program studi keperawatan fakultas ilmu kesehatan

57
LAPORAN PENELITIAN STIMULUS ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM PEMBUANGAN SAMPAH MEDIS DI RUMAH SAKIT X JAKARTA TAHUN 2020 PENELITI Ketua : Ns. Milla Evelianti Saputri, S.Kep.,MKM Anggota : Ns. Aisyiah, S.Kep., M.Kep.,Sp. Kep. Kom Dwi Nugroho, AMKep PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NASIONAL 2020 DENGAN BANTUAN BIAYA DARI UNIVERSITAS NASIONAL

Upload: others

Post on 09-May-2022

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

LAPORAN PENELITIAN STIMULUS

ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM PEMBUANGAN SAMPAH

MEDIS DI RUMAH SAKIT X JAKARTA

TAHUN 2020

PENELITI

Ketua : Ns. Milla Evelianti Saputri, S.Kep.,MKM

Anggota : Ns. Aisyiah, S.Kep., M.Kep.,Sp. Kep. Kom

Dwi Nugroho, AMKep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

2020

DENGAN BANTUAN BIAYA

DARI UNIVERSITAS NASIONAL

Page 2: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2

Page 3: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

3

RINGKASAN

Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi social dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif) meliputi promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitative serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan

tenaga kesehatan dan tempat untuk penelitian. Rumah Sakita dalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawatinap, rawat jalan, dan gawatdarurat.

(PermenkesNomor 72 Tahun 2016).

Diperkirakan secara nasional produksi sampah rumah sakit sebesar 376.089 ton

perhari dan produksi air limbah sebanyak 48.885,70 ton per hari. Dari data tersebut

dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan

kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Ditjen PP & PL,

2017).

Dampak sampah rumah sakit ini mempunyai risiko yang tinggi, infeksi virus

yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan C, tenaga layanan kesehatan,

terutama perawat, merupakan kelompok yang berisiko paling besar untuk terkena

infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang terkontaminasi (umumnya jarumsuntik).

(Riyastri, 2016)

Hasil penelitian menunjukan perilaku perawat yang kurang dalm pembuangan

ssampah medis sebesar 58,6%, sedangkan untuk variabel pengetahuan dan sikap

memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai P < α(0.05) sedangkan untuk variabel

usia dan pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai P>α (0.05).

Page 4: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas kehendakNya kegiatan

penelitian dengan judul “Analisis Faktor Perilaku Perawat dalam Membuang Sampah Medis

Di Rumah Sakit X Jakarat tahun 2020 ” dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan penelitian

ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh

dosen yaitu dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang Penelitian

Berkaitan dengan selesainya kegiatan ini, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-

besarnya disampaikan kepada :

1. Universitas Nasional, atas bantuan dana yang diberikan.

2. Prof. Dr. Ernwati Sinaga, MS. Apt., Warek III Universitas Nasional Bidang Penelitian,

Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama, yang telah memotivasi, mendorong, dan

memberikan semangat kepada dosen-dosen Universitas Nasional untuk melakukan

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sekaligus mengusahakan dana dari

Universitas Nasional.

3. Dr. Retno Widowati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional atas ijin

dan kesempatan sehingga kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar.

4. Semua pihak yang membantu terlaksananya pengabdian masyarakat ini.

Jakarta, 24 Agustus 2020

Ketua Peneliti

(Ns.Milla Evelianti S. S.Kep., M.KM)

Page 5: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

5

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………......... 2

RINGKASAN .................................................................................... 3

KATA PENGANTAR ........................................................................ 4

DAFTAR ISI ……………………………………………………............ 5

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................. 6

B. Kerangka Teori…………….............................................. 7

C. Permasalahan .................................................................. 8

D. Urgensi Penelitian ……………………………………........ 9

E. Tujuan Penelitian…………………………………….......... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Rumah sakit............................................................... 11

B. Konsep sampah Medis........................................................ 21

C. Konsep Pengetahuan ............................................................. 21

D. Konsep Sikap…............................................................ 27

E. Konsep Perilaku…............................................................. 26

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………. .... 43

B. Alat, bahan dan Responden …………………………. .... 43

C. Cara Kerja ……………………………………………..... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….. 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………… 52

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 53

Page 6: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Data World Health Organization (WHO )pada tahun 2010 menunjukkan

suntikan dengan jarum suntik yang terkontaminasi menyebabkan 33.800 kasus baru

infeksi HIV, 1.700.000 Infeksi Hepatitis B, dan 315.000 Infeksi Hepatitis C. Angka

kejadian kecelakaan kerja pada perawat di Amerika yang disebabkan oleh benda

tajam yang terjadi pada perawat rawat inap adalah sekitar 12.600 - 22.200 orang

dan perawat rawat jalan sekitar 28.000 - 48.000

Dampak sampah rumah sakit ini mempunyai risiko yang tinggi, infeksi virus

yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan C, tenaga layanan kesehatan,

terutama perawat, merupakan kelompok yang berisiko paling besar untuk terkena

infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang terkontaminasi (umumnya jarum

suntik). (Riyastri, 2016)

Faktor pengetahuan dan sikap menjadi dasar keberhasilan pengelolaan sampah

rumah sakit. Pengetahuan dan sikap akan mempengaruhi perilaku perawat dan

petugas lainnya untuk berperilaku dengan baik dan benar dalam melakukan upaya

penanganan dan pembuangan sampah. Dukungan pengetahuan dan sikap ini akan

berpengaruh langsung terhadap perilaku yang nyata dalam pengelolaan ampah.

(sudiharti, 2011).

Proses pemisahan sampah di rumahsakit dilakukan oleh petugas kesehatan

khususnya perawat yang berada di setiap unit pelayanan. Untuk pengolahan sampah

selanjutnya dilakukan oleh petugas kebersihan di rumah sakit kemudians ampah

Page 7: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

7

dibawa ketempat penampungan sementara untuk selanjutnya dilakukan proses

pemusnahan. ( Lailatul, dkk 2016)

Menurut Jurnal Penelitian dari Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

(Sudiarti, 2012) tentang pengetahuan dan sikap perilaku perawat dalam

pembuangan sampah medis di rumah sakit muhammadiyah Yogyakarta

Pengelolaan sampah padat di Rumah Sakit X Jakarta baru sebatas pada

pemisahan, penampungan dan pegangkutan dari tiap ruangan untuk kemudian di

bawa ketempat penampungan sementara. Untuk proses selanjutnya yaitu

pembuangan dan pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga sehingga diharapkan

sampah yang dihasilkan tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan

lingkungan. (Asmadi,2015)

B. Kerangka Teori

Berdasarkan studi kepustakaan, kajian teori disusunlah kerangka teoridari kejadian

hipertensi

Perilaku Perawat

Faktor Internal

Umur

Pendidikan

Pengetahuan

Sikap

Faktor Eksternal

Ketersediaan Fasilitas

Ketersediaan sarana

Memperoleh Infomasi

Faktor Penguat (reinforcing

factor):

Kebijakan Rumah Sakit

Page 8: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

8

Gambar 1

(Sumber: Kombinasi dari Aulia Andamita, 2012; Ika Yuniarti Tarigan, 2008; L. Green, 2005;

Soekidjo Notoadmojo, 2007; Sudiharti Solikha, 2011; Sumiati, 2005; Permenkes RI No.

