity dari 0.9664 menjadi 0,9247,kadar karbon (C) dari 87,3 %berat menjadi80,82 %berat,nitrogen (N) dari 0,58 %berat menjadi 0,17%beratsulfur (S) dari 0,079 %berat menjadi 0,16%berat.dan adanya kenaikan rasio hidrogen/karbon(H/C) dari 1,30 menjadi 1,42.

Untuk memperoleh rasio hidrogen/karbon (H/C)setara solar dari minyak bumi yaitu H/C = 1,75,maka proses penghidromurnian fraksi 180-300oCberkadar aromatik besar tersebut masih perludit ingkatkan kondisi operasinya denganpengoptimalan komposisi katalis (Whitehurst, 1982dan Jankowski, 1982)

4. KESIMPULAN

Batubara cair ini tergolong minyak berat denganklasifikasi aromatik menurut kriteria UOP (Nelson,Watson dan Murphy), serta tergolong sebagaiNaftenik-Naftenik menurut klasifikasi Lane-Garton.Minyak sintetik ini mengandung fraksi solar (180-300°C) sebesar 30% berkadar aromatik tinggi.

Hasil percobaan hidrotreating terhadap fraksi so-lar ringan 180-300C menunjukkan perbaikankarakteristik produk solar tersebut, di mana HDT-3 memberikan hasil yang paling baik, denganpenurunan spesific gravity dari 0.9664 menjadi0,9247, kadar karbon (C) dari 87,3 % menjadi 80,82

Tabel 4. Karakterisasi produk hidrotreating

Parameter Umpan HDT-1 HDT-2 HDT-3

Kinematik Visc. (40oC) 5.316 3,725 3,320 2,961SG 60/60 0.9664 0,9574 0,9365 0,9247Carbon (%-wt) 87,30 84,53 86,67 80,82Hidrogen (%-wt) 9,47 9,32 9,97 9,57Nitrogen (%-wt) 0,58 0,41 0,30 0,17Sulfur (%-wt) 0,079 0.027 0,026 0,016Oksigen, by diff. 2,56 5,71 3,03 9,42Rasio H/C 1,30 1,32 1,38 1,42

209Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

BAHAN BAKAR MINYAK SINTETIK DARIPENCAIRAN BATUBARA

A.S. Nasution*, Miftahul Huda**, Abdul Haris*, Leni Herlina* dan Nining Sudini Ningrum*** Pusat Teknologi Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS)

Jl. Ciledug Raya Kav 109, Cipulir-Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230Telp. 021 - 7222583 Fax. 021 - 7226011

** Pusat Teknologi Penelitian dan Pengembangan Mineral dan BatubaraJl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211

Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373e-mail : [email protected], [email protected]

SARI

Indonesia mengolah minyak mentah adalah sebesar 1,075 juta barel/hari sedangkan produksi nasionalhanya sekitar 0.75 juta barel/hari dan kekuranganya masih diimport. Cadangan batubara Nasionalpada tahun 2008 adalah sebesar 104,756 milliar ton yang sebagian dapat dikonversi menjadi minyaksintetik untuk mensubtitusi minyak mentah import tersebut. Pencairan batubara menjadi minyak sintetikdapat dilakukan secara langsung (direct coal liquefaction) yaitu Brown Coal Liquefaction (BCL) danNEDOL, teknologi dari Jepang atau secara tidak langsung (indirect coal liquefaction) yaitu coal toliquid technology (CTL) teknologi CTL-SASOL, Afrika Selatan, melalui proses Ficsher-Tropsch gassintes (CO + H2) dari produk gasifikasi batubara (bituminous coal). Produk minyak sintetik dari prosespencairan batubara dapat ditingkatkan dengan pengembangan katalis dan optimalisasi kondisi operasi.Minyak sintetik tersebut dapat diolah menjadi bahan bakar minyak sintetik dengan proses katalitikpada kilang minyak bumi. Proses pencairan batubara menjadi minyak sintetik dengan proses BCLdan Ficsher-Tropsch serta pengolahan minyak sintetik tersebut menjadi bahan bakar minyak sintetikakan dibahas dalam makalah ini.

