proposal bibit matoa
TRANSCRIPT
A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang
Lingkungan hidup Indonesia yang kaya akan keanekaragaman
hayati, dari Sabang sampai Merauke adalah anugerah Allah yang sangat
besar kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Anugerah ini tentu wajib
dipelihara, dilestarikan dan dikembangkan agar dapat tetap menjadi
sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta
makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas
hidup itu sendiri.
Tanaman merupakan salah satu penghasil bahan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Peningkatan kebutuhan manusia atas
berbagai hasil tanaman mengakibatkan ketersediaan dan kemampuan
tanaman yang tumbuh secara alami tidak lagi dapat memenuhinya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut manusia dengan sengaja melakukan
budidaya berbagai jenis tanaman yang dapat menghasilkan produk-
produk yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya.
Dalam budidaya berbagai jenis tanaman tersebut manusia
mengharapkan hasil yang lebih banyak dan lebih baik dibanding hasil
yang diperoleh dari tanaman yang tumbuh secara alami. Untuk
mencapai tujuan tersebut manusia melakukan berbagai perlakuan
terhadap tanaman yang ditanam dan lingkungan tumbuh di tempat
menanamnya. Budidaya tanaman merupakan usaha manusia untuk
memaksimalkan pertumbuhan dan hasil yang diinginkan dari suatu jenis
tanaman melalui berbagai perlakuan pada baik pada tanaman yang
ditanam maupun pada lingkungan tumbuh tempat penanamannya
menggunakan teknik dan sumberdaya yang dikuasainya.
Indonesia, dianugerahi Allah dengan kekayaan sumbaer daya alam
hayati, sesungguhnya, jika saja manusia Indonesia dapat mengolah
kekayaan alam hayati tersebut secara maksimal, tentu rakyat Indonesia
dapat lebih sejahtera tidak perlu sampai merusak hutan, dimana dalam
jangka panjang justru kerugian lebih besar daripada keuntungan yang
hanya sesaat dan hanya dinikmati pemodal besar. Sebagai contoh,
buah manggis di Moskow (Rusia) harga perkilonya mencapai Rp.
127.575,- harga yang fantastis bukan? (Enjay Diana, Harga Manggis di
Moskow, Tribun Jogja, Jogjakarta, 2012)
Namun ironisnya, hampir semua toko buah di seluruh kota di
Indonesia didominasi buah asing. Buah impor memang lebih menarik,
baik dari segi tampilan, adapun rasanya tidak lebih baik dari buah-
buahan lokal, karena daktor rasa sangat subjektif, lagipula semua buah
ciptaan Tuhan memang “sengaja” dibikin berbeda-beda.
Dengan berjuta-juta alasan, komoditas hortikultura produksi anak
bangsa sendiri 'dilecehkan' oleh bangsanya sendiri. Hal ini bisa kita
buktikan sendiri ketika berkunjung ke salah satu supermarket di kota
besar, adalah hamper bisa dipastikan bukan buah lokal yang dipajang di
depan, di tempat yang bagus, sedangkan buah local ditempatkan di
tempat yang kurang layak, sehingga Kesan gengsi melekat pada buah
impor. Sebagai bukti kita dengan mudah menemukan buah jeruk
Mandarin dan Pear dari China atau apel dari New Zealand, namun
sangat sulit menemukan buah matoa. Buah matoa? Bahkan ada yang
belum pernah mendengar buah eksotis dari Indonesia bagian timur ini.
B ua h Ma t o a ( Pometia pinnata) adalah buah khas asli Papua. Rasa
buah ini secara umum manis seperti buah rambuatan atau buah
kelengkeng. Lebih spesifik, rasa buahnya “ramai”, dan susah
didefinisikan, seperti antara rasa buah leci dan buah rambutan. Ada juga
yang merasakannya sangat manis seperti buah kelengkeng. Ada yang
bilang manis legit. Ada lagi yang merasakan aromanya seperti antara
buah kelengkeng dan durian. Pendeknya, buah matoa berasa enak, bagi
mayoritas orang yang telah mencicipinya.
