plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk · kata kunci: daun kamboja jepang, glikosida...
TRANSCRIPT
PROFIL PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN GLIKOSIDA JANTUNG
KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. &
Schult.) DALAM WOODY PLANT MEDIUM DENGAN VARIASI
KONSENTRASI ASAM 2,4-DIKLOROFENOKSIASETAT DAN
6-FURFURYLAMINOPURINE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Lukas Eko Widyasmoro
NIM : 028114024
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PROFIL PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN GLIKOSIDA JANTUNG
KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. &
Schult.) DALAM WOODY PLANT MEDIUM DENGAN VARIASI
KONSENTRASI ASAM 2,4-DIKLOROFENOKSIASETAT DAN
6-FURFURYLAMINOPURINE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Lukas Eko Widyasmoro
NIM : 028114024
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“O Marie, conçue sans pêche priez pour nous qui avons recours avous”
(“O Mary, conceived without sin, pray for us who have recourse to thee”)
Karyaku ini kupersembahkan ‘tuk:
My Shepherd Jesus & My Mother Mary;
Keluargaku;
My folks;
dan Almamaterku.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun
Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody
Plant Medium dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4-diklorofenoksiasetat
dan 6-furfurylaminopurine” dengan baik. Deo Gracias.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah hal yang
mudah. Penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku, atas pengorbanan, doa, kesabaran, dan dukungan yang
telah diberikan.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen pembimbing utama
yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memotivasi
serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta, S.Si., S.J., yang telah memberikan doa dan
dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan kepada
penulis baik selama kuliah maupun selama penyusunan skripsi ini.
8. Laboran Fakultas Farmasi, khususnya laboran Laboratorium Biologi di lantai
3: Mas Sigit, Mas Wagiran, Mas Andri, dan Mas Sarwanto yang telah
membantu penulis selama mengerjakan skripsi di laboratorium.
9. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 terutama kelas A, terima kasih
atas semua persahabatan dan kenangannya....
10. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 kelompok praktikum A, terima
kasih atas semua kerjasama dan kekompakannya.
11. Para pendahulu di Laboratorium Kultur Jaringan: Ratna, Mina, Christin, dan
Vero, terima kasih atas semua bantuan dan wejangannya ya.... Untuk Ratna,
terima kasih atas pinjaman skripsi dan bukunya ya.
12. Kompatriotku di Laboratorium Kultur Jaringan: Melissa, Donny, dan Vicky,
terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama nge-lab. Thank U very
much, folks!
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Teman-teman 2003: Ratih, Vian, Rosa, Vera, Irwan. Terima kasih atas
perhatian, dukungan, dan semangatnya! Untuk Ratih, terima kasih sudah jadi
sie konsumsiku saat ujian.
14. Sisa-sisa 2002: Theodorus ‘Gopa’, ‘MasDanu’ Kusuma, Benediktus ‘Suprex’,
‘Kobo’ Hendra, ‘Ancol’. Mari kita susul yang lain!
15. Eks-de Britto 2002: Yusuf ‘Kirmanta’, Yuda ‘TG’, ‘Adhit’ Nugraha Arisadha,
‘BenBen’ Sugientoro, ‘Koh Pingping’ Mahardika, Adhistyawan ‘Kobo’. Viva
‘Man for others’!
16. Teman-teman di kos ‘exGriffindor’: Adrianus ‘Nawamiri’, Vincencius
‘Anno’, Heribertus ‘Kumal’, Adhistyawan ‘Kobo’, Theodorus ‘Gopa’. Terima
kasih atas semua kebersamaan, bantuan (tempat, komputer, printer, dan
tenaga), dan dorongan semangatnya. Thanks bro!!
17. Keluarga besar Squadra Viola, terima kasih atas perhatian dan semangatnya.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia
ini. Skripsi ini pun masih belum sempurna karena adanya keterbatasan waktu,
tenaga, dan pikiran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik agar skripsi ini makin sempurna dan berguna bagi ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 22 Desember 2007
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) selama ini hanya dikenal sebagai tanaman hias, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung glikosida jantung. Di berbagai negara, kamboja jepang sudah digunakan dalam pengobatan tradisional. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk mendapatkan glikosida yang optimum dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pola pertumbuhan kalus daun kamboja jepang serta membandingkan profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Daun tanaman kamboja jepang ditanam pada Woody Plant Medium (WPM) dengan variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan 6-furfurylaminopurine (FAP). Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu inisiasi kalus, pertambahan bobot kalus basah, susut pengeringan, dan membandingkan profil KLT kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus tercepat adalah pada medium WPM 3, yaitu medium WPM dengan konsentrasi 2,4-D sebesar 2 ppm dan FAP sebesar 1 ppm. Pertumbuhan kalus yang optimum juga terjadi pada medium WPM 3. Fase lag terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-20, fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 sampai hari ke-28, dan fase stasioner terjadi setelah hari ke-28. Kalus daun kamboja jepang menunjukkan profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin.
Kata kunci: daun kamboja jepang, glikosida jantung, 2,4-D, FAP, WPM
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
So far desert rose (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) is known as an ornamental plant, but many research shows that this plant contains cardiac glycoside. In many countries, desert rose has been used in traditional medications. Tissue culture technique can be used to obtain optimum glycoside from the plant. This research is intended to find out the information about the growth profile of the callus of desert rose’s leaf and to compare the thin layer chromatography (TLC) profile of the extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.
This research is a pure experimental research which uses a complete device of one-way pattern. Desert rose’s leaf was planted in a Woody Plant Medium (WPM) with the variations of plant growth substance 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and 6-furfurylaminopurine (FAP). This research was carried out by observing the callus initiation time, the callus’ wet weight increase, the callus’ dry weight decrease, and comparing the TLC profile of extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.
The results of this research show that the fastest callus initiation time was in WPM 3 medium, which contain 2 ppm 2,4-D and 1 ppm FAP. The optimum callus growth also occurs in WPM 3 medium. Lag phase occurs from day 4 until day 20, exponential phase occurs from day 20 until day 28, and stationary phase occurs after day 28. The callus of kamboja jepang’s leaf has the similar TLC profile as the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard.
Key words: desert rose’s leaf, cardiac glycoside, 2,4-D, FAP, WPM
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................
INTISARI ...............................................................................................
ABSTRACT .............................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
DAFTAR TABEL ..................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
BAB I. PENGANTAR ............................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................
1. Rumusan permasalahan ................................................................
2. Keaslian penelitian .......................................................................
3. Manfaat penelitian ........................................................................
B. Tujuan Penelitian ...............................................................................
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...................................................
A. Uraian Tanaman Kamboja Jepang .....................................................
1. Nama daerah ................................................................................
ii
iii
iv
v
vi
ix
x
xi
xii
xvi
xvii
xix
1
1
3
4
4
5
6
6
6
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Nama ilmiah .................................................................................
3. Morfologi .....................................................................................
4. Khasiat .........................................................................................
5. Kandungan Kimia ........................................................................
B. Kultur Jaringan Tanaman ...................................................................
1. Pengertian .....................................................................................
2. Media kultur .................................................................................
3. Eksplan .........................................................................................
4. Kalus ............................................................................................
5. Sterilisasi ......................................................................................
6. Penanaman eksplan ......................................................................
7. Subkultur ......................................................................................
8. Pertumbuhan kalus .......................................................................
C. Glikosida Jantung ...............................................................................
D. Kromatografi Lapis Tipis ...................................................................
E. Landasan Teori ...................................................................................
F. Hipotesis .............................................................................................
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...........................................
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .........................................................
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................
1. Variabel utama .............................................................................
2. Variabel pengacau terkendali .......................................................
3. Variabel pengacau tidak terkendali ..............................................
6
6
7
7
8
8
9
20
22
24
27
27
28
29
31
33
35
36
36
36
36
36
36
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Definisi operasional .....................................................................
C. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
1. Alat penelitian ..............................................................................
2. Bahan penelitian ...........................................................................
D. Tata Cara Penelitian ...........................................................................
1. Determinasi tanaman ....................................................................
2. Pembuatan stok ............................................................................
3. Pembuatan media .........................................................................
4. Sterilisasi alat dan ruangan ..........................................................
5. Sterilisasi dan penanaman eksplan ...............................................
6. Pengamatan waktu inisiasi kalus ..................................................
7. Subkultur ......................................................................................
8. Pemanenan ...................................................................................
9. Analisis pertumbuhan kalus .........................................................
10. Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang ..........
11. Uji tabung .....................................................................................
12. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang ...........................
13. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis
14. Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang ....................................
15. Pembuatan standar digitoksin ......................................................
16. Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan
larutan standar digitoksin .............................................................
E. Analisis Hasil .....................................................................................
37
38
38
40
42
42
42
44
45
45
46
46
47
48
48
48
49
50
50
50
50
51
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan
data penimbangan bobot kalus basah dengan umur kalus ...........
2. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan
data biomassanya .........................................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................
A. Determinasi Tanaman Kamboja Jepang .............................................
B. Pemilihan dan Penanaman Eksplan ...................................................
C. Waktu Inisiasi Kalus ..........................................................................
D. Subkultur dan Panen ..........................................................................
E. Profil Pertumbuhan Kalus ..................................................................
F. Susut Pengeringan Kalus ...................................................................
G. Analisis Kandungan Kimia Kalus ......................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................
BIOGRAFI PENULIS ...........................................................................
51
51
53
53
53
56
58
60
63
65
73
73
73
74
78
92
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I
Tabel II
Tabel III
Tabel IV
Tabel V
Tabel VI
Tabel VII
Tabel VIII
Waktu inisiasi kalus pada WPM 2 .......................................
Waktu inisiasi kalus pada WPM 3 .......................................
Hasil pengamatan KLT dengan fase diam silika gel GF254
dan fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v ) ..........
Hasil pengamatan KLT ekstrak kalus WPM 2 dan WPM 3
Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada
WPM 2 .................................................................................
Penentuan susut pengeringan pada WPM 2 .........................
Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada
WPM 3 .................................................................................
Penentuan susut pengeringan pada WPM 3 .........................
56
57
66
70
87
88
89
90
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Struktur dasar bufadienolida dan kardenolida ....................
Eksplan dalam bentuk irisan melintang daun .....................
Inisiasi kalus .......................................................................
Kalus daun kamboja jepang hasil subkultur .......................
Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 2 ..............................
Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 3 ..............................
Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus Kedua Media .......
Perbandingan susut pengeringan kalus pada kedua media .
Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja
jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan
standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi
Kedde ..................................................................................
Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja
jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan
standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi
SbCl3 ...................................................................................
Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
Foto tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.)
Roem. & Schult.) ................................................................
Foto kalus daun kamboja jepang siap panen ......................
30
55
58
60
61
62
63
64
67
68
70
71
79
79
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak
etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan
dengan sinar tampak ...........................................................
Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak
etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan
dengan sinar UV 254 nm ....................................................
Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak
etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan
dengan sinar UV 365 nm ....................................................
Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak
etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), deteksi penampak
bercak penyemprot pereaksi Kedde ....................................
Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak
etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v); deteksi penampak
bercak penyemprot antimon-triklorida (SbCl3), 100˚C
selama 6 menit ....................................................................
Foto KLT WPM 2 dengan fase diam silika gel GF254,
fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada
pengamatan dengan sinar UV 254 nm ................................
Foto KLT WPM 3 dengan fase diam silika gel GF254, fase
gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada
pengamatan dengan sinar UV 254 nm ................................
80
81
82
83
84
85
86
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Surat Keterangan Determinasi ...........................................
Foto-foto Hasil Penelitian ..................................................
Data-data Penelitian ...........................................................
Komposisi Woody Plant Medium .......................................
78
79
87
91
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.)
merupakan jenis tanaman sukulen atau tanaman yang mengandung banyak air
dengan ciri utama adalah batang tanaman digunakan untuk menyimpan air.
Adenium obesum, termasuk suku Apocynaceae, juga dikenal sebagai mawar gurun
(desert rose) (Beikram dan Andoko, 2003; Ranger, 1996). Selama ini kamboja
jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk
membantu proses kelahiran. Penduduk asli Afrika bagian timur menggunakan
tanaman ini sebagai racun ikan dan anak panah (Ranger, 1996) serta digunakan
untuk pengobatan gonorrhoea (Nakamura et al, 2000).
Dalam penelitiannya, Nakamura et al (2000) telah berhasil mengisolasi
dan mengidentifikasi 4 senyawa dari daun Adenium yang diduga berperan dalam
aktivitas sitotoksisnya. Atawodi (2005) dan Freiburghaus et al (1996) telah
meneliti ekstrak akar dan kulit batang kamboja jepang yang ternyata berpotensi
sebagai agen terapeutik untuk pengobatan trypanosomiasis. Penelitian yang
dilakukan oleh Yamauchi dan Abe (1990) menunjukkan bahwa Adenium obesum
mengandung oleandrigenin beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside sebagai
glikosida yang utama. Selain itu, kamboja jepang juga memiliki kandungan
senyawa glikosida yang mirip digitalis/digitoksin (Melero et al, 2000). Di Afrika
dan Asia banyak ditemukan terjadinya kasus cardiac toxicity yang disebabkan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
oleh kandungan racun panah yang mengandung latex dari tumbuhan
Apocynaceae, yang dikombinasikan dengan iritator untuk memfasilitasi difusi
racun ke dalam jaringan (Brunetton, 1999).
Produk-produk metabolit sekunder kebanyakan diperoleh secara
komersial dengan cara diisolasi dari tanaman, dan ini menimbulkan permasalahan
dengan terbatasnya sumber-sumber bahan baku untuk diisolasi. Oleh karena itu
diperlukan alternatif dalam usaha penyediaan metabolit sekunder tanaman. Salah
satu alternatif tersebut adalah melalui teknik kultur jaringan tanaman. Metode
kultur jaringan dapat dipakai untuk produksi metabolit sekunder yang selanjutnya
dapat disintesis menjadi senyawa murni dalam bidang industri obat (Suryowinoto,
1992).
Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian yang dilakukan oleh
Wijaya (2007) dan Chandra (2007). Wijaya (2007) telah berhasil menumbuhkan
kalus yang berasal dari daun kamboja jepang dalam medium tumbuh Murashige-
Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) 2,4-D sebanyak 4
ppm. Pada penelitian tersebut diperoleh 2 senyawa pada ekstrak kalus daun
kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak
daun kamboja jepang dan ekstrak daun Nerium olender L. yang diduga sebagai
glikosida jantung. Chandra (2007) juga berhasil menumbuhkan kalus yang berasal
dari daun kamboja jepang meskipun dengan medium tumbuh yang berbeda, yaitu
medium Gamborg, dan dengan penambahan 2 variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP.
Pada penelitian tersebut diperoleh 1 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja
jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
kamboja jepang dan standar digitoksin yang diduga sebagai glikosida jantung.
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kalus yang berasal
dari daun kamboja jepang dan dari kalus yang dihasilkan diperoleh senyawa
glikosida jantung seperti pada tanaman asalnya. Media tumbuh yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Woody Plant Medium (WPM) karena menurut
Hendaryono dan Wijayani (1994) media WPM cocok sebagai media kultur untuk
membudidayakan tanaman berkayu. Penelitian ini menggunakan 2 variasi
konsentrasi 2,4-D dan FAP untuk membandingkan pertumbuhan kultur kalus dan
susut pengeringan kalus yang dihasilkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkulturkan tanaman kamboja jepang
dari bagian daun serta mengidentifikasi metabolit sekunder glikosida jantung yang
dihasilkan oleh kalus yang dibentuk dari hasil budidaya in vitro.
1. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Apakah eksplan yang berasal dari daun kamboja jepang dapat
menghasilkan kalus jika dikembangkan secara in vitro dalam media
tumbuh Woody Plant Medium (WPM)?
b. Bagaimana profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang yang
dikulturkan?
c. Apakah kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat
menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
profil pertumbuhan dan kandungan glikosida jantung kalus daun kamboja jepang
(Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium
dengan variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-
furfurylaminopurine belum pernah diteliti.
Penelitian ilmiah menggunakan tanaman kamboja jepang yang pernah
dilakukan antara lain :
a. Wijaya (2007) telah melakukan penelitian tentang profil pertumbuhan dan
kandungan glikosida jantung dari kalus daun kamboja jepang (Adenium
obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam media tumbuh Murashige-Skoog.
b. Chandra (2007) telah melakukan penelitian tentang profil pertumbuhan dan
analisis kualitatif glikosida jantung kalus daun kamboja jepang (Adenium
obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam media tumbuh Gamborg dengan
variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-furfurylaminopurine.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu
kefarmasian terutama dalam hal teknik penghasilan glikosida jantung dari
tanaman, khususnya tanaman kamboja jepang, secara in vitro menggunakan
medium tumbuh WPM.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
b. Manfaat praktis
Penelitian ini sebagai penelitian awal tentang produksi glikosida jantung
dari tanaman dengan teknik kultur jaringan sehingga mempunyai kemungkinan
untuk digunakan sebagai alternatif penyediaan obat jantung.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Menumbuhkan kalus dari eksplan daun kamboja jepang.
b. Mengetahui profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang.
c. Membuktikan bahwa ekstrak kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in
vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman Kamboja Jepang
1. Nama Daerah/Nama Lain
Kamboja jepang, semboja jepang, desert rose, Mock azalea, Pink
Begonia, Sabi Star, Kudu (Anonim, 2006a).
2. Nama Ilmiah
Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. &
Schult.) termasuk famili Apocynaceae. Sinonim tanaman kamboja jepang ini
adalah Plumeria rubra L.cv. acutifolia (Anonim, 2006b).
3. Morfologi
Kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.)
merupakan jenis tanaman sukulen atau tanaman yang mengandung banyak air
dengan ciri utama adalah batang tanaman digunakan untuk menyimpan air.
Adenium merupakan tumbuhan asli Afrika dan biasanya ditemukan di gurun
pasir Afrika dan Jazirah Arab, namun juga ditemukan di kawasan Asia
(Ranger, 1996).
Secara morfologis tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.)
Roem. & Schult. ) memiliki akar yang mampu membesar seperti umbi dan
diselimuti oleh rambut-rambut akar yang sangat banyak; daunnya berbentuk
lanset dengan ujung membulat, tebal dan berserat, berwarna hijau, tampak
mengkilap dan licin; bunganya berwarna merah muda sampai merah tua,
memiliki 5 helai mahkota bunga yang bagian tengahnya berwarna putih;
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
buahnya tumbuh secara berpasangan, terletak di ujung tunas, berbentuk pipih
panjang, berwarna hijau waktu masih muda dan kemudian berangsur-angsur
berubah menjadi cokelat; bijinya berada dalam buah, berwarna cokelat.
Tanaman ini dapat tumbuh hingga dua meter (Soenanto, 2005).
4. Khasiat
Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara
tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Penduduk asli Afrika
bagian timur menggunakan tanaman ini sebagai racun ikan dan anak panah
(Ranger, 1996) serta digunakan untuk pengobatan gonorrhoea (Nakamura et
al, 2000). Ekstrak kulit batang Adenium obesum berpotensi sebagai acaricidal
(Mgbojikwe dan Okoye, 2001). Ekstrak dari tanaman ini juga menunjukkan
sifat sitotoksis (Nakamura et al, 2000). Atawodi (2005) dan Freiburghaus et al
(1996) telah meneliti ekstrak akar dan kulit batang kamboja jepang yang
ternyata berpotensi sebagai agen terapeutik untuk pengobatan
trypanosomiasis.
5. Kandungan Kimia
Tanaman kamboja jepang mengandung glikosida jantung dengan
kandungan utama berupa oleandrigenin, beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside,
neridienone A dan 16,17-dihydroneridienone A (Yamauchi dan Abe, 1990).
Kamboja jepang juga memiliki kandungan senyawa glikosida yang mirip
digitalis (Melero et al, 2000), ekugin, kardenolida, honghelosida A, 16-
asetilstrospesida, asam dihidroifflaionik, flavonol, 3-O-metil kaemferol,
flavonol 3,3’-bis(O-metil)quercetin, dan honghelin (Anonim, 2006b).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. Kultur Jaringan Tanaman
1. Pengertian
Kultur jaringan adalah teknik budidaya tanaman dengan menggunakan
potongan kecil sel, jaringan atau organ yang dipelihara dalam satu medium
dan dalam kondisi aseptik atau bebas mikroorganisme (Katuuk, 1989; Santoso
dan Nursandi, 2002). Usaha pengembangan tanaman dengan teknik kultur
jaringan merupakan usaha perbanyakan tanaman secara vegetatif. Di bidang
farmasi, teknik kultur jaringan sangat menguntungkan karena dapat
menghasilkan metabolit sekunder untuk keperluan obat-obatan dalam jumlah
yang besar dan dalam waktu yang singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Ide memperbanyak tanaman dengan cara mengulturkan bagian kecil
jaringan atau organ ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden
dan Schwann, yaitu bahwa sel merupakan satuan struktur, fungsional, dan
hereditas terkecil dari makhluk hidup sehingga dapat tumbuh dan berkembang
menjadi suatu individu yang normal. Sel juga mempunyai kemampuan
totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil,
yang apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman lengkap yang baru (Hendaryono dan Wijayani,
1994; Santoso dan Nursandi, 2002).
Ada beberapa keuntungan dari teknik kultur jaringan, antara lain:
a. Kandungan–kandungan zat yang berguna dapat diproduksi di bawah kondisi
yang terkontrol, terbebas dari perubahan iklim dan keadaan tanah.
b. Hasil kultur akan terbebas dari mikroba dan serangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
c. Sel-sel kebanyakan tumbuhan mudah untuk berkembangbiak dalam
menghasilkan metabolit-metabolit yang spesifik.
d. Kontrol automatis dari pertumbuhan sel dan proses pengaturan metabolit yang
rasional dalam bioreaktor akan mengurangi biaya tenaga kerja dan
meningkatkan produktivitas.
e. Substansi organik dapat diekstrak dari kultur kalus. (Dicosmo dan Misawa,
1995)
Teknik kultur jaringan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat
yang diperlukan terpenuhi, yaitu meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan
dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan
yang aseptik, dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair.
Kultur kalus adalah teknik budidaya kalus tanaman dalam suatu
lingkungan terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme.
Kultur kalus ini bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi
dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali (Santoso dan Nursandi, 2002).
2. Media kultur
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur
telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang dikulturkan. Murashige dan Skoog memublikasikan formulasi
media MS (singkatan dari Murashige dan Skoog) yang sampai sekarang
terbukti cocok untuk kultur jaringan banyak tanaman dan banyak digunakan di
laboratorium kultur jaringan di seluruh dunia (Yusnita, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Media kultur dapat berbentuk cair atau padat. Media cair merupakan
campuran komponen-komponen zat kimia dengan air suling (Hendaryono dan
Wijayani, 1994), sedangkan media berbentuk padat merupakan media cair
dengan penambahan pemadat media seperti agar-agar (Yusnita, 2003).
Jaringan yang dikulturkan memerlukan unsur hara makro dan unsur
hara mikro dari dalam media tumbuh. Media kultur juga harus mengandung
bahan-bahan lain yang berguna untuk merangsang pertumbuhan serta
perkembangan sel jaringan yang dikulturkan. Pemisahan eksplan dari tanaman
induk menyebabkan perubahan biosintesis di dalam eksplan tersebut, sehingga
perlu diberikan unsur hara ke dalam media kultur untuk membantu eksplan
supaya dapat tumbuh dan berkembang. Bahan-bahan itu adalah bahan-bahan
organik yang meliputi karbohidrat, vitamin, asam amino, serta zat pengatur
pertumbuhan (Katuuk, 1989).
a. Air
Air memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengulturan
karena 95% dari media kultur terdiri dari air. Air yang digunakan adalah air
distilata (akuades) atau air distilata ganda (akuabides). Air ledeng atau air
sumur sebaiknya tidak digunakan karena mengandung sejumlah kontaminan
(substansi atau mikroorganisme) yang dapat merusak proses perkembangan
kultur eksplan. Air suling disimpan dalam kondisi steril dengan tidak memberi
peluang pada bakteri untuk hidup dan berkembang (Katuuk, 1989; Yusnita,
2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
b. Garam-garam anorganik
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in
vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan nutrisi tanaman yang
ditumbuhkan di tanah. Kebutuhan nutrisi yang berupa unsur makro dan mikro
diberikan melalui akar, yaitu dengan menambahkan unsur-unsur tersebut pada
medium agar. Unsur makro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak, sedangkan unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit. Fungsi dari unsur-unsur mikro belum diketahui secara pasti, namun
ketidakhadiran unsur mikro dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan
(Katuuk, 1989).
Unsur-unsur yang termasuk unsur makro antara lain:
1) Nitrogen (N)
Kegunaan nitrogen pada tanaman adalah untuk meningkatkan daya
tumbuh tanaman karena unsur N dapat membentuk protein, lemak,
klorofil, alkaloid, hormon tanaman, dan asam amino. Kekurangan N akan
menyebabkan daun berwarna kuning dan pertumbuhan terganggu.
Sebaliknya, terlalu banyak N akan mengakibatkan perkembangan vegetatif
lebih besar daripada perkembangan buah (Katuuk, 1989; Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
2) Fosfor (P)
Fosfor dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat dengan
cara mengikat fosfat. Terlalu banyak fosfor dalam media akan
menghambat pertumbuhan eksplan karena adanya persaingan penyerapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
unsur lainnya seperti seng, besi, dan tembaga (Katuuk, 1989; Hendaryono
dan Wijayani, 1994; Santoso dan Nursandi, 2002).
3) Kalium (K)
Kalium berfungsi memperkuat tubuh tanaman karena kalium dapat
menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga, dan buah tidak
mudah gugur. Di samping itu, kalium juga berfungsi dalam pembelahan
sel, memperlancar metabolisme, dan mempengaruhi penyerapan makanan
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
4) Kalsium (Ca)
Kalsium terdapat dalam batang dan daun tanaman. Kalsium bertugas
dalam merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang, dan
merangsang pembentukan biji karena kalsium bersama-sama dengan
magnesium akan memproduksi cadangan makanan (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
5) Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan elemen utama dalam molekul klorofil.
Penambahan magnesium dalam tanaman akan meningkatkan kandungan
fosfat dalam tanaman. Fosfat digunakan sebagai bahan mentah dalam
pembentukan sejumlah protein yang akan menyempurnakan pertumbuhan
daun dan membentuk karbohidrat, lemak, serta minyak-minyak
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
6) Sulfur (S)
Sulfur merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa
jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Sulfur juga berperan
dalam pembentukan bintil-bintil akar dan membantu pembentukan anakan
sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
Unsur-unsur yang termasuk unsur mikro antara lain:
1) Besi (Fe)
Besi dibutuhkan lebih banyak daripada unsur mikro lainnya. Dalam
media kultur, besi diberikan dalam bentuk FeSO4 dan dicampurkan
terlebih dahulu dengan garam ethylene diamine tetraasetic acid (EDTA).
Besi tidak boleh dicampurkan langsung ke dalam media karena besi
bersifat tidak larut dalam air sehingga dapat menimbulkan endapan yang
menyebabkan besi tidak dapat digunakan oleh jaringan atau kultur. Cara
untuk mengatasi hal ini adalah dengan menambahkan chelating agent yang
akan membungkus ion Fe sehingga dapat bercampur rata dengan larutan
(Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Pemberian besi dalam media kultur jaringan adalah sebagai
penyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan
jaringan tanaman. Pada tanaman, besi berfungsi dalam pernafasan dan
pembentukan hijau daun (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2) Tembaga (Cu)
Tembaga berperan sebagai bagian dari enzim, ikut ambil bagian
dalam proses fotosintesis dan pembentukan klorofil, ikut pula dalam
aktivitas reduksi nitrit (Santoso dan Nursandi, 2002).
3) Mangan (Mn)
Mangan berperan sebagai aktivator enzim dengan bertindak sebagai
perantara, pembentuk klorofil, dan aktif dalam fotosintesis, metabolisme
protein serta pembentukan vitamin C (Santoso dan Nursandi, 2002).
4) Seng (Zn)
Seng adalah unsur yang berperan penting dalam pembentukan
protoplas. Tanaman yang cukup seng mampu memproduksi auksin IAA
(indole asetic acid) endogenus, sehingga tidak memerlukan penambahan
auksin sintetik dalam media (Katuuk, 1989).
5) Boron (B)
Boron berperan dalam metabolisme karbohidrat. Kekurangan boron
pada tanaman tertentu akan mengakibatkan kerusakan jaringan, sebaliknya
terlalu banyak boron akan mengakibatkan tanaman mati. Media kultur
yang kekurangan boron akan menyebabkan sintesis sitokinin dalam media
terganggu (Katuuk, 1989; Santoso dan Nursandi, 2002).
6) Molibdenum (Mo)
Molibdenum berguna dalam proses pengikatan nitrogen dari
atmosfer menjadi nitrat dengan bantuan bakteri pengikat nitrogen. Selain
itu, molibdenum berperan dalam pembentukan klorofil. Bila molibdenum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
diberikan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan tanaman
(Katuuk, 1989).
7) Kobalt (Co)
Kobalt berguna untuk mengikat nitrogen. Dalam kultur jaringan,
kobalt digunakan untuk pembentukan asam inti (Katuuk, 1989).
8) Iodium (I)
Iodium ditambahkan dalam media sebagai KI. Unsur iodium tidak
terlalu diperlukan dalam media namun sering juga digunakan. Beberapa
asam amino juga mengandung iodium (Katuuk, 1989).
Unsur-unsur makro dan mikro diberikan dalam bentuk garamnya
supaya lebih mudah larut dalam air (Yusnita, 2003). Unsur-unsur makro
biasanya diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H20, MgSO4.7H2O
dan KH2PO4. Sedangkan unsur-unsur mikro biasa diberikan dalam bentuk
MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, KI, NaMo4.2H2O, CuSO4.5H2O dan
CoCl2.6H2O (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya.
Macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya
cukup banyak. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan
media yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk
tiap-tiap senyawa. Medium yang biasa digunakan untuk budidaya tanaman
berkayu adalah medium standar WPM (Woody Plant Medium). Kesulitan yang
sering timbul dalam kultur jaringan tanaman berkayu adalah keluarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
‘phenolic compound’ sehingga kalus atau eksplan menjadi berwarna coklat
yang akhirnya tidak tumbuh. Hal ini disebut ‘browning’ (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
c. Vitamin dan Myo-inositol
Vitamin merupakan komponen media yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan kalus. Vitamin yang sering digunakan dari kelompok vitamin B,
yaitu tiamin-HCl (vitamin B1), piridoksin-HCl (vitamin B6), asam nikotinat,
dan riboflavin (vitamin B2). Tiamin adalah vitamin yang terpenting untuk
hampir semua kultur jaringan tanaman. Tiamin berfungsi untuk mempercepat
pembelahan sel pada meristem akar, juga berperan sebagai koenzim dalam
reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi.
Fungsi dari vitamin B6 adalah sebagai ko-enzim yang membantu reaksi kimia
dalam proses metabolisme (Katuuk, 1989). Asam nikotinat juga penting dalam
reaksi-reaksi enzimatik, di samping berperan sebagai prekursor dari beberapa
alkaloid. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang
digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan
atau penghitaman pada permukaan irisan jaringan eksplan (Hendaryono dan
Wijayani, 1994; Yusnita, 2003). Vitamin E berperan untuk memperkuat
pembentukan sel-sel kalus pada tanaman tertentu (Katuuk, 1989).
Myo-inositol merupakan heksitol dan sering digunakan sebagai salah
satu komponen media yang penting karena terbukti merangsang pertumbuhan
jaringan yang dikulturkan dan membantu proses diferensiasi. Bila myo-
inositol diberikan bersama dengan auksin, kinetin, dan vitamin, dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
mendorong pertumbuhan jaringan kalus (Hendaryono dan Wijayani, 1994;
Yusnita, 2003).
d. Asam amino
Asam-asam amino berperanan penting untuk pertumbuhan dan
diferensiasi kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda-beda.
Asparagin dan Glutamin berperan dalam metabolisme asam amino, karena
dapat menjadi pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam-asam amino
baru dalam jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
e. Sumber energi
Pada umumnya, tidak semua sel tanaman yang terisolasi dalam kultur
in vitro bersifat autotrof sehingga tidak dapat menyediakan energi untuk
proses fotosintesis. Kebutuhan akan energi menyebabkan perlunya
penambahan karbohidrat sebagai sumber energi dalam media kultur (Yusnita,
2003). Karbohidrat adalah kimia karbon yang meliputi gula, pati, dan selulosa.
Ada banyak jenis karbohidrat yang dipakai dalam kultur jaringan, namun yang
paling banyak digunakan adalah sukrosa atau D-glukosa (Katuuk, 1989).
f. Zat pengatur tumbuh
Keberadaan hormon dan zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur
jaringan adalah mutlak karena kegiatan kultur jaringan umumnya
menggunakan bahan tanam yang tidak lazim (sel, jaringan, atau organ) dan
budidayanya adalah budidaya terkendali (Santoso dan Nursandi, 2002).
Hormon adalah zat yang diproduksi dalam tumbuhan itu sendiri dan aktif
dalam konsentrasi kecil. Zat itu disebut juga zat endogenus. Untuk keperluan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
kultur jaringan, telah dibuat hormon tumbuhan buatan secara sintetik maupun
melalui fermentasi. Hormon atau zat tersebut dinamakan zat pengatur tumbuh
(Katuuk, 1989). Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman adalah senyawa
organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. ZPT diperlukan
sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa
penambahan ZPT dalam medium, pertumbuhan akan terhambat atau mungkin
tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Penentuan macam dan konsentrasi hormon dan zat pengatur tumbuh
untuk tujuan kultur tertentu tidak mudah. Diperlukan pengetahuan yang lebih
luas tentang kedua zat tersebut, dan melihat serta mempelajari contoh-contoh
penggunaannya (Santoso dan Nursandi, 2002). Zat pengatur tumbuh yang
sudah dikenal antara lain auksin, sitokinin, adenin, giberelin, etilen, dan
abscicin. Dari semua jenis ZPT tersebut, auksin dan sitokinin adalah yang
paling banyak digunakan (Katuuk, 1989).
1) Auksin
Auksin adalah hormon tanaman yang diproduksi secara alamiah
dalam tubuh tanaman dan juga dapat secara sintesis. Dalam media, auksin
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, perbesaran sel,
pertumbuhan akar, dan mengatur morfogenesis (Katuuk, 1989).
Auksin alamiah yang paling banyak dikenal adalah IAA (3-
indoleasetic acid). Selain IAA dikenal juga auksin sintetik, yaitu NAA (a-
naphtalene asetic acid), 2,4-D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid), IBA (3-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
indole butyric acid), dan PCPA (P-chlorophenoxy asetic acid) (Katuuk,
1989).
Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Pada
kadar yang tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang
pertumbuhan dan menyebabkan diferensiasi kalus cenderung ke arah
pembentukan primordia akar. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel
menunjukan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan
osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel
terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya
tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai
dengan kenaikan volume sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
2) Sitokinin
Dalam kultur jaringan, sitokinin berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan serta morfogenesis. Sitokinin juga merupakan hormon yang
diproduksi secara alamiah (endogenus), dan juga dapat dibuat secara
sintesis (Katuuk, 1989).
Sitokinin alami ditemukan lebih dari 30 jenis dan terdapat dalam
bentuk sitokinin bebas, maupun sebagai glukosa atau ribosa. Dua sitokinin
alami yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan adalah zeatin
(4-hydroxy-3-methyl-trans-2-butenylaminopurine) dan 2-iP (N6-(2-
ispentyl)adenin). Sitokinin sintetik yang digunakan dalam kultur jaringan
antara lain kinetin atau FAP (6-furfurylaminopurine), BAP atau BA (6-
benzylaminopurine/6-benzyladenine), 2Cl-4PU (N-(2-chloro-4-pyridyl)-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
N’-phenylurea), PBA (SD 8339) ((6-benzylamino)-9-(2-
tetrahydropyranyl)-9H-purine), thidiazuron (N-phenyl-N’-1,2,3-
thiadiazol-5-phenylurea), dan 2,6Cl-4PU (N-(2,6-dichloro-4-pyridyl)-N’-
phenylurea) (Santoso dan Nursandi, 2002).
Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh pada
pembelahan sel. Sitokinin bersama-sama dengan auksin mempengaruhi
diferensiasi jaringan. Pemberian sitokinin yang relatif tinggi akan
menyebabkan kalus ke arah pembentukan primordia batang atau tunas
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
3. Eksplan
Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dikeluarkan atau
dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan (Katuuk, 1989). Pada
pemilihan eksplan, sebaiknya dipilih bagian atau jaringan tanaman yang masih
muda dan mudah tumbuh, yaitu jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri
dari sel-sel yang selalu membelah, berdinding tipis, belum mempunyai
penebelan zat pektin, plasmanya penuh, dan vakuolanya kecil-kecil.
Penggunaan jaringan meristem dalam kultur jaringan dikarenakan jaringan
meristem selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai hormon yang
mengatur pertumbuhan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Berhasil tidaknya pengulturan eksplan tergantung pada faktor yang
dimiliki oleh eksplan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi ukuran, umur
fisiologi, sumber, serta genotip eksplan (Katuuk, 1989).
a. Ukuran eksplan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Ukuran eksplan sangat menentukan proses pengkulturan. Bagian
tanaman yang dipotong masih mengandung suplai makanan serta hormon
untuk potongan itu sendiri, sehingga makin besar potongan, makin besar
kemampuan potongan ini untuk dirangsang tumbuh dan beregenerasi.
Namun, semakin besar eksplan maka semakin besar kemungkinan
mendapatkan jaringan yang terkontaminasi. Eksplan yang kecil mempunyai
daya tahan yang kurang. Ukuran eksplan yang paling baik adalah 0,5 sampai
1,0 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi, tergantung pada material
tanaman yang dipakai serta jenis tanaman (Katuuk, 1989).
b.Umur eksplan.
Umur eksplan sangat mempengaruhi tipe serta daya morfogenesis.
Jaringan yang masih muda serta belum banyak berdiferensiasi terdapat pada
bagian meristematik. Bagian inilah yang paling banyak berhasil dari semua
jenis tanaman. Sel atau jaringan yang masih muda (juvenile) akan tetap
muda dalam pengkulturan sehingga daya untuk beregenerasi tetap ada,
sedangkan sel-sel tua (mature), kesanggupan untuk beregenarasi sudah
berkurang. Selain dari kandungan jaringan meristematik yang berkurang,
jaringan yang sudah tua kemungkinan sudah mengandung patogen (Katuuk,
1989).
c. Sumber eksplan.
Sumber eksplan adalah tanaman induk tempat eksplan diambil.
Tanaman yang dijadikan sumber eksplan hendaknya dari tanaman yang
sehat, yang bertumbuh baik/normal. Pengaruh perubahan suhu, cahaya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
musim, serta kelembaban terhadap tanaman induk sangat mempengaruhi
perkembangan eksplan. Tanaman induk dituntut untuk berkecukupan zat
hara, lama penyinaran, intensitas cahaya serta hormon tumbuh. Dengan kata
lain, pertumbuhannya harus optimum (Katuuk, 1989).
Kemampuan bagian tanaman dalam pengulturan juga dipengaruhi oleh
jenis tanaman. Secara umum tanaman berkayu lebih sulit untuk
ditumbuhkankan dibanding herbaseus, monokotil lebih mudah dari dikotil.
Kesulitan membentuk kalus tidak hanya berdasarkan hal-hal tersebut, tetapi
lebih berdasar pada aspek fisiologi dan biokimia bahan tanam (Santoso dan
Nursandi, 2002).
d.Genotip eksplan.
Genotip adalah faktor endogen yang paling utama mempengaruhi
perkembangan jaringan eksplan, dibandingkan faktor-faktor lain. Perbedaan
kemampuan untuk beregenerasi disebabkan oleh genotip jelas dapat dilihat
pada tanaman monokotil, dikotil dan gymnospermae. Dari ketiga kelompok
ini, kemampuan untuk beregenerasi yang paling rendah adalah tanaman
gymnospermae, kemudian diikuti oleh tanaman monokotil, dan terakhir oleh
tanaman dikotil. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila satu jenis tanaman
dengan mudah beregenerasi in vivo maka sifat ini berlaku juga pada in vitro
(Katuuk, 1989).
4. Kalus
Jika suatu eksplan ditanam pada medium padat atau dalam medium
cair yang sesuai, dalam waktu 2 – 4 minggu, tergantung spesiesnya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
terbentuk massa kalus (Yuwono, 2006). Kalus adalah jaringan yang tak
berbentuk dan tak terorganisasi. Jaringan ini merupakan hasil pembelahan sel
yang berpotensi tinggi untuk terus-menerus membelah diri. Kalus adalah satu
fase yang harus dilalui selama pengulturan organ, jaringan, maupun
pengulturan sel-sel yang mendahului (Katuuk, 1989). Wetherell (1982)
mendefinisikan kalus sebagai pertumbuhan sel yang belum berdiferensiasi,
membentuk tumor sebagai akibat dari pengaruh auksin dan sitokinin yang
tinggi.
Secara alami, tanaman juga dapat membentuk kalus sebagai upaya
perlindungan tanaman karena tanaman mengalami perlukaan (infeksi bakteri,
gigitan serangga atau nematoda) dan juga karena tanaman mengalami stress
(Santoso dan Nursandi, 2002). Dalam kultur jaringan, kalus terbentuk karena
luka/irisan pada eksplan sebagai respon terhadap hormon baik eksogenus
maupun endogenus. Adanya rangsangan ini menyebabkan sel berubah dari
bentuk inaktif menjadi aktif (Katuuk, 1989).
Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkim yang mempunyai
ikatan yang renggang dengan sel-sel lainnya (Santoso dan Nursandi, 2002).
Pembelahan sel tidak terjadi pada seluruh permukaan eksplan, tetapi hanya
pada bagian meristematik, yaitu lapisan yang terletak pada bagian luar sel
perifer. Lapisan bagian dalam merupakan jaringan yang sudah tua dan tidak
membelah lagi. Setelah pembelahan sel bagian luar berkurang, kalus akan
terlihat membulat atau kompak, dan selanjutnya akan berlangsung proses
organoganesis atau embriogenesis (Katuuk, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
5. Sterilisasi
Menciptakan dan memelihara kondisi aseptik merupakan pekerjaan
yang paling berat dalam kultur jaringan. Spora dari bakteri dan jamur yang ada
di sekitar kita dapat jatuh atau terbawa sampai pada eksplan karena adanya
pergerakan udara. Akhirnya spora dan jamur akan tumbuh dan berkembang,
dan dalam beberapa hari akan tumbuh menjadi koloni mikrobial sehingga
objek kultur dikatakan terkontaminasi (Katuuk, 1989).
Media kultur jaringan merupakan sumber makanan yang baik untuk
bakteri dan fungi, dan semua prosedur in vitro harus memuat pencegahan
terhadap kontaminasi mikroba (Wetherell, 1982). Ada beberapa teknik
sterilisasi yang biasa digunakan dalam kultur jaringan tanaman, yaitu:
a. Sterilisasi panas basah
Cara sterilisasi panas basah adalah dengan menggunakan uap air. Alat
yang digunakan untuk sterilisasi ini adalah autoklaf. Hampir semua
mikroba akan mati setelah diberi uap air dengan suhu 121˚C selama 10-15
menit. Cara sterilisasi ini dapat digunakan untuk mensterilkan media
kultur, air, alat/instrumen, peralatan gelas serta peralatan plastik yang
tahan akan suhu panas. Lama sterilisasi ada aturannya, untuk mensterilkan
media 20-75 ml dibutuhkan waktu 15-20 menit, media 75-500 ml
dibutuhkan waktu 20-25 menit, media 500-5000 ml dibutuhkan waktu 25-
35 menit, yang semuanya dilakukan pada suhu 121˚C; sedangkan untuk
mensterilkan peralatan gelas dibutuhkan waktu 30 menit dengan suhu
130˚C (Katuuk, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
b. Sterilisasi panas kering
Cara sterilisasi panas kering adalah dengan menggunakan suhu tinggi
dan dalam kondisi kering. Alat yang digunakan untuk sterilisasi ini adalah
oven. Oven digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tidak mudah
terbakar, antara lain: alat-alat gelas dan alat-alat dari logam. Namun dalam
keadaan tertentu dimana suhu tidak terlalu panas, alat dapat dibungkus
dengan kertas kemudian disterilkan. Namun bukan berarti semua alat dari
bahan logam harus disterilkan dengan cara ini. Alat-alat seperti pisau serta
scalpel tidak dapat disterilkan dengan cara ini sebab dapat merusak
ketajaman pisau /alat (Katuuk, 1989).
Lama pemanasan tergantung pada suhu. Biasanya sterilisasi untuk
suhu 160˚C, memerlukan waktu 45 menit; 170˚C selama 18 menit; 180˚C
selama 7,5 menit, dan 190˚C selama 1,5 menit. Suhu harus terus dikontrol,
sebab pada suhu 170˚C, kertas mulai hancur. Setelah selesai proses
sterilisasi, alat/instrumen dikeluarkan dan dibawa ke ruang transfer, dan
dapat disterilkan lagi dengan menggunakan sinar ultraviolet (Katuuk,
1989).
c. Sterilisasi dengan memakai nyala
Alat/instrumen yang sudah disterilkan dengan oven, dikeluarkan dari
bungkusnya, dicelupkan dalam etanol 70% dan dilewatkan pada nyala
lampu spiritus. Setiap beberapa saat instrument harus dicelupkan ke dalam
etanol kemudian dibakar. Perlakuan ini berjalan terus selama kegiatan
inokulasi yang berlangsung di dalam kotak transfer (LAF) (Katuuk,1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
d. Sterilisasi dengan bahan kimia
Sterilisasi dengan bahan kimia merupakan pembasmian mikroba
dengan memakai bahan kimia. Biasanya bahan kimia dipakai untuk
mensterilkan permukaan saja, yang meliputi material tanaman dapat
disterilkan dengan menggunakan natrium hipoklorit, perak nitrat atau air
brom; sedangkan instrumen, tangan pekerja, serta ruang atau kotak transfer
dapat disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% (Katuuk, 1989).
Banyak jenis bahan pencuci yang bisa digunakan untuk sterilisasi
material tanaman. Jenis dan lama sterilisasi tergantung pada kepekaan
material tanaman. Terlalu lamanya proses sterilisasi dengan konsentrasi
bahan pencuci yang tinggi, akan mematikan mikroba sekaligus merusak
jaringan tanaman yang disterilkan. Di samping itu, bahan pencuci
hendaknya bersifat lebih mudah larut. Bila tidak demikian, sisa zat pencuci
ini akan tetap pada material tanaman, yang dapat mengganggu
pertumbuhan eksplan (Katuuk, 1989).
e. Sterilisasi dengan cahaya
Ruang dan kotak transfer sulit disterilkan hanya dengan menggosok
dengan alkohol atau bahan kimia pada permukaan. Untuk itu digunakan
lampu germisidal dengan sinar ultraviolet. Ada laboratorium yang sudah
memasangnya di langit-langit atau pada tempat lain dengan tujuan semua
bagian terkena cahaya. Kelemahan menggunakan sinar ultraviolet adalah
pada tempat-tempat yang tidak terkena cahaya, proses sterilisasi tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
terjadi. Selain itu, sinar ultraviolet hanya mampu mematikan bentuk
fertilisasi bakteri dan jamur, bukan bentuk spora (Katuuk, 1989).
6. Penanaman eksplan
Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminar air flow (LAF)
dengan kondisi aseptis. Sebelum bekerja di dalam LAF, semua perhiasan
tangan harus dilepas dan tangan dibasuh dengan alkohol 70%. Saat menanam
eksplan, pekerja harus menggunakan masker penutup mulut dan hidung
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Eksplan ditanam ke dalam media dengan sedikit ditekan agar eksplan
bersinggungan dengan media. Selanjutnya wadah ditutup dengan alumunium
foil atau parafin untuk mencegah penguapan. Media yang berisi eksplan
diinkubasikan dalam ruangan dengan suhu 25˚C (Dixon, 1985).
7. Subkultur
Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan
dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus
dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Subkultur pada media padat dilakukan dengan meletakkan kalus yang
sudah terbentuk di atas cawan petri dan membelah-belahnya lagi menjadi
bagian-bagian kecil dengan menggunakan skalpel dan pinset. Potongan-
potongan kalus tersebut segera dimasukkan kembali ke dalam wadah yang
berisi media baru dengan komposisi media yang sama dengan media lama dan
diinkubasikan kembali. Seluruh proses ini dilakukan dalam kondisi aseptis
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
8. Pertumbuhan kalus
Ada 3 tahapan perkembangan dan pertumbuhan kalus, mulai dari
waktu subkultur atau penaburan inokulum, yaitu induksi pembelahan sel,
pembelahan sel aktif dan tahap pembelahan sel lambat atau sel berhenti
membelah. Laju pertumbuhan kalus umumnya ditetapkan secara kuantitatif
dengan parameter indeks pertumbuhan bobot kalus basah. Pertambahan bobot
kalus basah merupakan selisih antara bobot kalus basah pada periode tertentu
dikurangi bobot kalus mula-mula atau bobot inokulum. Selanjutnya dari kurva
pertumbuhan kalus yang menyatakan hubungan antara pertumbuhan bobot
kalus basah dengan umur dapat diketahui fase-fase pertumbuhan kalus antara
lain:
a. Fase lag, yaitu fase belum terjadinya pertumbuhan secara nyata, keadaan
ini terjadi selama beberapa waktu setelah kalus disubkultur, serta
merupakan waktu adaptasi kalus dengan media yang baru. Pada fase ini
pertambahan bobot kalus hanya sedikit dan terlihat hampir mendatar pada
kurva.
b. Fase eksponensial, yaitu fase mulai terjadinya pertumbuhan kalus.
Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata dan diikuti fase linier
dimana pertumbuhan kalus terus menaik secara eksponensial seperti garis
lurus ke atas dan berhenti.
c. Fase stasioner, yaitu fase saat pertumbuhan kalus sama dengan kematian
sel-sel kalus. Pada fase ini, kalus tidak dapat bertahan hidup dalam waktu
yang lama. Sel-sel mulai mati, media pertumbuhan kelebihan muatan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
nutrien telah habis digunakan, sehingga kematian sel menjadi lebih cepat
(George dan Sherrington, 1984).
C. Glikosida Jantung
Glikosida jantung banyak ditemukan dalam keluarga tumbuhan yang
tidak berkaitan satu sama lain seperti Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae, dan
Ranunculaceae (Robinson, 1995); juga banyak ditemukan pada anggota suku
Scrophulariaceae, Digitalis, Nerium, Asclepiadaceae, dan Asclepis (Harborne,
1987). Tumbuhan yang mengandung senyawa ini biasanya digunakan sebagai
racun panah dan siksaan pada zaman prasejarah. Contoh glikosida yang
bermanfaat dalam pengobatan misalnya glisirizin, glikosida asam gliserisat,
yang terkandung dalam akar Glycyrrhiza glabra sebagai komponen aktif
utama (Robinson, 1995).
Sumber utama kardenolida ialah genus Digitalis dan Strophantus.
Digitalis mempunyai efek langsung pada jantung yaitu memberi kekuatan bila
jantung melemah. Glikosida jantung biasanya mempunyai sifat peluruh air
seni (diuretik) yang berakibat menurunkan tekanan darah dan mengobati
bengkak. Keberadaan senyawa ini dalam tumbuhan mungkin memberi
perlindungan kepada tumbuhan tersebut dari gangguan beberapa serangga
(Robinson, 1995).
Isolasi glikosida jantung murni dalam tanaman sulit dilakukan karena
glikosida jantung merupakan suatu glikosida yang memiliki kepolaran yang
tinggi. Berdasarkan polaritasnya, glikosida jantung dapat diekstrak dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
menggunakan pelarut yang polar antara lain: etanol, etil asetat, campuran
etanol dan air serta campuran etanol dan kloroform (Samuelsson, 1999).
Glikosida jantung diklasifikasikan sebagai steroid (sterol), karena
memiliki inti cyclopentanoperhydrophenanthrene, sebuah cincin lakton α-β
yang tidak jenuh (dengan sisi 5 atau 6) pada C17, sebuah β-oriented hydroxyl
pada C14, sebuah penggabungan cis dari cincin C dan D pada C13-C14 dan
tambahan satu atau lebih gula pada C3, biasanya deoksiheksometilosa. Cincin
lakton tidak jenuh bersisi 5 (pentagonal) pada C17 menggolongkan glikosida
tersebut sebagai kardenolida, sedangkan cincin lakton tidak jenuh bersisi 6
(heksagonal) pada posisi yang sama menggolongkan glikosida tersebut
sebagai bufadienolida (Farnsworth, 1966).
H
H
H
OH
CH3
CH3
HO
O
O
H
O
O
H
H
OH
CH3
CH3
HO
bufadienolida kardenolida
Gambar 1. Struktur dasar bufadienolida dan kardenolida
Identifikasi glikosida jantung dapat dilakukan dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) secara kualitatif. Reaksi identifikasi terhadap
glikosida jantung dapat dilakukan menggunakan uji dengan pereaksi Baljet
(2,4,6-trinitrophenol), uji dengan pereaksi Kedde (3,5-dinitrobenzoic acid), uji
dengan pereaksi Raymond (m-dinitrobenzene), uji dengan pereaksi Legal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
(sodium nitroprusside) dimana pereaksi tersebut akan bereaksi dengan grup
metilen aktif yang ditemukan dalam cincin lakton tidak jenuh. Pereaksi ini
akan memberikan warna oranye, ungu, biru, dan violet, yang menunjukkan
adanya glikosida jantung (Farnsworth, 1966).
D. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
fisikokimia (Stahl, 1969). Pada dasarnya semua kromatografi menggunakan
dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan-pemisahan tergantung
pada gerakan relatif dari dua fase ini. Kromatografi dapat digolongkan
berdasarkan sifat-sifat fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair.
Apabila fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan, sedangkan untuk fase diam yang berupa cairan dikenal
sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo, 2001).
Kromatografi lapis tipis termasuk ke dalam kromatografi serapan.
Prinsip dari kromatografi serapan adalah kecepatan bergerak dari suatu
komponen tergantung pada berapa besarnya komponen tersebut tertahan oleh
fase diam (Sastrohamidjojo, 2001).
Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah bahan
penyerap atau adsorben (Stahl, 1969). Fase diam dapat berupa serbuk halus
yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau
berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair)
(Gritter et al, 1991). Dua sifat penting yang perlu diperhatikan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
pemilihan bahan penyerap adalah ukuran partikel dan homogenitas partikel
penyerap. Kedua sifat ini sangat berpengaruh pada gaya adhesi. Besar partikel
yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Fase diam yang umum dan paling
banyak digunakan adalah silika gel yang dicampur dengan CaSO4 untuk
menambah daya lengket partikel silika gel pada pendukung (pelat). Adsorben
lain yang juga biasa digunakan adalah alumina, kieselguhr, celite, serbuk
selulosa, serbuk poliamida, kanji dan sephadex (Mulja dan Suharman, 1995).
Fase diam yang digunakan untuk analisis secara kromatografi lapis tipis untuk
glikosida jantung adalah silika gel GF 254 (Wagner, 1984).
Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase ini bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Fase
gerak yang digunakan adalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila
diperlukan sistem pelarut multi-komponen harus berupa campuran
sesederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1969).
Ada beberapa macam pilihan fase gerak untuk glikosida jantung, yaitu etil
asetat-metanol-air (100:13,5:10 v/v); etil asetat-metanol-etanol-air (81:11:4:8
v/v); metiletil keton-toluena-air-asam asetat glasial (40:5:3:2,5:1 v/v); dan
kloroform-metanol-air (65:35:10 v/v) (Wagner, 1984).
Campuran yang dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan berupa
bercak. Setelah itu pelat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan
terjadi selama pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna
harus dideteksi (Stahl, 1969).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Identifikasi dari senyawa yang terpisah (bercak/noda) pada lapisan
tipis dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia dan disemprot dengan
reagen. Identifikasi senyawa glikosida jantung dapat dilakukan dengan tanpa
pereaksi kimia yaitu dengan menggunakan sinar ultraviolet 254 dan 365 nm,
sedangkan reagen penyemprot yang digunakan untuk identifikasi senyawa
glikosida jantung adalah reagen Kedde, Legal, Baljet, Raymond, antimony
(III) chloride, chloramine-trichloroacetic acid/CTA, sulphuric acid (Wagner,
1984) dan vanillin-phosporic acid (Jork et al., 1990).
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan
dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak
antara senyawa dari titik awal dengan jarak tepi muka pelarut dari awal.
Rf = anpengembangjarak
anpengembangawaldaribercakjarak
Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan
kromatografi kertas sehingga perlu dibuat kromatogram zat pembanding
kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi
diperoleh dengan pengamatan dua bercak dengan harga Rf dan ukuran yang
hampir sama. Angka Rf berkisar antara 0,01 – 1,00 dan hanya dapat
ditentukan dengan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h),
menghasilkan nilai berkisar antara 0 – 100 (Harborne, 1984; Stahl, 1969).
E. Landasan Teori
Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara
tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
penelitian yang dilakukan Melero et al (2000), kamboja jepang mempunyai
kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis sehingga mempunyai
kemungkinan dapat digunakan sebagai obat jantung.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti
yang dikemukaan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel merupakan
satuan struktural, fungsional, dan hereditas terkecil dari makhluk hidup
sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu yang normal.
Sel juga mempunyai kemampuan totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel, dari
mana saja sel tersebut diambil, yang apabila ditumbuhkan pada lingkungan
yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap yang
baru yang mempunyai kandungan kimia yang sama dengan tanaman asalnya.
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Apabila eksplan ditanam dalam
media cocok, pertumbuhannya pun akan optimum. Media tumbuh yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Woody Plant Medium (WPM) karena
menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) media WPM cocok sebagai media
kultur untuk membudidayakan tanaman berkayu.
Laju pertumbuhan kalus umumnya ditetapkan secara kuantitatif
dengan parameter indeks pertumbuhan bobot kalus basah. Kurva pertumbuhan
kalus dapat menunjukkan fase-fase pertumbuhan kalus, yaitu fase lag (fase
penyesuaian), fase eksponensial (fase pertumbuhan optimum), dan fase
stasioner (fase penurunan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Teknik kultur jaringan ini diharapkan dapat menghasilkan metabolit
sekunder, yaitu glikosida jantung, dari tanaman kamboja jepang yang
mempunyai profil KLT yang mirip dengan profil KLT pada tanaman induknya
dan kultur kalusnya memiliki profil pertumbuhan sigmoidal yang fase
stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum.
F. Hipotesis
1. Daun tanaman kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan variasi
penambahan zat pengatur tumbuh asam 2,4-Diklorofenoksiasetat dan 6-
furfurylaminopurine pada media WPM.
2. Kultur kalus yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini memiliki
pertumbuhan sigmoidal yang fase stasionernya menghasilkan kandungan
glikosida jantung yang optimum.
3. Ekstrak kalus daun tanaman kamboja jepang memiliki profil KLT yang
mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : waktu pemanenan (hari ke-) dan variasi konsentrasi 2,4-D
dan FAP.
b. Variabel tergantung: profil pertumbuhan kultur kalus dan susut
pengeringan kalus (%).
2. Variabel pengacau terkendali
a. Subyek uji : daun yang digunakan sebagai eksplan adalah daun segar dan
sehat yang terletak pada nomor 3-5 dari ujung batang atau cabang dengan
ukuran eksplan 0,5 - 1,0 cm.
b. Bahan uji dan cara kerja penanaman berupa:
i. Media agar jenis WPM dengan sterilisasi tetap terjaga.
ii. Sterilitas, suhu, kelembaban dan intesitas cahaya dalam ruang
inkubator.
3. Variabel pengacau tidak terkendali
a. Keadaan patologis pada daun tanaman yang tidak tampak.
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
b. Kandungan senyawa kimia lain yang terkandung dalam kamboja jepang
yang dapat mempengaruhi hasil kromatogram.
4. Definisi Operasional
a. Daun yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah daun
yang segar dan sehat, terletak pada nomor 3-5 dari ujung batang atau
cabang.
b. Waktu inisiasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh eksplan untuk
membentuk kalus dihitung mulai dari saat penanaman eksplan sampai hari
pertama kalus mulai terbentuk berupa bintik putih dari tepi irisan daun
eksplan.
c. Subkultur adalah suatu kegiatan pemeliharaan kalus dengan memindahkan
kalus ke dalam media baru sehingga kalus tidak kekurangan nutrisi.
d. Bobot kalus basah awal adalah hasil pengurangan antara bobot botol +
media + kalus dengan bobot botol + media pada saat subkultur.
e. Bobot kalus basah akhir adalah bobot kalus yang ditimbang pada saat
pemanenan.
f. Bobot kalus kering adalah bobot kalus pada saat pemanenan dan sesudah
mengalami proses pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 40-
500C, sampai diperoleh kalus dengan bobot konstan yaitu antara
penimbangan yang pertama dan berikutnya selama 1 jam tidak berbeda 0,5
mg.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
g. Laju pertumbuhan kalus adalah laju pertumbuhan kalus yang ditandai
adanya pertambahan berat kalus dari waktu ke waktu dengan memanen
setiap 4 hari sekali sebanyak 3 botol selama 36 hari.
h. Profil pertumbuhan kalus adalah rasio antara pertumbuhan kalus (bobot
kalus basah akhir- bobot kalus basah awal) dengan waktu pemanenan serta
rasio antara bobot kalus kering dengan waktu pemanenan.
i. Persen susut pengeringan adalah rerata bobot kalus basah dikurangi
dengan rerata bobot kalus kering lalu dibagi dengan rerata bobot kalus
basah dikali dengan 100%.
j. Konsentrasi zat pengatur tumbuh, yaitu asam 2,4-Diklorofenoksiasetat
yang digunakan adalah 4 ppm dan 2 ppm yang terkandung dalam satu liter
media. Sedangkan konsentrasi 6-furfurylaminopurine yang digunakan
adalah 1 ppm.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
a. Alat yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman:
1) Alat-alat gelas, Pyrex
2) Autoklaf, YX 400Z Shanghai Sanshen, Medical Inst, Co, LTD.
3) Oven, Marius Instrument, German.
4) Pemanas listrik, Ika Combimag, RCT, German.
5) Timbangan analitik, Scaltec.
6) Glassfirn.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
7) Magnetic stirrer.
8) Pinset.
9) Skapel.
10) Kertas indikator pH.
11) Kertas saring.
12) Laminar air flow.
13) Lampu UV.
14) Inkubator, Heraeus Tamson, Holland.
15) Botol kultur.
16) Aluminium foil, Heavy-Duty, Diamond-Wrap.
17) Refrigerator, Sharp.
18) Sprayer.
19) Mortir & stamper.
b. Alat untuk penyarian : alat gelas (pyrex), kertas saring, dan waterbath
c. Alat untuk Kromatografi Lapis Tipis:
1) Bejana gelas.
2) Lempeng kaca.
3) Lemari asam.
4) Pipa kapiler.
5) Penyemprot bercak.
6) Lampu TL Day Light” 20 watt.
7) Lampu UV 254 dan 365 nm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2. Bahan Penelitian
a. Bahan eksplan : daun yang segar dan sehat terletak no. 3-5 dari ujung
batang atau cabang tanaman kamboja jepang.
b. Bahan kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Agar, Mkr Chemicals.
2) Garam anorganik (makronutrien) yang terdiri dari :
a) Kalsium nitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O), Merck, Germany,
1.02121.0500.
b) Ammonium nitrat (NH4NO3), GPR, BDH, 1.01188.0500.
c) Kalsium klorida-dihidrat (CaCl2.2H2O), Merck, Germany, 1.02381.1000
d) Magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O), Merck, Germany,
1.05886.0500
e) Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), Merck, Germany, 1.04873.0250.
3) Garam anorganik (mikronutrien) yang terdiri dari :
a) Mangan (II) sulfat tetrahidrat (MnSO4.4H2O), BDH limited Poole,
England, 10153.
b) Seng sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.08883.0500
c) Asam borat (H3BO3), Merck, Germany, 1.00165.1000
d) Besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.03965.0500
e) Natrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (NaEDTA.2H2O), Merck,
Germany, 1.08418
4) Vitamin dan asam amino yang terdiri dari:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
a) Myo-inositol, Merck, Germany, 1.04728.0100
b) Tiamin hidroklorida, Brataco Chemica, Indonesia
c) Asam nikotinat, Calbiochem, US, 481918
d) Piridoksin hidroklorida, Brataco Chemica, Indonesia
5) Sumber karbon : sukrosa, Merck, Germany.
6) Zat pengatur tumbuh :
a) Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D), Sigma, US, D-8407
b) Furfuryl Amino Purine (FAP), Merck, Germany, 1.24807.0250
7) Desinfektan
a) Natrium hipoklorida, Bayclin®, Johnson.
b) Alkohol 70% derajat kemurnian teknis.
c) Tween 80, Merck-Shouchard, Germany
8) Akuades
c. Bahan untuk penyarian: Metanol (J.T. Baker, Germany) dan Kloroform
(J.T. Baker, Germany)
d. Kromatografi Lapis Tipis :
a) Metanol, J.T. Baker, Germany
b) Etil asetat, J.T. Baker, Germany.
c) Kedde reagent, Merck, Germany.
d) Asam sulfat, Merck, Germany.
e) Silica-Gel GF 254, Merck, Germany.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman kamboja jepang dilakukan di laboratorium Biologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma berdasarkan pustaka acuan
(Anonim, 2006).
2. Pembuatan stok
a. Pembuatan larutan stok hara mikro
Disiapkan gelas piala dengan volume 500 ml yang telah diisi akuades
300 ml. Mangan (II) sulfat tetrahidrat sebanyak 2,23 mg, seng sulfat
heptahidrat sebanyak 860 mg, asam borat sebanyak 620 mg, dimasukkan
satu per satu ke dalam gelas piala tersebut, sambil diaduk dengan
menggunakan magnetic stirer hingga jernih. Kemudian ditambahkan
aquades hingga volume 500 ml. Tiap 1 liter media membutuhkan 5 ml
stok hara mikro.
b. Pembuatan larutan stok besi
Stok untuk bahan ini terpisah dari unsur hara mikro lainnya, karena
komponen natrium etilen diamin tetra asetat dan besi (II) sulfat heptahidrat
sukar larut dalam akuades, maka perlu ditambahkan beberapa tetes HCl,
kemudian dipanaskan. Disiapkan gelas piala dengan volume 500 ml yang
telah diisi akuades 300 ml. Besi (II) sulfat heptahidrat sebanyak 0,278 g
dan natrium etilen diamin tetra asetat dihidrat sebanyak 0,373 g
dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut, lalu ditambahkan beberapa tetes
HCl sambil diaduk dengan menggunakan magnetis stirer hingga larut dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
agar cepat larut dibantu dengan pemanasan. Kemudian ditambahkan
akuades hingga volume 500 ml. Perlu diperhatikan bahwa satu liter media
dibutuhkan 5 ml larutan stok besi.
c. Pembuatan larutan stok vitamin dan asam amino
Dua ratus milliliter aquades dimasukkan ke dalam gelas piala dengan
volume 500 ml, kemudian asam nikotinat sebanyak 0,05 g, piridoksin
hidroklorida sebanyak 0,05 g, dan tiamin hidroklorida sebanyak 0,1 g
dimasukkan satu per satu ke dalam gelas piala tersebut, sambil diaduk
dengan menggunakan magnetic stirer hingga jernih. Kemudian
ditambahkan aquades hingga volume 500 ml. Tiap satu liter media
dibutuhkan 5 ml larutan stok vitamin dan asam amino.
d. Pembuatan larutan stok myo-inositol
Untuk membuat larutan myoinositol, diperlukan 10 g myo-inositol
yang dilarutkan dalam 500 ml aquades dalam gelas piala sampai larut
kemudian akuades ditambahkan sampai volume 1 liter. Dalam membuat
satu liter media dibutuhkan larutan stok myoinositol sebanyak 10 ml.
e. Pembuatan larutan stok 2,4-D
Untuk membuat larutan stok 2,4-D (4 ppm), larutkan 2,4-D sebanyak
100 mg ke dalam 2-5 ml etanol, panaskan sebentar lalu tambahkan 100 ml
akuades. Dalam membuat satu liter media dengan konsentrasi 2,4D
sebesar 4 ppm dibutuhkan larutan stok sebanyak 4 ml.
f. Pembuatan larutan stok FAP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Sebanyak 100 mg bahan ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam
Beaker glass yang berisi 50 ml akuades. Sedikit demi sedikit HCl 1 N
diteteskan ke dalam Beaker glass sambil diaduk hingga zat pengatur
tumbuh larut merata. Akuades ditambahkan hingga volume mendekati 70
ml, diaduk kembali kemudian dituangkan ke dalam labu ukur 100 ml.
Akuades ditambahkan ke dalam labu ukur hingga volume tepat 100 ml.
Untuk 1 liter media yang akan ditambahkan zat pengatur tumbuh sejumlah
1 mg atau 1 ppm, dibutuhkan 1 ml larutran stok.
3. Pembuatan media (untuk 1 liter media)
Sebanyak 300 ml akuades dipanaskan dalam Beaker glass 1000ml.
Bahan-bahan nutrisi makro dimasukkan satu per satu ke dalam Beaker glass
sambil terus diaduk menggunakan strirer hingga larut. Setelah itu dimasukkan
berturut-turut 5 ml larutan stok hara mikro, 5 ml larutan stok besi-EDTA, 5
ml stok vitamin dan asam amino, dan 10 ml stok myo-inositol. Sedikit demi
sedikit dimasukkan campuran sukrosa 30 g dan agar 10 g sambil diaduk
hingga larut. Ditambahkan akuades sedikit demi sedikit untuk membantu
kelarutan hingga volume mencapai 1000 ml. Campuran tersebut dipanaskan
hingga mendidih dan berwarna jernih. Setelah jernih, media dibagi menjadi 2
bagian dan stok zat pengatur tumbuh dimasukkan sesuai konsentrasi yang
diinginkan. Untuk media pertama (selanjutnya akan disebut sebagai WPM 2)
dimasukkan 2 ml (4 ppm) larutan stok 2,4-D. Untuk media kedua (selanjutnya
akan disebut sebagai WPM 3) dimasukkan 1 ml (2 ppm) larutan stok 2,4-D
dan 0,5 ml (1 ppm) larutan stok FAP. pH kedua media diatur pada 5,2 – 5,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Jika terlalu basa ditambahkan HCl 1 N dan jika terlalu asam ditambahkan
larutan KOH 1 N. Selanjutnya media dituang ke dalam botol kultur dengan
ketebalan media kurang lebih 1 cm. Botol yang berisi media kemudian ditutup
menggunakan alumunium foil dan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
1210 C selama 15 menit. Media yang aman digunakan adalah media yang
telah disimpan dalam inkubator selama kurang lebih 1 minggu dan tidak
tampak adanya pertumbuhan mikroorganisme kontaminan seperti jamur dan
bakteri.
4. Sterilisasi alat dan ruangan
a. Sterilisasi alat
Erlenmeyer yang berisi akuades dan gelas piala kosong ditutup dengan
alumuniumfoil. Cawan petri diisi kertas saring, skalpel, pinset yang
dibungkus dengan kertas payung semuanya dimasukkan dalam autoklaf
dan disterilkan pada temperatur 121˚C selama 20 menit.
b. Sterilisasi ruangan
Dinding- dinding ruangan penanaman eksplan dan Laminar Air Flow
(LAF) disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 %. Selanjutnya lampu
UV, baik yang ada di ruangan maupun di LAF, dinyalakan selama ± 1
jam.
5. Sterilisasi dan penanaman eksplan
a. Sterilisasi eksplan
Sebelum dimasukkan ke dalam LAF, eksplan berupa daun yang
diambil dari tanaman induk dicuci di bawah air keran yang mengalir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dengan diberi sedikit detergen untuk membersihkan kotoran yang melekat
di permukaan terluar eksplan. Di dalam LAF eksplan juga disterilkan
dengan direndam-dikocok dalam larutan hipoklorit-Tween-80 selama 5
menit. Eksplan dibilas dengan air steril (air yang sudah disterilisasi dengan
autoklaf) hingga tidak berbusa lagi (kira-kira 3 kali pencucian). Eksplan
yang sudah dibilas dengan air steril ini sudah siap untuk ditanam.
b. Penanaman eksplan
Eksplan dipotong-potong (sepanjang 1 x 1 cm) melewati tulang daun.
Potongan eksplan dimasukkan ke dalam media dengan sedikit ditekan
untuk memperbesar sudut kontak eksplan dengan permukaan media klutur.
Media yang telah ditanami, diinkubasikan dalam ruang inkubator dengan
suhu ruangan 18˚C serta disinari dengan lampu TL ”Day Light” 20 watt
dengan ketinggian 40 cm (Wetherell, 1982).
6. Pengamatan waktu inisiasi kalus
Waktu inisiasi kalus dihitung dari saat kalus mulai terbentuk. Karena
pertambahan bobot pertumbuhan kalus tidak dapat diamati, penentuan waktu
inisiasi kalus dilakukan secara visual yaitu mulai terlihatnya bintik putih pada
bagian pelukaan eksplan.
7. Subkultur
Subkultur dilakukan 36 hari setelah penanaman saat tanaman telah
menampakkan gejala kurang nutrisi (mulai berwarna kecoklatan) atau
bobotnya tidak bertambah. Pada proses subkultur, kalus dipecah menjadi
bagian yang lebih kecil kemudian ditanam lagi ke dalam media baru. Proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
subkultur ini dilakukan sebagai berikut, semua perlengkapan yang digunakan
yaitu pinset, skapel, bunsen, alat-alat gelas, botol berisi alkohol 70% dan
botol-botol yang berisi media yang telah diketahui beratnya dimasukkan
kedalam laminar air flow dan disterilkan selama ± 1 jam dengan lampu UV.
Media yang berisi kalus kemudian disemprot dengan alkohol 70%
kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow. Ketika botol akan dibuka
dan ditutup, maka dilakukan proses flambir. Kemudian ambil kalus dengan
pinset dan letakkan di atas cawan petri. Bersihkan kalus dari sisa-sisa eksplan
hingga bersih kemudian belah bagian kalus tersebut dan potong-potong
dengan menggunakan pertolongan skapel dan pinset dengan ukuran kalus
awal, yaitu 3–5 mm lalu ditanam dalam media yang baru secara aseptis. Kalus
yang telah ditanam tadi kemudian diinkubasikan di dalam ruang inkubator
dengan suhu ruangan 18˚C serta disinari dengan lampu TL “Day Light” 20
watt dengan ketinggian 40 cm. Sub-kultur ini dibuat sebanyak 27 botol. Untuk
mengetahui bobot kalus maka dilakukan penimbangan pada media baru yang
berisi kalus, selanjutnya bobot yang diperoleh dikurangkan dengan bobot
media awal sebelum ditanami kalus.
8. Pemanenan
Setelah dilakukan subkultur, tiap 4 hari sekali dilakukan pemanenan
sebanyak 3 buah botol yang berisi kalus lalu dibersihkan dari sisa-sisa agar
yang masih melekat. Setelah kalus bersih kemudian dilakukan penimbangan
dan akan mendapatkan bobot kalus basah. Kalus yang telah dipanen kemudian
dikeringkan pada suhu 40-50˚C hingga didapatkan perbedaan bobot sebesar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
0,5 mg bobot zat dari 2 penimbangan berurutan berselang 1 jam atau dengan
kata lain setelah didapatkan berat kalus kering yang konstan. Catat bobot
kering kalus hasil setiap pemanenan. Kalus kering yang diperoleh kemudian
digerus dengan menggunakan mortir dan stamper . Selanjutnya serbuk kalus
yang diperoleh, disimpan di dalam flakon dan dikumpulkan sebanyak 2 gram
untuk dibuat ekstrak sehingga dapat diketahui metabolit sekunder dalam kalus.
9. Analisis pertumbuhan kalus
Analisis pertumbuhan kalus dalam penelitian ini menggunakan analisis
menggunakan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data biomassanya.
Kalus basah yang diperoleh dari setiap pemanenan dikeringkan hingga
bobotnya konstan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung berdasarkan
persentase pertambahan bobot biomassa kalus. Kemudian dibuatkan grafik
pola pertumbuhan kalus, dengan menghubungkan antara pertambahan bobot
kalus kering dan umur kalus.
10. Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang
Daun kamboja jepang dikeringkan di dalam oven pada suhu 40-50˚C.
Kemudian daun yang telah dikeringkan tersebut, digerus dengan
menggunakan mortir dan stamper. Serbuk daun yang diperoleh, disimpan di
dalam flakon.
11. Uji tabung
Sepuluh gram serbuk dimaserasi selama 1 jam dengan penyari alkohol
70%. Larutan disaring, dan filtrat yang diperoleh ditambah larutan Pb-asetat
pekat hingga terjadi pengendapan sempurna. Endapan yang terjadi dipisahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dengan sentrifugasi. Supernatan yang diperoleh ditambah larutan natrium
sulfat 6,3% untuk menghilangkan sisa-sisa Pb. Bila terjadi endapan, endapan
dipisahkan dengan sentrifugasi lalu supernatan diambil. Supernatan kemudian
disari dengan 10 ml kloroform sebanyak 3 kali. Sari kloroform dipekatkan
hingga kira-kira 5 ml.
a. uji Baljet
Sari kloroform diambil secukupnya lalu diencerkan dengan metanol 3-5
kali lipat volume asalnya dan ditambahkan pereaksi Baljet. Perubahan
warna larutan menjadi jingga menunjukkan adanya glikosida dengan
aglikon kardenolida.
b. uji Raymond
Sari kloroform diambil secukupnya lalu diencerkan dengan metanol 3-5
kali lipat volume asalnya dan ditambahkan pereaksi Raymond. Perubahan
warna larutan menjadi ungu menunjukkan adanya glikosida dengan aglikon
kardenolida (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005).
12. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang
Satu gram serbuk kalus daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10
ml campuran kloroform-metanol (1:10 v/v), selama 10 menit. Larutan
didinginkan dan disaring, filtratnya diuapkan sampai kering. Residu yang
diperoleh dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan
Wulandari, 2005). Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT 30-50μl (Wagner et
al., 1984).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
13. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis
Satu gram serbuk kalus daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10
ml campuran kloroform-metanol (1:10 v/v), selama 10 menit. Larutan
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah asam
sulfat 5% (untuk menghidrolisis glikosida jantung menjadi glikon dan
aglikonnya) lalu diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan
dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005).
Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT 30-50μl (Wagner et al., 1984).
14. Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang
Satu gram serbuk daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10 ml
campuran kloroform-metanol (1:10 v/v), selama 10 menit. Larutan didinginkan
dan disaring, filtratnya diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh
dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan
Wulandari, 2005) . Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT 30-50μl (Wagner
et al., 1984).
15. Pembuatan standar digitoksin
Sepuluh mg serbuk digitoksin dilarutkan dalam sepuluh ml metanol P
(Anonim, 1995).
16. Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan larutan
standar digitoksin.
Ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan larutan standar
digitoksin ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan fase diam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
silica gel GF254 dan fase gerak berupa etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v)
dengan jarak pengembangan 8 cm. Deteksinya menggunakan sinar UV 254
dan 365 nm, serta disemprot dengan pereaksi Kedde dan SbCl3 (bercak
diamati di bawah sinar tampak) (Wagner et al., 1984).
E. Analisis Hasil
Analisis waktu inisiasi kalus dilakukan secara visual sebagai munculnya
titik-titik tumbuh kalus yang berwarna putih kekuningan untuk yang pertama
kalinya pada eksplan dengan menggunakan rata-rata waktu inisiasi kalus.
Analisis pertumbuhan kalus di dalam penelitian ini menggunakan dua
cara, yaitu :
1. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data
penimbangan bobot kalus basah dengan umur kalus.
Pertumbuhan kalus diperoleh berdasarkan pertambahan bobot kalus basah
yakni dengan cara mengurangkan bobot kalus basah akhir dengan bobot kalus
basah awal. Data yang diperoleh digambar dalam grafik hubungan antara hari
pemanenan dan umur kalus serta ditentukan fase-fase pertumbuhannya.
2. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data
biomassanya.
Data penimbangan bobot kalus basah yang diperoleh dari setiap
pemanenan kemudian dikeringkan hingga bobotnya konstan dan ditimbang.
Pertumbuhan kalus dihitung berdasarkan persentase pertambahan bobot
biomassa kalus. Kemudian dibuatkan grafik pertumbuhan kalus, dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
menghubungkan antara pertambahan bobot kalus kering dan umur kalus. Data
profil pertumbuhan kalus berdasarkan biomassa kalus tersebut digunakan
sebagai data pendukung bagi pertumbuhan kalus berdasarkan pertambahan
bobot kalus basah.
Untuk mengetahui apakah dengan adanya penambahan zat pengatur
tumbuh (2,4-D dan FAP) selama dilakukannya proses kultur berpengaruh
terhadap kadar air yang terkandung di dalam kalus maka diperlukan perhitungan
persen susut pengeringan. Persen susut pengeringan kalus dihitung dengan
mengurangkan rerata bobot kalus basah akhir dengan rerata bobot kalus kering
dibagi dengan rerata bobot basah akhir dikali 100%.
Analisis kandungan kimia kalus, dalam hal ini glikosida jantung
dilakukan uji KLT dengan membandingkan bercak KLT ekstrak kalus kamboja
jepang dengan bercak KLT ekstrak daun tanaman asal dan larutan standar
digitoksin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Kamboja Jepang
Determinasi tanaman kamboja jepang dilakukan dengan mencocokkan
tanaman kamboja jepang yang digunakan dalam penelitian dengan ciri-ciri
morfologi tanaman kamboja jepang berdasarkan pustaka acuan Anonim (2006).
Berdasarkan hasil determinasi, diperoleh keterangan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kamboja jepang (Adenium obesum
(Forssk.) Roem. & Schult.) dari famili Apocynaceae.
B. Pemilihan dan Penanaman Eksplan
Bahan yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah daun
tanaman kamboja jepang. Pemilihan daun tanaman kamboja jepang sebagai
eksplan karena daun memiliki jaringan parenkim yang akan berdediferensiasi,
yaitu proses perkembangan terbalik dari bagian tanaman atau organ tanaman
menjadi sekelompok sel yang terus-menerus membelah berupa kalus dalam media
tanam yang digunakan. Eksplan daun lebih mudah disterilisasi dalam proses
pengulturan tanaman tersebut.
Dalam penelitian ini, daun yang digunakan sebagai eksplan berasal dari
daun sehat dan segar yang terletak nomor 3 sampai 5 dari ujung batang atau
cabang karena daun pada daerah tersebut masih banyak memiliki jaringan
meristem yang mempunyai sifat totipotensi sehingga dapat tumbuh dan
berkembang. Daun yang terletak pada ujung batang atau cabang sel-selnya masih
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
terlalu muda dan tidak tahan dengan sterilisasi secara kimiawi menggunakan
desinfektan (campuran larutan hipoklorit dan Tween 80) sehingga dapat
mengakibatkan rusaknya jaringan dan gagalnya pembentukan kalus atau bahkan
matinya eksplan yang digunakan. Sedangkan pada pangkal batang atau cabang,
sel-sel daunnya sudah tidak aktif membelah karena hanya memiliki sedikit
jaringan meristem sehingga untuk membentuk kalus akan dibutuhkan waktu yang
sangat lama.
Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun karena
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nakamura et al (2000) ekstrak daun
tanaman Adenium obesum mengandung glikosida jantung yang memiliki efek
sitotoksik yang berpotensi sebagai antikanker. Oleh karena itu, diharapkan
penelitian ini menghasilkan kalus dari daun kamboja jepang yang mengandung
glikosida jantung yang sama dengan tanaman asalnya.
Ukuran eksplan sangat menentukan dalam proses pengulturan. Eksplan
yang terlalu besar memiliki resiko kontaminasi yang besar dan penyerapan nutrisi
yang kurang sempurna karena tidak semua bagian eksplan menempel pada media
sehingga kalus yang terbentuk hanya pada sebagian eksplan saja selebihnya
eksplan mulai menguning, menjadi coklat dan akhirnya mati. Sebaliknya, eksplan
yang terlalu kecil memiliki daya tahan yang kurang karena semakin kecil eksplan
semakin besar luka sehingga semakin besar derajat kerusakan eksplan. Percobaan
yang dilakukan peneliti menggunakan eksplan yang kecil menghasilkan kalus
yang lebih merata karena nutrisi dari medium tanam terdistribusi lebih cepat dan
merata. Sedangkan pada eksplan yang lebih besar, tidak semua bagian eksplan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
tumbuh kalus karena distribusi nutrisi yang lebih lambat. Berdasarkan orientasi,
ukuran eksplan yang paling baik antara 0,5-1,0 cm.
Gambar 2. Eksplan dalam bentuk irisan melintang daun
Eksplan ditanam dalam bentuk irisan melintang daun dengan harapan
permukaan eksplan yang bersentuhan dengan media semakin luas sehingga nutrisi
dapat diserap dengan lebih baik oleh eksplan. Pengirisan dan pemindahan eksplan
ke dalam botol kultur dilakukan menggunakan pisau dan pinset yang telah
disterilkan dengan etanol 70%, dibakar, dan didinginkan untuk meminimalkan
resiko kematian eksplan karena panas. Selanjutnya eksplan diinkubasi dalam
ruang inkubator dengan suhu ruangan 18˚C serta disinari dengan lampu TL day
light 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Suhu 18˚C adalah suhu yang ideal bagi
pertumbuhan eksplan dan kalus. Lampu TL day light berfungsi sebagai pengganti
sinar matahari karena eksplan membutuhkan penyinaran selama menumbuhkan
kalusnya dan ketinggiannya diatur (sekitar 40 cm) untuk menjaga agar radiasi
sinar dari lampu tidak menyebabkan kenaikan suhu ruangan yang dapat
mengganggu pertumbuhan kalus serta untuk menjaga supaya aerasi dapat berjalan
dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
C. Waktu Inisiasi Kalus
. Waktu inisiasi kalus adalah waktu yang diperlukan sejak penanaman
eksplan hingga saat kalus mulai terbentuk. Idealnya, waktu inisiasi kalus ditandai
dengan pertambahan bobot eksplan yang telah ditanam dari bobot awalnya.
Namun, berdasarkan pengamatan bobot media dan eksplan dari hari ke hari
menunjukkan terjadinya penurunan bobot eksplan dan media yang berbanding
lurus dengan umur penanaman. Penurunan bobot tersebut terjadi karena laju
pertumbuhan kalus lebih lambat daripada laju pengurangan kadar air media akibat
penguapan dan penyerapan air oleh eksplan. Oleh karena itu, penentuan waktu
inisiasi kalus tidak dapat diamati dengan cara tersebut.
Pada penelitian ini, penentuan waktu inisiasi kalus dilakukan secara
visual, yaitu dengan melihat munculnya titik-titik tumbuh kalus yang berwarna
putih kekuningan untuk yang pertama kalinya pada eksplan.
Tabel I. Waktu inisiasi kalus pada WPM 2
Perbandingan konsentrasi
ZPT (ppm) Jumlah botol
Waktu inisiasi kalus
(hari)
2 9
3 11
5 12
2,4-D : FAP
4 : 0
Rata-rata 11,1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel II. Waktu inisiasi kalus pada WPM 3
Perbandingan konsentrasi
ZPT (ppm) Jumlah botol
Waktu inisiasi kalus
(hari)
6 8
3 9
1 11
2,4-D : FAP
2 : 1
Rata-rata 8,6
Ada dua media yang digunakan, yaitu WPM 2 dan WPM 3. WPM 2
adalah media Woody Plant Medium dengan konsentrasi 2,4-D 4 ppm. WPM 3
adalah media Woody Plant Medium dengan perbandingan konsentrasi 2,4-D dan
FAP (2 ppm : 1 ppm). Tabel di atas menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus
WPM 3 lebih cepat dibandingkan WPM 2. Kalus yang terbentuk pada WPM 3
pun lebih optimal dibanding WPM 2. Hal ini berarti variasi konsentrasi pada
WPM 3 adalah konsentrasi yang optimum untuk pertumbuhan kalus.
Kalus yang terbentuk paling cepat adalah pada irisan eksplan dekat ibu
tulang daun. Di antara berkas pengangkut pada ibu tulang daun tersusun jaringan
meristem sehingga mudah membentuk kalus. Selain itu, berkas pengangkut akan
memudahkan difusi zat hara dari medium tumbuh ke dalam jaringan parenkim
eksplan. Perbedaan terjadinya waktu inisiasi kalus disebabkan adanya
penambahan sitokinin dan auksin yang berbeda. Dalam kultur jaringan, auksin
berperan dalam pembesaran sel, sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan
sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Mauseth, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Gambar 3. Inisiasi kalus
Waktu inisiasi kalus tidak dapat menggambarkan pertumbuhan kalus.
Proses orientasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa walaupun
eksplan tanaman diperlakukan pada kondisi percobaan yang sama, namun eksplan
tanaman yang satu dan yang lainnya memiliki kepotensialan yang berbeda untuk
tumbuhnya kalus. Oleh karena itu, selain dilakukan penentuan waktu inisiasi kalus
secara visual perlu dilakukan juga analisis profil pertumbuhan kalus dengan
menimbang berat kalus selama pemanenan.
D. Subkultur dan Panen
Kalus yang dihasilkan dari eksplan harus disubkultur apabila kalus sudah
mulai cokelat yang artinya sebagian besar nutrisi pada media WPM sudah diserap
oleh kalus sehingga kalus membutuhkan media baru untuk pertumbuhannya.
Kalus yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih kekuningan dan bersifat
freeable, yaitu antara satu sel dengan sel yang lain mudah dipisahkan.
Subkultur dilakukan setelah kalus berumur 36 hari. Apabila subkultur
terlambat dilakukan, massa kalus akan mati kehabisan nutrisi. Tanda-tanda kalus
kehabisan nutrisi dan harus segera dipindah ke dalam media yang baru adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
warna kalus menjadi cokelat, media tumbuh mulai retak, dan selanjutnya sedikit
demi sedikit kalus akan mengering. Waktu 36 hari yang digunakan dalam
penelitian ini didapat dari hasil orientasi. Pada umur 36 hari kalus telah mulai
menunjukkan tanda kekurangan nutrisi.
Pada penelitian ini, kalus hanya disubkultur sekali sebelum dilakukan
pemanenan. Kalus yang dipanen adalah hasil dari subkultur pertama. Hal ini
dilakukan karena pada subkultur yang pertama eksplan sudah membentuk kalus
seluruhnya.
Bagian kalus yang disubkultur adalah bagian yang belum berubah warna
menjadi cokelat (mengalami “browning”) dan memiliki titik tumbuh yang baik
yaitu di bagian kalus terluar. Apabila menanam kalus yang sudah mengalami
“browning”, kalus tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang membentuk kalus
baru. Kalus bagian luar merupakan kalus yang masih tersusun oleh sel-sel
meristem sehingga dapat tumbuh dan berkembang membentuk kalus baru.
Bobot kalus awal sebelum subkultur tidak dapat ditimbang karena
adanya resiko kontaminasi. Oleh karena itu, jumlah kalus awal dikendalikan
dengan menyamakan ukuran kalus awal, yaitu ± 3–5 mm. Ukuran ini ditetapkan
dengan orientasi. Ukuran kalus awal yang lebih kecil menghasilkan pertumbuhan
yang lebih pesat karena difusi nutrisi lebih cepat dan lebih optimal.
Pemanenan dilakukan setiap 4 hari sekali selama 36 hari. Pemanenan ini
bertujuan untuk mengetahui profil pertumbuhan kalus dan untuk mendapatkan
kalus kering yang akan dianalisis kandungan kimianya. Pemanenan dilakukan
sampai hari ke-36, karena pada hari ke-28 hingga hari ke-36 kalus menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
fase stasioner. Pada fase tersebut diharapkan kalus memiliki kandungan metabolit
sekunder berupa glikosida jantung yang optimum.
Gambar 4. Kalus daun kamboja jepang hasil subkultur
E. Profil Pertumbuhan Kalus
Pemanenan dilakukan untuk memastikan adanya penambahan bobot
kalus basah. Pada pengamatan bobot media terjadi penurunan bobot media setiap
harinya karena adanya penguapan media yang lebih besar daripada laju
pertumbuhan kalus sehingga sulit untuk melihat pertambahan bobot kalus basah.
Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pemanenan setiap 4 hari sekali sehingga
didapatkan data pertambahan bobot kalus. Pertumbuhan dihitung sebagai selisih
bobot kalus basah akhir (n hari setelah penanaman) dengan bobot kalus basah
awal (bobot kalus pada saat ditanam). Pola pertumbuhan kalus mengikuti
persamaan kuva sigmoid dengan adanya fase lag, fase eksponensial, dan fase
stasioner.
Pada analisis profil pertumbuhan ini ada dua media yang digunakan.
Kedua media tersebut disebut sebagai WPM 2 dan WPM 3. WPM 2 adalah media
Woody Plant Medium dengan konsentrasi 2,4-D 4 ppm. WPM 3 adalah media
Woody Plant Medium dengan perbandingan konsentrasi 2,4-D dan FAP (2 ppm :
1 ppm).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pola Pertumbuhan Kalus Daun Kamboja Jepang pada WPM 2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari Panen
Pert
umbu
han
Kal
us (g
)
Pertumbuhan Kalus
Gambar 5. Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 2
Pola pertumbuhan kalus hasil subkultur dapat memperlihatkan fase-fase
pertumbuhan kalus yaitu fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. (i) Fase
lag, yaitu fase penyesuaian. Pada fase ini laju pertumbuhan kalus sangat kecil.
Pada WPM 2, fase lag dimulai pada hari ke-4 sampai hari ke-20. Pada fase lag,
terjadi penyesuaian diri daun kamboja jepang dengan lingkungan sehingga laju
pertumbuhan sangat kecil. Pada fase ini, kalus mulai tumbuh dan ditandai dengan
adanya bintik berwarna putih kekuningan pada bagian pelukaan daun. (ii) Fase
eksponensial, yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus sangat besar. Pada fase ini
kalus dapat menyerap nutrisi dengan baik yang diperlukan untuk pembelahan sel.
Fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-28. (iii) Fase stasioner,
yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus mulai konstan. Pada fase ini nutrisi dalam
media mulai berkurang sehingga penyerapan nutrisi juga berkurang dan laju
pertumbuhan kalus sebanding dengan laju kematian. Pada WPM 2, fase stasioner
terjadi setelah hari ke-28. Pada fase stasioner inilah metabolit aktif berupa
glikosida jantung dihasilkan. Oleh karena itu, pemanenan kalus dapat dilakukan
mulai hari ke-28 untuk mendapatkan metabolit dalam jumlah optimum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Pola Pertumbuhan Kalus Daun Kamboja Jepang pada WPM 3
00.20.40.60.8
11.21.41.6
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Hari Panen
Pert
umbu
han
Kal
us (g
)
Pertumbuhan Kalus
Gambar 6. Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 3
Pola pertumbuhan kalus hasil subkultur dapat memperlihatkan fase-fase
pertumbuhan kalus, yaitu fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. (i) Fase
lag, yaitu fase penyesuaian. Pada fase ini laju pertumbuhan kalus sangat kecil.
Pada WPM 3, fase lag dimulai pada hari ke-4 sampai hari ke-20. Pada fase lag,
terjadi penyesuaian diri daun kamboja jepang dengan lingkungan sehingga laju
pertumbuhan sangat kecil. Pada fase ini, kalus mulai tumbuh dan ditandai dengan
adanya bintik berwarna putih kekuningan pada bagian pelukaan daun. (ii) Fase
eksponensial, yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus sangat besar. Pada fase ini
kalus dapat menyerap nutrisi dengan baik yang diperlukan untuk pembelahan sel.
Fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-28. (iii) Fase stasioner,
yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus mulai konstan. Pada fase ini nutrisi dalam
media mulai berkurang sehingga penyerapan nutrisi juga berkurang dan laju
pertumbuhan kalus sebanding dengan laju kematian. Pada WPM 3, fase stasioner
terjadi setelah hari ke-28. Pada fase stasioner inilah metabolit aktif berupa
glikosida jantung dihasilkan. Oleh karena itu, pemanenan kalus dapat dilakukan
mulai hari ke-28 untuk mendapatkan metabolit dalam jumlah optimum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus
00.20.40.60.8
11.21.41.6
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
hari panen
pertu
mbu
han
(g)
wpm 3 wpm 2
Gambar 7. Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus Kedua Media
Gambar di atas menunjukkan bahwa kalus pada WPM 3 mempunyai
pertumbuhan yang lebih optimum (puncak yang lebih tinggi) dibanding WPM 2.
Hal ini berarti konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ada dalam WPM 3 adalah
konsentrasi yang optimum untuk menumbuhkan kalus.
F. Susut Pengeringan Kalus
Kalus basah hasil pemanenan dikeringkan dan ditimbang dengan tujuan
untuk mengetahui banyak sedikitnya kandungan air dari kalus. Kandungan air
kalus dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh auksin yang dapat meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel yang diikuti dengan
menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel
(Hendaryono dan Wijayani, 1994). Semakin sedikit kandungan air dari kalus,
biomassa kalus semakin besar dan diharapkan kandungan metabolit sekundernya
(dalam hal ini glikosida jantung) semakin banyak. Untuk melihat pengaruh variasi
konsentrasi terhadap kandungan air kalus, dilakukan perbandingan susut
pengeringan dari kalus pada kedua media. Persen susut pengeringan adalah nilai
persen dari pengurangan rerata bobot kalus basah dengan rerata bobot kalus
kering dibagi dengan rerata bobot kalus basah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Persen susut pengeringan kalus yang diperoleh dari hasil penelitian
ditunjukkan pada gambar 8. Persen susut pengeringan kalus meningkat secara
drastis pada hari ke-0 hingga hari ke-4. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus
menyerap lebih banyak air pada fase awal pertumbuhan kalus yaitu pada fase lag
akibat adanya penambahan zat pengatur tumbuh auksin (2,4-D) ke dalam media.
Adanya 2,4-D dapat menurunkan tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke
dalam disertai dengan kenaikan volume sel, sehingga kalus membesar dan persen
susut pengeringan mengalami kenaikan. Selanjutnya persen susut pengeringan
kalus mulai konstan pada hari ke-4 hingga hari ke-36. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kalus lebih banyak melakukan aktivitas pembelahan sel dibanding
menyerap air
Susut Pengeringan Kalus
0
20
40
60
80
100
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Umur Kalus (hari)
Susu
t Pen
geri
ngan
(%)
kalus WPM 2 kalus WPM 3
Gambar 8. Perbandingan susut pengeringan kalus pada kedua media
Gambar di atas menunjukkan bahwa susut pengeringan kedua media
tidak berbeda jauh dan perbedaan konsentrasi ZPT, terutama auksin, pada kedua
media tidak mempengaruhi kandungan air dalam kalus. Hal ini diduga karena
kamboja jepang merupakan tanaman sukulen yang memiliki kemampuan untuk
menyimpan air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
G. Analisis Kandungan Kimia Kalus
Analisis ini digunakan untuk membuktikan adanya kandungan glikosida
jantung yang sama antara kalus daun kamboja jepang dengan tanaman asalnya
sehingga dapat dikembangkan untuk memproduksi metabolit sekunder.
Pada penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji identifikasi fitokimia
kalus dengan menggunakan 2 macam pereaksi, yaitu uji dengan pereaksi Baljet
dan uji dengan pereaksi Raymond. Apabila hasil uji ini memberikan hasil yang
positif, akan terjadi warna jingga dan ungu yang menunjukkan adanya aglikon
kardenolida. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang positif dengan kedua
pereaksi tersebut. Hal ini berarti ekstrak kalus daun kamboja jepang mengandung
aglikon kardenolida.
Selanjutnya, dilakukan analisis kandungan kimia kalus dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang digunakan pada penelitian ini
adalah silika gel GF254. Silika gel GF254 adalah silika gel yang mengandung bahan
pengikat Gibs dengan indikator yang dapat berfluoresensi pada panjang
gelombang 254 nm. Penggunaan fase diam ini karena glikosida jantung hanya
memiliki sedikit gugus kromofor yang apabila dideteksi di bawah UV 254 nm
pada silika gel tanpa indikator fluoresensi akan memberikan bercak dengan
intensitas warna yang lemah. Oleh karena itu digunakan silika gel GF254 yang
mengandung bahan yang dapat berfluoresensi.
Fase gerak yang digunakan adalah campuran etil asetat-metanol-air
dengan perbandingan 81 : 11 : 8 v/v. Fase gerak ini bersifat lebih non polar
dibandingkan dengan fase diam sehingga kromatografi ini merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
kromatografi fase normal. Pereaksi semprot yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pereaksi Kedde dan pereaksi antimon-triklorida (SbCl3).
Glikosida jantung bersifat polar karena memiliki gugus gula (glikon).
Namun kepolaran fase diam yang digunakan dalam penelitian lebih tinggi
dibandingkan dengan glikosida jantung sehingga diperkirakan bercak (analit) akan
dapat bergerak mengikuti fase gerak. Dari pengamatan bercak hasil KLT,
didapatkan data yang tercantum dalam tabel III.
Tabel III. Hasil pengamatan KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat - metanol - air (81 : 11 : 8 v/v )
Sinar UV 254 nm 365 nm
Pereaksi Kedde Pereaksi SbCl3Totolan Ekstrak
No. Ber-cak Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna
A1 0,54 Ungu 0,54 Biru terang 0,53 Ungu gelap 0,41 Biru tua Standar
Digitok-sin A2 0,78 Ungu 0,78 Merah 0,74 Coklat
muda 0,66 Cokelat tua
BB1 0,21 Ungu - - - - 0,18 Kuning BB2 0,26 Ungu 0,25 0,26 Kuning 0,41 Cokelat BB3 0,50 Hijau muda - - 0,50 Hijau 0,49 Cokelat
BB4 0,55 Hijau muda - - 0,55 Hijau-kuning 0,53 Hijau-kuning
BB5 0,59 Hijau 0,58 Ungu gelap 0,59 Ungu 0,56 Biru BB6 0,73 Hijau 0,73 Ungu gelap 0,73 Kuning 0,69 Cokelat
Daun Kamboja Jepang
BB7 0,80 Hijau tua 0,80 Ungu gelap 0,79 Hijau tua 0,76 Hijau tua
C1 - - 0,15 Ungu gelap 0,14 Cokelat 0,41 Cokelat muda
Kalus Kamboja Jepang WPM 2 C2 - - - - - - 0,66 Cokelat
Kalus Kamboja Jepang
WPM 3
D1 0,68 Ungu 0,68 Kuning muda 0,68 Cokelat 0,68 Cokelat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Keterangan gambar : Rf
1
1
7
6
54 3
2
2
1
DCB A
Fase diam : silika gel GF254 1
Fase gerak : etil asetat-metanol-
air (81 : 11 : 8 v/v)
A : Standar Digitoksin
B : Ekstrak daun kamboja jepang
C : Ekstrak kalus daun kamboja
jepang WPM 2
D : Ekstrak kalus daun kamboja
jepang WPM 3
0 Deteksi : pereaksi Kedde
Jarak pengembangan : 8 cm
Gambar 9. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot
dengan pereaksi Kedde
Dari hasil penelitian di atas, masing-masing ekstrak kalus daun kamboja
jepang menghasilkan 1 bercak, sedangkan ekstrak daun kamboja jepang
menghasilkan 6 bercak, dan standar digitoksin menghasilkan 2 bercak setelah
lempeng disemprot dengan pereaksi Kedde.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Rf Keterangan gambar :
12
1
7
6
5 4 3
2
1
2
1
DCB A
1Fase diam : silika gel GF254
Fase gerak : etil asetat-metanol-
air (81 : 11 : 8 v/v)
A : Standar Digitoksin B : Ekstrak daun kamboja jepang C : Ekstrak kalus daun kamboja
jepang WPM 2 D : Ekstrak kalus daun kamboja
jepang WPM 3 0Deteksi : Antimon-triklorida
(SbCl3), pemanasan 100˚ C,
selama 6 menit
Jarak pengembangan : 8 cm
Gambar 10. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot
dengan pereaksi SbCl3
Dari hasil penelitian di atas, ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
menghasilkan 2 bercak, sedangkan ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
menghasilkan 1 bercak, ekstrak daun kamboja jepang menghasilkan 7 bercak, dan
standar digitoksin menghasilkan 2 bercak setelah lempeng disemprot dengan
pereaksi SbCl3 dan dipanaskan pada 100˚ C selama 6 menit.
Berdasarkan kromatogram hasil KLT di atas, terdapat masing-masing
satu bercak ekstrak kalus daun kamboja jepang, yaitu bercak no. 2 pada WPM 2
dan bercak no. 1 pada WPM 3, yang mempunyai harga Rf yang hampir sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dengan bercak ekstrak daun kamboja jepang, yaitu bercak no. 6, dan bercak
standar digitoksin, yaitu bercak no. 2. Bila dilihat dari warna bercak, bercak
standar digitoksin no. 2 berwarna cokelat tua, sedangkan bercak ekstrak daun
kamboja jepang no. 6 dan ekstrak kalus daun kamboja jepang no. 2 (untuk WPM
2) dan no. 1 (untuk WPM 3) berwarna cokelat. Hal tersebut dikarenakan
konsentrasi kandungan glikosida pada ekstrak kalus daun kamboja jepang dan
ekstrak daun kamboja jepang hasil preparasi lebih kecil dibanding standar
digitoksin.
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan sistem KLT yang
digunakan pada penelitian ini, diperoleh 1 senyawa pada ekstrak kalus daun
kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak
daun kamboja jepang dan standar digitoksin yang diduga sebagai glikosida
jantung.
Selanjutnya dilakukan verifikasi untuk memastikan adanya glikosida
jantung dalam kalus daun kamboja jepang yang dihasilkan. Verifikasi dilakukan
dengan menghidrolisis ekstrak kalus daun kamboja jepang dengan asam sulfat
(H2SO4) 5% sehingga glikosida jantung akan terurai menjadi glikon (gugus gula)
dan aglikon (gugus non gula, dalam hal ini kardenolida). Sistem KLT (fase gerak
dan fase diam) yang digunakan sama dengan digunakan sebelumnya, yaitu dengan
fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v).
Hasil yang diperoleh ditampilkan pada gambar 11 dan 12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Tabel IV. Hasil pengamatan KLT ekstrak kalus WPM 2 dan WPM 3
UV 254 Totolan bercak
No. bercak Rf Warna Non-
hidrolisis A1 0,63 Ungu
BB1 0,49 Ungu WPM 2 hidrolisis
BB2 0,61 Ungu Non-
hidrolisis A1 0,65 Ungu
BB1 0,64 Ungu WPM 3 hidrolisis
BB2 0,71 Ungu
Rf
Keterangan gambar : 1
2
1
1
B A
Fase diam : silika gel GF254
Fase gerak : etil asetat-metanol-air
(81 : 11 : 8 v/v)
A : Ekstrak kalus daun kamboja jepang
WPM 2
B : Ekstrak kalus daun kamboja jepang
WPM 2 yang dihidrolisis dengan
H2SO4 5%
0 Pengamatan : UV 254 nm
Jarak pengembangan : 8 cm
Gambar 11. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
Dari hasil di atas, ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
menghasilkan 1 bercak, sedangkan ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% menghasilkan 2 bercak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Rf Keterangan gambar :
1
21
Fase diam : silika gel GF254
Fase gerak : etil asetat-metanol-air
(81 : 11 : 8 v/v) 1
A : Ekstrak kalus daun kamboja jepang
WPM 3
B : Ekstrak kalus daun kamboja jepang
WPM 3 yang dihidrolisis dengan
H2SO4 5%
Pengamatan : UV 254 nm 0A B
Jarak pengembangan : 8 cm
Gambar 12. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
Sama seperti pada WPM 2, ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
menghasilkan 1 bercak, sedangkan ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% menghasilkan 2 bercak.
Bercak yang dihasilkan oleh ekstrak kalus daun kamboja jepang (WPM
2 dan WPM 3) diduga merupakan gikosida jantung. Sedangkan bercak yang
dihasilkan oleh ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis dengan
H2SO4 5% diduga merupakan glikosida jantung yang sudah terurai menjadi glikon
dan aglikonnya. Glikon bersifat lebih polar dibanding aglikon. Sistem KLT yang
digunakan adalah fase normal, yaitu fase diam memiliki kepolaran yang lebih
tinggi dibanding fase gerak, akibatnya glikon akan terikat lebih kuat pada fase
diam sehingga Rf yang dihasilkan lebih kecil dibanding aglikon. Berdasarkan hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
tersebut, bercak B1 pada kromatogram WPM 2 dan WPM 3 adalah glikon,
sedangkan bercak B2 adalah aglikon.
Berdasarkan hasil-hasil di atas dapat disimpulkan bahwa kamboja jepang
memiliki peluang untuk dikembangkan secara kultur jaringan untuk menghasilkan
kalus yang mengandung senyawa metabolit sekunder, khususnya glikosida
jantung, dengan profil KLT yang mirip tanaman asalnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Daun kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan teknik kultur
jaringan menggunakan media tumbuh Woody Plant Medium (WPM)
secara optimal dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D sebanyak 2 ppm dan
FAP sebanyak 1 ppm.
2. Pertumbuhan kalus daun kamboja jepang pada kedua media (WPM 2 dan
WPM 3) mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dengan adanya fase
lag (hari ke-4 sampai hari ke-20), fase eksponensial (hari ke-20 sampai
hari ke-28), dan fase stasioner (setelah hari ke-28).
3. Ekstrak kalus daun kamboja jepang memiliki profil KLT yang mirip
dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal sehingga diduga
mengandung glikosida jantung seperti tanaman asalnya.
B. Saran
Dari penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang :
1. Identifikasi jenis glikosida jantung yang terdapat dalam kalus daun
kamboja jepang yang ditumbuhkan dalam media WPM.
2. Analisis kuantitatif kandungan glikosida jantung kalus daun kamboja
jepang yang ditumbuhkan dalam media WPM.
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Depkes RI : Jakarta, 315
Anonim, 2006a, Adenium, http://en.wikipedia.org/wiki/Adenium, diakses pada tanggal 27 November 2006
Anonim, 2006b, Desert Rose Adenium obesum, http://davesgarden.com/pf, diakses pada tanggal 22 November 2006
Atawodi, S.E. Comparative in vitro trypanocidal activities of petroleum ether, chloroform, methanol and aqueous extracts of some Nigerian savannah plants, Afr.J.Biotechnol. 4(2): 177-182
Beikram, dan A. Andoko. 2003. Mempercantik Penampilan Adenium. Agromedia Pustaka : Solo, 2, 12, 13
Brunetton, J. 1999. Pharmacognosy Phytochemistry Madicinal Plant, 2nd edition, terj. Caroline K. Hatton. Intercept Ltd. : New York, 721-734
Chandra, V.A, 2007, Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium Obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Media Tumbuh Gamborg dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat dan 6-Furfurylaminopurine, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta, 64
Dicosmo, F., dan M. Misawa. 1995. Plant cell and tissue culture: Alternatives for metabolit production, Biotechnol, Adv.13(3): 425-453
Dixon, R.A. 1985. Plant Cell Culture, A practical Approach, IRL Press : Washington DC, 3-11
Dwiatmaka, Y., dan E. T. Wulandari. 2005. Panduan Praktikum Farmakognosi Fitokimia II. USD : Yogyakarta, 28-30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal Of Pharmaceutical Sciencis, Vol. 55, No. 3, 260-262
Freiburghaus F., R. Kaminsky, M.H.N. Nkuna, dan R. Brun. 1996. Evaluation of African medicinal for their in vitro trypanocidal activity, J.Ethnopharmacol. 55: 1-11
George, E.F., dan P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Eastern Press : Reading, 301-310
Gritter, R.J., J.M. Bobbitt, dan A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi, edisi 2, terj. Kosasih Padmawinata. ITB : Bandung, 109
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, terbitan kedua. ITB : Bandung, 14-15, 147-156
Hartmann, H.T., D.E. Kester, dan F.T. Davies. 1990. Plant Propagation : Principles and Practices. Prentice-Hall, Inc. : New Jersey, 466, 471, 479-481, 500-503
Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius : Yogyakarta, 18, 26-29, 59, 89-94
Jork, H., W. Funk, W. Fischer, dan H. Wimmer. 1990. Thin-Layer Chromatography : Reagent and Detection Methods, Vol. 1a, trans.: Frank & Jennifer A. Hampson. VCH Publishers : New York, 430-433
Katuuk, J.R.P. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi : Jakarta, 2-4, 90-94, 109
Mauseth, J.D. 1998. Botany : An Introduction to Plant Biology. Jones and Bartlett Publishers : Canada, 381-385
Melero, P., M. Medarde, dan Arturo San Feliciano. 2000. A Short Review on Cardiotonic Steroids and Their Aminoguanidine Analogues, Molecules, 5 : 51-81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Mgbojikwe, L.O., dan Z.S.C. Okoye. 2001. Acaricidal Efficacy of the Aqueous Stem Bark Extract of Adenium obesum on the Various Life Stages of Cattle Ticks, Nig.J.Exptl.Appl.Biol. Vol. 2, No. 1, 39-43
Misawa, M. 1994. Plant Tissue Culture : An Alternative for Production of Useful Metabolite. Food and Agriculture Organization : Rome, 1-78
Mulja, H.M., dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press : Surabaya, 223-227
Nakamura, M., M. Ishibashi, E. Okuyama, T. Koyano, T. Kowithayakorn, M. Hayashi, dan K. Komiyama. 2000. Cytotoxic Pregnanes from Leaves of Adenium obesum, Natural Medicines 54(3): 158-159
Ramachandra Rao, S., dan G.A. Ravishankar. 2002. Plant cell cultures: Chemical factories of secondary metabolites, Biotechnol, Adv 20:101-153
Ranger, E., 1996, Herbal Gram, The Jurnal of The American Botanical Council, http://www.herbalgram.org/youngliving/herbalgram/articleview.asp?a=64&p=Y, I. 36, 34 ,diakses pada tanggal 4 Oktober 2005
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, terjemahan Kosasih Padmawinata, edisi 6. ITB Press : Bandung, 191-193
Salisbury, F.B., dan W.R. Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan, jilid 3, diterjemahkan oleh Diah R., Lukman, dan Sumaryono. ITB : Bandung, 15, 151-152
Samuelsson, G. 1999. Drugs of Natural Origin, 4th Ed. Swedish Pharmaceutical Press : Sweden, 326
Santoso, U., dan F. Nursandi. 2002. Kultur Jaringan Tanaman, cetakan pertama, edisi pertama. Universitas Muhammadiyah : Malang, 1-2, 9, 115-120
Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Laboratorium Analisis Kimia Fisika Pusat UGM : Yogyakarta, 26-36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Soenanto, H. 2005. Pesona Adenium, Kanisius : Yogyakarta, 3,10-13
Stahl, E. 1969. Thin-Layer Chromatography : A Laboratory Handbook, Springer International Student Edition. Springer-Verlag : New York, 33-34
Suryowinoto, M. 1992. Budidaya In vitro : Terobosan dalam Teknologi. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Biologi UGM : Yogyakarta, 32-39
Wagner, H., S. Bladt, dan E.M. Zgainski. 1984. Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, transl.: Th.A. Scoot. Springer-Verlag : Berlin, 195-223
Wetherell, D.F. 1982 Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro, diterjemahkan oleh dra. Koensoemardiyah. Avery Publishing Group Inc. : USA, 39-44
Wijaya, M., 2007, Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung dari Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium Obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Media Tumbuh MS, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta, 66
Yamauchi, T., dan F. Abe. 1990. Cardiac glycosides and pregnanes from Adenium obesum (studies on constituents of Adenium. I)., Chem Pharm Bull, 38 (3) : 669-72
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien, cet. 1. Agromedia Pustaka : Jakarta, 1-2, 14
Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta, 169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Lampiran 1
Surat Keterangan Determinasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 2
Foto-foto Hasil Penelitian
Gambar 12. Foto tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. &
Schult.)
Gambar 13. Foto kalus daun kamboja jepang siap panen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DCBA
Gambar 14. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar tampak
Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
DCBA
Gambar 15. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm
Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
A B C D
Gambar 16. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 365 nm
DCBA
Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
DCBA
Gambar 17. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), deteksi penampak bercak penyemprot pereaksi Kedde Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
DCB A
Gambar 18. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v); deteksi penampak bercak penyemprot antimon-
triklorida (SbCl3), 100˚C selama 6 menit Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
B A
Gambar 19. Foto KLT WPM 2 dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm
Keterangan: Bercak : A. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2
B. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
A B
Gambar 20. Foto KLT WPM 3 dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm
Keterangan: Bercak : A. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3
B. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 3
Data-data Penelitian
Tabel IV. Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 2
botol no.
hari panen
ke-
bobot media
bobot media+ kalus
bobot kalus basah awal
rata-rata bobot kalus basah awal
bobot wadah
bobot wadah+
kalus basah
bobot kalus basah akhir
rata-rata
bobot basah akhir
Partum-buhan kalus
5 4 82.2342 82.2995 0.0653 15.9726 16.0862 0.1136 13 4 80.3951 80.4599 0.0648 15.4312 15.5446 0.1134 25 4 85.7121 85.7783 0.0662
0.0654 15.6855 15.7997 0.1142
0.1137 0.0483
15 8 85.8813 85.9146 0.0333 15.9729 16.1033 0.1304 9 8 89.1534 89.2053 0.0519 15.4404 15.5277 0.0873
23 8 81.3747 81.4212 0.0465 0.0439
15.6913 15.7661 0.0748 0.0975 0.0536
10 12 80.3646 80.4278 0.0632 15.9725 16.1666 0.1941 1 12 82.7543 82.8189 0.0646 15.4309 15.6305 0.1996
24 12 83.3151 83.3772 0.0621 0.0633
15.6853 15.8747 0.1894 0.1944 0.1311
17 16 79.8187 79.9060 0.0873 15.9726 16.2160 0.2434 12 16 82.4150 82.4862 0.0712 15.4323 15.6433 0.2110
6 16 80.0356 80.1078 0.0722 0.0769
15.6875 15.9414 0.2539 0.2361 0.1592
14 20 84.7639 84.8046 0.0407 15.9727 16.1747 0.2020 26 20 82.2016 82.2447 0.0431 15.4414 15.6586 0.2172
3 20 86.5505 86.5930 0.0425 0.0421
15.6848 15.8968 0.2120 0.2104 0.1683
4 24 89.2675 89.3130 0.0455 15.9724 16.4404 0.4680 27 24 83.3756 83.4351 0.0595 15.4421 15.9494 0.5073 20 24 85.1228 85.1561 0.0333
0.0461 15.6845 16.0970 0.4125
0.4626 0.4165
16 28 83.1944 83.2800 0.0856 15.9725 17.1441 1.1716 21 28 85.2353 85.3170 0.0817 15.4419 16.5504 1.1085
7 28 81.3459 81.4387 0.0928 0.0867
15.6846 16.8101 1.1255 1.1352 1.0485
19 32 81.6969 81.8185 0.1216 15.9731 17.2906 1.3175 8 32 85.1758 85.2756 0.0998 15.4424 16.5565 1.1141
22 32 84.9134 84.9665 0.0531 0.0915
15.6850 16.2090 0.5240 0.9852 0.8937
2 36 87.3150 87.4033 0.0883 15.9737 16.4201 0.4464 18 36 83.4343 83.5478 0.1135 15.4427 16.4553 1.0126 11 36 85.7798 85.8174 0.0376
0.0798 15.6851 16.3921 0.7070
0.7220 0.6422
Keterangan: WPM 2 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 4
ppm 2,4-D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Tabel V. Penentuan susut pengeringan pada WPM 2
botol no.
hari panen
ke-
bobot wadah
bobot wadah+
kalus basah
bobot kalus basah akhir
rata-rata bobot kalus basah akhir
bobot wadah+
kalus kering
bobot kalus kering akhir
rata-rata bobot kalus kering akhir
% susut pengering
-an
5 4 15.9726 16.0862 0.1136 15.9809 0.0083 13 4 15.4312 15.5446 0.1134 15.4419 0.0107 25 4 15.6855 15.7997 0.1142
0.1137 15.6953 0.0098
0.0096 91.5592
15 8 15.9729 16.1033 0.1304 15.9828 0.0099 9 8 15.4404 15.5277 0.0873 15.4469 0.0065
23 8 15.6913 15.7661 0.0748 0.0975
15.6965 0.0052 0.0072 92.6154
10 12 15.9725 16.1666 0.1941 15.9897 0.0172 1 12 15.4309 15.6305 0.1996 15.4490 0.0181
24 12 15.6853 15.8747 0.1894 0.1944
15.7018 0.0165 0.0173 91.1164
17 16 15.9726 16.2160 0.2434 15.9922 0.0196 12 16 15.4323 15.6433 0.2110 15.4505 0.0182
6 16 15.6875 15.9414 0.2539 0.2361
15.7076 0.0201 0.0193 91.8255
14 20 15.9727 16.1747 0.2020 15.9887 0.0160 26 20 15.4414 15.6586 0.2172 15.4593 0.0179
3 20 15.6848 15.8968 0.2120 0.2104
15.7020 0.0172 0.0170 91.9043
4 24 15.9724 16.4404 0.4680 16.0249 0.0525 27 24 15.4421 15.9494 0.5073 15.5023 0.0602 20 24 15.6845 16.0970 0.4125
0.4626 15.7362 0.0517
0.0548 88.1539
16 28 15.9725 17.1441 1.1716 16.0392 0.0667 21 28 15.4419 16.5504 1.1085 15.5023 0.0604
7 28 15.6846 16.8101 1.1255 1.1352
15.7484 0.0638 0.0636 94.3945
19 32 15.9731 17.2906 1.3175 16.0785 0.1054 8 32 15.4424 16.5565 1.1141 15.5293 0.0869
22 32 15.6850 16.2090 0.5240 0.9852
15.7264 0.0414 0.0779 92.0930
2 36 15.9737 16.4201 0.4464 16.0094 0.0357 18 36 15.4427 16.4553 1.0126 15.5338 0.0911 11 36 15.6851 16.3921 0.7070
0.7220 15.7424 0.0573
0.0614 91.5005
Keterangan: WPM 2 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 4
ppm 2,4-D
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Tabel VI. Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 3
botol no.
hari panen
ke-
bobot media
bobot media+kalus
bobot kalus basah awal
rata-rata bobot kalus basah awal
bobot wadah
bobot wadah+
kalus basah
bobot kalus basah akhir
rata-rata
bobot basah akhir
Partum-buhan kalus
13 4 87.3704 87.4290 0.0586 15.4245 15.5767 0.1522 5 4 85.7341 85.7938 0.0597 15.5342 15.6873 0.1531
19 4 86.2345 86.2929 0.0584 0.0589
15.3101 15.4618 0.1517 0.1523 0.0934
7 8 87.4038 87.4733 0.0695 15.4251 15.5742 0.1491 26 8 84.0312 84.0995 0.0683 15.5411 15.7600 0.2189 14 8 88.1356 88.2084 0.0728
0.0702 15.3250 15.5528 0.2278
0.1986 0.1284
4 12 81.8438 81.9158 0.0720 15.4242 15.6753 0.2511 10 12 83.3756 83.4514 0.0758 15.5341 15.7866 0.2525 17 12 87.2125 87.2810 0.0685
0.0721 15.3113 15.5616 0.2503
0.2513 0.1792
12 16 84.0655 84.0907 0.0252 15.4240 15.5910 0.1670 6 16 87.7751 87.8222 0.0471 15.5457 15.7299 0.1842
20 16 83.0134 83.0973 0.0839 0.0521
15.3226 15.6872 0.3646 0.2386 0.1865
11 20 84.5527 84.6048 0.0521 15.4235 15.6408 0.2173 8 20 85.6123 85.6591 0.0468 15.5339 15.7295 0.1956
21 20 81.4726 81.5282 0.0556 0.0515
15.3221 15.5857 0.2636 0.2255 0.1740
3 24 83.8551 83.9470 0.0919 15.4234 15.5792 0.1558 23 24 80.3157 80.4092 0.0935 15.5340 16.3611 0.8271 18 24 82.0598 82.1546 0.0948
0.0934 15.3235 16.1736 0.8501
0.6110 0.5176
9 28 81.8960 82.0078 0.1118 15.4238 15.7365 0.3127 25 28 87.3059 87.4636 0.1577 15.5341 17.3126 1.7785 27 28 86.1135 86.4296 0.3161
0.1952 15.3237 18.1750 2.8513
1.6475 1.4523
24 32 83.3756 83.6198 0.2442 15.4240 16.9564 1.5324 1 32 85.0453 85.1289 0.0836 15.5347 15.6754 0.1407
16 32 82.1123 82.2558 0.1435 0.1571
15.3229 17.9887 2.6658 1.4463 1.2892
22 36 89.1899 89.3617 0.1718 15.4237 16.4621 1.0384 2 36 80.8751 81.129 0.2539 15.5343 17.2136 1.6793
15 36 81.4433 81.5075 0.0642 0.1633
15.3238 15.8362 0.5124 1.0767 0.9134
Keterangan: WPM 3 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 2
ppm 2,4-D dan 1 ppm FAP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Tabel VII. Penentuan susut pengeringan pada WPM 3
botol no.
hari panen
ke-
bobot wadah
bobot wadah+
kalus basah
bobot kalus basah akhir
rata-rata bobot kalus basah akhir
bobot wadah +
kalus kering
bobot kalus kering akhir
rata-rata bobot kalus kering akhir
% susut pengering-
an
13 4 15.4245 15.5767 0.1522 15.4376 0.0131 5 4 15.5342 15.6873 0.1531 15.5484 0.0142
19 4 15.3101 15.4618 0.1517 0.1523
15.3217 0.0116 0.0130 91.4880
7 8 15.4251 15.5742 0.1491 15.4353 0.0102 26 8 15.5411 15.7600 0.2189 15.5559 0.0148 14 8 15.3250 15.5528 0.2278
0.1986 15.3405 0.0155
0.0135 93.2024
4 12 15.4242 15.6753 0.2511 15.4442 0.0200 10 12 15.5341 15.7866 0.2525 15.5553 0.0212 17 12 15.3113 15.5616 0.2503
0.2513 15.3311 0.0198
0.0203 91.9087
12 16 15.4240 15.5910 0.1670 15.4382 0.0142 6 16 15.5457 15.7299 0.1842 15.5616 0.0159
20 16 15.3226 15.6872 0.3646 0.2386
15.3522 0.0296 0.0199 91.6597
11 20 15.4235 15.6408 0.2173 15.4413 0.0178 8 20 15.5339 15.7295 0.1956 15.5504 0.0165
21 20 15.3221 15.5857 0.2636 0.2255
15.3404 0.0183 0.0175 92.2247
3 24 15.4234 15.5792 0.1558 15.4369 0.0135 23 24 15.5340 16.3611 0.8271 15.6035 0.0695 18 24 15.3235 16.1736 0.8501
0.6110 15.4016 0.0781
0.0537 91.2111
9 28 15.4238 15.7365 0.3127 15.4473 0.0235 25 28 15.5341 17.3126 1.7785 15.7187 0.1846 27 28 15.3237 18.1750 2.8513
1.6475 15.4534 0.1297
0.1126 93.1654
24 32 15.4240 16.9564 1.5324 15.5566 0.1326 1 32 15.5347 15.6754 0.1407 15.5460 0.0113
16 32 15.3229 17.9887 2.6658 1.4463
15.5228 0.1999 0.1146 92.0763
22 36 15.4237 16.4621 1.0384 15.5016 0.0779 2 36 15.5343 17.2136 1.6793 15.6619 0.1276
15 36 15.3238 15.8362 0.5124 1.0767
15.3648 0.0410 0.0822 92.3687
Keterangan: WPM 3 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 2
ppm 2,4-D dan 1 ppm FAP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 4
Komposisi Woody Plant Medium
Makronutrien
Ammonium nitrat (NH4NO3) 400 mg/l
Kalsium nitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O) 576 mg/l
Kalsium klorida-dihidrat (CaCl2.2H2O) 96 mg/l
Magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O) 370 mg/l
Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 170 mg/l
Mikronutrien
Mangan (II) sulfat tetrahidrat (MnSO4.4H2O) 22,3 mg/l
Seng sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O) 8,6 mg/l
Asam borat (H3BO3) 6,2 mg/l
Besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O) 27,8 mg/l
NaFeEDTA 37,3 mg/l
Vitamin
Mio-inositol 100 mg/l
Thiamin HCl 1 mg/l
Asam nikotinat 0,5 mg/l
Piridoksin HCl 0,5 mg/l
(Hendaryono dan Wijayani, 1994)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
BIOGRAFI PENULIS
pasangan Bapak Petrus Sugi
Penulis skripsi berjudul “Profil Pertumbuhan dan
Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun
Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.)
Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium
dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4-
Diklorofenoksiasetat dan 6-Furfurylaminopurine”
bernama Lukas Eko Widyasmoro. Penulis dilahirkan
di Yogyakarta pada tanggal 29 Maret 1984 dan
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari
yanto dan Ibu Hilaria Widyaksi. Penulis menempuh
pendidikan di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta (1996-1999),
SMU Kolese de Britto Yogyakarta (1999-2002), dan melanjutkan pendidikan ke
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2002.
Selama di Fakultas Farmasi, penulis aktif di kegiatan-kegiatan kepanitiaan antara
lain Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (Titrasi) tahun 2003 dan 2004, Inisiasi Sanata
Dharma (Insadha) tahun 2005, dan Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia
(PIMFI) tahun 2005. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti pelatihan “Safety
in Laboratory” yang diadakan atas kerja sama antara Universitas Sanata Dharma
dan PT. Merck Tbk tahun 2007. Penulis juga aktif dalam UKF Sepak Bola
Fakultas Farmasi “Squadra Viola”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI