perencanaan transportasi _ review film portland, a sense of place
DESCRIPTION
tugas uts dari pa fajar sang kijang bandung .TRANSCRIPT
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
REVIEW FILM TRANSPORTASI KELOMPOK 4: PORTLAND, A SENSE OF PLACE
Film ini menceritakan mengenai sebuah kota bernama Portland, salah satu kota di negara bagian
Oregon, Amerika Serikat, yang memiliki sistem transportasi yang sangat baik sehingga menjadi sebuah
kota yang mejadi permodelan global pembangunan berorientasi transit (TOD). Selama lebih dari 40
tahun, perencana kota memiliki keputusan transportasi terintegrasi unik dalam pertumbuhan dan
perkembangan usaha perkotaan. Hasilnya: Portland secara konsisten medapat peringkat sebagai salah satu
kota paling layak huni negara, membual pertumbuhan penduduk dua persen per tahun yang sehat - dan
pengeluaran transportasi per kapita terendah kedua dari 28 daerah metropolitan AS terbesar.
Sumber : Peta citra Google Earth, 2015Gambar 1
Konstelasi Wilayah Kota Portland, Oregon, Amerika Serikat
Portland yang kini telah begitu maju dan berhasil, awalnya juga merupakan sebuah kota yang
identik kondisinya seperti kota-kota lain di Amerika pasca perang dunia kedua. Pada tahun 50-an dan 60-
an, Portland memiliki kualitas hidup yang sangat rendah, kawasan pusat kotanya berubah menjadi lahan-
lahan parkir dan jalan yang kosong. Hal ini dilakukan karena gedung-gedung perbelanjaan bertingkat
1
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
tinggi dibangun di pusat kota, yang diikuti dengan pembangunan lahan parkir. Pada saat itu, penggunaan
kendaaraan pribadi sangat tinggi, sama seperti kota-kota lain, sama seperti Indonesia saat ini. Sedang
seluruh aktivitas perekonomian seperti perkantoran dan industri, diletakkan di daerah pinggiran, yang
kemudian diikuti dengan masyarakat kelas menengah. Dampak dari pembangunan Portland yang
demikian ialah terdapatnya urban sprawl dan kemacetan dari dan menuju kawasan aktivitas ekonomi di
daerah pinggiran, dimana setiap orang menempuh 30 hingga 40 mil untuk menuju tempat kerjanya.
Seluruh masyarakat memiliki ketergantungan penuh terhadap mobil. Fenomena yang kurang
menyenangkan ini kemudian membuat para pembuat kebijakan Portland untuk memikirkan suatu
alternatif baru yang inovatif dan tepat sasaran, sehingga Portland menjadi maju dan mobilitas
masyarakatnya menjadi lebih efektif serta efisien, dimana Portland menjadi sebuah kota seperti apa yang
diharapkan masyarakatnya.
Pada tahun 1973, diambil keputusan dalam forum statewide (seluruh negara bagian) dimana
sprawl perkotaan pada lanskap alam harus dihentikan. Hal ini secara konsisten diterapkan oleh Tom
McCall, pemerintah saat itu, bersama dengan rekan-rekan kerjanya dalam merumuskan perencanaan tata
guna lahan. Tom McCall dengan timnya merencanakan sebuah tata guna lahan dimana lanskap pedesaan
yang masih alami benar-benar dipertahankan sehingga terdapat adanya kerjasama antara lanskap
pedesaan dengan daerah perkotaannya. Produk tata guna lahan Portland tersebut ialah sebuah produk
perencanaan penggunaan lahan yang komprehensif antar negara bagian dan merupakan pelopor
perencanaan komprehensif ini. Produk ini juga memastikan setiap orang yang berada di Portland untuk
dapat melihat dan mengindentifikasi adanya urban growth boundary. Yaitu batas dimana bagian luarnya
ialah lanskap pedesaan yang tetap mempertahankan sawah-sawah, perkebunan, dan hutan sesuai dengan
fungisnya untuk kebutuhan pangan masyarakat; sedang bagian dalam batas ialah kawasan perkotaan
dimana masyarakat hidup dan bermukim.
Keputusan lain yang diambil pada saat itu ialah penganggaran dana pemerintah yang sebagian
besar lebih dialokasikan untuk pembangunan regional light rail line daripada jalan-jalan besar (highway).
Sehingga masyakarat juga lebih cenderung menggunakan moda transportasi ini daripada menggunakan
kendaraan pribadinya. LRT (light rail line) sendiri ialah sebuah moda transportasi berbasis rel, yang pada
Portland, trayek relnya disebar melewati dan menuju seluruh kawasan pusat-pusat aktivitas di seluruh
penjuru kota sehingga setiap tempat dapat terjangkau oleh masyarakat. Kebijakan ini didasarkan pada visi
futuristik yang lebih melihat Portland basis aksesibilitas ketimbang mobilitas. Pada saat sekarang,
hasilnya sangat menggembirakan dimana perhitungan perjalanan (trip) di Portland lebih pendek daripada
kota-kota lain di Amerika Serikat. Selain itu, jarak yang ditempuh setiap orang dengan kendaraan pribadi
lebih stabil atau malah menurun, berkebalikan dengan kota-kota metropolitan lainnya.
2
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
Manfaat dari LRT ini dirasakan oleh masyarakat dimana mereka tidak perlu capek-capek
menyetir sendiri, mencari tempat parkir, serta membayar bensin. Bagi mereka, pergi bekerja
menggunakan kendaraan pribadi tidak setimpal dengan apa yang harus dikorbankan untuk menempuh
perjalanan tersebut. Karena masyarakat masih harus merasa jengkel dengan kemacetan dan kejadian-
kejadian lalu lintas lain serta perjalanan dengan kendaraan pribadi dirasa menghabis-habiskan waktu
selama kurang lebih 45 menit. Masyarakat terbiasa berjalan kaki keluar rumah menuju halte
pemberhentian bus, atau kemudian menuju halte LRT untuk kemudian menuju tempat yang akan
dicapainya.
Perencanaan yang berorientasi transit ialah konsep yang digunakan para perencanaan Portland,
yang merencanakan peletakan titik-titik transit pada kawasan bisnis, perumahan. Kota Portland didesain
sehingga membuat warganya memiliki gaya hidup perkotaan yang berkelanjutan. Bangunan-bangunan
yang ada di Portland ialah bangunan-bangunan yang hanya memiliki kurang dari satu buah lahan parkir
per satu unit residensial. Tidak ada pula lahan parkir yang khusus dibangun untuk gedung-gedung retail.
Ialah sebuah “trip berhaviour”, atau sebuah sikap para penduduk Portland yang terbiasa melakukan
perjalanan berjuta-juta mil tanpa menggunakan mobil, suatu sikap yang jauh berbeda dengan masyarakat
penduduk kota lain pada umumnya. Masyarakat bersikap demikian karena mereka tinggal di Portland dan
karena mereka tinggal memang dengan cara yang seperti itu.
Pearl District, sebuah distrik utama di Portland, ialah distrik yang mengalami banyak perubahan
dengan memiliki sebuah ‘streetcar’ yang modern yang mulai berjalan pada tahun 2001. Streetcar
Portland ini mampu mengangkut 10.000 orang penumpang setiap harinya, tujuh ribu kali lipat dari
perkiraan pertama jumlah penumpang yang direncanakan. Streetcar dilihat sebagai sebuah konektor atau
penghubung yang dibutuhkan sebagai suatu cara yang dapat mengelilingi pusat kota dalam jarak yang
terlalu jauh untuk berjalan. Namun, diharapkan pula bahwa investasi untuk pembangunan dan
pengembangan streetcar ini ialah agar lokasi-lokasi yang dilewati dapat menjadi area industry atau
komersial dimana orang-orang akan membeli lahan. Hal yang menjadi dasar pemikiran itu ialah bahwa
proyek perumahan dan pembangunan lain di kawasan yang dilintasi rel streetcar pasti akan jauh berbeda
dengan jika kawasan tersebut dilalui mobil-mobil dan bus-bus.
