perilaku harga, produksi dan permintaan ...digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/3/umj-1x...6...

21
1 PERILAKU HARGA, PRODUKSI DAN PERMINTAAN BEBERAPA JENIS SAYURAN DI KABUPATEN JEMBER PRICE, PRODUCTION, AND DEMAND BEHAVIORS OF SOME KINDS OF VEGETABLES IN JEMBER REGENCY Maspur * dan Hari Widjajadi** *Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember **Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember [email protected] ABSTRAK Penelitian tentang Perilaku Harga, Produksi dan Permintaan Beberapa Jenis Sayuran di Kabupaten Jember dilaksanakan pada April sampai dengan Oktober 2005. Penelitian ini bertujuan mengetahui posisi relatif kabupaten Jember sebagai penghasil beberapa jenis sayuran khususnya kacang panjang; cabe merah; kubis dan bawang merah di Jawa Timur, mengetahui pola distribusi, menganalisis perkembangan harga dan hasil produksi, dan mengetahui besarnya potensi permintaan dan penawaran beberapa jenis sayuran di Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat jenis sayuran yang dihasilkan kabupaten Jember, produktivitas per hektar kubis, cabe merah dan bawang merah memiliki daya saing yang kuat di pasar regional. Pola distribusi komoditas kacang panjang, kubis, cabe merah, dan bawang merah masih bersifat konvensional, karena antar pelaku bisnis belum terbangun kerjasama yang saling menguntungkan melalui pola kemitraan. Cabe merah mengalami fluktuasi harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis sayuran lain, sementara kacang panjang lebih stabil. Potensi penawaran kacang panjang dan kubis di kabupaten Jember lebih tinggi daripada permintaannya sehingga komoditas tersebut lebih berpeluang diekspor ke daerah lain, sedangkan potensi penawaran cabe merah dan bawang merah lebih rendah daripada potensi permintaannya. Oleh karena itu Kabupaten Jember masih membutuhkan pasokan cabe merah dan bawang merah dari daerah lain. Key word : Price, Production, Demand, Vegetables ABSTRACT A study about “Price, Production, and Demand Behaviors of Some Kinds of Vegetables in Jember Regency, was conducted April to October 2005 This research aims at studying the relative position of Jember Regency as producer of vegetable specially yard long bean; red chili; cabbage; and red onion in East Java, studying the distribution system, analyzing the development of production and price, studying the potency level of supply and demand of some vegetables in Jember. The research shows that the productivity of cabbage, red onion and red chili in Jember Regency have relative advantage in East Java except yard long bean, which means that it has competitive ability in the regional market. Distribution system of yard long bean, cabbage, red chili, and red onion still conventional, because there have not

Upload: lamdiep

Post on 22-Mar-2018

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

PERILAKU HARGA, PRODUKSI DAN PERMINTAAN BEBERAPA

JENIS SAYURAN DI KABUPATEN JEMBER

PRICE, PRODUCTION, AND DEMAND BEHAVIORS OF SOME

KINDS OF VEGETABLES IN JEMBER REGENCY

Maspur * dan Hari Widjajadi**

*Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember

**Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian tentang Perilaku Harga, Produksi dan Permintaan Beberapa

Jenis Sayuran di Kabupaten Jember dilaksanakan pada April sampai dengan

Oktober 2005.

Penelitian ini bertujuan mengetahui posisi relatif kabupaten Jember sebagai

penghasil beberapa jenis sayuran khususnya kacang panjang; cabe merah; kubis dan

bawang merah di Jawa Timur, mengetahui pola distribusi, menganalisis perkembangan

harga dan hasil produksi, dan mengetahui besarnya potensi permintaan dan penawaran

beberapa jenis sayuran di Kabupaten Jember.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat jenis sayuran yang dihasilkan

kabupaten Jember, produktivitas per hektar kubis, cabe merah dan bawang merah

memiliki daya saing yang kuat di pasar regional. Pola distribusi komoditas kacang

panjang, kubis, cabe merah, dan bawang merah masih bersifat konvensional, karena antar

pelaku bisnis belum terbangun kerjasama yang saling menguntungkan melalui pola

kemitraan. Cabe merah mengalami fluktuasi harga yang lebih tinggi dibandingkan

dengan jenis sayuran lain, sementara kacang panjang lebih stabil. Potensi penawaran

kacang panjang dan kubis di kabupaten Jember lebih tinggi daripada permintaannya

sehingga komoditas tersebut lebih berpeluang diekspor ke daerah lain, sedangkan potensi

penawaran cabe merah dan bawang merah lebih rendah daripada potensi permintaannya.

Oleh karena itu Kabupaten Jember masih membutuhkan pasokan cabe merah dan bawang

merah dari daerah lain.

Key word : Price, Production, Demand, Vegetables

ABSTRACT

A study about “Price, Production, and Demand Behaviors of Some Kinds of

Vegetables in Jember Regency, was conducted April to October 2005

This research aims at studying the relative position of Jember Regency as

producer of vegetable specially yard long bean; red chili; cabbage; and red onion in

East Java, studying the distribution system, analyzing the development of production and

price, studying the potency level of supply and demand of some vegetables in Jember.

The research shows that the productivity of cabbage, red onion and red chili in

Jember Regency have relative advantage in East Java except yard long bean, which

means that it has competitive ability in the regional market. Distribution system of yard

long bean, cabbage, red chili, and red onion still conventional, because there have not

2

yet any cooperation on partnership among the businessmen. The red chili has higher

price fluctuation than other vegetables, while that of yard long bean is more stable. The

potency of yard long bean and cabbage supply in Jember is higher than its demand

potency, so that it has potency to be exported to other areas, while the potential supply of

red chili and red onion lower than its potential demand. It Means that Jember Regency

still need red chili and red onion from the others areas.

Key words: price, production, demand, vegetable

PENDAHULUAN

Sayuran sebagai salah satu komoditas hortikultura memiliki prospek yang cukup

cerah untuk dikembangkan, baik dalam rangka diversifikasi konsumsi dan peningkatan

gizi maupun dalam upaya penggalakan komoditas non migas serta dalam konteks

konservasi dan kelestarian lingkungan. Namun menurut data tentang ketersediaan

sayuran, menunjukkan bahwa tingkat konsumsi savuran di Indonesia masih tergolong

rendah. Pada tahun 1996 konsumsi sayuran adalah sebesar 37,94 kg/kapita /tahun, lebih

rendah bila dibandingkan dengan rekomendasi FAQ yang besarnya 65,75

kg/kapita/tahun. Berarti tantangan yang dihadapi adalah peningkatan produksi yang

disertai dengan peningkatan kualitas hasilnya serta peningkatan kesadaran masyarakat

untuk mengkonsumsi lebih banyak sayuran (Deptan, 2004).

Diantara kabupaten-kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Timur,

Kabupaten Jember dengan dukungan agroklimatnya merupakan daerah yang subur

untuk usaha pertanian dan perkebunan. Di samping sebagai lumbung pangan di Jawa

Timur, juga sangat potensial bagi pengembangan tanaman hortikultura khususnya

sayuran. Komoditas sayuran yang secara komersial diusahakan di Kabupaten Jember

adalah : kobis, petsay/sawi, tomat, cabe, terong, kacang panjang, bayam,

ketimun, kangkung, semangka, melon, blewah, buncis, dan bawang merah (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan, 2005)

Semua komoditas memiliki peluang untuk dikembangkan secara

komersial. Namun fluktuasi harga yang sangat tajam antar waktu dan antar

musim menjadi kendala bagi petani untuk mengembangkannya, mengingat harga

merupakan salah satu faktor dominan dalam pengambilan keputusan petani

mengusahakan usahataninya. Masalah harga yang naik turun secara tajam

sebenarnya merupakan fenomena yang sering dijumpai pada produk-produk

3

hortikultura, khususnya sayuran. Hanya saja pengaruhnya akan dapat dieliminir apabila

petani mampu mengakses informasi pasarnya dengan baik.

Tujuan penelitian adalah : (1) mengetahui posisi relatif kabupaten Jember

sebagai penghasil sayuran khususnya kacang panjang, cabe merah besar, kubis, dan

bawang merah di Jawa Timur. (2) mengetahui pola distribusi masing-masing jenis

sayuran mulai dari petani produsen sampai dengan konsumen. (3) menganalisis

perkembangan harga dan hasil produksi beberapa jenis sayuran dalam kurun waktu satu

tahun di kabupaten Jember. (4) mengetahui potensi permintaan dan penawaran beberapa

jenis sayuran di Kabupaten Jember.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember. Penentuan daerah penelitian

didasarkan pada daerah sentra produksi kobis, bawang merah, kacang panjang dan cabe

yang ada di wilayah kabupaten Jember.

Sampel wilayah ditentukan dengan metode cluster sampling. Responden dalam

penelitian ini adalah petani dan pedagang yang berasal dari tingkat desa, kecamatan dan

kabupaten yang terpilih dengan menggunakan cara snow ball sampling terpilah.

Macam data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung di

lapang. Data sekunder didapat dari berbagai lembaga dan instansi, yang memiliki kaitan

dengan obyek penelitian.

Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan teknik

analisis kualitatif. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan

teknik tabulasi silang (cross tabulation), grafis dan rasio.

Alat analisis untuk menjawab tujuan pertama, digunakan Location Quetion (LQ).

Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat posisi surplus/defisit suatu daerah/wilayah

dalam hal produksi. LQ dapat dirumuskan sebagai berikut (Wibowo dan Januar, 1998) :

Di mana :

vi

= jumlah produksi komoditas i di kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur

vt = jumlah produksi komoditas i di seluruh Jawa Timur

Vi = jumlah produksi sayuran di kabupaten/kota di Jawa Timur

Vt = jumlah produksi sayuran diseluruh Jawa Timur

t

i

t

i

V

V

v

vLQ :

4

Keputusan:

LQ 1 ; maka wilayah i merupakan bukan daerah basis sayuran

LQ 1 ; maka daerah i merupakan daerah basis sayuran

Tujuan ke dua mengenai pola distribusi pemasaran akan dianalisis

menggunakan pendekatan sistem dengan memperhatikan saluran pemasaran yang sudah

berlaku di daerah tersebut.

Menjawab tujuan ke tiga mengenai perkembangan harga dan produksi sayuran

dalam kurun waktu satu tahun akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan tabulasi,

grafis dan koefisien variasi.

Menjawab tujuan ke empat mengenai potensi permintaan dan penawaran akan

dianalisis dengan menggunakan pendekatan estimasi total permintaan pasar dan total

produksi persatuan waktu. Jika q adalah konsumsi per kapita dan P adalah jumlah

penduduk maka estimasi permintaan (Q) sama dengan q dikalikan dengan P (atau

Q = q . P).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Posisi Relatif Kabupaten Jember Sebagai Penghasil Sayuran di Jawa Timur

Komoditi sayuran yang telah dikembangan secara komersial di kabupaten

Jember meliputi 12 jenis, empat diantaranya adalah kacang panjang, kubis, cabe dan

bawang merah.

Tabel 1. Produktivitas dan Nilai LQ 4 Jenis Sayuran di Kabupaten Jember,

2004

No. Kab./Kota

Produkvitas

(ku/ha) LQ Peringkat

1 Kacang panjang 50,17 ( 52,96) 3,836 3

2 Kubis 250,15 (168,48) 1,261 6

3 Cabe 99,25 (82,80) 1.674 7

4 Bawang merah 101,31(100,41 ) 0,061 10

Keterangan : ( ) Rata-rata Jawa Timur

Produktivitas usahatani kacang panjang di Kabupaten Jember lebih rendah

dibandingkan dengan produktivitas rata-rata Jawa Timur. Kondisi ini terjadi disebabkan

karena dua faktor, yaitu: (1) faktor sosial, diantaranya: tingkat pengetahuan petani

5

relatif rendah sehingga transfer tehnologi menjadi sangat lambat dan proses produksi

usahatani seringkali tidak sesuai dengan rekomendasi, misalnya waktu penanaman yang

kurang tepat, pemilihan benih yang tidak selektif, pengolahan tanah konvensional dan

kurang inovatif (2) Faktor Ekonomi, antara lain: kepemilikan modal petani kurang

memadai akibat alokasi dana atas jenis usahatani lainnya. Apalagi tanaman kacang

panjang umumnya diusahakan oleh petani sebagai tanaman sampingan baik yang

dilakukan secara tumpang sari maupun tumpang gilir.

Kabupaten Jember termasuk daerah basis untuk komoditas kacang panjang. Hal

ini ditunjukkan oleh nilai LQ sebesar 3,836. Artinya kabupaten Jember tidak hanya

mampu memenuhi sendiri kebutuhan daerahnya tetapi juga mendistribusikannya ke

daerah lain seperti Kota Surabaya dan sekitarnya. Namun demikian, ke depan yang perlu

diwaspadai adalah daerah-daerah lain penghasil utama kacang panjang di Jawa Timur.

Misalnya Kabupaten Bangkalan dan Pacitan adalah dua daerah pesaing utama

(kompetetor dominan) pada saat ini dan akan datang. Sedangkan daerah-daerah yang

menjadi pesaing potensial (potential competetor) pada masa akan datang adalah

kabupaten/kota yang memiliki nilai LQ > 1 tetapi masih di bawah Kabupaten Jember

seperti Tulungagung, Lumajang, Kediri, Banyuwangi, Blitar dan Malang.

Daerah-daerah yang termasuk dalam katagori daerah basis umumnya memiliki

kesamaan dalam agroklimat, sehingga secara teknis maupun ekonomis menanam kacang

panjang akan lebih menguntungkan dari pada tanaman lain, apalagi estimasi permintaan

komoditi kacang panjang baik di dalam maupun luar daerah basis dari waktu ke waktu

cenderung meningkat.

Kabupaten Jember adalah salah satu daerah penghasil kubis di Jawa Timur.

Produktivitas kubis untuk tahun 2004 sebesar 250,15 ku/ha atau lebih besar

dibandingkan dengan rata-rata Jawa Timur bahkan berada di atas daerah-daerah

penghasil yang lain seperti Probolonggo, Pasuruan Malang dan Magetan. Tingginya

produktivitas kubis di Kabupaten Jember ini tidak terlepas dari dukungan agroklimat

yang sesuai dan penguasaan tehnologi budidaya secara lebih baik oleh petani.

Kabupaten Jember dengan nilai LQ kubis > 1 telah menempatkannya sebagai

daerah sektor basis kubis meskipun posisinya masih di bawah daerah-daerah sentra yang

lain, seperti Kabupaten Bondowoso, Pasuruan dan Magetan. LQ kubis sebesar 1,26

menunjukkan bahwa Kabupaten Jember mengalami surplus produksi kubis sebesar 0,26

satuan untuk kemudian didistribusikan ke daerah-daerah lain yang membutuhkan.

6

Daerah-daerah seperti Jakarta, Bandung dan kota-kota besar lainnya di Jawa sangat

menyukai produk kubis asal Kabupaten Jember.

Komoditas lain yang menjadi andalan Kabupaten Jember adalah cabe merah

besar. Tingkat produtivitas cabe merah besar di Kabupaten Jember relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan produktivitas rata-rata Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan

bahwa petani cabe sudah dapat melaksanakan usahatani secara intensif dan optimal.

Dari sisi tehnis produksi, petani sudah mampu menerapkan pilihan tehnologi dan

manajemen produksi dengan tepat. Nilai LQ = 1.67 menunjukkan bahwa cabe

merupakan sektor basis di Kabupaten Jember Dengan kondisi tersebut berarti hasil

produksi cabe di Kabupaten Jember telah dapat memenuhi permintaan pasar lokal,

bahkan dapat menjualnya ke luar daerah sebesar 0.67 satuan.

Berdasarkan data Tabel 1 diketahui bahwa tingkat produktivitas bawang

merah di Kabupaten Jember mencapai 101,31 ku/ha relatif lebih tinggi

dibandingkan rata-rata Jawa Timur yaitu 100.41 ku/ha. Fakta tersebut

mengindikasikan bahwa komoditi bawang merah di Kabupaten Jember memiliki

peluang yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi tanaman komersial dan

merupakan salah satu tanaman alternatif tatkala tanaman tembakau kurang

menguntungkan. Namun demikian sampai saat ini bawang merah bukan merupakan

sektor basis (LQ < 1) artinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya komoditi

tersebut masih harus didatangkan dari daerah lain misalnya: Kabupaten Pamekasan,

Kabupaten Sampang, probolinggo, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Bojonegoro.

Pola Distribusi dan Hubungan Kelembagaan dalam Perdagangan sayuran

Seperti halnya barang-barang dan jasa-jasa pada umumnya, sayuran yang

dihasilkan oleh petani sebagian besar bahkan seluruhnya digunakan untuk memenuhi

kebutuhan pasar. Produsen yang berjumlah banyak dengan lokasi terpencar-pencar tidak

memungkinkan melakukan interaksi secara langsung dengan konsumen. Untuk itu

diperlukan kelembagaan lain yang dapat menghubungkan dua kepentingan tersebut

melalui bentuk kegiatan perdagangan. Kelembagaan yang berfungsi mendistribusikan

dan mempertukarkan produk hasil pertanian ini, sesuai kapasitasnya dikenal sebagai:

pengepul, pedagang kecil, pedagang besar dan pedagang pengecer. Oleh karena kondisi

di tiap-tiap daerah tidak sama, maka pola distribusi produk sayuran dari produsen ke

konsumen di Kabupaten Jember juga cenderung berbeda.

7

a. Kacang panjang

Distribusi produk dari produsen ke konsumen mengikuti beberapa alur

pemasaran, yang secara umum dapat disaksikan pada gambar 2 berikut ini :

(827.95) (979.00) (1180.73)

(1180.73) (1408.68)

Bagi petani yang kebetulan lahan produksinya berada di dekat pedagang besar,

biasanya langsung menjual produk kacang panjangnya ke pedagang besar. Akan tetapi

bila jarak lahan sudah berjauhan dengan lokasi pedagang besar, biasanya petani memilih

bertransaksi dengan pengepul atau pedagang kecil di sekitar sentra produksi kacang. Jadi

ada 4 pola distribusi kacang panjang di kabupaten Jember seperti terlihat pada Gambar 2.

Dengan terjalinnya mata rantai pemasaran seperti tersesebut di atas, telah

menimbulkan kelembagaan tertentu sebagai bentuk interaksi antar pelaku-pelaku bisnis

sayuran.. Pada hubungan (interaksi) antara pedagang besar, pedagang pengecer dengan

petani menimbulkan transaksi yang bersifat tunai. Perkiraan harga per kg diprediksi

dengan mempertimbangkan harga sebelumnya, banyaknya pasokan serta informasi

sesama pedagang. Hubungan (interaksi) diantara pengepul lokal dengan pedagang besar

menghasilkan cara pembayaran dibelakang atau pengepul lokal lebih bersifat titip jual

pada pedagang besar, demikian pula hubungan transaksi antara pedagang besar dengan

petani.

Besarnya tingkat margin untuk masing-masing lembaga pemasaran bervariasi, hal

ini dapat disaksikan pada Tabel 2.

Petani Pengepul Pedagang

besar

Pedagang

Kecil

Pengecer

Konsumen

Luar

Daerah

Gambar. 2. Pola Distribusi Kacang Panjang

8

Tabel 2. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-Masing

Lembaga Pemasaran Kacang Panjang

Variabel Petani Pengumpul Pedagang besar Pengecer

Keuntungan (Rp) 91.05 125.52 152.78

Ratio Keuntungan

dan Biaya 1,13 1,52 1,67 2,04

Berdasarkan ratio keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan, terlihat bahwa

tingkat keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran lebih besar

dibandingkan dengan perolehan petani. Sedang diantara pelaku pemasaran sendiri,

pedagang eceranlah yang paling besar memperoleh manfaat dari tataniaga kacang

panjang di Kabupaten Jember.

Cabe Merah

Mata rantai perdagangan cabe merah relatif sama dengan mata rantai kacang panjang,

perbedaannya hanya pada banyaknya pedagang sebagai saluran distribusi. Pedagang cabe

relatif lebih sedikit daripada pedagang kacang panjang. Pola distribusi cabe merah besar

selengkapnya dapat disaksikan pada Gambar 3.

(7929.17) (8925.00 ) (10158.33)

(10158.33) (11270.83 )

Gambar 3. Pola Distribusi Cabe Merah Besar

Dari petani, cabe dipasok ke pengepul setempat dan adakalanya ke pedagang kecil,

dengan pembayaran dilakukan secara tunai.

Tabel 3. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-Masing

Lembaga Pemasaran Cabe Merah Besar

Variabel Petani Pengumpul Pedagang besar Pengecer

Keuntungan (Rp/kg) 4847.79 770.83 925.00 850.00

Ratio Keuntungan

dan Biaya 1.57 3.43 3.08 3.09

Petani Pengepul Pedagang

besar

Luar

Daerah

Pedagang kecil Pengecer Konsumen

9

Dari Tabel 3 di atas terlihat, keuntungan petani dalam agribisnis cabe merah besar

lebih besar dibandingkan dengan pelaku tataniaganya. Namun apabila dilihat dari rasio

keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan, maka pedagang pengumpullah yang lebih

banyak memperoleh manfaat dari bisnis cabe merah besar ini.

c. Kubis

Komoditi kubis di kabupaten Jember memiliki pola distribusi yang khas. Mata

rantai distribusi terkesan efisien karena tidak banyak lembaga pemasaran yang terlibat

didalamnya. Pola distribusi kubis yang dihasilkan petani di wilayah kabupaten Jember

dapat digambarkan sebagai berikut:

(861.46 )

(735.94 ) (1028.13 )

(1207.29 )

Gambar 4. Pola Distribusi Kubis

Tabel 4. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-Masing

Lembaga Pemasaran Kubis

Variabel Petani Pengumpul Pedagang besar Pengecer

Keuntungan (Rp/kg) 407.60 75.52 96.67 109.17

Ratio Keuntungan dan

Biaya 1.24 1.51 1.38 1.56

Tabel 4 memperlihatkan bahwa tataniaga kubis cukup efisien. Selain lembaga

pemasaran yang terlibat relatif sedikit, juga pembagian keuntungan diantara pelaku pasar

relatif merata.

d. Bawang Merah

Distribusi hasil produksi bawang merah dari petani ke konsumen terlihat sangat

sederhana. Pola distribusi hanya melibatkan sedikit pelaku seperti tampak pada Gambar

5.

Petani Pedagang Besar Luar Daerah

Pengecer Konsumen

Pedagang

pengepul

10

(3496.67 ) (4206.67 )

(5343.75 )

Tabel 5. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-

Masing Lembaga Pemasaran Bawang Merah

Variabel Petani Pedagang besar Pengecer

Keuntungan (Rp/kg) 1884.26 510.00 886.75

Ratio Keuntungan dan

Biaya 1.17 2.55 3.55

Tabel 5 menunjukkan bahwa tataniaga bawang merah memiliki rantai pemasaran

yang simpel. Hanya ada dua pelaku pasar yang bermain yaitu pedagang besar dan

pengecer. Lembaga pemasaran yang paling diuntungkan dalam bisnis bawang merah ini

adalah pedagang pengecer.

Analisis Perkembangan Harga dan Produksi

Fluktuasi harga yang sangat tajam antar waktu dan antar musim menjadi

kendala bagi petani untuk mengembangkan tanaman sayuran, mengingat harga

merupakan salah satu faktor yang dominan terhadap pengambilan keputusan petani

di dalam usahataninya. Secara spesifik, fluktuasi harga dapat pula dianalisis dengan

menggunakan pendekataan koefi.sien variasi. Makin besar nilai koefisien variasi

suatu komoditi, maka semakin besar pula fluktuasi harga yang terjadi di pasar.

a. Kacang Panjang

Sebagai daerah basis kacang panjang, Kabupaten Jember telah dapat memenuhi

sendiri kebutuhan konsumsinya. Produksi kacang panjang tidak pernah terputus

Petani Pedagang

Besar

Luar Daerah

Pengecer

Konsumen

Gambar 5. Pola Distribusi Bawang Merah

11

sepanjang tahun, komoditi ini selalu tersedia di pasaran dalam jumlah yang bervariasi

dengan harga yang relatif konstan sepanjang tahun (Nilai koevisien variasi 0,1986)

Perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhan kacang panjang boleh dibilang

unik. Konsumsi kacang panjang pada hari-hari penting keagamaan dan nasional justru

cenderung berkurang. Kondisi tersebut dapat terjadi karena dua hal, yakni (1) kacang

panjang diperlukan rumah tangga dalam jumlah relatif sedikit dengan variasi yang

terbatas, (2) sayuran kacang panjang tidak tahan laina.

Apabila perkembangan produksi dan harga kacang panjang tersebut dilukiskan

dalam bentuk grafis, maka akan terlihat hubungan kedua variabel tersebut seperti yang

terlihat pada gambar 6.

Pada Gambar 6 diketahui bahwa produksi kacang panjang di Kabupaten Jember

tidak ditentukan oleh harga pasar ditingkat produsen. Hal ini dapat dimaklumi karena

selama ini komoditi kacang panjang lebih banyak dikirim ke luar daerah terutama untuk

memenuhi pasar induk Surabaya. Dengan demikian tidak tampak hubungan yang

signifikan antara harga di tingkat produsen dengan jumlah produk yang dihasilkan.

Fluktuasi produksi lebih banyak ditentukan oleh luas lahan yang tersedia karena

umumnya kacang panjang diusahakan oleh petani Jember bukan sebagai tanaman pokok

Gambar 6. Perilaku produksi dan Harga Kacang Panjang, Tahun 2005

12

tetapi sebagai tanaman sela dengan memanfaatkan waktu luang antara tembakau dengan

tanaman padi.

b. Kubis

Sebagaimana diketahui Kabupaten Jember adalah salah satu daerah basis dari

komoditi kubis, meskipun di tingkat produsen komoditas ini tidak selalu di hasilkan

sepanjang tahun. Kegiatan produksi kubis biasanya dilakukan pada bulan Maret-Mei

dan Agustus-Oktober, berarti ada enam bulan efektif dalam setahun untuk menanam

kubis. Hat ini disebabkan karena faktor karakteristik tanaman kubis yang menghendaki

persyaratan-persyaratan agroklimat dan kesesuaian lahan tertentu untuk pertumbuhan

tanaman secara optimal. Bulan-bulan kosong (tidak ada produksi) di awal tahun yang

bertepatan dengan musim hujan, pengusahaan tanaman kubis terutama di lahan sawah

kurang baik dilakukan karena intensitas serangan hama dan penyakit seperti ulat dan

jamur sangat tinggi sehingga resiko kerusakan tanaman menjadi lebih besar dibanding

dengan bulan-bulan biasa. Sementara, terjadinya kekosongan produksi pada bulan-

bulan yang lain lebih disebabkan karena petani masih mengusahakan tembakau dan pada

saat itu seluruh kebutuhan kubis Jember dipasok dari daerah lain seperti Kabupaten

Malang, Probolinggo dan Bondowoso.

Berdasarkan nilai koefisien variasinya, harga kubis di tingkat produsen relatif

lebih berfluktuatif (KV=0.23983) dengan bulan-bulan ekstrem Januari, Februari,

Nopember dan Desamber. Apabila perkembangan produksi dan harga kubis di Kabupaten

Jember tersebut dilukiskan dalam bentuk grafis, maka akan terlihat hubungan kedua

variabel tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 7.

13

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

Jan' 0

5

Feb' 0

5

Mar

' 05

Apr' 0

5

Mei

' 05

Jun' 0

5

Jul' 0

5

Agust' 0

5

Sep' 0

5

Okt' 0

5

Nop

' 05

Des

' 05

Bulan

Pro

du

ksi (K

u)

0

200

400

600

800

1000

1200

Harg

a (

Rp

/Kg

)

Produksi

(ku)

Harga

(Rp/Kg)

Pada Gambar 7 terlihat bahwa secara umum perkembangan produksi dan harga

kubis di Kabupaten Jember tidak mengikuti teori sarang labalaba (Cobweb-Theorem).

Berarti produksi kubis tidak secara langsung dipengaruhi oleh tingkat harga yang

diterima produsen pada bulan sebelumnya. Fluktuasi harga lebih diakibatkan oleh sistem

pemasaran komoditi kubis itu sendiri dan banyak sedikitnya pasokan dari daerah lain.

Fenomena ini dapat dipahami karena sebagian besar komoditas kubis yang dihasilkan

oleh petani Jember ditujukan untuk pangsa pasar di kota-kota besar khususnya Jakarta

yang umumnya menghendaki grade dengan kualitas super. Sedangkan, grade yang tidak

masuk ke dalam pasar Jakarta barulah di pasarkan di pasar lokal Jember. Sementara

untuk menutup kekurangan pasokan tersebut, biasanya pedagang akan mengimpor dari

daerah lain di sekitar Kabupaten Jember seperti Bondowoso dan Probolinggo.

Kecepatan dan ketepatan informasi harga dari pedagang besar di Jakarta ke petani

serta jumlah pasokan dari daerah lain akan sangat menentukan fluktuasi harga kubis di

pasar Kabupaten Jember.

c. Cabe Merah Besar

Cabe merah besar adalah komoditas alternatif di Kabupaten Jember setelah

tembakau mengalami keterpurukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebagian petani

beranggapan bahwa tanaman cabe merah besar memiliki prospek cerah karena mampu

Gambar 7. Perilaku Produksi dan Harga Kubis, Tahun 2005

14

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, meskipun resiko investasinya di

bidang ini juga cukup tinggi.

Komoditi cabe merah besar selalu tersedia dii pasaran dalam jumlah cukup

sepanjang tahun, hanya saja jumlah produksinya cenderung bertambah besar pada hari-

hari penting keagamaan dan nasional, hal itu terjadi karena sebagian besar menu

masakan yang dihidangkan pada hari-hari penting tersebut menggunakan komoditas

cabe merah sebagai kelengkapan bumbunya.

Koefisien variasi (KV) sebesar 0,3113 menunjukkan bahwa perkembangan

harga cabe merah besar di Kabupaten Jember sangat fluktuatif. Adanya perubahan

jumlah permintaan yang ekstrim atas komoditi ini mendorong terjadinya fluktuasi harga

yang tajam. Artinya kenaikan jumlah permintaan atas komoditas cabe tidak segera

diimbangi dengan jumlah penawaran barang tersebut karena memang pada umumnya

produk pertanian bersifat inelastis terhadap perubahan harga.

Selanjutnya, perkembangan produksi dan harga cabe dapat diganbarkan secara

grafis seperti yang terlihat pada gambar 8.

Pada bulan Nopember 2005 harga cabe mencapai puncaknya dengan harga

rata-rata sebesar Rp. 11929/Kg. Dengan demikian, apabila diasumsikan perilaku harga

cabe dalam periode satu tahun adalah sama dengan perilaku harga tahun 2005, maka

keputusan petani untuk menanam cabe sebaiknya dilakukan pada bulan April-Juni.

Gambar 8. Perilaku Produksi dan Harga Cabe Merah Besar, Tahun 2005

15

Secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku harga cabe di kabupaten Jember

tidak secara langsung dipengaruhi oleh penawaran produksi cabe lokal, akan tetapi lebih

dominan karena pasokan dari daerah lain seperti Kabupaten Banyuwangi, Malang,

Blitar dan Kediri. Hal itu terbukti bahwa pada tahun 2005 disaat produksi cabe merah

besar di kabupaten Jember mencapai maksimalnya, justru harga berada pada level

tertinggi.

d. Bawang Merah

Berbeda dengaii tiga komoditas sayuran sebelumnya, sampai saat ini bawang

merah belum menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Jember. Namun demikian

secara bertahap jenis sayuran ini akan dikembangkan menjadi tanaman alternatif yang

memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai pengganti tembakau. Beberapa daerah

kecamatan yang memiliki agroklimat dan kesesuaian lahan untuk komoditas bawang

merah diantaranya adalah: Ambulu. Puger, Balung, Wuluhan dan Gumuk Mas.

Nilai koefisien variasi harga bawang merah adalah 0,2469, hal ini

mengindikasikan bahwa harga bawang merah dalam rentang waktu satu tahun relatif

lebih fluktuatif dibandingkan dengan kacang panjang, atau relatif sama dengan kubis

tetapi relatif lebih stabil dibandingkan dengan cabe merah besar. Kenaikan atau

penurunan jumlah produksi tidak berhubungan dengan penurunan atau kenaikan

harganya. Apabila hubungan tersebut digambarkan dalam bentuk kurva, maka akan

diperoleh hubungan grafis sebagaimana tampak pada Gambar 9.

Gambar 9. Perilaku produksi dan Harga Bawang Merah, Tahun 2005

16

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa pada saat produksi tertinggi, harga

bawang merah mencapai Rp. 2900 per kg adalah harga yang relatif stabil sepanjang

empat bulan (April, Mei, Juni, Juli). Harga tertinggi berada pada bulan Nopember dan

Desember yaitu pada saat produksi lokal tidak ada (kosong). Hal ini menjelaskan

bahwasanya harga bukanlah mutlak dibentuk oleh keseimbangan kekuatan penawaran

dan permintaan pasar di Kabupaten Jember, tetapi lebih disebabkan karena faktor-faktor

lain, misalnya pasokan dari daerah basis lain yaitu Probolinggo, Malang. Bondowoso,

dan Situbondo.

Potensi Permintaan dan Penawaran Sayuran di Kabupaten Jember

DI bidang pertanian, faktor terpenting yang menentukan profitabilitas suatu

usahatani adalah permintaan akan produknya. Seefisien apapun proses produksinya,

suatu usaha pertanian tidak akan dapat beroperasi secara menguntungkan kecuali ada

permintaan. Oleh karena peran kritis dari pemintaan itulah, suatu usahatani harus

memiliki informasi yang baik tentang permintaan produk yang dihasilkan untuk

membuat keputusan perencanaan yang efektif. Permintaan suatu produk dapat

diestimasi dengan menggunakan pendekatan potensi pasar total yang dalam

perhitungannya melibatkan konsumsi perkapita dan jumlah penduduk. Jika potensi

permintaan kemudian diinteraksikan dengan potensi penawaran (menggunakan

pendekatan tingkat produksi) maka akan diketahui kelebihan dan kekurangan produk

di daerah tersebut.

Estimasi permintaan pasar merupakan pendekatan yang digunakan untuk

mendeteksi potensi permintaan. Hasil analisis dirangkum dan ditampilkan pada Tabel

6.

Berdasarkan Tabel 6 tersebut diketahui bahwa diantara angka estimasi

permintaan keempat komoditas sayuran yang ada di kabupaten Jember, cabe

menduduki peringkat pertama sebesar 11936.93 ton, kemudian disusul kubis 6853.10

ton, bawang merah 6427.58 ton dan kacang panjang 2306.76 ton.

17

Tabel 6. Estimasi Permintaan Kacang Panjang, Kubis, Cabe dan Bawang Merah

di Kabupaten Jember, 2005

No. Jenis Sayuran Konsumsi/Kapita

* Jumlah

penduduk**

Estimasi

Permintaan

kg/jiwa/tahun (jiwa) (Ton)

1 Kacang panjang 1.03 2306.76

2 Jubis 3.06 2239575 6853.10

3 Cabe besar 5.33 11936.93

4 Bawang merah 2.87 6427.58

Sumber: *BPS Jawa Timur, **BPS Kab. Jember

Sementara itu, potensi penawaran diestimasi berdasarkan jumlah produksi

sayuran per tahun di Kabupaten Jember. Hasil estimasi tahun 2005, diperoleh bahwa

jumlah penawaran kacang panjang adalah 17931 ton, kubis sebesar 17348 ton, cabe

merah besar 9573 ton dan bawang merah sebanyak 728 ton.

Selanjutnya, apabila potensi penawaran ini dibandingkan dengan potensi

permintaannya akan diketahui surplus atau minus pasokan lokal Kabupaten Jember.

Hasil selengkapnya dapat disaksikan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Surplus/Minus Permintaan dan Penawaran Komoditas Empat Jenis

Sayuran di Kabupaten Jember, 2005

No. No. Jenis sayuran Permintaan Penawaran kurang(-)/lebih(+)

(ton) (ton) (ton)

1 Kacang panjang 2306.76 17931 15624.24

2 Kubis 6853.10 17348 10494.90

3 Cabe besar 11936.93 9573 -2363.93

4 Bawang merah 6427.58 728 -5699.58

Berdasarkan Tabel 7 tersebut diketahui, potensi penawaran kacang panjang

dan kubis lebih tinggi dibandingkan dengan permintaannya, berarti terjadi surplus

yang cukup besar untuk kedua komoditas tersebut, yaitu sebesar 15624.24 ton untuk

kacang panjang, dan sekitar 10494.90 ton untuk kubis. Kelebihan sejumlah itu

merupakan potensi Kabupaten Jember untuk melayani kebutuhan luar daerah (potensi

ekspor). Dua komoditi yang lain yakni cabe merah besar dan bawang merah, potensi

permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan potensi penawarannya. Kekurangan

18

(devisit) supply lokal per tahun untuk komoditas cabe merah besar adalah sebesar

2363.93 ton dan 5699.58 ton untuk bawang merah. Besarnya potensi permintaan ini

memberikan peluang bagi Kabupaten Jember untuk meningkatan produksi kedua

komoditas tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa selama ini, petani sebagai

produsen sayuran kurang memperoleh informasi yang cukup akurat tentang pasar.

Informasi-informasi penting seperti: harga, distribusi barang, mekanisme dan daya serap

pasar lebih dikuasai oleh pedagang. Petani tidak cukup kuat menentukan harga pasar,

mereka cenderung mengikuti saja apa kemauan pedagang yang dalam mata rantai

distribusi pemasaran sebagai pihak yang memiliki peluang besar dalam memperoleh

keuntungan dari margin pemasaran.

Namun demikian keberadaan pedagang tetap diperlukan oleh petani karena

perannya sebagai pihak penyalur sayuran dari produsen ke konsumen sangat penting.

Tanpa pedagang maka sayuran yang dihasilkan petani tidak akan pernah sampai kepada

konsumen dalam waktu, tempat dan harga yang tepat. Di pihak lain, meskipun posisi

pedagang lebih kuat, mereka juga masih memerlukan petani sebagai pemasuk

dagangannya. Jika petani karena suatu sebab menghentikan kegiatan usahatani, maka

akan berdampak pada hilangnya barang dagangan dan apabila hal ini terus berlanjut,

pedagang akan terancam kehilangan penghasilannya. Dari sini, kemudian akan

menumbuhkan rasa saling membutuhkan dan sikap saling ketergantungan antara petani

dan pedagang.

Hasil analisis posisi relatif Kabupaten Jember sebagai penghasil sayuran,

menunjukkan bahwa komoditi kacang panjang, cabe dan kubis adalah sektor basis

sehingga ketiga komoditi ini dapat diandalkan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Jember. Bawang merah bukan merupakan sektor basis, namun dengan tingkat

produktivitas di atas rata-rata Jawa Timur menjadikan bawang merah berpotensi untuk

dikembangkan di wilayah Jember. Pola distribusi komoditas kacang panjang, kubis, cabe,

dan bawang merah masih bersifat konvensional, karena antar pelaku bisnis belum

terbangun kerjasama yang saling menguntungkan melalui pola kemitraan. Hanya saja

19

usaha ke arah itu sudah mulai tampak meskipun masih terbatas. Misalnya yang terjadi

pada usahatani kacang panjang dan kubis di mana untuk menjaga kelancaran pasokan

barangnya, pedagang /pengepul seringkali memberi pinjaman modal dalam bentuk sarana

produksi (pupuk, pestisida dan lain-lain). Selain itu, mekanisme transaksi yang sudah

umum berlaku terhadap ketiga komoditi (kacang panjang, kubis dan cabe) dengan

penetapan harga di belakang, menjadikan komoditas tersebut sangat beresiko. Pihak yang

biasa menerima resiko kerugian dari sistem transaksi seperti itu adalah pedagang desa

atau pengumpul, sedangkan petani relatif tidak terpengaruh karena pembayaran di tingkat

produsen lebih banyak dilakukan dimuka dengan harga yang bersaing.

Dari hasil analisis perkembangan harga, diperoleh kenyataan bahwa diantara

keempat komoditas penting di kabupaten Jember, harga cabe tercatat memiliki fluktuasi

harga relatif lebih tinggi, sedangkan komoditas kacang panjang relatif lebih stabil. Untuk

komoditas kacang panjang Ekses demand terjadi pada bulan April-Juni dan Oktober-

Desember, sedang ekses supply terjadi pada bulan Januari-Maret dan Juli-September.

Ekses demand untuk komoditas kubis terjadi pada Januari-April dan Nopember-

Desember, sedangkan ekses supply terjadi pada bulan Mei-Oktober. Untuk komoditas

cabe merah besar ekses demand dijumpai pada bulan Januari dan September-Desember,

sedangkan ekses supplynya pada bulan Februari-Agustus. Selanjutnya, untuk komoditas

bawang merah ekses demand terjadi pada bulan Januari-Maret dan Nopember-Desember,

sedangkan ekses supply terjadi pada bulan April-Oktober

Dari hasil estimasi permintaan dan penawaran dapat disimpulkan bahwa (1)

potensi penawaran kacang panjang dan kubis di kabupaten Jember lebih tinggi

dibandingkan dengan potensi permintaannya, sehingga berpotensi untuk diekspor ke

daerah lain. (2) potensi penawaran dari komoditas, cabe dan bawang merah lebih rendah

dibanding dengan potensi permintaannya. Berarti untuk kedua komoditas tersebut,

Kabupaten Jember masih membutuhkan pasokan dari daerah lain.

Saran

Pengembangan komoditas sayuran (kacang panjang, kubis, cabe dan bawang

merah) melalui peningkatan produktivitas merupakan alternatif yang perlu

dipertimbangkan, mengingat diantara daerah-daerah sentra di Jawa Timur, kabupaten

Jember memiliki produktivitas yang relatif rendah. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan

mempromosikan tehnologi yang sesuai dengan spesifikasi lokasi.

20

Pola distribusi komoditas kacang panjang, kubis, cabe, dan bawang merah yang

masih bersifat konvensional, perlu ditingkatkan kearah sistem kemitraan, supaya terjalin

hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan diantara pelaku bisnis. Kondisi

minimal kemitraan ini yang sudah tercermin pada komoditi kacang panjang dan kubis

perlu terus dikembangkan untuk komoditi cabe dan bawang merah.

Komoditi Kacang panjang yang memiliki koefisien variasi harga relatif rendah

dapat direkomendasikan perluasan areal tanaman karena resiko fluktuasi harga relatif

kecil. Namun demikian tetap dijaga agar tidak terjadi kecenderungan over-spesialisasi,

Komoditi kubis, bawang merah dan cabe merah, dengan koefisien variasi harga

yang relatif besar tidak dianjurkan untuk mengadakan perluasan lahan tanaman dan akan

lebih bijaksana bilamana peningkatan produksi dilakukan dengan cara meningkatkan

produktivitas melalui penerapan tehnologi spesifik lokalita dan penggunaan benih unggul

dengan varietas sesuai preferensi atau selera konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Indonesia, 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

BPS Kabupaten Jember, 2004. Kabupaten Jember Dalam Angka, 2003. Jember, BPS

Kab. Jember.

Budiono, 1990. Teori Ekonomi Mikro. Edisi 2, BPFE. Yogyakarta.

Budiharsono, S., 1997. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2004. Laporan Tahunan Dinas Pertanian 2004,

Surabaya.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jember, 2002. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember

Tahun 2001. Jember.

, 2003. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2002. Jember.

, 2004. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2003. Jember.

, 2005. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2004. Jember.

Koutsoyiannis, A.,1979. Modern Microekonomics. London, Second Edition, The

Macmillan Press LTD.

Kotler, P., 1997. Manajemen Pemasaran : “Marketing Management”. Edisi Bahasa

Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta.

Soekartawi, Rusmadi dan Effi Damaijati, 1993. Resiko dan Ketidakpastian dalam

Agribisnis: “Teori dan Aplikasi”. Edisi 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno, Sadono, 1997. Mikro Ekonomi. Edisi 2, Cetakan Kedelapan, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

21

Surakhmad, W., 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah: “Dasar Methode Teknis”. Edisi

Ketujuh, Cetakan Keempat, Tarsito, Bandung.

Suratno dan Arsyad L., 1988. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi 1,

BPFE, Yogyakarta.

Wibowo, R. dan Jani Januar, 1998. Teori Perencanaan Pembangunan Wilayah. Diktat,

Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Jember.

-=emhis=-