potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan studi kasus kota bandung
DESCRIPTION
pajak PBBTRANSCRIPT
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
1/29
POTENSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PEDESAAN DAN PERKOTAAN
(Studi Kasus di Pemda Kota Bandung)
HIKMAH NUR AZZA
109084000042
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2011
1.PendahuluanDalam bidang perpajakan, untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah
pemerintah pusat telah memberikan bagian penerimaan yang berasal dari pajak pusat untukkegiatan pembiayaan dan pembangunan bagi pemerintah daerah. Saat ini, pajakpusat yang sebagian penerimaannya telah diberikan kepada pemerintah daerah antara
lain Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak
Penghasilan Orang Pribadi dalam Negeri dan Pajak Penghasilan. Sebagian besar telahdiberikan seperti Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, sedangkan pajak lainnya masih sebagian kecil saja. Pembagian penerimaan pajakpusat pemerintah daerah merupakan contoh penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia.
Tabel 1
Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
APBD
Kota Bandung Tahun 2008
Tahun 2008
Target Dalam
Persen
Realisasi
APBD Rp. 999.389.000.000 88,24% Rp.1.125.000.000.000
Sektor pedesaan, perkotaan,
Rp. 2.221.000.000.000 97,89% Rp.2.269.000.000.000
perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan
Penerimaan dana bagi hasil pajak Rp. 351.223.000.000.000 112,41% Rp 312.449.000.000.000
Pos dana perimbangan Rp. 1.903.000.000.000 30,05% Rp.1.125.000.000.000
Penerimaan dll Rp. 98.168.000.000 1,55% Rp.1.125.000.000.000
Sumber: Bidang Pendapatan Pajak Bukan Pajak Daerah, DISPENDA Bandung 2009
mailto:[email protected]:[email protected] -
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
2/29
Pada tahun 2008, delapan belas kabupaten/kota di Jawa Barat berhasil mencapai target
pajak bumi dan bangunan (PBB). Sementara itu delapan kab./kota lainnya, belum mampu
memenuhi target yang ditetapkan. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan,berdasarkan data hasil evaluasi pelaksanaan pemungutan PBB sektor pedesaan dan
perkotaan tahun 2008 di seluruh kabupaten/kota se-jabar, hasil yang dicapai masih dibawah
target yang ditetapkan, yakni Rp.999,389 miliar atau 88,24% dari rencana penerimaanyangditetapkan Rp.1,125 triliun. Kondisi serupa juga terlihat pada realisasi penerimaanPBB sektor APBN secara keseluruhan, yaitu sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan, dengan nilai Rp. 2,221 triliun atau 97,89% dari rencanapenerimaan APBN sebesar Rp. 2,269 triliun.
Kendati demikian, penerimaan dana bagi hasil pajak, terutama yang bersumber daridana bagi hasil PBB di Jabar, setiap tahun melampaui target penerimaan, tahun 2008,
tercatat realisasi penerimaan dana bagi hasil PBB Prov.Jabar 2008 sebesar Rp
351,223 triliun atau 112,41% dari target penerimaan sebesar Rp 312,449 triliun. MenurutHeryawan, di sisi lain pos dana perimbangan turut memberi kontribusi Rp 1,903 triliun atau30,05% serta penerimaan lain-lain pendapatan yang sah Rp 98,168 miliar atau 1,55%dari total realisasi APBD Jabar. Pencapaian tersebut membuktikan tingkat kemandirianfiskal di Jawa Barat sudah termasuk dalam kategori cukup mampu,
Setiap pemerintah kab./kota diberi target PBB berbeda-beda, sesuai dengan potensi
pajak yang dimiliki. Target tersebut, secara umum dibagi kedalam lima kelompok.
Kelompok I daerah dengan target PBB Rp 12 miliar/tahun, kelompok II (Rp 13 miliar-Rp 17 miliar), kelompok III (Rp 18 miliar-Rp 35 miliar), kelompok IV (Rp 36 miliar-Rp
75 miliar), dan kelompok V (di atas 75 miliar).
Kota Bandung hanya menduduki peringkat kedua di kelompok V, kalah peringkat
oleh Kota Bekasi. Sedangkan Kab.Bandung berada di peringkat ketiga di kelompok IV,
berada dibawah Kab.Purwakarta, dan Kota Depok.
Sementara itu, Kota Bandung meraih penghargaan atas capaian realisasi PBB tahun
2008. Kota Bandung menempati posisi kedua pada kelompok V, dengan target PBBdiatas Rp 75 miliar. Tahun 2008, realisasi PBB Kota Bandung mencapai 83,91% atau
Rp.180 miliar. Sedangkan target PBB Kota Bandung tahun 2008, adalah Rp 214
miliar.
Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda mengatakan, penghargaan serupa pernah
diraih Kota Bandung tahun 2007 dan 2006. Bahkan tahun 2006, KotaBandung menempatposisi pertama dengan realisasi PBB mencapai 101,09% atau 110 miliar. Ayi
mengatakan, tidak tercapainya realisasi PBB tahun 2007 dan 2008, lebih disebabkanadanya transisi administrasi dalam pembayaran PBB. (Harian Pikiran Rakyat, sabtu
18 April 2009).
Menurut Kasie Bagi Hasil Pajak Pusat Dispenda Kota Bandung Rahmat Setiadi, target
pajak bumi dan bangunan (PBB) kota Bandung pada tahun 2008 tidak tercapai
akibat perusahaan-perusahaan besar, seperti pabrik tekstil, mal, lembaga pendidikan, dansebuah Badan usaha Milik Negara (BUMN) menunggak hingga mencapai Rp 1,5 miliar.
Target Rp 214,6 miliar hanya tercapai 180,4% miliar atau hanya 84%. Perusahaan-
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
3/29
perusahaan itu menunggak karena terimbas krisis keuangan global.
Kendati target PBB Kota Bandung tidak terpenuhi, Rahmat mengatakan bea
perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB) over target, dari target Rp 150,3 miliar
terealisasi Rp 207,7 miliar atau 138%. secara komulatif penerimaan PBB, BPHTB,pertambangan, tercapai 105% dengan total dana yang terhimpun Rp 390,4 miliar,
(Rahmat Setiadi dalam Tribun Bandung, 13 Februari 2009).
Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam menghasilkan pendapatan daerah.
Masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah daerah adalah lemahnya kemampuan
pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunandaerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Dalam hal ini, akan mengupas lebih
dalam mengenai pajak bumi dan bangunan. Hal ini dikarenakan kontribusi PBB
terhadap kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam dana
perimbangan walaupun cukup besar nilainya dianggap tidak cukup menopang
pendapatan daerah. Selain itu juga disebabkan dana perimbangan termasuk dalam pajakpusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat.Artinya tidak keseluruhan pendapatan dapat dikontribusikan pada pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenahi
sumber pendapatan daerah dari sektor pajak bumi dan bangunan, oleh karena itu
peneliti mengambil judul POTENSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DANBANGUNAN SEKTOR PEDESAAN DAN PERKOTAAN. (Studi Kasus di Pemda Kota
Bandung)
1.1 Ruang lingkup / batasan masalah
Penelitian ini dibatasi untuk mengetahui kebijaksanaan pemerintah Daerah
dalam meningkatkan penerimaan daerah yang didapat dari sektor pajak daerah
khususnya Pajak Bumi dan Bangunan yang diharapkan agar mampu membiayaikegiatan pembangunan daerah. Untuk mempermudah evaluasi maka permasalahan
diatas dengan terperinci dirumuskan singkat sebagai berikut :
1. Penelitian ini hanya mencakup data mengenai Pajak Bumi dan Bangunan sebagaisumber pendapatan Daerah Kota Bandung
2. Sampel penelitian yang digunakan jangka waktu dimana dibatasi dariperiodetahun 2002 2008.
1.2 Identifikasi
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat dirumuskan beberapamasalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada pemerintah daerah
kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008 ?
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
4/29
2. Bagaimana laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah daerah
kota Bandung dari tahun 2002 sampai 2008 ?
3. Seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap
pendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002
sampai dengan 2008 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :1. Mengetahui potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada pemerintah
daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008.
2. Mengetahui laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah daerah
kota Bandung dari tahun 2002 sampai 2008
3. Seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadappendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai
dengan 2008
2. Pustaka2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah
Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalahkemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri (self- supporting) dalam bidang keuangan. Bidang
keuangan merupakan suatu faktor yang penting dalam mengukur suatudaerah atas keberhasilan otonominya. Adapun sumber sumber peneriman
dari suatu daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia N0. 25 Tahun
1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Penerimaan pajak daerah.
Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan
pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaanrumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah
sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang
hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum
pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsungdiberikan, sedangpelaksanaanya dapat dipaksakan.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
5/29
b. Penerimaan Retribusi Daerah.
Retribusi daerah merupakan pungutan yang telah secarasah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian
atau karena memperolejasapekerjaan, usaha atau milik
pemerintah daerah yang bersangkutan. Retribusi
daerah mempunyai sifat-sifat: pelaksanaanya bersifatekonomis, ada imbalan langsung walaupun memenuhi
persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi tetap ada
alternatif untuk mau tidak mau membayar, merupakanpungutan yang pada umumnya bersifat budgetairnya tidak
menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan
untuk sesuatu tujuan tertentu, tetapi dalambanyak halretribusi daerah tidak lebih dari pengembalian biaya yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi
permintaan anggota masyarakat.
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil PengelolaanKekayaan Daerah yang Dipisahkan. Yang disetor kekas daerah, baikperusahaan.Hasil perusahaan milik daerah
yang merupakan pendapatan daerah adalah keuntungan
bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunandaerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang
disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang
dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan,
maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuanproduksi yang bersifat menambahkan penghasilandaerah,
memberi jasa penyelenggaraan kemanfaatan umum, dan
memperkembangkan perekonomian daerah.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, Lain yang tidaktermasuk ke dalam jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerahdan pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah
mempunyai sifatpembuka kemungkinan bagi pemerintah
daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkanbaik berupa materi dalam hal kegiatan tersebut bertujuan untuk
menunjang, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan
pemerintah daerah suatu bidang tertentu. Beberapa macamlain-lain Pendapatan Asli Daerah yangsah yaitu :
i. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidakdipisahkanii. Jasagiro
iii. Pendapatanbunga
iv. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
2. Dana PerimbanganDana perimbangan diperoleh melalui bagian daerah dari
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan baik dari sektor
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
6/29
pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan dari sumber daya
alam serta bea perolehan hak atas tanah danbangunan.
3. Pinjaman DaerahPinjaman daerah adalah pinjaman dalam negeri yang bersumber
dari pemerintah, lembaga komersial dan atau penerbitan obligasidaerah dengan diberitahukan kepada pemerintah sebelum
tidaknya usulan pinjaman daerah diproses lebih lanjut. Sedangkan
yang berwenang mengadakan dan menanggung pinjaman daerahadalah kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala
daerah atas persetujuan DPRD.
4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah antara lain hibah
atau penerimaan dari Daerah Propinsi atau Daerah Kanupaten/Kota
lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2.1.1.1 Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dijelaskan bahwa untuk membiayai pembangunan di daerah,penerimaanya bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil perusahaan milik daerah, Hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah). Pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam pengumpulan
pajak daerah dan retribusi daerah. Besarnya penerimaan daerah dari sektorPendapatan Asli Daerah (PAD) akan sangat membantu
pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di daerah serta
dapat mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah.
2.1.2Pajak
2.1.2.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain, menurut
Mangkoesoebroto :
Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak
prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada Undang-Undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak
untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan
penggunaannya (Mangkoesoebroto, 1998:181).
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
7/29
Menurut Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya DeEconomische
Betekenis der Belastingen, 1951 (dalam Suandy, 2008),
mengatakan
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang
individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
Sedangkan Rochmad Soemitro, menyatakan sebagai berikut :
Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat caratimbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat diyujukan dan di
gunakan untuk membayar pengeluaran umum (dalam Mardiasmo,
2003).Berdasarkan pendapat para ahli di atas tersebut di atas
disimpulkan bahwa pajak adalah iuran atau pungutan yang digunakan oleh
suatu badan yang bersifat umum (negara) untuk memasukkan uang ke
dalam kas negara dalam menutupi segala pengeluaran yang telah dilakukandimana pemungutannya dapat dipaksakan oleh kekuatanpublik.
2.1.2.2 Aspek Ekonomi dari Perpajakan
Sistem pajak yang baik dipandang dari ilmu ekonomi adalah
sistem perpajakan yang memiki pengaruh yang baik (Suhendi, 2006).
Konsep sistem pajak adalah membatasi masalah keadilan sistempajak.Ada dua prinsip keadilan yang digunakan yaitu prinsip manfaat
atau benefit principle dan prinsip kemampuan atau ability to pay. Norma
keadilan yang ada disini untuk mengenakan pajak yang sama untuk hal-hal
yang sama dan tidak sama untuk hal-hal yang tidak sama. Suatu pajakdapat disebut progresif, proporsional atau regresif jika membebani
pendapatan orang lain lebih besar dibanding mereka yang miskin dalam
proporsi yang sama.
2.1.2.3 Fungsi Pajak
Peraturan pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuanmeningkatkan kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan
umum aturan pajak tidak semata-mata dibuat untuk memasok uang sebanya-
banyaknya ke dalam kas negara, akan tetapi harus memiliki sifat yangmengatur guna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Penerimaan atasuang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan lagi
serta pemungutannya harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. Fungsipajak menurut Mardiasmo (2003) dalam bukunya yang berjudul
Perpajakanadalah sebagai berikut :
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
8/29
(a) FungsiBudgetair
Pemungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akandigunakan oeleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara
baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme
pemerintahan maupun pengeluaran untukmembiayaipembangunan.
(b) Fungsi MengaturPada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan
dorongan kepadapengusahauntuk memperbesar produksinya, dapatjuga memberikan keringanan atau pembesaran pajak pada para
penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan
menyalurkannya antara lain ke sektor produktif. Dengan adanyaindustri baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih
banyak, sehingga pengangguran berkurang dan pemerataan
pendapatan akan dapat terlaksana untuk mencapai keadilan sosialekonomidalam masyarakat.
2.1.2.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak baik dikelola oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah selalu berpedoman pada asas-asas
pemungutanpajak (Mardiasmo,2003) yaitu :
(a) Asas kebangsaanBahwa pajak pendapatan dipungut terhadap orang-orangbertempat tinggal di Indonesia.
(b) Asas tempat tinggalPajak pendapatan dipungut bagi orang-orang yang bertempat tinggal
diIndonesia di tentukan menurut keadaan.
(c) Asas sumberpenghasilan
Jika sumber penghasilan berada di Indonesia dengan tidakmemperhatikan subjek tempat tinggal. Selain asas-asas
berpedoman kepada hal tersebut di atas, ada asas-asas
pemungutan pajak yang dilandasi oleh falsafah hukum. Adabeberapa teori pajak yang dilancarkan darijamankejaman yaitu:
1) Asas sumberpenghasilanNegara mempunyai fungsi melindungi rakyat dengan segala
kepentingannya seperti keselamatan jiwa dan harta.
Untuk kepentingan tugas-tugas negara itu seperti halnyadengan perusahaan asuransi, maka rakyat harus membayar
premi yang berupapajak.
2) Teori kepentinganTeori ini memperhatikan memungut pembagian beban
penduduk seluruhnya supaya adil. Akan tetapi karena teori ini
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
9/29
membenarkan adanya hak pemerintah untuk memungut pajak
dari rakyat dapat pula digolongkan dalam teori yang
memperkuat beban pajak didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas
pemerintah termasuk dalam perlindungan jiwa orang-orang
berserta hartabendanya.
3) TeoribuktiMenurut teori ini seseorang tidak dapat berdiri artinyatanpa adanya persekutuan dimana persekutuan ini menjelma
menjadi negara. Bahkan tiap-tiap individu menyadari tugas
sosial sebagai tanda bukti kebaktian kepada negara dalambentuk iuran atau pajak. Teori gaya pikul pemungutan pajak
didasarkan pada gaya pikul individu dalam masyarakat yaitu
dalam tekanan pajak tidak harus sama besarnya untuk tiaporang, jadi beban pajak harus sesuai pemikul beban. Ukuran
kemampuan pikul antara lain penghasilan, kekayaan, danpengeluaranbelanja seseorang.
Ada pula asas pemungutan pajak yang dikemukakan olehAdam Smith (Waluyo,2005) didasarkan pada asas berikut :
(a)Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitupajak dikenakan kepada orang atau pribadi yang harus sebanding
dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan
sesuai dengan manfaatyang diterima.
(b)CertaintyPenetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang.
Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan
pasti
besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar, serta batas
waktupembayaran.
(c) ConvenienceKapan wajib pajak itu harus membayar wajib pajak sebaiknya
sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajibpajak.
(d)EconomySecara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biayapemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan
seminimum mungkin, demikian pula beban yg dipikul wajib
pajak.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
10/29
2.1.3 Macam-Macam Pajak
2.1.3.1 Menurut Golongannya
a) Pajak Langsung
Pajak langsung dapat dibedakan menjadi dua pengertian,
yaitu pengertian adminitrasi dan ekonomi. Dalam pengertianadministrasi, pajak adalah pajak yang dipungut secara periodik(terus-menerus) dalam waktu tertentu menurut kohir (ketetapan
pajak). Sedangkan dalam pengertian ekonomis, pajak langsungadalah beban pajaknya tidak dapat digeserkan kepada pihak lain,
atau pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajibpajak.
b) Pajak tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah suatu pajak yang dapat
dilumpuhkan(digeserkan) kepada pihak lain, misalnya pajakpembangun. Konsumen (pihak ketiga) menjadi tujuan pajak,
sedangkan pihak kedua adalah pemilik rumah makan dan pemilikpenginapan atau wakilnya.
2.1.3.2 Menurut Sifatnya
a) Pajak SubjektifPajak Subjektif adalah pajak yang dipungut dengan
memperlihatkan keadaan wajib pajak menjadi ukuran terhadap
besar kecilnya jumlah pajak yangdibayar.
b) Pajak Objektif
Pajak Objektif adalah pajak yang pungutannya berpangkal
pada keadaan objektifnya. Pajak ini dipungut karena keadaan,pembuatan dan kejadian yang dilakukan atau terjadi dalam
wilayah Negara dengan tidakmengindahkan sifat subyeknya.
2.1.3.3 Menurut Wewenang Negara
1. PajakNegaraPajak Negara yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah:
a) Pajak Penghasilan (PPh) dasar hukum pengenaan pajak penghasilan
adalah undang undang no.7 tahun 1984 sebagaimana telahdiubah terakhir denganundang undang no.17 tahun 2000.
b) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah (PPN & PPn BM) dasar hukum pengenaan PPN & PPn
BM adalah undang-undang no.8 tahun 1983 sebagaimana telah
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
11/29
diubah terakhir dengan undang-undang no.18 tahun 2000. undang-
undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 april
1985 dan merupakan pengganti UUpajak Penjualan 1951.
c) Bea Materai dasar hukum pengenaan bea materai adalahundang- undang no.13 tahun 1985. undang-undang bea materai
berlaku mulai tanggal 1januari 1986 menggantikan peraturan danundang-undang bea materaiyanglama(aturanbeamaterai1921).
d) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dasar hukum pengenaan pajakbumi dan bangunan adalah undang-undang no.12 tahun 1985sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.12 tahun 1994.
undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 dan
merupakanpengganti.
e) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)dasar hukum pengenaan bea perolehan hak atas tanah danbangunan adalah undang-undang no.21 tahun 1997 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan undang-undang no.20 tahun 2000.
undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 januari 1998menggantikan Ordonansi bea balik nama staasblad1924No.291.
2. Pajak Daerah
Dasar hokum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah
undang-undang no.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.34 tahun 2000.
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pajak propinsi, terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.
b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
c. Pajakbahan bakar kendaraanbermotor.
d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan airpermukaan.
2. Pajak kabupaten/kota; terdiri dari:a. Pajak Hotel.b. Pajak Restoran.
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklamee. Pajak Penerangan Jalan.
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan Cg. Pajak Parkir
h. Pajak lain-lain.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
12/29
2.1.4 Pajak Daerah
2.1.4.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor
18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi DaerahPajak daerah adalah iuran wajib yang dialihkan oleh orang
pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbala langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah
danpembangunan daerah.
2.1.4.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah
Sesuai dengan pembagian administrasi daerah, maka pajak daerahdapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
A. Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Propinsi, terdiri dari :a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu
pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaaan kendaraan
bermotor dan kendaraan diatas air.
b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air,yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotordan kendaraan di atas air sebagai akibat dari perjanjian dua
pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi
karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau
pemasukan ke dalam badan usaha.c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas bahan
bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk
kendaran bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk
kendaraan di atas air.
d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan
air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatanair di bawah tanah dan/atau air permukaan untuk digunakan
bagi orang pribadi atau bada, kecuali untuk keperluan dasar
rumah tangga dan pertanian rakyat.
B. Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kotaa. Pajak Hotel
Adalah pajak atas pelayanan Hotel. Hotel adalah bangunanyang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat
menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan ataufasilitas lain dengan dipungut bayaran termasuk bangunan
lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama,
kecuali untukpertokoan danperkantoran.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
13/29
b. Pajak Restoran
Adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat
menyantap makanan dan atau minuman yang disediakandengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga/catering.
c. Pajak HiburanAdalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, ketangkasan,
dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yangditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut
bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah
raga.
d. Pajak ReklameAdalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah
benda, alat perbuatan, atau media yang menurut bentuk
dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakanuntuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu
barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian
umum kepada suatu barang, jasa atau orang yangditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengarkan
dari suatu tempat umum kecuali yang diperlukan oleh
pemerintah.
e. Pajak peneranganjalanAdalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia
penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintahdaerah.
f. Pajak Pengambilan dan pengolahan bahan galian GolonganCadalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian
Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yangberlaku
g. Pajak Parkir
Tempat parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan yangdisediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakanberkaitan dengan pokok usaha maupun yangdisediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaantempat penitipan kendaran bermotor dan garasi
kendaraan bermotor yang memungutbayaran.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
14/29
2.1.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah
1. Sistem OfficialAssessmentPemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan kepala
daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Pajaksetelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakantinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak
Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika Wajib
Pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakanSurat Tagihan Pajak Daerah.
2. Sistem SelfAssessment
Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri
pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalahSurat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah
formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayaran danmelaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak ataukurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis
dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan
Pajak Daerah (STPD).
Selain memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut
retribusi. Adapun yang dimaksud retribusi menurut Undang-undang No. 34
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: RetribusiDaerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Seperti pajak, retribusi juga ditetapkan dengan peraturan daerah.Retribusi dipungut dengan menggunakan surat keterangan retribusi daerah
atau dokumen lain yang dipersamakan. Berdasarkan hal tersebut diatas
maka seharusnya masyarakat menyadari bahwa tujuan pemungutan pajak dan
retribusi adalah untuk pembangunan daerahdan untuk lebihmenegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah, sebab
kemungkinan pada dasarnya akan lebih menjamin ketahanandaerah khususnya
ketahanan dibidang ekonomi.
Kesadaran yang tinggi dalam melakukan pembayaran pajak akan
menjadikan pembangunan dapat lebih digiatkan lagi, sebaliknyaapabila masyarakat menyadari maka penerimaan atau pemasukan uang akan
berkurang, dengan sedirinya pembangunan kurang lancar. Demikian pula
penerimaan pendapatan yang dikelola oleh pemerintah terutama pajakdaerah seluruhnya untuk kepentingan daerah sendiri dan untuk melaksanakan
pembangunan daerah.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
15/29
2.1.5 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakanterhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.PBB adalah pajak yang bersifat
kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objekyaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar)
tidak ikut menentukan besarnya pajak.
2.1.6 Objek PBB
Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan:
Bumi:
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman
serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan,tambang,dll.
Bangunan :
Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan.
Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusatperbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain
yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll
2.1.7 Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
1.Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain,
2.Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3.Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebanisuatu hak.
