preferensi habitat dan karakteristik lingkungan … · sebagai tugas akhir, penulis melakukan...
TRANSCRIPT
i
PREFERENSI HABITAT DAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KETAM KENARI (Birgus latro) DI PULO
PASI, KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
SKRIPSI
OLEH:
MINAWATI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
ABSTRAK
MINAWATI. L111 12 007. “Preferensi Habitat dan Karakteristik Lingkungan
Ketam Kenari (Birgus latro) di Pulo Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar ”
dibawah bimbingan Abdul Haris sebagai Pembimbing Utama dan Muh. Anshar
Amran Sebagai Pembimbing Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi habitat dan karakteristik lingkungan ketam kenari (Bigrus latro) di Pulo Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2016 di Pulo Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar, dengan penangkapan di tiga stasiun yang dilakukan pada malam hari dengan pemberian umpan di sore hari. Data ketam kenari pada tiga stasiun penelitian dianalisis menggunakan metode umum untuk jumlah populasi dan kepadatan relatife sedangkan pengamatan jenis kelamin dilakukan dengan analisis lansung. Melihat adanya perbedaan di antara ketiga stasiun dan didukung dengan pengukuran parameter lingkungan seperti suhu tanah, kelembaban udara dan pH tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketam kenari menyukai tekstur substrat pasir halus dengan suhu sekitar 27,7 0c, kelembaban 87,7 %, serta menyukai keasaman pH tanah 7. Ketam kenari menyukai daerah yang lembab dan vegetasi yang tersedia banyak makanan. Pertambahan panjang karapaks lebih cepat dari pertambahan bobotnya. Kata Kunci : Karakteristik Lingkungan, Ketam Kenari, Pulo Pasi
iii
PREFERENSI HABITAT DAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KETAM KENARI (Birgus latro) DI PULO
PASI, KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
Oleh :
MINAWATI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
v
RIWAYAT HIDUP
Minawati dilahirkan di Pulo Pasi Desa Menara Indah,
Kecamatan Bontomatene, Kabupaten Kepulauan
Selayar pada tanggal 30 November 1994, yang
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari
pasangan Bapak Aseng dan Bau’ Ati. Jenjang
pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah
sebagai berikut: Pada tahun 2000-2006 penulis
menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pulo Pasi Selayar, Kecamatan
Bonomatene, Kabupaten Kepulauan Selayar. Tahun 2006-2009 melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Bontomatene,
Kabupaten Selayar. Tahun 2009-2012 penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bontomatene, Kabupaten Selayar.
Ditahun yang sama (2012), penulis diterima sebagai Mahasiswa di Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin
Makassar melalui SNMPTN Jalur Undangan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai Koordinator
Divisi Kerohanian pada Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan dan Perikanan
periode 2013-2014.
Penulis melakukan rangkaian tugas akhir yaitu Praktek Kerja Lapang di
Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, serta melaksanakan
program Kuliah Kerja Nyata Reguler Gelombang 90 di Desa Lawallu, Kabupaten
Barru. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian tentang “Preferensi
Habitat dan Karakteristik Lingkungan Ketam Kenari (Birgus latro) di Pulo
Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar“ pada tahun 2016.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil Alamin. Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala berkah, rahmat dan karuniah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Preferensi Habitat dan Karakteristik
Lingkungan Ketam Kenari (Birgus latro) di Pulo Pasi, Kabupaten Kepulauan
Selayar" sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
program studi Ilmu Kelautan.
Awal hingga akhir menjalani kegiatan penelitian hingga penyusunan skripsi
tentu tak luput dari peranan berbagai pihak yang telah memberikan banyak
bantuan, masukan, arahan maupun bimbingan yang sangat berharga sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Aseng dan Ibunda Bau’ Ati atas
perjuangan dan pengorbanan kalian yang sangat luar biasa serta selalu
memberi kasih sayang, dukungan moral, nasehat, dan doa yang tak pernah
putus sehingga memudahkan langkah penulis untuk menyelesaikan
studi.
2. Kakak dan adik saya, Hasdar dan Agus Bastian yang selalu memberikan
dukungan dan bantuan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir Jamaluddin Jompa, M.Sc selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya.
4. Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Kelautan Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya.
vii
5. Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si sebagai pembimbing utama yang telah
membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun
rencana penelitian hingga penyelesaian skripsi.
6. Bapak Dr. Muh. Anshar Amran, M.Si selaku pembimbing akademik
sekaligus pembimbing anggota yang selalu meluangkan waktunya dan
tak pernah bosan memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis
sejak dari awal perkuliahan hingga selesainya studi.
7. Kawan-kawan seperjuangan IK ANDALAS (Ilmu Kelautan 2012).
8. Pak Gatot, Pak Ridwan, Pak Sapril dan Ibu Surya, yang banyak membantu
dalam pengurusan berkas.
9. Seluruh pihak tanpa terkecuali yang tak bisa penulis tuliskan satu persatu,
yang telah banyak membantu penulis dan memberi motivasi yang sangat
berharga.
10. Nur Yasser Arafat S.Pd.,M.Pd selaku kakak, yang selalu memberikan
dukungan dan dorongan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan
dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran penulis hargai demi penyempurnaan
penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dan bernilai positif bagi semua pihak yang
membutuhkan. Terima Kasih.
Penulis,
MINAWATI
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xi
I. PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Dan Kegunaan .......................................................................... 2
C. Ruang Lingkup ...................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
A. Pendahuluan ......................................................................................... 3
B. Klasifikasi dan Morfologi ........................................................................ 4
C. Siklus Hidup .......................................................................................... 7
D. Makanan dan Cara penangkapan Ketam Kenari (Birgus latro) .............. 9
E. Karakteristik Pertumbuhan dan Pergantian Karapaks ......................... 10
F. Parameter Lingkungan ........................................................................ 10
III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 14
A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 14
B. Alat dan Bahan .................................................................................... 14
C. Prosedur Penelitian ............................................................................. 15
D. Analisis Data ....................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 20
A. Hasil Analisis Kelas Ukuran Ketam Kenari (Birgus latro) ..................... 20
B. Hubungan Panjang Karapaks (Cp+r) dengan Bobot Tubuh ................. 23
C. Luasan Populasi .................................................................................. 26
D. Kepadatan Relatif Ketam Kenari ......................................................... 27
E. Sex Rasio Jantan dan Betina .............................................................. 28
F. Kondisi Lingkungan ............................................................................. 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 34
A. Kesimpulan ......................................................................................... 34
B. Saran .................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
LAMPIRAN ........................................................................................................ 38
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik morfologi Birgus latro berdasarkan jenis kelamin ............16
Tabel 2. Hasil pengukuran parameter lingkungan ..............................................29
Tabel 3. Pengamatan Vegetasi Pada Setiap Stasiun ……………………….…....33
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ketam Kenari (Birgus latro) .................................................................4
Gambar 2. Morfologi Ketam Kenari .......................................................................7
Gambar 3. Umpan Kelapa Yang Dipakai Untuk Penangkapan ..........................10
Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilaan Sampel ..................................................14
Gambar 5. Ketam Kenari Betina dan Jantan ......................................................16
Gambar 6. Penimbangan Ketam Kenari .............................................................16
Gambar 7. Pengukuran Lebar Karapaks Ketam Kenari ......................................17
Gambar 8. Kelas Ukuran Panjang Karapaks Ketam Kenari Stasiun I ................20
Gambar 9. Kelas Ukuran Panjang Karapaks Ketam Kenari Stasiun II ...............21
Gambar 10. Kelas Ukuran Panjang Karapaks Ketam Kenari Stasiun III ............22
Gambar 11. Hubungan Panjang (Cp+r) Dengan Bobot Pada Stasiun I ..............23
Gambar 12. Hubungan Panjang (Cp+r) Dengan Bobot Pada Stasiun II .............25
Gambar 13. Hubungan Panjang (Cp+r) Dengan Bobot Pada Stasiun III ............26
Gambar 14. Jumlah Populasi Setiap Stasiun ......................................................27
Gambar 15. Nilai Kepadatan Relatif Pada Setiap Stasiun ..................................28
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Penagkapan Ketam Kenari di Pulo Pasi ................................39
Lampiran 2. Data Pengukuran Panjang Karapaks (mm), Lebar Karapaks (mm),
dan Berat (g) Ketam Kenari Pada Stasiun I .....................................40
Lampiran 3. Data Pengukuran Panjang Karapaks (mm), Lebar Karapaks (mm),
dan Berat (g) Ketam Kenari Pada Stasiun II ....................................41
Lampiran 4. Data Pengukuran Panjang Karapaks (mm), Lebar Karapaks (mm),
dan Berat (g) Ketam Kenari Pada Stasiun III ...................................42
Lampiran 5. Nilai LN (Logaritma Of Number) Dari Panjang Karapaks Ketam
Kenari Pada Stasiun I ....................................................................43
Lampiran 6. Nilai LN (Logaritma Of Number) Dari Panjang Karapaks Ketam
Kenari Pada Stasiun II ...................................................................44
Lampiran 7. Nilai LN (Logaritma Of Number) Dari Panjang Karapaks Ketam
Kenari Pada Stasiun III ..................................................................45
Lampiran 8. Hasil Uji Chi-square dari Sex Rasio, Perhitungan Luasan Populasi
dan Kepadatan Relatif Ketam Kenari di Pulo Pasi........................46
Lampiran 9. Hasil Ayakan Substrat......................................................................48
Lampiran 10. Aktifitas dan Cara Penangkapan Ketam Kenari.............................49
Lampiran 11. Pengukuran Panjang-Lebar Karapaks, dan Berat Ketam Kenari ..50
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketam kenari (Birgus latro) merupakan salah satu hewan yang hidupnya di
sekitar pantai dan lebih aktif mencari makan pada malam hari. Hewan ini
merupakan salah satu sumber protein hewani yang mulai banyak digemari
masyarakat, karena rasa dagingnya yang lezat dan bergizi tinggi. Ketam kenari
adalah salah satu kelompok Decapoda yang banyak menghabiskan waktunya di
daratan. Ketam kenari adalah yang paling besar dibandingkan jenis-jenis
Crustacea lainnya, sehingga dikenal sebagai Arthropoda daratan terbesar di
dunia. Hewan ini berperan dalam perputaran bahan organik tanah. Lemak
perutnya dapat berkhasiat sebagai aphrodisiac (perangsang gairah seksual).
Berdasarkan cara makan dan jenis pakan yang dimakannya, ketam kenari ini
termasuk ketam hama bagi pertanian dan perkebunan karena sering memakan
buah dan merusak pohon kelapa, kenari, dan pepaya (PPSDAHP 1987/1988).
Habitat yang paling disenangi Birgus latro adalah vegetasi pantai dan
semak-belukar area supralitoral, menghuni gua atau lubang bebatuan dan
mencari makan pada malam hari. Tetapi jika keadaan lingkungan aman ketam
kenari dapat terlihat pada siang hari dan cenderung bersifat kanibal, namun
seringkali membentuk grup yang terdiri dari beberapa individu dalam suatu
lubang (nokturnal) (Whitten et al., 1999).
Ketam kenari (Birgus latro) ini banyak ditemukan di daerah-daerah
kepulauan di dunia termasuk Indonesia dimana ketam kenari ditangkap dan
diperdagangkan. Salah satu daerah penghasil ketam kenari yang dikenal adalah
Pulo Pasi. Penangkapan yang dilakukan secara terus menerus tanpa
memperhatikan kelestariannya akan menyebabkan populasi ketam kenari ini
semakin langka ditemukan (Ahmad dan Aris, 2006).
2
Meskipun Ketam Kenari ini dilindungi, namun penangkapan yang dilakukan
oleh masyarakat Pulo Pasi dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang
menyajikan Ketam Kenari sebagai menu favorit. Penangkapan yang dilakukan
tanpa melihat kondisi dan karakteristik lingkungan Ketam Kenari, berdasarkan
hal itu maka perlu dilakukan pengkajian untuk melihat karakteristik lingkungan
dan populasi ketam kenari khususnya di Pulo Pasi, Kabupaten Kepulauan
Selayar sebagai daerah yang menjadi tujuan penangkapan ketam kenari.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui preferensi habitat dan karakteristik
lingkungan ketam kenari (Birgus latro) di Pulo Pasi, Kabupaten Kepulauan
Selayar.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi pengelolaan
ketam kenari di Pulo Pasi sehingga populasi tersebut dapat dipertahankan
kelestariannya serta menjadi bahan informasi bagi dunia pendidikan khususnya
dibidang Kelautan dan Perikanan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini yaitu meliputi pengukuran panjang karapaks,
lebar karapaks dan berat ketam kenari pada setiap stasiun yang berbeda, serta
pengamatan secara sekunder dengan membedakan antara ketam kenari jantan
dan betina. Dan mengukur parameter populasi yang dihubungkan dengan
keadaaan lingkungan seperti suhu tanah, kelembaban udara, keasaman (pH)
tanah, tekstur substrat, dan kondisi vegetasi.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Ketam kenari (Birgus latro) adalah salah satu anggota dari ordo Decapoda
yang banyak menghabiskan waktunya di daratan. Ketam kenari adalah crustacea
yang paling besar dibandingkan dengan jenis-jens crustacea lainnya, sehingga
dikenal sebagai Arthtropoda daratan terbesar di dunia (Gambar 1).
Ketam kenari (Birgus latro) merupakan hewan yang hidupnya di sekitar
pantai dan lebih aktif mencari makan pada malam hari. Hewan ini merupakan
hewan yang dilindungi oleh Pemerintah Republik Indonesia (PP No 9 Tahun
1999), karena populasinya diperkirakan telah menurun dan mulai jarang
ditemukan di alam. Kondisi demikian diduga selain sebagai akibat kegiatan
penangkapan yang dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan aspek
pelestariannya, juga diduga sebagai akibat habitat ketam kenari yang telah
terkonversi menjadi peruntukan lain. Hewan ini juga telah dimasukan ke dalam
“red list” IUCN dengan alasan utama informasi biologinya yang masih sangat
terbatas (PPSDAHP, 1987/1988).
Ketam kenari menyebar luas dari lautan Pasifik Barat hingga Samudra
Hindia bagian timur. Di daerah tersebut hewan ini menempati pulau-pulau
berbatu di kawasan lautan. Selain itu ketam kenari ini juga hidup di daerah pantai
yang menyatu dengan daratan kepulauan dan umumnya tidak dijumpai di daerah
karang atol karena di wilayah tersebut sumber makanan yang dibutuhkan tidak
memadai. Di Aldabra dilaporkan masih terdapat ketam kenari namun di
Kepulauan Seychelles diperkirakan sudah tidak ditemukan lagi. Ketam kenari
juga tersebar di pulau-pulau kecil di wilayah pantai Tanzania dan Sentinal
selatan (Andaman dan Nikobar), Kepulauan Keeling dan Mauritius. Di Filipina
dilaporkan hanya terdapat di Pulau Ilongo dan sebagian di Pulau Cebu. Di
4
kawasan Pasifik ketam kenari dapat dijumpai di Ryukus, Fiji dan Kepulauan
Marshall kecuali Kepulauan Hawaii, Wake dan Midway. Di Papua Nugini biota ini
dapat ditemukan di Propinsi Manus, yakni di Rantan, Sae dan Los Negros
(PPSDAHP, 1987/1988).
Di Indonesia ketam kenari terutama ditemukan di kawasan Indonesia
bagian timur yaitu di Pulau-Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Di Sulawesi, ketam kenari terdapat di wilayah Kepulauan Talaud (Sulawesi
Utara) (Boneka, 1990), Pulau Siompu, Tongali, Kaimbulawa dan Liwutongkidi
(Sulawesi Tenggara) (Ramli, 1997), Pulau Pasoso (Sulistiono dkk., 2005),
sedangkan di Nusa Tenggara terdapat di pantai Pulau Yamdena (Monk dkk.,
2000), dan di Kalimantan terdapat di Pulau Derawan (Sulistiono dkk., 2005).
Gambar 1. Ketam kenari (Birgus Latro)
B. Klasifikasi dan Morfologi
Ketam kenari atau Birgus latro termasuk ke dalam Kelas crustasea, Filum
Arthropoda darat yang terbesar di dunia. Penduduk Kepulauan Maluku
menyebutnya ketam kenari. Ketam kenari ini dikenal karena kemampuannya
5
mengupas buah kelapa dengan capitnya yang kuat untuk memakan isinya, satu-
satunya spesies dari Genus Birgus. Dalam bahasa Inggris dikenal "terrestrial
hermit crab" (umang-umang darat) karena penggunaan cangkang oleh umang
muda tetapi ada juga umang darat lain yang tidak meninggalkan cangkangnya
setelah dewasa. Hewan ini, khususnya Genus Coenobita yang masih berkerabat
dekat-biasanya disebut umang-umang darat. Karena dekatnya kekerabatan
antara Coenobita dan Birgus maka istilah umang-umang darat ini biasanya
mengacu pada anggota Famili Coenobitidae. Untuk Famili Caenobitidae,
memiliki sepasang testis dan sepasang ovarium berada pada abdomennya.
(Altevogt dan Davis 1975).
Menurut Eldredge (1996) ketam kenari dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Order : Decapoda
Family : Coenobitidae
Genus : Birgus
Species : Birgus latro
Secara morfologis ketam kenari mempunyai abdomen bulat simetris dan
terlindung oleh karapaks, ujung abdomennya dapat berfungsi sebagai pemberat
ketika berada dalam liangnya yang berada di bawah akar pohon maupun pohon
yang roboh. Ketam Kenari dewasa memiliki panjang karapaks kurang lebih 25-40
cm, berat badan berkisar antara 2-4 kg. Capit sebelah kiri biasanya mempunyai
ukuran lebih besar dari capit yang sebelah kanan. Ketam kenari ini dilengkapi
dengan lima pasang kaki jalan, empat pasang kaki jalan yang jelas terlihat keras
dan satu pasang kaki jalan terakhir berukuran kecil dan tersembunyi dibawah
karapaks. Semua kaki jalan ditutupi oleh duri serta rambut-rambut halus.
6
Karapaksnya sangat keras yang disebabkan oleh konsentrasi zat kapur yang
lebih tinggi jika dibandingkan jenis kepiting lainnya. Saat menjadi larva ketam
kenari ini memiliki abdomen yang lunak dan terlindung dalam cangkang, tetapi
cangkang ini akan ditinggalkan ketika menginjak dewasa. Ketam kenari tumbuh
dengan cara berganti kulit, sesaat setelah keluar dari cangkangnya lalu mencari
tempat yang terlindung dari pemangsanya dan berganti kulit (Motoh, 1980).
Meskipun ketam kenari merupakan tipe kepiting pertapa, tapi juvenilnya
menggunakan cangkang untuk melindungi perutnya yang lembut. Juvenil ketam
kenari kadang-kadang menggunakan patahan tempurung kelapa untuk
melindungi perutnya. Tidak seperti kepiting pertapa lainnya, ketam kenari
dewasa tidak membawa cangkang tapi malah mengeraskan terga perutnya
dengan memanfaatkan kitin dan kapur. Tidak dibatasi oleh pembatas dinding
cangkang yang memungkinkan spesies ini tumbuh jauh lebih besar daripada
kepiting pertapa lainnya dalam Famili Coenobitidae (Harms, 1932).
Tubuh ketam kenari dibagi menjadi bagian depan (kepala-dada atau
sefalotoraks), dengan 10 kaki, dan abdomen (perut) (Gambar 2). Sepasang kaki
terdepan mempunyai capit besar untuk mengupas kelapa, dan cakar (chelae) ini
dapat mengangkat benda hingga seberat 29 kg. Dua pasang kaki berikutnya,
seperti pada umang-umang lain, adalah kaki berjalan yang besar dan kuat yang
memungkinkan Ketam Kenari memanjat pohon (seringkali pohon kelapa) secara
vertikal hingga setinggi 6 m. Pasangan kaki ke empat lebih kecil dengan cakar
mirip pinset diujungnya, memungkinkan ketam kenari muda berpegangan
didalam cangkang atau batok kelapa untuk berlindung. Hewan dewasa
menggunakan pasangan kaki ini untuk berjalan dan memanjat. Pasangan kaki
terakhir sangat kecil dan hanya digunakan untuk membersihkan organ
pernafasannya. Kaki-kaki ini diletakkan dalam karapaks, pada rongga tempat
organ pernafasannya berada. Ada beberapa perbedaan warna antara hewan di
7
Pulau yang satu dengan Pulau yang lain, dari ungu muda, ungu tua hingga
cokelat (Altevogt dan Davis, 1975).
Gambar 2. Morfologi ketam kenari (Altevogt dan Davis, 1975)
C. Siklus Hidup
Selama siklus hidupnya, ketam kenari memiliki dua habitat yaitu di darat
dan laut. Pada masa inkubasi sampai matang telur berlangsung di darat,
sedangkan masa penetasan telur sampai telur menjadi burayak (benih) hidup
sebagai planktonik yang hidup bebas di laut kemudian setelah dewasa kembali
ke daratan. Fase setelah telur yang baru menetas disebut fase zoea. Fase ini
biasanya berlangsung sekitar 30 hari yang terdiri dari lima tahap. Tiap-tiap tahap
akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Tahap zoea pertama
berlangsung 5- 6 hari setelah telur menetas dan pergantian ke tahap zoea kedua
terjadi pada hari ke empat. Tahap zoea kedua berlangsung sekitar 3 – 15 hari
dari kehidupan larva dan selesai dalam waktu 10 hari. Lamanya tahap zoea
ketiga ini umumnya 8-9 hari. Pergantian ke tahap keempat dimulai pada hari ke
15 dari kehidupan larva sampai kira-kira hari ke 24. Burayak biasanya
mengalami pergantian kulit pada hari ke 18 – 20 dan terjadi sangat aktif. Setelah
8
selesai berganti kulit, zoea memasuki tahap keempat dan lamanya tahap ini
berkisar antara 6 – 12 hari. Ketika usia sekitar 30 hari, fase Zoea akan segera
beralih ke fase post larva atau “Glaucothoe” (Schiller et al., 1991).
Fase post larva merupakan fase terpenting dalam pertumbuhan ketam
kenari. Pada fase ini, Ketam Kenari mengalami perubahan bentuk seperti hewan
amphibi dan sudah mulai dapat berenang dengan menggunakan pleopodanya
atau bergerak pelan-pelan di daratan. Setelah tahap ini, Ketam Kenari tersebut
menggali lubang dan terjadi pergantian kulit pada hari ke 28. Pada hari ke 36
Ketam Kenari ini telah menjadi kepiting muda dan akan memilih cangkang
gastropoda yang kosong sebagai tempat tubuhnya (Pratiwi, 1989).
Biasanya setiap berganti kulit, ketam kenari akan mengganti cangkangnya
dengan menyesuaikan pertambahan tubuhnya. Tingkah laku ini menjadikannya
sebagai hewan pembawa cangkang yang dapat berlangsung sampai 2,5 tahun,
selanjutnya ketam kenari meninggalkan cangkang dan berkembang menjadi
ketam kenari dewasa. Ketam kenari muda yang tidak dapat menemukan
cangkang untuk ukuran yang tepat, biasanya menggunakan potongan-potongan
kelapa rusak (Schiller et al., 1991).
Berdasarkan hasil penelitian (Ramli 1997), ketam kenari pada fase
kelomang atau fase dimana dia hidup dalam cangkang Gastropoda, bersifat semi
terrestrial dengan karakteristik hidup pada mintakat supra litoral yang. berpasir.
Pada siang hari dapat ditemukan dibawah semak-semak dan di antara
reruntuhan pohon yang telah mati. (Pratiwi, 1989) mengemukakan bahwa ketam
kenari menjadi dewasa setelah berumur 4 tahun, yakni setelah delapan kali
mengalami pergantian kulit. Pada usia tersebut, ketam kenari tidak lagi
membawa cangkang karena struktur tubuhnya sudah menjadi hewan darat dan
akan menghabiskan waktunya di daratan.
9
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Schiller et al. (1991) menyatakan
bahwa ketam kenari mencapai matang gonad pada umur 3,5 – 5 tahun, dan
sudah mulai melakukan aktivitas dan. Umur dari ketam kenari dapat mencapai
30-60 tahun (Altevogt dan Davis, 1975).
D. Makanan dan Cara penangkapan Ketam Kenari (Birgus latro)
Jenis makanan yang biasa dimakan oleh ketam kenari adalah buah kelapa
baik dalam bentuk ampas maupun kopra. Oleh karena itu, pemburu ketam kenari
biasanya menggunakan buah kelapa yang dibagi menjadi 2 bagian (Gambar 3)
dan diletakan pada bagian lubang batu, akar pohon atau rerumputan yang
rimbun yang diduga sebagai habitat Ketam Kenari. Umpan tersebut harus diikat
pada bagian tertentu agar tidak dibawa atau dipindahkan oleh Ketam Kenari.
Untuk mencari makan, ketam kenari menggunakan organ disebut
“estetask” yang terdapat pada antenna untuk membantu ketam kenari dalam
mendeteksi bau yang ada disekitarnya. Saat akan ditangkap, ketam kenari
menunjukkan beberapa tingkah laku menghindar, seperti menggerakkan
pereiopod (capit) seakan-akan melakukan perlawanan (Sulistiono dkk., 2005).
Gambar 3. Umpan kelapa yang dipakai untuk penangkapan (Rondo dan
Limbong, 1990)
10
Penangkapan ketam kenari umumnya dilakukan pada malam hari, karena
ketam kenari dipahami oleh masyarakat sebagai biota yang keluar pada malam
hari. Hal ini dikuatkan oleh Rondo dan Limbong (1990); Boneka (1990);
Sulistiono dkk. (2005); Brown dan Fielder (1991); Abubakar (2009) dan Rafiani
(2005) maka penangkapan dilakukan pada malam hari. Umpan biasanya
dipasang pada saat sore hari sekitar 16.00-17.00 WIT. Penangkapan Ketam
Kenari dilakukan pada malam hari sekitar pukul 20.00 sampai 22.00 WIT dan
saat subuh yaitu pukul 04.00 sampai pukul 05.00 WIT. Proses penangkapan
dilakukan 3 kali semalam dengan frekuensi waktu tertentu.
E. Karakteristik Pertumbuhan dan Pergantian Karapaks
Tingkat dimana individu tumbuh merupakan salah satu aspek biologi yang
paling penting pada suatu spesies. Perbedaan kecepatan di mana
individu meningkat dari ukuran telur dan kemudian ukuran asymptotic
memiliki implikasi yang signifikan untuk pengelolaan efektif. Penentuan tingkat
pertumbuhan ketam kenari (seperti pada Crustasea lainnya) adalah sulit karena
exoskeleton hilang ketika hewan mengalami moulting. Hal ini, sangat sulit untuk
mengidentifikasi individu yang ditandai sebelum moulting terbarunya.
Pertumbuhan Crustacea memiliki dua komponen kenaikan pertumbuhan yaitu di
setiap pergantian kulit, dan interval waktu antara setiap episode pergantian. Dari
hasil pertumbuhan ketam kenari jantan kecil yang disimpan di penangkaran
selama 18 bulan, akan membutuhkan waktu selama lima tahun untuk mencapai
ukuran besar (sekitar 1 kg).
F. Parameter Lingkungan
a. Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan parameter lingkungan yang sangat menetukan
kestabilan lingkungan hidup ketam kenari. Suhu tanah yang disukai ketam kenari
11
berkisar 27-29 0c. Hal memperkuat daya dukung ketam kenari untuk hidup dan
berkembang sepanjang waktu pada daerah tertentu (Ramli, 1997). Sedangkan
penelitian Whitten et al. (1999) menyatakan bahwa pada malam hari dengan
kisaran suhu 23–26 0c Birgus latro aktif selama 11 jam. Selanjutnya Birgus latro
menghindari aktivitas pada siang hari karena menghindari sinar matahari
langsung. Ramli, (1997) mengatakan bahwa ketam kenari dapat hidup pada
suhu tanah rata-rata berkisar antara 28-29 0c. Tapilatu (1991) mengatakan pula
bahwa ketam kenari melakukan respirasi secara teratur apabila suhu lingkungan
berkisar antara 28-30 0c.
