proposal skripsi

33
KATA MAJEMUK NOMINA BAHASA JAWA (KAJIAN BENTUK, FUNGSI, PERAN DAN MAKNA) A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional yang berarti memiliki komposisi tertentu dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas (Gorys Keraf, 2005:21). Berdasarkan kategorinya, kata dapat dibedakan menjadi delapan jenis yaitu nomina, verba, adjektiva, pronomina, numeralia, adverbia, kata tugas dan interjeksi (Sudaryanto, 1992: 70). Gabungan dari kata akan membentuk frasa, kata majemuk, kalimat, paragraf, hingga wacana. Setiap gabungan itu memiliki maksud dan tujuan tertentu serta memiliki perbedaan. Unsur yang kesemuanya cenderung memiliki makna leksikal menjadikan mudahnya konstruksi kata majemuk dikacaukan dengan konstruksi satuan lain, misalnya frasa. Kata majemuk dan frasa adalah bentuk gabungan kata yang mempunyai kemiripan tersendiri. Keduanya memiliki struktur pembentuk yang hampir sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda setelah proses penggabungan. Jika frasa mengandung makna yang dapat terlihat 1

Upload: dita-z-wikani

Post on 01-Jul-2015

1.073 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: proposal skripsi

KATA MAJEMUK NOMINA BAHASA JAWA

(KAJIAN BENTUK, FUNGSI, PERAN DAN MAKNA)

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas

intern dan mobilitas posisional yang berarti memiliki komposisi tertentu

dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas (Gorys Keraf, 2005:21).

Berdasarkan kategorinya, kata dapat dibedakan menjadi delapan jenis

yaitu nomina, verba, adjektiva, pronomina, numeralia, adverbia, kata

tugas dan interjeksi (Sudaryanto, 1992: 70). Gabungan dari kata akan

membentuk frasa, kata majemuk, kalimat, paragraf, hingga wacana.

Setiap gabungan itu memiliki maksud dan tujuan tertentu serta memiliki

perbedaan.

Unsur yang kesemuanya cenderung memiliki makna leksikal

menjadikan mudahnya konstruksi kata majemuk dikacaukan dengan

konstruksi satuan lain, misalnya frasa. Kata majemuk dan frasa adalah

bentuk gabungan kata yang mempunyai kemiripan tersendiri. Keduanya

memiliki struktur pembentuk yang hampir sama, tetapi mempunyai

makna yang berbeda setelah proses penggabungan. Jika frasa

mengandung makna yang dapat terlihat dari morfem-morfem

pembentuknya, maka kata majemuk memiliki makna yang berbeda dari

morfem pembentuknya setelah proses penggabungan terjadi atau makna

baru.

Terdapat tujuh kiat yang dapat dilakukan untuk mengikat suatu

konstruksi lingual menjadi berstatus polimorfemis jenis majemuk. Tujuh

kiat itu adalah penghadiran makna baru yang tak terkembalikan,

penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk dasar,

penghadiran bentuk fonemis antarbentuk dasar, penghadiran bentuk

dasar yang berupa unsur unik, penghadiran bentuk penggalan sebagai

bentuk dasar, dan onomatope sebagai bentuk dasar (Sudaryanto dkk,

1992:47).

1

Page 2: proposal skripsi

Contoh dari kata majemuk nomina dalam kalimat bahasa Jawa (1)

Suket wit-witan kalempit wedhus gembel (JG, Kalawarti/No

188/Januari/2001/halaman IX) ‘Rumput dan pepohonan dibinasakan

awan panas’. Kata wedhus gembel ‘awan panas’ termasuk kata majemuk

nomina karena mempunyai makna baru setelah proses penggabungan.

Kata wedhus gembel ‘awan panas’ diberi makna berdasarkan bentuk

awan yang menyerupai wedhus gembel ‘kambing gembel’. Ini

membuktikan bahwa kata wedhus gembel ‘awan panas’ merupakan kata

majemuk nomina berdasarkan pendapat Sudaryanto dalam buku Tata

Bahasa Baku Bahasa Jawa yaitu penghadiran makna baru yang berambu-

rambukan makna bentuk dasar.

Jika wedhus gembel ‘awan panas’ pada kalimat (1) Suket wit-witan

kalempit wedhus gembel ‘Rumput dan pepohonan dibinasakan awan

panas’ disisipi dengan sufiks –e menjadi wedhuse gembel ‘kambing jenis

gembel’, maka akan mengubah makna kata majemuk. Hasil penyisipan

ini jika diterapkan dalam kalimat akan menjadi (1a) Suket wit-witan

kalempit wedhuse gembel ‘Rumput dan pepohonan dibinasakan kambing

jenis gembel’. Perubahan struktur inilah yang digunakan untuk

membedakan kata majemuk dengan kumpulan kata lain seperti frasa.

Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang kata majemuk yang

berhubungan dengan penelitian ini dan pernah dilakukan antara lain: (1)

“Morfologi Bahasa Jawa” oleh Soepomo Poedjosoedarmo, 1978,

dalam bentuk buku. Buku ini tidak hanya membahas kata majemuk saja,

tetapi hal–hal yang berkaitan dengan morfologi bahasa Jawa.

Pembahasan kata majemuk dibahas pada bab VII dari segi batasan,

klasifikasi dan makna yang terbentu. (2) “Kata Majemuk dalam

Bahasa Jawa” oleh Tugiya tahun 1991 dalam bentuk skripsi. Skripsi ini

membahas tentang bentuk, ciri morfologis, dan makna kata majemuk

bahasa Jawa berupa dua kata.

Dari uraian di atas, penelitian secara khusus mengenai “Kata

Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, Peran, dan

Makna)” perlu dilakukan. Penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian

2

Page 3: proposal skripsi

di atas. Perbedaannya terletak pada pengkhususan kategori kata

majemuk yang mengkhususkan pada kategori nomina (kata benda) dan

bentuk kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan dua kata. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Kata Majemuk

Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, Peran, dan Makna)”.

2. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya permasalahan mengenai kata

majemuk nomina, maka berdasarkan latar belakang, lingkup penelitian

hanya terbatas pada bentuk, fungsi, peran, dan makna kata majemuk

nomina bahasa Jawa yang terdiri dari satu kata (camboran tugel) dan dua

kata (camboran wutuh).

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan

tiga masalah penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimanakah bentuk kata majemuk nomina dalam bahasa

Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan bentuk kata

majemuk nomina dalam bahasa Jawa)

b. Bagaimanakah fungsi dan peran kata majemuk nomina dalam

bahasa Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan fungsi dan

peran kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)

c. Bagaimanakah makna kata majemuk nomina bahasa Jawa?

(Masalah ini diteliti untuk menjelaskan makna leksikal dan

makna gramatikal kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa)

4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

a. Menjelaskan bentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.

b. Menjelaskan fungsi dan peran kata majemuk nomina dalam

bahasa Jawa.

c. Menjelaskan makna kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.

3

Page 4: proposal skripsi

5. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat secara teoretis yakni menambah teori morfologi

khususnya tentang kata majemuk (tembung camboran) dalam

bahasa Jawa dan teori sintaksis bahasa Jawa.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi manfaat

sebagai berikut.

1. Masyarakat dapat mengetahui kata majemuk bahasa Jawa

baik yang berbentuk satu kata (camboran wudhar) maupun

dua kata (camboran wutuh).

2. Menambah referensi dalam penelitian morfologi.

3. Dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.

6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini meliputi lima bab yaitu sebagai

berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori dan Kerangka Pikir yang meliputi

morfologi, proses pamajemukan atau komposisi, kata majemuk, struktur

sintaksis, makna leksikal dan makna gramatikal, dan kerangka pikir.

Bab III Metode Penelitian, meliputi jenis penelitian, populasi dan

sampel,data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, dan teknik penyajian data.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan mengenai bentuk, fungsi,

dan makna kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.

Bab V Simpulan dan Saran dari hasil penelitian yang telah

dilakukan.

Daftar Pustaka

Lampiran

4

Page 5: proposal skripsi

B. Landasan Teori dan Kerangka Pikir

1. Morfologi

Morfologi berasal dari kata morfo ‘morfem’ dan logos ‘ilmu’.

Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya selalu stabil dan

tidak dapat dibagi atas bagian bermakna. Morfologi dapat diartikan

sebagai ilmu yang mengkaji bentuk bahasa serta pengaruh perubahan

bahasa pada fungsi dan arti bahasa. Cabang ilmu linguistik ini

menyelidiki sturktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya.

Menurut Harimurti, morfologi adalah 1. bidang linguistik yang

mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari

struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni

morfem (2008:159). Morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar

bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2001: 97). Bidang morfologi

mempelajari kata dan pembentukan kata.