4.Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.5.Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
2.1.8 Subjek Pajak dan Wajib PajakSubyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
16/29
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
2.1.9. Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan ObjekPajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP
PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahkerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB,
KP2KP atau KP4 setempat.
2.1.10 Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:a.Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b.perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;c.nilai perolehan baru;
d.penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
2.1.1 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kenapajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya
Rp12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak.b.Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
2.1.12 Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP
adalah sebagai berikut;
Objek pajak perkebunan adalah 40% Objek pajak kehutanan adalah 40%
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
17/29
Objek pajak pertambangan adalah 20%
Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
18/29
2.1.14 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan denganpenelitian ini.Terdapat satupenelitian terdahulu yang dijadijkan bahan acuan
dalam penulisan karya ilmiah ini.
Tri Mayulia (2009), penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten danbertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak bumi dan bangunan daerah, menganalisis elastisitasmasing-masing faktor dan memformulasikan upaya penggalian pajak
daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak daerah. Alat
analisis yang digunakan adalah regresiberganda dengan metode OrdinaryLeast Square (OLS) dari fungsi masing-masing jenis penerimaan pajak daerah
yang diamati, yaitu : Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Bumi dan Bangunan,
dan total Pajak Daerah dengan menggunakan data sekunder tahun 2003-2007.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
kuat terhadap penerimaan pajak di Kabupaten Klaten adalah : (1) jumlah
penduduk, (2) jumlah bangunan, (3) pendapatan perkapita, (4) jumlahpetugas pajak, dan (5) jumlah wisatawan. Hal ini memberikan implikasi
bahwa dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak daerah perlu
dilakukan upaya, antara lain : (1) peningkatan pendapatan perkapita melaui
berbagai kebijakan pembangunan, (3) upaya menarik wisatawan untukberkunjung di Kabupaten Klaten, dan (4) penataan bangunan dan
penyusunan perda. Limitasi studi yang perlu diketengahkan antara lain
bahwa model dikembangkan dari suatu studi terdahulu dengan variabel yangterbatas, karena terbatasnya ketersediaan data jumlah observasi terbatas pada
N=21, sifat studi ini relatif kuantitatif sehingga fenomena yang sifatnya
kualitatif belum dapat diakomodasi dalam model.
3. Kerangka Pemikiran
Dengan ditetapkannya UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU
No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,
maka pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalammerencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan sendiri
sesuai dengan potensi yang dimiliki keuangan daerahnya. Hal ini disebabkan pemerintahdaerah harus mengelola keuangan daerahnya sendiri dengan meningkatkan penerimaan
daerahnya untuk dapat membiayai pengeluaran atau belanja daerah secara efektif danefisien.
Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dan
pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan tugasnya tersebut makapemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai kerena
untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah
satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah tersebut adalah daridana perimbangan yang mana salah satunya merupakan dana bagi hasil pajak yang
bersumber dari pajak bumi dan bangunan (PBB).
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
19/29
Pengertian yang terkandung dalam pajak bumi dan bangunan menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 adalah sebagai berikut: Bumi adalah permukaan bumi dan
tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairanpedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.
PBB merupakan pajak pusat karena dalam APBN termasuk dalam dana
perimbangan. PBB juga merupakan azas pembantuan karena dana bagi hasil daripenerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut
16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas
umum daerah provinsi, 64,8% untuk daerah kabupaten; kota yang bersangkutan dandisalurkan ke rekening kas umum daerah kabupaten kota, 9% untuk biaya
pemungutan. Sedangkan sisa 10% bagian pemerintah yang dibagikan kepada seluruh
kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran
berjalan dengan imbangan sebagai berikut: 6,5% dibagikan secara merata kepada
seluruh daerah kabupaten kota, dan 3,5% dibagikan secara intensif kepada daerahkabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai atau melampaui rencanapenerimaan sektor tertentu.
Nominal 64,8% ini memiliki kontribusi yang cukup besarbagi pendapatan daerah.Wajib pajak menyetorkan PBB pada suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah untukkemudian dikelola lebih lanjut oleh kantor pajak bumi dan bangunan (KPBB).
Instansi ini bertanggung jawab pada pemerintah pusat. Sedangkan pengertianpendapatan daerah menurut ketentuan umum Undang-Undang No.32 Tahun 2004 pasal 1
poin 15 tentang pemerintahan daerah adalah: Pendapatan daerah adalah semua hakdaerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan.
Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan
dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang
bersumber dari APBN yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dandana alokasi khusus. Dana bagi hasil terdiri bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
perolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB). Dan pajak penghasilan (PPh) pasal25 dan 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21.
Dalam penelitian ini akan dibahas pajak bumi dan bangunan yang menitikberatkan
efektivitas dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Dalam hal ini pajak bumi danbangunan merupakan faktor yang mempengaruhi untuk membantu daerah dalam mendanai
kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pemerintah antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaanpemerintah antar daerah.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
20/29
3.1 Bagan
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Basis Pajak Bumi dan Bangunan X Tarif Pajak
Potensi Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan
Realisasi Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan
Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan
Peningkatan Pajak Daerah
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
21/29
3.2 Model Penelitian
Pendekatan yang digunak
deskriptif.
Metode deskriptif adalah
variabel mandiri, baik saperbandingan, atau menghubu
Alasan penulis menggun
membuat deskripsi, gambara
akurat mengenai fakta-fa
yang penulis peroleh dis
kesimpulan.
3.2.1 Teknik Pengu
Teknik pengu
keperluan penelitianpertanyaan penelitia
digunakan adalah tel
dokumen-dokumen yPendapatan Daerah, d
3.2.2 Teknik Analisi
Berdasarkan m
deskriptif, maka untu
menghitung data-dat
dengan datakualitatifserta menyertai da
kualitatif untuk mem
kesimpulan dari pen
datanya adalahsebagai1. Membuat tabel
dan realisasi pene2. Menghitung poten
Dimana: Y = jumlah p
3. Menyusun tabelpenerimaan dan po
4. Rumus yang digu
Dengan asumsi
an dalam penelitian ini adalah mengguna
penelitian yang dilakukan untuk meng
u variabel atau lebih (independent) tanngkan dengan variabel lain (Sugiono, 2002:1
kan metode ini karena tujuan metode ini a
serta lukisan secara sistematis, fa
kta, sifat-sifat antar fenomena yang dis
sun, dijelaskan, dianalisis dan akhirny
pulan Data
pulan data merupakan suatu proses pen dimana data yang terkumpul adal
yang telah dirumuskan. Sedangkan te
aah dokumen dilakukan dengan cara
ang berkaitan dengan penelitian ini
an data-data penerimaan pajak bumi dan ban
Data
tode yang digunakan dalam penelitian in
menganalisis data yang telah terkumpul,
yang berbentuk kuantitatif (angka-angk
ntuk menginterprestasikan hasil data p melengkapi gambaran yang diperoleh
cahkan masalah yang diteliti yang akhir
olahan data tersebut. Adapun langkah-la
berikut:
penerimaan pajak bumi dan bangunan
rimaan pendapatan daerah kota Bandung tasi PBB tahun 2002-2008 dengan mengguna
embayaran yang diterima untuk PBB
analisis efektivitasPBB yaitu perbandinga tensi PBB pada tahun 2002-2008.
akan dalam menghitung tingkat efektivi
sebagai berikut:
an metode
tahui nilai
a membuat1).
dalah untuk
tual dan
lidiki. Data
a diperoleh
adaan data untuk
h untuk mengujinik yang akan
mengumpulkan
yaitu data-data
gunan
yaitu metode
data diolah dengan
a) dan dinyatakan
rhitungan tersebutdari analisis data
nya akan menarik
gkah pengolahan
tahun 2002-2008,
un 2002-2008.kan rumus
n antara
as PBB adalah:
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
22/29
Ta
Sumber: Depda
5. Menyusun t
dari tahun 2002
penerimaan pendapertumbuhan d
digunakan rumus s
Keterangan:
Gx = laju pertu
penerimaan pendapat
X(t-1)= realisasi pene
sebelumnya
6. Menyusun tab
Daerah.Untuk me
untuk mengklasifikadigunakan rumus
Persentase Criteria
> 100% Sangat Efektif
90-100% Efektif
80-90% Cukup Efektif
60-80% Kurang Efektif
< 60% Tidak Efektif
Tabel 3bel Interpretasi Nilai Efektivitas
ri, KepmendagriNo.690.900.327 ( dalam Yuni Mari
bel laju pertumbuhan pendapatan daer
-2008, sehingga dapat diketahui tingk
patan daerah Kota Bandung. Adapun unturi penerimaan pendapatan daerah
ebagai berikut:
buhan pendapatan daerah Kota Bandung pe
an daerah Kota Bandung tertentu
rimaan pendapatan daerah Kota Ba
el analisis kontribusi realisasi PBB terngetahui bagaimana danseberapa besar kosikan kriteria kontribusi PBB terhadapsebagai berikut:
(Abdul Halim, 2004: 163)
na,2005)
ah Kota Bandung
t perkembangan
menghitung lajuKota Bandung
rtahun Xt=Realisasi
dung pada tahun
adap Pendapatan
tribusi PBB, makaendapatan Daerah
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
23/29
Presentase Kriteria
0,00%-10% Sangat Kurang
10,10%-20% Kurang
20,10%-30% Sedang
30,10%-40% Cukup Baik
40,10%-50% Baik
Diatas 50% Sangat Baik
Persentase
Klasifikasi Kriteria Kontribusi
Sumber : Tim Litbang Depdagri-FisipolUGM 1991 (dalam Yuni Mariana, 2005)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Variabel X
454035302520151050
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008Tahun
Gambar 1
Laju Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bandung Tahun 2002-2008
Dari tahun 2002 sampai dengan 2008 realisasi pajak bumi dan bangunan
mengalami peningkatan, meskipun pada tahun 2002, 2003, 2007,dan 2008 penerimaan
pajak bumi dan bangunan tidak mencapai target yang telah ditentukan. Pada tahun
2002 sampai dengan tahun 2008 laju pertumbuhanpajak bumi dan bangunan rata-ratamencapai 28,66%. Dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan pajak bumi dan bangunan
kota bandungmengalami kenaikan terbesarpada tahun 2004, dengan persentasesebesar 30,15%. Hal ini disebabkan pada tahun 2004 jumlah WP yang membayar
pajak bumi dan bangunan mengalami peningkatan sehingga perolehan pajak bumi
dan bangunan melebihi target yang telah ditentukan.
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
24/29
Gambar 2
Efektivitas Pajak Bumi dan
Dampak dari kenaika
realisasi penerimaan pajak bitu, realisasi pajak bumi da
bawah rata-rata sedangkan
penerimaan pajak bumi danb
Dari tahun ke tahu
Dimana rata-rata pertahun m
terjadi pada tahun 2008 sebe
2002 sebesar Rp 843.811.9
simpangan pada pendapatan d
Realisasi Pendapatan Daer Dapat diketahui bahw
2002 sampai 2008 yang
berasal dari dana al
pusat lebih domina
PembahasanPerhitungan efektivita
realisasi pemungutan pajak b
bangunan. Dari perhitungan
2002 dan 2003 tingkat efek
dengan kriteria cukup ef
bangunan yang tidak jelas obj
target pajak bumi dan bang
Pada tahun 2004 sam
mengalami peningkatan sebe
sangat efektif, sedangkan pa
mengalami penurunan
tahun 2008 penerimaan paja
adanya transisi administrasi peperusahaan- perusahaan besa
BangunanmKota Bandung Tahun 2002-2
n pada tahun2004 mengakibatkan pening
umi dan bangunan menjadi Rp 80.434.890.bangunan tahun 2003 dan 2005 masi
untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 20
angunan berada diatas rata-rata
pendapatan daerah kota Bandung mengal
ncapai Rp 1.307.061.617.446,00. Pendapata
ar Rp 2.018.841.349.189,00 dan yang terke
9.467,07. selama periode tahun 2002 sampai
aerah sebesar Rp 358.353.028.500.00.
