peraturan daerah kabupaten majene · ketahanan nasional dan berbasis sektor pertanian serta...
TRANSCRIPT
BUPATI MAJENE
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MAJENE,
a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Majene
dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
Daerah Kabupaten Majene tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Majene;
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422);
Menimbang
:
Mengingat :
2
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
6. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang bentuk dan
tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan
BUPATI MAJENE
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE TENTANG RENCANA
TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Majene.
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Majene yang terdiri dari Bupati beserta Perangkat daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
3
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Majene sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Majene.
5. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Barat.
6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
10. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
11. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
14. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
15. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
16. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
17. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem.
pelayanan, yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan.
18. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
19. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
20. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan.
21. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan.
22. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
23. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
4
24. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara,ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
25. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
26. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk kepentingan pertahanan.
27. Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah wilayah
yang memiliki sumber daya bahan galian yang berwujud padat, cair, dan gas
berdasarkan peta atau data geologi dan merupakan tempat dilaksanakan seluruh
tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi Penyelidikan Umum, Eksplorasi,
Operasi-Produksi, dan pasca tambang baik di wilayah darat maupun perairan
serta tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
28. Wilayah sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
29. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alamiah yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
30. Jaringan Irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan
diperlukan untuk diperlukan untuk pengaturan air irigasi yang mencakup
penyediaan, pengambilan dan pembagian.
31. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
32. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
33. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
34. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota.
35. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kecamatan.
36. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.
37. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa.
38. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
39. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
5
40. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
41. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
42. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten
Majene dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan
ruang di daerah.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2
Penataan ruang Kabupaten Majene bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara,
ketahanan nasional dan berbasis sektor Pertanian serta didukung oleh sektor
perikanan, kelautan, kehutanan, pertambangan, dan pemanfaatan potensi alam
lainnya.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, disusun kebijakan dan strategi penataan ruang.
(2) Kebijakan penataan ruang Kabupaten Majene sebagaimana di maksud pada
ayat (1), terdiri atas:
a. penetapan dan pemantapan peran dan fungsi perkotaan secara hirarkis dalam
kerangka sistem wilayah pengembangan ekonomi dan sistem pembangunan
perkotaan;
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
permukiman, transportasi, telekomunikasi, energi dan sumberdaya air yang
dapat mendukung peningkatan dan pemerataan pelayanan masyarakat;
c. pengembangan kawasan pertanian yang produktif untuk meningkatkan hasil
produksi dan kesejahteraan masyarakat;
d. pengembangan potensi kelautan dan perikanan;
e. pemantapan fungsi dan produktivitas hutan;
f. pengembangan kawasan pertambangan yang ramah lingkungan;
g. pengelolaan kualitas lingkungan;
h. pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam; dan
i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
Bagian Ketiga
6
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Strategi penetapan dan pemantapan peran dan fungsi perkotaan secara hirarkis
dalam kerangka sistem wilayah pengembangan ekonomi dan sistem pembangunan
perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. mengembangkan Kecamatan Banggae sebagai pusat pemerintahan kabupaten
melalui peningkatan aksesibilitas dan atau interkoneksi dengan wilayah lain
serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung yang memadai;
b. mengembangkan Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur sebagai
pusat pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat melalui penyediaan sarana dan
prasarana utama dan pendukung pendidikan yang memadai;
c. mengembangkan Kecamatan Malunda, Kecamatan Pamboang, dan Kecamatan
Sendana, melalui penyediaan/pembangunan sarana dan prasarana pendukung
PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi);
d. mengembangkan Kecamatan Tammerodo, Tubo Sendana dan Kecamatan
Ulumanda melalui penyediaan/pembangunan sarana dan prasarana
pendukung PPK (Pusat Pelayanan Kawasan);
e. mengembangkan Kelurahan Baruga Kecamatan Banggae Timur, Kelurahan
Sirindu Kecamatan Pamboang, Kelurahan Tallubanua Kecamatan Sendana,
Desa Ulidang Kecamatan Tammero’do, dan Desa Maliaya Kecamatan Malunda
melalui penyediaan/pembangunan sarana dan prasarana pendukung PPL
(Pusat Pengembangan Lingkungan).
(2) Strategi Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
permukiman, transportasi, telekomunikasi, energi, sumberdaya air yang dapat
mendukung peningkatan dan pemerataan pelayanan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. mengembangkan sistem jaringan jalan sesuai hirarki dan fungsinya yang
diarahkan untuk menjamin aksesibilitas wilayah-wilayah, kelancaran
lalulintas, dan pengembangan wilayah secara lebih terpadu;
b. mengembangkan sistem angkutan umum berdasarkan hirarki wilayah yang
ekonomis, aman dan nyaman;
c. mengembangkan sistem terminal terpadu dengan fasilitas perdagangan dan
pertanian;
d. mengembangkan jaringan listrik dan energi melalui pengembangan jaringan
listrik dan energi yang diarahkan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil
serta pengembangan energi alternatif;
e. mengembangkan sistem telekomunikasi melalui pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi;
f. mengembangkan sumber daya air secara terpadu dan menyeluruh dengan
pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS);
g. menjalin kerjasama antar daerah, terutama dalam pengembangan jaringan
prasarana/infrastruktur.
(3) Strategi Pengembangan kawasan pertanian yang produktif untuk meningkatkan
hasil produksi dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. menetapkan pusat-pusat pengumpul/akumulasi bagi hasil-hasil pertanian;
b. mengembangkan pelabuhan rakyat dengan fungsi sub-akumulasi hasil-hasil
produksi pertanian khususnya di pusat pengembangan bagian utara;
c. meningkatkan prasarana komunikasi antar sentra produksi pertanian;
7
d. meningkatkan kerjasama dan jejaring antara masyarakat (kelompok), antara
masyarakat dan perusahaan perkebunan, untuk menciptakan sinergi usaha
dan peningkatan produktivitas;
e. mengembangkan sumberdaya manusia perkebunan, baik petani pekebun
maupun pelaku usaha lainnya untuk menumbuhkan inovasi dan adaptasi guna
berkembangnya sistem usaha agribisnis berbasis perkebunan;
f. meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang efektivitas
sistem agribisnis tanaman tahunan dan perkebunan;
g. meningkatkan pengelolaan dan pemantapan kawasan-kawasan konservasi
sekitar kawasan tanaman tahunan dan perkebunan, untuk menghindari
meningkatnya resiko banjir terutama pada wilayah-wilayah hulu daerah aliran
sungai;
h. meningkatkan ketersediaan informasi mengenai tanaman tahunan dan
perkebunan, khususnya kakao;
i. mengendalikan kegiatan non-pertanian agar tidak mengganggu lahan pertanian
yang diklasifikasikan sebagai lahan subur kelas satu;
j. melakukan penanggulangan banjir yang berpotensi melanda kawasan
pertanian;
k. menerapkan sistem usaha tani konservasi terutama pada lahan-lahan dengan
potensi erosi tinggi untuk menghindari degradasi lahan;
l. meningkatkan produktivitas “lahan basah tidur”, baik melalui pompanisasi
maupun melalui cekdam baru;
m. mengembangkan prasarana pengairan untuk mendukung pengembangan
tanaman padi sawah;
n. menyusun rencana pengembangan dan pemantapan kawasan-kawasan
potensial tanaman lahan basah untuk dijadikan ”Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan”.
(4) Strategi Pemantapan Pengembangan potensi kelautan dan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf d terdiri atas:
a. meningkatkan perikanan budidaya pertambakan dan air payau, perikanan
budidaya laut dan perikanan tangkap;
b. meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana produksi bagi kawasan
peruntukan perikanan;
c. mengembangkan dan menata pelabuhan perikanan;
d. mengembangkan kawasan budidaya perikanan pesisir berupa budidaya
perairan pesisir pada zona pemanfaatan yang dikembangkan di sepanjang
pantai barat dengan tidak mengganggu dan terganggu aktivitas pelayaran dan
kepelabuhanan.
(5) Strategi Pemantapan fungsi dan produktivitas hutan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat (2) huruf e terdiri atas:
a. memanfaatkan hutan produksi berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
b. memanfaatkan fungsi dan produktivitas hutan sehingga diperoleh manfaat
lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal;
c. memanfaatkan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang
memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan
tidak mengurangi fungsi pokoknya;
d. memanfaatkan hasil hutan dilakukan dalam bentuk usaha pemanfaatan hutan
alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman. Usaha pemanfaatan hutan
tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam
rangka mempertahankan hutan alam.
8
(6) Strategi Pengembangan kawasan pertambangan yang ramah lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf f terdiri atas :
a. mengoptimalkan kegiatan pertambangan yang baik dan benar;
b. meningkatan nilai tambah hasil pertambangan melalui pengolahan hasil
tambang;
c. melakukan reklamasi area penambangan baik selama maupun setelah kegiatan
penambangan berakhir;
d. melakukan studi dan kajian kelayakan pengusahaan atau pengembangan
kawasan pertambangan secara ekonomi dan berwawasan lingkungan;
e. kegiatan pertambangan tidak dilakukan pada wilayah yang telah ditetapkan
sebagai hutan konservasi;
f. kegiatan pertambangan terbuka tidak dilakukan pada wilayah yang telah
ditetapkan sebagai hutan lindung;
g. kegiatan pemanfaatan galian pasir dan batuan harus memperhatikan ekosistem
sekitarnya serta keselamatan dari berbagai bencana dan bahaya dengan
dibatasi oleh garis sempadan yang sesuai untuk difungsikan sebagai kawasan
penyangga keselamatan;
h. kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di
dalam kawasan hutan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
(7) Strategi pengelolaan kualitas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (2) huruf g terdiri atas:
a. mengembangkan sistem pelayanan persampahan dengan pendekatan
pengurangan, pemanfaatan kembali, daur ulang dan pemulihan;
b. mengembangkan sistem sanitasi lingkungan yang berbasis komunal;
c. mengembangkan sistem IPAL terpadu/kolektif pada zone-zone industri yang
direncanakan;
d. mengarahkan zona-zona industri untuk menjadi kawasan industri dengan
fasilitas pengelolaan lingkungan yang terpadu;
e. mengarahkan pembangunan industri ke dalam zona industri yang akan
ditetapkan atau yang sudah ada;
f. mengatur secara ketat terhadap industri-industri polutif;
g. mengendalikan pengambilan air tanah dalam secara ketat melalui kajian daya
dukung air;
h. mempertahankan kawasan lindung melalui upaya rehabilitasi lahan;
i. mengendalikan secara ketat terhadap kegiatan budidaya yang berpotensi
merusak atau mengganggu kawasan lindung serta pembatasan atau pengalihan
kegiatan-kegiatan budidaya pada kawasan rawan bencana;
j. pengembangan kegiatan-kegiatan budidaya yang berfungsi lindung melalui
pengembangan tanaman-tanaman yang berfungsi konservasi.
(8) Strategi pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf h terdiri atas:
a. merencanakan lokasi untuk menghindari dataran berpotensi banjir dan
rekayasa bangunan di dataran banjir;
b. merencanakan lokasi untuk mengurangi kepadatan penduduk di daerah zona
gempa dan rekayasa bangunan untuk menahan kekuatan getaran;
c. merencanakan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya yang
digunakan untuk lokasi bangunan penting dan rekayasa bangunan untuk
menahan atau mengakomodir potensi gerakan tanah;
d. merencanakan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya yang
digunakan untuk lokasi bangunan penting dan rekayasa bangunan untuk
meminimasi dampak areal berpotensi Tsunami;
9
e. merencanakan rencana rinci termasuk pemetaan/deliniasi kawasan dan
peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan atau permukiman yang merupakan
kawasan rawan bencana;
f. merencanakan lokasi untuk menghindari banjir pasang (rob) dan
mengantisipasi kenaikan paras muka laut.
(9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf i terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan
untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan Negara sebagai zona
penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga asset-aset pertahanan dan keamanan.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Majene meliputi:
a. Pusat-pusat kegiatan;
b. Sistem jaringan prasarana utama; dan
c. Sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan
Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Majene sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a , terdiri atas:
a. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah);
b. PKLp (Pusat Kegiatan local Promosi)
c. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan)
d. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan)
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kecamatan Banggae dan
Kecamatan Banggae Timur;
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. Malunda di Kecamatan Malunda;
b. Pamboang di Kecamatan Pamboang; dan
c. Somba di Kecamatan Sendana.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
10
a. Tammero’do di Kecamatan Tammerodo Sendana;
b. Tubo di Kecamatan Tubo Sendana; dan
c. Ulumanda di Kecamatan Ulumanda.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi :
a. Kelurahan Baruga di Kecamatan Banggae Timur;
b. Kelurahan Sirindu di Kecamatan Pamboang;
c. Kelurahan Tallubanua di Kecamatan Sendana;
d. Desa Ulidang di Kecamatan Tammero’do Sendana; dan
e. Desa Maliaya di Kecamatan Malunda.
(6) PKW, PKLp dan PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), dan (4) diatur lebih
lanjut di dalam Rencana Detail Tata Ruang.
(7) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Majene sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan perkeretaapian; dan
c. Sistem jaringan transportasi laut;
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1
dan I.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a, yaitu jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang terdiri atas:
a. Jaringan jalan;
b. Jaringan prasarana lalu lintas; dan
c. Jaringan pelayanan lalu lintas.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. jaringan jalan arteri primer, terdiri atas:
1. Batas Kab. Mamuju – Kec. Tammero’do Sendana (Km 350) No Ruas jalan
009 seluas kurang lebih 51.127 km;
2. Kec. Tammero’do Sendana (Km 350) – Batas Kota Majene. No Ruas jalan
010 seluas kurang lebih 43.940 km;
b. jaringan jalan arteri sekunder, terdiri atas:
1. jalan Jenderal Ahmad Yani. No Ruas jalan 010 seluas kurang lebih 3.883
km;
2. jalan Jenderal Gatot Subroto. No Ruas jalan 010 seluas kurang lebih 1.373
km;
3. jalan Jenderal Sudirman. No Ruas jalan 011 seluas kurang lebih 2.413 km;
dan
11
4. jalan Sultan Hasanuddin. No Ruas jalan 011 seluas kurang lebih 2.095 km.
c. jaringan jalan kolektor primer K1 yang terdapat di Kecamatan Banggae Timur,
Banggae, Pamboang, Sendana, dan Ulumanda;
d. jaringan jalan lokal primer yang terdapat di seluruh kecamatan;
e. jaringan jalan khusus dan jembatan yang terdapat di seluruh kecamatan;
f. sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. terminal penumpang tipe B terdapat di Kecamatan Banggae Timur Kota
Majene;
b. sub Terminal penumpang tipe C terdapat di wilayah kecamatan yang terdiri
atas:
1. pembangunan terminal di Kelurahan Lalampanua, Kecamatan Pamboang;
2. pembangunan terminal di Kelurahan Mosso, Kecamatan Sendana;
3. pembangunan terminal di Desa Tammero’do, Kecamatan Tammero’do;
4. pembangunan terminal di Desa Sambabo, Kecamatan Ulumanda; dan
5. pembangunan terminal di Kelurahan Malunda, Kecamatan Malunda.
c. peningkatan dan pengadaan rambu-rambu jalan di semua wilayah kecamatan.
(4) Jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
a. trayek angkutan barang, terdiri atas:
1. Kendaraan Pick Up dari kota Majene – Rangas, Kota Majene – Tande, Kota
Majene – Baruga dan dari Kota Majene – Pamboang, Majene – Somba dan
Majene – Malunda serta dari Kota Majene – Kabupaten Polman, Majene –
Mamuju;
2. Truck dari kota Majene – Pamboang, Majene – Somba dan Majene –
Malunda dan dari Kota Majene – Kabupaten Polman, Majene – Mamuju,
Majene – Mamuju Utara serta ke luar wilayah Kabupaten Majene terdiri
dari Majene – Pare Pare, Majene – Tana Toraja dan Majene – Palopo serta
Majene Makassar.
b. trayek angkutan penumpang, terdiri atas:
1. Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), terdiri atas:
a) Majene – Pare Pare, Majene – Tana Toraja dan Majene – Palopo;
b) Majene – Palu – Poso Provinsi Sulawesi Tengah; dan
c) Majene – Makassar
2. Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), terdiri atas Majene – Mamuju, Majene –
Mamasa, Majene – Mamuju Utara, dan Majene – Polewali Mandar
3. Angkutan Perkotaan (Angkot), terdiri atas :
a) Angkutan penumpang umum dalam Wilayah Kabupaten Majene jalur
pendek dari perkotaan Majene – Rangas, perkotaan Majene – Tande,
perkotaan Majene – Baruga;
b) Angkutan penumpang umum dalam Wilayah Kabupaten Majene antar
Kecamatan terdiri dari perkotaan Majene–Pamboang, Majene–Somba
dan Majene – Malunda;
12
Paragraf 2
Sistem Jaringan Perkeretaapian
Pasal 9
Jaringan perkeretaapian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. pengembangan Jaringan Rel Kereta Api melalui jalur barat Pulau Sulawesi yaitu
mulai dari perbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar yakni Kecamatan
Banggae Timur–Majene–dan perbatasan Mamuju yakni Kecamatan Malunda; dan
b. pengembangan Stasiun Kereta Api di Kecamatan Banggae Timur, Perkotaan
Majene.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf c, meliputi:
a. Tatanan kepelabuhanan; dan
b. Alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Majene sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, yaitu Pelabuhan Pengumpan yang terdiri atas :
a. Pelabuhan Majene di Kelurahan Banggae, Kecamatan Banggae yang diusulkan
menjadi Pelabuhan Pengumpul;
b. Pelabuhan Deteng-Deteng di Kecamatan Banggae;
c. Pelabuhan Palipi di Kecamatan Sendana;
d. Pelabuhan Pamboang di Kecamatan Pamboang;
e. Pelabuhan Sendana di Kecamatan Sendana; dan
f. Pelabuhan Malunda di Kecamatan Malunda
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Alur pelayaran regional, meliputi:
1. Majene (Sulawesi Barat)–Batu Licin (Kalimantan Selatan); dan
2. Majene (Sulawesi Barat)–Balikpapan (Kalimantan Timur)
b. Alur pelayaran lokal, meliputi :
1. Banggae–Pamboang;
2. Banggae–Sendana; dan
3. Banggae–Malunda.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. Sistem jaringan energi;
b. Sistem jaringan telekomunikasi;
c. Sistem jaringan sumber daya air; dan
d. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
13
(2) Sistem jaringan prasarana telekomunikasi digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.2 (dua), yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. Pembangkit tenaga listrik; dan
b. Jaringan prasarana energi
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), terdapat di Dusun Rantepunaga Desa
Bambangan Kecamatan Malunda dengan kapasitas 8 Mega Watt;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di desa Kabiraan Kecamatan
Ulumanda dengan kapasitas 100.000 Watt;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), terdapat di Kecamatan
Ulumanda 5 Unit dengan kapasitas 88.000 Watt dan di Kecamatan Malunda 2
Unit dengan Kapasitas 45.000 Unit.
1. Dusun Lemo – Lemo Desa Ulumanda Kecamatan Ulumanda dengan
kapasitas 2.000 Watt;
2. Dusun Taukong Desa Tandiallo Kecamatan Ulumanda dengan kapasitas
2.000 Watt;
3. Dusun Urekang Desa Ulumanda Kecamatan Ulumanda dengan kapasitas
2.000 Watt;
4. Desa Sambabo Kecamatan Ulumanda dengan kapasitas 2.000 Watt;
5. Dusun Pedesaan Desa Tandiallo Kecamatan Ulumanda dengan kapasitas
5.000 Watt;
6. Desa Bambangan Kecamatan Malunda dengan kapasitas 2.000 Watt;
7. Dusun Manyamba Timur Desa Seppong Kecamatan Tammero’do Sendana
dengan kapasitas 7.500 Watt.
d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdapat di Pantai Wisata Barane
Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur dengan kapasitas 300 Watt dan
di Desa Sambabo Kecamatan Ulumanda dengan kapasitas 90 unit x 150 WP.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu
jaringan transmisi tenaga listrik, meliputi:
a. Gardu induk, terdapat di Kel Baruga Dhua Kecamatan Banggae Timur;
b. Jaringan transmisi tenaga listrik meliputi Garduk Induk (GI) Majene dengan
Kapasitas 20 MVA;
c. Jaringan Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT) yaitu menghubungkan
Gardu Induk (GI) Majene Kabupaten Majene dengan Gardu Induk (GI) Mamuju
Kabupaten Mamuju sepanjang ± 145 Km.; dan
d. Jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM), sepanjang ± 232,64 Km.
14
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. Sistem jaringan kabel;
b. Sistem jaringan nirkabel; dan
c. Sistem jaringan satelit.
(2) Rencana pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang
belum terjangkau sarana prasarana telematika untuk mendorong kualitas
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
(3) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan
telepon fixed line; dan
b. Rencana Pengembangan Sistem kabel yang merata hingga wilayah kota
skala lingkungan.
(4) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas:
a. Penetapan radius lokasi dan pemanfaatan menara telekomunikasi atau tower bersama;
b. Pembatasan terhadap pembangunan menara telekomunikasi atau tower baru;
c. Pemanfaatan bangunan menara telekomunikasi atau tower yang telah ada untuk digunakan sebagai tower bersama.
(5) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Pemanfaatan titik akses internet di kawasan umum antara lain di kawasan terminal, dan pelabuhan;
b. Penambahan titik-titik akses internet pada kawasan-kawasan pendidikan, perdagangan, kesehatan, perkantoran, dan pariwisata.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. Wilayah sungai;
b. Jaringan irigasi;
c. Jaringan air baku untuk air minum;
d. Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor; dan
e. Sistem pengamanan pantai.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air dan pengendalian daya
rusak air.
(3) Wilayah Sungai yang berada pada Kabupaten Majene sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) huruf a yaitu WS Kalukku-Karama yang merupakan wilayah sungai
lintas provinsi dengan Daerah Aliran Sungai yang meliputi:
a. Maliaya;
b. Bapappu;
c. Samalio;
15
d. Mataurang;
e. Malunda;
f. Talalere;
g. Asaasaang;
h. Tubo;
i. Takombe;
j. Batururu;
k. Rawang-rawang;
l. Pumbiu;
m. Labuang;
n. Waisering;
o. Sumakuyu;
p. Tammeredo;
q. Lombangan;
r. Palipi;
s. Binangatanga;
t. Lembang;
u. Apoleang;
v. Mosso;
w. Pamboang;
x. Camba;
y. Mandar.
(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Daerah irigasi kewenangan kabupaten yang meliputi:
1. Daerah Irigasi Bababatu, luasan area 125 Ha;
2. Daerah Irigasi Kalobangan, luasan area 275 Ha;
3. Daerah Irigasi Kanang, luasan area 400 Ha;
4. Daerah Irigasi Makatta, luasan area 123 Ha;
5. Daerah Irigasi Mangarabombang, luasan area 325 Ha;
6. Daerah Irigasi Palang-palang, luasan area 118 Ha;
7. Daerah Irigasi Pasuluran, luasan area 150 Ha;
8. Daerah Irigasi Topo Baru, luasan area 80 Ha;
9. Daerah Irigasi Batu Roro, luasan area 50 Ha;
10. Daerah Irigasi Burasendana, luasan area 25 Ha;
11. Daerah Irigasi Buttu, luasan area 10 Ha;
12. Daerah Irigasi Ceppagalung, luasan area 20 Ha;
13. Daerah Irigasi Onang, luasan area 30 Ha;
14. Daerah Irigasi Palippi, luasan area 25 Ha;
15. Daerah Irigasi Piang, luasan area 25 Ha;
16. Daerah Irigasi Puttada, luasan area 40 Ha;
17. Daerah Irigasi Tammerodo, luasan area 19 Ha;
18. Daerah Irigasi Tinggas, luasan area 30 Ha.
b. Saluran Irigasi meliputi Saluran irigasi primer Malunda sepanjang 7 km dan
saluran irigasi sekunder Malunda sepanjang 15 km.
c. Rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada;
d. Pengembangan Daerah Irigasi (DI) pada seluruh daerah potensial yang memiliki
lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan
pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan; dan
e. Membatasi konversi alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis
menjadi kegiatan budidaya lainnya.
(5) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
16
a. Rencana pengembaan sumber air baku, meliputi:
1. Embung/waduk di Asiasing, Kelurahan Baruga, Kecamatan Banggae Timur;
2. Sungai Mandar, Sungai Camba, dan Sungai Abaga;
b. Rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air
permukaan dengan prinsip keterpaduan air tanah;
c. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Abaga kapasitas terpasang 40 liter/detik di
Kecamatan Banggae;
d. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Mangge kapasitas terpasang 10 liter/detik di
Kecamatan Banggae;
e. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Malunda kapasitas terpasang 10 liter/detik di
Kecamatan Malunda;
f. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Galung Lombok kapasitas terpasang 60
liter/detik di Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar;
g. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sendana kapasitas terpasang 10 liter/detik di
Kecamatan Sendana;
h. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Seppong kapasitas terpasang 10 liter/detik di
Kecamatan Tammerodo Sendana; dan
i. Instalasi Pengolahan Air (IPA) di setiap kecamatan lainnya.
(6) Sistem pengendalian banjir sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri
atas:
a. Upaya non fisik, terdiri atas:
1. Pembangunan daerah tangkapan air (catchement area);
2. Penyediaan ruang terbuka hijau berupa lapangan terbuka berfungsi sebagai
daerah resapan air.
b. Upaya fisik, terdiri atas :
1. Pengoptimalan sistem drainase;
2. Pembangunan sistem drainase yang sesuai dengan hierarki jaringan jalan;
3. Pembuatan tanggul di sepanjang sungai besar yang mengalir di kawasan
permukiman; dan
4. Pembuatan waduk untuk menampung kelebihan air Sungai Abaga di
Kecamatan Banggae Timur.
(7) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dapat
dilakukan dengan:
a. Upaya non fisik, yaitu pemeliharaan dan penanaman kembali hutan bakau
pada kawasan pantai berhutan bakau di kecamatan Banggae Timur, Banggae,
Pamboang, Sendana, Tammero’do, Tubo Sendana, dan Kecamatan Malunda;
dan
b. Upaya fisik, yaitu pembangunan talud/tembok beton pada kawasan
permukiman yang berada di kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Sistem jaringan pengelolaan persampahan;
b. Sistem jaringan air limbah;
c. Sistem jaringan air minum;
d. Sistem jaringan drainase;
17
e. Sistem jaringan irigasi; dan
f. Jalur evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan pengelolaan persampahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. Pengaturan pengelolaan sampah yang diatur lebih rinci dalam masterplan
persampahan;
b. Tempat Pemrosesan Akhir yang dikelola bersama untuk kepentingan antar
wilayah, baik dalam skala regional dan skala wilayah pengembangan
Kabupaten Majene;
c. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di wilayah Kabupaten berada pada
Kelurahan Tande Kecamatan Banggae Timur;
d. Penetapan tempat pembuangan sementara (TPS) di wilayah-wilayah
permukiman dan pembuatan zoning untuk persampahan permukiman
penduduk;
e. Sampah buangan industri yang berbahaya harus diolah terlebih dahulu oleh
industri yang bersangkutan hingga layak dan tidak berbahaya untuk dibuang
ke TPA sampah;
f. sampah yang berasal dari rumah sakit harus diolah terlebih dahulu dengan
incenerator untuk selanjutnya dibuang ke TPA sampah;
g. Penambahan lokasi TPS pada wilayah yang tidak memiliki TPS atau wilayah
yang jarak ke TPS terdekat lebih dari 1 (satu) kilo meter;
h. Pengolahan atau TPA sampah menggunakan sistem sanitary landfill;
i. Penyediaan infrastruktur yang menunjang sistem sanitary landfill;
j. Penyediaan infrastruktur khusus yang menunjang pengelolaan sampah yang
tergolong Bahan Beracun dan Berbahaya (B3);
k. Pengembangan penggunaan teknologi pengolahan sampah dengan teknologi
ramah lingkungan dan hemat lahan yang ditempatkan pada kawasan-kawasan
yang memungkinkan;
l. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah, dengan
penerapan konsep 3R (reused, reduced, dan recycling);
m. Pengendalian pembuangan sampah ke dalam sungai/kali dan kanal serta situ
(tampungan sementara) dengan melibatkan peran serta masyarakat; dan
n. Membuka peluang dan mendorong peningkatan peran serta masyarakat dan
dunia usaha dalam pengelolaan sampah.
