proposal
TRANSCRIPT
INFORMASI DOKUMEN DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM ACARA PERDATA
BERDASARKAN UU NO.11 TAHUN 2008
PROPOSAL
Oleh :THOMAS AUGUST
NPK : 07100047
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2011
OUTLINE
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian D. Metode Penelitian E. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TENTANG E-COMMERCE, PERJANJIAN DALAM PERDAGANGAN, DAN BUKTI DIGITAL A. Transaksi Jual Beli Melalui Internet (Electronic Commerce)B. Proses Transaksi Jual Beli Elektronik C. Perjanjian Dalam Perdagangan
1. Perjanjian Perdagangan Berdasarkan Aturan Hukum Indonesia
2. Kontrak Berdasarkan Uncitral Model Law On Electronic Commerce
D. Tinjauan Tentang Digital Signature 1. Authenticity (otentik) 2. Integrity (integritas)3. Non-Repudiation (Tidak Dapat Disangkal Keberadaannya) 4. Confidentiality (Kerahasiaan)5. Reability (Keandalan)
BAB III INFORMASI DOKUMEN DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA
A. Kedudukan dan Kekuatan Hukum dari Informasi dan Tanda Tangan Elektronik
B. Penggunaan Bukti Elektronik dalam perkara perdata di Indonesia ditinjau dari UU No.11 tahun 2008 tentang ITE
BAB IV PENUTUPA. Kesimpulan B. Saran
PROPOSAL
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasawarsa akhir ini model perdagangan Electronic Commerce cukup
pesat perkembangannya karena sangat efisisen dan efektif sehingga perhitungan
biaya operasional dapat ditekan . Selain itu berkat dukungan tekhnologinya juga
secara teknis dapat dilakukan dengan sangat mudah dan praktis. Sistem jaringan
yang terpadu (konvergen) dan bergerak dalam sistem manajemen jaringan online
mempercepat arus transaksi dan sirkulasi asset bagi pelaku bisnis baik B2B
(business to business) maupun B2C (business to consumer) dalam skala global
yang lintas batas teritorial (jurisdiction). Beberapa isu kemudian muncul tentang
aspek hukum perdagangan dengan model Electronic Commerce, berkaitan
penggunaan sistem yang terbentuk secara online tersebut menurut yang
mencakup1:
1. Kontrak2. Pengenaan pajak3. Mekanisme pembayaran4. Yurisdiksi 5. Perlindungan Konsumen 6. Copyright 7. Tanda tangan elektronik8. Penyelesaian sengketa
Hal ini masih ditambah aspek teknologi yang cukup komplek walaupun tetap
mengarah pada suatu keterpaduan dengan dukungan akses internet menggunakan
1 Arianto Mukti, Edwin Makarim, Leny Helena, dkk. 2000 Kerangka Hukum Tanda Tangan Digital dalam Electronic Commerce. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Halaman 20.
standarisasi yang disepakati bersama untuk menjadi asas pembentukan aturan
sebagai rule of Law para pelaku bisnis Electronic Commerce. Cara pandang
sosiologis model perdagangan (electronic commerce) tersebut cenderung
menggunakan sistem hukum yang mengacu pada norma atau kaidah yang tumbuh
dan sering digunakan oleh para pelaku bisnis sebagai kebiasaan dan akhirnya
menjadi rule of law bagi para pelaku perdagangan electronic commerce.
Pasal 1320 BW dan 1338 (1) BW tentang syarat sahnya perjanjian dan asas
konsensualitas bisa menjad dasar substansial untuk mampu mengakomodir dan
mengadoPasali hukum yang ada dalam pola perilaku perdagangan electronic
commerce tersebut menjadi berkekuatan legal. Akan tetapi dalam sudut pandang
yuridis ada beberapa hal mendasar menyangkut hak dan kewajiban para pihak
yang dipandang kurang terakomodasi. Perdagangan tradisional memerlukan
adanya beberapa dokumen tekstual berbentuk akta atau kontrak. Keberadaan
dokumen tersebut berdampak pada kewenangan atas barang dan pembayaran
perdagangannya, peralihan hak kuasa maupun hak milik, surat berharga dan
sebagainya.2
Perwujudan tentang dokumen perdagangan dengan model “ tinta basah “
sangat jelas, riil dan nyata sehingga mempermudah terjadinya transaksi beserta
aspek hak dan kewajiban para pihak, sedangkan model perdagangan Electronic
commerce seluruh dokumen ini di buat dalam ruang maya (Cyber space) sehingga
2 Mukti Fajar. 2000. E-Commerce dalam Perspektif Hukum Indonesia. Makalah Hukum. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Halaman 12.
menimbulkan permasalahan pada aspek hukum pembuktian yang sering kali
memerlukan dokumen berwujud nyata .
Untuk pengaturan e-commerce dapat diterapkan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata secara analogi, dimana terhadap ketentuan-ketentuan dari e-
commerce diterapkan ketentuan dari Buku II tentang Hukum Perikatan dan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
ditentukan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana suatu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih
(Pasal.1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Sahnya suatu kontrak harus melihat kepada syarat-syarat yang diatur di
dalam Pasal.1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa
syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut:
1. Kesepakatan para pihak;
2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua
(kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak
terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab
yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di
dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan
dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang (Pasal.1339 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata). Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut
kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak
dengan tegas dimasukkan di dalamnya (Pasal.1347 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
Saat ini, dengan makin pesatnya kemajuan teknologi informasi, dimana
dengan adanya kemajuan tersebut orang dapat melakukan transaksi-transaksi
perdagangan dengan tanpa kehadiran para pihak, seperti transaksi perdagangan
dilakukan dengan online trading.
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir
pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang
termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai
detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak
membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang
bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya, karena perjanjian sudah lahir.
Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak
lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan
ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau
peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam
pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual
beli. Tempat tinggal (domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu
berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi
hal yang penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku.
Sampai saat ini sistem pembuktian hukum privat masih mengunakan
ketentuan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, HIR
(untuk Jawa Madura) dan RBg (untuk luar Jawa Madura). Dalam hukum
pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti tulisan,
bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah
(Pasal.1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau 164 HIR).
Sementara itu, dengan pesatnya teknologi informasi melalui internet
sebagaimana telah dikemukakan, yaitu telah mengubah berbagai aspek kehidupan,
diantaranya mengubah kegiatan perdagangan yang semula dilakukan dengan cara
kontak fisik, kini dengan internet kegiatan perdagangan dilakukan secara
elektronik (Electronic Commerce atau E-Commerce) atau di Bursa Efek dikenal
dengan online trading.
Transaksi tersebut di atas belum mendapat pengaturan dalam sistem hukum
pembuktian hingga ditetapkannya UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Dengan demikian hukum pembuktiannya masih
menggunakan ketentuan hukum yang lama (Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, HIR, dan RBg). Namun demikian, keberadaan Undang-undang No.8
Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (UU Dokumen Perusahaan) telah mulai
menjangkau ke arah pembuktian data elektronik.3
3
UU Dokumen Perusahaan tidak mengatur masalah pembuktian, namun UU
ini telah memberi kemungkinan kepada dokumen perusahaan yang telah diberi
kedudukan sebagai alat bukti tertulis otentik untuk diamankan melalui
penyimpanan dalam mikro film. Selanjutnya, terhadap dokumen yang disimpan
dalam bentuk elektronis (paperless) ini dapat dijadikan sebagai alai bukti yang
sah. Di samping itu dalam pasal 3 UU Dokumen Perusahaan telah memberi
peluang luas terhadap pemahaman atas alat bukti, yaitu: “dokumen keuangan
terdiri dari catatan, bukti pembukuaan, dan data pendukung administrasi keuangan,
yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha
perusahaan”. Selanjutnya, Pasal 4 UU tersebut menyatakan: “dokumen lainnya
terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai
guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
perusahaan”. Berdasarkan uraian tersebut, maka tampaknya UU ini telah memberi
kemungkinan dokumen perusahaan untuk dijadikan sebagai alat bukti.
Dari perspektif hukum, tanda tangan elektronik (digital signature) adalah
sebuah pengaman pada data digital yang dibuat dengan kunci tanda tangan pribadi
(private siganture key), yang penggunaannya tergantung pada kunci publik (public
key) yang menjadi pasangannya. Eksistensi digital signature ini ditandai oleh
keluarnya sebuah sertifikat kunci tanda tangan (signature key certificate) dari
suatu badan pembuat sertifikat (certifier). Dalam sertifikat ini ditentukan nama
pemilik kunci tanda tangan dan karakter dari data yang sudah ditandatangani,
? Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis. Jurnal Hukum Bisnis. Vol.1 Tahun 1997.
untuk kekuatan pembuktian.4
Beberapa masalah yang mungkin timbul dari sistem digital signature ini
terkait dengan sistem hukum yang sudah ada. Pada banyak negara, disyaratkan
bahwa suatu transaksi haruslah disertai dengan bukti tertulis, dengan pertimbangan
kepastian hukum.
Permasalahannya, bagaimana sebuah dokumen elektronik yang
ditandatangani dengan sebuah digital signature dapat dikategorikan sebagai bukti
tertulis? Di lnggris, bukti tertulis haruslah berupa tulisan (typing), ketikan
(printing), litografi (lithography), fotografri, atau bukti-bukti yang
mempergunakan cara-cara lain, yang dapat memperlihatkan atau mengolah kata
kata dalam bentuk yang terlihat secara kasat mata. Definisi dari bukti tertulis itu
sendiri sudah diperluas hingga mencakup juga “telex, telegram, atau cara-cara lain
dalam telekomunikasi yang menyediakan rekaman dan perjanjian".5
Sebenarnya, dari fakta-fakta tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
dokumen elektronik yang ditandatangani dengan sebuah digital signature dapat
dikategorikan sebagai bukti tertulis. Tetapi, terdapat suatu prinsip hukum yang
menyebabkan sulitnya pengembangan penggunaan dan dokumen elektronik atau
digital signature, yakni adanya syarat bahwa dokumen tersebut harus dapat di
lihat, dikirim dan disimpan dalam bentuk kertas.
4 German Draft Digital signature Law. 1996. § 7.5 Richard hill and Ian Walden. 1995. The Draft UNICITRAL Model Law for Electronic
Commerce ; Isues and Solutions, terjem. Oleh M. fajar. dipublikasikan maret 1996, halaman 1. http// : www.Banet.com/_ricard hill
Masalah lain yang dapat timbul berkaitan dengan dokumen elektronik dan
digital signature ini adalah masalah cara untuk menentukan dokumen yang asli
dan dokumen salinan. Berkaitan dengan hal ini sudah menjadi prinsip hukum
umum bahwa:
1. Dokumen asli mestilah dalam bentuk perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak yang melaksanakan perjanjian
2. Dokumen asli hanya ada satu dalam setiap perjanjian; dan
3. Semua reproduksi dari perjanjian tersebut merupakan salinan.
Dari latar belakang permasalahan yang penulis uraikan di atas, maka penulis
tertarik untuk mengangkat pokok bahasan tentang digital evidence (bukti digital)
dalam transaksi elektronik dan perspektif hukum pembuktian berdasarkan UU
No.11 tahun 2008 yang menjadi landasan di Indonesia. Dalam penulisan ini
penulis mengambil judul: Informasi Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik
sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Hukum Acara Perdata Berdasarkan UU No.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
B. Perumusan Masalah
Pokok permasalahan yang penulis angkat berdasarkan uraian tentang latar
belakang masalah dalam topik bahasan diatas adalah:
1. Bagaimanakah kedudukan dan kekuatan hukum alat bukti dokumen
dan tanda tangan digital dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia ditinjau dari
UU No.11 tahun 2008 tentang ITE?
2. Bagaimana penggunaan bukti elektronik dalam perkara perdata di
Indonesia ditinjau dari UU No.11 tahun 2008 tentang ITE?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang diangkat maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan dan kekuatan hukum alat bukti
dokumen dan tanda tangan digital dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia
ditinjau dari UU No.11 tahun 2008 tentang ITE
2. Untuk mengetahui penggunaan bukti elektronik dalam perkara perdata
di Indonesia ditinjau dari UU No.11 tahun 2008 tentang ITE
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan penulis yang
diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara teori yang didapatkan di
bangku perkuliahan dan kondisi nyata di lapangan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
e-commerce
Pihak-pihak yang terikat dapat memahami dan menjalankan hak dan
kewajiban masing-masing seperti yang diperjanjikan menurut hukum dan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Bagi masyarakat umum
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan guna menambah wawasan
dan bahan literatural, khususnya bagi pihak yang bermaksud melakukan
kajian dan penelitian dalam bidang e-commerce dan perjanjian dalam dunia
maya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yakni suatu penelitian
yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas permasalahan
hukum yang diteliti secara obyektif mengenai transaksi elektronik dan bukti-
bukti otentik yang memperkuat keabsahannya.
2. Metode Pendekatan
Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yakni
menguji dan mengkaji aspek-aspek hukum pembuktian dalan transaksi
elektronik dan pelaksanaannya di Indonesia menurut kerangka hukum dan
perundang-undangan yang berlaku serta membandingkannya dengan kenyataan
praktis di lapangan. Jenis penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data-data
berupa data primer dan data sekunder6 yang berkenaan dengan hukum
pembuktian dalam acara perdata. Pada penelitian ini penulis akan
membandingkan antara norma-norma yang berlaku dan penerapannya di
lapangan.
6 Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Halaman 31.
3. Sumber Data.
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh dengan mengadakan penelitian langsung dengan
menghubungi pelaku usaha di dunia maya dengan menggunakan fasilitas
internet dan e-mail. Data tersebut mencakup tata cara penjualan maupun
pembelian yang sering digunakan dalam e-commerce. Data ini diperoleh
melalui situs-situs yang menyediakan fasilitas transaksi online.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan dengan
membaca dan mempelajari literatur-literatur yang ada, dari peraturan
perundang-undangan, bahan-bahan bacaan yang ada di perpustakaan yang
berkaitan dengan permasalahan yang penulis kemukakan sehingga dapat
menambah wawasan dalam rangka penyusunan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Lapangan
Merupakan suatu cara pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung dan melakukan pencatatan data secara
sistematis mengenai obyek penelitian yang nyata. Tujuannya adalah untuk
memperoleh data riil yang sesuai dengan kenyataan di lapangan dan dapat
dipertanggungjawabkan, yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
b. Studi Kepustakaan
Merupakan suatu cara pengumpulan data dengan mempelajari buku-
buku literatur dan makalah oleh pihak-pihak yang kompeten serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang memiliki relevansi yang kuat
dengan aspek hukum pembuktian digital evidence dalam electronic
commerce yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
5. Teknik Analisa Data.
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode diskriptif
kualitatif, yaitu memaparkan atau menggambarkan data-data yang diperoleh
dilapangan kemudian di uraikan dan ditanggapi dengan menggunakan teori-
teori hukum yang berlaku untuk kemudian ditarik kesimpulan yang
menyeluruh.
F. Rencana Penelitian
Rencana penelitian disusun secara sistematis dari tanggal 22 November 2011
dengan perincian lama kegiatan sebagai berikut:
Kegiatan November Desember Januari Februari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penelitian pendahuluan
Studi pustaka
Pengajuan judul dan rencana penelitian
Penyusunan dan pengajuan proposal
Pengolahan data
Pengajuan hasil penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Arianto Mukti, Edwin Makarim, Leny Helena, dkk. 2000. Kerangka Hukum Tanda Tangan Digital dalam Electronic Commerce untuk Indonesia. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Group Riset Digital dan Security dan Electronic. 1999. Kerangka Hukum Digital Signature dalam Electronic Commerce. Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Depok.
Ronny Hanitijo Soematri. 2002. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. PT Ghalia Indonesia. Jakarta.
Mukti Fajar. 2000. E-Commerce dalam Perspektif Hukum Indonesia. Makalah Hukum. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Onno W. Purbo. 1997. 10 Pertanyaan Tentang E-Com. http://www.mastel.or.id /indonesia/artikel10.htm
Richard Hill and Ian Walden. 1995. The Draft UNICITRAL Model Law for Electronic Commerce; Isues and Solutions, terjemahan M. Fajar. dipublikasikan Maret 1996. http// : www.Banet.com/_richard hill
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.
Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis. Jurnal Hukum Bisnis. Vol.1 Tahun 1997.
Peraturan Perundang-undangan:
German Draft Digital signature Law. 1996. § 7.
UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.