preterm

24
BAB I PENDAHULUAN Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan 70% kematian prenatal atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka panjang, yang meliputiretardasi mental, gangguan perkembangan, serebral palsi, seizure disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran, dan gangguan non- neurologi seperti penyakit paru kronis, dan retinopati. Persalinan preterm bukan hanya menjadi komplikasi obstetri yang paling umum, namun juga menjadi salah satu yang paling serius. Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya bervariasi antara 6% sampai15% dari seluruh persalinan. Di Amerika Serikat, sekitar 450.000 (11,5%) persalinan preterm terjadi setiap tahunnya, dan menyebabkan 75% kematian neonatal dan 50%gangguan neurologis jangka panjang pada anak. Selain itu juga menyebabkan pengeluaran biaya perawatan kesehatan sebesar 35% untuk bayi dan 10% untuk anak. Di Indonesia sendiri angka kejadian persalinan preterm belum dapat dipastikan jumlahnya namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi Bayi Berat Lahir Rendah

Upload: putrii-rahayu-sriikandi

Post on 30-Sep-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

persalinan preterm

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan 70% kematianprenatal atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka panjang, yang meliputiretardasi mental, gangguan perkembangan, serebral palsi, seizure disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran, dan gangguan non-neurologi seperti penyakit paru kronis, dan retinopati. Persalinan preterm bukan hanya menjadi komplikasi obstetri yang paling umum, namun juga menjadi salah satu yang paling serius. Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya bervariasi antara 6% sampai15% dari seluruh persalinan. Di Amerika Serikat, sekitar 450.000 (11,5%) persalinanpreterm terjadi setiap tahunnya, dan menyebabkan 75% kematian neonatal dan 50%gangguan neurologis jangka panjang pada anak. Selain itu juga menyebabkanpengeluaran biaya perawatan kesehatan sebesar 35% untuk bayi dan 10% untuk anak.

Di Indonesia sendiri angka kejadian persalinan preterm belum dapat dipastikan jumlahnya namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan preterm. Lima provinsi mempunyai persentase BBLR tertinggi adalah Provinsi Papua (27,0%), Papua Barat (23,8%), Nusa Tenggara Timur (20,3%), Sumatera Selatan (19,5%), dan Kalimantan Barat (16,6%). Sedangkan provinsi dengan persentase BBLR terendah adalah Bali (5,8%), Sulawesi Barat (7,2%), Jambi (7,5%), Riau (7,6%), dan Sulawesi Utara (7,9%).Dari penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, didapatkan angka kejadian persalinan preterm 20,4% dan berat lahir rendah sebesar 9,3%. Selain itu terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan dalam terjadinya persalinan dan kelahiran preterm, misalnya anemia, di mana prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 51%. Persalinan preterm menyebabkan dampak yang besar dan signifikan terhadap biaya kesehatan, baik langsung maupun tidak. Dampak langsung meliputi terkurasnya sumber daya kesehatan, finansial, emosional serta psikologis orang tua. Dampak tidak langsung yang terjadi adalah beban di masyarakat untuk perawatan jangka panjang terhadap gejala sisa akibat prematuritas serta hilangnya mata pencaharian orang tua yang terpaksa berhenti bekerja untuk merawat anaknya.

Tingkat morbiditas tersebut dapat dikurangi dengan pencegahan persalinan preterm, seperti prediksi dini dan akurat, intervensi untuk menghilangkan faktor risiko serta menunda terjadinya persalinan dengan pemberian tokolitik, kortikosteroid untuk pematangan paru janin, dan antibiotik profilaksis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Diagnosis persalinan preterm dibuat jika pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu mengalami kontraksi yang teratur, setidaknya sekali setiap 10 menit, yang dapat berhubungan dengan dilatasi dan/atau penipisan dari serviks. Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir .Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.

2. 2 Epidemiologi

Pemicu obstetri yang mengarah pada persalinan preterm antara lain: (1)persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2) persalinan preterm spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3)persalinan preterm dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkanpervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari persalinan pretermberdasarkan indikasi, 40-45% persalinan preterm terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% persalinan preterm yang didahului ketuban pecah dini. Persalinan preterm juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% persalinan preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu( moderate prematurity ), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term)

2.3 Etiology dan Faktor Resiko

Saat ini, telah diketahui bahwa penyebab persalinan preterm multifaktorial dan sesuai dengan usia kehamilan. Diantaranya ialah:

1. Perdarahan desidua (misalnya abrupsi)

2. Distensi berlebih uterus (misalnya, pada kehamilan multipel ataupolihidramnion)

3. Inkompetensi serviks (misalnya trauma dan cone biopsy)

4. Distorsi uterus (misalnya kelainan duktus Mullerian atau fibroiduterus)

5. Radang leher rahim (misalnya, akibat vaginosis bakterialis atau trikomonas)

6. Demam/inflamasi maternal (misalnya akibat infeksi asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik)

7. Perubahan hormonal, yaitu aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal, baik pada ibu maupun janin (misalnya, karena stres pada ibu atau janin)

8. Insufisiensi uteroplasenta (misalnya, hipertensi, diabetes tipe I,penyalahgunaan obat, merokok, atau konsumsi alkohol).

Tabel 2.1 Etiologi persalinan preterm

Meskipun patofisiologi persalinan preterm kurang dapat dipahami, namun terdapat banyak faktor risiko yang diketahui berperan pada persalinan preterm, danpengetahuan terhadap adanya faktor risiko ini penting dalam menilai kemungkinan terjadinya persalinan preterm. Namun sayangnya upaya untuk menilai faktor risiko tersebut tidaklah mudah, karena lebih dari setengah dari persalinan preterm terjadi pada wanita yang tidak memiliki faktor risiko yang jelas. Berikut beberapa faktor risiko terjadinya persalinan preterm:

Faktor risiko mayor

1. Kehamilan multiple

2. Polihidramnion

3. Anomali uterus

4. Dilatasi serviks > 2 cm pada kehamilan 32 minggu

5. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester kedua

6. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

7. Penggunaan cocaine atau amphetamine

8. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu

9. Status sosial ekonomi yang rendah

10. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

11. Usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun

Faktor risiko minor

1. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu

2. Riwayat pielonefritis

3. Merokok lebih dari 10 batang perhari

4. Riwayat abortus satu kali pada trimester kedua

5. Riwayat abortus > 2 kali pada trimester pertama.

Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya Disamping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat sosio-biologi (seperti usia ibu, jumlah anak, obesitas, status sosioekonomi yang rendah, ras, stres lingkungan) dan komplikasi kehamilan lainnya (seperti infeksi maternal, preeklamsia-eklamsia, plasenta previa, kehamilan yang diperoleh melaluibantuan medikasi, terlambat atau tidak melakukan asuhan antenatal). Merupakan langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm adalah bagaimana mengidentifikasi faktor risiko dan kemudian memberikan asuhan prenatal sertapenyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.

2.4 Diagnosis

Untuk menentkan apakah seorang ibu hamil terancam persalinan preterm atau tidak dapat ditegakkan melalui beberapa kritria meliputi

1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari.

2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit

3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low backpain)

4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,

5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm

6. Selaput amnion seringkali telah pecah,

7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics danTheAmerican Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosispersalinan preterm ialah sebagai berikut:

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit ataudelapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks

2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm

3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih

2. 5 Penatalaksanaan

Hal pertama yang dipikirkan pada penatalaksanaan persalinan preterm ialah,apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris, ataupun ultrasonografi, meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,persentasi dan keadaan janin/kelainan kongenital.

Bila proses persalinan preterm masih tetap berlangsung atau mengancam, meskitelah dilakukan segala upaya pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:

1. Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokterspesialis kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm, atauberapa persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.

2. Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah sesaria.

3. Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma gawat nafas.

4. Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensiperawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.

5. Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm,dengan rencana perawatan intensif neonatus.

Ibu hamil yang mempunyai risiko mengalami persalinan preterm dan/atau menunjukan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi untukmeningkatkan neonatal outcomesManajemen persalinan preterm tergantung pada beberapa faktor, diantaranya:

1. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak akan dihambat bilamana selaput ketuban sudah pecah.

2. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm.

3. Umur kehamilan. Makin muda umur kehamilan, upaya mencegahpersalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsungbila TBJ > 2000 gram, atau kehamilan > 34 minggu. Usia kehamilan 34 minggu dapat melahirkan di tingkat dasar/primer, mengingat prognosis relative baik. Usia kehamilan < 34 minggu; harus dirujuk ke rumah sakit denganfasilitas perawatan neonatus yang memadai.

4. Penyebab/komplikasi persalinan preterm.

5. Kemampuan neonatal intensive care facilities

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama untukmencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:

1. Menghambat proses persalian preterm dengan pemberian tokolisik

2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid

3. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.

2.4.1 Tokolisis

Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular disertai perubahan serviks pada kehamilan preterm.Alasan pemberian tokolisis pada persalianan preterm ialah:

1. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur

2. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru janin

3. Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap

Beberapa macam obat yang digunakan sebagai tokolisis, antara lain:

1. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang, maksimum 40 mg/6 jam.Umumnya hanya diperlukan 20 mg. Obat dapat diberikan lagi jika timbulkontaksi berulang.Dan dosis perawatan 3x10 mg.

2. Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 g/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 g/menit,subkutan: 250 g setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia,hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.

3. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).

4. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakanpenghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskularpada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil dari pada indometasin

Untuk menghambat proses persalinan preterm, selain tokolisis, pasien juga perlumembatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:

Oligohidramnion

Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini

Preeklamsia berat

Hasil nonstrees testtidak reaktif

Hasil contraction stress testpositif

Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabildan kesejahteraan janin baik

Kematian janin atau anomali janin yang mematikan

Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

2.4.2 Akselerasi pematangan fungsi paru

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan parujanin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis , dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.

Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:

1. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.

2. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasinghormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadartri-iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karenainositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.

2.4.3 Antibiotika

Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi,seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkanpemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob maupun anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas kuman. Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidakada kontra indikasi, diberi tokolisis

2.4.4Cara Persalinan

Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutamapada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps untukmelindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksisyang luas untuk mengurangi trauma kepala. Bila janin presentasi kepala maka diperbolehkan partus pervaginam dengan episiotomi lebar dan perlindungan forceps terutama pada bayi < 35 minggu. Seksio sesarea tidak memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Oleh karena itu prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untukmelakukan seksio sesarea. Seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik. Indikasi seksio sesarea: a.Janin sungsangb.Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial) c.Gawat janin d. Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah ,oligohidramnion, dan cairan amnion berbau.e.Bila syarat pervaginam tidak terpenuhi f.Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa, dan sebagainya)

2. 5 Komplikasi

Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan bagi bayi, persalinan preterm menyebabkan 70% kematian prenatal atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka pendek maupun jangka panjang.Morbiditas jangka pendek diantaranya ialah respiratory distress syndrome(RDS),perdarahan intra/periventrikular, necrotising enterocolitis (NEC), displasia bronko-pulmoner, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun morbiditas jangka panjang yangmeliputi retardasi mental, gangguan perkembangan, serebral palsi,seizure disorder,kebutaan, hilangnya pendengaran, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral danprestasi sekolah yang kurang baik.

2. 6 Pencegahan

Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.6.1 Pencegahan primer

Ditujukan untuk semua wanita, sebelum atau selama kehamilan untuk mencegahdan mengurangi risiko. Berikut beberapa intervensi yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer:

Pencegahan primer sebelum pembuahan dan selama kehamilan

1. Memberikan pendidikan: kepada semua wanita usia reproduksi diberikan pendidikan mengenai faktor-faktor risiko dari persalinan preterm.

2. Kebijakan publik: terdapat kebijakan yang diterapkan oleh suatu pemerintahan dalam melindungi wanita yang sedang hamil, seperti menerapkan waktu cuti minimal 14 minggu pada wanita hamil yang bekerja, memberikanizin bagi wanita yang berkerja untuk menghadiri asuhan prenatal,menghindarkan wanita hamil dari jam kerja malam, serta perlindungan wanitahamil terhadap bahaya lingkungan kerja.

3.Mengkonsumsi suplemen nutrisi: wanita yang sedang merencanakan kehamilan disarankan untuk mulai mengkonsumsi berbagai suplemen nutrisi,hingga selama kehamilan untuk mengurangi risiko masalah kehamilan.Berdasarkan penelitian, morbiditas respiratori menurun pada bayi yangdilahirkan oleh wanita yang mengkonsumsi tambahan vitamin.

4.Menghentikan konsumsi rokok sejak direncanakannya kehamilan,mengingat adanya hubungan antara merokok dengan persalinan preterm.

5.Melakukan asuhan prenatal. Berdasarkan hasil penelitian, wanita yangmelakukan asuhan prenatal yang adekuat memiliki angka kejadian persalinan preterm yang lebih rendah dibanding mereka yang melakukan asuhan prenataltidak memadai, atau yang tidak melakukan asuhan prenatal.

6. Melakukan skrining wanita risiko rendah. Skrining dan terapi bakteriuria asimptomatik telah dilaporkan menurunkan tingkat persalinan preterm. Namun, skrining dan protokol terapi yang optimum dalam mencegah persalinan preterm masih belum jelas benar. Pencegahan persalinan preterm sebagian besar didasarkan pada riwayat persalinan preterm sebelumnya dan adanya faktor risiko kehamilan seperti kehamilan multipel dan perdarahan. Namun, Goldenberg dkk melaporkan bahwa jumlah dan usia persalinan preterm sebelumnya, merupakan faktor risiko persalinan preterm yang kuat.

2.6.2 Pencegahan sekunder

Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi risiko pada wanita yang diketahui memiliki faktor risiko persalinan preterm. Sehingga dilakukan pada wanita yang terbukti memiliki risiko persalinan preterm berdasarkan riwayat persalinan(misalnya, persalinan preterm sebelumnya atau adanya anomali uterus) atau adanya risiko kehamilan saat ini (misalnya kehamilan multipel atau perdarahan). Pencegahan ini memerlukan identifikasi dan penurunan faktor risiko, yang keduanya terbukti sulit dilakukan.

Beberapa intervensi yang dapat dilakukan sebagai pencegahan sekunder diantaranya ialah:

1. Pencegahan sekunder sebelum konsepsi: koreksi anomali duktus Mullerian, pemberian progesteron profilaksis, mengontrol penyakit-penyakit seperti diabetes, seizures, asma atau hipertensi

2. Pencegahan sekunder setelah konsepsi:a.Modifikasi aktivitas ibu (tirah baring, pembatasan kerja, dan menurunkanaktivitas seksual, sering disarankan untuk menurunkan kemungkinan persalinan preterm)b.Pemberian suplemen nutrisi (omega-3 polyunsaturated fatty acids dianggap dapat menurunkan konsentrasi proinflammasi sitokin) c.Peningkatan perawatan bagi wanita yang berisiko (asuhan prenatal yang intensif, meliputi dukungan sosial, kunjungan ke rumah, serta pendidikan padawanita hamil)d. Terapi antibiotik (masih kontroversial, memberikan antibiotik pada wanita yang mengalami persalinan preterm sebelumnya dengan dugaan dikarenakan bakterial vaginosis)e. Pemberian progesteron (progesteron dianggap sebagai antagonis oksitosin,sehingga menyebabkan relaksasi otot, selain itu progesteron memeliharaintegritas serviks, dan memiliki efek antiinflamasi).

2.6.3 Pencegahan tersier

Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang umum dilakukan. Dimulai setelah proses persalinan terjadi, dengan tujuan untuk mencegah kelahiran preterm atau meningkatkan outcome dari bayi preterm. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan sebagai pencegahan tersier diantaranya ialah pengiriman ibu dengan persalinan preterm ke rumah sakit yang dilengkapi perawatan bayi preterm dalam sistem regionalisasi,yang memberikan pelatihan dan pengembangan keterampilan dan perawatan fasilitas, pemberian terapi tokolisis, kortikosteroid antenatal, antibiotik dan persalinan pretermatas indikasi pada waktu yang tepat

BAB III

KESIMPULAN

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37minggu dan merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas perintaldi seluruh dunia. Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya bervariasi antara6% sampai 15% dari seluruh persalinan.Patogenesis dari persalinan preterm masihbelum dimengerti dengan benar.Namun, infeksi tampaknya menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam persalinan preterm.

Meskipun patofisiologipersalinan preterm kurang dapat dipahami, namun terdapat banyak faktor risiko yang diketahui berperan pada persalinan preterm, dan pengetahuan terhadap adanya faktorrisiko ini penting dalam menilai kemungkinan terjadinya persalinan preterm.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama untukmencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah menghambat prosespersalinan preterm dengan pemberian tokolisis, akselerasi pematangan fungsi parujanin dengan kortikosteroid, dan bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.Ibuhamil yang mempunyai risiko mengalami persalinan preterm dan/atau menunjukantanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkanneonatal outcomes. Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas danmortalitas yang berhubungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan menjadipencegahan primer, sekunder, dan tersier