prevalensi dan determinan ansietas dan depresi …
TRANSCRIPT
PREVALENSI DAN DETERMINAN ANSIETAS DAN DEPRESI ANTENATAL DI PUSKEMAS KECAMATAN PASAR
MINGGU TAHUN 2013
Wiyar Annerangi1, Helda2
1Program Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
16424, Indonesia. 2Departemen Epidemiologi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Depok 16424, Indonesia.
ABSTRAK
Ansietas dan depresi antenatal merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sering kali luput dari perhatian. Penelitan ini dilakukan karena mengingat dampak yang ditimbulkan oleh ansietas dan depresi antenatal baik bagi ibu maupun janinnya dan belum adanya penelitian mengenai prevalensi dan determinan ansietas dan depresi antenatal di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan ansietas dan depresi antenatal di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional yang dilakukan pada bulan Maret-April 2013. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi ansietas antenatal sebesar 56,5% dan prevalensi depresi antenatal sebesar 14,8%. Yang menjadi faktor risiko terhadap ansietas antenatal yaitu memilki ≥2 keluhan selama masa kehamilannya. Sedangkan yang menjadi faktor risiko terhadap depresi antenatal adalah primigravida dan ansietas antenatal. Yang merupakan faktor protektif terhadap depresi antenatal adalah jumlah anak ≥1 dan dukungan sosial rendah namun hanya berlaku dalam studi ini. Kesimpulannya, prevalensi ansietas dan depresi antenatal adalah tinggi dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan menganai dampak, faktor risiko dan upaya pencegahannya. Kata kunci: ansietas, antenatal, depresi
ABSTRACT
Antenatal anxiety and depression is one of public health problems that we do not often realize. That has impact on fetus and maternal. Research on prevalence and determine of antenatal anxiety and depression has not been done in Pasar Minggu Primary Health Care in 2013. The purpose of this research is to know prevalence and determine of antenatal anxiety and depression in Pasar Minggu Primary Health Care in 2013. The research design used was cross-sectional from March-April 2013. The research shows prevalence of antenatal anxiety is 56,5% whereas prevalence of antenatal depression is 14,8%. Risk factor of antenatal anxiety is ≥2 complain in pregnancy period. Whereas risk factor of antenatal depression is primigravid and antenatal anxiety. Protector factor of antenatal depression is number of children live ≥1 child and lower social support but it just for this study.
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
In conclusion, prevalence antenatal anxiety and depression is higher and have several risk factor. Because of that so given education about impact, risk factor and prevention of antenatal anxiety and depression. key word: anxiety, antenatal,depression
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan periode terpenting dalam kehidupan seorang
wanita. Kehamilan membawa suatu perubahan tidak hanya perubahan dalam segi
fisik, tetapi juga dalam segi sosial dan psikologi (Golbasi et.al, 2010). Masalah
psikologi pada masa kehamilan yaitu ansietas dan depresi (Faisal-Cury &
Menezes, 2007) dan hal tersebut merupakan masalah kesehatan masayarakat
(Yoshihiro, Keiko dan Masashi, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Faizal-Cury dan Manazes (2007) terhadap 432 wanita yang hamil di Brazil,
ditemukan bahwa prevalensi ansietas antenatal state dan trait sebesar 59,5% dan
45,3 % sedangkan prevalensi depresi antenatal sebesar 19,6,3%. Penelitian lain
oleh Yoshihiro, Keiko dan Masashi (2007) menemukan bahwa sebanyak 18,4%
dari wanita yang hamil mengalami depresi pada masa kehamilannya dan beberapa
di antaranya sebanyak 12,7% termasuk depresi tingkat major. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Golbasi et al (2010) menemukan bahwa prevalensi
depresi prenatal sebesar 27,5%.
Ansietas dan depresi pada saat kehamilan memiliki dampak yang negatif
baik bagi ibu maupun bagi bayi yang akan dilahirkan. Penelitian Faisal-Cury dan
Menezes (2007) menemukan bahwa ansietas dan depresi selama kehamilan
memiliki dampak kepada janin seperti prematur, BBLR, gangguan dalam
pertumbuhan janin dan juga berpengaruh pada perkembangan mental anak.
Sedangkan dampak bagi ibu yaitu terjadi peningkatan penggunaan obat, preterm
birth, masalah kardiovaskular, kelahiran secara sesar. Selain itu, diperkirakan
13% dari semua wanita yang hamil yang mengalami depresi berkembang menjadi
depresi pada saat postpartum (Faisal-Cury dan Menezes, 2007).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ansietas dan depresi pada
kehamilan yaitu faktor sosialdemografi; faktor obstetrik dan faktor perilaku
seperti olahraga dan prenatal care; dan faktor psikologi seperti ansietas selama
kehamilan yang berhubungan dengan depresi antenatal (Faisal-Cury & Menezes,
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
2007; Giardinelli et al, 2012; Golbasi et al, 2010; Yoshiro et al, 2012; Bowen,
2007).
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu terhadap
32 ibu hamil ditemukan bahwa prevalensi ansietas antenatal sebesar 68,8%
sedangkan prevalensi depresi antenatal sebesar 21,9%. Tingginya prevalensi dari
ansietas dan depresi antenatal menjadi masalah yang besar bagi kesehatan ibu
hamil dan juga berpotensial meluasnya dampak negatif terhadap perkembangan
janin dan pertumbuhannya oleh karena itu akan dilakukan penelitian mengenai
prevalensi dan determinan ansietas dan depresi antenatal di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui prevalensi dan determinan ansietas dan depresi antenatal di
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013.
TINJAUAN TEORITIS
Faktor-faktor yang berhubungan dengan ansietas dan depresi antenatal
adalah sama. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor sosialdemografi seperti
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, umur, dukungan sosial, suku, tipe
keluarga, status perkawinan; faktor obstetrik seperti trimester kehamilan, riwayat
keguguran, kehamilan yang direncanakan, paritas, gravida, jumlah anak yang
hidup, keluhan dan status kesehatan; faktor perilaku seperti olahraga dan prenatal
care; dan faktor psikologi seperti ansietas yang dapat berhubungan dengan depresi
(Faisal-Cury & Menezes, 2007; Giardinelli et al, 2012; Golbasi et al, 2010;
Yoshiro et al, 2012; Bowen, 2007; Romauli,2011; Stuart&Sudeen, 1998;
Saifudin, 2001).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2013.
Subjek dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas
Kecamatan 2013 dan masuk dalam kriteria inklusi penelitian. Desain studi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi cross-sectional. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan data primer menggunakan kuesioner dan
data sekunder (rekam medik ibu hamil). Jumlah sampel dalam penelitian ini
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
dihitung dengan menggunakan rumus estimasi (Ariawan, 1998) dan ditambah
10% untuk menghindari data missing sehingga jumlah sampel minimal sebanyak
107 ibu hamil. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampel.
Variabel yang diukur adalah sosial-demografi (umur, suku, pendapatan ibu hamil,
pendapatan suami, pendapatan suami-istri, tingkat pendidikan, pekerjaan,
dukungan sosial, tipe keluarga), faktor obstetrik (trimester kehamilan, riwayat
keguguran, kehamilan yang direncanakan, paritas, gravida, jumlah anak yang
hidup, keluhan dan status kesehatan), faktor perilaku (olahraga dan prenatal
care). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner sosial-
demografi, dukungan sosial (Zimet et al,1988) dan DASS (The Depression
Anxiety Stress Scales) yang diadopsi dari P.F. Lovibond, dalam Mcdowell, 2006.
Data akan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS 13.0
FKMUI. Data tersebut dianalisis secara univariat dan bivariat.
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
Tabel 1. Prevalensi Ansietas & Depresi Antenatal di Puskesmas Kecamatan Pasar
Minggu
Variabel Frekuensi Persentase (%) Ansietas
• Normal 50 43,5 • Ringan 20 17,4 • Sedang 38 33,0 • Parah 5 4,3 • Sangat parah 2 1,7
Ansietas • Tidak 50 43,5 • Ya 65 56,5
Depresi • Normal 98 85,2 • Ringan 14 12,2 • Sedang 2 1,7 • Parah 1 0,9
Depresi • Ya 17 14,8 • Tidak 98 85,2 Jumlah 115 100,0
Error! Reference source not found. menunjukan prevalensi ansietas
antenatal yaitu normal/tidak mengalami ansietas (43,5%), yang mengalami
ansietas (56,5%) dengan kategori ringan (17,4%), sedang (33,0%), parah (4,3%)
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
dan sangat parah (1,7%). Tabel 5.1.2 menunjukan prevalensi depresi antenatal
berdasarkan empat kategori yaitu normal, ringan, sedang dan parah. Sebagian
besar ibu hamil memiliki tingkat depresi yang normal yaitu sebesar 85,2%,
sedangkan yang depresi sebanyak 14,8% dengan kategori ringan (12,2%), sedang
(1,7%) dan tingkat parah (0,9%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sosial-Demografi Ibu Hamil
Variabel Frekuensi Persentase (%) Umur
• <29 tahun 58 50,4 • ≥29 tahun 57 49,6
Suku • Jawa 35 30,4 • Betawi 46 40,0 • Sunda 19 16,5 • Batak 4 3,5 • Minang 6 5,2 • Campuran/suku lain 5 4,3
Suku
• Betawi 46 40,0 • Bukan Betawi 69 60,0
Pendidikan • Tidak tamat SD 1 0,9 • Tamat SD 4 3,5 • Tamat SMP 16 13,9 • Tamat SMA 83 72,2 • Tamat Perguruan
Tinggi 11 9,6
Pendidikan • Pendidikan tinggi 94 81,7 • Pendidikan rendah 21 18,3
Pekerjaan • Bekerja 43 37,4
• Tidak Bekerja 72 62,6
Pendapatan Ibu hamil • ≥2,2 juta 13 11,3
• <2,2 juta 36 31,3
• 0,00 66 57,4
Pendapatan Ibu hamil • Rendah 102 88,7
• Tinggi 13 11,3
Pendapatan Suami • ≥ 2,2 Juta 52 45,2
• < 2,2 Juta 63 54,8
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
Pendapatan Suami-Istri • ≥ 2,2 Juta 61 53,0
• < 2,2 Juta 54 47,0
Tipe keluarga • Keluarga besar 34 29,6 • Keluarga inti 81 70,4
Dukungan sosial • Tinggi 59 51,3 • Rendah 56 48,7
Jumlah 115 100,0
Pada tabel 2. Distribusi ibu hamil berdasarkan karakteristik sosial-demografi
menunjukkan bahwa kebanyakan ibu hamil berumur <29 tahun (84,3%), bersuku
Betawi (40%), tamat SMA (72,2%), tidak bekerja (62,6%), tidak memiliki
pendapatan (57,4%), pendapatan suami <2,2 juta perbulan (54,8%), pendapatan
suami-istri ≥2,2 juta perbulan (53,0%), berada pada tipe keluarga inti (70,4%),
mendapat dukungan sosial yang tinggi (55,7%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Obstetrik Ibu Hamil
Variabel Frekuensi Persentase (%) Trimester Kehamilan
• Trimester 1 20 17,4 • Trimester 2 55 47,8 • Trimester 3 40 34,8
Riwayat Keguguran • Tidak Pernah 104 90,4 • Pernah 11 9,6
Kehamilan • Diinginkan/direncanakan 92 80,0 • Tidak diinginkan/tidak
direncanakan 23 20,0
Gravida • Primigravida 35 30,4 • Multigravida 80 69,6
Paritas • Nulipara 37 32,1 • Primipara 47 40,9 • Multipara 31 27,0
Jumlah Anak yang Hidup • < 1 anak 37 32,2 • ≥ 1 anak 78 67,8
Keluhan dan status kesehatan • Mual/muntah 72 62,6 • Sakit kepala/pusing 55 47,8 • Anemia 27 23,5 • Hipertensi 2 1,7 • Alergi 2 1,7 • Sakit/nyeri perut 25 21,7 • Lainnya 21 18,3
Keluhan dan status kesehatan
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
• < 2 keluhan 56 48,7 • ≥ 2 keluhan 59 51,3
Jumlah 115 100,0
Tabel 3. Distribusi ibu hamil berdasarkan faktor obstetrik menunjukkan bahwa
kebanyakan ibu hamil trimester kedua (47,8%), tidak pernah mengalami
keguguran (90,4%), kehamilannya merupakan kehamilan yang
direncanakan/diinginkan (80,0%), ibu multigravida (69,6%), primipara (40,9%),
memiliki anak ≥1 anak (67,8%), keluhan yang dialami muntah/mual (62,6%).
Tabel 4. Gambaran Perilaku Ibu Hamil
Variabel Frekuensi Persentase (%) Olahraga
• Setiap Hari 29 25,2
• 2-3 kali dalam seminggu
16 13,9
• Kadang-kadang 64 55,7
• Tidak pernah 6 5,2
Olahraga • Pernah 109 94,8 • Tidak pernah 6 5,2
Prenatal care • Terlambat 53 46,1 • Tidak terlambat 62 53,9
Jumlah 115 100,0
Tabel 4. Distribusi ibu hamil berdasarkan faktor perilaku menunjukkan bahwa
kebanyakan ibu hamil kadang-kadang berolahraga seminggu terakhir (55,7%),
tidak terlambat melakukan prenatal care (53,9%).
2. Analisis Bivariat
Tabel 5. Hubungan Sosial Demografi dengan Ansietas Antenatal
Variabel Ansietas Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n % 1. Umur
<29 tahun 34 58,6 24 41,4 58 100,0 1,07 (0,78-1,49) 0,647 ≥29 tahun 31 54,4 26 45,6 57 100,0 1 2. Suku
Bukan Betawi 44 63,8 25 36,2 69 100,0 1,4 (0,97-2,00) 0,055 Betawi 21 45,7 25 54,3 46 100,0 1 3. Pendidikan
Rendah 14 66,7 7 33,3 21 100,0 1,23 (0,86-1,75) 0,300 Tinggi 51 54,3 43 45,7 94 100,0 1
4. Pekerjaan Tidak Bekerja 41 56,9 31 43,1 72 100,0 1,02 (0,73-1,42) 0,906 Bekerja 24 55,8 19 44,2 43 100,0 1
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
5. Pendapatan Ibu hamil
Rendah 58 56,9 44 43,1 102 100,0 1,06 (0,62-1,79) 0,836 Tinggi 7 53,8 6 46,2 13 100,0 1
6. Pendapatan Suami
< 2,2 juta 38 60,3 25 39,7 63 100,0 1,2 (0,84-1,61) 0,366 ≥ 2,2 juta 27 51,9 25 48,1 52 100,0 1
7. Pendapatan Suami-Istri
< 2,2 juta 32 59,3 22 40,7 54 100,0 1,09 (0,79-1,51) 0,577 ≥ 2,2 juta 33 54,1 28 45,9 61 100,0 1
8. Tipe Keluarga Keluarga Inti 44 54,3 37 45,7 81 100,0 0,87 (0,63-1,22) 0,462 Keluarga Besar 21 61,8 13 38,2 34 100,0 1
9. Dukungan Sosial Rendah 31 55,4 25 44,6 56 100,0 0,96 (0,69-1,32) 0,806 Tinggi 34 57,6 25 42,4 59 100,0 1
Tabel 5. Menunjukan bahwa suku bukan Betawi berisiko 1,4 kali lebih besar
untuk mengalami ansietas antenatal dibandingkan dengan suku Betawi. Yang
berpendidikan rendah berisiko 1,23 kali lebih besar untuk mengalami ansietas
antenatal dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi. Pendapatan suami<2,2
juta berisiko 1,2 kali lebih besar untuk mengalami ansietas antenatal dibandingkan
dengan ≥2,2 juta. Tipe keluarga inti memiliki 0,87 kali lebih rendah untuk
mengalami ansietas antenatal dibandingkan dengan keluarga besar sedangkan
varibel umur, pekerjaan, pendapatan ibu hamil, pendapatan suami istri dan
dukungan sosial bukan merupakan faktor risiko maupun faktor protektif terhadap
kejadian ansietas antenatal. Dari variabel sosial-demografi tidak ditemukan
adanya hubungan yang bermakna secara statistik.
Tabel 6. Hubungan Faktor Obstetrik dengan Ansietas Antenatal
Variabel Ansietas Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n % 1. Trimester
Kehamilan
Trimester 3 21 52,2 19 47,5 40 100,0 0,95 (0,58-1,56) 0,855 Trimester 2 33 60,0 22 40,0 55 100,0 1,09 (0,69-1,71) 0,697
Trimester 1 11 55,0 9 45,0 20 100,0 1
2. Riwayat Keguguran
Pernah 4 36,4 7 63,6 11 100,0 0,62 (0,28-1,38) 0,156 Tidak Pernah 61 58,7 43 41,3 104 100,0 1 2. Gravida
Primigravida 21 60,0 14 40,0 35 100,0 1,09 (0,78-1,53) Multigravida 44 55,0 36 45,0 80 100,0 1 0,619
3. Kehamilan yang diinginkan
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
Tidak 16 69,6 7 30,4 23 100,0 1,3 (0,94-1,82) 0,158 Ya 49 53,5 43 46,7 92 100,0 1
4. Paritas ≤1 kali 48 57,1 36 42,9 84 100,0 1,04 (0,72-1,51) 0,825
>1 kali 17 54,8 14 45,2 31 100,0 1
5. Jumlah anak yang hidup
≥ 1 anak 44 56,4 34 43,6 78 100,0 0,99 (0,71-1,4) 0,972 < 1 anak 21 56,8 16 43,2 37 100,0 1
6. Keluhan dan status kesehatan
≥ 2 Keluhan 39 66,1 20 33,9 59 100,0 1,4 (1,02-1,99) <0,05* < 2 Keluhan 26 46,4 30 53,6 56 100,0 1
Tabel 6. Menunjukan pernah memiliki riwayat keguguran 0,62 kali lebih rendah
untuk mengalami ansietas antenatal dibandingkan dengan yang tidak memiliki
riwayat keguguran. Kehamilan yang tidak diinginkan berisiko 1,3 kali lebih besar
untuk mengalami ansietas antenatal dibandingkan dengan yang diinginkan. Yang
memiliki keluahan ≥2 memiliki risiko 1,4 kali lebih besar untuk mengalami
ansietas antenatal dibandingkan dengan yang memiliki keluhan <2 sedangkan
varibel trimester, gravid, paritas, jumlah anak yang hidup bukan merupakan faktor
risiko maupun faktor protektif terhadap kejadian ansietas antenatal. Dari faktor
obstetrik, hanya variabel jumlah keluhan yang bermakna secara statistik.
Tabel 7. Hubungan Faktor Perilaku dengan Ansietas Antenatal
Variabel Ansietas Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n % 1. Olahraga
Tidak Pernah 4 66,7 2 33,3 6 100,0 1,2 (0,66-2,15) 0,607 Pernah 61 56,0 48 44,0 109 100,0
2. Prenatal Care Terlambat 40 64,5 22 35,5 62 100,0 1,4 (0,97-1,92) 0,061 Tidak Terlambat 25 47,2 28 52,8 53 100,0 1
Tabel 7. Menunjukan bahwa ibu hamil yang tidak berolahraga memiliki risiko 1,2
kali lebih besar untuk menglami ansietas antenatal dibandingkan dengan yang
pernah berolahraga. Ibu hamil yang terlambat melakukan prenatal care memiliki
risiko 1,4 kali lebih besar untuk mengalami ansietas antenatal dibandingkan
dengan yang tidak terlambat. Namun hubungan ini tidak bermakna secara
statistik.
Tabel 8. Hubungan Sosial-Demografi dengan Depresi Antenatal
Variabel Depresi Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n %
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
1. Umur <29 tahun 11 19,0 47 81,0 58 100,0 1,8 (0,71-4,54) 0,202 ≥29 tahun 6 10,5 51 89,5 57 100,0 1
2. Suku
Bukan Betawi 11 15,9 58 84,1 69 100,0 1,22 (0,48-3,07) 0,668 Betawi 6 13,0 40 87,0 46 100,0 1
3. Pendidikan Rendah 5 23,8 16 76,2 21 100,0 1,86 (0,74-4,73) 0,304 Tinggi 12 12,8 82 87,2 94 100,0 1
4. Pekerjaan Tidak Bekerja 10 13,9 62 86,1 72 100,0 0,85 (0,35-2,07) 0,727 Bekerja 7 16,3 36 83,7 43 100,0 1
5. Pendapatan Ibu hamil
Rendah 16 15,7 86 84,3 102 100,0 2,04 (0,29-14,13) 0,688
Tinggi 1 7,7 12 92,3 13 100,0 1 6. Pendapatan
Suami
< 2,2 juta 11 17,5 52 82,5 63 100,0 1,5 (0,6-3,84) 0,373 ≥ 2,2 juta 6 11,5 46 88,5 52 100,0 1
7. Pendapatan Suami-Istri
< 2,2 juta 9 16,7 45 83,3 54 100,0 1,3 (0,53-3,06) 0,592 ≥ 2,2 juta 8 13,1 53 86,9 61 100,0 1
8. Tipe Keluarga Keluarga Inti 9 11,1 72 88,9 81 100,0 0,47 (0,19-1,12) 0,08 Keluarga Besar 8 23,5 26 76,5 34 100,0 1
9. Dukungan Sosial Rendah 4 7,1 52 92,9 56 100,0 0,32 (0,11-0,93) <0,05* Tinggi 13 22,0 46 78,0 59 100,0 1
Tabel 8. Menunjukan bahwa ibu hamil yang berumur <29 tahun berisiko 1,8 kali
lebih besar untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan ≥29 tahun. suku
bukan Betawi berisiko 1,22 kali lebih besar untuk mengalami depresi antenatal
dibandingkan dengan suku Betawi. pendidikan rendah berisiko 1,86 kali lebih
besar untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan dengan pendidikan tinggi.
Tidak bekerja memiliki 0,85 kali lebih kecil untuk mengalami depresi antenatal
dibandingkan dengan yang bekerja. Pendapatan ibu hamil yang rendah berisiko
2,04 kali lebih besar untuk mengalami mengalami depresi antenatal dibandingkan
dengan berpendapatan tinggi. Pendapatan suami<2,2 juta berisiko 1,5 kali lebih
besar untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan dengan ≥2,2 juta.
Pendapatan suami-istri <2,2 juta berisiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami
depresi antenatal dibandingkan dengan ≥2,2 juta. Tipe keluarga inti memiliki 0,47
kali lebih rendah untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan dengan
keluarga besar. Ibu hamil yang mendapatkan dukungan rendah memiliki risiko
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
0,32 kali lebih kecil untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan yang
mendapat dukungan tinggi dan hubungan ini bermakna secara statistik.
Tabel 9. Hubungan Faktor Obstetrik dengan Depresi Antenatal
Variabel Depresi Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n % 1. Trimester
Kehamilan
Trimester 3 6 15,0 34 85,0 40 100,0 1,00 (0,28-3,59) 1,000 Trimester 2 8 14,5 47 85,5 55 100,0 0,97 (0,28-3,29) 1,000 Trimester 1 3 15,0 17 85,0 20 100,0 1
2. Riwayat Keguguran
Pernah 1 9,1 10 90,9 11 100,0 0,59 (0,08-4,04) 1,000 Tidak Pernah 16 15,4 88 84,6 104 100,0 1
3. Gravida Primigravida 9 25,7 26 74,3 35 100,0 2,6 (1,08-6,11) <0,05* Multigravida 8 10,0 72 90,0 80 100,0 1
4. Kehamilan yang diinginkan
Tidak 3 13,0 20 87,0 23 100,0 0,86 (0,27-2,73) 1,000 Ya 14 15,2 78 84,8 92 100,0 1
5. Paritas ≤1 kali 14 16,7 70 83,3 84 100,0 1,72 (0,53-5,59) 0,554 >1 kali 3 9,7 28 90,3 31 100,0 1
6. Jumlah anak yang hidup
≥ 1 anak 8 10,3 70 89,7 78 100,0 0,42 (0,17-1,00) <0,05* < 1 anak 9 24,3 28 75,7 37 100,0 1
7. Keluhan dan Status Kesehatan
≥ 2 Keluhan 11 18,6 48 81,4 59 100,0 1,74 (0,69-4,39) 0,231 < 2 Keluhan 6 10,7 50 89,3 56 100,0 1
Tabel 9. Menunjukan pernah memiliki riwayat keguguran 0,59 kali lebih rendah
untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan dengan yang tidak memiliki
riwayat keguguran. Ibu primigravida berisiko 2,6 kali lebih besar untuk
mengalami depresi antenatal dibandingkan multigravid dan ini bermakna secara
statistik. Kehamilan yang tidak diinginkan berpeluang 0,86 kali lebih rendah
untuk mengalami depresi antenatal dibandingkan dengan yang diinginkan. Paritas
<1 kali berisiko 1,72 kali lebih besar untuk mengalami depresi antenatal
dibandingkan dengan ≥1 kali. ≥1 anak memiliki peluang 0,42 kali lebih rendah
untuk mengalami depresi antenatal dan ini bermakna secara statistik. yang
memiliki keluhan ≥2 memiliki risiko 1,74 kali lebih besar untuk mengalami
ansietas antenatal dibandingkan dengan yang memiliki keluhan <2 sedangkan
varibel trimester, gravid, paritas, jumlah anak yang hidup bukan merupakan faktor
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
risiko maupun faktor protektif terhadap kejadian ansietas antenatal. Dari faktor
obstetrik, hanya variabel jumlah keluhan yang bermakna secara statistik.
Tabel 10. Hubungan Faktor Perilaku dengan Depresi Antenatal
Variabel Depresi Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n % 1. Olahraga
Tidak pernah 1 16,7 5 83,3 6 100,0 1,14 (0,18-7,19) 1,000 Pernah 16 14,7 93 85,3 109 100,0 1
2. Prenatal Care
Terlambat 13 21,0 49 79,0 62 100,0 2,8 (0,96-8,01) 0,064 Tidak Terlambat 4 7,5 49 92,5 53 100,0 1
Tabel 10. Menunjukan bahwa ibu hamil yang tidak berolahraga memiliki risiko
yang sama dengan yang pernah berolahraga untuk mengalami depresi antenatal.
Ibu hamil yang terlambat melakukan prenatal care memiliki risiko 2,8 kali lebih
besar untuk mengalami ansietas antenatal dibandingkan dengan yang tidak
terlambat. Namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik.
Tabel 11. Hubungan Ansietas Antenatal dengan Depresi Antenatal
Ansietas Antenatal Depresi Total PR
(95% CI) Nilai
P Ya Tidak
n % n % n % Ya 16 24,6 49 75,4 65 100 12 (1,69-89,71) <0,01* Tidak 1 2,0 49 98,0 50 100
Tabel 12. Menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami ansietas antenatal
berisiko 12 kali lebih besar untuk mengalami depresi antenatal.
PEMBAHASAN
Desain studi dalam penelitian ini adalah desain studi potong lintang (cross-
sectional) sehingga dalam studi ini tidak dapat menentukan mekanisme sebab
akibat. Jumlah sampel yang tidak adekuat untuk membuktikan hubungan sehingga
banyak ditemukan hubungan yang tidak bermakna yang ditemukan dalam
penelitian ini. Instrumen ansietas dan depresi antenatal yang kurang spesifik untuk
ibu hamil, sehingga tidak menutup kemungkinan ada gejala yang memang bisa
dialami pada masa hamil.
Hubungan Sosial-Demografi dengan Ansietas Antenatal
Dalam penelitian ini ditemukan yang bukan suku Betawi lebih berisiko
dbandingkan suku Betawi (PR=1,4). Hasil penelitian Giardinelli et al (2012)
menemukan bahwa wanita berkebangsaan bukan bangsa Italia (bukan bangsa Asli)
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
berpeluang 1,3 kali untuk mengalami ansietas trait antenatal dibandingkan wanita
yang berkebangsaan bangsa Italia (bangsa asli) namun tidak berhubungan secara
statistik. Suku Betawi merupakan suku pendatang (Betawi, 2007).
Berpendidikan rendah lebih berisiko dibandingkan yang berpendidikan
tinggi (PR=1,23) hasil ini sejalan dengan penelitian Giardinelli et al (2012) yang
menemukan bahwa pendidikan <8 tahun berisiko 1,7 kali untuk mengalami
ansietas dibandingkan dengan pendidikan 8-11 tahun namun tidak berhubungan
secara statistik. Pendidikan yang tinggi merupakan protector terhadap kejadian
ansietas-trait antenatal (Faisal-Cury & Menezes, 2007).
Istri yang memiliki suami berpendapatan <2,2 juta lebih berisiko (PR=1,2).
Hal ini sejalan penelitian Faisal-Curry & Menezes (2007) menyatakan ada
hubungan antara pendapatan suami yang rendah dengan kejadian ansietas
antenatal baik state maupun trait dan menyebutkan bahwa suami yang tidak
memiliki pendapatan memiliki risiko 1,9 kali untuk mengalami ansietas antenatal
trait.
Keluarga inti menjadi faktor protektif terhadap ansietas antenatal
(PR=0,87). Wanita yang tinggal bersama keluarga besarnya dapat mengalami
ansietas hal ini berkaitan dengan keluarga besar yang dapat mencampuri urusan
kehidupan wanita sehingga dapat menjadi stressor bagi wanita tersebut. Di dalam
keluarga besar dapat terjadi konflik di dalam keluarga tersebut sehingga konflik di
dalam keluarga tersebut menjadi faktor risiko terhadap ansietas antenatal
(OR=1,98) (Giardinelli et al, 2012).
Hubungan Faktor Obstetrik dengan Ansietas Antenatal
Yang pernah keguguran menjadi faktor protektif (PR=0,62). Hasil ini
sejalan dengan penelitian Faisal-Cury & Menezes (2007) yang menemukan bahwa
wanita yang tidak memiliki riwayat keguguran memiliki risiko 1,38 kali untuk
mengalami ansietas antenatal state dibandingkan yang pernah mengalami
keguguran 1-3 kali namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik.
Kehamilan yang tidak diinginkan berisiko untuk mengalami ansietas
antenatal (PR=1,3). Hasil ini sejalan dengan penelitian Giardinelli et al (2012)
bahwa wanita yang kehamilannya tidak direncanakan memiliki peluang 2 kali
untuk mengalami ansietas antenatal state namun tidak bermakna secara statistik.
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
Yang memiliki keluhan ≥2 berisiko untuk mengalami ansietas antenatal
(PR=1,4). Hasil ini sejalan dengan penelitian Zelkowitz1 & Papageorgiou (2012)
yang menyatakan bahwa komplikasi (keluhan ibu hamil) berhubungan dengan
gejala ansietas pada kehamilan. Bowen (2007) juga menyebutkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara keluhan yang dialami oleh ibu hamil dengan
kejadian ansietas antenatal.
Yang tidak pernah berolahraga berisiko untuk ansietas antenatal (PR=1,2).
Level kortisol yang tinggi dapat menyebabkan masalah psikologis seperti ansietas.
Pluess and colleagues (2010) menyatakan ada kerelasi yang negative antara level
kortisol dihubungkan dengan kejadian ansietas –trait pada masa kehamilan
(Zelkowitz1& Papageorgiou 2012, p.206). Olahraga pada masa kehamilan
bermanfaat untuk mengurangi ketidaknyamanan secara fisik, dapat mengurangi
kelelahan dan nafa pendek, dapat mengurangi pembengkakkan dan kram, sakit
kepala, sakit punggung dan konstipasi (Nevarez, 2006).
Ibu yang terlambat melakukan Prenatal care bersisiko untuk mengalami
ansietas antenatal (PR=1,4). Beberapa karakteristik yang berperan dalam depresi
dan ansietas pada kehamilan adalah prenatal care yang tidak adekuat (Karac-
am,2009,p.346). Seorang ibu yang melakukan prenatal care akan lebih mendapat
informasi mengenai kehamilannya, jika ibu hamil terlambat dalam mengetahui
informasi tersebut akan berdampak pada kesehatan ibu hamil baik fisik maupun
mental (Nur’aini, 2006).
Hubungan Sosial-Demografi dengan Depresi Antenatal
Umur yang <29 tahun lebih berisiko untuk depresi antenatal (PR=1,8) hal
ini sejalan dengan penelitian Faisal-Cury & Menezes (2007) menyebutkan bahwa
umur yang makin tua menjadi faktor protector terhadap kejadian depresi antenatal
(OR=0,61 95% CI 0,27-1,38).
Suku bukan Betawi berisiko untuk mengalami depresi antenatal (PR=1,22).
Hal ini sejalan dengan penelitian Bowen (2007) menemukan bahwa ras tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan depresi antenatal. Dilihat dari
proporsinya, depresi antenatal (EPDS≥13) pada ras aborigin (bukan suku asli)
lebih besar dibandingkan dengan yang bukan aborigin (suku asli). Suku Betawi
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
adalah penduduk asli dari kota Jakarta. Suku lain (selain suku Betawi) merupakan
suku pendatang (Betawi, 2007).
Pendidikan rendah berisiko untuk mengalami depresi antenatal (PR=1,86).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Yoshihiro, Keiko dan Masashi (2012) juga
menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan depresi
antenatal pendidikan yang tinggi merupakan protector (OR=0,72).
Tidak bekerja merupakan faktor protektif untuk mengalami depresi
antenatal (PR=0,85). Hasil ini sejalan dengan Yoshihiro, Keiko dan Masashi
(2012) menemukan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja memiliki risiko 1,35 kali
untuk mendapatkan depresi antenatal dan hubungan ini bermakna secara statistik.
Pekerjaan merupakan stresor bagi ibu hamil dan stressor ini berhubungan dengan
depresi terutama pada masa kehamilan (Bowen, 2007,p.35).
Berpendapatan ibu hamil yang rendah berisiko untuk mengalami depresi
antenatal (PR=2,04) Hasil ini sejalan dengan penelitian Faisal-Cury & Menezes
(2007) yang menyatakan bahwa penghasilan istri tidak berhubungan dengan
depresi antenatal dan juga menemukan bahwa wanita yang tidak memiliki
pendapatan berisiko 2,9 kali untuk depresi (berpendapatan tinggi menjadi faktor
protektor terhadap kejadian depresi antenatal).
Pendapatan suami yang rendah berisiko untuk mengalami depresi antenatal
(PR=1,5). Pendapatan suami yang tinggi merupakan faktor protektor terhadap
kejadian depresi antenatal (Faisal-Cury & Menezes, 2007). Ibu hamil yang
memiliki suami yang tidak memiliki pendapatan berisiko 2,6 kali untuk
mendapatkan depresi antenatal.
Pendapatan suami-istri yang rendah berisiko untuk mengalami depresi
antenatal (PR=1,3) Hasil ini sejalan dengan penelitian Giardinelli et al (2012)
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara stres sosial ekonomi dengan
skor depresi pada masa kehamilan dan menemukan bahwa yang memiliki stres
sosial ekonomi berisiko 2,07 kali untuk mengalami depresi.
Tipe keluarga inti merupakan faktor protektif untuk mengalami depresi
antenatal (PR=0,47). Di dalam keluarga besar dapat terjadi konflik di dalam
keluarga tersebut sehingga konflik di dalam keluarga tersebut menjadi faktor
risiko terhadap depresi antenatal (Giardinelli et al, 2012). Masalah keluarga
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
merupakan faktor psikososial yang dapat menjadi pemicu terjadinya depresi
(“Depresi Sosial”).
Dukungan sosial rendah menjadi faktor protektif untuk mengalami depresi
antenatal (PR=0,32). Hasil ini bertentangan dengan penelitian Bowen (2007)
bahwa Support sebagai protektif untuk depresi. Wanita dengan dukungan yang
tingkat sedang lebih kecil untuk mengalami depresi, yang mendapatkan dukungan
tinggi memiliki peluang 0,05 lebih kecil untuk mengalami depresi. (Bowen,
2007). Dalam penelitian ini, justru proporsi depresi pada ibu hamil yang
mendapatkan dukungan yang tinggi lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil
yang mendapatkan dukungan rendah hal tersebut dapat terjadi karena selain
tanggapan ibu hamil terhadap dukungan tersebut, dapat juga terjadi karena ibu
yang mendapatkan dukungan tinggi kebanyakkan adalah ibu primigravida dimana
bahwa ibu primigravida memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
depresi karena memang pada umumnya kehamilan yang pertama mendapat
dukungan yang lebih tinggi daripada kehamilan yang selanjutnya sehingga dapat
menyebabkan depresi lebih banyak diderita oleh ibu yang mendapatkan dukungan
sosial tinggi.
Yang pernah mengalami keguguran merupakan faktor protektif (PR=0,59).
Hasil ini betentangan dengan penelitian Faisal-Cury & Menezes (2007) yang
menemukan bahwa riwayat keguguran berhubungan dengan depresi antenatal dan
wanita yang memiliki riwayat keguguran memiliki peluang 2x lebih besar untuk
mengalami depresi antenatal. Dalam penelitian ini, justru proporsi depresi pada
ibu hamil yang tidak pernah mengalami keguguran lebih besar dibandingkan
dengan ibu hamil yang pernah mengalami keguguran hal tersebut dapat terjadi
karena ibu yang tidak pernah mengalami keguguran kebanyakan merupakan ibu
primigravida (salah satu variabel yang berhubungan dengan depresi antenatal).
Primigravida berisiko untuk mengalami depresi antenatal (PR=2,6).Hasil ini
sejalan dengan penelitian Golbasi et al (2010) yang menyatakan ada hubungan
yang signifikan yang positif antara skor EPDS dengan gravid (semakin banyak
jumlah kehamilannya semakin besar skor EPDS). Penelitian Ying (2011)
menemukan bahwa ibu yang primigravida memiliki proporsi untuk depresi yang
lebih tinggi dibandingkan ibu multigravida.
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
Kehamilan yang tidak diinginkan merupakan faktor protektif terhadap
depresi antenatal (PR=0,86). Hasil ini bertentangan dengan penelitian Giardinelli
et al (2012) yang menemukan bahwa bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kehamilan yang tidak direncanakan/diinginkan dengan skor depresi pada masa
kehamilan (OR=3,83). Penelitian oleh Csatordai et al. (2007) kehamilan yang
tidak direncanakan/diinginkan merupakan faktor risiko terhadap depresi antenatal
(Giardinelli et al, 2012, p.22). Adanya hasil yang berlawanan dengan studi
sebelumnya hal tersebut dapat terjadi karena ibu yang kehamilannya
direncanakan/diinginkan merupakan ibu primigravida (salah satu variabel yang
berhubungan dengan depresi antenatal). Memang pada umumnya kehamilan yang
pertama (primigravida) merupakan kehamilan yang direncanakan/diinginkan.
Dalam sampel ini proporsi ibu primigravida yang kehamilannya
diinginkan/direncanakan adalah tinggi sehingga menyebabkan depresi antenatal
lebih tinggi pada ibu hamil yang kehamilannya diinginkan/direncanakan.
≤1 kali melahirkan berisiko untuk mengalami depresi antenatal (PR=1,72).
Hasil ini sejalan dengan Golbasi et al, 2010 yang menemukan bahwa skor EPDS
pada multipara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan dengan primipara. Ibu
multipara memiliki peluang 1,5 kali untuk mendapatkan skor depresi yang tinggi
(Giardinelli et al, 2012) namun hubungan ini tidak berhubungan. Pengalaman
melahirkan berperan dalam psikologis ibu hamil.
Jumlah anak yang hidup ≥1 anak merupakan faktor protektif (PR=0,42).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Golbasi et al (2010) yang menyatakan ada
hubungan yang signifikan yang positif (korelasinya ringan) antara skor EPDS
dengan jumlah anak yang hidup. Jumlah anak yang hidup memperngaruhi tingkat
depresi ibu hamil. Jumlah anak < 1 dapat mengalami depresi karena berkaitan
dengan pangalaman dalam mendidik anak dan kesiapan menjadi seorang ibu.
Dapat disimpulkan bahwa jumlah anak <1/ belum memiliki anak dapat menjadi
faktor risko terhadap depresi antenatal dan hubungan ini bermakna secara
statistik.
Keluhan ≥2 berisiko untuk mengalami depresi antenatal (PR=1,74). Hasil
ini sejalan dengan Bowen (2007) yang menemukan bahwa wanita yang
mengalami mual atau muntah memiliki peluang 1,89 kali untuk mengalami
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
depresi antenatal namun tidak ada hubungan yang signifikan antara keluhan
kesehatan, dengan depresi antenatal.
Yang tidak pernah berolahraga berisiko untuk mengalami depresi antenatal
(PR=1,14). Yang kadang-kadang beolahraga memiliki risiko dua kali untuk
mengalami depresi dan yang tidak pernah berolahraga memiliki risiko tiga kali
untuk mengalami depresi dari pada yang berolahraga setiap hari (Bowen, 2007).
