produksi vanillin oleh bakteri dari limbah pertanian

32
Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian A. Pendahuluan Senyawa flavor (aroma dan cita rasa) turut menentukan perkembangan dan kesuksesan industri makanan dan minuman. Senyawa tersebut menentukan sifat organoleptik yang merupakan salah satu atribut kualitas makanan/minuman dan pada akhirnya menentukan minat beli konsumen. Oleh karena itu, penggunaan senyawa flavor pada produk makanan dan minuman merupakan hal yang penting. Sampai sekarang dilaporkan sedikitnya 7.000 senyawa flavor ditemukan di dalam 400 jenis bahan pangan (Jenks dan Bebeli, 2011). Vanillin merupakan salah satu senyawa flavor paling mahal yang telah digunakan secara luas pada industri-industri makanan dan minuman didunia. Menurut survey perkembangan produk baru (New Products Development Survey) yang dipublikasikan oleh Zegler (2012), penggunaan flavor vanillin menduduki 10 besar dan selalu terjadi peningkatan permintaan setiap tahunnya. Secara umum terdapat dua jenis vanillin yang diperdagangkan yaitu vanillin sintetik dan vanillin alami (biovanillin). Vanillin sintetik merupakan vanillin yang terbuat dari senyawa-senyawa seperti safrole, eugenol, isoeugenol, guaiakol dan lignin yang direaksikan secara kimia (Budoo, 2003; Brazinha dkk, 2011). Proses produksinya sangat murah 1

Upload: arifa-zuchrotunnisa

Post on 08-Aug-2015

319 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

A. Pendahuluan

Senyawa flavor (aroma dan cita rasa) turut menentukan perkembangan dan

kesuksesan industri makanan dan minuman. Senyawa tersebut menentukan sifat

organoleptik yang merupakan salah satu atribut kualitas makanan/minuman dan pada

akhirnya menentukan minat beli konsumen. Oleh karena itu, penggunaan senyawa flavor

pada produk makanan dan minuman merupakan hal yang penting. Sampai sekarang

dilaporkan sedikitnya 7.000 senyawa flavor ditemukan di dalam 400 jenis bahan pangan

(Jenks dan Bebeli, 2011).

Vanillin merupakan salah satu senyawa flavor paling mahal yang telah digunakan

secara luas pada industri-industri makanan dan minuman didunia. Menurut survey

perkembangan produk baru (New Products Development Survey) yang dipublikasikan oleh

Zegler (2012), penggunaan flavor vanillin menduduki 10 besar dan selalu terjadi

peningkatan permintaan setiap tahunnya. Secara umum terdapat dua jenis vanillin yang

diperdagangkan yaitu vanillin sintetik dan vanillin alami (biovanillin).

Vanillin sintetik merupakan vanillin yang terbuat dari senyawa-senyawa seperti

safrole, eugenol, isoeugenol, guaiakol dan lignin yang direaksikan secara kimia (Budoo,

2003; Brazinha dkk, 2011). Proses produksinya sangat murah dan mudah. Sekitar 85 % dari

total produk vanillin di pasaran merupakan vanillin sintetik. Akan tetapi dalam dekade

belakangan ini, berapa penelitian mengungkapkan efek negatif senyawa sintetis terhadap

tubuh seperti mutagenitas dan karsinogenitas serta hadirnya limbah dari proses kimia yang

berbahaya bagi lingkungan menyebabkan makin meningkatnya minat konsumen terhadap

produk biovanillin (Teixeira dkk, 2004)

Produksi biovanillin dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mengekstraknya

dari tanaman panili dan sintesis senyawa yang didasarkan pada biosintesis atau biokonversi

oleh mikroorganisme (Vandamme dan Sutaert, 2002; Aguedo dkk, 2004). Jalur alternatif

yang kedua akhir-akhir ini terutama lebih marak diteliti dan dilakukan optimalisasi

produksi. Actinomycetes, jamur, dan bakteri merupakan mikroorganisme yang mampu

1

Page 2: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

memproduksi vanillin. Penggunaan jamur dan Actinomycetes pada proses fermentasi

kurang disukai karena pertumbuhan filamennya menyebabkan kultur menjadi sangat kental,

fragmentasi yang tidak terkontrol, lisisnya miselium akan menyulitkan dalam proses

produksi, tidak menguntungkan dalam pembentukan pelet, mengurangi produktivitas dan

meningkatkan biaya pengolahan pada tahap terakhir (Bushell, 1988). Bakteri dipilih

sebagai mikroorganisme yang digunakan dalam produksi biovanillin karena

pertumbuhannya yang relatif lebih cepat dibandingkan jamur serta fleksibilitas yang tinggi

pada saat proses produksi.

Untuk mengoptimalkan produksi biovanillin hal yang harus dilakukan yaitu

melakukan pemilihan substrat yang tepat dan murah. Dalam biosintesis vanillin dibutuhkan

prekusor utama diantaranya seperti asam ferulat, eugenol dan isoeugenol (Brazinha dkk,

2011). Asam ferulat merupakan prekusor yang paling banyak dipilih dan digunakan pada

pembuatan biovanillin sebab ditemukan banyak di alam sebagai salah satu senyawa

penyusun dinding sel tanaman. Kemelimpahan asam ferulat yang cukup tinggi pada

limbah-limbah pertanian menjadi alasan utama pemanfaatan limbah pertanian untuk

produksi biovanillin. Selain itu, limbah pertanian secara ekonomis murah dan tersedia

melimpah. Berdasarkan data dari Zhang, dkk (2008) total biomassa limbah pertanian tiap

tahun didunia diperkirakan sekitar 4 x 109 ton. Limbah tersebut terdiri atas limbah padat

seperti kulit sekam, batang tanaman, ampas serta residu air.

