pertimbangan seseorang menjadi whistleblower …
TRANSCRIPT
PERTIMBANGAN SESEORANG MENJADI WHISTLEBLOWER DALAM UPAYA MEMBERANTAS KORUPSI DI KEPOLISIAN
Oleh. Abdurrahman Nawawi
Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ABSTRACT
This mini thesis discusses the underlying judgment became a whistleblower and
expose the corruption within the agency or organization. The writing is done to
find out what are the considerations underlying the decision to become a
whistleblower. Thus, it can be seen what is required evaluation measures related
institutions. Using qualitative methods and case studies. Writing results suggest
the need for an internal reporting mechanism within the agency or organization
and the good reception of the whistleblower, and the need for rules in favor of
such a mechanism.
Keywords : Whistleblower, Corruption, Witness, Judgment
Tindak pidana korupsi bukan lagi dikatakan sebagai tindak kejahatan yang
biasa, melainkan sudah dikatakan sebagai kejahatan yang sangat luar biasa (extra
ordinary cime), karena melibatkan banyak orang atau kelompok yang dilakukan
secara terorganisir. Pujiono (2007) mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah
semakin meluas dan terjadi di berbagai aspek, seperti pungutan liar dan
penggelapan pajak, bahkan korupsi dianggap telah menjadi budaya dan mendarah
daging, sehingga sulit untuk dihilangkan.
Haryono, Jamal dan Saleh (2002) dalam buku yang berjudul Budaya
Korupsi Ala Indonesia, menyatakan bahwa faktor-faktor terjadinya perilaku korup
umumnya terjadi dalam konteks sistem birokrasi patron-klien, yang sudah terjadi
ketika masa orde baru berkuasa, terlihat dari banyaknya pengusaha yang dapat
menikmati berbagai fasilitas karena kedekatannya dengan Presiden Soeharto,
akibat lamanya sistem birokrasi patron-klien tersebut, korupsi dianggap telah
mejadi budaya di Indonesia. Menurut Agus Sunaryanto dari tim Divisi Investigasi
ICW, ruang lingkup tren korupsi dilihat dari sektor terjadinya korupsi, modus,
1
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
2
Universitas Indonesia
pelaku (tersangka), kerugian, wilayah terjadinya korupsi, serta waktu kejadian dan
lembaga di mana kasus korupsi terjadi. (Indonesian Corruption Watch, 2012 )
Sementara itu, Transparency International (TI) kembali meluncurkan
Corruption Perception Index (CPI) pada 3 Desember 2011 secara global. Tujuan
peluncuran CPI setiap tahun adalah untuk selalu mengingatkan bahwa korupsi
masih merupakan bahaya besar yang mengancam dunia. Pada tahun 2011 CPI
mengukur tingkat korupsi dari 183 negara, dengan rentang indeks antara 0 sampai
dengan 10, di mana 0 (nol) berarti negara tersebut dipersepsikan sangat korup,
sementara 10 berarti negara yang bersangkutan dipersepsikan sangat bersih. Dua
pertiga dari negara yang diukur memiliki skor di bawah lima, termasuk Indonesia.
Dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia kalah jauh dari
Singapura dengan indeks 9,2 yang berada di peringkat 5, Brunei dengan indeks
5,2 berada di posisi 44, Malaysia dengan indeks 4,3 di urutan ke 60, dan Thailand
dengan indeks 3,4 di urutan ke 80. Dimana pada tahun-tahun sebelumnya Indeks
Persepsi Korupsi negara Indonesia mengalami perbaikan, yaitu tahun 2011
dengan indeks 3 peringkat 100 dibandingkan dengan tahun 2010 berada di
peringkat 110 dengan indeks 2,8. (Corruption Perceptions Index, 2011)
Kepolisian merupakan salah satu komponen peradilan pidana yang
seharusnya menjadi alat penegak hukum dalam memberantas kejahatan (Yesmil,
2009) ,namun dalam prakteknya, terdapat tindak kejahatan di dalam kepolisian itu
sendiri, yakni kejahatan korupsi, hal tersebut baru terlihat ke permukaan ketika
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno
Duadji melaporkan tindak korupsi yang dilakukan oleh sejumlah petinggi di
kepolisian yang memanfaatkan jabatan mereka untuk meraup keuntungan pribadi.
Keputusan Susno untuk melaporkan kejahatan korupsi di lingkungan kerjanya
tentu tidaklah mudah, adanya kemungkinan kerugian yang akan dihadapi seperti
„diberhentikan dari pekerjaan‟, „dimusuhi rekan-rekannya‟ dan tuduhan-tuduhan lainnya, namun mengapa Susno berani mengungkap kasus tersebut? Yang
seharusnya ancaman dan kerugian tersebut bisa menjadikan Susno mengurungkan
niatnya untuk mengungkapkan Kasus Pajak Gayus kepada publik.