1204/menkes/SK/X/2004)

C. Permasalahan

Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara

keseluruhan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif

(pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat untuk penelitian.

Rumah sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan rawat jalan, rawat inap,

pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, dan non medik menggunakan teknologi

yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya, sehingga wajib untuk

memelihara dan meningkatkan upaya penyehatan lingkungan.

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam sampah yang berupa

benda cair, padat dan gas. Hal ini mempunyai konsistensi perlunya pengelolaan

sampah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan yang

bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang

bersumber dari sampah rumah sakit. Dampak sampah rumah sakit ini mempunyai

risiko yang tinggi, infeksi virus yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan

C, tenaga layanan kesehatan, terutama perawat, merupakan kelompok yang

berisiko paling besar untuk terkena infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang

terkontaminasi (umumnya jarum suntik). Risiko serupa juga dihadapi tenaga

kesehatan lain di rumah sakit dan pelaksana pengelolaan limbah di luar rumah

sakit, begitu juga pemulung di lokasi pembuangan akhir limbah (sekalipun risiko

ini tidak terdokumentasi). Di kalangan pasien dan masyarakat, risiko terkena

Page 9: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

9

infeksi tersebut jauh lebih rendah. Beberapa infeksi yang menyebar melalui media

lain atau disebabkan oleh agen yang lebih resisten dapat menimbulkan risiko yang

bermakna pada masyarakat dan pasien rumah sakit

D. Urgensi Penelitian

Pengelolaan sampah rumah sakit semakin perlu mendapat perhatian mengingat

peningkatan rumah sakit yang cukup pesat akhir-akhir ini. Berdasarkan data, di

Indonesia sampai tahun 2002 terdapat sebanyak 1.215 buah rumah sakit dengan

jumlah tempat tidur 130.214. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan

Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur

perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat) berupa

limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2

persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) rumah sakit

sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per

hari. Gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk

mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta

penularan penyakit.

Permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit adalah peraturan terkait

kesehatan lingkungan rumah sakit masih belum memasyarakat, pelaksanaan

analisis dampak lingkungan, upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan

rumah sakit masih berorientasi secara administrasi, serta kegiatan kesehatan

lingkungan rumah sakit masih belum menjadi prioritas. Salah satunya adalah

pengelolaan sampah rumah sakit yang bagi orang awam mungkin terkesan berjalan

apa adanya dan belum menjadi perhatian. Faktor pengetahuan menjadi dasar

keberhasilan pengelolaan sampah rumah sakit. Pengetahuan tentang pengelolaan

Page 10: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

10

sampah atau limbah harus dimiliki seorang Petugas Pengelola Limbah (PPL)

sebagai tanggungjawab langsung kepada Direktur rumah sakit. Ia harus bekerja

sama dengan petugas pengontrol infeksi, kepala bagian farmasi, dan teknisi

radiologi agar memahami prosedur yang benar di dalam penanganan dan

pembuangan limbah patologi, farmasi, kimia dan limbah radioaktif

E. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang

berhubungan perilaku perawat dalam pembuangan sampah medis dilihat dari faktor

pendidikan, usia, pengetahuan dan sikap.

BAB II

Page 11: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Rumah Sakit

1. . Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

menyebutkan bahwa definisi rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.

1204/menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit

menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan srana pelayanan kesehatan, tempat

berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan

penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan

kesehatan.

B. Sampah Medis

1. Pengertian

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang disebut sebagai sampah

medis adalah berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-unit

pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan

kesehataan bagi manusia, yakni pasien maupun masyarakat.

Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dapat

pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah

medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan

rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insinerator.

Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang

dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai

Page 12: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

12

diinsinerasi. Beberapa, seperti mercuri, harus dihilangkan dengan cara merubah

pembelian bahan-bahan, bahan lainnya dapat di daur ulang, selebihnya harus

dikumpulkan dengan hati-hati dan dikembalikan ke pabriknya.

a. Jenis Sampah Medis

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi dua, yaitu sampah organik (biasa

disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah

basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan,

sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara

alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-

lain. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.

Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi

atau yang sejenisnya serta limbah yang dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan

perawatan, pengobatan atau penelitian.

Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat

digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik, farmasi,

kimia, radio aktif dan limbah plastik.

1) Sampah benda tajam

Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,

ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit.

Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan

gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang

mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan

beracun atau radio aktif.

Page 13: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

13

2) Sampah Infeksius

Sampah infeksius merupakan limbah yang dicurigai mengandung bahan

pathogen. Sampah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien

yang memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang

berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan

dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis ini antara lain

: sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang

terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah ruang isolasi, limbah pembedahan,

limbah unit dialisis dan peralatan terkontaminasi.

3) Sampah JaringanTubuh (Patologis)

Sampah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan,

plasenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan

autopsi. Sampah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan

hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

4) Sampah Citotoksik

Sampah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin

terkontaminasi obatcitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan

terapi citotoksik. Sampah yang terdapat sampah citotoksik didalamnya harus

dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000°C.

5) Sampah Farmasi

Sampah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang

terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi,

Page 14: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

14

obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang

sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi obat-

obatan.

6) Sampah Kimia

Sampah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,

vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi

limbah farmasi dan limbah.

7) Limbah Radio Aktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop

yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini

antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan

bakteriologis yang dapat berupa padat, cair dan gas.

8) Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit

dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang

terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

b. Pengaruh sampah medis tehadap kesehatan

1) Efek langsung : efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah,

misalnya : sampah beracun ; sampah yang korosif terhadap tubuh yang

karsinogenik, teragonik, sampah yang mengandung kuman pathogen (berasal

dari sampah rumah tangga dan industri).

2) Efek tidak langsung : dapat dirasakan masyarakat akibat proses : pembusukan,

pembakaran, pembuangan sampah secara sembarangan, penyakit bawaan

vector yang berkembang biak didalam sampah (lalat dan tikus).

Page 15: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

15

c. Pengelolaan dan penanggulangan sampah medis

Pengelolaan sampah terdiri dari pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan,

pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya

mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan

biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan

atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber

daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif

dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat.

Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara

berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan,

berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah

yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya

menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area

komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang

berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari

penimbunan, penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

1) Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang

kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran

penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan

pemisahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti baterai bekas,

bekas toner, dan sebagainya), dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan

kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis

sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

Page 16: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

16

2) Penampungan

Penampungan sampah ini merupakan wadah yang memiliki sifat kuat, tidak

mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup

dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan

perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan

kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI

No.986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang

biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol

citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol

radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan

“domestik”.

3) Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan

eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke

tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam

pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah

diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi

dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat

pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur

pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur

tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut

dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4) Pengolahan dan Pembuangan

Page 17: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

17

Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis

tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang

berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang

berpengaruh terhadap masyarakat.

Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan

adalah :

a) Incinerasi

b) Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh C)

bersuhu 121C

c) Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau

formaldehyde)

d) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia

sebagai desinfektan)

e) Inaktivasi suhu tinggi

f) Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)

g) Microwave treatment

h) Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)

i) Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang

terbentuk

d. Penanganan Sampah Medis Cair yang Terkontaminasi ( darah, feses, urine dan

cairan tubuh lainnya.

1) Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.

2) Hati-hati pada waktu menuangkan sampah tersebut pada bak yang mengalir atau

dalam toilet bilas. Sampah cair dapat pula dibuang kedalam kakus. Hindari

percikannya.

Page 18: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

18

3) Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram dengan air untuk membersihkan

sisa-sisa sampah. Hindari percikannya.

4) Dekontaminasi wadah specimen dengan larutan klorin 0,5 % atau disenfeksi

local lainnya yang adekuat, dengan merendam selama 10 menit sebelum dicuci.

5) Cuci tangan sesudah menangani sampah cair dan lakukan dekontaminasi,

kemudian cuci sarung tangan.

e. Penanganan Sampah Medis Padat (Misalnya pembalut yang sudah digunakan dan

benda-benda lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau materi organik

lainnya.

1) Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani dan membawa sampah tersebut.

2) Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah yang dapat dicuci dan tidak

korosif (plastik atau metal yang berlapis seng) dengan tutup yang rapat.

3) Kumpulkan tempat sampah tersebut ditempat yang sama dan bawa sampah-

sampah yang dapat dibakar ke tempat pembakaran. Jika tempat pembakaran

tidak tersedia maka bisa dilakukan penguburan saja.

4) Melakukan pembakaran atau penguburan harus segera dilakukan sebelum

tersebar ke lingkungan sekitar. Pembakaran adalah metode terbaik untuk

membunuh mikroorganisme.

5) Cuci tangan setelah menangani sampah tersebut dan

6) Dekontaminasi serta cuci sarung tangan yang tadi dipakai saat membersihkan

sampah tersebut.

f. Penanganan Sampah Medis berupa Benda Tajam (Jarum, silet, mata pisau dan lain-

lain)

1) Gunakan sarung tangan tebal.

Page 19: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

19

2) Buang seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan pecah.

Tempat sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah dibuat

menggunakan karton tebal, ember tertutup, atau botol plastic yang tebal. Botol

bekas cairan infus juga dapat digunakan untuk sampah-sampah yang tajam, tapi

dengan resiko pecah.

3) Letakkan tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan

sehingga sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh

sebelum dibuang.

4) Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk atau

mematahkan jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup, tetapi

jika dibutuhkan, dapat diusahakan dengan metode satu tangan.

5) Letakkan tutup pada permukaan yang datar dankeras, kemudian pindahkan ke

tangan.

6) Kemudian dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan jarumnya untuk

menyendok tutup tersebut.

7) Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain untuk

merapatkan tutup tersebut.

8) jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat dengan

kuat.

9) Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya. Jarum

dan benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan dengan

membakarnya dan kemudian hari dapat menyebabkan luka dan mengakibatkan

infeksi yang serius. Pembakaran atau membakarnya dalam suatu wadah, dapat

mengurangi kemungkinan, sampah tersebut dikorek-korek dalam tempat

sampah.

Page 20: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

20

10) Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut kemudian

dekontaminasi dan cuci tangan.

g. Membuang Wadah Kimia yang Telah Digunakan

1) Cuci wadah dengan air wadah gelas dapat dicuci dengan diterjen, bilas dengan

benar-benar bersih dan kemudian bisa digunakan kembali.

2) Untuk wadah-wadah plastik yang berisi zat-zat toksik, misalnya glutaraldehid,

bilas tiga kali dengan air kemudian buang dengan cara menguburnya. Jangan

pernah menggunakan wadah tersebut untuk dipakai kembali setelah

dibersihkan.

Faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam pembuangan

sampah medis

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas pengabungan atau

kerjasama antara suatu subjek yang mengetahui dan objek di ketahui. Segenap apa

yang diketahui suatu objek tertentu (Surya Sumantri dalam Nurroh 2017).

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tau seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga, dan sebagainya)

jadi pengetahuan adalah berbagai macam hal yang diperoleh dari seseorang melalui

panca indra.(Menurut Notoatmojo dalam Yuliana, 2017)

Page 21: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

21

2. Proses terjadinya pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011), berdasarkan hasil penelitian Rogers (1974)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang

tersebut terjadi proses sebagai berikut:

1) Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).

2) Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap

obyek mulai timbul.

3) Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi

tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki.

5) Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

3. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Dariyanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan

bahwa ada 6 tingkatan pengetahuan sebagai berikut:

1) Pengetahuan (Knowledge)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima

2) Pemahaman (comprehension)

Page 22: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

22

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut

secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya terhadap

obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan

makanan yang bergizi.

3) Penerapan (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,

dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan

menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

Page 23: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

23

4. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuandikelompokan menjadi dua yaitu;

1) Cara non ilmiah

a) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin

sebelumnya adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan ini tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain

sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b) Secara Kebetulan

Artinya secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang

bersangkutan.

c) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat

baik yang formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan

dengan kata lain pengetahuan diperoleh berdasarkan pemegang otoritas

yakni orang yang memiliki wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan atau

ilmuwan tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya

baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

d) Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman

merupakan suatu cara untuk memeperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

Page 24: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

24

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

Pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan

namun tidak semua dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan

dengan benar karena masih diperlukan berfikir secara kritis dan logis.

e) Cara akal sehat (Common Sence)

Akal sehat atau common sence kadang-kadang dapat menemukan teori atau

kebenaran.

f) Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh

pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah

kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh

para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran

atau penyelidikan manusia.

g) Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui

proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran berfikir.

Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran

ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.

h) Melalui jalan fikiran

Memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan

fikiran baik melalui induksi atau deduksi kemudian dicari hubungannya

sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

i) Induksi

Page 25: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

25

Adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-

pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum

j) Deduksi

Adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke

khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berfikir deduksi ini

kedalam suatu cara “silogisme” yang merupakan suatu bentuk deduksi yang

memungkinkan seseorang untuk mencapai kesimpulan yang lebih baik.

2) Cara Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa

ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian

ilmiah, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (reseach

methodology)

Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto, 2010 dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat

kualitatif di gambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat

kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat

di proses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang

diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasikan lalu ditafsirkan

kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.

1. Pengetahuan baik ≥ 70%

2. Pengetahuan kurang baik ≤ 70%

Sedangkan untuk pengkategorian pengetahuan yang umum digunakan

yaitu:

1. Kategori baik dengan nilai 76-100%.

Page 26: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

26

2. Kategori cukup dengan nilai 56-75%

3. Kriteria kurang dengan nilai 40-55%

4. Kriteria tidak baik dengan nilai ≤ 40%

Menurut hasil penelitian Solikha, 2012 yang dilakukan di Rumah Sakit

PKU Muhammadyah Yogyakarta menyatakan bahwa terdapat 21 perawat (

35%) yang mempunyai pengetahuan baik, 30 perawat (50%) mempunyai

pengetahuan cukup dan 9 perawat (15%) mempunyai pengetahuan kurang, ada

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prilaku perawat dalam

pembuangan sampah medis di Rumah Sakit PKU Muhammadyah Yogyakarta.

D. Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini

mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. (ensiklopedia bebas,

www.wikipedia.co.id). Pengertian sikap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu

perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan, sikap bisa juga

disamakan dengan perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2011) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang

yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Newcomb dalam Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif

Page 27: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

27

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi adalah

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi

tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat

dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek dilingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sedangkan sikap menurut Azwar (2015) adalah suatu bentuk reaksi/evaluasi

terhadap suatu objek, memihak/tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu

dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognitif) dan predisposisi (konasi) seseorang

terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Kesimpulan dari beberapa pengertian sikap diatas yakni sikap adalah reaksi

tertutup individu terhadap stimulus sebagai suatu penghayatan terhadap objek

meliputi perasaan (afeksi), pemikiran (kognitif) dan predisposisi (konasi) untuk

kecenderungan individu tersebut bertindak berdasarkan pada pendirian dan

keyakinannya.

a. Komponen sikap.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2011) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3

komponen pokok yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)

Sedangkanmenurut Azwar (2015) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling

menunjang yaitu sebagai berikut :

1) Komponen Kognitif

Page 28: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

28

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai individu

pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan streotipe yang dimiliki

setiap individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang

kontroversional.

2) Komponen Afektif

Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif yang disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap sesuatu.

3) Komponen Konatif

Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-

cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis

untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam

bentuk tendensi perilaku.

b. Faktor yang mempengaruhi sikap

Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

1) Pengalaman pribadi.

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

Page 29: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

29

apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam

situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih

mendalam dan lebih lama berbekas.

2) Kebudayaan.

B.F. Skinner dalam Azwar (2015) menekankan pengaruh lingkungan

(termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang.

Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang

menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki.

3) Orang lain yang dianggap penting.

Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang

orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi

oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik

dengan orang yang dianggap penting tersebut.

4) Media massa.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan

orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan

sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi

dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

5) Institusi Pendidikan dan Agama.

Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh

kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Page 30: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

30

6) Faktor emosi dalam diri.

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan

ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi

telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan

lebih tahan lama.(Azwar, 2015).

c. Karakteristik sikap.

Menurut Sax (1980) dalam Azwar (2015) sikap memiliki beberapa karakterisitik

yaitu;

1) Arah

Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju,

apakah memihak atau tidak memihak, apakah mendukung atau tidak

mendukung terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek.

2) Intensitas

Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun

arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya

terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki yang berarah ngatif belum tentu

memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya

Page 31: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

31

3) Keluasan

Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai

hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula

mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

4) Konsistensi

Maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan

dengan responnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap

diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten,

sikap harus bertahan dalam diri seseorang untuk waktu yang relatif panjang.

Sikap yang sangat cepat berubah, labil, tidak bertahan lama dikatakan

sebagai sikap yang tidak konsisten.

5) Spontanitas

Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan

secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih

dahulu agar individu mengemukakannyaDalam berabagai bentuk skala sikap

yang umumnya harus dijawab setuju dan tidak setuju spontanitas sikap ini

pada umumnya tidak dapat terlihat.

d. Tingkatan sikap.

Menurut Notoatmodjo (2011) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding)

Page 32: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

32

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan

itu benar atu salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

e. Pengukuran sikap.

Pengukuran sikap juga dapat dilakukan berdasarkan jenis atau metode penelitian

yang digunakan.

1) Kuantitatif.

Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat menggunakan dua

cara seperti pengukuran pengetahuan yakni :

a) Wawancara

Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan wawancara

untuk mengukur pengetahuan. Bedanya hanya pada subtansi

pertanyaannya saja. Apabila pada pengukuran pengetahuan pertanyaan-

pertanyaanya menggali jawaban apa yang diketahui oleh responden.

Tetapi pada pengukuran sikap pertanyaan-pertanyaanya menggali

pendapat atau penilaian responden terhadap objek.

b) Angket

Page 33: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

33

Pengukuran sikap menggunakan metode angket juga menggali pendapat

atau penilaian responden terhadap objek kesehatan, melalui pertanyaan-

pertanyaan dan jawaban-jawaban tertulis.

2) Kualitatif.

Pengukuran sikap dalam metode penelitiann kualitatif, subtansi

pertanyaannya sama dengan pertanyaan-pertanyaan pada penelitian sikap

pada penelitian kuantitatif seperti tersebut di atas.

a) Wawancara mendalam

Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap,

tetapi pertanyaan bersifat menggali pendapat atau penilaian responden

terhadap objek.

b) Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)

Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap,

tetapi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali pendapat atau

penilaian responden terhadap objek. (Notoatmodjo,2014)

3) Metode Observasi untuk mengukur sikap.

Selain mernggunakan metode wawancara dan angket, pengukuran sikap juga

dapat dilakukan melalui metode pengamatan atau observasi.

Metode observasi untuk mengukur sikap ini dapat dilakukan melalui dua cara

yakni;

a) Verbal

Page 34: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

34

Misalnya responden diperlihatkan suatu gambar kemudian responden

tersebut diminta tanggapannya terhadap gambar tersebut.

b) Non verbal

Setelah diperlihatkan gambar, amati gerakan atau mimik responden

terhadap gambar sebagai cerminan sikapnya terhadap gambar tersebut.

(Notoatmodjo,2014)

f. Kriteria pengukuran sikap.

Menurut Notoatmodjo (2014) mengukur sikap agak berbeda dengan

mengukur pengetahuan. Sebab mengukur sikap berarti menggali pendapat atau

penilaian orang terhadap objek yang berupa fenomena, gejala, kejadian dan

sebagainya yang kadang-kadang bersifat abstrak.

Sedangkan menurut Azwar (2015) pengukuran dan pemahaman terhadap

sikap, idealnya harus mencakup dimensi arah, intensitas, keluasan, konsistensi

dan spontanitas tetapi hal ini sangat sulit untuk dilakukan bahkan mungkin sekali

merupakan hal yang mustahil. Belum ada atau mungkin tidak akan pernah ada

instrument pengukuran sikap yang dapat mengungkap kesemua dimensi itu

sekaligus.

Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya

mengungkapkan dimensi arah dan dimensi intensitas sikap saja, yaitu dengan

hanya menunjukan kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan

tafsiran mengenai derajat kesetujuan terhadap respon individu.

Metode yang digunakan untuk mengukur sikap menurut Azwar (2015) antara

lain :

1. Observasi langsung

Observasi langsung adalah dengan memperhatikan langsung pada pelakunya.

Page 35: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

35

2. Pernyataan langsung (direct question)

Ada kelamahannya yaitu bila orang akan mengungkapkan pendapat dan

jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya bila situasi dan kondisi

memungkinkan.

3. Pengungkapan langsung

Metode penanyaan langsung adalah mengungkapkan langsung (direct

assesment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item

tunggal maupun dengan item ganda.

Konsep tentang sikap yang dapat dijadikan acuan untuk pengukuran sikap

antara lain sebagai berikut;

1. Merupakan tingkatan afeksi yang positif atau negatif yang dihubungkan

dengan objek (Thurstone)

2. Sikap dilihat dari individu yang menghubungkan efek yang positif

dengan objek (individu yang menyenangi objek atau negatif atau tidak

menyenangi objek (Edward)

3. Sikap merupakan penilaian dan atau pendapat individu terhadap objek

(Lickert).

Oleh sebab itu, mengukur sikap biasanya dilakukan dengan hanya minta

pendapat atau penilaian terhadap fenomena, yang diwakili dengan

pernyataan (bukan pertanyaan). Beberapa hal atau kriteria untuk mengukur

sikap yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut ;

1) Dirumuskan dalam bentuk pernyataan

2) Pernyataan haruslah sependek mungkin, kurang lebih dua puluh kata.

3) Bahasanya sederhana dan jelas

4) Tiap satu pernyataan hanya memiliki satu pemikiran saja.

Page 36: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

36

5) Tidak menggunakan kalimat bentuk negatif rangkap.

Cara mengukur sikap dapat dilakukan melalui wawancara dan atau observasi

dengan mengajukan pernyataan-pernyataan yang telah disusun berdasarkan

kriteria di atas. Kemudian pernyataan-pernyatan tersebut disusun atau

dirumuskan dalam bentuk instrument. Dengan instrument tersebut pendapat atau

penilaian responden terhadap objek dapat diperoleh melalui wawancara atau

angket. Biasanya responden dimintakan pendapatnya terhadap pernyataan-

pernyataan dengan mengatakan atau memilih; setuju tidak setuju, baik-tidak baik,

menerima-tidak menerima, senang-tidak senang.

E. Perilaku

1. Pengertian

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014).

Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan

yang dilakukan oleh makhluk hidup

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2014), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas adalah sikap

merupakan aktifitas atau tindakan sebagai respon seseorang terhadap stimulus yang

dapat di amati langsung maupun yang tidak dapat di amati dari luar.

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Page 37: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

37

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu

terwujud dalam tindakan sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain

antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Menurut Notoatmodjo

(2014) praktik atau tindakan dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya,

yakni;

1) Praktik terpimpin (guided responses)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi tergantung

pada tuntutan atau menggunakan panduan.

2) Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktekan sesuatu

hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa

yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah

dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

b. Bentuk Perilaku

Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan

tindakan, namun demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat

dilihat dari sikap dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial,

yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.

Berdasarkan teori “S-O-R” maka perilaku manusia dapat dikelompokan

menjadi dua, yakni :

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Page 38: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

38

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum

dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau

covert behavior yng dapat di ukur adalah pengetahuan dan sikap.

2) Perilaku terbuka (overt Behavior)

Perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa

tindakaan atau praktik ini dapat di amati orang lain dari luar atau observable

behavior

c. ProsesPembentukan Perilaku

Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal

dari dalam diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain:

1) Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.

2) Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk

mencapai sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini

diwujudkan dalam bentuk perilaku

3) Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang

mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan

keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam

Page 39: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

39

mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan

emosi akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu

perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.

4) Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari

praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964) mengatakan

bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku

terdahulu.

Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yaitu:

1) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.

3) Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini

berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku

tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo,2011).

d. Pengukuran

Page 40: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

40

Mengukur perilaku terbuka, praktek atau tindakan, relatif lebih mudah bila

dibandingkan dengan mengukur perilaku tertutup (pengetahuan dan sikap). Sebab

praktek atau tindakan mudah diamati secara konkret dan langsung maupun

melalui pihak ketiga.

Secara garis besar mengukur perilaku terbuka atau praktek dapat dilakukan

melalui dua metode, yakni;

1) Langsung

Mengukur perilaku terbuka secara langsung, berarti peneliti langsung

mengamati atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Untuk

memudahkan pengamatan, maka hal-hal yang akan diamati tersebut

dituangkan atau dibuat lembar tilik atau check list.

2) Tidak langsung

Pengukuran perilaku secara tidak langsung ini, berarti peneliti tidak secara

langsung mengamati perilaku orang yang diteliti (responden). Menurut

Notoatmodjo (2014) metodenya dapat dengan berbagai cara yakni;

a) Metode mengingat kembali (recall)

b) Melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan subjek atau

responden.

c) Melalui indikator (hasil perilaku) responden

F. Umur

Secara fisiologi pertumbuhan seseorang dapat digambarkan dengan

pertambahan umur, pemimgkatan umur diharapkan terjadi pertambahan kemampuan

motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya, akan tetapi pertumbuhan dan

Page 41: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

41

perkembangan seseorang pada titik teterntu akan terjadi kemunduran akibat faktor

degenerative ( Martini, 2010)

G. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap

sesuatu yang datang dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan

kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha, pembaharuan, ia juga

akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan ( Martini, 2010)

H. Ketersediaan Fasilitas

Faktor ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor pendorong

pembentukan perilaku (Lawrance Green,1980). Keberadaan fasilitas tempat pembuangan

limbah medis dapat berpengaruh terhadap perilaku perawat dalam membuang limbah

medis (Sumiyati, 2010)

I. Kebijakan Rumah Sakit

Kebijakan rumah sakit terkait limbah medis merupakan salah satu faktor

pendukung pembentukan prilaku. Adanya peraturan yang disosialisasikan kepada

perawat akan berpengaruh terhadap prilaku perawat sehingga mereka menjadi lebih

mematuhi peraturan yang ada (Ika, 2015)

Page 42: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Rumah Sakit Gandaria yang

terletak di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Rumah Sakit Umum dengan Tipe C.

B. Alat, Bahan dan Responden

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah instrumen berupa kuesioner,

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Rumah Sakit X yang

berjumlah 58 orang .

C. Cara Kerja

1. Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data

diperoleh langsung dari responden dengan menanyakan langsung dan memberikan

Page 43: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

43

pertanyaan atau kuesioner tentang perilaku perawat dalam pembuangan sampah

medis. Tahapan pertama sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti

mempersiapkan materi dan konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Lalu

mengurus surat izin penelitian di teruskan ke lahan penelitian setelah dilaporkan

dan mandapatkan izin, maka peneliti akan mulai melakukan kegiatan penelitian

dilapangan. Setelah itu melakukan pengambilan data yang didahului dengan

pemilihan sampel atau responden dengan cara mengambil sampel pada saat hari itu

juga. Pada saat penelitian berlangsung peneliti memberikan kuesioner kepada

perawat yang sedang bekerja diRumah Sakit X Jakarta

2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data, proses

pengolahan data penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

a. Editing (Menyunting Data)

Pada tahap ini merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner tersebut. Apakah lengkap, jawaban/tulisan masing–

masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca, relevan dengan pertanyaannya, dan

jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang

lainnya (Notoatmodjo,2012)

b. Coding (Mengkode Data)

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

pengkodean atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2012).Pemberian kode ini

Page 44: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

44

sangat penting bila pengolahan data dan analisis data menggunakan computer.

Biasanya dalam pemberikan kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu

buku(code book) untuk memudahkan kembali untuk melihat lokasi dan arti suatu

kode dari suatu variable.

Untuk cara mengukur sikap dengan menggunakan skala likert. Skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial

ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai

variabel penelitian (Sugiyono, 2017).

Dalam penggunaan skala Likert, terdapat dua bentuk pertanyaan, yaitu

bentuk pertanyaan positif untuk mengukur skala positif, dan bentuk pertanyaan

negatif untuk mengukur skala negatif. Pertanyaan positif diberi skor 5, 4, 3, 2,

dan 1; sedangkan bentuk pertanyaan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2,

-1, 0, 1, 2.

c. Processing

Data, yakni jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

“kode” dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer. Salah satu

paket program yang digunakan peneliti adalah SPSS for Windows

(Notoatmodjo, 2012).

d. Cleaning (Membersihkan Data)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2012).

e. Tabulating

Page 45: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

45

Merupakan pengolahan data yang telah ditetapkan. Dalam pengolahan data

ini disusun dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

3. Analisis Data

Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dengan

teknik statistik menggunakan, data dianalisis dengan analisis univariat dan

bivariate dengan teknik pengolahan data statistik inferensi atau induksi analisis

Chi square .

b. Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, pada

analisis univariate dihasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel yaitu

pendidikan, usia, pengetahuan, sikap dan perilaku.

c. Analisis bivariate adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi. Tujuan analisa bivariate adalah untuk

melihat hubungan antara variabel independen (pendidikan, usia, pengetahuan

dan sikap) dan variabel dependen (perilaku/praktik). Untuk membuktikann

adanya hubungan antar variabel tersebut digunakan uji statistik chi square (x2)

dengan SPSS.Nilai derajat kemaknaan adalah apabila p ≤ 0,05 maka hipotesis

nol akan ditolak

Page 46: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Analisis Univariat

Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 58 perawat didapatkan Distribusi

Frekuensi Pengetahuan sikap dan Perilaku perawat dalam pembuangan sampah

medis

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Umur ≤ 30 th 12 21

>30th 46 79

Pendidikan D-3 55 95

S-Kep-Ners 3 5

Pengetahuan Kurang 30 51,7

Baik 28 48,3

Sikap Negatif 28 48,3

Positif 30 51,7

Perilaku Kurang 34 58,6

Baik 24 41,4

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa karakteristik responden terbanyak pada

usia > 30th sebesar 79% sedangkan untuk pendidikan yang tebnyak pada diploma 3

sebanyak 95% untuk pengetahuan perawatnya banyak responde yang memiliki

pengetahuan yang kurang sebesar 51,7% dan Pengetahuan baik 48,3%, untuk sikap

Page 47: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

47

perawat negatif 48,3%, dan Sikap Positif 51,7%. Dan untuk Perilaku Perawat Kurang

58,6%, sedangkan perilaku perawat baik 41,4%.

2. Analisis Bivariat

Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian hbungan masing-masing variabel bebas

dan terikat, dilakukan analisa bivariat

Variabel Perilaku Total P-Value

Kurang Baik

Umur

≤ 30 th 8(67%) 4(33%) 12 (100%) 0,744

>30 thn 26(57%) 20(43%) 46 (100%)

Pendidikan D-3 33(60%) 22(40%) 55 (100%)

0,564 Ners 1(33%) 2(67%) 3 (100%)

Pengetahuan Kurang 25 (83,3%) 5 (16,7%) 30 (100%)

0,000 Baik 9 (32,1%) 19 (67,9) 28 (100%)

Sikap Negatif 23 (82,1%) 5 (17,9%) 28(100%)

0,001 Positif 11 (36,7%) 19 (63,3%) 30(100%)

Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa Responden yang berusia <30th berperilaku

kurang sebesar 57% sedangkan usia perawat ≤30th yang berperilaku baik sebesar 33%,

untuk pendidikan perawat yang berpendidikan D-3 berperilaku kurang sebanyak 60%,

sedangkan perawat yang berpendidikan S-1 Ners yang berperilaku baik sebanyak 67%,

tetapi dau variabel diatas tidak memilki hubungan yang signifikan dengan perilaku

pembuangan sampah karena nilai p ≥ 0.05. tetapi untuk variabel pengetahuan kurang

dengan perilaku yang kurang sebanyak 83,3% sedangkan pengetahuan baik dengan

perilaku baik sebesar 67,9%.dan untuk variabel sikap perawat yang memiliki sikap

negatif dengan perilaku yang kurang sebanyak 82,1%, sedangkan sikap positif yang

berperilaku baik sebesar 63,3%. Sehingga dapat diketahui hubungan antara pengetahuan

dan sikap dengan perilaku perawat dalam pembuangan sampah medis didapatkan P-

Value < 0,05. Artinya Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan yang

Page 48: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

48

signifikan antara pengetahun dan sikap dengan Perilaku perawat dalam membuang

sampah medis di RS Gandari Jakarta.

B. PEMBAHASAN.

Berdasarkan tabel 1 di tunjukan bahwa hasil distribusi usia terbanyak pada usia >30th

serta pendidikan paling banyak lulusan diploma 3 yang ternyata tidak memiliki hubungan

dengan perilaku pembuangan sampah medis artinya perawat di RS ini walaupun banyak

perawat yang masih berpendiidkan D-3 tetapi perawat ini sudah memiliki masa kerja

lebih dari 5 tahun karena perawat banyak yang berusia >30th sehingga sudah memiliki

pengalaman dalam perilaku pembuangan sampah medis,. dan untuk pengetahuan perawat

didapatkan hasil pengetahuan perawat yang masih kurang terkait dengan informasi dan

pentingnya pemilahan pembuangan sampah, dikarenakan di RS Gandari sudah

melakukan pelatihan terkait dengan pengelolaan sampah medis tetapi banyak sekali

perawat senior yang enggan untuk mengikuti pelatihan tersebut. penelitian ini sejalan

dengan penelitian Fahriyah (2016) yang menunjukan distribusi pengetahuan rendah

sebesar 39,2% serta sikap positif perawat 96,8%. dan pengetahuan responden yang baik

didapat dari perawat senior dan dari beberap media yang tersedia diantaranya poster,

leaflet, buku maupun internet. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Notoatmodjo

(2005) yang mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga.

Berdasarkan tabel 2 menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

dengan perilaku perawat dalam membuang sampah medis dilihat dari P value 0,000 dan

Page 49: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

49

ini sejalan dengan penelitian Fahriyah (2016) yang menunjukan hasil yaitu ada hubugan

antara pengetahuan dengan perilaku pemilahan dan pewadahan limbah medis padat di

RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas dengan P value 0.0001. dan hasil

penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Nova (2019), yang menunjukan hasil bahwa

ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku perawat terhadap

pembuangan sampah medis di RSUD Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dengan nilai

Pvalue 0,027. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa didapat dari

informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, bukudan surat kabar. Pada

penelitian Yulliati I (2011) Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi beberap faktor,

seperti keyakinan dan sosial budaya..Hal ini ditunjang karena jenjang pendidikan perawat

di RS Gandaria masih banyak yang D-3 tetapi dengan masa kerja yang lama, sehingga

budaya sudah terbentuk kuat sehingga mempengaruhi motivasi untuk mau mengupdate

informasi. Sementara untuk variabel sikap memiliki hubungan yang signifikan dengan

perilaku perawat dalam membuang sampah medis, walaupun sudah banyak perawat

yang memiliki sikap positif tetapi masih banyak yang tidak melakukan pemilahan

pembuangan sampah denga baik karena banyak perawat yang memiliki budaya dan

keyakinan bahwa pemilahan akan dilakukan oleh cleaning service, sehingga waluapun

memiliki sikap positif tetapi masih melakukan perilaku yang kurang terhadap pemilahan

pembuangan sampah medis. Padahal menurut peraturan yang ditetapkan seperti

Keputusan Menteri Kesehatan RI. No:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan

kesehatan lingkungan rumah sakit. Pengelolaan limbah dimulai dari sumber penghasil

limbah medis yaitu perawat yang dimulai dari pemilahan dan pewadahan limbah medis

Biasanya keyakinan diperoleh dari turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih

dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang baik keyakinan itu

bersifat positif maupun negatif. Sedangkan kebudayaan setempat dan kebiasaan keluarga

Page 50: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

50

dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu

(Yulliati 2011).

dan ini sejalan dengan penelitian Fahriyah (2016) yang menunjukan hasil yang sama

bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku pemilahan dan

pewadahan limbah medis padat di RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas

dengan P value 0.021, dan sejalan juga dengan penelitian Nova (2019) yang menunjukan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku perawat terhadap

pembuangan sampah medis di RSUD Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai dengan nilai

Pvalue 0,016. Sikap yang belum menjadi tindakan dalam berperilaku bisa berubah dalam

tindakannya. Sebagai contoh Di RS Gandaria sudah menyiapkan tempat sampah yang

terpisah antara medis dengan non medis yang di cirikan dengan warna kantong yang

berbeda, kuning untuk sampah medis dan hitam untuk sampah non medis, kenyataanya

masih saja ada perawat yang membuah sampah medis kedalam plastik berwarna hitam

karena ada keyakinan dan budaya tadi yang masih melekat pada perawat bahwa sampah

akan dipilah lagi oleh cleaning service.maka hal ini yang menyebabkan perawat yang

memiliki sikap postif tetapi belum melakukan perilaku yang baik. Dalam Penelitian

Widayani (2019). Petugas pelayanan medis diwajibkan mengetahui dan dapat

mempraktekkan perilaku pemilihan sampah medis padat yang meliputi proses pemilihan,

pewadahan dan pengangkutan yang sesuai dengan persyaratan.

Page 51: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

51

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian univariat pada RS Ghandari menunjukan sebaran usia perawat

lebih banyak >30th (76%), untuk pendidikan lebih banyak lulusan D-3

keperawatan (95%), pengetahuan kurang (51,7) dan untuk sikap postif

menunjukan hasil (30%), dan untuk bivariat umur >30 th, dan Pendidikan D-3

tidak memiliki hubungan yang signifiikan dengan perilaku pembuangan sampah

medis sedangkan pengetahuan kurang dan sikap negatif memiliki hubungan

yang signifikan dengan Perilaku perawat dalam membuang sampah medis.

B. SARAN

Pengetahuan perawat tentang pembuangan sampah medis lebih ditingkatkan

lagi seperti memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan supaya tindakan

perawat dalam upaya pembuangan sampah medis lebih baik lagi, dan rumah

sakit memberikan fasilitas pelatihan yang baik kepada petugas kesehatan

tentang pembuangan sampah medis

Page 52: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

52

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmitho, W (2007), Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta Grafindo

Persada

Arikunto, 2010.,Prosedur Penelitian, RinekaCipta, Jakarta.

Asmadi .2013 Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit.Yogyakarta :Gosyen Publishing .

Asmarhany C, 2014. Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Jepara. UNNES

Azwar S, (2015). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Departemen Kesehatan RI, (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI

nomor:1204/Menkes/SK/2004. Tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan 2004

Departemen Kesehatan R.I., 2012, LaporanHasilRisetKesehatan Dasar, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Bersama ILO/WHO Tentang Pelayanan Kesehatan

dan HIV /AIDS.Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja. Jakarta

Depkes RI, 1997, Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis, Desinfeksi dan Strelisasi di

Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan, Depkes RI, Jakarta.

Dewi, 2010.,Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Yogyakarta,

Nuha Medika.

Page 53: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

53

Ditjen PP dan PL, (2011). Kebijakan Kesehatan Lingkungan dalam Pengelolaan Limbah

Medis di Fasyankes. Jakarta: Direktorat PI.

Fahriya L, Husaini, F, (2016), Pengetahuan dan Sikap dengan perilaku perawat dalam

Pemilahan dan Pewadahan Limbah Medis Padat. Jurnal Publikasi Kesehatan

Masyarakat Indonesia Vol 3, No. 3 94-99

Hidayat, A.A, (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, PT. Jakarta:

Salemba Medika

KementerianKesehatan RI ProfilKesehatan Indonesia 2015.

Lailatul, dkk. Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Perawat dalam Pemilahan dan

Pewadahan Limbah Medis. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016

Notoatmodjo S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmojo S, 2012.,Metodologi Penelitian Kesehatan,Rineka Cipta, Jakarta.

Nurhayanti,L,2016,Hubungan antara tingkat Pengetahuan Perawat dengan Perilaku Perawat

dalam Pengelolaan Sampah Medis di Ruang rawat inap RSUD Sukuharjo.

UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016

Nursalam, 2009.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta,

Salemba Medika

Riskesdas, 2018.,Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Riyastri A, (2016). Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi

Penyakit Menular Jakarta

Sari N.L, Pohan, RA, (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Terhadap

Pembuangan Sampah Medis Di RSUD Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai pada

Jurnal Ilmiah Kohesi, vol. 3, No. 940-103

Swarjarna, I.K. 2015, MetodologiPenelitianKesehatan . Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

Sudiharti, Solikhah, (2012), Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Perawat

dalam Pembuangan Sampah Medis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Jurnal

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad daulan

Sugiyono, 2017.,StatistikaUntukPenelitian, Alfabeta, Bandung.

Undang- Undang RI No 44 Tahun 2009 TentangRumahSakit

Page 54: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

54

Wawan D, 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan dan Sikap Perilaku Manusia.

Yogyakarta :NuhaMedika

Widayani, S.I.P, Adisanjaya, N.N, Astuti, N.P.W, (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap

Tenaga Pelayanan Medis Terhadap Perilaku Pemilihan Sampah Medis Padat di UPT

RSUD Bali Provinsi Bali, Jurnal Higiene, vol. 5 No. 3 121-127

World Health Organization. The Word Health Indonesia 2012.

WHO, 2005, Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran,

EGC, Jakarta.

Yulliati I (2011), Profil Pengetahuan dan Praktik Pengelolaan Sampah Non Medis Pada

Petugas Kebersihan di RSUD Tidar Kota Magelang Tahun 2010, Skripsi Semarang

Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Nageri Semarang

JUDUL PENELITIAN : ” ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM

PEMBUANGAN SAMPAH MEDIS DI RUMAH SAKIT X JAKARTATAHUN 2020”.

KUISIONER

Tanggal wawancara/ pengamatan :

Identitas responden

No. Responden :

Umur :

Pendidikan :

I. Pengetahuan

Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang merupakan jawaban yang sesuai dengan

pendapat anda.

No Pernyataan Ya Tidak

1 Yang dimaksud dengan limbah layanan kesehatan adalah limbah

yang mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi

kesehatan, fasilitas penelitian dan laboratorium

2. Limbah layanan kesehatan terdiri dari limbah cair dan gas

Page 55: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

55

3. jenis sampah dibagi menjadi tiga yaitu sampah organik, sampah

non organik dan sampah basah

4. Jarum suntik, perban, pembalut pasien termasuk sampah non

medis

5. Medis, paramedis, pegawai layanan kesehatan, pasien dan

pengujung adalah yang beresiko terhadap limbah medis

6. Sarung tangan, masker, dan sepatu boot salah satu alat pelindung

diri yang dipakai saat penanganan limbah medis

7. Warna tempat / tong non medis adalah plastik warna kuning

8. Limbah medis berbahaya, dapat menimbulkan gangguan

kesehatan, gangguan genetik dan reproduksi

9. Jarum suntik, ampul, dan vial obat membutuhkan tempat khusus

untuk penampungannya.

10. Apakah trolly/ gerobak khusus adalah salah satu cara

pengangkutan sampah medis.

II. Sikap

Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang merupakan jawaban yang sesuai dengan

pendapat anda.

No Pernyataan

SS S TS STS 1 Sampah medis dan non medis perlu dilakukan

pemisahan

2 Sampah medis yang tidak dilakukan pemisahan

dengan sampah non medis dapat meningkatkan

resiko infeksi nosocomial

3 Jarum,vial dan ampul dimasukan ketempat khusus

dengan tanda biohazard

4 Harus ada upaya untuk membiasakan membuang

sampah medis sesuai aturan

5 Kode warna kantong plastic memudahkan

pemilahan sampah

6 Diberlakukan punish and reward untuk ruangan

yang memilah sampah sesuai aturan

7 Di setiap ruang perawatan disediakan tempat

sampah medis dan non medis

Page 56: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

56

III. Perilaku (di isi oleh petugas )

Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang merupakan jawaban yang sesuai dengan

pendapat anda

NO Pernyataan YA TIDAK

1 Selalu memisahkan sampah medis dan non medis

2 Setelah menangani sampah medis selalu mencuci tangan

dengan sabun atau antiseptic yang disediakan

3 Jarum,vial dan ampul dimasukan ketempat khusus dengan

tanda biohazard

4 ada upaya untuk membiasakan membuang sampah medis

sesuai aturan

5 Menutup kembali tempat sampah medis setelah sampah

medis dibuang pada tempat sampah

6.

Jika mengetahui ada petugas yang tidak menutup

kembali tempat sampah setelah membuang sampah

medis, apakah diberikan teguran

7. Menegur jika ada pasien/ keluarga pasien membuang

sampah medis tidak pada tempatnya

8. Aktif mengikuti penyuluhan dan bimbingan dalam

pembuangan sampah medis

8 Jarum kasa habis pakai sebelum dibuang harus

disinfeksi terlebih dahulu

9 Pengelolaan sampah medis di ruangan adalah

tanggung jawab cleaning servis

10 Pengangkutan sampah medis dan non medis tidak

harus dilakukan pemisahan.

Page 57: PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

57

9. Mengikuti SPO pembuangan sampah medis yang sudah

ada

10. Membuang sampah medis menggunakan alat pelindung

diri