proposal penelitian
TRANSCRIPT
1
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... …
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... …
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran...….…………………………………………
1. LSM atau NGO secara garis
besar……………………….....................
2. Dampak Dari Keterlibatan LSM atau
NGO……………………….......
a. Dampak dalam Aspek
Sosial……………………….......................
b. Dampak dalam Aspek
Ekonomi………………………..................
c. Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan
………………………......
B. Rumusan Masalah
…………………..……………………………….......
C. Tujuan
Penelitian…………………………………………………….......
i
ii
iii 1 1 4 6 7 8 9 9 9
11
15
15
20
21
24
2
D. Manfaat
Penelitian...…………………………………………………......
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Civil
Soseity..…………….……........................…………………
B. Konsep Pemberdayaan
Masyarakat.........................…………………...
1. Pengertian
Pemberdayaan………………………..................................
2. Prinsip
Pemberdayaan………………………........................................
3. Bentuk
Pemberdayaan………………………........................................
4. Proses
Pemberdayaan……………………….........................................
C. Keberadaan ED (eksekutif daerah) WALHI Sultra secara garis
besar dalam penanganan konflik SDA dan SDM di Sultra
..................
D. Kerangka
Fikir……………………………………………………...........
BAB III METODE PENELITIAN
27
36
38
39
40
40
41
41
41
42
42
42
44
3
A. Pendekatan
Penelitian……..…………………………………….............
B. Jenis
Penellitian.…………………………………………………….........
C. Lokasi
Penelitian……………………………………………………........
D. Tehnik Pengumpulan
Data……………………………………………...
1. Data
Primer……………………………………………………............
2. Data
Skunder…………………………………………………….........
E. Teknik Analisa
Data……………………………………………………..
1. Reduksi
data……………………………………………………...........
2. Penyajian
Data…………………………………………………….......
F. Penarikan
kesimpulan…………………………………………………..
DAFTAR
4
PUSTAKA.............................................................................................
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan diumumkannya UU No.22/99 dan UU no 25/99 Indonesia membuat
langkah maju dan sangat pesat yaitu denga penyerahan sejumlah besar fungsi
kekuasaan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepemerintah daerah, dalam hal
ini Indonesia ingin mengembangkan suatu nagara desentralisasi yang lebih baik.
(PKPM-BAPENAS-JICA)
Dalam keadaan ini penting untuk mempromosikan otonomi daerah yang dapat
menghasilkan pembangunan fungsi yang lebih baik antara pusat dan daerah. Dan
untuk memperkokoh fungsi pemerintah pusat, pemerintah daerah serta penguatan
masyarakat lokal. Hal ini penting guna mekanisme semua tingkatan dalam konteks ini
penting sekali pihak pemerintah dan daerah dankhususnya LSM-LSM lokal untuk
semakin mendekati masyarakat dan menginduksi massyarakat lokal untuk dapat
mengambil inisiatif sendiri.
1. LSM atau NGO secara garis besar.
Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berasal dari suatu seminar yang
diselenggarakan Sekretariat Bina Desa (SBD) di Ungaran, Jawa Tengah 1978.
Prof.Dr. Sayogyo mengutarakan pendapatnya dalam penyebutan berbagai kelompok,
lembaga atau organisasi yang bermunculan pada waktu itu, yang sangat aktif dalam
upaya-upaya pembangunan terutama diantara lapisan masyarakat bawah. (Bambang
Ismawan)
6
Lebih lanjut Bambang Ismawan menulis dalam artikelnya Di kalangan
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kelompok, lembaga atau organisasi tersebut
disebut Non Government Organization (NGO) yang kemudian dalam suatu
konferensi (1976) Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) diterjemahkan menjadi
Organisasi Non Pemerintah (disingkat ORNOP).
Bambang Ismawan mengatakan dalam mencari istilah Indonesia bagi NGO,
kemudian menemukan istilah yang sering dipakai oleh Kementrian Kerjasama
International Jerman (Barat) yaitu Self Help Promoting Institute (SHPI) dan Self Help
Organization (SHO), masing-masing dimaksudkan sebagai lembaga yang didirikan
dengan tujuan menolong yang lain, sedang yang kedua dimaksudkan untuk menolong
diri sendiri. Penulis pikir istilah ini cocok untuk Indonesia. Dan atas saran Prof.
Sayogyo kemudian diperkenalkan istilah Lembaga Pengembangan Swadaya
Masyarakat (LPSM) untuk SHPI dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk
SHO.
Dalam Seminar (kerjasama antara SBD dan WALHI) di Gedung YTKI 1981
antara lain dimaksudkan memberi masukan pada Undang-undang Lingkungan Hidup
yang sedang disusun DPR, untuk memudahkan pemahaman di masyarakat disepakati
menggunakan satu istilah saja yaitu LSM.
Istilah LSM lalu didefinisikan secara tegas dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri
(Inmendagri) No. 8/1990, yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia
tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Lampiran II dari Inmendagri
menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi/lembaga yang anggotanya adalah
7
masyarakat warganegara Republik Indonesia yang secara sukarela atau kehendak
sendiri berniat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh
organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian
secara swadaya.
Dalam Pilot Proyek Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat
(PPHBK) istilah LSM mencakup pengertian LPSM (Lembaga Pengembangan
Swadaya Masyarakat) dan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). PPHBK yang
dikelola oleh Bank Indonesia dimaksudkan menghubungkan Bank (formal) dengan
KSM (non formal) dalam bidang permodalan. Sejak diperkenalkan Bank Indonesia
tahun 1988, skema HBK telah berjalan sangat baik, hingga September 2001,
dilaksanakan di 23 propinsi, mencakup lebih dari 1000 kantor bank partisipan, 257
LPSM, 34.227 kelompok swadaya masyarakat dengan anggota sekitar 1.026.810
KK, menyalurkan kredit (akumulasi) Rp 331 milyar, memobilisasi tabungan beku
(akumulasi) Rp 29,5 milyar, dan tingkat pengembalian kredit 97,3%.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian LSM mencakup dua
kategori yaitu KSM dan LPSM. Disamping itu ada kategori ketiga yang disebut LSM
Jaringan, yaitu suatu bentuk kerjasama antara LSM dalam bidang kegiatan atau minat
tertentu, misalnya :
1. Sekretariat Bina Desa (SBD), berdiri 1974, merupakan forum dari LSM yang
bekerja di kawasan pedesaan
8
2. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), berdiri 1976, merupakan wadah
kebersamaan LSM yang memusatkan perhatian pada upaya pelestarian
lingkungan
3. Forum Indonesia untuk Keswadayaan Penduduk (FISKA), berdiri 1983,
merupakan forum LSM yang bergerak dibidang kependudukan
4. Forum Kerjasama Pengembangan Koperasi (FORMASI), berdiri 1986,
merupakan forum LSM yang bekerja mengembangkan koperasi
5. Forum Pengembangan Keswadayaan (Participatory Development Forum- PDF),
berdiri 1991, merupakan peningkatan dari Forum Kerjasama LSM -- PBB (NGO -
UN Cooperation Forum) yang didirikan pada 1988. PDF menggabungkan
berbagai LSM berinteraksi dengan Pemerintah, dunia usaha dan badan-badan
Internasional dalam suatu forum untuk mengembangkan peran serta berbagai
aktor dalam pembangunan
2. Dampak Dari Keterlibatan LSM atau NGO
Dengan memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
penyelenggaraan kelompok swadaya, dapatlah kemudian disusun program-program
pengembangan yang merupakan peran LSM untuk mendorong keberhasilan
penyelenggaraan kelompok swadaya. Berdasarkan pengalaman ada 5 (lima) program
pengembangan yang dapat disusun untuk mendorong keberhasilan kelompok
swadaya yang disalurkan melalui tenaga-tenaga pendamping kelompok, yaitu :
9
1. Program Pengembangan sumber daya manusia, meliputi berbagai kegiatan
pendidikan dan latihan baik pendidikan dan latihan untuk anggota maupun
untuk pengurus yang mencakup pendidikan dan letihan tentang ketrampilan
mengelola kelembagaan kelompok, ketrampilan teknik produksi, maupun
ketrampilan mengelola usaha.
2. Program pengembangan kelembagaan kelompok, dengan membantu
menyusun peraturan rumah tangga, mekanisme organisasi, kepengurusan,
administrasi dan lain sebagainya.
3. Program pemupukan modal swadaya, dengan membangun sistem tabungan
dan kredit anggota serta menghubungkan kelompok swadaya tersebut dengan
lembaga-lembaga keuangan setempat untuk mendapatkan manfaat bagi
pemupukan modal lebih lanjut.
4. Program pengembangan usaha, baik produksi maupun pemasaran, dengan
berbagai kegiatan studi kelayakan, informasi pasar, organisasi produksi dan
pemasaran dan lain-lain.
5. Program penyediaan informasi tepat guna, sesuai dengan kebutuhan
kelompok swadaya dengan berbagai tingkat perkembangannya. Informasi ini
dapat berupa eksposure program, penerbitan buku-buku maupun majalah-
majalah yang dapat memberikan masukan-masukan yang mendorong inspirasi
ke arah inovasi usaha lebih lanjut.
10
Membawakan peran nyata dalam pembangunan pertanian dan pedesaan, dengan
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut diatas, keberadaan LSM yang banyak
itu akan berdampak positif seperti diuraikan dibawah ini:
a. Dampak dalam Aspek Sosial
Melalui proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya diharapkan
wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga mempunyai
kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi kebutuhan
hidup. Peningkatan pendidikan yang terjadi pada kelompok swadaya dapat melalui
dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Peningkatan pendidikan secara
langsung terjadi apabila kelompok swadaya mendapatkan penyuluhan, pelatihan,
konsultasi, dan sebagainya. Sedangkan, peningkatan pendidikan secara tidak
langsung terjadi sejalan dengan terintegrasinya orang-orang desa dalam suatu
kelompok swadaya. Melalui kelompok tersebut setiap anggota berinteraksi
menumbuhkan kesadaran akan posisi mereka. Penyadaran diri merupakan langkah
awal untuk memulai memikirkan alternatif-alternatif baru yang mungkin dapat
ditempuh dalam usaha memperbaiki tingkat kehidupan. Di samping itu, dengan
adanya kesadaran akan posisi yang dimilikinya menyebabkan kelompok swadaya
berani memperjuangkan hak-hak mereka dengan mengaktualkan potensi yang ada
pada mereka serta mengikis kelemahan-kelemahan yang ada.
Melalui aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantu pemecahan
permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat.
Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola pembinaan
11
bersama kelompok yang bersangkutan mampu mengidentifikasikan permasalahan
yang dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap masalah yang
dihadapi kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih tuntas. Di Samping
itu, berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan kelompok, sementara
para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan masukan untuk
meningkatkan kemampuannya dalam membina kelompok dan menghubungkannya
dengan berbagai pelayanan setempat, maka terjadilah proses transformasi sosial.
b. Dampak dalam Aspek Ekonomi
Dalam, bidang ekonomi, intervensi pembinaan akan mampu mendorong
masyarakat kecil untuk melakukan pemupukan modal. Selama ini faktor yang selalu
dikemukakan tentang penyebab tidak berhasilnya masyarakat miskin dalam
memperbaiki kehidupan adalah karena mereka tidak mampu untuk melakukan
pemupukan modal yang dapat dipergunakan sebagai pengembangan usaha. Dengan
sistem kelompok, maka modal yang kecil dari setiap warga dapat berkembang
menjadi besar, sehingga dapat dipergunakan sebagai modal usaha. Di samping itu,
dengan adanya modal yang terkumpul dapat mengundang partisipasi dana lebih besar
dari pihak ketiga. Saat ini terbuka kemungkinan Bank melayani kelompok-kelompok
swadaya yang berstatus non formal. Kemampuan permodalan kelompok yang
semakin bertambah memberikan peluang semakin besar untuk mengembangkan
usaha produktif.
Usaha produktif yang dilakukan kelompok menyebabkan terbukanya kesempatan
kerja atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas. Hal ini
12
berdasarkan kenyataan bahwa satu usaha produktif yang dilakukan, misalnya
peternakan atau industri kecil, tentu memerlukan usaha lain untuk menunjang
keberhasilan usaha produktif pokok. Usaha-usaha lain dari usaha pokok inilah yang
membuka kesempatan kerja baru (diversifikasi) dan peningkatan pendapatan warga
masyarakat.
c. Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan
Proses interaksi didalam kelompok dengan sesama anggota maupun dengan
berbagai sumber pelayanan dan pembinaan semakin meningkatkan wawasan
berbangsa dan bernegara. Adanya kelompok sebagai wadah mengaktualisasikan diri
warga masyarakat pedesaan menyebabkan mereka merasa terlibat dalam proses
pembangunan. Keterlibatan mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi
menjadi aktif karena telah turut berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang
memberikan andil dalam sistem perekonomian yang lebih luas.
Kesadaran untuk turut berperan serta dalam kegiatan kelompok tersebut
mempunyai dampak lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka untuk berpartisipasi
dalam program-program pembangunan yang ditawarkan pemerintah. Proses
pengembangan kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah menjembatani
kesenjangan sosial di tingkat lokal. Dengan menyempitnya kesenjangan sosial berarti
stabilitas sosial politik pun dapat terus berlanjut. Sementara itu, pengalaman lapangan
LSM yang merupakan hasil kaji tindak (participatory action research) dapat
merupakan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan dari pendekatan
pembangunan. (Bambang Ismawan)
13
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas mengenai pran serta LSM dan dampak yang di
timbulkan dari peranserta LSM itu maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana peran Walhi Sultra sebagai kekuatan pengimbang, institusi
perantara, dan pemberdayaan masyarakat dalam Peningkatan Pegetahuan
terhadap akses lingkungan hidup?
b. Factor-faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi peran
WALHI dalam mengaktualisasikan peran-peran tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti akan membatasi masalah penelitian
pada hal-hal berikut :
a. Untuk menganalisis seberapa besar peran Walhi Sultra sebagai kekuatan
pengimbang, institusi perantara, dan pemberdayaan masyarakat dalam
peningkatan pengetahuan terhadap lingkungan hidup.
b. Untuk mengetahui mengetahui faktor-fasktor pendukung dan penghambat
apa saja yang mempengaruhi peran WALHI dalam peningkatan pengetahuan
terhadap lingkungan hidup,
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut
14
a. Manfaat teoritis, yakni melalui penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan konsep-konsep teoritis berkaitan dengan kajian
pemberdayaan masyarakat dalam pengetahuan mengenai lingkuangan hidup.
b. Manfaat aplikasi, studi ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
WALHI khususnya dan gerakan Organisasi Non profit pada umumnya
tentang peran yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat
di daerah dampingannya.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR
Sehubungan dengan permasalahan yang diteliti, perlu kiranya untuk
menelaah konsep dan teori sebagai upaya untuk memperoleh definisi konseptual yang
sesuai, maka dalam penelitian ini perlu dilakukan tinjauan kepustakaan guna
memperoleh suatu kerangka pemikiran yang pada prinsipnya bertujuan: pertama,
untuk memperluas wawasan yang berkaitan dengan topik penelitian. Sesuai dengan
konteks penelitian ini, kerangka pemikiran yang dimaksud meliputi: Konsep civil
society, Konsep Pemberdayaan Masyarakat.
Kedua, hasil dari tinjauan pustaka dapat digunakan untuk menganalisis
temuan-temuan lapangan dari objek yang diteliti dengan menggunakan teori dan
konsep yang dikemukakan dibawah ini.
Kemudian pula pada bab ini penulis akan memaparkan sejarah rigkas berdirinya
WALHI di Sulawesi Tenggara, atau Keberadaan ED (eksekutif daerah) WALHI
Sultra secara garis besar dalam penanganan konflik SDA dan SDM di Sultra,
Kerangka Fikir.
CIVIL SOSIETY
Konsep civil society memiliki akar yang kuat dalam sejarah peradaban
masyarakat barat. Namun, dalam jangka waktu yang cukup lama, konsep tersebut
seolah terlupakan dalam diskursus ilmu social modern. Barulah muncul dan menguat
kembali ketika terjadi gelombang reformasi melanda Eropa Timur dan Tengah di
tahun-tahun pertengahan 80-an dan awal 90-an. Gelombang reformasi ini
16
menggunakan civil society sebagai dasar dan arah perjuangan. Selanjutnya, konsep ini
menjadi bahan perbincangan dan kajian di tingkat teoritik, dan menjadi rujukan
gerakan ditingkat praktisi, di banyak negara belahan dunia, termasuk Indonesia.
(Rahmat :11-12).
Konsep civil society merupakan konsep yang megandung banyak problema
interpretasi dalam perkembangan sejarahnya. Hal ini bukan saja karena teori
mengenai hal tersebut mengalami perkembangan dan perubahan, namun juga karena
konteks ini dimana teori-teori tersebut di kembangkan juga mengalami
perkembangan. Namun, agar menggunakan konsep tersebut dapat dikontekstualisasi,
maka paling tidak, ada kerangka teori yang di jadikan landasan, dan secara garis besar
dapat diklasifikasikan sebagai berikut. (Karni 1999: 21-31, Hikam: 1996, 123-141).
Pertama, civil society sebagai system kenegaraan muncul lebih awal bahkan orang
dapat melacak sampai ke zaman yunani. Aristoteles menyebutnya dengan koinonia
politike, yaitu sebuah kelompok asosiasi, atau komunitas politik dimana warga negara
atau anggotanya (citizen) terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.
Kedua civil society dimaknai sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal ini dilakukan oleh Adam Ferguson, seorang filosof skotlandia, sebagai antisipasi
terhadap perubahan social yang diakibatkan oleh revolusi industry dan munculnya
kapitalisme. Dimana keduanya ini mengakibatkan lunturnya tanggung jawab social
masyarakat dan menguatnya pemenuhan kepentingan pribadi, civil society diharapkan
dapat memelihara tanggungjawab social yang akan menghalangi munculnya
despotisme. Karena dalam civil society solidaritas social muncul didasari oleh
17
sentiment moral dan sikap saling menyayangi. civil society dipahami sebagai lawan
dari masyarakat primitive atau masyarakat bar-bar. (Gellner 1995, 68-90)
Ketiga civil society sebagai sebuah elemen ideology kelas dominan. Hegel, mulai
memisahkan civil society, atau disebutnya dengan buergerliche gesselschaft, dari
negara lembaga negara tersusun dari elemen-elemen keluarga, korporasi/asosiasi, dan
aparat administrasi/legal. Dalam susunan tersebut, civil society adalah lembaga social
yang berada diantara keluarga dan negara (administrasi/legal), yang dipergunakan
oleh warga sebagai ruang untuk mencapai pemuasan kepentingan individu dan
kelompok. Namun civil society masih belum mampu mengontrol dan mengatasi
konflik internalnya. civil society cenderung melumpuhkan dirinya sendiri (a self
crippling entity) karena itu civil society membutuhkan negara sebagai identitas
penjelmaan ide universal, untuk melindungi civil society lewat control hukum,
admiinistrasi, dan politik, dengan demikian, posisi negara berada diatas civil society.
(chandoke 2001 : 174).
Keempat civil society sebagai kekuatan pengimbang dari negara. Posisi civil
society tidak apriori sebagai subordinasi dari negara. civil society dalam dirinya
memiliki kekuatan politis yang dapat mengekang atau mengontrol kekuatan
intervensionis negara. civil society dimenggerti sebagai wilayah kehidupan social
yang terorganisasi dengan cirri-ciri kesukarelaan, keswasembadaan, keswadayaan,
dan kemandirian berhadapan dengan negara. Ini justru merupakan sumber legitimasi
keberadaan negara kendatipun tidak sepenuhnya mengontrol yang terakhir. Sebab
18
bagaimanapun juga negara memiliki kapasitas berbeda dengan dan lebih bersifat
inklusif. (Alexis de tocqueville dalam Hikam 1999 : 130).
Civil society sebagai asyarakat madani yang dieksplorasinya dari pengalaman
masyarakat madinah di masa Nabi Muhammad SAW. civil society adalah suatu
masyarakat yang dipenuhi nilai-nilai keadaban (civility) dengan cirri-ciri;
egalitarisme penghargaan terhadapp orang berdasarkan prestasi, keterbukaan
partisipasi seluruh anggota masyarakat secara aktif, kepatuhan terhadap norma dan
hokum, toleransi, pluralism, musyawarah dan penegakan hokum dan keadilan.
(Noercholish Madjid: 1996, 51-55).
civil society menghargai kebebasan individu namun menolak anarki;
memperjuangkan kebebasan berekspresi, tetapi juga menuntut tanggung jawab etik;
menolak intevensi negara, tetapi memerlukan negara sebagai pelindung penengah
konflik, baik internal maupun eksternal. Negara memang tidak mesti dilihat langsung
sebagai lawan, karena negara juga memiliki elemen yang siknifikan bagi
pertumbuhan civil society, seperti pranata hukum. (Karni 1999: 36).
Dari paparan diatas terlihat paling tidak ada dua pengertian civil society yaitu:
civil society sebagai institusi atau kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir
secara swadaya, sukarela, dan mandiri. Yang kedua dalam pengertian sebagai tatanan
nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang meliputi; keterkaitan dan kepatuhan terhadap
norma dan hokum, toleransi dan penghargaan terhadap pluralism, solidaritas dan
egalitarisme, kebebasan, partisipasi serta kemandirian.
19
Dalam analisa civil society ada dua versi yaitu civil society dalam pengertian civil
society yang menekankan kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai keadaban
(civility) bagi kelompok-kelompok maupun dalam kehidupan warga negara atau
mesyarakat secara umum. Pengertian ini selanjutnya di sebut civil society I (CS I).
sedangkan yang kedua dalam pengertian sebagai suatu ruang bagi tindakan yang
independen dari negara dan yang mampu melakukan perlawanan terhadap rezim yang
tirani. Yang kedua ini selanjutnya disebut civil society II (CS II). (foley dan Edwards
1996).
A. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Pengertian Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan pada hakikatnya dapat dipandang sebagai upaya
untuk mewujudkan keberdayaan, yaitu kemampuan dan kemandirian. Menurut
Kartasasmita (1996:2) keberdayaan merupakan unsur-unsur yang memungkinkan
suatu masyarakat bertahan (survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan
diri dan mencapai kemajuan. Unsur-unsur yang menjadi sumber keberdayaan
masyarakat dimaksud adalah nilai kesehatan, pendidikan, prakarsa, kekeluargaan,
kegotongroyongan, kejuangan dan sebagainya.
Disini MacArdle (1989) seperti yang dikutip Hikmat (2001:6) mengatakan
pemberdayaan adalah upaya untuk menciptakan dan meningkatkan partisipasi aktif
masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Senada dengan pendapat
diatas Ife (1995:182) mengemukakan :
20
“Empowerment means providing people which it was resource,
opportunities, knowledge and skill to increase their capacity to determine
their own future and to participate in and effect the life of their community”.
(Pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat sumber daya,
kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri
masyarakat itu dalam menentukan masa depan mereka, serta untuk
berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat
itu sendiri).
Pemberdayaan menurut pengertian diatas menunjukkan upaya dari suatu
pihak dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dan memperkuat kemampuan
masyarakat lapisan bawah yang masih berada dalam kondisi tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, keterbelakangan dan membutuhkan
pertolongan agar lebih berdaya dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi dan
demokratisasi.
Shardlow (1998:32) berpandangan bahwa pemberdayaan adalah sebagai
berikut :
“empowerment is centrally about people taking control of their own lives
and having the power to shape their own future”.
(pemberdayaan pada intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
21
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka).
Selanjutnya Payne (1997) dikutip Adi (2003:54) mengatakan :
“ to help clients gain power of decision and action over their own lives by
reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power,
by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring
power from the environment to clients “
(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri
mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan
dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain
melalui transfer daya dari lingkungan).
Yang dimaksud dengan klien disini adalah individu, keluarga, kelompok
dan komunitas, sehingga dengan pemberdayaan sebagai proses diharapkan mereka
mampu mengontrol kehidupannya dan menentukan masa depan yang mereka
inginkan.
Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, yang menjadi dasar pandangan
adalah upaya yang dilakukan haruslah diarahkan langsung pada akar
permasalahannya yaitu meningkatkan kemampuan dari bagian masyarakat yang
22
tertinggal. Untuk lebih memahami definisi pemberdayaan tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 1
Definisi Pemberdayaan
No. Nama Ahli Definisi Pemberdayan
1. MacArdle
(1989) dikutip
Hikmat
(2001:6)
“Pemberdayaan adalah upaya untuk menciptakan dan
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap
proses pengambilan keputusan.”
2. Ife (1995:182) “empowerment means providing people which it was
resource, opportunities, knowledge and skill to increase their
capacity to determine their own future and to participate in
and effect the life of their community”.
(Pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat
sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk
meningkatkan kapasitas diri masyarakat itu dalam
menentukan masa depan mereka, serta untuk berpartisipasi
dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat
itu sendiri).
23
3. Sardlow
(1998:32)
“empowerment is centrally about people taking control of
their own lives and having the power to shape their own
future”
(pemberdayaan pada intinya adalah bagaimana individu,
kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan
mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka).
4. Payne (1997)
dikutip Adi
(2003:54)
“ to help clients gain power of decision and action over their
own lives by reducing the effect of social or personal blocks
to exercising existing power, by increasing capacity and self
confidence to use power and by transferring power from the
environment to clients “
(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan
yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek
hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal
ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara
lain melalui transfer daya dari lingkungan)”.
Sumber : Literatur.
24
Dari beberapa pandangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat yang mengarah kepada usaha merubah individu dan komunitas dari
kondisi yang serba terbatas dan tidak berdaya menjadi lebih mampu dan berdaya
untuk mengatasi segala keterbatasan serta dapat mengembangkan dirinya sehingga
mampu mengambil langkah dan berperan serta/berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
pembangunan.
2. Prinsip Pemberdayaan
Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan masyarakat yang akan
diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai
secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memliki beberapa
tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan
mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan
(empowering) masyarakat dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita,
1996:249).
Untuk itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang didalamnya
terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Dalam perencanaan
pembangunan seperti ini, terdapat dua pihak yang memiliki hubungan yang sangat
erat yaitu pertama, pihak yang memberdayakan (Community Worker) dan kedua,
pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak harus saling mendukung
25
sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan
objek, tapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).
3. Bentuk Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan kekuatan,
kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif sesuai
dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Disamping itu secara bertahap
masyarakat juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengambil
peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses penyadaran.
Menurut Prijono (1996:208-209), pemberdayaan terdiri dari pemberdayaan
pendidikan, ekonomi, sosial budaya, psikologi dan politik. Pemberdayaan pendidikan
merupakan faktor kunci yang ditunjang dan dilengkapi oleh pemberdayaan yang lain,
yaitu :
a. Pemberdayaan pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena pendidikan dapat meningkatkan pendapatan,
kesehatan, produktivitas. Seringkali masyarakat berpendidikan rendah
yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, karean dalam
pendidikan itu sendiri membutuhkan biaya yang cukup banyak.
b. Pemberdayaan ekonomi. Akses dan penghasilan atas pendapatan bagi
setiap orang merupakan hal yang penting karena menyangkut
otonominya (kemandirian). Sehingga dengan faktor ekonomi tersebut
26
memungkinkan manusia untuk mengontrol dan mengendalikan
kehidupannya sesuai dengan yang mereka inginkan.
c. Pemberdayaan sosial budaya. Dalam kehidupan masyarakat hendaknya
tidak ada pembedaan-pembedaan peran dan tanggung jawab dalam
kehidupan bermasyarakat. Setiap manusia hendaknya memiliki peran
dan tanggung jawab yang sama sehingga dapat berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat secara bersama-sama.
d. Pemberdayaan psikologi. Pemberdayaan sebagai perubahan dalam cara
berfikir manusia. Pemberdayaan tidak bermaksud membekali manusia
dengan kekuasaan dan kekayaan, tetapi membuat mereka sadar terhadap
dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidup ini. Interaksi antar
masyarakat didasarkan atas pengambilan keputusan bersama, tanpa ada
yang memrintahakan dan diperintah, tidak ada yang merasa menang atau
dikalahkan. Pemberdayaan didasarkan atas kerja sama, untuk mencapai
dengan hubungan timbal balik yang saling memberdayakan.
e. Pemberdayaan politik. Dalam pemberdayaan politik pada intinya adalah
bagaimana setiap orang dapat memiliki peluang dan partisipasi yangs
sama dalam kegiatan-kegiatan politik. Seperti kesempatan bersama
dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan, keterlibatan
lembaga-lembaga politik, kesempatan untuk memberikan pendapat dan
menyampaikan hak suara dan lain sebagainya.
27
Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan yang menurut Midgley dalam Adi
(2003:49-50) diidentikkan dengan pembangunan sosial yang dapat dilakukan oleh
individu, masyarakat/atau komunitas maupun oleh pemerintah, yaitu :
a. Pembangunan sosial melalui individu (Social Development By
Individual), dimana individu-individu dalam masyarakat secara swadaya
membentuk usaha pelayanan masyarakat pada pendekatan individual
ataupun perusahaan (individuals or enterprise approach).
b. Pembangunan sosial melalui komunitas (Social Development By
Communities), dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama
berupaya mengembangkan komitas lokalnya. Pendekatan ini lebih
dikenal dengan nama pendekatan komunitarian (communitarian
approach).
c. Pembangunan sosial melalui pemerintah (Social Development By
Goverments), dimana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-
lembaga didalam organisasi pemerintah (governmental agencies).
Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan statis (statist
approach).
Dari beberapa pendapat diatas jelas dikatakan bahwa dalam melakukan
langkah perencanaan pemberdayaan, harus meliputi bidang politik, hukum dan
ekonomi sehingga masyarakat dapat berperan didalam pembangunan dengan aturan
yang jelas demi peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Namun agar
28
pemberdayaan dapat berjalan dengan baik, maka pemberdayaan dibidang pendidikan
merupakan faktor kunci dari pemberdayaan masyarakat.
4. Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari
keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai
kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu
mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran,
sebagaimana Ife (1995:64), mengemukakan sebagai berikut:
“Empowerment through educationan and consciousness raising emphasizes
the importance of an educative process (broadly understood) in equipping
people to increase their power. This incorporates notion of consciousness
raising : helping people to understand the society and the structures of
oppression, giving people the vocabulary and the skill to work towards
effective change, and so on.”
(Pemberdayaan melalui peningkatan pendidikan dan kesadaran menekankan
pada pentingnya proses pendidikan (pengertian secara luas) untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat. Kerja sama ini menekankan pada
kesadaran meningkatkan: membantu masyarakat untuk memahami
masyarakat dan strukturnya, memberikan masyarakat wawasan dan
keterampilan untuk bekerja menghadapi perubahan secara efektif, dan
seterusnya).
29
Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya Adi (2001:32-33)
mengatakan perlu adanya intervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi
yakni internesi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan
organisasi sedangkan intervensi mikro adalah suatu intervensi yang dilakukan pada
level individu, keluarga dan kelompok.
Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001:160) menyatakan ada 2 (dua)
pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang
baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktif dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi
mereka.
Menurut Hogan (2000:20) seperti yang dikutip Adi (2001:212), tahapan-
tahapan yang menggambarkan proses pemberdayaan yang berkelanjutan sebagai
suatu siklus, yaitu :
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan.
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidak
berdayaan.
3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek.
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna.
5. Mengembangkan rencana aksi dan mengimplementasikannya.
30
Terkait dengan hal tersebut, Lapera (2001:57-59) mengungkapkan langkah
perencanaan pemberdayaan ini dapat dilakukan dalam bidang:
1. Di bidang politik, pada bidang ini adalah mengerakkan perubahan
sedemikian rupa, sehingga dipenuhi syarat minimal bagi sebuah kondisi
baru yaitu menyangkut kepastian akan hak-hak dasar rakyat untuk ambil
bagian dalam proses politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Inti dari
usaha pemberdayaan di bidang politik ini adalah menghilangkan seluruh
hambatan yang selama ini menutup peluang bagi masyarakat untuk bisa
ambil bagian secara konstruktif dalam proses pembangunan dan
pengambilan keputusan.
2. Di bidang hukum, di bidang ini diperlukan suatu kondisi minimal yang
berkembang memperkuat identitas masyarakat (komunitas), termasuk
identitas lokal yang antara lain dapat mengacu pada nilai-nilai dan
norma hukum adat setempat. Penguatan institusi lokal sudah tentu tidak
dilakukan dengan mata tertutup, melainkan dengan pikiran kritis,
sehingga jelas mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus
ditinggalkan.
3. Di bidang ekonomi, program di lapangan ekonomi diawali dengan
langkah redistribusi sumber-sumber ekonomi. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi syarat dasar bagi pemenuhan konsumsi dan tingkat produksi
tertentu di kalangan masyarakat.
31
Sesuai uraian diatas, dapat dikatakan proses pemberdayaan sebaiknya
mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara
berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik secara
individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan
kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
B. Keberadaan ED (eksekutif daerah) WALHI Sultra secara garis besar dalam
penanganan konflik SDA dan SDM di Sultra.
Walhi Sultra adalah bagian dari organisasi yang concern dengan perjuangan
lingkungan hidup nasional yang tergabung dalam forum Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI). Eksistensi Walhi di Sulawesi Tenggara di mulai sejak awal
tahun 1990-an namun keanggotaannya masih bersifat personal yang aktif mengikuti
rangkaian kegiatan Eksekutif Nasional Walhi.
Pada pertengahan tahun 1996 dimulai babak baru Walhi Sulawesi Tenggara
dengan ditetapkannya Eksekutif Walhi Sulawesi Tenggara di bawah kepemimpinan
Haris Palisuri sebagai Direktur Eksekutif Daerah dan menempatkan Arsyad Abdullah
sebagai Dewan Nasional Walhi perwakilan Sulawesi Tenggara. Sejak saat itulah
eksistensi Walhi Sulawesi Tenggara semakin nampak dan memengaruhi kebijakan
pengelolaan sumber daya alam di sulawesi tenggara.
Concern walhi sultra di bidang advokasi diawali dengan melakukan
pendampingan terhadap masyarakat lambuya selatan yang berkonflik dengan PT.
Sumber Madu Bukari atas dukungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan
32
Pemerintah Kabupaten Kendari (sekarang Konawe) untuk pembangunan perkebunan
tebu dan pabrik gula di Kecamatan Lambuya Selatan namun mengorbankan lahan
masyarakat dengan biaya ganti rugi 50 rupiah/m3. sikap arogansi yang konspiratif
(pengusaha-penguasa) tersebut otomatis mendapat perlawanan dari masyarakat
lambuya selatan yang kemudian mendapat dukungan dari Walhi Sultra.
Dukungan yang diberikan oleh Walhi Sultra adalah pengorganisasian,
peningkatan kapasitas, kampanye lokal-nasional, back up lawyer dan resolusi konflik.
Hingga saat ini masyarakat lambuya selatan dapat mempertahankan haknya melalui
perjuangan yang panjang bahkan melalui intimidasi, pemenjaraan dan faith accompli.
Sejak saat itu, Walhi Sultra mejadi kekuatan kritis yang bekerja bersama
masyarakat tertindas untuk meningkatkan resistensi atas kebijakan pembangunanisme
yang tidak populer demi mengejar peningkatan pendapata asli daerah (PAD). Walhi
Sultra juga mengedepankan partisipasi masyarakat dalam perjuangan lingkungan
hidup dengan memperluas organisasi rakyat dan organisasi masyarakat adat sebagai
organisasi yang resisten terhadap kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak
memihak pada kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.
Untuk mempertahankan eksistensinya, Walhi Sultra memegang prinsip dan 10
nilai Walhi yakni (1) Demokrasi, (2) Keadilan Antar Generasi, (3) Keadilan Gender,
(4) Penghormatan Terhadap Makhluk Hidup, (5) Persamaan Hak Masyarakat Adat,
(6) Solidaritas Sosial, (7) Anti Kekerasan, (8) Keterbukaan, (9) Keswadayaan, (10)
Profesionalisme.
33
Untuk mewujudkan visi walhi maka kebersamaan walhi dengan komunitas selain
mengutamakan partisipasi juga memboboti setiap diskusi, pelatihan maupun
pertemuan formal-informal lainnya dengan perspektif politik baik ekologi politik
maupun ekonomi politik sebagai penyebab utama penindasan yang dilakukan oleh
trio penguasa, pengusaha dan kreditur internasional. Walhi Sultra meyakini bahwa
kesadaran masyarakat meliputi 4 (empat) hal utama yakni Ideologi, Politik,
Organisasi dan Movement. Kesadaran tersebut harus terintegrasi dalam diri setiap
kader Walhi Sultra sebagai modal kuat menghadapi penetrasi kapitalisme yang
semakin kuat mencengkramkan modal bagi penghancuran ekologi dan ekonomi
secara global. Perlawanan bagi perusak lingkungan tidak akan menjacapai
kemenangan sejati tanpa mengintegrasikan 4 (empat) kesadaran tersebut.
Saat ini Walhi Sultra didukung oleh 15 (lima belas) lembaga anggota yang
bekerja di 8 (delapan) kabupaten dan 2 (dua) Kota se- Sulawesi Tenggara. Selain itu,
Walhi Sultra didukung oleh jaringan lokal, nasional dan internasional untuk
mendesakkan perubahan tata kelola bumi beserta isinya yang meng-arus-utamakan
kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.
a. Visi
Walhi Sultra berusaha mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik
yang adil dan demokratis yang menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber
kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.
b. Misi Dan Nilai-Nilai Dasar
34
� Walhi adalah jaringan pembela lingkungan hidup yang independen untuk
mewujudkan tatanan masyarakat dan tatanan lingkungan hidup yang adil serta
demokratis.
� Walhi percaya hal lingkungan hidup yang sehat yang layak adalah hak asasi
manusia.
� WALHI menjujung tinggi keadilan gender, hak-hak masyarakat marjinal dan
hak-hak mahluk hidup.
� WALHI percaya gerakan lingkungan hidup terus berkembang menjadi
gerakan sosial yang mengutamakan solidaritas, aksi-aksi konfrontatif yang
kreatif dan tanpa kekerasan.
� WALHI percaya organisasi yang demokratis, terbuka, bertanggungjawab dan
profesional akan mampu melindungi hak-hak masyarakat dan keberlanjutan
lingkungan hidup.
c. Pengambilan Keputusan
Forum pengambilan keputusan tertinggi WALHI SULTRA adalah dalam
pertemuan anggota setiap tiga tahun yang disebut Pertemuan Daerah Lingkungan
Hidup (PDLH). Forum ini menerima dan mensahkan pertanggungan jawab Eksekutif
Daerah, Dewan Daerah serta Majelis Etik Daerah; merumuskan strategi dan
kebijakan dasar Organisasi; dan Memilih Fungsionaris Organisasi Selama 1 (satu
Priode) atau 3 (tahun) kepengurusan.
35
Setiap tahun diselenggarakan pula Konsultasi Daerah Lengkungan Hidup
(KDLH) sebagai forum konsultasi antar komponen WALHI SULTRA dan evaluasi
program setiap tahun.
Setiap 3 (tiga) bulan dilaksanakan rapat kordinasi Eksekutif Daerah dan
Dewan Daerah untuk melakukan evaluasi program dan pembahasan kemungkinan
program baru berdasarkan hasil evaluasi.
d. Isu Strategis
1. Walhi Mandiri
2. Tata Pemerintahan yang Baik dan Bersih
3. Membangun Perlawanan Rakyat Melawan Neo-Imperialisme
e. Program
1. Pengorganisasian Rakyat
1.1. Pendidikan Kader
Pendidikan kader rakyat langkah awal perluasan organisasi rakyat dengan
menggunakan siklus Didik-Organisir-Mobilisir. Keberadaan organisasi rakyat
tersebut sebagai wadah massa kritis yang telah dididik melalui jenjang pendidikan
kader walhi yang dipersiapkan menjadi pemimpin politik diwilayah masing-masing
sekaligus meningkatkan massa kritis baik secara kuantitas maupun kualitas yang
menjadi akan memperkuat resistensi terhadap kebijakan negara yang tidak
menyeimbangkan kepentingan pembangunan dengan kepentingan keberlanjutan
sumberdaya alam dan keadilan antar generasi. Memajukan kesadaran kritis menjadi
kesadaran politik merupakan hasil dari refleksi atas pendidikan rakyat yang dilakukan
36
Walhi Sultra selama ini yang telah gagal mereduksi kebijakan-kebijakan yang
berkontribusi terhadap perusakan lingkungan hidup sehingga resistensi rakyat masih
bersifat parsial, kasuistik dan temporal. Dengan meningkatnya kesadaran kritis rakyat
diyakini akan membawa perubahan yang signifikan dalam pengelolaan negara karena
akan sarat dengan kontrol rakyat secara langsung maupun tidak langsung.
1.2. Pembangunan Organisasi Rakyat
Rakyat terdidik kemudian didorong untuk membangun organisasi mandiri
yang dapat menjadi wadah efektif bagi perjuangan lingkungan hidup yang
bersinggungan dengan kebijakan negara. Olehnya organisasi yang terbentuk bukanlah
organisasi apolitis yang hanya berurusan dengan kerja bakti, reboisasi dan aktivitas
insidentil lainnya. Keberadaan organisasi rakyat yang dimaksud akan secara langsung
berhadapan dengan kebijakan pemerintah yang berpotensi melakukan pengrusakan
lingkungan hidup dan pengabaian hak azasi rakyat baik hak sipil dan politik maupun
hak ekonomi, sosial, budaya.
1.3. Mobilisasi Aksi Penentangan Kebijakan Yang Tidak Populer
Massa sadar yang terorganisir akan melakukan perjuangan lingkungan hidup
dengan berbagai cara untuk melawan kebijakan negara yang berpotensi atau nyata-
nyata melakukan eksploitasi dan pengrusakan lingkungan hidup. Mobilisasi aksi
dilakukan dapat berupa petisi, dialog dengan pengambila kebijakan, boikot produk,
demonstrasi dan mogok massal. Hal ini dilakukan untuk mendesakkan perubahan
kebijakan yang didekasikan bagi lingkungan hidup yang sehat, keberlanjutan
kehidupan dan keadilan antar generasi. Mobilisasi massa kritis juga diperuntukkan
37
bagi perubahan komposisi pengambil kebijakan yang dimungkinkan melalui
pemilihan umum baik ditingkat Parlemen, Presiden dan Wakil, serta Kepala daerah
hingga ke tingkat pedesaan.
2. Kampanye
1.1. Seminar
Diseminasi posisi Walhi Sultra atau hasil studi dan investigasi tentang
kerusakan lingkungan diwilayah tertentu penting dilakukan oleh Walhi Sultra yang
melibatkan berbagai pihak. Seminar merupakan salah satu wadah yang dianggap
efektif untuk melakukan desiminasi yang sekaligus memberi ruang bagi berbagai
pihak memberikan masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan hasil.
1.2. Siaran Pers
Untuk memperluas dukungan publik terhadap penanganan masalah secara
lingkungan yang sedang di advokasi walhi maka siaran pers merupakan alat yang
efektif karena akan secara langsung memberikan informasi kepada pembaca.
1.3. Distribusi Film
Pembuatan film dokumenter semakin penting menjadi alat kampanye karena
alat pemutar film tidak asing lagi bagi masyarakat bahkan sampai ke pelosok
pedesaan. Selain melakukan pemutaran film secara langsung ke berbagai wilayah
komunitas, pembuatan film juga akan didistribusikan ke elemen organisasi/lembaga
lainnya untuk dilakukan pemutaran di wilayah dampingan masing-masing serta dapat
mengambil manfaat dari pemutaran film tersebut untuk replikasi metode penanganan
masalah.
38
1.4. Distribusi Buletin
Buletin merupakan alat kampanye lain yang selama ini bermanfaat bagi
pendidikan massa kritis karena dapat mendistribusikan informasi secara reguler ke
komunitas dampingan walhi. Dengan demikian hubungan dengan masyarakat
dampingan tetap terjalin dan dapat membantu kader rakyat untuk mengetahui
perkembangan informasi secara nasional maupun internasional.
3. Litigasi
1.1. Legal Standing
Sebagai upaya untuk meningkatkan efek jera bagi pelaku perusak lingkungan
dengan menggunakan perangkat hukum formal yang diakui oleh negara. Walaupun
pendekatan ini seringkali mendapatkan hambatan karena penegakan hukum yang
masih belum berjalan namun membuat banyak perusahaan perusak lingkungan
menjadi berhati-hati dalam mengoperasionalkan usahanya yang dapat menimbulkan
dampak kerusakan lingkungan.
1.2. Legal Drafting
Sebagai upaya untuk mendesakkan perubahan kebijakan di berbagai sektor yang
berkontribusi langsung bagi dampak lingkungan atau kebijakan yang memberikan
akses yang besar bagi ekspansi perusahaan yang bersifat eksploitatif, merusak
lingkungan serta memiskinkan rakyat.
4. Studi Geopolitik
Agar dapat menjabarkan peta permasalahan lingkungan sebagai dampak dari
kebijakan negara yang tidak berpihak maka menjadi penting untuk melakukan studi
39
yang memetakan tingkat kerusakan lingkungan sebagai dampak langsung dari
kebijakan yang mengejar pertumbuhan pendapatan daerah melalui eksploitasi
sumberdaya alam secara berlebihan. Pemetaan tersebut juga disertai dengan data
tentang situasi politik daerah serta kecenderungan pilihan politik masyarakat yang
berdampak pada komposisi parlemen dan pejabat kepala daerah sebagai pintu masuk
bagi ekspansi modal. Dengan mengetahui peta geopolitik akan memberikan
pemahaman yang baik dan membantu mengarahkan tujuan advokasi secara tepat dan
efektif.
5. Resolusi Konflik
Kebijakan negara yang tidak berpihak kepada masyarakat telah banyak
menimbulkan konflik yang memperhadapkan masyarakat vs penguasa-penguasa
secara vis-a-vis. Kecenderungan ini selalu menempatkan masyarakat sebagai pihak
yang terkalahkan karena tidak didukung oleh sumberdaya yang memadai sebaliknya
penguasa dapat menggunakan seluruh perangkat kenegaraan untuk melumpuhkan
perlawanan rakyat baik aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan Hakim), paramiliter
bahkan kekuatan militer. Olehnya dibutuhkan kemampuan resolusi konflik agar dapat
melakukan penanganan konflik secara damai, dialogis dan konstruktif untuk
diperkenalkan kepada pemerintah daerah.
f. Jaringan
WALHI SULTRA adalah bagian dari WALHI yang telah memiliki eksekutif
daerah di 25 Provinsi. Selain itu, WALHI adalah anggota dari Friends Of The Earth
40
yang aktif melakukan berbagai agenda pembelaan lingkungan bertaraf lokal, nasional,
regional dan internasional.
Dari pendahuluan di atas mengenai lembaga swadaya masybarakat secara
garis besar, dampak yang di timbulkan oleh LSM tersebut mulai dari dampak sosial,
dampak ekonomi, dan dampak aspek kemasyarakatan. Serta profil LSM WALHI
dalam peranserta penanganan konflik yang terjadi di Indonesia dan sultra pada
khususnya, maka penulis tertarik meneliti “Analisis Peranserta Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Walhi Dalam Peningkatan Pengetahuan Dan Kesadaran Terhadap
Lingkungan Hidup Masyarakt Di Kabupaten Konawe Utara”.
C. Kerangka Fikir
Peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam peningkatan penegtahuan
terhadap masyarakat serta kesadaran terhadap lingkungan hidup memang sangat
diperlukan, Melalui proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya
diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga
mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi
kebutuhan hidup. Melalui aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantu
pemecahan permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok
masyarakat. Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola
pembinaan bersama kelompok yang bersangkutan mampu mengidentifikasikan
permasalahan yang dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap
masalah yang dihadapi kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih
41
tuntas. Di Samping itu, berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan
kelompok, sementara para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan
masukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membina kelompok dan
menghubungkannya dengan berbagai pelayanan setempat, maka terjadilah proses
transformasi sosial.
Dengan adanya LSM dalam membantu penigkatan pengetahuan keterlibatan
mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi menjadi aktif karena telah turut
berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang memberikan andil dalam sistem
perekonomian yang lebih luas. Kesadaran untuk turut berperan serta dalam kegiatan
kelompok tersebut mempunyai dampak lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka
untuk berpartisipasi dalam program-program pembangunan yang ditawarkan
pemerintah. Proses pengembangan kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah
menjembatani kesenjangan sosial di tingkat lokal. Dengan menyempitnya
kesenjangan sosial berarti stabilitas sosial politik pun dapat terus berlanjut. Untuk itu,
pengalaman lapangan LSM yang merupakan hasil kaji tindak (participatory action
research) dapat merupakan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan dari
pendekatan pembangunan.
42
BAB III
METODE PEMELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan kualitatif, karena pada hakikatnya pendekatan ini dipandang relevan digunakan untuk mengamati gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat, khususnya mengenai peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup yang di lakukan oleh LSM WALHI. Kirk dan Miller dalam Moleong (2000:3) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
Selanjutnya dalam pendekatan kualitatif ini, peneliti langsung ke lokasi penelitian yakni untuk melakukan pengamatan guna memperoleh informasi mendalam mengenai peran WALHI sebagai kekuatan pengimbang, dalam peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Hidup. termasuk factor pendukung dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam mengaktualisaikan peran-peran tersebut. Hal ini berdasarkan tujuan penelitian kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000:3).
Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan perumusan masalah, dimana masalah penelitian dijadikan sebagai acuan dalam menentukan fokus penelitian. Disamping itu yang menjadi penekanan dalam pendekatan ini adalah unsur manusia sebagai instrumen penelitian. Hal tersebut sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang lentur dan mengikuti pola pemikiran manusia, sehingga mampu secara tanggap merespon kondisi dan kenyataan di lapangan selama pelaksanaan penelitian. Dengan demikian dalam penelitian ini segalanya ditentukan dari hasil akhir pengumpulan data yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya di lapangan.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analistis yaitu berusaha untuk mendapatkan gambaran secara mendalam, sistematis, factual dan akurat tentang fakta-fakta serta hubungan antara fenomena social yang diselidiki, (Nazir. M: 1999:63).
Berkaitan dengan metode penelitian deskriptif, Neuman (1997:19-20) menyatakan bahwa :
Descriptive research presents a picture of the specific details a situation, social setting, or relationship. Much of social research found in scholarly journals or used for making policy decisions is descriptive.
(Penelitian deskriptif menyajikan suatu gambaran dari suatu keadaan, latar belakang sosial ataupun hubungan antar sesuatu secara terperinci. Penelitian sosial yang banyak ditemukan pada jurnal-jurnal pendidikan atau digunakan untuk menyusun suatu kebijakan menggunakan metode deskriptif).
Sementara itu Nawawi dan Martini (1992:211) menegaskan bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif yaitu data yang dikumpulkan bersifat deskriptif dimana data yang ditampilkan umumnya berbentuk uraian dan kalimat-kalimat yang merupakan gambaran faktual dan akurat, serta hubungan antar masalah yang diteliti. Dengan demikian peneliti membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai pengembangan masyarakat sebagai proses dalam pemberdayaan masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan Program Gema Assalam di Mukim Meuraxa termasuk kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya mengatasinya.
C. Lokasi Penelitian
Dipilihnya WALHI sebagai lokasi penelitian di karenakan peneliti menilai selain walhi adalah organisasi yang sangat besar dan daerah dampingannya tersebar hampir di seluruh pelosok Indonesia, selain itu walhi Sultra banyak mengambil peran dalam pemberdayaan masyarkat dalam hal ini peningkatan pengetahuan dan kesadaran terhadap lingkungan hidup, dan selain untuk menghemat waktu dan pengeluaran biaya yang begitu besar peneliti mengambil inisiatif untuk melakukan penelitian ini di kantor WALHI Kendari yang berlokasi di jalan Bunga Tanjung No. 76.
D. Teknik Pengumpulan Data
43
Data merupakan bagian terpenting dalam penelitian mengingat hakekat
dari penelitian merupakan pencarian data untuk diinterpretasikan dan dianalisis. Data
dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu data primer dan data sekunder.
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2. Data Primer
Diperoleh melalui Wawancara Mendalam (indepth-interview) secara semi
terstruktur dan observasi (pengamatan langsung). Wawancara mendalam
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka
secara langsung kepada informan, dan diharapkan mendapat penjelasan
mengenai pendapat, sikap dan keyakinan informan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan masalah penelitian ini. Sementara itu observasi
dilakukan untuk dapat melihat secara langsung berdasarkan pengalaman
sehingga tidak terjadi keraguan dalam mempercayai data dan mengecek
kepercayaan data yang ada di lapangan.
3. Data sekunder,
Diperoleh melalui Studi Kepustakaan (library research) dengan cara
membaca berbagai literatur seperti buku, jurnal, internet dan sumber bacaan
lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian.
E. Teknik Analisis Data
44
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka peneliti
dalam menganalisa data mempergunakan model interaktif sebagaimana dikemukakan
oleh Miles dan Huberman (1992:15-21) yang meliputi kegiatan reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Mengenai ketiga kegiatan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan tertulis lapangan. Dengan perkataan lain, reduksi data merupakan suatu
bentuk analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi secara sederhana dan dapat dijelaskan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan alur penting dari kegiatan analisis. Peneliti dalam hal
ini membatasi suatu penyajian sebagai kumpulan informasi yang tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan.
F. Penarikan Kesimpulan
Dalam pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data
sampai penyusunan kesimpulan. Artinya berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan maka peneliti selanjutnya menyusun pemahaman arti dari segala peristiwa
melalui reduksi data, diikuti penyusunan data dalam bentuk deskripsi secara
sistematis. Reduksi data dan sajian data disusun pada waktu peneliti mendapatkan
45
unit data yang diperlukan dalam penelitian. Setelah pengumpulan data berakhir,
peneliti berusaha menarik kesimpulan berdasarkan verifikasi data lapangan tersebut.
Alur kegiatan analisis data ini selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2
Analisis Data Model Interaktif
Sumber : Miles dan Huberman (1992:20).
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan
Penyajian Data
Reduksi Data
46
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas”. Edisi Revisi 2003. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Asori S, Karni, 1999, Civil Society Dan Umat, Sintesa Diskursi Rumah Demokrasi, Logos, Jakarta
Ernes Gellner, 1995, Membangun Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan, Mizan, Bandung.
Hikmat, Harry. 2001. “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”. Bandung : Humaniora Utama Press.
Ife, Jim. 1995. “Community Development, Creating Community Alternatives-visions,
Analisys and practice”. Australia : Longman Pty Ltd.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. “Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat”. Jakarta : Bappenas.
Lapera. 2001. “Politik Pemberdayaan”. Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama.
Madjid, Noercholish, 1996, Menuju Masyarakat Madani, Dalam Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu Dan Kebudayaan, no.2/vii/1996.
47
Micahel W. foley dan Bob Edwards, 1996, the paradox of civil society, journal of democracy, 7.3, dalam http://muse.jhu.edu/demo/journal_of_democracy/7.3foley.html
Miles, Mathew B. 1992. Analisa Data Kualitatif, Jakarta :Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lexy, J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Muhammad AS Hikam, 1999, Demokrasi Dan Civil Society, LP3ES, Jakarta.
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada Unversity Press.
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Neera Chandoke, 2001, Benturan Masyarakat Sipil, Istawa, Yogyakarta.
Neuman, Lawrence. 1997. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. 3rd Edition, Boston : Allyn and Bacon
Noercholish Madjid, 1996, Menuju Masyarakat Madani, Dalam Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu Dan Kebudayaan, No.2/VII/1996.
Prijono, Onny S dan A.M.W. Pranarka (penyunting). 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan, dan Implementasi, Jakarta : Centre For Strategic and International Studies (CSIS).
PKPM-BAPENAS-JICA, 2004, Manajemen pemberdayaan masyarakat (community
empowerment management), Jakarta, secretariat pkpm
48
Shardlow, Steven. 1998. ”Values, Ethics and Social Work dalam Adam, Robert., Lena Dominelli dan Malcolm Payne (eds). Social Work : Themes, Issues and Critical Debates”. London : MacMillan Press Ltd.
Artikel : UU No.22/99 dan UU no 25/99
Hartono : PROFIL WALHI SULAWESI TENGGARA SEKILAS TENTANG WALHI SULTRA
Bambang Ismawan, PARTISIPASI DAN DIMENSI KESWADAYAAN: PENGALAMAN LSM
MEMBANGUN KESWADAYAAN MASYARAKAT, Artikel - Th. II - No. 3 - Mei 2003