pertimbangan seseorang menjadi whistleblower …

20
PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER DALAM UPAYA MEMBERANTAS KORUPSI DI KEPOLISIAN Oleh. Abdurrahman Nawawi Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ABSTRACT This mini thesis discusses the underlying judgment became a whistleblower and expose the corruption within the agency or organization. The writing is done to find out what are the considerations underlying the decision to become a whistleblower. Thus, it can be seen what is required evaluation measures related institutions. Using qualitative methods and case studies. Writing results suggest the need for an internal reporting mechanism within the agency or organization and the good reception of the whistleblower, and the need for rules in favor of such a mechanism. Keywords : Whistleblower, Corruption, Witness, Judgment Tindak pidana korupsi bukan lagi dikatakan sebagai tindak kejahatan yang biasa, melainkan sudah dikatakan sebagai kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary cime), karena melibatkan banyak orang atau kelompok yang dilakukan secara terorganisir. Pujiono (2007) mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah semakin meluas dan terjadi di berbagai aspek, seperti pungutan liar dan penggelapan pajak, bahkan korupsi dianggap telah menjadi budaya dan mendarah daging, sehingga sulit untuk dihilangkan. Haryono, Jamal dan Saleh (2002) dalam buku yang berjudul Budaya Korupsi Ala Indonesia, menyatakan bahwa faktor-faktor terjadinya perilaku korup umumnya terjadi dalam konteks sistem birokrasi patron-klien, yang sudah terjadi ketika masa orde baru berkuasa, terlihat dari banyaknya pengusaha yang dapat menikmati berbagai fasilitas karena kedekatannya dengan Presiden Soeharto, akibat lamanya sistem birokrasi patron-klien tersebut, korupsi dianggap telah mejadi budaya di Indonesia. Menurut Agus Sunaryanto dari tim Divisi Investigasi ICW, ruang lingkup tren korupsi dilihat dari sektor terjadinya korupsi, modus, 1 Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

 

PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER DALAM UPAYA MEMBERANTAS KORUPSI DI KEPOLISIAN

 Oleh. Abdurrahman Nawawi

Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik      

ABSTRACT    

This mini thesis discusses the underlying judgment became a whistleblower and

expose the corruption within the agency or organization. The writing is done to

find out what are the considerations underlying the decision to become a

whistleblower. Thus, it can be seen what is required evaluation measures related

institutions. Using qualitative methods and case studies. Writing results suggest

the need for an internal reporting mechanism within the agency or organization

and the good reception of the whistleblower, and the need for rules in favor of

such a mechanism.  

Keywords : Whistleblower, Corruption, Witness, Judgment    

Tindak pidana korupsi bukan lagi dikatakan sebagai tindak kejahatan yang

biasa, melainkan sudah dikatakan sebagai kejahatan yang sangat luar biasa (extra

ordinary cime), karena melibatkan banyak orang atau kelompok yang dilakukan

secara terorganisir. Pujiono (2007) mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah

semakin meluas dan terjadi di berbagai aspek, seperti pungutan liar dan

penggelapan pajak, bahkan korupsi dianggap telah menjadi budaya dan mendarah

daging, sehingga sulit untuk dihilangkan.  

Haryono, Jamal dan Saleh (2002) dalam buku yang berjudul Budaya

Korupsi Ala Indonesia, menyatakan bahwa faktor-faktor terjadinya perilaku korup

umumnya terjadi dalam konteks sistem birokrasi patron-klien, yang sudah terjadi

ketika masa orde baru berkuasa, terlihat dari banyaknya pengusaha yang dapat

menikmati berbagai fasilitas karena kedekatannya dengan Presiden Soeharto,

akibat lamanya sistem birokrasi patron-klien tersebut, korupsi dianggap telah

mejadi budaya di Indonesia. Menurut Agus Sunaryanto dari tim Divisi Investigasi

ICW, ruang lingkup tren korupsi dilihat dari sektor terjadinya korupsi, modus,    

1

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 2: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

2

Universitas Indonesia

 

 

         

pelaku (tersangka), kerugian, wilayah terjadinya korupsi, serta waktu kejadian dan

lembaga di mana kasus korupsi terjadi. (Indonesian Corruption Watch, 2012 )  

Sementara itu, Transparency International (TI) kembali meluncurkan

Corruption Perception Index (CPI) pada 3 Desember 2011 secara global. Tujuan

peluncuran CPI setiap tahun adalah untuk selalu mengingatkan bahwa korupsi

masih merupakan bahaya besar yang mengancam dunia. Pada tahun 2011 CPI

mengukur tingkat korupsi dari 183 negara, dengan rentang indeks antara 0 sampai

dengan 10, di mana 0 (nol) berarti negara tersebut dipersepsikan sangat korup,

sementara 10 berarti negara yang bersangkutan dipersepsikan sangat bersih. Dua

pertiga dari negara yang diukur memiliki skor di bawah lima, termasuk Indonesia.

Dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia kalah jauh dari

Singapura dengan indeks 9,2 yang berada di peringkat 5, Brunei dengan indeks

5,2 berada di posisi 44, Malaysia dengan indeks 4,3 di urutan ke 60, dan Thailand

dengan indeks 3,4 di urutan ke 80. Dimana pada tahun-tahun sebelumnya Indeks

Persepsi Korupsi negara Indonesia mengalami perbaikan, yaitu tahun 2011

dengan indeks 3 peringkat 100 dibandingkan dengan tahun 2010 berada di

peringkat 110 dengan indeks 2,8. (Corruption Perceptions Index, 2011)  

Kepolisian merupakan salah satu komponen peradilan pidana yang

seharusnya menjadi alat penegak hukum dalam memberantas kejahatan (Yesmil,

2009) ,namun dalam prakteknya, terdapat tindak kejahatan di dalam kepolisian itu

sendiri, yakni kejahatan korupsi, hal tersebut baru terlihat ke permukaan ketika

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno

Duadji melaporkan tindak korupsi yang dilakukan oleh sejumlah petinggi di

kepolisian yang memanfaatkan jabatan mereka untuk meraup keuntungan pribadi.

Keputusan Susno untuk melaporkan kejahatan korupsi di lingkungan kerjanya

tentu tidaklah mudah, adanya kemungkinan kerugian yang akan dihadapi seperti

„diberhentikan dari pekerjaan‟, „dimusuhi rekan-rekannya‟ dan tuduhan-tuduhan lainnya, namun mengapa Susno berani mengungkap kasus tersebut? Yang

seharusnya ancaman dan kerugian tersebut bisa menjadikan Susno mengurungkan

niatnya untuk mengungkapkan Kasus Pajak Gayus kepada publik.

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 3: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

3

Universitas Indonesia

 

 

         

Kerangka Teori    

Berdasarkan beberapa sumber baik buku maupun jurnal, terdapat beberapa

konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini agar diperoleh kesamaan

pengertian dan persepsi antara peneliti dan pembaca serta supaya tidak

menimbulkan kesalahan penafsiran dari pembaca mengenai beberapa istilah yang

terdapat di dalam penelitian ini. Antara lain:  

Korupsi  

Di Indonesia, korupsi adalah salah satu masalah besar yang sering kali

dikaitkan dengan tindakan gelap dan tidak sah, untuk mendapatkan keuntungan

pribadi atau kelompok, dari hal tersebut kemudian berkembang pandangan bahwa

korupsi menekankan pada penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan publik

untuk kepentingan pribadi, Azra (2002) mengidentifikasi korupsi menjadi tiga

kategori, yakni Pertama, korupsi yang berpusat pada kantor publik, tingkah

laku dan tindakan pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik

formal untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang-orang yang

dekat dengannya termasuk kedalam tindakan korupsi. Kedua, korupsi yang

berpusat kepada dampaknya terhadap kepentingan umum, korupsi terjadi ketika

pemegang kekuasaan atau fungsionaris pada kedudukan publik melakukan

tindakan-tindakan tertentu demi kepentingan orang-orang tertentu dengan

menerima imbalan. Ketiga, korupsi yang berpusat pada pasar , didasarkan pada

analisa korupsi menggunakan teori pilihan publik dan sosial serta pendekatan

ekonomi dalam kerangka analisa politik. Menurut Philip, individu atau

kelompok menggunakan korupsi sebagai „lembaga‟ ekstra legal untuk tujuan mempengaruhi kebijakan oleh birokrasi. Hanya individu dan kelompok yang

terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan

korupsi daripada pihak-pihak lain. (Azyumardi Azra ,2002:31-32).  

Klitgaard (2002) memberikan pengertian korupsi, yang berarti

menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Dalam suatu jabatan,

terdapat wewenang. Individu yang melakukan korupsi menggunakan

wewenang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Korupsi juga dapat berarti

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 4: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

4

Universitas Indonesia

 

 

         

memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan atau

menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah.  

Susan (2006) juga menjelaskan bahwa korupsi adalah sebuah

penggambaran dari hubungan antara negara dan sektor swasta. Terkadang,

yang memiliki kekuasaan dan menjadi pelaku dominan adalah pemerintah,

atau sebaliknya, pihak swasta menjadi pelaku yang dominan. Kemampuan untuk

melakuklan tawar menawar antara pemerintah dan swasta akan menentukan

dampak keseluruhan dari korupsi yang terjadi terhadap masyarakat.  

Gjalt de Graaf (2007) mendefinisikan korupsi yang berbunyi,

“Behavior of public officials which deviates from accepted norms in order

to serve private ends”. Dalam definisi tersebut dikatakan bahwa korupsi adalah perilaku dari pejabat publik yang menyimpang dari norma yang telah

disepakati untuk kepentingan pribadi.  

Korupsi termasuk kejahatan Negara dan warga Negara menjadi korban

utamanya, Green dan Ward (2004) mengkategorikan kejahatan oleh Negara

menjadi tiga, yaitu Korupsi, Klientalisme dan Patrimonialisme. Korupsi adalah

penyelewengan kekuasaan yang merugikan keuangan Negara. Klientalisme terjadi

ketika pejabat publik memberikan keberpihakan politik kepada pemilih atau klien.

Klientalisme biasanya secara efektif bekerja bersama-sama dengan birokrasi dan

dapat menjadi pendorong adanya gerakan pelanggaran hak asasi manusia,

kejahatan korporasi, kejahatan oleh polisi dan bentuk penyimpangan lainnya dapat

berkolaborasi dalam klientalisme. Patrimonialisme lebih merupakan faktor

pendorong terjadinya kekerasan dalam korupsi oleh Negara, misalnya terjadinya

teror, kejahatan perang dan genosida.  

Pemberantasan Korupsi  

Klitgaard (2005) menjelaskan salah satu model pendekatan dalam

menganalisis korupsi, yakni model atasan-pegawai-klien. Model ini

menganalogikan bahwa atasan adalah pemimpin, lembaga negara misalnya

lembaga pemungut pajak, lalu pegawai adalah pegawai pemungut pajak yang

berinteraksi langsung dengan klien, klien adalah seorang wajib pajak. Jika

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 5: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

5

Universitas Indonesia

 

 

         

melihat dari sudut pandang pegawai dan klien, mereka akan melakukan

pertimbangan untung rugi (Cost-Benefits) dari melakukan tindakan korupsi. Bagi

seorang atasan, korupsi yang dilakukan oleh pegawainya dapat dimanfaatkan

untuk menguntungkan dirinya sendiri melalui “uang tutup mulut” apabila ia mengetahui dengan pasti dan jelas perihal korupsi yang dilakukan pegawainya.

Namun, seringkali atasan tidak mengetahui dengan jelas korupsi yang terjadi

sehingga akan terjebak dalam situasi yang serba salah. Keberadaan korupsi di

dalam lembaga yang ia pimpin saja sudah menjadi kerugian atau “faktor negatif”. Selain itu ia harus mematok gaji dan hukuman bagi pegawai tersebut tanpa ia mengetahui tentang produktivitas pegawai tersebut maupun

tindakan korupsi yang menyulitkannya yang dilakukan oleh pegawai tersebut.

Mungkin seorang atasan akan membuat sebuah mekanisme tertentu untuk

mengetahui dan mengumpulkan informasi tentang apa saja yang dilakukan

oleh pegawai.  

Whistleblowing  

Whistleblowing adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang karena

percaya bahwa kepentingan publik lebih diutamakan daripada kepentingan

organisasi tempat ia bekerja, dan mengungkap tindakan korupsi, pelanggaran dan

tindakan illegal yang dilakukan oleh organisasi. Nader juga mendifiniskan

whistleblower sebagai seorang yang pro-sosial, yang lebih memilih mengungkap

kasus dan dimusuhi oleh rekan kerja. (Wim Vandekerckhov,2006:8).  

Commers (2000) (dalam Vandekerckhov, 2006) meletakan

whistleblowing sebagai tindakan akibat hilangnya kontrol demokrasi dalam

masyarakat yang terkena dampak globalisasi, dan melihat pengungkapan kasus-

kasus hukum sebagai indikatornya, ditandai dengan pengantian sejumlah pejabat,

hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat memiliki peran sebagai pengawasan

dalam sistem demokrasi yang baik. Perhatian terhadap whistleblower dalam

masyarakat, pemerintahan, media, dan perusahaan swasta, mulai berkembang ke

arah yang positif.

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 6: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

6

Universitas Indonesia

 

 

         

Mekanisme Whistleblowing  

Mekanisme whistleblowing adalah usaha menjadikan laporan yang

diberikan oleh whistleblower menjadi laporan yang sifatnya sah dan dilakukan

melalui lembaga yang sah, sehingga diharapkan dapat mencegah tindakan korupsi,

pelanggaran dan tindakan ilegal yang dilakukan oleh organisasi. Dalam penelitian

ini, batasan definisi whistleblowing yang digunakan, antara lain:  

Batasan Pertama, berdasar definisi yang diutarakan oleh Jubb (1999), dalam

penelitian ini, lebih berfokus pada usaha menjawab pertanyaan, apa yang

menyebabkan seseorang memutuskan menjadi whistleblower? Bagaimana proses

seseorang memutuskan hal tersebut, sehingga berupaya melihat penetapan status

seseorang menjadi whistleblower, siapa yang mengungkap (actor), persoalan

seperti apa yang dilaporkan (subject), dan siapa yang menerima laporan tersebut

(recipient) serta penghargaan dan perlindungan seperti apa yang diterima oleh

whistleblower melalui mekanisme yang sah, baik yang diberikan oleh masyarakat,

pemerintah maupun penegak hukum.  

Batasan Kedua, berdasar mekanisme pemberantasan korupsi yang dijelaskan oleh

Klitgaard (2005), dengan menggunakan metode kualitatif, berupaya melihat

proses seorang memutuskan mengungkap dugaan tindakan korupsi, pelanggaran

dan tindakan ilegal yang dilakukan oleh organisasi, dengan menggunakan analisa

pertimbangan untung rugi (Cost-Benefits).  

Mekanisme whistleblowing pada dasarnya adalah upaya mejadikan

whistleblowing sebagai cara yang sah, dan dapat dilakukan melalui lembaga yang

sah, serta dengan prosedur yang terstandarisasi, diketahui dengan baik tahapannya

sehingga dapat dilakukan dengan mudah, dan memiliki kekuatan hukum, hal

tersebut juga harus didukung oleh dokumen lembaga yang sah. (Vandekerckhov,

2006:20).  

Peneliti menggunakan Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory)

yang dikemukakan oleh James Coleman (1990) dan Clarke & Cornish (1985),

penjelasan dari Clarke & Cornish mengenai Rational Choice Theory digunakan

untuk mendukung penjelasan Coleman mengenai pertimbangan yang dilakukan

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 7: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

7

Universitas Indonesia

 

 

         

oleh Actor sebelum melakukan tindakan. Selanjutnya teori tersebut menjadi dasar

pemikiran dalam penelitian ini, yang digunakan peneliti untuk menjelaskan dan

memahami pertimbangan apa saja yang mendasari seseorang menjadi

whistleblower.  

Rasional Choice Theory yang di jelaskan Coleman (1990) menggunakan

actor dan resource sebagai inti dari teori tersebut, Coleman juga berupaya

menjelaskan dalam hubungan mikro-makro terdapat pengaruh tindakan yang

dilakukan oleh individu terhadap individu lain. Coleman juga memaparkan

sejumlah fenomena pada tingkat makro dengan menggunakan Teori Pilihan

Rasional, ketika seorang individu berupaya memperoleh keuntungan maksimal

dengan mengendalikan individu lain, atas sumber daya yang dimilikinya. (George

Ritzer, 2010, 448)  

Dalam menganalisa fenomena pada tingkat makro, Coleman menggunakan

Perilaku Koletif, Norma dan Aktor Korporasi sebagai target penelitiannya tentang

Teori Pilihan Rasional. Pertama Perilaku Kolektif, Coleman menjelaskan bahwa

pada perilaku kolektif yang terjadi adalah sebagai bentuk perpindahan kontrol

aktor terhadap aktor lain, bukan sebagai bentuk pertukaran kontrol antara aktor.

Kedua, Norma. Coleman (dalam Ritzer, 2010) berpendapat bahwa norma

dipertahankan oleh individu yang memperoleh keutungan yang dihasilkan dari

mematuhi aturan dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma tersebut.

Ketiga, Aktor Korporasi. Coleman menjelaskan pada tingkat makro, aktor

korporasi tidak dapat bertindak bebas untuk memenuhi kepentingan pribadinya,

malainkan lebih kepada tindakan-tindakan untuk memenuhi kepentingan kolektif,

hal tersebut terjadi karena adanya sejumlah aturan dan mekanisme yang harus

dipatuhi oleh aktor, sehingga tindakan aktor dapat dikatakan telah dikendalikan

untuk kepentingan kolektif.  

Kemudian penjelasan mengenai Teori Pilihan Rasional yang dikemukakan

oleh Clarke dan Cornish (1985) digunakan untuk mendukung penjelasan Teori

Pilihan Rasional yang diutarakan oleh Coleman, yakni mengenai pertimbangan

cost dan benefit. Clarke dan Cornish berupaya menjelaskan tindakan yang

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 8: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

8

Universitas Indonesia

 

 

         

dilakukan oleh Aktor, dipengaruhi oleh adanya opportunities dan risk yang

berpengaruh terhadap cost dan benefit yang mungkin didapatkan aktor  

Metode Penelitian    

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah

pendekatan kualitatif. Pendekatan ini menekankan pada cara kita melihat dan

mempelajari suatu fenomena dari realitas sosial yang berlandaskan pada asumsi

dasar ilmu sosial. Pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan proses

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Susno Duadji menjadi whistleblower

dan mengungkap kejahatan pajak Gayus, serta peneliti menggambarkan faktor apa

saja yang mendorong Susno mengambil keputusan tersebut.  

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, salah

satunya adalah melakukan studi literatur, data-data yang diperoleh merupakan

data sekunder yang berasal dari sejumlah buku, jurnal yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari jurnal online yang diperoleh dari internet. Untuk

mendukung data mengenai perlindungan whistleblower di Indonesia, penulis juga

mengumpulkan sejumlah dokumen dari lembaga terkait seperti Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)  

Peneliti menggunakan wawancara sebagai salah satu teknik pengumpulan

data yakni bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah keterangan sebagai

pelengkap mengenai pertimbangan apa yang mendasari seseorang memilih

mengungkapkan kasus korupsi yang ia ketahui, dan menjadi whistleblower.

Wawancara dilakukan kepada Susno Duadji sebagai whistleblower yang dikenal

melalui media. Wawancara dilakukan untuk memahami dan mengintepretasikan

suatu makna yang sebelumnya belum diketahui oleh penulis.  

Kemudian untuk melengkapi sejumlah informasi, peneliti selanjutnya

melakukan wawancara terhadap salah satu pengacara Susno Duadji, Pak Andri,

S.H. Informan dipilih karena merupakan whistleblower pertama yang muncul

melalui media. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap LPSK untuk

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 9: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

9

Universitas Indonesia

 

 

         

mengetahui peran LPSK dalam memberikan bantuan hukum terhadap Susno  

Duadji sebagai whistleblower.    

Dalam memilih subyek penelitian, peneliti memiliki beberapa alasan

tertentu. Pertama, Susno Duadji, alasan peneliti memilih Susno Duadji adalah

karena Susno merupakan whistleblower pertama di Indonesia yang muncul

melalui media, yang bekerja di salah satu instansi yakni Polri sebagai kabareskrim

di Mabes Polri  

Kedua, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Alasan peneliti

memilih LPSK sebagai subyek penelitian karena LPSK merupakan Lembaga di

Indonesia yang dibentuk oleh Negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak saksi

dan korban, sebagai salah satu upaya pencegahan dan pemberanasan kejahatan.  

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis wacana dengan

dimensi teks dan konteks sosial untuk melakukan analisis. Yakni analisis terhadap

teks berupa buku dan berita dengan menggunakan kerangka pikir berdasarkan

Teori Pilihan Rasional yang dijelaskan oleh Coleman, kemudian peneliti juga

mendeskripsikan situasi serta peran tokoh dan peristiwa lain yang menjadi

pertimbangan Susno dalam mengungkap Kasus pajak Gayus dengan

menggunakan penjelasan Teori Pilihan Rasional yang dikemukakan oleh Clarke

dan Cornish.  

Keterbatasan dari penelitian ini adalah penelitian ini hanya membahas

tentang pertimbangan yang mendasari seseorang menjadi whistleblower dalam

upaya memberantas korupsi di kepolisian, selain itu dalam penelitian ini juga

membahas situasi dan pengaruh tokoh serta peristiwa lain dalam pertimbangan

Susno mengungkap Kasus Pajak Gayus.  

Analisis Hasil    

Pemahaman mengenai aturan perlindungan terhadap whistleblower

persamaan dalam penelitian ini, meskipun juga tertabat sejumlah perbedaan

pemahaman terhadap beberapa aturan terkait pelaksanaan perlindungannya.

Kesamaan pemahaman perlindungan terhadap whistleblower adalah perlindungan

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 10: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

10

Universitas Indonesia

 

 

         

tersebut menjadikan whistleblower tidak dapat di tuntut balik atas laporannya

mengenai tindak korupsi, dan seandainya mendapat laporan balik berupa

„pencemaran nama baik‟ maka laporan „pencemaran nama baik‟ tersebut akan di pending, hingga laporan atas dugaan tindak korupsi tidak terbukti, barulah laporan

„pencemaran nama baik‟ akan dip roses hukumnya.  

Sedangkan perbedaan pemahaman yang diutarakan oleh ketiga informan

mengenai perlindungan terhadap whistleblower adalah mengenai pelaksanaan

perlindungannya  

Pertimbangan Rasional Susno Duadji mengungkap Kasus pajak Gayus dan  

Makelar Kasus di Kepolisian    

Situasi yang dihadapi Susno Duadji    

Situasi yang dihadapi Susno Duadji menjadi pertimbangan yang

mendasari Susno memilih mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di

Kepolisian, gambaran situasi yang dihadapi diperoleh berdasarkan pendeskripsian

sejumlah berita dan dilengkapi oleh hasil wawancara terhadap informan, situasi

yang dihadapi Susno dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu Dikhianati oleh

Instansi Kepolisian, Adanya kesempatan dan Keadaan terdesak.  

Pertama, Dikhianati oleh Instansi Kepolisian. Susno yang dicopot dari

jabatannya setelah mengutarakan pendapat mengenai alat rekam yang dimiliki oleh

Polri, menjadikan Kasus „Cicak vs Buaya‟ banyak diperbincangkan. Pada kondisi tersebut Susno dihadapkan pada pilihan-pilihan seperti tidak mengungkap

 

kasus dengan kerugian (cost) yang didapatkan hanyalah berupa dicopot dari

jabatan atau mengungkap kasus dengan kerugian (cost) yang dapatkan jauh lebih

besar, namun pihak yang dilaporkan juga mengalami kerugian (cost). Kemudian

Susno akan memilih pilihan yang ia percaya pada saat itu dibutuhkan. Pilihan

yang diambil oleh Susno pada saat itu adalah mengungkap Kasus pajak Gayus dan

Makelar Kasus di Kepolisian, karena dianggap sudah dalam keadaan yang

„bobrok‟.

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 11: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

11

Universitas Indonesia

 

 

         

Jika menggunakan gagasan Coleman untuk melihat hal tersebut, seseorang

pada dasarnya bertindak mengarah pada suatu tujuan, dan tujuan tersebut

ditentukan oleh nilai (value) dan pilihan (preference). Dalam hal ini Susno

sebagai aktor yang bertindak dengan tujuan untuk membalas penghianatan yang

dilakukan instansi kepolisian dan tujuan tersebut ditentukan oleh nilai dan pilihan

seperti tidak mengungkap atau mengungkap kasus. Seperti penjelasan Clarke dan

Cornish mengenai tindakan seseorang pada dasarnya bertujuan mendapatkan

keuntungan (benefits) yang dipengaruhi oleh kesempatan (opportunities) dan

menghindari kerugian (cost) yang dipengaruhi oleh resiko (risk), Susno ketika

„dicopot‟ dari jabatannya, dikarenakan Kapolri memiliki sumber daya (resource) yakni kekuasaan, sehingga dapat melakukan kendali terhadap Susno dan

menderita kerugian (cost) berupa kehilangan jabatannya. Coleman menjelaskan

dalam teorinya, bahwa hal yang terjadi pada Susno adalah bentuk dari Perilaku

Kolektif, yakni bentuk perpindahan control, yang dilakukan aktor lain untuk

memaksimalkan keuntungan (Maximizing Benefit).  

Kedua, Adanya kesempatan. Susno yang memilih mengungkapkan Kasus

pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian yang ketika itu melalui media

massa saat menjawab wawancara, Susno menyebutkan sejumlah nama di

kepolisian yang menjadi makelar kasus. Susno dihadapkan pada pilihan, akan

mengungkap melalui media dengan pertimbangan kasus cepat menyebar ke

masyarakat (benefit) namun kurang dapat dipercaya (cost) atau melalui

mekanisme yang ada seperti melalui penegak hukum dengan pertimbangan kasus

akan lama dalam prosesnya (cost) namun mendapat legitimasi dari penegak

hukum (benefit) , kemudian Susno memilih mengungkap kasus karena adanya

kesempatan (opportunities) untuk mengungkapkannya melalui media, sehingga

akan langsung diketahui oleh masyarakat (benefit), selain itu juga adanya

pertimbangan biaya, jika ia mengungkapkannya melalui cara lain, kasus tersebut

akan memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar (Minimizing

Cost) .

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 12: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

12

Universitas Indonesia

 

 

         

Clarke dan Cornish mengemukakan dalam teorinya bahwa seseorang

ketika melakukan suatu tindakan akan memperhitungkan biaya (cost), maupun

cara yang digunakan untuk mencapai tujuannya, dalam hal ini Susno memilih cara

pengungkapan melalui media massa dengan pertimbangan akan langsung

diketahui oleh masyarakat, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama serta

mekanisme yang berbelit-belit.  

Ketiga, Keadaan Terdesak. Keadaan terdesak dimaknai sebagai situasi

yang memaksa sehingga Susno sebagai Aktor memilih untuk mengungkap Kasus

pajak Gayus dan Makelar Kasus, keadaan terdesak juga dimaknai sebagai situasi

yang membahayakan dan terjadi secara mendadak. Pada kondisi tersebut Susno

dihadapkan pada pilihan melanjutkan pengungkapan Kasus yang telah ia lakukan

dengan pertimbangan ia akan mendapat kerugian (cost) yang lebih besar namun

pihak lain juga akan mengalami kerugian yang sama besarnya atau tidak

melanjutkannya dengan pertimbangan tetap mengalami kerugian (cost) akibat

tuduhan yang dilaporkan kapadanya sedangkan pihak lain mendapat keuntungan

(benefit). Dan Susno memilih untuk mengungkap kasus dengan pertimbangan

pihak lain juga akan mengalami kerugian (cost) yang sama besarnya dengan

kerugian yang ia dapatkan  

Melihat tindakan yang pilih Susno dengan menggunakan Teori Pilihan

Rasional Coleman, Susno sebagai aktor bertindak mengarah pada tujuannya yakni

memberikan kerugian (cost) yang lebih besar atau setidaknya sama besar dengan

kerugian yang dialaminya, dengan mengungkapkan kasus sebagai nilai dan

preferensi, sedangkan dengan mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Clarke

dan Cornish, bahwa yang dilakukan Susno adalah salah satu bentuk mengurangi

kerugian (Minimizing Cost) dengan menciptakan kerugian yang dialami oleh

orang lain, serta adanya sumber daya (resource) berupa sejumlah informasi yang

diketahui oleh Susno.

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 13: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

13

Universitas Indonesia

 

 

         

Respon pihak lain terhadap Susno Duadji    

Melakukan perlawanan maupun dukungan menjadi pertimbangan Susno

untuk memilih mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian,

Respon terhadap tindakan Susno ada yang berupa perlawanan dan dukungan,

Yakni:  

Pertama, Perlawanan. Melakukan tindakan perlawanan merupakan respon

yang terjadi ketika Susno memilih mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar

Kasus di Kepolisian, beberapa bentuk perlawanan yang dilakukan antara lain yang

dilakukan oleh Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dengan

mencopot Susno dari jabatannya sebagai Kabareskrim Polri dan mengantikannya

dengan Irjen Ito Sumardi, lalu Tuduhan pencemaran nama baik, yang dilakukan

oleh Brigadir Jenderal Edmond Ilyas dan Brigadir Jenderal Raja Erizman, Susno

juga dikatakan telah melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik kemudian

dituduhkan dua perkara korupsi lainnya, yakni Korupsi PT Salwah Arowana

Lestari (SAL) sewaktu Susno menjabat sebagai Kabareskrim dan Korupsi Dana

Pengamanan Pilkada Jawa Barat sewaktu Susno menjabat sebagai Kapolda Jabar

atas laporan Djahril Djohan, yakni orang yang disebut-sebut Susno sebagai

„biang‟ makelar kasus di kepolisian.  

Respon berupa perlawanan tersebut menjadi pertimbangan bagi Susno

dalam memilih untuk mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di

Kepolisian, perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh Kapolri Kapolri

Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Brigadir Jenderal Edmond Ilyas dan

Brigadir Jenderal Raja Erizman dan Djahril Djohan tidaklah datang bersamaan

dan merupakan respon terhadap tindakan yang berbeda. Pencopotan terhadap

Susno dari jabatannya sebagai Kabareskrim di Mabes Polri, ada yang mengatakan

sebagai respon terhadap pernyataan Susno mengenai „Cicak vs Buaya‟, namun tidak diketahui dengan pasti alasan pencopotan tersebut, lalu tuduhan pencemaran

nama baik yang dilaporkan oleh Brigadir Jenderal Edmond Ilyas dan Brigadir

Jenderal Raja Erizman merupakan respon terhadap tindakan Susno yang

menyebutkan sejumlah petinggi di kepolisian yang menjadi Markus, selanjutnya

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 14: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

14

Universitas Indonesia

 

 

         

tuduhan dua perkara korupsi yakni Korupsi PT Salwah Arowana Lestari (SAL)

dan Korupsi Dana Pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilaporkan Djahril

Djohan merupakan respon terhadap tindakan Susno yang menyebut Djahril

Djohan sebagai „biang‟ makelar kasus di kepolisian.  

Selanjutnya, dengan adanya perlawanan-perlawanan dari sejumlah pihak,

Susno tetap pada pilihannya untuk mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar

Kasus di Kepolisian, dengan menggunakan penjelasan Coleman mengenai Teori

Pilihan Rasional, Susno merupakan Aktor Korporasi, yang bertindak mengacu

pada aturan yang berlaku (norm), hal tersebut telihat ketika Susno dituduhkan

dengan tuduhan „pelanggaran kode etik‟ karena hadir dalam persidangan Antarsari Azhar dengan mengenakan pakaian dinas dan pada jam dinas, selanjutnya

mengacu pada penjelasan Coleman mengenai Teori Pilihan Rasional, Kapolri

Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri merupakan aktor lain, yang memiliki

sumber daya (resource) berupa kekuasaan yang berusaha melakukan kendali

terhadap Susno, dengan „mencopot‟ Susno dari jabatannya, Coleman mengatakan pada Perilaku Koletif, aktor berupaya melakukan kontrol terhadap aktor lain

dengan memanfaatkan sumberdaya (resource) yang dimilikinya untuk

memaksimalkan keuntungan (Maximizing benefit).  

Kedua, Dukungan. Selain respon berupa perlawanan, juga terdapat respon

berupa pemberian dukungan dan bantuan terhadap Susno, ketika ia memilih

mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian, beberapa

bentuk dukungan yang dilakukan antara lain Perlindungan dan bantuan hukum

yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, lalu juga terdapat

sejumlah dukungan yang dilakukan oleh sejumlah golongan di masyarakat,

dukungan yang diberikan berupa unjuk rasa dan melalui situs jejaring sosial

facebook, dengan mengumpulkan sejumlah dukungan melalui media online.  

Respon berupa dukungan tersebut menjadi pertimbangan bagi Susno

dalam memilih untuk mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di

Kepolisian, dukungan-dukungan yang dilakukan oleh LPSK dan sejumlah

golongan di masyarakat, dengan mengacu pada penjelasan Clarke dan Cornish,

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 15: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

15

Universitas Indonesia

 

 

         

Susno sebagai aktor, akan bertindak berdasarkan kesempatan (opportunities) yang

ada yaitu bantuan dan perlindungan hukum yang diberikan oleh

LembagaPerlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat ia gunakan untuk

mengurangi kemungkinan resiko (risk) yang dihadapi seperti „tuduhan pencemaran nama baik‟, selain itu jugadapat menurunkan kerugian (Minimizing

Cost), yang dialami akibat tuduhan perkara korupsi, yakni dengan status sebagai

whistleblower, vonis yang dijatuhkan pada Susno adalah setengah dari tuntutan

jaksa penuntut umum.  

Berdasarkan uraian diatas, pilihan yang dikatakan memberikan

keuntungan (benefit) bagi Susno Duadji adalah menciptakan kerugian (cost)

kepada pihak lain, sehingga pihak lain akan mendapatkan kerugian yang lebih

besar atau setidaknya sama besar dengan kerugian yang dialami Susno.  

Aturan perlindungan terhadap Whistleblower    

Aturan juga menjadi pertimbangan Susno ketika memilih mengungkap

Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian, mengingat aturan mengenai

whistleblower yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia (HAM), Jaksa Agung, Kepolisian, KPK dan LPSK belum

memiliki kekuatan hukum, sehingga tidak dapat digunakan untuk membela atau

memberi bantuan dan perlindungan hukum bagi whistleblower. Kemudian dalam

Undang-Undang No.13 Pasal 10 ayat 1 dan Undang-Undang Pasal 10 ayat 2

mengenai perlindungan terhadap saksi.  

Berdasarkan temuan data, Susno maupun pengacaranya memiliki

pemahaman yang sama mengenai aturan-aturan tersebut, namun memiliki

keterbatasan terkait pelaksanaannya, karena Susno dan pengacaranya berusaha

mendapatkan vonis hukum yang diharapkan, yakni dibebaskan dari tuntutan pada

Kasus PT Salwah Arowana Lestari (SAL) dan Pilkada Jawa Barat dengan

memanfaatkan status Susno sebagai whistleblower pada Kasus pajak Gayus dan

Makelar Kasus di Kepolisian. Jika melihat menggunakan Teori Pilihan Rasional

yang di jelaskan oleh Coleman, Susno sebagai Aktor, bertindak untuk mencapai

tujuannya, yakni bebas dari tuntutan dengan memanfaatkan sumber daya

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 16: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

16

Universitas Indonesia

 

 

         

(resource) yang ia miliki, yakni adanya aturan (norm) yang memberikan bantuan

hukum, yang dapat memberikan keuntungan baginya (benefit) karena dengan

adanya aturan tersebut, usaha yang dilakukan Susno untuk memperoleh kebebasan

menjadi lebih mudah, dibandingkan jika Susno hanya berupaya melalui pengajuan

banding dan kasasi, yang Coleman katakan sebagai bentuk kontrol Susno terhadap

penegak hukum.  

Berdasarkan uraian diatas, maka secara singkat dapat digambarkan bahwa

Susno Duadji sebagai Aktor, memiliki sumber daya berupa informasi atau

pengetahuan mengenai adanya sejumlah petinggi kepolisian yang menjadi

makelar kasus, informasi tersebut adalah informasi yang sifatnya rahasia atau

tertutup sehingga tidak diketahui oleh orang lain yang berada di luar sistem, dan

hanya diketahui oleh orang yang berada dalam sistem tersebut. Sumber daya

lainnya yang dimiliki Susno Duadji berupa aturan, yakni aturan yang memberikan

perlindungan dan bantuan hukum terhadap whistleblower. Kedua modal tersebut

kemudian menjadi dasar pertimbangan Susno dalam mengungkap Kasus pajak

Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian.  

Sumber daya yang dimiliki tidak selalu digunakan sebagai pertimbangan

dalam bertindak, namun juga terdapat pertimbangan lain, yakni Situasi yang

dihadapi Sunso dan Respon dari pihak lain. Kemudian semua faktor tersebut

menjadi pertimbangan Susno dalam memilih tindakan dan cara yang akan ia

tempuh untuk mecapai tujuannya. Pilihan-pilihan yang ada kemudian dipisahkan

menjadi dua, yakni pilihan yang diterima oleh aktor dan pilihan yang ditolak oleh

aktor. Pilihan yang diterima ini yang kemudian direalisasikan oleh aktor dalam

bentuk tindakan.

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 17: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

17

Universitas Indonesia

 

 

         

Gambar 1  

Faktor yang mendasari pertimbangan mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian

 Sumber Daya  

 Mengetahui adanya

Makelar Pajak dan Makelar kasus

   Aturan perlindungan bagi whistleblower

 

 

Informasi Aturan  

     

Aktor  

Adanya keuntungan Adanya kesempatan Tercapainya tujuan

Biaya murah Lebih cepat Dibutuhkan

 Adanya kerugian

Tidak tercapai tujuan Biaya mahal Waktu lama

Tidak dibutuhkan    

Kesimpulan

   Diterima  

         Ditolak

 

     

Pertimbangan Situasi

dan Respon pihak lain  

         

Pilihan

 

 Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa

pertimbangan yang mendasari Susno Duadji menjadi whistleblower adalah

Pertama, adanya pertimbangan terhadap situasi yang dihadapi oleh Susno pada

saat itu seperti dikhianati oleh instansi kepolisian tempat ia bekerja, adanya

kesempatan untuk mengungkapkan melalui media dan keadaan terdesak oleh

tuduhan-tuduhan kasus korupsi.  

Kedua, adanya pertimbangan terhadap respon yang diberikan oleh pihak lain, respon yang muncul ada yang berupa perlawanan dari pihak-pihak yang

dilaporkan oleh Susno yakni kepolisian dengan „mencopot‟ Susno dari jabatannya, tuduhan penemaran nama baik dan pelanggaran kode etik, namun juga ada yang

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 18: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

18

Universitas Indonesia

 

 

         

berupa dukungan seperti bantuan hukum dari LPSK dan dukungan berupa unjuk

rasa yang dilakukan oleh sejumlah kalangan di masyarakat.  

Ketiga, adanya pertimbangan aturan, yakni perlindungan terhadap

whistleblower yang tertuang dalam UU No.13 Tahun 2006 Pasal 10 ayat 1 dan 2

dan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Jaksa

Agung, Kepolisian, KPK dan LPSK  

Saran    

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

terdapat beberapa saran yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain: Pertama,

perlu adanya mekanisme pelaporan yang disediakan oleh instansi, sehingga

penyelesaian konflik di dalam tubuh suatu instansi dapat diselesaikan secara

internal tanpa harus melibatkan pihak-pihak yang berasal dari luar, namun

pelaksanaan mekanisme tersebut harus dilakukan oleh sub bagian yang

independen untuk menghindari adannya intervensi atau campur tangan, yang

dapat merugikan pelapor.  

Kedua, perlu adanya keterbukaan dan penerimaan yang baik yang

dilakukan oleh pihak-pihak lain, dalam menanggapi laporan yang diberikan oleh

whistleblower, yakni seseorang yang berniat mengungkap kasus korupsi di dalam

instansinya sendiri.  

Ketiga, perlu adanya aturan khusus di tiap instansi yang memberikan

perlindungan terhadap whistleblower, aturan tersebut juga harus memiliki

kekuatan hukum, sehingga perlindungan hukum terhadap whistleblower terjamin,

dan juga aturan tersebut digunakan sebagai pendukung bila telah ada mekanisme

pelaporan yang bersifat internal di dalam suatu instansi.

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 19: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

19

Universitas Indonesia

 

 

         

Kepustakaan    

Alford, C. Fred. Whistle-Blower Narratives: The Experience of Choiceless

Choice. Source: Social Research, Vol. 74, No. 1, Difficult Choices (2007)

pp. 223-248  

Coleman, James S. Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung : Nusa Media. 2008.    

Coleman, James S., and Fararo, Thomas J. Rational Choice Theory. USA: Sage  

Publications: 1992    

Clarke, Ronald V.and Cornish, Derek B. Modeling Offenders' Decisions: A

Framework for Research and Policy. Source: Crime and Justice, Vol. 6

(1985), pp. 147-185  

Guzman, Andrew T. How International Law Works Rational Choice Theory. New  

York: Oxford University Press. 2008    

Grant, Colin. Whistle Blowers: Saints of Secular Culture. Source: Journal of  

Business Ethics, Vol. 39, No. 4, Theoretical Foundations (2002) pp. 391-  

399    

Klitgaard, R. Membasmi Korupsi.(diterjemahkan oleh Hermojo). Jakarta: Yayasan  

Obor Indonesia, 2005    

Mustofa, Muhammad. Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminaltas,

Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. Depok: FISIP UI Press.

2007.  

Mustofa, Muhammad. Metodologi Penelitian Kriminologi. Depok: FISIP UI Press.  

Edisi Kedua. 2007.  

Near, Janet P., et all. Does Type of Wrongdoing Affect the Whistle-Blowing  

Process?. Source: Business Ethics Quarterly, Vol. 14, No. 2 (2004) pp. 219-  

242

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013

Page 20: PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER …

20

Universitas Indonesia

 

 

         

Ritzer, George. Sociological Theory Eighth Edition. New Yorks, US: McGraw-

Hill Companies. 2010  

Siegel, Larry J. Criminology Ninth Edition. Canada: Thomson Corporate. 2005    

Vandekerckhov, Wim. Whistleblowing and Organizational Social Resposibility a  

Global Assessment. USA: Ashgate Publishing Company. 2006

Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013