prinsip-pinsip islam dalam aktifitas komunikasi …
TRANSCRIPT
PRINSIP-PINSIP ISLAM DALAM AKTIFITAS KOMUNIKASI PEMASARAN
DI AGEN PERJALANAN
Eko Putra Boediman, Armaini Lubis
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta
ABSTRACT
The Hajj and Umrah become an annual tradition in Indonesia which must be
accompanied by further emergence of travel agents that deliver services of organizing
Hajj and Umrah. Hidayah Hasyid Oetama (H2O)Hajj and Umroh travel is practicing
several marketing communication mix that is advertising, public relations and publicity,
WOM and personal selling. This study discusses the paradigm of marketing
communication in the context of Islam. Grand theory of this study is the marketing
communication mix (Product, Price, Place, Promotion, and People) and focus on
Promotion.This study used a qualitative approach worked with qualitative descriptive
method. The paradigm of this research is constructivist and the collected data through
interviews and direct observation to be analyzed systematically and thoroughly about
Islamic values contained in the promotional activities of PT. H2O. The study stated and
concluded that PT. H2O practicing sales and promotion based on the law of Islamic
tenet and Syariah. The conclusion is that in Islamic principles, promotion techniques
are not justified in using sexual attraction, emotional appeal, the appeal of fear, false
testimony and the apparent attractiveness of research, as well as contributing to the
ignorance of mind and encourage improvidence.
Keywords: Islamicprinciples, Marketingcommunication mix, Promotion
PENDAHULUAN
PT. Hidayah Hasyid Oetama(PT.
H2O)sebagai perusahaan agen
perjalanan ibadah haji dan umroh sejak
tahun 1996, kemudian dilembagakan
dengan nama PT. H2O pada tahun
2010.Program unggulannya adalah
Jalinan Silaturrahim Syariah, Program
ini sekaligus membuktikan bahwa
perusahaan PT.H2O menjalankan
aktifitas promosinya secara islami,
disamping itu brosur, pamphlet dan
beberapa alat media promosi lainnya
tidak mengeksplorasi “aurat”,
bahasanya pun santun dan tidak
provokatif. Paparan tersebut dapat
diyakini bahwa PT. H2O ini memang
menjalankan aktifitas promosinya
secara Islami, hal inilah yang akan
dijawab di dalam penelitian ini.
Ciri khas dan keunikan travel H20
ini adalah dalam hal membuat daya
tarik pelanggan dengan program-
program promosinya. Objek penelitian
H2O ini dikategorikan sebagai brand
syariah karena pelanggannya berbasis
ummat muslimin Indonesia.Dari
pencermatan fenomena di atas, daya
tarik penelitian ini adalah bagaimana
prinsip-prinsip / paradigma Islam
menyoroti permasalahan tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa
marketing komunikasi ber-prinsip Islam
ini menjadi menarik dan patut dikaji.
Pertama, memberikan keuntungan
(profit) yang banyak. Sebagaimana
fungsinya, marketing komunikasi
merupakan salah satu tools yang
diharapkan secara efektif dan efisien
dapat menghasilkan keuntungan
maksimal. Kedua, mendapatkan Berkah
(Barokah) Allah SWT. Tatkala semua
komunikasi pemasaran dirancang dan
dieksekusi tanpa sedikit pun
memasukkan cara-cara yang melanggar
tata cara Islam seperti berbohong,
mengeksploitasi aurat, menggambar
(manual) makhluk bernyawa, dan
sebagainya, maka “stempel halal” dan
keberkahan akan diperoleh. Karenanya
itu dibutuhkan rancangan komunikasi
pemasaran yang jauh lebih penting dari
sekedar kreatif. Ketiga, menciptakan
peradaban manusia yang lebih arif,
bijaksana dan bermartabat. Marketing
komunikasi merupakan bagian dari
komunikasi, dan komunikasi adalah
proses interaksi (attention, interest,
desire, action) antara pemberi dan
penerima pesan danada yang diharapkan
dalam proses tersebut.
Dengan penjelasan ketiga aspek
tersebut, maka marketing komunikasi
berprinsip dan berparadigma Islam
sebenarnya bukan hanya men-support
pertumbuhan bisnis syariah/ non
syariah, namun juga sekaligus dapat
meraih berkahdan pahala ibadah karena
tidak melanggar larangan Allah
SWT.Berpijak dari uraian pokok
permasalahan, paparan fenomena dan
urgensi tersebut diatas, peneliti
berhasrat untuk menyoroti dan
mengkaji lebih dalam tentang “Prinsip-
prinsip Islami dalam aktifitas
komunikasi pemasaran khususnya
promosi” melalui studi kasus
penyelenggara haji dan umroh dari
travel agent di PT. H2O.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Komunikasi Pemasaran
(Konvensional)
Sejarah menunjukkan, bahwa
Butler dari University of Chicagoadalah
orang yang pertama mengadopsi
konseppemasaran dari riset-riset
penjualan pada tahun 1906. Beliau
mengambil istilah-istilah tersebut dari
kajian ilmu ekonomi dari pemikiran
teoritik Ricardo dan Adam Smith. Pada
perkembangannya semenjak tahun
1949, pemasaran (marketing) dianggap
lebih luas, tidak hanya menyangkut
unsur-unsur penjualan saja, maka
kemudian mulailah masuk berbagai
unsur didalamnya. KemudianBorden
pada tahun 1964 memperkenalkan
konsep barunya tentang marketing mix.
selanjutnya, kajian komunikasi
pemasaran dipastikan dikenal banyak
orang setelah terdapat pengembangan
dan temuan baru, belakangan diketahui
bahwa komunikasi pemasaran itu
bersifat multidisipliner (Prisgunanto,
2006:28).
Konsep inti pemasaran adalah
pertukaran, proses sosial dan
managerial dimana individu dan
kelompok mendapatkan kebutuhan dan
keinginannya dengan menciptakan,
menawarkan dan bertukar sesuatu yang
bernilai satu sama lain”. Definisi ini
didasarkan pada konsep inti: kebutuhan,
keinginan, dan permintaan. Kemudian
produk yakni nilai, biaya, dan kepuasan.
Selanjutnya pertukaran, transaksi, dan
hubungan. Terakhir adalah pasar:
pemasaran dan pemasar. (Kotler dan
AB. Santoso, 2000: 7).
Kegiatan komunikasi pemasaran
merupakan rangkaian kegiatan untuk
mewujudkan suatu produk, jasa, ide,
dengan menggunakan bauran
pemasaran (promotion mix): iklan
(advertising), penjualan tatap muka
(personal selling), promosi penjualan
(sales promotion), hubungan
masyarakat dan publisitas (public
relation and publicity) serta pemasaran
langsung (direct marketing) (Purba,
dkk, 2006: 126-127).
Komunikasi Pemasaran (Prinsip
Islam)
Dewasa ini sering dijumpai cara
pemasaran yang tidak etis, curang dan
tidak profesional, halini dapat
mengganggu orang lain. Oleh
karenanya komunikasi pemasaran
kategori konvensional perlu dikaji ulang
dan dilihat dari sudut pandang nilai dan
aspek Islam. Karena itu peneliti
berusaha untuk melakukan re-definisi
kata demi kata mengenai ”komunikasi”
dan ”pemasaran” berbasis
”prinsip/syariah/aspek/nilai” Islam yang
merujuk pada beberapa
pendapat/kutipan dan referensi para
ahli.
Kertajaya (2005) berpendapat
bahwa “kegiatan marketing atau
pemasaran seharusnya dikembalikan
pada karakteristik yang sebenarnya,
yakni relegius, beretika, realistis dan
menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan. Inilah yang dinamakan
marketing syariah, dan inilah konsep
terbaik marketing untuk hari ini dan
masa depan”.
Pemasaran (marketing) prinsip
Islam adalah sebuah disiplin bisnis yang
seluruh proses, baik proses penciptaan,
proses penawaran, maupun proses
perubahan nilai (value), tidak boleh ada
hal-hal yang bertentangan dengan akad
dan prinsip-prinsip muamalah yang
Islami (Kertajaya dan Sula, 2006:27).
Pemasaran syariah sendiri
menurut definisi adalah “suatu disiplin
bisnis strategis yang sesuai dengan nilai
dan prinsip syari‟ah” (Al Arif,
2010:20).Pemasaran syariah dijalankan
didasarioleh prinsip dan konsep
keislaman. Jadi nilai inti pemasaran
syariah adalah integritas, dan
transparansi sehingga marketer tidak
boleh bohong dan orang membeli
karena butuh dan sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan, bukan karena
daya tarik harga (mis: diskon), daya
tarik emosional (mis: testimoni
tokoh/selebritas/seksualitas) atau iming-
iming janji hadiah dan penelitian semu
belaka.
MenurutKotler, Kertajaya, Huan
dan Liu (2003), ada beberapa dimensi
yang dapat dijadikan pertimbangan
sebagai pembeda antara pemasaran
konvesional dan pemasaran prinsip
Islam, diantaranya adalah:
a. Prinsip Dasar. Pertama, Prinsip
Iman dan Keyakinan atau
„transendental‟. Ilmu komunikasi
dan pemasaran bila dikaitkan
dengan aspek Islami tentu mutlak
harus berprinsip dan kaidah Islam.
Kedua, Prinsip Operasional. Hukum
Islam (Syariah) adalah kerangka
kerja frame of work yang meliputi
perkataan dan amal (perbuatan)
sertainteraksinya dengan seluruh
elemen pendukungnya (alat, media).
b. Sistem dan Operasional Perusahaan
(Komunikasi Pemasaran Syariah).
Aktifitas ini harus berprinsip dasar
Islam. Contohnya pada internal
perusahaan, hubungan dengan para
karyawan, kultur dan tata kelola,
etika pergaulan antara laki-laki dan
perempuan, sampai etika berpakaian
dan tingkah laku. Kesemuanya
tersebut haruslah syar‟i (menurut
aturan dan hukum Islam).
c. Segmentasi. Selama tidak
bertentangan dengan “Prinsip
Dasar”, tidak ada batasan
segmentasi. Siapapun tanpa dibatasi
oleh apapun bisa menjadi segmen
pasar.
d. Keuntungan (Profit). Tidak
menghalalkan segala cara, sehingga
keuntungan yang diperoleh (dalam
paradigma Islam) menjadi berkah.
Sebuah konsep yang tidak dimiliki
oleh sistem konvensional non
syariah (contohnya: kapitalis,
sosialis).
e. Cakupan kerja. Aktivitas
komunikasi pemasaran dapat
dilakukan selama: (1) Tidak
bertentangan dengan keimanan dan
aqidah; (2) Tidak merencanakan,
mengkomunikasikan, dan
merancang produk yang
diharamkan, namun
dibuat/dibungkus dengan balutan
pencitraan atau hasil penelitian
sehingga seolah-olah dapat
dihalalkan; (3) Tidak menggunakan
ikon atau visualisasi yang dilarang
syariah; (4) Tidak menggunakan
foto atau gambar makhluk hidup
bernyawa, kecuali kartun atau
gambar 1 dimensi yang tidak dapat
diraba dan tidak sempurna yang
tidak mungkin makhluk itu dapat
hidup; (5) Tidak ada kebohongan
dan kepalsuan.
f. Pola kemitraan/ kerjasama yang
syar‟i.Hubungan ini adalah amanah
yang wajib dipenuhi sesuai
kesepakatan kedua pihak.
Penyimpangan terhadap amanah
dapat merugikan kedua pihak dan
berdosa. Teknisnya, kerjasama
dilakukan dengan cara: (1)
Kerjasama didasarkan pada
profesionalitas dan kapabilitas,
tanpa praktek suap; (2)
Mendasarkan pada aqad (perjanjian
kerjasama) yang jelas dan tertulis;
(3) Kedua pihak saling ridlo
(antarodlin), sepakat tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.
Bauran Pemasaran
Bauran atau strategi pemasaran
merupakan kombinasi dari berbagai
tahapan atau elemen yang diperlukan
mulai dari tahap perencanaan sampai
dengan eksekusi atau pelaksanaan
keseluruhan operasi pemasaran (Jefkins,
1997:8).E. Jerome Mc.Carthy adalah
orang pertama yang memperkenalkan
konsep dasar 4P,lalu dikembangkan
oleh Philip Kotler. 4P ini terbagi
menjadi empat bagian utama: product
(produk),place (tempat),price
(harga),promotion (promosi). Bauran
pemasaran juga dikatakan sebagai
pengelompokkan kiat-kiat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk
mencapai tujuan pemasarannya dalam
pasar sasaran. (Kotler & Armstrong
2001:5)
Bauran Promosi (Promotional Mix)
Untuk menghasilkan kebijakan
promosi, sebuah perusahaan yang baik
harus memperhatikan bauran promosi
yang paling efektif. William J. Stanton
(2000:60) dalam buku Prinsip
Pemasaran, mendefinisikan promotional
mix sebagai kombinasi dari penjualan
tatap muka, periklanan, promosi
penjualan, publisitas dan hubungan
masyarakat yang membantu pencapaian
tujuan perusahaan.
Menurut definisi tersebut,
bauran promosi adalah bagian dari
marketing communication mix, yang
terdiri dari: Iklan (advertising),dan
Promosi penjualan (sales promotion),
beberapa tools utama promosi penjualan
yang dapat digunakan, adalah:Diskon,
Surat jaminan dan Turun harga. (Kotler
& Armstrong 2001:684). Selanjutnya
adalah Point-of-purchase (POP)dan
terakhir adalah Penjualan pribadi
(personal selling) seperti yang dikutip
dalam Kotler & Armstrong (2001:201).
Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Kegiatan promosi tentu harus
didukung oleh cara berkomunikasi yang
baik, efektif dan tepat sasaran.
Komunikator (who) harus menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti dan
memudahkan komunikannya atau
pelanggannya (whom) untuk memahami
maksud dan tujuan dari promosi
penjualan (what) yang disampaikan.
Perihal tersebut seirama dengan
firman Allah SWT di dalam penggalan
Q.S. An-Nisa ayat 63”Qoulan Baligha”
yang berarti menggunakan kata-kata
yang efektif, efisien, tepat sasaran,
mudah dimengerti sesuai kelas dan
tingkatannya serta komunikatif.
”Perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka” bermakna cukup dalam bila
dikaitkan dengan komunikasi yang
efektif pada kegiatan promosi. Dalam
melakukan promosi, komunikasi
hendaknya menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh target pasar dan
pelanggan sehingga pesan yang ingin
disampaikan oleh perusahaan maupun
komunikator (sales/marketing) dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat.
Bauran Pemasaran Konvensional dan
Bauran Pemasaran Islami
Bauran pemasaran konvensional
yakni 4P‟s (Product, Price, Place,
Promotion) hanya mengedepankan
orientasi bisnis. Kini pendekatan
pemasaran Syariah memodifikasi
dengan acuan filosofi ”You–
Marketing”, dengan kata lain
menempatkan customer dengan istilah
”–you”. Lalu merubah elemen 4P‟s
menjadi 4C‟s.
Menurut Damirachi,G.,
&Shafai, J (2011)pemasaran 4C‟s ini
merubah cara pandang pola pemasaran
konvensional (sales and marketing
berhaluan customer-centric. Sementara
pemasaran syariah memandangnya
sebagai sebuah interaksi silaturrahim,
mengedepankan dan melihat dari
perspektif pelanggan lebih mendalam.
Gambar 1: 4Cs’
Jurnal : A Guideline to Islamic
Marketing Mix
Berikut ini adalah penjabaran
dari Gambar 2.1 4Cs:
(1) Customer Value (Not
Product!). Bilamana produk adalah
sesuatu yang dibuat kemudian manusia
datang lalu membeli produk tersebut.
Sementara saat ini fokusnya adalah
kepada nilai dari seorang customer, apa
keinginan pelanggan bukan apa
kenginan penjual atau produsen. (2)Cost
(Not Price!). Secara terminologi price
dan cost sekilas bersinonim, namun
menurut perspektif ekonomi price
adalah sesuatu yang
dibebankan/dibayarkan kepada
pelanggan sejumlah yang ditetapkan
oleh penjual/pedagang, sementara cost
biasanya berasal dari produsen ataupun
supplier
(http://www.ncsu.edu/project/).(3)Conv
enience (Not Place!). Masyarakat
sudah mulai mencari kenyamanan
dalam kapan, dimana dan bagaimana
caranyaberbelanja. Kenyamanan adalah
bagaimana mengoptimalkan seluruh
aspek marketing mix sehingga para
pelanggan dapat merasakan
pengalamannya sendiri yang
membuatnya merasa nyaman dan
memudahkan pelanggan bertransaksi
dan pasca transaksi.(4) Communication
(Not Promotion!). Promosi saat ini
sudah tidak lagi massive, banyak dan
besar. Konsumen sudah tidak hanya
menilai dari produk yang ”bagus” saja.
Konsumen mencari interaksi yang
bermakna dan keintiman
komunikasi.Komunikasi dua arah untuk
membangun hubungan yang baik harus
dibina dan dipertahankan.
Bauran Pemasaran Etika Islam
(Islamic Marketing Mix Ethics)
Agar pemasaran lebih efektif
dan powerful maka dibutuhkan pola
komunikasi. Dan Islamic Marketing
Ethics berpedoman pada prinsip-prinsip
persamaan dan keadilan yang
membedakannya dengan etika sekuler
dalam banyak hal. Ada tiga karakter
utama etika (komunikasi) pemasaran
dalam perspektif Islam:(1) Etika pasar
harus berpedoman pada Al-Qur‟an; (2)
Penjabaran dari 4Cs diatas mutlak
melibatkan aspek keimanan manusia
kepada Allah sebagai ”hamba
Allah”.(3) Memaksimalkan nilai dengan
sudut pandang yang lebih baik untuk
masyarakat dan bukan hanya komoditi
bisnis atau mengejar pemaksimalan
profit pribadi. (Saeed, Ahmad dan
Mukhtar, 2001)
Aktifitas komersil menurut
perspektif Islam diatur oleh dua prinsip.
Pertama, secara moral tunduk dan patuh
kepada perintah Allah. Kedua,
kemurahan hati, belas kasih dan empati
terhadap seluruh ciptaan Allah yang
secara langsung terlihat dari cara
menahan diri dari perbuatan menyakiti
terhadap sesama dan mencegah
penyebaran praktek yang tidak etis.
Al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-
mun'kar(QS. 31:17), sebuah perintah
untuk mengajak kebaikan dan
mencegah yang buruk. Berikut adalah
gambar integrasi Marketing Mix dengan
Communication Mix:
Production Process. Fokus pada
proses pembuatan produknya.
Perkembangan produk-produk
bernafaskan Islam sebaiknya
divisualisasikan berbeda dan sebagai
pembeda dari produk-produk dengan
pemikiran ala ”Barat”. Ibn al-
Ukhuwwah (1983) menyatakan:
(1)Produk sebaiknya sah menurut
hukum dan tidak menyebabkan
pembodohan pemikiran para konsumen
dalam bentuk apapun. (2) Produk harus
didukung oleh aset. (3) Produk harus
disampaikan/dikirim karena penjualan
produk tidak sah jika tidak dapat
disampaikan/dikirim. (4) Ada
kebutuhan identifikasi fitur-biaya
tambahan ekstra yang secara material
dapat mengubah produk atau dampak
terhadap keputusan pembelian. (5)
Semua pihak berniat untuk
melaksanakan kewajiban mereka,
keuangan dan sebaliknya, dengan itikad
baik; dan harus didasarkan pada prinsip
keadilan, kewajaran dan
kesetaraan.Melalui pendekatan Islam,
tujuan utama dari pengembangan
produk yang cocok adalah untuk
memberikan, meningkatkan dan
memenuhi kebutuhan dasar
manusia.Miller (1996) menyatakan
bahwa etika pengambilan keputusan
bagi pebisnis adalah untuk
menghasilkan produk-produk dengan
strategi sadar biaya (cost conscious-
strategy), artinya setiap biaya yang
dikeluarkan untuk membuat produk
benar-benar dihitung untuk
mendapatkan margin profit. Perspektif
Islam, di sisi lain, mendorong
pendekatan sosial dan kesejahteraan
bukan hanya berdasarkan maksimalisasi
keuntungan.
Product Promotion Rules.
Fokus pada promosi produknya. Islam
tidak membenarkan dan menutup-
nutupi perilaku promosi yang menipu
dalam formula apapun. Al-Qur'an
mengutuk segala bentuk dari pernyataan
palsu, tuduhan tidak berdasar, ramuan
dan kesaksian palsu (QS. 43:19). Dalam
Etika Pemasaran Islam, hal demikian itu
tidak etis dilakukan oleh seorang
customer relation advisor maupun
salesman untuk over-praise sebuah
produk dan atribut terhadap kualitas
yang sesungguhnya tidak dimiliki (Ibn
al-Ukhuwwah, 1983). Etika pemasaran
Islam memiliki aturan berikut: (a)
Hindari iklan palsu dan menyesatkan;
(b) Menolak tekanan manipulasi, atau
taktik penjualan yang menyesatkan; (c)
Hindari promosi penjualan yang
menggunakan penipuan atau
manipulasi.
Teknik promosi juga tidak boleh
menggunakan daya tarik seksual, daya
tarik emosional, daya tarik rasa takut,
kesaksian palsu dan daya tarik
penelitian semu, atau berkontribusi
terhadap kebodohan pikiran atau
mendorong pemborosan. Metode ini
tidak etis karena mereka digunakan
murni untuk mengeksploitasi naluri
dasar konsumen hanya untuk
memperoleh keuntungan dan pangsa
pasar yang lebih besar. Selain itu, etika
Islam secara tegas melarang stereotype
perempuan dalam iklan, dan
penggunaan ”fantasi” yang berlebihan.
Penggunaan bahasa suggestive,
perilaku, dan penggunaan perempuan
sebagai obyek untuk memikat dan
menarik pelanggan juga tidak
diperbolehkan.
Place: ChannelsDistribution.
Fokus pada distribusi produknya.
Dimensi etis pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan distribusi sangat
penting di bidang pemasaran. Dalam hal
ini, prinsip-prinsip Islam sangat
menjunjung tinggi kebijaksanaan dan
keadilan bagi kedua pihak, yakni: (1)
Tidak memanipulasi ketersediaan
produk; (2) Tidak menggunakan
paksaan; (3) Tidak mempengaruhi yang
tidak semestinya; (4) Desain kemasan
produk harus pantas dengan proteksi
yang memadai; (5) Produk berbahaya
dan beracun harus diberikan keamanan
tinggi; (6) Tidak mengangkut produk
melebihi kapasitas kendaraan; (7) Jenis
kendaraan angkutan tertentu harus
diatur waktunya pada jam tertentu. (8)
Jatah preman, oknum petugas, dsb
sangat menghambat saluran
distribusi.Tujuan utama saluran
distribusi prinsip Islam harus
menciptakan nilai dan mengangkat
standar hidup dengan menyediakan
layanan etis dan memuaskan.
People. Islam menekankan pentingnya
"bebas" dan "penilaian independen"
sebagai bagian dari pelanggan. Mampu
berpikir rasional ketika membuat
keputusan terkait kegiatan pemasaran
global merupakan prasyarat dalam
hukum Islam. Masyarakat harus bebas
dari paksaan / „ikrah‟ informasi
pemasaran(QS. 23:7).Menurut prinsip
Islam, daya tarik seksual, emosional,
rasa takut, iklan subliminal dan pseudo
klaim ilmiah semua memiliki unsur-
unsur pemaksaan yang dikategorikan
sebagai hal yang tidak etis sebagai
sarana pemasaran. Karenanya Etika
marketing-mixmenyatakan bahwa
kebebasan pengambilan keputusan
pelanggan harus dilindungi dari semua
unsur pemaksaan dalam bentuk apapun.
Berikut adalah ”Model
Komunikasi Pemasaran Islami” dan
”Konstelasi Aplikatif Teori terhadap
Objek Kajian” dalam penelitian ini,
sebagai berikut:
Gambar 3.
Model Komunikasi Pemasaran Islami
(Reformulasi dari ”Islamic Principles of
Marketing by Suhail Nadeem”)
Gambar 4.
(Reformulasi dari Suhail Nadeem, 2011)
Konstelasi Aplikatif Teori & Objek
Penelitian
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Jalaluddin
Rakhmat mengutarakan bahwa
penelitian deskriptif kualitatif adalah
penelitian yang hanya memaparkan
situasi ataupun peristiwa, penelitian ini
tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis
ataupun membuat prediksi. Selain itu
penelitian deskriptif kualitatif bertujuan
untuk: (1) Mengumpulkan informasi
aktual secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada; (2) Mengidentifikasi
masalah atau memeriksa kondisi
praktek-praktek yang berlaku; (3)
Membuat perbandingan atau evaluasi;
(4) Menentukan apa yang dilakukan
orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman
mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan dimasa mendatang.
(Rakhmat, 2002:44)
Berdasarkan beberapa definisi
tersebut disimpulkan bahwa penelitian
ini melakukan beberapa langkah
metodologis guna menjawab tujuan dari
penelitian ini: (1) Wawancara dan
observasi. (2) Memaparkan dan
membandingkan teori-teori pemasaran
konvensional dan pemasaran syariah.
(3) Melakukan reformulasi model
pemasaran syariah. (4) Menggunakan
model tersebut untuk
mengkategorisasi,menganalisa, dan
menyimpulkan hasil penelitian secara
terencana dan sistematis.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Pertama, Persaingan Tidak
Sehat. Maksudnya adalah, pesan yang
disampaikan untuk melakukan promosi
terkesan dan dirasa
provokatif.Persaingan tidak sehat dalam
tubuh PT. H2O ini dibagi kedalam dua
hal: (1) persaingan tidak sehat dari
Internalberupa persaingan antar sesama
staf karyawan dalam hal pembagian
tugas, peran dan tanggung jawab
pekerjaan. (2) persaingan tidak sehat
dari Eksternal perusahaan,berupa antar
perusahaan sejenis dalam melakukan
penetrasi pasar dan aktifitas promosi
kepada target pasar. Kedua
Pemborosan. Maksudnya, bahwa
segala aktifitas perusahaan dan
promosinya tidak berhutang dan
bermewah-mewahan. Seluruh direksi
manajemen PT. H2O tidak ada yang
memperkaya diri sendiri. Terbukti dari
gaya hidup dan penampilan mereka
sehari-harimencerminkan
kesederhanaan tidak bermewahan.
Ketiga, Daya Tarik Seksual.
Maksudnya adalah, produk-produk
barang maupun jasa yang ditawarkan,
dipromosikan yang dijual oleh H2O
adalah memang produk barang maupun
jasa tersebut. Artinya, penawaran
melalui promosi tidak ditekankan
dengan menggunakan daya tarik seksual
pria maupun wanita.
Keempat,Kesan Palsu.
Maksudnya adalah informasi yang
disampaikan mengenai produk barang
dan jasa yang ditawarkan PT. H2O
tidak berkesesuaian dengan kondisi,
khasiat dan manfaat yang didapat.
Seluruh calon jamaah diberikan
informasi akurat dan apa adanya dari
para perwakilan maupun marketing PT.
H2O. tidak ada yang dikesankan palsu.
Namun memang terkadang ada saja
para calon jamaah yang merasa tidak
nyaman dengan konsep dan produk
yang ditawarkan.Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor seperti: minimnya
informasi yang didapat, perbedaan
keyakinan dan pemahaman tentang
hukum dan tata cara Islam, serta
perbedaan nilai dan budaya setempat.
Kelima, Manipulasi. Cukup banyak
ragam atau bahasanya sekarang, dikenal
dengan istilah “modus” yang
dikategorikan kedalam manipulasi.
Misalnya testimoni palsu dengan
menggunakan selebriti atau para tokoh
maupun pemimpin. Dengan transaksi
tertentu mereka diminta untuk
memberikan keterangan ataupun
testimoni “palsu” yang sesungguhnya
tidak mereka rasakan.Keenam, Bujuk
Rayu Yang berlebihan.Bujuk rayu
yang berlebihan dapat membuat calon
konsumen atau pelanggan merasa tidak
nyaman mendengarkan bentuk personal
selling yang dikomunikasikan oleh
pemasar. Bahkan tidak jarang terkesan
memaksakan kehendak si pemasar.
Terakhir, Komunikasi (Bukan
Promosi!). Maksudnya adalah sudah
sepantasnya seorang penjual atau
marketing mengkomunikasikan produk
barang maupun jasa yang dijualnya
kepada calon pembeli/pelanggan secara
jujur dan bersahabat membangun
keintiman berkomunikasi.
Peneliti merumuskan konstelasi
aplikatif teori dan objek penelitian
untuk kemudian dijadikan beberapa
tema besar pertanyaan yang diajukan
kepada para personil PT. H2O.
kemudian ditentukan nilai-nilai Islami
dalam aktifitas promosi yang dilakukan
oleh PT. H2O yang terkategorisasi ke
dalam beberapa dimensi. Berikut
pembahasan dimensinya satu demi satu:
Pertama, Persaingan Tidak
Sehat. Merujuk pada QS.
2:282.Merupakan perkara yang merusak
apabila antara penulis dan saksi saling
menyulitkan dalam transaksi bisnis.
Yang dimaksud‟penulis‟ adalah penjual
dan pembeli yang melakukan kegiatan
transaksi. Begitu pula dengan QS. 4:29.
Ayat ini jelas melarang persaingan yang
tidak sehat di dalam kegiatan bisnis.
Dalam pandangan umum,
persaingan bisnis sering diartikan
sebagai usaha „perlawanan‟ dengan
skenario Win-Lose untuk mematikan
atau menjatuhkan pengusaha lainnya
dan memandang pebisnis lainnya
sebagai musuh baginya. Paradigma
seperti ini sering mengakibatkan
pebisnis jatuh ke dalam persaingan
bebas atau persaingan tidak sehat
dengan tidak memperhatikan lagi baik
buruk dan halal haram serta dampaknya
bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,
terlebih lagi generasi penerus
berikutnya. Karena pepatah mengatakan
“apa yang ditanam hari ini akan dituai
hari esok” oleh generasi setelah kita.
Sementara dalam paradigma dan prinsip
Islam menganggap persaingan sebagai
perlombaan dengan skenario Win-Win
dan menganggap pengusaha lainnya
sebagai rekan bisnis yang dapat saling
menguntungkan dan berlomba-lomba
dalam kebaikan, seperti yang dijelaskan
pada QS. 2:148. Bergegas dalam
melakukan kebaikan kepada diri sendiri
terlebih dengan orang lain (hablun
minan naas) baik muslim maupun non-
muslim dalam hal apapun.
PT. H2O dalam cuplikan
wawancara, banyak yang mencibir,
mencemooh, mengkritisi tajam bahkan
menghina usaha bisnisnya. Faktor
utamanya adalah karena sampai saat ini
dengan beberapa bidang usaha yang
dimilikinya, H2O mampu berbagi
secara syariah dengan cara menopang
dan menyicil sebesar 2 hingga 2.5% per
bulan yang ditambahkan ke dana
setoran awal para calon jamaah umroh
maupun haji, dengan biaya yang
tentunya relatif minim tergantung
dengan pilihan bulan dan tahun
pemberangkatannya.
Kedua, Pemborosan. Konsep Al-
Qur‟an melarang pemborosan dalam hal
apapun, QS. 17:26-27. Konsumsi
berlebih-lebihan, yang merupakan ciri
khas masyarakat yang tidak mengenal
Rab-nya, dikutuk dalam Islam dan
disebut dengan istilah israf
(pemborosan) atau tabzir
(menghamburkan uang dan harta tanpa
guna). Beberapa contoh pemborosan
adalah : (1) Membeli produk mahal atas
dasar gengsi; (2) Suka belanja dengan
kartu kredit tanpa melihat daya beli; (3)
Boros penggunaan energi (bahan
bakar); (4) Besar pasak daripada tiang
(kecuali penghasilan rendah); (5) Suka
menyisakan dan membuang makanan;
(6) Membeli barang hanya karena suka
padahal tidak dibutuhkan; (7) Boros
pemakaian pulsa telepon, bensin, gas,
air dan lain-lain; (8)Membela hobi
berbiayamahal tanpa menghiraukan
keadaan lingkungan sekitar.
Pemborosan adalah konsumsi
yang berlebihan, terlebih dalam
berbisnis. Terdapat perbedaan mendasar
antara perilaku konsumen Muslim
dengan perilaku konsumen
Konvensional. Konsumen Muslim
dalam memenuhi kebutuhan
kesehariannya berpedoman pada dua
hal; yang pertama adalah “hablun
minannas” hubungan antar sesama
manusia yang dalam hal ini sengaja
peneliti batasi dengan “Kuu anfusakum
wa ahlikum naaro”, dalam arti jagalah
dengan menafkahi dirimu dan
keluargamu terlebih dahulu. Kemudian
yang kedua adalah “hablun minaulloh”
hubungan antara manusia dengan Allah,
dalam arti seorang konsumen Muslim
yang taat sudah tentu berpikir untuk
mencari ridha Allah dengan cara
membelanjakan sebagian
pendapatannya di jalan Allah “fii
sabilillah”. Dalam Islam perilaku
seorang konsumen Muslim harus
mencerminkan hubungan kedua hal
tersebut, yakni hubungan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan
Allah Yang Maha Esa.
Konsep inilah yang tidak kita
temui dalam ilmu perilaku konsumen
konvensional. Juga tidak kita temui
pada kajian perilaku konsumsi dalam
perspektif ilmu ekonomi konvensional
adalah, bahwa dalam perspektif ilmu
ekonomi syariah terdapat pola dan
aspek keseimbangan antara belanja
kebutuhan konsumsi individu dan
belanja kebutuhan „konsumsi sosial‟
seorang Muslim. Al-Qur‟an
mengajarkan ummat Islam agar
menyalurkan sebagian pendapatan dan
rezekinya dalam bentuk zakat, infaq,
shodaqoh. Ketiga bentuk „konsumsi
sosial‟ ini sesungguhnya praktis
menegaskan dengan gamblang bahwa
sesama ummat Islam merupakan mata
rantai yang kokoh dan saling
menguatkan bagi ummat Islam lainnya.
Namun pertanyaan selanjutnya muncul,
mengapa ummat Islam dunia dan
khususnya di Indonesia seperti (secara
praktis) dalam banyak hal “terkurung
dalam sangkar emas” oleh kaum
minoritas?Pertanyaan ini sangat
menarik perhatian periset untuk
menjawabnya pada kesempatan kajian
penelitian selanjutnya.
Selama H2O mampu memenuhi
segala janji-janji promosi dan
pemasarannya, H2O belum dapat
dikategorikan sebagai melakukan
pemborosan. Dan tentunya H2O telah
memperhitungkan pengelolaan
keuangannya dengan matang antara
kebutuhan individu (hablun minaulloh)
maupun kebutuhan sosial (hablun
minannaas), seorang konsumen Muslim
pada prinsipnya berpedoman pada
mendapatkan ridho Allah.
Ketiga, Daya Tarik Seksual. (A)
Sudut Pandang Konvensional.
Persaingan bisnis yang kompetitif akan
semakin memicu para eksekutif
perusahaan untuk selalu berpikir kreatif
dan inovatif untuk mengkomunikasikan
pesan-pesan yang dipasarkannya
dengan menonjolkan keunikan, dan
tampil beda, bahkan atas nama
„kreatifitas‟ daya tarik seksual pun
„diekspose‟ habis-habisan. Hal ini
dilakukan agar perusahaan dapat unggul
dan kempetitif untuk keberlangsungan
hidup perusahaan. Caranya tentu
dengan melakukan kegiatan promosi
dimana dalam baurannya terdapat unsur
iklan cetak maupun elektronik yang
berperan penting dan masih cukup
efektif dalam menyampaikan pesan-
pesannya. Selain penentuan dan
penggunaan media yang tepat, dalam
menyampaikan pesan-pesan di media,
iklan harus cukup kreatif dan juga
diharapkan harus mampu memelihara
dan meningkatkan competitive
advantage merek produk barang
maupun jasa yang diiklankan. Faktor
penting lainnya adalah faktor stimulus
dan respon. Ini berarti ketika iklan
dibuat, maka ada respon dari konsumen.
Secara terminologi, seks berarti
jenis kelamin, sedangkan seksual berarti
hal yang berkaitan dengan masalah
hubungan intimasi (mis: komunikasi
verbal/non verbal, persetubuhan) antara
laki-laki dan perempuan. Daya tarik
seks digunakan untuk menarik perhatian
yang menimbulkan efek khusus yang
membangkitkan berbagai tingkat
emosi/sugesti seksual, dan untuk
membujuk khalayak dengan cara
menggugah hasrat seksualnya.
Khalayak pada tahap awal interaksi
komunikasi khususnya iklan, diberi
stimulus berupa rangsangan seksual.
Kemudian pada saat mereka sudah ter-
exspose/terstimulus, maka janji
komersil pun disisipkan. Daya tarik
seks ini, minimal menggunakan gambar
yang berperan penting untuk
menghasilkan stimulus seksual.
Dirujuk dari berbagai kajian
literatur dan penelitian ilmiah, daya
tarik seks mempunyai kemampuan
tinggi untuk menarik minat beli
khalayak luas. Seks merupakan elemen
yang mampu memancing minat secara
serentak baik pada pria maupun wanita.
Ada 2 kategori iklan dengan daya tarik
seks, yakni sugesti seks dan nudity.
“Sugesti seks” merupakan
penggambaran situasi yang bertema
romantika seperti model wanita cantik
atau pria tampan yang ditampilkan
„berpose gaya tertentu‟ ataupun sedang
bermesraan/berciuman. “Nudity” yakni
penggambaran model iklan pria ataupun
wanita yang memakai pakaian sangat
minim/bahkan dalam keadaan tidak
berpakaian namun ada
teks/konteks/konten ataupun
background yang menutupi bagian
terbuka tersebut. Adapun bentuk daya
tarik dasar yang sering digunakan dalam
dunia periklanan terdiri atas:(1)Daya
tarik rasio (rational appeal), yang
berfungsi untuk mengkomunikasikan
secara langsung informasi mengenai
produk/layanan; (2) Daya tarik emosi
(emotional appeal), yang berusaha
mempengaruhi perasaan/emosi
khalayak. Termasuk dalam jenis ini
antara lain imbauan menakut-nakuti,
daya tarik humor, daya tarik kekuasaan,
dan daya tarik seks.
(B) Sudut Pandang Islam.
Nabi Muhammad (SAW) melarang
segala bentuk transaksi yang berada di
bawah paksaan. Menurut prinsip-prinsip
Islam, daya tarik seksual, daya tarik
emosional, daya tarik ketakutan, iklan
subliminal dan pseudo klaim ilmiah
semua memiliki unsur-unsur pemaksaan
yang menyebabkan mereka
dikategorikan sebagai hal yang tidak
etis sebagai sarana pemasaran maupun
saran aktifitas komunikasi pemasaran.
Etika marketing mix maupun marketing
communication mix, karenanya,
menyatakan bahwa kebebasan
pengambilan keputusan pelanggan
harus dilindungi dari semua unsur
pemaksaan dalam bentuk apapun.
Umumnya daya tarik seks sering
merugikan kaum hawa. Industri media
massa secara langsung maupun tidak
telah „menjebak‟ wanita ke dalam
lingkaran syetan baik pelakunya
maupun pemirsanya. Aspirasi mereka
dikontrol dan dibatasi oleh gagasan
yang mereka peroleh dari media itu
sendiri, dan terkadang media bersifat
paradoks. Satu sisi media menonjolkan
prestasi-prestasi dan berbagai kemajuan
pencapaian wanita, disisi lain media
juga „menjerumuskan‟ wanita kepada
„keterbelakangan‟ dengan tetap
menonjolkan keutamaan wanita seperti
„bagian fisik tubuh‟ dan „suara‟ sebagai
makhluk Allah yang secara kodrat
mampu menarik perhatian kaum Adam.
Sedemikian halus, sekilas logis
dan terkesan sebagai hak asasi manusia
pesan-pesan media tersebut. Hingga
para pemirsa wanita itu sendiri tidak
sadar bahwa sesungguhnya mereka
digiring kepada suatu ideologi tertentu
dimana sesungguhnya bertentangan
dengan nilai-nilai Islam tentang
identitas, peran dan kodrat mereka.
Islam mengajarkan dalam banyak ayat
Al-Qur‟an seperti dalam QS. 7:26. dan
QS. 49:13. Kedua ayat tersebut
menegaskan kepada ummat manusia
baik pria maupun wanita untuk
berpakaian menutup aurat dan Takwa
adalah sebaik-baik pakaian. Dan
maksud dari menutupi perhiasan
bukanlah perhiasannya yang ditutup,
melainkan bagian tubuh yang
dipasangkan perhiasan. Pemahaman
tersirat lainnya adalah bahwa dalam hal
ini wanita adalah makhluk Allah sama
dengan pria, yang kualitasnya di
hadapan Allah diukur dari
ketaqwaannya, bukan terletak pada
fisiknya ataupun kemampuannya
memuaskan pria. Pada ayat selanjutnya
di QS. 24:31, dijelaskan terperinci
tentang batasan aurat dan siapasaja yang
boleh melihat aurat wanita maupun pria.
Daya pikat lainnya dari wanita
adalah suaranya. Firman Allah dalam
QS. 33:32.Suara wanita jika
dikeluarkan dengan biasa dan wajar,
akan terdengar biasa-biasa saja. Namun
jika suara itu sengaja dilemah-
lembutkan, akan menimbulkan daya
pikat tersendiri. Itulah sebabnya Al-
Qur‟an melarang istri-istri Nabi
Muhammad SAW melemah lembutkan
suara mereka, khawatir didengarkan
oleh orang yang mempunyai hati yang
„sakit‟ (kotor hatinya). Di zaman
modern sekarang ini hal-hal demikian
itu, pekerjaan pikat-memikat dari
seorang wanita kepada pria atau
sebaliknya, sudah jauh melebihi dari
apa yang diterangkan dalam Al-Qur‟an.
Bahkan sudah menjadi trend dan mode
dengan ilmu spesialis tersendiri bahkan
ada ahli dan perancangnya. Dari soal
mode pakaian, dandanan seksi,
perhiasan dan aksesoris yang
menambah kesan feminin seorang
wanita, parfum yang mendebarkan hati,
tarian erotis dan menggairahkan birahi,
dan sebagainya.Bukti Islam
memuliakan wanita adalah Al-Qur‟an
sendiri memberikan perhatian khusus
yang demikian tinggi pada persoalan-
persoalan perempuan dengan
mencantumkan surat ke empat „An-
Nisaa‟ yang berarti „Perempuan‟.
H2O adalah brand asli
Indonesia yang baru muncul dengan
produk jasa Haji dan Umroh. H2O tidak
melakukan iklan apapun dalam bentuk
daya tarik seksual apapun. Brosur dan
website-nya pun tidak menampilkan
wajah wanita berparas cantik nan
rupawan sekalipun modelnya berjilbab
dan menutup aurat. Kesimpulannya
adalah para nara sumber tidak pernah
berpikir untuk beriklan dengan
menonjolkan daya tarik seksual,
khususnya barangkali yang mendekati
seperti wanita berjilbab dengan paras
cantik di brosur maupun pamflet H2O,
dan itu tidak ada dan tidak berlaku bagi
H2O, paling tidak untuk saat penelitian
ini berlangsung.
Keempat, Kesan Palsu.Kesan
palsu termasuk ke dalam “Hukum
Haram Selain Zatnya” kategori Tadlis
(penipuan). Dalam aktifitas promosi,
testimoni atau kesaksian dalam bentuk
iklan yang tidak benar-benar dialami
dan dirasakan oleh seorang saksi dapat
dikategorikan sebagai kesan palsu.
Promosi berbentuk iklan ini memiliki
etikanya sendiri, prinsip etika iklan
dalam aktifitas bisnis dan komunikasi
pemasaran adalah prinsip kejujuran,
yakni mengatakan yang benar dan tidak
menipu. Prinsip ini bersifat
„reciprocal‟, artinya tidak hanya
menyangkut kepentingan banyak orang,
namun juga menyangkut kepentingan
perusahaan produsen iklannya serta
bisnis keseluruhannya sebagai sebuah
profesi yang baik yang senantiasa harus
menjaga citra baik pula. Berdasarkan
prinsip kejujuran ini, promosi atau iklan
yang baik dan diterima secara etika
moral adalah promosi atau iklan yang
memberi pernyataan atau informasi
yang benar sebagaimana adanya
kondisi produk barang atau jasa yang
ditawarkan.Al-Qur‟an sendiri telah
mengajarkan kita akan kejujuran di
dalam QS. 9:119. Sudah sepantasnya
seorang Muslim menjunjung tinggi
prinsip kejujuran. Keharusan bersikap
jujur dalam berniaga sudah diterangkan
secara tegas dan gamblang dalam QS.
6:152.
H2O dalam melakukan
usahanya telah menegakkan prinsip
kejujuran. Memang banyak orang yang
mencibir dengan pola investasi yang
dijalankan oleh H2O ini, terkesan
berlebihan dan menipu karena
pembagiannya terlalu besar diatas rata-
rata bunga bank. Namun H2O
menjawabnya dengan cara
membuktikannya langsung dengan
konsep yang gamblang tertera di brosur
yakni Tabungan Tabarru‟ yaitu
pemberian sukarela dari H2O kepada
para jamaahnya sebesar 2% hingga 3%
setiap bulan untuk ditambahkan sebagai
tabungan haji dan umroh mereka hingga
batas waktu yang disepakati bersama.
Kelima, Manipulasi.Manipulasi
termasuk ke dalam “Hukum Haram
Selain Zatnya” juga kategori Tadlis
(penipuan), seperti kesan palsu. Kesan
palsu maupun manipulasi tersoroti
memiliki prinsip yang sama yakni
Kejujuran. Namun yang
membedakannya adalah, kesan palsu
khusus dititikberatkan pada produk
barang maupun jasanya. Sedangkan
manipulasi cenderung kepada cara si
penyampai pesan (pemasar) melakukan
aktifitas komunikasi dan menyampaikan
maksud serta tujuannya mengenai
barang atau jasa yang ditawarkannya
itu.
Seperti halnya
„mengkondisikan‟ seorang selebriti,
tokoh/pemuka agama ataupun jamaah
haji dan umroh yang pernah berangkat
bersama H2O untuk memberikan
kesaksian ataupun testimoni palsu yang
sesungguhnya belum atau bahkan tidak
pernah mereka rasakan atau dapatkan,
atau melebih-lebihkan konten-nya
sebagai kesaksian palsunya dengan
tujuan mendongkrak penjualan atau
menaikkan citra perusahaan. Sepanjang
pengamatan peneliti, H2O belum
pernah melakukan hal-hal tersebut.
H2O mengedepankan keterbukaan dan
komunikasi apa adanya. Bahkan
informanI dan informanII menyatakan
bahwa hal-hal demikian seperti
menggunakan seorang publik figur atau
tokoh agama belum perlu di H2O,
karena H2O merasa sudah sangat jelas
menentukan keberadaan dan positioning
perusahaannya. Inilah yang dimaksud
dengan keterbukaan, kekeluargaan dan
komunikasi di lingkungan H2O.
Keenam, Bujuk Rayu
Berlebihan.Bujuk rayu berlebihan juga
termasuk kategori bentuk transaksi yang
berada di bawah paksaan atau “bay 'al-
Mudtarr”. Bujuk rayu berlebihan ini
sama dengan memaksakan kehendak,
seorang pemasar memaksakan
kehendaknya kepada calon pembeli
untuk dibeli produk dagangannya
dengan “berbagai cara yang tak
berkesudahan”. Misalnya yang saat ini
sedang nge-trend di pinggiran jalan
seorang sales promotion girl(SPG),
seorang perempuan cantik biasanya
remaja menjajakan rokok dengan
melakukan strategi pemasaran direct
selling, personal selling dan Word of
mouth sekaligus. Untuk menjadi
seorang SPG rokok setidaknya harus
memenuhi tiga standar kriteria utama
yakni:
1. Performance. Halini merupakan
100% tampilan fisik yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. Dalam
perspektif ini, performance juga
mengilustrasikan tentang celana atau
bawahan yang dipakai oleh SPG.
Bawahan ini diukur dari penampilan
fisik dan desain pakaian, ukuran
bawahan ini subyektif (setiap orang
dimungkinkan berbeda).
2. Communicating Style. Mutlak harus
terpenuhi oleh seorang SPG, karena
melalui komunikasi ini akan mampu
tercipta interaksi antar konsumen
dengan SPG. Komunikasi ini diukur
dari gaya bicara dan cara
berkomunikasi.
3. Body Language.Lebih mengarah
pada gerak fisik (lemah lembut,
lemah gemulai, dan lainnya), gerak
tubuh ketika menawarkan produk
dan sentuhan fisik „body
touch‟.(http://digilib.uinsby.ac.id/8647/
6/bab.iii.pdf)
Ilustrasi dari hasil penelitian
tersebut jelas merupakan fakta yang saat
ini sedang fenomenal di dunia promosi
industri rokok perusahaan kapitalis.
Bujuk rayu berlebihan sudah tentu
terjadi dalam transaksi antara SPG dan
konsumennya yang mayoritas laki-laki.
Memang pada akhirnya transaksi terjadi
karena suka sama suka. Namun cara dan
proses transaksi itu berlangsung
tertanam nilai-nilai kebathilan yang
dilarang oleh Islam seperti ditegaskan
dalam QS. 4:29. Istilah “Suka sama
suka” dalam terjemahan ayat tersebut
disini tentunya dengan cara, proses dan
jalan yang benar menurut syariat Islam
dan bukan sebaliknya.
H2O dalam melakukan
promosinya tentu saja tidak se-ekstrim
SPG rokok yang melakukan bujuk rayu
berlebihan seperti dijelaskan diatas.
Mendekati konsumen dengan terus-
menerus dan berulang-ulang kali
berbicara yang tidak berkesudahan,
serta terlalu memaksa pun juga
termasuk bujuk rayu yang berlebihan.
Indikatornya adalah ketika konsumen
merasa sudah tidak nyaman
mendengarkan ocehan seorang pemasar,
disitulah maksud dari bujuk rayu
berlebihan berlaku. Sementara H2O
tidak pernah melakukan hal-hal
sedemikian itu, dalam beberapa
kesempatan H2O cukup
memperkenalkan diri mereka sebagai
perusahaan yang bergerak di bidang
travel haji dan umroh, kemudian sedikit
menjelaskan pola akad dan
kerjasamanya serta produk-produknya
berikut beberapa usaha yang
dimilikinya. Tidak ada paksaan dalam
hal ini.
Ketujuh, Komunikasi (Bukan
Promosi!). Yang pertama, komunikasi
dimaksud berkaitan erat dengan QS.
An-Nisa ayat 63. Penggalan ayat ini
adalah ”Qoulan Baligha” dimaknai
sebagai menggunakan kata-kata yang
efektif, efisien, tepat sasaran, mudah
dimengerti dan komunikatif. “Perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka”
bermakna mendalam bila dikaitkan
dengan komunikasi yang efektif pada
kegiatan promosi. Sepatah perkataan
tidak akan ‟membekas‟ bila ada motif
menjebak ataupun kebohongan
terselubung, ingin cari untung sendiri
dan merugikan lawan bicaranya. Namun
sebaliknya, perkataan yang baik akan
‟membekas‟ di hati bila kita
mengkomunikasikannya dengan
membangun keintiman, berniat baik dan
ingin membantu serta berbagi, tidak ada
motif jelek apalagi mau menang sendiri.
Komunikasi yang efektif mampu
memahami konsumen sebagai lawan
bicara menggunakan bahasa yang sesuai
dengan situasi, kondisi dan tingkat
intelektualitas konsumen dengan bahasa
sederhana yang mudah dimengerti oleh
konsumen. Demikian juga dalam
melakukan promosi hendaknya
menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh target pasar dan
pelanggan sehingga pesan yang ingin
disampaikan oleh perusahaan (sales/
marketing) dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat.