Streecar dipandang memiliki dua sisi. Sisi pertama ialah untuk mendorong pembangunan dan
developer menyukai streetcar ini, sehingga dapat memunculkan adanya saling berkesinambungan.
Karena bus dianggap dapat dengan mudah dipindah trayeknya dari suatu tempat ke tempat lain, sedang
streecat ialah suatu perencanaan yang permanen yang tidak akan dapat dipindah-pindah lagi. Sisi kedua
ialah streetcar memiliki tujuan untuk mengangkut orang-orang, sehingga masyarakat keluar dari
mobilnya dan tidak terperangkap dalam kemacetan lalu lintas dan masalah parkir seperti sulitnya
mencari-cari lahan untuk memarkir kendaraannya. Para perencana juga menyadari adanya hal lain yang
3
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
menjadi keuntungan bagi masyarakat atas streetcar, yaitu dapat menjadi suatu alat yang dapat
mengembangkan masyarakatnya dan sebagai alat menciptakan lanskap perkotaan yang baik serta
menghindari carbon footprint.
Sektor privat dianggap sebagai suatu hal yang sangat mendukung pengadaan atau pengembangan
streetcar ini. Para perencana merencanakan bahwa lokasi-lokasi komersial akan memiliki nilai property
dua kali lipat dari semula jika di depan lokasi mereka terdapat streetcar. Salah seorang pemiliki toko
mengaku memilih lokasi di dekat streetcar yang berjarak dua blok karena jalur streetcar itu sendiri.
Selain itu, lokasi tokonya juga berdekatan dengan jalur bus. Sehingga pemilik toko tersebut berusaha
untuk menarik orang-orang yang menggunakan transportasi publik untuk dating ke tokonya. Keberadaan
jalur streetcar sangat penting bagi kesuksesan tokonya tersebut.
Ialah suatu kesuksesan bagi perencana telah mengivestasikan tiga juta dolar bagi pembangunan di
sepanjang rel streetcar. Kepadatan di sekitar rel meningkat dua kali lipat dibanding area lainnya. Sepuluh
tahun yang lalu, hanya terdapat satu buah bisnis di Pearl District, yaitu toko buku Michael Powell’s. Kini
terdapat kurang lebih 250 bisnis lain di Pearl District. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
pengoptimalan lahan dimana masing-masing bisnis tersebut memiliki ruang bawah tanah untuk retail dan
tidak memiliki lahan parkir, sehingga pembangunan terjadi secara vertical dan tidak ada lahan yang
dianggap terbuang karena lahan-lahan yang akan digunakan sebagai lahan parkir dapat digunakan untuk
bisnis lainnya. Selain itu, jumlah penduduk yang meningkat di kawasan pusat kota turut mendukung akan
pembangunan bisnis-bisnis ini, dimana kebutuhan dan penawaran sama-sama meningkat. Penduduk
mengaku mereka sengaja pindah ke lokasi yang berdekatan dengan rel streetcar. Mereka melakukannya
karena merasa lebih mudah dalam berpindah ke suatu tempat, karena terdapat aksesibilitas yang tinggi.
Perencana telah secara sukses merevitalisasi lahan kosong di Pearl District sebagai kawasan
waterfront di Selatan Portland dengan menghubungkannya dengan kawasan kota yang berjarak dua
setengah mil. Pada lahan kosong ini, dibangun persimpangan atau halte untuk aerial tram, yang
beroperasi 500 kaki di atas lalu lintas darat. Alat transportasi ini dikembangkan oleh Oregon Health
Science University yang letaknya berada di bukit di pinggir kota dan memiliki topografi lebih tinggi
daripada kawasan pusat kota. Harapannya ialah terdapatnya koneksi di antara kawasan pusat kota dan di
lokasi universitas tersebut dalam selang waktu hanya beberapa menit secara cepat dan mudah tanpa harus
mengganggu penduduk dengan kebisingan. Sedang lahan kosong di Portland tersebut dianggap perlu
untuk dikembangkan menjadi sebuah fungsi komersial dan bisnis yang menarik berjuta pekerja dan
letaknya yang berada dekat dengan air sehingga disebut sebagai bangunan waterfront. Fungsi komersial
dan bisnis ini berupa bangunan pencakar langit yang memiliki ketinggian hingga 3000 kaki di atas jalan
darat.
4
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
Aerial tram ini dipandang sebagai pendukung konsep perencanaan mereka yaitu perencanaan
berbasis transit (TOD). Moda-moda transportasi dalam sistem transportasi Portland dipadang sebagai
suatu model yang baik yang disesuaikan dengan perencanaan penggunaan lahan sehingga menghasilkan
perencanaan transit-oriented. Dari sisi penggunaan lahan, pengembangannya dibuat secara mixed-use dan
dikerjakan dengan kerjasama publik-privat untuk membentuk suatu kawasan hunian yang nyaman untuk
ditinggali dan terjangkau yang padat di kota. Perencanaan berbasis transit yang digunakan di Kota
Portland ini dilihat sebagai hasil yang baik karena secara statistik, Portland tercatat menggunakan jumlah
energi yang lebih sedikit, menggunakan bahan bakar bensin yang lebih sedikit dibanding tempat atau kota
lain. Namun hal yang menjadi penting bagi perencana ialah bahwa masyarakat yang tinggal Portland
merasa senang mereka tinggal di Portland dan bahkan banyak orang-orang bermigrasi ke Portland hingga
jumlah populasinya meningkat empat persen dari tahun sebelumnya. Masyarakat bermigrasi ke Portland
karena desain kota Portland mendorong adanya suatu gaya hidup urban yang berkelanjutan. Sehingga
menjadikan Portland sebagai suatu tempat yang nyaman untuk tinggal, dimana mereka tidak perlu
menghabiskan waktu untuk bepergian dalam kemacetan karena menggunakan mobil.
Banyaknya orang yang meminati kawasan di pusat kota terutama yang berdekatan dengan rel
streetcar membuat harga lahan menjadi naik. Hal ini kemudian menjadi perhatian masyarakat dimana
mereka takut tidak dapat membeli atau menyewa rumah karena harga sudah tidak lagi terjangkau. Namun
pemerintah kota Portland memiliki komitmen untuk menjadikan rumah-rumah di kawasan ini tetap
terjangkau bagi masyarakatnya. Mereka mengalokasikan tiga puluh persen dana Portland Development
Comission untuk rumah-rumah yang tetap terjangkau ini (affordable housing). Pemerintah sudah
memperkirakan jumlah penduduk yang akan lahir dan dating yang akan bermukim di kota, dan masing-
masing membutuhkan rumah. Oleh karena itu pemerintah kota memastikan akan menyediakan rumah
yang cukup dan terjangkau bagi penduduk tersebut yang tergabung dalam sistem transit yang sudah
dijalankan selama ini. Mereka berharap masyarakat yang akan pindah ke Portland akan semuanya
menyenangi sistem transit ini sehingga dalam berkegiatan, mereka bepergian menggunakan moda-moda
yang sudah disediakan.
Sistem transportasinya yang berbasis transit ini membuat Kota Portland menjadi salah satu kota
yang berhasil menurunkan jumlah emisi gas sebanyak empat belas persen dari tahun 1990, jumlah
kendaraan yang melakukan perjalanan per kapita menurun tujuh belas persen, dan penumpang dari moda
transportasi transit di Portland naik hingga sembilan puluh persen, dan jumlah pengendara sepeda juga
turut naik hingga 257 persen. Investasi Portland akan perencanaan transportasi yang dibarengi dengan
perencanaan penggunaan lahan benar-benar memakan banyak biaya dan merupakan hal yang sangat
serius. Tapi dari sini pula dilihat bahwa hasil investasi pada perencanaan itu akan menjadi sangat besar
5
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
dan bermanfaat. Manfaatnya dapat dirasakan 25 hingga 30 tahun setelahnya, dimana kualitas hidup dan
kualitas lingkungan meningkat dan turut memberi imbas positif kepada pembangunan ekonomi.
Sumber : www.fastcompany.comGambar 2
Moda Transportasi Kota Portland, Oregon
Dari ulasan di atas dapat digarisbawahi bahwa pemerintah Kota Portland memiliki komitmen dan
tekad yang sangat bulat dan utuh untuk benar-benar mewujudkan sebuah kota sesuai impian semua orang.
Yaitu kota yang penduduknya bepergian menggunakan moda transportasi umum yang efektif, efisien,
ramah lingkungan, baik, dan berkualitas; atau pergi ke sekolah menggunakan sepeda; bukan penduduk
yang senang membeli mobil satu atau dua buah. Visi untuk mewujudkan pembangunan kota yang
berkonsep transit-oriented terus berlangsung dan terjaga hingga ke pemerintah kota di masa jabatan
setelahnya.
Di Kota Semarang, bukanlah hal yang mustahil jika konsep ini turut akan diterapkan. Mengingat
Kota Semarang merupakan salah satu kota yang dilalui jalan pantura, sehingga orientasi transitnya dapat
ditujukan untuk pergerakan dalam Kota Semarang dan pergerakan antar kota di Jawa Tengah. Hal yang
perlu dicermati ialah bahwa di Kota Semarang, belum terdapat trip behavior yang dapat cukup
mendukung sistem transportasi berbasis transit. Masyarakat umumnya cenderung malas berjalan karena
cuaca yang sangat panas. Selain daripada itu, kebutuhan biaya untuk investasi juga sangat besar
jumlahnya. Oleh karena itu, sebelum membangun suatu armada streetcar, jalan-jalan untuk perlu didesain
dengan konsep walkability. Atau jika masih belum dapat memotivasi masyarakat untuk berjalan,
6
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
disediakan ojek becak dan sepeda untuk sampai di jalur angkutan. Jika akan dibangun streetcar seperti di
Portland, maka streetcar tersebut lebih cenderung dialokasikan untuk menghubungkan daerah-daerah
yang berpotensi wisata, agar minat dan kecenderungan untuk menaiki streetcar tersebut dapat terjadi
secara signifikan. Harapannya, dengan telah merasakan manfaat streetcar ini, maka, jika dibangun
streetcar lain, masyarakat telah percaya dan turut mendukung moda transportasi ini.
Namun alangkah baiknya jika kita tidak terlalu muluk bermimpi mengenai streetcar terlebih
dahulu karena adanya keterbatasan biaya sangat sulit diatasi. Lebih baik perhatian pemerintah difokuskan
pada BRT yang sudah ada, dimana jumlah penggunanya pun sangat banyak yang dapat dipahami bahwa
BRT memang menjadi pemenuh kebutuhan. Armada BRT dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga
masyarakat semakin nyaman dan jumlah armada ditingkatkan sehingga masyarakat tidak perlu menunggu
terlalu lama. Selain itu, cara pembayaran moda transportasi juga dapat diperbaiki sehingga tidak secara
konvensional pengguna membayarkan uang kepada kondektur dan kondektur memberikan kembalian.
Hal lain ialah cara kondektur memberi tahu halte yang akan menjadi tujuan selanjutnya dan cara
pengguna memberi tahu bahwa akan turun. Pemberitahuan atau komunikasi ini dapat dilakukan dengan
memasang pengumuman secara digital di layar dalam BRT dan penumpang cukup menekan tombol untuk
memberi tahu bahwa ia akan turun. Sehingga baik kondektur maupun pengunjung tidak perlu saling
berteriak-teriak. Hal seperti ini menandakan bahwa konsep manajemen BRT kurang lebih masih sama
dengan bus pada umumnya, belum terdapat inovasi dalam hal pembayaran dan komunikasi.
Adapun aerial tram juga cocok dikembangkan di Kota Semarang, mengingat terdapatnya kawasan
pendidikan di daerah atas, daerah bukit, yang menjadi tujuan perjalanan masyarakat di Semarang bawah.
Halte atau stasiun aerial tram di Semarang bawah dapat diletakkan di daerah yang kepadatan arus lalu
lintasnya lebih minim untuk menghindari kemacetan tambahan, dan stasiun di Semarang atas dapat
diletakkan di sekitar Pom bensin Gombel, yang lokasi tersebut merupakan titik tertinggi terdekat dengan
daerah turunan.
7