(3) Sistem jaringan prasarana air limbah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. Pengembangan fasilitas pengelolaan limbah perkotaan;
b. Pengembangan system pengelolaan limbah domestic secara off site pada
daerah-daerah yang secara tekniks memungkinkan dan ekonomis;
c. Pada daerah perkotaan yang padat dan atau kumuh menggunakan system
pengelolaan limbah domestic secara off site bila memungkinkan dan ekonomis;
d. Pembangunan kawasan permukiman baru wajib memiliki system penyaluran
air limbah off site, apabila belum tersedia maka harus ditunjang oleh system
penyaluran air limbah komunal;
e. Pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat
dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap Kepala Keluarga serta fasilitas
sanitasi umum;
f. Pengelolaan limbah secara On Site System diprioritaskan dalam penanganan
sanitasi pada kawasan permukiman dengan kepadatan penduduk rendah
sampai sedang; dan
g. Pengelolaan limbah secara Off Site System pada kawasan permukiman dengan
kepadatan penduduk sedang sampai tinggi, terutama pada kawasan kumuh,
supaya limbah tidak langsung dibuang di sungai.
18
(4) Sistem jaringan prasarana air minum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf c, difokuskan kepada upaya pengelolaan sumber air yang ada, pemanfaatan
sumber air baru dan peningkatan jaringan distribusi meliputi:
a. Sistem Perpipaan terdiri atas:
1. Upaya penanganan untuk memenuhi kebutuhan akan air minum yaitu
dengan peningkatan sarana dan prasarana pendukung seperti pipa,
tandon, reservoir, dan prasarana pendukung lainnya.
2. Pelayanan sistem distribusi perpipaan di kawasan perkotaan
3. Perpipaan air minum Malunda sepanjang kurang lebih 5 Km;
4. Sistem Jaringan Pelayanan lintas wilayah;
5. Pembangunan sistem baru untuk melayani daerah yang belum terlayani;
6. Pengembangan wilayah pelayanan diarahkan ke kelurahan/desa yang
sebagian dan/atau seluruhnya belum dilayani oleh sistem perpipaan dari
perusahaan perpipaan air minum daerah;
7. Pengembangan jaringan air minum dilakukan pada permukiman baru;
8. Sistem pelayanan air minum perkotaan dengan penduduk minimal 10.000
jiwa, dilayani melalui sistem penyediaan air minum perpipaan dengan
Instalasi Pengolahan Air Lengkap oleh perusahaan perpipaan air minum
daerah;
9. Peningkatan kapasitas produksi perusahaan perpipaan air minum daerah
dan menurunkan kehilangan air;
10. Perbaikan dan rehabilitasi sistem transmisi dan distribusi;
b. Sistem Non-Perpipaan terdiri atas:
1. Pelayanan air minum perdesaan dilayani melalui Sistem Instalasi
Pengolahan Air Sederhana (IPAS);
2. Masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhannya melalui sumber air
lainnya misalnya sumur atau membuat sistem penampungan air hujan
(PAH) yang memadai untuk setiap rumah tangga.
3. Pembatasan penyediaan air minum non perusahaan perpipaan air minum
daerah yang memanfaatkan sumur, sumur bor dan pompa;
4. Mekanisme ketentuan perizinan mengenai pembatasan penyediaan air
minum non perusahaan perpipaan air minum daerah yang memanfaatkan
sumur, sumur bor dan pompa, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Kepala Daerah yang ditetapkan setelah diundangkannya Peraturan Daerah
ini;
(5) Sistem jaringan prasarana drainase sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. Rencana pengembangan system drainase diarahkan pada system drainase
makro dan system drainase perkotaan;
b. Normalisasi jaringan drainase yang ada;
c. Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan;
d. Pembangunan sumur resapan di kawasan perkotaan;
e. Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasan perkotaan;
f. Pembuatan embung penahan aliran yang tersebar pada beberapa anak sungai
bagian atas perbukitan; dan
g. penanganan saluran-saluran yang berfungsi ganda sebagai saluran drainase
dan saluran irigasi.
(6) Sistem jaringan prasarana irigasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
e, terdiri atas:
a. Pengembangan sistem jaringan irigasi melalui penambahan prasarana jaringan;
b. Peningkatan fungsi jaringan dengan cara rehabilitasi yang dilakukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan produksi tanaman pangan; dan
c. Pengembangan pengairan disusun berdasarkan wilayah sungai.
19
(7) Sistem Jalur Evakuasi Bencana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
f, terdiri atas :
a. Jalur evakuasi bencana yang telah ditetapkan dapat diakses dengan mudah
dalam melakukan evakuasi terhadap bencana yang terjadi;
b. Pencapaian ke lokasi evakuasi bencana dari lokasi Bencana di kawasan
perkotaan dapat melalui jalan yaitu di Lingkungan Leppe, Lingkungan Pangale,
Lingkungan Lembang dan Lingkungan Baurung Kelurahan Baurung,
Lingkungan Kampung Baru, Tunda, Rusung-Rusung, dan Lingkungan Tulu
Kelurahan Labuang, Lingkungan Saleppa dan Galung Kelurahan Banggae,
Lingkungan Timbo-Timbo, Rusung, dan Lingkungan Pa’leo Kelurahan Pangali
Ali serta kawasan Rumah Jabatan Bupati dan Kantor Bupati, Lingkungan
Teppo, Pamboborang, dan Galung Paara Kelurahan Baru, Lingkungan Mangge
dan Palipi di Kelurahan Totoli;
c. Untuk kawasan luar kota diarahkan system jalur evakuasi yang mengarah ke
kawasan perbukitan.
d. Untuk sistem jalur evakuasi bencana lebih lanjut akan diatur di dalam
Peraturan Daerah atau Perencanaan yang bersifat rinci lagi.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.4 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 17
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a. Kawasan hutan lindung;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. Kawasan perlindungan setempat;
d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. Kawasan rawan bencana alam;
f. Kawasan lindung geologi; dan
g. Kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdiri atas :
20
a. Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Malunda dengan luas kurang lebih
11.497,37 Ha;
b. Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Ulumanda dengan luas kurang lebih
17.633,05 Ha;
c. Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Tubo Sendana Dengan Luas kurang lebih
4.306,64 Ha;
d. Kawasan Hutan Lindung Di Kecamatan Tammero’do Sendana Luas Kurang Lebih
1.816,01 Ha;
e. Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Sendana dengan luas kurang lebih
8.053,91 Ha;
f. Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Pamboang dengan Luas kurang lebih
1.628,72 Ha; dan
g. Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Banggae Timur dengan luas kurang lebih
101,06 Ha;
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 19
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, terdiri atas:
a. kawasan bergambut; dan
b. kawasan resapan air.
(2) Kawasan bergambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di
Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda, Kecamatan Tubo Sendana,
Kecamatan Tammerodo, Kecamatan Sendana, Kecamatan Pamboang dan
Kecamatan Banggae Timur.
(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di
Kecamatan Banggae Timur yang terletak di Lingkungan Kampung Baru,
Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tammerodo, Kecamatan
Tubo Sendana, Kecamatan Malunda dan Kecamatan Ulumanda.
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 20
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c,
terdiri atas:
a. Kawasan sempadan pantai;
b. Kawasan sempadan sungai;
c. Kawasan lindung spiritual;
d. Kawasan Sempadan Irigas; dan
e. Kawasan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat
di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Majene, dengan ketentuan:
a. Topografi datar dengan lebar minimal 150 m atau sekitar 130 kali selisih rata-
rata surut terendah dengan pasang tertinggi dari garis pantai;
21
b. Diberlakukan pengecualian bagi wilayah pantai yang digunakan untuk
kepentingan pembangunan seperti dermaga, dan beberapa kepentingan umum
kepelabuhanan lainnya, dan daerah-daerah pemukiman lainnya yang
memanfaatkan pantai untuk kepentingan umum, sepanjang tidak merusak
lingkungan dan tetap menjaga nilai-nilai estetika pantai tersebut; dan
c. Menjadikan kawasan lindung sepanjang pantai yang memiliki nilai ekologis
sebagai daya tarik wisata dan Penelitian.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf b terdapat
di semua kecamatan yang dilintasi oleh sungai, dengan ketentuan :
a. Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan pemukiman, ditetapkan
minimum 100 m di kiri dan kanan;
b. Perlindungan terhadap anak-anak sungai di luar pemukiman ditetapkan
minimum 50 m;
c. Perlindungan khusus untuk sungai yang melalui daerah perkotaan
(permukiman) sempadan sungainya 10 – 15 m kiri dan kanannya, bahkan pada
sekitar aliran sungai ini banyak yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
oleh masyarakat setempat;
d. Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai sehingga dilarang
mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air
sungai; dan
e. Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata
melalui penataan kawasan tepian sungai.
(4) Kawasan lindung spiritual sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf c terdapat:
a. Kawasan Upacara Maulid Nabi Muhammad SAW di Puncak Salabose Kelurahan
Pangali–Ali Kecamatan Banggae; dan
b. Kawasan Upacara Pa’bandangan Manu–Manu di Pettaweang Desa Kayuanging
Kecamatan Malunda;
(5) Kawasan Sempadan Irigasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf d terdapat
di semua saluran irigasi di Kabupaten Majene yang diantaranya:
a. Daerah Irigasi Baturoro di Kecamatan Tubo Sendana;
b. Daerah Irigasi Deking di Kecamatan Malunda;
c. Daerah Irigasi Mangara Bombang di Kecamatan Sendana;
d. Daerah Irigasi Mekkatta, di Kecamatan Malunda;
e. Daerah Irigasi Palipi di Kecamatan Sendana;
f. Daerah Irigasi Pallang-pallang di Kecamatan Sendana;
g. Daerah Irigasi Kalambangan di Kecamatan Malunda;
h. Daerah Irigasi Pao-Pao, di Kecamatan Malunda; dan
i. Daerah Irigasi Ba,bawaru di Kecamatan Malunda.
(6) Kawasan perlindungan setempat untuk Kawasan Sempadan Irigasi sebagaimana
di maksud pada ayat (5), dengan ketentuan:
a. Perlindungan pada irigasi teknis baik di dalam maupun di luar permukiman
ditetapkan minimum 10 meter kiri-kanan saluran;
b. Pada kawasan konservasi ini dimungkinkan adanya jalan inspeksi untuk
pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 4 meter;
c. Perlindungan pada irigasi setengah teknis baik di dalam maupun di luar
permukiman ditetapkan minimum 6 meter kiri-kanan saluran; dan
d. Pada kawasan konservasi ini dimungkinkan adanya jalan inspeksi untuk
pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 3 meter.
(7) Penetapan Ruang Terbuka Hijau perkotaan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf e, seluas kurang lebih 1656 Ha yang terdapat di kawasan perkotaan
Majene, meliputi Kecamatan Banggae dan Banggae Timur, terdiri atas:
a. Pengadaan taman dan hutan kota, yang terdiri atas:
22
1. Wilayah Ibukota Kabupaten dan Ibukota Kecamatan, serta kawasan
perkotaan lainnya yang menjadi sasaran pengembangan perindustrian dan
permukiman; dan
2. Upaya penanganan/pengelolaan kawasan hutan kota dilakukan melalui
penataan, pemeliharaan dan pelestarian beragam jenis pohon dan tanaman
pada hutan kota agar indah, teratur dan estetis, sehingga fungsi hutan kota
sebagai paru-paru kota sekaligus sebagai pusat interaksi dapat terus
dinikmati oleh seluruh masyarakat.
b. Pengembangan jenis RTH dengan berbagai fungsinya.
(8) Untuk penetapan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (7) lebih lanjut akan diatur di dalam Peraturan Daerah atau Perencanaan yang bersifat rinci lagi.
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 21
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas:
a. Kawasan Pantai Berhutan Bakau;
b. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.
(2) Kawasan Pantai Berhutan Bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Tamo Kecamatan Banggae
Timur dengan luas kurang lebih 8,71 Ha;
b. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Rangas Kecamatan
Banggae dengan luas kurang lebih 0,58 Ha;
c. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Bababulo dan Pesai
Kecamatan Pamboang dengan luas kurang lebih 9,81 Ha;
d. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Binanga, Totolisi, Palipi,
dan Daerah Kandongan Kecamatan Sendana dengan luas kurang lebih 17,79
Ha;
e. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Pelatoang Kecamatan
Tammero’do dengan luas kurang lebih 9,37 Ha;
f. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Onang Kecamatan Tubo
Sendana dengan luas kurang lebih 24,87 Ha; dan
g. Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di Derah Salabulo, Karewaja, Bukit
Tinggi, Malunda dan Daerah Maliaya Kecamatan Malunda dengan luas kurang
lebih 0,22 Ha.
(3) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
a. Situs Mesjid Tua Salabose di Lingkungan Salabose Kelurahan Pangali Ali
Kecamatan Banggae;
b. Situs Mesjid Raya/Mesjid Tua di Lingkungan Saleppa Kelurahan Banggae
Kecamatan Banggae;
c. Kawasan Museum Mandar terletak di Kelurahan Pangali Ali Kecamatan
Banggae;
d. Kawasan Makam Raja-Raja Banggae di Ondongan Lingkungan Pa’leo Tobandq
Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae;
e. Kawasan Makam Syekh Abdul Mannan di Lingkungan Salabose Kelurahan
Pangali Ali Kecamatan Banggae;
f. Kawasan Benteng Ammana Wewang di Desa Betteng Kecamatan Pamboang;
23
g. Kawasan Makam Raja-Raja Pamboang di Lingkungan Kopel Desa Lalampanua
Kecamatan Pamboang;
h. Kawasan Makam Imannang di Lingkungan Pamboborang Kelurahan Baru
Kecamatan Banggae;
i. Kawasan Makam Tabulese di Lingkungan Camba Utara Kecamatan Banggae;
j. Kawasan Makam Lombeng Susu dan Puang Rambang di Kelurahan Tande
Kecamatan Banggae Timur;
k. Kawasan Makam Nenenk Ular, Makam Reso dan Makam Pappesse Bassi yang
terletak di Lingkungan Segeri Kelurahan Baruga dan Kecamatan Banggae
Timur; dan
l. Kawasan Makam Mara’dia Parappe di Lingkungan Tangnga-Tangnga Kelurahan
Labuang Kecamatan Banggae Timur.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 22
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e,
terdiri atas:
a. Kawasan rawan Tanah Longsor;
b. Kawasan rawan gelombang pasang;
c. Kawasan rawan banjir;
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di:
a. Kecamatan Banggae;
b. Kecamatan Banggae Timur;
c. Kecamatan Pamboang;
d. Kecamatan Sendana (Sepanjang Jalan Poros Kecamatan Sendana);
e. Kecamatan Ulumanda; dan
f. Kecamatan Malunda.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di:
a. Kecamatan Banggae Timur di Kelurahan Baurung dan Labuang;
b. Kecamatan Banggae di Kelurahan Pangali-Ali dan Totoli;
c. Kecamatan Pamboang di Kelurahan ;
d. Kecamatan Sendana ;
e. Kecamatan SendanaTammero’do; dan
f. Kecamatan Malunda.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di:
a. Kecamatan Banggae di Kelurahan Banggae;
b. Kecamatan Banggae Timur di Kelurahan Labuang dan Kelurahan Baurung;
c. Kecamatan Pamboang di desa Adolang dan Sirindu;
d. Kecamatan Sendana di Desa Apoleang;
e. Kecamatan Tammero’do di desa Seppong; dan
f. Kecamatan Malunda di Kelurahan Malunda dan desa Lombong.
24
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 23
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, terdiri
atas:
a. Kawasan cagar alam geologi;
b. Kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. Kawasan keunikan bentang alam, terdapat pada:
1. Satuan Morfologi Pegunungan, satuan ini menempati pegunungan
Manatattuang;
2. Satuan Morfologi perbukitan terletak di daerah Kecamatan Banggae dan
Kecmatan Pamboang;
3. Satuan Morfologi Karst menempati daerah pantai selatan dan utara di daerah
Tubo Kecamatan Tubo Sendana; dan
4. Satuan Morfologi pedataran menempati pesisir pantai barat.
b. Kawasan keunikan proses geologi, terdapat pada di sepanjang poros jalan
provinsi trans Sulawesi barat, Kecamatan Banggae dan Kecamatan Pamboang.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas:
a. Kawasan rawan gempa bumi, terdapat di Kecamatan Sendana dan Kecamatan
Tammero’do Sendana yang masing-masing terdapat kawasan pusat gempa dan
di Kecamatan Ulumanda yang terdapat dua kawasan pusat gempa;
b. Kawasan rawan gerakan tanah, terdapat di Kecamatan Pamboang, Kecamatan
Sendana; Kecamatan Tubo Sendana; dan Kecamatan Ulumanda.
c. Kawasan yang terletak di zona patahan aktif, melintang dari arah arah timur
membentang di sepanjang gunung majene mengarah kearah barat daya menuju
ke Kabupaten Mamuju dan sesar yang melintas di wilayah perairan Majene;
d. Kawasan rawan tsunami, terdapat di sepanjang pesisir pantai Kabupaten
Majene;
e. Kawasan rawan abrasi; terdapat di kecamatan; dan
1. Kecamatan Banggae;
2. Kecamatan Banggae Timur;
3. Kecamatan Pamboang;
4. Kecamatan Sendana;
5. Kecamatan Tammero’do;
6. Kecamatan Tubu Sendana
7. Kecamatan Ulumanda; dan
8. Kecamatan Malunda.
(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan imbuhan air tanah; dan
b. Kawasan sempadan mata air.
(5) Kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, terdiri
atas:
a. Seluruh kawasan hutan lindung di Kabupaten Majene;
b. Upaya penanganan/pengelolaan kawasan imbuhan air tanah meliputi:
1. Pengawasan dan pengendalian secara ketat dalam penggunaan lahan,
khususnya area terbangun, agar memenuhi syarat perlindungan; dan
25
2. Melakukan beberapa upaya untuk menjaga kualitas imbuhan air tanah,
diantaranya melalui kegiatan pembuatan sumur imbuhan air tanah,
pembuatan kolam sebagai pemasok imbuhan air tanah, pertamanan dan
penghijauan, pengadaan sistem buangan limbah dan sistem buangan air
kotor yang terpusat, pengelolaan limbah cair sebelum di buang ke perairan
umum atau sungai, serta pemasokan air bersih dari air permukaan bukan
dari air tanah.
(6) Kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, terdiri atas: a. Terdapat di Kawasan Wisata Mata Air Panas di Limboro Kecamatan Sendana;
dan
b. Terdapat di Lingkungan Tunda Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Timur.
Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 24
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf g, terdiri
atas:
a. Kawasan Terumbu karang;
b. Kawasan Rumput Laut; dan
c. Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.
(2) Kawasan lindung Terumbu Karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. Terumbu Karang Pantai Pulau Lere-Lerekang di Kecamatan Sendana;
b. Terumbu Karang Pantai Pacitan Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae;
c. Terumbu Karang Pantai Rangas di Lingkungan Rangas Kelurahan Totoli
Kecamatan Banggae; dan
d. Terumbu Karang Pantai Bautapa di Lingkungan Baurung Kelurahan Baurung
Kecamatan Banggae Timur;
(3) Kawasan lindung Rumput Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. Kawasan Rumput laut berada di Tanjung Rangas Kelurahan Totoli Kecamatan
Banggae;
b. Kawasan Rumput Laut berada di Tanjung Baurung di Kelurahan Baurung
Kecamatan Banggae Timur;
c. Kawasan Rumput Laut berada di Derah Bababulo dan Pesai Kecamatan
Pamboang;
d. Kawasan Rumput Laut berada di Derah Binanga, Totolisi, Palipi, dan Daerah
Kandongan Kecamatan Sendana;
e. Kawasan Rumput Laut berada di Derah Pelatoang Kecamatan Tammero’do;
f. Kawasan Rumput Laut berada di Derah Onang Kecamatan Tubo Sendana; dan
g. Kawasan Rumput Laut berada di Derah Salabulo, Karewaja, Bukit Tinggi,
Malunda dan Daerah Maliaya Kecamatan Malunda.
(4) Kawasan Koridor bagi jenis Satwa atau biota laut yang dilindungi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Satwa atau biota laut jenis Ikan Terbang terletak di Kecamatan Sendana,
Kecamatan Pamboang, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan Malunda;
dan
b. Satwa atau biota laut jenis Ikan Penja terletak di Kecamatan Pamboang.
26
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 25
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan hutan produksi;
b. Kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. Kawasan peruntukan pertanian;
d. Kawasan peruntukan perikanan;
e. Kawasan peruntukan pertambangan;
f. Kawasan peruntukan industri;
g. Kawasan peruntukan pariwisata;
h. Kawasan peruntukan permukiman; dan
i. Kawasan peruntukan lainnya
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 26
(1) Rencana pola ruang kawasan budidaya kehutanan yang ada di Kabupaten Majene
adalah kawasan hutan produksi terbatas yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan secara terbatas.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf a, dengan luas kurang lebih 7.418 Ha yang terbagi kedalam:
a. Kecamatan Ulumanda dengan luas kurang lebih 2.195 Ha; dan
b. Kecamatan Malunda dengan luas kurang lebih 5.222 Ha.
(3) Rencana pemanfaatan budidaya kehutanan dengan peruntukan sebagai kawasan
peruntukan hutan produksi adalah:
a. Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
b. Pemanfaatan kawasan dilaksanakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh
sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi
yang optimal;
c. Pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang
memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan
tidak mengurangi fungsi pokoknya;
d. Pemanfaatan hasil hutan dilakukan dalam bentuk usaha pemanfaatan hutan
alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman. Usaha pemanfaatan hutan
tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam
rangka mempertahankan hutan alam; dan
e. Pemungutan hasil hutan meliputi pemanenan, penyaradan, pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 27
(1) Kawasan hutan rakyat bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan
kelestarian sumber daya hutan, tanah, dan air, serta untuk mendukung
kecukupan luas kawasan berhutan, baik dalam skala DAS, Kabupaten, maupun
Provinsi.
27
(2) Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf
b terdapat di Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo
Sendana dengan luasan kurang lebih 6.962 Ha.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c,
terdiri atas:
a. Kawasan pertanian tanaman pangan;
b. Kawasan pertanian hortikultura;
c. Kawasan perkebunan; dan
d. Kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdapat di:
a. Peruntukan budidaya tanaman padi sawah terdapat di Kecamatan Sendana
dengan luas 280 Ha, Kecamatan Tubo Sendana seluas 60 Ha, Kecamatan
Ulumanda 94 Ha, dan Kecamatan Malunda seluas 503 Ha;
b. Peruntukan budidaya tanaman padi ladang terdapat di Kecamatan Sendana
seluas 150 Ha, Kecamatan Tammerodo Sendana seluas 150 Ha, Kecamatan
Tubo Sendana seluas 50 Ha, Kecamatan Ulumanda seluas 200 Ha, dan
Kecamatan Malunda seluas 150 Ha; dan
c. Peruntukan budidaya tanaman palawija terdapat di Kecamatan Banggae Timur
seluas 200 Ha, Kecamatan Bangae seluas 300 Ha, Kecamatan Pamboang seluas
300 Ha, Kecamatan Sendana seluas 500 Ha, Kecamatan Tammerodo Sendana
seluas 100 Ha, Kecamatan Tubo Sendana seluas 250 Ha, Kecamatan Ulumanda
seluas 700 Ha dan Kecamatan Malunda seluas 500 Ha.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dengan luas kurang lebih 5,776 Ha terdapat di Kecamatan Banggae, Kecamatan
Banggae Timur, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan
Tammero’do, Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Ulumanda, dan Kecamatan
Malunda dengan komoditi andalan yaitu komoditi nasional berupa Nenas di
Kecamatan Pamboang dan Komodita local pisang pere di Kecamatan Pamboang.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan luas
kurang lebih 28.222 Ha, terdiri atas:
a. Kawasan perkebunan Kopi , terdapat di Kecamatan Ulumanda;
b. Kawasan perkebunan Kelapa Dalam, terdapat di Kecamatan Banggae,
Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Sendana, Kecamatan Pamboang,
Kecamatan Tammero’do, Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Malunda.
c. kawasan yang potensial untuk komoditas kakao yang terdapat di Sendana,
Tubo Sendana, Tammero’do Sendana, Malunda, dan Ulumanda; dan
d. kawasan yang potensial untuk komoditas kemiri yang terdapat di Tammero’do
Sendana dan Tubo Sendana.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat di:
a. Lokasi Peternakan Sapi Terdapat Di Kecamatan Sendana, Tammero’do, Tubo
Sendana, Kecamatan Ulumanda Dan Kecamatan Malunda.
b. Lokasi Peternakan Kambing Terdapat Di Kecamatan Pamboang, Kecamatan
Banggae,dan Kecamatan Sendana.
c. Lokasi Peternakan Unggas Terdapat di Kecamatan Banggae, Kecamatan
Banggae Timur, Kecamatan Pamboang.
28
(6) Kawasan pertanian tanaman pangan di Kecamatan Sendana, Kecamatan Tubo
Sendana, Kecamatan Ulumanda, Kecamatan Malunda, Banggae Timur, Banggae,
Pamboang, dan Kecamatan Tamero’do Sendana, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dengan luasan
kurang lebih 2.513 Ha.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 29
(1) Mengembangkan Pulau Lere-Lerekang sebagai pusat pengembangan kelautan dan
perikanan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d,
terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. Kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. Kawasan pengolahan ikan.
(3) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di Kecamatan Banggae, Kecamatan Sendana dan Kecamatan
Tammero’do dengan luasan kurang lebih 13,124 Km2.
(4) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdapat di Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Pamboang,
Kecamatan Sendana, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan Malunda dengan
luas kurang lebih 600 Ha untuk budidaya di darat dan kurang lebih 500 Ha
untuk budidaya laut.
(5) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat
di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Majene, yang diantaranya:
a. Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara di Palipi Kecamatan Sendana;
b. Pengembangan Unit Pengelolaan Ikan (UPI) tersebar di seluruh kecamatan yang
ada di Kabupaten Majene sebanyak 300 Unit;
c. Pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Lingkungan Battayang
Kelurahan Banggae Kecamatan Banggae, dan di Palipi Kecamatan Sendana;
dan
d. Pengembanagn Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Palipi Kecamatan Sendana.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf e terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara;
b. Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi; dan
c. Air tanah di kawasan pertambangan.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdapat di:
a. Desa Seppong Kecamatan Tammero’do Sendana dan Desa Talubanua
Kecamatan Sendana berupa kawasan pertambangan Batu Bara;
b. Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Banggae, Kecamatan
Banggae Timur, Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Ulumanda dan
Kecamatan Malunda berupa kawasan pertambangan Batu Gamping;
29
c. Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan
Malunda, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Tammero’do Sendana,
Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo Sendana berupa kawasan
pertambangan Lempung;
d. Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae berupa kawasan pertambangan Oker;
e. Desa Bambangan Kecamatan Malunda, Kelurahan Lalampanua – Desa Betteng
Kecamatan Pamboang, Desa Tubo Kecamatan Tubo Sendana, Desa Kabiraan
Kecamatan Ulumanda berupa kawasan pertambangan Dasit / Andesit;
f. Desa Seppong Kecamatan Tammero’do Sendana berupa kawasan pertambangan
Zeolit;
g. Desa Bambangan Kecamatan Malunda berupa kawasan pertambangan Basal;
h. Sungai Deking Desa Lombang Kecamatan Malunda, Sungai Manyamba
Kecamatan Tammero’do Sendana, Sungai Tubo Kecamatan Tubo Sendana,
Sungai Panawar Desa Andolang Kecamatan Pamboang berupa kawasan
pertambangan Kerakal Bongkah;
i. Sungai Deking Desa Lombang Kecamatan Malunda, Sungai Tubo Kecamatan
Tubo Sendana dan Pattipor Kecamatan Pamboang berupa kawasan
pertambangan Pasir;
j. Sungai Punawar Dusun Punawar Desa Adolang Kecamatan Pamboang, Sungai
Deking Kecamatan Malunda, Sungai Tubo Kecamatan Tubo Sendana berupa
kawasan pertambangan Kerikil;
k. Sungai Mosso Kecamatan Pamboang, Dusun Kayuangin Kecamatan Malunda,
Dusun Tatibajo Kecamatan Ulumanda, Sungai Seppong Kecamatan
Tammero’do Sendana berupa kawasan pertambangan Sirtu;
l. Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Sendana, dan Kecamatan Malunda
berupa kawasan pertambangan Tanah Liat;
m. Lingkungan Soreang, Lingkungan Rangas Kecamatan Banggae, Lingkungan
Pappota, Lingkungan Segeri Kecamatan Banggae Timur, Dusun Totolisi
Kecamatan Sendana dan Dusun Lemo Kecamatan Malunda berupa kawasan
pertambangan Batu Pasir;
n. Dusun Sambabo Kecamatan Ulumanda berupa kawasan pertambangan Bijih
Besi; dan
o. Desa Betteng Kecamatan Pamboang, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan
Malunda berupa kawasan pertambangan Emas.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berupa:
a. Blok Malunda seluas 5.148,68 Km2 terdapat di perairan Selat Makassar,
Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo Sendana;
b. Blok Karama seluas 5.389,68 Km2 terdapat di perairan Selat Makassar,
Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda, Kecamatan Tubo Sendana dan
Kecamatan Tammero’do Sendana;
c. Blok Mandar seluas 4.196,25 Km2 terdapat di perairan Selat Makassar,
Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Tammero’do Sendana, Kecamatan
Sendana, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae
Timur; dan
d. Blok South Mandar seluas 3.882 Km2 terdapat di perairan Selat Makassar
Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur.
(4) Peruntukan Air Tanah di kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf d, terdapat di semua kawasan pertambangan mineral dan batu bara
dengan peruntukan setelah dilakukan studi dan kajian kelayakan pengusahaan
secara ekonomi, lingkungan dan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
30
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f,
terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan industri sedang; dan
b. Kawasan peruntukan industri rumah tangga (home industry).
(2) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. Industri sedang berupa Pengolahan Ikan di Palipi Kecamatan Sendana;
b. Industri sedang berupa pembuatan es balok di Palipi Kecamatan Sendana, di
Lingkungan Rangas Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae dan di Lingkungan
Tamo Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur;
c. Industri sedang berupa Penggaraman dan Pengeringan Ikan di Palipi
Kecamatan Sendana;
d. Industri Sedang berupa Batu Bata dari Tanah liat di Lingkungan Leppe
Kecamatan Banggae Timur;
e. Industri Sedang berupa gula Merah di Kecamatan Banggae, Kecamatan
Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan
Malunda;
f. Industri sedang pengolahan hasil pertanian di Kecamatan Malunda dan
Ulumanda;
g. Industri sedang berupa Pembuatan Perahu di Kecamatan Sendana, Kecamatan
Pamboang dan di Lingkungan Rangas Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae;
h. Industri sedang berupa Pupuk Alam di Kecamatan Sendana dan Kecamatan
Malunda;
i. Industri Sedang berupa pengolahan Minyak Kelapa di Kecamatan Banggae
Timur; dan
j. Industry sedang berupa Penggilingan dan pembersihan Padi-Padian di
Kecamatan Malunda.
(3) Kawasan peruntukan industri rumah tangga (home industry) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Industri Pengolahan Minyak Kelapa di Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan
Banggae, Kecamatan Sendana dan Kecamatan Malunda;
b. Industri Pembuatan Perahu di Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan
Pamboang, Kecamatan Sendana dan Kecamatan Banggae;
c. Industri Pengolahan Tebu di Kecamatan dan Kelapa di Kecamatan Banggae
Timur;
d. Industri Meubel di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur;
e. Industri Pandai Besi di Desa Pamboborang Kecamatan Banggae;
f. Industri Pengupasan hasil-hasil Pertanian di Kecamatan Banggae, Kecamatan
Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tammero’do, Kecamatan Tubo,
Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Malunda;
g. Industri penerbitan jasa Foto Copy dan Foto-Foto (Graffer) di semua kecamatan;
h. Industry Bahan Kimia berupa Arang Aktif di Kecamatan Banggae, Kecamatan
Pamboang, Kecamatan Tammero’do, dan Kecamatan Malunda;
i. Industry Perlengkapan dan Peralatan Rumah Tangga di Kecamatan Banggae,
Kecamatan Tubo, dan Kecamatan Ulumanda;
j. Industri Percetakan di Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur;
31
k. Industri Barang-Barang dari Semen dan Kapur untuk Konstruksi di Kecamatan
Banggae, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Tubo, dan Kecamatan Malunda;
dan
l. Industri Makanan di Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Banggae,
Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tammero’do, dan
Kecamatan Malunda.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g,
terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. Kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
c. Kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan Museum Mandar terletak di Kelurahan Pangali Ali Kecamatan
Banggae;
b. Kawasan Mesjid Tua Salabose di Puncak Salabose Kelutahan Pangali – Ali
Kecamatan Banggae;
c. Kawasan Mesjid Raya/Mesjid Tua di Lingkungan Saleppa Kelurahan Banggae
Kecamatan Banggae;
d. Kawasan Upacara Maulid Nabi Muhammad SAW di Puncak Salabose Kelurahan
Pangali – Ali Kecamatan Banggae;
e. Kawasan Upacara Pa’bandangan Manu – Manu di Pettaweang Desa Kayuanging
Kecamtan Malunda;
f. Kawasan Makam Raja-Raja Banggae di Ondongan Lingkungan Pa’leo Tobandq
Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae;
g. Kawasan Makam Syekh Abdul Mannan di Lingkungan Salabose Kelurahan
Pangali Ali Kecamatan Banggae;
h. Kawasan Benteng Ammana Wewang di Desa Betteng Kecamatan Pamboang;
i. Kawasan Makam Raja-Raja Pamboang di Lingkungan Kopel Desa Lalampanua
Kecamatan Pamboang;
j. Kawasan Makam Imannang di Lingkungan Pamboborang Kelurahan Baru
Kecamatan Banggae;
k. Kawasan Makam Tabulese di Lingkungan Camba Utara Kecamatan Banggae;
l. Kawasan Makam Lombeng Susu dan Puang Rambang di Kelurahan Tande
Kecamatan Banggae Timur;
m. Kawasan Makam Nenenk Ular, Makam Reso dan Makam Pappesse Bassi yang
terletak di Lingkungan Segeri Kelurahan Baruga dan Kecamatan Banggae
Timur; dan
n. Kawasan Makam Mara’dia Parappe di Lingkungan Tangnga-Tangnga Kelurahan
Labuang Kecamatan Banggae Timur.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. Wisata Puncak Salabose Kelurahan Pangali – Ali Kecamatan Banggae;
b. Wisata Puncak Pohon Pinus di Segeri Kelurahan Baruga Dhua Kecamatan
Banggae Timur;
32
c. Wisata Agro Wisata Bambangan di Bambangan Desa Bambangan Kecamatan
Malunda;
d. Wisata Takkesi di Bambangan Desa Bambangan Kecamatan Malunda;
e. Wisata Terumbu Karang Pantai Pacitan Kelurahan Pangali Ali Kecamatan
Banggae;
f. Wisata Terumbu Karang Pantai Rangas di Lingkungan Rangas Kelurahan Totoli
Kecamatan Banggae;
g. Wisata Pantai Pasir Putih dan Terumbu Karang Pantai Leppe, Barane, Tamo
dan Pangale di Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur;
h. Pantai Luaor dan Pantai Pasir Putih soreang di Kelurahan Totoli Kecamatan
Banggae;
i. Pantai Rewataa di Kecamatan Pamboang;
j. Pulau Pantai Maluno, Pulau Idaman Tai Manu, dan Pantai Pasir Putih Bonde-
Bonde serta Pulau Lere-Lerekang yang terletak di Kecamatan Sendana;
k. Permandian Sungai Teppo di Kelurahan Baru Kecamatan Banggae;
l. Air Terjun Orongan Puawang di Lingkungan Puawang Kelurahan Tande
Kecamatan Banggae Timur;
m. Permandian Udhuhun Pokki di Galung Kecamatan Pamboang;
n. Permandian Sungai Tubo di Kecamatan Tubo Sendana;
o. Permandian Air Panas di Limboro dan Makula serta Wisata Wai Makula Tinggas
di Kecamatan Sendana; dan
p. Air Terjun Mario dan Takkulilia di Kecamatan Malunda.
q. Terumbu Karang Pantai Pacitan Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae;
r. Terumbu Karang Pantai Rangas di Lingkungan Rangas Kelurahan Totoli
Kecamatan Banggae; dan
s. Terumbu Karang Pantai Bautapa di Lingkungan Baurung Kelurahan Baurung
Kecamatan Banggae Timur;
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
huruf c, yaitu Kolam Renang Tirta di Deteng – Deteng kelurahan Totoli Kecamatan
Banggae.
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf
h terdiri atas :
a. Kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. Kawasan peruntukan permukiman perdesaan;
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana di maksud dalam ayat
(1) huruf a, terdiri atas :
a. Permukiman Perkotaan Banggae dan Labuang yang mendukung Ibu Kota
Daerah;
b. Permukiman sekitar Kota Majene yang termasuk dalam wilayah Kecamatan
Banggae dan Banggae Timur yang termasuk bagian dari Kawasan Perkotaan
Majene;
c. Permukiman perkotaan yang merupakan bagian dari Ibukota Kecamatan;
d. Permukiman perkotaan yang padat;
e. Kawasan permukiman baru atau pusat-pusat wilayah pengembangan; dan
f. Kawasan permukiman perkotaan yang terdapat bangunan lama/kuno.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana di maksud dalam ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
33
a. Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada wilayah pegunungan dan
dataran tinggi terdapat di Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana,
Kecamatan Tubo, Kecamatan Tammero’do, Kecamatan Ulumanda dan
Kecamatan Malunda;
b. Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah;
c. Pengembangan desa pusat pertumbuhan;
d. Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada kawasan pesisir, terdapat
di semua wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Majene; dan
e. Kawasan perdesaan berbentuk kawasan agropolitan, yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan adanya
keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis, terdapat di Kecamatan Malunda, Kecamatan Tammero’do
dan Kecamatan Sendana;
f. Kawasan peruntukan permukiman nelayan yang terdiri atas :
1. Kawasan Permukiman yang berada di sepanjang pesisir pantai Kabupaten
Majene;
2. Kawasan peruntukan permukiman nelayan berada di Kelurahan Pangali Ali
dan Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae; dan
3. Kawasan peruntukan permukiman nelayan berada di Kelurahan Labuang
dan Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur.
g. Kawasan peruntukan transmigrasi yang terdapat pada wilayah Kolehalang Desa
Tandeallo dan di Salutambung Desa Sambabo Kecamatan Ulumanda.
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf I,
terdiri atas :
a. Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan;
b. Kawasan Peruntukan Sarana Pendidikan;
c. Kawasan Peruntukan Sarana Kesehatan;
d. Kawasan Peruntukan Sarana Perdagangan;
e. Kawasan Peruntukan Fasilitas Peribadatan;
f. Kawasan Peruntukan Sarana Olah Raga; dan
g. Kawasan Pesisir dan Laut.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Kawasan Militer Kodim 1401 berada di Lingkungan Lembang Kelurahan
Baurung Kecamatan Banggae Timur;
b. Kawasan Asrama Militer 721 berada di Lingkungan Pangali Ali Kelurahan
Pangali Ali Kecamatan Banggae;
c. Kawasan Koramil berada di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Majene;
d. Kawasan Polisi Resort (Polres) dan Asrama Polisi berada di Lingkungan
Kampung Baru Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Timur;
e. Kawasan Polisi Sektor (Polres) berada di setiap kecamatan kecuali Kecamatan
Bangaae Timur;
f. Pos Jaga Kepolisian Lalu Lintas berada di setiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Majene dan Pos Jaga pada daerah perbatasan;
34
g. Pos Jaga Kepolisian wilayah perairan berada di Kawasan Pelabuhan Majene
yang terletak di Lingkungan Battayang Kelurahan Banggae Kecamatan
Banggae;
h. Pos Jaga Kepolisian Kehutanan berada di sekitar Kawasan Hutan Lindung di
Kabupaten Majene;
i. Kawasan latihan militer daerah darat berada di Lingkungan Deteng Deteng
Kelurahan Baru dan Lingkungan Mangge Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae;
dan
j. Kawasan latihan militer daerah perairan berada di Lingkungan Barane
Kelurahan Baurung Kecamatan Baurung, Kawasan Pelabuhan Majene di
Lingkungan Battayang Kelurahan Banggae Kecamatan Banggae, dan di
Kecamatan Pamboang.
(3) Kawasan peruntukan sarana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. Kawasan Pendidikan Kabupaten Majene diarahkan pada kawasan Kota Majene
dan kawasan perkotaan dengan pusat Ibu Kota Kecamatan;
b. Untuk wilayah-wilayah perdesaan, pengembangan sarana pendidikan
diutamakan untuk meningkatkan wajib belajar 12 tahun, sehingga penyediaan
fasilitas pendidikan dikonsentrasikan bagi fasilitas Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP);
c. Fasilitas pendidikan SD disediakan pada setiap desa dan pusat permukiman
yang terpencil dengan pertimbangan keamanan dan jarak yang mudah
dijangkau;
d. Fasilitas pendidikan SLTP, dapat disediakan di pusat desa, yang dapat
menampung lulusan SD dari pusat permukiman di dusun terpencil, dan untuk
fasilitas pendidikan yang lebih tinggi, dapat disediakan di pusat kecamatan
yaitu di ibukota kecamatan;
e. Minimal setiap ibukota kecamatan perlu memiliki 1 (satu) unit fasilitas
pendidikan setingkat SLTA, disamping harus mempertimbangkan jumlah anak
usia sekolah SLTA yang berbeda antara satu kecamatan dengan yang lainnya,
sehingga bagi kota kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk usia SLTA
cukup besar dapat disediakan lebih dari satu SLTA atau disesuaikan dengan
jumlah usia SLTA yang ada;
f. Pengadaan sekolah-sekolah unggulan sangat diperlukan untuk menampung
siswa-siswa berprestasi;
g. Kawasan Ibu Kota Pendidikan Perguruang Tinggi Negeri (Universitas Sulawesi
Barat) berada di Kelurahan Tande Kecamatan Banggae Timur;
h. Besaran ruang yang dibutuhkan untuk pengembangan fasilitas pendidikan
dapat diketahui melalui standar perencanaan bagi luas lahan fasilitas, yakni
satu unit SD menggunakan lahan seluas 3600 m², dan satu unit SLTP dan
SLTA masing-masing menggunakan lahan seluas 4.800 m² dan Perguruan
Tinggi menggunakan lahan seluas 5.400 m².
(4) Kawasan peruntukan sarana kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. Penambahan sarana kesehatan berdasarkan standar kecukupan di masing-
masing kecamatan dan desa;
b. Pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan hingga ke desa-desa terpencil; dan
c. Peningkatan pelayanan baik secara kualitas, kuantitas, peralatan dan tenaga
medis di semua kecamatan.
(5) Kawasan peruntukan sarana perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas :
35
a. Rencana pengembangan sarana perdagangan dilakukan melalui pengaturan
dan pengendalian jumlah sarana di tiap lingkungan agar perekonomian tetap
berkembang dengan merata dan seimbang;
b. Setiap pasar melayani minimal 2 (dua) desa/kelurahan, yang didukung oleh
beberapa sarana perdagangan lainnya seperti kios/warung;
c. Kebutuhan sarana perdagangan dalam dirancang melalui program khusus bagi
pengaturan dan pengendalian mengenai pengembangan sarana perdagangan
utamanya ruko yang cenderung cepat tumbuh;
d. Setiap satu satuan kawasan pengembangan (setingkat kecamatan) terdapat
minimal satu pasar induk yang melayani pemukiman di sekitarnya;
e. Dalam wilayah kabupaten dibutuhkan minimal satu unit pusat perdagangan
atau pasar induk utama yang berfungsi sebagai pusat distribusi utama
terhadap satuan wilayah pengembangan; dan
f. Pengaturan sarana perdagangan yang dimaksud di atas diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Bupati.
(6) Kawasan peruntukan sarana peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, terdiri atas :
a. Rencana pengembangan fasilitas peribadatan adalah peningkatan kualitas
sarana dan prasarananya, seperti rehabilitasi dan perawatan bangunan tempat
ibadah;
b. Untuk kebutuhan pembangunan, sarana peribadatan yang ada saat ini selain
peningkatan jumlah juga diperlukan peningkatan kualitas baik dari segi
bangunan maupun dari segi peralatan yang ada serta luas lahan sesuai dengan
kebutuhan; dan
c. Untuk penambahan atau peningkatan kuantitas fasilitas peribadatan di masa
yang akan datang harus ditunjang oleh penduduk sesuai dengan standar
perencanaan masing-masing fasilitas, serta memperhitungkan sebaran
penduduk.
(7) Kawasan peruntukan sarana olah raga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f, terdiri atas :
a. Sarana olahraga dapat berupa indoor atau outdoor;
b. Untuk indoor berupa gedung olahraga (GOR), yang selain untuk tempat
olahraga juga berfungsi sebagai tempat pertemuan;
c. Untuk outdoor, selain berfungsi sebagai tempat untuk berolahraga juga
berfungsi untuk kegiatan lain seperti tempat upacara, tempat bermain,
kegiatan ritual dan kegiatan lainnya; dan
d. Fasilitas olahraga outdoor ditetapkan 1 ha per kecamatan.
(8) Kawasan Peruntukan Pesisir dan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g, terdiri atas :
a. Kawasan Pulau Lere-Lerekang yang terletak di Kecamatan Sendana;
b. Peruntukan Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut yang dapat dikembangkan
dalam system Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, antara lain
meliputi :
1. System pembinaan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
2. System pembinaan usaha dan koperasi;
3. System pemberdayaan nelayan, pembudidayaan ikan dan masyarakat
pesisir;
4. System penyaluran bahan bakar untuk nelayan;
5. Pengembangan sarana dan prasarana perikanan; dan
6. System pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan dan kelautan.
c. Peruntukan Lingkungan Ekosistem Pesisir dan Laut,
d. Peruntukan Potensi Sumberdaya Kawasan Pesisir dan Laut, antara lain
meliputi :
36
1. Potensi pertambakan baik untuk teknologi ntensif, semi intensif maupun
tradisional;
2. Potensi budidaya laut (mariculture) berbagai spesies ikan;
3. Potensi penangkapan ikan laut dangkal dan laut dalam;
4. Potensi transportasi laut nasional maupun regional;
5. Potensi pariwisata bahari dan jasa lingkungan lainnya;
6. Potensi sumber daya mineral, minyak dan gas; dan
7. Potensi adat/social budaya dan lain-lain.
e. Peruntukan Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut,
mengacu kepada :
1. Kelestarian sumberdaya pesisir dan laut dalam pemanfaatannya harus
memperhatikan keberlangsungan sumberdaya hayati;
2. Kesesuaian Lahan Pesisir dan Laut mengacu kepada kriteria biofisik dan
social ekonomi guna menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang;
3. Kawasan Pelabuhan Terpadu diarahkan pembangunan dan
pengembangannya di Kecamatan Sendana Desa Palipi;
4. Kawasan Perikanan dan Kelautan Terpadu diarahkan pembangunan dan
pengembangannya di Kecamatan Sendana Desa Palipi;
5. Penataan Perumahan Nelayan di kawasan pesisir dan laut;
6. Kegiatan pariwisata di wilayah pesisir dan laut harus berjalan serasi dengan
kegiatan perikanan/nelayan; dan
7. Kegiatan penangkapan ikan maupun budidaya perairan dilakukan tanpa
atau seminimal mungkin merusak potensi ekologi.
Pasal 35
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 – 33 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi
kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari
badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di
Kabupaten Majene.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 36
(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Majene, terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Provinsi; dan
b. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.5 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
37
Pasal 37
Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Kabupaten Majene sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan yang potensial untuk komoditas kakao yang terdapat di Sendana, Tubo
Sendana, Tammero’do Sendana, Malunda, dan Ulumanda yang merupakan
kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok Mandar dengan luas
4196,25 Km2 yang berwawasan lingkungan dan terpadu dengan pembangunan
kompetensi dan kapasitas SDM Nasional maupun lokal yang meliputi perairan
Selat Makassar, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Banggae, Kecamatan
Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan
Tammero’do;
c. Kawasan Strategis Pusat Ibu Kota Pendidikan Sulawesi Barat yang dipusatkan di
Kabupaten Majene yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan
sosial dan budaya yang terletak di Banggae Timur; dan
d. Kawasan wisata Budaya Mandar yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial dan budaya yang terdapat di seluruh Kecamatan.
Pasal 38
(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;
c. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
d. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Pelabuhan Perikanan Nusantara, terdapat di Kecamatan
Sendana;
b. Kawasan Strategis Agropolitan, terdapat di Kecamatan Malunda; dan
c. Kawasan Strategis Pengembangan Pariwisata, meliputi Kecamatan Banggae
Timur, Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Sendana.
d. Kawasan Strategis Minapolitan, Meliputi Kecamatan Banggae, Kecamatan
Pamboang dan Kecamatan Sendana.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, yaitu kawasan budaya yang terdapat di Kecamatan
Banggae, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Pamboang, dan Kecamatan
Malunda.
(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri atas :
a. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok South Mandar dengan
luas 3882 Km2 meliputi perairan Selat Makassar Kecamatan Banggae dan
Kecamatan Banggae Timur;
b. Kawasan Pengelolaan sumberdaya alam minyak Blok Malunda dengan luas
5148,68 Km2 meliputi perairan Selat Makassar Kecamatan Malunda,
Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo Sendana;
38
c. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok Karama dengan luas
5389,68 Km2 meliputi perairan Selat Makassar Kecamatan Malunda,
Kecamatan Ulumanda, Tubo Sendana dan Kecamatan Tammero’do Sendana;
d. Kawasan Pengelolaan Sumber daya alam pertambangan Batubara terdapat di
Desa Seppong Kecamatan Tammero’do Sendana dan Desa Talubanua
Kecamatan Sendana;
e. Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Banggae, Kecamatan
Banggae Timur, Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Ulumanda dan
Kecamatan Malunda berupa kawasan pertambangan Batu Gamping;
f. Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan
Malunda, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Tammero’do Sendana,
Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo Sendana berupa kawasan
pertambangan Lempung;
g. Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae berupa kawasan pertambangan Oker;
h. Desa Bambangan Kecamatan Malunda, Kelurahan Lalampanua – Desa Betteng
Kecamatan Pamboang, Desa Tubo Kecamatan Tubo Sendana, Desa Kabiraan
Kecamatan Ulumanda berupa kawasan pertambangan Dasit / Andesit;
i. Desa Seppong Kecamatan Tammero’do Sendana berupa kawasan pertambangan
Zeolit;
j. Desa Bambangan Kecamatan Malunda berupa kawasan pertambangan Basal;
k. Sungai Deking Desa Lombang Kecamatan Malunda, Sungai Manyamba
Kecamatan Tammero’do Sendana, Sungai Tubo Kecamatan Tubo Sendana,
Sungai Panawar Desa Andolang Kecamatan Pamboang berupa kawasan
pertambangan Kerakal Bongkah;
l. Dusun Sambabo Kecamatan Ulumanda berupa kawasan pertambangan Bijih
Besi; dan Desa Betteng Kecamatan Pamboang, Kecamatan Ulumanda dan
Kecamatan Malunda berupa kawasan pertambangan Emas.
(5) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri
atas :
a. Kawasan Pantai Berhutan Bakau meliputi Kecamatan Banggae Timur,
Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan
Tammero’do, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan Malunda;
b. Kawasan Hutan Rakyat dan Hutan Lindung yang tersebar di Kabupaten
Majene;
c. Daearh Aliran Sungai (DAS) yang ada di Kabupaten Majene; dan
d. Upaya penanganan/pengelolaan lahan kritis yang dapat dimanfaatkan untuk
penanaman komoditas kayu dan komoditas lainnya yang bermanfaat secara
ekologis dan ekonomi.
Pasal 39
(1) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten Majene disusun rencana rinci tata ruang
berupa rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten dan rencana detail tata
ruang kabupaten.
(2) rencana rinci tata ruang kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah.
39
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 40
(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)
disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta
dan kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. Ketentuan umum peraturan zonasi;
b. Ketentuan perizinan;
c. Ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. Arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 43
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah
daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas:
40
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, meliputi ;
1. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
2. Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan hutan dan tutupan vegetasi; serta
3. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi
penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung
kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya, meliputi;
1. Pemanfaatan ruang bagi peningkatan ekonomi dengan memperhatikan daya
dukung dan
lingkungan, serta sesuai dengan rencana tata ruang;
2. Pembatasan alih fungsi lahan dari fungsi lindung menjadi budidaya;
3. Pembatasan bangunan yang tidak relevan dengan fungsi utama dalam
penataan ruang;
4. Penetapan jenis dan syarat bangunan secara selektif; serta
5. Penyediaan sarana dan prasarana penunjang yang sesuai dengan fungsi
utama.
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan sekitar prasarana
transportasi, meliputi;
1. Penetapan garis sempadan untuk jaringan jalan dan jalur kereta api sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
2. Pembatasan pemanfaatan ruang berdasarkan sempadan yang ditetapkan dan
memperhatikan kepentingan yang lebih tinggi;
3. Pembatasan pemanfaatan ruang udara yang digunakan untuk penerbangan;
4. Pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
kawasan pelabuhan;
5. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang dibatasi hanya pada
bangunan penunjang operasional dan harus relevan dengan fungsi utama
prasarana transportasi;
6. Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional dengan tingkat intensitas
menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya
dibatasi;
7. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
sisi jalan nasional; serta
8. Ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang
berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut.
d. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan sekitar prasarana energi,
meliputi;
1. Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan SUTM;
2. Menetapkan areal konservasi di sekitar PLTA dan Gardu Induk;
3. Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTM yaitu sekitar
20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan bagi masyarakat; serta
4. Menetapkan sempadan SUTT tanah datar dan sempadan SUTM tanah datar.
e. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan sekitar prasarana
telekomunikasi, meliputi;
1. Pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun telekomunikasi; dan
2. Pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar telekomunikasi
yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan
di sekitarnya.
f. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan sekitar prasarana sumber
daya air, meliputi;
41
1. Pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
2. Pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten secara selaras
dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten yang
berbatasan; dan
3. Ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat meimbulkan pencemaran
terhadap mata air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 44
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Majene
sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf b, terdiri atas :
a. Izin prinsip;
b. Izin lokasi;
c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan
d. Izin mendirikan bangunan;
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a – d diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 46
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan
pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi,
atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini.
42
Pasal 47
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dapat berbentuk :
a. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang,
dan urun saham;
b. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau Pemerintah
Daerah.
(3) Pemberian disinsentif dapat berbentuk :
a. Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan
ruang; dan/atau
b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalty.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 48
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (1), terdiri atas :
a. Insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang mendukung
pengembangan kawasan Strategis Pendidikan Provinsi, yaitu dalam bentuk :
1. Kemudahan Perijinan;
2. Penyiapan Lahan; dan
3. Penyediaan Pelayanan Jaringan Utilitas Air dan Drainase.
b. Insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang mendukung
pengembangan Kawasan Agropolitan Malunda, yaitu dalam bentuk :
1. Pembangunan Jalan Akses Menuju Kawasan;
2. Kemudahan Perijinan; dan
3. Pemberian Pelayanan Jaringan Utilitas Air dan Drainase.
c. Insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang mendukung
pengembangan Kawasan Pelabuhan Palipi, yaitu dalam bentuk :
1. Pembangunan jalan akses menuju kawasan;
2. Kemudahan Perijinan; dan
3. Pemberian pelayanan jaringan utilitas air dan drainase.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 49
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 ayat (1), terdiri atas :
a. Disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan Strategis Pendidikan Provinsi, yaitu
dalam bentuk :
1. Pengenaan pajak yang tinggi;
2. Pembatasan Penyediaan Infrastruktur; dan
3. Pengenaan kompensasi dan penalty.
43
b. Disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan Agropolitan Malunda, yaitu dalam
bentuk :
1. Pengenaan pajak yang tinggi;
2. Pembatasan Penyediaan Infrastruktur; dan
3. Pengenaan kompensasi dan penalty.
c. Disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan Agropolitan Malunda, yaitu dalam
bentuk :
1. Pengenaan pajak yang tinggi;
2. Pembatasan Penyediaan Infrastruktur; dan
3. Pengenaan kompensasi dan penalty.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan
Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 50
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d merupakan
acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada
pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang;
b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan rtrw kabupaten;
d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;
e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan rtrw kabupaten;
f. Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
(3) Dalam proses penataan ruang Daerah, pemerintah dan masyarakat wajib berlaku
tertib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 51
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a, huruf b,
huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
44
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c dikenakan
sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pembongkaran bangunan;
f. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. Denda administratif.
Pasal 52
(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penjabaran dari setiap butir sebagaimana dimaksud pada pasal 51 akan diatur
dalam Peraturan Daerah secara tersendiri.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 53
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelengggaraan penataan ruang dan
kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah .
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan ruang mengacu pada
peraturan perundang-undangan.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 54
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak :
a. Berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci daerah;
c. Menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. Memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
e. Mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
45
f. Mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
g. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
h. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
i. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 55
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi:
a. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan dari
pejabat berwenang;
c. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum;
d. Memtuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
dan
e. Berperan serta dalam pembangunan sistem informasi tata ruang.