Kata adalah bentuk bebas yang secara morfemis adalah bentuk

yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang

digabung dengannya dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas

lainnya yang terletak didepan maupun dibelakangnya. Kata sebagai

bagian dari sistematika tata bahasa, bukan pertama dicirikan oleh sifat

fonologis atau semantik, melainkan oleh sifat tata bahasa (S.C. Dik,

1994:152). Tiga sifat yang disebut adalah :

a. Kegunaan kata sebagai ujaran yang lengkap.

b. Bakat-pencil (isolatility) kata dalam kalimat.

c. Kesatuan yang kokoh atau bakat-pencil pada bagian kata di dalam kata

sebagai imbangan atas ciri b.

2. Kalimat

Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukanlah

banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Menurut

Ramlam (1996: 27) kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh

adanya jeda panjang yang disertai nada naik atau turun. Selain intonasi,

kalimat dapat diidentifikasi dari tanda baca yang mengakhirinya. W.J.S.

Poerwadarminta (1984: 437-438) memberi definisi kalimat sebagai

5

Page 6: proposal skripsi

sepatah kata atau sekelompok kata yang merupakan suatu kesatuan yang

mengutarakan suatu pikiran atau perasaan (atau pikiran dan perasaan)

dan perkataan. Contoh kalimat adalah sebagai berikut.

Nalika isih taruna Raden Wasudewa sakadang sajake ya padha

thukmis.

‘Ketika masih muda Raden Wasudewa bersaudara kelihatannya

juga seorang pecinta wanita.’

3. Proses Pamajemukan atau Komposisi

Kata majemuk merupakan hasil dari proses pemajemukan atau

komposisi. Yang dimaksud dengan komposisi adalah peristiwa

bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan

menimbulkan arti yang relatif baru (Masnur Muslich, 2008:57). Proses

pamajemukan ini merupakan salah satu dari empat proses morfemis.

Abdul Chaer (2003:185) juga berpendapat bahwa komposisi adalah hasil

dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik

yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk konstruksiyang

memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Disini terlihat

perbedaan dan persamaan antara Masnur Muslich dengan Abdul Chaer.

Keduanya sama-sama menyebut proses penggabungan dengan

komposisi, sedangkan perbedaannya terletak dari penyebutan hasil

proses penggabungan. Jika Abdul Chaer tetap menyebutnya dengan

komposisi, Masnur Muslich menyebut dengan bentuk majemuk.

Soepomo Poedjosoedarmo (dalam Tugiya, 1999:22) menyebutkan

dua bagian proses kata majemuk yaitu kata majemuk yang langsung

terjadi dan kata majemuk yang melalui proses. Kata majemuk yang

langsung terjadi menurut Soepomo Poedjosoedarmo ialah kata majemuk

yang timbul secara spontan atau sekali terjadi. Kata majemuk ini dapat

ditemui pada penamaan suatu benda, tanaman, makanan, nama tempat,

karya seni, dan nama orang. Contoh proses pamajemukan ini adalah sida

mukti ‘motif batik’, nagasari ‘makanan dari pisang’, kumis kucing

‘kumis kucing’, Surabaya ‘Surabaya’, dan pawira utama ‘nama tua

setelah menikah’. Kata majemuk yang melalui proses adalah kata

6

Page 7: proposal skripsi

majemuk yang tidak langsung terjadisecar spontan, tetapi melalui suatu

proses (Soepomo dalam Tugiya, 1991:22). Dalam proses ini Soepomo

Poedjosoedarmo membagi lagi atas tiga bagian yaitu arti dari salah satu

unsurnya tidak dimengerti lagi, makna yang diacu istilah ini berubah

sehingga pelambangannyaterus tidak langsung dan berakibatkedua

komponen kata majemuk erat, dan proses perubahan maknayang diacu

itu disertai dengan menghilangnya beberap komponenyang produktif.

Contoh dari proses pemajemukan ini adalah palakesimpar ‘umbi-umbian

yang terletak di atas tanah’, juru tulis ‘sekretaris’, dan juru madharan

‘koki’.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kata

majemuk yang terjadi secara spontanlah yang keberadaannya tidak

diragukan. Hal ini diperkuat dengan adanya kata majemuk yang muncul

dengan kesatuan bentuk dan kesatuan arti yang baru. Misalnya kata

nagasari ‘nama pohon’ dalam kalimat (2) Mligine para peziarah jalu

westri padha golek berkah ana sangisoring wit nagasari sarampunge

nyekar (PS No. 52 25 Desember 2010 halaman 42) ‘Umumnya para

peziarah laki-laki perempuan mencari berkah di bawah pohon nagasari

selesai ziarah.’

