perencanaan pengembangan investasi industri petrokimia terintegrasi 2011.pdf

70
PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 2011

Upload: wawan-swaiper-cool

Post on 23-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

PERENCANAAN PENGEMBANGAN

INVESTASI INDUSTRI

PETROKIMIA TERINTEGRASI

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

2011

Page 2: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

INTEGRASI INDUSTRI PETROKIMIA INDONESIA

KATA PENGANTAR

Kondisi sumber daya alam di Indonesia berupa minyak dan gas bumi merupakan modal dasar bagi

pengembangan industri Petrokimia di tanah air. Elemen-elemen penting yang dibutuhkan untuk

mengembangkan industri Petrokimia di Indonesia telah tersedia melimpah. Dalam praktiknya,

pengalokasian sumber daya untuk diolah bagi pengembangan industri Petrokimia belumlah seoptimal

yang diharapkan. Berbagai hambatan tetap menjadi kendala bagi pengembangan industri tersebut.

Impor akan produksi Petrokimia tetap cukup tinggi sedangkan pemanfaatan sumber daya alam yang

menjadi basis industri tersebut masih cukup rendah. Sebagian besar sumberdaya minyak dan gas

bumi dimanfaatkan di dalam negeri sebagai bahan bakar atau diekspor dalam bentuk bahan mentah.

Dampak dari masalah ini adalah rendahnya daya saing industri Petrokimia nasional dan hilangnya

kesempatan memperoleh devisa yang lebih besar bagi Indonesia. Akibat lebih lanjut adalah hilangnya

kesempatan untuk memperoleh nilai tambah lebih tinggi atas pemanfaatan hasil minyak dan gas bumi

sebagai dampak dari kebijakan untuk mengekspor minyak dan gas bumi sebagai bahan mentah.

Rantai keterkaitan antar proses produksi di sektor Petrokimia tidak terbentuk sehingga melemahkan

daya saing.

Dalam upaya meningkatkan daya saing di sektor industri Petrokimia, pemerintah memiliki peran

paling penting untuk mengarahkan pengembangan industri Petrokimia yang apdatif dan berdaya

saing. Untuk mencapai hal ini diperlukan himpunan strategi yang komprehensif, yaitu mencakup

strategi sektoral, strategi teknologi, strategi bahan baku, strategi investasi dan pengembangan pasar.

Tujuan dari Buku ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana strategi pengembangan industri

Petrokimia di Indonesia. Diharapkan dengan adanya tulisan buku ini diperoleh kajian untuk

mengembangkan industri Petrokimia agar daya saing industri Petrokimia tanah air dapat meningkat.

Jakarta, November 2011

Tim Penulis

Page 3: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

ii

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

RINGKASAN

Industri petrokimia secara sederhana dapat didefinisikan sebagai ”industri yang berbahan baku

utama produk migas, batubara, gas metana batubara, serta biomassa yang mengandung senyawa-

senyawa olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa dan asetilena. Sementara produk yang dihasilkan

adalah beragam senyawa organik mulai dari yang bersifat produk dasar hingga turunan antara lain

seperti Methanol, Ethylene, Propylene, Butadine, Benzene, Toluene, Xylenes, Fuel Co-products,

Pyrolisis Gasoline, Pyrolisis Fuel Oil, Raffinate dan Mixed C4.

Industri petrokimia adalah salah satu industri strategis baik ditinjau dari posisinya dalam struktur

produk domestik bruto (PDB) industri manufaktur maupun dalam konteks keterkaitan dengan

industri hilir lain seperti tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida dan lain-lain.

Fundamental Industri petrokimia Indonesia sangat diuntungkan oleh kondisi potensi sumber

bahan baku dan potensi pasar di dalam negeri yang cukup besar. Namun demikian, industri

petrokimia masih menghadapi berbagai permasalahan kompleks yang bersumber dari belum

terintegrasinya bagian industri hulu - hilir. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan berbagai

persoalan baru mulai dari masalah kelangkaan bahan baku, revitalisasi pabrik tua, infrastruktur

hingga masalah penguasaan R&D dan lain sebagainya.

Langkah integrasi industri petrokimia dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan industri hulu

dan hilir yang dikombinasikan dengan sistem klaster industry. Langkah integrasi ini diharapkan

akan memberikan nilai tambah melalui peningkatan efisiensi, profitabilitas dan pemanfaatan

maksimal atas faktor input dan output. Melalui pendekatan klaster akan tercipta peningkatan

keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif yang ditandai dengan peningkatan

kompetensi inti (distinctive competence) di semua rantai produksi industri pertrokimia.

Di negara-negara yang industri petrokimianya sudah lebih maju, pengembangan industri

petrokimia hulu selalu dipelopori oleh pemerintah atau melalui kerjasama antara pemerintah

dengan swasta. Peran pemerintah menjadi lebih penting sebab pemerintah dituntut mampu

mengarahkan integrasi industri secara tepat. Tanpa ada aturan dan batasan yang jelas mengenai

integrasi, industri petrokimia justru berpotensi menimbulkan “negative concentration” dalam

bentuk monopoli, distorsi pasar, dan ketimpangan wilayah (antara wilayah klaster dan non

klaster).

Selain integrasi berbasis klaster, dalam konteks produksi petrokimia integrasi industri juga dapat

diarahkan dalam bentuk integrasi produksi antara kilang minyak dengan petrokimia plant.

Meskipun strategi ini akan memberikan benefit besar berupa efisiensi produksi dan biaya, namun

dalam pelaksanaannya integrasi ini akan banyak menghadapi tantangan. Tantangan terbesar yang

umum dijumpai antara lain ; teknis operasi, distribusi dan pemasaran yang semakin kompleks,

biaya operasional menjadi sangat fleksibel hingga potensi timbulnya konflik antara perencanaan

dan operasional.

Page 4: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

iii

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Berangkat dari identifikasi terhadap faktor-faktor kritis dalam analisa SWOT serta dengan

memperhatikan beberapa major issues terkait pengembangan industri petrokimia terintegrasi

yang dikemukakan diatas maka, diperlukan satu rangkain strategi yang komprehensif mencakup

strategi di level bahan baku (feedstock), industri, teknologi, investasi, pengembangan pasar dan

infrastruktur pendukung.

Pada strategi level bahan baku, fokus utama strategi adalah pada terjaminnya pasokan bahan baku

industri dari hulu – hilir secara tepat dan ekonomis. Hal ini akan sejalan dengan strategi level

industri yang difokuskan pada penguatan struktur industri ke sisi hulu melalui peningkatan utilisasi

produksi.

Strategi level teknologi diarahkan pada pengembangan kemampuan industri dalam negeri melalui

penguatan R&D dan transfer knowledge menuju terciptanya industri petrokimia yang ramah

lingkungan (green industri). Strategi penguasaan dan pengembangan pasar diarahkan pada

pengamanan supply dan demand pasar domestik untuk secara bertahap kemuadian

mengembangkan produk industri dapat bersaing di pasar internasional.

Sementara pada level dukungan infrastruktur, strategi difokuskan pada penyediaan sarana dan

prasarana pendukung utama pengembangan klaster petrokimia yang terdiri dari energi – listrik, air

baku industri, dan transportasi – jalan dan pelabuhan.

Khusus dalam konteks strategi level investasi, fokus utama adalah pada perbaikan iklim investasi

secara komprehesif disertai dengan percepatan realisasi investasi pada klaster-klaster industri

petrokimia. Untuk mengembangkan integrasi industri petrokimia dibutuhkan satu kesinambungan

strategi investasi yang mengacu pada tiga tahapan yaitu jangka pendek (crash program), jangka

menengah dan jangka panjang yang dilakukan secara simultan.

Dalam strategi jangka pendek pengembangan investasi industri petrokimia adalah untuk

mendorong industri hulu petrokimia yang cepat menghasilkan bahan baku dan barang setengah

jadi bagi industri lainnya dan mempercepat penyiapan infrastruktur penunjang. Dalam jangka

menengah strategi pengembangan investasi industri Petrokimia difokuskan pada percepatan

pembangunan infrastruktur fisik, diversifikasi dan konversi energi serta peningkatan kualitas SDM

dan teknologi. Sementara dalam strategi jangka panjang pengembangan investasi industri

petrokimia diarahkan pada strategi pengembangan investasi industri skala besar yang terintegrasi

(hulu ke hilir) dan investasi pada inovasi industri berteknologi tinggi.

Analisa investasi menggunakan metode Cost Benefit Analysis menunjukkan bahwa pembangunan

dan penambahan kapasitas produksi hulu pada klaster industri petrokimia secara terintegrasi

dapat mencapai payback periods pada tahun 2016 (4 tahun), dengan asumsi bahwa proyek ini

dilaksanakan secara serempak dan selesai pada akhir tahun 2012.

Page 5: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

iv

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

RINGKASAN ...................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 2

1.4. Metode Penulisan ....................................................................................................... 2

BAB II Potret Industri Petrokimia Indonesia dan Global

2.1. Klasifikasi Industri Petrokimia ...................................................................................... 4

2.2. Rantai Nilai Industri Petrokimia ................................................................................... 9

2.3. Produksi dan Konsumsi Industri Petrokimia Indonesia ................................................... 10

2.4. Profil Pelaku Utama Industri Petrokimia........................................................................ 13

2.5. Potensi Ketersediaan Bahan baku Dan Lokasi Klaster Industri Petrokimia ........................ 15

2.6. Perkembangan Global Industri Petrokimia .................................................................... 20

2.7. Perbandingan Industri Petrokimia Domestik dengan Negara Lain ................................... 23

2.8. Pelaku Industri Petrokimia Global ................................................................................ 30

BAB III INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI

3.1. Arah Pengembangan Industri Petrokimia Indonesia ....................................................... 33

3.2. Konsep Klaster Industri Petrokimia .............................................................................. 34

3.3. Industri Petrokimia yang Terintegrasi ........................................................................... 36

Box 1 : Konsep Integrasi Industri Petrokimia dan Refinery ............................................. 41

3.4. SWOT Analisis Industri Petrokimia Terintegrasi ............................................................. 43

3.5. Strategi Pengembangan Petrokimia Terintegrasi Berbasis Klaster ................................... 45

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA

TERINTEGRASI

4.1. Rencana Umum Penanaman Modal Nasional................................................................. 48

4.2. Strategi Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi ........................................................ 50

4.2.1. Strategi jangka pendek (crash program) ............................................................ 52

4.3.1. Strategi Jangka Menengah ............................................................................... 53

4.4.1. Strategi Jangka Panjang ................................................................................... 53

4.3. Analisis Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi ......................................................... 54

4.3.1 Tujuan Investasi .............................................................................................. 54

4.4.1 Metode Cost Benefit Analysis (CBA)................................................................... 56

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

v

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. : Pertumbuhan Industri Petrokimia (2005-2010), % ........................................... 5

Gambar 2.2. : Klasifikasi Industri Petrokimia Secara Horisontal ............................................... 6

Gambar 2.3. : Klasifikasi Industri Petrokimia Secara Vertikal................................................... 6

Gambar 2.4. : Pohon Industri Petrokimia .............................................................................. 8

Gambar 2.5. : Rantai Nilai (Value Chain) Industri Petrokimia .................................................. 9

Gambar 2.6. : Distribusi Konsumsi Urea di Indonesia, % ........................................................ 10

Gambar 2.7. : Potensi Minyak Bumi Sebagai Bahan Baku - Juta barel ...................................... 16

Gambar 2.8. : Potensi Gas Bumi Sebagai Bahan Baku – TCF .................................................. 16

Gambar 2.9. : Potensi Batubara dan CBM sebagai Bahan Baku ............................................... 17

Gambar 2.10. : Provinsi Banten ............................................................................................. 18

Gambar 2.11. : Provinsi Jawa Timur....................................................................................... 19

Gambar 2.12. : Provinsi Kalimantan Timur .............................................................................. 20

Gambar 2.13. : Proyeksi Penambahan Kapasitas dan Konsumsi Olefins Dunia (Juta Ton)............ 21

Gambar 2.14. : Perbandingan Biaya Ethane dan Naptha .......................................................... 22

Gambar 2.15. : Pergerakan Harga Minyak Mentah dan Naptha ................................................. 22

Gambar 2.16. : Pergerakan Harga pada Produk Hilir (PE dan PP) ............................................. 23

Gambar 2.17. : Perbandingan Konsumsi Produk Petrokimia pada

Negara ASEAN, Kg/Kapita/Tahun .................................................................... 24

Gambar 2.18. : Komposisi Produk dan Negara Teluk Penghasil Petrokimia ................................ 28

Gambar 3.1. : Bangun Industri Nasional 2025 ....................................................................... 32

Gambar 3.2. : Jaringan Value Chain Klaster Industri Petrokimia .............................................. 35

Gambar 3.3. : Konsep Klaster Industri Petrokimia dan Potensi Manfaatnya .............................. 36

Gambar 3.4. : Faktor Pendorong Percepatan Integrasi Penyulingan

Minyak dan Petrokimia Plant ........................................................................... 39

Gambar 3.5. : Interface Model Penyulingan Minyak and Petrokimia Plant ................................ 41

Gambar 3.6. : Sinergi Penyulingan Minyak and Petrokimia plant – Aliran Input-Output ............. 42

Gambar 3.7. : Hasil Analisa SWOT untuk Industri Petrokimia .................................................. 43

Gambar 4.1. : Kerangka Pemikiran Perumusan Strategi Pengembangan

Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi ........................................................ 50

Page 7: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

vi

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. : Kontribusi Sub Industri terhadap Industri Manufaktur non Migas, % ..................... 4

Tabel 2.2. : Produksi Urea di Indonesia (Ton) ........................................................................ 10

Tabel 2.3. : Produksi Amoniak di Indonesia (Ton) .................................................................. 11

Tabel 2.4. : Profil Industri Olefin di Indonesia (000 Ton) ......................................................... 12

Tabel 2.5. : Produksi Aromatik di Indonesia (Juta Ton) – 2009 ................................................ 13

Tabel 2.6. : Pelaku Industri Petrokimia Domestik ................................................................... 13

Tabel 2.7. : Kapasitas Produksi Industri Petrokimia Singapura ................................................. 25

Tabel 2.8. : Neraca Perdagangan Industri Petrokimia Singapura .............................................. 25

Tabel 2.9. : Kerteh Petrochemical Plant ................................................................................. 26

Tabel 2.10. : Gebeng Petrochemical Plant ............................................................................... 26

Tabel 2.11. : Pasir Gudang – Tanjung Langsat Petrochemical Complex ...................................... 27

Tabel 2.12. : Bintulu – Sarawak Petrochemical Plant ................................................................ 27

Tabel 2.13. : Produksi Petrokimia Malaysia .............................................................................. 27

Tabel 2.14. : Profil Perusahaan Petrokimia di UEA .................................................................... 29

Tabel 2.15. : Pelaku Industri Petrokimia Global ........................................................................ 30

Tabel 3.1. : Karekteristik Utama Industri Petrokimia Hulu-hilir ................................................. 37

Tabel 3.2. : Perbandingan Best Practice Pengembangan Industri Petrokimia Dunia ................... 38

Tabel 4.1. : Kebutuhan Bahan Baku dan Produksi Industri Petrokimia Hingga tahun 2015 ......... 55

Tabel 4.2. : Total Kebutuhan Investasi Kilang Minyak Terintegrasi ........................................... 56

Tabel 4.3. : Kondisi Infrastruktur di Wialayah Target Klaster Industri ....................................... 57

Tabel 4.4. : Proyeksi Keuangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi ................................ 59

Page 8: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

1

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu industri manufaktur strategis yang memiliki peran penting dalam struktur industri

nasional adalah industri petrokimia. Struktur industri petrokimia yang kuat akan memberikan

landasan kokoh bagi tumbuh dan berkembangnya industri lain baik yang merupakan turunan

langsung ataupun tidak langsung dari industri tersebut. Kuatnya struktur industri petrokimia

terutama di sisi hulu dan antara tidak hanya akan berdampak positif sebagai penghasil bahan

baku yang dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, namun akan

memperkuat dasar dan mendukung percepatan pertumbuhan industri turunan/hilirnya.

Penguatan struktur industri petrokimia melalui pengisian kekosongan pada pohon industri

diharapkan mampu mengisi peluang perluasan dan pengembangan industri hilir yang berimplikasi

pada penguatan struktur industri, pertumbuhan kesempatan berusaha, pertumbuhan tenaga

kerja, serta alternatif penambahan devisa negara.

Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara dengan keanekaragaman sumberdaya alam yang

melimpah sebagai bahan baku utama industri petrokimia berupa minyak bumi, gas alam, batubara

dan biomassa. Ketersediaan bahan baku tersebut dapat mendorong perkembangan industri

petrokimia yang merupakan penopang industri nasional dalam upaya pemenuhan kebutuhan

manusia terhadap pangan, sandang, papan dan energi.

Optimalisasi sumber daya industri petrokimia dalam rangka meningkatkan daya saing industri

dapat dilakukan melalui pemanfaatan potensi internal berupa maksimalisasi kekuatan struktur

industri serta minimalisasi kelemahan/dampak eksternal industri. Faktor internal meliputi :

optimalisasi pemanfaatan sumber daya bahan baku, orientasi pasar domestik, penguatan

keterampilan sumber daya manusia, optimalisasi fasilitas produksi dan jalur distribusi. Faktor

eksternal meliputi : pertumbuhan permintaan, pengguna, teknologi, harga produk serta

persaingan.

Industri petrokimia dapat dikategorikan sebagai jenis industri yang padat modal (capital intensive),

padat teknologi (technology intensive) dan lahap energi (high absorbed energy). Integrasi mutlak

diperlukan bagi suatu industri terlebih jika industri tersebut memiliki peranan strategis. Disamping

itu, dalam pengembanganya perlu ada satu rangkaian kebijakan dan strategi berkesinambungan

(sustainable policy) yang didukung kerjasama baik tingkat lokal, regional maupun internasional.

Kombinasi kebijakan dan strategi yang tepat mutlak dibutuhkan dalam rangka mendorong

terciptanya efisiensi dan peningkatan daya saing industri petrokimia serta industri secara

keseluruhan.

Page 9: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

2

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempertajam topik pembahasan dalam penulisan kajian ini, maka perlu diidentifikasikan

beberapa masalah pokok dalam industri petrokimia nasional. Berdasarkan uraian awal

sebelumnya berikut ini adalah identifikasi awal terhadap permasalahan dalam pengembangan

industri petrokimia nasional antara lain :

Industri petrokimia menghadapi permasalahan defisit bahan baku dan produk jadi.

Sementara ketersediaan bahan baku merupakan faktor mutlak dalam mendorong

penguatan produksi industri petrokimia.

Belum terbangunnya konsep integrasi pada industri petrokimia antara sektor hulu

(upstream) dan antara (intermediate) dalam rangka mendukung sektor hilir

(downstream). Selain itu belum adanya integrasi yang kuat di tingkat produksi,

khususnya antara kilang minyak dan petrokimia plant.

Belum adanya strategi pengembangan investasi yang tepat dalam mendukung

pengembangan industri petrokimia yang terintegrasi berbasis klaster.

1.3 Tujuan Penulisan

Bertitik tolak dari rumusan masalah diatas maka kajian ini akan difokuskan dan ditujukan untuk

menjawab beberapa hal :

Kajian ini bertujuan menggali peluang usaha industri petrokimia yang berpotensi

ditumbuh kembangkan berdasarkan ketersediaan bahan baku (local content) dan

permintaan (demand) produk industri.

Kajian ini diharapkan dapat menjelaskan model dan arah pengembangan integrasi

industri petrokimia dalam usaha meningkatkan daya saing. Baik integrasi di tingkat hulu

hingga hilir dan integrasi di tingkat produksi (kilang minyak dan petrokimia plat)

Kajian ini diharapkan dapat memberikan usulan kebijakan yang dapat mendukung

pengembangan investasi dalam industri petrokimia. Disamping itu, kajian ini diharapkan

dapat memberikan gambaran peluang dan nilai investasi dalam pengembangan/

pembangunan proyek industri petrokimia terintegrasi berbasis klaster.

1.4 Metode Penulisan

Data-data yang digunakan pada kajian ini adalah data sekunder dengan jenis data time series.

Adapun sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :

Kementerian Perindustrian

Page 10: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

3

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Badan Pusat Statistik (BPS)

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Referensi studi kepustakaan dan hasil forum group discussion (FGD) yang dilakukan oleh

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Literatur teks book dan publikasi lainnya

Kajian dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan

menggunakan metode kajian desk study kepustakaan/survei dokumentasi, metode survey

lapangan dan wawancara diskusi dengan narasumber terkait melalui rapat kordinasi (forum group

discussion). Disamping itu, analisa kualitatif turut didukung oleh metode SWOT (strength weakness

opportunities threats) dalam rangka perumusan strategi pengembangan industri. Khusus untuk

analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model Cost Benefit Analysis (CBA) dalam

menghitung nilai investasi pengembangan integrasi industri petrokimia.

Page 11: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

4

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

BAB II

POTRET INDUSTRI PETROKIMIA INDONESIA DAN GLOBAL

2.1 Klasifikasi Industri Petrokimia

Berdasarkan definisi dari Kementerian Perindustrian, industri petrokimia memiliki pengertian

sebagai berikut :

Industri yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang merupakan

produk samping eksploitasi gas bumi, gas alam), batu bara, gas metana batubara, serta

biomassa yang mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, n paraffin, gas sintesa,

asetilena dan menghasilkan beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari

bahan-bahan baku utama tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki

nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya. (Roadmap Industri Petrokimia,

Kementerian Perindustrian, 2009)

Dalam arti yang lebih teknis industri petrokimia dapat diartikan pula sebagai industri yang

berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang merupakan produk samping

eksploitasi gas bumi, gas alam), batu bara, gas metana batubara, serta biomassa yang

mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, n paraffin, gas sintesa, asetilena. Sementara

produk yang dihasilkan adalah beragam senyawa organik mulai dari yang bersifat produk dasar

hingga turunan antara lain seperti Methanol, Ethylene, Propylene, Butadine, Benzene, Toluene,

Xylenes, Fuel Co-products, Pyrolisis Gasoline, Pyrolisis Fuel Oil, Raffinate dan Mixed C4.

Tabel 2.1. Kontribusi Sub Industri Petrokimia Terhadap Industri Manufaktur Non Migas, %

Peranan strategis industri petrokimia salah satunya dapat direfleksikan dari besarnya kontribusi industri

petrokimia terhadap industri manufaktur non minyak dan gas. Berdasarkan data BPS, industri petrokimia

merupakan tiga sub kelompok yang memiliki peranan terbesar terhadap industri manufaktur non minyak

dan gas, selain industri makanan minuman (33,2%) dan alat angkut, mesin dan peralatannya (27,3%).

(sumber : Badan Pusat Statistik)

Page 12: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

5

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Industri petrokimia memilki nilai strategis sebagaimana yang ditunjukan dari indikator kontribusi

terhadap industri manufaktur non migas. Berdasarkan struktur produk domestik bruto (PDB)

Indonesia, industri petrokimia (pupuk, kimia dan barang dari karet) termasuk dalam tiga besar sub

kelompok industri yang memberikan kontribusi besar terhadap industri manufaktur Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kontribusi industri petrokimia terhadap industri

manufaktur non migas tercatat sebesar 12,8% pada tahun 2009.

Pada 2010, tingkat pertumbuhan industri petrokimia tercatat sebesar 4,5% per tahun atau

mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi tahun 2009 pada 1,5%. Namun demikian,

tren pertumbuhan industri petrokimia tersebut cenderung mengalami tren pelemahan jika

dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2005 yang masih berada di level 8,8% pa.

Nilai strategis industri petrokimia diatas dapat turut direfleksikan dari rantai nilai (value chain)

yaitu keterkaitan output yang dihasilkan sebagai bahan baku bagi industri lain (hilir). Dalam

industri petrokimia, output yang dihasilkan merupakan bahan baku bagi industri lain (hilir) lainnya

baik secara langsung ataupun tidak langsung seperti industri tekstil, plastik, karet sintetis,

kosmetik, pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, kulit imitasi,

otomotif dan lain-lain.

Ditinjau dari proses produksi dan tingkatan jenis produknya industri petrokimia dapat digolongkan

secara horisontal dan vertikal. Penggolongan secara horisontal adalah didasarkan pada proses

produksi dan jenis/karakteristik output yang dihasilkan dalam industri petrokimia atau lebih

dikenal sebagai basis produksi.

Gambar 2.1. Pertumbuhan Industri Petrokimia (2005-2010), %

Industri petrokimia sempat mencatatkan pertumbuhan yang pesat pada tahun 2005 yaitu sebesar 8,8%

(y-o-y). Namun, pencapaian pertumbuhan industri petrokimia cenderung menurun dan mencapai titik

terendah pada 2009 sebesar 1,5% (y-o-y). Pada tahun 2010, industri petrokimia berhasil mencatatkan

pertumbuhan lebih tinggi yaitu sebesar 4,5% (y-o-y). (Sumber : Badan Pusat Statistik – BPS 2010)

Page 13: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

6

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Sementara pembagian industri petrokimia secara vertikal adalah penggolongan industri

berdasarkan tingkatan sifat produknya. Apakah berfungsi sebagai produk jadi (final produk),

produk antara (produk setengah jadi) ataupun produk mentah (bahan baku dari industri

lanjutanya). Berikut ini adalah penggolongan industri petrokimia secara vertikal:

Gambar 2.3. Klasifikasi Industri Petrokimia secara Vertikal

Gambar 2.2. Klasifikasi Industri Petrokimia Secara Horisontal

Metana (C1) Olefin Aromatik

menghasilkan produk-produk

seperti amoniak, metanol,

urea, formaldehid, asam

asetat, dsb

menghasilkan produk-produk

seperti etilena, propilena,

butena, butilena, etilen glikol,

polietilena, dsb

Menghasilkan produk-produk

seperti benzena, paraxilena,

ortoxilena, ortoxilena, toluena,

alkil benzena, etil benzena, dsb.

Klasifikasi industri petrokimia secara horisontal terbagi atas Metana (C1), Olefin dan Aromatik. (sumber

Sumber : Roadmap Kementerian Perindustrian)

Industri Petrokimia

Klasifikasi industri petrokimia secara vertikal terbagi atas industri petrokimia hulu yaitu industri C1, olefin

dan aromatik; industri petrokimia antara yaitu industri turunan dari petrokimia hulu seperti etilen glikol,

alkil benzen, pthalik anhidirid, PTA, dsb; industri petrokimia hilir yaitu industri yang menghasilkan produk

yang dimanfaatkan oleh industri pengguna akhir seperti industri plastik, serat, sintetis, dsb. (sumber :

Roadmap Kementerian Perindustrian)

Industri Hulu

Industri Antara

Industri Hilir

Industri Petrokimia

Industri Hulu

Industri Antara Industri Petrokimia

Page 14: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

7

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Klasifikasi industri petrokimia secara vertikal dan horisontal seperti yang telah dijelaskan diatas

dapat dijabarkan secara lengkap kedalam suatu pohon industri. Sehingga diperoleh gambaran peta

industri petrokimia dan keterkaitannya baik secara basis produksi maupun sifat dari

produk/output yang dihasilkan. Berikut ini adalah pohon industri petrokimia berbasis migas dan

kondensat.

Page 15: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

8

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Gambar 2.4. Pohon Industri Petrokimia

Page 16: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

9

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

2.2 Rantai Nilai Industri Petrokimia

Rantai nilai (value chain) menurut Michael E Porter didefinisikan sebagai model yang digunakan

untuk membantu menganalisis aktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan

keuntungan kompetitif bagi keseluruhan organisasi. Rantai nilai yang terintegrasi akan

meningkatkan nilai keseluruhan bagian dalam rantai yang ada.

Dalam rantai nilai industri, industri petrokimia memiliki peranan strategis yaitu dari sisi output

yang dihasilkan merupakan bahan baku untuk industri hilir yang terkait langsung dan tidak

langsung. Adapun jenis-jenis industri yang terkait langsung adalah industri pertambangan, papan,

pangan, sandang, fine chemicals. Sedangkan jenis industri yang terkait tidak langsung adalah alat

transportasi, hankam, usaha kecil menengah (UKM), telekomunikasi.

Dalam rangka meningkatkan daya saing suatu rantai nilai, maka dibutuhkan suatu konsep

pengembangan yang terpadu mencakup semua komponen dalam industri tersebut mulai dari

sektor hulu hingga hilir. Hal tersebut dapat ditempuh antara lain melalui integrasi ataupun

klasterisasi kelompok industri yang sejenis.

Gambar 2.5. Rantai Nilai (Value Chain) Industri Petrokimia

Rantai Nilai (Value Chain) Industri Petrokimia. Dalam suatu rantai nilai (Value Chain), industri petrokimia

memiliki keterkaitan strategis seiring dengan output yang dihasilkan merupakan bahan baku bagi industri

yang berkaitan langsung dan tidak langsung. (sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Mineral

(ESDM)

Page 17: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

10

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

2.3 Produksi dan Konsumsi Industri Petrokimia Indonesia

A. Sub Industri Metana (C1)

Industri Petrokimia berbasis bahan baku utama gas-metana menghasilkan produk turunan berupa

amoniac dan methanol. Selanjutnya industri petrokimia berbasis amoniak menghasilkan produk-

produk seperti urea, asam nitrat dan kaprolaktam. Produksi urea pada 2009 mencapai 6,86 juta

ton dengan tingkat rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 4%. Konsumsi urea di Indonesia

pada 2009 mencapai 6,39 juta ton dimana sebagian besar ditujukan untuk sektor pertanian dalam

skema subsidi sesuai dengan regulasi Kementerian Pertanian.

Tabel 2.2. Produksi Urea di Indonesia (Ton)

Gambar 2.6. Distribusi Konsumsi Urea di Indonesia, %

Total Konsumsi (2009) : 6,38 Juta Ton

Pertanian / Subsidi Pemerintah : 4,67 Juta Ton

Ekspor : 0,61 Juta Ton

Industri : 0,37 Juta Ton

Perkebunan : 0,73 Juta Ton

Perkembangan produksi urea di Indonesia. Total produksi tercatat sebesar 6,86 juta ton pada 2009

dengan tingkat pertumbuhan sebesar per 4% tahun. Kontribusi produsen urea terbesar yaitu Pupuk

Kalimantan Timur dan Pupuk Sriwidjaja. (sumber : Pupuk Sriwidjaja)

Berdasarkan distribusi konsumsi urea di Indonesia adalah ditujukan untuk aktivitas pertanian sebesar

73% dari total konsumsi, perkebunan sebesar 11% dari total konsumsi, Ekspor sebesar 10% dari total

konsumsi dan keperluan industri sebesar 6% dari total konsumsi. (sumber : Pupuk Sriwidjaja)

Page 18: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

11

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Pada 2009, produksi amoniak tercatat sebanyak 4,57 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan

produksi per tahun sebesar 5,9%. Sementara itu, konsumsi amoniak domestik tercatat sebanyak

164 ribu ton sedangkan ekspor tercatat sebanyak 354 ribu ton. Sebagian besar hasil amoniak ini

langsung diolah oleh industri pupuk.

Metanol atau metil alkohol adalah produk industri hulu petrokimia yang merupakan turunan dari

gas alam yang digunakan oleh berbagai industri antara lain, industri plywood, tekstil, plastik, resin

sintetis, farmasi, insektisida, pelarut, bahan pendingin, dan juga bahan baku perekat. Produk-

produk turunan metanaol yang umum dihasilkan antara lain :

Metil tetra butil eter (MTBE), heksametilen tetraamin

Formaldehid

Asam asetat

Asetat anhidrida

Metil klorida

Metil akrilat

Dimetil eter

Dimetil amin

Sekitar 60% dari produksi domestik ditujukan untuk memenuhi permintaan ekspor. Saat ini

Indonesia hanya memiliki dua kilang metanol yaitu di daerah Kalimantan Timur. Kedua kilang

tersebut masing-masing dikelola oleh PT. Medco Metanol Bunyu (MMB) dan kilang milik PT. Kaltim

Metanol Industri (KMI). Kedua kilang tersebut memiliki kapasitas total sebesar 990.000 ton/tahun.

Impor metanol masih dibutuhkan untuk mendukung pasokan metanol dalam rangka memenuhi

konsumsi domestik. Pada 2009, volume impor metanol tercatat sebanyak 76,974 ton dengan nilai

US$ 17,3 juta. Impor metanol masih terjadi selain dikarenakan faktor spesifikasi produksi yang

berbeda juga disebabkan adanya insentif harga impor yang lebih murah.

Tabel 2.3. Produksi Amoniak di Indonesia (Ton)

Perkembangan produksi amoniak di Indonesia. Total produksi tercatat sebanyak 4,57 juta ton dengan

tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 5,9% . Produsen terbesar yaitu Pupuk Sriwidjaja

dengan total produksi sebanyak 1,3 juta ton dan Pupuk Kalimantan Timur dengan total produksi

sebanyak 1,8 juta ton. (sumber : Pupuk Sriwidjaja)

Page 19: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

12

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

B. Sub Industri Olefin

Produk olefin digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan polyethylene (PE), ethylene oxide,

ethyl benzene, ethylene glycol (EG), ethylene dichloride (EDC), vinyl chloride monomer (VCM), vinyl

acetate (VAC).

Produsen ethylene hanya ada satu di Indonesia, yaitu: Chandra Asri Petrochemical Center (CAPC).

Pada 2009, produksi ethylene di Indonesia sebanyak 455 ribu ton sedangkan propylene sebanyak

437 ribu ton.

Sementara itu, konsumsi domestik produk olefin jauh lebih banyak dibandingkan produksi

domestik. Konsumsi ethylene domestik tercatat sebanyak 1,1 juta ton sementara propylene

sebanyak 706 ribu ton.

Defisit produksi olefin ini menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap aktivitas impor. Pada

2009, volume impor ethylene tercatat sebanyak 664 ribu ton atau ± 60% terhadap konsumsi

domestik. Sedangkan volume impor propylene tercatat sebanyak 269 ribu ton atau 38% terhadap

konsumsi domestik.

C. Sub Industri Aromatik

Benzene dan Paraxylene telah lama diproduksi oleh kilang Pertamina di Cilacap, dengan kapasitas

produksi mencapai 108.000 ton/tahun (benzene) dan 252,000 ton/tahun (paraxylene). Tahun

Tabel 2.4. Profil Industri Olefin di Indonesia (000 Ton)

Analisa produksi dan konsumsi industri olefin di Indonesia. Pada industri olefin, terjadi defisit produksi

yaitu total produksi lebih sedikit dibandingkan total konsumsi. Hal ini mendorong peningkatan peranan

produk impor dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. (sumber : Kementerian

Perindustrian)

Page 20: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

13

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

2006, Tuban Petrochemical membuka fasilitas produksi dengan kapasitas 300.000 ton benzene

dan 500.000 ton paraxylene per tahun.

2.4 Profil Pelaku Utama Industri Petrokimia

Profil beberapa pelaku utama industri petrokimia domestik sebagai berikut :

Nama Perusahaan Profil Perusahaan

PT Chandra Asri Petrochemical

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (CAP), produsen petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia. CAP merupakan perusahaan hasil merger vertikal antara PT Chandra Asri dan PT Tri Polyta Indonesia. Kapasitas Produksi

Etylene : 600.000 MT per tahun Propylene : 320.000 MT per tahun Crude C4 : 220.000 MT per tahun

Tabel 2.6 . Pelaku Utama Industri Petrokimia Domestik

Tabel 2.5. Produksi Aromatik di Indonesia (Juta Ton) - 2009

Berdasarkan data, kapasitas produksi industri aromatik untuk produk benzena sebesar 207 ribu ton,

paraxylene sebesar 100 ribu ton dan orthoxylene sebesar 500 ribu ton. (Sumber : PT Tuban

Petrochemical)

Page 21: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

14

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Py-gas : 280.000 MT per tahun Polyethylene : 320.000 MT per tahun Polypropylene : 480.000 MT per tahun Struktur kepemilikan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, sebesar 66,36% sahamnya dimiliki PT Barito Pacific Tbk. Apleton Investment Ltd menguasai 22,87% saham, dan Marigold Resources Pte. Ltd memiliki 5,52% saham serta sebesar 5,25% dikuasai publik.

PT Petrokimia Gresik

Berdiri : 1972 Status : BUMN Kapasitas Produksi Amoniak : 445.000 MT per tahun Urea : 460.000 MT per tahun

PT Pupuk Sriwidjaja (holding)

Berdiri : 1974 Status : BUMN Kapasitas Produksi Amoniak : 4,5 juta MT per tahun Urea : 6,8 juta MT per tahun

PT Titan Petrokimia Nusantara

Berdiri : 1993 Status : Penanaman Modal Asing Kapasitas Produksi Polyetylene : 450.000 MT per tahun

PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI)

Berdiri : 1993 Status : Penanaman Modal Asing Kapasitas Produksi Light Naphtha : 1.065.000 ton/year Benzene : 207.000 ton/year Toluene : 100.000 ton/year Paraxylene : 500.000 ton/year Orthoxylene : 120.000 ton/year Kerosene : 1.100.000 ton/year Reformate : 335.000 ton/year Fuel oil residu : 72.600 ton/year Fuel gas : 367.000 ton/year Diesel Oil : 189.000 ton/year

Page 22: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

15

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

PT Polytama Propindo

PT Polytama Propindo adalah produsen kedua terbesar PP resin di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 180.000 ton pada tahun 1996 dan pada tahun 2005 kapasitas produksinya ditingkatkan hingga mencapai 200.000 ton Lokasi PT Polytama Propindo berada di Balongan, Indramayu, Jawa Barat yang berdekatan dengan kilang Pertamina Exor 1 yang mensuplai kebutuhan Propylene bagi PT Polytama Propindo. PT Polytama Propindo merupakan joint Venture( PMA) yang didirikan oleh PT Tirtamas Majutama (80%) yang dimiliki oleh Hashim S. Djoyohadikusumo dan Nissho Iwai Corp. Jepang(10%) dan BP Chemical Co. Inggris (10%).

PT Pertamina Plaju

Kilang Polypropylene Pertamina Plaju dibangun pada tahun 1971 di Plaju Sumatera Selatan, dengan kapasitas produksi 20.000 per tahun, kemudian pada tahun 1994 di lakukan Revamping untuk meningkatkan kapasitasnya menjadi 45.000 ton per tahun Produk yang dihasilkan Pertamina Plaju adalah Polytam / Polypropylene pellet (biji plastik) yang di produksi melalui proses polimerisasi gas propylene dengan modifikasi beberapa aditif yaitu antioxidant, stabilizer, lubricant, antiblokck dan slip agent.

2.5 Potensi Ketersediaan Bahan Baku dan Lokasi Klaster Industri Petrokimia

Indonesia memiliki sumber daya alam berupa minyak bumi, gas alam, batubara dan biomassa yang

realatif besar dan semua sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan dalam mendorong

perkembangan industri petrokimia. Namun demikian, industri petrokimia masih menghadapi

permasalahan terkait dengan kurangnya dukungan kebijakan untuk pemanfaatan sumber daya

minyak bumi, gas alam dan batubara lokal sebagai bahan baku industri petrokimia nasional.

Sebagai contoh, tersedianya sumber bahan baku naphta, condensate dan gas bumi saat ini lebih

banyak ditujukan untuk orientasi ekspor, sementara batubara dan biomassa belum diarahkan

pada pengembangan lanjutan sehingga tetap diekspor dalam bentuk raw material yang minim

nilai tambahnya.

Untuk minyak meskipun jumlahnya tidak besar namun Indonesia masih memiliki potensi cadangan

terbukti sebesar 4 miliar barrel dengan tingkat produksi sekitar 950 ribu barel per day.

Sumber: Kementerian Perindustrian

Page 23: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

16

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Sementara untuk potensi bahan baku industri petrokimia berbasis gas, cadangan gas Indonesia

masih cukup besar yaitu mencapai 180 triliun cubic feet dengan tingkat produksi 2,87 juta cubic

feet per tahun.

Persebaran potensi sumber daya industri petrokimia berbasis minyak bumi. Berdasarkan data, potensi

sumber daya berbasis minyak bumi terbesar terdapat pada wilayah pulau Sumatera bagian tengah,

Kalimantan Timur, dan pulau Jawa bagian barat - timur. (sumber : Kementerian ESDM)

Persebaran potensi sumber daya industri petrokimia berbasis gas bumi. Berdasarkan data, cadangan gas

bumi terbesar terdapat pada wilayah perairan Natuna, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Papua.

(sumber : Kementerian ESDM)

Gambar 2.7. Potensi Minyak Bumi Sebagai Bahan Baku - Juta barel

Gambarl 2.8. Potensi Gas Bumi Sebagai Bahan Baku - TCF

Page 24: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

17

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Diluar kedua sumber bahan baku utama industri petrokimia minyak bumi dan gas, Indonesia juga

dapat mengembangkan sumberdaya bahan baku industri petrokimia berbasis mineral batubara,

baik dalam bentuk batubara biasa maupun dalam bentul coal bed methane (gas batubara). Untuk

kedua sumber bahan baku ini potensinya masih sangat besar dan belum tergarap secara optimal.

Persebaran potensi sumber daya industri petrokimia berbasis batubara. Berdasarkan data, cadangan

batubara dan CBM terbesar terdapat pada wilayah Sumatera bagian tengah dan Kalimantan bagian timur –

selatan (sumber : Kementerian ESDM)

Gambar 2.9. Potensi Batubara dan CBM sebagai Bahan Baku

Penyebaran Potensi Batubara Indonesia

Penyebaran Potensi CBM Indonesia

Page 25: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

18

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Untuk mencapai industri petrokimia yang kompetitif dalam persaingan internasional dengan

mendapatkan pasokan yang stabil dan kompetitif, maka diperlukan suatu kerjasama menyeluruh

yang melibatkan semua pemangku kepentingan dan keterkaitan harmonis terutama antara

industri primer (refinery/migas) dengan industri petrokimia hulu dan industri petrokimia hulu

dengan industri petrokimia antara maupun hilir.

Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah mencanangkan pengembangan

klaster industri petrokimia. Pendekatan klaster ini digunakan mengingat industri petrokimia

memiliki keterkaitan yang kuat secara horizontal dan vertikal dengan industri hilirnya dan sub-

sektor industri/sektor ekonomi lainnya.

Berdasarkan Roadmap Industri Petrokimia – Kementerian Perindustrian, klaster industri

petrokimia terbagi atas provinsi Banten, Jawa Timur dan Bontang.

Gambar 2.10. Provinsi Banten

Basis Industri : Olefin

Konsentrasi Lokasi : Anyer, Merak, Cilegon

Produsen : PT Chandra Asri

PT. Tri Polyta Indonesia.

PT. TITAN

PT. Styrindo Mono Indonesia

PT.Asahimas Chemical

PT. Dow Chemical Indonesia

PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia

PT. GT Petrochem Industries

PT. Satomo Indovyl Monomer

Page 26: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

19

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Gambar 2.11. Provinsi Jawa Timur

Basis Industri : Aromatik

Konsentrasi Lokasi : Tuban, Gresik, Lamongan

Produsen : PT. Trans Pasific Petrochemical Indotama (Jatim),

PT. Petrokimia Gresik

PT. Aktif Indonesia Indah

PT.Akzo Nobel Raung Resin

PT.Albright & Wislon manyar

PT.Arjuna Utama Kimia

PT.Eterindo Nusa Graha

PT.Golden Bridge Chemicals

PT.Maspion Styrene

PT.Mitsui Eterindo Chemical

PT.Pamolite Adhesive

PT.Petro Oxo Nusantara

PT Petrokimia

PT.Petrowidada

PT.Samator Inti Peroxide

PT.Siam Maspion Polymer

PT.Sindopex Perotama

Page 27: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

20

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

2.6 Perkembangan Global Industri Petrokimia

Krisis ekonomi global pada tahun 2008 telah memberikan tekanan besar pada permintaan dan

konsumsi industri petrokimia global. Tercatat pada saat itu terjadi penurunan konsumsi pada

produk (ethylene dan propylene) lebih dari 9 juta ton. Sementara itu, terjadinya krisis global juga

telah menyebabkan credit crunch yang berdampak pada penundaan investasi pembangunan

pabrik-pabrik petrokimia berbiaya tinggi. Meskipun pada periode tersebut masih ada tambahan

kapasitas pabrik baru rata–rata 5 juta ton pertahun yang berasal dari kawasan Timur Tengah.

Gambarl 2.12. Provinsi Kalimantan Timur

Basis Industri : Metana (C1)

Konsentrasi Lokasi : Bontang

Produsen : PT.Balik Papan Forest

PT.Cakram Utama Jaya

PT. DSM Kaltim Melamine

PT.Fintra Hamka Mandiri

PT.Inne Donghwa

PT.Kaltim Hexamindo

PT.Kaltim Hexamindo W

PT.Kaltim Methanol Industry

PT.Kaltim Pacific Amoniak

PT.Kaltim Parna Industri

PT.Lakosta Indah

PT.Pertamina

PT.Prima Adhenas

• Pupuk Kalimantan Timur, PT.

Page 28: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

21

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Skenario proses pemulihan ekonomi global (economy recovery) akan mendorong peningkatan

kapasitas produksi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2010-2011 khususnya dari kawasan

Timur Tengah dan Asia, meski demikian diperkirakan efek riil penambahan kapasitas baru akan

dirasakan dalam beberapa tahun ke depan, sebab sebagian besar pemilik pabrik masih menahan

produksi untuk mendapatkan kompensasi margin.

Ekspansi kapasitas selama 2008- 2011 diproyeksikan baru akan terserap oleh konsumsi dalam 2

tahun ke depan setidaknya hingga 2012, sehingga operating rate (utilisasi industri) diperkirakan

juga akan mengalami peningkatan.

Perkembangan lain yang saat ini juga perlu diperhatikan adalah terkait tren peralihan sumber

bahan baku utama industri pertokimia dari sumber bahan baku naptha (minyak bumi) beralih

menjadi ethane (gas alam). Faktor utama yang mendorong peralihan ini adalah biaya per unit

produk yang sangat jauh berbeda (lebih rendah) sehingga menarik investor untuk mulai melirik

sumber bahan baku gas alam.

Tren pemanfaatan ethane secara luas berdampak pada kebutuhan investasi baru petrokimia plant

berbasis gas, selain itu hal ini akan mempengaruhi peta persaingan industri petrokimia dunia

bergeser ke negara-negara dengan basis produksi gas besar seperti kawasan Timur Tengah dan

Eropa Timur. Dari sisi harga produk diharapkan masuknya teknologi dengan bahan baku gas alam

akan mendorong harga produk petrokimia lebih kompetitif.

Gambar 2.13. Proyeksi Penambahan Kapasitas dan Konsumsi Olefins Dunia (Juta Ton)

Ditengah terjadinya krisis global yang menyebabkan penurunan permintaan. Ekspansi pabrik baru pada

periode tersebut terus dilakukan terutama yang berasal dari kawasan Timur Tengah sehingga terjadi excess

capacity berupa penambahan kapasitas rata-rata 5 juta ton pertahun. Ekspansi kapasitas selama 2008-

2011 diproyeksikan baru akan terserap oleh konsumsi dalam 2 tahun ke depan setidaknya akhir tahun

2012. (sumber : www.chemsystems.com)

Page 29: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

22

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Dalam jangka pendek, faktor tren harga minyak akan sangat mempengaruhi kinerja industri

petrokimia melalui pergerakan harga naptha sebagai bahan baku utama. Tren pergerakan minyak

diperkirakan masih volatile dalam rentang terbatas terkait kondisi pemulihan ekonomi global yang

belum stabil

Gambar 2.14. Perbandingan Biaya Ethane dan Naptha

Dari perbandingan ini terlihat bahwa proporsi terbesar industri petrokimia dunia masih menggunakan

bahan baku Naphta dan bahan baku ini adalah yang termahal bila dibandingkan dengan bahan baku

lainnya. Secara umum tingkat harga produk Indonesia cukup dapat bersaing, namun terlihat bahwa biaya

overhead dan interest cost di Indonesia sedikit lebih besar dibandingkan dengan di negara lainnya. (sumber

: Industry Analyst Bank Mandiri)

Gambar 2.15. Pergerakan Harga Minyak Mentah dan Naptha

Pergerakan harga minyak mentah dan naptha. Dari perbandingan tren harga minyak dan naptha

menunjukan bahwa terdapat hubungan yang searah baik ketika kenaikan maupun penurunan harga

minyak terhadap harga naptha. (sumber : Bloomberg)

Page 30: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

23

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Dampak nyata dari kondisi harga minyak dan naptha berpengaruh langsung pada tren harga

produk olahan petrokimia antara lain polyethylene dan polypropylene seperti pada ilustrasi berikut

:

2.7 Perbandingan Industri Petrokimia Domestik dengan Negara Lain

Potensi permintaan industri petrokimia domestik masih besar seiring dengan konsumsi produk

petrokimia per kapita yang baru mencapai 9 kg per kapita per tahun. Tingkat konsumsi domestik

ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi produk-produk petrokimia pada negara

utama di wilayah ASEAN seperti Malaysia sebanyak 44 kg/kapita/tahun, Singapura sebanyak 75

kg/kapita/tahun, Thailand sebanyak 18 kg/kapita/tahun dan Philipina sebanyak 10

kg/kapita/tahun.

Namun di tengah potensi permintaan yang tinggi tersebut perkembangan industri petrokimia

nasional masih belum cukup optimal, sehingga berdampak pada tingkat impor produk petrokimia

baik hulu dan hilir yang selalu cenderung meningkat setiap tahun. Hal tersebut semakin

memberatkan bagi industri domestik, ketika pada saat yang bersamaan penerapan aturan

perdagangan bebas antar negara di kawasan ASEAN dan China diberlakukan.

Bagaimana perbandingan industri petrokimia nasional di tengah persaingan industri petrokimia

utama dunia lainnya khususnya dalam konteks strategi pengembangan industri petrokimia ?.

Gambar 2.16. Pergerakan Harga pada Produk Hilir (PE dan PP) – US$/MT

Pergerakan harga produk industri petrokimia yaitu polyethylene (PE) dan polypropylene (PP). Pergerakkan

harga PE dan PP cenderung mengikuti fluktuasi pergerakan harga minyak mentah. Ketika terjadi kenaikan

harga minyak mentah akan mendorong peningkatan harga PE dan PP. Kondisi sebaliknya, ketika terjadi

penurunan harga minyak mentah akan mendorong penurunan harga PE dan PP. (sumber : Bloomberg)

Page 31: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

24

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Berkaca pada pasar internasional, posisi pangsa pasar produk-produk petrokimia Indonesia di

pasar dunia masih relatif kecil yaitu dibawah 0,5% terhadap total produk petrokimia global. Agar

dapat bersaing di pasar internasional, kemampuan produksi industri petrokimia ditentukan oleh

penguasaan bahan baku, teknologi, modal untuk investasi serta tingkat integrasi antar industri.

Integrasi menentukan efisiensi industri dan pada gilirannya meningkatkan daya saing dalam

memenangkan kompetisi pasar.

Berikut ini perkembangan industri petrokimia pada negara wilayah Asia untuk melihat strategi dan

kebijakan yang diambil oleh masing-masing negara.

PROFIL INDUSTRI PETROKIMIA SINGAPURA

Industri petrokimia di Singapura dimulai dari pengembangan Singapore Petrochemical Complex di

Ayer Merbau pada tahun 1984. Perkembangan terakhir, Singapore Petrochemical Complex

terintegrasi dari beberapa industri kilang minyak (upstream) hingga perusahaan yang bergerak

dalam sisi hilir petrokimia (downstream)

Dalam perdagangan internasional, Singapura memegang peranan penting sebagai perantara

perdagangan produk petrokimia dari wilayah Asia termasuk Asia Tenggara menuju Amerika dan

Eropa, begitupun terjadi sebaliknya.

Gambar 2.17. Perbandingan Konsumsi Produk Petrokimia

Pada Negara ASEAN, Kg/Kapita/Tahun

Perbandingan tingkat konsumsi produk petrokimia di ASEAN. Tingkat konsumsi domestik ini relatif lebih

rendah dibandingkan dengan konsumsi produk-produk petrokimia pada negara utama di wilayah ASEAN

seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina. (sumber : Roadmap Industri Petrokimia Indonesia)

Page 32: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

25

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Kebijakan insentif yang dikembangkan oleh Singapura untuk mendorong perkembangan industri

petrokimia diantaranya terdiri dari keringanan bea masuk, tarif serta jaringan penjualan

(marketing network) melalui kerja sama perusahaan Singapura dengan berbagai institusi yang

terdapat di seluruh dunia.

Tabel 2.7. Kapasitas Produksi Industri Petrokimia Singapura

Sumber : Singapore Chemical Industry Council Limited (SCIC)

Tabel 2.8. Neraca Perdagangan Industri Petrokimia Singapura

Page 33: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

26

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

PROFIL INDUSTRI PETROKIMIA MALAYSIA

Industri Petrokimia Malaysia berada dalam empat kawasan industri petrokimia yang merupakan

kawasan yang terintegrasi dari sektor hulu hingga hilir petrokimia. Kawasan tersebut terdiri dari :

1. Kerteh Integrated Petrochemical Complex

2. Gebeng Pahang Integrated Petrochemical Complex

Sumber : Singapore Chemical Industry Council Limited (SCIC)

Tabel 2.9. Kerteh Petrochemical Plant

Sumber : Malaysia Industrial Development Authority (MIDA)

Tabel 2.10. Gebeng Petrochemical Plant

Sumber : Malaysia Industrial Development Authority (MIDA)

Page 34: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

27

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

3. Pasir Gudang – Tanjung Langsat Integrated Petrochemical Complex

4. Bintulu - Sarawak Integrated Petrochemical Complex

Tabel 2.11. Pasir Gudang – Tanjung Langsat Petrochemical

Complex

Sumber : Malaysia Industrial Development Authority (MIDA)

Tabel 2.12. Bintulu – Sarawak Petrochemical Plant

Sumber : Malaysia Industrial Development Authority (MIDA)

Tabel 2.13. Produksi Petrokimia Malaysia

Sumber : Malaysia Industrial Development Authority (MIDA)

Page 35: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

28

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

PROFIL INDUSTRI PETROKIMIA UNI EMIRAT ARAB (UEA)

Uni Emirat Arab (UEA) merupakan negara yang berdasarkan letak geografisnya termasuk dalam

kawasan teluk (Gulf) dengan kapasitas cadangan minyak 98 miliar barel atau hampir 10% dari

cadangan minyak Dunia.

Negara kawasan teluk yang memproduksi produk petrokimia dari hulu maupun hilir adalah Saudi

Arabia, Iran, Qatar, UEA dan Bahrain. Kontribusi terbesar produksi petrokimia adalah Negara

Saudi Arabia dengan kontribusi sebesar 50% sedangkan yang terkecil adalah Bahrain sebesar 1%.

Kebijakan pemerintah UEA dalam rangka pengembangan Industri Petrokimia adalah :

• Produksi Petrokimia dimulai dari hulu (minyak mentah), produk antara/intermediate

(seperti Ethylene dan Propylene) dalam satu kawasan yang terintegrasi dengan refinery

• Melakukan kerjasama dengan negara tujuan ekspor minyak mentah diantaranya ke Jepang

dan Korea Selatan dan negara tersebut memfasilitasi UEA untuk dapat menyewa kilang

penimbunan minyak.

• Meningkatkan kepemilikan saham pada perusahaan industri bahan kimia di seluruh dunia

dengan target tahun 2015 sekitar 16% menjadi 20% pada tahun 2020.

• IPIC yang merupakan holding yang berdiri sejak tahun 1984, dan telah berhasil membangun

suatu kemitraan yang berbentuk portofolio perusahaan dan industri. Investasi pertama IPIC

Gambar 2.18. Komposisi Produk dan Negara Teluk Penghasil Petrokimia

Berdasarkan karakteristik output yang dihasilkan industri petrokimia di UEA, produk kimia dasar

(upstream) memberikan kontribusi sebesar 37%, produk petrokimi antara (intermediate) sebesar 15% dan

produk petrokimia hilir (downstream) sebesar 48% terhadap total produksi. Sementara itu, produksi

petrokimia UEA memberikan kontribusi sebesar 3% terhadap total produksi petrokimia negara-negara di

kawasan Timur Tengah. (sumber : informasi diolah dari berbagai sumber)

Page 36: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

29

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

di luar negeri dimulai tahun 1988 di Spanyol yang dikenal dengan nama perusahaan CEPSA,

yang bergerak di bidang usaha industri minyak terintegrasi. Selanjutnya, IPIC melakukan

investasi di berbagai negara dan yang terakhir pada tahun 2009 di Kanada pada bidang

kimia dengan mengakuisisi 100% perusahaan kimia NOVA

Nama Perusahaan Profil Perusahaan

ADNOC (Abu Dhabi National Oil Company)

Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) didirikan pada tahun 1971, merupakan perusahaan negara dibidang minyak dan gas, termasuk peringkat sepuluh besar di dunia. ADNOC saat ini terus melakukan ekspansi serta mendirikan perusahaan dan anak perusahaan untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas di Abu Dhabi dengan kapasitas produksinya lebih dari 2,7 juta barel per hari Perkembangan perusahaan untuk selama tiga dekade terakhir, ADNOC telah memperluas kegiatan usahanya, dan dapat meningkatkan posisi yang kompetitif dan berhasil menjadi salah satu perusahaan terkemuka di dunia dengan bisnis utamanya adalah minyak yang merupakan kegiatan hulu dan hilir, termasuk transportasi, pemasaran, pengiriman serta distribusi ADNOC memiliki 14 anak perusahaan di berbagai bidang mencakup industri minyak mentah, gas alam dan industri petrokimia terintegrasi, serta mempunyai usaha dibidang jasa transportasi untuk produk-produknya antara lain dilakukan oleh ADCO, ADMA-Merger, GASCO, ADGAS, ZADCO, TAKREER, NDC, ESNAAD, Irshad, subur, Borouge, ADNATCO, NGSCO, dan ADNOC-Distribusi

ADFERT (Abu Dhabi Fertilizer)

Abu Dhabi Pupuk Industries WLL (ADFERT) didirikan pada tahun 1995 di Abu Dhabi (UEA). ADFERT bergerak di bidang pupuk pertanian, yang menggunakan bahan baku dengan hasil produksinya berupa :

NPK Granular dengan kapasitas 48.000 MT /tahun. Pupuk cair dan Suspensi dengan kapasitas

40.000MT/tahun Trace Elemen Foliar 7.000 MT dan Foliar dengan

kapasitas 1000 MT/tahun Saat ini ADFERT telah produksi komersial dan mengekspor pupuk tanaman khususnya di Timur Tengah dan negara lainnya (lebih dari 22 negara) dengan kapasitas produksi 96.000 MT/tahun. Pada dua tahun terakhir ini inovasi baru yang telah diciptakan

Tabel 2.14. Profil Perusahaan Petrokimia di UEA

Page 37: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

30

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

adalah spesial pada penyedia obat-obatan atau nutrisi bagi tanaman khususnya untuk pasar Negara Timur Tengah. ADFERT juga melakukan penelitian dan percobaan untuk menjaga kualitas produk yang terbaik, agar dapat memberikan layanan yang terbaik. Fungsi kegiatan divisi penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan pupuk, mengembangkan kompetensi, menyediakan dukungan teknis dan meningkatkan kualitas produk. Penelitian yang intensif dilakukan pada berbagai tanaman untuk memantau penggunaan pupuk bagi tanaman, dampak pada produktivitas tanaman dan respon tanaman terhadap pupuk tersebut. ADFERT juga menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan sektor swasta, pemerintah dan Universitas untuk riset pertukaran data informasi ilmiah dan teknis

2.8 Pelaku Industri Petrokimia Global

Berikut ini merupakan lima besar perusahaan petrokimia global berdasarkan nilai pendapatan

(US$ Miliar).

Nama Perusahaan Profil Perusahaan

Negara Asal Jerman Estimasi Pendapatan US$ 62,3 Miliar (2008) Produksi

Ethylene Propylene Butadine Benzene

Dow Chemical memiliki 160 anak perusahaan (subsidiary) yang tersebar di seluruh Dunia

Negara Asal Amerika Serikat Estimasi Pendapatan US$ 57,5 Miliar (2008) Produksi

Polystyrene

Sumber : Hasil Studi BKPM

Tabel 2.15. Pelaku Industri Petrokimia Global

Page 38: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

31

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Polyurethanes Polyethylene Polypropylene

Dow Chemical memiliki 175 anak perusahaan (subsidiary) yang tersebar di seluruh Dunia

Exxon Mobil Chemical

Negara Asal Amerika Serikat Estimasi Pendapatan US$ 55 Miliar (2008) Produksi

Olefins Aromatics Fluids Synthetic rubber Polyethylene Polypropylene Oriented polypropylene packaging films

Plasticizers Synthetic lubricant basestocks Additives for fuels and lubricants Zeolite catalysts

Produksi perusahan ditopang oleh pabrik yang tersebar di 20 negara dan dipasarkan pada 150 negara di seluruh Dunia

Lyondell Basell Industries

Negara Asal Belanda Estimasi Pendapatan US$ 51 Miliar Produksi

Minyak mentah (crude oil) gasoline blending components manufactures petrochemicals and polymers

Produksi perusahan ditopang oleh pabrik yang tersebar di 19 negara.

Negara Asal Inggris Estimasi Pendapatan US$ 47 Miliar Produksi

Minyak mentah (crude oil) Produk petrokima hulu hingga hilir

Produksi perusahan ditopang oleh pabrik yang tersebar di 14 negara. Untuk wilayah Asia, berada pada India, Thailand dan China.

Sumber : diolah dari beberapa sumber

Page 39: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

32

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

BAB III

PENGEMBANGAN INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI

Mengingat posisi strategis dari industri petrokimia bagi kelangsungan industri lainnya dan

perekonomian nasional secara keseluruhan maka strategi pengembangan industri petrokimia

harus menjadi perhatian utama semua pemangku kepentingan industri ini. Dalam kebijakan umum

pembangunan industri nasional (Perpres no 28 tahun 2008) industri petrokimia sebenarnya telah

dimasukkan ke dalam salah satu pilar utama industri manufaktur nasional bersama-sama dengan

industri semen, baja dan sebagainya. Artinya secara konsep pengembangan, pemerintah sudah

sangat menyadari benar posisi penting dari industri ini sebagai landasan terbangunnya industri

andalan masa depan. Dengan kata lain, lemahnya industri petrokimia dapat menjadi titik lemah

dari konstruksi bangun industri nasional.

Kebijakan umum tersebut kemudian lebih diperkuat dan dijabarkan dalam Peraturan Menteri

Perindustrian 14/M-IND/PER/1/2010 berbentuk peta panduan pengembangan klaster industri

petrokimia (roadmap pengembangan klaster industri petrokimia). Dalam dokumen tersebut secara

jelas dijabarkan visi, misi dan arah serta konsep pengembangan industri petrokimia nasional.

Meski demikian kebijakan dalam roadmap tersebut masih menyisakan pekerjaan rumah

khususnya pada tingkat implementasi strategi dan belum menjawab secara komprehensif

permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan industri petrokimia.

Gambar 3.1. Bangun Industri Nasional 2025

Bangun Industri Nasional tahun 2025 tersusun dari basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan.

Basis Industri Manufaktur, yaitu suatu spektrum industri yang sudah berkembang saat ini dan telah menjadi tulang

punggung sektor industri. Kelompok industri ini keberadaannya masih sangat tergantung pada sumber daya alam

(SDA) dan sumber daya manusia (SDM) tidak terampil. (Sumber : KPIN 2008)

Page 40: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

33

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Salah satu masalah utama dan mendasar yang selalu menjadi major issue di tingkat pusat, daerah

dan pelaku usaha adalah mengenai grand strategy pengintegrasian industri hulu dan hilir. Issue ini

sangat penting dan harus segera diselesaikan sebab akan sangat menentukan arah pengembangan

industri petrokimia selanjutnya. Belajar dari kondisi dan masalah yang berkembang saat ini tampak

jelas bahwa semua itu bersumber dari satu fakta bahwa industri petrokimia yang dibangun di

Indonesia, khususnya industri hulu sebagai landasan industri petrokimia terbentuk tanpa mengkait

kepada satu ‘national grand strategy’. Padahal faktor ini adalah syarat mutlak yang harus dimiliki

suatu negara dalam membangun industri petrokimia yang kuat, stabil dan mandiri.

3.1 Arah Pengembangan Industri Petrokimia Indonesia

Dalam dokumen roadmap industri petrokimia nasional dijelaskan bahwa visi dari pengembangan

industri petrokimia nasional adalah “Mewujudkan industri petrokimia yang berdaya saing dan

mandiri”. Dengan mengusung 4 misi utama

Pemantapan struktur industri petrokimia

Peningkatan efisiensi produksi

Perluasan lapangan kerja dan

Percepatan alih teknologi

Sementara untuk arah pengembanganya sendiri industri ini diarahkan sebagai salah satu industri

prioritas khusus dengan skala usaha industri besar. Pendekatan pengembangan industri

petrokimia nasional ditempuh melalui pendekatan top down dengan harapan pembangunan

industri ini dapat dilakukan secara lebih fokus, sehingga jika industri ini bila berhasil dikembangkan

akan membawa industri-industri lainnya turut berkembang (forward linkage impact)

Untuk mendorong agar fokus pengembangan dapat tercapai secara tepat dan cepat maka

roadmap industri petrokimia langsung diarahkan melalui pengembangan klaster. Dengan

pendekatan klaster diharapkan akan tercipta peningkatan keunggulan komparatif menjadi

keunggulan kompetitif yang ditandai dengan peningkatan kompetensi inti (distinctive competence)

di semua rantai nilai industri pertrokimia. Selain itu melalui pendekatan klaster ini diharapkan

pengembangan industri produk unggulan daerah dapat tercapai.

Pendekatan penting lain yang secara khusus disoroti dan menjadi bagian sasaran dalam roadmap

pengembangan klaster industri petrokimia adalah pengintegrasian semua sub kelompok industri

petrokimia dari hulu hingga hilir. Bahkan dalam jangka panjang integrasi tersebut diperluas

mencakup industri migas dengan industri petrokimia hulu dan hilir melalui penguatan jaringan

distribusi dan infrastruktur.

Konsep dan model integrasi industri petrokimia berbasis klaster menjadi hal yang menarik untuk

dikaji dan diimplementasikan dalam rangka menciptakan satu “national grand strategy” khusus

Page 41: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

34

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

industri petrokimia. Sehingga masalah yang terjadi saat ini pada industri petrokimia dapat

diperbaiki dan dikembangkan menuju terciptanya daya saing industri petrokimia yang mandiri.

3.2 Konsep Klaster Industri Petrokimia

Pengembangan/penguatan klaster industri merupakan alternatif pendekatan yang dinilai efektif

untuk membangun keunggulan daya saing industri dan dan percepatan pembangunan produk

unggulan daerah. Pandangan Porter mengenai klaster industri secara luas adalah “A consequence

of the system of [diamond] determinants is that a nation’s competitive industries are not spread

evenly through the economy but are connected in what the term cluster consisting of industries

related by links of various kinds” (Porter, 1990)

Kendati definisi tersebut belum mendefinisikan klaster industri secara jelas namun ada satu

benang merah hubungan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang diringkaskan

dalam kata “daya saing” dengan klaster industri. Menurut Porter, daya saing dibentuk oleh

interaksi dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor “diamond”. Dimana diamond itu sendiri

dibentuk oleh (1) faktor condition, (2) demand conditions, (3) related and supporting industries,

dan (4) firm strategy, structure and rivalry. Potter juga memasukkan 2 faktor konteks yang

berhubungan secara tidak langsung melalui: (1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-

faktor ini lah yang kemudian secara dinamik mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam

suatu negara. Dalam konsep daya saing Porter merumuskannya sebagai : “competitive advantage

in advanced industries is increasingly determined by differential knowledge, skills and rates of

innovation which are embodied in skilled people and organizational routines”. Hasil hubungan

faktor-faktor ini yang kemudian akan menunjukkan pola pembentukan klaster industri, dimana

hubungan antara bisnis (dan organisasi) seharusnya mendukung pencapaian competitive

advantage.

Bertitik tolak dari konsep yang dikembangkan diatas dapat didefinisikan bahwa klaster industri

petrokimia adalah sebuah jaringan dari sehimpunan industri petrokimia yang saling terkait

(industri inti/core industries – yang menjadi “fokus perhatian, “industri pemasok/supllier

industries, industri pendukungnya/supporting industries, dan industri terkait/related industries),

pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan

lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa/litbang), institusi yang berperan

menjembatani/bridging institutions (misalnya broker dan konsultan), serta pembeli, yang

dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production

chain)”.

Dalam perkembanganganya kunci sukses klaster industri petrokimia terletak pada industri hulu

sebagai industri inti yang merupakan titik masuk pengembangan dan penguatan klaster industri.

Oleh karena itu strategi penguatan struktur, peningkatan utilisasi, penguatan teknologi dan

lainnya harus lebih diarahkan pada sisi hulu sehingga secara bertahap dapat memperkuat mata

rantai nilai industri secara keseluruhan.

Page 42: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

35

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Pengembangan klaster industri terbukti dapat digunakan untuk mengembangkan industri yang

bersifat luas (broad base) dan terfokus pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya

saing internasional yang tinggi di pasar domestik dan global. Lingkup geografis klaster industri

dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan

sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui

batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia)

Meski secara konsep pemikiran klaster industri termasuk industri petrokimia ini terus tumbuh dan

berkembang namun setidaknya dalam perkembangan tersebut ada beberapa tujuan dan potensi

manfaat yang dapat dari pembentukan klaster industri petrokimia itu sendiri yaitu :

Pertama ; konsep klaster dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi karena ada akses yang

efisien untuk menyediakan spesialisasi input, tenaga kerja, informasi, institusi dan fasilitas

kepentingan umum. Dalam hal ini daya saing industri petrokimia akan terbentuk sebagai bagian

dari proses inovasi yang berkelanjutan.

Kedua, konsep klaster mempermudah koordinasi antar pelaku maupun menciptakan kompetisi

yang sehat untuk memperbaiki kondisi. Klaster industri akan memaksa penghuninya untuk terus

berinovasi. Hal itu juga akan mendorong mobilitas tinggi dan transfer pengetahuan, yang bisa

diajarkan ke korporasi lain di dalam klaster. Dalam konteks ini keberadaan klaster industri

Gambar 3.2. Jaringan Value Chain Klaster Industri Petrokimia

Dalam konsep klaster industri petrokimia keberadaan industri inti yang merupakan industri hulu akan

sangat ditentukan oleh faktor pembeli, industri pemasok, industri terkait dan industri pendukung sebagai

bagian utama klaster. Keseluruhan bagian industri tersebut dalam proses kegiatannya akan sangat

tergantung pada keberadaan institusi pendukung (Sumber : BPPT - Kementerian Perindustrian)

Page 43: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

36

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

petrokimia akan mendorong terciptanya kolaborasi sinergis yang didasarkan pada keterkaitan dan

kompetensi bisnis dari tiap pelaku usaha.

Ketiga ; klaster dapat memfasilitasi komersialisasi melalui penciptaan peluang bisnis baru atau

kekuatan baru dalam suatu korporasi, dan kemudian penyebaran kekuatan lain melalui

penambahan klaster dari waktu ke waktu. Secara tidak langsung klaster industri akan mendorong

peningkatan nilai tambah pada semua mata rantai industri petrokimia.

Keempat ; adanya klaster industri juga akan memudahkan dari sisi regulator untuk memainkan

peran sebagai pengawas dan melakukan intervensi kebijakan secara tepat, baik dalam bentuk

insentif dan disinsentif.

3.3 Industri Petrokimia yang Terintegrasi

Dalam manajemen strategi korporasi, untuk mengejar pertumbuhan sebuah perusahaan dapat

menerapkan beberapa alternatif strategi. Dua strategi yang umum dikenal dan digunakan adalah

Gambar 3.3. Konsep Klaster Industri Petrokimia dan Potensi Manfaatnya

Dalam konsep klaster industri petrokimia setidaknya ada 4 potensi manfaat yang akan didapat oleh

seluruh stakeholder industri tersebut ; daya saing, peningkatan nilai tambah, sinergi dan peningkatan

peran regulator (Sumber : Tatang Taufik-Pemikiran di Balik Klaster Industri)

Page 44: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

37

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

pertama ; melalui Vertical Integration (Integrasi Vertikal). Ada dua jenis integrasi vertikal, yaitu :

backward integration (integrasi hulu) yaitu: strategi dimana perusahaan menguasai atau membeli

perusahaan pemasoknya dan forward integration (integrasi hilir) yaitu : strategi dimana

perusahaan membeli atau menguasai perusahaan yang lebih dekat dengan konsumen seperti

pedagang besar, pedagang eceran dll

Kedua adalah ; Horizontal Integration (Integrasi Horizontal) : strategi ini dilakukan dengan cara

mengakuisisi perusahaan saingan yang memiliki line of business yang sama. Strategi ini sering

dilakukan perusahaan yang lebih kecil dalam industri yang didominasi satu atau beberapa pesaing

besar.

Konsep manajemen strategi korporasi diatas juga dapat diterapkan dalam konteks pengembangan

industri petrokimia. Adaptasi konsep integrasi vertikal dan horizontal dalam pegembangan industri

petrokimia adalah salah satu jalan keluar untuk memperkuat struktur industri. Meski demikian

dari sudut pandang pemerintah sebagai regulator konsep integrasi ini perlu disesuaikan dan dikaji

lebih dalam agar tujuan dari integrasi dapat tercapai secara maksimal.

Dalam membangun konsep integrasi industri petrokimia adalah sangat penting untuk

memperhatikan karakteristik dan sifat dasar dari industri ini terutama di sisi hulu. Harus dipahami

meskipun industri petrokimia hulu memiliki posisi yang sangat strategis namun industri ini adalah

bersifat high investment, high technology, high risk dan low return sehingga kurang menarik bagi

investor.

Kategori Industri Petrokimia Hulu Industri Petrokimia Antara

Industri Petrokimia Hilir

Sumber bahan baku

Sumber daya alam dari industri primer

Hasil industri hulu hasil industri antara

Sifat Industri high investment, high technology, high risk dan low/medium profit

High/medium investment, high/medium technology

low/medium investment, low/medium technology, low risk dan high profit

SDM Tersedia tenaga ahli dalam negeri

Tersedia tenaga ahli dalam negeri

Tersedia tenaga ahli dalam negeri

EPC Kontraktor luar dan dalam negeri

Kontraktor luar dan dalam negeri

Kontraktor luar dan dalam negeri

Lama pembangunan

30-60 bulan 20-30 bulan 18-24 bulan

Orientasi Padat modal Padat modal dan padat karya

Padat karya

Sumber : Kadin

Tabel 3.1. Karekteristik Utama Industri Petrokimia Hulu-hilir

Page 45: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

38

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Negara

Industri Petrokimia

Industri Jasa (tersier)

Industri Hulu Industri Antara Industri Hilir

China 50-100% Pemerintah 50-100% Pemerintah 100% Swasta 100% Swasta

Saudi Arabia >50% Pemerintah 50% Pemerintah 100% Swasta 100% Swasta

Malaysia >70% Pemerintah 30-60% Pemerintah 100% Swasta 100% Swasta

Korea Selatan

100% Pemerintah* 100% Swasta 100% Swasta 100% Swasta

Pengalaman di negara-negara yang sudah lebih advance dalam industri petrokimia, industri

petrokimia hulu selalu dipelopori oleh Pemerintah atau melalui kerjasama antara Pemerintah

dengan swasta. contoh perusahaan-perusahaan negara bidang industri petrokimia hulu yang

dipelopri oleh Pemerintah antara lain : Saudi Arabia: SABIC,Malaysia: Petronas, China: Sinopec,

Taiwan: CDPC (Chinese Petrochemical Development Corporation), Mesir: ECHEM (Egyptian

Petrochemical Holding Company), Iran: NPC (National Petrochemical Corporation), Singapore:

Temasek dan beberapa negara Timur Tengahh utam seperti Kuwait, Qatar, Abu Dhabi, dll.

Sebagai tindak lanjut dalam penyusunan strategi yang mengadopsi adanya integrasi vertikal dan

horizontal maka pemerintah dituntut harus pula menyiapkan paket kebijakan dan batasan dari

model integrasi yang diinginkan. Sebab tanpa ada aturan dan batasan yang jelas, integrasi vertikal

dan horizontal dalam industri petrokimia berpotensi menjurus pada “negatif concentration”

antara lain dalam bentuk monopoli, distorsi pasar, dan ketimpangan wilayah (khususnya antara

wilyah klaster dan non klaster). Dalam kondisi ideal dan best practice peran aktif pemerintah di

industri hulu akan memberikan kekuataan pada pemerintah untuk menentukan arah

pengembangan industri ke depan, sakaligus meminimalisir efek neagtif monopoli dan segmentasi

pasar. Dalam konteks ini pemerintah tidak hanya berperan sebagai regulator namun dapat juga

berperan langsung sebagai stabilisator melalui perusahaan milik pemerintah (BUMN) yang

memang secara khusus fokus pada pengembangan industri petrokimia.

Sumber : Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Tabel 3.2. Perbandingan Best Practice Pengembangan Industri Petrokimia Dunia

Dengan sifat dan karakteristik industri yang unik peran pemerintah di sisi hulu relatif lebih dominan

dengan tingkat penguasaan antara 50-100%. Penguasaan ini umumnya dilakukan dengan membentuk

perusahaan difokuskan pada pengembangan industri petrokimia hulu. Porsi dominasi ini semakin

bekurang disisi industri antara dan hilir dimana peran ini beralih kepada pihak swasta.

Page 46: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

39

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Dalam roadmap industri petrokimia, pemerintah (kementerian perindustrian) saat ini sudah

menetapkan bahwa pengembangan klaster industri petrokimia adalah didasarkan pada kekuatan

line base produksi (lini produksi utama) dan ketersediaan bahan baku dengan pembagian klaster

sebagai berikut : industri petrokimia berbasis aromatik berlokasi di Jawa Timur (Tuban, Gresik,

Lamongan), petrokimia berbasis C1 berlokasi di Kalimantan Timur (Bontang) serta petrokimia

berbasis olefin di Banten (Anyer, Merak, Cilegon, Serang) dan Jawa Barat (Balongan).

Sementara untuk konsep integrasi produksi arah yang dikembangkan pada tahap awal adalah

melalui pengintegrasian proses produksi antara kilang (penyulingan minyak) dangan industri

petrokimia. Dasar integrasi ini diharapkan akan menjadi landasan bagi pengembangan integrasi

yang lebih luas mencakup seluruh mata rantai nilai industri petrokimia dari hulu hingga hilir.

Langkah integrasi antara kilang minyak dan petrokimia plant adalah satu strategi dan tren industri

petrokimia global saat ini, sebab langkah ini akan memberikan nilai tambah melalui peningkatan

efisiensi, profitabilitas dan pemanfaatan secara maksimal atas faktor input dan output. Beberapa

perkembangan terkini yang secara langsung mendorong proses integrasi industri petrokimia

(kilang minyak dan pertokimia) berjalan lebih cepat adalah : aspek pasar (supply-demand), aspek

ekonomi, aspek lingkungan dan aspek kepastian pasokan secara volume dan harga.

Pendorong

Proses

Integrasi

Market Issue : • Pesatnya permintaan produk petrokimia

dan bahan bakar • Harga petrokimia dan bahan bakar yang

terus meningkat • Dampak krisis ekonomi • Proyek layak secara finansial

Dampak lingkungan:

• Tekanan publik untuk bahan bakar hijau • Green house effect/bahan pangan

(industri pertanian) • Protokol (Kyoto +) kepatuhan &

pelaksanaan • Legislasi

Kekhawatiran tentang keamanan

pasokan:

Ketersediaan cadangan minyak dan produk jauh dari pusat konsumen

Permintaan untuk rumah tangga terus tumbuh -puncak harga minyak ?

Diversifikasi sumber energi fosil ?

Proyek ekonomi: • Menghindari pengaruh fluktuasi pasar

Minyak mentah & harga produk • Optimalisasi investasi melalui sharing

process fasilitas – Economic of scale • Mengurangi biaya operasi: transportasi

dll

Gambar 3.4. Faktor Pendorong Percepatan Integrasi Kilang Minyak dan Petrokimia

Plant

Aspek penting yang mendorong proses integrasi di level kilang minyak dan petrokimia plant adalah :

adanya aspek pasar (supply-demand), aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek kepastian pasokan

secara volume dan harga. (sumber : Foster Wheeler)

Page 47: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

40

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Kombinasi dari berbagai aspek tersebut telah menyebabkan persaingan global industi petrokimia

semakin ketat yang berdampak pada tuntutan untuk mencapai efisiensi di semua lini produksi.

Sementara disisi lain keterbatasan sumber bahan baku telah menyebabkan fluktuasi harga dan

kekhawatiran terhadap pasokan semakin besar dan salah satu isu yang paling besar efeknya

adalah semakin meningkatnya tuntutan industri ini untuk lebih ramah lingkungan

Melalui integrasi proses produksi antara kilang minyak dan petrokimia plant maka benefit utama

yang dapat diperoleh adalah dalam hal subsitusi pemanfataan input produksi. Hasil utama dari

proses produksi kilang adalah input produksi bagi petrokimia plant (ethane, propylene,

propene,dan rifining gas, sementara output yang dihasilkan pterokimia plant dapat dimanfaatkan

sebagai campuran bahan baku di kilang minyak dalam bentuk pryrolisis gasoline.

Integrasi produksi antara kilang minyak dan petrokimia plant adalah salah satu cara untuk

mengamankan supply bahan baku industri petrokimia sekaligus memberikan kesempatan untuk

terus dapat mengembangkan nilai tambah dari produksi kilang selain bahan bakar. Sehingga

sebagai hasil akhirnya kedua pihak akan memperoleh benefit yang lebih besar dari integrasi

produksi tersebut. Dalam konteks yang lebih luas integrasi produksi ini juga akan memberikan

kesempatan pemanfaatan infrastruktur, energi dan utilitas lain termasuk pula tenaga kerja

operasional.

Meskipun potensi dan benefit dari integrasi operasional antara kilang minyak dan petrokimia

sangat besar namun dalam implementasinya proses integrasi ini juga dihadapkan pada banyak

tantangan. Pertama ; secara teknis operasi integrasi kilang minyak dan petrokimia memilki

kompleksitas yang lebih tinggi. Selain dari sisi teknis kompleksitas integrasi ini juga akan

berdampak pada sistem distribusi dan pemasaran produk Kedua ; dari sisi biaya operasional

integrasi ini membutuhkan sistem pembiyaan yang fleksibel dan besar hal ini terkait dengan

integrasi jaringan produksi dan range produk petrokimia yang luas sehingga menuntut sisem

operasi yang terus update.dan fleksibilitas. Ketiga ; Integrasi berpotensi menimbulkan konflik

antara perencanaan dan operasional, sehingga tidak diperoleh fokus bisnis yang jelas. kondisi ini

adalah konsekuensi alami dari rentang produk yang lebih bervariasi dan beragam.

Dalam aplikasinya beberapa kesulitan dan tantangan diatas sebenarnya dapat diatasi melalui

beberapa cara antara lain pertama ; dengan menggunakan teknologi proses yang lebih maju dan

juga kapitalisasi pada sistem teknologi informasi. Kedua ; pembentukan bisnis kolaboratif yang

melibatkan lebih dari beberapa pihak dan ketiga; merancang perencanaan operasional secara

inovatif dengan teknologi yang efisien dan hemat biaya.

Page 48: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

41

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Box 1 : Konsep Integrasi Industri Petrokimia dan Refinery

Proses integrasi antara kilang minyak dan petrokimia plant secara nyata akan memberikan

manfaat di tingkat pengolahan karena adanya kepastian bahan baku berkualitas tinggi,

meningkatkan nilai produk sampingan, dan efisiensi yang lebih baik melalui pembagian bahan

baku. Salah satu model integrasi kilang minyak dan petrokimia plant yang dikembangkan oleh

Foster Wheeler bahkan telah mengintegrasikan pemanfaatan biomass (biofuel) sebagai aditif

(tambahan) bahan baku pada proses penyulingan minyak.

Konsep integrasi antara kilang minyak dan petrokima plant pada dasarnya akan mencakup tiga

level integrasi, (i) integrasi proses, (ii) integrasi utilitas, dan (iii) fuel gas upgrading.

Integrasi Proses

Integrasi proses merupakan integrasi yang terbentuk sebagai dampak dari adanya pengabungan

proses produksi di tingkat kilang langsung dengan proses produksi petrokimia. Desain kilang akan

jauh lebih inovatif dengan mempertimbngkan produk output petrokimia. Sehingga produk yang

dihasilkan di tingkat kilang secara langsung akan lebih beragam dan memiliki nilai tambah tinggi.

Gambar 3.5. Interface Model Integrasi Kilang Minyak and Petrokimia Plant

Dalam integrasi antara kilang minyak dan petrokimia plant dapat diperoleh banyak manfaat baik dalam

hal proses, utilitas dan gas upgrading. Meski demikian tantangan dalam proses integrasi ini cukup berat

mencakup sisi teknis, biaya dan perencanaan. (sumber : Foster Wheeler)

Page 49: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

42

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Integrasi utilitas

Penyulingan minyak dan industri petrokimia adalah 2 jenis industri dasar yang sangat intensif

dalam penggunaan energi dalam berbagai bentuk yang berbeda termasuk bahan bakar minyak,

bahan bakar gas, tenaga listrik, dll. Dengan mengintegrasikan proses produksi maka pemanfaatan

energi dan bahan/unsur tambahan dapat dilakukan bersama secara lebih efisien, bahkan pada

level tertentu bisa saling menggantikan diantara keduanya. Praktek riil di lapangan menunjukkan

tingkat efisiensi penggunaan energi melalui integrasi ini berkisar 10-60% pada setiap tingkatan

produksi.

Fuel gas upgrading

Gas buang yang dihasilkan dari proses penyulingan minyak umumnya terdiri dari farksi C1/C2 dan

sebagian hidrogen. Hidrokarbon yang dihasilkan dari unit konversi pada dasarnya mengandung

sejumlah besar ethylene dan propylene yang bisa diproses kembali sebagai bahan baku insustri

petrokimia. Sejumlah kilang yang terintegrasi AS dan Eropa telah mengakui memanfaatkan

kesempatan ini mengolahnya kembali menjadi produk petrokimia bernilai tinggi.

Kemajuan dalam teknologi pengolahan di tingkat kilang minyak memainkan peran besar dalam

memfasilitasi integrasi antara kilang minyak dan petrokimia plant. Dalam 30 tahun terakhir

industri penyulingan telah melakukan modernisasi fasilitas penyulingan untuk memenuhi

perubahan kebutuhan konsumsi bahan bakar dan trend spesifikasi bahan baku minyak yang

beralih ke minyak jenis berat yang sour. Kebutuhan untuk meningkatkan margin di tingkat

produksi kilang mendorong pengembangan teknologi untuk lebih mengarah pada integrasi dengan

petrokimia plant yang secara teknis memiliki keterkaitan proses produksi.

Gambar 3.6. Sinergi Penyulingan Minyak and Petrokimia plant – Aliran Input-Output

Pemanfaatan teknologi menjadi kunci utama dalam mengembangkan integrasi antara kilang minyak dan

petrokimia plant. (sumber : Jean-Paul Margotin - Axens)

Page 50: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

43

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

3.4 SWOT Analisis Industri Petrokimia Terintegrasi

Berdasarkan uraian diatas mengenai data dan fakta industri petrokimia nasional, dapat

diidentifikasi beberapa faktor-faktor yang merupakan SWOT (Strength –Weakness –Opportunities -

Threats) dari industri petrokimia. Hasil dari identifikasi dan analisa faktor-faktor SWOT ini akan

dirumuskan menjadi beberapa konsep strategi dalam pengembangan industri petrokimia sebagai

rekomendasi tambahan penyusunan strategi nasional pengembangan industri petrokimia nasional.

Adapun beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai unsur SWOT dalam industri petrokimia

nasioanl antara lain sebagai berikut :

Kekuatan

Indonesia merupakan penghasil migas yang potensial.

Bahan baku alternatif untuk industri petrokimia tersedia di Indonesia.

Sudah berkembangnya industri petrokimia hulu dan menengah, serta industri hilirnya.

Teknologi di bidang petrokimia sudah established dan cukup banyak yang diterapkan di industri petrokimia dalam negeri.

Gambar 3.7. Hasil Analisa SWOT Untuk Industri Petrokimia Indonesia

Faktor internal diartikan sebagai kekuatan dan kelemahan internal industri petrokimia. Sedangkan faktor

eksternal yang dimaksud adalah peluang dan ancaman yang disajikan oleh lingkungan di luar industri

petrokimia. (sumber : Kementerian Perindustrian)

Page 51: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

44

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam bidang produksi, rancang bangun & perekayasaan dan manufaktur peralatan pabrik.

Biaya tenaga kerja di Indonesia murah.

Pangsa pasar produk industri petrokimia dalam negeri semakin meningkat.

Kapasitas pabrik petrokimia yang sudah ada masih dapat ditingkatkan untuk memenuhi peningkatan demand.

Kelemahan

Kurangnya dukungan kebijakan untuk pemanfaatan SDA/Migas, mengakibatkan kurangnya terjaminnya pasokan bahan baku DN.

Industri tidak terintegrasi dengan bahan bakunya.

Kapasitas produksi nasional terpasang kurang mampu memenuhi pasar DN.

Kapasitas produksi per pabrik belum dikategorikan skala dunia.

Ketergantungan teknologi yang tinggi dari negara lain, terutama desain dasar teknologi proses.

Masih lemahnya kerjasama dunia usaha dan litbang.

Terbatasnya penyediaan infrastruktur, menurunnya kinerja pelayanan infrastruktur industri petrokimia.

Masih lemahnya kemampuan penetrasi pasar ekspor.

Belum adanya sinkronisasi dalam hal regulasi beberapa sektor terkait industri petrokimia

Masih tingginya bunga pinjaman.

Bargaining position Indonesia di mata lembaga keuangan /pendanaan investasi regional dan internasional tidak kuat.

Belum termanfaatkannya dana masyarakat secara optimal.

Tingginya pajak, pungutan resmi maupun tidak resmi yang memberatkan industri.

Peluang

Besarnya peluang pasar DN terutama mendukung industri hilirnya maupun peluang pasar ekspor.

Masih rendahnya konsumsi per kapita produk industri petrokimia di DN.

Page 52: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

45

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Konsumsi produk industri petrokimia di Cina tinggi sehingga dapat menjadi pasar bagi produk industri-industri petrokimia hulu dan antara Indonesia.

Adanya AFTA, World Free Trade mendorong penurunan tarif ekspor dan impor produk petrokimia.

Peluang investasi, baik investasi baru maupun perluasan.

Adanya tawaran dari Iran untuk membangun kilang di Indonesia.

Pengembangan industri petrokimia berorientasi daur ulang.

Tantangan

Munculnya pesaing-pesaing yang kuat di kawasan regional/dunia.

Adanya pembangunan industri petrokimia (terintegrasi dengan kilang) di Singapura dan Timur Tengah (Qatar & UEA) yang bahan bakunya murah merupakan kompetitor bagi industri petrokimia hulu dan antara di Indonesia.

Perkembangan teknologi proses yang semakin efisien dan efektif dengan skala dunia.

Semakin terbatasnya cadangan migas sebagai SDA tidak terbarukan.

Munculnya isu keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup.

Praktek persaingan tidak sehat, baik melalui instrumen tarif dan non tarif.

Adanya serbuan produk industri petrokimia hilir dari Cina yang harganya lebih murah.

Daya tarik investasi industri petrokimia di kawasan regional lebih kondusif, terutama dalam bidang infrastruktur.

Tidak stabilnya iklim politik di Indonesia turut mempengaruhi kebijakan pemerintah.

3.5 Strategi Pengembangan Petrokimia Terintegrasi Berbasis Klaster

Berangkat dari identifikasi terhadap faktor-faktor kritis dalam analisa SWOT (Strength –Weakness

–Opportunities -Threats) industri petrokimia serta dengan memperhatikan major issues yang

dikemukakan terdahulu maka dapat disusun beberapa level strategi yang bisa diusulkan dan

dijalankan oleh para pelaku industri petrokimia nasional. Rangkaian strategi yang komprehensif

tersebut dapat dibagi dalam enam level strategi ; strategi di level bahan baku (feedstock), level

industri, level teknologi, level investasi, level pengembangan pasar dan level dukungan

infrastruktur. Strategi ini sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan diharapkan dapat

melengkapi konsep strategi yang ada dalam roadmap pengembangan industri petrokimia dalam

mencapai visi mewujudkan industri petrokimia nasional yang berdaya saing dan mandiri.

Page 53: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

46

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Strategi Level Bahan Baku ; pada level ini strategi difokuskan pada terjaminnya pasokan bahan

baku industri dari hulu – hilir secara tepat dan ekonomis

a. Menciptakan keseimbangan antara potensi bahan baku, tingkat produksi, dan tingkat

permintaan industri petrokimia hulu-hilir

b. Menyiapkan secara terencana dan terukur impor untuk bahan baku, sehingga dapat menjadi

acuan pelaku industri sekaligus harus akan mendukung kebijakan umum pengembangan

industri petrokimia.

c. Memberikan peluang pemanfaatan dan alokasi khusus terhadap sumber bahan baku lokal

secara bertahap dan berkesinambungan untuk mendukung pasokan bahan baku industri

petrokimia dan di sisi dapat menjadi sumber devisa tambahan

Strategi Level Industri ; fokus utama di tingkat industri adalah memperkuat struktur industri ke sisi

hulu melalui peningkatan utilisasi.

a. Menata ulang sistem produksi industri petrokimia hulu - hilir yang bermasalah saat ini

sehingga industri mampu melakukan peningkatan utilisasi produksi.

b. Mengembangkan industri petrokimia berbasis bahan baku alternatif dari dalam negeri

seperti gas, batubara dan bio-energi yang dapat memberikan ‘value added’ tinggi melalui

peningkatan kemampuan R & D.

c. Memacu pengembangan industri petrokimia yang memiliki efisiensi tinggi serta banyak

menggunakan teknologi dalam negeri.

d. Mendorong segera terbentuknya ‘industrial cluster’ petrokimia di wilayah-wilayah stretegis

untuk menciptakan sistem industri yang efisien. Dan

e. Mendorong pengembangan industri petrokimia yang memiliki keterkaitan kuat dengan

sektor ekonomi lainnya.

Strategi Level Teknologi ; strategi teknologi diarahkan pada pengembangan kemampuan dalam

negeri melalui penguatan R&D dan transfer knowledge menuju industri petrokimia yang lebih

ramah lingkungan (green industri)

a. Memperkuat kemampuan teknologi dalam negeri yang berhubungan dengan engineering,

procurement, dan construction (EPC) industri petrokimia.

b. Menstimulasi dan mendorong institusi pendidikan tinggi dan R&D untuk mengembangkan

sumber bahan baku alternatif industri petrokimia demestik.

c. Meningkatkan kemampuan industri di dalam negeri untuk mengembangkan teknologi proses

yang dapat menciptakan produk-produk baru namun tetap ramah lingkungan (green

industri) sehingga akan menciptakan peluang pasar yang lebih luas.

Page 54: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

47

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

d. Memperluas kemitraan dengan institusi pemasok teknologi asing untuk menjamin daya

saing industri petrokimia nasional sekaligus mentrasfer pengetahuan teknologi terkini dari

industri petrokimia.

Strategi Level Investasi ; dalam konteks investasi fokus utama adalah pada perbaikan iklim

investasi secara menyeluruh dan percepatan realisasi investasi pada klaster-klaster industri

petrokimia

a. Membuka kesempatan (promosi) dan menciptakan iklim usaha yang cukup menarik bagi

investor luar negeri, untuk menanamkan investasi di industri petrokimia.

b. Memberikan fasilitasi, kemudahan dan insentif yang terukur bagi calon investor terutama

bagi pengembangan klaster industri petrokimia.

Strategi Level Penguasaan dan Pengembangan Pasar ; difokuskan pada pengamanan supply dan

demand pasar domestik dan secara bertahap mengembangkan produk industri untuk bersaing di

pasar internasional.

a. Strategi penguasaan pasar diarahkan kepada pasar domestik untuk menekan efek pengurasan devisa berkaitan dengan tingginya impor bahan baku dan produk-produk petrokimia.

Memfasilitasi upaya-upaya usaha industri dalam negeri untuk mampu lebih kompetitif terhadap produk impor; dan

Memfasilitasi investasi untuk memproduksi komoditi petrokimia yang permintaannya berkembang di dalam negeri.

b. Strategi pengembangan pasar tertuju baik kepada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, dengan target adalah meningkatkan perolehan devisa melalui peningkatan pendapatan dari ekspor, dan membuka kesempatan kepada usaha industri. Alur-alur pendekatan utama di dalam mewujudkan strategi ini mencakup:

Memfasilitasi upaya-upaya usaha industri dalam negeri untuk mampu lebih kompetitif, baik melalui prakarsa-prakarsa teknologis maupun institusional;

Memfasilitasi upaya-upaya usaha industri dalam melakukan ‘product development’.

Strategi Level Dukungan Infrastruktur; dalam konteks ini dukungan infrastruktur difokuskan pada penyediaan sarana dan prasarana pendukung utama pembentukan klaster petrokimia yang terdiri dari energi – listrik, air baku industri, dan transportasi – jalan dan pelabuhan.

Page 55: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

48

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

BAB IV

STRATEGI PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI

4.1 Rencana Umum Penanaman Modal Nasional

Dalam rangka mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal

dan untuk penguatan daya saing perekonomian nasional serta mempercepat peningkatan

penanaman modal maka pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

menyusun satu Rencana Umum Penanaman Modal Nasional (RUPM). RUPM ini adalah amanat

dari Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang merupakan payung besar bagi

kebijakan penanaman modal di Indonesia.

Dalam RUPM dirumuskan bahwa visi penanaman modal nasional adalah untuk mendorong

penanaman modal yang berkelanjutan dalam rangka perwujudan Indonesia yang mandiri, maju

dan sejahtera yang berusaha diwujudkan dalam tiga misi utama yaitu (1) membangun iklim

penanaman modal yang berdaya saing; (2) mendorong diversifikasi dan peningkatan kegiatan

ekonomi yang bernilai tambah; (3) mendorong pemerataan kegiatan perekonomian nasional.

Untuk mencapai visi dan misi diatas BKPM telah menetapkan tujuh arah kebijakan umum

penanaman modal nasional yang diharapkan dapat menjadi arahan dalam menyusun strategi

investasi di semua sektor pengembangan. Ke-tujuh arah kebijakan tersebut adalah sebagai

berikut;

a. Perbaikan iklim penanaman modal di Indonesia

b. Perbaikan pola umum pemberian fasilitas, kemudahan dan/atau insentif

c. Penanaman modal yang berwawasan lingkungan (green investment)

d. Pemberdayaan UMKM terutama yang terkait dengan sektor industri petrokimia

e. Mendorong persebaran penanaman modal

f. Fokus pengembangan adalah pada pangan, infratruktur dan energi

g. Promosi penanaman modal

RUPM sebagai dokumen perencanaan jangka panjang (sampai dengan 2025) adalah bersifat

komplementer terhadap perencanaan sektoral sehingga dapat berfungsi mensinergikan dan

mengoperasionalisasikan seluruh kepentingan sektoral terkait di bidang penanaman modal.

Dengan demikian, diharapkan tidak akan terjadi tumpang tindih dengan penetapan prioritas dari

sektor-sektor industri yang akan dipromosikan oleh masing-masing institusi terkait. Ketujuh arah

kebijakan umum ini nantinya diharapkan pula akan menjadi arah kebijakan bagi penanaman modal

di tingkat pusat dan daerah dalam rangka pengembangan investasi sektor industri strategis

termasuk untuk industri petrokimia terintegrasi berbasis klaster.

Page 56: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

49

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

4.2 Posisi Strategis Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Roadmap Pengembangan Klaster

Industri Petrokimia

Berkembanganya industri petrokimia di Indonesia secara fundamental didorong dua faktor utama;

pertama dari sisi demand kebutuhan akan bahan baku dan produk industri petrokimia sangat

tinggi. Hal ini tergambar dari beragamnya jenis kebutuhan industri dan konsumsi atas produk

industri petrokimia dari hulu, antara dan hilir. Kedua dari sisi supply, ketersediaan sumber daya

minyak, gas, batubara dan biomassa sebagai basis bahan baku dalam jumlah relatif beragam dan

besar memberikan keuntungan dalam menjamin keberlangsungan produksi bagi pendirian

industri petrokimia.

Namun ada hal penting lain yang cukup besar peranannya dalam mendorong perkembangan

industri petrokimia nasional bahkan akan sangat krusial dalam menjembatani sisi demand dan

supply diatas yaitu investasi. Karakteristik dasar industri petrokimia yang padat modal menuntut

adanya investasi atau capital spending secara intens dan berkelanjutan dalam jumlah yang sangat

besar. Oleh karena itu untuk mendorong perkembangan industri ini maka peran badan koordinasi

penanaman modal di tingkat pusat dan daerah akan sangat menentukan dalam mendorong

masuknya investasi baru dan investasi pengembangan bagi industri petrokimia.

Dalam matrik rencana aksi roadmap pengembangan klaster industri petrokimia untuk periode 5

tahun ke depan (2010-2014) yang telah disusun oleh Departemen Perindustrian tergambar jelas

bahwa lembaga koordinasi penanaman modal adalah penanggung jawab terhadap 6 rencana aksi

nasional pengembangan klaster industri petrokimia; yaitu: (1) mengupayakan insentif fiskal dan

non fiskal, (2) peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur industri petrokimia, (3) promosi

investasi industri petrokimia, (4) pembangunan center of excellence industri petrokimia, (5)

pengembangan industri petrokimia berbasis batubara dan biofeedstock, (6) mengembangkan

klaster industri di daerah lainnya.

Peran atau fungsi kelembagaan diatas masih perlu dirumuskan dan dipadukan dengan fungsi dan

tugas pokok badan koordinasi penanaman modal yang tercantum dalam UU No. 25 Tahun 2007

tentang penanaman modal nasional. Selain itu harus juga dapat diselaraskan dengan arah

kebijakan umum penanaman modal yang ada dalam RUPM yang merupakan tindak lanjut dari

amanat UU penanaman modal nasional.

Bertitik tolak dari keterkaitan berbagai hal diatas serta menindaklajuti usulan strategi di level

investasi yang telah diungkapkan di bab sebelumnya maka dapat dirumuskan strategi

pengembangan investasi industri Petrokimia terintegrasi dalam 3 tahapan meliputi strategi jangka

pendek (crash program), strategi jangka menengah dan strategi jangka panjang.

Meskipun strategi pengembangan industri petrokimia tersebut dikembangkan dalam beberapa

tahapan, namun dalam implementasi pelaksanaannya semua strategi tersebut tidak bersifat

sekuensial yang saling terpisah melainkan saling bersinergi dan bersifat paralel. Selain itu

implementasi strategi juga harus bersifat dinamis terhadap perkembangan dan perubahan

kebijakan industri petrokimia melalui proses evaluasi yang berkalanjutan. Hal ini penting agar

Page 57: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

50

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

strategi yang ada dalam tiap tahapan tidak kaku dan dapat terus dikembangkan sesuai kebutuhan

dan dimensi waktu yang berbeda.

Secara lebih detail mengenai usulan strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang

dalam rangka pengembangan industri petrokimia terintegrasi akan dibahas dalam sub bagian

berikutnya.

4.3 Strategi Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Tahapan strategi pengembangan investasi industri petrokimia yang meliputi strategi jangka

pendek (crash program), strategi jangka menengah dan strategi jangka panjang perlu diarahkan

sesuai dengan arah kebijakan pengembangan investasi yang ada di dalam RUPM. Dimana dari

Gambar 4.1. Kerangka Pemikiran Perumusan Strategi Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Peran dan fungsi kelembagaan badan koordinasi penanaman modal dalam roadmap pengembangan

klaster industri petrokimia perlu dipadukan dengan fungsi, tugas pokok, dan arah kebijakan umum

penanaman modal nasional. Rangkaian strategi yang ada dalam tiap tahapan (jangka pendek, menengah

dan panjang) bersifat paralel dan dinamis. (sumber : Analisa Penulis)

Page 58: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

51

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

tujuh arah kebijakan umum tersebut dapat disusun tujuh arah kebijakan khusus investasi industri

petrokimia sebagai berikut ;

1. Dibidang perbaikan iklim penanaman modal, pengembangan investasi industri petrokimia

diarahkan pada ;

Penguatan kelembagaan penanaman modal Pusat dan Daerah yang mendukung

percepatan investasi industri petrokimia terintegrasi

Pengaturan dan perubahan kebijakan bidang industri petrokimia yang mendorong iklim

investasi industri petrokimia terintegrasi

Perbaikan iklim persaingan usaha di bidang industri petrokimia

Pengembangan dan perbaikan hubungan industrial di bidang industri petrokimia

Sistem perpajakan dan kepabeanan yang mendukung integrasi industri petrokimia

2. Di bidang perbaikan pola umum pemberian fasilitas, kemudahan dan/atau insentif,

diarahkan pada ;

Pemberian insentif diberikan untuk mendorong daya saing dan mempromosikan

kegiatan penanaman modal di bidang industri petrokimia yang strategis dan

berkualitas

Pemberian fasilitas, kemudahan, dan/atau insentif PM diberikan pada industri

petrokimia sebagai industri pionir dan prioritas tinggi

Mempertimbangkan klasifikasi wilayah dalam rangka mendorong persebaran dan

pemerataan penanaman modal di bidang industri petrokimia

Pemerintah daerah dapat memberikan insentif fiskal daerah dan kemudahan lainnya

yang mendorong terintegrasinya industri petrokimia

3. Di bidang penanaman modal yang berwawasan lingkungan (green investment)

Bersinergi dengan program pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) terutama yang

terkait sektor kehutanan, energi, dan limbah yang dihasilkan oleh emisi limbah industri

petrokimia

Pemberian fasilitas, kemudahan, dan insentif kepada kegiatan penanaman modal yang

mampu melakukan efisiensi energi dan menggunakan teknologi rendah emisi serta

pengaturan perdagangan karbon (carbon trade) terkait dengan pengelolaan emisi

industri petrokimia

4. Untuk pemberdayaan UMKM terutama yang terkait dengan sektor industri petrokimia

Strategi Naik Kelas, mendorong munculnya usaha mikro kecil dan menengah yang

terkait dengan rantai nilai dalam industri petrokimia

Strategi Aliansi Strategis, memperkuat keterikatan dalam berbagai bidang usaha –

menjadikan industri petrokimia sebagai supporting industry dan mendorong

standarisasi.

5. Di bidang persebaran penanaman modal

Pengembangan klaster industri Petrokimia diarahkan di luar pulau Jawa yang

berdekatan dengan sumber bahan baku dan pasar

Page 59: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

52

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Pemberian fasilitas, kemudahan, dan insentif penanaman modal di bidang industri

petrokimia di luar Pulau Jawa

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan strategis, antara lain dengan pola

pendekatan KEK

Pengembangan sumber energi yang bersumber dari energi baru dan terbarukan di luar

Pulau Jawa untuk mendorong integrasi industri petrokimia

Percepatan pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa untuk mengembangkan

industri petrokimia

Pemberian fasilitas, kemudahan, dan insentif penanaman modal bagi penanam modal

yang membangun infrastruktur dan energi yang mendorong percepatan integrasi dan

pengembangan industri petrokimia

6. Fokus pengembangan industri petrokimia diarahkan pula pada perluasan pengembangan

kebutuhan pangan, infrastruktur dan energi

Industri petrokimia untuk pengembangan pangan

Industri petrokimia sebagai pionir pembangunan infrastruktur

Industri petrokimia sebagai anchor dalam pengembangan dan penyediaan energi

Didukung oleh pengembangan industri lain di sektor primer, sekunder, dan tersier yang

terkait untuk mewujudkan integrasi industri petrokimia

7. Untuk promosi penanaman modal di bidang industri petrokimia

Penguatan image building sebagai negara tujuan penanaman investasi industri

petrokimia

Pengembangan strategi promosi yang lebih fokus, terarah dan inovatif

Kegiatan promosi dilaksanakan untuk pencapaian target investasi industri petrokimia

yang telah ditetapkan

Peningkatan peran koordinasi promosi penanaman modal di bidang industri

petrokimia dengan seluruh kementerian/lembaga terkait di Pusat maupun di Daerah

Penguatan peran fasilitasi hasil kegiatan promosi secara pro aktif

Untuk mencapai visi dan misi pengembangan industri petrokimia tertintegrasi serta sesuai arah

kebijakan pengembangan yang sudah diuraikan diatas maka strategi pengembangan invsetasi yang

perlu dilakukan adalah sebagai berikut ;

4.3.1 Strategi Jangka Pendek (Crash Program)

Strategi jangka pendek yang direncanakan dalam rangka pengembangan investasi industri

petrokimia adalah mendorong investasi pada industri hulu Petrokimia yang cepat menghasilkan

bahan baku / setengah jadi bagi industri lainnya dan investasi pada infrastruktur penunjang klaster

industri, yang ditempuh dengan:

Membuka hambatan (debottlenecking) dan memfasilitasi penyelesaian persiapan proyek-

proyek besar dan strategis sektor industri petrokimia hulu.

Page 60: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

53

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Menata dan mengintensifkan strategi promosi penanaman modal ke negara-negara

potensial.

Memperbaiki citra Indonesia sebagai negara tujuan investasi di sektor industri petrokimia.

Mengidentifikasi proyek-proyek penanaman modal industri petrokimia di daerah yang siap

ditawarkan dan dipromosikan sesuai dengan daya lingkungan hidup dan karakteristik

daerah.

Menggalang kerjasama dengan Pemerintah Daerah yang pro bisnis.

Melakukan berbagai terobosan kebijakan terkait dengan penanaman modal di sektor

industri petrokimia hulu.

4.3.2 Strategi Jangka Menengah

Strategi jangka menengah yang dapat direncanakan dalam rangka pengembangan investasi

industri petrokimia adalah fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur fisik, diversifikasi

dan konversi sumber energi dan bahan baku serta peningkatan kualitas SDM yang dibutuhkan, hal

ini daapt dilakukan melalui :

Prioritas peningkatan kegiatan penanaman modal perlu difokuskan pada percepatan

pembangunan infrastruktur fisik dan energi melalui skema Kerjasama Pemerintah-Swasta

(KPS)

Melakukan pembaharuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

penanaman modal dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur dan energi

terutama yang mendukung klaster industri petrokimia;

Pemberian fasilitas, kemudahan, dan/atau insentif penanaman modal untuk kegiatan-

kegiatan penanaman modal yang mendukung pengimplementasian kebijakan petrokimia

nasional

Penyiapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pendukung dalam rangka

pengembangan energi di masa datang.

4.3.3 Strategi Jangka Panjang

Strategi Jangka Panjang investasi adalah melalui pengembangan investasi serta inovasi

berteknologi tinggi pada industri petrokimia skala besar yang terintegrasi (dari hulu ke hilir), hal ini

dapat dicapai melalui :

Pemetaan lokasi pengembangan klaster industri petrokimia termasuk penyediaan

infrastruktur yang mencukupi termasuk pemberian fasilitas, kemudahan, dan/atau insentif

penanaman modal di pusat dan daerah;

Page 61: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

54

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Pemetaan potensi sumber daya dan value chain distribusi untuk mendukung

pengembangan klaster-klaster industri petrokimia dan pengembangan ekonomi;

Koordinasi penyusunan program dan sasaran kementerian/lembaga teknis dan instansi

penanaman modal di pusat dan daerah dalam mendorong industrialisasi petrokimia skala

besar;

Pengembangan sumber daya manusia yang handal dan memiliki keterampilan (talent

worker).

Mempersiapkan kebijakan dan peraturan dalam rangka mendorong kegiatan penanaman

modal yang inovatif, mendorong pengembangan penelitian dan pengembangan (research

and development), menghasilkan produk berteknologi tinggi, dan efisiensi dalam

penggunaan energi;

Membangun citra sebagai negara industri yang ramah lingkungan;

Mendorong Pemerintah Daerah membangun kawasan ekonomi berbasis teknologi tinggi

(technopark).

4.4 Analisis Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

4.4.1 Tujuan Investasi

Setelah mengalami tekanan krisis ekonomi global yang dimulai pada kuartal IV tahun 2008. Pada

awal tahun 2009 industri petrokimia di Indonesia mulai menunjukkan pemulihan. Bahkan pada

tahun 2010 industri petrokimia mampu tumbuh 4,46% dari tahun sebelumnya. Salah satu indikasi

berkembangnya industri petrokimia, tercermin dari meningkatnya konsumsi bahan baku plastik

yang dihasilkan industri petrokimia hulu olefin. Oleh karena itu, produsen petrokimia hulu olefin,

aromatik maupun yang berbasis gas alam (C1) merencanakan untuk menambah kapasitas produksi

dengan tujuan untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan.

Indikator penting lainnya dari pemulihan industri ini adalah pada tren investasi industri

manufaktur, sepanjang tahun 2011 (hingga Sep-11) industri petrokimia masuk dalam 2 besar

industri manufaktur dengan nilai investasi terbesar bersama dengan metal, mesin dan elektronik

dengan total investasi mencapai Rp 1,2 triliun. Dalam level yang lebih mikro indikasi adanya

eskpansi di tingkat produksi dapat dilihat dari langkah Chandra Asri (CA) milik Barito Pacific yang

sedang melakukan studi kelayakan (prefeasibility study) untuk membangun naphta cracker

berkapasitas 300.000 barel per hari senilai US$ 5-7 miliar yang terintegrasi dengan plant olefin

center di Cilegon, Banten. Untuk pengadaan minyak mentah rencananya akan dipasok Aramco

dengan jangka waktu kontrak sedikitnya 15 tahun.

Salah satu langkah awal yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah dan pelaku industri

petrokimia adalah investasi kapasitas produksi baik melalui pembangunan unit plant baru maupun

Page 62: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

55

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

perluasan fasilitas produksi yang sudah ada. Tujuan dari investasi ini sendiri adalah dalam rangka

memperkuat struktur hulu industri petrokimia melalui penyediaan alternatif bahan baku yang

memadai dari segi jumlah dan kualitas.

No Produk Kapasitas Saat Ini

Proyeksi Kebutuhan

2015

Proyek yang Diusulkan

Kapasitas yang Direncanakan

2015

1 Minyak Mentah

950,000 Barrel/hari

1,900,000 Barrel/hari

Pengembangan produksi sumur tua, Impor minyak mentah 900,000 barrel/hari

1,900,000 Barrel/hari

2 Gasoline/ fuel

45,000,000 KL/tahun

62,370,000 KL/tahun

Membangun kilang terintegrasi 3 x 300,000 barrel/hari

63,282,000 KL/tahun

3 Ethylene 600,000 Ton/tahun

1,440,000 Ton/tahun

Membangun cracker naphtha baru 1,000,000 ton /tahun ethylene

1,600,000 Ton/tahun

4 Propylene 540,000 Ton/tahun

1,160,000 Ton/tahun

Membangun cracker naphtha baru 1,000,000 ton /tahun ethylene

1,334,000 Ton/tahun

5 Paraxylene 750,000 Ton/tahun

1,250,000 Ton/tahun

Membangun pabrik aromatik baru 500,000 Ton/tahun paraxylene

1,250,000 Ton/tahun

6 Condensate 100,000 Barrel/hari

100,000 Barrel/hari

Mengoptimalkan penggunaan pabrik

100,000 Barrel/hari

7 Naphtha 7,714,000 Ton/tahun

Membangun cracker naphtha baru 1,000,000 ton /tahun ethylene

7,758,000 Ton/tahun

Berdasarkan estimasi kebutuhan diatas maka dapat ditentukan kebutuhan investasi yang

diperlukan untuk memperkuat struktur produksi industri petrokimia di Indonesia. Dalam kajian ini

akan dilakukan suatu analisis investasi sederhana untuk menghitung tingkat kelayakan investasi

tersebut dengan fokus utama pada kelayakan secara finansial. Dalam proses analisis kelayakan

investasi, evaluasi aspek keuangan ini hanya merupakan aspek awal namun merupakan muara

bagian penting yang akan mendukung aspek-aspek lainnya. Sehingga dari analisis awal tersebut

akan menghasilkan indikasi kuantitatif dan kualitatif apakah analisis industri petrokimia ini layak

atau tidak untuk dilanjutkan.

Tabel 4.1. Kebutuhan Bahan Baku dan Produksi Industri Petrokimia Hingga tahun 2015

Diproyeksikan hingga akhir tahun 2015 kebutuhan bahan baku naptha industri petrokimia nasional akan

mencapai 7,7 juta ton, yang berasal dari 1,9 juta barel minyak per hari. Sementara untuk condensate

diproyeksikan kebutuhannya akan mencapai 100 ribu barel pe hari. (sumber : Diolah dari berbagai

sumber)

Page 63: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

56

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

4.4.2 Metode Cost Benefit Analysis (CBA)

Evaluasi kelayakan pengembangan industri petrokimia dari aspek investasi dapat dilakukan dengan

metode Cost Benefit Analysis. Metode Cost Benefits Analysis adalah metode yang dapat

mengidentifikasi dan mengkonversikan komponen-komponen biaya-biaya dan manfaat-manfaat

yang dihasilkan oleh proyek investasi ke dalam nilai ekonomis atau moneter. Kemudian kita

analisis kelayakan ekonomisnya memanfaatkan alat-alat analisis finansial yang ada seperti Payback

Period, Net Present Value, Return On Investment dan Internal Rate of Return. Dari hasil analisis

tersebut dapat ditetapkan apakah proyek investasi Petrokimia tersebut dapat diterima atau tidak.

Di dalam bab ini, kelayakan proyek pembangunan industri petrokimia di beberapa wilayah di

Indonesia diuji dengan menggunakan metode ini. Kajian ini menggunakan beberapa asumsi di

antaranya adalah sebagai berikut:

nilai investasi adalah nilai perkiraan yang dibutuhkan untuk membangun suatu pabrik

nilai investasi sudah memasukkan perkiraan biaya tanah dan infrastruktur pendukung

biaya-biaya administrasi, hukum dan perizinan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan

jadwal investasi tidak mempengaruhi nilai investasi

a. Kebutuhan Investasi

Pembangunan industri petrokimia terutama difokuskan untuk pemenuhan bahan baku yang

dilaksanakan dengan beberapa langkah yaitu pengalokasian gas untuk industri petrokimia dalam

neraca gas nasional 2010-2025, rencana pembangunan refinery untuk memenuhi kebutuhan

nafta, dan penggunaan bahan baku alternatif gasifikasi batubara dan biofeedstock. Biaya investasi

yang diperlukan untuk pembangunan pabrik petrokimia adalah sebagai berikut:

No Pabrik Kapasitas Sekarang

Proyeksi Kapasitas 2015

Action Plan 2015 Biaya

Investasi (US$)

1 Refinery 1,000,000 Barrel/hari

1.900,000 Barrel/hari

Membangun Refinery 900,000 Barrel/hari berkapasitas 3X300 .000 Barrel/hari

15 Miliar

2 Olefin Plant 600,000 (ton/tahun)

1,600,000 ton/tahun

Membangun pabrik Olefin 1,000,000 ton/Tahun

2 Miliar

3 Aromatic Plant 750,000 (ton/tahun)

1,250,000 Ton/tahun

Membangun pabrik Aromatic 500,000 ton/tahun

1 Miliar

4 Condensate splitter

100,000 Barrel/hari

100.000 Barrels/hari

Mengoptimalkan penggunaan pabrik yang ada

0

Total Investasi 18 Miliar

Tabel 4.2. Total Kebutuhan Investasi Kilang Minyak Terintegrasi

Diproyeksikan kebutuhan investasi untuk pengembangan kilang minyak terintegrasi dengan petrokimia

plant mencapai US$ 18 miliar (sumber : Diolah dari berbagai sumber)

Page 64: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

57

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

b. Dukungan Infrastruktur

Adapun infrastruktur yang saat ini sudah dibangun dan disediakan oleh pemerintah di lokasi-lokasi

sebagai berikut:

c. Manfaat dan Biaya (Finansial)

Komponen manfaat atau dalam hal ini dapat disebut pula sebagai efektivitas yang didapat dari

sebuah sistem industri petrokimia dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Manfaat atau efektifitas yang didapat dari peningkatan aktivitas produksi industri

Petrokimia.

2. Manfaat atau efektifitas yang didapat dari pengurangan biaya produksi industri Petrokimia.

3. Manfaat atau efektifitas yang didapat dari peningkatkan perencanaan dan pengendalian

manajemen.

4. Manfaat atau efektifitas yang didapat dari peningkatkan penyerapan tenaga kerja

5. Manfaat atau efektifitas yang didapat dari peningkatkan penerimaan negara yang berasal

dari pajak

Manfaat atau efektifitas dari sebuah proyek investasi dapat juga diklasifikasikan dalam dua bentuk

yaitu : tangible benefits dan intangible benefits

Tangible Benefits atau manfaat keuntungan yang berwujud adalah keuntungan penghematan-

penghematan atau peningkatan-peningkatan di dalam perusahaan yang dapat di ukur secara

kuantitatif dalam bentuk satuan nilai moneter/uang.

Lokasi Pelabuhan Jalan

Banten - Pelabuhan Merak, - Pelabuhan milik PT. Chandra

Asri s.d. 10.000 DWT

Terdapat akses jalan dari dan ke pelabuhan

Tuban Kapasitas pelabuhan sebesar 185.000 DWT dan 40.000 DWT

Terdapat akses jalan dari dan ke pelabuhan

Bontang Kapasitas pelapuhan milik PT. Pupuk Kaltim s.d. 40.000 DWT

Sedang dibangun jalan tol Balikpapan-Sangata

Muara Enim Tanjung Api-Api Rencana proyek jalur KA Muara Enim – Tanjung Api-api 300 km

Tabel 4.3. Kondisi Infrastruktur di Wialayah Target Klaster Industri

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pegembangan suatu klaster industri petrokimia

adalah daya dukung infrastruktur khususnya dalam hal penyediaan sumber energi, pelabuhan, jalan dan

air baku industri dan lainnya (sumber : Diolah dari berbagai sumber)

Page 65: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

58

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

Hal yang termasuk diantaranya adalah : keuntungan dari pengurangan biaya operasional,

keuntungan dari pengurangan biaya proses produksi, keuntungan dari pengurangan biaya

transportasi, keuntungan akibat peningkatan produksi, keuntungan akibat pengurangan biaya

persediaan, dan keuntungan akibat penambahan pajak.

Intangible Benefits atau manfaat keuntungan yang tidak berwujud adalah nilai keuntungan yang

sulit atau tidak mungkin di ukur dalam bentuk satuan nilai moneter/uang. Diantaranya adalah

seperti : keuntungan akibat peningkatan penyerapan tenaga kerja dan keuntungan akibat

peningkatan pengambilan keputusan manajerial yang lebih baik. Intangible benefits sulit untuk

diukur dalam satuan nilai moneter/uang, karena itu cara pengukurannya dapat dilakukan dengan

menggunakan penaksiran.

d. Analisis terhadap Kinerja Ekonomi Sektor Industri Petrokimia

Pendekatan untuk memperoleh gambaran tentang kinerja ekonomi sektor Industri petrokimia

mencakup hal-hal sebagai berikut: (i) kontribusi terhadap PDB dan pendapatan devisa yang

mencakup value added di sektor industri petrokimia, besarnya komponen upah dalam value

added, kemampuan ekspor dan ketergantungan impor; (ii) efek pemerataan dari input keterkaitan

antar industri

e. Kontribusi terhadap PDB dan Pendapatan Devisa

Pengukuran besaran-besaran yang diperlukan untuk memperkirakan kontribusi sektor Petrokimia

dari data statistik yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik secara tajam tidak dilakukan dalam

analisis investasi ini, karena pada tingkat pengelompokan terkecil pun komponen industri

petrokimia tidak dapat dipisahkan dengan tajam.

f. Proyeksi Keuangan

Setelah komponen biaya dan manfaat diketahui, maka cost benefits analysis bisa dilakukan untuk

menentukan apakah proyek pengembangan industri petrokimia layak atau tidak. Dalam analisa

suatu investasi, terdapat dua aliran kas, aliran kas keluar (cash outflow) yang terjadi karena

pengeluaran-pengeluaran untuk biaya investasi, dan aliran kas masuk (cash inflow) yang terjadi

akibat manfaat yang dihasilkan oleh suatu investasi. Aliran kas masuk atau yang sering dikatakan

pula sebagai proceed, merupakan keuntungan bersih sesudah pajak ditambah dengan depresiasi

(bila depresiasi masuk dalam komponen biaya).

Adapun metode-metode yang digunakan dalam cost benefits analysis diantaranya adalah payback

period method

Asumsi harga yang digunakan adalah:

1. Harga minyak mentah per barrel adalah $100 / barrel

2. Harga naphta per barrel adalah $1400 / barrel

3. Harga olefin per ton adalah $1500 / ton

Page 66: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

59

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

4. Harga aromatik per ton adalah $1200 / ton

5. Inflasi sebesar 5%, biaya operasional 70%, dan kapasitas maksimum adalah 80%

Perhitungan proyeksi keuangan investasi petrokimia terintegrasi adalah sebagai berikut :

G. Kesimpulan Investasi

Berdasarkan model proyeksi di atas, maka pembangunan klaster Industri Petrokimia secara

terintegrasi dapat mencapai Payback Periods pada tahun 2016, dengan asumsi bahwa proyek ini

dilaksanakan secara serempak dan selesai pada akhir tahun 2012.

Tabel 4.4. Proyeksi Keuangan Investasi Industri Petrokimia

Dengan menggunakan analisa cost/benefit dan mengacu pada beberapa asumsi asumsi dasar maka

diperoleh hasil bahwa pembangunan klaster industri petrokimia terintegrasi adalah layak. (sumber :

Analisa penulis)

Page 67: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

60

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

• Industri petrokimia merupakan salah satu industri strategis yang tergambar jelas dari

posisinya dalam struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia dengan kontribusi terhadap

industri pengolahan non migas sebesar lebih dari 12,5%. Posisi strategis ini juga mengingat

input dan output yang dihasilkan terkait erat dengan rantai nilai industri lain seperti

pertambangan, perumahan, pangan, sandang, fine chemicals secara langsung dan industri alat

transportasi, telekomunikasi dan lain-lainnya secara tidak langsung. Fundamental industri

petrokimia Indonesia sangat diuntungkan oleh kondisi potensi bahan baku berupa minyak dan

gas bumi dan potensi pasar di dalam negeri yang cukup besar.

• Secara horizontal industri petrokimia dapat dibagi menjadi 3 lini utama berdasarkan teknis

proses produksi dan produknya yaitu industri berbasis metana, olefin dan aromatik.

Sementara itu secara vertikal industri petrokimia dapat dibagi menjadi industri hulu (upstream

industry), industri antara (intermediate industry) dan industri hilir (downstream industry).

Industri petrokimia khususnya di hulu mempunyai sifat high investment, high technology, high

risk, dan low profit.

• Industri petrokimia masih menghadapi banyak permasalahan kompleks yang bersumber dari

belum adanya integrasi strategi di semua lini. Kondisi ini menimbulkan berbagai persoalan

baru mulai dari masalah shortage bahan baku, revitalisasi pabrik tua, infrastruktur hingga

masalah penguasaan R&D dan lainnya.

• Untuk menciptakan daya saing dan kemandirian industri diperlukan satu bentuk kerjasama

antar semua stakeholder pada industri hulu – hilir. Konsep strategi pengembangan industri

petrokimia yang tepat digunakan adalah integrasi berbasis klaster.

• Langkah integrasi berbasis klaster akan memberikan nilai tambah melalui peningkatan

efisiensi, profitabilitas dan pemanfaatan maksimal atas faktor input dan output. Lebih lanjut,

melalui pendekatan klaster akan tercipta peningkatan keunggulan komparatif menjadi

keunggulan kompetitif yang ditandai dengan peningkatan kompetensi inti (distinctive

competence) di semua rantai nilai industri pertrokimia.

• Dalam membangun konsep integrasi industri petrokimia berbasis klaster adalah sangat

penting untuk memperhatikan karakteristik dan sifat dasar dari industri. Pengembangan

industri petrokimia hulu perlu dipelopori oleh pemerintah atau melalui kerjasama antara

pemerintah dengan swasta.

Page 68: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

61

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

• Peran pemerintah menjadi lebih penting sebab pemerintah dituntut mampu mengarahkan

integrasi industri secara tepat agar tidak menjurus pada “negative concentration” dalam

bentuk monopoli, distorsi pasar, dan ketimpangan wilayah (klaster dan non klaster).

• Dalam konteks produksi, integrasi industri dapat diarahkan melalui integrasi antara kilang

minyak dengan pabrik petrokimia. Meskipun akan memberikan benefit besar namun

tantangan yang dihasapi juga cukup besar diataranya ; hambatan teknis operasi, kompleksitas

distribusi dan pemasaran, fleksibilitas biaya operasional hingga sinergi antara perencanaan

dan operasional.

• Analisa investasi menggunakan metode Cost Benefit Analysis menunjukkan bahwa

pembangunan dan penambahan kapasitas produksi pada klaster Industri Petrokimia secara

terintegrasi dapat mencapai payback periods pada tahun 2016, dengan asumsi bahwa proyek

ini dilaksanakan secara serempak dan selesai pada akhir tahun 2012.

Rekomendasi

• Berangkat dari identifikasi terhadap faktor-faktor kritis dalam analisa SWOT serta dengan

memperhatikan major issues yang dikemukakan diatas maka, diperlukan satu strategi yang

komprehensif mencakup strategi mulai dari level bahan baku (feedstock), industri, teknologi,

investasi, dan pengembangan pasar.

• Pada level strategi bahan baku strategi harus difokuskan pada terjaminnya pasokan bahan

baku industri dari hulu – hilir secara tepat dan ekonomis. Hal ini akan sejalan dengan strategi

level industri yang difokuskan pada penguatan struktur industri ke sisi hulu melalui

peningkatan utilisasi produksi.

• Untuk strategi level teknologi ; strategi perlu diarahkan pada pengembangan kemampuan

industri dalam negeri melalui penguatan R&D dan transfer knowledge menuju terciptanya

industri petrokimia yang ramah lingkungan (green industri). Strategi penguasaan dan

pengembangan pasar perlu diarahkan pada pengamanan supply dan demand pasar domestik

dan secara bertahap mengembangkan produk industri untuk bersaing di pasar internasional.

• Sementara untuk strategi level dukungan infrastruktur perlu difokuskan pada penyediaan

sarana dan prasarana pendukung utama pembentukan klaster petrokimia yang terdiri dari

energi – listrik, air baku industri, dan transportasi – jalan dan pelabuhan.

• Khusus dalam konteks strategi level investasi fokus utama strategi pengembangan adalah

pada perbaikan iklim investasi secara menyeluruh dan percepatan realisasi investasi pada

klaster-klaster industri petrokimia. Dalam rencana strategi pengembangan investasi industri

petrokimia yang terintegrasi dibutuhkan satu kesinambungan strategi dengan mengacu pada

tiga periode jangka pendek (crash program), jangka menengah dan jangka panjang yang

dilakukan secara simultan.

Page 69: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

62

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

• Dalam strategi jangka pendek pengembangan investasi industri petrokimia adalah untuk

mendorong industri hulu petrokimia yang cepat menghasilkan bahan baku dan barang

setengah jadi bagi industri lainnya dan mempercepat penyiapan infrastruktur penunjang.

• Dalam jangka menengah strategi pengembangan investasi industri Petrokimia difokuskan

pada percepatan pembangunan infrastruktur fisik, diversifikasi dan konversi energi serta

peningkatan kualitas SDM dan teknologi.

• Sementara dalam strategi jangka panjang pengembangan investasi industri petrokimia

diarahkan pada strategi pengembangan investasi industri skala besar yang terintegrasi

(upstream -> downstream) dan investasi pada inovasi industri berteknologi tinggi.

Page 70: PERENCANAAN PENGEMBANGAN INVESTASI INDUSTRI PETROKIMIA TERINTEGRASI 2011.pdf

Ka

63

Perencanaan Pengembangan Investasi Industri Petrokimia Terintegrasi

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur - 2011

DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (2010). Pengembangan Investasi Industri Petrokimia

berbasis C1 dan turunannya. Jakarta - BKPM

Charles W.L. Hill dan Gareth R. Jones. (2008). Strategic Management: An Integrated Approach, 9th

Edition. Texas: South-Western Cengage Learning.

Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur. (2011). Pengembangan Investasi Industri Petrokimia

Terintegrasi – Olefin. Jakarta

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (2010). Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset

dengan Industri. Jakarta

Media data (2010). Progress Industri Petrokimia di Indonesia. Jakarta – PT Media Data Riset

Nugroho, B.P. (2011). Panduan Pengembangan Klaster Industri. Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi

Teknologi : BPPT.

Peraturan Menteri Perindustrian (2010). Peraturan Menteri Perindustrian 14/M-IND/PER/1/2010

Tentang Roadmap Pengembangan Klaster Industri Petrokimia. Jakarta

Peraturan Presiden Republik Indonesia (2008). Peraturan Presiden Republik Indonesia No.28

Tahun 2008 Tentang Kebijakan Industri Nasional. Jakarta

Porter, M.E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. New York : The Free Press.

Taufik, Tatang (2008). Pemikiran Dibalik Klaster Industri.

http://klasterindustri.blogspot.com/2008/12/pemikiran-di-balik-klaster-industri.html

Wheeler, Foster. (2008). Petrochemicals and Refining : A Changing Business Model ?. Bahrain : ME

Petrotech 2008, 25-28 May.

www.arabianoilandgas.com. “World's 10 largest petrochemicals companies”