pneumonitis kimiawi
TRANSCRIPT
KARYA TULIS ILMIAH
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
PNEUMONITIS KIMIAWI
Tim Penulis : Rivo Dian Putra (0910070100005)
Dion Eka Pratama (0910070100007)
Pembimbing : dr. Arsil Syam, Sp. THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan kekuatan, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “PNEUMONITIS KIMIAWI”
tepat pada waktu yang diharapkan sebagai tugas akhir ujian semester.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu dr.
Arsil Syam, Sp. THT-KL yang telah membimbing penulis sehingga dapat
menyusun karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini
masih terdapat banyak kekurangan karena keterbasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman peneliti. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna untuk
membaiki kesalahan dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan agar karya yang
dihasilkan berkualitas.
Penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan
sumbangan ilmiah kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
serta kepada siapapun yang ingin memanfaatkannya.
Penulis,
2
ABSTRAK
Pneumonia merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai gejala demam, batuk,
sesak nafas dan adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos
dada. Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernafasan yang serius dan banyak menimbulkan banyak permasalahan yaitu
sebagai penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang.
Pneumonia disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma,
jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi. Pada neonatus
Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab
pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada
usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu
Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia
bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan
penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan faktor usia yang ikut menentukan dugaan pola kuman penyebabnya
dan gejala klinis ditunjang hasil laboratorium, foto polos dada. Terapi empiris
antibiotika tidak dapat ditunda bila diagnosis pneumonia telah ditegakkan
meskipun secara mikrobiologis sulit ditentukan patogen penyebabnya. Berbagai
macam pedoman terapi empiris antibiotika unuk penanganan pneumonia pada
anak, pertimbangan terapi tergantung umur dan kondisi penderita. Pemberian
imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan pneumonia.
3
ABSTRACT
Pneumonia in childen is a leading cause of childhood morbidity and mortality
mainly in the developing countries. Pneumonia in children has an important
impact on society and is frequent cause of physician visits and reduction of
quality of life of the children. The etiology can be viral, bacterial or mixed
infection. The etiological agents are different in different age groups. Chest X-ray
and laboratory tests have low diagnostic sensitivity dan specificity. The child’s
age, signs and symptoms are important in making the diagnosis. Pneumonia in
neonates younger than three weeks of age most often is caused by an infection
obtained from the mother at birth. Streptococcus pneumoniae, other maternal flora
and viruses are the most common causes in infants three weeks to three months of
age. Viruses are the most frequent cause of pneumonia in pre-school aged
children; Streptococcus pneumoniae is the common bacterial pathogen.
Mycoplasma pneumoniae and Chlamydia pneumoniae often are the etiologic
agents in children older than five years and in adolescent. Knowing the age-
spesific causes of bacterial pneumonia will help guide antibiotic therapy. The
choice of the antimicrobial regimen for pediatric pneumonia is often empirical
because of the difficulty in defining the etiology. The use of treatment algorithms
in the developing countries has led to lower mortality rate, but the future of this
approach, given the rate of development of antimicrobial resistance, is uncertain.
Childhood immunization has helped decrease the incidence of invasive
Haemophillus influenzae type B infection, and the newly introduced
pneumococcal vaccine may do the same for Streptococcus pneumoniae infections.
4
DAFTAR ISI
HALAMAN KULIT i
KATA PENGHANTAR ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 4
2.3 Etiologi 4
2.4 Gejala klinis 5
2.5 Patofisiologi 6
2.6 Diagnosis 8
2.6.1 Anamnesis 8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik 8
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang 8
2.6.4 Penilaian Derajat Keparahan Pneumonia 9
2.7 Penatalaksanaan 11
5
2.8 Komplikasi 15
2.11 Prognosis 15
2.12 Pencegahan 15
BAB III KESIMPULAN 16
BAB IV SARAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangantersebut
terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur),selain itu
dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia ataumakanan,
radiasi, dll). Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan
padasistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi
padalobus paru. Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil.
Hal inidikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan
baik.Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa
dananak besar adalah Streptococcus pneumoniaedan Haemophilus
influenzae.Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang berkembang
pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka
mortalitasyang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang
mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas
disebabkanoleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang
resistenterhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit
seperti AIDS( Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas
spektrum danderajat kemungkinan terjadinya pneumonia lobaris.
7
I.2 RUMUSAN MASALAH
I.2.1 Bagaimana etiologi dan patofisiologi Pneumonitis Kimiawi
I.2.2 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonitis kimiawi
I.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi Pneumonitis kimiawi
I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan Pneumonitis kimiawi.
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
penyakit Paru pada khususnya.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit Paru.
