plagiarism checker x originality...
TRANSCRIPT
Plagiarism Checker X Originality Report
Similarity Found: 20%
Date: Rabu, Agustus 28, 2019
Statistics: 867 words Plagiarized / 4313 Total words
Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Lokalitas dan kontekstualitas dalam tafsir sastra di Indonesia (Sebuah upaya
deradikalisasi) Oleh: Mohamad Nuryansah Benny Ridwan Abstrak Tulisan ini bertujuan
untuk menggali dimensi lokalitas dan kontekstualitas tafsir Al-Azhar, sebagai upaya
untuk mengikis faham radikalisme yang sedemikian mengakar di Indonesia. Lokalitas
sebagai sebuah pertimbangan dan kontekstualitas sebagai sebuah cara menafsirkan
benar-benar diterapkan oleh Hamka dalam menafsirkan al-Qur‟an, terutama terkait ayat
yang disalah fahami oleh sebagian kaum radikalis, seperti ayat yang menjelaskan
tentang menjaga eksisitensi umat beragama dan tempat ibadah mereka serta tentang
Jihad menuju jalan Allah swt.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan kemajemukan yang ada di Indonesia, yang
menganut banyak keyakinan, menjadikan Hamka mengutuk keras fanatisme buta
terhadap agama, sebab fanatisme yang berlebihan akan menjadi pemantik onar dan
peperangan diantara anak bangsa sendiri, sebab ketika seseorang sudah merasa
Agamanya sendiri yang benar, maka akan melahirkan tindakan represif yang berujung
pada penindasan dan pertikaian, sehingga hal tersebut bukanlah sebagai tujuan dari
Islam, demikian pula Hamka mendorong untuk menjaga eksistensi umat beragama dan
tempat ibadah mereka, baik Masjid, Gereja, Sinagog dan tempat ibadah agama lain.
Umat Islam harus menjaga umat beragama dan tempat ibadah Agama manapun
sebagai bentuk politik luhur Islam. Adapun Jihad diartikan sebagai sebuah “perang”
hanya dalam rangka mempertahankan diri dari musuh yang hendak merusak Agama
dan Negara, selain kondisi tersebut, Jihad harus diartikan sebagai sebuah kesungguhan
untuk mencari jalan Allah dengan menjalankan tugas sesuai dengan kapasitas
masing-masing sebaik mungkin, baik sebagai pengajar, pedagang, petani dan pejabat.
Kata kunci: Tafsir al-Azhar, lokalitas, dan kontekstualitas.
Pendahuluan Al-Quran sebagai sumber primer ajaran Islam mengandung nilai-nilai
dalam membangun peradaban manusia (al-tamaddun al-insani),_ oleh karena itu minat
kajian terhadap al-Qur‟an terus berkembang dengan pesat. Dari klasik hingga
kontemporer, dari sarjana Muslim maupun sarjana Barat. Kajian al-Qur‟an yang
sedemikian pesat tidak hanya terjadi di dunia Arab maupun Barat, tetapi juga di
Indonesia -sebagai Negara dengan jumlah muslimnya terbesar di dunia.
Berbagai pendekatan telah ditawarkan, mulai dari Linguistik (sastra), Ushul Fiqh,
Hermeneutik, dan pendekatan integratif, telah mengalami perkembangan signifikan
dalam memproduksi dan mereproduksi ide-ide dan gagasan al-Qur‟an secara terus
menerus dan berkesinambungan. Berbagai pendekatan dalam berinteraksi dengan
al-Quran merupakan sebuah keniscayaan yang harus terus dikembangkan, sebab
Al-Qur‟an merupakan teks statis, sedangkan zaman dan berbagai persoalan manusia
terus bertambah dan berkembang, dengan demikian kebutuhan akan penafsiran yang
selaras dengan perkembangan zaman amatlah sangat penting agar al-Qur‟an senantiasa
menjadi guidance (way of life) bagi umat Islam, al-Qur‟an menjadi solusi terhadap
problematika manusia serta al-Qur‟an akan tetap salih li kulli zaman wa al-makan.
Al-Qur‟an dapat menjadi solusi terhadap persoalan manusia manakala al-Qur‟an
tersebut sudah ditafsirkan oleh penafsir, sebab al-Qur‟an tak mampu berbicara
(menjelaskan sendiri) tanpa adanya refleksi manusia (penafsir). Sebagaimana ungkapan
dari sahabat Ali Ibn Abi Thalib “Al-Qur‟an merupakan teks, tak mampu menjelaskan
dirinya sendiri, mufasirlah yang dapat menjelaskannya.
Dari berbagai pendekatan yang ada, pendekatan Adabi Ijtima‟i_ (sastra-kemasyarakatan)
mengalami kemajuan yang signifikan, terutama di Indonesia, sebagaimana tafsir
Al-Azhar karya Buya Hamka. Tafsir ini menempatkan al-Qur‟an sebagai petunjuk
universal sehingga dapat dijadikan pedoman dan solusi dalam masyarakat. Karakteristik
tafsir dengan corak semacam ini merupakan inovasi dari berbagai pendekatan tafsir
pada era sebelumnya, dimana para penafsir hanya menafsirkan al-Quran dengan cara
menganalisa susunan kalimatnya atau mengungkap sisi kebahasaannya atau bahkan
hanya memaparkan pendapat para ulama yang saling berbeda, sehingga kurang
memberikan kontribusi yang signifikan bagi persoalan kemasyarakatan._
Dengan demikian sudah barang tentu kita akan menemukan pemikiran revolusioner
Hamka dalam membangun gagasan keislaman, dimana ia berani menerjang batas-batas
dogma yang dipegang oleh umat Islam kebanyakan. Hal ini sangat penting sebagai
upaya untuk membangun Islam rahmah dalam konteks kekinian dan sebagai sebuah
upaya dalam membendung arus radikalisme yang mulai mengakar di Indonesia. Tafsir
ini merupakan tafsir yang unik, yang berbeda dengan karya-karya tafsir Nusantara yang
lainnya.
Aspek lokalitas dalam tafsir ini begitu kentara, baik berkaitan dengan sejarah, suku,
budaya dan perjuangan bangsa Indonesia termaktub dalam tafsir ini. Terlebih Tafsir
dengan pendekatan sastra kemasyarakatan menjadi pilihan utama dalam memahami
al-Qur‟an, sebab pendekatan ini dianggap terbebas dari fanatisme idiologi, madzhab
dan kepentingan dari penafsirnya sendiri, demikian pula al-Qur‟an disusun dalam
bahasa yang sastrawi.
Nur Khalis Setiawan mengungkapkan bahwa Al-Qur‟an merupakan kitab sastra terbesar
di dunia, hal ini bukan berarti membandingkan al-Qur‟an dengan berbagai produk
sastra ataupun menyamakannya, namun ungkapan ini lebih tepatnya sebagai usaha
menjelaskan bahwa al-Qur‟an memiliki keistimewaan dalam aspek kesusastraan dan
kebahasaan. Islam merupakan Agama yang rahmah (mengasihi), baik seagama maupun
berbeda Agama, sebab Al-Qur‟an sebagai pedoman telah menjelaskan moral
kemanusiaan yang bersifat universal, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan
keadilan.
Namun terkadang dijumpai berbagai macam tindakan yang tidak manusiawi dan
menciderai terhadap keadilan dengan justifikasi ayat-ayat Al-Qur‟an. terutama terkait
faham radikalisme yang kian menguat dan mengakar di bumi Indonesia. Adapun upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut diantaranya adalah tawaran
lokalitas dan kontekstualitas dalam membaca teks keagamaan –al-Qur‟an dan Hadis.
Kedua aspek ini nampak jelas dalam Tafsir Al-Azhar ini.
Kontekstualitas berupaya mengambil makna teks secara proporsional dengan
memperhatikan sosio historis dari teks, sedangkan lokalitas berupaya menghasilkan
pemahaman yang selalu memperhatikan nilai-nilai lokalitas dari suatu bangsa, khusunya
Indonesia, yaitu Kebhinekaan. Upaya membendung radikalisme berdasarkan penafsiran
yang menonjolkan aspek lokalitas dan kontektualitas tentu sangat relevan untuk dikaji
dengan seksama, sebab secara normative al-Qur‟an memiliki fungsi moral-sosial
disamping fungsi teologis. Fungsi teologis mengandung fungsi al-Qur‟an sebagai
Mu‟jizat, Burhan dan Bayinah.
Kemukjizatan al-Quran diantaranya adalah berkaiatan dengan aspek bahasa dan
susunan redaksinya. Sejarah telah mencatat bahwa bangsa Arab pada saat turunnya
al-Quran memiliki peradaban yang maju dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah),
kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun
kata-kata, serta kelancaran logika._
Oleh karena bangsa Arab maju dalam aspek bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah
al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak
bisa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi‟ir atau prosa (natsar).
Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan
dengan al-Quran._
Jikalau pekerjaan tidak bisa dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentu
sangat mustahil itu bisa dilakukan oleh mereka yang tidak ahli dibidangnya._ Dalam
konteks moral sosial diantaranya al-Qur‟an sebagai Al-Huda (petunjuk)_, Asy-Syifa'
(obat/penyembuh)_, Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat)_, Al-Busyra (kabar gembira)_ dan
Rohmah.
Konteks moral sosial yang sedemikan menggembirakan terkadang terlupakan oleh
sebagian umat Islam sendiri karena tidak mengkaji al-Qur‟an secara seksama dan
komprehensif. Sekilas tentang Hamka dan Tafsir al-Azhar Hamka lahir pada 13
Muharram 1362 H, atau 16 Februari 1908 M. di desa Tanah Sirah, Nagari Sungai Batang.
Ayah Hamka bernama Syekh Abdul Karim bin Amrullah mempunyai hasrat besar agar
anaknya kelak mengikuti jejak dan langkah yang telah diambilnya sebagai seorang
ulama‟._
Sebagai seorang ulama‟ Hamka adalah seorang sastrawan, budayawan, Mubaligh,
pendidik, bahkan menjadi politisi. Adapun pendidikan formalnya, Hamka kecil hanya
sampai pendidikan SD, Namun keahliannya dalam Islam diakui dunia internasional
sehingga kemudian mendapat gelar kehormatan dari Universitas Al-Azhar (1955) dan
dari Universiti Kebangsaan Malaysia (1976).
Perjalanan intelektual Hamka dimulai pada Tahun 1924 ditandai dengan kepergiannya
ke tanah Jawa untuk belajar antara lain kepada HOS Cokroaminoto, dan aktif dalam
organisasi Muhammadiyah. Selain konsen dalam dunia keislaman, Hamka juga menjadi
seorang redaktur pada majalah Pedoman Masyarakat dan Pedoman Islam (1938-1941).
Pada waktu itu ia mulai banyak menulis roman, seperti Di Bawah Lindungan
Ka‟bah (1938), Merantau ke Deli (1940), Di Dalam Lembah Kehidupan (1940; kumpulan
cerita pendek), Ayahku (1949; merupakan riwayat hidup dan kisah perjuangan ayahnya).
Di zaman Orde Lama Hamka pernah mearasakan dinginnya tembok penjara karena
sebuah Fitnah, Namun justru itu disyukuri ole Hamka, sebab di dalam penjara itulah Ia
mampu menyelesaikan karya monumentalnya, yaitu Tafsir Al-Azhar. Diantara
karya-karya Hamka antara lain: Di Bawah Lindungan Ka‟bah Adab
Minangkabau dan Agama Islam Si Sabariyah Kepentingan Tabligh Agama dan
Perempuan Ayat-ayat Mi‟raj Merantau ke Deli Tasawwuf Modern Ringkasan Tarikh Umat
Islam Falsafah Hidup Pembela Islam:Tarich Sayyidina Abu Bakar Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijk Tuan Direktur Kenang-kenangan Hidup Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H.
Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra Tafsir al-Azhar Adapun
penulisan tafsir al-Azhar di mulai sejak tahun 1958, yang pada awalnya berupa uraian
dalam kuliah subuh bagi jama‟ah mesjid Agung al-Azhar._ Hasil uraian Hamka setiap
subuh tersebut di muat dalam majalah Gema Islam sejak tahun 1969, dan Hamka
menyelesaikan penuliasn Tafsirnya komplit tiga puluh juz saat berada dalam rumah
tahanan politi Mega Bandung tanggal 11 Agustus 1964.
Selanjutnya Hamka melakukan penyempurnaan terhadap karya tafsirnya ketika Hamka
setelah keluar dari penjara. Interaksi Hamka terhadap penafsiran al-Qur‟an dimulai sejak
ia belajar tafsir al-Qur‟an kepada KI Bagus Hadikusumo di Yokyakarta tahun 1924-1925.
Dari sinilah muncul minat Hamka untuk mendalami lebih dalam tentang al-Qur‟an,
sebab Hamka hendak meninggalkan pusaka yang bermanfaat atau punya nilai bagi
bangsa dan umat muslim Indonesia jika kelak kembali ke hadirat Allah swt.
Tafsir al-Azhar merupakan tafsir dengan metode tahlili, yaitu menafsirkan al-Qur‟an
mengikuti sistem al-Qur‟an sebagaimana yang ada dalam mushaf, dibahas dari berbagai
segi mulai dari asbab al-nuzul, munasabah, kosa kata, susunan kalimat dan sebagainya.
Tafsir ini layak disebut tafsir al-Qur‟an,_ karena memenuhi kriteria sebuah tafsir, di
antaranya ialah seorang mufasir menjelaskan lafaz, kalimat atau ayat dengan
menggunakan sumber dan menerapkan prinsip-prinsip penafsiran yang berlaku.
Tafsir Al-Azhar ditulis dalam suasana yang baru, yaitu di Negara yang penduduk
muslimnya lebih besar jumlahnya dibanding dengan pemeluk agama yang lain,
sedangkan mereka haus akan bimbingan Agama. Sehingga perbedaan madzhab dan
fanatisme pada suatu faham idiologi hampir tidak akan dijumpai dalam tafsir ini._
Madzhab yang dianut penafsir ini adalah madzhab salaf, yaitu madzhab Rasulullah,
sahabat dan para ulama penerus Nabi.
Dalam persoalan aqidah, Hamka bersifat taslim, artinya menyerah tanpa banyak
bertanya lagi, Namun bukan taklid buta, tetapi meninjau mana yang lebih dekat dengan
kebenaran untuk diikuti dan mana yang menyimpang untuk ditinggalkan._ Tafsir yang
dijadikan rujukan oleh hamka dalam menulis tafsirnya adalah Tafsir Al-manar karya
Sayyid Rasyid Ridha, menurut Hamka tafsir ini layak dijadikan sebagai rujukan sebab
selain menguraikan persoalan Agama, mengenahi hadis, fiqih, sejarah Islam, juga
menafsirkan ayat-ayat tersebut sesuai dengan perkembangan politik dan
kemasyarakatan, sehingga tafsir al-Azhar pun demikian, hanya saja berbeda dalam
aspek perkembangan politik dan kemasyarakatan, hal tersebut karena berbeda waktu
dan temapat antara Tafsir Al-Manar dan Tafsir al-Azhar.
Selain Al-Manar, tafsir yang dijadikan sebagai rujukan oleh Hamka adalah Tafsir
al-Maraghi, Tafsir al-Qasimi, dan Tafsir Fi Dhilal Al-Qur‟an. Adapun sumber penafsiran
Hamka; 1) Otoritas Al-Qur‟an; 2) Otoritas Hadis Nabi; 3) Ucapan Sahabat; 4) Akal; dan 5)
Realitas (lokalitas). kontektualitas dan lokalitas dalam tafsir: sebuah upaya deradikalisasi
Al-Qur‟an sebagai sumber utama ajaran Islam harus mampu difahami dengan sekasama,
sehingga mampu mengahadirkan solusi yang tepat terhadap berbagai tantangan
zaman, sebagaimana tantangan kultural dan sosiologis yang saat ini dihadapi, tentu
berbeda dengan dengan tantangan yang ada pada zaman Nabi, Sahabat, dan Tabiin.
Kebutuhan akan kreatifitas dalam memahami al-Qur‟an inilah yang tidak dapat
dinafikan, salah satu jalan yang dapat dilakukan adalah dengan cara kontekstualitas dan
mengetengahkan nilai-nilai lokalitas/kultural yang ada dalam menafsirkan al-Qur‟an.
Salah satu tantangan yang ada di depan mata ialah faham-faham radikalisme yang
sudah mewabah di Negara ini.
Berbagai survei menegaskan tentang virus radikalisme sudah akut di Indonesia, Direktur
Wahid Institute, Yenny Wahid dalam diskusi Simposium Nasional (14/8/2017) di Balai
Kartini menyebutkan, sebanyak 11 juta orang bersedia melakukan tindakan radikal, 0,4
persen penduduk Indonesia pernah bertindak radikal, sedangkan 7,7 persen mau
bertindak radikal kalau memungkinkan. Tindakan ini diakibatkan oleh kesenjangan
ekonomi dan terprovokasi oleh ceramah-ceramah ustad yang berisi kebencian._
Demikian juga Setara Institute telah melakukan survey pada tahun 2015, tentang
persepsi siswa atas toleransi beragama dan radikalisme, dan hasilnya sangat
mengejutkan, satu dari 14 siswa SMA setuju dengan ISIS (Islamic State of Iraq and
Suriah). _ Demikian pula pada penelitaian sebelumnya, yaitu pada tahun 2011 oleh
Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang dipimpin oleh Prof. Dr.
Bambang Pranowo-Guru Besar sosiologi di UIN Syarif hidayatullah Jakarta,
menyebutkan bahwa hampir 50% pelajar mendukung cara-cara keras dalam
menghadapi masalah moralitas dan konflik keagamaan._ Pada tahun yang sama,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lazuardi Biru menjelaskan bahwa Indonesia masih
rawan terhadap aksi radikalisme dan terorisme, dengan indeks kerentanan radikalisme
di Indonesia sebesar 43,6, dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, terdapat tiga daerah
yang paling rentan tindakan radikalisme, yakni Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat,
dan Banten.
Komponen indeks kerentanan radikal tersebut terdiri dari tindakan radikal, keanggotaan
organisasi radikal, aliensi-deprivasi, intoleransi terhadap non-muslim, persamaan tidan
aman, dan perasaan terancam dari masyarakat._ Kondisi psikologis masyarakat yang
sedemikian rentan oleh tindakan radikal tentu harus segera dicarika solusi, salah satunya
dengan upaya mengkontektualisasikan teks-teks keagamaan secara proporsional.
Penafsiran tekstual dan kontekstual sudah ada pada zaman Nabi.
Hal itu dapat dibuktikan dari perdebatan antar sahabat, misalnya Umar ibn Khatab yang
terkenal dengan ijtihadnya._dengan perkembangan dan perluasan wilayah maka
perbedaan kedua pola dan metode ini semakin nampak, didukung pula legitimasi
teologis sosiologis oleh masing-masing pengikutnya, bahkan kedua pola ini
berkembang menjadi sebuah paradigma, dimana terkadang antara keduanya saling
menyerang.
Secara historis, masyarakat Mekkah dan Madinah cenderung melakukan pendekatan
tekstual, disamping tipikal masyarakat di Mekkah yang homogen, banyaknya sumber
hukum (Hadis) juga menjadi penyebab masyarakat Mekkah lebih tekstual, karena ketika
terjadi persolan, mereka dapat langsung merujuk pada hadis-hadis tersebut. Namun
kekurangan pendekatan ini dapat berpotensi menimbulkan paham dan gerakan yang
reaksioner terhadap perkembangan zaman._
Sedangkan pola pendekatan kontekstual didominasi oleh masyarakat Irak dan
sekitarnya. Disamping masyarakat Irak terbatas ketersediaan sumber hukum (hadis),
tipikal masyarakat di Irak juga heterogen, sehingga lebih cenderung menggunakan rasio
ketika terdapat perbedaan antara teks dan akal._
Pendekatan kontekstual lebih berorientasi pada konteks pembaca (penafsir) dimana ia
hidup dan berada, dengan pengaruh budaya, sejarah dan sosialnya sendiri._ Sehingga
kontekstualitas merupakan sebuah pendekatan yang relevan pada saat ini untuk
mengikis faham radikalisme di masyarakat. Menurut Nasaruddin Umar, radikalisme
muncul dari tekstualisme sehingga dia menawarkan pendekatan kontekstual Maqasidi
dalam memahami teks keagamaan.
Lokalitas (locality) dalam sebuah tafsir merupakan sebuah diktum yang menarik untuk
ditelaah secara mendalam. Sebab meskipun Al-Qur‟an itu diperuntukkan untuk semua
umat manusia secara universal, namun pelaksanaan ajarannya (tafsir) itu sendiri
menuntut pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan kultural (lokalitas)
masyarakat tertentu, termasuk di Indonesia, _ dalam bahasa yang sederhana adanya
dialog anatara realitas manusia dan al-Qur‟an.
Dengan demikian maka dapat difahami mengapa al-Qur‟an sama namun dalam praksis
pengamalannya berbeda-beda._ Sehingga maksud lokalitas dalam tafsir disini diartikan
sebagai wacana kultural yang ada dalam sebuah tafsir, baik terkait peristiwa maupun
gagasan yang dibangun oleh seorang mufasir untuk menjelaskan makna ayat.
Dengan adanya lokalitas konteks keindonesiaan ini diharapkan sebuah tafsir dapat
memberikan sumbangsih atas keberagaman dan kebinekaan umat Islam Indonesia
sehingga tidak mudah tersulut oleh faham radikalisme. Lokalitas dalam Tafsir Al-Azhar:
sebagai pertimbangan Negara Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari berbagai
suku, Agama, ras dan golongan.
Kemajemukan ini menjadi sebuah keunikan –lokalitas yang hanya dimiliki oleh Indonesia
yang patut disyukuri sekaligus dibanggakan. Sebab hanya Indonesialah yang memiliki
kekayaan peradaban semacam ini. Namun tidak dapat dipungkiri, keunikan yang
sedemikian indah terkadang menimbulkan persoalan di lain pihak, terutama terkait isu
Agama.
Fanatisme keagamaan yang sudah akut diderita oleh sebagian pemeluk Agama
menjadikan keharmonisan umat beragama menjadi goyah, banyak teror di Masjid,
Gereja dan tempat ibadah yang lain. Fanatisme, termasuk dalam beragama menurut
Hamka dapat menghilangkan ketentraman dalam jiwa dan membawa onar dan
peperangan, sebab truth claim, aksi radikal pasti terjadi ketika seseorang mengalami
fanatisme buta._ Argumen semacam itu dikemukakan oleh Hamka saat menafsirkan
surah al-Baqarah ayat 62._
Penafsiran semacam itu menurut penulis merupakan sebuah penafsiran yang berani dan
progresif dengan mempertimbangkan lokalitas Indonesia, yang terdiri dari berbagai
Agama, Ras, Suku dan Budaya. Penjelasan yang termaktub dalam tafsir al-Azhar ini
sangat representatif untuk diketengahkan, karena akhir-akhir ini ujaran kebencian atas
nama Agama, aksi radikal menjadi musuh yang nyata bagi kelangsungan berbangsa dan
bernegara.
Demikian atensi terhadap lokalitas keindonesiaan juga tampak ketika Hamka
menafsirkan surat al-Baqarah ayat 114, ayat ini membicarakan tentang perilaku orang
dhalim yang senantiasa menghalangi umat Islam untuk beribadah di masjid. Dalam
menafsirkan ayat ini, nampaknya Hamka mempertimbangkan lokalitas masyarakat
Indonesia yang menganut berbagai macam Agama.
Sehingga Hamka menegaskan bahwa Islam mengutuk keras terhadap perilaku yang
menghambat seseorang untuk beribadah ditempat ibadahnya sendiri. Baik di masjid
ataupun ditempat ibadah Agama lain, seperti di Gereja bagi orang Kristen, Sinagog bagi
orang Yahudi, demikian pula umat diharuskan menjaga keamanan umat beragama baik
Islam, Kristen, Hindu, Budha serta membela tempat ibadah agama manapun baik Masjid,
Gereja, Sinagog dll, Sebab menurut Hamka menjaga dan membela tempat-tempat
ibadah (Masjid, Gereja, Sinagog) merupakan bagian dari politik luhur Agama Islam._
Demikian pula aspek lokalitas dalam tafsirnya, dapat dilihat dari penyebutan Hamka
terkait nama benda, daerah, suku yang yang ada di Indonesia. Dalam sebuah Tafsir,
seorang penafsir pasti dipengaruhi oleh latar belakang dan kondisi daerah dimana
penafsir tersebut hidup. Hal tersebut menjadi wajar ketika dalam menafsirkan menyebut
nama benda, nama daerah, atau nama suku yang ada disekeliling penafsir, termasuk
Hamka.
Dalam tafsirnya Al-Azhar, Hamka banyak menyebut nama-nama tersebut dalam
tafsirnya sebagai upaya memperjelas atau memperkokoh penafsirannya. Ini sangat
menarik, sebab jarang penafsir Indonesia yang sebegitu banyaknya menyebutkan dan
mengelaborasi konteks keindonesiaan dalam tafsirnya. Seperti suku Jawa, Batak,_
Minangkabau,_ Mandailing,_ Sunda, Aceh dll; Jihad dalam berbagai perspektif Jihad
secara umam diartikan sebagai tindakan yang mengandung makna kekerasan ataupun
tindakan damai bergantung pada konteks penggunaan kata tersebut.
Atau dalam bahasa yang sederhana jihad dapat masuk dalam konteks keagamaan
ataupun bukan keagamaan._ Namun konteks Jihad yang demikian luas dan fleksibel
seperti ini terkadang difahami sebagai embrio radikalisme yang berkembang pada
akhir-akhir ini, hal itu memang dipengaruhi oleh tidndakan radikal oleh sebagian kecil
umat Islam yang ada di dunia, Indonesia khususnya.
Nasharuddin Umar mengutip perkataan Dawam Raharjo, menjelaskan bahwa ada lima
sarjana barat yang telah mengulas konsep jihad dalam Agama Islam, diantaranya
Andrean Reland (1718) yang mengulas hukum Jihad melawan agama Kristen, Snouck
Hurgronje dalam bukunya De Achehers (1894), menguraikan tentang doktrin jihad
dalam lingkungan masyarakat Aceh. Demikian juga gagasan dari H. TH. Obbrink (1901)
yang meneliti tentang gerakan Cheragh “Ali di India” kajian ini fokus pada doktrin jihad.
A.J.
Wensinck (1930) menulis buku hadis yang dalam versi Inggrisnya berjudul The
Handbook of Early Muhammadan Tradition. Buku ini juga memuat banyak uraian
tentang jihad dengan menggunakan kata kunci “perang”. Sarjana berikutnya Rudolf
Peters dari Universitas Amsterdam, dalam bukunya yang berjudul Islam and Colonialism:
The Doctrine of Jihad in Modern History (1979) menitikberatkan pada relasi antara Islam
dan kolonialisme Barat, khususnya dampak kolonialisme terhadap Islam._ Selanjutnya
Mark A.
Gabriel, _ dalam karyanya yang berjudul Islam and Terrorism (2002) secara lugas
mengukuhkan terjadinya relasi antara Islam dan terorisme, mulai dari akar terorisme
dalam Islam hingga perkembangan jihad di era kontemporer. Sebagaimana Gabriel
menyoroti eksistensi surah al-Qital sebagai nama lain dari surah Muhammad (47), dan
surah al-Qital yang bernuansa perang sedangkan tidak ada surah lainnya yang
bernuansa perdamaian.
Berdasar pada penamaan surah ini, Gabriel dengan tegas menyatakan bahwa jihad dan
perang merupakan ajaran paling utama dalam Islam._ Atas dasar itu juga, Gabriel
menilai sejarah Islam sebagai “sungai darah” (a river of blood). lebih dari itu, ia
menyatakan bahwa (doktrin) Islam lah agama yang berada di balik segala tindakan
terorisme._
Gabriel berpandangan bahwa motif utama dari jihad adalah untuk membinasakan
manusia yang tidak menerima Islam sebagai agamanya. Ia memahami bahwa praktik
jihad di zaman Nabi Muhammad Saw, adalah memerangi warga kristen dan Yahudi
ataupun orang-orang yang menyembah berhala._ salah satu ayat al-Qur‟an yang
dijadikan legitimasi pandangan pandangan Gabriel terhadap Islam adalah QS.
Al-Anfal (8): 39: dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya
Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Dalam ayat ini, istilah Jihad sebagai
sebuah struggle yaitu memerangi orang yang menghalangi penyebaran Islam, atau
memerangi orang yang menolak untuk masuk Islam.
Demikian juga Gabriel menjelaskan bahwa wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad
SAW yang menceritakan perihal Yahudi tidak pernah bernilai positif, tetapi setelah
Muhammad berhijrah ke Madinah, wahyu al-Qur‟an yang menyebut term “Ahlul Kitab”
bahkan menjadi sangat dimusuhi. Diantara ayat yang dimaksud adalah QS. Al-Anfal
(8):39 di atas.
Gabriel memandang bahwa doktrin jihad dalam Islam lebih memprioritaskan
membunuh musuh katimbang menjadikannya tawanan perang, sebagaimana termktub
dalam QS Al-Anfal (8):67: tidak patut bagi seorang Nabi SAW, mempunyai tawanan
sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta
benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah
Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana.
Menurut pandangan Nasaruddin Umar pandangan Mark A. Gabriel ini merupakan
paradigma yang banyak dipahami oleh mayoritas orientalis, terutama terkait dengan
doktrin jihad dan perang dalam Islam._ Kontekstualisasi makna Jihad dalam Tafsir
al-Azahar Ayat yang berkaitan tentang Jihad diturunkan dalam fase Makiyah dan Fase
Madaniyah.
diantara ayat al-Qur‟an yang memuat kata jihad dengan segala derivasinya yang
tergolong makkiyah, yaitu 1) QS Al-‟Ankabut (29):6. dan barangsiapa yang berjihad
maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. 2) QS. Al-
„Ankabut (29): 8.
dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya
kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
3) QS. Luqman (31): 15.
dan jika keduanya memaksamu untuk memeprsekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutlah jalan orang yang kembali
kepada_Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan. 4) QS. Al-Furqon (25): 52. maka janganlah kamu
mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur‟an
dengan jihad yang besar.
5) QS. An-Nahl (16):10. dan sesungguhnya Allah (pelindung) bagi orang-orang yang
berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar,
sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang. 6) QS. Al-‟Ankabut (29): 69.
dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami benar-benar akan Kami
tunjukkan Kepad merekaa jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik. Menurut penafsiran Hamka perintah Jihad
dalam ayat-ayat makiyah seyogyanya dikontekstualisasikan secara proporsional, sebab
Jihad dalam fase ini tidak memiliki kaitan dengan peperangan fisik, melainkan
perjuangan mempertahankan ketauhidan dari kemusyrikan dan keimanan dari
kekufuran.
Orang muslim yang lemah tetap dengan keimanannya meskipun dianiaya oleh kafir
Qurais sampai para perempuan di bunuh, dan laki-laki diseret-seret di pasir yang panas,
dipaksa memaki-maki Nabi dan memuji berhala mereka seperti Ammar bin Yasir.
Namun Nabi selalu memberikan semngat kepada mereka agar sungguh-sungguh dan
sabar menghadapi penderitaan pahit itu,_ jangan ada yang berganti keimanannya
“kembali musyrik” hanya mengharap kehidupan dunia.
Sampai Abu Sufyan kagum dengan kesungguhan umat Islam dalam mempertahankan
keimanan mereka, dihadapan Heraclius Raja Romawi yang memerintah negeri Syam,
Abu Sufyan bercerita bahwa belum pernah pengikut Muhammad itu kembali kepada
agamanya yang lama, betapapun penderitaan mereka._ Dengan demikian maka Hamka
berpendapat bahwa Jihad dalam konteks mekah adalah jihad dalam rangka
mempertahankan keimanan dan bersabar dalam mengahadapi penyiksaan kaum kafir.
Hal ini nampaknya selaras dengan Sa‟id Al- Asymawi yang menegaskan bahwa jihad di
Mekah berarti berusaha untuk selalu berada dalam jalan keimanan yang benar dan
bersabar dalam mengahdapi penyiksaan kaum kafir. Dengan kata lain, jihad dalam
periode ini bermakna moral dan spiritual. Penafsiran Jihad dengan pengertian semcam
ini menurut penulis merupakan gagasan yang penting di tengah glombang globalisasi
yang terus menggerus keimanan seperti kemiskinan dan kesenjangan yang begitu jauh
antara si miskin dan si kaya.
Adapun Ayat Al-Qur‟an yang menyebut kata jihad dan segenap derivasinya dan
tergolong madaniyah diantaranya: 1) QS. Al-Baqarah (2): 218. sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah,
mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang. 2) QS. Ali Imran (3): 142.
apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. 3)
QS. An-Nisa; (4): 95. tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut
berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan
Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
ddengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk saatu derajat.
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah
melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang
besar. 4) QS. Al-Maidah (5): 35. hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada
jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
5) QS. Al-Maidah (5): 54. hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatngkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (Pemberian-Nya) Lagi Maha Mengetahui. 6) QS. Al-Anfal (8):72. sesungguhnya
oerang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya
pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
perttolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu sama lain saling
lindung-melindungi.
Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada
kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan
tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama,
maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada
perjanjian antara kamu dan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Jihad pada masa Madinah di definisikan sebagai sebuah kesungguhan
(sungguh-sungguh) dan bekerja keras menuju jalan Allah, dalam konteks ini orang
dapat melaksanakan Jihad sesuai dengan keahlian masing-masing, segala macam
pekerjaan yang baik dan tujuan yang baik termasuk menuju jalan Allah, maka semua
pekerjaan itu dilaksanakan dengan semangat yang sungguh-sungguh “jihad”.
Sehingga mengajar, menjadi arsitek (membuat bangunan yang bermanfaat), bertani,
berniaga, bahkan menjadi pejabat juga termasuk dalam koridor Jihad, sehingga wajib
dilaksanakan dengan semangat Jihad pula. Adapun Jihad dalam pengertian perang
„hanya” dalam konteks melawan musuh yang hendak merusak Agama dan Negara._ Jadi,
makna jihad sebagai sebuah peperangan manakala untuk mempertahankan diri dari
penganiayaan dan serangan musuh, sehingga peperangan yang terjadi antara umat
Islam dengan musuh-musuh Islam merupakan sebuah reaksi atas agresi dari musuh
terhadap umat Islam.
Dengan demikian Hamka menegaskan bahwa perang dalam Islam merupakan sebuah
pertahanan diri. Penutup Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Tafsir
Al-Azhar merupakan sebuah tafsir yang mempertimbangkan aspek lokalitas dan
kontekstualitas dalam penafsirannya. Ini merupakan sebuah karya yang patut untuk
diekspos pada konteks saat ini, dimana terkadang dijumpai sebagian penganut Agama
Islam yang terlepas dari konteks keindonesiaan dalam memahami al-Qur‟an, sehingga
al-Qur‟an tidak menjadi solusi atas persoalan kemasyarakatan.
Sudah tentu hal tersebut tidak bijaksana, sebab al-Qur‟an sebagai hujjah dan petunjuk
bagi umat Islam, yang tentunya dapat menjadi solusi atas persoalan yang dihadapi umat
Islam sampai hari kiamat.
INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
<1% - https://thebigfakesmile.blogspot.com/2012/09/jihad-dalam-islam.html
<1% - https://afiafiafiafiafiafi.blogspot.com/#!
<1% -
http://10259697.siap-sekolah.com/2011/11/30/sejarah-pemikiran-al-qur%E2%80%99an-
klasik-tengah-modern/
<1% - https://chayyo-ukh.blogspot.com/2012/11/al-adabul-ijtimai.html
<1% -
http://digilib.uin-suka.ac.id/20610/1/11120115_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
<1% -
https://masthoni.wordpress.com/2009/08/01/islam-yang-rahmatan-lil-%e2%80%98alam
in/
<1% - https://atajularifin.wordpress.com/author/atajularifin/
<1% - https://www.ayokbelajar.com/nilai-nilai-pancasila-dasar-negara/
<1% - https://issuu.com/tifafoundation/docs/14x21.5cm_mengelola_toleransi_dan_k
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/313226537_PANDANGAN_HAMKA_TERHADA
P_AYAT-AYAT_EMBRIOLOGI_DALAM_TAFSIR_AL-AZHAR
<1% - https://caklombox.blogspot.com/
<1% - https://www.rwblog.id/2015/05/ijaz-quran-dan-mukjizat-al-quran.html
<1% - https://viecenut.blogspot.com/2012/
<1% -
https://numberquran.blogspot.com/2017/11/ijaz-al-lughawi-dan-ijaz-al-tasyrii.html
<1% - https://ekosupiyan.blogspot.com/2011/12/ijaz-al-lughawi-dan-ijaz-al-tasyrii.html
<1% -
https://tangamesyu.blogspot.com/2018/05/kepemimpinan-kepala-sekolah-dalam.html
<1% - https://www.academia.edu/12659162/Hamka_Ulama_Pujangga...
<1% - http://ejournal.fiaiunisi.ac.id/index.php/syahadah/article/view/81/77
1% -
https://derysmono.blogspot.com/2013/05/metodologi-penulisan-tafsir-al-azhar_14.html
1% -
https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/
<1% - https://blogminangkabau.wordpress.com/category/sejarah/
<1% - https://kampoeng-pasir.blogspot.com/
<1% -
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA%20ANJAYA
-FSH.pdf
<1% - https://kajianbersama.blogspot.com/2012/12/tafsir-al-maraghi.html
<1% -
https://afifulikhwan.blogspot.com/2011/02/ontologi-epistemologi-aksiologi-ilmu.html
<1% - https://permatapc.blogspot.com/2015/04/prinsip-prinsip-manajemen.html
<1% -
https://syafieh74.blogspot.com/2013/06/pemikiran-hamka-tentang-perkawinan.html
<1% -
https://islamuna-adib.blogspot.com/2010/04/pemikiran-hamka-tentang-politik-telaah.h
tml
<1% -
https://www.academia.edu/30346044/Telaah_Kitab_Tafsir_al-Azhar_Karya_HAMKA.pdf
<1% -
https://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-metodologi-hamka-yang-digunakan.h
tml
<1% -
https://safaruddinufe.blogspot.com/2013/11/sejarah-pemikiran-pada-masa-tabiin.html
<1% -
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170814172156-20-234701/survei-wahid-insti
tute-11-juta-orang-mau-bertindak-radikal
<1% -
https://www.kaskus.co.id/thread/5969c6f76208818e658b4568/waspadalah-riset-setara-s
ebut-belasan-juta-orang-simpati-pada-isis/2
<1% -
https://www.scribd.com/document/360290142/Adil-Mastjik-Dahsyatnya-Abi-Buku
<1% -
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/04/110426_surveiradikalisme
1% -
https://imaduddin-syukra.blogspot.com/2011/10/ancaman-dan-gangguan-terhadap.ht
ml
<1% -
https://www.liputanaceh.com/gempa-5-sr-guncang-wilayah-jawa-barat-dan-banten/
<1% -
https://kolomyusufbahtiyar.blogspot.com/2016/08/dinamika-fiqih-indonesia-sebuah.ht
ml
<1% - https://inicunda.blogspot.com/2012/11/metode-konstektual-dan-tekstual.html
<1% -
https://ramadhanap72.blogspot.com/2015/11/ayat-ayat-kontekstual-tentang-iman.html
<1% -
https://www.kiblat.net/2017/11/17/janji-kemenangan-dan-syarat-meraih-kejayaan-islam
/
<1% - https://imamaufa.blogspot.com/2009/04/etika-berdakwah-dalam-surat-al.html
<1% - https://toko-bukubekas.blogspot.com/2013/07/
<1% -
https://www.academia.edu/33214638/Kontekstualisasi_Makna_Jihad_di_Era_Kontempore
r_Reinterpretasi_Hadist-Hadist_tentang_Jihad
<1% - https://islam-rahmah.com/tag/kristen/
<1% - https://prupangjati.blogspot.com/2015/11/
<1% - https://www.arrahmah.com/isu-terorisme-dan-serangan-terhadap-islam/
<1% - https://ustadzkholish.wordpress.com/2010/12/18/ayat-ayat-tentang-fitnah/
<1% - https://hobirsoleh.wordpress.com/category/uncategorized/page/2/
<1% - https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110819113953AAqHsva
<1% - https://almanhaj.or.id/3756-ghanimah-dan-tawanan-perang-badar.html
<1% - https://quranhaditsknowledge.blogspot.com/2013/11/
<1% - https://alquran5.blogspot.com/2014/03/perintah-untuk-berjihad_20.html
<1% - https://tafsiranmanusia.blogspot.com/2013/02/surat-al-ankabut-1-10.html
<1% -
https://salmanfadhly.blogspot.com/2012/05/anak-durhaka-kepada-orang-tua.html#!
<1% - https://tafsirweb.com/7234-surat-al-ankabut-ayat-8.html
<1% -
https://rsnpelajarannn.blogspot.com/2014/03/makalah-bta-tentang-qs-al-luqman-ayat_
5643.html
<1% -
https://kesalahanquran.wordpress.com/2012/01/22/anggota-keluarga-kerajaan-kuwait-
menjadi-pengikut-kristus/
<1% -
https://www.fiqihmuslim.com/2016/09/teks-bacaan-surat-al-furqan-terjemah.html
<1% - https://risalahmuslim.id/quran/an-nahl/16-10/
<1% -
https://nuryahman-al-hidayah.blogspot.com/2013/04/ayat-alquran-tentang-sabar.html
<1% - https://tafsiranmanusia.blogspot.com/2012/04/huud-41-50.html
<1% -
https://www.eramuslim.com/peradaban/pemikiran-islam/drs-ahmad-yani-ketua-lppd-kh
airu-ummah-allah-bersama-kita.htm
1% - https://www.risalahislam.com/2014/08/pengertian-jihad-yang-sebenarnya.html
<1% - https://mutiara-islamku.blogspot.com/2012/03/qs-ali-imran.html
<1% - https://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-142
<1% - https://my-bukukuning.blogspot.com/2011/11/jihad-dan-teroris.html
<1% -
https://dangdosmanah.wordpress.com/2011/02/11/jalan-mendekatkan-diri-kepada-alla
h-swt/
<1% - http://sayahafiz.com/index/9/5/48/AL%20MAIDAH.html
<1% - https://islamkajian.wordpress.com/2015/01/19/bersikap-lemah-lembut/
<1% -
https://peribadirasulullah.wordpress.com/2013/03/04/jangan-takut-dengan-celaan-dan-
jangan-pula-mencela/
<1% -
https://helmdahl.blogspot.com/2010/11/cara-allah-menyayangi-hamba-nya-yang.html
1% -
https://www.kompasiana.com/mustafaali/30-ayat-alquran-dilarang-baca-mengandung-
seruan-jihad_55546ac8b67e616f14ba5463
<1% -
https://kuliahdiawangawang.blogspot.com/2013/06/kinerja-dan-etos-kerja-islam.html