B. Vanillin

1. Sifat dan penggunaan vanillin

Vanillin (4-hydroxy-3-methoxybenzaldehyde) adalah aldehida fenolik,

sebuah senyawa organik dengan rumus molekul C8H8O3. Gugus fungsionalnya meliputi

aldehida , eter , dan fenol (Longo dan Sanroman, 2006). Senyawa ini merupakan komponen

utama yang terkandung dalam tanaman panili (Vanilla planifolia), namun ditemukan juga

dengan persentase yang sangat kecil pada tanaman kopi, tembakau, pinus dan buah jeruk

(Mayer dkk, 2000; Rose dkk, 2010). Bentuknya berupa padatan kristal berwarna putih atau

sedikit berwarna kuning, biasanya berbentuk jarum dan mempunyai bau (aroma) yang khas.

2

Page 3: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Vanillin mempunyai titik leleh 81-830C, titik didih 2850C, berat molekul 152,15 g/mol,

kelarutan dalam air sebesar 1 g/100ml, densitas 1,056 g/cm3, serta dapat larut dalam pelarut

organik seperti eter, kloroform, dan asam asetat (Kumar dkk, 2012). Struktur vanillin

ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Vanilin (Converti dkk, 2010)

Vanillin telah digunakan secara luas sebagai senyawa pemberi aroma dan rasa pada

minuman dan makanan (es krim, cokelat, gula-gula,permen, puding, kue dan soft drink).

Karena kemampuannya sebagai antimikrobial dan antioksidan, vanillin mampu membuat

makanan menjadi lebih tahan lama (Davidson dan Naidu, 2000). Selain pada makanan,

vanillin dapat dijadikan bahan baku pada industri obat-obatan, antara lain L-Dopa (obat

penyakit Parkinson), Aldomet (obat anti hipertensi) dan Trimetroprim (obat infeksi saluran

pernafasan) (Walton, 2003). Pada industri obat, biasanya vanillin hanya digunakan sebagai

senyawa tambahan untuk menutupi bau dan rasa tidak enak dari obat (Bogdan dkk, 2000).

Vanillin sintetik digunakan pula sebagai bahan campuran pada produksi herbisida, agen

antifoaming, produk rumahan seperti deodorant, penyegar udara dan produk pembersih

lantai (Converti dkk, 2010).

2. Produksi Vanillin Alami (Biovanillin)

Bila dibandingkan dengan produksi vanillin secara kimia, produksi vanillin alami

tergolong cukup sulit. Berdasar penelitian Vaithanomsat dan Apiwatanapiwat (2009)

disebutkan bahwa harga vanillin alami dapat mencapai 250 kali lebih mahal dibandingkan

3

Page 4: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

vanillin yang diproduksi secara sintetik. Pada tahun 2008 vanillin sintetik dihargai US$

15/kg, sedangkan harga vanillin alami mencapai US$ 4000/kg (Barbosa dkk, 2008).

Dengan perbandingan harga yang cukup signifikan mendorong penelitian untuk

memproduksi biovanillin dengan biaya produksi ekonomis, produksi tinggi, dan mudah

dilakukan.

Produksi biovanillin dapat dihasilkan dari fermentasi senyawa vanillin dari buah

polong tanaman panili atau dapat pula menggunakan proses biokonversi substrat tertentu

menjadi vanillin oleh mikroorganisme.

2.1. Produksi Biovanillin secara Fermentasi dari polong panili

Produksi biovanillin dari buah polong panili memerlukan waktu yang sangat lama.

Dibutuhkan sekitar 12 sampai 16 bulan untuk memproduksi vanillin dari awal sampai

senyawa vanillin dapat dipasarkan. Mekanisme ekstraksi vanillin dari buah panili diawali

dari panen buah panili. Buah panili dapat dipanen 8-9 bulan setelah dilakukan penyerbukan

secara manual. Buah panili segar belum mengandung senyawa aroma dan perasa khususnya

vanillin (Anandaraj dkk, 2005). Oleh karena itu segera setelah panen dilakukan proses

kuring dengan tujuan menginduksi kontak antara prekursor dengan enzim sehingga

terbentuk vanilin sebagai komponen flavor utama. Tahapan proses kuring meliputi

pelayuan, fermentasi, pengeringan dan pemantapan (Gambar 2).

± 2 menit, 650C-700C

± 8 jam, 300C-650C

Gambar 2. Bagan proses kuring pada produksi vanillin dari buah panili

4

Pelayuan

± 16 jam, 350C-550CFermentasi

5-10x

Pengeringan

3-6 bulanPemantapan

Page 5: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Pelayuan dilakukan untuk mematikan sel sehingga mencegah pertumbuhan vegetatif

biji panili dan meningkatkan reaksi enzimatis untuk produksi aroma (Converti dkk, 2010).

Cara pelayuan yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu dengan mencelupkan polong panili

dalam air panas. Fermentasi bertujuan untuk menyediakan kondisi dengan kelembaban

tinggi, mengkatalisis berbagai proses hidrolisis dan oksidasi hingga diproduksi komponen

flavor secara optimal (Frenkel dkk, 2004). Peningkatan suhu pada tahap ini menyebabkan

meningkatnya kerja enzim dan dapat mencegah kebusukan buah (Anandaraj dkk, 2005).

Sebelum proses fermentasi, senyawa vanillin masih terikat dengan molekul glukosa

membentuk senyawa vanillin β-d-glukosida yang terakumulasi dan disimpan pada buah

panili segar. Proses fermentasi berlangsung dengan mekanisme pemotongan ikatan antara

gugus glukosida dan vanillin oleh enzim β-glukosidase menghasilkan vanillin (gambar 3).

Gambar 3. Reaksi hidrolisis pada proses fermentasi

Pengeringan bertujuan mencegah kerusakan oleh mikroba dan menghentikan

aktivitas enzim. Fermentasi dan pengeringan dilakukan secara berulang hingga kadar air

buah mencapai 25-30%. Tahap terakhir yaitu pemantapan yang bertujuan untuk

mendapatkan vanili kering dengan flavor optimum (Frenkel dkk, 2004).

Setelah tahapan kuring selesai maka buah panili siap untuk diambil senyawa

aromanya. Vanillin diperdagangkan dalam bentuk cair (ekstak vanillin) dan dalam bentuk

serbuk. Pada umumnya senyawa vanillin diekstrak menggunakan pelarut organik seperti

etil alkohol untuk mengikat senyawa folatilnya (Gambar 4).

5

Page 6: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Gambar 4. Proses Ekstraksi Vanillin dari Buah Panili

Food and Drug Administration (FDA) menentukan ekstrak vanillin cair harus

mengandung paling sedikit 35% alkohol, dengan komposisi dalam 1 liter ekstrak vanillin

harus terdiri dr 100 gr biji vanili, 35% etil alkohol dan 65% air. Sedangkan vanillin

serbuk/bubuk didapatkan dengan cara mikroenkapsulasi menggunakan bahan tepung,

maltodextrin, β-cylodextrin dan bahan-bahan lain sebagai pelindung (Bogdan dkk, 2002).

Mikroenkapsulasi flavor merupakan suatu teknologi yang mengubah bahan flavor likuid

menjadi bahan padat, sehingga dapat mengurangi degradasi atau penurunan aroma selama

proses dan penyimpanan, serta terhindar dari kontaminasi karena terlindungi oleh dinding

kapsul (Soottitantawat dkk, 2004).

2.2. Produksi Biovanillin secara Fermentasi dari limbah pertanian oleh bakteri

Potensi penggunaan limbah pertanian untuk memproduksi biovanillin sangat besar.

Hal ini karena salah satu prekusor pembuatan biovanillin yaitu asam ferulat dapat

ditemukan dalam limbah-limbah pertanian seperti dalam tongkol jagung, bekatul, dedak

gandum, jerami padi, jerami gandum, ampas tebu, kulit nanas, kulit jeruk, dsb. Asam

ferulat termasuk dalam kelompok asam sinamik yang ditemukan dalam dinding sel

tanaman, rumput, biji-bijian, dsb. Dalam sel tanaman asam ferulat berikatan dengan

senyawa polisakarida. Asam ferulat mempunyai peranan penting pada dinding tanaman

6

Page 7: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

meliputi perlindungan dari serangan patogen, pengaturan ekstensibilitas (daya regang)

dinding sel dan pertumbuhan, serta berperan membentuk struktur kekokohan dari dinding

sel (Frenkel, 2012).

Beberapa mikrobia telah diidentifikasi secara efisien mampu melepaskan asam

ferulat. Enzim seperti feruloyl esterase dan xylanase, telah diteliti kemampuannya

menghidrolisis prekusor phenol dari bermacam-macam matriks utamanya (Sancho et al.,

2001). Berikut merupakan data proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri pada

beberapa limbah pertanian dan jumlah asam ferulat yang didapatkan :

Tabel 1. Produksi asam ferulat pada beberapa jenis limbah pertanian

Jenis limbah Bakteri asam ferulat sumber

sekam gandum

Staphylococcus aureus 275mg/l Sarangi dkk, 2010

Pseudomonas flourescens BF13-1P

970 mg/l Bello, 2012

Lactobacllus acidophilus 240, 8 mg/l Wang dkk, 2005

Tongkol jagung E.coli JM109/pBB1 1171 mg/l Torres dkk, 2009

Thermobifida fusca NTU22

7700 mg/l Huang dkk, 2011

Kulit biji Triticale Thermoanaerobacter tengcongensis

64 mg/l Abokitse dkk, 2010

Batang ubi jalar Bacillus licheniformis  3,41 mg/l Min dkk, 2006

Pada tabel 1 diatas, produksi asam ferulat yang dihasilkan sangat bervariasi. Hal ini

disebabkan karena perbedaan substrat dan jenis bakteri yang digunakan. Kandungan asam

ferulat pada tanaman jenis padi-padian umumnya lebih tinggi dibandingkan pada tanaman

jenis lainnya. Dari total senyawa fenolik yang ada dalam tanaman, kandungan tertinggi

asam ferulik terutama terletak pada kulit bijinya yaitu sekitar 78-87 %, dalam tepung hanya

berkisar 1,2-1,9 % (Hermanz dkk, 2001), sedangkan kandungan dalam batang tanaman

yaitu sekitar 29-49% (Gorshkova dkk, 2000).

7

Page 8: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Enoyl-CoA hidratase/aldolaseFeruloyl-CoA sintetase

H2O

Vanillin dehidrogenase

Gambar 5. Struktur asam ferulat

Asam ferulat yang didapat tersebut kemudian akan diubah menjadi vanillin dengan

mekanisme seperti pada gambar 6.

Asam ferulat Feruloyl-CoA

Gambar 6. Biokonversi asam ferulat menjadi vanillin

Dalam reaksi pengubahan asam ferulat menjadi vanillin dibutuhkan 2 enzim utama.

Pertama yaitu enzim feruloyl-CoA sintetase atau 4-hydroxycinnamate CoA ligase yang

disandi oleh gen fcs yang akan mengubah asam ferulat menjadi feruloyl CoA. Kedua yaitu

8

4-hydroxy-3-methoxyphenyl-β-hydroxypropionyl-CoA

2¿

Vanillin

ATPCoA

AMP

H2O

Asetil CoA

Asam Vanilat Vanillin-CoA

Page 9: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

enzim Enoyl-CoA hidratase/aldolase atau 4-hydroxycinnamoyl-CoA hydratase yang

disandi oleh gen ech yang akan mengubah Feruloyl CoA menjadi Vanillin dengan

menghasilkan senyawa antara berupa 4-hydroxy-3-methoxyphenyl-β-hydroxypropionyl-

CoA dan vanillin-CoA.

Asam ferulat mempunyai sifat antibakterial yang toksik untuk mikroorganisme.

Oleh karena itu setiap peneliti melakukan optimalisasi jumlah asam ferulat dalam medium

agar menghasilkan vanillin dalam jumlah maksimal.

Vanillin yang dihasilkan dari biokonversi asam ferulat oleh bakteri dapat dillihat

pada tabel 2.

Tabel 2. Produksi vanillin

Bakteri Asam

ferulat

Jumlah vanillin

yang terbentuk

Efisiensi

konversi

sumber

Brevibacillus agri 13 6,1 g/l 1,7 g/l 27,8 % Wangrangsimagul

dkk, 2011

Pseudomonas fluorescens

BF13-1P

2,33 g/l 1,28 g/l 54,9 % Gioia dkk, 2010

Pseudomonas putida IE27 2,27 g/l 1,6 g/l 71 % Yamada dkk, 2007

Pseudomonas aeruginosa

ISPC2

9,4 g/l 1,62 g/l 17,3 % Ashengroph dkk,

2011

E.coli JM109/pBB1 0,5 g/l 0,24 g/l 47,8 % Torres dkk, 2009

Serratia sp 18,5 g/l 3,8 g/l 20,5 % Rabenhorst and Hopp,

1991

Bacillus pumilus 9,26 g/l 3,75 g/l 40,5% Hua dkk, 2007

Bacillus subtilis strain B2 4,92 g/l 0,61 g/l 12,4 %

Shimoni et. al., 2000Bacillus subtilis strain B2

(ekstrak sel)

6,43 g/l 0,9 g/l 14 %

Efisiensi Konversi=Vanillin yang terbentukjumlah substrat

x 100%

9

Page 10: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Produksi vanillin menggunakan mikroorganisme uniseluler seperti Pseudomonas

tidak menunjukkan masalah budidaya dan scalling up seperti Actinomycetes atau jamur.

Akan tetapi secara umum produktivitasnya lebih rendah karena kecenderungan mengubah

vanillin ke asam vanilat. Labuda dkk (1992) melakukan upaya pencegahan oksidasi vanilin

dengan menghambat vanillin dehidrogenase menggunakan dithiothreitol namun tingkat

keberhasilannya masih sangat rendah.

2.3. Proses Produksi BioVanillin

Dalam industri pembuatan biovanillin terdapat dua macam proses yaitu proses satu

tahap (one step process) dan proses dua tahap (two step process). Proses satu tahap yaitu

proses fermentasi hanya dilakukan dalam satu fermentor kemudian dilakukan pemurnian

vanillin. Namun seringkali vanillin yang dihasilkan melalui metode ini masih rendah,

sehingga diperkenalkan metode two step process menggunakan dua tahapan fermentasi

terpisah yang mampu mempertinggi jumlah vanillin yang dihasilkan. Skema two step

process disajikan pada gambar 6 (Sun dkk, 2008) :

Substrat (limbah pertanian) Fermentasi 2

Fermentasi1 Fitrasi

Filtrasi Purifikasi

Asam ferulat Dehidrasi

Kristalisasi

Rekristalisasi

Vanillin

Gambar 7. Diagram alur produksi biovanillin dengan proses dua tahap

Tahap fermentasi pertama merupakan tahapan produksi asam ferulat. Substrat

utama yang digunakan adalah limbah-limbah pertanian. Limbah-limbah ini terlebih dahulu

dihancurkan kemudian dilakukan perebusan. Proses ini diketahui dapat meningkatkan

10

Resin

Page 11: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

jumlah asam ferulat yang diperoleh (Min et al., 2006). Setelah substrat direbus kemudian

didinginkan dan ditambahkan medium serta inokulum bakteri. inkubasi dilakukan selama

12- 24 jam dalam fermentor, dilakukan filtrasi, pengasaman pada pH 1-2 dan diekstrak

dengan etil asetat. Dilakukan destilasi untuk memisahkan asam ferulat dengan pelarut.

Kemudian didinginkan. Proses purifikasi ini dapat menghasilkan asam ferulat sampai

99,9% (Taniguichi dkk, 1994).

