proposal pa yatin
DESCRIPTION
proposal pengajuan proyek akhir untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Proyek Akhir. dengan Judul PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERATTRANSCRIPT
PROPOSAL PROYEK AKHIR
PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR
PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERAT
Oleh:
YATIN DWI RAHAYU 1006578
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PROYEK AKHIR
PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR
PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERAT
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian proyek akhir
Oleh:
YATIN DWI RAHAYU 1006578
Menyetujui dan Mengesahkan
Pembimbing
( Dewi Cakrawati., S.T.P., M.Si )
NIP. 198308242010122003
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri
(Dr. Sri Handayani, M.Pd)
NIP. 196609301997032001
KATA PENGANTAR
Mata kuliah Proyek Akhir merupakan salah satu mata kuliah wajib yang
harus dilaksanakan oleh mahasisiwa sebelum menyelesaikan studinya di Program
Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri. Diselenggarakannya mata kuliah ini
diharapkan mahasiswa akan dapat meneliti dan menerapkan ilmu yang telah
didapat dalam bidang Agroindustri. Proposal kegiatan Proyek Akhir ini disusun
sebagai pedoman atau gambaran untuk pelaksanaan Proyek.
Penulis menyadari, bahwa penulisan proposal ini masih banyak terdapat
kekurangan, karena keterbatasan ilmu dan kemampuan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan tanggapan, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan proposal ini, atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat
disebut satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Bandung, Oktoebr 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................ 3
C. Batasan Masalah................................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 4
A. Ubi Jalar............................................................................................... 4
B. Karbohidrat.......................................................................................... 6
C. Pati Resisten........................................................................................ 9
D. Mie Kering...........................................................................................11
BAB III METODOLOGI ...................................................................................19
A. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................19
B. Bahan dan Alat ...................................................................................19
C. Metodologi Penelitian.........................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................25
LAMPIRAN.........................................................................................................27
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Konsumsi Mie Instan di Dunia............................................................. 1
Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar................................................................... 5
Tabel 3. Komposisi Gizi Mie.............................................................................. 11
Tabel 4. Syarat Mutu Mie Kering ...................................................................... 17
Tabel 5. Rancangan Percobaan........................................................................... 23
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pembuatan Pati Ubi Jalar.....................................................................20
Gambar 2. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar......................................................21
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Kering......................................22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mie adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung, dikeringkan,
dan dimasak dalam air mendidih. Mie merupakan merupakan salah satu pilihan
makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia setelah nasi. Meningkatnya
kegemaran masyrakat mengkonsumsi mie seiring dengan meningkatnya
penjualan mie instan di Indonesia. Berikut data WINA (World Instan Noodles
Association).
Tabel 1. Konsumsi Mie Instan di Dunia
Tren Konsumsi Instan di Dunia (Miliar Bungkus)
No. Nama Negara 2007 2008 2009 2010
1. China 45,8 42,5 40,8 42,3
2. Indonesia 14,9 13,7 13,9 14,4
3. Jepang 5,4 5,1 5,3 5,3
4. Vietnam 3,9 4,0 4,3 4,8
5. Amerika Serikat 3,9 3,9 4,0 3,9
6. Korea Selatan 3,2 3,3 3,4 3,4
7. India 1,2 1,4 2,2 2,9
8. Thailand 2,2 2,1 2,3 2,7
9. Filipina 2,4 2,5 2,5 2,7
10. Brazil 1,5 1,6 1,8 2,0
Sumber: Estimas World Instan Noodles Association
Pola hidup serba instan dan praktis terutama di kota besar menyebabkan
menu makanan tidak seimbang, diantaranya kurang serat pangan. Hal ini
menimbulkan masalah, yaitu sembelit, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia,
aterosklerosis, kencing manis, batu empedu, penyakit divertikulosis, wasir,
hiatal hernia, kanker usus besar, sakit gigi, dan lain-lain. Balai POM RI
menganjurkan standar minimal konsumsi serat per hari seharusnya mencapai
1
30 gram. Data Puslitbang Departemen Kesehatan (Depkes) RI, konsumsi serat
masyarakat Indonesia rata-rata hanya 10,5 gram perharinya. Angka ini
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya
sekitar 1/3 dari kebutuhan ideal rata-rata 25-35 gram setiap hari.
Serat pangan merupakan komponen dari tumbuhan yang tahan atau
resisten terhadap enzim pencernaan manusia. Konsumsi serat pangan yang
cukup ditambah minum air yang cukup dapat memperlancar defekasi atau
buang air besar sehingga keberadaan bahan atau senyawa yang ada dalam feses
tidak terlalu lama di dalam kolon. Selain itu, ternyata serat pangan merupakan
makanan atau prebiotik dari bakteri-bakteri baik yang ada di dalam kolon
seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus. Jika banyak serat pangan maka
bakteri baik tersebut dapat berkembang dengan baik untuk melawan bakteri
jahat penyebab diare atau infeksi kolon. Pada usus halus terdapat fraksi pati
yang tidak dapat dicerna yang lebih dikenal dengan istilah pati resisten.
Pati resisten (resistant starch) didefinisikan sebagai sejumlah pati dari
hasil degradasi pati yang tidak dapat diserap oleh usus halus manusia dan
dikelompokkan ke dalam serat pangan. Pati resisten dapat diperoleh secara
alami maupun dari proses pengolahan yang menghasilkan pati resisten. Suatu
bahan pangan yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dapat dibuat
menjadi pati resisten (resistance strach).
Ubi jalar merupakan salah satu umbi-umbian yang sangat tidak asing
bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini termasuk tanaman tropis dengan nama
botani Ipomoea batatas. Pada umumnya ubi jalar diklasifikasikan berdasarkan
warnaya, yaitu ubi jalar putih, ubi jalar kuning, dan ubi jalar ungu. Ubi jalar
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat dijadikan
makanan fungsional pengganti nasi dengan proses pengolahan yang sesuai.
Berdasarkan masalah dan gambaran umum yang telah dipaparkan, perlu
ada penelitian tentang seberapa besar konsentrasi pati resisten yang dapat
ditambahkan pada makanan yaitu mie kering, yang diharapkan dapat
meningkatkan kandungan serat pangan dari mie kering sehingga meskipun
2
seseorang hanya mengkonsumsi mie tetapi bisa tetap memenuhi kebutuhan
serat pangan.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat konsentrasi pati
resisten ubi jalar yang ditambahkan untuk menghasilkan mie kering kaya serat
dengan karakteristik yang dapat diterima konsumen.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini adalah tingkat konsentrasi pati resisten
yang ditambahkan untuk menghasilkan mie kering kaya serat dengan
karakteristik yang dapat diterima konsumen.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ubi Jalar
1. Botani Ubi Jalar
Ipomoea batatas merupakan nama botani dari ubi jalar. Tanaman ini
dapat ditanam diberbagai tempat, baik dataran rendah ataupun dataran
tinggi. Lahan yang paling cocok untuk menanam adalah tanah pasir
berlempung yang bergembur dan halus. Tanah yang paling disukai
pertumbuhannya dengan kisaran pH 5,6-6,6. Ubi jalar termasuk tanaman
tropis dan dapat tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Umumnya ubi
jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang ebrumbi keras (karena
mengandung banyak pati) dan ubi jalar yang berumbi lunak (karena
mengandung banyak air). Darri segi warna daginf umbinya, ubi jalar ada
yang berwarna putih, merah, kekuningan, kuning, merah, jingga atau ungu
dan lain-lain.
Penggunaan ubi jalar di Indonesia dewasa ini masih terbatas untuk
bahan pangan. Menurut Rukmana (1997), diluar negeri khususnya di
negara-negara maju, ubi jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku
industri, seperti industri fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi dan
sirup. Ubi jalar di Jepang dijadikan makanan tradisonal yang publisitasnya
setaraf dengan pizza atau hamburger sehingga aneka makanan olahan dari
ubi jalar banyak dijual ditoko-toko sampai restoran-restoran bertaraf
Internasional. Produk ubi jalar di Amerika Serikat dijadikan bahan
pengganti (subtitusi) kentang, dan 60% - 70% diantaranyan digunakan
sebagai makanan manusia.
Bahkan di daerah tropis ubi jalar mulai dikembangkan dan
dimanfaatkan sebagai alternatif produk olahan, karena memilki keunggulan
agronomik dan kualitas. Rasa ubi jalar yang tidak manis merupakan syarat
kualitas ubi jalar untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan pokok atau
produk olahan (Martin, 1987). Menurut Widodo (1995), harga ubi jalardi
4
Jepang lebih tinggi dan dapat mencapai empat kali lipat dibanding padi,
karena ubi jalar di Jepang digunakan untuk beraneka ragam industri dari
pangan (mie, permen, roti, dan lain-lain), minuman (sake, es krim) hingga
kosmetik.
2. Komposisi Kimia Ubi Jalar
Ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat
yang sudah tidak disangsikan lagi bagi masyarakat kita. Bahkan, ubi jalar
memililki peran yang penting sebagai cadangan pangan bila produksi padi
dan jagung tidak mencukupi lagi. Di daerah pedesaan yang miskin, ubi jalar
dapat dijadikan bahan pangan alternatif yang menggantikan beras dan
jagung (Juanda dan Cahyono, 2004).
Soenarjo (1984) mengatakan bahwa nilai gizi ubi jalar secara
kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada
musim kemarau dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang
relatif tinggi dari pada musim penghujan, demikian juga ubi jalar yang
berdaging merah muda umumya mempunyai kadar karoten lebih tinggi
daripada yang berwarna putih,
Komposisi kimia ubi jalar bisa dilihat pada tabel 2, dimana tingkat
karbodhidrat dan serat kasar yang tertinggi terkandung dalam ubi jalar
kuning dengan nilai 32,30 gr dan 1,40 gr.Komposisi kimia ubi jalar per 100
gram dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar
No. Komponen Ubi JalarPutih Merah Kuning
1. Kalori (kal) 123,00 123,00 136,002. Protein (gr) 1,80 1,80 1,103. Lemak (gr) 0,70 0,70 0,404. Karbohidrat (gr) 27,90 27,90 32,305. Air (gr) 68,50 68,50 79,286. Serat Kasar (%) 0,90 1,20 1,407. Kadar Gula (%) 0,40 0,40 0,308. Beta Karoten (SI) 31,20 174,20 900*
Sumber: Harwono et al. (1994)*Direktorat Gizi Depkes RI (1993)
5
B. Karbohidrat
1. Pati
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khussnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang.
Walaupun jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat
hanya 4 Kal (kkal) bila dibanding protein dan lemak, karbohidrat
merupakan sumber kalori yang murah. Selain itu beberapa golongan
karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber) yang berguna bagi
pencernaan (Winarno, 1991).
Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α -(1-> 4) unit
glukosa. Amilopektin merupakan polimer α -(1-> 4) unit glukosa dengan
rantai samping α -(1-> 6) unit glukosa. Suatu molekul pati, terdapat ikatan α
-(1-> 6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4−5%.
Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal terdapat hidrogen
yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang
membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan
hidrogeninter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur
hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal
amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada
permukaan dalamnya (Chaplin 2002).
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam
suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16
buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal
(Hustiany 2006). Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam
granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis
pati. Umumnya amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan
secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal (Oates,
1997).
Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk lapisan
yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk
6
lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi
retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi
(Belitz dan Grosch, 1999).
2. Serat Pangan
Dietary Fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan
terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus halus. Serat-
serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-
buahan. Secara kimia, dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis
karbohidrat seperti selulosa, gum dan mucilage, karena itu dietary fiber pada
umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarisa (Winarno, 2004).
Serat pangan merupakan salah satu komponen penting makanan yang
sebaiknya ada dalam susunan diet sehari-hari. Serat telah diketahui
mempunyai banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai
penyakit, meskipun komponen ini belum dimasukkan sebagai zat gizi
(Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Definisi terbaru serat makanan yang
disampaikan oleh The American Assosiation of Ceral Chemist adalah
merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog
yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan
fermentasi lengkap atau partial pada usus besar (Joseph, 2002).
Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air. Sifat
kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-
proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Sulistijani, 2001).
a. Serat tidak larut dalam air
1) Selulosa
Selulosa merupakan serat-serat panjang yang terbentuk dari
homopolimer glukosa rantai linier. Rantai molekul pembentuk
selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya umur
tanaman. Di dalam tanaman, fungsi selulosa adalah memperkuat
7
dinding sel tanaman sedangkan di dalam pencernaan, berperan sebagai
pengikat air, namun jenis serat ini tidak larut dalam air.
2) Hemiselulosa
Hemiselulosa memiliki rantai molekul lebih pendek
dibandingkan selulosa. Unit monomer pembentuk hemiselulosa tidak
sama dengan unit penyusun heteromer. Unit ini terdiri dari heksosa
dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi memperkuat dinding sel tanaman
dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Sifatnya sama dengan
selulosa, yaitu mampu berikatan dengan air. Jenis ini banyak
ditemukan pada bahan makanan serealia, sayur-sayuran, dan
buahbuahan.
3) Lignin
Lignin termasuk senyawa aromatik yang tersusun dari polimer
fenil propan. Lignin bersama-sama holoselulosa (merupakan
gabungan antara selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk
jaringan tanaman, terutama memperkuat sel-sel kayu. Kandungan
lignin tidak sama, tergantung jenis dan umur tanaman. Serelia dan
kacang-kacangan merupakan bahan makanan sumber serat lignin.
b. Serat larut dalam air
1) Pektin
Pektin terdapat dalam dinding sel primer tanaman dan berfungsi
sebagai perekat antara dinding sel tanaman. Sifatnya yang membentuk
gel dapat mempengaruhi metabolisme zat gizi. Kandungan pektin
pada buah, selain memberikan ketebalan pada kulit juga
mempertahankan kadar air dalam buah. Semakin matang buah maka
kandungan pektin dan kemampuan membentuk gel semakin
berkurang.
2) Gum
Komposisinya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis serat
yang lain. Namun, kegunaannya amat penting, yaitu sebagai penutup
8
dan pelindung bagian tanaman yang terluka. Oleh karena memiliki
molekul hidrofilik yang berkombinasi dengan air, menyebabkan gum
mampu membentuk gel.
2) Musilase
Stukturnya menyerupai hemiselulosa, tetapi tidak termasuk
dalam golongan tersebut karena letak dan fungsinya berbeda.
Musilase mampu mengikat air sehingga kadar air dalam biji tanaman
tetap bertahan. Selain itu, musilase juga mampu membentuk gel yang
mempengaruhi metabolisme dalam tubuh.
C. Pati Resisten
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati
merupakan bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan
tanaman, berupa granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji
dan umbi (Sajilata et al., 2006). Pati resistan merupakan istilah yang digunakan
dalam ilmu gizi dan ilmu pangan sebagai jenis pati yang tidak tercerna
(resistan) dalam saluran sistem pencernaan manusia. Pati resistan memiliki
sifat fisiologis yang unik sehingga sering direkomendasikan penggunaannya
dibandingkan dengan serat yang lainnya.
Pati resisten adalah bagian pati atau hasil degradasi pati yang dapat lolos
dari pencernaan dan absorbsi dalam usus halus manusia dan dapat mencapai
usus besar pada subjek yang sehat. Pati resisten ini pada awalnya merupakan
suatu penemuan sejumlah kecil fraksi yang bersifat resisten terhadap perlakuan
hidrolisis oleh enzim α-amilase lengkap dan pullulase secara in vitro (Englyst
et al.,1982). Pati resistan dapat digunakan untuk meningkatkan serat pangan
dengan sedikit perubahan dari penampakan dan sifat organoleptik pangan
(Anonim, 2010).
Menurut Berry (1986) pati dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis
berdasarkan respon pati tersebut ketika diinkubasi dengan enzim. Jenis pati
pertama adalah Rapidly Digestible Starch (RDS). RDS adalah jenis pati yang
dapat dihidrolisis sepenuhnya oleh enzim amilase menjadi molekul-molekul
9
glukosa dalam waktu 20 menit. Jenis kedua adalah Slowly Digestible Starch
(SDS). Seperti juga RDS, SDS dapat sepenuhnya dihidrolisis oleh enzim
amilase akan tetapi hidrolisisnya memakan waktu lebih lama.
Jenis pati ketiga adalah Resistant starch (RS) yaitu fraksi kecil dari pati
yang resisten (tahan) terhadap hidrolisis oleh enzim α-amilase dan enzim
pululanase yang diberikan secara in vitro. RS tidak terhidrolisis setelah 120
menit inkubasi (Englyst, et al., 1992). Pati yang sampai ke usus besar akan
difermentasi oleh mikroflora usus. Oleh karena itu, sekarang RS didefinisikan
sebagai fraksi dari pati yang dapat lolos dari pencernaan pada usus halus.
Secara kimia, RS adalah selisih dari kadar pati total dengan RDS dan SDS
(Sajilata et al, 2006).
Resistant starch adalah bagian dari pati yang tidak dapat dicerna oleh
usus halus manusia yang sehat (pencernaan tidak terganggu). Menurut
Gonzales, et al (2004), RS dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan keberadaan pati
secara alami dan keberadaannya dalam makanan. RS tipe I adalah jenis pati
yang secara fisik terperangkap di dalam matriks sel, seperti pada biji legumes
(polong-polongan). RS tipe II adalah granula pati yang secara alami tahan
terhadap enzim pencernaan seperti pati pisang mentah dan pati kentang
mentah. RS tipe III adalah pati hasil retrogradasi yang terbentuk akibat
pemanasan suhu tinggi yang disusul dengan penyimpanan pada suhu rendah.
