perbedaan kemampuan hitung tunagrahita ringan...

20
1 PERBEDAAN KEMAMPUAN HITUNG TUNAGRAHITA RINGAN DARI PEMBELAJARAN CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI UANG KELAS V SDLB WANTUWIRAWAN SALATIGA JURNAL PENELITIAN EKSPERIMEN Dosen Pengampu : Erlina Prihatnani S.Si., MP.d Diajukan untuk Mememui Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Disusun Oleh: Natalia Wibawati 202013060 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Upload: phungliem

Post on 14-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PERBEDAAN KEMAMPUAN HITUNG TUNAGRAHITA RINGAN DARI

PEMBELAJARAN CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA

MATERI UANG KELAS V SDLB WANTUWIRAWAN SALATIGA

JURNAL

PENELITIAN EKSPERIMEN

Dosen Pengampu : Erlina Prihatnani S.Si., MP.d

Diajukan untuk Mememui Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Matematika

Disusun Oleh:

Natalia Wibawati

202013060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

2

3

4

5

6

PERBEDAAN KEMAMPUAN HITUNG TUNAGRAHITA RINGAN

DARI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA

MATERI UANG KELAS V SDLB WANTU WIRAWAN SALATIGA

Natalia Wibawati1, Erlina Prihatnani

2

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW , email: [email protected]

2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW , email: [email protected]

Abstrak

Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, termasuk juga anak

tunagrahita. Tunagrahita dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu, tunagrahita ringan (IQ 70-

50), tunagrahita sedang (IQ 30-30) dan tunagrahita berat (IQ <30). Tidak semua tunagrahita

ringan telah memiliki kemampuan membaca nilai uang, memahami nilai dari sekumpulan

uang dan memecahkan masalah matematika terkait proses jual beli. Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hitung materi uang siswa

tunagrahita ringan merancang dan menerapkan pembelajaran CTL pada materi bilangan

dalam permasalahan yang melibatkan uang untuk meningkatkan kemampuan hitung uang

bagi siswa tunagrahita ringan. Hasil penelitian menunjukan bahwa S1 memiliki memapuan

ingat mata uang baik, saat diminta untuk menyebutkan nominal uang subjek dengan cepat

dapat menyebutkan namun subjek lemah dalam mengoprasikan uang. S2 tidak begitu paham

nominal uang, namun kelebihan dari S2 adalah subjek memiliki kemampuan baik ketika

mengoprasikan uang. S3 lemah dalam pengoprasian uang jika dikombinasi dengan uang

receh, namun ketika diminta untuk menghitung sekelompok mana uang subjek mampu

melakukan dengan baik.

Kata kunci : CTL (Contectual Teaching and Learning), uang, tunagrahita

Pendahuluan

Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, termasuk juga anak

berkebutuhan khusus (ABK), sebagaimana tertera pada UU RI nomor 20 tentang Sisdiknas

pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,

mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan” (Depdiknas, 2013: 12).

Menurut Thompson (2014: 2). Anak yang mengalami kesulitan atau ketidakmampuan belajar

dipandang kurang sempurna, sehingga takjarang mereka diasingkan dan ditolak oleh

masyarakat. Salah satu contohnya adalah penyandang tunagrahita. Anak tunagrahita adalah

individu yang mengalami keterbelakangan mental dengan ditunjukan fungsi kecerdasan di

bawah rata-rata dan ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku yang terjadi pada masa

perkembangan, dan kondisi itu memerlukan perlakuan spesifik untuk dapat mengembangkan

diri, yang dimaksud dengan di bawah rata-rata adalah jika perkembangan umur kecerdasan

anak keterbelakangan atau di bawah pertumbuhan usiannya (Bramuaji Cahya, 2009: 9-11).

Tunagrahita dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu tunagrahita ringan mampu didik,

tunagrahita sedang mampu latih dan Tunagrahita berat atau sangat berat mampu rawat.

Abdurrahman (1994: 26-27) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak

tunagrahita dengan tingkat IQ 50 –75, sekalipun dengan tingkat mental yang subnormal anak

tunagrahita masih mempunyai potensi untuk menguasai mata pelajaran di tingkat sekolah

7

dasar. Matematika sangat penting untuk kehidupan praktis sehari-hari, karena matematika

merupakan sarana untuk memecahkan masalah yang selalu dalam kehidupan semua orang,

seperti halnya dalam ketrampilan berkaitan dengan menghitung saat melakukan jual beli

(berbelanja). Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap siswa tunagrahita ringan khususnya

pada kemampuan penalaran mata uang masih kurang, terbukti pada saat penukaran uang

mereka tidak mengerti nominal mata uang yang seharusnya mereka peroleh. Terlebih lagi

saat istirahat mereka menggunakan uang saku mereka untuk membeli makanan, anak

tunagrahita kesulitan untuk membayar berapa nominal yang harus diberikan kepada penjual.

Memecahkan masalah yang berkaitan dengan uang akan mudah diterima oleh penyandang

tunagrahita jika dibawakan dengan menarik sesuai dengan dunianya. Salah satu pendekatan

pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pendekatan CTL. Menurut Suherman (2009),

pendekatan CTL adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan,

menceritakan) kejadian pada dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dialami siswa

kemudian diangkat ke dalam konsep matematika yang dibahas. Menurut Jonhson( Rikrik D,

2011) CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan membantu siswa

melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya

dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya,

sosialnya, dan budayanya.

Menurut Nurhadi (Mundilarto, 2004: 70) CTL merupakan konsep belajar mengajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan di kelas dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan

penerapannya dalam kehidupannya sebagai individu, anggota keluarga, dan masyarakat.

Pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan konteks dibangun oleh siswa sendiri bukan

oleh guru, menurut Suherman (2009) pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and

Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan,

menceritakan) kejadian pada dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dialami siswa

kemudian diangkat ke dalam konsep matematika yang dibahas. Menurut Umar & Nur (2002:

10) sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh

komponen utama contextual teaching and learning berikut, konstruktivistik (constructivism)

yaitu mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara

bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan barunya. Menemukan (inquiry), laksanakan sejauh mungkin kegiatan inqury

untuk semua topik. Bertanya (questioning), kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan

bertanya. Masyarakat belajar (learning community), ciptakan masyarakat belajar dengan

membentuk kelompok-kelompok belajar. Pemodelan (modeling), hadirkan model sebagai

contoh pembelajaran. Refleksi (reflection), lakukan refleksi di akhir pertemuan. Penilaian

yang riil (authentic assessment), lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Pemecahan masalah yang melibatkan uang akan lebih mempermudah siswa tunagrahita jika

dibawakan dengan pendekatan CTL, dengan demikian diharapkan anak-anak tersebut dapat

lebih mandiri tentang uang. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hitung

pada materi uang untuk anak tunagrahita ringan menggunakan metode Contectual Teaching

and Lerning.

8

METODE

Penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian eksperimen dengan model The one

Group Pretest-Posttest (Emir. 2008:96), yaitu penelitian eksperimental dimana kelompok

tunggal menjadi fokus utama untuk diteliti, tetapi tidak ada perbandingan dengan kelompok

nonperlakuan. Kelebihan desain ini adalah memasukkan prates untuk menentukan skor garis

belakang, pos-tes untuk menentukan garis akhir dan membandingkan tingkat akademik

sebelum memperoleh treatmen. Keberhasilan treatmen ditentukan dengan membandingkan

nilai pre-test dan post-tes.

Subjek dalam penelitian ini adalah semua siswa tungrahita ringan kelas V SDLB Wantu

Wirawan Salatiga yang berjumlah 3 orang, yaitu Feri (S1), Andhika (S2) dan Riski (S3). Data

yang dikumpulkan dalam penelitian ini dengan menggunakan pemahaman soal pre-test yang

diberikan kepada siswa pada pertemuan pertama untuk mengukur kemampuan awal siswa.

Selanjutnya subyek diberikan treatment sebanyak 3 kali pertemuan dengan menggunakan

model pembelajaran CTL ( Contectual teaching learning ), kemudian di pertemuan

selanjutnya siswa mengerjakan soal post-test sebagai pengukuran akhir.

Tabel 1. Kisi-kisi soal pre-test dan post-test

SK: 1. Melakukan operasi hitung bilangan sampai tiga angka

KD: 1.5 Mememcahkan masalah perhitungan termasuk yang berkaitan dengan uang

No Indikator Indikator Soal Pengaplikasian

Soal

Skor

1. 1

Kesetaraan nilai

mata uang

Diberikan macam-macam kelompok mata uang,

siswa diminta untuk menconteng mana saja

kelompok mata uang yang dapat di tukarkan

dengan uang Rp 10.000,00

Soal no.1 2

Diberikan beberapa kolom matauang, siswa

diminta untuk mengisi berapa jumlah uang yang

harus ditukarkan sesuai nominalyang sudah

ditentukan

Soal no.3 3

2. 2

Menghitung nilai

sekelompok mata

uang

Diberikan beberpa kelompok berisikan gambar

mata uang, kelompok pertama Rp 100 – Rp 1.000,

kelompok kedua Rp 1.000 – Rp 10.000, kelompok

ketiga Rp 10.000 – Rp 50.000, kelompok keempat

Rp 50.000 – Rp 100.000, kelompok kelima diatas

Rp 100.000 siswa diminta untukmenghitung tiap

kelompok mata uang tersebut.

Soal no.2

2

3. 4 Menghitung harga

sekelompok

barang

Diberikan sekelompok barang beserta harganya

dan siswa diminta untuk menghitung jumlah harga

barang tersebut dengan cara menconteng uang

yang harus dibayarkan secara pas

Soal no.4 3

4. 5

Menghitung uang

kembalian dari

barang yang dibeli

Diberikan sekelompok barang beserta harganya,

siswa diminta untuk menghitung kembalian dari

uang yang ada

Soal no.5 5

Diberikan daftar barang beserta harga dan uang

yang dimiliki. Siswa diminta untuk menghitung

apakah uang kembalian dapatdigunakan untuk

membeli barang lain.

Soal no.6 5

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kemampuan Awal Siswa

Kondisi Awal Kemampuan Hitung Kesetaraan Nilai Mata Uang

Data kemampuan awal siswa diperoleh dari pre-test yang berjumlah 8 butir soal. Pre-test

digunakan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran mengenai kemampuan hitung

uang.

Tabel 2. Kemampuan awal kesetaraan nilai mata uang

Indikator: kesetaraan nilai mata uang

Subjek Gambar Uraian

S1

Pada dasarnya S1 belum lancar dalam

membaca, sehingga guru harus membacakan

apa yang dimaksut dari soal tersebut. Setelah

guru membacakan soal nomor 1 dan 3 S1 dapat

mengerjakan soal, namun dari soal nomor 1 S1

hanya menjawab 1 dari 3 jawaban yang

seharusnya diberi tanda centang oleh S1. Hal ini

dikarenakan S1 kurang teliti dalam menghitung

jumlah mata uang dan memiliki pola pikir

ketika menukarkan uang hanya bisa ditukar

dengan satu pilihan. S1 kesulitan dalam

mengerjakan soal nomor 3, terkesan asal-asalan

saat menghitung soal nomor 3 karena ketika

mengerjakan S1 terus saja bertanya-tanya

bagaimana cara menghitungnya.

S2

S2 sudah mahir dalam membaca, hanya

saja S2 kurang percaya diri dalam menentukan

jawaban. S2 hanya menjawab 1 pilihan jawaban

dari 3 jawaban benar yang seharusnya di

centang oleh subjek, hal ini dikarenakan S2

bingung saat menghitung jumlah uang yang

terdapat koin Rp 500,00. Sama halnya dengan

S1, S2 juga kesulitan dalam mengerjakan soal

nomor 3. S2 berusaha untuk menghitung dan

membayangkan tetapi tetap tidak bisa, hingga

S2 hanya menjawab asal.

10

S3

S3 tidak jauh berbeda dengan subjek

sebelumnya, S3 hanya menconteng 1 pilihan

benar dari 3 pilihan benar yang ada. Berbeda

dengan sabjek yang lainnya, S3 terlihat tenang

dalam mengerjakan soal pre-test. S3 menjawab

soal nomor 3 tanpa menghitung terlebih dahulu

sehingga semua jawaban yang dijawab oleh S3

pada soal nomor 3 salah.

Garis besar dari indikator kesetaraan nilai mata uang adalah semua subjek berpendapat

hanya ada satu jawaban dari 6 pilihan jawaban dan 3 pilihan jawaban yang benar dari soal

nomor 1. Semua subjek salah ketika menjawab soal nomor 3.

Tabel 3. Kemampuan awal Kemampuan Hitung Nilai Sekelompok Mata Uang

Indikator: Kemampuan Hitung Nilai Sekelompok Mata Uang

Subjek Gambar Uraian

S1

S1 pandai dalam menyebutkan nilai

nominal uang, namun kurang teliti dalam

mengerjakan. Hasil analisis deskripsi

kemampuan awal subjek S1 dapat dilihat pada

Gambar 4. S1 mampu menjawab 2 jawaban

dengan benar dari 5 yang seharusnya di jawab

oleh subjek, namun nampak nya S1

masihkesulitan dalam menghitung uang yang

lebih dari ratusan ribu.

S2

S2 dapat menjawab 3 jawaban benar dari 5

soal, namun S2 kesulitan dalam menuliskan

bilangan yang jumlahnya lebih dari lima puluh

ribuan. Terlihat dari jawaban subjek, S2 hanya

mampu menjumlahkan uang dibawah lima

puluh ribu.

11

S3

S3 dapat menjawab 3 jawaban benar dari 5

soal yang ada, hanya saja S2 kurang teliti

ketika menghitung jumlah mata uang dibawah

dua puluh ribu. Sama halnya dengan S2, S3

belum mampu menghitung jumlah uang diatas

seratus ribu.

Dari uraian, dapat disimpulkan bahwa subjek S1 masih kesulitan ketika mengerjakan

penghitungan nilai sekelompok mata uang lebih dari lima puluh ribu rupiah, sedangkan subjek

S2 dan S3 kesulitan saat menghitung lebih dari seratus ribu rupiah.

Tabel 4. Kemampuan awal penghitungan harga sekelompok barang

Indikator: Kemampuan Hitung Harga Sekelompok Barang

Subjek Gambar Uraian

S1

S1 terlihat tidak menambahkan terlebih dahulu

harga barang yang debeli untuk mengertahui

berpa uang yang harus dibayarkan, namun S1

mencentang uang dengan melihat harga

barang satu persatu. S1 kesulitan ketika uang

yg seharusnya di centang tidak ada, sehingga

S1 hanya mencentang uang seadanya

S2

S2 terlihat sudah menambahkan semua harga

barang yang dibeli, namun ketika

menjumlahkan harga barang yang dibeli, S2

melakukan salah penempatan penjumlahan

uang hingga hasil jawaban total yang harus di

bayarkan salah

S3

Kesalahan yang sama juga dilakukan oleh S3,

S3 melakukan kesalahan penempatan

penjumlahan belas ribuan dengan ribuan.

Sehingga S3 salah dalam mencentang uang

yang seharus nya dibayarkan.

Pada indikator ini, subjek belum melakukan tahap menjumlahkan harga barang-barang

yang dibeli, subjek hanya langsung mencentang uang yang bernilai besar yang sekiranya cukup

untuk membayar barang-barang tersebut.

Tabel 5. Kemampuan awal penghitungan uang kembalian dari barang yang dibeli

Indikator: Kemampuan Hitung Uang Kembalian dari Barang yang Dibeli

Subjek Gambar Uraian

12

S1

S1 terlihat sudah menambahkan semua harga barang

yang dibeli, namun S1 tidak menghitung kembalian

dari uang yang disediakan, S1 hanya menjawab total

pembelian barang-barang tersebut. nampaknya S1

sudah kelelahan ketika mengerjakan soal nomor 6,

sehingga subjek hanya menjawab masih tanpa

menghitung terlebih dahulu.

S2

Ketika mengerjakan soal nomor 5, S2 melakukan

kesalahan hitung saat menjumlahkan barang yang di

beli, namun secara proses S2 sudah benar hanya

sajakurang teliti. Ketika mengerjakan soal nomor 6,

S2 menambahkan semua daftar harga barang, namun

yang dilakukan S2 tidak sesuai perintah

S3

Ketika mengerjakan soal nomor 5, S3 hanya

melakukan kesalahan pengurangan saat menghitung

kembalian. Namun saat mengerjakan soal nomor 6, S3

salah dalam penempatan ribuan dengan belas ribuan

saat menjumlahkan harga barang yang dibeli.

Dapat subjek belum melakukan tahap penjumlahan harga barang yang dibeli. Subjek

kesulitan ketika mengerjakan soal nomor 6, dikarenakan subjek harus menghitung dari

kembalian apakah dapat digunakan untuk membeli satu barang yang bernilai Rp 15.000,00

Penerapan CTL dalam pembelajaran untuk tunagrahita ringan

Pertemuan ke-1

Pertemuan pertama untuk mencapai indikator kesetaraan nilai mata uang menggunakan

alat peraga uang imitasi. Keadaan kelas disusun mengelompok menjadi satu ( Learning

13

Community ), hanya ada 3 meja yang disusun menjadi satu dan semua subjek duduk

mengelingi meja tersebut, dengan begitu peneliti bisa mengontrol seluruh subjek. Uang

ditelatkan di tengah meja, untuk menata nilai masing-masing mata uang peneliti meminta

bantuan semua subjek ( Contructivism ). Peneliti mengambi uang Rp 5.000,00 dan mengambil

5 lembar uang Rp 1.000,00 untuk membericontoh, baru lah peneliti menjelaskan bahwa nilai 1

lembar uang Rp 5.000,00 senilai dengan 5 lembar uang Rp 1.000,00. Selanjutnya peneliti

meninta masing-masing subjek untuk mencari uang yang senilai dengan Rp.10.000,00 sampai

Rp 100.000,00. Awalnya seluruh subjek hanya dapat menukarkan uang dengan uang yang

semua nilainya sama. Peneliti memerintahkan subjek untuk mencari uang yang senilai Rp

20.000,00 dengan peraturan uang yg bisa di gunakaan adalah lima ribuan, dua ribuan dan

seribuan. Maing-masing subjek memiliki kemampuan yang berbeda, ada yang mampu

menemukan 1 kelompok uang yang senilai dengan Rp 20.000,00 ada yang dapat menemukan 2

kelompok uang yang senilai dengan Rp 20.000,00 ( Inquiry ). Untuk mengecek sejauh apa

subjek memahami pembelajaran, peneliti memberikan LK ( Lembar Kerja ) kepada setiap

subjek ( Reflection )

Pertemuan ke-2

Pertemuan kedua untuk mencapai indikator menghitung sekelompok nilai mata uang. Pada

pertemuan kedua, peneliti menyiapkan beberapa potong kertas yang berisikan sekelompok

mata uang beserta nominal dan penulisannya. Antar subjek diminta untuk secara cepat mencari

pasangan antara mata uang dengan nominal dan penulisannya lalu ditempelkan pada kertas

karton ( Learning Community ). Untuk mengecek sejauh apa subjek memahami pembelajaran,

peneliti memberikan LK ( Lembar Kerja ) kepada setiap subjek ( Reflection )

Pertemuan ke-3

Pertemuan ketiga untuk mencapai indikator menghitung harga sekelompok barang dan

menghitung kemballian. Peneliti dengan subjek melakukan simulasi jual-beli. Peneliti

menyiapkan barang beserta haftar harga barang-barang tersebut, sebelumnya masing-masing

subjek diberi dompet yang berisikan 1 lebar uang Rp 100.000,00, 1 lembar uang Rp 50.000,00,

2 lembar uang Rp 20.000,00, 4 lembar uang Rp.10.000,00, 4 lembar uang Rp 5.000,00, 5

lembar uang Rp 1.000,00 dan beberapa uang koin. Masing-masing subjek diminta untuk

membeli 3 barang kemudian subjek menghitung total harga barang yang dibeli dan

membayarkan dengan uang pas. Kegiatan ini diulangi beberapa kali dengan barang yang

berbeda, ketika subjek kehabisan uang kecil untuk membayarkan secara pas, mereka dapat

menukarkan uang mereka kepada peneliti, dengan persyaratan subjek harus menghitung sendiri

berapa jumlah uang yang dapat ditukarkan. Kemudian masing-masing subjek dimminta untuk

membeli 3 barang dan menghitung berapa total harga barang-barang tersebut, setiap subjek

harus membayarkan dengan uang Rp 20.000,00 dan subjek harus menghitung kembalian

mereka ( Inquiry ).. Subjek diminta untuk membeli 4 barang dan menghitung total harga barang

yang dibeli namun subjek diminta untuk membayarkan dengan uang Rp 50.000,00 dan

menghitung kembalian mereka. Untuk mengecek sejauh apa subjek memahami pembelajaran,

peneliti memberikan LK ( Lembar Kerja ) kepada setiap subjek ( Reflection )

Dapat diketahui bahwa pada tahap awal pre-test sudah terlihat kesulitan siswa, namun pada

tahap pertemuan ini kesulitan subjek menngenai penghitungan uang sudah mulai teratasi.

Proses setiap treatment tidaklah berjalan selalu lancar, beberapa perkembangan subjek yang

sudah terlihat saat menerima treatment dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

14

Tabel 6. Perkembangan Subjek Disetiap Perlakuan

Subjek Perlakuan

1 2 3

S1

Subjek kurang teliti dan terburu-

buru dalam menjawab, namun

sudah lebih baik dalam

menyebutkan nominal uang

Subjek belum lancar dalam

membaca, sehingga subjek

terlihat lamban dalam

melakukan kegiatan

subjek berkemampuan baik

dalam menyebutkan uang yang

harus dibayarkan ketika

membeli sekelompok barang

S2

Walaupun terkadang subjek

terlihat sibuk sendiri, ternyata

subjek memiliki kemampuan

baik dalammen dengarkan

sehingga mengerti

pembelajaran.

Subjek masih kurang teliti

ketika menyebutkan jumlah

uang dengan nominalnya

Subjek sudah tidak salah

dalam penempatan

penjumlahan sibuan dengan

belas ribuan.

S3

Subjek lebih cekatan dalam

mengelompokan nominal uang

Subjek sudah baik dalam

menyebutkan nominal uang

beseta penulisannya

Sama halnya dengan S2,

subjek sudah lebih cepat dalam

menghitung kembalian .

Deskripsi Kemampuan Akhir Siswa

Kondisi Akhir Kemampuan Hitung Kesetaraan Nilai Mata Uang

Data kemampuan akhir subjek diperoleh dari post-tes yang berjumlah 8 butir soal, soal

post-test memiliki kriteria sama dengan pre-test, hanya saja diacak dalam setiap soalnya.

Post-test digunakan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran mengenai

kemampuan hitung uang.

Tabel 7. Kemampuan akhir kesetaraan nilia mata uang

Indikator: Kemampuan Hitung Kesetaraan Nilai Mata Uang

Subjek Gambar Uraian

S1

Sepeti halnya saat pre-test, saat post-test

punpeneliti juga membacakan soal. Setelah

peneliti membacakan soal nomor 1 dan 3 S1 dapat

mengerjakan soal, namun dari soal nomor 1 S1

mencentang 4 pilihan jawaban ketiganya benar

namun satu jawaban yang dijawab oleh S1 salah.

Nampaknya S1 sudah mengalami kemajuan dalam

menjawab soal nomor 3, subjek mampu menjawab

dengan benar soal nomor 3.

S2

Jika sebelumnya S2 mengalami kesulitan

menghitung sekelompok mata uang yang

didalamnya terdapat limaratus rupiah, maka

berbedahalnya saat mengerjakan post-test, subjek

dapat menjawab dengan benar soal nomor 1.

Begitupun saat mengerjakan soal nomor 3, S2

tidak mengalami kesulitan.

15

S3

Hasil post-test menunjukan S3 tidak mengalami

kesulitan ketika mengerjakan soal nomor 1. S3

pun menjawab dengan benar soal nomor 3

Subjek sudah mampu membangun pola pikir bahwa ketika menukarkan uang yang

senilai tidak hanya terdapat satu mata uang uang yang senili. Soal nomor 3 mampu

dikerjakan subjek dengan benar.

Tabel 8. Kemampuan akhir penghitungan nilai sekompok mata uang

Indikator: Kemampuan Hitung Nilai Sekelompok Mata Uang

Subjek Gambar Uraian

S1

Subjek diminta untuk menghitung jumlah

kelompok mata uang yang sudah disediakan. Jika

sebelumnya S1 masih banyak melakukan

kesalahan dalam penulisan nominal dari

sekelompok mata uang, saat mengerjakan post-

test masih ada 1 soal yang salah.

S2

S2 dapat menjawab 4 jawaban benar dari 5 soal,

namun S2 nampaknya masih kesulitan

menghitung nilai sekelompok mata uang diatas

ratus ribuan.

16

S3

S3 dapat menjawab 4 jawaban benar dari 5 soal

yang ada, samahalnya dengan S1, S2 salah saat

menghitung nilaisekempok mata uang yang

berjumlah Rp 20.500,00.

Subjek sudah mampu melampaui indikator penghitungan nilai sekelompok mata uang,

hal tersebut terlihat dari kepercayaan subjek ketika menjawab soal nomor 2 tersebut.

kesulitan sedikit dialamiolehsetiap subjek karena mereka memulai menghitung jumlah uang

yang bernilai besar terlebih dahulu.

Tabel 9. Kemampuan akhir penghitungan harga sekelompok barang

Indikator: Kemampuan Hitung Harga Sekelompok Barang

Subjek Gambar Uraian

S1

Langkah S1 dalam menghitung total harga yang

harus dibayarkan sudah benar, begitupun saat

mencentang uang yang harus dibayarkan. Hasil

analisis deskripsi kemampuan akhir pada indikator

S2

Tahap S2 dalam mengerjakan penghitungan

sekelompok mata uang sudah benar, namun ketika

perintah mencentang uang yang harus di bayarkan,

subjek mencentang uang seratus rupiah.

S3

Saat mengerjakan post-test, S3 sudah berhasil

mengerjakan dengan benar. Mengingat saat pre-

test, subjek melakukan kesalahan penempatan saat

menjumlahkan.

Dapat dilihat dari ketiga subjek melakukan tahaban yang benar yaitu menjumlahkan

harga barang-barang yang dibeli kemudian uang yang dimiliki dikurangi dengan jumlah

barang-barang yang dibeli.

Tabel 10. Kemampuan akhir penghitungan uang kembalian dari barang yang dibeli

Indikator: Kemampuan Hitung Uang Kembalian dari Barang yang Dibeli

Subjek Gambar Uraian

17

S1

Langkah S1 dalam mengerjakan soalnomor 5 dan

nomor 6 sudah benar, subjek sudah melakukan

tahap uang yang dimiliki dikurangi total harga yang

dibeli, walaupun dilihal pada coretan S1 saat

menghitung sebelumnya ada kesalahan lalu subjek

menghitung utang

S2

Saat mengerjakan soal nomor 5 dan nomor 6 S2

mengerjakan dengan benar dan rapi.

S3

Saat mengerjakan soalnomor 5 dan nomor S3

mengerjakan dengan benar dan cepat.

18

Dari hasil penelitian dapat diketahui kesulitan subjek dalam pemahaman materi uang

adalah subjek sudah mengerti bagaimana cara menghitung kembalian, terlebih lagi saat

barang yang dibeli harganya sudah mencapai puluh ribuan. Subjek menghapal nominal uang

berdasarkan warna uang tersebut sebagian dari subjek kesulitan ketika mengoprasikan uang

jika dikombinasikan denngan uang receh.

Perbedaan Kemampuan hitung pada Materi Uang untuk Ketiga Subjek

Tabel 11. Perbedaan kemampuan hitung

Indikator kemampuan Subjek

S1 S2 S3

Kesetaraan

nilai mata

uang

Awal

Subjek memiliki

pengetahuan yang baik

ketika menyebutkan

nominal uang, subjek

berpendapat hanya ada

satu jawaban ketika

menukarkan uang yang

senilai

Subjek belum mengerti

bagaimana cara

mencari uang yang

senilai, subjek mengerti

setelah guru

memberikan satu

contoh

Ketika menukarkan

uang yang senilai subjek

hanya milih nilai uang

yang mudah, jika di

kombinasikan dengan

uang receh sunjek

belum mampu

mengoprasikan

akhir

Langkah subjek ketika

menghitung nilai

sekelompok uang

sudah baik dengan

menghitung satu

persatu dengan teliti

sehingga subjek

mempu melampaui

indikator tersebut

Subjek mampu

melampaui indikator

dengan baik. Walaupun

saat pembelajaran

subjek kurang

memperhatikan,

ternyata subjek

mengerti dengan

caranya sendiri

Subjek sudah mampu

mengoprasikan uang

receh saat menghitung

uang yang senilai.

Awal

Subjek kesulitan ketika

menghitung uang yang

lebih dari lima puluh

ribu rupiah, subjek

dapat menyebutkan

nominal namun belum

mampu menuliskan

dalam bentuk

matematika

Subjek kesulitan ketika

menghitung

sekelompok mata uang

yang lebih dari seratus

ribu rupiah, subjek

hanya menyebutkan

seratus kemudian

diikuti dengan puluhan

ribu dari uang tersebut

Kesulitan yang dialami

subjek adalah subjek

belum mampu

menghitung sekelompok

uang yang

dikombinasikan dengan

uang receh dan

menghitung uang yang

lebih dari ratusan ribu

rupiah

akhir

Subjek mampu

melampaui indikator

dengan baik, mampu

menghitung uang yang

lebih dari seratus ribu

rupiah.

Subjek mampu

melampaui indikator

dengan baik, terbukti

subjek mampu

mengerjakan

penghitungan lebih dari

Subjek mampu

mengoprasikan uang

receh dengan benar.

Subjek mampu

mnghitung uang lebih

dari seratus ribu rupiah

19

ratusan ribu rupiah

Menghitung

harga

sekelompok

barang

Awal

Pada indikator ini

subjek tidak

menghitung harga dari

barang-barang yang

dibeli

Kesalahan yang sama

dialami oleh subjek,

subjek hanya

membayarkan barang

yang dibeli dengan

uang uang

bernilaibesar

Sama halnya dengan

subjek pertama dan

kedua, subjek belum

melapaui indikator ini

akhir

Subjek sudah mapu

melampaui indikator

dengan baik.

Subjek sudah mapu

melampaui indikator

dengan baik.

Subjek sudah mapu

melampaui indikator

dengan baik.

Menghitung

uang

kembalian

dari barang

yang dibeli

Awal

Subjek ketika diminta

untuk menghitung

kembalian subjek

belum melakukan

tahap menjumlahkan

harga barang yang

dibeli.

sama halnya dengan

subjek yang pertama,

subjek hanya langsung

menulis kembalian dan

tidak menghitung total

harga barang yang

dibeli.

Subejk hanya langsung

menulis jawaban

dengan tidak

memperhatikan perintah

dari soal tersebut.

akhir

Subjek sudah mampu

melampaui indikator

dengan baik, saat

diminta untuk

menghitung kembalian

subjek menjumlahkan

terlebih dahulu barang

yang dibeli.

Subjek mampu

melampaui indikator,

dengan subjek mampu

menghitung kembalian

dari setiap pembelian

yang dilakukan.

Ketika guru meminta

subjek untuk

menghitung kembalian

dan kembaliannya harus

menggunakan receh

subjek mampu

melakukannya

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpilkan bahwa S1 memiliki memapuan ingat mata uang

baik, saat diminta untuk menyebutkan nominal uang subjek dengan cepat dapat menyebutkan

namun subjek lemah dalam mengoprasikan uang. S2 tidak begitu paham nominal uang, namun

kelebihan dari S2 adalah subjek memiliki kemampuan baik ketika mengoprasikan uang. S3

lemah dalam pengoprasian uang jika dikombinasi dengan uang receh, namun ketika diminta

untuk menghitung sekelompok mana uang subjek mampu melakukan dengan baik.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai

berikut : Guru perlu memberikan perhatian dan bantuan kepada siswa yang mengalami

kesulitan dalam setiap pembelajarannya, khususnya yang bersifat individual. Bantuan kepada

siswa tersebut dapat berupa treatment dan melibatkan siswa secara langsung saat

berlangsungnya pembelajaran. Penggunaan alat peraga sangat menunjang dalam

berlangsungnya pembejaran, karena anak dengan kelainan grahita tidak seperti anak pada

umumnya, diperlukan perlakuan khusus untuk mereka . Hal ini menjadi penting karena

materi uang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari dan salah satu materi dasar yang

harus dikuasai siswa. Selain itu peran guru sangat mempengaruhi, seorang guru harus

memiliki pengetahuan yang banyak mengenai metode-metode pembelajaran. Untuk itu guru

perlu lebih dekat ke siswa dalam menggali informasi mengenai perkembangan anak didiknya,

dengan demikian kesulitan siswa dalam belajar matematika secaradini dapat diketahui dan

diatasi. Mengingat penelitian ini merupakan penelitian awal, sehingga perlu untuk

dikembangkan pada penelitian lebih lanjut, seperti banyaknya subjek penelitian maupun

variasi treatment yang dilakukan.

20

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hakim Nasution. (1978). Landasan Matematika. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Putri Anindita.(2013). Deskripsi Kemampuan Siswa Tunagrahita Ringan dalam

Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan Tipe-tipe Perkalian. Skripsi. Salatiga: FKIP UKSW

Amin. Moh. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung.Depdikbud Dirjen

Pendidikan Tinggi.

Abdurrahman, Mulyono. (1994). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:

Rineka Cipta

Bramuaji Chya. (2009). Identifikasi Faktor Penyebab Tunagrahita Siswa Sekolah Luar Biasa

Negeri 1 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: FIK UNY Andang Suherman. (2009). Revitalisasi

Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: Bintang Warlia Artika

Johnson, Elaine B. (2011). Contectual Teaching and Learning. Bandung: Kaifa Erma

Suherman. Dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer Bandung: Jica

Tri Wijayati. (2011). Pengembangan Strudent Worksheet Bahasa Inggris SMP Kelas VIII

Pada Pelajaran Aljabar Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan

Pendekatan Pemecahan Masalah Berbasis Kontruktivisme. Skripsi tidak diterbitkan. UNY

Destina Vidya Prastiwi. (2011). Hubungan Antara Konsentrasi Belajar dengan Prstasi

Belajar Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV SD Sekecamatan Wates

Kabupaten Kulon Progo. Skripsi tidak diterbitkan. UNY

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar Menengah. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Krisnawati, Yulia. & Swarsih, Madya. (2004). Jurnal Penelitian dan Evaluasi: Pengelolaan

Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Menggunakan Metode Kontekstual di SLTP N egeri

25 Surabaya. Yogyakarta: PPS UNY.

Mardapi, Djemari. (2004). Implementasi Kurukulum Berbasis Kompetensi. Bandar Lampung:

HEPI.

Yulaelawati, Ella. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta:

Pakar Raya.