prevalensi anemia dan penyakit dengan anemia...
TRANSCRIPT
PREVALENSI ANEMIA DAN PENYAKIT DENGAN
ANEMIA PADA CALON JAMAAH HAJI YANG
BEROBAT DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA :
STUDI KASUS DARI DATA REKAM MEDIS
PERIODE 2016
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Nisa Uzlifatul Jannah
NIM : 11141030000029
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika pada kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
lakarta.
Jakarta, 20 Oktober 2077
Nrsa Uzlifatul Jannah
PREVALENSI ANEMIA DAN PENYAKIT DE]\GAN ANEMIA PADA CALONJAMAAH IIAJI YANG BEROBAT DI RUMAII .SAKIT HAJI JAKARTA : STUDI
KASUS DARI DATA REKAM MEDIS PERIODE 2015
Laporan PenelitianDirejukan kepada Program Studi Kedokteran d.an Profesi l)okter, Fakultas Kedokteran dan Ilnu
K-esehatan Uin Syarif Hidalatullah Jakarta untuk i\4emenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarj arra Kedokteran'(S, Ked)
Oleh:
Nisa Uzlifatul JanmahNIM : 111.11030000029
Pembimbing I Pembimbing 2
dr. Dwi Tyashrti, MPH, Ph.DI{IP. 1 97207 t7200s0r2003
$rl./ WDr. dr. SyariefHasanLutfie, Sp.KFR
NIP. 1962Cr720 t99003 t 002
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTERFAKTILTAS KEDOI(TERAN DAN ILMU KESEIIATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1439Ht2017 M
lI
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian berjudul PREVALENSI ANEMIA DAN PENYAKITDENGAN ANEMIA PADA CALON JAMAAH HAJI YANG BEROBAT DIRUMAH SAKIT HAJI JAKARTA : STUDI KASUS DARI DATA REKAMMEDIS PERIODE 2016 yang diajukan oleh Nisa Uzlifatul Jannah (NIM :
11141030000029), telah diajukan dalam sidang skripsi di Fakultas Kedokterandan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Oktober 2011.Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelarSarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
I akarta, 20 Oktob er 201 l
DEWAN PENGUJI
ang
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR
NrP. 19620720199003 1 002
Pembimbing II
NIP. 19620720 t99003 I
uji I
dr. Fika Ek anti, M.Med. Ed
NIP. 19790 30 200604 2 001
dr. Dwi Tyastuti, MPH, Ph.D
NrP. 1 97207 1720050t2003
PTpuji II
I l-0ar. lvr"ly Nita[a, sp.PK
NIP. 19781230 200604 2 001
Sp.KFR
002
PIMPINAN FAKULTAS
iPSKPD
ntri, S. KM., M. Kes
198803 I 002
L--, FICS, FACS0 001
iv
dr.
NIP. 1
^.*,*r),F)^^..*
721103 200604
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat dan Salam senantiasa tercurah limpahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyadari bahwasannya tidak dapat terselesaikan jika tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, PhD, FACS selaku Kepala Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. KFR sebagai dosen pembimbing I dan dr.
Dwi Tyastuti, MPH. Phd sebagai dosen pembimbing II yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan kepada peneliti
disela-sela kesibukan beliau hingga terselesaikannya penelitian ini.
4. Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed selaku penanggung jawab riset angkatan
2014 Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter yang senantiasa
memberikan arahan dan motivasi dalam pelaksanaan penelitian pada
amgkatan 2014.
5. dr. Dwi Tyastuti, MPH, PhD selaku dosen pembimbing akademik yang
memberikan nasehat dalam proses pembelajaran dan akademik.
6. Pihak Rumah Sakit Haji Jakarta, Direktur Rumah Sakit beserta jajarannya
dan seluruh pihak rumah sakit yang ikut membantu dalam pengambilan data
pada penelitian ini.
7. Pihak penanggung jawab beasiswa PBSB Kemenag yang telah memberikan
beasiswa kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
vi
8. Kedua orangtua penulis yang sangat luar bisa, H. Aceng Supiani, S.Pd dan
Hj. Ai Kurniawati S.Pd yang telah mencurahkan kasih sayangnya dan tiada
henti dalam mendoakan setiap langkah penulis.
9. Kakak penulis, M Reza Insan Fadhil yang memberikan dukungan baik moral
maupun materil dalam penelitian ini.
10. Teman-teman seperjuangan kelompok penelitian, Mufidatun Nafisah, Saudail
Ghamim, Anik Alfiyani dan Irfany Fauziah Samad yang telah memberikan
dukungan, nasehat, motivasi dan semangat agar dapat menyelesaikan
penelitian.
11. Kak Khadziyatul Fildah Rusdina yang telah banyak membantu,
menyemangati, dan memberikan dukungan terhadap peneliti.
12. Teman-teman CSSMoRA JKT48 dan Carotis 2014 yang senantiasa
memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti.
13. Teman-teman USMR dan SCORP yang telah memberikan dukungan kepada
peneliti.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
yang dapat memperbaiki penelitian ini. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat
memeberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang kedokteran.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 12 Oktober 2017
Nisa Uzlifatul Jannah
vii
ABSTRAK
Nisa Uzlifatul Jannah. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Prevalensi Anemia dan Penyakit dengan Anemia pada Calon Jamaah Haji
yang Berobat di Rumah Sakit Haji Jakarta : Studi Kasus dari Data Rekam
Medis Periode 2016. 2017.
Latar Belakang : Anemia merupakan kondisi penurunan eritrosit yang dijadikan
indikator laik terbang bagi jamaah haji karena kemungkinan terjadi hipoksia pada
anemia di ketinggian. Prevalensi anemia di Asia Tenggara cukup tinggi pada
tahun 2011 menurut WHO sebesar 53,8% sedangkan di Indonesia mencapai
21,7% berdasarkan data Riskesdas tahun 2013. Adapun prevalensi pada jamaah
haji tidak diketahui. Anemia dapat menyebabkan kelelahan yang dapat
menghambat kegiatan ibadah haji. Selain itu, anemia dapat menyertai beberapa
penyakit yang menjadi salah satu indikator penetapan risiko tinggi dan
pemenuhan syarat istitha’ah pada calon jamaah haji. Tujuan : Untuk mengetahui
prevalensi anemia dan penyakit yang disertai anemia pada calon jamaah haji tahun
2016 yang berobat di rumah sakit. Metode : Penelitian ini menggunakan desain
cross-sectional pada 62 calon jamaah haji di RS Haji Jakarta. Data yang diambil
berupa data rekam medis. Hasil : Prevalensi anemia pada calon jamaah haji
perempuan (89,5%) dan pada pria (75%). Sebanyak 11,7% dengan derajat ringan,
50% sedang dan 38,3% berat. Penyakit dengan anemia terbanyak pada calon
jamaah haji wanita ialah hipertensi (13,1%) dan pada calon jamaah haji pria
adalah pneumonia (14,3%). Simpulan : Pada calon jamaah haji yang berobat ke
Rumah Sakit Haji Jakarta mayoritas mengalami anemia dengan jumlah 52 orang
dan 44 diantaranya mengalami penyakit lain disamping anemia.
Kata kunci : Anemia, Penyakit dengan anemia, Jamaah Haji.
viii
ABSTRACT
Nisa Uzlifatul Jannah. School of Medicine. The Prevalence of Anemia and The
Diseases with Anemia among Pilgrims who Visiting at Hajj Hospital Jakarta: A
Case Study of Medical Record Data Period 2016. 2017
Background : Anemia is a condition of decreased erythrocyte that used as an
indicator of feasibility to fly for pilgrims because of the possibility of hypoxia in
anemia at high altitude. According to WHO, the prevalence of anemia in
Southeast Asia is quite high in 2011 is 53.8% while in Indonesia it reaches 21.7%
based on Riskesdas data in 2013. The prevalence of anemia in pilgrims is not
known. Anemia can cause fatigue that can disturb the activities of the Hajj. In
addition, anemia can accompany some diseases that become one of the indicators
of high risk determination and health’s istitha'ah fulfillment in pilgrims. Aim: To
find out the prevalence of anemia and diseases with anemia among pilgrims in
2016 who seek treatment at the hospital. Methods: This study used a cross-
sectional design on 62 pilgrims at Hajj Hospital Jakarta. Data taken from
medical record. Result: The prevalence of anemia in female pilgrims (89.5%)
and male pilgrims (75%).The total of 11.7% was light anemia, 50% moderate and
38.3% severe. The most diseases with anemia in female pilgrims were
hypertension (13.1%) and in the male pilgrims were pneumonia (14.3%).
Conclusion: The pilgrims who seek treatment to Hajj Jakarta Hospital majority
have anemia with the number 52 people and 44 of them experiencing other
diseases besides anemia
Keywords : Anemia, Diseases with anemia, Pilgrims
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
LAMPIRAN ........................................................................................................ xiii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1. Landasan Teori ............................................................................................. 5
2.1.1. Jamaah Haji ........................................................................................... 5
2.1.2. Anemia .................................................................................................. 7
2.1.3. Anemia defisiensi besi ............................................................................... 22
2.1.4. Anemia penyakit kronis ............................................................................. 25
2.1.5. Penyakit Kronik .......................................................................................... 28
2.1.6. Penyakit Ginjal Kronik .............................................................................. 30
2.1.7. Sirosis Hati .................................................................................................. 32
2.1.8. Keganasan ................................................................................................... 33
2.1.9. Lupus Eritematosus Sistemik .................................................................... 34
2.1.10. Artritis Reumatoid .................................................................................... 35
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................ 36
2.3. Kerangka Konsep ....................................................................................... 37
2.4. Definisi Operasional ................................................................................... 38
BAB III : METODE PENELITIAN .................................................................. 39
3.1. Desain Penelitian ........................................................................................ 39
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 39
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 39
x
3.3.1. Populasi Penelitian ..................................................................................... 39
3.3.2. Sampel Penelitian ....................................................................................... 39
3.3.3. Kriteria Inklusi ............................................................................................ 39
3.4. Instrumen Penelitian ................................................................................... 39
3.5. Cara Kerja Penelitian...................................................................................39
3.6. Alur Penelitian ............................................................................................ 40
3.7. Managemen Data ........................................................................................ 41
3.7.1 Pengumpulan Data ...................................................................................... 41
3.7.2 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 41
3.8. Etika Penelitian ........................................................................................... 41
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 42
4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................... 42
4.1.1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian ..................................................... 42
4.1.2. Karakteristik Anemia pada Subjek Penelitian ......................................... 43
4.1.3. Distribusi Keluhan pada Subjek Penelitian ......................................... 44
4.1.4. Distribusi Anemia beserta Penyakit Lainnya pada Subjek Penelitian .. 45
4.2. Pembahasan ................................................................................................ 47
4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................................ 47
4.2.2. Prevalensi Anemia pada Calon Jamaah Haji yang Melakukan
Pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta .................................................... 48
4.2.3. Gambaran Keluhan pada Pasien Calon Jamaah Haji dengan Anemia . 49
4.2.4. Gambaran Penyakit Lain pada Calon Jamaah Haji dengan Anemia .... 51
4.3. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 54
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 55
5.1. Simpulan ..................................................................................................... 55
5.2. Saran ........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57
LAMPIRAN..........................................................................................................63
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 1. Eritropoiesis.......................................................................................9
Gambar 2 2. Mekanisme eritropoietin dalam meningkatkan produksi sel darah
merah................................................................................................11
Gambar 2 3. Struktur heme dan hemoglobin.........................................................12
Gambar 2.4. Sintesis Heme....................................................................................12
Gambar 2 5. Morfologi Sel Darah Merah..............................................................16
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4 1. Distribusi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ......................................... 42
Tabel 4 2. Distribusi Usia Subjek Penelitian ........................................................ 43
Tabel 4 3. Distribusi Anemia pada Calon Jamaah Haji ........................................ 43
Tabel 4 4. Distribusi Keluhan pada calon jamaah haji laki-laki ........................... 44
Tabel 4 5. Distribusi keluhan pada calon jamaah haji perempuan .........................44
Tabel 4 6. Distribusi Anemia beserta Penyakit Lainnya pada calon jamaah haji
laki-laki ................................................................................................. 45
Tabel 4 7. Distribusi anemia beserta penyakit lainnya pada calon jamaah haji
perempuan ............................................................................................ 46
Tabel 4 8. Derajat anemia dengan ada tidaknya penyakit lain yang diderita pada
calon jamaah haji .................................................................................. 47
xiii
LAMPIRAN
1. Surat Etik
2. Surat Izin Pengambilan Data
3. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ibadah haji merupakan suatu ibadah umat muslim untuk mendekatkan diri
kepada Sang Khalik. Pelaksanaan kegiatan ibadah haji umumnya didominasi oleh
aktifitas fisik seperti sa’i, tawaf dan juga diharuskannya berpindah tempat,
sehingga diperlukan kesehatan fisik yang prima bagi para jamaah, agar mereka
dapat menyelesaikan ibadah haji dengan lancar dan menjadi haji yang mabrur.
Tetapi, terkadang hal tersebut menjadi sesuatu yang sulit akibat keterbatasan fisik
dan penyakit yang diderita oleh calon jamaah haji. Maka dari itu, pemerintah telah
mengatur mengenai istithaah kesehatan jamaah haji didalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 15 tahun 2016 tentang istithaah kesehatan
jamaah haji.
Istitha’ah kesehatan jamaah haji ialah kemampuan jamaah haji dari aspek
kesehatan yang meliputi kesehatan fisik maupun mental yang diukur dengan
pemeriksaan dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga jamaah haji dapat
nmenjalankan ibadahnya sesuai aturan. Pengaturan istithaah kesehatan jamaah
haji tersebut bertujuan agar terselenggaranya pemeriksaan kesehatan dan
pembinaan kesehatan pada jamaah haji agar dapat menunaikan ibadahnya sesuai
ketentuan ajaran agama islam. (1)
Status kesehatan jamaah haji dalam mencapai istitha’ah dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,
perilaku dan penyakit yang diderita oleh jamaah haji (umumnya degeneratif dan
penyakit kronis) serta status kebugaran jasmani yang masih kurang yang
berdampak menjadi suatu kelelahan fisik. Kelelahan fisik terjadi karena energi
yang tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh dalam melakukan aktivitas. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satu diantaranya ialah keadaan
anemia.
