perencanaan bangunan pelimpah pada...
TRANSCRIPT
PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH
PADA EMBUNG DI PERKEBUNAN BUNGAMAYANG
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII
PANJI PRASETYO WICAKSONO
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Bangunan
Pelimpah pada Embung di Perkebunan Bungamayang PT. Perkebunan Nusantara
VII adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Panji Prasetyo Wicaksono
NIM F44100018
ABSTRAK
PANJI PRASETYO WICAKSONO. Perencanaan Bangunan Pelimpah pada
Embung di Perkebunan Bungamayang, PT. Perkebunan Nusantara VII.
Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO.
Pabrik Gula Bungamayang, PT. Perkebunan Nusantara VII merupakan salah
satu perkebunan tebu yang pemenuhan kebutuhan airnya memanfaatkan embung.
Adanya permasalahan pada petak 093 Afdeling 09 Rayon II, hujan menyebabkan
limpasan air embung menuju jalan inspeksi sehingga jalan menjadi sulit dilalui.
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu merencanakan bangunan pelimpah pada
desain embung untuk menjada ketinggian muka air normal tetap stabil. Secara
umum, tahapan penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu analisis pendahuluan
(analisis debit rencana) dan penelitian utama analisis perhitungan gorong-gorong,
dan saluran. Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan maka
diperoleh pada Petak 093 Afdeling 09 Rayon II menghasilkan debit banjir rencana
periode ulang 25 tahun sebesar 2.96 m3/dtk sehingga digunakan gorong-gorong
pipa bulat beton berjajar (double) sebagai saluran pembuang air dengan diameter
tengah masing-masing 0.80 m dan spasi 0.40 m. Kemudian air yang masuk
melalui gorong-gorong diteruskan saluran sepanjang 1.85 m dan peredam energi
(kolam olak) berdimensi 4.70 m × 2.00 m..
Kata kunci: bangunan pelimpah, debit banjir, embung, gorong-gorong
ABSTRACT
PANJI PRASETYO WICAKSONO. Spillway Design Of Small Dam At
Bungamayang Plantation, PT. Perkebunan Nusantara VII. Supervised by M.
YANUAR JARWADI PURWANTO.
Pabrik Gula Bungamayang, PT. Perkebunan Nusantara VII is one of the
sugar cane plantations that the fulfillment of water use reservoir. There’s problem
at Petak 093 Afdeling in Rayon II, where the rain caused reservoir water runoff
towards to the inspection so that the path becomes difficult pass. As for the goal
of this research is planning a spillway of reservoir design so that the normal
storage of reservoir constants. Generally, this research was divided into two steps
there were preliminary research (flood discharge analysis) and primary research
include the analysis of spillway and open channel. Based on observed and
researched at Petak 093 Afdeling 09 Rayon II was gained the 25 years return
period of flood discharge is 2.96 m3/s by means of used a double circular culvert
each 0.80 m of diameter with a space of 0.40 m. Then the flow of water that pass
through the culvert continued toward to the 1.85 m of open channel and 4.70 ×
2.00 m of basin.
Keywords: spillway, flood discharge, small dam, circular culvert
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH
PADA EMBUNG DI PERKEBUNAN BUNGAMAYANG
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII
PANJI PRASETYO WICAKSONO
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Perencanaan Bangunan Pelimpah pada Embung di Perkebunan
Bungamayang PT. Perkebunan Nusantara VII
Nama : Panji Prasetyo Wicaksono
NIM : F44100018
Disetujui oleh
Dr Ir M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS, IPM.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
serta hidayah-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang
berjudul Perencanaan Bangunan Pelimpah pada Embung di Perkebunan
Bungamayang PT. Perkebunan Nusantara VII. Skripsi ini dibuat sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan
sebagai laporan kegiatan kepada PTPN VII Perkebunan Bungamayang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah
memberikan dorongan dan bantuan berupa doa, jasa, maupun saran dalam
peneltian ini, yaitu :
1. Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya skripsi ini
dapat diselesaikan
2. Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS., IPM selaku dosen pembimbing
program studi dan tugas akhir (skripsi)
3. Bapak Ir. Sukarnoto, MM. selaku General Manajer PG. Bungamayang dan
Bapak Ir. Syukur HK selaku Manajer Tanaman PG. Bungamayang
4. Bapak Ali Badami selaku asisten kepala pelayanan teknik PG.
Bungamayang
5. Bapak M. Ivan Alisan, SP. dan Alhamdi Zyan Arfit, SP selaku
pembimbing lapang dalam penelitian ini
6. Seluruh karyawan dan rekan-rekan di PG. Bungamayang PTPN VII atas
waktu dan ketersediaannya kepada penulis.
7. Bapak, Ibu, Kakak, Adik dan seluruh kerabat penulis di Bogor yang telah
memberikan semangat, doa dan dukungan kepada penulis.
8. Trias Megantoro, Melvin Classy, Agi Hadinata, Chandra Yuwana, Fasih
Huda, Zulkifli Faizal, Dian Puspa, Ratu Rima Novia ,Titiek Ujianti, Gusti
Ngurah, dan rekan-rekan SIL (Sipil dan Lingkungan) 2010 yang selalu
memberi semangat dan bantuan dalam kelas perkuliahan selama tiga tahun
dan pengerjaan skripsi ini.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Bogor, Juli 2014
Panji Prasetyo Wicaksono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Curah Hujan dan Debit Rencana 2
Tipe Bendung 3
Gorong-gorong 4
Bangunan Peredam Energi 5
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Bahan 7
Alat 7
Prosedur Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Kondisi Embung dan Pelimpah Petak 093 Afdeling 09 Rayon II 15
Analisis Debit Banjir Rencana 17
Analisis Dimensi Gorong-gorong Petak 093 Afdeling 09 Rayon II 24
Persyaratan Material 27
Konstruksi 28
Persiapan Dasar 29
Perhitungan terhadap Erosi 30
Analisis Perencanaan Bangunan Peredam Energi 30
SIMPULAN DAN SARAN 41
Simpulan 41
Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 43
RIWAYAT HIDUP 49
DAFTAR TABEL
1 Hasil pengukuran Embung Petak 093 dan daerah tangkapan air (DTA) 16
2 Data curah hujan harian maksimum Stasiun Bungamayang 17
3 Parameter statistik 17
4 Distribusi sebaran metode Gumbel Tipe I 19
5 Distribusi frekuensi metode Log Pearson Tipe III 19
6 Distribusi sebaran metode Log Pearson Tipe III 20
7 Distibusi sebaran metode Log Normal 20
8 Rekapitulasi curah hujan rencana 20
9 Syarat penggunaan jenis sebaran 21
10 Uji keselarasan sebaran dengan chi kuadrat 22
11 Uji keselarasan sebaran Smirnov – Kolmogorov 22
12 Debit banjir rencana metode rasional 24
13 Kebutuhan dimensi gorong-gorong berdasarkan debit periode ulang 25
14 Ketentuan agregat kasar lolos saringan 27
15 Ukuran tulangan untuk pipa beton standar 28
16 Koordinat penampang ambang embung peredam energi bagian hilir 33
DAFTAR GAMBAR
1 Limpasan air embung ke jalan inspeksi 2
2 Ilustrasi bendung tipe urugan tanah 3
3 Ilustrasi bendung tipe beton (concrete) 4
4 Penempatan saluran di bawah bendung urugan 4
5 Skema sebuah tipe bangunan pelimpah pada bendung 5
6 Tahap pelaksanaan penelitian 6
7 Lokasi perencanaan pelimpah pada Embung Petak 093 Rayon II 7
8 Pengukuran topografi embung dengan theodolite 8
9 Tampilan utama dari Mapsource GPS Garmin 9
10 Skema penampang denah dan potongan pada saluran peredam energi 11
11 Saluran pengarah aliran dan pengatur debit pada peredam energi 11
12 Denah saluran transisi 13
13 Blok muka dan ambang ujung hilir kolam olak 14
14 Embung sebagai pemenuhan kebutuhan air irigasi tebu 15
15 Kondisi saluran pelimpah pada Petak 093 menuju Petak 094 16
16 Hasil pengolahan data dengan Mapsource 16
17 Ring tambahan dan timbunan pada gorong-gorong 25
18 Potongan memanjang gorong-gorong pipa bulat Petak 093 Rayon II
dalam satuan meter
26
19 Potongan melintang gorong-gorong pipa bulat Petak 093 Rayon II
dalam satuan meter
26
20 Denah gorong-gorong pipa bulat Petak 093 Rayon II 26
21 Penulangan pipa bulat pada gorong-gorong 28
22 Metode perlindungan gorong-gorong terhadap erosi 30
23 Saluran pengarah aliran dan pengatur debit pada peredam energi 32
24 Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur
debit
33
25 Skema aliran pada mercu peredam energi 34
26 Penampang melintang saluran pengatur 36
27 Saluran transisi bagian hulu peredam energi 36
28 Skema penampang memanjang aliran pada saluran transisi 37
29 Blok muka dan ambang ujung hilir kolam olak Petak 093 Rayon II 39
30 Penampang air pada bangunan peredam energi 40
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Reduced Mean (Yn), Tabel Reduced Standard Deviations (Sn),
Tabel Reduced Variate (YT)
43
2 Tabel Nilai Kt untuk Distribusi Log Pearson Tipe III 44
3 Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Normal dan Nilai Delta
Kritis Smirnov – Kolmogorov
45
4 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Keselarasan Chi Kuadrat 46
5 Tabel Koefisien Kehilangan Tinggi Energi (Ʃ) pada Gorong-gorong 47
6 Standar Gorong-gorong Pipa Bulat Petak 093 Rayon II Perkebunan
Bungamayang
48
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkebunan Bungamayang, PT. Perkebunan Nusantara VII merupakan salah
satu perkebunan tebu lahan kering, yaitu perkebunan tebu yang pemenuhan
kebutuhan airnya dengan memanfaatkan curah hujan. Tanaman tebu tergolong
dalam kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas monocotyledoneae, ordo
glumaceae, famili graminae, genus Saccharum, spesies Saccharum officinarum
(Siregar, 2009).
Di dalam budidaya tebu, air sangat dibutuhkan sesuai dengan fase
kehidupannya. Tebu memerlukan lebih banyak air pada masa pertumbuhan
dibanding masa tua dan panen. Air pada tanaman tebu dibutuhkan dalam
mengaktivasi perkecambahan dan menunjang fotosintesis. Namun, dengan curah
hujan sekitar 2500 mm per tahun dengan hari hujan ± 150 hari pertahun budidaya
tebu tidak bisa bergantung kepada curah hujan dan harus diairi dengan air irigasi.
Diperlukan tambahan air berupa air dari embung di sekitar lahan dalam
menunjang pertumbuhan tanaman tebu secara optimal, terutama pada masa awal
tanam untuk merangsang perkecambahan. Terdapat sekitar 273 embung di
Perkebunan Bungamayang dengan luas 623 Ha dan kedalam efektif rata-rata 1,89
m yang tersebar di rayon I s/d IV yang digunakan sebagai cadangan air irigasi.
Selanjutnya digunakan pompa sehingga air dari embung dapat disedot dan
dipergunakan untuk mengairi lahan tebu (Suryadinata, 2012).
Perumusan Masalah
Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan bahwa air irigasi
tanaman tebu yang digunakan di Perkebunan Bungamayang berasal dari embung.
Embung digunakan sebagai salah satu sistem penampungan air buatan untuk
mengantisipasi kekurangan air pada musim kemarau. Namun terdapat
permasalahan pada petak 093 Afdeling 09 di Rayon II bahwa tidak jarang jika
hujan akan menyebabkan limpasan air embung melalui jalan inspeksi yang
menyebabkan tanah menjadi sulit dilalui. Selain itu juga diperlukan tahanan bagi
tubuh bendung dalam menjaga ketinggian muka air normal yang diinginkan.
Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui debit
banjir rencana pada petak 093 Afdeling 09 di Rayon II serta menentukan desain
bangunan pelimpah yang efektif dan efisien untuk mengatasi limpasan yang
terjadi. Dengan adanya studi ini diharapkan potensi air yang ada saat ini dapat
dimanfaatkan secara maksimal dan memberikan manfaat yang besar.
2
Gambar 1 Limpasan air embung ke jalan inspeksi
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengkaji dan menganalisis debit banjir rencana (debit limpasan) yang
terjadi pada embung di Petak 93 Afdeling 09 Rayon II
2. Merencanakan bangunan pelimpah (spillway) pada embung di Petak 93
Afdeling 09 Rayon II
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu mengetahui detail perencanaan bangunan
pelimpah berupa gorong-gorong dan kelengkapannya pada desain embung tipe
urugan tanah (earth embankment soil), sehingga dapat dijadikan sebagai acuan
dalam perencanaan saluran pembuang di Perkebunan Bungamayang.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian perencanaan bangunan pelimpah (spillway) bendung pada desain
embung dilakukan khususnya di Petak 093 Afdeling 09 Rayon II, Perkebunan
Bungamayang PT. Perkebunan Nusantara VII, Lampung Utara. Perencanaan dan
analisis bangunan pelimpah dilakukan karena adanya air yang melimpas pada saat
hujan menuju jalan inspeksi dari limpahan embung tersebut. Pada penelitian kali
ini dilakukan analisis terhadap debit banjir rencana untuk mengetahui kebutuhan
dimensi saluran pelimpah berupa gorong-gorong dan kelengkapannya seperti
saluran transisi dan peredam energi berupa kolam olak tipe IV USBR.
TINJAUAN PUSTAKA
Curah Hujan Wilayah dan Debit Rencana
Curah hujan yang diperlukan untuk suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan bangunan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan wilayah ini
3
diperhitungkan dengan cara rata-rata aljabar, cara polygon Thiessen, dan cara
Isohyet. Untuk meramal curah hujan rencana dapat dilakukan dengan analisis
frekuensi data hujan. Terdapat beberapa metode analisis frekuensi yang dapat
digunakan di antaranya yaitu: metode Gumbel, metode distribusi Log Pearson,
dan metode Log Normal (Kodoatie, 2008).
Perhitungan debit banjir rencana dapat dihitung dengan beberapa metode
analisis di antaranya hubungan empiris antara curah hujan dengan limpasan.
Metode tersebut paling banyak dikembangkan sehingga diperoleh beberapa
rumus-rumus umum seperti metode rasional, metode Melchior, dan metode Der
Weduwen.
Tipe Bendung
Terdapat 2 (dua) tipe bendung berdasarkan material pembentuknya yaitu
bendung urugan dan bendung beton sebagai berikut:
1) Bendung urugan (fill dams, embankment dams) merupakan bendung
yang dibangun dari hasil penggalian bahan (material) tanpa tambahan
bahan lain yang bersifat campuran secara kimia. Bendung urugan terbagi
atas bendung urugan serba sama (homogenous dams) dan bendung zonal.
Bendung urugan sama adalah bendung apabila bahan yang membentuk tubuh bendung tersebut terdiri dari tanah yang
hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya)
hampir seragam (IIT, 2008).
Bendung zonal adalah bendung apabila timbunan yang
membentuk tubuh bendung terdiri dari batuan dengan gradasi
(susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-
urutan pelapisan tertentu.
Gambar 2 Ilustrasi bendung tipe urugan tanah
2) Bendung beton (concrete dam) adalah bendung yang dibuat dari
konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Kemiringan
permukaan hulu dan hilir tidak sama pada umumnya bagian hilir lebih
landai dan bagian hulu mendekati vertikal dan bentuknya lebih ramping.
Bendung ini masih dibagi lagi menjadi : bendung beton berdasar berat
sendiri stabilitas tergantung pada massanya, bendung beton dengan
penyangga (buttress dam) permukaan hulu menerus dan di hilirnya pada
jarak tertentu ditahan, bendung beton berbentuk lengkung dan bendung
beton kombinasi (Mawardi, 2010).
4
Gambar 3 Ilustrasi bendung tipe beton (concrete)
Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah jenis bangunan pelengkap jalan yang berfungsi untuk
mengalirkan air yang harus lewat di bawah jalan, dan dapat dibuat dari bahan
beton, pasangan batu, kayu dan sebagainya. Dasar gorong-gorong dibuat dengan
kemiringan 2 % untuk memperlancar aliran air. Untuk mengurangi aliran alamiah
diganggu, baik di denah maupun di profil kedua ujung gorong-gorong mengikuti
garis aliran yang alamiah. Tiap gorong-gorong dilengkapi bak penampungan air
dan bak pembuangan di ujungnya, demi kelancaran pengaliran air dan untuk
mencegah erosi.
Terdapat 2 (dua) jenis gorong-gorong di antaranya adalah gorong-gorong
pipa bulat dan gorong-gorong persegi. Jenis pada kebanyakan gorong-gorong
umumnya menggunakan pipa beton (buis beton). Diameter pipa hendaknya tidak
kurang dari 0.60 m, sebab dengan diameter yang kecil, akan sangat mudah terjadi
penyumbatan dan menjadi sulit dalam perawatannya. Diameter yang umum
dipakai adalah 0.60 m tapi juga sering dipakai dengan diameter 1.00 m
(Johannessen, 1998).
Gambar 4 Penempatan saluran di bawah bendung urugan
Jenis gorong-gorong yang layak untuk jalan pertanian / desa adalah:
a) Pipa beton (bulat / gorong-gorong), dengan ukuran garis tengah 0.60 m
sampai dengan 0.80 m.
b) Plat beton, yang dibuat dengan fondasi dari pasangan batu dan lantai dari
beton bertulang, berukuran sisi antara 0.60 m sampai dengan 1.00 meter.
Gorong-gorong plat beton lebih layak di mana buis beton tidak dapat
ditanam cukup dalam.
c) Gorong-gorong persegi kayu, dengan dimensi lebar minimal 0.60 m, lebar
maksimal 1.00 m, dan tinggi minimal 0.60 m (untuk kemudahan
pemeliharaan dan perawatan).
Bangunan Peredam Energi
Bangunan peredam energi merupakan bangunan beserta instalasinya untuk
mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam tubuh bendung agar tidak
5
membahayakan keamanan bendung. Apabila terjadi kecepatan aliran air yang
besar akan terjadi olak (turbulensi) yang dapat mengganggu jalannya air sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran air yang masuk ke bangunan pelimpah
(gorong-gorong). Maka kecepatan aliran air harus dibatasi, yaitu tidak melebihi
kecepatan kritisnya.
Pada umumnya terdapat berbagai tipe peredam energi dan untuk
menentukan tipe yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalam,
sehingga diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Peredam energi yang biasa
digunakan yaitu peredam energi terbuka dengan ambang tetap. Peredam energi ini
biasanya terdiri dari empat bagian utama yaitu :
Saluran pengarah aliran
Saluran pengatur aliran
Saluran peluncur
Peredam energi
Gambar 5 Skema sebuah tipe peredam energi pada bendung
METODE
Metode yang digunakan dalam proses penelitian ini terdiri dari:
1. Identifikasi Masalah
Untuk dapat mengatasi permasalahan secara tepat maka pokok
permasalahan harus diketahui terlebih dahulu. Solusi masalah yang akan
dibuat harus mengacu pada permasalahan yang terjadi.
2. Studi literatur.
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dasar
mengenai permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, studi literatur
bertujuan untuk mempelajari berbagai metode untuk menentukan debit
rencana dan parameter yang mempengaruhinya.Literatur yang menjadi
acuan berasal dari publikasi ilmiah berupa buku teks, karya tulis dan
jurnal.
3. Studi lapangan.
Studi lapangan dilakukan dengan cara survei. Survei ini bertujuan
untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, baik sekunder maupun
aktual yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Data yang dibutuhkan
meliputi dimensi embung dan ketinggian muka air embung.
4. Analisis Data
6
Data yang telah didapat diolah dan dianalisis sesuai dengan
kebutuhannya. Masing-masing data berbeda dalam pengolahan dan
analisisnya. Berdasarkan pengolahan dan analisis yang sesuai maka akan
diperoleh variabel-variabel yang akan digunakan dalam perencanaan
bangunan pelimpah.
5. Perencanaan Konstruksi
Hasil dari analisis data digunakan untuk menentukan perencanaan
konstruksi bangunan pelimpah yang sesuai, dan tepat disesuaikan dengan
kondisi-kondisi lapangan yang mendukung konstruksi.
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir
sebagai berikut:
Gambar 6 Tahap pelaksanaan penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan April tahun 2014
di Perkebunan Bungamayang PTPN VII, Kecamatan Bungamayang, Lampung
Utara.
7
Gambar 7 Lokasi perencanaan pelimpah pada Embung Petak 093 Rayon II
(Sumber: Balai Penelitian Tanah, Litbang, Departemen Pertanian Lampung, 2012)
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data curah hujan 10
tahunan di stasiun Perkebunan Bungamayang dan dimensi bendung pada embung
untuk perencanaan bangunan pelimpah.
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat
komputer/laptop yang yang telah dilengkapi dengan software untuk membantu
pengolahan data seperti Microsoft Excel 2007, Auto Cad 2010, Surfer, dan
Mapsource, kamera untuk pendokumentasian, stopwatch, kalkulator dan alat tulis.
Selain itu, digunakan juga pita ukur, theodolite, dan GPS (Global Positioning
System).
Prosedur Analisis Data
Secara umum, tahapan pengolahan data terbagi menjadi dua tahap yaitu
penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
1. Analisis pendahuluan (Analisis Hidrologi)
Pada tahap ini, dilakukan perhitungan debit banjir rencana melalui analisis
hidrologi. Dalam merencanakan Spillway pada desain embung ini, sebagai
8
langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai
dasar perencanaan teknis. Adapun langkah-langkah dalam penentuan debit
banjir rencana adalah sebagai berikut:
a. Menentukan curah hujan maksimum berdasarkan curah hujan harian
pada kurun waktu minimal 10 tahun terakhir.
b. Analisis frekuensi curah hujan rencana meliputi pengukuran disperse
untuk mengetahui nilai deviasi standar, koefisien skewness, koefisien
kurtosis, dan koefisien variasi.
c. Analisis jenis sebaran menggunakan metode Gumbel Tipe I atau
metode Log Pearson Tipe III atau metode Log Normal
d. Uji keselarasan sebaran dengan uji Chi Kuadrat dan uji Semirnov –
Kolmogorof
e. Menentukan intensitas curah hujan berdasarkan periode ulang
menggunakan persamaan Dr. Mononobe.
f. Perhitungan debit rencana dengan menggunakan metode rasional.
2. Penelitian Utama
Pada penelitian utama kali ini dilakukan pengukuran lapang mengenai
dimensi embung (luas embung, kemiringan embung, dan kedalaman
embung), tinggi muka air embung, dan kecepatan aliran di tubuh embung.
Pengukuran dimensi embung dan bendung berfungsi untuk menentukan
dimensi gorong-gorong dan kelengakapannya (pengatur aliran, peluncur,
dan bangunan peredam energi) yang akan direncanakan.
Pengukuran dimensi dan kecepatan aliran embung
Pengukuran dimensi embung dilakukan dengan menggunakan seperangkat
alat theodolite, pita ukur, dan GPS (Global Positioning System) dengan tujuan
untuk mengetahui luasan embung. Pengukuran dengan theodolite diambil 20 titik
acuan sehingga menghasilkan gambar topografi yang lebih detil. Berikut
merupakan dokumentasi pengukuran yang telah dilakukan menggunakan
theodolite.
Gambar 8 Pengukuran topografi embung dengan theodolite
Setelah dilakukan pengukuran menggunakan theodolite maka titik-titik yang telah diambil dapat diolah sehingga diperoleh nilai jarak dan sudut
pengambilan titik-titik tersebut. Setelah diketahui nilai jarak dan sudut, nilai-nilai
tersebut diplotkan pada bidang program Autocad sehingga diperoleh suatu bentuk
9
penampang (denah) dari hasil pengukuran. Berdasarkan denah yang telah
tergambar maka dapat diketahui nilai luasan dan jarak antar titik hulu dengan titik
tinjau (lokasi gorong-gorong). Setelah itu dilakukan pengukuran dengan
menggunakan GPS untuk mengetahui luasan dan titik-titik koordinat pembuatan
gorong-gorong. Hasil penelusuran peta yang telah disimpan GPS dapat diolah
dengan menggunakan Mapsource yang dikoneksikan dengan perangkat laptop.
Gambar 9 Tampilan utama dari Mapsource GPS Garmin
Kemudian kecepatan aliran dapat diukur dengan metode pelampung.
Kecepatan aliran dihitung dari waktu yang dibutuhkan pelampung menempuh
suatu jarak yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran pada penelitian ini
menggunakan jarak 14 meter sebagai acuan dengan pengulangan sebanyak tiga
kali setiap pengukuran.
Setelah diperoleh nilai dari waktu yang dibutuhkan pelampung untuk
melewati jarak 14 meter maka kecepatan darpat ditentukan dengan membagi 14
meter dengan waktu yang dibutuhkan. Satuan waktu yang digunakan adalah detik.
Alat yang digunakan dalam metode ini adalah ban sebagai pelampung, stopwatch
digital sebagai pengukur waktu, patok sebagai penanda jarak dan pita ukur
sebagai alat bantu dalam penempatan titik acuan.
Analisis perhitungan gorong-gorong
Berdasarkan perhitungan debit banjir rencana dari beberapa periode ulang
yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat ditentukan dimensi gorong-gorong
yang akan digunakan. Bentuk gorong-gorong yang digunakan adalah pipa beton
bulat. Berdasarkan Buku Kriteria Perencanaan 04 Bagian : Bangunan, bahwa
diameter minimal untuk pipa beton bulat adalah 0.60 meter dan diameter
maksimal 1.00 meter. Jika diperoleh diameter lebih dari 1.00 meter maka dapat
digunakan 2 (dua) pipa beton bulat berjejer (double) dengan jarak spasi 0.40 meter.
Adapun data-data yang diperlukan dalam penentuan dimensi gorong-
gorong di antaranya yaitu: debit banjir rencana, kecepatan aliran embung,
kecepatan yang diijinkan (1.5 – 2.0 m/dtk), tinggi muka air saluran, dan panjang
gorong-gorong rencana. Perhitungan dimensi gorong-gorong diawali dengan
perhitungan luas menggunakan persamaan sebagai berikut:
A =Q
V 1
A = 14 . π .D2 2
10
dengan pengertian:
A = luas gorong-gorong (m2)
Q = debit banjir rencana (m3/dtk)
V = kecepatan aliran rencana (m/dtk) = 1.5 – 2.0 m/dtk
Π = nilai phi = 3.1427
D = diameter gorong-gorong (m)
Kemudian kemiringan gorong-gorong dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus persamaan sebagai berikut:
P = π .D 3
R = A
P 4
s= V
k . R2
3
2
5
dengan pengertian:
P = keliling terbasahkan (m)
D = diameter gorong-gorong (m)
R = jari-jari hidraulik (m) = A/P
s = slope kemiringan saluran gorong-gorong
k = koefisien Stickler = 1/n , n = koefisien Manning
Selain itu, nilai kehilangan energi (h masuk, h gesekan, h keluar) akibat
pengaliran air di dalam gorong-gorong dapat dihitung dengan rumus persamaan:
hmasuk =
Va-V 2
2.g masuk
6
hkeluar =
Va-V 2
2.g keluar
7
hgesekan = V2 .L
C2 .R
8
Akibat slope kemiringan saluran gorong-gorong dan total kehilangan
energi (htotal) maka debit rencana sebelumnya akan bertambah menjadi debit
outflow spillway dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut:
Qo = μ .A . 2gh 9
dengan pengertian:
h = kehilangan energi (m)
Ʃmasuk = koefisien peralihan bentuk saluran bulat = 0.5 (Lampiran 5)
Ʃkeluar = koefisien peralihan bentuk saluran bulat = 1.00 (Lampiran 5)
Va = kecepatan aliran di saluran (m/dtk)
V = kecepatan aliran rencana pada gorong-gorong (1.5 m/dtk)
C = k . R1/6
= 70 × 0.151/6
= 51.02
11
R = jari-jari hidraulis (m)
L = panjang gorong-gorong
Qo = debit outflow (m3/dtk)
µ = koefisien debit dalam gorong-gorong pendek bulat = 0.90
A = luas penampang gorong-gorong (m2)
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/s2
Analisis perhitungan peredam energi
Fungsi dari peredam energi di atas di antaranya adalah untuk penuntun dan
pengarah saluran, pengatur kapasitas aliran (debit), untuk kelancaran dari saluran
pengatur, dan mereduksi energi yang terdapat dalam aliran. Secara lebih jelasnya,
akan dijelaskan pada metode sebagai berikut.
Gambar 10 Skema penampang denah dan potongan pada saluran peredam energi
Saluran Pengarah Aliran
Bagian ini berfungsi sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran
tersebut selalu dalam kondisi hidrolika yang baik. Pada saluran pengarah aliran ini,
kecepatan masuknya aliran air diatur tidak melebihi 4 m/dtk dan lebar saluran
mengecil ke arah hilir.
Gambar 11 Saluran pengarah aliran dan pengatur debit pada peredam energi
12
Lebar efektif spillway (Be), tinggi air banjir di atas sekat (Hd), dan tinggi
ambang air (W) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus persamaan sebagai
berikut:
Be=B-2 n . Kp+Ka He 10
Hd=He-k 11
W ≥ 1
5 Hd 12
dengan pengertian:
Be = lebar efektif embung (m)
B = panjang embung aktual (m)
n = jumlah pilar di atas mercu embung = 0
Kp = koefisien kontraksi pada pilar = 0 (tanpa pilar)
Ka = koefisien kontraksi pada dinding samping = 0.1
He = tinggi tekanan total di atas mercu embung (m)
Hd = tinggi air banjir di atas bendung (m)
k = tinggi kecepatan aliran (m)
Saluran Pengatur Aliran
Sesuai dengan fungsinya sebagai pengatur kapasitas aliran (debit) air yang
melintasi bangunan pelimpah maka bentuk dan sistem kerja saluran pengatur
aliran ini harus disesuaikan dengan ketelitian pengaturan yang disyaratkan.
Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah dan bilangan
Froude (Fr) dapat diperoleh dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut:
X1.85=2 ×Hd0.85
×Y 13
Y= X1.85
2 ×Hd0.85
14
Fr= Vx
g .dx 15
dengan pengertian:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik mercu (m)
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik mercu (m)
Fr = bilangan Froude
V = kecepatan aliran di bidang x (m/dtk)
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/dtk2
dx = kedalaman permukaan di bidang x (m)
13
Bagian Saluran Transisi
Saluran diperlukan karena adanya perubahan bentuk penampang saluran
pengatur dengan saluran peluncur. Bentuk saluran transisi ditentukan sebagai
berikut:
Gambar 12 Denah saluran transisi
Berdasarkan lebar efektif spillway pada saluran pengarah dan pengatur
maka dapat ditentukan panjang saluran transisi dan beda tinggi antara hulu dan
hilir saluran transisi sebagai berikut:
y = b1-b2
2 16
l = y
tgθ 17
∆H = S .l 18 dengan pengertian:
y = perubahan lebar saluran dari pengatur ke peluncur (m)
l = panjang saluran transisi (m)
θ = sudut pelebaran
ΔH = beda tinggi hulu dan hilir saluran transisi (m)
s = slope kemiringan saluran transisi
Bangunan Peredam Energi
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan ke
sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis
tersebut harus diperlambat dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Guna
meredusir energi yang terdapat di dalam aliran tersebut, maka di ujung hilir
saluran peluncur harus dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi
(stilling basin). Terdapat beberapa tipe peredam energi yang sangat tergantung
pada karakteristik hidrolis aliran seperti kecepatan aliran (v), bilangan froude (Fr),
dan debit persatuan lebar (q) dan harus aman dari banjir 25 tahunan.Dalam
penelitian ini direncanakan menggunakan kolam olak datar dengan tipe IV USBR.
14
Gambar 13 Blok muka dan ambang ujung hilir kolam olak
Panjang kolam olak dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
L=2 yu 1+8 Fr2- 1 19
dengan pengertian:
L = panjang kolam olak (m)
yu = w = tinggi energi di bidang terompet (m)
Fr = bilangan Froude
Setelah itu dimensi gigi pemancar aliran dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Lebar gigi pemancar aliran (w) = yu
b. Panjang blok muka gigi pemancar aliran = 2 × yu
c. Tinggi gigi pemancar aliran (t) = 2 × yu
d. Jarak antar gigi pemancar aliran = 2.5 × w
e. Kemiringan blok muka gigi pemancar aliran = 5% = 0.05
Dimensi ambang ujung hilir kolam olak dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Tinggi ambang ujung hilir (t) = 1.25 × w
b. Kemiringan ambang ujung hilir = 1 : 2
c. Lebar dasar ambang ujung hilir = 2 × t
Kemudian kedalaman loncatan hidrolis dalam kolam olak dapat diperoleh dengan
rumus persamaan sebagai berikut: 𝑑2
𝑑1=
1
2 1 + 8 𝐹𝑟2 − 1 20
dengan pengertian:
d2 = kedalam loncatan hidrolis (m)
d1 = yu = kedalaman aliran di bidang transisi (m)
Fr = bilangan Froude
15
Tinggi jagaan (Freeboard)
Tinggi jagaan pada peredam energi minimal adalah sebesar 0.60 meter dan
dihitung dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut:
FB=0.6+0.037 . V . d1
3 21
dengan pengertian:
Fb = tinggi jagaan (m)
v = kecepatan aliran (m/dtk) = Q/A , A = B × d1
d = y1 = kedalaman air di dalam bidang transisi (m)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Embung dan Pelimpah Petak 093 Afdeling 09 Rayon II
Perkebunan Bungamayang sebagai salah satu perkebunan budidaya tebu
yang mengandalkan curah hujan. Namun dalam praktik budidaya, perkebunan
tidak bisa hanya mengandalkan air dari curah hujan untuk memenuhi kebutuhan
air tanaman. Diperlukan tambahan air berupa air irigasi yang berasal dari
embung–embung untuk menunjang pertumbuhan tanaman tebu secara optimal,
terutama pada masa awal tanam untuk merangsang perkecambahan.
Gambar 14 Embung sebagai pemenuhan kebutuhan air irigasi tebu
Terdapat sekitar 273 embung di Perkebunan Bungamayang yang tersebar
dari rayon I hingga Rayon IV yang digunakan sebagai cadangan air irigasi,
dengan menggunakan pompa maka air dari embung akan disedot dan
dipergunakan untuk mengairi lahan tebu. Kondisi saluran pelimpah pada Petak
093 Afdeling 09 Rayon II saat ini hanya berdasarkan timbunan dan sodetan tanah
sekitar yang selanjutnya dibuang menuju embung pada Petak 094 di bawahnya.
Timbunan dan sodetan akan mengalami pengikisan dan penggerusan air limpahan
dari Petak 093 sehingga sodetan akan melebar menuju sisi kiri dan kanan.
Pelebaran akan menyebabkan limpasan air yang cukup banyak dan membanjiri
lahan sekitar.
16
Gambar 15 Kondisi saluran pelimpah pada Petak 093 menuju Petak 094
Di samping itu, adanya perbedaan tinggi sebesar 3.00 meter antara Petak
093 dan 094 menghasilkan aliran kritis yang dapat menggerus dasar embung di
Petak 094. Oleh karena itu untuk mereduksi penggerusan tersebut diperlukan
gorong-gorong sebagai pengarah aliran dan peredam energi sebagai pereduksi
energi dari air limpahan. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan theodolite
dan GPS terhadap embung Petak 093 Rayon II, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1 Hasil pengukuran Embung Petak 093 dan daerah tangkapan air (DTA)
Parameter Nilai
Luas Embung 6000 m2
Kedalaman rata-rata embung 1.5 m
Volume embung 9000 m3
Jarak titik hulu dan gorong-gorong 204 m
Beda tinggi embung 093 dan 094 3.0 m
Lebar atas slope 093 dan 094 4.0 m
Tinggi hulu DTA 57.8 m
Tinggi hilir DTA 56.0 m
Beda tinggi DTA 1.80 m
Panjang DTA ke muka air embung 30.0 m
Luas DTA 11385 m2
Berikut disajikan hasil pengolahan data hasil pengukuran GPS dengan
menggunakan Mapsource.
Gambar 16 Hasil pengolahan data dengan Mapsource
17
Analisis Debit Banjir Rencana
Data hujan yang digunakan direncanakan selama 12 tahun sejak Tahun 2002
hingga Tahun 2013 di Stasiun Cuaca Bungamayang. Data hujan harian
maksimum ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 2 Data curah hujan harian maksimum Stasiun Bungamayang
Thn Bulan Dalam Setahun (mm) Rh
max
(mm) Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
2002 55 31 62 56 44 25 42 13 17 2 26 92 92
2003 58 106 72 34 37 8 55 68 23 34 49 70 106
2004 125 40 47 26 18 28 39 33 19 40 46 64 125
2005 59 61 73 55 29 85 28 8 38 59 50 78 85
2006 46 46 58 42 35 41 5 - - - 13 25 58
2007 43 30 72 71 40 24 31 20 27 39 45 77 77
2008 80 46 38 69 38 35 26 35 40 34 50 33 80
2009 25 38 31 46 18 16 20 21 2 17 39 52 52
2010 33 30 56 21 22 14 29 57 36 43 29 42 57
2011 53 31 47 91 39 16 50 - 10 22 27 72 91
2012 25 68 49 105 35 44 23 19 3 18 26 18 105
2013 41 32 28 25 20 36 22 16 41 11 19 29 41
(Sumber: BMG Stasiun Bungamayang Lampung Utara)
1. Parameter Statistik (Pengukuran Dispersi)
Bahwa tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama
dengan nilai rata-ratanya, tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau
lebih kecil dari nilai rata-ratanya (Kodoatie, 2008). Besarnya dispersi dapat
dilakukan pengukuran dispersi yakni melalui perhitungan parameter statistik
untuk (Xi-X), (Xi-X)2, (Xi-X)
3, (Xi-X)
4 terlebih dahulu.
dengan pengertian: Xi = besarnya curah hujan daerah (mm)
X = Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)
Tabel 3 Parameter statistik
Tahun Rh (Xi) (Xrat) (Xi - Xrat) (X - Xrat)2 (X - Xrat)
3 (X - Xrat)
4
2002 92 81 11 121 1331 14641
2003 106 81 25 600 14706 360300
2004 125 81 44 10936 85184 3748096
2005 85 81 4 16 64 256
2006 58 81 -23 529 -12167 279841
2007 77 81 -4 16 -64 256
2008 80 81 -1 1 -1 1
2009 52 81 -29 841 -24389 707281
2010 57 81 -24 576 -13824 331776
2011 91 81 10 094 913 8853
2012 105 81 24 562 13312 315496
2013 41 81 -40 1600 -64000 2560000
18
Adapun yang termasuk dalam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut:
a. Deviasi standar (Sd)
Perhitungan deviasi standar menggunakan persamaan sebagai berikut:
Sd= Xi-Xrat 2
n-1 22
𝑆𝑑 = 6892
12−1 ,Sd = 25.031
b. Koefisien skewness (Cs)
Perhitungan koefisien skewness menggunakan persamaan sebagai berikut:
Cs= n Xi-Xrat
3ni=1
n-1 n-2 Sd3
23
𝐶𝑠 = 12 ×1065
12−1 (12−2)×25.0313 , Cs = 0.007
c. Pengukuran kurtosis (Ck)
Perhitungan kurtosis menggunakan persamaan sebagai berikut:
Ck=
1
n Xi-Xrat
4
Sd4
24
Ck=
1
12 8326797
25.0314 , Ck = 1.768
d. Koefisien Variasi (Cv)
Perhitungan koefisien variasi menggunakan persamaan sebagai berikut:
Cv= Sd
Xrat
25
𝐶𝑣 = 25.031
81 , Cv = 0.309
2. Analisis Jenis Sebaran
2.1 Metode Gumbel Tipe I
Menghitung curah hujan dengan persamaan sebagai berikut:
Xt= Xrat+ S
Sn Yt-Yn 26
dengan pengertian:
Xrat = 81
Sd = 25.031
Yn = 0.5035 (Tabel Lampiran 1 Yn)
Sn = 0.9833 (Tabel Lampiran 1 Sn)
YT = berdasarkan nilai T (periode ulang tahunan) (Lampiran 1)
19
Tabel 4 Distribusi sebaran metode Gumbel Tipe I
Periode Xrat Sd Sn Yn Yt Xt
2 81 25.031 0.9833 0.5035 0.3665 77.513
5 81 25.031 0.9833 0.5035 1.4999 106.364
10 81 25.031 0.9833 0.5035 2.2502 125.464
20 81 25.031 0.9833 0.5035 2.9606 143.548
25 81 25.031 0.9833 0.5035 3.1985 149.604
50 81 25.031 0.9833 0.5035 3.9019 167.510
100 81 25.031 0.9833 0.5035 4.6001 185.284
200 81 25.031 0.9833 0.5035 5.296 202.998
1000 81 25.031 0.9833 0.5035 6.919 244.314
2.2 Metode Log Pearson Tipe III
Menghitung curah hujan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Y= Y + k.S 27
Tabel 5 Distribusi frekuensi metode Log Pearson Tipe III
Tahun X log X log Xrat log X - log
Xrat
(log X - log
Xrat)2
(log X - log
Xrat)3
2002 92 1.964 1.886 0.078 0.0061 0.0005
2003 106 2.023 1.886 0.138 0.0189 0.0026
2004 125 2.097 1.886 0.211 0.0446 0.00094
2005 85 1.929 1.886 0.044 0.0019 0.0001
2006 58 1.763 1.886 -0.122 0.0150 -0.0018
2007 77 1.886 1.886 0.001 0.0000 0.0000
2008 80 1.903 1.886 0.017 0.0003 0.0000
2009 52 1.716 1.886 -0.170 0.0288 -0.0049
2010 57 1.756 1.886 -0.130 0.0169 -0.0022
2011 91 1.958 1.886 0.072 0.0052 0.0004
2012 105 2.020 1.886 0.134 0.0180 0.0024
2013 41 1.613 1.886 -0.273 0.0745 -0.0203
Jumlah 22.629
0.000 0.2301 -0.0139
𝑌 = 𝑌𝑟𝑎𝑡 + 𝑘. 𝑆 sehingga persamaan menjadi
log𝑋 = log𝑋𝑟𝑎𝑡 + 𝑘 (𝑆𝑑 log𝑋𝑟𝑎𝑡) 28
di mana :
Y = nilai logaritma dari x
Yrat = rata-rata hitung nilai Y atau log𝑋 𝑟𝑎𝑡 = log (𝑋)
𝑛= 1.886
k = interpolasi kemencengan (Cs) pada Tabel di Lampiran 2
Sd = deviasi standar berubah menjadi:
20
= Sd log X rat= log X - log Xrat ) 2
n-1=0.1446
Nilai kemencengan (Cs):
Cs= n log X - log Xrat ) 3
n-1 n-2 (Sd log Xrat)3
=-0.4997
Tabel 6 Distribusi sebaran metode Log Pearson Tipe III
Periode log Xrat Sd log Xrat Cs k Y = log Xrat +
k Sd log Xrat X = 10
Y
2 1.886 0.1446 -0.4997 0.076 1.896 78.858
5 1.886 0.1446 -0.4997 0.855 2.009 102.218
10 1.886 0.1446 -0.4997 1.216 2.061 115.240
25 1.886 0.1446 -0.4997 1.567 2.112 129.533
50 1.886 0.1446 -0.4997 1.776 2.142 138.889
100 1.886 0.1446 -0.4997 1.955 2.168 147.427
200 1.886 0.1446 -0.4997 2.108 2.190 155.111
1000 1.886 0.1446 -0.4997 2.400 2.232 170.0948
2.3 Metode Log Normal
Menghitung curah hujan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Xt=Xrat+Kt ×Sd 29 di mana:
Kt = interpolasi nilai Cs pada Tabel Lampiran 3
Cs = koefisien skewness 0.007 Tabel 7 Distibusi sebaran metode Log Normal
Periode Xrat Sd kt Xt
2 81 25.0309 -0.00162 80.959
5 81 25.0309 0.031486 81.788
10 81 25.0309 0.01057 81.265
20 81 25.0309 0.0559755 82.401
50 81 25.0309 0.075607 82.8093
100 81 25.0309 0.0866075 83.168
Hasil perhitungan curah hujan rencana dari semua metode di atas dapat
dilihat pada Tabel 8 di bawah ini: Tabel 8 Rekapitulasi curah hujan rencana
Periode Gumbel Log Pearson III Log Normal
2 77.513 78.858 80.959
5 106.364 102.218 81.788
10 125.464 115.240 81.265
20 143.548 - 82.401
25 149.604 129.533 -
50 167.510 138.889 82.8093
100 185.284 147.427 83.168
200 202.998 155.111 -
1000 244.314 170.0948 -
21
Pada Tabel 9 di bawah ini menunjukkan beberapa parameter yang menjadi
syarat penggunaan suatu metode distribusi. Berdasarkan tabel tersebut
ditunjukkan beberapa nilai Cs dan Ck yang menjadi persyaratan dari penggunaan
tiga jenis metode distribusi yang telah dilakukan sebelumnya.
Tabel 9 Syarat penggunaan jenis sebaran
Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah
sebaran Metode Gumbel Tipe I dengan nilai Cs = 0.007 mendekati persyaratan Cs
≤ 1.139 dan nilai Ck = 1.768 yang mendekati persyaratan Ck ≤ 5.4002.
Berdasarkan jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji
kecocokan sebarannya dengan beberapa metode. Hasil uji kecocokan sebaran
menunjukkan distribusinya dapat diterima atau tidak.
3. Pengujian Keselarasan Sebaran
3.1 Uji Sebaran dengan Chi Kuadrat
Untuk menguji keselarasan sebaran Metode Gumbel Tipe I,
digunakan Uji Sebaran Chi Kuadrat (Chi Square Test). Uji sebaran dengan
chi kuadrat dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
X2= (Oi-Ei)
2
Ei 30
𝐾 = 1 + 3.22 log 𝑛 K = Jumlah Kelas
= 1 + 3.22 log 12 n = Jumlah Data
= 4.585 ≈ 5
DK = K-(1+1) DK = Derajat kebabasan
DK = 5-(1+1)
DK = 3
Ei= n
K=
12
5=2.4
∆𝑋 = 𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑋𝑚𝑖𝑛
(𝐾 − 1) =
125 − 41
(5 − 1)= 21
𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑋min− 0.5 ∆𝑋
= 41 − 0.5 × 21 = 30.5
Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Keterangan
Metode Gumbel Ck ≤ 5.4002 Ck = 1.768 Memenuhi
Cs ≤ 1.139 Cs = 0.007 Memenuhi
Metode Log Normal Cs = 3 Cv + Cv3
3 x 0.309 + 0.30093
Cs = 0.9565 Cs = 0.007 Tidak
Ck = 0 Ck = 1.768 Tidak
Metode Log Pearson III Cs ≠ 0 Cs = -0.4997 Memenuhi
Ck = 1,5 Cs (In X) 2 + 3 Ck = 1.768 Tidak
Ck = 1.001
22
Nilai f2cr diperoleh pada Tabel Lampiran 4 dengan menggunakan
nilai DK = 3 dan Derajat Kepercayaan 5%, lalu dibandingkan dengan
nilai f2 hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 10. Adapun
syarat yang harus dipenuhi yaitu: f2 hitungan < f
2cr.
Tabel 10 Uji keselarasan sebaran dengan chi kuadrat
Probabilitas Jumlah Data
Oi - Ei f2 = ((Oi-Ei)
2)/Ei
Oi Ei
30 < x < 50 1 2.4 -1.4 0.82
50 < x < 70 3 2.4 0.6 0.15
70 < x < 90 3 2.4 0.6 0.15
90 < x < 110 4 2.4 1.6 1.07
x > 110 1 2.4 -1.4 0.82
Jumlah 12 12 3.00
Derajat signifikasi (α) = 5% = 0.05
f2 hasil hitungan = 3.00
f2cr dari Tabel Lampiran 4 = 7.815
Berdasarkan perbandingan di atas bahwa nilai f2 hitungan < f
2cr,
maka hipotesa yang diuji dapat diterima.
3.2 Uji Sebaran Smirnov – Kolmogorov
Uji keselarasan Smirnov – Kolmogorov, sering juga uji kecocokan
non parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak
menggunakan fungsi distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji
keselarasan sebaran dengan Smirnov – Kolmogorov untuk Metode
Gumbel Tipe I dapat dilihat pada Tabel 11.
Xrat = rata-rata curah hujan = 81 mm
Sd = deviasi standar = 25.031
n = jumlah data = 12
Tabel 11 Uji keselarasan sebaran Smirnov – Kolmogorov
Xi M P(x) = M /
(n+1) P (x<) M / (n-1) P'(x<) D
1 2 3 4 = nilai 1-3 5 6 = nilai 1 - 5 7 = 4 - 6
41 1 0.077 0.923 0.091 0.909 0.014
52 2 0.154 0.846 0.182 0.818 0.028
57 3 0.231 0.769 0.273 0.727 0.042
58 4 0.308 0.692 0.364 0.636 0.056
77 5 0.385 0.615 0.455 0.545 0.070
80 6 0.462 0.538 0.545 0.455 0.084
85 7 0.538 0.462 0.636 0.364 0.098
90.7 8 0.615 0.385 0.727 0.273 0.112
92 9 0.692 0.308 0.818 0.182 0.126
104.7 10 0.769 0.231 0.909 0.091 0.140
105.5 11 0.846 0.154 1.000 0.000 0.154
125 12 0.923 0.077 1.091 -0.091 0.168
23
Derajat signifikasi (α) = 5% = 0.05
Dmaks = 0.168
Do kritis = 0.382 untuk n = 12 (lihat Tabel Lampiran 3)
Berdasarkan perbandingan di atas bahwa nilai Dmaks < Do kritis, maka
metode yang diuji dapat diterima.
4. Intensitas Curah Hujan
Perhitungan intensitas curah hujan ini menggunakan Metode Dr. Mononobe
yang merupakan sebuah variasi dari persamaan-persamaan curah hujan jangka
pendek. Persamaannya adalah sebagai berikut :
I= R24
24 ×
24
t
23
31
5. Perhitungan Debit Banjir rencana Petak 093 Rayon II
Untuk menghitung atau memperkirakan besarnya debit banjir yang akan
terjadi dalam berbagai periode ulang dengan hasil yang baik dapat dilakukan
dengan analisis data aliran dari sungai yang bersangkutan. Oleh karena data
aliran yang bersangkutan tidak tersedia maka dalam perhitungan debit banjir
akan digunakan metode rasional sebagai berikut:
Qt=0.278 C.I.A 32
I = R24
24 ×
24
tc
23
33
Tc=L
W 34
W=72 × H
L
0.6
35
dengan pengertian:
Qt = debit banjir rencana (m3/dtk)
C = koefisien limpasan (0.31)
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan harian (mm)
Tc = waktu konsentrasi hujan (jam)
L = jarak punggung bukit – inlet (km)
W = kecepatan aliran (km/jam)
H = beda tinggi Daerah Tangkapan Air (km)
24
Berdasarkan uji keselarasan terhadap metode Gumbel maka diketahui:
R24 periode ulang 2 tahun = 77.513 mm
R24 periode ulang 5 tahun = 106.364 mm
R24 periode ulang 10 tahun = 125.464 mm
R24 periode ulang 20 tahun = 143.548 mm
R24 periode ulang 25 tahun = 149.604 mm
R24 periode ulang 50 tahun = 167.510 mm
R24 periode ulang 100 tahun = 185.284 mm
R24 periode ulang 200 tahun = 202.998 mm
R24 periode ulang 1000 tahun = 244.314 mm
Debit banjir rencana dengan metode rasional disajikan pada Tabel 12
sebagai berikut: Tabel 12 Debit banjir rencana metode rasional
Periode
Ulang
(tahun)
R24
Gumbel
(mm)
A
(km2)
c tc
(mm/jam)
i
(mm/jam)
Qt
(m3/dtk)
2 77.513 0.011385 0.31 0.002 1563.277 1.534
5 106.364 0.011385 0.31 0.002 2145.166 2.105
10 125.464 0.011385 0.31 0.002 2530.370 2.483
20 143.548 0.011385 0.31 0.002 2895.090 2.841
25 149.604 0.011385 0.31 0.002 3017.228 2.960
50 167.510 0.011385 0.31 0.002 3378.354 3.315
100 185.284 0.011385 0.31 0.002 3736.810 3.666
200 202.998 0.011385 0.31 0.002 4094.086 4.017
1000 244.314 0.011385 0.31 0.002 4927.335 4.835
Analisis Dimensi Gorong-gorong Petak 093 Afdeling 09 Rayon II
Gorong-gorong memungkinkan air melintas di bawah bendung untuk
mengalirkan ke Petak 094 agar dapat dibuang dengan aman. Air dapat datang dari
aliran alami pada embung 093 yang sudah ada maupun dari limpahan air
permukaan lahan sekitar ketika hujan.
Gorong-gorong dilengkapi bak penampungan air dan bak pembuangan di
ujungnya, demi kelancaran pengaliran air dan untuk mencegah erosi. Pembuangan
air dari semua saluran dan gorong-gorong harus aman dan dipikirkan untuk
mencegah kerusakan akibat pengaliran air yang tidak terkendali. Pembuangan
yang aman adalah pembuangan yang mengantarkan aliran air ke sungai atau ke
saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak lingkungannya,
terutama lahan petani. Pembuangan tersebut dapat melalui sebuah saluran baru
khusus untuk pembuangan (peredam energi).
Saluran gorong-gorong disesuaikan dengan debit air yang terbesar, dengan
ukuran minimal sama dengan ukuran saluran pinggir jalan yang standar (0.60 m).
Saluran pembuangan harus dilindungi seperti saluran-saluran yang lain, dengan
diberi pasangan batu, rumput, terjunan, dan sebagainya untuk mencegah erosi
25
dasar dan talud saluran. Diameter gorong-gorong dengan dibuat minimal sebesar
0.60 meter untuk menghindari terjadinya penyumbatan saluran sepanjang saluran
Berdasarkan nilai debit rencana (Qrencana) yang telah dihitung dengan
analisis hidrologi, maka dapat diketahui dimensi gorong-gorong pipa bulat yang
dibutuhkan [persamaan (1) – (9)] untuk menyalurkan air limpahan dari Petak 093
menuju Petak 094. Dimensi gorong-gorong ditentukan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing debit periode ulang tahunan sebagai berikut. Ilustrasi gambar
gorong-gorong dapat dilihat pada Gambar 18, Gambar 19, dan Gambar 20.
Tabel 13 Kebutuhan dimensi gorong-gorong double berdasarkan debit periode ulang Periode Ulang
(tahun)
Q inflow
(m3/dtk)
Diameter Pasaran
(m)
Panjang Gorong
(m)
Q ouflow
(m3/dtk)
2 1.534 0.60 10.5 1.830
5 2.105 0.80 10.5 3.253
10 2.483 0.80 10.5 3.253
20 2.841 0.80 10.5 3.253
25 2.960 0.80 10.5 3.253
50 3.315 1.00 10.5 5.082
100 3.666 1.00 10.5 5.082
200 4.017 1.00 10.5 5.082
1000 4.835 1.00 10.5 5.082
Gorong-gorong pipa bulat pada petak 093 dibuat berdasarkan periode
ulang 25 tahun sebanyak 2 (dua) pipa berjajar (double) dengan jarak spasi 0.40 m
dengan diameter dalam masing-masing pipa 0.80 m. Gorong-gorong dibuat di sisi
kiri sekat embung. Pemilihan lokasi gorong-gorong di sisi sekat embung
berdasarkan pertimbangan tanah asli embung, aliran air embung, dan tekanan
yang tidak terlalu besar. Jika penempatan lokasi gorong-gorong berada di tengah
sekat embung maka aliran air akan mengakibatkan tekanan yang besar bagi sekat
embung ditambah dengan pembebanan saluran gorong-gorong itu sendiri.
Pembebanan tersebut akan mendorong tubuh sekat embung dan gorong-gorong
sehingga tubuh sekat menjadi rusak dan jebol.
Gambar 17 Ring tambahan dan timbunan pada gorong-gorong
Pada ujung-ujung dipasang dinding kepala, yang dimaksudkan sebagai
pelindung timbunan badan sekat dari kerusakan yang diakibatkan oleh air.
Dinding juga bisa dibuat dari batu-batuan, pasangan batu, atau cor beton. Pada
areal yang datar, maka perlu dilakukan pengangkatan jalan sekat di atas timbunan
tanah, dimaksudkan untuk memperoleh timbunan diatas gorong-gorong dengan
hasil yang layak. Pada situasi tertentu, perlu dibuat jalan miring (ramp) melompati
gorong-gorong pada sisi kiri dan kanan gorong-gorong (Gambar 18). Hal tersebut
dimaksudkan untuk menghindari perubahan kemiringan jalan yang mendadak.
26
Gambar 18 Potongan memanjang gorong-gorong pipa bulat Petak 093 Rayon II dalam
satuan meter
Gambar 19 Potongan melintang gorong-gorong pipa bulat Petak 093 Rayon II dalam
satuan meter
Gambar 20 Denah gorong-gorong pipa bulat Petak 093 Rayon II
27
Persyaratan Material
Gorong-gorong sebaiknya dibangun dengan menggunakan beton bertulang,
beton berat dan pekerjaan menembok.
A. Beton Bertulang
Berdasarkan Dirjen Bina Marga Departemen PU bahwa kuat tekan
karakteristik beton pada umur 28 hari sesuai dengan mutu K-225 dan σbk
(kekuatan beton yang diijinkan) untuk dinding dan plat mencapai 22.5
MPa. Selain itu beton bertulang dengan berat jenis (densitas) sebesar 2500
kg/m3 dan poison ratio 0.2. Berdasarkan tanah timbunan setinggi 60 cm
setelah pemadatan dan mutu beton K-225, maka konstruksi gorong-gorong
dapat menerima beban hingga 20 ton. Adapun semua material yang
digunakan dalam campuran beton disyaratkan sebagai berikut:
Semen – memenuhi kebutuhan dan syarat yang ditentukan dalam SNI-8 yaitu Semen jenis Portland asli (semen hidrolik terdiri dari
kalium silikat hidrolik dan kalsium sulfat) atau semen Portland
tahan sulfat yang terdapat dalam BS-4027.
Agregat halus (pasir) – berupa butiran halus yang tajam dan keras
serta tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca dengan ukuran 5
mm – 0.15 mm. Agregat halus tersebut tidak boleh mengandung
lumpur lebih dari 5% (berdasarkan berat kering) dan bahan-bahan
organik.
Agregat kasar (kerikil dan batu pecah) – berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan ukuran tidak lebih
besar dari 20 mm. Agregat kasar harus bersifat keras dan tidak
berpori serta tidak mudah pecah atau hancur akibat pengaruh
cuaca.untuk pengerjaan beton, ukuran nominal agregat sebaiknya
dengan tingkatan pada Tabel 14 berikut:
Tabel 14 Ketentuan agregat kasar lolos saringan
Ukuran ayakan (mm) % lolos
38 100
19 95 - 100
9.5 25 – 55
4.75 0 – 10
Air – tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam, bahan-bahan organik, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton
dan/atau baja tulangan.
Bahan pembantu (additive) – dalam memperbaiki mutu beton, sifat-sifat pengerjaan, waktu pengikatan dan pengerasan maka
dapat digunakan bahan-bahan pembantu, jenis, dan jumlah bahan
pembantu yang dipakai seperti abu terbang, slag, silica fume, dan
polimer.
B. Besi Tulangan
Mutu baja tulangan BJ – 24
Kuat leleh tulangan σau dari kelas BJ – 24 = 240 MPa
28
Modulus elastisitas Es = 2 × 105 MPa
Kawat untuk mengikat tulangan berupa kawat ikat baja lunak AASHTO M32-78
Diameter tulangan yang digunakan disesuaikan dengan pemakaian diameter dalam gorong-gorong yaitu diameter 80 cm pada Tabel 15
sebagai berikut: Tabel 15 Ukuran tulangan untuk pipa beton standar
D (cm) Tebal selimut Pipa
(cm) Diameter Tulangan (mm)
50 5.5 5
60 6.5 6
70 8.5 6
80 10 8
90 11 8
100 12 10
(Sumber: Buku Kriteria Perencanaan 04 Bagian : Bangunan)
Pembengkokan tulangan harus dilakukan dalam keadaan dingin sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan seperti pada gambar
berikut:
Gambar 21 Penulangan Pipa Bulat pada Gorong-gorong
Konstruksi
Penempatan gorong-gorong ditetapkan di sebelah sisi kiri sekat embung
guna menghindari terjadinya tekanan besar dari aliran air. Penggalian sebaiknya
dilakukan dengan rapi juga teratur dan ukuran serta kedalaman galian ditunjukkan
pada Gambar 19 yang sebaiknya penggalian terlindung dari air (dapat digunakan
pagar kayu).
Berdasarkan Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum bahwa
seluruh bekisting disesuaikan terhadap bentuk, garis, tingkat dan dimensi yang
ditunjukkan pada Gambar 19. Titik pusat, pengunci dan selimut beton sebaiknya
kaku dan dikaitkan dengan cukup kuat, sehingga sambungan cukup kuat untuk
mencegah kebocoran adukan semen.
29
Tulangan sebaiknya dipotong dan dibengkokkan menurut dimensi yang
ditunjukkan pada Gambar 21 dan diikat dengan kawat baja. Susunan tulangan
sebaiknya diikat dengan baik sehingga tidak ada perpindahan terjadi ketika
adukan beton dicorkan. Sebelum penempatan coran beton, anyaman tulangan
seluruhnya dibersihkan dulu dari minyak/lemak, kotoran, kerak air dan karat.
Beton dicampur, diangkut dan ditempatkan sedemikian sehinga untuk
menghindari segregasi/pemisahan campuran. Beton sebaiknya digetarkan dengan
vibrator untuk memperoleh suatu campuran homogen, padat sampai tidak ada
gelembung udara yang terlihat. Getaran dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari kontak dengan tulangan.
Cetakan yang digunakan akan dirancang agar supaya pipa saluran dapat
dilepaskan tanpa kerusakan dan sebaiknya diminyaki terlebih dahulu sebelum
beton dituangkan. Perawatan dilaksanakan tidak kurang dari 4 hari mengikuti
penempatan beton dengan pemeliharaan permukaan beton secara terus-menerus
dibasahi (Wirosoedarmo, 2010).
Persiapan Dasar
Pemadatan tanah dasar untuk ditempatkannya gorong-gorong dilakukan
dalam satu garis dan tingkat elevasi seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
Pemadatan tanah dapat dipadatkan dengan menggunakan mechanical vibrating
roller, plate compactor atau hand hammers. Tanah urugan sebaiknya di basahi
dan dipadatkan dalam 10 cm lapis yang mengandung kadar kelembaban optimum
sampai 95% dari kepadatan kering maksimum dan tergantung dari persetujuan
Pengawas proyek. Selain itu, jika diperlukan uji kepadatan tanah di lapangan
maka dapat digunakan alat dynamic cone penetrometer (Rifai, 2008).
Pada pemadatan tanah dasar juga dibuat stone pitching sebagai lantai
pondasi sehingga menyediakan permukaan yang homogen serta datar dan bebas
dari penurunan tidak seragam dari tanah di atasnya. Pitching dibuat dengan batuan
besar dari 10 – 100 kg yang diletakkan rapat dengan batu lainnya dan rongga di
antara batuan diisi dengan batuan kecil. Stone Pitching sebaiknya diisi dengan
mortar (1 : 4) sampai celah tertutup dengan baik.
Kemudian pipa beton sebaiknya dipasang pada tanah dasar yang telah
dipadatkan dengan baik. Setelah pemasangan selesai, sambungan antar pipa
ditutup/dilem dengan adukan semen yang lebarnya tidak kurang dari 5 cm.
Tanah timbunan/urugan ke pipa sebaiknya bebas dari batuan besar atau
batuan tajam. Timbunan tersebut dipadatkan pada kadar air optimal dengan
berlapis-lapis tidak melebihi tebal 15 cm. Timbunan dapat dilanjutkan di atas pipa
dan tidak kurang dari 60 cm (tiga perempat diameter dalam pipa). Pemadatan
timbunan tanah di atas pipa beton dapat menggunakan hand hammers atau plate
vibrators secara hati-hati agar tidak terjadi kontak terhadap pipa.
Pada Gambar 19 dan Gambar 20 digunakan dinding kepala gorong-gorong
sisi, dan pinggir dinding yang sebaiknya dibuat dari pasangan batu. Batuan yang
digunakan untuk konstruksi sebaiknya keras dan padat dengan pemilihan yang
selektif dari sisi batuan yang tajam. Batuan sebaiknya (proporsional) mempunyai
panjang tidak melebihi empat kali tingginya dan tebalnya tidak kurang dari 10 cm.
Batuan terkecil dapat digunakan untuk mengisi rongga di antara batuan. Pasangan
batu tersebut disambungkan dengan menggunakan adukan semen (mortar)
(Wangsadipura, 2005).
30
Perlindungan Terhadap Erosi
Terbentuknya kemiringan baru pada timbunan peninggian dapat mudah
rusak (karena aliran air pada permukaan sekat). Oleh karena itu perlu adanya
perlindungan segera setelah prosedur pengerjaan di atas. Perlindungan erosi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yang paling umum dilakukan dengan ditanami
rumput atau jenis tanaman lain yang mempunyai akar yang dalam. Rumput dapat
melindungi secara efektif terhadap erosi jika metode penanaman dan jenis rumput
yang dipilih adalah benar (Kartasapoetra, 1991). Penanaman dapat dilakukan
dengan metode rumput lapangan seperti disajikan pada ilustrasi gambar berikut.
Gambar 22 Metode perlindungan gorong-gorong terhadap erosi
Pada metode rumput lapangan ini, rumput dipotong dengan panjang kira-
kira 20 cm dan ditanam dalam barisan dengan kedalaman lubang 10 cm dan jarak
tidak lebih dari 30 cm. Untuk memperoleh hasil terbaik, barisan sebaiknya diatur
sedemikian sehingga membentuk pola zig-zag (Pasandaran, 1984).
Analisis Perencanaan Bangunan Peredam Energi
Pada perencanaan peredam energi Petak 093 Rayon II Perkebunan
Bungamayang pelimpah jenis Ogee tipe terbuka tanpa pintu secara umum terdiri
dari beberapa bagian utama dan dapat digunakan sebagai berikut:
Saluran pengarah aliran
Saluran pengatur aliran
Saluran transisi, dan
Saluran peredam energi
1. Data-data teknis perencanaan
Debit inflow (25 tahun) = 2.96 m3/dtk
Lebar bendung = 25 meter
Elevasi dasar embung = +0.00
2. Analisis Perhitungan
A. Menghitung lebar efektif peredam energi
Be=B-2 n . Kp+Ka He 36 sehingga lebar efektif peredam energi (Be) :
Be=25-2 0 ×0+0.1 He
Be=25-(0.2 He)
Dengan cara trial and error, untuk He = 0.17 m
31
Lebar efektif peredam energi:
Be=25-(0.2 ×0.17)
Be=24.966=25 m
B. Menghitung Tinggi Air Banjir di Atas Mercu Peredam energi (trial error)
Kemudian debit berdasarkan He = 0.17 m dicoba dengan persamaan
sebagai berikut:
Q=Cd 2
3
2
3 g Be He
32 37
dengan pengertian:
Q = debit aliran (m3/dtk)
Cd = koefisien debit (Cd = 1)
g = percepatan gravitasi (m2/dtk)
Be = lebar efektif peredam energi (m)
Q=1 × 2
3
2
3 9.81 (25- 0.2 × 0.17 0.17
32 = 2.956 m3
dtk ≈ 2.96 m3
dtk
Hitung tinggi air banjir (Hd) di atas gorong-gorong:
𝐻𝑑 = 𝐻𝑒 − 𝑘 . 38
dengan pengertian:
Hd = tinggi air banjir di atas bendung (m)
He = tinggi energi di atas mercu peredam energi (m)
k = tinggi kecepatan aliran (m)
𝑉 =𝑄
𝐴
=𝑄
𝐵𝑒 .𝐻𝑒
=2.960
25 × 0.17
= 0.7 𝑚 𝑑𝑡𝑘
𝑘 = ℎ𝑣 =𝑉2
2.𝑔
=0.702
2 × 9.81
= 0.024 𝑚
𝐻𝑑 = 𝐻𝑒 − 𝑘
= 0.17 − 0.024
= 0.145 𝑚
Sehingga tinggi air banjir di atas mercu pelimpah (Hd) = 0.15 m
32
C. Menghitung saluran pengarah aliran bangunan pelimpah
Berdasarkan analisis data sebelumnya di mana:
Ketinggian di atas mercu Hd = 0.15 m
Q inflow peredam energi = 2.96 m3/dtk
Maka Tinggi ambang (W) :
𝑊 ≥ 1
5 𝐻𝑑
𝑊 ≥ 1
5 0.15𝑊 = 0.03, digunakan W = 0.6 m > 0.03 𝑚
D. Menghitung saluran pengatur aliran peredam energi
Berdasarkan analisis data sebelumnya di mana:
debit inflow (Q) = 2.96 m3/dtk
Lebar mercu peredam energi (B) = 25 m
Ketinggian di atas mercu Hd = 0.15 m
Total tinggi tekanan air di atas mercu (He) = 0.17 m
Tinggi kecepatan aliran (k) = Hv = 0.02 m
Gambar 23 Saluran pengarah aliran dan pengatur debit pada peredam energi
E. Menghitung penampang mercu ambang penyadap
Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah
dapat diperoleh dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut:
𝑋1.85 = 2 × 𝐻𝑑0.85 × 𝑌 𝑌 = 𝑋1.85
2 × 𝐻𝑑0.85
dengan pengertian:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik di
permukaan mercu di sebelah hilirnya (m)
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik
permukaan mercu sebelah hilir (m)
33
Tabel 16 Koordinat penampang ambang embung peredam bagian hilir
Elevasi Mercu 2 Hd^(0.85) X Y Elevasi Lengkung
0.6 0.39 0.10 0.04 0.56
0.6 0.39 0.20 0.13 0.47
0.6 0.39 0.30 0.28 0.32
0.6 0.39 0.40 0.47 0.13
0.6 0.39 0.50 0.72 -0.12
0.6 0.39 0.6 1.00 -0.40
0.6 0.39 0.7 1.33 -0.73
Perhitungan elevasi lengkung di atas dilakukan dengan
memodifikasi nilai koordinat absis X terhadap Y (Hidayat, 2007).
Modifikasi nilai X tersebut dilakukan sampai nilai elevasi lengkung
berada di bawah elevasi dasar atau datum dengan nilai datum tersebut
sebesar 0.00. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan
dengan menggunakan persamaan lengkung Harold terhadap elevasi
lengkung ambang penyadap saluran maka digunakan nilai X maksimum
sebesar 0.7 m.
Berikut pada Gambar 24 merupakan ilustrasi gambar dari
penampang ambang penyadap tersebut.
Gambar 24 Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran
pengatur debit
F. Analisis hidrolisis mercu peredam energi
Data-data:
Debit inflow (Qin) = 2.96 m3/dtk
Debit outflow gorong-gorong (Qo) = 3.25 m3/dtk
Tinggi tekanan rencana (Hd) = 0.15 m
Lebar sekat efektif (Be) = 25 m
Lebar penampang gorong-gorong = 2.5 m
Tinggi energi di atas mercu sepillway (He) = 0.17 m
Lengkung Harold (Y) = 1.33 m
Tinggi energi potensial di bidang (Z) =He+Y= 1.5 m
34
Gambar 25 Skema aliran pada mercu peredam energi
1. TITIK A
Data-data:
Lebar mercu peredam energi (L = b1 = B) = 25 m
Lebar saluran transisi (b2) = 2 m
Tinggi kecepatan aliran (k) = hv1 = 0.02 m
Tinggi tekanan rencana (hd1) = 0.15 m
Tinggi energi di atas mercu (He) = 0.17 m
Kecepatan aliran di mercu hulu (v) = 0.7 m/dtk
Kecepatan aliran di mercu hilir (v1) = 1.38 m/dtk
Luas penampang hidraulis (A1) = 4.24 m2
Jari-jari hidraulis (R1) = 0.17 m
o Kecepatan aliran di mercu hilir
v1= 2 g Z- Hd
2 = 2 ×9.81 1.50-
0.15
2 = 1.38 m
dtk
o Luas penampang hidraulis (A1)
A1=He ×b1=0.17 ×25=4.24 m2
o Jari –jari hidraulis (R1)
R= A
P=
A
2 ×hd + b1=
4.24
2 ×0.15 + 25=0.168 m ≈0.17 m
35
2. TITIK B
Data-data:
Tinggi tekanan rencana (hd1) = 0.15 m
Tinggi kecepatan aliran (k) = hv1 = 0.02 m
Tinggi energi lengkung Harold (Y) = 1.33 m
Tinggi energi potensial di bidang (Z) = hv1+hd1+Y=1.5 m
Debit outflow (Qo) = 3.25 m3/dtk
Lebar saluran mercu = 2.5 m
Debit persatuan lebar (q) = 1.3 m3/dtk
Kecepatan aliran di B (v2) = 5.3 m/dtk Kedalaman air pada kaki peredam (yu) = 0.25 m
Bilangan Froude di titik B (Fr) = 3.41
Kedalaman kritis (yc) = 0.41 m
Jenis aliran yu < yc = super kritis
Kecepatan kritis (Vc) = 3.13 m/dtk
Bilangan Froude dialiran kritis (Fr) = 1.55
Luas tampang hidraulis (A) = 0.61 m2
Perimeter basah (P) = 2.99 m
Jari – jari hidraulis (R) = 0.21 m
Tinggi kecepatan aliran (k) = hv2 (B) = 1.43 m
Tinggi tekanan rencana hd2 (B) = 1.67 m
o Kecepatan aliran di B (v2)
v= 2 g Z- Hd
2 = 2 ×9.81 1.50-
0.15
2 = 5.3 m
dtk
o Kedalaman air di kaki spillway (yu)
q = Q
Be =
3.253
2.5=1.3 m3
dtk
yu=db=
q
v =
1.30
5.30=0.25 m
o Bilangan Froude
Fr= v
g .yu=
5.30
9.81 ×0.25=3.41
o Hitung jari – jari hidraulis (Rb)
A=db ×Be=0.25 ×2.5=0.61 m2
P= 2 ×db + Be= 2 ×0.25 + 2.5=2.99 m
R= AP = 0.61
2.99 =0.21 m
o Tinggi kecepatan aliran (hv2)
Hv2= V2
2 g=
5.302
2 ×9.81=1.43 m
36
o Tinggi tekan rencana (hd2)
Hd2=yu+Hv2=0.25+1.43=1.67 m
o Kedalaman kritis (yc)
yc = q2
g=
1.302
9.81=0.41 m
Berdasarkan perhitungan yu dan yc di atas maka diketahui yu < yc, sehingga
aliran yang terjadi adalah aliran superkritis (Jagatpratista, 2008). Berikut
merupakan perhitungan dari kecepatan kritis:
Vc = q
yc=
1.30
0.41=3.13 m
dtk
o Bilangan Froude
Fr= v
g .yc=
3.13
9.81 ×0.41=1.55
Gambar 26 Penampang melintang saluran pengatur
Menghitung saluran transisi
Menurut Muttaqin, 2006, saluran transisi diperlukan karena adanya
perubahan bentuk penampang saluran pengatur sehingga saluran transisi
ditentukan sebagai berikut:
Gambar 27 Saluran transisi bagian hulu peredam energi
37
Diketahui data-data sebagai berikut:
Lebar saluran pengatur (b1= Be) = 2.5 m
Lebar saluran peluncur (b2) = 2.0 m
tan θ = 12.3°
slope (S) = 0.2
panjang saluran (L) = 1.15 m
Berdasarkan data-data tersebut, maka dapat dihitung:
y= b1-b2
2=
2.5 - 2.0
2=0.25 m
l= y
tgθ=
0.25
tg 12.3=1.15 m
∆H=S .l=0.2 ×1.15=0.23 m
3. TITIK C
Gambar 28 Skema penampang memanjang aliran pada saluran transisi
Data- data:
Kedalaman air pada kaki peredam B (db = yu) = 0.25 m
Tinggi kecepatan aliran (k) = hvb = 1.43 m
Lebar saluran peluncur (b2) = 2.00 m
Panjang saluran (L) = 1.15 m
Slope saluran (S) = 0.20
Perbedaan ketinggian saluran (ΔH) = 0.23 m
Tinggi energi potensial di bidang (Hc = Z) = 1.90 m
Kedalaman air pada kaki pereadam C (dc = yu) = 0.31 m
Jari – jari hidraulis B (Rb) = 0.21 m
Kecepatan aliran di B (Vb) = 5.30 m/dtk
Kecepatan aliran di C (Vc) (trial) = 5.25 m/dtk
Bilangan Froude C (Fr) = 3.02
38
o Perhitungan Tinggi energi potensial bidang C (Hc)
HvB= Vb
2
2 g=
5.302
2 ×9.81= 1.43 m
q = Q
Be =
3.253
2.5=1.30 m
dtk
db=yu = q
v =
1.30
5.30=0.25 m
Hc = HvB+db+ ∆H = 1.43+0.25+0.23=1.91 m
o Perhitungan Bilangan Froude (Fr) (Trial and Error)
Hc=dc+ Vc2
2 g + K
Vr2
2 g+ hm
hm=L Q
2 n
2
A2 Rr4
3
dengan pengertian:
dc = kedalaman aliran titik C
Vr = kecepatan aliran rata-rata antara Vb dan Vc = 5.27 m/dtk
Vb = kecepatan aliran titik B = 5.30 m/dtk
Vc = kecepatan aliran titik C
K = koefisien kehilangan energi tekanan yang disebabkan oleh
perubahan penampang lintang saluran transisi = 0,1
hm = kehilangan energi akibat gesekan
n = koefisien manning = 0,014
L = panjang saluran = 1.15 m
Q = debit pada saluran = 3.253 m3/dtk
Rr = jari – jari hidraulis rata-rata
o Diasumsikan bahwa nilai Vc = 5.25 m/dtk
Q=V ×A=V ×(b2 ×dc)
3.253=5.25 ×(2.0 ×dc)
dc=3.253
5.25 × 2.0 =0.31 m
Ac=b2 ×dc=2.0 ×0.31=0.62 m2
Pc=b2+ 2 × dc =2.0+ 2×0.31 =2.62m
Rc= Ac
Pc=
0.62
2.62=0.24 m
Rr= Rb+Rc
2=
0.21+0.23
2=0.23 m
Vr= Vb+Vc
2 =
5.30+5.25
2 =5.27 m
dtk
Vc2
2 g=
5.252
2 ×9.81=1.40 m
dtk
K Vr2
2 g= 0.1
5.272
2 ×9.81=0.14
39
hm=L Q
2 n
2
A2 Rr
43
= L A V 2 n
2
A2 Rr
43
= L V2 n
2
Rr4
3
hm = 1.15 5.27
2 0.014
2
0.224
3 =0.05 m
Hc=dc+ Vc2
2 g + K
Vr2
2 g+ hm= 0.31+ 1.40+ 0.14+ 0.05=1.90 m
Sehingga diperoleh nilai Vc = 5.25 m/dtk, maka nilai Froude dapat
dihitung sebagai berikut:
Fr= Vc
g .dc=
5.25
9.81 ×0.31=3.01
G. Menghitung Bangunan Peredam Energi
Data-data:
Ketinggian muka air pada bagian hilir (dc = yu) = 0.31 m
Bilangan Froude E (Fr) = 3.01
Tipe kolam olak = USBR IV
Lebar kolam olak (B) = 2.0 m
Panjang kolam olak (L) = 4.70 m
Tinggi energi potensial di bidang (Z) = 1.90 m
Elevasi dasar saluran peredam energi = -1.73 m
H. Menghitung Dimensi Kolak Olak
Panjang kolam olak pada Petak 093 Rayon II dapat ditentukan dengan
perhitungan sebagai berikut:
L=2 ×0.31 1+8× 3.012- 1 =4.70 m
I. Menghitung Gigi Pemancar Aliran, dan Ambang Ujung Hilir Kolam Olak
Gambar 29 Blok muka dan ambang ujung hilir kolam olak petak 093 rayon II
40
1. Ukuran Gigi-gigi Pemancar
Dimensi gigi pemancar aliran dapat ditentukan sebagai berikut:
o Lebar gigi pemancar aliran (w) = 0.25 m
o Panjang blok muka gigi pemancar aliran = 2 × 31 m = 0.62 m
o Tinggi gigi pemancar aliran (t) = 2 × 31 m = 0.62 m
o Jarak antar gigi pemancar aliran = 2.5 × 0.25 = 0.625 m
o Kemiringan blok muka gigi pemancar aliran = 5% = 0.05
Cek jumlah jarak :
Jumlah jarak= 3 ×0.25 + 2×0.625 =2.0 =Lebar Kolam
2. Dimensi Ambang Hilir
Dimensi ambang ujung hilir kolam olak dapat ditentukan sebagai
berikut:
Tinggi ambang ujung hilir (t) = 1.25 × 0.31 = 0.40 m
Kemiringan ambang ujung hilir = 1 : 2
Lebar dasar ambang ujung hilir = 2 × 0.31 = 0.62 m
3. Kedalaman Loncatan Hidrolis Kolam Olak
Kemudian kedalaman loncatan hidrolis dalam kolam olak dapat
ditentukan sebagai berikut : d2
0.31=
1
2 1+8 ×3.01
2-1 Hd=He-k 39
d2= 1.18 m
Gambar 30 Penampang air pada bangunan peredam energi
J. Menghitung Tinggi Jagaan (Freeboard)
Data-data:
Kedalaman air di dalam saluran (d1) = 0.31 m
Lebar kolam olak (B) = 2.0 m
Tinggi jagaan (FB) = 1.00 m
FB=0.6+0.037 . V . d1
3 Hd=He-k 40
o Perhitungan:
A=d ×B= 0.31×2.0= 0.62 m V=
Q
A=
3.253
0.62= 5.25 m
dtk
sehingga FB=0.6+0.037 (5.25 × 0.311
3 ) , FB=0.73 m ≈1 m
Berdasarkan pembulatan maka nilai tinggi jagaan (FB) = 1.00 m
41
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perkebunan Bungamayang menggunakan embung sebagai cadangan air
irigasi untuk pengairan tanaman tebu. Adanya limpasan air embung
yang terjadi pada embung di Petak 093 Afdeling 09 Rayon II akibat
hujan menyebabkan jalan inspeksi menjadi sulit dilalui. Berdasarkan
analisis frekuensi hujan yang telah dilakukan maka dihasilkan debit
banjir rencana periode ulang 25 tahun sebesar 2.96 m3/dtk.
2. Berdasarkan analisis terhadap dimensi bangunan pelimpah dengan debit
banjir rencana sebesar 2.96 m3/dtk maka untuk menghindari terjadinya
limpasan pada embung di Petak 093 Afdeling 09 Rayon II dapat
digunakan gorong-gorong pipa bulat beton berjajar (double) sebagai
saluran pembuang air (pelimpah) dengan diameter tengah masing-
masing 0.80 m dan spasi 0.40 m. Kemudian air yang masuk melalui
gorong-gorong diteruskan menuju saluran peredam energi sepanjang
1.85 m dan kolam olak tipe USBR IV berdimensi 4.70 m × 2.00 m yang
dilengkapi oleh 3 gigi pemancar.
Saran
Untuk mencapai keberhasilan dan efisiensi pelaksanaan proyek
pembangunan gorong-gorong dan bangunan pelimpah bendung pada embung di
Petak 93 Rayon II Perkebunan Bungamayang PTPN VII maka disarankan untuk
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan bangunan air untuk menghitung analisis hidrologi
diperlukan data curah hujan dan data klimatologi yang lengkap sehingga
semakin akurat analisis hidrologi yang diperoleh.
2. Untuk mendapatkan perhitungan desain yang akurat, maka pemakaian
metode perhitungan harus tepat dengan kondisi yang ada. Di samping itu
data yang digunakan dalam perhitungan juga harus dianalisis secara teliti
dengan menggunakan berbagai macam teori yang ada sehingga dapat
diperoleh hasil yang optimal dengan biaya ekonomis.
3. Peningkatan kemampuan dalam pengawasan pelaksanaan konstruksi,
sehingga mutu pekerjaan bisa di kelola dengan spesifikasi yang
diharapkan, dana bisa dikelola pemanfaatannya secara lebih efisien dan
efektif, serta proyek dihindarkan dari faktor-faktor penyebab ekonomi
biaya tinggi dalam pelaksanaan/pengelolaannya. Kenaikan biaya
konstruksi akan menyebabkan tingkat kelayakan proyek akan berkurang
atau tidak layak.
42
DAFTAR PUSTAKA
Buku Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama
KP-02), CV Galang Persada 1986, Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan
Umum
Buku Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-
04), CV Galang Persada 1986, Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan
Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga. Standar Gorong-gorong Beton Bertulang.
Direktorat Bina Program Jalan Departemen Pekerjaan Umum
Hidayat, Arief. 2007. Perencanaan Embung Logung Dusun Silalang, Kelurahan
Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus-Jawa Tengah. [skripsi]
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang
IIT Kharagpur. 2008. Water Resourcess Engineering. India
Jagatpratista, Elang. 2008. Perencanaan Embung Panohan Kabupaten Rembang
Jawa Tengah. [skripsi] Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang
Johannessen, Bjorn. 1998. Pedoman Teknis : Metode Pembangunan Jalan
Berbasis Tenaga Kerja. Kamboja : Asian Develompment Bank
Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Jakarta:
Bumi Aksara
Kodoatie, Robert J, dkk. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: CV Andi Offset
Mawardi, Erman. 2010. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Bandung: Alfabeta
Muttaqin,Adi yusuf. 2006. Kinerja Sistem Drainase yang Berkelanjutan Berbasis
Partisipasi Masyrakat. [thesis] Teknik Sipil Universitas Diponegoro,
Semarang
Pasandaran, Effendi dan Donald C. Taylor. 1984. Irigasi Perencanaan dan
Pengelolaan. Jakarta: PT. Gramedia Jakarta
Rifai, Muji. 2008. Perencanaan Embung Pusporenggo Kabupaten Boyolali, Jawa
Tengah. [skripsi] Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang
Siregar, Amril Ma’ruf dkk. 2009. Maksimalisasi Desain Embung Sebagai Sumber
Air Irigasi untuk Memenuhi Kebutuhan Air Tanaman Tebu. [Thesis]
Magister Teknik Sipil Universitas Lampung, Bandar Lampung
Soemarto, C. D. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta : Erlangga
Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisis Data.
Bandung : Nova
Suryadinata, Andri. 2012. Kajian Ketersedian Air Embung terhadap Kebutuhan
Air Irigasi (Studi Kasus Pabrik Gula Bunga Mayang) PTP Nusantara VII
(Persero). [Jurnal] Penelitian dan Pengembangan PG. Bungamayang.
Wangsadipura, Mulyana. 2005. Rekayasa Hidrologi dan Drainase. Bandung; ITB
Press
Wirosoedarmo, Ruslan. 2010. Drainase Pertanian. Malang: UB Press
43
Lampiran 1 Tabel Reduced Mean, Reduced Standard Deviations, dan
Reduce Variate
Tabel Reduced Mean (Yn) N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.495 0.499 0.503 0.507 0.510 0.512 0.515 0.518 0.520 0.522
20 0.523 0.525 0.526 0.528 0.529 0.530 0.582 0.582 0.534 0.535
30 0.536 0.537 0.538 0.538 0.539 0.540 0.541 0.541 0.542 0.543
40 0.546 0.544 0.544 0.545 0.545 0.546 0.546 0.547 0.547 0.548
50 0.548 0.548 0.540 0.549 0.550 0.550 0.550 0.551 0.551 0.551
60 0.552 0.552 0.557 0.553 0.553 0.553 0.553 0.554 0.554 0.554
70 0.554 0.555 0.552 0.555 0.555 0.555 0.556 0.556 0.556 0.556
80 0.556 0.557 0.557 0.557 0.557 0.557 0.558 0.558 0.558 0.558
90 0.558 0.558 0.558 0.559 0.559 0.550 0.559 0.559 0.559 0.559
100 0.560 - - - - - - - - -
(Sumber : Soemarto, 1995)
Tabel Reduced Standard Deviations (Sn) N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.094 0.967 0.983 0.997 1.009 1.020 1.031 1.041 1.040 1.056
20 1.062 1.069 1.075 1.081 1.086 1.031 1.096 1.100 1.104 1.108
30 1.112 1.115 1.110 1.122 1.125 1.151 1.131 1.133 1.136 1.138
40 1.141 1.143 1.145 1.148 1.149 1.151 1.153 1.155 1.157 1.159
50 1.160 1.192 1.163 1.165 1.166 1.168 1.169 1.170 1.172 1.173
60 1.174 1.175 1.177 1.178 1.1703 1.180 1.181 1.182 1.183 1.184
70 1.185 1.186 1.187 1.188 1.189 1.189 1.190 1.191 1.192 1.109
80 1.1098 1.109 1.195 1.195 1,196 1.197 1.198 1.198 1.190 1.200
90 1.200 1.201 1.202 1.203 1.203 1.204 1.204 1.204 1.205 1.206
100 1.206 - - - - - - - - -
(Sumber : Soemarto, 1995)
Tabel Reduced Variate (YT) Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate (YT)
2 0.3655
5 1.4999
10 2.2502
20 2.9606
25 3.1985
50 3.9019
100 4.6001
200 5.2960
500 6.2140
1000 6.9190
5000 8.5390
10000 9.9210
(Sumber : Soemarto, 1995)
44
Lampiran 2 Tabel Nilai Kt untuk Distribusi Log Pearson Tipe III
Kemencengan
(Cs)
Periode Ulang (Tahun)
2 5 10 25 50 100 200 1000
Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
3.0 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250
2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600
2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200
2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910
1.8 -0.282 0.643 1.318 2.1093 2.848 3.499 4.147 5.660
1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390
1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110
1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820
1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540
0.9 -0.164 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395
0.8 -0.132 0.780 1.336 2.998 2.453 2.891 3.312 4.250
0.7 -0.116 0.790 1.33 2.967 2.407 2.824 3.223 4.105
0.6 -0.099 0.800 1.328 2.093 2.359 2.755 3.132 3.960
0.5 -0.083 0.808 1.323 2.910 2.311 2.686 3.041 3.815
0.4 -0.066 0.816 1.317 2.880 2.261 2.615 2.094 3.670
0.3 -0.050 0.824 1.309 2.849 2.211 2.544 2.856 3.525
0.2 -0.033 0.830 1.301 2.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.1 -0.017 0.836 1.292 2.785 2.107 2.400 2.670 3.235
0.0 0..000 0.842 1.282 2.751 2.054 2.326 2.576 3.090
-0.1 0.017 0.836 1.270 2.761 2.000 2.225 2.482 3.950
-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.094 2.178 2.388 2.810
-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.209 2.675
-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.209 2.201 2.540
-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400
-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275
-0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150
-0.8 0.132 0.856 1.166 1.488 1.606 1.733 1.837 2.035
-0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910
-1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800
-1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625
-1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465
-1.6 0.254 0.817 0.909 1.116 1.166 1.200 1.216 1.280
-1.8 0.282 0.799 0.094 0.035 1.069 1.089 1.097 1.130
-2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 1.995 1.000
-2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910
-2.5 0.360 0.711 0.771 0.7093 0.798 0.799 0.800 0.802
-3.0 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668
(Sumber : Soemarto, 1999)
45
Lampiran 3 Faktor Frekuensi K Log Normal dan Nilai Delta Kritis Smirnov-
Kolmogrov
Tabel Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Normal
Koefisien
Kemencengan
(Cs)
Peluang kumulatif
50 80 90 95 98 99
Periode Ulang (tahun)
2 5 10 20 50 100
-2.00 0.2366 -0.6144 -1.2437 -1.8916 -2.70943 -3.5196
-1.80 0.2240 -0.6395 -1.2621 -1.8928 -2.7578 -3.4433
-1.60 0.2092 -0.6654 -1.2792 -1.8901 -2.7138 -3.3570
-1.40 0.1920 -0.6920 -1.20943 -1.8827 -2.6615 -3.2601
-1.20 0.1722 -0.7186 -1.3067 -1.8696 -2.6002 -3.1521
-1.00 0.1495 -0.7449 -1.3156 -1.8501 -2.52094 -3.0333
-0.80 0.1241 -0.7700 -1.3201 -1.8235 -2.4492 -2.9043
-0.60 0.0959 -0.70930 -0.31094 -1.7478 -2.3600 -2.7665
-0.40 0.0654 -0.8131 -0.3128 -1.7478 -2.2631 -2.6223
-0.20 0.0332 -0.8296 -0.3002 -1.69093 -2.1602 2.4745
-0.00 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.20 -0.0332 0.8996 0.3002 1.59093 2.1602 2.4745
0.40 -0.0654 0.8131 0.3128 1.7478 2.2631 2.6223
0.60 -0.0959 0.70930 0.31094 1.78094 2.3600 2.7665
0.80 -0.1241 0.7700 1.3201 1.8235 2.4492 2.9043
1.00 -0.1495 0.7449 1.3156 1.8501 2.52094 3.0333
1.20 -0.1722 0.7186 1.3057 1.8696 2.6002 3.1521
1.40 -0.1920 0.6920 1.20943 1.8827 2.6615 3.2601
1.60 -0.2092 0.6654 1.2792 1.8901 2.7138 3.3570
1.80 -0.2240 0.6395 1.2621 1.8928 2.7578 3.4433
2.00 -0.2366 0.6144 1.2437 1.8916 2.70943 3.5196
(Sumber : Soewarno, 1995)
Tabel Nilai Delta Kritis (D kritis) untuk uji Keselarasan Smirnov –Kolmogorov
Jumlah data
(n)
α derajat kepercayaan
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n > 50 1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n
(Sumber : Soewarno, 1995)
46
Lampiran 4 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Keselarasan Chi Kuadrat
DK α Derajat kepercayaan
0.995 0.99 0.975 0.95 0.05 0.025 0.01 0.005
1 0.00003093 0.000157 0.000982 0.003093 3.841 5.024 6.635 7.879
2 0.0100 0.201 0.0506 0.103 5.991 7.378 9.210 10.597
3 0.0100 0.115 0.216 0.352 7.815 9.348 11.345 12.838
4 0.207 0.297 0.484 0.711 9.488 11.143 13.277 14.860
5 0.412 0.554 0.831 1.145 11.070 12.832 15.086 16.750
6 0.676 0.872 1.237 1.635 12.592 14.449 16.812 18.548
7 0.989 1.239 1.690 2.167 12.067 16.013 18.475 20.278
8 1.344 1.646 2.180 2.733 15.507 17.535 20.090 21.955
9 1.735 2.088 2.700 3.325 16.919 19.023 21.666 23.589
10 2.156 2.558 3.247 3.0940 18.307 20.483 23.209 25.188
11 2.603 3.053 3.816 4.575 19.675 21.920 24.725 26.757
12 3.074 3.571 4.404 5.226 21.026 23.337 26.217 28.300
13 3.565 4.107 5.009 5.892 22.362 24.736 27.668 28.819
14 4.075 4.660 5.629 6.571 23.685 26.119 29.141 31.319
15 4.601 5.229 6.262 7.261 24.996 27.488 30.578 32.801
16 5.142 5.812 6.908 7.962 26.296 28.845 32.000 34.267
17 5.697 6.408 7.564 8.672 27.587 30.191 33.409 35.718
18 6.265 7.015 8.231 9.390 28.869 31.526 34.805 37.156
19 6.844 7.633 8.908 10.117 30.144 32.852 36.191 38.582
20 7.434 8.260 9.591 10.851 31.41 34.170 37.566 39.997
21 8.034 8.897 10.283 11.591 32.761 35.479 38.0931 41.401
22 8.643 9.542 10.982 12.338 33.924 36.781 40.289 42.796
23 9.260 10.196 11.689 13.091 36.172 38.076 41.683 44.181
24 9.886 10.856 12.401 13.848 36.415 39.364 42.980 45.558
25 10.520 11.524 13.120 14.611 37.652 40.646 44.314 46.928
26 11.160 12.198 13.844 15.379 38.885 41.923 45.642 48.290
27 11.808 12.879 14.573 16.151 40.113 43.1094 46.963 49.645
28 12.461 13.565 15.308 16.9128 41.337 44.461 48.278 50.909
29 13.121 14.256 16.047 17.708 42.557 45.722 49.588 52.336
30 13.787 14.953 16.791 18.4093 43.773 46.979 50.892 53.672
(Sumber : Soewarno, 1995)
47
Lampiran 5. Tabel Koefisien Kehilangan Tinggi Energi (Ʃ) pada Gorong-gorong
Keterangan Gambar
Persamaan
Ʃmasuk Ʃkeluar
Saluran pipa sampai
pada peralihan
samping saluran
0.65 1.00
Barrel saluran pipa
dihubungkan dengan
dinding hulu melalui
saluran
0.55 1.10
Barrel saluran pipa
dihubungkan dengan
peralihan punggung
patah
0.50 0.65
Barrel saluran pipa
dihubungkan dengan
peralihan mulut
terompet, elips
dengan sumbu
D = 1.5 D
0.10 0.20
(Sumber : Buku Kriteria Perencanaan 04 : Bagian Bangunan)
48
Lampiran 6 Standar Gorong-gorong Pipa Bulat Petak 093 Rayon II Perkebunan Bungamayang
49
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hiroshima, Jepang pada tanggal 17 Nopember 1991 yang
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bagus Priyo
Purwanto dan Ibu Lilis Sulistiawati. Penulis telah menyelesaikan pendidikan
tingkat SD di SD Negeri Polisi 5 Bogor (1998-2004), tingkat SMP di SMP Negeri
5 Bogor (2004-2007), dan tingkat SMA di SMA Negeri 2 Bogor (2007-2010).
Pada tahun 2010 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB) di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama masa perkuliahan, penulis telah aktif mengikuti organisasi Himpunan
Teknik Sipil dan Lingkungan (Himatesil) IPB sebagai pengurus Departemen
Keprofesian dan Pengabdian Masyarakat (2011-2013). Penulis melakukan praktik
lapangan pada tahun 2013 di Dinas Pertanian Kabupaten Tuban, Jawa Timur
dengan judul “Perencanaan Drainase di Lahan Sawah Beririgasi di Kabupaten
Tuban”.
Kemudian penulis melakukan penelitian di Unit Usaha Bungamayang, PT.
Perkebunan Nusantara VII, Lampung Utara, Bandar Lampung. Penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Bangunan Pelimpah pada
Embung di Perkebunan Bungamayang PT. Perkebunan Nusantara VII” untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik di bawah bimbingan Dr Ir M. Yanuar Jarwadi
Purwanto, MS, IPM.