proposal iis

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran penting dalam pendidikan. Hal ini dilihat dari waktu yang digunakan dalam pelajaran matematika disekolah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, serta pelaksanaan pendidikan diberikan pada semua jenjang pendidikan yang dimulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Peranan matematika yang sangat penting tersebut menuntut siswa untuk dapat menguasai konsep–konsep matematika dengan baik. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep–konsep matematika ini dapat dilihat dari hasil belajar matematika siswa di sekolah. Pada umunya, siswa yang mampu menguasai konsep–konsep matematika dengan baik, memiliki hasil belajar yang baik pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki penguasaan yang kurang terhadap konsep–konsep matematika memiliki hasil 1

Upload: ririn-rinjani

Post on 01-Dec-2015

106 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal IIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran

penting dalam pendidikan. Hal ini dilihat dari waktu yang digunakan dalam

pelajaran matematika disekolah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran

lainnya, serta pelaksanaan pendidikan diberikan pada semua jenjang pendidikan

yang dimulai dari SD sampai Perguruan Tinggi.

Peranan matematika yang sangat penting tersebut menuntut siswa untuk

dapat menguasai konsep–konsep matematika dengan baik. Kemampuan siswa

dalam menguasai konsep–konsep matematika ini dapat dilihat dari hasil belajar

matematika siswa di sekolah. Pada umunya, siswa yang mampu menguasai

konsep–konsep matematika dengan baik, memiliki hasil belajar yang baik pula.

Sebaliknya, siswa yang memiliki penguasaan yang kurang terhadap konsep–

konsep matematika memiliki hasil belajar yang tidak maksimal. Hal ini menuntut

guru sebagai tenaga pendidik untuk menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan sehingga dapat menarik minat siswa dan memotivasi siswa dalam

menguasai konsep-konsep matematika dengan sungguh-sungguh.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di kelas VIII-3, Jumat 18

Januari 2013 pada materi phytagoras, proses pembelajaran matematika yang

dilakukan guru matematika SMP Muhammadiyah menggunakan pendekatan

deduktif yakni cara mengajar yang penyajian materi atau topik berdasarkan

penalaran deduktif yaitu berjalan dari yang umum ke yang khusus, dari yang

1

Page 2: Proposal IIS

abstrak ke yang konkrit, dari rumus atau teorema kemudian guru memberi contoh-

contoh, langkah selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang

relevan menggunakan rumus atau teorema yang telah diberikan.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika yang

mengajar di kelas VIII bahwa penguasaan materi matematika oleh siswa masih

tergolong rendah, hal ini terlihat dari nilai ulangan matematika semester ganjil

tahun pelajaran 2012-2013 lebih dari 50% dari tiap-tiap kelas siswa memperoleh

nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh pihak

sekolah yaitu 70, sehingga harus dilakukan remidial (perbaikan). Guru sudah

berusaha semaksimal mungkin dalam mengajar. Namun, target untuk siswa

mendapat nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berkisar 80% dari tiap-

tiap kelas masih belum tercapai.

Salah satu materi yang penguasaan siswa tergolong rendah yaitu pada

materi bangun ruang yang berhubungan dengan menghitung luas permukaan dan

volumenya seperti kubus dan balok. Masih banyak siswa yang mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita pada soal bangun ruang yang diberikan

oleh guru. Berdasarkan daftar nilai ulangan harian tahun lalu pada materi kubus

dan balok menunjukan kurang dari 40% siswa yang tuntas dari tiap-tiap kelas,

sehingga harus dilakukan remidial (perbaikan) juga.

Untuk membantu memecahkan kesulitan yang dialami siswa diatas,

peneliti menggunakan pendekatan induktif yang merupakan kebalikan dari

pendekatan deduktif. Pendekatan induktif adalah suatu cara mengajar yang

penyajian topik atau materi dikembangkan berdasarkan pemikiran induktif, yaitu

2

Page 3: Proposal IIS

berjalan dari yang konkrit ke abstrak atau dari yang khusus ke umum dan dari

contoh-contoh menuju ke umum. Pada hakikatnya, ciri atau karakteristik

matematika adalah berpola pikir deduktif, namun dalam pembelajaran matematika

disekolah terutama di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih sangat

diperlukan penggunaan pola pikir induktif. Pola pikir induktif digunakan

dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa

dan sebagai salah satu bentuk usaha guru dalam mengurangi sifat abstrak dari

objek matematika itu sendiri sehingga memudahkan siswa memahami pelajaran

matematika disekolah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu

penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Materi Kubus dan Balok Pada

Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah Palangka Raya Antara Pembelajaran

Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif .”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah dalam penelitan

adalah sebagai berikut.

1. Hasil belajar matematika siswa kelas VIII belim maksimal.

2. Siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal-

soal yang berkaitan dengan menghitung luas permukaan dan volume kubus

dan balok.

3. Guru menetapkan siswa mendapat nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) berkisar 80% dari tiap-tiap kelas masih belum tercapai.

3

Page 4: Proposal IIS

4. Pemahaman terhadap materi ini sangat penting karena akan berkaitan dengan

materi selanjutnya yaitu bangun ruang prisma dan limas.

5. Guru belum pernah menerapkan pendekatan induktif disekolah.

1.3 Pembatasan masalah

Agar ruang lingkup penelitian tidak meluas, peneliti memandang perlu

adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu peneliti memiliki batasan sebagai

berikut.

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan deduktif pada kelas kontrol dan pendekatan induktif pada kelas

eksperimen.

2. Materi yang diajarkan pada sub pokok bahasan luas permukaan dan volume

kubus dan balok.

3. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini hanya pada aspek kognitif.

4. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah

Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut: ”Apakah hasil belajar materi kubus dan balok di

kelas VIII SMP Muhammadiyah Palangka Raya yang diajarkan menggunakan

pendekatan induktif lebih baik daripada yang diajarkan menggunakan pendekatan

deduktif .”

4

Page 5: Proposal IIS

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar materi kubus dan balok pada

siswa kelas VIII SMP Muhammdiyah Palangka Raya yang diajarkan

menggunakan pendekatan induktif lebih baik daripada yang diajarkan

menggunakan pendekatan deduktif.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi sekolah tempat penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan

untuk pengembangan program pengajaran matematika disekolah.

2. Bagi guru mata pelajaran matematika dapat digunakan sebagai informasi

untuk bahan pertimbangan dalam memilih pendekatan pembelajaran

matematika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti berikutnya, sebagai sarana informasi dan acuan bagi peneliti

selanjutnya.

5

Page 6: Proposal IIS

H GE F

D C

A B

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis Teoritis dan Penelitian yang Relevan

2.1.1 Luas Permukaan dan Volume Balok dan Kubus

Gambar di samping merupakan salah

benda yang berbentuk balok. Balok adalah prisma

persegipanjang siku-siku (Kohn, 2003: 150).

Jadi, balok adalah bangun ruang yang memiliki

tiga pasang sisi berbentuk persegi panjang yang Gambar 1. Kayu

setiap pasangnya kongruen.

Gambar 2. Balok

Balok kayu di atas dipresentasikan ke dalam bentuk bayangan visual

gambar. Kemudian dipresentasikan lagi ke dalam bentuk simbol yakni setiap titik

sudut diberi simbol huruf. Sehingga gambar tersebut dinamakan balok

ABCD.EFGH (dapat dilihat pada gambar 2).

6

Page 7: Proposal IIS

BA

CD

E

G

F

H

Hal ini berlaku pula untuk kubus, seperti pada

gambar disamping, biasanya kita kenal dengan nama dadu.

Kubus merupakan prisma bujur sangkar siku-siku yang

semua rusuk-rusuknya mempunyai panjang yang sama

(Kohn, 2003: 152). Jadi, kubus adalah bangun

ruang yang memiliki 6 sisi berbentuk persegi Gambar 3. Dadu

yang kongruen.

Gambar 4. Kubus

Gambar 4 tersebut dipresentasikan ke dalam bentuk bayangan visual gambar.

Kemudian dipresentasikan lagi ke dalam bentuk simbol yakni setiap titik sudut

diberi simbol huruf. Sehingga gambar tersebut dinamakan kubus ABCD.EFGH

(dapat dilihat pada Gambar 4).

1. Luas Permukaan Balok dan Kubus

Perhatikan gambar kubus ABCD.EFGH serta salah satu contoh jaring-

jaringnya. Jaring-jaring kubus merupakan rentangan dari permukaan kubus.

Sehingga untuk menghitung luas permukaan kubus sama dengan menghitung luas

jaring-jaringnya.

7

Page 8: Proposal IIS

H GE F

D C

A B

D HH G

A E F GE F

D C

A B

H GD C G H D

A B F E A

E F

Balok Balok dengan beberapa sudut terpotong Jaring-jaring balok

ppp

l

lltt

t

Gambar 5. Balok dan Jaring-jaringnya

Sebuah balok memiliki tiga pasang sisi berupa persegi panjang. Setiap sisi

dan pasangannya saling berhadapan, sejajar, dan kongruen (sama bentuk dan

ukurannya). Ketiga pasang sisi tersebut adalah:

(i) Sisi atas dan bawah. Jumlah Luas = 2 × (p × l)

(ii) Sisi depan dan belakang. Jumlah luas = 2 × (p × t)

(iii) Sisi kanan dan kiri. Jumlah luas = 2 × (l × t)

Sehingga luas permukaan balok adalah total jumlah ketiga pasang sisi-sisi

tersebut.

