proposal pa yatin

56
PROPOSAL PROYEK AKHIR PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERAT Oleh: YATIN DWI RAHAYU 1006578 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Upload: yatin-dwi-rahayu

Post on 08-Feb-2016

136 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

proposal pengajuan proyek akhir untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Proyek Akhir. dengan Judul PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERAT

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal PA Yatin

PROPOSAL PROYEK AKHIR

PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR

PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERAT

Oleh:

YATIN DWI RAHAYU 1006578

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2013

Page 2: Proposal PA Yatin

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL PROYEK AKHIR

PEMANFAATAN PATI RESISTEN UBI JALAR

PADA PEMBUATAN MIE KERING KAYA SERAT

Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian proyek akhir

Oleh:

YATIN DWI RAHAYU 1006578

Menyetujui dan Mengesahkan

Pembimbing

( Dewi Cakrawati., S.T.P., M.Si )

NIP. 198308242010122003

Mengetahui:

Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri

(Dr. Sri Handayani, M.Pd)

NIP. 196609301997032001

Page 3: Proposal PA Yatin

KATA PENGANTAR

Mata kuliah Proyek Akhir merupakan salah satu mata kuliah wajib yang

harus dilaksanakan oleh mahasisiwa sebelum menyelesaikan studinya di Program

Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri. Diselenggarakannya mata kuliah ini

diharapkan mahasiswa akan dapat meneliti dan menerapkan ilmu yang telah

didapat dalam bidang Agroindustri. Proposal kegiatan Proyek Akhir ini disusun

sebagai pedoman atau gambaran untuk pelaksanaan Proyek.

Penulis menyadari, bahwa penulisan proposal ini masih banyak terdapat

kekurangan, karena keterbatasan ilmu dan kemampuan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan tanggapan, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

demi kesempurnaan proposal ini, atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat

disebut satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih.

Bandung, Oktoebr 2013

Penulis

i

Page 4: Proposal PA Yatin

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Tujuan ................................................................................................ 3

C. Batasan Masalah................................................................................. 3

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 4

A. Ubi Jalar............................................................................................... 4

B. Karbohidrat.......................................................................................... 6

C. Pati Resisten........................................................................................ 9

D. Mie Kering...........................................................................................11

BAB III METODOLOGI ...................................................................................19

A. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................19

B. Bahan dan Alat ...................................................................................19

C. Metodologi Penelitian.........................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................25

LAMPIRAN.........................................................................................................27

ii

Page 5: Proposal PA Yatin

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Konsumsi Mie Instan di Dunia............................................................. 1

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar................................................................... 5

Tabel 3. Komposisi Gizi Mie.............................................................................. 11

Tabel 4. Syarat Mutu Mie Kering ...................................................................... 17

Tabel 5. Rancangan Percobaan........................................................................... 23

iii

Page 6: Proposal PA Yatin

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembuatan Pati Ubi Jalar.....................................................................20

Gambar 2. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar......................................................21

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Kering......................................22

iv

Page 7: Proposal PA Yatin

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mie adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung, dikeringkan,

dan dimasak dalam air mendidih. Mie merupakan merupakan salah satu pilihan

makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia setelah nasi. Meningkatnya

kegemaran masyrakat mengkonsumsi mie seiring dengan meningkatnya

penjualan mie instan di Indonesia. Berikut data WINA (World Instan Noodles

Association).

Tabel 1. Konsumsi Mie Instan di Dunia

Tren Konsumsi Instan di Dunia (Miliar Bungkus)

No. Nama Negara 2007 2008 2009 2010

1. China 45,8 42,5 40,8 42,3

2. Indonesia 14,9 13,7 13,9 14,4

3. Jepang 5,4 5,1 5,3 5,3

4. Vietnam 3,9 4,0 4,3 4,8

5. Amerika Serikat 3,9 3,9 4,0 3,9

6. Korea Selatan 3,2 3,3 3,4 3,4

7. India 1,2 1,4 2,2 2,9

8. Thailand 2,2 2,1 2,3 2,7

9. Filipina 2,4 2,5 2,5 2,7

10. Brazil 1,5 1,6 1,8 2,0

Sumber: Estimas World Instan Noodles Association

Pola hidup serba instan dan praktis terutama di kota besar menyebabkan

menu makanan tidak seimbang, diantaranya kurang serat pangan. Hal ini

menimbulkan masalah, yaitu sembelit, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia,

aterosklerosis, kencing manis, batu empedu, penyakit divertikulosis, wasir,

hiatal hernia, kanker usus besar, sakit gigi, dan lain-lain. Balai POM RI

menganjurkan standar minimal konsumsi serat per hari seharusnya mencapai

1

Page 8: Proposal PA Yatin

30 gram. Data Puslitbang Departemen Kesehatan (Depkes) RI, konsumsi serat

masyarakat Indonesia rata-rata hanya 10,5 gram perharinya. Angka ini

menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya

sekitar 1/3 dari kebutuhan ideal rata-rata 25-35 gram setiap hari.

Serat pangan merupakan komponen dari tumbuhan yang tahan atau

resisten terhadap enzim pencernaan manusia. Konsumsi serat pangan yang

cukup ditambah minum air yang cukup dapat memperlancar  defekasi atau

buang air besar sehingga keberadaan bahan atau senyawa yang ada dalam feses

tidak terlalu lama di dalam kolon.  Selain itu, ternyata serat pangan merupakan

makanan atau prebiotik dari bakteri-bakteri baik yang ada di dalam kolon

seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus.  Jika banyak serat pangan maka

bakteri baik tersebut dapat berkembang dengan baik untuk melawan bakteri

jahat penyebab diare atau infeksi kolon.  Pada usus halus terdapat fraksi pati

yang tidak dapat dicerna yang lebih dikenal dengan istilah pati resisten.

Pati resisten (resistant starch) didefinisikan sebagai sejumlah pati dari

hasil degradasi pati yang tidak dapat diserap oleh usus halus manusia dan

dikelompokkan ke dalam serat pangan. Pati resisten dapat diperoleh secara

alami maupun dari proses pengolahan yang menghasilkan pati resisten. Suatu

bahan pangan yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dapat dibuat

menjadi pati resisten (resistance strach).

Ubi jalar merupakan salah satu umbi-umbian yang sangat tidak asing

bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini termasuk tanaman tropis dengan nama

botani Ipomoea batatas. Pada umumnya ubi jalar diklasifikasikan berdasarkan

warnaya, yaitu ubi jalar putih, ubi jalar kuning, dan ubi jalar ungu. Ubi jalar

memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat dijadikan

makanan fungsional pengganti nasi dengan proses pengolahan yang sesuai.

Berdasarkan masalah dan gambaran umum yang telah dipaparkan, perlu

ada penelitian tentang seberapa besar konsentrasi pati resisten yang dapat

ditambahkan pada makanan yaitu mie kering, yang diharapkan dapat

meningkatkan kandungan serat pangan dari mie kering sehingga meskipun

2

Page 9: Proposal PA Yatin

seseorang hanya mengkonsumsi mie tetapi bisa tetap memenuhi kebutuhan

serat pangan.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat konsentrasi pati

resisten ubi jalar yang ditambahkan untuk menghasilkan mie kering kaya serat

dengan karakteristik yang dapat diterima konsumen.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah tingkat konsentrasi pati resisten

yang ditambahkan untuk menghasilkan mie kering kaya serat dengan

karakteristik yang dapat diterima konsumen.

3

Page 10: Proposal PA Yatin

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ubi Jalar

1. Botani Ubi Jalar

Ipomoea batatas merupakan nama botani dari ubi jalar. Tanaman ini

dapat ditanam diberbagai tempat, baik dataran rendah ataupun dataran

tinggi. Lahan yang paling cocok untuk menanam adalah tanah pasir

berlempung yang bergembur dan halus. Tanah yang paling disukai

pertumbuhannya dengan kisaran pH 5,6-6,6. Ubi jalar termasuk tanaman

tropis dan dapat tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Umumnya ubi

jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang ebrumbi keras (karena

mengandung banyak pati) dan ubi jalar yang berumbi lunak (karena

mengandung banyak air). Darri segi warna daginf umbinya, ubi jalar ada

yang berwarna putih, merah, kekuningan, kuning, merah, jingga atau ungu

dan lain-lain.

Penggunaan ubi jalar di Indonesia dewasa ini masih terbatas untuk

bahan pangan. Menurut Rukmana (1997), diluar negeri khususnya di

negara-negara maju, ubi jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku

industri, seperti industri fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi dan

sirup. Ubi jalar di Jepang dijadikan makanan tradisonal yang publisitasnya

setaraf dengan pizza atau hamburger sehingga aneka makanan olahan dari

ubi jalar banyak dijual ditoko-toko sampai restoran-restoran bertaraf

Internasional. Produk ubi jalar di Amerika Serikat dijadikan bahan

pengganti (subtitusi) kentang, dan 60% - 70% diantaranyan digunakan

sebagai makanan manusia.

Bahkan di daerah tropis ubi jalar mulai dikembangkan dan

dimanfaatkan sebagai alternatif produk olahan, karena memilki keunggulan

agronomik dan kualitas. Rasa ubi jalar yang tidak manis merupakan syarat

kualitas ubi jalar untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan pokok atau

produk olahan (Martin, 1987). Menurut Widodo (1995), harga ubi jalardi

4

Page 11: Proposal PA Yatin

Jepang lebih tinggi dan dapat mencapai empat kali lipat dibanding padi,

karena ubi jalar di Jepang digunakan untuk beraneka ragam industri dari

pangan (mie, permen, roti, dan lain-lain), minuman (sake, es krim) hingga

kosmetik.

2. Komposisi Kimia Ubi Jalar

Ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat

yang sudah tidak disangsikan lagi bagi masyarakat kita. Bahkan, ubi jalar

memililki peran yang penting sebagai cadangan pangan bila produksi padi

dan jagung tidak mencukupi lagi. Di daerah pedesaan yang miskin, ubi jalar

dapat dijadikan bahan pangan alternatif yang menggantikan beras dan

jagung (Juanda dan Cahyono, 2004).

Soenarjo (1984) mengatakan bahwa nilai gizi ubi jalar secara

kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada

musim kemarau dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang

relatif tinggi dari pada musim penghujan, demikian juga ubi jalar yang

berdaging merah muda umumya mempunyai kadar karoten lebih tinggi

daripada yang berwarna putih,

Komposisi kimia ubi jalar bisa dilihat pada tabel 2, dimana tingkat

karbodhidrat dan serat kasar yang tertinggi terkandung dalam ubi jalar

kuning dengan nilai 32,30 gr dan 1,40 gr.Komposisi kimia ubi jalar per 100

gram dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar

No. Komponen Ubi JalarPutih Merah Kuning

1. Kalori (kal) 123,00 123,00 136,002. Protein (gr) 1,80 1,80 1,103. Lemak (gr) 0,70 0,70 0,404. Karbohidrat (gr) 27,90 27,90 32,305. Air (gr) 68,50 68,50 79,286. Serat Kasar (%) 0,90 1,20 1,407. Kadar Gula (%) 0,40 0,40 0,308. Beta Karoten (SI) 31,20 174,20 900*

Sumber: Harwono et al. (1994)*Direktorat Gizi Depkes RI (1993)

5

Page 12: Proposal PA Yatin

B. Karbohidrat

1. Pati

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh

penduduk dunia, khussnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang.

Walaupun jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat

hanya 4 Kal (kkal) bila dibanding protein dan lemak, karbohidrat

merupakan sumber kalori yang murah. Selain itu beberapa golongan

karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber) yang berguna bagi

pencernaan (Winarno, 1991).

Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.

Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α -(1-> 4) unit

glukosa. Amilopektin merupakan polimer α -(1-> 4) unit glukosa dengan

rantai samping α -(1-> 6) unit glukosa. Suatu molekul pati, terdapat ikatan α

-(1-> 6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4−5%.

Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal terdapat hidrogen

yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang

membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan

hidrogeninter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur

hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal

amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada

permukaan dalamnya (Chaplin 2002).

Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam

suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16

buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal

(Hustiany 2006). Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam

granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis

pati. Umumnya amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan

secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal (Oates,

1997).

Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk lapisan

yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk

6

Page 13: Proposal PA Yatin

lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi

retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi

(Belitz dan Grosch, 1999).

2. Serat Pangan

Dietary Fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan

terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus halus. Serat-

serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-

buahan. Secara kimia, dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis

karbohidrat seperti selulosa, gum dan mucilage, karena itu dietary fiber pada

umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarisa (Winarno, 2004).

Serat pangan merupakan salah satu komponen penting makanan yang

sebaiknya ada dalam susunan diet sehari-hari. Serat telah diketahui

mempunyai banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai

penyakit, meskipun komponen ini belum dimasukkan sebagai zat gizi

(Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Definisi terbaru serat makanan yang

disampaikan oleh The American Assosiation of Ceral Chemist adalah

merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog

yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan

fermentasi lengkap atau partial pada usus besar (Joseph, 2002).

Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air. Sifat

kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-

proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Sulistijani, 2001).

a. Serat tidak larut dalam air

1) Selulosa

Selulosa merupakan serat-serat panjang yang terbentuk dari

homopolimer glukosa rantai linier. Rantai molekul pembentuk

selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya umur

tanaman. Di dalam tanaman, fungsi selulosa adalah memperkuat

7

Page 14: Proposal PA Yatin

dinding sel tanaman sedangkan di dalam pencernaan, berperan sebagai

pengikat air, namun jenis serat ini tidak larut dalam air.

2) Hemiselulosa

Hemiselulosa memiliki rantai molekul lebih pendek

dibandingkan selulosa. Unit monomer pembentuk hemiselulosa tidak

sama dengan unit penyusun heteromer. Unit ini terdiri dari heksosa

dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi memperkuat dinding sel tanaman

dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Sifatnya sama dengan

selulosa, yaitu mampu berikatan dengan air. Jenis ini banyak

ditemukan pada bahan makanan serealia, sayur-sayuran, dan

buahbuahan.

3) Lignin

Lignin termasuk senyawa aromatik yang tersusun dari polimer

fenil propan. Lignin bersama-sama holoselulosa (merupakan

gabungan antara selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk

jaringan tanaman, terutama memperkuat sel-sel kayu. Kandungan

lignin tidak sama, tergantung jenis dan umur tanaman. Serelia dan

kacang-kacangan merupakan bahan makanan sumber serat lignin.

b. Serat larut dalam air

1) Pektin

Pektin terdapat dalam dinding sel primer tanaman dan berfungsi

sebagai perekat antara dinding sel tanaman. Sifatnya yang membentuk

gel dapat mempengaruhi metabolisme zat gizi. Kandungan pektin

pada buah, selain memberikan ketebalan pada kulit juga

mempertahankan kadar air dalam buah. Semakin matang buah maka

kandungan pektin dan kemampuan membentuk gel semakin

berkurang.

2) Gum

Komposisinya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis serat

yang lain. Namun, kegunaannya amat penting, yaitu sebagai penutup

8

Page 15: Proposal PA Yatin

dan pelindung bagian tanaman yang terluka. Oleh karena memiliki

molekul hidrofilik yang berkombinasi dengan air, menyebabkan gum

mampu membentuk gel.

2) Musilase

Stukturnya menyerupai hemiselulosa, tetapi tidak termasuk

dalam golongan tersebut karena letak dan fungsinya berbeda.

Musilase mampu mengikat air sehingga kadar air dalam biji tanaman

tetap bertahan. Selain itu, musilase juga mampu membentuk gel yang

mempengaruhi metabolisme dalam tubuh.

C. Pati Resisten

Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati

merupakan bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan

tanaman, berupa granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji

dan umbi (Sajilata et al., 2006). Pati resistan merupakan istilah yang digunakan

dalam ilmu gizi dan ilmu pangan sebagai jenis pati yang tidak tercerna

(resistan) dalam saluran sistem pencernaan manusia. Pati resistan memiliki

sifat fisiologis yang unik sehingga sering direkomendasikan penggunaannya

dibandingkan dengan serat yang lainnya.

Pati resisten adalah bagian pati atau hasil degradasi pati yang dapat lolos

dari pencernaan dan absorbsi dalam usus halus manusia dan dapat mencapai

usus besar pada subjek yang sehat. Pati resisten ini pada awalnya merupakan

suatu penemuan sejumlah kecil fraksi yang bersifat resisten terhadap perlakuan

hidrolisis oleh enzim α-amilase lengkap dan pullulase secara in vitro (Englyst

et al.,1982).  Pati resistan dapat digunakan untuk meningkatkan serat pangan

dengan sedikit perubahan dari penampakan dan sifat organoleptik pangan

(Anonim, 2010). 

Menurut Berry (1986) pati dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis

berdasarkan respon pati tersebut ketika diinkubasi dengan enzim. Jenis pati

pertama adalah Rapidly Digestible Starch (RDS). RDS adalah jenis pati yang

dapat dihidrolisis sepenuhnya oleh enzim amilase menjadi molekul-molekul

9

Page 16: Proposal PA Yatin

glukosa dalam waktu 20 menit. Jenis kedua adalah Slowly Digestible Starch

(SDS). Seperti juga RDS, SDS dapat sepenuhnya dihidrolisis oleh enzim

amilase akan tetapi hidrolisisnya memakan waktu lebih lama.

Jenis pati ketiga adalah Resistant starch (RS) yaitu fraksi kecil dari pati

yang resisten (tahan) terhadap hidrolisis oleh enzim α-amilase dan enzim

pululanase yang diberikan secara in vitro. RS tidak terhidrolisis setelah 120

menit inkubasi (Englyst, et al., 1992). Pati yang sampai ke usus besar akan

difermentasi oleh mikroflora usus. Oleh karena itu, sekarang RS didefinisikan

sebagai fraksi dari pati yang dapat lolos dari pencernaan pada usus halus.

Secara kimia, RS adalah selisih dari kadar pati total dengan RDS dan SDS

(Sajilata et al, 2006).

Resistant starch adalah bagian dari pati yang tidak dapat dicerna oleh

usus halus manusia yang sehat (pencernaan tidak terganggu). Menurut

Gonzales, et al (2004), RS dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan keberadaan pati

secara alami dan keberadaannya dalam makanan. RS tipe I adalah jenis pati

yang secara fisik terperangkap di dalam matriks sel, seperti pada biji legumes

(polong-polongan). RS tipe II adalah granula pati yang secara alami tahan

terhadap enzim pencernaan seperti pati pisang mentah dan pati kentang

mentah. RS tipe III adalah pati hasil retrogradasi yang terbentuk akibat

pemanasan suhu tinggi yang disusul dengan penyimpanan pada suhu rendah.

RS tipe IV adalah pati yang dimodifikasi secara kimia.

Pati tahan cerna ditemukan pertama kali oleh Englyst et al. (1982) dan

didefinisikan sebagai fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim

pencernaan amilase dan perlakuan pulunase secara in vitro. Karena pati banyak

dijumpai dalam saluran pencernaan serta sedikit difermentasi oleh mikroflora

usus, RS sering diidentifikasi sebagai fraksi pati makanan yang sulit dicerna di

dalam usus halus sehingga memiliki fungsi untuk kesehatan. RS memiliki sifat

seperti halnya serat makanan, sebagian serat bersifat tidak larut dan sebagian

lagi merupakan serat yang larut (Asp, 1992). Beberapa sumber karbohidrat

seperti gula dan pati dapat dicerna dan diserap secara cepat di dalam usus halus

10

Page 17: Proposal PA Yatin

dalam bentuk glukosa, yang selanjutnya diubah menjadi energi. RS masuk ke

dalam usus besar seperti halnya serat makanan (Asp, 1992).

D. Mie Kering

1. Jenis Mie

Aneka jenis mie dapat ditemukan di pasar. Keragamannya yang luas

seringkali membuat konsumen mempertanyakan spesifikasi dari setiap

produk yang bersangkutan. Pada kegiatan sehari-hari telah dikenal berbagai

sebutan untuk mie dan produk sejenis mie, misalnya mie instan, mie telur,

mie basah, bihun, sohun dan sebagainya. Secara sederhana, beragam jenis

mie ini dapat dikelompokkan berdasarkan bahan baku yang digunakannya.

Namun demikian, setiap mie memiliki perbedaan dalam proses produksinya.

Uraian berikut menjelaskan teknik pembuatan berbagai jenis mie tersebut,

sehingga dapat diketahui persamaan maupun perbedaannya.

Tabel 3. Komposisi Gizi Mie Per 100 gram

Zat Gizi Mie Basah Mie Kering Mie InstanEnergi (kkal) 88 338 320Protein (g) 0,6 7,9 7Lemak (g) 3,3 11,8 11

Karbohidrat (g) 14,0 50 48Kalsium (mg) 14,0 49 2*Fosfor (mg) 13,0 47 -Besi (mg) 0,8 2,8 30*

Vitamin A (IU) 0 0 0Vitamin B (mg) 0 0 25*Vitamin C (mg) 0 0 6*

Air (g) 80,0 12,9 12Catatan: *) dalam % AKGSumber: Nio (1992)

Berbagai jenis mie yang menggunakan terigu sebagai bahan baku

telah dikenal masyarakat. Pada tabel X, dapat dilihat kandungan pada

beberapa jenis mie. Selain mie instan, jenis mie yang dikenal cukup luas

adalah mie segar (mie mentah), mie basah, mie kering, dan mie telur.

11

Page 18: Proposal PA Yatin

a. Mie Segar

Mie Segar sering juga disebut mie mentah. Jenis ini biasanya tidak

mengalami proses tambahan setelah benang mie dipotong (Hoseney,

1994). Mie segar umumnya memiliki kadar air sekitar 35%, yang oleh

karenanya mie ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika penyimpannya

dilakukan dalam refrigerator, mie segar dapat bertahan hingga 50-60 jam

dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Agar

diterima konsumen dengan baik, mie segar harus berwarna putih atau

kuning muda. Mie ini biasanya dibuat dari terigu jenis keras (hard

wheat), agar dapat ditangani dengan mudah dalam keadaan basah.

b. Mie Basah

Mie Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan

setelah tahap pemotongan. Biasanya mie basah dipasarkan dalam

keadaan segar. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya

daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Proses

perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase terdenaturasi,

sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama distribusi.

Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan

ditambahkan Kan-sui. Yang dimaksud kan-sui adalah larutan alkali yang

tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini digunakan

untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula. Garam

karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie

yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul

akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan

alkali (Hoseney, 1994).

c. Mie Kering

Produk ini tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang

mie telah dipotong, tetapi merupakan mie segar yang langsung

dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya

12

Page 19: Proposal PA Yatin

biasanya dilakukan melalui penjemuran. Karena bersifat kering, daya

simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya.

d. Mie Telur

Mie Telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika

dipasarkan. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan

mie telur dalam keadaan basah. Faktor komposisi bahan adalah faktor

yang membedakan mie telur ini dengan mie kering maupun mie basah.

Dalam pembuatan mie telur biasanya ditambahkan telur segar atau

tepung telur pada saat pembuatan adonan. Penambahan telur ini

merupakan suatu variasi dalam pembuatan mie di Asia, sebab secara

tradisional mie oriental tidak mengandung telur. Sebaliknya di Amerika

Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan. Sebagai contoh,

mie kering harus mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur

lebih dari 5,5% (Hoseney, 1994)

e. Mie Instan

Mie instan seringkali disebut juga sebagai ramen atau ramyeon di

luar negeri. Mie ini dibuat dengan menambahkan beberapa proses setelah

mie segar diperoleh pada akhir tahap pemotongan. Tahap-tahap

tambahan tersebut adalah pengukusan, pembentukan (forming, per porsi),

dan pengeringan. Mie instan dengan kadar air 5-8% biasanya dikemas

bersama dengan bumbunya. Dalam keadaan seperti ini, mie instan

memiliki daya simpan yang lama.

2. Bahan-Bahan Mie Kering

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu

diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu

berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat.

Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan

mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam

gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie

13

Page 20: Proposal PA Yatin

harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan

terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang

digunakan antara lain air, garam, telur, cmc dan soda abu.

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,

melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten (Astawan, 1999).

Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan

sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin

meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi

tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik.

Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie,

meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air. Menurut

Astawan (1999) garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan

amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara

berlebihan. Garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makan yang

penting.Pada pembuatan mie ada penambahan telur, telur berfungsi untuk

mempercepat penyerapan air pada tepung, mengembangkan adonan.

CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator,

pembentuk gel dan sebagai pengemulsi yang dapat mengembangkan adonan

pada proses pembuatan mie (Winarno, 1991). Jumlah bahan pengembang

yang digunakan berkisar antara 0,5 – 1,0 % dari berat tepung. Penggunaan

yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya

rehidrasi mie menjadi berkurang (Astawan, 2006). Soda abu merupakan

campuran natirum karbonat dan kalium karbonat dengan perbandingan 1:1.

Soda abu berguna untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan

elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta

meningkatkan sifat kenyal.

3. Proses Pembuatan Mie Kering

Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar

airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan

penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat

14

Page 21: Proposal PA Yatin

kering maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan

mudah penangannnya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya

ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan

nama mie telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu

keharusan karena mie kering harus mengandung air kurang dari 13 % dan

padatan telur lebih dari 5,5 % (Astawan, 2008).

Tahapan dalam pembuatan mie kering berdasarkan Astawan (2008),

adalah sebagai berikut:

a. Pencampuran bahan

Bahan-bahan (tepung terigu, garam, dan soda abu) dicampur

menajdi satu. Terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang

ditengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan lain kedalam

lubang tersebut. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diadauk rata

dan ditambah air sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu

menggumpal bila dikepal dengan tangan.

b. Pengulenan adonan

Adoanan yang membentuk gumpalan kemudian diuleni.

Pengulenan dapat menggunakan alat kayu berbentuk silinder dengan

diameter 7 cm dan panajng 30 cm. Pengulenan dilakukan secara

berualang-ulang selama sekitar 15 menit.

Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air

yang ditambahkan, laam pengadukan dan suhu adonan. Air yang

ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika

penambahan air lebih dari 38 % adonan menjadi basah dan lengket. Bila

penambahan air kurangd ari 28% adonaan menjadi keras, rapuh, dan sulit

dibentuk menjadi lembaran.

Waktu pengadukan yang baik sekitar 15-25 menit. Pengadukan

yang lebih dari 25 menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh,

keras dan kering. Berbeda halnya dengan pengadukan yang krang dari 15

menit menyebabkan adonana menjadi lunak dan lengket.

15

Page 22: Proposal PA Yatin

Suhu adonan berpengaruh terhadpa aktivitas enzim protease dan

amilase. Pengikatan suhu (di atas 400C) menyebabkan aktivitas enzim

amilase dan memecah pati menjadi dekstrin dan aktivitas enzim protease

dalam memecah gluten meningkat sehingga adonan menjadi lembut dan

halus. Suhu juga meningkatkan mobilitas dan aktivitas air ke dalam

jaringan tepung sehingga membantu pengembangan adonan.

Suhu adonan dapat dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dengan

pengaduk. Suhu adonan yang baik sekitar 25-400C. Suhu diatas 400C

menyebabkan adonan menjadi lengket dan mie menjadi kurang elastis.

Suhu kurang dari 250C menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh, dan

kasar.

c. Pembentukan Lembaran

Adonan yang kalis dimasukan kedalam mesin pembentuk

lembaran. Proses pembentukan lembaran ini berlangsung sekitar 20

menit. Menurut Sunaryo (1985), pembentukan lembaran dilakukan

dengan menggunakan mesin roll press yang akan mengubah adonan

menjadi lembaran-lembaran. Saat pengepresan, gluten ditarik kesatu arah

sehingga seratnya menjadi sejajar. Menurut suryanti (2008), Penurunan

ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah lapisan

akan berpengaruh terhadap sifat mie yang dihasilkan.

d. Pembentukan Mie

Alat ini mempunyai dua rol, rol pertama berfungsi untuk

menipiskan lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mie. Pertama-

tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua.

e. Pengukusan

Mie dipanaskan (steaming) dengan cara pemberian uap selama 10

menit. Pemanasn ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gulten.

Gelatinisasi dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberkan

kelembuatn mie, meningkatkan daya cerna pati dan mempengaurhi daya

rehidrasi mie, terjadi perubahan pati beta menjadi pati alfa yang lebih

mudah dimasak. Potongan mie di kukus agar kandungan airnya tutun dan

16

Page 23: Proposal PA Yatin

menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi

keras dan kuat, kenyal serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat

digoreng.

f. Pengeringan

Mie yang telah dicetak kemudian dimasukkan ke dalam mesin

pengering untuk mengeringkan mie secara sempurna (ka 11-12%),

menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein.

Menurut Suryanti (2008), mie yang telah dikukus dikeringkan dengan

alat pengering atau oven. Pengering dilakukan dengan suhu 60-70%

sampai kadar air mie sekitar 11-12%.

Proses pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menguapkan sebagaian

besar air yang dikandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya,

kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas sehingga

mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, 2004).

g. Pendinginan

Proses pendinginan bertujuan untuk melepaskan sisa upa panas dari

produk dan membuat tekstur mie menjadi keras.

4. Karakteristik Mie Kering

Karakteristik mie kering terdiri dari mutu fisik dan kimia. Sifat fisik

mie kering yang berkualitas baik ditandai dengan sifat karakteristik

diantaranya mie memiliki gigitan relatif kuat, kenyal, dan permukaan yang

tidak lengket.

Tabel 4. Syarat Mutu Mie Kering

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

a. Bau

b. Rasa

c. Warna

Normal

Normal

Normal

2 Kadar Air % b/b Maks 8

17

Page 24: Proposal PA Yatin

3 Kadar Abu % b/b Maks 3

4 Protein % b/b Min 10

5 Bahan Tambahan Makanan

a. Boraks dan Asam Borat

b. Pewarna

Tidak boleh ada

Yang diizinkan

6 Cemaran Logam

a. Timbal (Pb)

b. Tembaga (Cu)

c. Seng (Zn)

d. Raksa (Hg)

mg/Kg

mg/Kg

mg/Kg

mg/Kg

Maks 1,0

Maks 10,0

Maks 40,0

Maks 0,05

7 Arsen (As) mg/Kg Maks 0,05

8 Cemaran Mikroba

a. Angka Lempeng Total

b. E. Coli

c. Kapang

Koloni/gr

APM/gr

Koloni/gr

Maks 1x10

Maks 10

Maks 1x10

Sumber: Departemen perindustrian RI

18

Page 25: Proposal PA Yatin

BAB III

METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dimulai dari Bulan Oktober 2013.

Jadwal kegiatan penelitian ini terlihat pada Lampiran 1.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian adalah bahan untuk

pembuatan mie kering dan juga bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan

untuk pembuatan mie kering adalah ubi jalar kuning, tepung terigu protein

tinggi, garam, air, soda abu, minyak kelapa sawit, aquades dantelur. Bahan

yang akan digunakan untuk analisis adalah bahan-bahan kimia yang digunakan

untuk analisis proksimat (AOAC, 1984) dan analisis kadar serat pangan

(Apriyantono, 1989).

2. Alat

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan,

ember, oven pengering, pengaduk, kain saring, ayakan 100 mesh, blender,

plastik, alat pencetak mie, timbangan, gelas ukur, beaker, panci, kompor gas,

baskom, timbangan analitik, tabung reaksi, erlenmeyer, penjepit cawan, pipet

tetes, inkubator, hot plate, labu takar, pH-meter, lemari pendingin, dan

autoklaf.

C. Metodologi Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang dilakukan beberapa tahap, diantaranya:

1. Tahapan Penelitian

a. Pembuatan Pati Ubi Jalar

Pada penelitian ini umbi yang digunakan adalah ubi jalar kuning

yang diekstraksi patinya dengan cara pengupasan, pencucian, pemarutan

atau pengecilan ukuran, pengektraksian dengan air (umbi:air = 1:4),

pengendapan selama 6-12 jam, penyaringan, pengeringan dengan oven

19

Page 26: Proposal PA Yatin

selama 6 jam (suhu 500C), penggilingan dan terakhir pengayakan dengan

mesin ayak 100 mesh.

Pengupasan

Pencucian

Pemarutan/Pengecilan Ukuran

Pengekstraksian Umbi:Air (1:4)

Pengendapan(6-12 jam)

Penyaringan

Pengeringan Oven(6 jam, 50oC)

Pengecilan ukuran

Pengayakan (100 mesh)

Gambar 1. Pembuatan Pati Ubi Jalar

b. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar

20

Kulit

Air

Ampas

Ubi Jalar

Pati Ubi Jalar

Page 27: Proposal PA Yatin

Pembuatan pati resisten menggunakan autoclaving-cooling, yaitu

perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan terlihat pada Gambar

1. Menurut Lehmann (2002) Pembuatan pati resisten dalam penelitian ini

yaitu Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v), kemudian

dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 70-800C.

Selanjutnya, proses autoklaf selama 30 menit dengan suhu 1210C,

dididinginkan dan disimpan pada suhu 4 selama 24 jam, kemudian

dikeringkan dengan freeze dryer dan terakhir digiling dan diayak 60

mesh.

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskansampai homogen dan mengental pada suhu 70-800C

diautoklaf selama 30 menit dengan suhu 1210C

didinginkan dan disimpan pada suhu 4 selama 24 jam

dikeringkan dengan freeze dryer

Pengayakan 60 mesh.

Gambar 2. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar

c. Aplikasi RS Ubi jalar Pada Mie Kering

21

Air

Pati Ubi Jalar

Pati Resistan Ubi Jalar

Page 28: Proposal PA Yatin

Pati resisten (RS) ubi jalar kuning ini diaplikasikan pada

pembuatan mie kering kaya serat terlihat pada gambar 2. Konsentrasi RS

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%, 10%, dan 15%.

Pembuatan mie kering menngunakan metode Astawan (2008) yang

dimodifikasi seperti terlihat pada Gambar 3.

Pencampuran Bahan

Pengulenan Adonan (15 Menit)

Pembentukan Lembaran adonan

Pencetakan

Pengukusan(1000C, 12 menit)

Pengeringan(suhu 600C selama 2,5 jam)

Pendinginan(suhu ruang, 15 menit)

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Kering

22

Garam (1%)Soda Abu (1-1,5%)

Air (30%)Telur (20%)

Terigu (%) : RS Ubi Jalar (%)

Selesai

Page 29: Proposal PA Yatin

2. Analisis

a. Analisis Sensori

Analisis sensori yaitu uji organoleptik hedonik yang bertujuan

untuk mengetahui bagaimana tingkat kesukaan konsumen terhadap

produk mie ubi jalar. Panelis yang dipilih merupakan panelis semi

terlatih sebanyak 15 orang. . Produk ditempatkan dalam cawan, disusun

secara acak. Parameter yang dianalisis adalah kesukaan panelis terhadap

warna, aroma, tekstur , kekenyalan, dan rasa mie kering yang dihasilkan

dalam penelitian ini.

b. Analisis Fisik

Analisis sifat fisik yang dilakukan meliputi uji daya serap air

(DSA) dan kehilanagan padatan akibat pemasakan (KPAP).

c. Analisis Proksimat

Analisis proksimat mie meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,

kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat pangan. Analisis

proksimat ini dilakukan pada perlakuan terbaik.

3. Rancangan Percobaan

Tabel 5. Rancangan Percobaan

Perlakuan

Perbandingan

Konsentrasi Tepung

Terigu (%)

(T)

Konsentrasi RS

Ubi Jalar (%)

(R)

Kontrol 100 0

T1R2 95 5

T1R3 90 10

T1R4 85 15

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Racangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi

Resistance Starch (RS) ubi jalar dengan pengulangan sebanyak 3 kali

23

Page 30: Proposal PA Yatin

ulangan analisis. Konsentrasi RS ubi jalar yang digunakan dalam penelitian

ini adalah 5%, 10%, dan 15%. Jika sampel yang dianalisis dengan ANOVA

menunjukkan hasil berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan dengan

tingkat signifikan α= 0,05.

24

Page 31: Proposal PA Yatin

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010.Pati Resistant. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pati_resistan. [20 Oktober 2013]

Asp, N.G. 1992. Resistant starch. Proceeding ofthe Second Plenary of EURESTA: EuropeanFLAIR Concerted Action No. 11 on PhysiologicalImplications of the Consumption ofResistant Starch in Man. Eur. J. Clin. Nutr.46 (Suppl 2).

Astawan, M. 1999. Pembuatan Mie dan Bihun. PT Penebar Swadaya: Jakarta

Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Belitz & Grosch, (1987), dalam Skripsi Hariani Linda, Sebayang Firman., (2001), Pengaruh pH Dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Pektin Dari Kulit Jeruk Manis Jenis Kerotan (Citrus unshu), Jurusan Kimia, FMIPA – USU, Medan.

Berry, C.S. 1986. Resistant starch. Formationand measurement of starch that survivesexhaustive digestion with amylolytic enzymesduring the determination of dietaryfiber. J. Cereal Sci. 4: 301–314.

Englyst, HN., et.al. 1992. Classification And Measurement Of Nutritionally Important Starch Fraction.Eu J Clin Nutr. 46:533-550

Gonzales, R.A, et.al. 2004.Resistant Starch Made From Banana Starch By Autoclaving And Debranching. Journal of Starch 56: 495-499.

Harwono, D., et. al.1994.Pengolahan Ubi Jalar Guna Mendukung Diversifikasi Pangan Dan Agroindustri.

Hoseney, R.C. 1994. Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp.

Joseph G. 2002. Manfaat serat makanan bagi kesehatan kita. Makalah Falsafah Sains, Mei 2002. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Juanda dan Cahyono. 2005. Budidaya Dan Analisis Usaha Tani Ubi Jalar. Kanisius. Yogyakarta.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. eBookPangan.com

Lehmann, U., G. Jacobasch, dan D. Schmiedl. 2002. Characterization of Resistant Starch Type III from Banana (Musa Acuminata). Journal of Agricultural andFood Chemistry.

25

Page 32: Proposal PA Yatin

Nio, O.K., 1992 Daftar Analisa Bahan Makanan. UI-Press, Jakarta

Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua. UIPress. Jakarta.

Rukmana R., 1997. Ubi Kayu Budi daya dan Paska Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Soenarjo (1984). Potensi Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Gula Fruktosa. Jurnal Penelitian dan Pengembanagn Pertanian Bogor

Sulistijani, D.A dan H. Firdaus. 2001. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwidya. Jakarta.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor

Suyanti, 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Penebar Swadaya, Jakarta

widodo 1995. Prospek Dan Stratego Pengembangan Ubi Jalar Sebagai Sumber Devisa. Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian

Widodo,S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa,dan Sumarno (Eds.) Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Mendukung Agroindustri. Balai Penelitian Tanaman Pangan,Malang.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

26

Page 33: Proposal PA Yatin

Lampiran 1.

Jadwal Penelitian Proyek Akhir

No. KegiatanOktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Perizinan penelitian

2 Pembuatan pati ubi jalar

3Pembuatan pati resisten

ubi jalar

4 Pembuatan mie kering

5 Analisis sensori

6Analisis fisik dan

proksimat

7 Pengumpulan data

8 Bimbingan

9 Penyusunan Laporan

27

Page 34: Proposal PA Yatin

Lampiran 2. Prosedur Analisis

1. Rendemen

Rendemen adalah presentase bahan baku uatam yang menjadi produk

akhir, atau perbandingan produk akhir dengan bahan baku utama. Dapat

dinyatakan dalam demisal atau persen. Perhitungannya adalah sebagai

berikut:

Rendemen (% )=ba

x100%

Berat bahan baku awal (ubi jalar) = a gram

Berat produk akhir (pati resisten ubi jalar) = b gram

2. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)

Sebelum analisa KPAP dilakukan pengukuran waktu optimum.

Pengukuran waktu optimum untuk merebus mie, dengan cara merebus 5

gram sampel dalam 150 ml air. Setiap setengah menit diamati dengan cara

menjepit mie diantara dua buah gelas arloji. Mie telah masak apabila sudah

tidak tampak bagian tengah (core) yang berwarna putih.

Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram sampel

dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum, mie ditiriskan dan

disiram air kemudian ditiriskan kembali selam 5 menit. Mie kemudian

ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105oC samapi berat konstan. Sampel

kemudian ditimbang kembali, sementara itu dilakukan juga pengukuran

kadar air mie.

KPAP (% )=1− berat sampel setela h dikeringkan[berat awal (1−kadar air sampelawal )]

x 100 %

3. Daya Serap Air (DSA)

Prosesdur penentuan waktu amsak optimum sama seperti pada anaisa

KPAP, adapun rumus untuk menghitung daya serap air adalah sebagai

berikut:

DSA (% )= [( A−B )−( k . air awal xberat awal )][berat awal (1−kadar air sampel awal )]

x100 %

Keterangan :28

Page 35: Proposal PA Yatin

A= berat sampel setelah direhidrasi (gram)

B= berat sampel setelah diekringkan (gram)

4. Kadar Air, Metode Oven ( AOAC, 1984)

Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 100-102oC

sekitar 15 menit, didinginkan dalam desikator (untuk cawan alumunium 10

menit dan cawan porsein 20 menit), kemudian ditimbang. Sebanyak kurang

lebih 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan, kemudian dimasukkan

dalam oven dengan suhu 100-102oC selama 16 jam. Cawan berisi sampel

diangkat kemudian didingkan dalam deiskator, selanjutanya ditimbang

kembali dan dikurangi berat cawan.

Kadar Air (% )=W 1−W 2W 1

x100 %

Keterangan :

W1 = berat sampel sebelum dikeringkan (gram)

W2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram)

5. Kadar Abu, Metode Tanur (AOAC, 1984)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 15 menit, kemudian

didingkan dalam desikatro dan ditimbang (a). Pengukuran kadar abu

dilakukan dengan tanur. Sebanyak 5 gram sampel yang sudah dihancurkan

dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian dipanaskan diatas kompor

gas sampai asapanya habis. Cawan berisi sampel kemudian ditimbang (b).

Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550°C sampai

sampai diperoleh abu. Cawan dikeluarkan dari tanur didinginkan dalam

desikator, kemudian di timbang (c)kemudian ditimbang.

Kadar Abu (%)= c−ab−a

x100%

Keterangan :

a = berat cawan (gram)

b = berat cawan+sampel (gram)

c = berat cawan+sampel abu (gram)

29

Page 36: Proposal PA Yatin

6. Kadar Protein Kasar, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1984)

Kurang lebih 10 gram sampel dioksidasi dengan menggunakan H2SO4

untuk konversi nitrogen menjadi amonia. Amonia diuapkan (destialsi) dan

diserap atau ditangkap dengan larutan asam borat (H2BO3). Nitrogen yang

terkandung dalam laruatn asam borat ditentukan jumlahnya dengan larutan

HCl 0,02 N dengan titrasi.

N(% )= (ml HCl−ml blanko ) x normalitas x 14,007mg sampel

x 100 %

Kadar Protein (%)= N (%) x 6,25

7. Kadar Lemak Kasar, Metode Soxhlet (AOAC, 1984)

Pertama kali labu lemak dikeringkan dalam oven, kemduian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram

sampel dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring, kemudian

dimasukkan dalam alat ekstruksi Soxhlet. Alat kondensor diletakkan di

atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksan dimasukkan

dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama

minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak

berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung

kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam

oven pada suhu 150oC hingga mencapai berat yang kosntan. Selanjutnya

labu beserta lemak di dalamnya ditimbang.

Kadar Lemak (%)= berat lemak (g)berat contoh (g)

x100 %

8. Analisis total serat pangan (AOAC Official methods 985.29)

Analisis total serat pangan dilakukan dengan metode AOAC official

methods 985.29 sebagai jumlah dari serat pangan larut dan serat pangan tak

larut. Pertama kali disiapkan kertas saring kosong yang telah dioven.

Sampel kering rendah lemak sebanyak 0,5 gram ditimbang dan ditempatkan

dalam erlenmeyer. Setelah itu bufer fosfat 0,08 M pH 6,0 sebanyak 25 ml 30

Page 37: Proposal PA Yatin

dan termamyl sebanyak 50 µl ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Campuran

dipastikan homogen dan ditutup dengan alumunium foil. Kemudian

campuran sampel diinkubasi dalam penangas air mendidih selama 30 menit

dengan diaduk setiap 5 menit. Termomener digunakan untuk memastikan

tercapainya suhu internal sebesar 95° selama 15 menit. Sampel didinginkan

setelah inkubasi selesai dan ditambahkan 5 ml NaOH 0,275 N serta 0,05 ml

larutan enzim protease.

Campuran kemudian dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 60°C

selama 30 menit dalam penangas air bergoyang. Kemudian diatur pHnya

menjadi 4,5 dengan 5 ml HCl 0,325 N dan ditambahkan 0,15 ml AMG.

Sampel diinkubasi kembali pada suhu 60°C selama 30 menit. Sebanyak 140

ml etanol 95% yang telah dipanaskan hingga 60°C ditambahkan setelah

inkubasi selesai dan dibiarkan selama 60 menit agar terbentuk endapan

(presipitat SDF). Sampel disaring menggunakan penyaring yang

mengandung Celite 545 0,5 g atau kertang saring Whatman, dibantu dengan

Buchner. Sampai pada tahap ini prosedur penentuan serat larut dan larut

dilakukan dengan langkah sama. Pada penentuan serat pangan tidak larut

residu selanjutnya dicuci dengan 10 ml air untuk melarutkan SDF, 2 x10 ml

etil alkohol 95 % dan 2 x10 ml aseton secara berturut-turut. Pada penentuan

serat pangan larut filtrat ditepatkan bobotnya hingga 100 gram dengan air

destilata dan kemudian ditambahkan 140 ml etanol 95% (yang telah

dipanaskan sampai 60°C) serta dibiarkan mengendap pada suhu kamar

selama 1 jam.

Pada kedua analisis (serat larut dan tidak lart) kemudian melalui

langkah pengeringan yang sama. Kertas saring dikeringkan selama satu

malam dalam oven suhu 105°C dan didinginkan dalam desikator setelah

pengeringan selesai. Kertas kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya.

Kadar serat pangan larut atau kadar serat pangan tidak larut dihitung

berdasarkan Persamaan (5). Bobot residu merupakan selisih bobot kertas

saring hasil pengeringan dan bobot kertas saring awal. P, A dan B ialah

31

Page 38: Proposal PA Yatin

bobot protein, abu dan residu blanko dari masing-masing sampel, sedangkan

bobot sampel adalah bobot sampel yang diambil.

Serat pangan (%) = [(bobot residu – P – A – B)/ bobot sasmpel] x 100)

9. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar KH (%)= 100- (%air+%abu+%protein+%lemak+%serat)

10. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik).

Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih (mahasiswa) sebanyak

15 orang. Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

ketidaksukaanyya terhadap sampel yang diberikan.

Cara penyajian dalam uji ini adalah sebagai berikut: contoh yang akan

diuji disajikan secara acak (tidak diketahui tingkat formulasinya) secara

bersamaan kepada setiap panelis. Kemudian panelis diminta memberikan

penialiannya terhadap contoh yang diberikan. Panelis tidak boleh

membandingkan antara contoh yang disajikan.

Hasil uji hedonik ditranformasikan menjadi skala numerik dengan

angka menaik menurut tingkat kesukaan. Skala hedonik dan skala numerik

yang digunakan untuk uji hedonik adalah: (1) sangat tidak suka, (2) tidak

suka, (3) agak suka, (4) suka, (5) sangat suka

32

Page 39: Proposal PA Yatin

Lampiran 3. Fromat Uji Organoleptik

LEMBAR UJI HEDONIK MIE KERING

Nama :Tanggal Pengujian :Sampel : Mie KeringInstruksi : - Bacalah Basmallah dan konsentrasi sebelum

Saudara memberikan penilaian- Berikanlah penilaian saudara terhadap warna, aroma,

rasa dan tekstur contoh mie yang diuji- Jangan membandingkan antar sampel.

Parameter Kode Sampel

Warna mie sebelum direbus

Warna mie rebus

Aroma mie rebus

Rasa mie rebus

Tekstur/kekenyalan mie rebus

Keterangan : 1= sangat tidak suka2= tidak suka3= agak suka4= suka5= sangat suka

33