Kata kunci: minyak sintetik, pencairan batubara dan proses Fischer-Tropcsh

ABTSRACT

Indonesia’s petroleum refinery processes is about 1.075 million barrels/day of the crude oils, suppliedby national production of about 0.75 million barrels/day and plus the imported crude oil. National coalreserves are about of 104.756 billions ton in the 2008 and the part of this coal can be converted intosynthetic crude to substituted the imported crude oil. Coal liquefaction into the synthetic crude can bedirect coal liquefaction, such as brown coal liquefaction (BCL) and NEDOL aJapan’s technology, orindirect coal liquefaction or coal to liquid technology (CTL) such as CTL technology of SASOL inSouth Africa over Fischer Tropsch processes of syn-gas (CO+H2) from gasification of bituminouscoal. The synthetic crude of this coal liquefaction can be increased by the catalyst developments andthe optimum of the operating conditions of the coal liquefaction processes. This synthetic crude canbe converted into the synthetic fuel oil by catalytic process of the petroleum refinery. Coal liquefactionby BCL and Ficher-Tropsch processes into the synthetic crudes and their conversion into the syn-thetic fuel oil, will be discussed briefly in this paper.

Key words: synthetic fuel oil, coal liquefaction and Fischer-Tropcsh processes.

210 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

1. PENDAHULUAN

Indonesia mengolah minyak mentah sebesar 1,075juta barel/hari di mana produksi nasional hanyasekitar 0.75 juta barel/hari dan kekuranganyamasih diimport (Dirjen Migas, 2006). Cadanganbatubara nasional cukup besar yaitu sekitar104,756 milliar ton pada tahun 2008 dengan jenislow rank coal sekitar 60 % dari total cadangan,yang sebagian batubara tersebut dapat dicairkanmenjadi minyak sitentik untuk mensubtitusiminyak mentah impor tersebut, seperti terlihatpada Gambar 1 (Sukardjo,2006; JeffeyMulyono,2006).

Umpan proses hidrogenasi batubara adalah suatususpensi dari campuran: batubara, katalis, vehiclesolvent, hydrogen donating, hidrogen, yangdimasukan ke dalam slurry reactor di mana molekulbatubara direngkah menjadi produk minyaksintentik. Proses Fischer-Tropsch adalah suatureductive polymerization reaction yangmengkonversi gas sintesis (CO + H2) menjadiproduk utama hidrokarbon normal parafin dan nor-mal olefin dengan bantuan katalis (Charles,N.Satterfield, tanpa tahun)

Pembentukan produk minyak sintetik dari prosespencairan batubara (proses BCL dan proses

  Pencairan Batubara dan Rantai Pasokan BBM 

Impor Crude Oil  Impor BBM 

Crude Oil 

CSO 

BBM Untuk domestik 

BBM Untuk Ekspor Pencairan Batubara Batubara Indonesia 

pada berbagai lokasi 

Kilang Minyak 

Masuknya CSO dalam rantai pasokan BBM terutama akan berdampak positif dalam penyediaan BBM domestic dan mengurangi impor 

Gambar 1. Pencairan Batubara

Pencairan batubara menjadi minyak sintetik dapatdilakukan secara langsung ( direct coal liquefac-tion) yang masih dalam taraf demonstration plant,yaitu brown coal liquefaction (BCL) dan NEDOLyang merupakan teknologi Jepang melalui proseshidrogenasi batubara yang hidrogennya dariproduk gasifikasi batubara. Sedang pencairanbatubara secara tak langsung (indirect coal lique-faction) atau coal to liquid technology (CTL)merupakan teknologi CTL SASOL telahdioperasikan sejak tahun 1950 di Afrika Selatan,melalui proses Fischer Tropsch gas sistesis ( CO+ H2) dari produk gasifikasi batubara (bituminouscoal) (Supriyadi, tanpa tahun).

Fischer-Tropsch) dengan berbagai jenis katalis danpengolahan minyak sintetik tersebut menjadibahan bakar minyak sintentik akan disajikan dalammakalah ini.

2. PENCAIRAN BATUBARA MENJADIMINYAK SINTETIK

Pencairan batubara menjadi minyak sintetik terdiriatas dua jenis proses berikut :

Proses pencairan batubara secara langsung (direct coal liquefaction), yaitu antara lain browncoal liquefaction (BCL) oleh Teknologi Jepang

211Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

melalui proses hidrogenasi batubara yangmasih dalam taraf demonstration plant.Proses pencairan batubara secara taklangsung (indirect coal liquefaction) melaluiproses Fischer Tropsch gas sintes ( CO+ H2)dari produk gasifikasi batubara (bitumineouscoal) atau Coal to Liguid Technology, olehteknologi CTL-SASOL di Afrika Selatan yangtelah beroprasi sejak tahun 1955.

2.1. Proses Hidrogenasi Batubara

Batubara muda (low-rank coal) mengandung kadaroksigen tinggi dengan banyak grup fungsionalberantai yang sangat reaktif mudah pecah olehpanas, serta mengandung grup aromatik denganberat molekul relatif rendah, sehingga prosespencairannya dapat menghasilkan perolehanminyak sintetik tinggi. Gas hidrogen yang dipakaipada proses pencairan batubara ini diperoleh dariproduk gasifikasi batubara seperti terlihat padaGambar 2 (Takao. K, dkk, 2002; R. Staker, N.V.P.Kelvin., 1994; A.S. Nasution, dkk., 2002).

Stabilisasi radikal-radikal tersebut denganbeberapa reaksi radikal adalah berikut (CharlesN. Satterfield, tanpa tahun):

Radikal bergabung dengan radikal hidrogen (H*) yang dihasilakan dari hidrogen donatingtanpa atau dengan bantuan katalis, atau dapatjuga terbentuk dari gas hidrogen denganbantuan katalis., R* + H* RHPerengkahan lanjut dari radikal-radikal besarseperti asphaltene, preasphaltene menjadiradikal kecil yang lebih stabil seperti minyaksintetik dan olefin.C*n H2n + 1 C*x H2x + 1 + CYH2Ydi mana n = x + yPengabungan radikal-radikal besar menjadimolekul yang kompleks (kokas).R*1 + R*2 R1 R2

Produk minyak sintetik dari proses pencairanbatubara dengan hydrogen donating saja tanpakatalis diamati menurun secara cepat denganwaktu reaksi, hal ini diperkirakan karenaketerbatasannya dalam pelepasan radikal hydro-gen tersebut (R. Staker, N.V.P. Kelvin., 1994).

Proses pencairan batubara dengan memakaikatalis monofungsional berinti aktif logam, sepertiFeS2 dapat mengaktifkan kembali hydrogen do-nating yang telah melepaskan radikal hydrogennyadengan reaksi hidrogenasi, dan juga dapatmempercepat terbentuknya radikal hidrogen darigas hidrogen (Takau. K, dkk., 2002).

Pemutusan ikatan karbon di antara dua cincinaromatik dengan radikal hidrogen baik yangberasal dari hydrogen donating maupun yangberasal dari gas hidrogen dengan bantuan katalis

Gambar 2. Model Molekul Zat OrganikBatubara

Umpan batubara pada proses hidrogenasi batubaramuda ini dalam bentuk suspensi yaitu suatucampuran dari : bubuk batubara < 60 mesh, katalissub-micron, hydrogen donating, hidrogen dan ve-hicle solvent dimasukan ke dalam suatu slurryreactor. Mula-mula molekul batubara akan pecahsecara termal menjadi beberapa jenis molekulradikal ( R*=C*n H2n + 1) seperti asphaltene,preasphaltene, dan oil (minyak sintetik) sepertiterlihat pada Gambar 3 (Charles N. Satterfield,tanpa tahun; Peter A. Hertan, dkk, 1985).

Gambar 3. Konversi Batubara

212 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

monofungsional tersebut cukup sulit, sehinggakadar hidrokarbon poliaromatik (rasio atom C/H)dari produk minyak sintetik tersebut diamati relatiflebih tinggi dari pada fraksi yang di kandung olehminyak bumi (Takau. K, dkk., 2002; Ronald H.Wolk., 1979).

Katalis bifungsional berinti aktif logam dan asam,seperti Ni-Mo/Al2O3-SiO2 dapat memecah cincinpoliaromatik dari produk minyak sintetik tersebutmelalui pembentukan senyawa antara ionkarbonium ( R+) dengan bantuan inti aktif asamkatalis baik Lewis maupun Bronsted seperti halnyapada proses hidrorengkah fraksi minyak bumiseperti terlihat pada Gambar 4 (R. Staker, N.V.P.Kelvin., 1994; J.F Lepage, 1987).

2.2. Proses Fischer-Tropsch Gas Sintes(CO + H2)

Proses Fischer-Tropsch dengan memakai kataliskonvensional monofungsional Fe atau Co berintiaktif logam saja, akan mengkonversi gas sintesmelalui suatu reductive polymerijation reactionmenjadi produk utama normal hidrokarbon parafindan normal olefin dengan sedikit produk sampingsenyawa organik oksigen seperti alkohol (CharlesN. Satterfield, tanpa tahun).

Pengaruh chain probability factor (α) adalah (α) :rp / rp + rt (rp dan rt = laju propogasi dan terminasi)pada distribusi produk utama hidrokarbon (minyaksintetik) tersebut disajikan pada Gambar 6 (CharlesN. Satterfield, tanpa tahun).

Modifikasi katalis Fischer - Tropsch yaitu katalisbifungsional berinti dua jenis aktif (logam danasam) yaitu antara lain Fe/Ziolit dan Co/Al2O3 SiO2akan mengkonversi senyawa olefin-1 menjadi ole-fin-2 melalui senyawa antara molekul ion karbonium(R+) yang lebih sulit berpolimerisasi menjadiproduk normal hidrokarbon panjang

+H+ -H+

C = C – C – C +C – C – C – C C – C = C – C

Ion karbonium beratom karbon C ³ 6 dapatmembentuk ion karbonium siklis. yang akan

Gambar 4. Reaksi hidrokonversi

Vehicle solvent dapat menaikan kelarutan danpendispersian bubuk batubara di dalam suspensiumpan, sehingga percampuran antara molekulbatubara dengan katalis akan meningkat, dan jugasolvent tersebut dapat menghambat terjadinyapengabungan (repolymerization) antara radikal-radikal besar menjadi molekul besar (kokas).Pengaruh vehicle solvent pada perolehan produkminyak sintetik disajikan pada Gambar 5 (PeterA. Hertan, dkk, 1985).

Keasaman katalis, m mol/g. kat . 102

Min

yak

sint

etik

, maf

Gambar 5. Pengaruh Keasaman KatalisPada Minyak Sintetik

213Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

terkonversi menjadi hidrokarbon aromatik yaitu :

+H+ +H+

C6H12 C6H13 +

Proses Fischer-Tropsch gas sintesa dengankatalis bifungsional dapat menghasilkan produkutama berkadar banyak iso-olefin rendah (C 4 – C7) dengan sedikit produk samping metana sepertiterlihat pada Gambar 7 dan Tabel 1(R. Staker,N.V.P. Kelvin., 1994; Ronald H. Fisher, RichardE. Hildebrand, 1979).

3. BAHAN BAKAR MINYAK SINTETIK

Minyak sintetik dari pencairan batubara secaralangsung mengandung banyak hidrokarbonaromatik sehingga pengolahan fraksi berat minyaksintetiknya menjadi produk solar memerlukanproses hidropemurnian tinggi atau proseshidrorengkah. Bensin dan solar diperoleh darimasing-masing fraksi ringan dan fraksi berat darifraksi minyak sintetik tersebut dengan bantuanproses – proses katalitik seperti terlihat pada Tabel2 (Charles N. Satterfield, tanpa tahun; J.F Lepage,1987). Proses-proses katalitik yang dioperasikan

Gambar 6. Pengaruh Alfa Pada Prosentase Produk

Jumlah atom karbon

Frak

si m

ol re

altif

Catatan : a. Co/silica b. Co(1)/alumina silica dan c. Co (2)/alumina silica

Gambar 7. Hubungan antara jumlah atom karbon pada fraksi mol relatif

214 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Pengaruh Kadar MnO Pada Katalis Fe-MnO/Zeolit

pada kilang minyak yaitu:Dimerisasi fraksi gas (C3 / C4)Isomerisasi fraksi nafta ringan (C5 / C6 )Reformasi fraksi nafta berat (C7 – 180o )Hidrotreating fraksi berat (180o – 350o C )Hidrorengkah fraksi berat (>350o C)

Mekanisme reaksi dari proses katalitik tersebut(kecuali proses hydrotreating) membentuksenyawa antara ion karbonium (R+) denganbantuan inti aktif asam dari katalis bifungsional(kecuali proses dimerisasi) yang kemudianmasing-masing bereaksi, yaitu: bergabung

Tabel 1. Produk Minyak Sintetik Dengan Katalis Fe/Zeolit

Tabel 2. Pembuatan Bahan Bakar Minyak Sintetik

Umpan Proses Katalistik/Produk Katalis

Fraksi Gas Olefin C2/C4 Dimerisasi/Dimer H2SO4, HF

Fraksi Nafta Ringan C5/C6 Isomerisasi/Isomerat BifungsionalPt pada Al2O2-Cl atau zeolit

Fraksi Nafta Berat C7 - 180 °C Reforming/Reformat BifungsionalPt/Rh atau Pt/Sn pada Al2O2-Cl

Fraksi Sedang 180 - 350 °C Hidrotreating/Kerosin + Solar MonofungsionalNi/Mo atau Ni/W pada Al2O2

Fraksi Berat > 350 °C Hidrorengkah/Kerosin + Solar BifungsionalNi/Mo atau Ni/W pada Al2O2-SiO2atau zeolit

215Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

Gambar 8. Mekanisme Reaksi Dengan Katalis Bifungsional

Gambar 9. Reaksi Hidrokonversi Parafin

(dimerisasi), isomerisasi, siklisasi (reforming), danpecah (hidrorengkah) menjadi produk – produkutamanya seperti terlihat pada Gambar 8,danGambar 9 (J.F Lepage, 1987).

4. PENUTUP

Minyak sintetik dari proses pencairan batubarasecara langsung ( direct coal liquefaction) atausecara tak langsung (indirect coal liquefaction)dapat dikonversi menjadi bahan bakar minyaksintetik setara bensin, kerosin dan solar denganmemakai proses – proses katalit ik yangdioperasikan di kilang minyak bumi.

Proses katalitik memegang peranan penting padapencairan batubara dan konversi minyak sintetiktersebut menjadi bahan bakar minyak sintetik.

Minyak sintetik dari proses pencairan batubaradapat meningkatkan pemanfaatan potensi batubaradan juga mensubtitusi sebagian impor minyakmentah dan bahan bakar minyak.

216 PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

DAFAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas BumiKebijakan Dan Kebutuhan Bahan Bakar, Semi-nar Nasional Pencairan Batubara “LadangMinyak Masa Depan”, Jakarta 13 Januari 2006.

Sukardjo, Pusat Sumber Daya Geologi, SumberDaya Batubara Indonesia, Seminar NasionalPenciran Batubara Ladang Minyak MasaDepan, Jakarta 13 Januari 2006.

Jeffey Mulyono, Penyedian dan KebutuhanBatubara untuk Bahan Baku PencairanBatubara, Seminar Nasional PenciranBatubara Ladang Minyak Masa Depan,Jakarta 13 Januari 2006.

Supriyadi, Ass. Deputi Menko PerekonomianKebijakan Pemerintah Dalam Program AksiPencairan Batubara.

Charles N. Satterfield, Synthetic Gas And Asso-ciated Processes Pp 419-470, 2th Heteroge-neous Catalysis Industrial Practice, Mc Graw-Hill I Nc, New York.

Takau kaneko And Eiichiro Makito, Satoru Sugita,Noriyuki, Okuyama And Masaaki Tamura, Liq-uefaction Of Banko Coal With Limonite Cata-lyst, (b3), Indonesian Japan Coal LiguefactionSeminar, Jakarta 22 Februari 2002.

R. Staker and N.V.P. Kelvin. hydrogenation Char-acteristics Of Australian Coals- Respons OfOil Yields To Process Conditions, pp 16-19Gas Conversion, 1994 Elservier Science B.V.

A.S. Nasution, Oberl in Sidjabat, NiningSudiningrum Dan Chairil Anwar, Katalis Limo-nite Soroako Pada Prosese PencairanBatubara Banko, Seminar Pencairan Batu BaraBanko Indonesia 2002, Jakarta 12 Desember2002.

Peter A. Hertan, W. Roy Jackson and Frank B.Lorkins, hydrogenation of brown coal, Fuel,Vol 64, September 1985, PP 1251-1254

Ronald H. Wolk, Overview of Liquefaction ProcessTechnology, pp 287, (273-290), SymposiumPaper, Advances in Coal Utilization Technol-ogy, Kentucky, 1979.

J.F Lepage, Production Of Lube-Oil Blending StockThrough Hydrotreating, pp 435-466 AppliedHeterogeneous Catalysis, Edition Technip,Paris 1987.

Ronald H. Fisher and Richard E. Hildebrand. Trans-portation Fuels Synthetic Gas, pp.335, (331-343) Symposium Paper, Advances in CoalUtilization Technology, Kentucky, 1979.