persepsi dan ekspektasi pasien bpjs kesehatan …
TRANSCRIPT
i
PERSEPSI DAN EKSPEKTASI PASIEN BPJS KESEHATAN
TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI PUSKESMAS
PULAU BARRANG LOMPO
PERCEPTION AND EXPECTATION OF HEALTH BPJS PATIENTS TOWARDS SERVICE QUALITY AT PUBLIC
HEALTH CENTER OF BARRANG LOMPO ISLAND
AYU SRI WIYANTI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PERSEPSI DAN EKSPEKTASI PASIEN BPJS KESEHATAN
TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI PUSKESMAS
PULAU BARRANG LOMPO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
AYU SRI WIYANTI
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
PENGESAHAN
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ayu Sri Wiyanti
Nomor Mahasiswa : P1802215004
Program studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Makassar, Agustus 2017 Yang menyatakan
Ayu Sri Wiyanti
v
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas Rahmat, izin, petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Persepsi dan Ekspektasi Pasien
BPJS Kesehatan Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Pulau Barrang Lompo”. Tesis ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Tesis ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya,
Ayahanda Drs. Saliymuddin dan Ibunda Badariya Abbas S.pd atas
dukungan, nasihat, kasih sayang dan doa yang terus menerus sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Kepada Saudara-
saudariku, Indrah Fitrah Salnus S.pd, Subakir Salnus S.si, M.si dan
Rismayani SE. Terkhusus kepada calon pendamping hidup
Syamsuriadi yang telah memberikan dukungan moril dan do’a kepada
penulis.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemimbing 1 saya
Bapak Prof. Dr. Amran Razak, SE, M.Sc dan Pembimbing 2 saya Bapak
Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes, di tengah kesibukan beliau tetap
memberikan perhatian, bimbingan, dorongan dan saran yang sangat
berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada tim penguji, yaitu Bapak Dr. Muh.
vi
Alwy Arifin, M.Kes, Bapak Dr. Stang, M.Kes dan Bapak Anwar
Mallongi SKM., M.Sc., Ph.D atas kesediannya menjadi penguji yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan
tesis ini.
Penulis mengucapkan dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA.
2. Dekan Sekolah Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE., MS.
3. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Prof.
Dr. drg., H. A. Zulkifli, M.Kes.
4. Ketua Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc.
5. Pemerintah Kota Makassar, terkhusus Puskesmas Pulau Barrang
Lompo, Dinas Kesehatan Kota Makassar, yang telah memberikan izin
kepada peneliti untuk melakukan pengambilan data di wilayah masing-
masing.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Staf bagian Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah
mendidik penulis selama menempuh pendidikan pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
7. Teman-teman seperjuangan di Magister Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Angkatan 2015 yang telah memberikan dukungan dan
motivasi selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini.
vii
8. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu
persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna
karena berbagai hambatan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu,
kritik dan saran senantiasa diharapkan dari berbagai pihak. Penulis
berharap tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia.
Makassar, Agustus 2017
Penulis,
Ayu Sri Wiyanti
viii
ABSTRAK INDONESIA
ix
ABSTRAK INGGRIS
x
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11
A. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Pelayanan 11
B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kesehatan 17
C. Tinjauan Umum Tentang Persepsi Pasien 29
D. Tinjauan Umum Tentang Harapan Pasien 31
E. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas 35
F. Tinjauan Umum Tentang Daerah Kepulauan 38
G. Sintesa Penelitian 41
H. Kerangka Teori 51
xi
I. Kerangka Pikir 52
J. Kerangka Konseptual 53
K. Definisi Konseptual 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 62
A. Jenis Penelitian 62
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 62
C. Populasi dan Sampel 63
D. Instrumen dan Pengumpulan Data 65
E. Pengolahan dan Penyajian Data 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 71
A. Gambaran Umum Puskesmas Barrang Lompo 71
B. Hasil Penelitian 77
C. Pembahasan 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 134
A. Kesimpulan 134
B. Saran 135
DAFTAR PUSTAKA 137
LAMPIRAN 141
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
:
:
:
:
Pencapaian SPM Puskesmas Kelompok Kepesertaan JKN Besaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Sintesa Penelitian
8
27
28
41
Tabel 1.a
Tabel 1.b
Tabel 1.c
Tabel 1.1.a
Tabel 1.1.b
Tabel 1.1.c
Tabel 1.1.d
Tabel 1.1.e
Tabel 1.1.f
Tabel 2.1.a
Tabel 2.1.b
Tabel 2.1.c
Tabel 2.1.d
Tabel 2.1.e
Tabel 2.1.f
Tabel 2.1.g
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Luas Wilayah Pulau Barrang Lompo Jumlah Penduduk Pulau Barrang Lompo Distribusi Kepadatan Penduduk Karakteristik Jenis Kelamin Responden Karakteristik Umur Responden Karakteristik Pendidikan Responden Karakteristik Jenis Pekerjaan Responden Karakteristik Pendapatan Responden Karakteristik Status Kepesertaan JKN Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Reliability Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Assurance Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Tangibles Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Emphaty Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Responsiv Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Core Medic Tingkat Kepentingan (Harapan) Dimensi Professional
71
72
73
78
78
79
80
80
81
82
84
85
86
88
89
90
xiii
Tabel 2.2.a
Tabel 2.2.b
Tabel 2.2.c
Tabel 2.2.d
Tabel 2.2.e
Tabel 2.2.f
Tabel 2.2.g
Tabel 3.1
:
:
:
:
:
:
:
:
Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Reliability Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Assurance Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Tangibles Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Emphaty Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Responsiv Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Core Medic Tingkat Kinerja (Kenyataan) Dimensi Professional Tingkat Kesesuaian Persepsi dan Ekspektasi
92
94
95
96
98
99
100
102
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1.a : Data Kunjungan Pasien
7
Gambar 2.a : Kerangka Teori 51
Gambar 2.b : Kerangka Pikir 52
Gambar 2.c
Gambar 3.b
Gambar 1.a
Gambar 4.1
Gambar 4.2
:
:
:
:
:
Kerangka Konseptual Diagram Kartesius Struktur Organisasi Puskesmas Diagram Kartesius Tiap Atribut Diagram Kartesius Tiap Dimensi
53 68 76 107 115
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Permohonan Menjadi Informan 147
2. Lembar Persetujuan Menjadi Informan 148
3.
4.
5.
6.
Kuesioner Penelitian Dokumentasi Penelitian Surat Izin Penelitian Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
149
155
160
162
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sesungguhnya adalah hak asasi manusia. Di samping
kesehatan adalah investasi bagi perorangan, keluarga, dan bangsa.
Makna dari kedua ikhwal tersebut adalah bagaimana kita sebagai
manusia, sebagai bangsa yang beradab dapat terus meningkatkan
prestasi bagi semua orang dan semua bangsa, untuk dapat
memanusiakan manusia, meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai
manusia dan sebagai bangsa (Habib Rachmat. R, 2007:4).
Kesehatan menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat
1, yaitu kesehatan merupakan hak asasi menusia dan investasi untuk
keberhasilan bangsa untuk itu perlu di selenggarakan pembangunan
kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat,
mandiri dan berkeadilan. Dalam pasal 34 disebutkan bahwa negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak yang salah satunya diwujudkan
dengan pembangunan Puskesmas dan jaringannya (Kemenkes RI, 2010).
Jaminan sosial adalah hak asasi manusia yang dilindungi baik
secara Internasional (Universal Declaration of Human Rights) maupun
secara nasional (UUD 1945 serta berbagai peraturan perundang-
undangan lainnya). UU SJSN adalah dalam rangka pelaksanaan
2
ketentuan hak atas jaminan sosial sebagai hak asasi manusia
sebagaimana dimuat dalam pasal Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945: ”Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermatabat”. Dengan demikian,
hak atas jaminan sosial merupakan hak konstitusional bagi seluruh rakyat
Indonesia yang harus dipenuhi oleh negara. Dengan terbitnya kedua
undang-undang SJSN, pemerintah diwajibkan untuk memberikan lima
jaminan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu jaminan
kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua.
Pelayanan kesehatan adalah segala upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Azwar,1999). Masalah yang
sering dihadapi secara umum oleh rumah sakit ataupun Puskesmas
adalah belum mampu memberikan sesuatu hal yang benar-benar
diharapkan pengguna jasa. Faktor utama tersebut karena pelayanan yang
diberikan berkualitas rendah sehingga belum dapat menghasilkan
pelayanan yang diharapkan pasien. Pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan di puskesmas masih menjadi kendala (Suharmiati,
2012).