4. Kata Majemuk

Kata majemuk merupakan gabungan dua unsur yang masing-

masing mempunyai makna, tetapi setelah bergabung akan memiliki

makna sendiri. Kriteria kategori majemuk dapat dilihat dari cirinya yaitu

dari segi semantik, memiliki satu makna, dari segi fonologis, memiliki

satu tekanan, dan dari segi struktur, dua unsur, sistem gabungan dari dua

unsur (Fatimah Djajasudarma, 1993:47). Hal ini yang membedakan

antara kata majemuk dengan frasa.

Harimurti Kridalaksana (2008:111) berpendapat bahwa kata

majemuk merupakan gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya

berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan

semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola

7

Page 8: proposal skripsi

khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata

majemuk.

Kata majemuk mempunyai ciri tersendiri jika dibandingkan dengan

kumpulan kata lain seperti frasa. Kata majemuk mempunyai ciri-ciri

yaitu, terdiri dari dua kata, sistem keeratannya ketat atau bersifat rapat,

setelah bergabung membentuk makna baru, dan diberlakukan sebagai

satu kata. Menurut Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka kata majemuk

dibagi menjadi dua yaitu tembung camboran wutuh (kata majemuk dua

kata) dan tembung camboran tugel (kata majemuk satu kata) (2008: 113-

114). Tembung camboran tugel adalah kata majemuk yang terdiri dari

kata yang utuh dan kata penggalan atau kata majemuk yang merupakan

bentuk panggalan dari dua kata. Contoh: bangjo ‘lampu lalu lintas’ yang

berasal dari kata abang ‘merah’ dan ijo ‘hijau. Camboran wutuh adalah

kata majemuk yang terdiri dari kata-kata yang masih utuh. Contoh:

randha royal ‘nama makanan’.

Jadi, kata majemuk adalah gabungan dua unsur yang masing-

masing mempunyai makna dan mempunyai pola fonologis, gramatikal,

dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan,

tetapi setelah bergabung memiliki makna tersendiri. Kata majemuk

berkategori nomina adalah kata majemuk yang mempunyai makna

menunjukkan kata benda (nomina).

5. Struktur Sintaksis

Struktur sintaksis menurut Sudaryanto (1983:13-14) terdiri dari

bentuk, fungsi, kategori, dan peran.

5.1 Bentuk

Bentuk adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan

atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau

grafemis. Bentuk dibedakan menjadi bentuk asal, bentuk bebas, bentuk

dasar, bentuk kata, dan bentuk terikat (Harimurti Kridalaksana, 2008:

32-34). Dalam bahasan ini bentuk yang dikaji adalah bentuk nomina

majemuk bahasa Jawa. Berdasarkan konstituen pembentuknya, kata

majemuk dibedakan menjadi empat yaitu kata majemuk yang terdiri dari

8

Page 9: proposal skripsi

morfem asal plus morfem asal (misalnya: sida luhur ‘motif batik’),

morfem pangkal plus morfem asal (misalnya: kebo giro ‘nama

tembang’), morfem asal plus morfem pangkal (misalnya: sangga wedhi

‘sanggurdi’), dan morfem pangkal plus morfem pangkal (misalnya: kala

menjing ‘jakun’) (Wedhawati ddk, 2006: 225). Dalam buku Morfologi

Bahasa Jawa Soepomo Poedjosoedarmo mengklasifikasikan kata

majemuk berdasarkan segi bentuk, posisi modifikasi, luluhnya

komponen, persamaan arti, dan arti (1978: 167-171).

5.2 Fungsi

Fungsi adalah hubungan antara satu satuan dengan unsure

gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu deret satuan-satuan

(Harimurti Kridalaksana, 2008: 67). Fungsi bersifat relasional, artinya

adanya fungsi yang satu tidak dapat dibayangkan tanpa hubungan

dengan fungsi yang lain. Kita tidak dapat mengatakan suatu kata

berfungsi sebagai P jika tidak melihat fungsi lain seperti S atau O dalan

deret satuan tersebut. Bagian fungsi terdiri dari subjek (S), predikat (P),

objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Contoh:

Pakdhe nandur pandhan wangi ing sawah.

S P O K tempat

‘Paman menanam padi jenis pandan wangi di sawah.’

5.3 Kategori

Kategori adalah 1. bagian dari suatu system klasifikasi; mis.

kategori gramatikal dan kategori leksikal; 2.hasil pengelompokan unsur-

unsur bahasa yang menggambarkan pengalaman manusia; 3. Golongan

satuan bahasa yang anggota-anggotanyamempunyai perilaku sintaksis

dan mempunyai sifat hubungan yang sama (Harimurti Kridalaksana,

2008: 113). Kategori dalam bahasa Jawa yaitu.

a. Nomina/kata benda secara semantis adalah kategori kata

leksikal yang mengandung konsep atau makna kebendaan baik

yang bersifat kongret atau abstrak. Nomina dapat berangkai

dengan kata ingkar dudu ‘bukan’, nomina dapat berangkai

dengan pronominal persona atau enklitik pronominal sebagai

9

Page 10: proposal skripsi

pewatas posesif, dan dalam kalimat yang berpredikat verba,

nomina cenderung mengisi subjek, objek, atau pelengkap.

b. Verba/kata kerja adalah kata yang dapat mengikuti subjek yang

diisi dengan kata dasar.

c. Adjektiva/kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina.

d. Numeralia/kata bilangan adalah kata yang menunjukkan

bilangan atau kuantitas.

e. Adverbial/kata tambahan adalah kata yang dipakai untuk

memerikan verba atau adjektiva.

f. Interjeksi/kata seru adalah kata yang tidak dapat diberi afiks

dan yang tidak memiiki dukungan sintaksis dengan lain, dan

yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan.

g. Kata tugas adalah kata yang menyatakan hubungan gramatikal

yang tidak dapat bergabung dengan afiks dan tidak

mengandung makna leksikal, seperti konjungsi dan preposisi.

Dalam bahasan ini yang dikaji adalah kategori kata yang

membentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa. Contoh: kata

kuping gajah ‘nama makanan’ yang terbentuk dari kategori nomina

dengan nomina.

Kuping gajah ‘nama makanan’.

Nom Nom

5.4 Peran

Peran adalah hubungan antara predikator dengan sebuah nomina

dalam proposisi (harimurti Kridalaksana, 2008: 187). Peran bersifat

relasional dan struktural. Peran dibagi atas dua kelompok besar yaitu

peran konstituen pusat, pada umumnya terdapat pada predikat, dan peran

konstituen pendamping yang biasanya terdapat pada subjek, objek dan

keterangan. Peran konstituen pusat terbagi atas empat peran yaitu.

a. Peran aktif yaitu peran yang menyatakan tindakan aktif,

misalnya palakrama ‘menikah’, nggulawentah ‘mengasuh’.

b. Peran pasif yaitu peran yang menyatakan tindakan pasif,

misalnya dirudhapeksa ‘diperkosa’.

10

Page 11: proposal skripsi

c. Peran resiprokal adalah peran yang menyatakan hubungan

timbal-balik atau makna saling, misalnya adu geger ‘saling

bersandar’.

d. Peran reflektif adalah peran yang menyatakan tindakan yang

mengenai atau dimanfaatkan oleh yang bertindak sendiri atau

perbuatan untuk diri sendiri, misalnya sanggauwang

‘berpotang dagu’.

Peran konstituen pendamping terbagi atas sembilan peran yaitu.

a. Peran agentif adalah peran yang menampilkan perbuatan atau

yang menyebabkan suatu kejadian. Peran ini umumnya terdapat

pada subjek atau onjek suatu kalimat. Contoh: Pakdhe ngluku

sawah ‘Paman membajak sawah’. Pakdhe ‘paman’ dalam

kalimat berperan sebagai agent.

b. Peran objektif adalah peran yang menampilkan objek. Peran ini

terdapat pada kalimat yang berobjek. Contoh: Ibu gawe

nagasari ‘Ibu membuat kue nagasari’. Nagasari ‘nama

kue/makanan’ sebagai objek dalam kalimat.

c. Peran reseptif yaitu peran yang menyatakan subjek mengalami

keadaan psikologis dari P. contoh: Parimuka diantemi warga

‘Perampok dipukuli warga’. Parimuka ‘perampok’ merupakan

peran reseptif dalam kalimat.

d. Peran benefaktif adalah peran yang diuntungkan atau peran

yang menyatakan perbuatan yang dilakukan untuk orang lain.

Contoh: Ibu numbasake mbako mbahkung ‘Ibu membelikan

tembakau untuk kakek’. Mbahkung ‘kakek’ dalam kalimat

berperan sebagai benefaktif.

e. Peran faktor yaitu peran yang menyatakan sebab atau factor.

Contoh: Wulu kalong nutupi dhadhane ‘Bulu halus menutupi

dadanya’. Wulu kalong ‘bulu halus’ sebagai faktor dalam

kalimat.

f. Peran target adalah peran yang menyatakan sasaran yang ingin

dicapai dari suatu perbuatan. Contoh: Wong kuwi mlaku

11

Page 12: proposal skripsi

rindhik-rindhik ameh jarah rajah sertfikat omah saka sedulure

‘Orang itu jalan dengan hati-hati mau merebut sertifikat rumah

dari saudaranya.’ Jarah rajah ‘merebut’ dalam kalimat

berperan sebagai target dari tindakan.

g. Peran lokatif yaitu peran yang menunjukan tempat. Contoh:

Prabu Pandhudewanata kautus sowan Begawan Abiyasa ing

Saptaarga ‘Prabu Pandudewanata diutus menemui Begawan

Abiyasa di Saptaarga. Saptaarga ‘nama pertapaan/tempat

dewa’ merupakan lokatif dalam kalimat ini.

h. Peran kompanional yaitu peran yang menyatakan kesertaan.

Contoh: Ibu tindak peken kaliyan budhe ‘Ibu ke pasar bersama

bibi’. Budhe ‘bibi’ mempunyai peran kompanional.

i. Peran instrumen yaitu peran yang menyatakn alat. Contoh:

Pakathik nuntun jaran nganggo amben apus ‘Perawat kuda

menarik kuda menggunakan tali amben apus.’ Amben apus

‘nama tali’ merupakan peran instrument dalam kalimat.

6. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna kata majemuk dapat ditelusuri melalui kategori kata yang

membentuknya (Mansoer Pateda, 2001:146). Dalam bukunya Soepomo

Poedjosoedarmo memperinci arti kata majemuk menjadi arti lebih luas,

lebih khusus, arti yang sama sekali baru, dan arti yang menyangatkan

(1978: 171). Makna kata majemuk dapat membentuk berbagai makna

misalnya jenis binatang dan harta benda.

Makna gramatikal (grammatical meaning) adalah makna yang

muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Makna leksikal

adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk

leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap.

Makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata yang berdiri sendiri.

dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila

kata tersebut bergabung dengan kata lain atau dalam kalimat.

Misalnya dalam kaliamat (3) raja kaya lan raja brana kari ninggal

crita (JG, kalawari/No188/Januarai/2011 halaman IX)’binatang dan

12

Page 13: proposal skripsi

kekayaan hanya meninggalkan cerita’. Kata raja kaya ‘binatang (berkaki

empat)’, jika dibagi unsur langsungnya terdiri dari kata raja ‘penguasa

kerajaan’ dan kaya ‘hampir sama’. Secara gramatikal kata raja kaya

bermakna raja (yang) mirip dan secara leksikal kata raja kaya bermakna

binatang berkaki empat.

7. Kerangka Pikir

Data dalam penelitian ini adalah bahasa tulis berupa kalimat bahasa

Jawa yang terdapat dalam majalah, suplemen berbahasa Jawa di dalam

surat kabar, kumpulan cerkak, kumpulan geguritan, dan buku ajar.

Berikut adalah kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini.

Penggabungan satuan lingual dengan satuan lingual yang lain akan

membentuk kalimat bahasa Jawa. Diantara satuan lingual tersebut adalah

kata majemuk. berdasarkan kategori, terdapat bentuk kata majemuk

nomina. Selanjutnya kata majemuk nomina tersebut diteliti berdasarkan

bentuk, fungsi, peran, dan makna.

13

KALIMAT BAHASA JAWA

KATA MAJEMUK

FUNGSIBENTUK MAKNAPERAN

KATA MAJEMUK NOMINA

Page 14: proposal skripsi

C. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian kajian ini adalah deskriptif kualitatif. Lexy J

Moleong (2007: 6) berpendapat bahwa, penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomana tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara mendeskripsikan

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

2. Data dan Sumber Data

Data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan

berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto,

1992:5). Data dalam penelitian ini adalah data tulis yaitu berupa kalimat

yang mengandung kata majemuk nomina yang terdapat dalam sumber

data.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai

sumber data tulis berbahasa Jawa. Hal ini bertujuan untuk mencari tipe-

tipe kata majemuk nomina bahasa Jawa. Adapun sumber data tersebut

adalah majalah bahasa Jawa, surat kabar, lembar kerja siswa (LKS),

buku ajar, kumpulan cerkak, kumpulan geguritan.

3. Populasi dan Sampel

Edi Subroto (1992:32) mengatakan bahwa populasi adalah objek

penelitian yang pada umumnya merupakan keseluruhan individu dari

segi-segi tertentu bahasa. Populasi dalam penelitian ini adalah semua

wacana tulis yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa penulisan.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek

penelitian langsung yang mewakili populasi secara keseluruhan (Edi

Subroto, 1992:32). Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

purposive sampling (sampel bertujuan), maksud dari sampling dalam hal

ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai

macam sumber dan bangunannya (contructions) (Lexy J Moleong,

14

Page 15: proposal skripsi

2007:224). Sampel dalam penelitian ini adalah kalimat yang

mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa yang terdapat pada:

a. Jayabaya nomor 44 minggu I Juli 2010

b. Penjebar Semangat nomor 52 25 Desember 2010

c. Jagad jawa, kalawarti III/No 188/Januari/2011

d. Mekar Sari Minggu Kliwon 6 Februari 2011 (2 Mulud 1944)

e. EKSIS Buku Ajar Bahasa Jawa kelas 3 semester 2

f. Seneng Basa Jawa kanggo SD/MI kelas III pengarang Drs.

Sawukir, Sutadi, S. Pd, dan Drs. Mulyadi

g. Banjire Wis Surut Kumpulan Cerkak JFX Hoery

h. Pagelaran Kumpulan Geguritan karya JFX Hoery

4. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama

dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. disebut alat utama karena

alat tersebut yang paling dominan dalam penelitian khususnya dalam

pencarian data. Alat bantu berguna untuk memperlancar jalannya

penelitian. Adapun alat bantu dalam penelitian ini adalah bolpeint

berwarna untuk menandai data dalam sumber data, bolpeint, tipe-ex,

buku catatan, kertas hvs, katu data, dan alat bantu elektronik berupa

komputer dan flash disk.

5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

simak, yakni peneliti mengamati kalimat yang mengandung kata

majemuk nomina dalam berbagai sumber data tulis. Kemudian

dilanjutkan dengan teknik mencatat dan pengelompokan data sesuai

kasusnya. Pengelompokan ini untuk memudahkan dalam analisis data.

6. Metode Analisis Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan

menggunakan metode agih, yaitu metode analisis data yang alat

penentunya adalah unsur dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15).

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung (BUL),

Teknik ini digunakan untuk menganalisis bentuk kata majemuk nomina.

15

Page 16: proposal skripsi

Teknik lanjutan yang digunakan berupa tenik lesap. Teknik ini

digunakan untuk menganalisis fungsi dan peran kata majemuk nomina

bahasa Jawa dalam kalimat. Metode padan ialah metode metode yang

dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu

dengan memaki alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari

bahasa , dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi

Subroto, 1992: 55-56).

a. Bentuk kata majemuk nomina

Bentuk kata majemuk nomina dapat dianalisi dengan teknik BUL.

Teknik ini dilaksanakan dengan membagi satuan lingual data menjadi

beberapa unsur dan unsur-unsur yang berkaitan dipandang sebagai

bagian yang membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto,

1993: 31). Penerapan teknik ini dapat dilihat dari contoh berikut.

(4) Sadurunge dadi pandhita, Hurada dadi patih kraton Majapahit.

(EKSIS/3/II/halaman 30) ‘Sebelum menjadi ahli agama, Hurada menjadi patih di keratin Majapahit.’

Kata majapahit ‘majapihit’ merupakan kata majemuk nomina yang

berasal dari kata maja ‘nama buah’ dan pahit ‘pahit’.

maja pahit.

Nom Adj

mono mono

b. Fungsi dan peran kata majemuk nomina

Sifat dari fungsi yang relasional dapat dianalisis menggunakan

teknik lesap. Begitu pula dengan peran kata majemuk nomina. Teknik

lesap dilaksanakan dengan cara melesapkan (melepaskan,

menghilangkan, menghapuskan, mengurangi) unsur tertentu satuan

lingual yang bersangkutan. Jika hasil dari pelesapan tidak gramatikal

maka, unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi.

Pelesapan yang dilakukan adalah pelesapan kata majemuk nomina dalam

kalimat. Contoh penggunaan teknik lesap adalah sebagai berikut.

(5) Bulik ora mangsuli pitakone Mas Gito malah ngendika marang Bagas . (MS/ Minggu Kliwon, 6 Februari 2001)

16

Page 17: proposal skripsi

‘Bibi tidak menjawab pertanyyan Mas Gito, tetapi berbicara dengan Bagas.Kata majemuk nomina bulik ‘bibi’ pada kalimat (5) dilesapkan,

sehingga menjadi kalimat seperti di bawah ini.

(5a) *Ø ora mangsuli pitakone Mas Gito malah ngedika marang Bagas.‘Ø tidak menjawab pertanyaan Mas Gito, tetapi berbicara kepada Bagas.’Hasil dari pelesapan kata majemuk nomina dalam kalimat di atas

ternyata tidak gramatikal. Dari pelesapan ini, jika dikembalikan ke

kalimat sebenarnya maka didapat fungsi dan peran dari kata majemuk

nomina dalam kalimat yaitu berfungsi sebagi subjek (S) dan berperan

sebagai agent/pelaku.

(5) Bulik ora mangsuli pitakone Mas Gito malah

Fungsi S P O Konj

Peran Agent Aktif Objektif

ngedika marang Bagas.

Fungsi P Pel

Peran aktif Target

c. Makna kata majemuk nomina

Metode padan digunakan untuk menganalisis makna kata majemuk

nomina bahasa Jawa. Metode padan yang digunakan adalah jenis yang

alat penentunya pengawet bahasa atau tulisan. Kata ialah satuan lingual

yang di dalam bahasa tulis ditulis/dicetak dengan berjarak satu spasi (Edi

Subroto, 1992: 60). Penulisan kata majemuk ada yang tertulis secara

berangkai dan ada juga yang tertulis menggunakan spasi. Contoh

penerapan metode ini adalah.

(7) Sawise saka Banyuwangi, Ridwan sajak susah merga rumangsa anggone nyedhaki Fenti ora berhasil, sateruse dheweke nyoba nyedhaki Atika. (JB/ No. 44/ Minggu I/Juli 2010/ halaman 22)‘Sesudah dari Banyuwangi, Ridwan terlihat sedih karena merasa gagal dalam mendekati Fenti, akhirnya ia mendekati Atika.’

Kata banyuwangi ‘banyuwangi’ merupakan kata majemuk nomina

yang berasal dari kata banyu ‘air’ dan wangi ‘harum’. Secara leksikal

17

Page 18: proposal skripsi

kata banyuwangi mempunyai makna air yang berbau harum, tetapi

secara gramatikal kata itu mempunyai makna nama sebuah kota di Jawa

Timur atau lokasi.

7. Metode Penyajian Hasil Analisis

Teknik penyajian hasil analisis yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan teknik informal dan formal.

a. Teknik informal dengan bentuk penyajian data berupa uraian

berwujud kalimat-kalimat yang diikuti pemerian secara

terperinci (Sudaryanto, 1993:145).

b. Teknik formal dengan perumusan tanda dam lambang-lambang

atau an artificial language, antara lain *dan lambang huruf

sebagai singkatan nama (S, P, O, K) (Sudaryanto, 1993:145).

8. Jadwal Penelitian

Nama

Kegiatan/BulanJan Februari Maret April Mei Jun

Pengumpulan data

Pembuatan proposal

Seminar proposal

Revisi proposal

Analisis data

Penyususnan Laporan

Ujian

18

Page 19: proposal skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Edi Subroto. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik. Surakarta: UNS Press

Fatimah Djajasudarma. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.

---------. 1993. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Mkana. Bandung: Eresco

Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: PT Rineka Cipta

Masnur Muslich. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Jakarata: Bumi Aksara

Ramlan. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono

S.C Dik/J.G. Koooij. 1994. Ilmu Bahasa Umum. Jakarta: RUL

Soepomo Poedjosoedarmo. 1978. Morfologi Bahasa Jawa. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional

Sry Satriya Tjatur Sasangka. 2008. Parama Sastra Gagrag Anyar Basa Jawa. Jakarta: yayasan Paralingua

Sudaryanto. 1988. Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

--------------. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Sudaryanto, dkk. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Tugiya. 1991.Skripsi “Kata Majemuk dalam Bahasa Jawa”. Surakarta: FSSR UNS

19

Page 20: proposal skripsi

Verhaar,J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius

W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

Judul : Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk,

Fungsi, Peran, dan Makna)

Nama : Nuryantini

NIM : C 0107038

Jurusan : Sastra Daerah

Pembimbing I : Prof. Dr. Sumarlam, M.S.

NIP : 19620309 198703 1 001

Pembimbing II : Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum

NIP : 19571023 198601 2 001

Surakarta, Maret 2011

20

Page 21: proposal skripsi

Nuryantini

NIM C 0107038

Mengetahui

Pembimbing Akademik Koordinator Bidang Linguistik

Drs. Yohanes Suwanto, M. Hum Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum

NIP19611012 198703 1 002 NIP 19571023 198601 2 001

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutardjo, M. Hum

NIP 19600101 198703 1 004

21