preparasi dan karakterisasi kitosan- sitrat...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN-
SITRAT SAMBUNG SILANG SEBAGAI EKSIPIEN
DALAM SEDIAAN FILM YANG MENGANDUNG
VERAPAMIL HIDROKLORIDA
SKRIPSI
RIZKA NURBAITI
1111102000091
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN-
SITRAT SAMBUNG SILANG SEBAGAI EKSIPIEN
DALAM SEDIAAN FILM YANG MENGANDUNG
VERAPAMIL HIDROKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIZKA NURBAITI
1111102000091
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Nama : Rizka Nurbaiti
Nim : 1111102000091
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian : Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan Sitrat
sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung
Verapamil Hidroklorida.
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt
NIP.198310282009012008
Pembimbing II
Dra. Herdini, M.Si., Apt
NIP.01971042
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yardi, Ph.D., Apt.
NIP.197411232008011014
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Rizka Nurbaiti
Nim : 1111102000091
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian : Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang
Kitosan-Sitrat sebagai Eksipien dalam Sediaan Film
yang Mengandung Verapamil Hidroklorida
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar Sarjana
Faemasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dam Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Yuni Anggraeni, M.Farm.,Apt. ( )
Pembimbing : Dra. Herdini, M.Si., Apt. ( )
Penguji : Nelly Suryani, Ph.D.,Apt. ( )
Penguji : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 3 Juli 2015
vi
ABSTRAK
Nama : Rizka Nurbaiti
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Sitrat Sambung Silang
sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang Mengandung
Verapamil Hidroklorida
Kitosan memiliki gugus amino yang dapat bereaksi secara ionik dengan senyawa
anion melalui ikatan sambung silang. Agen sambung silang yang digunakan pada
penelitian ini yaitu natrium sitrat. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan
mengkarakterisasi eksipen kitosan sitrat sambung silang dalam sediaan film yang
mengandung verapamil hidroklorida. Eksipien kitosan sitrat sambung silang dibuat
dengan tiga formula F1, F2, dan F3 dengan perbedaan pH larutan natrium sitrat
yaitu pH 4; 5; dan 7. Eksipien yang telah dihasilkan dikarakterisasi yang meliputi
turbidimetri, penampilan fisik, derajat keasaman, derajat substitusi, dan analisis
gugus fungsi. Film dibuat dari eksipien kitosan-sitrat sambung silang pH 4; 5; dan
7 dan juga kitosan sebagai film pembanding yang secara berturut-turut disebut F1,
F2, F3, dan F4. Film yang dihasilan dikarakterisasi yang meliputi uji organoleptis
film, ketebalan film, keragaman bobot, daya mengembang, keseragaman
kandungan, ketahanan pelipatan, sifat mekanik, dan uji pelepasan verapamil HCl.
Hasil uji turbidimetri dan derajat substitusi menunjukkan bahwa sambung silang
antara kitosan dengan sitrat yang terbanyak adalah F3. Sifat mekanik pada film F1,
F2, F3, dan F4 secara berturut-turut yaitu 309,42; 374,77; 499,83; 239,99 N/cm2.
Persen kumulatif pelepasan verapamil HCl dalam film F1, F2, F3, dan F4 pada jam
ke dua secara berturut-turut 94,04 %; 90,04 %; 78,28 % ; 96,34%. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat pH larutan natrium
sitrat maka akan meningkatkan derajat sambung silang kitosan sitrat. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan sifat mekanik film dan penurunan persen kumulatif
pelepasan verapamil dari film.
Kata Kunci : Kitosan, natrium sitrat, kitosan sambung silang sitrat, eksipien,
film,
verapamil hidrokorida, sambung silang secara ionik
vii
ABSTRACT
Name : Rizka Nurbaiti
Major : Pharmacy
Judul Penelitian : Preparation and Characterization of Crosslinked Chitosan
Citrate as Excipient in Film Containing Verapamile
Hidrochloride.
Chitosan has amino groups that can reacted ionically with anion molecules by
crosslinking. Crosslinker that used of this research is sodium citrate. The objectives
of this research were to study preparation and charactererzation of excipient
croslinked chitosan citrate in film containing verapamile hidrochloride. Excipient
croslinked chitosan citrate were formulated in three formulas termed F1, F2, and
F3 with varying pH of sodium citrate solution including pH 4; 5; and 7. The
resulting excipient were charaterized including turbidimetry, physical appearance,
degree of acidity (pH), degree of subtitution, and functional group analysis. Film
were prepared by excipient crosslinked chitosan citrate pH 4; 5; 7 and chitosan as
comparative film were termed F1, F2, F3, and F4, respectively. The resulting film
were characterized, including organoleptic of film, measurement of film thickness,
uniformity of weight, degree of swelling, content uniformity of verapamile HCl in
film, folding endurance, mecanical properties, and release profile of verapamile
HCl from film. The result of turbidimetry and degree of substitution showed that
the most crosslinking between chitosan and citrate was F3. Mechanical properties
of film F1, F2, F3, and F4 respectively were 309.42; 374.77; 499.83; 239.99 N/cm2.
Cumulative release of verapamil HCl form F1, F2, F3, dan F4 film at secound
hours respectively were 94.04 %; 90.04 %; 78.28%; 96.34 %. Based on the result
can be concluded that increased of pH solution sodium citrate induces increase in
degree of crosslinked chitosan-citrate. It influence increase in mechanical
properties and decrease in cumulative release of verapamile HCl in film.
Keywords : Chitosan, sodium citrate, crosslinked citosan citrate, excipient,
film, verapamile hidrochloride, and ionically crosslinked.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan
skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Sambung Silang Kitosan-Sitrat
sebagai Eksipien dalam Sediaan Film yang mengandung Verapamil Hidroklorida”
bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Dra. Herdini, M.Si., Apt., selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, pemikiran,
tenaga, saran, dan dukungan selama penelitian berlangsung.
2. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.
4. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt sebagai pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama perkuliahan berlangsung.
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.
6. Kedua orang tua, ayah tersayang Paruhuman Lubis dan ibunda tercinta
Nirwana yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus
dan dukungan baik moril maupun materil.
ix
7. Kakak dan adikku tersayang Siti Aisyah, Dessy Dini Yanti dan Firdiyanti
Nidya yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan setiap waktu
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
8. Wa fitri, tante linda, wa mala yang telah memberikan dukungan, nasehat dan
doa yang telah diberikan selama perkuliahan hingga penelitian.
9. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Rahmadi, kak Eris, kak Anis , ka Lilis,
Mba Rani, kak l isna, kak Tiwi, dan kak Liken atas dukungan dan
kerjasamanya selama kegiatan penelitian.
10. Ichsana Eskha Widya atas kerja sama, bantuan dan semangat yang telah
diberikan selama penelitian ini.
11. Ageng, Nova, Shela, Herlin, Evi, Lela, Nurul dan teman-teman “Tableters”
yang telah banyak memberi semangat , batuan dan kebersamaannya
12. Kak delvina dan kak dwiki yang telah memberikan bantuan, arahan dan
dukungannya.
13. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2011 atas kebersamaan dan
dukungannya.
14. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan
kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungannya.
15. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis
berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis
berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 3 Juli 2015
Penulis
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5
2.1. Kitosan ............................................................................................................. 5
2.2. Natrium Sitrat ................................................................................................. 12
2.3. Verapamil Hidroklorida ................................................................................. 13
2.4. Asam Asetat ................................................................................................... 14
2.5. Gliserin ........................................................................................................... 14
3. METODE PENELITIAN ..................................................................................... 16
3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian......................................................................... 16
3.2. Bahan ............................................................................................................. 16
3.3. Peralatan ......................................................................................................... 16
3.4. Cara Kerja ...................................................................................................... 17
3.4.1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 17
3.4.1.1. Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Sitrat........................ 17
3.4.1.2. Uji Turbidimetri ..................................................................... 17
3.4.1.3. Uji Kelarutan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ........ 17
3.4.2. Pembuatan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat .......................... 18
3.4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ...................... 18
3.4.3.1. Uji Turbidimetri ................................................................... 18
3.4.3.2. Uji Penampilan Fisik ............................................................. 18
3.4.3.3. Penentuan Derajat Keasaman (pH) ...................................... 18
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3.4. Derajat Substitusi .................................................................. 19
3.4.3.5. Analisis Gugus Fungsi .......................................................... 20
3.4.4. Pembuatan Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ................................ 20
3.4.5. Karakterisasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ............................. 21
3.4.5.1. Viskositas ............................................................................. 21
3.4.5.2. Organoleptis Film ................................................................ 21
3.4.5.3. Uji Ketebalan Film ............................................................... 21
3.4.5.4. Uji Keragaman Bobot .......................................................... 21
3.4.5.5. Uji Daya Mengembang ........................................................ 22
3.4.5.6. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Verapamil ....... 22
3.4.5.7. Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ........................ 22
3.4.5.8. Keseragaman Kandungan Verapamil Dalam Film .............. 22
3.4.5.9. Penetapan Kadar Verapamil Dalam Film ............................ 23
3.4.5.10. Uji Ketahanan Pelipatan Film .............................................. 24
3.4.6.11. Sifat Mekanik Film .............................................................. 24
3.4.6.12. Uji Pelepasan Obat Secara In Vitro ..................................... 24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 26
4.1. Uji Pendahuluan ............................................................................................ 26
4.2. Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan sitrat........................................ 28
4.3. Karakterisasi Eksipien sambung silang kitosan sitrat .................................... 28
4.3.1. Uji Turbidimetri ................................................................................ 28
4.4.2. Uji penampilan Fisik ......................................................................... 29
4.4.3. Penentuan Derajat Keasaman ............................................................ 30
4.4.4. Derajat Substitusi .............................................................................. 30
4.4.5. Analisis Gugus Fungsi ...................................................................... 31
4.4. Preparasi Film ............................................................................................... 33
4.5. Karakterisasi Film sambung silang kitosan sitrat ........................................ 33
4.5.1. Viskositas .......................................................................................... 33
4.5.2. Organoleptis Film ............................................................................. 34
4.5.3. Uji Ketebalan Film ........................................................................... 36
4.5.4. Uji Keragaman Bobot Film .............................................................. 36
4.5.4. Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Kalibrasi Verapamil
HCl ................................................................................................... 37
4.5.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl ....................................... 38
4.5.6. Penetapan Kadar Verapamil HCl ..................................................... 40
4.5.7. Sifat mekanik Film ........................................................................... 41
4.5.8. Daya Mengembang Film .................................................................. 43
4.5.9. Pelepasan Verapamil HCl Secara In Vitro ....................................... 45
5. Kesimpulan ......................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 48
LAMPIRAN ............................................................................................................... 52
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4. Formula Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ................................. 18
Tabel 3.4. Formula Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat ........................................ 21
Tabel 4.1. Karakteristik Cairan Pembentuk Eksipien dan Eksipien Sambung Silang
Kitosan Sitrat dengan Variasi Konsentrasi .............................................. 26
Tabel 4.3. Uji Turbidimetri Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ...................... 29
Tabel 4.3. Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ............. 30
Tabel 4.3. Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat ............. 30
Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan .............. 32
Tabel 4.5. Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film ............ 33
Tabel 4.5. Ketebalan Film Keempat Formula Film ................................................... 36
Tabel 4.5. Keragaman Bobot Keempat Formula Film .............................................. 36
Tabel 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl ..................................... 37
Tabel 4.5. Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 .................. 38
Tabel 4.5. Hasil Optimasi Waktu Ektraksi Verapamil Hcl dalam Film .................... 39
Tabel 4.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl di dalam Satu Cetakan Film.. 40
Tabel 4.5. Penetapan Kadar dan Persentase Kadar Verpamil HCl dalam Film ........ 40
Tabel 4.5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan pada saat Putus Film ......................... 41
Tabel 4.5. Uji Daya Mengembang Film .................................................................... 43
Tabel 4.5. Pelepasan Kumulatif Verapamil HCl dari Keempat Formula ................. 45
Tabel 4.5. Model Kinetika Pelepasan Keempat Formula Film Verapamil HCl ........ 46
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar.2.1. Stuktur Kimia Kitosan ........................................................................... 5
Gambar.2.1. Stuktur Hidrogel Kitosan ....................................................................... 7
Gambar.2.1. Stuktur Kimia Sambung Silang Kitosan-Sitrat ................................... 10
Gambar.2.2. Stuktur Kimia Natrium Sitrat ............................................................... 12
Gambar.2.2. Diagram Kesetimbangan Asam Sitrat Diantara pH 1,5 – pH 8 ............ 13
Gambar.2.3. Struktur Verapamil Hidroklorida .......................................................... 13
Gambar.2.4. Stuktur Kimia Asam Asetat ................................................................. 14
Gambar.2.5. Stuktur Kimia Gliserin ........................................................................ 14
Gambar.3.4. Contoh Potongan Film Untuk Uji Sifat Mekanik ................................ 24
Gambar 4.1. Cairan Pembentuk Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat 1%; 1,5%
; dan 2% serta Kitosan Pembanding ..................................................... 26
Gambar 4.3. Penampilan Fisik Kitosan dan Sambung Silang Kitosan Sitrat ............ 29
Gambar 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan .......... 31
Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film ......................................... 34
Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film ................................... 35
Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film .................................... 35
Gambar 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verpamil HCl ................................... 37
Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Verpamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 ................ 38
Gambar 4.5. Kekutan Tarik dan Perpanjangan Putus Film ....................................... 42
Gambar 4.5. Daya Mengembang Film Keempat Formula ........................................ 44
Gambar 4.5. Profil Pelepasan Verapamil HCl pada Keempat Formula Film dalam
Medium Dapar Fosfat pH 6,8 ............................................................... 46
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ...................................................................................... 53
Lampiran 2. Alat-alat yang Digunakan ..................................................................... 54
Lampiran 3. Preparasi Larutan Asam Asetat ............................................................. 54
Lampiran 4. Preparasi Larutan Kitosan 2% .............................................................. 55
Lampiran 5. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1%; 1,5% dan 2% ........ 55
Lampiran 6. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1,5 % dengan pH 4; 5;
dan 7 ...................................................................................................... 55
Lampiran 7. Preparasi Larutan Kalium Dihidrogen Fosfat 0,2 N ............................. 55
Lampiran 8. Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N .......................................................... 55
Lampiran 9. Preparasi Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 ................................................ 55
Lampiran 10. Pembuatan Larutan NaOH 1N ............................................................ 56
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 1 N .......................................... 56
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Verapamil HCl dalam Preparasi Film .................. 56
Lampiran 13. Spektrum FTIR Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat .................. 57
Lampiran 13. Uji Derajat Substitusi .......................................................................... 59
Lampiran 14. Cairan Pembentuk Film ...................................................................... 60
Lampiran 16. Penetapan Derajat Keasaman Eksipien Sambung ............................. 60
Lampiran 17. Uji Daya Mengembang Film ............................................................. 61
Lampiran 18. Uji Ketahanan Pelipatan Film ............................................................. 61
Lampiran 19. Tabel Derajat Keasaman Eksipien ...................................................... 61
Lampiran 20. Data Kestabilan Bobot ........................................................................ 61
Lampiran 21. Uji Sifat Mekanik Keempat Formula Film ......................................... 62
Lampiran 22. Analisis Statistik Kekuatan Tarik Film ............................................... 63
Lampiran 23. Uji Keragaman Bobot Film ................................................................ 64
Lampiran 24. Uji Ketebalan Film Keempat Formula............................................... 64
Lampiran 25. Daya Mengembang Film ................................................................... 64
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 26. Analisis Statistik Uji Daya Mengembang Film .................................. 66
Lampiran 27. Optimasi Waktu Ekstraksi .................................................................. 69
Lampiran 30. Persen Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl Dalam Medium Dapar
Fosfat 6,8 ............................................................................................. 69
Lampiran 31. Kuva Kinetika Pelepasan Verapamil HCl .......................................... 70
Lampiran 32. Analisa Statistik Kinetika Pelepasan Verapamil HCl dari Keempat
Formula Film ....................................................................................... 72
Lampiran 33. Perhitungan Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl dalam Film
Satu Cetakan ....................................................................................... 76
Lampiran 33. Perhitungan Persen Kadar Verapamil HCl pada Uji Keseragaman
Kandungan ......................................................................................... 76
Lampiran 35. Perhitungan % Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl dari Film ........ 77
Lampiran 36. Perhitungan Parameter Kinetika Pelepasan ........................................ 78
Lampiran 37. Sertifikat Analisis Kitosan .................................................................. 79
Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida ........................................ 80
Lampiran 39. Sertifikat Analisis Trisodium Sitrat .................................................... 81
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kitosan merupakan polimer karbohidrat alami modifikasi yang
diperoleh dari parsial N-deasetilasi kitin. Kitin merupakan polisakarida kedua
yang paling melimpah di alam setelah selulosa. Sumber alam yang
menghasilkan polimer ini adalah cangkang krustasea seperti kepiting, udang
dan lobster, dan juga ditemukan di beberapa mikroorganisme, ragi dan jamur
(Sailaja et al., 2010). Kitosan memiliki sifat nontoksik, biokompatibel, dan
biodegradabel sehingga kitosan banyak digunakan sebagai eksipien dalam
sediaan farmasi dan kosmetik (Rowe, Sheskey et al., 2006). Selain itu kitosan
juga memiliki sifat bioadhesi yang baik dan dapat meningkatkan permeasi obat
melalui ikatannya dengan permukaan jaringan biologi (Chinta, durga praveena
et al., 2013). Oleh karena karakteristik yang dimiliki kitosan tersebut ia dapat
dijadikan sebagai polimer pembentuk film yang baik.
Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah berat
molekul dan derajat deasetilasi (Varshosaz, Jaleh dan Reza Alinagari, 2005).
Selain itu kitosan dapat dilakukan modifikasi akibat adanya sejumlah gugus
amino yang membuat kitosan dapat bereaksi secara ionik dengan senyawa
anion, modifikasi tersebut dapat menghasilkan perubahan sifat fisikokimia dari
kitosan (Rowe, Sheskey dan owen, 2009). Metode modifikasi yang dapat
dilakukan, yaitu melalui sambung silang secara kovalen dan interaksi ionik.
Pada proses sambung silang secara kovalen dibutuhkan suatu senyawa agen
penyambung silang seperti dialdehid misalnya glutaraldehid dan glioksal.
Namun kebanyakan agen sambung silang yang digunakan untuk sambung
silang secara kovalen bersifat toksik. Sehingga untuk mengatasi permasalahan
tersebut dilakukan metode penyiapan hidrogel dengan sambung silang secara
ionik yang bersifat reversibel. Proses sambung silang secara ionik
menggunakan senyawa agen
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sambung silang seperti sitrat dan tripolifosfat. Pelepasan obat pada
film sambung silang kitosan dipengaruhi oleh kerapatan sambung silang
yang dimilikinya (Berger et al., 2004). Sehingga pelepasan obat dapat
dikontrol dengan mengatur kerapatan sambung silang dari hidrogel kitosan
tersebut dan membuatnya dapat dijadikan sebagai eksipien pada sistem
penghantaran obat.
Penggunaan suatu ekspien dalam sediaan farmasi didasarkan pada
karakteristik eksipien tersebut. Penelitian mengenai preparasi dan
karakterisasi kitosan-tripolifosfat telah dilakukan. Modifikasi kitosan-
tripolifosfat menyebabkan peningkatan nilai kekuatan perenggangan,
persentase elongasi, dan fleksibilitas film (Nur, iftah, 2011). Selain
modifikasi kitosan dengan tripolifosfat, sambung silang kitosan secara ionik
juga dapat dilakukan dengan menggunakan agen sambung silang natrium
sitrat. Pembuatan film sambung silang kitosan-sitrat sudah pernah
dilakukan. Film sambung silang kitosan-sitrat dilakukan dengan metode
perendaman film kitosan ke dalam larutan sitrat (Shu,X.Z et al., 2001). Film
sambung silang kitosan-sitrat menunjukan bahwa adanya hubungan antara
pH larutan natrium sitrat dengan kemampuan mengembang dan sifat
pelepasan obat (Shu,X.Z et al., 2001). Film sambung silang kitosan dengan
natrium sitrat juga telah dibuat sebagai sistem penghantaran obat
moksifloksasin. Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat menggunakan
metode perendaman yaitu film kitosan yang terbuat dari larutan kitosan 4%
dalam asam asetat 4% direndam dengan larutan natrium sitrat 4% dengan
pH 5 menghasilkan kekuatan perenggangan film dan ketahanan pelipatan
film yang baik, dan juga menghasilkan sifat fisikokimia yang baik (Chinta,
durga praveena et al., 2013).
Pada penelitian ini akan dilakukan preparasi dan karakterisasi
sambung silang kitosan-sitrat sebagai eksipien dalam sediaan film. Derajat
sambung silang kitosan-sitrat dipengaruhi oleh pH larutan natrium sitrat.
Selain itu pH larutan natrium sitrat berpengaruh terhadap kemampuan
mengembang dan sifat pelepasan obat pada film sambung silang kitosan-
sitrat (Shu,X.Z et al., 2001). Berdasarkan hal tersebut maka preparasi
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sambung silang kitosan-sitrat pada penelitian ini dilakukan pada tiga nilai
pKa natrium sitrat yaitu 4; 5; dan 7. Zat aktif yang digunakan pada sediaan
film ini adalah verapamil HCl. Verapamil HCl diabsorpsi 90% dari saluran
gastrointestinal, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama di hati
sehingga bioavailbilitasnya hanya sekitar 20% (Martindale, 2009). Oleh
karena itu, verapamil HCl sesuai untuk dijadikan sebagai zat aktif pada
sediaan film.
Eksipien sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan akan
dikarakterisasi yang meliputi uji turbidimetri, FTIR (fourier transform
infrared), uji organoleptis, derajat substitusi, dan derajat keasaman (pH).
Film sambung silang kitosan-sitrat dilakukan karakterisasi yang meliputi uji
viskositas, pengukuran ketebalan film, keragaman bobot, uji kemampuan
daya mengembang, penetapan kadar obat, uji ketahanan pelipatan, uji
kekuatan perenggangan film, dan uji pelepasan obat secara in vitro.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat ?
2. Bagaimana preparasi film sambung silang kitosan-sitrat ?
3. Bagaimana pengaruh pH larutan natrium sitrat terhadap karakteristik
eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari preparasi eksipien sambung silang kitosan-sitrat.
2. Mempelajari preparasi film sambung silang kitosan-sitrat.
3. Mempelajari pengaruh pH larutan natrium sitrat terhadap
karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat yang
dihasilkan.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang preparasi eksipien sambung silang
kitosan-sitrat sebagai polimer pembentuk film.
2. Memberikan informasi mengenai karakteristik eksipien dan film
sambung silang kitosan-sitrat.
3. Memberikan informasi tentang pengaruh perbedaan pH sitrat terhadap
karakteristik eksipien dan film sambung silang kitosan-sitrat.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
2.1.1. Sifat Fisikokimia Kitosan
Kitosan merupakan polisakarida linear yang dihasilkan dari
deasetilasi senyawa kitin yang terkandung dalam cangkang suku crustaceae
seperti udang, lobster, kepiting dan sebagainya (Sakkinen, 2003).
(Sumber: Pierog, Milena, Magdalena Gierszewska-Drzynska et al., 2009)
Gambar 2.1. Struktur Kimia Kitosan
Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitosan merupakan
kopolimer dari β-(1→4)–linked-2-acetamido-2-deoxy-β-D-glucopyranose
dan 2-amino-2-deoxy- β-D-glucopyranose (Pierog, Milena et al, 2009).
Kitosan bersifat nontoksik dan biodegradabel. Kitosan sendiri tidak larut
dalam air pada pH netral, sehingga aplikasi kitosan terbatas (Sashiwa, H.,
2002). Polimer kitosan memiliki bobot molekul bervariasi dari 10000-
1000000 (Rowe, Sheskey et al., 2006).
Kitosan memiliki derajat deasetilasi antara 40-98% (Illum, 1998).
Derajat deasetilasi adalah persentasi gugus asetilasi yang berhasil
dihilangkan selama proses deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi berperan
penting dalam proses penyerapan. Penambahan nilai derajat deasetilasi
menyebabkan bertambahnya jumlah gugus amina bebas. Berat molekul
kitosan dan derajat deasetilasi juga dapat mempengaruhi kelarutan kitosan
dalam suasana asam dan membawa pengaruh pada proses penyerapan
(Roberts, 1992).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kitosan dengan derajat deasetilasi 40% larut sampai pH 9,
sedangkan kitosan dengan derjat deasetilasi sekitar 85% larut hanya sampai
pH 6,5. Kitosan tidak larut pada pH netral dan alkali. Sifat fungsional
kitosan yang cukup besar peranannya sebagai eksipien dalam sediaan
farmasi adalah profil viskositasnya. Viskositas kitosan meningkat dengan
peningkatan konsentrasi kitosan dan penurunan temperatur. Viskositas juga
meningkat dengan peningkatan derajat deasetilasi (Sakkinen, 2003).
Kitosan merupakan poliamin dengan densitas muatan tinggi pada
pH <6,5, sehingga menempel pada permukaan yang bermuatan negatif dan
mengkelat ion logam. Sifat kitosan berhubungan pada polielektrolitnya dan
sifat karbohidrat polimer. Adanya sejumlah gugus amino membuat kitosan
dapat beraksi secara kimia dengan senyawa anion, yang mana menghasilkan
perubahan sifat fisikokimia dari kombinasi tersebut. Hampir semua sifat
fungsional kitosan bergantung pada panjang rantai, muatan densitas, dan
distribusi muatan (Rowe, Sheskey dan owen, 2009).
Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat, gugus amino
dari kitosan menjadi terprotonasi dan terhubung dengan sejumlah ion dari
asetat (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian,
2010).
2.1.2. Modifikasi kitosan
Modifikasi hidrogel kitosan diklasifikasikan menjadi hidrogel kimia
dan fisika. Hidrogel kimia terbentuk oleh ikatan kovalen ireversibel. Ikatan
kovalen irreversibel membentuk hidrogel sambung silang kitosan secara
kovalen. Hidrogel fisika atau hidrogel sambung-silang ionik dibentuk oleh
ikatan reversibel. Hidrogel sambung-silang ionik memiliki interaksi ionik
(Berger et al, 2004).
Interaksi yang terbentuk ikatan kovalen atau ikatan ionik tergantung
pada sifat alami penaut silangnya (Berger et al., 2004).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2.1. Kitosan Sambung Silang Secara Kovalen
Hidrogel yang didasarkan pada kitosan sambung silang kovalen
dapat dibagi dalam tiga berdasarkan strukturnya: sambung silang kitosan-
kitosan, hybrid polymer network (HPN), semi- or full-interpenetrating
polymer networks (IPN) (Berger et al., 2004).
(Sumber: Berger et al, 2004)
Gambar. 2.1. Stuktur Hidrogel Kitosan yang terbentuk oleh (a) sambung
silang kitosan-kitosan; (b) hybrid polymer network (HPN),
(c) semi or full-interpenetrating polymer networks (IPN)
dan (d) sambung silang kitosan ionik.
Ikatan sambung silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit
struktural pada rantai polimer kitosan yang sama. Sedangkan pada HPN,
reaksi penaut silang terjadi antara satu unit dari struktur rantai kitosan dan
unit lain dari struktur polimer tambahan berbeda dengan HPN, semi-IPN
atau IPN penuh jika ditambahkan polimer lain yang tidak bereaksi dengan
larutan kitosan sebelum terjadi ikatan sambung silang. Agen sambung
silang yang dapat membentuk ikatan kovalen yaitu suatu senyawa dengan
berat molekul rendah, minimal memiliki dua gugus fungsi reaktif sehingga
dapat terbentuk suatu “jembatan” yang menghubungkan antar rantai
polimer (Berger et al., 2004).
Pembuatan hidrogel terdiri dari penaut silang kitosan kovalen dan
pelarut penaut silang. Komponen lain yang dapat ditambahkan yaitu polimer
tambahan untuk membentuk HPN atau IPN (Berger et al., 2004).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sambung silang kovalen terbentuk dari jaringan permanen yang
menyebabkan difusi bebas dari air dan meningkatkan sifat mekanis dari gel.
Agen penaut silang yang paling umum digunakan pada kitosan adalah
golongan seperti glioksal dan glutaraldehid. Pada reaksi taut silang kovalen
tersebut, gugus aldehid dari penaut silang beraksi dengan gugus amin dari
kitosan membentuk ikatan imin kovalen. Namun, penggunaan agen taut
silang tersebut dapat menginduksi sifat toksik dimana glutaraldehid
memiliki sifat neurotoksik dan glioksal memiliki sifat mutagenik (Berger et
al., 2004).
2.1.2.2. Kitosan Sambung Silang Ionik
Agen sambung silang kovalen umumnya bersifat toksik, untuk
mengatasi hal tersebut maka dilakukan agen sambung silang ionik yang
bersifat reversibel. Kitosan merupakan polimer polikationik. Sifat tersebut
menyebabkan dapat terjadinya interaksi dengan komponen bermuatan
negatif (anionik). Interaksi ionik terjadi antara muatan negatif dari agen
penaut silang dengan muatan positif dari kitosan. Dalam proses
pembuatannya, agen penaut silang yang umum digunakan adalah golongan
senyawa fosfat, seperti natrium tripolifosfat. Metode sambung silang ionik
merupakan prosedur yang sederhana dan mudah. Modifikasi sambung
silang dapat menghasilkan eksipien dengan daya mengembang pada
medium pH asam maupun pH basa. Selain itu, adanya sambung silang ionik
memungkinkan kitosan termodifikasi dibentuk menjadi berbagai sistem
penghantaran obat, seperti mikropartikel dan nanopartikel (Berger et al.,
2004).
Reaksi sambung silang dipengaruhi oleh ukuran agen sambung
silang dan muatan dari kitosan dan agen sambung silang. Muatan densisitas
molekul ionik dipengaruhi oleh nilai pKa dan pada pH dari larutan selama
reaksi. Kitosan memiliki pKa 6,5. Muatan densisitas kitosan dan agen
sambung silang harus cukup tinggi agar dapat berinteraksi dan membentuk
hidrogel. Hal tersebut berarti bahwa pH selama reaksi sambung silang harus
berada pada interval pKa kitosan dan agen sambung silang. Ini harus dicatat
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bahwa jika pH terlalu tinggi, muatan positif dari kitosan akan ternetralisasi
dan sistem ini tidak menjadi sambung silang secara ionik tetapi mengalami
koaservasi-inversi, karena kitosan mengendap. Untuk menghidari
pengendapan kitosan, pH larutan tidak boleh lebih tinggi dari pH 6. Agen
sambung silang yang memiliki muatan densistas yang tinggi seperti
tripolifosfat, untuk dapat memberikan pH-dependent swelling, proses
sambung silang harus dibuat secara tidak sempurna. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan memperpendek durasi sambung silang dan menurunkan
konsentrasi agen sambung silang. Selain itu untuk mendapatkan jaringan
yang optimal, yang secara mekanik stabil tetapi dengan daya mengembang
dan pelepasan obat yang tinggi, yaitu dengan menggunakan kombinasi
sambung silang seperti sitrat dan tripolifosfat (Berger, J., M. Reist, J.M.
Mayer, O. Fel et al., 2004).
Sambung silang ionik dapat dilakukan dengan metode klasik yaitu
dengan menambahkan agen taut silang ke dalam larutan kitosan. Kitosan
juga dapat disambung silang dengan menambahkan larutan kitosan melalui
syringe ke dalam larutan agen taut silang (Berger, J., M. Reist, J.M. Mayer,
O. Fel et al., 2004).
2.1.3. Film Kitosan
Sifat film kitosan bergantung pada morfologinya yang dipengaruhi
oleh sistem pelarut, berat molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut,
dan mekanisme regenerasi amin bebas. Polimorfisme kitosan bergantung
pada kondisi preparasi dan memainkan peranan penting dalam sifat tensile
strength yang dihasilkan (Rathke & Hudson, 1994).
Film kitosan dari 10% larutan asam asetat yang dikeringkan pada
125oC menunjukkan bahwa kisi-kisi dalam film meningkat dengan
meningkatnya derajat N-asetilasi. Hal ini menyebabkan penurunan ikatan
antar rantai (Rathke & Hudson, 1994).
Sifat mekanik film kitosan yaitu kekuatan tarik, dapat ditingkatkan
dengan menambahkan penyambung silang untuk membentuk ikatan silang
antarpolimer kitosan. Kekuatan tarik film kitosan sambung silang meningkat
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
baik dalam keadaan kering maupun basah tanpa mengurangi sifat elongasi
secara signifikan (Rathke & Hudson, 1994).
Larutan polimer membentuk film melalui beberapa tahap. Ketika
larutan polimer dicetak pada suatu cetakan, gaya kohesi membentuk ikatan
diantara molekul polimer. Ketika kekuatan gaya kohesi dari molekul
polimer tinggi, selanjutnya permukaan dari polimer mengalami koalesen.
Koalesen dari molekul polimer yang berdekatan membentuk lapisan melalui
difusi. Pada saat evaporasi pelarut, terjadi peningkatan gelasi dan rantai
polimer menjadi mendekat satu sama lain. Ketika terdapat gaya tarik kohesi
yang cukup di antara molekul molekulnya, dan penguapan air yang
sempurna, ikatan polimer bergabung satu sama lain untuk membentuk film.
Selama proses pembentukkan film, penyusutan dari film akibat penguapan
air atau pengeringan yang cepat sering menyebabkan film patah atau keriting
(Nadarajah, Kandasamy, 2005).
Film kitosan juga telah dibuat dengan sambung silang kimia melalui
interaksi elektrostatik antara multivalent fosfat dan kitosan (Soheyla
Honary*, Behnam Hoseinzadeh and Payman Shalchian, 2010).
2.1.4. Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat
(Sumber: Pierog, Drzynska, dan Czubenko, 2009)
Gambar 2.1. Struktur Kimia Sambung Silang Kitosan-Sitrat
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sitrat merupakan anion dengan tiga gugus karboksilat dan kitosan
merupakan polibasa dengan kation. Muatan densisitas sitrat dan kitosan
dapat dikontrol oleh pH larutan (Soheyla Honary*, Behnam Hoseinzadeh
and Payman Shalchian, 2010).
Reaksi turbidimetri menunjukan adanya interaksi ionik antara
natrium sitrat dan kitosan pada pH natrium sitrat ph 4,3 - 7,6 dimana
interaksi tersebut bergantung pada pH natrium sitrat (Shu, X.Z et al., 2001).
