perdarahan kehamilan muda.docx

Upload: helnida-zaini-kaderi

Post on 08-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERDARAHAN KEHAMILAN MUDA

ABORTUS1. PengertianAbortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup swendiri diluar uterus.Belum sanggup diartikan apabila afetus itu terletaknya antara 400 1000 gram, atau kehamilan kurang dari 28 minggu (Eastman).Abortus pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilann 28 minggu., yaitu fetus belum viable by law (jeffcoat).Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentase belum selesai (holmer).Keguguran adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau umul hamil kurang dari 28 minggu (Manuaba, 1998).2. Klarifikasi abortusAbortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:Menurut terjadinya dibedakan atas:1) Abortus spontan yairu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.2) Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.Abortus ini terbagi lagi menjadi:1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.Menurut gambaran klinis, dibedakan atas:1) Abortus membakat (imminens) yaitu abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.Dalam hal ini, keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika serta istirahat. Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret).2) Abortus insipiens yaitu abortus yang sedang berlangsung dan mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, ketuban yang teraba akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. Terapi seperti abortus inkomplit.3) Abortus inkomplit (keguguran yang tersisa) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.Abortus komplit artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong. Terapi hanya dengan uterotonika.4) Abortus habitualis (keguguran berulang) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih. Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10 5dari kehamilan dan abortus habitualis3,6-9,8% dari abortus spontan.Kalau seorang penderita telah mengalami 2 abortus berturut-turut maka optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal, hanya sekitar 16 %.5) Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi genital.6) Abortus septik adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.7) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih. Fetus yang meninggal ini bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati, bisa diresorbsi kembali sehingga hilang, bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut fetus papyraceus, atau bisa jadi mola karnosa dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air ketubannya diresorbsi.

3. Tanda dan gejala1) Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.2) Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.3) Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi4) Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus5) Pemeriksaan ginekologi :a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulvab. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dario ostium.c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.

4. EtiologiAbortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :1) Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalaha. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi Xb. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurnac. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.2) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun3) Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis4) Faktor eksternal,seperti radiasi dan obat-obatan5) Faktor janin6) Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

5. Predisposisi Menurut Sastrawinata (2004), faktor predisposisi terjadinya abortus dapat ditinjau dari faktor ibu seperti:

a. Umur ibu; Umur yang baik untuk ibu hamil dalam melahirkan adalah kurun waktu reproduksi sehat, antara umur 20-35 tahun. Diluar umur tersebut dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan semakin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan psikologi, ekonomi yang memudahkan terjadinya abortus atau keguguran, persalinan prematur, dan mudah terjadi infeksi (Manuaba, 2010). Di lain sisi Penelitian Stein dan Couthors (dalam Darmayanti, 2009) menemukan bahwa abortus spontan akan tetap terjadi pada umur pertengahan 30 tahun.b. Kehamilan atau Gravida; Menurut Manuaba (2010) gravida adalah jumlah kehamilan yang pernah dialami ibu. Jumlah kehamilan atau gravida merupakan penyebab antara yang terlalu banyak atau persalinan yang pernah dialami oleh seorang ibu dalam jumlah yang lebih atau sama dengan lima kali dapat membahayakan jiwa ibu. Hasil penelitian Stein dan Coauthors (dalam Darmayanti, 2009) diketahui bahwa wanita primigravida akan mengalami keguguran kehamilan sebesar 5,6% dan wanita multigravida akan terjadi abortus sebesar 2,2% pada kehamilan berikutnya. Sarwono (2007) mengungkapkan bahwa paritas dua sampai tiga merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas pertama dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Hal ini disebabkan oleh karena otot-otot panggul terlalu sering mengalami peregangan sehingga kemungkinan untuk terjadinya inkompatibilitas serviks lebih besar.c. Jarak kelahiran; Jarak kelahiran yang ideal yaitu dua sampai empat tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari dua tahun menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat, hal ini dipengaruhi oleh keadaan umum dan gizi ibu. Kemunduran pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan sangat erat kaitannya dengan keadaan yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta, sehingga nutrisi yang disalurkan ke bayi terhambat dampaknya terjadilah abortus (Markum, 2003).

6. Komplikasi1) Perforasi Dalam .Melakukan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing.Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis.Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah.Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

2) Luka pada serviks uteri.Apabila jaringan serviks kerasdan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit.Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina.Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

3) Pelekatan pada kavum uteri.Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman.Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat.Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

4) Perdarahan.Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya perdarahan.Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

5) Infeksi.Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar.Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

6) Lain-lainKomplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulakan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, enek, muntah dan diare.

7. PatofisiologiAbortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua basalis dan perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan.Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin.

8. Penanganan1. Abortus iminensistrahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsangan mekanik berkuang. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien panas. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negative, mungkin janin sudah mati.Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg. berikan preparat hematinik misalnya sulfas ferosus 600 1.000 mg. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.2. Abortus insipiens bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuscular. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infokus oksitosin 0,5 mg intramuscular 5 % 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai abortus komplit. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual.

3. Abortus inkomplit bila disertai syok karena perdarahan, berikan infuse cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuscular. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi.4. Abortus komplit bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 sampai 5 hari. Bila pasein anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfuse darah. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.5. Missed abortion bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret taam. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering arau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi. Pada kehamlan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakuka dilatasi serviks dengan dilatator hegar. Kemudian hasil kosepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infuse oksitosin 10 IU dalam deksrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontaksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infuse oksitosin setelah pasien istirahat satu hari. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari dibawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut. 6. Abortus septicAbortus septic harus dirujuk ke rumah sakit.a. Penanggulangan infeksi Obat pilihan pertama: penisilin prokain 800.000 IU intramuscular iap 12 jam ditambah kloamfenikol 1 g peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam. Obat pilihan kedua: ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam ditambah metrodinazol 500 mg taip 6 jam. Obat pilihan lainnya: ampisilin dan kloroamfenikol, penisilin dan gentamisin.b. Tingkatkan asupan cairan.c. Bila perdarahan banyak, lakukan transfuse darah.d. Dalam 24 jam sampai 28 jam setelah perlindungan antibiotic atau lebih cepat lagi bla terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)1. PengertianKehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono Prawirohardjo, 2005).Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus.Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %).(Sarwono Prawirohardjo2002).Kehamilan ekstrauterin adalah kehamilan di luar batas uterus, sedangkan kehamilan heterotopik adalah hamil intrauterin dan hamil ektopik yang terjadi bersama-sama.Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Manuaba, 2008).

2. Etiologi1) Faktor dalam lumen tubaa. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.c. Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.2) Faktor pada dinding tubaa. Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.3) Faktor diluar dinding tubaa. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.4) Faktor laina. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.b. Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur yang sudah di buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita).5) Bekas radang pada tuba6) Kelainan bawaan tuba7) Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal8) Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba9) Abortus buatan10) Riwayat kehamilan ektopik yang lalu11) Infeksi pasca abortus12) Apendisitis13) Infeksi pelvis14) Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)( Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007 - Cunningham, 2006)

3. Predisposisi Faktor predisposisi terjadinya kehamilan ektopik adalah: infeksi pelvis, alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, curettage berulang, dan riwayat pembedahan tuba.4. Tanda dan gejalaBentuk kehamilan apabila masih utuh akan ada rasa sakit atau tidak nyaman. Namun bila sudah pecah menimbulkan perdarahan intraabdominal. Gejala klinisnya meliputi trias gejala klinik :1) Amonorea (terlambat dating bulan)2) Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan seluruh abdomen.3) Terdapat perdarahan melalui vaginal (Manuaba, 1998)Selain itu diagnosis dari Kehamilan Ektopik Terganggu yakni :1) Anamnesis dan gejala klinisRiwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah.Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.2) Pemeriksaan fisika) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.b) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.3) Pemeriksaan ginekologisPemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.4) Pemeriksaan Penunjanga) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.b) USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri, Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri, Adanya massa komplek di rongga panggul.c) Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.d) Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.e) Ultrasonografi berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001).

5. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi yaitu :a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.b. Infeksic. Sterilitasd. Pecahnya tuba falopiie. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.

6. PatofisiologiTempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal.Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi.Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot.Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul.Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut.Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan.Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas.Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol.Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah:a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,b. Abortus ke dalam lumen tuba,c. Ruptur dinding tuba.Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).

7. PenangananSeorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.1. Penatalaksanaan MedisPada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi.Tindakan konservativ medik dilakukan dengan pemberian methotrexate.Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel.Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini: a) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari tuba, b) tidak ada aktivitas jantung janin, c) diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, d) diameter massa ektopik < 3,5 cm, e) kadar tertinggi -hCG < 15.000mIU/ ml, f) harus ada informed consent dan mampu mengikuti follow up, serta g) tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.2. Penatalaksanaan BedahPenatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu.Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam.Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi.Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Pada dasarnya prosedur Salpingotomi sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi (Chalik, 2004).

MOLA HIDATIDOSA1. PengertianMola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan.Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.(Mochtar, 1998).Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, 2002).Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.(Mansjoer, Arif, 2001).

2. EtiologiPenyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor penyebabnya adalah :1) Faktor ovumPembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma.2) Imunoselektif dari trofoblasPerkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas.Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio kelaparan, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.3) UsiaFaktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.4) Keadaan sosio-ekonomi yang rendahDalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.5) Paritas tinggiPada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan molahidatidosa.6) Defisiensi proteinProtein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak sempurna.7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelasInfeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.8) Riwayat kehamilan mola sebelumnyaKekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat masalah oosit primer .3. Tanda dan gejalaa. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan. Perdarahan ini bias intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.b. Hiperemesis gravidarum.c. Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.d. Tanda-tanda tirotoksikosis.e. Kista lutein unilateral / bilateral.f. Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.g. Tidak dirasakan adanya tanda-tanda gerakan janin, balotemen negative kecuali pada mola parsial.h. Amenorei. Pengeluaran gelembung mola

4. Komplikasia. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.b. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia.c. Infeksi sekunder.d. Perforasi karena kegananasan dan Karena tindakan.e. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18%-20% kasus akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.

5. PatofisiologiMola hidatidosa dapat terbagi menjadi :a. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast1) Teori missed abortionMudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.2) Teori neoplasma dari ParkSel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.3) Studi dari HertigStudi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

6. Penanganan1) Perbaikan Keadaan Umuma. Koreksi dehidrasib. Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang)c. Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum, diobati sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi.d. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit dalam.2) Kuretase Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.a. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.b. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.c. Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.d. Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.3) HisterektomiSyarat melakukan histerektomi adalah :a. umur ibu 35 tahun atau lebih.b. Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.4) Pemeriksaan Tindak Lanjuta. Lama pengawasan 1-2 tahunb. Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.c. Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.d. Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.e. Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.f. Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.