plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk fileberjudul “evaluasi peresepan kasus...
TRANSCRIPT
EVALUASI PERESEPAN KASUS PEDIATRI DI BANGSAL ANAK RUMAH
SAKIT BETHESDA YANG MENERIMA RESEP RACIKAN DALAM
PERIODE JULI 2007
(Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Nafas)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Novi Listyani Wibowo
NIM: 048114020
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
EVALUASI PERESEPAN KASUS PEDIATRI DI BANGSAL ANAK RUMAH
SAKIT BETHESDA YANG MENERIMA RESEP RACIKAN DALAM
PERIODE JULI 2007
(Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Nafas)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Novi Listyani Wibowo
NIM: 048114020
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
“Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang
pengetahuan dan kepandaian. Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur, menjadi perisai bagi orang yang tidak bercela lakunya, sambil menjaga
jalan keadilan, dan memelihara jalan orang-orang-Nya yang setia” Amsal 2 : 6-8
“Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku”
Mazmur 138 : 3
Kupersembahkan karya ini untuk yang terkasih :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing, menyertai dan
memampukanku melalui hari-hariku.
Papa Harry dan mama Titien sebagai tanda cinta dan wujud baktiku.
Ko Eko, Ko Andre, Ci Vivi, Ko Hansen, dan Agung atas doa, dukungan,
bantuan serta semangat yang selalu diberikan.
Almamater yang akan selalu kukenang dan kubanggakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Berkat dan kasih-
Nya yang senantiasa menyertai sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan
Sistem Saluran Nafas)” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sejak penelitian mulai dilakukan hingga penyusunan skripsi diselesaikan,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta dan selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan
pengarahan, serta semangat yang diberikan selama penelitian maupun dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Aris Widayati, M.Si., Apt. dan Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., serta Dra. L. Endang
Budiarti, M. Pharm. Apt., selaku penguji skripsi yang telah memberikan kritik
dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Kepala dan Staf Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda yang banyak
membantu dalam proses pengambilan data.
4. Bu Wiwin selaku kepala perawat bangsal anak Rumah Sakit Bethesda dan
semua perawat serta pramurukti yang bertugas di bangsal anak Rumah Sakit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
Bethesda atas bantuan dan kerjasama yang baik sehingga proses pengambilan
data dapat berjalan dengan lancar.
5. Adik-adik pasien pediatri yang secara tidak langsung telah membantu dan
mendukung penelitian ini.
6. Teman seperjuangan: Amanda, untuk semangat, kerja sama, dan bantuan yang
telah diberikan.
7. Teman sepenanggungan: Tata dan Erline untuk kerja sama, kebersamaan, dan
kekompakan selama penelitian ini dilakukan.
8. Teman-teman angkatan 2004 FKK: Made, Rina, Reni, Atin, Sisca, Wida, Anna,
Nur, Rissa, Henny, Bosco, Liza, Pipin, Rosa, Limdra atas kebersamaan dalam
suka-duka selama kuliah maupun praktikum.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dalam penyusunannya masih banyak
memiliki kekurangan. Untuk itu, semua saran dan kritik yang dapat membangun
sangatlah diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kefarmasian dan bagi semua pembaca.
Yogyakarta, Januari 2008
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
INTISARI
Pasien pediatri merupakan salah satu kelompok populasi yang sangat rentan. Banyak obat dibutuhkan tetapi tidak tersedia dalam bentuk sediaan yang sesuai sehingga memerlukan modifikasi bentuk sediaan. Hal ini membutuhkan jaminan keamanan penggunaan obat tersebut. Salah satu penyebab utama kematian bayi di Indonesia adalah gangguan sistem saluran nafas. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan evaluasi peresepan kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, kajian kasus gangguan sistem saluran nafas.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Secara umum bertujuan mengevaluasi peresepan kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007. Secara khusus bertujuan mengetahui alasan atau latar belakang pemilihan dan atau penggunaan obat racikan, mengetahui profil kasus, dan pola peresepan kasus pediatri yang menerima resep racikan, serta mengetahui kerasionalan dan dampak terapi kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas, dilihat berdasarkan studi literatur. Langkah penelitian dibagi dalam 3 tahap, yaitu tahap orientasi, pengambilan data, dan penyelesaian data. Hasil penelitian menunjukkan 99 kasus pediatri menerima resep racikan. Persentase kasus paling banyak kelompok umur >1–6 tahun 62,6%; berjenis kelamin laki-laki 59,6%; satu diagnosis terbanyak gangguan sistem saluran cerna 30,3%; diagnosis kedua terbanyak gangguan sistem saluran nafas 15,2%. Penggunaan satu jenis obat racikan 54,5%, paling sering digunakan parasetamol dan fenobarbital 39,4%. Penggunaan obat non racikan terdiri 8 kelas terapi, paling banyak obat sistem saluran cerna 91,9%. Obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah 85,9%; antiinfeksi 80,8%; kortikosteroid 64,6%; obat sistem saluran nafas 58,6%; analgesik 29,3%; antihistamin 25,3%; obat sistem saraf pusat 21,2%. Evaluasi Drug Related Problems pada 25 kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas menunjukkan 23 kasus obat tanpa indikasi, 21 kasus dosis terlalu rendah, 17 kasus dosis terlalu tinggi, dan 1 kasus butuh terapi obat tambahan (bersifat aktual). Sebanyak 23 kasus efek obat merugikan dan interaksi obat bersifat potensial. Rata-rata lama tinggal pasien di rumah sakit 5 hari, dan keluar dalam kondisi sembuh 92%.
Kata kunci: pasien pediatri, resep racikan, Drug Related Problems (DRPs).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
Pediatric patients are one of the population group which is very susceptible. Many medicines are needed, but not all of them are available in the appropriate form, so modification dosage form is needed. Thus, we need a safety using those medicines. One of the major infant mortality in Indonesia is respiratory tract disorder. Based on that reason, we have already evaluated pediatric case prescription in pediatric ward of Bethesda Hospital that receives compounding prescription during July 2007. This is a non experimental, prospectively evaluational-descriptive case study. In general, the objective of this study is to evaluate pediatric case prescription in pediatric ward of Bethesda Hospital that receives compounding prescription during July 2007. Specially, the objective of this study is to know the reason or the background of choosing and using compounding medicines, to know cases profile, and prescription pattern of pediatric cases, and to know the rasionalization and therapy impact of pediatric cases with respiratory tract disorder, based on literature study. This study is divided into 3 stages, which are orientation, data collecting, and data finalizing stage. The outcome indicates that 99 pediatric cases receive compounding prescription. Most of them are >1-6 years old (62%); male (59,6%); most of the diagnose is gastrointestinal tract disorder (30,3%), and the second of the most is respiratory tract disorder (15,2%). Single type compound comprising 59,6% prescription, most of them contain paracetamol and phenobarbital (39,4%). The using of non compounding medicines consist of 8 therapy classes, mostly are gastrointestinal tract medicines (91,9%). The amount of medicines that influence blood and nutrition are 85,9%; anti infections are 80,8%; corticosteroids are 64,6%; respiratory tract medicines are 58,6%; analgesics are 29,3%; anti histamines are 25,3%; and central nervous system medicines are 21,2%. Evaluation of Drug Related Problems to 25 pediatric cases with respiratory tract disorder shows 23 cases unnecessary drug therapy, 21 cases dose too low, 17 cases dose too high, and 1 case needs for additional drug therapy (actual characteristic). There are 23 cases adverse drug reaction and drug interaction with potential characteristic. The average length of stay (LOS) patient in hospital is about 5 days, and out patient in a cured condition is about 92%. Keywords: pediatric patient, compounding prescription, Drug Related Problems (DRPs).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………... iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………....... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………… v
PRAKATA………………………………………………………………….... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………… viii
INTISARI…………………………………………………………………..… ix
ABSTRACT………………………………………………………………………….… x
DAFTAR ISI………………………………………………………………..... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xviii
BAB I. PENGANTAR……………………………………………………...... 1
A. Latar Belakang………………………………………………………....... 1
1. Permasalahan………………………………………………………..... 4
2. Keaslian penelitian………………………………………………….... 4
3. Manfaat penelitian……………………………………………………. 5
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………... 6
1. Tujuan umum………………………………………………………… 6
2. Tujuan khusus…………………….………………………………….. 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………………..………………. 7
A. Pediatri………………………………………………….……………….. 7
1. Pengertian…………………………………………………………...... 7
2. Farmakokinetika obat pada pasien pediatri………………………....... 8
3. Peresepan kelompok anak……………………………………………. 10
B. Sistem Saluran Nafas…………………………………………………..... 11
1. Sistem saluran nafas atas………..……………………………………. 13
2. Sistem saluran nafas bawah…………………………………………... 13
C. Gangguan Sistem Saluran Nafas……………………………………........ 14
1. Asma………………………………………………………………...... 14
2. Faringitis……………………………………………………………… 16
3. Bronkitis akut………………………………………………………… 20
4. Bronkiolitis………………………………………………………........ 22
5. Pneumonia…………………………………………………………..... 24
D. Drug Related Problems (DRPs)…………………………………………. 27
E. Keterangan Empiris……………………………………………………… 30
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 31
A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………. 31
B. Definisi Operasional……………………………………………………... 31
C. Subyek Penelitian……………………………………………………....... 33
D. Bahan Penelitian…………………………………………………………. 34
E. Tempat Penelitian………………………………………………………... 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
F. Tata Cara Penelitian……………………………………………………... 34
1. Tahap orientasi……………………………………………………...... 35
2. Tahap pengambilan data……………………………………………… 35
3. Tahap penyelesaian data……………………………………………… 35
G. Tata Cara Analisis Hasil…………………………………………………. 36
H. Kesulitan Penelitian……………………………………………………... 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………..... 39
A. Alasan / Latar Belakang Pemilihan dan / atau Penggunaan Obat Racikan
pada Pasien Pediatri yang Dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda…………………………………………………………………. 39
1. Dokter anak…………………………………………………………... 39
2. Apoteker………………………………………………………............ 40
3. Perawat dan orang tua pasien……………………………………….... 41
B. Profil Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang
Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007…………………....... 42
1. Persentase kasus berdasarkan umur………………………………….. 42
2. Persentase kasus berdasarkan jenis kelamin…………………………. 43
3. Persentase kasus berdasarkan diagnosis…………………………...... 44
C. Pola Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Julli 2007, meliputi Obat
Racikan dan Non Racikan……………………………………………...... 45
1. Pola peresepan obat racikan………………………………………….. 45
2. Pola peresepan obat non racikan……………………………………... 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
D. Evaluasi Kerasionalan Terapi dan Dampak Terapi Kasus Gangguan
Sistem Saluran Nafas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang
Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007……………………...
58
1. Evaluasi kerasionalan terapi………………………………………….. 58
2. Dampak terapi………………………………………………………... 65
E. Rangkuman Pembahasan………………………………………………… 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 69
A. Kesimpulan…………………………………………………………….... 69
B. Saran…………………………………………………………………..…. 70
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 71
LAMPIRAN……………………………………………………………..…… 74
BIOGRAFI PENULIS………………………………………..………………. 118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Rumus yang digunakan dalam perhitungan dosis untuk pediatri…. 11
Tabel II. Penyebab-penyebab drug related problems (DRPs)……………… 28
Tabel III. Keterangan kelas signifikansi interaksi…………………………… 29
Tabel IV. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan diagnosis………………………….…………………..
45
Tabel V. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima satu jenis racikan dalam periode Juli 2007…………………………………………………..
46
Tabel VI. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima dua jenis racikan dalam periode Juli 2007…………………………………………………..
47
Tabel VII. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima tiga jenis racikan dalam periode Juli 2007…………………………………………………..
48
Tabel VIII. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima empat jenis racikan dalam periode Juli 2007…………………………………………………..
48
Tabel IX. Golongan dan jenis obat sistem saluran cerna yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………
50
Tabel X. Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
51
Tabel XI. Golongan dan jenis obat antiinfeksi yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………………….
53
Tabel XII. Golongan dan jenis obat kortikosteroid yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Tabel XIII. Golongan dan jenis obat sistem saluran nafas yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………
54
Tabel XIV. Golongan dan jenis obat analgesik yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………………….
56
Tabel XV. Golongan dan jenis obat antihistamin yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………………….
56
Tabel XVI. Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………
57
Tabel XVII. DRPs kasus 1 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
59
Tabel XVIII. DRPs kasus 2 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit
Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
60
Tabel XIX. DRPs kasus 5 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
61
Tabel XX. DRPs kasus 17 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit
Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
62
Tabel XXI. DRPs kasus 24 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
63
Tabel XXII. DRPs kasus 25 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit
Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…
64
Tabel XXIII. Jenis DRPs yang ditemukan pada kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………
65
Tabel XXIV. Kondisi kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas saat pulang dari bangsal anak Rumah Sakit Bethesda………………….
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Sistem saluran nafas………………………………………………. 12
Gambar 2. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan umur………………………………………………….
43
Gambar 3. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan jenis kelamin………………………………………....
44
Gambar 4. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan banyaknya jenis racikan yang diperoleh……………..
46
Gambar 5. Kelas terapi obat yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007…………………………………………………..
49
Gambar 6. Lama tinggal kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda dalam periode Juli 2007………………………………………………………………..
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Hasil Wawancara Terhadap Dokter Anak, Apoteker Rawat Inap,
Perawat, dan Orang Tua Pasien…………………………………...
74
Lampiran 2 Golongan dan Jenis Obat yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007………………………………….
82
Lampiran 3 Data Kasus Pediatri dengan Gangguan Sistem Saluran Nafas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007………………………………….
87
Lampiran 4 Ringkasan DRPs yang Ditemukan pada Kasus Pediatri dengan Gangguan Sistem Saluran Nafas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pasien pediatri merupakan salah satu kelompok populasi yang rentan
terhadap Adverse Drug Reaction (ADR). Penelitian di beberapa Rumah Sakit di USA
menunjukkan sejumlah pasien pediatri harus dirawatinapkan karena ADR
penggunaan obat meskipun persentasenya tidak sebesar kejadian pada orang tua
(Mitchell, Lacouture, Sheehan, Kauffman, and Shapiro, 1988). Penelitian lain
menyebutkan adverse effect akibat penggunaan obat pada anak di bawah 2 tahun
menimbulkan kematian yang signifikan (Moore, Weiss, Kaplan, and Blaidel, 2002).
Adanya variasi dalam absorpsi pada pengobatan dari saluran
gastrointestinal, lokasi injeksi intramuskular, dan kulit sangat penting pada pasien
pediatri, terutama bagi bayi yang baru lahir dan bayi prematur. Perkembangan fungsi
organ, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat berbeda tidak hanya antara pasien
pediatri dengan pasien dewasa, tetapi juga antar kelompok umur pada pasein pediatri
(Nahata and Taketomo, 2005).
Penggunaan obat yang paling banyak adalah untuk pasien pediatri, namun
hanya seperempat obat yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)
yang memiliki indikasi spesifik untuk digunakan pada pasien pediatri. Data
farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi, dan keamanan obat pada bayi dan anak-
anak sangatlah jarang dilaporkan (Nahata and Taketomo, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Hasil pertemuan World Health Organization (WHO) yang ke-60 pada bulan
April 2007 mengatakan bahwa terdapat kekurangan dalam pengobatan untuk anak-
anak yaitu karena tidak adanya bentuk sediaan yang cocok untuk anak-anak. Anak di
bawah umur 3 tahun lebih cocok menggunakan bentuk sediaan sirup atau tablet
kunyah karena lebih mudah untuk ditelan. Dilaporkan juga bahwa anak kecil kadang
kala mengalami penyumbatan pada saluran nafas sehingga menimbulkan sesak nafas
pada saat menelan tablet yang besar. Awal tahun ini ditemukan 4 anak yang berumur
di bawah 36 bulan meninggal akibat tersumbat tablet albendazol (Anonim, 2007b).
Banyak obat dibutuhkan oleh pasien pediatri tetapi tidak tersedia dalam
bentuk sediaan yang sesuai. Oleh karena itu, bentuk sediaan yang ditujukan untuk
pasien dewasa dimodifikasi untuk pasien bayi dan anak-anak, sehingga
membutuhkan jaminan potensi dan keamanan dari penggunaan obat tersebut (Nahata
and Taketomo, 2005). Proses peracikan dan interaksi obat dalam racikan dapat
mengakibatkan perubahan sifat obat. Sebagai akibat pencampuran obat dalam
peracikan, beberapa hal yang dapat berubah adalah khasiat dan keamanan obat,
misalnya timbulnya sifat toksik obat, berkurangnya dosis zat aktif, dan sebagainya.
Hasil penelitian terhadap semua kasus kematian yang ditemukan dalam
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, diperoleh gambaran proporsi
penyebab utama kematian bayi yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
sebanyak 36%, dalam SKRT tahun 1995 sebab utama kematian bayi adalah karena
penyakit sistem pernafasan sebanyak 29,5%. Sedangkan dalam Survei Kesehatan
Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit sistem pernafasan menjadi penyebab
kedua kematian bayi di Indonesia yaitu sebanyak 27,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Tahap orientasi dan analisis situasi dilakukan di Rumah Sakit Bethesda
selama 1 minggu. Dari tahap orientasi ini dapat diketahui kapasitas tempat tidur yang
tersedia di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda berjumlah 42 buah. Rata-rata jumlah
pasien yang dirawat di bangsal anak tersebut tiap harinya sebanyak 28 pasien. Pasien
paling banyak mengalami gangguan sistem saluran cerna dan urutan kedua terbanyak
mengalami gangguan sistem saluran nafas. Rata-rata jumlah pasien yang mendapat
resep racikan dalam tiap harinya sebanyak 18 pasien, dengan resep racikan yang
paling banyak digunakan adalah parasetamol dan fenobarbital.
Jumlah pasien pediatri yang menerima resep racikan di bangsal anak cukup
tinggi, maka diperlukan suatu evaluasi terhadap peresepan pasien pediatri di bangsal
anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan. Karena sebagian besar
pasien mengalami gangguan sistem saluran nafas, maka perlu juga dilihat dan
dievaluasi apakah terapi yang diberikan pada pasien pediatri dengan gangguan sistem
saluran nafas telah sesuai dengan standar terapi yang telah ditetapkan oleh rumah
sakit tersebut maupun oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bethesda, dimana rumah sakit ini
termasuk dalam rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 dan
merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rumah sakit ini mempunyai 8 apoteker yang telah menjalankan beberapa kegiatan
pelayanan farmasis klinis dan yang menonjol dari rumah sakit ini adalah apoteker
rumah sakit telah menjalin hubungan yang baik dengan dokter khususnya dokter di
bangsal anak. Penelitian ini juga terlaksana karena adanya kerjasama antara Rumah
Sakit Bethesda dengan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disusun permasalahan seperti dinyatakan di bawah ini.
a. Apakah alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan obat racikan
di Rumah Sakit Bethesda oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien?
b. Seperti apakah profil kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang
menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, meliputi umur, jenis kelamin,
dan diagnosis?
c. Seperti apakah pola peresepan kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit
Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, meliputi obat
racikan dan non racikan?
d. Seperti apakah kerasionalan terapi dan dampak terapi kasus pediatri dengan
gangguan sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang
menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, dilihat berdasarkan studi
literatur?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang terkait dengan pasien pediatri telah banyak dilakukan oleh
peneliti lain, antara lain:
a. Evaluasi Peresepan Obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Atas Non
Komplikasi pada Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Tahun 2000 (Sutriatmoko, 2001)
b. Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial pada Pasien Anak Rawat Inap di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 1999-2001 (Yusriana, 2002)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
c. Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2002
(Kusuma, 2004)
d. Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial Pada Pasien Pediatri di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 (Nugraha, 2006)
Penelitian yang dilakukan pada saat ini berbeda dalam hal objek penelitian,
tempat penelitian dan waktu penelitian. Penelitian ini ingin mengevaluasi peresepan
kasus pediatri yang menerima resep racikan di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
dalam bulan Juli 2007, dengan kajian kasus gangguan sistem saluran nafas.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai peresepan dan penggunaan sediaan racikan pada pasien pediatri.
b. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
evaluasi bagi rumah sakit dalam melaksanakan terapi pada pasien pediatri sehingga
bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan efektivitas
penatalaksanaan terapi pada pasien pediatri, khususnya dalam hal pemberian obat
racikan di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peresepan kasus
pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam
periode Juli 2007.
2. Tujuan khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan obat
racikan di Rumah Sakit Bethesda oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua
pasien.
b. Mengetahui profil kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang
menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, meliputi umur, jenis kelamin,
dan diagnosis.
c. Mengetahui pola peresepan kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit
Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, meliputi obat
racikan dan non racikan.
d. Mengetahui kerasionalan terapi dan dampak terapi kasus pediatri dengan
gangguan sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang
menerima resep racikan dalam periode Juli 2007, dilihat berdasarkan studi
literatur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pediatri
1. Pengertian
Istilah pediatri berasal dari dua kata Yunani kuno, paidi yang berarti "anak"
dan iatros yang berarti "dokter". Secara umum, pediatri diartikan sebagai spesialisasi
kedokteran yang berkaitan dengan bayi dan anak.
Menurut The British Paediatric Association (BPA), kelompok anak dibagi
dalam beberapa kategori menurut perubahan biologis yang terjadi sebagai berikut:
neonatus adalah awal kelahiran sampai usia 1 bulan (dengan subseksi tersendiri
untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan), bayi
adalah usia 1 bulan sampai 2 tahun, anak-anak adalah usia 2 tahun sampai 12 tahun,
dengan subseksi bahwa anak usia di bawah 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang
sesuai, remaja 12 sampai 18 tahun. Perubahan yang diwakili tiap rentang waktu
tersebut adalah bahwa pada neonatus terjadi perubahan klimakterik yang sangat
penting, bayi merupakan masa awal pertumbuhan yang sangat pesat, anak-anak
adalah masa pertumbuhan secara bertahap, dan remaja merupakan akhir tahap
perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa (Prest, 2003).
Soetjiningsih (1995) membagi tahap tumbuh kembang anak di Indonesia
dibagi menjadi:
a. Masa pranatal
1) Masa embrio: konsepsi–8 minggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
2) Masa janin/fetus: 9 minggu-lahir
a. Masa bayi: usia 0-1 tahun
1) Masa neonatal: usia 0-28 hari
2) Masa paska neonatal: 29 hari-1 tahun
b. Masa prasekolah: usia 1-6 tahun
c. Masa sekolah: usia 6-18/20 tahun
1) Masa pra-remaja: usia 6-10 tahun
2) Masa remaja:
a) Masa remaja dini
(1) Wanita, usia 8-13 tahun
(2) Pria, usia 10-15 tahun
b) Masa remaja lanjut
(1) Wanita, usia 13-18 tahun
(2) Pria, usia 15-20 tahun
1. Farmakokinetika obat pada pasien pediatri
Terdapat perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik antara pasien
pediatri dengan pasien dewasa. Keadaan fisiologis anak akan mendekati dewasa
setelah anak berumur 2-3 tahun, maka keadaan ini akan berpengaruh pada daya
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.
a. Absorbsi
Sejak neonatus sampai remaja dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi
daya absorbsi obat. Faktor-faktor yang berpengaruh pada daya absorbsi obat adalah
pH lambung, daya pengosongan lambung, perfusi gastrointestinal dan luas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
permukaan saluran gastrointestinal. Setelah umur 3 tahun, ekskresi asam lambung
per kilogram berat badan sama dengan ekskresi pada dewasa. Sedangkan daya
pengosongan lambung pada neonatus lebih rendah dari dewasa (Hadinegoro, 2002).
b. Distribusi
Segera setelah obat diabsorbsi akan disebarkan ke beberapa bagian tubuh,
obat tersebut akan diikat oleh protein plasma atau akan tetap berada dalam sirkulasi
sampai diekskresi oleh ginjal. Faktor-faktor yang berpengaruh pada distribusi obat
dalam tubuh adalah maturitas daya ikat protein plasma, jumlah cairan tubuh, jumlah
lemak tubuh dan daya ikat jaringan.
Jumlah dan komposisi protein plasma berubah sesuai dengan perubahan
umur. Kadar albumin baik pada neonatus maupun dewasa sama tinggi, walaupun
demikian pada neonatus terdapat perbedaan afinitas berbagai obat terhadap albumin.
Jumlah cairan tubuh terhadap berat badan bayi kecil lebih tinggi dibandingkan
dengan orang dewasa, berturut-turut 80-90% dan 55-60%, sedangkan jumlah lemak
terhadap berat badan pada anak rendah sekitar 10-15% (Hadinegoro, 2002). Hal ini
menurunkan distribusi obat yang larut dalam lemak menuju jaringan dan organ
tubuh, sehingga menyebabkan tingginya kadar obat dalam darah. Untuk obat yang
larut air, distribusi meningkat sehingga kadar obat dalam darah lebih rendah (Levine
and McLaughlin, 2001).
c. Metabolisme dan Ekskresi
Kapasitas metabolisme obat dan ekskresi obat selama tahun pertama
kehidupan terlalu rendah. Sebagai akibatnya, eliminasi obat terjadi secara lambat dan
durasi aksi obat menjadi lebih lama. Penurunan metabolisme dan ekskresi obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
sangat jelas terlihat pada neonatus dan bayi. Setelah tahun pertama, metabolisme dan
ekskresi obat secara perlahan menjadi sama seperti orang dewasa (Levine and
McLaughlin, 2001).
Kemampuan metabolisme dan ekskresi obat pada anak besar lebih
sempurna, tercermin dari fungsi ginjal dan klirens ginjal pada anak besar dan dewasa
hampir sama. Ginjal dan hati merupakan dua organ pembersih dalam tubuh, yang
akan mengekskresi hasil metabolit obat setelah obat menjadi non-polar dan
mengalami konjugasi (Hadinegoro, 2002).
2. Peresepan kelompok anak
Kelompok anak mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap kejadian
medication error. Beberapa faktor berkontribusi terhadap hal tersebut termasuk
penentuan regimen dosis obat yang terkait dengan berat badan pasien anak,
ketersediaan obat-obatan dalam bentuk sirup atau yang sesuai untuk anak, hambatan
komunikasi dengan pasien anak, kegagalan pemberian obat sesuai dengan aturan
pakainya, fungsi fisiologi yang belum optimal terkait dengan ADR yang
kemungkinan muncul dalam proses farmakokinetikanya seperti fungsi ginjal dan
fungsi hepar (Kausal, Jaggi, Walsh, Fortescue, and Bates, 2004).
Selain faktor farmakokinetika, beberapa masalah penggunaan obat pada
anak adalah dosis, pemilihan preparat atau bentuk sediaan, rute pemberian dan
kepatuhan anak minum obat (Hughes, 1998). Dosis pada anak tidak dapat
diekstrapolasikan dari dosis dewasa karena anak bukan orang dewasa yang
berukuran kecil. Dosis anak harus ditetapkan dengan seksama merujuk pada panduan
dosis anak atau dihitung menggunakan rumus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Perhitungan dosis pada pediatri dapat didasarkan pada umur, luas
permukaan tubuh (LPT), dan berat badan. Beberapa rumus yang digunakan dalam
perhitungan dosis untuk pediatri dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Rumus yang digunakan dalam perhitungan dosis untuk pediatri (Levine and McLaughlin, 2001)
Variabel Pembanding Rumus Keterangan Umur Young:
dewasaanak Dn
nD
12
n = umur (tahun)
Umur
Fried:
dewasaanak DmD 150
m = umur (bulan)
Berat Badan
Clark:
dewasaanak DWD 70
W = berat badan (kg)
Luas Permukaan Tubuh dewasaanak DLPTD
7,1 LPT =Luas Permukaan Tubuh (m 2 )
Pemilihan bentuk sediaan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu rute
pemberian yang diinginkan, usia anak, ketersediaan bentuk sediaan, pengobatan lain
yang sedang dijalani dan kondisi penyakit. Rute pemberian secara oral cukup mudah
dilakukan dengan bentuk sediaan cair untuk anak yang kurang dari 6 tahun. Untuk
anak yang lebih besar dapat diberikan tablet. Pemberian tablet dengan menggerus
harus dipertimbangkan apakah akan merusak tujuan formulasi bentuk sediaannya,
misalnya, sustained release atau tablet salut tidak tepat apabila digerus untuk dibuat
puyer atau racikan (Prest, 2003).
B. Sistem Saluran Nafas
Fungsi utama sistem saluran nafas adalah menyediakan oksigen bagi tubuh
untuk metabolisme energi dan untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pertukaran gas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
1. Sistem saluran nafas atas
Sistem saluran nafas atas terdiri dari hidung, faring, laring, dan trakea.
Udara masuk melalui hidung, dimana hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan, serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Faring
atau batang tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung
dan rongga mulut ke laring. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada
traktus respiratorius dan digestif. Laring atau organ suara merupakan struktur epitel
kartilago yang menghubungkan faring dan trakea, dan berfungsi untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi dan melindungi jalan nafas bawah dari
obstruksi benda asing. Sedangkan trakea disebut juga batang tenggorok, ujung trakea
bercabang menjadi dua bronkus (Iwan, 2007).
2. Sistem saluran nafas bawah
Sistem saluran nafas bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus, bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratori, duktus alveolar dan sakus alveolar, alveoli, paru,
dan pleura. Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri yang disebut bronkus
lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 lobus). Bronkus segmental
bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa
yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi
bagian dalam jalan nafas. Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia). Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi bronkus respiratori yang dianggap sebagai saluran transisional
antara jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian
menjadi alveoli yang merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2 (Iwan, 2007)
A. Gangguan Sistem Saluran Nafas
Gangguan pada saluran nafas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa proses inflamasi atau alergi maupun
infeksi. Infeksi saluran nafas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi
saluran nafas atas dan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas meliputi
rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsillitis, otitis. Sedangkan infeksi
saluran nafas bawah meliputi infeksi pada bronkus, alveoli seperti bronkitis,
bronkiolitis, pneumonia (Anonim, 2005).
1. Asma
Asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan/atau mengi
berulang, terutama pada malam hari (nocturnal), reversible (dapat sembuh spontan
atau dengan pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau
keluarganya. Yang dimaksud serangan asma adalah episode perburukan yang
progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau
berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut (Setiawati, 2006).
Penggolongan asma tergantung pada derajat penyakitnya (aspek kronik) dan
derajat serangannya (aspek akut). Berdasar derajat penyakitnya, asma dibagi menjadi
asma episodik jarang, asma episodik sering dan asma persisten. Berdasarkan derajat
serangannya, asma dikelompokkan menjadi serangan asma ringan, sedang dan berat
(Setiawati, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
a. Patofisiologi
Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus,
udema mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil,
makrofag) dan deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator inflamasi
seperti histamin, lekotrien C4, D4 dan E4, Platelet Activating Factor (PAF) yang
mengakibatkan adanya konstriksi bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus
yang kental dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata
di seluruh paru. Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru,
sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin
mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks (Setiawati, 2006).
b. Terapi
1) Tujuan terapi
a) Mencegah dan mengurangi gejala-gejala asma yang muncul
b) Mencegah dan mengurangi terjadinya bronkospasme
c) Menghambat atau mengurangi peradangan (inflamasi) saluran pernafasan
d) Memulihkan obstruksi saluran nafas
e) Mengurangi frekuensi terjadinya asma dan mencegah keparahan asma
2) Sasaran terapi
a) Gejala-gejala asma
b) Bronkospasme atau kejang bronki
c) Peradangan (inflamasi) saluran pernafasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
d) Obstruksi saluran nafas
e) Frekuensi dan keparahan asma
3) Strategi terapi
a) Non-farmakologis
(1) Menghindari alergen dan polutan yang merupakan penyebab asma,
seperti debu, asap rokok, udara dingin, serta perlu menghindari stress
(Scruggs, 2004).
(2) Mengontrol lingkungan sekitar, seperti membersihkan karpet dan sprei
setiap minggunya dan menggunakan penyaring khusus (Scruggs, 2004).
b) Farmakologis
Serangan asma ringan diberikan obat pereda (reliever) berupa β agonis
secara inhalasi/oral, atau adrenalin 1/1000 subkutan 0,01 ml/kgBB/kali dengan
dosis maksimal 0,3 ml/kali. Serangan sedang diberikan obat seperti di atas
ditambah dengan pemberian oksigen, cairan intravena, kortikosteroid oral, dan
dirawat di ODC (one day care = ruang rawat sehari). Pada serangan berat, selain
obat di atas, diberikan aminofilin secara inisial dan rumatan. Kortikosteroid
dapat diberikan secara intravena. Steroid oral dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi 3
diberikan selama 3-5 hari. Steroid yang dianjurkan adalah prednison dan
prednisolon (Supriyatno dkk, 2004).
2. Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
rhinitis, dan laringitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di daerah
dengan iklim panas (Anonim, 2005).
a. Etiologi
Agen terpenting yang menyebabkan faringitis adalah virus dan group A β-
hemolytic Streptococcus (GABHS). Organisme lain yang terkadang menyertai
faringitis meliputi group C Streptococcus, Arcanobacterium haemolyticum,
Francisella tularensis, Mycoplasma pneumoniae, Neisseria gonorrhoeae, dan
Corynebacterium diphtheriae. Bakteri lain seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae dapat diisolasi dari tenggorokan anak yang mengalami
faringitis, tetapi peranan bakteri tersebut belum dapat dibuktikan (Hayden, 2004).
b. Patogenesis
Kolonisasi faring oleh GABHS dapat menghasilkan infeksi akut atau
asiptomatik. Protein M merupakan faktor utama yang sangat berbahaya dari GABHS
dan memudahkan perlawanan untuk fagositosis oleh neutrofil polimorfonuklear.
Imunitas spesifik berkembang selama infeksi dan menyediakan imunitas yang
bersifat protektif terhadap infeksi selanjutnya dengan serotip M (Hayden, 2004).
b. Terapi
1) Tujuan terapi
a) Memperbaiki atau meniadakan simptom
b) Membatasi penyebaran infeksi
c) Mencegah komplikasi
2) Sasaran terapi
a) Simptom yang muncul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
b) Kemungkinan penyebaran infeksi
c) Komplikasi
3) Strategi terapi
a) Non-farmakologis
(1) Istirahat yang cukup.
(2) Banyak minum air putih, setidaknya 8 gelas per hari. Lebih banyak
minum apabila demam tinggi.
(3) Berkumur menggunakan larutan salin hangat secara simptomatis
mengurangi nyeri tenggorokan pada anak. Untuk anak yang lebih kecil,
inhalasi uap dapat menghasilkan pengaruh yang serupa.
(Griffith, 1989)
b) Farmakologis
Faringitis biasanya disebabkan virus, oleh karena itu tidak ada terapi
spesifiknya. Terapi simptomatik seperti penggunaan antipiretik atau analgesik
oral (asetaminofen atau ibuprofen) dapat mengurangi demam dan nyeri
tenggorokan. Semprotan anestesi dan tablet hisap (mengandung benzokain,
fenol, atau mentol) dapat mengurangi rasa sakit lokal (Hayden, 2004).
Penggunaan antibiotik harus berpedoman pada hasil uji deteksi antigen
atau biakan, kecuali jika ada dasar klinis dan epidemiologi yang kuat untuk
mencurigai infeksi streptokokus (Arnold, 1996). Penisilin merupakan drug of
choice untuk faringitis streptokokus. Antibiotik ini memiliki efikasi dan
keamanan, aktivitas spektrum sempit dan harga lebih murah. Kesembuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
biasanya terjadi pada pemberian 250 mg penisilin V, 2-4 kali sehari. Sekitar
10% pasien alergi terhadap penisilin (Scruggs, 2004). Antibiotika pilihan lain:
(1) Amoksisilin
(a) Pada anak-anak, amoksisilin diberikan 1 kali sehari selama 10 hari,
sama dengan penisilin V. Absorpsi amoksisilin tidak berpengaruh
dengan adanya proses pecernaan makanan.
(b) Amoksisilin lebih murah dan memiliki aktivitas antimikroba yang lebih
sempit. Meskipun demikian, efek samping pada saluran pencernaan dan
skin rash lebih biasa terjadi pada penggunaan amoksisilin.
(2) Makrolid
(a) Eritromisin direkomendasikan untuk pasien yang alergi terhadap
penisilin. Eritromisin diabsorpsi lebih baik jika diberikan bersama
dengan makanan. Sekitar 15-20% pasien tidak dapat menahan efek
samping eritromisin pada saluran pencernaan.
(b) Azitromisin merupakan antibiotik pemberian satu kali sehari dan
pengobatan pendek selama 5 hari. Azitromisin berhubungan dengan
timbulnya efek samping yang kecil pada saluran pencernaan.
(3) Sefalosporin
(a) Pemberian sefalosporin selama 10 hari lebih baik daripada penisilin.
Keseluruhan kesembuhan bakteriologik oleh sefalosporin sebanyak
92%, dibandingkan dengan penisilin sebanyak 84%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
(b) Sefalosporin memiliki aktivitas yang lebih luas dibandingkan dengan
penisilin V. Berbeda dengan penisilin, sefalosporin tahan terhadap
degradasi dari beta laktamase.
(c) Sefalosporin disediakan untuk pasien dengan faringitis streptokokus
yang mengalami kekambuhan atau pengulangan.
(4) Amoksisilin klavulanat
Amoksisilin klavulanat tahan terhadap degradasi beta laktamase.
Amoksisilin klavulanat sering digunakan untuk mengobati faringitis
streptokokus yang mengalami pengulangan. Efek samping utama obat ini adalah
diare (Scruggs, 2004).
3. Bronkitis akut
Bronkitis merupakan kondisi inflamasi pada bagian dari trakeobronkial.
Proses inflamasi ini tidak meluas hingga alveoli. Bronkitis diklasifikasikan menjadi
akut dan kronik. Bronkitis akut terjadi pada semua usia dan ditandai dengan batuk,
demam, dan seringkali mengi. Keadaan ini merupakan tampilan umum dari influenza
dan batuk rejan. Bronkitis kronik tidak terjadi pada anak-anak (Meadow, 2005).
a. Patogenesis
Bronkitis akut terutama merupakan penyakit self-limiting dan jarang
menyebabkan kematian. Infeksi trakea dan bronki menyebabkan hiperemi dan edema
membran mukosa dengan peningkatan sekresi bronkial. Perusakan epitel respiratori
dapat terjadi dari ringan sampai berat dan mempengaruhi fungsi mukosiliar bronkial.
Peningkatan sekresi bronkial dapat menjadi kental dan lengket, kemudian dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
merusak aktivitas mukosiliar. Bronkitis akut kemungkinan dapat meyebabkan
kerusakan permanen pada saluran nafas (Glover, 2005).
b. Terapi
1) Tujuan terapi
a) Mencegah dan mengurangi gejala-gejala yang muncul
b) Mengurangi dehidrasi dan gangguan saluran pernafasan
2) Sasaran terapi
a) Gejala-gejala bronkitis
b) Dehidrasi dan gangguan saluran pernafasan
3) Strategi terapi
a) Non-farmakologis
(1) Istirahat yang cukup.
(2) Pasien sebaiknya banyak minum untuk mencegah dehidrasi dan untuk
menurunkan viskositas sekret pada saluran pernafasan (Glover, 2005).
(3) Pemberian uap atau meningkatkan kelembaban udara dalam kamar anak
(Griffith, 1989).
b) Farmakologis
Tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa
banyak masalah, tanpa pengobatan apapun. Pada bayi-bayi yang kecil, drainase
paru dipermudah dengan cara sering melakukan pergeseran posisi. Batuk iritatif
dan paroksismal dapat menyebabkan distres berat dan mengganggu tidur.
Walaupun penekanan batuk dapat menambah kemungkinan supurasi,
penggunaan penekan batuk yang bijaksana (termasuk kodein) mungkin memadai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
untuk pengurangan gejala. Antihistamin, yang mengeringkan sekresi tidak boleh
digunakan, dan ekspektoran tidak menolong. Antibiotik tidak memperpendek
lamanya penyakit virus atau menurunkan insidens komplikasi bakteri; walaupun
pada kenyataannya penderita dengan episode berulang kadang-kadang dapat
membaik dengan pengobatan demikian, hal ini memberi kesan bahwa ada
beberapa infeksi bakteri sekunder (Stern, 1996).
4. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (bronkiolus) yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun dengan insidensi
tertinggi pada usia sekitar 2-6 bulan dengan penyebab tersering Respiratory Sincytial
Virus (RSV), diikuti dengan parainfluenza dan adenovirus. Penyakit ditandai oleh
sindrom klinik yaitu, napas cepat, retraksi dada dan wheezing (Setiawati, 2006).
a. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan
replikasi di mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan
terjadi nekrosis sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi
ditandai dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses
tersebut akan terjadi edema sub mukosa, kongesti serta penumpukan debris dan
mukus sehingga terjadi penyempitan lumen bronkioli. Penyempitan ini mempunyai
distribusi tersebar dengan derajat yang bervariasi (total/sebagian). Gambaran yang
terjadi adalah atelektasis yang tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated)
sehingga dapat terjadi gangguan pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dengan akibat akan terjadi hipoksemia (Pa O2 turun) dan hiperkapnea (Pa CO2
meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi gagal nafas (Setiawati, 2006).
b. Terapi
1) Tujuan terapi
a) Membunuh mikroorganisme penyebab bronkiolitis
b) Mengurangi gejala bronkiolitis yang muncul
c) Meningkatkan sistem imun tubuh
2) Sasaran terapi
a) Mikroorganisme penyebab bronkiolitis
b) Gejala bronkiolitis
c) Sistem imun tubuh
3) Strategi terapi
a) Non-farmakologis
(1) Istirahat yang cukup.
(2) Menjaga ketahanan tubuh terutama pada musim dingin.
(3) Menghindari sumber iritasi seperti debu, polusi udara, dan asap rokok.
(4) Menjaga kelembaban udara pada kamar anak.
(5) Banyak minum air putih. Hindari minum susu karena dapat
meningkatkan kekentalan sekresi mukus (Griffith, 1989).
b) Farmakologis
Anak dengan bronkiolitis ringan bisa dirawat di rumah, untuk bayi
perlu dilakukan observasi yang baik dan pemberian cairan yang cukup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Pengobatan terdiri:
(1) Antibiotik tidak perlu diberikan. Namun bila diperkirakan perlu misalnya
pada keadaan berat dan ada kemungkinan infeksi sekunder bakteri,
antibiotik yang sesuai dapat diberikan.
(2) Peran bronkodilator masih kontroversial, maksud pemberian untuk
memperbaiki pertukaran gas. Bila perlu ipratropium bromida, obat
simpatomimetik, atau teofilin; yang terbukti memberikan manfaat pada
beberapa penderita dapat dicoba untuk diberikan.
(3) Pemberian kortikosteroid juga belum dapat dibuktikan bermanfaat.
(4) Pemberian antivirus seperti ribavirin dapat dipertanggungjawabkan,
terutama untuk bayi risiko tinggi yaitu dengan sistik fibrosis,
bronchopulmonari diplasia, imunodefisiensi, dan penyakit jantung bawaan.
Obat ini terbukti efektif untuk pasien dengan ventilator.
(5) Imunoterapi masih dalam penelitian, terutama immunoglobulin untuk
infeksi SRV (Supriyatno dkk, 2004).
5. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan
kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan
ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch).
a. Patofisiologi
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi partikel di
hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh
makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui
sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia: aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis
kistik, benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi
benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya
pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil
terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia
bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi
dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya
umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas (Setiawati, 2006).
b. Terapi
1) Tujuan terapi
a) Membunuh mikroorganisme penyebab pneumonia
b) Mengurangi gejala pneumonia yang muncul
c) Meningkatkan sistem imun tubuh
2) Sasaran terapi
a) Mikroorganisme penyebab pneumonia
b) Gejala pneumonia
c) Sistem imun tubuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3) Strategi terapi
a) Non-farmakologis
(1) Istirahat yang cukup.
(2) Banyak minum air putih, minimal 1 gelas air setiap jam. Cairan yang
cukup akan membantu mengencerkan sekret sehingga lebih mudah
untuk dikeluarkan.
(3) Meningkatkan kelembaban udara di sekitar anak.
(Griffith, 1989)
b) Farmakologis
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga
pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman
tersering, yaitu Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Bayi di bawah 3
bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Usia lebih dari 3 bulan,
ampisilin dipadu dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila
keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan
sefalosporin (Supriyatno dkk, 2004).
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah Staphylococcus aureus, kloksasilin dapat diberikan. Bila
alergi terhadap penisilin, diberikan sefazolin, klindamisin, atau vankomisin.
Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 minggu (Supriyatno dkk, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
B. Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems (DRPs) atau Drug Therapy Problems adalah suatu
kejadian yang tidak diinginkan yang dialami pasien berkaitan dengan terapi obat
yang diperolehnya, dan bertentangan dengan tujuan terapi yang ingin dicapai.
Ada tujuh kategori dan penyebab terjadinya DRPs, yaitu butuh terapi obat
tambahan (need for additional drug therapy), obat tanpa indikasi (unnecessary drug
therapy), salah obat (wrong drug), dosis terlalu rendah (dose too low), efek obat
merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat, dosis terlalu tinggi (dose too
high), ketaatan pasien (compliance)/gagal menerima obat (Cipolle, 2004). Sebagai
pengemban tugas pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care), farmasis memiliki
tanggung jawab dalam mengidentifikasi, menyelesaikan, dan mencegah terjadinya
DRPs. Untuk lebih memahami DRPs, pada tabel II disajikan DRP dan penyebabnya.
Interaksi antar obat dapat terjadi pada pemberian obat kombinasi dan
menghasilkan respon farmakologis atau klinik yang berbeda dari respon
farmakologis masing-masing obat tersebut apabila diberikan secara tunggal. Hasil
klinis dari interaksi antar obat dapat berefek antagonisme, sinergisme, atau
idiosinkrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Tabel II. Penyebab-penyebab drug related problems (DRPs) (Strand, Morley, and Cipolle, 1998) No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
1
Butuh terapi obat tambahan (need for additional drug therapy)
Timbulnya kondisi medis baru memerlukan tambahan obat baru Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-menerus Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah atau terapi profilaksis
2 Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu Terapi dengan dosis toksik Penyalah-gunaan obat, merokok, dan alkohol Terapi sebaiknya non-farmakologi Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman
3 Salah obat (wrong drug)
Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman Obat sudah resisten terhadap infeksi Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat Kombinasi obat yang salah
4 Dosis terlalu rendah (dose too low)
Dosis terlalu rendah Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotika untuk operasi Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien
5
Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat
Obat diberikan terlalu cepat Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi Bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium
6 Dosis terlalu tinggi (dose too high)
Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan Dosis dinaikkan terlalu cepat Obat akumulasi karena terapi jangka panjang Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus
7 Ketaatan pasien (compliance)/gagal menerima obat
Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Dalam mengevaluasi interaksi obat, perlu diperhatikan adalah signifikansi
interaksi. Signifikansi berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang
menentukan kebutuhan monitoring pasien dan perlu tidaknya pengubahan terapi
untuk mencegah efek yang merugikan. Menurut Tatro (2001), signifikansi klinik
meliputi kelas signifikansi, onset dari efek interaksi, dan tingkat keparahan interaksi.
1. Kelas Signifikansi
2 : Interaksi yang berbahaya dan telah terbukti
5 : Kemungkinan terjadi interaksi namun belum ada bukti yang jelas
Tabel III. Keterangan kelas signifikansi interaksi Kelas Signifikansi Tingkat Keparahan Bukti
1 Berat Sudah ada bukti 2 Sedang Sudah ada bukti 3 Ringan Sudah ada bukti 4 Berat/sedang Mungkin terjadi
5 Ringan Mungkin terjadi Tidak terjadi Belum ada bukti
2. Onset
Cepat : Efek terjadi dalam 24 jam setelah pemberian obat yang saling berinteraksi.
Tertunda : Efek obat tidak terjadi hingga obat yang saling berinteraksi tersebut
diberikan selama beberapa hari atau minggu.
3. Tingkat keparahan
Berat : Efek yang terjadi dapat mengancam jiwa atau dapat menyebabkan
kerusakan permanen.
Sedang : Efek yang terjadi dapat menyebabkan kondisi klinis pasien menurun.
Ringan : Efek yang terjadi biasanya ringan dan dapat mengganggu, tetapi tidak
signifikan mempengaruhi outcome terapi. Biasanya tidak memerlukan
terapi tambahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
C. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peresepan
kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan
dalam periode Juli 2007 serta memberikan informasi tentang kerasionalan terapi
pada kasus pediatri yang menerima resep racikan dengan gangguan sistem saluran
nafas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, dengan rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek uji. Rancangan
penelitian deskriptif evaluatif karena penelitian ini bertujuan melakukan eksplorasi
deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi kemudian mengevaluasi data
dari rekam medis yang diperoleh berdasarkan studi literatur (Pratiknya, 1986).
Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dengan mengikuti perkembangan kasus berdasarkan data lembar catatan
rekam medik kasus.
B. Definisi Operasional
1. Kasus adalah kasus pada pasien pediatri yang dirawat di bangsal anak Rumah
Sakit Bethesda dan menerima resep racikan dalam periode Juli 2007.
2. Pediatri adalah pasien anak yang dirawat di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
dan menerima resep racikan dalam periode Juli 2007.
3. Juli 2007 adalah periode pengambilan data di bangsal anak Rumah Sakit
Bethesda, yaitu tanggal 4 Juli 2007-4 Agustus 2007.
4. Alasan/latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan obat racikan adalah hasil
wawancara terhadap 4 dokter anak, 1 apoteker rawat inap, 5 perawat di bangsal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
anak, dan 13 orang tua pasien tentang alasan pemilihan dan/atau penggunaan
obat racikan pada pasien pediatri yang diberikan oleh dokter anak, apoteker,
perawat, dan orang tua pasien.
5. Karakteristik kasus meliputi jumlah kasus, distribusi umur, jenis kelamin, dan
diagnosis.
6. Lembar rekam medik adalah lembar catatan dokter dan perawat yang berisi data
klinis pasien pediatri yang dirawat di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
dalam periode 4 Juli-4 Agustus 2007.
7. Peresepan dalam pembahasan penelitian ini bila tidak disebutkan lebih rinci
berarti meliputi resep racikan dan resep non racikan.
8. Obat racikan adalah obat dengan komposisi campuran (lebih dari satu jenis obat)
yang disiapkan/diproduksi/diracik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda.
9. Pola peresepan obat adalah gambaran penggunaan obat meliputi jenis racikan,
kelas terapi, golongan obat, dan jenis obat yang digunakan pada pasien pediatri
di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan.
10. Jenis obat adalah nama generik masing-masing komposisi dalam obat racikan
dan nama generik obat non racikan, serta nama paten obat kombinasi.
11. Evaluasi kerasionalan terapi adalah melihat ulang dan menyimpulkan mengenai
kesesuaian antara terapi yang diberikan pada pasien pediatri dengan diagnosis
utama maupun sekunder gangguan saluran pernafasan, dibandingkan dengan
standar terapi, dan kemungkinan adanya Drug Related Problems (DRPs).
12. Drug Related Problems yang diamati pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah
Sakit Bethesda meliputi: butuh terapi obat tambahan (need for additional drug
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
therapy), obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), salah obat (wrong
drug), dosis terlalu rendah (dose too low), efek obat merugikan (adverse drug
reaction) dan interaksi obat, serta dosis terlalu tinggi (dose too high). Ketaatan
pasien (compliance) tidak dapat diamati.
13. Standar terapi adalah Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda dan
Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
14. Interaksi obat ialah reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat
lain) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi
kerja obat, yang digunakan bersamaan dalam pengobatan pada pasien pediatri
baik dalam bentuk racikan maupun non-racikan.
15. Adverse drug reactions (efek samping obat) yang timbul akibat terapi obat
selama pasien dirawat di rumah sakit.
16. Dampak terapi (outcome) dalam penelitian ini dievaluasi berdasarkan Length of
Stay (LOS) pasien dan kondisi pasien dengan gangguan sistem saluran nafas saat
keluar dari rumah sakit (sembuh, perbaikan, atau tambah parah).
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan adalah pasien pediatri yang dirawat inap
di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda dan menerima resep racikan dalam periode 4
Juli-4 Agustus 2007. Kriteria inklusi subyek adalah pasien yang menerima 1 atau
lebih resep racikan selama dirawat di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda pada
periode tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Sebanyak 99 kasus dari 169 kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda menerima resep racikan, dan digunakan sebagai subyek
penelitian pada permasalahan alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau
penggunaan obat racikan, profil kasus, dan pola peresepan kasus pediatri. Kasus
pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas yang menerima resep racikan dalam
periode 4 Juli–4 Agustus 2007 terdapat sebanyak 25 kasus yang kemudian digunakan
sebagai subyek penelitian pada permasalahan kerasionalan dan dampak terapi.
C. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan rekam medik kasus pediatri
yang dirawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda dan menerima resep
racikan, serta hasil wawancara dengan dokter anak, apoteker rawat inap, perawat,
dan orang tua pasien.
D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda, yang terletak
di Jalan Jendral Sudirman No. 70, Yogyakarta.
E. Tata Cara Penelitian
Ada tiga tahapan yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi,
tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
5. Tahap orientasi
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari informasi mengenai
penggunaan sediaan racikan pada kasus pediatri di bangsal anak dan mencari teknik
pengambilan data yang sesuai di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
Tahap ini dilakukan selama 1 minggu.
6. Tahap pengambilan data
a. Pengumpulan data
Pada proses ini, subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi
secara prospektif selama periode 4 Juli-4 Agustus 2007. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengikuti perkembangan kasus melalui catatan rekam medis kasus. Data
yang dikumpulkan meliputi identitas, lama tinggal di rumah sakit, riwayat penyakit,
riwayat keluarga, dan riwayat pengobatan, data medis berupa diagnosis dan terapi,
dan data laboratorium (Rovers, Currie, Hagel, McDonough, and Sobotka, 2003 dan
Tietze, 2004).
b. Wawancara
Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter, apoteker rawat inap,
perawat, dan orang tua pasien. Data ini merupakan data penunjang untuk
mendeskripsikan tindakan medik yang dilakukan di bangsal.
7. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar dan tabel dengan
beberapa keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta tanggal
pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kepada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Data
tersebut dicatat setiap hari selama 1 bulan. Data untuk analisis Drug Related
Problems disajikan sama seperti yang telah dikemukakan di atas.
b. Evaluasi data
Data yang diperoleh tersebut kemudian dievaluasi kerasionalannya
berdasarkan Drug Related Problems (DRPs) yang ditemukan berdasarkan
pembanding standar yang bersumber dari Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit
Bethesda, Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Nelson
Textbook of Pediatrics (Behrman, Kliegman, and Jenson, 2004), Drug Information
Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, and Lance, 2006), Drug Interaction Facts
(Tatro, 2001), dan untuk penggolongan obat digunakan British National Formulary–
52 (Anonim, 2006). Data bagian kerasionalan terapi dievaluasi secara kasus per
kasus.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar.
1. Persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi 2, yaitu kasus pediatri
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung
jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah
keseluruhan kasus pediatri yang dirawat dan mendapatkan resep racikan
kemudian dikalikan 100%.
2. Persentase umur kasus dikelompokkan dalam umur <1 tahun (masa bayi), >1
tahun – 6 tahun (masa prasekolah), >6 tahun – 10 tahun (masa praremaja), >10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
tahun (masa remaja), dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap
kelompok umur dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pediatri yang dirawat
dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
3. Persentase jenis penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus setiap
jenis penyakit kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pediatri yang
dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
4. Persentase jenis resep racikan, kelas terapi, golongan obat, dan jenis obat yang
digunakan dihitung dengan cara menghitung berapa kali jenis resep racikan,
kelas terapi, golongan obat, dan jenis racikan yang digunakan pada kasus
pediatri, dibagi jumlah keseluruhan kasus pediatri yang dirawat dan
mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
5. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan
berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus pediatri dibagi jumlah
keseluruhan kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas yang dirawat
dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
6. Mengevaluasi pola peresepan dan kerasionalan terapi, dengan cara
mengidentifikasi DRPs yang terjadi terkait penggunaan resep racikan.
7. Mengevaluasi dampak terapi dengan membandingkan persentase dampak terapi
yang terjadi dari penggunaan resep racikan.
G. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pada penelitian mengenai evaluasi
peresepan kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
resep racikan dalam periode Juli 2007, peneliti mengalami beberapa kesulitan,
diantaranya kurangnya pengalaman peneliti dalam membaca catatan rekam medik
pasien sehingga terjadi kesulitan dalam membaca tulisan dokter maupun perawat
yang terdapat pada rekam medik dan kurang mengerti lokal terminologi yang sering
digunakan oleh dokter maupun perawat. Selain itu peneliti juga terkadang mengalami
kesulitan dalam mencari rekam medik yang dibutuhkan karena sedang digunakan
oleh perawat atau dokter. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, peneliti mencoba
bertanya kepada perawat yang pada saat itu sedang berjaga di bangsal jika ada hal
yang kurang dimengerti dari catatan rekam medik, serta peneliti mencari waktu yang
tepat dimana rekam medik pasien sudah tidak digunakan oleh perawat.
Dalam proses evaluasi data terdapat banyak keterbatasan, dimana data yang
diambil dari rekam medik tidak semuanya lengkap, seperti terkadang tidak terdapat
diagnosis dari dokter, maupun anamnese lain yang tidak dituliskan pada lembar
catatan rekam medik. Proses evaluasi terapi pada kasus pediatri di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda ini hanya berdasarkan pada catatan yang terdapat dalam
rekam medik kasus yang bersangkutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Obat racikan banyak digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah
Sakit Bethesda. Selama periode Juli 2007, terdapat 169 kasus pediatri yang dirawat
di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda. Dari 169 kasus tersebut, terdapat 99 kasus
yang menerima resep racikan. Hasil dan pembahasan penelitian ini dibagi menjadi
empat bagian. Bagian pertama membahas alasan atau latar belakang pemilihan
dan/atau penggunaan obat racikan pada kasus pediatri. Bagian kedua membahas
profil kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep
racikan. Bagian ketiga membahas pola peresepan kasus pediatri di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan. Bagian keempat membahas
kerasionalan terapi dan dampak terapi kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran
nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan.
A. Alasan / Latar Belakang Pemilihan dan/atau Penggunaan Obat Racikan pada Pasien Pediatri yang Dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Alasan atau latar belakang pemilihan dan penggunaan obat racikan pada
kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak diperoleh dari data wawancara terhadap
dokter anak, apoteker rawat inap, perawat di bangsal anak, dan orang tua pasien.
1. Dokter anak
Dokter memiliki pertimbangan sendiri dalam memberikan obat racikan
kepada pasien pediatri, yaitu dengan alasan anak-anak belum bisa menelan tablet,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
obat racikan memiliki dosis yang sesuai untuk pasien pediatri, memudahkan
pemberian, dan pasien merasa lebih nyaman. Dosis ditentukan berdasarkan berat
badan dan umur pasien. Dalam satu jenis racikan, obat yang diberikan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien, dengan prinsip jumlah obat seminimal mungkin, dan
maksimal satu orang pasien memperoleh 2-5 jenis racikan. Obat yang dicampur
dalam satu racikan adalah obat yang memiliki regimen dosis dan aturan pakai yang
sama, dan juga dipertimbangkan apakah kemungkinan terjadi interaksi antar obat
yang satu dengan yang lainnya.
Dokter memiliki peranan penting dalam proses pelayanan kesehatan
khususnya dalam melaksanakan pengobatan melalui pemberian obat kepada pasien.
Interaksi obat yang terjadi di dalam tubuh yaitu interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik sering kali lolos dari pengamatan dokter. Oleh karena itu, alangkah
baiknya apabila terjalin komunikasi yang baik antara pihak dokter dengan farmasis
sehingga interaksi obat dan kesalahan lain yang mungkin terjadi dapat diminimalkan.
1. Apoteker
Apoteker rawat inap mempertimbangkan kemungkinan adanya interaksi
antar obat dalam satu racikan, akan tetapi tidak semua resep dapat termonitor oleh
apoteker karena kendala jumlah apoteker yang masih sedikit. Apabila ditemukan
adanya interaksi atau perlunya penggantian obat dengan zat aktif sama, maka hal
tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu dengan dokter yang bersangkutan.
Selama ini apoteker belum dapat memberikan informasi secara langsung
tentang penggunaan obat kepada orang tua pasien yang dirawat di bangsal anak
karena adanya kendala jumlah apoteker yang masih sangat terbatas sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
apoteker belum dapat keliling ke bangsal. Oleh karena itu, informasi disampaikan
melalui perawat yang bertugas di bangsal anak.
Menganggapi tentang obat racikan, apoteker sendiri berpendapat bahwa
sebaiknya resep racikan tidak ada karena dilihat dari beberapa segi. Dari segi bentuk
sediaan obat racikan, reformulasi bentuk sediaan obat menyalahi aturan dalam
kefarmasian, misalnya penggerusan obat enteric coated yang seharusnya tidak boleh
dilakukan. Dari segi ketepatan dosis, proses peracikan kemungkinan menghasilkan
dosis yang kurang tepat, serta perlu diperhatikan tentang kebersihan dalam proses
pembuatan. Obat racikan juga kurang menguntungkan dari segi efisiensi tenaga,
waktu, dan kerasionalan terapi. Alangkah baiknya apabila industri farmasi
mengeluarkan produk-produk yang khusus ditujukan untuk anak-anak baik per oral
maupun parenteral, sehingga proses peracikan tidak dibutuhkan lagi. Hal ini akan
mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Jumlah apoteker yang terbatas menjadi salah satu kendala dalam praktek
farmasi klinik, terutama dalam memonitor pengobatan atau terapi yang diberikan
kepada pasien. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara apoteker dengan dokter
menjadi faktor penting dalam usaha mengurangi kesalahan terapi yang mungkin
dapat terjadi pada pasien pediatri, terutama dalam penggunaan obat racikan.
2. Perawat dan orang tua pasien
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap perawat dan orang tua pasien
memberikan informasi bahwa orang tua tidak bermasalah dengan adanya obat
racikan, bahkan sebagian besar terbantu dengan adanya obat racikan. Hal ini
dikarenakan pasien pediatri belum dapat menerima obat dalam bentuk sediaan tablet,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
sehingga obat racikan yang berupa puyer atau sirup lebih menguntungkan. Rasa yang
kurang enak seperti rasa pahit menyebabkan beberapa anak mengalami muntah pada
saat meminum obat racikan. Apabila mereka muntah pada saat minum obat racikan,
maka sebagian besar perawat dan orang tua pasien akan memberikan obat yang sama
untuk menggantikan obat yang telah dimuntahkan sebelumnya. Akan tetapi ada pula
yang tidak memberikan obat yang sama kembali, dengan alasan ada sebagian obat
yang telah masuk. Untuk mencegah terjadinya muntah, maka pemberian obat racikan
oleh perawat biasanya bersama air putih, air teh, madu, gula, atau sirup.
Pemberian obat racikan oleh perawat atau orang tua pasien sebaiknya
disertai dengan informasi dari dokter ataupun apoteker tentang penggunaan obat
tersebut, terutama informasi apabila anak muntah saat minum obat racikan, apakah
obat yang telah dimuntahkan perlu untuk diulang kembali pemberiannya atau tidak.
Hal ini akan mempengaruhi kadar obat dalam tubuh pasien dan kemudian akan
mempengaruhi efek yang ditimbulkan.
A. Profil Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007
1. Persentase kasus berdasarkan umur
Selama periode Juli 2007, terdapat 99 kasus pediatri yang mendapatkan
resep racikan. Rata-rata umur yang menerima resep racikan adalah 2,9±2,9 (x±SD)
atau rentang antara 0 tahun-5,8 tahun. Dari 99 kasus tersebut, jumlah kasus pediatri
yang mendapat resep racikan paling banyak adalah kelompok umur >1 tahun-6
tahun, yaitu sebanyak 62 kasus atau 62,6%. Hal ini sesuai literatur yang mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
bahwa anak di bawah umur 6 tahun susah untuk menelan tablet. Oleh karena
itu, kelompok umur ini masih wajar mendapatkan obat racikan dalam bentuk puyer.
Kasus dengan rentang umur >6 tahun-10 tahun dan >10 tahun yang menerima
resep racikan sebesar 8,1% dan 5,1%. Pasien pediatri dalam rentang umur ini sudah
mulai dapat menelan tablet sehingga seharusnya penggunaan obat racikan pada
kelompok umur ini mulai dikurangi.
Gambar 2. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan umur
1. Persentase kasus berdasarkan jenis kelamin
Dalam penelitian tentang evaluasi peresepan kasus pediatri di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli diperoleh
bahwa kelompok yang lebih banyak terkena penyakit dan menerima resep racikan
adalah dengan jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 59 orang atau 59,6%. Pada
penelitian ini, penggunaan obat racikan tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis
kelamin pasien pediatri. Persentase kasus berdasarkan jenis kelamin ini digunakan
untuk menggambarkan pola penyakit dan kondisi kasus pediatri.
24,2%
62,6%
8,1% 5,1%<1th
>1th - 6th
>6th - 10th
>10th
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Gambar 3. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan jenis kelamin
2. Persentase kasus berdasarkan diagnosis
Diagnosis yang diberikan oleh dokter pada kasus pediatri di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda didominasi oleh gangguan saluran pencernaan dan gangguan
saluran pernafasan. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan
tentang penyebab utama kematian bayi di Indonesia.
Diagnosis terbanyak dalam periode penelitian ini adalah gangguan sistem
saluran cerna, yaitu 30,3%. Diagnosis kedua terbanyak adalah gangguan sistem
saluran nafas, yaitu 15,2%. Satu kasus kemungkinan memiliki diagnosis lebih dari
satu macam. Macam diagnosis dapat dilihat dalam tabel IV.
59,6%
40,4%
Laki-laki
Perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel IV. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan diagnosis
No. Diagnosis Utama Jumlah Kasus Persentase (%) Dengan satu diagnosis Gangguan saluran pernafasan 1. Faringitis akut 1 1,0 2. Tonsilitis kronis 1 1,0 3. Asma 1 1,0 4. Bronkitis 7 7,1 5. Bronkiolitis 1 1,0 6. Pneumonia 4 4,0 Gangguan saluran pencernaan 7. Diare akut 20 20,0 8. Diare disentriform 9 9,1 9. Stomatitis 1 1,0 Lain-lain 10. Febris 5 5,1 11. Kejang demam 2 2,0 12. Epilepsi 1 1,0 13. Demam dengue 2 2,0 14. Demam berdarah dengue (DHF) 2 2,0 15. Infeksi virus tidak khas 11 11,1 16. Infeksi non spesifik 1 1,0 17. Infeksi Saluran Kencing (ISK) 2 2,0 18. Obs. trauma capitis 1 1,0 Dengan dua diagnosis 19. ISPA + diare akut 1 1,0 20. Bronkitis + diare akut 1 1,0 21. Bronkitis asmatis + Cor Pulmonal 1 1,0 22. Pneumonia + asma 1 1,0 23. PKTB + Demam dengue 1 1,0 24. Kejang demam + diare akut 1 1,0 25. Cephalgia + diare akut 1 1,0 Dengan empat diagnosis 26. Bronkitis + diare akut dehidrasi + DHF + kejang 1 1,0 Tidak ada diagnosis 19 19,2 JUMLAH 99 100,0
A. Pola Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007, meliputi Obat
Racikan dan Non Racikan
1. Pola peresepan obat racikan
Obat racikan yang digunakan memiliki jenis yang bervariasi. Masing-masing
pasien dapat menerima obat racikan lebih dari satu jenis, yang disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan pasien. Dari hasil penelitian, rata-rata jenis racikan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
diterima pasien sebanyak 1,6±0,8 (x±SD) atau 1-2 jenis racikan. Paling banyak
pasien menerima obat dengan satu jenis racikan, yaitu sebanyak 54 kasus atau
54,5%. Jenis racikan yang paling banyak digunakan adalah parasetamol dan
fenobarbital, sebanyak 39 kasus atau 39,4%. Jenis racikan yang digunakan pada
masing-masing kasus dapat lebih jelas dilihat pada tabel V, VI, VII, dan VIII.
Gambar 4. Persentase kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 berdasarkan banyaknya jenis racikan yang diperoleh
Tabel V. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima satu jenis racikan dalam periode Juli 2007
No. Jenis Racikan Jumlah Kasus
Persentase (%)
1. Parasetamol + Fenobarbital 39 39,4 2. Siproheptadin + Cobazim® 3 3,0 3. Parasetamol + Deksametason + Karbamazokrom Na sulfonat + Vit. K 2 2,0 4. Ketotifen + Siproheptadin 1 1,0 5. Parasetamol + Metilprednisolon + Kodein 1 1,0 6. Kolistin + Fenobarbital + Strocain® 1 1,0 7. Kotrimoksazol + Setirizin + Tiamin 1 1,0 8. Prokaterol + Dekstrometorfan + Klorfeniramin maleat 1 1,0 9. Prokaterol + Dekstrometorfan + Eritromisin 1 1,0 10. Metilprednisolon + Homoklorsiklizin + Salbutamol 1 1,0 11. Aminofilin + Ambroxol 1 1,0 12. Kotrimoksazol + Metronidazol 1 1,0 13. Kanamisin + Tanalbin® 1 1,0 JUMLAH 54 54,5
54,5%35,4%
6,1% 4%Mendapat 1 jenis racikan
Mendapat 2 jenis racikan
Mendapat 3 jenis racikan
Mendapat 4 jenis racikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Tabel VI. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima dua jenis racikan dalam periode Juli 2007
No. Jenis Racikan Jumlah Kasus
Persentase (%)
1. Parasetamol + Fenobarbital 11 11,1 Ketotifen + Siproheptadin 2. Parasetamol + Fenobarbital 6 6,1 Kolistin + Tiamin 3. Parasetamol + Fenobarbital
3 3,0 Siproheptadin + Cobazim®
4. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Parasetamol + Diazepam 5. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Parasetamol + Deksametason + Karbamazokrom Na sulfonat + Vit. K 6. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Kotrimoksazol + Setirizin + Tiamin 7. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Kotrimoksazol + Setirizin + Ketotifen 8. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Ketotifen + Setirizin + Prokaterol 9. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Ketotifen + Siproheptadin + Setirizin 10. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Sefiksim + Tiamin 11. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Isoniazid + Rifampisin 12. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Eritromisin + Homoklorsiklizin + Tiamin 13. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Salbutamol + Metilprednisolon + Homoklorsiklizin + Ambroxol 14. Parasetamol + Fenobarbital
1 1,0 Salbutamol + Metilprednisolon + Pseudoefedrin + Homoklorsiklizin + Ambroxol
15. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K 1 1,0 Ketotifen + Mebhidrolin napadisilat 16. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K 1 1,0 Sefadroksil + Dimenhidrinat 17. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K
1 1,0 Kanamisin + Tanalbin®
18. Ketotifen + Setirizin 1 1,0
Siproheptadin + Cobazim® JUMLAH 35 35,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel VII. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima tiga jenis racikan dalam periode Juli 2007
No. Jenis Racikan Jumlah Kasus
Persentase (%)
1. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Ketotifen + Siproheptadin
Parasetamol + Diazepam 2. Parasetamol + Fenobarbital
1 1,0 Ketotifen + Siproheptadin Metilprednisolon +Homoklorsiklizin
3. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Ketotifen + Setirizin
Prokaterol + Ambroxol 4. Parasetamol + Fenobarbital
1 1,0 Ketotifen + Setirizin Kolistin + Tiamin
5. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Ketotifen + Setirizin + Pseudoefedrin
Kolistin + Tiamin + Homoklorsiklizin 6. Parasetamol + Fenobarbital
1 1,0 Kolistin + Tiamin Ranitidin + Tiamin
JUMLAH 6 6,1
Tabel VIII. Jenis racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima empat jenis racikan dalam periode Juli 2007
No. Jenis Racikan Jumlah Kasus
Persentase (%)
1. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K
1 1,0 Mebhidrolin napadisilat + Ketotifen + Terbutalin sulfat + Syr.Thymi® Parasetamol + Fenobarbital Aminofilin + Prokaterol
2. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K
1 1,0 Mebhidrolin napadisilat + Ketotifen + Terbutalin sulfat + Kodein Mebhidrolin napadisilat + Ketotifen + Terbutalin sulfat Difenilhidantoin + Fenobarbital
3. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K
1 1,0 Aminofilin + Prokaterol Syr. Thymi® + Deksametason + Salbutamol Metronidazol + Kotrimoksazol + Tanalbin®
4. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom Na sulfonat + Vit. K
1 1,0 Metronidazol + Tanalbin® Kotrimoksazol + Metoklopramid Metionin + Kurkuma + Dimenhidrinat
JUMLAH 4 4,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
1. Pola peresepan obat non racikan
Obat non racikan yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan ditemukan ada sebanyak 8 kelas
terapi obat. Jumlah kasus dihitung berdasarkan banyaknya kasus yang menggunakan
obat dalam masing-masing kelas terapi tersebut.
Gambar 5. Kelas terapi obat yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan kelas terapi, obat yang
paling banyak digunakan adalah obat sistem saluran cerna, yaitu sebanyak 91 kasus
atau 91,9%; obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah 85,9%; antiinfeksi 80,8%;
kortikosteroid 64,6%; obat sistem saluran nafas 58,6%; analgesik 29,3%;
antihistamin 25,3%; dan obat sistem saraf pusat 21,2%. Obat sistem saluran cerna
paling banyak digunakan karena sesuai dengan persentase terbesar diagnosis pasien,
yaitu dengan gangguan sistem saluran cerna.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 91,9%85,9%
64,6%
80,8%
58,6%
29,3%25,3%
21,2%
Obat sistem saluran cerna
Obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah
Antiinfeksi
Kortikosteroid
Obat sistem saluran nafas
Analgesik
Antihistamin
Obat sistem saraf pusat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
a. Obat sistem saluran cerna
Obat sistem saluran cerna yang digunakan terbagi menjadi 8 golongan obat,
yaitu golongan antagonis reseptor H2, antasida, antidiare, antimual dan vertigo,
antimuskarinik, khelator, pencahar, probiotik, dan obat kombinasi. Golongan dan
jenis obat sistem saluran cerna dapat dilihat lebih jelas pada tabel IX.
Tabel IX. Golongan dan jenis obat sistem saluran cerna yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) 1. Antagonis reseptor H2 Ranitidin 2 2,0 2. Antasida Polycrol®
Strocain® 1 1
1,0 1,0
3. Antidiare Dioktahedrol smektil 3 3,0 4. Antimual dan vertigo Domperidon
Metoklopramid 33
1 33,3
1,0 5. Antimuskarinik Hiosin butilbromida 1 1,0 6. Khelator Sukralfat 2 2,0 7. Pencahar Bisakodil 3 3,0 8. Probiotik Lacto-B® 41 41,4 9. Kombinasi Tanalbin®
Prolacta® 2 1
2,0 1,0
Obat sistem saluran cerna yang paling banyak digunakan adalah golongan
probiotik, yaitu Lacto-B® sebanyak 44 kasus atau 44,4%. Lacto-B® merupakan
makanan pelengkap berupa serbuk yang mengandung Lactic Acid Bacteria (LAB)
yang membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi, mencegah
terjadinya diare, dan untuk bayi yang menderita lactose intolerance.
b. Obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah
Kelas terapi obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah sangat diperlukan
untuk menunjang kebutuhan pasien di samping pemberian makanan. Dalam kelas
terapi ini terdiri dari 10 golongan obat, yaitu golongan antianemia, cairan dan
elektrolit, hemostatik, hepatoprotektor, immunomodulator, mineral, multivitamin,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
nutrisi parenteral, panambah nafsu makan, dan vitamin. Golongan dan jenis obat
yang mempengaruhi nutrisi dan darah dapat dilihat lebih jelas pada tabel X.
Tabel X. Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi nutrisi dan darah yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam
periode Juli 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) 1. Antianemia Ferlin®
Maltiron® 2 2
2,0 2,0
2. Cairan dan elektrolit Kalium klorida Sodium bikarbonat Oralit
4 2 1
4,0 2,0 1,0
3. Hemostatik Karbamazokrom Na-Sulfonat 8 8,1 4. Hepatoprotektor Curliv plus® 2 2,0 5. Immunomodulator Imboost®
Stimuno® 13
1 13,1
1,0
6. Mineral Osteocare syr. ® 1 1,0 7. Multivitamin Lyvit®
Divens® Glostrum® MV syr. ® Supradyn®
6 3 1 1 1
6,1 3,0 1,0 1,0 1,0
8. Nutrisi parenteral Aminofusin® Asam amino
12 1
12,1 1,0
9. Panambah nafsu makan Curmunos® Curvit CL®
13 1
13,1 1,0
10. Vitamin Neurobion® Tiamin Alinamin F®
5 4 1
5,1 4,0 1,0
Golongan obat yang paling banyak digunakan dalam kelas terapi ini adalah
golongan immunomodulator dan penambah nafsu makan, yaitu masing-masing
sebanyak 14 kasus atau 14,0%. Immunomodulator sering digunakan pada
pengobatan karena merupakan suplemen atau terapi pendukung yang berfungsi untuk
meningkatkan sistem imun tubuh sehingga dapat mempercepat kesembuhan pasien.
Dalam kondisi sakit, seringkali pasien pediatri tidak memiliki nafsu makan.
Kesulitan makan pada anak yang terjadi dalam jangka waku lama dapat
menimbulkan pengaruh yang tidak baik pada berbagai organ dan fungsi tubuh, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dapat mengakibatkan komplikasi beberapa penyakit seperti kekurangan protein,
karbohidrat, vitamin, maupun mineral. Oleh karena itu, penambah nafsu makan
sangat dibutuhkan untuk pasien pediatri.
c. Antiinfeksi
Kelas terapi antiinfeksi digunakan untuk mencegah dan mengatasi
terjadinya infeksi pada pasien. Ada beberapa kondisi penyakit maupun obat yang
dapat memberikan gejala/tanda yang mirip dengan infeksi. Oleh karena itu, sebelum
memulai terapi dengan antibiotika sebaiknya dipastikan terlebih dahulu apakah
infeksi benar-benar ada. Pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi dapat
menyebabkan meningkatnya insiden resistensi pada pasien tersebut. Bukti infeksi
dapat berupa adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi di tempat
infeksi, produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil kultur.
Kelas terapi antiinfeksi yang digunakan terdiri sub kelas terapi antibakteri,
antifungal, antiprotozoa, dan anthelmintik. Golongan dan jenis obat antiinfeksi dapat
dilihat pada tabel XI. Sub kelas terapi yang paling banyak digunakan adalah
antibakteri sebanyak 49 kasus atau 49,5%, dengan penggunaan antibakteri terbanyak
golongan sefalosporin generasi ketiga seperti sefotaksim, seftriakson, seftazidim, dan
sefiksim. Yang paling banyak digunakan adalah sefotaksim.
Sefalosporin termasuk antibiotik beta laktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram
positif dan gram negatif, tapi spektrum antimikroba masing-masing derivat
bervariasi. Sefalosporin generasi ketiga umumnya kurang aktif terhadap kokus gram
positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Sebaiknya agen ini
disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas.
Tabel XI. Golongan dan jenis obat antiinfeksi yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
No. Golongan Antiinfeksi Jenis Obat Jumlah Persentase (%) Antibakteri 1. Beta Laktam
a. Penisilin
b. Sefalosporin (gen 2) c. Sefalosporin (gen 3)
d. Kombinasi
Amoksisilin trihidrat Amoksisilin & asam klavulanat Sefaklor Sefotaksim Seftriakson Seftazidim Sefiksim Sulperazon®
1 4 2
33 4 3 1 1
1,0 4,0 2,0
33,3 4,0 3,0 1,0 1,0
2. Makrolid Spiramisin 1 1,0 3. Aminoglikosida Amikasin
Gentamisin Streptomisin
8 1 1
8,1 1,0 1,0
4. Derivat Sulfonamid Kotrimoksazol 9 9,1 5. Polimiksin Kolistin 2 2,0 Antifungal 6. Imidazol Ketokonazol 4 4,0 7. Polien Nistatin 2 2,0 Antiprotozoa 8. Amubisid Metronidazol 1 1,0 Anthelmintik 9. Pirantel pamoat 2 2,0
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak ini
adalah deksametason, flutikason propionat, dan metilprednisolon. Deksametason
merupakan kortikosteroid yang paling banyak digunakan dalam pengobatan, yaitu
sebanyak 60 kasus atau 60,6%. Golongan dan jenis kortikosteroid yang digunakan
dapat dilihat lebih jelas pada tabel XII.
Tabel XII. Golongan dan jenis obat kortikosteroid yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) Kortikosteroid Deksametason
Flutikason propionat Metilprednisolon
60 3 1
60,6 3,0 1,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Deksametason yang digunakan di bangsal anak ini sebagian besar untuk
indikasi gangguan sistem saluran nafas, dimana kortikosteroid memiliki aksi
antiinflamasi, meningkatkan respon reseptor beta-2 terhadap obat eksogen dan
endogen, serta mengurangi udem mukosa dan mengurangi produksi mukus. Obat ini
digunakan untuk efek profilaksis dan mengurangi hiperaktivitas bronkus.
e. Obat sistem saluran nafas
Obat sistem saluran nafas yang digunakan terdiri dari 7 golongan, yaitu
golongan adrenoseptor, antitusif, ekspektoran, mukolitik, nasal dekongestan, teofilin,
dan obat kombinasi. Golongan yang paling banyak digunakan adalah golongan
ekspektoran dan teofilin, sebanyak 15 kasus atau 15,2%. Jenis obat yang paling
banyak digunakan adalah aminofilin. Aminofilin sebagian besar digunakan untuk
terapi infeksi pernafasan bawah pada kasus bronkitis kronik yang disertai obstruksi
pernafasan, dengan bekerja sebagai bronkodilator yang baik. Aminofilin memiliki
indeks keamanan yang sempit sehingga perlu monitoring kadar plasma. Golongan
dan jenis obat sistem saluran nafas yang digunakan dapat dilihat pada tabel XIII.
Tabel XIII. Golongan dan jenis obat sistem saluran nafas yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) 1. Agonis adrenoseptor Salbutamol
Fartholin®
Prokaterol HCl
11 1 5
11,1 1,0 5,1
2. Antitusif Kodein 1 1,0 3. Ekspektoran Noscapin
Allerzin exp. ® Ventolin exp. ®
7 4 4
7,1 4,0 4,0
4. Mukolitik Bromheksin 2 2,0 5. Nasal dekongestan Rhinofed®
Actifed® 1 1
2,0 1,0
6. Teofilin Aminofilin 15 15,2 7. Kombinasi Combivent®
Comtusi ® 5 1
5,1 1,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Bronkodilator lainnya yang banyak digunakan adalah golongan agonis
adrenoseptor, yaitu salbutamol, yang memiliki aksi intermediet. Salbutamol dapat
diberikan secara per oral atau secara inhalasi, dimana efek yang ditimbulkan melalui
inhalasi lebih cepat dibanding per oral. Salbutamol yang banyak digunakan di
bangsal anak ini terdapat dalam bentuk larutan yang diuapkan dengan bantuan
nebulizer. Hal ini merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kadar obat dalam
mencapai paru, sehingga efek yang ditimbulkan lebih cepat.
f. Analgesik
Obat anagesik yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak hanya
terdiri dari satu golongan, yaitu analgesik non opioid. Golongan dan jenis obat
analgesik yang digunakan dapat dilihat lebih jelas pada tabel XIV.
Dalam penelitian ini yang paling banyak digunakan adalah Xylomidon®
sebanyak 21 kasus atau 21,2%. Xylomidon® banyak digunakan untuk mengatasi
demam tinggi yang terjadi pada pasien pediatri, terutama pada pasien yang pernah
mengalami kejang demam sebelumnya. Radang yang terjadi pada pasien biasanya
membuat pasien merasa tidak nyaman seperti pusing, demam sehingga harus diobati.
Jenis analgesik antipiretik yang biasa digunakan adalah parasetamol yang memiliki
aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik dengan sedikit efek antiinflamasi.
Parasetamol menjadi pilihan karena merupakan obat yang relatif aman dan
mempunyai efek samping yang relatif ringan. Namun bila penggunaannya lama
dapat menimbulkan kerusakan ginjal dan dosis yang sangat berlebihan dapat
menimbulkan gagal hati. Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat
dan glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk intermediet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati) jika jumlah zat hepatotoksik ini
melebihi kapasitas hati untuk memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril
lainnya (lebih dari 150 mg/kg).
Tabel XIV. Golongan dan jenis obat analgesik yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) Analgesik non-opioid Xylomidon®
Parasetamol Ketoprofen
21 7 1
21,2 7,1 1,0
g. Antihistamin
Pemberian antihistamin merupakan salah satu upaya mengobati pasien yang
alergi terhadap suatu alergen. Pada penelitian ini ditemukan dua golongan
antihistamin, yaitu antihistamin non sedatif dan antihistamin sedatif. Golongan dan
jenis antihistamin yang digunakan dapat dilihat lebih jelas pada tabel XV.
Tabel XV. Golongan dan jenis obat antihistamin yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) 1. Antihistamin non sedatif Setirizin
Desloratadin 2 1
2,0 1,0
2. Antihistamin sedatif Difenhidramin Ketotifen
21 1
21,2 1,0
Reaksi alergi dapat menyebabkan lendir keluar terus-menerus dan hidung
menjadi tersumbat. Zat aktif golongan antihistamin bekerja untuk menghambat
pengeluaran histamin, yakni senyawa yang akan muncul pada kondisi dimana terjadi
reaksi alergi.
Pada penelitian ini, yang paling banyak digunakan adalah antihistamin
sedatif, yaitu difenhidramin, sebanyak 21 kasus atau 21,2%. Obat ini dapat
menimbulkan rasa kantuk dan gangguan saluran cerna bila digunakan dalam kurun
waktu yang lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
h. Obat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusat yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak
terdiri dari tiga golongan, yaitu golongan antiepilepsi, antipsikotik, dan aktivator
serebral. Yang paling banyak digunakan adalah antiepilepsi, yaitu fenitoin sebanyak
7 kasus atau 7,1%. Fenitoin menekan penyebaran lepas muatan listrik dan fokus
epileptik ke korteks normal di sekitarnya. Efek ini diduga karena fenitoin
mengurangi kadar natrium intraseluler sehingga mengurangi iritabilitas neuron
bersangkutan terutama di sel-sel piramidal dan sel-sel neuron perantara.
Dalam penelitian ini, fenitoin banyak digunakan untuk pengobatan kejang
demam dimana sebenarnya obat ini lebih efektif untuk pengobatan epilepsi umum,
terutama jenis tonik-klonik, juga untuk jenis fokal dan psiko-motor, dan tidak efektif
untuk kejang demam. Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat lain yang
digunakan dapat dilihat lebih jelas pada tabel XVI.
Tabel XVI. Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat yang digunakan pada kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (%) 1. Antiepilepsi Fenitoin
Fenobarbital Karbamazepin Klonazepam Diazepam Okskarbazepin Asam valproat
7 2 2 2 1 1 1
7,1 2,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0
2. Antipsikotik Klorpromazin 4 4,0 3. Aktivator serebral CO-dergokrin mesilat 1 1,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
A. Evaluasi Kerasionalan Terapi dan Dampak Terapi Kasus Gangguan Sistem Saluran Nafas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep
Racikan dalam Periode Juli 2007 1. Evaluasi kerasionalan terapi
Evaluasi kerasionalan dan dampak terapi dilakukan pada kasus gangguan
sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep
racikan dalam periode Juli 2007. Evaluasi ini dilakukan dengan melihat
kemungkinan terjadinya Drug Related Problems (DRPs) dengan membandingkan
terapi yang diterima masing-masing kasus dengan standar acuan.
Pada penelitian ini ditemukan 25 kasus gangguan sistem saluran nafas di
bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli
2007. Dari 25 kasus ini, semuanya ditemukan mengalami DRPs. Rincian evaluasi
terhadap terapi yang diberikan pada pasien pediatri dibuat dengan melihat tindakan
yang dilakukan terhadap pasien, yang dilihat dari catatan rekam medik pasien.
Setelah melakukan penilaian pada tiap kasus, dapat ditentukan jenis DRPs pada
masing-masing kasus. DRPs yang terjadi pada tiap kasus dapat dilihat pada tabel
XVII–XXII.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel XVII. DRPs kasus 1 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
KASUS 1 Subyektif Inisial : DP No. RM : 00807173 Jenis kelamin : perempuan Umur : 1 tahun BB : 11 kg Masuk rumah sakit tanggal 12/07/2007 dan keluar tanggal 14/07/2007 Lama perawatan: 3 hari Keluhan: sesak nafas, batuk Diagnosis: asma dalam serangan Obyektif
Parameter: Tanggal periksa Nilai normal 12/07/2007 Hb (gr%) 13,20 12,00 – 18,00 Hct (%) 40,1 36,0 – 49,0 AL (ribu/mmk) 21,76 4,10 - 13,00 Basofil (%) 0,6 0,0 – 0,1 Segmen (%) 81,4 25,0 – 70,0 Limfosit (%) 13,5 20,0 – 85,0 AT (ribu/mmk) 383,0 140,0 – 440,0 Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 36,8ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 22 – 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 120 – 124 kali per menit
Penatalaksanaan Terapi Pasien mendapatkan obat racikan ketotifen 0,25 mg + siproheptadin 0,5 mg 1x1; prokaterol HCl 2x0,5 sendok teh; deksametason 3x2,5 mg intravena; nebulizer Ventolin® 2 kali per hari; dan aminofilin 3 ml dalam larutan infus. Penilaian 1. Pasien mengalami kenaikan angka leukosit yang cukup tinggi, terutama segmen. Hal ini
menandakan terjadinya infeksi bakteri. Pasien tidak mendapatkan obat untuk mengatasi infeksi bakteri tersebut. DRP yang terjadi: butuh terapi obat tambahan.
2. Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,25 mg, seharusnya 2x0,5 mg. Dosis siproheptadin yang diberikan 1x0,5 mg, seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis terbagi. DRP yang terjadi: dosis terlalu rendah.
3. Dosis aminofilin yang diberikan 208,8 mg per hari melebihi dosis terapi. Dosis yang seharusnya diberikan adalah 15 mg/kgBB/24 jam. DRP yang terjadi: dosis terlalu tinggi.
Rekomendasi 1. Pasien diberi antibiotik yang sesuai. 2. Dosis ketotifen dinaikkan menjadi 2x0,5 mg dan siproheptadin menjadi 3x0,92 mg. 3. Dosis aminofilin yang diberikan diturunkan menjadi 165 mg per hari. 4. Perlu dilakukan Therapeutic Drug Monitoring (TDM) karena aminofilin memiliki indeks
terapi yang sempit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Tabel XVIII. DRPs kasus 2 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
KASUS 2* Subyektif Inisial : BR No. RM : 00805762 Jenis kelamin : laki-laki Umur : 2 tahun 10 bulan BB : 14 kg Masuk rumah sakit tanggal 17/07/2007 dan keluar tanggal 19/07/2007 Lama perawatan: 3 hari Keluhan: sesak nafas, batuk Diagnosis: asma dalam serangan Obyektif
Parameter: Tanggal periksa Nilai normal 18/07/2007 Hb (gr%) 12,90 12,00 – 18,00 Hct (%) 41,8 36,0 – 49,0 AL (ribu/mmk) 17,41 4,10 – 13,00 Basofil (%) 0,7 0,0 – 0,1 AT (ribu/mmk) 299,0 140,0 – 440,0 Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,6ºC Nafas (x/menit) 24 kali per menit Nadi (x/menit) 120 kali per menit
Penatalaksanaan Terapi Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1, ketotifen 0,5 mg + siproheptadin 1 mg 1x1; deksametason 3x2,5 mg intravena; nebulizer Ventolin® 2 kali per hari; dan aminofilin 3 ml dalam larutan infus. Penilaian 1. Pasien mendapatkan fenobarbital yang diracik dengan parasetamol, sedangkan
berdasarkan pengamatan data rekam medis tidak ditemukan indikasi yang sesuai (seperti riwayat kejang) untuk pemakaian fenobarbital. DRP yang terjadi: obat tanpa indikasi.
2. Dosis aminofilin yang diberikan 216 mg per hari lebih dari dosis terapi. Dosis yang seharusnya diberikan adalah 15 mg/kgBB/24 jam. DRP yang terjadi: dosis terlalu tinggi.
3. Pemberian fenobarbital memungkinkan terjadinya interaksi dengan parasetamol, deksametason, dan aminofilin. Interaksi antara fenobarbital dengan parasetamol memiliki signifikansi 4, interaksi antara fenobarbital dengan deksametason memiliki signifikansi 2, dan interaksi antara fenobarbital dengan aminofilin memiliki signifikansi 2. Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol, deksametason, dan aminofilin. Ketiga interaksi ini memiliki onset yang tertunda dan tingkat keparahan sedang. DRP yang terjadi: interaksi obat.
Rekomendasi 1. Fenobarbital tidak perlu diberikan. 2. Dosis aminofilin yang sebaiknya diberikan sebesar 210 mg per hari. Selain itu perlu juga
dilakukan TDM karena aminofilin memiliki indeks terapi yang sempit. *DRP yang sama terjadi pada kasus 3, 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel XIX. DRPs kasus 5 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
KASUS 5* Subyektif Inisial : AP No. RM : 00153567 Jenis kelamin : perempuan Umur : 11 tahun 5 bulan BB : 30 kg Masuk rumah sakit tanggal 31/07/2007 dan keluar tanggal 03/08/2007 Lama perawatan: 4 hari Keluhan: sesak nafas, batuk, pilek Riwayat: asma Diagnosis: asma dalam serangan Obyektif
Parameter: Tanggal periksa Nilai normal 31/07/2007 Hb (gr%) 12,40 12,00 – 18,00 Hct (%) 36,0 36,0 – 49,0 AL (ribu/mmk) 9,40 4,10 - 13,00 Segmen (%) 90,0 25,0-70,0 Limfosit (%) 7,0 20,0-85,0 AT (ribu/mmk) 195,0 140,0 – 440,0 Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,5ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 22 - 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 112 - 132 kali per menit
Penatalaksanaan Terapi Pasien mendapatkan obat racikan salbutamol 3 mg + metilprednisolon 3 mg + homoklorsiklizin 7,5 mg 3x1; bromheksin 3x1,5 sendok teh; prokaterol HCl 2x12,5 mcg; sefotaksim 3x500mg intravena; metilprednisolon 2x1 ampul secara intravena; nebulizer Ventolin® dan flutikason propionat 2 kali per hari; dan aminofilin 6ml dalam larutan infus. Penilaian 1. Pasien mendapatkan homoklorsiklizin yang diracik dengan salbutamol dan metilprednisolon. Berdasarkan
data pengamatan rekam medis, tidak ditemukan indikasi yang sesuai (reaksi alergi) untuk pemakaian obat tersebut. DRP yang terjadi: obat tanpa indikasi.
2. Pasien mendapatkan metilprednisolon yang diberikan secara intravena dan per oral secara bersamaan. Pemberian obat yang sama dengan jalur pemberian yang berbeda ini dapat menyebabkan kadar yang terlalu tinggi di dalam darah. DRP yang terjadi: dosis terlalu tinggi.
3. Dosis prokaterol secara per oral yang diberikan 2x12,5 mcg dan dosis aminofilin yang diberikan secara intravena 201,6 mg per hari. Dosis yang prokaterol yang seharusnya diberikan sebesar 2x25 mcg, sedangkan dosis aminofilin sebesar 15 mg/kgBB/24 jam. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi. DRP yang terjadi: dosis terlalu rendah.
4. Pasien diberi antibiotik sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim dengan dosis 3x500 mg secara intravena. Golongan sefalosporin termasuk antibiotik time dependent, dimana sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi. DRP yang terjadi: dosis terlalu rendah.
5. Pemberian aminofilin memungkinkan terjadinya interaksi dengan salbutamol. Interaksi antara aminofilin dengan salbutamol memiliki signifikansi 5. Pemberian aminofilin secara intravena dan salbutamol secara per oral secara bersamaan dapat menurunkan konsentrasi aminofilin. Interaksi ini memiliki onset cepat dan tingkat keparahan rendah. DRP yang terjadi: interaksi obat.
Rekomendasi 1. Homoklorsiklizin tidak perlu diberikan. 2. Metilprednisolon secara per oral tidak perlu diberikan. 3. Dosis prokaterol yang seharusnya diberikan adalah 1 tablet (25 mcg), 2 kali per hari dan dosis aminofilin
yang seharusnya diberikan sebesar 450 mg per hari. 4. Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x500 mg) secara intravena. 5. Salbutamol per oral tidak perlu diberikan untuk menghindari terjadinya interaksi dengan aminofilin yang
diberikan secara intravena. 6. Perlu dilakukan TDM untuk aminofilin karena memiliki indeks terapi yang sempit. *DRP yang sama terjadi pada kasus 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Tabel XX. DRP’s kasus 17 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
KASUS 17* Subyektif Inisial : AD No. RM : 00577230 Jenis kelamin : laki-laki Umur : 1 tahun 6 bulan BB : 12 kg Masuk rumah sakit tanggal 08/07/2007 dan keluar tanggal 12/07/2007 Lama perawatan: 5 hari Keluhan: demam tinggi, batuk, pilek Diagnosis: bronkitis Obyektif
Parameter: Tanggal periksa Nilai normal 08/07/2007 10/07/2007 11/07/2007 Hb (gr%) 13,00 14,4 12,00 – 18,00 Hct (%) 39,7 42,2 39,0 36,0 – 49,0 AL (ribu/mmk) 4,67 19,63 4,10 - 13,00 Basofil (%) 0,4 0,0 – 0,1 Monosit (%) 20,3 0,0 – 9,0 AT (ribu/mmk) 192,0 85,0 140,0 140,0 – 440,0 Eosinofil total (L/mmk) 30 40 – 440 Suhu (ºC) Berkisar antara 36,2ºC – 38,8ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 24 – 28 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 124 – 132 kali per menit
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 125 mg + fenobarbital 15 mg 3x1; ketotifen 0,25 mg + siproheptadin 0,5 mg 1x1; noscapin 2x2 tetes; deksametason 3x2,5 mg intravena; Xylo-Della® intramuskular; nebulizer Ventolin® 2 kali sehari. Penilaian 1. Pasien mendapatkan fenobarbital yang diracik dengan parasetamol, sedangkan
berdasarkan pengamatan data rekam medis tidak ditemukan indikasi yang sesuai (seperti riwayat kejang) untuk pemakaian fenobarbital. DRP yang terjadi: obat tanpa indikasi.
2. Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,25 mg, seharusnya 2x0,5 mg. Dosis siproheptadin yang diberikan 1x0,5 mg, seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis terbagi. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi. DRP yang terjadi: dosis terlalu rendah.
3. Pemberian fenobarbital bersamaan dengan parasetamol memungkinkan terjadinya interaksi. Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol. Interaksi antara fenobarbital dengan parasetamol memiliki signifikansi 4. Interaksi ini memiliki onset yang tertunda dan tingkat keparahan sedang. DRP yang terjadi: interaksi obat.
Rekomendasi 1. Fenobarbital tidak perlu diberikan. 2. Dosis ketotifen dinaikkan menjadi 2x0,5 mg dan dosis siproheptadin dinaikkan menjadi
3x1 mg. *DRP yang sama terjadi pada kasus 18, 19, 20, 21, 22, 23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel XXI. DRP’s kasus 24 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
KASUS 24 Subyektif Inisial : HN No. RM : 01902239 Jenis kelamin : laki-laki Umur : 3 bulan BB : 4 kg Masuk rumah sakit tanggal 28/06/2007 dan keluar tanggal 05/07/2007 Lama perawatan: 8 hari Keluhan: demam, sesak nafas, batuk, pilek Diagnosis: bronkopneumonia, asma Obyektif
Parameter: Tanggal periksa Nilai normal 28/06/2007 Hb (gr%) 10,0 13,50 – 17,50 Hct (%) 29,1 41,0 – 53,0 AL (ribu/mmk) 14,0 4,10 – 10,90 AT (ribu/mmk) 104,1 140,0 – 440,0 Eritrosit (juta/mmk) 3,39 4,50 – 5,90 Suhu (ºC) Berkisar antara 36,2ºC – 39,6ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 30 – 60 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 136 – 144 kali per menit
Penatalaksanaan Terapi Pasien mendapatkan obat racikan ambroxol 2 mg + aminofilin 10 mg 3x1; parasetamol 3x50 mg; fenitoin 3x7,5 mg; sefotaksim 3x150 mg secara intravena; deksametason 3x1,5 mg secara intravena; nebulizer Combivent® 2x ½ nebule; Xylo-Della® @ 0,2 ml; aminofilin 2 ml dalam larutan infus. Pada tanggal 29/06/2007, pasien mendapatkan stesolid per rektal ½ tube. Penilaian 1. Pasien diberi antibiotik sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim dosis 3x150 mg secara
intravena. Golongan sefalosporin termasuk antibiotik time dependent. Sefotaksim seharusnya diberikan 4x/hari. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi. DRP yang terjadi: dosis terlalu rendah.
2. Pasien mendapatkan aminofilin yang diberikan secara intravena dan per oral secara bersamaan. Pemberian obat yang sama dengan jalur pemberian yang berbeda ini dapat menyebabkan kadar yang terlalu tinggi di dalam darah. DRP yang terjadi: dosis terlalu tinggi.
3. Dosis fenitoin yang diberikan 3x7,5 mg, seharusnya 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi. Dosis diazepam yang diberikan 2,5 mg, seharusnya 0,3-0,5 mg/kgBB. Dosis tersebut lebih dari dosis terapi. DRP yang terjadi: dosis terlalu tinggi.
4. Pemberian fenitoin bersamaan dengan parasetamol, deksametason, dan aminofilin memungkinkan terjadinya interaksi. Interaksi antara fenitoin dengan parasetamol, deksametason dan aminofilin memiliki signifikansi 2. Fenitoin dapat mengurangi efek terapi parasetamol. Deksametason dapat mengurangi efek terapi fenitoin. Pemberian fenitoin dan aminofilin secara bersamaan dapat menurunkan efek farmakologi keduanya. Interaksi ini memiliki onset yang tertunda dan tingkat keparahan sedang. DRP yang terjadi: interaksi obat.
Rekomendasi 1. Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x150 mg) secara intravena. 2. Aminofilin secara per oral tidak perlu diberikan. 3. Dosis fenitoin diturunkan menjadi 10 mg 2 kali sehari; dan dosis diazepam menjadi 1,2 – 2 mg. 4. Pemberian fenitoin diganti dengan karbamazepin dengan dosis 13,3 -26,67 mg 3 kali sehari.
Interaksi terjadi antara karbamazepin dengan parasetamol dan aminofilin, namun kemungkinan interaksinya lebih kecil (memiliki signifikansi 4 dengan onset tertunda dan tingkat keparahan sedang) dibandingkan dengan interaksi antara fenitoin dengan parasetamol dan aminofilin. Interaksi antara karbamazepin dan deksametason tidak terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Tabel XXII. DRP’s kasus 25 gangguan sistem saluran nafas di Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007
KASUS 25 Subyektif Inisial : EN No. RM : 01903119 Jenis kelamin: perempuan Umur : 10 bulan BB : 7,2 kg Masuk rumah sakit tanggal 19/07/2007 dan keluar tanggal 23/07/2007 Lama perawatan: 5 hari Keluhan: demam, batuk, pilek, mual, diare lendir. Diagnosis: GEA , ISPA Obyektif
Parameter: Tanggal periksa Nilai normal 19/07/2007 Hb (gr%) 12,00 14,50 – 22,50 Hct (%) 36,9 45,0 – 67,0 AL (ribu/mmk) 10,72 13,00 – 38,00 AT (ribu/mmk) 426,0 100,0 – 400,0 Suhu (ºC) Berkisar antara 36,2ºC – 38ºC Nafas (x/menit) 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 120 – 128 kali per menit
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan racikan eritromisin + dekstrometorfan 2,5 mg + prokaterol HCl 3x1; parasetamol 3x90 mg; Lactobacillus 2x1 sachet. Penilaian
Pasien menerima prokaterol HCl. Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian obat tersebut (pasien tidak mengalami sesak nafas). DRP yang terjadi: obat tanpa indikasi.
Rekomendasi Prokaterol HCl tidak perlu diberikan.
Drug Related Problems (DRPs) yang ditemukan dalam penelitian ini yang
bersifat aktual antara lain obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), dosis
terlalu rendah (dose too low), dosis terlalu tinggi (dose too high), dan butuh terapi
obat tambahan. Sedangkan yang bersifat potensial adalah efek obat merugikan
(adverse drug reaction) serta interaksi obat. Ringkasan masing-masing DRPs
tersebut dapat dilihat di bagian lampiran 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Tabel XXIII. Jenis DRPs yang ditemukan pada kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007
Jenis DRPs Jumlah (kasus) Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) 23 Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat 23 Dosis terlalu rendah (dose too low) 21 Dosis terlalu tinggi (dose too high) 17 Butuh terapi obat tambahan (need for additional drug therapy) 1
Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, DRPs yang paling sering
ditemukan adalah obat tanpa indikasi (bersifat aktual) serta efek obat merugikan
(adverse drug reaction) dan interaksi obat (bersifat potensial), yaitu terdapat dalam
23 kasus. Banyaknya obat yang diberikan pada pasien pediatri sangat memungkinkan
terjadinya interaksi antar masing-masing obat. Oleh karena itu, penggunaan
kombinasi obat yang memungkinkan terjadinya interaksi sebaiknya dihindari.
Dalam penelitian ini DRPs obat tanpa indikasi dan interaksi obat paling
banyak disebabkan oleh penggunaan fenobarbital yang diracik dengan parasetamol.
Berdasarkan data rekam medik tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk
pemakaian fenobarbital, seperti pasien tidak mengalami kejang sehingga penggunaan
fenobarbital termasuk obat tanpa indikasi.
Metabolisme dan ekskresi obat pada neonatus dan bayi (kurang dari 2
tahun) berjalan lambat. Hal ini menyebabkan ekskresi fenobarbital pun berjalan
lambat. Pemberian fenobarbital potensial terjadi interaksi dengan parasetamol.
Fenobarbital merupakan inducer enzim sitokrom hati. Akibatnya, proses
metabolisme parasetamol dipercepat dan pembuangan dari tubuh pun berlangsung
lebih cepat, sehingga efek analgesik dan antipiretik parasetamol menjadi berkurang.
Di sisi lain, rangsangan terhadap enzim sitokrom hati oleh fenobarbital ini
menyebabkan terbentuknya metabolit parasetamol yang bersifat hepatotoksik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Pemberian parasetamol bersamaan dengan fenobarbital menyebabkan pembentukan
metabolit hepatotoksik berlangsung lebih cepat. Resiko ini potensial terjadi apabila
pasien mengkonsumsi parasetamol dan fenobarbital berlebihan atau jangka panjang.
Efek samping penggunaan fenobarbital apabila digunakan pada anak antara
lain adalah hiperkinesia, yaitu anak menjadi hiperaktif. Oleh sebab itu, untuk
menghindari potensial efek obat merugikan dan interaksi obat akibat fenobarbital
sebaiknya fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup parasetamol saja.
2. Dampak terapi
Pasien menjalani rawat inap selama beberapa hari di rumah sakit dengan
harapan membaik dari sakit yang diderita atau bahkan sembuh. Dampak terapi dapat
dilihat dari lama tinggal pasien/Length of Stay (LOS), peningkatan kondisi kesehatan
pasien yang terlihat dari pemeriksaan fisik maupun hasil laboratorium, serta keadaan
pasien saat keluar rumah sakit (apakah sembuh atau dalam kondisi perbaikan).
Kondisi pasien pediatri saat pulang dapat menentukan keberhasilan terapi
yang dilakukan di bangsal tersebut. Dari hasil penelitian, rata-rata lama tinggal
pasien adalah 5,2 ± 2,2 (x ± SD) atau dalam rentang 3 hari–7 hari.
Gambar 6. Lama tinggal kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda dalam periode Juli 2007
20%
20%
32%
4%12%
4% 4% 4% 3 hari 4 hari
5 hari 6 hari
7 hari 8 hari
9 hari 12 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel XXIV. Kondisi kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas saat pulang dari bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
Kondisi Saat Pasien Pulang Jumlah kasus (n = 25) Persentase (%) Sembuh 23 92
Perbaikan 2 8 Jumlah 25 100
Sebagian besar pasien pulang dengan kondisi sembuh setelah menjalani
perawatan beberapa hari di bangsal, yaitu sebesar 92%. Terdapat 2 kasus yang
pulang dengan kondisi perbaikan. Hal ini disebabkan orang tua meminta untuk
pulang, kemungkinan dikarenakan pasien merasa tidak nyaman tinggal di rumah
sakit sehingga tidak mendukung proses penyembuhan, atau karena faktor ekonomi
sehingga pasien tidak dapat melanjutkan rawat inap.
A. Rangkuman Pembahasan
Alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan obat racikan
yang diberikan oleh dokter adalah karena anak-anak belum bisa menelan tablet.
Selain itu, obat racikan memiliki dosis yang sesuai untuk pasien pediatri,
memudahkan pemberian, serta pasien sendiri merasa lebih nyaman. Apoteker kurang
setuju dengan adanya obat racikan karena kurang menguntungkan dari segi
kerasionalan terapi, efisiensi tenaga dan waktu. Perawat dan orang tua pasien
memilih penggunaan obat racikan karena pasien pediatri belum dapat menerima obat
dalam bentuk sediaan tablet, sehingga obat racikan berupa puyer lebih
menguntungkan. Rasa kurang enak seperti rasa pahit menyebabkan beberapa anak
muntah saat meminum obat racikan. Apabila mereka muntah pada saat minum obat
racikan, maka obat yang sama akan diberikan kembali untuk menggantikan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
yang telah dimuntahkan sebelumnya. Untuk mencegah hal tersebut, pemberian obat
racikan oleh perawat biasanya bersama air putih, air teh, madu, gula, atau sirup.
Profil kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima
resep racikan dalam periode Juli 2007 dengan presentase terbesar kelompok umur >
1 tahun-6 tahun sebanyak 62,6%; berjenis kelamin laki-laki 59,6%; dengan satu
diagnosis terbanyak adalah gangguan sistem saluran cerna, yaitu 30,3%. Diagnosis
kedua terbanyak adalah gangguan sistem saluran nafas, yaitu 15,2%.
Profil pengobatan kasus pediatri di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda
yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 terdiri dari jenis obat racikan
dan non racikan. Sebagian besar pasien menerima obat dengan satu jenis racikan,
sebanyak 54 kasus atau 54,5%. Jenis racikan yang paling banyak digunakan adalah
parasetamol dan fenobarbital, sebanyak 39 kasus atau 39,4%. Penggunaan obat non
racikan terdiri dari 8 kelas terapi obat. Kelas terapi yang paling banyak digunakan
adalah obat sistem saluran cerna sebanyak 91,9%. Obat yang mempengaruhi nutrisi
dan darah 85,9%; antiinfeksi 80,8%; kortikosteroid 64,6%; obat sistem saluran nafas
58,6%; analgesik 29,3%; antihistamin 25,3%; obat sistem saraf pusat 21,2%.
Dalam evaluasi DRPs pada pasien pediatri dengan gangguan saluran
pernafasan ditemukan 23 kasus obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), 23
kasus efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat, 21 kasus dosis
terlalu rendah (dose too low), 17 kasus dosis terlalu tinggi (dose too high), dan 1
kasus butuh terapi obat tambahan (need for additional drug therapy). Rata-rata lama
tinggal di rumah sakit adalah 5,2±2,2 (x±SD) atau dalam rentang 3 hari-7 hari; dan
keluar rumah sakit dalam kondisi sembuh sebanyak 92%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian evaluasi peresepan kasus pediatri di bangsal
anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007,
dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1. Alasan atau latar belakang pemilihan dan atau penggunaan obat racikan yang
diberikan oleh dokter, perawat, dan orang tua adalah karena anak-anak belum
bisa menelan tablet. Dokter juga mengatakan bahwa dosis obat racikan sesuai
untuk pasien pediatri, memudahkan dalam pemberian, serta pasien sendiri
merasa lebih nyaman. Sedangkan apoteker kurang setuju dengan adanya obat
racikan karena kurang menguntungkan dari segi kerasionalan terapi, efisiensi
tenaga dan waktu.
2. Kasus pediatri paling banyak dalam kelompok umur >1–6 tahun 62,6%; berjenis
kelamin laki-laki 59,6%; satu diagnosis terbanyak gangguan sistem saluran
cerna 30,3%; diagnosis kedua terbanyak gangguan sistem saluran nafas 15,2%
3. Penggunaan satu jenis obat racikan 54,5% dengan jenis racikan yang paling
sering digunakan parasetamol dan fenobarbital 39,4%. Penggunaan obat non
racikan terdiri 8 kelas terapi obat. Kelas terapi yang paling banyak digunakan
adalah obat sistem saluran cerna 91,9%.
4. Dalam evaluasi DRPs kasus pediatri dengan gangguan sistem saluran nafas
ditemukan 23 kasus obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), 23 kasus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat, 21 kasus dosis
terlalu rendah (dose too low), 17 kasus dosis terlalu tinggi (dose too high), dan 1
kasus butuh terapi obat tambahan (need for additional drug therapy). Rata-rata lama
tinggal pasien adalah 5,2±2,2 (x±SD) atau dalam rentang 3 hari-7 hari, dan
keluar rumah sakit dalam kondisi sembuh sebanyak 92%.
A. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan
dalam penelitian ini adalah :
1. Industri farmasi sebaiknya mengeluarkan produk-produk yang khusus ditujukan
untuk anak-anak (sesuai bentuk sediaan maupun dosisnya) baik per oral maupun
parenteral, sehingga proses peracikan tidak dibutuhkan lagi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai farmakoekonomi penggunaan
sediaan racikan dibandingkan dengan non racikan.
3. Rumah Sakit Bethesda sebaiknya mencantumkan rentang dosis terapi untuk
pasien pediatri pada standar terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Standar Pelayanan Medis Kelompok SMF Anak Rumah Sakit
Bethesda, 41-45, Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Anonim, 2001, Profil Kesehatan Indonesia, http://bankdata.depkes.go.id/, diakses
pada tanggal 21 September 2007. Anonim, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan,
1,16, 22, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2006, British National Formulary–52, BMJ Publishing Group Ltd and RPS
Publishing, Great Britain. Anonim, 2007a, Sixtieth World Helath Assembly, http: //www.who.int/gb/ebwha/pdf
files/WHA60/A60 25-en.pdf, diakses pada tanggal 25 Oktober 2007. Anonim, 2007b, WHO Stresses Need to Ensure The Safety of Children's Medicines,
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2007/pr51/en/, diakses pada tanggal 25 Oktober 2007.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice,
The Clinician’s Guide, 178-179, McGraw-Hill Companies, Inc. Cohen, B.J., and Wood, D.L., 2000, Memmler’s The Human Body in Health and
Disease, 9th Edition, Lippincott-Raven, Philadelphia. Glover, M.L., and Reed, M.D., 2005, Lower Respiratory Tract Infections, dalam
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th Edition, 1945-1946, McGraw-Hill Medical Publishing Division.
Griffith, H.W., 1989, Complete Guide to Pediatric Symptoms, Illness and
Medications, 1st Edition, 126-127, 172-175, 654-655, 674-675, Stern Sloan, Inc., USA.
Hadinegoro, S.R.H., 2002, Pemakaian Antibiotik di Bidang Pediatri, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Edisi I, 71-72, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hayden, G.F., and Turner, R.B., Acute Pharyngitis, dalam Behrman, R.E., Kliegman,
R.M., and Jenson H.B., Nelson Textbook of Pediatrics, 17th Edition, 1393-1394, Elsevier Science, USA.
Hughes, J., 1998, Paediatrics, in: Hughes, J., Donnelli, R., James – Chatgilaou, G.
(Eds)., Clinical Pharmacy A Practical Approach, 36 -49, SHPA, Australia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Iwan, 2007, Kebutuhan Oksigenasi, http://iwansain.wordpress.com/2007/08/22/ kebutuhan -oksigenasi/, diakses pada tanggal 25 Oktober 2007.
Kausal, R., Jaggi, T., Walsh, K., Fortescue, E.B., and Bates, D.W., 2004, Pediatric
Medication Errors: What Do We Know? What Gaps Remain?, Ambulatory Pediatrics, Volume 4, Nomor 1, 73-81.
Kusuma, H.R.T., 2004, Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan pada
Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2002, Skripsi, Fakulas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th Edition, Lexi-comp, Ohio. Levine, S.R., and McLaughlin, A., 2001, Pharmacology in Respiratory Care, 33-55,
McGraw-Hill Companie Medical Publishing Division. Meadow, R., and Newell, S., 2005, Lecture Notes Pediatrika, 7th Edition, 154-155,
Penerbit Erlangga, Jakarta. Mitchell, A.A., Lacouture, P.G., Sheehan, J.E., Kauffman R.E., and Shapiro S.,
Adverse Drug Reactions in Children Leading to Hospital Admission, J Pediatr 1988;82:24-29, htpp://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal 19 Februari 2007.
Moore, T.J., Weiss,SR., Kaplan S., and Blaidel, C.J., Reported Adverse Drug Events
in Infants and Children under 2 Years of Age, J Pediatr 2002;110:53-, htpp://www.pediatrics.org.or http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/110/ 5/e53, diakses pada tanggal 18 Februari 2007.
Nahata, M.C., and Taketomo, C., 2005, Pediatrics, dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L.,
Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th Edition, 91, McGraw-Hill Medical Publishing Division.
Arnold, J.E., 1996, Saluran Pernapasan Atas, dalam Nelson, W.E., Ilmu Kesehatan
Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), diterjemahkan oleh Wahab, A.S., Edisi 15, 1458-1459, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Nugraha, I.G.B.S.M, 2006, Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006, Skripsi, Fakulas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 13, CV Rajawali, Jakarta.
Prest, M., 2003, Penggunaan Obat Pada Anak–Anak, dalam: Aslam, M., Tan, C.K.,
Prayitno, A. (Eds), Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 191 – 199, Gramedia, Jakarta.
Rovers, J.P., Currie,J.D., Hagel,H.P., McDonough, R.P., and Sobotka, J.L., 2003, A
Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd Edition, American Pharmaceutical Association, Washington.
Scruggs, K., and Johnson, M.T., 2004, Pediatric Treatment Guideliness,
www.ccspublishing.com/ccs, Current Clinical Strategies Publishing, USA. Setiawati, L., 2006, Asma, Bronkitis, Bronkiolitis, http://www.pediatrik.com/, diakses
pada tanggal 3 Agustus 2007. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, 17, Bagian Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Stern, R.C., 1996, Bronkitis, dalam Nelson, W.E., Ilmu Kesehatan Anak (Nelson
Textbook of Pediatrics), diterjemahkan oleh Wahab, A.S., Edisi 15, 1483, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle R.J., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
McGraw-Hill Co., New York. Supriyatno, B., Darmawan, Yangtjik, K., Kartasasmita, C.B., Wasatoro, D., Naning,
R., dan Chandra, M.S., 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I, 335-366, Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sutriatmoko, 2001, Evaluasi Peresepan Obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian
Atas Non Komplikasi pada Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2000, Skripsi, Fakulas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.
Tatro, D.S. (Ed), 2001, Drug Interaction Facts, Facts & Comparison, Wolters
Kluwer, St. Louis. Tietze, K.J., 2004, Clinical Skills for Pharmacists, A Patient-Focused Approach, 2nd
Edition, Mosby, St. Louis. Yusriana, C.S., 2002, Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial pada Pasien Anak
Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 1999-2001, Skripsi, Fakulas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN 1 Hasil Wawancara Terhadap Dokter Anak, Perawat, Apoteker Rawat Inap, dan Orang Tua Pasien
No. Pertanyaan Dokter A Dokter B Dokter C Dokter D 1. Apakah dasar pertimbangan (alasan) dokter
memberikan obat dalam bentuk racikan untuk pasien anak?
Jika racikan, dokter sudah mengetahui dosisnya.
Memudahkan pemberian, efisien, untuk kenyamanan pasien. Secara empiris jika berdiri sendiri-sendiri biasanya tidak sebaik bila dicampur.
Dosisnya tepat, sesuai berat badan, kondisi atau keadaan penyakit .
Anak-anak belum bisa menelan tablet, sedangkan pemberiaan obat sirup biayanya lebih mahal.
2. Apakah alasan dokter dalam menggabungkan 2 atau lebih jenis obat dalam satu bentuk sediaan?
Dilihat ada tidaknya interaksi dan potensiasi.
Tergantung penyakitnya. Tergantung dari dosis pemakaian, ada tidaknya kontraindikasi, sesuai farmakodinamiknya.
Agat praktis, misalnya pamol dan luminal diberikan pada pasien demam agar demam turun dan anak tidak rewel.
3. Menurut pendapat dokter, dalam 1 sediaan racikan maksimal terdiri atas berapa macam obat?
Dilihat tujuannya, tidak ada maksimal dan minimal. Prinsipnya seminimal mungkin.
Tergantung penyakitnya, terutama pada penyakit asma membutuhkan dari 5.
Sesuai kebutuhan. Maksimal 3 jenis obat.
4. Menurut pengalaman dokter, satu pasien anak biasanya mendapat racikan berapa banyak/jenis?
Seminimal mungkin tapi tetap tepat sasaran (paling banyak 3-4 item). Satu pasien biasanya mendapat 2 jenis yaitu sirup dan puyer.
Rata-rata 3, kadang lebih tergantung penyakitnya.
Satu sampai 5 macam. Maksimal 2 jenis racikan.
5. Apakah dasar pertimbangan dokter dalam menentukan dosis obat dari setiap jenis obat dalam sediaan racikan?
Berdasar berat badan dan umur. Dilihat beratnya overweight atau tidak, pakai hitungan standard umurnya.
Berdasarkan berat badan, yang paling baik luas permukaan tubuh, tapi sulit menghitungnya. Berat badan lebih baik daripada umur.
Berdasarkan berat badan, kondisi atau keadaan berat ringannya penyakit, dan kesulitan minum obat.
Umur dan berat badan.
6. Untuk durasi berapa lamakah resep racikan biasanya diresepkan?
Antibiotik biasanya 5 hari, obat alergi secukupnya biasanya 2-3 hari.
Untuk obat rutin biasanya 1 bulan, misalnya untuk TBC, kejang, epilepsy, asma. Untuk pengobatan batuk biasanya 3 hari.
Antibiotik 5 hari sampai 1 minggu. Anti kejang 1 bulan, TBC 2 minggu sampai 1 bulan.
Akut 3 hari, kemudian control lagi.
7. Jika dalam 1 sediaan racikan terdapat 2 jenis obat yang berbeda regimen dosis, aturan, dan durasi pemakaiannya. Manakah yang dipilih sebagai regimen dosis racikan tersebut?
Disendirikan Dipisah Dipisah Yang dicampur yang sama.
8. Apakah dokter mempertimbangkan terjadinya interaksi obat sewaktu meresepkan sediaan racikan?
Pasti, kalau ada interaksi cari yang lain.
Dari pengalaman terhadap pasien ada beberapa obat yang tidak bisa dicampur.
Ya Kadang-kadang, kalau ada interaksi biasanya pihak farmasi akan memberi konfirmasi.
9. Apakah dokter mempertimbangkan stabilitas obat sewaktu meresepkan sediaan racikan?
Tidak. Farmasi seharusnya memberitahukan jika terjadi ketidakstabilan obat.
Ada beberapa obat yang jika dicampur akan menjadi kental.
Ya. Misalnya dilantin bersifat higroskopis.
Bagian farmasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Hasil Wawancara Terhadap Perawat
No. Pertanyaan Perawat A Perawat B Perawat C Perawat D Perawat E 1. Apakah pemberian obat kepada pasien
selalu dilakukan oleh perawat? Jika tidak, obat apa sajakah yang pemberiannya dilakukan oleh perawat dan obat apa sajakah yang biasanya ditinggal di kamar pasien?
Seharusnya dilakukan oleh perawat. Apabila orang tua pasien dapat memberikan sendiri, obat dapat ditinggal di kamar tetapi tetap diawasi oleh perawat.
Tergantung dari orang tua pasien.
Jika obat sirup dapat ditinggal di kamar, jika puyer diberikan oleh perawat.
Jika obat sirup dapat ditinggal di kamar, jika bentuk sediaan yang lain diberikan oleh perawat.
2. Apabila ada obat yang ditinggal di kamar pasien, apakah Anda memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut kepada orang tua pasien?
Informasi yang diberikan adalah aturan pakai dan waktu pemakaian. Selain itu sudah terdapat label pada obat tersebut.
Iya, waktu pertama kali penggunaan obat tersebur.
Iya, informasi yang diberikan tentang aturan pakai dan jika obat habis lapor kepada perawat.
Informasi yang diberikan adalah aturan pakai dan dosis.
Informasi yang diberikan adalah dosis dan waktu pemberian.
3. Informasi apa sajakah yang Anda dapatkan dari Apoteker pada saat pengambilan obat?
Yang mengambil obat adalah pramurukti.
Tidak. Tidak karena sudah ada labelnya. Jika obat baru, perawat yang bertanya.
Biasanya tidak, langsung diberikan saja.
Biasanya tidak, langsung diberikan. Jika tidak tahu, perawat yang bertanya.
4. Jika karena sesuatu hal Apoteker mengganti obat tertentu dengan obat lain, apakah Anda mendapat informasi tentang penggantian obat tersebut?
Iya, tetapi konfirmasi terlebih dahulu dengan dokternya.
Iya. Kadang-kadang. Iya, biasanya diberi tahu lewat telepon atau ditulis pada label obat.
Iya.
5. Jika karena sesuatu hal Apoteker memisah obat yang seharusnya diracik, apakah Anda mendapatkan informasi atau penjelasan tentang hal tersebut?
Jarang terjadi, tetapi jika ada, perawat diberi tahu.
Iya, jika baru pertama kalinya.
Iya. Iya, ditulis pada etiket. Iya, biasanya diberi tahu lewat telepon.
6. Bagaimana pengalaman Anda dalam memberikan obat racikan kepada pasien anak?
Biasanya diberikan lewat samping (miring) dan dicampur dengan air putih atau teh.
Biasanya diberikan bersama air putih.
Biasanya dicampur air putih, teh, madu, atau gula, tergantung kebiasaan minum obat.
Biasanya dicampur dengan air putih atau sirup.
Sedikit dipaksa, dengan memegangi kepala dan tangan pasien.
7. Apabila ada pasien yang muntah pada saat diberi obat racikan, apa yang Anda lakukan dan bagaimana cara pengatasannya?
Diberikan lagi selang beberapa waktu, termasuk antibiotik.
Diberikan lagi selang beberapa jam. Misal obat parasetamol, diulang lagi pemberiannya jika pasien masih demam.
Jika obat yang dimuntahkan adalah obat penurun panas, dan selang beberapa waktu pasien masih demam, maka obat diulang lagi. Antibiotik tidak diulang.
Langsung diberikan lagi, termasuk antibiotik.
Jika muntah saat itu juga, obat langsung diberikan lagi. Jika muntah selang beberapa waktu, obat tidak diberikan lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Hasil Wawancara Terhadap Apoteker Rawat Inap
1. Berapa rata-rata distribusi obat racikan yang diberikan di bangsal anak dalam tiap
harinya?
Jawab: Dalam tiap harinya, minimal ada 10 pasien yang menerima resep racikan,
dimana setiap pasien diasumsikan mendapat 1 jenis racikan.
2. Apakah Anda memperhatikan adanya interaksi, stabilitas, maupun dosis (besar,
lama dan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak habis) antar masing-
masing komponen dari obat racikan yang diresepkan oleh dokter?
Jawab: Masing-masing komponen obat racikan dilihat inkompatibilitas dari segi
farmasetika dan farmakokinetikanya. Sedangkan untuk signa, sudah secara
otomatis dapat ditentukan karena sudah terbiasa di lapangan. Apabila ada dosis
atau aturan pakai yang tidak seperti biasanya, baru dicari tahu penyebabnya.
Misalnya:
Biasanya diminum 3x sehari, akan tetapi diresepkan 5x sehari.
Sefotaksim 1mg per kapsul. Aturan minumnya 2 x 1 kapsul, padahal BB
pasien hanya 5 kg.
Kelemahannya: tidak semua dapat termonitor oleh Apoteker, karena belum
adanya suatu sistem yang baik. Apoteker memiliki banyak kewajiban yang tidak
memungkinkan untuk selalu berada di tempat. Hal inilah yang menyebabkan
tidak semua resep dapat termonitor oleh Apoteker.
Yang diharapkan adalah adanya suatu sistem komputerisasi sehingga lebih
memungkinkan Apoteker untuk dapat memonitor semua resep yang diberikan
kepada pasien.
3. Apakah Anda memperhatikan adanya interaksi antar obat racikan dengan obat
lain dari resep yang diberikan oleh dokter?
Jawab: Adanya interaksi antar obat racikan dengan obat lain dari resep yang
diberikan oleh Dokter juga diperhatikan, sejauh dapat teramati. Sampai saat ini,
interaksi yang mungkin terjadi dapat disiasati dengan pengaturan minumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
4. Apakah pernah terjadi efek samping pada penggunaan obat racikan di bangsal
anak? Bagaimana cara pengatasannya?
Jawab: Efek samping pernah terjadi pada penggunaan obat racikan. Biasanya
diketahui pada saat obat dikembalikan ke farmasi, atau pada saat keliling dan
melihat pasien tersebut.
Cara pengatasannya:
a. Mengindentifikasi apakah benar yang dialami pasien merupakan efek
samping dari obat tersebut atau bukan. Dapat dilihat dari durasi minumnya
dan timbul gejalanya kapan.
b. Mencari tahu apakah obat tersebut memang harus digunakan atau tidak, dan
dapat disesuaikan dengan indikasinya.
c. Apakah Dokter menyarankan obat pengganti lain, atau kita yang harus aktif
menyarankan obat penggantinya.
5. Jika dalam resep ada obat racikan dan non racikan yang penggunaannya tidak
rasional, apakah Anda memberitahukannya kepada dokter tersebut?
Jawab: Obat yang rasional adalah obat yang ada evidence based’nya. Apabila
ditemukan dalam resep ada obat racikan dan nonracikan yang penggunaannya
tidak rasional, maka kita melihat terlebih dahulu apakah Dokter yang meresepkan
tersebut dapat diajak komunikasi atau tidak. Apabila Dokter yang meresepkan
dapat diajak komunikasi, maka kita akan menghubungi Dokter tersebut.
Sedangkan apabila Dokter yang bersangkutan susah untuk diajak berkomunikasi,
maka Dokter tersebut tidak perlu dihubungi karena hanya akan membuang-buang
waktu saja.
6. Jika dalam resep ada obat yang tidak tersedia, apakah Anda mengganti obat
tersebut dengan obat lain yang zat aktifnya sama? Apakah Anda memberitahu
dokter tentang penggantian obat tersebut?
Jawab: Apabila dalam resep ada obat yang tidak tersedia, maka obat akan diganti
dengan obat lain yang memiliki zat aktif yang sama. Rumah sakit swasta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
memiliki suatu formularium. Oleh karena itu kita berusaha untuk menggunakan
formularium yang sudah ada tersebut.
7. Bagaimana pemberian informasi tentang penggunaan obat untuk pasien yang
dirawat di bangsal anak? Apa saja informasi yang diberikan?
Jawab: Pemberian informasi tentang penggunaan obat untuk pasien di bangsal
anak sampai saat ini belum banyak dapat dilakukan, karena farmasi belum
arround ke bangsal. Informasi diberikan oleh Apoteker kepada perawat, dan
kemudian perawatlah yang menyampaikan informasi tersebut kepada orang tua
pasien. Kami terjun ke bangsal apabila misalnya, didapati resep obat dengan
bentuk sediaan yang tidak biasa, contohnya inhalasi. Biasanya kami
menghubungi perawat atau orang tua pasien terlebih dahulu apakah sudah pernah
menggunakan bentuk sediaan tersebut atau belum. Apabila baru pertama kalinya
menggunakan sediaan inhalasi, maka kami terjun ke bangsal untuk memberikan
informasi penggunaan obat tersebut.
8. Bagaimana pula pemberian informasi kepada pasien jika ada obat yang dibawa
pulang?
Jawab: Karena jumlah Apoteker hanya sedikit, maka pemberian informasi
kepada pasien untuk obat yang dibawa pulang tidak dapat dilakukan. Informasi
tersebut biasanya disampaikan oleh Apoteker kepada perawat, dan perawatlah
yang kemudian menyampaikannya kepada orang tua pasien.
9. Apakah Anda menyampaikan informasi kepada perawat jika misalnya ada obat
racikan yang harus dipisah?
Jawab: Apabila ada obat racikan yang harus dipisah, maka informasi tersebut
disampaikan oleh Apoteker kepada perawat. Yang sering terjadi adalah
attapulgit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
a. Apabila ada obat antibiotika dan simptomatik dicampur, maka dilihat terlebih
dahulu penggunaannya. Misalnya untuk antibiotika pada ISPA digunakan tidak
terlalu lama, sehingga dapat dicampur dengan obat lain seperti dekongestan,
yang digunakan selama 3-4 hari. Jika durasi tidak lama, maka pencampuran
antibiotik dan obat lain masih dapat ditoleransi.
b. Apabila ada perbedaan aturan pakai antara obat yang satu dengan yang lain yang
dicampur, maka dilihat terlebih dahulu obatnya, dan menanyakan kepada perawat
apa diagnosanya. Setelah mengetahui diagnosa, maka obat dicocokkan dengan
diagnosanya.
c. RS Bethesda memiliki resep racikan standar. Ada juga obat yang diresepkan
bukan termasuk dalam racikan standar, akan tetapi presentasenya kecil.
Kortikosteroid tidak mungkin dijadikan standar, yang mungkin hanyalah obat-
obat simptomatik seperti antihistamin, profilas.
d. Ada juga obat racikan yang dicampur dengan antibiotika, untuk pengobatan
jangka panjang. Untuk menjadikan suatu resep racikan sebagai racikan standar,
terlebih dahulu dilakukan studi kasus, kemudian dilihat frekuensinya seberapa
banyak, serta dilihat efektivitas dan benefit’nya. Setelah itu didiskusikan dengan
dokter yang bersangkutan.
e. Obat racikan standar sudah diperhatikan kerasionalannya oleh Apoteker. Yang
dilihat biasanya dari segi farmakokinetikanya, sedangkan dari segi
farmakodinamikanya jarang dilihat, karena susah. Juga dilihat dari frekuensi
konsumsi serta dari ilmu kefarmasian sendiri. Apabila frekuensi penggunaan
hanya sedikit, maka obat tersebut di’cut’ dari resep racikan standar. Dari tahun ke
tahun resep racikan standar juga diperhatikan karena kemungkinan dapat berubah
dalam penggunaannya.
10. Masalah-masalah apa saja yang Anda hadapi yang berhubungan dengan resep
racikan di bangsal anak?
Jawab: Masalah-masalah yang dihadapi berhubungan dengan resep racikan
antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
a. Dari segi bentuk sediaan obat, resep racikan sebaiknya tidak ada karena
menyalahi aturan dalam kefarmasian. Misalnya, obat enteric coated tidak
boleh digerus, maka sebaiknya sediaan yang diberikan adalah sirup.
b. Dari segi ketepatan dosis, dan kebersihan dalam pembuatan.
c. Dari segi efisiensi tenaga, waktu, dan kerasionalan terapi.
d. Perlu dicari tahu apakah memang harus ada resep racikan. Karena dalam ilmu
kedokteran sendiri sepertinya tidak menganjurkan penggunaan resep racikan.
e. Sebaiknya BPOM dan industri-industri farmasi mengeluarkan produk-produk
yang khusus ditujukan untuk anak-anak.
Hasil Wawancara Terhadap Orang Tua Pasien
Bentuk sediaan apa yang dapat diterima dan disukai oleh anak Ibu / Bapak?
1. Racikan, sirup
2. Puyer
3. Tablet
4. Tidak suka semua
5. Semua jenis suka, kecuali tablet (belum bisa menelan)
6. Semua bisa, kecuali tablet
7. Sirup manis
8. Sirup manis. Jika mendapat jenis serbuk, maka diberi madu
9. Sirup
10. Semua suka
11. Sirup. Jika mendapat puyer, maka dicampur dengan sirup
12. Puyer, sirup
13. Semua suka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Pernahkah anak Ibu / Bapak muntah saat minum sediaan racikan?
Bagaimana pengatasannya?
1. Jika muntah sekali, maka obat diberikan lagi.
2. Tidak muntah, tetapi disembur-sembur, maka obat diberikan lagi.
3. Tidak muntah jika dicampur air.
4. Jika muntah, obat diberikan lagi, dan dicampur dengan air putih.
5. Tidak pernah muntah, minumnya dicampur dengan air putih.
6. Tidak pernah muntah, minumnya dicampur dengan air putih atau air gula.
7. Jika muntah, maka obat diberikan lagi.
8. Jika muntah, maka obat diberikan lagi. Biasanya obat dicampur dengan madu.
9. Tidak pernah muntah, minumnya dicampur dengan air putih.
10. Jika muntahnya banyak, maka obat diberikan lagi.
11. Jika muntah, obat tidak langsung diberikan lagi. Obat baru diberikan selang
beberapa jam. Biasanya puyer dicampur dengan sirup.
12. Jika muntah, obat diberikan lagi, dan dicampur dengan air putih.
13. Tidak pernah muntah, minumnya dicampur dengan air putih.
Apakah Ibu / Bapak bermasalah dengan adanya obat racikan?
1. Tidak masalah
2. Tidak masalah, malah cukup membantu
3. Tidak masalah
4. Tidak masalah
5. Tidak masalah karena anak mudah meminumnya.
6. Tidak masalah, percaya kepada dokter yang menangani.
7. Kalau jenis CTM, tidak bisa.
8. Ya, susah meminumnya.
9. Tidak masalah
10. Tidak masalah, daripada menggerus sendiri.
11. Tidak masalah
12. Tidak masalah
13. Tidak masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
LAMPIRAN 2 Golongan dan Jenis Obat yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007
Obat Sistem Saluran Cerna
No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang 1. Antagonis reseptor H2 Ranitidin Rantin® 2. Antasida Metilpolisiloksan, Mg-hidroksida,
Al-hidroksida koloidal Polycrol®
Eksetazaina + polimigel Strocain® 3. Antidiare Dioktahedrol smektil Smecta® 4. Antimual dan vertigo Domperidon
Metoklopramid Vometa® Primperan®
5. Antimuskarinik Hiosin butilbromida Buscopan plus® 6. Khelator Sukralfat Inpepsa® 7. Pencahar Bisakodil Dulcolax suppo® 8. Probiotik Lactobacillus Lacto B® 9. Kombinasi Scumpii Tanalbin®
DHA Prolacta®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Obat yang Mempengaruhi Nutrisi dan Darah No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang 1. Antianemia Fe, vitamin B1, B6, B12, asam folat Ferlin®
Vitamin A, D, B1, B2, B6, B12, C, nikotinamida, Ca-pantotenat, biotin, besi (III) fumarat, Ca-karbonat, tembaga (II) sulfat, Mn-sulfat, Mg-oksida, Zn-sulfat, Na-tetraborat, Ca-sulfat, Na-molibdat, K-iodida,
Maltiron®
2. Cairan dan elektrolit
Kalium klorida -
Sodium bikarbonat Bic Natric® Meylon®
Oralit - 3. Hemostatik Karbamazokrom Na-Sulfonat Adona® 4. Hepatoprotektor Schizandrae fructus ext., Curcumae xanthorrhizae
ext., Liquiritiae radix ext., kolin bitartrat, vitamin B6
Curliv plus®
Metionin Methicol® 5. Immunomodulator Echinacea, Zn pikolinat Imboost®
Ekstrak Phyllanthi herba Stimuno® Phyllantus niruri L herbs extr. Divens®
6. Mineral Ca, Mg, Zn, vitamin D3 Osteocare syr® 7. Multivitamin Vitamin A, D, B1, B2, B6, B12, nikotinamida, d-
pantenol, vitamin C, lisina-HCl Lyvit®
Kolustrum bovin, vitamin A, D, kolekalsiferol, vitamin B1, B2, B6, B12, nikotinamid, kalsium pantotenat, DHA, taurin, seng, kalsium.
Glostrum®
Vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, nikotinamid, Ca-pantotenat, biotin, asam folat, Ca, Mg, besi, mangan, fosfor, tembaga, seng, molibden.
Supradyn®
8. Nutrisi parenteral Asam amino, vitamin, elektrolit Aminofusin® 9. Panambah nafsu
makan Echinacea, kurkumin, kolostrum bovin, lisin HCl, DHA, vitamin A, D, B1, B2, B6, nikotinamid, deksphantenol
Curmunos®
Cod liver oil, ekstrak kurkuma, asam arakidonat, DHA, FOS, Ca hipofosfit. Curvit CL®
Kurkumin Curcuma® 10. Vitamin Tiamin -
Vitamin K - Koenzim B12 Cobazim® Vitamin B1, B6, B12 Neurobion® Fursultiamin + vitamin B2 Alinamin F®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Antiinfeksi No. Golongan Antiinfeksi Jenis Obat Nama Dagang Antibakteri
1. Beta Laktam a. Penisilin Amoksisilin trihidrat Yefamox®
Amoksisilin, asam klavulanat Clavamox® b. Sefalosporin (gen 1) Sefadroksil - c. Sefalosporin (gen 2) Sefaklor Cloracef® d. Sefalosporin (gen 3) Sefotaksim Claforan®
Seftriakson -
Seftazidim Fortum® Ceftum®
Sefiksim Cefspan® e. Kombinasi Sulbaktam Na, sefoperazon Na Sulperazon®
2. Makrolid Spiramisin Spiradan®
Eritromisin Erysanbe® Erythrocin®
3. Aminoglikosida Amikasin Mikasin® Gentamisin Pyogenta® Streptomisin - Kanamisin Kanamycin®
4. Derivat Sulfonamid Kotrimoksazol
Bactricid® Ottoprim® Yekaprim®
5. Polimiksin Kolistin Colistine® 6. Antituberkulosis Isoniazid Pehadoxin®
Rifampisin - Antifungal
7. Imidazol Ketokonazol - Mikonazol Daktarin Oral Gel®
8. Polien Nistatin Mycostatin® Antiprotozoa
9. Amubisid Metronidazol Flagyl® Anthelmintik
10. Pirantel pamoat Combantrin® Kortikosteroid
No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang 1. Kortikosteroid
Deksametason Cortidex® Indexon® Kalmethason®
Flutikason propionat Flixotide® Metilprednisolon Medixon®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Obat Sistem Saluran Nafas No. Golongan Obat Jenis Obat NamaDagang 1. Agonis adrenoseptor Salbutamol Ventolin®
Salbron® Terbutalin sulfat Bricasma®
Salbutamol sulfat, guaifenesin Fartolin exp® Ventolin exp®
Prokaterol HCl Meptin ® 2. Antitusif Dekstrometorfan -
Kodein - 3. Ekspektoran Noscapin Mercotine®
Prometazin HCl, gliseril guaiakolat, ipekak tingtur Allerzin exp®
Ekstrak thymi Thymi® 4. Mukolitik Ambroxol hidroklorida Mucopect ®
Bromheksin Mucosulvan® Bisolvon®
5. Nasal dekongestan Pseudoefedrin, terfenadin Rhinofed® Tripolidin HCl, pseudoefedrin HCl Actifed®
6. Teofilin Aminofilin - 7. Lain-lain Ipratropiumbromida, salbutamol
sulfat Combivent®
Oksomemazin, gliseril Guaiakolat Comtusi®
Golongan dan Jenis Analgesik
No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Paten 1. Analgesik non-opioid
Parasetamol Pamol® Sanmol®
Ketoprofen Profenid® Dipiron Novalgin® Antalgin, piramidon, lidokain Xylomidon®
Antihistamin
No. Golongan Obat Jenis Obat NamaDagang 1. Antihistamin non sedatif Setirizin Histrine®
Desloratadin Aerius® 2. Antihistamin sedatif Difenhidramin Delladril®
Dimenhidridrinat Dramamine® Ketotifen Profilas® Klorfeniramin Maleat (CTM) - Siproheptadin Pronicy® Mebhidrolin napadisilat Interhistin® Homoklorsiklizin hidroklorida Homoklomin®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Obat Sistem Saraf Pusat No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang 1. Antiepilepsi Difenilhidantoin Diphantoin®
Fenitoin Dilantin® Fenobarbital Luminal® Karbamazepin - Klonazepam Rivotril® Diazepam Stesolid® Okskarbazepin Trileptal® Asam valproat Depakene®
2. Antipsikotik Klorpromazin - 3. Aktivator serebral CO-dergokrin mesilat Xepadergin®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 1 87
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 12-Jul 13-Jul 14-Jul
Nama: DP Anamnese Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
sesak napas Hb 12,00 - 18,00 13,20 14 Juli 2007
No. RM: Hct (%) 36,0 - 49,0 40,1
00807173 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 21,76 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 383,0 -
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,87
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,2
Perempuan Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,6
Segmen (%) 25,0 - 70,0 81,4
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 13,5
1th D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 4,3
Asma dalam LED 1 jam (mm) 3,0 - 14,0 32,0BB: 11 kg serangan LED 2 jam (mm) - 80,0
Tanda Vital Tanda Vital
Tgl masuk: D. sekunder: Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 36,7 36,8 36
12 Juli 2007 - Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 24 22 24
pk 10:32 Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 120 124 124
Radiologi 12 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Dokter: D Jenis px: Thorax AP Pemberian 12-Jul 13-Jul 14-Jul dibawa pulang
Profilas 0,25 mg
Kesan: Pronicy 0,5 mg
Radiologis gamb. Bronchitis, Meptin sirup 2 x 1/2 cth p.o. √ √
adanya proses spesifik belum
bisa dikesampingkan. Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 2x √ 1x
Besar cor: normal.
Nebulizer Ventolin 2 x /hari S S P
1250 1450 stop
√
Infus KAEN 3B+aminofilin 3 cc
√
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Pemberian
Nama Obat
Nama Obat
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
1 x 1 p.o. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 2 88
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 17-Jul 18-Jul 19-Jul
Nama: BR Anamnese Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
IGD: Hb 12,00 - 18,00 12,90 19 Juli 2007
No. RM: Mulai malam ini Neb. Ventolin I Hct (%) 36,0 - 49,0 41,8
00805762 sesak nafas, Flexotide I AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 17,41 D. keluar:
batuk. Sudah AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 299,0 -
Jenis minum alerzin Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,77
kelamin: exp dan ventolin Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 3,8
Laki-laki nebule, demam. Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,7
Segmen (%) 25,0 - 70,0 66,9
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 19,9
2th10bl 13hr D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 8,7
ISPA + asma
BB: 14 kg attack Tanda Vital Tanda Vital
Suhu (ºC) : 38 Suhu (ºC) 37,6 36
Tgl masuk: D. sekunder: Nafas (x/menit) : 28 Nafas (x/menit) 24 24
17Juli 2007 - Nadi (x/menit) : 100 Nadi (x/menit) 120 120
pk 22:49 Dosis & Cara Obat yang
Pemberian 17-Jul 18-Jul 19-Jul dibawa pulang
Dokter: D Pamol 150 mg
Luminal 15 mg
Profilas 0,5 mg
Pronicy 1 mg
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. √ √
Nebulizer Ventolin 2 x /hari √ √
500 1500Infus KAEN 3B+Aminofilin 3 cc
√ √√1 x 1 p.o.
2x/hari
Nama Obat
3 x 1 p.o.
Tanggal Pemberian
√ √ 2x
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 3 89
Data Diri Nama Obat Dosis & Cara
Pemberian 31-Jul 1-Aug 1-Aug 2-Aug 3-Aug
Nama: AW Anamnese Indexon 3 x 0,5 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal (pagi) (mlm) Tgl keluar:
Panas, batuk, Hb (gr%) 12,00 - 18,00 12,10 3 Agustus '07
No. RM: pilek Hct (%) 36,0 - 49,0 39,8 29,0 36,0 32,0
01903581 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 3,54 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 245,0 150,0 155,0 140,0 -
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,64
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,8
Laki-laki Basofil (%) 0,0 - 0,1 2,5
Segmen (%) 25,0 - 70,0 55,8
Umur: URINE RUTIN
2th 7bl 27hr D. utama: Warna kuning
Dengue fever BJ 1,030
BB: 15 kg pH 5,00
Lekosit gelap 1 - 2
Tgl masuk: D. sekunder: Tanda Vital Tanda Vital
31 Juli 2007 ISPA Suhu (ºC) : 37,6 Suhu (ºC) 36,5 - 37,5 37,6 36,8 36
pk 18:34 Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 20 22 24
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 60 - 100 124 120 124
Dokter: A Dosis & Cara Obat yang
Pemberian 31-Jul 1-Aug 2-Aug 3-Aug dibawa pulang
Pamol 166,7 mg
Luminal 15 mg
Comtusi 3 x 1 cth p.o. 1x √ √ √
Divens 2 x 1 cth p.o. 1x 3x √ √
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 1x 1x 2x 2x
Infus KAEN 3B + Adona 75 mg 850
Infus RL + Adona 75 mg 750
Infus KAEN 1050
Pemeriksaan
√1x
Nama ObatTanggal Pemberian
3 x 1 p.o. √
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
37
24
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 4 90
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 4-Aug 5-Aug 6-Aug 7-Aug 8-Aug 9-Aug #####
Nama: MA Anamnese Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Panas, batuk, Hb (gr%) 12,00 - 18,00 10,70 10 Agustus '07
No. RM: pengobatan rutin Hct (%) 36,0 - 49,0 35,0 26,0 28,0
01900455 TB AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 16,15 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 145,0 162,0 230,0 -
Jenis Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,3
kelamin: Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,9
Laki-laki Segmen (%) 25,0 - 70,0 48,1
Limfosit (%) 20,0 - 85,0 44,7
Umur: URINE RUTIN
1th 4bl 11hr D. utama: Warna - kuning
Dengue fever BJ - 1,010
BB: 8 kg PKTB pH - 7,50
Lekosit gelap - 2 -- 3
Tgl masuk: D. sekunder: Tanda Vital Tanda Vital
4 Agustus 07 Asmatis Suhu (ºC) : 38 Suhu (ºC) 39 39 37,8 38 36,6 37 36
pk 11:45 Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 30 24 22 26 22 24 24
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 124 122 124 120 124 124 124
Dokter: A Dosis & Cara Obat yang
Pemberian 4-Aug 5-Aug 6-Aug 7-Aug 8-Aug 9-Aug 10-Aug dibawa pulang
Pamol 100 mg
Luminal 10 mg
Pehadoxin 100 mg
Rifampicin 100 mg
Clavamox sirup 3 x 1 cth p.o. √ √ √ √
Ventolin exp. 3 x 3/4 cth p.o. √ √ √ √ √
Pyogenta 2 x 20 mg 2x 2x 2x stop
Xylo-Della 1/4 : 1/4 i.m. S M
Infus KAEN 3B 800 1200 1750 950 1500 1300
√ √1 x 1 p.o. √ √ √ √
Nama Obat
3 x 1 p.o. 2x √ √
Tanggal Pemberian
√ √ √ √
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 5 91
Data Diri Nama Obat Dosis & Cara
Pemberian Gol. Darah: A 31-Jul 1-Aug 2-Aug 3-Aug
Nama: AP Anamnese Metilprednisolon 2 x I amp i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk, sesak, Hb 12,00 - 18,00 12,40 3 Agustus '07
No. RM: pilek Neb. Ventolin I 3 x/hari Hct (%) 36,0 - 49,0 36,0
00153567 Flexotide I AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 9,40 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 195,0 -
Jenis Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,0
kelamin: Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,0
Perempuan Segmen (%) 25,0 - 70,0 90,0
Limfosit (%) 20,0 - 85,0 7,0
Umur: D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
11th 5bl 27hr Serangan asma Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 37,5 37 36,8 36
Nafas (x/menit) : 30 Nafas (x/menit) 22 22 22 24BB: 30 kg Nadi (x/menit) : 100 Nadi (x/menit) 132 120 112 112
D. sekunder: Radiologi 31 Juli 2007 Nama Obat Dosis & Cara Obat yang
Tgl masuk: - Jenis px: Thorax Pemberian 31-Jul 1-Aug 2-Aug 3-Aug dibawa pulang
31 Juli 2007 Salbutamol 3 mg
pk 03:29 Ro: Medixon 3 mg
Corakan bronchovasculer kasar, Homoclomin 7,5 mg
Dokter: C dengan air bronchogram Cetirizin 1 x 1 p.o. √
minimal, susp. bronchitis, Codein 3 x 1/2 p.o. 1x
asthmatoid, oligemia perifer (+) Meptin mini 2 x 1/2 p.o. 1x √ √
Besar cor: dalam batas normal. Mucosulvan 3 x 2 cth p.o. 1x
Bisolvon sy. 3 x 1,5 cth p.o. √ √ √ √
Cefotaxim 3 x 500 mg i.v. 1x 2x 2x 1x
Metilprednisolon 2 x 1 amp i.v. 1x 2x 2x
Nebulizer Ventolin
Flexotide
Infus KAEN 3B + aminofilin 6 cc 700 700
Infus D5% + aminofilin 6 cc
P
Pemeriksaan
3 x 1 p.o. √ √ √
1600
3x/hari P/S P/S
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 6 92
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 26-Jul 27-Jul 28-Jul 29-Jul 30-Jul 31-Jul
Nama: IG Anamnese Xylo-Della 0,3 : 0,3 cc i.m. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Hb (gr%) 12,00 - 18,00 10,60 11 Juli 2007
No. RM: Hct (%) 36,0 - 49,0 32,4
01903388 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 9,58 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 398,0 sembuh
Jenis Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,3
kelamin: Basofil (%) 0,0 - 0,1 1,0
Perempuan Segmen (%) 25,0 - 70,0 67,5
Limfosit (%) 20,0 - 85,0 24,5
Umur: Monosit (%) 0,0 - 9,0 6,7
0th 5bl 29hr D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
Suhu (ºC) : 39 Suhu (ºC) 39,5 36 37 37,2 37,2 36,2
BB: 6 kg Nafas (x/menit) : 36 Nafas (x/menit) 48 32 30 24 20 24
Nadi (x/menit) : 148 Nadi (x/menit) 148 132 128 124 124 124
Tgl masuk: D. sekunder: Radiologi 26 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
26 Juli 2007 - Jenis px: Thorax AP Pemberian 26-Jul 27-Jul 28-Jul 29-Jul 30-Jul 31-Jul dibawa pulang
pk 15:56 Pamol 75 mg
Luminal 10 mg
Dokter: C Salbutamol 0,7 mg
Medixon 0,5 mg
Mucopect 5 mg
Homoclomin 1,25 mg
Imboost 2 x 1 cth √ √ √ √ √ √ Lacto B 2 x 1
Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. 1x 2x √ 2x 2x 1x Bactricid sy.
Cefotaxim 2 x 150 mg i.v. 1x 1x 2x 1x 2x 2x 2 x 1/2 cth
Xylo-Della 0,3 : 0,3 cc i.m.
Nebulizer Combivent 2x/hari P/S P/S
Infus KAEN 3B 750
Aminofilin 2 cc
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
√ √ √
Cor dalam batas normal.√
Tanggal Pemberian
3 x 1 p.o. 1x √ √ √ (KP)Radiologis bronchiolitis
perihielr dan paracardial
3 x 1 p.o. 1x √ √dextra.
√ √
700 900 750 750
Nama Obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 7 93
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian Gol. Darah: A 21-Jul 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul
Nama: YD Anamnese Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Demam 2 hari, Hb (gr%) 14,50 - 22,50 13,10 25Juli 2007
No. RM: pilek, batuk, Hct (%) 45,0 - 67,0 40,7
01903172 muntah bila AL (ribu/mmk) 13,00 - 38,00 11,51 D. keluar:
minum air. AT (ribu/mmk) 100,0 - 400,0 232,0 -
Jenis Ibu: asma Eos. Total (/mmk) 40 - 440 75
kelamin: LED 1 jam (mmk) 1,0 - 10,0 51,0
Laki-laki LED 2 jam (mm) - 82,0
IgE total (IU/mL) 0,0 - 138,0 11,6
Umur: Tanda Vital Tanda Vital
0th 9bl 15hr D. utama: Suhu (ºC) : 38,6 Suhu (ºC) 39,2 37,2 36 37 36,4
Bronkopneu- Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 32 28 28 26 20BB: 9 kg monia Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 136 120 124 120 120
Radiologi 21 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Tgl masuk: D. sekunder: Pemberian 21-Jul 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul dibawa pulang
21 Juli 2007 - Pamol 100 mg
pk 02:38 Ro: Luminal 10 mg
Salbutamol 1 mg
Dokter: C Medixon 0,8 mg Homoclomin+
Rhinofed 3 mg Mucopect
Homoclomin 2 mg 3 x 1 p.o.
Mucopect 6 mg
Profilas sirup 2 x 1/2 cth p.o. √ √ √ √ √ √
Cefotaxim 2 x 200 gr i.v. 1x √ √ √ 1x
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 2x √ √ 1x 1x
Nebulizer Combivent 1/2 : 1/2 ap P/S P/S P/S
Xylo-Della 1/4 : 1/4 i.m. √
1400 1500 1200 1300
3x √
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
Nama ObatTanggal Pemberian
Jenis px: Thorax: BKB
dengan air bronchogram (+)
infiltrat peribronchial (+), susp.
bronchitis, dd- bronchiolitis
oligemia perifer.
Corakan bronchovasculer kasar,
3 x 1 p.o. 1x √ √ √ √
Besar cor: dalam batas normal.
Infus KAEN 3B + Aminofilin 2 cc
Infus D5% + Aminofilin 2 cc
4 x 1 p.o. 3x √ 3x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 8 94
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 10-Jul 12-Jul 14-Jul 15-Jul 16-Jul 17-Jul 18-Jul 19-Jul
Nama: SL Anamnese Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Panas, batuk, Hct (%) 45,0 - 67,0 30,0 34,2 27,0 25,0 23,0 24,0 25,0 21 Juli 2007
No. RM: mencret, kejang. Neb. Ventolin 2 x 1 AL (ribu/mmk) 13,00 - 38,00 11,40
01902742 AT (ribu/mmk) 100,0 - 400,0 77,0 62,0 49,0 90,0 68,0 128,0 185,0 D. keluar:
Calcium (mmol/L) 2,02 - 2,60 1,97 -
Jenis SGOT (AST) (U/I) 0,0 - 37,0 116,0
kelamin: SGPT (ALT) (U/I) 0,0 - 41,0 130,8
Perempuan Anti Dengue IgG neg
Anti Dengue IgM pos
Umur: Anti CMV IgG 14,9 (AU/mL) pos
0th 4bl 27hr D. utama: Anti CMV IgM 0,500 (AU/mL) neg
Bronkitis, GEA Tanda Vital Suhu (ºC) 38,2 37,8 38,8 38,2 38,8 38,5 38 37,8 37,7 37,5 37,3 36
BB: 5,6 kg dehidrasi, DHF, Suhu (ºC) : 38,2 Nafas (x/menit) 28 34 28 24 30 30 34 34 30 32 26 28
kejang. Nafas (x/menit) : 60 Nadi (x/menit) 128 128 128 124 128 136 132 132 124 132 120 128
Tgl masuk: D. sekunder: Nadi (x/menit) : - Nama Obat Dosis & Cara Obat yang
10 Juli 2007 - Radiologi 10 Juli 2007 Pemberian 10-Jul 11-Jul 12-Jul 13-Jul 14-Jul 15-Jul 16-Jul 17-Jul 18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul dibawa pulang
pk 13:14 Jenis px: Abdomen 3 posisi CTM 0,5 mg +Mep-
tin 5 mg + DMP 2mg
Dokter: Hasil foto: Pamol 83,3 mg 3 x 1 p.o. 1x √ 1x √ √ √ √ √ √ 1x
A / F Ada distensi usus, tidak ada Luminal 10 mg 3 x 1 p.o. 1x √ 1x √ √ √
airfluid level, tidak ada udara Dilantin 7,5 mg 3 x 1 p.o. 1x √
bebasa, tak tampak penebalan KCL 100 mg 3 x 1 p.o. 1x √ √ √ stop
dinding usus, properitoneal-fat Curliv plus (di kmr) 2 x 1/2 cth p.o. √
tak tampak, cavum pelvis Cefspan 20 mg 2 x 1 p.o. √ √
mengabur. Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 1x √ √ 2x 2x √ 2x 1x
Ceftum 2 x 150 mg √ √ √ √ 1x 1x √ 1x stop
Kesan: Meylon 7,5 cc √
Curiga peritonitis Plasma 100 cc √ √ √
700 550 850 920 960 850 700 700 700 500 400 stop
√
Infus KAEN 1B + Adona 75 mg
1x √ √ -√ √
Tanggal Pemberian
3 x 1 p.o.
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
11-Jul 13-Jul
Perawatan di Bangsal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 9 95
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian Gol. Darah: A 28-Jul 29-Jul 30-Jul 31-Jul
Nama: GN Anamnese Neb. Ventolin Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk, demam Hb 12,00 - 18,00 10,90 31 Juli 2007
No. RM: t = 39,2ºC Hct (%) 36,0 - 49,0 34,5 31,4
01903450 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 6,97 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 238,0 225,0 sembuh
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,35
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 1,6
Laki-laki Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,6
Segmen (%) 25,0 - 70,0 53,0
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 35,9
6th 9bl 8hr D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 8,9
Bronkitis akut
BB: 16 kg
Tgl masuk: D. sekunder: Tanda Vital Tanda Vital
28 Juli 2007 - Suhu (ºC) : 37,5 Suhu (ºC) 39,6 37 36,6 37,2
pk 00:35 Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 22 22 20 24
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 124 124 120 112
Dokter: D Dosis & Cara Obat yang
Pemberian 28-Jul 29-Jul 30-Jul 31-Jul dibawa pulang
Pamol 125 mg
Luminal 15 mg
Profilas 0,5 mg
Pronicy 1 mg
Meptin sirup 2 x 1 cth p.o. 3x √ √
Xylo-Della 0,5 : 0,5 cc i.m. √
1100 1400 stop
√ √
√
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Pemberian
3 x 1 p.o.
Nama Obat
1 x 1 p.o.
√ √ √ √
√
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nama Obat
Infus KAEN 3B + Neurobion II amp
Perawatan di Bangsal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 10 96
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 4-Jul 5-Jul 6-Jul
Nama: EA Anamnese Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Tiga hari batuk, Hb 12,00 - 18,00 10,60 6 Juli 2007
No. RM: sejak kemarin Neb. Ventolin Hct (%) 36,0 - 49,0 33,6
00553017 panas dan seseg AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 6,24 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 354,0 -
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,40
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,6
Perempuan Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,5
Segmen (%) 25,0 - 70,0 61,0
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 23,2
3th 2bl 23hr D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 14,7
Bronkitis Tanda Vital Tanda Vital
BB: 12 kg asmatis Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 37 36 36
Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 20 24 20
Tgl masuk: D. sekunder: Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 124 120 116
4 Juli 2007 - Dosis & Cara Obat yang
pk 15:31 Pemberian 4-Jul 5-Jul 6-Jul dibawa pulang
PDAK 3 x 1 p.o. √ √ √
Dokter: B Thymi sirup cs. 3 x 1 cth p.o. √ √ √ √
Aminofilin 30 mg
Meptin 10 mcg
Metronidazol 150 mg
Cotrimoxazol 150 mg
Tanalbin 150 mg
Ketokonazol 1 x 1 p.o. √ √ √
Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. IGD √ 2x
Infus KAEN 3B 16-20 tts/mnt 700 1200
Nama ObatTanggal Pemberian
3 x 1 p.o. √
3 x 1 p.o. √ √
√
√
√
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 11 97
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul 26-Jul
Nama: AO Anamnese Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk, demam Hb (gr%) 12,00 - 18,00 10,50 26 Juli 2007
No. RM: Neb. Ventolin Hct (%) 36,0 - 49,0 32,5
00986593 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 14,16 D. keluar:
O2 1 L/menit AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 644,0 sembuh
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,43
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,7
Perempuan Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,6
Segmen (%) 25,0 - 70,0 75,5
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 18,2
1th 9bl 6hr D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 5,0
Bronkitis Tanda Vital Tanda Vital
BB: 10 kg Suhu (ºC) : 37,8 Suhu (ºC) 36,5 - 37,5 38 38 37,2 37,2 37,2
Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 24 24 26 24 24
Tgl masuk: D. sekunder: Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 60 - 100 124 128 124 124 124
22Juli 2007 - Dosis & Cara Obat yang
pk 03:04 Pemberian 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul 26-Jul dibawa pulang
Pamol 100 mg
Dokter: D Luminal 10 mg
Profilas 0,25 mg
Pronicy 0,5 mg
Curvit CL 1 x 1 cth p.o. √ √ √ √
Sefotaksim 2 x 250 mg i.v. √ √
Sefotaksim 2 x 500 mg i.v. √
Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. 2x √ 2x 1x
Nebulizer Ventolin 2 x 1 P/S S P/S P/S P/S
Infus KAEN 3B + 3 cc aminofilin 1400 950
Infus KAEN 3B + Neurobion II 1450 stop
1 x 1 p.o. √√√
√3 x 1 p.o.
Nama Obat
√
1x√ √√ 2x
Tanggal Pemberian
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 12 98
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian Gol. Darah: A 31-Jul 1-Aug 2-Aug 3-Aug
Nama: AA Anamnese Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk berulang, Hb 12,00 - 18,00 12,70 3 Agustus '07
No. RM: takipneu Hct (%) 36,0 - 49,0 40,2
00571939 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 8,93 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 232,0 sembuh
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,80
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,1
Perempuan Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,4
Segmen (%) 25,0 - 70,0 78,2
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 14,9
4th 5bl 21hr D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 6,4
Bronkitis LED 1 jam (mm) 3,0 - 14,0 60,0
BB: 15 kg LED 2 jam (mm) - 101,0
Eos total (/mmk) 40 - 440 10
Tgl masuk: D. sekunder: LED 2 jam (mm) 0,0 - 138,0 18,2
31 Juli 2007 - Tanda Vital Tanda Vital
pk 16:38 Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 36,5 36,5 36,9 36
Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 16 - 24 24 25 22 24
Dokter: D Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 120 120 120 120
Radiologi 31 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Jenis px: Thorax AP Pemberian 31-Jul 1-Aug 2-Aug 3-Aug dibawa pulang
Pamol 150 mg
Kesan: Luminal 15 mg
Radiologis suspected primer Profilas 0,5 mg
TB. Besar cor: normal. Pronicy 1 mg
Meptin sirup 2 x 1 cth p.o. 3x 3x
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 1x √ stop
Nebulizer Ventolin 2x/hari P/S S P/S P/S
700 1000 stop
Nama ObatTanggal Pemberian
3 x 1 p.o. √ √
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
√
1 x 1 p.o. √ √ √ √ √
Infus KAEN 3B + Aminofilin 3 cc
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 13 99
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 3-Jul 4-Jul 5-Jul 6-Jul 7-Jul 8-Jul 9-Jul
Nama: AH Anamnese Neb. Ventolin 2 x /hari Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk, sesak Hb 14,50 - 22,50 10,90 10,70 9 Juli 2007
No. RM: napas, takipneu Kalmethason Hct (%) 45,0 - 67,0 35,5 33,8
01902465 AL (ribu/mmk) 13,00 - 38,00 5,32 5,28 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 100,0 - 400,0 132,0 595,0 sembuh
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,00 - 8,60 3,87 3,89
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 3,0 1,3 0,8
Laki-laki Basofil (%) 0,0 - 4,0 1,5 0,9
Segmen (%) 45,0 - 75,0 29,7 37,8
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 55,0 59,8 48,9
0th 2bl 5hr D. utama: Monosit (%) 3,0 - 16,0 7,7 11,6
Aspirasi FECES RUTIN negBB: 6,3 kg pneumonia
Tanda Vital Tanda Vital
Tgl masuk: D. sekunder: Suhu (ºC) : 37 Suhu (ºC) 37 37,5 38,2 37,4 36,8 36,9 36
3 Juli 2007 ISPA Nafas (x/menit) : cepat Nafas (x/menit) 24 32 78 32 36 28 24
pk 20:50 Asmatis Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 130 136 140 120 130 132 128
Radiologi 3 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Dokter: D Jenis px: Thorax Pemberian 3-Jul 4-Jul 5-Jul 6-Jul 7-Jul 8-Jul 9-Jul dibawa pulang
Pamol 75 mg
Pemeriksaan: Luminal 10 mg
Mercotin 2 x 1 tetes p.o. √
Claforan 3 x 150 mg i.v. 1x 2x √ √ 2x 1x
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 1x 2x √ √ 2x 1x
Nebulizer Ventolin P/S IGD - P P/S P/S P
Flexotid 1/2 ap malam √ √
250 1100 1100 1100 stop
Pemeriksaan
Tanggal Pemberian
√
Radiologis bronchopneumonia
dupleks, perihiler dan
paracardial. Sinus dan
diaphragma normal.
Cor dalam batas normal.
-
Infus KAEN 3B + 2 cc aminofilin
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
1x √
Riwayat Terapi
Nama Obat
Nama Obat
3 x 1 p.o. √ √ √ √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 14 100
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 17-Jul 18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul
Nama: CA Anamnese Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. Hasil Lab Tgl keluar:
Batuk, demam PRODIA 21 Juli 2007
No. RM: tinggi, takipneu Neb. Ventolin I Hb (g/dL) 11,5 - 13,5 10,50
01903027 Flexotide I Hct (%) 34 - 40 30,0 D. keluar:
AL (ribu/µL) 6,0 - 17,0 18,1 sembuh
Jenis O2 2 L/menit AT (ribu/µL) 150 - 450 408,00
kelamin: Eritrosit (10^6/mL) 3,9 - 5,3 3,84
Perempuan Neutrofil (%) 50 - 70 91,40
Eos.Absolut (ribu/µL) 0,045 - 0,44 0,006
Umur: Tanda Vital Tanda Vital
5th 1bl 17hr D. utama: Suhu (ºC) : 36,8 Suhu (ºC) 44 40 36,8 36,7 36,7
Bronkopneumo- Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 22 25 22 24 20BB: 14 kg nia Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 120 126 124 124 116
Radiologi 17 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Tgl masuk: D. sekunder: Jenis px: Thorax AP Pemberian 17-Jul 18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul dibawa pulang
17 Juli 2007 - Pamol 150 mg
pk 10:57 Kesan: Luminal 15 mg
Radiologis gamb. Broncho- Profilas 0,5 mg
Dokter: D pneumonia dextra dengan Pronicy 1 mg
pemadatan ringan kel. hilus Lacto B 3 x 1 p.o.
(post primer TB?); Meptin 2 x 1 cth p.o. √ √ √
Besar cor: normal. Imboost 3 x 1 cth p.o. √ √ √
Yefamox 3x250 mg p.o. √ √
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 2x 2x 2x 1x stop
Cefotaxim 3 x 250 mg i.v. 2x 2x 2x
Nebulizer Ventolin 2x /hari 1x √ √
Xylo-Della 3 : 3 strip i.m. √ √
O2 2 L/menit √
1200 1100 1550 1550 stopInfus KAEN 3B + aminofilin 2 cc
√ √ √
√
Tanggal Pemberian
3 x 1 p.o. 2x √ √
2 x /hari
1 x 1 p.o. √
Nama Obat
√
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nilai Normal
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 15 101
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul 26-Jul
Nama: SA Anamnese Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk beberapa Hb (gr%) 12,00 - 18,00 11,40 26 Juli 2007
No. RM: hari, setelah Neb. Ventolin I 2 x /hari Hct (%) 36,0 - 49,0 34,5
00978482 tersedak bersin Flexotide I AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 18,34 D. keluar:
sesak nafas Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 3,91 sembuh
Jenis Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,2
kelamin: Segmen (%) 25,0 - 70,0 85,2
Laki-laki Limfosit (%) 20,0 - 85,0 10,7
LED 1 jam (menit) 1,0 - 10,0 52,0
Umur: LED 2 jam (menit) - 96,0
1th 6bl 8hr D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
Bronkitis Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 39,8 38,6 38,2 38,9 38,2 37,6 37,2 37,7 37,2
BB: 9,3 kg asmatis Nafas (x/menit) : 28-30 Nafas (x/menit) 32 32 32 28 30 30 30 21 24
CP Nadi (x/menit) : 120 Nadi (x/menit) 124 130 136 132 128 128 128 124 126
Tgl masuk: D. sekunder: Dosis & Cara Obat yang
18Juli 2007 - Pemberian 18-Jul 19-Jul 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul 26-Jul dibawa pulang
pk 00:57 PDAK 3 x 1 p.o. 2x √ √ 2x √ √ √ 1x -
Aminofilin 3 x 1 KP p.o.
Dokter: B Trileptal 2 x 1 p.o. √ 3x √ √ √ √ - √ 3x
Diphantoin 15 mg
Luminal 15 mg
Karbamazepin 25 mg 3 x 1 p.o. 2x √ √ √ √ √ √ √ √
Xepadergin 0,2 mg 3 x 1 p.o. 2x √ √ √ √ √ √ √ √
Rivotril 0,1 mg 3 x 1 p.o. 2x √ √ √ √ √ √ √ √
Cefotaxim 200mg 2 x 1 p.o. √ √ √ 1x √ √ 1x stop
Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. 1x √ 2x 1x √ 2x 2x stop
Xylo-Della 1/4 : 1/4 cc i.m. 2x
Nebulizer Flexotide I 2 x / hari P/S P P/S S P/S S P
Interhistin 8,3 mg
Profilas 0,2 mg
Bricasma 0,4 mg
Kodein 25 mg
Cloracef 75 mg 3 x 1 p.o. √ √ √ √ √
Streptomisin 100 mg 1 x 1 i.v. √ √ √ √ √ √
Spiradan 150 mg 3 x 1 p.o. √ √ √
√
Nama ObatTanggal Pemberian
3 x 1 p.o. 2x √ √ √ √ √ √
√2x
√ √
√
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
3 x 1 p.o. √ √ √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 16 102
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 21-Jul 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul 26-Jul 27-Jul
Nama: Sln Anamnese Pamol 1/6 Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Panas, mencret Luminal 10 mg Hb (gr%) 14,50 - 22,50 9,80 8,60 27 Juli 2007
No. RM: Hct (%) 45,0 - 67,0 32,2 26,0
01902742 AL (ribu/mmk) 13,00 - 38,00 13,74 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 100,0 - 400,0 276,0 -
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,00 - 8,60 4,28
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 3,0 0,4
Perempuan Monosit (%) 3,0 - 16,0 5,7
SGOT (AST) (U/I) 0,0 - 37,0 60,0
Umur: SGPT (ALT) (U/I) 0,0 - 41,0 45,4
0th 5bl 7hr D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
Bronkitis Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 36,5 - 37,5 39,5 38,2 38,2 36,2 37 36,6 36,6
BB: 4,7 kg GEA Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 16 - 24 40 42 34 36 26 25 24
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 60 - 100 132 136 120 132 132 128 128
Tgl masuk: D. sekunder: Radiologi 10 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
21 Juli 2007 - Pemberian 21-Jul 22-Jul 23-Jul 24-Jul 25-Jul 26-Jul 27-Jul dibawa pulang
pk 20:19 Pamol 75 mg
Luminal 5 mg
Dokter: Profilas 0,2 mg
A Histrin 1/10 tb
Meptin 4 mcg
Mucopec 2 mg
Lacto B 1 x 1 p.o. √ √ √ √ √ √ √
tervisualisasi gamb. Invaginasi. Bactricid 2 x 1/2 cth p.o. √ √ √
Tak tampak distensi lumen Maltiron sirup 1 x 1/2 cth p.o. √ √ √
Mikasin inj. 2 x 37,5 mg i.v. 1x √ √ √ 250mg 1x
Xylo-Della 2 strip i.m. 1x
Nebulizer Combivent 1/2 amp P/S S P/S P/S
Saran: follow up Infus KAEN 1B 900 1100 1000 1100
Hasil:
ekstrim.
Eksplorasi abdomen: struktur
intestinal peristaltik usus
meningkat. Tampak kontur
usus sebagian dengan fekal
materia, sebagian cairan. Tak
√
2 x 1 p.o.
Jenis px: USG Abdomen
proksimal yang prominen/
√
2 x 1 p.o. 1x 1x √ √ √
Nama Obat
3 x 1 p.o. √ √ √ √
√ √
Tanggal Pemberian
√ √
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 17 103
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 8-Jul 9-Jul 10-Jul 11-Jul 12-Jul
Nama: AD Anamnese Xylo-Della 3 : 3 strip i.m. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk + demam Hb 12,00 - 18,00 13,00 14,4 12 Juli 2007
No. RM: tinggi Hct (%) 36,0 - 49,0 39,7 42,2 39,0
00577230 AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 4,67 19,63 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 192,0 85,0 140,0 -
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,97
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,4
Laki-laki Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,4
Segmen (%) 25,0 - 70,0 48,1
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 30,8
1th 6bl 26hr D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 20,3
Bronkitis Eosinofil tot (L/mmk) 40 - 440 30BB: 12 kg IgE total (IU/mmk) 0,0 - 138,0 14,4
Tanda Vital Tanda Vital
Tgl masuk: D. sekunder: Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 38,8 38 36,5 36,5 36,2
8 Juli 2007 - Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 28 26 24 24 24
pk 18:16 Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 132 124 124 128 124
Radiologi 9 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Dokter: D Jenis px: Thorax AP Pemberian 8-Jul 9-Jul 10-Jul 11-Jul 12-Jul dibawa pulang
Pamol 125 mg
Luminal 15 mg
Profilas 0,25 mg
Pronicy 0,5 mg
Mercotin drop 2 x 2 tts 1x √ √ √
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 1x √ 1x
Xylo-Della 1/4 : 1/4 i.m. 1x
Nebulizer Ventolin P/S P/S P
Infus KAEN 3B 1000 750 1350 stop
Pemeriksaan
Besar cor: dbn.
Radiologis gamb. Bronchitis,
adanya PKTB belum bisa
Nama Obat
dikesampingkan.
√ √
Nama ObatTanggal Pemberian
Kesan:√3 x 1 p.o. √
√
√ √
1 x 1 p.o. √
√
Tanggal Pemeriksaan
Perawatan di BangsalRiwayat Terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 18 104
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 27-Jul 28-Jul 29-Jul 30-Jul 31-Jul
Nama: LF Anamnese Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk, demam Hb 12,00 - 18,00 11,80 31 Juli 2007
No. RM: tinggi t = 38ºC, Hct (%) 36,0 - 49,0 38,0
00616653 sesak nafas AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 16,29 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 329,0 sembuh
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,10 - 5,30 4,27
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 2,1
Perempuan Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,4
Segmen (%) 25,0 - 70,0 76,9
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 85,0 15,3
2th D. utama: Monosit (%) 0,0 - 9,0 5,3
Bronkiolitis Tanda Vital Tanda Vital
BB: 9,6 kg Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 37,6 38 37,2 36,6 36
Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 20 26 20 24 24
Tgl masuk: D. sekunder: Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 120 128 124 124 120
27 Juli 2007 - Radiologi 28 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
pk 10:47 Jenis px: Thorax Pemberian 27-Jul 28-Jul 29-Jul 30-Jul 31-Jul dibawa pulang
Pamol 100 mg
Dokter: D Ro: Luminal 10 mg
Corakan bronchovasculer kasar, Profilas 0,5 mg
dengan air bronchogram Pronicy 0,8 mg
minimal, susp. bronchitis, Mercotin drop 2 x 2 tts p.o. √ √ √
hiperlusen.
dd - bronchiolitis Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. 1x √ √ 1x
Lnn hilus tidak tampak Sefotaksim 3 x 150 mg i.v. 2x √ 1x
prominen. Nebulizer Ventolin 2x / hari P/S P/S P P P P
Besar cor: dalam batas normal.
Infus KAEN 3B + aminofilin 2cc
Infus RL + aminofilin 2 cc 1000 5001600 1400
√ √ √ √
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nama Obat
Nama Obat
Tanggal Pemeriksaan
√ √3 x 1 p.o.
1 x 1 p.o. √
1x √
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 19 105
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 5-Jul 6-Jul 7-Jul
Nama: RB Anamnese Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Panas 2 hari, Xylo-Della 3 strip i.m. Hb 14,50 - 22,50 11,00 7 Juli 2007
No. RM: kejang 5 menit, Hct (%) 45,0 - 67,0 33,7
00996348 batuk, pilek 3 AL (ribu/mmk) 13,00 - 38,00 27,11 D. keluar:
hari. Riwayat AT (ribu/mmk) 100,0 - 400,0 297,0 -
Jenis kejang subyek - Eritrosit (juta/mmk) 4,00 - 8,60 3,98
kelamin: Riwayat kejang Eosinofil (%) 0,0 - 3,0 0,0
Laki-laki pada keluarga + Basofil (%) 0,0 - 4,0 0,0
(ayahnya) Segmen (%) 45,0 - 75,0 48,0
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 55,0 50,0
1th 3bl D. utama: Monosit (%) 3,0 - 16,0 20,0
Kejang demam
BB: 11 kg
Tgl masuk: D. sekunder: Tanda Vital Tanda Vital
5 Juli 2007 ISPA Suhu (ºC) : 40 Suhu (ºC) 40 36 36,4
pk 23:30 Asmatis Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 20 24 22
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 128 127 124
Dokter: A Dosis & Cara Obat yang
Pemberian 5-Jul 6-Jul 7-Jul dibawa pulang
Pamol 166,7 mg
Luminal 15 mg
Clavamox sirup 3 x 1 cth p.o. √
Dilantin 3 x 15 mg p.o. √
Ventolin exp. 3 x 3/4 cth p.o. √ √
Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. IGD 2x 1x
Infus KAEN 3B 700 1200
Pemeriksaan
Tanggal Pemberian
-
Nama Obat
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
2x √3 x 1 p.o. 1x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 20 106
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 7-Jul 8-Jul 9-Jul 10-Jul 11-Jul
Nama: Eap Anamnese Neb. Ventolin I Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Panas, batuk, Flexotide I Hb 12,00 - 18,00 12,40 11 Juli 2007
No. RM: seseg Hct (%) 36,0 - 49,0 36,0
00553017 O2 2 L/menit AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 10,20 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 425,0 sembuh
Jenis Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,0
kelamin: Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,0
Perempuan Segmen (%) 25,0 - 70,0 59,0
Limfosit (%) 20,0 - 85,0 32,0
Umur: Monosit (%) 0,0 - 9,0 9,0
3th 2bl 23hr D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
Bronkitis Suhu (ºC) : - Suhu (ºC) 37,6 37,4 37 36,4 36
BB: 12 kg asmatis Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 22 20 24 22 24
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 124 124 122 124 128
Tgl masuk: D. sekunder: Radiologi 10 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
4 Juli 2007 - Jenis px: Thorax Pemberian 7-Jul 8-Jul 9-Jul 10-Jul 11-Jul dibawa pulang
pk 15:31 Thorax: bronchitis asthmatis Pamol 166,7
Luminal 15 mg
Dokter: A PDAK 3 x 1 p.o. √ √ √ √ √
Aminophilin 30 mg
Meptin 10 mcg
Thymi sirup
Interhistin
Profilas
Bricasma
Dulcolax suppo √
Sefotaksim 2 x 250 mg i.v. 1x 1x √ 1x
Infus KAEN 3B 1250 1750 1500 1400
Pemeriksaan
prominen. Besar cor; dalam
Lnn hilus tidak tampak
2 x /hari
3 x 1 cth p.o. 2x
3 x 1 p.o.minimal, oligemia perifer. Tak
tampak perselubungan infiltrat.
√ √ √ √
√
batas normal.
Corakan bronchovasculer kasar,
dengan air bronchogram
√
√
√
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
Ro:3 x 1 p.o.
Nama ObatTanggal Pemberian
1x stop
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 21 107
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 12-Jul 13-Jul 14-Jul
Nama: RC Anamnese Neb. Ventolin 1 amp Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Batuk ber- Hb 12,00 - 18,00 9,00 15 Juli 2007
No. RM: minggu-minggu, Hct (%) 36,0 - 49,0 28,0
00615603 demam, 3 hari AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 11,80 D. keluar:
mencret, muntah. AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 175,0 perbaikan
Jenis Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,0
kelamin: Basofil (%) 0,0 - 0,1 0,0
Perempuan Segmen (%) 25,0 - 70,0 32,0
Limfosit (%) 20,0 - 85,0 66,0
Umur: Monosit (%) 0,0 - 9,0 2,0
8bl D. utama:
Bronkitis akut Faeces Rutin neg
BB: 8,5 kg Tanda Vital Tanda Vital
Suhu (ºC) : 37,8 Suhu (ºC) 37,8 37 36,4
Tgl masuk: D. sekunder: Nafas (x/menit) : 16 Nafas (x/menit) 16 24 20
13 Juli 2007 - Nadi (x/menit) : 110 Nadi (x/menit) 110 124 128
pk 11:19 Radiologi 13 Juli 2007 Dosis & Cara Obat yang
Jenis px: Thorax Pemberian 11-Jul 12-Jul 13-Jul dibawa pulang
Dokter: D Pamol 83,3 mg
Luminal 10 mg
Profilas 0,25 mg
Pronicy 0,7 mg
Mercotin drop 2 x 1 tts p.o. √ √ √
Lacto B 2 x 1 p.o. √ √ √ √
Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. √ 2x
Infus KAEN 3B 1000
Aminofilin 2 cc
√
1 x 1 p.o √ √ √Corakan bronchovasculer kasar,
dengan air bronchogram (+),
Riwayat Terapi
PemeriksaanNama Obat
1200
susp. bronchitis. Lnn hilus
tidak tampak prominen.
Besar cor: dbn.
2xRo:
3 x 1 p.o. 2x √
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 22 108
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian Gol. Darah: A 14-Jul 15-Jul 16-Jul 17-Jul
Nama: EB Anamnese Xylo-Della 1/4 : 1/4 i.m. Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Demam, kejang, Dilantihn inj. 30 mg i.v. Hb 12,00 - 18,00 11,90 17 Juli 2007
No. RM: riwayat keluarga: Kalmethason 3 x 0,5 cc i.v. Hct (%) 36,0 - 49,0 39,8 35,0
01902900 kakak kandung + AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 8,87 D. keluar:
Stesolid rectal 5 mg AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 228,0 230,0 -
Jenis Eosinofil (%) 0,0 - 8,0 0,2
kelamin: Basofil (%) 0,0 - 0,1 1,0
Perempuan Segmen (%) 25,0 - 70,0 55,3
Limfosit (%) 20,0 - 85,0 34,6
Umur: Monosit (%) 0,0 - 9,0 8,9
1th 4bl 16hr D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
Faringitis akut Suhu (ºC) : 39,4 Suhu (ºC) 39,5 36,7 37 37
BB: 10,4 kg Nafas (x/menit) : - Nafas (x/menit) 22 24 20 20
Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 128 128 124 120
Tgl masuk: D. sekunder: Dosis & Cara Obat yang
14 Juli 2007 - Pemberian 14-Jul 15-Jul 16-Jul 17-Jul dibawa pulang
pk 09:28 Pamol 125 mg
Luminal 15 mg
Dokter: C Curmunos 2 x 1 cth p.o. √ √
Dilantin 2 x 20 mg p.o. 1x √ √
Dilantin 2 x 20 mg i.v. 1x √ 1x p.o.
Fortum 2 x 250 mg i.v. √ √
Kalmethason 3 x 0,5 cc 1x 2x 2x 1x
1600 1600 1200
Tanggal Pemeriksaan
Nama ObatTanggal Pemberian
Pemeriksaan
Riwayat Terapi
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Infus KAEN 3B + B1 1amp
3 x 1 p.o. √ √ √ √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 23 109
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 1-Aug 2-Aug 3-Aug 4-Aug 5-Aug
Nama: FL Anamnese Neb. Ventolin Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Demam , batuk, Hb 12,00 - 18,00 13,30 5 Agustus '07
No. RM: pilek, sesak Hct (%) 36,0 - 49,0 41,3
01903633 nafas AL (ribu/mmk) 4,10 - 13,00 6,85 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 242,0 -
Jenis Basofil (%) 0,0 - 0,1 2,9
kelamin: Monosit (%) 0,0 - 9,0 14,7
Laki-laki LED 1 jam (mm) 1,0 - 10,0 35,0
LED 2 jam (mm) - 75,0
Umur: D. utama: Tanda Vital Tanda Vital
2th 6bl 13hr - Suhu (ºC) : 38,5 Suhu (ºC) 38,5 39 37,8 37,3 36,6
Nafas (x/menit) : 20 Nafas (x/menit) 16 - 24 24 23 24 26 26BB: 9 kg Nadi (x/menit) : 100 Nadi (x/menit) 124 124 120 124 128
D. sekunder: Dosis & Cara Obat yang
Tgl masuk: - Jenis px: Thorax Pemberian 1-Aug 2-Aug 3-Aug 4-Aug 5-Aug dibawa pulang
1 Agustus 07 Pamol 1/5
pk 22:27 Hasil Pemeriksaan: Luminal 10 mg
Profilas 0,25 mg
Dokter: C Pronicy 0,5 mg
Medixon 0,8 mg
Homoclomin 1,7 mg √
Ventolin exp. Sirup 3 x 1 cth 1x √ √ √
Mycostatin drop 4 x 0,2 cc p.o. √ √
Kalmethason 3 x 0,3 cc i.v. 1x 2x 2x 2x
Cefotaxim 2 x 200 mg i.v. 1x √ √ 1x
Combivent P/S P/S P/S P/S P
Dulcolax suppo. I √
700 1000 1400
√
√dan paracardial. Pembesaran
Peribronchial infiltrat perihiler1 x 1 p.o. 1x
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Nama ObatTanggal Pemeriksaan
Nama ObatRadiologi 1 Agustus 2007
√
configurasi normal.
Kesan:
Lnn hilus. Cor tak membesar,3 x 1 p.o. 1x √ √
Tanggal Pemberian
3 x 1 p.o. 1x √ √ √
Bronchopneumonia duplex
Infus KAEN 3B + Aminofilin 3 cc1100
Infus D5% + Aminofilin 2 cc
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 24 110
Data Diri Dosis & Cara
Pemberian 28-Juni 29-Juni 30-Juni 1-Jul 2-Jul 3-Jul 4-Jul 5-Jul
Nama: HN Anamnese Deksametason 3 x 0,3 cc i.v. Hasil Lab
Panas, batuk, Meylon 4 cc i.v. RSUD Sleman 5 Juli 2007
No. RM: sesak nafas, Aminofilin 2 cc / inj. Hb 13,50 - 17,50 10,0
01902239 cor; dbn, pulmo Hct (%) 41,0 - 53,0 29,1 D. keluar:
AL (ribu/mmk) 4,10 - 10,90 14,0 -
Jenis AT (ribu/mmk) 140,0 - 440,0 104,1
kelamin: Eritrosit (juta/mmk) 4,50 - 5,90 3,39
Laki-laki Eosinofil (%) 0,0 - 5,0 0
Basofil (%) 0,0 - 2,0 0
Umur: Segmen (%) 47,0 - 80,0 68
0th 3bl 10hr D. utama: Limfosit (%) 13,00 - 40,00 21
Bronkopneu- Monosit (%) 2,0 - 11,0 11
BB: 4 kg monia Tanda Vital Tanda Vital
Asmatis Suhu (ºC) : 37,5 Suhu (ºC) 37,5 39,1 39,6 38 38,1 37,8 37,5 36,2
Tgl masuk: D. sekunder: Nafas (x/menit) : 60 Nafas (x/menit) 60 40 34 38 36 35 32 30
28 Juni 2007 - Nadi (x/menit) : - Nadi (x/menit) 136 136 140 144 136 138 140 136
pk 18:07 Radiologi Dosis & Cara Obat yang
Pemberian 28-Juni 29-Juni 30-Juni 1-Jul 2-Jul 3-Jul 4-Jul 5-Jul dibawa pulang
Dokter: A Mucopect 2 mg Amoxicillin
Aminofilin 10 mg 3 x 75 mg / XV
Pamol 50 mg 3 x 1 p.o. 2x √ √ 1x √ √ √
Dilantin 7,5 mg 3 x 1 p.o. √ √ √ √ √ √
Cefotaxim 3 x 150 mg i.v. 1x √ √ 2x 2x 2x 2x 2x
Dexametason 3 x 0,3 cc i.v. √ √ 2x 2x 1x 1x
Xylo-Della 1 : 1 strip i.m. √ √
Nebulizer Combiven 2 x 1/2 amp P/S P/S P/S P P stop
1/2 tube
perectal
100 850 650 1100 800 600 900
Perawatan di BangsalRiwayat Terapi
√
Pemeriksaan
-
√ 2x √ √
Nama Obat
√
Tanggal Pemeriksaan
3 x 1 p.o. 2x √
Infus KAEN 1B + 2 cc aminofilin
Nilai Normal
Stesolid
Nama ObatTanggal Pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KASUS 25 111
Data Diri Nama Obat Dosis & Cara
Pemberian 19-Jul 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul
Nama: EN Anamnese Hasil Lab Nilai Normal Tgl keluar:
Panas, batuk, Hb (gr%) 14,50 - 22,50 12,00 23 Juli 2007
No. RM: pilek Hct (%) 45,0 - 67,0 36,9
01903119 AL (ribu/mmk) 13,00 - 38,00 10,72 D. keluar:
AT (ribu/mmk) 100,0 - 400,0 426,0 -
Jenis Eritrosit (juta/mmk) 4,00 - 8,60 4,57
kelamin: Eosinofil (%) 0,0 - 3,0 0,5
Perempuan Basofil (%) 0,0 - 4,0 0,7
Segmen (%) 45,0 - 75,0 59,6
Umur: Limfosit (%) 20,0 - 55,0 30,1
0th 10bl 20hr D. utama: Monosit (%) 3,0 - 16,0 9,1
ISPA Tanda Vital Tanda Vital
BB: 7,2 kg GEA Suhu (ºC) : 37,5 Suhu (ºC) 37 38 37,5 36,8 36,2
Nafas (x/menit) : 20 Nafas (x/menit) 24 24 24 24 24
Tgl masuk: D. sekunder: Nadi (x/menit) : 110 Nadi (x/menit) 120 124 124 128 120
19 Juli 2007 - Nama Obat Dosis & Cara Obat yang
pk 19:27 Pemberian 19-Jul 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul dibawa pulang
Eritromisin
Dokter: A Dekstrometorfan
Meptin
Sanmol 3 x 3/4 cth p.o. 1x √
Lacto B 2 x 1 p.o. 1x √ √ √
Infus KAEN 3B 750 1250 1500 stop
Keterangan: √ : sesuai dengan dosis dan cara pemberianP : pagiS : soreM : malam
Tanggal Pemberian
3 x 1 p.o. 1x √ √ 2x
Pemeriksaan
Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Tanggal Pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
LAMPIRAN 4 Ringkasan DRPs yang Ditemukan pada Kasus Pediatri dengan Gangguan
Sistem Saluran Nafas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dalam Periode Juli 2007
DRPs: Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Kasus Obat Problem Penilaian Rekomendasi 2, 3, 4, 9, 11,
12, 13, 16, 17, 18, 22
Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian fenobarbital (pasien tidak kejang).
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
14, 21 Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian
fenobarbital (pasien tidak kejang). Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Siproheptadin Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian siproheptadin (pasien tidak menunjukkan adanya alergi).
Siproheptadin tidak perlu diberikan.
10, 20 Adona Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian adona
(pasien tidak mengalami perdarahan). Adona tidak perlu diberikan.
Vitamin K Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian vitamin K (pasien tidak mengalami perdarahan).
Vitamin K tidak perlu diberikan.
5 Homoklorsiklizin Tidak ada indikasi untuk pemakaian homoklorsiklizin (pasien tidak menunjukkan adanya alergi).
Homoklorsiklizin tidak perlu diberikan.
6
Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian fenobarbital (pasien tidak kejang).
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Metilprednisolon Pasien mendapatkan metilprednisolon per oral (p.o.) dan deksametason intravena (i.v.) yang memiliki efek terapi yang sama.
Metilprednisolon p.o. tidak perlu diberikan.
7
Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian fenobarbital (pasien tidak kejang).
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Metilprednisolon Pasien mendapatkan metilprednisolon p.o. dan deksametason i.v. yang memiliki efek terapi yang sama.
Metilprednisolon p.o. tidak perlu diberikan.
Homoklorsiklizin Tidak ada indikasi untuk pemakaian homoklorsiklizin (pasien tidak menunjukkan adanya alergi).
Homoklorsiklizin tidak perlu diberikan.
8 Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian
fenobarbital (pasien tidak kejang). Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Prokaterol HCl Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian prokaterol HCl (pasien tidak mengalami sesak nafas).
Prokaterol HCl tidak perlu diberikan.
15
Adona Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian adona (pasien tidak mengalami perdarahan).
Adona tidak perlu diberikan.
Vitamin K Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian vitamin K (pasien tidak mengalami perdarahan).
Vitamin K tidak perlu diberikan.
Sefaklor Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian sefaklor.
Sefaklor tidak perlu diberikan.
Streptomisin Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian streptomisin.
Streptomisin tidak perlu diberikan.
Spiramisin Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian spiramisin.
Spiramisin tidak perlu diberikan.
19 Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian
fenobarbital (pasien tidak kejang). Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Clavamox® Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian Clavamox®
Clavamox® tidak perlu diberikan.
23
Fenobarbital Tidak ditemukan indikasi yang sesuai untuk pemakaian fenobarbital (pasien tidak kejang).
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Metilprednisolon Pasien mendapatkan metilprednisolon p.o. dan deksametason i.v., yang memiliki efek terapi sama.
Metilprednisolon p.o. tidak perlu diberikan.
Nistatin Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian nistatin (pasien tidak terinfeksi fungi)
Nistatin tidak perlu diberikan.
25 Prokaterol HCl Tidak ada indikasi yang sesuai untuk pemakaian prokaterol HCl (pasien tidak mengalami sesak nafas).
Prokaterol HCl tidak perlu diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
DRPs: Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat Kasus Obat Problem Penilaian Rekomendasi
3, 9, 16, 17, 21
Fenobarbital Parasetamol
Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol.
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
11, 12, 13 Fenobarbital Parasetamol Aminofilin
Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol dan aminofilin.
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
2, 14, 18 Fenobarbital Parasetamol Aminofilin Deksametason
Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol, aminofilin, dan deksametason.
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
6, 7, 23 Fenobarbital Parasetamol Aminofilin Deksametason Salbutamol
Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol, aminofilin, dan deksametason. Selain itu, salbutamol juga dapat mengurangi efek terapi aminofilin.
Fenobarbital tidak perlu diberikan. Selain itu, salbutamol sebaiknya diberikan dengan nebulizer untuk menghindari terjadinya interaksi dengan aminofilin secara i.v.
19, 22 Fenobarbital Parasetamol Deksametason Fenitoin
Fenobarbital dan fenitoin dapat mengurangi efek terapi parasetamol. Deksametason akan mengurangi kadar fenitoin, dan fenitoin akan meningkatkan serum fenobarbital.
Fenobarbital tidak perlu diberikan. Fenitoin diganti dengan karbamazepin. Interaksi antara karbamazepin dengan parasetamol tetap terjadi, namun kemungkinannya lebih kecil dibanding interaksi fenitoin dengan parasetamol.
4 Fenobarbital Parasetamol Isoniazid Rifampisin
Fenobarbital dapat mengurangi efek terapi parasetamol. Rifampisin akan menurunkan efek terapi parasetamol dan fenobarbital.
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
Interaksi isoniazid dengan rifampisin dan parasetamol mengakibatkan hepatotoksik.
Perlu dilakukan monitoring fungsi hati.
5 Salbutamol Aminofilin
Pemberian salbutamol secara p.o. bersamaan dengan aminofilin secara i.v. dapat menurunkan konsentrasi aminofilin.
Salbutamol sebaiknya diberikan dengan nebulizer, untuk menghindari interaksi dengan aminofilin secara i.v.
8 Fenobarbital Parasetamol Fenitoin Klorfeniramin maleat
Fenobarbital dan fenitoin mengurangi efek terapi parasetamol. Fenitoin meningkatkan konsentrasi fenobarbital. Klorfeniramin maleat dapat meningkatkan kadar fenitoin dalam serum serta meningkatkan efek farmakologi sekaligus efek toksik fenitoin.
Fenobarbital tidak diberikan. Fenitoin diganti karbamazepin 18,7-37,3 mg 3x/hari. Interaksi karbamazepin dengan parasetamol tetap terjadi, namun kemungkinannya lebih kecil dibanding interaksi fenitoin dengan parasetamol.
Deksametason Deksametason memiliki efek samping meningkatkan enzim transaminase. Peningkatan SGPT dan SGOT pasien dapat disebabkan penggunaan deksametason.
Perlu monitoring kadar enzim transaminase dalam darah.
10 Ketokonazol Teofilin
Ketokonazol dapat mengurangi efek farmakologi teofilin.
Ketokonazol tidak perlu diberikan.
15 Fenobarbital Parasetamol Aminofilin Terbutalin sulfat Karbamazepin
Fenobarbital dan karbamazepin mengurangi efek parasetamol. Fenobarbital mengurangi konsentrasi serum karbamazepin dan aminofilin. Terbutalin sulfat mengurangi konsentrasi aminofilin.
Fenobarbital tidak perlu diberikan.
20 Aminofilin Terbutalin sulfat
Terbutalin sulfat dapat mengurangi konsentrasi aminofilin.
Aminofilin p.o.sebaiknya diganti dengan secara i.v.
24 Fenitoin Parasetamol Deksametason Aminofilin
Fenitoin dapat mengurangi efek terapi parasetamol. Deksametason dapat mengurangi efek terapi fenitoin. Pemberian fenitoin dan aminofilin secara bersamaan dapat menurunkan efek farmakologi keduanya.
Fenitoin diganti dengan karbamazepin dosis 13,3 -26,67 mg 3x/hari. Interaksi terjadi antara karbamazepin dengan parasetamol dan aminofilin, namun kemungkinannya lebih kecil dibandingkan interaksi antara fenitoin dengan parasetamol dan aminofilin. Interaksi antara karbamazepin dan deksametason tidak terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
DRPs: Dosis terlalu rendah (dose too low) Kasus Obat Problem Penilaian Rekomendasi
5
Prokaterol HCl Dosis prokaterol yang diberikan 2x12,5 mcg. Dosis seharusnya 25 mcg, 2 kali sehari.
Dosis prokaterol yang diberikan 2x25 mcg.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 201,6 mg/hari secara i.v. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin yang diberikan 450 mg per hari.
Sefotaksim
Dosis sefotaksim yang diberikan 2x500 mg secara i.v. Interval yang kurang tepat akan menyebabkan kadar obat dalam jaringan rendah, sehingga potensial menyebabkan resistensi mikroba terhadap obat tersebut. Sefalosporin merupakan antibiotika β–laktam yang termasuk kelompok time dependent, sehingga interval pemberiannya harus tepat. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x500 mg) secara i.v.
6 Sefotaksim
Dosis sefotaksim yang diberikan 2x150 mg secara i.v. Golongan sefalosporin termasuk antibiotik time dependent, dimana sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x150 mg) secara i.v.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 72 mg per hari. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin dinaikkan menjadi 90 mg per hari.
7 Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 2x200 mg secara i.v.
Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari. Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x200 mg) i.v.
Pseudoefedrin Dosis pseudoefedrin yang diberikan 3x3 mg. Dosis seharusnya 4 mg/kgBB/hari, dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Dosis pseudoefedrin dinaikkan menjadi 9 mg, 4 kali sehari.
8 Seftazidim Dosis seftazidim yang diberikan 2x150 mg secara i.v. Dosis
seharusnya 30-50 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam. Seftazidim yang diberikan 168–280 mg, 3 kali sehari.
Fenitoin Dosis fenitoin yang diberikan 3x7,5 mg. Dosis seharusnya 15-20 mg/kgBB, 3 kali sehari.
Dosis fenitoin menjadi 28–37,3 mg, 3 kali sehari.
9
Parasetamol Dosis parasetamol yang diberikan 3x125 mg. Dosis seharusnya 10-15 mg/kgBB/dosis, tiap 4-6 jam.
Dosis parasetamol yang diberikan 160–240, mg 4xsehari.
Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,5 mg. Dosis seharusnya 2x1 mg.
Dosis ketotifen yang diberikan 2x1 mg.
Siproheptadin Dosis siproheptadin yang diberikan 1x1 mg. Dosis seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis terbagi.
Dosis siproheptadin yang diberikan 3x1,3 mg
10
Kotrimoksazol Dosis kotrimoksazol yang diberikan 3x150 mg. Dosis seharusnya 4 mg trimetoprim/kgBB dan 20 mg sulfametoksazol/kgBB.
Dosis kotrimoksazol yang diberikan 2x720 mg.
Prokaterol HCl Dosis prokaterol yang diberikan 3x10 mcg. Dosis seharusnya 1-1,25mcg/kgBB, 2x/hari.
Dosis prokaterol menjadi 12-15 mcg, 2 kali sehari.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 3x30 mg. Dosis seharusnya 6mg/kgBB, 3 kali sehari.
Dosis aminofilin yang diberikan 3x72 mg.
11
Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 2x250 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x250 mg) iv.
Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,25 mg. Dosis seharusnya 0,5 mg 2 kali sehari.
Dosis ketotifen yang diberikan 2x0,5 mg.
Siproheptadin Dosis siproheptadin yang diberikan 1x0,5 mg. Dosis seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis terbagi.
Dosis siproheptadin yang diberikan 3x0,8 mg
12
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 144 mg per hari. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin yang diberikan 225 mg per hari.
Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,5 mg. Dosis seharusnya 1 mg 2 kali sehari.
Dosis ketotifen yang diberikan 2x1 mg.
Siproheptadin Dosis siproheptadin yang diberikan 1x1 mg. Dosis seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis terbagi.
Dosis siproheptadin yang diberikan 3x1,25 mg
13 Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 3x150 mg secara i.v.
Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari. Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x150 mg) i.v.
Noscapin Noscapin yang diberikan 2x1 tetes. Noscapin yang seharusnya diberikan sebanyak 2 tetes, 3-4 kali sehari.
Dosis noscapin yang diberikan 2 tetes, 3-4 kali sehari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Kasus Obat Problem Penilaian Rekomendasi
14
Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 3x250 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x250 mg) i.v.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 148,8 mg per hari. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin yang diberikan 210 mg sehari.
Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,5 mg. Dosis seharusnya 1 mg 2 kali sehari.
Dosis ketotifen yang diberikan 2x1 mg.
15
Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 2x200 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x200 mg) i.v.
Fenobarbital Dosis fenobarbital yang diberikan 3x15 mg. Dosis seharusnya 2 mg/kgBB, 3 kali sehari.
Dosis fenobarbital yang diberikan 3x18,6 mg.
Interhistin Dosis interhistin yang diberikan 3x8,3 mg per hari. Dosis seharusnya 50-100 mg sehari.
Interhistin yang diberikan sebanyak 1-2 tablet sehari.
16 Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 2x0,2 mg per hari. Dosis
seharusnya 0,5 mg 2 kali sehari. Dosis ketotifen yang diberikan 2x0,5 mg.
Prokaterol HCl Dosis prokaterol yang diberikan 2x4 mcg. Dosis seharusnya 1-1,25mcg/kgBB, 2x/hari.
Dosis prokaterol menjadi 4,7-5,9 mcg, 2 kali sehari.
17 Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,25 mg. Dosis
seharusnya 0,5 mg 2 kali sehari. Dosis ketotifen yang diberikan 2x0,5 mg.
Siproheptadin Dosis siproheptadin yang diberikan 1x0,5 mg. Dosis seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis terbagi.
Dosis siproheptadin yang diberikan 3x1 mg
18 Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 3x150 mg secara i.v.
Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari. Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x150 mg) i.v.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 134,4 mg per hari. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin yang diberikan 144 mg sehari.
19 Fenitoin Dosis fenitoin yang diberikan 3x15 mg. Dosis seharusnya 15-20 mg/kgBB, 3 kali sehari.
Dosis fenitoin menjadi 55-73,3 mg, 3 kali sehari.
20 Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 2x250 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x250 mg) i.v.
21
Parasetamol Dosis parasetamol yang diberikan 3x83,3 mg. Dosis seharusnya 10-15 mg/kgBB/dosis, tiap 4-6 jam.
Dosis parasetamol yang diberikan 85-127,5 mg 4xsehari.
Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,25 mg per hari. Dosis seharusnya 0,5 mg 2 kali sehari.
Dosis ketotifen yang diberikan 2x0,5 mg.
Noscapin Noscapin yang diberikan 2x1 tetes. Noscapin yang seharusnya diberikan sebanyak 2 tetes, 3-4 kali sehari.
Dosis noscapin yang diberikan 2 tetes, 3-4 kali sehari.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 115,2 mg per hari. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin yang diberikan 127,5 mg sehari.
22
Seftazidim Dosis seftazidim yang diberikan 2x250 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Seftazidim diberikan 4 kali sehari (4x250 mg) i.v.
Fenitoin
Dosis fenitoin i.v. yang diberikan 2x20 mg, dan fenitoin p.o. yang diberikan 3x20 mg. Dosis fenitoin i.v. yang seharusnya diberikan 15-20 mg/kgBB dalam 3 dosis terbagi, sedangkan dosis fenitoin p.o. 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.
Dosis fenitoin i.v. yang diberikan 52-69,3 mg 3x/hari, dan fenitoin p.o. yang diberikan 26 mg, 2x/hari.
23
Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 2x200 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x200 mg) i.v.
Ketotifen Dosis ketotifen yang diberikan 1x0,25 mg. Dosis seharusnya 0,5 mg 2 kali sehari.
Dosis ketotifen yang diberikan 2x0,5 mg.
Siproheptadin Dosis siproheptadin yang diberikan 1x0,5 mg. Dosis seharusnya 0,25 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis terbagi.
Dosis siproheptadin yang diberikan 3x0,75 mg.
24 Sefotaksim Dosis sefotaksim yang diberikan 3x150 mg secara i.v. Sefotaksim seharusnya diberikan 4 kali sehari.
Sefotaksim diberikan 4 kali sehari (4x150 mg) i.v.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
DRPs: Dosis terlalu tinggi (dose too high) Kasus Obat Problem Penilaian Rekomendasi
1 Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 208,8 mg per hari melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin menjadi 165 mg/hari.
2 Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 216 mg per hari melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin menjadi 210 mg/hari.
3 Adona Adona yang diberikan 75 mg dalam 1 flabot larutan infus, melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 5,4-21,4 mg dalam 1 flabot larutan infus.
Adona menjadi 5,4-21,4 mg dalam 1 flabot larutan infus.
4 Clavamox® Clavamox® yang diberikan sebanyak 1 sendok teh, 3 kali
sehari (3x5 ml), melebihi dosis terapi. Clavamox® menjadi 0,5 sdt 3x/hari (3x2,5 ml).
Isoniazid Dosis isonoazid yang diberikan 1x100 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 5-10 mg/kgBB/hari.
Dosis isoniazid menjadi 40-80 mg/hari.
5 Metilprednisolon Metilprednisolon diberikan secara i.v. dan p.o. bersamaan. Pemberian obat yang sama dengan jalur pemberian berbeda dapat menyebabkan kadar yang terlalu tinggi di dalam darah.
Metilprednisolon secara p.o. tidak perlu diberikan.
6 Ambroxol Dosis ambroxol yang diberikan 3x5 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 2,6 mg 3 kali sehari.
Dosis ambroxol menjadi 3x2,6 mg.
7 Ambroxol Dosis ambroxol yang diberikan 3x6 mg melebihi dosis terapi.
Dosis seharusnya 3,9 mg 3 kali sehari. Dosis ambroxol menjadi 3,9 mg 3 kali sehari.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 144 mg per hari melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin menjadi 135 mg/hari.
8 Deksametason Dosis deksametason yang diberikan 3x2,5 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 0,5-1 mg/kgBB/hari, tiap 6-8 jam.
Dosis deksametason 0,9-1,9 mg 3x/hari.
9 Neurobion Neurobion yang diberikan sebanyak 2 ampul, melebihi dosis terapi. Neurobion yang seharusnya diberikan 1 ampul/hari.
Neurobion yang diberikan 1 ampul/hari.
10
Metronidazol Dosis metronidazol yang diberikan 3x150 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 15-35 mg/kgBB/hari, 3 kali sehari.
Dosis metronidazol 60-140 mg, 3x/hari.
Deksametason Deksametason diberikan secara i.v. dan p.o. bersamaan. Pemberian obat yang sama dengan jalur pemberian berbeda dapat menyebabkan kadar yang terlalu tinggi di dalam darah.
Deksametason secara p.o. tidak perlu diberikan.
11 Neurobion Neurobion yang diberikan sebanyak 2 ampul, melebihi dosis
terapi. Neurobion yang seharusnya diberikan 1 ampul/hari. Neurobion yang diberikan 1 ampul/hari.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 72 mg per hari melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin menjadi 150 mg sehari.
12 Prokaterol HCl Dosis prokaterol yang diberikan 2x25 mcg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 1-1,25mcg/kgBB, 2 kali sehari.
Dosis prokaterol 15-18,75 mcg 2x/hari.
13 Deksametason Dosis deksametason yang diberikan 3x2,5 mg, melebihi dosis
terapi. Dosis seharusnya 0,5-1 mg/kgBB/hari, tiap 6-8 jam. Dosis deksametason 1,1-2,1 mg 3x/hari.
Aminofilin Dosis aminofilin yang diberikan 105,6 mg per hari melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 15 mg/kgBB/hari.
Dosis aminofilin menjadi 94,5 mg sehari.
14
Amoksisilin trihidrat
Dosis amoksisilin trihidrat yang diberikan 3x250 mg, melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 20-50 mg/kgBB/hari, dalam dosis terbagi tiap 8-12 jam.
Dosis amoksisilin trihidrat menjadi 93,3-233,3 mg, 3 kali sehari.
Prokaterol HCl Dosis prokaterol yang diberikan 2x25 mcg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 1-1,25 mcg/kgBB, 2 kali sehari.
Dosis prokaterol 14-17,5 mcg 2x/hari.
15 Kodein Dosis kodein yang diberikan 3x25 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 1-1,5 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam.
Dosis kodein diturunkan menjadi 3,1-4,7 mg, 3 kali sehari.
16 Parasetamol Dosis parasetamol yang diberikan 3x75 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 10-15 mg/kgBB/dosis, tiap 4-6 jam.
Dosis parasetamol 47-70,5 mg 3x/hari.
24
Fenitoin Dosis fenitoin yang diberikan 3x7,5 mg melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.
Dosis fenitoin menjadi 2x10 mg.
Diazepam Diazepam yang diberikan sebanyak 0,5 tube (2,5 mg) melebihi dosis terapi. Dosis seharusnya 0,3-0,5 mg/kgBB.
Dosis diazepam menjadi 1,2-2 mg sehari.
Aminofilin
Pasien mendapatkan aminofilin yang diberikan secara i.v. dan p.o. secara bersamaan. Pemberian obat yang sama dengan jalur pemberian yang berbeda ini dapat menyebabkan kadar yang terlalu tinggi di dalam darah.
Aminofilin secara p.o. tidak perlu diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
DRPs: Butuh terapi obat tambahan (need for additional drug therapy) Kasus Obat Problem Penilaian Rekomendasi
1 Obat golongan antiinfeksi
Pasien mengalami kenaikan angka leukosit yang cukup tinggi, terutama segmen. Hal ini menandakan terjadinya infeksi bakteri. Pasien tidak mendapatkan obat untuk mengatasi infeksi bakteri tersebut.
Pasien diberi antibiotik yang sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI