proposal izal

23
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY DENGAN MODALITAS INFRARED, MASSAGE DAN MIRROR EXERCISE PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH Disusun oleh : Muhamad Fahrizal Rilahi  NIM. 11.022 AKADEMI FISIOTERAPI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI 2014

Upload: fahrizal1993

Post on 17-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELLS PALSY DENGAN MODALITAS INFRARED, MASSAGE DAN MIRROR EXERCISE

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun oleh :Muhamad Fahrizal RilahiNIM. 11.022

AKADEMI FISIOTERAPI RUMAH SAKIT DUSTIRACIMAHI2014

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangWajah merupakan bagian dari kepala manusia yang terdiri dari kening pada bagian atas, alis sebagai hiasan diatas mata, mata untuk melihat, hidung untuk mencium bau-bauan, pipi, bibir sebagai pintu masuk makanan dan minuman dan dagu. Wajah identik dengan kecantikan dan ketampanan, hal itu merupakan idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal tersebut, misalnya dengan cara perawatan, facial dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Namun, apabila fungsi otot dari wajah tersebut terganggu maka akan menjadikan kita kurang bahkan tidak percaya diri karena merasa sudah tidak cantik atau tampan lagi. Salah satu gejalanya yang akhir-akhir ini muncul adalah penyakit bells palsy.Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun demikian sering terjadi pada umur 20 50 tahun.Dilihat dari aspek fisioterapi bells palsy dapat menimbulkan berbagai tingkat gangguan baik Impairment yaitu adanya kelemahan otot wajah baik sebelah kiri maupun kanan dan adanya rasa nyeri di belakang telinga, fungtional limitation yaitu adanya kesulitan dalam makan, minun, bersiul, menutup mata, mengangkat alis, mengerutkan dahi, dan bicara tidak jelas, dan disability/participation restriction yaitu pasien cenderung menarik diri karena kurang percaya diri dengan kondisi wajahnya serta bicara tidak jelas.Peran fisioterapi pada kasus bells palsy adalah untuk meningkatkan kekuatan otot wajah, mengurangi nyeri di belakang telinga sebelah kiri sehingga meningkatkan kemampuan fungsional pasien agar tidak mengalami kesulitan dalam aktifitas makan, minum, bersiul, menutup mata, mengangkat alis, mengembang kempiskan hidung, dan berbicara.Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis mengambil judul Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bells Palsy Sinistra Dengan Modalitas Infra Red, Massage Dan Mirror Exercise.

1.2 Rumusan MasalahApakah pemberian Infrared (IR), Massage dan Mirror Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot pada wajah serta mengurangi nyeri pada telinga bagian belakang pada kasus Bells Palsy Sinistra.

1.3 Pembatasan MasalahKarena banyaknya modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kasus bells palsy sinistra, maka dalam hal ini penulis akan membatasi hanya menggunakan modalitas Infrared (IR), Massage dan Mirror Exercise untuk meningkatkan kekuatan otot wajah dan mengurangi nyeri pada telinga bagian belakang.

1.4 Tujuan PenulisanTujuan penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain untuk mengetahui pengaruh dan efektifitas Infrared (IR), Massage dan Mirror Exercise dalam meningkatkan kekuatan otot serta mengurangi nyeri pada kasus bells palsy sinistra.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kasus2.1.1 DefinisiBells palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer, namun sangat mungkin akibat oedema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stylomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Mardjono & Sidartha,1997).Bell palsy, juga disebut kelumpuhan wajah idiopatik adalah penyebab paling umum dari kelumpuhan wajah unilateral dan penyebab paling umum dari kelumpuhan wajah di seluruh dunia. Merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling umum dari saraf kranial. Dalam sebagian besar kasus, Bell palsy secara bertahap menyelesaikan dari waktu ke waktu, dan penyebabnya tidak diketahui.Secara umum definisi bells palsy adalah gangguan N.VII perifer yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti (Charles,1988).

2.1.2 Anatomi Fungsional2.1.2.1 OsteologiOsteologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tulang. Tulang pembentuk wajah, terdiri dari : 2 buah os zygomaticum, 2 buah maxilla, 2 buah os lacrimale, 2 buah os nasale, 1 buah vomer, 2 buah os palatum, 2 buah concha nasalis inferior, 1 buah mandibula.

2.1.2.2 MyologiOtot merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak aktif. Dalam kaitannya dengan kasus ini otot-otot yang akan dibahas ialah otot-otot fasialis.

2.1.2.3 Vaskularisasi Wajah1) Pembuluh darah ArteriArteri fasialis adalah cabang dari arteri carotis eksterna. Sesudah melengkung ke atas glandula submandibularis, membelok disekitar margo inferior corpus mandibulae pada pinggir anterior muskulus masseter. Selanjutnya arteri ini berjalan berbelok-belok keatas kesudut mulut ditutupi oleh muskulus platysma dan muskulus muskulus risorius. Sesudah itu menuju keatas tertutup oleh muskulus zygomatikus dan muskulus levator labii superioris yang berjalan sepanjang sisi hidung ke sudut medial mata letaknya anostomosis dengan cabang-cabang perhentian arteri opthalmica. Ada empat cabang arteri yang dimiliki arteri fasialis yaitu : (1) Arteri submentalis Cabang dari arteri fasialis pinggir bawah corpus mandibulae, vaskularisasi dari kulit dagu bibir bawah.(2) Arteri labialis superior.Cabang dekat sudut mulut kearah medial di bibir atas, vaskularisasi ke septum dan ala nasi.(3) Arteri labialis inferiorCabang dekat sudut mulut ke arah medial dibibir bawah anostomosis dengan arteri yang sama dari sisi yang lain. (4) Arteri AngularisCabang dari arteri fasialis sepanjang sisi hidung, vaskularisasi dari kulit dan dorsum nasi.

2) Pembuluh darah VenaAliran darah vena fasialis dibentuk pada sudut medial mata gabungan dari vena supra orbitalis dan vena supra trochlearis. Pembuluh darah ini dihubungkan dengan vena opthalmica superior langsung melalui vena supraorbitalis. Melalui vena opthalmica superior, vena fasialis dihubungkan dengan sinus cavernosus. Selanjutnya vena fasialis turun dibelakang arteri fasialis kearah margo inferior corpus mandibulae. Kemudian menyilang di depan glandula sub mandibularis bergabung dengan divisi anterior vena retromandibularis. Terakhir vena fasialis bermuara kedalam vena jugolaris interna untuk dicurahkan ke jantung.

2.1.2.4 NeurologiPersyarafan yang melalui wajah ialah nervus facialis yang kaitannya langsung dengan bells palsy. 1) Sistem saraf periferNervus fasialis atau saraf otak ke-7 sebenarnya adalah saraf motorik, tetapi dalam perjalanannya ke tepi, nervus intermedius (n.glusopalatinus) menggabungkan diri padanya. Nervus intermedius itu tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut sensorik khusus yang menghantarkan pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dan somatik yang mempersarafi telinga luar, kanalis Auditorius, permukaan luar membran timpani. Selain itu, saraf fasialis juga mengandung serabut parasimpatik preganlionar untuk menghantarkan impuls sekremotorik ke kelenjar submandibular, sublingual, lakrimal dan kelenjar-kelenjar mukosa nasal dan palatinal. Nervus fasialis yang melintasi jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi untuk mensarafi seluruh otot wajah. Akar nervus fasialis tidak langsung menuju permukaan lateral pons, tetapi menuju ke dorso medial dulu, selanjutnya melingkari inti nervus abdusen terus membelok ke arah ventrolateral lagi meninggalkan permukaan lateral pons. Cabang pertama yang dikeluarkan oleh nervus fasialis, setibanya di kavum timpani, ialah nervus stapedius. Cabang yang kedua ialah khorda timpani. Khorda timpani memisahkan dirinya untuk menuju ke depan, sebelum berkas induk membelok ke belakang untuk memasuki os mastoideum. Lewat tepi atas membrana timpani ia berjalan ke depan dan di fosa pterigoideum ia menggabungkan diri pada nervus linguinalis. Induk berkas yang terdiri dari serabut somatomotorik dan visero-(sekreto)-motorik meneruskan perjalananya ke dalam os mastoideus dan kemudian keluar dari tengkorak melalui foramen stilomastoideum. Dari sini menuju ke depan untuk bercabang cabang. Sebelum melewati glandula parotis nervus fasialis memberikan cabang airikular untuk otot-otot telinga dan cabang untuk otot-otot telinga dan cabang untuk otot stylohioid dan venter posterior di gastrikus.

2.1.3 Patologi2.1.3.1 EtiologiPenyebab bells palsy secara pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa teori yang mengemukakan penyebab bells palsy yang mungkin dapat menjelaskan mengapa bells palsy dapat terjadi pada bagian sinistra saja yang dengan gejala antara lain : wajah kiri terasa kaku, baal, bibir kiri mencong ke kanan, mata kiri tidak bisa menutup, wajah terlihat asimetris, ada kelemahan pada otot-otot wajah sebelah kiri, tidak bisa mengerutkan dahi sebelah kiri dan tidak bisa mengangkat alis kiri. Nervorum tidak ditemukan keluhan sensibilitas.Penjelasan teorinya sebagai berikut :1) Teori Iskemia VaskulerTeori ini menyatakan bahwa terjadinya gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII terdapat respon simpatis yang berlebihan dan terjadi vasokontriksi arteriolare yang menyebabkan iskemik, kemudian diikutioleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang meningkat yang menimbulkan transudasi. Cairan transudat yang keluar akan menekan dinding kapiler limfe dan keluar cairan lagi yang akan lebih menambah kompresi terhadap kapiler dan venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik. Dengan demikian akan terjadi keadaan / circulus vitiosus.2) Teori Infeksi Virus Bells Palsy ini terjadi karena proses reaktivitas dari virus herpes simplek (HSV tipe 1) sesudah infeksi akut primer dalam jangka waktu lama dapat berdiam dalam ganglion sensoris. Reaktivitas ini dapat terjadi jika daya tahan tubuh menurun sehingga terjadi neuritis, inflamasi, oedema lalu terjadi gangguan sekunder vaskuler yang akhirnya menimbulkan degenerasi.3) Teori Herediter De Santa dan Schuber mengemukakan konsep perubahan system enzim histamine, histidin, decarboxylase sebagai factor yang diturunkan yang berperan pada bells palsy herediter.4) Teori Imunologi Diketahui bahwa Bells Palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap reaksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi(Chusid,1983).

2.1.3.2 Tanda dan Gejala Klinis Gejala yang dapat ditimbulkannya sebagai berikut :1)Kerusakan diluar foramen stylomastoideusGejala yang diakibatkan antara lain : makanan akan terkumpul antara pipi dan gusi sisi yang terkena, bibir melorot mencong kesisi yang lain, sensasi wajah hilang, penderita tidak bisa bersiul, tidak bisa mengedip atau menutup mata, lakrimasi terjadi bila mata tidak dilindungi, kesulitan berkumur, menghisap minuman pakai sedotan, wajah tidak simetris. Bila terjadi hal demikian maka tipe paralisisnya bagian lower motor neuron.2)Kerusakan di kanalis fasialis di nervus chorda tympani Gejala yang diakibatkannya adalah selain seperti di foramen stylomastoideus, bisa terjadi hilangnya sensasi pengecapan dan berkurangnya salivasi di sisi yang terkena.3)Kerusakan lebih dalam kanalis fasialis di m.stapediusGejalanya sama dengan yang telah disebutkan diatas ditambah hyperausticus (gangguan pendengaran).4)Kerusakan di tempat keluarnya nervus fasialis di ponsGejalanya adalah terjadi ptosis (kelopak mata turun dan terkulai), elevasi kelopak mata pada ptosis karena gerakan rahang pada sisi kontra lateral, menutup mata bila penderita membuka mulut kuat semaksimalnya.5)Kerusakan di ganglion genikulatumGejalanya terjadi nyeri di belakang telinga dan di dalam telinga pada fase akut.6)Kerusakan di meatus auidtorium internaGejalanya seperti biasa , disertai ketulian.

2.1.3.3 Komplikasi Bells Palsy1) Komplikasi penanganan bells palsyApabila bells palsy tidak memperoleh penanganan dengan baik bisa mengakibatkan komplikasi sebagai berikut :(1) Crocodile tear phenomenon Suatu keadaan keluarnya air mata pada saat penderita makan, karena regenerasi yang salah dari serabut otonom yang menuju ke kelenjar saliva salah jalur ke kelenjar lakrimasi.(2) SynkinesisTerjadinya gerakan involunter di otot-otot wajah yang tak terkendali.Yang disebabkan inervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi tersambung dengan serabut-serabut otot yang salah. Bila mata dipejamkan akan timbul elevasi mulut atau bila penderita menggerakkan satu sisi bagian wajah, maka sisi wajah yang lumpuh ikut bergerak semua.

2.2 Deskripsi Problematika Fisioterapi2.2.1 Kelemahan OtotKelemahan otot bisa disebabkan oleh kelainanotot tendo tulang atau sendi, tetapi yang paling sering menyebabkan kelemahan otot adalah kelainan pada sistem saraf. Kelemahan yang disesbabkan oleh kerusakan pada salah satu saraf akan mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan otot dan hilangnya rasa didaerah yang dipersarafi oleh saraf yang terkena.

2.2.2 NyeriNyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu keadaan yang berbahaya atau tidak berbahaya seperti sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri akan dirasakan apabila reseptor-reseptor nyeri spesifik teraktivasi. Nyeri dapat dijelaskan secara subjektif dan objektif berdasarkan lama atau durasi, kecepatan sensasi dan letak.

2.3 Teknologi Intervensi FisioterapiTeknologi yang akan digunakan dalam kasus yang akan dibahas adalah menggunakan modalitas Infrared (IR), Massage dan Mirror Exercise

BAB IIIRENCANA PELAKSANAAN STUDI KASUS

3.1 Rencana Pengkajian Fisioterapi3.1.1 Anamnesis Anamnesa adalah teknik mengumpulkan data mengenai keadaan penyakit penderita dengan jalan tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Anamnesa berisi identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan pekerjaan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit penyerta, riwayat pribadi, riwayat keluarga dan anamnesa sistem. Adapun tehnik yang penulis lakukan dalam mengumpulkan data kondisi penderita ialah dengan auto-anamnese (tanya jawab dilakukan dengan penderita sendiri).

3.1.1.1 Anamnesis UmumAnamnesis yang dilakukan pada kondisi ini secara auto anamnesis pada tanggal 3 April 2014. Informasi yang diperoleh dari anamnesis umum meliputi : (1) Nama Sdr. Yanu Adri Pardianto, (2) Umur 12 tahun, (3) Jenis kelamin Laki-laki, (4) Agama Islam, (5) Pekerjaan Siswa SDN Cibeureum Mandiri 1 Cimahi, (6) Alamat Kampung Sinar Galih RT 08/05 Cimindi, Kota Bandung.

3.1.1.2 Anamnesis KhususInformasi yang diperoleh dari anamnesis khusus meliputi : (1) Keluhan Utama yaitu wajah sebelah kiri lemah, mulut mencong ke kanan, (2) Riwayat Penyakit Sekarang yaitu 3 minggu yang lalu tiba-tiba mata sebelah kiri tidak bias menutup, mulut mencong ke sebelah kanan sampai sekarang dan mata kiri tidak bias menutup, (3) Riwayat Penyakit Dahulu tidak ada, (4) Riwayat Penyakit Penyerta tidak ada, (5) Riwayat Pribadi yaitu pasien adalah seorang siswa SDN Cibeureum Mandiri 1 Cimahi yang sehari-harinya belajar menuntut ilmu, (6) Riwayat Keluarga tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama.

3.1.1.3 Anamnesis SistemPada sistem kepala dan leher tampak simetris dan tidak mengeluh pusing serta sakit kepala, untuk kardiovaskuler tidak ada nyeri dada ataupun dada berdebar-debar, untuk respirasi tidak ada keluhan sesak napas, untuk gastrointestinalis dan urogenital tidak ada keluhan dan terkontrol, untuk nervorum tidak ada keluhan kesemutan dan mati rasa (baal). Dari sistem musculoskeletal, adanya kelemahan otot wajah sebelah kiri.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik3.1.2.1 Pemeriksaan Vital SignPemeriksaan vital sign pada pasien yang bersangkutan : (1) Tekanan darah 110/80 nnHg, (2) Temperatur 36OC, (3) Frekuensi pernapasan 21x/menit, (4) Denyut nadi 80x/menit, (5) Tinggi badan 150 cm, (6) Berat badan 38 kg.

3.1.2.2 InspeksiStatis : Wajah pasien tidak simetris, mulut mencong ke sebelah kanan.Dinamis : Tampak gerakan asimetris pada wajah sebelah kiri.

3.1.2.3 PalpasiAdanya kelemahan otot wajah sebelah kiri, nyeri tekan di belakang telinga sebelah kiri.

3.1.3 Pemeriksaan Gerak Dasar3.1.3.1 Pemeriksaan Gerak AktifInformasi yang diperoleh dari gerak aktif adalah pasien mampu : meniup dominan sebelah kanan, menarik sudut bibir sebelah kanan, menggembungkan pipi sebelah kanan, menutup mata sebelah kanan, mengangkat alis sebelah kanan, mencucu namun dominan sebelah kanan, mengembangkempiskan cuping hidung sebelah kanan. Serta pasien belum mampu : menarik sudut bibir sebelah kiri, menutup mata sebelah kiri, menutup mata sebelah kiri, menggembungkan pipi sebelah kiri, mengangkat alis sebelah kiri, bersiul, tersenyum simetris, mengembangkempiskan cuping hidung sebelah kiri.

3.1.3 Pemeriksaan Kognitif, Intra Personal, Inter PersonalPemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menjalin kerjasama antara penderita dengan tenaga medis termasuk terapis dalam melaksanaan terapinya. Pemeriksaan yang dilakukan berupa tanya jawab dengan terapis, karena penderita dalam keadaan sehat maka tidak terdapat gangguan dalam kognitif, intra personal, dan inter personal.

3.1.4 Pemeriksaan Spesifik3.1.4.1 Tes SensorikHasil pemeriksaan Tes SensorikJenis PemeriksaanDaerah yang diperiksaHasil

Sentuhan ringanWajah sebelah kiriPasein dapat merasakan adanya sentuhan dan tidak bila tidak disentuh.

Wajah sebelah kananPasein dapat merasakan adanya sentuhan dan tidak bila tidak disentuh

Nyeri superficialWajah sebelah kiriPasien dapat merasakan bentuk rangsangan yang diterima baik tajam maupun tumpul.

Wajah sebelah kananPasien dapat merasakan bentuk rangsangan yang diterima baik tajam maupun tumpul.

3.1.4.2 Pemeriksaan kemampuan fungsional otot wajah dengan Ugo Fisch ScaleAda empat penilaian: (1) 0%, asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter, (2) 30%, simetris jelek / poor, kesembuhan yang ada lebih dekat asimetris komplit dari pada simetris normal, (3) 70% simetris cukup/fair, kesembuhan parsial yang lebih cendurung ke arah normal, (4) 100%, simetrsis normal / complete .

Ugo Fisch Scale hasil pemeriksaanGerakannilai persenpoinpersen x poin

Istirahat30%206 poin

Kerut dahi30%103 poin

Tutup mata30%309 poin

Senyum30%309 poin

Bersiul30%103 poin

Jumlah30 poin

3.1.4.3 Pemeriksaan MMTPada pemeriksaan ini dilakukan menggunakan skala manual muscle testing menurut Nancy Berryman Reese.MMT menurut Nancy Berryman ReeseNilaiKententuan

5-Normal(N)Kontraksi penuh dan terkontrol

3-Fair(F)Gerakan bisa dilakukan, tetapi dengan kesulitan atau hanya sebagian

1-Trace(T)Tidak ada gerakan, tetapi dengan palpasi kontraksi dapat dirasakan

0-Zero(Z) Tidak kontraksi yang bisa diraba atau dilihat

MMT hasil pemeriksaanOtotWajah sebelah kiriWajah sebelah kanan

m. occipito prontalis15

m. corrugator supercili15

m. orbicularis oculi15

m. procerus15

m. nasalis15

m. orbicularis oris15

m. zygomaticus mayor15

m. zygomaticus minor15

m. risorus15

m. buccinators15

m. depressor anguli oris15

m. mentalis15

m. platysma15

m. levator labii superioris15

m. levator anguli oris15

3.1.4.4 Pemeriksaan NyeriPemeriksaan derajat nyeri yang dipilih oleh terapis adalah Visual Analoge sscale (VAS) yaitu dengan menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0 10). Salah satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri yang hebat. Nyeri yang di ukur meliputi nyeri diam, nyeri tekan, dan nyeri gerak. Sebelum diperiksa terapis menerangkan kepada pasien tentang prosedur penilaian dari skala nyeri yang digunakan. Lalu pasien menunjukkan berapa besar nilai nyeri yang dirasakan pada masing-masing kategori penilaian. Hasil pemeriksaan yang didapat yaitu nyeri diam : 0 cm, nyeri tekan : 4,1 cm, dan nyeri gerak : 1,1 cm.

(1) Nyeri diam

0 10

(2) Nyeri gerak

0 10(3) Nyeri tekan

0 10

3.1.5 Diagnosa FisioterapiDiketahui bahwa pada kasus ini impairment yaitu adanya kelemahan otot wajah sebelah kiri, ada rasa nyeri di belakang telinga sebelah kiri. Functional limitation kesulitan menarik sudut bibir sebelah kiri, menutup mata sebelah kiri, menutup mata sebelah kiri, menggembungkan pipi sebelah kiri, mengangkat alis sebelah kiri, bersiul, tersenyum simetris, mengembangkempiskan cuping hidung sebelah kiri. Disability/partisipan restriksi yaitu tidak ada, karena pasien tetap percaya diri dengan kondisi wajahnya.

3.1.6 PrognosisPada kondisi ini Quo ad vitam, Quo ad sanam, Quo ad fungsionam dan Quo ad cosmeticam pasien termasuk baik.

3.1.7 Tujuan Fisioterapi3.1.7.1 Tujuan Jangka PendekTujuan jangka pendeknya yaitu meningkatkan kekuatan otot dan mengurangi nyeri.

3.1.7.2 Tujuan Jangka PanjangTujuan jangka panjangnya yaitu mengembalikan kemampuan fungsional dan mempertahankan fungsi otot wajah.

3.2 Rencana Pelaksanaan TerapiRencana terapi yang diberikan yaitu dengan modalitas Infrared (IR), Massage dan Mirror Exercise.Sinar infrared (IR) yaitu pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 - 4.000.000 A. Sinar infrared yang digunakan untuk pengobatan yaitu pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek (7.700 12.000 A) (Parjoto,2006)Massage adalah suatu kegiatan menekan dengan media tangan dan jari-jari tangan atau Memijat dengan tubuh, baik secara lokal maupun general dengan tujuan untuk melepaskan jaringan lunak agar laju peredaran darah menjadi lebih baik.Mirror exercise adalah bentuk latihan otot-otot wajah yang dilakukan di depan cermin. Tujuannya untuk mengontrol gerakan agar simetris pada kedua sisi wajah sehingga tidak hanya berfokus pada sisi wajah yang sakit saja. Latihannya diberikan pada otot-otot fungsional wajah yang lemah sesuai dengan fungsinya disamakan dengan sisi yang sehat. Berguna untuk mempercepat proses pengembalian kemampuan fungsional semula.

3.3 Rencana EvaluasiSetelah dilaksanakan terapi selama 6 kali pertemuan akan dilakukan evaluasi untuk melihat apakah ada kemajuan pada pasien. Evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi kemampuan fungsional otot-otot wajah dengan metode Ugo Fisch, pemeriksaan kekuatan otot wajah dengan menggunakan MMT dan pemeriksaan nyeri dengan VAS.

DAFTAR PUSTAKA

Danette C Taylor, DO, MS. (2013). Bell Palsy. http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#a0156 (4 April 2014)Putz, R and R. Pabst.(1997). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. ECG. Jakarta.Reesse, Nancy Berryman. (1999). Muscle and Sensory Testing. Philadelphia : W.B. Saunders Company.Tim Dosen D. III Fisioterapi. (2011/2012). Sumber Fisis. Surakarta : Politeknik Surakarta Jurusan Fisioterapi.Trisnowiyanto, Bambang. (2012). Instrument Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.