h KotaBandung Tahun 2002-2008penyumbang total pendapatan daerah K
terbesar berasal dari dana perimbangan khu
kasi umum, hal ini menunjukan bahwa t
dibandingkan dengan pendapatan asli
berdasarkan target dilakukan dengan ca
umi dan bangunan dengan target pemungu
menggunakan sistem target ini, dapat
tivitas pajak bumi dan bangunan sebesar 8
ktif, hal ini disebabkan masih ada tagih
ek pajaknya dan penetapan pajak yang terlal
unan kota Bandung tidak tercapai.
ai dengan 2006 penerimaan pajak bumi
ar 104.42%,105.49%, dan 117.08%
a tahun 2007 penerimaan pajak bumi
dari tahun sebelumnya yaitu sebesar
k bumi dan bangunan kembali mengalami
mbayaran pajak bumi dan bangunan danr yang terimbas krisis keuangan global
08
atan rata-rata
877.Sementaraberada di
8 realisasi
mi peningkatan.
n daerah terbesar
il pada tahun
2008 terdapat
ta Bandung tahun
susnya dana yang
ransfer pemerintah
daerah.
a membandingkan
an pajak bumi dan
dilihat pada tahun
,29% dan 84,42%
an pajak bumi dan
u tinggi, sehingga
dan bangunan
dengan kriteria
dan bangunan
103,12%. Pada
enurunan, karena
adanyatunggakan
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
25/29
Berdasarkan hasil analisis efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan,
dapatdisimpulkan bahwa Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung telah berhasil dalam
realisasi pajak bumi dan bangunan sesuai atau lebih dari target pajak bumi dan
bangunan yang telah ditentukan.
Selain itu dapat diketahui laju pertumbuhan pendapatan daerah pada
tahun 2002sampai dengan 2008, mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun2002 sampai dengan 2004 laju pertumbuhan pendapatan daerah mengalami kenaikan,
tahun 2002 realisasi pendapatan daerah sebesar Rp 843.811.909.467,07 menjadi Rp961.568.767.564,50 pada tahun 2003 dengan persentasi 13,96%. Tahun 2004 realisasi
sebesar Rp 1.118.761.646.228,75 dengan laju pertumbuhan 16,35%, kenaikan
tersebut diakibatkan sumber-sumber pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat meningkatkan laju
pertumbuhan pendapatan daerah. Pada tahun 2005 laju pertumbuhan pendapatan
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu hanya sebesar 0,39%. Hal
tersebut dikarenakan sumber-sumber pendapatan daerah tidak mengalami kenaikan yang
cukup berarti.
Tahun 2006, lajupertumbuhan pendapatan daerah mengalami kenaikan terbesardibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan persentase 24,45%. Laju pertumbuhan
pendapatan daerah kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008 dengan
persentase masing-masing sebesar 20,59% dan 19,76%.
Berdasarkan analisis laju pertumbuhan pendapatan daerah dapat disimpulkanbahwa laju pertumbuhan pendapatan daerah terendah terjadi pada tahun 2004 denganpersentase sebesar 0,39% sedangkan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006dengan persentase sebesar 24,45%
Dengan diberlakukannya UU PDRB yang disetujui DPR bulan agustus tahun
2009, terdapat penambahan empat jenis pajak daerah, yaitu rokok di tingkat
provinsi dan tiga jenispajak kabupaten/kota, yaitu PBB Pedesaan dan Perkotaan, Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Sarang Burung Walet. Dengan adanya
penambahan jenis pajak daerah diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah.
Untuk menghitung kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah
adalah dengan cara membandingkan realisasi pajak bumi dan bangunan dengan realisasi
pendapatan daerah. Tingkat kontribusi pajak bumi dan bangunan dari tahun 2002 sampai
dengan 2008 selalu mengalami fluktuasi, danberada pada Kriteria sangat kurang.
Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa kontribusi terbesar terjadi padatahun 2008 yakni sebesar 7.18% dan terendah pada tahun 2003 yakni sebesar 4.71%sedangkan rata-rata kontribusi pajakbumi dan bangunan adalah sebesar 5.94% yangmenurut kriteria berarti sangatkurang atau rendah. Hal ini dikarenakan pajak bumi dan
bangunan termasuk dalam dana perimbangan yang merupakan pajak pusat dimana masihterdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat.
Selain itu pajak bumi dan bangunan merupakan bagian terkecil dari kelompok dana
bagi hasil pajak, oleh karena itu kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap
pendapatan daerah termasuk dalam kategori kurang efektif. Padahal jika dilihat dari
penerimaan pendapatan daerah, kontribusi terbesar penyumbang total pendapatan daerah
berasal dari dana perimbangan. Dengan kata lain seharusnya sumbangan atau
manfaat yang diberikan oleh pajak bumi dan bangunan kota Bandung terhadap pendapatandaerah mencapai kriteria baik atau sangat baik. Akan tetapi berdasarkan hasil analisis,
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
26/29
kontribusi pajakbumi dan bangunan kota Bandung terhadap pendapatan daerah masukdalam kriteria sangat kurang dengan persentase rata-rata hanya mencapai 5,94% pertahun.
Jika dibandingkan kontribusi pajak bumi dan bangunan dengan sumber PAD,
kontribusi pajak bumi dan bangunan merupakan kontribusi yang tertinggi, hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian sebelumnya (Trisma, 2008) menunjukkan rata-rata
kontribusi retribusi pasar terhadap PAD pada tahun 2001 sampai dengan 2006 sebesar
2,07% dan masuk dalam kategori sangat kurang
Sebagai komparasi, kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan
daerah di kota Cirebon Tahun 2007 sebesar 3,90% yang artinya masih kurang
(Nurwulan,2008). Maka dapat disimpulkan kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap
pendapatan daerah Kota Bandung masih yang tertinggi diantara sumber-sumber PAD
lainnya.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah (UUPDRB) membawa perubahan yang cukup signifikan khususnya
pada sektor pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak bumi dan bangunan yang selamaini pengaturannya dilakukan dalam UU Nomor 12 tahun 1994 dengan diberlakukannya UUPDRD menjadibagian dari pajak daerah khususnya untuk pajakbumi dan bangunan sektor
pedesaan dan perkotaan.
Dari segi substansi pajak, pada hakikatnya kewenangan pemajakan atas
tanah dan bangunan merupakan hak dari pemerintah daerah dimana tanah dan
bangunan tersebut berada atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak
pemajakan PBB sektor perdesaan dan perkotaaan sejatinya berada pada pemerintahdaerahbukan pada pemerintah pusat.
Hal ini pun sudah disadari dan dipahami dengan sangat baik bolehpemerintah pusat dimana sebagian besar hasil pungutan PBB (bukan hanya sektorperdesaan dan perkotaan) dikembalikan lagi ke daerah (baik daerah tempat objek berada
maupun daerah lainnya secara merata) melalui mekanisme Dana Bagi Hasil Pajak
(DBH Pajak) dalam APBN. Bahkan,9% penerimaan PBB yang merupakan biaya pungut
sebagian besar juga kembali disalurkan ke daerah. Sehingga dapat dikatakanbahwameskipun mekanisme pemungutan PBB sebelum pemberlakuan UU PDRD berada di
tangan pemerintah pusat, namun hasil pungutannya kembali disalurkan ke daerah melalui
mekanisme APBN (DBH Pajak) (Eka, 2010)
Kebijakan mengalihkan kewenangan pemajakan PBB sektor perdesaan dan
perkotaan kepada pemerintah daerah dapat dikatakan seperti pedang bermata dua.
Di satu sisi kebijakan ini dapat membawa kebaikan namun di sisi lain apabila
pemda tidak mampu mengelola dengan baik maka kebijakan ini justru dapat
membawa keburukan.
Sisi positif utama kebijakan ini adalah potensi kenaikan pendapatan
daerah. Sebagaimana diketahui, pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen yaitupendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah.
Sebelum pemberlakuan UU PDRD maka bagi hasil PBB dari pemerintah pusat
diklasifikasikan dalam pendapatan transferpada subbagian transfer pemerintah pusat-danaperimbangan.
Setelah menjadi pajak daerah maka seluruh penerimaannya akan menjadi
bagian dari PAD. Dengan kata lain perubahan status menjadi pajak daerahmembawa konsekuensi pada reklasifikasi penggolongannya pada laporan realisasi
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
27/29
anggaran pemda, sehingga kenaikan pendapatan daerah secara keseluruhan
hanya bisa terjadi jika penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan sebagai pajak
daerah melebihi penerimaan dana bagi hasil PBB sektor perdesaan dan perkotaan
sebelum pemberlakuan UU PDRD.
Namun terlepas dari potensi besarnya untuk menaikkan pendapatan daerah maka
terselip juga resiko inherentberupa hal sebaliknya yaitu justru menimbulkan
penurunan pendapatan daerah. Hal ini utamanya didorong karena ketidaksiapan
infrastruktur pemda untuk mengeksekusi kewenangannya memajaki PBB sektor perdesaan
dan perkotaan.
Probabilitas resiko ini menjadi semakin besar manakala pengalihan kewenangan tidak
disertai dengan perubahan paradigma berpikir karena selama ini praktis daerah
langsung menikmati dana bagi hasil pajak tanpa upaya pemungutan karena
dilakukan pemerintah pusat. Waktu yang diberikan oleh UU PDRD sampai awal 2014
harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyiapan infrastruktur yang diperlukandan yang lebih penting harus ada knowledge transfer dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun
berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk
pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Setelah
adanya kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho = Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak bumi dan bangunan Tahun 2002 sampai
dengan 2008 berdasarkan target. didapatkan nilai tertinggi pada tahun 2006 dengankriteria sangat efektif
H1 = Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak bumi dan bangunan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang di ukur melalui PAD di kota Bandung
5. Daftar Pustaka
Abdul Halim, (2004). Manajemen KeuangannDaerah, Yogyakarta:UPP AMP YKPN
Anastasia Diana. Dan Lilis Setiawati, (2009).Perpajakan Indonesia, Yogyakarta:Andi
Bambang Supomo dan Nur Indriantoro. (2002). Metode Penelitian Bisnis. Yogyakatra:
Andi
Darwin, (2009). Pajak Bumi dan Bangunan,Jakarta: Mitra Wacana Media
Dinas Pendapatan Kota Bandung. (2009).Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: DinasPendapatan Kota Bandung.
Dinas Pendapatan Kota Bandung. (2008).Dispenda dalam Angka. Bandung: DinasPendapatan Kota Bandung
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
28/29
I Wayan (2008). Analisis Kontribusi PajakBumi danBangunan TerhadapPemerintahan
Daerah. Yogyakarta
Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto, (2006). Pajak Daerah dan RetribusiDaerah
di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing
Mardiasmo. (2002).Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta: Penerbit: Andi.
Mardiasmo, (2003). Perpajakan, Yogyakarta:Andi
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun2005 tentang pengelolaan keuangan daerah.
Peraturan Menteri dalam negeri nomor 59tahun 2007 tentang perubahan peraturan menteri
dalam negeri nomor13 tahun 2006 tentang pedomanpengelolaan keuangan daerah.PERMENDAGRI No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Siahaan, Marihot P, (2009). Pajak Bumi danBangunan di Indonesia,Yogyakarta:Graha
Ilmu.
Siti Kurnia, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu Sugiono.(2001). Metode
Penelitian Bisnis.Bandung: Alfabeta
Sudjana. (1999). Statistik Untuk Ekonomi danNiaga II. Bandung: Tarsito
Suharsimi Arikunto. (2006).ProsedurPenelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. (2003).Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Yahya (2009).Analisis EfektivitasPemungutan Pajak Reklame dan PADterhadap
Kemandirian Daerah Kota Bandung.Bandung: Fakultas Pendidikan Ekonomi dan BisnisUniversitas Pendidikan Indonesia
-
5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung
29/29
6. Ucapan Terima Kasih
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan yang diberikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1.Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan rahmatnya kepada penulis sehinggapenulus dapat menyelesaikan makalah ini.
2.Bpk. Tony S. Chendrawan S.T, S.E, M.Si, selaku dosen mata kuliah EkonomiWilayah dan Perkotaan yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
3.Kedua orangtua, yang telah banyak memberikan dukungan moral, materil serta doauntuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
4.Teman teman IESP angkatan 2009 dan semua pihak yang tidak dapat penulissebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan saran serta pendapatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.