2
Anemia yaitu suatu kondisi terjadinya penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga hal tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi eritrosit sebagai
pembawa oksigen dan mengedarkannya ke jaringan perifer.(2)
Ketika terjadi
anemia, kadar hemoglobin yang berada didalam eritrosit menurun dan dapat
menyebabkan fungsinya didalam mempertahankan suplai oksigen untuk
kebutuhan metabolisme oksidatif tubuh berkurang.(3)
Anemia dijadikan suatu
indikator laik terbang bagi calon jamaah haji Indonesia merujuk kepada standar
keselamatan penerbangan internasional dan/atau peraturan kesehatan internasional
agar dapat mencapai derajat istitha’ah kesehatan bagi calon jamaah haji.(4)
Anemia
menjadi salah satu indikator laik terbang karena pada saat berada diatas ketinggian
1500m (5000 ft) dapat terjadi hipoksia karena kadar oksigen yang makin menipis
dan akan menjadi suatu respon patologis apabila mencapai ketinggian diatas
2500m (8000 ft).(5)
Prevalensi anemia di Asia Tenggara cukup tinggi yaitu 53,8% dengan rata-
rata kadar hemoglobin (10,7 g/dL) menurut laporan WHO pada tahun 2011.
Sebanyak 96,7 juta penduduk Asia Tenggara mengalami anemia dengan 2,7 juta
diantaranya anemia berat.(6)
Sedangkan di Indonesia sendiri menurut data
Riskesdas tahun 2013 prevalensi anemia secara nasional mencapai 21,7%.
Berdasarkan data siskohatkes kementerian kesehatan, usia jamaah haji indonesia
pada rentang tahun 2010 hingga 2015 mayoritas mereka yang berusia 51-60 tahun
dimana prevalensi anemia pada kelompok usia ini cukup tinggi yaitu 20,1 hingga
25%.(7,8)
Adapun prevalensi anemia pada jamaah haji tidak diketahui dikarenakan
tidak adanya data laporan yang menunjang.
Terdapat beberapa penyakit yang dapat disertai dengan anemia
diantaranya ialah keganasan, penyakit kronik seperti tuberculosis, HIV/AIDS,
pneumonia, rheumatoid arthritis, infeksi seperti sepsis, penyakit pada ginjal
ataupun pada hati serta penyakit endokrin-metabolik seperti diabetes melitus. (9,10)
Beberapa dari penyakit tersebut seperti keganasan, penyakit kronis pada ginjal
dan hati seperti gagal ginjal kronik dan sirosis hepatis serta penyakit metabolik
termasuk kedalam penyakit yang menjadi kriteria penetapan risiko tinggi pada
jamaah haji karena berpotensi untuk menyebabkan keterbatasan dalam
3
melaksanakan ibadah haji.(4)
Selain itu, terdapat beberapa penyakit yang
menyebabkan jamaah haji termasuk kedalam kategori tidak memenuhi syarat
istitha’ah sementara karena masih berpeluang untuk sembuh ketika dilakukan
pengobatan, diantaranya ialah tuberculosis sputum BTA positif, diabetes melitus
tidak terkontrol, stroke akut, perdarahan saluran cerna dan anemia gravis sehingga
pada jamaah haji dengan status tersebut diperlukan pelayanan kesehatan maksimal
agar dapat memenuhi syarat istiha’ah sehingga dapat melaksanakan kegiatan
ibadah haji dengan lancar tanpa adanya suatu halangan terkait masalah
kesehatan.(2)
Sehingga perlu adanya perhatian terhadap beberapa penyakit
tersebut yang disertai dengan anemia dan keluhan lain terkait penyakit yang dapat
menghambat jalannya ritual ibadah haji agar tidak terjadi pada para calon jamaah
haji.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, peneliti dapat menentukan rumusan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana prevalensi anemia dan penyakit yang disertai anemia calon
jamaah haji tahun 2016 yang melakukan pengobatan di rumah sakit?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
Tujuan Umum
Mengetahui prevalensi anemia dan penyakit yang dapat disertai anemia
pada calon jamaah haji yang melakukan pengobatan di rumah sakit.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik calon jamaah haji tahun 2016 di Rumah Sakit
Haji Jakarta.
2. Mengetahui kejadian anemia pada calon jamaah haji tahun 2016 yang
berobat di Rumah Sakit Haji Jakarta.
3. Mengetahui keluhan pada calon jamaah haji dengan anemia yang
melakukan pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
4
4. Mengetahui penyakit lainnya yang disertai anemia pada calon jamaah haji
tahun 2016 yang berobat di Rumah Sakit Haji Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, beberapa manfaat yang dapat diambil ialah :
a. Penelitian ini diharapkan berguna sebagai pengembangan pengetahuan
didalam bidang pelayanan kesehatan jamaah haji, khususnya program
preventif di layanan primer dan program kuratif di layanan sekunder
terhadap anemia dan penyakit pada jamaah haji yang dapat disertai
anemia.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut
mengenai hubungan kejadian anemia pada calon jamaah haji dengan
pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, pertimbangan
dan masukan terhadap program pelayanan kesehatan jamaah haji
Indonesia dalam pemeriksaan kesehatan terhadap pencegahan dan
penanggulangan anemia pada calon jamaah haji.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Jamaah Haji
2.1.1.1. Definisi
Jamaah haji merupakan kumpulan atau rombongan orang yang
menunaikan ibadah haji ke Mekah.
2.1.1.2. Karakteristik
Pada rentang tahun 2010 hingga 2015, jamaah haji Indonesia didominasi
oleh jamaah haji perempuan. Meskipun pada tahun 2015 terjadi kenaikan jumlah
jamaah haji laki-laki sebanyak 114 jamaah dan terjadi penurunan jumlah jamaah
haji perempuan sebanyak 104 jamaah dibanding tahun sebelumnya, tetapi tetap
jumlah jamaah haji wanita lebih banyak dari jamaah haji perempuan dengan
persentase jamaah haji wanita 54% dan jamaah haji laki-laki 45% berdasarkan
data siskohatkes Kementerian Kesehatan.(8)
Karena pada jamaah haji Indonesia
lebih banyak perempuan maka risiko untuk terjadinya anemia pun cukup tinggi
sesuai dengan data Riskesdas tahun 2013 yang menyebutkan bahwa prevalensi
anemia pada perempuan sebesar 23,9% lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki
dengan persentase 18,4%.(7)
Berdasarkan data siskohatkes Kementerian Kesehatan, usia jamaah haji
Indonesia pada rentang tahun 2010 hingga 2015 mayoritas berusia 51-60 tahun.
Kemudian peringkat kedua terbanyak ialah jamaah haji dengan rentang usia 41-50
tahun. Sedangkan jumlah terendah ialah jamaah haji yang memiliki usia kurang
dari 40 tahun. Apabila dikelompokan berdasarkan usia didapatkan bahwa
prevalensi anemia cukup tinggi pada usia balita, menurun pada usia sekolah,
remaja dan dewasa muda tetapi cenderung meningkat kembali pada kelompok
usia yang lebih tinggi. Kelompok usia lanjut seperti pada mayoritas jamaah haji
6
lebih rentan mengalami anemia, sehingga prevalensi terjadinya anemia pada
kelompok usia ini pun cukup tinggi berkisar antara 20,1% hingga 25%.(7,8)
Sesuai dengan keadaan dan karakteristik pada masing-masing individu,
jamaah haji dikategorikan menjadi jamaah haji risiko tinggi (risti) dan jamaah haji
non risti. Jamaah haji risti adalah jamaah haji dengan kondisi kesehatan yang
secara epidemiologi berisiko sakit dan atau mati selama perjalanan ibadah haji.
Pada tahun 2015 perbandingan jamaah haji risti dan non risti cukup tinggi karena
terjadi peningkatan jumlah jamaah haji risti dari 83.730 jamaah menjadi 95.210
jamaah. Penetapan tingkat risiko kesehatan sendiri dilakukan berdasarkan
diagnosis dan hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama dalam upaya untuk
mencapai istitha’ah kesehatan jamaah haji.
Status kesehatan risiko tinggi ditetapkan bagi jamaah haji dengan kriteria :
1. Berusia 60 tahun atau lebih, dan/atau
2. Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji, misalnya :
a) Penyakit degeneratif, diantaranya Alzheimer dan demensia
b) Penyakit metabolik, diantaranya diabetes melitus, dislipidemia dan
hiperkolesterolemia
c) Penyakit kronis, diantaranya sirosis hepatis, keganasan, penyakit
paru obstruktif kronis, penyakit ginjal kronis, gagal jantung dan
hipertensi
d) Penyakit imunologis, diantaranya asma, sindrom lupus
eritematosus, dan HIV/AIDS
e) Penyakit bawaan diantaranya kelainan katup jantung, kista ginjal,
diabetes melitus tipe 1
f) Penyakit jiwa, diantaranya skizofrenia dan gangguan bipolar
3. Memiliki faktor risiko kesehatan yang potensial menyebabkan
ketidakmampuan menjalankan rukun dan wajib haji yang mengancam
keselamatan jamaah haji, antara lain :
a) Penyakit kardiovaskular
b) Penyakit metabolik
7
c) Penyakit paru atau saluran nafas
d) Penyakit ginjal
e) Penyakit hipertensi
f) Penyakit keganasan(4)
Dari beberapa kriteria diatas, terdapat penyakit kronik seperti sirosis
hepatis, gagal ginjal kronik, keganasan yang juga dapat menyebabkan terjadinya
keadaan anemia pada jamaah haji.
2.1.2. Anemia
2.1.2.1. Definisi
Anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah
eritrosit sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya dalam membawa oksigen
dengan jumlah cukup ke jaringan perifer, ditunjukan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit.(2,11)
Tabel 2 1. Batasan Kadar hemoglobin dalam menentukan derajat anemia
sesuai usia dan jenis kelamin :(12)
Populasi Anemia
Normal Ringan Sedang Berat
Anak usia 6-
59 bulan
> 11 g/dl 10-10,9 g/dl 7-9,9 g/dl <7 g/dl
Anak usia 5-
11 tahun
> 11,5 g/dl 11-11,4 g/dl 8-10,9 g/dl <8 g/dl
Anak usia 12-
14 tahun
> 12 g/dl 11-11,9 g/dl 8-10,9 g/dl <8 g/dl
Wanita tidak
hamil usia >15
tahun
> 12 g/dl
11-11,9 g/dl 8-10,9 g/dl <8 g/dl
Wanita hamil
usia > 15
tahun
> 11 g/dl
10-10,9 g/dl 7-9,9 g/dl <7 g/dl
8
Laki-laki usia
> 15 tahun
>13 g/dl 11-12,9 g/dl 8-10,9 g/dl <8 g/dl
2.1.2.2. Fisiologi Sel Darah Merah
Eritrosit
Rata-rata orang dewasa memiliki jumlah eritrosit kira-kira 5 juta/mm3,
yang dalam setiap mililiter darah terdapat sekitar 5 milyar erirosit. Masing-masing
eritrosit memiliki silklus hidup 120 hari.(9)
Eritrosit memiliki fungsi didalam
pengaturan kadar oksigen tubuh, karena eritrosit dapat mengangkut oksigen dari
paru menuju organ-organ dan jaringan perifer, serta dapat mengangkut
karbondioksida dan ion hidrogen dalam tingkat yang lebih rendah.(13,14)
Struktur eritrosit
Eritrosit adalah sel dengan bentuk seperti piringan bikonkaf tanpa inti sel
dengan diameter 8m, ketebalan tepi 2m, dan ketebalan di bagian tengah 1m.
Bentuk bikonkaf mengahasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi
oksigen menembus membran dan ketipisan eritrosut memungkinkan oksigen
untuk berdifusi lebih cepat. Gambaran struktur lain yang mempermudah fungsi
transport eritrosit adalah kelenturan membrannya, sehingga tetap dapat mengalir
melewati kapiler yang diameternya 3m tanpa pecah untuk mengangkut oksigen
ke jaringan. Stroma bagian luar membran sel mengandung antigen golongan darah
A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen
utama eritrosit adalah hemoglobin yang bertugas megangkut oksigen dan sebagian
kecil karbondioksida.(9,14)
Eritropoiesis
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit yang berasal dari sel
induk melaui sel progenitor colony forming unit granulocyte, erythroid, monocyte
and megakaryocyte (CFUGEMM), burst forming unit erythroid (BFUE), dan colony
forming unit erythroid (CFUE) menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali
pertama kali di sumsum tulang yaitu pronormoblas.(15)
Pronormoblas adalah sel
9
besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoli serta
kromatin yang sedikit menggumpal serta memiliki reseptor terhadap hormon
eritropoietin.(16)
Pronormoblas megalami pembelahan sel dan membentuk
rangkaian normoblas yang lebih kecil. Normoblas mengandung hemoglobin
(warna merah muda) yang makin banyak dalam sitoplasma, warna sitoplasma
makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensitesis
protein, sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat. Inti keluar dari
normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan membentuk retikulosit yang masih
mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.
Retikulosit sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari di
sumsum tulang dan juga beredar di sirkulsi selama 1-2 hari sebelum menjadi
matur. Retikulosit yang kehilangan RNA berada di limpa dan berubah menjadi
eritrosit. Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya merupakan cakram
bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur.
Normoblas lazimnya tidak ditemukan dalam darah tepi individu normal, tetapi
apabila berada dalam darah tepi, dapat disebabkan oleh eritropoiesis yang terjadi
diluar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) atau beberapa penyakit
sumsum tulang.(15)
Gambar 2 1. Eritropoiesis (17)
Eritropoiesis
Prorubiblas
Prorubrisit
Rubrisit
Metarubrisit
Retikulosit
Eritrosit
10
Regulasi produksi sel darah merah
Jumlah sel darah merah didalam sirkulasi sangat diatur agar tersedia sel
darah merah yang cukup sebagai transportasi oksigen dari paru ke jaringan tanpa
menghambat aliran darah.(17)
oleh karena itu, oksigenasi di jaringan menjadi
faktor penentu terhadap produksi sel darah merah. Setiap kondisi yang
menyebabkan oksigenasi ke jaringan menurun akan meningkatkan produksi sel
darah merah. Ketika seseorang mengalami anemia, kadar oksigen dalam darah
menurun sehingga terjadi hipoksemia, keadaan ini akan merangsang ginjal untuk
mengeluarkan lebih banyak eritropoietin agar merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah merah lebih untuk mencukupi kebutuhan oksigen
jaringan.(16,17)
Pada ketinggian yang sangat tinggi, seperti ketika didalam pesawat,
kadar oksigen di udara akan menurun sehingga tidak cukup untuk diangkut ke
jaringan yang menyebabkan produksi sel darah merah juga akan sangat
meningkat.(17)
Berbagai penyakit pada sirkulasi yang menyebabkan penurunan
aliran darah ke jaringan, dan terutama menyebabkan kegagalan difusi oksigen ke
darah melalui paru juga dapat meningkatkan laju produksi sel darah merah, hal ini
terutama terlihat pada kegagalan jantung yang berkepanjangan dan pada banyak
penyakit paru, karena hipoksia jaringan akibat kondisi ini meningkatkan produksi
sel darah merah dengan peningkatan hematokrit dan volume darah total.(17)
Stimulus utama untuk produksi sel darah merah dalam keadaan hipoksia
dan hipoksemia adalah hormon eritropoietin, sebuah hormon glikoprotein dengan
berat molekul sekitar 34 ribu dalton yang diproduksi di ginjal pada orang dewasa.
Hipoksia akan menstimulasi pembentukan faktor transkripsi yang disebut
hypoxia-inducible factor 1(HIF-1) yang akan berubah menjadi gen eritropoietin
untuk meningkatkan produksi eritropoietin.(5)
Eritropoietin dibentuk sebagian besar di ginjal dan sisanya dibentuk di
hati. Eritropoietin disekresikan terutama oleh sel intersisial fibroblas yang
mengelilingi tubulus di korteks dan medula ginjal. Ketika hipoksia jaringan ginjal
terjadi akan menyebabkan peningkatan HIF-1. HIF-1 mengikat elemen respon
hipoksia yang ada di gen eritropoietin kemudian menginduksi transkripsi mRNA
hingga akhirnya meningkatkan sintesis eritropoietin. Eritropoietin merangsang
11
produksi proeritroblas dari sel induk hematopoietik di sumsum tulang dan
menyebabkan sel-sel ini lebih cepat dari biasanya dalam melalui tahap
eritroblastik, sehingga mempercepat produksi sel darah merah baru.(17)
Gambar 2 2. Mekanisme eritropoietin dalam meningkatkan produksi sel darah
merah (17)
Hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu protein yang memiliki pigmen karena besi yang
diikatnya apabila berikatan dengan oksigen akan kemerahan seperti darah yang
terdapat pada arteri karena teroksigenasi penuh dan keunguan jika terjadi
deoksigenasi pada darah vena.(14)
Molekul hemoglobin terdiri dari dua bagian yaitu globin, suatu protein
yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang berlipat-lipat dan empat gugus
nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus heme yang
masing-masing terikat dengan polipeptida globin.(14)
Sel induk hematopoietik
Proeritroblas
Sel darah merah
Oksigenasi jaringan
Faktor yang dapat menurunkan oksigenasi
1. Volume darah rendah
2. Anemia
3. Kadar hemoglobin rendah
4. Aliran darah kurang
5. Penyakit paru
Penurunan oksigenasi
Eritropoietin
Ginjal
12
Struktur heme
Heme mengandung sebuah cincin porfirin yang berkoordinasi dengan ion
besi. Empat cincin pirol bergabung dengan jembatan metionil (-CH-) untuk
membentuk cincin porfirin. Delapan rantai samping berfungsi sebagai substituen
pada cincin porfirin, dua pada setiap pirol.(18)
Gambar 2 3. Struktur heme dan hemoglobin (19)
Sintesis heme
Suksinil CoA + glisin
Gambar 2 4. Sintesis heme (19)
-Aminolevulinic acid (-ALA)
Hydroxymethylbilane
Porphobilinogen
Coproporphyrinogen III
Uroporphyrinogen III
Protoporphyrinogen IX
Protoporphyrin IX
Heme
Fe2
+
13
Degradasi heme
Heme didegradasi untuk membentuk bilirubin yang akan dikonjugasikan
dengan asam glukoronat dan dieksresikan oleh empedu. Setelah eritrosit mencapai
akhir masa hidupnya, eritrosit akan pecah dan difagosit oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial. Hemoglobin terutama difagosit didalam limpa,hati dan
sumsum tulang serta direduksi menjadi globin dan heme. Globin masuk kembali
kedalam kumpulan asam amino. Besi dibebaskan dari heme, dan bagian lebih
besar diangkut oleh protein plasma transferin ke sumsum tulang untuk produksi
eritrosit. Sisa besi disimpan di hati dan jaringan tubuh lain dalam bentuk feritin
dan hemosiderin untuk digunakan kemudian hari.(17)
Sisa bagian heme direduksi
menjadi karbonmonoksida dan biliverdin. Karbonmonoksida diangkut dalam
bentuk karboksihemoglobin, dikeluarkan melalui paru. Biliverdin direduksi
menjadi bilirubin bebas yang kemudian dilepas kedalam plasma, berikatan dengan
albumin kemudian menuju hati untuk dieksresikan melalui kanalikuli empedu.(20)
2.1.2.3. Klasifikasi anemia
Sesuai dengan definisi anemia yang merupakan penurunan jumlah massa
eritrosit, anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia absolut dan anemia relatif.
Anemia relatif dikarakteristikan oleh massa eritrosit yang normal, kondisi ini
terjadi karena kelainan didalam regulasi volume plasma tanpa adanya kelainan
hematologi. Contoh anemia pada anemia relatif ialah anemia pada kehamilan.
Anemia absolut dengan penurunan massa eritrosit dibagi menjadi anemia yang
disebabkan karena penurunan produksi dan anemia yang disebabkan karena
peningkatan destruksi eritrosit.(10)
Sedangkan berdasarkan etiopatofisiologinya, anemia dapat diklasifikasikan
menjadi :
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
14
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin
Anemia pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi
G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) : thalassemia,
hemogobinopati struktural (HbS,HbE, dll)
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis kompleks.(2)
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi :
A. Anemia hipokromik mikrositer
15
Anemia dengan konsentrasi hemoglobin yang kurang dan ukuran eritrosit
yang lebih kecil dari ukuran normal sehingga terjadi penurunan nilai MCV
(Mean corpuscular volume) dan MCHC (Mean corpuscular hemoglobin
concentration) (indeks eritrosit : MCV <82 fl, MCH <27 pg, MCHC <30 g/dl)
Contoh anemia hipokromik mikrositer :
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia mayor
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
B. Anemia normokromik normositer
Anemia yang terjadi karena penurunan jumlah eritrosit tanpa adanya
perubahan ukuran maupun konsentrasi hemoglobin. (indeks eritrosit normal :
MCV 82-98 fl, MCH 27-32 pg, MCHC 32-36 g/dl).
Contoh anemia normokrom normositer :
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemolitik didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia pada gagal ginjal kronik
6. Anemia pada sindrom mielodisplastik
7. Anemia pada keganasan hematologik
C. Anemia makrositer
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar daripada ukuran normal.
(indeks eritrosit MCV >98 fl, MCH 27-32 pg, MCHC 32-36 g/dl).
1. Bentuk megaloblastik
a. Anemia defisiensi asam folat
b. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2. Bentuk non-megaloblastik
16
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada sindrom mielodisplastik(2,9)
Gambar 2 5. Morfologi Sel Darah Merah(21)
2.1.2.4. Epidemiologi
Anemia yang paling banyak dijumpai ialah anemia defisiensi besi
terutama pada negara berkembang karena berhubungan dengan tingkat sosial
ekonomi masyarakatnya. Anemia defisiensi besi di Indonesia terjadi pada 16-50%
laki-laki dan 25-48% perempuan, 46-92% ibu hamil dan 55,5% balita. Sedangkan
pada anemia defisiensi asam folat umumnya terjadi usia lebih dari 40 tahun dan
semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Pada kasus anemia hemolitik
hanya 5% dari keseluruhan anemia, lebih sering terjadi pada perempuan dan
umumnya terjadi pada individu usia pertengahan. Sickle cell anemia lebih sering
terjadi pada individu dengan ras Afrika, Afrika-Amerika, Arab dan India Selatan.
Anemia defisiensi G6PD merupakan penyakit herediter dengan x-link resesif
sehingga dapat dijumpai pada laki-laki. Anemia hemolitik non imun umumnya
terjadi pada bayi. Anemia aplastik jarang terjadi, insidensinya 2-6 kasus per 1 juta
penduduk per tahun. Umumnya terjadi pada usia 15-25 tahun dan setelah usia 60
tahun (tetapi lebih jarang daripada usia 15-25 tahun).(22)
2.1.2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasis klinis anemia terjadi karena kompensasi tubuh terhadap
keadaan hipoksia atau hipoksemia, juga karena etiopatogenesis anemia spesifik
seperti splenomegali pada sperositosis herediter.(10)
Selain itu, terdapat beberapa keadaan yang timbul akibat anemia ialah :
a. Konsumsi oksigen yang berkurang
Eritrosit normal Eritrosit Hipokrom Megalosit
17
Ketika kadar oksigen cukup dalam tubuh, metabolisme energi
terjadi melalui proses fosfolirasi oksidatif yang adekuat. Pada keadaan
anemia, terjadi hipoksia sehingga energi yang dihasilkan oleh proses
glikolisis kurang efisien. Metabolisme oksidatif akan menghasilkan
adenosine triphosphate (ATP) sebagai energi untuk melakukan segala
macam aktivitas(18)
, ketika ATP yang dihasilkan berkurang maka energi
yang dibutuhkan untuk beraktivitas tidak cukup sehingga memungkinkan
terjadinya kelelahan sedangkan jamaah haji harus memiliki energi yang
cukup dalam melaksanakan banyaknya aktifitas fisik pada saat ibadah haji
agar tidak terjadi kelelahan sehingga ritual kegiatan ibadah haji dapat
terhambat.
Selain itu, ketika terjadi hipoksia, perfusi oksigen ke jaringan
menurun. Tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara mengurangi
afinitas hemoglobin untuk oksigen sehingga memungkinkan ekstraksi
oksigen meningkat dari jumlah hemoglobin yang sama.(10)
b. Peningkatan perfusi jaringan
Peningkatan perfusi jaringan dilakukan dengan cara peningkatan
aktivitas vasomotor dan angiogenesis.(23)
Perfusi diutamakan untuk organ-
organ vital, sehingga terjadi shunting darah dari organ nonvital ke organ
vital yang sensitif terhadap oksigen. Pada anemia akut, organ non vital
yang menjadi pendonor ialah saluran pencernaan, yaitu mesenterika dan
iliaka. Sedangkan pada anemia kronik, yang menjadi pendonor ialah
jaringan kutaneous dan ginjal yang menyebabkan penampilan pucat pada
penderita anemia.(10)
c. Peningkatan curah jantung
Peningkatan curah jantung merupakan salah satu kompensasi yang
baik terhadap keadaan hipoksia karena anemia. Ketika terjadi anemia,
viskositas darah berkurang dan terjadi vasodilatasi selektif sehingga
menurunkan resistensi perifer, hal ini dapat mempertahankan curah
jantung tinggi tanpa adanya peningkatan tekanan darah.(24)
Pada orang
sehat, peningkatan curah jantung terjadi ketika kadar hemoglobin kurang
dari 7 g/dL, dan tanda klinis hiperaktif jantung seperti takikardi,
18
peningkatan pulsasi arteri dan kapiler, dan murmur hemodinamik tidak ada
sampai kadar hemoglobin berada di tingkat yang lebih rendah.(10)
d. Peningkatan fungsi paru
Anemia yang signifikan dapat menyebabkan kompensasi berupa
peningkatan laju pernapasan karena terjadinya penurunan gradien oksigen
dari udara luar ke udara alveolar sehingga meningkatkan jumlah oksigen
didalam tubuh. Akibatnya, dispnea dan ortopnea adalah manifestasi klinis
yang khas dari anemia berat.(25)
e. Peningkatan produksi sel darah merah
Ketika terjadi anemia, respon yang pasti terjadi ialah peningkatan
sel darah merah yang diatur oleh eritropoietin. Peningkatan ini dapat
terjadi dua hingga tiga kali lipat secara akut dan emoat hingga enam kali
lipat secara kronis.(10)
2.1.2.6. Diagnosis
Anamnesis
Evaluasi riwayat penyakit sekarang pada penderita anemia apakah
mengalami perdarahan, peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), supresi
sumsum tulang, defisiensi besi atu asam folat dan vitamin B12. Selain itu,
temukan apakah terdapat riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
anemia, seperti riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misal :
melena pada ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal), waktu terjadinya
anemia : baru, subakut, atau menahun, anemia yang baru terjadi biasanya
disebabkan oleh penyakit yang didapat sedangkan anemia yang berlangsung
menahun terutama dengan adanya riwayat keluarga umumnya merupakan
kelainan herediter (misal : hemoglobinopati, sferosis herediter). Etnis juga
merupakan salah satu komponen yang dapat berperan dalam anemia, misalnya
thalassemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan pada penderita dari
Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara dan Asia Tenggara. Riwayat
penggunaan obat-obatan tertentu pada penderita juga harus dievaluasi secara rinci,
seperti penggunaan asam asetilsalisilat dan obat antiinflamasi nonsteroid.
Perhatikan apakah terdapat riwayat transfusi, penyakit hati, pemakaian suplemen
19
besi ataupun paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan penderita juga
melakukan penilaian status nutrisi.(26)
Pemeriksaan fisik
Tujuan utama melakukan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai beratnya
kondisi penderita dan menemukan ada tidaknya keterlibatan organ atau
multisistem.
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan :
- Terdapat takikardia, dispnea, hipotensi postural
- Pucat pada telapak tangan, kuku,wajah atau konjungtiva yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-
70% dan 70-100%
- Ikterus, menunjukan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Pada
penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan
bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL
- Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada
thalassemia
- Lidah licin (atropi papil) pada anemia defisiensi besi.
- Kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi besi
- Ulkus rekuren di kaki pada penyakit sickle cell, sferosis herediter, anemia
sideroblastik familial(26)
Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial
Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit,
ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa pemeriksaan
laboratorium pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus
ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tetapi tidak rutin diperiksa). Pada
banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang
menggambarkan variasi ukuran sel
20
Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah
tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter. Pemeriksaan morfologi
apusan darah tepi dapat digunakan untuk menilai ukuran, bentuk dan abnormalitas
dari sel darah merah sehingga dapat menentukan jenis anemia yang mungkin
terjadi.(27)
Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi.
Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis
(penyakit sickle cell, thalassemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian
dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone marrow replacement.
Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya adanya normoblas dapat
menunjukan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal
jantung berat.
Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit harus
dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia.
Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah :
Hitung retikulosit terkoreksi = %retikulosit penderita x hematokrit
Faktor lain yang mempengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah
adanya pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia.
Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa
RNA dan menjadi eritrosit. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari
sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal
ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan
eritropoesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit
imatur disebut reticulocyte production index (RPI).
RPI = (%retikulosit x hematokrit penderita / 45)
45
Faktor koreksi
21
Tabel 2 2. Faktor koreksi hitung RPI
Hematokrit penderita (%) Faktor koreksi
40-45 1,0
35-39 1,5
25-34 2,0
15-24 2,5
<15 3,0
RPI dibawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam
produksi eritrosit atau anemia hipoproliperatif. RPI 3 atau lebih merupakan
indikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respon yang adekuat
terhadap anemia.(26)
Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk
diagnosis. Trombositopeni didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan
dengan anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum
tulang, destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis,
defisiensi folat atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada
penyakit mieloproliperatif, defisiensi besi, inflamasi, infeksi atau keganasan.
Perubahan morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat
ditemukan pada penyakit mieloproliperatif atau mielodisplasia.
Kadar hematinik
Hematinik yaitu vitamin B12, folat, feritin, besi serum dan TIBC yang
diperiksa dengan menggunakan alat penganalisis yang menggunakan
immunoassay. Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui
penyebab yang mendasari terjadinya anemia.(27)
22
2.1.3. Anemia defisiensi besi
2.1.3.1. Definisi
Anemia akibat kekurangan zat besi dalam darah sehingga konsentrasi
hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel darah
merah akibat kadar besi dalam darah yang kurang.(28)
Pada anemia defisiensi besi,
terjadi perubahan laboratoris secara bertahap menurut walmsley et al, sebagai
berikut : 1. Penurunan simpanan besi, 2. Penurunan feritin serum, 3. Penurunan
besi serum disertai meningkatnya transferin serum, 4. Peningkatan Red cell
Distribution Width (RDW), 5. Penurunan Mean Corpuscular Volume (MCV) dan
6. Penurunan hemoglobin.(29)
2.1.3.2. Klasifikasi
Berdasarkan derajat beratnya, defisiensi besi dalam tubuh dibagi menjadi
tiga tahapan yaitu :
1) Deplesi besi : keadaan dimana cadangan besi menurun tetapi penyediaan
besi untuk eritropoiesis belum terganggu
2) Eritropoesis defisiensi besi : keadaan dimana tidak adanya cadangan besi
dan penyediaan besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum
tampak anemia secara laboratoris
3) Anemia defisiensi besi : keadaan dimana sudah tidak ada cadangan besi
dan tampak gejala anemia defisiensi besi(30)
Tabel 2 3. Parameter defisiensi besi
Parameter Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Normal Sedikit menurun Menurun
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi transferin
(%)
20-30 <15 <10
Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12
23
FEP (ug/dl) >30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun
2.1.3.2. Etiologi
Penyebab anemia defisiensi besi adalah :
1. Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis :
a. Umumnya terjadi adalah perdarahan uterus pada wanita (
menorrhagia, metrorrhagia, polimenenorrhea), perdarahan
gastrointestinal seperti ulkus peptikum, varises esofagus, gastritis,
hernia hiatus, divertikulitis, karsinoma lambung, karsinoma sekum,
karsinoma kolon, karsinoma rektum, infestasi cacing tambang,
angiodisplasia.
b. Jarang terjadi adalah perdarahan saluran kemih yang disebabkan
oleh tumor, batu ataupun infeksi kandung kemih, serta perdarahan
saluran napas (hemoptoe).
2. Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, remaja, kehamilan, wanita
menyusui dan wanita menstruasi.
3. Kehilangan zat besi karena perdarahan
4. Malabsorpsi : sering terjadi akibat penyakit koeliac, gastritis atopi dan
pada pasien setelah dilakukan gastrektomi.
5. Diet rendah besi : kurangnya konsumsi zat besi dalam makanan sehari-
hari. kebutuhan zat besi yang diperoleh dari makanan ialah sekitan 20
mg/hari. dari jumlah tersebut, kurang lebih hanya 2 mg yang diserap.(31)
2.1.3.3. Tanda dan Gejala
Penurunan hemoglobin pada anemia defisiensi besi terjadi perlahan
sehingga memungkinkan tubuh masih dapat melakukan kompensasi sehingga
gejala anemia tidak terlalu tampak atau penderita tidak merasa adanya keluhan.
Gejala klinis anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia yaitu kumpulan gejala
anemia yang akan tampak apabila kadar hemoglobin dalam darah dibawah 7-8
24
g/dl berupa badan lemah, mudah lelah, lesu, pucat, pusing, palpitasi, mata
berkunang-kunang, konsentrasi menurun, sulit napas, telinga mendenging, letargi,
keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien pucat terutama pada
konjunctiva dan jaringan dibawah kuku.
Gejala khas anemia defisiensi besi yaitu : koilonikia (kukusendok) dimana
kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga menyerupai
sendok; atropi papil lidah, permukaan lidah yang tampak licin dan mengkilap
karena hilangnya papil filiformis pada lidah; stomatitis angularis, lesi
makulopapular dan vesikular pada kulit sudut bibir dan perbatasan mukokutaneus;
glositis; pica (keinginan makan yang tidak biasa); disfagia, nyeri ketika menelan
karena rusaknya epitel hipofaring; atrofi mukosa gaster; sindroma
plummer/paterson kelly, merupakan kumpulan gejala dari anemia hipokromik
mikrositer yaitu atrofi papil lidah dan disfagia.
Gejala yang ditimbukan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi tersebut, misalkan penyebabnya ialah perdarahan gastrointestinal
maka akan ditemukan gejala dispepsia, mual muntah.(27)
2.1.3.4. Diagnosis
Anemia defisiensi besi ditegakkan apabila ditemukan penurunan kadar Hb
dan penurunan kadar besi serum. Profil hematologik pada anemia defisiensi besi
adalah sebagai berikut :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : Hb menurun, MCV menurun, MCH
menurun, MCHC menurun.
2. Apusan darah tepi. Dapat ditemukan gambaran anemia mikrositik
hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel cincin, sel pensil.
3. Kadar besi serum menurun hingga < 50g/dL.
4. Total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 g/dL. TIBC
menggambarkan jumlah total besi yang dapat dibawa oleh protein
transferin.
5. Saturasi transferin <15%. Saturasi transferin menggambarkan persentase
dari transferin yang berikatan dengan besi.
25
6. Penurunan kadar feritin serum. Feritin merupakan indikator cadangan besi
yang baik, namun tidak dapat dijadikan patokan pada keadaan inflamasi.
Untuk daerah tropik dianjurkan menggunakan angka feritin serum <20 mg/L
sebagai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi.(22)
7. Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang.(22)
2.1.4. Anemia penyakit kronis
2.1.4.1. Definisi
Anemia yang terjadi pada penyakit kronis karena infeksi seperti pada
tuberculosis, pneumonia, syphilis, HIV-AIDS dan juga pada penyakit lain seperti
artritis reumatoid, limfoma hodgkin, kanker.(32)
2.1.4.2. Etiologi dan Patogenesis
Adapun etiologi terjadinya anemia penyakit kronis diantaranya adalah :
1. Pemendekan masa hidup eritrosit
Salah satu penyebab terjadinya anemia, kemungkinan karena stres
hematologik sehingga menyebabkan produksi sitokin yang berlebihan karena
kerusakan jaringan bisa diakibatkan oleh infeksi, inflamasi atau kanker.
Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat
lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa, dan menekan
produksi eritropoietin oleh ginjal serta menyebabkan perangsangan yang
inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang. Hal tersebut dapat
menyebabkan keadaan anemia.
Aktivasi makrofag oleh sitokin pada penyakit kronik menyebabkan
peningkatan daya fagositosis yang merupakan bagian dari filter limpa dan
menjadi kurang toleran terhadap perubahan minor dari eritrosit sehingga
terjadi fagositosis eritrosit sebelum waktunya.
2. Gangguan metabolisme zat besi
Pada penyakit kronis terdapat gangguan metabolisme zat besi, sehingga
kadar besi tetap rendah meskipun memiliki cadangan besi yang cukup. Hal ini
memberikan konsep bahwa anemia yang terjadi disebabkan karena penurunan
kemampuan zat besi dalam sintesis hemoglobin.(32)
26
Tabel 2 4. Perbedaan parameter Fe pada orang normal, anemia defisiensi
besi dan anemia penyakit kronis(32)
Parameter Normal Anemia defisiensi
besi
Anemia penyakit
kronis
Fe plasma (mg/L) 70-90 30 30
TIBC 250-400 >450 <200
Persen saturasi 30 7 15
Kandungan Fe di
makrofag
++ - +++
Feritin serum 20-200 10 150
Reseptor transferin serum 8-28 >28 8-28
Ambilan zat besi oleh enterosit dan pengikatan oleh apoferitin intrasel
masih dipertahankan normal, sehinga defek agaknya terjadi saat pembebasan
besi dari makrofag dan sel-sel hepar pada pasien penyakit kronis. Sehingga
cadangan zat besi dalam tubuh masih dapat tercukupi.
3. Fungsi sumsum tulang terganggu
Ketika terjadi penurunan eritrosit, akan menstimulasi produksi eritropoietin
sehingga sumsum tulang dapat melakukan eritropoiesis sebagai kompensasi
pada saat anemia. Pada penyakit kronis, kemungkinan respon terhadap
eritropoietin berkurang, sehingga terjadi anemia. Mekanisme ini masih
kontroversial, karena pada beberapa penelitian ternyata kadar eritropoietin
tidak bermakna pada pasien anemia tanpa kelainan kronis. Sedangkan
penelitian lain menyebutkan adanya penurunan produksi eritropoietin.
Sitokin seperti IL-1 dan TNF- dikeluarkan oleh sel rusak dan mengurangi
sintesis serta respon eritropoietin. Terdapat tiga sitokin, yaitu TNF-, IL-1 dan
IFN yang berada didalam plasma pasien inflamasi dan kanker yang memiliki
hubungan antara kadarnya dengan beratnya anemia. TNF- dihasilkan oleh
makrofag aktif dan menyebabkan anemia ringan pada tikus seperti anemia pada
penyakit kronis. Pada kultur sumsum tulang manusia ia akan menekan
eritropoiesis pada pembentukan BFUE dan CFUE. Penelitian terkini
menunjukan bahwa efek TNF- ini melalui IFN- yang diinduksi oleh TNF
27
dari sel stroma. IL-1 yang dikeluarkan dari beberapa sel yang teraktivasi dan
bertanggung jawab untuk berbagai manifestasi inflamasi, juga terdapat dalam
serumpasien penyakit kronis. IL-1 sama seperti TNF akan menginduksi
anemia pada tikus dan menekan pembentukan CFUE pada sumsum tulang
manusia. Perbedaannya efek IL-1 melalui mediator IFN- yang dihasilkan oleh
limfosit T yang teraktivasi. Kedua interferon tadi diduga dapat langsung
menghambat CFUE tanpa melalui efek TNF- serta dapat menekan progenitor
non-eritroid.(32)
2.1.4.3. Tanda dan Gejala
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anemia penyakit kronis sulit ditentukan karena
sering bias dengan tanda dan gejala pada penyakit yang mendasarinya. Anemia
sedang dapat memperburuk gejala dari penyakit jantung iskemik atau penyakit
pernapasan yang diderita sebelumnya, atau dapat juga menyebabkan kelelahan
dan ketidakmampuan didalam mengerahkan tenaga untuk beraktivitas.(10)
Gambaran Laboratorium
Morfologi eritrosit pada anemia penyakit kronis biasanya normositik
normokrom, tetapi apabila terjadi semakin parah dan semakin lama, morfologi
eritrosit dapat berubah menjadi hipokrom dan mikrositik. Hitung retikulosit
biasanya normal atau mengalami sedikit peningkatan. Selain itu terjadi
hypoferremia (penurunan konsetrasi besi serum), peningkatan transferrin dan
ferritin serum, serta terdapatnya simpanan besi pada sitoplasma makrofag yang
ditemukan di sumsum tulang.(10)
2.1.4.4. Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan hasil temuan laboratorium seperti,
penurunan kadar besi serum dan TIBC (Total iron binding capacity) serta kadar
ferritin serum yang normal. Penyakit yang mendasarinya dan tatalaksana yang
diberikan dapat menyebabkan berbagai macam anemia, maka dari itu penyebab-
penyebab lainnya harus dapat dipertimbangkan.(10)
28
2.1.5. Penyakit Kronik
Penyakit kronik dapat didefinisikan sebagai gejala penyakit yang
dirasakan dalam waktu lebih dari 6 bulan dan dapat menyebabkan perubahan
fungsi biologis, psikologis dan sosiokultural.(33)
Angka kejadian penyakit kronik
ini meningkat seiring dengan peningkatan usia dan berhubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya disabilitas pada penderita penyakit kronik. Pada
tahun 2005, penyakit kronik menyebabkan terjadinya dua puluh juta angka
kematian di seluruh dunia pada penderita dengan usia 70 tahun keatas. Beberapa
penyakit yang termasuk kedalam penyakit kronik yang menjadi penyebab angka
kematian tersebut diantaranya ialah penyakit kardiovaskular, keganasan, penyakit
saluran pernapasan dan diabetes melitus.(34)
Penyakit kronik juga menjadi salah satu indikator dalam pemenuhan
kriteria penetapan tingkat risiko kesehatan pada jamaah haji. Diantara banyaknya
penyakit kronik, beberapa diantaranya dapat menyebabkan anemia, seperti
penyakit ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, keganasan, artritis rheumatoid
dan sirosis hepatis.
Prevalensi penyakit ginjal kronik meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus dan
hipertensi. Penyebab penyakit ginjal kronik tersering ialah diabetes melitus, yang
mana penyebab terbanyak di Indonesia adalah glomerulonefritis.(35)
Sedangkan
pada jamaah haji sendiri angka kejadian diabetes melitus cukup tinggi dan
menjadi penyakit penyebab risti terbanyak ketiga dengan persentase 14,86% pada
tahun 2015, sehingga kemungkinan terjadinya penyakit ginjal kronik pada jamaah
haji meningkat.(36)
Anemia dapat terjadi pada seseorang dengan penyakit ginjal
kronik karena dapat terjadi gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang
diproduksi oleh ginjal terhadap pembentukan sel darah merah.(37)
Selain penyakit ginjal kronik, anemia juga dapat terjadi pada seseorang
dengan penyakit kronik seperti sirosis hati. Pada keadaan sirosis hati, dapat terjadi
gangguan pembekuan darah sehingga dapat terjadi perdarahan dengan mudah.(38)
Sirosis hati dapat terjadi sebagai akibat dari perjalanan kronis penyakit hepatitis B
29
dan hepatitis C. Indonesia sendiri merupakan negara dengan endemisitas tinggi
hepatitis B, terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Myanmar.(39)
Lupus eritematosus sistemik dan artritis rheumatoid merupakan penyakit
autoimun yang dapat menyebabkan anemia. Di Indonesia jumlah penderita lupus
belum diketahui, tetapi menurut hasil penelitian oleh Prof. Handono Kalim
didapatkan bahwa prevalensi lupus eritematosus sistemik di Malang sebesar 0,5%
terhadap total populasi. Lupus merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis
yang belum diketahui jelas penyebabnya dan memiliki gambaran klinis yang
beragam sehingga perlu diwaspadai akan terjadinya peningkatan jumlah kasus
karena terlambat dalam hal diagnosis dan penatalaksanaan kasus. Inflamasi akibat
lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh misalnya kulit, sendi, sel darah,
paru, jantung sehingga dapat menyebabkan beberapa gejala diantaranya ialah
keletihan, sakit kepala, nyeri atau bengkak sendi, anemia dan sensitif terhadap
cahaya atau cahaya matahari yang mana hal-hal tersebut dapat mengganggu para
jamaah haji dalam melaksanakan ibadah haji.(40)
Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan
terdapatnya sinovitis erosif simetris yang mengenai jaringan persendia, tetapi
tidak jarang juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar penderita
menunjukan gejala penyakit kronik yang hilang timbul dan jika tidak diobati akan
menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang
progresif yang menyebabkan disabilitas hingga kematian dini. Pada jamaah haji
dituntut untuk melakukan aktifitas fisik yang tinggi, tetapi pada keadaan dengan
artritis reumatoid akan sangat sulit dalam melaksanakan serangkaian aktifitas
ibadah haji seperti berjalan kaki saat melaksanakan tawaf.(41)
Penyakit keganasan atau kanker merupakan penyebab utama kematian di
seluruh dunia. Sekitar 8,2 juta kematian pada tahun 2012 disebabkan oleh kanker
seperti kanker paru, hati, perut, kolorektal dan payudara yang menjadi penyebab
terbesar setiap tahunnya. Secara nasional, prevalensi penyakit keganasan pada
penduduk semua umur di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,3% atau
diperkirakan sekitar 347.792 orang. Prevalensi penyakit keganasan tertinggi
berada pada kelompok usia 75 tahun keatas sebesar 5%, dimana saat ini banyak
30
jamaah haji Indonesia pada usia tersebut melaksanakan ibadah haji. Selain itu,
terlihat peningkatan prevalensi yang cukup tinggi pada kelompok usia 25-54
tahun.(42)
2.1.6. Penyakit Ginjal Kronik
2.1.6.1. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah kelainan dengan etiologi beragam yang dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
menjadi gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti fungsi ginjal yang tetap dapat berupa dialisis
ataupun transplantasi ginjal.
Terdapat beberapa kriteria penyakit ginjal kronik, yaitu :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan
struktural ataupun fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi kelainan patologis dan tanda
kelainan ginjal seperti tanda kelainan pada darah, ginjal ataupun pencitraan
(imaging test).
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2
selama 3
bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan diagnosis etiologi :
1. Penyalit ginjal diabetes
2. Penyakit ginjal non diabetes
3. Penyakit pada transplantasi
2.1.6.3. Epidemiologi
Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di
masyarakat. Prevalensi pada negara maju mencapai 10-13 % dari populasi,
sedangkan pada negara berkembang diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk per tahun. Perhimpunan Nefrologi Indonesia melaporkan sebanyak
31
12,5% populasi di Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal. Banyak terjadi
pada orang dengan usia lanjut dan lebih cepat menyerang pada laki-laki.
2.1.6.4. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik ialah glomerulonefritis akibat
infeksi (endokarditis bakterial, hepatitis C, hepatitis B, HIV) atau yang bersifat
kronik, diabetes melitus yang dapat menyebabkan nefropati diabetik, hipertensi
dan penyebab lainnya.
2.1.6.5. Patofisiologi Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik disebabkan oleh gangguan atau kerusakan pada
ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti membran basal glomerulus,
sel endotel dan sel podosit. Kerusakan ini dapat disebabkan langsung oleh
kompleks imun, mediator inflamasi atau toksin. Selain itu dapat pula disebabkan
oleh mekanisme progresif yang berlangsung dalam jangka panjang.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, laju filtrasi glomerulus
masih normal atau malah meningkat, kemudian secara perlahan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum. Ketika LFG mencapai 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik) tetapi terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum. Pasien muali mengalami keluhan ketika LFG sebesar 30%, keluhan dapat
berupa nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Hingga LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain itu, pasien juga akan
mudah terinfeksi seperti infeksi pada saluran kemih, saluran napas maupun
saluran cerna, juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo
maupun hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan telah mengalami gagal
ginjal. (37)
32
2.1.7. Sirosis Hati
2.1.7.1. Definisi
Sirosis hati adalah suatu keadaan fibrosis pada hati yang berlangsung
progresif ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regeneratif yang terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
2.1.7.2. Klasifikasi dan Etiologi
Klasifikasi sirosis berdasarkan etiologi dan morfologi ialah : a) alkoholik,
b) kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis), c) biliaris, d) kardiak, e)
metabolik, keturunan, dan terkait obat.
Etiologi sirosis hati yang paling sering terjadi di indonesia ialah akibat
infeksi virus kronik dari hepatitis B sebanyak 40-50% dan hepatitis C sebesar 30-
40%, sedangkan 10-20% penyabab lainnya tidak diketahui. Meskipun demikian,
lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis dan diketahui waktu pemeriksaan
kesehatan atau pada waktu autopsi.
2.1.7.3. Patofisiologi Anemia pada Sirosis Hati
Gambaran patologi sirosis hati pasca nekrosis biasanya mengkerut, tidak
teratur dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang
padat dan lebar. Patogenesis pada sirosis memperlihatkan adanya peranan sel
stelata yang berperan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan
degradasi. Pada saat terpapar faktor tertentu secara terus menerus (contoh : virus
hepatitis dan hepatotoksik), maka sel stelata akan aktif membentuk kolagen dan
menjadi fibrosis yang terus berjalan didalam sel sehingga jaringan hati yang
normal akan digantikan dengan jaringan ikat.
Gejala yang terjadi pada sirosis hati terbagi menjadi gejala awal dan gejala
lanjut. Gejala awal yang terjadi ialah mudah lelah, lemas, nafsu makan berkurang,
perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar dan hilangnya dorongan
seksualitas.
33
Gejala lanjut terjadi lebih menonjol akibat komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam
tidak begitu tinggi. Mungkin dapat disertai dengan adanya anemia karena
gangguan pembekuan darah yang berakibat pada perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, hematemesis melena, selain itu dapat terjadi perubahan
mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, hingga koma.(38)
2.1.8. Keganasan
2.1.8.1. Definisi
Keganasan atau kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel-sel ganas yang tidak dapat terkontrol.
2.1.8.2. Etiologi
Sifat ganas pada sel kanker tersebut dapat diperoleh melalui keturunan
yang juga selnya bersifat ganas ataupun sel yang memiliki gen proto-onkogen
(gen yang secara normal berada didalam sel) yang kemudian oleh karena mutasi
somatik berubah menjadi onkogen yang mana menyebabkan perubahan perangai
sel normal menjadi sel ganas. Selain itu, proses onkogenesis juga dapat terjadi
karena infeksi virus yang dapat menyebabkan perubahan proto-onkogen menjadi
onkogen.(43)
2.1.8.3. Patofisiologi Anemia pada Keganasan
Lebih dari 30% pasien kanker mengalami anemia dengan penyebab yang
beragam, tetapi umumnya anemia disebabkan oleh ketidakseimbangan sitokin
yang terjadi pada kanker. Anemia yang terjadi pada kanker ini sama halnya
dengan anemia yang terjadi pada penyakit kronik dimana produksi sitokin dapat
mempengaruhi pembentukan dari eritrosit. Sitokin seperti tumor necrosis factor-
alpha (TNF-), interleukin-1 (IL-1), IL-6 dan interferon-gamma (IFN-) dapat
menghambat eritropoietin sehingga eritropoiesis terganggu. Selain itu, anemia
juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :
Faktor yang berhubungan dengan keadaan pasien seperti hemoglobinopati
dan thalassemia.
34
Faktor yang berhubungan dengan penyakit keganasan seperti
hipersplenisme dan infiltrasi sumsum tulang.
Faktor yang berhubungan dengan pengobatan seperti radioterapi yang
menyebabkan hipoplasia sumsum tulang, kemoterapi yang toksik terhadap
sumsum tulang dan ginjal ataupun obat-obatan yang dapat menginduksi
terjadinya hemolisis.(44)
2.1.9. Lupus Eritematosus Sistemik
2.1.9.1. Definisi
Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE)
merupakan salah satu penyakit kompleks imun non alergi. Penyakit kompleks
imun adalah penyakit yang didasari oleh adanya endapan kompleks imun pada
organ spesifik, jaringan tertentu atau beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun
dapat berasal dari ikatan antigen-antibodi yang berupa Ig G dan Ig M dan antigen
berupa komponen dari jaringan tubuh sendiri (autoantigen) sehingga dikenal
sebagai penyakit autoimun.(45)
2.1.9.2. Patofisiologi Anemia pada SLE
Kelainan hematologi merupakan salah satu kriteria dalam penegakan
diagnosis SLE menurut American College of Rheumatology. Salah satu kelaianan
hematologi tersebut adalah anemia. Penyebab terjadinya anemia pada keadaan
SLE beragam, seperti anemia penyakit kronik, anemia defisiensi besi, anemia
hemolitik autoimun, anemia karena insufisiensi ginjal kronik.
Anemia defisiensi besi yang terjadi pada keadaan SLE dapat disebabkan
karena perdarahan seperti menorrhagia atau perdarahan gastrointestinal yang
terjadi karena penggunaan obat-obatan anti inflamasi non steroid, aspirin dan
antikoagulan oral.
Pada keadaan SLE, terjadi disregulasi sistem imun sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan sel karena antibodi, salah satunya ialah
kerusakan sel darah merah atau eritrosit sehingga terjadi keadaan anemia
hemoltik autoimun.
35
Anemia juga dapat terjadi pada SLE karena produksi dari eritrosit yang
berkurang, bisa terjadi akibat dari inhibisi sel T terhadap hematopoiesis di
sumsum tulang atau karena inhibisi dari sitokin pro inflamasi terhadap
pengeluaran eritropoietin sehingga produksi eritrosit terganggu.(46)
2.1.10. Artritis Reumatoid
2.1.10.1. Definisi
Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan
terdapatnya sinovitis erosif simetris yang terutama mengenai persendian dan dapat
juga melibatkan organ tubuh lainnya.(47)
2.1.10.2. Patofisiologi Anemia pada Artritis Reumatoid
Pada artritis reumatoid, dapat terjadi anemia dengan berbagai macam
penyebab seperti defisiensi asam folat, vitamin B12, besi dan karena penyakit
kronik. Anemia defisiensi besi terjadi akibat terjadinya perdaraan pada sistem
gastrointestinal karena konsumsi obat-obatan anti inflamasi non steroid. Pada
penelitian Vreugdenhil didapatkan 7 dari 24 pasien reumatoid artritis mengalami
defisiensi vitamin B12. Terjadinya defisiensi asam folat dapat disebabkan karena
anoreksia pada pasien dengan artritis reumatoid aktif ataupun karena peningkatan
penggunaannya oleh sel-sel sinovial yang berproliferasi. Selain itu, terdapat
beberapa teori yang masih diperdebatkan mengenai patogenesis anemia penyakit
kronik pada keadaan artritis reumatoid seperti penurunan absorpsi zat besi,
inhibisi pelepasan zat besi oleh sistem fagosit mononuklear dan defisiensi
eritropoietin.(48)
36
2.2 Kerangka Teori
Penyakit kronik Mayoritas
usia tua
Intake sulit
Penurunan
diferensiasi &
ploriferasi eritrosit
Anemia
Kadar hemoglobin menurun
Produksi eritrosit menurun
Peningkatan sekresi
sitokin inflamasi
Pembentukan CFUe
dan BFUe menurun
Rentan
mengalami
penyakit
Defisiensi zat besi,
vit B12, asam folat
Prekursor
pembentuk
eritrosit kurang
Oksigenenasi
jaringan menurun
Hipoksia jaringan
Lemas
Pembentukan energi
tidak adekuat
Palpitasi Pusing Pucat Sesak
napas
mudah lelah
Kompensasi tubuh
Perfusi jaringan
menurun
Jamaah haji
Melakukan
ibadah haji
dengan aktivitas
fisik yang tinggi
Jalannya ritual ibadah
haji terganggu
Eritropoietin
menurun
Penyakit ginjal
kronik
Sirosis hati
Keganasan
SLE
Artritis
reumatoid
37
2.3. Kerangka Konsep
Variabel independen
Dikarenakan adanya beberapa keterbatan dalam penelitian ini, maka peneliti
tidak melakukan penelitian terhadap semua variabel pada kerangka teori diatas.
Peneliti hanya menggambarkan variabel-variabel yang disebutkan didalam
kerangka konsep.
Anemia
Calon jamaah haji Penyakit yang disertai
anemia
Keluhan pada calon jamaah
haji dengan anemia
Variabel dependen
38
2.4. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
ukur
Cara
pengukuran
Skala
pengukuran
Hasil
pengukuran
1. Anemia Suatu keadaan
dimana
jumlah sel
darah merah
atau kapasitas
pengangkutan
oksigen yang
tidak dapat
mencukupi
kebutuhan
fisiologis
tubuh. Dapat
ditunjukan
oleh
penurunan
kadar
hemoglobin,
hematokrit
atau hitung
eritrosit.(2,11)
Rekam
medis
Sesuai
yang
tertulis
dengan
rekam
medis
Ordinal 1. anemia
(laki-laki
Hb<
13g/dL,
wanita Hb
<12 g/dL)
2. tidak
anemia
(laki-laki
Hb > 13
g/dL,
wanita Hb
> 12 g/dL)
2. Penyakit
yang
disertai
anemia
Penyakit lain
yang diderita
calon jamaah
haji dengan
anemia
Rekam
medis
Sesuai
yang
tertulis
dengan
rekam
medis
Ordinal Diagnosis
penyakit
pada calon
jamaah haji
dengan
anemia
3. Keluhan Keluhan pada
calon jamaah
haji dengan
anemia
Rekam
medis
Sesuai
yang
tertulis di
rekam
medis
Ordinal Macam-
macam
keluhan
4. Calon
jamaah
haji
Seseorang
yang akan
menunaikan
ibadah haji
Rekam
medis
Melihat
identitas
pada rekam
medis
Nominal 1. Calon
jamaah haji
2. Bukan
calon
jamaah haji
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang mana berfungsi untuk
menggambarkan karakteristik, gejala atau fungsi suatu populasi(49)
dengan
pendekatan cross sectional.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Pengumpulan data
penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2017 sampai dengan September 2017
untuk pengambilan data sekunder.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah calon jamaah haji yang
melakukan pengobatan di layanan sekunder. Populasi terjangkau adalah calon
jamaah haji yang melakukan pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta pada tahun
2016.
3.3.2. Sampel Penelitian
Besar sampel minimal dihitung dengan rumus :
n = z2 PQ
d2
n = jumlah sampel
= 0,05 z = 1,96 (tabel kurva normal)
P = Persentase taksiran hal yang akan diteliti / proporsi variabel yang
diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumnya = 21,7% = 0,21
Q = 1-P = 1-0,21 = 0,79
40
d = ketetapan absolut yang dikehendaki peneliti sebesar 10% = 0,1
berdasarkan rumus diatas didapatkan sampel :
n = z2 PQ
d2
n = (1,96)2x 0,21 x 0,79
(0,1)2
= 63,7= 64
Sampel yang diambil berasal dari populasi terjangkau penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi dan terlepas dari kriteria eksklusi. Data sekunder yang
diberikan oleh pihak Rumah Sakit yang dapat menjadi sampel sebanyak 62,
sehingga pengambilan subjek penelitian ini dilakukan dengan cara total
sampling.(50,51)
3.3.3. Kriteria Inklusi
1. Calon jamaah haji yang melakukan pengobatan ke Rumah Sakit Haji
pada tahun 2016.
2. Calon jamaah haji yang memiliki data hasil pemeriksaan kadar
hemoglobin.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
menggunakan rekam medis calon jamaah haji tahun 2016 di Rumah Sakit Haji
Jakarta
3.5. Cara Kerja Penelitian
Cara kerja penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Peneliti membuat proposal penelitian kemudian mendatangi Komite Etik
Penelitian untuk mendapatkan surat izin penelitian untuk pengambilan
data.
2. Peneliti datang ke bagian instalasi rekam medik Rumah Sakit Haji Jakarta.
40
3. Peneliti memilih dan menetapkan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian
4. Peneliti mengumpulkan data dari rekam medis pasien, data yang
dikumpulkan berupa:
- Identitas pasien (nama, usia, jenis kelamin, alamat)
- Keluhan
- Diagnosis
5. Peneliti mengolah data menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 24
for windows.
3.6. Alur Penelitian
Persiapan penelitian
Populasi target : calon jamaah
haji yang melakukan
pengobatan di layanan sekunder
Populasi terjangkau : calon
jamaah haji yang melakukan
pengobatan di RS Haji Jakarta
Deskripsi data dengan uji
statistik
Sampel penelitian
Total sampling dengan
memperhatikan kriteria inklusi
dan ekslusi
Rekam medis populasi terjangkau
Hasil
41
3.7. Managemen Data
3.7.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data rekam medis yang
didapat dari Rumah Sakit Haji Jakarta.
3.7.2 Pengolahan dan Analisis Data
Semua data rekam medis dari Rumah Sakit Haji Jakarta dikumpulkan,
kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS 24 for windows dan
Microsoft Excel 2010. Langkah awal dimulai dengan editting, coding, data entry
dan dilanjutkan dengan deskripsi. Selanjutnya akan dilihat frekuensi dan proporsi
dari setiap karakteristik subjek penelitian berupa usia dan jenis kelamin, kemudian
melihat sebaran derajat anemia, kadar hemoglobin, keluhan dan penyakit yang
diderita berdasarkan jenis kelamin. Karakteristik usia pada subjek penelitian
merupakan data numerik dan dilakukan uji normalitas, berdasarkan uji tersebut
apabila data berdistribusi normal hasil yang ditampilkan berupa mean dan standar
deviasi, dan apabila data berdistribusi tidak normal maka yang ditampilkan adalah
median, maksimum dan minimum.
3.8. Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan keterangan lolos kaji etik (ethical
approval) dari komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan persetujuan izin penelitian dari
direktur Rumah Sakit Haji Jakarta. Semua data yang telah didapatkan dari rekam
medis yang telah dipergunakan didalam penelitian akan dijaga kerahasiannya.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data rekam medis pasien
calon jamaah haji pada tahun 2016 yang melakukan pengobatan ke Rumah Sakit
Haji Jakarta , Pondok Gede, Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan metode pengambilan sampel yaitu total sampling. Dari hasil
pengambilan data tersebut didapatkan bahwa calon jamaah haji yang melakukan
pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta pada tahun 2016 sebanyak 67 orang.
Terdapat 5 orang yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan termasuk kedalam
kriteria eksklusi sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 62 orang yang dapat
digunakan dalam penelitian.
Distribusi karakteristik dasar demografik subjek penelitian dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 4 1. Distribusi Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Jenis Kelamin N Persen (%)
Laki-laki 24 38,7
Perempuan 38 61,3
Total 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui subjek penelitian yang digunakan
berjumlah 62 dengan prosentase laki-laki sebesar 38,7 % dan perempuan 61,3%
sehingga dapat diketahui bahwasannya pasien yang melakukan pengobatan di
Rumah Sakit Haji yang mengalami anemia lebih banyak perempuan dibandingkan
laki-laki.
43
Tabel 4 2. Distribusi Usia Subjek Penelitian
Usia N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
62 64,20 14,13 37,00 93,00
Berdasarkan hasil uji normalitas, variabel usia berdistribusi normal. Dari
tabel diatas dapat dilihat bahwasannya rata-rata usia subjek penelitian adalah
64,20 tahun dengan standar deviasi 14,13, sehingga dapat diketahui bahwa rata-
rata calon jamaah haji yang melakukan pengobatan di layanan sekunder ialah
calon jamaah haji lanjut usia. Usia terendah jamaah haji yang melakukan
pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta adalah 37 tahun sedangkan usia paling
tua ialah 93 tahun.
4.1.2. Karakteristik Anemia pada Subjek Penelitian
Tabel 4.3. Distribusi Anemia pada Calon Jamaah Haji
Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
N % N %
Tidak anemia 6 25 4 10,5
Anemia 18 75 34 89,5
Derajat
(rerata
kadar Hb)
Ringan 5 (11,9) 27,8 4 (11,3) 11,7
Sedang 10 (9,2) 55,5 17 (8,7) 50,0
Berat 3 (5,8) 16,7 13 (7,3) 38,3
Perempuan mengalami anemia lebih banyak dibandingkan dengan laki-
laki, dengan persentase 89,5% dibanding dengan 75%.
Pada tabel diatas terlihat pula bahwa lebih dari setengah calon jamaah haji
laki-laki dan setengah dari perempuan mengalami anemia sedang dengan kadar
Hb berkisar antara 8,0-10,9 g/dl. Anemia ringan pada calon jamaah haji laki-laki
sebesar 27,8% dan pada calon jamaah haji perempuan sebesar 11,7% sedangkan
44
anemia berat banyak terjadi pada calon jamaah haji perempuan dengan persentase
38,3% dibanding laki-laki dengan persentase 16,7%.
Rata-rata kadar hemoglobin pada calon jamaah haji laki-laki lebih tinggi
yaitu 9,4g/dl dibandingkan pada calon jamaah haji perempuan dengan kadar
hemoglobin 8,5g/dl.
4.1.3. Distribusi Keluhan pada Subjek Penelitian
Tabel 4.4. Distribusi Keluhan pada calon jamaah haji laki-laki
No Keluhan Response Persen (%)
1. Tanpa keluhan 6 17,6
2. Lemas, batuk @4 11,8
3. Sesak napas, demam @3 8,8
4. Diare 2 5,9
5. Pucat, pusing, nyeri ulu hati,
melena, hematuria, nafsu makan
turun, mual, syok, penurunan
kesadaran, kaki bengkak,
imobilisasi, riwayat kemoterapi
@1 2,9
Tabel 4.5. Distribusi keluhan pada calon jamaah haji perempuan
No Keluhan Response Persen (%)
1. Lemas 22 37,3
2. Mual 5 8,5
3. Mudah lelah, sesak napas,
demam, batuk
@4 6,8
4. Tanpa keluhan 3 5,1
5. Pucat, pusing, nyeri ulu hati,
muntah
@2 3,4
6. Diare, penurunan kesadaran, flu,
masa suprapubik, kolonoskopi
@1 1,7
45
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada pasien laki-laki yang
mengalami anemia paling banyak datang dengan tanpa keluhan sebanyak 6 orang,
sedangkan keluhan terbanyak pada wanita yang mengalami anemia ialah lemas
dengan jumlah 22 orang. Keluhan terbanyak kedua pada pasien laki-laki ialah
lemas dan batuk, kemudian sesak napas dan demam. Pada pasien wanita keluhan
terbanyak kedua adalah mual, diikuti dengan mudah lelah, sesak napas, demam
dan batuk. Selain itu, terdapat keluhan lainnya yang terkait penyakit lain selain
anemia yang diderita oleh pasien. Dari keluhan pasien, dapat diketahui bahwa
pada pasien laki-laki dan wanita yang mengalami anemia, selain keluhan lemas
ternyata terdapat beberapa keluhan terkait saluran pernapasan yaitu sesak napas
dan batuk juga keluhan demam sehingga pada calon jamaah haji yang mengalami
anemia mungkin juga mengalami masalah pada saluran pernapasan.
4.1.4. Distribusi Anemia beserta Penyakit Lainnya pada Subjek Penelitian
Tabel 4.6. Distribusi Anemia beserta Penyakit Lainnya pada calon jamaah
haji laki-laki
No Penyakit Response Persen (%)
1. Anemia 6 12,2
2. Anemia
dengan
penyakit
lainnya
Pneumonia 7 14,3
Hipertensi, diabetes mellitus @5 10,2
Acute Kidney Injury,
cardiovascular disease,
hipoalbumin
@3 6,1
Gagal ginjal kronik, sepsis @2 4,1
Chronic heart failure,
hipertensive heart disease,
subarachnoid hemorrharge, first
grade AV block, luka dekubitus,
carcinoma buli-buli, dehidrasi,
dispepsia, hipokalemia,
tuberculosis, post stroke, cedera
kepala, gangguan hati
@1 2,0
46
Tabel 4 7. Distribusi anemia beserta penyakit lainnya pada calon jamaah
haji perempuan
No Penyakit Response Persen (%)
1. Anemia 25 29,8
2. Anemia
dengan
penyakit
lainnya
Hipertensi 11 13,1
Pneumonia 7 8,3
Gagal ginjal kronik 6 7,1
Diabetes mellitus 5 6,0
Hipokalemia 4 4,8
Sepsis, dispepsia,
trombositopenia,gastroenteritis,
mioma
@2 2,4
Hepatitis, hemoroid, gastritis,
nefropati, menorrhagia, kolitis,
sirosis hepatis, chepalgia,
hiponatremia, bronkhitis, dermatitis,
sindrom obstruksi, cardiovascular
disease, hipertensive heart disease,
acute disseminated
enchepalomyelitis
@1 1,2
Dari tabel diatas diketahui bahwa pada calon jamaah haji yang melakukan
pengobatan pada layanan sekunder terdapat 25 calon jamaah haji wanita dan 6
calon jamaah haji laki-laki yang didiagnosis anemia. Selain itu, pada calon jamaah
haji wanita, penyakit terbanyak yang menyertai anemia ialah hipertensi dengan
jumlah 11 orang serta pneumonia sebanyak 7 orang. Pada calon jamaah haji laki-
laki, penyakit terbanyak yang menyertai anemia adalah pneumonia dengan jumlah
7 orang, kemudian hipertensi dan diabetes melitus yang masing-masing
berjumlah 5 orang
47
Tabel 4 8. Derajat anemia dengan ada tidaknya penyakit lain yang diderita
pada calon jamaah haji
Penyakit Derajat Anemia
Ringan Sedang Berat
Anemia tunggal - 7,7% 7,7%
Anemia dengan
penyakit
17,3% 44,3% 23%
Dari tabel diatas diketahui bahwa derajat pada anemia tunggal pada calon
jamaah haji ialah ringan dan sedang dengan persentase masing-masing7,7%.
Sedangkan derajat anemia yang terjadi dengan penyakit lain yang
mendasari paling banyak ialah derajat sedang dengan persentase 44,3%,
sedangkan derajat ringan sebanyak 17,3% dan anemia derajat berat sebanyak 23%
dengan peyakit diabetes melitus, hipertensi, acute kidney injury, dispepsia,
mioma, chronic kidney disease, dan kolitis.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian yang dilakukan pada 52 calon jamaah haji yang melakukan
pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta ini memiliki karakteristik subjek berupa
usia pasien rata-rata ialah 64,61 tahun. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa calon jamaah haji yang melakukan pengobatan pada layanan sekuder rata-
rata terdiri dari calon jamaah haji lanjut usia. Pada lanjut usia terjadi perubahan
fungsi fisiologis, kognitif dan kehidupan psikososialnya,(52)
sehingga hal tersebut
dapat berpengaruh terhadap risiko terjadinya suatu penyakit pada lanjut usia.
Dalam penelitian yang telah dilakukan Qamariah, diketahui bahwa risiko
kematian jamaah haji golongan usia tua lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan usai muda. Jamaah haji usia 60 tahun atau lebih memiliki proporsi
kematian sebesar 74,6% sedangkan jamaah haji dengan usia kurang dari 60 tahun
sebesar 25,4% dengan angka kematian masing-masing sebesar 12,5% dan 1,3%
sehingga dapat dikatakan bahwa risiko kematian jamaah haji dengan usia diatas
60 tahun 10 kali lebih besar dibandingkan pada jamaah haji dengan usia kurang
48
dari 60 tahun.(53)
Dengan demikian, perlu adanya perhatian lebih terhadap tingkat
kesehatan pada calon jamaah haji dengan usia lanjut.
Subjek penelitian yang digunakan didominasi oleh perempuan, yaitu
sebanyak 34 orang (65,4%). Sehingga dapat diketahui bahwasannya anemia
banyak terjadi pada perempuan. Hal ini dapat terjadi karena pada wanita yang
masih usia subur membutuhkan zat besi berlebih untuk menggantikan zat gizi
yang hilang saat menstruasi sehingga rentan terjadi anemia.(54)
4.2.2. Prevalensi Anemia pada Calon Jamaah Haji yang Melakukan
Pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta
Dalam menentukan ada tidaknya anemia pada calon jamaah haji dilihat
dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin pada rekam medis di
Rumah Sakit Haji Jakarta dan membandingkannya dengan kadar normal Hb
menurut WHO. Terdapat 75% calon jamaah haji laki-laki yang mengalami anemia
dan 89,5% dari calon jamaah haji perempuan yang mengalami anemia yang
masing-masing dirawat di Rumah Sakit. Hal tersebut sesuai dengan data yang
didapatkan dari Riskesdas 2013 bahwa prevalensi anemia lebih banyak diderita
oleh perempuan dibandingkan laki-laki yaitu 23,9% dibandingkan 18,4%. Gaskell
et al, menyebutkan dalam sistematik review yang telah dilakukannya bahwa pada
orang tua lanjut usia yang dirawat di rumah sakit banyak mengalami anemia
dengan prevalensi 40-72%.
Prevalensi anemia meningkat seiring dengan
penambahan usia.(55,56)
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi,
perubahan didalam tubuh yang bersifat degeneratif, penurunan fungsi saluran
pencernaan sehingga absorpsi zat penting didalam makanan terutama zat besi
terganggu, dan degenerasi sumsum tulang sehingga terjadi penurunan produksi
eritrosit yang berdampak pada penurunan kadar hemoglobin sehingga dapat
terjadi anemia.(57)
Dengan demikian perlu adanya perhatian khusus terhadap
kelompok usia lanjut akan hal ini.
Pada hasil penelitian ini, hasil pemeriksaan laboratorium kadar
hemoglobin pada calon jamaah haji yang menderita anemia bervariasi dari 3,4g/dl
sampai 12,5 g/dl dengan rata-rata hemoglobin 9,4 g/dL pada calon jamaah haji
laki-laki dan 5,9 g/dl hingga 11,5 g/dl pada calon jamaah haji perempuan dengan
49
rata-rata 8,5 g/dL. Setengah dari calon jamaah haji perempuan yaitu 50%
memiliki anemia derajat sedang dengan kadar Hb yang berkisar antara 8,0-10,9
g/dl, kemudian 38,3% dengan anemia berat dengan kadar Hb kurang dari 8,0 g/dl
dan 11,7% calon jamaah haji perempuan memiliki anemia derajat ringan dengan
kadar Hb antara 11-11,9 g/dl. Sedangkan pada calon jamaah haji laki-laki
sebanyak 27,8% mengalami anemia ringan dengan kadar Hb antara 11-12,9 g/dl,
55,5% mengalami anemia sedang dengan kadarHb antara 8-10,9 g/dl dan 16,7 %
mengalami anemia berat dengan kadar Hb dibawah 8 g/dl. Hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetya dimana pada pasien
lanjut usia dengan penyakit kronik lebih banyak mengalami anemia ringan (43%)
dibanding dengan anemia sedang-berat (17%).(57)
Karena pada penelitian ini
kemungkinan etiologi yang menjadi dasar penyebab terjadinya anemia tidak
hanya penyakit kronis, tetapi terdapat juga beberapa kasus perdarahan, penyakit
kardiovaskular dan penyakit metabolik.
4.2.3. Gambaran Keluhan pada Pasien Calon Jamaah Haji dengan Anemia
Lemas merupakan keluhan yang banyak terdapat pada calon jamaah haji
wanita dengan anemia yang melakukan pengobatan rujukan ke rumah sakit haji
jakarta, sebanyak 37,3% diantaranya yang mengeluhkan demikian. Selain lemas,
keluhan umum anemia lainnya pun terjadi pada calon jamaah haji wanita seperti
mudah lelah (6,8%), yang banyak terjadi pada orang dengan anemia. Pada pasien
kanker dengan anemia, prevalensi keluhan lelah pun cukup tinggi berkisar antara
70% hingga 80% pada berbagai survey.(58)
Selain lelah, keluhan umu yang terjadi
pada calon jamaah haji perempuan ialah pucat (3,4%) dan pusing (3,4%).
Terdapat keluhan pada saluran pernapasan berupa sesak napas (6,8%)
dapat disebabkan karena suplai oksigen yang tidak adekuat, dimana kebutuhan
oksigen meningkat melebihi kadar oksigen didalam darah(10)
sehingga tubuh
berusaha untuk mengkompensasinya dengan meningkatkan laju napas dan napas
menjadi lebih pendek. Pada pasien dengan derajat anemia berat seringkali
mengalami keluhan berupa sesak napas bahkan ketika beristirahat.(59)
Kemudian
keluhan lainnya terkait saluran pernapasan ialah batuk (6,8%), dan flu (1,7%)
yang terkait dengan penyakit lain yang diderita pasien selain anemia.
50
Keluhan pada gastrointestinal yang terjadi seperti nyeri ulu hati (3,4%),
mual (8,5%) dan muntah (3,4%) yang merupakan sindrom dispepsia dan juga
dapat mengindikasikan kemungkinan terjadinya perdarahan kronik pada saluran
pencernaan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia(2)
, serta diare (1,7%) yang
dapat menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi sehingga intake besi, vitamin B12
maupun asam folat kurang yang dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Keluhan lainnya ialah demam (6,8%), pada pasien dengan anemia
penyakit kronis dapat ditemukan adanya demam yang merupakan salah satu tanda
inflamasi yang mana proses tersebut terjadi saat anemia akibat penyakit kronik,(32)
kemudian selain itu terdapat pula keluhan penurunan kesadaran (1,7%), masa
suprapubik (1,7%), dapat menjadi salah satu indikasi terjainya mioma yang dapat
menginduksi terjadinya menorrhagia sehingga jumlah eritrosit menurun dan
terjadi anemia.(60)
Kemudian terdapat pula permintaan untuk koloskopi (1,7%).
Serta yang tidak memiliki keluhan sebanyak 5,1%.
Sedangkan pada calon jamaah haji laki-laki yang paling banyak
melakukan pengobatan ke rumah sakit haji dengan keadaan anemia datang dengan
tanpa keluhan (17,6%). Seperti anemia sedang pada pasien dengan thalassemia
alfa yang umumnya tidak bergejala.(61)
Adapun yang memiliki keluhan umum
anemia seperti lemas (11,8%), pucat (2,9%), pusing (2,9%) yang merupakan
gejala khas dan sering disebut dengan sindrom anemia(62)
, hal tersebut dapat
terjadi karena penurunan jumlah eritrosit yang mengikat oksigen, sedangkan
oksigen merupakan salah satu komponen dalam produksi energi sehingga apabila
tubuh kekurangan oksigen, energi yang dihasilkan tubuh kurang sehingga tampak
lemas dan mudah lelah. Saat anemia terjadi, kadar Hb menurun dibawah normal
sehingga kebutuhan oksigen akan bertambah, hal tersebut menyebabkan tubuh
akan mempertahankan aliran darah menuju organ vital agar tidak kekurangan
oksigen, sehingga perfusi terhadap jaringan akan menurun dan terjadi
vasokonstriksi kutaneous yang memberikan gambaran pucat.(62)
Keluhan pada
sistem pernapasan berupa sesak napas (8,8%), batuk (11,8%).
Keluhan yang terjadi pada jamaah haji laki-laki seperti nyeri ulu hati
(2,9%), melena (2,9%), hematuri (2,9%), mengindikasikan adanya suatu proses
51
kehilangan darah dari dalam tubuh sehingga menimbulkan anemia. Selain itu
mual (2,9%), nafsu makan turun (2,9%), diare (5,9%) dapat menyebabkan intake
menurun yang mana akan menghambat proses eritropoiesis karena bahan baku
yang tersedia kurang. Keluhan lainnya seperti demam (8,8%), kaki bengkak
(2,9%), syok (2,9%), penurunan kesadaran (2,9%), riwayat kemoterapi (2,9%),
imobilisasi(2,9%).
Pada anemia dengan derjat ringan ataupun sedang tidak terlalu
berpengaruh terhadap kerja fungsi ginjal karena jaringan perifer masih
mendapatkan suplai aliran darah yang nantinya menuju ginjal, tetapi pada anemia
derajat berat yang kronik alirah darah yang menuju ginjal akan menurun dan
menyebabkan fungsi ginjal terganggu sehingga terjadi retensi cairan yang dapat
berakibat terhadap gagal jantung apabila terjadi dalam jangka lama. Salah satu
tanda klinis terhadap adanya gagal jantung dan ginjal pada anemia ialah bengkak
pada tungkai.(63)
4.2.4. Gambaran Penyakit Lain pada Calon Jamaah Haji dengan Anemia
Pada calon jamaah haji dengan anemia yang melakukan pengobatan di
Rumah Sakit, terdapat beberpa penyakit lain yang diderita. Pada calon jamaah haji
laki-laki penyakit lain yang banyak diderita ialah pneumonia (14,1%). Pada kasus
pneumonia komunitas yang dirawat di rumah sakit ternyata banyak yang
mengalami anemia, meningkat seiring dengan keparahan penyakit dan lebih
banyak pada pasien dengan penyakit komorbid, wanita, dan prognosis yang
buruk. Meskipun demikian, pada laki-laki dan pasien dengan tanpa penyakit
komorbid ataupun penyakit yang ringan, anemia tetap sering ditemukan.(64)
Reade et al, menyebutkan bahwa 1 dari 3 (33,9%) pasien dengan
pneumonia komunitas yang dirawat di rumah sakit memiliki setidaknya anemia
derajat sedang ketika diperiksa, 3 dari 5 (62,1%) pasien anemia pada beberapa
kesempatan selama berada di rumah sakit, dan 1 dari 2 (54,5%) dari pasien yang
akan keluar dari rumah sakit mengalami anemia.(64)
Anemia pada pasien
pneumonia di rumah sakit dapat terjadi meskipun tanpa adanya perdarahan karena
efek dilusi dari cairan intravena yang diberikan ketika memasuki rumah sakit dan
52
juga pengambilan darah yang dilakukan untuk pemeriksaan yang dibutuhkan.
Kadar hemoglobin ditemukan dapat menurun sebanyak >0,5 g/dL perhari pada
pasien yang tidak mengalami perdarahan selama hari pertama di ICU.(65)
Selain
karena dilusi akibat pemberian cairan intravena dan pengambilan darah, anemia
yang terjadi juga dapat disebabkan oleh perdarahan (pada saluran pencernaan
karena erosi pada mukosa gastrointestinal akibat penyakit ataupun trauma dan
pada prosedur operasi), konsentrasi eritropoietin sirkulasi yang rendah dan
berkurangnya respon sel-sel prekursor di sumsum tulang terhadap eritropoietin
efek dari sitokin-sitokin inflamasi.(66)
Selain pneumonia, pada calon jamaah haji laki-laki juga terdapat beberapa
yang mengalami penyakit cardiovaskular (6,1%), hipertensi (10,2%), first grade
av block (2,0%), gagal jantung (2,0%), hipentensive heart disease (2,0%). Anemia
merupakan salah satu faktor risiko penunjang terjadinya penyakit kardiovaskular
karena menyebabkan terjadinya abnormalitas terhadap struktur dan fungsi jantung
seperti hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan faktor predisposisi terjadinya
penyakit kardiovaskular.(67)
Pada setiap penurunan 1 g/dL hemoglobin, terjadi
peningkatan hipertrofi ventrikel kiri sebanyak 6%.(68)
Penyakit lainnya yang diderita calon jamah haji laki-laki ialah diabetes
melitus (10,2%). Dalam penelitian yang dilakukan Grossman et al, kadar
hemoglobin pada pasien diabetes melitus lebih rendah dibandingkan dengan yang
tidak memiliki penyakit diabetes melitus(69)
. Anemia pada pasien dengan diabetes
melitus biasanya terkait dengan gagal ginjal yang merupakan komplikasi dari
diabetes melitus itu sendiri(70)
, selain itu bisa juga disebabkan karena inflamasi
sistemik, neuropati otonom, penurunan ketahanan sel darah merah ataupun karena
penggunaan obat antidiabetik oral yang dapat menginduksi anemia seperti
rosiglitazone dan metformin(71)
.
Gagal ginjal kronik (4,1%) dan acute kidney injury (6,1%) adalah penyakit
lainnya yang diderita calon jamaah haji. Pada pasien dengan gagal ginjal dapat
terjadi anemia disebabkan karena aktifitas eritropoietin yang abnormal. Kadar
uremia yang tinggi pada pasien CKD pun dapat menginduksi terjadinya inhibisi
pada eritropoiesis, defisiensi nutrisi, lama hidup eritrosit yang memendek dan
53
gangguan pada homeostasis besi yang dapat berkontribusi dalam perkembangan
penyakit anemia(72)
. Anemia juga menjadi hal yang sering terjadi pada pasein
dengan Acute Kidney Injury (AKI), pasien dengan AKI mengalami inflamasi berat
karena efek dari sitokin inflamasi yang dihasilkan yang dapat menyebabkan
anemia. Disisi lain, anemia yang terjadi dapat disebabkan oleh peningkatan
destruksi dan hilangnya eritrosit, atau penurunan produksi dari eritrosit(73)
. Pada
pasien dengan AKI ditemukan bahwa kadar hemoglobin menurun secara cepat
pada awal terjadinya AKI(74)
.
Selain itu terdapat juga penyakit seperti sepsis, hipoalbumin, hipokalemia,
dehidrasi, dispepsia, luka dekubitus, karsinoma buli-buli, tuberculosis, gangguan
hati, post stroke, cedera kepala dan subarachnoid hemorrharge yang persentase
masing-masing adalah 2%.
Pada calon jamaah haji wanita, penyakit lain yang banyak diderita ialah
hipertensi (13,1%). Paparan terhadap tekanan darah tinggi dalam jangka waktu
lama dapat menyebabkan disfungsi endotel dan infiltrasi makrofag dan sel T ke
perivascular intersisial. Interaksi antara sel-sel dan sitokin inflamasi dengan sel
parenkim, stres oksidatif dan iskemia akibat hipertensi dapat menyebabkan
fibrosis intersisial dan insufisiensi tubulus sehingga produksi eritropoietin
terganggu yang dapat berdampak pada penurunan kadar eritrosit dan
hemoglobin(75)
.
Pneumonia (8,3%), gagal ginjal kronik (7,1%), AKI (1,2%), diabetes
melitus (6,0%), penyakit kardiovaskular (1,2%), sepsis (2,4%), hipokalemia
(4,8%), dehidrasi (2,4%) dan hipertensive heart disease (1,2%) juga menjadi
penyakit lainnya yang terjadi pada calon jamaah haji wanita. Kemudian terdapat
penyakit pada saluran pencernaan seperti gastroenteritis (2,4%), gastritis (1,2%),
dan kolitis (1,2%) yang mana dapat terjadi perdaharan samar yang kronik pada
saluran pencernaan yang menjadi penyebab terjadinya anemia.
