presentasi kasus
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF LESI LUAS
KASUS BARU DENGAN DIABETES MELITUS
Disusun Oleh :
Riskawati Iskandar 111.0221.011
Ikhsani Utami D. 111.0221.029
Sessya Tika M. 111.0221.058
Diajukan Kepada :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
SMF PENYAKIT PARU
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
“TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF LESI LUAS KASUS BARU DENGAN
DIABETES MELITUS”
Diajukan untuk memenuhi syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: Desember 2012
Disusun oleh :
Riskawati Iskandar 1110221011
Ikhsani Utami Dewi 1110221029
Sessya Tika M. 1110221058
Purwokerto, Desember 2012
Pembimbing,
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
BAB I
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 35 tahun
Alamat : Purwokerto
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Polisi
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 17 Desember 2012
Tanggal periksa : 18 Desember 2012
Ruang Rawat : Asoka Isolasi 1
Nomer RM : 78.75.91
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 17 Desember 2012 dengan keluhan
demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul perlahan, turun dengan
pengobatan (paracetamol), namun meninggi kembali beberapa jam kemudian. Saat
demam, suhu tidak diukur, namun pasien mengeluh sampai menggigil.
2. Keluhan Tambahan
Sesak dan batuk yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, sesak timbul saat batuk.
Batuk disertai dahak, dahak berwarna hijau dan sempat disertai dengan darah namun
hanya sedikit.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 17 Desember 2012 dengan keluhan
demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul perlahan, saat demam
suhu tidak diukur, turun dengan pengobatan, namun meninggi kembali dan disertai
menggigil.
Selain demam, pasien juga mengeluh sesak dan batuk sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Sesak timbul saat batuk, batuk berdahak, dahak berwarna hijau,
dirasakan setiap hari dan sangat menganggu aktivitas. Batuk sempat disertai darah yang
berwarna merah segar, sedikit, dan tidak bercampur dengan makanan. Pasien juga
mengeluh keluar keringat dingin saat malam hari, satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Penurunan nafsu makan disangkal, namun terdapat penurunan berat badan sebanyak 3 kg
dalam 1 bulan.
Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien datang untuk berobat ke
PMI,dengan keluhan batuk dan sesak, diberi pengobatan namun pasien lupa akan terapi
yang diberikan, selain itu pasien melakukan pemeriksaan rontgen. Satu bulan
(November) sebelum masuk rumah sakit, pasien pindah berobat dari PMI ke RS.
Elisabeth karena pasien merasa batuknya tidak kunjung sembuh setelah mendapat terapi
dari rumah sakit PMI, di RS. Elisabeth pasien mengaku mendapatkan terapi OAT yaitu
Rifastar, berdasarkan hasil rontgen sebelumnya, namun pasien menyangkal pernah
diambil dahaknya untuk pemeriksaan sputum. Namun, dikarenakan pasien merasa setiap
kali habis meminum obat tersebut batuk semakin bertambah parah, setelah 1 minggu
meminum obat tersebut, pasien menghentikan terapi tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu
a.Riwayat penyakit yang sama : disangkal.
b.Riwayat hipertensi : disangkal.
c.Riwayat DM : (+), sejak tahun 2006, pasien mendapatkan terapi
ter
d.Riwayat penyakit jantung : disangkal.
e.Riwayat keganasan : disangkal.
5. Riwayat penyakit keluarga
a.Riwayat hipertensi disangkal.
b.Riwayat DM disangkal .
c.Riwayat asma disangkal.
d.Riwayat TBC : (+) ibu :menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan tuntas (pada tahun
2007) di BP4, serta (+) adik pasien, saat ini sedang menjalani pengobatan OAT di BP4,
namun dari keterangan pasien, pasien tidak mengetahui sudah berapa lama adiknya
tersebut menjalani pengobatan OAT.
e.Riwayat penyakit perdarahan disangkal.
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien tinggal bersama istri dan kedua orang anaknya. Anak pasien yang
pertama laki-laki berusia 11 tahun dan yang kedua perempuan usia 5 tahun. Rumah
tersebut berada di pemukiman padat penduduk terletak tidak jauh dari jalan raya.
Menurut pengakuan pasien kondisi rumahnya cukup baik dengan lantai beralaskan
keramik dan ventilasi seperti jendela cukup baik sehingga cahaya matahari bisa
masuk ke dalam rumah. Tidak terdapat pabrik maupun Tempat Pembuangan sampah
Akhir (TPA) di dekat rumah. Pasien tidak mengetahui apakah di daerah tempat pasien
tinggal ada tetangga yang mengalami keluhan yang serupa.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah bersama istri dan kedua anaknya. Rumah pasien
terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan jamban. Rumah
terbuat dari dinding tembok dan lantai keramik. Atap rumah pasien terbuat dari
genteng. Ruang tamu memiliki jendela dengan pencahayaan dan sirkulasi yang
cukup.. Kamar tidur rumah pasien berukuran 2 x 3 m2. Ventilasi udara terdapat di
ruang tamu. Cahaya yang masuk ke rumah cukup. Istri dan anak-anaknya sering tidur
bersama, sedangkan pasien tidur di kamar yang terpisah.
c. Occupational
Pasien merupakan polisi yang sehari-hari bertugas sebagai pengatur lalu lintas.
Istri pasien merupakan ibu rumah tangga yang sehari-harinya berada di rumah untuk
mempersiapkan semua kebutuhan rumah tangga Biaya rumah sakit ditanggung oleh
tunjangan kesehatan dari tempat pasien bekerja. di tempat pasien bekerja tidak ada
teman satu profesi yang mengalami keluhan yang serupa.
d. Personal habit
Pasien mengaku merokok dengan jumlah 1 bungkus dalam 1 hari (12 batang)
sejak pasien berusia 15 tahun, sampai saat ini. Pekerjaannya sebagai polisi yang
memiliki tugas mengatur lalu lintas dan menjaga keamanan sekitar tempat pasien
bertugas. Ibu dan adik pasien pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Ibu pasien sudah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan tuntas, sedangkan adik
pasien masih menjalani pengobatan tersebut sampai saat ini. pasien terakhir kali
bertemu dengan adik pasien 2 bulan yang lalu.
e. Diet
Pasien tidak memiliki alergi khusus terhadap makanan. Pasien mengaku
menyukai berbagai jenis makanan, seperti sayur, lauk-pauk, ikan dan daging. Pasien
tidak mengontrol pola makannya dengan baik sebagai seorang pasien diabetes, dan
pasien mengaku tidak teratur mengkonsumsi obat diabetes.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign tanggal 18 Desember 2012
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 36oC
4. Berat badan : 90 kg
5. Tinggi badan : 170 cm
IMT = 31,2 (gizi lebih)
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm,
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Hidung : Dicharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir pucat (-),sianosis (-), lidah kotor (-) atrofi papil
lidah (-)
2. Pemeriksaaan Leher
Inspeksi : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm H2O
3. Pemeriksaan Toraks
Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak (-), jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan sama dengan paru kiri, dan vokal fremitus sedikit
menurun.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+) normal, RBH (-/-), RBK (+/+), Wh (-/-), ekspirasi
memanjang (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 1 jari lateral LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V 1 jari lateral LMCS, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung
1. Kanan atas SIC II LPSD
2. Kanan bawah SIC IV LPSD
3. Kiri atas SIC II LPSS
4. Kiri bawah SIC V 1 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1 > S2, regular, murmur (-), gallop (-)
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung, spider nevi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Perkusi : Tympani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
5. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : oedem (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)
Inferior : oedem (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), refleks fisiologis (+/+),
refleks patologis (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Desember 2012
1. Darah lengkap
No Jenis
Pemeriksaan
Hasil Interpretasi
a. Hb 13,2 g/dl Turun
b. Leukosit 11.180 /uL Meningkat
c. Ht 38 % Turun
d. Eritrosit 4,0x 106 /ul Normal
e. Trombosit 420.000/ul Normal
f. MCV 79,8 fl Normal
g. MCH 27,4 pg Normal
h. MCHC 24,4 % Normal
2. Hitung jenis
No Pemeriksaan Hasil Interpretasi
a. Basofil 0,2 % Normal
b. Eosinofil 1,1 % Menurun
c. Neutrofil batang 0,0 % Menurun
d. Neutrofil
Segmen
62,8 % Normal
e. Limfosit 19,9 % Menurun
f. Monosit 15,9 % Meningkat
g. LED 91 mm/jam Meningkat
3. Kimia klinik
4. Mikrobiologi tanggal 13 Desember 2012
Pewarnaan Zn 1x
BTA I : 3+ ditemukan lebih dari 10 dalam 1 lapang pandang
Epitel : positif
Leukosit : positif
No. Jenis Pemeriksaan Hasil Interpretasi
1. SGOT 14 U/L Menurun
2. SGPT 13 U/L Menurun
3. Ureum darah 14,8 mg/dl Menurun
4. Kreatinin darah 0,60 mg/dl Menurun
5. Bilirubin Total 0,61 mg/dl Normal
6. Bilirubin Direk 0,20 mg/dl Normal
7. Bilirubin Indirek 0,01 mg/dl Normal
8. Asam Urat 2,9 mg/dl Menurun
9. Glukosa puasa 145 mg/dl Meningkat
10. Glukosa 2 jam PP 135 mg/dl Meningkat
Pewarnaan Zn 2x
BTA II : 2+ ditemukan lebih dari 10 dalam 1 lapang pandang
Epitel : positif
Leukosit : positif
Pewarnaan Zn 3x
BTA III : 3+ ditemukan lebih dari 10 dalam 1 lapang pandang
Epitel : positif
Leukosit : positif
E. PEMERIKSAAN RONTGEN
Pemeriksaan rontgen tanggal 1 Oktober 2012
Jantung : bentuk dan besar dbn
Sinus dan diafragma baik
Pulmo : Tuberkulosis paru aktif dengan bronkiektasis infected
Tampak bercak infiltrat apeks kiri dan kaverna.
Pemeriksaan rontgen tanggal 13 Desember 2012
COR : Bentuk dan letak jantung normal.
PULMO : Corakan vascular meningkat.
Tampak konsolidasi pada lapangan atas paru kiri disertai air bronkogram
Tampak pula bercak pada parakardial kanan kiri
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior.
Sinus costofrenikus kanan lancip, kiri terpotong.
Kesan:
- Bentuk dan letak jantung normal
- Gambaran pneumonia dd/ TB Paru
F. RESUME
1. Anamnesis
a. Demam sejak 1 hari SMRS.
b. Keluhan demam disertai dengan keluhan batuk dan sesak sejak 3 bulan SMRS. Sesak
timbul bila pasien batuk, batuk berdahak warna hijau, sempat disertai darah, berwarna
merah segar, sedikit, tanpa disertai makanan. Penurunan nafsu makan (-), penurunan
berat badan (+) 3 kg dalam 1 bulan. Keringat dingin pada malam hari (+) sejak 1 hari
SMRS
c. Pasien memiliki riwayat pengobatan OAT bulan November 2012, dikonsumsi selama
1 minggu, kemudian berhenti karena keluhan dirasa semakin parah.
2. Pemeriksaan Toraks
Pulmo
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+) normal, RBH (-/-), RBK (+/+), Wh (-/-),
ekspirasi memanjang (-).
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
a. Leukosit meningkat.
b. Eosinofil menurun.
c. Limfosit menurun
d. LED meningkat.
e. SGOT dan SGPT menurun.
f. GDP dan GD2PP meningkat.
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum pada pewarnaan ZN 1x, 2x dan 3x didapatkan hasil positif.
Pemeriksaan Foto Thoraks
Bentuk dan letak jantung normal.
Gambaran pneumonia dd/ TB Paru.
Diagnosis Kerja
TB Paru BTA Positif Lesi Luas Kasus Baru
Diabetes melitus
G. PEMERIKSAAN PROGRAM
Dilakukan untuk memantau keberhasilan terapi:
- Kultur resistensi sputum TB
- Cek sputum ulang:
o Satu minggu sebelum akhir bulan kedua
o Satu minggu sebelum akhir bulan kelima
o Satu minggu sebelum akhir bulan keenam
H. PENATALAKSANAAN
Farmakologis
IVFD RL + Sohobion 1 amp 20 tpm
Inj. Cefotaxim 2x1 gr
Inj. Pranza 1x1
p.o. Fartolyn syr 3x1 C
p.o. Vestein 3 x1
p. Pranza 1x1
p.o. 4 FDC 1x5 tab
Non farmakologis
- Minum obat secara teratur selama 6 bulan.
- Segera kontrol jika obat habis.
- Tutup mulut jika batuk.
- Jangan meludah sembarangan.
- Makan secara teratur.
- Skrining untuk keluarga.
I. PEMBAHASAN
TB Paru BTA positif Lesi Luas Kasus Baru
Anamnesis:
1. Batuk berdahak kurang lebih selama 3 bulan
2. Demam
3. Keluar keringat dingin pada malam hari
4. Berat badan menurun
5. Riwayat minum OAT (+)
Pemeriksaan fisik:
1. Auskultasi paru didapatkan ronki basah kasar (+/+)
Pemeriksaan Penunjang:
a. Leukosit meningkat.
b. LED meningkat.
c. SGOT dan SGPT menurun.
d. GDP dan GD2PP meningkat
1. BTA 3X : positif
2. Rongent Thorax : Gambaran pneumonia kemungkinan TB Paru
Farmakologis
1. IVFD RL 20 tpm
Diindikasikan untuk resusitasi, suplai ion bikarbonat.
Kemasan : 500ml mgd Na 130 mEq/L, Cl 109 mEq/L, K 4 mEq.L, Ca 3 mEq/L, Laktat
28 mEq/L dengan osmolaritas 273 mOsm/L.
2. Inj Cefotaxime 2x1 gr IV
Cefotaxime adalah antibiotik golongan sefalosporin golongan ketiga dan memiliki
spectrum luas serta waktu paruh eliminasi 8 jam. Antibiotik jenis ini juga sangat stabil
terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan bakteri. Cefotaxime dapat digunakan
untuk infeksi saluran nafas bawah.
Efek samping:
Lokal : radang pada tempat suntikan, sakit, indurasi dan tenderness, demam,
eosinofilia, urtikaria, anafilaksis.
Gastrointestinal : colitis, diare, mual, untah, gejala pseudo-membran colitis.
Dosis lazim: 1-2 gr sekali sehari secara intravena, maksimal 4 gram per hari. Apabila
dosis lebih dari 4 gram sehari harus diberikan dengan interval 12 jam.
3. Inj. Pranza 1x1 vial (iv)
Tiap vial mengandung: Pantoprazole sodium setara dengan pantoprazole 40 mg dalam
bentuk serbuk terliofilisasi.
Pantoprazole merupakan pengganti benzimidazole. Bekerja dengan cara menghambat
sekresi asam lambung melalui kerja spesifik pada pompa proton sel parietal. Pantoprazole
dikonversikan menjadi bentuk aktif dalam lingkungan asam (pada sel parietal), yang
berdampak pada proses inhibisi enzim H+K+ATPase dalam produksi asam lambung
tahap akhir. Proses inhibisi ini tergantung dari besaran dosis. Pantoprazole dapat
mempengaruhi sekresi asam lambung tanpa dipengaruhi zat lain (acetylcholine,
histamine, gastrin). Efek yang sama terjadi pada pemberian secara per oral atau intravena.
Indikasi:
PRANZA diindikasikan pada pengobatan ulkus lambung, ulkus duodenum, refluks
esofagitis derajat sedang dan berat serta kondisi hipersekresi patologis seperti sindrom
Zollinger-Ellison atau keganasan lainnya. Digunakan sebagai terapi alternative pada
pasien yang tidak diindikasikan pemberian pantoprazole oral.
Dosis dan Pemberian:
Injeksi PRANZA hanya diberikan secara intravena (IV), Dosis rekomendasi untuk ulkus
duodenum, ulkus lambung, refluks esofagitis sedang-berat: 1 vial (pantoprazole 40 mg)
IV/hari.
4. Vestein 3x1 caps
Tiap kapsul mengandung 300mg erdostein. Erdostein adalah agen mukolitik. Dapat
mengencerkan mukus dan sputum purulen. Erdostein adalah prodrug, yang menjadi aktif
setelah proses metabolisme dimana gugus sulfhidril bebas dibentuk. Gugus sulfhidril
tersebut akan memecahkan ikatan disulfida yang mengikat serat-serat glikoprotein di
dalam mukus. Hal ini menyebabkan sekresi bronkus menjadi lebih encer dan lebih mudah
dikeluarkan. Dari studi in vitro dan in vivo ditunjukkan bahwa karena adanya gugus
sulfhidril bebas dalam bentuk metabolit aktifnya, maka Erdostein memiliki sifat
antioksidan.
5. Fartolyn syr
Per 5 mL : Salbutamol Sulfat 1,2 mg, Guaifenesin 50 mg. Diindikasikan untuk pasien
asma bronkhial, bronkhitis kronis, & emfisema.
6. Rimstar
Pasien belum pernah minum OAT sebelumnya sehingga dikategorikan sebagai kasus
baru. Obat yang diberikan pada TB kategori kasus baru adalah OAT lini I yaitu 4 FDC
pada fase intensif (2 bulan pertama pengobatan).
4 FDC berisi Rifampicin (150mg), Isoniazid (75mg), Pirazinamid (400mg), Etambutol
(275 mg)
Indikasi: untuk tuberculosis.
Dosis Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Tetap
BB
Fase intensif Fase Lanjutan
2 bulan 4 bulan
Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
(RHZE)
150/75/
400/275
(RHZ)
150/75/
400
(RHZ)
150/150/
500
(RH)
150/75
(RH)
150/150
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
Dosis:BB (90 kg) 5 tablet
Resep untuk 4 FDC untuk 1 bulan
R/ Rimstar tab No. CL
S 1 dd V tab ac
Resep untuk per OAT untuk 1 bulan
1. Rifampicin dengan BB 90 kg 600mg
R/ Rifampicin tab 300mg No. LX
S 1 dd 2 tab pc pagi hari
2. INH dengan BB 90 kg 450 mg
R/ INH tab 400 mg No. XXX
S 1 dd 1 tab pc pagi hari
3. Pyrazinamide dengan BB 90 kg 1500 mg
R/ Pyrazinamide tab 500mg No. XC
S 1 dd 3 tab pc sore hari
4. Ethambutol dengan BB 90 kg 1500 mg
R/ Ethambutol tab 500mg No. XC
S 1 dd 3 tab pc siang hari
Kriteria sembuh pada pasien TB Paru :
a. BTA mikroskopis negatif 2x (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah
mendapatkan pengobatan adekuat.
b. Pada foto thoraks gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan.
c. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
J. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : bonam
BAB III
KESIMPULAN
Tn. S usia 35 tahun dengan diagnosis TB paru BTA positif lesi luas kasus baru dengan
Diabetes Melitus. Hal tersebut didapatkan dari gejala-gejala respiratorik pada penyakit TB paru
berupa batuk ≥ 2 minggu, pernah di sertai batuk darah, dan terdapat gejala sistemik berupa
demam, mengigil dan penurunan berat badan. Factor resiko dari pasien ini adalah : adanya
kontak dengan penderita TB paru, yaitu ibu dan adik, selain itu pasien merupakan penderita
diabetes mellitus yang tidak terkontrol, hal ini mempengaruhi imunitas dari pasien dan pasien
juga seorang perokok selama 20 tahun. Dari hasil pemeriksaan auskultasi paru didapatkan ronki
basah kasar positif pada kedua lapang paru. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan LED
meningkat, dan pemeriksaan sputum (sps) didapatkan BTA +3. Dari hasil pemeriksaan foto
thorax ditemukan kavitas pada kedua lapang paru yang dikategorikan sebagai luas. Dikarenakan
pada pasien ini baru mengkonsumsi obat kurang dari 1 bulan maka termasuk klasifikasi tipe
pasien TB kasus baru. Maka, dari keseluruhan pemeriksaan yang dilakukan di dapatkan
diagnosis TB PARU BTA POSITIF LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DIABETES
MELITUS.
Pasien mendapatkan terapi kategori 1 yaitu 2 HRZE (fase intensif) / 4 HR (fase lanjutan).
Untuk memantau keberhasilan terapi dilakukan pemeriksaan sputum secara berkala pada 1
minggu sebelum akhir bulan kedua, 1 minggu sebelum akhir bulan kelima, dan 1 minggu
sebelum akhir bulan keenam. Selain pengobatan diperlukan juga evaluasi keteraturan berobat
yaitu berupa penyuluhan dan pendidikan mengenai penyakit kepada pasien, keluarga, maupun
lingkungan sekitar, karena ketidakteraturan berobat dapat menimbulkan resistensi. Setelah
pengobatan selesai selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh, disarankan untuk melakukan
pengecekan kembali (evaluasi) pada 2 tahun pertama setelah sembuh, untuk melihat
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak 3, 6, 12, 24 bulan (sesuai
indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh, dan evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan
setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).
TUGAS
Resistensi obat TB dapat diklasifikasikan ke dalam lima jenis resistensi, yaitu:
Mono resisten, bila hanya kebal terhadap satu jenis OAT.
Poli resisten, bila terdapat kekebalan pada lebih dari satu OAT selain kombinasi isoniazid
dan rifampisin.
Resistensi obat ganda (multi drug resistance), didefinisikan dengan kuman yang telah
resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
Resistensi obat ekstensif (extensive drug resistance), yaitu kriteria MDR ditambah
kekebalan terhadap satu obat golongan fluorokuinolon, dan setidaknya salah satu dari
OAT injeksi lini ke dua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).
Resistensi obat total, baik dengan lini pertama maupun ke dua, sehingga tidak ada lagi
obat yang dapat dipakai.
1. Multi Drug Resisten (MDR)
Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.Tuberkulosis resisten terhadap rifampisin dan
INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda
Klasifikasi OAT untuk MDR
Kriteria utama berdasarkan data biologi dibagi menjadi 3 kelompok OAT:
1. Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid
yang bekerja pada pH asam.
2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon.
3. Obat dengan aktivitas bakteriostatik: etambutol, cycloserin dan PAS.
Adapun secara umum penilaian untuk resistensi obat perlu dilakukan bila terdapat
kondisi berikut:
- Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.
- Pasien TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2 dibuktikan dengan
rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.
- Pasien TB paru dengan gagal konversi setelah sisipan dengan kategori 1.
- Pasien TB paru dengan gagal konversi setelah sisipan dengan kategori 2.
- Pasien TB yang pernah mendapatkan terapi dari fasilitas non DOTS, termasuk
pada penggunaan terapi lini ke dua seperti kuinolon dan kanamisin.
- TB paru kasus kambuh setelah dinyatakan sukses terapi.
- Pasien TB yang kembali setelah lalai / default pada pengobatan kategori 1
maupun 2
- Suspek TB dengan keluhan, yang sering berkontak atau tinggal dekat dengan
pasien TB – MDR yang telah terkonfirmasi.
- TB-HIV.3,4
Seluruh suspek TB-MDR dalam hal ini akan diperiksa dahaknya di laboratorium
yang telah dijamin mutunya. Kemudian, akan dilakukan pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan untuk OAT lini pertama.3,4 Bila terdapat riwayat pemakaian obat lini
ke-2, dilakukan pula uji kepekaan untuk OAT lini ke-2 tersebut.Adapun
kelompok OAT yang digunakan dalam pengobatan TB resisten obat adalah:
1. Kelompok 1: OAT lini 1 yaitu isoniazid (H), rifampisin (R), etambutol (E),
pirazinamid (Z), dan rifabutin (Rfb).3
2. Kelompok 2: obat suntik berupa kanamisin (Km), amikasin (A), kapreomisin
(Cm), dan streptomisin (S).3
3. Kelompok 3: Fluorokuinolon berupa moksifloksasin (Mfx),levofloksasin
(Lfx), dan ofloksasin (Ofx). Moksifloksasin memiliki konsentrasi hambat
minimal paling rendah. Sedangkan siprofloksasin harus dihindari
pemakaiannya karena menimbulkan efek samping berat pada kulit berupa
fotosensitif. Disamping itu, ditemukan pula resistensi silang antara etionamid
dengan aminoglikosida, fluorokuinolon, sikloserin, dan terizidon.3
4. Kelompok 4: bakteriostatik OAT lini kedua yaitu etionamid (Eto),
protionamid (Pto), sikloserin (Cs), terzidone (Trd), dan PAS.3
5. Kelompok 5: obat yang belum diketahui efektivitasnya yaitu klozamin (Cfz),
linezoid (lzd), amoksiklav (amx/clv), tiosetazone (Thz), imipenem/ cilastin
(Ipm/cln), H dosis tinggi, dan klartitromisin (Clr).3
Regimen standar TB MDR
2. Mono Drug Resistant dan Poli Drugs Resistant
Mono drug resistant menunjukkan M.Tuberkulosis resisten terhadap satu jenis OAT.
Beberapa obat yang dapat menyebabkan resistensi diantaranya INH, Rifampisin dan
Streptomisin.
Poli drug resistant bila terdapat kekebalan pada lebih dari satu OAT selain kombinasi
isoniazid dan rifampisin.
Regimen yang direkomendasikan untuk mono dan poli resisten