RS tipe IV adalah pati yang dimodifikasi secara kimia.
Pati tahan cerna ditemukan pertama kali oleh Englyst et al. (1982) dan
didefinisikan sebagai fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim
pencernaan amilase dan perlakuan pulunase secara in vitro. Karena pati banyak
dijumpai dalam saluran pencernaan serta sedikit difermentasi oleh mikroflora
usus, RS sering diidentifikasi sebagai fraksi pati makanan yang sulit dicerna di
dalam usus halus sehingga memiliki fungsi untuk kesehatan. RS memiliki sifat
seperti halnya serat makanan, sebagian serat bersifat tidak larut dan sebagian
lagi merupakan serat yang larut (Asp, 1992). Beberapa sumber karbohidrat
seperti gula dan pati dapat dicerna dan diserap secara cepat di dalam usus halus
10
dalam bentuk glukosa, yang selanjutnya diubah menjadi energi. RS masuk ke
dalam usus besar seperti halnya serat makanan (Asp, 1992).
D. Mie Kering
1. Jenis Mie
Aneka jenis mie dapat ditemukan di pasar. Keragamannya yang luas
seringkali membuat konsumen mempertanyakan spesifikasi dari setiap
produk yang bersangkutan. Pada kegiatan sehari-hari telah dikenal berbagai
sebutan untuk mie dan produk sejenis mie, misalnya mie instan, mie telur,
mie basah, bihun, sohun dan sebagainya. Secara sederhana, beragam jenis
mie ini dapat dikelompokkan berdasarkan bahan baku yang digunakannya.
Namun demikian, setiap mie memiliki perbedaan dalam proses produksinya.
Uraian berikut menjelaskan teknik pembuatan berbagai jenis mie tersebut,
sehingga dapat diketahui persamaan maupun perbedaannya.
Tabel 3. Komposisi Gizi Mie Per 100 gram
Zat Gizi Mie Basah Mie Kering Mie InstanEnergi (kkal) 88 338 320Protein (g) 0,6 7,9 7Lemak (g) 3,3 11,8 11
Karbohidrat (g) 14,0 50 48Kalsium (mg) 14,0 49 2*Fosfor (mg) 13,0 47 -Besi (mg) 0,8 2,8 30*
Vitamin A (IU) 0 0 0Vitamin B (mg) 0 0 25*Vitamin C (mg) 0 0 6*
Air (g) 80,0 12,9 12Catatan: *) dalam % AKGSumber: Nio (1992)
Berbagai jenis mie yang menggunakan terigu sebagai bahan baku
telah dikenal masyarakat. Pada tabel X, dapat dilihat kandungan pada
beberapa jenis mie. Selain mie instan, jenis mie yang dikenal cukup luas
adalah mie segar (mie mentah), mie basah, mie kering, dan mie telur.
11
a. Mie Segar
Mie Segar sering juga disebut mie mentah. Jenis ini biasanya tidak
mengalami proses tambahan setelah benang mie dipotong (Hoseney,
1994). Mie segar umumnya memiliki kadar air sekitar 35%, yang oleh
karenanya mie ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika penyimpannya
dilakukan dalam refrigerator, mie segar dapat bertahan hingga 50-60 jam
dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Agar
diterima konsumen dengan baik, mie segar harus berwarna putih atau
kuning muda. Mie ini biasanya dibuat dari terigu jenis keras (hard
wheat), agar dapat ditangani dengan mudah dalam keadaan basah.
b. Mie Basah
Mie Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotongan. Biasanya mie basah dipasarkan dalam
keadaan segar. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya
daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Proses
perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase terdenaturasi,
sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama distribusi.
Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan
ditambahkan Kan-sui. Yang dimaksud kan-sui adalah larutan alkali yang
tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini digunakan
untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula. Garam
karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie
yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul
akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan
alkali (Hoseney, 1994).
c. Mie Kering
Produk ini tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang
mie telah dipotong, tetapi merupakan mie segar yang langsung
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya
12
biasanya dilakukan melalui penjemuran. Karena bersifat kering, daya
simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya.
d. Mie Telur
Mie Telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika
dipasarkan. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan
mie telur dalam keadaan basah. Faktor komposisi bahan adalah faktor
yang membedakan mie telur ini dengan mie kering maupun mie basah.
Dalam pembuatan mie telur biasanya ditambahkan telur segar atau
tepung telur pada saat pembuatan adonan. Penambahan telur ini
merupakan suatu variasi dalam pembuatan mie di Asia, sebab secara
tradisional mie oriental tidak mengandung telur. Sebaliknya di Amerika
Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh,
mie kering harus mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur
lebih dari 5,5% (Hoseney, 1994)
e. Mie Instan
Mie instan seringkali disebut juga sebagai ramen atau ramyeon di
luar negeri. Mie ini dibuat dengan menambahkan beberapa proses setelah
mie segar diperoleh pada akhir tahap pemotongan. Tahap-tahap
tambahan tersebut adalah pengukusan, pembentukan (forming, per porsi),
dan pengeringan. Mie instan dengan kadar air 5-8% biasanya dikemas
bersama dengan bumbunya. Dalam keadaan seperti ini, mie instan
memiliki daya simpan yang lama.
2. Bahan-Bahan Mie Kering
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu
diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu
berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat.
Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan
mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam
gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie
13
harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan
terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang
digunakan antara lain air, garam, telur, cmc dan soda abu.
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,
melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten (Astawan, 1999).
Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan
sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin
meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi
tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik.
Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie,
meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air. Menurut
Astawan (1999) garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan
amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara
berlebihan. Garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makan yang
penting.Pada pembuatan mie ada penambahan telur, telur berfungsi untuk
mempercepat penyerapan air pada tepung, mengembangkan adonan.
CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator,
pembentuk gel dan sebagai pengemulsi yang dapat mengembangkan adonan
pada proses pembuatan mie (Winarno, 1991). Jumlah bahan pengembang
yang digunakan berkisar antara 0,5 – 1,0 % dari berat tepung. Penggunaan
yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya
rehidrasi mie menjadi berkurang (Astawan, 2006). Soda abu merupakan
campuran natirum karbonat dan kalium karbonat dengan perbandingan 1:1.
Soda abu berguna untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan
elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta
meningkatkan sifat kenyal.
3. Proses Pembuatan Mie Kering
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar
airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan
penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat
14
kering maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan
mudah penangannnya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya
ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan
nama mie telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu
keharusan karena mie kering harus mengandung air kurang dari 13 % dan
padatan telur lebih dari 5,5 % (Astawan, 2008).
Tahapan dalam pembuatan mie kering berdasarkan Astawan (2008),
adalah sebagai berikut:
a. Pencampuran bahan
Bahan-bahan (tepung terigu, garam, dan soda abu) dicampur
menajdi satu. Terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang
ditengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan lain kedalam
lubang tersebut. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diadauk rata
dan ditambah air sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu
menggumpal bila dikepal dengan tangan.
b. Pengulenan adonan
Adoanan yang membentuk gumpalan kemudian diuleni.
Pengulenan dapat menggunakan alat kayu berbentuk silinder dengan
diameter 7 cm dan panajng 30 cm. Pengulenan dilakukan secara
berualang-ulang selama sekitar 15 menit.
Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air
yang ditambahkan, laam pengadukan dan suhu adonan. Air yang
ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika
penambahan air lebih dari 38 % adonan menjadi basah dan lengket. Bila
penambahan air kurangd ari 28% adonaan menjadi keras, rapuh, dan sulit
dibentuk menjadi lembaran.
Waktu pengadukan yang baik sekitar 15-25 menit. Pengadukan
yang lebih dari 25 menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh,
keras dan kering. Berbeda halnya dengan pengadukan yang krang dari 15
menit menyebabkan adonana menjadi lunak dan lengket.
15
Suhu adonan berpengaruh terhadpa aktivitas enzim protease dan
amilase. Pengikatan suhu (di atas 400C) menyebabkan aktivitas enzim
amilase dan memecah pati menjadi dekstrin dan aktivitas enzim protease
dalam memecah gluten meningkat sehingga adonan menjadi lembut dan
halus. Suhu juga meningkatkan mobilitas dan aktivitas air ke dalam
jaringan tepung sehingga membantu pengembangan adonan.
Suhu adonan dapat dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dengan
pengaduk. Suhu adonan yang baik sekitar 25-400C. Suhu diatas 400C
menyebabkan adonan menjadi lengket dan mie menjadi kurang elastis.
Suhu kurang dari 250C menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh, dan
kasar.
c. Pembentukan Lembaran
Adonan yang kalis dimasukan kedalam mesin pembentuk
lembaran. Proses pembentukan lembaran ini berlangsung sekitar 20
menit. Menurut Sunaryo (1985), pembentukan lembaran dilakukan
dengan menggunakan mesin roll press yang akan mengubah adonan
menjadi lembaran-lembaran. Saat pengepresan, gluten ditarik kesatu arah
sehingga seratnya menjadi sejajar. Menurut suryanti (2008), Penurunan
ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah lapisan
akan berpengaruh terhadap sifat mie yang dihasilkan.
d. Pembentukan Mie
Alat ini mempunyai dua rol, rol pertama berfungsi untuk
menipiskan lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mie. Pertama-
tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua.
e. Pengukusan
Mie dipanaskan (steaming) dengan cara pemberian uap selama 10
menit. Pemanasn ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gulten.
Gelatinisasi dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberkan
kelembuatn mie, meningkatkan daya cerna pati dan mempengaurhi daya
rehidrasi mie, terjadi perubahan pati beta menjadi pati alfa yang lebih
mudah dimasak. Potongan mie di kukus agar kandungan airnya tutun dan
16
menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi
keras dan kuat, kenyal serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat
digoreng.
f. Pengeringan
Mie yang telah dicetak kemudian dimasukkan ke dalam mesin
pengering untuk mengeringkan mie secara sempurna (ka 11-12%),
menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein.
Menurut Suryanti (2008), mie yang telah dikukus dikeringkan dengan
alat pengering atau oven. Pengering dilakukan dengan suhu 60-70%
sampai kadar air mie sekitar 11-12%.
Proses pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menguapkan sebagaian
besar air yang dikandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya,
kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas sehingga
mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, 2004).
g. Pendinginan
Proses pendinginan bertujuan untuk melepaskan sisa upa panas dari
produk dan membuat tekstur mie menjadi keras.
4. Karakteristik Mie Kering
Karakteristik mie kering terdiri dari mutu fisik dan kimia. Sifat fisik
mie kering yang berkualitas baik ditandai dengan sifat karakteristik
diantaranya mie memiliki gigitan relatif kuat, kenyal, dan permukaan yang
tidak lengket.
Tabel 4. Syarat Mutu Mie Kering
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
a. Bau
b. Rasa
c. Warna
Normal
Normal
Normal
2 Kadar Air % b/b Maks 8
17
3 Kadar Abu % b/b Maks 3
4 Protein % b/b Min 10
5 Bahan Tambahan Makanan
a. Boraks dan Asam Borat
b. Pewarna
Tidak boleh ada
Yang diizinkan
6 Cemaran Logam
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Seng (Zn)
d. Raksa (Hg)
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
Maks 1,0
Maks 10,0
Maks 40,0
Maks 0,05
7 Arsen (As) mg/Kg Maks 0,05
8 Cemaran Mikroba
a. Angka Lempeng Total
b. E. Coli
c. Kapang
Koloni/gr
APM/gr
Koloni/gr
Maks 1x10
Maks 10
Maks 1x10
Sumber: Departemen perindustrian RI
18
BAB III
METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dimulai dari Bulan Oktober 2013.
Jadwal kegiatan penelitian ini terlihat pada Lampiran 1.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian adalah bahan untuk
pembuatan mie kering dan juga bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan
untuk pembuatan mie kering adalah ubi jalar kuning, tepung terigu protein
tinggi, garam, air, soda abu, minyak kelapa sawit, aquades dantelur. Bahan
yang akan digunakan untuk analisis adalah bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk analisis proksimat (AOAC, 1984) dan analisis kadar serat pangan
(Apriyantono, 1989).
2. Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan,
ember, oven pengering, pengaduk, kain saring, ayakan 100 mesh, blender,
plastik, alat pencetak mie, timbangan, gelas ukur, beaker, panci, kompor gas,
baskom, timbangan analitik, tabung reaksi, erlenmeyer, penjepit cawan, pipet
tetes, inkubator, hot plate, labu takar, pH-meter, lemari pendingin, dan
autoklaf.
C. Metodologi Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang dilakukan beberapa tahap, diantaranya:
1. Tahapan Penelitian
a. Pembuatan Pati Ubi Jalar
Pada penelitian ini umbi yang digunakan adalah ubi jalar kuning
yang diekstraksi patinya dengan cara pengupasan, pencucian, pemarutan
atau pengecilan ukuran, pengektraksian dengan air (umbi:air = 1:4),
pengendapan selama 6-12 jam, penyaringan, pengeringan dengan oven
19
selama 6 jam (suhu 500C), penggilingan dan terakhir pengayakan dengan
mesin ayak 100 mesh.
Pengupasan
Pencucian
Pemarutan/Pengecilan Ukuran
Pengekstraksian Umbi:Air (1:4)
Pengendapan(6-12 jam)
Penyaringan
Pengeringan Oven(6 jam, 50oC)
Pengecilan ukuran
Pengayakan (100 mesh)
Gambar 1. Pembuatan Pati Ubi Jalar
b. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar
20
Kulit
Air
Ampas
Ubi Jalar
Pati Ubi Jalar
Pembuatan pati resisten menggunakan autoclaving-cooling, yaitu
perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan terlihat pada Gambar
1. Menurut Lehmann (2002) Pembuatan pati resisten dalam penelitian ini
yaitu Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v), kemudian
dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 70-800C.
Selanjutnya, proses autoklaf selama 30 menit dengan suhu 1210C,
dididinginkan dan disimpan pada suhu 4 selama 24 jam, kemudian
dikeringkan dengan freeze dryer dan terakhir digiling dan diayak 60
mesh.
Disuspensikan dalam air (20% b/v)
Dipanaskansampai homogen dan mengental pada suhu 70-800C
diautoklaf selama 30 menit dengan suhu 1210C
didinginkan dan disimpan pada suhu 4 selama 24 jam
dikeringkan dengan freeze dryer
Pengayakan 60 mesh.
Gambar 2. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar
c. Aplikasi RS Ubi jalar Pada Mie Kering
21
Air
Pati Ubi Jalar
Pati Resistan Ubi Jalar
Pati resisten (RS) ubi jalar kuning ini diaplikasikan pada
pembuatan mie kering kaya serat terlihat pada gambar 2. Konsentrasi RS
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%, 10%, dan 15%.
Pembuatan mie kering menngunakan metode Astawan (2008) yang
dimodifikasi seperti terlihat pada Gambar 3.
Pencampuran Bahan
Pengulenan Adonan (15 Menit)
Pembentukan Lembaran adonan
Pencetakan
Pengukusan(1000C, 12 menit)
Pengeringan(suhu 600C selama 2,5 jam)
Pendinginan(suhu ruang, 15 menit)
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Kering
22
Garam (1%)Soda Abu (1-1,5%)
Air (30%)Telur (20%)
Terigu (%) : RS Ubi Jalar (%)
Selesai
2. Analisis
a. Analisis Sensori
Analisis sensori yaitu uji organoleptik hedonik yang bertujuan
untuk mengetahui bagaimana tingkat kesukaan konsumen terhadap
produk mie ubi jalar. Panelis yang dipilih merupakan panelis semi
terlatih sebanyak 15 orang. . Produk ditempatkan dalam cawan, disusun
secara acak. Parameter yang dianalisis adalah kesukaan panelis terhadap
warna, aroma, tekstur , kekenyalan, dan rasa mie kering yang dihasilkan
dalam penelitian ini.
b. Analisis Fisik
Analisis sifat fisik yang dilakukan meliputi uji daya serap air
(DSA) dan kehilanagan padatan akibat pemasakan (KPAP).
c. Analisis Proksimat
Analisis proksimat mie meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat pangan. Analisis
proksimat ini dilakukan pada perlakuan terbaik.
3. Rancangan Percobaan
Tabel 5. Rancangan Percobaan
Perlakuan
Perbandingan
Konsentrasi Tepung
Terigu (%)
(T)
Konsentrasi RS
Ubi Jalar (%)
(R)
Kontrol 100 0
T1R2 95 5
T1R3 90 10
T1R4 85 15
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Racangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi
Resistance Starch (RS) ubi jalar dengan pengulangan sebanyak 3 kali
23
ulangan analisis. Konsentrasi RS ubi jalar yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 5%, 10%, dan 15%. Jika sampel yang dianalisis dengan ANOVA
menunjukkan hasil berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan dengan
tingkat signifikan α= 0,05.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010.Pati Resistant. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pati_resistan. [20 Oktober 2013]
Asp, N.G. 1992. Resistant starch. Proceeding ofthe Second Plenary of EURESTA: EuropeanFLAIR Concerted Action No. 11 on PhysiologicalImplications of the Consumption ofResistant Starch in Man. Eur. J. Clin. Nutr.46 (Suppl 2).
Astawan, M. 1999. Pembuatan Mie dan Bihun. PT Penebar Swadaya: Jakarta
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Belitz & Grosch, (1987), dalam Skripsi Hariani Linda, Sebayang Firman., (2001), Pengaruh pH Dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Pektin Dari Kulit Jeruk Manis Jenis Kerotan (Citrus unshu), Jurusan Kimia, FMIPA – USU, Medan.
Berry, C.S. 1986. Resistant starch. Formationand measurement of starch that survivesexhaustive digestion with amylolytic enzymesduring the determination of dietaryfiber. J. Cereal Sci. 4: 301–314.
Englyst, HN., et.al. 1992. Classification And Measurement Of Nutritionally Important Starch Fraction.Eu J Clin Nutr. 46:533-550
Gonzales, R.A, et.al. 2004.Resistant Starch Made From Banana Starch By Autoclaving And Debranching. Journal of Starch 56: 495-499.
Harwono, D., et. al.1994.Pengolahan Ubi Jalar Guna Mendukung Diversifikasi Pangan Dan Agroindustri.
Hoseney, R.C. 1994. Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp.
Joseph G. 2002. Manfaat serat makanan bagi kesehatan kita. Makalah Falsafah Sains, Mei 2002. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Juanda dan Cahyono. 2005. Budidaya Dan Analisis Usaha Tani Ubi Jalar. Kanisius. Yogyakarta.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. eBookPangan.com
Lehmann, U., G. Jacobasch, dan D. Schmiedl. 2002. Characterization of Resistant Starch Type III from Banana (Musa Acuminata). Journal of Agricultural andFood Chemistry.
25
Nio, O.K., 1992 Daftar Analisa Bahan Makanan. UI-Press, Jakarta
Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua. UIPress. Jakarta.
Rukmana R., 1997. Ubi Kayu Budi daya dan Paska Panen. Kanisius. Yogyakarta.
Soenarjo (1984). Potensi Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Gula Fruktosa. Jurnal Penelitian dan Pengembanagn Pertanian Bogor
Sulistijani, D.A dan H. Firdaus. 2001. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwidya. Jakarta.
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor
Suyanti, 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Penebar Swadaya, Jakarta
widodo 1995. Prospek Dan Stratego Pengembangan Ubi Jalar Sebagai Sumber Devisa. Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian
Widodo,S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa,dan Sumarno (Eds.) Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian Tanaman Pangan,Malang.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
26
Lampiran 1.
Jadwal Penelitian Proyek Akhir
No. KegiatanOktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perizinan penelitian
2 Pembuatan pati ubi jalar
3Pembuatan pati resisten
ubi jalar
4 Pembuatan mie kering
5 Analisis sensori
6Analisis fisik dan
proksimat
7 Pengumpulan data
8 Bimbingan
9 Penyusunan Laporan
27
Lampiran 2. Prosedur Analisis
1. Rendemen
Rendemen adalah presentase bahan baku uatam yang menjadi produk
akhir, atau perbandingan produk akhir dengan bahan baku utama. Dapat
dinyatakan dalam demisal atau persen. Perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Rendemen (% )=ba
x100%
Berat bahan baku awal (ubi jalar) = a gram
Berat produk akhir (pati resisten ubi jalar) = b gram
2. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)
Sebelum analisa KPAP dilakukan pengukuran waktu optimum.
Pengukuran waktu optimum untuk merebus mie, dengan cara merebus 5
gram sampel dalam 150 ml air. Setiap setengah menit diamati dengan cara
menjepit mie diantara dua buah gelas arloji. Mie telah masak apabila sudah
tidak tampak bagian tengah (core) yang berwarna putih.
Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram sampel
dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum, mie ditiriskan dan
disiram air kemudian ditiriskan kembali selam 5 menit. Mie kemudian
ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105oC samapi berat konstan. Sampel
kemudian ditimbang kembali, sementara itu dilakukan juga pengukuran
kadar air mie.
KPAP (% )=1− berat sampel setela h dikeringkan[berat awal (1−kadar air sampelawal )]
x 100 %
3. Daya Serap Air (DSA)
Prosesdur penentuan waktu amsak optimum sama seperti pada anaisa
KPAP, adapun rumus untuk menghitung daya serap air adalah sebagai
berikut:
DSA (% )= [( A−B )−( k . air awal xberat awal )][berat awal (1−kadar air sampel awal )]
x100 %
Keterangan :28
A= berat sampel setelah direhidrasi (gram)
B= berat sampel setelah diekringkan (gram)
4. Kadar Air, Metode Oven ( AOAC, 1984)
Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 100-102oC
sekitar 15 menit, didinginkan dalam desikator (untuk cawan alumunium 10
menit dan cawan porsein 20 menit), kemudian ditimbang. Sebanyak kurang
lebih 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan, kemudian dimasukkan
dalam oven dengan suhu 100-102oC selama 16 jam. Cawan berisi sampel
diangkat kemudian didingkan dalam deiskator, selanjutanya ditimbang
kembali dan dikurangi berat cawan.
Kadar Air (% )=W 1−W 2W 1
x100 %
Keterangan :
W1 = berat sampel sebelum dikeringkan (gram)
W2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram)
5. Kadar Abu, Metode Tanur (AOAC, 1984)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 15 menit, kemudian
didingkan dalam desikatro dan ditimbang (a). Pengukuran kadar abu
dilakukan dengan tanur. Sebanyak 5 gram sampel yang sudah dihancurkan
dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian dipanaskan diatas kompor
gas sampai asapanya habis. Cawan berisi sampel kemudian ditimbang (b).
Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550°C sampai
sampai diperoleh abu. Cawan dikeluarkan dari tanur didinginkan dalam
desikator, kemudian di timbang (c)kemudian ditimbang.
Kadar Abu (%)= c−ab−a
x100%
Keterangan :
a = berat cawan (gram)
b = berat cawan+sampel (gram)
c = berat cawan+sampel abu (gram)
29
6. Kadar Protein Kasar, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1984)
Kurang lebih 10 gram sampel dioksidasi dengan menggunakan H2SO4
untuk konversi nitrogen menjadi amonia. Amonia diuapkan (destialsi) dan
diserap atau ditangkap dengan larutan asam borat (H2BO3). Nitrogen yang
terkandung dalam laruatn asam borat ditentukan jumlahnya dengan larutan
HCl 0,02 N dengan titrasi.
N(% )= (ml HCl−ml blanko ) x normalitas x 14,007mg sampel
x 100 %
Kadar Protein (%)= N (%) x 6,25
7. Kadar Lemak Kasar, Metode Soxhlet (AOAC, 1984)
Pertama kali labu lemak dikeringkan dalam oven, kemduian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram
sampel dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring, kemudian
dimasukkan dalam alat ekstruksi Soxhlet. Alat kondensor diletakkan di
atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksan dimasukkan
dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama
minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak
berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung
kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam
oven pada suhu 150oC hingga mencapai berat yang kosntan. Selanjutnya
labu beserta lemak di dalamnya ditimbang.
Kadar Lemak (%)= berat lemak (g)berat contoh (g)
x100 %
8. Analisis total serat pangan (AOAC Official methods 985.29)
Analisis total serat pangan dilakukan dengan metode AOAC official
methods 985.29 sebagai jumlah dari serat pangan larut dan serat pangan tak
larut. Pertama kali disiapkan kertas saring kosong yang telah dioven.
Sampel kering rendah lemak sebanyak 0,5 gram ditimbang dan ditempatkan
dalam erlenmeyer. Setelah itu bufer fosfat 0,08 M pH 6,0 sebanyak 25 ml 30
dan termamyl sebanyak 50 µl ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Campuran
dipastikan homogen dan ditutup dengan alumunium foil. Kemudian
campuran sampel diinkubasi dalam penangas air mendidih selama 30 menit
dengan diaduk setiap 5 menit. Termomener digunakan untuk memastikan
tercapainya suhu internal sebesar 95° selama 15 menit. Sampel didinginkan
setelah inkubasi selesai dan ditambahkan 5 ml NaOH 0,275 N serta 0,05 ml
larutan enzim protease.
Campuran kemudian dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 60°C
selama 30 menit dalam penangas air bergoyang. Kemudian diatur pHnya
menjadi 4,5 dengan 5 ml HCl 0,325 N dan ditambahkan 0,15 ml AMG.
Sampel diinkubasi kembali pada suhu 60°C selama 30 menit. Sebanyak 140
ml etanol 95% yang telah dipanaskan hingga 60°C ditambahkan setelah
inkubasi selesai dan dibiarkan selama 60 menit agar terbentuk endapan
(presipitat SDF). Sampel disaring menggunakan penyaring yang
mengandung Celite 545 0,5 g atau kertang saring Whatman, dibantu dengan
Buchner. Sampai pada tahap ini prosedur penentuan serat larut dan larut
dilakukan dengan langkah sama. Pada penentuan serat pangan tidak larut
residu selanjutnya dicuci dengan 10 ml air untuk melarutkan SDF, 2 x10 ml
etil alkohol 95 % dan 2 x10 ml aseton secara berturut-turut. Pada penentuan
serat pangan larut filtrat ditepatkan bobotnya hingga 100 gram dengan air
destilata dan kemudian ditambahkan 140 ml etanol 95% (yang telah
dipanaskan sampai 60°C) serta dibiarkan mengendap pada suhu kamar
selama 1 jam.
Pada kedua analisis (serat larut dan tidak lart) kemudian melalui
langkah pengeringan yang sama. Kertas saring dikeringkan selama satu
malam dalam oven suhu 105°C dan didinginkan dalam desikator setelah
pengeringan selesai. Kertas kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya.
Kadar serat pangan larut atau kadar serat pangan tidak larut dihitung
berdasarkan Persamaan (5). Bobot residu merupakan selisih bobot kertas
saring hasil pengeringan dan bobot kertas saring awal. P, A dan B ialah
31
bobot protein, abu dan residu blanko dari masing-masing sampel, sedangkan
bobot sampel adalah bobot sampel yang diambil.
Serat pangan (%) = [(bobot residu – P – A – B)/ bobot sasmpel] x 100)
9. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar KH (%)= 100- (%air+%abu+%protein+%lemak+%serat)
10. Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik).
Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih (mahasiswa) sebanyak
15 orang. Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
ketidaksukaanyya terhadap sampel yang diberikan.
Cara penyajian dalam uji ini adalah sebagai berikut: contoh yang akan
diuji disajikan secara acak (tidak diketahui tingkat formulasinya) secara
bersamaan kepada setiap panelis. Kemudian panelis diminta memberikan
penialiannya terhadap contoh yang diberikan. Panelis tidak boleh
membandingkan antara contoh yang disajikan.
Hasil uji hedonik ditranformasikan menjadi skala numerik dengan
angka menaik menurut tingkat kesukaan. Skala hedonik dan skala numerik
yang digunakan untuk uji hedonik adalah: (1) sangat tidak suka, (2) tidak
suka, (3) agak suka, (4) suka, (5) sangat suka
32
Lampiran 3. Fromat Uji Organoleptik
LEMBAR UJI HEDONIK MIE KERING
Nama :Tanggal Pengujian :Sampel : Mie KeringInstruksi : - Bacalah Basmallah dan konsentrasi sebelum
Saudara memberikan penilaian- Berikanlah penilaian saudara terhadap warna, aroma,
rasa dan tekstur contoh mie yang diuji- Jangan membandingkan antar sampel.
Parameter Kode Sampel
Warna mie sebelum direbus
Warna mie rebus
Aroma mie rebus
Rasa mie rebus
Tekstur/kekenyalan mie rebus
Keterangan : 1= sangat tidak suka2= tidak suka3= agak suka4= suka5= sangat suka
33