percobaan pendahuluan pembuatan alumina kalimantan barat

9
183 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7, Nomor 4, Oktober 2011 : 183 – 191 Naskah masuk : 05 Mei 2011, revisi pertama : 07 Juni 2011, revisi kedua : 22 Agustus 2011, revisi terakhir : Oktober 2011 PERCOBAAN PENDAHULUAN PEMBUATAN ALUMINA KUALITAS METALURGI DARI BAUKSIT KALIMANTAN BARAT Preliminary Research on Preparation of Metallurgical Grade Alumina Using Bauxite of West Kalimantan DESSY AMALIA dan MUCHTAR AZIZ Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman 623, Bandung 40211 Telp. 022 6030483, Fax. 022 6003373 e-mail: [email protected] SARI Aluminium adalah logam ringan yang memiliki banyak kelebihan dan sangat diperlukan dalam berbagai industri. Untuk memeroleh logam aluminium diperlukan alumina yang memiliki spesifikasi metalurgi, yang dihasilkan melalui proses digesting (Bayer process) terhadap bahan baku bauksit. Bauksit yang digunakan berasal dari Kalimantan Barat yang memiliki kadar Al 2 O 3 50,9%; SiO 2 1,17% dan Fe 2 O 3 15,21%. Proses Bayer menghasilkan larutan sodium aluminat dan residu bauksit (red mud). Penambahan Whitton dapat membantu proses Bayer sehingga menghasilkan larutan sodium aluminat dengan kadar SiO 2 lebih rendah dibanding tanpa penggunaan Whitton. Larutan sodium aluminat dipresipitasi membentuk presipitat aluminium hidroksida kemudian dikalsinasi dengan variasi temperatur 1000; 1100; 1200°C untuk menghasilkan alumina. Alumina yang dihasilkan memiliki spesifikasi 96,8% Al 2 O 3 ; 0,10% SiO 2 ; 0,052% Fe 2 O 3 ; 1,05% Na 2 O; dan 0,23% CaO belum memenuhi spesifikasi kualitas metalurgi. Perlu perbaikan proses terutama saat digesting serta pengurangan jumlah Na 2 O pada larutan sodium aluminat. Kata kunci : bauksit, digesting, alumina, kualitas metalurgi. ABSTRACT Aluminum is known as light metal with many advantages that are required in many applications of industries. Production of metalic aluminum requires metallurgical grade alumina that is resulted from bauxite digester (Bayer process). The bauxite ore derived from West Kalimantan contains Al 2 O 3 50.9%, SiO 2 1.17% and Fe 2 O 3 15.21%. Bayer process generates sodium aluminate solution and bauxite residue (red mud). The addition of Whitton assists Bayer process to yield lower SiO 2 in sodium aluminate solution. Sodium aluminate solution was precipitated to form hydroxide aluminum then was calcined in various temperatures of 1000; 1100; 1200°C in order to produce alu- mina. Produced alumina has chemical composition of Al 2 O 3 96.8%, SiO 2 0.10%, Fe 2 O 3 0.052%, Na 2 O 1.05% and CaO 0.23%, however, it has not fulfill yet the metallurgical grade specification as SiO 2 < 0.03%, Fe 2 O 3 < 0.03%, Na 2 O < 0.65% and CaO < 0.6%. Therefore, some improvements of Bayer process and sodium oxide reduction in sodium aluminate solution would be concerned. Keywords : bauxite, digesting, alumina, metallurgical grade

Upload: farizan-rahmat-reksoprodjo

Post on 02-Aug-2015

257 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kualitas Metalurgi dari ... Dessy Amalia dkk.