L = 2 × (p × l) + 2 × (p × t) + 2 × (l × t)

= 2 {(p × l) + (p × t) +(l × t)} (Fadjar, 2009)

Dengan L = Luas permukaan balok

p = panjang balok

l = lebar balok

t = tinggi balok

8

Page 9: Proposal IIS

H GE F

D C

A B

HH H G

E E GE F F

D C

A B

H G

H D C G H

E A B F E

E FKubus Kubus dengan beberapa Jaring-jaring kubus

rusuk terpotong

s

s

s ss

s

s

BALOK

Bagian Lebar =3 balok satuan

Bagian Panjang = 5 balok satuan

Bagian Tinggi = 4 balok satuan

Gambar 6. Kubus dan Jaring-jaringnya

Gambar 6 menunjukkan sebuah kubus yang panjang setiap rusuknya adalah s.

Sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap rusuknya sama panjang. Keenam

sisi tersebut adalah sisi ABCD, ABFE, BCGF, EFGH, CDHG, dan ADHE.

Karena panjang setiap rusuk kubus s, maka luas setiap sisi kubus = s . s = s2.

Dengan demikian, luas permukaan kubus = 6s2.

2. Volume Balok dan Kubus

Untuk menentukan volume kubus (V). Perhatikan gambar 7 berikut ini

9

L = 6s2, dengan L = luas permukaan kubus

s = panjang rusuk kubus, (Fadjar, 2009)

Page 10: Proposal IIS

Banyaknya balok satuan pada balok

Banyaknya balok satuan pada bagian

panjang

5 balok satuan 3 balok satuan ……………

Volume balok

4 balok satuan

Banyaknya balok satuan pada bagian

lebar

Banyaknya balok satuan pada bagian

tinggi

Volume balok

60 balok satuan

Pada gambar datas menunjukkan beberapa balok satuan dimasukkan ke dalam

balok besar sampai penuh (disusun teratur). Kemudian hitung banyaknya balok

satuan tersebut pada bagian yang menunjukkan panjang, lebar, dan tinggi, serta

hitung pula jumlah seluruh balok satuan yang ada pada balok besar. Banyaknya

balok satuan pada bagian panjang adalah 5 balok satuan, pada bagian lebar = 3

balok satuan, pada bagian tinggi = 4 balok satuan, dan jumlah seluruh balok

satuan yang ada pada balok besar adalah 60 balok satuan. Jika banyaknya balok

satuan yang ada pada balok besar adalah volume balok tersebut, maka:

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa banyaknya balok satuan

yang ada pada balok besar tidak sama walaupun balok-balok satuan tersebut

disusun di tempat yang sama (balok besar). Sehingga menyebabkan volume kedua

balok besar tersebut berbeda. Hal ini dikarenakan ukuran panjang balok satuan

pada kedua gambar tersebut berbeda. Jadi, untuk menentukan volume balok (V)

perlu memperhatikan bagian panjang (p), lebar (l), maupun tinggi (t) yang

dirumuskan sebagai berikut.

.

10

V = panjang lebar tinggi

= p l t (Fadjar, 2009)

Page 11: Proposal IIS

km3

x 1000

x 1000

x 1000

x 1000

x 1000

x 1000

hm3

dam3

m3

dm3

cm3

mm3

1 ml = 1 cm3 = 1 cc1 liter = 1 dm3

KUBUS

bagian panjang = 3 kubus satuan

bagian tinggi = 3 kubus satuan

bagian lebar = 3 kubus satuan

Hubungan antara satuan volume yang satu dengan yang lainnya dapat ditunjukkan

sebagai berikut.

Untuk menentukan volume balok (V). Perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 8. Aplikasi Kubus

11

Page 12: Proposal IIS

Banyaknya kubus satuan pada kubus besarBanyaknya kubus satuan pada bagian panjang

3 kubus satuan 3 kubus satuan Volume kubus 3 kubus satuan

Banyaknya kubus satuan pada bagian lebarBanyaknya kubus satuan pada bagian tinggi

Volume kubus 27 kubus satuan

Gambar diatas menunjukkan beberapa kubus kecil (kubus satuan) dimasukkan ke

dalam kubus besar sampai penuh (disusun teratur). Kemudian hitung banyaknya

kubus satuan tersebut pada bagian yang menunjukkan panjang, lebar, dan tinggi,

serta hitung pula jumlah seluruh kubus satuan yang ada pada kubus besar. Bagian

panjang = bagian lebar = bagian tinggi = rusuk. Jika banyaknya kubus satuan yang

ada pada kubus besar adalah volume kubus tesebut, maka:

Jadi, diperoleh rumus volume kubus (V) dengan bagian panjang = bagian lebar =

bagian tinggi = rusuk (s) sebagai berikut.

V = rusuk rusuk rusuk

= s s s

= s3 (Fadjar, 2009)

2.1.2 Hasil Belajar Balok dan Kubus

Sanjaya (2010: 107) menyatakan “belajar adalah proses berfikir.” Belajar

berfikir menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui

interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berfikir proses

pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan

materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk

12

Page 13: Proposal IIS

memperoleh pengetahuannya sendiri. Abdillah dalam Aunurrahman (2009: 35)

berpendapat “belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dengan hasil belajar siswa. “Hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya, yang pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.” (Sudjana, 2010: 22).

Hasil belajar siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan pembelajaran

yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan

guru sebagai perencana belajar mengajar. Untuk itu guru dituntut menguasai

taksonomi hasil belajar yang selama ini dijadikan pedoman dalam perumusan

tujuan pembelajaran yang tidak asing lagi bagi setiap guru dimanapun ia bertugas.

Hasil belajar yang dimaksudkan adalah penguasaan materi menghitung

luas permukaan dan volume balok dan kubus oleh siswa setelah mengikuti

kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan dan

merupakan hasil evaluasi (pengukuran dan penilaian). Jadi hasil belajar dalam

penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal-

soal yang berkaitan dengan materi luas permukaan dan volume balok dan kubus

yang dilihat dari arah kognitifnya. Tingkat pemahaman konsep yang diberikan

kepada siswa pada saat mengajarkan matematika harus sesuai dengan tingkat

kemampuannya. Oleh sebab itu, guru harus mengetahui tingkat perkembangan

13

Page 14: Proposal IIS

intelektual siswa dan bagaimana proses pembelajaran yang harus dilakukan sesuai

tahap perkembangan intelektual siswa tersebut agar siswa tidak mengalami

kesulitan dan mampu menyerap materi yang diberikan.

2.1.3 Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran dipandang sebagai upaya dalam strategi yang

dapat memperjelas arah strategi yang ditetapkan, sering kali juga disebut sebagai

kebijaksanaan guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Dikenal dua

penekanan pengertian pendekatan, khususnya dalam pembelajaran matematika,

yaitu: (1) Pendekatan Materi (Material Approach) dan (2) Pendekatan

Pembelajaran (intructional Approach). Keduanya dapat dimaksudkan untuk

mempermudah siswa memahami materi pelajaran. “Macam-macam pendekatan

pembelajaran yaitu pendekatan spiral, pendekatan formal, pendekatan informal,

pendekatan induktif, pendekatan deduktif, pendekatan analitik, pendekatan

sintetik, dan pendekatan intuitif” (Anitah & Manoy, 2007: 9.6).

2.1.3.1 Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris

Perancis Bacon, yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan pada

fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin. Pendekatan induktif dimulai dengan

bermacam-macam contoh. Dari contoh tersebut siswa mengerti keteraturan dan

kemudian mengambil keputusan yang bersifat umum. Guru biasanya menciptakan

suasana aktif belajar dengan mendorong siswa mengadakan pengamatan dan

memfokuskan pengamatan melalui pertanyaan-pertanyaan. Biasanya

pembelajaran ini dilakukan dengan cara eksperimen, diskusi, dan demonstrasi.

14

Page 15: Proposal IIS

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sagala (2010: 77) yang mengatakan dalam konteks pembelajaran pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu prinsip atau aturan. Sedangkan pendekatan induktif adalah cara mengajar yang penyajian topik atau materi dikembangkan berdasarkan pemikiran induktif, yaitu berjalan dari yang konkrit ke abstrak atau dari yang khusus ke umum. Pendekatan ini adalah pendekatan yang digunakan untuk menyusun rumus umum dengan bantuan contoh-contoh konkrit untuk menurunkan/menduga rumus umum tersebut (Anitah & Manoy, 2010: 9.7).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

induktif adalah pendekatan pengajaran berdasarkan penalaran induktif yang

berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat

disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.

Menurut Sagala (2010: 77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam

pembelajaran dengan pendekatan induktif  yaitu:

1. Memilih dan mementukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum,

prinsip dan sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.

2. Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum

itu sehingga memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara)

yang bersifat umum.

3. Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan

tujuan membenarkan atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.

4. Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan

umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik

dilakukan oleh guru atau oleh siswa.

Suatu pendekatan pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari pendekatan induktif adalah:

15

Page 16: Proposal IIS

1. Kelebihan dari pendekatan induktif antara lain :

a. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berusaha sendiri atau

menemukan sendiri suatu konsep sehingga akan diingat dengan lebih

baik.

b. Murid memahami sifat atau rumus melalui serangkaian contoh. Kalau

terjadi keraguan mengenai pengertian dapat segera diatasi sejak masih

awal.

c. Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.

2. kekurangan dari pendekatan induktif antara lain :

a. Memerlukan banyak waktu.

b. Kadang-kadang hanya sebagian siswa yang terlibat secara aktif.

c. Sifat dan rumus yang diperoleh masih memerlukan latihan atau aplikasi

untuk memahaminya.

d. Secara matematik (formal) sifat atau rumus yang diperoleh dengan

pendekatan induktif masih belum menjamin berlaku umum.

2.1.3.2 Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif.

Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran

tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan

teori. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru

mentransfer informasi atau pengetahuan.

Menurut Anitah (2010: 9.8) berpendapat bahwa pendekatan deduktif adalah cara mengajar yang penyajian materi atau topik berjalan dari yang umum ke yang khusus, dari yang abstrak ke yang konkrit, atau dari definisi, rumus atau teorema selanjutnya guru memberi contoh-contoh, langkah selanjutnya

16

Page 17: Proposal IIS

siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang relevan menggunakan rumus atau teorema yang telah diberikan. Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76), pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum ke keadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.

Dari penjelasan beberapa teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

pendekatan deduktif adalah proses menggeneralisasikan suatu aturan berdasarkan

penalaran deduktif yaitu cara penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum

ke hal-hal yang bersifat khusus.

Menurut Sagala (2010: 76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam

pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah

1. Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan

deduktif,

2. Guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan bukti 

dan contoh-contohnya,

3. Guru menyajikan  contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun

hubungan  antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,

4. Guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan

bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran pendekatan deduktif adalah

sebagai berikut:

1. Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:

a. Tidak memerlukan banyak waktu.

17

Page 18: Proposal IIS

b. Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam

soal-soal atau masalah yang konkrit.

2. Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:

a. Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam

pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep

setelah disajikan berbagai contoh.

b. Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna

siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh

guru.

c. Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan

deduktif, karena disini siswa langsung menerima konsep matematika dari

guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.

2.1.4 Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan yang menggunakan pendekatan induktif yang

diantaranya adalah

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rubitah (2006) yang menyimpulkan bahwa

dari hasil tes awal dan tes akhir penguasaan siswa terhadap materi mengalami

peningkatan yaitu dengan tingkat penguasaan adalah tinggi dengan nilai rata-

rata siswa dari 33,48 menjadi 75,68.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nirmala (2007), menyimpulkan bahwa

prestasi belajar siswa meningkat, hal ini dapat diketahui dari peningkatan

rata-rata kelas tes II dibandingkan dengan rata-rata kelas tes I yaitu dari 72,79

18

Page 19: Proposal IIS

meningat menjadi 88,87. Selain itu, lebih dari 75% (92,3%) dari

seluruh siswa telah tuntas belajar dan memperoleh nilai minimal 70.

2.2 Kerangka Berfikir

Sampai saat ini, kenyataan yang terjadi dilapangan bahwa masih banyak

siswa yang kesulitan dalam belajar matematika. Terdapat siswa yang menyenangi

matematika hanya pada tahap permulaan saja, yakni ketika mereka mengenal

matematika yang sederhana, makin tinggi sekolahnya, makin sukar matematika

yang dipelajarinya makin kurang minatnya. Siswa beranggapan matematika itu

sulit, salah satunya ketika siswa diberikan soal-soal yang berbeda atau tidak

relevan dengan contoh soal yang dijelaskan, mereka tidak bisa menyelesaikannya.

Hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa.

Hasil belajar dan proses belajar mengajar saling berkaitan satu sama lain,

sebab hasil belajar yang dsicapai siswa merupakan akibat dari proses

pembelajaran yang ditempuh (pengalaman belajarnya). Guru sebagai manager of

learning (pengolola belajar) harus senantiasa siap membimbing dan membantu

siswa untuk mencapai hasil yang optimal. Peran guru sangat penting dalam proses

pembelajaran, yaitu memilih pendekatan yang tepat untuk proses pembelajaran

agar dapat mencapai hasil yang optimal.

Pendekatan induktif adalah cara penyajian materi yang dilakukan oleh

guru yang dimulai dari contoh-contoh yaitu hal-hal khusus, selanjutnya secara

bertahap menuju kepada pembentukan suatu kesimpulan yang bersifat umum.

Kesimpulan itu dapat berupa definisi, teorema, atau aturan dalam matematika.

Sedangkan pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif.

19

Page 20: Proposal IIS

Pendekatan ini berproses dari umum ke khusus, dari definisi, teorema, atau aturan

dalam matematika yang diikuti dengan contoh-contoh atau penerapannya.

Selanjutnya diberikan soal-soal yang relevan dengan aturan yang telah diberikan.

Penerapan pendekatan yang berbeda dalam proses pembelajaran

memungkinkan timbul hasil belajar yang berbeda pula. Berdasarkan paparan

tersebut yang didasari oleh kajian teori serta penelitian yang relevan, dapat diduga

bahwa hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok yang diajarkan

menggunakan pendekatan induktif lebih besar daripada yang diajarkan dengan

pendekatan deduktif.

2.3 Pengajuan Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah “Hasil belajar siswa

pada materi kubus dan balok yang diajarkan menggunakan pembelajaran

pendekatan induktif lebih baik daripada yang diajarkan pembelajaran pendekatan

deduktif.”

20

Page 21: Proposal IIS

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini digunakan penelitian kuantitatif dengan metode

penelitian eksperimen semu. Penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada

tidaknya akibat dari “sesuatu” yang digunakan pada subjek selidik. Dengan kata

lain, penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat

dengan cara membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberikan

perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima

perlakuan. Perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran

pendekatan induktif pada kelas eksperimen. Pada akhir eksperimen, hasil pada

kedua kelompok dibandingkan. Perbedaan hasil akan merupakan efek dari

pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen.

3.2 Rancangan Penelitian

3.2.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas berupa pembelajaran dengan pendekatan induktif dan

deduktif. Sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar matematika siswa.

3.2.2 Desain Penelitian

Adapun desain penelitian eksperimen ini adalah posttest only control

design yang digambarkan pada gambar berikut.

21

Page 22: Proposal IIS

Gambar 9. Desain Penelitian

Dimana:

R = Random

X = Perlakuan pembelajaran pendekatan induktif

O1,2 = Posttest

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan variabel yang terdapat

dalam penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa definisi berikut :

1. Pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran berdasarkan penalaran

induktif yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus

kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.

2. Pendekatan deduktif adalah adalah proses menggeneralisasikan suatu aturan

berdasarkan penalaran deduktif yaitu cara penarikan kesimpulan dari hal yang

bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

3. Hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam

menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume

kubus dan balok setelah menerima pelajarannnya.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Muhammadiyah Palangka Raya Tahun ajaran 2012/2013. Adapun kelas VIII

22

R X O1

R O2

Page 23: Proposal IIS

tersebut terdiri dari 5 (lima) kelas yaitu VIII-1, VIII-2, VIII-3, VIII-4, VIII-5.

Tabel 3

Populasi Siswa Kelas VIII

Kelas Jumlah Siswa

VIII-1

VIII-2

VIII-3

VIII-4

VIII-5

35

32

33

32

32

Total 164

Sumber: TU SMP Muhammadiyah Palangkaraya

3.4.2 Sampel

Pada penelitian ini diambil dua kelas sebagai sampel, yaitu satu kelas

eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran pendekatan

induktif dan satu kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran pendekatan

deduktif. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Cluster

yang dimaksud adalah kelas-kelas yang menjadi bagian dari populasi dan diambil

secara random/acak, dengan pertimbangan siswa mendapat materi berdasarkan

kurikulum yang sama, siswa duduk pada kelas yang sama, penggunaan model,

pendekatan dan metode pembelajaran yang sama , serta tidak ada kelas unggulan

dalam populasi. Sehingga semua kelas pada populasi mempunyai peluang yang

sama untuk terambil menjadi sampel. Cara sampling yang digunakan adalah

dengan cara undian yaitu sebagai berikut:

23

Page 24: Proposal IIS

1. Kelima kelas yang akan dipilih menjadi anggota sampel ditulis pada masing-

masing kertas.

2. Kertas tersebut digulung kemudian dimasukan kedalam kotak, setelah

dikocok kemudian diambil dua kelas, kelas tersebutlah digunakan sebagai

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.5 Instrumen Penelitian

Proses pengambilan data diperoleh dengan pengamatan yang dilakukan

oleh peneliti dan tes akhir.

3.5.1 Pengembangan Instrumen Tes Akhir

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes tertulis

berbentuk pilihan ganda. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam

menyusun instrumen penelitian yaitu:

1. Mengidentifikasi materi yang diajarkan.

2. Menyusun kisi-kisi butir soal yang mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) 2006 matematika.

3. Menyusun butir soal berdasarkan kisi-kisi yang ada .

4. Instrumen diujicobakan pada kelas lain yang tidak termasuk kelas sampel.

5. Menganalisis data hasil uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas soal.

6. Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan langkah 5.

7. Satu jawaban benar skornya 1 dan jawaban salah skornya 0, dengan skor

maksimal 25 dan minimal 0.

24

Page 25: Proposal IIS

Di bawah ini adalah kisi-kisi instrumen tes yang digunakan untuk

menyusun instrumen tes akhir.

Tabel 4.

Kisi-Kisi Instrumen

Satuan Pendidikan : SMP

Kelas/Semester : VIII/ Genap

Mata Pelajaran : Matematika

Acuan : KTSP

Bentuk Soal : Uraian

Alokasi Waktu : 4 x 40 menit

Kompetensi Dasar

Materi Pembelajaran

IndikatorBanyak

soal5.3 Menghitun

g luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas

Kubus dan Balok

5.3.1 Menggunakan rumus untuk menghitung luas permukaan kubus

5.3.2 Menggunakan rumus untuk menghitung luas permukaan balok

5.3.3 Menggunakan rumus untuk menghitung volume kubus

5.3.4 Menggunakan rumus untuk menghitung volume balok

5

5

8

7

Berikut contoh soal beserta pedoman penskron:

Soal:

1. Sebuah kubus panjang rusuknya 2,5 cm. Luas permukaan kubus itu adalah . . .

a. 35,5 cm2

b. 36,5 cm2

c. 37,5 cm2

d. 38,5 cm2

25

Page 26: Proposal IIS

Diketahui : Panjang rusuk = 2,5cm

Ditanya : Luas permukaan =.....?

Penyelesaian : L = 6s2

= 6s2

= 6 × (2,5)2

= 6 × 6,25

= 37,5 cm2

Jawaban = C.................................................................... 1

3.5.2 Validitas Instrumen

“Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2012: 121). Sebelum instrumen digunakan

sebagai alat ukur yang berguna untuk mendapatkan data posttest, maka instrumen

tersebut harus valid dengan uji coba instrumen dilakukan terhadap kelas lain yang

bukan merupakan kelas sampel. Dalam menguji validitas instrumen dilakukan

analisis butir soal yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang

baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Analisis butir soal dilakukan dengan

menghitung Indeks Kesukaran (IK) dan Daya Pembeda (DP).

“Indeks kesukaran (difficulty indeks) suatu butir soal didefinisikan sebagai

proporsi atau presentase subjek yang menjawab butir soal tertentu dengan benar.”

(Rasyid & Mansur: 2007: 223). Untuk menentukan IK soal pilihan ganda

digunakan rumus berikut:

IK =mean

skor maksimum ; Mean =

jumlah skor siswa pada tiap soaljumlah siswa

26

Page 27: Proposal IIS

Kriteria Indeks Kesukaran (IK)

Soal dengan 0,00 ≤ IK 0,30 adalah soal sukar

Soal dengan 0,30 ≤ IK 0,70 adalah soal sedang

Soal dengan 0,70 ≤ IK ≤ 1,00 adalah soal mudah

“Daya Pembeda (DP) soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai”

(Rasyid & Mansur, 2007: 235). Untuk menentukan Daya Pembeda (DP) soal

pilihan ganda digunakan rumus sebagai berikut:

DP = mean kelompok atas−mean kelompok bawa h

skor maksimum

Dengan:

Mean Kelompok Atas = jumla hskor siswakelompok atas pada tiap soal

Banyak siswa kelompok atas

Mean Kelompok Bawah = jumla h skor siswakelompok bawa h padatiap soal

B anyak siswakelompok bawa h

Kriteria Daya Pembeda (DP) yaitu:

−1,00 ≤ DP < 0,00: soal digolongkan sangat jelek

0,00 ≤ DP < 0,20: soal digolongkan jelek

0,20 ≤ DP < 0,40: soal digolongkan cukup

0,40 ≤ DP < 0,70: soal digolongkan baik

0,70 ≤ DP ≤ 1,00: soal digolongkan baik sekali

27

Page 28: Proposal IIS

Kriteria soal yang valid dalam penelitian ini adalah jika soal berkriteria

indeks kesukaran mudah, sedang dan sukar, dengan rentang 0,30 ≤IK 0,70 dan

mempunyai daya pembeda berkriteria baik dengan rentang DP 40.

3.5.3 Reliabilitas Instrumen Penelitian

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika tes

tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk menguji reliabilitas instrumen

penelitian berupa tes bentuk pilihan ganda dapat digunakan rumus Hoyt

(Arikunto, 2010: 234) yaitu sebagai berikut:

r11=1−

V s

Vr

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

Vr = Varians responden

Vs = Varians sisa

Kriteria reliabelitas yaitu:

r11 ≥ 0,70 tes dinyatakan reliable

r11 ¿ 0,70 tes dinyatakan tidak reliabel

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

pengamatan dan tes akhir. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

pengumpulan data, yaitu:

1. Persiapan

28

Page 29: Proposal IIS

a. Menentukan kelas sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan

menggunakan cluster sampling yang terlebih dahulu ditentukan sampel

minimalnya.

b. Menyusun kisi-kisi instrumen.

c. Menyusun instrumen berdasarkan kisi-kisi.

d. Melaksanakan uji coba soal pada kelas uji coba.

e. Memeriksa dan menganalisis uji coba instrumen untuk mengetahui validitas

dan reliabilitas instrumen.

f. Menetapkan soal yang dapat digunakan untuk pengambilan data.

2. Pelaksanaan pengumpulan data

a. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan

induktif pada kelas eksperimen dan pendekatan deduktif pada kelas control.

b. Mengadakan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas control.

3. Pengolahan data hasil penelitian

a. Memberikan skor pada masing-masing sampel.

b. Analisis data hasil penelitian (uji hipotesis hasil penelitian).

c. Menarik kesimpulan.

3.7 Teknik Analisa Data

3.7.1 Uji Keseimbangan

Untuk menguji hipotesis digunakan uji perbedaan dua rata-rata. Nilai rata-

rata diperoleh dari tes akhir setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda.

Namun sebelum itu kemampuan awal kedua kelompok sampel di uji terlebih

29

Page 30: Proposal IIS

dahulu dengan menggunakan uji-t. Adapun hipotesis statistik uji kemampuan awal

tersebut adalah :

H0 = kemampuan awal kedua kelompok sampel sama.

Ha = kemampuan awal kedua kelompok sampel berbeda.

Ho : μ1=μ2

Ha :μ1 ≠ μ2

μ1= rata-rata hasil ulangan umum matematika siswa yang akan diajarkan

menggunakan pembelajaran pendekatan induktif.

μ2 = rata-rata hasil ulangan umum matematika siswa yang akan diajarkan

menggunakan pembelajaran pendekatan deduktif.

Dengan kriteria penerimaan H0¿ t

(1−12

α )< thitung <t(1− 1

2α )

Selanjutnya hipotesis dalam penelitian ini dapat diuji dengan

menggunakan uji-t . Adapun hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:

H0= hasil belajar matematika siswa pada materi balok dan kubus yang

diajarkan menggunakan pembelajaran pendekatan induktif sama dengan

siswa yang diajarkan dengan pendekatan deduktif.

Ha= hasil belajar matematika siswa pada materi balok dan kubus yang

diajarkan menggunakan pembelajaran pendekatan induktif lebih baik

dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pendekatan deduktif.

Ho : μ1 ≤ μ2

Ha :μ1>μ2

μ1= rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan

pembelajaran pendekatan induktif.

μ2 = rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan

30

Page 31: Proposal IIS

pembelajaran pendekatan deduktif

Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji t sebagai berikut:

t =

x1−x2

s √ 1n1

+ 1n2

dengan

s2= (n1−1 ) s1

2+(n2−1)s22

n1+n2−2 (Sudjana, 2005: 239)

Keterangan :

t = signifikansi koefisien

x1 = mean dari kelompok 1

n1 = jumlah sampel dari kelompok 1

s1 = standar deviasi kelompok 1

x2 = mean dari kelompok 2

n2 = jumlah sampel dari kelompok 2

s2 = standar deviasi kelompok 2

Kriteria pengujian yang berlaku adalah Ho diterima jika t < , di

mana didapat dari daftar distribusi t dengan taraf nyata (taraf signifikan)

= 0,05, derajat kebebasan = (n1 + n2 2). Untuk harga-harga t lainnya Ho ditolak

dan Ha diterima (Sudjana, 2005: 243).

3.8 Uji Persyaratan Analisis

Sebelum menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan pengujian

normalitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji normal atau tidaknya

31

Page 32: Proposal IIS

distribusi data pada kelompok sampel. Uji normalitas ini menggunakan rumus Chi

Kuadrat, yaitu untuk mengetahui distribusi data yang diperoleh dari nilai tes

masing-masing kelompok siswa tersebut (Sugiyono, 2011 : 107). Rumus Chi

Kuadrat tersebut adalah :

χ2=∑ (f o−f h)2

f h

Keterangan :

χ2 = Nilai Chi Kuadrat

f o = Frekuensi observasi (hasil observasi)

f h = Frekuensi harapan

Kriteria pengujian adalah membandingkan nilai xhitung2 dengan x tabel

2 pada

taraf signifikan 5 % dengan derajat kebebasan dk (n - 1) yaitu:

1. Jika harga χhitung2 ≤ χ tabel

2 , berarti data berdistribusi normal.

2. Jika harga χhitung2 > χ tabel

2 ,, berarti data tidak berdistribusi normal.

Untuk mencari variannya digunakan Rumus Fisher berikut (Sugiyono, 2011:

57).

s2 =∑ (x i−x )2

n−1

Keterangan:

s2 = varian sampel

x i = data kelompok ke- i

x❑ = rata-rata

n = jumlah sampel

32

i=1

Page 33: Proposal IIS

Untuk mengetahui homogen atau tidaknya kedua varians digunakan uji

homogenitas dengan rumus uji F (Sugiyono, 2011: 140) sebagai berikut:

F= varian besarvarian kecil

Keterangan:

F = Koefisien Ftes

Kriteria :

- Fhitung≤ Ftabel, maka kedua variansi tersebut homogen.

- Fhitung>F tabel, maka kedua variansi tersebut tidak homogen.

Fh itungpada dk pembilang (n1−1 ) dan dk penyebut (n2−1 ) dengan taraf

signifikan 5 %.

Apabila data tersebut tidak berdistribusi normal, maka analisis tes akhirnya

menggunakan statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney. Uji tersebut

menggabungkan kedua sampel dan membuat peringkat atas semua hasil

pengamatan dari yang paling kecil hingga paling besar. Rumus yang digunakan

adalah (Daniel, 1989: 108):

T = S−

n1(n1+1 )2

Dengan S adalah jumlah peringkat hasil-hasil pengamatan yang merupakan

sampel dari populasi. Apabila n1 dan n2 lebih besar dari 20, maka pendekatan

kurva normal rumus z dapat digunakan:

zhitung =

T−n1 n2

2

√ n1 n2(n1+n2+1 )12

Dimana :

33

Page 34: Proposal IIS

T = Statistik uji

n1 = besar sampel kelompok eksperimen

n2 = besar sampel kelompok kontrol

Kriteria pengujian adalah Ha diterima jika zhitung>z 1

2(1−α), dimana z 1

2(1−α)

didapat dari daftar distribusi z dengan taraf signifikan α= 0,05. Untuk harga-harga

z lainnya Ha ditolak dan Ho diterima.

34