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Kerangka Teori
Berdasarkan beberapa sumber baik buku maupun jurnal, terdapat beberapa
konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini agar diperoleh kesamaan
pengertian dan persepsi antara peneliti dan pembaca serta supaya tidak
menimbulkan kesalahan penafsiran dari pembaca mengenai beberapa istilah yang
terdapat di dalam penelitian ini. Antara lain:
Korupsi
Di Indonesia, korupsi adalah salah satu masalah besar yang sering kali
dikaitkan dengan tindakan gelap dan tidak sah, untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau kelompok, dari hal tersebut kemudian berkembang pandangan bahwa
korupsi menekankan pada penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan publik
untuk kepentingan pribadi, Azra (2002) mengidentifikasi korupsi menjadi tiga
kategori, yakni Pertama, korupsi yang berpusat pada kantor publik, tingkah
laku dan tindakan pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik
formal untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang-orang yang
dekat dengannya termasuk kedalam tindakan korupsi. Kedua, korupsi yang
berpusat kepada dampaknya terhadap kepentingan umum, korupsi terjadi ketika
pemegang kekuasaan atau fungsionaris pada kedudukan publik melakukan
tindakan-tindakan tertentu demi kepentingan orang-orang tertentu dengan
menerima imbalan. Ketiga, korupsi yang berpusat pada pasar , didasarkan pada
analisa korupsi menggunakan teori pilihan publik dan sosial serta pendekatan
ekonomi dalam kerangka analisa politik. Menurut Philip, individu atau
kelompok menggunakan korupsi sebagai „lembaga‟ ekstra legal untuk tujuan mempengaruhi kebijakan oleh birokrasi. Hanya individu dan kelompok yang
terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan
korupsi daripada pihak-pihak lain. (Azyumardi Azra ,2002:31-32).
Klitgaard (2002) memberikan pengertian korupsi, yang berarti
menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Dalam suatu jabatan,
terdapat wewenang. Individu yang melakukan korupsi menggunakan
wewenang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Korupsi juga dapat berarti
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
4
Universitas Indonesia
memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan atau
menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah.
Susan (2006) juga menjelaskan bahwa korupsi adalah sebuah
penggambaran dari hubungan antara negara dan sektor swasta. Terkadang,
yang memiliki kekuasaan dan menjadi pelaku dominan adalah pemerintah,
atau sebaliknya, pihak swasta menjadi pelaku yang dominan. Kemampuan untuk
melakuklan tawar menawar antara pemerintah dan swasta akan menentukan
dampak keseluruhan dari korupsi yang terjadi terhadap masyarakat.
Gjalt de Graaf (2007) mendefinisikan korupsi yang berbunyi,
“Behavior of public officials which deviates from accepted norms in order
to serve private ends”. Dalam definisi tersebut dikatakan bahwa korupsi adalah perilaku dari pejabat publik yang menyimpang dari norma yang telah
disepakati untuk kepentingan pribadi.
Korupsi termasuk kejahatan Negara dan warga Negara menjadi korban
utamanya, Green dan Ward (2004) mengkategorikan kejahatan oleh Negara
menjadi tiga, yaitu Korupsi, Klientalisme dan Patrimonialisme. Korupsi adalah
penyelewengan kekuasaan yang merugikan keuangan Negara. Klientalisme terjadi
ketika pejabat publik memberikan keberpihakan politik kepada pemilih atau klien.
Klientalisme biasanya secara efektif bekerja bersama-sama dengan birokrasi dan
dapat menjadi pendorong adanya gerakan pelanggaran hak asasi manusia,
kejahatan korporasi, kejahatan oleh polisi dan bentuk penyimpangan lainnya dapat
berkolaborasi dalam klientalisme. Patrimonialisme lebih merupakan faktor
pendorong terjadinya kekerasan dalam korupsi oleh Negara, misalnya terjadinya
teror, kejahatan perang dan genosida.
Pemberantasan Korupsi
Klitgaard (2005) menjelaskan salah satu model pendekatan dalam
menganalisis korupsi, yakni model atasan-pegawai-klien. Model ini
menganalogikan bahwa atasan adalah pemimpin, lembaga negara misalnya
lembaga pemungut pajak, lalu pegawai adalah pegawai pemungut pajak yang
berinteraksi langsung dengan klien, klien adalah seorang wajib pajak. Jika
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
5
Universitas Indonesia
melihat dari sudut pandang pegawai dan klien, mereka akan melakukan
pertimbangan untung rugi (Cost-Benefits) dari melakukan tindakan korupsi. Bagi
seorang atasan, korupsi yang dilakukan oleh pegawainya dapat dimanfaatkan
untuk menguntungkan dirinya sendiri melalui “uang tutup mulut” apabila ia mengetahui dengan pasti dan jelas perihal korupsi yang dilakukan pegawainya.
Namun, seringkali atasan tidak mengetahui dengan jelas korupsi yang terjadi
sehingga akan terjebak dalam situasi yang serba salah. Keberadaan korupsi di
dalam lembaga yang ia pimpin saja sudah menjadi kerugian atau “faktor negatif”. Selain itu ia harus mematok gaji dan hukuman bagi pegawai tersebut tanpa ia mengetahui tentang produktivitas pegawai tersebut maupun
tindakan korupsi yang menyulitkannya yang dilakukan oleh pegawai tersebut.
