perkembangan islam di rejang lebong bengkulu abad ke xx m
TRANSCRIPT
Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu
Abad ke XX M
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Dalam Bidang Sejarah Peradaban Islam (SPI)
OLEH:
Fenny Desmi Widiastuti
NIM: 1711430017
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
JURUSAN ADAB FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN
DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2021 M/1442 H
i
ii
iii
MOTO
“Balas Dendam Terbaik Adalah Menjadikan Dirimu Lebih Baik.”
(Ali bin Abi Thalib)
“Jangan Berjanji Ketika Bahagia, Dan Jangan Mengambil Keputusan
Ketika Marah.”
(Ali bin Abi Thalib)
“Jika Sejarah Menjadi Guru Kebijaksanaan, Tokoh Sejarahlah Yang
Mengkongkritkan Keteladanan.”
(Najwa Shihab)
iv
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmaanirohim, Alhamdulillahirobbil’alamin.
Yang utama dari segalannya, sembah sujud serta syukur kepada
ALLAH SWT. nikmat dan kasih sayangmu telah memberikan kekuatan,
membekaliku dengan ilmu dan kesabaran, serta yang senantiasa menerangi
jalanku juga Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke
jalan yang benar. Kemudian, rasa terimakasih yang setulus-tulusnya untuk
orang-orang yang kusayangai dan kucintai, serta orang-orang yang telah
mengiringi langkah keberhasilanku :
1. Ayahandaku (Windarlan) dan Ibundaku (Dewi Sartika) yang sangat
aku sayangi, yang selalu mengiringi langkahku dengan doa-doa tulus
disetiap sujudnya, yang selalu memberikan semangat, dukungan, rasa
kasih sayang yang tak terhingga, kesabaran, nasihat-nasihat, dan
pengorbanan tanpa pamrih yang selalu diberikan sepanjang hidupku.
Semoga Allah selalu memberi kebahagiaan untuk kita. Terimakasih
Ayah terimakasih Ibu, ku persembahkan karyaku sebagai langkah
awal membalas semua kesisayangmu.
2. Saudara Perempuanku (Yunita Rahayu S.) terimakasih sudah
menjadi kakak yang mengayomi dan membri arahan kepada adikmu
ini selama dalam menyelesaikan studi ini.
v
3. Kepada keluarga besarku yang telah mendukung dan mendoakanku
selama menyelesaikan studi, terutama kepada kakak sepupuku (Okta
Monalisa) terimakasih telah meberi dukungan baik moril maupun
materil, terimakasih mbak sudah mau menolongku dalam melakukan
penelitian.
4. Keluarga Besar Prodi Sejarah Peradaban Islam (SPI) terimakasih
telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman kepadaku.
5. Terimakasih kepada ibu Arum dan ibu Gaya yang telah memberika
motivasi dan semangat kepadaku untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Terimakasih kepada Pembimbing I ibu Refileli, M.A yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini dan memberikan arahan
dengan penuh kesabaran.
7. Terimakasih kepada Pembimbing II Dr. Japarudin, M.Si Yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini dan memberikan arahan
dengankesabaran dan keikhlasan.
8. Terimakasih kepada seluruh dosen FUAD dan para karyawan, staf
Fakultas Ushuluddin, Adab, Dan Dakwah IAIN Bengkulu.
9. Teman-teman kampus seperjuangan SPI 2017 untuk mendapatkan
gelar sarjana, terimakasih sudah menjadi Partner atau teman yang
baik semasa kuliah.
10. Almamater yang telah menempahku dan mengiringi langkahku
dalam menggapai cita-cita.
vi
vii
ABSTRAK
Fenny Desmi Widiastuti, NIM. 1711430017, PERKEMBANGAN
ISLAM DI REJANG LEBONG ABAD KE XX . Skripsi Program Studi Sejarah
Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Bengkulu.
Masuknya Islam di Rejang Lebong telah terjadi sebelum abad ke 17 yakni
sebelum para biku datang ke Rejang Lebong untuk menyiarkan agama
Hindu/Buddha. Untuk memahami masuknya Islam di tanah Rejang dapat di
pahami dengan dua teori, yaitu teori Palembang dan teori Minangkabau. Teori
Palembang yaitu teori yang berdasarkan argumentasi bahwa Islam dibawa
kesultanan Palembang dibuktikan dengan di wilayah Rejang Lebong
ditemukannya piagam undang-undang dari tembaga dengan aksara Jawa Kuno,
yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807 Masehi Kesultanan Palembang dan
hubungan kerajaan Palembang Darussalam dengan Raja Depati Tiang Empat di
Lebong, dan teori Minangkabau yakni Islam bisa masuk karena pernikahan antara
Sultan Muzaffar Syah raja dari Indrapura dengan Putri Serindang Bulan, putri Rio
Mawang dari kerajaan Lebong, dan dibukyikan dengan adanya Naskah
Pagaruyung bertuliskan Arab Melayu tahun 1772 M kepada Mad Ali keturunan
dari Pagaruyung. Kemudian, skripsi ini bertujuan mendeskripsikan masuk dan
berkembangnya Islam di Rejang Lebong pada abad ke XX M. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan tahapan
heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian yang di
dapat: (1) Masuknya Islam ke Rejang Lebong di pengaruhi oleh Kesultanan
Palembang, Banten dan Pagaruyung, yang di mana dibuktikan dengan piagam
Palembang yang berisikan peraturan-peraturan dan Residen Palembang yang
bertuliskan Arab Melayu dan Belanda berisikan pengangkatan Mat Arif sebagai
Depati di Rejang Lebong, kemudian adanya surat bertuliskan Arab Melayu yang
di berikan oleh Kesultanan Pagaruyung kepada Mad Ali sebagai identitas diri,
kemudian, dakwah syekh Malik Kubro di Renah Skalawi yang di mana
dakwahnya di teruskan oleh muridnya yakni Sutan Gagu . (2) Islam mulai
berkembang setelah tahun 1900, terutama setelah masuknya organisasi -
organisasi sosial keagamaan, berdirinya lembaga Islam seperti Madrasah,
Pasantren dan Institut. Pusat ajaran Islam di Rejang Lebong yakni terletak di
Dusun Sawah, yang dimana pada saat itu daerah Dusun Sawah di sebut sebagai
Mekkah kecil. Disebut demikian karena pada masa itu Dusun Sawah menjadi
pusat keagamaan, saat seseorang akan naik haji, maka pusat perkumpulan mereka
sebelum berangkat, yaitu di Dusun Sawah.
Kata Kunci: masuk, berkembangannya, Islam, Rejang Lebong.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan
judul “PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG LEBONG ABAD KE XX M”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurakan senantiasa kepada junjungan alam
dan tauladan bagi kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
banyak membantu, membimbing, dan memotivasi penulis menyelesikan penulisan
skripsi ini. Semoga bantuan menjadi amal yang baik serta iringan do’a dari
penulis agar semua pihak di atas mendapat imbalan dari Allah SWT. Dalam
penulisan skripsi ini penulis sadar begitu banyak kesulitan-kesulitan yang
dihadapi. Namun berkat ketekunan, keuletan penulis dan berkat bantuan dari
semua pihak kesulitan - kesulitan itu dapat diatasi terutama dosen pembimbing.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. Sirajudin M, M.Ag, MH selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Bengkulu.
2. Dr. Suhirman, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu.
3. Ibu Maryam, M.Hum selaku ketua Jurusan Adab Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Bengkulu.
4. Ibu Refileli, M.A Selaku Ketua Program Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI),
serta pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, semangat,
dan arahan dengan penuh kesabaran, sekaligus menjadi pembimbing
Akademik.
5. Dr. Japarudin, S.Sos.I.,M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan ide
dan waktu untuk menyelesaikan skripsi ini.
ix
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ushuluddin, Adan, dan Dakwah IAIN Bengkulu
yang telah mengajar dan membimbing, serta memberikan berbagai ilmunya
dengan keikhlasan.
7. Karyawan Fakultas Ushuluddin, Adan, dan Dakwah IAIN Bengkulu yang telah
memberikan pelayanan yang baik dalam administrasi.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebut satu persatu.
Atas segala bantuan yang tiada nilai harganya, semoga Allah SWT
membalas dengan pahala yang berlipat ganda. Atas segala kebaikan semoga
menjadi amal sholeh, Amin. Akhirnya, kepada Allah SWT penulis memohon
semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan penelitian selanjutnya, dan
dapat berguna bagi penulis dan para pembaca.
Bengkulu, 14 Januari 2021
Penulis
Fenny Desmi Widiastuti
NIM.1711430017
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................. ii
HALAMAN PENGESAHAAN SKRIPSI ....................................... iii
MOTO ................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN ................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 10
C. Batasan Masalah...................................................................... 10
D. Tujuan Penelitian ................................................................... 10
E. Kegunaan Penelitian............................................................... 11
F. Kajian Penelian Terdahulu ..................................................... 11
G. Kerangka Teori........................................................................ 16
H. Metode Penelitian.................................................................... 18
I. Sistem Penelitian ..................................................................... 28
BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Letak Geografi Kabupaten Rejang Lebong............................. 30
B. Penduduk Rejang Lebong ....................................................... 32
xi
C. Agama di Rejang Lebong........................................................ 35
BAB III SEJARAH SUKU BANGSA REJANG
A. Asal-usul suku Rejang (Rejang Purba) ................................... 38
B. Sejarah Rejang Modren (Era Kepemimpinan Para Ajai) ........ 51
C. Lokasih Kediaman Suku Bangsa Rejang ................................ 55
BAB IV PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG LEBONG
ABAD KE XX
A. Masuknya Islam di Rejang Lebong ........................................ 60
B. Perkembangan Islam di Rejang Lebong ................................. 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 88
B. Saran ........................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian.................................................. 21
Tabel 1.2 Batas-batas Kabupaten Rejang Lebong .............................. 29
Tabel 1.3 Jarak kota Curup dari beberapa kota sekitarnya ................. 30
Tabel 1.4 mayoritas penduduk Rejang Lebong................................... 31
Tabel 1.5 Agama masyarakat Rejang Lebong .................................... 34
Tabel 1.6 Pribadatan di Rejang Lebong .............................................. 34
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam dapat berkembang dengan cepat karena Islam
mengajarkan hubungan manusia dan Tuhan. Islam disebarluaskan tanpa
paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya. Islam masuk ke
Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke-7/ke-8 M. Pendapat ini
didasarkan pada penemuan batu nisan seorang wanita muslim yang
bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat Surabaya yang bertahun
475 H atau 1082 M..1
Namun, ada beberapa teori yang mengatakan Islam masuk ke
Indonesia yakni, pertama teori Gujarat yang dimana teori ini menyatakan
bahwa Islam dibawah oleh para pedagang Gujarat yang berniaga ke
Nusantara pada abad ke-13 M. Kedua teori Makkah, teori ini menyatakan
bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M dibawah oleh para
pedagang Arab. Ketiga teori Persia, teori ini berpendapat bahwa orang
yang membawa Islam ke Nusantara berasal dari Persia (Iran). Kemudian
keempat teori Cina, teori ini dikemukakan oleh Emanuel Godinho de
Eradie seorang scientiss Spanyol yang menulis tahun 1613, ia mengatakan
sesungguhnya akidah Muhammad telah diterima di Patani dan Pam di
pantai Timur kemudian diterima dan diperkembangkan oleh Permaicuri
1 Ismail, “Sejarah Agama-agama” (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2017), hlm. 258
2
(yaitu Parameswara) di tahun 1411 M.2
Daerah pertama berkembangnya Islam di Indonesia yakni pesisir
Utara Pulau Sumatera. Mereka membentuk masyarakat Islam pertama di
Peureulak Aceh Timur yang kemudian meluas sampai bisa mendirikan
kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara. Pulau Sumatera
merupakan salah satu pulau terbesar ke dua di Indonesia setelah pulau
Kalimantan. Terdapat beberapa Provinsi di Pulau Sumatera dan salah
satunya yakni Provinsi Bengkulu, yang dimana Islam juga berkembang
cukup baik di Provinsi ini.
Masuknya Islam di Bengkulu pada masa ini dapat diketahui
melalui beberapa teori yakni, pertama teori Aceh berdasarkan argumentasi
bahwa Islam dibawa ulama dari Aceh bernama Tengku Malin Muhidin
tahun 1417 M ke Kerajaan Sungai Serut dan melalui dominasi Aceh dalam
perdagangan rempah-rempah abad ke-17 serta di situs makam Gresik
Dusun Kaum Gresik, Desa Pauh Terenjam, Kecamatan Mukomuko
terdapat sembilan buah makam, dua diantaranya menggunakan nisa tipe
Aceh. Kedua, teori Palembang berdasarkan argumentasi bahwa Islam
dibawa Kesultanan Palembang dibuktikan dengan pengakuan masyarakat
sebagai keturunan dari kesultanan Palembang dan di wilayah Rejang
Lebong terbukti ditemukannya Piagam Undang-undang dari tembaga
dengan aksara Jawa Kuno, yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807
Masehi. Kesultanan Palembang dan hubungan kerajaan Palembang
2 Alma’arif, “Islam Nusantara: Srudi Epistemologis Dan Kritis”, Jurnal Studi Keislaman,
15, no. 2 (Desember 2015) : 274
3
Darussalam dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong.3
Ketiga, teori Minangkabau berdasarkan argumentasi bahwa Islam
masuk ke Bengkulu melalui perkawinan Sultan Muzaffar Syah, Raja dari
Kerajaan Indrapura dengan Putri Serindang Bulan, puteri Rio Mawang
dari Kerajaan Lebong (1620-1660), datangnya Bagindo Maharaja Sakti
dari Kesultanan Pagaruyung abad XVI dan menjadi Raja Sungai Lemau
dan kesultanan muko-muko dibawah pengaruh Kesultanan Indrapura
Sumatera Barat. Keempat, teori Banten yakni melalui persahabatan antara
Kerajaan Banten dengan Kerajaan Selebar dan perkawinan antara Raja
Pangeran Nata Di Raja dengan Putri Kemayun, puteri Sultan Ageng
Tirtayasa dari Banten (1668). Selain itu, raja Banten juga ada mengirim
utusan dan memberikan pengakuan terhadap para raja kecil tersebut
dengan memberi mereka gelar yang dari namanya dapat diterima mereka
sudah memeluk agama islam.
Perkembangan Islam di Bengkulu juga dapat diketahui melalui
catatan pemerintahan kolonial Inggris ketika pertama kali mendarat di
Bengkulu pada tahun 1685. Menurut laporan Benyamin Bloome,
disebutkan bahwa ketika Inggris pertama kali tiba di Bengkulu bertepatan
dengan bulan Ramadhan. Adapun keterangan lain menyebutkan bahwa
ketika terjadi proses perjanjian antara pihak Inggris dengan raja-raja
pedalaman dan Raja Tua, mereka meyakinkannya dengan mengangkat
sumpah di atas kitab suci Al-Qur’an, dari keterangan tersebut dapat
3 Ahmad Abas Musofa. "Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M (Melacak Tokoh
Agama, Masjid dan Lembaga [organisasi] Islam)." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan
Sejarah Islam 1.2 (2016): 116.
4
dikatakan bahwa agama Islam sudah berkembang di Bengkulu sejak abad
XVII. Ada beberapa naskah kuno sebagai sumber sejarah juga
memperjelas bahwa agama Islam sudah masuk di Bengkulu jauh sebelum
orang-orang Inggris datang ke Bengkulu tahun 1685.4
Di Propinsi Bengkulu terdapat cukup banyak suku bangsa. Suku-
suku bangsa yang telah hidup secara turun temurun di Propinsi Bengkulu
antara lain adalah suku Rejang, suku Serawai, suku Melayu Bengkulu,
suku Pasemah, suku bangsa Lembak, suku Muko-muko, suku Enggano,
suku Kaur. Dari berbagi suku yang hidup di Bengkulu tersebut mayoritas
penduduk asli berasal dari suku Rejang (penduduk terbesar di Kabupaten
Rejang Lebong dan Bengkulu Utara). Oleh karena itu, fokus utama yang
menjadi sorotan pada tulisan adalah sejarah islam di tanah Rejang
khususnya daerah Rejang Lebong.
Tanah Rejang, merupakan tanah-tanah kediaman suku bangsa
Rejang semula bernama Renah Sekalawi. Kemudian pada awal abad XVI
dibagi menjadi beberapa Luak (daerah) sebagaimana dijelaskan oleh
Abdullah Siddiq dalam bukunya Hukum Adat Rejang. Pada abad ke XVI
di daerah pegunungan Dataran Tinggi Bukit Barisan, terdapat kerajaan
Depati Tiang Empat dengan Rajo Depatinya, yang berpusat di Lebong.
Daerahnya meliputi 4 Luak, yaitu Luak Lebong, Luak Ulu Musi, Luak
Lembak Beliti dan Luak Pesisir. Pertalian Rajo Depati dengan empat
depati yang lain adalah bagaikan Rajo Depati memegang peti Adat dan
4 Ismail, “ Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVII-XX, (Skripsi,
Program Studi Pascasarjana, UIN Raden Fatah Palembang, 2018), hlm. 4
5
empat depati yang lain memegang anak kuncinya. Rakyatnya terdiri dari
suku bangsa Rejang seluruhnya.5
Masuknya Islam di tanah Rejang juga tidak lepas dari bagaimana
Islam masuk ke Bengkulu. Seperti disebutkan oleh Ahmad Abas Musofah
dalam jurnar yang ditulisnya pada tahun 2016 yang berjudul “Sejarah
Islam Di Bengkulu ABAD KE XX M”, ia menyebutkan bahwa masuknya
Islam ke bengkulu dapat dikelasifikasikan menjadi beberapa teori. Dan
dari beberapa teori itu terdapat dua buah teori yang dapat di masukan
dalam memahami masuknya Islam di tanah Rejang, yaitu teori kedua yang
disebut dengan teori Palembang dan teori ketiga yang disebut dengan teori
Minangkabau. Teori kedua atau teori Palembang yaitu teori yang
berdasarkan argumentasi bahwa Islam dibawa kesultanan Palembang
dibuktikan dengan pengakuan masyarakat sebagai keturunan dari
kesultanan Palembang dan di wilayah Rejang Lebong terbukti
ditemukannya piagam undang-undang dari tembaga dengan aksara Jawa
Kuno, yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807 Masehi Kesultanan
Palembang dan hubungan kerajaan Palembang Darussalam dengan Raja
Depati Tiang Empat di Lebong.6
Terdapat pula teori ketiga atau teori Minangkabau yaitu teori
berdasarkan argumentasi bahwa Islam masuk melalui perkawinan Sultan
Muzaffar Syah, Raja dari kerajaan Indrapura dengan Putri Serindang
Bulan, puteri Rio Mawang dari kerajaan Lebong (1620-1660). Datangnya
5 Badrul Munir Hamidy, “Masuk dan Berkembangnya Islam di Daerah Bengkulu”
(Jakarta : RINEKA CIPTA, 2004), hlm. 78. 6 Ahmad Abas Musofa. "Sejarah Islam di Bengkulu..., 116.
6
Bagindo Maharaja Sakti dari Kesultanan Pagaruyung abad XVI dan
menjadi Raja Sungai Lemau dan kesultanan muko-muko dibawah
pengaruh kesultanan Indrapura Sumatera Barat.
Tentang telah masuknya ajara Islam di Rejang Lebong, telah
ditemukan surat Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif
sebagai pasirah Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat
tersebut ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa
Belanda. Bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab, bahasa Belanda
ditulis dengan aksara latin. Surat pengankatan tersebut tertanggal 15
Februari 1889. Bila tulisan Arab Melayu dapat diinterpretasikan sebagai
budaya Islam di Indonesia, kemudian diproyeksikan pula bahwa
pemegang surat (Depati Tiang Alam dan Rakadi) berikut dengan rakyat
yang dipimpinnya telah mampu membaca (mengerti) perihal surat
dimaksud, maka diperkirakan bahwa Islam telah dipeluk Suku Rejang
“pegunungan” pada awal tahun 1880 an atau lebih awal lagi. Hal ini
terbukti dengan pernyataan Abdulah Sidik ketika menjelaskan pengertian
pasar, ia mengatakan bahwa pasar Muara Aman timbul pada tahun 1897
dengan Datuk pertama seorang yang berasal dari Palembang bernama
Nang Cik. Ketika beliau naik haji, sebagai penggantinya dipilih-lah
seseorang yang berasal dari Bengkulu bernama Merah Ganti.7 Karena
telah memeluk Islam, Merah Ganti inilah yang kemudian memberikan
wakaf sebidang tanah untuk pembangunan masjid di Muara Aman.
7 Mabur Syah. “Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal Kajian Historis Sejarah Dakwah
Islam Di Wilayah Rejang.” Jurnal Dakwah dan Komunikasi 1.1 (2016): 33.
7
Dengan kesimpulan keempat, dinyatakan Islam mulai masuk ke
Rejang Lebong adalah sejalan dengan terbukanya daerah Rejang Lebong
dengan daerah lainnya di sekitarnya antara tahun 1869-1906. Secara
konkretnya dan dalam rentangan yang pendek diperkirakan bahwa Islam
masuk ke Rejang Lebong antara tahun 1880-1900. Islam di Rejang
Lebong Pertama-tama di bawa oleh mubaligh dari Palembang, kemudian
diteruskan oleh mubaligh-mubaligh dari Bengkulu dan Sumatera Barat.
Baru kemudian setelah penduduk aslinya banyak yang belajar ke luar
daerah, terutama ke Padang dan Yogyakarta, Islam mulai dikembangkan
oleh putra daerah. Islam di Rejang Lebong mulai berkembang setelah
tahun 1900, terutama setelah masuknya organisasi sosial keagamaan,
seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, dan Tarbiyah Islamiyah.
Dari daerah Kepala Curup Rejang Lebon juga diperoleh informasi
lisan, yang menyebutkan beberapa tokoh yang menbawa Islam ke tanah
Rejang ini, antara lain Atok (60 th) yang mengatakan bahwa orang yang
pertama-tama mengajarkan Islam di Kepala Curup adalah Kiyai Delamat
yang berasal dari Muaro Ogan. Kemudian, Ahmad Taher (64 th)
mengatakan bahwa di desa Lubuk Belimbing agama Islam di kembangkan
oleh Kiyai Abdurrahman dari Palembang. Serta, H. Kader (83 th)
mengatakan bahwa menurut cerita-cerita orang tua,8 yang mula-mula
membawa Islam di Tebat Monok adalah Abdullamad bersama tiga orang
temannya berasal dari Muaro Ogan. Tokoh yang disebut sebagai pembawa
8 Mabrur Syah, “Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal Kajian Histori Sejarah
DakwahIslam Di Wilayah Rejang...,hlm. 35 – 44.
8
Islam pertama di beberapa daerah seperti yang dipaparkan tadi, setelah
dihubungkan dengan mubaligh-mubaligh Islam dari Palembang yang
menyiarkn Islam sampai ke pedalaman-pedalaman sesungguhnya adalah
tokoh sama, yakni Haji Abdurrahman Delamat.
Adapun perkembangan Islam di Rejang Lebong, secara lebih
terorganisasi terjadi pada Abad 20 dengan semakin banyaknya
Mubaligh/Da’i yang datang ke tanah Rejang, mereka yang berasal dari
daerah Minangkabau membawa faham Muhammadiyah dan PERTI
(Persatuan Tarbiyah Islamiyah) tahun 1930, dam Mubaligh/Da’i yang
berasal dari Palembang membawa Spirit serikat dagang Islam dalam PSII.
Mereka mulanya ke Lebong kemudian ke Curup yang menjadi kota
perlintasan dagang setelah dibukanya jalur rel kereta api di Lubuk Linggau
oleh pemerintahan Hidia Belanda. Dimasa penyiaran Islam, kelompok-
kelompok tarekat di Bengkulu dan Rejang Lebong cukup banyak yang
berasal dan mempunyai silsilah keguruan dengan Syekh-syekh tarekat di
Sumatera Barat. Tokoh-toh kelompok Islam tradisional, terutama
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), di Bengkulu dan Rejang berguru
ke Candung Sumatera Barat, sementara tokoh-tokoh kelompok modernis
berguru ke padang panjang, pola belajar seperti ini masih berlangsung
sampai sekarang.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan temuan-
temuan yang bersifat ilmiah dan dapat teruji kebenarannya, serta penelitian
ini akan membantu memberikan solusi yang tepat dalam menjawab
9
berbagai macam masalah yang dihadapi para sejarawan dalam meneliti
mengenai sejarah Islam di Rejang Lebong. Kemudian dengan adanya
penelitian ini yang dimana baik masyarakat lokal maupun masyarakat luar
dapat mengetahui sejarah dari masuk dan berkembangnya Islam di Rejang
Lebong, serta dengan adanya penelitian ini juga dapat membantu mencari
data-data mengenai Islamisasi di Rejang Lebong yang belum terlacak serta
peninggalan-peninggalan mengenai Islam di sana, yang di mana kita
ketahui data yang menjelaskan mengenai Islam di Rjang Lebong sangat
sedikit. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan banyak
pengetahuan tentang masuknya agama Islam di tanah Rejang, tidak hanya
itu perkembangan agama Islam di tanah Rejang juga akan memperkaya
historiografi penyebaran Islam di Nusntara, khusunya di Rejang Lebong.
Dari penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut dengan judul: PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG
LEBONG ABAD KE XX M. Hal ini mengingat memang sudah ada yang
meneliti mengenai masuk dan berkembangnya Islam di Rejang Lebong,
tetapi dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan masi banyak yang
belum menerangkan secara menyeluruh bagaimana Islam masuk dan
berkembang di Rejang Lebong, terutama masi sangat sedit data atau
informasi yang menjelaskan atau menerangkan mengenai tokoh-tokoh
yang menyebarkan Islam di Rejang Lebong dan bagaimana Islam itu
sendiri bisa masuk ke Rejang Leong.
10
Dengan demikian, kajian ini dianggap penting karena memberikan
banyak pengetahuan tentang masuknya agama Islam di tanah Rejang.
Tidak hanya itu perkembangan agama Islam di tanah Rejang juga akan
memperkaya historiografi penyebaran Islam di Nusntara, khusunya di
Rejang Lebong. Kajian ini juga diharapkan dapat memperkaya wawasan
mengenai agama Islam di Rejang Lebong.
B. Rumusan Masalah
Berhubungan dengan pembahasan di atas, terdapat masalah yang
akan dibahas dalam penenlitian ini yaitu, Bagaimana proses masuk dan
berkembangnya Islam di Rejang Lebong abad ke XX M.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian yang akan di laksanakan tidak meluas, maka
penelitian ini akan di batasi pada kajian historis Islam di Rejang Lebong,
yang dimana historis Islamisasi di Rejang Lebong di batasi pada masalah
masuknya Islam dan perkembangnya di Rejang Lebong abad ke XX M .
Batasan ini nantinya akan membantu peneliti agar lebih fokus pada topik
yang di ambil yakni, Islamisasi di Rejang Lebong Bengkulu.
D. Tujuan Penelitian
Karena tanah Rejang (Suku Rejang) merupakan suku tertua di
Sumatera dan mayoritas masyarakat di sana memeluk agama Islam, maka
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Islam masuk ke Rejang
Lebong dan perkembangannya dari abad ke XX M.
11
E. Kegunaan Penelitian
Menurut Dudung Abdurahman, kegunaan penelitian terdiri dari dua
macam yaitu kegunaan secara teoritis dan praktis. Adapun hasil penelitian
ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:9
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan
menjadi referensi atau rujukan bagi peneliti selanjutnya. Serta dapat
menambah ilmu sejarah mengenai masuk dan berkembangnya Islam di
Rejang Lebong Bengkulu.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada masyarakat yang ingin mengetahui tentang masuknya Islam di
Rejang Lebong, serta perkembangannya. Di samping itu, penelitian ini
juga diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa/mahasiswi dalam
melakukan penelitian mengenai perkembangan Islam khususnya di
tanah Rejang yakni di Rejang Lebong Bengkulu.
F. Kajian Peneliti Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis
mengangkat beberapa penelitian sebagai refrensi dalam memperkaya
bahan kajian pada penelitian ini. Berikut ini disajikan hasil-hasil penelitian
terdahulu sebagai perbandingan terhadap penelitian ini.
9 Dudung Abdurahman, “Metodologi Penelitian Sejarah Islam” (Yogyakarta : AR-
RUZ), 61.
12
Pertama, Abdullah Siddik, dalam buku yang di tulisnya pada tahun
1980 yang berjudul Hukum Adat Rejang. Dalam buku yang ia tulis ini, ia
menerangkan bagaimana hukum adat Rejang berlaku pada masa itu, tidak
hanya itu di dalam bukunya ia juga menjelaskan semua yang berkenaan
dengan suku Rejang, mulai dari asal usul suku Rejang itu sendiri, tulisan
KA-GA-NGAnya hingga hukum adat yang berlaku pada masyarakat suku
Rejang itu sendiri.10
Kedua, Jalaluddin, Sukarman, dan Hanafi dalam bukunya yang ia
tulis pada tahun 1992 berjudul Masuk dan berkembangnya islam di Rejang
Lebong. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa suku bangsa Rejang
yang berdiam di pesisir telah lebih dahulu menganut islam dibanding suku
bangsa Rejang yang tinggal di balik bukit Barisan, yakni sekitar tahun
1552-1570.11
Ia juga menyebutkan bahwa, suku bangsa Rejang yang
tinggal di balik bukit barisan kontak dengan islam pertama kali di sekitar
tahun 1625, sedangkan kontak kedua terjadi antara tahun 1776-1804.
Ketiga, Badrul Munir Hamidy dalam bukunya yang ia tulis pada
tahun 2004 berjudul Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Daerah
Bengkulu. Di dalam buku yang ia tulis, menjelaskan mengenai proses
masuk dan berkembangnya Islam di daerah Bengkulu, serta di dalam
bukunya ia juga menerangkan mengenai masuk dan berkembangnya Islam
di Tanah Rejang yang dimana ia menjelaskan sejarah Islam di tanah
Rejang dengan di awali penjelasan mengenai asal usul suku Rejang dan
10
Abdullah Siddik, “Hukum Adat Rejang”, (Jakarta : PN BALAI PUSTAKA, 1980), 27. 11
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 70.
13
kerajaan-kerajaan yang ada di tanah Rejang itu sendiri. Ia juga
menyebutkan masuknya Islam ke tanah Rejang melalui perkawinan antara
Sultan Mujaffar Syah dari Indrapura dengan puteri Serindang Bulan, jadi
menurutnya Islam masuk ke tanah Rejang pada abad ke XVII.12
Keempat, Ahmad Abas Musofa dalam jurnal yang ditulisnya tahun
2016 berjudul Sejarah Islam Di Bengkulu Abad Ke XX M (Melacak Tokoh
Agama, Masjid dan Lembaga [Organisasi]Islam). Menunjukkan hasil
penelitiannya yaitu ia menjelasakan bahwa islam masuk ke Bengkulu
dapat diklasifikasikan menjadi beberpa teori, yaitu pertama ia
menyebutkan teori Aceh, dimana kerajaan Sungai Serut berkerjasama
dengan Aceh dalam masalah perdagangan rempah-rempah, kedua teori
Palembang yang dimana Islam di bawah Kesultanan Palembang dan di
wilayah Rejang Lebong terbukti ditemukannya piagam undang-undang
dari tembaga dengan aksara Jawa Kuno, yang berangka tahun 1729 Saka
atau 1807 Masehi kesultanan Palembang dan hubungan kerajaan dengan
Raja Depati Tiang Empat di Lebong. Ketiga, teori Minangkabau bahwa
islam masuk melalui perkawinan Sultan Muzaffar Syah, Raja dari
Kerajaan Indrapura dengan Putri Serindang Bulan. Keempat, teori Banten
melalui persahabatan antara kerajaan Banten dengan Kerajaan Selebar dan
perkawinan antara Raja Pangeran Nata Di Raja dengan putri Kemayu,
puteri Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten (1668).13
Kelima, Japarudin dalam jurnal yang ditulisnya tahun 2016
12
Hamidy, “Masuk dan Berkembangnya , 13. 13
Ahmad Abas Musofa, “ Sejarah Islam,” 116.
14
berjudul Sejarah Dakwah Di Bengkulu. Hasil penelitiannya yaitu mengkaji
tentang sejarah masuknya Islam di Bengkulu. Dalam penelitiannya ia
mengatakan sejarah dakwah di Bengkulu dimulai dari interaksi kerajaan-
kerajaan Islam di Sumatera Barat, Aceh, maupun melalui hubungan
dengan antara kerajaan kecil yang ada di Bengkulu kala itu, seperti
kerajaan Sungai Lemau yang berinteraksi dengan pedagang dari Banten
melalui kompeni Inggris.14
Keenam, Mabrur Syah tahun 2016 menulis Adat Perkawinan Suku
Rejang Dalam Perspektif Islam. Di dalam buku yang ia tulis ini, dimana ia
menerangkan mengenai latar sejarah dan adat perkawinan suku Rejang
dari Islamisasi hingga Akulturasi. Perbedaan kajian yang dilakukan oleh
Mabrur Syah dengan kajian yang penuli lakukan yakni, dimana Mabrur
Syah mengkaji mengenai perkawinan suku Rejang dari perspektif Islam,
sedangkan penulis akan mengkaji mengenai proses masuk dan
berkembangnya Islam di tanah Rejang khususnya di daerah Rejang
Lebong, Bengkulu.15
Selain buku ini Mabrur Syah juga mengeluarkan
jurnal yang ia tulis pada tahun 2016 yang berjudul Alkuturasi Islam Dan
Budaya Lokal Kajian Historis Sejarah Dakwah Islam Di Wilayah Rejang.
Dalam jurnal yang ia tulis menerangkan mengenai asal Rejang, masuknya
Islam di wilayah Rejang dan alkuturasi Islam dengan Budaya Rejang.
Ketujuh, Rohimin, M. Ag dan tim dalam buku yang ditulis pada
14
Japarudin. "SEJARAH DAKWAH DI BENGKULU." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal
Kebudayaan dan Sejarah Islam 1.2 (2016): 170. 15
Mabrur Syah, “Adat Perkawinan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam”, (Banten :
Patju Kreasi, 2016), 10.
15
tahun 2017 yang berjudul Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Provinsi
Bengkulu. Dari buku yang mereka tulis, dimana mereka menjelaskan
mengenai sejarah Provinsi Bengkulu. Kemudian, ia menjelaskan mengenai
masuknya Islam ke Provinsi Bengkulu baik itu sejarah Islam di Kota
Bengkulu, Rejang, Serawai, Kaur, dan muko-muko semua dijelaskan pada
buku yang ia tulis bersama teman-teman.
Kedelapan, Ismail dalam skripsi yang ia tulis tahun 2018 berjudul
Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVI-XX. Dalam
skripsi yang ia tulis menunjukkan hasil penelitiannya yaitu bahwa
penyebaran Islam di Bengkulu telah berlangsung sejak abad ke-XIV yaitu
melalui jalur Ace, Palembang, Minangkabau, dan Banten. Setelah itu
Islam mengalami perkembangan melalui proses adopsi, adaptasi dann
akulturasi dengan berbagai budaya yang ada.16
Dari kedelapan penelitian di atas, ada dua pola kecenderungan
yang terlihat yakni pertama, penjelasan mengenai sejarah Islam di Rejang
Lebong ini berfokus pada sosial masyarakat suku Rejang, dan
kencenderungan yang kedua berfokus pada politik atau kerjasama antar
kerajaan. Adapun pembeda dari penelitian sebelumnya dengan penelitian
yang akan di lakukan yakni, penelitian ini berusaha untuk menjelaskan
jalur masuk dan berkembangan Islam di Rejang Lebong dari sosial
masyarakatnya atau kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di daerah
Rejang Lebong. Serta, penelitian ini juga akan berfokus pada penyebaran
16
Ismail, “ Masuk Dan Berkembangnya..., 1.
16
atau perkembangan Islam melalui alkuturasi budaya pada masyarakat
Rejang Lebong.
G. Kerangka Teori
Dalam penelitian, suatu teori digunakan agar dapat membantu
untuk menganalisa suatu fenomena dimana hal tersebut menjadi suatu
objek penelitian. Teori ini sendiri merupakan pedoman dan pegangan bagi
peneliti guna mempermudah dan memperjelas jalannya penelitian. Adapun
selain digunakan sebagai pedoman, teori merupakan sumber inspirasi bagi
penelitian guna memecahkan suatu permasalahan dalam penelitian.17
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Progresif Linear
yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, yang dimana teorinya didasarkan
pada kehendak Tuhan sebagai pangkal gerak sejarah. teori Progresif
Linear sendiri merupakan teori yang memandang bahwa peristiwa sejarah
berlangsung dalam satu garis linear, garis lurus yang menuju ke progress
dan perfeksi, dengan indikatornya adalah peristiwa/ fakta sejarah sebagai
hasil perbuatan manusia yang mengandung nilai-nilai kesejahteraan.18
Pada teori ini Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwasanya sejarah terus
bergerak maju, artinya masuk dan berkembangnya Islam di Rejang
Lebong terus mengalami kemajuan, yang dimana Islam selalu berkembang
dan bergerak maju di daerah Rejang Lebong yang dimana masyarakat
yang menganut agama Islam semakin meningkat. Dapat kita lihat juga
17
Imam Suprayogo, “Metodologi Penelitian Sosial – Agama”, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), 129. 18
Sulasman, “Metodologi Penelitian Sejarah”, (Bandung : PUSTAKA SETIA, 2014),
hlm. 159.
17
mayoritas besar masyarakat yang ada di daerah Rejang Lebong menganut
agama Islam, dan dengan adanya penyebaran Islam di daerah Rejang
Lebong ini bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat di sana dengan
saling memberikan toleransi kepada masyarakat yang menganut agama
lain.
Kemudian, dari teori progresif Linear ini dapat kita lihat
bagaimana Islam terus maju dan berkembang, yang di mana pada awal
masuknya Islam di Rejang Lebong tepatnya pada abad ke 17 belum ada
organisas atau sekolah berbasis Islam, akan tetapi dengan perkembangan
Islam yang terus maju akhirnya pada awal abad ke 20 mulailah masuknya
organisasi-organisasi sosial keagamaan, speerti Muhammadiyah, NU, dan
Tarbiyah Islamiyah. Setelah itu, juga mulai di bangun sekolah-sekolah
berbasis Islamiyah di kota Padang, Rejang Lebong yang bernama
perguruan Islam pada tahun 1954-1957. Kemudian, dari jumlah penduduk
yang pada abad ke 17 belum ada yang memeluk agama Islam karena pada
saat itu agama yang di yakini oleh masyarakat Rejang Lebong yakni
Hindu dan Buddha, namu setelah Islam mulai masuk ke Rejang Lebong
akhirnya Islam mulai berkembang yang kita ketahui sekarang mayoritas
masyarakat Rejang Lebong menyakini agama Islam, serta mulai
banyaknya tempat-tempat ibadah seperti masjid yang di bangun di daerah
Rejang Lebong, Bengkulu.
18
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses pengumpulan
dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
kategori metode penelitian kualitatif melalui kegiatan lapangan dan
pustaka dan dengan metode penelitian sejarah melalui tahapan heuristik,
kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sosial, sedangkan dalam rekonstruksi menggunakan perspektif
old history atau new history yang bersifat analitis dan berbasis problem
orientid. Adapun aspek yang ingin diketahui yakni mengenai proses
masuknya Islam dan perkembangannya di daerah Rejang Lebong
Bengkulu abad ke XX M. Fokus penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana perkembangnya Islam di daerah Rejang Lebong yang menjadi
agama mayoritas di anut oleh masyarakat di sana.
Peneliti menggunakan data dan informasi dari berbagai sumber,
baik sumber yang berupa arsip/dokumen, foto, buku, skripsi, disertasi,
artikel-artikel, jurnal, observasi langsung, wawancara dengan beberapa
narasumber, kemudian diidentifikasi secara sistematis dan dianalisis.
Penelitian ini di tulis dengan metode penelitian sejarah dengan melalui
empat tahap :
19
1. Heuristik ( Teknik Pengumpulan Sumber/Data )
Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuristiken yang menemukan
atau mengumpulkan sumber.19
Heuristik juga merupakan suatu teknik,
suatu seni dan bukan suatu ilmu, oleh karena itu heuristik tidak
mempunyai peraturan-peraturan umum.20
Jadi haeuristic adalah suatu
metode penelitian sejarah dalam langkah awal untuk menemukan
berbagai sumber data yang terkait dengan langkah awal untuk
menemukan berbagai sumber data yang terkait dengan masalah yang
sedang diteliti. Dalam penelitian ini dikumpulkan dua sumber yaitu,
sumber data primer dan data sekunder. Sumber primer adalah sumber
sejarah yang direkam dan dilaporkan oleh para saksi mata. Salah
satunya adalah piagam palembang yang merupakan sumber tertulis
menempati posisi tertinggi dalam penulisan sejarah.
Walaupun peneliti menemukan kesulitan dalam memperoleh
sumber dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan dua sumber yaitu
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer pada penelitian
ini adalah sesuatu yang langsung diperoleh dari informan atau
responden penelitian yang telah dipilih oleh peneliti dan memenuhi
syarat untuk dijadikan informasi dalam penelitian tentang Sejarah dan
Perkembangan Islam di Rejang Lebong Bengkulu. Sumber primer
yang peneliti temukan dalam penelitian ini adalah piagam undan-
undang yang berisikan hubungan kerajaan Palembang Darussalam
19
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, “Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar”, (Jakarta :
Prenada Media Grup, 2014), 219. 20
Abdurahman, “Metodologi Penelitian....,104.
20
dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong, Residen Palembang yang
berisikan mengenai pengangkatan Mat Arif sebagai Pasirah Bermani
Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam, dan surat yang bertuliskan huruf
arab melayu yang berisikan mengenai identitas diri Mat Ali dari
kerabat di Pagaruyung.
Sedangkan sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data yang diperoleh sebagai pelengkap data primer yang telah
diperoleh. Sumber sekunder adalah istilah yang digunakan dalam
Historiografi untuk merujuk pada karya sejarah yang ditulis
berdasarkan pada sumber-sumber primer dan biasanya dengan merujuk
pula pada sumber-sumber lainnya. Adapun sumber sekunder dalam
penelitian ini: laporan-laporan hasil penelitian terdahulu, literatur-
literatur yang mendukung penelitian, dan lampiran-lampiran data yang
diperoleh, serta data-data lain yang dipublikasikan yang dapat
mendukung dan menjelaskan tentang masalah penelitian. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini yaitu, penulis menggunakan
berbagai teknik sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu:
Observasi, yaitu suatu metode yang biasanya dimulai dengan
melakukan pengamatan terhadap suatu objek yang akan diteliti secara
langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. Teknik observasi ini digunakan untuk
melakukan pengamatan secara langsung untuk mengetahui tentang
Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad
21
ke XX M. Berdasarkan observasi yang sudah dilakukan peneliti, maka
penelitian ini akan membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan.
Lokasi penelitian dilakukan di Curup Kabupaten Rejang Lebong.
Wawancara, teknik ini dilakukan oleh peneliti untuk dapat
mengkonfirmasi serta mendiskusikan validitas data-data dengan
sumber yang dipandang mengenal serta mengetahui sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M.
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan beberapa
narasumber yang layak dengan penulis yang dapat memberikan
informasi yang relevan tentang Masuk dan Berkembangnya Islam di
Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XVII – XX.
Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian
No. Nama Tempat
Tanggal
Lahir
Jenis
Kelami
Alamat Keterangan
1. Ahmad
Faizir
Sani
Curup, 30
April 1965
Laki-laki Simpang
Lebong
Kec.
Curup
Utara.
Wakil Ketua
BMA
Kabupaten
Rejang
Lebong
2. Abdul
Aziz,
S.Pd
Lebong
Selatan, 02
September
1964
Laki-laki Jln.
Juang
28, No.
61, Kel.
Batu
Galing,
Kec.
Curup
Kasih Cagar
Budaya dan
Museum
Kemendikbud
Kabupaten
Rejang
Lebong.
22
Selatan
3. Marlina,
S.Sos
Kota
Padang, 01
Februari
1971
Perempuan Gaja
Mada
02, Kel.
Air
Rambai,
Kec.
Curup
Kota
Kasih Sejarah
dan Tradisi
Kemendikbud
Kabupate
Rejang
Lebong
4. Andi
Wijaya,
SH
- Laki-Laki Simpang
Lebong
Mantan
Anggota
Dewan
5. Tuni 1931 Laki-Laki Dusun
Sawah
Mantan
Anggota
BMA Dusun
Sawah
Sumber: Wawancara Informasi Penelitian
Dokumentasi, dalam penelitian ini dilakukan pendokumentasian
demi menyatakan bukti dan berupa jenis sumber apapun, baik itu
tulisan, gambar, atau benda lainnya yang digunakan untuk
mendapatkan data kontekstual berkenaan dengan Masuk dan
Berkembangnya Islam di Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XX M.
Dalam hal ini peneliti mendokumentasikan dari hasil observasinya
dengan menggunakan kamera handphone yang berupa hasil foto
wawancara dari narasumber, serta bukti-bukti arkeologi mengenai
Islam di Rejang Lebong.
23
2. Kritik Sumber (Teknik Validasi/Verifikasi Sumber Data)
Setelah sumber-sumber dan data terkumpul baik berupa sumber
tertulis maupun berupa benda maka sumber tersebut diuji melalui
beberapa kritik baik berupa interen maupun eksteren.21
Kritik eksteren merupakan tahap pengujian atas asli atau tidaknya
sumber yang telah ditemukan.22
Bila sumber itu merupakan sumber
tertulis maka harus diteliti, gaya tulisannya, bahasanya, kalimat
ungkapannya, kata-kata hurufnya dan segi penampilannya. Misalnya
sumber yang telah penulis temukan dan telah diteliti keasliannya yakni
surat Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif sebagai
pasirah Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut
ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa Belanda.
Bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab, bahasa Belanda ditulis
dengan aksara latin. Dan pada surat pengankatan tersebut tertulis
tanggal 15 Februari 1889 dengan Raja Depati Tiang Empat di Lebong.
Kritik Interen dilakukan untuk menilai kelayakan atau
kredibilitas sumber. Biasanya mengacuh pada kemampuan sumber
untuk mengungkapkan kebenaran suatu pristiwa. Dari data yang
diperoleh baik sumber primer maupun sumber sekunder tersebut
peneliti menghubungkan dan mencari korelasi kebenaran dari sumber
primer tersebut dengan sumber sekunder yang didapatkan berupa buku
mengenai masuk dan berkembangnya Islam di Rejang Lebong.
21
Madjid dan Wahyudi, “Ilmu Sejarah , 223. 22
Abdurahman, Metodologi Penelitian , 68.
24
Misalnya saja seperti sumber yang penulis temukan di mana
penulis menjadikan beberapa buku seperti buku, masuk dan
berkembangnya Islam di Rejang Lebong, masuk dan berkembangnya
Islam di Bengkulu, kemudian beberapa jurnal yang penulis ambil
untuk di jadikan sumber seperti jurnal yang ditulis oleh Ahmad Abas
Musofa pada tahun 2016 dengan judul Sejarah Islam di Bengkulu
Abad ke XX M, Mabrur Syah juga mengeluarkan jurnal yang ia tulis
pada tahun 2016 yang berjudul Alkuturasi Islam Dan Budaya Lokal
Kajian Historis Sejarah Dakwah Islam Di Wilayah Rejang, tidak
hanya jurnal tetapi penulis juga menggunakan skripsi sebagai sumber
dalam penelitian ini yang dimana skripsi yang digunakan yakni Ismail
dalam skripsi yang ia tulis tahun 2018 berjudul Masuk Dan
Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVI-Xxber, serta penulis
juga mendapat sumber data mengenai sejarah Islam di Rejang Lebong
ini dari beberapa observasi dan melakukan wawancara kepada
beberapa orang untuk mendapat kan data yang lengkap . Dari beberapa
sumber yang penulis rujuk baik sumber primer maupun sekunder
sebagai sumber dalam penelitiannya, penulis dapat melihat kesamaan
dari sumber-sumber yang telah penulis kumpulkan, dan dengan ini
penulis dapat menarik fakta sejarah mengenai perkembangan Islam di
Rejang Lebong Bengkulu Abad ke XVII - XX.
3. Interpretasi
25
Interpretasi sering disebut juga dengan analisis sejarah.
Sedangkan interpretasi itu sendiri berasal dari kata interpretation yang
berarti suatu penjelasan yang diberikan oleh penafsiran.23
Dalam tahap
ini, peneliti akan menguraikan mengenai Masuk dan berkembangnya
Islam di Rejang Lebong dengan teori yang digunakan dalam penelitian
ini. Pertama, peneliti menggunakan teori dari Ibnu Khaldun yakni
Progresif Linear yang di mana teori ini memandang bahwa peristiwa
sejarah berlangsung dalam satu garis linear, garis lurus yang menuju
ke progress dan perfeksi, dengan indikatornya adalah peristiwa/ fakta
sejarah sebagai hasil perbuatan manusia yang mengandung nilai-nilai
kesejahteraan. Pada teori ini Ibnu Khaldun mengungkapkan
bahwasanya sejarah terus bergerak maju yang dalam artian
bahwasanya Islam masuk dan Berkembang di Rejang Lebong juga
terus mengalami kemajuan atau perkembangan.
Sebelum kedatangan Islam di wilayah Rejang Lebong,
masyarakat di sana menganut paham animisme. Barulah saat Islam
mulai masuk dan berkembang di wilayah Bengkulu yang di mana
Islam masuk melalui jalur pedagang, pernikahan dan kerjasama antara
kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu pada saat itu, maka dari situ
juga Islam mulai masuk dan berkembang di wilayah Rejang Lebong.
Menurut sumber yang peneliti dapatkan, bahwasannya orang yang
pertama menyebarkan agama Islam di wilayah Rejang Lebong yakni
23
Abdurahman, Metodologi Penelitian, 68.
26
Haji Abdurrahman Delamat, yang dimana beliau telah menyebarkan
agama Islam di beberapa daerah yang ada di Rejang Lebong.24
Kemudian, menurut sumber yang lain mengatakan bahwa
Sutan Gagu (Ajai Bisau) yang merupakan seorang pejabat di kerajaan
Melayu dan sekaligus murid dari Syech Malik Qubro, di mana ia
adalah orang pertama yang datang ke Rena Skalawi dan menjadi
pemimpin orang-orang Rejang di sana. Tetapi tidak hanya itu saja,
Sutan Gagu juga berusaha melanjutkan misi dari Syech Malik Qubro
untuk menyebarkan agama Islam di tanah Rejang, ia menyebarkan
agama Islam dengan cara pendekatan melalui penyuluh pertanian.
Sutan Gagu mengajarkan orang-orang Rejang cara bertani yang baik,
sistem pengaliran yang benar dan cara pengobatan. Dari para tokoh-
tokoh ini lah Islam mulai berkembang yang di mana awalnya
masyarakat di tanah Rejang menganut paham animisme, namun secara
perlahan-lahan banyak dari masyarakat yang mulai menganut agama
Islam, sampai sekarang pun agama Islam sudah sangat berkembang di
wilayah Rejang Lebong, bahkan mayoritas masyarakat Rejang
menganut agama Islam.
4. Historiografi
Tahapan terakhir dalam metode sejarah yakni Historiografi.
Historiografi berasal dari history yang artinya sejarah dan grafi.
Historiografi yang merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan
24
Rohimin, dkk, “Masuk Dan Berkembangnya , 110.
27
penelitian. Dalam penulisan sejarah ini, perubahan akan diurutkan
sesuai kronologisnya. Penulisan sejarah adalah usaha rekontruksi
peristiwa yang terjadi pada masa lampau.25
Penyajian penulisan secara
garis besar terdiri atas tiga bagian : (1) pengantar, (2) hasil penelitian,
(3) kesimpulan. Setiap bagian biasanya dijelaskan dalam bab atau sub
bab yang jumlahnya tidak ditentukan secara mengikat, yang penting
antara satu bab dengan bab yang lain harus ada kesinambungan yang
jelas.26
Yang pertama, bagian pengantar, atau biasanya disebut dengan
pendahuluan, dalam pengantar harus dikemukkakn latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, ruang lingkup, tinjauan
pustaka, teori dan konsep yang dipakai, metode penelitian dan
sistematika pembahasan. Kedua, bagian hasil penelitian, pada bagian
ini akan ditunjukkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian
dan penyajian. Setiap fakta yang ditulis harus disertai dengan data
yang mendukung. Dalam bagian hasil penelitian ini akan di bagi
menjadi 3 bab, yang dimana pada bab pertama dari hasil penelitian ini
akan membahas mengenai deskripsi wilayah yang akan dilakukan
penelitian.
Kemudian bagian bab kedua dari hasil penelitian yakni membahas
mengenai asal usul suku Rejang, dan bagian bab yang ketiga dari hasil
penelitian yakni membahas mengenai masuknya Islam di Rejang
25
Badri Yatim, “Historiografi Islam” (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), 1. 26
Abdurrahman, Metode Penelitian, 69.
28
Lebong, serta perkembangannya. Ketiga, bagian kesimpulan ini
berisikan mengenai lampiran generalisasi dari yang telah diuraikan
dalam bab sebelumnya. Simpulan merupakan jawaban-jawaban atas
permasalahan yang telah dirumuskan dibagian pengantar, yang harus
kita ingat bahwa kesimpulan bukanlah ringkasan dari uraian-uraian
terdahulu, melainkan intisari dari hasil penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah suatu susunan atau urutan dari
pembahasan agar memudahkan persoalan-persoalan yang akan dibahsas,
dalam penulisan skripsi ini, berikut sistematika penulisan yang akan
penulis bahas dalam empat bab secara sistematis yaitu sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, meliputi pembahasan tentang: Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian,
Kegunaan Penelitian, Kajian Terhadap Penelitian Terdahulu,
Landasan Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.
BAB II : Pada bab ini penulis akan membahas mengenai deskripsi wilayah
(Letak geografis, Penduduk Rejang Lebong, Agama di Rejang
Lebong).
BAB III : Bab ini akan membahas mengenai sejarah suku bangsa Rejang
(Asal usul suku Rejang, sejarah Rejang moderen, lokasih
kediaman suku bangsa Rejang).
29
BAB IV : pembahasan mengenai masuk dan berkembangnya Islam di
Rejang Lebong abad ke XX M (masuknya Islam di Rejang
Lebong, perkembangan Islam di Rejang Lebong).
BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan
Saran.
30
BAB II
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Letak Geografi Kabupaten Rejang Lebong
Kabupaten Rejang Lebong dengan terletak pada posisi 102°19'-102°57’'
Bujur Timur dan 2°22'07''- 3°31' Lintang Selatan. Batas-batas
administratif kabupaten Rejang Lebong yakni :27
Tabel 1.2
Batas-batas Kabupaten Rejang Lebong
No. Batas Wilayah
1. Utara Kabupaten Lebong
2. Selatan Kabupaten Kepahiyang
3. Timur Kabupaten Musi Rawas
4. Barat Kabupaten Bengkulu Utara
Sebelah utara dengan air Sebelat dan gunung Sebelat, sebelah
Selatan dengan bukit Rindu dihutan, sebelah Timur dengan Bukit Barisan,
sebelah Barat dengan Samudera Indonesia
27
Feri Murtiningrum, “Analisis Daya Saing Usaha Tani Kopi di Kabupaten Rejang Lebong”,
(Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu, 2013). 45
31
Ibu kota kabupaten Rejang Lebong terletak di Kota Curup. Jarak kota
Curup dari beberapa kota disekitarnya yakni :
Tabel 1.3
Jarak kota Curup dari beberapa kota sekitarnya
No. Kota Jarak
1. Kepahiyang 25 km
2. Bengkulu 85 km
3. Lubuk Linggau 55 km
4. Palembang 484 km
5. Tanjung Karang 774 km
6. Padang 890 km
7. Jambi 702 km
Setelah daerah Rejang Lebong bebas dari tekanan-tekana dari bangsa-
bangsa yang ingin menduduknya, pada tahun 1950 an wilayah Rejang
Lebong sudah mulai membenahi sistem pemerintahan pusat untuk
pemekaran wilayah, alhasil tahun 2004 pengajuan itu dapat di terima oleh
pihak pemerintah pusat. Setelah dipertimbangkan dari berbagai aspek
maka terbentuklah pemekaran wilayah Kepahiyang dan Lebong tersebut
32
sehingga keduanya menjadi kabupaten baru dari provinsi Bengkulu.
Kabupaten Rejang Lebong setelah pemekaran menurut peraturan daerah
kabupaten Rejang Lebong nomor 8 tahun 2003, kabupaten ini memiliki
luas wilayah 359 hektar atau sekitar 0,24%, ibu kotanya yakni Curup.
Kabupaten Rejang Lebong ini terletak di lereng pegunungan Bukit Barisan
dan berjaka.
B. Penduduk Rejang Lebong
Mayoritas penduduk kabupaten Rejang Lebong merupakan suku Rejang
yang jumlahnya mencapai 43%, disusul suku Jawa yang merupakan
pendatang dengan jumlah sekitar 53,2%, suku pribumi selain suku Rejang
adalah suku Lembak. Walaupun dominasi penduduk Rejang Lebong
merupakan suku Rejang dan suku Jawa, penduuduk di Rejang Lebong
sangtlah majemuk baik dari kesukuan, ras maupun keagamaan.28
Tabel 1.4
Mayoritas Penduduk Rejang Lebong
No. Suku Jumlah
1. Suku Rejang 43 %
2. Suku Jawa 53,2%
28
Katalog BPS: 1101002. 1704030, Statistic Daerah Rejang Lebong 2017, (Rejang Lebong, 2017),
33
Sejak zaman Belanda tepatnya pada tahun 1904, provinsi Bengkulu dibuka
bagi daerah transmigrasi suku-suku yang ada, dan telah menetapkan secara
turun-temurun di Rejang Lebong yaitu :
1. Kaur, suku kaur datang dari sudut Tenggara provinsi Bengkulu. Suku
Kaur datang ke Rejang Lebong untuk mengadu nasib.
2. Musi, suku Musi yang datang dari Sumatera Selatan kebanyakan
datang atas kemauan menuntut ilmu dan belajar.
3. Palembang, orang Palembang dikota Curup sudah sangat banyak dari
mereka bersama suku Jawa sudah menjadi kaum pendatang terbesar di
Rejang Lebong.
4. Madura, suku Madura datang atas alasan keinginan kuat untuk bertani
dan berdagang.
5. Sunda, suku Sunda banyak mendiami perkotaan dan wilayah
transmigrasi Talang Benih.
6. Serawai, suku Serawai banyak menjadi petani di daratan tinggi dan
pedalaman. Suku Serwai datang dari bagian lain di selatan provinsi
Bengkulu.
7. Basemah, suku Basemah adalah penduduk asli provinsi Sumatera
Selatan. Saat ini, suku Basemah kabanyakan berdiam di Curup
Tengah.29
29
Resman Toni, “Perlawanan Rakyat Terhadap...,39.
34
8. Melayu, suku Melayu di Rejang Lebong berasal dari keturunan yang
berbeda-beda. Ada yang berasal dari Bangka, Deli, Kepri, Riau, Jambi
bahkan Pontianak, Malaysia, dan Sambas.
9. Minang, suku Minang mayoritas berdagang dan hidup di daerah
perkotaan.
10. Ambon, ada beberapa keluarga Ambon yang tinggal di Rejang Lebong
atas dasar tugas sebagai misionaris ke pedalam.
11. Batak, suku Batak yang ada saat ini sudah cukup banyak populasinya
di Rejang Lebong dan telah bermukim tiga atau dua generasi. Banyak
orang Batak yang menikah dengan masyarakat suku Rejang dan suku
Lembak. Suku Batak banyak bermukim di daerah pedalam di
kabupaten Rejang Lebong.
12. Lampung, suku Lampung datang kebanyakan sebagai pengusaha.
13. Keturunan India, banyak mendiami perkotaan dan wilayah kampung
Jawa, Curup. Kebanyakan orang-orang India disini adalah orang-orang
generasi ke lima atau keempat, dan orang-oarang India yangf ada di
Curup memeluk agama Islam Sunni.30
14. Tionghoa, pada umumnya orang-orang Tionghia di Rejang Lebong
berprofesi di bidang perdagangan dan berdiam di wilayah Pasar
Tengah, Curup. Kebanyakan dari mereka beragama katolik, protestan
dan budha.
30
Resman Toni, “Perlawanan Rakyat Terhadap...,40.
35
15. Minahasa, sama halnya dengan suku Ambon, orang Minahasa/Manado
datang ke Rejang Lebong atas alasan tugas sebagai misionaris ke
daerah-daerah.
16. Bali, orang Bali yang datang ke Rejang lebong tinggal di kampung-
kampung Bali, mayoritas mereka beragama Hindu, tetapi ada juga
yang beraga Islam. Pura tempat mereka beribadah berada di kecamatan
Sindang Kelingi.
17. Kerinci, suku Kerinci atau masyarakat setempat menyebutnya Kicai,
merupakan suku pendatang dari kerinci yang berada di wilayah
provinsi Jambi, umunya mereka merupakan petani, dan tak sedikit
yang sukses di pemerintahan.
18. yang sukses di pemerintahan.
C. Agama di Rejang Lebong
Mayoritas penduduk di Kabupaten Rejang Lebong beragama Islam,
kemudian agama-agama lain seperti Kristen, Protestan, Katolik, Buddha,
dan Hindu.
Tabel. 1.5
Agama masyarakat Rejang Lebong
No. Agama Jumlah Orang
1. Islam 27.890
2. Katolik 316
36
3. Protestan 308
4. Hindu 25
5. Buddha 325
Sumber: Dokumentasi Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong31
Ada pun jumlah peribadatan yang berada di Rejang Lebong yaitu:
Tabel 1.6
Pribadatan di Rejang Lebong
No. Tempat Pribadatan Jumlah
1. Masjid 1096
2. Gereja Protestan 12
3. Gereja Katholik 3
4. Vihara 2
5. Pura Tahap pembangunan
6. Klenteng Baru di Bangun di Mojorejo
31
Katalog BPS: 1101002. 1704030, Statistic Daerah Rejang Lebong 2017, (Rejang
Lebong, 2017), 61.
37
Selain tempat-tempat pribadatan di atas, di daerah Rejang Lebong
juga terdapat Sinagoga (tempat peribadatan orang Yahudi) di sidang jati.
Dari data di atas dapat kita lihat, letak geografisnya daerah Rejang Lebong
di kelilingi oleh perbukitan. Kemudian, masuknya Islam ke Rejang
Lebong yang di pengaruhi oleh Kesultanan Palembang dan Pagar Uyung,
dapat dilihat dari letak geografisnya yang di mana Rejang Lebong
berdekatan dengan daerah Palembang. Serta, dimana pada era kolonial
daerah Rejang Lebong di gunakan tempat persinggahan para kolonial
untuk beristirahat setelah mengambil emas di tambah emas Lebong,
sebelum mereka kembali ke daerah Linggau menuju Palembang. Dari
dibukaknya daerah ini Islam mulai berkembang dengan Pesat di daerah
Rejang Lebong.
Kemudian, banyaknya imigran yang datang ke Rejang Lebong
juga menjadi faktor berkembangnya Islam di Rejang Lebong. Namun,
tidak hanya penduduk imigran yang datang ke Rejang Lebong memeluk
agama Islam, tetapi juga penduduk imigran yang datang ke Rejang Lebong
menganut agama lain seperti Hindu, Buddha, dan Kristen. Akan tetapi
mayoritas penduduk Rejang Lebong memeluk agama Islam.
38
BAB III
SEJARAH SUKU BANGSA REJANG
A. Asal – Usul Suku Rejang ( Rejang Purba )
Di Sumatera tepatnya di Bengkulu, mempunyai berbagai macam
suku yang mendiami provinsi tersebut seperti, suku Mukomuko, suku
Rejang, suku Pekal, suku Serawai, suku Basemah, suku Kaur, dan suku-
suku pribumi Enggano. Namun dari berbagai macam suku yang mendiami
Provinsi Bengkulu, suku Rejang mempunyai populasi penduduk yang
paling banyak di Bengkulu. Hampir sebagian Provinsi Bengkulu di
dominasi oleh masyarakat suku Rejang, seperti wilayah Kabupaten Rejang
Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten
Bengkulu Utara, dan Kabupaten Lebong.32
Masyarakat suku Rejang merupakan masyarakat yang mendiami
Bengkulu sejak zaman dahulu. Suku Rejang adalah sekelompok orang
yang bermula dan menetap di Lebong. Nama Rejang konon berasal dari
kata Merejang yang artinya berjalan tanpa arah dan tujuan.33
Adapun asal
usul suku Rejang sendiri dikaitkan dengan riwayat empat biku (biksu) dari
kerajaan Majapahit.34
Akan tetapi untuk menelusuri jejak asal-usul suku
Rejang kita harus menengok kembali sejarah kedatangan nenek moyang
bangsa Indonesia.
32
Tim Penyusun, “Peradaban Di Pantai Barat Sumatera, Perkembangan Hunian Dan Budaya
Bengkulu”, ( Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013 ), 23. 33
Mabur Syah, “Adat Perkawinan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam”, (Banten : Patju Kreasi,
2016), 9. 34
Agus Setiyanto, “Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX Peran Elite Politik
Tradisional Dan Elit Agama”, (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2015), 68.
39
Ada beberapa penelitian yang dilakukan tentang suku Rejang yakni:
1. Jhon Marden, seorang sarjana Inggris pada tahun 1779 M yang
menulis buku The History of Sumatera.
2. M. Husain yang merupakan putra asli Rejang dari anak pangeran kota
Donok Lebong pada tahun 1960-1966 M yang menjabat sebagai
gubernur Sumatera Selatan. Catatan-catatan kajiannya dituangkan ke
dalam suatu naskah pada 1932 dengan judul “Tembo dan Adat Rejang
Tiang IV”, yang beliau simpan sendiri dan tidak diterbitkan.
3. Dr. Hazairin Putra Bengkulu pada tahun 1932 dalam rangka
penyusunan disertasinya yang berjudul Drejang yang kemudian
dibukukan oleh M.A Yespans yang merupakan sarjana Australia yang
mengadakan penelitian pada tahun 1961-1963.
Namun dari beberapa penelitian tersebut tidak ada satupun yang
menyimpulkan asal muasal dari mana nenek moyang suku Rejang. Akan
tetapi secara umum suku Rejang berasal dari Hindia Belakang, karena
berdasarkan kepada teori tentang asal usul bangsa Indonesia yakni para
manusia perahu dari Hindia Belakang yang mencari daerah baru kepulauan
Nusantara. Pada abad ke 2 M yang berlayar dari pantai Barat Sumatera
dan mereka menduduki sungai Ketahun kemudian menetap di Lebong
(Rena Seklawi/Pinang Belapis).35
Lebih spesifik Richard McGinn peneliti bahasa Rejang dari jurusan
linguistik Universitas Ohio dalam bukunya yang terbit tahun 2006
35
Ekorusyono, “Kebudayaan Rejang”, (Yogyakarta : Buku Litera, 2013), 14.
40
mengemukakan hipotesisnya tentang asal usul bangsa Rejang berasal dari
India belakang bermigrasi melalui rute yaitu : mengarungi laut China
Selatan singgah di pulau kalimantan terus ke pulau Bangka Belitung
mendarat di pulau Sumatera tepatnya muara sungai Musi kemudian
memudiki dan menyimpang ke kanan melalui sungai Rawas sampai ke
hulu gunung yang di kenal daerah Tapus sekarang ini.
Pendapat ini didukung adanya bukti bukti bahwa ada 7 desa dalam
kecamatan Bermani Ulu Rawas yang berpenduduk Rejang dan kecamatan
tersebut masuk kabupaten Musi Rawas. Adapun ketujuh desa tersebut
adalah desa Kuto Tanjung, desa Napal Licin, desa Sosokan, kelurahan
Muara Kolam (sebagai ibu kota kecamatan), desa Sendawar, desa Karang
Pinggan dan desa Muara Kuwis yang berdekatan dengan desa Embong
Utara kecamatan Lebong Utara kabupaten Lebong sekarang.36
Pada bulan Juli 2008, bapak A. Samid Said, mantan Ketua Badan
musyawarah Adat Kabupaten Bengkulu Utara di Arga Makmur yang
dikutip oleh Ekorusyono mengatakan bahwa orang Rejang yang pertama
datang di Bintunan bernama Rhe Hyang berasal dari Cina. Kemudian pada
bulan Agustus 2010, Dicky Darmawan Botto, S.Ag, di Bogor yang juga di
kutip oleh Ekorusyono membetulkan nama lengkap beliau, yaitu Rhe Jang
Hyang berasal dari Mongolia, mereka ada di daerah itu (Bengkulu) sejak
410 ”masa” silam, atau sekitar 4100 tahun yang lalu. Seperti kita ketahui,
manusia purba di Indonesia sudah punah pada periode 40.000 tahun silam,
36
Ekorusyono, “Kebudayaan Rejang”, 15.
41
mereka disebut Rejang purba karena pada awal kedatangan kelompok
migrasi dari bangsa Mongolia yang dipimpin oleh Rhe Jang Hyang
merejang dari utara melalui jalur barat, berakhir di pesisir Bintunan mirip
dengan kehidupan manusia purba.
Mereka hidup selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain di mana daerah yang dapat memberi mereka kehidupan, mereka
tinggal di gua-gua, atau mereka membuat serudung yang hanya beratap
daun puar untuk berteduh, dan peralatan yang sangat sederhana. Mereka
hidup dari hasil bumi yang disediakan oleh alam, dari hasil tangkapan ikan
di sungai-sungai dan dari hasil berburu hewan. Kehadiran mereka
membawa kebudayaan kapak batu persegi tiga untuk menebang pohon
(cikal-bakal kapak Beliung), kapak perimbas untuk marimbas semak
belukar dan untuk menguliti kulit binatang, kapak genggam untuk
menggali umbi dan memotong hewan, dan alat serpih digunakan sebagai
pisau.37
Setelah bertahun-tahun mereka hidup merejang di dalam hutan,
akhirnya mereka mulai hidup menetap, dan sekitar tahun 2090 SM mereka
mendirikan sebuah perkampungan yang diberi nama Kutai Nuak, di daerah
utara Napal Putih, Bengkulu Utara sekarang. Kemudian, di tengah hutan
belantara sekitar Kutai Nuak, Rhe Jang Hyang menemukan keluarga
migrasi lain dengan dua anak perempuan yang masih kecil, keadaan
mereka sangat memprihatinkan, keluarga tersebut diajak Rhe Jang Hyang
37
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang, Sejarah Adat Budaya Bahasa Dan Aksara”,
(Kabupaten Rejang Lebong, 2015), 29.
42
bergabung di Kutai Nuak. Setelah dewasa anak migrasi itu yang bernama
Rumbay diambil oleh Rhe Jang Hyang menjadi isterinya yang kedua.
Akan tetapi Kutai Nuak hanya bertahan selama 5 ”masa”, atau
selama 50 tahun saja, oleh karena persediaan makanan di daerah tersebut
sudah mulai menipis dan terdesak oleh migrasi lain, yaitu bangsa Weddoid
dan Negroid, lalu sekitar tahun 2040 SM Kutai Nuak ditinggalkan. Rhe
Jang Hyang beserta keluarganya pindah ke daerah yang lebih dalam lagi,
yaitu di daerah Pinang Belapis, suatu daerah yang luas terletak di antara
Kabupaten Lebong dengan Kabupaten Kerinci, Jambi Sekarang. Rumbay
ikut dengan Rhe Jang Hyang ke Pinang Belapis. Orang tuanya Rumbay
pindah ke arah utara (Riau). Saudara dan pengikut-pengikut Rhe Jang
Hyang yang lain ada yang Pindah ke arah timur, tinggal dan menetap di
daerah hulu Ogan, Palembang sekarang, dan ada yang meneruskan
perjalanan mereka ke arah Selatan, kemudian tinggal dan menetap di
Pegunungan di daerah Lampung, sekarang.38
Di Pinang Belapis kelompok Rhe Jang Hyang mulai lagi menata
kehidupan baru dalam sebuah perkampungan di dalam pigai yang disebut
Kutai Pinang Belapis, namun mereka masih merupakan kelompok
masyarakat ”komunal”, dalam arti, setiap anggota belum mempunyai hak
milik perorangan, semua yang ada masih merupakan milik bersama,
bersama pula mereka mengecap keberhasilan dalam berusaha dan bersama
pula mereka menanggung resiko dalam berusaha.
38
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 30.
43
Pigai adalah batas aman yang mengelilingi kampung yang terbuat dari
parit dengan kedalaman 2.5 meter dan lebar 2.5 meter untuk memberi rasa
aman dari gangguan binatang buas, dan aman dari musuh yang datang dari
luar. Setelah Rhe Jang Hyang meninggal dunia dalam usia 120 tahun,
beliau diganti oleh I Daey Lian cucu Rhe Jang Hyang dari keturunan isteri
pertama bernama Nie Liean, I Daey Lian memimpin Kutai Pinang Belapis
selama 67 tahun, beliau meninggal dunia dalam usia 121 tahun.
Perkembangan selanjutnya, Kutai Pinang Belapis sudah banyak
kemajuan, perkampungan di dalam pigai terus bertambah, mereka telah
mampu menyusun perangkat kutai/desa tahap awal untuk mengatur
kehidupan bersama, mereka tidak lagi hidup sebagai manusia pemburu-
peramu, mereka sudah mulai berkebun, menanam ubi-ubian, talas dan
gayong, mereka juga sudah berternak hewan, berkolam ikan, dan mereka
juga sudah mampu menyusun organisasi kutai/desa untuk mengatur
kehidupan mereka bersama. Peraturan dan adat disampaikan secara lisan
karena belum ada aksara atau tulisan.39
Pada masa kepemimpinan Suto Da Eng, keturunan Rhe Jang
Hyang dan Rumbay yang diperkirakan generasi ke-7, di Kutai Pinang
Belapis terjadi perselisihan pendapat tentang kepemimpinan Suto Da Eng.
Suto Da Eng diangkat menjadi ketua pada usia yang masih muda. Sejak
kepemimpinan Suto Da Eng di Kutai Pinang Belapis sering terjadi huru-
hara, karena banyak kebijakan Suto Da Eng dianggap terlalu keras. Suto
39
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 31.
44
Da Eng juga merubah pola kepemimpinan yang lama, yaitu masyarakat
Pinang Belapis harus hidup mandiri, tidak lagi tergantung dan
mengandalkan hidup dari hasil kelompok. Masyarakat Pinang Belapis
harus bekerja dan berusaha sendiri. Dengan banyaknya terjadi huru-hara,
dan ditambah dengan kebijakan yang dianggap keras, Suto Da Eng tidak
disukai oleh masyarakat Pinang Belapis dan diminta untuk mengundurkan
diri. Suto Da Eng memimpin Kutai Pinang Belapis selama 20 tahun.40
Masa kepemimpinan selama 20 tahun itu dianggap terlalu singkat
oleh Suto Da Eng, dan Suto Da Eng tidak dapat menerima perlakuan
masyarakat Pinang Belapis. Suto Da Eng menjadi seorang pemberontak
dan pemarah, dan akhirnya sekitar tahun 1830 SM Suto Da Eng dan
keluarga beserta 7 keluarga sanak saudaranya yang setia pergi
meninggalkan Pinang Belapis dengan tujuan Borneo, Pulau Kalimantan
sekarang. Menurut Asmawi Zainal, orang Rejang yang pindah ke Pulau
Kalimantan itu di tengah laut perahu layar mereka terpisah karena
gelombang laut, satu kelompok menyusuri laut pantai Kalimantan Barat ke
arah utara dan kelompok yang lain menyusuri laut pantai Kalimantan
Barat ke arah timur, dan terdampar di ujung selatan Pulau Sulawasi.
Menurut Dicky Darmawan Botto, orang-orang Rejang yang pindah
ke Pulau Kalimantan itu dipimpin oleh Suto Da Eng, mereka menyusuri
laut pantai Kalimantan Barat ke arah utara, kemudian di muara sungai
(Sungai Rejang) mereka berpisah. Suto Da Eng meneruskan perjalanannya
40
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 31.
45
menyusuri laut pantai dan kelompok yang lain menyusuri sungai ke arah
hulu. Mereka-mereka inilah keturunan Rejang yang berkembang di
Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Kalimanta Barat, yaitu di daerah
Sungai Rejang, Sungai Bukar dan Sungai Sadong, dan Suto Da Eng lah
yang memberi nama sebuah sungai yang membelah pulau Kalimantan itu
dengan nama sungai "Rejang" sebagai tanda hormat beliau kepada leluhur
Rhe Jang Hyang.41
Kemudian, Suto Da Eng beserta keluarga dan pengikutnya yang
masih bersamanya meneruskan pengembaraan dengan perahu layar
mereka menyusuri laut pantai Kalimantan Utara ke arah timur, lalu
menyusuri laut pantai Sulawesi ke arah selatan hingga sampai di ujung
Pulau Sulawesi, dan keturunan Suto Da Eng berkembang di daerah
Sulawesi Selatan. Suto Da Eng meninggal dunia dalam usia 123 tahun, di
Sulawesi Selatan. Dengan mundurnya Suto Da Eng sebagai ketua di Kutai
Pinang Belapis, maka ditunjuklah Jun Jung Bumay, keturunan dari I Daey
Lian sebagai ketua yang baru.
Di bawah kepemimpinan Jun Jung Bumay masyarakat Pinang
Belapis lebih teratur dan sejahtera, namun Jun Jung Bumay tetap
melanjutkan kebijakan Suto Da Eng, yaitu masyarakat Pinang Belapis
harus hidup mandiri. Meskipun masyarakat Pinang Belapis mengecam
kebijakan Suto Da Eng ketika itu namun, mereka harus ikut dan tunduk
kepada pemimpin mereka yang baru. Jun Jung Bumay memimpin Pinang
41
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 32.
46
Belapis selama 70 tahun, dan beliau meninggal dunia dalam usia 110
tahun.
Masyarakat Rejang purba baik di Kutai Nuak maupun di Kutai
Pinang Belapis mereka tinggal di perkampungan di dalam pigai. Rumah
komunal Rejang purba berbentuk bundar (dome), bahan dari kayu bulat,
atap dari daun ilalang, jumlah rumah setiap kampung berjumlah 30-40
buah, semua rumah menghadap ke tengah halaman (latet), dan masing-
masing rumah diberi pagar dari bambu atau kayu. Apa bila penduduk
dalam satu kampung sudah melebihi kapasitas pigai, maka salah satu dari
keluarga mereka akan ke luar dan membangun perkampungan dalam pigai
yang baru.42
Di tengah-tengah halaman (latet) dibangun psiban yang berfungsi
sebagai tempat/ruang tunggu tamu yang ingin bertemu dengan ketua/ raja,
setiap tamu yang datang diterima di psiban dan disuguhi serawo kelapa
muda, tamu yang menemui ketua/raja masuk ke dalam rumah dan disuguhi
iben pena'ok (sirih penyapa). Begitu pula kalau ada tamu yang datang
dalam hal adat, sang ketua/raja (Rhe Jang Hyang) memakai ikat kepala
yang terbuat dari kulit kayu dan disisipkan tiga helai bulu burung.
Ketua/raja didampingi oleh hulubalang yang lengkap dengan tombak dan
perisai di tangan. Kalau disimak dari keterangan di atas, berarti adat
menyuguh tamu dengan serawo kelapa muda dan iben pena'ok sudah
dipakai sebagai adat oleh mereka sejak di Kutai Pinang Belapis, dengan
42
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 33.
47
demikian, dapat disimpulkan bahwa adat menyuguh serawo kelapa muda
dan adat menyuguh iben pena’ok adalah merupakan adat tertua suku
bangsa Rejang.
Masa pra aksara suku Rejang berakhir diperkirakan pada era tahun
400 SM dengan masuk Deutro Melayu dari Asia Barat (Timur Tengah dan
India Utara). Kedatangan Deutro Melayu (Melayu Muda) pada era tahun
500 SM membawa kebudayaan besi dan logam, seperti kapak corong,
kapak sepatu, perhiasan (emas-perak) dan aksara. Kehadiran Deutro
Melayu ini membawa banyak pengaruh dan perubahan pada kehidupan
suku Rejang.43
Dengan berjalannya waktu, Kutai Pinang Belapis terus
berkembang, perkampungan di dalam pigai terus bertambah dan
penduduknya pun semakin banyak, mereka sudah dapat mengelola batu-
batu emas, dan mereka telah melakukan kegiatan perdagangan (barter).
Kehidupan mereka sudah lebih baik, lebih teratur dan lebih sejahtera.
Kemudian, Kutai Pinang Belapis berkembang menjadi sebuah kerajaan
yang disebut Kerajaan Pinang Belapis dengan raja pertamanya bergelar
Bejunjung Bumay Betudung Lenget. Sebagai syarat terbentuknya sebuah
kerajaan, mereka mengembangkan bahasa dan tulisan sendiri, yaitu bahasa
Rejang dan aksara Rejang yang disebut Ka Ga Nga, nama yang
dipopulerkan oleh Prof. Jaspan pada tahun 1964.
Banyak orang berpendapat bahwa aksara Rejang atau Tulisan Ulu
43
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 34.
48
adalah merupakan maha karya hasil ciptaan leluhur suku Rejang sendiri.
Tetapi kalau menurut para ahli, aksara Rejang merupakan turunan dari
aksara Pallawa yang berkembang di wilayah India Selatan pada era abad
ke-3 SM, ada juga yang berpendapat bahwa aksara Rejang turunan dari
aksara Kawi yang berkembang di wilayah Nusantara pada abad ke-8
masehi. Kalaupun aksara Rejang merupakan aksara dari hasil turunan
aksara lain, tentu bukan dari aksara Pallawa ataupun aksara Kawi, karena
kalau dilihat dari bentuk sudut dan gerak-alurnya ada kemungkinan aksara
Rejang hasil turunan dan perkembangan dari aksara Brahmi yang
berkembang di India Utara pada era abad ke-6 SM, hanya saja aksara
Brahmi ditulis dari kanan ke kiri, dan aksara Rejang ditulis dari kiri ke
kanan dan terbalik bila dibandingkan dengan aksara Brahmi.44
Selanjutnya, Kerajaan Pinang Belapis terus berkembang, anak-
cucu keturunan Rhe Jang Hyang disebut orang-orangnya ”Jang" atau tun
jang sesuai dengan nama panggilan sehari-hari Rhe Jang Hyang. Setelah
mereka menetap dan mempunyai wilayah dan daerah tempat tinggal
sendiri, orang-orangnya Jang ini dan untuk seterusnya disebut: Suku
Bangsa Rejang, asal kata dari Rhe Jang (Hyang). Jadi, kata ”rejang" bukan
berasal dari kata "merejang" (berjalan tanpa tentu arah dan tujuan di dalam
hutan) seperti yang dikatakan banyak orang selama ini.
Pada masa pemerintahan raja Denay Kaey Lian, gelar: Ratu Agung
(338-410 M) merupakan masa keruntuhan Kerajaan Pinang Belapis,
44
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 35.
49
karena setelah meninggalnya Ratu Agung (dalam usia 97 tahun), rakyat
Pinang Belapis mengalami krisis kepemimpinan, orang yang tepat untuk
menggantikan Ratu Agung tidak ada. Ratu Agung tidak mempunyai
keturunan langsung yang jelas. Raja yang baru harus dipilih dan
ditentukan oleh rakyat Pinang Belapis sendiri. Oleh karena banyaknya
orang yang ingin menjadi raja di Pinang Belapis, maka terjadilah
perselisihan pendapat dan perebutan kekuasaan, perang Saudara pun tak
terelakan.45
Mungkin inilah yang disebut oleh Salim Senawar, Tapus sebagai
zaman medura klam atau zaman kegelapan. Orang-orang di Pinang
Belapis "gelap mata" akan kekuasaan, kala itu mereka tidak lagi memiliki
norma, dan berbagai bentuk kebobrokan moral lainnya, lebih-lebih lagi
mereka percaya kepada khurafat. Mereka tidak peduli lagi dengan kata
”persaudaraan" sehingga terjadi kekacauan, perang saudara pun tak
terelakan, Kerajaan Pinang Belapis hancur tak berbekas.
Meskipun telah tercetus kata ”swarang patang stumang " waktu
itu, namun niat mereka yang tersisa untuk berpisah dan meninggalkan
Pinang Belapis adalah merupakan jalan yang harus mereka tempuh. Selain
mereka melihat kondisi perkampungan mereka yang hacur, sanak keluarga
yang ikut menjadi korban, termasuk anak-anak, dan rasa dendam sesama
yang saling menyalahkan di antara mereka. Rasanya sulit bagi mereka
untuk tinggal di Pinang Belapis lagi, dan akhirnya sisa-sisa orang Rejang
45
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 35.
50
itu meninggalkan Pinang Belapis dan mencari tempat baru untuk dibangun
perkampungan baru dengan kelompok mereka masing-masing.
Di antara mereka ada yang pindah ke hulu Sungai Salai, yaitu di
dusun Skandau wilayah Tubei sekarang, ada yang pindah ke hulu Sungai
Ketahun, yaitu di dusun Tapus sekarang, ada yang pindah ke hulu Sungai
Ameun, yaitu di Kutai Belek Tebo, di balik tebo Tepuk wilayah Lebong
Tengah sekarang, ada yang pindah ke hulu Sungai Musi, yaitu di Batu
Lebar, Anggung, di daerah Cawang sekarang. Ada yang pindah ke hulu
Sungai Rawas, yaitu di daerah Muara Kulam sekarang, ada yang pindah ke
hulu Sungai Samben yaitu di Bintunan, Bengkulu Utara sekarang, dan ada
yang pindah ke hulu Sungai Serut, yaitu Bengkulu sekarang.46
Di tempat-
tempat baru ini mereka mulai lagi hidup berkelompok dan membangun
perkampungan di dalam pigai, bentuk rumah mereka tidak lagi bundar,
tetapi rumah panggung membentuk empat sudut.” Masa-masa ini
merupakan awal penyebaran suku Rejang di luar Renah Skalawi, peristiwa
ini terjadi 1600 tahun yang lalu atau pada tahun 410 M.
Pengalaman pahit itu membuat traumatik bagi orang Rejang, hal
itu membentuk karakter orang Rejang yang keras namun melankolis, hal
ini dapat dilihat dari lagu-lagu daerah mereka yang sedih dan mendayu-
dayu. Orang “Rejang tidak suka dengan keributan, tetapi jangan “dimulai”
biasanya mereka minta ”penyelesai". Orang Rejang tidak mudah percaya
kepada orang lain, termasuk sesama orang Rejang itu sendiri.
46
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 36.
51
Penderitaan suku bangsa Rejang belum berhenti sampai di situ, pada tahun
1110 dusun Skandau dilanda paceklik. Dusun Skandau yang subur
makmur mendadak gersang dan tandus, apa saja yang ditanam tidak bisa
menuwai hasil, selalu gagal panen dan tentunya terjadi paceklik
berkepanjangan, akhirnya satu persatu penduduk Skandau pindah ke
tempat-tempat lain dan membangun perkampungan baru. Mereka pindah
dan membangun perkampungan baru seperti di dusun Pelabai, Suka
Datang, Taba Atas, Atas Tebing, Kutai Balau Seteun, Bandar Agung,
Pagar Agung, Kutai Tik Lako (Semelako), dan sedangkan keluarga ketua
Skandau pindah ke dusun Pelabai dan Suka Datang. Di tempat-tempat
baru itu mereka membuat lagi perkampungan baru di dalam pigai, tetapi
pigai tidak selalu berbentuk parit, ada pigai dari tanaman bambu, atau
perkampungan yang sengaja di bangun di atas perbukitan datar sehingga
mendapat pigai tebing yang curam.47
B. Sejarah Rejang Moderen ( Era Kepemimpinan Para Ajai )
Orang-orang suku Rejang hidup di pedalaman di hulu-hulu sungai
mulai mengenal sistem pengetahuan, teknologi, dan religi dengan hadirnya
orang pendatang. Orang-orang pendatang yang membawa perubahan pada
pola kehidupan suku bangsa Rejang dan kemudian menjadi pemimpin
(Ajai) orang-orang Rejang. Zaman Ajai di Renah Sekalawi diperkirakan
sekitar pertengahan abad ke XIV dan mulai dikenal dengan Rejang Tiang
Empat. Pada zaman Ajai ini juga suku Rejang mulai menetap di lembah
47
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 37.
52
sekitaran sungai Ketahun. Dimasa bercocok tanam ini timbul
perkampungan yang ddiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga
dan mulai diatur untuk menutupi keperluan bersama.
Menurut riwayat yang tertulis, suku bangsa Rejang berasal dari
Empat Petulai dan tiap petulai dipimpin oleh pemimpinannya yang disebut
dalam istilah Rejang “Ajai”. Perkataan Ajai berasal dari perkataan Manjai
yang berarti pimpinan suatu kumpulan manusia. Sekumpulan manusia
yang hidup bersama secara menetap itu, masih merupakan satu masyrakat
yang bersifat komunal, artinya tiap anggotanya belum mempunyai milik
perorangan, semuanya masih kepunyaan bersama dan mereka bersama
pula mengecap segala keuntungan dan menanggung segala kerugian. Ajai
itulah yang memimpin mereka dalam menunaikan semua kepentingan
bersama dalam mempertahankan diri terhadap gangguan-gangguan dari
luar, dalam menghindarikan bencana-bencana yang datang dari orang-
orang halus dan dalam menjamin berlakunya adat istiadat mereka.48
Sungguhpun demikian pentingnya kedudukan Ajai tersebut dsn memang
dihormati oleh masyarakat, tetapi ia masih tetap dianggap sebagai anggota
biasa masyarakat yang diberi tuga memimpin. Dalam zaman Ajai ini di
daerah Lebong masih bernama Renah Sekelawi atau Pinang Belapis,
Palembang masih bernama Selebar Daun dan Bengkulu masih bernama
48
Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, (Jakarta :PN Balai Pustaka, 1980), 32.
53
Limau Nipis atau Sungai Serut. Adapun para Ajai yang memimpin suku
bangsa Rejang ini terdiri dari empat orang yaitu :49
1) Ajai Bintang, memimpin sekumpulan manusia yang menetap di
Pelabai Lebong (Marga Juru Kalang).
2) Ajai Begelan Mato, memimpin sekumpulan manusia yang
menetap di Kutei Belek Tebo Lebong, (Marga Suku VIII
Sekarang).
3) Ajai Siang, memimpin sekumpulan manusia yang menetap di
dusun Selang Lakat Lebong (Marga Juru Kalang).
4) Ajai Keteko, memimpin sekumpulan manusia yang menetap di
dusun Bandar Agung Lebong ( Marga Suku IX sekarang).
Dibawah pemerintahan para Ajai ini, mulailah suku bangsa Rejang
menciptakan peraturan-peraturan dan berbagai adat istiadat serta
kebudayaan sendiri. Kemudian dimasa ini datanglah empat orang Biku
berasal dari kerajaan Mojopahit kedaerah ini, sebagaimana diutarakan
Abdullah Sidik, Dalam masa pimpinan Ajai ini lah datang ke Renah
Sekolawi empat orang abang beradik dari Mojopahit, yaitu empat putera
Ratu Kencana Unggut yang melarikan diri ke Palembang dan terus ke
Renah Sekalawi. Keempat mereka itu adalah :
1. Biku Sepanjang Jiwo
2. Biku Bembo
3. Biku Bejinggo dan
49
Darnasah Gunib, “Pandangan Islam Tentang Tari Kejei”, (Fakultas Syaria’ah, IAIN Jami’ah
Raden Fatah, Bengkulu, 1984), 9.
54
4. Biku Bernama
Kebijakan dan pengetahuan yang tinggi dari para Biku ini berhasil
membina masyarakat Rejang kepada kehidupan yang lebih baik,
karenanya mereka diangkat sebagai pemimpin. Selanjutnya tatkala para
Ajai merasa sudah waktunya mengundurkan diri dari kepemimpinan suku
bangsa Rejang maka dengan resmi mereka menyerahkan jabatan tersebut
kepada para Biku dimaksud. Biku Sepanjang Jiwo mengganti Ajai Bintang
di Palabai, Biku Bembo mengganti Ajai Siang dan berkedudukan di Suka
Negeri dekat Tapus (Ulu sungai Ketahun) Biku Bejenggo berkedudukan di
Batu Lebar dekat Anggung Rejang di Kesambe dan Biku Bermano
berkedudukan di Kutei Rukam dekat Tes sekarang.50
Masing-masing Biku menata kehidupan masyarakat dibawah
kepemimpinan mereka dalam kesatuan pemerintahan yang bersifat
kekeluargaan, sehingga masing-masing kelompok untuk selanjutnya
terikat pada identitas kelompok masing-masing dan mematuhi peraturan-
peraturan yang berlaku dalam kelompok masing-masing. Kelompok
masyarakat tersebut mereka namakan dengan “Petulai” dengan demikian
suku bangsa Rejang memiliki 4 Petulai, sehingga sering disebut dengan
“Jang Pat Petulai” (Rejang Empat Petulai).
Adapun nama dari petulai-petulai tersebut adalah Tubei, Bermani,
Juru Kalang dan Selupu (Rejang Selupen). Petulai Biku Sepanjang Jiwo
diberi nama Tubei, asal kata ini dari bahasa Rejang „berubeui-ubei‟ yang
50
Darnasah Gunib, “Pandangan Islam..., 10.
55
berarti berduyun-duyun. Petulai Bermano diberi nama Bermani, asal kata
dari bahasa Rejang „beram manis‟ yang berarti tapai manis, Biku Bembo
diberi nama Juru Kalang, asal kata ini dari bahasa Rejang “Kalang” yang
berarti Galang. Petulai Bejenggo diberi nama Selupuei asal kata ini dari
bahasa Rejang “Berupei-upei” yang berarti bertumpuk-tumpuk. Lama-
kelamaan masing-masing petulai berkembang semakin besar sehingga
wilayah kediaman mereka tidak lagi hanya di daerah asalnya, tetapi
semakin jauh keluar, ada yang berdiam di daerah pesisir pantai, ada pula
yang ke daerah Musi Ulu Rawas dan ada pula yang ke Lintang IV
Lawang.
C. Lokasih Kediaman Suku Bangsa Rejang
Adapun lokasih kediaman suku bangsa Rejang Sebagaimana telah
diutarakan sebelum ini, meliputi beberapa kabupaten di provinsi Bengkulu
dan provinsi Sumatera Selatan.51
Hal ini sesuai dengan pendapat Dr.
Abdullah Sidik dalam bukunya Hukum Adat Rejang yang dimana ia
mengatakan, dari tempat asal Lebong, suku bangsa Rejang tersebut
melalui sungai Musi, air Kelingi, air Lakitan dan air Rupit, bertebaran
memasuki wilayah propinsi Sumatera Selatan yang sekarang, sehingga
dewasa ini kita dapati mereka mendiami kabupaten Musi Ulu Rawas dan
Lahat. Namun demikian dimana sekarang ini masyarakat Rejang diluar
propinsi Bengkulu sudah jarang menyebutkan dirinya sebagai orang
Rejang, karena mereka lebih menonjolkan identitas wilayah kediamannya
51
Darnasah Gunib, “Pandangan Islam...., 11.
56
sekarang, seperti orang Lintang IV Lawang, orang Rawas dan lainnya.
Karenanya yang masih menamakn dirinya orang Rejang adalah yang
mendiami wilayah-wilayah kecamatan Lebong Utara, Lebong Selatan,
Curup, Kepahyang di kabupaten Rejang Lebong, dan kecamatan-
kecamatan Taba Penanjung (sebagian), Talang Empat (sebagian), Lais,
Kerkap, Arga Makmur, Sebelat, Pondok Kelapa (sebagian), kabupaten
Bengkulu Utara, semuanya dalam daerah propinsi Bengkulu.
Secara terperinci suku bangsa Rejang menurut sensus penduduk
Republik Indonesia tahun 1961, berdiam di marga-marga yakni:52
1. Marga Suku XI (di wilayah Lebong), kepala Marganya berkedudukan
di dusun Muara Aman.
2. Marga Suku VII (di wilayah Lebong), kepala Marganya berkedudukan
di dusun Talng Leak.
3. Marga Bermani-Juru Kalang (di wilayah Lebong), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Rombo Pengadang.
4. Marga Selupu Lebong (di wilayah Lebong), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Taba Baru.
5. Marga Bermani Ulu (di wilayah Rejang), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Sawah.
6. Marga Selupu Rejang (di wilayah Rejang), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Kesambe.
52
Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 20.
57
7. Marga Merigi (di wilayah Rejang), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Daspeta.
8. Marga Bermani Ilir (di wilayah Rejang), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Keban Agung.
9. Marga Sindang Beliti (di wilayah Rejang), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Lubuk Belimbing.
10. Marga Suku Tengah Kepungut (di wilayah Rejang), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Lubuk Mupo.
11. Marga Selupu Baru (di wilayah Pesisir), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Taba Penanjung.
12. Marga Selupu Lama (di wilayah Pesisir), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Karang Tinggi.53
13. Marga Merigi Kelindang (di wilayah Pesisir), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Jambu.
14. Marga Juru Kalang (di wilayah Pesisir), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Pagar Jati.
15. Marga Bang Haji (di wilayah Pesisir), kepala Marganya berkedudukan
di dusun Sekayu.
16. Marga Semitul (di wilayah Pesisir), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Pondok Kelapo.
17. Marga Bermani Sungai Hitam (di wilayah Pesisir), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Pasar Pedati.
53
Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 21.
58
18. Marga Bermani Perbo (di wilayah Lais), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Perbo.
19. Marga Bermani Palik (di wilayah Lais), kepala Marganya
berkedudukan di dusun Aur Gading
20. Marga Air Besi (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Pagar Bayu.
21. Marga Kerkap (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Kerkap.
22. Marga Lais (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di dusun
Rajo.54
23. Marga Air Padang (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Padang Kala.
24. Marga Bintunan (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Pagar Ruyung.
25. Marga Sebelat (di wilayah Lais), kepala Marganya berkedudukan di
dusun Sebelat.
Seterusnya ada kelompok orang-orang Rejang yang berdiam di pasar-pasar
Lais dan Ketahun dan di marga Protatin XII. Semua masyarakat hukum
adat yang tersebut di atas yang berjumlah adalah 18, masuk masyarakat
hukum kabupaten Bengkulu Utara. Dari tempat asal Lebong, uku bangsa
Rejang tersebut maelalui sungai-sungai Musi, Air Kelingi, Air Lakitan dan
Air Rupit, bertebaran memasuki wilayah propinsi Sumatera Selatan yang
54
Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 22
59
sekarang, sehingga dewasa ini kita dapati mereka mendiami kabupaten-
kabupaten Musi Ulu Rawas dan Lahat.55
.
55
Abdullah Sidik, “Hukum Adat Rejang”, 22.
60
BAB IV
PERKEMBANGAN ISLAM DI REJANG LEBONG
A. Masuknya Islam di Rejang Lebong
Masunyak Islam di Rejang Lebong telah terjadi sebelum abad ke
17 yakni sebelum para biku datang ke Rejang Lebong untuk menyiarkan
agama Hindu/Buddha, masyarakat Rejang Lebong sudah sedikit demi
sedikit mengenal Islam. Karena pada saat itu masyarakat Rejang Lebong
mendapat pengaruh dari kesultanan Palembang. Akan tetapi kesultanan
Pagar Uyung juga memberikan pengaruh besar terhadap masuknya Islam
di Rejang Lebong, karena dari beberapa surat mereka menyiarkan
agama.56
Salah satu buktinya yakni, surat yang bertuliskan Arab Melayu
ditujukan kepala Mat Ali pembarap Dusun Sawah waktu itu Taba Litang
dari kerabat di Pagar Uyung sebagai Identitas diri. Mat Ali juga
merupakan orang pertama yang berangkat haji pada waktu itu di Dusun
Sawah.57
Namun, dapat diketahui bahwa proses masuk dan
berkembangannya suatu agama harus melewati beberapa proses supaya di
terima dan di kenal oleh masyarakat seperti melalui perdagangan,
pernikahan, dan melalui dakwah. Begitu pula masuk dan berkembangnya
agama Islam juga melalui proses tersebut, ada beberapa pendapat yang
56
Ahmad Faizir Sani (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten
Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB. 57
Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, ( Curup : Lembaga Studi dan
Penelitian Kebudayaan Daerah (ISPKD), 2000), 84.
61
mengatakan bahwa Islam masuk ke nusantara melalui jalur perdagangan,
pernikahan, dan dakwah. Sebelum membahas mengenai proses Islamisasi
di Rejang Lebong melalui perdagangan, kita juga harus mengetahui
terlebih dahulu bagaimana Islam masuk ke nusantara melalui jalur
perdagangan dan bisa menyebar ke daerah Sumatera khususnya daerah
Bengkulu dan sampailah ke daerah Rejang Lebong.
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Wilayah
Barat Nusantara dan sekitar Malak sejak masa kuno merupakan wilayah
yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual di
sana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting
antara Cina dan India.58
Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan
Jawa antara abad ke-1 dan ke-77 M sering disinggahi pedagang asing,
seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa
dan Geresik di Jawa).
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada
yang sampai ke Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M ( abad 1 H),
ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Baru pada
zaman-zaman berikutnya, penduduk nusantara masuk Islam, bermula dari
penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad
ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan
Palembang di Sumatera.
58
Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2017), 191.
62
Sedangkan masuknya Islam ke Bengkulu melalui jalur perdagangan, di
mana di sebutkan bahwa, masuknya Islam diklasifikasi menjadi beberapa
teori dan salah satu teori menjelaskan mengenai jalur perdagangan. Teori
yang mengetakan mengenai masuknya Islam ke Bengkulu melalui jalur
perdagangan yakni teori Aceh, yang dimana berdasarkan argumen bahwa
Islam dibawah ulama Aceh bernama Tengku Malin Muhidin tahun 1417
M ke kerajaan Sungai Serut dan melalui domisi Aceh dalam perdagangan
rempah-rempah abad ke-17.59
Sejak Malaka direbut portugis pada tahun
1511 arus perdagangan tidak lahi melalui selat Malaka – Palembang –
Surabaya, tetapi melalui pantai Barat Sumatera; Aceh – Pariaman –
Selebar dan Banten.
Sedangkan untuk masuknya Islam ke wilayah Rejang sendiri
melalui jalur perdagangan, sama hal dengan Bengkulu yang di mana
terjadi kontak perdagangan antara kerajaan sungai serut yang mayoritas
penduduknya yakni dari suku Lembak, dan kerajaan Sungai Serut yang
mayoritas penduduknya suku Rejang. Seperti yang dijelaskan di atas
bahwasannya kedua kerajaan ini melakukan kerjasama perdagangan
dengan Aceh di bagian utara dan Banten di bagian Selatan. Dari nukilan
sejarah ini dapat diperkirakan bahwa suku bangsa Rejang yang diam di
pesisir telah menganut agama Islam.60
59
Ahmad Abas Musofa, “ Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M” Jurnal Tsaqofah &
Tarikh, 1, no. 2 (Juli-Desember, 2016) : 116. 60
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang Lebong”, (Fakultas
Ushuluddin, IAIN Raden Fatah Curup, 1992), 62.
63
Menurut bapak Ahmad Faizir yang merupakan wakil ketua BMA Rejang
Lebong. Ia mengatakan bahwasanya masuknya Islam melalui jalur
perdagangan di Rejang Lebong yakni melalui perdagangan antara
kesultanan Palembang dan kesultanan pagar uyung, padang. Kesultanan
Palembang pada abad ke 17, yang dimana pangeran Muhammad
Badaruddin I telah memeluk Islam, dan pada abad ke 18 kesultanan
Palembang mengambil wilayah pengaruhnya sampai ke Rejang Lebong
yang dahulu di sebut wilayah Sumatera Selatan.61
Maka dari itu,
kesultanan Palembang berpengaruh terhadap masuknya Islam di Rejang
Lebong yang di mana di temukannya piagam undang-undang dari tembaga
dengan aksara Jawa Kuno yang berangka tahun 1729 Saka atau 1807
Masehi.
Sejarah dari kesultanan Palembang sendiri yakni yang di mana
pada saat itu terjadi pertikaian di kerajaan Demak. Pasca 1546
(pemerintahan Sultan Trenggana) antara Aria Jipang dan pangeran
Hadiwijaya dari panjang. Pertikaian tersebut menyebabkan Aria
Panangsang tewas.
Pengikut Aria Panangsang lari ke Palembang dan menemui
ayahnya yang bernama Seda Ing Lautan (Adipati Demak di Palembang).
Tiba saat pemerintahan Ki Mas Hindi, Palembang mengambil keputusan
untuk memiliki identitas sendiri dan bukan merupakan bagian dari jawa.
61
Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara :
Kabupaten Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB.
64
Penguasa Palembang, Ki Mas Hindi memekai gelar sultan dan selanjutnya
Palembang dikenal sebagai kesultanan Palembang Darussalam.
Piagam kesultanan Palembang sendiri merupakan putusan
Kanjeng Ratu Palembang (Sultan Mahmud Badaruddin II) kepada Depati
Puyuh Putih yang berisikan putusan Palembang mengenai peraturan
hutang piutang, perdagangan, hukum, pembunuhan dan tawanan yang
kabur, penemuan barang berharga dan orang-orang yang menjadi abdi
dalem. Prasasti ini berasal dari rumaha Donok yaitu rumah pangeran H.
Mat Arif yang teletak di desan Dusun Sawah, kecamatan Curup Utara,
kabupaten Rejang Lebong, provinsi Bengkulu. Namun sekarang prasasti
ini berada di umah bapak H. Ir. Ahmad Faizir M.M sebagai benda koleksi
pribadi, terletak di jalan Dokter Aka Gai No. 7 Simpang Lebong,
kelurahan jalan baru, kecamatan Curup Kota, kabupaten Rejang Lebong,
provinsi Bengkulu.
Di dalam piagam Palembang terdapat birokrasi kesultanan wilayah
Palembang dengan berbagai aturan di dalamnya. Untuk baris pertama
dalam piagam berbunyi :62
“ hingkaƞ layaƞ Piagӗm ṣakiƞ kājӗƞ sulṭan
ratu// , artinya, Inilah surat Piagӗm dari kanjeng sultan ratu. Masi pada
baris pertama piagam Palembang berbunyi: “...Kaḍawuḥ deniƞ kedipati
rabaḥ hiƞ desa raja(ng)...”, yang memiliki arti, ...Diperintahkan kepada
kedipati rabaḥ di desa reja(ng)...
Adapun aturan-aturan yang terdapat dalam piagam Palembang yakni :
62
Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang Kabupaten Rejang Lebong
Provinsi Bengkulu; Kajian Epigrafi”, (Fakultas Ilmu Bdaya, Universitas Udayana Denpasar,
2019), 74.
65
a) Pembayaran Hutang Piutang.
Hutang piutang (bagi yang terlambat membayar hutang, maka
harus membayar hutang dengan tambahan 30 %). Kemudian jika hal
ini berlangsung secara terus menerus sebanyak tiga kali, maka hutang
tersebut naik menjadi dua kali lipat dan tidak boleh naik lagi. Hal ini
tertulis dalam piagam Kesultanan Palembang pada baris ke dua dan
baris ke tiga yang berbunyi:63
...Utawi lan nana wo (ng) palembang(ng),
hutaƞ hapiutaƞ lan wo(ng) desa, muwaḥ
pada niƞ desa, yen ṭumӗkka hiƞ ṅubayane
hora nahur maṅka hiƞ ṅi” (la. 2)
“tuƞ katigaƞ walasṡan. Tutuk iƞ tiga
muṅgaḥ dadi nikӗl hora kna muṇgaḥ mani
(ng)...(la.3)
Artinya :
...Jika ada orang Palembang, hutang piutang
dengan orang desa, atau sesama orang desa,
apabila telah habis perjanjiannya tapi belum
membayar maka” (la. 2)
“dihitung tiga belas. Sampai mundur tiga
kali naik menjadi dua kali lipat tidak boleh
naik lagi... (la. 3)
b) Peraturan Mengenai Perdagangan.
63
Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 78.
66
Dikatakan dalam piagam kesultanan Palembang, baris kelima dan
keenam bahwa Sultan melarang pedagang ataupun orang desa
melakukan jual beli terhadap manusia.
...muwaḥ hora kna woƞ daga(ng) utawa” (la.5)
“wo(ng) desa, ula(h) ḍagaƞ huwoƞ hiku
laraṅan daḷm...(la.6)
Artinya :
“...dan tidak boleh pedagang atau” (la.5)
“orang desa, menjual orang itu larangan
sultan...(la.6)
Tidak boleh juga pedagang menginap di rumah penduduk desa
Rejang dan membangun rumah di wilayah Desa Rejang. hal ini
tertulis dalam lempeng piagam kesultanan Palembang baris
keenam:
...Lan nora kna dagaƞ modakiƞ ṅumaḥ
wawoƞ desa, utawa agawiḥ humah amakṡa
huga kna dӗnda daḷm...
Artinya :
...Dan tidak boleh pedagang menginap di
rumah penduduk desa, atau membangun
rumah jika memaksa kena denda oleh
sultan...
67
c) Peraturan Mengenai Pencurian.
Jika ada pencuri yang tertangkap dan terbukti tela mencuri dengan
barang bukti terdapat barang curiannya, maka pencuri itu diwajibkan
untuk mengembalikan barang curian dua kali lipat dari barang curian
tersebut. Selain itu, pencuri juga wajib dikenakan hukum kerja paksa
di desa Rejang. Peraturan ini tertulis pasa baris ke tujuh yakni :64
lamun nana wo(ng) maliƞ maṅka wus nata
pamaliƞ ṅe, saduwiḥ noƞ ṅiku muliḥ nikil.
Kaƞ maliƞ ṅiku dadi penambut gawiḥ...
Artinya :
jika ada orang mencuri dan jelas apa
yang dicurinya, maka barang curian
kembali dua kali lipat. Dan pencuri itu
dikenai hukuman kerja paksa...
d) Peraturan Mengenai Pembunuhan.
Seseorang yng kedapatan membunuh abdi dalem Sultan atau
pegawai dari Kesultanan maka pembunuh tersebut tersebut dikenakan
denda sepuluh kali lipat dan jika pembunuh itu membunuh orang luar
atau bukan dari pegawai kesultanan maka dikenakan denda satu atau
64
Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 80.
68
yang berkelipatann dua. Peraturan ini tertulis pada baris ketujuh dan
kedelapan :65
...Kalawan yen noƞ desa hama (la.7)
tenni hikawula daḷm ṡiwi kna waṅun
ṡapuluḥ. Yen kawulanniḥ woƞ jaba, siji ba,
siji waṅunniḥ kero (karo)...(la.8)
Artinya :
...Dan jika ada orang desa (la.7)
membunuh orang sultan orang tersebut
kenakan denda kelipatan sepuluh. dan jika
itu orang luar, kenakan satu, satu
berkelipatan dua...(la.8)
e) Peraturan Mengenai Pembayaran Upeti.
Pembayaran upeti dilakukan oleh wilayah daerah kepungutan
kepada kesultanan Palembang Darussalam dengan waktu pembayaran
satu kali dalam satu musim pergi ke palembang. Peraturan ini tertulis
dalam lempeng baris ke lima :
...sapisan ṡamusim seba amalembaƞ,
sisapa hora lanut (manut) patime
aṅaturakӗn amalemba(ng)...
Artinya :
65
Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 81.
69
...satu kali semusim pergi ke Palembang,
siapa yang tidak mematuhi menyerahkan
upeti ke Palembang
f) Peraturan Mengenai Orang yang memiliki anak tuli, buras (lekuk-
lekuk kecil pada muka yang disebabkan karena luka-luka akibat
penyakit cacar dan sejenisnya), dan orang yang beranak kembar.66
Selain dari piagam tersebut juga terdapat surat Residen Palembang
nomor 5 tentang pengangkatan Mat Arif sebagai pasirah Bermani Ulu
dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut di tulis dengan aksara
Arab dan bahasa Belanda latin. Surat pengangkatan tersebut tertanggal 15
Februari 1889.67
Dalam menyebarkan Islam, tidak hanya melalui jalur perdagangan
tetapi juga melalui jalur pernikahan. Pernikahan merupakan salah satu dari
saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan. Karena ikatan
pernikahan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian
diantara dua individu. Kedua individu yaitu suami dan isteri membentuk
keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti
membentuk masyarakat muslim.
Saluran Islamisasi melalui pernikahan yakni antara pedagang atau
saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat
berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan
pernikahan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang Islam.
66
Rohhimah Nur Fadhilah, “Piagem Kesultanan Palembang..., 82. 67
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang Lebong”, (Fakultas
Ushuluddin, IAIN Raden Fatah Curup, 1992), 68.
70
Melalui pernikahan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi,
para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum
menikah, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai
keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-
kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.
Begitu juga masuknya Islam melalui jalur pernikahan yang
dilakukan para pedagang atau jalinan kerjasama antar kerajaan. Seperti
halnya masuknya Islam di Rejang Lebong yang mana dikatakan Sultan
Muzaffar Syah raja dari kerajaan Indrapura yang menikahi putri Serindang
Bulan adalah putri satu-satunya dari raja Mawang yang merupakan raja
terakhir yang memimpin Petulai Tubei yang berkeduduan di Kutei Belau
Santeun (atau sekarang disebut Desa Kota Baru Santan), suatu daerah
yang berada dalam wilayah Margo Suku IX, Lebong.68
Kemudian, pernikahan antara Mat Ali yang merupakan Depati
Puyuh Putih dengan seorang putri dari bangsawan Rejang. Mat Ali berasal
dari Padang, yang dimana pada saat itu ia telah memeluk agama Islam.69
Dengan adanya pernikahan ini menambah bukti masuknya Islam melalui
jalur pernikahan, serta dengan kedudukan Mat Ali yang telah memeluk
agama Islam dan juga ia sebagai Depati atau petinggi pada saat itu di
68
Ahmad Abas Musofa, “ Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M” Jurnal Tsaqofah &
Tarikh, 1, no. 2 (Juli-Desember, 2016) : 116. 69
Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten
Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB.
71
wilayah Rejang Lebong, juga berpengaruh terhadap perkembangan Isalam
di Rejang Lebong.
Masuknya Islam ke Rejang Lebong juga melalui dakwah, yang
dapat kita ketahui bahwasanya Dusun Sawah merupakan desa tertua di
Rejang Lebong yang menjadi saksi dari perkembangan Islam di sana.
Menurut sumber yang di dapat, pada saat itu terdapat tiga Syekh asli dari
Dusun Sawah yang pergi belajar ke Mekkah, setelah menempuh ilmu di
sana mereka kembali ke Rejang Lebong tepatnya ke Dusun Sawah dan
menyebarkan ajaran Islam yang telah mereka pelajari saat itu.70
Kemudian
cicit dari Mat Ali sendiri yang bernama Abdullah Sani Khalik juga
merupakan penyiar agama Islam di Dusun Sawah dan merupakan Pasirah
Bermani Ulu. Saat menjadi Pasirah Bermani Ulu pada saat itu, Abdullah
Sani Khalik sering berkeliling kampung menyiarkan agama dengan
berpenampilan yang berwibawah, kesan ini lah yang terus diingat oleh
penduduk Bermani Ulu secara turun temurun.71
Tidak hanya melalui perdagangan dan pernikahan, masuknya Islam
ke Rejang Lebong juga melalui sosial Kebudayaan. Seperti halnya yang
dilakukan oleh para Wali Songo dan para ulama lainnya, penyebaran Islam
di wilayah Rejang juga menggunakan strategi dakwah kultural. Salah
satunya Melalui kebudayaan, Islam dapat di terima oleh masyarakat
Rejang Lebong, yang dimana Islam memang tidak memaksakan siapapun
70
Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten
Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB. 71
Plimo Kalam, “Profil Budayawan A. Sani Khalik”, (Curup : Lembaga Studi Dan
Penelitian Kabudayaan Daerah (LSPKD), 2001), 38.
72
untuk memeluknya sebagai agama, dan para pembawa Islam ke Rejang
Lebong menggunakan media kebudayaan atau mereka menyesuaikan
kebudayaan masyarakat Rejang dengan memasukkan unsur agama Islam
di dalamnya. Seperti halnya dalam Tari Kejei, yang dimana tarian ini
sudah ada sejak zaman dahulu yang di pelihara oleh suku Rejang sampai
sekarang. Pada upacara pembukaan pada Tari Kejei dibuka dengan
membakar kemenyan serta membaca mantra-manta, dan sebagian mantra
tersebut adalah :72
Diwo serban duatei, diwo serban ting-ting.
Diwo gemeranam duatei gemerunum. Nak
peak sembilan tambun. Di-o teine keme lak
makei eine adat oa-o sedee.
Artinya :
Dewa yang maha tinggi yaitu dewa ting-
ting. ke ikut sertaan dewa, terdengar suara
gemuruh dan semaraknya di sebelah
sembilan tambun.
Mantra tersebut adalah berupa permohonan agar acara tersebut
dapat meriah, serta selamat. Agama Islam telah menetapkan bahwa
membaca mantra tidak ada larangan, akan tetapi sesudah membaca mantra
itu mereka akan melaksanakan pembacaan do’a menurut ajaran Islam.
Dari sini kita dapat melihat bahwa Islam tidak melarang masyarakat
Rejang meninggalkan keyakinan mereka akan tetapi agama Islam
72
Darnasah Gunib, “Pandangan Islam Tentang Tari Kejei”, (Fakultas Syari’ah, IAIN
Jami’ah Raden Fatah Bengkulu, 1984), 30-31.
73
membaur dalam keyakinan atau kesenian masyarakat Rejang dengan
menambahkan unsur keislaman di dalamnya, seperti halnya Sunan
Kalijaga yang menyebarkan agama Islam melalui permainan wayang,
yang dimana ia memasukkan unsur Islam dalam permainan wayang
tersebut supaya penduduk dapat belajar agama Islam melalui kesenian atau
kebudayaan.
Kemudian, yang dilakukan oleh Sutan Gagu yang merupakan
seseorang yang datang ke Renah Skalawi dan menjadi pemimpin orang-
orang Rejang yang berada di dusun Semeleko. Sutan Gagu datang ke tanah
Rejang pada era generasi ke-14, dari keturunan ketua Skandau yang
pindah ke dusun Pelabai. Sebelum datang ke tanah Rejang Sutan Gagu
adalah seorang pejabat di kerajaan Melayu yang menjadi bagian dari
kerajaan Mojopahit. Sutan Gagu juga salah seorang murid Syech Malik
Qubro yang sebelumnya pernah datang ke Renah Skalawi dengan tujuan
untuk menyiarkan ajaran Islam. Walaupun Syech Malik Qubro mendapat
restu dari sesepuh dan leluhur suku Rejang, namun Syech Malik Qubro
mendapat tantangan dari masyarakat suku Rejang yang kala itu masih
menganut paham animisme, kemudian Syech Malik Qubro meninggalkan
Renah Skalawi dan melanjutkan perjalanannya ke tanah Jawa (Banten).73
Kedatangan Sutan Gagu di Renah Skalawi diperkirakan pada
pertengahan abad ke-14, atau bertepatan dengan dipindahkannya kerajaan
Melayu ke pegunungan Minangkabau oleh Adicawarman pada tahun
73
Zulma Hasan, “Anok Kutai Rejang”, 38.
74
1347, mungkin Sutan Gagu tidak lagi mendapat suatu jabatan di sana, atau
memang mendapat tugas dari Syech Malik Qubro dari Banten agar Sutan
Gagu dapat meneruskan misinya, yaitu menyiarkan ajaran Islam di tanah
Rejang. Mengingat misi Syech Malik Qubro ditentang oleh orang-orang
Rejang, maka Sutan Gagu menggunakan cara lain dalam usahanya
menyiarkan ajaran Islam, yaitu dengan pendekatan sebagai “ penyuluhan
Pertanian “. Sutan Gagu mengajarkan orang-orang Rejang cara bertani
yang baik, sistem pengairan yang benar, dan beliau juga mengajarkan
orang-orang Rejang tata cara kenduri Mudang Biniak, kenduri Mekek Poi,
Kenduri Bumai, dan Sutan Gagu juga ahli dalam pengobatan. Dengan
adanya dua kegiatan itu (sebagai penyuluh pertanian dan pengobatan)
Sutan Gagu dapat lebih sering bertemu dengan warga dan menyisipkan
ajaran-ajaran agama Islam secara perlahan-lahan.
Pada abad ke 17 Islamisasi di Rejang Lebong dapat kita lihat yang
dimana pada saat itu Raja Mawang (1550 – 1600) yang merupakan putra
dari Rajo Megat yang berkedudukan tidak lagi di Pelabai, tetapi di Kutei
Belau Sateun. Raja Mawang mempunyai 7 orang anak, termasuk putri
bungsunya Serindang Bulan, yang ditemui Tuanku Indrapura Sultan
Muzaffar (± 1620 – 1660) yang sedang berburu ke Pulau Pagai Muara Aer
Ketahun dan dijadikan istrinya. Setelah Raja Mawang awafat ia di
gantikan oleh putranya Ki Karang Nio dengan memakai gelar Sultan
Abdullah (1600 – 1640), sedangkan saudara-saudaranya yang lain
bertebaran di luar wilayah Lebong mendirikan kutei-kutei dan
75
kesusatuannya disebut Migai atau di Melayukan menjadi Merigi, yaitu
suatu perpecahan dari Petulai Tubei. Dari data di atas dapat di katakan
bahwa abad ke 17 telah terjadi proses Islamisasi yang di awali dengan
pernikahan putri Serindang Bulan dengan Sultan Muzaffar yang berasal
dari Indrapura, yang di mana Sultan Muzaffar sudah memeluk agama
Islam. Setelah itu, keturunan dari mereka menyebar dan mendirikan Kutei
mereka sendiri, dapat di lihat juga dari nama-nama mereka yang telah
menggunakan unsur Islami seperti Abdullah yang berarti “hamba Allah”.
Pada abad ke 18 Islam masuk ke Rejang Lebong dengan adanya
pengaruh dari kesultanan Pagaruyung, yang dimana banyak masyarakat
Rejang Lebong pergi ke Pagaruyung untuk menimba ilmu agama yang
kemudian di saat mereka kembali ke Rejang Lebong, mereka akan
mengajarkan apa yang telah mereka dapatkan di sana. Tidak hanya itu
bukti bahwa Islam masuk ke Rejang Lebong pada abad ke 18 dibuktikan
dengan adanya naskah Pagaruyung yang bertuliskan Arab Melayu. Surat
atau naskah ini di tujukan kepada Mat Ali sebagai identitas diri dan bukti
silsilah ketutunan Pagaruyung. Adapun isi atau terjemahan dari surat
tersebut yang disalin dengan sama bunyinya dari huruf Arab ke huruf latin
yakni:74
BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM
Ini cap tapak tangan Tuanku duliyg dipertuan di Pagar Ruyung
kaya dikasikan kepada M. Ali Taba Lintang juga adanya, jikalau
74
Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, (Curup : Lembaga Studi dan
Penelitian Kebudayaan Daerah (lspkd), 2000), 84.
76
barang kemana dibawak baik lalu pelaluan dan ke petengahan
baik kepala kiri dan kepala kanan dan (tidak terbaca) dan serambi
muka baik lalu (tidak terbaca) dan (tidak terbaca) baik lalu
kebenatang hari baik lalu berkeliling pulau (pejuruni) baik kelaut
baik lalu kedarat baik ketanah besar jangan dibinasakan orang
nan memegang surat cap ini jikalau dibinasakan orang dimakan
kutuk Tuanku Daulat yang dipertuan besar di Pagar Ruyung
melainkan seperti Firman Allah Taala didalam kuranAlalhi salam,
(.............................)
Kalau akan jadikan barang didalam dunia akan ganti akan tuan
jikalau tiada diper (tidak terbaca) orang pernaru oap ini, makan
bisakawi Daulat tuanku (Gagak) yang dipertuan di Pagar Ruyung
juga adanya pandai tidak anak buah tiada kembang empat sunah
sakti tuanku Gagak yang dipertuan besar di Pagar Ruyung kepada
segala hamba rakyat
Sudah bekumar tiada dalam beranak anak nan sama awan putih
nan selama gagak hitam nan sedalam laut nan setinggi langit juga
adanya wallahu alam sadq daulat yang dipertaan besar kepada
(tidak terbaca) negeri barang siapa tuan tuan yang melihat cap ini
daulat Dipertuan Besar ini hendaklah mintaklah doa kepada Allah
supaya beroleh dari pada Daulat yang dipertuan berkat “ Insya
Allah ) kemudian (tidak terbaca), orang Minang Kabau sampai
adat tuanku yang dipertuan di Pagar Ruyung.75
BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM
1. Inilah bab Sultan di Dusun Rkam Lebong yakni nama Sultan Taja
Megat anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung juga
adanya.
2. Inilah bab Sultan di Negeri ( حما بن ) yang bernama Sultan Sariat
Paskah Rahim anak cucu yang dipertuan di Pagar Ruyung jua
adanya.
3. Inilah bab Sultan di Negeri Batam yang bernama Sultan Maju
Kaya anak cucu yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.
4. Inilah bab Sultan di Negeri Jambi yang bernama Bagindo Tuan
anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.
5. Inilah bab Sultan di Negeri Periaman yang bernama Sultan
Maharaja anak cucu yang dipertuan di Pagar Ruyung jua
adanya.
6. Inilah bab Sultan ( نن بو ) kembali pulang dusun (غن ) pagu anak
cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.
75
Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong...., 84.
77
7. Inilah bab Sultan Indra giri yang bernama Sultan Syari Kaya
anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.
8. Inilah bab Sultan di Negeri Palembang yang bernama Sultan
Inda Pusu Inda Rahim anak cucu yang dipertuan Di Pagar
Ruyung jua adanya.
9. Inilah bab Sultan di Negeri (لم ) yang bernama Muhamad Sah
anak cucung yang dipertuan di Pagar Ruyung jua adanya.
10. Inilah bab Sultan di Negeri Siak yng bernama Raja Alam anak
cucung yang dipertuan di Pagar Ruyungn jua adanya.76
Ini adalah sebagai lampiran dari surat yang dikirim dari Pagaruyung
kepada Mat Ali di Dusun Taba Lintang Dusun Sawah, yang dinamakan
Cap Tapak Tangan bertuliskan huruf Arab Melayu, surat ini terdapat di
dalam tabung bambu, akan tetapi tahun dan tanggalnya tidak dapat dibaca.
Inilah bukti rantai Silsilah Keturunan Pagaruyung pase awal dari sebuah
surat dalam tabung bambu yang dikirim dari Pagaruyung, agar rantai
sejarah tidak terputus. Mat Ali sendiri wafat pada bulan Januari tahun
1888 dan di makamkan di Dusun Sawa, Marga Bermani Ulu, Rejang
Lebong.
Pada abad ke 19 Islam masuk ke Rejang Lebong dengan adanya
pengaruh dari kesultanan Palembang, dengan bukti di temukannya surat
Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif sebagai pasirah
Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut ditulis
menggunakan dua bahasa yakni bahasa Arab Melayu dan Belanda.77
Kemudian, dari beberapa sumber yang di dapatkan bahwa ada beberapa
tokoh agama yang menyiarkan agama Islam di Rejang Lebong yakni Kyai
Haji Abdul Hamid Merogan, beliau berasal dari Palembang yang
76
Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, (Curup : Lembaga Studi dan
Penelitian Kebudayaan Daerah (lspkd), 2000), 83. 77
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 67.
78
menyebarkan Islam di Rejang Lebongdan hidup antara tahun 1825-1890.
Kemudian, Haji Abdurrahman Delamat, ia berasal dari Muara Ogan yang
meneruskan dakwah Haji Abdul Hamid Merogan di Rejang Lebong.
Tempat dakwah beliau di Kepala Curup, Tebat Monok, Kesambe,
Despetah, Keban Agung dan Ujan Mas.78
Setelah itu ada Haji Ahmad
Syekh yang dikatakan bahwa ia berasal dari Rejang Lebong, ia menetap di
Mekkah lalu kembali lagi ke Rejang Lebong untuk menyiarkan agama
Islam. Sekembalinya ia ke Rejang Lebong, ia di panggil Imam Mergo.79
Kemudian, tidak hanya Haji Ahmad Syekh saja yang berdakwah di
daerah Rejang Lebong untuk menyebarkan agama Islam, akan tetapi juga
ada beberapa ulama yang berdakwah di daerah Rejang Lebong untuk
menyebarkan agama Islam yakni, Ki Abdul Hamid Merogan ( 1825 –
1890), H. Abdurrahman Delamat ( XIX) , Abdul Majid (XX), Zaidin
Burhani (XX), Ramli Burhani (XX), M. Yatim (XX), Mukhtar Yatim
(XX), Sutan Besar (XX), A.M. Sutan Jamin (XX). Ada pula tokoh-tokoh
agama yang memberikan sumbangsinya terhadap perkembangan Islam di
Rejang Lebong yakni KH. Djam’an Nur yang juga terlibat dalam
pendirian fakultas Ushuluddin Curup, pendidikan yang ia tempuh yang
dimana ia melanjutkan sekolah yang sempat terputus ke Sekolah Rakyat di
daerah Muara Aman. Djamaan juga melanjutkan pendidikan agamanya
78
Ahmad Abas Musofa. "Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M (Melacak Tokoh
Agama, Masjid dan Lembaga [organisasi] Islam)." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan
Sejarah Islam 1.2 (2016): 116. 79
Andi Wijaya, SH, (Mantan Anggota Dewan), wawancara : Kabupaten Rejang Lebong,
07/01/2021, pukul 09.45 WIB.
79
dengan belajar di Madrasah Diniyah Darussaqafah yang dipimpin oleh
K.H Muhammad Amin Addary. Pada tahun 1951 Djamaan memutuskan
untuk menuntut ilmu ke Sumatera Barat, Djamaan sempat belajar beberapa
bulan di Parabek, namun akhirnya memutuskan untuk pindah belajar ke
Surau Candung (Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung). 80
Kemudian, tokoh agama yang memberikan sumbangsinya terhadap
perkembangan Islam di Rejang Lebong yakni KH. Badrul Munir Hamidy,
dimana pendidikan dasar Badrul Munir diperoleh di sekolah Rakyat No. 1
Curup. Ia menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1956, setamatmya
dari Sekolah Rakyat, ia melanjukan pendidikannya ke jenjang berikutnya
di Pendidikan Guru Agama (PGAMP) dan tamat pada tahun 1961. Selain
belajar di sekolah formal Badrul Munir juga belajar agama pada sang
ayah, Abdul Hamid Somad dan Ali Amran, setelah tamat di sekolah
Pendidikan Guru Agama (PGAMP), ia melanjutkan pendidikan ke jenjeng
berikutnya, yakni di sekolah Pendidikan Guru Agama Atas (PGA.A)
Negeri di Palembang pada tahun 1963. Sementara pendidikan tinggi
diperolehnya di fakultas Ushuluddin IAIN Raden Fatah Curup,
danberhasil memperoleh gelar sarjana pada tahun 1973.81
Badrul Munir
tercatat pernah mengajar di beberapa sekolah di Curup, antara lain di
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Ekonomi
80
Hery Noer Aly, dkk, “Geneologi Dan Jaringan Ulama Di Kota Bengkulu )Studi
Terhadap Asal Usul Keilmuan dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam)”,
(Bengkulu : Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Masyarakat Institut Agama Islan Negeri
(IAIN) Bengkulu, 2014), 53. 81
Hery Noer Aly, dkk, “Geneologi Dan Jaringan Ulama Di Kota Bengkulu )..., 59.
80
Pertama Negeri (SMEPN), Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah
Ekonomi Atas Negeri (SMEAN) dan Madrasah Aliyah.
B. Perkembangan Islam di Rejang Lebong
Islam mulai berkembang setelah tahun 1900, terutama setelah
masuknya organisasi - organisasi sosial keagamaan, seperti
Muhammadiyah, NU, dan Tarbiyah Islamiyah. Pusat ajaran Islam di
Rejang Lebong yakni terletak di Dusun Sawah, yang dimana pada saat itu
daerah Dusun Sawah di sebut sebagai Mekkah kecil. Disebut demikian
karena pada masa itu Dusun Sawah menjadi pusat keagamaan dan saat
seseorang akan naik haji maka pusat perkumpulan mereka sebelum
berangkat yaitu di Dusun Sawah. Di Dusun Sawah ini pula banyak
menyimpan sejarah bangunan dan arsip-arsip, akan tetapi Dusun Sawah
porak poranda oleh gempa tahun 1979, dan menghancurkan semuanya
termasuk Ruamh Donok/Rumah Pangeran.82
Pada masa kerajaan perkembangan Islam belum terlalu pesat,
masyarakat hanya mengetahui saja apa itu Islam tetapi belum
meyakininya. Seperti kita ketahui pada masa itu tujuan utama orang
Rejang keluar maupun para pendatang masuk ke Rejang Lebong bukan
soal penyiaran agama tetapi soal nafkah atau perhubungan dagang hasil
hutan seperti kemenyan, gading gajah dan sebaliknya, pedagang dari luar
membawa pakaian, barang pecah belah, garam dan keperluan peralatan
82
Andi Wijaya, “Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”, (Curup : Lembaga Studi dan
Penelitian Kebudayaan Daerah (lspkd), 2000), 47.
81
rumah tangga.83
Namun demikian para pedagang yang sudah beragama
Islam menunjukkan pergaulan yang baik, sopan santun, jujur, menepati
janji, dari sikap-sikap itu yang akhirnya menarik perhatian orang Rejang,
dari sinilah orang Rejang terpengaruh mulai memetik budaya Islam seperti
mulai menggunakan nama atau gelar.
Kemudian, pada masa kolonial Islam sudah mulai berkembang di Rejang
Lebong, akan tetapi para penjajah yang datang ke daerah Rejang Lebong
tidak mengusik keyakinan para penduduk di sana. Mereka hanya
memperhatikan masalah perdagangan dan monopoli hasil bumi terutama
merica untuk kepentingan mereka sendiri. Namun, pada abad ke-20
Belanda mendirikan lembaga pendidikan bersama pimpinan masyarakat
baik yang berbasis umum maupun keagamaan atau sekolah swasta.84
Dari
pada itu, banyak juga para penduduk yang pergi untuk belajar ke Padang
untuk menimbah ilmu mengenai Islam, dari sana lah saat mereka pulang
ke Rejang Lebong mereka mendirikan sebuah sekolah Islam , dan pada
tahun 1954 – 1957 didirikan sekolah Islam yang bernama Perguruan Islam
yang terletak di Kota Padang, Rejang Lebong.85
Setelah itu, karena sulitnya anak-anak orang biasa masuk HIS
maka tokoh masyarakat mendirikan sekolah sejenis dan tahun 1961
masyarakat Kepahiang mendirikan sekolah kepandaian puteri.
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam yang dipelopori oleh
83
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 102. 84
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 105. 85
Marlina, S.Sos, (Kasih Tradisi dan Budaya), wawancara : Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13/10/2020, pukul 10.00 WIB.
82
para pedagang Islam yang berasal dari Aceh, Banten terutama dari
Sumatera Barat, Kerinci. Para pedagang Islam memilih menetap di Muara
Aman, Curup, Kepahiang dan Padang Ulak Tanding, bahkan ada yang
masuk dan ikut bermukim di dusun-dusun sambil berdagang dan mencari
nafkah lainnya. Mereka mengajak dan mengajarkan agama Islam kepada
orang tua ataupun anak-anak yang sudah tertarik pada tingkah laku dan
ajaran Islam.
Tentunya seperti di daerah lain mereka mengajar dan menyebarkan
agama Islam melalui pimpinan dan tokoh masyarakat yang berpengaruh di
tempat tersebut. Para pedagang Islam sangat pandai bergaul, berlaku sopan
santun, ramah tama, tulus ikhlas menolong, pemurah dan adil serta
menepati janji dan menghormati adat penduduk setempat yang akhirnya
mereka dihormati dan di segani, maka akhirnya berangsur-rangsur
penduduk asli Rejang ikut memeluk agama Islam. Para penduduk mulai
mempercakapkan masalah peribadatan di rumah, di pasar dan di mana
mereka bersantai.86
Kegiatan untuk memahami dan memperdalam agama Islam lebih
lanjut mulai dijiwai oleh penduduk, sehingga mereka mendatangi para
guru atau orang-orang yang dianggap sudah berilmu agama Islam yang
ta’at dan mengundang guru-guru kerumah atau ketempat pertemuan untuk
belajar mengaji atau bersura. Para penganut yang ta’at baik para pendatang
dan penduduk asli bergotong royong mendirikan surau, tempat pengajian
86
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 106.
83
dan membuka perguruan dan mendirikan masjid untuk tempat beribadah
seperti sholat Jum’at dan kegiatan besar Islam lainnya.
Seperti halnya salah satu masjid tertua di Rejang Lebong yakni
masjid Jamik Curup yang didirikan pada tahun 1905 sebagai salah satu
bukti perkembangan Islam di Rejang Lebong, serta masjid Jamik Curup
juga merupakan masjid bersejarah bagi organisasi Tarbiyah Islamiyah
dalam mengembangkan organisasinya. Kemudian, salah satu masjid yang
dapat kita ketahui sebagai salah satu bukti perkemabang Islam di Rejang
Lebong yakni, masjid Agung Baitul Makmur yang berada di Jln. S.
Sukowati, kelurahan Air Putih Lama, Kecamatan Curup, Rejang Lebong,
Bengkulu.87
Masjid ini didirikan pada tahun 1990, masjid ini di bangun
menggunakan dana APBN, APBD dan donasi dari masyarakat muslim
Rejang Lebong. Arsitektur dari bangunan masjid ini sangat kental dengan
gaya bangunan Eropa, akan tetapi saat ini sudah banyak renovasi yang di
lakukan pemerintah terhadap masjid Agung Baitul Makmur ini.
Kemudian, pengaruh gerakan nasional terhadap perkembangan
agama Islam di Rejang Lebong, seperti yang kita ketahui gerakan nasional
termasuk umat Islam atau bernafaskan Islam seperti Serikat Dagang Islam,
Gerakan Tarbiyah Islamiyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU),
organisasi yang bernafas Islam lainnya yang berdiri di Jawa maupun
Sumatera. Gerakan-gerakan itu ibarat minyak tumpah kekertas menyusup
pula masuk ke Rejang Lebong yang pada umumnya mulai masuk sekitra
87
Abdul Azizi, S.Pd (Kasih Cagar Budaya dan Permuseuman), wawancara : Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13/10/2020, pukul 10.40 WIB.
84
tahun 1928-1934.88
Organisasi-organisasi masa umat Islam ini bergerak
dalam lapangan pendidikan formal, mendirikan perguruan (PPA) atau
perguruan pendidikan Al-Ikhsan, di Muara Aman Madrasah Muhamadiyah
di Curup, Muara Aman, Kepahiang, Madrasah Perti di Curup dan akhirnya
sampai kedusun-dusun.
Kemudian, pengaruh organisasi dalam perkembangan Islam di
Rejang Lebong seperti halnya organisasi Tarbiyah Islamiyah yang
berkembang di Curup. Organisasi ini telah mendirikan sebuah sekolah
berbasis Islam yang bernama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Curup
pada tahun 1938. Karena kondisi tanah merupakan jurang, maka gedung
sekolah ini dibangun dengan arsitektur rumah panggung. Sekarang, setelah
beberapa kali rehab, gedung tersebut hanya dipakai untuk Sekolah Dasar
Tarbiyah Islamiyah (SDTI) Curup. Sebelumnya, gedung ini juga
digunakan untuk Madrasah Ibtidayah Tarbiyah Islamiyah (MI-IT) Pasar
Baru. Namun, sejak tahun 2000-an, MI berhenti beroprasi, sementara MTI
Curup berhenti di tahun 1980.89
SDTI Curup sendiri berdiri pada 23 Juni 1953 yang awalnya
bernama Sekolah Rakyat (SR) Islam Perti. Sekolah ini didirikan untuk
mendukung kebijakan pemerintah pasca kemerdekaan RI. Selain itu juga
untuk memperkuat basis layanan pendidikan yang telah diselenggarakan
sebelumnya. Sekolah ini juga diharapkan dapat berfungsi untuk
mengembagkan potensi umat. Perkembangan Islam melalui organisasi
88
Jalaluddin, dkk, “ Masuk dan Berkembangnya..., 107. 89
D.M.S. Harby, “MTI dan Masjid Jamik Curup”, https://tarbiyahislamiyah.id/mti-dan-
masjid-jamik-curup/ (tanggal 26 Januari 2021).
85
Trbiyah Islamiyah ini dapat di katakan sangat membantu dalam
penyebaran dan perkembangan Islam di daerah Rejang Lebong. Gerakan
dan perkembangannya menjadi lebih maju.
Basis sosial yang turun dari Masjid Jamik Curup itu meningkatkan
kepercayaan masyarakat secara luas di kabupaten Rejang Lebong dan
sekitar bahkan di wilayah Provinsi Bengkulu. Terbukti pada tahun 1968
warga Air Rambai dengan sukarela menyerahkan lahan kepada organisasi
ini untuk difungsikan sebagai tempat pendidikan yang khas. Maka
berdirilah MTI Air Rambai, madrasah tersebut lebih dikhususkan sebagai
wahana kaderisasi pendidik. Buya HM. Arsyad Thahara, BA, salah satu
lulusannya. Sejak itulah progres gerakan perjuangan organisasi ini menjadi
lebih meningkat, hingga sempat mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
(STIT) Curup pada tahun 1989, pada saat inilah Yayasan Tarbiyah Rejang
Lebong dibentuk.90
Kemudian, bukti perkembangan Islam di Rejang Lebong dalam
bidang pendidikan juga terlihat dari beberapa sekolah berbasis Islam yang
di bangun, seperti MAS Ar Rahman, Mas Muhammadiyah, MAN Curup.
Kemudian di Kab. Lebong ada MAN Talang Leak Lebong, MAN Lebong,
setelah itu di Curup juga di bangun Ummul Chair khusus untuk wanita,
dan STAIN Curup (IAIN Curup). Sejarah dari dibangunnya IAIN Curup
yang di mana awalnya ia hanyalah sebuah fakultas Ushuluddin yang
berstatus sebagai fakultas jauh dari IAIN Raden Fatah Palembang. Dengan
90
D.M.S. Harby, “MTI dan Masjid Jamik Curup”, https://tarbiyahislamiyah.id/mti-dan-
masjid-jamik-curup/ (tanggal 26 Januari 2021).
86
kata lain, cikal bakal IAIN Curup ketika itu adalah Fakultas Ushuluddin
IAIN Raden Fatah Palembang berada di Curup. Gagasan pendiri Fakultas
Ushuluddin ini diawali dengan pembentukan panitia persiapan pendirian
fakultas Ushuluddin IAIN Rden Fatah Cabang Curup tanggal 21 Oktober
1962.
Susunan kepanitian tersebut terdiri dari pelindung, penasehat,
ketua I, ketua II, sekretaris I, sekretaris II, bendahara, pembatun dan seksi-
seksi. Pendirian fakultas ini antara lain mendapat dukunungan Prof. Dr.
Mr. Hazairin, HM. Husein Gubernur Sumatera Selatan, Prof. Ibrahim
Husein dan lain sebagainya. Tak lama setelah panitia persiapan pendirian
fakultas Ushuluddin Raden Fatah Cabang Curup dibentuk, didirikan pula
Yayasan Taqwa Palembang Cabang Curup. Gagasan pendirian fakultas
Ushuluddin ini memperoleh sambutan hangat dan semangat dari seluruh
lapisan masyarakat Curup. Dengan mendapat dukungan yang banyak dari
berbagai pihak, pada tahun 1963 Yayasan Taqwa Palembang Cabang
Curup mendirikan fakultas Syari’ah dengan status swasta. Fakultas
Syari’ah yang lahir ini dipimpin oleh Drs. A. Zaidan Djauhari sebagai
Dekan dan Drs. Djam’an Nur sebagai Wakil Dekan.91
Hampir bersamaan dengan perubahan status IAIN Raden Fatah
Palembang yang semula sebagai cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
menjadi IAIN yang berdiri sendiri, fakultas Syari’ah IAIN Raden Fatah
Curup juga diganti menjadi fakultas Ushuluddin. Dengan keluarnya surat
91
IAIN Curup, “Sejarah IAIN Curup”, http://www.iaincurup.ac.id/sejarah/ (tanggal 12
Februari 2021).
87
keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 86 tahun 1964,
tahun 1964 fakultas Ushuluddin yang semula berstatus swasta beriubah
menjadi negeri. Eksistensi fakultas Ushuluddin IAIN Raden Fatah Curup
memberikan kontribusi penting bagi perkembangan peradaban Islam di
Kabupaten Rejang Lebong, terutama bidang keagamaan. Fakultas
Ushuluddin ini juga memperoleh apresiasi dan dukungan yang
mengembirakan dari pemerintah daerah Rejang Lebong. Salah satu bukti
konkret dari perhatian pemda terhadap fakultas ini adalah bantuan yang
diberikan oleh Bupati Rejang Lebong Syarifuddin Abdullah pada tahun
1964, yaitu berupa mobil Jeep Land Rover, uang rutin setiap bulan Rp.
10.000,- bensin premium 15 liter setiap hari, mesin ketik dan seperangkat
kursi dan meja untuk ruangan tamu dan pimpinan.92
Dalam perjalanan sejarahnya, lokasi perkuliahan fakultas
Ushuluddin IAIN Raden Fatah Curup pernah berpindah-pindah beberapa
kali. Dari tahun 1963 hingga 1964 ditempati gedung sekolah pendidikan
Guru Agama Negeri (PGAN) Curup yang berlokasi di Talang Rimbo
Curup. Tahun 1965 hingga 1968 digunakan gedung yang saat ini menjadi
lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Curup di jalan Dwi Tunggal. Dari
tahun 1969 hingga tahun 1981 pernah digunakan gedung Yayasan Rejang
Setia bekas sekolah Belanda 9HIS) di jalan Setia Negara. Kemudian baru
tahun 1982 fakultas Ushuluddin bisa bernafas lega karena sudah menepati
92
IAIN Curup, “Sejarah IAIN Curup”, http://www.iaincurup.ac.id/sejarah/ (tanggal 12
Februari 2021).
88
bangunan sendiri berkat bantuan dari pemerintah yang berlokasi di Jl. Dr.
Ak. Gani Curup hingga saat ini
Tidak hanya masjid Jamik yang merupakan masjid tertua di Rejang
Lebong sebagai bukti perkembangan Islam di sana, akan tetapi masi ada
masjid-masjid yang dibangun sebagai bukti atas pesatnya perkebangan
Islam di Rejnag Lebong seperti, Masjid Uswatun Hasanah yang berdiri
tahun 1910 yang terletak di Kelurahan Talang Beni, Kecamatan Curup,
Kabupaten Rejang Lebong. Kemudian ada masjid Istiqlal (1930), masjid
Al-Hijaz/Al-qolbi (1911), masjid Taqwa (1942), masjid Nurul Qadar
(1940), masjid Baitusy Syarif (1920), masjid Nurul Iman (1920), masjid
Al-Muchlisin (1920), masjid Jumhuriyah (1943), masjid Baitul Akbar
(1930), Masjid Al-Hidayah (1911), masjid Raudatusshalihin (1917).
Masuknya Islam ke Rejang Lebong sendiri, tidak pernah
memaksakan atau merubah adat atau tradisi dari penduduk Rejang Lebong
sendiri, akan tetapi Islam mengakulturasi adat atau tradisi penduduk
dengan unsur Islami. Dari perkembangan Islam di Rejang Lebong jika
dilihat dari unsur budaya, dapat kita lihat dari tradisi Kejei penduudk
Rejang Lebong. Pada awalnya pembuka dari tradisi Kejei menggunakan
mantra-mantra yang dilontarkan kepada sang dewa, yang dimana kita
ketahui daerah Rejang Lebong awalnya dipengaruhi agama
Hindu/Buddha, sehingga mereka menggunakan kata-kata dewa dalam
mantranya.93
Namun, dengan perkembangan Islam di Rejang Lebong
93
Darnasah Gunib, “Pandangan Islam..., 31.
89
maka dari tradisi Kejei ini di masukkan unsur Islami seperti di akhir
pembacaan mantra akan di tutup dengan membaca do’a sesuai dengan
ajaran atau do’a dalam ajaran Islam.
Kemudian, dari segi pakaian para penari Kejei yang laki-laki
hanya menggunakan selempang songket berbentuk silang yang menutupi
dadanya saja. Namun, seterlah Islam masuk maka pakaian yang di
gunkana di ganti, yakni menggunakan baju untuk menutupi tubuh para
penari laki-laki, tetapi masa menggunkan selendang songket pada pakaian
para penari laki-laki.94
Sampai sekarang tradisi sebelum memuali Kejei
dan pakaian para penari laki-laki Kejei masi digunakan dan di
pertahankan.
Dengan masuk dan berkembangnya Islam di Rejang Lebong,
mayoritas penduduk Rejang Lebong beragama Islam, kemudian agama-
agama lain lebih kecil yaitu Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan
Hindu.
94
Ahmad Faizir Sani, (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara : Kabupaten
Rejang Lebong, 12/10/2020, pukul 09.00 WIB.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masunyak Islam di Rejang Lebong telah terjadi sebelum abad ke
17 yakni sebelum para biku datang ke Rejang Lebong untuk menyiarkan
agama Hindu/Buddha, masyarakat Rejang Lebong sudah sedikit demi
sedikit mengenal Islam. Namun, lambat laun Islam mulai masuk ke Rejang
Lebong melalui kerjasama perdagangan antara kesultanan Palembang dan
kesultanan Pagar Uyung, Padang. Kesultanan Palembang menjadi
pengaruh besar dari masuknya Islam ke Rejang Lebong dengan di
buktikannya piagam Palembang dan surat Risiden Palembang. Tidak
hanya Kesultanan Palembang, Kesultanan Pagaruyung juga menjadi salah
satu pengaruh dari masuknya Islam di Rejang Lebong dengan
dibuktikannya surat yang bertuliskan Arab Melayu yang ditujukan kepada
Mat Ali sebagai Pasirah Bermani Ulu pada saat itu sebagai identitas
dirinya.
Masuknya Islam ke Rejang Lebong, tidak hanya melalui
perdagangan, aka tetapi juga melalui jalur pernikahan dan kesenian. Di
mana dikatakan Sultan Muzaffar Syah raja dari kerajaan Indrapura yang
menikahi putri Serindang Bulan yang merupakan putri satu-satunya dari
raja Mawang. Kemudian, pernikahan antara Mat Ali yang merupakan
Depati Puyuh Putih dengan seorang putri dari bangsawan Rejang.
91
Setelah Islam masuk Ke Rejang Lebong, Islam mulai berkembang sendikit
demi sedikit, seperti halnya sudah adanya sekolah berbasis Isla yang di
namakan Perguruan Islam yang di bangun sekitar tahun 1954 - 1957 M.
Kemudian, berkembangnya beberapa organisasi seperti NU,
Muhamadiyah, Tarbiyah Islamiyah dll. Perkembangan Islam di Rejang
Lebong juga dapat dilihat dari beberapa tempat ibadah yang dibangun di
sana seperti salah satunya Masjid Jamik Curup yang di bangun pada tahun
1905. Dan pada tahun 1989 oleh organisasi Tarbiyah Islamiyah dibangun
sebuah sekolah Islam bernama Sekola Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT)
Curup. Setelah itu, pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang
menjajah daerah Rejang Lebong mereka tidak pernah mengganggu
masalah keagaamaan masyarakat Rejang Lebong karena tujuan mereka
hanalah tambang Emas.
B. SARAN
Penulis berharap masyarakat Rejang Lebong memahami atau
mengetahui mengenai masuknya Islam ke Rejang Lebong. Kemudian,
penulis berharap adanya dukungan pemerintah yang membidangi
kebudayaan dan sejarah untuk memantau keberadaan cagar budaya dan
warisan budaya secara intensif, serta mempublikasikan pada masyarakat
umum sebagai bentuk pengenalan dan pembinaan kebudayaan dan sejarah.
Serta, penulis berharap adanya penelitian lanjutan secara lebih mendalam
mengenai Islam di Rejang Lebong. Pemaparan dalam tulisan ini masih
92
terdapat banyak kekurangan, sehingga diperlukan saran-saran serta kritik-
kritik dari masyarakat luas mengenai Islam di Rejang Lebong.
93
DAFTAR PUSTAKA
Ismail. Sejarah Agama-agama. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2017
Rohimin, et.al. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Provinsi Bengkulu.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2017.
Siddik, Abdullah. Hukum Adat Rejang. Jakarta : PN BALAI PUSTAKA, 1980.
Syah, Mabrur. Adat Perkawinan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam. Banten :
Patju Kreasi, 2016.
Hamidy, Badrul Munir. Masuk dan Berkembangnya Islam di Daerah Bengkulu.
Jakarta : RINEKA CIPTA, 2016.
Sulasman. Metodologi Penelitian Sejarah. Bandung : PUSTAKA SETIA, 2014.
Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Hasan, Zulma. “Anok Kutai Rejang”. Sejarah Adat Budaya Bahasa dan Aksar
Kabupaten Lebong, 2015.
Jalaludin, Sukarman, Hanafi. Masuk dan Berkembangnya Islam di Rejang
Lebong. Curup : IAIN Raden Fatah Curup, 1992.
Tim Penyusun. Peradaban Di Pantai Barat Sumatera, Perkembangan Hunian
dan Budaya Wilayah Bengkulu. Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2013.
Syah, Mabur. Adat Pernikahan Suku Rejang Dalam Perspektif Islam. Banten :
Patju Kreasi, 2016.
94
Setiyanto, Agus. Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX Peran Elite
Politik Tradisional Dan Elit Agama. Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2015.
Ekorusyono. Kebudayaan Rejang. Yogyakarta : Buku Litera, 2013. Hasan,
Zulman. Anok Kutai Rejang,Sejarah Adat, Budaya, Bahasa Dan Aksara.
Kabupaten Rejang Lebong, 2015.
Sidik, Abdullah. Hukum Adat Rejang. Jakarta : PN Balai Pustaka, 1980.
Wijaya, Andi. Marga Bermani Ulu Rejang Lebong. Curup : Lembaga Studi dan
Penelitian Kebudayaan Daerah (ISPKD), 2000.
Sani, Ahmad Faizir. Untaian Mahligai. Kabupaten Rejang Lebong : Sanggar
Bumei Pat Petulai, 2020.
Marschall, Wolfgang, Michele Galizia, Thomas M. Psota, Simone Prodolliet and
Heinzpeter Znoi. The Rejang Of Southern Sumatera. Centre Fror South-
East Asian Studies At The University Of Hull, 1992.
Musofa, Ahmad Abas. “Sejarah Islam di Bengkulu Abad ke XX M”. Jurnal
Tsaqofah & Tarikh, Vol. I, No. 2 (Juli-Desember, 2016) :116.
Japarudin. “Sejarah Dakwah Di Bengkulu”. Jurnal Tsaqofah & Tarikh, Vol.1,
No.2 (Juli-Desember, 2016) : 170.
Gunib, Darnasah. Pandangan Islam Tentang Tari Kejei. Fakultas Syaria’ah, IAIN
Jami;ah Raden Fatah, Bengkulu, 1984.
Aly, Hery Noer, Aan Supian, Lukman. Geneologi Dan Jaringan Ulama Di Kota
Bengkulu )Studi Terhadap Asal Usul Keilmuan dan Kontribusinya Dalam
95
Pengembangan Pendidikan Islam). Bengkulu : Lembaga Penelitian Dan
Pengembangan Masyarakat Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Bengkulu.
2014.
Duansyah,Wendi. “Sejarah Pergerakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Di Kota Bengkulu Tahun 1984-2019.” Institut Agama Islam Negeri
Bengkulu, Bengkulu, 2020. Proquest disertasi & Tesis global.
Ismail. “Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Bengkulu Abad XVII-XX.”
Universitas Raden Fatah, Palembang, 2018. Proquest disertasi & Tesis
global.
Juliadi, Wizin. “Perkembangan Islan Di Kecamatan Pasar Manna Kabupaten
Bengkulu Selatan Abad 20.” Institut Agama Islam Negeri Bengkulu,
Bengkulu, 2016. Proquest disertasi & Tesis global.
Ahmad Faizir Sani (Seniman dan budayawan Rejang Lebong), wawancara :
Kabupaten Rejang Lebong, 12 Oktober 2020, pukul 09.00 WIB.
Marlina, S.Sos, (Kasih Tradisi dan Budaya), wawancara : Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13 Oktober 2020, pukul 10.00
WIB.
Abdul Azizi, S.Pd (Kasih Cagar Budaya dan Permuseuman), wawancara : Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong, 13 Oktober 2020,
pukul 10.40 WIB.
Andi Wijaya, SH (Mantan Angota Dewan), wawancara : Kabupaten Rejang
Lebong, 07 Januari 2021, pukul. 09.45 WIB.
96
Tuni (Mantan Anggota BMA Dusun Sawah), wawancara : Kabupaten Rejang
Lebong, 07 Januari 2021, pukul. 13.03 WIB.
D.M.S. Harby, “MTI dan Masjid Jamik Curup”, https://tarbiyahislamiyah.id/mti-
dan-masjid-jamik-curup/ (tanggal 26 Januari 2021).
IAIN Curup, “Sejarah IAIN Curup”, http://www.iaincurup.ac.id/sejarah/ (tanggal
12 Februari 2021).
97
L
A
M
P
I
R
A
N
98
PEDOMAN WAWANCARA
Daftar Pertanyaan :
1. Kapan Islam masuk ke Rejang Lebong?
2. Bagaiman Islam bisa berkembang di Rejang Lebong?
3. Siapa tokoh yang membawa Islam ke Rejang Lebong?
4. Bagaimana keadaan masyarakat Rejang Lebong sebelum dan sesudah
masuknya Islam?
5. Apa saja peninggalan-peninggalan Islam di Rejang Lebong?
99
Dokumentasi
Piagam Undang-undang dari tembaga dengan aksara Jawa Kuno, Yng berangka
tahun 1729 Saka atau 1807 M.
100
Surat Residen Palembang yang menggunakan dua bahasa yakni bahasa Arab
Pegon dan bahasa Belanda.
101
Gulungan naskah Pagaruyung
Naskah Pagaruyung bertuliskan Arab Melayu tahun 1772 M.
102
Naskah Pagaruyung bertuliskan Arab Melayu tahun 1772 M.
103
Gambar Mat Ali, seorang pemimpin di daerah Rejang Lebong yang berasal dari
Pagaruyung, sekaligus penyebar Islam di daerah Dusun Sawah, Rejang Lebong.
104
Gambar Mat Arif beserta Istri dan Anaknya.
Lemari tempat menyimpan naskah Pagaruyung, Residen Palembang, dan
Lempengan Undangan-undang Kesultanan Palembang.
105
Gambar Abdullah Sani Khalik, Pasirah Bermanin Ulu.
Gambar masjid Jamik Curup pada masa awal perkembangan Islam di Rejang
Lebong.
106
Gambar masjid Jamik Curup pada tahun 2021.
Gambar masjid Agung Baitul Makmur sebagai salah satu bukti perkembangan
Islam di Rejang Lebong.
107
Gambar masjid Uswatun Hasanah dahulu
Gambar masjid Uswatun Hasanah Sekarang (2021)
108
Wawancara bersama bapak Ahmad Faizir Sani (seniman dan budayawan Rejang
Lebong).
Wawancara bersama bapak Aziz Abdul, S.Pd (Kasih Cagar Budaya dan
Permuseuman, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong).
109
Wawancara bersama ibu Marlina, S.Sos (Kasih Tradisi dan Budaya, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rejang Lebong).
Wawancara bersama bapak Tuni (Mantan anggota BMA Dusun Sawah)
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119