Gherardi (1990), menyatakan bahwa besarnya populasi selama beberapa
tahun ditentukan oleh pola tahunan periode kelahiran dan kematian. Populasi
yang terkontrol menyebabkan sesuatu yang secara teratur mengarah pada
kemampuan lingkungan (suhu tanah) untuk mendukung individu-individu. Daya
dukung ini bisa berubah menurut waktu karena ketersediaan sumber pendukung
menjadi kritis dan perubahan sumber kematian eksternal.
b. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas hidup ketam kenari dan sangat menyenangi daerah yang lembab dan
gelap untuk tempat tinggalnya. Serta sebagai faktor pendukung bagi
kelangsungan hidup ketam kenari. Hal ini terbukti dengan penelitian Ramli
(1997), menyatakan bahwa ketam kenari sangat menyenangi daerah yang
lembab dan gelap untuk tempat tinggalnya.
c. Curah Hujan
Curah hujan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi tubuh
ketam kenari dalam mencari makanan dan perubahan tingkah laku hidupnya.
Waktu yang paling aktif bagi ketam kenari dalam mencari makanan adalah saat
hujan gerimis, akan tetapi apabila hujan lebat dapat membahayakan
12
keselamatan hidupnya, maka ketam kenari akan bersembunyi dalam sarangnya,
sebagai bentuk adaptasi tingkah lakunya (Ramli, 1997).
d. Tekstur Substrat
Komposisi substrat yang didominasi debu dan liat, dengan jenis tumbuhan
dan vegetasi pohon kelapa yang lebat. Kondisi ini dapat menyediakan tempat
perlindungan bagi ketam kenari yang berumur muda karena kepadatan vegetasi
pohon kelapa yang baik (Jahidin, 2010).
Keberadaan tekstur substrat akan mempengaruhi kehidupan ketam kenari
karena disamping sebagai salah satu tempat penyedia sumber makanan juga
sebagai tempat untuk menggali sarang tempat tinggalnya dan mengantisipasi
gangguan predator dengan menutup sarang oleh capitnya yang kuat (Boyd et al.,
2002).
e. Keasaman (pH) Tanah
Keasaman (pH) tanah merupakan sifat kimia tanah yang penting bagi
crustaceae. Keasaman (pH) tanah mempunyai sifat yang menggambarkan
aktivitas ion hidrogen. Reaksi tanah dapat mempengaruhi proses kimia lainnya
seperti ketersediaan unsur hara dan proses biologi dalam tanah. Sebaliknya
keasaman (pH) tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti kandungan
karbonat bebas (Boyd et al., 2002).
Penelitian Agus (2008), yang menyatakan bahwa pH tanah yang berkisar
antara 6.5–7.5 masih dalam kategori yang baik. Sedangkan pH tanah kurang dari
5 dapat menyebabkan kematian bagi organisme. Ramli (1997), mengatakan
bahwa pH tanah yang ideal untuk kehidupan organisme ketam kenari adalah
berkisar 7-7.8.
13
f. Kondisi vegetasi
Daya dukung vegetasi merupakan sumber makanan ketam kenari menjadi
faktor kunci keutuhan dan eksistensi ketam kenari di suatu wilayah. Vegetasi
pohon kelapa berbeda-beda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya.
ada yang ditemukan kondisi vegetasinya masih padat dan subur (khususnya
daerah terisolir yang masih kurang sentuhan pembangunan pemukiman
masyarakat) dan juga ditemukan keberadaan vegetasi alamiahnya, sudah
diperuntukan untuk kepentingan pengembangan kawasan pemukiman penduduk
dan pembukaan areal perkebunan milik masyarakat (Ramli, 1997).
14
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Pulo Pasi, Desa Menara Indah, Kabupaten
Kepulauan selayar pada bulan November-Desember 2016 (Gambar 4).
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sampel
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu senter atau lampu cas untuk penerang saat
menangkap ketam kenari, kaos tangan untuk menghindari jepitan dari sipit atau
duri pada karapaks ketam kenari, hygrometer untuk mengukur kelembaban
udara dan suhu tanah, soil Ph meter untuk mengukur pH tanah dan mistar untuk
mengukur panjang dan lebar ketam kenari serta timbangan untuk mengukur
berat Ketam Kenari, dan transek ukuran 1,5x1,5 m2 untuk membatasi daerah
sampel, dan ayakan bertingkat untuk mengayak sedimen, sedangkan bahan
yang digunakan yaitu berupa kelapa atau ampas dari kelapa yang digunakan
untuk memancing ketam kenari.
15
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi studi pustaka sebagai bahan
referensi terkait topik penelitian dari berbagai sumber seperti jurnal hasil
penelitian, buku dan artikel-artikel ilmiah serta melakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing.
2. Penentuan Stasiun dan Teknik Penangkapan
Penentuan stasiun ditentukan berdasarkan perbedaan letak atau jarak
lokasi dari daerah pemukiman. Stasiun pengambilan sampel ditentukan di 3
(tiga) lokasi penangkapan ketam kenari yaitu stasiun I, II, dan III (Gambar 6)
dengan tiga sub stasiun. Stasiun I merupakan area penangkapan pertama
dengan kondisi dekat dengan pemukiman, terdapat liang-liang dan beberapa
pepohonan besar seperti pohon beringin dengan pepohonan kelapa yang berada
disekitar liang serta dengan perladangan masyarakat. Stasiun II yaitu dengan
kondisi vegetasi dengan beberapa pohon kelapa, pohon beringin, pohon asam
dan semak belukar, sedangkan pada stasiun III merupakan area sampling yang
jauh dari pemukiman dengan kondisi batu kerikil dan daerah vegetasi dengan
pepohonan besar dan semak belukar.
Proses penangkapan yang dilakukan yaitu pemberian umpan buah kelapa
terlebih dahulu yang telah dibagi menjadi dua bagian atau dengan menggunakan
ampas dari kelapa kemudian diletakkan pada bagian celah batu atau akar pohon
yang diduga sebagai habitat ketam kenari, serta penangkapan dengan
menggunakan transek yang ditutupi dengan jaring atau penangkapan lansung.
Umpan kelapa tersebut telah dipasang pada saat sore hari dan dilakukan
pengontrolan (penangkapan) pada malam hari sekitar pukul 20.00-23.00.
16
3. Sex Rasio
Penentuan jenis kelamin dilakukan berdasarkan ciri kelamin sekunder.
Pada kelamin betina terdapat 3 buah pleopoda yang terdapat pada abdomen.
Ciri lain yang membedakan jantan dan betina adalah ukuran tubuh, biasanya
betina lebih besar daripada jantan (Gambar 5). Untuk menentukan signifikasi
rasio jenis kelamin digunakan metodologi penghitungan langsung.
Gambar 5. (A) Ketam Kenari Betina dan (B) Ketam Kenari Jantan (Abubakar,
2009)
Tabel 1. Karakteristik morfologi Birgus latro berdasarkan jenis kelamin menurut
Jahidin (2010).
NO Karakter Morfologi Jantan Betina
1 Ukuran tubuh
Lebih kecil dibandingkan betina
Lebih besar dibandingkan jantan
2 Bentuk karapaks Oval Bulat
3 External ventral abdomen
Tidak terdapat oviger Terdapat oviger
4. Pengukuran Panjang-Lebar Karapaks dan Berat Ketam Kenari
Untuk keperluan analisis potensi, lokasi dibagi atas beberapa stasiun,
kemudian dilakukan perhitungan jumlah individu per area sampling dan
penimbangan hasil tangkapan dengan menggunakan timbangan dengan
ketelitian 0,01 g (Gambar 6), data ini digunakan untuk menghitung potensi ketam
kenari setiap km2 dari semua area yang telah diplot.
A B
17
Gambar 6. Penimbangan ketam kenari (Darmawaty, 2009)
Setelah dilakukan penimbangan maka dilakukan pengukuran lebar
karapaks dengan menggunakan mistar dengan ketelitian 0,1 cm (Gambar 7)
pada semua hasil tangkapan jika jumlah hasil tangkapan sedikit namun jika hasil
tangkapan banyak maka dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10% untuk
mewakili populasi yang tertangkap.
Gambar 7. Pengukuran lebar karapaks ketam kenari (Darmawaty, 2009)
5. Parameter lingkungan yang di ukur
Parameter yang diukur pada saat pengambilan sampel ketam kenari yaitu
suhu tanah dan kelembaban udara dengan menggunakan hygrometer curah
18
hujan, keasaman (pH) tanah dengan menggunakan soil pH meter. Serta melihat
tipe vegetasi apa yang diduga sebagai habitat ketam kenari misalnya pada
daerah berkarang yang didominasi semak belukar, atau dengan sedikit
pepohonan dan pohon kelapa, dan tekstur substrat dilakukan dengan mengambil
tanah tersebut disebutkan sesuai fraksi dengan ayakan berlapis.
D. Analisis Data
Untuk mengetahui sex rasio digunakan metodologi penghitungan langsung,
dan untuk mengetahui distribusi kelimpahan dengan metode umum:
a. Rumus Luasan Populasi :
P = S x
Keterangan :
P = Populasi
S = Jumlah hasil tangkapan
A = Luas daerah penelitian
a = Luas transek
b. Rumus Kepadatan relatif
Rdi =
Keterangan :
Rdi = Kepadatan relative pada stasiun ke-I
Ni = Jumlah individu pada stasiun I
N = Jumlah total individu
19
c. Rasio Kelamin
Rasio kelamin jantan dan betina dapat diduga dengan menggunakan
rumus menurut Effendi (1979), dan diuji dengan menggunakan Chi-Square
(program SPSS) :
P = A : B
keterangan:
P = Rasio kelamin jantan dan betina,
A = Jumlah kelamin jantan
B = Jumlah kelamin betina
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Kelas Ukuran Ketam Kenari (Birgus latro)
Hasil analisis kelas ukuran pada tiga stasiun adalah sebagai berikut :
a. Kelas ukuran panjang karapaks ketam kenari pada stasiun I
Kelas ukuran panjang karapaks keseluruhan hasil tangkapan pada stasiun I
dapat dilihat pada Gambar 8. Jumlah ketam kenari yang diukur pada stasiun I
yaitu 28 ekor dengan kisaran panjang 79-138 mm.
Gambar 8. Kelas ukuran keseluruhan panjang karapaks ketam kenari
Berdasarkan hasil analisis kelas ukuran ketam kenari pada stasiun I,
diperoleh nilai tertinggi pada kisaran 89-98 mm dan 99-108 mm dengan jumlah
individu 9 ekor, sedangkan pada kisaran 119-128 mm tidak terdapat ketam
kenari. Tidak adanya hasil tangkapan pada kisaran 119-128 mm panjang
karapaks ketam kenari, hal ini diduga karena kematian akibat penangkapan yang
dilakukan oleh masyarakat di Pulo Pasi.
4
9 9
3
0
3
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
79-88 89-98 99-108 109-118 119-128 129-138
Ju
mla
h In
div
idu (
eko
r)
Kelas Ukuran Panjang Karapaks (mm)
21
b. Kelas ukuran panjang karapaks ketam ketam kenari pada stasiun II
Kelas ukuran panjang karapaks keseluruhan pada stasiun II dapat dilihat
pada Gambar 9. Jumlah ketam kenari yang diukur pada stasiun II yaitu 25 ekor,
dengan kisaran panjang ketam kenari yaitu 76-135 mm.
Gambar 9. Kelas ukuran keseluruhan panjang karapaks ketam kenari
Berdasarkan hasil analisis kelas ukuran ketam kenari pada stasiun II,
diperoleh nilai tertinggi pada kisaran 96-105 mm dengan banyaknya individu
ketam kenari yaitu 10 ekor sedangkan pada kisaran 106-115 mm dan 116-125
mm tidak didapatkan tangkapan ketam kenari pada kisaran panjang tersebut.
Tidak adanya hasil tangkapan pada kisaran tersebut, hal ini diduga karena
kematian akibat penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat di Pulo Pasi yang
lebih difokuskan pada ukuran yang lebih besar. Hal ini terbukti dengan sedikitnya
atau rendahnya nilai tangkapan pada kisaran panjang karapaks 126-135 mm
yaitu sebanyak 4 ekor. Dan diduga adanya perbedaan tingkah laku pada setiap
individu.
4
7
10
0 0
4
0
2
4
6
8
10
12
76-85 86-95 96-105 106-115 116-125 126-135
Ju
mla
h In
div
idu (
eko
r)
Kelas Ukuran Panjang Karapaks (mm)
22
c. Kelas ukuran panjang karapaks ketam ketam kenari pada stasiun III
Kelas ukuran panjang karapaks keseluruhan pada stasiun III dapat dilihat
pada Gambar 10. Jumlah ketam kenari yang diukur pada stasiun III yaitu 16
ekor, dengan kisaran panjang ketam kenari yaitu 70-129 mm.
Gambar 10. Kelas ukuran panjang keseluruhan karapaks ketam kenari
Berdasarkan hasil analisis kelas ukuran ketam kenari pada stasiun III,
diperoleh nilai tertinggi pada kisaran 70-79 mm dengan banyaknya individu
ketam kenari yaitu 6 ekor sedangkan pada kisaran 90-99 mm tidak didapatkan
tangkapan ketam kenari pada kisaran panjang tersebut. Tidak adanya hasil
tangkapan pada kisaran tersebut, hal ini diduga adanya kematian akibat
penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat di Pulo Pasi.
6
4
0
4
1 1
0
1
2
3
4
5
6
7
70-79 80-89 90-99 100-109 110-119 120-129
Ju
mla
h In
div
idu (
eko
r)
Kelas Ukuran Panjang Karapaks (mm)
23
B. Hubungan Panjang Karapaks (Cp+r) dengan Bobot Tubuh
a. Hubungan panjang karapaks (CP+r) dengan berat tubuh ketam kenari pada stasiun I.
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang karapaks (CP+r) dan berat
ketam kenari, diperoleh hubungan panjang berat pada ketam kenari yaitu W =
1,94(CP+r)1,90 dengan nilai R2 sebesar 0,85, diperoleh nilai b < 3. Nilai b tersebut
merupakan indikator pertumbuhan yang menggambarkan hubungan
pertambahan panjang dan berat pada ketam kenari. Menurut Effendi (1979),
kriterianya sebagai berikut : Jika b<3, maka pertambahan panjang ketam lebih
cepat dari pertambahan beratnya. b>3, maka pertambahan panjang lebih lambat
dari pertambahan berat. Sehingga kedua pertumbuhan ini disebut pertumbuhan
allometrik. Jika b=3, maka pertumbuhan bersifat isometrik yaitu pertambahan
panjang dan berat sama.
Gambar 11. Hubungan panjang (Cp+r) dengan bobot
Keterangan: b = 1,90; a = 1,94; R2 = 0,85; W = a (CP+r)b, sehingga W=
1,94 (CP+r) 1,90; b < 3, = allometrik, maka pertambahan panjang karapaks ketam
kenari lebih cepat daripada pertambahan bobotnya.
y = 1.9049x - 1.9387 R² = 0.8454
6.20
6.40
6.60
6.80
7.00
7.20
7.40
7.60
4.30 4.40 4.50 4.60 4.70 4.80 4.90 5.00
Bo
bo
t T
ubu
h (
Ln W
)
Panjang Cp+r (Ln L)
24
Nilai R2 yang mendekati satu menggambarkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara panjang karapaks (Cp+r) dengan berat tubuh ketam kenari yang
ada di Pulo Pasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Supyan dkk. (2015)
di Pulau Uta Propinsi Maluku Utara, dengan hasil analisis hubungan panjang
karapaks (CP+r) dan berat total, diperoleh hubungan panjang berat pada ketam
kenari jantan adalah W = 1,93 (CP+r)1,17 dengan nilai R2 sebesar 1,97,
sedangkan pada betina adalah W = 1,97 (CP+r)0,97 dengan nilai R2 0,99. Kedua
jenis kelamin ketam kenari tersebut sama-sama memiliki nilai b < 3. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa nilai b dapat berbeda menurut spesies, jenis
kelamin, umur, musim, dan aktivitas makan. Penelitian lain yang pernah
dilakukan oleh Abubakar (2009) dengan lokasi yang berdekatan dengan Pulau
Uta yaitu Pulau Yoi menunjukkan hal yang sama. Dalam penelitian itu ditemukan
bahwa hubungan panjang berat ketam kenari bersifat allometrik. Hal ini diduga
disebabkan oleh karena ketam kenari harus berganti kulit atau moulting sehingga
dapat tumbuh (Abubakar, 2009).
b. Hubungan panjang karapaks (CP+r) dengan berat tubuh ketam kenari
pada stasiun II. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang karapaks (CP+r) dan berat
ketam kenari, diperoleh hubungan panjang berat pada ketam kenari yaitu W =
1,90(CP+r)1,68 dengan nilai R2 sebesar 0,90, diperoleh nilai b < 3. Nilai b tersebut
merupakan indikator pertumbuhan yang menggambarkan hubungan
pertambahan panjang karapks dan berat pada ketam kenari. Effendi (1979)
mengatakan bahwa jika b < 3 maka pertumbuhannya bersifat allometrik negatif
yang berarti bahwa pertambahan panjang ketam kenari lebih cepat daripada
pertambahan beratnya.
25
Gambar 12. Hubungan panjang (Cp+r) dengan bobot
Keterangan: b = 1,68; a = 0,90; R2 = 0,90; W = a (CP+r) b , sehingga W =
0,90 (CP+r) 1,68 ; b < 3, = allometrik, maka pertambahan panjang ketam kenari
lebih cepat daripada pertambahan bobotnya.
Nilai R2 yang mendekati satu menggambarkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara panjang (Cp+r) dengan berat tubuh ketam kenari yang ada di
Pulo Pasi. Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Abubakar (2009) dengan
lokasi yang berdekatan dengan Pulau Uta yaitu Pulau Yoi menunjukkan hal yang
sama. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa hubungan panjang berat ketam
kenari bersifat allometrik. Hal ini diduga disebabkan oleh karena ketam kenari
harus berganti kulit atau moulting sehingga dapat tumbuh (Abubakar, 2009).
c. Hubungan panjang karapaks (CP+r) dengan berat tubuh ketam kenari pada
stasiun III. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang karapaks(CP+r) dan berat,
diperoleh hubungan panjang berat pada ketam kenari adalah W = 1,40(CP+r)1,79
dengan nilai R2 sebesar 0,93, diperoleh nilai b < 3. Nilai b tersebut merupakan
indikator pertumbuhan yang menggambarkan hubungan pertambahan panjang
dan berat pada ketam kenari. Effendi (1979) mengatakan bahwa jika b < 3 maka
y = 1.6801x - 0.9029 R² = 0.8993
6.20
6.40
6.60
6.80
7.00
7.20
7.40
7.60
4.30 4.40 4.50 4.60 4.70 4.80 4.90 5.00
Bo
bo
t T
ubu
h (
Ln W
)
Panjang Cp+r (Ln L)
26
pertumbuhannya bersifat allometrik negatif yang berarti bahwa pertambahan
panjang ketam kenari lebih cepat daripada pertambahan beratnya.
Gambar 13. Hubungan panjang (Cp+r) dengan bobot
Keterangan: b = 1,79; a = 1,40; R2 = 0,93; W = a (CP+r)b , sehingga W =
1,40 (CP+r) 1,79; b < 3, = allometrik, maka pertambahan panjang karapaks ketam
kenari lebih cepat daripada pertambahan bobotnya.
Nilai R2 yang mendekati satu menggambarkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara panjang (Cp+r) dengan berat tubuh ketam kenari yang ada di
Pulo Pasi. Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Abubakar (2009) dengan
lokasi yang berdekatan dengan Pulau Uta yaitu Pulau Yoi menunjukkan hal yang
sama. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa hubungan panjang berat ketam
kelnari bersifat allometrik. Hal ini diduga disebabkan oleh karena ketam kenari
harus berganti kulit atau moulting sehingga dapat tumbuh (Abubakar, 2009).
C. Luasan Populasi
Berdasarkan hasil perhitungan luasan populasi pada setiap stasiun,
terdapat jumlah populasi teringgi yaitu pada stasiun II dapat dilihat pada Gambar
14.
y = 1.7906x - 1.3953 R² = 0.9326
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
4.20 4.30 4.40 4.50 4.60 4.70 4.80 4.90
Bo
bo
t T
ubu
h (
Ln W
)
Panjang Cp+r (Ln+L)
27
Gambar 14. Jumlah populasi setiap stasiun
Berdasarkan hasil pehitungan tersebut yaitu stasiun I sebanyak 664 ekor
dengan luasan daerah penangkapan 320 m2, stasiun II yaitu 778 ekor dengan
luasan daerah penangkapan 420 m2, dan stasiun sebanyak III 475 ekor dengan
luasan daerah 400 m2. Stasiun II memiliki jumlah populasi tertinggi dibandingkan
stasiun I dan III, hal ini dipengaruhi oleh besarnya luasan daerah penangkapan
dengan jumlah tangkapan sedikit sehingga luas area pencarian makan banyak.
Karena semakin luas daerah populasi maka akan semakin luas daerah
pencarian makan sehingga dalam pencarian makan juga akan jauh. Apabila
ketersedian makanan berkurang maka pertumbuhan akan menurun.
D. Kepadatan Relatif Ketam Kenari
Berdasarkan hasil pengukuran kepadatan relatif di Pulo Pasi dari ke tiga
stasiun (Gambar, 15), maka dapat diketahui kepadatan relatif ketam kenari di
stasiun I lebih tinggi daripada stasiun II dan stasiun III.
664
778
475
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Po
pu
lasi (e
ko
r)
28
Gambar 15. Nilai kepadatan relatif pada setiap stasiun
Tingginya nilai kepadatan relatif tersebut disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang masih mendukung seperti kondisi vegetasi pohon kelapa yang
menjadi makanan alami ketam kenari. Selain itu, juga banyak ditemukan ciri
habitat yang disenangi oleh ketam kenari seperti tipologi pantai banyak terdapat
celah-celah batu (sarang atau gua-gua kecil) yang sering kali kerap menjadi
tempat persembunyian ketam kenari dari predator. Serata diidukung oleh
parameter lingkungan yang sesuai dengan temperatur suhu yang disukai oleh
ketam kenari yaitu berkisar 27,7 0c dengan kelembaban tertinggi yaitu 87,7%. Hal
ini sesuai dengan penelitian Sudarwin (2004), yang menyatakan bahwa tinggi
rendahnya nilai kepadatan ketam kenari disebabkan karakteristik habitat yang
berbeda.
E. Sex Rasio Jantan dan Betina
Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan
populasi spesies ketam kenari. Dari hasil penelitian diperoleh 69 individu ketam
kenari yang diamati, 58 individu jantan dan 11 individu betina. Dengan rasio
40.6
36.2
23.2
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Ke
pa
da
tan
Re
latif (%
)
29
kelamin pada stasiun I 4:1, stasiun II 5:1, dan stasiun III 7:1. Berdasarkan hasil
Chi-square pada taraf nyata 0,05 diperoleh bahwa rasio kelamin menujukkan
tidak adanya keseimbangan. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan, rasio
kelamin jantan dan betina tidak sama dengan 1 : 1 di Pulo Pasi. Berdasarkan
hasil uji tersebut maka dapat dikatakan bahwa jumlah ketam kenari jantan dan
betina berbeda nyata untuk semua tangkapan. Kondisi ini memberikan hambatan
untuk melakukan pemijahan karena pasangannya susah untuk diperoleh. Selain
parameter lingkungan yang mempengaruhi rasio kelamin ketam kenari di Pulo
Pasi, juga dipengaruhi oleh masyarakat setempat yang kerap menangkap ketam
kenari tanpa melihat ukuran dan jenis kelamin ketam kenari. Hal ini sesuai
dengan penelitian Sulistiono dkk. (2007), menyatakan bahwa eksploitasi populasi
ketam kenari terus berlanjut hingga saat ini, dimana kebiasaan masyarakat yang
menangkap ketam kenari, lebih difokuskan pada ukuran yang lebih besar tanpa
melihat jenis kelamin ketam kenari.
F. Kondisi Lingkungan
Hasil pengukuran kondisi lingkungan pada tiga stasiun penelitian dapat
dulihat pada Tabel 2. dibawah ini :
Tabel 2. Hasil pengukuran parameter lingkungan
Stasiun Suhu (0c) Kelembaban udara (%) pH
I
27,6 87 7
27,9 88 7,2
27,6 88 6,8
II
28,9 83 6,2
28,9 86 6,9
28,7 87 7
III
30,2 82 6,4
30,5 82 6,9
30,5 82 6,9
30
1. Suhu Tanah
Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa pada stasiun I dan stasiun II
menunjukkan nilai suhu yang tergolong optimal untuk pertumbuhan ketam kenari.
Hal ini ditandai dengan lebih banyaknya jumlah ketam kenari yang terdapat pada
kedua stasiun penelitian dibandingkan dengan jumlah ketam kenari pada stasiun
III yang cenderung lebih sedikit. Hal ini diduga terjadi karena suhu pada stasiun
III tergolong cukup tinggi untuk menunjang kelangsungan hidup ketam kenari.
Hasil pengukuran suhu tanah yang diperoleh selama penelitian di Pulo Pasi
berkisar antara 27,6-30,5 0c. Perbedaan nilai suhu tanah tersebut disebabkan
oleh penetrasi cahaya, ketinggian geografis dan penutupan vegetasi kelapa atau
vegetasi lainnya dari pepohonan yang tumbuh disekitarnya. Hal ini didukung oleh
penelitian Ramli, (1997) mengatakan suhu tanah sangat menetukan kestabilan
lingkungan hidup ketam kenari. Suhu tanah yang disukai ketam kenari berkisar
27-29 oc. Hal ini yang memperkuat daya dukung ketam kenari untuk hidup dan
berkembang sepanjang waktu pada daerah tertentu. Tapilatu (1991) mengatakan
pula bahwa ketam kenari melakukan respirasi secara teratur apabila suhu
lingkungan berkisar antara 28-30 0c.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
kestabilan hidup ketam kenari. Populasi yang terkontrol menyebabkan sesuatu
yang secara teratur mengarah pada kemampuan lingkungan (suhu tanah) untuk
mendukung individu-individu. Daya dukung ini bisa berubah menurut waktu
karena ketersediaan sumber pendukung menjadi kritis dan perubahan sumber
kematian eksternal (Gherardi, 1990).
2. Kelembaban Udara
Berdasarkan hasil pengukuran di atas (Tabel 2) terlihat nilai kelembaban
udara tertinggi diantara ketiga stasiun penelitian berada pada stasiun I diperoleh
sebesar 87,7%, stasiun II sebesar 85,3%, dan stasiun III diperoleh sebesar 82%.
31
Nilai kelembaban udara tersebut masih mendukung kestabilan hidup ketam
kenari di alam.
Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aktivitas hidup ketam kenari dan sangat menyenangi daerah yang lembab dan
gelap untuk tempat tinggalnya. Kelembaban udara merupakan salah satu faktor
pendukung bagi kelangsungan hidup ketam kenari. Hal ini terbukti dengan
penelitian Ramli (1997), menyatakan bahwa ketam kenari sangat menyenangi
daerah yang lembab dan gelap untuk tempat tinggalnya. Lebih jauh Rondo dan
Limbong (1990), menyatakan bahwa ketam kenari menyukai daerah yang
lembab dan gelap.
3. Keasaman (pH)Tanah
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kisaran pH yang diperoleh dari
masing-masing stasiun tidak berbeda jauh. Keasaman (pH) tanah merupakan
sifat kimia tanah yang penting bagi crustaceae. Keasaman pH tanah mempunyai
sifat yang menggambarkan aktivitas ion hidrogen. Reaksi tanah dapat
mempengaruhi proses kimia lainnya seperti ketersediaan unsur hara dan proses
biologi dalam tanah. Sebaliknya kemasaman (pH) tanah dipengaruhi oleh
berbagai faktor lain seperti kandungan karbonat bebas (Boyd et al., 2002).
Hasil pengukuran kemasaman (pH) tanah diperoleh rata-rata pada stasiun
penelitian yaitu berkisar antara 6,7-7,0. Kondisi pH tanah tersebut masih
mendukung kehidupan ketam kenari. Hal ini terbukti dengan penelitian Agus
(2008), yang menyatakan bahwa pH tanah yang berkisar antara 6,5–7,5 masih
dalam kategori yang baik. Sedangkan pH tanah kurang dari 5 dapat
menyebabkan kematian bagi organisme tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pH
tanah setiap stasiun pengamatan mencirikan kemasaman (pH) tanah yang
32
ditolerir oleh ketam kenari. Ramli (1997), mengatakan bahwa pH tanah yang
ideal untuk kehidupan organisme ketam kelapa adalah berkisar 7-7,8.
4. Curah Hujan
Curah hujan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi tubuh
ketam kenari dalam mencari makanan dan perubahan tingkah laku hidupnya.
Rata-rata curah hujan di Pulau pasi Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu 106,08
mm/tahun. Musim penghujan terjadi antara bulan Agustus-November, dan musim
pancaroba/peralihan pada bulan Desember dan Mei-Juli, serta dipengaruhi oleh
angin musim barat pada bualan Januari-April. Secara umum kondisi curah hujan
masih mendukung kehidupan ketam kenari. Terbukti hasil penelitian Sudarwin
(2004), mengatakan bahwa waktu yang paling aktif bagi ketam kenari dalam
mencari makanan adalah saat hujan gerimis, akan tetapi apabila hujan lebat
dapat membahayakan keselamatan hidupnya, maka ketam kenari akan
bersembunyi dalam sarangnya, sebagai bentuk adaptasi tingkah lakunya.
5. Tekstur substrat
Hasil analisis tekstur substrat menunjukkan bahwa komposisi substrat pada
stasiun I, II dan stasiun III tersusun atas pasir sangat halus dan pasir halus.
Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah menunjukkan bahwa pada stasiun I
memiliki tipe substrat yaitu pasir sangat halus, stasiun II memiliki tipe substrat
yaitu pasir sangat halus, sedangkan pada stasiun III memiliki tipe Komposisi
substrat yang didominasi pasir halus. Menurut Jahidin (2010), banyak didapatkan
jenis tumbuhan dan vegetasi pohon kelapa yang dapat menyediakan tempat
perlindungan bagi ketam kenari berumur muda dalam perkembangannya,
dikarenakan adanya sistem kepadatan vegetasi pohon kelapa yang baik. Dengan
demikian Pulo pasi memiliki tekstur substrat yang layak sebagai habitat ketam
kenari.
33
Keberadaan tekstur substrat akan mempengaruhi kehidupan ketam kenari,
karena disamping sebagai salah satu tempat penyedia sumber makanan juga
sebagai tempat untuk menggali sarang, hal ini sesuai dengan pernyataan Pratiwi
dan Sukardi (1997), menyatakan bahwa ketam kenari akan menggali sarang
sebagai tempat tinggalnya dan mengantisipasi gangguan predator dengan
menutup sarang oleh capitnya yang kuat.
6. Kondisi Vegetasi
Kondisi vegetasi merupakan salah satu faktor pendukung keberadaan
ketam kenari (Haris dkk., 2013). Kondisi vegetasi di Pulo pasi yaitu termasuk
formasi hutan pantai dengan jenis vegetasi seperti pohon beringin, kayu hitam,
pandan laut, pohon asam, semak belukar dan areal perladangan yang banyak
ditumbuhi berbagai jenis tanaman seperti jagung, ubi kayu, labu, dan terong.
selain itu, vegetasi pohon kelapa juga terdapat di daerah tersebut, dapat dilihat
pada Tabel 3. Kondisi vegetasi pohon kelapa sangat disukai oleh ketam kenari,
sehingga ketergantungan ketam kenari pada buah kelapa sangat besar Jahidin
(2010).
Tabel 3. Pengamatan vegetasi setiap stasiun
Stasiun Pengamatan Vegetasi
Stasiun I Pohon beringin, pohon kelapa, pohon kayu hitam. Areal
perladangan (Labu, terong, dan jagung)
Stasiun II Pohon asam, pohon beringin, pandan laut, pohon kelapa,
dan semak belukar
Stasiun III Pohon beringin, pandan laut, Dan semak belukar
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketam kenari di Pulo
Pasi menyukai tekstur substrat halus dengan suhu sekitar 27,7 0c, kelembaban
berkisar 87,7%, dan pH 7. Kondisi vegetasi dan daerah yang lembab dapat
mempengaruhi kepadatan populasi ketam kenari. Pertambahan panjang
karapaks lebih cepat dari pertambahan beratnya.
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya masih perlu diadakan penelitian mengenai
preferensi habitat dan karakteristik lingkungan ketam kenari (Birgus latro) yang
dilihat dari ketam kenari mulai menjadi juvenil sampi menjadi ketam kenari
dewasa.
35
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Y. 2009. Studi Biologi. Reproduksi Sebagai Dasar Pengelolaan Ketam Kelapa (Birgus latro) di Pulau Yoi Kecamatan P. Gebe, Maluku Utara.Tesis magister sains, Sekolah pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.
Agus, M. 2008. Analisis Kapasitas Tambak Pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang. Jawa Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang 110 hal.
Ahmad, K. dan M. Aris, 2006. Aspek-aspek Biologi dan Prospek Budidaya Kepiting Kelapa (Birgus latro) di Ternate Maluku Utara. Laporan. Penelitian dosen Muda. Universitas Khairun Ternate.
Altevogt R, Davis TA. 1975. Birgus latro: India's monstrous crab. A study and an appeal. Bulletin of the Department of Marine Sciences, University of Cochin. : Kepiting Kelapa. Wikipedia Berbahasa Indonesia.
Boneka, F.B. 1990. Mengenal Birgus latro melalui aktivitas penangkapan di Pulau Salibabu. Jurnal Fakultas Perikanan Unsrat, 1 (2) : 113-11
Boyd, C.E., Wood, C.W., T. Thunjai. 2002. Pond Soil Characteristics and Dynamics Of Soil Organic Matter and Nutrients. In : K. McElwee, K.Lewis, M. Nidiffer, and P Buitrago (Edition), Ninetent Annual TechnicalReport.PondDynamics/Aquaculture CRSP, Oregon State University, Corvallis, Oregon.
Brown, I.W., Fielder, D.R., 1991. The coconut crab: aspects of Birgus latro biology and ecology in Vanuatu. ACIAR Monograph, 8. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra.
Darmawaty, 2009. An evaluation of coconut crabs (Birgus latro) population in the kayoa waterways of north Maluku. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Effendi MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor
Eldredge LG. 1996. Birgus latro. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.
Gherardi, F. 1990. Competition and Coexistence in two Mediterranean Hermit Crabs, Calcinusornatus and Clibanarius.
Haris A. H, La Sara, dan Ermayanti Ishak 2013. Kepadatan Relatif dan Pola Penyebaran Ketam Kelapa (Birgus latro) di Menui, Kepulauan Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari.
Harms JW. 1932. Birgus latro Linné als Landkrebs und seine Beziehungen zu den Coenobiten (in German). Zeitschrift für Wissenschaftliche Zoologie 140: 167–290.
36
Jahidin, 2010. Estimasi Populasi Ketam Kenari (Birgus latro) di Pulau Siompu. Dosen Pendidikan MIPA FKIP Universitas Haluoleo. Kendari.
Limbong. 1990. Bioekologi ketam Kenari (Birgus latro L) di Pulau Salibabu, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Jur.Faperik. Unsrat.
Monk A., De Fretes Y, Reksodihardjo-Liley G. 2000., Ekologi Nusantara dan Maluku. Prenhallindo, Jakarta. 966 hal.
Motoh H. 1980. Field Guide for Edible Crustacea of Philippines. South East Asian Fisheries Development Centre (SEAFDEC) Aquaculture Department, Iloilo. Philippines.
PPSDAHP (Proyek Pengembangan Sumber Daya Alam Hayati Pusat). 1987/1988. Deskripsi Biota Laut Langka. Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.
Pratiwi R, 1989. Ketam Kelapa Birgus latro (Linnaeus 1767) (Crustacea, Decapoda, Caenobitidae) dan Beberapa Aspek Biologinya. Oseana, 14;Nomor 2; 47-53.
Pratiwi, R., dan Sukardi 1997. Daur Hidup dan Reproduksi Ketam Kelapa (Birgus latro) (Crustacea, Decapoda, Coenobitidae). Jurnal Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut.
Rafiani, S. 2005. Karakteristik habitat dan kematangan gonad kepiting kelapa (Birgus latro) dewasa di pulau Pasoso, Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Tesis. Insitut Pertanian Bogor.
Ramli, M. 1997. Studi Preferensi Habitat Kepiting Kelapa (Birgus latro L.) Dewasa di Pulau Siompu dan Liwutongki di Buton, Sulawesi Tenggara. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Rondo M dan Limbong D. 1990. Bioekologi Ketam Kenari (Birgus Latro, LINNAEUS 1767) di Pulau Salibabu, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Jurnal Fakultas Perikanan Unsrat. 2: 87-94.
Schiller C, Fielder DR, Brown IW Obed A. 1991. Reproduction, early life-history and recruitment. In I. W. Brown & D. R. Fielder. The coconut crab: aspects of Birgus latro biology and ecology in Vanuatu. ACIAR Monograph. pp. 13–35. ISBN 1863200541.
Sudarwin, 2004. Studi Kepadatan dan Pola Penyebaran Ketam Kelapa (Birgus latro) di Pulau Labengki Kabupaten Kendari. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian. Universitas Haluoleo. Kendari.
Sulistiono, Muslihuddin, S. Refiani. 2005. Teknologi penangkaran kepiting kelapa (Birgus latro) di Indonesia. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor.
37
Sulistiono, S. Rafiani, F.Y. Tantu dan Muslihuddin. 2007. Kajian awal penangkaran kepiting kelapa (Birgus latro). Jurnal Akuakultur Indonesia.
Tapilatu, R. F., 1991. Beberapa Aspek Biologi Ketam Kelapa (Birgus latro) di Kepulauan Padaido Priak Timur Irian Jaya. Universitas Cendrawasih. Irian Jaya.
Whitten AJ, Mustafa M, Henderson GS, 1999. The Ecology of Sulawesi. Penerjemah; G. Tjitrosoepomo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 2: 187–91.
39
Lampiran 1. Hasil penangkapan ketam kenari di Pulo Pasi
Jadwal Stasiun I
Jantan Betina I II III
1 3 0 3 5 1
2 2 2 1 5 0
3 2 0 2 3 1
4 2 0 2 3 1
5 1 2 1 4 0
6 2 2 1 3 2
TOTAL 28 23 5
Jadwal Stasiun I
Jantan Betina I II III
1 2 1 1 3 1
2 1 2 1 4 0
3 1 3 0 4 0
4 2 1 1 3 1
5 2 2 1 3 2
6 2 1 1 4 0
TOTAL 25 21 4
Jadwal Stasiun I
Jantan Betina I II III
1 0 2 2 3 1
2 0 0 2 2 0
3 0 0 0 0 0
4 1 1 1 3 0
5 1 1 1 2 1
6 2 1 1 4 0
TOTAL 16 14 2
40
Lampiran 2. Data pengukuran panjang karapaks (mm), lebar karapaks (mm), dan berat (g) ketam kenari pada stasiun I.
STASIUN I
No Panjang (mm) Lebar (mm) Berat (g)
1 134 84 1800
2 100 61 900
3 82 41 700
4 98 55 800
5 98 54 800
6 80 39 700
7 104 62 900
8 100 60 900
9 98 55 800
10 80 39 700
11 97 53 800
12 101 61 1000
13 106 63 1100
14 131 81 1600
15 102 62 900
16 101 60 900
17 111 71 1200
18 90 60 800
19 102 61 900
20 98 54 800
21 79 40 700
22 109 66 1400
23 103 62 1000
24 90 50 700
25 96 54 800
26 96 53 800
27 112 74 1300
28 131 82 1700
TOTAL 2829 1657 27300
Rata-Rata 101 59 975
41
Lampiran 3. Data pengukuran panjang karapaks (mm), lebar karapaks (mm), dan berat (g) ketam kenari pada stasiun II.
STASIUN II
No Panjang (mm) Lebar (mm) Berat (g)
1 131 81 1700
2 92 52 800
3 91 50 800
4 76 34 700
5 102 61 900
6 97 55 800
7 90 50 800
8 87 45 700
9 89 47 800
10 92 50 800
11 92 51 800
12 100 60 900
13 130 80 1600
14 100 61 900
15 104 61 900
16 101 60 900
17 98 55 800
18 121 74 1400
19 102 61 900
20 98 55 800
21 131 81 1500
22 80 39 700
23 83 42 700
24 97 53 800
25 80 37 700
TOTAL 2464 1395 23100
Rata-rata 99 56 924
42
Lampiran 4. Data pengukuran panjang karapaks (mm), lebar karapaks (mm), dan berat (g) ketam kenari pada stasiun III.
STASIUN III
No Panjang
(mm) Lebar (mm) Berat (g)
1 121 72 1400
2 101 61 900
3 100 60 900
4 80 39 600
5 101 60 900
6 71 33 500
7 70 33 500
8 72 34 600
9 81 40 700
10 111 71 1200
11 100 60 890
12 70 38 400
13 74 32 600
14 80 38 700
15 82 41 700
16 71 33 500
TOTAL 1385 745 11990
Rata-rata 87 47 749
43
Lampiran 5. Nilai LN (Logaritma of Number) dari panjang karaps dan lebar karapks ketam kenari pada stasiun I.
Panjang (L) Berat (W) Ln L Ln W
134 1800 4,90 7,50
100 900 4,61 6,80
82 700 4,41 6,40
98 800 4,58 6,68
98 800 4,58 6,68
80 700 4,38 6,55
104 900 4,64 6,80
100 900 4,61 6,80
98 800 4,58 6,68
80 700 4,38 6,55
97 800 4,57 6,68
101 1000 4,62 6,91
106 1100 4,66 7,00
131 1600 4,88 7,38
102 900 4,62 6,80
101 900 4,62 6,80
111 1200 4,71 7,09
90 800 4,50 6,68
102 900 4,62 6,80
98 800 4,58 6,68
79 700 4,37 6,55
109 1400 4,69 7,24
103 1000 4,63 6,91
90 700 4,50 6,55
96 800 4,56 6,68
96 800 4,56 6.68
112 1300 4,72 7,17
131 1700 4,88 7,44
44
Lampiran 6. Nilai LN (Logaritma of Number) dari panjang karapaks dan lebar karapaks ketam kenari pada stasiun II.
Panjang(L) Berat (w) Ln L Ln w
131 1700 4,88 7,44
92 800 4,52 6,68
91 800 4,51 6,68
76 700 4,33 6,55
102 900 4,62 6,80
97 800 4,57 6,68
90 800 4,50 6,68
87 700 4,47 6,55
89 800 4,49 6,68
92 800 4,52 6,68
92 800 4,52 6,68
100 900 4,61 6,80
130 1600 4,87 7,38
100 900 4,61 6,80
104 900 4,64 6,80
101 900 4,62 6,80
98 800 4,58 6,68
121 1400 4,80 7,24
102 900 4,62 6,80
98 800 4,58 6,68
131 1500 4,88 7,31
80 700 4,38 6,55
83 700 4,42 6,55
97 800 4,57 6,68
80 700 4,38 6,55
45
Lampiran 7. Nilai LN (Logaritma of Number) dari panjang karapaks dan lebar karapas ketam kenari pada stasiun III.
Panjang (L) Lebar (W) Ln L Ln W
121 1400 4,80 7,24
101 900 4,62 6,80
100 900 4,61 6,80
80 600 4,38 6,40
101 900 4,62 6,80
71 500 4,26 6,21
70 500 4,25 6,21
72 600 4,28 6,40
81 700 4,39 6,55
111 1200 4,71 7,09
100 890 4,61 6,79
70 400 4,25 5,99
74 600 4,30 6,40
80 700 4,38 6,55
82 700 4,41 6,55
71 500 4,26 6,21
46
Lampiran 8. hasil uji chi-square dari sex rasio, perhitungan distribusi kelimpahan, dan kepadatan relatife ketam kenari di Pulo pasi
a. Hasil uji chi-square dari sex rasio.
Test Statistics
jantan betina
Chi-Square 9.222a 4.333
b
df 4 2
Asymp. Sig. .056 .115
b. Luasan populasi
Stasiun
Luas transek (1,5x1,5)
m2
Rata-rata Jumlah Hewan
(ind)
Kepadatan (ind/m2)
Luas Daerah
(m2)
Estimasijumlah
individu
I 2,25 4,67 2,08 320 664
II 2,25 4,17 1,85 420 778
III 2,25 2,67 1,19 400 475
Rumus :
Dimana :
P = Populasi
S= Jumlah hewan yang didapatkan
A = Luas daerah penelitian
a = Luas transek
1. Stasiun I
P = 4,67 x
= 664 ekor
P = S x
47
Lampiran 8. Lanjutan
2. Stasiun II
P = 4,17 x
= 778 ekor
3. Stasiun III
P = 2,67 x
= 475 ekor
c. Kepadatan relatif
Stasiun Jumlah Individu Total
I 28
69 II 25
III 16
Rumus :
Rdi =
Keterangan =
Rdi = Kepadatan reatif pada stasiun ke I
ni = Jumlah individu pada stasiun I
N = Jumlah total individu
1. Stasiun I
Rdi =
= 40,6 %
2. Stasiun II
Rdi =
= 36,2 %
3. Stasiun III
Rdi =
= 23,2%
48
Lampiran 9. Hasil Ayakan Substrat
Lokasi Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Berat Awal (g) 100,000 100,000 100,001
2 mm 0,025 0,077 0,050
1 mm 0,270 0,460 1,029
0,5 mm 0,060 2,261 3,489
0,25 mm 1,201 5,917 12,819
0,125 mm 3,168 13,279 35,917
0,063 mm 54,564 24,745 28,731
< 0,063 mm 11,284 52,604 17,049
Berat Akhir (g) 99,572 99,343 99,084