Pasal 56
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 55 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta
dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 57
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 58
Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf a, dapat berupa :
a. Memberikan masukan mengenai :
1. Penentuan arah pengembangan wilayah;
2. Potensi dan masalah pembangunan;
46
3. Perumusan rencana tata ruang; dan
4. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
b. Menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
c. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat.
Pasal 59
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 huruf b, dapat berupa :
a. Melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c. Memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam
pengelolaan pemanfaatan ruang;
d. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan
kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
penataan ruang;
f. Menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan SDA;
g. Melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. Mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.
Pasal 60
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf c, dapat berupa:
a. Memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. Memberikan bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang;
c. Turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang,
rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan
minimal di bidang penataan ruang;
d. Melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan,
tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di
masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang;
e. Mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang; dan
f. Mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.
Pasal 61
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.
47
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan
kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 62
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 63
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun.
(2) RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW
Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(4) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Majene tahun 2011-2031 dilengkapi
dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, terhadap
bagian Wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat
Perda ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil
kesepakatan Menteri Kehutanan.
(6) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut
oleh Peraturan Bupati
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
48
1. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian
dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan
izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. Pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
d. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketetentuan Peraturan Daerah ini, agar
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Majene
Ditetapkan di Majene
pada tanggal 28 September 2012
BUPATI MAJENE,
TTD
H. KALMA KATTA
Diundangkan di Majene
pada tanggal 28 September 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAJENE, TTD
H. SYAMSIAR MUCHTAR M. Pangkat : Pembina Utama Madya NIP : 19570515 198610 1 001
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 NOMOR 12.
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Hukum
ttd
MUH. RADI, SH
Pangkat : Pembina Tk. I
NIP. 19621231 199703 1 027
BUPATI MAJENE,
ttd
H. KALMA KATTA
PENJELASAN
A T A S
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
I. U M U M
Penataan ruang merupakan salah satu aspek yang semakin mendapat perhatian
Pemerintah. Hal ini terjadi karena berbagai permasalahan yang timbul di daerah
yang menuntut penyelesaian dari segi tata ruang. Selain itu, semakin disadari
bahwa pembangunan yang terarah dan terencana lokasinya akan memberikan
hasil yang lebih optimal secara regional. Untuk itu berbagai usaha yang telah
dilakukan Pemerintah untuk menata ruang secara lebih intensif. Penataan ruang
dilakukan pada berbagai tingkatan wilayah dan kota yang mencakup aspek
Perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang yang saling berkaitan.
Mengacu kepada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, bahwa setiap
daerah Kabupaten harus menyusun rencana tata ruang wilayah Kabupaten
sebagai arahan pelaksanaan pembangunan, sejalan dengan penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah yang menitiberatkan kepada kewenangan
pelaksanaan pembangunan Pemerintah Kabupaten dan kota, termasuk
Perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten.
Perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten merupakan upaya merumuskan
usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan
usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta
dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai
dalam kurung waktu tertentu dengan mengedepankan pada keterpaduan,
keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antara kawasan wilayah Kabupaten
serta keserasian pembangunan antara sektor.
Rencana tata ruang wilayah adalah merupakan payun hukum yang bersifat
fleksibel artinya bahwa rencana pemanfaatan ruang harus mampu
mengakomodasi tuntutan perkembangan yang terjadi sesuai dengan kebutuhan
lingkungan dan stakeholder yang terkait, sehingga ketidakberdayaan tata ruang
sebagai dampak dari faktor eksternal dan internal maka diperlukan pemutakhiran
rencana melalui revisi rencana tata ruang.
Seiring dengan dinamika perkembangan pembangunan di Kabupaten Majene serta
adanya beberapa faktor internal maupun eksternal yang berpengaruh sehingga
rencana tata ruang yang telah disusun tidak mengalami ketidakberdayaan dalam
mengakomodasi perkembangan tersebut. Fenomena tersebut menyebabkan
Kabupaten Majene yang saat ini telah mengalami beberapa perubahan special
yang menyebabkan timbulnya berbagai ragam persoalan keruangan antara lain
pola struktur tata ruang, degradasi lingkungan dan persoalan lainnya yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap kemampuan daerah dalam menghadapi
persaingan global dimasa yang akan dating.
Berbagai faktor eksternal dan internal yang dimaksud antara lain terjadinya
pemekaran wilayah kecamatan, perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang,
perubahan Undang-Undang penataan ruang (UU No. 26 Tahun 2007) serta
berbagai factor lainnya yang berpengaruh terhadap ketidakberdayaan rencana
tata ruang yang telah disusun.
Produk rencana ini harus dijaga melalui instrumen-instrumen ketataruangan,
seperti ijin pemanfaatan ruang, agar pemanfaatan ruangnya sesuai dengan
rencana. Pengendalian pemanfaatan ruang juga menjadi unsur penting dari suatu
hasil perencanaan. Oleh karena itu ada suatu ketentuan umum peraturan zoning,
ketentuan perijinan, insentif dan disinsentif, arahan sanksi, bahkan ketentuan
pidana di dalamnya.
Keseluruhan faktor-faktor eksternal dan internal sebagaimana yang telah
diuraikan diatas memberikan justisifikasi dan pentingnya konsep baru dalam
pembangunan daerah, serta perubahan organisasi melalui pembangunan lokal
yang mampu mengatasi keterpurukan pembangunan ekonomi yang bertumpuk
pada potensi daerahnya sendiri. Singkatnya, pemberdayaan ekonomi daerah (local
ekonomi development) merupakan salah satu isu penting untuk menuju
terciptaanya konsep baru dalam pembangunan di Kabupaten Majene.
Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten
Majene, Peraturan Daerah ini, antara lain, memuat ketentuan pokok sebagai
berikut :
a. Ketentuan Umum;
b. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang;
c. Rencana struktur ruang wilayah;
d. Rencana pola ruang wilayah;
e. Penetapan kawasan strategis;
f. Arahan pemanfaatan ruang;
g. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang;
h. Kelembagaan;
i. Hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penataan ruang;
j. Ketentuan peralihan; dan
k. Ketentuan penutup.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan
Daerah ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian
dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan
sehingga para pihak yang berkaitan dengan Tata Ruang yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini, dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dapat
berjalan dengan lancar dan akhirnya dapat dicapai tertib administrasi.
Pengertian ini diperlukan karena istilah-istilah tersebut mengandung
pengertian yang baku dan teknis dalam bidang Tata Ruang.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan dalam
Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan
Jalan Kolektor 1 dan Nomor 631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan
Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional.
Ayat (3)
Terminal tipe B adalah terminal yang melayani semua jenis
angkutan dari angkutan Pedesaan/Perkotaan sampai dengan
Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, Terminal tipe C adalah
terminal yang hanya melayani angkutan Pedesaan/Perkotaan saja.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk
menunjangkelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu
lintaskapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan
dankeamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau
antar moda serta mendorong perekonomian nasional
dandaerah dengan tetap memperhatikan tata ruang
wilayah.
Tatanan kepelabuhanan adalah suatu
sistemkepelabuhanan yang memuat peran, fungsi,
jenis,hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan
Nasional, dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra-dan
antar moda serta keterpaduan dengan sektor lainnya
berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran.
Huruf b
Yang dimaksud dengan alur pelayaran yaitu perairan yang
dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran
lainnya dianggapaman dan selamat untuk dilayari.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pelabuhan pengumpan adalah pelabuhan
yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri,alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlahterbatas,
merupakan pengumpan bagi pelabuhan utamadan pelabuhan
pengumpul, dan sebagai tempat asaltujuan penumpang dan/atau
barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan
pelayanan dalam provinsi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan menara
dalam sistem komunikasi, sebenarnya dapat dilakukan pemakaian
menara secara bersama-sama antar operator, hal ini
memungkinkan bila peletakkan antena satu terhadap yang lain
dapat diatur sedemikian rupa, sehingga tidak terlalu berdekatan
juga tidak terlalu berjauhan. Bila terlalu berjauhan, secara elektris
sangat menguntungkan, karena semburan noise akibat interferensi
sinyal semakin kecil, namun dari segi penyediaan tempat (space)
akan semakin boros. Pengembangan ini ditujukan untuk
menunjang prasarana telematika di kawasan yang akan
dikembangkan sebagai kawasan pendidikan yang terletak di
Kecamatan Banggar Timur, kawasan pelabuhan yang terletak di
Kecamatan Sendana dan kawasan agropolitan yang berada di
Kecamatan Malunda. Arahan yang akan ditetapkan untuk
pembangunan tower bersama ini juga harus memperhatikan
kelayakan konstruksi sebagai menara bersama.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan wilayah sungai adalah kesatuan
wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih
daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2
sebagaimana yang termuat dalam UU No. 7 Tahun 2004
tentang sumber daya air.
Huruf b
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah
Irigasi Yang Pengelolaannya Menjadi Wewenang dan
Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Huruf c
Jaringan air baku ini bersumber dari mata air untuk
kepentingan air minum serta meliputi aspek konservasi
sumber daya air dan pengendalian daya rusak air.
Huruf d
Daerah tangkapan air (water catsman area) mempunyai arti
strategis yakni Untuk menjaga keberlanjutan pasokan air
dan penyimpan (reservoir) ketersediaan air untuk menopang
kelanjutan hidup manusia. daerah tangkapan air (water
catchments area) ini terletak di daerah yang lebih tinggi
atau berada di wilayah hulu yang bisa berada diluar batas
wilayah administrasi pemerintahan dari penduduk yang
membutuhkan air.
Huruf e
Sistem pengaman pantai dimaksud disini adalah untuk
menanggulangi pengaruh kerusakan akibat ulah manusia
maupun ulah alam yang di intisarikan melalui pencegahan
sebelum terjadi bencana.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Daerah tangkapan air (water catsman area) mempunyai arti
strategis yakni Untuk menjaga keberlanjutan pasokan air dan
penyimpan (reservoir) ketersediaan air untuk menopang kelanjutan
hidup manusia. daerah tangkapan air (water catchments area) ini
terletak di daerah yang lebih tinggi atau berada di wilayah hulu
yang bisa berada diluar batas wilayah administrasi pemerintahan
dari penduduk yang membutuhkan air.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sistem sanitary landfill merupakan sistem pengelolaan dengan :
Reduce
Pembakaran sampah menjadi abu sehingga volumenya tinggal
10-15 persen dari volume sampah awal sehingga pemakaian
TPA menjadi efisien dan panjang umurnya. Penimbunan dengan
tanah dan pemadatan sampah.
Re-use
Mengambil metana di TPA sebagai energi listrik terbarukan. Itu
dilakukan dengan cara mengoleksinya dan kemudian
memanfaatkan gas tersebut menjadi bahan bakar genset listrik
secara langsung atau sebagai bahan bakar boiler yang energi
panasnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti
untuk pembangkit generator listrik tenaga uap dan air panas
untuk mencuci truk sampah. Mengonversikan material sampah
organik sebagai bahan bakar. Mengonversikan sampah organik
menjadi metana secara terkendali di dalam instalasi reaktor
anaerobik, membakar sampah (tidak hanya sampah organik)
secara terkendali di dalam insinerator yang sekaligus sebagai
sumber pembangkit listrik. Sementara itu, proses konversi
sampah menjadi energi listrik dengan cara dibakar di
insinerator belum pernah ada di Indonesia.
Mengonversikan sampah menjadi kompos (composting).
Pengomposan sampah didefinisikan sebagai proses dekomposisi
sampah organik oleh mikroorganisme dalam kondisi aerobik
terkendali menjadi produk kompos. Proses pengomposan
sampah secara aerobik merupakan strategi mencegah sampah
organik terdekomposisi secara anaerobik. Pembusukan satu ton
sampah organik di TPA secara teoretis dapat menghasilkan gas
metana sebanyak 0,20-0,27 m3. Dalam proses pengomposan,
secara signifikan tidak terproduksi metana, tetapi sampah
organik diubah menjadi produk kompos, air, dan CO2.
Selain mencegah produksi gas metana, kegiatan pengomposan
sampah kota memiliki manfaat sebagai berikut :
Kesatu, pengomposan dapat mengurangi jumlah sampah yang
harus dibuang ke TPA sehingga transportasi sampah dapat
lebih efisien dan memperpanjang umur TPA.
Kedua, pengomposan merupakan metode daur ulang yang
alamiah dan mengembalikan bahan organik ke dalam siklus
biologisnya sehingga tanah terjaga kesuburannya, dan
Ketiga, pengomposan mengubah sampah yang tadinya
berbahaya menjadi produk pupuk organik yang aman bagi
lingkungan.
Recycle
Melakukan daur ulang sampah-sampah yang masih bisa
dimanfaatkan seperti kertas, kulit, botol-botol bekas, dll.
Infrastruktur yang harus disediakan dalam menunjang pengelolaan
TPA dengan sistem sanitary landfill meliputi :
a. Jalan penghubung menuju jalan umum;
b. drainase (termasuk kolam resapan);
c. jembatan penimbang (menetapkan ongkos masuk per ton)
d. Pagar ( sebagai pembatas akses masuk dan sampah tersebar);
e. Pencuci roda;
f. Hot load area (Untuk pembakaran sampah dalam truk);
g. Kantor dan tempat parker untuk karyawan;
h. Area pemulihan gas landfill dan air limbah sampah (leachate).
Ayat (3)
On-Site System yaitu buangan limbah langsung dialirkan ke septic
tank dan cairannya diresapkan melalui tanah. Pengelolaan
dilakukan dengan pembangunan MCK umum yang dapat
digunakan secara bersama pada kawasan tersebut dan perbaikan
terhadap sarana MCK yang sudah ada, sosialisasi pentingnya
sarana sanitasi yang memadai, dan peningkatan taraf kesehatan.
Off-Site System yaitu penggunaan sistem saluran air buangan
untuk mengalirkan air buangan dari rumah tangga kemudian
diolah disuatu tempat tertentu, pengelolaan dilakukan dengan
pembangunan IPAL.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk
tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang
tertimbun dalam waktu yang lama.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi pantai sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Ayat (3)
Kawasan sempadan sungai adalah Kawasan sepanjang kiri kanan
sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi sungai sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Kawasan di pinggiran sungai ini seharusnya merupakan kawasan
konservasi sehingga untuk menjaga kelestarian dan upaya
perlindungan terhadap kawasan ini terutama keberadaan sungai
yang ada maka perkembangan kawasan terbangun di pinggir sungai
perlu dibatasi dan bila perlu dilakukan upaya relokasi bila kondisi
bangunan yang ada sangat rawan. Selain itu juga dengan
melakukan pendekatan pada manusia dengan cara membuat
pengumuman misalnya tentang penggunaan tanah sepanjang
sungai dapat dikenakan sanksi/hukuman.
Ayat (4)
Kawasan lindung spiritual adalah kawasan yang memeiliki nilai
nilai historis yang cukup di jaga pada wilayah atau kawasan
tertentu dengan kata lain kawasan lindung spiritual ini berasal dari
factor budaya masyarakat yang masi dipercaya baik bersumber dari
factor keagamaan maupun dari kebiasaan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Ruang terbuka hijau perkotaan meliputi ruang terbuka hijau Privat
10 % dan Publik 20 %.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear), berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan per-tanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik,
yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang
dimiliki oleh peme-rintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau
non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi
memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan
sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
Ayat (3)
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan
yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang
bernilaitinggi
maupun bentukan geologi yang khas. Perlindungan terhadap
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk
melindungi kekayaan budaya bangsi berupa peninggalan
peninggalan sejarah, bangunan erkeologi dan monumen nasional,
dankeragaman bentuk geologi, yang berguna untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh
kegiatan alam maupun manusia.
Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah
tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs
purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang
mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Permukiman transmigrasi adalah pemukiman yang diarahkan bagi
para transmigran yang memiliki Tujuan untuk membangun pusat-
pusat pertumbuhan baru yang dilakukan para transmigran yang
berada di permukiman transmigrasi tersebut. Para transmigran
tersebut merupakan pionir-pionir pembangunan.
Pembangunan kawasan transmigrasi pada umumnya dilakukan di
wilayah-wilayah yang jauh (remote area) dan dilakukan untuk dapat
lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan usaha pertanian di wilayah
tersebut. Dalam melakukan kegiatan usaha pertanian dan usaha-
usaha produktif, di samping juga untuk kehidupan sehari-hari
seperti untuk memasak, para transmigran memerlukan energi.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Kawasan pesisir adalah ruang daratan yang terkait erat dengan ruang lautan. Kawasan pesisir sebagai suatu sistem, maka pengembangannya tidak dapat terpisahkan dengan pengembangan wilayah secara luas. Dengan demikian penataan ruang sebagai kawasan budidaya, kawasan lindung ataupun sebagai kawasan tertentu tetap menjadi arahan dalam pengembangan kawasan pesisir agar penataan dan pemanfaatan ruangnya memberikan kesejahteraan masyarakat yang meningkat dalam lingkungan yang tetap lestari.
Batas wilayah pesisir bagi perencanaan penataan ruang pesisir dan
laut dapat dibagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu ke arah darat dan ke
arah laut, dengan berpedoman pada kriteria ekologis, administratif
dan perencanaan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003: 39-
41).
1. Batas Kawasan Pesisir Dalam Konteks Penataan Ruang
Batas laut untuk Rencana Tata Ruang (RTR) Provinsi 12
mil, RTR Kabupaten/Kota 4 mil dan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) 4 mil.
Batas ke darat untuk wilayah pengaturan merupakan desa
pantai dan untuk pengamatan wilayah DAS atau regional.
RTR Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tidak terpisahkan dengan
RTR Daratan/perlu sinkronisasi.
2. Pengertian Batasan Pesisir ke Arah Darat
Ekologis, Kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses kelautan, seperti pasang surut, intrusi air
laut, arus, gelombang, dan lain-lain.
Administratif, batas terluar sebelah hulu dari desa pantai
atau jarak definitif secara arbitrer (2 km, 20 km dst dari
garis pantai).
Perencanaan sangat tergantung pada permasalahan atau
substansi yang menjadi focus pengelolaan suatu wilayah
pesisir, seperti pencemaran, intrusi air laut, erosi dan
sedimentasi (batas sumber dampak yang terjadi akibat
pembangunan dan aktifitas manusia yang mempengaruhi
lingkungan pesisir.
3. Pengertian Batasan Pesisir ke Arah Laut
Faktor ekologis adalah Kawasan laut yang masih
dipengaruhi oleh proses alamiah yang terjadi di daratan
(aliran air sungai, run-off, aliran air tanah serta dampak
pencemaran dan polusi akibat kegiatan manusia di daratan;
serta Kawasan laut yang masih menjadi bagian dari
paparan benua (Continental Shelf)
Faktor administratif adalah jarak 4 mil, 12 mil, 200 mil
(ZEE) dari garis pantai ke arah laut.
Perencanaan sangat tergantung pada permasalahan atau
substansi yang menjadi focus pengelolaan suatu wilayah
pesisir, seperti pengaruh pencemaran dan sedimentasi dari
daratan serta adanya pengaruh dari proses dan atribut
ekologis mangrove.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Pengendalian pemanfaatan ruang mencakup berbagai perangkat untuk
memastikan rencana tata ruang dan pelaksanaannya berlangsung sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Prasyarat pengendalian
berjalan efektif dan efisien;
Produk rencana yang baik, berkualitas
Informasi yang akurat terhadap praktek-praktek pemanfaatan ruang
yang berlangsung (informasi, perizinan, partisipasi, dll)
Pasal 43
Aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan pemanfaatan ruang
(kegiatan atau penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan
tata massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus
disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan aturan khusus untuk
kegiatan tertentu).
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang”. (definisi ini yang digunakan dalam PP No. 26/2008 tentang
RTRWN ps. 1 angka 27) Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang
mengatur pemanfaatan ruang dan unsur- unsur pengendalian yang
disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata
ruang.
Penyusunan peraturan zonasi :
1. Didasarkan pada RDTR kabupaten/kota dan RTR kawasan strategis
kabupaten/kota.
2. Berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan
ruang.
Peraturan zonasi berisi :
1. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona
pemanfaatan ruang amplop ruang (KDRH, KDB, KLB, GSB),
2. Penyediaan sarana dan prasarana,
3. Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan, antara lain:
keselamatan penerbangan,
pembangunan pemancar alat komunikasi,
pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi
Istilah yang umum digunakan untuk “amplop ruang” adalah BUILDING
ENVELOPE (AMPLOP BANGUNAN) dan Amplop bangunan dibatasi oleh
GSB, tinggi bangunan, dan sky.
Pasal 44
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Adapun yang menjadi Prinsip dalam perizinan diantaranya :
Kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya
dilarang kecuali dengan izin;
Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon izin dari
pemerintah setempat yang akan memeriksa kesesuaiannya dengan
rencana, serta standar/ ketentuan/prosedur administatif dan legal; dan
Dilarang memanfaatkan ruang sebelum izin diberikan, memanfaatkan
ruang sesuai dengan izin, dan memenuhi ketentuan dalam persyaratan
izin.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa :
Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang,
imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
Pemerintah daerah.
Ayat (3)
Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa:
Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang
ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,
dan penalti.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) merupakan badan yang
merumuskan dan mengkoordinasikan berbgaia kebijakan penataan ruang
Kabupaten dengan memperhatikan kebiajakan penataan ruang Nasional
dan Provinsi serta mengoptimalkan penyelenggaraan, penertiban,
pengawasan (pemantauan, evaluasi, dan pelaporan) dan perizinan
pemanfaatan ruang.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 28.
LAMPIRAN I.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012
TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
LAMPIRAN I.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012
TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
PETA JARINGAN PRASARANA KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
LAMPIRAN I.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012
TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
LAMPIRAN I.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012
TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
PETA RENCANA KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012 TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN RTRW KABUPATEN MAJENE 2011 – 2031
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-
2031
Sumber
Dana
Instansi
Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
I PENYUSUNAN ATURAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MAJENE DAN PETUNJUK PELAKSANAAN
1 Penyusunan Naskah Akademik RTRW Kabupaten Majene
Kab. Majene APBD Bappeda
2 Pembuatan Perda RTRW Kab. Majene dan Pengesahannya
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan strategis
Kec. Banggae, Banggae Timur, Sendana, Pamboang, Malunda
APBDP/K Bappeda
4 Evaluasi dan Sinkronisasi RDTR Kawasan Perkotaan Majene dan PERDA RTRW Kabupaten Majene
Kec. Banggae dan Banggae Timur
APBDP/K Bappeda
5 Evaluasi RTRW Kab Majene Kab. Majene APBDP/K Bappeda
6 Evaluasi & Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir dan PP Kecil Kabupaten Majene
Kab. Majene APBDP/K Bappeda/
Perikanan dan Kelautan
7 Penyusunan rencana tindak pengelolaan kawasan lindung
Kab. Majene APBDP/K Kehutanan
8 Penyusunan rencana tindak pemanfaatan dan pengelolaan kawasan budidaya
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
II PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG KABUPATEN MAJENE
A Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Majene (Program Provinsi)
1 Peningkatan Kualitas Pelabuhan Regional Majene
Kec. Sendana APBN
APBDP Perhubungan
PU
2 Peningkatan Kualitas Pelabuhan Sub Regional Malunda
Kec. Malunda APBDP Perhubungan
PU
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3 Peningkatan Kualitas Pelabuhan Sub Regional Palipi dan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palipi
Kec. Sendana APBN/P Swasta
Perhubungan PU
4 Peningkatan Kualitas Pelayanan fungsi Terminal Bis Tipe B
Kec. Banggae APBDP/K Perhubungan
5 Peningkatan Kualitas Pasar Induk
Majene Kec. Banggae APBDP/K Pasar
6 Pengembangan Perbankan/Koperasi Kab. Majene APBN/P/K Swasta
UKM Perekonomian
7 Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Tipe B
Kec. Banggae APBN/P Kesehatan
8 Pembangunan Sistem Informasi Bencana Alam terutama gempa dan Tsunami
Kab. Majene APBN/P/
K Bappeda/PU/ Pertambangan
B Pengembangan Kawasan Perkotaan Majene
1
Peningkatan aksesibilitas dan atau interkoneksi melalui pembangunan pelabuhan dan pembangunan jalan perkotaan
Kab. Majene APBN/P/
K
Perhubungan/PU
Kimpraswil
2 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana Pusat Pemerintahan
Kab. Majene APBDP/K PU/
Kimpraswil
3 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana Pusat Perdagangan dan Jasa termasuk TPI, dan sentra industri kecil
Kab. Majene APBDP/K PU/
Kimpraswil
4 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana Pariwisata dan Hiburan
Kab. Majene APBDP/K PU/Kimpraswil
5 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana Pusat Kegiatan Kesenian dan Pemuda
Kab. Majene APBDP/K PU/
Kimpraswil
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
6 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana Rumah Sakit dan Puskesmas
Kab. Majene dan kecamatan
APBDP/K PU/
Kimpraswil
7 Peningkatan kualitas dan penyediaan Hutan dan Taman Kota
Kec. Banggae APBDP/K PU/
Kimpraswil
C Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Hinterland Area
1 Pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan
Kab. Majene APBDP/K Perumahan/ Pemukiman
2 Pengembangan kawasan permukiman pedesaan.
Kab. Majene APBDP/K Perumahan/ Pemukiman
3 Pengembangan sistem transportasi perdesaan.
Kab. Majene APBDP/K PU
4 Pengembangan sarana dan prasarana permukiman perdesaan.
Kab. Majene APBDP/K PU/
Kimpraswil
5 Pengembangan kawasan berbasis agropolitan.
Kecamatan Malunda APBDP/K Bappeda/PU
D Mendorong Perwujudan Sistem Transportasi (Program Provinsi)
1 Peningkatan Jalan dan Jembatan trans Sulawesi Polman (perbatasan Sulsel) - Matra (Perbatasan Sulteng)
Kab. Majene APBN/P PU/
Perhubungan
2 Peningkatan jalan antar provinsi Belang-belang - Palopo, Polman - Mamasa – Makale, melewati Majene
Kab. Majene APBN/P PU/
Perhubungan
3 Pembangunan jalan dan jembatan penghubung sentra-sentra produksi dengan jalan arteri dan kolektor
Kab. Majene APBDP PU/
Perhubungan
4 Pengembangan jalur transportasi laut ke dan dari pulau-pulau kecil Kepulauan Balabangan
Kab. Majene APBDP PU/
Perhubungan
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
5 Pembangunan Rel KA Trans Sulawesi Kab. Majene APBN/P/ Swasta
PU/ Perhubungan
E Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah Kabupaten
1 Perbaikan kualitas sistem Jaringan Transportasi Darat
Kab. Majene APBDP/K PU/
Perhubungan
2 Perbaikan kualitas sistem Jaringan Transportasi Laut
Kec. Sendana APBDP/K PU/
Perhubungan
3 Perbaikan kualitas sistem Jaringan Energi
Kab. Majene APBN PLN
4 Peningkatan jumlah dan kualitas sistem air bersih
Kab. Majene APBDP/K PDAM
5 Perbaikan sistem irigasi dan drainase Kab. Majene APBDP/K PU/Pertanian
6 Penambahan sistem Jaringan Telekomunikasi
Kab. Majene APBDK/ Swasta
Komunikasi/ Telkom
7 Penyediaan Prasarana Persampahan (TPA dan TPS)
Kec. Banggae, Banggae Timur
APBDP/K Kebersihan
8 Perbaikan kualitas sistem dan penyediaan prasarana sanitasi
Kab. Majene APBDP/K Kebersihan
F Perwujudan Sistem Sarana Wilayah Kabupaten
1 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana pemerintahan
Kab. Majene APBDP/K PU
2 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana kesehatan
Kab. Majene APBDP/K PU/Kesehatan
3 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana peribadatan
Kab. Majene APBDP/K PU/Agama
4 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana perdagangan termasuk TPI
Kab. Majene APBDP/K PU
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
5 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana pendidikan
Kab. Majene APBDP/K PU/Diknas
6 Peningkatan kualitas dan penyediaan sarana olahraga
Kab. Majene APBDP/K PU
7 Penyediaan Ruang terbuka hijau (RTH) Kec. Banggae, Banggae Timur dan kecamatan
lain APBDP/K
PU/Kehutanan/
Pertamanan
III PERWUJUDAN POLA RUANG KABUPATEN MAJENE
A Program Pengelolaan Kawasan Lindung
1 Pemetaan batas-batas kawasan lindung Kab. Majene APBDN Kehutanan
2 Penetapan tapal batas kawasan lindung (cross-check)
Kab. Majene APBDN Kehutanan
3 Pelaksanaan studi AMDAL terhadap kegiatan yang akan berlangsung sekitar kawasan lindung
Kab. Majene APBDP/K Lingkungan
Hidup
4 Pengembalian fungsi hutan lindung dan mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut
Kab. Majene APBDN/P
/K Kehutanan
5 Sosialisasi fungsi lindung pada masyarakat yang menempati kawasan lindung
Kab. Majene APBDN/P
/K Kehutanan
6
Program pengelolaan kawasan pelestarian alam melalui pengembangan dan pemeliharaan kawasan suaka alam pegunungan.
Kab. Majene APBDN/P
/K Kehutanan
7
Program penanganan kawasan rawan bencana alam banjir, longsor, dan Tsunami
Kab. Majene APBDN/P
/K
Bappeda/ Kehutanan/
Pertambangan
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3 Peningkatan Kualitas Pelabuhan Sub Regional Palipi dan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palipi
Kec. Sendana APBN/P Swasta
Perhubungan PU
4 Peningkatan Kualitas Pelayanan fungsi Terminal Bis Tipe B
Kec. Banggae APBDP/K Perhubungan
5 Peningkatan Kualitas Pasar Induk
Majene Kec. Banggae APBDP/K Pasar
6 Pengembangan Perbankan/Koperasi Kab. Majene APBN/P/K Swasta
UKM Perekonomian
7 Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Tipe B
Kec. Banggae APBN/P Kesehatan
8 Pembangunan Sistem Informasi Bencana Alam terutama gempa dan Tsunami
Kab. Majene APBN/P/
K Bappeda/PU/ Pertambangan
B Program Pemanfaatan Kawasan Budidaya
1 Pengembagan kegiatan budidaya kehutanan
Kec. Malunda dan Ulumanda
APBDP/K Kehutanan
2 Pengembagan kegiatan budidaya pertanian lahan kering berupa perkebunan kopi dan kelapa dalam
Kecamatan Ulumanda dan seluruh kecamatan
APBDP/K/
Swasta Perkebunan
3 Pengembagan kegiatan budidaya pertanian lahan kering tanaman semusim
Kecamatan Banggae, Banggae Timur, Malunda, Pamboang, Sendana, Tammerodo
APBDP/K/
Swasta Pertanian
4 Pengembagan kegiatan budidaya pertanian lahan sawah
Kecamatan Banggae, Banggae Timur,
Malunda
APBDP/K/
Swasta
Pertanian
5 Pengembagan kegiatan budidaya peternakan
Kecamatan Banggae, Sendana, Malunda, Ulumanda
APBDP/K/
Swasta Peternakan
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2010-2015 Tahun 2016-2020 Tahun
2021-2030
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
6 Pengembagan kegiatan budidaya perikanan pesisir dan air payau
Kecamatan Banggae, Banggae Timur, Malunda, dan Ulumanda
APBDP/K
Swasta Perikanan
7 Pengembagan kegiatan budidaya pertambangan
Kecamatan Sendana, Pamboang, Sendana, Malunda, Banggae. Blok Malunda, Blok Mandar, Blok Karama
APBDP/K/Swasta
Pertambangan
8 Pengembagan kegiatan budidaya pariwisata
Kab. Majene APBDP/K/Swasta
Pariwisata
9 Pengembagan kegiatan industri kecil dan menengah
Kecamatan Banggae dan Banggae Timur
APBDP/K/Swasta
UKM
10 Pengembagan kawasan perumahan/ pemukiman
Kab. Majene APBDP/K/Swasta
Perumahan/ Pemukiman
C Program Penatagunaan Tanah, Air, Udara, dan Sumberdaya Lainnya
1 Penyusunan rencana pengaturan pemanfaatan sumberdaya
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
2 Penyusunan zoning regulation kawasan lindung dan budidaya
Kab. Majene APBN/P/
K Bappeda
3 Penyusunan aturan pelaksanaan pengawasan terhadap pencemaran tanah, air, dan udara
Kab. Majene APBDP/K Lingkungan
Hidup
4 Evaluasi terhadap hak-hak penguasaan lahan
Kab. Majene APBN/P BPN
IV PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS
1 Pembangunan Universitas Sulbar (Kelembagaan, SDM,Kampus, dll)
Kecamatan Banggae, Banggae Timur
APBN/P Pemprov Sulbar
(PU, Diknas)
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2 Pengembangan kawasan Agropolitan Malunda Kecamatan Malunda
APBN/P/K
Bappeda/PU/ Pertanian
3 Pengembangan kawasan Pelabuhan Palipi, Sendana
Kecamatan Sendana APBN/P/
K Perhubungan
4 Pengembangan kawasan Budaya Pamboang
Kecamatan Pamboang APBN/P/
K Diknas/Pariwis
ata
5
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Sendana
Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Sendana
APBN/P/
K
Bappeda/PU/ Dinas Kelautan dan Perikanan
6 Kawasan yang potensial untuk komoditas kakao
Kecamatan Sendana, Tubo Sendana, Tammero’do Sendana, Malunda, dan Ulumanda
APBN/P/
K
Dinas Pertanian dan Perkebunan
7 Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak
Blok Mandar dengan luas 4196,25 Km2
APBN/P Dinas
Pertambangan dan Energi
V PROGRAM PENGENDALIAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
1 Pengawasan kegiatan pada kawasan lindung
Kecamatan Banggae Timur, Pamboang, Sendana, Tammerodo, Tubo Sendana, Malunda, Ulumanda
APBDP/K Kehutanan
2 Pemantauan dan evaluasi tata ruang wilayah
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
3 Optimalisasi fungsi instansi teknis dalam penataan ruang
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
NO PROGRAM INDIKATIF LOKASI Tahun 2011-2016 Tahun 2017-2021 Tahun
2022-2031
Sumber Dana
Instansi Pelaksana 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4
Pengembangan kerjasama penataan ruang dengan pemda sekitar (Kab.Polman, Kab Mamasa, dan Kab Mamuju
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
5 Sosialisasi PERDA RTRW Kabupaten Kab. Majene APBDP/K Bappeda
6 Penyusunan mekanisme perijinan kegiatan pemanfaatan ruang Kab. Majene APBDP/K
Bappeda dan
SKPD Terkait
7 Sosialisasi insentif dan disintensif sehubungan penyelenggaraan tata ruang wilayah kabupaten Majene
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
VI SISTEM INFORMASI TATA RUANG
1 Penyusunan Sistem Informasi Tata Ruang (SIMTARU)
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
2 Updating data sistem informasi tata ruang wilayah
Kab. Majene APBDP/K Bappeda
*) Catatan :
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
APBDP = Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi; dan
APBDK = Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten.
LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR : 12 TAHUN 2012 TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI RTRW KABUPATEN MAJENE 2011 - 2031
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
A. KAWASAN LINDUNG
A1. Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;
Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh persen); atau
Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut.
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, pengendali erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Pemanfaatan kawasan hutan lindung sebagai kawasan ekowisata alam. Jika dikelola dengan tepat, pemanfaatan kawasan hutan lindung sebagai kawasan ekowisata alam tidak hanya dapat melestarikan fungsi ekologis kawasan hutan lindung, tetapi juga dapat memberi manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar kawasan hutan.
Kawasan hutan lindung yang ada juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan hutan untuk kepentingan riset ilmiah, baik bagi kalangan
akademisi, praktisi di bidang kehutanan, mahasiswa dan pelajar. Kebutuhan suatu
kawasan hutan yang dirancang untuk kepentingan riset cukup mendesak diadakan, baik di
Dilarang apabila kegiatan yang ada di hutan lindung tidak menjamin fungsi lindung. Dengan demikian secara bertahap dikembalikan pada fungsi hutan lindung. Proses peralian fungsi disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah
dengan pengembalian yang layak.
Pembatasan pembangunan sarana dan prasarana.
KDB yang diijinkan≤10%, KLB 10≤% dan KDH ≥90%.
Pembangunan sarana dan prasarana pada kawasan ini dibatasi. Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Jalan setapak dan gazebo
Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang layak.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Provinsi Sulawesi Barat secara umum, maupun Kabupaten Majene secara
khusus.
Bangunan yang sudah ada dan tidak
mengganggu
fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Upaya pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung dengan mengizinkan untuk memungut rotan, madu, jamur, umbi-umbian, dan
hasil hutan non kayu lainnya, asalkan dalam pelaksanaannya tidak merusak tegakan hutan dan membahayakan fungsi lindung.
Kelestarian sumber air di
dalam kawasan hutan, hutan cadangan, dan hutan lainnya harus dipertahankan.
Tidak diperbolehkan adanya perbuatan hukum yang potensial
mempersulit perwujudan kegiatan hutan lindung seperti pewarisan untuk permukiman, atau jual beli
pada pihak yang ingin mengolah tanah secara intensif atau membangun bangunan fisik.
Kegiatan
Tanah rusak atau tanah gundul yang ada di hutan lindung segera dilakukan reboisasi, dan yang berada di luar hutan
lindung dilakukan penghijauan.
Hak atas tanah yang sudah ada di hutan lindung tetap dihormati dan masih boleh dikuasai
sepanjang kegiatan dan penggunaan tanahnya memenuhi fungsi lindung dan melakukan tindakan konservasi secara intensif.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk
mengambil
bahan bahan galian yang dilakukan di dalam kawasan hutan atau hutan cadangan, diberikan oleh instansi yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri.
Siapapun dilarang melakukan penebangan pohon dalam radius/ jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai, dan anak sungai yang terletak di
dalam kawasan hutan, hutan
cadangan dan hutan lainnya.
Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang
melakukan
pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan atau melakukan perbuatan lain yang dapat menimbulkan kerusakan tanah dan tegakan.
A.2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Kawasan Kawasan yang unsur Pemanfaatan ruang untuk Dilarang KDB yang Pembangunan Kegiatan yang sudah
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Bergambut pembentuk tanahnya sebagian besar sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu
lama ;kawasn bergambut di
tetapkan dengan kirteria ketebalan gambut tiga meter atau lebihterletak di hulu sungai atau rawa.
wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
Kelestarian tata air dan
ekosistem serta lainnya
harus dipertahankan; Upaya pemberdayaan
masyarakat di sekitar kawasan asalkan dalam pelaksanaannya tidak merusak tegakan hutan dan membahayakan fungsi lindung.
Kawasan hutan lindung yang ada juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan hutan untuk kepentingan riset ilmiah, baik bagi kalangan akademisi, praktisi di bidang kehutanan, mahasiswa dan pelajar.
melakukan kegiatan di sekitar kawasan
apabila tidak
menjamin fungsi lindung.
Dilarang membangun di sekitar kawasan karna merupakan kawasan Penambat air yang memiliki kemampuan untuk mengikat air yang sangat tinggi.
Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengubah tata air dan ekosistem unik;
Pengendalian material sedimen yang masuk ke
kawasan bergambut
melalui badan air.
diijinkan≤10%, KLB 10≤% dan KDH
≥90%.
sarana dan prasarana pada kawasan ini dibatasi.
Bangunan yang
sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Jalan setapak dan gazebo
ada dan tidak menjamin fungsi lindung, secara
bertahap dikembalikan
pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang layak.
Kondisi air atau tanah yang ada digambut jika mengalami kerusakan segera dilakukan perbaikan.
Hak atas tanah yang sudah ada di kawasan gambut tetap dihormati dan masih boleh dikuasai sepanjang kegiatan dan penggunaannya memenuhi fungsi lindung dan
melakukan tindakan konservasi secara
intensif.
Kawasan
Resapan Air
Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan
Diperbolehkan untuk dialokasikan sebagai kebun campuran dengan tanaman
Dilarang menyelenggarakan kegiatan
KDB yang diijinkan≤10%, KLB 10≤%
Pembangunan sarana dan prasarana dibatasi.
Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
sebagai pengontrol tata air permukaan.
Kriteria kawasan resapan air
adalah curah hujan yang
tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
tegakan tinggi, tanaman tahunan, hutan produksi terbatas ataupun hutan
lindung.
yang bersifat menutup kemungkinan
adanya infiltrasi
air ke dalam tanah.
dan KDH ≥90%
Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi
lindung
diperkenankan selama memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Jalan setapak dan gazebo
lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsinya,
dimana
pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang layak.
Kegiatan budidaya yang diperbolehkan adalah kegiatan yang tidak mengurangi fungsi lindung kawasan
Pertambangan dan perindustrian yang bersifat membuka hutan tidak diperkenankan.
Tanah rusak atau tanah gundul yang ada segera dilakukan reboisasi, dan yang berada di luar hutan lindung dilakukan penghijauan.
Kegiatan yang masih boleh dilaksanakan adalah pertanian tanaman semusim atau tahunan yang disertai tindakan konservasi dan ekowisata.
Kegiatan yang tidak mengolah tanah secara intensif, kecuali dipandang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi kepentingan regional dan nasional.
Pembangunan sarana dan prasarana dibatasi. Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu
Perbuatan hukum yang potensial mempersulit perwujudan kegiatan fungsi lindung tidak diperkenankan kecuali kepada
calon pemilik tanah yang bersedia mewujudkan fungsi lindung.
Hak atas tanah yang sudah ada tetap dihormati dan masih boleh dikuasai sepanjang kegiatan dan penggunaan tanahnya masih memenuhi fungsi lindung dan
melakukan tindakan konservasi secara intensif.
Untuk hak atas tanah, khususnya Hak Guna Bangunan tidak diperpanjang, kecuali
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
fungsi lindung diperkenankan selama memenuhi ketentuan tata
bangunan dan tetap
melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
bila difungsikan untuk konservasi tanah dan air.
Penguasaan dan
pemilikan tanah yang cenderung bertentangan dengan kegiatan konservasi, secara bertahap dibebaskan hak ataas tanahnya dengan penggantian yang layak oleh pemerintah untuk dikembalikan fungsinya menjadi hutan lindung, apabila pemilik/penguasa tanah tidak mampu mewujudkan hutan lindung di atas tanahnya sendiri.
A3. Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan Sempadan
Pantai
Topografi datar dengan lebar minimal 150 m atau sekitar 130 kali selisih rata-rata surut terendah dengan pasang tertinggi dari garis pantai;
Diberlakukan pengecualian bagi wilayah pantai yang
digunakan untuk kepentingan pembangunan seperti dermaga, dan beberapa kepentingan umum kepelabuhanan lainnya, dan daerah-daerah pemukiman
Kegiatan yang diperbolehkan adalah kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat perlindungan kawasan sempadan pantai dari abrasi dan infiltrasi air laut ke dalam tanah.
Kegiatan yang dilarang adalah kegiatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu atau
mengurangi fungsi lindung kawasan.
KDB yang diijinkan≤10%, KLB 10≤% dan KDH ≥90%
Sempadan pantai
minimal100 meter dari pasang tertinggi
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan pantai yang belum terbangun (IMB tidak diberikan)
Pada kawasan
sempadan Pantai yang belum terbangun diijinkan untuk pengembangan mangrove,
Tanah pada kawasan ini dimiliki oleh negara dan apabila dimiliki masyarakat, maka dibebaskan dengan penggantian yang layak.
Kegiatan prasarana dan sarana yang mendukung transportasi laut.
Untuk kawasan terbangun diadakan
Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai,
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
lainnya yang memanfaatkan pantai untuk kepentingan umum, sepanjang tidak
merusak lingkungan dan tetap
menjaga nilai-nilai estetika pantai tersebut; dan
Menjadikan kawasan lindung sepanjang pantai yang memiliki nilai ekologis sebagai daya tarik wisata dan Penelitian
program konsolidasi tanah dan
pemeliharaan
lingkungan, sedangkan yang belum terbangun dilarang memberikan IMB.
pemasangan papan reklame/pengumuma, pemasangan
fondasi dan
rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yg bersifat sosial kemasyarakatan, bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air, gardu listrik, bangunan telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit air.
Jalan Setapak dan Gazebo
dibina untuk menyesuaikan kegiatannya agar
serasi atau sejalan
secara bertahap, dengan jalan membebaskan mereka dari pengenaan pajak bumi dan bangunan atau bentuk sumbangan lainnya yang dikaitkan dengan pemilikan atau penguasaan tanah. Apabila ybs tidak mampu melaksanakan penyesuaian dengan sukarela, maka pemerintah baik pusat maupun daerah dapat melakukan pembebasan lahan secara bertahap yang peruntukannya untuk konservasi berupa penanaman tanaman keras, tanaman perdu, pemasangan beton untuk melindungi
pantai dari abrasi.
Kegiatan perikanan dan budidaya laut yang tidak merusak lingkungan.
Untuk masyarakat pantai yang telah hidup di sepanjang pesisir pantai dan di atas laut, dilakukan konsolidasi dan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
penataan lingkungan serta kegiatan yang menambah pelestarian
pantai dan laut.
Sempadan
Sungai
Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan pemukiman, ditetapkan minimum 100 m di kiri dan kanan;
Perlindungan terhadap anak-anak sungai di luar pemukiman ditetapkan minimum 50 m;
Perlindungan khusus untuk sungai yang melalui daerah perkotaan (permukiman) sempadan sungainya 10 – 15 m kiri dan kanannya, bahkan pada sekitar aliran sungai ini banyak yang digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat;
Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai sehingga dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai; dan
Sempadan sungai yang
areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata melalui penataan kawasan tepian sungai.
Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun diijinkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman keras, perdu, pelindung sungai, pemasangan papan reklame/pengumuman, pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yg bersifat sosial kemasyarakatan, bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air (seperti dermaga), gardu listrik, bangunan
telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit air.
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai yang belum terbangun (IMB tidak diberikan).
Kegiatan/bentuk bangunan yang secara sengaja dan jelas menghambat arah dan intensitas aliran air sama sekali tidak
diperbolehkan. Kegiatan lain
yang justru memperkuat fungsi perlindungan kawasan
sempadan sungai tetap boleh dilaksanakan tapi dengan pengendalian agar tidak
KDB yang diijinkan 10%, KLB 10%, KDH 90%
Sempadan sungai besar di luar kawasan permukiman adalah 100 meter, sedangkan sempadan anak-anak sungai sebesar 50 meter,
sempadan sungai dan anak sungai yang melewati permukiman minimal 15 meter
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai yang belum terbangun (IMB tidak diberikan)
Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun diijinkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman keras, perdu, pelindung sungai, pemasangan papan reklame/pengumum
an, pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yg bersifat sosial kemasyarakatan,
bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air, gardu listrik, bangunan telekomunikasi dan pengontrol/pengukur
Jika aliran sungai berpindah tempat, termasuk kegiatan pelurusan sungai atau kegiatan teknis pengairan lainnya, maka aliran sungai lama menjadi tanah negara bebas yang dapat dimohon hak tanahnya. Prioritas pemberian hak tanah diberikan kepada bekas pemilik tanah yang tanahnya terkena aliran sungai yang baru, sekaligus sebagai kompensasi
tanahnya yang hilang.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
mengubah fungsi kegiatannya di
masa yg akan
datang.
debit air. Jalan Setapak dan
Gazebo
Kegiatan lain yang tidak memanfaatkan lahan secara luas dapat diperbolehkan.
Kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat tebing sungai atau saluran dari kelongsoran, kegiatan yang tidak memperlambat jalannya arus air, kecuali memang sengaja bermaksud untuk memperlambat laju arus air seperti pembuatan cek dam atau krib, atau dam, atau pembelok arus air sungai.
Untuk kawasan terbangun diadakan program konsolidasi tanah dan pemeliharaan lingkungan, sedangkan yang belum terbangun dilarang memberikan IMB.
Tanah timbul di sungai berstatus tanah negara bebas.
Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai, dibina untuk menyesuaikan kegiatannya agar serasi atau sejalan secara bertahap, dengan jalan membebaskan mereka dari pengenaan pajak bumi dan bangunan atau bentuk sumbangan lainnya
yang dikaitkan dengan pemilikan atau penguasaan tanah. Apabila ybs tidak mampu melaksanakan penyesuaian dengan sukarela, maka
pemerintah baik pusat maupun daerah dapat melakukan pembebasan lahan secara bertahap yang peruntukannya untuk konservasi.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kawasan
Lindung
Spritual
Kawasan lindung spritual adalah kawasan yang memiliki nilai-nilai budaya dan historis
yang menyangkut dengan
daerah sekitarnya.
Kegiatan lain yang tidak memanfaatkan lahan secara luas dapat diperbolehkan.
Kegiatan yang mampu
melindungi keberadan obyek, kegiatan yang tidak merusak keadaan obyek dan fungsi lindung obyek.
Kawasan sekitar yang belum terbangun diijinkan kegiatan dengan tujuan melindungi keberadaan kawasan dan fungsi kawasan sebagai kawasan spritual.
Dilarang menyelenggarakan kegiatan
yang
mengganggu kelestarian kawasan seperti pendirian bangunan, permukiman dan perdangangan serta aktifitas lainnya yang mampu mengurangi nilai-nilai spritual yang ada.
Kegiatan yang diperkenankan adalah kegiatan yang berkaitan dengan wisata seperti gazebo, jalan setapak dengan tetap mengupayakan pembangunan
fisik yang mampu
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan mengurangi
KDB yang diijinkan 10%, KLB
10%, KDH
90%
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan lindung
spritual yang belum
terbangun (IMB tidak diberikan)
Pada kawasan lindung spritual yang belum terbangun diijinkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman perdu, pemasangan papan reklame/pengumuman, pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik
Jalan Setapak dan Gazebo
Penggunaan tanah terus diusahakan dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan
atau green belt wajib diusahakan
Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai, dibina untuk menyesuaikan kegiatannya agar serasi atau sejalan secara bertahap, dengan jalan membebaskan mereka dari pengenaan pajak bumi dan bangunan atau bentuk sumbangan lainnya yang dikaitkan dengan pemilikan atau penguasaan tanah. Apabila ybs tidak mampu melaksanakan penyesuaian dengan sukarela, maka pemerintah baik pusat maupun daerah dapat
melakukan pembebasan lahan
secara bertahap yang peruntukannya diprogramkan untuk kegiatan sabuk hijau / green belt.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
nilai-nilai spritual.
Kawasan
Sempadan Irigasi
Kawasan sempadan irigasi
adalah kawasan sepanjang kanan kiri saluran irigasi tekniks dan setengah tekniks baik irigasi bertanggul maupun tidak
Perlindungan pada irigasi teknis baik di dalam maupun di luar permukiman ditetapkan minimum 10 meter kiri-kanan saluran
Pada kawasan konservasi ini dimungkinkan adanya jalan inspeksi untuk pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 4 meter
Perlindungan pada irigasi setengah teknis baik di dalam maupun di luar permukiman ditetapkan minimum 6 meter
kiri-kanan saluran Pada kawasan konservasi ini
dimungkinkan adanya jalan inspeksi untuk pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 3 meter.
Diperbolehkan atau
diijinkan membangun disekitar kawasan sempadan irigasi baik irigasi tekniks maupun setengah tekniks ditetapkan diatas 10 meter kiri kanan saluran
Diperbolehkan atau diijinkan adanya jalan inspeksi untuk pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 4 meter
Diperbolehkan atau diijinkan membangun sekitar irigasi setengah teknis baik di dalam maupun di luar permukiman ditetapkan minimum 6 meter kiri-kanan saluran
Diperbolehkan atau diijinkan adanya jalan inspeksi untuk pengontrolan saluran dengan lebar jalan minimum 3 meter.
Dilarang
menyelenggarakan kegiatan yang mengganggu keberadaan rigasi misalnya pendirian bangunan, permukiman dan perdangangan serta aktifitas lainnya yang mampu menghambat aliran air ke pertanian atau lainnya.
Kegiatan yang
diperkenankan adalah kegiatan yang berkaitan dengan pertanian seperti tempat pengontrol, jalan
setapak dengan tetap mengupayakan pembangunan fisik yang mampu mencegah
KDB yang
diijinkan 10%, KLB 10%, KDH 90%
Perlindungan pada irigasi teknis baik di dalam maupun di luar permukiman ditetapkan minimum 10 meter kiri-kanan saluran
Perlindungan pada irigasi setengah
teknis baik di dalam maupun di luar permukiman ditetapkan minimum 6
meter kiri-kanan saluran
Prasarana dan
sarana yang mendukung pada aspek fungsi lindung kawasan misalnya jalan inspeksi untuk pengontrol
Kegiatan yang masih diperkenankan adalah pertanian lahan basah misalnya padi, pemasangan papan reklame / pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak
mengganggu saluran irigasi dan bangunan lalu lintas air.
Perlindungan sekitar
saluran irigasi atau sempadan saluran irigasi sehingga dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air irigasi;
Bangunan sepanjang sempadan irigasi yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan irigasi dilarang untuk didirikan;
Saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan
dan perkotaan yang tidak langsung mengairi sawah maka keberadaannya dilestarikan dan dilarang untuk digunakan sebagai
fungsi drainase; Melestarikan kawasan
sumber air untuk melestarikan debit irigasi;
Perlindungan sekitar mata air untuk
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
terjadinya kerusakan saluran irigasi.
Kegiatan/bentuk
bangunan yang secara sengaja dan jelas menghambat arah dan intensitas aliran air sama sekali tidak diperbolehkan.
Dilarang menyelenggarakan kegiatan yang bersifat menutup kemungkinan adanya infiltrasi air ke dalam tanah.
Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengubah tata air dan ekosistem unik
Pengendalian material
sedimen yang masuk ke kawasan irigasi.
kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan
menyebabkan
kerusakan kualitas sumber air; serta
Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Penetapan
Ruang
Terbuka Hijau
Perkotaan
Area memanjang /jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
Pengadaan taman dan hutan kota
Penetapan luasan RTH
perkotaan minimum 30%
dari luas area Pengembangan jenis RTH
dengan berbagai fungsinya
Apabila luas RTH baik maupun privat
di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan perundang undangan yang berlaku maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya
20% untuk RTH Publik
10% untuk
RTH Privat
Dapat berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya
Diperkenankan bangunan prasarana penunjang perkotaan
Pembangunan dan pengembangan prasarana minimum
Ruang Terbuka Hijau
mengarah kepada standar perencanaan yang telah ditetapkan mengenai sistem penetapan Ruang Terbuka Hijau.
Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk
menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Kawasan
Hutan Kota
Kawasan hutan kota dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga
lingkungan kota dan juga berfungsi sebagai aktifitas sosial masyarakat yang tidak mengurangi fungsi utama sebagai fungsi lindung.
Dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas sosial masyarakat sec.ara terbatas
meliputi aktifitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca atau aktifitas yang aktif seperti joging senam, olahraga ringan lainnya, wisata alam, rekreasi,
penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi misalnya buah-buahan, daun dan sayuran serta wahana pendidikan dan penelitian.
Melarang segala kegiatan budidaya yang
dapat mengakibatkan perusakan kawasan hutan kota
KDB yang diijinkan≤10%, KLB 10≤%
dan KDH ≥90%.
Jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam
rapat tidak beraturan
Luas area yang ditanami tanaman ruang hijau seluas 90 % - 100 % dari luas lahan kota.
Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m
mengikuti bentuk sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Diperbolehkan adanya kursi taman, sirkulasi pejalan kaki/jogging track, papan
informasi dan pengumuman
serta kelengapan lainnya.
Tidak diijinkan dikembangkannya sebagai
kawasan
perumahan maupun fasilitas lainnya yang mampu mengurangi fungsinya sebagai kawasan pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan plasma nutfa serta keanekaragaman hayati.
Pembangunan sarana dan prasarana pada
kawasan ini dibatasi.
Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Jalan setapak dan gazebo
Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi
lindung, secara
bertahap dikembalikan pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang layak.
Tanah rusak atau tanah gundul yang ada di hutan segera dilakukan reboisasi, dan yang berada di luar hutan lindung dilakukan penghijauan.
Hak atas tanah yang sudah ada di hutan lindung tetap dihormati dan masih boleh dikuasai
sepanjang kegiatan dan penggunaan
tanahnya memenuhi fungsi lindung dan melakukan tindakan konservasi secara intensif.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang
melakukan
pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan atau melakukan perbuatan lain yang dapat menimbulkan kerusakan tanah dan tegakan.
A4. Kawasan Cagar Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Kawasan
Pantai
Berhutan
Bakau
Kawasan pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat
alami hutan bakau bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan
Ecotourisme dan penelitian yang tidak mengganggu habitat.
Kegiatan perikanan dan budidaya laut yang tidak merusak lingkungan.
Kawasan hutan lindung yang ada juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan hutan untuk kepentingan riset ilmiah, baik bagi kalangan akademisi, praktisi di bidang
kehutanan, mahasiswa dan pelajar.
Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata alam;
Siapapun dilarang melakukan
penebangan pohon dalam radius/ jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai, dan anak sungai yang terletak di dalam kawasan
hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya.
KDB yang diijinkan≤10%, KLB 10≤%
dan KDH ≥90%.
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan pantai
berhutan bakau yang belum terbangun (IMB tidak diberikan)
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Kegiatan yang sudah ada di dalam kawasan cagar alam yang tidak
sesuai dan mengganggu fungsi kawasan secara bertahap akan dipindahkan dengan diberi penggantian yang layak oleh pemerintah.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Ketentuan pelarangan pemanfaatan
kayu bakau; dan
Ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem bakau.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan
penyuluhan akan
bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
Kawasan
Cagar Budaya
dan Ilmu
Pengtahuan
Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman budaya khas budaya daerah serta memiliki nilai historis dan nilai ilmu pengetahuan
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan mempunyai fungsi utama sebagai kawasan yang dilindungi dan
dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan ilmu pengetahuan.
Kegiatan lain selain perlindungan kawasan cagar budaya yang diperkenankan tetap berlangsung di dalam kawasan ini adalah kegiatan ecowisata yang tidak membutuhkan lahan, penelitian dan kegiatan yang bermanfaat bagi
peningkatan ilmu pengetahuan yang tidak merusak lingkungan atau pos pengawas yang pengelolaannya diupayakan sedemikian rupa sehingga nilai-nilai historis kawasan
yang dilindungi tidak terganggu.
Dilarang menyelenggarakan kegiatan pembangunan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan
sekitar dan penurunan nilai-nilai historis serta perlindungan cagar alam.
KDB yang diijinkan 5%, KLB 5%, KDH 95%.
Pembangunan jalan patroli dalam kawasan dengan memperhatikan aspek ekologis dan aspek historis
Pusat informasi, dimaksudkan sebagai sarana
pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
Papan reklame atau pengumuman
Sarana telekomunikasi atau
energi yang tidak merusak fungsi utama kawasan.
Kegiatan yang sudah ada di dalam kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang mengganggu fungsi kawasan secara bertahap akan dipindahkan dengan diberi penggantian
yang layak oleh pemerintah.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang
kegiatan budidaya di
kawasan lindung. Pusat informasi,
dimaksudkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
Jalan setapak dan gazebo.
Penguasaan dan pemilikan tanah yang cenderung
bertentangan dengan
kegiatan konservasi, secara bertahap dibebaskan hak ataas tanahnya dengan penggantian yang layak oleh pemerintah untuk dikembalikan fungsinya menjadi kawasan lindung, apabila pemilik/penguasa tanah tidak mampu mewujudkan kawasan lindung di atas tanahnya sendiri.
A5. Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan Rawan
Bencana
Longsor
Kawasan rawan tanah longsor adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami longsor.
Diperbolehkan dan diizinkan adanya pembangunan yang mengarah pada penanggulangan bencana longsor, misalnya pembangunan dinding penahan longsor atau tanggul
Diperbolehkan dan diizinkan adanya penanaman, penghijauan serta rebosiasi di sekitar kawasan rawan bencana.
Tertutup bagi kegiatan permukiman, persawahan, tanaman semusim dan kegiatan budidaya
lainnya yang berbahaya bagi keselamatan manusia dan lingkungan.
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan
terencana permukiman dipindahkan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kawasan
Rawan
Gelombang
Pasang
Kawasan rawan gelombang pasang adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami gelombang pasang.
Diperbolehkan adanya pembangunan disekitar kawasan rawan gelombang
pasang asalkan sesuai
dengan aturan sempadan pantai yang telah ditetapkan serta bentuk bangunan harus bercorak budaya, misalnya pembangunan rumah panggung.
Diperbolehkan dan diizinkan pembangunan penahan gelombang berupa tanggul, turap dan bronjong.
Diperbolehkan dan diizinkan adanya penanaman atau penghijauan di sekitar wilayah pesisir.
Zona bahaya dan zona waspada
ditetapkan
sebagai daerah tertutup bagi permukiman penduduk. Bila terdapat permukiman, maka penduduk di kawasan ini mendapat prioritas pertama untuk dipindahkan.
Melarang segala kegiatan budidaya di kawasan rawan gelombang pasang dan yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat.
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH
50-70%
Sempadan pantai disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Pembangunan tanggul, bronjong dan turap penahan
gelombang pasang.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan
penyuluhan akan
bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
Kawasan Rawan Banjir
Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
banjir.
Pembangunan saluran drainase dan kegiatan yang pencegah bencana banjir.
Dilarang melaksanakan kegiatan
permukiman
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH
50-70% Sempadan
pantai disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang
kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya
yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana
permukiman dipindahkan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Dilarang melakukan kegiatan yang
berdampak
buruk dan mempengaruhi kelancaran tata drainase dan penanggulangan banjir lainnya.
Sempadan sungai disesuaikan
dengan syarat
yang berlaku.
Rawan
Bencana
Gempa dan
Rawan Tsunami
Tsunami merupakan bencana susulan setelah terjadinya gempa, dimana kejadiannya sebagai akibat pematahan dan dislokasi dasar laut yang menimbulkan pergerakan massa air yang sangat besar dan dengan kecepatan gelombang diatas 600 km/jam.
Pada zona waspada dan zona siaga di kawasan rawan bencana alam, masih diperkenankan adanya budidaya yang bersifat sementara, pertanian tanaman semusim dan tahunan.
Pada zona siaga masih diperkenankan adanya permukiman, namun perlu selalu waspada dan siap
mengadakan pengungsian apabila sewaktu-waktu terjadi stunami dan gempa yang menunjukkan aktifitas yang membahayakan masyarakat sekitar.
Melarang segala kegiatan budidaya di kawasan rawan gempa dan tsunami yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat.
Zona bahaya dan zona
waspada ditetapkan sebagai daerah tertutup bagi permukiman penduduk. Bila terdapat
permukiman, maka penduduk di kawasan ini mendapat prioritas pertama untuk dipindahkan.
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%.
Sempadan pantai disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Pembangunan tanggul, bronjong dan turap penahan gelombang pasang.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kawasan
Rawan
Kebakaran
Bencana Kebakaran yang terjadi di Kabupaten Majene merupakan bencana yang
bukan disebabkan dari kondisi
alam melainkan disebabkan dari ulah manusia dan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi terjadi kebakaran.
Pada zona siaga diperkenankan adanya posko pemadam kebakaran
yang lengkap dengan
sarananya. Diperbolehkan dan diijinkan
adanya pembangunan perumahan ataupun fasilitas lain sesuai dengan sempadan bangunan yang telah ditetapkan namun perlu selalu waspada dan siap mengadakan pengungsian apabila sewaktu-waktu terjadi kebakaran yang dapat membahayakan masyarakat sekitar.
Dilarang membangunan dengan
penutupan
lahan penuh serta tisak adanya suatu sempadan bangunan.
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH
50-70%
Sempadan bangunan stenga dari luas lahan bangunan.
Adanya hidrant umum ditengah-tengah pemukiman
yang padat.
Pembangunan jalan penghubung ke pusat permukiman guna jalur kendaran pemadam kebakaran.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk
Untuk daerah yang sudah terbangun dan padat, hendaknya
diadakan penyuluhan
akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan sebagaian guna pembangunan sarana penunjang penanggulangan kebakaran.
Kawasan
Rawan Abrasi
Pantai
Kawasan rawan akan terjadinya abrasi pantai adalah kawasan yang sangat berpotensi tinggi terjadi
bencana alam berupa Abrasi Pantai
Diperbolehkan adanya pembangunan disekitar kawasan rawan abrasi pantai asalkan sesuai
dengan aturan sempadan pantai yang telah ditetapkan serta bentuk bangunan harus bercorak budaya, misalnya pembangunan rumah panggung.
Diperbolehkan dan diizinkan
pembangunan penahan gelombang berupa tanggul, turap dan bronjong.
Diperbolehkan dan diizinkan adanya penanaman atau penghijauan di sekitar wilayah pesisir.
Zona bahaya dan zona waspada ditetapkan
sebagai daerah tertutup bagi permukiman penduduk. Bila terdapat permukiman, maka penduduk
di kawasan ini mendapat prioritas pertama untuk dipindahkan.
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%
Sempadan pantai disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Pembangunan tanggul, bronjong dan turap penahan gelombang pasang.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan
bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Melarang segala kegiatan budidaya di
kawasan rawan
abrasi pantai dan yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat.
A6. Kawasan Lindung Geologi
Kawasan
Cagar Alam
Geologi
Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman geologi dancagar alam dan tipe ekosistemnya.
Memiliki formasi geologi tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya.
Dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur namun tetap perlu memperhatikan karakteristik, jenis dan ancaman bencana alam letusan gunung berapi.
Kegiatan lain selain
perlindungan Cagar Alam Geologi yang diperkenankan tetap berlangsung di dalam kawasan ini adalah kegiatan ecowisata yang tidak membbutuhkan lahan, penelitian dan kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan ilmu pengetahuan yang tidak
merusak lingkungan atau pos pengawas yang pengelolaannya diupayakan sedemikian rupa guna melindungi formasi geologi dan cagar alam yang ada.
Dilarang menyelenggarakan kegiatan pembangunan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan
perlindungan cagar alam geologi.
KDB yang diijinkan 5%, KLB 5%, KDH 95%
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana
permukiman dipindahkan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kawasan
Rawan
Bencana Alam
Geologi
Kawasan rawan bencana alam geologi adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam
geologi.
Pada zona waspada dan zona siaga di kawasan rawan bencana alam geologi,
masih diperkenankan
adanya budidaya yang bersifat sementara, pertanian tanaman semusim dan tahunan.
Pada zona siaga masih diperkenankan adanya permukiman, namun perlu selalu waspada dan siap mengadakan pengungsian apabila sewaktu-waktu terjadi bencana alam geologi.
Tidak boleh dikembangkan permukiman di
kawasan yang
berresiko terkena bencana alam geologi.
Dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur namun tetap perlu memperhatikan karakteristik, jenis dan ancaman bencana serta memperhatikan ketentuan dan persyaratan konstruksi bangunan tahan gempa.
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH
50-70%.
Penentuan lokasi jalur evakuasi penduduk.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan
penyuluhan akan
bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
Kawasan yang
Membrkan Prlndungan
Terhadap Air
Tanah dan
Kawasan
Sekitar Mata
Daratan di sekelilingnya yang
mempunyai fungsi utama sebagai kawasan lindung yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan atau melindungi keberadaan air tanah.
Kegiatan yang diutamakan
adalah kegiatan penghutanan atau tanaman tahunan yang produksinya tidak dengan menebang pohon.
Dilarang
melakukan penggalian atau perubahan bentuk medan atau pembangunan bangunan fisik
Penetapan
kawasan perlindungan setempat radius 150 m dari kawasan yang ditetapkan
Prasarana dan
sarana yang mendukung pada aspek fungsi lindung kawasan
Kegiatan yang sudah
ada dan dapat mengganggu fungsi kawasan dipindahkan dengan penggantian yang layak.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Air Daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi
mata air
Persawahan dan perikanan masih diperkenankan.
Kegiatan yang masih
diperkenankan adalah
pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengganggu mata air, pemasangan papan reklame/pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air.
yang mengakibatkan penutupan
jalannya mata
air serta mengganggu keberadaan dan kelestarian mata air.
sebagai kawasan perlindungan
terhadap air
tanah. Kawasan
dengan radius 15 m daerah perlindungan terhadap air tanah harus bebas dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air.
Kegiatan yang masih diperkenankan adalah pertanian
dengan jenis
tanaman yang tidak mengganggu kawasan, pemasangan papan reklame / pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air
Kawasan sekitar perlindungan yang sumber airnya dikelola
oleh BUMD - PDAM
dapat diberikan hak pakai.
Areal tanah pada kawasan sempadan dikuasai langsung oleh negara dan jika dikuasai masyarakat, maka diadakan penggantian yang layak.
Tindakan konservasi yang diutamakan adalah yang bersifat vegetatif.
Kegiatan yang sifatnya tidak sesuai dengan ketentuan, baik secara swadaya maupun penggantian yang layak oleh pemerintah menjadi tanah yang langsung dimiliki oleh negara, dan pemerintah memrogramkan secara
bertahap penggunaan tanah yang mampu
memelihara kelancaran jalannya air tanah.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Dilakukan penyesuaian kegiatan yang mendukung
pengkonservasian air
tanah.
A7. Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan
Terumbu
Karang dan Rumput Laut
serta Kawasan
Koridor Bagi
Jenis Satwa
Atau Biota
Laut Yang Dilindungi
Kawasan terumbu karang dan rumput laut adalah kawasan pelestarian alam di bawah laut yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dan rekreasi alam serta dimanfaatkan sebagai penghasilan masyarakat yang tidak mengurangi fungsi utama sebagai fungsi lindung.
Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dlindungi adalah merupakan
kawasan yang memiliki satwa dan biota laut yang khas.
Mengizinkan untuk kegiatan wisata yang tidak merusak kawasan terumbu karang dan rumput laut;
Mengizinkan untuk kegiatan ilmu pengetahuan yang tidak merusak kawasan terumbu karang.
Mengizinkan dan diperbolehkan budidaya guna menambah nilai fungsi lindung kawasan.
Melarang segala kegiatan budidaya yang dapat mengakibatkan perusakan kawasan terumbu karang dan rumput laut.
Pelarangan pemakai pukat harimau, bom
maupun racun karena dapat merusak keberadaan terumbu karang dan dalam pengambilan hasil laut baik berupa terumba karang, rumput
laut dan satwa atau biota laut yang telah dilindungi.
Intensitas bangunan hanya diarahkan pada sempadan pantai yang harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Prasarana dan sarana yang mendukung pada aspek fungsi lindung kawasan.
Kegiatan yang sudah ada dan dapat mengganggu fungsi kawasan dipindahkan dengan penggantian yang layak.
Tindakan konservasi yang diutamakan adalah yang bersifat vegetatif.
Areal tanah pada kawasan sempadan dikuasai langsung oleh
negara dan jika dikuasai masyarakat, maka diadakan penggantian yang layak.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
B. KAWASAN BUDIDAYA
B1. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Hutan Produksi
Kawasan yang memiliki faktor
kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor meliputi : hutan produksi terbatas 124 sampai dengan 174, hutan produksi tetap dan hutan produksi konversi paling besar 124,
Rencana pola ruang kawasan budidaya kehutanan yang ada di Kabupaten Majene adalah kawasan hutan produksi terbatas yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan secara terbatas.
Pemanfaatan hasil hutan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan
Pembangunan infrastruktur yang diijinkan adalah yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan dan fungsi sosial.
Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
Pemanfaatan kawasan dilaksanakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh
manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal
Dilarang
menyelenggarakan pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
Pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya
KDB yang
diijinkan 5%, KLB 5%, KDH 95%
Pembangunan
infrastruktur yang diijinkan adalah yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan.
Apabila kriteria
kawasan berubah fungsinya menjadi hutan lindung, pemanfaatannya disesuaikan dengan lebih mengutamakan upaya konservasi (mis: kawasan hutan produksi dengan tebang pilih).
Diadakan penertiban penguasaan dan pemilikan tanah serta pembinaan dan pemanfaatannya yang seimbang antara kepentingan KPH dengan masyarakat setempat bagi kawasan yang fisiknya berupa hutan rakyat, tegalan atau
penggunaan non hutan lainnya dan sudah menjadi lahan garapan masyarakat.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Pemungutan hasil hutan meliputi
pemanenan,
penyaradan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu
Pemanfaatan hasil hutan dilakukan dalam bentuk usaha pemanfaatan hutan alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman. Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahanka
n hutan alam.
B2. Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Kawasan
Peruntukan
Hutan Rakyat
Kawasan hutan rakyat bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian sumber
Pembinaan kepada unit manajemen pengelolaan hutan rakyat berbasis masyarakat agar mampu
Dilarang menyelenggarakan pemanfaatan lahan untuk
KDB yang diijinkan 5%, KLB 5%, KDH 95%
Pembangunan infrastruktur yang diijinkan adalah yang dibutuhkan
Hutan produksi di luar kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat (hutan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
daya hutan, tanah, dan air, serta untuk mendukung kecukupan luas kawasan
berhutan, baik dalam skala
DAS, Kabupaten, maupun Provinsi
memenuhi tuntutan global atas pengelolaan hutan lestari;
Rehabilitasi dan konservasi
kawasan hutan rakyat; serta Pengembangan luasan
hutan rakyat pada lahan marginal atau lahan kritis yang secara teknis lebih sesuai bila dijadikan hutan rakyat
fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap
keseimbangan
ekologis. Melarang segala
kegiatan budidaya yang dapat mengakibatkan perusakan kawasan hutan rakyat
Tidak diijinkan dikembangkannya sebagai kawasan perumahan maupun fasilitas lainnya yang mampu mengurangi fungsinya sebagai kawasan pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan plasma nutfa
serta keanekaragama
n hayati.
untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil
hutan.
rakyat) dapat diberikan Hak Pakai atau Hak Milik sesuai
dengan syarat subyek
sebagai pemegang hak.
Apabila kriteria kawasan berubah fungsinya menjadi hutan lindung, pemanfaatannya disesuaikan dengan lebih mengutamakan upaya konservasi (mis: kawasan hutan produksi dengan tebang pilih).
Diadakan penertiban penguasaan dan pemilikan tanah serta pembinaan dan pemanfaatannya yang seimbang antara kepentingan KPH dengan masyarakat setempat bagi kawasan yang fisiknya berupa hutan rakyat, tegalan atau
penggunaan non hutan lainnya dan
sudah menjadi lahan garapan masyarakat.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
B3. Kawasan Peruntukan Pertanian
Kawasan Pertanian
Tanaman
Pangan (Lahan
Basah)
Mengatur alokasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan
pertanian lahan basah di Kec. Sendana dengan luas 280 Ha, Kec Tubo Sendana seluas 60 Ha, Kec Ulumanda 94 Ha, dan Kec Malunda seluas 503 Ha
Budidaya tanaman padi ladang terdapat di Kec Sendana seluas 150 Ha, Kec Tammerodo Sendana seluas 150 Ha, Kec Tubo Sendana seluas 50 Ha, Kec Ulumanda seluas 200 Ha, dan Kec Malunda seluas 150 Ha
budidaya tanaman palawija terdapat di Kec Banggae Timur seluas 200 Ha, Kec Bangae seluas 300 Ha, Kec Pamboang seluas 300 Ha, Kec Sendana seluas 500 Ha, Kec Tammerodo Sendana seluas 100 Ha, Kec Tubo Sendana seluas 250 Ha, Kec Ulumanda seluas 700 Ha dan Kec Malunda seluas 500 Ha
Kawasan pertanian
hortikultura terdapat di Kec
Banggae, Kec Banggae Timur, Kec Pamboang, Kec Sendana, Kec Tammero’do , Kec Tubo Sendana, Kec Ulumanda, dan Kec Malunda dengan komoditi andalan yaitu komoditi nasional berupa Nenas di Kec
Perluasan areal persawahan Meningkatkan produktifitas
lahan basah tidur baik melalui pompanisasi maupun melalui cekdam baru
Pengembangan prasarana pengairan untuk mendukung pengembangan tanaman padi sawah
Penyusunan rencana pengembangan dan pemantapan kawasan-kawasan potensial tanaman lahan basah untuk dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Dilarang melaksanakan
pembangunan fisik dengan fungsi yang tidak mendukung kegiatan pertanian, kecuali kawasan tersebut berada di kawasan perkotaan dimana kawasan lainnya tidak dapat menampung kegiatan pembangunan yang dibutuhkan kawasan perkotaan.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian bukan
lahan basah.
Alih fungsi sawah irigasi
teknis di kawasan perkotaan diijinkan maksimum 50% 1. Untuk
permukiman : KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210 dan KDH 30-40%
2. Untuk perdagangan dan jasa : KDB yang diijinkan 70-80%, KLB 70-240 dan KDH 20-30%
3. Untuk
fasilitas
umum : KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Pemanfaatan untuk pembangunan
infrastruktur penunjang kegiatan pertanian (irigasi)
Pembangunan gedung, perumahan dan pabrik atau bangunan fisik di kawasan pertanian lahan basah di luar kawasan perkotaan tidak diperkenankan kecuali bangunan fisik pendukung prasarana irigasi.
Perubahan penggunaan lahan
dari pertanian ke non pertanian wajib memperhatikan rencana produksi pangan secara nasional maupun regional serta ada Izin lokasi dan izin perubahan Penggunaan Tanah.
Pelaksanaan konservasi tanah atas dasar status irigasi, produktivitas, sifat penggunaan tanah (perkotaan dan perdesaan) dan letak, serta luas tanah dilakukan secara bertahap.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Pamboang dan Komodita local pisang pere di Kec Pamboang
Alih fungsi sawah irigasi teknis di
kawasan
perdesaan diijinkan maksimum 20% terutama di ruas jalan utama dengan syarat – syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah 1. Untuk
permukiman : KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
2. Untuk perdagangan dan jasa :
KDB yang diijinkan
60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
3. Untuk fasilitas umum :
KDB yang
diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
Kawasan
Pertanian
Lahan Kering
Hortikltura
Pengendalian kegiatan non-pertanian agar tidak mengganggu lahan pertanian yang diklasifikasikan sebagai lahan subur kelas satu.
Perlu pemetaan ‘lahan pertanian pangan berkelanjutan’ untuk lahan subur kelas satu, untuk lahan kering
Usaha penanggulangan
banjir yang berpotensi melanda kawasan pertanian.
Menerapkan sistem usaha tani konservasi terutama pada lahan-lahan dengan potensi erosi tinggi untuk menghindari degradasi
lahan.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, serta pipa minyak/gas dengan syarat tidak
menurunkan kualitas lingkungan.
Dilarang menyelenggarakan pemanfaatan lahan untuk
fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, pipa minyak dan gas yang tidak menurunkan daya dukung kawasan perkebunan.
Mempertahankan tanaman keras yang ada. Budidaya lain yang diperkenankan pada kawasan budidaya > 8 % perlu mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 175/KPT/RC-200/54/1987 tentang Pedoman Pola Pembangunan
Pertanian di daerah Aliran Sungai.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Dapat diubah menjadi lahan basah dengan
memperhatikan
potensi fisik kawasan dan rencana pengembangan jaringan irigasi.
Pengusahaan tanaman keras yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman dan dapat diberikan hak guna usaha.
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan
Pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten yaitu Kawasan Agropolitan
Pengembangan agroindustri dengan mesin berat dan
limbah berbahaya
Industri dengan limbah yang dapat diolah untuk kepentingan
agropolitan
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH
40-50%
Pengembangan jalan dengan kriteria : 1. Mempunyai
tingkat pelayanan
keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi
2. Untuk lalu lintas antarkota didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 80 (delapan puluh) kilometer per jam.
3. Mampu menahan muatan sumbu terberat (MST) paling rendah 8
Prasarana pengolahan hasil pertanian (bangunan industri) yang ramah
lingkungan. Pengelolaan limbah
yang tidak mencemari lingkungan.
Lembaga keuangan Kelembagaan petani
(kelompok tani,
koperasi dan asosiasi) yang berfungsi sebagai Sentra Pembelajaran dan Pengembangan Agribisnis (SPPA)
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
(delapan) ton 4. Penyeberangan
jalan dalam
bentuk jembatan
Pengembangan jaringan irigasi
Pengembangan telekomunikasi dengan penyebaran BTS bersama
Penyediaan listrik yang memadai
Penyediaan air baku untuk air bersih dan air minum
Pengembangan sub – sub terminal pada pusat kawasan agropolitan
Sentra pemasaran hasil agropolitan (pasar)
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai
Klinik Konsultasi
Agribisnis (KKA) Pengkajian teknologi
agribisnis Pusat berbagai
kegiatan final manufacturing industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas
Pusat berbagai kegiatan tertier agro-bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan
Pusat berbagai pelayanan (general agro-industry services)
Penyediaan pupuk dan obat – obatan tanaman pertanian dan perkebunan
Kawasan
Peruntukan Perkebunan
Kawasan yang dirinci
berdasarkan komoditas perkebunan yang ada di wilayah kabupaten
Kawasan perkebunan Kopi , terdapat di Kecamatan Ulumanda
Peningkatan kerjasama dan
jejaring antara masyarakat (kelompok), antara masyarakat dan perusahan perkebunan, untuk menciptakan sinergi usaha dan peningkatan produktivitas.
Pemanfaatan
lahan untuk fungsi-fungsi non perkebunan.
KDB yang
diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, pipa minyak dan
gas yang tidak menurunkan daya dukung kawasan
perkebunan.
Diijinkan untuk
penanaman tanaman perkebunan secara terus menerus sesuai dengan pola tanam tertentu dan kesesuaian daya dukung lahannya.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kawasan perkebunan Kelapa Dalam, terdapat di Kec Banggae, Kec Banggae Timur,
Kec Sendana, Kec Pamboang,
Kec Tammero’do, Kec Tubo Sendana, Kec Malunda
Pengembangan sumberdaya manusia perkebunan, baik petani pekebun maupun
pelaku usaha lainnya untuk
menumbuhkan inovasi dan adaptasi guna berkembangnya sistem usaha agribisnis berbasis perkebunan.
Peningkatan pengelolaan dan pemantapan kawasan-kawasan konservasi sekitar kawasan tanaman tahunan dan perkebunan, untuk menghindari meningkatnya resiko banjir terutama pada wilayah-wilayah hulu daerah aliran sungai.
Peningkatan ketersediaan informasi mengenai tanaman tahunan dan perkebunan, khususnya kakao.
Pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi
yang berdampak
negatif terhadap keseimbangan ekologis.
Diijinkan untuk pengembangan komoditas baru yang
potensial dan memiliki
kesesuaian lahan dengan kategori sesuai.
Kegiatan penelitian diijinkan.
Pemanfaatan untuk pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan perkebunan.
Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang efektivitas sistem agribisnis tanaman tahunan dan perkebunan.
Kawasan Peruntukan
Peternakan
Peternakan Sapi Terdapat Di Kec Sendana, Tammero’do, Tubo Sendana, Kec Ulumanda Dan Kec Malunda
Peternakan Kambing Terdapat Di Kec Pamboang, Kec
Banggae,dan Kec Sendana Peternakan Unggas Terdapat di
Kec Banggae, Kec Banggae Timur, Kec Pamboang
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemeliharaan, pembiakan dan penyediaan pakan.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan
penelitian/pengembangan teknologi peternakan yang tidak merusak lingkungan.
Pembangunan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan peternakan unggas.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri pengolahan pakan dan hasil
ternak secara permanen.
KDB yang diijinkan 50%, KLB 50% dan KDH 50%
Pembangunan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan peternakan
Pemilihan lokasi diutamakan pada tanah yang tidak produktif dan terpisah dari lahan pertanian penduduk sekitarnya.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan-
kegiatan lainnya
yang berdampak negatif terhadap produktifitas peternakan dan terhadap kualitas lingkungan.
Untuk memasok kebutuhan makanan bagi peternakan
hewan besar perlu
pengembangan jenis tanaman makanan ternak (diversifikasi tanaman makanan ternak dan pengolahan limbah tanaman pangan) agar kelangsugnan usaha pengembangan peternakan terjaga.
B4. Kawasan Peruntukan Perikanan
Kawasan Peruntukan perikanan
Tangkap; Kawasan
Peruntukan Budidaya Perikanan; dan
Kawasan Pengolahan Ikan.
Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budi daya, dan
industri pengolahan hasil perikanan.
Kegiatan pemijahan, pemeliharaan dan pendinginan ikan serta
penelitian yang bertujuan untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan dan ecotourisme yang tidak merusak lingkungan.
Kawasan budidaya perikanan pesisir dikembangkan pada laha-lahan dan perairan yang
sesuai dengan kesesuaian lahan dan perairan dengan memperhatikan komoditas unggulan wilayah dan komoditas yang diusahakan oleh masyarakat.
Pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi
non perikanan. Pemanfaatan
lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
Kegiatan yang sudah ada dan
tidak sejalan dengan kegiatan perikanan tetap dipertahankan dengan syarat tidak melakukan
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-
180 dan KDH 40-50%
Sarana dan prasarana pendukung budidaya
ikan dan kegiatan perikanan lainnya.
Sarana dan prasarana pendukung budidaya ikan dan kegiatan perikanan lainnya.
Perlu pemeliharaan air untuk menjaga kelangsungan usaha
pengembangan perikanan. Diusahakan lokasi di luar kawasan yang mudah tergenang air.
Untuk perairan umum perlu diatur jenis dan alat tangkapnya untuk menjaga kelestarian sumber hayati
perikanan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
perluasan dan pengembangan.
B5. Kawasan Peruntukan Pertambangan
Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara;
Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi;
Kawasan
peruntukan pertambangan panas bumi; dan
Air tanah di kawasan pertambangan
Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan
Tidak dilakukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai hutan konservasi;
Pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung tidak dilakukan penambangan secara terbuka;
Kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan dilakukan
sesuai dengan ketentuan
perUndang- Undangan.
Kegiatan yang diijinkan adalah penelitian, penambangan, pengolahan awal dan pengemasan, pengangkutan, pengelolaan dan pemantauan kawasan.
Pemanfaatan lahan yang berpotensi mengganggu kegiatan produktifitas pertanian.
KDB yang diijinkan 20%, KLB 20% dan KDH 80%
Jenis bangunan yang diijinkan adalah bangunan pengolahan dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola, balai penelitian
Kegiatan yang sudah ada yang tidak menunjang kegiatan penambangan dan membahayakan kegiatan tersebut, secara bertahap dipindahkan dengan penggantian yang layak
Jenis bangunan yang diijinkan adalah bangunan pengolahan dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola, balai penelitian.
Kegiatan pertambangan yang tidak bernilai ekonomi tinggi dan mengabaikan kelestarian lingkungan.
Kegiatan penambangan yang sudah selesai diselenggarakan hendaknya melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan seingga lahan bekas tambang dapat berbahaya dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif lainnya.
Perlu dilakukan
peninjauan secara periodik mengenai kelangsungan kegiatan penambangan. Bila tidak memiliki nilai lebih hendaknya
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
kegiatan penambangan dihentikan dan
dikembalikan
fungsinya menjadi kawasan yang sesuai dengan peruntukan budidaya lainnya.
B6. Kawasan Peruntukan Industri
Kawasan peruntukan industry besar;
Kawasan peruntukan industri sedang; dan
Kawasan peruntukan industri rumah
tangga (home industry).
Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri
Pemanfaatan lahan untuk pembangunan bangunan dan infrastruktur yang menunjang kegiatan industri.
Pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
Pemanfaatan permukiman, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum maksimum25% dari luas areal yang ada
KDB yang diijinkan 50%, KLB 50% dan KDH 50%
Jenis bangunan yang diijinkan adalah bangunan produksi/pengolahan dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola
Perbuatan hukum diperkenankan apabila calon subjek mempunyai niat untuk melakukan kegiatan industri melalui pengesahan kawasan industri.
Penguasaan/pemilikan tanah yang telah ada dan tidak sejalan dengan kegiatan industri, dengan syarat tidak diintensifkan atau diperluas pada kawasan industri.
Untuk kegiatan atau bangunan baru yang tidak serasi dengan kegiatan industri seperti permukiman, pertanian, perusahaan dan jasa perkantoran yang tidah ada hubungannya
dengan industri tidak diperkenankan.
Penguasaan/pemilikan tanah yang telah ada & tidak sejalan dengan kegiatan industri tetap dapat dipertahankan dengan syarat tidak diintensifkan atau diekstensifkan ke kawasan industri. Selama kawasan belum digunakan untuk kegiatan
industri, pemiliki tanah masih dapat meneruskan usaha yang telah diselenggarakan.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Penguasaan/pemilikan penggunaan dan pemanfaatan lahan yang
telah ada sepanjang
mendukung kegiatan utama diijinkan pada kawasan industri.
Pemerintah wajib menyediakan prasarana di luar dan
menuju kawasan
industri serta mempromosikan kawasan kepada investor baik dalam maupun luar negeri.
Perusahaan kawasan wajib memiliki persetujuan prinsip, izin lokasi dan HGB Industri. Jika HGB induk belum diterbitkan, perusahaan industri dapat mengajukan permohonan HGB untuk kaplingnya. Permohonan hak tanah dan perpanjangan izin lokasi dan HGB Induk. Jika HGB induk belum diterbitkan, perusahaan industri dapat mengajukan permohonan HGB
untuk kaplingnya. Kegiatan industri
wajib dikenakan AMDAL. Limbah yang keluar harus berada dibawah ambang yang diperkenankan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
sebelum air limbah disalurkan ke drainase umum.
B7. Kawasan Peruntukan Pariwisata
Kawasan peruntukan pariwisata budaya;
Kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
Kawasan peruntukan pariwisata buatan
Memiliki objek dengan daya tarik wisata
Kegiatan yang diijinkan adala kunjungan atau pelancongan, olahraga dan rekreasi, pertunjukan dan hiburan, komersial, menginap/bermalam, pengamatan, pemantauan, pengawasan dan pengelolaan kawasan.
Jenis bangunan yang diijinkan adalah gardu pandang, restoran dan fasilitas penunjang lainnya, fasilitas rekreasi,olahraga, tempat pertunjukan, pasar
dan pertokoan wisata, serta fasilitas parkir, fasilitas pertemuan, hotel, cottage, kantor pengelola dan pusat informasi serta bangunan lainnya yang dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah lingkungan, disesuaikan dengan karakter
dan lokasi wisata yang akan dikembangkan.
Vandalisme dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat mengurangi nilai obyek wisata serta dapat mencemari lingkungan.
Untuk kegiatan ecotourism, pengembangan yang dilakukan tidak bertentangan
dengan fungsi kawasan, sehingga harus disesuaikan dengan fungsi kawasan tersebut, terutama pada kawasan lindung.
Pemanfaatan permukiman, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum maksimum 20% dari luas lahanyang ada dengan KDB yang diijinkan 30%, KLB 30% dan KDH 70%
Jenis bangunan yang diijinkan adalah gardu pandang, restoran dan fasilitas penunjang lainnya, fasilitas rekreasi,olahraga, tempat pertunjukan, pasar dan pertokoan wisata, serta fasilitas parkir, fasilitas pertemuan, hotel, cottage, kantor pengelola dan pusat informasi serta
bangunan lainnya yang dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah lingkungan, disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang akan dikembangkan
Untuk mempertahankan kawasan wisata diperlukan pengawasan dan pengendalian daya tampung kegiatan pariwisata agar tetap terjamin kenyamanan dan keamanan lingkungannya; menguasai dan mengendalikan kegiatan pariwisata agar tidak
mengganggu kelancaran lalu lintas regional;
B8. Kawasan Peruntukan Permukiman
Kawasan
Peruntukan
Permukiman
Kawasan perkotaan yang diperuntukkan untuk tempat
tinggal atau lingkungan
Pengembangan permukiman perkotaan yang layak huni
dan sesuai dengan
Pengembangan permukiman
yang tidak
Pemanfaatan perdagangan
dan jasa serta
Semua jenis bangunan dapat
dikembangkan
Perlu adanya pengawasan dari
pemerintah serta kerja
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Perkotaan hunian yang ada di kawasan bukan rawan bencana
kemampuan lahan. Penyediaan infrastruktur
yang memadai pada
permukiman padat,
penyediaan perumahan baru, dan penyediaan Kasiba-Lisiba Berdiri Sendiri.
Diijinkan untuk pengembangan kawasan permukiman baru dan harus disertai dengan penyediaan infrastruktur yang memadai, seperti penyediaan jaringan drainase dan pematusan, pelayanan jaringan listrik, telepon, air bersih dan sistem sanitasi yang baik. Kawasan permukiman baru harus menghindari pola enclave.
dilengkapi dengan pembangunan
infrastruktur
penunjang permukiman serta yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan merusak lingkungan.
Dilarang merusak atau mengalihfungsikan kawasan yang terdapat bangunan lama/ kuno yang merusak bentuk dan kondisi bangunannya.
fasilitas umum maksimum
20% dari luas
lahan yang ada
Untukpermukiman perkotaan KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
Kawasan perdagangan dan jasa di lingkungan permukiman perkotaan KDB yang diijinkan 70-80%, KLB 70-240% dan KDH 20-30%
Kawasan fasilitas umum di lingkungan
permukiman perkotaan
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
kecuali untuk industri-industri berpolutan yang
mengancam kualitas
kehidupan masyarakat akibat limbah yang dihasilkan baik cair, padat maupun asap.
Peningkatan kualitas lingkungan permukiman perkotaan melalui perbaikan jalan lingkungan dan jalan setapak, saluran pembuangan air hujan, pengadaan sarana lingkungan, pembangunan sarana MCK (mandi, cuci, kakus) dan pelayanan air bersih;
sama antara pihak pemerintah-developer untuk pengembangan
permukiman yang
layak huni. Perlu adanya
pengawasan ketat dari pemerintah mengenai pemanfaatan kawasan khusus seperti kawasan pelestarian bangunan kuno/bersejarah.
Diijinkan alihfungsi bangunan lama/kuno asalkan tidak merusak bentuk dan kondisi bangunannya.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Kawasan
Peruntukan
Permukiman
Perdesaan
Kawasan perdesaan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang ada di kawasan
bukan rawan bencana
Pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai
penghasil produk unggulan
pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi dan dilengkapi dengan lumbung desa modern, juga pasar komoditas unggulan.
Perkembangan kawasan permukiman baru yang memperhatikan kesiapan lahan, kesesuaian peruntukan dan daya dukung lahan, jaminan ketersediaan air, terbentuknya kelompok pendukung pembangunan perumahan dan permukiman yang tidak hanya mendukung usaha peningkatan kualitas lingkungan hidup, namun juga usaha peningkatan kesehatan masyarakat, serta sasaran strategis yang telah disepakati.
Perkembangan kawasan permukiman
yang
menggunakan lahan peruntukan lindung atau peruntukan pertanian.
Perkembangan permukiman perdesaan yang tidak sesuai denganperuntukan lahan dan tidak memiliki jaminan ketersediaan prasarana penunjang bagi masyarakat.
Kawasan Permukiman Perdesaan
KDB yang
diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
Kawasan perdagangan dan jasa di lingkungan permukiman perdesaan KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
Kawasan fasilitas umum di lingkungan permukiman perdesaan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan
KDH 40-50%
Semua jenis bangunan dapat dikembangkan
kecuali untuk
industri-industri berpolutan yang mengancam kualitas kehidupan masyarakat akibat limbah yang dihasilkan baik cair, padat maupun asap
Pengawasan ketat terhadap pengembangan
permukiman di
kawasan pesisir Diarahkan
perkembangan permukiman yang membentuk cluster dengan pembatasan pengembangan permukiman pada kawasan lindung.
Diijinkan pengembangan kawasan unggulan perdesaan sebagai kawasan terpilih pusat pengembangan.
Kawasan
Peruntukan Permukiman
Nelayan
Kawasan nelayan yang diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang ada di kawasan bukan rawan bencana
Pengembangan kawasan permukiman nelayan yang memiliki potensi sebagai penghasil produk perikanan.
Perkembangan kawasan permukiman baru yang
Perkembangan kawasan permukiman yang menggunakan lahan
Kawasan Permukiman nelayan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan
Semua jenis bangunan dapat dikembangkan kecuali untuk industri-industri berpolutan yang
Pengawasan ketat terhadap pengembangan permukiman di kawasan pesisir
Diarahkan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
memperhatikan kesiapan lahan, kesesuaian peruntukan dan daya
dukung lahan, jaminan
ketersediaan air, terbentuknya kelompok pendukung pembangunan permukiman yang tidak hanya mendukung usaha peningkatan kualitas lingkungan hidup, namun juga usaha peningkatan kesehatan masyarakat, serta sasaran strategis yang telah disepakati.
peruntukan lindung atau peruntukan
pertanian.
Perkembangan permukiman nelayan yang tidak sesuai denganperuntukan lahan dan tidak memiliki jaminan ketersediaan prasarana penunjang bagi masyarakat.
KDH 40-50% Kawasan
perdagangan
dan jasa di
lingkungan permukiman nelayan KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
Kawasan fasilitas umum di lingkungan permukiman nelayan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
mengancam kualitas kehidupan masyarakat akibat
limbah yang
dihasilkan baik cair, padat maupun asap
perkembangan permukiman yang membentuk cluster
dengan pembatasan
pengembangan permukiman pada kawasan lindung.
Diijinkan pengembangan kawasan unggulan perdesaan sebagai kawasan terpilih pusat pengembangan.
Kawasan
Peruntukan
Transmigrasi
Kawasan transmigrasi yang
diperuntukkan untuk tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang ada di kawasan bukan rawan bencana
Pengembangan kawasan
transmigrasi yang memiliki potensi sebagai penghasil produk unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi dan dilengkapi dengan lumbung desa modern, juga pasar
komoditas unggulan. Perkembangan kawasan
permukiman baru yang memperhatikan kesiapan lahan, kesesuaian peruntukan dan daya dukung lahan, jaminan
Perkembangan
kawasan permukiman yang menggunakan lahan peruntukan lindung atau
peruntukan pertanian.
Perkembangan permukiman transmigrasi yang tidak sesuai
Kawasan
Permukiman Perdesaan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
Kawasan perdagangan dan jasa di lingkungan permukiman perdesaan KDB yang
Semua jenis
bangunan dapat dikembangkan kecuali untuk industri-industri berpolutan yang mengancam kualitas kehidupan
masyarakat akibat limbah yang dihasilkan baik cair, padat maupun asap
Pengawasan ketat
terhadap pengembangan permukiman di kawasan pesisir
Diarahkan perkembangan permukiman yang
membentuk cluster dengan pembatasan pengembangan permukiman pada kawasan lindung.
Diijinkan pengembangan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
ketersediaan air, terbentuknya kelompok pendukung pembangunan
perumahan dan
permukiman yang tidak hanya mendukung usaha peningkatan kualitas lingkungan hidup, namun juga usaha peningkatan kesehatan masyarakat, serta sasaran strategis yang telah disepakati.
denganperuntukan lahan dan tidak memiliki
jaminan
ketersediaan prasarana penunjang bagi masyarakat.
diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan
KDH 30-40%
Kawasan fasilitas umum di lingkungan permukiman perdesaan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
kawasan unggulan perdesaan sebagai kawasan terpilih pusat
pengembangan.
B9. Kawasan Peruntukan Lainnya
Kawasan
Peruntukan
Pertahanan
dan Keamanan
Kawsan peruntukan pertahanan dan keamanan merupakan kawasan yang
dimiliki oleh TNI guna peningkatan fungsi kawasan sebagai kawasan pertahan dn kemanan negara
Mengembangkan kawasan lindung dan atau kawasan budidaya tidak terbangun di
sekitar aset aset pertahanan dan keamanan TNI
Mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan disekitar aset aset pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan kemanan TNI
Turut serta memelihara dan menjaga aset aset
pertahanan dan keamanan TNI.
Membangun kawasan perumahan di sekitar kawasan TNI serta sarana dan prasarana lainnya
Dilarang membangun disekitar
kawasan latihan TNI atau dengan seizin dari pihak yang bersangkutan.
Dilarang membangun di sekitar kawasan lindung
Diperbolehkan
melakukan kegiatan kemiliteran disekitar kawasan lindung dengan
Disesuaikan dengan kebutuhan
atau kegiatan kemiliteran guna pertahanan dan kemanan.
Semua jenis bangunan yang mendukung kegiatan
pertahan dan kemanan serta semua jenis prasarana minimum
Diijinkan alih fungsi bangunan lama/kuno asalkan tidak merusak
bentuk dan kondisi bangunannya.
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
tidak merusak kawasan atau mengubah
fungsi utama
kawasan
Kawasan
Peruntukan
Sarana Pendidikan
Kawasan peruntukan sarana pendidikan merupakan kawasan yang potensial untuk membangun sumberdaya manusia yang berkualitas dengan kemampuan yang tinggi dengan ketersediaan sarana pendidikan.
Untuk wilayah-wilayah perdesaan, pengembangan sarana pendidikan diutamakan untuk meningkatkan wajib belajar 9 tahun, sehingga penyediaan fasilitas pendidikan dikonsentrasikan bagi fasilitas Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP);
Fasilitas pendidikan SLTP, dapat disediakan di pusat desa, yang dapat menampung lulusan SD dari pusat permukiman di dusun
terpencil, dan untuk fasilitas pendidikan yang lebih tinggi, dapat disediakan di pusat kecamatan yaitu di ibukota kecamatan;
Kawasan Pendidikan Kabupaten Majene
diarahkan pada kawasan Kota Majene dan kawasan perkotaan dengan pusat Ibu Kota Kecamatan;
Pengadaan sekolah-sekolah unggulan sangat diperlukan untuk menampung siswa-
Dilarang membangun di sekitar kawasan perdagangan
Disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sekitar wilayah kawasan pendidikan serta kebutuhan.
Besaran ruang yang dibutuhkan untuk pengembangan fasilitas pendidikan
dapat diketahui melalui standar perencanaan bagi luas lahan
fasilitas, yakni satu unit SD menggunakan lahan seluas 3600 m², dan satu unit
Disesuaikan dengan kebutuhan setiap jenis sarana pendidikan
Fasilitas pendidikan SD disediakan pada setiap desa dan pusat permukiman yang terpencil dengan pertimbangan keamanan dan jarak yang mudah dijangkau;
Minimal setiap ibukota kecamatan perlu memiliki 1 (satu) unit fasilitas pendidikan setingkat SLTA, disamping harus mempertimbangkan jumlah anak usia
sekolah SLTA yang berbeda antara satu kecamatan dengan yang lainnya, sehingga bagi kota kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk usia
SLTA cukup besar dapat disediakan lebih dari satu SLTA atau disesuaikan dengan jumlah usia SLTA yang ada.
Perlu adnaya
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
siswa berprestasi; SLTP dan SLTA masing-masing
menggunakan
lahan seluas 4.800 m² dan Perguruan Tinggi menggunakan lahan seluas 5.400 m².
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
pengendalian terutama IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah
Kawasan Peruntukan
Sarana
Kesehatan
Kawasan peruntukan sarana kesehatan merupakan kawasan yang potensial yang dipengaruhi oleh tersedianya berbagai sarana dan prasarana kesehatan yang ada pada suatu kawasan perkotaan
Penambahan sarana kesehatan berdasarkan standar kecukupan di masing-masing kecamatan dan desa;
Pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan hingga
ke desa-desa terpencil Peningkatan pelayanan baik
secara kualitas, kuantitas, peralatan dan tenaga medis di semua kecamatan.
Dilarang membangun di sekitar kawasan perdagangan
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukkan yang akan
dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
Pertimbangan dalam menentukan
Disesuaikan dengan kebutuhan setiap jenis sarana kesehatan
Perlu adnaya pengendalian terutama IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
kebutuhan minimum dalam
masyarakat,
tingkat aksesibilitas pencapaian serta tingkat kepentingan wilayah.
Kawasan
Peruntukan
Sarana
Perdagangan
Kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan komersil, termasuk perdagangan, jasa, hiburan, dan perhotelan yang dengan skala pelayanan sub pelayanan kota Kecamatan sampai di tingkat lingkungan.
Rencana pengembangan sarana perdagangan dilakukan melalui pengaturan dan pengendalian jumlah sarana di tiap lingkungan agar perekonomian tetap berkembang dengan merata dan seimbang
Kebutuhan sarana perdagangan dalam dirancang melalui program
khusus bagi pengaturan dan pengendalian mengenai pengembangan sarana perdagangan utamanya ruko yang cenderung cepat tumbuh
Menyediakan ruang komersil yang nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan masyarakat
Membatasi kegiatan yang berpotensi tinggi
menimbulkan gangguan terhadap kepentingan umum
Setiap pasar melayani minimal 2 (dua) desa/kelurahan, yang didukung oleh beberapa sarana perdagangan lainnya seperti
kios/warung Setiap satu
satuan kawasan pengembangan (setingkat kecamatan)
terdapat minimal satu pasar induk yang melayani pemukiman di sekitarnya;
KLB
Menyediakan prasarana minimum (parkir, bongkar-muat, penyimpanan (gudang yg memadai)
Disesuaikan dengan kebutuhan setiap jenis sarana perdagangan
Pengaturan sarana perdagangan yang dimaksud di atas diatur lebih lanjut oleh Peraturan Bupati.
Dalam wilayah kabupaten dibutuhkan minimal satu unit pusat perdagangan atau pasar induk utama yang berfungsi sebagai pusat
distribusi utama terhadap satuan wilayah pengembangan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
maksimum 16m
KDB
Minimum
60% Tinggi
bangunan maksimum dibatas garis bukaan langit (Sky Line) 45O dari As Jalan
Kawasan
Peruntukan
Pesisir dan
Laut
Kawasan peruntukan pesisir dan laut diarahkan untuk daerah perangkap hara, daerah asuhan, daerah pemijahan dan daerah mencari makan bagi berbagai jenis biota laut.
Pengembangan sarana dan prasarana perikanan
System pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan dan kelautan
Potensi pertambakan baik untuk teknologi ntensif, semi intensif maupun tradisional;
Potensi budidaya laut (mariculture) berbagai spesies ikan
Potensi penangkapan ikan laut dangkal dan laut dalam;
Potensi transportasi laut nasional maupun regional
Potensi pariwisata bahari dan jasa lingkungan lainnya
Potensi sumber daya mineral, minyak dan gas
Potensi adat/social budaya dan lain-lain.
Penataan Perumahan
Pelarangan terhadap usaha-usaha merusak ekosistem mangrove, pengambilan/ penebangan bakau, konversi lahan mangrove
ke lahan usaha lain seperti perumahan, tambak dan lahan industry
Pelarangan terhadap usaha-
usaha merusak ekosistem padang lamun seperti merusak biota laut yang hidup di kawasan
Disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sekitar wilayah kawasan pendidikan serta
kebutuhan.
Kawasan Pelabuhan Terpadu diarahkan pembangunan dan pengembangannya di Kecamatan Sendana Desa Palipi
Kawasan Perikanan dan Kelautan Terpadu diarahkan
pembangunan dan pengembangannya di Kecamatan Sendana Desa Palipi
System pembinaan mutu dan pemasaran hasil perikanan
System pembinaan usaha dan koperasi
System pemberdayaan nelayan, pembudidayaan ikan dan masyarakat
pesisir System penyaluran
bahan bakar untuk nelayan
Kelestarian sumberdaya pesisir dan laut dalam
pemanfaatannya harus memperhatikan keberlangsungan sumberdaya hayati
Kesesuaian Lahan Pesisir dan Laut mengacu kepada
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
Nelayan di kawasan pesisir dan laut;
Kegiatan pariwisata di
wilayah pesisir dan laut
harus berjalan serasi dengan kegiatan perikanan/nelayan; dan
Kegiatan penangkapan ikan maupun budidaya perairan dilakukan tanpa atau seminimal mungkin merusak potensi ekologi.
tersebut Pelarangan
terhadap upaya-
upaya merusak
terumbu karang seperti penangkapan dengan menggunakan bahan peledak, bahan kimia dan mengambil karang
Pelarangan penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, misalnya penggunaan trawi, penggunaan bom dan bahan kimia terlarang seperti potassium permanganate dan lain-lain.
kriteria biofisik dan social ekonomi guna menghindari
terjadinya konflik
pemanfaatan ruang
C. KAWASAN SEKITAR SISTEM PRASARANA
C1. Prasarana
Transportasi
Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan, dan sekitar daerah pelabuhan
Kegiatanbudidaya yang dapat dikembangkan sepanjang memperhatikan Rumija, Rumaja dan Garis sempadan yang telah
Disesuaikan dengan arahan dan persyaratan untuk kegiatan yang bersifat
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis
Disesuaikan dengan kebutuhan setiap jenis prasarana transportasi baik darat maupun laut
Perlu adnaya pengendalian terutama IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
ditetapkan oleh pemerintah setempat
umum peruntukkan yang akan dilakukan
sebagaimana
ketetapan sebelumnya
C2. Prasarana
Energi
Pemanfaatan ruang di sekitar jaringan prasarana energy dan untuk pembangkit tenaga listrik
Kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu
Permukiman, perdagangan jasa dan fasilitas umum dapat dikembangkan di sekitar prasarana energi dengan radius 20-25 meter dari prasaranan energi
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
Disesuaikan dengan kebutuhan setiap jenis prasarana energi
Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
C3. Prasarana
Telekomunikasi
Pemanfaatan ruang untuk penempatan pemancar telekomunikasi
Kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu
Disesuaikan dengan arahan dan persyaratan untuk kegiatan yang bersifat umum
Pembatasan terhadap pembangunan menara telekomunikasi
atau tower baru;
Permukiman, perdagangan jasa dan fasilitas umum dapat dikembangkan di sekitar prasarana energi dengan radiun 20-25 meter dari
prasaranan telekomunikasi
KDB, KLB dan KDH menyesuaika
Disesuaikan dengan kebutuhan setiap jenis prasarana telekomunikasi
Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
Penetapan radius lokasi dan pemanfaatan menara telekomunikasi atau tower bersama;
Pemanfaatan bangunan menara telekomunikasi atau
tower yang telah ada untuk digunakan sebagai tower
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
n dengan jenis peruntukkan
yang akan
dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
Ketinggian tower tidak boleh lebih dari 52 meter berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan pangkalan TNI AU
bersama.
C4. Prasarana
Sumber Daya
Air
Upaya penanganan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yaitu dengan peningkatan sarana dan
prasarana pendukung seperti pipa, tandon, reservoir, dan prasarana pendukung lainnya.
Kegiatan yang dilakukan diluar kegiatan yang menunjang prasarana sumber daya air dilarang
Kegiatan yang boleh berkembang adalah kegiatan pertanian, perkebunan, hutan dan RTH
Pembangunan system baru untuk melayani daerah yang belum terlayani
Mekanisme ketentuan perizinan mengenai pembatasan penyediaan air bersih non Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang memanfaatkan sumur, sumur bor dan pompa, akan
Pengembangan system air bersih difokuskan
kepada upaya pengelolaan sumber air yang ada, pemanfaatan sumber air baru dan peningkatan
jaringan distribusi;
Masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhannya melalui sumber
Ketentuan tentang sempadan sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan sempadan sungai dan laut
Peningkatan
kapasitas produksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan menurunkan
Perbaikan dan rehabilitasi system transmisi dan distribusi;
Pengembangan system air bersih difokuskan kepada upaya pengelolaan sumber air yang ada, pemanfaatan sumber air baru dan
peningkatan jaringan distribusi; dan
Masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhannya melalui sumber air lainnya misalnya
Perlu adanya pengendalian terutama IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah Upaya penanganan
untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yaitu dengan peningkatan sarana dan prasarana
pendukung seperti pipa, tandon, reservoir, dan prasarana pendukung lainnya
Pengembangan wilayah pelayanan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah yang ditetapkan setelah
diundangkannya Peraturan
Daerah ini.
air lainnya misalnya sumur atau membuat
system
penampungan air hujan (PAH) yang memadai untuk setiap rumah tangga.
Pembatasan penyediaan air bersih non Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang memanfaatkan sumur, sumur bor dan pompa
kehilangan air sumur atau membuat system penampungan air
hujan (PAH) yang
memadai untuk setiap rumah tangga.
Rencana pengembangan jaringan sumber air baku bersumber dari mata air dan sumur bor
Pengembangan jaringan air bersih dilakukan pada permukiman baru
diarahkan ke kelurahan/desa yang sebagian dan/atau
seluruhnya belum
dilayani oleh sistem perpipaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
C5. Prasarana
Persampahan
Upaya penanganan untuk memenuhi kebersihan yaitu dengan peningkatan sarana
dan prasarana pendukung seperti keberadaan TPA, TPS dan prasarana pendukung lainnya.
Penetapan tempat pembuangan sementara (TPS) di wilayah-wilayah
permukiman dan pembuatan zoning untuk persampahan permukiman penduduk
Pengolahan atau TPA sampah menggunakan sistem sanitary landfill
Pengendalian pembuangan sampah ke dalam sungai/kali dan kanal serta situ (tampungan sementara) dengan melibatkan peran serta masyarakat; dan
Membuka peluang dan
Sampah buangan industri yang
berbahaya harus diolah terlebih dahulu oleh industri yang bersangkutan hingga layak dan tidak
berbahaya untuk dibuang ke TPA sampah
Sampah yang berasal dari rumah sakit harus diolah
Penambahan lokasi TPS pada wilayah
yang tidak memiliki TPS atau wilayah yang jarak ke TPS terdekat lebih dari 1 (satu) kilo
meter
Penyediaan infrastruktur yang menunjang sistem
sanitary landfill Penyediaan
infrastruktur khusus yang menunjang pengelolaan sampah yang tergolong Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3) Peningkatan peran
serta masyarakat dalam pengelolaan sampah, dengan penerapan konsep 3R (reused, reduced,
Pengaturan pengelolaan sampah yang diatur lebih rinci
dalam masterplan persampahan
Tempat Pemrosesan Akhir yang dikelola bersama untuk kepentingan antar wilayah, baik dalam
skala regional dan skala wilayah pengembangan Kabupaten Majene
Pengembangan penggunaan teknologi pengolahan sampah
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
mendorong peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan sampah.
terlebih dahulu dengan incenerator
untuk
selanjutnya dibuang ke TPA sampah
dan recycling) dengan teknologi ramah lingkungan dan hemat lahan yang
ditempatkan pada
kawasan-kawasan yang memungkinkan
C6. Prasarana
Air Limbah
dan Drainase
Upaya penanganan untuk memenuhi penanganan air limbah dan drainase yaitu dengan peningkatan sarana dan prasarana pendukung seperti perbaikan saluran drainase, instalasi pengelolaan air limbah dan prasarana pendukung lainnya.
Pengembangan system pengelolaan limbah domestic secara off site pada daerah-daerah yang secara tekniks memungkinkan dan ekonomis;
Pada daerah perkotaan yang padat dan atau kumuh menggunakan system pengelolaan limbah domestic secara off site bila memungkinkan dan ekonomis
Rencana pengembangan system drainase diarahkan
pada system drainase makro dan system drainase perkotaan
Pembangunan kawasan permukiman baru wajib memiliki system penyaluran air limbah off site, apabila belum tersedia maka harus ditunjang oleh system penyaluran air limbah komunal
Pada wilayah perdesaan
penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap
Kepala Keluarga serta fasilitas sanitasi umum
Pengelolaan limbah secara On Site System diprioritaskan dalam penanganan sanitasi pada kawasan permukiman dengan kepadatan penduduk rendah sampai
sedang; dan Pengelolaan
limbah secara Off Site System pada kawasan permukiman
dengan kepadatan penduduk sedang sampai tinggi, terutama pada kawasan
Normalisasi jaringan drainase yang ada
Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasan perkotaan;
Pembuatan embung penahan aliran yang tersebar pada beberapa anak sungai bagian atas perbukitan; dan
penanganan saluran-saluran yang berfungsi ganda
sebagai saluran drainase dan saluran irigasi.
Pengembangan fasilitas pengelolaan limbah perkotaan
Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan
Pembangunan sumur resapan di kawasan perkotaan
POLA RUANG
KAWASAN
KABUPATEN
DESKRIPSI
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETENTUAN
UMUM
INTENSITAS
BANGUNAN
KETENTUAN UMUM
PRASARANA
MINIMUM
KETENTUAN UMUM
LAINNYA DIPERBOLEHKAN/ DIIZINKAN
DILARANG/
DIIZINKAN DENGAN
SYARAT
kumuh, supaya limbah tidak
langsung
dibuang di sungai.
Sumber: Hasil Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene Tahun 2010 - 2011
LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012
TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE
TAHUN 2011 – 2031 PANJANG JALAN BERDASARKAN FUNGSI JALAN RTRW KABUPATEN MAJENE 2011 – 2031
NO FUNGSI JARINGAN JALAN LOKASI WILAYAH
PANJANG
JALAN
(Km)
KET
1 2 3 4 5
1 Jaringan Jalan Arteri Primer Batas Kab. Mamuju – Kec. Tammero’do Sendana (Km 350)
No Ruas jalan 009
51.127
Kec. Tammero’do Sendana (Km
350) – Batas Kota Majene. No
Ruas jalan 010
43.940
Jalan Jenderal Ahmad Yani. No
Ruas jalan 010
3.883
Jalan Jenderal Gatot Subroto. No Ruas jalan 010
1.373
Jalan Jenderal Sudirman. No
Ruas jalan 011
2.413
Jalan Sultan Hasanuddin. No
Ruas jalan 011
2.095
2 Jaringan jalan kolektor
primer K1
Ruas jalan Tande – Limboro 8.00
a. Kecamatan Banggae
Timur
Ruas jalan Simullu – Pallaranga.
No.Ruas jalan 3
5.30
Ruas jalan Tanete – Tande.
No.Ruas jalan 6
1.00
Ruas jalan Lutang – Tande.
No.Ruas jalan 8
3.90
Ruas jalan Tanete – Galung.
No.Ruas jalan 13
2.30
Ruas jalan Puawang – Katitting
No. Ruas jalan 2
6.85
Ruas jalan Lutang – Leppe 8.00
b. Kecamatan Banggae Ruas jalan Majene – Galung.
No.Ruas jalan 1
2.30
Ruas jalan Galung – Simullu.
No.Ruas jalan 2
1.00
Ruas jalan Camba – Teppo.
No.Ruas jalan 14
2.00
Ruas jalan Teppo – Pallarangan.
No.Ruas jalan 15
6.40
c. Kecamatan Pamboang Ruas jalan Tinambung – Kaida.
No.Ruas jalan 27
1.90
Ruas jalan Kaida – Pallarangan.
No.Ruas jalan 28
2.00
Ruas jalan Pamboang –
Sumarrang. No. Ruas Jalan 1
18.58
d. Kecamatan Sendana Ruas jalan Seppong – Manyamba – Besoangin
10.00
Ruas Jalan Pallang-Pallang –
Limboro Timur
8.50
Ruas jalan Limboro –
Pamenggalang. No. Ruas jalan 95
10.50
Ruas jalan Pallang-Pallang –
Tallubanua. No.Ruas jalan 49
1.10
1 2 3 4 5
Ruas jalan Tallubanua – Limboro. No.Ruas jalan 50
6.60
Ruas jalan Limboro – Tibung.
No.Ruas jalan 1
13.50
e. Kecamatan Ulumanda Ruas jalan Salutambung –
Urekang
20.00
Ruas jalan Salutambung –
Sambabo. No. Ruas jalan 65
6.00
Ruas jalan Sambabo –
Babasondong. No.Ruas jalan 66
4.80
Ruas jalan Tamajanang – Seppong. No.Ruas jalan 71
8.00
Ruas jalan Seppong – Urekang.
No.Ruas jalan 83
6.30
Ruas jalan Urekang – Mambi. No.
Ruas jalan 84
18.58
Ruas jalan Babasondong –
Seppong. No. Ruas jalan 85
15.00
3 Jaringan jalan lokal
sekunder
Ruas jalan Simullu – Puawang
No.Ruas jalan 5
4.90
a. Kecamatan Banggae
Timur
Ruas jalanTande Galung Lombok
No.Ruas jalan 7
1.70
Ruas jalan Tanete – Puawang No.Ruas jalan 9
2.00
Ruas jalan Buttu Samang – Kaloli
No.Ruas jalan 10
0,90
Ruas jalan Tunda – Lembang
No.Ruas jalan 11
1.90
Ruas jalan Komp.Perumahan
Lutang – Kolam Renang No.Ruas
jalan 78
1.20
Ruas jalan Lembang – Barane Tamo No.Ruas jalan 94
3.60
Ruas jalan Tanete – Purrau
No.Ruas jalan 108
3.00
Ruas jalan Salama –
Rusung/Salama No.Ruas jalan
109
2.00
Ruas jalan Kaloli – Galung
Lombok No.Ruas jalan 110
1.00
Ruas jalan Simullu – Purrau No.Ruas jalan 111
1.00
Ruas jalan Pappota –
Leppe/Tamo Ruas jalan 75
3.50
Ruas jalan Lutang – Salabulo
No.Ruas jalan 76
1.70
Ruas jalan Lembang – Salabulo
No.Ruas jalan 98
2.00
Ruas jalan Lembang – Pangale
No.Ruas jalan 17
2.80
Ruas jalan Segeri – Sibunuang No.Ruas jalan 18
2.20
Ruas jalan Kompleks Perumahan
Leppe – Kompleks Perumahan
Leppe No.Ruas jalan 106
1.10
Ruas jalan Tande – Purrau
No.Ruas jalan 131
2.00
Ruas jalan BTN. Leppe – Tamo
No.Ruas jalan 132
2.50
Ruas jalan Dalam Kota Majene No.Ruas jalan 401
16.40
Ruas jalan Galung – Salabulo
No.Ruas jalan 135
2.50
b. Kecamatan Banggae Ruas jalan Majene – Pasangrahan
No.Ruas jalan 12
1.00
1 2 3 4 5
Ruas jalan Saleppa - Simullu No.Ruas jalan 16
3.10
Ruas jalan Timbo-Timbo –
Rusung/Salama No. Ruas jalan
19
2.30
Ruas jalan Deteng-Deteng -
Mangge No.Ruas jalan 20
4.10
Ruas jalan Rangas Timur –
Rangas Barat No.Ruas jalan 21
6.70
Ruas jalan Soreang Timur –
Soreang Barat No.Ruas jalan 22
1.00
Ruas jalan Pertengahan Deteng-
Deteng – Rangas 77 No.Ruas
jalan 77
2.50
Ruas jalan Pangali-Ali –
Tanangan No.Ruas jalan 97
1.10
Ruas jalan Timbo-Timbo – Bukku
No.Ruas jalan 105
2.50
Ruas jalan Rusung – Galung
Paara No.Ruas jalan 107
2.00
Ruas jalan Mangge – Puare No.Ruas jalan 112
3.00
Ruas jalan Luaor – Mangge
No.Ruas jalan 114
3.00
Ruas jalan Lingkungan Rangas
Timur - Lingkungan Rangas
Barat No.Ruas jalan 138
5.00
Ruas jalan Lingkungan Soreang
Timur – Lingkungan Soreang Barat No.Ruas jalan 139
1.00
c. Kecamatan Pamboang Ruas jalan Luaor Timur – Luaor
Barat No.Ruas jalan 23
1.90
Ruas jalan Bababulo – Bababulo
Barat No.Ruas jalan 24
2.80
Ruas jalan Kaida – Ratte Lambe
No.Ruas jalan 29
1.50
Ruas jalan Tinambung –
Pamboang T No.Ruas jalan 25
1.50
Ruas jalan Tinambung – Pamboang B No.Ruas jalan 26
1.50
Ruas jalan Adolang Timbo
Gading – Ratte Lambe No.Ruas
jalan 30
2.50
Ruas jalan Rawang – Adolang
No.Ruas jalan 31
3.40
Ruas jalan Teppo - Pertigaan
No.Ruas jalan 32
2.00
Ruas jalan Pertigaan – Ratte No.Ruas jalan 33
1.00
Ruas jalan Balombong-
UluBalombong No.Ruas jalan 34
1.00
Ruas jalan Pertigaan – Galung
Adolang No.Ruas jalan 35
1.00
Ruas jalan Ratte – Ratte Lambe
No.Ruas jalan 36
2.00
Ruas jalan Galung Adolang –
Timbo Gading No.Ruas jalan 37
1.20
Ruas jalan Ratte - Adolang No.Ruas jalan 38
1.00
Ruas jalan Ratte – Rawang
No.Ruas jalan 39
2.00
Ruas jalan Sirindu Barat –
Sirindu Timur No.Ruas jalan 40
1.10
Ruas jalan Ambawa – Rawang
No.Ruas jalan 41
5.00
1 2 3 4 5
Ruas jalan Bababulo – Paralitang No.Ruas jalan 42
2.90
Ruas jalan Pallarangan – Ratte
Lambe No.Ruas jalan 91
3.00
Ruas jalan Paralitang – Puare
No.Ruas jalan 93
3.00
Ruas jalan Panawar – Siiyang No.
Ruas jalan 99
3.00
Ruas jalan Puare – Bababulo
Barat No.Ruas jalan 113
1.80
Ruas jalan Dalam Kota Pamboang No.Ruas jalan 402
6.00
d. Kecamatan Sendana Ruas jalan Pumballar –
Kampung Lele No.Ruas jalan 136
3.00
Ruas jalan Galung Sangatta –
Rattepadang No.Ruas jalan 96
2.70
Ruas jalan Apoleang – Apoang
No.Ruas jalan 43
5.00
Ruas jalan Somba – Binanga I
No.Ruas jalan 44
5.30
Ruas jalan Somba – Tinggas
No.Ruas jalan 45
1.60
Ruas jalan Tinggas – Pamenggalang No.Ruas jalan 46
8.00
Ruas jalan Binanga II – Palipi
No.Ruas jalan 47
4.00
Ruas jalan Binanga I –
Leppangan No.Ruas jalan 48
1.30
Ruas jalan Lombongan I –
Galung Sangalla No.Ruas jalan
51
3.50
Ruas jalan Lombongan II – Beso Anging 52
8.60
Ruas jalan Mosso – Pumballar
No.Ruas jalan 53
1.20
Ruas jalan Galung Sangalla-Ratte
Tarring No.Ruas jalan 116
4.00
Ruas jalan Tullu Bulan – Ratte
Tarring No.Ruas jalan 117
6.00
Ruas jalan Ratte Tarring – Beso
Anging No.Ruas jalan 118
4.00
Ruas jalan Dalam Kota Sendana No.Ruas jalan 403
6.00
e. Kecamatan Tammero’do
Sendana
Ruas jalan Ulidang – Sabure
No.Ruas jalan 54
2.50
Ruas jalan Ulidang - Tippulu
No.Ruas jalan 57
3.00
Ruas jalan Seppong – Tippulu
No.Ruas jalan 119
2.00
Ruas jalan Tippulu –
Rattepadang No.Ruas jalan 120
1.50
Ruas jalan Waigamo – Awo No.Ruas jalan 121
2.50
Ruas jalan Awo – Tippulu
No.Ruas jalan 122
1.50
f. Kecamatan Tubo Sendana Ruas jalan Onang – Tattibajo
No.Ruas jalan 60
6,00
Ruas jalan Tubo - Tattibajo
No.Ruas jalan 61
2,00
Ruas jalan Tatti Bajo - Sambabo
No.Ruas jalan 62
6,00
Ruas jalanTubo – Sambabo No.Ruas jalan 63
6,00
g. Kecamatan Ulumanda Ruas jalan Indi – Panggalo
No.Ruas jalan 55
3.50
1 2 3 4 5
Ruas jalan Panggalo - Masabulan No.Ruas jalan 58
4.00
Ruas jalan Masabulan – Taukong
No.Ruas jalan 59
6.00
Ruas jalan Tasabulan -
Tamajannang No.Ruas jalan 64
16,60
Ruas jalan Lombe - Taukong
No.Ruas jalan 67
4,10
Ruas jalan Sulae - Kabiraan
No.Ruas jalan 68
2,50
Ruas jalan Lombang - Babasandong No.Ruas jalan 69
5,30
Ruas jalan Taukong -
Tamajanang No.Ruas jalan 70
10
Ruas jalan Tamajanang -
Seppong No.Ruas jalan 71
8,00
Ruas jalan Salutambung - Rura
No.Ruas jalan 102
3,00
Ruas jalan Salutambung timur –
Salutambung Barat No.Ruas
jalan 104
1,00
Ruas jalan Rura - Masabulang No.Ruas jalan 123
10,00
Ruas jalan Karambang -
Mataurang No.Ruas jalan 125
3,00
h. Kecamatan Malunda Ruas jalan Rui – Rattepunanga
No.Ruas jalan 130
2.00
Ruas jalan Parabaya – Indi
No.Ruas jalan 56
3.50
Ruas jalan Banua – Barandai
No.Ruas jalan 115
2.00
Ruas jalan Bambangan – Salutahongan No.Ruas jalan 4
5.20
Ruas jalan Lombang -
Bambangan No.Ruas jalan 72
2,60
Ruas jalan Mosso - Bambangan
No.Ruas jalan 73
2,50
Ruas jalan Malunda - Pettabeang
No.Ruas jalan 74
3,00
Ruas jalan Lombong - Mosso
No.Ruas jalan 79
2,20
Ruas jalan Tanisi - Sirupe No.Ruas jalan 80
3,00
Ruas jalan Deking - Mosso
No.Ruas jalan 81
1,20
Ruas jalan Salutahangan -
Batulotong No.Ruas jalan 82
10
Ruas jalan Pattabeang – Kayu
Angin No.Ruas jalan 86
1,3
Ruas jalan Mekatta - Bambangan
No.Ruas jalan 87
3,30
Ruas jalan Pettabeang - Lombang No.Ruas jalan 88
4,90
Ruas jalan Lombang - Parabaya
No.Ruas jalan 89
1,00
Ruas jalan Bambangan -
Urekang No.Ruas jalan 90
15,0
Ruas jalan Mekkata - Aholeang
No.Ruas jalan 101
3,00
Ruas jalan Maliaya - Rui No.Ruas
jalan 103
3,00
Ruas jalan Kalehalang - Tamajanang No.Ruas jalan 124
5,00
Ruas jalan Sirupe - Bambangan
No.Ruas jalan 126
3,50
1 2 3 4 5
Ruas jalan Lombang - Pebulahangan No.Ruas jalan 127
4,00
Ruas jalan Bambangan -
Rattepunaga No.Ruas jalan 128
3,00
Ruas Jalan Aholeng –
Rattepunaga No. Ruas jalan 129
2,00
Ruas Jalan Dalam Kota Malunda
No. Ruas jalan 404
6,00
PANJANG DAN LEBAR JARINGAN JALAN KHUSUS DAN JEMBATAN
BERDASARKAN RTRW KABUPATEN MAJENE 2011 – 2031
NO
FUNGSI JARINGAN
JALAN
DAN JEMBATAN
LOKASI WILAYAH KETERANGAN
1 2 3 4
1 Kecamatan Banggae Timur Ruas jalan dan jembatan
Puawang
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu-Pallarangan
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu-Pallarangan
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Simullu-Pallarangan
Panjang ruas 12,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu-Pallarangan
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu – Puawang
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 6,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu – Puawang
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu – Puawang
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Simullu – Puawang
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Lembang – Barane
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lembang – Barane
panjang ruas 7,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Lutang – Salabulo
panjang ruas 6,00 m dan lebar 3,00 m dengan jenis
beton
2 Kecamatan Banggae Ruas jalan dan jembatan
Galung – Simullu
panjang ruas 4,50 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Majene – Pasanggarahan
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 5,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Camba – Teppo
panjang ruas 9,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Saleppa – Simullu
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Saleppa – Simullu
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Jalan Muh. Saleh
panjang ruas 8,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Jalan Muh. Yusuf
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Jalan Mayjen Asis Bustan
panjang ruas 12,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
beton
1 2 3 4
3 Kecamatan Pamboang Ruas jalan dan jembatan Bababulo Timur –
Bababulo Barat
panjang ruas 7,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Tinambung – Kaida
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Kaida – Rante Lambe
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Galung Adolang –
Timbogading
panjang ruas 5,00 m dan lebar 3,00 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Ambawe – Rawang
panjang ruas 3,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Ambawe – Rawang
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Ambawe – Rawang
panjang ruas 24,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Ambawe – Rawang
Ruas jalan dan jembatan
Ambawe – Rawang
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton panjang ruas 5,50 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
4 Kecamatan Sendana Ruas jalan dan jembatan
Apoleang – Apoang
panjang ruas 7,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Apoleang – Apoang
panjang ruas 14,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Apoleang – Apoang
panjang ruas 9,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Apoleang – Apoang
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Somba – Binanga I
panjang ruas 9,00 m dan lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Binanga II – Palipi
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Binanga II – Palipi
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Binanga II – Palipi
panjang ruas 15,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Binanga II – Palipi
panjang ruas 5,50 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Binanga II – Palipi
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Binanga I – Leppangan
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Binanga I – Leppangan
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan Palla Pallang – Talubanua
panjang ruas 16,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
beton
1 2 3 4
Ruas jalan dan jembatan Talubanua – Limboro
panjang ruas 6,00 m dan lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Talubanua – Limboro
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Talubanua – Limboro
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Talubanua – Limboro
panjang ruas 12,00 m dan lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Talubanua – Limboro
panjang ruas 18,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan I – GI Sangalla
panjang ruas 4,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan I – GI
Sangalla
panjang ruas 21,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan I – GI
Sangalla
panjang ruas 26,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Lombongan I – GI
Sangalla
panjang ruas 6,00 m dan lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan I – GI
Sangalla
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan I – GI
Sangalla
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Lombongan II –
Besoangin
panjang ruas 16,00 m dan lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan II –
Besoangin
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Lombongan II – Besoangin
panjang ruas 10,50 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Limboro – Pamenggalan
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Limboro – Pamenggalan
panjang ruas 12,50 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan GI Sangalla – Rante
Padang
panjang ruas 6,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
GI Sangalla – Rante
Padang
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Limboro – Tibung
panjang ruas 15,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan Limboro – Tibung
panjang ruas 8,00 m dan lebar 4,50 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Limboro – Tibung
panjang ruas 8,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
5 Kecamatan Tammero’do
Sendana
Ruas jalan dan jembatan
Ulidang – Tippulu
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis beton
1 2 3 4
Ruas jalan dan jembatan Seppong – Urekang
panjang ruas 35,00 m dan lebar 1,25 m dengan jenis
Jembatan Gantung
Ruas jalan dan jembatan
Babasondong – Seppong
panjang ruas 7,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
beton
Ruas jalan dan jembatan
Awo – Tippulu
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis beton
Ruas jalan dan jembatan
Awo – Tippulu
panjang ruas 8,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis
beton
6 Kecamatan Tubo Sendana Ruas jalan dan jembatan
Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Tubo – Tatibajo
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis Balok Kayu
7 Kecamatan Ulumanda Ruas jalan dan jembatan
Sambabo – Babasondong
panjang ruas 8,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Sambabo – Babasondong
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan Sambabo – Babasondong
panjang ruas 6,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Sambabo – Babasondong
panjang ruas 12,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Salutambung – Rura
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,50 m dengan jenis Beton
Ruas jalan dan jembatan
Salutambung – Rura
panjang ruas 16,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Salutambung Timur –
Salutambung
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Karalembang – Mataurang
panjang ruas 4,00 m dan
lebar 2,50 m dengan jenis Balok Kayu
8 Kecamatan Malunda Ruas jalan dan jembatan
Bambangan –
Salutahongan
panjang ruas 5,00 m dan
lebar 4,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Bambangan –
Salutahongan
panjang ruas 130,00 m
dan lebar 1,50 m dengan
jenis Jembatan Gantung
1 2 3 4
Ruas jalan dan jembatan Malunda – Pettabeang
panjang ruas 8,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Malunda – Pettabeang
Ruas jalan dan jembatan
Pettabeang – Kayu Angin
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis Beton
Ruas jalan dan jembatan
Pettabeang – Kayu angin
panjang ruas 8,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Mekkatta/Samalio –
Bambangan
panjang ruas 16,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan Mekkatta/Samalio –
Bambangan
panjang ruas 12,00 m dan lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Pettabeang – Lombang
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Pettabeang – Lombang
panjang ruas 8,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis Beton
Ruas jalan dan jembatan
Pettabeang – Lombang
panjang ruas 10,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Pettabeang – Lombang
panjang ruas 18,00 m dan
lebar 5,00 m dengan jenis
Beton
Ruas jalan dan jembatan
Mekkatta – Aholeang
panjang ruas 6,00 m dan
lebar 3,00 m dengan jenis Balok Kayu
Ruas jalan dan jembatan
Lombang – Pebulahangan
panjang ruas 65,00 m dan
lebar 1,25 m dengan jenis
Jembatan Gantung
LAMPIRAN V PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE
NOMOR : 12 TAHUN 2012 TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 – 2031
WILAYAH SUNGAI DAN WILAYAH ALIRAN SUNGAI
RTRW KABUPATEN MAJENE 2011 – 2031
a. Wilayah Sungai Sadang yang terdapat di Kecamatan Banggae dan
Banggae Timur meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Majene atau Sungai Abaga
2. Daerah Aliran Sungai Camba, dan
3. Daerah Aliran Sungai Siruppa.
b. Wilayah Aliran Sadang Sungai yang terdapat di Kecamatan Pamboang
meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Pamboang;
2. Daerah Aliran Sungai Koi;
3. Daerah Aliran Sungai Lembang Piung;
4. Daerah Aliran Sungai Lembang Taduang;
5. Daerah Aliran Sungai Lembang Abaga;
6. Daerah Aliran Sungai Lembang Lena; dan
7. Daerah Aliran Sungai Teppo.
c. Wilayah Sungai Kaluku-Kramayang terdapat di Kecamatan Sendana
meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Sungai Mosso;
2. Daerah Aliran Sungai Pumalla;
3. Daerah Aliran Sungai Teleppo;
4. Daerah Aliran Sungai Apoleang;
5. Daerah Aliran Sungai Para;
6. Daerah Aliran Sungai Sirua Kota;
7. Daerah Aliran Sungai Labuang;
8. Daerah Aliran Sungai Lembang;
9. Daerah Aliran Sungai;
10. Daerah Aliran Sungai Kadopo;
11. Daerah Aliran Sungai Palla-Pallang; dan
12. Daerah Aliran Sungai Manyamba.
d. Wilayah Sungai Kaluku-Kamara yang terdapat di Kecamatan
Tammeroddo meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Potandek;
2. Daerah Aliran Sungai Polo-Polo;
3. Daerah Aliran Sungai Sipitu;
4. Wilayah Sungai Wai Sepong;
5. Daerah Aliran Sungai Taridi;
6. Daerah Aliran Sungai Lombongan;
7. Daerah Aliran Sungai Tamerdo;
8. Daerah Aliran Sungai Mnyamba;
9. Daerah Aliran Sungai Mayatapi; dan
10. Daerah Aliran Sungai Talakomi.
e. Wilayah Sungai Kaluku-Karama yang terdapat di Kecamatan Tubo
meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Sumakuyu;
2. Daerah Aliran Sungai Wai Sering;
3. Daerah Aliran Sungai Labuang;
4. Daerah Aliran Sungai Pumbiu;
5. Daerah Aliran Sungai Tapamekan;
6. Daerah Aliran Sungai Labuang Onang;
7. Daerah Aliran Sungai Laia;
8. Daerah Aliran Sungai Galung-Galung;
9. Daerah Aliran Sungai Batu Roro;
10. Daerah Aliran Sungai Pulung;
11. Daerah Aliran Sungai Kulasi;
12. Daerah Aliran Sungai Takombe; dan
13. Daerah Aliran Sungai Salabulo.
f. Wilayah Sungai Kaluku-Karama yang terdapat di Kecamatan Malunda
meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Asa – asaang;
2. Daerah Aliran Sungai Tamalere;
3. Daerah Aliran Sungai Meletung;
4. Daerah Aliran Sungai Ipo;
5. Daerah Aliran Sungai Maliaya;
6. Daerah Aliran Sungai Reruang;
7. Daerah Aliran Sungai Lombang;
8. Daerah Aliran Sungai Lemo;
9. Daerah Aliran Sungai Kalangae;
10. Daerah Aliran Sungai Serepo;
11. Daerah Aliran Sungai Samalio;
12. Daerah Aliran Sungai Dopi
13. Daerah Aliran Sungai Ratte Punaga; dan
14. Daerah Aliran Sungai Malunda.
g. Wilayah Sungai Kaluku–Kamara yang terdapat di Kecamatan Ulumanda
meliputi:
1. Daerah Aliran Sungai Potenaan;
2. Daerah Aliran Sungai Malamakula;
3. Daerah Aliran Sungai Toe–Toe;
4. Daerah Aliran Sungai Samabaho–Baho;
5. Daerah Aliran Sungai Pesawang;
6. Daerah Aliran Sungai Pulosok;
7. Daerah Aliran Sungai Maiting;
8. Daerah Aliran Sungai Tikaung;
9. Daerah Aliran Sungai Tambung;
10. Daerah Aliran Sungai Lamoliang;
11. Daerah Aliran Sungai Tapango;
12. Daerah Aliran Sungai Lemo;
13. Daerah Aliran Sungai Palang;
14. Daerah Aliran Sungai Kayang;
15. Daerah Aliran Sungai Lombongan;
16. Daerah Aliran Sungai Tatung;
17. Daerah Aliran Sungai Pekalong;
18. Daerah Aliran Sungai Pondang;
19. Daerah Aliran Sungai Lasa;
20. Daerah Aliran Sungai Tubo;
21. Daerah Aliran Sungai Baulu;
22. Daerah Aliran Sungai Tamerindi;
23. Daerah Aliran Sungai Takang;
24. Daerah Aliran Sungai Makulak;
25. Daerah Aliran Sungai Manda; dan
26. Daerah Aliran Sungai Tamalonag.
BUPATI MAJENE,
TTD H. KALMA KATTA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Hukum
ttd
MUH. RADI, SH
Pangkat : Pembina Tk. I
NIP. 19621231 199703 1 027
BUPATI MAJENE,
ttd
H. KALMA KATTA