H2O dengan konsep program
“Tabungan Tabarruk dan Jalinan
Silaturahim Syariah”. Konsep ini
berusaha menyentuh komunitas secara
kekeluargaan dan kebersamaan.
Komunikasi yang dibangun adalah
keintiman dan silaturahim, bukan
semata-mata promosi. Tidak ada motif
paksaan dan tekanan untuk mengikuti
program-program H2O. Namun karena
Jalinan Silaturahim yang dibangun
„sarat‟ dengan makna dan nilai-nilai
kekeluargaan sehingga membuat para
calon jamaah merasa nyaman dan
mempercayakan proses keberangkatan
ibadah haji dan umrohnya di H2O.
KESIMPULAN
Dalam etika Islam, teknik
promosi tidak dibenarkan menggunakan
daya tarik seksual, daya tarik
emosional, daya tarik rasa takut,
kesaksian palsu dan daya tarik
penelitian semu, atau berkontribusi
terhadap kebodohan pikiran atau
mendorong pemborosan. Dalam
kerangka Islam, metode ini tidak etis
karena mereka digunakan murni untuk
mengeksploitasi naluri dasar konsumen
di seluruh dunia dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan dan pangsa
pasar yang lebih besar. Selain itu, etika
Islam secara tegas melarang stereotip
(stereotype) perempuan dalam iklan,
dan penggunaan ”fantasi” yang
berlebihan. Penggunaan bahasa sugestif
(suggestive) dan perilaku, serta
penggunaan perempuan sebagai obyek
untuk memikat dan menarik pelanggan
juga tidak diperbolehkan.Setidaknya
ada tujuh kesimpulan dari hasil
wawancara dan observasi serta
pembahasan tentang subjek dan objek
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, Persaingan Tidak
Sehat. Yang dimaksud adalah
persaingan tidak sehat antar sesama
karyawan H2O, antar sesama
perwakilan di daerah, dan perusahaan-
perusahaan lain yang menjelek-jelekkan
H2O. Kedua, Pemborosan.Prinsipnya,
kegiatan yang dilakukan H2O tidak
melakukan pemborosan. Ketiga, Daya
Tarik Seksual.H2O tidak pernah
memunculkan pesan yang berpotensi
pada daya tarik seksualitas padaseluruh
pesan verbal maupun non verbal yang
disampaikan melalui berbagai media
seperti brosur dan spanduk,. Keempat,
Kesan Palsu.Hasil observasi
membuktikan bahwa sejauh ini kinerja
perusahaan dalam hal janji-janji dan
pemberangkatan jamaah tidak
terkendala dan tidak ada kesan palsu.
Kelima, Manipulasi.H2O tidak pernah
„bersekongkol‟ ataupun menggunakan
selebritis maupun tokoh terkenal dalam
aktifitas komunikasi pemasarannya
untuk memberikan testimoni palsu.
Keenam, Bujuk Rayu Yang
Berlebihan.Seluruh aktifitas pemasaran
dan promosi tidak ada yang berlebihan
dan menyimpang dari informasi yang
diberikan dari kantor pusat H2O. Para
perwakilan dan pemasar mengerti
aturan yang berlaku dan memahami
produk yang mereka pasarkan serta
sebatas apa mereka dapat
berimprovisasi dalam memasarkannya.
Ketujuh, Komunikasi (Bukan
Promosi!).Para staf dan tim pemasaran
H2O melakukan promosiapa adanya
serta tanpa ada paksaan apapun kepada
siapapun. Membangun keintiman
berkomunikasi kepada siapapun (dan
bukan sekedar promosi) adalah prinsip
dasar H2O. Keputusan sepenuhnya
ditangan calon jamaah.
Begitulah Islam mengajarkan
dan mengayomi (hukum dan tata cara
“hablun minan naas”) seluruh manusia
sebagai manifestasi dari prinsip Islam
dengan slogan “Rahmatan Lil
‘Aalamiin” (QS. 21:107). Mereka yang
menerima „Rahmat‟ (tata cara dan
hukum Islam) ini dan mensyukuri
nikmat ini, baginya kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Dan mereka yang
menolak dan membangkang dari
„Rahmat‟ ini, dia akan merugi di dunia
dan akhirat seperti kaum-kaum
terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟anul Karim (Digital Qur‟an ver
3.2)
Al-Hadits. Tarjamah Shahih Bukhari.
Diterjemahkan oleh Achmad
Sunarto. 1992. Semarang: CV.
Asy Syifa‟
Al-Hadits. Tarjamah Shahih Muslim.
Diterjemahkan oleh KH. Adib
Bisri Musthofa. 1993.
Semarang: CV. Asy Syifa‟
Al-Arif, M.Nur Riyanto. 2010. Dasar-
Dasar Pemasaran Perbankan
Syariah. Bandung: Alfabeta.
Ibn Al-Ukhuwwah, Diya’ Al-Din
Muhammad (1983) Ma‟alim Al-
Qurbah Fi Ahkam Al-Hisbah,
Translated By Reuben Levy,
Luzak, London.
Jefkins, Frank. 1997. Periklanan.
Jakarta : Erlangga.
Kertajaya, Hermawan. 2005. Spiritual
Marketing. Bandung: Mizan.
Kertajaya, Hermawan dan M. Syakir
Sula. 2006. Syariah Marketing.
Bandung: Mizan.
Kotler, Philip dan A.B. Susanto. 2000.
Manajemen Pemasaran
Indonesia, Alih Bahasa oleh
Ancella Anitawati dan
Hermawan, Edisi Pertama,
Jakarta : Salemba Empat.
Kotler, P. & Armstrong, J. 2001. Dasar-
dasar Pemasaran. (Alexander
Sindoro, Penerjemah). Jakarta:
PT. Index.
Kotler, Philip., Kertajaya, Hermawan.,
Huan Hooi Den., dan Liu
Sandra, 2003. Rethinking
Marketing: Sustainable
Marketing Enterprise di Asia.
Dialihbahasakan oleh Marcus P.
Widodo dari buku Rethingking
Marketing: Sustainable
Marketing Enterprise in Asia.
Cetakan I. Pearson Education,
Asia, Jakarta: PT. Prenhallindo.
Nadeem, Suhail 2011. ”Islamic
Principles of Marketing”. Paper
Presentation. ICIB.
Miller, A. & Dess, G. G. 1996. Strategic
Management (2nd Ed.). New
York: McGraw Hill.
Prisgunanto, Ilham. 2006. Komunikasi
Pemasaran: Strategi dan Taktik.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Purba, Amir dkk. 2006. Pengantar Ilmu
Komunikasi. Medan: Pustaka
Bangsa Press.
Rakhmat, Jalaludin. 2002. Psikologi
Komunikasi Edisi Revisi.
PT.Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Staton, J. William. 2000. Pengantar
Bisnis Modern. Erlangga.
Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi
Pemasaran. Yogyakarta: Andi
Publishing.
Jurnal:
Damirachi, G., & Shafai, J... (2011). ”A
Guideline to Islamic Marketing
Mix”. Interdisciplinary Journal
of Contemporary Research in
Business, 3(3), 1339-1347.
Retrieved October 5, 2011, from
ABI/INFORM Global.
(Document ID: 2444075031).
Saeed, M., Ahmad, Z.U. And Mukhtar,
S.M. (2001). “International
Marketing Ethics From An
Islamic Perspectives: A
Value Maximization Approach”,
Journal Of Business Ethics,
32:127-142; Salesperson Selling
Behaviors On Customer
Satisfaction With Products.”
Journal Of Retailing, 73(2): 171-
183.
Sumber dari Internet:
http://www.ncsu.edu/project/calscomm
blogs/economic/archives/2008/06/price
_versus_co.html