program matlab jaukowiski airfoil transformation.pdf
DESCRIPTION
matlabTRANSCRIPT
Giyanto 2413202003
AIRFOIL
Permukaan atas (Upper Surface)
Permukaan bawah (Lowerer Surface)
Mean camber line adalah tempat kedudukan titik-titik antara permukaan atas dan
bawah airfoil yang diukur tegak lurus terhadap mean camber line itu sendiri.
Leading edge adalah titik paling depan pada mean camber line, biasanya berbentuk
lingkaran dengan jari-jari mendekati 0,02 c.
Trailing edge adalah titik paling belakang pada mean camber line.
Camber adalah jarak maksimum antara mean camber line dan garis chord yang diukur
tegak lurus terhadap garis chord.
Ketebalan (thickness) adalah jarak antara permukaan atas dan permukaan bawah yang
diukur tegak lurus terhadap garis chord.
Gaya-gaya yang bekerja pada Airfoil
1. Gaya Momentum
Momentum adalah resistansi dari sebuah benda yang bergerak ketika arah dan besar
gerakannya diubah. Ketika setiap benda dipaksa untuk bergerak dalam gerakan melingkar,
benda tersebut akan memberikan reaksi resistansi dengan arah keluar yang berlawanan
dengan pusat putaran. Ini disebut gaya sentrifugal. Seperti pada gambar di bawah terlihat
ketika partikel udara bergerak dengan arah melengkung AB, gaya sentrifugal cenderung
membuangnya ke arah panah antara A dan B, sehingga menyebabkan udara untuk mendesak
lebih dari tekanan normal di leading edge-nya airfoil. Tapi setelah partikel udara melewati
titik B (titik berbalik arah dari arah lengkungan/kurva) gaya sentrifugal cenderung untuk
membuang partikel pada arah panah antara B dan C (menyebabkan berkurangnya tekanan
pada airfoil). Efek ini berlaku sampai partikel udara mencapai titik C, titik kedua berbalik
arah dari lengkungan aliran udara. Kembali lagi, gaya sentrifugal dibalikkan dan partikel
udara cenderung untuk memberi sedikit lebih tekanan dari normal pada trailing edge dari
airfoil tersebut, sebagaimana digambarkan dengan panah pendek antara C dan D.
Giyanto 2413202003
2. Drag (Gaya Hambat)
Drag adalah gaya hambat yang yang dikarenakan adanya gesekan dan tahanan antara
permukaan pesawat (wing, fuselage, dan objek yang berada di pesawat) dengan udara. Drag
merupakan komponen gaya aerodinamika yang sejajar dengan kecepatan terbang pesawat,
tetapi arahnya berlawanan (searah dengan relative wind). Drag itu sendiri terdiri dari 2 jenis,
yaitu induced drag dan parasite drag.
a. Induced Drag
Induced drag (Di) merupakan gaya tahan yang terjadi karena adanya gaya angkat atau
lift karena adanya perputaran aliran udara yang membelok atau biasa disebut wing vortex
disekitar permukaan sayap, perputaran udara ini akan menghasilkan lift pada pesawat.
Induced drag (Di) biasanya terjadi pada saat pesawat sedang tinggal landas dan juga
pada waktu mendarat, yaitu pada harga cl atau α yang tinggi atau dengan kata lain pada
kecepatan rendah.
Grafik induced drag (Di) versus kecepatan
Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara gaya tahan karena gaya angkat atau
induced drag dengan kecepatan. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa drag karena gaya
angkat akan turun dengan naiknya kecepatan, dengan kata lain induced drag berbanding
terbalik dengan kecepatan.
