perubahan kesadaran berkelompok pada nelayan pukat di sangihe talaud
TRANSCRIPT
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
PERUBAHAN KESADARAN BERKELOMPOK PADA
NELAYANPUKAT (PURSE SEINE) DI KEPULAUAN
SANGIHE-TALAUD, SULAWESI UTARA
AryWabyono
L em b ag a llm u P en geta hu an In do ne sia
ABSTRACT
This article tries to describe the process af social transformation in fishing communities
in the Sangihe - Islands. T he use of small purse seine in t he Sa. ng ih e is la nd s has greatly affected
almost all aspects of the fishermen's life. From ampirical studies we can conclude that:
Reciprocal principles are disappering in communal fishing activities. Since the small purse
seine was practised, activities have been altered by the intervention of a monetary system.
Every fisherman must contribute money instead of labor assistance to the making at a purse
seine, and they are responsible for the cost. The material needed for such a seine should be
bought at the city market which, naturally, involves money as an important factor. 2) Pri-
vate ownership appeared. Money has contributed to the rationalization of social cooperation
in communal fishing activities. Instead of motivated by a common interest, social ties have
been influenced by economic interests. This clearly shows the emergence of private
The ownership of fishing gear has been considered as a variable to be counted in the distribu-
tion of catch. (3) The divison of labor becomes more specialized. Economic capability and
physical skill are considered important factors for recruiting crews. Successful fishermen are
those who have physical strength and more wealth.
Pm-. 'DAHULUAN
Kegiatan nelayan berlangsung dalam ~uatu lingkungan yang tidak menentu
(uncertainty). Ketidakmenentuan ini berakar dari keterbatasan kemampuan ma-
nusia mengbadapi lingkungan tempat kegiatan nelayan berlangsung. Laut merupa-
kan suatu l ingkungan alami yang berbahaya yang tidak bisa ditebak, menuntut
manusia melakukan penyesuaian agar dapat bidup di atasnya, dengan alat bantu,
misalnya, perahu, peralatan penyelam atau teknologi perlengkapan Jain (Acheson
1981,276).
Teknologi penangkapan ikan yang dikembangkan suatu komunitas nelayan
merupakan penyesuaian terbadap lingkungan fisik itu. Penerapan teknologi pe-
nangkapan harus disesuaikan dengan kondisi perairan laut dan sumber daya yang
terdapat di dalamnya. Teknologi peoangkapan yang dikembangkan ditentukan
menurut jenis, sifat, lokasi ikan atau sumber daya yang terdapat pada lingkungan
perairan, tidak sama, misalnya teknologi penangkapan ikan di perairan laut tepi
pantai sangat berbeda dengan perairan laut lepas (off shore).
Pukat lingkar maupun pukat pajeko termasuk jenis pukat cincin (purse
seine), merupakan teknologi penangkapan ikan yang pengoperasiannya menuntut
kerjasama dengan orang lain. Kerjasama kelompok in i merupakan suatu jalan
TAHUN XX, NO.1, 1993 61
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
untuk mengurangi risiko kerugian dari lingkungan hidup yang penuh ketidak-
pastian. Kajian-kajian tentang masalah ini (c. Zerner, 1991 ; c. Bailey, ]991)
menunjukkan bahwa perubahan teknologi penangkapan ikan membawa perubahan
mendasar pada kegiatan produksi dan solidaritas sosial.
Di Indonesia purse seine merupakan jenis pukat yang sudah lama dikenal
oleh masyarakat yang mendiami pesisir pulau di Indonesia Bagian Timur, terutama
di Maluku dan Sulawesi. Di Sulawesi Utara, misalnya, pukat ini sering disebut
soma pajeko dan soma lingkar. Pukat lingkar diperkenalkan di daerah Sangihe-
Talaud sekitar tabun 1912 oleh orang Jepang, dan pukat pajeko baru sekitar awal
tahun 1960-an .
Purse seine merupakan alat tangkap ikan yang efektif untuk menangkap
ikan-ikan pelajik (p ela gic ) - ikan permukaan yang suka berkelompok, misalnya, ikan
layang, selar, kembung, tongkol, tuna. Cara kerja pukat in i ditebarkan, yaitu dengan
mengelilingi gerombolan ikan kemudian tali pukat bagian bawah ditarik sehingga
pukat ini berfungsi sebagai penghalang ikan - berbentuk seperti kantong sehinggaikan terperangkap di dalamnya (Edy Mantjoro, 1985 : him. 1-3).
Tulisan in i mencoba membandingkan penerapan teknologi peoangkapan
dengan purse seine e li desa ne1ayan Bebalang, kepulauan Sangihe, dan di desa Beo,
kepulauan Talaud. Kedua komunitas ini menarik untuk dibandingkan karena
memiliki karakteristik orientasi kehidupan oelayan yang berbeda. Masyarakat
nelayan di desa Bebalang sebagaian besar hidupnya tergantung dari hasil penang
kapan ikan, sebaliknya masyarakat Beo belum begitu lama mengenal kegiatan
penangkapan berkelompok.
Pengembangan pukat pajeko di Beo tidak menimbulkan konflik wilayahpenangkapan (fishing ground). Di sini justru terjadi proses belajar dari nelayan
pendatang sehingga tumbuh motivasi kuat di kalangan nelayan lokal untuk
membentuk keiompok kerja sebagai alternatif dari mencari nafkah di darat
(berkebun) yang semakin sulit. Sebaliknya, di Bebalang sistem kerjasama
tradisional yang sudah lama berkembang berubah karena terjadi perubahan alat
tangkap, yaitu dariseke ke pukat Iingkar, Pergantian alat tangkap ini pada akhirnya
tidak berjalan dengan baik dan semakin ditinggalkan masyarakat.
NELA Y A N PUKA T CINCIN DI BEO , KEPULAt.:AN T A lAVD
Beo adalah sebuah kelurahan di kecamatan Beo, terletak di pantai barat
Pulau Karakelang, Kepulauan Talaud, Kabupaten Sangihe-Talaud, Propinsi
Sulawesi Utara. Kelurahan Beo mempunyai penduduk lebih kurang 5.272 jiwa (121
rumah tangga), jumlah ne1ayan e li Beo lebih kurang 60 orang (1ihat peta pada
Lampiran 1).
Penduduk Beo sangat heterogen. Selain orang Talaud, terdapat pula
pendatang, antara lain dari Kepulauan Sangihe, Ujung Pandang (Bugis), Sumatra
62 MASY ARAKAT INDONESIA
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
Barat (Padang), Jawa, Madura dan Cina. Pendatang-pendatang dari luar ke-
pulauan Talaud in i sangat besar peranannya dalam proses alih teknologi
penangkapan ikan, Penduduk asli Kepulauan Talaud belum mengenal jenis-jenis
alat tangkap ikan yang bersifat komunaI atau yang membutuhkan organisasi kerja
yang baik (lihat Tabel I) .
Pekerjaan sebagai nelayan bagi penduduk Beo merupakan pekerjaansampingan. Penduduk Beo lebih tergantung kepada hasil bercocok tanam daripada
hasillaut. Untuk bahan makanan pokok mereka menanam ubi kayu, ubi jalar, talas,
dan jagung. Sementara untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya,
penduduk Beo urnumnya mengandalkan dari penjualan hasil perkebunan, seperti
kelapa, coklat, pala, dan cengkeh. Pekerjaan sebagai nelayan kebanyakan dilakukan
oleh pendatang dari kepulauan Sangihe, yang umumnya tidak mempunyai tanah
cukup untuk bercocok tanam,
label I
Jenis Alat Tangkap. Tenaga Kerja. dan Jenis Ikan Yang Ditangkap di Beo
Jenis A lat
Tangkap
Ten ag a K erja J en is Ik an
Yang Ditangkap
1. Tornbak
:. Pedang
3. Pukat Pntai
4. Pukat Lingkar
(small purse seine)
10 20
lkan karang/batu *Ik an k aran g/b a tu
Ikan karang!batu
lkan pelajik **
Sumber Data Lapangun
* ikan karang.batu kakap merah, bai onang, kerapu. bill nangka, dU.
* ~ ikan pelajik : ikan rerbang. ikan Iayang. tongkol, tenggiri, julung-julung. dll
Usaha penangkapan ikan sebelum pukat cincin lebih merupakan usaha
perseorangan dan terbatas untuk kebutuhan makan. Pukal cincin diperkenalkannelayan Bugis di Kepulauan Talaud sekitar tahun 1970-an. Pengoperasian pukat
cincin di Beo mengalami pasang surut. Umur pukat cincin ketika pertama kali
diperkenalkan oleh nelayan pendatang itu tidak sampai satu tahun. Hal ini terjadi
karena tidak melibatkan teoaga kerja lokal. Pengoperasian pukat cincin muncullagi
sekitar tahun 1980-an. Pada rnasa ini pengoperasian pukat cincin sudah melibat-
kan tenaga kerja lokal, Sekitar tahun 1990-an bermunculan pukat-pukat cincin lain,
yaitu pukat cinein yang diusahakan pengusaha Cina dan penduduk lokal.
TAHUN XX, NO. 1.1993 63
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
Piet Wansaga adalah pengusaha keturunan Cina di Beo yang pertama kali
tertarik pada pukat cincin, Ia tertarik mengusahakan pukat cincin karena memang
suka melaut, dan orang tuanya nelayan. Tenaga kerjanya (masane] berasal dari
orang Sangir dan Talaud. Pukat cincin lain yang muneul adalah pukat cincin milik
Chi Hoa, seorang pengusaha lokal yang masih mempunyai ikatan kekerabatan (adik
ipar) dengan Piet Wansaga. Ia tertarik menjadi nelayan pukat cincin untuk me-nambah penghasilannya di samping usahanya membuka toko kebutuhan hidup
sehari-hari. Di lain pihak penduduk lokal pun tertarik pada pukat cincin, seperti
Jolly Launda Manambe yang juga mencari pendapatan lain di samping berkebun.
Dulu ia pernah menjadi tenaga kerja dari pukat cincin yang pertama kali beroperasi
di Beo.
Usaha mengembangkan pukat lingkar memerlukan modal yang tidak sedikit,
Nilai investasi pukat cincin dan sarana lainnya, seperti perahu dan motor tempel,
dapat mencapai di atas 10 juta rupiah. Harga sebuah pukat cincin dapat mencapai
sekitar lima juta rupiah, dua buah mesin tempel (25 & 15 PK) sekitar 15 juta ru-piah, dan pemesanan perahu pamo besar untuk kapasitas 20 penumpang seharga
satu juta rupiah.
Kesulitan memperoleh modal selalu dihadapi nelayan, terutama nelayan
lokal, dalam mengembangkan pukat cincin. U saba mengatasi masalah permodalan
di kalangan nelayan Beo dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, dengan jalan
patungan bersama sanak saudara, meminjam di bank, dan bantuan pinjaman dari
kantor kecamatan.
Jalinan hubungan kekerabatan dalam pembentukan modal inilah yang
membedakan pemilik pukat cinein keturunan Cina dengan penduduk lokal, Dalam
kelompok nelayan pukat cincin milik keturunan Cina, tidak diperlukan hubungan
kekerabatan untuk pengadaan modal karena mereka umumnya pengusaha yang
menguasai perekonomian lokal. Olch karena pengadaan modal diusahakan sendiri
maka ada kecenderungan bahwa pemilik pukat menerapkan car a bagi hasil
tangkapan berdasarkan faktor pemilikan, termasuk alat tangkap lainnya sepcrti
rompong. Oleh karena itu pernilik pukat keturunan Cina kurang menghendaki
kalau ada tenaga kerjanya yang memiliki rompong rakit sendiri. Hal demikian akan
mengurangi bagian yang diperoleh pemilik pukat, lagi pula bisa mengurangi risiko
kerugian dari investasi untuk pengoperasian pukat pajeko.
Munculnya kelompok pukat cincin di kalangan penduduk lokal adalah
bentuk kerjasama yang baru. Kesadaran berkelompok ini disebabkan oleh adanya
sistem bagi hasil yang didasarkan pada faktor pemilikan alat tangkap dan perahu
motor.
Dalamorganisasi pukat cincin, pemilik peralatan penangkapan ikan mulai
dari perahu motor sampai pukat cincin disebut tuanpajeko. Ia merupakan tuan atas
orang-orang yang bekerja di perahu miliknya, dan mempunyai hak menentukan
harga ikan di darat serta cara pembagian basil tangkapan. Orang-orang yang
64 MASYARAKAT INDONESIA
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
bekerja di atas perahu pukat disebut masanae. Setiap kelompok ne1ayan pukat
cinein dipimpin oleh seorang tonaas, yaitu nelayan yang dianggap paling "tahu"
tentang seluk-beluk penangkapan ikan dengan pukat cincin, Tonaas pada dasarnya
adalah wakil tu a n p a je ko di laut yang dibcri kewenangan mengawasi kegiatan kerja
masanae apabila m an pajeko tidak ikut pergi ke laut,
Jumlah masanae yang bekerja di pukat cincin tidak tentu, sekitar 10 sampai
20 orang, tetapi minimal sepuluh orang yang harus dipenuhi dalam pengoperasian
suatu pukat cincin. Tenaga kerja tetap tidak diperbolebkan pindah ke kelompok
nelayan pukat cinein lain. Keluar masuk tenaga kerja hanya diperbolehkan kepada
tenaga kerja yang statusnya tidak tetap. Selain itu tu an p ajeko melarang anggota
tenaga kerja menguasai atau memiliki rompong karena dianggap mengganggu
pekerjaan di Iaut.
Meneari tenaga kerja untuk dijadikan masanae di daerah Beo tidak begitu
sulit karena kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin relatif belum begitu
berkembang, Jumlah pukat cinein yang dioperasikan di Beo saat penelitian ada tiga
buah, Dalam penarikan masanae biasanya pemilik pukat menyerahkan wewc-
nangnya kepada tonaas, tetapi kadangkaJa pemilik pukat mencarinya sendiri,
Para pemilik pukat cincin keturunan Cina umumnya merangkap juga sebagai
seorang pengusaha atau pedagang pengumpul cengkeh. Oleh karena itu mereka
tidak begitu kesulitan mendapat tenaga kerja, Peningkatan jumlah tenaga kerja
biasanya terjadi pada saat musim ikan, yaitu sekitar bulan April-Juni. Perubahan
jumlah tenaga kerja ini tidak berpengaruh pada bagian hasil tangkapan yang
diperoleh m a n p aje ko . Berapapun hasil tangkapan yang diperoleh, selalu dibagi dua
bagian, yaitu satu bagian untuk pemilik peralatan dan bagian yang lain untuk tenaga
kerja. Oleb karena itu ikut tidaknya pergi melaut tidak mempengaruhi pendapatan
pemilik peralatan,
Seringkali pengoperasian pukat cinein yang persiapannya cukup lama, tidak
membawa basil. Ketidakberhasilan itu berarti rugi tenaga dan rugi bensin. Sekali
pukat cincin dilepaskan berarti tidak ada kesempatan mengulanginya, yaitu pukat
dipindahkan pada roppong yang ada di sebelahnya, Ini merupakan risiko dari pukat
cinein. Hasil tangkapan selalu dijual secara bersama dan bentuk bag! hasilnya
bukan dalam bent uk ikan, melainkan dalam bentuk uang, dan itupun diberikan
setelah beberapa hari kemudian, menunggu setoran uang dari pedagang ikan
( ti bo-t ibo ) .
Cara in i dilakukan tu an p aje ko dalam rangka mengurangi risiko kerugian.
Dengan jalan penjualan bersama, ia mernpunyai kekuasaan menentukan harga jual
ikan kepada (tibo-tibo), dan ini merupakan strategi m a ll p a je ko untuk mengontrol
baik pada ling kat produksi maupun pada tahap pemasaran ikan (lihat pula Emmer
son 1980, hIm. 37).
TAHUN XX, NO.1, 1993 65
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
Pada saat pembagian hasil tangkapan seringkali terjadi suasana gaduh,
karena masing-masing tibo-tibo saling berebut mengambil ikan sendiri-sendiri,
Dalam situasi seperti in i biasanya wan pajeko marah dan mengancam akan
menaikkan harga jika ubo-tibo tidak mau diatur. Tetapi ancaman in i hanya sekedar
gertak sambal karena para tibo-tibo berebut ikan sebelum harga ditentukan oleh
pemilik pukat.
Jumlah wanita tibo-tibo di daerah Beo relatif tetap, sekitar 10 - 15 orang, dan
tidak ada yang menjadi langganan tetap dari pemilik pukat pajeko tertentu, Setiap
tibo-tibo bebas mengambil ikan dari pernilik pukat manapun, tetapi yang penting
adalah bahwa ia hams membayar lunas harga ikan yang telah diambilnya, sekali
pun dibayarkan beberapa hari kemudian. Apabila ikan tidak habis terjual pada hari
itu, maka ikan diawetkan secara tradisional, yaitu dengan jalan diasap (ikan Ju ju)
agar dapat dijual pada hari berikutnya.
Hubungan pemilik peralatan dengan wanita tibo-tibo benar-benar bersifat
dagang. Hutang tibo-tioo kepada man pajeko bila mana ikan tidak laku dijual dan
barus diawetkan, merupakan risiko dagang yang harus ditanggung. Pengasapan
ikan yang dilakukan tibo-tibo pada dasarnya merupakan cara mengatasi
kerugiannya dan untuk menjaga hubungan baik dengan tuan pajeko agar ia masih
diperbolebkan mengambil ikan pada hari-hari berikutnya, Pengawetan ikan yang
tidak laku dijual pada dasarnya merupakan distribusi risiko yang dikenakan pemilik
pukat kepada tibo-tlbo.
!'.'ELAY AN PUKAT LINGKAR DI BEBALANG. KEPULAUAN SANGIHE
Bebalang merupakan sebuah pulau ked] di sebelah selatan pulau Sangihe
Besar yang bisa dicapai dengan perahu bermotor tempe! dalam setengah jam dari
desa Lapango yang terletak di ujung selatan pulau Sangihe Besar. Sebagian besar
dari pulau ini terdiri dari bukit-bukit batu, dan hanya sebagian dari pantainya yang
berpasir putih. Pulau yang luasnya hanya satu setengah km2 ini memiliki pen-
duduk sejumlah 5 93 jiwa atau 1 28 keluarga pada tahun 1990 .
Mata pencaharian utama penduduk Desa Bebalang adalah menangkap ikan,
baik dengan menggunakan pancing ataupun berbagai jenis pukat. (Iihat Tabel II).
Sarana transportasi yang digunakan untuk menangkap ikan adalah perahu, yaituperahu londe, pelang dan pamo. Lande adalah jenis perahu keeil bereadik
(sema-sema) yang berukuran sekitar 10 meter dan lebar 2 meter, dijalankan dengan
menggunakan dayung serta layar, Umumnya setiap keluarga memiliki jenis perahu
ini, Perahu londe biasanya digunakan untuk memancing dan untuk transportasi
antar dusun di Desa Bebalang.
Perahu pelang adalah sejenis perahu londe, tetapi ukurannya lebih besar,
yakni sekitar 15 meter dan biasanya memakai motor tempel. Jenis perahu ini
digunakan untuk sarana mobilitas penduduk antar pulau. Sedangkan perahu pamo
66 MASY ARAKAT INDONESIA
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
PE TA PRO PIN SI SULAWE SI U TA RA
r ~--.
KEF. TALAUD ~~
I S Oo I I lOoP. Bebalang
•• IUTARA S A N G I H ; : q /
EP. •
\. . .
.
SIAU C 1 , .
' J : : J
~~~~ (Maf1a~ Tondano
l,~).A m U r a r
Solaang oc
- - < - -
co
+~O
TAHUN XX, NO.1, 993
Bee
67
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
merupakan perahu berbadan lebar. Perahu ini biasanya dipergunakan untuk
mengangkut barang dan orang. Daya tampung perahu pamo lebih besar dibanding
dengan perahu pelang.
Pengembangan pukat lingkar di Desa Bebalang tidak dapat dipisabkan dari
penggunaan alat tangkap tradisional yang disebut seke yang sekaligus berperan
sebagai pranata solidaritas sosial masyarakat desa. Seke dibuat secara bergotong-
royong dan dioperasikan secara beramai-ramai oleh seluruh warga desa, termasuk
anak-anak. Hasil tangkapan pun dibagikan kepada seluruh warga desa.laki-laki,
perempuan, tua maupun muda, Pendeta, guru, orang jompo, janda, anak yatim
dan aparat desa juga mendapat bagian walaupun mereka tidak turut berpar-
tisipasi, Kegiatan penangkapan ikan ini dipimpin oleh seorang tonaas yang di-
percaya memiliki kekuatan gaib atau opo-opo untuk menaklukkan ikan layang
sehingga hasil tangkapan banyak. Bagian tonaas ini tiga kali lipat dari perolehan
yang lain.
Penggunaan pukat lingkar oleh nelayan Bebalang sejak tahun 1977 pada
dasarnya adalah untuk mengatasi tidak berfungsinya sistem seke. Sejak tabun
1960-an para nelayan Bebalang lebih tertarik untuk menyelundupkan basil bumi,
seperti kopra, ke Filipina atau Malaysia (Sabah). Di samping itu pernab terjadi
konflik antara para tonaas seke (masing-masing mengunggu1kan din) sehingga seke
tidak berjalan dengan baik.
Tabel II
Jenis A lat Tangkap, Tenaga Ketja dan M usim Penangkapan di Bebalang
Jenis Alat lumlah
Tangkap
paneing tonda 117
(bawulude]
paneing 8
(bawaeJ
rombak 4
(baiubi)
pukat pantai 5
(sasumpa)
pukar tanam 11
(bauluse}
pukat hanyut 117
( taming)
pukat lingkar "
{tatenda)
Sumber Data Lapangan
68
Tenaga
Kerja
1 '.,M
1-: 2
'- 3
4-5
1 - 2
20 - 40
Jenis lkan Musim/Bulan
Y an g D ita ng ka p
ika n lay an g Feb - Mar
[taiang} Jul - Sep
hiu/cucut Mar - Jun
( kemboreng]
ikan karang Nov- Jan
I k in ak s ag he )
ikan karang Nov- Jan
[kinak saghe)
ikan layang Des - M ar
[talang]
ikan terbang Des - M ar
(an toni)
ikan layang Des - M ar
[talang!
MASY ARAK A T INDO NE SIA
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
Pembagian basil tangkapan pukat lingkar dilakukan hanya di antaramereka
yang pergimelaut saja. Tonaas mendapat sepertiga bagian dari seluruh hasil
tangkapan sete1ah dilrurangi biaya operasional, seperti bensin dan minyak tanah.
Sisanya dibagi rata di antara anggota kelompok yang ikut melaut, Peadeta, guru,
orang jompo, anak yatim tidak lagi diperhitungkan (lihat Tabel III).
Cara pembagian seperti ini ditentang masyarakat karena pada awalnya
seluruh masyarakat turut menywnbang dalam pembuatan pukat lingkar. Di
samping itu pukat lingkar mempergunakan tempat penangkapan (fishing spot) yang
sebelumnya diperuntukkan uotuk seke yang secara adat merupakan milik bersama,
Pada akhirnya pengoperasian pukat lingkar in i tersendat-sendat, walaupun belurn
berhenti sama sekali. Sekarang sebagai gantinya muncul pukat lingkar milik pribadi,
Tabel IIIPerbedaan Bagi Basi l Tangkapan Antara Seke
dan Pukat Ungkar (menurut bagian)
Status/peran Seke
dalam Kelompok Bagian Jumlah
. 1. Aparat desa 1 5
2. Pendeta 1
3. Guru 1 6
4. Janda 1 *)
5. Bidan 1 3
6. Tonaas 1,5 1,5
7. Anggota kelompok 30 - 50
8. Pemilik pukat
9. Pemilik perahu
Pukat Lingkar
Bagian Jumlah
1
20
Sumber : Data Lapangan
*) tergantung jumlah janda yang ada.
Menipisnya kegiatan penangkapan ikan secara berkelompok pada waktu ini
adalah akibat kesulitan mengumpulkan anggotanya. Para nelayan Desa Bebalang
dewasa ini lebih tertarik menangkap ikan layang secara individual dengan pancing
tonda yang memiliki ratusan ribu mala kail, dan hasil ikan dari memancing ini
dirasakan lebih menguntungkan dibandingkan dengan basil pukat lingkar. Dengan
memaneing demikian setiap nelayan bisa mendapatkan 100 ekor ikan. Namun
TAHUN XX, NO.1, 1993 69
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
penggunaan pancing ibn layang ini merupakan indikasi b ahw a n elay an Bebalang
kini lebih tertarik pada bekerja secara perseorangan daripada bekerja bersama-
santa.
PEMBAHASAN
Adabeberapa catatan penting yang menarik untuk dikemukakan dari uraian
e l i atas.
Pertama, masa1ah kerjasama da1am usaha penangkapan ibn semakin me-
mudar pada masyarakat nelayan Bebalang. Dalam pembuatan dan pengoperasian
pukat l ingkar hanya nelayan yang "m ampu" saja yang dapat terlibat; nelayan yang
tidak berkemampuan ekonomis akhirnya tersingkir sebagai nelayan anggota biasa.
Selain itu tenaga seperti penyelam dan pengangkat batu pemberat memerlukan
tenaga-tenaga muda. Jaw dengan demikian pengoperasian pukat lingkar lebih
banyak dilak ukan o leh nelayan muda yang lebih kuat tenaganya daripada nelayantua.
Dengan demikian dalam sistem pukat lingkar sudah diterapkan spesialisasi
kerja, misalnya tenaga khusus penyelam dan pengangkut batu pemberat, yang
dahulu tidak dijumpai pada sistem seke. Di sini sudah dipertimbangkan faktor
ketrampilan dan tenaga kuat untuk pengoperasian pukat lingkar. Kemampuan
ekonomi .dan ketrampilan akhirnya menjadi penentu dalam mengadakan seleksi
para nelayan yang diikutkan pada usaha penangkapan ikan yang memakai pukat
lingkar.
Kedua, sejak munculnya pukat lingkar, ciri-ciri solidaritas spontan meng-alami perubahan. Kecendenmgan ini terjadi oleh karena ketjasama tolong-meno-
long telah diganti dengan unsur nang. Dalam pembuatan pukat lingkar sumbangan
masing-masing warga desa tidak lagi berwujud tenaga, tetapi berupa sumbangan
uang. Biaya pembuatan pukat lingkar hams ditanggung oleh masing-masing nelayan
yang terlibat di dalamnya. Penggunaan uang dalam pembuatan pukat l ingkar sudah
dianggap sebagai faktor penting karena bahan baku harus didatangkan dari pasar.
Berbeda dengan seke, yang bahan bakunya dapat diperoleh dari lingkungan sekitar
dan cara memperolehnya cukup dengan menggerakkan anggota masyarakat.
Penggunaan uang dalam pembuatan pukat lingkar ini sudah barang tentumempengaruhi ikatan kerjasama di antara warga Bebalang. Adanya unsur uang
dalam interaksi sosial membuat perasaan solidaritas lebih rasional. Ikatan sosial
kini didasarkan atas kepentingan ekonomi. Kecenderungan demikian menjadikan
gejala pemilikan pribadi semakin terlihat jelas di kalangan ne1ayan Bebalang.
Perahu pembawa pukat, motor tempel, diperhitungkan dalam menentukan
pembag ian bas il tangkapan,
70 MASYARAKAT lNDONESlA
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
Gejala pemi l ikan pribadi yang semakin berkembang di kalangan oelayan
Bebalang pada akhirnya mempengaruhi pemi l ikan pukat l ingkar umum sebagai
pengganti seke. Ada indikasi bahwa dalam bagi basil tangkapan pada pukat lingkar
milik umum diperlakukan seolah-olah pukat lingkar itu milik seodiri. Misalnya, si
tonaas memperoleh sepertiga bagian dat i seluruh basil tangkapan setelah dikurangi
biaya bensin dan pemelibaraan pukat. Kalau pada masa seke perahu memiliki
fungsi sosial, maka sekarang dipandang sebagai modal usaha penangkapan ikan
yang harus diperhitungkan. Oleh karena itu hubungan sosial yang terjadi pada
akhirnya menjadi bubungan antara nelayan pemilik alat penangkapan ikan (motor
tempel, perahu dan pukat) dengan nelayan pekerja. Dalam bagi basil ini nelayan
yang menguasai alat penaogkapan ikan mendapat sepertiga bagian, dan sisanya
dibagi di antara nelayan yang ikut pergi melaut. Tampaknya nelayan yang selalu
ikut melaut dianggap sebagai buruh tetap pemilik pukat, sekalipun pada suatu hari
mereka tidak ikut meJaut.
Ketiga, pengembangan pukat cincin di Beo, KepuJauan Talaud, merupakanalternatif lain dari mata pencaharian di darat, oleh karena itu masuknya pukat
cinein tidak mengalami hambatan dari pihak penduduk lokal. Masuknya pukat
cincin di daerah in i tidak menimbulkan konflik wilayah peoangkapan (fishing
ground), seperti terjadi di Kepulauan Sangibe. Penduduk Beo tidak pernah
mengklaim bahwa wilayah perairan tempat peogoperasian pukat itu sebagai
miliknya, Adanya pukat cincin di daerah in i merupakan proses belajar nelayan
Talaud dari nelayan pendatang.
Pengembangkan purse seine pada nelayan TaJaud bukan sekedar meniru
nelayan pendatang dan nelayan keturunan Cina, melainkan merupakan suatukeputusan yang penuh risiko karena memerlukan investasi yang tidak sedikit,
Pembentukan modal melalui jalinan hubuogan kekerabatan di kaJangan oelayan
lokal adalah merupakan sebuah kesadaran akan identitas orang Talaud
menghadapi tantangan kehidupan, Adanya pukat cincin sejak sepuluh tahun
terakhir ini menandakan bahwa usaha penangkapan ikan eli Beo sudah mengarah
ke tujuan komersil. Usaba penangkapan tidak hanya sekedar uotuk makan, tetapi
untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Keempat, peranan tibo-tibo sebagai lapisan masyarakat yang mendistribusi-
kan ikan hasil tangkapan kepada konsumen mulai tampak. Usaha untuk menjalinhubungan kontinyu antara tibo-tibo dengan pemilik pukat mulai dilakukan,
walaupun pada kenyataannya yang terjadi adaJah bahwa posisi tiblrtibo sangat
lemah daJam jaringan pemasaran ibnbasil tangkapan pukat cincin. Ikan yang tidak
laku terpaksa diasap sebagai ikan J u j u . Ini merupakan risiko bagi tioo-tibo dan
bukan risiko dari pemilik pukat (tuanpajeko).
TAHUN xx, NO.1, 1993 71
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
KESIMPULAN
Pada garis besarnya kita melihat bahwa di dua komunitas nelayan di
Sangihe- Talaud ini sedang terjadi proses transformasi sosial sehubungan pene-
rapan suatu teknologi penangkapan ibn tertentu, yaitu proses adaptasi nelayan
lokal terhadap masuknya teknologi pukat cincin (purse seine). Sementara itu ne-
layan Sangibe di Besa Bebalang, sedang mencari bentuk baru dalam bubungan
sosialnya. Seke sebagai alat tangkap tidak bisa dipertahankan lagi dan masyarakat
memilih pukat lingkar (locoJ p ur se seine) sebagai pengganti sece. Tetapi pada
kenyataannya, pukat lingkar inigagal sebagai pengganti seke, karena dipertanyakan
keberadaannya sebagai sarana solidaritas sosial nelayan.
Nelayan Talaud bisa menerima perubahan teknologi penangkapan diban-
ding dengan nelayan Sangihe, sekalipun nelayan Talaud tidak memiliki pranata
kerjasama tradisional dalam penangkapan ibn secara berkelompok. Tampaknya
pranata kerjasama tradisional di Bebalang menjadi pengbambat terbentuknya
kelompok kerjasama dalam sistem pukat lingkar.
Pembentukan kelompok nelayan pukat cincin di Beo didorong keinginan
untuk memperoleh pendapatan tambahan karena berkurangnya penghasilan di
darat. Selain itu para ne1ayan Talaud ini umumnya mempunyai pengalaman bekerja
d i k elompok pukat cinein milik keturunan Cina atau nelayan pendatang yang lain.
Permasalaban mereka yang utama adalah mahalnya teknologi baru itu dan sulitnya
memperoleh modal pembuatannya,
Bilamana seorang nelayan memilih menjadi pemilik peralatan dengan
membuat perabu dan jaring sendiri, ternyata kendala yang terbesar adalah
ketiadaan modal tersebut. Oleh karena itu mereka memilih bekerja pada pemilik
modal keturunan Cina. Sebagai alternatif mengatasi risiko apabila terjadi kerusak-
an dan kerugian karena mahalnya teknologi, mereka memanfaatkan bubungan
kekerabatan dalam upaya pemerataan risiko tersebut.
Permasalaban yang dihadapi nelayan Sangihe berbeda. Mereka mengbadapi
pertentangan antara hak-hak individual yang lebih berorientasi ke pasar dan
mekanisme sosial-tradisional yang lebih mengutamakan kesejahteraan bersama.
Dalam hal ini dipertanyakan sistem pembagian basil yang lama yang tampaknya
sudab tidak sesuai dengan kondisi yang baru karena pengoperasian pukat lingkar
memerlukan tenaga kerja trampil dan bertenaga kuat, yang umumnya terbatas pada
golongan muda saja. Pemerataan pendapatan kepada anggota masyarakat yang
tidak turut bekerja kini dirasakan terlalu membebani mereka yang bekerja,
Terbentuknya kesadaran kelompok di kalangan neiayan Talaud sebenarnya
masih merupakan tahap permulaan menangkap ikan secara berkelompok.
Permasalahannya sekarang, apakah di masa mendatang nelayan Talaud cukup
puas sebagai kelompok nelayan pekerja {masanae] pukat cincin milik nelayan
72 MASYARAKAT INDONESIA
5/13/2018 Perubahan Kesadaran Berkelompok Pada Nelayan Pukat Di Sangihe Talaud - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/perubahan-kesadaran-berkelompok-pada-nelayan-pukat-di-sangi
pendatang daripada membentuk ke1ompok puka t cincin sendiri. Apabila
kelangkaan modal masih merupakan bambatan yang dihadapi maka kemungkinan
besar nelayan Talaud akan tetap tergantungpada nelayan pemilik pukat yang
umumnya nelayan pendatang.
Sementara itu kesadaran berkelompok pada nelayan Sangihe semakin me-
lemah, karena teknologi. pukat tidak lagi dapat menampung aspirasi masyarakatneJayan secara keseluruhan. Pranata kerjasama menangkap ibn tradisional ill
kalangan nelayan Bebalang tidak dapat menyesuaikan dengan tuntutan perubahan
kerjasama dalam teknologi pukat (Libatjuga Wan Hashim 1982,hlm. 1 - 29).
DAFTAR PUSTAKA
Acheson, James M. 1981. "Anthropology of fishing," dalam Annual Review of Anthropology,
hlm, 275 - 307.
Bailey, Comer. 1991. "Social Relations of Production in Rural Malay Society: Comparative Case
Studies of Rice Farming. Farming, Rubber Tapping. and Fishing Communities", dalam
Small-scale fishery Development : Soxio-cultural Perspective. disunting oleh John J.
Poggie dan Richard B. Pollnac, Rhode Island, International Center for Marine Resource
Development, hlm. 19 - 42.
Firth, Raymond, 1952. Elements of Social Organization, London: Watts & Co,
Emerson, K. Donald. 1980. Rethinking artisanal fisheries development: Western concept, Asian
experiences. World Bank Staff Working Paper no. 423. Washlngton, D.C. : World Bank.
Hashim, Wan. 1978. Kesadaran Kelas dan Konflik Kelas dalam Sebuah Komuniti Nelayan, Malay-
sia : Faculty of Social Sciences and Humanties, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Pornery, Robert S. 1991. "Toward a Community-Based Approach to Small-Scale Fisheries Mana-
gement and Development", dalam Small-scale Fishery Development : Socio-cultural
Perspective, disunting oleh John J. Poggie dan Richard B. PoUnac, Rhode Island: The
International Center for Marine Resource Development, hlm. 92 - 105.
Wahyono, Ary, dkk. 1991. Masyarakat Nelayan Desa Bebalang, Kecarnatan Manganitu, Kabupaten
Sangihe-Talaud, Sulawesi Utara. Laporan Basil Penelitian Proyek Pengkajian Strategi
Sosial Budaya Indonesia : Aspek Sosiat Budaya Masyarakat Maritim Indonesia Bagian
Timur. Jakarta: PMB - LlPI.
1992. Masyarakat Nelayan Kelurahan Ben, Kabupaten Sangihe-Talaud , Sulawesi Utara ,
Laporan Basil Penelitian Proyek Pengkaiian Strategi Sosial Budaya Indonesia: Aspek
S:Jsial Budaya Masyarakat Maritim Indonesia Bagian Timur. Jakarta: PMB - UPI.
TABUN XX, NO. 1,1993 • 73