Natrium sitrat pH rendah (kurang dari 4,1) ionisasi gugus karboksil ditekan
(biasanya kurang dari 0,3%) dengan kata lain sitrat hanya memiliki kurang
dari satu muatan negatif. Asam sitrat pada pH 1-4, muatan densisitas sitrat
rendah, dan pada pH lebih dari 4,3 turbiditasnya mulai meningkat dan
larutan mulai berpisah menjadi dua fase (Shu, X.Z et al., 2001).
Ionisasi gugus amin menurun pada pada pH larutan lebih dari 6.
Pada pH larutan lebih 7,5 ionisasi gugus amin kurang dari 10 %. Kitosan
pada pH lebih dari 6,3 memiliki penurunan muatan densisitas. Turbiditas
paling rendah pada pH 7,6 dan turbiditas meningkat pada pH >7,6 yang
menyebabkan kelarutan kitosan menurun pada daerah pH tersebut (Shu,X.Z
et al., 2001).
Derajat ionisasi sitrat dan kitosan dikotrol oleh pH larutan. Pada pH
5,5 dan 6,5 menunjukkan penurunan rasio daya mengembang yaitu 2,45 -
2,5, hal ini berhubungan dengan penarikan elektrostatik antara sitrat dan
kitosan. Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan memfasilitasi waktu
mengembang (pH 4,5 memiliki rasio daya mengembang sebesar 2,83). Pada
pH medium kurang dari 4.5 dapat meningkatkan swelling film kitosan-sitrat.
Pada pH lebih dari 6,5 mengakibatkan pelemahan ikatan garam dan
menghasilkan rasio swelling lebih besar yaitu 2,95 pada pH 7,4. Pada pH
8,5 dan 9,5 menyebabkan penurunan rasio daya mengembang yaitu 2,58 &
2,46 (Shu,X.Z et al., 2000).
Sambung silang kitosan-sitrat digunakan dalam formulasi film
moksifloksasin untuk pengobatan perindontis. Film sambung silang kitosan-
sitrat dibuat dengan metode perendaman. Pada penelitian tersebut
menunjukan variasi konsentrasi (3-5%), pH dan waktu perendaman natrium
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sitrat (1-4 jam) dapat mempengaruhi morfologi permukaan film kitosan-
sitrat. Film kitosan-sitrat dengan variasi konsentrasi natrium sitrat dan durasi
perendaman menghasilkan film dengan keuatan tarik 20,16 hingga 28,7
kg/cm2. Nilai ketahanan pelipatan dengan varisi konsentrasi tersebut yaitu
295-300. Hal ini menunjukkan formulasi film sambung silang kitosan-sitrat
dapat diaplikasikan sebagai film untuk mengobati periodontitis (Chinta,
durga praveena et al., 2013).
2.2 . Natrium Sitrat
(Sumber: Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006)
Gambar 2.2. Struktur Kimia Natrium Sitrat
Natrium sitrat memiliki rumus molekul C6H5Na3O7.2H2O dan berat
molekul 294,10. Natrium sitrat memiliki pH 7-9 (5% b/v air) (Rowe,
Sheskey Dan Owen, 2006).
Natrium sitrat larut 1 bagian dalam 1,5 bagian air, 1 bagian dalam
0,6 air mendidih dan praktis tidak larut dalam etanol (95%) (Rowe, Sheskey
Dan Owen, 2006).
Natrium sitrat merupakan suatu agen sambung silang anion dengan
mekanisme interaksi elektrostatik antara kitosan dengan natrium sitrat (Shu,
Zhu dan Song, 2000). Asam sitrat memiliki tiga nilai pKa yaitu 3,14; 4,77;
dan 6,39 (Doores S., 2005). Muatan negatif pada molekul asam sitrat
meningkat dengan peningkatan pH akibat deprotonasi dari gugus asam
karboksilat.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Sumber: Billo, E. J, 2001)
Gambar 2.2. Diagram Kesetimbangan Asam Sitrat Diantara pH 1.5 – pH 8
2.3. Verapamil Hidroklorida
(Sumber : Brithis Pharmacopeia, 2009)
Gambar 2.3. Struktur Kimia Verapamil Hidroklorida
Verapamil hidroklorida memiliki rumus molekul C27H38N2O4HCl
dan berat molekul 491,107. Verapamil hidroklorida larut dalam air; mudah
larut dalam kloroform; agak sukar larut dalam etanol; praktis tidak larut
dalan eter. Verapamil hidroklorida berbentuk serbuk hablur berwarna putih
atau hampir putih, praktis tidak berbau dan memiliki rasa pahit (Departemen
Kesehatan RI, 1995). Panjang gelombang maksimum verapamil
hidroklorida 278 nm (USP 30 th-NF 25, 2007).
Verapamil hidroklorida merupakan turunan papaverin, menyekat
kanal Ca2+ di membran otot polos dan otot jantung (Departemen
Farmakologi FK UI, 2007). Verapamil diabsorpsi 90% dari saluran
gastrointestinal, tetapi verapamil mengalami metabolisme lintas pertama di
hati dan bioavailbilitas verapamil hanya sekitar 20% (Martinale, 2009).
Verapamil memiliki kinetika eliminasi dua atau tiga fase dan telah
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilaporkan memiliki waktu paruh plasma dua sampai delapan jam setelah
dosis oral tunggal atau intravena.
2.4. Asam Asetat
(Sumber: Rowe, Sheskey dan Owen, 2006)
Gambar 2.4. Struktur Kimia Asam Asetat
Asam asetat memiliki rumus empiris C2H4O2 dan berat molekul
60,05. Asam asetat glasial berupa massa kristalin atau larutan yang mudah
menguap dan tidak berwarna dengan bau tajam (Rowe et al., 2009).
Larutan asam asetat 1 M memiliki pH 2,4; larutan asam asetat 0,1
M memiliki 2,9; dan larutan asam asetat 0,01 M memiliki pH 3,4. Konstanta
disosiasi (pKa) asam asetat adalah 4,76. Kelarutan asam asetat yaitu dapat
bercampur dengan etanol, eter, gliserin, air, dan minyak yang mudah
menguap (Rowe et al., 2009).
Stabilitas dan kondisi penyimpanan asam asetat yaitu disimpan pada
wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).
2.5. Gliserin
(Sumber: Rowe, Sheskey Dan Owen, 2006)
Gambar 2.6 . Struktur Kimia Gliserin
Gliserin memiliki rumus empiris C3H8O3 dan berat molekul 92,09.
Gliserin berbentuk cairan jernih kental yang tidak berwarna, tidak berbau,
memiliki rasa manis dan bersifat higroskopis (Rowe et al., 2009).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gliserin digunakan pada sediaan farmasi sebagai humektan,
emolien, kosolven, dan pelarut pada sediaan cair dan setengah padat. Selain
itu gliserin pada sediaan kapsul gelatin lunak digunakan sebagai zat pemberi
sifat plastis (plasticizer) (Rowe et al., 2009).
Film dari polimer saja cenderung rapuh dan sering retak pada saat
pengeringan. Penambahan agen pemberi sifat plastis (plasticizer) pada
cairan pembentuk film dapat mengurangi permasalahan tersebut. Ketika
plasticizer ditambahkan, rigiditas molekular dari polimer berkurang akibat
pengurangan kekuatan rantai intermolekular polimer. Molekul plastisizer
menempatkan dirinya diantara rantai polimer, kemudian memecahkan
interaksi polimer-polimer tersebut. Plasticizer meningkatkan fleksibilitas
dan mengurangi kerapuhan dari film (Nadarajah, Kandasamy, 2005).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Formulasi Sediaan Padat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Penelitian I FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Laboratorium Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium
Kimia Obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Riset UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan P3TIR BATAN Pasar Jum’at. Penelitian dilaksanakan pada
Januari 2015.
3.2. Bahan
Kitosan (PT. Biotech Surindo, Indonesia; berat molekul sedang; derajat
deasetilasi 86,51%), trisodium sitrat dihidrat (Merck, Jerman), verapamil hidroklorida
(Kimia Farma, Indonesia), asam asetat glasial (Merck, Jerman), asam klorida, natrium
hidroksida (PT. Brataco), kalium hidrogen fosfat (PT. Brataco), kalium biftalat,
indikator fenolftalein LP, indikator metil merah, natrium karbonat anhidrat dan aqua
destilata.
3.3 Alat
Oven (Eyela NDO-400, Jepang), pH meter (Horiba F-52), lumpang dan alu,
desikator, pengaduk magnetik (SRS 710H Adventec, Jepang), stand up stirrer (IKA
RW 20 Digital), mikroskop optik (Olympus IX 71, Jepang), mikrometer digital
(Mitutoyo, Jepang), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-290), Fourier Transform
Infrared (Shimadzu), viskotester HAAKE 6R, alat potong dumb bell (Saitama dengan
standar ASTM –D 1822-1, Jepang), tensile tester Storograph R1 (Toyoseiki, Jepang),
seperangkat alat disolusi (Erweka DT626HH), timbangan analitik (AND GH-120),
buret dan statis, mikropipet (Bio Rad), saringan membran 0,45 µm, spuit dan alat-alat
gelas.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Penelitian Pendahuluan
3.4.1.1. Optimasi Konsentrasi Natrium Sitrat
Sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan tiga variasi
konsentrasi larutan natrium sitrat yaitu 1%; 1,5% dan 2% dengan pH 5.
Larutan natrium sitrat dengan berbagai konsentrasi tersebut ditambahkan
tetes demi tetes ke dalam larutan kitosan 2% sambil diaduk menggunakan
stand up stirrer dengan kecepatan 1300 rpm. Penambahan larutan natrium
sitrat ke dalam larutan kitosan dengan perbandingan 1:5 v/v (larutan natrium
sitrat : larutan kitosan) (Nur, ifthah, 2011 dengan modifikasi). Amati
penampilan cairan pembentuk eksipien dan diuji turbidimetri. Kemudian
cairan pembentuk eksipien tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu
55oC sampai kering, lalu dihaluskan hingga menghasilkan bentuk serbuk
untuk selanjutnya dilakukan uji kelarutan.
3.4.1.2. Uji Turbidimetri
Pengujian turbidimetri dilakukan untuk memilih konsentrasi
optimal natrium sitrat dengan melihat dari nilai kekeruhan yang dihasilkan
oleh masing-masing formula tersebut. Cairan pembentuk eksipien sambung
silang kitosan-sitrat diukur turbiditas pada 420 nm dengan spektrofotometer
visibel dan kekeruhan dinyatakan dengan 100-T%. Pengukuran turbidimetri
ini juga dilakukan terhadap larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1 % yang
ditambahkan aquades sebanyak volume sitrat yang digunakan pada proses
sambung silang kitosan tersebut (Shu, X.Z et al.,2001 dengan modifikasi).
3.4.1.3. Uji Kelarutan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
Uji kelarutan eksipien sambung silang kitosan-sitrat dilakukan
dengan melarutkan eksipien kitosan sitrat 0,6 g didalam asam asetat 4%
hingga mencapai volume 15 ml (Agusnar, Harry, 2007 dengan modifikasi).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2. Pembuatan Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
Eksipien sambung silang kitosan sitrat dibuat seperti yang tertera
pada optimasi konsentrasi natrium sitrat. Eksipien sambung silang kitosan-
sitrat dibuat dengan konsentrasi natrium sitrat optimum yaitu 1,5%. Larutan
natrium sitrat dibuat dengan tiga variasi pH yaitu 4, 5, dan 7.
Tabel 3.4. Formula Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
Formula Larutan kitosan 2% dalam
asam asetat 1% (ml)
Larutan natrium sitrat 1.5 % (ml)
pH 4 pH 5 pH 7
F1 50 10 - -
F2 50 - 10 -
F3 50 - - 10
3.4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
3.4.3.1. Uji Tubidimetri
Interaksi sambung silang natrium sitrat dengan kitosan diuji dengan
pengujian turbidimetri. Cairan pembentuk eksipien sambung silang kitosan-
sitrat diukur turbiditas pada 420 nm dengan spektrofotometer UV-Vis dan
kekeruhan dinyatakan dengan 100-T%. Pengukuran turbidimetri ini juga
dilakukan terhadap larutan kitosan 2% dalam asam asetat 1 % yang
ditambahkan aquades sebanyak volume sitrat yang digunakan pada proses
sambung silang kitosan tersebut (Shu, X.Z et al.,2001 dengan modifikasi).
3.4.3.2 Uji Penampilan Fisik
Uji penampilan fisik dilakukan terhadap kitosan dan kitosan-sitrat
yang meliputi uji terhadap bentuk, warna dan bau (Nur, ifthah, 2011).
3.4.3.3 Penentuan Derajat Keasaman (pH)
Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan
eksipien sambung silang kitosan sitrat. Eksipien kitosan dan kitosan-sitrat
sebanyak 1 g didispersikan dalam aquadestilata 50 ml yang diaduk dengan
bantuan pengaduk magnetik selama 15 menit. Kemudian dilakukan
pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi (Nur,
ifthah, 2011).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3.4. Derajat Substitusi
1) Pembakuan NaOH 1,0 N
Pembakuan NaOH 1,0 N dilakukan dengan menggunakan kalium
biftalat P. Timbang saksama 1,0005 g kalium biftalat P yang sebelumnya
telah dihaluskan dan dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105oC, dan
dilarutkan dalam 75 ml aquades. Indikator fenolftalein LP ditambahkan
sebanyak 2 tetes dan kemudian larutan dititrasi dengan NaOH 1 N hingga
menjadi warna merah muda.
NNaOH = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑢𝑚 𝑏𝑖𝑓𝑡𝑎𝑙𝑎𝑡
𝐵𝐸 𝑘𝑎𝑖𝑢𝑚 𝑏𝑖𝑓𝑡𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
BE Kalium biftalat = 204,2
(Departemen kesehatan RI, 1995 dengan modifikasi).
2) Pembakuan HCl 1 N
Pembakuan HCl 1,0 N dilakukan dengan cara natrium karbonat
anhidrat ditimbang saksama 1,5000 g baku primer yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam. Natrium karbonat anhidrat
dilarutkan dalam 100 ml air dan ditambahkan 2 tetes metil merah LP. Asam
klorida ditambahkan perlahan-lahan dari buret sambil diaduk hingga larutan
berwarna merah muda pucat.kmuds Larutan dipanaskan hingga mendidih,
kemudian didinginkan dan titrasi dilanjutkan. Panaskan lagi hingga
mendidih, dan dititrasi lagi hingga warna merah muda pucat tidak hilang
dengan pendidihan lebih lanjut. Normalitas HCl dihitung dengan:
NHCl = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛𝑎𝑡𝑟𝑖𝑢𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡
𝐵𝐸 𝑛𝑎𝑡𝑟𝑖𝑢𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 𝑥 𝑉 𝐻𝐶𝑙
BE natrium karbonat anhidrat = 52,99
(Departemen kesehatan RI, 1995 dengan modifikasi)
3) Penetapan Derajat Substitusi (DS)
Kitosan sitrat ditimbang seksama sebanyak 100 mg dan dilarutkan
dalam 15,0 ml NaOH 1,0 N yang telah dibakukan. Medium ditambahkan
indikator metil merah sebanyak 3 tetes. Kelebihan NaOH dititrasi dengan
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HCl 1,0 N yang telah dibakukan sampai titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna dari kuning menjadi jingga kemerahan.
DS (mol / gram) =
(Yuliani, andi adha, 2012 dengan modifikasi).
3.4.3.5. Analisis Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi menggunakan alat spektrometer infra merah
dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien
kitosan-sitrat. Sejumlah sampel yang akan diuji ditambahkan ke dalam KBr.
Campuran tersebut kemudian digerus hingga homogen. Pemeriksaan gugus
fungsi dilakukan pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1 (De Moura M,
Auada FA et al., 2009 dengan modifikasi).
3.4.4. Pembuatan Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat
Eksipien kitosan-sitrat 4 g (dengan pH larutan natrium sitrat yang
berbeda yaitu 4, 5, dan 7), gliserin 2,8 gram dan verapamil HCl 2,4 gram
dilarutkan dalam asam asetat 4% 90,8 gram. Campuran tersebut diaduk
hingga homogen dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 1 jam.
Cairan pembentuk film (CPF) yang dihasilkan didiamkan selama 24 jam
untuk menghilangkan gelembung. CPF kemudian dituang ke dalam cetakan
film (8 x 3,5 cm) sebanyak 10 gram lalu dikeringkan dengan oven 50oC
selama 20 jam. Setelah kering, film dipotong sehingga mempunyai ukuran
3,5 x 2 cm2. Film kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan
dalam desikator untuk pengujian selanjutnya. Pembuatan film seperti diatas
juga dilakukan untuk membuat film kitosan pembanding. Film tersebut
menggunakan kitosan sebagai eksipien pembentuk film.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.4. Formula Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat
Formula Eksipien kitosan-sitrat
(gram)
Kitosan
(gram)
Gliserin
(gram)
Verapamil
(gram)
Asam
asetat 4 %
(gram) pH 4 pH 5 pH 7
F1 4 - - - 2,8 2,4 90,8
F2 - 4 - - 2,8 2,4 90,8
F3 - - 4 - 2,8 2,4 90,8
F4 - - - 4 2,8 2,4 90,8
3.4.5 Karakterisasi Film Sambung-silang Kitosan-Sitrat
3.4.5.1.Viskositas
Cairan pembentuk film (CPF) F1, F2, F3 dan F4 diuji viskositas
dengan menggunakan viskotester HAAKE 6R dengan nomor spindel 3R
dan kecepatan putaran spindel 60 rpm pada suhu ruang (Rane dan Kale,
2009 dengan modifikasi).
3.4.5.2. Organoleptis Film
Pengamatan organoleptis film dilakukan secara mikroskopik dan
makroskopik. Pengamatan mikroskopik film dilakukan pada penampang
membujur dan melintang dari film tersebut. Pengamatan makroskopik film
dilakukan dengan mengamati secara visual warna dan tekstur permukaan
film (J.Balasubramanian et al., 2012).
3.4.5.3. Uji Ketebalan Film
Pengukuran ketebalan film diukur dengan menggunakan
mikrometer pada keenam sisi di sekeliling film. Kemudian dihitung rata-
rata ketebalannya dan dinyatakan dalam satuan mikrometer (µm) (Semalty,
M. et al., 2008 dengan modifikasi).
3.4.5.4.Uji Keragaman Bobot
Film dari semua formulasi yang memiliki ukuran yang sama (3,5 x
2 cm2) ditimbang dan rata-rata berat film tersebut dihitung. Pengujian ini
dilakukan sebanyak tiga film pada masing masing formula. Kemudian
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
standar deviasi dari masing-masing formula dihitung (Chinta, Durga
Praveena et al, 2013 dengan modifikasi).
3.4.5.5.Uji Daya Mengembang film
Film dengan ukuran 3,5x2 cm2 dibiarkan mengembang di dalam 15
ml medium dapar fosfat pH 6,8 pada cawan penguap. Film ditimbang pada
waktu ke 5, 10, 15, 30, 60, 90 dan 120 menit. Sebelum ditimbang film
dihilangkan airnya dengan kertas saring. Persen mengembang dapat diukur
dengan persamaan berikut:
Indeks Mengembang (%) = Wt−Wo
Wo X 100%
Dimana Wt adalah berat pada waktu t dan Wo adalah berat pada
waktu 0 (Mahalaxmi et al., 2010). Hasil yang diperoleh dianalisa secara
statistik mengunakan sofware SPSS
3.4.5.6. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl
Dilakukan scanning panjang gelombang dari larutan standar
verapamil HCl dengan konsentrasi 40 ppm menggunakan spektrofotometer
UV dengan panjang gelombang 200-400 nm (USP-NF, dengan modifikasi).
3.4.5.7. Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl
Kurva kalibrasi verapami HCl diukur dengan melarutkan 100 mg
verapamil HCl dalam 100 ml dapar fosfat, sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dibuat seri konsentrasi 0,10, 20,
30, 40, 50, 60, 70, 80 ppm. Seri konsentrasi verapamil HCl tersebut diukur
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum
verapamil HCl yaitu 277,6 nm (Ajeng, Wisnu, 2012 dengan modifikasi).
3.4.5.8. Keseragaman kandungan Verapamil HCl dalam Film
3.4.5.8.1. Optimasi Waktu ekstraksi Verapamil HCl dari Film
Film yang terdapat didalam cetakan keseluruhannya ditimbang
kemudian dipotong potong. Film yang telah terpotong potong tersebut
dimasukkan ke dalam 100 ml medium dapar fosfat pH 6,8 kemudian
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 6 jam dan
kemudian didiamkan selam 18 jam. Pada setiap jam saat pengadukan
dengan pengaduk magnetik dan saat terakhir setelah didiamkan selama 18
jam larutan diambil sampelnya sebanyak 5 ml untuk kemudian diukur kadar
verapamil HCl yang terkandung didalamnya dan larutan yang diambil
tersebut digantikan dengan 5 ml dengan dapar fosfat pH 6,8. Sampel
tersebut disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Kemudian 0,5 ml
larutan uji diencerkan dengan medium dapar fosfat pH 6,8 hingga 25 ml.
kemudian diukur kandungan verapamil tersebut dengan spektrofotometer
UV pada panjang gelombang 277,6 nm. Uji ini dilakukan triplo.
3.4.5.8.2. Uji Keseragaman Kandungan Film
Tiga unit film berukuran 3,5 x 2 cm2 yang berasal dari satu cetakan
film yang sama dari setiap formula diambil untuk dilakukan pengujian
keseragaman kandungan dalam film tersebut. Film yang telah dipotong-
potong dimasukkan ke dalam 100 ml medium dapar fosfat pH 6,8.
Kemudian dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik selama 6 jam
dan didiamkan selama 18 jam. Larutan uji diambil 5 ml kemudian disaring
dengan penyaring membran 0,45 µm. Larutan tersebut diambil sebanyak 0,5
ml kemudian di encerkan kedalam labu ukur 5 ml. Setelah itu larutan diukur
dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum
verapamil HCl 277,6 nm. Uji ini dilakukan secara triplo (Deshmane,
Subhash V et al., 2009 dengan modifikasi).
3.4.5.9. Uji Penetapan Kadar Verapamil HCl dalam Film
Penetapan kadar verapamil HCl dilakukan dengan cara seperti pada
keseragaman kandung film, tetapi sampel film yang digunakan merupakan
film dengan bobot yang sama atau hampir sama. Penetapan kadar film
dengan menggunakan film dengan bobot yang hampir sama bertujuan untuk
mengetahui kadar verapamil HCl di dalam film yang memiliki bobot yang
mirip sebagai acuan pemilihan sampel untuk uji pelepasan obat.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.5.10. Uji Ketahanan Pelipatan Film
Daya tahan pelipatan diukur dengan melipat film sebanyak 300 kali
secara terus menerus. Daya tahan dapat dilihat dari jumlah pelipatan yang
dilakukan di tempat yang sama sampai film sobek (Koland, Charyulu dan
Prablu, 2010).
3.4.5.11. Sifat Mekanik Film
Sifat mekanik film diuji berdasarkan kekuatan tarik (tensile
strength) dan perpanjangan pada saat putus (elongation at breaks).
Pengujian sifat mekanik dilakukan dengan menggunakan alat tensile tester
Storograph R1. Film dipotong dengan bentuk halter dengan dumbbell Astm-
D-1822 L Crosshead seperti berikut:
(Sumber : http://www.dumbbell.co.jp, 2014)
Gambar 3.4. Contoh potongan film untuk uji sifat mekanik
Film ditarik dengan gaya 100 kg, dengan kecepatan 25 mm/menit,
dan dibaca dengan kertas grafik dengan skala terkecil 0,01 kg. Pengukuran
% elongasi dan kekuatan peregangan dilakukan dengan rumus berikut:
Perpanjangan putus (%) = Panjang akhir film−Panjang awal film (mm)
Panjang awal film (mm)
Kekuatan tarik = Gaya untuk memutuskan film (N)
Luas area film (mm2)
Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware
SPSS (Abbaspour, M.R., S. Makhmalzadeh, dan S. Jalali, 2010 dengan
modifikasi).
3.4.5.12. Uji Pelepasan Verapamil HCl secara In vitro
Uji pelepasan obat secara invitro dari film 3,5 x 2 cm2 dilakukan
dengan menggunakan metode dayung berputar. Uji disolusi dilakukan
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam larutan buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 400 mL pada suhu 37°C ±
0,5°C, dan dengan kecepatan putaran 50 rpm. Film dimasukkan ke dalam
medium disolusi tersebut. Sampel sebanyak 5 ml ditarik pada interval waktu
yang telah ditentukan dan diganti dengan sejumlah larutan dapar fosfat pH
6,8 dengan volume yang sama. Sampel disaring melalui penyaring
membran 0,45 µm dan dianalisis dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimum verapamil HCl 277,6 nm. Durasi pengujian disolusi
ditentukan dengan optimasi terlebih dahulu dan pengujian dilakukan secara
triplo. Hasil yang diperoleh dianalisa secara statistik mengunakan sofware
SPSS (Deshmane, Subhash V et al., 2009 dengan modifikasi).
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Pendahuluan
4.1.1. Optimasi Konsentrasi Larutan Natrium Sitrat
Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan yaitu optimasi
konsentrasi larutan natrium sitrat. Optimasi ini bertujuan agar mendapatkan
konsentrasi natrium sitrat yang terbaik yang dapat menghasilkan ikatan
sambung silang kitosan dengan sitrat dan dapat dilarutkan dalam asam
asetat 4%. Variasi konsentrasi natrium sitrat yang digunakan yaitu 1%;
1,5%; dan 2%. Konsentrasi natrium sitrat yang optimal ditentukan dengan
uji turbidimetri dan uji kelarutan.
Gambar 4.1. Cairan Pembentuk Eksipien Kitosan Sitrat Sambung Silang
1%; 1,5%; dan 2% serta Kitosan Pembanding
Tabel 4.1. Karakteristik Cairan Pembentuk Eksipien dan Eksipien
Sambung Silang Kitosan Sitrat dengan Variasi Konsentrasi
No Nama sampel Bentuk Cairan Pembentuk
Eksipien
% Kekeruhan
(100-T%)
1 Kitosan
pembanding
Koloidal, bening, tanpa terlihat
bentuk partikel 41,0 %
2 Kitosan-sitrat 1% Koloidal, sedikit keruh, tanpa
terlihat bentuk partikel 42,5%
3 Kitosan-sitrat
1,5%
Kolidal, keruh, tanpa terlihat
bentuk partikel, 63,1%
4 Kitosan-sitrat 2% Koloidal, sangat keruh terlihat
betuk partikel kecil 86,6,4%
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kekeruhan merupakan salah satu tanda terjadinya ikatan sambung
silang antara kitosan dan natrium sitrat, semakin banyak ikatan sambung
silang antara kitosan dan natrium sitrat maka semakin meningkat
kekeruhannya. Interaksi sodium sitrat dan kitosan diuji dengan uji
turbidimetri, metode pengujian ini telah dilakukan oleh park et al. (Park et
al., 1992; Mattison et al., 1995).
Berdasarkan uji pendahuluan pembentukan eksipien dengan variasi
natrium sitrat menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium sitrat
yang digunakan maka semakin besar persentase kekeruhan yang dihasilkan.
Berdasarkan hal tersebut maka semakin tinggi konsentrasi natrium sitrat
menghasilkan ikatan sambung silang yang semakin tinggi. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa peningkatan
konsentrasi natrium sitrat akan meningkatkan derajat ikatan sambung silang
sehingga menurunkan daya mengembang film tersebut (Ashok Kumar
Tiwary dan Vikas Rana, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, Ikatan
sambung silang yang terbesar terdapat pada eksipien sambung silang
kitosan sitrat dengan konsentrasi natrium sitrat sebesar 2%. Ikatan sambung
silang yang semakin besar dapat menghambat pelepasan obat pada film,
selain itu juga akan menurunkan daya mengembang film (Honary, Soheyla,
Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian, 2010). Sehingga dari hasil
turbidimetri tersebut menunjukkan jika larutan narium sitrat dengan
konsentrasi 2% dan pH 5 dapat menghambat pelepasan obat secara
signifikan pada film yang akan dibuat. Pengahambatan pelepasan obat yang
terlalu besar ini tidak diharapkan karena dapat membuat persentase
kumulatif obat pelepasan obat dari film tidak mencapai 100%.
Eksipien sambung silang kitosan sitrat dengan variasi konsentrasi
natrium sitrat tersebut selanjutnya diuji kelarutan dalam asam asetat 4%.
Konsentrasi asam asetat dipilih berdasarkan konsentrasi asam asetat yang
digunakan untuk membentuk film. Dari hasil uji kelarutan tersebut semua
variasi konsentrasi larutan natrium sitrat dapat larut dalam asam asetat 4%
dengan membentuk koloidal kental berwarna bening kekuningan.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan uji turbidimetri dan kelarutan maka dipilih konsentrasi
natrium sitrat 1,5%. Konsentrasi tersebut dipilih karena pada konsentrasi
tersebut menghasilkan ikatan sambung silang yang cukup baik dan dapat
larut dalam asam asetat 4%.
4.2. Preparasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat
Eksipien sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan tiga variasi
pH larutan natrium sitrat yaitu pH 4, 5, dan 7 dengan konsentrasi 1,5%.
Ketiga variasi pH ini dipilih berdasarkan tiga nilai pKa asam sitrat yaitu
3,14; 4,77; dan 6,39 (Doores S., 2005). Variasi pH ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan pH larutan natrium sitrat terhadap
karakterisik eksipien sambung silang kitosan sitrat. Eksipien sambung
silang kitosan sitrat dibuat dengan menambahkan larutan natrium sitrat
dengan berbagai pH ke dalam larutan kitosan sambil diaduk dengan
menggunakan stand up stirrer 1300 rpm. Setelah itu cairan pembentuk
eksipien diuji turbidimetri dan viskositasnya. Setelah diujikan cairan
pembentuk eksipien tersebut dikeringkan dengan mengggunakan oven suhu
55oC. Sambung silang kitosan sitrat yang telah kering dihaluskan
menggunakan lumpang dan alu dengan sesegera mungkin. Hal tersebut
karena eksipien sambung silang kitosan sitrat yang terbentuk bersifat
higroskopis sehingga jika terlalu lama terpapar udara akan membuat
eksipien tersebut menjadi elastis dan tidak dapat dihaluskan sehingga tidak
dapat membentuk serbuk.
4.3. Karakterisasi Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat
4.3.1 Uji Turbidimetri
Interaksi antara kitosan dan natrium sitrat akan dianalisa
menggunakan uji turbidimetri. Perubahan turbiditas akan ditentukan dengan
spetrofotometer visibel pada panjang gelombang 420 nm dan turbiditasnya
dihitung dengan 100 - T%.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3. Uji Turbidimetri Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
No Nama sampel % kekeruhan (100 - T%)
1 Kitosan pembanding 39,7 %
2 F1 39,8 %
3 F2 61,4 %
4 F3 76,1 %
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa sambung silang
kitosan sitrat pH 7 memiliki nilai kekeruhan yang paling tinggi kemudian
kekeruhan semakin menurun secara berturut-turut pada larutan natrium
sitrat ph 5 dan pH 4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat pH
larutan natrium sitrat maka ikatan sambung silang kitosan sitrat yang
terbentuk akan semakin meningkat (Shu, X.Z et al.,2001).
4.3.2. Uji Penampilan Fisik
Keterangan: a) kitosan; b) kitosan sambung silang sitrat
Gambar 4.3. Penampilan Fisik Kitosan dan Sambung Silang Kitosan Sitrat
Eksipien kitosan memiliki warna yang berbeda dengan eksipien
sambung silang kitosan sitrat yaitu serbuk kitosan berwarna putih gading
sedangkan kitosan yang telah tersambung silang oleh sitrat berwarna
kuning. Perubahan warna ini terjadi akibat proses pengeringan cairan
pembentuk eksipien.
Kitosan memiliki bentuk serbuk halus sedangkan eksipien sambung
silang kitosan sitrat yang dihasilkan berbentuk serpihan. Perbedaan bentuk
ini terjadi akibat proses penyerbukan yang tidak sempurna. Sifat eksipien
sambung silang kitosan sitrat yang higroskopis membuat proses
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyerbukan menjadi sulit, sehingga eksipien sambung silang kitosan sitrat
yang dihasilkan berupa serpihan.
Kitosan tidak berbau sedangkan kitosan sambung silang sitrat
berbau asam. Bau asam dari kitosan sambung silang sitrat berasal dari asam
asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan pada saat proses sambung
silang dengan natrium sitrat.
4.3.3. Penentuan Derajat Keasaman (pH)
Tabel 4.3. Uji Derajat Keasaman Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
No Nama sampel Derajat keasaman (pH)
1 Kitosan pembanding 7,844 ± 0.059
2 F1 5,242 ± 0,027
3 F2 5,275 ± 0,038
4 F3 5,275 ± 0,038
Penentuan derajat keasaman dilakukan terhadap kitosan dan kitosan
sambung silang kitosan-sitrat dengan konsentrasi 2% dalam aquades. Dari
hasil penentuan derajat keasaman (pH) kitosan memiliki pH 7,844
sedangkan kitosan yang telah disambung silang dengan sitrat pH 4, 5, dan
7 masing masing memiliki pH 5,242; 5,275; 5,275 secara berturut turut. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kitosan sambung silang sitrat memiliki pH
lebih rendah dari kitosan. Perubahan pH ini terjadi akibat penggunaan
pelarut asam asetat pada proses sambung silang. Perbedaan pH eksipien
sambung silang kitosan sitrat juga dipengaruhi oleh pH larutan natrium
sitrat yang digunakan, semakin rendah pH natrium sitrat yang digunakan
maka pH ekspien yang dihasilkan juga akan semakin rendah.
4.3.4. Derajat Substitusi
Tabel 4.3. Uji Derajat Substitusi Eksipien Sambung Silang Kitosan-Sitrat
No Nama sampel Derajat Substitusi (g/mol)
2 F1 1,424
3 F2 5,399
4 F3 7,5
Pengujian derajat substitusi dari kitosan sambung silang sitrat
dilakukan dengan menggunakan titrasi asam basa secara tidak langsung.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Eksipien F1, F2, F3 memiliki derajat subtitusi secara berturut turut 1,424;
5,399 ; dan 7,5 gram/mol. Hasil derajat substitusi tersebut menunjukkan
bahwa F3 dengan sambung silang larutan natrium sitrat pH 7 memiliki
jumlah kandungan sitrat yang paling besar yang selanjutnya diikuti oleh pH
5 dan pH 4. Hasil derajat substitusi ini sesuai dengan hasil turbidimetri yang
menunjukan bahwa ikatan sambung silang kitosan dengan sitrat paling
besar terjadi pada larutan natrium sitrat pH 7.
4.3.5. Analisa Gugus Fungsi
Gambar 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3. Spektrum FTIR Kitosan Sitrat (pH4 ; pH 5; pH 7) dan Kitosan
Gugus fungsi
Bilangan Gelombang (cm-1)
Kitosan
sitarat pH 4
Kitosan
sitarat pH 5
Kitosan
sitarat pH 7
Kitosan
pembanding
-OH, -NH2 3476,84 3473,95 3476,84 3294,56
-NH3+ 3053,15 2879,85 3053,45 -
-N-H bend 1665,60 1656,92 1665,60 1556.92
-C=O 1589,41 1575,91 1589,41 1588,45
-COO- 1384,95 1409,06 1384,95 -
Analisis gugus fungsi dilakukan untuk mengetahui adanya
perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-sitrat. Analisa gugus fungsi
dilakukan dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR).
Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat (pH 4; pH 5; & pH 7) ditunjukan
pada gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dan kitosan sitrat memiliki puncak
pada 3500-3000 cm-1 yang menunujukkan terdapatnya gugus OH dan NH2.
Kitosan sitrat (pH 4; pH 5; dan pH 7) terdapat puncak 3100- 3053 cm-1 yang
menunjukkan terdapatnya gugus NH3+ gugus ini merupakan hasil interaksi
antara amida dari kitosan dengan sitrat. Pada spektrum kitosan puncak 1655
cm-1 dan 1600.02 cm-1 menunjukan adanya gugus N-H dan C=O, pada
spektrum kitosan sitrat puncak yang menunjukkan gugus N-H dan C=O
mengalami perubahan yaitu puncak 1656,92 cm-1 yang menunjukkan gugus
N-H memiliki serapan yang lebih rendah dari serapan dengan gugus yang
sama pada spektrum kitosan. Puncak 1588,45 cm-1 pada spektrum kitosan
sitrat yang merupakan gugus karbonil memiliki serapan yang lebih tajam
dibandingkan dengan gugus karbonil pada spektrum kitosan. Hal tersebut
terjadi karena terjadinya interaksi antara amida pada kitosan dengan
karboksilat dari sitrat sehingga gugus amida berkurang karena berubah
menjadi NH3+dan C=O bertambah akibat gugus karboksilat yang berasal
dari sitrat. Puncak 1375 cm-1 pada spektrum kitosan merupakan gugus C-O.
Puncak 1407,13 pada spektrum kitosan sitrat merupakan gugus COOH-
yang terbentuk dari ikatan sambung silang atara kitosan dengan sitrat
(Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kriz, dan James R.
Vyvyan, 2008).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4. Preparasi Film
Film dibuat dengan empat formula, perbedaan dari keempat formula
tersebut adalah berdasarkan dari eksipien pembentuk filmnya. F1, F2 dan
F3 menggunakan eksipien hasil sambung silang kitosan dengan natrium
sitrat sedangkan F4 merupakan film pembanding sehingga eksipien yang
digunakan sebagai pembentuk filmnya adalah kitosan yang tidak
mengalami proses sambung silang. Film tersebut ditambahkan gliserin
sebanyak 70 % v/b dari kitosan dan kitosan sitrat yang digunakan. Gliserin
berfungsi sebagai plastisizer pada film sehingga mengurangi kerapuhan
film (Nadarajah, Kandasamy, 2005). Kitosan, gliserin dan verapamil HCl
dilarutkan dengan asam asetat 4% dan diaduk dengan pengaduk magnetik
selama satu jam. CPF yang telah homogen didiamkan selama 24 jam untuk
menghilangkan gelembung. CPF tersebut kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 50oC selama 20 jam. Selanjutnya film disimpan dalam
wadah kedap udara sampai bobot konstan. Setelah dilakukan pengamatan
kestabilan bobot maka diketahui film akan konstan pada hari ke 5.
4.5. Karakterisitik film
4.5.1. Viskositas
Tabel 4.5. Viskositas Cairan Pembentuk Film dari Keempat Formula Film
No Nama sampel Viskositas (cPs)
1 F1 590
2 F2 590
3 F3 581
4 F4 730
Viskositas cairan pembentuk film kitosan (F4) memiliki nilai
viskositas lebih besar yaitu 730 cPs dari cairan pembentuk film yang berasal
dari eksipien sambung silang kitosan sitrat pH 4, pH 5, pH, 7 yaitu 581, 590,
dan 590 cPs. Viskositas dari cairan pembentuk film kitosan sitrat yang lebih
rendah dapat terjadi akibat eksipien sambung silang kitosan sitrat
mengandung natrium sitrat 15% dari total kitosan. Kitosan merupakan
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
polimer pembentuk film sehingga jika kitosan jumlahnya berkurang maka
dapat membuat viskositas CPF menjadi lebih rendah.
4.5.2. Organoleptis Film
Gambar 4.5. Pengamatan Visual Keempat Formula Film
Berdasarkan pengamatan secara visual film F1, F2, F3 dan F4
berwarna kuning transparan berbau asam yang berasal dari asam asetat
yang digunakan sebagai pelarut. Film F1 dan F2 saat setelah dikeringkan
pada permukaan atas filmnya terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan.
Tetesan tersebut berdasarkan uji spektrofotometer UV mengandung
verpamil HCl. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidakstabilan
verpamil HCl dengan formula yang digunakan. Pada F3 dan F4 tidak
terdapat cairan yang berbentuk seperti tetesan tersebut namun permukaan
film tersebut lengket yang menandakan bahwa verapamil HCl tersebut
masih mengalami ketidakstabilan walaupun jumlahnya tidak sebanyak yang
terjadi pada film F1 dan F2.
Pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada penampang
membujur dan melintang dengan perbesaran 100x. Hasil pengamatan
mikroskopik tersebut terlihat pada gambar 4.5. Pengamatan mikroskopik
dengan penampang membujur dilakukan dengan menggunakan sampel
pada bagian permukaan bawah film.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: Penampang membujur film: A) F1; B) F2; C) F3; D) F4
Gambar 4.5. Penampang Membujur Keempat Formula Film
Keterangan: Penampang melintang film: a) F1; b) F2; c) F3; d) F4
Gambar 4.5. Penampang Melintang Keempat Formula Film
Berdasarkan pada pengamatan penampang membujur tersebut
terlihat bahwa verapamil hidroklorida terdapat banyak diluar permukaan
film. Pada penampang melintang terlihat bahwa verapamil pada keempat
formula film tersebar di bagian permukaan atas dan bawah serta terdapat
dibagian tengah film. Pada gambar penampang membujur film F1, F2 dan
F3 terlihat terdapat serat-serat halus yang menjerat verapamil HCl. Hal
tersebut terjadi akibat proses sambung silang yang terjadi pada F1, F2 dan
F3.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.3. Uji Ketebalan Film
Tabel 4.5. Ketebalan Film Keempat Formula Film
Berdasarkan pengujian ketebalan film pada keempat formula,
diketahui bahwa film yang dihasilkan ketebalannya tidak homogen. Hal ini
terlihat dari besarnya simpangan baku yang diperoleh dari pengukuran
ketebalan film bahkan di satu film yang sama. Ketebalan yang beragam ini
dipengaruhi oleh kemirangan oven pada saat pengeringan film. Selain itu,
ketebalan yang beragam ini juga disebabkan ukuran cetakan film yang
telalu sempit mengakibatkan pada saat pengeringan CPF mudah untuk
tertarik ketengah sehingga ketebalan film pada posisi tengah cetakan lebih
besar dibandingkan dengan bagian pinggirnya.
4.5.4. Keragaman Bobot
Tabel 4.5. Keragaman Bobot Keempat Formula Film
Bobot film yang dihasilkan pada keempat formula terlihat beragam,
hal ini terlihat pada besarnya simpangan baku yang dihasilkan dalam satu
formula. Bobot film dipengaruhi oleh homogenitas film dan ketebalan film.
Berdasarkan uji ketebalan film, terlihat bahwa ketebalan film tidak
homogen sehingga hasil tersebut sesuai dengan hasil pengujian bobot film
yang beragam.
Formula Tebal (μm)
1 2 3 Rata rata
F1 319,33 ± 114,2 280,83 ± 92,9 245,83 ± 120,0 300,08 ± 36,8
F2 291,33 ± 145,4 350,17 ± 156,8 294,17 ± 183,1 311,89 ± 29,4
F3 238,67 ± 71,0 252,67 ± 132,6 260,67 ± 88,2 250,67 ± 27,3
F4 273,5 ± 71,1 234,83 ± 58,2 280,83 ± 44,3 263, 06 ± 27,3
Formula Berat Film (mg) Rata rata (mg)
1 2 3
F1 245,7 166,8 244,6 219,0 ± 45,2
F2 251,3 253,9 157,6 220,9 ± 54,9
F3 219,1 224,6 210,0 217,9 ± 7,4
F4 270,9 255,2 249,4 258,5 ±11,12
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.5. Panjang gelombang maksmum dan kurva kalibrasi Verapamil HCl
Gambar 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verpamil HCl
Tabel 4.5. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl
No Puncak (nm) Absorbansi
1 382,4 0,004
2 277,6 0,438
3 228,6 1,161
4 206,0 2,928
Verapamil hidroklorida 40 ppm dalam dapar fosfat pH 6,8 diukur
panjang gelombang maksimumnya. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan spektofotometer UV pada panjang gelombang 400-200 nm.
Panjang gelombang maksimum verapmil hidroklorida yang didapatkan
yaitu 277,6 nm. Pada panjang gelombang maksimum ini verapamil
hidroklorida memiliki absorbansi 0,438.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Verpamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8
Tabel 4.5. Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8
No Absorbansi Konsentrasi (ppm)
1 0,000 0,000
2 0,116 10,000
3 0,211 20,000
4 0,328 30,000
5 0,437 40,000
6 0,533 50,000
7 0,637 60,000
8 0,739 70,000
9 0,823 80,000
Kurva kalibrasi verapamil hidroklorida dalam dapar fosfat pH 6,8
dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebelumnya
yaitu 277,6 nm. Kurva kalisasi diukur dengan seri konsentrasi 0 , 10, 20, 30,
40, 50 ,60, 70, dan 80 ppm. Hasil pengujian kurva kalibrasi memmberikan
hasil persamaan regresi linear yaitu y = 0,0104x + 0,0104 dengan r2 yaitu
0,999 . panjang gelombang maksimum dan kurva kalibrasi yang diperoleh
digunakan pada pengujian keseragaman kandungan, penetapan kadar dan
uji pelepesan verapamil HCl.
4.5.6. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl
Pada pengujian keseragaman kandungan sebelumnya dilakukan
optimasi untuk menentukan waktu ekstraksi verapamil HCl dalam film.
Optimasi tersebut menggunakan sampel keseluruhan film satu cetakan yang
telah diketahui mengandung verapamil HCl sebanyak 240 mg. Selanjutnya,
dilakukan pengujian penetapan kadar film dalam satu cetakan keseluruhan
y = 0.0104x + 0.0104R² = 0.999
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 50 100A
UC
(m
AU
*min
)
Konsentrasi (ppm)
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut, pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan persentase kadar obat
terhadap film yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode yang
dilakukan. Berdasarkan hasil penetapan kadar pada sampel film
keseluruhan satu cetakkan menunjukkan bahwa verapamil HCl dapat
terektraksi sebanyak 95,11± 3,49 % dengan diaduk menggunakan pengaduk
magnetik selama 6 jam kemudian didiamkan selama 18 jam.
Tabel 4.5. Hasil Optimasi Waktu Ektraksi Verapamil HCl dalam Film
Formula Berat film (mg) Kadar (mg) % UPK (%) % kadar verapamil
dalam film (%)
F1 879,3 238,08 99,20 27,08
F2 895,3 228,97 95,40 25,57
F3 889,0 217,58 90,66 24,48
F4 969,4 228,4 95,17 23.56
Rata rata % UPK film (%) 95,11 ± 3,49
Persentase kadar verapamil HCl dalam film di masing masing
formula berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh
ketidakhomogenan kandungan verapamil HCl di dalam film karena
verapamil HCl mengalami migrasi. Migrasi verapamil HCl menyebabkan
verapamil HCl banyak berada di permukaan film. Hal tersebut membuat
setiap perlakuan film seperti penimbangan dan pemotongan dapat
mempengaruhi kadar verapamil HCl di dalam film.
Keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan tiga film
berukuran 3,5 x 2 cm2 yang berasal dari satu cetakan yang sama. Tujuan
pengujian keseragam kandungan film ini untuk mengetahui keseragaman
kandungan verapamil HCl di dalam satu cetakan film yang berukuran 3,5 x
8 cm2. Hasil keseragaman kandungan film tersebut menunjukkan bahwa
kandungan verapamil HCl dalam satu cetakan film tidak homogen. Hal
tersebut terlihat dari simpangan baku yang besar pada satu formula yang
sama.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5. Keseragaman Kandungan Verapamil HCl di dalam Satu Cetakan Film
Formula Berat film (mg) Kadar (mg) % kadar (%) Rata-rata kadar (mg)
F 1
245,7 53,92 21,95
47.93 ± 11.86 166,8 34,27 20,54
244,6 55,59 22,73
F 2
251,3 51,70 20.57
46.15 ± 8.87 253,9 50,84 20.02
157,6 35,92 22.79
F 3
219,1 47,92 21.87
49.77 ± 2.38 224,6 52,46 23.36
210,0 48,94 23.31
F 4
270,9 65,67 24.24
58.53 ± 6.43 255,2 56,72 22.23
249,4 53,20 21.33
4.5.7. Penetapan Kadar Verapamil HCl
Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan sampel film
dengan bobot film yang hampir sama. Penetapan kadar pada film dengan
bobot yang hampir sama ini bertujuan sebagai acuan pemilihan sampel
untuk uji disolusi.
Tabel 4.5. Penetapan Kadar dan Persentase Kadar Verpamil dalam Film
Formula Bobot film
(mg)
Kadar verapamil
(mg)
% kadar
(%) rata-rata
kadar (mg)
F1
239,0 55,60 23,26
55,67 ± 1,45 231,9 54,25 23,40
238,9 57,16 23,92
F2
238,5 56,48 23,68
56,22 ± 1,4 235,9 57,47 24,36
236,1 54,71 23,17
F3
235,4 56,90 24,17
56,40 ± 0,58 232,5 56,54 24,32
234,9 55,76 23,74
F4
239,6 52,07 21,73
51,35 ± 1,25 238,6 49,91 20,92
238,7 52,07 21,81
Rata-rata kadar (mg) 54,91 ± 2,39
Berdasarkan hasil penetapan kadar tersebut menunjukkan kadar
verapamil HCl pada satu formula tidak memiliki perbedaan yang besar hal
tersebut terlihat dari simpangan baku yang dihasilkan pada masing-masing
formula cukup kecil. Rata rata kadar verapamil HCl di semua formula juga
tidak memiliki perbedaan yang besar hal tersebut juga terlihat dari
simpangan bakunya yang cukup kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan memilih sampel berdasarkan bobot yang mirip akan menghasilkan
kadar verapamil HCl juga hampir sama sehingga pada uji disolusi film yang
digunakan sebagai sampel merupakan film yang memiliki bobot yang
hampir sama.
4.5.8. Sifat Mekanis Film
Sifat mekanis film diuji menggunakan uji ketahanan pelipatan,
kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan pada saat putus
(elongation at breaks). Pengujian ketahanan pelipatan dilakukan dengan
melipat film sebanyak 300 kali. Berdasarkan uji tersebut, semua film dari
keempat formula tidak rusak atau sobek selama dilipat sebanyak 300 kali.
Hal tersebut menunjukkan bahwa film yang dihasilkan pada keempat
formula memiliki elastisitas yang baik sehingga tidak mudah patah atau
sobek ketika diuji pelipatan (Chinta, Durga Praveena et al, 2013).
Tabel 4.5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan pada saat Putus Film
Formula Tebal (mm) Kekuatan tarik (N/cm2) Perpanjangan putus (%)
F1 0,027 ± 0,002 309,42 ± 72,48 63,33 ± 11,55
F3 0,040 ± 0,007 374,77 ± 63,14 66,67 ± 5,77
F2 0,050 ± 0,015 499,83 ± 102,79 66,67 ± 5,77
F4 0,056 ± 0,005 239,99 ± 64,82 53,30 ± 5,77
Gambar 4.5. Kekutan Tarik dan Perpanjangan Putus Film
0
100
200
300
400
500
600
F1 F2 F3 F4
Kekuatan Tarik(N/cm2)
PerpanjanganPutus (%)
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengujian kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan pada
saat putus (elongation at break) diuji menggunakan tensile tester
Storograph R1. Kekuatan tarik adalah gaya tarik yang dibutukan untuk
membuat film putus. Uji kekuatan tarik ini menunujukkan bahwa formula
film F1, F2, dan F3 memiliki kekuatan tarik dan perpanjangan putus yang
lebih besar dibandingkan dengan F4. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan eksipien sambung silang kitosan dengan sitrat dapat
meningkatkan kekuatan tarik dan perpanjangan putus film. Dari hasil
tesebut diketahui bahwa kekutan tarik film F3 memiliki nilai terbesar yaitu
499,83 N/cm2. Film F3 merupakan film yang terbuat dari eksipien sambung
silang kitosan dengan sitrat pH 7, berdasarkan uji derajat substitusi dan
turbidimetri film F3 memiliki ikatan sambung silang kitosan sitrat yang
paling banyak sehingga ikatan antar polimer kitosan semakin rapat. Ikatan
polimer yang rapat membutuhkan gaya yang lebih besar untuk dapat
memutuskan ikatan silang atar kitosan tersebut sehingga membuat kekuatan
tarik film tersebut menjadi besar (Varshosar, J. & Karimzadeh, S. 2007).
Pengujian perpanjangan putus dilakukan dengan mengukur
pertambahan panjang film setelah diberikan gaya tarik sampai film tersebut
putus. Hasil perpanjangan putus menunjukkan bahwa eksipien sambung
silang kitosan sitrat dapat meningkatan nilai persentase elongasi film. Hal
ini juga dilaporkan iftah nur di mana eksipien sambung silang kitosan
tripolifosfat dapat meningkatkan sifat mekanik film yaitu kekutatan tarik
dan perpanjangan putus film tersebut ( Nur, iftah, 2011).
Hasil uji kekuatan tarik dianalisis dengan menggunakan SPSS, hasil
analisa dengan SPSS tersebut menunjukkan bahwa kekuatan tarik film
keempat formula tersebut memiliki perbedaan secara signifikan (p < 0,05).
Hal tersebut menunjukan bahwa proses sambung silang kitosan sitrat
menghasilkan perubahan sifat mekanis film tersebut secara signifikan.
Selain itu, perbedaan pH larutan natrium sitrat dapat mempengaruhi sifat
mekanis film kitosan sambung silang sitrat tersebut.
4.5.9. Daya Mengembang Film
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5. Uji Daya Mengembang Film
waktu
perendaman
(menit)
Daya mengembang (%)
F1 F2 F3 F4 0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
5 47,60 ± 4,86 51,59 ± 0,67 48,26 ± 1,14 156,38 ± 10,35
10 54,81 ± 5,19 49,12 ± 3,42 45,16 ± 5,34 170,16 ± 7,95
15 53,41 ± 9,95 41,43 ± 5,47 39,87 ± 4,36 162,27 ± 5,29
30 47,47 ± 13,31 33,03 ± 4,53 28,77 ± 4,13 125,44 ± 4,29
60 38,67 ± 12,07 28,72 ± 2,78 23,20 ± 4,26 107,09 ± 5,83
90 34,56 ± 9,40 27,52 ± 2,58 21,06 ± 4,34 99,78 ± 4,54
120 32,17 ± 9,08 26,88 ± 2,46 20,47 ± 3,39 95,74 ± 3,94
Daya mengembang dilakukan dengan menggunakan medium dapar
fosfat pH 6,8 dan dilakukan selama 2 jam. Film F3 memiliki persentase daya
mengembang yang paling sedikit kemudian dilanjutkan oleh F2, F1 dan
terakhir adalah F4. Daya mengembang film kitosan dipengaruhi interaksi
ionik diantara ikatan kitosan di mana ikatan antarpolimer kitosan tersebut
dipengaruhi oleh kerapatan ikatan sambung silangnya. Peningkatan derajat
ikatan sambug silang dapat menurunkan daya mengembang film (Mi et al.,
1997; Mi et al., 1999; Sezer and Akbuga, 1995, Tiwary Kumar Asohok dan
Vikas Rana, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa film F3 memiliki derajat
sambung silang yang paling tinggi sehingga ikatan antarpolimer kitosannya
rapat. Ikatan antarpolimer kitosan yang rapat mengakibatkan film memiliki
kemampuan mengembang yang paling kecil. F4 memiliki kemampuan
mengembang yang paling besar karena F4 merupakan film yang
menggunakan eksipien kitosan yang tidak dilakukan sambung silang. Hal
tersebut membuat ikatan antar polimer kitosan pada F4 sedikit sehingga
daya mengembang film F4 paling tinggi.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Daya Mengembang Film Keempat Formula
Persentase daya mengembang film F1, F2, F3, dan F4 mengalami
perubahan yang paling signifikan pada menit ke-5. Daya mengembang film
yang signifikan pada menit awal terjadi akibat pH asam yang terkandung
dalam film. pH asam pada film ini menyebabkan film menjadi terprotonasi
sehingga daya mengembang film meningkat secara signifikan (Honary,
Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian, 2010). Pada film F1
dan F4 puncak persentase daya mengembang terjadi pada menit ke-10,
sedangkan film F2 dan F3 pada menit ke-5. Perbedaan tersebut akibat
perbedaan dari derajat kerapatan ikatan sambung silang kitosan.
Uji daya mengembang keempat formula film dianalisa menggunakan
SPSS, berdasarkan analisa SPSS tersebut keempat formula film memiliki
kemampuan mengembang yang berbeda secara bermakna (p < 0,05). Hal
tersebut menunjukkan bahwa sambung silang mempengaruhi daya
mengembang film yang ditunjukkan dengan perbedaan signifikan. Hasil
analisa SPSS ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pH larutan natrium
sitrat mempengaruhi daya mengembang film yang ditunjukkan dari uji
SPSS terhadap film F1, F2, dan F3 yang menunjukkan perbedaan secara
bermakna (p < 0,05).
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 50 100 150
day
a m
en
gem
ban
g (%
)
waktu (menit)
F1
F2
F3
F4
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.10. Pelepasan Verapamil HCl secara Invitro
Pelepasan verapamil HCl diuji menggunakan medium dapar fosfat
pH 6,8 selama 2 jam. Pengujian pelepasan secara in vitro ini menunjukkan
bahwa keempat formula film mengalami pelepasan yang besar (burst
release) pada menit awal pengujian. Hal ini terjadi akibat banyak verapamil
HCl yang berada permukaan film dan pada menit ke-5 tersebut daya
mengembang keempat film sangat baik sehingga verapamil yang terlepas
dari film meningkat sangat tinggi. Pada waktu berikutnya pelepasan
verapamil HCl meningkat secara perlahan. Oleh sebab itu untuk
menentukan kinetika model pelepasan verpamil terhadap keempat formula
ini dimulai dengan data pelepasan obat pada menit ke-5.
Tabel 4.5. Pelepasan Kumulatif Verapamil HCl dari Keempat Formula
waktu
(menit)
% Kumulatif Disolusi (%)
F1 F2 F3 F4
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
5 57,12 ± 6,87 52,19 ± 3,17 35,83 ± 6,21 66,37 ± 6,16
10 62,78 ± 4,74 63,34 ± 1,07 42,36 ± 2,85 75,08 ± 1,86
15 77,18 ± 8,19 71,40 ± 3,59 52,67± 6,75 84,54 ± 8,00
30 79,11 ± 6,17 76,10 ± 3,77 66,19 ± 3,81 87,88 ± 6,97
60 86,42 ± 7,26 81,55 ± 5,45 68,03± 4,15 94,52 ± 0,57
120 94,04 ± 5,17 90,04 ± 11,31 78,28 ± 3,39 96,34 ± 0,44
30
40
50
60
70
80
90
100
110
0 50 100 150
%ku
mu
lait
f d
iso
lusi
(%
)
waktu (menit)
F 1
F2
F3
F4
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Profil Pelepasan Verapamil HCl pada Keempat Formula Film
dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8
Kinetika pelepasan verapamil HCl pada keempat formula film
dianalisa dengan menggunakan kurva orde nol, orde satu, dan higuchi.
Kinetika orde nol menunjukkan pelepasan obat yang konstan pada setiap
waktu dan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika
orde satu menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh
konsentrasi obat dalam sediaan. Kinetika Higuchi menyatakan bahwa
kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh waktu (Uvakanta Dash1, Padala
Narasimha Murthy, Lilakanta Nath dan Prasanta Chowdhury, 2010).
Tabel 4.5. Model Kinetika Pelepasan Verapamil HCl
Kinetika F1 F2 F3 F4
Orde
nol
y = 0.2745x + 65.1 y = 0.2655x + 61.8 y = 0.323x + 44.3 y = 0.2103x + 75.7
R² = 0.7446 R² = 0.7553 R² = 0.7527 R² = 0.6386
k = 0.2745 k = 0.2655 k = 0.3233 k = 0.2103
Orde
satu
y = -0.0069x + 1.6 y = -0.0053x + 1.6 y = -0.0038x + 1.7 y = -0.0079x + 1.4
R² = 0.9403 R² = 0.9272 R² = 0.8609 R² = 0.8621
k = 0.002996 k = 0.0023013 k = 0.00165 k = 0.00343
Higuchi
y = 3.9665x + 54.0 y = 3.8387x + 51.0 y = 4.6877x + 31.1 y = 3.1439x + 66.6
R² = 0.8625 R² = 0.876 R² = 0.8777 R² = 0.7915
k = 3.9665 k =3.8387 k = 4.6877 k= 3.1439
Analisa kinetika pelepasan film F1, F2, F3, dan F4 menggunakan
kurva menunjukkan bahwa kinetika pelepasan film F1, F2, dan F4
mengikuti orde satu, sedangkan F3 mengikuti model kinetika Higuchi. Film
F1, F2, dan F4 menunjukkan nilai linearitas (R2) yang dihasilkan dari kurva
orde satu lebih besar dari R2 yang dihasilkan oleh kurva linearitas orde nol
dan higuchi. Sedangkan F3 memiliki R2 terbesar pada kurva linearitas
higuchi. Berdasarkan hasil kinetika orde satu tersebut, nilai k (laju
pelepasan verapamil) yang tertinggi dari keempat formula film adalah F4.
Film F4 yaitu film yang mengandung kitosan yang tidak mengalami
sambung silang. Sedangkan pelepasan verapamil HCl yang terendah adalah
film F3 yaitu film yang berasal dari kitosan sambung silang sitrat pH 7.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil uji pelepasan secara invitro ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
derajat sambung silang kitosan dengan sitrat maka daya mengembang film
semakin rendah sehingga pelepasan pada film tersebut juga lebih lambat.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan (F.L. Mi, S.S.
Shyu, T.B. Wong, S.F. Jang, S.T. Lee, dan K.T. Lu, 1999 dan J. Bergera,
M. Reist, J.M. Mayer dan, O. Felt, 2003).
Berdasarkan hasil analisis statistik SPSS laju pelepasan obat (k)
keempat formula pada kinetika orde nol menunjukkan bahwa F3 dengan F4
(p < 0,005) memiliki perbedaan bermakna sedangkan laju pelepasan F1 dan
F2 dengan formula lainnya tidak memiliki perbedaan secara bermakna. Laju
pelepasan pada kinetika orde satu keempat formula tidak memiliki yang
perbedaan bermakna. Laju pelepasan pada kinetika model higuchi F3
dengan F4 memiliki perbedaan bermakna sedangkan laju pelepasan F1 dan
F2 dengan formula lainnya tidak memiliki perbedaan secara bermakna (p >
0,005). Laju pelepasan F3 dan F4 berbeda bermakna terjadi karena
perbedaan derajat sambung silang kitosan yang tinggi. Hal ini didukung
oleh data derajat substitusi dan turbidimetri yang menunjukkan bahwa
sambung silang kitosan-sitrat dengan menggunakan larutan natrium sitrat
pH 7 memiliki nilai sambung silai terbesar dibandingkan formula lain.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Eksipien kitosan sitrat sambung silang dipreparasi dengan kondisi
optimum yaitu kitosan 2% dalam asam aseat 1% dan konsentrasi
natrium sitrat yaitu 1,5% dalam aquades dengan pH 4, 5 dan 7.
2. Film dipreparasi dari eksipien sambung silang kitosan sitrat dan kitosan
dengan konsentrasi 4% dalam asam asetat 4% dengan metode
penguapan pelarut dengan oven suhu 50oC.
3. pH larutan natrium sitrat mempengaruhi derajat sambung silang kitosan
sitrat di mana semakin meningkat pH larutan natrium sitrat maka derajat
sambung silang kitosan-sitrat yang dihasilkan juga meningkat
4. pH larutan natrium sitrat mempengaruhi sifat mekanik film kitosan
sitrat sambung silang di mana semakin meningkat pH larutan natrium
sitrat maka derajat sambung silang kitosan-sitrat juga meningkat.
5. Persen kumulatif pelepasan verapamil HCl dalam film F1, F2, F3, dan
F4 berturut turut pada jam ke dua yaitu 94,04 %; 90,04 %; 78,28 %;
96,34 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pH larutan natrium sitrat
mempengaruhi pelepasan verapamil HCl dalam film di mana pelepasan
obat semakin menurun dengan meningkatnya pH larutan natrium sitrat
yang digunakan.
5.2 Saran
1. Dilakukan uji stabilitas kitosan sambung silang sitrat dan stabilitas
verapamil hidroklorida dalam film kitosan.
2. Dicari metode pembuatan eksipien sambung silang kitosan sitrat yang
lebih baik dan lebih efisien.
3. Dilakukan pengujian thermal anlisis (DSC) untuk mengetahui
perubahan puncak endotermik pada eksipien sambung silang kitosan
sitrat.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour, M.R., S. Makhmalzadeh dan S. Jalali. 2010. Study of Free-Film and
Coated Tablets based on HPMC and Microcrystalline Cellulose, Aimed for
Improved Stability of Moisture-Sensitive Drugs. JudishapurJournal of
Natural Pharmaceutical Products, 2010; 5(1): 6-17.
Agusnar, Harry. 2007. Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi
(Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam. Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 15-20.
Ajeng, Wisnu. 2012. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel sambung silang
kitosan-natriumtripolifosfat dalam sediaan filmbukal verapamil
hidroklorida. Skripsi sarjana farmasi. Depok: FMIPA UI.
Billo, E. J. (2001). Analysis of Solution Equilibria. In Anonymous Excel® for
Chemists (pp. 327-338). : John Wiley & Sons, Inc.
British Pharmacopeia. 2009. British Pharmacopeia. London: Pharmaceutical Press.
Berger, J., Reist, M., Mayer, J.M., Fekt, O. et al. 2004. Structure and interactions
in covalently and ionically crosslinked chitosan hidrogel for biomedical
applications. Eur. J. of pharm. And biopharmaceutics 57 19-34.
Chinta, durga praveena, prakash katakam et al. 2013. Formulation and invitro
evaluation of moxifloxacin loaded crosslinked chitosan films for the
treatment of periodontitis. India: Elsevier
Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi
5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
De Moura M, Auada FA, Bustillos RJA, Mc.Hugh TH, Krochta JM, dan Mattoso
LHC. Improves barrier and mechanical properties of novel hydroxypropyl
methylcellulose edible film with chitosan/ tripolyphosphate nanoparticles.
Journal of Food Engineering 2009; 92: 448-453.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Departemen Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
Deshmane, S.V. et al. 2009. Chitosan Based Sustained Release Mucoadhesive
Buccal Patches Containing Verapamil Hcl. Int. J. Of Pharm. And
Pharmaceu. Sci. Vol. 1, 216-229.
Doores, S., 2005. Organic acids. In: Davidson, P.M., Sofos, J.N., Branen, A.L.
(Eds.), Antimicrobials in Food. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 91e142
(Taylor & Francis Group).
Dumbbell.co.jp. 2014. 14 Februari 2015. http://www1.odn.ne.jp/aa163880/ image
/DMASTM%20D1822-L.jpg.
F.L. Mi, S.S. Shyu, T.B. Wong, S.F. Jang, S.T. Lee, K.T. Lu, Chitosan
polyelectrolyte complexation for the preparation of gel beads and controlled
release of anticancer drug. II. Effect of pHdependent ionic crosslinking or
interpolymer complex using tripolyphosphate or polyphosphate as reagent,
J. Appl. Polym. Sci. 74 (1999) 1093–1107.
Honary, Soheyla, Behnam Hoseinzadeh dan Payman Shalchian. 2010. The Effect
of Polymer Molecular Weight on Citrate Crosslinked Chitosan Films for
Site-Specific Delivery of a Non-Polar Drug. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research, Vol. 9, No. 6, November-December, 2010, pp.
525-531.
Illum, L. 1998. Review Chitosan and Its Use as a Pharmaceutical Excipient. Pharm.
Res.. 15(9),1326-1329.
Koland, Charyulu Dan Prablu. 2010. Mucoadhesive Fils Of Losartan Potassium For
Buccal Delivery: Design And Characterization. Indian J. Pharm. Educ. Res.
44, 315-323.
Mahalaxmi et al. 2010. Formulation and Evaluation of Mucoadhesive Buccal
Tablets Of Glizipide. Int J Of Biopharmaceut. 100-107.
Martindale. 2009. Martindale ”The Complete Drug Reference” edisi ke-36. Great
Britain: The Pharmaceutical Press.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mi FL, Chen CT, Tseng YC, Kuan CY dan Shyu SS (1997). Iron(III)
carboxymethylchitin microspheres for the pH-sensitive release of 6-
Mercaptopurine. J. Contr. Rel., 44: 19-32.
Mi FL, Shyu SS, Lee ST dan Wong TB (1999). Kinetic study of chitosan-
tripolyphosphate complex reaction and acid-resistive properties of the
chitosantripolyphosphate gel beads prepared by in-liquid.
Nadarajah, kandasamy. 2005. Development And Characterization of Antimicrobial
Edible Films from Crawfish Chitosan. A Dissertation Louisiana State
University and Agricultural and Mechanical College.
Nur, ifthah. 2011. Preparasi dan karakterisasi kitosan-tripolifosfat sebagai eksipien
dalam sediaan farmasi. Skripsi sarjana farmasi. Depok: FMIPA UI.