8
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAN
2.1 DEFINISl
Pneumonitis Kimia adalah peradangan paru-paru yang terjadi akibat
menghirup gas dan bahan kimia. Pneumonitis kimia akut menyebabkan
edema (pembengkakan jaringan paru) serta berkurangnya kemampuan paru
dalam menyerap oksigen dan membuang karbondioksida. Pada kasus yang
berat, bisa terjadi kematian karena jaringan paru mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia).
Pneumonitis kimia kronis bisa terjadi setelah pemaparan sejumlah kecil bahan
yang mengiritasi paru, tetapi berlangsung dalam waktu yang lama. Hal
tersebut menyebabkan peradangan dan bisa menyebabkan terbentuknya
jaringan parut (fibrosis), yang ditandai dengan menurunnya pertukaran
oksigen serta kekakuan jaringan paru. Jika tidak terkendali, pada akhirnya
keadaan ini bisa menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian.
Penyakit silo filler terjadi akibat menghirup udara yang mengandung nitrogen
dioksida yang dihasilkan dari makanan ternak basah. Pada penyakit ini,
penimbunan cairan mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 12 jam setelah
pemaparan. Penyakit silo filler mungkin akan membaik dan muncul dalam
waktu 10-14 hari kemudian. Bila berulang, cenderung mengenai saluran
pernafasan kecil (bronkiolus).
9
2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kematian/kesakitan dihubungkan dengan pneumonia kimiawi yang
mirip dengan community-acquired Pneumonia pada kira-kira 1% pasien yang
rawat jalan dan meningkat hingga 25% pada pasien yang diopname. Angka
kematian ini cakupannya tergantung pada hadirnya faktor penyulit atau
komplikasi.
• Tingkat kematian akibat pneumonitis kimiawi bisa mencapai 70%.
• Pneumonia kimiawi tanpa perawatan, dihubungkan dengan tingginya
insidens timbulnya kavitas dan abses bila dibandingkan dengan community-
acquired. Pneumonia. Walaupun demikian, ternyata keduanya bisa
menyebabkan komplikasi berupa empyema, sindrom distress pernapasan
akut, dan kegagalan pernapasan. Pneumonitis kimiawi dapat menyebabkan
kegagalan pernapasan dengan cepat.
Pneumonia kimiawi lebih umum pada pria dibanding wanita.
Pneumonia kimiawi lebih sering terjadi pada orang tua atau maupun muda
2.3 ETIOLOGI
Berbagai bahan kimia di dalam lingkungan rumah tangga dan industri bisa
menyebabkan peradangan pada paru-paru, baik yang sifatnya akut maupun
kronis. Gas seperti klorin dan amonia mudah larut dan dengan segera akan
mengiritasi hidung, mulut dan tenggorokan. Jika gas terhirup dalam, maka
bisa sampai di bagian bawah paru-paru. Klorin merupakan gas yang sangat
iritatif. Pemaparan klorin pada konsentrasi yang berbahaya bisa terjadi di
10
rumah (klorin terdapat dalam bahan pemutih pakaian), pada kecelakaan di
pabrik atau di dekat kolam renang.
Gas radioaktif yang mungkin terlepas pada suatu kecelakaaan reaktor nuklir,
bisa menyebabkan kanker paru dan organ lainnya yang baru timbul bertahun-
tahun kemudian. Beberapa gas (misalanya nitrogen dioksida) tidak mudah
larut. Karenanya tidak akan tampak tanda-tanda awal dari pemaparan (seperti
iritasi hidung dan mata) dan gas ini lebih mudah masuk ke dalam paru-paru.
Pada beberapa orang, pemaparan terhadap gas atau zat kimia dalam jangka
waktu lama akan menyebabkan bronkitis kronis. Pemaparan terhadap zat
kimia tertentu seperti arsen dan hidrokarbon, pada beberapa orang juga
diduga menyebabkan kanker. Kanker bisa terjadi di paru-paru atau tempat
lain tergantung zat yang terhirup.
2.4 GEJALA KLINIS
Gejala dari pneumonitis kimia akut:
- rasa aneh di dada (seperti terbakar)
- gangguan pernafasan
- haus akan udara
- batuk
- suara pernfasan abnormal.
11
Gejala pada pneumonitis kronis:
- sesak nafas ketika melakukan kegiatan ringan
- takipneu (pernafasan cepat)
- dengan/tanpa batuk.
Gas terlarut seperti klorin dapat menyebabkan luka bakar pada mata, hidung,
tenggorokan dan saluran pernafasan yang besar. Seringkali ditemukan
hemoptisis ( batuk dan dahak yang berdarah) Muntah dan sesak nafas juga
sering terjadi. Gas yang lebih sukar larut, seperti nitrogen dioksida, dalam
waktu 3-4 jam setelah terhirup bisa menyebabkan sesak nafas, kadang-kadang
sangat berat.
2.5 PATOFISIOLOGI
Aspirasi yang berhubungan dengan asam lambung ( Mendelson Sindrom).
Muntah dengan aspirasi masif bahan-bahan material yang berasal dari
lambung merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi dan mungkin salah
satu penyebab paling umum penyakit aspirasi. Karakteristik lesi tergantung
pada ukuran dan sifat aspirat. Asam lambung dengan pH kurang dari 2.5
dapat menyebabkan reaksi patologis yang bermacam-macam mulai dari
bronchiolitis ringan hingga edema paru-paru hemorrhagic. Segmen posterior
dari lobus superior dan segmen superior dari lobus inferior merupakan tempat
yang paling sering terkena ketika pasien berbaring pada posisi telentang.
Cairan asam dengan cepat masuk kedalam percabangan bronchial dan
12
parenkim paru-paru, menyebabkan pneumonitis kimia dalam beberapa menit.
Derajat kerusakan jaringan secara langsung dihubungkan dengan pH dan
volume dari aspirat. Tingkat kematian yang terjadi pada pasien dengan
aspirasi asam lambung adalah kira-kira 30% dan lebih dari 50% diantaranya
mengalami syok atau apnea, radang paru paru sekunder, dan distress
pernapasan akut.
Aspirasi Paraffin cair (minyak tanah) dan petroleum dalam jumlah besar bisa
mendorong ke arah pneumonia lipoid eksogen yang akut dan fatal. Aspirasi
minyak tanah tidak hanya terjadi pada anak-anak tetapi juga pada fire-eaters,
yaitu pemain sirkus yang mencoba memperbesar nyala api pada sebuah obor
dengan menggunakan hidrokarbon cair seperti minyak tanah. Mereka
biasanya meneguk tapi tak sampai menelan minyak tanah tersebut, lalu
mereka semburkan kearah obor yang sudah menyala, sehingga seolah-olah
menciptakan suatu aerosol yang akan menghampiri api, efeknya tentunya
adalah nyala api akan semakin meningkat. Namun sayangnya mereka
memiliki risiko untuk mengalami aspirasi dari bahan tadi. Fire-Eater
Pneumonia memang jarang, tetapi mudah didiagnosis, ditandai oleh hadirnya
pneumatokel.
13
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Anamnesis
Demam menggigil
Suhu tubuh meningkat
Batuk berdahak mukoid atau purulen
Sesak napas
Kadang nyeri dada
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Tergantung luas lesi paru
Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal
Palpasi: fremitus dapat mengeras
Perkusi: redup
Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara
tambahan ronki basahhalus sampai ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat
sampai gambarankonsolidasi (berawan), dapat disertai air
bronchogram
14
Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih
dari 10.000/ulkadang dapat mencapai 30.000/ul.
Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan
dahak, biakan darah,dan serologi.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut
asidosis respiratorik.
2.6.4 Penilaian Derajat Keparahan Pneumonia :
Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan Patient Outcome
Research Team (PORT).Penilaian skor PORT ini meliputi :
Faktor demografi
Usia :
Laki-laki, nilainya = umur (tahun) ± 10
Perempuan, nilainya = umur (tahun)Perawatan di rumah, nilainya
10
Adanya penyakit penyerta berupa:
Keganasan, nilainya 30
Penyakit hati, nilainya 20
Gagal jantung kongestif, nilainya 10
Penyakit CV, nilainya 10
Penyakit ginjal, nilainya 10
15
Pemeriksaan fisis
Perubahan status mental, nilainya 20
Pernapasan lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit, nilainya
20
Tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg,
nilainya 20
Suhu tubuh kurang dari 35°C atau lebih dari atau sama dengan
40°C, nilainya 15
Nadi lebih dari atau sama dengan 125 kali per menit, nilainya 10
Hasil laboratorium / radiologi
Analisis gas darah arteri didapatkan pH sebesar 7,35, nilainya 30
BU N lebih dari 30 mg/dl, nilainya 20
Natrium kurang dari 130 mEq/liter, nilainya 20
Glukosa lebih dari 250 mg/dl, nilainya 10
Hematokrit kurang dari 30 %, nilainya 10
PO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, nilainya 10
Efusi pleura, nilainya 10
2.7 PENATALAKSANAAN
16
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia berdasarkan ATS.Kriteria
pneumonia berat biladijumpai salah satu atau lebih dari kriteria di bawah ini.
Kriteria Minor Pneumonia
Frekuensi pernapasan lebih dari 30 kali per menit
PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobus
Tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg
Tekanan diastolik kurang dari 60 mmHg
Kriteria Mayor Pneumonia
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah lebih dari 50 %
Membutuhkan vasopressor lebih dari 4 jam
Kreatinin serum lebih dari sama dengan 2 mg/dl; atau, peningkatan
lebih dari samadengan 2 mg/dl pada penderita riwayat penyakit ginjal
atau gagal ginjal yangmembutuhkan dialisis.
Indikasi rawat inap penderita pneumonia, antara lain:
17
Skor PORT lebih dari 70
Bila skor PORT kurang dari 70, dengan kriteria seperti pada kriteria
minor.
Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif penderita pneumonia, antara lain:
Paling sedikit 1 dari 2 gejala minor tertentu, yaitu membutuh ventilasi
mekanik; atau,membutuhkan vasopresor lebih dari 4 jam.
Atau 2 dari 3 gejala minor tertentu, yaitu nilai PaO2/FiO2 kurang dari
250 mmHg; fototoraks menunjukkan adanya kelainan bilateral; dan,
tekanan sistolik kurang dari 90mmHg.
Terapi suportif yang diberikan kepada penderita pneumonia.
Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas.
Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang
diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang
mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah
berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral
diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu atau
makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari
18
kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak
akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi
misalnya hipoglikemia, asidosis metabolik.
Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan
lainnya serta komplikasi bila ada.
Pengobatan
Pengobatan yang utama adalah pemberian oksigen. Jika kerusakan paru-
parunya bersifat berat, mungkin perlu dilakukan pemasangan alat pernafasan
mekanis. Diberikan obat-obatan yang membuka saluran pernafasan, cairan
intravena dan antibiotik. Untuk mengurangi peradangan paru, sering
diberikan corticosteroid (misalnya prednisone). Kebanyakan penderita
sembuh sempurna dari kecelakaan pemaparan gas. Komplikasi paling serius
adalah infeksi paru-paru.
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.Pemberian
antibiotik sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya.Karena beberapa alasan, yaitu:
Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
Bakteri patogen yang berhasil di isolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia
19
Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
maka, pemberian antibiotika dilakukan secara empiris.
Untuk Penisilin Sensitif Streptococcus Pneumoniae (PSSP), dapat diberikan:
Golongan penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Untuk Penisilin Resisten Streptococcus Pneumoniae (PRSP),
dapat diberikan:
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Sefriakson dosis tinggi
Makrolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
2.8 KOMPLIKASI
20
Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain:
1. Efusi pleura
2. Empiema
3. Abses paru
4. Pneumothoraks
5. Gagal napas
6. Sepsis
2.9 PROGNOSIS
Prognosis sangat ditentukan oleh tingkat keparahan pneumonia, luas area paru
yang terlibat. Jika terus dibiarkan maka akan berkembang pada kegagalan
respirasi yang akut dan fatal yang bisa menyebabkan kematian.
2.10 PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah pemaparan adalah berhat-hati saat menangani gas
dan bahan kimia. Sungkup muka (masker) yang memiliki persediaan udara
sendiri, harus tersedia saat terjadi kecelakaan. Petani harus mengetahui bahwa
pemaparan tak sengaja dari gas beracun di gudang tempat menyimpan
makanan ternak adalah berbahaya.
BAB III
KESIMPULAN
21
1. Insidensi pneumonia kimiawi di negara-negara yang sedang berkembang
pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka
mortalitasyang tinggi.
2. Diagnosa ditegakkan dari manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang
yangmeliputi laboratorium darah, pemeriksaan sputum, roentgenogram
dada danserologis.
3. Pengobatan yang utama adalah pemberian oksigen. Jika kerusakan paru-
parunya bersifat berat, mungkin perlu dilakukan pemasangan alat
pernafasan mekanis.
BAB IV
SARAN
22
Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang penyakit
Pneumonitis kimiawi. Meningkatkan pemahaman serta pengenalan tentang
Pneumonitis kimiawi bagi mahasiswa agar dapat meningkatkan ketajaman
diagnosis suatu penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
23
Price SA, Wilson LM. 1995. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4,
Jakarta : EGC.
Alatas H, Hasan R (ed). 1986. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Percetakan Infomedika.
Soeparman, Waspadji S (ed).1995. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, , Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Behrman RE, Vaughan VC. 1992. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
, Bagian II, Edisi 12. Jakarta : EGC.
Kumala P, dkk (ed). 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25. Jakarta :
EGC.
24