3
Pelayanan yang berkualitas merupakan suatu tuntutan yang harus
dipenuhi. Bila pasien tidak menemukan kepuasan dari kualitas pelayanan
yang diberikan maka pasien cenderung mengambil keputusan tidak
melakukan kunjungan ulang pada penyedia layanan tersebut. Terciptanya
kualitas layanan tentunya akan menciptakan kepuasan terhadap
pengguna layanan. Kualitas pelayanan sendiri harus dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi atau penilaian
pelanggan. Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukan dilihat dari
persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan persepsi
pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan merupakan
penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu produk atau jasa (Nurheda,
2012).
Langkah pertama untuk mengatasi kesenjangan antara persepsi
kepuasan pasien dan persepsi penyedia jasa pelayanan kesehatan
adalah mengidentifikasi atau mengenal kebutuhan pasien dan faktor-
faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Dengan mengenal hal tersebut, maka akan memberikan suatu
pemahaman yang lebih baik mengenai cara pasien mempresepsikan
kualitas pelayanan sehingga Puskesmas akhirnya dapat memahami
bagaimana seharusnya memberikan kepuasan terhadap pasiennya
(Nurheda, 2012).
4
Upaya pencapaian Universal Health Coverage dilakukan dengan
prioritas perluasan penduduk yang dijamin dengan layanan terbatas atau
dengan porsi biaya layanan yang dijamin terbatas. Konsentrasi pertama
adalah bagaimana agar semua penduduk terjamin sehingga setiap
penduduk yang sakit tidak menjadi miskin karena beban biaya yang tinggi.
Kedua, memperluas layanan kesehatan yang dijamin agar setiap orang
dapat memenuhi kebutuhan medis (yang berarti semakin komprehensif
paket manfaatnya) (Kementerian Kesehatan, 2013). Menteri Kesehatan RI
dan Menteri Keuangan RI dalam Konas IAKMI XIII di Makassar tanggal 3
November 2016 mengutarakan beberapa masalah BPJS Kesehatan,
kaitannya dengan pembiayaan yaitu Hampir 90 juta rakyat Indonesia
belum terdaftar sebagai peserta JKN, Mismatch, yaitu adanya selisih
antara penerimaan iuran dan biaya pelayanan kesehatan pada tahun
2014-2015.
Biaya pembiayaan penyakit katastropik yang mencapai 16,9 triliun
atau 29,67% dari total biaya manfaat yang dibayarkan. Angka ini akan
semakin meningkat seiring dengan semakin pesatnya angka kejadian
penyakit tidak menular seperti jantung, ginjal, kanker, diabetes, dan
hepatitis dan lain-lain. Kolektibilitas iuran dari segmen peserta mandiri
yang hanya mencapai kurang lebih 50%, yang berarti setengah dari
peserta mandiri menunggak pembayaran iuran (BPJS Kesehatan, 2015).
5
Berdasarkan Data BPJS per 31 Agustus 2015, total biaya
pelayanan kesehatan adalah sebesar 42,6 Triliyun (Rasio klaim 104%)
pada tahun 2014. Hal tersebut membuktikan bahwa sistem pembayaran
JKN dgn INA-CBGs bermasalah dalam penetapan tarif, yaitu dengan tidak
melibatkan organisasi profesi kesehatan, sehingga besaran pembiayaan
dirasa tidak sesuai dengan pelayanan yang harus diberikan oleh tenaga
kesehatan. Hal ini membuat tenaga kesehatan harus memberi layanan
jauh di bawah standar yang pada akhirnya menimbulkan gejolak dari RS
dan organisasi profesi.
Berdasarkan laporan Rekapitulasi Master File Kepesertaan BPJS
Kesehatan per 16 Oktober 2015, diketahui bahwa jumlah peserta total
adalah 152.322.190 jiwa. Rate RJTL sebanyak 3,5 juta kunjungan per
bulan. Jumlah tersebut masih jauh dari target pemerintah yang
menargetkan seluruh masyarakat yaitu sebanyak 257,5 juta jiwa akan
dijamin oleh BPJS Kesehatan pada tahun 2019. Ada beberapa penyebab
masalah dalam penyelenggaraan JKN di Indonesia yang terjadi dalam 2
tahun terakhir ini, yaitu: Negara dalam hal ini BPJS Kesehatan dalam
pengelolaan JKN masih berada dalam paradigma sakit, yang berarti
sebagai besar anggaran diperuntukkan bagi penyembuhan penyakit
(BPJS Kesehatan, 2014).
Meningkatnya angka kejadian penyakit tidak menular yang
disebabkan oleh berbagai faktor risiko seperti, lifestyle, stress, kurang
aktivitas fisik dan lain-lain. Ini disebabkan oleh rendahnya upaya preventif.
6
Tidak berjalannya fungsi puskesmas sebagai pintu gerbang pelayanan
kesehatan yang pertama. Sebagian besar pasien masuk ke puskesmas
hanya untuk mengambil surat rujukan ke Rumah sakit. Padahal, terdapat
biaya kapitasi yang sangat besar masuk ke Puskesmas yang dapat
mencapai Rp 6.000 rupiah per peserta dalam wilayah kerja puskesmas.
Selain itu, dalam aturan penyelenggaraan JKN, puskesmas wajib
menangani 155 penyakit, namun sebagian besar tidak mampu ditangani
oleh puskesmas dan kemudian dirujuk ke rumah sakit. Tingginya angka
rujukan, penyebabkan meningkatnya biaya manfaat yang diklaim oleh
rumah sakit yang menggunakan sistem INACbgs (Nurheda, 2012).
Kesenjangan pelayanan kesehatan masih dirasakan oleh
masyarakat terutama mereka yang tinggal di daerah kepulauan. Akses
pelayanan kesehatan di wilayah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan
terbentur pada situasi dan kondisi geografis yang sulit terjangkau,
terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan, serta ketersediaan dan
kualitas SDM kesehatan yang rendah (Tri Rini Puji Lestari, 2013). Tidak
meratanya pelayanan kesehatan di Indonesia baik secara kualitas dan
kuantitas. Sumber daya kesehatan masih terpusat di daerah perkotaan.
Masih ada kesenjangan antara kondisi pelayanan kesehatan di wilayah
Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan semakin memperburuk penilaian masyarakat terkait JKN
(Suharmiati, Laksono et al. 2013).
7
Puskesmas Barrang Lompo merupakan salah satu Puskesmas
yang ada di Kota Makassar yang berada di Kecamatan Sangkarrang
yang terletak di Pulau Barrang Lompo RW 01. Makassar. Wilayah
Puskesmas Barrang Lompo meliputi 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan
Barrang Lompo dan Kelurahan Barrang Caddi. yang berada ± 11 km dari
Kota Makassar, dengan luas wilayah kerjanya 1,106 KM².
Gambar 1.
Data Kunjungan Penderita Puskesmas Barrang Lompo Tahun 2016
Sumber: Data Sekunder, 21 Februari 2016
Berdasarkan data kunjungan di Puskesmas Barrang Lompo pada
tahun 2016 diketahui bahwa kunjungan pasien umum sangat tinggi yaitu
rata-rata kunjungan sebanyak 1.747 kunjungan, sedangkan sebagian
besar penduduk pulau Barrang Lompo adalah peserta BPJS Kesehatan
yaitu sebanyak 9065 orang (95.8%).
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI JUNI JULIAGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBE
R
NOVEMBER
DESEMBE
R
UMUM 1913 2083 1924 1858 1806 1713 1768 1463 1656 1709 1733 1340
ASKES 589 631 653 652 714 615 644 584 646 616 562 549
JAMKESMAS 48 59 53 49 64 64 75 50 79 47 44 56
0
500
1000
1500
2000
2500
UMUM
ASKES
JAMKESMAS
8
Tabel 1.
Pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Puskesmas Pulau Barrang Lompo Tahun 2014 & 2016
No. Indikator Kinerja SPM Pencapaian Tahun (2014)
Pencapaian Tahun (2016)
1
2
3 4 5
6 7
Kesehatan Ibu dan Anak: a. Kesehatan Ibu Hamil K4 b. Kesehatan Bayi & Balita c. Kesehatan Anak Usia Sekolah
Dasar d. Pelayanan KB
Promosi Kesehatan: a. Cakupan Desa Siaga Aktif b. Cakupan Upaya Promosi
Kesehatan Lainnya. c. Kesehatan Lingkungan
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular. Upaya Pengobatan Upaya Kesehatan Pengembangan.
90% 89%
100% 74% 85% 71%
69% 87% 75%
75% 95% 85%
92% 89%
100% 75% 85% 85%
71% 81% 87%
75% 95% 87%
Sumber: Data Sekunder, 21 Februari 2016
Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa pencapaian SPM
bidang kesehatan di Puskesmas Barrang Lompo masih berada di
bawah standar 95%. Mengacu pada data tersebut, maka calon peneliti
terdorong untuk meneliti tentang “Persepsi dan Ekspektasi Pasien
BPJS Kesehatan terhadap Kualitas Pelayanan Di Puskesmas Pulau
Barrang Lompo Tahun 2017”.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang
hendak dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kualitas pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas
Barrang Lompo bagi peserta BPJS Kesehatan?
2. Bagaimana persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan BPJS
kesehatan di puskesmas barrang lompo?
3. Bagaimana ekspektasi pasien terhadap kualitas pelayanan BPJS
kesehatan di puskesmas barrang lompo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran mengenai kualitas pelayanan
yang diberikan oleh puskesmas Barrang Lompo bagi peserta BPJS
Kesehatan tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan
BPJS Kesehatan yaitu Assurance, Empathy, Reliability, Tangible,
Responsiveness, Core Medical Service dan Proffesionalism di
Puskesmas pulau barrang lompo.
2. Untuk mengetahui ekspektasi pasien terhadap kualitas pelayanan
BPJS kesehatan yaitu Assurance, Empathy, Reliability,
Responsiveness, Tangible, Core Medical Service dan
Professionalism di Puskesmas pulau barrang lompo.
10
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait untuk merancang
strategi peningkatan kualitas pelayanan dalam upaya peningkatan
jumlah peserta BPJS Kesehatan.
2. Sebagai pengembangan kepustakaan yang dapat memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan khususnya wawasan tentang kualitas
jasa pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien.
3. Sebagai aplikasi ilmu dan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
master kesehatan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TENTANG KUALITAS PELAYANAN
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 2000). Menurut
Azwar (2000) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang baik,
antara lain yaitu:
a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta
keberadaannya dalam masyarakat setiap saat dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan wajar pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c. Mudah dicapai, pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai
(accesible) oleh masyarakat.
d. Mudah dijangkau, dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut
sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
e. Berkualitas, menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan dan dapat memuaskan para
12
pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.
Crosby (1989) mengungkapkan tentang definisi kualitas adalah
“kesesuaian terhadap persyaratan (The definition of quality is
conformance to requirements)”. Lebih lanjut Crosby (1989)
mengemukakan adanya empat hal yang mutlah (absolut) pada kualitas,
yaitu:
1. Definisi kualitas adalah kesesuaian terhadap persyaratan.
2. Sistem kualitas adalah pencegahan.
3. Standar penampilan adalah tanpa cacat.
4. Ukuran kualitas adalah harga ketidaksesuaian.
Menurut Lee, et al, (2000) ada tujuh dimensi kualitas dalam
pelayanan kesehatan yang terdiri dari:
1. Jaminan (Assurance)
Berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan staf
dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu
menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan.
2. Empati (Empathy)
Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pasien dengan berupaya
memahami keinginannya. Rumah sakit diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pasien, memahami
kebutuhannya secara spesifik serta memiliki waktu 7 pengoperasian
13
yang nyaman. Pasien kelompok menengah atas mempunyai harapan
yang tinggi agar rumah sakit penyedia jasa mengenal mereka secara
pribadi. Rumah sakit harus tahu nama mereka, kebutuhan mereka
secara spesifik dan bila perlu mengetahui hobi dan karakter personal
lainnya.
3. Kehandalan (Reliability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan
harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan, sikap yang simpatik dan dengan
akurasi yang tinggi.
4. Daya tanggap (Responsiveness)
Suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan
yang cepat dan tepat kepada pasien dengan penyampaian informasi
yang sejelas-jelasnya. Beberapa pelayanan kesehatan gigi dan mulut
harus dilakukan lebih dari satu kali kunjungan misalnya perawatan
saluran akar, penambalan gigi sehingga informasi yang sejelas-
jelasnya tentang berapa kali pasien datang, kapan harus datang
kembali sangat diperlukan oleh pasien Membiarkan pasien menunggu
tanpa adanya suatu alasan yang jelas dapat menyebabkan persepsi
yang negatif dalam kualitas pelayanan.
14
Harapan pasien terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat
dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke
waktu. Kepuasan terhadap dimensi ini adalah berdasarkan persepsi
dan bukan aktualnya. Persepsi mengandung aspek psikologis, faktor
komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima
pelayanan yang mempengaruhi penilaian pasien. Komunikasi kepada
pasien mengenai proses pelayanan yang diberikan akan membentuk
persepsi yang lebih positif. Salah satunya adalah kesigapan dan
ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pasien.
5. Tampilan fisik (Tangible)
Berkaitan dengan kemampuan menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan 8
prasarana fisik rumah sakit dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang
meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang), perlengkapan dan peralatan
yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.
Pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba
sehingga aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap
pelayanan.
Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai
suatu kualitas pelayanan atribut dari dimensi tangible meliputi:
gedung, peralatan, seragam dan penampilan fisik para karyawan yang
melayani pelanggannya. Suatu organisasi pelayanan kesehatan
15
seperti rumah sakit harus memiliki ruangan pelayanan dan kondisi
lingkungan yang nyaman, teratur serta bersih agar bisa memberikan
kepuasan pada pasien. Umumnya pasien yang dirawat juga akan
merasa puas bila pihak pemberi layanan sudah menyiapkan alat
pemeriksaan dan pengobatan yang lengkap sesuai kebutuhan pasien.
6. Pelayanan medis (Core medical service)
Yaitu berkaitan dengan aspek inti dari pelayanan medik, seperti
kelayakan, efektifitas dan manfaat pelayanan untuk pasien.
7. Profesionalisme (Professionalism)
Yaitu berkaitan dengan pengetahuan keahlian teknis dan
pengalaman dalam memberikan pelayanan kesehatan. Setiap profesi
menuntut adanya profesionalisme sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Profesionalisme tersebut dapat berupa keahlian, keterampilan
dan pengalaman dalam bidangnya.
Pelayanan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh para
profesional yang ada di dalamnya. Rumah sakit harus memiliki
sumber daya manusia yang profesional baik tenaga medis maupun
non medis dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas
kepada pasien berkaitan dengan aspek pengetahuan, keahlian teknis
dan pengalaman dalam memberikan pelayanan kesehatan.
16
Menurut Parasuraman dkk, kualitas jasa merupakan konsepsi
yang abstrak dan sulit untuk dipahami karena kualitas jasa memiliki
ciri-ciri tidak berwujud, heterogen serta produksi dan konsumsi jasa
terjadi secara bersamaan. Mereka menyatakan bahwa pendekatan
yang cocok untuk menilai kualitas jasa suatu perusahaan adalah
dengan mengukur persepsi konsumen terhadap kualitas. Kemudian
mereka menyertakan suatu alat untuk mengukur kualitas jasa yang
disebut Servqual (Tjiptono, 2002). Servqual memiliki 4 konsep yaitu :
1. Service Quality = (Performance – Expectation) 2.1
2. Service Quality = Importance x ( Performance – Expectation) 2.2
3. Service Quality = Performance 2.3
4. Service Quality = Importance x Performance 2.4
Selanjutnya mereka berpendapat bahwa kualitas jasa yang
dipersepsikan merupakan selisih antara persepsi pelanggan terhadap
kualitas jasa dan harapan terhadap kinerja (persamaan 2.1). Argumen
yang mendasarinya adalah bahwa kualitas jasa yang dipersepsikan
merupakan suatu pendapat global atau sikap yang berhubungan
dengan superioritas atau kesempurnaan jasa.
Menurut Wyckof, kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Ada 2 faktor utama yang
mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan perceived
service (Tjiptono, 2002).
17
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan (expected service) maka kualitas jasa
dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima atau
dirasakan melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang
diterima tidak sesuai dan kurang dari harapan pelanggan terhadap
jasa tersebut, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk dan tidak
memuaskan. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung
pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten.
B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh Pemerintah (Kementerian Kesehatan, 2013). Manfaat yang
dijamin oleh Program JKN berupa pelayanan kesehatan perseorangan
yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis. Pemberian
manfaat tersebut dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu
dan biaya (managed care).
18
Di dalam Naskah Akademik UU SJSN tahun 2004 disebutkan
bahwa Program Jaminan Kesehatan Nasional, disingkat Program JKN,
adalah suatu program pemerintah dan masyarakat dengan tujuan
memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap
rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif,
dan sejahtera. UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN) tidak menetapkan definisi atau pengertian JKN
dalam salah satu ayat atau pasalnya. Dengan merangkai beberapa pasal
dan ayat yang mengatur tentang program jaminan sosial, manfaat, tujuan
dan tatalaksananya, dapat dirumuskan pengertian Program Jaminan
Kesehatan Nasional sebagai berikut:
“Program jaminan sosial yang menjamin biaya pemeliharaan
kesehatan serta pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang
diselenggarakan nasional secara bergotong-royong wajib oleh seluruh
penduduk Indonesia dengan membayar iuran berkala atau iurannya
dibayari oleh Pemerintah kepada badan penyelenggara jaminan sosial
kesehatan nirlaba-BPJS Kesehatan”.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah
Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari
2014. Jaminan Kesehatan adalan jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
19
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah. Peserta Jaminan Kesehatan yaitu setiap orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi:
1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan
orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri
dari :
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Anggota TNI
3. Anggota Polri
4. Pejabat Negara
5. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri
6. Pegawai Swasta
7. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima
Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya.
1. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri
20
2. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima
Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya.
1. Investor
2. Pemberi Kerja
3. Penerima Pensiun, terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun, Pejabat Negara yang berhenti dengan hak
pensiun
c. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
yang mendapat hak pensiun
d. Penerima pensiun lain
e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
lain yang mendapat hak pensiun
4. Veteran
5. Perintis Kemerdekaan
6. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan
7. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu
membayar iuran. Anggota keluarga yang ditanggung antara
lain:
21
1. Pekerja Penerima Upah:
1) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak
kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang.
2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan
anak angkat yang sah, dengan kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri.
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja. Peserta
dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan
(tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan,
yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan
mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan,
yang meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ ipar,
asisten rumah tangga, dll.
Peserta BPJS mempunyai beberapa hak dan kewajiban sebagai
berikut:
22
Hak Peserta
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan
atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
Kewajiban Peserta
1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat I.
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan
oleh orang yang tidak berhak.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
Sistem Rujukan Berjenjang
1. Definisi
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur
23
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
2. Tata Cara Sistem Rujukan Berjenjang
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama.
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka
pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder
hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier
hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder
dan faskes primer.
2) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk
langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3) Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan
dalam kondisi:
24
a. Terjadi keadaan gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
b. Bencana. Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat dan atau Pemerintah Daerah.
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien. untuk
kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan
terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan lanjutan. Pertimbangan geografis dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas.
4) Pelayanan oleh bidan dan perawat.
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan
tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu
kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5) Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen
ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka
menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
25
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes
tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa: Pengiriman pasien untuk
dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan dan
Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial,
maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas
kesehatan perujuk.
3. Program Rujuk Balik
Sebagai salah satu program unggulan guna meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan serta
memudahkan akses pelayanan kesehatan kepada peserta
penderita penyakit kronis, maka dilakukan optimalisasi
implementasi Program Rujuk Balik. Pelayanan Program Rujuk
Balik diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan penderita
penyakit kronis, khususnya penyakit diabetes melitus, hipertensi,
jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy,
stroke, schizophrenia, 21 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
yang sudah terkontrol/stabil namun masih memerlukan
pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang.
26
4. Kepesertaan JKN dan perkembangan terakhir
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres
Tentang Jaminan Kesehatan, 2013). Secara teoritis jika seluruh
penduduk telah terdaftar pada asuransi sosial, maka risiko sakit
penduduk tersebut dapat diprediksi mendekati risiko sakit yang
ideal dari suatu kumpulan. Untuk memastikan pembiayaan yang
sehat dan berkesinambungan, peserta juga diharuskan
berkontribusi melalui pembayaran iuran. Besaran dan mekanisme
pembayaran iuran disesuaikan dengan jenis kelompok
kepesertaan peserta JKN yang dibagi menjadi:
1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Peserta PBI
merupakan peserta JKN yang iurannya dibayarkan oleh
pemerintah, baik pusat maupun daerah. Sebagian besar
peserta PBI adalah penduduk miskin dan tidak mampu.
Peserta PBI Pusat ditetapkan oleh Menteri Sosial. Pada tahun
2014 ditetapkan 86,4 juta jiwa penduduk miskin dan tidak
mampu, atau sekitar 36% penduduk termiskin, sebagai
peserta PBI.
27
2. Peserta Bukan PBI. Peserta bukan PBI dibagi lagi menjadi
tiga kategori berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu (1) pekerja
penerima upah (PPU) dan anggota keluarganya, (2) pekerja
bukan penerima upah (PBPU) dan anggota keluarganya, serta
(3) bukan pekerja (BP) dan anggota keluarganya.
Tabel 2. Kelompok Kepesertaan JKN
No Kelompok Kepesertaan
Defenisi Mekanisme Pendaftaran
1 PBI 1. Orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu
2. Kelompok masyarakat lain yang diputuskan Pemerintah Daerah untuk memperoleh bantuan iuran
1. PBI Pusat ditetapkan oleh Menteri Sosial.
2. PBI Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah.
3. Iuran dibayarkan oleh pemerintah langsung kepada BPJS Kesehatan.
2 Bukan PBI
PPU dan keluarganya
Setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah. Contoh: PNS, TNI, Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non-PNS, Pegawai Swasta, Pegawai BUMN, dll
1. Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya, pekerjanya, beserta anggota keluarganya.
2. Iuran dibayarkan sebagian oleh pemberi kerja dan sebagian lagi oleh pekerja.
PBPU dan keluarganya
Setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri. Contoh: pekerja di luar hubungan kerja, pekerja mandiri, dll
1. PBPU wajib mendaftarkan diri dan keluarganya.
2. Iuran dibayarkan sepenuhnya oleh PBPU.
BP dan keluarganya
Yang tergolong bukan pekerja adalah investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja lain yang mampu membayar iuran
1. BP wajib mendaftarkan diri dan keluarganya.
2. Iuran dibayarkan sepenuhnya oleh BP kecuali bagi penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan.
Sumber: Perpres No. 12 Tahun 2013 Perpres No. 111 Tahun 2013
28
Tabel 3. Besaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional
Jenis Kepesertaan Besaran Iuran Pembayar
a. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Rp. 19.225 Pemerintah
b. Pekerja Penerima Upah
1. PNS, TNI, Polri, Pegawai Pemerintah Non PNS
5% 3% Pemerintah 2% Pekerja
2. Pegawai BUMN, Swasta, dll
a. 2014 – Juli 2015
b. Juli 2015
4,5% 5%
4% Pengusaha 0,5% Pekerja 4% Pengusaha 1% Pekerja
c. Pekerja Bukan Penerima Upah
Kelas III : Rp25.500* Kelas II : Rp42.500* Kelas I : Rp59.500*
Pekerja
d. Bukan Pekerja
Penerima Pensiun Pemerintah
5%
3% Pemerintah 2% Pekerja
Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta ahli warisnya
5%
Pemerintah
Bukan pekerja lainnya yang mampu membayar iuran
Kelas III : Rp25.500* Kelas II : Rp42.500* Kelas I : Rp59.500*
Yang bersangkutan
*Peserta berhak memilih sendiri kelas perawatan yang diinginkan Sumber: Perpres No. 12 Tahun 2013 jo Perpres No. 111 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan
Pada tahun 2014, kepesertaan JKN di Indonesia terus
meningkat setiap triwulannya sehingga terjadi pertumbuhan
peserta sebanyak 23 juta jiwa atau setara dengan 9,1%
penduduk. Pada triwulan I, jumlah peserta BPJS Kesehatan baru
mencapai 119.404.294 jiwa (47,4%). Angka ini meleset dari
29
proyeksi peserta JKN di awal tahun 2014 yang berjumlah 121,6
juta jiwa. Belum tercapainya angka tersebut disebabkan karena
hanya sebagian Jamkesda yang telah berkomitmen melakukan
integrasi, merealisasikan rencananya di awal tahun 2014.
C. Tinjauan Umum Tentang Persepsi Pasien
Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan
yang diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari
persepsi sosial mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian
dari sudut pandang pasien yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu
pelayanan yang diterima dan tercapainya kepuasan pasien, sedang dari
sudut manajemen adalah terciptanya pelayanan medik yang tepat atau
wajar. Persepsi pasien akan dipengaruhi oleh kepribadianya, budaya,
pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan keadaan ini, hal-hal
positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering dijumpai
pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit.
Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi,
mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus kedalam suatu
gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Stimulus dapat berupa
sesuatu yang ditangkap oleh alat indera, seperti produk, iklan, harga,
pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008). Persepsi menurut kamus
umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai proses seseorang untuk
mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya atau menerima
langsung/tanggapan dari suatu resapan.
30
Persepsi merupakan suatu proses dimana individu melakukan
pengorganisasian terhadap stimulus yang diterima kemudian
dinterpretasikan, sehingga seseorang dapat menyadari dan mengerti
tentang apa yang diterima dan hal ini dipengaruhi pula oleh pengalaman-
pengalaman yang ada pada diri yang bersangkutan (Trimurthy, 2008).
Pada umumnya manusia mempersepsikan suatu objek
berdasarkan kaca matanya sendiri, yang diwarnai oleh nilai dan
pengalamannya. (Notoatmodjo, 2003) mendefinisikan persepsi sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang
mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek
yang sama. Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh
apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut,
kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi
eksternal. Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi
konsumen terhadap kualitas pelayanan (Puspita, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi
pelanggan:
a. Kebutuhan dan keinginan.
b. Pengalaman masa lalu dan dari teman.
c. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi
persepsi pelanggan (Mubarak dan Chayatin, 2009).
31
D. Tinjauan Umum Tentang Ekspektasi Pasien
Ekspektasi konsumen jasa adalah keyakinan mengenai
penghantaran jasa yang berfungsi sebagai standar atau titik referensi
dalam bertindak, dimana performansi sebagai pertimbangan. Menurut
Zeithaml, et al. (1993) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harapan
pelanggan diantaranya adalah :
1. Enduring Service Intensifiers. Faktor ini merupakan faktor yang
sifatnya stabil dan mendorong peningkatan sensitivitas pelanggan
terhadap barang atau jasa. Faktor ini dapat meliputi orang lain dan
filosofi pribadi terhadap jasa. Seorang pelanggan berhak mendapat
pelayan yang baik pula apabila pelanggan yang lain mendapat
pelayanan yang baik oleh pemberi jasa.
2. Personal Needs yaitu Kebutuhan yang dianggap seseorang mendasar
untuk kesejahteraannya juga akan dianggap sebagai penentuan
harapannya. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, sosial dan
psikologis.
3. Transitory Service Intensifier. Faktor yang merupakan faktor individu
yang bersifat sementara atau jangka pendek yang meningkatkan
sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Berikut faktornya:
a. Pada situasi darurat saat pelanggan membutuhkan jasa dan
menginginkan perusahaan untuk membantunya. Sebagai contoh
saat kita mengalami kecelakaan lalu lintas, dan kita menginginkan
32
asuransi mobil untuk membantu kita dalam memperbaiki
kerusakan yang dialami oleh mobil kita.
b. Jasa terakhir yang diterima atau dikonsumsi oleh pelanggan dapat
menjadi patokan baik buruknya jasa yang akan diterima
berikutnya.
4. Percevied Service Alternatives merupakan persepsi atau pemikiran
pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan yang
sejenis. Jika konsumen mempunyai alternatif yang banyak, maka
harapannya terhadap jasa cenderung semakin besar.
5. Self-Perceived Service Rules. Faktor ini merupakan persepsi
pelanggan terhadap keterlibatannya dalam mempengaruhi service
atau pelayanan jasa yang akan diterimanya. Jika konsumen terlibat
dalam pemberian jasa dan jasa yang diterimanya kurang begitu baik
maka pelanggan tidak akan sepenuhnya menyalahkan si pemberi
jasa.
6. Situational Factors. Faktor ini terdiri atas setiap kemungkinan yang
dapat mempengaruhi kinerja jasa, diluar kendali atau kontrol pemberi
jasa.
7. Explicit Service Promises. Faktor ini merupakan janji atau pernyataan
(personal ataupun non-personal) dari perusahaan terhadap
konsumen. Ini bisa dalam bentuk iklan, personal selling, perjanjian,
atau komunikasi dengan karyawan perusahaan tersebut.
33
8. Implicit Service Promises. Faktor ini menyangkut petunjuk yang
berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan kepada
pelanggan tentang jasa yang bagaimana seharusnya dan yang akan
diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi
harga dan alat-alat pendukung jasanya.
9. Worth of Mouth (Rekomendasi atau saran dari orang lain). Merupakan
pendapat yang dikemukakan baik personal maupun non-personal
yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi atau perusahaan
kepada pelanggan. Biasanya faktor ini lebih mudah diterima karena
orang yang menyampaikannya adalah orang yang dapat dipercayai
seperti para ahli, teman, tetangga, dan saudara. Disamping itu faktor
ini cepat diterima karena para pelanggan jasa kesulitan mengevaluasi
barang atau jasa yang belum pernah digunakannya.
10. Past Experience merupakan pengalaman masa lampau yang dapat
meliputi hal-hal yang telah dipelajari pelanggan dari jasa yang pernah
diterimanya pada masa lampau.
Menurut Zeithaml, et.al (1993), ekspektasi konsumen jasa terdiri
dari 2 tingkatan, yaitu :
1. Jasa yang diinginkan (Desired Service). Jasa yang diinginkan
merupakan tingkat pelayanan yang diharapkan akan diperoleh dan
merupakan paduan dari apa yang dianggap konsumen dapat dan
harus dilakukan. Jasa yang diinginkan dipengaruhi oleh :
34
a. Faktor penguat pemilihan jasa, merupakan faktor-faktor individu
atau kelompok yang mempengaruhi harapan konsumen secara
stabil dalam meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa.
b. Keinginan pribadi, merupakan faktor yang sangat penting untuk
membentuk tingkat desired service. Keinginan pribadi dapat
masuk pada banyak kategori termasuk fisik, sosial dan psikologi.
2. Jasa yang dianggap cukup (Adequate Service). Jasa yang dianggap
cukup merupakan tingkat pelayanan yang masih dapat diterima
konsumen. Ekspektasi konsumen ini dipengaruhi oleh :
a. Faktor penguat sementara, merupakan faktor pribadi yang bersifat
sementara, yang membuat konsumen lebih waspada terhadap
kebutuhan jasa.
b. Alternatif-alternatif penyedia jasa lain, merupakan persepsi
pelanggan terhadap tingkat atau derajat perusahaan lain yang
sejenis.
c. Self-perceived service role, merupakan persepsi pelanggan
tentang tingkat atau derajat keterlibatan dalam mempengaruhi
jasa yang diterimanya.
d. Perkiraan jasa (predicted service), merupakan tingkat pelayanan
yang dipercayai konsumen akan mereka peroleh.
Antara kedua tingkatan ekspektasi konsumen ini adalah daerah
toleransi yang dapat diterima konsumen. Kedua tingkatan ekspektasi
konsumen ini berbeda untuk masing-masing konsumen dan juga berbeda
35
pada kategori dan level penyedia jasa yang berbeda. Salah satu cara
utama untuk membedakan sebuah perusahaan jasa adalah dengan
memberikan jasa dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaing secara
konsisten.
Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi ekspektasi atau harapan
kualitas jasa pelanggan. Kottler (1998) menyatakan bahwa ekspektasi
pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan mulut
ke mulut, dan dari promosi perusahaan jasa yang bersangkutan.
Pelanggan memilih jasa berdasarkan hal ini, dan mereka membandingkan
jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan. Jika kualitas jasa yang
dialami berada di bawah kualitas jasa yang diharapkan, maka ada
kemungkinan pelanggan tidak berminat lagi pada penyelenggara jasa.
Akan tetapi, jika kualitas jasa yang dialami memenuhi atau melebihi
harapan, mereka akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
E. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas
Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat dan
membina peran serta masyarakat, di samping memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok (Ratnasari, 2015).
(RI Depkes, 2011) menyatakan bahwa Pusat kesehatan
masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas
36
adalah unit pelaksana teknis dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja.
Pada saat ini puskesmas telah didirikan hampir seluruh pelosok tanah air.
Untuk menjangkau wilayah kerjanya Puskesmas diperkuat dengan
Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling dan daerah yang jauh sarana
pelayanan rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap.
Menurut (Hatmoko, 2006) Puskesmas adalah suatu kesatuan
organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada msyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab
atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Kebijakan dasar puskesmas yang dijelaskan dalam (R Depkes,
2004) tentang Kepmenkes 128/2004 menyatakan bahwa puskesmas
adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat,
pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi upaya kesehatan
perorangan (UKP = private goods) dan upaya kesehatan masyarakat
(UKM = public goods).
37
Dalam kata penutup Kepmenkes tersebut disebutkan bahwa
penerapan kebijakan dasar puskesmas perlu dukungan yang mantap dari
berbagai pihak, baik politis, peraturan perundangan maupun sumber daya
dan pembiayaannya. Yang dimaksud dengan unit pelaksana adalah Unit
Pelaksana Teknis Dinas yang selanjutnya disebut UPTD, yakni unit
organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
melaksanakan tugas teknis operasional.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
dalam rangka mendukung terwujudnya Kecamatan Sehat. Selain
melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas memiliki fungsi sebagai
penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama dan
Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama serta sebagai
wahana pendidikan tenaga kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat
adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan
perseorangan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan.
38
F. Tinjauan Umum Tentang Daerah Kepulauan
Menurut UNCLOS (1982) dalam (Bengen & Retraubun, 2006)
adalah daratan yang terbentuk secara alami4 dikelilingi oleh air dan selalu
berada di atas permukaan air pada saat pasang tertinggi. Sementara
pengertian pulau-pulau kecil menurut Undang-Undang No. 27 Tahun
(2007) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta
kesatuan ekosistemnya.
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan memiliki lebih dari
10.000 pulau-pulau kecil. Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan
merupakan salah satu diantaranya. Sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia, Indonesia dirajut oleh untaian ribuan pulau-pulau yang berjumlah
sekitar 13.466 pulau yang t hingga Papua di ujung Timur, dengan wilayah
laut (termasuk ZEEI) seluas 5,8 juta km2 (75% dari total wilayah
Indonesia). Dari sekian ribebagian besar merupakan pulaupulau kecil
yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 10.000 pulau.
Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 Tahun
2000 (DKP, 2001), yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang
mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 10.000 km2, dengan
jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 200.000 orang. Batasan
yang sama juga digunakan oleh Hess (1990), namun dengan jumlah
penduduk kurang dari atau sama dengan 500.000 orang.
39
Alternatif batasan pulau kecil juga dikemukakan pada pertemuan
CSC, 1984 yang menetapkan pulau kecil adalah pulau dengan luas area
maksimum 5.000 km2 (Saad, 2012). Menurut International Hydrological
Programme IHP-III UNESCO menetapkan salah satu program tema di
pulau kecil. Dengan berlandaskan pada kepentingan hidrologi
(ketersediaan air tawar), ditetapkan oleh para ilmuwan batasan pulau kecil
adalah pulau dengan ukuran kurang dari 1000 km2 atau lebarnya kurang
dari 10 km (Diaz dan Huertas, 1986).
Namun demikian, ternyata banyak pulau yang berukuran antara
1000–2000 km2 memiliki karakteristik dan permasalahan yang sama
dengan pulau yang ukurannya kurang dari 1000 km2; sehingga
diputuskan oleh UNESCO (1991) bahwa batasan pulau kecil adalah pulau
dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2000 km2.
Apabila pada batasan pulau kecil yang ditetapkan oleh DKP (2001)
dan pemanfaatan yang berbasis konservasi, maka pulau kecil dengan
ukuran kurang dari atau sama dengan 2000 km2 hendaknya berjumlah
penduduk kurang dari atau sama dengan 20.000 orang Pembedaan lebih
jauh juga dilakukan antara pulau kecil dan pulau sangat kecil, dimana
pembedaan ini didasarkan pada keterbatasan sumberdaya air tawar baik
air tanah maupun air permukaan; sehingga ditetapkan bahwa pulau
dengan ukuran tidak lebih besar dari 100 km2 atau lebarnya tidak lebih
besar dari 3 km dikategorikan sebagai pulau sangat kecil (UNESCO,
1991) (Saad, 2012).
40
41
Tabel 4. Sintesa Penelitian
No Peneliti/Tahun Metode Variabel Instrumen Hasil
1 Munawwar Khalil (2016)
Deskriptif Kualitatif
1. Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) di Rumah Sakit.
2. faktor penghambat dan pendukung Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) di Rumah Sakit
Wawancara a. Waktu penyelesaian pelayanan kesehatan peserta BPJS PBI Rumah Sakit Umum Daerah Panglima Sebaya Kabupaten Paser tidak memiliki standar waktu penyelesaian pelayanan.
b. Faktor pengahambat dari pelayanan kesehatan peserta BPJS PBI (Penerima bantuan Iuran) di Rumah Sakit Umum Daerah Panglima Sebaya yaitu masih terdapatnya penyalahgunaan rekomendasi dari yang berwenang dan faktor dari masyarakat itu sendiri yang menghambat didalam proses pelayanan kesehatan yang ada di RSUD
2 Bayu Azwary (2013)
Deskriptif Kualitatif
Memaparkan dan menggambarkan Peran utusan Tenaga Medis dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Pembantu Kampung Kasai Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau.
Wawancara a. Peran Paramedis dalam meningkatkan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Pembantu Kampung Kasai, dalam hal pelayanan yang diberikan Mantri dan Bidan sudah sesuai dalam menjalankan perannya.
b. peran mantri dan bidan sudah sangat baik dalam menjalankan tugasnya terhadap warga kampung kasai.
42
3 Rika Maya Sari, Lasbudi P.
Ambarita, and Hotnida Sitorus
(2013)
Cross Sectional Jarak, dan waktu tempuh Kuesioner a. Terdapat hubungan antara jarak ke pusat pelayanan kesehatan A dengan kejadian malaria (p<0,05; OR=1,91),
b. Ada hubungan antara jarak ke pusat pelayanan kesehatan B dengan kejadian malaria (p<0,05; OR=1,09),
c. Ada hubungan antara waktu tempuh ke tempat pelayanan kesehatan A dan kejadian malaria (p<0,05; OR=1,48), serta
d. Tidak ada hubungan antara waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan B dan kejadian malaria.
4 Nuryati, Savitri Citra Budi, Nur
Rokhman (2016)
Deskriptif Kualitatif
Gambaran umum dan kendala pelaksanaan program JKN terkait Penerimaan pasien, pengolahan data medis, pelaporan dan pendanaan JKN di Puskesmas.
Wawancara 1. Kendala pelaksanaan program JKN terkait penerimaan pasien, pengolahan data medis, pelaporan dan pendanaan disebabkan oleh unsur 6M, yakni dan money.
2. Data medis pasien JKN di-entry ke dalam P-Care dan SIMPUS. Namun, belum semua data medis pasien JKN dapat di-entry ke dalam P-Care.
5 Suharmiati, Agung Dwi
Laksono, and Wahyu Dwi Astuti
(2013)
observasional deskriptif
1. Sumber Daya Manusia 2. Akses Pelayanan 3. Kondisi Lingkungan 4. Pengetahuan dan
perilaku masyarakat
Wawancara Isu Kebijakan: Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) memiliki topografi yang ekstrem; Peran infrastruktur merupakan salah satu komponen fi sik penting bagi wilayah perbatasan. Sebab, terdapat korelasi yang signifi kan antara kondisi infrastruktur dengan kegiatan sosial
43
ekonomi masyarakat, dan juga kesejahteraan masyarakat di perbatasan; serta ketersediaan pelayanan kesehatan dan sarana pendukungnya di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) masih rendah.
6 Suharmiati, Lestari
Handayani, and Lusi Kristiana
(2012)
Observasional 1. Sumberdaya puskesmas (SDM, sarana, pembiayaan),
2. Utilisasi pelayanan kesehatan puskesmas,
3. Masalah kesehatan, pencarían pengobatan serta penentu akses masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan.
Wawancara Keterjangkauan pelayanan kesehatan puskesmas Sajingan Besar dan jaringannya masih rendah terkait dengan 2 (dua) determinan yaitu determinan penyediaan yang merupakan faktor pelayanan dan determinan permintaan yang merupakan faktor pengguna.
7 Anggereini Puspita Sari
(2015)
Deskriptif Kualitatif
1. ketersediaan Sumber Daya Manusia di Puskesmas Rawat Inap Mampu PONED.
2. Kualitas pelayanan kebidanan di Puskesmas Rawat Inap mampu PONED.
Wawancara
SDM Puskesmas mampu PONED Belakang Padang belum memenuhi standar, SDM Puskesmas Bulang sudah memenuhi standar, sarana masih perlu ditingkatkan. Namun untuk kualitas yang sudah cukup baik. Puskesmas tidak PONED Sei Panas dan Sambau SDM sudah memenuhi standar, sarana prasarana sudah memenuhi standar, namun kualitas belum optimal.
44
8 Pujiyanti (2015)
pendekatan kuantitatif dan
kualitatif
1. Membuat model pengumpulan iuran yang efektif dan efisien dengan melihat faktor yang mempengaruhi kepatuhan pembayaran iuran peserta mandiri.
2. Fokus penelitian pada profil peserta PBPU, akses ke saluran pembayaran, sikap, perilaku pembayaran dan kemampuan membayar.
Wawancara dan Kuesioner
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keadaan sehat atau sakit peserta ketika peserta mendaftar BPJS Kesehatan, kelas perawatan yang diambil, kelompok umur, tingkat pendidikan yang ditamatkan, wilayah tempat tinggal (pedesaan/ perkotaan) peserta PBPU, akses ke saluran pembayaran dan penghasilan responden memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pembayaran iuran peserta PBPU.
9 Maidin et al. (2015)
Kualitatif Untuk mengidentifikasi pelaksanaan dan hambatan serta menemukan masalah sehubungan dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui monitoring dan evaluasi untuk pembaharuan kebijakan dan pola pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
Wawancara Hasil penelitian menunjukkan selama ini masyarakat mendaftar sebagai peserta BPJS Mandiri (non PBI) hanya karena sakit saja. Beberapa pasien menolak untuk dirujuk karena harus menanggung biaya perjalanan. Pasien mengeluhkan fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan tidak sesuai dengan kelas perawatan yang menjadi hak pasien.
10 Onwujekwe et al. (2010)
Observasional Untuk menguji status sosial ekonomi dan perbedaan wilayah geografis terhadap kemauan membayar responden untuk Community based health insurance (CBHI).
Wawancara Status ekonomi dan tempat tinggal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemauan membayar responden dan kepesertaan CBHI. Secara umum, kurang dari 40% responden yang mau membayar iuran CBHI untuk dirinya atau anggota
45
keluarga yang lain. Proporsi kemauan membayar seseorang yang terrendah terjadi pada responden yang tinggal di daerah pedesaan, yaitu kurang dari 7%. Semakin tinggi status ekonomi seseorang, semakin tinggi pula kemauan membayar. Kemauan membayar masyarakat daerah perkotaan lebih tinggi dari daerah semi perkotaan, dan daerah perkotaan juga lebih tinggi dari daerah pedesaan.
11 Dong, Kouyate, Cairns, and
Sauerborn (2004)
Pendekatan Bidding game
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemauan membayar kepala keluarga (WTP) pada Community based health insurance (CBHI) untuk dirinya sendiri dengan kemauan membayar untuk diri sendiri beserta anggota keluarga. Hal ini dapat menyediakan informasi kepada pembuat kebijakan dalam mengatur besaran premi dan pilihan pendaftaran.
Kuesioner Perbedaan WTP kepala keluarga terhadap asuransi kesehatan dan WTP kepala keluarga untuk membayarkan iuran bagi anggota keluarganya harus menjadi pertimbangan utama dalam mengatur iuran asuransi. Informasi tentang WTP memberikan sumbangan informasi bagi pembuat kebijakan dalam membuat aturan kepesertaan dan iuran peserta asuransi. Rata-rata kepala keluarga memiliki WTP bagi pembayaran iuran bagi dirinya sendiri sebesar 3575 CFA, 2 kali lipat dari WTP bagi anggota keluarganya. Kepala keluarga yang sudah tua memiliki WTP yang lebih rendah dibandingkan dengan WTP kepala keluarga yang mudah. Keluarga yang miskin memiliki WTP yang rendah dibandingkan dengan yang kaya.
46
12 (Goudge et al., 2012)
Cross Sectional Tulisan ini bertujuan untuk menguji preferensi indvidu dalam kemauan sebelum membayar untuk pelayanan kesehatan dan kemauan terhadap subsidi silang bagi masyarakat miskin yang sakit.
Kuesioner Di Afrika Selatan dan Ghana, 62% dan 55% dari total responden, masing-masing, yang mendukung sistem pembiayaan progresif di mana kelompok-kelompok yang lebih kaya akan membayar proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan dari kelompok miskin, daripada sistem di mana individu membayar proporsi yang sama dari terlepas pendapatan kekayaan mereka (proporsional). Di Tanzania, 45% dari total sampel yang bersedia membayar untuk perawatan kesehatan orang miskin. Namun, dalam semua tiga negara, sistem progresif disukai oleh sebagian kecil dari yang paling baik daripada kurang baik off kelompok.
13 Bärnighausen, Liu, Zhang, and
Sauerborn (2007)
Metode evaluasi kontingen
Penelitian ini dilakukan sebagai informasi dalam pembuatan keputusan atribut asuransi dan melakukan desain strategi pemasaran BHI pada pekerja sektor informal. Our results may further aid in deciding on insurance attributes and designing marketing strategies for the BHI for informal sector workers.
Kuesioner Rata-rata, pekerja sektor informal bersedia membayar jumlah besar untuk BHI (30 Renminbi (RMB), 95% confidence interval (CI) 27-33) serta proporsi besar pendapatan mereka (4,6%, 95% CI 4,1-5,1 %). Rata-rata WTP meningkat secara signifikan ketika salah satu dari copayments dari BHI telah dihapus dalam penilaian: 51 RMB (95% CI 46-56) tanpa penggantian langit-langit; 43 RMB (95% CI 37-49) tanpa dikurangkan; dan untuk 47 RMB (95% CI 40-54) tanpa coinsurance.
47
14 Boateng and Awunyor-Vitor
(2013)
Cross Sectional Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sikap individu dalam menghadapi kebijakan asuransi kesehatan dan faktor yang mempengaruhi individu untuk memperbarui kembali asuransi kesehatan yang telah lewat masa berlakunya.
Kuesioner Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 23,% diantaranya tidak memperbarui kembali (tidak mendaftar ulang) setelah mendaftar pertama kalinya, dan sebanyak 15% responden tidak pernah terdaftar sebagai peserta NHIS. Alasan tidak memperbarui kepesertaan asuransi adalah rendahnya kualitas pelayanan kesehatan (58%), tidak memiliki cukup uang untuk membayar iuran (49%), dan memiliki pengalaman pengobatan lain (23%). Penelitian ini juga menunjukkn bahwa jenis kelamin, status pernikahan, agama dan persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara signifikan mempengaruhi keputusan seseorang untuk mendaftarkan diri dan mendaftar kembali dalam NHIS.
15 Dalinjong and Laar (2012)
Kualitatif Penelitian mengukur pengaruh Asuransi Kesehatan Nasional terhadap perilaku penyedia pelayanan kesehatan dalam pengobatan bagi pasien yang memiliki asuransi kesehatan dan tidak memiliki asuransi kesehatan.
Wawancara Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasaan antara pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan yang memiliki asuransi kesehatan. Namun, pada pasien yang memiliki jaminan kesehatan memiliki pengalaman waktu tunggu yang lama, kurang emphati, tidak dilakukan penilaian fisik pasien dan terjadi diskriminasi jika dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan jaminan kesehatan.
48
16 Khan and Ahmed (2013)
Kuasi Ekseprimen
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dampak intervensi pendidikan tentang kemauan membayar asuransi (WTP) pada pekerja sektor infromal di daerah perkotaan Bangladesh.
Kuesioner Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja yang mengikuti intervensi pendidikan memiliki WTP terhadap asuransi kesehatan lebih tinggi (38%) jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengikuti. Terdapat respon yang tinggi yang ditunjukkan oleh pekerja setelah mengikuti intervensi pendidikan, jika dibandingkan sebelum mengikuti kegiatan tersebut. Intervensi pendidikan dapat digunakan untuk meningkatkan demand terhadap asuransi kesehatan dengan menggunakan pendekatan solidaritas pekerja di antara sektor pekerja informal.
17 Anggi Reny Sudibyo (2014)
Cross sectional
1. Mengidentifikasi kualitas pelayanan (meliputi keberadaan, ketanggapan, kenyamanan, dan tepat waktu).
2. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di RSIA Srikandi IBI Jember
3. Menganalisa hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di RSIA Srikandi IBI Jember
Kuesioner Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 89 responden penelitian, sebagian besar responden (63%) menilai cukup terhadap kualitas dan sebagian besar responden (74%) menilai cukup puas atas pelayanan di RSIA Srikandi IBI Jember. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini adalah ada hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di RSIA Srikandi IBI Jember. Mutu pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan karena mutu pelayanan memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan rumah sakit.
49
18 Sutrisno (2015)
Cross sectional
1. Pengaruh Kualitas layanan terhadap Kepuasan pasien RS tingkat II Tentara Nasional Indonesia
2. Pengaruh Kualitas layanan terhadap Loyalitas pasien RS tingkat II Tentara Nasional Indonesia
3. Pengaruh Customer Relationship Management (CRM) terhadap Kepuasan pasien RS tingkat II Tentara Nasional Indonesia
Kuesioner 1. Kualitas layanan secara signifikan berpengaruh terhadap Kepuasan pasien rumah sakit tingkat II TNI. Hasil penelitian ini mendukung teori Gasperz Vincent dan Tjiptono bahwa kualitas adalah totalitas karakter jasa yang memenuhi kebutuhan spesifik. Kebutuhan spesifik pasien rumah sakit.
2. Customer Relationship Management (CRM) berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas pasien rumah sakit tingkat II TNI. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh M Gunawan Alif dan Yuliana Duti Harahap (2013), yang menunjukkan adanya pengaruh yang tidak signifikan variabel CRM.
19 Ida Ayu Dwiyanti Wira
(2014)
Cross sectional
1. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi mutu pelayanan asuhan keperawatan dengan kepuasan pasien rawat inap kelas III di RSUD Wangaya Kota Denpasar.
Kuesioner Kesimpulan dari penelitian ini bahwa persepsi bukti langsung tidak ada hubungan dengan kepuasan pasien, persepsi kehandalan ada hubungan dengan kepuasan pasien, persepsi daya tanggap ada hubungan dengan kepuasan pasien, persepsi jaminan ada hubungan dengan kepuasan pasien dan persepsi empati ada hubungan dengan kepuasan pasien. Secara bersama-sama bahwa persepsi daya tanggap dan persepsi empati ada hubungan yang kuat dengan kepuasan pasien.
50
20 Tiwik Hanif Zakkiyah (2016)
Naive Bayes, Decision Tree
algoritma Index Gini, dan Rule
Induction
1. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan kesehatan bagi pengguna BPJS Kesehatan dengan menggunakan 3 metode data mining.
Kuesioner Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil prediksi naive bayes memiliki nilai accuracy 47.6%, precision 46.89%, recall 43.10%. Hasil index gini menunjukkan nilai accuracy 52%, precision 51.58%, recall 49.49%. Hasil rule induction menunjukkan nilai accuracy 53%, precision 52.90%, recall 46.13%. Kualitas pelayanan kesehatan bagi pengguna BPJS di Kota Surakarta kurang baik. Hasil ini dapat dilihat dari 301 responden pengguna BPJS, ada 145 yang menyatakan kualitas pelayanan kesehatan “Baik” dan 156 yang menyatakan “Tidak Baik”. Sedangkan dari 299 responden non BPJS, ada 152 yang menyatakan kualitas pelayanan kesehatan “Baik” dan 147 yang menyatakan “Tidak Baik”.
51
Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka dapat disusun kerangka teori
berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithaml
sebagai berikut :
KEPUASAN PASIEN
Kebutuhan Pribadi Komunikasi dari Mulut ke Mulut
Komunikasi Eksternal dengan
konsumen
Pengalaman Masa Lalu
Pelayanan yang diharapkan
Pelayanan yang diterima
Pelayanan yang diberikan
Spesifikasi/Standar Kualitas Pelayanan
Persepsi Puskesmas/Petugas atas
harapan pelanggan
Gap 5
Gap 3
Gap 2
Gap 4
Gap 1
PERUSAHAAN
Sumber: A. Parasuraman, dkk (1993), Nailil Muna (2007) dan Puji
Pertiwi (2016)
52
Alur Pikir
Apa yang diharapkan
pasien (demand)
1. Kebutuhan spesifik
2. Informasi dari mulut
ke mulut
3. Informasi dari
media atau iklan
Puas
Puas dan kembali serta mengajak kerabat
untuk menggunalkan pelayanan yang
sama
Tidak Puas
1. Tidak puas dan mengeluh ,jika
keluhan ditanggapi mereka puas dan
kembali
2. Tidak puas tapi tidak ada pilihan lain
3. Tidak puas kemudian menceritakn
atau menyebarkan
ketidakpuasannya dan kemungkinan
tidak akan kembali lagi
Apa yang disediakan oleh
penyedia jasa
Sumber: A. Parasuraman et al (1993) dan Puji Pertiwi, 2016
53
Dari kerangka pikir diatas maka dapat kerangka konsep dari penelitian ini
adalah :
Gap 5
Gap 5 : terjadi pada saat konsumen mendapatkan pelayanan yang tidak
sesuai dengan harapannya. Penyebabnya adalah pemberi layanan langsung belum
berfokus pelanggan.
Keterangan :
X : variabel independen
Y : variabel dependen
Layanan Diperoleh
(Persepsi)
Layanan Diharapkan
(Ekspektasi)
Reliability X1
Tangible X3
Responsiveness X5
Empathy X4
Assurance X2
Responsiveness X11
Tangible X10
Assurance X9
Reliability X8
Kualitas
Pelayanan
(Y)
Professionalism X14
Core Medical S X6
Professionalism X7
Core Medical X13
Empathy X12
54
A. Defenisi Operasional Dan Kriteria Obyektif
1. Reliability
Realibility (keandalan) adalah kemampuan Puskesmas
pulau barrang lompo dalam memberikan pelayanan yang baik,
cepat, tepat dan memuaskan kepada pasiennya serta sesuai
dengan pelayanan yang dijanjikan. Atribut dari dimensi ini meliputi
prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat, petugas
memberikan informasi tentang fasilitas yang tersedia, petugas
memberi perhatian yang tulus untuk menangani setiap keluhan
pasien, petugas memberi pelayanan bebas dari kesalahan,
petugas mampu menjelaskan pelayanan yang akan diberikan.
Skala likert pada variabel pelayanan kesehatan yang
diterima pasien adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
55
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas
2. Assurance
Assurance (jaminan kepastian) Yaitu cara petugas
kesehatan di Puskesmas Pulau Barrang Lompo dalam
memberikan rasa percaya serta keyakinan kepada para pasien.
Atribut dari dimensi ini adalah pengetahuan dan kemampuan
petugas menetapkan diagnosa penyakit, jawaban yang tepat
terhadap pertanyaan pasien, perhatian tentang keluhan yang
pasien rasakan, kejujuran dalam memberikan informasi tentang
keadaan pasien, pelayanan petugas memberi rasa aman kepada
pasien.
Skala likert pada variabel pelayanan kesehatan yang
diterima pasien adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
56
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas
3. Tangible
Yaitu keberadaan fasilitas-fasilitas fisik, peralatan,
karyawan, sarana komunikasi dan alat-alat pendukung yang
berujud dari Puskesmas Pulau Barrang Lompo dalam memberikan
pelayanan. Penampilan petugas bersih dan rapih, kelengkapan
peralatan kesehatan, kerapihan ruangan ditempati, kebersihan
dan kelengkapan kamar mandi, kebersihan, kerapihan dan
keindahan pekarangan Puskesmas.
Skala likert pada variabel pelayanan kesehatan yang
diterima pasien adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
57
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas
4. Empathy
Yaitu kemampuan pihak Puskesmas Pulau Barrang Lompo
untuk memberikan perhatian secara individu dengan tidak
membeda-bedakan kepada para pasien agar pasien merasa
diperhatikan. Indikator yang termasuk dalam dimensi yaitu
petugas memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien,
petugas memberi pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan pasien, petugas tidak membeda-bedakan pasien,
petugas sabar dan telaten menghadapi pasien, petugas
senantiasa memperlakukan pasien dengan baik.
58
Skala likert pada variabel pelayanan kesehatan yang
diterima pasien adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas
5. Responsiveness
Responsiveness (tanggung jawab) adalah Bagaimana siap
dan sigapnya petugas kesehatan untuk membantu para pasien
dan memberikan pelayanan yang tepat dan cepat. Indikator dalam
dimensi ini adalah keinginan petugas membantu pasien,
pemberian informasi yang jelas dan mudah dimengerti, petugas
59
sopan dan ramah saat memberikan pelayanan, cepat tanggap
melayani keluhan pasien. Petugas melayani dan menerima pasien
dengan baik.
Skala likert pada variabel pelayanan kesehatan yang
diterima pasien adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas.
60
6. Core Medical Service
Berkaitan dengan aspek inti dari pelayanan medik, seperti
kelayakan, efektifitas dan manfaat pelayanan untuk pasien. Skala
likert pada variabel pelayanan kesehatan yang diterima pasien
adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas.
61
7. Professionalism
Berkaitan dengan pengetahuan keahlian teknis berupa
keahlian, keterampilan, dan pengalaman dalam bidangnya. Skala
likert pada variabel pelayanan kesehatan yang diterima pasien
adalah :
4 = Sangat Baik yang artinya Pasien Sangat Puas
3 = Baik yang artinya Pasien Puas
2 = Kurang Baik yang artinya Pasien kurang Puas
1 = Tidak Baik yang artinya Pasien Tidak Puas
Skala likert pada pelayanan kesehatan yang diharapkan
pasien adalah :
4 = Sangat Penting yang artinya sangat diharapkan pasien
3 = Penting yang artinya diharapkan pasien
2 = Cukup Penting yang artinya cukup diharapkan pasien
1 = Tidak Penting yang artinya tidak diharapkan pasien
Kriteria Objektif :
a. Skor 3,04 – 4,00 atau 76 – 100% dikategorikan puas
b. Skor 2,24 – 3,00 atau 56 – 75% dikategorikan cukup puas
c. Skor 1,60 – 2,20 atau 40 – 55% dikategorikan kurang puas
d. Skor< 1,60 atau <40% dikategorikan tidak puas.