Meskipun dikenal memiliki citarasa yang khas dan harganya cukup
mahal sejauh ini matoa belum dibudidayakan secara intensif. Buah yang
diperjualbelikan di pasar lokal berasal dari pohon yang tumbuh secara
alami di kebun masyarakat atau kawasan hutan sehingga
ketersediaannya terbatas dengan kualitas buah yang beragam. Apalagi
sebagian masyarakat memanen buah matoa dengan menebang
pohonnya sehingga dari waktu ke waktu ketersediaan pohon penghasil
buah semakin berkurang. Di lain pihak, kelezatan buah matoa yang khas
semakin banyak peminatnya, bahkan sampai ke luar daerah Papua.
Rendahnya minat membeli buah lokal secara akumulasi
mengurangi devisa negara, dan sebaliknya, menurunkan pendapatan
petani buah dalam negeri serta gairah petani untuk menanam buah-buah
lokal dalam negeri.
Berikut data impor buah Indonesia 1999-2001 (ton)
Tahun Produksi Impor*
1999 7,54 juta 110.446
2000 8,8 juta 228.529
2001 9,96 juta 250.625
Ket: * total buag segar/beku, kering dan olahan
Sumber: Deptan
2. Risalah Umum dan Spesifikasi buah Matoa
Selama ini orang mengenal buah matoa berasal dari Papua,
padahal sebenarnya pohon matoa tumbuh juga di Maluku, Sulawesi,
Kalimantan, dan Jawa pada ketinggian hingga sekitar 1.400 meter di
atas permukaan laut. Selain di Indonesia pohon matoa juga tumbuh di
Malaysia, tentunya juga di Papua New Guinea (belahan timurnya
Papua), serta di daerah tropis Australia.
Di Papua, pohon matoa sebenarnya tumbuh secara liar di hutan-
hutan. Ini adalah sejenis tumbuhan rambutan, atau dalam ilmu biologi
disebut berasal dari keluarga rambutan-rambutanan (Sapindaceae).
Sedangkan jenisnya dalam bahasa latin disebut pometia pinnata.
Di Papua New Guinea, buah matoa dikenal dengan sebutan Taun.
Sedangkan di daerah-daerah lainnya, sebutannya juga bermacam-
macam, antara lain : Kasai (Kalimantan Utara, Malaysia, Indonesia),
Malugai (Philipina), dan Taun (Papua New Guinea). Sedangkan nama
daerah adalah Kasai, Kongkir, Kungkil, Ganggo, Lauteneng, Pakam
(Sumatera); Galunggung, Jampango, Kasei, Landur (Kalimantan); Kase,
Landung, Nautu, Tawa, Wusel (Sulawesi); Jagir, Leungsir, Sapen
(Jawa); Hatobu, Matoa, Motoa, Loto, Ngaa, Tawan (Maluku); Iseh,
Kauna, Keba, Maa, Muni, (Nusa Tenggara); Ihi, Mendek, Mohui, Senai,
Tawa, Tawang (Papua). Artinya, buah ini sebenarnya juga dijumpai di
daerah-daerah lain di Indonesia.
1. Kl as ifi k as i i l m i a h
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Familia : Sapindaceae
Genus : Pometia
Species : Pometia pinnata J.R & G. Forst, Pometia acuminata, dan
Pometia coreaceae.
2. KartakteristikMatoa merupakan tumbuhan berbentuk pohon dengan tinggi
20 – 40 m, dan ukuran diameter batang dapat mencapai 1,8 meter.
Batang silindris, tegak, warna kulit batang coklat keputih-putihan,
permukaan kasar. Bercabang banyak sehingga membentuk pohon
yang rindang, percabangan simpodial, arah cabang miring hingga
datar. Akar tunggang, coklat kotor.
Matoa berdaun majemuk, tersusun berseling, 4 – 12 pasang anak
daun. Saat muda daunnya berwarna merah cerah, setelah dewasa
menjadi hijau, bentuk jorong, panjang 30 – 40 cm, lebar 8 – 15 cm.