Giyanto 2413202003
b. Parasit Drag
Parasit drag (Dp) merupakan gaya hambat yang terjadi karena adanya gesekan antara
permukaan pesawat. Ada lima jenis parasit drag, yaitu :
a. Skin friction drag atau gaya hambat gesekan kulit, terjadi karena adanya gesekan
viskos yang terjadi dalam lapisan batas atau boundary layer. Kehalusan kulit atau
permukaan akan berpengaruh besar pada tahanan ini.
b. Form drag atau gaya hambat bentuk, terjadi karena bentuk dari pesawat itu sendiri
dan besarnya form drag tergantung dari bentuk besar kecil pesawat dan komponen-
komponen tambahan yang dipasang pada pesawat tersebut.
c. Interference drag atau gaya hambat interferensi, terjadi karena interferensi lapisan
batas dari berbagai bagian pesawat terbang. Misalnya pada sambungan antara
bagian-bagian dari pesawat seperti sambungan rivet pada fuselage, wing, dan
bagian-bagian lainnya. Besar kecilnya interference drag tergantung dari kehalusan
sambungan tersebut.
d. Leakage drag atau gaya hambat kebocoran, terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara bagian dalam dan bagian luar dari pesawat terbang.
e. Profile drag atau gaya hambat profil, biasa terdapat pada helikopter. Profile drag
terjadi karena adanya rotor yang bergerak dan berputar.
Grafik parasit drag versus kecepatan
Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara parasit drag dengan kecepatan terbang
pesawat. Dari grafik dapat dilihat bahwa parasit drag berbanding lurus dengan
kecepatan, yaitu akan bertambah besar dengan bertambahnya kecepatan. Berbeda dengan
induced drag yang berbanding terbalik dengan kecepatan.
Giyanto 2413202003
Persamaan Drag Force (Gaya Hambat)
Persamaan Koefisisen Gaya Hambat (CD)
Atau
Dimana:
3. Lift (Gaya Angkat)
Gaya lift merupakan gaya aerodinamika yang terjadi akibat udara melintasi airfoil. Udara
di atas airfoil akan bergerak lebih cepat dibanding udara di bawah airfoil karena udara di
atas airfoil menempuh jarak yang lebih jauh dengan waktu yang sama dengan udara di
bawah airfoil. Sehingga akan diperoleh tekanan udara di bawah airfoil akan lebih besar
dibandingkan dengan tekanan udara di atas airfoil.
Persamaan Lift Force (Gaya Angkat)
Persamaan Koefisisen Gaya Angkat (CL)
(Total Pressure loss Coefficient)
Giyanto 2413202003
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya Lift & Drag pada Airfoil:
a. Kerapatan (density), temperatur dan kelembababan fluida
Udara pada ketinggian yang lebih tinggi memiliki kerapatan udara yang lebih kecil
atau rendah daripada udara pada ketinggian yang lebih rendah. Semakin tebal/rapat
udara maka akan semakin kecil tekanan karena berat udara akan berkurang.
Contoh: Jarak take off (lepas landas) pesawat bertambah seiring dengan peningkatan
ketinggian.
Udara panas (temperatur tinggi) memiliki kerapatan fluida yang lebih kecil daripada
udara dingin (temperatur rendah). Setiap kenaikan 1000 feet, temperatur akan
berkurang sebesar 1,98 0C (±2
0C).
Udara dengan jumlah uap air atau kelembaban yang tinggi (basah) akan memiliki
kerapatan yang lebih rendah (lebih renggang/ringan) daripada udara yang
kelembabannya rendah (kering).
Kerapatan Udara Rendah
Gambar Kerapatan udara rendah
Mesin menghisap lebih sedikit udara untuk mendukung pembakaran yang
menyebabkan tenaga akan berkurang.
Mesin propellers memperoleh lebih sedikit udara yang berpindah dibandingkan
dengan kondisi normalnya, daya dorong pesawat akan berkurang.
Pada mesin jet massa gas yang keluar lebih sedikit, akan mengurangi daya
dorong pesawat.
Karena molekul di udara lebih sedikit, udara yang mendesak sayap pesawat
akan berkurang, akan menyebabkan kurannya daya angkat pesawat.
Pengurangan daya dorong dan angkat berarti memerlukan runway yang lebih
panjang untuk take-off dan diperlukan daerah bebas hambatan di akhir runway
karena pengurangan laju mendakinya.
Giyanto 2413202003
Kerapatan Udara Tinggi
Gambar Kerapatan udara tinggi
Lebih besarnya daya dorong daripada normalnya disebabkan lebih banyaknya
jumlah molekul di udara yang menyebabkan mesin propellers dan jet dapat
berinteraksi.
Lebih besarnya gaya angkat udara sebagai akibat lebih besarnya udara yang
mendorong sayap- sayapnya
Kecepatan dan laju naik akan lebih cepat karena daya dorong dan daya angkat
pesawat bertambah besar.
b. Kecepatan (Reynold number) dan tekanan fluida
Dimana: vs : kecepatan fluida,
L : panjang karakteristik,
Μ : viskositas absolut fluida dinamis,
ν : viskositas kinematik fluida: ν = μ / ρ,
ρ : kerapatan (densitas) fluida.
c. Bentuk (luasan, panjang,berat) , ketebalan, kelengkungan benda
d. Kekasaran benda
Giyanto 2413202003
PESAWAT
Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat
Thrust, adalah gaya dorong, yang dihasilkan oleh mesin (powerplant/baling-baling). Gaya ini
kebalikan dari gaya tahan (drag). Sebagai aturan umum, thrust beraksi paralel dengan sumbu
longitudinal. Tapi sebenarnya hal ini tidak selalu terjadi, seperti yang akan dijelaskan
kemudian.
Drag, adalah gaya ke belakang, menarik mundur, dan disebabkan oleh gangguan aliran udara
oleh sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi
kebelakang paralel dengan arah angin relatif (relative wind).
Weight, gaya berat adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri, awak pesawat,
bahan bakar, dan kargo atau bagasi. Weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi.
Weight melawan lift (gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of
gravity dari pesawat.
Lift, (gaya angkat) melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara
yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui center of lift
dari sayap.
Untuk dapat terbang maka besarnya lift force harus lebih besar daripada weight force.
Sedangkan untuk melaju dengan kecepatan yang tinggi maka thrust force harus jauh lebih
besar daripada drag force. Untuk menjaga pesawat tetap bisa terbang maka kecepatannya
harus dijaga supaya lift force lebih besar daripada weight force. Kecepatan minimum yang
harus dipertahankan supaya pesawat tidak jatuh disebut dengan stall speed.
Jika pesawat hendak bergerak mendatar dengan suatu percepatan, maka gaya ke depan
harus lebih besar daripada gaya hambatan dan gaya angkat harus sama dengan berat pesawat.
Jika pesawat hendak menambah ketinggian yang tetap, maka resultan gaya mendatar dan
gaya vertical harus sama dengan nol. Ini berarti bahwa gaya ke depan sama dengan gaya
hambatan dan gaya angkat sama dengan berat pesawat.
Ada beberapa bagian utama pesawat yang membuat pesawat itu bisa terbang dengan
sempurna, diantaranya sebagai berikut :
1. Badan pesawat ( Fuselage ) terdapat didalamnya ; ruang kemudi (Cockpit) dan ruang
penumpang (Passenger).
2. Sayap (Wing), terdapat Aileron berfungsi untuk “Rolling” pesawat miring kiri – kanan dan
Flap untuk menambah luas area sayap ( Coefficient Lift ) yang berguna untuk menambah
gaya angkat pesawat.
3. Ekor sayap (Horizontal Stabilazer), terdapat Elevator berfungsi untuk “Pitching” nose UP
– DOWN.
4. Sirip tegak (Vertical Stabilizer), terdapat Rudder berfungsi untuk “Yawing” belok kiri –
kanan.
Giyanto 2413202003
5. Mesin (Engine), berpungsi sebagai Thrust atau gaya dorong yang menghasilkan kecepatan
pesawat.
6. Roda Pesawat ( Landing Gear ),berfungsi untuk mendarat/ landing atau tinggal landas /
Take-off.
Gerak Dasar pesawat
Pada dasarnya, pesawat terbang mempunyai gerak dasar pesawat yang fungsinya agar
pesawat dapat bergerak stabil pada saat terbang di udara. Adapun ketiga gerak dasar pesawat
itu adalah sebagai berikut :
Gambar sumbu-sumbu pada pesawat
1. Pitching
Pitching merupakan gerakan menggangguk atau gerakan keatas dan kebawah dari nose
pesawat, pitching bergerak pada sumbu lateral pesawat. Untuk dapat melakukan
gerakan pitching, pilot menggerakkan bidang kendali utama atau primary control surface,
yaitu dengan mengerakkan elevator yang terletak pada horizontal stabilizer.
Pergerakan elevator dikendalikan dengan mengunakan stick control yang berada di
dalam cockpit, stick digerakkan ke depan dan ke belakang. Apabila stick digerakkan
kebelakang, maka elevator up atau ke atas dan akan mengakibatkan nose pesawat bergerak
keatas. Apabila stick digerakkan ke depan, maka elevator down atau turun dan akan
mengakibatkan nose pesawat bergerak turun kebawah. Gerakan pitching dilakukan pada saat
pesawat akan melakukan take-off (pada saat climbing atau terbang menanjak)
dan landing (pada saat descent atau terbang menurun).
Gambar gerakan pitch pada pesawat
Giyanto 2413202003
2. Rolling
Rolling merupakan gerakan berguling (roll) dari pesawat, rolling bergerak pada sumbu
longitudinal pesawat. Untuk dapat melakukan gerakan rolling, pilot mengerakkan bidang
kendali aileron yang berada di wing / sayap. Pergerakan aileron dikendalikan dengan
mengunakan stick control yang berada di dalam cockpit, stick digerakkan ke kiri dan
kekanan. Apabila stick digerakkan ke kanan, maka aileron sebelah kanan akan naik keatas
dan aileron sebelah kiri wing akan turun kebawah. Hal ini akan menyebabkan pesawat
akan rolling kesebelah kanan. Begitupula sebaliknya, apabila stick digerakkan ke kiri,
maka aileron sebelah kiri akan naik dan aileron sebelah kanan akan turun. Hal ini akan
menyebabkan pesawat akan rolling ke sebelah kiri. Gerakan rolling dilakukan pada saat
pesawat akan berbelok atau bergerak ke arah kiri atau ke arah kanan.
Gambar gerakan roll pada pesawat
3. Yawing
Yawing merupakan gerakan menggeleng atau nose pesawat bergerak ke kanan dan ke
kiri. Yawing bergerak pada sumbu vertikal pesawat. Untuk dapat melakukan
gerakan yawing pada pesawat, pilot menggerakkan bidang kendali rudder yang berada
pada vertical stabilizer. Pergerakan rudder dikendalikan dengan menggunakanrudder
pedal (kanan dan kiri) yang berada didalam cockpit. Apabila pedal kanan diinjak,
maka rudder akan bergerak kekanan dan nose pesawat akan mengarah ke kanan. Dan
apabila pedal kiri diinjak, maka rudder akan bergerak kekiri dan nosepesawat akan mengarah
ke kiri.
Gambar gerakan yaw pada pesawat
Giyanto 2413202003
Macam-macam airfoil
NACA Seri 4 Digit
Sekitar tahun 1932, NACA melakukan pengujian beberapa bentuk airfoil yang dikenal
dengan NACA seri 4 digit seperti pada gambar 5. Distribusi kelengkungan dan ketebalan
NACA seri empat ini diberikan berdasarkan suatu persamaan. Distribusi ini tidak dipilih
berdasarkan teori, tetapi diformulasikan berdasarkan pendekatan bentuk sayap yang efektif
yang digunakan saat itu, seperti yang dikenal adalah airfoil Clark Y. Pada airfoil NACA
seri empat, digit pertama menyatakan persen maksimum camber terhadap chord. Digit
kedua menyatakan persepuluh posisi maksimum camber pada chord dari leading edge.
Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contoh
: airfoil NACA 2412 memiliki maksimum camber 0,02 terletak pada 0,4c dari leading
edge dan memiliki ketebalan maksimum 12% chord atau 0,12c. Airfoil yang tidak
memiliki kelengkungan, dengan camber line dan chord berhimpit disebut airfoil simetrik.
Contohnya adalah NACA 0012 yang merupakan airfoil simetrik dengan ketebalan
maksimum 0,12c (Mulyadi, 2010).
NACA Seri 5 Digit
Pengembangan airfoil NACA 5 digit dilakukan sekitar tahun 1935 dengan menggunakan
distribusi ketebalan yang sama dengan seri empat digit. Garis kelengkungan rata-rata
(mean camber line) seri ini berbeda dibanding seri empat digit. Perubahan ini dilakukan
dalam rangka menggeser maksimum camber kedepan sehingga dapat meningkatkan CL
maksimum. Jika dibandingkan ketebalan (thickness) dan camber, seri ini memiliki nilai
CL maksimum 0,1 hingga 0,2 lebih tinggi dibanding seri empat digit. Sistem penomoran
seri lima digit ini berbeda dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit pertama dikalikan
3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan nilai desain koefisien lift. Setengah dari dua
digit berikutnya merupakan persen posisi maksimum camber terhadap chord. Dua digit
terakhir merupakan persen ketebalan terhadap chord. Contohnya, airfoil 23012 memiliki
CL desain 0.3, posisi maksimum camber pada 15% chord dari leading edge dan ketebalan
sebesar 12% chord (Mulyadi, 2010).
NACA Seri-1 (Seri 16)
Airfoil NACA seri 1 yang dikembangkan sekitar tahun 1939 merupakan seri pertama yang
dikembangkan berdasarkan perhitungan teoritis. Airfoil seri 1 yang paling umum
digunakan memiliki lokasi tekanan minimum di 0,6 chord, dan kemudian dikenal sebagai
airfoil seri-16. Camber line airfoil ini didesain untuk menghasilkan perbedaan tekanan
sepanjang chord yang seragam. Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan lima angka.
Misalnya NACA 16-212. Digit pertama menunjukkan seri 1. Digit kedua menunjukkan
persepuluh posisi tekanan minimum terhadap chord. Angka dibelakang tanda hubung:
angka pertama merupakan persepuluh desain CL dan dua angka terakhir menunjukkan
persen maksimum thickness terhadap chord. Jadi NACA 16-212 artinya airfoil seri 1
dengan lokasi tekanan minimum di 0,6 chord dari leading edge, dengan desain CL 0,2 dan
thickness maksimum 0,12 (Mulyadi, 2010).
Giyanto 2413202003
NACA Seri 6
Airfoil NACA seri 6 didesain untuk mendapatkan kombinasi drag, kompresibilitas, dan
performa CL maksimum yang sesuai keinginan. Beberapa persyaratan ini saling
kontradiktif satu dan lainnya, sehingga tujuan utama desain airfoil ini adalah mendapatkan
drag sekecil mungkin. Geometri seri 6 ini diturunkan dengan menggunakan metode
teoritik yang telah dikembangkan dengan menggunakan matematika lanjut guna
mendapatkan bentuk geometri yang dapat menghasilkan distribusi tekanan sesuai
keinginan. Tujuan pendekatan desain ini adalah memperoleh kombinasi thickness dan
camber yang dapat memaksimalkan daerah alirah laminer. Dengan demikian maka drag
pada daerah CL rendah dapat dikurangi.
Aturan penamaan seri 6 cukup membingungkan dibanding seri lain, diantaranya karena
adanya banyak perbedaan variasi yang ada. Contoh yang 10 umum digunakan misalnya
NACA 641-212, a = 0,6. Angka 6 di digit pertama menunjukkan seri 6 dan menyatakan
family ini didesain untuk aliran laminer yang lebih besar dibanding seri 4 digit maupun 5
digit. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum dalam persepuluh terhadap chord
(0,4c). Subskrip 1 mengindikasikan bahwa range drag minimum dicapai pada 0,1 diatas
dan dibawah CL desain yaitu 2 dilihat angka 2 setelah tanda hubung. Dua angka terakhir
merupakan persen thickness terhadap chord, yaitu 12% atau 0,12. Sedangkan a = 0,6
mengindikasikan persen chord airfoil dengan distribusi tekanannya seragam, dalam contoh
ini adalah 60% chord (Mulyadi, 2010).
NACA Seri 7
Seri 7 merupakan usaha lebih lanjut untuk memaksimalkan daerah aliran laminer diatas
suatu airfoil dengan perbedaan lokasi tekanan minimum dipermukaan atas dan bawah.
Contohnya adalah NACA 747A315. Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4 menunjukkan
lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam persepuluh (yaitu 0,4c) dan angka 7
pada digit ketiga menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan bawah airfoil
dalam persepuluh (0,7c). A, sebuah huruf pada digit keempat menunjukkan suatu format
distribusi ketebalan dan mean line yang standardisasinya dari NACA seri awal. Angka 3
pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam persepuluh (yaitu 0,3) dan dua angka
terakhir menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap chord, yaitu 15% atau 0,15
(Mulyadi, 2010).
NACA Seri 8
Airfoil NACA seri 8 didesain untuk penerbangan dengan kecepatan supercritical. Seperti
halnya seri sebelumnya, seri ini didesain dengan tujuan memaksimalkan daerah aliran
laminer di permukaan atas permukaan bawah secara independen. Sistem penamaannya
sama dengan seri 7, hanya saja digit pertamanya adalah 8 yang menunjukkan serinya.
Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil NACA seri 8 dengan lokasi tekanan
minimum di permukaan atas ada pada 0,3c, lokasi tekanan minimum di permukaan bawah
ada pada 0,5c, memiliki CL desain 2 dan ketebalan atau thickness maksimum 0,16c
(Mulyadi, 2010).
Kualitas unjuk kerja dari sudu-sudu yang airfoil ini biasanya dinyatakan dalam harga
koefisien gaya drag (CD) dan gaya lift (CL). Gaya lift adalah gaya yang arahnya tegak
Giyanto 2413202003
lurus aliran yang mengenai suatu bentuk airfoil. Gaya drag adalah gaya yang sejajar
dengan aliran fluida yang mengenai suatu bentuk airfoil. Besarnya masing-masing gaya
tersebut adalah (Mulyadi, 2010):
Giyanto 2413202003
Persamaan Drag dan Lift
Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation
%Flow past Jaukowiski Airfoil: clear; clc; tic
%calculating airfoil constants: c = 1; max_thick = 11/100; %ketebalan mac_camber = 4/100; %kelengkungan b = c/3; e = (4/(3*sqrt(3)))*max_thick; beta = 2*mac_camber; a = (b*(1+e))/(cos(beta)); x0 = -1*b*e; y0 = a*sin(beta);
%calculating and ploting airfoil cross section coordinates: theta = 0:0.001:(2*pi); n = length(theta); x1 = 2.*b.*cos(theta); y1 = 2.*b.*e.*(1-cos(theta)).*sin(theta) + 2.*beta.*b.*((sin(theta)).^2); figure(1);plot(x1,y1),xlabel('X - coordinates'),ylabel('Y -
coordinates'),title('Airfoil cross section'),axis normal,grid;
%calculating the z- and z_dash- plan parameters: r = b.*(1+e) + b.*beta.*sin(theta) - b.*e.*cos(theta); x = r.*cos(theta); y = r.*sin(theta); x_dash = x - x0; y_dash = y - y0; r_dash = sqrt(((x_dash).^2) + ((y_dash).^2)); theta_dash = atan2((y_dash),(x_dash));
%calculating and ploting the velocity on the airfoil's upper and lower
surfaces:
%we will choose a certain alpha(angle of attack) for the calculation , it %will be called "alpha_c" and it will be in radian.
alpha_c = (2*pi)/180; v_theta_dash = (sin(theta_dash - alpha_c).*(1 + ((a.^2)./((r_dash).^2)))) +
(2.*(a./(r_dash)).*sin(alpha_c + beta)); V = ((v_theta_dash).^2)./(1 - (2.*((b.^2)./(r.^2)).*cos(2.*theta)) +
((b.^4)./(r.^4)));
Giyanto 2413202003
figure(3);plot(x1(1 , 1:(n/2)) , V(1 , 1:(n/2)) ),xlabel('X -
coordinates'),ylabel('V/V_i_n_f'),title('velocity over the airfoil''s upper
surface'),grid; figure(4);plot(x1(1 , (n/2):n) , V(1 , (n/2):n)),xlabel('X -
coordinates'),ylabel('V/V_i_n_f'),title('velocity over the airfoil''s lower
surface'),grid; figure(5);plot(x1 , V ,x1 , y1),xlabel('X -
coordinates'),ylabel('V/V_i_n_f'),title('velocity over the airfoil''s
surface'),legend('V/V_i_n_f' , 'Air Foil'),grid;
%calculating and ploting the coeffiecient of pressure on the airfoil's %upper and lower surfaces:
%we will choose the same alpha for the calculation of the coeffiecient of %pressure as that for clculating the velocity so that we could calculate %the coefficient of pressure directly from the velocity.
cp = 1 - V.^2; figure(6);plot(x1(1 , 1:(n/2)) , cp(1 , 1:(n/2)) ),xlabel('X -
coordinates'),ylabel('C_p'),title('Coefficient of pressure over the
airfoil''s upper surface'),grid; figure(7);plot(x1(1 , (n/2):n) , cp(1 , (n/2):n)),xlabel('X -
coordinates'),ylabel('C_p'),title('Coefficient of pressure over the
airfoil''s lower surface'),grid; figure(8);plot(x1 , cp , x1 , y1 ),xlabel('X -
coordinates'),ylabel('C_p'),title('Coefficient of pressure over the
airfoil''s surface'),legend('C_p' , 'Air Foil'),grid;
%calculating the maximum lift coefficient: cl_max = 2*pi*(1+e)*sin((pi/2) - beta)
%calculating and ploting the lift coefficient vs the angle of attack: f = -5:0.001:90; alpha = (f.*pi)./180; %angle of attack allowable range. cl = 2*pi*(1+e)*sin(alpha + beta); figure(9);plot(f , cl),xlabel('angle of attack'),ylabel('C_l'),title('lift
coefficient change vs the angle of attack'),grid;
%calculating and ploting the moment coefficient around the leading edge vs
the angle of attack: f = -5:0.001:90; alpha = (f.*pi)./180; %angle of attack allowable range. cm = (3/4).*pi.*sin(2.*alpha); figure(10);plot(f , cm),xlabel('angle of
attack'),ylabel('C_m_(_L_E_)'),title('moment coefficient around the
airfoil''s leading edge vs the angle of attack'),grid;
%ploting the moment coefficient around the leading edge vs the lift %coefficient: figure(11);plot(cl , cm),xlabel('C_l'),ylabel('C_m_(_L_E_)'),title('moment
coefficient around the airfoil''s leading edge vs the lift
coefficient'),grid
toc
Giyanto 2413202003
Giyanto 2413202003
Tampilan Gambar Program
1. Gambar airfoil
Pada gambar diatas airfoil memiliki ketebalan maksimal (maximum thikness) sebesar
11/100 atau 0,11, sedangkan untuk kelengkungan maksimalnya (maximum camber)
sebesar 4/100 atau 0,04. Leading edge airfoil berada pada titik (0,0) dan Trailing edge
berada pada titik (0.5,0).
2. Distribusi kecepatan airfoil bagian atas
Giyanto 2413202003
3. Distribusi kecepatan airfoil bagian bawah
4. Distribusi kecepatan airfoil
Gambar no 2, 3, dan 4 merupakan gambar distribusi kecepatan fluida (udara) pada
airfoil. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan permukaan atas airfoil
(upper surface) lebih besar daripada kecepatan permukaan bawah airfoil (lower
surface). Kecepatan paling tinggi berada pada absis (X coordinates) -0,4.
Giyanto 2413202003
5. Koefisien Tekanan (Cp) airfoil bagian atas
6. Koefisien Tekanan (Cp) airfoil bagian bawah
Giyanto 2413202003
7. Koefisien Tekanan (Cp) airfoil
Gambar no 5, 6, dan 7 merupakan gambar distribusi koefisien tekanan (coefficient of
pressure) pada airfoil. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa koefisien tekanan
(Cp) pada airfoil bagian bawah lebih besar dibandingkan dengan koefisien tekanan
(Cp) pada airfoil bagian atas.
8. Grafik Koefisien Gaya Angkat (CL) airfoil terhadap sudut serang
Gambar no.8 diatas merupakan hubungan dari gaya angkat CL (lift force) airfoil
dengan sudut serang (angle of attack). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa
maksimal gaya angkat CL terjadi pada saat sudut serang sebesar 800. Tetapi pada saat
yang sama belum tentu gaya hambat (CD), gaya momen (CM), dan kecepatan fluida
(V) sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini tergantung kebutuhan aplikasi dari airfoil
tersebut.
Giyanto 2413202003
9. Grafik Koefisien Momen (CM) airfoil terhadap sudut serang
Gambar no.9 diatas merupakan hubungan dari koefisien momen (CM) airfoil dengan
sudut serang (angle of attack). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa koefisien
momen (CM) airfoil maksimal terjadi pada saat sudut serang sebasar 450. Koefisien
momen(CM) airfoil ini sifatnya berlawanan dengan coefficient of performance airfoil
(CP). Sehingga semakin kecil Koefisien momen(CM) maka akan semakin besar
coefficient of performance airfoil (CP) dan sebaliknya.
10. Grafik Koefisien Momen (CM) airfoil terhadap Gaya angkat (CL)
Gambar no.10 diatas merupakan hubungan dari koefisien momen (CM) airfoil dengan
gaya angkat (CL) airfoil. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa koefisien momen
(CM) airfoil maksimal terjadi pada saat sudut serang sebasar 450. Dan pada saat yang
bersamaan (koefisien momen(CM) maksimal), besarnya gaya angkat (CL) airfoil
adalah pada titik 5.
Giyanto 2413202003
Percobaan Pertama
Ketebalan awal : 11/100 Ketebalan akhir : 50/100
- Meningkatkan kecepatan fluida pada permukaan atas dan bawah.
- Sedikit meningkatkan koefisien tekanan (CP) pada permukaan atas dan bawah.
- Sedikit meningkatkan koefisien gaya angkat (CL).
- Menggeser ke kanan Leading edge dan Trailing edge.
Giyanto 2413202003
Percobaan Kedua
Kelengkungan awal : 4/100 Kelengkungan akhir : 25/100
- Meningkatkan kecepatan fluida pada permukaan atas (upper surface) dan mengurangi
kecepatan fluida pada permukaan bawah (lower surface).
- Meningkatkan koefisien tekanan (CP) pada permukaan atas dan menurunkan koefisien
tekanan (CP) pada permukaan bawah.
Giyanto 2413202003
Percobaan Ketiga
C awal : 1 C akhir : 4
- Meningkatkan kecepatan fluida pada permukaan atas (upper surface) dan mengurangi
kecepatan fluida pada permukaan bawah (lower surface).
- Meningkatkan koefisien tekanan (CP) pada permukaan atas dan menurunkan koefisien
tekanan (CP) pada permukaan bawah.
- Memperlebar atau memperpanjang chord line.
Giyanto 2413202003
Percobaan Keempat (gabungan 1 dan 2)
Ketebalan awal : 11/100 Ketebalan akhir : 50/100
Kelengkungan awal : 4/100 Kelengkungan akhir : 25/100
Giyanto 2413202003
Percobaan Koefisien Kelima (gabungan 2 dan 3)
Kelengkungan awal : 4/100 Kelengkungan akhir : 25/100
C awal : 1 C akhir : 4