183

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7, Nomor 4, Oktober 2011 : 183 – 191

Naskah masuk : 05 Mei 2011, revisi pertama : 07 Juni 2011, revisi kedua : 22 Agustus 2011, revisi terakhir : Oktober 2011

PERCOBAAN PENDAHULUAN PEMBUATANALUMINA KUALITAS METALURGI DARI BAUKSITKALIMANTAN BARAT

Preliminary Research on Preparation of Metallurgical GradeAlumina Using Bauxite of West Kalimantan

DESSY AMALIA dan MUCHTAR AZIZ

Puslitbang Teknologi Mineral dan BatubaraJalan Jenderal Sudirman 623, Bandung 40211Telp. 022 6030483, Fax. 022 6003373e-mail: [email protected]

SARI

Aluminium adalah logam ringan yang memiliki banyak kelebihan dan sangat diperlukan dalam berbagai industri.Untuk memeroleh logam aluminium diperlukan alumina yang memiliki spesifikasi metalurgi, yang dihasilkan melaluiproses digesting (Bayer process) terhadap bahan baku bauksit. Bauksit yang digunakan berasal dari Kalimantan Baratyang memiliki kadar Al2O3 50,9%; SiO2 1,17% dan Fe2O3 15,21%. Proses Bayer menghasilkan larutan sodiumaluminat dan residu bauksit (red mud). Penambahan Whitton dapat membantu proses Bayer sehingga menghasilkanlarutan sodium aluminat dengan kadar SiO2 lebih rendah dibanding tanpa penggunaan Whitton. Larutan sodiumaluminat dipresipitasi membentuk presipitat aluminium hidroksida kemudian dikalsinasi dengan variasi temperatur1000; 1100; 1200°C untuk menghasilkan alumina. Alumina yang dihasilkan memiliki spesifikasi 96,8% Al2O3;0,10% SiO2; 0,052% Fe2O3; 1,05% Na2O; dan 0,23% CaO belum memenuhi spesifikasi kualitas metalurgi. Perluperbaikan proses terutama saat digesting serta pengurangan jumlah Na2O pada larutan sodium aluminat.

Kata kunci : bauksit, digesting, alumina, kualitas metalurgi.

ABSTRACT

Aluminum is known as light metal with many advantages that are required in many applications of industries.Production of metalic aluminum requires metallurgical grade alumina that is resulted from bauxite digester (Bayerprocess). The bauxite ore derived from West Kalimantan contains Al2O3 50.9%, SiO2 1.17% and Fe2O3 15.21%. Bayerprocess generates sodium aluminate solution and bauxite residue (red mud). The addition of Whitton assists Bayerprocess to yield lower SiO2 in sodium aluminate solution. Sodium aluminate solution was precipitated to formhydroxide aluminum then was calcined in various temperatures of 1000; 1100; 1200°C in order to produce alu-mina. Produced alumina has chemical composition of Al2O3 96.8%, SiO2 0.10%, Fe2O3 0.052%, Na2O 1.05% andCaO 0.23%, however, it has not fulfill yet the metallurgical grade specification as SiO2 < 0.03%, Fe2O3 < 0.03%,Na2O < 0.65% and CaO < 0.6%. Therefore, some improvements of Bayer process and sodium oxide reduction insodium aluminate solution would be concerned.

Keywords : bauxite, digesting, alumina, metallurgical grade

Page 2: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

184

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7, Nomor 4, Oktober 2011 : 183 – 191

PENDAHULUAN

Aluminium adalah logam yang lunak dalam bentukmurni namun keras seperti baja jika padat, ringan,tahan terhadap korosi dan merupakan konduktorlistrik yang baik. Keunggulan tersebut membuat alu-minium sangat diperlukan sebagai bahan baku dalambeberapa industri seperti komponen otomotif, bahankonstruksi, peralatan rumah tangga dan sebagainya.Jumlah kebutuhan aluminium dalam negeri pada2009 sekitar 535.093 ton sedangkan produksi dalamnegeri hanya 375 ribu ton, sehingga ada kekurangansekitar 29,92% (Badan Standarisasi Nasional, 2011).

Pemenuhan kebutuhan aluminium dari dalam negerisampai saat ini hanya berasal dari PT. Inalum. Bahanbaku yang dibuat untuk dilebur menjadi aluminiumyaitu alumina diperoleh melalui impor dari Austra-lia. Alumina diproduksi melalui proses Bayer daribijih bauksit. Indonesia memiliki deposit bauksitcukup banyak di Kalimantan Barat yang selama inihanya diekspor dalam bentuk bijih wantah.

Rencana pemberlakuan UU no. 4 tahun 2009mendorong industri dalam negeri untuk mendirikanpabrik pengolahan dan pemurnian mineral, salahsatunya bauksit. Bauksit perlu diolah agar memenuhispesifikasi bahan baku alumina. Pengolahan bauksitbertujuan untuk meningkatkan kadar Al2O3 > 52% dan SiO2 < 2% sehingga ekonomis jikadiusahakan dalam pembuatan alumina.

Alumina hingga saat ini diperoleh melalui prosesBayer menggunakan NaOH untuk pelindian bauksityang ditemukan Karl Josef Bayer pada 1892 (Tottenand MacKenzie, 2003). Proses Bayer sering disebutdengan digestion yang kondisi operasionalnyatergantung pada komposisi mineral dari bauksit yangdigunakan seperti pada Tabel 1. Proses digestiondilakukan dengan mereaksikan bauksit dengan larutanNaOH sehingga aluminium hiroksida larut menjadilarutan sodium aluminat. Selama proses tersebutNaOH bereaksi dengan alumina dan silika,sedangkan kalsium, besi dan titanium oksida tidakterlarut dan menjadi residu berwarna merah yangsering dikenal dengan red mud atau residu bauksit

(Cardarelli, 2008). Aluminium hidroksida diperolehdengan melakukan presipitasi terhadap larutan so-dium aluminat.

Proses presipitasi dapat dilakukan denganmenetralkan larutan sodium aluminat yang semulamemiliki pH 13 diturunkan derajat keasaman (pH)larutan menjadi 8 dengan asam klorida berdasarkandiagram kelarutan hidroksida (Aziz, 2009) padaGambar 1. Bagian putih pada diagram menunjukkanhidroksida berada dalam larutan sedangkan bagianyang diarsir, dalam bentuk endapan. Selain denganpenambahan asam, sodium aluminat yang diperolehdipanaskan perlahan untuk menghilangkan silikaterlarut (Na2Si(OH)6). Kemudian didinginkanperlahan dan diasamkan dengan karbondioksidamembentuk larutan asam karbonik lemah danmenetralkan larutan yang secara selektifmengendapkan aluminium hidroksida (Al(OH)3)(Cardarelli, 2008). Selain pengaturan pH, prosespresipitasi juga dapat dilakukan denganmenambahkan seed berupa aluminium hidroksidayang dihasilkan sebelumnya hingga 400% berat untukmenumbuhkan kristal-kristal aluminium hidroksida(Schmitz, 2006).

Aluminium hidroksida yang diperoleh kemudiandikalsinasi pada suhu 1100 sampai 1300°C untukmenghasilkan alumina. Kalsinasi dilakukanmenggunakan rotary kiln untuk non-metallurgicalgrade. Kalsinasi sistem fluidized bed kemungkinandapat digunakan untuk metallurgical grade. Keduamacam alumina tersebut harus memiliki kandungannatrium yang rendah. Cara untuk menguranginatrium misalnya dengan pelindian menggunakanair atau menambahkan silika untuk membentuk so-dium silikat yang terlarut. Perubahan gibsit menjadialfa-alumina saat kenaikan temperatur pada proseskalsinasi memiliki fenomena sebagai berikut :- melepaskan uap air pada suhu 250°C dan 400°C

dengan membuat alumina terfluidisasi;- perubahan eksotermis menjadi alfa-alumina

terjadi pada rentang suhu antara 1000°C sampai1250°C serta membutuhkan waktu sedikitnya1 jam (Cardarelli, 2008).

Tabel 1. Reaksi dan kondisi proses digestion mineral bauksit

Mineral Bauksit Reaksi Kondisi

Gibbsite 2 AlO(OH).H2O + 2 NaOH 2 NaAlO2 + 4 H2O P atmosferik, 135°C<T< 150°CBoehmite 2 AlO(OH) + 2 NaOH 2 NaAlO2 + 2 H2O P atmosferik, 205°C<T< 245°CDiaspore 2 AlO(OH) + 2 NaOH 2 NaAlO2 + 2 H2O P (3,5 – 4 MPa), T> 250°C

Page 3: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kualitas Metalurgi dari ... Dessy Amalia dkk.

185

Alumina hasil kalsinasi memiliki struktur lebih kasardan rapuh serta berukuran sekitar 5 – 10 mm(Cardarelli, 2008). Alumina yang digunakan olehPT Inalum berjenis metallurgical grade denganspesifikasi tertera pada Tabel 2.

Saat ini, bauksit yang ada di Indonesia memilikikadar rendah, karena jumlah silika reaktif cukuptinggi (4 – 15%) (sehingga untuk meningkatkankadarnya hingga minimal 2% cukup sulit. Selaindengan menggunakan proses upgrading, silika reaktif

dapat dikurangi jumlahnya sebelum atau saat digest-ing bahkan setelah digesting.

Proses Desilikasi

Menurut Jiayu dkk., 2011 bahwa proses Bayermemerlukan proses desilikasi menggunakan kapur(Cao atau Ca(OH)2). Alternatif kondisi prosesdilakukan dengan menambahkan whitton(mengandung komponen CaCO3) ke dalam bejanabertekanan bersama bauksit dan larutan NaOH.

Gambar 1. Diagram kelarutan hidroksida berdasarkan pH (Vogel, 1979)

Tabel 2. Spesifikasi alumina metalurgical grade yang digunakan PT. Inalum

Parameter Kimia Kadar (%) Parameter Fisik Nilai

Fe2O3 < 0,03 B.E.T surface area 25 m2/gSiO2 < 0,03 Bulk density 0,95 – 1,05 kg/dm3

TiO2 < 0,006 Fine particle size (-44 mesh) < 15 %P2O < 0,001 Coarse particle size (+150 mesh) < 3 %Na2O < 0,65CaO < 0,6LOI < 1,0

Sumber : Sinaga, 2011

Page 4: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

186

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7, Nomor 4, Oktober 2011 : 183 – 191

Kandungan CaCO3 dalam whitton dapat mengikatsilika reaktif dalam bentuk kaolinit dengan reaksi :

Al2O3.2SiO2 + CaCO3 CaO.Al2O3.SiO2 .... (1)

Pada reaksi (1) di atas, silika reaktif tidak akanmengkonsumsi NaOH sehingga Al yang terekstrakdiharapkan menjadi lebih banyak.

METODOLOGI

Alumina diperoleh melalui beberapa tahapan proses,yaitu digesting (proses Bayer), kemudian presipitasiuntuk memperoleh aluminium hidroksida sertakalsinasi. Sebelum proses berlangsung, bauksit hasilproses upgrading dikarakterisasi komposisi kimia danmineralnya. Digesting dilakukan dengan mencampurbauksit dengan NaOH konsentrasi 129 g/L(perbandingan berat 3 : 2) melalui penambahan airyang berlangsung pada 140°C selama 2 jam. Prosesdesilikasi dilakukan untuk mengurangi jumlah SiO2reaktif yang terlarut menggunakan whitton teknisyang mengandung CaCO3 dengan perbandinganberat 3 : 1 terhadap jumlah SiO2 reaktif. Proses di-gesting dilakukan dengan menggunakan bejana

bertekanan seperti pada Gambar 2 yang memilikispesifikasi sebagai berikut:- Kapasitas : 7 liter luluhan setiap

percobaan;- Suhu maks. : 150°C;- Tekanan maks. : 5 atm;- Putaran pengaduk : 20 rpm;- Pemanas : elemen listrik;- Material konstruksi : baja.- Perlengkapan : pengatur suhu, thermo-

couple, pressure gauge,safety valve.

Proses tersebut menghasilkan larutan sodiumaluminat dan padatan berwarna merah yang disebutred mud (residu bauksit). Larutan sodium aluminatyang dihasilkan dinetralkan pH nya dengan asamsulfat pekat sehingga membentuk endapan putih yangdiharapkan adalah aluminium hidroksida. Kemudianendapan tersebut disaring dan dicuci dengan airsuling untuk membersihkan Na (sodium) yangmenempel pada padatan. Kemudian padatan tersebutdikalsinasi dengan variasi suhu 1000;1100;1200°Cdengan injeksi udara. Diagram alir proses pembuatanalumina dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Bejana bertekanan untuk proses Bayer

Page 5: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kualitas Metalurgi dari ... Dessy Amalia dkk.

187

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bauksit hasil pencucian yang telah tersedia denganukuran -60 mesh dikarakterisasi secara kimia danfisika (XRD). Komposisi kimia bauksit yangdigunakan dalam percobaan tertera pada Tabel 3.Bauksit tersebut terdiri dari mineral gibsit, goethitedan hematit berurutan berdasarkan hasil analisisdifraksi sinar-X yang terlihat pada Gambar 4.Komposisi kimia menunjukkan bahwa bauksittersebut memiliki kadar Al2O3 yang belum memadaisebagai bahan baku proses Bayer yang seharusnyamengandung Al2O3 minimal 52% namun SiO2 yangterkandung telah memenuhi syarat yaitu < 3%.Menimbang bahwa SiO2 cukup sulit penanganannyasaat proses Bayer, maka bauksit tercuci tersebutdianggap cukup baik dilihat dari jumlah pengotoryang terkandung dan dapat digunakan sebagai bahanbaku proses Bayer.

Selanjutnya bauksit tercuci dijadikan umpan dalamproses Bayer untuk mengekstrak aluminium terlarutdalam bentuk hidroksida (Al(OH)3). Dalam prosesBayer, bauksit direaksikan dengan larutan NaOHdalam bejana bertekanan. Kondisi operasi prosesBayer yang dilakukan yaitu, konsentrasi NaOH 129g/L pada suhu 140°C selama 2 jam.

Hasil dari proses Bayer terdiri atas filtrat berupalarutan sodium aluminat dan padatan yang berwarnamerah yang dikenal dengan red mud (bauksit residu).Larutan sodium aluminat yang dihasilkandikarakterisasi untuk mengetahui hasil ekstraksiberupa komposisi oksida dalam filtrat yang tampakpada Tabel 4. Hasil analisis menunjukkan bahwapenambahan Whitton mengurangi jumlah SiO2,Fe2O3 dan CaO dalam larutan lebih signifikandibanding tanpa penambahan Whitton, berartiWhitton yang dipakai dapat menjadi bahan desilikasidan dapat meningkatkan persen ekstraksi Al2O3.

Sodium Aluminat

Presipitasi

Kalsinasi

Aluminium hidroksida

Alumina

AsamSulfat

udara

Bauksit tercuci

Proses Bayer

NaOH

Red Mud

Whitton

Keterangan : alternatif tambahan bahan

Gambar 3. Diagram alir pembuatan alumina

Page 6: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

188

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7, Nomor 4, Oktober 2011 : 183 – 191

Tabel 3. Komposisi oksida bauksit

Oksida Al2O3 SiO2 Fe2O3 CaO MgO TiO2 LOI

% 50,9 1,17 15,21 0,098 0,022 1,47 28,6

Gambar 4. Kandungan mineral bauksit hasil difraksi sinar-X

Tabel 4. Larutan sodium aluminat hasil proses Bayer dengan dan tanpa penambahan whitton

Oksida (mg/L) Al2O3 SiO2 Fe2O3 CaO MgO TiO2 Na2O % Ekstraksi Al2O3

Non whitton 58292 166 16,9 2,5 0,65 1,25 90677 49,56Whitton 88778 10 6,28 1,036 - tt 99739 75,48

Larutan sodium aluminat yang dihasilkan denganbantuan Whitton dilanjutkan ke proses berikutnya,yaitu presipitasi. Presipitat yang terbentuk berwanaputih seperti tampak pada Gambar 5 dan memilikikomposisi kimia seperti pada Tabel 5 yang merupakan

mineral Bayerit/Aluminium Hydroxide (Al(OH)3)dari hasil analisis difraksi sinar –X (Gambar 6), danmemilliki specific gravity 2,42. Proses presipitasialuminium hidroksida dapat dilihat pada Gambar7.

Page 7: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kualitas Metalurgi dari ... Dessy Amalia dkk.

189

Aluminium hidroksida yang diperoleh masihmengandung Na cukup besar sehingga perlu dicucidengan air hangat agar Na berlebih pada permukaanendapan menjadi berkurang. Sedangkan Fe yangterdapat dalam aluminium hidroksida kemungkinanikut terendapkan saat presipitasi, karena sesuaiGambar 1 Fe(OH)3 akan mengendap pada pH hingga

3, jadi presipitasi yang baik hendaknya dilakukanhingga pH 7 saja. Silika (Si) yang mengendapmerupakan silika reaktif yang tidak ikut bereaksidengan Ca pada whitton yang ditambahkan, sehinggasaat proses Bayer perlu penambahan Whitton sesuaijumlah Si yang terdapat dalam bauksit (lihatpercobaan).

Aluminium hidroksida yang dihasilkan kemudian dikalsinasi dengan variasi temperatur selama 2 jam.Hasil kalsinasi berupa bubuk berwarna putihdibanding sebelum kalsinasi (Gambar 5) danmengalami pengurangan berat. Data penguranganberat dan hasil karakterisasi fisika dapat dilihat padaTabel 6 yang menunjukkan bahwa jumlah matrikhilang bakar (LOI) pada aluminium hidroksida sekitar37%. Hal ini dapat dilihat pada data penguranganberat 1200°C (Tabel 6) adalah 1,22 gram dari 3,3gram aluminium hidroksida yang dikalsinasi. Sisadari kandungan aluminium hidroksida selain LOIadalah oksida-oksida pengotor lain seperti CaO yangdapat dilihat dari komposisi kimia yang tampak padaTabel 7.

Gambar 5. Presipitat aluminium hidroksidadalam larutan sodium aluminat

Tabel 5. Komposisi oksida aluminium hidroksida

Oksida Al2O3 SiO2 Fe2O3 Na2O

% 56,3 0,05 0,026 3,30

Gambar 6. Hasil analisis sinar-X presipitat

Semakin tinggi temperatur kalsinasi, semakin besarkadar Al2O3 yang diperoleh (Tabel 7) berarti pada1200°C aluminium hidroksida telah mengalamidekomposisi paling sempurna dibanding temperaturlebih rendah dan fraksi yang mudah menguap dapatdihilangkan. Tujuan dari kalsinasi adalahdekomposisi, transisi fase atau penghilangan fraksi

Page 8: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

190

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7, Nomor 4, Oktober 2011 : 183 – 191

Gambar 7. Alumina hasil kalsinasi (kiri) danhasil presipitasi (kanan)

Tabel 6. Hasil karakterisasi fisika (XRD) produk kalsinasi variasi temperatur

SuhuKandungan mineral Specific Gravity

Pengurangan(°C) berat (g)

1000 Corundum (Aluminium Oxide) 3,24 2,301100 Corundum (Aluminium Oxide) 3,39 4,371200 Corundum (Aluminium Oxide) - 1,22

Tabel 7. Komposisi kimia hasil kalsinasi variasi temperatur

Suhu Al2O3 SiO2 Fe2O3 Na2O CaO % Ekstraksi(°C) (%) (%) (%) (%) (%) Al2O3

1000 83,1 0,10 0,10 5,39 - 46,781100 84,2 0,22 0,051 6,81 1,69 47,401200 96,8 0,10 0,052 1,05 0,23 54,49

mudah menguap, melalui perlakuan panas terhadapbahan galian atau material padat di bawah titik leburproduk (Pudjaatmaka, 2002) yang akan dihasilkandalam hal ini alumina yang memiliki titik lebur2072°C.

Dalam kegiatan ini, kalsinasi yang dilakukan adalahuntuk mendekomposisi mineral hidrat menjadioksida serta menghilangkan air kristal sebagai uapair. Selain itu, kalsinasi pada aluminium hidroksidamenjadi alumina juga membantu dalam transisi fasekarena alumina terdiri dari beberapa fasa, yaitu γ-,δ-, η-, θ-, and α-alumina. Setiap fase memilikistruktur kristal dan sifat yang unik. Alumina metal-lurgical grade yang diharapkan memiliki fasa a yangdiidentifikasi sebagai mineral corundum (Tabel 6)karena lebih stabil dan saat aplikasi pada HallHeroult cell tidak akan menyebabkan korosi serta

akan membentuk kerak di atas cell yang mudahdipecah (ØstbØ, P.N, 2002).

Secara kimia, alumina yang dihasilkan belummemenuhi spesifikasi metallurgical grade karenajumlah pengotor masih melebihi dari persyaratanalumina kualitas metalurgi (Tabel 2). Hal inidisebabkan jumlah NaOH yang digunakan padaproses Bayer sangat berlebih terutama jika sudahditambahkan bahan desilikasi seperti whitton makajumlah NaOH yang diperlukan seharusnya lebihsedikit. Selain itu, penambahan asam dalam prosespresipitasi harus dikendalikan hingga pH 8menggunakan asam klorida ( Aziz, 2009).Penambahan asam pada presiptasi juga dapatmenyebabkan jumlah persen ekstraksi Al2O3 yang

dihasilkan kecil (Tabel 7) karena ada kemungkinanpengotor yang masih ada dalam larutan sodiumaluminat ikut terendapkan. Jadi penambahan asambekerja tidak selektif walaupun dikendalikan pH nyakarena antar unsur terendapkan pada pH yangberhimpit (Gambar 1.) Pencucian hasil presipitasijuga perlu diperhatikan untuk membersihkan sisa-sisa Na dari permukaan. Selain itu, pengujian fisikaterhadap alumina yang dihasilkan belum dilakukankarena keterbatasan jumlah produk sehinggaspesifikasi fisik belum diketahui.

KESIMPULAN DAN SARAN

Alumina yang diperoleh belum memenuhispesifikasi yang diperlukan oleh PT. Inalum sehinggamasih perlu perbaikan proses terutama dalam

Page 9: Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kalimantan Barat

Percobaan Pendahuluan Pembuatan Alumina Kualitas Metalurgi dari ... Dessy Amalia dkk.

191

pengurangan pengotor jumlah Na oksida dalampresipitat aluminium hidroksida. Selain itu juga perludiadakan variasi kondisi proses Bayer untukmemperoleh larutan sodium aluminat yangpengotornya terutama Si dan Fe semakin rendahsehingga meningkatkan persen ekstraksi Al2O3. Prosespresipitasi juga perlu dicoba dengan menggunakanseed alumina untuk meningkatkan persen ekstraksikarena selektifitasnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada Bapak Wahyu yangmembantu dalam proses digesting serta (Alm) BapakSoma Somantri yang ikut andil dalam proses kalsinasi.Tak luput pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkansatu persatu yang telah membantu dalam penelitianini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M., Muta’alim, Husaini, Wahyudi, A. dan Sarjono,2009. Pengembangan pemanfaatan red mudlimbah industri alumina skala bench. Laporan In-ternal Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara.

Badan Standarisasi Nasional, 2011. Sektor industri alu-minium. http://www.bsn.go.id/files/1704711/genapsnibuku/BAB_13.pdf. Diakses pada 24 No-vember 2011 pukul 10.07 WIB.

Cardarelli, F.2008. Materials handbook: a concise desk-top reference, second edition. Springer-Verlag-Lon-don Limited.

Jiayu Ma, Kunming Zhai, Zhibao Li, 2011. Desilicationof synthetic Bayer liquor with calcium sulfate dihy-drate: Kinetics and modeling. JurnalHidrometallurgy vol. 107, issues 1-2 pages 48-55,Elsevier.

ØstbØ P. N., 2002. Evolution of alpha phase aluminain agglomerates upon addition to cryolitic melts,Disertasi Norwegian University of Science andTechnology, Department of Materials Technologyand Electrochemistry.

Pudjaatmaka, A. Hadyana, 2002. Kamus kimia. Cetakankedua, Balai Pustaka, Jakarta.

Schmitz, Cristoph, 2006. Handbook of aluminium re-cycling. Vulkan-verlag Gmbh, Germany.

Sinaga, D., 2011. Operasi pabrik elektrolisis aluminiumpermasalahan dan penanganannya di PT Inalum.Prosiding Seminar Indonesian Process Metallurgy2011, Institut Teknologi Bandung.

Totten, G. e, and MacKenzie, D. S., 2003. Alloy pro-duction and material manufacturing. Handbookof Aluminum Volume 2,Marcel Dekker, Inc, NewYork.

Vogel. 1979. Textbook of macro and semimicro quali-tative inorganic analysis, Fifth Edition. LongmanGroup UK Limited, London.