Ibu yang terlambat melakukan prenatal care berisiko untuk mengalami
depresi antenatal (PR=2,8). Depresi antenatal dihubungkan dengan kemauan
seorang ibu untuk memperiksakan kehamilannya/ kesadaran ibu untuk melakukan
kunjungan kehamilan (Hughes, 1999). Hal yang penting untuk skrinning dengan
mengetahui faktor risiko kejadian depresi antenatal seperti keterlambatan dalam
melakukan prenatal care (Bowen, 2007).
Mengalami ansietas antenatal berisiko untuk mengalami depresi antenatal
(PR=12). hasil ini sejalan dengan penelitian Giardinelli et al (2012) bahwa ada
hubungan yang signifikan antara ganguan ansietas selama kehamilan dengan skor
depresi pada masa kehamilan. Wanita yang memiliki gangguan ansietas selama
kehamilan memiliki risiko 4,25 kali lebih tinggi untuk mendapatkan skor depresi
yang tinggi.
KESIMPULAN
Prevalensi ansietas antenatal di puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2013
sebesar 56,5% sedangkan prevalensi depresi antenatal sebesar 14,8%. Faktor yang
memberi risiko terhadap ansietas antenatal adalah jumlah keluhan ≥2 keluhan
(PR= 1,4; 95% CI= 1,02-1,99). Faktor yang memberi risiko terhadap depresi
antenatal adalah primigravida (PR=2,6; 95% CI= 1,08-6,11); ansietas antenatal
(PR=12 CI=1,69-89,71). Yang merupakan faktor protektif terhadap kejadian
depresi antenatal adalah jumlah anak yang hidup ≥1 (PR=0,42; 95% CI=0,17-
1,00) dan dukungan sosial rendah (PR=0,32; 96% CI= 0,11-0,93) namun khusus
dukungan sosial rendah hanya berlaku pada penelitian ini.
SARAN
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
Memberikan penyuluhan tentang ansietas dan depresi pada masa kehamilan
mengenai bahaya, faktor risiko dan pencegahannya tidak hanya kepada ibu hamil
tetapi juga kepada keluarga ibu hamil; penyuluhan mengenai pentingnya olahraga,
masalah kehamilan, persiapan masuk dalam masa hamil dan persalinan selain itu
juga ibu hamil harus tetap diberi dukungan sosial yang baik (dari keluarga, suami,
maupun teman) tidak hanya ketika mereka mengalami kehamilan yang pertama
kali saja tetapi juga dikehamilan yang selanjutnya serta adanya layanan jiwa bagi
ibu hamil. serta perlunya dilakukan penelitian yang lebih baik dengan
menggunakan instrument yang lebih spesifik dan dilakukan oleh orang yang
professional dibidangnya.
DAFTAR REFERENSI
Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Depok: Jurusan Biostatistik dan Ilmu Kependudukan FKM UI.
Bowen et al. (2006). Antenatal depression. Proquest Nursing & Allied Health
Source. Hal. 27-29
Bowen, Hauser Angela. (2007). Antenatal depression: Prevalence and
determinants in a high-risk sample of women in Saskatoon. ProQuest
Dissertations and Theses; 2007
Ensiklopedi Jakarta. Betawi-Suku. (September 2007).
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3842/Betawi-Suku.
Mei 25, 2013
Faisal-Cury dan Menezes. (2007). Prevalence of anxiety and depression during
pregnancy in a pricate setting sampel. Journal of Women’e Mental
Health. 10: 25-32. Januari 12, 2013. DOI 10.1007/s00737-006-0164-6
Giardinelli et al. (2012). Depression and anxiety in perinatal period: prevalence
and risk factors in an Italian sample. Journal Women’s Mental Health.
pg. 21-30
Golbasi et al (2010). Prevalence and correlate of depression in pregnancy among
Turkish women. Journal of Matenal Child Health. 14: 485-491. Januari
19, 2013. DOI 10.1007/s10995-009-0459-0
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013
Karac-am & Manc-el. (2009). Depression, anxiety and influencing factors in
pregnancy: a study in a Turkish population. Journal of Midwifery. pg.
344-356
McDowell. (2006). Measuring health: A Guide to Rating Scales and
Questionnaires. (3rd ed). New York: Oxford University Press
Nevarez, Holly Clements. (2006). A cross cultural examination of factors
influencing exercise during pregnancy. Oregon State University.
Dissertation
Nur’aini, Tri Astuti. (2006). Konsstruksi Alat Ukur Kecemasan pada Wanita
Hamil. Pascasarjana Fakultas Psikologi UI. Tesis
Romauli, Suryati. (2011). Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1: Konsep Dasar Asuhan
Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Media
Saifuddin et al. (ed). (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI bekerjasama dengan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Stuart & Sudeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Tahrir, Hizbut. Depresi Sosial Gejala dan Akar Penyebabnya. http://hizbut-
tahrir.or.id/2008/07/03/depresi-sosial-gejala-dan-akar-penyebabnya/.
Juni 3, 2013
Ying, Lei & Yuqiong. (2011). Antenatal Depressive Symptomatology, Family
Conflict and Social Support Among Chengdu Chinese Women. Journal
of Maternal Child’s Health. pg. 1416-1426
Yoshiro, Keiko & Masashi (2012). Employment, income, and education and
prevalence of depression symptoms during pregnancy: the Kyushu
Okinawa Maternal and Child Health Study. BMC Pschiatry. Hal 2-6.
Januari 12, 2013. http://www.biomedcentral.com/1471-244X/12/117
Zelkowitz & Papageorgiou. (2012). Easing maternal anxiety: an update. Journal
of Women’s Health. pg. 205-213
Zimet et al. (1988). The Multidimensional Scale of Perceived Social Support.
Journal of Personality Assessment, 52:1, 30-41. Februari 26, 2013.
http://dx.doi.org/10.1207/s15327752jpa5201_2
Prevalensi dan..., Wiyar Annerangi, FIK UI, 2013