Mungkin seorang atasan akan membuat sebuah mekanisme tertentu untuk
mengetahui dan mengumpulkan informasi tentang apa saja yang dilakukan
oleh pegawai.
Whistleblowing
Whistleblowing adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang karena
percaya bahwa kepentingan publik lebih diutamakan daripada kepentingan
organisasi tempat ia bekerja, dan mengungkap tindakan korupsi, pelanggaran dan
tindakan illegal yang dilakukan oleh organisasi. Nader juga mendifiniskan
whistleblower sebagai seorang yang pro-sosial, yang lebih memilih mengungkap
kasus dan dimusuhi oleh rekan kerja. (Wim Vandekerckhov,2006:8).
Commers (2000) (dalam Vandekerckhov, 2006) meletakan
whistleblowing sebagai tindakan akibat hilangnya kontrol demokrasi dalam
masyarakat yang terkena dampak globalisasi, dan melihat pengungkapan kasus-
kasus hukum sebagai indikatornya, ditandai dengan pengantian sejumlah pejabat,
hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat memiliki peran sebagai pengawasan
dalam sistem demokrasi yang baik. Perhatian terhadap whistleblower dalam
masyarakat, pemerintahan, media, dan perusahaan swasta, mulai berkembang ke
arah yang positif.
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Mekanisme Whistleblowing
Mekanisme whistleblowing adalah usaha menjadikan laporan yang
diberikan oleh whistleblower menjadi laporan yang sifatnya sah dan dilakukan
melalui lembaga yang sah, sehingga diharapkan dapat mencegah tindakan korupsi,
pelanggaran dan tindakan ilegal yang dilakukan oleh organisasi. Dalam penelitian
ini, batasan definisi whistleblowing yang digunakan, antara lain:
Batasan Pertama, berdasar definisi yang diutarakan oleh Jubb (1999), dalam
penelitian ini, lebih berfokus pada usaha menjawab pertanyaan, apa yang
menyebabkan seseorang memutuskan menjadi whistleblower? Bagaimana proses
seseorang memutuskan hal tersebut, sehingga berupaya melihat penetapan status
seseorang menjadi whistleblower, siapa yang mengungkap (actor), persoalan
seperti apa yang dilaporkan (subject), dan siapa yang menerima laporan tersebut
(recipient) serta penghargaan dan perlindungan seperti apa yang diterima oleh
whistleblower melalui mekanisme yang sah, baik yang diberikan oleh masyarakat,
pemerintah maupun penegak hukum.
Batasan Kedua, berdasar mekanisme pemberantasan korupsi yang dijelaskan oleh
Klitgaard (2005), dengan menggunakan metode kualitatif, berupaya melihat
proses seorang memutuskan mengungkap dugaan tindakan korupsi, pelanggaran
dan tindakan ilegal yang dilakukan oleh organisasi, dengan menggunakan analisa
pertimbangan untung rugi (Cost-Benefits).
Mekanisme whistleblowing pada dasarnya adalah upaya mejadikan
whistleblowing sebagai cara yang sah, dan dapat dilakukan melalui lembaga yang
sah, serta dengan prosedur yang terstandarisasi, diketahui dengan baik tahapannya
sehingga dapat dilakukan dengan mudah, dan memiliki kekuatan hukum, hal
tersebut juga harus didukung oleh dokumen lembaga yang sah. (Vandekerckhov,
2006:20).
Peneliti menggunakan Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory)
yang dikemukakan oleh James Coleman (1990) dan Clarke & Cornish (1985),
penjelasan dari Clarke & Cornish mengenai Rational Choice Theory digunakan
untuk mendukung penjelasan Coleman mengenai pertimbangan yang dilakukan
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
7
Universitas Indonesia
oleh Actor sebelum melakukan tindakan. Selanjutnya teori tersebut menjadi dasar
pemikiran dalam penelitian ini, yang digunakan peneliti untuk menjelaskan dan
memahami pertimbangan apa saja yang mendasari seseorang menjadi
whistleblower.
Rasional Choice Theory yang di jelaskan Coleman (1990) menggunakan
actor dan resource sebagai inti dari teori tersebut, Coleman juga berupaya
menjelaskan dalam hubungan mikro-makro terdapat pengaruh tindakan yang
dilakukan oleh individu terhadap individu lain. Coleman juga memaparkan
sejumlah fenomena pada tingkat makro dengan menggunakan Teori Pilihan
Rasional, ketika seorang individu berupaya memperoleh keuntungan maksimal
dengan mengendalikan individu lain, atas sumber daya yang dimilikinya. (George
Ritzer, 2010, 448)
Dalam menganalisa fenomena pada tingkat makro, Coleman menggunakan
Perilaku Koletif, Norma dan Aktor Korporasi sebagai target penelitiannya tentang
Teori Pilihan Rasional. Pertama Perilaku Kolektif, Coleman menjelaskan bahwa
pada perilaku kolektif yang terjadi adalah sebagai bentuk perpindahan kontrol
aktor terhadap aktor lain, bukan sebagai bentuk pertukaran kontrol antara aktor.
Kedua, Norma. Coleman (dalam Ritzer, 2010) berpendapat bahwa norma
dipertahankan oleh individu yang memperoleh keutungan yang dihasilkan dari
mematuhi aturan dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma tersebut.