Perdarahan juga merupan salah satu etiologi anemia yang mana pada
jamaah haji wanita terdapat kasus perdarahan seperti hemoroid (1,2%) dan
menorrhagia (1,2%). Mioma (1,2%) dapat menginduksi terjadinya menorrhagia
54
sehingga menyebabkan kadar hemoglobin menurun. Hal tersebut terjadi karena
kompresi mekanis pada vena kemudian ditambah dengan kontraksi pada uterus
serta aktivasi dari vasoactive growth factor(60)
. Penyakit lainnya ialah hepatitis,
trombositopeni, sirosis hepatis, nefropati, chepalgia, dermatitis, hiponatremia,
bronkhitis, sindrom obstruksi, dan Acute disseminated encephalomyelitis dengan
persentase masing-masing adalah 1,2%.
4.3. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan
menggunakan data sekunder berupa data rekam medis sehingga sumber
data seutuhnya dari apa yang tertulis didalam rekam medis. Pada beberapa
rekam medis yang kurang lengkap akan menyebabkan eksklusi ataupun
bias pada penelitian ini.
b) Populasi penelitian hanya dilakukan di satu rumah sakit sehingga kurang
dapat menggambarkan anemia pada pasien calon jamaah haji di rumah
sakit secara umum.
55
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu :
a) Prevalensi anemia pada 62 calon jamaah haji yang melakukan pengobatan
di Rumah Sakit Haji Jakarta adalah 75% pada laki-laki dan 89,5 % pada
perempuan.
b) Prevalensi derajat anemia ringan pada calon jamaah haji yang melakukan
pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta adalah 27,8% pada laki-laki dan
11,7% pada perempuan, anemia sedang 55,5 % pada laki-laki dan 50%
pada perempuan, anemia berat 16,7 % pada laki-laki dan 38,3 % pada
perempuan.
c) Keluhan terbanyak calon jamaah haji yang melakukan pengobatan di
Rumah Sakit Haji Jakarta yang mengalami anemia ialah lemas (50%),
tanpa keluhan (17%), batuk (15%), sesak napas (15%), demam (13%) dan
mual (11%).
d) Penyakit tersering yang disertai anemia pada calon jamaah haji yang
melakukan pengobatan di Rumah Sakit Haji Jakarta adalah hipertensi
(30,1%), pneumonia (26,9%), dibetes melitus (19,2%) dan gagal ginjal
kronik (15,3%).
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan diatas maka peneliti menyarankan :
a) Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin pada setiap calon jamaah haji
yang melakukan pengobatan di layanan sekunder untuk mengetahui ada
tidaknya anemia meskipun tidak ada keluhan atau keluhan tidak spesifik.
b) Bagi tenaga kesehatan agar dilakukan pemeriksaan lanjutan pada calon
jamaah haji dengan anemia untuk mengetahui etiologi dari anemia
sehingga dapat memberikan penatalaksaan dengan tepat.
56
c) Pada beberapa penyakit, tenaga kesehatan perlu waspada akan terjadinya
anemia yang dapat menyertai penyakit tersebut yang dapat menimbulkan
keluhan yang beragam.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan tahun
2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji. 2016. hal 4.
2. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2007. hal 632–5.
3. Murray RK. Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. China: The
McGraw-Hill Companies; 2003. hal 47.
4. Kemenkes RI. Pemeriksaan dan Pembinaan Kesehatan Haji mencapai
Istithaah Kesehatan Jemaah Haji Untuk Menuju Keluarga Sehat (Petunjuk
Teknis Permenkes nomor 15 tahun 2016). 2017; 14-5.
5. Silverthorn DU. Human Physiology : an integrated approach. 5th ed. San
Francisco: Pearson/Benjamin Cummings; 2010. hal 553.
6. WHO. The global prevalence of anaemia in 2011. Geneva; 2015. hal 4.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;256.
8. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Infodatin Situasi
Kesehatan Jamaah Haji Indonesia. 2015;1-6.
9. Price SA. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed.
Hartanto H, editor. Jakarta: EGC; 2005. hal 257-258.
10. Kaushansky K. Williams hematology. 9th ed. China: The McGraw-Hill
Companies; 2010. hal 549-54.
11. WHO. Anaemia [Internet]. Diunduh dari :
http://www.who.int/topics/anaemia/en/
12. Who, Chan M. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia
and assessment of severity. Geneva, Switz World Heal Organ [Internet].
2011;1–6. Diunduh dari :
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:Haemogl
obin+concentrations+for+the+diagnosis+of+anaemia+and+assessment+of+
severity#1
13. Pocock G. Human Physiology : The Basis of Medicine. 3rd ed. London:
Oxford University Press; 2006. hal 359.
14. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. 6th ed. Yesdelita N,
editor. Jakarta: EGC; 2011. hal 421.
15. Hoffbrand A. Kapita Selekta Hematologi. 4th ed. Maharani DA, editor.
Jakarta: EGC; 2005. hal 18.
58
16. Saladin KS. Anatomy and Physiology : The Unity of Form and Function.
3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2003. hal 687.
17. Hall JE. Guyton and Hall textbook of medical physiology. 12th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2010. hal 413-21.
18. Lieberman M. Marks’ Basic Medical Biochemistry. 4th ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2013. hal 4-5.
19. Koolman J, Roehm KH. Color Atlas of Biochemistry. 2nd ed. Germany:
Thieme; 2005. hal 280-1.
20. Ganong WF. Review of Medical Physiollogy. 23nd ed. Singapore:
McGraw-Hill; 2010. 697-8.
21. Loffler H, Rastetter J, Haferlach T. Atlas of Clinical Hematology. 6th ed.
New York: Spinger; 2005. hal 35-6.
22. Tanto C. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius;
2014. hal 653-660.
23. Guillemin K, Krasnow M a. The hypoxic response: huffing and HIFing.
Cell. 1997;89(1):9–12.
24. Metivier F, Marchais S, Guerin A, Pannier B, London G. Pathophysiology
of anaemia: focus on the heart and blood vessels. Nephrol Dial Transpl.
2000;15:14–8.
25. Robbins P. The ventilatory response to CO2 in high altitude natives and
patients with chronic mountain sickness. J Appl Physiol. 2002;9.
26. Oehadian A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Cdk [Internet].
2012;39(6):407–12. Diunduh dari :
http://www.kalbemed.com/portals/6/04_194cme-pendekatan klinis dan
diagnosis anemia.pdf
27. Mehta AB. At a Glance Hematologi. 2nd ed. Safitri A, editor. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2008. hal 25.
28. Masrizal. Anemia defisiensi besi. J Kesehat Masy. 2007;II(1):140–5.
29. Walmsley R. Plasma Iron : Case in chemical pathology a diagnostic
approach. 4th ed. Singapore: World Scientific; 1999. hal 238-45.
30. Bakta I. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2007. hal 26-39.
31. Kartamihardja E. Anemia defisiensi besi. 2005;2-4.
32. Supandiman I, Fadjari H. Anemia pada Penyakit Kronis. In: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2007. hal 651–2.
33. Dewi SR. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Deepublish; 2015.
59
hal 75.
34. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
Harrison principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-
Hill; 2008. hal 55.
35. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Infodatin situasi
penyakit ginjal kronis. 2017;1–6.
36. Penyajian S. Laporan akuntabilitas kinerja pusat kesehatan haji. 2015;3-4.
37. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. hal 581–2.
38. Nurdjanah S. Sirosis Hati. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.
Jakarta: EGC; 2007. hal 445–7.
39. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Infodatin situasi dan
analisis hepatitis. 2014;1.
40. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Infodatin situasi lupus di
Indonesia. 2017;1-2.
41. Daud R. Artritis reumatoid. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.
Jakarta; 2007. hal 1184.
42. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Infodatin stop kanker.
2015;1–6.
43. Karsono B. Aspek selular dan molekular kanker. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta; 2007. hal 823.
44. Mercadante S, Gebbia V, Marrazo A, Filosto S. Anemia in cancer:
pathophysiology and treatment. Cancer Treat Rev. 2000;26:303–11.
45. Salim EM, Sukmana N. Penyakit kompleks imun. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2007. hal 269.
46. Giannouli S, Voulgarelis M, Ziakas PD, Tzioufas AG. Anaemia in systemic
lupus erythematosus: from pathophysiology to clinical assessment.
2006;144–8.
47. Daud R. Artritis reumatoid. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. hal 1184.
48. Vreugdenhil G. Anaemia in rheumatoid arthritis : the role of iron , vitamin
B12 , and folic acid deficiency , and erythropoietin responsiveness.
1990;93–8.
49. Jonathan S. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu; 2006. hal 111.
60
50. Dahlan S. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 4th ed. Jakarta:
Salemba Medika; 2009. hal 31.
51. Dahlan S. Besar sampel dan cara pengambilan sampel edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika; 2013. hal 34-5.
52. Ika Nur Rohmah A, Bariyah K, Keperawatan J. Kualitas hidup lanjut usia.
2012;120–32.
53. Qomariah. Angka Kematian Jamaah Haji Indonesia. Vol. XI. 2001. hal 44–
50.
54. Permaesih D, Herman S. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada
Remaja. e-Journal Badan Penelit dan Pengemb Kesehat [Internet].
2005;33:162–71. Diunduh dari :
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/219/294
55. Guralnik JM, Eisenstaedt RS, Ferrucci L, Klein HG, Woodman RC.
Prevalence of anemia in persons 65 years and older in the United States :
evidence for a high rate of unexplained anemia. October.
2004;104(8):2263–8.
56. Gaskell H, Derry S, Andrew Moore R, McQuay HJ. Prevalence of anaemia
in older persons: systematic review. BMC Geriatr [Internet]. 2008;8(1):1.
Diunduh dari : http://www.biomedcentral.com/1471-2318/8/1
57. Prasetya H. Gambaran Anemia pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna
Werdha Abiyoso Yogyakarta tahun 2013. 2013;23–8.
58. Sobrero A. Fatigue: A main component of anemia symptomatology. Semin
Oncol [Internet]. 2001 Apr [cited 2017 Oct 19];28:15–8. Diunduh dari :
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0093775401902076
59. Varat MA, Adolph RJ, Fowler NO. Cardiovascular effects of anemia. Am
Heart J. 1972;83(3):415–26.
60. Yang JH, Chen MJ, Chen C Der, Chen CL, Ho HN, Yang YS. Impact of
submucous myoma on the severity of anemia. Fertil Steril [Internet].
2011;95(5):1769–1772.e1. Diunduh dari :
http://dx.doi.org/10.1016/j.fertnstert.2011.01.142
61. Hermiston ML, Mentzer WC. A practical approach to the evaluation of the
anemic child. Pediatr Clin North Am [Internet]. 2002 Oct [cited 2017 Oct
19];49(5):877–91. Diunduh dari :
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0031395502000299
62. Ludwig H, Strasser K. Symptomatology of Anemia. 2001;7-12.
63. Bradley SE, Bradley GP. Renal Function during Chronic Anemia in Man.
Blood J. 2015;60(3):714–21.
64. Reade MC, Weissfeld L, Angus DC, Kellum JA, Milbrandt EB. The
61
prevalence of anemia and its association with 90-day mortality in
hospitalized community-acquired pneumonia. BMC Pulm Med [Internet].
2010;10(1):10–5. diunduh dari : http://www.biomedcentral.com/1471-
2466/10/15%5Cnpapers3://publication/doi/10.1186/1471-2466-10-15
65. Ba VN, Bota DP, Mélot C, Vincent J-L. Time course of hemoglobin
concentrations in nonbleeding intensive care unit patients. Crit Care Med
[Internet]. 2003;31(2):406–10. Diunduh dari :
http://content.wkhealth.com/linkback/openurl?sid=WKPTLP:landingpage&
an=00003246-200302000-00009
66. Fink MP. Pathophysiology of intensive care unit-acquired anemia. Crit
Care. 2004;8 Suppl 2:9–10.
67. Hayashi T, Joki N, Tanaka Y, Hase H. Anaemia and early phase
cardiovascular events on haemodialysis. Nephrology. 2015;20:1–6.
68. Levin A. Left ventricular mass index increase in early renal disease: Impact
of decline in hemoglobin. Am J Kidney Dis [Internet]. 1999 Jul 1 [cited
2017 Oct 10];34(1):125–34. Diunduh dari :
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0272638699701186
69. Grossman C, Dovrish Z, Koren-Morag N, Bornstein G, Leibowitz A.
Diabetes mellitus with normal renal function is associated with anaemia.
Diabetes Metab Res Rev [Internet]. 2014;32(30):13–23. Diunduh dari :
http://libweb.anglia.ac.uk/
70. Thomas M, Tsalamandris C, Macisaac R, Jerums G. Anaemia in Diabetes :
An Emerging Complication of Microvascular Disease. 2005;107–26.
71. Berria R, Glass L, Mahankali A, Miyazaki Y, Monroy A, De Filippis E, et
al. Reduction in hematocrit and hemoglobin following pioglitazone
treatment is not hemodilutional in Type II diabetes mellitus. Clin
Pharmacol Ther. 2007;82(3):275–81.
72. Babitt JL, Lin HY. Mechanisms of Anemia in CKD. J Am Soc Nephrol
[Internet]. 2012;23(10):1631–4. Diunduh dari :
http://www.jasn.org/cgi/doi/10.1681/ASN.2011111078
73. Hales M, Solez K, Kjellstrand C. The Anemia of Acute Renal Failure:
Association with Oliguria and Elevated Blood Urea. Ren Fail [Internet].
1994;16(1):125–31. diunduh dari :
http://www.tandfonline.com/doi/full/10.3109/08860229409044854
74. Haggett P, Lipkin GW. Erythropoietin in acute renal failure. 1988;1029.
75. Tanimura M, Dohi K, Matsuda M, Sato Y, Sugiura E, Kumagai N, et al.
Renal resistive index as an indicator of the presence and severity of anemia
and its future development in patients with hypertension. BMC Nephrol
[Internet]. 2015;16(1):45. Diunduh dari :
http://bmcnephrol.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12882-015-0040-6
62
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Etik
63
Lampiran 2
Surat Izin Pengambilan Data
64
Lampiran 3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Nisa Uzlifatul Jannah
Alamat : Kp. Sukarasa 03/02, Ds Wangunjaya, Kec.Cikalongwetan,
Bandung Barat, Jawa barat
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 13 Januari 1997
Agama : Islam
No. Handphone : 087838456072
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 2001-2002 : TK Tunas Karya Panglejar
2. Tahun 2002-2008 : SDN 3 Cisomang
3. Tahun 2008-2011 : SMP IT Al-ittihad Cianjur
4. Tahun 2011-2014 : MA Wahid Hasyim Yogyakarta
5. Tahun 2014-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta