pohon bidara dalam al qurane-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/9786/1/skripsi... · 2020. 11....
TRANSCRIPT
-
i
POHON BIDARA DALAM AL QURAN
Studi Penafsiran Term Sidr
(Kajian Tematik Tafsīr al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Disusun Oleh:
LATIFATUN NAFISAH
NIM. 53020160003
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
-
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAN
KESEDIAAN DIPUBLIKASI Saya yang bertanda tangan dibawah ini.
Nama : Latifatun Nafisah
NIM : 53020160003
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Judul : Pohon Bidara Dalam Al-Qur’an
Studi Penafsiran Term Sidr
(Kajian Tematik Tafsīr Al-Misbāh
dan Tafsīr Ibnu Katṡīr
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Skripsi ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh perpustakaan IAIN Salatiga.
Salatiga, 21 September 2020
Yang menyatakan
Latifatun Nafisah
Nim: 53020160003
-
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudari:
Nama : Latifatun Nafisah
Nim : 53020160003
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Judul : Pohon Bidara dalam Al-Qur’an Studi Penafsiran
Term Sidr (Kajian Tematik Tafsīr Al-Misbāh dan
Tafsīr Ibnu Katṡīr
Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.
Salatiga, 21 September 2020
Pembimbing
Dr. Supardi, S.Ag., M.A.
NIP.197707142006041002
-
iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA Jl. Nakula Sadewa V No. 9, Dukuh, Kembangarum Telp. (0298) 341900 Salatiga
Website: http://www.ushuluddin.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudari Latifatun Nafisah dengan Nomor Induk Mahasiswa 53020160003
yang berjudul “Pohon Bidara dalam Al-Qur’ān Studi Penafsiran term Sidr
(Kajian Tematik Tafsīr Al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr)” telah dimunaqosyahkan
dalam sidang Majlis Munaqosyah Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada Rabu, 21 Oktober 2020 dan telah diterima
sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Salatiga, 10 Rabi’ul Awwal 1442 H
27 Oktober 2020
Panitia Ujian
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. Benny Ridwan, M.Hum. Dr. Supardi, S.Ag., M.A.
NIP. 19730520 199903 1006 NIP. 19770714 200604 1002
Penguji I Penguji II
Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. Dr. Muhammad Rikza Muqtada, M.Hum.
NIP. 19720531 199803 1002 NIP. 19900430 201608 1001
Dekan Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Humaniora
Dr. Benny Ridwan, M.Hum.
NIP. 19730520 199903 1006
http://www.ushuluddin.iainsalatiga.ac.id/mailto:[email protected]
-
v
MOTTO
Memilihlah dengan tanpa penyesalan
__ Mary Anne Radmacher
PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku,
Para dosenku, saudara-saudaraku,
dan sahabat-sahabat seperjuangan ku.
-
vi
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil dari studi kepustakaan dengan judul “ Pohon Bidara
dalam Al-Qur’an Studi Penafsiran Term Sidr (Kajian Tematik Tafsir Al-Misbāh dan
Tafsir Ibnu Katṡīr)”. Tujuan penelitian ini adalah Pertama, Bagaimana cara
mengetahui hakikat as Sidr dalam al-Qur’ān dan pemaknaan nya secara utuh. Kedua,
Bagaimana mengungkap makna as sidr menurut Quraish Shihab dan Ismā’īl bin katṡīr,
kemudian menginterpretasikan secara tematik.
Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yakni
pengumpulan data yang diperoleh melalui kajian teks kemudian dilanjutkan analisis
menggunakan pola pikir deduktif sesuai kemampuan penulis. Pembahasan tafsir dalam
penelitian skripsi ini adalah metode maudhū’i. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan Tafsīr al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr. Landasan teori yang digunakan
dalam penelitian adalah teori tafsir maudhū’i.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan Pertama, Hakikat As-Sidr dalam
al-Qur’an adalah sidrun – sudūrun – sidratun – sidrātun pohon bidara. Dalam Bahasa
latin disebut Ziziphus mauritiana. Kedua, Min sidrin qalīl yaitu pohon bidara sebagai
balasan orang-orang yang kufur kepada Allah. Sidrah al-Muntahā maknanya pohon
raksasa yang ditempati para malaikat. As-sidrata mā yaghsya maknanya pohon raksasa
yang dahanya ada malaikat yang bertasbih kepada Allah Swt., Sidrin makhḍud adalah
penggambaran kenikmatan yang diberikan kepada orang yang taat.
Kata kunci: Bidara, As-Sidr, Tematik (Maudhū’i)
-
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif اtidak
dilambangkan tidak dilambangkan
ba’ B Be ب
ta’ T Te ت
(ṡa ṡ es (dengan titik di atas ث
Jim J Je ج
ḥa’ ḥ حha (dengan titik di
bawah(
kha’ Kh ka dan ha خ
Dal D De د
(Żal Ż zet (dengan titik di atas ذ
-
viii
ra’ R Er ر
Zal Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy es dan ye ش
ṣad ṣ صes (dengan titik di
bawah)
ḍad ḍ ضde (dengan titik di
bawah)
(ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah ط
ẓa’ ẓ ظzet (dengan titik di
bawah)
(ain ‘ koma terbalik (di atas‘ ع
Gain G Ge غ
fa’ F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
-
ix
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wawu W We و
ha’ H Ha ه
Hamzah ` Apostrof ء
ya’ Y Ye ي
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta’addidah متعددة
Ditulis ‘iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكمة
-
x
Ditulis Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء
c. Bila Ta’ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.
Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة
D. Vokal Pendek
___ َ Fatḥah Ditulis A
___ َ Kasrah Ditulis I
___ َ Ḍammah Ditulis U E. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
جاهليةDitulis
Ā
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
تنسىDitulis
Ā
Tansa
Kasrah bertemu ya’ mati
كريمDitulis
Ī
Karīm
-
xi
Ḍammah bertemu wawu mati
فروضDitulis
Ū
Furūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya’ Mati
بينكمDitulis
Ai
Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
قولDitulis
Au
Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Ditulis A`antum أأنتم
Ditulis U’iddat أعدت
شكرتملئن Ditulis La’in syakartum
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah
ditulis dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qiyās القياس
`Ditulis Al-Samā السماء
Ditulis Al-Syams الشمس
-
xii
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة
-
xiii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulilah, puji syukur atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini meskipun harus berjuang keras
menyelesaikanya. Waktu yang memburu serta semangat dari orang-orang terdekat
menjadi pemicu semangat penulis untuk segera menyelesaikannya. Sholawat dan
salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw., sang
manusia sempurna yang jasanya begitu besar bagi umat Islam. Cinta kasih dan
pengorbanannya begitu besar. Pengorbanan dan perjuangannyalah yang memberi
semangat kepada penulis untuk tidak menyerah dalam berjuang.
Selebihnya, dalam menulis skripsi ini penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah memotivasi, membimbing penulis dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang sehingga skripsi ini terselesaikan. Skripsi ini tidak
luput dari kesalahan. Meski demikian, semoga karya ini bermanfaat bagi para pembaca
dan penyusun pribadi. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, pengorbanan, nasihat
dan do’a yang tiada henti. Adek Nurul Robi’ah dan adek M. Fuad Fitra Rizki yang
selalu memberikan semangat dan do’a.
-
xiv
2. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin,
M.Ag. yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk mengikuti
pendidikan pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga.
3. Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora (FUADAH), Bapak Dr. Benny
Ridwan, M.Hum.
4. Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Ibunda Tri Wahyu Hidayati,
M.Ag, atas bantuan sejak persiapan sampai dengan selesainya peneliti ini.
5. Bapak Farid Hasan, S.TH.I., M.Hum. pembimbing akademik yang telah
memberikan dorongan selama studi.
6. Seluruh Dosen Fakuktas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga,
pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan IAIN Salatiga.
7. Bapak Dr.Supardi, S.Ag., M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi.
8. Bapak Kyai Badarudin Mundirin dan Ibunda Nyai Fathimah selaku pengasuh
Pondok Pesantren Huffadh Darul Falah Salatiga sekaligus orangtua selama berada
di Salatiga. Terimakasih atas nasehat, arahan, bimbingan dan ilmu yang tidak bisa
didapatkan dikampus.
9. Teman-teman santri Pondok Pesantren Huffadh Darul falah Salatiga, terimakasih
atas kebersamaannya dipondok sekaligus memberikan support dalam mengaji dan
menuntut ilmu.
10. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan jurusan Ilmu Al-Qur’an dan tafsir
angkatan 2016 yang sangat mengesankan.
-
xv
11. Teman-teman KKN seperjuangan, Mba Vina, Fatur, Yani, Santi, Risti, Nita,
Marwan dan Bayu. Bapak bayan beserta keluarga besar Kopen, Kalangan, Klego,
Boyolali yang selalu bersedia membantu semasa KKN. Terimakasih untuk
kebersamaan 45 hari. Semoga kekeluargaan yang terjalin selalu abadi.
12. Kepada semua pihak yang turut membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah memberikan membalas
dengan kebaikan yang berlipat.
Semoga semua jasa yang terkonstribusi dalam skripsi ini baik langsung maupun
tidak langsung mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah Swt. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan
bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada khususnya. Aamīn
Yā Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 09 Oktober 2020
Penulis
Latifatun Nafisah
53020160003
-
xvi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ......................................................................................................................... i
Pernyataan keaslian tulisan .................................................. Error! Bookmark not defined.
Persetujuan pembimbing ...................................................... Error! Bookmark not defined.
Pengesahan kelulusan ............................................................ Error! Bookmark not defined.
Motto dan Persembahan ........................................................................................................ v
Abstrak ................................................................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... xvi
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 7
C. Tujuan penelitian ........................................................................................................ 8
D. Signifikansi Penelitian ................................................................................................ 8
E. Batasan Penelitian ....................................................................................................... 8
F. Kajian Pustaka ............................................................................................................ 9
G. Kerangka Teori ........................................................................................................ 11
H. Metode Penelitian .................................................................................................... 12
I. Sistematika Penulisan ............................................................................................... 14
BAB II .................................................................................................................................... 16
TAFSIR MAUDHŪ’I DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA .................................. 16
A. Tafsir Maudhū’i dan Bentuk Kajiannya ................................................................ 16
1. Definisi Tafsir Maudhū’i ...................................................................................... 16
2. Bentuk Kajian Tafsīr Maudhū’i .......................................................................... 17
B. Sejarah Perkembangan Tafsir Maudhū’i ............................................................... 19
Perkembangan Tafsir Maudhū’i dari Masa Kemasa ................................................ 19
C. Macam-macam Penelitian Maudhū’i (Tematik) .................................................... 23
-
xvii
D. Alur Metodis Tafsir Maudhū’i ................................................................................ 25
E. Urgensi Tafsir Maudhū’i .......................................................................................... 26
BAB III ................................................................................................................................... 29
AS SIDR DALAM AL QUR’ĀN .......................................................................................... 29
A. Tumbuhan Dalam Perspektif al-Qurān .................................................................. 29
B. Pengertian As Sidr .................................................................................................... 35
C. Derivasi lafad As Sidr dalam Al-Qur’ān serta Analisa Makiyyah-Madaniyah .. 46
1. MIN SIDRIN QALĪL (Pohon Bidara yang Sedikit) .......................................... 48
2. SIDRAH AL-MUNTAHĀ (Pohon raksasa yang dihuni seluruh malaikat) .... 52
3. As-sidrah (Pohon Bidara) ..................................................................................... 52
4. SIDRIN MAKHḌŪD (Bidara yang Tidak Berduri) .......................................... 53
BAB IV ................................................................................................................................... 56
As SIDR MENURUT TAFSĪR AL-MISBĀH DAN IBNU KATṠĪR ............................... 56
A. Surah saba’ ayat 16-17 ............................................................................................. 56
1. Tafsir al-Misbāh .................................................................................................... 56
2. Tafsir Ibnu katṡīr .................................................................................................. 60
B. Surah an-Najm ayat 13-15 ....................................................................................... 63
1. Tafsir Al-Misbah ................................................................................................... 63
2. Tafsir Ibnu Kaṡīr .................................................................................................. 66
C. Surah An-Najm ayat 16 ............................................................................................ 67
1. Tafsir Al-Misbah ................................................................................................... 67
2. Tafsir Ibnu Kaṡīr .................................................................................................. 69
D. Surah al-Waqi’ah ayat 28......................................................................................... 70
1. Tafsir Al-Misbah ................................................................................................... 70
2. Tafsir Ibnu Kaṡīr .................................................................................................. 72
BAB V .................................................................................................................................... 75
PENUTUP .............................................................................................................................. 75
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 75
B. Saran .......................................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 79
CURICULUM VITAE .......................................................................................................... 84
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Realita menyatakan bahwa al-Qur’an memiliki peran yang sangat
penting bagi kehidupan umat Islam. Hal ini merupakan fakta yang tidak dapat
dibantah,1 karena alQur’an dengan tingkat sakralitasnya telah menghadirkan
pemahaman yang sangat luas. Pemahaman ini bisa dilihat melalui banyaknya
peristiwa yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat, dan konteks
tersebut tampaknya sudah terbukti melalui tanda-tanda ayat empiris. Bahkan
tanda-tanda yang dimaksud sudah tertera dalam alquran, dan oleh Allah hal
tersebut merupakan ungkapan konkret yang bertujuan untuk membimbing
manusia kejalan yang benar dan bukan sebagai laknat untuk hambanya.2
Allah menurunkan al-Qur’an ke muka bumi ini sebagai petunjuk umat
manusia, dalam upaya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat
nanti. Oleh karena itu, al quran diturunkan sesuai dengan kebutuhan umat
manusia di mukabumi serta menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Untuk
itu, al Quran ada yang turun tanpa melalui sebab ada juga al Quran turun setelah
terjadinya suatu peristiwa yang perlu direspon atau persoalan yang perlu
dijawab. Dalam hal ini, az-Zamakhsari menafsirkan Q.S. al-Anbiya: 107: “Dan
1 Samsurrohman, Pengantar ilmu Tafsir (Jakarta: Amzah, 2014), 1. 2 Helmy Qadarusman, “Efektifitas Penggunaan Ayat-Ayat Al Quran Sebagai Ruqyah Di
Ruqyah Bekam Center Klaten” (IAIN Surakarta, 2017), 1.
-
2
tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan menjadi rahmat bagi
alam semesta”, mengatakan:
Allah Swt. Mengutus Nabi Muhammad Saw. Sebagai rahmat lil-
‘alamin, karena dia membawa hal-hal yang dapat memberikan
kebahagiaan kepada mereka jika mereka mengikutinya. Barang siapa
mengingkarinya dan tidak mengikutinya, maka pengingkarannya itu
datang dari diri orang tersebut dan terhalang untuk mendapatkan
rahmat Allah Swt.3
Tidaklah mengherankan, atas dasar itulah kita selalu mencari
keterangan dari al-Qur’ān, baik dari makna lahiriyah maupun makna
bathiniyah. Untuk mendapatkan saripati al-Qur’ān tersebut, banyak kalangan
yang melakukan kajian dalam berbagai bentuk. Semua itu dilakukan oleh
mereka dalam rangka untuk menjawab isu-isu yang beredar dalam realita
kehidupan. Perkara tersebut membuktikan bahwa penafsiran dari masa sahabat
sampai sekarang tidak pernah berhenti, dibuktikan dengan adanya karya-karya
tafsir yang ditulis para ulama dan karya-karya tulisan para sarjana.
Misi kehadiran islam yakni tertuang dalam Maqashid as Syari’ah atau
sering disebut dengan kulliyat al Khomsah (lima prinsip umum) yaitu: ḥifẓu din
(melindungi agama), ḥifẓu nafs (melindungi jiwa), ḥifẓu aql (melindungi
pikiran), ḥifdzu mal (melindungi harta), ḥifdzu nasab (melindungi keturunan).
Setidaknya ada tiga komponen yang utama, yakni memelihara akal, jasmani dan
rohani yang sangat erat kajian nya dengan kesehatan. Sudah sangat jelas bahwa
agama memiliki perhatian khusus untuk masalah kesehatan manusia.
3 Abdurrahman, et.al., Al Quran Dan Isu-Isu Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011),
v.
-
3
Menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya beliau menafsirkan
lafadz Syifa’ yang terdapat dalam surah Yunus ayat 57, bahwa yang dimaksud
dengan Syifa’ adalah bentuk pengobatan yang ada di dalam dada. Sementara
pemahaman ulama ayat-ayat al-Qur’an juga bisa digunakan pengobatan
jasmani. Dalam hal ini menurut Ash-Shabuniy, makna Syifa’ dalam al-Qur’an
tidak terbatas pada penyakit hati saja, akan tetapi bisa digunakan sebagai obat
penyakit jasmani dan ketika dibacakan ayat-ayat al Quran akan menimbulkan
barakah yang dapat menyembuhkan penyakit.4
Al-Qur’an memang bukan kitab ilmu pengetahuan yang mana didalam
nya terdapat pelajaran mengenai teori-teori ilmiah seperti: ilmu fisika, biologi,
kimia, antropologi, geologi, kedokteran dan lain sebagainya. Meskipun
demikian, tidak bisa mengingkari bahwa didalam kitab al-Qur’ān terdapat
isyarat tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan (sains). Disisi lain, secara khusus
al-Qur’ān mengajak untuk mempelajari ilmu-ilmu kealaman, seperti:
matematika, filsafat, sastra dan masih banyak dalam bidang keilmuan yang lain.
Meskipun al-Qur’ān bukan kitab ilmu pengetahuan, melainkan kitab
keagamaan. Akan tetapi, di dalam nya terdapat banyak pesan-pesan yang
merujuk pada fenomena-fenomena kealaman.5
4 M. Ali Ash Shabuniy, Cahaya Al Quran Tafsir Tematik Surah Hud-Al Isra’ (Jakarta: Pustaka
Al-Kausar, 1988), 539–540. 5 Muhammad al Fuadi, Ayat-Ayat Pertanian Dalam Al Quran, Skripsi (Semarang: UIN
Walisongo, 2016), 7–8.
-
4
Sebagaian dari gerakan komunitas muslim tradisionalis, ada yang
menggerakkan penanaman dan budidaya pohon Bidara biasanya mereka
menyebutnya dengan sebutan program Botani al-Qur’ān.6 Gerakan ini bukan
hanya sekedar bermotif tentang perekonomian dan bisnis saja, akan tetapi
mengusung misi pengalaman hadis Nabi. Berdasarkan hadis Nabi mereka
paham betul bahwa keseluruhan pohon Bidara mempunyai banyak kemanfaatan
secara syar’i. Salah satu manfaat bidara yaitu untuk mandi wajib setelah haid,
terdapat dalam hadist ‘Aisyah ra. diriwayatkan oleh Muslim berbunyi:
ا ف ت ْدل ك ه د لْ ه أْس ْور ث مَّ ت ص بُّ ع ل ى ر ن الطُّه ر ف ت ْحس ه ا ف ت ط هَّ ْدر س ه ا و اء ذ إ ْحد اك نَّ م اك ت أْخ
ا.ش د ب ه ر سَّك ة ف ت ط هَّ م ة م ذ ف ْرص اء ث مَّ ت أْخ ا اْلم ل ْيه ا ث مَّ ت ص بُّ ع ه أْس ْون ر ت ى ي ْبل غ ش ؤ ْيد ا ح
ْين ان الله ت ط هَّر ا ؟ ف ق ال : س ْبح ك ْيف أ ت ط هَّر ب ه اء : و ا ت ْخف ى ف ق ال ْت أ ْسم أ نَّه ائ ش ة : ك ا. ع ب ه
.ذ ْين أ ث ر الدَّم ل ك ت ت بَّع
“Hendaklah salah seorang di antara kalian mengambil air dan daun bidara kemudian
bersuci dengan sempurna kemudian menyiram kepalanya dan menyela-nyelanya
dengan keras sampai ke dasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan air.
Kemudian mengambil sepotong kain (atau yang semisalnya) yang telah diberi wangi-
wangian kemudian dia bersuci dengannya. Kemudian Asma` bertanya lagi:
“Bagaimana saya bersuci dengannya?”. Nabi menjawab: “Subhanallah, bersuci
dengannya”. Kata ‘Aisyah: “Seakan-akan Asma` tidak paham dengan yang demikian,
maka ikutilah (cucilah) bekas-bekas darah (kemaluan)”. HR. Muslim.
Dalam al-Qur’ān pun juga di jelaskan bahwasanya Bidara merupakan
tanaman yang bernilai. Pernyataan ini membuktikan bahwa semua yang
6 Ahmad ’Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis (Tangerang Selatan Banten: Yayasan
Wakaf Darus-Sunnah, 2019), 177.
-
5
diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaat nya dan tidak dapat
disangkal lagi. Dalam al-Qur’ān pohon Bidara disebutkan beberapa kali, salah
satunya tertera dalam surah al Waqi’ah yang berbunyi:
اب اْلي م ا أ ْصح ين م اب اْلي م أ ْصح ْخض ودٍ و ْدٍر م . ف ي س ين
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada diantara
pohon bidara yang tidak berduri. (Q.S. Al Wāqiah: 27-28)
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya ketika Allah
menggambarkan surga, al-Qur’ān menggunakan istilah aẓ-ẓill al-mamdud
(naungan yang terbentang). Pada ayat tersebut terdapat isyarat dalam kehidupan
dunia sebagai salah satu kekuasaan Allah yang tersebar dialam raya untuk
direnungkan oleh setiap mukmin yang benar, serta mengetahui tujuan dan
hikmah penciptaan nya.7
Tumbuhan bidara merupakan salah satu tanaman yang disebutkan
dalam al Quran, tanaman obat ini sangat jarang dijumpai didaerah perkotaan.
Bidara atau widara lebih sering hidup di daerah yang tandus. Tumbuhan jenis
ini memiliki ciri-ciri buah bulat kecil dengan rasa manis dan kesat. Bentuk daun
dari tanaman ini bulat lonjong dengan tangkai yang rimbun dipenuhi dengan
duri. Tumbuhan bidara ini memiliki nama latin Ziziphus Mauritana.8 Mengutip
dari Wikipedia, pohon bidara memiliki beragam nama diberbagai daerah
7 Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al Quran (Solo: Tiga serangkai, 2004), 128. 8 Dewasasri M Wardani, “Bidara Berpotensi Anti Stres,” Satu Harapan, 2017.
-
6
seperti: Widara (Sunda, Jawa), atau sering dikenal dengan sebutan dara (Jawa),
bukol (Madura), bekul (Bali), ko (Sawu), kok (Rote), kom, kon (Timor), bedara
(Alor), bidara (Makassar, Bugis), Rangga (Bima), dan kalangga (Sumba).
Pohon bidara ini mempunyai banyak kemanfaatan mulai dari daun
sampai ujung akarnya. Komponen-komponen yang terdapat dalam pohon
bidara salah satunya keunggulan buah bidara dapat dimakan dalam keadaan
segar atau diperas menjadi minuman penyegar, bisa juga dikeringkan untuk
dijadikan manisan. Buah bidara yang belum matang bisa dimakan
menggunakan garam, pernah juga ada yang melaporkan jika buah bidara di
rebus akan menghasilkan sirop dan masih banyak lagi kemanfaatan dari pohon
bidara ini.9
Tanaman bidara dianggap sebagai tumbuhan yang tidak berguna atau
pun tidak berharga disebabkan tidak mempunyai nilai yang tinggi. Popularitas
Bidara yang tidak sebanding dengan Anggur, Delima dan Kurma menjadikan
nya kurang diperhatikan. Umat manusia kurang mengenal, mengkaji dan
memahami manfaat Bidara, bahkan jarang digunakan. Perlu diketahui, pohon
Bidara beberapa kali disebut dalam al-Qur’ān dan Hadis-hadis Nabi Saw. Hal
ini mencerminkan bahwa Bidara mempunyai kegunaan khusus untuk umat
muslim dan juga bisa digunakan untuk pengobatan.
9 Muhammad Hatta, Mukjizat Herbal Dalam Al Quran (jakarta Timur: Mirqat, 2016), 176–177.
-
7
Pada masa Nabi penelitian dalam bidang sains juga pernah terjadi
meskipun tidak berlangsung lama. Contohnya Hadis dari Anas r.a. yang
diriwayatkan oleh Muslim, dalam penyerbukan kurma, saat Nabi melihat
orang-orang Madinah melakukan penyerbukan kurma, Nabi menawarkan hal
baru yaitu secara alamiah. Sebagai orang Makkah yang tidak terbiasa melihat
penyerbukan kurma, Nabi tidak begitu ahli dalam bidang perkebunan kurma.
Sedangkan orang Madinah yang begitu ahli dalam hal penyerbukan mereka
mencoba ber-eksperimen dengan yang ditawarkan Nabi. Akan tetapi, apa yang
ditawarkan Nabi malah menyebabkan buahnya tidak lebat.
Berangkat dari latar belakang tersebut, Penelitian skripsi ini mencoba
untuk menggali ayat-ayat al Quran tentang Pohon Bidara melalui lafad Sidr
agar manusia tahu betapa pentingnya pohon Bidara. Dengan sifatnya yang
tahan lasak dan kewujudannya dikawasan tandus menjadikannya penting
sebagai nadi persekitaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat as Sidr dalam al-Qur’ān?
2. Bagaimana makna as-Sidr menurut Tafsīr Al-Misbāh dan Ibnu katṡīr?
3. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran lafad Sidr pada Tafsīr Al-Misbāh
dan Ibnu katṡīr?
-
8
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui hakikat as-Sidr dalam al-Qur’ān dan pemaknaan nya secara
utuh.
2. Mengungkap makna as-Sidr menurut Tafsīr Al-Misbāh dan Ibnu katṡīr,
kemudian menginterpretasikan secara tematik.
3. Mengetahui persamaan dan perbedaan penafsiran lafad Sidr pada Tafsīr Al-
Misbāh dan Ibnu katṡīr.
D. Signifikansi Penelitian
Secara teoritik, penelitian berguna untuk menambah khazanah
pengetahun tentang makna as-Sidr dalam al-Qur’ān dan pandangan ahli tafsīr
tentang makna as-sidr. Secara praktis, penelitian ini berguna untuk: Pertama,
sebagai konstribusi kajian-kajian yang sudah dilakukan sejak dulu. Kedua,
untuk menjadi salah satu norma bagi masyarakat dalam menjalin hubungan
yang harmoni dengan alam, sebab masyarakat muslim sangat mengakui bahwa
al-Qur’ān merupakan petunjuk bagi mereka. memberikan pengetahuan dan
masukan pada penentu kebijakan tentang pentingnya pohon Bidara dalam
kehidupan manusia.
E. Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah tentang penafsiran ayat-ayat al-Qur’ān
yang terkait dengan persoalan pohon bidara. Dengan menggunakan metode
-
9
tematik-semantik. Ayat-ayat yang hendak diteliti adalah khusus ayat-ayat yang
berbicara tentang pandangan dasar al-Qur’ān mengenai pohon Bidara.
F. Kajian Pustaka
Ada beberapa penelitian yang memiliki tema hampir sama persoalan Pohon
Bidara
Muhammad Sholikhin, dalam bukunya yang berjudul Berlabuh di
Sidrotul Muntaha, ia mencoba menguraikan bahwa yang dimaksud Sidrat al-
Muntahā merupakan kata majemuk. Dari segi Bahasa kata Sidrah adalah
sejenis pohon yang rindang. Yang mana pohon ini memiliki tiga keistimewaan
utama yaitu: rindang, lezat, dan beraroma harum.10
Abdu Muhsin al Muthairi, dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar
Hari Akhir, ia mengungkap makna lafadz sidr (pohon bidara) diriwayatkan
bahwa Ibnu Abbas dan ulama lainnya berkata, maksud dari lafadz sidr adalah
pohon yang buahnya melimpah. Di dunia ini pohon Bidara adalah pohon yang
dikenal memiliki duri yang banyak dan buahnya sedikit. Akan tetapi pohon
Bidara yang berada di Surga justru sebaliknya; tidak mempunyai duri dan
buahnya sangat banyak hingga membebani akarnya. Menurut hadis shohih
yang diriwayatkan oleh al Baihaqi.11
10 Muhammad Sholikhin, Berlabuh Di Sidratul Muntaha (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), 28. 11 Abdu Muhsin al Muthahiri, Buku Pintar Hari Akhir (Jakarta: Zaman, 2012), 603.
-
10
Ibnul Qayyim al Jauziyah bukunya yang berjudul Surga yang Allah
Janjikan, menguraikan sedikit tentang pohon bidara, bahwa ada sebagian yang
berpendapat yang dimaksud dengan Makhdhud artinya Berbuah Lebat, Namun
ada yang menolak makna ini. Penolakan ini justru keliru, karna pemaknaan
semacam itu juga benar. Karena Allah Swt. Telah memangkas duri-duri pohon
bidara yang ada di Surga dan menciptakan buah-buahan ditempat duri tadi.12
Arif Sadono dalam skripsinya yang berjudul Aktivitas Antioksidan dan
Analisis Komposisi Senyawa Fenolik dari Pohon Bidara Laut (Strychnos
ligustrina), tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan aktivitas
antioksidan pada ekstrak pohon bidara laut, komposisi total fenol, dan analisis
senyawa bioaktif dengan kromatografi gas-spektrometer massa (GCMS).13
Dari sekian penelitian yaitu: Muhammad Sholikhin telah meneliti
tentang sidratul muntaha. Kemudian Abdul Muhsin telah meneliti kajian hadis
tentang asSidr adalah pohon bidara yang buahnya melimpah. Ibnul Qayyim
telah meneliti lafad makhḍud dengan mengartikan sebagai pohon yang berbuah
lebat. Selanjutnya Arif Sadono dalam skripsinya, dia meneliti bidara yaitu
untuk menentukan aktivitas antioksidan. Berbeda dengan penelitian tersebut,
penelitian ini menelaah makna as-Sidr dengan metode tafsir tematik.
12 Ibnul Qayyim al Jauziyah, Surga Yang Di Janjikan Allah (Jakarta: Qisthi Press, 2012), 201. 13 Arif Sadono, “Aktivitas Antioksidan Dan Analisis Komposisi Senyawa Fenolik Dari Pohon
Bidara Laut (Strychnos Ligustrina” (Institut Pertanian Bogor, 2011).
-
11
G. Kerangka Teori
Teori Tafsir tematik
Mengutip dari buku pengantar tafsīr maudhū’i, H. Hidayatullah Ismail
dan H. Ali Akbar mengatakan bahwa Tafsīr Tematik berasal dari Bahasa
arab yaitu Tafsīr Maudhū’i. Tafsīr Maudhū’i terdiri dari dua suku kata yaitu
kata Tafsīr dan kata Maudū’i. kata Tafsīr termasuk dalam isim masdar yang
berarti penjelasan, keterangan, uraian.14
Kata Maudhū’i merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang
berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan dan membuat-membuat,
yang dibicarakan topik, tema. Adapun yang dimaksud maudhū’i dalam
konteks ini ialah yang dibicarakan, judul, topik atau tema, sehingga tafsīr
maudhū’i berarti penjelasan ayat-ayat al-Qur’ān yang berkaitan dengan satu
judul atau tema pembicaraan tertentu.
Dr. Musthafa Muslim mendefinisikan tafsir tematik (maudhū’i) ialah
tafsir yang membahas tentang masalah-masalah Qur’ān al-Karīm yang
memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayat
nya menjadi satu kesatuan, kemudian melakukan analisis terhadap isi
kandungan nya melalui cara tertentu, dan berdasarkan syarat tertentu untuk
menjelaskan makna yang dikandung sehingga dapat mengeluarkan unsur-
14 Ali Akbar Hidayatullah, Pengantar Tafsir Maudu’i (Pekanbaru Riau: Daulat Riau, 2012), 9.
-
12
unsur didalamnya, serta menghubungan antara yang satu dan yang lainya
dengan korelasi yang bersifat komprehensif.15
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research),
yaitu penelitian yang berusaha mendapatkan dan mengolah data-data
kepustakaan untuk mendapatkan jawaban dari masalah pokok yang
diajukan. Penelitian ini mengambil sumber data dari media cetak maupun
media elektronik yang berkaitan dengan tema penelitian ini yaitu model
ayat-ayat tentang bidara dalam al-Qur’an untuk mengetahui hakikat bidara.
2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer penelitian ini adalah al-
Qur’an. Adapun sumber sekundernya adalah buku-buku, kitab atau artikel
yang terkait dengan objek penelitian ini dan yang sekiranya dapat
digunakan untuk menganalisis tema penelitian.
Adapun teknik pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah mencari data-data dari sumber primer maupun sekunder tentang
Hakikat bidara dalam al-Qur’an. Yakni mengemukakan ayat-ayat yang
berkaitan dengan tema tersebut dalam al-Qur’an.
15 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, n.d.), 114.
-
13
3. Metode dan Pendekatan
Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan tafsir
tematik-kontekstual, yakni dengan cara memahami al-Qur’an
mengumpulkan ayat-ayat setema untuk menekankan kesatuan al-Qur’an
secara keseluruhan. Metode ini memungkinkan penafsir mengidentifikasi
semua ayat yang berkaitan dengan tema yang telah ditentukan,
mengumpulkan ayat-ayatnya kemudian mempelajari dan
mengkomparasikannya.16
Adapun metode yang digunakan peneltian sebagaimana yang sudah
dijelaskan oleh al-Farmawi dalam bukunya yang berjudul “Metode Tafsir
Maudhū’i dan Cara Penerapan nya” adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas, yaitu dengan tema Pohon
Bidara.
2. Mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3. Menyusun runtutan ayat secara kronologis sesuai dengan urutan
pewahyuannya serta pemahaman asbabun nuzul nya (jika
memungkinkan).
4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing.
Dan disinilah teori ilmu munasabah sangat penting.
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.
16 Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al Quran, terj. Sahiron Syamsudin dan
sulkhah(Yogyakarta: Baitul Hikmah Press, 2018), 310.
-
14
6. Mencari hadis-hadis terkait yang sesuai dengan tema kajian. Hal ini
dikarenakan sesungguhnya hadis merupakan salah satu penjelas dari al-
Qur’an.
7. Mempelajari keseluruhan ayat tersebut dengan jalan menghimpun ayat-
ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau
mengkompromikan antara yang ‘amm dan khash, yang mutlaq dengan
yang muqoyyad atau yang secara lahiriah tampak bertentangan,
sehingga dapat bertemu dalam satu muara.
8. Menghubungkan dengan ilmu-ilmu lain yang terkait, sehingga ada
interkoneksi antara satu ilmu dengan ilmu lain.
I. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan, untuk memberi gambaran tentang uraian dari
pembahasan penelitian ini penulis akan menguraikan rincian pembahasan yang
akan dikaji.
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian, teknik analisis data dan sistematika penulisan.
Bab kedua, penulis akan mendeskripsikan pengertian tafsīr maudū’i dan
sejarah perkembangannya. Pada bagian pertama akan dipaparkan definisi tafsīr
maudhū’i dan bentuk kajiannya, kemudian dilanjutkan sejarah tafsīr maudhū’i
dari masa kemasa, menguraikan macam-macam penelitian maudhū’i (tematik).
-
15
Pada penelitian metode tematik ini banyak sekali macam nya yaitu: tematik
surah, tematik term, tematik konseptual, dan tematik tokoh. Disini penulis
hanya memfokuskan penelitian tematik term, yaitu term lafad sidr (bidara).
Kemudian di bagian terakhir dari bab kedua ini berisi tentang cara kerja tafsir
maudhū’i (tematik).
Bab ketiga, berisi pemaparan mengenai as Sidr dalam al-Qur’an, yang
diawali dengan pengertian tumbuhan secara umum menuju tumbuhan yang
khusus dalam al-Qur’ān. Kemudian dilanjutkan dengan pengertian as Sidr
(bidara) secara umum dan dilanjutkan memaparkan term ayat-ayat Sidr (bidara)
dalam al-Qur’ān yang meliputi tentang penafsiran pada setiap masing-masing
term dengan merujuk pada kitab-kitab tafsir hal ini dimaksudkan untuk
menyingkap makna dari masing-masing term serta dapat diambil makna as Sidr
(bidara) yang terkandung dalam term.
Bab keempat, berbicara tentang penafsiran lafad as Sidr (bidara)
diberbagai surah dalam al-Qur’ān yang merujuk diberbagai kitab tafsir. Hal ini
dimaksudkan untuk menyingkap penafsiran lafad as Sidr (bidara) dalam al-
Qur’ān.
Bab kelima atau terakhir, merupakan bagian penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran konstruktif bagi penelitian ini dan penelitian yang akan
datang.
-
16
BAB II
TAFSIR MAUDHŪ’I DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
A. Tafsir Maudhū’i dan Bentuk Kajiannya
1. Definisi Tafsir Maudhū’i
Istilah tafsir maudhū’i berasal dari dua kata yaitu tafsīr dan
maudhū’i. Tafsir secara bahasa yaitu al-kasyf atau al-bayan (menyingkap
atau menjelaskan), menurut istilah tafsir adalah: ilmu yang mengungkap
tentang makna dari ayat-ayat al-Qur’ān dan menjelaskan apa yang
dimaksud oleh Allah sesuai dengan keinginan mufassir. Sedangkan kata
maudhū’i dinisbatkan dari isim maf’ūl maudhū’ yang berasal dari fi’il mādi
wadha’a mempunyai arti meletakkan sesuatu pada suatu tempat. Secara
istilah kata maudhū’i mempunyai makna suatu konsep atau segala sesuatu
perkara yang terkait dengan kehidupan manusia dari segi akidah, perilaku
sosial kemasyarakatan atau apa saja yang nampak dialam ini yang
dikemukakan oleh ayat-ayat al-Qur’ān.17 Pengertian tafsir maudhū’i setelah
berdiri sendiri dan menjadi salah satu corak penafsiran al-Qur’ān yaitu:
“ilmu yang membahas tentang suatu tema tertentu dalam al-Qur’ān dengan
cara mengumpulkan beberapa ayat yang terkait dengan tema tersebut
17 Aisyah, “Signifikansi Tafsir Maudhu’i Dalam Perkembangan Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal
Tafsere 1, no. 1 (2013): 26–27.
-
17
diberbagai surah dalam al-Qur’ān atau dalam satu surah saja”. Definisi
tersebut merupakan salah satu yang dikemukakan oleh para ahli tafsir.18
Tafsir tematik merupakan penafsiran al-Qur’ān dengan metode
menyusun ayat-ayat al-Qur’ān yang mempunyai maksud yang sama, dalam
artian sama-sama membicarakan satu topik masalah dengan cara melihat
berdasarkan kronologi dan asbāb an nuzūl nya ayat-ayat tersebut.19 Metode
maudhū’i adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu
tema tertentu, kemudian mencari pandangan al-Qur’ān tentang tema
tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang dibicarakan nya,
menganalisis dan memhami ayat demi ayat, kemudian menghimpun dari
ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan yang khusus, muthlaq
digandengankan dengan yang muqoyyad, dan lain sebagainya. Perlu juga
menambahkan hadis-hadis yang berkaitan dengan tema pembahasan untuk
memperkaya uraian, kemudian disimpulkan dalam satu tulisan dengan
pandangan secara menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang dibahas
tersebut.20
2. Bentuk Kajian Tafsīr Maudhū’i
Dilihat dari berbagai uraian diatas, tafsīr maudhuū’i mempunyai dua
macam bentuk kajian, yang sama-sama bertujuan menggali hukum yang
18 Ibid., 27 19 Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994), 36. 20 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: lentera hati, 2013), 385.
-
18
terdapat dalam al-Qur’ān, mengetahui korelasi diantara ayat-ayat, dan
untuk membantah dari tuduhan bahwa didalam al-Qur’ān itu sering terjadi
pengulangan, dan juga untuk menepis tuduhan lainya yang dilontarkan oleh
sebagian orientalis dan pemikir barat.21
Kedua bentuk kajian yang dimaksud dalam tafsīr maudhū’i yaitu:
Pertama: pembahasan mengenai satu surah secara utuh dan menyeluruh
dengan menjelaskan maksud ayat tersebut yang bersifat umum dan juga
khusus, menjelaskan hubungan anatara berbagai permasalahan yang
dikandungnya, sehingga surah itu terlihat bentuknya benar-benar secara
utuh dan cermat. Kedua: menghimpun beberapa ayat dari berbagai surah
yang sama-sama membicarakan permasalahan tertentu, ayat-ayat tersebut
disusun dan diletakkan dibawah satu tema bahasan, selanjutnya ditafsirkan
secara maudhū’i.22
Berkenaan dengan model tafsīr maudhū’i, Quraish Shihab
mengambil dua bentuk penyajian dalam perkembangannya: pertama,
penyajian kotak yang berisi pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat pada
ayat-ayat Al-Qur’an yang terangkum pada surat. Misalnya, isi pesan dalam
surah Al-Baqarah, Ali Imran atau Yasin. Biasanya, kandungan pesan
tersebut diisyaratkan oleh nama surat yang pesannya dirangkum selama
informasi tersebut berasal dari Rasulluah. Kedua, metode maudhū’i mulai
21 Abdul Hayy Al-Farmawi, Dari uraian…,35 22 Ibid., 35-36.
-
19
berkembang pada tahun 60-an yang dilatarbelakangi oleh kesadaran para
pakar, bahwa menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat pada satu
surat belum menuntaskan persoalan. Menurut Quraish Shihab, salah satu
penyebab yang telah mendorong lahirnya bentuk kedua ini adalah semakin
meluas dan mendalamnya perkembangan aneka ilmu yang diikuti persoalan
yang memerlukan bimbingan Al-Qur’an.23
B. Sejarah Perkembangan Tafsir Maudhū’i
Perkembangan Tafsir Maudhū’i dari Masa Kemasa
Sejarah tafsir maudhū’i, dalam prakteknya sesunggunya sudah ada
sejak zaman Nabi Saw sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat yang
kemudian dikenal dengan sebutan tafsir bi al-ma’ṡur.24 Diperkirakan,
istilah tafsir maudhū’i baru lahir sekitar abad ke-14 H/19 M, tepatnya ketika
tafsir maudhū’i ditetapkan sebagai matakuliah jurusan Tafsir Fakultas
Ushuludin di Jami’iyah al-Azhar (Universitas al-Azhar) yang diprakarsai
oleh ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, ketua jurusan Tafsir Hadis Fakultas itu. Di
Indonesia, yang memperkenalkan tafsir tematik adalah M. Quraish Shihab.
Menurut beliau, metode maudhū’i walaupun benihnya telah dikenal sejak
zaman Rasulluah Saw., namun baru berkembang jauh setelah masa beliau.25
23 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, n.d.). 24 Aisyah, Dasar-dasar…, 27. 25 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir.
-
20
Contoh penafsiran dengan menggunakan metode maudū’i pada masa Nabi
Muhammad Saw., beliau menafsirkan lafad ظ ْلم dalam Q.S al-An’ām, 6:82.
Yang berbunyi
ْهت د ون ه ْم م م اْْل ْمن و ْلٍم أ ول ئ ك ل ه ْم ب ظ ان ه ل ْم ي ْلب س وا إ يم ن وا و ين آ م الَّذ
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S al-An’ām
6: 82)
Lafad ظ ْلم pada surah al-An’ām ayat 82 diatas, dimaknai dengan الشرك
yang terdapat pada ayat ْر يم الش ك ل ظ ْلم ع ظ dengan penafsiran tersebut Nabi telah
menanamkan tafsir maudhū’i dan memberi pelajaran pada sahabat bahwa
lafal-lafal yang sukar diketahui maksudnya dalam suatu ayat perlu dicari
penjelasannya pada lafal-lafal yang terdapat pada ayat lain. Dengan cara
tindakan menghimpun ayat-ayat mutasyabihat itu dapat memperjelas pokok
masalah dan akan menghilangkan keraguan serta kerancauan.26 Dalam hal
ini al-Farmawi mengatakan bahwa semua ayat yang ditafsirkan dengan ayat
al-Qur’ān adalah termasuk tafsir maudhū’i sekaligus merupakan permulaan
lahirnya tafsir maudhū’i.27
26 Abdul Hayy al-Farmawi, Pada Uraian…, 38 27 Ibid., 38
-
21
Menurut Quraish Shihab, tafsir tematik berdasarkan surah digagas
pertamakali oleh guru besar Syeikh Mahmud Syaltut pada januari 1960,
beliau menyusun kitab tafsir al-Qur’an dengan metode maudhū’i (tematik).
Beliau membahas surat demi surat, atau bagian tertentu yang berada dalam
satu surat, kemudian merangkainya dengan tema sentral yang terdapat dalam
surat tersebut. Karya beliau yang termuat dalam kitabnya adalah Tafsir al-
Qur’ān al-karim. Sedangkan tafsir maudhū’i berdasarkan subjek digagas
oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy, beliau merupakan ketua jurusan
Tafsir fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar pada tahun 1981. Beliau
mencetuskan ide metode tafsir dengan jalan menghimpun seluruh atau
sebagian ayat-ayat, dari beberapa surat yang membicarakan suatu topik,
kemudian dikaitkan ayat satu dengan ayat yang lainya sehingga dapat
diambil kesimpulan secara keseluruhan tentang masalah tersebut menurut
pandangan Al-Qur’ān.28 Menurut Quraish Shihab, hasil dari penafsiran
model ini diantaranya adalah: karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad seperti:
al-insān fī al-Qur’ān, al-Mar’ah fī al-Qur’ān, dan karya Abul A’la al-
Maududi, al-Ribā fī al-Qur’ān. Kemudian model tafsir seperti ini
dikembangkan dan disempurnakan oleh al-Farmawi pada tahun 1977, dalam
kitabnya yang berjudul al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhū’i.
28 Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an (Jakarta Selatan: Qultum Media, 2008), 52.
-
22
Dalam perkembangan tafsir di era modern-kontemporer ini, Model
penelitian tematik merupakan salah satu model yang digandrungi oleh
kalangan mufassir. Oleh sebab itu, tugas peneliti adalah bagaimana
mengumpulkan dan memahmi ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut.
Hal ini berangkat dari asumsi bahwa dalam al-Qur’an terdapat berbagai
tema atau topik, baik dalam persoalan teologi, gender, fikih, etika,
pendidikan, politik, sosial, ekologi, filsafat, seni dan budaya dan masih
banyak lagi. Namun disisi lain, ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut,
biasanya tersebar diberbagai ayat dan surat.29
Setelah itu tumbuh perkembangan berikutnya, farmawi menemukan
benih-benih tafsir lebih banyak lagi yang bertebarang dikitab-kitab tafsir,
hanya saja masih dalam bentuk yang sederhana. Belum mengambil lebih
tegas yang dapat dikatakan sebagai metode yang berdiri sendiri, terkadang
juga masih dalam keadaan yang ringkas. Seperti yang terdapat dalam kitab
tafsir karya al-Fakhr al-Razi, karya al-Qurthuby, dan karya Ibn al-Arabi.30
Bersamaan dengan hal itu, farmawi juga menemukan sebagian
karangan dari ulama tafsir tertentu, dalam tafsiran nya mereka
menggunakan metode yang dekat dengan maudhū’i. Mereka yang
dimaksud adalah Ibn Qayyim dalam kitab tafsirnya al-Bayān Fi Aqsām al-
29 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press, 2014),
57. 30 Ibid., 39.
-
23
Qur’ān, Al-Raghib al-Ishfahani dalam kitab tafsirnya Mufrādat al-Qur’ān,
al-Jashshās dalam tafsirnya yang berjudul Ahkām al-Qur’ān.31 Dan lain
sebagainya
Metode tafsir maudhū’i sudah ada sejak zaman dahulu, akan tetapi
secara khusus kitab-kitab tafsir tersebut belum termasuk sebagai tafsir
maudhū’i yang berdiri sendiri. Meskipun demikian setidaknya dapat
dikatakan bahwa corak dan metode tafsir maudhū’i bukan merupakan suatu
hal yang baru dalam sejarah studi al-Qur’ān. Yang baru bukan metodenya,
akan tetapi perhatian para ulama mufassir terhadap penggunaan metode
tersebut. Yang dapat membedakan dengan metode penafsiran yang lain dan
betul-betul sebagai metode tersendiri yang berdiri sendiri.32
C. Macam-macam Penelitian Maudhū’i (Tematik)
Pertama, Tematik surah; yaitu model kajian tematik dengan fokus
meneliti surah-surah tertentu. Misanya, meneliti surah al-Ma’un dengan tema
“penafsiran surah al-Ma’un: kajian tentang pesan-pesan moral dalam surah
al-Ma’un”. Sebagai peneliti tugasnya dalam hal ini adalah bagaimana
menjelaskan penafsiran ayat-ayat surah al-Ma’un, dimana ayat itu turun (asbab
an nuzūl), bagaimana situasi dan kondisi yang melingkupi saat ayat itu turun,
31 Ibid., 39. 32 Ibid., 40
-
24
mengetahui isi pokok pikian yang terkandung dalam surah al-Ma’un dan
bagaimana pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya.33
Kedua, Tematik term; yaitu model penelitian tematik dengan fokus pada
istilah-istilah tertentu dalam al-Qurān. Contohnya “penafsiran term fitnah
dalam al-Qur’ān”. Seorang peneliti harus mengetahui berapa kali kata fitnah
disebut dalam al-Qur’ān, apa saja maknanya dan dalam konteks apa saja kata
fitnah disebutkan dalam al-Qur’ān. Perkara seperti itulah yang seharusnya
dicermati dan diuraikan agar mampu menangkap world view (pandangan secara
menyeluruh) al-Qur’ān tentang term fitnah.34
Ketiga, Tematik konseptual; yaitu penelitian yang menggunakan
konsep tertentu secara eksplisit tidak disebutkan dalam al-Qur’ān, akan tetapi
secara substansial ide tentang konsep itu disebutkan dalam al-Qur’ān. Misanya
tema tentang “Difable dalam persepektif al-Qur’ān”. Secara eksplisit term
“Difable” tidak ditemukan di berbagai ayat al-Qur’ān. Seorang peneliti bisa
mecari melalui term al-shumm (tuli), al-bukm (bisu), al-a’mā (orang buta).35
Keempat, Tematik tokoh, yaitu penelitian tematik yang dilakukan
melalui tokoh. Misanya ada seorang tokoh yang mempunyai pemikiran tentang
konsep-konsep tertentu dalam al-Qur’ān. Contoh nya, misal seorang peneliti
mengambil tema “konsep poligami menurut Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir
33 Abdul Mustaqim, Tematik…, 61. 34 Ibid., 62. 35 Ibid., 62.
-
25
al-Kabir”. Ada juga tokoh-tokoh yang disebut dalam al-Qur’ān yang biasanya
diungkap dalam ayat-ayat kisah, seperti tokoh Lukman al-Hakim, Ẓul Qarnain,
Abu Lahab dll. Hal tersebut juga bisa diteliti untuk melihat bagaimana peran
tokoh tersebut dan apa saja pesan-pesan moral yang dapat diambil dibalik kisah
tokoh itu.36
D. Alur Metodis Tafsir Maudhū’i
Sejak dulu benih metode Tafsir Maudhū’i memang sudah ada, namun
waktu itu cara kerjanya belum ditetapkan secara jelas. Mengenai metode Tafsir
Maudhū’i secara jelas dan rinci, metode Tafsir Maudhū’i muncul pada periode
belakangan yaitu oleh ustadz Dr. Ahmad al-Sayyid al-Kumiy bersama beberapa
teman beliau dari para dosen dan juga murid-murid mereka diberbagai
perguruan tinggi.37
Cara kerja metode Tafsir Maudhū’i dapat dirinci sebagai berikut:
1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’ān yang akan dikaji secara
tematik.
2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang telah berkaitan dengan masalah
yang telah ditetapkan, ayat makiyyah dan madaniyyah.
3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara urut menurut kronologis turunnya, dan
disertai pengetahuan asbāb an-nuzūl nya ayat.
36 Ibid., 63. 37 Abdul Hayy Al-Farmawi, meskipun…, 45.
-
26
4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut didalam masing-
masing suratnya.
5. Menyusun tema bahasan didalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna
dan utuh (outline).
6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis jika perlu, sehingga
pembahasan menjadi sempurna dan semakin jelas.
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa,
mengkompromikan antara yang ‘am dan khash, yang mutlhlaq dan
muqayyad, mensinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif,
menjelaskan ayat nasikh dan Mansukh, sehingga semua ayat dapat bertemu
dalam satu muara, tanpa adanya perbedaan dan kontradiksi atau tindakan
pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya
tidak tepat.38
E. Urgensi Tafsir Maudhū’i
Untuk mengenal lebih jauh betapa pentingnya metode Tafsir Maudhū’i
ini, selain penjelasan yang telah disampaikan, berikut ini akan dikemukakan
beberapa faedah dan keistimewaan metode maudhū’i yang dimaksud sebagai
berikut:
38 Ibid., 46.
-
27
1. Menghimpun dari berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topik masalah,
menjelaskan sebagian ayat dengan ayat yang lain. Sehingga satu ayat
menjadi penafsir bagi ayat lain. Hal tersebut menjadikan corak Tafsir
Maudhū’i sebagai Tafsir bi al-Ma’tsur, yang merupakan suatu metode tafsir
yang jauh dari kesalahan dan dekat dengan kebenaran.
2. Dengan menghimpun beberapa ayat tersebut, seorang mufasir akan
mengetahui adanya keteratuan, keserasian serta korelasi antara ayat-ayat
tersebut. Oleh karena itu, penafsir akan menjelaskan makna-makna al-
Qur’ān serta petunjuk-petunjuknya dan juga mengemukakan kelugasan
keindahan bahasanya.
3. Metode tafsir Maudhū’i ini memungkinkan seseorang untuk mengetahui
inti masalah dan segala aspeknya, sehingga ia mampu mengeluarkan
argumen yang kuat, jelas serta memuaskan. Dengan hal ini pula
memungkinkan bagi penafsir untuk mengungkap segala rahasia al-Qur’ān,
sehingga hati dan akal manusia tergerak untuk mensucikan Allah dan
mengakui segala rahmatNya yang terdapat didalam ajaran yang Ia
peruntukkan kepada hamba-hambaNya.
4. Dengan menggunakan metode Maudhū’i memungkinkan seseorang segera
sampai kepada inti persoalanyang dimaksud, tanpa harus mengemukakan
pembahasan dan uraian kebahasaan atau fikih dan lain sebagainya.
5. Untuk yang terakhir, seperti yang telah diungkapkan oleh Ahmad Sayyid
al-Kumy, sesungguhnya zaman modern seperti sekarang ini sangat
-
28
membutuhkan kehadiran corak dan metode tafsir Maudhū’i ini. Dengan
cara kerja yang sedemikian rupa, metode ini memungkinkan memahami
masalah yang dibahas dan segera sampai pada hakikat masalah dengan jalan
yang singkat dan cara yang mudah atau praktis.
Tidak ada kekuatan yang mampu menghadapi situasi yang sedemikian
rumitnya kecuali senjata yang kuat, jelas dan mudah. Yang memungkinkan
tokoh-tokoh agama untuk membela dan mempertahankan sendi-sendi
agama. Senjata ampuh yang dimaksud adalah Tafsir Maudhū’i, yaitu
metode penafsiran yang mampu menghimpun dan menguasai berbagai
aspek permasalahan dalam al-Qur’ān.39
39 Ibid., 54.
-
29
BAB III
AS SIDR DALAM AL QUR’ĀN
A. Tumbuhan Dalam Perspektif al-Qurān
Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup berada disekitar
manusia yang memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat dari tumbuhan
adalah adanya beberapa zat yang dapat dimanfaatkan oleh manusia maupun
hewan untuk menjaga kesehatan nya. Hal ini dikarenakan dalam tumbuhan
mengandung zat makanan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tubuh
seperti karbohidrat, protein dan lemak (Makronutrien) dan zat yang sangat
penting bagi tubuh, meskipun tubuh membutuhkan nya sedikit seperti vitamin
dan mineral (Mikronutrien).40
Dalam firman Allah surah al-An’ām ayat 99 yang berbunyi:
ا ر ض ْنه خ ْجن ا م ْجن ا ب ه ن ب ات ك ل ش ْيٍء ف أ ْخر اء ف أ ْخر اء م ن السَّم ل م ي أ ْنز ه و الَّذ و
ن م ب ا و اك ت ر بًّا م ْنه ح ج م ْن أ ْعن اٍب ن ْخر نَّاٍت م ج ان د ان ي ة و ا ق ْنو ه ْن ط ْلع النَّْخل م
ْيت و الزَّ ه إ نَّ ف ي و ي ْنع ر و ه إ ذ ا أ ثْم ر وا إ ل ى ث م ت ش اب ٍه اْنظ ر غ ْير م ا و ْشت ب ه ان م مَّ الرُّ ن و
ن ون ذ ل ك ْم َل ي اٍت ل ق ْوٍم ي ْؤم
“Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air
itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau, kami keluarkan dari tanaman yang
40 Raden Ajeng Zalihana Putri, “Uji Aktivitas Daun Bidara Arab Sebagai Anti Kanker Pada Sel
Kanker Kolon (Widara) Melalui Metode MTT Dan Identifikasi Senyawa Aktif Dengan Metode LC-MS”
(UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017), 8.
-
30
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya
pada waktu berbuah, dan menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang beriman” (Q.S al-An’ām 6:99)
ن السَّ ل م ي أ ْنز ه و الَّذ او ر ض ْنه خ ْجن ا م ْجن ا ب ه ن ب ات ك ل ش ْيٍء ف أ ْخر اء ف أ ْخر اء م م
ب ا اك ت ر بًّا م ْنه ح ج م ن ْخر
Artinya: “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami
keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan
dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak”.
Dalam kitab tafsir at-Athobari, Abu Ja’far mengatakan: bahwasanya
Allah menyatakan, “Dialah Allah yang berhak disembah, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Dialah Allah yang telah menurunkan air dari langit.41
Dalam ayat ini dibahas tujuh masalah, yaitu:42
Pertama, Firman Allah, اء اء م ن السَّم ل م ي أ ْنز ه و الَّذ artinya: “Dan و
Dialah yang menurunkan air hujan dari langit,” maksud dari lafad اء māan م
adalah air hujan. ْجن ا ب ه ن ب ات ك ل ش ْيٍء artinya: “lalu kami tumbuhka ف أ ْخر
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan,” maksud dari lafad ini adalah
Allah menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan, ada juga yang mengatakan
41 Abu Ja’far Muhammad Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: pustaka azzam, 2007), 316. 42 syaikh imam al qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 2009th ed. (jakarta: pustaka azzam, 2009), 120–
29.
-
31
bahwa yang dimaksud ayat ini adalah rezeki setiap binatang. ْنه ْجن ا م ف أ ْخر
ا ر ض artinya; “maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman خ
yang menghijau,” lafald ا ر ض ب ا .mempunyai arti hijau خ اك ت ر بًّا م ْنه ح ج م ن ْخر
artinya: “kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak”
lafald ب ا اك ت ر mempunyai makna sebagian tanaman tersebut muncul diatas م
sebagian lainya, seperti halnya padi.
Kedua, Firman Allah, ان د ا ا ق ْنو ه ْن ط ْلع ن النَّْخل م م ن ي ة و artinya: “dan
dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai dan menjulai” lafald الطَّْلع
adalah daun sebelum terbelah dari mayang, akan tetapi mayang sendiri juga
disebut thol’u. Jadi lafald الطَّْلع adalah apa yang terlihat dari tandan kurma.
Bentuk jamak dari lafald ق ْنو adalah ان sedangkan bentuk mutsanna-nya اْلق ْنو
adalah ٍان ْنو sama halnya seperti lafald ق ْنو انٍ dan ص ْنو yaitu dengan huruf ,ص
nun berharakat kasrah, dan bentuk jamaknya sama dengan bentuk mutsanna-
nya.
Dalam kamus lisān al-‘arob alJauhari dan lain nya berkata, bentuk
mutsanna dari lafald ْنو انٍ adalah ص ْنو sedangkan bentuk jamaknya adalah ,ص
ان ْنو ْذق bermakna اْلق ْنو yakni huruf nun berharakat dhommah. Lafald ص اْلع
-
32
(tandan), sedangkan bentuk jamaknya adalah ان Sementara .اْل ْقن اء dan اْلق ْنو
yang lain berkata, bahwasanya lafald ا ْقن اء adalah bentuk jamak qillah yaitu
jamak yang bermakna sedikit. Jika huruf qaf berharakat dhammah maka ia
adalah bentuk jamak dari lafald ق ْنو, yaitu ْذق yakni dengan huruf ‘ain اْلع
berharakat kasroh mempunyai arti tangkai pohon kurma. Sedangkan jika lafald
yakni huruf ‘ain berharakat fatkhah mempunyai arti pohon kurma itu اْلع ْذق
sendiri. Ada yang mengatakan bahwa lafald ان artinya daging kurma yang اْلق ْنو
paling lunak.
Seperti yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, al-Barra’ bin Azib
dan lainya, lafald د ان ي ة mempunyai arti dekat, maksudnya adalah dapat dicapai
oleh orang yang berdiri maupun orang yang duduk.
Ketiga, Firman Allah ٍْن أ ْعن اب نَّاٍت م ج artinya: “dan kebun-kebun و
anggur” maksud dari lafald tersebut adalah Allah mengeluarkan kebun-kebun
anggur. Firman Allah Swt غ ْير ا و ْشت ب ه ان م مَّ الرُّ ْيت ون و الزَّ ْن أ ْعن اٍب و نَّاٍت م ج و
ت ش اب هٍ artinya: “Dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan م
yang tidak serupa” maksudnya, seperti yang diriwayatkan dari qatadah
bahwasanya daun-daunnya yang serupa, serupa yang dimaksud disini adalah
daun zaitun dan daun delima serupa dalam hal kelebatan dan ukuran daun, akan
-
33
tetapi tidak serupa dalam hal rasa. Dalam perkataan Ibnu Juraij, maksud lafald
ا ْشت ب ه serupa) adalah kemiripan yang terlihat dari penampilan, sedangkan) م
lafald ٍت ش اب ه tidak serupa) maksudnya adalah tidaksama dalam hal cita) غ ْير م
rasa. Sama halnya dua jenis delima yang warnanya sama akan tetapi rasanya
berbeda.
Keempat, Firman Allah وا ه اْنظ ر ر إ ل ى ث م ر :artinya إ ذ ا أ ثْم
“perhatikanlah buahnya di waktu pohonya berbuah,” maksud dari ayat tersebut
adalah dengan pandangan penuh perenungan, bukan pandangan kosong dari
perenungan. Lafald ار .secara Bahasa mempunyai arti buah pohon الثَّم
Kelima, Firman Allah ه ي ْنع (artinya: “dan (perhatikan pulalah و
kematangannya” menurut al-Farra’, lafald ا ْين ع lebih banyak digunakan
daripada lafald ي ن ع yang mempunyai arti merah (ر Maksud dari ayat ini .(ا ْحم
yaitu, menunjukkan kepada orang yang mentadabburi dan memandang dengan
mata kepala juga mata hatinya menyadari bahwa segala sesuatu yang berubah
pasti ada yang merubahnya. Seperti firman Allah ر ه إ ذ ا أ ثْم ر وا إ ل ى ث م اْنظ ر
“perhatikanlah buahnya dan (perhatikan pulalah) kematangannya”. Ayat ini
menunjukkan bahwasanya Allah menunjukkan adanya perpindahan dari satu
keadaan kepada keadaan yang lain, dan juga adanya sesuatu setelah tidak
-
34
adanya keesaan dan kekuasaan-Nya sebagai bukti bahwa semua itu ada yang
membuat yaitu Allah yang maha kuasa dan maha mengetahui.
Keenam, Dalam kitab Ahkam al Qur’an Ibnu al Arabi berkata, lafadz
ْين اع mempunyai arti sesuatu yang bagus tanpa ada cacat kerusakan dan اإل
goresan, kemudian malik menjelaskan makna dari kata goresan adalah yang
biasa dilakukan oleh penduduk Bashrah pada buah hingga menjadi basah.
Maksudnya adalah melubangi pada buah sehingga angin cepat masuk kedalam
buah dan mengakibatkan buah menjadicepat basah (masak).
Ketujuh, Mereka yang menggugurkan buah-buahan yang terkena wabah
atau rusak mengikuti dasar pendapat mereka, dengan melalui atsar-atsar
riwayat-riwayat seumpama yang menyatakan larangan Rasulluah Saw menjual
buah hingga nampak layak dijual dan ketika menjual buah maka buah yang
rusak harus dibuang.
Surah al-an’ām ayat 99 ini menegaskan, bahwasanya Allah Swt yang
menurunkan air yakni, dalam bentuk hujan dari langit, lalu dia menumbuhkan
sebagai dampak turunnya air itu segala macam tumbuh-tumbuhan. Kemudian
dari tumbuh-tumbuhan itu tercipta tanaman yang menghijau. Lebih jauh, ayat
ini menyatakan bahwa dari tanaman yang hijau itu Allah mengeluarkan butir
-
35
yang banyak sehingga saling menumpuk, padahal sebelumnya ia hanya satu biji
atau satu benih.43
B. Pengertian As Sidr
ْدر ة -س د ور -س ْدر ات –س ْدر س sidrun – sudūrun – sidratun – sidrātun
yang mempunyai arti pohon bidara.44 Dalam Bahasa latin Bidara disebut
dengan istilah Ziziphus mauritiana, selain disebutkan dalam Al Quran pohon
ini juga disebutkan dalam Hadis untuk anjuran penggunaan dalam prosesi
ibadah. ْدر mempunyai arti daun bidara, bisa dikatakan daun untuk س
memandikan orang mati juga bisa dikatakan daun untuk obat-obatan.45
Misalnya daun bidara digunakan untuk memandikan jenazah disarankan
dimandikan dengan air yang dicampur dengan daun bidara,46 digunakan untuk
mandi wajib bagi wanita yang baru suci dari haid, dan terkadang daun bidara
juga digunakan dalam proses ruqyah untuk mengobati orang yang kesurupan.
Pohon bidara merupakan salah satu pohon popular di Jazirah Arab
dikarenakan banyak manfaatnya. Pohon Bidara tersebut tumbuh menjulang
tinggi beberapa meter dari permukaan tanah dan dapat menaungi siapa saja
yang duduk dibawahnya dari panas nya terik matahari yang membakar. Pohon
43 M. Quraish Shihab, Al-Lubāb (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 362. 44 Mahmud Yunus, Qamus 'Araby Indunisiyya (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), 166. 45 Muḥammad Al-Murtaḍā al-Husainī al-Zabīdī, Tāj Al-’Arūs Min Jawāhir Al-Qāmūs (Kuwait:
Pemerintah Kuwait, 1972), 526. 46 Muhammad Fu'ād 'Abd al-Baqī, Al-Lu’lu’u Wal Marjan (Shahih Bukhari Muslim) (Jakarta:
PT. Gramedia, 2017), 311.
-
36
bidara ini memiliki akar yang kuat dan menancap dalam tanah, sehingga ia tidak
membutuhkan siraman air. Pohon ini menghasilkan buah, dan daunnya dapat
digunakan sebagai sabun untuk membersihkan badan.47
Tumbuh-tumbuhan seperti bidara dapat tumbuh menjulang tinggi dan
dapat pula memberikan naungan. Oleh karena itu, pohon ini membawa banyak
manfaat untuk penduduk negeri yang mempunyai iklim kering. Bahkan, tidak
ada yang dapat mengukur seberapa penting dan manfaat nya tumbuhan bidara
ini kecuali mereka yang mengarungi panasnya padang pasir. Mereka yang
berhenti dan duduk dibawah naungan pohon bidara dari terik matahari seakan-
akan berada di Surga. Jadi tak heran jika sebagian bangsa Arab dan Semit
menyembah pohon bidara dengan bernazar dan bertawasul kepadanya, mereka
juga menganggap pohon bidara ini sebagai pohon suci yang membawa
keberkahan dan kebaikan yang dijanjikan kepada orang yang bertaqwa di
Surga.48
Masyarakat Ibrani Kuno menyembah sebagian pohon yang
menghasilkan buah dan menganggapnya sebagai tuhan perempuan tidak ada
tuhan laki-laki. Mereka mengatakan, bulan berperan penting dalam
menghasilkan buah dari pohon itu.49
47 Jawwad Ali, Sejarah Arab Sebelum Islam, terj. Khalifurrahman Fath (Tangerang Selatan: PT
PustakaAlvabet, 2018), 201. 48 Ibid., 201. 49 Ibid,. 202.
-
37
Perjanjian hudaibiyah juga pernah dilakukan dibawah pohon bidara
yang dinamakan dengan Bai’atur Tahtasy Syajarah (perjanjian dibawah
sebatang pohon). Yang dimaksud dengan sebatang pohon adalah pohon kayu
dan menurut penjelasan para ahli, yang dimaksud dengan sebatang pohon
sebagian ada yang mengatakan pohon kurma (tamr) dan ada juga yang
mengatakan pohon bidara (sidr). Pada masa Umar bin Khathab menjadi
khalifah, beliau mendengar bahwa pohon ini digunakan sebagai tempat keramat
dan tempat suci oleh orang-orang yang kurang pengertian dalam hal ilmu
tauhid, seperti mereka mengerjakan sholat dibawahnya, thawaf disekelilingnya,
dan bernazar kepadanya, yang dapat membawa mereka kearah jurang
kemusyrikan kepada Allah. Dikhawatirkan menjadi amal perbuatan bid’ah
yang sesat dan menjadi berhala yang menimbulkan fitnah yang besar bagi kaum
muslimin, maka atas perintah khalifah Umar bin Khathab ditebanglah pohon
itu.50
Bidara atau sering disebut dengan widara tumbuh di Indonesia dikenal
dengan berbagai nama daerah seperti: Jawa; widara atau dipendekkan menjadi
dara, Madura; bukol, Bali; bekul, NTT; sawu, rote, kom, kon, Makassar;
bidara, Bima; rangga, Sumba; kalangga.51
50 Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jilid 4 (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 63. 51 Fauziah Nugrahwati, Uji Aktivitas Anti Piretik Ekstrak Daun Bidara Terhadap Mencit Jantan
(UIN Alauddin Makassar, 2016), 8.
-
38
Ciri-ciri pohon bidara yang sering dilihat biasanya tinggi hingga 15m,
daun-daun penumpu berupa duri dan terletak berseling. Helai daun berbentuk
bulatan telur menjorong lonjong 2-9 cm x 1,5-5 cm, tepinya rata terkadang
sedikit menginggit gundul dan mengkilap disisi atas dan daun tnaman ini
termasuk daun tunggal yang letaknya berseling. Tanaman ini sejenis pohon
kecil berduri dan penghasil buah yang tumbuh didaerah kering. Kandungan
gula dalam daun bidara yaitu laktosa, glukosa, galaktosa, arabinose, xilosa dan
rhamnosa, juga mempunyai kandungan empat glikosida saponin.52
Oleh karena itu, sangat disayangkan jika tidak mengetahui jenis-jenis bidara
tersebut, dan seperti apa saja manfaatnya, berikut sedikit penjelasan nya:
1. Bidara laut (Strychnos ligustrina BI)
52 Ofir Tangkelangi, “Pengaruh Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus Mauritiana Lam) Terhadap
Kualitas Semen Segar Sapi Bali” (Universitas Hasanudin Makassar, 2017), 12.
Gambar 1.2: Biji Bidara Laut Gambar 1.1: Pohon Bidara Laut
-
39
Bidara laut seperti pada gambar 1.1 dalam dunia perdagangan sering
disebut kayu bidara laut dan dijual dalam bentuk serutan kayu. Jenis bidara laut
ini memiliki beberapa nama local seperti di Bima dan Dompu (NTB) dikenal
dengan nama kayu songga, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan sebutan
kayu pait.53 Bidara laut sering digunakan dalam ramuan karena dia
mengandung strikhin dan brusin dengan cara diseduh, biasanya digunakan
untuk mengobati malaria, demam, sakit kulit, rematik, sariawan dan cuci
darah.54
Penyebaran jenis bidara laut cukup luas, dari Australia sampai dengan
Asia Tenggara serta daerah-daerah yang merupakan penyebaran flora
malesiana. Saat ini kelestarian bidara laut sangat terancam, hal ini dikarenakan
perminatan bidara laut untuk keperluan baik yang bersifat subsisten maupun
komersil relatif tinggi. Sama halnya seperti tanaman obat lain dihutan
Indonesia, ketersediaan jenis bidara laut semakin menurun karena adanya
penebangan pohon secara terus-menerus dan konversi hutan.55
53 Ogi Setiawan, et.al. Bidara Laut (Strychnos Lingustrina Blume) Syn. S. Lucida R. Br: Sumber
Bahan Obat Potensial Di Nusa Tenggara Barat Dan Bali (Jawa Barat: Forda Press, 2014), 5. 54 Suharmiati, Sehat Dengan Ramuan Tradisional (Menguak Tabir Dan Potensi Jamu
Gendong) (Agromedia Pustaka, n.d.), 8. 55 Ogi Setiawan dan Budi Hadi Narenda, “Sistem Perakaran Bidara Laut Untuk Pengendalian
Tanah Longsor,” Penelitian Kehutanan Wallacea 1, no. 1 (Agustus 2012): 52.
-
40
Bidara laut mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam kegiatan
rehabilitasi pada daerah yang beriklim kering. Hal ini disebabkan pada kondisi
tempat tumbuhnya yang hampir sama dengan kondisi lahan-lahan marjinal
didaerah kering, serta adanya peluang pasar yang cukup menjanjikan. Disisi
lain, kayu bidara laut untuk berbagai keperluan relatif tinggi, sementara
kegiatan budidaya dimasyarakat masih terbatas. Tanaman yang akan digunakan
pada kegiatan rehabilitasi selain mempunyai manfaat secara ekologi, tanaman
itu juga dapat melindungi lahan dari tanah longsor.56
Ciri-ciri botani bidara laut sebagai berikut57:
a. Pohon kecil yang berdiameter batang mencapai 30 cm dengan tinggi
rata-rata 12 m.
b. Bidara laut yang masih muda mempuntai duri dan terkadang batangnya
bengkok.
c. Kayunya keras, berwarna kuning pucat dan kuat.
d. Seluruh bagian dari tumbuhan bidara laut ini pahit dan yang paling pahit
adalah akarnya.
e. Daun pohon ini mempunyai ukuran sekitar 2,6-6,1 cm x 1,7-3,7 cm dan
warna daun bagian bawah biasanya lebih pucat daripada warna daun
bagian atas.
56 Ibid,. 52. 57 Ogi Setiawan, et.al., Ciri-ciri…, 9.
-
41
f. Bunga mempunyai kelopak antara 1-1,3 mm, sedangkan mahkotanya
mempunyai panjang 10-15 mm dan tabungnya sekitar 7-12 mm.
g. Benihnya berukuran 12-15 mm x 10-12 mm.
2. Bidara arab (Ziziphus spina Christi L)
Gambar 1.3: Pohon Bidara Arab Gambar 1.4: Buah Bidara Arab
secara umum tanaman ini sangat kaya akan manfaatnya sehingga sering
disebut tanaman serbaguna. Misalnya daun tanaman ini digunakan untuk
makanan hewan, ranting nya digunakan untuk pagar, dan kayu nya digunakan
untuk konstruksi dan kerajinan mebel. Tidak hanya itu buah, daun, dan akar,
kulit kayunya juga banyak digunakan untuk obat-obatan tradisional.58 Obat-
obatan tradisional ini juga dijadikan pasta dari akarnya, orang badui
menggunakan nya untuk pengobatan gusi. Orang badui juga menggunakan teh
dari buahnya untuk meningkatkan produksi ASI dan juga untuk mengobati hati.
58 Raden Ajeng Zalihana Putri, “Uji Aktivitas Daun Bidara Arab Sebagai Anti Kanker Pada Sel
Kanker Kolon (WiDr) Melalui Metode MTT Dan Identifikasi Senyawa Aktif Dengan Metode LC-MS”
(UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017).
-
42
Selain itu dinegara Uni Emirat Arab menggunakan air rebusan daun bidara
untuk mengatasi rambut rontok.59 Bidara arab ini sering dicari untuk
penyembuhan dari gangguan jin dengan cara ruqyah, daun bidara ini juga bisa
digunakan untuk menggantikan sabun karena memang bagus untuk
mempercantik dan menghaluskan kulit.
3. Bidara Upas
59 Raden Ajeng Zaliha Putri,11
Gambar 1.6: Umbi Bidara Upas Gambar 1.5: Bidara Upas
-
43
mempunyai beberapa sinonim yaitu Ipomoea mammosa Chois, Battana
mammosa Rumph dan Convolvulus mammosa Hall.f.60 Merupakan salah satu
tanaman yang dijadikan obat. Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia,
melainkan berasal dari wilayah India, pulau Andaman dan Indo-China seperti
di Papua Nugini dan Filipina. Di Indonesia tanaman ini dibudidayakan di Pulau
Jawa, Bali, Maluku dan Madura karena akarnya yang bisa dimakan. Bidara
Upas tumbuh di Pulau Jawa dengan ketinggian kurang lebih 500 diatas
permukaan laut. Rata-rata masyarakat memanen umbinya setelah tumbuhan
bidara tersebut kering atau setahun setelah ditanam. Diwilayah Indonesia dan
Malaysia tanaman ini dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan
kesehatan, diantaranya yaitu; untuk mengobati gangguan pernafasan,
60 Trifonia Rosa Kurniasih, “Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia
Mammosa Hall.f.) Secara Topikal Pada Mencit Betina Galur Swiss Terinduksi Karagenin” (Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, 2014), 7.
Gambar 1.8: Umbi Kering Gambar 1.7: Umbi Basah
-
44
pencernaan, luka akibat gigitan ular atau luka bakar, bahkan juga bisa
mengatasi diabetes. Senyawa aktif yang terkandung pada ekstraknya secara
nyata dapat mengatasi bakteri penyebab demam tifoid yaitu bakteri Salmonella
typhimurium.61 Ciri-ciri yang menonjol dari bidara upas adalah daun ini
berbentuk lebar seperti pangkal hati, berwarna hijau tua dan tanaman ini
memiliki umbi yang dapat dimakan. Ciri lain bidara upas adalah warna bunga
umum nya berwarna putih dan warna umbinya kuning kecoklatan. Tinggi
tanaman ini bisa mencapai 5 meter, bidara ini memiliki batang yang kecil dan
tumbuh secara menjalar.
4. Bidara China (Ziziphus jujuba atau ziziphus zizyphus)
61 Dwi Setyo Rini Gono Semiadi, Atit Kanti, Siti Sundari, Kartika Dewi, “Perbanyakan
Vegetatif Bidara Upas (Merremia Mammosa (Lour) Hallier F) Kebun Raya Bogor,” Berita Biologi Ilmu-
Ilmu Hayati 16, no. 2 (2017): 167.
Gambar 1.9: Pohon Bidara cina
Gambar 1.10: Buah Bidara Cina
-
45
Gambar 1.8 dan 1.9 dinamakan bidara china karena dibudidayakan di
China bagian utara. Tanaman semak ini ketinggian nya mencapai 5-12 meter
(16-39 kaki). Buahnya berbentuk oval drupe ketika belum matang berwarna
hijau kehijauan, ketika buahnya sudah matang berwarna coklat hingga hitam
keunguan dan akhirnya berkerut seperti kurma kecil. Di China Jujube juga
dikenal dengan sebutan Angco yang mempunyai sifat hangat dan mempunyai
rasa manis. Di China Angco merupakan salah satu makanan yang digunakan
untuk terapi yaitu sebagai berikut: meningkatkan fungsi limpa dan perut,
menggantikan chi, meningkatkan produksi cairan tubuh, meningkatkan
imunitas, dan menurunkan kolesterol darah. Juga dapat digunakan untuk
mengatasi fatigue (kelelahan), diare, insomnia, haus, anemia, sel-sel darah
putih rendah, dan jumlah platelet didalam darah.62
5. Bidara Putsa (apel india)
62 Redaksi Health Secret, Awet Muda Ala China (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), 45.
Gambar 1.12: Buah Bidara Putsa Gambar 1.11: Pohon Bidara Putsa
-
46
Ziziphus mauritiana tanaman ini berasal dari India, dia bisa hidup
walaupun hanya dengan seutas akar.63 Putsa termasuk tanaman yang mudah
beradaptasi diberbagai kondisi dan lingkungan, dia juga mampu bertahan pada
kondisi kering dengan curah hujn hanya 150-2.500 mm pertahun.64 Manfaat
dari buah putsa sebagai berikut: 1) Alkaloid pada Putsa memiliki efek
menenangkan saraf dan mengurangi kecemasan seseorang, 2) Mengkonsumsi
putsa secara rutin bisa mencegah dari terserangnya pilek dan juga influenza, 3)
Mengkonsumsi satu buah putsa sebelum makan dapat diyakini menambah
nafsu makan.65 Perbedaan yang menonjol dari bidara putsa dengan bidara yang
lainnya yaitu: Pertama, pohon bidara lain lebih banyak durinya daripada pohon
putsa yang cendrung tidak berduri