perbandingan konsep pelanggaran paten di indonesia dan

18
1 Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan Amerika Serikat : Studi Kasus Pelanggaran Paten Obat Arianne Astrinia, Brian Amy Prastyo Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Bentuk pelanggaran paten yang diatur di Indonesia, mengacu kepada ketentuan yang menyebutkan hak-hak pemegang paten yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Hal ini berbeda dengan Amerika Serikat yang secara khusus mengaturnya di dalam pasal tersendiri, serta membaginya ke dalam dua jenis yaitu pelanggaran paten langsung dan tidak langsung. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Indonesia tidak mengenal atau mengatur bentuk pelanggaran paten tidak langsung. Perbedaan konsep pelanggaran paten ini menunjukan bahwa ruang lingkup perlindungan paten yang diatur di Indonesia, tidak sekomprehensif pengaturan paten di Amerika Serikat. Adapun dalam rangka mempertajam perbedaan tersebut, objek paten yang dianalisa adalah sengketa pelanggaran paten obat. The Comparison of Patent Infringement in Indonesia and United States of America : Case Study of Drug Patent Infringement Abstract Indonesia patent infringement’s concept refers to clauses of patent holder’s rights as stated in Article 16 Law Number 14 of 2001. In the other hand, United States of America regulates patent infringement in a specific article that distinguish direct infringement and indirect infringement. This research discovered that Indonesia does not recognize indirect infringement. The difference above shows the scope of patent protection in Indonesia not as comprehensive as United States. In order to exacerbating the contrast, drug patent infringement’s dispute is also analized. Keywords : Patent; Patent Infringement; Direct Infringement; Indirect Infringement; Drug Patent Infringement Pendahuluan Invensi di bidang teknologi sendiri muncul dan berkembang melalui proses penemuan dan pengembangan yang tidak sederhana, sebagai suatu hasil karya pemikiran kreatif dan inovatif maka penemuan di bidang teknologi sangat perlu dihargai. Perlindungan hukum terhadap teknologi itu sendiri, merupakan suatu pengakuan hukum dan penghormatan yang layak kepada mereka yang telah bekerja keras memanfaatkan secara maksimum segenap kemampuan akal budinya, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dan bernilai ekonomis. Dengan demikian pemilik teknologi berhak menikmati hak Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

1

Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan Amerika Serikat : Studi Kasus Pelanggaran Paten Obat

Arianne Astrinia, Brian Amy Prastyo

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak Bentuk pelanggaran paten yang diatur di Indonesia, mengacu kepada ketentuan yang menyebutkan hak-hak pemegang paten yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Hal ini berbeda dengan Amerika Serikat yang secara khusus mengaturnya di dalam pasal tersendiri, serta membaginya ke dalam dua jenis yaitu pelanggaran paten langsung dan tidak langsung. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Indonesia tidak mengenal atau mengatur bentuk pelanggaran paten tidak langsung. Perbedaan konsep pelanggaran paten ini menunjukan bahwa ruang lingkup perlindungan paten yang diatur di Indonesia, tidak sekomprehensif pengaturan paten di Amerika Serikat. Adapun dalam rangka mempertajam perbedaan tersebut, objek paten yang dianalisa adalah sengketa pelanggaran paten obat.

The Comparison of Patent Infringement in Indonesia and United States of America : Case Study of Drug Patent Infringement

Abstract

Indonesia patent infringement’s concept refers to clauses of patent holder’s rights as stated in Article 16 Law Number 14 of 2001. In the other hand, United States of America regulates patent infringement in a specific article that distinguish direct infringement and indirect infringement. This research discovered that Indonesia does not recognize indirect infringement. The difference above shows the scope of patent protection in Indonesia not as comprehensive as United States. In order to exacerbating the contrast, drug patent infringement’s dispute is also analized. Keywords : Patent; Patent Infringement; Direct Infringement; Indirect Infringement; Drug Patent Infringement

Pendahuluan

Invensi di bidang teknologi sendiri muncul dan berkembang melalui proses penemuan dan

pengembangan yang tidak sederhana, sebagai suatu hasil karya pemikiran kreatif dan inovatif

maka penemuan di bidang teknologi sangat perlu dihargai. Perlindungan hukum terhadap

teknologi itu sendiri, merupakan suatu pengakuan hukum dan penghormatan yang layak

kepada mereka yang telah bekerja keras memanfaatkan secara maksimum segenap

kemampuan akal budinya, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi

masyarakat dan bernilai ekonomis. Dengan demikian pemilik teknologi berhak menikmati hak

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 2: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

2

khusus ((hak eksklusif)1), untuk membuat, menggunakan dan menjual produknya.2 Dalam

ilmu hukum, yang secara luas dianut oleh negara-negara lain, hak atas daya pikir intelektual

dalam bidang teknologi tersebut diakui sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak berwujud.

Hak seperti inilah yang dikenal sebagai hak Paten.3

Salah satu negara yang mendorong perlindungan terhadap invensi di bidang teknologi adalah

Amerika Serikat. Perlindungan paten di Amerika Serikat telah ada sejak akhir abad ke-18. Hal

ini didasarkan atas Konstitusi Amerika Pasal 1 seksi 8, dimana ditentukan bahwa Kongres

berwenang untuk antara lain mempromosikan kemajuan pengetahuan dan kebudayaan dengan

memberikan jaminan kepada para pencipta (authors)4. Konsep pelanggaran paten di Amerika

Serikat diatur dalam United States Code Title 35. Dalam USC penggolongan tindakan

pelanggaran paten dibagi menjadi dua yaitu direct infringement (pelanggaran paten langsung)

dan indirect infringement (pelanggaran paten tidak langsung.

Sementara penerapan hukum paten di Indonesia masih relatif muda dibandingkan dengan

Undang-undang Paten yang berlaku di negara-negara industri maju.5 Indonesia sendiri

mengenal hak paten sejak masa penjajahan Belanda, yaitu waktu diberlakukannya Octrooiwet

1910 S. No. 33 yis S. 11 -33, SS. 22 – 54 yang mulai berlaku 1 Juli 1912.6 Salah satu unsur

penting dari paten yaitu bahwa hak paten adalah hak yang diberikan oleh pemerintah dan

bersifat eksklusif.7 Sifat eksklusif dalam paten berarti pemilik paten adalah satu-satunya pihak

                                                                                                                         1 Hak eksklusif adalah hak yang hanya diberikan kepada Pemegang Paten untuk jangka waktu tertentu

guna melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian, orang lain dilarang melaksanakan Paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten. (lihat Pasal 16 ayat (1) Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten)

2Arsip Dokumen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, “Pendapat Akhir Fraksi-fraksi DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Paten dan Rancangan Undang-Undang Tentang Merek dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan”, Dewan Perwakilan Rakyat (Jakarta, 2 Juli 2001), hlm. 1-2.

3 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 228.

4 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praketnya di Indonesia), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 110.

5 Insan Budi Maulana Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 99.

6 Ibid., hal. 110.

7 Ibid., hal. 116.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 3: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

3

yang berhak mengeksploitasi invensi yang dipantenkan itu. Akibatnya, jika ada pihak lain

yang tanpa persetujuan pemilik paten, turut mengeksploitasi invensi yang dipatenkan itu,

selama jangka waktu paten masih berlaku, maka pihak tersebut adalah pihak yang

bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran paten. Tindakan pelanggaran paten di Indonesia

terjadi karena adanya pelanggaran ruang lingkup perlindungan hak pemegang paten untuk

menjaga eksklusifitas invensinya, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 16 Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001.

Salah satu sasaran perlindungan paten adalah bidang farmasi atau obat-obatan. Kebutuhan

perlindungan paten bagi industri farmasi berkaitan dengan keuntungan yang dapat diperoleh

dari hasil invensi yang memakan biaya besar dalam proses penemuan, pengembangan dan

pendaftaran paten.8 Di Indonesia industri farmasi domestik bergerak terutama pada produksi

dan pemasaran obat generik dan obat lisensi dari perusahaan farmasi di luar negeri.9 Hal ini

tentu memperhatikan, mengingat sektor farmasi yang dikenal sarat dengan knowledge based

industry seharusnya didukung sepenuhnya oleh riset dan pengembangan. Menurut Prof. Agus

Sardjono, salah satu faktor pendorong agar industri farmasi domestik melakukan kegiatan

penelitian dan pengembangan adalah dengan dilindunginya penemuan atau invensi yang

mereka temukan melalui sistem perlindungan paten yang memadai.10 Dengan demikian

dibutuhkan pengaturan perlindungan paten dan konsep pelanggaran paten yang komprehensif,

yang dapat melingkupi kebutuhan dari pelaku usaha untuk menjaga hak eksklusifitas dari

hasil invensinya.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka terdapat beberapa pokok permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah perbandingan penerapan konsep pelanggaran paten yang berlaku di

Indonesia dan Amerika Serikat?

                                                                                                                         8 Henry Grabowski, Patents and New Product Development in the Pharmaceutical and Biotechnology

Industries, http://econ.duke.edu/people?subpage=publications&Gurl=/aas/Economics&Uil=grabow, 6 Maret 2014

9 Sampurno, “Interplay Teknologi, Bisnis dan Kesehatan pada Industri Farmasi: Tantangan Indonesia”, strategic-manage.com/?p=17, 18 April 2014.

10 Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, (Bandung: Alumni, 2010), hal 147-148.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 4: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

4

2. Bagaimanakah konsep pelanggaran paten dari segi hukum Indonesia dan Amerika

Serikat jika diaplikasikan dalam kasus pelanggaran paten obat?

Berdasarkan latar belakang serta pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari pembahasan

dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui perbandingan penerapan konsep pelanggaran paten yang berlaku di

Indonesia dan Amerika Serikat.

2. Menganalisa bagaimana konsep pelanggaran paten dari segi hukum Indonesia dan

Amerika Serikat jika diaplikasikan dalam kasus pelanggaran paten obat.

Tinjauan Teoritis

Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian tehadap istilah-istilah yang digunakan

sebagai berikut:

1. Paten

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil

Ivensinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan

sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk

melaksanakannya.11

2. Hak Eksklusif

Hak eksklusif adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegang paten untuk jangka

waktu tertentu guna melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak

lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian, orang lain dilarang

melaksanakan Paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten.12

3. Invensi

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu pemecahan masalah yang

spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan

dan pengembangan produk atau proses.13

                                                                                                                         

11 Indonesia (a), Undang-Undang tentang Paten, UU No. 14 Tahun 2001, LN No. 109 Tahun 2001, TLN No. 4130, Ps. 1 ayat (1).

12 Ibid., Penjelasan Ps. 16 ayat (1).

13 Ibid., Ps. 1 angka 2.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 5: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

5

4. Pelanggaran Paten

Pelanggaran paten atau infringement umumnya didefinisikan sebagai tindakan

membuat, menggunakan, menjual, atau menawarkan sebuah atas invensi di dalam

sebuah negara dimana paten tersebut dilindungi atau terdaftar.14 Atau dengan kata lain

pelanggaran paten merupakan pelanggaran batas15 atas wilayah pemegang paten yang

dideskripsikan dalam klaim16 invensi perlindungan paten.17

5. Direct Infringement

Direct Infringement atau pelanggaran paten langsung diterjemahkan sebagai hak yang

dimiliki pemegang paten untuk melarang pihak-pihak lain untuk membuat,

menggunakan, menawarkan atau menjual, dan mengimpor hasil invensinya.18

6. Indirect Infringement

Indirect Infringement atau pelanggaran paten tidak langsung adalah tindakan

seseorang yang mendorong pihak lain untuk melakukan pelanggaran paten meskipun

ia tidak pernah membuat, menggunakan ataupun menjual invensi paten tersebut.

Disamping itu tindakan pembuatan maupun penjualan sebuah barang atau komponen

yang secara khusus ditujukan untuk dilekatkan atau diadaptasikan ke dalam suatu

invensi paten.

7. Obat

Obat adalah bahan atau panduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.19

                                                                                                                         14 BB Lohray et. al., “Countributory Patent Infringement and The Pharmaceutical Industry”, dalam

Journal of Intellectual Property Rights Vol. 8, (2003) hal. 302.

15 Peter D. Rosenberg dalam buku Patent Law Fundamentals menyebutnya sebagai enroachment, sebagaimana yang dinyatakan dalam pernyataan sebagai berikut “The word ‘infringement’ suggest to an enroachment”.

16 Klaim adalah bagian dari Permohonan yang menggambarkan inti Invensi yang dimintakan perlindungan hukum, yang harus diuraikan secara jelas dan harus didukung oleh deskripsi. (Penjelasan Pasal 24 huruf h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten).

17 Peter D. Rosenberg, Patent Law Fundamentals, (USA: West, 1980), hal. 288.

18 Deborah E. Bouchoux, Intellectual Property: The Law of Trademarks, Copyrights, Patents, Trade Secrets, Fourth Edition, (USA: Delmar, 2013), hal. 418.

19 Indonesia (b), Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144 Tahun 2009, TLN No. 5063, Ps. 1 angka 8

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 6: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

6

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis-normatif,

dengan melakukan penelitian hukum kepustakaan. Dari segi tipologi penelitian, penelitian ini

bersifat deskriptif dan menggunakan perbandingan hukum (comparative legal research)

dengan negara lain. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu

individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu

gejala. 20 Sementara perbandingan hukum membuka pemahaman mengenai dinamika sosial

dan perubahan hukum, lembaga hukum, dan tata cara penyelesaian sengketa.21 Penelitian ini

dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai konsep pelanggaran paten yang diterapkan

di Indonesia dan membandingkannya dengan Amerika Serikat.

Jenis data yang digunakan dalam penelitiann kali ini adalah data sekunder, yang terdiri atas

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian kali ini antara lain:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan berupa peraturan perundang-undangan

ataupun peraturan pemerintah yang memiliki daya ikat terhadap masyarakat, yaitu

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-Undang Paten

Amerika Serikat (United Stated Code Title 35 of Patent Laws).

2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan atau hal-hal

yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya,22 yang terdiri atas:

Buku-buku literatur maupun artikel yang memuat penjelasan mengenai hukum paten

di Indonesia, hukum paten di Amerika; Buku atau artikel yang berkaitan dengan

indsutri farmasi atau obat; dan jurnal atau artikel yang berkaitan dengan permasalahan

pada skripsi ini.

                                                                                                                         20 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. 1, (Depok: Badan Penerbit

Fakultas Hukum UI, 2005), hal. 4.

21 Mary Ann Glendon, Michael W. Gordon, dan Paolo G. Carozza, Comparative Legal Traditions: In A Nutshell, (St. Paul, Minn.: West Group, 1999), hal. 8.

22 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. 3, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), hal. 15.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 7: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

7

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder,23 yaitu Kamus Besar Bahasa

Indonesia dan Black’s Law Dictionary.

Pembahasan

Perlindungan paten di suatu negara tidak lepas dari sistem pendaftaran yang dianut di negara

tersebut. Di Indonesia sistem perlindungan paten yang digunakan adalah sistem first to file

yakni suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang mendaftar pertama atas

invensi baru sesuai dengan persyaratan.24 Dimana hal ini secara inplisit dinyatakan dalam

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, yang menyebutkan bahwa:25

Apabila untuk satu invensi yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan

paten oleh pemohon yang berbeda, hanya permohonan yang diajukan pertama atau

terlebih dahulu yang dapat diterima.

Permohonan paten yang dimaksud diatas dapat diberikan kepada Inventor maupun pihak yang

menerima lebih lanjut hak dari inventor, yang invensinya26 memenuhi tiga syarat

perlindungan paten yaitu, memiliki nilai kebaruan, mengandung langkah inventif dan dapat

diterapkan dalam industri. Adapun jenis invensi yang dapat diberikan paten menurut

Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 adalah invensi berupa

paten produk atau paten proses. Pasal diatas pada prinsipnya mengatur mengenai hak

eksklusif yang dimiliki pemegang paten atas hasil invensinya. Secara substansial, hak

eksklusif diberikan oleh negara kepada inventor untuk melaksanakan penemuannya atau

memberikan kewenangan kepada orang lain untuk melaksanakannya dalam periode waktu

                                                                                                                         23 Ibid., hal. 16.

24 Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hukum Atas Karya Intelektual, (Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2009), hal. 74.

25 Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 34.

26 Istilah invensi merupakan terminologi yang berasal dari kata invention yang secara khusus dipergunakan dalam kaitannya dengan paten. Istilah invensi jauh lebih tepat dibandingkan penemuan, sebab kata penemuan memiliki aneka pengertian. Dalam bahasa Inggris juga dikenal antara lain kata-kata to discover, to find dan to get. Kata-kata tersebut secara tajam berbeda artinya dengan to invent dalam kaitannya dengan paten. (lihat Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal 208-209.).

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 8: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

8

tertentu.27 Sehingga perbuatan pihak lain yang melanggar eksklusifitas pemegang paten atau

melakukan salah satu tindakan yang terdapat di dalam hak pemegang paten tersebut

dikategorikan sebagai pelanggaran paten. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat

(1), yang termasuk hak pemegang paten adalah:28

a. Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,

menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau

diserahkan produk yang diberi Paten;

b. Dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk

membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Dalam hal paten-proses, larangan terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan

impor hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan

paten-proses yang dimilikinya. Namun apabila pemakaian paten tersebut dilaksanakan untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan atau analisis dan sepanjang tidak merugikan

kepentingan yang wajar dari pemegang paten, maka hal tersebut tidak dikategorikan sebagai

pelanggaran hak. Yang dimaksud tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang

paten adalah pelaksanaan atau penggunaan Invensi tersebut tidak digunakan untuk

kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial sehingga dapat

merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten.29 Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pelanggaran paten terjadi apabila sebuah paten diekspliotasi dengan

melanggar hak Inventor sesuai Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001.30

Meski demikian kegiatan modifikasi dan memperbaiki sebuah produk bisa sama sekali sah

dan tidak dikategorikan sebagai pelanggaran paten apabila invensi tersebut menjadi solusi

pemecahan masalah dari invensi yang telah ada. Sehingga untuk menghindari pelanggaran

paten, seseorang dapat melakukan penelusuran terlebih dahulu atau meminta lisensi paten dari

                                                                                                                         27 Christian Andersen, “Perlindungan Hukum Paten Invensi Terapan seperti Rumusan Algoritma dan

Bahasa Pemograman Mendorong Inovasi Teknologi Informasi Berdasarkan Traktat Kerjasama Paten (Patent Cooperation Treaty)” dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan 2011, http://dinus.ac.id/repository/docs/jurnas/15156.pdf , 16 Mei 2014.

28 Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 16 ayat (1).

29 Ibid., Ps. 16 ayat (2) dan (3) beserta penjelasannya.

30 Marni Emmy Mustafa, Prinsip-Prinsip Beracara dalam Penegakan Hukum Paten di Indonesia Dikaitkan Dengan TRIPs – WTO, (Bandung: Alumni, 2007), hal. 209.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 9: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

9

Invensi yang telah ada.31 Bukti yang sah untuk memastikan pemegang paten atau Inventor

dari invensi tersebut mempunyai hak eksklusif adalah dengan Sertifikat Paten. Sertifikat paten

merupakan bukti hak atas paten yang berfungsi untuk melindungi pemiliknya dari pihak lain

yang tanpa persetujuannya menggunakan paten tersebut. Sertifikat paten adalah surat resmi

yang dibuat untuk dijadikan alat bukti dan berisi keterangan resmi dari pejabat yang

berwenang, dan pembuatnya melalui beberapa tahapan pemeriksaan yang diatur dalam

Undang-Undang Paten.32

Dalam perbandingannya dengan Amerika Serikat, Amerika Serikat menganut sistem First

Inventor to File. Sistem ini merupakan salah satu perubahan terbesar yang terdapat dalam

Undang-Undang Invensi Amerika (America Invents Act) yang diberlakukan sejak 16 Maret

2013, dari sebelumnya menggunakan sistem First to Invent.33 Tujuan dari perubahan ini

adalah untuk mengharmonisasikan sistem yang digunakan Amerika Serikat dengan sistem

first-to-file yang dianut oleh banyak negara berkembang, disamping memastikan bahwa pihak

yang memperoleh perlindungan paten merupakan Inventor aslinya.34 Sistem First Inventor to

File menggunakan Tanggal Penerimaan Efektif35 sebagai dasar pemberian paten, disamping

memperkenalkan mekanisme Derivation Proceedings, yaitu prosedur pembuktian Inventor

oleh pemohon kedua atas invensi yang didaftarkan pemohon pertama yang diperoleh

berdasarkan informasi dari pemohon kedua36.37

                                                                                                                         31 Robert D. Hisrich, et.al., Kewirausahaan Edisi 7, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2008), hal. 230.

32 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Muhammad Zainuddin, Pemeriksa Paten Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia, 14 Mei 2014.

33 “Important: Prepare Now for New First-Inventor-to-File Law Change”, http://www.seedip.com/images/uploads/SeedIP_FITF_Changes.pdf, 20 Mei 2014.

34 “First Inventor to File”, http://www.aiarulemaking.com/rulemaking-topics/group-3/first-inventor-file.php, 20 Mei 2014.

35 Menurut Section 100 (i) (1) America Invents Act yang dimaksud dengan Tanggal Penerimaan Efektif (effective filing date) adalah tanggal permohonan paten atas invensi pertama kali didaftarkan, hal ini berkaitan dengan hak prioritas atau keuntungan yang dapat diperoleh sebagai pendaftar pertama.

36 Pengaturan ini berubah dari sebelumnya yang menggunakan Interference Proceeding, yaitu aturan dalam hal terdapat invensi yang sama tetapi didaftarkan pada saat yang berbeda dalam rangka melindungi Inventor aslinya. Dalam pengaturan sebelumnya, Inventor yang mendaftarkan invensinya paling akhir, mempunyai kesempatan untuk diberikan paten apabila dapat membuktikan bahwa ia adalah Inventor yang pertama menciptakan Invensi tersebut. Sementara dalam sistem yang baru (Derivation Proceedings) pihak pendaftar kedua tidak dapat diberikan paten kecuali ia dapat membuktikan bahwa pendaftar pertama memperoleh informasi atau pengetahuan atas invensi tersebut dari dirinya. Sistem ini dirancang untuk memastikan bahwa pendaftar pertama adalah Inventor yang sebenarnya dan tidak memperoleh invensi tersebut dari orang lain. (lihat Joanna T. Brougher, Intellectual Property and Health Technologies: Balancing Innovation and The Public’s Health, (US: Springer New York, 2014), hal. 17.)

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 10: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

10

Perlindungan diatas diberikan terhadap invensi yang memenuhi tiga syarat paten yaitu

mempunyai nilai guna (utility), memiliki nilai kebaruan (novelty) dan tidak dapat diduga

sebelumnya (nonobiousness). Nilai kegunaan (utility) pada prinsipnya memiliki perbedaan

dengan syarat dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable) sebagaimana yang

diatur di Undang-Undang Paten Indonesia. Dapat diterapkan dalam industri merupakan syarat

perlindungan paten yang diberikan terhadap suatu invensi yang dapat didayagunakan secara

berulang-ulang atau praktis dalam skala ekonomis bagi dunia industri dan perdagangan.

Dengan kata lain invensi tersebut bukan hanya suatu teoritis murni atau produk maupun

proses yang tidak memiliki daya guna dan daya hasil.38 Sementara nilai guna (utility) yang

dimaksud di dalam hukum paten Amerika Serikat, mengarah kepada kegunaan yang

terkandung di dalam sebuah invensi, meskipun manfaat tersebut hanya dapat dirasakan bagi

orang yang familiar terhadap teknologi invensi tersebut.39 Konsep ini dimaksudkan untuk

menghindari invensi yang ilegal dan amoral (immoral), seperti mesin yang berbahaya.40

Bentuk pelanggaran paten di Amerika Serikat terbagi menjadi dua yaitu direct infringement

(pelanggaran paten langsung) dan indirect infringement (pelanggaran apten tidak langsung).

Direct infringement atau pelanggaran paten langsung, merupakan salah satu tipe pelanggaran

paten yang melarang tindakan-tindakan sebagaiamana yang disebutkan dalam Section 271 (a)

Undang-Undang Paten Amerika Serikat, yakni membuat, menggunakan, menawarkan untuk

dijual, ataupun menjual Invensi yang telah diberikan paten di wilayah Amerika Serikat,

maupun mengimpornya ke Amerika Serikat tanpa persetujuan dari pemegang paten maka

dapat dikategorikan sebagai pelanggaran paten.41 Sementara dalam hal paten proses,

seseorang dapat dikategorikan melakukan pelanggaran paten apabila ia menjual suatu produk

dengan cara kerja mengikuti tahapan-tahapan atau langkah-langkah paten-proses yang

terdapat dalam klaim invensi paten tersebut. Namun kondisi diatas tidak termasuk

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           37 Edwards Wildman, “New First Inventor to File Patent System Takes Effect in the United States on

March 16, 2013”, http://www.edwardswildman.com/files/Publication, 20 Mei 2014.

38 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 214.

39 Wendy Schachter dan John Thomas, “Patent Law and Its Application to the Pharmaceutical Industry: An Examination of the Drug Price Competition and Patent Term Restoration Act of 1984 (“The Hatch-Waxman Act”)” dalam CRS Report for Congress 10 Januari 2005, hal. 8.

40 Richard Spinello dan Maria Bottis, A Defense of Intellectual Property Rights, (UK: Edward Elgar, 2009), hal. 56.

41 United States, Patent Laws, United States Code Title 35, Section 271 (a).

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 11: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

11

pelanggaran paten langsung kecuali orang tersebut tidak melakukan sendiri tahapan-tahapan

tersebut.42

Sedangkan indirect infringement atau pelanggaran paten tidak langsung merupakan konsep

pelanggaran paten yang melengkapi kekurangan dalam direct infringement yang diatur dalam

Section 271 (a).43 Indirect infringement merupakan pertanggungjawaban yang diberikan

kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran paten meskipun pihak tersebut tidak pernah

secara langsung melakukannya.44 Landasan dasar pertanggungjawaban dikenakan terhadap

pelaku pelanggaran paten tidak langsung adalah untuk menyediakan perlindungan yang

efektif bagi pemegang paten, atas segala tindak pelanggaran pada saat pihak pertama yang

melakukan pelanggaran tidak benar-benar bersalah, atau tidak praktis untuk digugat.45

Indirect infringement terbagi menjadi dua bentuk yaitu induced infringement (inducement)

dan contributory infringement.

Inducement adalah tindak pelanggaran paten yang dikenakan terhadap pihak yang memiliki

pengetahuan (knew) dan maksud tertentu (specific intent) untuk mendorong atau mengarahkan

orang lain untuk melakukan tindak pelanggaran paten.46 Sebagai contoh menjual produk yang

dilengkapi instruksi penggunaan dengan cara yang menyebabkan pelanggaran paten.47

Sementara contributory infringement adalah tindak pelanggaran paten yang dikenakan

terhadap seseorang yang menjual atau membuat suatu komponen yang di desain khusus untuk

penggunaan invensi yang telah diberikan paten, dimana komponen tersebut tidak mempunyai

fungsi substansial lain selain dilekatkan kepada invensi paten dimaksud.48

                                                                                                                         

42 Roger E. Schechter dan John R. Thomas, Intellectual Property The Law of Copyrights, Patents and Trademarks, (US: West, 2003), hal. 462.

43 David L. Fox, U.S. Patent Opinions and Evaluation, (US: Oxford University Press, 2010), hal. 190.

44 Roger E. Schechter dan John R. Thomas, Op. Cit., hal. 471.

45 Paul J. Meyer Jr., “A False Sense of Security?: Nonpracticing Entities and Potential Liability for Inducing Others to Infringe”, http://www.omm.com/files/upload/A.pdf, 21 Mei 2014.

46 Induced infringement diatur dalam Section 271 (b) Undang-Undang Paten Amerika Serikat yang berbunyi:

Whoever actively induces infringement of a patent shall be liable as an infringer.

47 Deborah E. Bouchoux, Op.Cit., hal. 420.

48 David L. Fox, Op.Cit., hal. 196.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 12: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

12

Selain bentuk pelanggaran paten diatas, Amerika Serikat juga menentukan pelanggaran paten

berdasarkan penafsiran klaim, yang tebagi menjadi literal infringement dan doctrine of

equivalent. Pelanggaran paten dalam bentuk literal infringement terjadi apabila suatu produk,

barang atau proses memiliki kesamaan dengan invensi yang telah diberikan paten, dan

mengikuti secara persis semua tahapan pembuatan barang atau proses sebagaimana yang

termuat dalam klaim.49 Sementara doctrine of equivalent dikenakan apabila terdapat korelasi

atau persamaan elemen atau unsur (equivalence) antara produk yang melanggar tersebut

dengan invensi paten. Dengan kata lain, apabila suatu produk atau proses pada pokoknya

mempunyai fungsi yang sama (substantially the same function) menggunakan cara kerja yang

secara substansial sama (substantially the same way) dan mencapai hasil yang sama

(substantially the same result) dengan invensi yang telah mendapat perlindungan paten,

meskipun terdapat perbedaan nama, bentuk atau wujud, hal tersebut tetap dapat dikategorikan

sebagai pelanggaran paten.50

Dalam rangka mempertajam perbedaan konsep pelanggaran paten antara Indonesia dan

Amerika Serikat, kasus yang digunakan adalah kasus pelanggaran paten obat antara Eli Lilly

& Company (‘Penggugat’) dengan sepuluh perusahaan yang diwakili Actavis Elizabeth LLC

(‘Para Tergugat’). Kasus bermula dengan habisnya masa perlindungan paten zat aktif

atomoxetine milik Penggugat pada tahun 2002. Meski demikian, salah satu kegunaan utama

dari obat atomoxetine tersebut yaitu untuk pengobatan penderita ADHD masih berlangsung

perlindungan paten dalam bentuk paten proses. Dengan habisnya perlindungan paten

atomoxetine, sepuluh perusahaan obat generik di Amerika Serikat mengajukan permohonan

ANDA (Abbreviated New Drug Application) kepada FDA (Food and Drug Administration).

Atas permohonan tersebut FDA memberikan syarat kepada Para Tergugat untuk

mempromosikan dan mencantumkan penggunaan dari obat tersebut di dalam produk obat

generiknya.

Mengikuti instruksi dari FDA, Para Tergugat mempromosikan dan memasarkan atomoxetine

untuk pengobatan ADHD, serta melekatkan instruksi penggunaan tersebut di dalam label

produknya. Atas pelanggaran paten tersebut, Penggugat mengajukan gugatan ke United States

District Court of New Jersey atas tuduhan pelanggaran paten metode penggunaan atomoxetine                                                                                                                          

49 Deborah E. Bouchoux, Op. Cit., hal. 422.

50 Ibid., hal. 124-125.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 13: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

13

untuk ADHD berupa inducement dan contributory infringement. Pada tingkat selanjutnya

yaitu di Federal Circuit, Para Tergugat terbukti melakukan pelanggaran paten berupa

inducement dan contributory infringement. Hal ini disebabkan, Para Tergugat

mempromosikan atomoxetine dengan tujuan mengarahkan konsumen dari obat tersebut untuk

menggunakannya sesuai dengan instruksi penggunaan yang tertera di dalam label produk,

yaitu untuk mengobati ADHD. Padahal pada kenyataannya atomoxetine tidak hanya

mempunyai kegunaan untuk mengobati ADHD, melainkan pula penyakit kandung kemih dan

depresi. Disamping itu, pencantuman instruksi penggunaan yang seolah-olah ditujukan hanya

untuk mengobati ADHD menjadi bukti bahwa secara substansial produk obat yang akan

dipasarkan oleh Para Tergugat tersebut khusus dipergunakan untuk tujuan melanggar paten

Penggugat.

Jika kasus ini diaplikasikan di Indonesia, maka paten penggunaan obat tersebut termasuk ke

dalam paten proses. Hak pemegang patennya diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (b)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 berbunyi:

Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Untuk dapat dikategorikan melanggar paten, Para Tergugat harus melakukan hak pemegang

paten sebagaimana yang disebutkan dalam pasal diatas. Dalam menentukan pemenuhan unsur

pasal pertama yakni ‘menggunakan proses produksi yang diberi paten’, hal ini dilihat dari

ruang lingkup klaim paten yang tertera di dalam dokumen paten No. ‘590 milik Penggugat.

Dalam klaim paten tersebut yang dilindungi adalah metode pengobatan ADHD dengan

menggunakan dosis yang cukup dari atomoxetine. Sementara Para Tergugat dalam hal ini

tidak menggunakan secara langsung atomoxetine untuk mengobati ADHD, melainkan

mendorong orang lain untuk menggunakannya dengan tujuan yang melanggar, sesuai dengan

instruksi yang tertera dalam label produk milik Para Tergugat. Dimana hal ini berkaitan pula

dengan unsur pasal yang kedua yaitu ‘ untuk membuat barang’, yang mana tidak juga

terbukti. Hal ini disebabkan kegiatan pembuatan atau penggunaan barang sebagaimana yang

dimaksud diatas, tidak dilakukan oleh Para Tergugat. Melainkan kegiatan ‘pembuatan barang’

tersebut terjadi di dalam tubuh konsumen dari Para Tergugat yang menggunakannya untuk

mengobati penyakit ADHD.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 14: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

14

Disamping itu Para Tergugat menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tidak dapat

dikategorikan melanggar paten karena pengetahuan ataupun niat dari seseorang tidak

diperhitungkan sebagai salah satu syarat pelanggaran paten. Artinya menurut pengaturan

paten Indonesia, kesengajaan maupun ketidaksengajaan perbuatan seseorang, selama ia

melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1)

maka ia dapat dikategorikan sebagai pelanggaran paten.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan diatas, diperoleh kesimpulan seperti yang

diuraikan di bawah ini.

1. Konsep pelanggaran paten di Amerika Serikat yang diatur dalam Section 271 United

States Code Title 35 tentang Patent Laws pada dasarnya membagi pelanggaran paten

ke dalam dua jenis, yaitu pelanggaran paten langsung (direct infringement) dan

pelanggaran paten tidak langsung (indirect infringement). Dimana pelanggaran paten

tidak langsung ini terbagi lagi menjadi dua yaitu, dalam bentuk inducement dan

contributory infringement. Inducement atau induced infringement adalah pelanggaran

paten yang dikenakan terhadap segala tindakan yang bersifat mengarahkan atau

mendorong orang lain untuk melakukan pelanggaran paten. Sementara contributory

infringement adalah tindak pelanggaran paten akibat perbuatan menjual atau

mengimpor barang ke wilayah Amerika Serikat bagian dari suatu invensi yang tidak

mempunyai fungsi substansial lain kecuali digunakan khusus untuk invensi tersebut.

Selain itu Amerika Serikat juga menentukan pelanggaran paten berdasarkan penafsiran

klaim, dimana hal ini terbagi menjadi literal infringement dan doctrine of equivalent.

Sementara di Indonesia, apabila dilihat dari pengaturan yang terdapat dalam Pasal 16

ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, maka Indonesia dapat

disimpulkan hanya menganut pelanggaran paten langsung. Dalam pasal tersebut,

Indonesia hanya memberikan perlindungan terhadap tindakan pelanggaran paten yang

dilakukan oleh pihak pertama. Selain itu, Indonesia juga tidak menentukan

pelanggaran paten dilihat dari penafsiran klaim seperti doktrin yang berkembang di

Amerika Serikat.

2. Dalam kasus Eli Lilly & Co. v. Actavis Elizabeth LLC ini pelanggaran paten yang

terjadi menurut konsep pelanggaran paten Amerika Serikat adalah inducement dan

contributory infringement. Konsep pelanggaran paten inducement dalam kasus ini

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 15: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

15

terpenuhi dengan terpenuhinya dua syarat inducement yakni adanya pelanggaran paten

langsung (direct infringement), dan yang kedua, tindak pelanggaran tersebut

dilaksanakan dengan niat khusus atau paling tidak pelanggar mengetahui bahwa

tindakannya dapat mendorong pelanggaran paten. Begitupula dengan syarat

pelanggaran paten dalam contributory infringement, yakni dengan dicantumkannya

instruksi penggunaan produk dimana hal tersebut merupakan komponen pokok dari

invensi Penggugat. Sementara ketika kasus ini diaplikasikan dalam hukum paten yang

diatur di Indonesia, Para Tergugat tidak terbukti melakukan pelanggaran paten.

Mengingat konsep pelanggaran paten proses yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf

b hanya terbatas pada kegiatan pembuatan barang dengan menggunakan paten proses

dimaksud. Sedangkan di kasus ini Para Tergugat tidak membuat barang melainkan

mengarahkan pengguna obatnya untuk melakukan perbuatan pelanggaran

sebagaimana instruksi penggunaan dalam label produk.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka saran dalam skripsi ini adalah

Indonesia perlu melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

dengan memasukan pengaturan mengenai pelanggaran paten tidak langsung (indirect

infringement). Dengan adanya suatu perlindungan paten yang lengkap, hal ini tentu dapat

menjadi insentif untuk mendorong semangat inovasi di masyarakat agar dapat melakukan

kegiatan penelitian dan pengembangan.

Daftar Referensi

Buku

Bouchoux, Deborah E. (2013) Intellectual Property: The Law of Trademarks, Copyrights,

Patents, Trade Secrets, Fourth Edition. USA: Delmar.

Brougher, Joanna T. (2014). Intellectual Property and Health Technologies: Balancing

Innovation and The Public’s Health. US: Springer New York.

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah. (2003). Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori

dan Praketnya di Indonesia). Bandung: Citra Aditya Bakti.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 16: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

16

Fox, David L. (2010). U.S. Patent Opinions and Evaluation. US: Oxford University Press.

Glendon, Mary Ann, Michael W. Gordon, dan Paolo G. Carozza. (1999). Comparative Legal

Traditions: In A Nutshell. St. Paul, Minn.: West Group.

Hadiarianti, Venantia Sri. (2009). Memahami Hukum Atas Karya Intelektual. Jakarta:

Penerbit Universitas Atma Jaya.

Hisrich, Robert D., et.al. (2008). Kewirausahaan Edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Mamudji, Sri et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Badan Penerbit

Fakultas Hukum UI.

Maulana, Insan Budi. (1997). Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta. Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Mustafa, Marni Emmy. (2007). Prinsip-Prinsip Beracara dalam Penegakan Hukum Paten di

Indonesia Dikaitkan Dengan TRIPs – WTO. Bandung: Alumni.

Rosenberg, Peter D. (1980). Patent Law Fundamentals. USA: West Publishing.

Saidin, OK. (2006). Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sardjono, Agus. (2010). Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional. Bandung:

Alumni.

Schechter, Roger E. dan John R. Thomas. (2003). Intellectual Property The Law of

Copyrights, Patents and Trademarks. US: West.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (1990). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Rajawali Press.

Spinello, Richard dan Maria Bottis. (2009). A Defense of Intellectual Property Rights. UK:

Edward Elgar.

Usman, Rachmadi. (2003). Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 17: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

17

Artikel dan Jurnal

Arsip Dokumen Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pendapat Akhir Fraksi-fraksi DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia Terhadap

Rancangan Undang-Undang Tentang Paten dan Rancangan Undang-Undang Tentang Merek

dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Jakarta, 2 Juli 2001.

Lohray, BB, et. al.. Countributory Patent Infringement and The Pharmaceutical Industry

dalam Journal of Intellectual Property Rights Vol. 8. 2003.

Makalah

Andersen, Christian. Perlindungan Hukum Paten Invensi Terapan seperti Rumusan Algoritma

dan Bahasa Pemograman Mendorong Inovasi Teknologi Informasi Berdasarkan Traktat

Kerjasama Paten (Patent Cooperation Treaty) dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi

dan Komunikasi Terapan 2011.

Schachter, Wendy dan John Thomas. Patent Law and Its Application to the Pharmaceutical

Industry: An Examination of the Drug Price Competition and Patent Term Restoration Act of

1984 (“The Hatch-Waxman Act”) dalam CRS Report for Congress. 10 Januari 2005.

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia (a). Undang-Undang tentang Paten, UU No. 14 Tahun 2001, LN No. 109 Tahun

2001, TLN No. 4130.

_________ (b). Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144

Tahun 2009, TLN No. 5063.

United States. Patent Laws. United States Code Title 35.

Internet

________. Important: Prepare Now for New First-Inventor-to-File Law Change. 20 Mei

2014. http://www.seedip.com/images/uploads/SeedIP_FITF_ Changes.pdf.

_________. First Inventor to File. 20 Mei 2014. http://www.aiarulemaking.com/rulemaking-

topics/group-3/first-inventor-file.php.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014

Page 18: Perbandingan Konsep Pelanggaran Paten di Indonesia dan

18

Grabowski, Henry. Patents and New Product Development in the Pharmaceutical and

Biotechnology Industries. 6 Maret 2014.

http://econ.duke.edu/people?subpage=publications&Gurl=/aas/Economics&Uil=grabow.

Meyer Jr., Paul J. A False Sense of Security?: Nonpracticing Entities and Potential Liability

for Inducing Others to Infringe. 21 Mei 2014. http://www.omm.com/files/upload/A.pdf.

Sampurno (e). Interplay Teknologi, Bisnis dan Kesehatan pada Industri Farmasi: Tantangan

Indonesia. 18 April 2014. strategic-manage.com/?p=17.

Wildman, Edwards. New First Inventor to File Patent System Takes Effect in the United

States on March 16, 2013. 20 Mei 2014. http://www.edwardswildman.com/files/Publication.

Analisis perbandingan…, Arianne Astrinia, FH UI, 2014