perjudian dalam pandangan hukum pidana · pdf fileperjudian dalam pandangan hukum pidana islam...
TRANSCRIPT
PERJUDIAN DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN KUHP
(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh :
NASORI
105045101494
KONSENTRASI PIDANA ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H / 2010 M
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Telaah Studi Terdahulu
F. Sistematika Penulisan
BAB II Perjudian Secara Umum
A. Pengertian Perjudian
B. Sejarah, Macam-Macam dan Dampak Negatif Perjudian
BAB III Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif Tentang Perjudian
A. Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan
Hukum Positif
B. Dasar Hukum Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif
C. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam
Hukum Islam dan Hukum Positif
BAB IV Analisa Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian
A. Deskripsi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
B. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara
Perjudian
C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara
Tindak Pidana Perjudian Menurut Hukum Positif dan Hukum
Islam
BAB V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI
Skripsi berjudul PERJUDIAN DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN KUHP
(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 02 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.
Jakarta, 15 September 2010
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.
NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
1. Ketua Majelis II : Dr. Asmawi, M.Ag (…………………………) NIP. 197210101997031008
2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (…………………………)
NIP. 197102151997032002
3. Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag (…………………………) NIP. 197210101997031008
4. Penguji I : Prof. Dr. HM. Abduh Malik (…………………………)
5. Penguji II : H. Zubir Laini, SH (…………………………)
iv
v
PERJUDIAN DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN KUHP
(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Pada Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Nasori
105045101494
Di Bawah Bimbingan,
Pembimbing,
Dr. Asmawi, M.Ag
NIP. 197210101997031008
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan ari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 September 2010
Nasori
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkat limpahan taufik dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. sebagai pelengkap syarat guna mencapai
gelar sarjana pada Fakultas Syari`ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah kebenaran, serta kepada
keluarganya, dan para Tabi`in dan kita semua sebagai umatnya yang selalu senantiasa
mengharapkan syafaatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaiakan skripsi ini tidak sedikit
hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan dan
ketabahan hati serta kerja keras dan berdoa serta dorongan dan bantuan dari berbagai
pihak secara langsung ataupun tidak langsung sehingga hal-hal yang demikian rumit
dapat penulis atasi dengan sebik-baiknya. Untuk itu penulis sangat berterimakasih
kepada :
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A M.M., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., sebagai ketua dan
Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang selalu memberikan dorongan
i
dan motifasi kepada penulis, dan selalu membantu serta meluangkan waktu
untuk hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan.
3. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah
sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dengan penuh
kesabaran dan motifasi yang tinggi, serta telah meluangkan waktu, tenaga,
pikiran, dan perhatiannya selama membimbing penulis.
4. Dan kepada seluruh dosen Fakutas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarata, yang telah banyak memberikan ilmunya
dengan ikhlas kepada penulis, dan seluruh anggota staf perpustakaan yang
telah meminjamkan buku-buku guna menunjang kegiatan perkuliahan hingga
selesai.
5. Ayah H. Ma’sum (Alm) dan Ibu Hj. Fatimah, kakak-kakaku tersayang (H.
Romadlon, Saefudin Zuhri, Ru’yat, Atikah, Julaikhah, Latifah, Hasanuddin)
dan Adikku (Umi Saroh dan Mudrikah) serta seluruh keluarga tercinta yang
telah memberikan do’a serta dukungan baik moril maupun materil yang tak
terhingga dalam menyelasaikan skripsi ini.
6. Kepala Madrasah beserta Dewan Guru Tarbiyatus Shibyan, dan santriwan/i.
Yang selalu memberi do’a dan dukungan hingga selesainnya skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan PI (Pidana Islam 2005) : Sayidi, Deni, Zeze,
Yazid, Asharyanto, Usep, Nendi, Anwar, Lukman, Trezal, Raizak, Zaki, Pipit,
Liala, Laili, Amin Indah, Wiwit, Rina, Ivada. Terima kasih atas kesetian di
ii
iii
dalam pencarian ilmu di jurusan Pidana Islam. Dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu
8. Kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak
langsung kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini penulis
ucapkan beribu-ribu terima kasih.
Akhirnya kepada Allah SWT, jualah penulis serahkan, agar semua bantuan
dari berbagai pihak tersebut diberikan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi
para pembaca pada umumya. Terima Kasih.
Jakarta, 15 September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR ………………………………...…………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………….. 4
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………………………………… 5
D. Metode Penelitian ………………………………………………. 6
E. Telaah Studi Terdahulu …………………………………………. 8
F. Sistematika Penulisan ………………………………………….. 10
BAB II PERJUDIAN SECARA UMUM ………………………………… 11
A. Pengertian Perjudian …………………………………………… 11
B. Sejarah, Macam-Macam dan Dampak Negatif Perjudian ……... 15
BAB III TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF
TENTANG PERJUDIAN..……………………………………..... 22
A. Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan
Hukum Positif ………………………………………………… 22
iv
B. Dasar Hukum Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif ………………………………………………… 31
C. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam
Hukum Islam dan Hukum Positif ……………………………. 41
BAB IV ANALISATERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN
NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PERKARA TINDAK
PIDANA PERJUDIAN …………………………………………... 62
A. Deskripsi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan…. 62
B. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara
Perjudian ………………………………………………………. 65
C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara
Tindak Pidana Perjudian Menurut Hukum Positif dan Hukum
Islam …………………………………………………………... 68
BAB V PENUTUP ………………………………………………………... 78
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 78
B. Saran-saran ……………………………………………………. 81
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 82
LAMPIRAN
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial (zoon politicon), manusia dalam berinteraksi satu
sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan
kepentingan di antara mereka, konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian,
karena biasanya disertai dengan pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu ke
pihak yang lain. Konflik-konflik seperti itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja,
tetapi memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya. Dalam keadaan seperti
itulah hukum sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Seperti
ungkapan “dimana ada masyarakat, maka di situ perlu hukum”. Eksistensi hukum
sangat diperlukan dalam mengatur kehidupan manusia, tanpa adanya hukum,
kehidupan manusia akan liar. Siapa yang kuat dialah yang menang.1
Dalam kehidupan ini, manusia diatur oleh sebuah norma-norma hukum.
Adanya norma hukum tersebut agar terciptanya kehidupan yang aman, tenteram dan
damai, salah satu aturan hukum yang dikenal adalah hukum pidana positif dan hukum
pidana Islam. Di dalam dua aturan hukum tersebut, banyak aturan-aturan yang harus
dilaksanakan dan aturan-aturan dilarang dikerjakan manusia sebagai objek hukum.
Salah satu aturan hukum yang harus dijauhi adalah tindak pidana perjudian.
1 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan
Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 2
1
2
Masalah perjudian sudah dikenal sejak lama sepanjang sejarah ditengah-
tengah masyarakat. Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu
kenyataan atau gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara
permainanya.2
Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti
dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi permasalahan ini. Usaha prefentif dan
refresif oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun dewasa ini, berbagai macam
dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan
sebagian masyarakat sudah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar,
sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat
sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang
sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar.
Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang begitu
serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih memprihatinkan,
beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai becking dari oknum aparat
keamanan.3
Karena bagaimanapun kenyataan di masyarakat, perjudian dapat
menimbulkan akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan masyarakat,
2 A. Hadyana Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1989) jilid ke-7, h. 474 3 Bambang Sutiyoso, Perjudian dalam Perspektif Hukum, artikel diakses pada hari selasa, 08
Desember 2009 http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-hukum
3
seperti: seringnya terjadi pencurian, perkelahian, rusaknya moral generasi muda
(pemarah dan emosional) serta identik dengan penjualan minuman keras dan
pelacuran.
Pada hakekatnya, perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan
norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi
penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari
kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai dampak yang negatif
dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi
muda. Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang menunggal dengan
kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi kegenerasi ternyata tidak mudah
diberantas. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi melakukan
perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya dan terhindarnya
dampak-dampak negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat berhenti melakukan
perjudian.
Keadaan demikian ini merupakan dilema sosial yang harus dihadapi dan
dihentikan. Pada hakikatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan
dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.4 Padahal menurut hukum, penjudi yang tertangkap
dapat dihadapkan ke meja hijau berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 yang
menegaskan bahwa “semua bentuk perjudian dikatagorikan sebagai tindak
4 H. Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma,
Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, (Banda Aceh, Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD, 2005), h. 265
4
kejahatan”, dan ini dipertegas lagi oleh intruksi presiden No. 7 Tahun 1981 yang
mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1981 bahwa “ segala bentuk perjudian dilarang
di Indonesia”
Berangkat dari permasalahan diatas, penulis memandang perlu
memperhatikan serta membahas lebih jauh mengenai permasalahan tersebut, serta
dapat dijadikan sebagai skripsi dengan judul “PERJUDIAN DALAM
PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN KUHP“ (Kajian Terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
a. Pembatasan Masalah
Salah satu aspek yang paling penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah aspek hukum, dimana ujung pangkal dari hukum itu adalah
penjatuhan hukuman atau pidana bagi setiap pelaku tindak pidana. Yang mana hal
tersebut diatas tidak dapat dilepaskan dari pemenuhan rasa keadilan bagi setiap pihak
yang dirugikan.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis membatasi penulisan skripsi pada hal-
hal sebagai berikut:
a. Sanksi bagi pelaku perjudian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana
Positif
5
b. Analisa terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam
perkara tindak pidana perjudian dalam hukum Pidana Islam
b. Perumusan Masalah
Dengan mengacu pada pembatasan masalah diatas, untuk mendapatkan hasil
yang baik, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah Pandangan Hukum Pidana Islam terhadap perjudian ?
b. Bagaimanakah pandangan Hukum Pidana Positif terhadap perjudian ?
c. Bagaimanakah pandangan Hukum Pidana Islam terhadap putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan No:1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel. tentang perjudian ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari paparan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka dapat
diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Pidana Islam terhadap
perjudian
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Pidana Positif
tentang perjudian
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No:1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel.
tentang perjudian
6
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapan mendapat manfaat bagi pembangunan
pengetahuan ilmiah di bidang hukum, baik hukum pidana Islam pada khususnya
maupun hukum pidana positif pada umumnya. Selain itu diharapkan skripsi ini dapat
memberikan informasi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana perjudian menurut
hukum pidana Islam dan hukum pidana positif kepada masyarakat luas, dan
khususnya kepada umat Islam, begitu juga sebagai masukan kepada pihak-pihak yang
berwenang dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan agar dapat dilakukan
perbaikan yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
bidang hukum, khususnya hukum mengenai perjudian.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang data-
datanya diungkapkan melalui kata-kata, norma atau aturan-aturan, dengan kata lain,
penelitian ini memanfaatkan data kualitatif.5
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif doktriner, yaitu
penelitian yang mengkaji asas-asas dan norma-norma hukum. Penulis mencoba
menelaah dan menjelaskan aspek-aspek yang berkenaan dengan permasalahan ini6.
5 Lexi J. Moelong, Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. ke-5, h.
6 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-8, h. 13
7
Penelitian ini digunakan karena untuk menegtahui dan menjelaskan asas-asas dan
norma-norma hukum yang menjadi landasan hukum yang berkenaan dengan
penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan
menjelaskan satu variabel.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data
sekunder, yang terdiri dari :
a. Bahan primer yaitu : Perundang-undangan yakni dokumentasi putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalil-
dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dal Al-Hadits, serta ketentuan-ketentuan
Fiqh yang mengatur masalah perjudian.
b. Bahan hukum sekunder yaitu : buku-buku hukum yang ada kaitannya dengan
materi yang ada kaitannya dengan materi yang menjadi pokok masalah yang
akan dibahas.
c. Bahan hukum tersier yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter yaitu
dengan cara memanfaatkan dokumen, buku-buku tertentu atau arsip yang ada di
8
lembaga pemerintahan setempat sebagai objek penelitian serta data-data yang
diperoleh dari literature dan referensi yang berhubungan dan berkenaan dengan judul
skripsi ini.
4. Tehnik Analisa Data
Dalam menganalisa data, digunakan tehnik analisis isi secara kualitatif,
karena menggunakan data kualitatif. Dengan tehnik ini penulis berusaha untuk
mengkualifikasikan bahan-bahan yang telah diperoleh dan disusun, kemudian
melakukan interpretasi dan formulasi, yang mana, penulis menggambarjan objek
pembahasan dengan apa adanya untuk kemudian dicermati secara mendalam.
Adapun tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi, cetakan ke-1 yang diterbitkan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Telaah Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian yang memaparkan tentang masalah yang dikaji dalam
skripsi ini secara spesifik belum ada. Hanya penjelasan secara umum yang banyak
ditemukan pada buku-buku. Adapun buku-buku yang menjelaskan secara rinci
jumlahnya sangat sedikit. Berikut ini paparan secara umum atas sebagian buku-buku
tersebut.
Buku pertama merupakan buku yang paling lengkap sebagai referensi untuk
masalah hukum pidana Islam. Buku tersebut adalah karya dari Ahmad Hanafi, yang
9
berjudul “Asas-Asas Hukum Pidana Islam”. Dalam buku ini menjelaskan tentang
macam-macam jarimah yang ada di dalam hukum Islam, baik itu jarimah
hudud,qishash diyat, maupun ta’zir, akan tetapi untuk permasalahan “Tindak Pidana
Perjudian” tidak ditemukan pembahasannya.
Buku yang kedua adalah buku yang berjudul “Hukum Pidana Islam” karya
Zaenuddin Ali. Di dalam buku ini masih menjelaskan masalah hukum dalam koridor
hukum Islam, yang mana pembidangannya dari pidana Islam (jinayah) membahas
tentang jarimah-jarimah hudud, qishash diyat, dan ta’zir. Untuk itu dipandang perlu
mengangkat permasalahan mengenai “Tindak Pidana Perjudian” ynag dibahas
dalam buku-buku ini khususnya dan umumnya secara koridor hukum pidana Islam.
Buku lain yang membahas tentang perjudian adalah buku yang ditulis oleh
P.A.F. Lamintang dengan judul Delik-Delik Khusus, Tindak Pidana-Tindak Pidana
Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, buku karya
Leden Marpaung dengan judul Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah
Prevensinya,dan buku Adami Chazawi dengan judul Tindak Pidana Mengenai
Kesopanan buku-buku ini membahas tentang tidak pidana kesopanan dan kesusilaan
yang di dalamnya membahas tentang tindak pidana perjudian, walaupun dalam buku
ini dirasa cukup dalam menjelaskan masalah perjudian, namun menurut hemat
penulis tidak ada salahnya lebih mengeksplor lagi dengan mengkomparasikan dengan
dua tipe hukum ( Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif)
10
F. Sistematika Penulisan
Dalam upaya memudahkan penyusunan skripsi ini serta agar lebih terarah,
maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode
Penelitian,Telaah Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.
Bab II Bagian ini akan menerangkan tentang Pengertian Perjudian, Sejarah,
Macam-Macam Perjudian dan Dampak Negatif dari Perjudian
BabIII Bagian ini akan menerangkan tentang Tinjauan Hukum Islam dan
Hukum Positif Tentang Perjudian, Tindak Pidana Perjudian dalam
Persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif, Dasar Hukum Larangan
Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan Hukum Positif,
Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam
Hukum Islam dan Hukum Positif
BAB IV Bagian ini akan menerangkan tentang Analisa terhadap Putusan
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian, Deskripsi Kasus Perjudian, Putusan Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Perjudian, Analisa
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Menurut Hukum Pidana
Islam dan Hukum Pidana Positif
BAB V Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran-saran
BAB II
PERJUDIAN SECARA UMUM
A. Pengertian Judi
Kata al-maisir atau judi dalam bahasa mempunyai arti sebagai berikut :
Al-maisir/judi dalam bahasa Arab mempunyai beberapa pengertian
diantaranya adalah: lunak, tunduk, keharusan, mudah, gampang, kaya, membagi-bagi.
Ada yang mengatakan kata al-maisir berasal dari kata yasara ( سري ) yang artinya
keharusan. Makna ini mengingatkan kita kepada adanya keharusan bagi siapa yang
kalah dalam bermain al-maisir/judi untuk menyerahkan sesuatu yang dipertaruhkan
kepada pihak yang menang. Ada yang mengatakan kata al-maisir berasal dari kata
yusrun ( سري ) yang artinya mudah, dengan analisa bahasa karena al-maisir/judi
merupakan upaya dan cara untuk mendapatkan rizki dengan mudah, tanpa susah
payah. Ada lagi yang mengatakan bahwa kata al-maisir berasal dari kata yasârun (ر
ساي ) yang artinya kaya, dengan analisa bahasa karena dengan permainan itu akan
menyebabkan pemenangnya menjadi kaya. Adapula yang yang berpendapat bahwa
kata al-maisir berasal dari kata yusrun ( سري ) yang artinya membagi-bagikan daging
onta. Hal ini sesuai dengan sifat al-maisir/judi yang ada pada masa jahiliyah yang
karenanya ayat Al-Qur’an itu diturunkan, di mana mereka membagi-bagi daging onta
menjadi dua puluh delapan bagian. Dalam bahasa Arab al-maisir sering juga disebut
11
12
Menurut bahasa Indonesia judi adalah permainan dengan menggunakan uang
sebagai taruhan, seperti main dadu, kartu dan lain-lain.2
Menurut pendapat Muhammad Ali as-Sayis adalah Al-maisir asalnya dari kata
taisîr yang berarti yang memudahkan, yaitu suatu cara pembagian yang didasarkan
atas kesepakatan sebagaimana yang dilakukan pembagian dalam judi.3
Perjudian adalah taruhan, suatu bentuk permainan untung-untungan dalam
masalah harta benda yang dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan pada semua
pihak.4
Adapun arti judi menurut istilah ada beberapa pendapat, diantaranya :
Tafsir al-Shawiy juz I hal. 90 :
☺ ⌧☺ ☺ ☺ Al-maisir adalah qimar, yaitu alat-alat permainan yang dipermainkan untuk mendapatkan imbalan uang
Tafsir Rawâi’ul Bayan juz I hal 279
☺ ☺ ⌧
Setiap permainan yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain adalah termasuk maisir/judi yang diharamkan
1 Ibrahim Hosen, Apa itu Judi ?, (Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an, 1986), cet.1, h.25 2 Anton M. Moeliono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
cet. Ke 1, h. 367 3 Muhammad Ali as-Sayis, Tafsir Ayat Ahkam, (Misra: Ali Assabais, 1953), jilid ke-2, h. 207 4 M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. 1, h.
142
12
13
Tafsir Mahasinut Ta’wil juz III hal 552
☺
Mujahid berkata, setiap permainan yang didalamnya mengandung taruhan adalah termasuk maisir; termasuk permainan anak-anak kecil dengan kelereng
Yusuf Qardlawy dalam kitabnya Al-Halal wal-Haram Fil-Islam:
⌧ ⌧ ☺
Setiap Permainan yang mengandung taruhan adalah haram. Qimar/judi adalah setiap permainan yang pemainnya bisa untug dan bisa rugi (untung-untungan)
Sayyid Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjani dalam kitabnya At-Ta’arifat
halaman 179
☺ Judi adalah permainan di mana seseorang mengambil dari kawannya sedikit demi sedikit dalam suatu permainan
Al-maisir/judi adalah suatu permainan yang mengandung unsur taruhan yang
dilakukan secara berhadap-hadapan/langsung antara dua orang atau lebih.5
Hasby ash-Shidieqy mengartikan judi dengan : “ segala bentuk permainan
yang ada wujud kalah menangnya ; pihak yang kalah memberikan sejumlah uang atau
barang yang disepakati sebagai taruhan kepada pihak yang menang”. Lebih lanjut
5 Ibrahim Hosen, Apa itu Judi ?, (Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an, 1986), cet.1, h. 29
13
14
dikatakannya, segala permainan yang mengandung untung-untungan termasuk judi,
dilarang syara.6
Menurut Hamka judi yaitu segala permainan yang menghilangkan tempo dan
melalaikan waktu dari membawa pertaruhan.7
Menurut Rasyid Ridha, maisir sama dengan qimar, yaitu permainan yang
mensyaratkan bahwa orang yang menang menerima seluruh taruhan yang ditentukan
dalam permainan itu8
Menurut KUHP Pasal 303 ayat (3) adalah: Permainan dimana pada umumnya
kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, dan juga karena
pemainannya terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang
kepetusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara
mereka yang turut berlomba atau bermain, begitu juga segala segala pertaruhan yang
lainnya.9
Dari rumusan Pasal 303 ayat (3) di atas sebenarnya ada dua pengertian
perjudian, yakni sebagai berikut:10
1. Suatu permainan yang kemungkinan mendapat untung bergantung pada
peruntungan belaka. Pada macam perjudian ini, menang atau kalah dalam arti
6 Abdul Aziz Dahlan,dkk, Ensiklopedi Islam 1 (Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1999), h.
297 7 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 39 8 M. Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, (Jakarta: PT. Al-
Mawardi Prima, 2003) cet. 1, h. 306 9 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Ed. 5, h. 182 10 Adami Chazawi, Tndak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 166 - 167
14
15
mendapat untung atau rugi hanyalah bergantung pada keberuntungan saja,
atau secara kebetulan. Misalnya dalam permainan judi dalam menggunakan
alat dadu.
2. Permainan yang kemungkinan mendapat untung atau kemenangan sedikit atau
banyak bergantung pada kemahiran atau keterlatihan si pembuat. Misalnya
melempar bola, permainan dengan memanah, bermain bridge, atau domino.
Dua pengertian perjudian di atas, diperluas juga pada dua macam pertaruhan,
yaitu :
1. Segala bentuk pertaruhan tentang keputusan perlombaan lainnya yang tidak
diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain. Misalnya dua orang
bertaruh tentang suatu pertandingan sepak bola antara dua kesebelasan, di
mana yang satu bertaruh dengan menebak satu kesebelasan sebagai
pemenangnya dan yang satu pada kesebelasan lainnya.
2. Segala bentuk pertaruhan lainnya yang tidak ditentukan, maka segala bentuk
pertaruhan dengan cara bagaimana pun dan dalam segala hal mana pun adalah
termasuk perjudian. Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan
hadiah yang ditayangkan pada televise termasuk juga pengertian perjudian
menurut Pasal ini. Tetapi perminan kuis itu tidak termasuk permainan judi
yang dilarang, apabila terlebih dulu telah mendapat izin dari instansi atau
pejabat terkait.
15
16
B. Sejarah, Macam-Macam dan Dampak Negatif Perjudian
Judi telah dikenal sejak lam sepanjang sejarah. Sejak zaman dahulu, masalah
perjudian merupakan suatu gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup
dan ragam permainannya saja. Hal ini dibuktikan oleh peninggalan arkeolog di Mesir,
ditemukan sejenis permainan yang diduga berasal dari tahun 3.500 Sebelum Masehi.
Pada lukisan makan dan gambar keramik terlihat orang yang sedang melempar
astragali (tulang kecil dibawah tumit domba atau anjing, yang disebut pula tulang
buku kaki) dan papan pencatat untuk menghitung nilai pemain. Tulang ini memiliki
empat sisi yang tidak rata, setiap sisi diduga memiliki nilai tersendiri. Astragali juga
dimainkan oleh penduduk Yunani dan Romawi, yang membuat tiruannya dari batu
dan logam. Orang kuno juga berjudi dengan menggunakan sebatang tongkat kecil.
Dadu sudah ada sejak zaman tarikh Masehi. Ada dadu yang dibuat dari tulang,
namun lebih banyak lagi yang dibuat dari tembikar atau kayu. Dadu tertua, yang
dibuat tahun 3.000 Sebelum Masehi, berasal dari Irak dan India. Ada kemungkinan,
astragali, dadu dan tongkat, selain untuk berjudi, juga digunakan untuk mencari
jawaban suatu masalah atau mengakhiri suatu sengketa. Ketika bangsa Arya
menyerbu India sekitar 200 tahun Sebelum Masehi, mereka membawa permainan
dadu dengan menggunakan sejenis biji.
Mitologi Yunani dan Romawi menceritakan dewa bermain judi. Cerita judi
paling banyak di temukan pada kebudayaan Asia, termasuk Asia Tenggara, Jepang,
Filipina, Cina dan India. Ada yang menceritakan permainan judi antara dewa, antara
16
17
manusia, dan antara manusia dan dewa. Taruhannya berupa harta, kaum wanita
(isteri, saudara perempuan, anak perempuan), bagian tubuh, atau bahkan jiwa. Dalam
karya sastera India yang terkenal. Mahabarata, dikisahkan kesengsaraan Pandawa
akibat kalah berjudi dengan Kurawa.11
Pada masa Jahiliyah dikenal dua bentuk al-maisir, yaitu al-Mukhatarah dan
at-Tajzi’ah. Dalam bentuk al-Mukhatarah dua orang laki-laki atau lebih
menempatkan harta dan isteri mereka masing-masing sebagai taruhan dalam suatu
permainan. Orang yang memenangkan permainan ini berhak mengambil harta dan
isteri dari pihak yang kalah. Harta dan isteri yang sudah menjadi milik pemenang itu
dapat diperlakukannya sekehendak hatinya.
Dalam bentuk at-Tajzi’ah, seperti dikemukakan oleh al-Qurtubi, sebanyak
sepuluh orang laki-laki bermain kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu.
Kartu yang disebut al-Azlam atau al-Aqlam itu berjumlah sepuluh buah, yaitu al-Faz
berisi satu bagian, at-Tau’am dua bagian, ar-Raqib tiga bagian, al-Halis empat
bagian, an-Nafis lima bagian, al-Musbil enam bagian , dan al- Mu’alli berisi tujih
bagian, yang merupakan bagian terbanyak. Sedangkan kartu as-Safih, al-Manih, dan
al-Wagd merupakan kartu kosong. Jadi jumlah keseluruhan dari sepuluh nama kartu
tersebut adalah dua puluh delapan buah. Kemudian seekor unta dipotong menjadi dua
puluh delapan sesuai dengan jumlah isi kartu tersebut. Selanjutnya kartu dengan
nama-nama sebanyak sepuluh itu di masukkan ke dalam sebuah karung dan
11A. Hadyana Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1989) jilid ke-7, h. 474
17
18
diserahkan kepada seseorang yang dipercaya kemudian dikocok dan dikeluarkan satu
persatu hingga habis. Setiap peserta mengambil bagian dari daging unta itu sesuai
dengan isi atau bagian yang tercantum dalam kartu tersebut. Mereka yang mendapat
kartu kosong, dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan merekalah yang harus
membayar unta tersebut. Sedangkan mereka yang menang, sedikitpun tidak
mengambil daging unta hasil kemenangan itu, melainkan seluruhnya dibagi-bagikan
kepada orang-orang miskin. Mereka yang menang saling membanggakan diri dan
membawa-bawa serta melibatkan pula suku atau kabilah mereka masing-masing.
Disamping itu, mereka juga mengejek dan menghina pihak yang kalah dengan
menyebut-nyebut dan melibatkan pula kabilah mereka. Tindakan mereka itu selalu
berakhir dengan perselisihan, percekcokan, bahkan saling membunuh dan
peperangan.12
Di Indonesia judi telah dikenal sejak dulu, ini terbukti dengan beberapa relief
di candi Borobudur yang menggambarkan sejenis permainan judi. Dan pada
umumnya masyarakat Indonesia dulu, permainan judi biasanya dilaksanakan pada
acara-acara besar adapt, seperti sabung ayam pada masyarakat Bugis Makasar
dilakukan saat kematian kerabat raja, perkawinan dan penobatan, dan pada
masyarakat Bali dulu dilakukan pada hari raya Galungan dan Kuningan.
Ini menjadi bukti sejarah bahwa judi, baik di Indonesia maupun di seluruh
dunia telah dikenal dan dipermainkan sejak dulu, hanya dengan bergulirnya
12 Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
1997), jilid ke-3, h. 1053
18
19
perkembangan budaya, bentuk permainan dan ragam judi ini pun semakin banyak dan
berkembang sesuai dengan banyaknya kreasi manusia.
Mengenai macam-macam judi yang banyak dipermainkan orang sekarang ini,
baik di dalam dan di luar negeri, penulis membagi ke dalam dua kelompok, yaitu judi
non elektronik dan judi elektronik. Yang termasuk judi non elktronik diantaranya
adalah adalah : lotre, togel, wewe dan kim (semacam kupon undian berhadiah), kartu
ceki, kartu samgong, kiu-kiu, mahyong, capjiki, capsa, maciok, coco dan domino
(macam-macam permainan kartu), tuwo, ting, togar dan jampale (permainan dengan
melempar mata uang), bola gelinding, dadu, sabung ayam, rolet dari Perancis,
Jackpot dan baccarat yang terkenal di Inggris, blackjack dari Amerika, kartu Perancis,
trente et quarante yang terkenal di kasino Monto Corle, dan segala macam tebak-
tebakan apa saja yang di dalamnya terdapat unsure taruhan. Dan yang termasuk judi
elektronik adalah permainan judi yang menggunakan alat elektronik ataupun
teknologi canggih, seperti : mickey mouse, dingdong (ketangkasan), MGM mirage
dan Park palace (lewat internet), dan lain sebagainya. 13
Adapun dampak dari perjudian tidaklah lebih kecil daripada khamar.
Seseorang yang baik dapat menjadi jahat, seseorang yang taat dan giat dapat menjadi
jahil, malas bekerja, malas mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat
Allah. Dia jadi orang pemalas, pemarah, matanya merah, badannya lemas dan lesu
dan hanya berangan-angan kosong. Dan lebih jauh kalau orang yang asyik dengan
13A. Hadyan Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1989) jilid ke-7, h. 474
19
20
hidangan meja hijau menurut istilah yang mereka pergunakan itu akan berani menjual
agamanya, harga dirinya dan tanah airnya, demi permainan judi. Kecintaannya
terhadap hidangan ini akan mencabut kecintaannya terhadap barang lain, atau nilai
apapun. Hidangan ini dapat menaburkan benih permainan judi dengan segala macam
cara. Sampai pun tentang harga dirinya, keyakinannya dan bangsanya, akan rela
dikorbankan demi terlaksananya pekerjaan yang sia-sia ini.14 Dan dengan sendirinya
akhlaknya rusa, tidak mau bekerja mencari rizki dengan jalan yang baik, selalu
mengharap kalau-kalau mendapat kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada
orang yang kaya karena berjudi, malah sebaliknya yang terjadi, banyak orang yang
kaya jatuh miskin karena judi.15 Judi juga dapat menimbulkan permusuhan dan
kemarahan antara partner sepermainan, dan tidak jarang juga menimbulkan
pembunuhan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan
membiasakan hidup menganggur dan bermalas-malasan, menunggu hasil yang besar
tanpa jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak rumah tangga, seberapa banyak
rumah tangga menjadi porak-poranda yang dahulunya hidup dalam kesenangan dan
kebahagiaan yang disebabkan oleh judi, sehingga kadang-kadang berakibat sangat
menyedihkan sekali, pelakunya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau rela
hidup dengan kemiskinan dan kehinaan.16
14 http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/40349.html ,diakses pada hari sabtu, 21 November 2009
15Zaini Dahlan, dkk, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) jilid. 1 h.386
16 Mu’ammal Hamidy, dkk, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni , (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985) jilid I, cet. I, h. 228
20
21
Perjudian adalah musuh bagi orang yang selalu memenangi perjudian itu. Ia
akan terus menerus mengharap orang lain celaka atau jatuh dalam bahaya. Dan, ini
adalah yang terjadi di dunia. Banyak dari apa yang kita dengar bahwa seseorang tega
membunuh temannya sendiri akibat dari kekalahannya dalam perjudian.
Dalam perjudian, bisa jadi kekayaan seseorang semakin melimpah. Tapi, bisa
jadi ia tertimpa dua hal, berubah dari kaya menjadi miskin, atau menyakiti diri
sendiridemi menghilangkan rasa kesusahan dalam kehidupannya. Dan kenyataannya
kita melihat bahwa banyak dari kejadian bunuh diri diakibatkan oleh kemiskinan
akibat dari kekalahan dalam perjudian.
Seorang penjudi terkadang melakukan profesi berjudinya secara bebas tanpa
kendali, dari berjudi ini, dia bisa meraup keuntungan tertentu. Selain itu, seorang
penjudi terkadang juga memiliki keluarga, dan dalam keluarga itu dia merupakan
orang yang bertanggung jawab menafkahi keluarganya. Seorang penjudi lebih sering
menderita kerugian/kekalahan dari pada keuntungan. Ketika ia jatuh rugi dan
bangkrut, dia bisa berbuat apa saja, termasuk merusak peraturan rumah tangganya
sendiri.
Seorang penjudi yang jatuh bangkrut, namun jiwa penjudinya sudah mendarah
daging, ia akan bisa melakukan tindakan amoral, yang diantaranya adalahmencuri,
atau melakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang semacam itu, seperti menipu,
21
22
22
mencopet, berkhianat, melakukan pemalsuan-pemalsuan dan mencari celah-celah
untuk mendapatkan uang yang jelas tidak halal.17
17 Syekh Ali Ahmad al-Jarjani, Indahnya Syariat Islam,(Jakarta: Gema Insani Press, 2006),
cet. I, hal 443
BAB III
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG
PERJUDIAN
A. Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif
Agama Islam membolehkan berbagai macam hiburan dan permainan bagi
setiap pemeluknya, tetapi Islam mengharamkan setiap permainan yang dicampuri
dengan unsur perjudian, yaitu suatu permainan yang mengandung unsur taruhan, baik
itu berupa uang, barang, kehormatan dan orang yang menang itu berhak mendapat
taruhannya tersebut.
Judi merupakan praktek untung-untungan yang membuat orang bermain
berharap akan mendapat keuntungan dengan mudah.
Khusus mengenai judi, sebagaimana minuman khamar, Allah melarang main
judi sebab bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Bahaya main judi tidak
kurang dari bahaya minum khamar. Judi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan
kemarahan, dan tiadk jarang juga menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah
terbukti sejak dulu sampai sekarang. Bilamana disuatu tempat sudah berjangkit
perjudian, maka di tempat itu selalu terjadi perselisihan, permusuhan maupun
pembunuhan. Ini disebabkan hilangnya rasa persahabatan dan solidaritas sesama
teman karena rasa dendam dan culas untuk saling mengalahkan di dalam berjudi.
Judi adalah perbuatan berbahaya, karena dampaknya, seseorang yang baik dapat
menjadi jahat, seseorang yang giat dan taat dapat menjadi jahil, malas bekerja, malas
22
23
mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi orang
pemalas, pemarah, matanya merah, badannya lemas dan lesu dan hanya berangan-
angan kosong. Dan dengan sendirinya akhlaknya rusak, tidak mau bekerja mencari
rizki dengan jalan yang baik, selalu mengharap-harap kalau-kalau mendapat
kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang kaya karena berjudi. Malah
sebaliknya yang terjadi, banyak orang yang kaya tiba-tiba jatuh miskin karena judi,
banyak pula rumah tangga yang aman dan bahagia tiba-tiba hancur karena judi.1
Di dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 91, Allah menyebutkan alasan
mengapa khamar dan judi di haramkan bagi orang-orang muslim. Alasan yang
disebutkan dalam ayat ini ada dua macam yaitu:
Pertama : karena dengan kedua perbuatan itu syaitan ingin menimbulkan
permusuhan dan rasa saling benci di antara sesama manusia.
Kedua : karena perbuatan itu akan melalaikan mereka dari mengingat Allah.
Pada ayat lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan
perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan. Artinya syaitanlah yang membujuk-
bujuk manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling benci di
antara mereka.
Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang yang suka meminum khamar
dan judi tak dapat diingkari lagi. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam
itu cukup menjadi bukti. Khususnya bagi orang-orang yang suka bermain judi,
1Zaini Dahlan, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995)
jilid. 1, hal. 386
24
mereka selalu berharap akan memperoleh kemenangan, oleh sebab itu mereka tidak
pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang
dipertaruhkannya. Dan pada saat ia kehabisan uang atau barang, ia akan berusaha
untuk menambil milik orang lain dengan jalan yang tidak sah.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi,
maka Allah SWT. dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin :
Maka maukah kalian berhenti (menjalankan perbuatan itu) ?. maksudnya adalah
setelah mereka diberitahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-
perbuatan itu, maka hendaklah menghentikan dengan segera. Apabila mereka tidak
mau menghentikannya setelah diberi tahu bahaya-bahayanya, maka mereka sendirilah
yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.2
Begitulah Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mengambil manfaat yang
lebih besar dan menolak kerusakan, sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqhiyah :
.⌧ ☺ ☺
3 ☺
Artinya : Menolak kerusakan lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatan. Dan apabila berlawanan antara mafsadat dan maslahat, didahulikan menolak yang mafsadat.
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Qur’an, 1983) jilid 3 h. 20-22 3 Abdul Mujib, al-Qawaid al-Fiqhiyah, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980), h. 37
25
Walaupun dalam khamar dan judi terdapat kemaslahatan, tetapi kemaslahatanya
lebih kecil dibandingkan dengan mafsadatnya. Demikianlah Allah mengharamkan
judi, sebab akan membawa kesengsaraan dan kedurhakaan kepada Allah.
Bahaya judi tidaklah lebih kecil daripada bahaya khamar. Ia dapat menimbulkan
permusuhan dan kemarahan di antara partner sepermainan, menghalangi dzikrullah
dan shalat, merusak masyarakat dengan membiasakan hidup menganggur dan malas,
menunggu hasil yang besar tanpa jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak
rumah tangga. 4Firman Allah:
☺
☺
☺
Artinya: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(QS. Al-Maidah :91).
Dengan demikian seorang muslim tidak boleh menjadikan permainan judi
sebagai sarana hiburan dan mengisi waktu luang, sebagaimana ia juga tidak boleh
menjadikannya sebagai sarana mencari nafkah dalam situasi bagaimanapun.
4Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam, terj. Mu’ammal Hamidy, dkk. Terjemahan Tafsir Ayat
Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985), cet. I, h. 228
26
Yusuf Qardhawi menjelaskan beberapa hikmah dan tujuan dibalik
pengharaman judi diantaranya :5
1. Hendaknya seorang muslim mengikuti sunnatullah dalam bekerja mencari
uang, dan mencarinya dengan dimulai dari pendahuluan-pendahuluannya.
Masukilah rumah dari pintu-pintunya; dan tunggulah hasil (musabbab) dari
sebab-sebabnya. Sedang judi yang di dalamnya termasuk undian dapat
menjadikan manusia hanya bergantung kepada pembagian, sedekah dan
angan-angan kosong; bukan bergantung kepada usaha, aktivitas dan
menghargai cara-cara yang telah ditentukan Allah, serta perintah-perintahNya
yang harus diturut.
2. Islam menjadikan harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi.
Oleh karena itu tidak boleh diambilnya begitu saja, kecuali dengan cara tukar-
menukar sebagai yang telah disyariatkan, atau dengan jalan hibah dan
sedekah. Adapun mengambilnya dengan jalan judi, adalah termasuk makan
harta orang lain dengan cara yang batil.
3. Tidak mengherankan, kalau perjudian itu dapat menimbulkan permusuhan
dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari
mulutnya bahwa mereka telah saling merelakan. Sebab bagaimanapun akan
selalu ada pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang
merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh
5 Yusuf Qaradhawi, al-Halal wal- Haram fil- Islam, terj. Abu Hana Zulkarnain, dkk., Halal Haram dalam Islam, (Jakarta: Media Eka Sarana, 2004),cet. 1, h. 378-379
27
kebencian dan mendongkol. Dia marah karena angan-angannya tidak dapat
tercapai. Dia mendongkol karena taruhannya itu sial. Kalau dia ngomel, maka
ia ngomeli dirinya sendiri karena derita yang dialami dan tangannya yang
menaruhkan taruhannya dengan membabi-buta.
4. Kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi,
barangkali dengan ulangan yang kedua itu dapat menutup kerugiannya yang
pertama. Sedang yang menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka
ia tertarik untuk mengulangi lagi. Kemenangannya yang sedikit itu mengajak
untuk dapat lebih banyak. Samasekali dia tidak ada keinginan untuk berhenti.
Dan makin berkurang pendapatannya, makin dimabuk oleh kemenangan
sehingga dia beralih dari kemegahan kepada suatu kesusahan yang
mendebarkan. Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga
hampir kedua putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya
pertumpahan darah antara pemain-pemain judi.
5. Oleh karena itu hobby ini merupakan bahaya yang mengancam masyarakat
dan pribadi. Hobby ini merusak waktu dan aktivitas hidup dan menyebabkan
si pemain-pemainnya menjadi manusia yang tamak, mereka mau mengambil
hak milik orang tetapi tidak mau memberi, menghabiskan barang tetapi tidak
dapat berproduksi.
28
Selamanya pemain judi sibuk dengan permainannya, sehingga lupa akan
kewajibannya kepada Tuhan, kewajibannya akan diri, kewajibannya akan keluarga
dan kewajibannya akan ummat.
Tidak terlalu jauh kalau orang yang suka hidangan meja hijau menurut istilah
yang mereka pergunakan itu akan berani menjual agamanya, harga dirinya dan tanah
airnya, demi permainan judi. Kecintaannya terhadap hidangan ini akan mencabut
kecintaannya terhadap barang lain, atau nilai apapun. Hidangan ini dapat menaburkan
benih permainan judi dengan segala macam cara. Sampai pun tentang harga dirinya,
keyakinannya dan bangsanya, akan rela dikorbankan demi terlaksananya pekerjaan
yang sia-sia ini.
Betapa benarnya dan indahnya susunan al-Quran yang mengkaitkan arak dan
judi ini dalam satu rangkaian ayat dan hukumnya, sebab bahayanya terhadap pribadi,
keluarga, tanah air dan moral adalah sama. Pencandu judi sama dengan pencandu
arak, bahkan jarang sekali didapat salah satunya saja sedang yang lain tidak.
Betapa benarnya al-Qur’an yang telah menjelaskan kepada kita, bahwa arak
dan judi adalah salah satu daripada perbuatan syaitan; dan kemudian diikutinya
dengan menyebut berhala dan azlam serta ditetapkannya kedua hal tersebut sebagai
perbuatan yang najis dan harus dijauhi.
29
Dalam perspektif hukum positif, perjudian merupakan salah satu tindak
pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Masalah perjudian ini dimasukkan
dalam tindak pidana kesopanan6, dan diatur dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303
bis KUHP jo. Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.
Dalam KUHP masalah perjudian diatur dalam Pasal 303 yang berbunyi :7
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda
paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin.
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan
sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan
kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
6 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, ( Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 157 7 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2006),
edisi 5, h. 182
30
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
itu.
(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada
umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung kepada peruntungan
belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ
termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan
lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau
bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan perundang-
undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata masih
mengandung beberapa kelemahan. Adapun beberapa kelemahannya adalah:
1. Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata
pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan
sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang
memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana
2. Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman,
tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam
praktek peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan
hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan
31
3. Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang
bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai
pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya.
Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti
adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang
berwenang.
B. Dasar Hukum Tindak Pidana Perjudian Menurut Hukum Pidana Islam dan
Hukum Pidana Positif
Dasar hukum dilarangnya perjudian dalam hukum pidana Islam adalah
berdasar Al-Qur’an dan hadits Nabi :
Surat Al-Baqarah ayat 219 :
☺ ☺ ☺ ⌦
☺ ☺ ☺
⌧ ⌧
⌧
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
32
Adapun sebab turunnya ayat tersebut, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dari Abi Hurairah sebagai berikut :
Ketika Rasulullah SAW. telah bersabda di Madinah di dapati para sahabat ada
yang meminum khamar dan berjudi, seba hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka
sejak nenek moyang mereka. Kemudian para sahabat bertanya kepada Rasulullah
SAW. mengenai hukumnya. Maka turunlah ayat ini. Mereka memahami dari ayat ini
bahwa khamar dan judi itu tidak diharamkan oleh agama Islam, hanya dikatakan
bahwa bahayanya lebih besar.
Sesudah itu maka turunlah ayat yang lebih tegas yang menyuruh mereka
berhenti sama sekali dari meminum khamar dan berjudi, yaitu surat Al-Maidah ayat
90-91
☺ ☺
☺ ☺
☺
☺
☺
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
33
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Sesudah selesai turunnya ayat yang lebih tegas ini mereka berkata : “Ya Tuhan
kami , kami pasti berhenti meminum khamar dan berjudi”8
Dalam riwayat lain, sebab turunnya ayat tersebut diatas karena Umar bin
Khattab berdo’a:
Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Umar bin Khattab,
bahwa ia pernah berdo’a: “Ya Allah terangkanlah kepada kami, tentang (hukum)
khamar dengan keterangan yang jelas, karena itu telah membinasakan harta dan
merusak akal”, kemudian turun ayat “mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi”, lalu Umar dipanggil dan dibacakan ayat tersebut, lalu ia berdo’a (lagi): “ya
Allah, terangkanlah kepada kami, tentang khamar dengan keterangan yang jelas !
Maka turunlah ayat dalam surat An-Nisa, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk” (QS. 4:43). Maka juru panggil
Rasulullah apabila shalat hendak didirikan memanggil dengan “ hendaklah sekali-kali
orang yang mabuk tidak mengerjakan shalat”, lalu Umar dipanggil, kemudian
dibacakan ayat dari surat tadi An-Nisa tadi, kemudian ia berdoa (lagi): “ Ya Allah
terangkanlah kepada kami tentang khamar dengan keterangan yang jelas”, kemudian
turun ayat dalam surat al-Maidah, lalu Umar dipanggil dan dibacakan surat tersebut,
8 Zaini Dahlan, Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1995) jilid. 1, hal. 366
34
maka tatkala sampai pada ayat “ maukah kalian berhenti ?” (QS. 5 : 91). Umar
berkata : “kami berhenti, kami berhenti.9
Dalam mengharamkan khamar dan judi Allah tidak mengharamkan sekaligus
tetapi dengan proses berangsur-angsur, karena minuman khamar dan berjudi itu bagi
orang Arab sudah menjadi adapt dan kebiasaan yang telah mengakar dan mendarah
daging semenjak zaman jahiliyah. Seandainya Allah melarangnya sekaligus
dikhawatirkan akan sangat memberatkan bagi mereka dan mungkin mereka akan
menolak larangan tersebut.
Khusus mengenai judi, sebagaimana minuman khamar, Allah melarang main
judi sebab bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Bahaya main judi tidak
kurang dari bahaya minum khamar. Judi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan
kemarahan, dan tiak jarang juga menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah
terbukti sejak dulu sampai sekarang. Bilamana disuatu tempat sudah berjangkit
perjudian, maka di tempat itu selalu terjadi perselisihan, permusuhan maupun
pembunuhan. Ini disebabkan hilangnya rasa persahabatan dan solidaritas sesama
teman karena rasa dendam dan culas untuk saling mengalahkan di dalam berjudi.
Judi adalah perbuatan berbahaya, karena dampaknya, seseorang yang baik dapat
menjadi jahat, seseorang yang giat dan taat dapat menjadi jahil, malas bekerja, malas
mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi orang
pemalas, pemarah, matanya merah, badannya lemas dan lesu dan hanya berangan-
9 Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam,(Surabaya : PT. Bina Ilmu 1985), cet. 1,
alih bahasa, Muhammad Hamidy dan Imron A. Manan, h. 216
35
angan kosong. Dan dengan sendirinya akhlaknya rusak, tidak mau bekerja mencari
rizki dengan jalan yang baik, selalu mengharap-harap kalau-kalau mendapat
kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang kayak arena berjudi. Malah
sebaliknya yang terjadi, banyak orang yang kaya tiba-tiba jatuh miskin karena judi,
banyak pula rumah tangga yang aman dan bahagia tiba-tiba hancur karena judi.10
Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang yang suka meminum khamar
dan judi tak dapat diinkari lagi. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam
itu cukup menjadi bukti. Khususnya bagi orang-orang yang suka bermain judi,
mereka selalu berharap akan memperoleh kemenangan, oleh sebab itu mereka tidak
pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang
dipertaruhkannya. Dan pada saat ia kehabisan uang atau barang, ia akan berusaha
untuk menambil milik orang lain dengan jalan yang tidak sah.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi,
maka Allah SWT. dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin :
Maka maukah kalian berhenti (menjalankan perbuatan itu) ?. maksudnya adalah
setelah mereka diberitahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-
perbuatan itu, maka hendaklah menghentikan dengan segera. Apabila mereka tidak
10Zaini Dahlan, dkk, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf,
1995) jilid. 1, hal. 386
36
mau menghentikannya setelah diberi tahu bahaya-bahayanya, maka mereka sendirilah
yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.11
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu musa al-Asy’ari berikut ini: :
( ☺
) Artinya: Dari Abi Musa, dari Nabi Saw. bersabda : siapa bermain dadu, maka sungguh berarti dia itu durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam Malik dalam al-Muwaththa’).
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah :
⌧ :
( )
Artinya : Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., beliau bersabda : Siapa bersumpah yang dalam sumpahnya itu mengatakan “ demi berhala Latta dan ‘Uzza “, maka hendaklah dia (susul dengan) mengucapkan kalimat “ la ilaaha illallaah “, dan siapa yang mengajak kawannya “ mari bermain judi “, maka hendaklah dia (tebus dengan) bersedekah. (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Qur’an, 1983) jilid 3 h. 20-22
37
Perkataan “maka hendaklah dia (tebus dengan) bersedekah” itu, menunjukan
dilarangnya bermain judi. Karena sedekah yang diperintahkan itu sebagai tebusan
untuk suatu perbuatan dosa.
Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Buraidhah :
☺ :
12( )
Artinya: Dari Buraidhah, bahwa Nabi Saw. bersabda: Siapa bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya ke dalam (adonan) daging babi dan darahnya. (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)
Dasar hukum dilarangnya perjudian dalam hukum pidana Positif adalah
Ordonansi tanggal 7 Maret1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230) yang telah
beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 31 Oktober
1935 (Staatsblad Tahun 1935 Nomor 526), KitabUndang-Undang Hukum Pidana
Kitab (KUHP) Pasal 303 ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 542 ayat (1) dan (2), dan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian.
Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda
paling banyak enam ribu rupiah. (berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974 jumlah
12 Mu’amal Hamidi, dkk, Terjemah Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits hukum, jilid 6,
(Surabaya, P.T. Bina Ilmu, 2005), h. 2988-2989.
38
pidana tel diubah mnjadi sepuluh tahun atau denda menjadi dua puluh lima
juta rupaiah), barangsiapa tanpa mendapat izin
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan
sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan
kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
Dalam rumusan kejahatan di atas, ada lima macam kejahatan mengenai
perjudian, dimuat dalam ayat (1) yaitu :
Pertama, kejahatan yang melarang orang tanpa izin dengan sengaja
menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi dan menjadikannya
sebagai mata pencaharian. kejahatan ini, terdiri dari unsur-unsur objektif dan
subjektif. Unsur objektif : (a) Perbuatannya yaitu menawarkan kesempatan dan
memberikan kesempatan. (b) objeknya adalah untuk bermain judi tanpa izin dan
dijadikan sebagai mata pencaharian. Adapun unsur subjektifnya adalah dengan
sengaja
Kedua, kejahatan melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta
dalam suatu kejahatan usaha permainan judi, terdiri dari unsur-unsur objektif : (a)
39
perbuatannya : turut serta. (b) objek : dalam suatu kegiatan usaha permainan judi
tanpa izin. Unsur subjektifnya adalah dengan sengaja
Ketiga, melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau
memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Dengan demikian
terdiri dari unsur-unsur unsur-unsur objektif : (a) perbuatannya yaitu menawarkan
dan memberikan kesempatan, objeknya adalah kepada khalayak umum dan untuk
bermain judi. Unsur subjektifnya adalah dengan sengaja
Keempat, larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan
usaha perjudian tanpai izin. Unsur-unsurnya adalah unsur objektif : (a) perbuatannya :
turut serta , (b) Objek : dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. Unsur
subjektifnya adalah dengan sengaja
Kelima, melarang orang yang melakukan perebuatan turut serta dalam
permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur-
unsurnya adalah Perbuatannya : turut serta, Objeknya : dalam permainan judi tanpa
izin, sebagai mata pencaharian.13
Pasal 303 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
13 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta : PT. Raja Garfindo
Persada, 2005) h. 158-165
40
Pada ayat (2) dikatan diancam pidana pencabutan hak menjalankan pencarian
barang siapa yang melakukan lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut di
atas dalam menjalankan pencahariannya.
Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada
umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung kepada peruntungan
belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ
termasuk segala pertaruhan tentang keputusan tentang perlombaan atau
permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut
berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Pada ayat (3) diterangkan tentang arti perjudian, yakni : “Tiap-tiap
permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung
kepada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih
mahir.”14
Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan hadiah yang ditayangkan
pada televise termasuk juga pengertian perjudian menurut Pasal ini. Tetapi perminan
kuis itu tidak termasuk permainan judi yang dilarang, apabila terlebih dulu telah
mendapat izin dari instansi atau pejabat terkait
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 bis.
14 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta : PT. Raja Garfindo
Persada, 2005) h. 166
41
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sepuluh juta rupiah.
1. Barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan
melanggar pasal 303;
2. Barang siapa ikut main judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum atau
ditempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari
penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan
perjudian itu.
Mengenai kejahatan perjudian dimuat dalam ayat (1), sedangkan pada ayat (2)
pengulangannya yang merupakan dasar pemberatan pidana. Kejahatan dalam ayat (1)
ada dua bentuk sebagaiman dirumuskan pada butir 1 dan 2, yaitu pada bentuk
pertama ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut: perbuatannya : bermain judidan
dengan menggunakan kesempatan yang diadakan dengan melanggar Pasal 303.
Kejahatan memberi kesempatan seperti pada Pasal 303, bisa dilakukan oleh
satu orang, karena si pembuat bukanlah orang yang bermain judi. Akan tetapi, pada
kejahatan menurut Pasal 303 bis, tidaklah dapat dilakukan oleh satu orang, karena
perbutan bermain judi tidak mungkin terwujud tanpa hadirnya minimal dua orang.
Kejahatan ini termasuk penyertaan mutlak. Penyertaan mutlak adalah suatu tindak
pidana yang karena sifatnya untuk terjadinya mutlak diperlukan dua orang. Dalam
kejahatan permainan judi ini, kedua-duanya dipertanggungjawabkan dan dipidana
yang sama. Pada bentuk ke dua terdapat unsur-unsur sebagai berikut : Perbutannya :
42
Ikut serta bermain judi, tempatnya yaitu di jalan umum, di pinggir jalan, di tempat
yang dapat dikunjungi umum, dan perjudian itu tanpa mendapat izin dari penguasa
yang berwenang
C. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum
Islam dan Hukum Positif
Sanksi pidana atau hukuman dalam bahasa Arab disebut “uqubah”, lafaz
uqubah menurut bahasa berasal dari lafaz uqubah berasal dari kata عقب yang
sinonimnya
artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukan.15 جزاه سواء بما فعل
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qodir
Audah adalah:
العقوبة هي الجزاء مقّرر لمصلحة الجماعة على عصيان أمر الشارع Artinya: Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan
masyarakat, karena adanya pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.16
Sedangkan pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-
Mawardi adalah sebagai berikut:
شرعّية زجر اهللا تعالى عنها بحد أو تعزير تالجريمة هي الجرائم محظوراArtinya: Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara yang
diancam dengan hukuman had atau ta’zir.17 15 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ), h.144-146
16 Abdul Qodir Al-Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, (Bairut: Dar Al-Kitab, t.th), Juz 1h, 609
43
Tindak pidana yang dikenakan hukuman-hukuman tertentu dalam syari’at
Islam dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek yang
ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi tindak pidana berdasarkan aspek
berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-qur’an atau al-
hadist. atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam.18
1. Sanksi Tindak Pidana Hudud
Hudud secara bahasa berarti larangan, sedangkan secara istilah tindak pidana
hudûd adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman had, pengertian had
sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah, hukuman had adalah
hukuman yang ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah Subhanahu Wa
ta’ala.19
Adapun makna hudud yakni “hukuman yang sudah ditentukan”. Artinya
syara’ sudah menentukan jenis dan membatasi kadarnya, tidak membiarkan pilihan
atau kadar hukuman kepada penguasa atau hakim. Maksud hukuman yang telah
ditentukan Allah SWT adalah bahwa hukuman had tidak memiliki batasan minimal
(terendah), ataupun batasan maksimal (tertinggi). Maksud hak Allah SWT ialah
17 Abdul Qodir Al-Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, (Bairut: Dar Al-Kitab, t.th), Juz 1h,
12 18 Ibid, h. 99 19 Ibid, h. 100
44
hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (individu) atau
masyarakat.20
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas dari tindak pidana
hudud yaitu sebagai berikut:
1. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah
ditentukan oleh syara dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2. hukuman hudud tersebut merupakan hak Allah SWT semata-mata atau kalau
ada hak manusia di samping hak Allah, maka hak Allah SWT yang lebih
dominan.21
Dalam hubungannya dengan hukuman tindak pidana had maka pengertian hak
Allah di sini adalah bahwa hukuman tersabut tidak bisa dihapuskan oleh
perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarga) atau oleh masyarakat yang
diwakili oleh Negara22.
Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain sebagai berikut :
1. Jarimah Zina
Hukuman untuk jarimah zina adalah:
a. Dera (jilid);
b. Pengasingan (taghrib);
20 Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.
Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1, h. 99-100 21 Ibid, h. 99 22 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. 1, h. 18
45
c. Rajam
Hukuman dera sebanyak seratus kali dan pengasingan selama satu tahun
ditetapkan untuk pelaku zina ghairu muhshan, sedangkan rajam ditetapkan untuk
pelaku zina muhshan.
Hukuman ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surat Al-Nûr ayat 2
dan hadits Nabi SAW. dari Ubadah ibn Shamit :
☺ ☺
☺ ⌧ ⌧ ☺
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. Al-Nur : 2)
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ubadah ibn Shamit : ( ☺
)…… ……. Artinya : ………..Jejaka dan gadis hukumannya jilid seratus kali dan pengasingan selama satu tahun……… (HR. Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i) ( ☺
)…… ☯ ☯ ……
Artinya:……… dan janda dengan duda huykumannya jilid seratus kali dan rajam (HR. Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i)
46
2. Jarimah Qadzaf ( Menuduh Zina)
Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua, yaitu :
1. Hukuman pokok, yaitu jilid sebanyak delapan puluh kali
2. Hukuman tambahan, yaitu pencabutan hak sebagai saksi.
Ketentuan ini berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat Al-Nûr ayat 4
☺
⌧
Artinya : Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Nûr:4)
3. Syurbul Khamr (Minum Minuman Keras)
Hukuman untuk jarimah ini adalah delapan puluh kali jilid. Menurut Imam
Syafi’i hukumannya adalah empat puluh kali dera sebagai hukuman had, sedangkan
empat puluh kali cambukan lainnya tidak termasuk had melainkan ta’zir.
Larangan untuk meminum minuman keras ini terdapat dalam Al-Qur’an surat
Al-Maidah ayat 90
☺ ☺
☺ ☺
47
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)
4. Jarimah Pencurian
Jarimah pencurian diancam dengan potong tangan berdasarkan dengan firman
Allah dalam surat Al-Maidah ayat 38
☺
☺ ⌧ ⌧
Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah :38)
5. Jarimah Hirabah (Perampokan)
Hukuman untuk jarimah hirabah ada empat macam yaitu sebagai berikut:
a. Hukuman Mati
Hukuman mati dijatuhkan kepada perampok (pengganggu keamanan) apabila
mereka melakukan pembunuhan.
b. Hukuman Mati Disalib
Hukuman ini di jatuhkan apabila perampok melakukan pembunuhan dan
perampasan harta benda.
c. Hukuman Potong Tangan dan Kaki
48
Hukuman ini dijatuhkan apabila perampok hanya mengambil harta tanpa
melakukan pembunuhan.
d. Hukuman Pengasingan
Hukuman ini dijatuhkan apabila perampok hanya menakut-nakuti orang yang
lewat di jalan, tetapi tidak mengambil harta benda dan tidak pula membunuh.
6. Jarimah Riddah ( Murtad)
Jarimah ini diancam dengan dua jenis hukuman yaitu :
a. Hukuman pokok, yaitu hukuman mati
Hukuman mati bagi orang murtad didasarkan kepada sabda Nabi SAW.
:
: (
) Artinya : Dari Ibnu ‘Abbas ra. ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW. : barang siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia. (HR. Al-Bukhari)
b. Hukuman Penyitaan Harta.
Hukuman ini merupakan hukuman tambahan. Mengenai realisasi hukuman ini
para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Maliki, Syafi’i, dan pendapat yang
kuat dalam mazhab Hambali, semua harta yang dimiliki oleh orang yang murtad
disita oleh Negara. Menurut Imam Abu Hanifah dan para pengikiutnya, harta yang
disita oleh Negara hanyalah harta yang diperoleh setelah ia murtad.23
2. Sanksi Tindak Pidana Qishash Diyat
23 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. 1, h. 146
49
Di dalam Syari’at Islam tindak pidana qishash dan diyat adalah tindak pidana
yang diancam dengan hukuman qishash dan diyat. Arti qishash adalah setimpal.
Artinya, membalas pelaku sesuai dengan apa yang dilakukannya, atau menyamakan,
maksudnya membalas pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya yang sama
dalam hal pelaksanaannya.24
Sedangkan pengertian diyat menurut bahasa adalah membayar tebusan dengan
sejumlah harta benda karena perbutan. Keduanya merupakan hak individu yang kadar
jumlahnya telah ditentukan, yakni tidak memiliki batasan minimal dan maksimal.
Maksud hak individu disini adalah sang korban boleh membatalkan hukuman tersebut
dengan memaafkan sipelaku jika ia menghendakinya. Tindak pidana qisâs meliputi:
tindak pidana pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, penganiayaan
sengaja, dan penganiayaan tersalah.25
Jarimah Qishash diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan
penganiayaan. Namun apabila diperluas jumlahnya ada 4 macam yaitu :
1. Pembunuhan Sengaja
Hukuman untuk pembunuhan sengaja itu ada lima macam yaitu :
a. Qishash
Pembunuhan sengaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah adalah:
24 Ibid, h. 100 25 Ibid, h.100
50
“Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana perbuatan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh
korban”.26
Dasar hukuman qishash dalam hukum Islam disyari’atkan berdasarkan al-
Qur’an dan al-Hadits. Dasar hukuman dari al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat,
diantaranya yaitu surat Al-Baqarah ayat 178-179.
☺
⌦ ⌧ ☺
☺
☺ ⌧
)٢ -١٧٩-١٧٨/ البقرة (
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedi. (179)Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-BAqarah :178-179)
26. Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1 h. 180
51
b. Hukuman Kifarat
Kifarat adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat untuk
menebus dosa akibat melakukan perbuatan tersebut. Hukuman kifarat pada dasarnya
adalah salah satu bentuk ibadah, karena berupa pembebasan hamba, memberi makan
fakir miskin, atau berpuasa. Jika dikenakan terhadap perbuatan maksiat, kifarat
adalah hukuman pidana murni atau bisa hukuman yang bersifat ibadah. Tindak
pidana yang terkena hukuman kifarat adalah terbatas pada: perusakan puasa,
perusakan ihram, pelanggaran sumpah, bersenggama dengan isteri yang sedang haid,
bersenggama dengan isteri yang telah dizihar, dan membunuh.27
Hukuman kifarat sebagai hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan
sengaja, merupakan hukuman yang diperselisihkan oleh para fuqoha, menurut jumhur
fuqoha yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah dalam salah satu
riwayatnya, hukuman kifarat tidak wajib dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja.
Dalam hal ini karena kifarat, merupakan hukuman yang ditetapkan oleh syara’ untuk
pembunuhan karena kesalahan, sehingga tidak bisa disamakan dengan pembunuhan
sengaja. Adapun menurut Syafi’iah, diwajibkan kifarat bagi pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja, semi sengaja ataupun karena tersalah. Alasannya adalah
bahwa maksud disyari’atkannya kifarat itu adalah menghapus dosa.28
c. Hukuman Diyat
27 Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy,
Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld III, h.83 28, Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy,
Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam.. jld III h.84
52
Hukuman qishash dan kifarat untuk pembunuhan sengaja merupakan
hukuman pokok. Apabila hukuman tersebut tidak bisa dilaksanakan karena sebab-
sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukuman penggantinya adalah hukuman
diyat untuk hukuman qishash dan puasa untuk kifarat. Adapun dalam hal jenis-jenis
dan kadarnya, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jenis diyat. Menurut
Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i dalam qaul qadîm, diyat dapat
dibayar dengan salah satu dari tiga jenis, yaitu: unta, emas, dan perak.29
2. Pembunuhan Semi Sengaja
Pembunuhan semi sengaja dalam hukum pidana Islam, diancam dengan
beberapa hukuman. Sebagian hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi
hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan semi sengaja
adalah hukuman diyat dan kifarat. Hukuman diyat pembunuhan semi sengaja tidak
diancam dengan hukuman qishash, melainkan dengan hukuman diyat.30
Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan
Ibn Majah dari Abdullah bin Umr Ibn Ash, bahwa Rasulullah telah bersabda:
و شبه العمد مئة من اإلبل منها اربعون في بطونها اوالدها أ الخطيةاال اّن د)ابن ماجه وصححه ابن حّبانو ٸاخرجه ابو داود والنسا(
Arinya: Ingatlah sesungguhnya diyat kekeliruan dan semi sengaja yaitu pembunuhan dengan cambuk dan tongkat adalah 100 ekor unta diantaranya 40 ekor diadalam perutnya ada anaknya (sedang bunting).31
29 Ibid.jld III h.327 30 Ibid, h. 329 31 Imam Hafiz Abi Daud Sulaiman ibn Asy’ab Sajastany, Sunan Abi Daud. (Bairut: Dar
A’lam, 2003), h.749
53
Diyat untuk pembunuhan semi sengaja sama dengan diyat pembunuhan
sengaja, baik dalam kadar, jenis maupun beratnya. Selai itu pembunuhan semi
sengaja juga dikenakan hukuman kifarat.
Selain daripada itu pula, ada hukuman pengganti bagi pembunuhan semi
sengaja pula dikenakan hukuman ta’zir. Apabila hukuman diyat gugur karena sebab
pengampunan atau lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman ta’zir.32
3. Pembunuhan Karena Kesalahan
Hukuman untuk pembunuhan karena kesalahan ini sama dengan hukuman
untuk pembunuhan semi sengaja yaitu hukuman pokoknya diyat dan kifarat. Adapun
hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana pembunuhan tersalah ini yaitu
penghapusan hak waris dan wasiat.
4. Tindak Pidana Atas Selain Jiwa
Hukuman untuk tindak pidana atas selian jiwa tergantung kepada akibat yang
ditimbulkan atas jenis tindak pidana tersebut, baik perbuatannya dilakukan dengan
sengaja maupun tidak sengaja. Hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa
dengan sengaja maka hukumannya adalah qishash, sedangkan untuk menyerupai
sengaja hukuman pokoknya adalah diyat.33
3. Sanksi Tindak pidana ta’zir
Tindak pidana ta’zir dalam hukum Islam adalah hukuman atas tindak pidana
yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’ tetapi sepenuhnya diserahkan atau
32 Ibid, jld III h, 348 33 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet. 1, h.185
54
ditentukan oleh Hakim (Ulil Amri).34 Yang dimaksud dengan ta’zir ialah ta’dib, yaitu
memberi pedidikan (pendisiplinan). Hukum Islam tidak menentukan macam-macam
hukuman untuk tiap-tiap tindak pidana ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan
hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tindak pidana ta’zir
meliputi tindak pidana hudud, qishash, diyah yang syubhat, atau tidak memenuhi
syarat tetapi sudah merupakan maksiat. Kemudian tindak pidana yang ditentukan
oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak
pidana yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umat.
Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman yang sesuai
dengan macam tindak pidana ta’zir serta keadaan sipelaku. Singkatnya, hukuman-
hukuman tindak pidan ta’zir tidak mempunyai batasan-batasan tertentu. Meskipun
demikian, hukum Islam tidak memberi wewenang kepada penguasa atau hakim untuk
menentukan tindak pidana setengah hati, tetapi harus sesuai dengan kepentingan-
kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nas-nas (ketentuan) serta
prinsip umum hukum Islam. Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa tidak ada satu
kejahatanpun yang tidak dikenakan sanksi atau hukuman. 35
Dari penjelasan singkat diatas, penulis tidak menguaraikan tiap-tiap hukuman
yang akan dijatuhkan pada setiap tindak pidana, tetapi penulis hanya membatasi pada
hukuman yang berkenaan dengan tindak pidana perjudian. Dalam bab sebelumnya
telah dijelaskan mengenai pengertian perjudian atau al-maisir, macam-macam
34 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ), h.249
35 Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1, h.100
55
perjudian. Maka dalam poin ini penulis akan membahas mengenai hukuman
perjudian, dan bagaimana sanksi hukuman bagi pelaku perjudian dalam hukum Islam.
Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk
jarimah ta’zir, bentuk dan macamnya sudah ditentukan oleh nash, tetapi hukumannya
diserahkan kepada manusia (penguasa), dan jarimah ta’zir ini tidak berubah dan harus
dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya. Oleh karena itu hukum ta’zir
boleh dan harus ditetapkan dengan tuntutan kemaslahatan.
Adapun bentuk-bentuk hukuman ta’zir sebagaiman dijelaskan oleh Ahmad
Hanafi yaitu36:
1. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syari’at Islam hukum ta’zir adalah untuk memberikan
pengajaran (Al-ta’dib) dan tidak sampai membinasakan, oleh karena itu dalam
hukuman ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa,
akan tetapi kebanyakan fuqahamembuat suatu pengeculian dari aturan umum
tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman tersebut jika kepentingan umum
menghendaki demikian, atau jika pemberantasan kejahatan tidak bisa terlaksana
kecuali dengan jalan membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis
yang berbahaya.
Oleh karena hukuman mati suatu pengecualian hukuman ta’zir, maka
hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau diserahkan kepada hakim seperti halnya
36 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 2005), h. 299-
316
56
hukuman-hukuman ta’zir yang lain, dan penguasa harus menentukan macamnya
jarimah yang dijatuhkan hukuman mati tersebut.
2. Hukuman Cambuk
Hukuman cambuk merupakan hukuman yang pokok dalam syari’at Islam,
diman untuk jarimah-jarimah hudud sudah tertentu jumlahnya misalnya seratus kali
untuk jarimah zina dan delapan puluh kali untuk qadzaf, sedang untuk jarimah-
jarimah ta’zir yang berbahaya hukuman cambuk lebih diutamakan. Sebab-sebab
diutamakannya hukuman tersebut dikarenakan:
Pertama, Lebih banyak berhasil dalam memberantas orang-orang penjahat
yang biasa melakukan jarimah.
Kedua, Hukuman cambuk mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan
batas terendah dimana hakim bisa memilih jumlah cambukan yang terletak antara
keduanya yang lebih sesuai dengan keadaan pembuat.
Ketiga, dari segi pembiayaan pelaksanaannya tidak merepotkan keuangan
Negara dan tidak pula menghentikan daya usaha pembuat ataupun menyebabkan
keluarganya terlantar, sebab hukuman cambuk bisa dilaksanakan seketika dan
sesudah itu pembuat bisa bebas.
Keempat, dengan hukuman cambuk pembuat bisa terhindar dari akibat-akibat
buruk penjara.
Adapun batasan tertinggi hukuman cambuk adalah:
57
Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama-ulama Maliki, batas
tertinggi diserahkan kepada penguasa, karena hukuman ta’zir didasarkan atas
kemaslahatan masyarakat dan atas berat ringan jarimah. Berdasarkan fikiran ini maka
Imam Malik memperbolehkan penjatuhan lebih dari seratus kali cambukan.
Ulama-ulama Hanafiah, yaitu Imam Abu Hanifah dan Muhammad,
mengatakan bahwa batas tertinggi hukuman cambuk dalam jarimah ta’zir adalah tiga
puluh sembilan kali, sedang menurut Abu Yusuf adalah tujuh puluh lima kali.
Perbedaan pendapat tersebut berpangkal pada hadits Rasulullah SAW.:
“Barang siapa mencapai had (batas tertinggi) bukan pada jarimah hudud, maka ia
termasuk orang yang salah”
Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, kata-kata “had”(batas tertinggi)
pada hadits tersebut ialahsetiap “batas tertinggi” apa saja, sedangkan empat puluh
cambukkan merupakan batas tertinggi bagi seorang hamba yang melakukan jarimah
ghazaf (memfitnah). Kalau jumlah tersebut dikurangi satu maka akan menjadi batas
tertinggi hukuman ta’zir, yaitu tiga puluh sembilan kali.
Bagi Abu Yusuf kata-kata “had” ialah batas tertinggi bagi orang-orang
merdeka, dan sedikit-sedikitnya adalah delapan puluh kali cambuk. Seharusnya batas
tertinggi jarimah ta’zir adalah tujuh puluh sembilan cambuk, dan mengurangi satu
kali. Akan tetapi, Abu Yusuf memegangi tindakan Ali bin Abi Thalib r.a. yang
menjadikan batas tertinggi hukuman ta’zir adalah tujuh puluh lima kali, dengan
dikurangi lima kali cambukan dari batas terendah orang merdeka.
58
Di kalangan mazhab Syafi’iyah ada tiga pendapat. Pendapat pertama sama
dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad, dan pendapat kedua sama
dengan pendapat Abu Yusuf. Pendapat ketiga mengatakan hukuman cambuk dalam
ta’zir boleh lebih dari tujuh puluh lima kali, tetapi tidak sampai seratus kali. Dengan
syarat bahwa ta’zir yang hampir sejenis dengan jarimah hudud yang dijatuhi
hukuman hududu. Jadi misalnya jarimah bermain-main dengan orang-orang
perempuan tidak dijatuhi hukuman seperti perbuatan zina, yaitu seratus, melainkan
harus kurang.
3. Hukuman Penjara Terbatas (Kawalan Terbatas)
Ada dua Macam hukuman kawalan dalam Islam yaitu :
a. Hukuman kawalan terbatas, batas terendah bagi hukuman ini adalah satu hari,
sedang batas setinggi-tingginya tidak menjadi kesepakatan. Ulama Syafi’iyah
menetapkan batas tertinggi satu tahun, karena mereka mempersamakannya
dengan pengasingan dalam jarimah zina. Kalau jarimah had. Fuqaha-fuqaha
lainnya menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada kepala Negara.
b. Hukuman kawalan tak terbatas, sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini
tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus
sampai terhukum mati atau bertaubat dan baik pribadinya. Orang yang
dikenakan hukuman tersebut ialah orang yang berbahaya atau orang-orang
yang berulang kali melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya, atau orang-
59
orang yang tidak jera dijatuhi hukuman-hukuman biasa, yang biasa
melakukan jarimah pembunuhan, penganiayaan atau pencurian.
4. Hukuman Ancaman, Teguran, dan Peringatan
a. Hukuman Ancaman (tahdid) juga salah satu hukuman ta’zir, dengan
syarat akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Antara lain
dengan ancaman akan dicambuk atau dipenjarakan atau dijatuhi hukuman
yang lebih berat, jika pembuat mengulangi perbuatannya.
b. Teguran (tanbih), hukuman tersebut pernah dijatuhkan oleh Rasulullah
SAW. terhadap sahabat Abu Zarr yang memaki-maki orang lain,
kemudian dihinakan dengan menyebut-nyebut ibunya, maka bersabda
Rasulullah SAW :
“Wahai Abu Zarr, adalah engkau menghina dengan ibunya. Engkau
adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliyah”.
c. Hukuman Peringatan (Al-wa’zu) juga ditetapkan dalam syari’at Islam
dengan jalan memberi nasihat. Hukuman ini tercantum dalam Al-Qur’an,
sebagai hukuman terhadap istri, yaitu: “Istri-istri yang kamu khawatirkan
akan membangkang, maka berilah dia peringatkan” (QS. Al-Nisa: 34)
d. Hukuman Denda (Al-gharamah) ditetapkan juga oleh syari’at Islam,
antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung di pohonnya
dan didenda dengan dua kali lipat harga buah tersebut, disamping dengan
hukuman yang lain sesuai untuk perbuatan pencurian tersebut.
60
Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum positif tercantum di
dalam KUHP Pasal 303 yang selengkapnya adalah sebagi berikut :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling
banyak enam ribu rupiah. (berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974 jumlah pidana tel
diubah mnjadi sepuluh tahun atau denda menjadi dua puluh lima juta rupaiah),
barangsiapa tanpa mendapat izin:
1. Orang yang dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan berjudi,
sebagai mata pencaharian, tanpa mendapat izin
Kejahatan ini terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: unsur-unsur objektif
Perbuatannya : (a) menawarkan kesempatan, dan memberikan kesempatan, (b)
objeknya : untuk bermain judi tanpa izin, dan dijadikannya sebagai mata pencaharian.
Adapun unsur subjektifnya adalah dengan sengaja.
Dalam kejahatan ini, si pembuat tidak melakukan bermain judi. Di sini tidak
ada larangan judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah (a) menawarkan kesempatan
bermain judi, dan (b) memberi kesempatan main judi.
Arti “menawarkan kesempatan” bermain judi ialah si pembuat melakukan
perbuatan dengan cara apa pun untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk
bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu.
Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi, ialah si pembuat
menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu
61
untuk bermain judi, misalnya menyediakan atau menyewakan rumah atau kamar
untuk orang-orang yang bermain judi.
Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi dan atau memberi
kesempatan bermain judi haruslah dijadikannyasebagai pencaharian. Artinya
perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan berlangsung lama dan dari
perbuatan si pembuat demikian dia mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai
pendapatan untuk kehidupannya. Pula perbuatan itu baru bersifat melawan hukum
apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi atau pejabat pemerintah
yang berwenag.
Arti “dengan sengaja” si pembuat memang menghendaki untuk melakukan
perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi.
Si pembuat sadar bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah
orang-orang yang akan bermain judi, dan disadarinya bahwa perbuatnnya itu
dijadikannya sebagai pencaharian, artinya dia sadar bahwa dari perbuatannya itu dia
mendapatkan uang untuk biaya hidupnya
2. Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi
kepada khalayak umum atau dengan sengaja turut serta dalam menjalankan
kegiatan usaha perjudian dengan atau tanpa izin, atau cara dalam hal memakai
kesempatan tanpa izin.
Khalayak umum arrtinya kepada siapa pun, tidak ditujukan kepada orang-
perorangan atau orang tertentu. Siapa pun juga dapat menggunakan kesempatan
62
bermain judi. Kegiatan usaha perjudian adalah kegiatan dalam melakukan perbuatan
melakukan perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi kepada khalayak
umum.37
3. Orang yang menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi
dan sebagai mata pencaharian, seperti diterangkan diatas diancam menurut
pasal ini yaitu ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda
paling banyak dua puluh lima juta rupiah, sedang yang turut main judi
diancam menurut pasal 303 bis, dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda sepuluh juta rupiah.38
37 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada, 2005), ed. 1, h.159-161 38 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada,
2006), edisi 5, h. 184
BAB IV
ANALISA TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI
JAKARTA SELATAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERJUDIAN
A. Deskripsi Kasus Perjudian
Dalam analisa putusan ini, penulis mengambil data perkara ini dari
Pengadilan Negeri Jakrta Selatan yang berhubungan dengan tindak pidana Perjudian.
Dalam kasus ini saudara Erwin Mulia dengan identitas: nama lengkap Erwin Mulia,
tempat lahir Padang, umur dan tanggal lahir 44 Tahun/ 19 September 1965, dengan
jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, dan bertempat tinggal di kampung Jl.
Karang Pela V Dalam Rt. 002/09, No. 63, Kel. Jatipadang, Kec. Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, agama Islam, pekerjaan Kuli.
1. Kronologis Kejadian
Perkara ini, berkaitan dengan tindak pidana Perjudian. Awalnya Sat. III
Jatanras Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya mendapat informasi dari masyarakat
bahwa di Jl. Padang Putra No. 50 Rt. 03/09, Kel. Jati Padang, Kec. Pasar Minggu,
Jakarta Selatan ada perjudian toto gelap yang diselenggarakan terdakwa yang
bernama Erwin Mulia. Berdasarkan informasi tersebut, kemudian pada hari Kamis
tanggal 7 Mei 2009 sekitar pukul 15.30 WIB team dari unit II Sat. III Jatanras yang
terdiri dari beberapa anggota polisi antara lain saksi Muh. Ridwan, SH. dan saksi Eva
Agustina, melakukan penyelidikan di lokasi tersebut, sesampai di lokasi kurang lebih
pukul 16.30 WIB. Langsung dilakukan penggerebekan dan ternyata lokasi pada
62
63
alamat tersebut dijadikan tempat untuk melakukan perjudian toto gelap oleh saksi
Abdul Holil Lubis bin Dahrun ( terdakwa dalam berkas perkara displitzs/dipisah) dan
terdakwa. Karena saat itu terdakwa dan saksi Abdul Holil Lubis bin Dahrun (
terdakwa dalam berkas perkara displitzs/dipisah) tidak memiliki izin dari pihak
berwenang, kemudian dilakukan penangkapan terhadapo terdakwa dan saksi Abdul
Holil Lubis bin Dahrun selanjutnya beserta barang bukti berupa uang tunai Rp.
213.000,-, 2 (dua) lembar rekapan berisi nomor pasangan toto gelap tertanggal 7 Mei
2009, 1 (satu) buah Faximil, dan 1 (satu) buah HP merk Nokia berikut sim-card
dibawa ke kantor Polda Metro Jaya.
Terdakwa adalah karyawan dari saksi Abdul Holil Lubis bin Dahrun, yang
setiap hari Senin, Kamis, Sabtu dan Minggu, setiap pukul 16.00 WIB. Disuruh oleh
saksi Abdul Holil Lubis bin Dahrun untuk menggambil rekapan yang berisi pasangan
toto gelap dari para pengecer, selanjutnya rekapan-rekapan tersebut diantarkan
kepada saksi Abdul Holil Lubis bin Dahrun, dan setiap kali mengantarkan rekapan-
rekapan tersebut, terdakwa menerima upah dari saksi Abdul Holil Lubis bin Dahrun
sejumlah Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah)
Cara permainan judi toto gelap tersebut adalah pada setiap hari Senin, Rabu,
Kamis, Sabtu dan Minggu dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Para
pemain/pemasang, memasang angka pada pengecer sesuai dengan filling masing-
masing dan sekaligus menyerahkan uang tunai sebagai taruhannya kemudian sebagai
bukti bagi para pemasang para pengecer memberikan kupon yang telah tertulis angka
64
pasangan dan besarnya uang taruhan dari para pemasang/pemain, kemudian para
pengecer merekap hasil para pemain/pemasang ke dalam kerta rekapan, yang
selanjutnya rekapan-rekapan berikut uang pasangan diambil oleh pengepul/agen, dan
rekapan dari pengpul/agen di setorkan kepada bandar/penyelenggara sekitar pukul
17.00 WIB. Selanjutnya nomor keluar pukul 18.00 WIB, nomor yang keluar
berpatokan dari negara Singapura. Dan pemain/pemasang dikatakan menang, bila
nomor pasangan tepat/ sama dengan angka yang keluar dari negara Singapura,
sedangkan pemain/pemasang yang kalah, apabila nomor pasangan tidak tepat/tidak
sama dengan angka yang keluardari negara Singapura, adapun besarnya uang taruhan,
minimal adalah Rp.1000,- (seribu rupiah) dan maksimalnya tidak terbatas, untuk
pasangan 2 (dua) angka dengan taruhan sebesar Rp. 1000,- menang, maka
mendapatkan uang sebesar Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah), dan untuk pasang
tiga angka dengan taruhan sebesar Rp. 1000,- bila menang, maka mendapatkan uang
sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah), sedangkan untuk pasangan
empat angka dengan taruhan Rp. 1000,- bila menang maka mendapatkan uang
sebesar Rp. 2.300.000,- (dua juta tiga ratus ribu rupiah).1
2. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa
Bahwa terdakwa Erwin Mulia, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan
dakwaan primair yaitu telah melanggar pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksapun
mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsideirnya pada pasal 303 ayat (1) ke-2
KUHP.
1 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatran, No. 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel.
65
Setelah Jaksa Penuntut Umum mengamati dan mencermati kasus ini, maka
terdakwa dituntut oleh Jaksa Penutut Umum dengan pasal 303 KUHP. Jaksa Penuntut
Umum menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan putusan. Pertama, menyatakan
terdakwa Erwin Mulia, bersalah melakukan tindak pidana perjudian, sebagaimana
diatur dan diancam pidana yang termuat dalam pasal 303 KUHP. Kedua, yaitu
menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Erwin Mulia, selama 10 (sepuluh)
bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam masa tahanan. Ketiga, yakni
menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah).2
B. Putusaan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara
Perjudian
Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan
nomor perkara: 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel, dan selama terdakwa dalam masa
tahanan oleh penyidik sejak tanggal 08 Mei 2009. Setelah mendengar pembacaan
suarat dakwaan, keterangan saksi-saksi dan terdakwa, setelah melihat dan meneliti
barang bukti yang diajukan dalam persidangan oleh penuntut umum. Menimbang
bahwa dalam dakwaan primer, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP, dan majelis
hakimpun menimbang dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah karena melakukan
2 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatran, No. 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel.
66
kejahatan. Yaitu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 303 KUHP,
adapun terhadap terdakwa terdapat hal-hal yang meringankan dan memberatkan
terdakwa. Hal-hal yang memberatkan para terdakwa yaitu pertama, perbuatan
terdakwa meresahkan masyarakat. Kedua, perbuatan terdakwa bertentangan dengan
program pemerintah dalam pemberantasan perjudian. Adapun hal-hal yang
meringankan terdakwa diantaranya terdakwa mengakui terus terang akan
perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa menyesali
perbuatannya;
Berdasarkan fakta-fakta di atas akan dipertimbangkan apakah terdakwa
terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa
Penuntut Umum kepada terdakwa, terdakwa dihadapkan dipersidangan dengan
bentuk dakwaan primair yaitu telah melanggar Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP. Jaksa
juga mendakwa dengan dakwaan subsidair yaitu telah melanggar Pasal 303 ayat (1)
ke- 2 KUHP
Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, maka hakim mempertimbangankan mengenai unsur-unsur tindak pidana
yang didakwakan, sebagaimana yang diatur dan diancam dalam Pasal 303 ayat (1)
ke- 1 KUHP, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Barang siapa
2. Tanpa mendapat izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan
kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta
67
dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan
kesempatan adanya sesuatu syarat atau atau dipenuhinya suatu tata cara.
Adapun yang dimaksud denagan “barang siapa” adalah setiap orang yang
dapat dijadikan sebagai subyek hukum, dari padanya dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini telah terpenuhi dengan dihadapkannya
terdakwa bernama Erwin Mulia ke persidangan, dalam keadaan sehat jasmani
maupun rohaninya serta mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya
secara hukum.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa terdakwa Erwin Mulia telah terbukti secara sah melakukan
tindak pidana “perjudian” dengan melanggar pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP
Setelah hakim mengingat Pasal 303 ayat (1) ke- 1 KUHP dan unsur-unsur
dalam pasal 303 telah terbukti, maka hakim menyatakan dan menetapkan bahwa
terdakwa Erwin Mulia telah terbukti dan meyakinkan hakim terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana “Perjudian”. Maka hakim menjatuhkan hukuman pidana
penjara selama 6 (enam) bulan, dan membebankan kepada terdakwa membayar biaya
perkara masing-masing sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah)
68
C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
1. Menurut Hukum Positif
Adapun fakta yang terungkap dipersidangan, berdasarkan saksi, maupun
barang bukti yang diajukan serta keterangan terdakwa. Barang bukti berupa uang
sejumlah Rp. 213.000,-, satu mesin faximil yang dikembalikan kepada pemiliknya
yaitu saksi Muchtarul Anam dan dua lembar rekapan berisi nomor pasangan togel,
serta satu unit Handphone.
Saksi-saksi yang memberatkan berjmlah 3 (tiga) orang. Kesemuanya
mengungkapkan bahwa pada hari Kamis tanggal 7 Mei 2009 sekitar pukul 16.30
WIB. bertempat di Jl. Padang Putra No. 50 Rt. 03/09, Kel. Jati Padang, Kec. Pasar
Minggu, Jakarta Selatan. Bahwa ada perjudian toto gelap yang diselenggarakan
terdakwa yang bernama Erwin Mulia. Berdasarkan informasi tersebut, kemudian
pada hari Kamis tanggal 7 Mei 2009 sekitar pukul 15.30 WIB team dari unit II Sat.
III Jatanras yang terdiri dari beberapa anggota polisi antara lain saksi Muh. Ridwan,
SH. dan saksi Eva Agustina, melakukan penyelidikan di lokasi tersebut, sesampai di
lokasi kurang lebih pukul 16.30 WIB. Langsung dilakukan penggerebekan dan
ternyata lokasi pada alamat tersebut dijadikan tempat untuk melakukan perjudian toto
gelap oleh saksi Abdul Holil Lubis bin Dahrun ( terdakwa dalam berkas perkara
displitzs/dipisah) dan terdakwa. Karena saat itu terdakwa dan saksi Abdul Holil Lubis
bin Dahrun ( terdakwa dalam berkas perkara displitzs/dipisah) tidak memiliki izin
69
dari pihak berwenang, kemudian dilakukan penangkapan terhadap terdakwa dan saksi
Abdul Holil Lubis bin Dahrun selanjutnya dibawa ke kantor Polda Metro Jaya.
Adapun barang bukti yang diajukan berupa uang tunai Rp. 213.000,-, 2 (dua)
lembar rekapan berisi nomor pasangan toto gelap tertanggal 7 Mei 2009, 1 (satu)
buah Faximil, dan 1 (satu) buah HP merk Nokia berikut sim-card.
Berdasarkan semua fakta yang telah terungkap dipersidangan, maka dapatlah
dianalisis bahwa kejadian perjudian yang dilakukan oleh Erwin Mulia dapat
dikatakan sebagai tindak pidana perjudian yang dilarang oleh hukum karena tidak
mendapat izin dari pihak yang berwajib.
Pengertian perjudian menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
tentang perjudian diatur dalam pasal 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: “Permainan
dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan
belaka, dan juga karena pemainannya terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk
segala pertaruhan tentang kepetusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang
tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, begitu juga segala
segala apertaruhan yang lainnya”3
Adapun mengenai sanksi pidananya diterangkan dalam pasal 303 ayat (1)
KUHP yang berbunyi: “Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau
pidana denda paling banyak enam ribu rupiah. (berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974
3 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Ed. 5, h. 182
70
jumlah pidana tel diubah mnjadi sepuluh tahun atau denda menjadi dua puluh lima
juta rupaiah), barangsiapa tanpa mendapat izin
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan
judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut
serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum
untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu,
dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu
syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
Hakim dalam memutuskan perkara harus berdasarkan fakta atau peristiwa
sebagai duduk perkara yang dapat diketahui oleh hakim dari alat-alat bukti yang ada
di persidangan. Meskipun demikian, hakim bukanlah malaikat yang bebas dari
kekhilafan atau justru kesalahan sehingga terkadang putusan tersebut belum
memuaskan.4
Dalam kerangka berfikir hukum, ada tiga aspek nilai-nilai hukum yang
menjadi tolok ukur seorang hakim untuk memutuskan sebuah perkara yaitu: putusan
hakim harus mengandung nilai-nilai keadilan hukum, keadilan hukum adalah
memberikan hukuman kepada seseorang sesuai dengan perbuatannya, putusan hakim
4 Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 172
71
harus mengandung nilai-nilai kegunaan hukum, aspek kegunaan hukum adalah
terwujudnya ketertiban, dan putusan tersebut harus mengandung nilai-nilai kepastian
hukum, kepastian hukum memiliki arti perangkat hukum suatu negara yang mampu
menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.5
Dalam kerangka tiga tolak ukur tersebut dalam menilai suatu putusan hakim,
maka suatu proses hukum dalam perkara pidana haruslah mengungkapkan sedalam-
dalamnya tentang fakta telah terjadinya suatu tindak pidana dan pertimbangan hukum
yang termuat dalam putusan hakim.
Untuk itulah, dalam kajian putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dengan Nomor perkara: 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel, yang memfokuskan pada
penilaian terhadap fakta persidangan dan pertimbangan hukum dalam putusan
tersebut dngan mengacu pada tiga tolak ukur diatas.
Berdasarka fakta dipersidangan yang ada dalam Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dengan Nomor perkara: 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel, Majelis Hakim
berpendapat, bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum, karena itu
terdakwa harus dipidana sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam hal
ini para terdakwa dikenakan pasal 303 KUHP, sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut
umum.
5 Dian Hati dan Ahmad Syaufi, Kajian Terhadap Putusan Perkara No. 508/Pid. B/ 2006/PN.
Bjm, Tentang Tindak Ksewenang-wenangan Aparat Penegak Hukum, h. 197
72
Putusan yang dijatuhkan oleh Majlis Hakim tersebut dilihat dari aspek
keadilan, dari sisi terdakwa sudah dapat dikatakan sesuai dengan nilai keadilan,
karena dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bahwa terdakwa telah terbukti
melakukan tindak pidana perjudian, sebagaimana yang didakwakan kepadanya.
Sehingga memang tepat Majelis Hakim menjatuhkan putusannya yaitu:
1. Menyatakan dan menetapkan bahwa terdakwa Erwin mulia terbukti dan
meyakinkan hakim bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana
“Perjudian”.
2. Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada Erwin Mulia selama 6 (enam)
bulan.
3. Membebankan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua
ribu rupiah).
Dari putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa tersebut diatas,
dilihat dari aspek keadilan, dari sisi hakim dapat dikatakan keputusan itu memenuhi
nilai keadilan, karena keputusannya itu diambil atas dasar hukum yang pasti dapat
diterima, sehingga apa yang diputuskan itu sungguh-sungguh dapat di
pertanggungjawabkan.
Aspek kegunaan hukum adalah terwujudnya ketertiban, maka berbagai
keperluan sosial manusia dalam masyarakat dapat terpenuhi. Untuk mewujudkan
ketertiban manusia memunculkan keharusan-keharusan berperilaku dengan cara
tertentu yang dirumuskan dalam kaidah. Ketertiban dan kaidah yang diperlukan
73
manusia adalah ketertiban yang otentik menciptakan manusia manusia secara wajar
mewujudkan kepribadiannya secara utuh, yang dengan itu ia dapat mengembangkan
semua potensi kemanusiaan seperti apa yang secara bebas dikehendakinya.6
Dalam hal ini majelis hakim berpandangan bahwa perkara ini adalah termasuk
ke dalam tindak pidana perjudian . Karena itu, unsur-unsur yang terdapat pada pasal
303 KUHP telah terbukti menurut hukum. Dengan demikian para terdakwa harus
dinyatakn terbukti bersalah atas dakwaan primer dan para terdakwa dipidana dari
dakwaan tersebut.
Kepastian memiliki arti ketentuan dan ketetapan. Sedangkan, kepastian
hukum memiliki arti perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan
kewajiban setiap warga negara.7
Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, pada putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor: 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel, apa
yang didakwakan kepada terdakwa, yaitu dakwaan primer berupa tindak pidana
perjudian yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP, dan
dakwaan subsideir yang diatur dan diancam dalam pasal 303 ayat (1) ke-2 KUHP.
Berdasarkan hal tersebut, untuk menentukan apakah terdakwa dapat dinyatakan
bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan dinyatakan
bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan atasnya, terlebih
6 Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian hukum Normatif, (Malang: Bayumedia, 2005),
h. 2 7 Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 652
74
dahulu harus dibuktikan dakwaan primernya. Apabila dakwaan primernya tidak
terbukti maka berlanjut pada dakwaan subsideir.
Sebagaimana yang termuat dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dengan Nomor perkara: 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel. dakwaan primer berupa tindak
pidana perjudian yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 303 KUHP. Yang
unsur-unsurnya yaitu ada 2 (dua) unsur yang harus dipenuhi untuk penetapan
hukuman, yaitu pertama unsur subyektif terdiri dari, unsur barang siapa. Adapun
unsur yang kedua yaitu unsur obyektifnya yang terdiri dari unsur tanpa mendapat izin
dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum
untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu,
dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya suatu syarat atau
dipenuhinya sesuatu tata cara.
Mengenai unsur “barang siapa” adalah setiap orang yang dapat dijadikan
sebagai subyek hukum, dari padanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana,
dalam hal ini telah terpenuhi dengan dihadapkannya terdakwa bernama Erwin Mulia
ke persidangan, dalam keadaan sehat jasmani maupun rohaninya serta mampu
mempertanggungjawabkan segala perbuatannya secara hukum.
Tanpa mendapat izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan
kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan
adanya suatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
75
Majelis Hakim dalam kontruksi hukum dalam kasus ini, terlihat telah
menerapkan kepastian hukum, dengan melihat unsur-unsur tindak pidana. Karena,
hakim menurut penulis telah menerapkan asas legalitas yang diidentikan dengan
kepastian hukum. Majelis Hakim juga telah memberikan perlindungan terhadap
warga negara dari tindakan kejahatan. Sebagaimana ciri suatu negara hukum adalah
adanya perlindungan hukum terhadap warga negara. Dalam penjelasan undang-
undang dasar 1945 dinyatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas
hukum, tidak berdasarkan kesewenangan belaka. Sehingga hukumlah yang
mempunyai arti yang terutama dalam segala segi-segi penghidupan masyarakat.
2. Menurut hukum Islam
Dalam hukum Islam seseorang yang melakukan perbuatan tindak pidana, sanksi
atau hukumannya harus ditunjukan kepada si pelaku yang bersangkutan dan tidak
dapat dikaitkan atau ditanggung oleh siapapun baik itu keluarganya, saudara atau
kerabatnya sekalipun. Seperti apa yang ditegaskan dalam Al-Qur`an surat Al-
Baqoroh ayat 286 :
⌧
⌧
☺
☺⌧ ☺
☺
76
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S. Al-Baqarah : 286).
Ayat diatas menegaskan bahwasannya hukuman pidana tidak dapat dialihkan
kepada orang lain ataupun kepada keluarga terdakwa, sanksi diberikan hanya kepada
si pelaku tindak pidana atau yang melakukan perbuatan melanggar hukum.8
Tindak pidana perjudian ini, menurut hukum Islam dapat dikenakan hukuman
ta’zir, sedangkan hukuman ta’zir adalah hukuman atas tindak pidana yang
hukumannya belum ditentukan oleh syara’ tetapi sepenuhnya diserahkan atau
ditentukan oleh Hakim (Ulil Amri).9 Hukum Islam tidak menentukan macam-macam
hukuman untuk tiap-tiap tindak pidana ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan
hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tindak pidana ta’zir
meliputi tindak pidana hudud, qishash, diyah yang syubhat, atau tidak memenuhi
syarat tetapi sudah merupakan maksiat. Kemudian tindak pidana yang ditentukan
8 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 2005), Cet Ke-
VI, h. 87 9 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ), h.249
77
oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak
pidana yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umat.
Jika kita melihat dari segi hukum pidana Islam, putusan yang dijatuhkan
Majelis Hakim terhadap terdakwa sesuai dengan kasus pidana Islam, seorang yang
melakukan jarimah perjudian dapat dikenakan hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir dapat
dibagi menjadi beberapa macam yang telah ditetapkan oleh hukum Islam. Prinsip-
prinsip hukum Islam tidak menolak untuk mengambil hukum lain jika hukum itu
tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan hukum itu dapat mewujudkan tujuan
hukum dalam hukum Islam.
Sementara masalah perjudian dalam hukum Islam belum ada pembahasan
yang terinci dan tegas di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga perjudian
dimasukkan ke dalam tindak pidana ta’zir. Dalam pelaksanaan hukuman ta’zir hak
mutlak diberikan kepada ulil amri atau hakim dimaksudkan untuk memberi
keleluasaan yang memberi kemungkinan berbedanya hukuman keluwesan dalam
menanggapi kemajuan budaya manusia, sehingga dengan demikian hukum Islam
dapat responsip terhadap setiap perubahan sosial10.
Karena itu sanksi hukuman ta’zir dapat berubah sesuai dengan kepentingan
dan kemaslahatan. Hakim boleh mengancam lebih dari satu hukuman, ia boleh
memperingan atau memperberat hukuman, jika hukuman tersebut mempunyai dua
10 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1997), cet. II, h. 167
78
batasan terpenting, hukuman tersebut sudah cukup untuk mendidik, memperbaiki dan
mencegah pelaku tindak pidana tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan
yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa
kesimpulan dalam bab ini :
1. Menurt hukum Islam bahwa tindak pidana perjudian dikenakan hukuman
ta’zir. Tindak pidana ta’zir dalam hukum Islam adalah hukuman atas
tindak pidana yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’ tetapi
sepenuhnya diserahkan atau ditentukan oleh Hakim (Ulil Amri). Yang
dimaksud dengan ta’zir ialah ta’dib, yaitu memberi pedidikan
(pendisiplinan). Hukum Islam tidak menentukan macam-macam hukuman
untuk tiap-tiap tindak pidana ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan
hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tindak
pidana ta’zir meliputi tindak pidana hudud, qishash, diyah yang syubhat,
atau tidak memenuhi syarat tetapi sudah merupakan maksiat. Kemudian
tindak pidana yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun tidak
ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak pidana yang ditentukan oleh Ulil
Amri untuk kemaslahatan umat.
2. Dalam perspektif hukum positif, perjudian merupakan salah satu tindak
pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Masalah perjudian ini
78
79
dimasukkan dalam tindak pidana kesopanan1, dan diatur dalam Pasal 303
KUHP dan Pasal 303 bis KUHP jo. Undang-undang No. 7 Tahun 1974
tentang penertiban perjudian.
3. Dalam menjatuhkan hukuman atau vonis terhadap terdakwa, Majelis
Hakim menggunakan pasal 303 KUHP tentang perjudian. Oleh karena itu
terdakwa di hukum dengan hukuman penjara 10 (sepuluh) bulan penjara.
Berdasarkan hasil analisis Putusan Pengadilan Negeri No.
1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel. dapat disimpulkan bahwa dilihat dari aspek
keadailan hukum, terutama rasa keadilan terdakwa telah terpenuhi. Sebab
berdasarkan fakta-fakta yang teringkap dipersidangan, dalam putusannya
majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan
tindak pidana perjudian, sebagaimana didakwakan kepadanya. Adapun
dilihat dari aspek kegunaan hukum, dapat dijadiakan contoh yang baik,
bahwa hukum tidak akan berpihak kepada siapapun. Selanjutnya dilihat
dari aspek kepastian hukum, hakim telah menerapkan hukum sesuai
dengan asas legalitas dan telah memberikan perlindungan kepada warga
negara dari tindakan kejahatan, yakni tetap mengacu kepada pasal 303
KUHP guna menjaga kepastian hukum dalam upaya memberikan
perlindungan hukum terhadap warga negara.
4. Jika kita melihat dari segi hukum pidana Islam, putusan yang dijatuhkan
Majelis Hakim terhadap terdakwa sesuai dengan kasus pidana Islam,
seorang yang melakukan jarimah perjudian dapat dikenakan hukuman
1 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, ( Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 157
79
80
ta’zir. Hukuman ta’zir dapat dibagi menjadi beberapa macam yang telah
ditetapkan oleh hukum Islam. Prinsip-prinsip hukum Islam tidak menolak
untuk mengambil hukum lain jika hukum itu tidak bertentangan dengan
syari’at Islam dan hukum itu dapat mewujudkan tujuan hukum dalam
hukum Islam. Sementara masalah perjudian dalam hukum Islam belum ada
pembahasan yang terinci dan tegas di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits,
sehingga perjudian dimasukkan ke dalam tindak pidana ta’zir. Dalam
pelaksanaan hukuman ta’zir hak mutlak diberikan kepada ulil amri atau
hakim dimaksudkan untuk memberi keleluasaan yang memberi
kemungkinan berbedanya hukuman keluwesan dalam menanggapi
kemajuan budaya manusia, sehingga dengan demikian hukum Islam dapat
responsip terhadap setiap perubahan sosial. Karena itu sanksi hukuman
ta’zir dapat berubah sesuai dengan kepentingan dan kemaslahatan. Hakim
boleh mengancam lebih dari satu hukuman, ia boleh memperingan atau
memperberat hukuman, jika hukuman tersebut mempunyai dua batasan
terpenting, hukuman tersebut sudah cukup untuk mendidik, memperbaiki
dan mencegah pelaku tindak pidana tersebut.
80
81
4. Saran-saran.
Dari permasalahan yang dikemukakan, maka penulis menyarankan
kepada aparat penegak hukum dalam rangka meningkatkan upaya
penanggulangan terhadap tindak pidana tersebut maka :
1. Perlunya pembinaan kesadaran hukum dikalangan masyarakat dan
pemerintah, agar dapat terciptanya ketertiban, ketentraman dan masyarkat
yang taat akan hukum.
2. Untuk para penegak hukum diharapkan lebih objektif dalam menyelesaika
suatu tinddak pidana, dan lebih khusus kepada para Hakim dalam
menjatuhkan suatu pidana lebih mempertimbangkan lagi pemidanaan apa
yang cocok untuk diri pelaku, agar suatu pemidanaan sejalan dengan
tujuan pemidanaan sebagai pendidikan yang tentunya tanpa mengurangi
hak dari si korban sebagai pemenuhan rasa keadilan.
3. Pada dasarnya masalah tindak pidana perjudian merupakan suatu
permasalahan yang rumit untuk diambil solusinya. Kita tidak bisa
menganggap enteng suatu persoalan yang biasa-biasa saja, karena pada
prakteknya membutuhkan suatu penanganan yang sangat serius terutama
yang dilakukan oleh aparat dan praktisi hukum dalam memberikan
penyuluhan-penyuluhan tentang hukum kepada masyarakat luas.
4. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para
penegak hukum dalam menentukan sanksi pidana terhadap pelaku
perjudian menurut aturan pidana Islam.
81
82
82
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, H. Al Yasa’, Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,
Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, (Banda Aceh, Dinas Syari’at
Islam Provinsi NAD, 2005.
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), cet. II, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.
A. Pudjaatmaka, Hadyana, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 7, Jakarta: PT.
Cipta Adi Pustaka, 1989.
___________________, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1997
Al-Audah, Abdul Qodir, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, Juz 1 Bairut: Dar Al-Kitab,
t.th.
___________________, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Cet II Penerjemah Tim Tsalisah Bogor.T.tp.,PT Kharisma Ilmu, T.th.
al-Jarjani, Syekh Ali Ahmad, Indahnya Syariat Islam, cet. I, Jakarta: Gema Insani
Press, 2006. as-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, cet. 1, Surabaya : PT. Bina Ilmu
1985. Aziz Dahlan, Abdul, dkk, Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
1999. Chazawi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, ed. 1, Jakarta: PT: Raja
Grafindo Persada, 2005. Dahlan, Zaini, dkk, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid. 1, Yogyakarta, PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1995.
82
83
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, jilid 3, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1983.
Diana Hati dan Ahmad Syaufi, Kajian Terhadap Putusan Perkara No.
508/Pid.B/2006/PN.Bjm, Tentang Tindakan Kesewenang-wenangan Aparat Penegak Hukum
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983.
Hamidi, Mu’ammal, dkk, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni , jilid I, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985.
Hamidi, Mu’amal, dkk, Terjemah Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits hukum,
jilid 6, Surabaya, P.T. Bina Ilmu, 2005. Hanafi, Ahmad Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 2005 Hosen, Ibrahim, Apa itu Judi ?, cet.1, Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an, 1986 http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/40349.html ,diakses pada hari sabtu, 21
November 2009 http://jodisantoso.blogspot.com/2009/01/uu-nomor-7-tahun-1974-tentang.html.
diakses pada hari, senin tanggal 14 Juni 2010 Imam Hafiz Abi Daud Sulaiman ibn Asy’ab Sajastany, Sunan Abi Daud, Bairut: Dar
A’lam, 2003. Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian hukum Normatif, Malang: Bayumedia,
2005. Lexi J. Moelong, Penelitian Kualitatif, Cet. 5, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.
M. Ali as-Sayis, Muhammad, Tafsir Ayat Ahkam, jilid 2, Misra: Ali Assabais, 1953.
M. Moeliono, Anton dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 1, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
_____________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Mertokusumo, Soedikno Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,
1985.
83
84
Mujib, Abdul, al-Qawaid al-Fiqhiyah, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980.
Mujieb, M. Abdul, dkk, Kamus Istilah Fiqih, cet. 1, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994.
Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),
cet. 1 Jakarta: Sinar Grafika, 2004. __________________, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Pudjaatmaka, A. Hadyana dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid ke-7
Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatran, No. 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel.
Qardhawi, Yusuf, Halal Haram dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2000.
Rasyid, M. Hamdan, Fiqih Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, cet. 1, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2003.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Cet. 8,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004 Soerodibroto, R. Soenarto, KUHP dan KUHAP, edisi. 5, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006 Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum yang
Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, 2006. ______________, Perjudian dalam Perspektif Hukum, artikel diakses pada hari
selasa, 08 Desember 2009 http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-hukum.
84
85
85