perbedaan subjective well-being pada dewasa awal … · ii dipertahankan di depan dewan penguji...
TRANSCRIPT
0
PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA DEWASA
AWAL YANG SUDAH MENIKAH DAN YANG BELUM
MENIKAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Guna Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Untuk Mendapat Gelar Sarjana
Disusun Oleh:
JULIANA SARI DEWI 09.860.0136
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN 2013
i
JUDUL SKRIPSI : PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING
PADA DEWASA AWAL YANG SUDAH
MENIKAH DAN YANG BELUM MENIKAH
NAMA MAHASISWA : JULIANA SARI DEWI
NIM : 09.860.0136
BAGIAN : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
MENYETUJUI
KOMISI PEMBIMBING
(Dr. Nefi Darmayanti, M.si) (Azhar Aziz, S. Psi. MA)
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Kepala Bagian Dekan
(Laili Alfita, S. Psi, MM) (Prof.Dr.H. Abdul Munir, M.Pd)
Tanggal Sidang Skripsi
30 November 2013
ii
DIPERTAHANKAN DI DEPAN DEWAN PENGUJI SKRIPSI FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA DAN DITERIMA UNTUK
MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MEMPEROLEH
GELAR SARJANA (S1) PSIKOLOGI
Pada tanggal
30 November 2013
Mengesahkan
Fakultas Psikologi
Universitas Medan Area
Dekan
(Prof. Dr. H. Abdul Munir, M.Pd)
Dewan Penguji
1. Ketua : Istiana, S.Psi, M.Pd :
2. Penguji I : Dr. Nefi Darmayanti, M.Si :
3. Penguji II : Azhar Aziz , S.Psi. MA :
4. Penguji III : Salamiah Sari Dewi, S.Psi, M.Psi:
5. Sekretaris : Nurmaida Irawani S, M.Psi :
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini adalah
benar adanya dan merupakan hasil karya saya sendiri. Segala kutipan karya pihak
lain telah saya tulis dengan menyebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari
ditemukan adanya plagiasi maka saya rela gelar kesarjanaan saya dicabut.
Medan, November 2013
Penulis
Juliana Sari Dewi
NIM.098600136
iv
Motto
“ Believe your dream…!!!
Nothing is impossible, if you try
And never give up to make it come true..
When you are on your way
Just trust what you feel..
My dream.. My power..”
(Jorge Lorenzo)
“life is a roller coaster..
It has its ups and down
But it’s you choice to scream
Or enjoy the ride..”
(Jorge Lorenzo)
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Karya sederhana ini kepada kedua orang tuaku tercinta, ayahanda M.Said (Alm.) terima kasih yang tak terhingga atas jerih payah & kasih sayangnya, terima kasih sudah menjadi
bulan & langit yang selalu menemaniku di kala malam tiba. Kepada ibunda Samiah Ramud, terima kasih atas segala kasih sayang & pengorbanannya yang tak terbatas, yang bunda curahkan selama
ini kepadaku, terima kasih sudah menjadi matahari & bumi yang selalu menerangi & memberi kehangatan di kala siang tiba.
Ini hanyalah persembahan sederhana yang tak bisa dibandingkan dengan apa yang sudah ayah dan bunda berikan selama ini
“Tetaplah menjadi matahari dan bulan di dalam kehidupannku” I love you so much Ayah & Bunda, you are the reason why I wake up
every morning.. Thanks to Allah yang sudah memberikan orang tua seperti mereka…
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya serta kesehatan lahir bathin kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi
Universitas Medan Area.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih benar-benar jauh
dari kesempurnaan disamping itu, masih banyak kekurangan serta kejanggalan
disana-sini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menginginkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan tulisan ini
nantinya.
Dalam hal ini penulis, dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya di dalam memberi pengarahan serta mengarahkan
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta mohon maaf atas segala kekurangan
di dalam penulisan skripsi ini kepada :
1. Yayasan H.Agus Salim UMA yang telah mendirikan Universitas Medan Area
tempat penulis menimba ilmu.
2. Bapak Prof.Dr.H.Ali Yakub Matondang, M.A, selaku Rektor UMA
3. Bapak Prof.Dr.H.Abdul Munir, M.Pd selaku Dekan Fakultas Psikologi
4. Ibu Dr. Nefi Darmayanti, M.Si sebagai pembimbing I, terima kasih yang tak
terhingga telah bersedia begitu banyak memberi arahan dan bimbingannya
untuk membuat penulis lebih baik lagi.
vii
5. Bapak Azhar Aziz , S.Psi. MA, selaku pembimbing II, atas perhatian dan
arahan yang diberikan.
6. Ibu Istiana, S.Psi, M.Pd atas kesediaan menjadi ketua sidang peneliti dan
saran-saran yang dikemukakan.
7. Ibu Salamiah Sari Dewi, S.Psi, M.Psi, selaku dosen tamu, terima kasih atas
saran dan kritikan yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini.
8. Ibu Nurmaida Irawani Siregar, S. Psi M.Psi sebagai sekretaris dan dosen wali
peneliti.
9. Ibu Rahmi Lubis, terima kasih banyak atas semua bimbingan serta arahannya
dalam menyelesaikan proposal penulis, terima kasih setiap coretan dan
lipatan proposal yang salah dan karena coretan itu semua penulis mampu
menyelesaikan tulisan ini sampai tahap skripsi.
10. Para dosen Fakultas Psikologi yang selama ini telah memberikan banyak ilmu
dan pembelajaran yang sangat berharga.
11. Kepada seluruh staff tata usaha peneliti (bang mimi, bang janer, bang wanda,
bang putra, kak pida dan yang lain) mengucapkan terima kasih atas bantuan
dalam memperlancar segala urusan administrasi selama penulis kuliah disini.
12. Terima kasih untuk masyarakat dewasa awal dikelurahan bandar selamat
lingkungan VI yang telah bersedia membantu peneliti mengisi angket
penelitian.
13. Terima kasih yang tak terhingga Ibu ku tercinta yang sudah banyak memberi
semangat, dorongan, motivasi, kasih sayang dan do’a yang tak henti-hentinya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
14. Thanks to my brother Edi Syahputra yang telah meluangkan sedikit
waktunya membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan thanks a lot
buat abang angkasa, bang juar, dan bang sukri atas support kalian selama ini.
15. Terima kasih kepada sahabat terbaik ku zesy sylfia dan ayu nindyah putri
yang telah membantu peneliti dalam pengeditan dan semangat dari awal
pembuatan proposal sampai penyelesaian skripsi penelitian ini.
16. Terima kasih kepada nurbaiti siregar yang telah bersedia memberi tumpangan
hujan-hujanan untuk setiap bimbingan kerumah dosen dan selalu membantu
penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Betti tetaplah jadi sahabat, teman yang
selalu perduli terhadap sahabat dan temannya yang lagi kesusahan.
17. Buat sahabat yang paling special dhayu isni ambiya, thank you very much for
all yu. Selalu ada kemana pun penulis butuhkan. Thanks to Allah yang sudah
kasih banyak sahabat salah satunya dia.
18. Buat adik-adik di kost, nazzla putri utari, nurhayati, litha ginting mejile,
nursyakbaniyah, darlia sharif, dan mifta. Tetap semangat ya adik-adik
kesayangan kakak, terima kasih atas perhatian dan support kalian selama ini.
19. Buat mamak-mamak ku di kampus, dewi puspita sari, risky azahra, gita
nirwana, rizky syahfitri, suci maulida, wiwit wulan sari, libriani, misvi
rahmadani, risky arira, dewi sarinta, dan buat faadhil dan josep. Makasih
udah buat hari-hari yang sulit terasa ringan karena canda tawa dan support
kalian. Jangan kalian lupakan sahabat kalian yang satu ini ya.
ix
20. Buat sahabat kelas B yang selalu mendukung peneliti elfi, beby, yuni, aan,
ayu, fira, ipul, rizki, bg jonerson, thank you very much. Tetap semangat ya
menjalani semua walau kita udah menjalani hidup masing-masing nanti.
21. Buat teman-teman seperjuangku stambuk 09 dan kelas B khususnya yang tak
mungkin penulis sebutkan satu persatu disini, terima kasih atas support dan
do’anya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya kepada Allah SWT
penulis serahkan segalanya, yang dapat membalas segala kebaikan yang telah
penulis terima, Amin.
Medan, November 2013
Penulis,
Juliana Sari Dewi
x
PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA DEWASA AWAL
YANG SUDAH MENIKAH DAN YANG BELUM MENIKAH
ABSTRAK
Subjective well-being (kebahagiaan) adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu individu terpenuhi. Subjective well-being dipengaruhi oleh aspek positif, aspek negatif, dan aspek kepuasan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh mana perbedaan subjective well being ditinjau dari status pernikahan pada wanita dewasa awal yang bekerja. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini ialah purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang di di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatann Medan Tembung. Metode analisis data yang digunakan ialah metode analisis t-test. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan Subjective well-being pada wanita dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum menikah dengan koefisien perbedaan t-test sebesar 0,608 dengan p > 0,05. Sejalan dengan hasil penelitian, peneliti menyarankan agar (1) masyarakat mampu meningkatkan kesejahteraan diri dan status ekonomi agar masyarakat walau belum menikah tetap bisa memiliki kesejahteraan diri yang baik, dan (2) peneliti selanjutnya seharusnya dapat meningkatkan kualitas skala ukur.
Kata Kunci : Subjective Well Being, Status Pernikahan, Dewasa Awal.
xi
THE DIFFERENCE OF SUBJECTIVE WELL-BEING FROM MARRIAGE STATUS OF EARLY ADULT WOMEN
ABSTRACT
Subjective well-being (happiness) is a prosperous state and satisfaction, which is a delightful satisfaction had arise when an individual's specific needs and expectations has been coming. Subjective well-being has influenced by the positive aspects and the negative aspects and satisfaction aspects of life. This research aims to look at how far where the subjective well being has differences in terms of marital status on a mature woman had been working. Research on the sampling technique was purposive sampling, with the total sample as many as 80 people at the Kelurahan Bandar Selamat Kecamatann Medan Tembung. Methods of data analysis used the T-test analysis method. Results of the study revealed that there was no difference in Subjective well-being in early mature women who has married and unmarried with the coefficient differences t-test of 0,608 > with p 0.05. In line with the results of the study, the researchers suggest that (1) the community should be able to improve the welfare of themselves and to the community in spite of the economic status of unmarried can still have yourself a good welfare, and (2) the next researcher should be able to improve the quality of the measuring scale. Keywords: Subjective Well Being, Merriage, Early Adult
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iii
MOTTO ..................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. x
ABSTRACT ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. .......................................................................................... Latar
Belakang Masalah .................................................................. 1
B. ........................................................................................... Ident
ifikasi Masalah ........................................................................ 6
C. ........................................................................................... Batas
an Masalah ............................................................................. 6
D. .......................................................................................... Rum
usan Masalah ......................................................................... 6
xiii
E. ........................................................................................... Tuju
an Penelitian ........................................................................... 7
F. ........................................................................................... Manf
aat Penelitian .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 8
A. .......................................................................................... Dew
asa Awal ................................................................................ 8
1. ...................................................................................... Peng
ertian Dewasa Awal .......................................................... 8
2. ...................................................................................... Tuga
s Perkembangan Dewasa Awal ......................................... 9
3. ...................................................................................... Ciri-
ciri Dewasa Awal ............................................................. 11
B. ........................................................................................... Subje
ctive Well-Being ..................................................................... 18
1. ...................................................................................... Peng
ertian Subjective Well-Being ............................................. 18
2. ...................................................................................... Aspe
k-aspek Subjective Well-Being .......................................... 19
3. ...................................................................................... Fakto
r yang Mempengaruhi Subjective Well-Being .................... 21
C. ........................................................................................... Perni
kahan ..................................................................................... 24
xiv
1. ...................................................................................... Peng
ertian Pernikahan .............................................................. 24
2. ...................................................................................... Tuju
an Pernikahan Menurut Perundangan ................................ 26
D. .......................................................................................... Perbe
daan Subjective Well-Being Dewasa Awal yang Sudah Menikah dan
yang Belum Menikah ............................................................. 27
E. ........................................................................................... Kera
ngka Konseptual...................................................................... 28
F. ........................................................................................... Hipot
esis ......................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 29
A. .......................................................................................... Ident
ifikasi Variabel Penelitian ...................................................... 29
B. ........................................................................................... Defe
nisi Operasional Variabel Penelitian ....................................... 29
C. ........................................................................................... Popu
lasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..................................... 30
D. .......................................................................................... Meto
de Pengumpulan Data ............................................................. 32
E. ........................................................................................... Valid
itas dan Reliabilitas Alat Ukur ................................................ 33
xv
1. ...................................................................................... Valid
itas Alat Ukur ................................................................... 33
2. ...................................................................................... Relia
bilitas Alat Ukur ............................................................... 35
F. ........................................................................................... Meto
de Analisis Data ..................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 38
A. .......................................................................................... Orien
tasi Kancah Penelitian ............................................................ 38
1. ...................................................................................... Orien
tasi Kancah ....................................................................... 38
2. ...................................................................................... Persi
apan Penelitian ................................................................. 38
3. ...................................................................................... Uji
Coba Alat Ukur Penelitian ................................................ 41
B. ........................................................................................... Pelak
sanaan Penelitian .................................................................... 42
C. ........................................................................................... Hasil
Penelitian ............................................................................... 43
1. ...................................................................................... Uji
Asumsi ............................................................................. 44
xvi
a. ................................................................................. Uji
Normalitas Sebaran ..................................................... 44
b.................................................................................. Uji
Homogenitas Varians .................................................. 45
2. ...................................................................................... Hasil
Perhitungan Analisis t-test ................................................ 45
3. ...................................................................................... Hasil
Perhitungan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ............... 47
D. .......................................................................................... Pemb
ahasan ................................................................................... 48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 52
A. .......................................................................................... Kesi
mpulan ................................................................................... 52
B. ........................................................................................... Saran
............................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
xvii
Tabel 1 : Distribusi Penyebaran Butir-Butir Pernyataan Skala
Subjective Well-Being Sebelum Uji Coba ................................. 40
Tabel 2 : Distribusi Penyebaran Butir-Butir Pernyataan Aspek
Subjective Well-Being Sebelum Uji Coba ................................ 42
Tabel 3 : Hasil Perhitungan Uji Normalitas ............................................ 44
Tabel 4 : Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ......................................... 45
Tabel 5 : Rangkuman Hasil Analisis t-test .............................................. 46
Tabel 6 : Statistik Induk ........................................................................... 46
Tabel 7 : Hasil Penghitungan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ........ 48
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
A. ......................................................................................................... Hasil
Data Mentah ...................................................................................... 57
B. ......................................................................................................... Hasil
Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................ 78
C. ......................................................................................................... Anal
isis Data Penelitian ............................................................................ 81
D. ......................................................................................................... Anal
isis Statistik Uji t-test ........................................................................ 88
E. ......................................................................................................... Skal
a Penelitian ........................................................................................ 90
F. .......................................................................................................... Sura
t Keterangan Bukti Penelitian .......................................................... 98
G. ......................................................................................................... Sura
t Keterangan Telah Melakukan Penelitian ...................................... 99
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan
yang berbeda pada masing-masing tahapannya. Pada masa dewasa merupakan
masa yang paling lama dialami individu dalam rentang kehidupan, salah satunya
pada tahap masa dewasa awal. Individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan
tanggung jawabnya tentu bertambah besar. Individu tidak lagi bergantung secara
ekonomi, sosiologi ataupun psikologis pada orang tua. Berbagai pengalaman, baik
yang berhasil maupun yang gagal dalam menghadapi suatu masalah dapat
dijadikan pelajaran berharga untuk membentuk pribadi yang lebih matang,
tangguh dan bertanggung jawab terhadap masa depannya. Secara fisik, dewasa
awal menampilkan pribadi yang sempurna dalam arti pertumbuhan dan
perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Dewasa awal
memiliki daya tahan serta taraf kesehatan yang prima sehingga untuk melakukan
berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat dan proaktif.
Kehidupan psikososial pada masa dewasa awal bertambah kompleks
karena selain memasuki dunia kerja, individu juga menghadapi berbagai macam
tugas perkembangan, salah satunya adalah menikah dan membina kehidupan
rumah tangga. Menurut Havighurst (dalam Dewinta, 2012) tugas perkembangan
merupakan tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan setiap
individu. Bila individu berhasil dalam tugas tersebut maka akan membawa
2
keberhasilan untuk menyelesaikan tugas berikutnya, tetapi apabila gagal akan
menimbulkan kesulitan dalam menghadapi tugas berikutnya.
Individu pada usia dewasa awal ini biasanya sudah mulai memikirkan
masa depannya, mulai dari pendidikan yang tinggi, bekerja, memilih pasangan
hidup dan memilih untuk menikah atau tidak. Dewasa awal sendiri merupakan
periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan
sosial baru. Orang dewasa awal diharapkan mampu memainkan peran baru,
seperti peran suami/istri, orang tua, pencari nafkah, mengembangkan sikap-sikap
baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.
Penyesuaian diri ini menjadikan periode ini suatu periode khusus dan sulit dari
rentang hidup seseorang. Periode ini sangat sulit, sebab sejauh ini sebagian besar
anak mempunyai orang tua, guru, teman atau orang-orang lain yang bersedia
menolong mereka mengadakan penyesuaian diri. Sekarang, sebagai orang dewasa
mereka diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri. Apabila mereka
menemui kesulitan-kesulitan yang sukar diatasi, mereka ragu-ragu untuk minta
pertolongan dan nasehat orang lain karena enggan kalau-kalau dianggap “belum
dewasa” (Hurlock, 2002).
Bila individu dewasa awal belum menjalani tugas perkembangannya
sebagaimana mestinya dan sesuai dengan usia, maka ia cenderung akan
mengalami masalah pribadi dan sosial. Hal ini mungkin disebabkan karena
individu tersebut merasa terlambat dibandingkan dengan individu dewasa lainnya
dan juga merasa belum memenuhi harapan masyarakat. Kegagalan dalam
menguasai tugas perkembangan masa dewasa awal akan mengakibatkan tidak
3
terpenuhinya harapan sosial yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan
sosial seseorang. Di lingkungan sosial orang sering membandingkan standar
kehidupan mereka dengan standar kehidupan orang lain atau dengan
kesejahteraan mereka sebelumnya. Sedangkan perasaan pribadi seperti
kebahagiaan, keamanan, keterlibatan dan kepuasan, ikut menyumbang
kesejahteraan subyektif secara keseluruhan. Penyesuaian pribadi lebih kepada
bagaimana individu mampu menempatkan diri dilingkungan masyarakat dan
kehidupan baru yang dijalani setelah menikah. Penyesuaian inilah yang nantinya
membawa dampak positif atau negatif dan sejahtera atau tidaknya individu itu
dalam menjalankan peran barunya baik sebagai pasangan atau masyarakat sosial
dilingkungannya. Kesejahteraan diri juga sangat berperan dalam tugas
perkembangan individu dewasa awal dimana orang dewasa melakukan apa pun
untuk bisa mencapai kesejahteraan diri tersebut, baik dalam hal pekerjaan,
keluarga dan sosialisasi terhadap lingkungan masyarakat tempat tinggal.
Subjective well-being (kesejahteraan diri) itu sendiri sangat penting untuk
diteliti lebih jauh dimana fenomena yang terjadi di lingkungan peneliti dan
kehidupan modern saat ini adalah orang hanya mementingkan kehidupan materil
berkarir untuk mendapakan kebutuhan fisik dibandingkan kesejahteraan diri yang
sangat memberi efek positif bagi kehidupan mereka ke depan. Di mana efek
positif itu sendiri merupakan akan dapat menimbulkan perilaku seseorang yang
selalu bersemangat, memiliki minat dalam melakukan aktifitas dan merasa
bahagia.
4
Subjective well-being itu sendiri merupakan istilah yang sangat berkaitan
dengan istilah happiness (kebahagiaan). Diener (2009) menambahkan, lebih tinggi
frekuensi munculnya aspek positif dari pada aspek negatif dapat memberikan
perasaan nyaman dan riang (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya
pun akan makin positif. Demikian pula individu yang dapat mencapai tujuan dan
merasa puas akan semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya
akan baik pula. Diener dan Suh (2000) mendefinisikan subjective well-being
adalah suatu keadaan yang didapatkan dari menggabungkan antara aspek afektif
dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan untuk meraih subjective well-being
adalah perasaan bahagia akan hidupnya, sedangkan aspek kognitif yang
diharapkan adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek
kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang
memberikan kepuasan hidup.
Rendahnya subjective well-being pada orang dewasa di antaranya adalah
dengan menunda pernikahan. Pernikahan itu merupakan sebuah peristiwa di mana
sepasang mempelai atau sepasang calon suami– istri dipertemukan secara formil
di hadapan penghulu atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin,
untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami-isteri dengan upacara dan
ritual-ritual tertentu. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang (dalam Huda, 2012).
5
Pernikahan itu sendiri mengandung makna bahwa pernikahan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang sejahtera dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Hadikusuma, 2007). Pernikahan
memberikan jaminan bahwa pria yang sudah menjadi suami seorang wanita tidak
seenaknya hidup bersama tanpa tanggung jawab. Demikian juga wanita dengan
adanya pernikahan, maka tidak seenaknya akan lari dan meninggalkan
pasangannya. Pernikahan juga berarti pendorong bagi pasangan pria dan wanita
atau suami istri untuk berusaha sekuat tenaga untuk saling mementingkan
kewajiban dalam rumah tangga atau keluarga, agar masing-masing anggota
keluarga dapat merasakan kesejahteraan dan ketenangan lahir batin (Hasan,
1988).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa subjective well-
being adalah kesejahteraan utuh yang dialami individu, di mana individu dapat
memiliki perasaan yang positif mengenai hidupnya, sebagai hasil dari evaluasi
afektif, dan memiliki kepuasaan hidup atas apa yang ia capai, baik dalam hal
karir, keluarga, dan komunitasnya, sebagai hasil evaluasi kognitifnya (dalam
Nabila, 2011).
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti merasa penting untuk
meneliti apakah orang yang sudah menikah benar memiliki kesejahteraan diri
yang baik? Dan belum tentu yang belum menikah tidak memiliki kesejahteraan
diri yang baik pula. Dengan demikian peneliti ingin melakukan penelitian dengan
6
judul “Perbedaan Subjective Well-Being pada Dewasa Awal yang Sudah
Menikah dan yang Belum Menikah”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikatakan bahwa
status pernikahan akan berpengaruh pada subjective well-being orang dewasa
awal. Orang yang sudah menikah kesejahteraan dirinya selain ada pada dirinya
juga terdapat pada pasangan dan anak-anaknya. Memiliki keluarga yang baik dan
harmonis merupakan sumber kesejahteraan diri setiap pasangan pernikahan.
Sedangkan kesejahteraan diri yang belum menikah ada pada hubungan dengan
orang tua, sahabat, relasi dan lingkungan sosial yang mendukung merupakan
sumber kesejahteraan diri yang baik.
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini menekankan pada masalah perbedaan subjective well-
being (kesejahteraan diri) pada dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum
menikah. Oleh sebab itu peneliti memfokuskan perhatian pada aspek-aspek SWB
yaitu meliputi aspek negatif, aspek positif, dan kepuasaan hidup.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan
masalahnya adalah apakah terdapat perbedaan subjective well-being pada dewasa
awal yang sudah menikah dan yang belum menikah?
7
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan subjective well-
being pada dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum menikah.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini ialah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi
wacana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi
perkembangan terutama yang berhubungan dengan perbedaan subjective
well-being yang sudah menikah dengan yang belum menikah dan agar
dapat memberi pengetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat tentang
Subjective Well-Being (kesejahteraan) pada orang dewasa awal.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukkan dan informasi, agar masyarakat tau bahwasannya
kesejahteraan diri itu didapat dengan adanya hubungan pernikahan. Bagi
orang dewasa juga, agar mereka mengerti bahwa pernikahan itu awal
dari kesejahteraan diri dan kebahagiaan. Untuk itu perencanaan yang
baik dalam pernikahan penting dilakukan agar orang dewasa menjadi
sejahtera baik secara psikologis dan fisiologis.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dewasa Awal
1. Pengertian Dewasa Awal
Masa dewasa awal dimulai pada kisaran usia 18 tahun sampai 40 tahun,
saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya
kemampuan reproduktif (Hurlock, 2002). Masa dewasa awal merupakan periode
penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial
baru. Orang dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, seperti peran
suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru,
keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.
Penyesuaian diri ini menjadikan periode khusus dan sulit dari rentang hidup
seseorang. Periode ini sangat sulit sebab sejauh ini sebagian besar anak
mempunyai orang tua, guru, teman atau orang-orang lain yang bersedia menolong
mereka mengadakan penyesuaian diri. Oleh karena itu, orang dewasa adalah
individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima
kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock,
2002).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan
baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa ini individu sudah mempunyai tugas
perkembangan yang lebih banyak dalam menjalani kehidupannya sebagai
masyarakat dan warga negara. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu
9
yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Ada lima tugas perkembangan pada dewasa awal yang akan dibahas
sebagai berikut (Hurlock, 2002):
1. Efisiensi fisik
Puncak efisiensi fisik biasanya dicapai pada usia pertengahan dua puluhan,
sesudah terjadi penurunan hingga awal usia empat puluhan. Dengan
demikian dalam periode penyesuaian, secara fisik orang mampu
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang selain sukar juga paling
banyak jumlahnya dalam periode ini.
2. Kemampuan motorik
Orang-orang muda mencapai puncak kekuatannya antara usia dua puluhan
dan tiga puluhan. Kecepatan respon maksimal terdapat antara usia dua
puluh dan dua puluh lima tahun dan sesudah itu kemampuannya ini sedikit
demi sedikit menurun. Dalam belajar menguasai keterampilan-
keterampilan motorik yang baru, orang-orang muda usia dua puluhan lebih
mampu dari pada mereka yang mendekati usia setengah umur. Selain itu
orang-orang muda dapat mengandalkan kemampuan motorik ini dalam
situasi-situasi tertentu, hal mana tidak dapat mereka lakukan semasa
remaja karena pertumbuhan yang cepat dan tidak seimbang saat itu
menyebabkan mereka kurang luwes dan kaku.
10
3. Kemampuan mental
Kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan
menyesuaikan diri pada situasi-situasi baru, seperti misalnya mengingat
hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berfikir kreatif,
mencapai puncaknya pada usia dua puluhan, kemudian sedikit demi
sedikit menurun. Meskipun orang-orang muda ini tidak belajar secepat
dulu kualitas belajarnya tidak merosot.
4. Motivasi
Apabila remaja mencapai usia dewasa secara hukum, mereka berkeinginan
kuat untuk dianggap sebagai orang-orang dewasa yang mandiri oleh
kelompok sosial mereka. Hal ini menjadi motivasi bagi orang-orang muda
ini untuk menguasai tugas-tugas perkembangan yang diperlukan agar
dapat dianggap mandiri.
5. Model peran
Remaja bekerja setelah menamatkan sekolah lanjutan mempunyai model
peran untuk diteladani karena berinteraksi dengan orang dewasa. Mereka
memperoleh motivasi untuk melihat perilaku sesuai garis-garis yang
dianut masyarakat dewasa, agar mereka sendiri juga dianggap dewasa.
Sebaliknya, remaja yang tetap bersekolah atau kuliah sesudah mereka
secara hukum dewasa masih berada dalam lingkungan teman-teman
sebaya mereka, dan akan tetap mengikuti garis-garis perilaku remaja dan
bukan pola perilaku dewasa. Jika mereka tetap dalam status
11
ketergantungan ini, mereka hampir tidak memperoleh kesempatan atau
motivasi untuk menguasai tugas-tugas perkembangan orang dewasa.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa tugas perkembangan masa
dewasa awal sebagai masa perubahan baik dari efisiensi fisik, kemampuan
motorik, kemampuan mental, motivasi, dan model peran. Pada masa ini, dewasa
awal diharapkan mampu menjalankan tugasnya sebagai anggota masyarakat dan
karirnya ke depan.
3. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
Ada sepuluh ciri-ciri masa dewasa awal yang dialami manusia di dalam
rentang kehidupannya yaitu sebagai berikut (Hurlock, 2002) :
a. Masa dewasa awal sebagai masa pengaturan
Masa dewasa merupakan masa ”pengaturan” (settle down). Generasi-
generasi terdahulu berpandangan bahwa jika anak laki-laki dan wanita
mencapai usia dewasa secara sah, hari-hari kebebasan mereka telah
berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggung jawab sebagai
orang dewasa. Ini berarti bahwa pria muda mulai membentuk bidang
pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya, sedangkan wanita muda
diharapkan mulai menerima tanggung jawab sebagai ibu dan pengurus
rumah tangga.
Sekarang diakui bahwa penjajakan terlalu singkat sering mengakibatkan
bibit-bibit ketidakpuasan karena terlalu cepat memilih pekerjaan atau
pasangan hidup. Sementara itu, banyak juga pemuda yang mencoba
mendekati beberapa wanita untuk menemukan apakah mereka itu
12
merupakan wanita yang bisa menjadi istri yang akan mendampingi seumur
hidup. Demikian juga wanita muda sekarang ini, mereka berpacaran,
sering lebih dari satu orang pria sebelum menentukan pasangan hidup
yang dirasanya cocok untuknya. Untuk mencoba berbagai pola kehidupan
dan berganti-ganti pacar agar dapat memilih pola hidup dan pasangan
hidup yang dirasa cocok, sudah tentu memerlukan waktu. Rata-rata
pemuda dewasa sekarang mulai menentukan pola hidup dan memilih
pasangan hidupnya sekitar umur tiga puluhan, walaupun banyak juga yang
sudah mulai mantap pada usia yang lebih muda.
b. Masa dewasa awal usia reproduktif
Orang tua (parenthood) merupakan salah satu peran yang paling penting
dalam hidup orang dewasa. Orang yang menikah berperan sebagai orang
tua pada saat berusia dua puluhan atau pada awal tiga puluhan, beberapa
sudah menjadi kakek atau nenek sebelum masa dewasa awal berakhir.
Orang yang belum menikah hingga menyelesaikan pendidikan atau telah
memulai kehidupan kariernya, tidak akan menjadi orangtua sebelum ia
merasa bahwa ia mampu berkeluarga. Perasaan ini biasanya terjadi
sesudah umur tiga puluhan. Demikian pula jika wanita ingin berkarier
sesudah menikah, ia akan menunda mempunyai anak sampai usia tiga
puluhan. Dengan demikian, baginya hanyalah masa terakhir dari masa
dewasa awal yang merupakan “usia reproduktif”. Bagi orang yang cepat
mempunyai anak dan mempunyai kelurga besar pada awal masa dewasa
13
atau bahkan pada tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh
masa dewasa ini merupakan masa reproduksi.
c. Masa dewasa awal ini sebagai masa bermasalah
Dalam tahun-tahun awal dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi
seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dari
masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya. Dengan menurunnya
tingkat usia kedewasaan secara hukum, anak-anak muda telah banyak
menghadaɰi masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya.
Meskipun mereka sekarang dapat memberi suaranya, memiliki harta
benda, menikah tanpa persetujuan orang tua, serta dapat melakukan
berbagai hal yang tidak dapat dilakukan orang muda ketika ketentuan usia
dewasa secara hukum masih 21 tahun. Jelas pula bahwa “kebebasan baru
ini menimbulkan masalah-masalah yang tidak dapat diramalkan oleh orang
dewasa awal itu sendiri maupun oleh kedua orang tuanya”. Penyesuaian
diri terhadap masalah-masalah masa dewasa awal menjadi lebih intensif
dengan diperpendeknya masa remaja, sebab masa transisi untuk menjadi
dewasa menjadi sangat pendek sehingga anak-anak muda hampir-hampir
tidak mempunyai waktu untuk membuat peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa.
Ada banyak alasan mengapa penyesuaian diri terhadap masalah-masalah
pada masa dewasa begitu sulit. Tiga di antaranya khususnya bersifat
umum sekali. Pertama, sedikit sekali orang muda yang mempunyai
persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai
14
orang dewasa. Kedua, mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan
serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil. Ketiga,
dan mungkin yang paling berat dari semuanya, orang-orang muda itu tidak
memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-
masalah mereka.
d. Masa dewasa awal sebagai masa ketegangan emosional
Sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluhan, kebanyakan orang muda
telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik
sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Apabila emosi yang
menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal kedewasaan masih
tetap kuat pada usia tiga puluhan, maka hal ini merupakan tanda bahwa
penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum terlaksana
secara memuaskan.
Apabila ketegangan emosi terus berlanjut sampai usia tiga puluhan, hal itu
umumnya nampak dalam bentuk keresahan. Apa yang diresahkan orang-
orang muda itu tergantung dari masalah-masalah penyesuaian diri yang
harus dihadapi saat itu dan berhasil tidaknya mereka dalam upaya
penyelesaian itu.
e. Masa dewasa awal sebagai masa keterasingan sosial
Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam
pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier, perkawinan dan rumah tangga,
hubungannya dengan teman-teman kelompok sebaya masa remaja menjadi
renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan
15
kelompok di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk
pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populer pun,
akan mengalami keterpencilan sosial atau apa yang disebut Erikson
sebagai “krisis keterasingan”.
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat
kuat untuk maju dalam karir. Dengan demikian, keramahtamahan masa
remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa dan mereka
juga harus mencurahkan sebagian besar tenaga mereka untuk pekerjaan
mereka, sehingga mereka hanya dapat menyisihkan waktu sedikit untuk
sosialisasi yang diperlukan untuk membina hubungan-hubungan yang
akrab. Akibatnya, mereka jadi egosentris dan ini tentunya menambah
kesepian mereka.
f. Masa dewasa awal sebagai masa komitmen
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan
tanggung jawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada
orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola
hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-
komitmen baru. Meskipun pola-pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen-komitmen baru ini mungkin akan berubah juga. Pola-pola ini
menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen-komitmen di kemudian hari.
16
g. Masa dewasa awal sering merupakan masa ketergantungan
Meskipun telah resmi mencapai status dewasa pada usia delapan belas
tahun, dan status ini memberikan kebebasan untuk mandiri, banyak orang
muda yang masih agak tergantung atau bahkan sangat tergantung pada
orang-orang lain selama jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan
ini mungkin pada orang tua, lembaga pendidikan yang memberikan
beasiswa sebagian atau penuh atau pada pemerintah karena mereka
memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka. Ada orang-
orang muda yang membenci ketergantungan ini, walaupun mereka
menyadari bahwa hal itu perlu agar mereka memperoleh pendidikan yang
dibutuhkan bagi pekerjaan pilihan mereka.
h. Masa dewasa awal sebagai masa perubahan nilai
Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman
dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda
usia dan karena nilai-nilai itu kini dilihat dari kacamata orang dewasa.
Orang dewasa yang tadinya menganggap sekolah itu suatu kewajiban yang
tidak berguna, kini sadar akan nilai pendidikan sebagai batu loncatan
untuk meraih keberhasilan sosial, karir dan kepuasan pribadi.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai pada masa
dewasa awal, di antaranya yang sangat umum adalah, pertama, jika orang
muda dewasa ingin diterima oleh anggota-anggota kelompok orang
dewasa, mereka harus menerima nilai-nilai kelompok ini, seperti juga
waktu kanak-kanak dan remaja mereka harus menerima nilai-nilai
17
kelompok teman sebaya. Kedua, orang-orang muda itu segera menyadari
bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai
konvensional dalam hal keyakinan-keyakinan dan perilaku seperti juga
halnya dalam hal penampilan. Ketiga, orang-orang muda menjadi bapak-
ibu tidak hanya cenderung mengubah nilai-nilai mereka lebih cepat
daripada mereka yang tidak menikah atau tidak punya anak, tetapi mereka
juga bergeser kepada nilai-nilai yang lebih konservatif dan lebih
tradisional.
i. Masa dewasa awal sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan orang muda
terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah penyesuaian diri pada
pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan
pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi
kehidupan keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorangtua tunggal,
dan berbagai pola baru ditempat pekerjaan khususnya pada unit-unit kerja
yang besar dan impersonal di bidang bisnis dan industri.
Menyesuaikan diri pada suatu gaya hidup memang selalu sulit, terlebih-
lebih bagi kaum muda zaman sekarang karena persiapan yang mereka
terima sewaktu masih anak-anak dan dimasa remaja biasanya tidak
berkaitan atau bahkan tidak cocok dengan gaya-gaya hidup baru ini.
Demikian pula orang-orang dewasa masa kini jarang sekali dipersiapkan
agar mampu memikul tanggung jawab sebagai orang tua tunggal atau
tugas ganda sebagai orangtua dan pencari nafkah diluar rumah.
18
j. Masa dewasa awal sebagai masa kreatif
Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah ia dewasa akan tergantung
pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan
keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-
besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada yang
menyalurkan melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal merupakan
tahap perubahan individu dari remaja menjadi dewasa, di mana perubahan ini
akan banyak membuat individu mengalami proses dan perubahan tanggung jawab
yang dialaminya baik dari segi pengaturan diri, kemampuan menghadapi masalah,
kemampuan membawa diri dalam lingkuangan sosial, kemampuan untuk
berkomitmen baik untuk karir ataupun kehidupan berumah tangga. Pada masa ini
lah proses awal kedewasaan manusia akan terjadi sesuai dengan tugas
perkembangannya.
B. Subjective Well-Being
1. Pengertian Subjective well-being
Subjective well-being (kesejahteraan) adalah keadaan sejahtera dan
kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan
dan harapan tertentu individu terpenuhi. Diener (2009) menambahkan, lebih
tinggi frekuensi munculnya afek positif daripada afek negatif dapat memberikan
perasaan nyaman dan riang (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya
pun akan makin positif. Demikian pula individu yang dapat mencapai tujuan dan
19
merasa puas akan semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya
akan baik pula. Diener dan Suh (2000) mendefenisikan subjective well-being
adalah suatu keadaan yang didapatkan dari menggabungkan antara aspek afektif
dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan untuk meraih subjective well-being
adalah perasaan sejahtera akan hidupnya, sedangkan aspek kognitif yang
diharapkan adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek
kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang
memberikan kepuasan hidup.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa subjective well-
being adalah kesejahteraan utuh yang dialami individu, di mana individu dapat
memiliki perasaan yang positif mengenai hidupnya, sebagai hasil dari evaluasi
afektif, dan memiliki kepuasaan hidup atas apa yang ia capai, baik dalam hal
karir, keluarga, dan komunitasnya, sebagai hasil evaluasi kognitifnya.
2. Aspek- aspek Subjective Well-Being
Menurut Diener (Eid dan Larsen, 2008) mengangkat studi mengenai
subjective well-being. Studi tersebut menyebutkan ada tiga komponen yang
menyertai subjective well-being individu, yaitu aspek positif, aspek negatif dan
kepuasaan hidup. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Aspek positif
Individu yang berhasil mencapai subjective well-being umumnya ditandai
dengan tingginya perasaan positif/bahagia. Subjective well-being adalah di
mana evaluasi afektif individu menghasilkan bahwa aspek positifnya
memiliki jumlah yang lebih besar (mayoritas) dari pada aspek negatifnya.
20
Keadaan ini juga tidak hanya menunjukkan bahwa kecil/rendahnya faktor
aspek negatif, tetapi lebih menekankan pada kesehatan mental individu
yang adekuat.
Menurut Diener, dkk. (1999) aspek positif individu yang mempengaruhi
level subjective well-being adalah hal-hal yang mencakup keringanan
(joy), rasa suka cita (elation), kepuasan (contentment), harga diri (pride),
mempunyai rasa kasih sayang (affection), kebahagiaan (happiness), dan
kegembiraan yang sangat (ecstasy).
b. Aspek negatif
Diener (2009) menyatakan bahwa meskipun aspek positif dan negatif
terlihat saling mempengaruhi, namun kedua tipe aspek ini mempunyai
hubungan yang independen antara satu dengan yang lain. Selain itu,
menurut Diener, dkk. (1991), intensitas aspek positif dan negatif tidak
terlalu mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being,
sebaliknya frekuensi aspek positif atau negatif sangat mempengaruhi level
tinggi rendahnya subjective well-being, yaitu tingginya level subjective
well-being disebabkan oleh tingginya frekuensi aspek positif dan negatif.
Menurut Diener, dkk. (1999), beberapa aspek negatif individu yang
mempengaruhi level subjective well-being, yaitu rasa bersalah dan malu
(guilt and shame), kesedihan (sadness), kecemasan dan kekhawatiran
(anxiety and worry), kemarahan (anger), tekanan (stress), depresi
(depression) dan kedengkian (envy).
21
c. Kepuasan hidup
Kepuasan hidup, menurut Eid dan Larsen (2008), merupakan hal yang
dinilai secara holistik, memuat keseluruhan dari kehidupan individu atau
total penilaian kehidupan pada periode hidupnya. Hal ini mencerminkan
bahwa tidak hanya total kuantitas hal-hal yang menyejahterakan
kehidupan individu pada waktu tertentu saja, tetapi juga mengenai kualitas
penyalurannya, apakah hal itu dapat membawa kesejahteraan individu di
waktu selanjutnya lebih permanen atau tidak. Menurut Diener (1999)
beberapa kepuasan hidup individu yang mempengaruhi level subjective
well-being, yaitu hasrat untuk mengubah hidup (desire to change life),
kepuasan pada kehidupan saat ini (statisfaction with current life),
kepuasan pada kehidupan masa lalu (statisfaction with fast), kepuasan
pada kehidupan masa depan nanti (statisfaction with future), dan pendapat
orang-orang terdekat mengenai hidupnya (significant others’ views of one
life) (dalam Nabila, 2011).
Berdasarkan pernyataan di atas disimpulkan bahwa aspek subjective
well-being, yaitu aspek positif, negatif, dan kepuasaan hidup. Di mana ketiga
aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan saling
mempengaruhi dalam mencapai kesejahteraan diri yang baik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Subjective well-being
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being adalah
sebagai berikut (dalam Ariati, 2010) :
22
a. Harga diri positif
Campbell menyatakan bahwa harga diri merupakan prediktor yang
menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi akan
menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah,
mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta
kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu
untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan
menciptakan kepribadian yang sehat.
b. Kontrol diri
Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu
berperilaku dengan cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa.
Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi, motivasi, perilaku dan
aktivitas fisik serta mampu mengatasi konsekuensi dari keputusan yang
telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut.
c. Ekstrovert
Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang
terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian
Diener dkk. (1999) mendapatkan bahwa kepribadian ekstrovert secara
signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-
orang dengan kepribadian ekstrovert biasanya memiliki teman dan relasi
sosial yang lebih banyak, mereka pun memiliki sensitivitas yang lebih
besar mengenai penghargaan positif pada orang lain.
23
d. Optimis
Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih
bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi
dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap
hidupnya, sehingga memiliki impian dan harapan yang positif tentang
masa depan.
e. Relasi sosial yang positif
Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan
keintiman emosional. Hubungan yang di dalamnya ada dukungan dan
keintiman dalam kehidupan pernikahan akan membuat individu mampu
mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis,
kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu
menjadi sehat secara fisik.
f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup
Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan
konsep religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki
kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang
besar.
Berdasarkan pernyataan di atas disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi subjective well-being adalah harga diri positif yang berpengaruh
pada kesejahteraan diri individu tersebut, kontrol diri yang baik, kepribadian
yang terbuka agar lebih mampu melakukan interaksi dengan lingkungan sosial
dan memiliki relasi yang lebih luas, serta optimis dalam menghadapi setiap
24
rintangan dan masalah yang dihadapi akan mampu membawa individu memiliki
kesejahteraan diri positif yang memiliki arti dan tujuan hidup yang baik.
C. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 dalam bab 1 pasal 1
dijelaskan bahwa pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa
(Hadikusuma, 2007). Dari rumusan tersebut dapat dipahami bahwasanya
pernikahan mengandung beberapa pengertian nikah bukan hanya sekedar
selembar surat ijin untuk menggunakan panggilan papa, mama, melainkan
mengandung pengertian sebagai kunci pembuka kunci keluarga dan rumah tangga
yang sah.
Pernikahan memberikan jaminan bahwa pria yang sudah menjadi suami
seorang wanita tidak seenaknya hidup bersama tanpa tanggung jawab. Demikian
juga wanita dengan adanya pernikahan, maka tidak seenaknya akan lari dan
meninggalkan pasangannya. Pernikahan juga berarti pendorong bagi pasangan
pria dan wanita atau suami istri untuk berusaha sekuat tenaga untuk saling
mementingkan kewajiban dalam rumah tangga atau keluarga, agar masing-masing
anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan lahir batin
(Hasan, 1988).
25
Pernikahan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang
didalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak. Janji setia
yang terucap merupakan suatu yang tidak mudah diucapkan. Perlu suatu
keberanian besar bagi seseorang ketika memutuskan untuk menikah. Pernikahan
yang dilandasi rasa cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda,
2009).
Sligman (2003) mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah hubungan
antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri.
Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri
yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih
sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.
Menurut Dariyo (2003) perkawinan merupakan ikatan kudus antara
pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau
dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan
kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan definisi
pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang
melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran
suami–istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih
sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan
emosional antara suami dan istri.
26
2. Tujuan Pernikahan Menurut Perundangan
Pasal 1 UU no. 1-1994 dikatakan bahwa yang menjadi tujuan pernikahan
sebagai suami istri adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya dijelaskan
bahwa suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan material. Dengan demikian yang menjadi tujuan pernikahan menurut
perundangan adalah sebagai berikut (Hadikusuma, 2007) :
a. Untuk kebahagiaan suami istri
Kebahagiaan dalam pernikahan sangatlah penting dalam menjalani
kehidupan berumah tangga. Kebahagiaan suami istri akan mampu
menjadi pondasi pernikahan yang sejahtera baik secara fisik dan
psikologis. Saling menyayangi, saling menghormati, menjaga
komunikasi yang baik serta saling menerima antara suami dan istri akan
membuat kehidupan pernikahan akan lebih baik ke depannya.
b. Untuk mendapatkan keturunan
Tujuan pernikahan juga bukan hanya untuk mencari kebahagiaan pada
pasangan saja, melainkan untuk mendapatkan keturunan. Anak nantinya
akan menjadi sumber kebahagian dalam pernikahan setiap pasangan
suami istri, dan menjadi penerus dan harapan orang tua di kehidupan
mendatang.
27
c. Untuk menegakkan keagamaan
Pernikahan bukan hanya tanggung jawab terhadap pasangan saja,
melainkan kepada Tuhan yang Maha Esa dan keyakinan (agama) setiap
kepercayaan yang mereka yakini. Agama disini sebagai norma atau
aturan yang membuat pernikahan menjadi sejahtera dengan pasangan
pernikahan yang sah. Pernikahan di sini sebagai penegak yang menjadi
tujuan agama karena dengan menikah berarti sudah menjalankan
sebagian perintah agama. (Hadikusuma, 2007)
Dari pernyataan di atas dapat diambil simpulan bahwa tujuan pernikahan
bukan hanya sebagai sumber kebahagiaan melainkan untuk mendapatkan
keturunan dan menegakkan keagamaan setiap individu agar mereka menjadi
sejahtera baik secara psikologis dan fisiologis.
D. Perbedaan Subjective Well-Being Dewasa Awal yang Sudah Menikah dan
yang Belum Menikah
Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita
yang melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian
peran suami – istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan
kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk
pengembangan emosional antara suami dan istri (dalam Safira, 2012). Sedangkan
belum menikah adalah belum adanya hubungan antara pria dan wanita yang
diakui dan diatur dalam seperangkat pranata sosial dan disahkan dalam norma
hukum dan agama (dalam Huda, 2012).
28
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan
subjective well-being orang yang sudah menikah dengan yang belum menikah.
Orang yang sudah menikah kesejahteraan dirinya selain ada pada dirinya juga
terdapat pada pasangan dan anak-anaknya. Memiliki keluarga yang baik dan
harmonis merupakan sumber kesejahteraan diri setiap pasangan pernikahan.
Sedangkan kesejahteraan diri yang belum menikah ada pada hubungan dengan
orang tua, sahabat, relasi, dan lingkungan sosial yang mendukung merupakan
sumber kesejahteraan diri yang baik.
E. Kerangka Konseptual
F. Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti
mengajukan hipotesis yang akan diuji kebenarannya yaitu, terdapat perbedaan
antara subjective well-being dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum
menikah di mana orang yang sudah menikah lebih tinggi Subjective Well-Being
nya dari pada yang belum menikah.
Masa Dewasa
Belum Menikah Sudah Menikah
SWB Aspek-aspek:
Aspek negatif Aspek positif Kepuasan hidup
SWB Aspek-aspek:
Aspek negatif Aspek positif Kepuasan hidup
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Salah satu hal yang paling penting diharapkan dari sebuah penelitian
adalah diperolehnya hal yang dapat dipertanggung jawabkan. Atas dasar itu,
dalam bab ini akan diuraikan mengenai (a) Identifikasi variabel, (b) Defenisi
oprasional, (c) Populasi dan sampel, (d) Metode pengambilan data, validitas, dan
reliabilitas alat ukur, dan (e) Metode analisis data.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Untuk menguji hipotesis penelitian ini, terlebih dahulu didefinisikan
variabel-variabel utama yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1. Variabel bebas (X) : status pernikahan:
a) sudah menikah
b) belum menikah
2. Variabel terikat(Y) : subjective well-being
B. Definisi Variabel Oprasional
Definisi variable oprasional penelitian bertujuan untuk mengarahkan
variabel penelitian agar sesuai dengan pengukuran yang telah disiapkan. Adapun
definisi oprasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Status Pernikahan (yang sudah menikah dan yang belum menikah)
Status pernikahan merupakan ikatan atau hubungan pernikahan yang
membedakan status seseorang, antara yang sudah menikah dan yang
30
belum menikah. Data mengenai status pernikahan ini diungkap melalui
identitas diri yang tertera pada skala, yang dinyatakan dengan “menikah”
dan “belum menikah”.
b. Subjective well-being
Subjective well-being (kebahagiaan) adalah keadaan sejahtera dan
kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila
kebutuhan dan harapan tertentu individu terpenuhi yang meliputi aspek
positif, aspek negatif, dan aspek kepuasan hidup. Data mengenai
Subjective Well-Being diungkap melalui jumlah skor pada skala Subjective
Well-Being. Semakin tinggi skor pada skala Subjective Well-Being maka
semakin tinggi Subjective Well-Being. Sebaliknya semakin rendah skor
pada skala Subjective Well-Being maka semakin rendah pula Subjective
Well-Being.
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya
orang, tetapi juga objek benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan
sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi
seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu. Satu orang
pun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai
karakteristik, misalnya gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul,
31
kepemimpinannya dan lain-lain (Sugiono, 2008). Populasi dari penelitian ini
adalah wanita dewasa awal yang bekerja baik yang sudah menikah dan yang
belum menikah yang ada di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan
Tembung dengan jumlah 412 orang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Apa yang dipelajari dari sampel itu kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari popualsi harus betul-betul
representatif (mewakili) (Sugiono, 2008). Sampel yang diambil pada penelitian ini
berjumlah 80 responden dengan perincian 40 orang yang sudah menikah dan 40
orang yang belum menikah.
Penelitian ini menggunakan Teknik Purposive Sampling yaitu pemilihan
sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri yang berhubungan erat dengan
populasi.
Adapun ciri-ciri sampel dalam penelitian ini adalah :
1. wanita dewasa awal yang berusia 18 sampai 40 tahun
2. wanita dewasa awal yang bekerja
3. wanita dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum menikah
Berdasarkan ciri-ciri sampel di atas, maka jumlah dewasa awal yang
menjadi sampel penelitian ini adalah berjumlah 80 orang.
32
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan skala. Menurut (Hadi, 2002), skala merupakan metode
penyelidikan yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau setidaknya
pada pengetahuan dan keyakinan pribadi atau diri sendiri. Alasan digunakannya
skala pada penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh (Hadi, 2002), yaitu :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
2. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama
dengan apa yang dimaksud oleh peneliti
Skala yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari skala Subjective
Well-Being yang disusun penulis berdasarkan aspek-aspek positif, aspek negatif,
dan kepuasan hidup. Skala akan dibagikan kepada dewasa awal wanita yang
usianya 18 tahun sampai 40 tahun kemudian dibandingkan Subjective Well-Being
antara kedua kelompok tersebut.
Skala yang digunakan menggunakan model skala likert dengan 4 (empat)
pilihan jawaban, berisikan item positif (favourable) dan item negatif
(unfavourable). Suatu skala dikatakan favourable apabila item-item tersebut
memuat pernyataan yang bersifat mendukung, sedangkan item unfavourable
memuat pernyataan yang bersifat tidak mendukung. Penilaian yang diberikan
kepada masing-masing jawaban subjek pada setiap item adalah untuk item yang
33
favourable jawaban Sangat Sesuai (SS) mendapat nilai 4, jawaban Sesuai (S)
mendapat nilai 3, jawaban Tidak Sesuai (TS) mendapat nilai 2, dan jawaban
Sangat Tidak Sesuai (STS) mendapat nilai 1. Untuk jawaban unfavourable maka
penilaian yang diberikan adalah sebaliknya, jawaban Sangat Sesuai (SS)
mendapat nilai 1, jawaban Sesuai (S) mendapat nilai 2, jawaban Tidak Sesuai
(TS) mendapat nilai 3, dan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) mendapat nilai 4.
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial, khususnya
psikologi adalah cara memperoleh data yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi
sangat penting, artinya bahwa kesimpulan penelitian akan dapat dipercaya apabila
didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya (Azwar, 2007). Dengan
memperhatikan kondisi ini, tampak bahwa alat pengumpul data memiliki peranan
penting. Baik atau tidaknya suatu alat pengumpul data dalam mengungkap kondisi
yang akan diukur, tergantung pada validitas dan reliabilitas alat ukur yang akan
digunakan.
1. Validitas Alat Ukur
Validitas berasal dari kata “validity” yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan (mampu mengukur apa yang hendak diukur) dan kecermatan suatu
instrumen pengukuran melakukan fungsi ukurnya, yaitu dapat memberikan
gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya antara subjek yang lain
(Azwar, 2003). Sebuah alat ukur dapat dinyatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan
34
hasil ukur yang sesuai dengan maksud dikenakannya alat ukur tersebut. Suatu alat
pengukur untuk suatu sifat misalnya, maka alat itu dikatakan valid jika yang
diukurnya adalah memang sifat X tersebut dan bukan sifat-sifat yang lain
(Nasution dalam Pratiwi, 2009).
Teknik yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur dalam hal ini
angket diuji validitasnya dengan menggunakan teknik analisis Product Moment
rumus angka kasar dari Pearson (Hadi, 2000).
Rumusnya adalah :
NY
YNX
X
NYX
XYrxy
22
2
2
))((
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antar tiap butir dengan skor total
XY = Jumlah hasil kali antar setiap butir dengan skor total
X = Jumlah skor keseluruhan subjek untuk tiap butir
Y = Jumlah skor keseluruhan butir pada subjek
X 2 = Jumlah kuadrat skor x
Y 2 = Jumlah kuadrat skor y
N = Jumlah subjek
Nilai validitas setiap butir (koefisien r product moment) sebenarnya
masih perlu dikoreksi karena kelebihan bobot. Kelebihan bobot ini terjadi karena
skor butir yang dikorelasikan dengan skor total, ikut sebagai komponen skor total,
dan hal ini menyebabkan koefisien r menjadi lebih besar (Hadi, 2000). Teknik
35
untuk membersihkan kelebihan bobot ini dipakai formula part whole. Adapun
formula part whole adalah sebagai berikut :
))()((2)()(
)())((22
yxxyxy
xyxybt
SDSDrSDSD
SDSDrr
Keterangan :
rbt = Koefisien r setelah dikoreksi
rxy = Koefisien r sebelum dikoreksi (product moment)
SDx = Standar Deviasi skor butir
SDy = Standar Deviasi skor total
(SDx) 2 = Standar Deviasi kuadrat skor x
(SDy) 2 = Standar Deviasi kuadrat skor y
2. Reliabilitas Alat Ukur
Menurut Azwar (2005), reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran
dapat dipercaya. Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi
internal, yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes
kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Teknik yang digunakan
adalah koefisien Alpha Cronbach.
Skala yang akan diestimasi reliabilitasnya dalam jumlah yang sama
banyak untuk mengetahui reliabilitas alat ukur, maka akan digunakan rumus
Koefisien Alpha, sebagai berikut :
36
Keterangan :
R = koefisien reliabilitas instrument (cronbach alpha)
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= total varians butir
= total varians
F. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik, karena analisis statistik dapat menguatkan suatu kesimpulan penelitian
(generalisasi). Adapun pertimbangan-petimbangan dengan menggunakan metode
analisis statistik menurut (Hadi, 2004), adalah:
1. Statistik bekerja dengan angka-angka. Angka-angka ini dapat menunjukkan
jumlah atau frekuensi nilai atau harga.
2. Statistik bekerja secara objektif, artinya statistik sebagai alat penilai
kenyataan yang tidak dapat berbicara lain kecuali apa adanya.
3. Statistik bersifat universal artinya dapat digunakan dalam hampir semua
penilitian.
Penelitian ini menggunakan analisa statistik untuk menguji hipotesis
yang telah dirumuskan. Teknik yang sesuai untuk membuktikan hipotesis adalah
teknik statistik t-test dengan menggunakan SPSS for windows, yang ingin melihat
37
apakah ada perbedaan subjective well-being (Y) dewasa awal yang sudah menikah
dan yang belum menikah (X). Adapun rumus t-test adalah sebagai berikut :
Keterangan :
t-test = koefisien perbedaan subjective well-being
X = rata-rata perbedaan subjective well-being
X2 = jumlah kuadrat dari perbedaan subjective well-being
A1 = dewasa awal yang sudah menikah
A2 = dewasa awal yang belum menikah
1 = bilangan konstanta
2 = bilangan konstanta untuk 2 kelompok
N = jumlah subjek
Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu uji asusmsi terhadap data
penelitian yang meliputi :
1. Uji Normalitas sebaran, yaitu untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian tiap masing-masing variabel telah menyebar mengikuti kurva
normal.
2. Uji Homogenitas, yaitu untuk melihat dan menguji apakah data-data yang
diperoleh berasal dari sekelompok subyek yang dalam beberapa aspek
psikologis bersifat sama (homogen).
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai segala hal yang berhubungan
dengan penelitian, dimulai dari gambaran subjek penelitian, pelaksanaan
penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilaksanakan pada warga di Kelurahan Bandar Selamat
Kecamatan Medan Tembung beralamat Jalan Kapten Jamil Lubis No 54 Medan.
Di mana sampelnya merupakan wanita pekerja dewasa awal yang sudah menikah
dan belum menikah dan bekerja juga. Penduduk di kelurahan ini yang terdiri dari
12 lingkungan yang berjumlah 19.296 orang.
Setiap lingkungan memiliki jumlah penduduk yang berbeda-beda.
Sementara peneliti meneliti di lingkungan VI yang berjumlah 826 orang, peneliti
hanya meneliti wanita pekerja dewasa awal yang berada pada usia 18 sampai 40
tahun. Dewasa awal yang terdapat di lingkungan VI berjumlah 412 orang baik
yang menikah ataupun yang belum menikah.
2. Persiapan Penelitian
a. Persiapan Administrasi
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-
persiapan yang berkaitan dengan administrasi penelitian, yaitu masalah perijinan
yang meliputi perijinan dari pihak Fakultas Psikologi Uniersitas Medan Area dan
39
pihak Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu dimulai dari menghubungi secara formal pihak Fakultas
Psikologi Uniersitas Medan Area guna meminta surat ijin yang ditujukan kepada
Pihak Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan guna meminta perijinan
untuk melakukan penelitian di Kelurahan Bandar Selamat Medan Tembung.
Setelah ada surat ijin dari fakultas peneliti melanjutkan meminta persetujuan atau
ijin dari Balai Penelitan dan Pengembangan Kota Medan sebagai tanda bukti
untuk pihak Kelurahan Bandar Selamat Medan Tembung bahwasannya Balai
Penelitan dan Pengembangan Kota Medan telah memberikan ijin untuk peneliti
melakukan penelitian di kelurahan tersebut. Selanjutnya meminta surat penelitian
dari Fakultas Psikologi Universitas Medan Area dengan nomor surat
1038/FO/PP/2013 yang ditujukan kepada Kelurahan Bandar Selamat Medan
Tembung. Setelah mendapatkan surat penelitian dari pihak Fakultas Psikologi
Universitas Medan Area dan dari Balai Penelitan dan Pengembangan Kota
Medan, pada tanggal 19 september 2013 peneliti mendapatkan surat balasan dari
pihak kelurahan dengan nomor surat 070/83, tanggal 24 september 2013 yang
menyatakan benar telah selesai melakukan pengambilan data dan pemberian skala
penelitian di Kelurahan Bandar Selamat, Kecamatan Medan Tembung.
b. Persiapan Alat Ukur Penelitian
Persiapan yang dimaksud adalah mempersiapkan alat ukur yang nantinya
digunakan untuk penelitian, yakni alat ukur subjective well-being. Skala subjective
well-being dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek subjective well-being
yaitu: aspek positif, aspek negatif, dan kepuasan hidup (Eid Dan Larsen, 2008).
40
Item-item dalam skala ini disusun dalam bentuk pernyataan favourable
dan unfavourable dalam format Likert, setiap aitem terdiri dari empat pilihan
jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS),Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
Setuju (STS). Penilaian yang diberikan kepada masing-masing jawaban subjek
pada setiap pernyataan favourable adalah jawaban Sangat Setuju (SS) mendapat
nilai 4, jawaban Setuju (S) mendapat nilai 3, jawaban Tidak Setuju (TS) mendapat
nilai 2, dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 1. Untuk
pernyataan yang bersifat unfavourable penilaian yang diberikan adalah jawaban
Sangat Setuju (SS) mendapat nilai 1, jawaban Setuju (S) mendapat nilai 2,
jawaban Tidak Setuju (TS) mendapat nilai 3, dan jawaban Sangat Tidak Setuju
(STS) mendapat nilai 4. Penyusunan skala ini akan disusun sendiri oleh peneliti.
Tabel 1. Distribusi Penyebaran Butir-butir Pernyataan Skala Aspek Subjective Well-Being Sebelum Uji Coba
Aspek Indikator favourabel unfafourable ∑ Aspek Positif
- Keringanan - Rasa suka cita - Kepuasan - Harga diri - Kasih sayang - Kebahagiaan
14,48,50,54 3,5,53,55
10,1,34,38 41,44,46,57 30,51,56,58
18,22,26,59,60
- - - - - -
4 4 4 4 4 5
Aspek Negatif
- Rasa bersalah dan malu - Kesedihan - Kecemasan - Kemarahan - Tekanan - Kedengkian
- - - - - -
11,15 19,27,8,52
4,2,45 23,35
31,6,42 39
2 4 3 2 3 1
Aspek Kepuasan hidup
- Hasrat untuk mengubah hidup - Kepuasan pada kehidupan saat
ini - Kepuasan pada kehidupan
masa lalu - Kepuasan pada kehidupan
masa depan - Pendapat orang-orang terdekat
mengenai hidupnya.
16,12,40, 47
20,7,24,36
32
28
43,49
9,25,29
21,13
33
17
37
7
6
2
2
3 Jumlah Pertanyaan 37 23 60
41
3. Uji Coba Alat Ukur Penelitian
Pelaksanaan uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 20 agustus 2013
pada warga Kelurahan Bandar Selamat, Kecamatan Medan Tembung. Selanjutnya
dari tanggal 21 agustus 2013 dilakukan pengecekan sekaligus penyekoran
terhadap alat ukur yang telah terkumpul serta dimulai dilakukan pengolahan data.
Adapun jumlah subjek untuk uji coba alat ukur yaitu sebanyak 80 orang.
Pelaksanaan pengambilan data dalam rangka uji coba alat ukur ini
diambil dari menghubungi pihak kelurahan untuk berkenaan memberikan ijin
untuk menyebarkan angket pada warga dewasa awal sesuai dengan yang peneliti
butuhkan. Setelah melakukan penelitian dan pemberian skala, peneliti meminta
kepada warga dewasa awal yang sudah selesai mengisi meyerahkan skala.
Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap butir skala dengan cara membuat format
nilai berdasarkan skor-skor yang ada pada setiap lembarnya, kemudian skor yang
merupakan pilihan subjek pada setiap butir pertanyaan dipindahkan ke dalam
komputer menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 yang diformat
sesuai dengan keperluan tabulasi data, yaitu lajur untuk nomor pernyataan dan
baris untuk nomor subjek. Pada tanggal 25 september 2013 dilanjutkan dengan
pengolahan data.
Selanjutnya dari hasil uji coba alat ukur subjective well-being yang
berjumlah 60 butir, diketahui bahwa terdapat 18 butir yang gugur dan 42 butir
yang valid. Adapun aitem yang gugur tersebut terdiri dari butir ke 2, 5, 9, 10, 11,
15, 18, 20, 24, 33, 34, 37, 41, 44, 45, 50, 51, dan 56. Berikut adalah tabel
penyebaran butir aitem subjective well-being setelah uji coba.
42
Tabel 2. Distribusi Penyebaran Butir-butir Pernyataan Skala Subjective Well-Being Setelah Uji Coba
No. Aspek-Aspek
Nomor Butir Item Total Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur 1. Positif 1, 3, 14, 22,
26, 30, 38, 46, 48, 53, 54, 55, 58,
59, 60
5, 10, 18, 34, 41, 44, 50, 51, 56
- - 25
2. Negatif - - 4, 6, 8, 19, 23, 27, 31, 35, 42, 39,
52
2, 11, 15, 45
15
3. Kepuasaan hidup
7, 12, 16, 24, 28, 32, 36,
40, 43, 47,49
20 13, 17, 21, 25, 29
9, 33, 37 20
Total 26 10 17 7 60
B. Pelaksaan Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan
Tembung wanita dewasa awal yang sudah dan yang belum menikah, penelitian ini
terlebih dahulu mengurus perijinan pada pihak kelurahan, karena peneliti ingin
membagikan skala ukur kepada warga Kelurahan Bandar Selamat. Adapun jumlah
dewasa awal yang terdapat di Kelurahan Bandar Selamat adalah 412 orang.
Namun, jumlah dewasa awal yang peneliti ambil untuk dijadikan sampel
berjumlah 80 orang. Terlebih dahulu peneliti memilih populasi wanita yang
bekerja baik yang sudah menikah atau yang belum menikah dengan rentang usia
dewasa awal 18 sampai 40 tahun (Hurlock, 2002).
Pada tanggal 20 agustus 2013, peneliti memulai penelitian. Subjek
pertama yang peneliti datangi adalah tetangga wanita yang berusia 33 tahun
seorang pekerja yang sudah menikah dan selanjutnya kepada teman-teman yang
43
bekerja yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat adapun cara pemberian skala
yaitu dengan meninggalkan beberapa skala kepada subjek penelitian ada yang 10
skala, ada yang 20 skala, ada yang 5 skala, ada yang langsung diisi oleh beberapa
subjek yang peneliti jumpai di tanggal 21 sampai 27 agustus 2013. Adapun skala
yang ditinggal untuk diisi tidak semuanya kembali dan terisi, hanya yang
dititipkan 20 skala yang kembali 18 skala saja.
Setelah semua skala ukur terkumpul dan memastikan bahwa seluruh
dewasa awal yang menjadi subjek penelitian telah mengisi skala ukur dengan baik
dan benar pada tanggal 5 september yang peneliti lakukan pada skala ukur
subjective well-being ialah memilih data berdasarkan skala subjective well-being
sebagai variabel terikat (Y), dan status pernikahan sebagai variabel bebas (X) dan
menghitung nilai total masing-masing warga dewasa awal untuk setiap variabel.
Hal ini yang kemudian menjadi data induk penelitian.
C. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai, artinya subjek yang
telah mengisi alat ukur pada tahapan uji coba menjadi subjek penelitian atau
sampel penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik t-test,
dimana analisis ini digunakan untuk menganalisis perbedaan. Dapat diketahui dari
hasil analisis t-test diketahui tidak ada perbedaan subjective well-being antara
orang dewasa yang sudah menikah dengan yang belum menikah. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien perbedaan sebesar 0,608 dengan p > 0,05. Sebelum
data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap variabel yang
44
menjadi pusat perhatian, yaitu data dari variabel subjective well-being yang terdiri
dari uji normalitas sebaran dan uji homogenitas varians.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas Sebaran
Uji normalitas sebaran ini adalah untuk membuktikan bahwa penyebaran
data penelitian yang menjadi pusat perhatian, menyebar berdasarkan prinsip kurva
normal. Uji normalitas sebaran dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov-
Smirnov (K-S). Dengan kriteria apabila p > 0,050 maka sebarannya dinyatakan
normal, sebaliknya apabila p < 0,050 sebarannya dinyatakan tidak normal
(Santoso, 2013)
Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Sebaran
Variabel Rerata K-S SD Sig. Keterangan Subjective well-being
130,175 0,070 15,748 0,200 Sebaran Normal
Keterangan:
Rerata = nilai rata-rata
K-S = nilai normalitas Kolmogorov-Smirnov test
SD = Standart Deviasi
Sig. = tingkat signifikansi
Berdasarkan analisis tersebut, maka diketahui bahwa nilai subjective
well-being untuk wanita dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum
menikah masing-masing adalah 0,200 (>0,050), maka bisa dikatakan distribusi
kedua variabel adalah normal.
45
b. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk mengetahui apakah subjek
penelitian yang termasuk wanita dewasa awal bersifat sama (homogen), dengan
kriterianya apabila p>0,050 maka dinyatakan homogen, sebaliknya apabila
p<0,050 maka dinyatakan tidak homogen (Santoso,2013).
Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Varians
Variabel Uji Homogenitas
F df 1 df 2 Sig. Keterangan
Subjective well-being
Lavene’s test 1,126 1 78 0,292 Homogen
Keterangan :
F = bilangan uji homogenitas
df 1 = derajat kebebesan 1
df 2 = derajat kebebasan 2
Sig. = signifikansi
Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
subjective well-being berada di atas 0,050 (0,292 >0,050), maka bisa dikatakan
bahwa kedua sampel dalam penelitian berasal dari sampel yang homogen.
2. Hasil Perhitungan Analisis t-test
Berdasarkan hasil perhitungan dari analisis t-test, diketahui bahwa tidak
ada perbedaan subjective well-being antara orang dewasa yang sudah menikah
dengan yang belum menikah. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien perbedaan 2,150
dengan koefisien signifikansi 0,545. Dengan demikian hipotesis yang diajukan
yang berbunyi ada perbedaan subjective well-being antara orang dewasa yang
46
sudah menikah dengan yang belum menikah, ditolak. Hasil perhitungan analisis t-
test dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis t-test Variabel MD SED T P Keterangan Subjective well-being
2,150 3,535 0,608 0,545 Hipotesa ditolak
Keterangan:
MD : mean difference
SED : standart error difference
t : koefisien perbedaan t-test
P : peluang ralat
Selanjutnya dengan melihat nilai rata-rata diketahui bahwa dewasa awal
yang sudah menikah memiliki subjective well-being yang lebih tinggi dengan nilai
rata-rata 131, 250 dibandingkan dengan dewasa awal yang belum menikah dengan
nilai rata-rata 129,100. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan subjective
well-being antara dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum menikah:
Tabel 6. Statistik Induk SUMBER N Rerata SD
A1 40 131,250 16,961 A2 40 129,100 14,572
Total 80 130,175 15,749
Keterangan :
AI : dewasa awal yang sudah menikah
A2 : dewasa awal yang belum menikah
N : Jumlah subjek
Rerata : nilai rata-rata
SD : standart deviasi
47
3. Hasil Perhitungan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik
a. Mean hipotetik
Mean hipotetik adalah mean atau rata-rata skor dari jumlah butir skala
yang dipakai dalam penelitian. Oleh karena itu mean ini bersifat sementara karena
mengacu pada jumlah butir bukan berdasarkan jumlah skor yang telah diperoleh
subjek. Metode untuk mencari mean hipotetik ini adalah dengan mengalikan
jumlah butir yang dipakai dalam penelitian dengan alternatif jawaban terendah
dan tertinggi. Jumlah butir pernyataan yang dipakai dalam mengungkapkan
subjective well-being dalam penelitian ini sebanyak 42 yang diformat dalam skala
likert dengan 4 pilihan jawaban. Nilai mean hipotetiknya adalah {(42x1)+(42x4)}
: 2 = 105.
b. Mean empirik
Mean empirik merupakan mean atau nilai rata-rata yang bersiat teoritis
atau sesungguhnya, mean ini mengacu pada total keseluruhan skor subjek yang
telah diperoleh dibagi dengan sejumlah subjek. Berdasarkan hasil analisis data
yang telah dilakukan dalam penelitian ini, diketahui bahwa nilai rata-rata mean
empirik subjective well-being adalah sebesar 130,175.
c. Kriteria
Untuk mengetahui bagaimana subjective well-being pada dewasa awal
yang menjadi subjek penelitian, maka perlu dibandingkan antara mean empirik
dengan mean hipotetik dengan memperhatikan besarnya bilangan SD dari variabel
yang sedang diukur.
48
Dalam penelitian ini nilai SD variabel subjective well-being adalah
sebesar 15, 749. Dari besarnya bilangan SD tersebut, maka apabila mean hipotetik
< mean empirik, di mana selisihnya melebihi 15,749, maka subjective well-being
dewasa awal dinyatakan tinggi dan apabila mean hipotetik > mean empirik,
dimana selisihnya melebihi 15,749, maka subjective well-being dewasa awal
dinyatakan rendah. Apabila mean empirik dengan mean hipotetik tidak berselisih
melebihi 15,749, maka subjective well-being dewasa awal dinyatakan sedang.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Mean Hipotetik dan Mean Empirik
Variabel SD Mean Keterangan Hipotetik Empirik Subjective well-being
15, 749 105 130,175 Subjective well-being Tinggi
Kurva Subjective well-being
75 90 105 120 135 sangat rendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui dari hasil analisis t-test
bahwa tidak ada perbedaan subjective well-being antara orang dewasa yang sudah
menikah dengan yang belum menikah. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien
perbedaan t-test sebesar 0,608 dengan p > 0,05. Hal ini bearti hipotesis yang
berbunyi ada perbedaan subjective well-being pada dewasa awal yang sudah
menikah dan yang belum menikah, dinyatakan ditolak.
49
Subjective well-being itu sendiri merupakan istilah yang sangat berkaitan
dengan istilah happiness (kebahagiaan). Diener (2009) menambahkan, lebih tinggi
frekuensi munculnya aspek positif dari pada aspek negatif dapat memberikan
perasaan nyaman dan riang (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya
pun akan makin positif. Demikian pula individu yang dapat mencapai tujuan dan
merasa puas akan semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya
akan baik pula. Diener dan Suh (2000) mendefinisikan subjective well-being
adalah suatu keadaan yang didapatkan dari menggabungkan antara aspek afektif
dan kognitif.
Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan subjective
well-being dewasa awal yang sudah menikah dan yang belum menikah.
Penelitian ini menolak, tidak sesuai dengan teori Dinner dkk yang menyatakan
bahwa wanita yang sudah menikah akan lebih bahagia dibandingkan teman-teman
mereka yang belum menikah (Lucas, Clark, Georgellis, & Diener, 2003).
Inglehart & Klingemann (2000), menyatakan bahwa lingkunganlah yang
sangat besar perngaruhnya pada kesejahteraan diri seseorang. Dengan ini bearti
status pernikahan bukanlah satu-satunya faktor sejahtera dan tidak sejahteranya
diri seseorang. Seligman (2004) dalam bukunya juga menyatakan lingkungan
keluarga yang baik merupakan faktor penentu kesejahteraan (kebahagiaan) diri
seseorang dalam mencapai tujuan dan cita-cita dalam hidupnya. Seligman (2002)
didalam bukunya authentic happiness juga menyatakan terdapat korelasi yang
lebih mendasar, yaitu agama, di mana agama dapat mengisi manusia dengan
harapan akan masa depan dan mampu menciptakan makna dalam hidup. Karena
50
ketika orang sudah memiliki dasar agama yang baik maka pemaknaan akan
hidupnya serta semua yang terjadi di dalam hidupnya dapat orang terima dengan
penuh rasa keikhlasan bahwasanya semua yang terjadi di kehidupan ini sudah ada
yang mengatur yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Pada penelitian ini, sampel peneliti merupakan wanita dewasa awal yang
sudah menikah dan yang belum menikah yang ada di lingkungan VI kelurahan
Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung. Di mana mereka rata-rata adalah
seorang pekerja, mereka yang sudah menikah dan memiliki keluarga kecil,
mereka tinggal berbeda dari orang tua masing-masing. Sedangkan mereka yang
belum menikah, dan juga seorang pekerja masih tinggal dengan orang tuanya
masing-masing. Maka dapat disimpulkan bahwa mereka yang sudah menikah dan
yang belum menika sama-sama memiliki kesejahteraan diri yang mereka dapatkan
dari lingkungan dan keluarga masing-masing. Keluarga di sini, mulai dari kelurga
inti ada orang tua, anak, adik, kakak, abang dan anggota keluarga lainnya.
Sedangkan lingkungan, mulai dari lingkungan rumah termasuk juga lingkungan
kelurga, teman-teman, lingkungan kerja, sampai kepada lingkungan masyarakat
umum. Inilah mengapa kesejahteraan diri tidak hanya bisa didapat dengan status
pernikahan saja, melainkan masih ada faktor lingkungan, keluarga dan agama juga
yang bisa membuat orang mendapat kesejahteraan diri yang baik. Dapat
membahagiakan orang tua bagi dewasa awal yang belum menikah tentunya
sebuah harapan dan tujuan yang jika tercapai dapat membuat orang dewasa
merasa bahagia. Begitu juga bagi orang dewasa yang sudah menikah, menjadi
seorang istri dan ibu yang baik bagi suami dan anak-anak mereka dan memiliki
51
pekerjaan yang mapan adalah sumber kebahagiaan yang tidak bisa diganti dengan
apapun juga. Rasa syukur dan menikmati apa yang telah mereka miliki menjadi
penguat kesejahteraan diri orang dewasa awal baik yang sudah menikah ataupun
yang belum menikah.
52
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan simpulan dan saran-saran sehubungan
dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan
dijabarkan simpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan
saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan
topik yang sama.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka
dapat disimpulkan : Dari hasil analisis t-test diketahui bahwa tidak ada perbedaan
subjective well-being antara orang dewasa yang sudah menikah dengan yang
belum menikah. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien perbedaan t-test sebesar 0,608
dengan p > 0,05.
B. Saran
Sejalan dengan simpulan yang telah dibuat, maka berikut ini adalah saran
yang dapat diberikan kepada beberapa pihak, antara lain :
1. Subjek Penelitian
Diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan diri dan pekerjaan agar
subjek tahu walau tidak memiliki keluarga dan menikah tetap bisa
memiliki kesejahteraan diri yang baik.
53
2. Peneliti Selanjutnya
Pada penelitian kali ini hipotesis ditolak di mana hipotesis sebelumnya ada
perbedaan subjective well-being pada dewasa awal yang sudah menikah
dan belum menikah. Dan setelah penelitian ternyata tidak ada perbedaan
subjective well-being pada dewasa awal yang sudah menikah dan belum
menikah. Bagi para peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat menggali
lebih dalam lagi mengenai informasi-informasi yang terjadi dewasa ini
tentang kesejahteraan diri pada wanita dewasa awal baik yg sudah
menikah maupun yang belum menikah. Mengingat penelitian ini masih
sangat terbatas disarankan bagi peneliti lain untuk lebih memperluas kajian
mengenai penelitian ini dan lebih memperbanyak teori-teori baru guna
memberi referensi bagi pengembangan ilmu psikologi. Bagi peneliti
selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas skala ukur dan
diharapkan adanya kontrol yang lebih ketat terhadap variabel yang
mempengaruh kesejahteraan diri.
54
DAFTAR PUSTAKA
Ariati, J. 2010. Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja pada Staf Pengajar (Dosen) Di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Dalam Jurnal Psikologi Univerrsitas Diponegoro, 8 (2), 119-120.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta. Azwar. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, B. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana. Dewinta, T. 2011. Kesiapan Menikah Pada Wanita Usia Dewasa Awal. Skripsi.
(Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Eid, Michael. Larsen, Randy J. 2008. The Science of Subjective Well-being. New
York: The Guilford Press. Hadi, S. 2002. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi. Hadikusuma, H. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia; Menurut Perundangan,
Hukum Adat, & Hukum Agama. Bandung: CV. Mandar Maju. Hasan, H. 1988. Mewujudkan Keluarga Bahagia & Sejahtera. Surabaya: CV.
Amin Surabaya. Huda, N. 2012. Kontribusi Dukungan Sosial Terhadap Keputusan Hidup, Afek
Menyenangkan Pada Dewasa Muda yang Belum Menikah. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Hurlock. E. B. 2002. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kertamuda, Fatchiah. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluargga Indonesia.
Jakarta: Salemba Humanika. Seligman, Martin. 2004. Bahagia Sejati; 31 Tip Memeta Ulang Hakikat dan
Impian Manusia. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
55
Nabila, A.Z. 2011. Hubungan Antara Sense Of Humor dan Tipe Keribadian Ekstrovert dengan Subjective well-Being pada Karyawan Biasa Madya PT Telkom Distel Jokjakarta. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Santoso, Singgih. 2013. Menguasai SPSS21 di Era Informasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Seligman, E.P. Martin. 2005. Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan
dengan Psikologio Positif. Bandung: PT. Mizan Pustaka Snyder, C.R. Lopes, Shane J. 2007. Positive Psychology: The Scientific and
Practical Eksplorations of Human Strengths. New York: Sage Publications.
Pratiwi. 2009. Hubungan antara Kecemasan Akademis dengan Self Regulated
Learning. Semarang : Program Strata satu Universitas Diponegoro. Safira, D. 2012. Konsep Pernikahan Menurut Bebebrapa Ahli.
http://delsajoesafira.blogspot.com/2012/06/konsep-pernikahan-menurut-beberapa-ahli.html Diakses tanggal 06 November 2012
Santrock. J. W. 2007. Remaja (Edisi Kesebelas). Jakarta: Erlangga. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
56
LAMPIRAN
57
LAMPIRAN A
Hasil Data Mentah Subjective Well-Being
58
LAMPIRAN B
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
59
Scale: subjective well-being
Case Processing Summary N %
Cases Valid 80 100,0 Excludeda 0 ,0 Total 80 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items ,899 60
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 177,7625 244,411 ,484 ,896 VAR00002 177,4500 253,263 ,129 ,900 VAR00003 177,0625 248,591 ,371 ,897
VAR00004 177,7625 245,145 ,385 ,897 VAR00005 177,1375 250,424 ,251 ,899 VAR00006 177,1375 251,082 ,336 ,898 VAR00007 177,5875 239,106 ,599 ,894 VAR00008 176,7875 245,486 ,514 ,896 VAR00009 178,1500 254,990 ,039 ,902 VAR00010 176,6875 253,914 ,157 ,899 VAR00011 177,0250 255,063 ,085 ,900 VAR00012 177,7250 248,911 ,350 ,898 VAR00013 177,1125 240,253 ,606 ,894 VAR00014 177,3125 247,129 ,362 ,897 VAR00015 176,7875 251,790 ,237 ,899 VAR00016 176,8125 249,294 ,382 ,897 VAR00017 177,0750 240,551 ,517 ,895 VAR00018 176,7250 251,898 ,252 ,899 VAR00019 177,9750 240,202 ,595 ,894 VAR00020 177,5625 253,971 ,123 ,900 VAR00021 176,8875 250,000 ,351 ,898 VAR00022 177,1875 247,597 ,380 ,897 VAR00023 176,9000 248,192 ,420 ,897 VAR00024 177,6375 252,411 ,147 ,900 VAR00025 178,3625 247,348 ,356 ,898 VAR00026 176,6250 248,136 ,553 ,896 VAR00027 177,4500 241,694 ,529 ,895 VAR00028 176,8875 248,481 ,390 ,897 VAR00029 177,1000 249,990 ,337 ,898 VAR00030 176,8000 243,605 ,588 ,895 VAR00031 177,4375 243,794 ,470 ,896 VAR00032 177,2500 241,608 ,609 ,895 VAR00033 177,9750 257,772 -,061 ,903 VAR00034 177,5625 253,718 ,112 ,900 VAR00035 177,3625 244,588 ,582 ,895 VAR00036 177,4250 241,994 ,675 ,894 VAR00037 177,3625 249,981 ,197 ,900 VAR00038 176,7625 251,778 ,299 ,898 VAR00039 176,6375 248,918 ,395 ,897 VAR00040 176,9375 247,376 ,532 ,896 VAR00041 177,0875 260,739 -,225 ,903 VAR00042 176,6625 248,024 ,439 ,897
60
VAR00043 176,8875 249,240 ,364 ,898 VAR00044 177,3250 251,589 ,195 ,899 VAR00045 177,2125 254,524 ,067 ,901 VAR00046 177,9250 244,830 ,546 ,896 VAR00047 177,1000 248,294 ,385 ,897 VAR00048 177,1625 252,416 ,281 ,898 VAR00049 177,2375 250,133 ,336 ,898 VAR00050 178,0375 256,467 -,011 ,902 VAR00051 177,4125 252,904 ,204 ,899 VAR00052 177,2250 247,037 ,421 ,897 VAR00053 177,3500 248,610 ,471 ,897 VAR00054 177,3500 247,952 ,273 ,899 VAR00055 176,8750 250,136 ,357 ,898 VAR00056 177,7375 251,158 ,199 ,899 VAR00057 177,6250 248,744 ,354 ,898 VAR00058 177,1625 242,897 ,566 ,895 VAR00059 177,1000 247,003 ,516 ,896 VAR00060 176,8250 247,184 ,541 ,896
61
LAMPIRAN C
Analisi Data Penelitian
62
C.1. Uji Asumsi Normalitas Sebaran
63
Subjective well-being
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
subjective well-being 80 100,0% 0 ,0% 80 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
subjective well-being Mean 130,1750 1,76075
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 126,6703
Upper Bound 133,6797
5% Trimmed Mean 130,4583
Median 131,5000
Variance 248,020
Std. Deviation 15,74864
Minimum 96,00
Maximum 162,00
Range 66,00
Interquartile Range 22,00
Skewness -,269 ,269
Kurtosis -,341 ,532
64
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
subjective well-being ,070 80 ,200* ,981 80 ,271
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
subjective well-being Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf
4,00 9 . 6677
4,00 10 . 1199
13,00 11 . 1122445667999
15,00 12 . 033336677778889
22,00 13 . 0011233333355666777889
14,00 14 . 11122246888888
7,00 15 . 0226689
1,00 16 . 2
Stem width: 10,00
Each leaf: 1 case(s)
65
66
C.2. Uji Homogenitas
67
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable:subjective well-being
F df1 df2 Sig.
1,126 1 78 ,292
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent
variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + VAR00002
68
LAMPIRAN D
Analisis Statistik Uji t – test
69
Group Statistics
status perkawinan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
subjective well-being dimensi on1
sudah kawin 40 131,2500 16,96112 2,68179
belum kawin 40 129,1000 14,57219 2,30407
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
subjective
well-being
Equal variances assumed 1,126 ,292 ,608 78 ,545 2,15000 3,53563 -4,88891 9,18891
Equal variances not
assumed
,608 76,269 ,545 2,15000 3,53563 -4,89142 9,19142
70
LAMPIRAN E
Skala Penelitian
71
IDENTITAS DIRI
Nama (inisial) : ____________________
usia : _____________________
status : _____________________
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
Saudara diminta memilih salah satu jawaban dari empat alterantif jawaban
yang disediakan untuk setiap pernyataan. Checklistlah pada jawaban yang
disediakan.
SS = Bila saudara SANGAT SETUJU dengan pernyataan tersebut
S = Bila saudara SETUJU dengan pernyataan tersebut
TS = Bila saudara TIDAK SETUJU dengan pernyataan tersebut
STS = Bila saudara SANGAT TIDAK SETUJU dengan pernyataan tersebut
Missal :
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya jarang pergi dengan teman-teman √
72
SELAMAT BEKERJA
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya merasa puas dengan kehidupan saya
sekarang.
2. Saya tidak mampu menyelesaikan masalah
yang ada.
3. Saya selalu mensyukurinya segala sesuatu
yang ada pada saya.
4. Saya selalu mengkhawatirkan hal-hal yang
belum tentu terjadi.
5. Saya pikir semua masalah dalam hidup bisa
saya atasi.
6. Saya merasa orang-orang tidak menyukai
saya.
7. Hidup saya sudah mendekati apa yang saya
cita-citakan.
8. Saya tidak pernah perduli dengan
kebahagian saya.
9. Saya tidak mudah puas dengan apa yang
sudah saya capai sekarang.
10. Apabila saya melakukan sesuatu yang
73
berguna bagi orang lain, saya merasa bearti
dalam hidup ini.
11. Saya selalu memiliki perasaan
menyalahkan orang lain.
12. Saya tidak pernah merasa kesulitan untuk
memulai suatu tindakan.
13. Saya tidak menikmati keadaan saya saat
ini.
14. Saya merasa masalah yang ada bukanlah
beban dalam hidup saya.
15. Saya selalu memperburuk keadaan diri
saya.
16. Saya percaya, saya dapat mengubah hidup
saya menjadi lebih baik dari yang
sekarang.
17. Saya tidak yakin masa depan saya akan
lebih baik dari yang sekarang.
18. Saya senang dekat dengan orang yang
mencintai saya.
19. Saya selalu menangis ketika saya
mendapatkan masalah yang sulit.
20. Saya merasa hidup saya saat ini sudah
cukup baik.
74
21. Saya merasa hal buruk akan terjadi pada
diri saya.
22. Saya senang saat berada dirumah.
23. Saya benci dengan kehidupan saya saat ini.
24. Saya tidak pernah mengeluh dengan apa
yang ada dalam hidup saya saat ini.
25. Saya merasa banyak hal yang belum saya
dapatkan dalam hidup ini.
26. Saya senang terlahir dikeluarga saya.
27. Saya sering merasa kesepian seolah tidak
memiliki teman seorang pun.
28. Saya yakin akan menjadi orang yang lebih
baik dimasa depan.
29. Saya merasa hal yang saya lakukan tidak
ada hasilnya.
30. Saya selalu bersyukur keluarga saya selalu
mendukung saya.
31. Saya bukan orang yang sabar.
32. Masa lalu saya banyak merubah hidup saya
menjadi lebih baik.
33. Saya terkadang menyesali dengan apa yang
sudah terjadi di masa lalu saya.
34. Hidup yang saya jalani sekarang
75
merupakan apa yang saya cita-citakan.
35. Saya tidak punya kepercayaan diri untuk
mengatasi keadaan saya.
36. Saya menikmati keadaan saya saat ini.
37. Saya tidak terlalu memperdulikan pendapat
orang tentang hidup saya.
38. Saya yakin akan berhasil mencapai cita-cita
saya.
39. Saya merasa Tuhan tidak adil terhadap
saya.
40. Saya selalu mencoba mendapatkan hal
yang terbaik.
41. Apabila mengalami kegagalan saya akan
mawas diri.
42. Saya kecewa terlahir dikeluarga saya
sendiri.
43. Saya berusaha untuk membina hubungan
baik dengan semua anggota keluarga.
44. Saya terbiasa bertindak sesuai dengan
rencana yang dibuat.
45. Saya tidak merasa gelisah ketika sudah
tidak menarik secara fisik lagi.
46. Saya merasa sudah mencapai tujuan hidup
76
yang penting.
47. Saya merasa lega setelah dapat mencapai
apa yang saya inginkan.
48. Dalam pergaulan saya sanggup untuk
menjalin hubungan yang hangat.
49. Saya akan menerima kritik dari orang lain.
50. Saya tidak merasa gelisah ketika sudah
tidak menarik secara fisik.
51. Saya berusaha lapang dada ketika orang
lain membicarakan status saya saat ini.
52. Saya sering diremehkan oleh teman-teman.
53. Saya dapat memahami tujuan dalam hidup
ini.
54. Saya tidak takut hidup sendirian
55. Saya menjalin hubungan pertemanan
dengan siapa saja.
56. Saya tidak pernah merasa kehilangan orang
yang mencintai saya.
57. Saya tidak pernah mengeluh dengan
keadaan saya.
58. Saya berusaha bersikap jujur dalam segala
hal.
59. Kesulitan yang saya alami tidak membuat
77
saya putus asa.
60. Saya berusaha untuk berfikir positif dalam
semua hal.
78
LAMPIRAN F
Surat Keterangan Bukti Penelitian
79
LAMPIRAN G
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian