proposal skripsi
TRANSCRIPT
KATA MAJEMUK NOMINA BAHASA JAWA
(KAJIAN BENTUK, FUNGSI, PERAN DAN MAKNA)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas
intern dan mobilitas posisional yang berarti memiliki komposisi tertentu
dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas (Gorys Keraf, 2005:21).
Berdasarkan kategorinya, kata dapat dibedakan menjadi delapan jenis
yaitu nomina, verba, adjektiva, pronomina, numeralia, adverbia, kata
tugas dan interjeksi (Sudaryanto, 1992: 70). Gabungan dari kata akan
membentuk frasa, kata majemuk, kalimat, paragraf, hingga wacana.
Setiap gabungan itu memiliki maksud dan tujuan tertentu serta memiliki
perbedaan.
Unsur yang kesemuanya cenderung memiliki makna leksikal
menjadikan mudahnya konstruksi kata majemuk dikacaukan dengan
konstruksi satuan lain, misalnya frasa. Kata majemuk dan frasa adalah
bentuk gabungan kata yang mempunyai kemiripan tersendiri. Keduanya
memiliki struktur pembentuk yang hampir sama, tetapi mempunyai
makna yang berbeda setelah proses penggabungan. Jika frasa
mengandung makna yang dapat terlihat dari morfem-morfem
pembentuknya, maka kata majemuk memiliki makna yang berbeda dari
morfem pembentuknya setelah proses penggabungan terjadi atau makna
baru.
Terdapat tujuh kiat yang dapat dilakukan untuk mengikat suatu
konstruksi lingual menjadi berstatus polimorfemis jenis majemuk. Tujuh
kiat itu adalah penghadiran makna baru yang tak terkembalikan,
penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk dasar,
penghadiran bentuk fonemis antarbentuk dasar, penghadiran bentuk
dasar yang berupa unsur unik, penghadiran bentuk penggalan sebagai
bentuk dasar, dan onomatope sebagai bentuk dasar (Sudaryanto dkk,
1992:47).
1
Contoh dari kata majemuk nomina dalam kalimat bahasa Jawa (1)
Suket wit-witan kalempit wedhus gembel (JG, Kalawarti/No
188/Januari/2001/halaman IX) ‘Rumput dan pepohonan dibinasakan
awan panas’. Kata wedhus gembel ‘awan panas’ termasuk kata majemuk
nomina karena mempunyai makna baru setelah proses penggabungan.
Kata wedhus gembel ‘awan panas’ diberi makna berdasarkan bentuk
awan yang menyerupai wedhus gembel ‘kambing gembel’. Ini
membuktikan bahwa kata wedhus gembel ‘awan panas’ merupakan kata
majemuk nomina berdasarkan pendapat Sudaryanto dalam buku Tata
Bahasa Baku Bahasa Jawa yaitu penghadiran makna baru yang berambu-
rambukan makna bentuk dasar.
Jika wedhus gembel ‘awan panas’ pada kalimat (1) Suket wit-witan
kalempit wedhus gembel ‘Rumput dan pepohonan dibinasakan awan
panas’ disisipi dengan sufiks –e menjadi wedhuse gembel ‘kambing jenis
gembel’, maka akan mengubah makna kata majemuk. Hasil penyisipan
ini jika diterapkan dalam kalimat akan menjadi (1a) Suket wit-witan
kalempit wedhuse gembel ‘Rumput dan pepohonan dibinasakan kambing
jenis gembel’. Perubahan struktur inilah yang digunakan untuk
membedakan kata majemuk dengan kumpulan kata lain seperti frasa.
Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang kata majemuk yang
berhubungan dengan penelitian ini dan pernah dilakukan antara lain: (1)
“Morfologi Bahasa Jawa” oleh Soepomo Poedjosoedarmo, 1978,
dalam bentuk buku. Buku ini tidak hanya membahas kata majemuk saja,
tetapi hal–hal yang berkaitan dengan morfologi bahasa Jawa.
Pembahasan kata majemuk dibahas pada bab VII dari segi batasan,
klasifikasi dan makna yang terbentu. (2) “Kata Majemuk dalam
Bahasa Jawa” oleh Tugiya tahun 1991 dalam bentuk skripsi. Skripsi ini
membahas tentang bentuk, ciri morfologis, dan makna kata majemuk
bahasa Jawa berupa dua kata.
Dari uraian di atas, penelitian secara khusus mengenai “Kata
Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, Peran, dan
Makna)” perlu dilakukan. Penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian
2
di atas. Perbedaannya terletak pada pengkhususan kategori kata
majemuk yang mengkhususkan pada kategori nomina (kata benda) dan
bentuk kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan dua kata. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Kata Majemuk
Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, Peran, dan Makna)”.
2. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan mengenai kata
majemuk nomina, maka berdasarkan latar belakang, lingkup penelitian
hanya terbatas pada bentuk, fungsi, peran, dan makna kata majemuk
nomina bahasa Jawa yang terdiri dari satu kata (camboran tugel) dan dua
kata (camboran wutuh).
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan
tiga masalah penelitian sebagai berikut.
a. Bagaimanakah bentuk kata majemuk nomina dalam bahasa
Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan bentuk kata
majemuk nomina dalam bahasa Jawa)
b. Bagaimanakah fungsi dan peran kata majemuk nomina dalam
bahasa Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan fungsi dan
peran kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)
c. Bagaimanakah makna kata majemuk nomina bahasa Jawa?
(Masalah ini diteliti untuk menjelaskan makna leksikal dan
makna gramatikal kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)
4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Menjelaskan bentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.
b. Menjelaskan fungsi dan peran kata majemuk nomina dalam
bahasa Jawa.
c. Menjelaskan makna kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.
3
5. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoretis yakni menambah teori morfologi
khususnya tentang kata majemuk (tembung camboran) dalam
bahasa Jawa dan teori sintaksis bahasa Jawa.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi manfaat
sebagai berikut.
1. Masyarakat dapat mengetahui kata majemuk bahasa Jawa
baik yang berbentuk satu kata (camboran wudhar) maupun
dua kata (camboran wutuh).
2. Menambah referensi dalam penelitian morfologi.
3. Dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.
6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini meliputi lima bab yaitu sebagai
berikut.
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori dan Kerangka Pikir yang meliputi
morfologi, proses pamajemukan atau komposisi, kata majemuk, struktur
sintaksis, makna leksikal dan makna gramatikal, dan kerangka pikir.
Bab III Metode Penelitian, meliputi jenis penelitian, populasi dan
sampel,data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data, dan teknik penyajian data.
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan mengenai bentuk, fungsi,
dan makna kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.
Bab V Simpulan dan Saran dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Daftar Pustaka
Lampiran
4
B. Landasan Teori dan Kerangka Pikir
1. Morfologi
Morfologi berasal dari kata morfo ‘morfem’ dan logos ‘ilmu’.
Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya selalu stabil dan
tidak dapat dibagi atas bagian bermakna. Morfologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang mengkaji bentuk bahasa serta pengaruh perubahan
bahasa pada fungsi dan arti bahasa. Cabang ilmu linguistik ini
menyelidiki sturktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya.
Menurut Harimurti, morfologi adalah 1. bidang linguistik yang
mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari
struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni
morfem (2008:159). Morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2001: 97). Bidang morfologi
mempelajari kata dan pembentukan kata.
Kata adalah bentuk bebas yang secara morfemis adalah bentuk
yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang
digabung dengannya dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas
lainnya yang terletak didepan maupun dibelakangnya. Kata sebagai
bagian dari sistematika tata bahasa, bukan pertama dicirikan oleh sifat
fonologis atau semantik, melainkan oleh sifat tata bahasa (S.C. Dik,
1994:152). Tiga sifat yang disebut adalah :
a. Kegunaan kata sebagai ujaran yang lengkap.
b. Bakat-pencil (isolatility) kata dalam kalimat.
c. Kesatuan yang kokoh atau bakat-pencil pada bagian kata di dalam kata
sebagai imbangan atas ciri b.
2. Kalimat
Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukanlah
banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Menurut
Ramlam (1996: 27) kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada naik atau turun. Selain intonasi,
kalimat dapat diidentifikasi dari tanda baca yang mengakhirinya. W.J.S.
Poerwadarminta (1984: 437-438) memberi definisi kalimat sebagai
5
sepatah kata atau sekelompok kata yang merupakan suatu kesatuan yang
mengutarakan suatu pikiran atau perasaan (atau pikiran dan perasaan)
dan perkataan. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.
Nalika isih taruna Raden Wasudewa sakadang sajake ya padha
thukmis.
‘Ketika masih muda Raden Wasudewa bersaudara kelihatannya
juga seorang pecinta wanita.’
3. Proses Pamajemukan atau Komposisi
Kata majemuk merupakan hasil dari proses pemajemukan atau
komposisi. Yang dimaksud dengan komposisi adalah peristiwa
bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan
menimbulkan arti yang relatif baru (Masnur Muslich, 2008:57). Proses
pamajemukan ini merupakan salah satu dari empat proses morfemis.
Abdul Chaer (2003:185) juga berpendapat bahwa komposisi adalah hasil
dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk konstruksiyang
memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Disini terlihat
perbedaan dan persamaan antara Masnur Muslich dengan Abdul Chaer.
Keduanya sama-sama menyebut proses penggabungan dengan
komposisi, sedangkan perbedaannya terletak dari penyebutan hasil
proses penggabungan. Jika Abdul Chaer tetap menyebutnya dengan
komposisi, Masnur Muslich menyebut dengan bentuk majemuk.
Soepomo Poedjosoedarmo (dalam Tugiya, 1999:22) menyebutkan
dua bagian proses kata majemuk yaitu kata majemuk yang langsung
terjadi dan kata majemuk yang melalui proses. Kata majemuk yang
langsung terjadi menurut Soepomo Poedjosoedarmo ialah kata majemuk
yang timbul secara spontan atau sekali terjadi. Kata majemuk ini dapat
ditemui pada penamaan suatu benda, tanaman, makanan, nama tempat,
karya seni, dan nama orang. Contoh proses pamajemukan ini adalah sida
mukti ‘motif batik’, nagasari ‘makanan dari pisang’, kumis kucing
‘kumis kucing’, Surabaya ‘Surabaya’, dan pawira utama ‘nama tua
setelah menikah’. Kata majemuk yang melalui proses adalah kata
6
majemuk yang tidak langsung terjadisecar spontan, tetapi melalui suatu
proses (Soepomo dalam Tugiya, 1991:22). Dalam proses ini Soepomo
Poedjosoedarmo membagi lagi atas tiga bagian yaitu arti dari salah satu
unsurnya tidak dimengerti lagi, makna yang diacu istilah ini berubah
sehingga pelambangannyaterus tidak langsung dan berakibatkedua
komponen kata majemuk erat, dan proses perubahan maknayang diacu
itu disertai dengan menghilangnya beberap komponenyang produktif.
Contoh dari proses pemajemukan ini adalah palakesimpar ‘umbi-umbian
yang terletak di atas tanah’, juru tulis ‘sekretaris’, dan juru madharan
‘koki’.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kata
majemuk yang terjadi secara spontanlah yang keberadaannya tidak
diragukan. Hal ini diperkuat dengan adanya kata majemuk yang muncul
dengan kesatuan bentuk dan kesatuan arti yang baru. Misalnya kata
nagasari ‘nama pohon’ dalam kalimat (2) Mligine para peziarah jalu
westri padha golek berkah ana sangisoring wit nagasari sarampunge
nyekar (PS No. 52 25 Desember 2010 halaman 42) ‘Umumnya para
peziarah laki-laki perempuan mencari berkah di bawah pohon nagasari
selesai ziarah.’
4. Kata Majemuk
Kata majemuk merupakan gabungan dua unsur yang masing-
masing mempunyai makna, tetapi setelah bergabung akan memiliki
makna sendiri. Kriteria kategori majemuk dapat dilihat dari cirinya yaitu
dari segi semantik, memiliki satu makna, dari segi fonologis, memiliki
satu tekanan, dan dari segi struktur, dua unsur, sistem gabungan dari dua
unsur (Fatimah Djajasudarma, 1993:47). Hal ini yang membedakan
antara kata majemuk dengan frasa.
Harimurti Kridalaksana (2008:111) berpendapat bahwa kata
majemuk merupakan gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya
berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan
semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola
7
khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata
majemuk.
Kata majemuk mempunyai ciri tersendiri jika dibandingkan dengan
kumpulan kata lain seperti frasa. Kata majemuk mempunyai ciri-ciri
yaitu, terdiri dari dua kata, sistem keeratannya ketat atau bersifat rapat,
setelah bergabung membentuk makna baru, dan diberlakukan sebagai
satu kata. Menurut Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka kata majemuk
dibagi menjadi dua yaitu tembung camboran wutuh (kata majemuk dua
kata) dan tembung camboran tugel (kata majemuk satu kata) (2008: 113-
114). Tembung camboran tugel adalah kata majemuk yang terdiri dari
kata yang utuh dan kata penggalan atau kata majemuk yang merupakan
bentuk panggalan dari dua kata. Contoh: bangjo ‘lampu lalu lintas’ yang
berasal dari kata abang ‘merah’ dan ijo ‘hijau. Camboran wutuh adalah
kata majemuk yang terdiri dari kata-kata yang masih utuh. Contoh:
randha royal ‘nama makanan’.
Jadi, kata majemuk adalah gabungan dua unsur yang masing-
masing mempunyai makna dan mempunyai pola fonologis, gramatikal,
dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan,
tetapi setelah bergabung memiliki makna tersendiri. Kata majemuk
berkategori nomina adalah kata majemuk yang mempunyai makna
menunjukkan kata benda (nomina).
5. Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis menurut Sudaryanto (1983:13-14) terdiri dari
bentuk, fungsi, kategori, dan peran.
5.1 Bentuk
Bentuk adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan
atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau
grafemis. Bentuk dibedakan menjadi bentuk asal, bentuk bebas, bentuk
dasar, bentuk kata, dan bentuk terikat (Harimurti Kridalaksana, 2008:
32-34). Dalam bahasan ini bentuk yang dikaji adalah bentuk nomina
majemuk bahasa Jawa. Berdasarkan konstituen pembentuknya, kata
majemuk dibedakan menjadi empat yaitu kata majemuk yang terdiri dari
8
morfem asal plus morfem asal (misalnya: sida luhur ‘motif batik’),
morfem pangkal plus morfem asal (misalnya: kebo giro ‘nama
tembang’), morfem asal plus morfem pangkal (misalnya: sangga wedhi
‘sanggurdi’), dan morfem pangkal plus morfem pangkal (misalnya: kala
menjing ‘jakun’) (Wedhawati ddk, 2006: 225). Dalam buku Morfologi
Bahasa Jawa Soepomo Poedjosoedarmo mengklasifikasikan kata
majemuk berdasarkan segi bentuk, posisi modifikasi, luluhnya
komponen, persamaan arti, dan arti (1978: 167-171).
5.2 Fungsi
Fungsi adalah hubungan antara satu satuan dengan unsure
gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu deret satuan-satuan
(Harimurti Kridalaksana, 2008: 67). Fungsi bersifat relasional, artinya
adanya fungsi yang satu tidak dapat dibayangkan tanpa hubungan
dengan fungsi yang lain. Kita tidak dapat mengatakan suatu kata
berfungsi sebagai P jika tidak melihat fungsi lain seperti S atau O dalan
deret satuan tersebut. Bagian fungsi terdiri dari subjek (S), predikat (P),
objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Contoh:
Pakdhe nandur pandhan wangi ing sawah.
S P O K tempat
‘Paman menanam padi jenis pandan wangi di sawah.’
5.3 Kategori
Kategori adalah 1. bagian dari suatu system klasifikasi; mis.
kategori gramatikal dan kategori leksikal; 2.hasil pengelompokan unsur-
unsur bahasa yang menggambarkan pengalaman manusia; 3. Golongan
satuan bahasa yang anggota-anggotanyamempunyai perilaku sintaksis
dan mempunyai sifat hubungan yang sama (Harimurti Kridalaksana,
2008: 113). Kategori dalam bahasa Jawa yaitu.
a. Nomina/kata benda secara semantis adalah kategori kata
leksikal yang mengandung konsep atau makna kebendaan baik
yang bersifat kongret atau abstrak. Nomina dapat berangkai
dengan kata ingkar dudu ‘bukan’, nomina dapat berangkai
dengan pronominal persona atau enklitik pronominal sebagai
9
pewatas posesif, dan dalam kalimat yang berpredikat verba,
nomina cenderung mengisi subjek, objek, atau pelengkap.
b. Verba/kata kerja adalah kata yang dapat mengikuti subjek yang
diisi dengan kata dasar.
c. Adjektiva/kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina.
d. Numeralia/kata bilangan adalah kata yang menunjukkan
bilangan atau kuantitas.
e. Adverbial/kata tambahan adalah kata yang dipakai untuk
memerikan verba atau adjektiva.
f. Interjeksi/kata seru adalah kata yang tidak dapat diberi afiks
dan yang tidak memiiki dukungan sintaksis dengan lain, dan
yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan.
g. Kata tugas adalah kata yang menyatakan hubungan gramatikal
yang tidak dapat bergabung dengan afiks dan tidak
mengandung makna leksikal, seperti konjungsi dan preposisi.
Dalam bahasan ini yang dikaji adalah kategori kata yang
membentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa. Contoh: kata
kuping gajah ‘nama makanan’ yang terbentuk dari kategori nomina
dengan nomina.
Kuping gajah ‘nama makanan’.
Nom Nom
5.4 Peran
Peran adalah hubungan antara predikator dengan sebuah nomina
dalam proposisi (harimurti Kridalaksana, 2008: 187). Peran bersifat
relasional dan struktural. Peran dibagi atas dua kelompok besar yaitu
peran konstituen pusat, pada umumnya terdapat pada predikat, dan peran
konstituen pendamping yang biasanya terdapat pada subjek, objek dan
keterangan. Peran konstituen pusat terbagi atas empat peran yaitu.
a. Peran aktif yaitu peran yang menyatakan tindakan aktif,
misalnya palakrama ‘menikah’, nggulawentah ‘mengasuh’.
b. Peran pasif yaitu peran yang menyatakan tindakan pasif,
misalnya dirudhapeksa ‘diperkosa’.
10
c. Peran resiprokal adalah peran yang menyatakan hubungan
timbal-balik atau makna saling, misalnya adu geger ‘saling
bersandar’.
d. Peran reflektif adalah peran yang menyatakan tindakan yang
mengenai atau dimanfaatkan oleh yang bertindak sendiri atau
perbuatan untuk diri sendiri, misalnya sanggauwang
‘berpotang dagu’.
Peran konstituen pendamping terbagi atas sembilan peran yaitu.
a. Peran agentif adalah peran yang menampilkan perbuatan atau
yang menyebabkan suatu kejadian. Peran ini umumnya terdapat
pada subjek atau onjek suatu kalimat. Contoh: Pakdhe ngluku
sawah ‘Paman membajak sawah’. Pakdhe ‘paman’ dalam
kalimat berperan sebagai agent.
b. Peran objektif adalah peran yang menampilkan objek. Peran ini
terdapat pada kalimat yang berobjek. Contoh: Ibu gawe
nagasari ‘Ibu membuat kue nagasari’. Nagasari ‘nama
kue/makanan’ sebagai objek dalam kalimat.
c. Peran reseptif yaitu peran yang menyatakan subjek mengalami
keadaan psikologis dari P. contoh: Parimuka diantemi warga
‘Perampok dipukuli warga’. Parimuka ‘perampok’ merupakan
peran reseptif dalam kalimat.
d. Peran benefaktif adalah peran yang diuntungkan atau peran
yang menyatakan perbuatan yang dilakukan untuk orang lain.
Contoh: Ibu numbasake mbako mbahkung ‘Ibu membelikan
tembakau untuk kakek’. Mbahkung ‘kakek’ dalam kalimat
berperan sebagai benefaktif.
e. Peran faktor yaitu peran yang menyatakan sebab atau factor.
Contoh: Wulu kalong nutupi dhadhane ‘Bulu halus menutupi
dadanya’. Wulu kalong ‘bulu halus’ sebagai faktor dalam
kalimat.
f. Peran target adalah peran yang menyatakan sasaran yang ingin
dicapai dari suatu perbuatan. Contoh: Wong kuwi mlaku
11
rindhik-rindhik ameh jarah rajah sertfikat omah saka sedulure
‘Orang itu jalan dengan hati-hati mau merebut sertifikat rumah
dari saudaranya.’ Jarah rajah ‘merebut’ dalam kalimat
berperan sebagai target dari tindakan.
g. Peran lokatif yaitu peran yang menunjukan tempat. Contoh:
Prabu Pandhudewanata kautus sowan Begawan Abiyasa ing
Saptaarga ‘Prabu Pandudewanata diutus menemui Begawan
Abiyasa di Saptaarga. Saptaarga ‘nama pertapaan/tempat
dewa’ merupakan lokatif dalam kalimat ini.
h. Peran kompanional yaitu peran yang menyatakan kesertaan.
Contoh: Ibu tindak peken kaliyan budhe ‘Ibu ke pasar bersama
bibi’. Budhe ‘bibi’ mempunyai peran kompanional.
i. Peran instrumen yaitu peran yang menyatakn alat. Contoh:
Pakathik nuntun jaran nganggo amben apus ‘Perawat kuda
menarik kuda menggunakan tali amben apus.’ Amben apus
‘nama tali’ merupakan peran instrument dalam kalimat.
6. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna kata majemuk dapat ditelusuri melalui kategori kata yang
membentuknya (Mansoer Pateda, 2001:146). Dalam bukunya Soepomo
Poedjosoedarmo memperinci arti kata majemuk menjadi arti lebih luas,
lebih khusus, arti yang sama sekali baru, dan arti yang menyangatkan
(1978: 171). Makna kata majemuk dapat membentuk berbagai makna
misalnya jenis binatang dan harta benda.
Makna gramatikal (grammatical meaning) adalah makna yang
muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Makna leksikal
adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk
leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap.
Makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata yang berdiri sendiri.
dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila
kata tersebut bergabung dengan kata lain atau dalam kalimat.
Misalnya dalam kaliamat (3) raja kaya lan raja brana kari ninggal
crita (JG, kalawari/No188/Januarai/2011 halaman IX)’binatang dan
12
kekayaan hanya meninggalkan cerita’. Kata raja kaya ‘binatang (berkaki
empat)’, jika dibagi unsur langsungnya terdiri dari kata raja ‘penguasa
kerajaan’ dan kaya ‘hampir sama’. Secara gramatikal kata raja kaya
bermakna raja (yang) mirip dan secara leksikal kata raja kaya bermakna
binatang berkaki empat.
7. Kerangka Pikir
Data dalam penelitian ini adalah bahasa tulis berupa kalimat bahasa
Jawa yang terdapat dalam majalah, suplemen berbahasa Jawa di dalam
surat kabar, kumpulan cerkak, kumpulan geguritan, dan buku ajar.
Berikut adalah kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini.
Penggabungan satuan lingual dengan satuan lingual yang lain akan
membentuk kalimat bahasa Jawa. Diantara satuan lingual tersebut adalah
kata majemuk. berdasarkan kategori, terdapat bentuk kata majemuk
nomina. Selanjutnya kata majemuk nomina tersebut diteliti berdasarkan
bentuk, fungsi, peran, dan makna.
13
KALIMAT BAHASA JAWA
KATA MAJEMUK
FUNGSIBENTUK MAKNAPERAN
KATA MAJEMUK NOMINA
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian kajian ini adalah deskriptif kualitatif. Lexy J
Moleong (2007: 6) berpendapat bahwa, penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomana tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara mendeskripsikan
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
2. Data dan Sumber Data
Data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan
berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto,
1992:5). Data dalam penelitian ini adalah data tulis yaitu berupa kalimat
yang mengandung kata majemuk nomina yang terdapat dalam sumber
data.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai
sumber data tulis berbahasa Jawa. Hal ini bertujuan untuk mencari tipe-
tipe kata majemuk nomina bahasa Jawa. Adapun sumber data tersebut
adalah majalah bahasa Jawa, surat kabar, lembar kerja siswa (LKS),
buku ajar, kumpulan cerkak, kumpulan geguritan.
3. Populasi dan Sampel
Edi Subroto (1992:32) mengatakan bahwa populasi adalah objek
penelitian yang pada umumnya merupakan keseluruhan individu dari
segi-segi tertentu bahasa. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
wacana tulis yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa penulisan.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek
penelitian langsung yang mewakili populasi secara keseluruhan (Edi
Subroto, 1992:32). Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
purposive sampling (sampel bertujuan), maksud dari sampling dalam hal
ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai
macam sumber dan bangunannya (contructions) (Lexy J Moleong,
14
2007:224). Sampel dalam penelitian ini adalah kalimat yang
mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa yang terdapat pada:
a. Jayabaya nomor 44 minggu I Juli 2010
b. Penjebar Semangat nomor 52 25 Desember 2010
c. Jagad jawa, kalawarti III/No 188/Januari/2011
d. Mekar Sari Minggu Kliwon 6 Februari 2011 (2 Mulud 1944)
e. EKSIS Buku Ajar Bahasa Jawa kelas 3 semester 2
f. Seneng Basa Jawa kanggo SD/MI kelas III pengarang Drs.
Sawukir, Sutadi, S. Pd, dan Drs. Mulyadi
g. Banjire Wis Surut Kumpulan Cerkak JFX Hoery
h. Pagelaran Kumpulan Geguritan karya JFX Hoery
4. Alat Penelitian
Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. disebut alat utama karena
alat tersebut yang paling dominan dalam penelitian khususnya dalam
pencarian data. Alat bantu berguna untuk memperlancar jalannya
penelitian. Adapun alat bantu dalam penelitian ini adalah bolpeint
berwarna untuk menandai data dalam sumber data, bolpeint, tipe-ex,
buku catatan, kertas hvs, katu data, dan alat bantu elektronik berupa
komputer dan flash disk.
5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
simak, yakni peneliti mengamati kalimat yang mengandung kata
majemuk nomina dalam berbagai sumber data tulis. Kemudian
dilanjutkan dengan teknik mencatat dan pengelompokan data sesuai
kasusnya. Pengelompokan ini untuk memudahkan dalam analisis data.
6. Metode Analisis Data
Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode agih, yaitu metode analisis data yang alat
penentunya adalah unsur dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15).
Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung (BUL),
Teknik ini digunakan untuk menganalisis bentuk kata majemuk nomina.
15
Teknik lanjutan yang digunakan berupa tenik lesap. Teknik ini
digunakan untuk menganalisis fungsi dan peran kata majemuk nomina
bahasa Jawa dalam kalimat. Metode padan ialah metode metode yang
dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu
dengan memaki alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari
bahasa , dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi
Subroto, 1992: 55-56).
a. Bentuk kata majemuk nomina
Bentuk kata majemuk nomina dapat dianalisi dengan teknik BUL.
Teknik ini dilaksanakan dengan membagi satuan lingual data menjadi
beberapa unsur dan unsur-unsur yang berkaitan dipandang sebagai
bagian yang membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto,
1993: 31). Penerapan teknik ini dapat dilihat dari contoh berikut.
(4) Sadurunge dadi pandhita, Hurada dadi patih kraton Majapahit.
(EKSIS/3/II/halaman 30) ‘Sebelum menjadi ahli agama, Hurada menjadi patih di keratin Majapahit.’
Kata majapahit ‘majapihit’ merupakan kata majemuk nomina yang
berasal dari kata maja ‘nama buah’ dan pahit ‘pahit’.
maja pahit.
Nom Adj
mono mono
b. Fungsi dan peran kata majemuk nomina
Sifat dari fungsi yang relasional dapat dianalisis menggunakan
teknik lesap. Begitu pula dengan peran kata majemuk nomina. Teknik
lesap dilaksanakan dengan cara melesapkan (melepaskan,
menghilangkan, menghapuskan, mengurangi) unsur tertentu satuan
lingual yang bersangkutan. Jika hasil dari pelesapan tidak gramatikal
maka, unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi.
Pelesapan yang dilakukan adalah pelesapan kata majemuk nomina dalam
kalimat. Contoh penggunaan teknik lesap adalah sebagai berikut.
(5) Bulik ora mangsuli pitakone Mas Gito malah ngendika marang Bagas . (MS/ Minggu Kliwon, 6 Februari 2001)
16
‘Bibi tidak menjawab pertanyyan Mas Gito, tetapi berbicara dengan Bagas.Kata majemuk nomina bulik ‘bibi’ pada kalimat (5) dilesapkan,
sehingga menjadi kalimat seperti di bawah ini.
(5a) *Ø ora mangsuli pitakone Mas Gito malah ngedika marang Bagas.‘Ø tidak menjawab pertanyaan Mas Gito, tetapi berbicara kepada Bagas.’Hasil dari pelesapan kata majemuk nomina dalam kalimat di atas
ternyata tidak gramatikal. Dari pelesapan ini, jika dikembalikan ke
kalimat sebenarnya maka didapat fungsi dan peran dari kata majemuk
nomina dalam kalimat yaitu berfungsi sebagi subjek (S) dan berperan
sebagai agent/pelaku.
(5) Bulik ora mangsuli pitakone Mas Gito malah
Fungsi S P O Konj
Peran Agent Aktif Objektif
ngedika marang Bagas.
Fungsi P Pel
Peran aktif Target
c. Makna kata majemuk nomina
Metode padan digunakan untuk menganalisis makna kata majemuk
nomina bahasa Jawa. Metode padan yang digunakan adalah jenis yang
alat penentunya pengawet bahasa atau tulisan. Kata ialah satuan lingual
yang di dalam bahasa tulis ditulis/dicetak dengan berjarak satu spasi (Edi
Subroto, 1992: 60). Penulisan kata majemuk ada yang tertulis secara
berangkai dan ada juga yang tertulis menggunakan spasi. Contoh
penerapan metode ini adalah.
(7) Sawise saka Banyuwangi, Ridwan sajak susah merga rumangsa anggone nyedhaki Fenti ora berhasil, sateruse dheweke nyoba nyedhaki Atika. (JB/ No. 44/ Minggu I/Juli 2010/ halaman 22)‘Sesudah dari Banyuwangi, Ridwan terlihat sedih karena merasa gagal dalam mendekati Fenti, akhirnya ia mendekati Atika.’
Kata banyuwangi ‘banyuwangi’ merupakan kata majemuk nomina
yang berasal dari kata banyu ‘air’ dan wangi ‘harum’. Secara leksikal
17
kata banyuwangi mempunyai makna air yang berbau harum, tetapi
secara gramatikal kata itu mempunyai makna nama sebuah kota di Jawa
Timur atau lokasi.
7. Metode Penyajian Hasil Analisis
Teknik penyajian hasil analisis yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan teknik informal dan formal.
a. Teknik informal dengan bentuk penyajian data berupa uraian
berwujud kalimat-kalimat yang diikuti pemerian secara
terperinci (Sudaryanto, 1993:145).
b. Teknik formal dengan perumusan tanda dam lambang-lambang
atau an artificial language, antara lain *dan lambang huruf
sebagai singkatan nama (S, P, O, K) (Sudaryanto, 1993:145).
8. Jadwal Penelitian
Nama
Kegiatan/BulanJan Februari Maret April Mei Jun
Pengumpulan data
Pembuatan proposal
Seminar proposal
Revisi proposal
Analisis data
Penyususnan Laporan
Ujian
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
Edi Subroto. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik. Surakarta: UNS Press
Fatimah Djajasudarma. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.
---------. 1993. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Mkana. Bandung: Eresco
Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: PT Rineka Cipta
Masnur Muslich. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Jakarata: Bumi Aksara
Ramlan. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono
S.C Dik/J.G. Koooij. 1994. Ilmu Bahasa Umum. Jakarta: RUL
Soepomo Poedjosoedarmo. 1978. Morfologi Bahasa Jawa. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional
Sry Satriya Tjatur Sasangka. 2008. Parama Sastra Gagrag Anyar Basa Jawa. Jakarta: yayasan Paralingua
Sudaryanto. 1988. Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
--------------. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
Sudaryanto, dkk. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
Tugiya. 1991.Skripsi “Kata Majemuk dalam Bahasa Jawa”. Surakarta: FSSR UNS
19
Verhaar,J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius
W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
Judul : Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk,
Fungsi, Peran, dan Makna)
Nama : Nuryantini
NIM : C 0107038
Jurusan : Sastra Daerah
Pembimbing I : Prof. Dr. Sumarlam, M.S.
NIP : 19620309 198703 1 001
Pembimbing II : Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum
NIP : 19571023 198601 2 001
Surakarta, Maret 2011
20
Nuryantini
NIM C 0107038
Mengetahui
Pembimbing Akademik Koordinator Bidang Linguistik
Drs. Yohanes Suwanto, M. Hum Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum
NIP19611012 198703 1 002 NIP 19571023 198601 2 001
Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutardjo, M. Hum
NIP 19600101 198703 1 004
21