Helaian daun tebal dan kaku, ujung meruncing (acuminatus), pangkal
tumpul (obtusus), tepi rata. Pertulangan daun menyirip (pinnate)
dengan permukaan atas dan bawah halus, berlekuk pada bagian
pertulangan.
Bunga majemuk, bentuk corong, di ujung batang. Tangkai
bunga bulat, pendek, hijau, dengan kelopak berambut, hijau. Benang
sari pendek, jumlah banyak, putih. Putik bertangkai, pangkal
membulat, putih dengan mahkota terdiri 3 – 4 helai berbentuk pita,
kuning.
Buah bulat atau lonjong sepanjang 5 – 6 cm, berwarna hijau
kadang merah atau hitam (tergantung varietas). Daging buah lembek,
berwarna putih kekuningan. Bentuk biji bulat, berwarna coklat muda
sampai kehitam-hitaman.
3. PerbanyakanMatoa pada umumnya dikembangbiakkan melalui biji
(generatif). Biji matoa cepat kehilangan viabilitas setelah terpapar
udara luar. Benih matoa tidak memiliki sifat dormansi dan akan
segera mati beberapa hari setelah dikeluarkan dari buahnya atau jika
dibiarkan terbuka (Widarsih, 1997 dalam Nurmiaty, 2006). Selama
penyimpanan terbuka benih matoa mengalami pengeringan alami
yang merupakan salah satu ciri benih rekalsitran, yaitu benih yang
menghendaki penyimpanan dengan kadar air dan kelembaban tinggi
sehingga benih tetap lembab dan enzim-enzimnya tetap aktif. Hasil
penelitian Widarsih (1997) dalam Nurmiaty (2006) menyimpulkan
bahwa penyimpanan secara alami (terbuka) menurunkan viabilitas
benih yang ditunjukkan dengan menurunnya daya berkecambah,
tinggi bibit, dan pertambahan tinggi. Penyimpanan secara alami
selama 6 hari menurunkan daya berkecambah dari 72 % menjadi 19
%.
Matoa juga dapat dikembangbiakkan secara vegetatif seperti
cangkok, okulasi hingga teknik kultur jaringan. Untuk memperoleh
jumlah bibit dalam jumlah banyak dan seragam serta untuk perbaikan
sifat tanaman di masa mendatang, telah dilakukan penelitian
perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
Hasil penelitian Sudarmonowati, Bachtiar, dan A.S. Yunita (1995),
menunjukkan bahwa kultur biji muda dan embrio matoa dapat tumbuh
pada media MS yang mengandung kombinasi 4,0 mg/L BAP dan 0,5
mg/L NAA sehingga akan sangat bermanfaat dalam program
konservasi karena biji muda dapat diselamatkan sebelum terserang
hama. Pada kultur tunas samping, perpanjangan tunas terhambat
karena pengkalusan, sedangkan kultur anter dapat menghasilkan
embrioid dalam jumlah banyak
B. NAMA KEGIATAN
Sesuai dengan latar belakang yang telah kami uraikan di atas, maka
kegiatan ini kami beri nama:
“Permohonan Bantuan Bibit Matoa”
C. ORGANISASI PENGAJUKelompok Tani Tunas Mandiri adalah organisasi dan kelompok kerja
yang bergerak dalam bidang pengembangan Pertanian, Peternakan dan
ekonomi kerakyatan, serta aktif dalam kegiatan sosialisasi dan
pengembangan pertanian.
D. MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No.
160/Kpts/SR.120/3/2006, matoa Papua telah ditetapkan sebagai varitas buah
unggul yang patut dibudidayakan. Matoa sebagai jenis pohon buah lokal
Papua merupakan sumberdaya potensial yang harus dilestarikan dan
ditingkatkan nilai manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Meskipun matoa sudah memberi kontribusi terhadap pendapatan
masyarakat Papua pada khususnya namun kontribusi tersebut masih sangat
kecil karena sejauh ini sebagian besar matoa yang dihasilkan berasal dari
pohon yang tumbuh secara alami dengan pengelolaan yang masih sangat
minimal. Sedangkan permintaan akan buah Matoa meningkat setiap
tahunnya sehingga tidak mungkin terpenuhi dari Papua untuk saat ini,
apalagi sampai ke Kepulauan Meranti.
Keberhasilan pengembangan suatu komoditas tanaman dipengaruhi
oleh aspek ekologi tanaman yang dibudidayakan dan aspek sosial ekonomi
pelakunya. Pohon matoa mempunyai range penyebaran yang cukup luas.
Selain di Papua dilaporkan jenis pohon ini juga berhasil dikembangkan di
beberapa daerah di luar Papua, seperti di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan
Jawa pada ketinggian hingga sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut.
Selain di Indonesia pohon matoa juga tumbuh di Malaysia, tentunya juga di
Papua New Guinea (belahan timurnya Papua), serta di daerah tropis
Australia.
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus
mempromosikan buah lokal dan melestarikan lingkungan hijau.
2. Tujuan Khusus
Selain tujuan umum di atas, kami uraikan beberapa tujuan khusus
yang dapat dihasilkan dari tanaman matoa itu sendiri yakni:
a) Turut menyehatkan masyarakat, buah matoa Biji, buah dan daun
matoa (Pometia pinnata J.R & G. Forst.) mengandung saponin,
flavonoida, dan polifenol. Biji matoa berkhasiat untuk tonikum. Kulit
batang matoa kemungkinan mempunyai sifat penghambat
pertumbuhan bakteri.
b) Untuk mengurangi penebangan kayu hutan, Kayu matoa dapat
untuk bahan bangunan (rumah dan jembatan), mebel, ukir-ukiran
dan alat pertanian katena kayu matoa lurus dan panjang dan
berserat bagus. (Sumiasri, Kuswara, dan Setyowati-Indarto, 2000).
c) Untuk mengurangi ketergantungan buah-buahan dari luar Kabupaten
Kepulauan Meranti sekaligus menciptakan komoditas baru dari
Kabupaten Kepulauan Meranti yang pada akhirnya meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti.
E. DESKRIPSI KEGIATAN
Ide pokok permohonan bibit matoa ini adalah demi terciptanya
lingkungan yang hijau asri dan lestari sekalilgus produktif dan bernilai
ekonomi tinggi bagi masyarakat Desa Alahair.
Adapun jumlah bibit yang kami ajukan adalah sebanyak 1.000
batang/bibit matoa, dengan harapan apabila menghasilkan buah, masyarakat
Kabupaten Kepulauan Meranti secara umum dapat menikmatinya, tidak
Cuma masyarakat Desa Alahair saja.
Sedangkan sistematika kerjanya adalah, kami berencana
membagikan bibit matoa ke masyarakat Desa Alahair secara cuma-cuma
(gratis). Sedangkan teknis penanaman sekaligus penyuluhan akan dibimbing
oleh Petugas Penyuluh Lapangan wilayah kerja Desa Alahair. Hal ini
dimaksudkan untuk menghemat biaya dan hasilnya akan benar0benar
dirasakan langsung oleh masyaraka. Namun rencana ini akan berjalan
sejauh Bapak berkenan mengabulkan proposal ini, dikarenakan keterbatasan
sumberdaya kami untuk mendatangkan benih Matoa.
F. LOKASI KEGIATAN
Lokasi kegiatan ini adalah seluruh wilayah Desa Alahair kec
Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti.
G. ANALISIS
1. Faktor Penghambat
Setiap jenis tanaman membutuhkan lingkungan tumbuh tertentu
untuk dapat tumbuh dan berkembang. Hukum Minimum Liebig
menyatakan bahwa pertumbuhan dan/atau penyebaran suatu spesies
tanaman tergantung pada satu faktor lingkungan kritis yang sangat
dibutuhkan. Teori tersebut selanjutnya disempurnakan oleh Ronald Good
menjadi Teori Toleransi yang menyatakan bahwa
a. setiap spesies tanaman hanya dapat hidup dan berkembang biak
pada kisaran kondisi lingkungan tertentu;
b. kondisi lingkungan yang berpengaruh adalah iklim, tanah, dan
biologis;
c. kisaran toleransi dapat luas untuk suatu faktor tetapi sempit untuk
faktor yang lain, dan kisaran toleransi tersebut dapat berubah sesuai
dengan tingkat pertumbuhan tanaman,
d. kisaran toleransi suatu tanaman tidak dapat dinilai berdasarkan
kenampakan morfologis, tetapi berkaitan dengan proses fisiologi yang
hanya dapat diuji melalui eksperimen,
e. kisaran toleransi dapat berubah melalui proses evolusi,
f. penyebaran relatif suatu spesies dengan toleransi dan faktor
lingkungan yang sama ditentukan oleh hasil kompetisi (atau interaksi
biologis lain) antar spesies (Barbour, Burk, dan Pitts, 1980).
Variasi kondisi lingkungan tumbuh dan perbedaan kemampuan
spesies tanaman untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan
mengakibatkan terjadinya zona-zona penyebaran tanaman sesuai dengan
perubahan kondisi lingkungan tempat tumbuh dan kemampuan tanaman
untuk beradaptasi terhadap perbedaan tempat tumbuh. Semakin besar
kemampuan suatu jenis tanaman beradaptasi terhadap perbedaan
lingkungan tumbuh akan semakin luas penyebaran tumbuhnya, dan
sebaliknya, semakin kecil kemampuan suatu jenis tanaman untuk
beradaptasi mengakibatkan penyebarannya hanya terbatas pada habitat
tertentu saja.
Faktor lingkungan sebagai pembatas utama pertumbuhan dan
perkembangbiakan tanaman adalah ilkim, tanah dan biologis. Faktor ilkim
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman
adalah intensitas dan distribusi curah hujan, suhu, dan cahaya. Sedang
faktor tanah yang berpengaruh adalah ketinggian tempat dan jenis tanah.
Faktor biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman berkaitan dengan berbagai bentuk interaksi
antara individu tamaman dengan individu tanaman yang lain maupun
dengan berbagai satwa.
Kemampuan beradaptasi suatu jenis tanaman terhadap kondisi
lingkungan tumbuh yang kurang sesuai dengan lingkungan tumbuh
aslinya sampai batas-batas tertentu akan menimbulkan perubahan baik
pada pola pertumbuhan maupun perkembangbiakannya. Perubahan pola
pertumbuhan tanaman pada lingkungan tumbuh yang berbeda dapat
terjadi pada laju pertumbuhan maupun penampilan morfologi tanaman
(bentuk, ukuran, warna). Pada pola perkembangbiakan, perbedaan
lingkungan tumbuh akan menyebabkan terjadinya perbedaan masa
berbunga dan berbuah, produktifitas buah dan viabilitas biji, atau bahkan
ketidakmampuan untuk berbuah meskipun berbunga (bunganya infertil).
2. Faktor PendukungDi Indonesia matoa (Pometia spp.) tumbuh menyebar di Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Maluku,
dan Papua (Sudarmono, 2001). Daerah penyebaran matoa di Papua
antara lain di Dataran Sekoli (Jayapura), Wandoswaar – P. Meoswaar,
Anjai – Kebar, Warmare, Armina, Bintuni, Ransiki (Manokwari), dan lain-
lain. Tumbuh pada tanah yang kadang-kadang tergenang air tawar, pada
tanah berpasir, berlempung, berkarang dan berbatu cadas. Keadaan
lapangan datar, bergelombang ringan – berat dengan lereng landai
sampai curam pada ketinggian sampai 120 m di atas permukaan air laut
(Dinas Kehutanan DATI I Irian Jaya, 1976)
Berdasarkan uraian habitat dan karakteristik Matoa di atas, besar
kemunginan matoa bisa tumbuh dengan baik di Kabupaten Kepulauan
Meranti, karena selain bisa tumbuh di dataran rendah, matoa juga
ternyata ditemukan tumbuh di pulau sumatera.
I. Penutup
Dalam rangka ikut meningkatkan sumber daya manusia dan sekaligus
melestarikan kekayaan alam Indonesia bagi masyarakat Desa Alahair
khususnya, besar harapan kami pemerintah dan stakeholder bisa
mengabulkan permohonan kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.