Ketiga, Aktor Korporasi. Coleman menjelaskan pada tingkat makro, aktor
korporasi tidak dapat bertindak bebas untuk memenuhi kepentingan pribadinya,
malainkan lebih kepada tindakan-tindakan untuk memenuhi kepentingan kolektif,
hal tersebut terjadi karena adanya sejumlah aturan dan mekanisme yang harus
dipatuhi oleh aktor, sehingga tindakan aktor dapat dikatakan telah dikendalikan
untuk kepentingan kolektif.
Kemudian penjelasan mengenai Teori Pilihan Rasional yang dikemukakan
oleh Clarke dan Cornish (1985) digunakan untuk mendukung penjelasan Teori
Pilihan Rasional yang diutarakan oleh Coleman, yakni mengenai pertimbangan
cost dan benefit. Clarke dan Cornish berupaya menjelaskan tindakan yang
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
8
Universitas Indonesia
dilakukan oleh Aktor, dipengaruhi oleh adanya opportunities dan risk yang
berpengaruh terhadap cost dan benefit yang mungkin didapatkan aktor
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan ini menekankan pada cara kita melihat dan
mempelajari suatu fenomena dari realitas sosial yang berlandaskan pada asumsi
dasar ilmu sosial. Pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Susno Duadji menjadi whistleblower
dan mengungkap kejahatan pajak Gayus, serta peneliti menggambarkan faktor apa
saja yang mendorong Susno mengambil keputusan tersebut.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, salah
satunya adalah melakukan studi literatur, data-data yang diperoleh merupakan
data sekunder yang berasal dari sejumlah buku, jurnal yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari jurnal online yang diperoleh dari internet. Untuk
mendukung data mengenai perlindungan whistleblower di Indonesia, penulis juga
mengumpulkan sejumlah dokumen dari lembaga terkait seperti Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Peneliti menggunakan wawancara sebagai salah satu teknik pengumpulan
data yakni bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah keterangan sebagai
pelengkap mengenai pertimbangan apa yang mendasari seseorang memilih
mengungkapkan kasus korupsi yang ia ketahui, dan menjadi whistleblower.
Wawancara dilakukan kepada Susno Duadji sebagai whistleblower yang dikenal
melalui media. Wawancara dilakukan untuk memahami dan mengintepretasikan
suatu makna yang sebelumnya belum diketahui oleh penulis.
Kemudian untuk melengkapi sejumlah informasi, peneliti selanjutnya
melakukan wawancara terhadap salah satu pengacara Susno Duadji, Pak Andri,
S.H. Informan dipilih karena merupakan whistleblower pertama yang muncul
melalui media. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap LPSK untuk
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
9
Universitas Indonesia
mengetahui peran LPSK dalam memberikan bantuan hukum terhadap Susno
Duadji sebagai whistleblower.
Dalam memilih subyek penelitian, peneliti memiliki beberapa alasan
tertentu. Pertama, Susno Duadji, alasan peneliti memilih Susno Duadji adalah
karena Susno merupakan whistleblower pertama di Indonesia yang muncul
melalui media, yang bekerja di salah satu instansi yakni Polri sebagai kabareskrim
di Mabes Polri
Kedua, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Alasan peneliti
memilih LPSK sebagai subyek penelitian karena LPSK merupakan Lembaga di
Indonesia yang dibentuk oleh Negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak saksi
dan korban, sebagai salah satu upaya pencegahan dan pemberanasan kejahatan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis wacana dengan
dimensi teks dan konteks sosial untuk melakukan analisis. Yakni analisis terhadap
teks berupa buku dan berita dengan menggunakan kerangka pikir berdasarkan
Teori Pilihan Rasional yang dijelaskan oleh Coleman, kemudian peneliti juga
mendeskripsikan situasi serta peran tokoh dan peristiwa lain yang menjadi
pertimbangan Susno dalam mengungkap Kasus pajak Gayus dengan
menggunakan penjelasan Teori Pilihan Rasional yang dikemukakan oleh Clarke
dan Cornish.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah penelitian ini hanya membahas
tentang pertimbangan yang mendasari seseorang menjadi whistleblower dalam
upaya memberantas korupsi di kepolisian, selain itu dalam penelitian ini juga
membahas situasi dan pengaruh tokoh serta peristiwa lain dalam pertimbangan
Susno mengungkap Kasus Pajak Gayus.
Analisis Hasil
Pemahaman mengenai aturan perlindungan terhadap whistleblower
persamaan dalam penelitian ini, meskipun juga tertabat sejumlah perbedaan
pemahaman terhadap beberapa aturan terkait pelaksanaan perlindungannya.
Kesamaan pemahaman perlindungan terhadap whistleblower adalah perlindungan
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
10
Universitas Indonesia
tersebut menjadikan whistleblower tidak dapat di tuntut balik atas laporannya
mengenai tindak korupsi, dan seandainya mendapat laporan balik berupa
„pencemaran nama baik‟ maka laporan „pencemaran nama baik‟ tersebut akan di pending, hingga laporan atas dugaan tindak korupsi tidak terbukti, barulah laporan
„pencemaran nama baik‟ akan dip roses hukumnya.
Sedangkan perbedaan pemahaman yang diutarakan oleh ketiga informan
mengenai perlindungan terhadap whistleblower adalah mengenai pelaksanaan
perlindungannya
Pertimbangan Rasional Susno Duadji mengungkap Kasus pajak Gayus dan
Makelar Kasus di Kepolisian
Situasi yang dihadapi Susno Duadji
Situasi yang dihadapi Susno Duadji menjadi pertimbangan yang
mendasari Susno memilih mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di
Kepolisian, gambaran situasi yang dihadapi diperoleh berdasarkan pendeskripsian
sejumlah berita dan dilengkapi oleh hasil wawancara terhadap informan, situasi
yang dihadapi Susno dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu Dikhianati oleh
Instansi Kepolisian, Adanya kesempatan dan Keadaan terdesak.
Pertama, Dikhianati oleh Instansi Kepolisian. Susno yang dicopot dari
jabatannya setelah mengutarakan pendapat mengenai alat rekam yang dimiliki oleh
Polri, menjadikan Kasus „Cicak vs Buaya‟ banyak diperbincangkan. Pada kondisi tersebut Susno dihadapkan pada pilihan-pilihan seperti tidak mengungkap
kasus dengan kerugian (cost) yang didapatkan hanyalah berupa dicopot dari
jabatan atau mengungkap kasus dengan kerugian (cost) yang dapatkan jauh lebih
besar, namun pihak yang dilaporkan juga mengalami kerugian (cost). Kemudian
Susno akan memilih pilihan yang ia percaya pada saat itu dibutuhkan. Pilihan
yang diambil oleh Susno pada saat itu adalah mengungkap Kasus pajak Gayus dan
Makelar Kasus di Kepolisian, karena dianggap sudah dalam keadaan yang
„bobrok‟.
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Jika menggunakan gagasan Coleman untuk melihat hal tersebut, seseorang
pada dasarnya bertindak mengarah pada suatu tujuan, dan tujuan tersebut
ditentukan oleh nilai (value) dan pilihan (preference). Dalam hal ini Susno
sebagai aktor yang bertindak dengan tujuan untuk membalas penghianatan yang
dilakukan instansi kepolisian dan tujuan tersebut ditentukan oleh nilai dan pilihan
seperti tidak mengungkap atau mengungkap kasus. Seperti penjelasan Clarke dan
Cornish mengenai tindakan seseorang pada dasarnya bertujuan mendapatkan
keuntungan (benefits) yang dipengaruhi oleh kesempatan (opportunities) dan
menghindari kerugian (cost) yang dipengaruhi oleh resiko (risk), Susno ketika
„dicopot‟ dari jabatannya, dikarenakan Kapolri memiliki sumber daya (resource) yakni kekuasaan, sehingga dapat melakukan kendali terhadap Susno dan
menderita kerugian (cost) berupa kehilangan jabatannya. Coleman menjelaskan
dalam teorinya, bahwa hal yang terjadi pada Susno adalah bentuk dari Perilaku
Kolektif, yakni bentuk perpindahan control, yang dilakukan aktor lain untuk
memaksimalkan keuntungan (Maximizing Benefit).
Kedua, Adanya kesempatan. Susno yang memilih mengungkapkan Kasus
pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian yang ketika itu melalui media
massa saat menjawab wawancara, Susno menyebutkan sejumlah nama di
kepolisian yang menjadi makelar kasus. Susno dihadapkan pada pilihan, akan
mengungkap melalui media dengan pertimbangan kasus cepat menyebar ke
masyarakat (benefit) namun kurang dapat dipercaya (cost) atau melalui
mekanisme yang ada seperti melalui penegak hukum dengan pertimbangan kasus
akan lama dalam prosesnya (cost) namun mendapat legitimasi dari penegak
hukum (benefit) , kemudian Susno memilih mengungkap kasus karena adanya
kesempatan (opportunities) untuk mengungkapkannya melalui media, sehingga
akan langsung diketahui oleh masyarakat (benefit), selain itu juga adanya
pertimbangan biaya, jika ia mengungkapkannya melalui cara lain, kasus tersebut
akan memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar (Minimizing
Cost) .
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Clarke dan Cornish mengemukakan dalam teorinya bahwa seseorang
ketika melakukan suatu tindakan akan memperhitungkan biaya (cost), maupun
cara yang digunakan untuk mencapai tujuannya, dalam hal ini Susno memilih cara
pengungkapan melalui media massa dengan pertimbangan akan langsung
diketahui oleh masyarakat, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama serta
mekanisme yang berbelit-belit.
Ketiga, Keadaan Terdesak. Keadaan terdesak dimaknai sebagai situasi
yang memaksa sehingga Susno sebagai Aktor memilih untuk mengungkap Kasus
pajak Gayus dan Makelar Kasus, keadaan terdesak juga dimaknai sebagai situasi
yang membahayakan dan terjadi secara mendadak. Pada kondisi tersebut Susno
dihadapkan pada pilihan melanjutkan pengungkapan Kasus yang telah ia lakukan
dengan pertimbangan ia akan mendapat kerugian (cost) yang lebih besar namun
pihak lain juga akan mengalami kerugian yang sama besarnya atau tidak
melanjutkannya dengan pertimbangan tetap mengalami kerugian (cost) akibat
tuduhan yang dilaporkan kapadanya sedangkan pihak lain mendapat keuntungan
(benefit). Dan Susno memilih untuk mengungkap kasus dengan pertimbangan
pihak lain juga akan mengalami kerugian (cost) yang sama besarnya dengan
kerugian yang ia dapatkan
Melihat tindakan yang pilih Susno dengan menggunakan Teori Pilihan
Rasional Coleman, Susno sebagai aktor bertindak mengarah pada tujuannya yakni
memberikan kerugian (cost) yang lebih besar atau setidaknya sama besar dengan
kerugian yang dialaminya, dengan mengungkapkan kasus sebagai nilai dan
preferensi, sedangkan dengan mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Clarke
dan Cornish, bahwa yang dilakukan Susno adalah salah satu bentuk mengurangi
kerugian (Minimizing Cost) dengan menciptakan kerugian yang dialami oleh
orang lain, serta adanya sumber daya (resource) berupa sejumlah informasi yang
diketahui oleh Susno.
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
13
Universitas Indonesia
Respon pihak lain terhadap Susno Duadji
Melakukan perlawanan maupun dukungan menjadi pertimbangan Susno
untuk memilih mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian,
Respon terhadap tindakan Susno ada yang berupa perlawanan dan dukungan,
Yakni:
Pertama, Perlawanan. Melakukan tindakan perlawanan merupakan respon
yang terjadi ketika Susno memilih mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar
Kasus di Kepolisian, beberapa bentuk perlawanan yang dilakukan antara lain yang
dilakukan oleh Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dengan
mencopot Susno dari jabatannya sebagai Kabareskrim Polri dan mengantikannya
dengan Irjen Ito Sumardi, lalu Tuduhan pencemaran nama baik, yang dilakukan
oleh Brigadir Jenderal Edmond Ilyas dan Brigadir Jenderal Raja Erizman, Susno
juga dikatakan telah melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik kemudian
dituduhkan dua perkara korupsi lainnya, yakni Korupsi PT Salwah Arowana
Lestari (SAL) sewaktu Susno menjabat sebagai Kabareskrim dan Korupsi Dana
Pengamanan Pilkada Jawa Barat sewaktu Susno menjabat sebagai Kapolda Jabar
atas laporan Djahril Djohan, yakni orang yang disebut-sebut Susno sebagai
„biang‟ makelar kasus di kepolisian.
Respon berupa perlawanan tersebut menjadi pertimbangan bagi Susno
dalam memilih untuk mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di
Kepolisian, perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh Kapolri Kapolri
Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Brigadir Jenderal Edmond Ilyas dan
Brigadir Jenderal Raja Erizman dan Djahril Djohan tidaklah datang bersamaan
dan merupakan respon terhadap tindakan yang berbeda. Pencopotan terhadap
Susno dari jabatannya sebagai Kabareskrim di Mabes Polri, ada yang mengatakan
sebagai respon terhadap pernyataan Susno mengenai „Cicak vs Buaya‟, namun tidak diketahui dengan pasti alasan pencopotan tersebut, lalu tuduhan pencemaran
nama baik yang dilaporkan oleh Brigadir Jenderal Edmond Ilyas dan Brigadir
Jenderal Raja Erizman merupakan respon terhadap tindakan Susno yang
menyebutkan sejumlah petinggi di kepolisian yang menjadi Markus, selanjutnya
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
14
Universitas Indonesia
tuduhan dua perkara korupsi yakni Korupsi PT Salwah Arowana Lestari (SAL)
dan Korupsi Dana Pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilaporkan Djahril
Djohan merupakan respon terhadap tindakan Susno yang menyebut Djahril
Djohan sebagai „biang‟ makelar kasus di kepolisian.
Selanjutnya, dengan adanya perlawanan-perlawanan dari sejumlah pihak,
Susno tetap pada pilihannya untuk mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar
Kasus di Kepolisian, dengan menggunakan penjelasan Coleman mengenai Teori
Pilihan Rasional, Susno merupakan Aktor Korporasi, yang bertindak mengacu
pada aturan yang berlaku (norm), hal tersebut telihat ketika Susno dituduhkan
dengan tuduhan „pelanggaran kode etik‟ karena hadir dalam persidangan Antarsari Azhar dengan mengenakan pakaian dinas dan pada jam dinas, selanjutnya
mengacu pada penjelasan Coleman mengenai Teori Pilihan Rasional, Kapolri
Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri merupakan aktor lain, yang memiliki
sumber daya (resource) berupa kekuasaan yang berusaha melakukan kendali
terhadap Susno, dengan „mencopot‟ Susno dari jabatannya, Coleman mengatakan pada Perilaku Koletif, aktor berupaya melakukan kontrol terhadap aktor lain
dengan memanfaatkan sumberdaya (resource) yang dimilikinya untuk
memaksimalkan keuntungan (Maximizing benefit).
Kedua, Dukungan. Selain respon berupa perlawanan, juga terdapat respon
berupa pemberian dukungan dan bantuan terhadap Susno, ketika ia memilih
mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian, beberapa
bentuk dukungan yang dilakukan antara lain Perlindungan dan bantuan hukum
yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, lalu juga terdapat
sejumlah dukungan yang dilakukan oleh sejumlah golongan di masyarakat,
dukungan yang diberikan berupa unjuk rasa dan melalui situs jejaring sosial
facebook, dengan mengumpulkan sejumlah dukungan melalui media online.
Respon berupa dukungan tersebut menjadi pertimbangan bagi Susno
dalam memilih untuk mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di
Kepolisian, dukungan-dukungan yang dilakukan oleh LPSK dan sejumlah
golongan di masyarakat, dengan mengacu pada penjelasan Clarke dan Cornish,
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Susno sebagai aktor, akan bertindak berdasarkan kesempatan (opportunities) yang
ada yaitu bantuan dan perlindungan hukum yang diberikan oleh
LembagaPerlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat ia gunakan untuk
mengurangi kemungkinan resiko (risk) yang dihadapi seperti „tuduhan pencemaran nama baik‟, selain itu jugadapat menurunkan kerugian (Minimizing
Cost), yang dialami akibat tuduhan perkara korupsi, yakni dengan status sebagai
whistleblower, vonis yang dijatuhkan pada Susno adalah setengah dari tuntutan
jaksa penuntut umum.
Berdasarkan uraian diatas, pilihan yang dikatakan memberikan
keuntungan (benefit) bagi Susno Duadji adalah menciptakan kerugian (cost)
kepada pihak lain, sehingga pihak lain akan mendapatkan kerugian yang lebih
besar atau setidaknya sama besar dengan kerugian yang dialami Susno.
Aturan perlindungan terhadap Whistleblower
Aturan juga menjadi pertimbangan Susno ketika memilih mengungkap
Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian, mengingat aturan mengenai
whistleblower yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM), Jaksa Agung, Kepolisian, KPK dan LPSK belum
memiliki kekuatan hukum, sehingga tidak dapat digunakan untuk membela atau
memberi bantuan dan perlindungan hukum bagi whistleblower. Kemudian dalam
Undang-Undang No.13 Pasal 10 ayat 1 dan Undang-Undang Pasal 10 ayat 2
mengenai perlindungan terhadap saksi.
Berdasarkan temuan data, Susno maupun pengacaranya memiliki
pemahaman yang sama mengenai aturan-aturan tersebut, namun memiliki
keterbatasan terkait pelaksanaannya, karena Susno dan pengacaranya berusaha
mendapatkan vonis hukum yang diharapkan, yakni dibebaskan dari tuntutan pada
Kasus PT Salwah Arowana Lestari (SAL) dan Pilkada Jawa Barat dengan
memanfaatkan status Susno sebagai whistleblower pada Kasus pajak Gayus dan
Makelar Kasus di Kepolisian. Jika melihat menggunakan Teori Pilihan Rasional
yang di jelaskan oleh Coleman, Susno sebagai Aktor, bertindak untuk mencapai
tujuannya, yakni bebas dari tuntutan dengan memanfaatkan sumber daya
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
16
Universitas Indonesia
(resource) yang ia miliki, yakni adanya aturan (norm) yang memberikan bantuan
hukum, yang dapat memberikan keuntungan baginya (benefit) karena dengan
adanya aturan tersebut, usaha yang dilakukan Susno untuk memperoleh kebebasan
menjadi lebih mudah, dibandingkan jika Susno hanya berupaya melalui pengajuan
banding dan kasasi, yang Coleman katakan sebagai bentuk kontrol Susno terhadap
penegak hukum.
Berdasarkan uraian diatas, maka secara singkat dapat digambarkan bahwa
Susno Duadji sebagai Aktor, memiliki sumber daya berupa informasi atau
pengetahuan mengenai adanya sejumlah petinggi kepolisian yang menjadi
makelar kasus, informasi tersebut adalah informasi yang sifatnya rahasia atau
tertutup sehingga tidak diketahui oleh orang lain yang berada di luar sistem, dan
hanya diketahui oleh orang yang berada dalam sistem tersebut. Sumber daya
lainnya yang dimiliki Susno Duadji berupa aturan, yakni aturan yang memberikan
perlindungan dan bantuan hukum terhadap whistleblower. Kedua modal tersebut
kemudian menjadi dasar pertimbangan Susno dalam mengungkap Kasus pajak
Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian.
Sumber daya yang dimiliki tidak selalu digunakan sebagai pertimbangan
dalam bertindak, namun juga terdapat pertimbangan lain, yakni Situasi yang
dihadapi Sunso dan Respon dari pihak lain. Kemudian semua faktor tersebut
menjadi pertimbangan Susno dalam memilih tindakan dan cara yang akan ia
tempuh untuk mecapai tujuannya. Pilihan-pilihan yang ada kemudian dipisahkan
menjadi dua, yakni pilihan yang diterima oleh aktor dan pilihan yang ditolak oleh
aktor. Pilihan yang diterima ini yang kemudian direalisasikan oleh aktor dalam
bentuk tindakan.
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
17
Universitas Indonesia
Gambar 1
Faktor yang mendasari pertimbangan mengungkap Kasus pajak Gayus dan Makelar Kasus di Kepolisian
Sumber Daya
Mengetahui adanya
Makelar Pajak dan Makelar kasus
Aturan perlindungan bagi whistleblower
Informasi Aturan
Aktor
Adanya keuntungan Adanya kesempatan Tercapainya tujuan
Biaya murah Lebih cepat Dibutuhkan
Adanya kerugian
Tidak tercapai tujuan Biaya mahal Waktu lama
Tidak dibutuhkan
Kesimpulan
Diterima
Ditolak
Pertimbangan Situasi
dan Respon pihak lain
Pilihan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
pertimbangan yang mendasari Susno Duadji menjadi whistleblower adalah
Pertama, adanya pertimbangan terhadap situasi yang dihadapi oleh Susno pada
saat itu seperti dikhianati oleh instansi kepolisian tempat ia bekerja, adanya
kesempatan untuk mengungkapkan melalui media dan keadaan terdesak oleh
tuduhan-tuduhan kasus korupsi.
Kedua, adanya pertimbangan terhadap respon yang diberikan oleh pihak lain, respon yang muncul ada yang berupa perlawanan dari pihak-pihak yang
dilaporkan oleh Susno yakni kepolisian dengan „mencopot‟ Susno dari jabatannya, tuduhan penemaran nama baik dan pelanggaran kode etik, namun juga ada yang
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
18
Universitas Indonesia
berupa dukungan seperti bantuan hukum dari LPSK dan dukungan berupa unjuk
rasa yang dilakukan oleh sejumlah kalangan di masyarakat.
Ketiga, adanya pertimbangan aturan, yakni perlindungan terhadap
whistleblower yang tertuang dalam UU No.13 Tahun 2006 Pasal 10 ayat 1 dan 2
dan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Jaksa
Agung, Kepolisian, KPK dan LPSK
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
terdapat beberapa saran yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain: Pertama,
perlu adanya mekanisme pelaporan yang disediakan oleh instansi, sehingga
penyelesaian konflik di dalam tubuh suatu instansi dapat diselesaikan secara
internal tanpa harus melibatkan pihak-pihak yang berasal dari luar, namun
pelaksanaan mekanisme tersebut harus dilakukan oleh sub bagian yang
independen untuk menghindari adannya intervensi atau campur tangan, yang
dapat merugikan pelapor.
Kedua, perlu adanya keterbukaan dan penerimaan yang baik yang
dilakukan oleh pihak-pihak lain, dalam menanggapi laporan yang diberikan oleh
whistleblower, yakni seseorang yang berniat mengungkap kasus korupsi di dalam
instansinya sendiri.
Ketiga, perlu adanya aturan khusus di tiap instansi yang memberikan
perlindungan terhadap whistleblower, aturan tersebut juga harus memiliki
kekuatan hukum, sehingga perlindungan hukum terhadap whistleblower terjamin,
dan juga aturan tersebut digunakan sebagai pendukung bila telah ada mekanisme
pelaporan yang bersifat internal di dalam suatu instansi.
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Kepustakaan
Alford, C. Fred. Whistle-Blower Narratives: The Experience of Choiceless
Choice. Source: Social Research, Vol. 74, No. 1, Difficult Choices (2007)
pp. 223-248
Coleman, James S. Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung : Nusa Media. 2008.
Coleman, James S., and Fararo, Thomas J. Rational Choice Theory. USA: Sage
Publications: 1992
Clarke, Ronald V.and Cornish, Derek B. Modeling Offenders' Decisions: A
Framework for Research and Policy. Source: Crime and Justice, Vol. 6
(1985), pp. 147-185
Guzman, Andrew T. How International Law Works Rational Choice Theory. New
York: Oxford University Press. 2008
Grant, Colin. Whistle Blowers: Saints of Secular Culture. Source: Journal of
Business Ethics, Vol. 39, No. 4, Theoretical Foundations (2002) pp. 391-
399
Klitgaard, R. Membasmi Korupsi.(diterjemahkan oleh Hermojo). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005
Mustofa, Muhammad. Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminaltas,
Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. Depok: FISIP UI Press.
2007.
Mustofa, Muhammad. Metodologi Penelitian Kriminologi. Depok: FISIP UI Press.
Edisi Kedua. 2007.
Near, Janet P., et all. Does Type of Wrongdoing Affect the Whistle-Blowing
Process?. Source: Business Ethics Quarterly, Vol. 14, No. 2 (2004) pp. 219-
242
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013
20
Universitas Indonesia
Ritzer, George. Sociological Theory Eighth Edition. New Yorks, US: McGraw-
Hill Companies. 2010
Siegel, Larry J. Criminology Ninth Edition. Canada: Thomson Corporate. 2005
Vandekerckhov, Wim. Whistleblowing and Organizational Social Resposibility a
Global Assessment. USA: Ashgate Publishing Company. 2006
Pertimbangan seseorang..., Abdurrahman Nawawi, FISI-UI, 2013