Tahap fermentasi kedua dimulai dengan menyiapkan medium dalam fermentor

kemudian menambahkan inokulum bakteri yang mampu mengubah asam ferulat menjadi

vanillin. Diinkubasi selama ± 24 jam pada lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan

bakteri meliputi suhu, pH, dan aerasi. Setelah 24 jam dapat diperkirakan sumber nutrisi

telah dalam batas minimal. Setelah itu ditambahkan asam ferulat sesuai dengan kadar

optimum masing-masing bakteri. Proses biotransformasi akan dimulai 3-4 jam setelah

penambahan asam ferulat. Kadar vanillin optimal akan diperoleh setelah selang waktu 17 –

50 jam inkubasi. Bioproses ini dihentikan dengan proses pasteurisasi pada suhu 800C

selama 15 menit. Untuk mendapatkan larutan fermentasi yang bebas sel bakteri, maka

biomassa bakteri dipisahkan menggunakan mikrofilter dengan ukuran 0,2 µm atau dapat

juga menggunakan metode sentrifugasi (Muheim, 2012)

Untuk proses pemurnian vanillin pada tahapan terakhir dilakukan dengan teknik

kristalisasi berulang. Yaitu dengan mengelusikan dengan pelarut organik seperti etanol

kemudian dilakukan dehidrasi dengan NaCl. Kemurnian dapat ditingkatkan dengan

melakukan pemanasan dengan suhu 60-850C, didinginkan pada suhu 0-100C kemudian

diulang kembali sehingga kemurnian vanillin mencapai 99%.

Cara lain untuk mendapatkan senyawa vanillin adalah dengan menambahkan resin

dalam proses fermentasi tahap kedua. Resin mampu mengabsorpsi molekul hidrofobik dan

senyawa volatil seperti vanillin. Sehingga vanillin tidak akan menjadi racun bagi bakteri.

Setelah dalam kondisi jenuh, vanillin akan diekstrak dari resin dengan pelarut organik dan

dilakukan kristalisasi berulang seperti yang telah dijelaskan (Lee dkk., 2008).

11

Page 12: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

3. Optimalisasi Produksi BioVanillin

Vanilin, seperti beberapa aldehida aromatik lainnya, umumnya dianggap beracun

bagi mikroorganisme (Sarangi dkk, 2009), sehingga sulit untuk mendapatkan hasil

volumetrik tinggi senyawa ini. Jika terdapat vanillin dalam medium maka mikroorganisme

akan cenderung mengubahnya menjadi asam vanilat menggunakan enzim yang dikode oleh

gen vanillin dehydrogenase (vdh) (gambar 5). Rabenhorst dkk. (2000) menyebutkan bahwa

efek toksisitas vanillin terhadap sel mulai terjadi pada saat jumlah vanillin dalam media

sudah mencapai 1 gr/l. Efek toksisitas vanillin antara lain menghambat sintesis DNA, RNA,

dan protein; menghambat penyerapan glukosa dan reaksi enzim; terganggunya

keseimbangan pH; menyebabkan kebocoran ion K, kebocoran ATP dan menyebabkan

kerusakan membran (Fitzgerald dkk, 2004).

Oleh karena itu harus dilakukan pemilihan strain yang mampu mentolerir

konsentrasi vanilin tinggi dan melakukan optimalisasi kondisi pertumbuhannya. Pada

penelitian Sarangi dkk (2009) dilakukan optimasi kondisi kultur sehingga didapatkan

jumlah vanillin maksimal. Akumulasi vanillin terbesar didapatkan pada kultur yang

mengandung 1,89 mg/l asam ferulat setelah inkubasi selama 24 jam, pada suhu 280C.

Penambahan sumber karbon lain seperti glukosa sebanyak 0,1% meningkatkan 5 kali lipat

produksi vanillin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bonnin dkk. (2000) memperlihatkan

bahwa hasil vanillin akan sangat meningkat secara signifikan dengan penambahan

selubiosa pada medium kultur mikrobia.

Optimalisasi produksi vanillin dapat juga dilakukan dengan melakukan rekayasa

genetika. Yoon dkk (2005) mengembangkan rekombinan E.coli dengan memasukkan gen

fcs (Ferloyl-CoA sintetase) dan ech (enoyl-CoA hidratase/ Aldolase) dari Amycolatopsis sp.

HR104 menggunakan vektor ekspresi pBAD24. Hasil rekombinan tersebut, dalam kondisi

optimum diperoleh vanillin sebanyak 580 mg/l dari 1 g/l asam ferulat. Penelitian lebih

lanjut dikembangkan oleh Converti dkk (2010) dengan menghilangkan gen vanillin

dehidrogenase (vdh) yang menyandi terbentuknya asam vanilat pada DNA bakteri hasil

rekombinan. Rekayasa genetika dilakukan dengan konstruksi plasmid yang mengandung

kombinasi gen antara Feruloyl-CoA sintase dan Enoyl-CoA hidratase dari Pseudomonas

12

Page 13: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Fluorescens BF13 untuk memproduksi vanillin dari asam ferulat. Plasmid rekombinan ini

kemudian di sebut sebagai plasmid pBB1.

Gambar 8. Konstruksi plasmid pBB1yang mengandung gen ech dan fcs dari Pseudomonas flourescens BF13 untuk disisipkan dalam E.coli

Plasmid ini kemudian ditransfer ke dalam gen E.coli yang tidak mempunyai

kemampuan menghasilkan vanillin namun mempunyai ketahanan dan perkembangbiakan

yang tinggi dibanding Pseudomonas fluorescens BF13. Plasmid donor ini dibuat sebesar

5000 bp. Fragmen donor ini juga mengandung mutasi dari vanillin dehydrogenase (vdh)

yang mencegah vanillin dioksidasi menjadi asam vanilat, sehingga mendorong akumulasi

vanillin selama proses biokonversi asan ferulat. Setelah diaplikasikan diketahui terdapat

peningkatan produksi vanillin dua kali lipat dibandingkan penelitian sebelumnya. Hal yang

sama dilakukan oleh Ruzzi dkk (2008) dengan penambahan gen ketahanan terhadap

kanamisin sebagai penanda. Didapatkan 30% kenaikan hasil vanillin yang diperoleh

dibandingkan dengan kontrol.

Penelitian berbeda dilakukan oleh Lee dkk (2008) untuk optimalisasi produksi

vanillin dengan melakukan rekayasa genetika pada E.coli DH5α yang telah disisipi gen fcs

dan ech. Gen gltA pada E.coli DH5α dioptimalkan dengan menghilangkan gen iclR dan

icdA. Sebagaimana yang disajikan dalam gambar 6, biokonversi asam ferulat menjadi

vanillin membutuhkan CoA dalam prosesnya. Adanya gen gltA dan ditiadakannya represor

iclR dan gen icdA menyebabkan acetyl-CoA dapat diubah menjadi CoA tanpa melewati

13

Page 14: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

tahap-tahap siklus krebs yang panjang. Kecepatan konsumsi CoA meningkat sehingga

produksi vanillin juga meningkat. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi akhir vanillin

sebesar 5,14 g/l dengan efisiensi konversi 86,6% dalam waktu 24 jam dengan penambahan

resin pada medium.

Gambar 9. Glioksilat bypass pada proses produksi vanillin dalam sistem metabolisme

E.coli

Diagram pada gambar 7 menunjukkan siklus pembentukan coenzim A (CoA) dari

asetil CoA selama produksi vanillin dari asam ferulat berkaitan erat dengan siklus krebs

dan glioksilat bypass pada E.coli. Reaksi pertama pada siklus krebs terjadi ketika gen gltA

mengkode enzim sitrat sintase yang menghasilkan CoA. Enzim yag diperlukan pada

glioksilat bypass yaitu isositrat liase dan malate sintetase dikode oleh gen aceA dan aceB

yang mengkatalis sintesis malat dari isositrat melalui glioksilat. CoA dihasilkan dari asetil

CoA pada proses ini. Transkripsi aceAB ini ditekan oleh regulator iclR. Glioksilat bypass

dapat diinduksi dengan menghilangkan icdA dan iclR. Sehingga pada rekayasa genetika ini

dapat menghasilkan dua CoA selama satu siklus berlangsung yang menyebabkan kecepatan

produksi vanillin bertambah menjadi 2 kali lipat dari sebelumnya.

14

Page 15: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

C. Kesimpulan

1. Vanillin dapat diproduksi dari limbah pertanian oleh bakteri

2. Proses fermentasi oleh bakteri dimulai dari pelepasan asam ferulat kemudian

dikonversi menjadi vanillin.

3. Tanpa melalui rekayasa genetika, Pseudomonas putida IE27 mampu menghasilkan

vanillin sebanyak 1,6 g/l dengan efisiensi konversi tertinggi sebesar 71%.

4. Melalui rekayasa genetika pada bakteri E.coli DH5α, jumlah vanillin yang

dihasilkan meningkat 200% yaitu sebanyak 5,14 g/l dengan efisiensi konversi

86,6%.

15

Page 16: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Abokitse, K., M. Wu, H. Bergeon, S. Grosse, P.C. Lau. 2010. Thermostable feruloyl esterase (Thermoanaerobacter tengcongensis ) for the bioproduction of ferulic Acid from triticale bran. Applied Microbiology Biotechnology 87 (1): 195-203.

Aguedo, M., M.H. Ly, I. Belo, J.A. Teixeira, J.M. Belin, Y. Waché, 2004. The use of enzymes and microorganisms for the production of aroma compounds from lipids, Food Technol. Biotechnol 42: 327–336.

Anandaraj, M., J. Rema, B. Sasikumar, dan R.S. Bhai. 2005. Vanilla. Institute of Spices Research, India.

Ashengroph, M., I. Nahvi, H.Z. Esfahani, and . Momenbeik. 2011. Use in growing cell of Pseudomonas aeruginosa for synthesis of the natural vanillin. Journal of Pharmaceutical Research 10 (4): 749-757

Barbosa, D.S., D. Perrone, A.L.A. Vendramini, S.G.V. Leite. 2008. Vanillin production by Phanerochaete chrysosporium grow on green coconut agroindustrial huks in solid state fermentation. Bioresource 3 (4) : 1042-1050.

Bello, E.D., S Rebecchi, A. Negroni, G. zanaroli, D.D. Gioia, M. Ruzzi, F. Fava. 2012. Vanillin Production from wheat bran with Pseudomonas fluorescens BF13-1P. Environment Engineering and Management Journal 11 (3) : 68-74

Bogdan, M., C.G. Floare, dan A. Pirnau. 2002. H NMR investigation of self association of vanillin in aqueous solution. Journal of Physics. 182: 1-5

Bonnin, E., H. Grange, L. Lesage-Meessen, M. Asther and J.F. Thibault. 2000. Enzymic release of cellobiose from sugar beet pulp, and its use to favour vanillin production in Pycnoporus cinnabarinus from vanillic acid. Carbohydrate Polymers. 41: 143-151.

Brazinha, C., D.S. Barbosa, J.G. Crespo. 2011. Sustainable recovery of pure natural vanillin from fermentation media in a single pervaporation step. Green Chemistry. 13: 2197-2203.

Buddo, S. 2003. Process for the Preparation of Vanillin from a Mixes m-cresol/ p-cresol Stream. Port Elizabeth University.

Bushell, M.E. 1988. Growth, product formation and fermentation technology in Actinomycetes in biotechnology. Academic Press 88: 185-217.

Converti, A., B. Aliakbarian, J.M. Dominguez, G.B. Vazquez, P. Parego. 2010. Microbial production of biovanillin. Brazilian Journal of Microbiology. 41 (3): 108-110.

16

Page 17: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Davidson, P.M., and A.S. Naidu. 2000. Phyto-phenols, natural food antimicrobial systems. CRC Press LLC, Boca Raton, London. 265-294.

FAO-STAT. 2010. FAO Statistical Database, http://www.fao.org. Diakses pada tanggal 27 Mei 2012.

Fitzgerald, D.J., M. Stratford, M.J. Gasson, J. Uekert, A. Bos, and A. Narbad. 2004. Mode of antimicrobial action of vanillin against Escherichia coli, Lactobacillus plantarum, and Listeria innocua. Journal of Applied Microbiology 97: 104-113.

Frenkel, D.H, J.C. French, N.M. Graft. 2004. Interrelation of curing and botany in vanilla (Vanilla planifolia) bean. Acta Horticulturae. 629: 93–102.

Frenkel, D.H and F. Belanger. 2011. Handbook of Vanilla Science and Technology. Wiley Blackwell, USA

Gioia, D.D., F. Luziatelli, A. Negroni, A.G. Ficca, F. Fava, M. Ruzzi. 2010. Metabolic engineering of Pseudomonas fluorescens for the production of vanillin from ferulic acid. Journal Biotechnology. 156 (4): 309-316.

Gioia, D.D., L. Sciubbai, M. Ruzzi, F, Fava. 2009. Production of Vanillin Wheat Bran Hidrolyzates Via Microbial Bioconversion. Bioremediation Conferences, European.

Gorshkova, T.A., V.V. Salnikov, N.M. Pogodina, S.B. Chemikosova, E.V.Yablokova, A.V.Ulanov, M.V. Ageeva, J.E.G.Van Dam. 2000. Composition of cell wall phenolic compounds in flax (Linum usitatissimum L.) stem tissues. Annals of Botany. 85: 477-486.

Hermanz, D., V. Nunez, A. Sancho, C.B. Faulds, G. Williamson, B. Bartolome, C.G. Cordoves. 2001. Ferulic acid in barley and processed barley. Journal Agricultural Food Chemistry. 49 (10): 4884-4888.

Hua, D., C. Ma, S. Lin, L. Song, Z. Deng, Z. Maomy. Z. Zhang, B. Yu, P. Xu. 2007. Biotransformation of ferulic acid to isoeugenol to vanillin by a newly isolated Bacillus pumulus strain: identification of major metabolites. Journal of Biotechnology. 130 (4): 463-470.

Huang, Y.C., F.C. Cheng, W.L. Chen, Y.P. Ciou, W.H. Liu, C.H. Yang. 2011. Production ferulic acid from lignocellulolytic agricultural biomass by Thermobilida fusca thermostable esterase produced in Yarrowia lipolytica transformant. Bioresour Technol 102 (17): 8117-8122.

Jenks, M.A and P.J. Bebeli. 2011. Breeding for Fruit Quality. John Willey and Sons, USA.

Kumar, R., P.K. Sharma, P.S. Mishra. 2012. A review on the vanillin derivatives showing various biological activities. International Journal of PharmTech Research 4(1):266-279.

17

Page 18: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Labuda, J.M., S.K. Goers, K.A. Keon. 1992. Bioconversion Process for the Production of Vanillin. U. S. Patent 5128253.

Longo, M.A., M.A. Sanroman. 2006. Production of food aroma compounds : microbial and enzymatic methodologies. Food Technol. Biotechnol 44 (3): 335-353.

Mayer, F., M. Czerny, W. Grosch. 2000. Sensory study of the character impact aroma compound of a coffee beverage. European Food and Research and Technology. 211(4): 272-276.

Meessen, L.L., C. Stentelaire, A. Lomascolo, D. Couteau, M. Asther, A. Moukha, E. Record, J.C. Sigoillot, M. Asther. 1999. Fungal transformation of ferulic acid from sugar beet pulp to natural vanillin. Journal of the Science of Food and Agricultural 79 (3): 487-490.

Meessen, L.L., A. Lomascolo, E. Bonnin. 2002. A biotechnological process involving filamentous fungi to produce natural crystallin vanillin from maize bran. Appl Biochem Biotechnol. 102 (1): 141-153.

Min, J.Y., S.M. Kang, D.J. Park, Y.D. Kim, H.N. Jung, J.K. Yang, W.T. Seo, S.W. Kim, C.S. Karigar, M.S. Choi. 2006. Enzymatic release of ferulic acid from Ipomoea batatas L. (sweet potato) stem. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 11: 372-376.

Muheim, A., B. Muller, T. Munch, M. Wetli. 2012. Process for the producing of vanillin. United States Patent. 9: 1-6

Salgado, J.M., B. Max, R.R. Solana, J.M. Domininguez. 2012. Purification of ferulic acid solubilized from agroindustrial wastes and futher convertion into 4-vinyl guaicol by Streptomyces setonii using solid state fermentation. Industrial Crops and Product. 39: 52-61

Sancho, A.I., B. Bartolome, C.G. Cordoves, G. Williamson, C.B. Faulds. 2001. Release of ferulic acid from cereal residues by barley enzymatic extracts. Journal of Cereal Science. 34(2): 173-179.

Sarangi, P. K., dan H. P, Sahoo. 2009. Standardization of cultural condition for maximum vanillin production through ferulic acid degradation. Science Journal. 1(5): 49-51.

Sarangi, P.K and H.P. Sahoo. 2010. Ferulic acid production from wheat bran using Staphylococcus aureus. New York Science Journal. 3(4): 70-81.

Shimoni, E., U. Ravid, Y. Shoham. 2000. Isolation of a Bacillus sp capable of transforming ferulic acid to vanillin. Journal Biotechnol. 78: 1–9.

Shin, H.D., S. Mcclendon, T. Le, F. Taylor, R.R. Chen. 2006. A complete enzymatic recovery of ferulic acid from corn residues with extracellular enzymes from Neosantorya spinosa NRRL185. Wiley Interscience. 1108-1115.

18

Page 19: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Soottitantawat, A., H. Yoshii, T. Furuta, M. Ohkawara, P. Linko. 2004. Microencapsulation by spray drying: influence of emulsion size on the retention of volatile compounds. Journal of Food Science. 68 (7): 1385-1395.

Sun, Z., P. Zheng, X. Guo, G. Lin, H. Yin, J. Wang. 2008. Method for the producing vanillic acid and vanillin from waste residue of rice bran oil by fermentation and biotransformation. Patent Genius Journal. 68: 32-41.

Rabenhorst, J. dan R. Hopp. 2000. Process for the preparation of vanillin and microorganisms suitable therefor. Canadian Journal of Microbiology. 29 (10): 1253-1257.

Rose, D.J., G.E. Inglett, dan S.X. Liu. 2010. Utilisation of corn bran and corn fiber in the production of food component. Journal Science Food Agricultural. 90 (9): 915-924.

Ruzzi, M., F. Luziatelli, P.D. Matteo. 2008. Genetic engineering of Escherichia coli to enhance biological production of vanillin from ferulic acid. Animal Science and Biotechnology. 65(2): 4-8.

Taniguchi, H., E. Nomura, T. Tsuno, S. Minami. 1994. Method of manfacturing ferulic acid. United States Patent. 1-6.

Teixeira, M.I., L.R. Andrade, M. Farina, O. Rocha. 2004. Characterization of short chain fatty acid microcapsules produced by spray drying. Materials Sci and Engineering 24: 653-658.

Torres, B.R., B. Aliakbarian, P. Torres, P. Perego, J.M. Dominguez, M. Zilli, A. Converti. 2009. Vanillin bioproduction from corn cobs by Escherichia coli JM109/pBB1. Enzyme and Microbial Technology 44 (3): 154-158.

Vaithanomsat,P., dan W. Apiwatanapiwat. 2009. Feasibility study on vanillin production from Jatropha curcas stem using steam explosion as a pretreatment. Academy of Science, Engineering and Technology 53 : 956-959.

Vandamme, E.J., W. Soetaert. 2002. Bioflavours and fragrances via fermentation and biocatalysis, J. Chem. Technol. Biotechnol. 77 : 1323–1332.

Walton, N.J., M. J. Mayer, A. Narbad. 2003. Vanillin. Phytochemistry. 63 : 505-515.

Wang, X., X, Geng, Y. Egashira, H. Sanada. 2005. Release of ferulic acid from wheat bran by an inducible feruloyl esterase from an intestinal bacterium Lactobacillus acidophilus for vanillin production. Food Science Technology. 11 (3) : 241-247 

Wangrangsimagul, N., K. Klinsakul, A. S. Vangnai, J. Wongkongkatep, P. Inprakhon, K. Honda, H. Ohtake, J. Kato, T. Pongtharangkul. 2011. Bioproduction of vanillin using an organik solvent-tolerant Brevibacillus agri 13. Applied Microbiology Biotechnology. 93 (2) : 555-563

19

Page 20: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

Yamada, M., Y. Okada, T. Yoshida, T. Nagasawa. Biotransformation of ferulic acid to vanillin by Pseudomonas putida IE27 cells. 2007. Applied Microbiology and Biotechnology. 73 (5) : 1025-1030.

Yoon, S. H., C. Li, Y.M. Lee, S.H. Lee, J.E. Kim, M.S. Choi, W.T. Seo, J.K. Yang, J.Y. Kim, S.W. Kim. 2005. Production of vanillin from ferulic acid using recombinant strains of Escherichia coli. Biotechnol Bioprocess Eng. 10 : 378-384.

Zegler, J. 2012. New product development survey. Beverage Industry. 20 (12) : 56-66

Zhang, H., X. Ye, T. Cheng, J. Chen, X. Yang, L. Wang, R. Zhang. 2008. A laboratory study of agricultural crop residue combustion in china : emission factors and emission inventory. Atmospheric Environment 42 : 8432-8441

Zheng, L., P. Zheng, Z. Sun, Y. Bai, J. Wang, X. Guo. 2006. Production of vanillin from waste residues of rice bran oil by Aspergillus niger and Pycnoporus cinnabarinus. Appl. Environ. Microbiol. 66 : 684-687

20

Page 21: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

MAKALAH SEMINAR

Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

DISUSUN OLEH:

ARIFA ZUCHROTUNNISA

06/ 198667/ PN/ 10954

JURUSAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

21

Page 22: Produksi Vanillin oleh Bakteri dari Limbah Pertanian

22