Patel, V.M., Prajapati B.G. et al. 2007. Design And Characterization Of Chitosan
Containing Mucoadhesive Buccal Patches of Propanolol Hydrocloride. Acta
Pharm 57, 61-72
Pierog, Milena , M. Gierszewska-Drużyńska, J. Ostrowska-Czubenko. 2009. Effect
Of Ionic Crosslinking Agent On Swelling Behaviour Of Chitosan Hydrogel
Membranes. Poland: nicolaous copernicus university.
Rathke, T.D. & Hudson, S.M. 1994. Review Of Chitin And Chitosan As Fiber And
Film Formers. Polym. Rev., 34: 3, 375-437.
Robert, M.S.1992. Modified Release Drug Delivery Technology. New York Dan
Basel: Marcel Dekker 349-369.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. 2009. Handbook of pharmaceutical
excipient ed. 6. London: Pharmaceutical press.
Sailaja, Krishna et al. 2010. Chitosan Nanoparticles As A Drug Delivery System.
India: Research Journal Of Pharmaceutical, Biological And Chemical
Sciences.
Sakkinen M. Biopharmaceutical Evaluation Of Microcrystalline Chitosan As
Release Rate Controlling Hydrophilic Polymer In Granules For
Gastroretentive Drug Delivery. Academic Dissertation Faculty Of Science
Of The University Of Helsinki, 2003.
Sezer AD and Akbuga J (1995). Controlled release of piroxicam from chitosan
beads. Int. J. Pharm., 121: 113-116.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Semalty, M, Semalty A, dan Kumar G. 2008. Formulation and Characterization of
Mucoadhesive Buccal films of Glipizide. Indian J.Pharm, Sci. 70. 43-48.
Shu,X.Z., Zhu, K.J. 2001. Novel pH-sensitive citrate cross-linked chitosan film for
drug controlled release. Int. J. Pharm. 212, 19–28.
Sood , Jatin, Varinder kaur, dan Pravin Pawar. 2013. Transdermal Delivery of
Verapamil HCl: Effect of Penetration Agent on In Vitro Penetration through
Rat Skin. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (03), pp. 044-
051, ISSN 2231-3354.
Tiwary Kumar Asohok dan Vikas Rana. 2010. Cross-Linked Chitosan Films: Effect
of Cross-Linking Density on Swelling Parameters. Pak. J. Pharm. Sci.,
Vol.23, No.4, October 2010, pp.443-448.
USP-NF. 2007. US Pharmakopheia 30-NF 25. United States: The United States
Pharmacopeial Convention.
Varshosaz, Jaleh dan Reza Alinagari.2005. Effect of Citric Acid as Cross-linking
Agent on Insulin Loaded Chitosan Microspheres. Iranian Polymer Journal
14 (7), 2005, 647-656
Varshosaz, J. & Karimzadeh, S. (2007). Development of cross-linked chitosan
films for oral mucosal delivery of lidocaine. Res. in Pharm. Sci., 2, 43-52.
Yuliani, Andi Andha. 2012. Preparasi dan karakterisasi mikrosfer kitosan suksinat
tersambung silang natrium sitrat. Skripsi sarjana farmasi. Depok: FMIPA
UI.
52 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Alat-alat yang Digunakan
Lampiran 3. Preparasi Larutan Asam Asetat
Pembuatan asam asetat 1% yaitu dengan mencampurkan 2,5 mL asam asetat
glasial dalam aquadest hingga 250 mL (Chinta, Durga Praveena et al., 2013).
a) Stand up stirrer b) pH meter c) Viskotester
d) Mikrometer digitale) Spekrofotometri uv-vis e) Tensile tester
e) Mikroskop optik f) Alat uji disolusi g) Pengaduk magnetik
h) Spektrometri FTIR i) Mikropipet digital j) Oven
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Preparasi Larutan Kitosan 2%
Larutan kitosan 2% dibuat dengan cara melarutkan 2 g kitosan ke dalam larutan
asam asetat 1% hingga mencapai volume 100 ml.
Lampiran 5. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1; 1,5 dan 2%
Larutan natrium sitrat konsentrasi 1%; 1,5%; dan 2% secara berturut-turut
dibuat dengan melarutkan 0,5 gram; 0,75 gram dan 1 gram natrium sitrat ke dalam 40
ml aquades, kemudian ditambahkan HCl 0,5 N sampai mencapai pH 5, selanjutnya
volume dicukupkan hingga 50 ml dengan aquades.
Lampiran 6. Preparasi Larutan Natrium Sitrat Konsentrasi 1,5 % dengan pH 4; 5;
dan 7
Larutan natrium sitrat konsentrasi 1,5% dibuat dengan melarutkan 0,75 gram
natrium sitrat ke dalam 40 ml aquades, kemudian ditambahkan HCl 0,5 N sampai
mencapai pH masing masing 4; 5; dan 7, selanjutnya volume dicukupkan hingga 50 ml
dengan aquades.
Lampiran 7. Preparasi Larutan Kalium Dihidrogen Fosfat 0,2 N
Kalium dihidrogen fosfat ditimbang sebanyak 2,7218 g lalu ditambahkan
aquades bebas karbondioksida sampai volume 100 ml (Departemen Kesehatan, 1979
dengan modifikasi).
Lampiran 8. Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N
Pembuatan laurtan NaOH 0,2 N dibuat dengan melarutkan 800,1 mg NaOH (p)
ke dalam air hingga 100 ml (Departemen Kesehatan RI, 1979 dengan modifikasi).
Lampiran 9. Preparasi Larutan Dapar Fosfat pH 6,8
Dapar fosfat pH 6,8 dibuat dengan mencampur 50 ml larutan kalium dihidrogen
fosfat 0,2 N dengan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 22,4 ml. Kemudian larutan
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut diencerkan dengan aquades sampai volume 200 ml (Departemen Kesehatan
RI, 1979).
Lampiran 10. Pembuatan Larutan NaOH 1N
Pembuatan larutan NaOH 1 N dibuat dengan melarutkan 40,01 g NaOH (p) ke
dalam air hingga 1000 ml (Departemen Kesehatan RI, 1979 dengan modifikasi).
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan HCl 1 N
Pembuatan larutan HCl 1 N dari HCl 32%, HCl 1 N digunakan untuk pengujian
derajat substitusi dari sambung silang kitosan-sitrat. HCl(p) 32% sebanyak 9,7 ml
diencerkan sampai volume 100 ml dalam labu takar 100 ml.
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Verapamil HCl dalam Preparasi Film
Parameter berikut ditentukan sebelum preparasi film. Kadar plasma yang
dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi Css adalah 100 ng/ml = 0,1 μg/ml. Flux yang
dibutuhkan verapamil HCl dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
J = 𝐶𝑠𝑠 𝑥 𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝐵𝑊
𝐴
Cl Total adalah kecepatan klirens obat dari tubuh, pada berat badan 70 kg Cl
total sebesar 11.85 ml/menit/Kg = 711 ml/jam/Kg.
A adalah luas film (2 x 3,5 cm2 = 7 cm2).
BW adala berat badan, berat badan rata-rata manusia adalah 70 Kg.
Dari perhitungan di atas didapatkan hasil 711 μg/ cm2/jam dan dosis film untuk
12 jam ditentukan dengan Flux x Waktu x Luas Film = 711 μg/cm2/jam x 12 jam x 7
cm2 = 59.724 μg = 59.724 mg ≈ 60 mg (Sood , Jatin, Varinder kaur, dan Pravin Pawar,
2013). Luas cetakan film 28 cm2 sehingga didalam 28 cm2 terkandung verapamil
sejumlah 240 mg.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Spektrum FTIR Eksipien Sambung Silang Kitosan Sitrat
a) Spektrum Kitosan
b) Spektrum Kitosan Sitrat Sambung Silang pH 4
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
50
60
70
80
90
100
%T3
29
4.5
6
28
75
.99
16
56
.92
15
88
.45
14
21
.60
13
75
.30
13
20
.33
11
49
.62
10
75
.36
10
05
.92
89
7.9
0
kitosan-2
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
70
75
80
85
90
95
100
%T
34
76
.84
30
53
.45
17
04
.18
16
65
.60
15
89
.41
13
84
.95
11
58
.30
99
9.1
7 89
7.9
0
kitosan -sitrat -4 (pH4)
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c) Spektrum Kitosan Sitrat Sambung Silang pH 5
d) Spektrum Kitosan Sitrat Sambung Silang pH 7
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
67.5
75
82.5
90
97.5
105
%T
34
73
.95
28
79
.85
16
56
.92
16
25
.10
15
75
.91
15
31
.55 14
79
.47
14
09
.06
13
11
.65 1
15
1.5
5 10
68
.61
10
01
.10
89
7.9
0
64
6.1
8
kitosan -sitrat (pH5)-2
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
75
80
85
90
95
100
%T
34
80
.70
28
78
.88
16
55
.00
16
23
.17
16
00
.02 1
53
3.4
7
14
07
.13
13
27
.08
11
52
.52
10
73
.43
10
02
.06
89
9.8
3
kitosan -sitrat (pH7)-2
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Uji Derajat Substitusi
a. Pembakuan NaOH
VNaOH 1 = 4,8 ml; VNaOH 2= 4,9 ml; VNaOH 3 = 4,8 ml
VNaOH = VNaOH 1+ VNaOH 2 + VNaOH 3
3 =
4,8 + 4,9 + 4,8
3 = 4,833 ml
NNaOH = Massa kalium biftalat
BE kaium biftalat x V NaOH =
1000,5
204,2 x 4,833 = 1,014 N
BE Kalium biftalat = 204,2
b. Pembakuan HCl
VHCl 1 = 26 ml; VHCl 2 = 26,4 ml; VHCl 3 = 25,9 ml
VHCl = VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3
3 =
26+ 26,4 + 25,9
3 = 26,1 ml
NHCl = Massa natrium karbonat
BE natrium karbonat x V HCl=
1500
52,99 𝑥 26,1= 1,084 N
BE natrium karbonat anhidrat = 52,99
c. Penetapan Derajat Substitusi
Gambar larutan uji hasil pengujian derajat substitusi
DS (mol / gram) =
1) Kitosan sitrat pH 4 (F1)
VHCl 1 = 13,9 ml; VHCl 2 = 13,9 ml; VHCl 3 = 13,9 ml
VHCl = VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3
3 =
12,6+12,8 +12,8
3 = 13,9 ml
DS (mol / gram) =
= 1,014 𝑥 15−1,084 𝑥 13,9
100 = 1,424 mol/gram
2) Kitosan sitrat pH 5 (F2)
VHCl 1 = 13,5 ml; VHCl 2 = 13.5 ml; VHCl 3 = 13,6 ml
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
VHCl = VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3
3 =
13,5 +13,5 +13,6
3 = 13,53 ml
DS (mol / gram) =
= 1,014 x 15−1,084 x 13,53
50 = 5,399 mol/gram
3) Kitosan sitrat pH 7 (F3)
VHCl 1 = 13,3 ml; VHCl 2 = 13,4 ml; VHCl 3 = 13,3 ml
VHCl = VHCl 1+ VHCl 2 + VHCl 3
3 =
13,3+13,3 +13,4
3 = 13,333 ml
DS (mol / gram) =
= 1,014 x 15−1,084 x 13,33
100 = 7,5 mol/gram
Lampiran 15. Cairan Pembentuk Film
Lampiran 16. Penetapan Derajat Keasaman Eksipien Sambung
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Uji Daya Mengembang Film
Lampiran 18. Uji Ketahanan Pelipatan Film
Film Sebelum Uji Pelipatan Film Setelah Uji Pelipatan
Lampiran 19. Tabel Derajat Keasaman Eksipien
Lampiran 20. Data Kestabilan Bobot
Formula Hari ke-
1 3 4 5 6
F1 443.7 432.3 378.7 381.2 388.3
F2 346.7 320.1 306.7 307.2 307.4
F3 347.8 325.8 323.1 326.8 326.8
F4 260.9 247.8 252.4 251.2 249.2
Formula Derajat keasaman eksipien
1 2 3 Rata-rata
F1 5,267 5.213 5.245 5.242 ± 0.027
F2 5,235 5.279 5.310 5.275 ± 0.038
F3 5,537 5.530 5.515 5.527 ± 0.011
Kitosan pembanding 7,8840 7.871 7.776 7.844 ± 0.059
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 21. Uji Sifat Mekanik Keempat Formula Film
Formula Tebal
(mm)
Kekuatan tarik Rata Rata
kekuatan tarik
(N/cm2)
Perpanjangan putus Rata-rata
perpanjang putus
(%) KG N/cm2 cm %
F1
0,027 0,19 229,88 309,42 ± 72,5 1,7 70 63,33 ± 11,55
0,025 0,25 326,67 1,5 50
0,029 0,33 371,72 1,7 70
F2
0,032 0,30 306,25 374,77 ± 63,2 1,6 60 66,67 ± 5,733
0,044 0,58 430,61 1,7 70
0,043 0,51 387,44 1,7 70
F3
0,037 0,68 600,36 499,83 ± 102,8 1,6 60 66,67 ±5,733
0,046 0,71 504,20 1,7 70
0,067 0,81 394,93 1,7 70
F4
0,061 0,33 176,72 239,99 ± 64,8 1,5 50 53,33 ± 5,77
0,056 0,53 306,25 1,6 60
0,051 0,37 236,99 1,5 50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
1 3 4 5 6
Bo
bo
t Fi
lm (
mg)
hari ke-
F1
F2
F3
F4
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 22. Analisis Statistik Kekuatan Tarik Film
Tests of Normality
formula
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
tensile_strength 1 .261 3 . .958 3 .604
2 .246 3 . .970 3 .666
3 .184 3 . .999 3 .930
4 .185 3 . .998 3 .924
Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi normal
Test of Homogeneity of Variances
tensile_strength
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.262 3 8 .851
Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi homogen
ANOVA
tensile_strength
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 110001.897 3 36667.299 6.110 .018
Within Groups 48012.409 8 6001.551
Total 158014.306 11
Keterangan: Signifikansi < 0,05, kesimpulan tensile strength (kekuatan tarik)
film berbeda secara signifikan
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 23. Uji Keragaman Bobot Film
Formula Bobot film (mg)
Rata rata bobot film (mg)
1 2 3
F1 270,9 255,2 249,4 219,0 ± 45,2
F2 245,7 166,8 244,6 220,9 ± 54,9
F3 251,3 253,9 157,6 217,9 ± 7,4
Lampiran 24. Uji Ketebalan Film Keempat Formula
Formula Tebal film (µm) Rata-rata (µm)
1 2 3 4 5 6
F1 261 292 278 172 460 453 319,33 ± 114,2
288 259 161 220 431 326 280,83 ± 92,9
205 122 171 200 331 446 245,83 ± 120,0
F2 256 306 119 153 441 473 291,33 ± 145,4
146 181 504 502 427 341 350,17 ± 156,8
182 337 131 111 560 444 294,17 ± 183,1
F3 184 177 207 206 333 325 238,67 ± 71,0
156 126 167 240 454 373 252,67 ± 132,6
252 198 132 290 384 308 260,67 ± 88,2
F4 182 187 290 316 345 321 273,5 ± 71,1
235 267 153 177 281 296 234,83 ± 58,2
322 311 240 212 306 294 280,83 ± 44,3
Lampiran 25. Daya Mengembang Film
Waktu
Perendaman
(menit)
F1
1 2 3
w %Δw w %Δw w %Δw
0 330,1 0,00 414,7 0,00 326,2 0,00
5 494,6 49,83 589,0 42,03 504,5 54,66
10 524,0 58,74 650,1 56,76 499,0 52,97
15 519,4 57,35 666,8 60,79 475,5 45,77
30 497,2 50,62 659,1 58,93 468,8 43,72
60 464,5 40,72 620,3 49,58 441,9 35,47
90 449,2 36,08 593,5 43,11 437,5 34,12
120 440,3 33,38 583,0 40,58 433,2 32,80
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
waktu
perendaman
(menit)
F2
1 2 3
w (mg) %Δw (%) w (mg) %Δw (%) w (mg) %Δw (%)
0 349 0,00 352 0,00 379 0,00
5 529 51,58 536 52,27 572 50,92
10 527 51,00 511 45,17 573 51.19
15 491 40,69 480 36,36 558 47,23
30 463 32,66 453 28,69 522 37,73
60 448 28,37 444 26,14 499 31,66
90 443 26,93 441 25,28 494 30,34
120 441 26,36 439 24,72 491 29,55
waktu
perendaman
(menit)
F3
1 2 3
w (mg) %Δw (%) w (mg) %Δw (%) w (mg) %Δw (%)
0 426,8 0,00 395,4 0 409,6 0
5 637,5 49,37 586,5 48,33 602,5 47,10
10 628,3 47,31 550,0 39,10 611,0 49,17
15 612,2 43,44 533,8 35,00 578,2 41,16
30 561,8 31,63 490,4 24,03 535,1 30,64
60 530,7 24,34 468,5 18,49 519,2 26,76
90 515,5 20,78 462,1 16,87 514,2 25,54
120 516,4 20,99 462,0 16,84 506,1 23,56
waktu
perendaman
(menit)
F4
1 2 3
w (mg) %Δw (%) w (mg) %Δw (%) w (mg) %Δw (%)
0 358,6 0,00 350 0,00 257,0 0,00
5 894,9 149,55 880 151,28 689,5 168,29
10 997,0 178,03 918 162,14 694,7 170,31
15 938,5 161,71 901 157,28 688,3 167,82
30 792,3 120,94 791 125,87 589,8 129,49
60 730,0 103,57 714 103,88 549,5 113,81
90 702,3 95,85 696 98,74 526,2 104,75 120 689,9 92,39 682 94,75 514,2 100,08
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi normal.
Lampiran 26. Analisis Statistik Uji Daya Mengembang Film
Tests of Normality
formula
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
menit_5 formula 1 .229 3 . .982 3 .742
formula 2 .177 3 . 1.000 3 .964
formula 3 .190 3 . .997 3 .903
formula 4 .355 3 . .819 3 .160
menit_10 formula 1 .248 3 . .968 3 .657
formula 2 .376 3 . .773 3 .051
formula 3 .316 3 . .889 3 .352
formula 4 .177 3 . 1.000 3 .968
menit_15 formula 1 .301 3 . .911 3 .421
formula 2 .220 3 . .986 3 .776
formula 3 .283 3 . .934 3 .504
formula 4 .209 3 . .992 3 .825
menit_30 formula 1 .191 3 . .997 3 .898
formula 2 .199 3 . .995 3 .867
formula 3 .342 3 . .846 3 .229
formula 4 .207 3 . .992 3 .832
menit_60 formula 1 .234 3 . .979 3 .719
formula 2 .217 3 . .988 3 .788
formula 3 .273 3 . .945 3 .550
formula 4 .376 3 . .773 3 .052
menit_90 formula 1 .306 3 . .904 3 .399
formula 2 .257 3 . .961 3 .622
formula 3 .192 3 . .997 3 .893
formula 4 .257 3 . .961 3 .621
menit_120 formula 1 .361 3 . .806 3 .128
formula 2 .250 3 . .967 3 .652
formula 3 .229 3 . .982 3 .742
formula 4 .266 3 . .953 3 .581
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
menit_5 6.575 3 8 .015
menit_10 .927 3 8 .471
menit_15 .606 3 8 .630
menit_30 .458 3 8 .719
menit_60 1.138 3 8 .391
menit_90 .460 3 8 .718
menit_120 .577 3 8 .646
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen, signifikansi < 0.05 data
tidak terdistribusi homogen
Keterangan: Signifikansi < 0.05 data pada daya mengembang film menit ke-5
berbeda secara bermakna
Test Statisticsa,b
menit_5
Chi-Square 8.077
df 3
Asymp. Sig. .044
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
menit_5 Between Groups 25688.008 3 8562.669 229.045 .000
Within Groups 299.074 8 37.384
Total 25987.082 11
menit_10 Between Groups 32592.284 3 10864.095 388.223 .000
Within Groups 223.873 8 27.984
Total 32816.157 11
menit_15 Between Groups 31175.037 3 10391.679 299.253 .000
Within Groups 277.804 8 34.725
Total 31452.840 11
menit_30 Between Groups 18190.664 3 6063.555 212.565 .000
Within Groups 228.205 8 28.526
Total 18418.869 11
menit_60 Between Groups 13486.189 3 4495.396 162.570 .000
Within Groups 221.216 8 27.652
Total 13707.406 11
menit_90 Between Groups 11766.210 3 3922.070 229.061 .000
Within Groups 136.979 8 17.122
Total 11903.189 11
menit_120 Between Groups 10778.325 3 3592.775 277.219 .000
Within Groups 103.681 8 12.960
Total 10882.
006
1
1
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan daya mengembang berbeda secara
bermakna.
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 27. Optimasi Waktu Ekstraksi
Formula Bobot film
(mg)
Waktu
ekstraksi (jam)
Kadar
(mg)
% kadar yang
terekstrasi (%)
Kadar obat dalam
film (%)
F1 879.3 1 158,29 65,95 18,00
2 189,72 79,05 21,56
3 216,01 90,00 24,57
4 223,38 93,07 25,40
5 228,59 95,25 26,00
6 230,23 95,93 26,18
24 217,58 90,66 27,08
F2 895.3 1 161,17 67,15 18,00
2 173,46 72,27 19,38
3 187,32 78,05 20,92
4 199,60 83,17 22,29
5 219,73 91,55 24,54
6 226,67 94,45 25,32
24 228,97 95,41 25,57
F3 889,0 1 159,16 66,32 17,90
2 163,45 68,10 18,38
3 171,76 71,57 19,32
4 179,57 74,82 20,20
5 195,23 81,34 21,96
6 217,46 90,61 24,46
24 217,58 90,66 24,48
F4 969.4 1 19988 83,28 20,62
2 202,87 84,53 20,93
3 216,88 90,37 22,37
4 220,08 91,70 22,70
5 226,93 94,56 23,41
6 22569 94,04 23,28
24 228,37 95,15 23,56
Lampiran 28. Persen Kumulatf Pelepasan Verapamil HCl Dalam Medium Dapar
Fosfat 6,8
Formula Bobot
(mg)
% kumulatif pelepasan verapamil HCl terhadap waktu (%)
5 menit 10 menit 15 menit 30 menit 60 menit 120 menit
F1 249.7 49.331 57.308 67.806 72.191 78.057 88.91
248.5 62.333 65.27 82.965 81.076 91.083 93.964
241.6 59.693 65.753 80.772 84.049 90.128 99.256
F2 240.2 54.282 63.059 73.832 78.655 85.11 97.05
242.6 53.745 62.435 73.101 77.877 84.268 96.09
239 48.541 64.517 67.272 71.773 75.285 76.993
F3 228.4 43.004 39.184 45.778 62.13 64.361 75.375
233.3 32.49 44.707 59.271 69.695 72.535 75.234
234.6 32.010 43.181 52.953 66.755 67.201 82.02028
F4 238.9 61.196 72.931 85.208 91.631 94.703 96.82
238.4 73.179 76.251 92.18 92.18 94.98 95.95
234.9 64.738 76.054 76.221 79.833 93.876 96.233
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 29. Kuva Kinetika Pelepasan Verapamil HCl
a) Kurva Kinetika Orde Nol
b) Kurva Kinetika Orde Satu
Waktu
(menit)
% Kumulatif pelepasan
verapamil (%)
Log (100- % Kumulatif
pelepasan verapamil)
F1 F2 F3 F4 F1 F1 F2 F3
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 57,12 52,19 35,83 66,37 1,63 1,63 1,68 1,81
10 62,78 63,34 42,36 75,08 1,57 1,57 1,56 1,76 15 77,18 71,40 52,67 84,54 1,36 1,36 1,46 1,67 30 79,11 76,10 66,19 87,88 1,32 1,32 1,38 1,53 60 86,42 81,55 68,03 94,52 1,13 1,13 1,26 1,50
120 94,04 90,04 78,28 96,33 0,78 0,78 1,00 1,34
30
40
50
60
70
80
90
100
110
0 50 100 150
%K
um
ula
itf
Dis
olu
si (
%)
Waktu (Menit)
F 1
F2
F3
F4
Waktu
(menit)
% Kumulatif pelepasan verapamil (%)
F1 F2 F3 F4
0 0,00 0,00 0,00 0,00
5 57,12 52,19 35,83 66,37
10 62,78 63,34 42,36 75,08
15 77,18 71,40 52,67 84,54
30 79,11 76,10 66,19 87,88
60 86,42 81,55 68,03 94,52
120 94,04 90,04 78,28 96,33
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c) Kurva Kinetika Higuchi
Waktu
(menit)
Akar waktu
(menit ½)
% Kumulatif pelepasan
verapamil (%)
F1 F2 F3 F4
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
5 2,24 57,12 52,19 35,83 66,37
10 3,16 62,78 63,34 42,36 75,08
15 3,87 77,18 71,40 52,67 84,54
30 5,48 79,11 76,10 66,19 87,88
60 7,75 86,42 81,55 68,03 94,52
120 10,95 94,04 90,04 78,28 96,33
\
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
0 50 100 150
Log
(10
0-%
kum
ula
itf
Dis
olu
si )
(%
)
waktu (menit)
F1
F2
F3
F4
30
40
50
60
70
80
90
100
110
0 2 4 6 8 10 12
% K
um
ula
itf
dis
olu
si (
%)
Akar Waktu (menit 1/2)
F1
F2
F3
F4
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 30. Analisa Statistik Kinetika Pelepasan Verapamil HCl dari Keempat
Formula Film
Model Pelepasan Obat F1 F2 F3 F4
orde 0
r2
1 0,808 0,817 0,827 0,541
2 0,649 0,817 0,558 0,788
3 0,746 0,513 0,766 0,464
Rata-rata 0,734 0,716 0,717 0,598
Sb 0,080 0.176 0.141 0.169
0rde0
k (kam)
1 0,291 0,315 0,298 0,245
2 0,240 0,312 0,291 0,241
3 0,292 0,169 0,363 0,156
rata-rata 0,274 0,265 0,317 0,214
Sb 0.030 0.083 0.040 0.050
orde 1 r2 1 0,838 0,623 0,901 0,857
2 0,948 0,948 0,651 0,915
3 0,965 0,975 0,895 0,631
Rata-rata 0,917 0,849 0,816 0,801
Sb 0,069 0,196 0,143 0,150
k (jam) 1 0,0029 0,0010 0,0014 0,0064
2 0,0023 0,0023 0,0014 0,0037
3 0,0062 0,0037 0,0020 0,0027
rata-rata 0,0038 0,0023 0,0016 0,0043
Sb 0,0021 0,0014 0,0003 0.0019
higuchi r2 1 0,911 0,918 0,901 0,704
2 0,777 0,918 0,772 0,611
3 0,863 0,666 0,881 0,894
Rata-rata 0,850 0,834 0,851 0.736
Sb 0,0679 0,145 0,069 0,144
k (jam1/2) 1 4,154 4,487 4,169 3,592
2 3,523 4,443 4,450 2,396
3 4,223 2,586 5,221 3.445
rat-rata 3,967 3,839 4.613 3.144
Sb 0,386 1,085 0.545 0.652
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a) Hasil SPSS Orde Nol
Multiple Comparisons
laju_pelepasan_orde0
LSD
(I) formula (J) formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
formula 1 formula 2 ,00900000 ,04462809 .845 -,0939126 ,1119126
formula 3 -,04300000 ,04462809 .364 -,1459126 ,0599126
formula 4 ,06033333 ,04462809 .213 -,0425792 ,1632459
formula 2 formula 1 -,00900000 ,04462809 .845 -,1119126 ,0939126
formula 3 -,05200000 ,04462809 .278 -,1549126 ,0509126
formula 4 ,05133333 ,04462809 .283 -,0515792 ,1542459
formula 3 formula 1 ,04300000 ,04462809 .364 -,0599126 ,1459126
formula 2 ,05200000 ,04462809 .278 -,0509126 ,1549126
formula 4 ,10333333* ,04462809 .049 4,2076680E-4 ,2062459
formula 4 formula 1 -,06033333 ,04462809 .213 -,1632459 ,0425792
formula 2 -,05133333 ,04462809 .283 -,1542459 ,0515792
formula 3 -,10333333* ,04462809 .049 -,2062459 -4,2076680E-4
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan laju pelepasan (k) pada orde nol
formula F3 dengan F4 berbeda secara bermakna, sedangkan F1 dan
F2 dengan film lainnya tidaka berbeda secara bermakna
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b) Hasil SPSS Orde Satu
Multiple Comparisons
laju_pelepasan_orde1
LSD
(I) formula (J) formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
formula 1 formula 2 ,00143291 ,00130120 .303 -,0015677 ,0044335
formula 3 ,00217108 ,00130120 .134 -8,2949304E-4 ,0051717
formula 4 -4,92111667E-4 ,00130120 .715 -,0034927 ,0025085
formula 2 formula 1 -,00143291 ,00130120 .303 -,0044335 ,0015677
formula 3 7,38167333E-4 ,00130120 .586 -,0022624 ,0037387
formula 4 -,00192503 ,00130120 .177 -,0049256 ,0010755
formula 3 formula 1 -,00217108 ,00130120 .134 -,0051717 8,2949304E-4
formula 2 -7,38167333E-4 ,00130120 .586 -,0037387 ,0022624
formula 4 -,00266319 ,00130120 .075 -,0056638 3,3738137E-4
formula 4 formula 1 4,92111667E-4 ,00130120 .715 -,0025085 ,0034927
formula 2 ,00192503 ,00130120 .177 -,0010755 ,0049256
formula 3 ,00266319 ,00130120 .075 -3,3738137E-4 ,0056638
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan laju pelepasan (k) keempat formula
pada orde satu tidak berbeda secara bermakna
c) Hasil SPSS Model Higuchi
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
laju_pelepasan_higuchi
LSD
(I) formula (J) formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
formula 1 formula 2 ,12800000 ,58427638 .832 -1,2193437 1,4753437
formula 3 -,64666667 ,58427638 .301 -1,9940104 ,7006771
formula 4 ,82233333 ,58427638 .197 -,5250104 2,1696771
formula 2 formula 1 -,12800000 ,58427638 .832 -1,4753437 1,2193437
formula 3 -,77466667 ,58427638 .221 -2,1220104 ,5726771
formula 4 ,69433333 ,58427638 .269 -,6530104 2,0416771
formula 3 formula 1 ,64666667 ,58427638 .301 -,7006771 1,9940104
formula 2 ,77466667 ,58427638 .221 -,5726771 2,1220104
formula 4 1,46900000* ,58427638 .036 ,1216563 2,8163437
formula 4 formula 1 -,82233333 ,58427638 .197 -2,1696771 ,5250104
formula 2 -,69433333 ,58427638 .269 -2,0416771 ,6530104
formula 3 -1,46900000* ,58427638 .036 -2,8163437 -,1216563
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Signifikansi < 0.05, kesimpulan laju pelepasan (k) F3 dengan F4
dalam model higuchi berbeda secara bermakna, sedangkan F1 dan F2
dengan film lainnya tidak berbeda secara bermakna.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 31. Perhitungan % UPK pada Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl
dalam Film Satu Cetakan
% UPK (%) = Kadar Verapamil (mg)
Berat Verapamil (mg)x 100 %
Contoh perhitungan % UPK verapamil HCl pada uji optimasi waktu ekstraksi
verapamil HCl dalam film F1:
Diketahui : Kadar verapamil = 238,08 mg
Berat verapamil = 240,00 mg
Optimasi waktu ekstraksi (%) : 238,08 mg
240 mgx 100 % = 99,2 %
Lampiran 32. Perhitungan Persen Kadar Verapamil HCl pada Uji Keseragaman
Kandungan
% Kadar (%) = Kadar verapamil (mg)
Bobot film (mg)x 100 %
Contoh perhitungan persen kadar verapamil HCl pada uji keseragaman
kandungan dalam film F1:
Diketahui : Kadar verapamil = 53,92 mg
Berat film = 245,7 mg
% Kadar (%) : 53,92 mg
245,7mgx 100 % = 21,95 %
Lampiran 33. Perhitungan % Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl dari Film
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan :
Xt = Jumlah kumulatif verapamil yang terdisolusi pada waktu t
Xo = Jumlah verapamil yang tekandung = % kadar film x bobot film uji
(% kadar F1= 27,08%; F2 = 25,57% ; F3 = 24,48; F4= 23.56 %)
C = Konsentrasi verapamil yang terdisolusi pada waktu t
V1 = Volume medium disolusi (400 ml)
V2 = Volume cairan yang disampling (5 ml)
% KPV = % kumulatif pelepasan verapamil
Contoh perhitungan % kumulatif verapamil HCl yang terlepas darifilm F1:
Diketahui : Bobot Film : 249,7 mg
Xo = 27,08% x 249,7 mg = 67,62 mg
Waktu (menit) C (ppm) Xt (mg)
5 8,338 (8,338 ppm × 400 ml) + (5
400× 0) = 33,35
10 9,582 (9,582 ppm × 400 ml) + [5
400× ( 33,35)] = 38,75
15
dst
11,117 (11,117 ppm × 400 ml) + [5
900× (33,35 + 38,75)] = 45,84
% Kumulatif Pelepasan Verapamil HCl pada menit ke-5:
% KPV menit ke-5 = Xt
Xo×100% =
33,35 mg
67,62 mg× 100% = 49,331 %
% KPV menit ke-10 = Xt
Xo×100% =
38,75 mg
67,62 mg× 100% = 57,31%
% KPV menit ke-15 = Xt
Xo×100% =
45,84 mg
67,62 mg× 100% = 67,81 %
Lampiran 34. Perhitungan Parameter Kinetika Pelepasan
Xt=(V1. C)+(V2. ∑ C(n-1)
0 )
% KPV =Xt
Xo×100%
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persamaan y = a + bx
Orde nol Mt/Mo = k0.t
Orde satu Log (100- Mt/Mo) = log 100 – k1.t/2,303
Higuchi Mt/Mo = kH.t1/2
Dengan mengolah data hasil disolusi menjadi persamaan y = a + bx, maka dapat
dihitung nilai koefisien laju pelepasan (k) dan r2:
Orde nol : k0 = b
Orde satu: : k1 = -b / 2,303
Higuchi : kH = b
Contoh perhitungan kintika pelepasan orde satu dari film F1:
y = -0,0069x + 1,5749
R² = 0,9403
k = - b / 2,303 = -(-0,0069)/ 2,303 = 0,002996
y = -0.0069x + 1.5749R² = 0.9403
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
0 50 100 150
log
(10
0-
Mt/
Mo
)(%
)
waktu (menit)
t (menit) Mt/Mo Log (100- Mt/Mo)
5 57,12 1,63 10 62,78 1,57
15 77,18 1,36
30 79,11 1,32
60 86,42 1,13
120 94,04 0,78
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 35. Sertifikat Analisis Kitosan
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 36. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 37. Sertifikat Analisis Trisodium Sitrat