persepsi mahasiswa akuntansi perguruan tinggi palembang

94
Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang Terhadap Peran Akuntan Forensik Sebagai Pendeteksi Kecurangan (Fraud) (Studi kasus pada Universitas Bina Darma, Universitas Muhammadiyah, dan STIE Musi Palembang) Skripsi (Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Strata Satu Fakultas Ekonomi Universitas Bina Darma Palembang) Oleh: Moch Salman Azharie Saputra 10152017

Upload: moch-salman-azharie-saputra

Post on 20-Oct-2015

543 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

[email protected]@gmail.com

TRANSCRIPT

Page 1: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Terhadap Peran Akuntan Forensik Sebagai Pendeteksi Kecurangan (Fraud)

(Studi kasus pada Universitas Bina Darma, Universitas Muhammadiyah, dan

STIE Musi Palembang)

Skripsi

(Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Strata Satu Fakultas Ekonomi

Universitas Bina Darma Palembang)

Oleh:

Moch Salman Azharie Saputra

10152017

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BINA DARMA

PALEMBANG

2014

Page 2: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin berkembangnya suatu negara maka akan mempengaruhi

perkembangan perekonomian negara tersebut. Baik dalam sektor swasta maupun

sektor publik. Dengan perkembangan perekonomian ini maka semakin banyak

ancaman terjadinya kecurangan (fraud). Di sektor swasta fraud yang biasa terjadi

yaitu kecurangan penyajian laporan keuangan sedangkan pada sektor publik fraud

yang sering terjadi yaitu korupsi. Di Indonesia praktik fraud cenderung memiliki

kesempatan yang lebih banyak terjadi karena negara Indonesia masih termasuk

negara berkembang.

Menurut MNC Media Research Polling, kasus di daerah berdasarkan data

Kemendagri, sepanjang 2004 hingga 2012, ada 2.976 anggota DPRD Tingkat I

dan DPRD Tingkat II yang terlibat kasus kriminal. Di antara kasus-kasus tersebut

kasus korupsi adalah kasus terbanyak dengan jumlah 349 kasus atau 33,2%.

Sepanjang periode itu pula, sebanyak 155 kasus korupsi melibatkan kepala

daerah. Sementara itu KPK baru Menyelesaikan 37 dari 155 kasus yang ada.

Peran badan pemeriksaan keuangan dan badan pemberantasan korupsi

seperti BPK, BPKP, PPATK, dan KPK sangat membutuhkan bantuan dari

seorang akuntan forensik yang kompeten, karena di dalam diri seorang akuntan

forensik memiliki keahlian yang unik yaitu perpaduan antara ilmu akuntansi, ilmu

audit, dan ilmu hukum sekaligus.

Page 3: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Dengan adanya kesempatan yang begitu besar untuk terjadinya kecurangan

(fraud) maka dunia akuntansi di tuntut untuk melakukan praktik akuntansi yang

sehat dan audit yang berkualitas yang berguna untuk penyajian laporan keuangan.

Dalam hal ini para akuntan dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih

dalam bidang akuntansi yang didukung oleh pengetahuan luas di bidang ekonomi,

keuangan, perbankan, perpajakan, bisnis, teknologi, informasi, dan pengetahuan

di bidang hukum. Cabang ilmu yang dapat mendukung seorang akuntan untuk

menyelidiki dan mencegah fraud ini yaitu akuntansi forensik, akuntansi forensik

ini yaitu bagian dari disiplin akuntansi dengan pemeriksaan dan hukum pidana

(Charterji, 2009). Hal ini sangat dibutuhkan berhubungan dengan tindakan-

tindakan fraud bidang keuangan secara samar ataupun bahkan tidak dapat

dideteksi baik di perusahaan maupun di lembaga-lembaga pemerintahan. Akan

tetapi sumber daya manusia yang ahli dalam bidang ini haruslah lebih

diperhatikan lagi. Dalam hal ini Akuntan forensik dirasa tepat untuk

meminimalisasi kesempatan terjadinya fraud. Maka, dengan banyaknya terjadi

kecurangan (fraud) di Indonesia membuat akuntansi forensik menjadi peluang

karir yang menarik bagi para akuntan untuk digunakan sebagai alat pendeteksian

kecurangan (fraud).

Pada prinsipnya profesi akuntan telah di sebut dalam kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran atau dokter atau

ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Oleh karena itu

orang yang sudah sangat paham terhadap profesi dokter yang disebut dalam

Page 4: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

peraturan di atas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik namun, ahli

lainnya yang dalam peraturan di atas termasuk juga akuntan belum banyak dikenal

sebutannya sebagai akuntan forensik. Kata forensik itu sendiri berarti “dapat

diterima oleh hakim di pengadilan. Dari makna kata forensik ini maka menjadi

standar tinggi bagi seorang akuntan forensik selalu pegang dalam menjalankan

perannya.

Ilmu akuntansi forensik ini sendiri memberikan analisis akuntansi yang

dapat diterima dalam penyelesaian kasus baik pidana umum, maupun pidana

khusus seperti korupsi, pembalakan liar, penggelapan uang dan lain-lain. Dalam

ilmu akuntansi forensik ini menekankan pada tiga area utama yaitu dukungan

litigasi atau pendapat hukum dalam pengadilan, investigasi yaitu upaya

pembuktian di pengadilan dan ketentuan hukum, dan penyelesaian sengketa.

Menurut Lembaga Akuntan Forensik Indonesia (LAFI) akuntan forensik

harus memiliki suatu perasaan mendalam tentang etika dan perilaku etik

profesional, dan mampu membuat laporan yang kuat dan meyakinkan baik dalam

bentuk tulisan maupun verbal sebagai saksi ahli di persidangan pengadilan atau

proses persidangan hukum lainnya. Setiap saat, seorang akuntan forensik harus

mampu membawa suatu pola pikir profesional yang skeptis yang tetap

dipertahankan, dan karena itu dapat meyakinkan bahwa informasi yang dia

kerjakan akan selalu akurat dan objektif. Untuk menjadi seorang akuntan forensik

yang berkompeten LAFI mengadakan dua program pendidikan akuntan forensik

yakni Bersertifikat Akuntan Forensik (BAF) yang ditempuh dalam waktu 2-24

minggu dan Diploma Akuntan Forensik (DAF) yang dapat ditempuh dalam waktu

Page 5: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

1-3 tahun masa belajar. Dua program ini memiliki dua metode pembelajaran yaitu,

belajar jarak jauh (melalui internet) dan belajar di dalam kelas seperti biasa

dilakukan pada proses belajar mengajar.

Dengan banyaknya terjadi kasus-kasus fraud di Indonesia khususnya di

Palembang maka peran seorang akuntan forensik semakin dibutuhkan. Persepsi

mahasiswa akuntansi dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana tanggapan

mahasiswa akuntansi tentang ilmu akuntansi forensik dan akuntan forensik itu

sendiri, mengingat betapa pentingnya peranan dari akuntan forensik dalam rangka

pendeteksian dan pencegahan kecurangan (fraud) yang sekarang marak terjadi di

Indonesia baik di sektor swasta maupun lembaga pemerintahan.

Sebagai pendeteksi fraud maka seberapa jauh peran akuntan forensik

dalam melakukan pendeteksian fraud?. Dalam penelitian ini penulis ingin

mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi perguruan tinggi di

Palembang tentang peran akuntan forensik tersebut dalam mendeteksi suatu

kecurangan (fraud) itu sendiri. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui

persepsi mahasiswa akuntansi di tiga perguruan tinggi Palembang yaitu

Universitas Bina Darma, Universitas Muhammadiyah, dan Universitas Sriwijaya

Palembang, dari persepsi mahasiswa akuntansi dari perguruan tinggi ini maka

akan diketahui persepsi masing-masing mahasiswa akuntansi terhadap peran

akuntan forensik dalam mencegah kecurangan.

Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi di

Palembang Terhadap Peran Akuntan Forensik Sebagai Pendeteksi

Page 6: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Kecurangan (Fraud)” (Studi kasus pada Universitas Bina Darma,

Universitas Muhammadiyah, dan STIE Musi Palembang).

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini akan melakukan penilaian terhadap persepsi mahasiswa

akuntansi perguruan tinggi di palembang tentang peranan akuntan forensik

sebagai pendeteksi kecurangan (fraud).

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian maka penulis

merumuskan permasalahan bagaimana ”Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan

Tinggi di Palembang Terhadap Peran Akuntan Forensik Sebagai Pendeteksi

Kecurangan (Fraud)”?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Agar pembahasan ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari

permasalahan, maka penulis hanya membatasi pembahasan pada Persepsi

Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi di Palembang pada Universitas Bina

Darma, Universitas Muhammadiyah, dan STIE Musi Terhadap Peran Akuntan

Forensik Sebagai Pendeteksi Kecurangan (Fraud).

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah untuk mengetahui

”Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi di Palembang Terhadap Peran

Akuntan Forensik Sebagai Pendeteksi Kecurangan (Fraud)”.

Page 7: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dihasilkan penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Teoritis

Aspek teoritis memberikan kontribusi para pengajar dalam mengembangkan

kurikulum akuntansi forensik dengan secara empiris mengidentifikasi

pandangan tentang keahlian apa saja yang diperlukan oleh seorang akuntan

forensik, dan memberikan kontribusi bagi literatur tentang akuntansi forensik

melalui beberapa cara, antara lain: dengan membuka wawasan tentang

semakin pentingnya akuntan forensik serta memberikan kontribusi praktis

untuk peneliti berikutnya.

2. Praktis

Aspek praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perguruan tinggi

dan praktisi, dalam pengembangan ilmu akuntansi forensik agar dapat

memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai keahlian yang harus

dimiliki oleh akuntan forensik dalam melakukan praktiknya.

1.5. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menyajikan laporan dalam 5 bab

yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini secara garis besar membahas tentang latar belakang,

perumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 8: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang teori-teori yang digunakan penulis

dalam melakukan penelitian meliputi definisi akuntansi forensik,

definisi audit forensik, definisi kecurangan (Fraud) keahlian yang harus

dimiliki oleh akuntan forensik, penelitian terdahulu yang dapat menjadi

acuan penelitian, kerangka pemikiran, dan paradigma penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan dijelaskan mengenai objek penelitian yaitu mahasiswa

akuntansi di Universitas Binadarma, Universitas Muhammadiyah, dan

Universitas Sriwijaya, operasional variabel disini yaitu persepsi

mahasiswa dan peran akuntan forensik, sumber kualitatif dan kuantitatif

dengan jenis primer dan sekunder, teknik analisis data yang

menggunakan statistik dengan metode pengolahan data melalui uji

validitas, reliabilitas, homogenitas, dan hipotesis.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dari analisis dan

pembahasan mengenai persepsi mahasiswa akuntansi perguruan tinggi

palembang terhadap peranan akuntan forensik terhadap pencegahan

kecurangan (fraud) melalui uji statistika dengan metode pengolahan data

melalui uji validitas, reliabilitas, homogenitas, dan hipotesis.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan memberikan suatu kesimpulan dan saran dari

pembahasan pada bab IV.

Page 9: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Teori Atribusi

Minat Psikologi Sosial terhadap proses atribusi diawali dengan teori Fritz

Heider (1958) yang peduli tentang usaha kita untuk memahami arti perilaku orang

lain, khususnya bagaimana kita mengidentifikasi sebab-sebab tindakannya. Secara

umum, perilaku dapat disebabkan oleh daya-daya personal (personal forces),

seperti kemampuan atau usaha dan oleh daya-daya lingkungan (environmental

forces), seperti keberuntungan atau taraf kesukaran suatu tugas. Jika suatu

tindakan diatribusi sebagai daya personal, akibatnya akan berbeda dengan

tindakan yang diatribusi dengan daya lingkungan. Kita mengatribusi suatu

tindakan disebabkan daya personal, hanya jika orang yang kita persepsi tersebut

mempunyai kemampuan untuk bertindak, berniat untuk melakukan dan berusaha

untuk menyelesaikan tindakannya. Jika demikian, kita beranggapan bahwa

atribusi tersebut berhubungan dengan sifatnya, sehingga dapat kita gunakan untuk

meramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Di sisi lain, jika kita

mengatibusi sebagai daya lingkungan, hal ini tidak ada hubungannya dengan sifat

orang yang kita persepsi, sehingga tidak dapat digunakan untuk meramalkan

tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

2.2. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu

suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat

Page 10: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi

merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian

diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang

diindera.

Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya

pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan

integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam

diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif

berpengaruh dalam proses persepsi.

Menurut Kottler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses yang

digunakan seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan

menginterprstasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia

yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi

juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan

individu yang bersangkutan.

Sementara itu menurut Boyd, dkk (2001) definisi persepsi adalah “proses

dengan apa seseorang memilih, mengatur dan menginterprestasikan informasi”.

Kunci terpenting dalam persepsi adalah bahwa manusia menyimpan informasi

dalam bentuk hubungan asosiatif, dan hubungan asosiatif itu membantu manusia

menginterpretasikan dunia disekitarnya.

Menurut Schiffman & Kanuk (2007) persepsi adalah suatu proses seorang

individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menterjamahkan stimulus-

Page 11: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

stimulus informasi yang datang menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. 

Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan

proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya

tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya,

motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam

hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat

mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai

penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu

terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan

perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan

pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap

sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan

bertindak.

Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku,

Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan

oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap

obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian

arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu

memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara

individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.

Page 12: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi

merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu

melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat

memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses

menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan

proses belajar individu.

Menurut Gibson, dkk (1989) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi

seseorang dapat berupa :

1. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang

diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan

arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi

pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga

dapat berbeda.

2. Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk

memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental

yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga

perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan

mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.

3. Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa

banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.

Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk

memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

Page 13: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

4. Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya

seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan

jawaban sesuai dengan dirinya.

5. Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada

ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian

lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.

6. Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini

menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat

mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan

mengingat.

2.3. Definisi Audit

Jasa audit mencakup pemerolehan dan penilaian bukti yang mendasari

laporan keuangan historis suatu entitas yang berisi asesrsi yang dibuat oleh

manajemen entitas tersebut. Akuntan publik yang memberikan jasa auditing

disebut dengan istilah auditor. Atas dasar audit yang dilakukan terhadap laporan

keuangan pihak akuntan publik mengeluarkan pendapat akuntan. Pendapat ini

menilai apakah laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang

material, posisi keuangan dan hasil usaha entitas sesuai dengan prinsip akuntansi

yang diterima umum.

Pengertian audit menurut Sukrisno Agoes (2004) yaitu suatu pemeriksaan

yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap

laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan

Page 14: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat

memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Menurut Arens dan Loebbecke (2003) audit adalah suatu proses

pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat

diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang yang

berkompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan

kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan

kompeten.

Menurut Messier (2006) adalah suatu prosessi stematis mendapatkan dan

mengevaluasi bukti-bukti secara objektifsehubungan dengan asersi atas tindakan

dan peristiwa ekonomi untukmemastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi

tersebut dan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada

pihak-pihakyang berkepentingan.

2.4. Konsepsi Auditing

Dalam setiap pelaksanaan audit, seorang auditor harus memperhatikan dan

menerapkan konsep-konsep utama dalam pekerjaan auditing. Ada beberapa ahli

yang mengemukakan beberapa konsep-konsep tersebut yaitu :

1. Menurut Messier, Glover, dan Prawwit (2006) beberapa konsep dari auditing

yaitu :

a. Proses Yang Sistematis (Systematic Proccess)

Page 15: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Proses yang sistematis menyatakan secara tidak langsung bahwa seharusnya

ada pendekatan terencana untuk melakukan audit, dimana auditing

merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur, dan

terorganisir.

b. Menghimpun dan Mengevaluasi Bukti Secara Objektif (Objectively,

Obtaining and Evaluating Evidence)

Auditor harus mencari dan mengevaluasi secara objektif, relevansi dan

validitas dari bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Objektif berarti

mengungkapkan fakta apa adanya dan sebenar-benarnya, tidak bias, atau

tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap individu atau entitas

yang membuat representasi tersebut. Proses pengumpulan dan pengevaluasian

bukti-bukti merupakan aktivitas audit yang paling banyak dilakukan auditor,

walaupun tipe-tipe, kuantitas dan tingkat kepercayaan bukti bervariasi dalam

pelaksaan audit.

c. Asersi Tentang Berbagai Tindakan dan Kejadian Ekonomi (Assertation About

Economic Actions and Events)

Bukti-bukti yang dikumpulkan auditor harus berhubungan dengan pernyataan

tentang tindakan dan kejadian ekonomi. Auditor membandingkan bukti-bukti

yang telah dikumpulkan dengan pernyataan kegiatan ekonomi untuk menilai

Page 16: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

derajat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan criteria yang telah

ditetapkan.

d. Menyampaikan Hasilnya Kepada Para Pemakai Yang Berkepentingan

(Communicating the Results to Interested Users)

Menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan

menekankan pada tipe pelaporan yang akan disediakan auditor kepada para

calon pemakai. Tipe-tipe komunikasi bervariasi tergantung pada tipe dan

tujuan audit. Untuk tipe-tipe audit, isi dan bentuk pelaporan bervariasi

tergantung pada keadaannya.

2. Menurut Arens, Elder, Beasley (2010) konsep penting dalam auditing adalah

sebagai berikut :

a. Informasi dan Kriteria Yang Ditetapkan (Information and Established

criteria)

Pelaksanaan audit didalamnya terkandung informasi-informasi yang berupa

bukti-bukti dan beberapa standar, dimana melalui kedua hal tersebut auditor

dapat mengevaluasi informasi. Auditor secara rutin melakukan audit akan

informasi, tidak hanya kuantitatif tapi juga kualitatif, termasuk laporan

keuangan perusahaan dan laporan pajak penghasilan individu. Auditor juga

melakuakan audit akan informasi subjektif, seperti efektifitas system

computer dan efisiensi operasional poroduksi. Kriteria untuk mengevaluasi

informasi tersebut bervariasi tergantung pada informasi yang akan diaudit.

b. Mengumpulkan dan Mengevaluasi Bukti (Accumulating and Evaluating

Evidence)

Page 17: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Bukti-bukti adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan

apakah informasi yang sedang diaudit sesuai dengan criteria yang telah

ditetapkan. Bukti-bukti dapat berupa pernyataan lisan para auditan,

komunikasi tertulis dari pihak luar, dan hasil pengamatan yang dilakukan

auditor.

c. Orang Yang Kompeten dan Tidak Memihak (Competent, Independent

Person)

Auditor harus memiliki kualifikasi dalkam mamahami criteria yang

digunakan dan harus kompeten dalam mengetahui tipe-tipe dan jumlah bukti-

bukti yang harus dikumpulkan, untuk menghasilkan kesimpulan yang tepat

setelah bukti-bukti tersebut diperiksa. Auditor juga harus memiliki sikap

mental independen. Jika pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti

dilakukan secara berat sebelah, maka pelaksanaan audit dikatakan tidak

memadai.

d. Pelaporan (Reporting)

Tahap Terakhir dalam proses auditing adalah penyiapan laporan audit, yang

merupakan komunikasi antara temuan auditor kepada pemakai yang

berkepentingan.

2.5. Jenis Audit

2.5.1. Audit Umum Keuangan

Page 18: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Kayo (2012:43) Audit umum keuangan adalah suatu review independen

yang terutama ditujukan untuk menilai kewajaran laporan keuangan secara

keseluruhan yang telah disajikan oleh manajemen. Audit ini lazimnya dilakukan

oleh pemeriksa yang berasal dari luar organisasi yang bersangkutan dan

dilaksanakan tidak terperinci. Audit ini harus dilakukan sesuai dengan SPAP dan

auditor memberikan pendapatnya atas laporan keuangan yang telah diaudit

tersebut.

Pembuatan opini terhadap laporan keuangan didasarkan pada kriteria :

a. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan

b. Kecukupan pengungkapan

c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan

d. Efektivitas sistem pengendalian intern.

Sukrisno Agus (2012) menyatakan audit laporan keuangan bertujuan untuk

menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan

informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteri

tertentu. Umumnya kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Prisnip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dimuat dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pada tanggal 7 September 1994 Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI) telah mngesahkan berlakunya kerangka dasar

penyusunan dan pelaporan keuangan dan PSAK.

2.5.2. Audit Operasional

Page 19: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Kayo (2012:44) menyatakan, audit operasional atau pemeriksaan

pengeloaan adalah suatu pemeriksaan yang independen, sistematis, selektif, dan

analitis untuk menilai bagaimana cara pengelolaan atau operasi suatu organisasi

diatur dan dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu semua peringkat

manajemen dalam pelaksanaan tugas yang lebih baik dengan memberikan

informasi kelemahan yang dijumpai berikut usul-usul rekomendasi perbaikannya.

Agar audit manajemen/operasional dapat dicapai, maka audit tersebut

harus bersifat independen. Independensi yang diperlukan oleh auditor dalam audit

ini yaitu :

a. Bebas dari pengaruh pribadi atas pertanggungjawaban atas kegiatan unit yang

diauditnya.

b. Dapat mengembangkan program audit tanpa pengaruh yang tidak sepantasnya.

c. Dapat mengakses sepenuhnya bukti-bukti dan para karyawan pelaksana yang

diperlukan dalam kegiatan audit.

d. Data memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif.

e. Dapat memasukkan ke dalam laporan audit semua masalah yang dianggap

perlu.

Sukrisno Agoes (2012) menyatakan audit operasional merupakan

penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu

organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitasnya. Umumnya pada saat

selesainya audit operasional auditor akan memberikan sejumlah saran kepada

manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. Pelaksanaan audit

operasional dan hasil yang dilaporkan lebih sulit untuk didefinisikan

Page 20: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

dibandingkan dengan jenis audit lainnya. Efisiensi dan efektifitas operasi suatu

perusahaan jauh lebih sulit pengevaluasiannya secara objektif dibandingkan

dengan penerapan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang diterima umum. Kriteria yang digunakan untuk evaluasi terukur

dalam audit operasional cenderung subjektif. Pada prakteknya, auditor operasional

cenderung memberikan saran perbaikan prestasi kerja dibandingkan melaporkan

keberhasilan prestasi kerja yang sekarang. Dalam hal ini, audit operasional lebih

merupakan konsultasi manajemen daripada audit.

2.5.3. Audit Ketaatan

Kayo (2012:44) audit ketaatan/kepatuhan berhubungan dengan kesesuaian

kegiatan yang telah dilaksanakan dengan kebijakan, peraturan, atau undang-

ungdang yang telah ditentukan sebelumnya. Audit dengan tujuan tertentu

bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas sesuatu hal yang diperiksa. Audit

ini bisa bersifat eksiminasi, review, atau prosedur yang telah disepakati lebih

dahulu. Ruang lingkup audit ini yaitu meliputi pemeriksaan atas hal-hal di bidang

keuangan, pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas sistem pengendalian

intern.

Sukrisno Agus (2012) menyatakan audit ketaatan bertujuan untuk

mempertimbangkan apakah klien telah mengikuti prosedur atau aturan yang telah

ditetapkan pihak yang memberikan otoritas lebih tinggi.

2.5.4. Audit Forensik

Page 21: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Awalnya di Amerika Serikat Audit forensik digunakan untuk menentukan

pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Istilah audit forensik

tersebut bermula dari penerapan akuntansi untuk menyelesaikan atau

memecahkan masalah hukum. Di amerika profesi yang bergerak dibidang audit

forensik disebut aduitor forensik atau pemeriksa fraud bersertifikasi (Certified

Fraud Examiners/CFE) yang bergabung dalam Association of Certified Fraud

Examiners (ACFE).

Bologna (1989) dalam Kayo (2012:44), kata forensik berarti

menghubungkan atau dipergunakan dalam proses hukum, oleh sebab itu audit

forensik berarti aplikasi disiplin akuntansi dan audit pada masalah-masalah dalam

legalisasi, yang berkaitan dengan tindakan hukum.

Nunik Lestari (2005) mendefinisikan audit forensik adalah penerapan

disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk

penyelesaian hukum di dalam atau diluar pengadilan, disektor publik maupun

privat. Audit forensik juga dapat diartikan sebagai audit yang akurat untuk tujuan

hukum atau audit yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses

pengadilan atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administratif.

Audit forensik merupakan gabungan dari keahlian di bidang akuntansi, audit, dan

hukum. Hasil dari audit forensik dapat digunakan dalam proses pengadilan atau

bentuk hukum lainnya.

Akuntansi forensik menekankan pada tiga area utama yaitu:

Page 22: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

1. Litigasi, dapat diartikan bahwa seorang akuntan forensik bertugas

memberikan pendapat hukum dalam pengadilan. Pendapat seorang akuntan

forensik ini sangat dibutuhkan oleh pengadilan dalam mengambil keputusan

untuk memvonis seseorang itu memang benar-benar melakukan kecurangan

atau tidak (Tuanakotta, 2010).

2. Investigasi, Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya

pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan

hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana

(KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data yang

tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis dan

terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian (Tuanakotta, 2010).

Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari ”wilayah

garapan” atau probing yang terdiri dari:

a. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas

berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya,

b. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus

dikolaborasidengansumberlain(substained),

c. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya dokumen digital,

d. Reviw analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas

perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi dan

berusahamenjawab terjadinyakesenjangan,

Page 23: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

e. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of the

auditee) hal tersebut penting untuk pendukung permasalahan,

f. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan mencek

kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain) untuk

menjamin kebenaran angka,

g. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi auditor

apakah terdapat hal-hal lain yang disembunyikan.

3. Penyelesaian Sengketa, Sengketa biasa terjadi karena satu pihak merasa

haknya dikurangi atau dirampas oleh pihak lain.

Hak yang dikurangi atau dihilangkan itu dapat berupa (Tuanakotta,2010) :

a. Uang atau asset lain

b. Reputasi

c. Peluang bisnis

d. Gaya hidup

e. Hak-hak lain yang berhubungan dengan kegiatan bisnis.

Pemicu sengketa yaitu perbedaan penafsiran mengenai sesuatu yang sudah

diatur dalam perjanjian atau mengenai sesuatu yang memang belum diatur. Dalam

sengketa setiap pihak merasa pihak merekalah yang paling benar.

Faktor-faktor yang menentukan berhasil atau gagalnya penyelesaian sengketa ini

adalah sebagai berikut (Tuanakotta, 2010) :

a. Berapa besar konsekuensi keuangan pihak yang bersengketa

b. Seberapa jauh pertikaian pribadi

Page 24: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

c. Apakah penyelesaian sengketa ini akan berdampak dalam penyelesaian kasus

serupa.

d. Seberapa besar dampak dari publisitas negative yang ditimbulkan

e. Seberapa besar beban emosional yang harus ditanggung

Sengketa antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara yang berbeda

apabila menyangkut dua pihak lain. Dua pihak yang bersengketa bisa

menyelesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa dua pihak

lainnya menyelesaikan melalui litigasi.

Secara umum, proses audit forensik terdiri dari empat tahapan menerima

permintaan audit, merencanakan investigasi, mengumpulkan bukti, dan diakhiri

dengan membuat laporan audit forensik. Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa

audit forensik dilaksanakan atas dasar permintaan penyidik. Teknik yang

digunakan dalam audit forensik berbeda dengan audit pada umumnya yang

tersusun rapi dengan berbagai prosedur.

2.5.4.1 Gambaran Proses Audit Forensik

Berikut ini adalah gambaran proses audit forensik (Tuanakotta, 2010):

1.   Identifikasi masalah

Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang

hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa

dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat

sasaran.

Page 25: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

2. Pembicaraan dengan klien

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait

lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya.

Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien

terhadap penugasan audit.

3. Pemeriksaan pendahuluan

Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan

menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan

menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and

how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H

(who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor

akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.

4. Pengembangan rencana pemeriksaan

       Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi,

tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam

tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep

temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.

5. Pemeriksaan lanjutan

       Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan

analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor

akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara

meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.

Page 26: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

6. Penyusunan Laporan

       Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit

forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan.

Poin-poin tersebut antara lain adalah:

1.      Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.

2.    Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan.

Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut

disebut sebagai temuan.

3.    Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya

mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud

tersebut.

2.5.4.2 Pendekatan Audit Forensik

Audit forensik dilakukan dengan pendekatan investigasi terhadap suatu

kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan suatu organisasi atau

perusahaan Kayo (2012). Dalam hal ini auditor mengumpulkan dan mengevaluasi

bukti-bukti akuntansi yang kompeten, relevan, dan cukup serta menggali modus

operandi penyimpangan dengan teknik wawancara kepada pihak-pihak terkait

sehingga ditemukannya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana, sebab-

sebab hakiki penyimpangan, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab serta

jumlah kerugian keuangan yang dialami oleh organisasi atau perusahaan yang

ditimbulkan oleh perbuatan pelaku yang berindikasi tindak pidana.

Page 27: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

2.5.4.3 Aksioma Investigasi

Untuk seorang auditor forensik harus memahami tiga aksioma dalam

investigasi yaitu (Tuanakotta, 2010):

1. Sifat fraud yang selalu tersembunyi, tidak ada investigasi yang 100% dapat

mengungkapkan fakta yang sebenar-benarnya. Selain itu, umumnya

kecurangan tidak pernah berulang dalam arti tidak ada dua kecurangan yang

sama persis. Karena itu dibutuhkan kreativitas dan intuisi dalam

mengungkapkan penyimpangan yang dimaksud.

2. Pembuktian fraud secara timbal balik, tidak ada keyakinan absolut yang dapat

diberikan bahwa kecurangan tidak terjadi, auditor harus juga berupaya

membuktikan kecurangan telah terjadi. Demikian juga untuk mendapatkan

bukti bahwa kecurangan telah terjadi, auditor harus juga berupaya

membuktikan kecurangan tidak terjadi.

3. Hanya pengadilan yang menetapkan bahwa fraud memang terjadi, auditor

forensik hanya berupaya membuktikan terjadinya kecurangan, namun hanya

pengadilan yang mempunyai wewenang untuk menetapkan bahwa telah

terjadi perbuatan tindak pidana atau tidak dan apakaht erdakwa yang

melakukan tindak pidana atau tidak serta menetapkan besarnya kerugian

keuangan suatu organisasi atau perusahaan sebagai dampak dari tindak pidana

tersebut.

2.6. Jenis-Jenis Akuntan

2.6.1. Akuntan Publik Terdaftar

Page 28: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Nunik Lestari (2013:9) Kantor Akuntan sebagai auditor independen

bertanggungjawab atas audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan

publik dan perusahaan besar lainnya. Di Indonesia penggunaan gelar akuntan

terdaftar diatur oleh Undang-Undang No. 34 tahun 1954. Persyaratan untuk

menjadi akuntan publik terdaftar diatur oleh Menteri Keuangan terakhir dengan

keputusan No. 763 tahun 1986.

2.6.2. Auditor Pajak

Nunik Lestari (2013) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di

bawah Departemen Keuangan RI bertanggung jawab atas penerimaan negara di

sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan

perpajakan. Aparat pelaksana DJP dilapangan adalah kantor pelayanan pajak dan

kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak. Didalam kantor pemeriksaan dan

penyidikan pajak tersebut terdapatlah auditor-auditor khusus yaitu auditor pajak.

2.6.3. Auditor Intern

Nunik Lestari (2013) Auditor intern bekerja di suatu perusahaan untuk

melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor

pemerintah bagi kepentingan pemerintah. Tugas auditor intern bermacam-macam

tergantung atasannya. Untuk menjalankan tugasnya dengan baik maka auditor

intern harus berada diluar fungsi lini suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari

hubungan antara bawahan dan atasan lainnya. Auditor intern wajib memberikan

informasi berharga bagi manajemen untuk mengambil suatu keputusan yang

berkaitan dengan operasi perusahaan.

Page 29: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

2.6.4. Akuntan Forensik

Nunik Lestari (2005) menyatakan bahwa akuntan forensik digunakan di

sektor publik maupun sektor privat, akan tetapi penggunaan akuntan forensik di

sektor publik lebih menonjol dibandingkan di sektor privat. Hal ini disebabkan

karena penyelesaian sengketa di sektor privat cenderung diselesaikan diluar

pengadilan. Akuntan forensik memiliki ciri-ciri yang sama dengan akuntan dan

auditor, yaitu harus tunduk pada kode etik profesinya.

Hopwood, Leiner, & Young (2008) dalam makalah ilmiah Sukesih (2012),

menyatakan bahwa Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan

evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam

pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan

keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode

kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan

investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi

bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.

Akuntan forensik dituntut untuk memberikan bukti ahli dalam

persidangan. Bukti ahli ini nantinya akan berguna untuk pengambilan keputusan

dalam pengadilan. Akuntan forensik menginvestigasi segala sesuatu dari korupsi,

kecurangan pajak hingga pelanggaran hak cipta hingga fakta pengecekan untuk

kasus perceraian.

Untuk menjadi seorang akuntan forensik yang berkompeten LAFI

mengadakan dua program pendidikan akuntan forensik yakni Bersertifikat

Page 30: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Akuntan Forensik (BAF) yang ditempuh dalam waktu 2-24 minggu dan Diploma

Akuntan Forensik (DAF) yang dapat ditempuh dalam waktu 1-3 tahun masa

belajar. Dua program ini memiliki dua metode pembelajaran yaitu:

1. Belajar jarak jauh, proses pembelajaran ini menggunakan internet online

maupun offline. Materi-materi yang hendak dipelajari dikirimkan ke email

para peserta belajar.

2. Belajar dikelas yang digelar di berbagai kota besar di Indonesia setelah

peserta memenuhi syarat yang telah ditentukan.

2.6.4.1 Kualitas Yang Harus Dimiliki Akuntan Forensik

Nunik Lestari dalam karya ilmiahnya (2010) menyatakan ada beberapa

kualitas yang harus dimiliki oleh seorang akuntan forensik yaitu sebagai berikut :

1. Kreatif : Kemempuan untuk melihat sesuatu yang orang lain mnganggap

situasi bisnis normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa

itu tidak perlu merupakan situasi bisnis normal.

2. Rasa Ingin Tahu : Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya

terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

3. Tidak Menyerah : Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun

fakta seolah-olah tidak mendukung, dan ketika daokumen atau informasi

sulit untuk didapat.

Page 31: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

4. Akal Sehat : Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.

Ada yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul

kerasnya kehidupan.

5. Bussines Sense : Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis

sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi

dicatat.

6. Percaya Diri : Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita

sehingga kita dapat bertahan di bawah Cross Examination (pertanyaan

silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).

2.6.4.2 Kompetensi Akuntan Forensik

Tujuan audit forensik untuk mengumpulkan bukti yang orientasinya

membantu pihak aparat penegak hukum, dengan cara mendekatkan bukti

akuntansi menjadi bukti yang dapat digunakan di pengadilan melalui penerapan

disiplin akuntansi dan auditing dalam wilayah disiplin hukum. Untuk dapat

mencapai maksud tersebut dibutuhkan seorang auditor yang memiliki kompetensi

yang unik, artinya disamping dia memiliki pengetahuan dasar di bidang akuntansi

dan auditing, administrasi pemerintahan, komuniasi memiliki keahlian tentang

standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor forensik juga

harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai

dengan tugas pokok dan fungsinya.

Page 32: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Kayo (2012) menyatakan kompetensi akuntan forensik memiliki tiga dimensi

yaitu :

1. Pengetahuan Dasar

Seorang akuntan forensik harus memiliki pengetahuan dasar yang

memadai antara lain terkait dengan ilmu akuntansi, auditing, sistem administrasi

pemerintahan, komunikasi dan pemahaman tentang kecurangan yang terjadi

dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan memiliki pengetahuan dasar

tersebut, seorang akuntan forensik akan lebih percaya diri dan memudahkan

dalam memahami kasus yang sedang dihadapi terutama yang terkait dengan

rekayasa bukti-bukti dalam transaksi keuangan.

2. Kemampuan Teknis

Kemampuan teknis dalam pelaksanaan tugas audit akuntan forensik sangat

diperlukan. Akuntan forensik harus memiliki kemampuan untuk merencanakan

dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan keahlian profesionalnya

dengan cermat dan seksama dan secara hati-hati dalam setiap penugasan. Akuntan

forensik memiliki kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan

keterampilan teknis yang dituntut oleh profesi untuk melakukan dengan cermat

dan seksama, dengan maksud baik dan integritas, pengumpulan dan penilaian

bukti secara objektif.

Kayo (2012:28) menyatakan sesuai dengan hasil studi literatur dan praktik

audit yang umumnya dilakukan, konsep standar kompetensi audit forensik

mencakup semua aspek kemampuan menyelenggarakan tugas untuk membangun

Page 33: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

wawasan yang tidak terbatas pada kemampuan secara sempit. Berdasarkan kajian

tersebut terdapat empat komponen kompetensi utama yang perlu dikembangkan

oleh profesi akuntan forensik yaitu :

a) Kemampuan mencegah dan mendeteksi fraud

b) Kemampuan melaksanakan audit forensik

c) Kemampuan memberikan pernyataan secara keahlian

d) Kemampuan melaksanakan penghitungan kerugian keuangan dan

penelusuran aset.

3. Sikap Mental

Sikap mental moral merupakan kondisi mental seseorang menjadi

pedoman perilakunya dalam pergaulan. Integritas moral diterapkan dalam

kehidupan sebagai sikap dan perilaku yang memancarkan nilai-nilai seperti

memiliki sifat jujur, egaliter, menghormati sesama, rela berkorban, mendahulukan

kepentingan umum dari kepentingan pribadi atau golongan dan senantiasa

membela kebenaran.

Sikap mental yang dimiliki oleh akuntan forensik sangat berguna dalam

pelaksanaan tugas audit forensik. Sikap mental memberikan pengaruh dalam

kelancaran dan kualitas audit forensik itu sendiri. Dalam setiap pelaksanaan audit

forensik auditor harus selalu menggunakan investigatif mentality dalam

pengumpulan bukti-bukti, menemukan bukti yang material, relevan, cukup dan

kompeten.

Kayo (2012:32) Menyatakan, Seorang akuntan forensik harus memiliki

sikap mental yang baik, akuntan forensik harus mampu bersikap independen,

Page 34: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

objektif dan jujur dalam semua tindakannya harus dilakukan secara profesional

untuk mencari kebenaran. Independen dan kejujuran sangat diperlukan karena

bagaimanapun baiknya kinerja seorang auditor tetapi apabila hal itu dilakukan

dengan tidak independen dan jauh dari kejujuran maka hasil kerjanya tidak akan

memiliki makna yang berarti untuk mencapai keadilan.

2.6.4.3 Keahlian Akuntan Forensik

James (2008) dalam Sukesih (2012) sebagai dasar penelitian dengan

menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensik yang

sangat dibutuhkan yaitu :

1. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah analisis deduktif:

kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan

keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.

2. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemikiran yang

kritis: kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta.

3. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemecahan

masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan

terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui

pendekatan yang tidak terstruktur.

4. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah fleksibilitas

penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur

yang berlaku.

Page 35: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

5. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah keahlian

analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang

seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).

6. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi

lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui

kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.

7. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi

tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan

melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.

8. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pengetahuan

tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar

dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).

9. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah composure:

kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi

tertekan.

2.6.4.4 Tugas Akuntan Forensik

Seorang akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam

pengadilan (litigation). Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan

pendapat hukum dalam pengadilan (litigation) ada juga peran akuntan forensik

dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam membantu

merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan

Page 36: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran

kontrak (Kayo, 2012).

2.7. Fraud/Kecurangan

2.7.1. Definisi Fraud

International Standards on Auditing (ISA) seksi 240 menyatakan Fraud

adalah sebagai tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan,

pihak yang berperan dalam govermance perusahaan, karyawan atau pihak ketiga

yang melakukan pembohongan atau penipuan utnuk memperoleh keuntungan

yang tidak adil atau ilegal. Fraud juga didefinisikan sebagai kecurangan dalam

kaitannya dengan pelaporan keuangan. Seorang auditor berkepentingan untuk

menguji apakah satu tindakan yang mengandung fraud mengakibatkan salah saji

dalam pelaporan keuangan.

Kecurangan terjadi dalam laporan keuangan pada umumnya disebabkan

oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Pengaruh lingkungan internal

umumnya terkait dengan lemahnya pengendalian internal, lemahnya perilaku etika

manajemen atau faktor likuiditas serta profitabilitas entitas yang bersangkutan.

Sedangkan pengaruh lingkungan eksternal umumnya terkait dengan kondisi

entitas secara umum, lingkungan bisnis secara umum, maupun pertimbangan

hukum dan perundang-undangan.

2.7.2. Jenis-Jenis Fraud

2.7.2.1 Fraud Red Flags

Page 37: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Havesi (2004) dalam Amirudin dan Sri Sundari (2006) Red flags

merupakan suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal.

Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau indikator akan adanya sesuatu

yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Red flags tidak mutlak

menunjukkan apakah seseorang bersalah atau tidak, tetapi red flags ini merupakan

tanda-tanda peringatan bahwa fraud mungkin terjadi.

2.7.2.2 Fraud Laporan Keuangan

Amirudin dalam karya ilmiahnya (2006) menyatakan tujuan jangka pendek

suatu perusahaan adalah memaksimalkan laba, yaitu dengan cara meningkatkan

pendapatan atau menekan biaya/kewajiban. Atas dasar inilah perusahaan ingin

terlihat mempunyai kinerja yang baik. Kecurigaan fraud atas laporan keuangan

dapat dibangun dari dasar tersebut. Dengan kata lain, motif untuk melakukan

fraud berasal dari internal perusahaan.

Secara garis besar, terdapat tiga faktor resiko fraud yang berkaitan dengan

fraud dalam laporan keuangan, yaitu sebagai berikut :

1. Karakteristik manajemen yang berkaitan dengan kemampuan manajemen,

tekanan, sikap dan perilaku terhadap pengendalian intern dan proses

pelaporan keuangan.

2. Karakteristik industri yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan peraturan

yang berlaku.

Page 38: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

3. Karakteristik operasional dan stabilitas keuangan yang meliputi sifat dan

kerumitan dari transaksi perusahaan serta kondisi keuangan perusahaan

Jika dikaitkan dengan pelakunya, fraud dalam pelaporan keuangan pada

umumnya dilakukan oleh manajemen, dan kondisi yang memungkinkan adanya

fraud yang harus diwaspadai yaitu :

1. Manajemen enggan menyediakan data untuk auditor eksternal.

2. Sering terjadi penggantian auditor eksternal.

3. Pengendalian intern perusahaan kurang memadai.

4. Terdapat banyak transaksi pada akhir tahun.

5. Terdapat dokumen yang hilang dan tidak dapat ditemukan.

6. Sering melakukan pergantian rekening bank.

7. Hutang yang diperpanjang terus menerus.

8. Tingkat perputaran karyawan tinggi.

9. Penjualan aktiva perusahaan dibawah harga pasar.

10. Adanya transaksi yang tidak masuk akal.

Menurut Ferdian & Na’im dalam karya ilmiahnya (2006), kecurangan

dalam laporan keuangan dapat meyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :

1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen

pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.

Page 39: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

2. Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan,

peristiwa, transaksi atau informasi lain yang signifikan.

3. Salah penerapan secara sengaja atas prinsip akuntansi yang berkaitan

dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapannya.

Fraud dalam pelaporan keuangan biasanya juga berbentuk salah saji atau

kelalaian yang disengaja baik dalam jumlah maupun pengungkapan pos-pos

dalam pelaporan keuangan untuk menyesatkan pemakai informasi laporan

keuangan tersebut. Fraud laporan keuangan dapat dibedakan berdasarkan

sifatnya, yaitu sifat iklusif dan ekslusif. Fraud dianggap inklusif apabila laporan

keuangan mengandung transaksi atau nilai yang tidak benar. Fraud dianggap

eksklusif cenderung menghilangkan transaksi yang seharusnya dimasukkan dalam

laporan keuangan.

Faktor yang membedakan antara fraud dan kekeliruan adalah baik faktor

kesengajaan maupun ketidaksengajaan yang berakibat keterjadian salah saji di

dalam laporan keuangan. Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan

pertimbangan auditor independen tentang fraud dalam audit atas laporan

keuangan, sebagai berikut :

1. Salah saji yang timbul dari fraud di dalam laporan keuangan, yaitu salah saji

atau penghilangan dengan sengaja jumlah satuan moneter atau

pengungkapan di dalam laporan keuangan untuk mengelabui pengguna

laporan keuangan.

Page 40: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva

(penyalahgunaan/penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas

yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prisnsip

akuntansi umum yang berlaku di Indonesia.

2.7.2.3 Fraud Terhadap Aset

Tan Kwang En (2010) Fraud terhadap aset dapat diartikan sebagai

penyalahgunaan aset perusahaan entah itu dicuri atau digunakan oleh orang yang

telah diberi wewenang untuk mengelola aset tersebut untuk keperluan pribadi

tanpa izin dari perusahaan. Fraud terhadap aset dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu :

1. Cash Misappropriation yaitu penyelewangan terhadap aset yang berupa kas

misalnya penggelapan kas, menggelapkan cek, menahan pembayaran

cek untuk vendor.

2. Non-Cash Misappropriation yaitu penyelewengan terhadap aset yang bukan

berupa kas misalnya menggunakan fasilitas perusahaan.

2.7.2.4 Korupsi

Tan Kwang En (2010) Korupsi dapat diartikan sebagai aktivitas seseorang

yang melakukan tipu daya untuk memanipulasi anggaran keuangan yang ada, dan

uang dari hasil tipu daya ini akan digunakan untuk kepentingan pribadinya sendiri

ataupun kelompoknya. Korupsi ini sendiri terbagi menjadi berbagai macam

diantaranya sebagai berikut :

Page 41: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

1. Penyuapan, yaitu yang meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan,

persembahan sesuatu yang bernilai dengan maksud untuk mempengaruhi

suatu tindakan/official act. Istilah official act mencakup penyuapan yang

dilakukan dengan maksud mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh

pegawai atau instansi pemerintah.

2. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest), yang terjadi manakala seorang

pegawai, manajer, atau seorang eksekutif memiliki kepentingan ekonomi

atau kepentingan pribadi yang tersembunyi dalam suatu transaksi yang

bertentangan dengan perusahaan.

3. Economic Extortion, yang merupakan kebalikan dari penyuapan (bribery).

Dalam economic extortion, bukannya penjual yang menawarkan sesuatu

yang bernilai untuk mempengaruhi keputusan, melainkan

pegawai/karyawan perusahaan yang meminta pembayaran dari

penjual/vendor untuk suatu keputusan yang akan menguntungkan penjual

tersebut.

4. Illegal Gratuities, yang seperti halnya penyuapan, tetapi tidak dimaksudkan

untuk mempengaruhi keputusan yang akan dibuat, tetapi suatu imbalan yang

diberikan karena telah dibuatnya keputusan yang menguntungkan.

2.7.3. Cara Mendeteksi Fraud

Pendeteksian atau cara mengetahui adanya kecurangan (fraud) menjadi hal

yang paling penting untuk menjaga keberlangsungan suatu entitas. Dengan adanya

usaha pendeteksian ini maka diharapkan gejala kekurangan yang mungkin terjadi

Page 42: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

dapat didiagnosa yang kemudian dilakukan tindakan yang menuju pada

pembenaran secara akuntansi.

ACFE (2004) menguraikan garis besar cara mendeteksi kecurangan

sebagai berikut :

2. Kecurangan Laporan Keuangan

Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi

melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:

a. Analisis Vertikal

Yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item

dalam laporan laba rugi, neraca, atau laporan arus kas dengan

menggambarkannya dalam persentase.

b. Analisis Horizontal

Yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item

laporan keuangan selama beberapa periode laporan.

c. Analisis Rasio

Yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan

keuangan. Sebagai contoh current ratio, adanya penggelapan uang atau

pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.

Page 43: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

2. Penyalahgunaan Aset

Variasi pendeteksian kecurangan jenis ini sangat beragam. Pemahaman

terhadap pengendalian intern atas pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam

mendeteksi kecurangan. Metode-metode yang bias digunakan antara lain:

a. Analitical Review

Review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidakbiasaan atau

kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan.

b. Stastitical Sampling

Melakukan sampling atas pos-pos tertentu yang dicurigai, misalnya

persediaan. Dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk

menentukan ketidakbiasaan, mettode deteksi ini akan efektif jika ada

kecurigaan terhadap satu atributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar

PO BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif.

c. Vendor or Outside Complaints

Komplain/keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat

deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan

pemeriksaan lebih lanjut.

d. Site Visite-Observation

Page 44: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya

pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut.

3. Korupsi

Kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang

jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan

complain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian

dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya.

2.8. Penelitian Terdahulu

NoNama

PenelitiJudul Penelitian

Variabel

PenelitianHasil Penelitian

1 Iprianto

(2009)

Persepsi

Akademisi dan

Praktisi Akuntansi

Terhadap Keahlian

Akuntan Forensik

Persepsi

akademisi

dan

praktisi

(X),

Keahlian

akuntan

forensik

(Y)

Terdapat perbedaan

yang signifikan

terhadap persepsi

akademisi dan praktisi

mengenai keahlian

seorang akuntan

forensik.

2 Aprilila

Rahmadiar,

Nurul

Persepsi

Mahasiswa

Akuntansi

Persepsi

mahasiswa

akuntansi

Tidak ada perbedaan

persepsi antara

mahasiswa akuntansi

Page 45: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Herawati,

Rindah

Febriana

(2012)

Mengenai

Akuntan Forensik

(X),

Akuntan

Forensik

(Y)

S1 dan S2 terhadap

peran akuntan

forensik.

Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu

2.9. Kerangka Pemikiran

Ilmu akuntansi forensik memberikan analisis akuntansi yang dapat

diterima dalam penyelesaian kasus baik pidana umum, maupun pidana khusus

seperti korupsi, pembalakan liar, penggelapan uang dll. Dalam ilmu akuntansi

forensik ini menekankan pada tiga area utama yaitu dukungan litigasi atau

pendapat hukum dalam pengadilan, investigasi yaitu upaya pembuktian di

pengadilan dan ketentuan hukum, dan penyelesaian sengketa.

Menurut Lembaga Akuntan Forensik Indonesia (LAFI) akuntan forensik

harus memiliki suatu perasaan mendalam tentang etika dan perilaku etik

profesional, dan mampu membuat laporan yang kuat dan meyakinkan baik dalam

bentuk tulisan maupun verbal sebagai saksi ahli di persidangan pengadilan atau

proses persidangan hukum lainnya. Setiap saat, seorang akuntan forensik harus

mampu membawa suatu pola pikir profesional yang skeptis yang tetap

dipertahankan, dan karena itu dapat meyakinkan bahwa informasi yang dia

kerjakan akan selalu akurat dan objektif. Untuk menjadi seorang akuntan forensik

yang berkompeten LAFI mengadakan dua program pendidikan akuntan forensik

Page 46: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

yakni Bersertifikat Akuntan Forensik (BAF) yang ditempuh dalam waktu 2-24

minggu dan Diploma Akuntan Forensik (DAF) yang dapat ditempuh dalam waktu

1-3 tahun masa belajar. Dua program ini memiliki dua metode pembelajaran yaitu,

belajar jarak jauh (melalui internet) dan belajar di dalam kelas seperti biasa

dilakukan pada proses belajar mengajar.

Akuntan forensik dalam menjalankan tugas menyelidiki kecurangan

dalam aktivitas keuangan yang mencurigakan dan fraud yang dilakukan oleh

perorangan maupun bisnis. Akuntan forensik juga menjalankan peran yang lebih

nyata dalam membantu pemerintah untuk mengevaluasi catatan akuntansi.

Sehingga peran akuntan forensik di dalam pemerintahan sangat penting dalam

mengevaluasi catatan akuntansi atau laporan realisasi anggaran pemerintahan.

Akuntan forensik semakin dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan finansial

perusahaan bersama shareholders dan lembaga pemerintah, untuk mencegah

terjadinya fraud dan kecurangan di dalam praktek akuntansi. Dengan demikian

akuntan forensik sangat berperan dalam pendeteksi dan pencegahan terjadinya

fraud di setiap kegiatan financial. Akuntan forensik biasanya telah memahami

ilmu hukum pidana dan hukum perdata serta telah memahami prosedur

pengadilan. Keahlian yang harus dikuasai oleh akuntan forensik adalah keahlian

dalam penyelidikan, termasuk teori, metode, dan pola pelanggaran fraud,

disamping itu juga akuntan forensik harus mampu berpikir secara kreatif untuk

mempelajari dan memahami taktik yang kemungkinan digunakan oleh pelaku

fraud. Selain itu, akuntan forensik harus mengkomunikasikan temuan secara jelas

Page 47: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

dan terperinci dengan berbagai pihak, termasuk kepada orang-orang yang belum

terlalu mengetahui tentang akuntansi dan auditing.

James (2008) dalam Sukesih (2012) sebagai dasar penelitian dengan

menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensik yang

sangat dibutuhkan yaitu :

1. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah analisis deduktif:

kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan

keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.

2. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemikiran yang

kritis: kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta.

3. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemecahan

masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan

terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui

pendekatan yang tidak terstruktur.

4. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah fleksibilitas

penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur

yang berlaku.

5. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah keahlian

analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang

seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).

Page 48: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

6. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi

lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui

kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.

7. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi

tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan

melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.

8. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pengetahuan

tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar

dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).

9. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah composure:

kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi

tertekan.

Untuk mengetahui seberapa pentingnya peran seorang akuntan forensik

maka dunia akuntansi dirasa perlu untuk mengetahui persepsi mahasiswa

akuntansi terhadap peran akuntan forensik sebagai pendeteksi fraud, karena jika

mahasiswa akuntansi tidak memiliki persepsi terhadap peran akuntan forensik

maka dunia auditing akan kesulitan mendapatkan generasi baru yang ingin

menjadi seorang akuntan forensik, mengingat sangat dibutuhkannya peranan

akuntan forensik dalam pemberantasan kecurangan-kecurangan yang terjadi di

dalam dunia usaha baik sektor swasta maupun sektor publik.

Dari kerangka pemikiran ini penulis ingin mengetahui sejauh apa peran

seorang akuntan forensik dalam mendeteksi suatu kecurangan (fraud) dan

Page 49: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

bagaimanakah persepsi dari mahasiswa akuntansi perguruan tinggi Palembang

terhadap peran akuntan forensik sebagai pendeteksi fraud itu sendiri.

Kerangka penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini secara

skematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

BAB III

OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Persepsi Mahasiswa

Akuntansi

Peran Akuntan Forensik

Page 50: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa ruang lingkup yang perlu

diperhatikan. Objek penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi di tiga perguruan

tinggi di Palembang yaitu Universitas Bina Darma yang beralamat di Jln. Ahmad

Yani No 12 palembang, Universitas Muhammadiyah yang beralamat di Jln.

Jendral Ahmad Yani 13 Ulu Palembang dan STIE Musi yang beralamat di Jln.

Bangau No. 60 Palembang. Objek yang digunakan dalam penelitian ini sebatas

hanya dengan kuesioner yang mewakili persepsi mahasiswa terhadap peranan

akuntan forensik.

3.2. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Melalui penelitian diharapkan dapat diketahui bagaimana persepsi

mahasiswa akuntansi Universitas Bina Darma, Universitas Muhammadiyah, dan

Universitas Sriwijaya Palembang terhadap peran akuntan forensik.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Sanusi (2011) menyatakan populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang

menunjukkan ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan untuk membuat kuisioner.

Jadi kumpulan elemen itu menunjukan jumlah, sedangkan ciri-ciri tertentu

menunjukkan karakteristik dari kumpulan itu. Populasi dalam penelitian ini yaitu

mahasiswa akuntansi di tiga universitas di Palembang yaitu Universitas Bina

Darma, Universitas Muhammadiyah, dan STIE Musi Palembang.

3.3.2. Sampel

Page 51: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Jika jumlah populasi terlalu banyak, maka digunakan sampling. Sampling

atau sampel berarti contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi

objek penelitian (Sanusi, 2011). Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang

dipilih dari populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu

menggunakan metode Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak

secara acak melainkan sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu. Penulis memilih tiga perguruan tinggi yaitu Universitas Bina Darma,

Universitas Muhammadiyah, dan STIE Musi karena program studi akuntansi di

tiga perguruan tinggi ini terakreditasi B. Dari uraian diatas maka dalam

menentukan jumlah sampel yang akan digunakan peneliti menggunakan pedoman

kasar (rules of thumb) yang dikemukakan oleh Roscoe dalam Sartika (2006),

yaitu:

1. Jumlah sampel yang tepat untuk penelitian adalah 30<n<500.

2. Jika sampel terbagi dalam beberapa subsampel, maka jumlah sampel minimum

untuk tiap subsampel adalah 30.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil sampel dari penelitian

ini yaitu masing-masing 30 sampel pada setiap populasi. Jadi jumlah keseluruhan

sampel adalah 90 responden.

3.4. Definisi dan Pengukuran Variabel

3.4.1. Definisi dan Operasional Variabel Penelitian

Page 52: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Persepsi Mahasiswa Akuntansi (Independen) Persepsi mahasiswa

akuntansi merupakan suatu proses dimana mahasiswa akuntansi dapat

mengatur dan mengintrepetasikan  kesan-kesan sensoris mereka guna

memberikan arti bagi lingkungan mereka. (Robins, 2008).

2. Peran Akuntan Forensik (Dependen)

Peran akuntan forensik adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan

dimiliki oleh seorang akuntan forensik yang berkedudukan di dalam

masyarakat (Harahap, 2007).

Tabel 3.1Operasional Variabel

No Variabel Definisi IndikatorSkala

Ukur

1 Variabel (X)

Persepsi

Mahasiswa

Akuntansi

Persepsi mahasiswa

akuntansi merupakan

suatu proses dimana

mahasiswa akuntansi

dapat mengatur dan

mengintrepetasikan 

kesan-kesan sensoris

mereka guna

memberikan arti bagi

lingkungan mereka.

Fisiologis,

Perhatian,

Minat,

Kebutuhan

Searah,

Pengalaman

dan Ingatan,

Suasana

Hati.

(Gibson

Interval

Page 53: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

(Robins, 2008). dkk, 1989)

2 Variabel (Y)

Peran Akuntan

Forensik

Peran akuntan forensik

adalah perangkat tingkah

laku yang diharapkan

dimiliki oleh seorang

akuntan forensik yang

berkedudukan di dalam

masyarakat (Harahap,

2007).

Pendeteksi

Fraud

Interval

3.4.2. Pengukuran Variabel Penelitian

Skala yang digunakan dalam penyusunan kuisioner penelitian ini adalah

skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sanusi,

2011). Waktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert responden menentukan

tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pertanyaan dengan memilih satu dari

pilihan yang tersedia. Dalam penelitian ini disediakan lima pilihan skala dengan

format seperti di bawah ini :

1. Jawaban sangat penting diberi skor 5.

2. Jawaban penting diberi skor 4.

3. Jawaban netral diberi skor 3.

4. Jawaban tidak penting diberi skor 2.

5. Jawaban sangat tidak penting diberi skor 1.

Page 54: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

3.5. Jenis dan Sumber Data

3.5.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut

(Sanusi, 2011) :

a. Data kualitatif, yaitu data non angka yang sifatnya deskriptif dalam bentuk

informasi tulisan (kuesioner) yang diperoleh dari mahasiswa-mahasiswa

akuntansi yang berkompeten memberikan informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian ini.

b. Data kuantitatif, yaitu data yang telah diolah dari jawaban kuesioner yang

telah dibagikan kepada responden yang penulis anggap berkompeten.

3.5.2. Sumber Data

Untuk melengkapi data yang digunakan maka penulis memperoleh data

yang bersumber dari (Sanusi, 2011) :

1. Data Primer, adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk

menjawab masalah penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh

melalui wawancara dan kuisioner.

2. Data sekunder, adalah data yang telah dikumpulkan pihak lain, bukan oleh

peneliti. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari dokumen instansi,

riset kepustakaan, artikel, dan internet.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

3.6.1. Kuesioner

Page 55: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Menurut Sanusi (2011) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data

yang tidak memerlukan kehadiran peneliti, namun cukup diwakili oleh daftar

pertanyaan yang sudah disusun secara cermat terlebih dahulu. Kuisioner

sebaiknyan disusun secara rapi dan jelas.

3.7. Uji Instrumen Penelitian

3.7.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data

Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner, maka kualitas

kuisioner dan kesanggupan responden dalam menjawab pertanyaan merupakan

hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Apabila alat yang digunakan dalam

proses pengumpulan data tidak valid, maka hasil penelitian yang diperoleh tidak

mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam

penelitian akan dimulai dengan pengujian validitas dan realibilitas terhadap daftar

pertanyaan yang digunakan dalam kuisioner.

3.7.1.1 Pengujian Validitas

Validitas suatu instrumen menunjukkan suatu alat ukur yang dapat

mengukur sejauh mana kebenaran alat itu untuk mengukur sesuatu yang

diperlukan atau seberapa kesahihannya (Priyatno, 2010). Model pengujian

menggunakan pendekatan Bivariate Pearson untuk menguji validitas pernyataan

kuesioner yang disusun dalam bentuk skala. Perhitungan ini akan dilakukan

dengan bantuan program SPSS 17. Hasil pengujian validitas menunjukkan hasil

positif pada level 0,01 dan 0,05.

3.7.1.2 Pengujian Reliabilitas

Page 56: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Reliabilitas atau keandalan suatu instrumen sebagai alat ukur dimaksudkan

untuk mengetahui sejauh mana kebenaran alat ukur tersebut cocok digunakan

sebagai alat ukur untuk mengukur sesuatu (Priyatno, 2010). Reliabilitas instrumen

diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk

mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode

cronbach alpa (α). Pengujian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.

Koefisien cronbach alpa yang lebih besar dari 0,6 menunjukkan keandalan

instrumen.

3.8. Teknik Analisis Data

Analisis berikutnya adalah menguji pernyataan alat uji hipotesis. Uji

asumsi klasik ini meliputi uji Multikolinieritas, uji Heteroskedastisitas, dan uji

Auto Korelasi.

3.8.1. Uji Asumsi Klasik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji asumsi klasik, uji asumsi

klasik ini digunakan sebagai prasyarat untuk menguji hipotesis dengan

menggunakan analisis regresi linier berganda. Penulis memilih menggunakan

analisis linier berganda karena dalam penelitian ini memiliki enam variabel bebas

(X) dan satu variabel terikat (Y). Uji asumsi klasik ini menggunakan tiga metode,

yaitu :

1. Uji Multikolinieritas

2. Uji Heteroskedastisitas

3. Uji Autokorelasi

3.8.1.1 Uji Multikolinieritas

Page 57: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Multikolinieritas adalah keadaan dimana terjadi hubungan linier yang

sempurna atau mendekati sempurna antar variable independen dalam model regresi

(Priyatno, 2010). Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hubungan linier antar variable independen dalam model regresi. Prasyarat

yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinieritas. Pada

penelitian ini akan dilakukan uji multikolinieritas dengan melihat nilai Inflation

factor (VIF) pada model regresi. Menurut santoso (2001), pada umumnya jika VIF

lebih besar dari 5, maka variable tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas

dengan variable bebas lainnya.

3.8.1.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas Adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan

varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi (Priyatno, 2010).

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk megetahui ada atau tidaknya ketidaksamaan

varian dari residual pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model

regresi adalah tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini akan

dilakukan uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Spearman’s rho, yaitu

mengkorelasikan nilai residual dengan masing-masing variable independen. Jika

signifikansi korelasi kurang dari 0,05 maka pada model regresi terjadi masalah

heteroskedastisitas.

3.8.1.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah keadaan dimana terjadinya korelasi antara residual

pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi (Priyatno, 2010).

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang terjadi

Page 58: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain. Prasyarat yang harus

terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi pada model regresi. Dalam penelitian ini

akan menggunakan uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut ;

1. Jika d lebih kecil dari dl atau lebih besar dari (4-dl), maka hipotesis nol ditolak,

yang berarti terdapat autokorelasi.

2. Jika d terletak antara du dan (4-du) maka hipotesis nol diterima, yang berarti

tidak ada autokorelasi.

3. Jika d terletak antara dl dan du atau diantara (4-du) dan (4-dl), maka tidak

menghasilkan kesimpulan yang pasti.

3.9. Regresi Linier Berganda

Analisis ini digunakan untuk memprediksikan nilai dari variabel

independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk mengetahui arah

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-

masing variabel independen berhubungan positif atau negatif. Uji hipotesis pada

penelitian ini menggunakan Regresi Linear Berganda yang mengindikasikan enam

variable bebas dan satu variable terikat. Dengan demikian regresi linear berganda

dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut :

Y= a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 +e

Di mana

Y = Peran Akuntan Forensik

X1 = Fisiologis

X2 = Perhatian

X3 = Minat

Page 59: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

X4 = Kebutuhan yang searah

X5 = Pengalaman

X6 = Suasana hati

a = Konstanta

b1, b2, b3, b4, b5, b6 = Koefisien regresi

e = Variabel penggangu

3.9.1. Analisis Determinasi (R2)

Priyatno (2010) menyatakan bahwa Analisis Determinasi digunakan untuk

mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak

terhadap variabel dependen. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase

variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan

variasi variabel dependen. Rumus untuk analisis determinasi ini yaitu:

(ryx1)2 + (ryx2)2 – 2.(ryx1).(ryx2).(rx1x2) R2 =

1 – (rx1x2)2

Keterangan:

R2 : Koefisien Determinasi

Ryx1 : Korelasi Sederhana X1 dengan Y

Ryx2 : Korelasi Sederhana antara X2 dengan Y

Rx1x2 : Korelasi Sederhana antara X1 dengan X2

3.9.2. Uji t

Duwi Priyatno (2010) menyatakan Uji t ini digunakan untuk mengetahui

apakah dalam model regresi variable independen (X1, X2,…..Xn) secara parsial

Page 60: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

berpengaruh signifikan terhadap variable dependen (Y). rumus t hitung pada

analisis regresi ini adalah :

bi t hitung = Sbi

Ket :

Bi : Koefisien regresi variable i

Sbi : Standar error variable i

Kriteria dalam pengujian ini adalah sebagai berikut (Priyatno, 2010) :

1. Ho diterima jika –t table ≤ t hitung ≤ t table

2. Ho ditolak jika –t hitung < -t table atau t hitung > t tabel

3.9.3. Uji F

Duwi Priyatno (2010) menyatakan Uji F ini digunakan untuk mengetahui

apakah variable independen (X1, X2,……Xn) secara bersama-sama berpengaruh

secara signifikan terhadap variable dependen (Y). F hitung dapat dicari dengan

rumus sebagai berikut :

R2/k F hitung = (1 – R2)/(n – k – 1)

Ket :

R2 : Koefisien determinasi

n : Jumlah data atau kasus

k : Jumlah variabel independen

Page 61: Persepsi Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Palembang

Kriteria dalam pengujian ini adalah sebagai berikut (Priyatno, 2010) :

1. Ho diterima bila F hitung ≤ F table

2. Ho ditolak bila F hitung > F tabel